DAMPAK TANGKAHAN TERHADAP PENDARATAN HASIL TANGKAPAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA, TENAGA KERJA DAN PENDAPATAN DAERAH
SAHAT MARULI SIMATUPANG
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Dampak Tangkahan terhadap Pendaratan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tenaga Kerja dan Pendapatan Daerah adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 29 April 2010 Sahat Maruli Simatupang
ABSTRAK SAHAT MARULI SIMATUPANG, C44052627. Dampak Tangkahan terhadap Pendaratan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tenaga Kerja dan Pendapatan Daerah. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan ERNANI LUBIS Tangkahan merupakan suatu kegiatan usaha penangkapan ikan swasta yang menyerupai pelabuhan perikanan dan pengelolaannya dilakukan perorangan. Fasilitas dan aktivitas yang ada di tangkahan hampir sama dengan pelabuhan perikanan serta letak keduanya berdekatan. Pengoperasian tangkahan membutuhkan tenaga kerja dan menyumbang terhadap pendapatan asli daerah Kota Sibolga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak tangkahan terhadap pendaratan hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, tenaga kerja, dan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah Kota Sibolga. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2009 di lima tangkahan (UD Ilham, Sabena, Budi Jaya, Renta Sari, Harapan Sari Laut) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga. Penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling dengan dua sumber data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara. Secara kualitatif data ini dianalisis deskriptif dan secara kuantitaif dianalisis dengan grafik, rata-rata, dan tabulasi. Hasil analisis menunjukkan keberadaan tangkahan berdampak pada produksi tangkahan lebih besar dari pada di PPN Sibolga 95,7 persen dari jumlah ikan yang didaratkan di Teluk Tapian Nauli. Potensi peningkatan jumlah hasil tangkapan di PPN Sibolga sangat besar dan mutu hasil tangkapan hampir sama. Tangkahan ini menyerap tenaga kerja rata-rata 36 orang per tangkahan dengan upah sudah sesuai upah minimum regional, motivasi tenaga kerja di tangkahan ini hanya mendapatkan upah. Pendapatan asli daerah dari sektor perikanan adalah retribusi hasil perikanan dan izin usaha perikanan. Kerugian yang dialami oleh pemerintah daerah tahun 2008 dari kedua retribusi ini Rp 14.466.000,00. Jika pemungutan retribusi mengacu Perda nomor 6 Tahun 2003 maka kerugian daerah tahun 2008 sebesar Rp 9.668.929.470,00.
Kata kunci: pendapatan, pendaratan, tangkahan, tenaga kerja
© Hak cipta IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
DAMPAK TANGKAHAN TERHADAP PENDARATAN HASIL TANGKAPAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA, TENAGA KERJA DAN PENDAPATAN DAERAH
SAHAT MARULI SIMATUPANG
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Penelitian
: Dampak Tangkahan terhadap Pendaratan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tenaga Kerja dan Pendapatan Daerah
Nama Mahasiswa
: Sahat Maruli Simatupang
NRP
: C44052627
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA NIP: 19541114 198003 1 003
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA NIP: 19561123 198203 2 002
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 29 April 2010
KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2009 dengan judul Dampak Tangkahan terhadap Pendaratan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tenaga Kerja dan Pendapatan Daerah. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA, masing-masing selaku ketua dan anggota pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Thomas Nugroho, S.Pi,M.Si selaku dosen penguji dan Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi,MT selaku komisi pendidikan program S1 atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 3. Bapak Henri Batubara, Ibu Elfince, Bapak B. Nainggolan, dan staf PPN Sibolga yang telah membantu memberikan arahan dan bimbingan selama peneliti di lapangan. 4. Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga dan staf yang telah membantu memberikan banyak informasi pada penelitian ini. 5. Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Sibolga dan staf yang telah memberi informasi pada penulis. 6. Keluargaku tercinta; Bapak, Ibu, adik-adikku Marito, Duma, Jonier, dan Junius. Tua, Inangtua, Uda, Inanguda, Tulang, Nantulang, kakak, abang dan adik atas segala doa, kasih sayang, dan motivasinya. 7. Yayasan Die Brucke Jerman yang telah membantu penulis dalam pembiayaan pendidikan di IPB. 8. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, 29 April 2010 Sahat Maruli Simatupang
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasar Onan Hurlang pada tanggal 6 April 1987 dari Bapak Johannes Simatupang dan Ibu Rosmeriance Panggabean. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara. Penulis mengawali jenjang pendidikan di SD Negeri 1 Kolang No.153000 pada tahun 1993-1999, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTP Negeri 1 Kolang Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada tahun 1999-2002. Pada tahun 2002-2005 penulis mengikuti pendidikan di SMA Negeri 1 Sibolga, Sumatera Utara dan pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB) Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan akademik dan nonakademik. Dalam kegiatan akademik, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pelabuhan Perikanan (2008-2009), Analisis Hasil Tangkapan (2008-2009) dan Metodologi Penelitian (2008-2009). Dalam kegiatan nonakademik, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan kegiatan ilmiah seperti Ketua Departemen Penataan dan Pengembangan Organisasi GMKI Cabang Bogor, Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), Editor Teknis Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) Institut Pertanian Bogor tahun 2008-2009, dan Vice Presiden II Proyek Masa Depan (PMD) di bawah Yayasan Die Brucke Jerman tahun 2008-2009 Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Dampak Tangkahan terhadap Pendaratan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tenaga Kerja dan Pendapatan Daerah”. Penulis dinyatakan lulus pada sidang ujian akhir Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan tanggal 29 April 2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xv
1. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang ................................................................................... Permasalahan ..................................................................................... Tujuan ................................................................................................ Manfaat ..............................................................................................
1 3 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
Tangkahan ......................................................................................... 2.1.1 Pengertian dan fasilitas tangkahan ......................................... 2.1.2 Aturan pendirian dan pengelolaan tempat pendaratan hasil tangkapan oleh swasta ............................................................ 2.1.3 Aktivitas dan hasil tangkapan didaratkan di tangkahan ......... 2.1.4 Pembiayaan kegiatan usaha tangkahan atau penangkapan ikan ......................................................................................... Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga................................ 2.2.1 Pengertian dan fungsi pelabuhan perikanan ........................... 2.2.2 Fasilitas pelabuhan perikanan ............................................... 2.2.3 Aktivitas di pelabuhan perikanan nusantara ......................... Penerimaan Daerah ........................................................................... 2.3.1 Pajak daerah ........................................................................... 2.3.2 Retribusi daerah ..................................................................... Tenaga Kerja ..................................................................................... 2.4.1 Perencanaan dan pengadaan tenaga kerja ............................. 2.4.2 Pembinaan tenaga kerja.......................................................... Dampak Keberadaan Tangkahan ......................................................
5 5 6 7 9 11 11 13 14 18 18 23 28 29 31 33
3. METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 3.4
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... Bahan dan Alat .................................................................................. Metode Penelitian .............................................................................. Analisis Data .....................................................................................
35 35 35 41
4. KEADAAN UMUM 4.1
Keadaan Umum Daerah Penelitian Kota Sibolga ............................ 4.1.1 Letak geografis ..................................................................... 4.1.2 Penduduk dan tenaga kerja....................................................
43 43 45
4.2
4.3
4.1.3 Prasarana dan sarana umum .................................................. Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kota Sibolga ......................... 4.2.1 Volume dan nilai produksi perikanan ................................... 4.2.2 Armada penangkapan, alat tangkap, nelayan, dan daerah penangkapan ikan .................................................................. Prasarana Perikanan Tangkap ......................................................... 4.3.1 Pengelola PPN Sibolga ......................................................... 4.3.2 Pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Sibolga dan Pantai Barat Sumatera Utara ............................................................ 4.3.3 Tangkahan di Kota Sibolga ...................................................
48 54 55 56 63 63 66 66
5. AKTIVITAS PPN SIBOLGA DAN TANGKAHAN DI KOTA SIBOLGA 5.1 Aktivitas PPN Sibolga ....................................................................... 5.2 Aktivitas Tangkahan di Kota Sibolga ................................................
72 75
6. DAMPAK KEBERADAAN TANGKAHAN TERHADAP PENDARATAN HASIL TANGKAPAN PPN SIBOLGA 6.1
6.2
Pengaruh Keberadaan Tangkahan dengan Pendekatan Armada Penangkapan yang Melakukan Bongkar Muat. ................................ 6.1.1 Perbedaan jenis dan jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di tangkahan dan dampaknya terhadap PPN Sibolga. .................................................................................... 6.1.2 Volume pendaratan hasil tangkapan di tangkahan dan dampak keberadaan tangkahan terhadap produksi hasil tangkapan PPN Sibolga. .......................................................... 6.1.3 Frekuensi pembongkaran hasil tangkapan di tangkahan dan pengaruhnya terhadap PPN Sibolga. ....................................... Pengaruh Keberadaan Tangkahan melalui Pendekatan Hasil Tangkapan. ........................................................................................ 6.2.1 Jumlah dan jenis hasil tangkapan yang didaratkan di tangkahan-tangkahan dan PPN Sibolga. .................................. 6.2.2 Perbandingan mutu hasil tangkapan di tangkahan dan di PPN Sibolga. ............................................................................ 6.2.3 Perbandingan pelayanan antara tangkahan dan PPN Sibolga. ....................................................................................
79
79
82 86 87 87 89 93
7. DAMPAK KEBERADAAN TANGKAHAN TERHADAP TENAGA KERJA 7.1 7.2
Dampak Keberadaan Tangkahan terhadap Jumlah dan Fungsi Tenaga Kerja .................................................................................... Dampak Keberadaan Tangkahan terhadap Upah dan Motivasi Kerja .............................................................................................
96 103
8. JENIS PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DAMPAK KEBERADAAN TANGKAHAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH 8.1 8.2
Jenis- Jenis-jenis Pendapatan Asli Daerah Asal Subsektor Perikanan Tangkap di Kota Sibolga .................................................. Dampak Keberadaan Tangkahan terhadap Pendapatan Asli Daerah .............................................................................................
105 112
9. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 9.2
Kesimpulan . ..................................................................................... Saran .............................................................................................
121 122
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
123
LAMPIRAN ....................................................................................................
126
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Perkembangan jumlah produksi ikan yang didaratkan di tangkahan tahun 1994-1997 .....................................................................................
9
2.
Rincian data utama penelitian yang dikumpulkan menurut jenis data...
39
3.
Rincian data tambahan penelitian yang dikumpulkan menurut jenis data ..........................................................................................................
40
4.
Pertumbuhan penduduk Kota Sibolga, 2003-2008 . ...............................
45
5.
Penduduk Kota Sibolga berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, 2008 .........................................................................................
46
6.
Kepadatan penduduk di Kota Sibolga, 2008 ...........................................
47
7.
Penduduk berumur 15 tahun keatas menurut jenis kelamin 2008...........
47
8.
Kondisi jalan di Kota Sibolga, 2008 ......................................................
49
9.
Panjang jalan menurut kondisi jalan Kota Sibolga, 2004-2008 .............
49
10.
Armada pengangkutan darat di Kota Sibolga, 2003-2008 ......................
50
11.
Lalu lintas penumpang kapal laut di Pelabuhan Umum Sibolga, 2003-2008 ...............................................................................................
51
Banyaknya enegi listrik yang diproduksi, diterima dari unit lain, susut dan pemakaiannya pada PLN Cabang Sibolga, 2005-2008 ...........
53
Banyaknya pelanggan, volume penjualan dan nilai penjualan air bersih di Sibolga, 2005-2008 .................................................................
53
14.
Jumlah produksi hasil tangkapan di Kota Sibolga, 2004-2008 ...............
55
15.
Jumlah armada penangkapan ikan, 2008 . ..............................................
57
16.
Perkembangan jumlah armada penangkap ikan menurut jenis armada di Kota Sibolga, 2004-2008 ...................................................................
58
12.
13.
17.
Produktivitas alat tangkap di Kota Sibolga, 2008 ...................................
59
18.
Jenis alat tangkap di Kota Sibolga, 2008. ...............................................
59
19.
Perkembangan jenis alat tangkap ikan di Kota Sibolga, 2004-2008.......
60
20.
Jumlah nelayan berdasarkan armada penangkapan di Kota Sibolga tahun 2008. ..............................................................................................
61
21.
Jenis nelayan yang ada di Sibolga, 2008.................................................
62
22.
Data potensi lestari perairan Pantai Barat Sumatera, 1991 .....................
63
23.
Jenis fasilitas yang disediakan oleh PPN Sibolga, 2009 .........................
65
24.
Nama-nama tangkahan di lokasi 1 Kota Sibolga, 2009 ..........................
68
25.
Nama-nama tangkahan di lokasi 2 Kota Sibolga, 2009. .........................
69
26.
Produksi ikan olahan di PPN Sibolga, 2007-2008 .................................
75
27.
Jumlah kapal yang mendarat di tangkahan contoh dan PPN Sibolga pada Juni-Juli 2009 . ...............................................................................
80
Pertumbuhan produksi hasil tangkapan di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga, 2004-2008 .......................................................................
82
Perkembangan produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Sibolga, 2004-2008 ................................................................................
83
Pengaruh pendaratan hasil tangkapan di tangkahan terhadap volume pendaratan di PPN Sibolga, 2004-2008 .................................................
85
Pengaruh pendaratan hasil tangkapan di tangkahan terhadap nilai pemasaran ikan di PPN Sibolga, 1999 ....................................................
85
Pengaruh pendaratan hasil tangkapan di tangkahan terhadap nilai pemasaran ikan di PPN Sibolga, 1999 ...................................................
86
33.
Produksi dan jenis-jenis ikan yang didaratkan di PPN Sibolga, 2008 ...
88
34.
Perbandingan nilai organoleptik ikan yang didaratkan di PPN Sibolga dan tangkahan, 2009 .................................................................
92
28.
29.
30.
31.
32.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
Perbandingan tarif pelayanan PPN Sibolga dan tangkahan Sibolga, 2009 ........................................................................................................
94
Jumlah pekerja menurut jenis pekerjaan di tangkahan-tangkahan contoh di Kota Sibolga, Juni-Juli 2009 ...................................................
98
Upah yang diterima tiap buruh tidak tetap (buruh lepas) di tangkahan di Kota Sibolga, Juni-Juli 2009. ..............................................................
103
Upah yang diterima buruh tetap di tangkahan Kota Sibolga, Juni-Juli 2009 ........................................................................................................
104
Tarif retribusi atas surat penangkapan ikan (SPI) menurut kategori armada penangkapan ikan di Kota Sibolga, 2002-2009 .........................
110
Tarif retribusi surat keterangan menurut kategori ukuran armada di Kota Sibolga, 2002-2009 .......................................................................
110
Tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan (IUP) non-perikanan tangkap di Kota Sibolga, 2002-2009 .......................................................................
111
Besar target pendapatan asli daerah dari jenis-jenis retribusi daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kota Sibolga, 2009 ..............................
113
Pendapatan asli daerah dari Retribusi IUP/SPI dan Retribusi Hasil Perikanan (RHP) Kota Sibolga, 2007-2008 ...........................................
115
Estimasi nilai retribusi hasil perikanan (RHP) yang belum masuk sebagai pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Sibolga, 2008. ..............
117
Nilai retribusi izin usaha perikanan (IUP) yang tidak masuk sebagai pendapatan asli daerah, 2008 .................................................................
118
Estimasi nilai retribusi hasil perikanan yang hilang dengan sistem pemungutan berdasarkan jenis wadah yang digunakan pada saat pengiriman ikan di Kota Sibolga, 2008 .................................................
120
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Peta Sibolga dan Tapanuli Tengah .........................................................
44
2.
Perkembangan jumlah armada penangkapan di Kota Sibolga, 20042008 ........................................................................................................
58
3.
Perkembangan alat tangkap ikan di Kota Sibolga, 2004-2008 ...............
60
4.
Peta sebaran tangkahan-tangkahan dan PPN Sibolga di Teluk Tapian Nauli, 2009 .............................................................................................
67
5.
Rantai pemasaran hasil tangakapan di TPI PPN Sibolga. ......................
73
6.
Rantai pemasaran hasil tangkapan di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga, 2009 .........................................................................................
77
7.
Palkah fiber yang diletakkan di buritan kapal. ........................................
81
8.
Bentuk palkah kapal a) kapal pengangkut (carrier), b) palkah kayu KM Samudera ........................................................................................
81
Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kota Sibolga, 20042008 ........................................................................................................
84
10.
Nilai sebaran organoleptik ikan di tangkahan, 2009 ..............................
90
11.
Nilai sebaran organoleptik ikan di TPI PPN Sibolga, 2009 ....................
91
12.
Perbandingan organoleptik di PPN Sibolga dan tangkahan, 2009 .........
93
13.
Skema penyampaian informasi di tangkahan, 2009 ...............................
99
14.
Tarif retribusi ikan menurut bentuk wadah, 2009 ...................................
106
9.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Spesifikasi dan nilai organoleptik ikan basah ........................................
126
2.
Nama tangkahan yang tersebar di Teluk Tapian Nauli .........................
128
3.
Surat keputusan Direksi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I ................
129
4.
Lay out PPN Sibolga ..............................................................................
131
5.
Contoh lay out tangkahan pada tangkahan UD Ilham, Sabena, Budi Jaya, dan Renta Sari ...............................................................................
132
6.
Rata-rata harga ikan, 2001-2006.............................................................
134
7.
Persentase jumlah box yang akan dikirim dari tangkahan contoh ke luar daerah Kota Sibolga, Juni-Juli 2009 ................................................
135
Target pendapatan asli daerah Kota Sibolga, 2009 ................................
136
8.
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tangkahan adalah suatu kegiatan usaha penangkapan ikan swasta yang
fasilitas dan aktivitasnya menyerupai pelabuhan perikanan dan pengelolaannya umumnya dilakukan secara perorangan. Letak tangkahan ini sering berada di sekitar wilayah pengelolaan pelabuhan perikanan milik pemerintah, sehingga tangkahan ini diduga mengganggu kegiatan pengoperasian pelabuhan perikanan dan sekitarnya karena fasilitas yang ada di tangkahan hampir sama fungsinya dengan yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga (Zain, 2002). Hal ini berdampak pada hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Sibolga. Kasus seperti ini juga ditemukan di beberapa daerah seperti Bengkalis (Zarkasih, 2006). Berdasarkan pengamatan awal peneliti, aktivitas tangkahan ini sangat tertutup untuk umum sehingga masyarakat sulit mengontrolnya. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan tipe B yang ada di pantai barat Sumatera Utara. Pelabuhan ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap namun masih kurang dimanfaatkan secara optimal sebagai pusat bisnis perikanan tangkap yang dibangun pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada saat penelitian pendahuluan dimana kapal-kapal yang mendarat di PPN Sibolga jumlah dan ukurannya belum sesuai target dari suatu pelabuhan perikanan tipe B. Umumnya ukuran kapal yang mendarat dibawah 30 GT.
Pemanfaatan yang belum optimal ini diduga karena berdirinya banyak
tangkahan di sekitar PPN Sibolga. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, tangkahan memiliki fasilitas dan aktivitas tertentu yang sama pada wilayah darat dan perairan pelabuhan perikanan. Banyaknya tangkahan ini diduga dapat merugikan perikanan nasional dan pemerintah baik dari segi penerimaan melalui pajak maupun retribusi daerah. Pemilik tangkahan membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan kegiatannya baik sebagai anak buah kapal (ABK), pembongkar hasil tangkapan, pengolah hasil tangkapan, penyedia kebutuhan melaut, maupun pendistribusi hasil tangkapan. Secara langsung tangkahan turut menyediakan lapangan kerja bagi
penduduk di sekitarnya namun alokasi/pendistribusian tenaga kerja yang dibutuhkan belum diketahui secara jelas. Dalam hal pengoperasian tangkahan, dibutuhkan pembiayaan-pembiayaan agar kegiatan di tangkahan berjalan sesuai dengan keinginan pemiliknya. Biayabiaya yang dikeluarkan ini berdasarkan penelitian awal diketahui sebagai upah tenaga kerja, biaya perawatan fasilitas, pajak, retribusi kepada pemerintah karena ada bangunan dan aktivitas perikanan tangkap didalamnya dan biaya-biaya lain. Besarnya biaya dan tujuan pemanfaatan biaya ini belum diketahui secara pasti. Pengusaha penangkapan pada tangkahan memiliki keunggulan sendiri bila dibandingkan dengan pengusaha perikanan yang beroperasi di pelabuhan perikanan. Pengusaha penangkapan di tangkahan mengatur dirinya sendiri tanpa terikat
dengan
peraturan-peraturan
yang
ada
di
pelabuhan
perikanan.
Kelemahannya yang paling mendasar adalah baik pemerintah pusat maupun daerah tidak mungkin mampu mengontrol tangkahan (Pane, 2009) terlebih jumlahnya yang sedemikian banyak; 32 tangkahan pada tahun 2002 (Zain, 2002) dan menjadi 42 tangkahan pada tahun 2009 yang tersebar di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah Menurut
Hitt
(1997),
bahwa
salah
satu
yang
membuat
suatu
lembaga/organisasi dapat bertahan adalah karena adanya keunggulan atau kompetensi inti yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Keunggulan bersaing (inti) suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lain di tengah ketatnya persaingan usaha sehingga pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Sibolga sebagai salah satu “organisasi” pelayanan
pendukung perikanan tangkap milik pemerintah
seharusnya memiliki nilai kompetitif yang lebih tinggi daripada tangkahan yang berada di sekitarnya. Namun, keunggulan itu sudah berkurang akibat sebagian fungsi-fungsinya sudah diambil alih oleh tangkahan yang demikian banyak jumlahnya seperti yang dijelaskan di atas. Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Sibolga terkait dengan tangkahan, PPN Sibolga dan ataupun wilayah Kota Sibolga seperti: Misran (1991) meneliti tentang orientasi terhadap pangkalan pendaratan ikan di Sibolga dan kemungkinan pengembangannya. Sinaga (1995) meneliti tentang pemanfaatan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, Zain (2002) meneliti aktivitas
tangkahan dan pengaruhnya terhadap operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga. Sitanggang (2006) meneliti bagaimana pemanfaatan ruang untuk pengembangan pariwisata di kawasan pesisir Sibolga, dan Panggabean (2008) meneliti tentang tingkat kepuasan nelayan terhadap pelayanan penyediaan kebutuhan melaut di PPN Sibolga.
Penelitian tentang dampak keberadaan
tangkahan terhadap tenaga kerja dan pendapatan asli daerah Kota Sibolga belum pernah dilakukan. Untuk itu, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk memberikan informasi dan menguraikan seberapa besar dampak keberadaan tangkahan terhadap pendaratan hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, tenaga kerja dan penerimaan daerah di Sibolga. 1.2
Permasalahan 1) Selama 8 tahun terakhir belum ada lagi kajian tentang dampak tangkahan terhadap pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga; 2) Tenaga kerja yang ada di tangkahan belum pernah dikaji baik dari segi jumlah, fungsi, upah, dan motivasi bekerja; dan 3) Belum ada kajian besaran nilai dampak tangkahan terhadap pendapatan asli daerah Kota Sibolga.
1.3
Tujuan 1) Mengetahui dampak aktual keberadaan tangkahan terhadap pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga; 2) Mengetahui dampak keberadaan tangkahan terhadap tenaga kerja baik dari segi jumlah, fungsi, upah dan motivasi kerja di tangkahan; dan 3) Menentukan besaran nilai dampak tangkahan terhadap pendapatan daerah Kota Sibolga.
1.4
Manfaat 1) Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah dalam menentukan arah kebijakan terkait dengan keberadaan tangkahan.
2) Sebagai bahan pertimbangan kepada pihak PPN Sibolga dalam menentukan arah kebijakannya kedepan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tangkahan
2.1.1 Pengertian dan fasilitas tangkahan Tangkahan adalah berupa bangunan (di darat) dan dermaga di tepi pantai yang dimiliki swasta dengan kegiatan melayani semua kebutuhan kapal perikanan yang dimilikinya, mulai dari persiapan melaut, pengisian bahan perbekalan dan penjualan hasil tangkapan. Sinaga (1995) menyebutkan bahwa tangkahan terdiri dari fasilitas pokok dermaga dan daratan pelabuhan dengan ukuran yang kecil, sedangkan menurut Sinaga (1997) vide Zain (2002) tangkahan adalah bentuk usaha swasta yang mempunyai aktivitas-aktivitas perikanan seperti pengelolaan kapal-kapal penangkapan ikan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, pemasaran dan pengolahan ikan serta pelayanan kebutuhan melaut. Fasilitas dasar yang dimiliki oleh tangkahan minimal adalah dermaga dan daratan pelabuhan (Sinaga, 1995).
Tangkahan yang berskala besar memiliki
fasilitas yang lebih lengkap mulai dari fasilitas pengisian kebutuhan melaut (BBM, air bersih, es, garam), fasilitas pendaratan hasil tangkapan, pemasaran bahkan ada yang memiliki fasilitas pengolahan sendiri. Menurut Zarkasyi (2006), tangkahan di Pulau Bengkalis dapat dibagi menjadi dua, yaitu tangkahan milik nelayan pribumi dan tangkahan milik tauke yang pada umumnya adalah etnis Tionghoa yang sudah menetap di Pulau Bengkalis. Tangkahan milik pribumi biasanya dibangun seadanya dengan modal yang terbatas dan hasil tangkapannya dimakan sendiri atau dijual ke daerahdaerah sekitar tempat tinggal mereka, sedangkan tangkahan milik tauke dibangun dengan modal yang memadai dan fasilitas yang lebih lengkap dengan rantai pemasaran sampai ke luar negeri. Tauke pemilik tangkahan biasanya sudah memiliki pembeli/penghubung di Malaysia atau Singapura yang merupakan negara tujuan ekspornya. Fasilitas yang umumnya terdapat pada tangkahan di Pulau Bengkalis adalah berupa dermaga, daratan/tanah pelabuhan, fasilitas pengisian perbekalan dan ada beberapa yang memiliki tempat pengolahan. Tangkahan milik tauke (sebutan
untuk pemilik tangkahan) biasanya memiliki kapal pengangkut sendiri untuk mendistribusikan hasil tangkapannya ke daerah lain atau untuk dijual ke luar negeri. Ukuran dan kapasitas fasilitas yang dimiliki masing-masing tangkahan berbeda tergantung modal dan besarnya usaha yang dimiliki oleh tauke/pemilik tangkahan (Zarkasyi, 2006).
2.1.2 Aturan pendirian dan pengelolaan tempat pendaratan hasil tangkapan oleh swasta Pembangunan tempat pendaratan hasil tangkapan (pelabuhan perikanan) milik pemerintah, BUMN maupun swasta harus mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan salah satunya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 Tentang Pelabuhan Perikanan (DKP, 2008).
Menurut
peraturan ini, pembangunan pelabuhan perikanan sekurang-kurangnya wajib memenuhi persyaratan penetapan lokasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat dan persetujuan pembangunan dari Menteri (pasal 6). Selanjutnya, pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa penetapan lokasi pelabuhan perikanan yang akan dibangun ditentukan oleh Bupati atau Walikota dengan dilengkapi proposal, permohonan pembangunan pelabuhan perikanan ini disampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. Proposal pembangunan pelabuhan perikanan sebagaimana dijelaskan pada ayat 1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan di atas, sekurang-kurangnya memuat: 1) Identitas pemohon; 2) Akte pendirian bagi BUMN maupun perusahaan swasta; 3) Fotokopi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) bagi BUMN maupun perusahaan swasta; 4) Bukti penguasaan lahan rencana lokasi; 5) Latar belakang rencana pembangunan pelabuhan; 6) Detail desain pelabuhan perikanan dan perhitungannya; 7) Titik lokasi pelabuhan yang direncanakan; 8) Luas, kedalaman kolam perairan, daratan lokasi pelabuhan, dan gambaran fasilitas yang akan dibangun;
9) Gambar/peta daerah rencana lokasi pelabuhan dan gambar tata letak (lay out) rencana bangunan; 10) Kajian lingkungan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan di bidang AMDAL; dan 11) Jangka waktu pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian Zain (2002), beberapa tangkahan di Sibolga sebagai pelabuhan swasta memiliki berbagai sertifikat yaitu Surat Perjanjian Sewa Permukaan Laut yang dikeluarkan oleh PT Pelabuhan Indonesia, Hiner Ordonansi (HO) oleh Pemerintah Tingkat II, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) oleh Pemerintah Tingkat II, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Pemerintah Tingkat II dan Sertifikat Tanah yang dikeluarkan oleh BPN. Pelabuhan perikanan yang dimiliki swasta, pengelolaannya dapat dilakukan sendiri atau diserahkan kapada pihak lain atas persetujuan Menteri. Pengelolaan pelabuhan perikanan ini dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang mendapat penetapan dari Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DKP, 2008).
2.1.3 Aktivitas dan hasil tangkapan didaratkan di tangkahan Tingkat produktivitas suatu usaha atau daerah dapat dilihat dari seberapa banyak aktivitas yang ada didalamnnya.
Sebagai contoh dapat dilihat pada
operasional tangkahan dimana tangkahan adalah sebagai suatu fishing base unit penangkapan ikan yang memiliki aktivitas mulai dari pendaratan, pengolahan sampai pemasaran hasil tangkapan. Menurut Sinaga (1995), aktivitas yang ada di tangkahan antara lain sebagai berikut: 1) Melayani pemenuhan kebutuhan melaut, yakni pengisian bahan bakar kapal (solar), suplai air bersih (air tawar) dan suplai es; 2) Melayani pendaratan hasil tangkapan, yakni pembongkaran hasil tangkapan, pengangkutan ikan dari palka kapal ke tempat penimbangan, penyortiran, penimbangan dan pengepakan; 3) Memasarkan ikan hasil tangkapan, yakni dimulai dari transaksi penjualan ikan dari nelayan sampai pemasaran ikan secara lokal, antar daerah maupun ekspor. Beberapan tangkahan melaksanakan pengolahan ikan; dan
4) Memperbaiki dan merawat mesin dan kapal (bengkel/slipway). Hal ini hanya dilakukan oleh beberapa tangkahan. Menurut Misran (1991), kapal-kapal ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di tangkahan Sibolga antara lain kapal pukat cincin, jaring insang, pancing, dan kapal pukat teri. Pada umumnya pendaratan ikan terjadi pada pagi hari sampai siang hari antara pukul enam pagi sampai pukul sepuluh siang. Misran selanjutnya mengatakan bahwa pemasaran ikan di tangkahan Sibolga dikendalikan oleh pengelola tangkahan karena mereka memiliki fasilitas tambat, pengolahan, dan pemasaran ikan. Produksi perikanan yang didaratkan di tangkahan didistribusikan untuk keperluan masyarakat Sibolga sendiri maupun luar Sibolga seperti Medan, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Nias.
Menurut Sinaga (1995) untuk beberapa tangkahan di
Sibolga sudah melakukan ekspor ke Jepang dan Singapura dan Zarkasyi (2006) menyatakan pemasaran sudah mencapai Malaysia dan Singapura seperti yang terjadi di Bengkalis. Bentuk rantai pemasaran ikan di Sibolga pada umumnya mengikuti pola sebagai berikut (Sinaga, 1995): (1) Tangkahan Pedagang besar Pedagang lokal atau agen Pengecer Konsumen; (2) Tangkahan Pedagang besar Pedagang lokal atau agen konsumen; (3) Tangkahan Pengecer Konsumen; dan (4) Tangkahan Ekspor. Berdasarkan empat bentuk rantai pemasaran di atas, rantai pemasaran pola kesatu yaitu: tangkahan pedagang besar pedagang lokal atau agen pengecer konsumen, merupakan rantai pemasaran yang paling banyak digunakan dan umumnya terdapat pada hampir semua daerah pemasaran. Kegiatan operasional tangkahan dapat dilihat dengan adanya pelayanan terhadap kapal-kapal ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya. Pelayanan ini meliputi penanganan ikan mulai dari pengangkutan ikan dari palka ke tempat penimbangan, penyortiran serta pengepakan ikan dalam peti. Selain itu, kegiatan pemasaran merupakan bagian lain yang penting. Keadaan ini berlaku secara umum di tangkahan-tangkahan Sibolga.
Semua aktivitas yang berjalan di
tangkahan merupakan interaksi antara nelayan ABK (anak buah kapal) yang bekerja pada kapal tangkahan, pemilik kapal, para pedagang, serta buruh dan pemilik tangkahan. Masing-masing tangkahan memiliki spesifikasi dalam pembagian tugas dan wewenang dari jabatan di organisasinya.
Setiap tangkahan yang merupakan
perusahaan swasta, sifatnya berdiri sendiri dalam arti masing-masing bergerak dalam bidang usahanya tanpa adanya suatu ikatan tertentu kecuali dalam perkembangan hubungan dagang. Hasil
tangkapan yang didaratkan di tangkahan Sibolga cenderung
meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah tangkahan yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini. Hasil tangkapan yang didaratkan umumnya kembung, tongkol, layur dan lain-lain (Zain, 2002).
Tabel 1 Perkembangan jumlah produksi ikan yang didaratkan di tangkahan, 1994-1997 Tahun
Produksi (ton)
1994 1995
26.361,8 29.248,8
Jumlah tangkahan (unit) 28 –
1996
34.299,2
31
1997
36.263,2
37
Sumber Sinaga, 1995 – Parlaungan, 1998 vide Zain, 2002 Parlaungan, 1998 vide Zain, 2002
– : Data tidak tersedia 2.1.4 Pembiayaan kegiatan usaha tangkahan atau penangkapan ikan Produsen hasil tangkapan atau pengusaha penangkapan ikan atau tangkahan mengelola usahanya dengan tujuan meningkatkan produksi dan pendapatan. Kedua tujuan tersebut merupakan faktor penentu bagi produsen untuk mengambil keputusan dalam usaha. Produsen akan meningkatkan produksinya apabila ia tahu bahwa tambahan faktor produksi yang diberikan akan memberi tambahan keuntungan. Peningkatan keuntungan itu didapat bila penerimaan marjinal hasil lebih besar dari pada biaya marjinal faktor produk, untuk itu perlu efisiensi usaha. Efisiensi itu dapat dilakukan dengan pendekatan maksimalisasi produk dengan
biaya tertentu atau minimalisasi biaya untuk mendapatkan output tertentu maka diperlukan suatu analisis usaha. Analisis usaha merupakan suatu analisis terhadap biaya dan manfaat di dalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut (Kadariah et al. 1978 vide Gunaisah, 2008). Selanjutnya, Gunaisah menambahkan bahwa suatu usaha dikatakan sukses bila situasi pendapatannya memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan administrasi; 2) Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran sewa serta dana penyusutan modal; dan 3) Cukup untuk membayar upah tenaga kerja atau bentuk-bentuk lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel (Gunaisah, 2008). 1) Biaya tetap Biaya tetap adalah biaya yang tidak akan berubah sampai tingkat tertentu atau biaya tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan misalnya biaya penyusutan mesin/bangunan dan biaya pemeliharaan mesin/bangunan. Biaya tetap yang dijumpai pada kegiatan usaha penangkapan ikan adalah biaya penyusutan kapal, penyusutan mesin kapal, biaya pemeliharaan kapal dan pemeliharaan mesin. 2) Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang akan bertambah atau berkurang proporsional dengan volume kegiatan.
Contohnya biaya pembelian bahan baku, biaya
listrik dan air, dan biaya lembur buruh.
Pada usaha penangkapan ikan,
pembiayaan meliputi pembelian perbekalan, upah karyawan, bahan bakar, pembelian alat tangkap, dan administrasi (perizinan). Dengan demikian, usaha tangkahan secara identik juga memiliki komponenkomponen biaya penyusutan, pemeliharaan, sebagai biaya tetap dan komponen biaya upah karyawan, unit penangkapan dan perizinan sebagai biaya variabel.
Pengusaha dapat membuat perhitungan analisis usaha dan menentukan langkah untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam perusahaannya. Keuntungan yang besar dapat diperoleh dengan menekan biaya produksi. Kegiatan usaha penangkapan ikan membutuhkan biaya-biaya seperti yang dijelaskan di atas. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung dari besar kecilnya unit penangkapan ikan yang dipergunakan yaitu nelayan, armada kapal panangkapan dan alat tangkap yang digunakan serta jarak fishing ground dari fishing base. Unit penangkapan ikan dengan armada kapal misalnya, jika semakin besar membutuhkan biaya operasional baik biaya bahan bakar, perbekalan selama melaut, biaya pemeliharaan dan biaya penyusutan yang semakin besar pula. Jika fishing ground semakin jauh dari fishing base maka biaya yang dibutuhkan akan semakin besar disamping membutuhkan waktu yang lebih banyak juga. Berdasarkan penelitian awal, usaha tangkahan di Sibolga mengeluarkan biayabiaya seperti biaya perizinan terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah, biaya tenaga kerja, biaya perawatan fasilitas dan lain-lain.
2.2 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga 2.2.1 Pengertian, fungsi dan klasifikasi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan merupakan tempat yang menghubungkan daratan dan perairan dengan fasilitas yang ada di dalamnya sebagai pendukung dalam kegiatan usaha bisnis perikanan. Di pelabuhan perikanan terdapat fasilitas tambat, labuh dan bongkar muat hasil tangkapan yang didaratkan (Lubis, 2009). Komoditi utama yang diperjualbelikan adalah ikan.
Menurut DKP (2008), pelabuhan
perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/ MEN/2006 Pasal 4 ayat (1) dan (2) tentang Pelabuhan Perikanan (DKP, 2008), palabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan lingkungan
mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai pada pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam peraturan di atas dapat berupa: 1) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat; 3) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran; 10) Pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 12) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan 13) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, ketertiban, kebakaran dan pencemaran). Berdasarkan fungsi pelabuhan perikanan di atas diketahui bahwa pelabuhan perikanan di Indonesia memiliki fungsi yang demikian luas, tidak hanya terkait dengan fungsi kepelabuhanan perikanan saja tetapi juga fungsi-fungsi yang tidak lajim dalam pelabuhan perikanan.
Fungsi-fungsi itu seperti pengawasan dan
pengendalian sumber daya perikanan, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari serta publikasi hasil riset kelautan dan perikanan (Pane, 2009). Menurut DKP (2008), pelabuhan perikanan di Indonesia kriteria nusantara atau tipe B mempunyai kriteria sebagai berikut: 1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 30 GT; 3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 meter, dengan kedalaman sekurang-kurangnya minus 3 meter; 4) Mampu
menampung
sekurang-kurangnya
75
kapal
perikanan
keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus; dan
atau
5) Terdapat industri perikanan.
Fasilitas pelabuhan perikanan Dalam mendukung fungsi-fungsi pelabuhan perikanan sebagaimana dijelaskan di atas, pelabuhan perikanan membutuhkan fasilitas-fasilitas yang cukup. Fasilitas yang dibutuhkan adalah sarana vital dan sarana non-vital. Sarana vital merupakan fasilitas yang harus ada pada suatu pelabuhan agar pelabuhan tersebut berfungsi dengan baik seperti dermaga, kolam pelabuhan, breakwater dan daratan/lahan pelabuhan perikanan. Sarana non-vital adalah sarana yang dibutuhkan dalam mendukung atau melengkapi fungsi sarana vital, sebagai contoh adalah tempat pelelangan ikan, alat-alat navigasi, suplai kebutuhan melaut, tempat pemeliharaan kapal dan alat tangkap dan sarana penanganan dan pengolahan hasil tangkapan.
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.16/MEN/2006 Tentang Pelabuhan Perikanan (DKP, 2008), menjelaskan bahwa fasilitas di pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang. 1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok di pelabuhan perikanan sekurang-kurangnya meliputi: (1) Pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin dalam hal secara teknis diperlukan; (2) Tambat seperti dermaga dan jetty; (3) Perairan seperti kolam dan alur pelayaran; (4) Penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan; dan (5) Lahan pelabuhan perikanan. 2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional di pelabuhan perikanan terdiri dari: (1) Pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan (TPI); (2) Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, ramburambu, lampu suar, dan menara pengawas; (3) Suplai air bersih, es, dan listrik;
(4) Pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring; (5) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium penanganan mutu; (6) Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan; (7) Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; dan (8) Pengolahan limbah seperti IPAL (instalasi pengolahan air limbah). 3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang di pelabuhan perikanan sekurang-kurangnya meliputi: (1) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan; (2) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu; (3) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK; (4) Kios IPTEK; dan (5) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Ketersediaan fasilitas–fasilitas di pelabuhan perikanan baik fasilitas pokok, maupun fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang khususnya di pelabuhan perikanan nusantara sangat penting.
Hal ini bertujuan antara lain untuk
mengedepankan pelayanan kepada para pelaku di pelabuhan perikanan termasuk didalamnya nelayan dan mempertahankan kualitas hasil tangkapan. Fasilitas yang dibangun pada suatu pelabuhan perlu mempertimbangkan tingkat aktivitas dan produksi yang ada di pelabuhan perikanan tersebut. Dengan demikian fasilitas yang dibangun akan sesuai dengan kebutuhan para pengguna di pelabuhan.
2.2.3 Aktivitas di pelabuhan perikanan nusantara Pelabuhan perikanan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan sistem bisnis perikanan harus dikelola secara terpadu mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai pemasaran hasil tangkapan. Segi produksi dapat dilihat dari aktivitas pendaratan hasil tangkapan yang meliputi pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek kapal, penurunan dari dek ke dermaga, dan pengangkutan dari
dermaga ke tempat pelelangan ikan.
Pengolahan hasil tangkapan hendaknya
memanfaatkan teknologi yang lebih baik.
Pemasaran hasil tangkapan perlu
mempertimbangkan tingkat penerimaan pasar dan pemilihan pasar yang tepat agar nelayan tidak menderita kerugian. 1) Pendaratan hasil tangkapan (1) Aktivitas pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek kapal Menurut Mulyadi (2007), pembongkaran ikan merupakan proses mengeluarkan ikan dan hasil tangkapan lain dengan menggunakan alat bantu atau tidak dari dalam palka kapal ke atas dek kapal. Terhadap ikan-ikan ini selanjutnya dilakukan penyortiran, kemudian diangkut menuju tempat lain (dermaga, TPI, dan atau konsumen). Pembongkaran ikan di tempat-tempat pendaratan harus selalu memperhatikan karakteristik sumberdaya hayati ikan itu sendiri yang mudah rusak yaitu dilakukan dalam waktu yang cepat dan tanpa merusak atau menurunkan mutu hasil tangkapan. Mekanisme pembongkaran merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mempertahankan mutu hasil tangkapan agar tidak menurun. Sebagai contoh mekanisme pembongkaran hasil tangkapan yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (Djulaeti, 1994 vide Mulyadi, 2007) sebagai berikut: a. Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nahkoda kapal melapor untuk melakukan pembongkaran dengan membawa surat-surat kapal seperti pas biru, surat izin berlayar, dan buku lapor kedatangan kapal; b. Petugas tambat labuh mencatat waktu dan kedatangan kapal di buku lapor kapal serta memberi izin untuk melakukan pembongkaran; dan c. Pembongkaran diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan ikan dari palka ke geladak dengan diangkat satu persatu untuk ikan-ikan yang berukuran besar seperti cakalang, tuna, tongkol, dan lain-lain dan dengan menggunakan keranjang untuk ikan yang berukuran kecil. Untuk jenis ikan yang berukuran besar dan berat seperti cucut, pengeluaran ikan dibantu dengan menggunakan tali yang berdiameter dua sampai empat centimeter ke geladak kapal oleh dua sampai tiga anak buah kapal (ABK). (2) Pengangkutan atau penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga
Pengangkutan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Wonokerto, menurut Kurniasih (2004) dilakukan oleh ABK kapal atau buruh yang disewa. Ikan-ikan yang didaratkan diletakkan dalam keranjang yang terbuat dari plastik atau rotan maupun ”blong”, untuk mempermudah kerja biasanya keranjang atau blong diangkat dengan menggunakan gerobak dari kayu. (3) Pengangkutan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan (TPI) Pengadaan alat bantu untuk pengangkutan hasil tangkapan sangat penting dalam aktivitas pendaratan. Sebagai contoh, alat bantu yang digunakan dalam pengangkutan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu adalah gerobak dorong, tong-tong plastik, dan keranjang. 2) Pengolahan hasil tangkapan Pengolahan adalah mengubah suatu bahan menjadi lebih berguna atau menambah nilai suatu barang melalui sentuhan teknologi yang ada di dalamnya. Menurut Lubis (2006) bahwa jenis olahan yang umumnya terdapat di pelabuhan perikanan Indonesia (kecuali Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Jakarta) masih bersifat tradisional dan kiranya belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik seperti jenis pengolahan pengasinan dan pemindangan. Jenis industri olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan seperti pengalengan ikan, kerupuk dan terasi.
Beberapa
perusahaan di Pelabuhan Nizam Zachman telah memodernisasi penanganan dan pengolahan ikannya yang memungkinkan dipatuhinya norma-norma higienis internasional untuk tujuan ekspor. 3) Pemasaran hasil tangkapan Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penawar barang atau jasa hasil produksi. Kegiatan tukar menukar informasi dan tawar menawar antar pelaku yang terlibat di sana dalam pemasaran hasil perikanan terdapat 5 tingkat distribusi (Hanafiah, 2006) yaitu:
(1) Pasar lokal Pasar lokal disebut juga pasar petani. Pasar ini dijumpai di daerah atau di sekitar daerah produksi, di luar kota besar. Pasar lokal di daerah perikanan laut sering dan harus satu kompleks dengan tempat pendaratan ikan. Di pasar lokal ini banyak dijumpai pedagang yang mengumpulkan hasil produksi seperti tengkulak, pedagang besar, pedagang besar perantara, dan kadangkadang perkumpulan koperasi, yang membeli hasil perikanan dari nelayan atau petani ikan untuk dikirim ke pasar sentral atau pembeli lainnya. Di pasar lokal
daerah
perikanan laut di Indonesia banyak pula dijumpai usaha
pengolahan seperti pengasinan, usaha pemindangan, pengalengan, dan lainnya yang membeli hasil produksi nelayan untuk diolah menjadi ikan asin, ikan pindang, ikan kaleng, dan sebagainya. (2) Pasar sentral Pasar sentral merupakan pusat-pusat perdagangan. Pasar ini menerima barang dari pasar lokal atau langsung dari nelayan dan petani ikan. Pasar ini biasanya terdapat di kota-kota besar. Di pasar ini dijumpai lembaga-lembaga tataniaga seperti pedagang besar (wholesaler), pedagang komisi (komisioner), makelar, dan spekulator. (3) Pasar ekspor-impor Pasar ini disebut juga pasar pelabuhan, merupakan pasar pusat bagi barang yang akan dikirim ke luar negeri atau ke pulau-pulau, dan barangbarang yang berasal dari impor. Barang yang akan dikirim ke luar negeri berasal dari pasar pusat, pasar lokal dan jarang dari produsen (nelayan petani ikan atau petani pada umumnya). (4) Pasar antar negara Di pasar antar negara (pasar dunia, pasar internasional) ini terdapat hubungan antara penawaran dan permintaan barang tingkat dunia. Di pasar ini hanya tersedia monster (contoh dari barang) yang diperjualbelikan yang mempunyai standar tertentu; dengan demikian standardisasi sangat penting dalam perdagangan antar negara.
(5) Pasar eceran Pasar eceran merupakan pusat perdagangan di mana pedagang eceran menjual barang dagangannya dalam jumlah kecil kepada konsumen akhir secara langsung. Pasar eceran terutama terdapat di daerah pusat konsumsi, yaitu di kota-kota besar, di kota-kota kecil dan di daerah pedesaan. Pemilihan pasar yang tepat bagi nelayan untuk memasarkan hasil tangkapannya sangat diperlukan. Salah satu tujuan dari pemilihan pasar ini adalah untuk meningkatkan nilai produksinya. 2.3
Penerimaan Daerah Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan
dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan.
Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah sejak berlakunya
otonomi daerah mulai tanggal 1 Januari 2001.
Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi daerah. Dewasa ini pajak daerah terdiri dari berbagai jenis pajak yang terkait dengan berbagai sendi kehidupan masyarakat. Demikian pula dengan retribusi daerah. Masing-masing jenis pajak dan retribusi daerah memiliki objek, subjek, tarif dan berbagai ketentuan pengenaan tersendiri, yang mungkin berbeda dengan jenis pajak atau retribusi daerah lainnya. Di sisi lain, semangat otonomi daerah yang diberlakukan
di
Indonesia memungkinkan
setiap
daerah
provinsi
atau
kabupaten/kota mengatur daerahnya sendiri termasuk dalam bidang pajak dan retribusi daerah.
Konsekuensinya adalah mungkin saja satu jenis pajak atau
retribusi dipungut pada suatu daerah, tetapi tidak dipungut di daerah lainnya selain itu kalaupun dipungut pada berbagai daerah, ternyata aturan yang diberlakukan tidak sama persis (Siahaan, 2005). 2.3.1 Pajak daerah Pajak adalah salah penerimaan negara atau daerah yang diperoleh melalui pungutan terhadap masyarakat untuk digunakan sebagai anggaran dalam pembelanjaan negara atau daerah. Menurut Siahaan (2005) secara umum pajak
adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undangundang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh orang yang wajib membayarnya dengan tidak mendapatkan prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pembayarannya bersifat paksaan. Pengenaan pajak berdasarkan undang-undang akan menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak. Selanjutnya
Siahaan
menyebutkan
bahwa
ditinjau
dari
lembaga
pemungutnya, jenis pajak dibagi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Setiap tingkatan ini hanya dapat memungut pajak yang ditetapkan
menjadi
kewenangannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya tumpang tindih (perebutan kewenangan) dalam pemungutan pajak terhadap masyarakat. Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Pajak yang termasuk pajak pusat adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan jasa (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta Bea Masuk, Bea Keluar (Pajak Ekspor) dan Cukai. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pemerintah daerah di Indonesia dibagi dua yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang diberi kewenangan melaksanakan otonomi daerah maka pajak daerah di Indonesia dibagi dua yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Siahaan berikut ini menjelaskan tentang pengertian objek, subjek dan wajib pajak, tarif pajak, dasar pengenaan dan penghitungan pajak, pemungutan pajak, pembagian hasil penerimaan pajak daerah kabupaten, dan biaya pemungutan pajak daerah, serta bagaimana mekanisme pemeriksaan pajak daerah.
1) Objek, subjek, dan wajib pajak Menurut Siahaan (2005), untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata). Dengan demikian, taatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak. Tanpa terpenuhinya taatbestand tidak ada pajak terutang yang harus dipenuhi atau dilunasi.
Pemberlakuan suatu jenis pajak daerah pada suatu provinsi atau
kabupaten/kota ditetapkan oleh peraturan daerah. Untuk mengetahui apa yang menjadi objek pajak harus dilihat apa yang ditetapkan oleh peraturan daerah dimaksud sebagai objek pajak. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Dengan demikian, siapa saja baik perorangan atau badan yang memenuhi syarat objektif yang ditentukan dalam suatu peraturan daerah tentang pajak daerah akan menjadi subjek pajak. Sementara itu, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan
yang
menurut
peraturan
perundang-undangan
perpajakan
daerah
diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak dari wajib pajak. 2) Tarif pajak Salah satu unsur penghitungan pajak yang akan menentukan besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah tarif pajak sehingga penentuan besarnya tarif pajak yang diberlakukan pada setiap jenis pajak daerah memegang peranan penting.
Tarif pajak daerah yang dapat dipungut oleh
pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang ditetapkan dengan pembatasan tarif tertinggi, yang berbeda-beda untuk setiap jenis pajak daerah. Penetapan tarif pajak provinsi
berbeda dengan penetapan tarif
kabupaten/kota yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.
Tarif pajak
provinsi ditetapkan seragam di seluruh Indonesia dan diatur dalam peraturan pemerintah.
Penetapan tarif yang seragam ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaanya bersifat netral terhadap wajib pajak sehingga dapat dihindarkan praktik pemanfaatan tarif pajak yang lebih rendah pada daerah tertentu.
Sedangkan tarif pajak untuk kabupaten/kota ditetapkan tidak seragam. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa tarif yang berbeda untuk jenis pajak kabupaten/kota tidak akan memengaruhi pilihan lokasi wajib pajak untuk melakukan kegiatan yang dikenakan pajak. 3) Dasar pengenaan dan perhitungan pajak Dasar pengenaan pajak kabupaten/kota adalah sebagaimana di bawah ini: (1) Pajak Hotel dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel; (2) Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran; (3) Pajak Hiburan dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan; (4) Pajak Reklame dikenakan atas nilai sewa reklame yang didasarkan atas nilai jual objek Pajak Reklame dan nilai strategis pemasangan reklame; (5) Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik yang terpakai; (6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dikenakan atas nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C; dan (7) Pajak Parkir dikenakan atas penerimaan penyelenggaraan parkir yang berasal dari pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir kendaraan bermotor. Besarnya pokok pajak dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Cara perhitungan ini digunakan untuk setiap jenis pajak daerah: Pajak terutang = Tarif pajak x Dasar pengenaan pajak
4) Pemungutan pajak Menurut Siahaan (2005), pemungutan pajak daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak sebagaimana tertera di bawah ini: (1) Dibayar sendiri oleh wajib pajak. Sistem ini merupakan sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD (Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah). Sistem ini dinamakan dengan self assessment;
(2) Ditetapkan oleh kepala daerah, yaitu sistem pengenaan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah ditetapkan dulu oleh pemerintah daerah atau pejabat yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan; dan (3) Dipungut oleh pemungut pajak, yaitu sistem pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya. Dalam melaksanakan sistem pemungutan pajak mana yang akan diterapkan pada suatu jenis pajak daerah, kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota) menetapkan jenis pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak, ditetapkan oleh kepala daerah atau dipungut oleh pemungut pajak. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kepastian dalam pemungutan suatu jenis pajak daerah di setiap daerah yang memberlakukannya. Dalam pelaksanaannya, pemungutan pajak daerah tidak dapat diborongkan. Artinya, seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.
Walaupun demikian, dimungkinkan adanya kerja sama dengan
pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak. 5) Pembagian hasil penerimaan pajak daerah kabupaten Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 2A ayat 3 mengatur bahwa hasil penerimaan pajak kabupaten, baik yang telah ditentukan oleh UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 maupun yang ditetapkan sendiri dengan peraturan daerah, diperuntukkan paling sedikit sepuluh persen (10%) bagi desa di wilayah kabupaten yang bersangkutan. Bagian desa yang berasal dari pajak kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten dengan memerhatikan aspek dan potensi antar desa. 6) Biaya pemungutan pajak daerah Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002, dalam rangka kegiatan pemungutan pajak daerah dapat diberikan biaya
pemungutan, yang ditetapkan paling tinggi sebesar lima persen dari realisasi penerimaan pajak daerah.
Persentase besarnya biaya pemungutan ditetapkan
dalam peraturan daerah. Alokasi biaya pemungutan bagian aparat pelaksana pemungutan diatur lebih lanjut oleh kepala daerah atau pimpinan perusahaan/instansi yang bersangkutan. Alokasi biaya pemungutan bagian aparat penunjang diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri untuk bagian tim pembina pusat; Kapolri untuk bagian kepolisian; dan pimpinan instansi/lembaga penunjang yang bersangkutan untuk bagian aparat penunjang lainnya. 7) Pemeriksaan pajak daerah Pemeriksaan pajak daerah adalah suatu proses yang diperlukan dalam pemungutan pajak untuk membuktikan kebenaran pelaksanaan kewajiban perpajakan yang diatur oleh undang-undang. Pemeriksaan pajak daerah menghendaki kerja sama yang baik dari wajib pajak yang diperiksa. Oleh karena itu, wajib pajak yang diperiksa wajib: (1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang; (2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, termasuk memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pemeriksaan kas; dan (3) Memberikan keterangan yang diperlukan. Apabila wajib pajak tidak dapat memenuhi kewajibannya yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak, dikenakan penetapan secara jabatan.
2.3.2 Retribusi daerah Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari pemerintah. Sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di Indonesia, saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah sehingga disebut retribusi daerah.
Menurut
Siahaan (2005), retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Selanjutnya dijelaskan tentang pengertian objek dan golongan retribusi, jenis retribusi, penghitungan tarif retribusi, peraturan daerah tentang retribusi, pemeriksaan dan pembagian hasil retribusi daerah. 1) Objek dan golongan retribusi daerah Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Jasa tertentu tersebut digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. (1) Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum seperti pelayanan kesehatan dan persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum pemerintahan; (2) Jasa usaha, yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersil karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Contoh: penyewaan aset pemerintah daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil, dan penjualan bibit; dan (3) Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan sebagai pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Retribusi daerah dibagi atas 3 golongan yaitu: (1) Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum sarta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan; (2) Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh swasta; dan (3) Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 2) Jenis retribusi daerah Jenis retribusi daerah dapat diklasifikasikan dalam 3 bagian yaitu : (1) Retribusi jasa umum Retribusi jasa umum yaitu sebagai berikut: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan, retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, dan retribusi pengujian kapal perikanan. (2) Retribusi jasa usaha Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.
Pelayanan yang
disediakan oleh pemerintah daerah meliputi: a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.
Jenis retribusi jasa usaha antara lain: retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan, retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan pelabuhan
kapal,
retribusi
tempat
rekreasi
dan
olahraga,
retribusi
penyeberangan di atas air, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi penjualan produksi usaha daerah. (3) Retribusi perizinan tertentu Mengingat fungsi utama jasa perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan, pengaturan dan pengendalian dan pengawasan, pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah daerah adalah untuk melindungi kepentingan dan ketertiban umum dan tidak harus dipungut retribusi.
Karena dalam
melaksanakan fungsi tersebut pemerintah daerah memerlukan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi dari sumber- sumber penerimaan daerah yang sifatnya umum, maka terhadap perizinan tertentu dapat dipungut retribusi untuk menutupi seluruh atau sebagian biaya pemberian izin tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi; b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. Jenis retribusi yang termasuk dalam retribusi perizinan tertentu adalah retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin gangguan, retribusi izin trayek. 3) Penghitungan retribusi Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa (Siahaan, 2005):
Retribusi terutang = Tarif retribusi x Tingkat penggunaan jasa
Selanjutnya Siahaan menambahkan bahwa tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan.
Tarif
retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang.
Tarif dapat ditentukan
seragam atau dilakukan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk meninjau kembali tarif retribusi sacara berkala dan jangka waktu penerapan tarif tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan objek retribusi yang bersangkutan. 4) Peraturan daerah tentang retribusi daerah Peraturan daerah tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai hal sebagai berikut: (1) Nama, objek dan subjek retribusi; (2) Golongan retribusi; (3) Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan; (4) Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya retribusi; (5) Struktur dan besarnya tarif retribusi; (6) Wilayah pemungutan; (7) Tata cara pemungutan; (8) Sanksi administrasi; (9) Tata cara penagihan retribusi; (10) Tanggal mulai berlakunya retribusi; (11) Masa retribusi; (12) Pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya; dan (13) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang kedaluwarsa. 5) Pemungutan retribusi daerah
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pasal 26 pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Artinya seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu
yang karena profesionalismenya layak
dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih efisien.
Kegiatan retribusi tidak dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga dalam hal penghitungan retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi. Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.
Tata cara pemungutan
retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah. 6) Pemeriksaan Pemeriksaan retribusi daerah adalah suatu proses yang diperlukan dalam pemungutan retribusi untuk membuktikan kebenaran pelaksanaan kewajiban retribusi yang diatur oleh undang-undang. Pemeriksaan dilakukan dalam rangka pengawasan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 7) Pembagian hasil retribusi daerah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 18 ayat 5 dan 6 menentukan bahwa hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten sebagian diperuntukkan kepada desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan penerimaan retribusi untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan retribusi tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah.
2.4
Tenaga Kerja Pengelolaan suatu perusahaan yang diselenggarakan baik oleh usaha
perorangan maupun usaha kelompok, pada hakekatnya adalah merupakan satuan kegiatan dari berfungsinya unsur-unsur modal yang ada di dalamnya. Menurut
Artoyo (1991), dalam dunia usaha unsur modal yang dimaksud dikenal dengan sebutan ”5 M” yaitu: 1) Machineries (mesin-mesin); 2) Materials (bahan baku); 3) Money (uang); 4) Man (tenaga kerja); dan 5) Management (manajemen). Mengenai satuan kegiatan tersebut, unsur ”man” adalah yang terpenting di antara unsur-unsur modal yang lain karena menyangkut masalah pengelolaan tentang perilaku manusia yang cukup luas dan rumit. Dari kegiatan manusia tersebut, maka tanggung jawab pekerjaannya dibagi menurut
fungsi dan
peranannya masing-masing yang telah ditetapkan. Tingkatan kerja dibedakan menurut besar kecilnya tanggung jawab kerja dan modal non-manusia yang diikutsertakan. Berdasarkan hubungan itulah lalu terdapat sebutan ”pemilik, pengusaha, majikan” di satu pihak dan sebutan ”buruh, pekerja, pegawai, tenaga kerja, dan sebagainya” di lain pihak. Baik pengusaha maupaun tenaga kerja yang berada pada satuan kegiatan perusahaan itu disebut sebagai ”para pelaku kerja perusahaan”.
2.4.1
Perencanaan dan pengadaan tenaga kerja Tenaga kerja adalah orang perorangan yang bekerja pada suatu perusahaan
baik industri barang atau jasa yang dibatasi oleh waktu dan ruang. Dengan faktor pembatas ini, setiap tenaga kerja bisa diidentifikasi kapan, di mana, bagaimana ia bekerja. Sebagai contoh tenaga kerja yang dibatasi oleh waktu dikenal apa yang dinamakan dengan tenaga kerja shif pagi, sore, atau malam sedangkan berdasarkan ruang dapat dlihat dari perbedaan jenis pekerjaan kuli bangunan dengan pekerja kantoran. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 vide Artoyo (1991), tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja di dalam melakukan tugas untuk menghasilkan barang atau jasa yang telah digariskan usaha-usaha
perolehannya senantiasa dituntut kesediaannya untuk melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan mengenai tata kerja yang berlaku. 1) Perencanaan tenaga kerja Perencanaan tenaga kerja pada perusahaan harus mempertimbangkan dua aspek yaitu berdasarkan: (1) Kebutuhan akan tenaga kerja Menurut Artoyo (1991) kebutuhan akan tenaga kerja pada suatu perusahaan ditentukan oleh program perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang, dan jabatan yang tersedia pada perusahaan tersebut. Masalah lainnya yang perlu diketahui adalah tentang penggunaan tenaga kerja menyangkut umur, kesehatan, waktu kerja, dan sebagainya yang telah diatur dalam perundang-undangan. (2) Organisasi perusahaan dan peranan tenaga kerja Tenaga kerja yang akan atau yang sedang diperlukan mempunyai ruang lingkup kebutuhan yang sangat luas bagi kelangsungan hidup perusahaan. Dalam hal ini kemudian timbul berbagai tata cara dan ilmu pengetahuan tentang pengelolaan tenaga kerja perusahaan.
atau tentang manajemen personalia
Manajemen personalia itu merupakan bagian dari organisasi
untuk menarik dan menata tenaga kerja yang sesuai dengan yang diperlukan perusahaan (Artoyo, 1991). 2) Pengadaan tenaga kerja Pengadaan tenaga kerja pada suatu perusahaan sangat penting. Kuantitas dan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung dari besar kecilnya perusahaan, posisi yang tersedia pada perusahaan, dan tingkat kesulitan yang ada pada unit perusahaan tersebut. Biasanya pada perusahaan yang besar, tenaga kerja yang ingin bekerja harus mengikuti serangkaian tahapan seleksi. Menurut Artoyo (1991) ada dua sumber perolehan tenaga kerja untuk mengisi lowongan dan jabatan pekerjaan yang ada pada perusahaan yaitu: (1) Sumber dari dalam perusahaan Sumber dari dalam perusahaan ini biasanya hanya khusus untuk keperluan pengisian peningkatan formasi dan bukan formasi baru. Dalam
proses merekrut tenaga kerja dari dalam perusahaan sendiri ini ada keuntungan dan kerugian yang didapat. Keuntungannya adalah lebih terlatih, tenaga kerja tersebut lebih mengenal lingkungan kerjanya, hubungan lebih dekat, biaya lebih murah sedangkan kerugiaannya adalah adanya suatu promosi yang dipaksakan, terjadi diskriminasi, dan ide-ide baru dari luar tertutup. (2) Sumber dari luar perusahaan Sumber tenaga kerja dari luar perusahaan dapat berupa agen-agen penempatan tenaga kerja, pelamar yang datang sendiri atau langsung, melalui iklan media massa, melalui lembaga pekerja, melalui lembaga pendidikan dan pelatihan, rekomendasi pimpinan dan karyawan, rekomendasi kenalan, instansi pemerintah, konsultan ketenagakerjaan, dan lain-lain.
2.4.2 Pembinaan tenaga kerja 1) Hubungan kerja Kehadiran komunikasi yang informatif dan interaktif di dalam perusahaan perlu selalu dihidupkan. Hal ini mengingat bahwa dalam masyarakat perusahaan berlaku hubungan yang sifatnya saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Pesan komunikasi yang harus disampaikan agar selalu berhasil baik dalam perusahaan, tidak hanya diperlukan kemampuan hanya pada komunikatornya (yang menyampaikan) tetapi juga diperlukan kemampuan tanggap bagi yang menerimanya (komunikan) (Artoyo, 1991). 2) Motivasi kerja Miller dan Gordon W (1970) vide Mangkunegara (2000) dalam Yaumidin (2001) menyimpulkan bahwa hubungan antara motivasi dengan pencapaian prestasi kerja memiliki hubungan positif, artinya pekerja yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung memiliki prestasi kerja tinggi, dan sebaliknya mereka yang berprestasi kerjanya rendah dimungkinkan karena motivasi kerjanya rendah.
(1) Lingkungan kerja Menurut Bashu Swastha (1993) dalam Yaumidin (2001) mendefinisikan secara umum lingkungan perusahaan mencakup secara keseluruhan faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya yang mencakup tidak hanya aspek-aspek ekonomi , politik, etikahukum, ekologi/fisik, tetapi juga aspek sosial kemasyarakatan di sekitar perusahaan. (2) Upah kerja Sistem pengupahan adalah mekanisme pemberian suatu balas jasa yang diterima oleh pekerja dari pengusaha atas jasa yang telah disumbangkan kepada perusahaan. Sistem pengupahan yang diterapkan perusahaan satu dengan yang lainnya tidak selalu sama. Besarnya upah yang diberikan kepada pekerja di Indonesia telah diatur oleh pemerintah melalui kebijakan upah minimum (Astuty, 2001). Selanjutnya Astuty menambahkan bahwa menurut Peraturan Menteri Nomor 01/Men/1996, penetapan upah minimum regional (UMR) didasarkan atas enam kriteria penilaian, yaitu atas dasar kebutuhan fisik minimum (KFM), atas dasar indeks harga dasar konsumen (IHK), atas dasar upah regional, atas dasar perkembangan ekonomi nasional dan regional, atas dasar kemampuan perusahaan, dan atas dasar perkembangan kesempatan kerja. Menurut Artoyo (1991), salah satu motivasi kuat tenaga kerja dalam melakukan tugas pekerjaannya adalah adanya suatu harapan untuk dapat meningkatkan upah penghasilannya.
Untuk itu pada hakikatnya adalah
terletak pada banyak sedikitnya prestasi kerja yang telah dicapai, disamping adanya unsur-unsur penilaian kerja yang lain. Kenaikan upah sebaiknya diatur menurut kriteria sebagai berikut: a. Penyesuaian upah berdasarkan pada indeks harga konsumen atau kebutuhan hidup sehari-hari. Paling tidak dilakukan setahun sekali; dan b. Disesuaikan pula dengan perkembangan perusahaan. (3) Jaminan sosial Jaminan sosial merupakan salah satu daya tarik dan mendorong kesetiaan tenaga kerja, terutama mempertahankan tenaga-tenaga kerja yang mempunyai
kecakapan. Dalam pelaksanaan pemberian jaminan, dapat dilakukan dalam waktu yang tepat sebagai momentum untuk mengadakan perubahan menunjang hubungan kerja yang lebih baik lagi (Artoyo, 1991).
2.5
Dampak Keberadaan Tangkahan Tangkahan sebagai suatu kegiatan usaha penangkapan ikan yang
menyerupai pelabuhan perikanan milik pemerintah seyogianya berfungsi melakukan pengelolaan perikanan secara terpadu. Fungsi tempat pendaratan ini antara lain pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, pengambilan keputusan, melakukan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan yang bertujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya alam yang optimal bagi masyarakat, daerah dan negara. 1) Dampak keberadaan tangkahan terhadap pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga Salah satu yang dapat diamati dalam operasional pelabuhan perikanan adalah pendaratan hasil tangkapan. Terdapatnya beberapa tempat pendaratan atau fishing base dalam satu wilayah akan dapat menimbulkan persaingan apabila tidak dilakukan pengaturan (Lubis, 2009).
Menurut Pane (2007), persaingan antar
tempat pendaratan hasil tangkapan dapat dilihat dari jenis, volume, mutu, ukuran dan harga hasil tangkapan yang didaratkan. Dengan demikian, beroperasinya tangkahan ini sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pelabuhan perikanan milik pemerintah karena fungsinya yang hampir sama dan saling berdekatan seperti yang terjadi di Teluk Tapian Nauli.
Sebagai contoh pengoperasian
tangkahan di Teluk Sibolga berimplikasi terhadap penurunan produktivitas ikan yang didaratkan di PPN Sibolga pada tahun 1999. Penurunan itu menurut hasil penelitian Zain (2002), terhadap frekuensi pendaratan sebesar 85%, volume pendaratan sebesar 81,2% dan penurunan nilai volume pemasaran sebesar 83,4%. 2) Dampak keberadaan tangkahan terhadap tenaga kerja Pengelolaan perikanan khususnya di tangkahan menjadi semakin penting oleh sebab perubahan-perubahan dalam hal ekonomi, teknologi dan lingkungan. Pengelolaan di sini bukan hanya menyangkut pengelolaan semberdaya ikan tetapi
yang terpenting adalah pengelolaan sumberdaya manusia khususnya tenaga kerja yang ada di dalamnnya. Tangkahan yang memiliki berbagai aktivitas (Sinaga, 1995), sangat membutuhkan tenaga kerja dalam kegiatan operasionalnya. Tenaga kerja ini dibutuhkan untuk menunjang keberlanjutan usaha di tangkahan layaknya seperti perusahaan.
Secara langsung, keberadaan tangkahan ini turut
menyediakan lapangan kerja bagi penduduk di sekitarnya. 3) Dampak keberadaan tangkahan terhadap penerimaan daerah Tangkahan sebagai salah satu fishing base kapal perikanan yang bersifat ilegal memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap penerimaan daerah. Secara positif, pemerintah daerah memperoleh pendapatan melalui pajak bangunan yang ada di tangkahan dan melalui pungutan hasil perikanan saat pemilik tangkahan mengurus Izin Usaha Perikanan (IUP) baru atau perubahan, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) baru atau perpanjangan, dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) baru atau perubahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 pasal 4. Pengaruh negatifnya yaitu hilangnya penerimaan daerah dari kegiatan retribusi lelang hasil perikanan yang seharusnya dilaksanakan di tempat pelelangan ikan (TPI) di pelabuhan perikanan milik pemerintah (Zain, 2002). Dalam era otonomi daerah saat ini, diharapkan daerah lebih mandiri dalam menangani berbagai permasalahan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan yang menjadi kewenangannya antara lain dengan meningkatkan kerjasama antar instansi terkait di daerah dan atau antar daerah. Hal ini terutama diperlukan dalam menangani pemanfaatan sumberdaya perikanan termasuk keakuratan data, pengawasan, penegakan hukum, dan perselisihan antar nelayan (Karman, 2008).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapangan ini dilakukan di tangkahan UD. Ilham, Sabena, Budi
Jaya, Renta Sari, Harapan Sari Laut (HSL) yang tersebar di Kota Sibolga dan PPN Sibolga pada bulan Juni 2009 sampai Juli 2009.
3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah data kuisioner sedangkan alat yang digunakan
adalah kamera dan kuisioner.
3.3
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dan
pustaka. Kasus pada penelitian ini adalah keberadaan tangkahan yang selama ini bersifat “kontroversial” (illegal) dan diduga mempengaruhi PPN Sibolga dalam hal pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga. Baik langsung maupun tidak langsung, keberadaan tangkahan ini pada hakekatnya diduga berpengaruh terhadap pendapatan daerah, penyediaan lapangan kerja sehingga pemilik tangkahan mengeluarkan sejumlah biaya baik langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah atau masyarakat. Aspek yang diteliti pada penelitian ini adalah aspek keberadaan tangkahan dari segi kelegalannya di Teluk Tapian Nauli, aspek aktivitas tangkahan terkait dengan pendaratan hasil tangkapan, kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah dan tenaga kerja. Khusus untuk kontribusi terhadap pendapatan daerah, penelitian ini dibatasi pada sumber pendapatan daerah yang hanya berasal dari pendapatan asli daerah. Aspek keberadaan/kelegalan tangkahan dapat ditinjau dari peraturan daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Sibolga dan peraturan pemerintah pusat yang dikeluarkan oleh departemen terkait (Departemen Kelautan dan Perikanan dan atau Departemen Perhubungan). Aspek aktivitas tangkahan terkait dengan:
pendaratan hasil tangkapan dapat dilihat dari besaran, jenis, dan mutu hasil tangkapan yang didaratkan dan pengaruhnya terhadap produksi hasil tangkapan PPN Sibolga; pendapatan asli daerah dari tangkahan dapat dilihat pada: peraturan daerah tentang retribusi daerah di tangkahan dan perbandingan realisasi besaran pendapatan asli daerah dari tangkahan oleh pemerintah daerah dengan aturan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Sibolga tersebut; serta tenaga kerja di tangkahan dapat dilihat dari jumlah, jenis pekerjaan dan motivasi bekerja di tangkahan contoh. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan, wawancara, dan pengukuran mutu organoleptik.
Saat pengamatan, peneliti menggunakan kamera dan
kuisioner sebagai alat untuk mendapatkan informasi tentang fasilitas dan aktivitas yang ada di tangkahan. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuisioner saat wawancara. 1)
Pengamatan
(1)
Aspek keberadaan tangkahan a. Mengidentifikasi lokasi, tata letak, dan jarak antar tangkahan. b. Mengamati dan mengidentifikasi pembatas antar tangkahan terkait dengan aktivitas di dalam tangkahan yang dilindungi pemilik tangkahan dari pantauan pihak luar.
(2)
Aspek aktivitas tangkahan dan PPN Sibolga: a. Pendaratan hasil tangkapan (volume, jenis, dan mutu) a1. Besar volume pendaratan hasil tangkapan diestimasi dengan cara mengamati jumlah dan jenis kapal yang mendarat di tangkahan dan PPN Sibolga, jumlah dan ukuran palka masing-masing kapal atau tempat penampungan hasil tangkapan lainnya. a2. Jenis hasil tangkapan diketahui dengan melihat jenis hasil tangkapan pada saat pembongkaran hasil tangkapan dari kapal di tangkahan dan PPN Sibolga. a3. Pengamatan mutu hasil tangkapan dilakukan secara organoleptik di dermaga pendaratan tangkahan dan tempat pelelangan ikan PPN Sibolga.
b. Pendapatan daerah dari tangkahan Nilai produksi hasil tangkapan dari setiap hasil tangkapan yang dijual di tangkahan, dengan mengamati proses transaksi penjualan yang terjadi dan besaran volume pendaratan di atas {butir 1).b.(1)} c. Tenaga kerja tangkahan Mengamati jenis pekerjaan yang ada di tangkahan dan menghitung jumlah tenaga kerja yang ada di dalamnya. 2)
Wawancara Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)
dan ditujukan kepada pihak-pihak terkait. Pemilihan responden dilakukan secara purposive terhadap 5 tangkahan contoh di Kota Sibolga (UD. Ilham, Sabena, Budi Jaya, Renta Sari, Harapan Sari Laut (HSL)) dan PPN Sibolga. Wawancara dibagi berdasarkan dua aspek yaitu: (1) Aspek keberadaan tangkahan Informasi keberadaan tangkahan di Sibolga dapat diperoleh melalui wawancara kepada pihak Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga dan Pemerintah Kota Sibolga. a. Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga Informasi yang diperoleh dari Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga adalah besar retribusi yang diterima oleh dinas terkait dan peraturan daerah tentang retribusi yang diterima dari tangkahan, jenis perizinan yang diberikan kepada tangkahan terkait dengan pengoperasian tangkahan.
Informasi ini diperoleh dengan cara berkomunikasi langsung
dengan pihak pegawai pada tataran teknis. b. Pemerintah Kota Sibolga Informasi yang diperoleh dari instansi terkait (Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan, dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah) di pemerintahan Kota Sibolga adalah peraturan daerah tentang pembangunan tangkahan atau bangunan di tepi pantai, peraturan daerah tentang pajak yang dikenakan pada tangkahan, dan informasi besarnya pendapatan daerah dari pendirian tangkahan. (2) Aspek aktivitas tangkahan dan PPN Sibolga:
a. Pendaratan hasil tangkapan (volume, jenis, dan mutu) Informasi tentang pendaratan hasil tangkapan diperoleh melalui wawancara dengan nelayan atau pemilik kapal, dan pengelola PPN Sibolga. Informasi yang dibutuhkan adalah proses pendaratan, volume hasil tangkapan yang didaratkan tiap tahun, jenis ikan, dan mutu hasil tangkapan yang didaratkan. b. Pendapatan daerah dari tangkahan Informasi berapa besar pendapatan daerah dari tangkahan diperoleh melalui wawancara dengan Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah. Termasuk di dalamnya berapa besar retribusi yang diperoleh dari setiap hasil tangkapan yang didaratkan, mekanisme pelunasan atau pembayaran retribusi, jenis retribusi yang dikenakan kepada tangkahan. c. Tenaga kerja tangkahan Informasi yang diperlukan adalah berupa jumlah tenaga kerja, jenis pekerjaan, upah (cara pengupahan, besar upah yang diterima, waktu menerima upah), alasan atau motivasi bekerja di tangkahan, banyaknya pengelola di tangkahan, daerah asal dan banyaknya tenaga kerja di tangkahan. Informasi ini diperoleh dari tenaga kerja yang bekerja di dermaga tangkahan. Banyaknya responden yang dalam penelitian ini adalah pihak dari Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan 1 orang, Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah 1 orang, pengelola PPN 1 orang, pembeli ikan 5 orang, tenaga kerja 6 orang, dan nelayan 6 orang. 3)
Pengukuran mutu organoleptik Pengukuran mutu organoleptik dilakukan di darmaga pendaratan hasil
tangkapan pada masing-masing tangkahan contoh dan PPN Sibolga. Pengukuran mutu organoleptik dilakukan pada mata, insang, daging dan perut dan konsistensi tubuh ikan. Pengukuran ini dilakukan dengan mengamati keadaan mata, insang, daging dan perut, dan konsistensi daging ikan kemudian membandingkannya dengan nilai skala organoleptik. Kriteria dan nilai organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengukuran ini dilakukan pada kapal yang mendaratkan hasil
tangkapannya di setiap tangkahan contoh dan PPN Sibolga selama satu hari
pengamatan dengan mengambil tiga jenis ikan dominan sebanyak 5 ekor per jenis ikan. Data dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari : 1) Data utama Data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2 Rincian data utama penelitian yang dikumpulkan menurut jenis data
Jenis data 1. Karakteristik tangkahan
2. 3. 1. 2.
Retribusi
Rincian data yang diperlukan Mekanisme penyampaian informasi dan komunikasi Bentuk dan kondisi fasilitas yang ada Jarak antar tangkahan dan pembatasnya Tarif retribusi untuk jenis-jenis retribusi Peraturan daerah Kota Sibolga tentang retribusi
3. Pemungutan retribusi 4. Pemeriksaan retribusi
Tenaga kerja
1. Jumlah tenaga kerja tiap tangkahan 2. Jenis kelompok tenaga kerja di tangkahan dan tugas masing-masing 3. Jumlah tenaga kerja di masing-masing kelompok 4. Besar upah yang diterima dan cara pengupahan 5. Periodisasi pengupahan 6. Motivasi kerja 7. Asal pekerja tangkahan
Sumber data
Sifat data
Pekerja tangkahan
Primer
Hasil pengamatan
Primer
Hasil pengamatan
Primer
Pemerintah Kota Sibolga
Sekunder
Pemerintah Kota Sibolga
Sekunder
Pemerintah Kota Sibolga Pemerintah Kota Sibolga Pekerja di tangkahan
Sekunder Sekunder Primer
Pekerja di tangkahan
Primer
Pekerja di tangkahan dan hasil pengamatan
Primer
Pekerja di tangkahan
Primer
Pekerja di tangkahan Pekerja di tangkahan Pekerja di tangkahan
Primer Primer Primer
Tabel 2. Lanjutan:
Jenis data
Rincian data yang diperlukan 1. Jenis dan volume hasil tangkapan yang didaratkan
2. Uji organoleptik di tempat penjualan ikan (TPI) dan dermaga tangkahan Pendaratan hasil tangkapan 3. Cara pendaratan
Sumber data Hasil pengamatan langsung di tangkahan dan PPNS, nelayan, Dinas Kelautan dan Perikanan Hasil pengamatan dan pengukuran langsung di tangkahan dan PPN Sibolga Hasil pengamatan langsung di tangkahan dan PPN Sibolga
Sifat data
Primer dan sekunder
Primer
Primer
4. Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Sibolga
PPN Sibolga
Primer dan sekunder
5. Jumlah dan jenis kapal yang mendarat
Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan, dan hasil pengamatan
Primer dan sekunder
2) Data tambahan Data tambahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3 Rincian data tambahan penelitian yang dikumpulkan menurut jenis data Jenis data Keadaan umum daerah penelitian Kota Sibolga Keadaan umum perikanan tangkap Kota Sibolga
Rincian data yang diperlukan Letak geografis Kota Sibolga Keadaan penduduk dan tenaga kerja Volume dan nilai produksi perikanan Unit penangkapan, nelayan dan daerah penangkapan ikan
Sumber data
Sifat data
Kantor Walikota Sekunder Sibolga Kantor Walikota Sibolga dan internet Sekunder www.Sibolgakota.go.id Dinas Kelautan, Perikanan dan Sekunder Peternakan Kota Sibolga Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga
Sekunder
3.4
Analisis Data Dampak keberadaan tangkahan terhadap pendaratan hasil tangkapan secara
kualitatif dianalisis secara deskriptif setelah dilakukan pengujian perbandingan data antara tangkahan dan PPN Sibolga, sedangkan secara kuantitatif akan digunakan penghitungan rata-rata, tabulasi dan analisis grafik.
Dampak
keberadaan tangkahan terhadap tenaga kerja secara kualitatif akan dianalisis secara deskriptif dan secara kuantitaif akan digunakan perhitungan rata-rata dan dampak pengoperasian tangkahan terhadap pendapatan asli daerah Kota Sibolga dianalisis secara tabulasi dan deskriptif. Pendapatan asli daerah Kota Sibolga berasal dari retribusi terhadap hasil tangkapan yang didaratkan di Kota Sibolga dan retribusi atas perizinan usaha perikanan. Pada penelitian ini, data yang ada adalah data target retribusi pada tahun 2009 bukan realisasinya. Data target retribusi ini digunakan sebagai data indikator data realisasi retribusi karena data tidak diberikan oleh Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Sibolga dan penetapan target tentu sudah mempertimbangkan data realisasi retribusi tahun sebelumnya dan pertimbanganpertimbangan lainnya. Estimasi terhadap nilai retribusi atas semua hasil tangkapan yang didaratkan di Kota Sibolga mengacu pada rumus: NRS = VP x IH x %R Keterangan :
NRS = Nilai retribusi yang seharusnya (Rp) VP = Volume produksi pada tahun tertentu (kg) IH = Indikator harga hasil tangkapan (Rp/kg) %R = Persentase retribusi atas hasil tangkapan (%)
Nilai rata-rata hasil tangkapan yang didaratkan per bulannya dalam lima tahun terakhir (2001-2006) dijadikan sebagai indikator harga terhadap hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Sibolga karena data nilai rata-rata ikan tidak diperoleh dari dinas terkait. Indikator harga ini kemudian dikalikan dengan produksi pada tahun tertentu dan tarif retribusi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk mengetahui berapa nilai retribusi yang terkumpul pada tahun tertentu.
Nilai
estimasi retribusi ini kemudian dibandingkan dengan nilai realisasinya untuk mengetahui apakah ada/tidak ada retribusi yang hilang. Rumus perhitungan nilai reteribusi yang hilang adalah:
∆R = NRS – NRR Keterangan: ∆R = nilai retribusi yang hilang (Rp) NRS = Nilai retribusi yang seharusnya (Rp) NRR = Nilai realisasi retribusi (Rp) Selanjutnya, untuk menghitung berapa nilai retribusi atas jasa perizinan usaha perikanan khususnya dibidang perikanan tangkap maka dilakukan dua pendekatan yaitu pendekatan minimum dan pendekatan maksimum.
Melalui
pendekatan ini dihitung apakah ada retribusi yang hilang atau tidak. Pendugaan dengan
pendekatan
minimum
atau
maksimum
dilakukan
dengan
mempertimbangkan tarif retribusi yang dikenakan pada armada penangkapan, jenis armada yang dipakai (perahu tanpa motor, perahu motor tempel, atau kapal motor), dan bobot kapal. Mengacu pada Peraturan Daerah Kota Sibolga nomor 18 tahun 2002 tentang retribusi izin usaha perikanan, pendekatan minimum diterapkan jika keseluruhan armada terdiri dari perahu motor tempel bermesin satu (outboard engine) dan kapal motor berbobot 0,5–3 GT. Pendekatan maksimum dilakukan jika keseluruhan armada perahu motor tempel bermesin ganda (outboard engine) dan kapal motor berbobot 7,1–10 GT. Nilai retribusi izin penangkapan berdasarkan pendekatan minimum dihitung dengan mengalikan jumlah unit penangkapan perahu motor tempel bermesin satu dengan tarifnya ditambah dengan perkalian jumlah kapal motor berbobot 0,5–3 GT dengan tarifnya.
Nilai retribusi izin
penangkapan dengan pendekatan maksimum dihitung berdasarkan pengalian jumlah unit penangkapan perahu motor tempel bermesin ganda dengan tarifnya ditambah dengan perkalian jumlah kapal motor berbobot 7,1–10 GT dengan tarifnya.
4. KEADAAN UMUM
4.1
Keadaan Umum Daerah Penelitian Kota Sibolga
4.1.1 Letak geografis Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara, sejauh 344 km dari Kota Medan, ke arah Selatan. Kota Sibolga ini berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia. Secara geografis kota ini berada antara 010.42’–010.46’ LU dan 980.44’–980.48’ BT.
Luas wilayah administrasi
keseluruhannya 3.536 ha (35,36 km2) yang terdiri dari daratan pulau Sumatera 1.126,67 ha, pulau-pulau 238,32 ha, lautan 2.171,01 ha dengan panjang pantai sekitar 2,5 km. Bentuk Kota memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai, di sebelah timur terdiri dari gunung, dan lautan di
barat.
Lebar kota yang
merupakan jarak dari garis pantai ke pegunungan sangat sempit hanya 500 meter, dan sudah termasuk di dalamnya timbunan laut dan kaki gunung yang dijadikan perumahan. Iklim Kota Sibolga termasuk cukup panas karena hanya berada beberapa meter di atas permukaan laut dengan suhu maksimum mencapai 320C dan minimum 21,60C. Sementara curah hujan di Sibolga cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah 798 mm, sedang hujan terbanyak terjadi pada Desember yakni 26 hari (Pemda, 2008). Kota Sibolga merupakan daerah yang cukup rentan terhadap percepatan penurunan mutu hasil tangkapan. Hal ini diindikasikan dengan letak Kota Sibolga berdekatan dengan jalur khatulistiwa dengan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi ditambah lagi kondisi suhu yang panas pada kisaran 21,60–320 C. Keadaan ini membuat ketersediaan es dan penanganan ikan lainnya di Kota Sibolga sangat dibutuhkan agar mutu hasil tangkapan baik sampai ke tangan konsumen di dalam kota maupun luar Kota Sibolga. Kota Sibolga sebagai daerah otonom memiliki batas daerah sebagai berikut (Gambar 1):
- Sebelah utara
: Kabupaten Tapanuli Tengah
- Sebelah timur : Kabupaten Tapanuli Tengah - Sebelah selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah - Sebelah barat
: Samudera Indonesia
Berdasarkan batasan daerah di atas dari arah kanan, kiri dan belakang Kota Sibolga dikelilingi oleh daerah otonom Kabupaten Tapanuli Tengah sedangkan dari daerah depan berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Sebagai informasi, daerah ini sebelumnya merupakan ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah dan sejak tahun 1992 dipindahkan ke Pandan. Berdasarkan topografinya, Kabupaten Tapanuli Tengah sebagian besar berbukit-bukit (Bukit Barisan) dengan ketinggian 1.266 meter di atas permukaan laut dan 43,9% berbukit dan kontur daratan bergelombang. Dengan keadaan topografi Sibolga dan Tapanuli Tengah yang berbukit-bukit maka transportasi darat penumpang dan barang termasuk hasil tangkapan dari dan ke daerah ini akan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga biaya dan waktu yang dibutuhkan akan lebih besar dan secara langsung dapat menurunkan margin keuntungan yang diperoleh pengusaha. Khususnya hasil tangkapan memerlukan penanganan yang baik selama tranportasi agar mutu tetap terjaga hingga ke konsumen baik lokal maupun antar daerah.
Sumber: Bakosurtanal dan www.googleearth.com, 2009 Gambar 1 Peta Sibolga dan Tapanuli Tengah.
Secara administrasi Kota Sibolga terdiri empat kecamatan yakni Kecamatan Sibolga Utara 3,33 km² (30,9%), Sibolga Kota 2,73 km² (25,4%), Sibolga Selatan 3,14 km² (29,2%), dan Kecamatan Sibolga Sambas 1,57 km² (14,6 %). Ke-empat kecamatan tersebut dibagi menjadi 17 kelurahan dan masing-masing kecamatan terdiri atas empat kelurahan kecuali Kecamatan Sibolga Utara terdiri dari 5 kelurahan (BPS Kota Sibolga, 2009). Sibolga Utara merupakan daerah yang terluas di Kota Sibolga. Kecamatan ini merupakan wilayah dengan topografi berbukit-bukit sedangkan pusat bisnis perikanan berada di Kecamatan Sibolga Selatan, Kecamatan Sambas dan Kecamatan Sibolga Kota.
Daerah ini merupakan daerah dimana tangkahan
beroperasi dan kegiatan bisnis perikanan berjalan baik itu pendaratan hasil tangkapan, pelelangan, dan pengolahan hasil tangkapan sehingga pendapatan daerah dari sektor perikanan lebih banyak dari kecamatan bagian selatan ini. Sebagai pusat bisnis perikanan, daya serap sektor perikanan terhadap jumlah penduduk di Kota Sibolga cukup besar dari daerah ini yang selanjutnya dijelaskan pada Bab 7. 4.1.2 Penduduk dan tenaga kerja Penduduk Kota Sibolga terdiri dari multietnis seperti; suku Batak, Nias, Jawa, Minangkabau, Aceh, Bugis, Melayu, Cina, agama seperti; Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu. Penduduk ini saling berinteraksi satu dengan lainnya. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Kota Sibolga sebanyak 94.614 jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 47.420 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 47.194 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sejak tahun 2003 sebesar 1,5 % per tahun (Tabel 4 ). Tabel 4 Pertumbuhan penduduk Kota Sibolga, 2003-2008 Laki laki Perempuan (jiwa) (jiwa) 2003 44.092 42.349 2004 44.118 43.142 2005 44.887 43.830 2006 46.523 45.418 2007 46.690 46.512 2008 47.420 47.194 Sumber: BPS Kota Sibolga, 2009 Tahun
Jumlah penduduk (jiwa) 86.441 87.260 88.717 91.941 93.207 94.614
Persentase pertumbuhan (%) 0,9 1,7 3,6 1,4 1,5
Pertumbuhan penduduk paling besar terjadi pada tahun 2006 sebesar 3,6%. Sampai saat ini, peneliti belum menemukan mengapa terjadi pertumbuhan penduduk sebesar itu namun pada 2008 pertumbuhannya menurun menjadi 1,5% dengan jumlah penduduk sebanyak 94.614 jiwa. Berdasarkan kelompok umur, penduduk Kota Sibolga didominasi oleh anakanak 5-9 tahun dan paling kecil adalah kelompok umur 75 tahun keatas sedangkan usia produktif (15-64 tahun) ada sebanyak 64,2% dari total penduduk kota ini (Tabel 5). Tabel 5 Penduduk Kota Sibolga berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, 2008 Kelompok Umur Laki-Laki (tahun) (jiwa) 0–4 5.850 5–9 5.992 10–14 4.105 15–19 4.542 20–24 4.202 25–29 4.917 30–34 3.441 35–39 3.339 40–44 2.254 45–49 1.920 50–54 2.897 55-59 1.311 60–64 1.170 65–69 1.137 70–74 232 75+ 111 Jumlah 47.420 Sumber : BPS Kota Sibolga, 2009
Perempuan (jiwa) 4.877 5.916 4.762 4.536 5.428 4.069 3.484 2.696 2.196 2.495 2.629 2.548 644 450 214 251 47.194
Jumlah (jiwa) 10.727 11.908 8.867 9.078 9.630 8.986 6.925 6.035 4.450 4.415 5.526 3.859 1.814 1.587 446 362 94.614
Proporsi (%) 11,3 12,6 9,4 9,6 10,2 9,5 7,3 6,4 4,7 4,7 5,8 4,1 1,9 1,7 0,5 0,4 100,0
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sibolga dalam Sibolga Dalam Angka 2009, kepadatan penduduk per kilometer persegi paling tinggi terdapat di Kecamatan Sibolga Sambas dan kemudian Kecamatan Sibolga Selatan (Tabel 6). Kedua daerah kecamatan ini merupakan daerah perikanan di Kota Sibolga khususnya pendaratan hasil tangkapan di tangkahan.
Tangkahan di
kecamatan ini mampu menyerap tenaga kerja kira-kira 28 jiwa per tangkahan
(Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009) sehingga penduduk kota ini terpusat di sekitar tangkahan-tangkahan. Tabel 6 Kepadatan penduduk di Kota Sibolga, 2008 Luas wilayah (km2) Sibolga Utara 3,3 Sibolga Kota 2,7 Sibolga Selatan 3,1 Sibolga Sambas 1,6 Jumlah 10,8 Sumber : BPS Kota Sibolga, 2009 Kecamatan
Penduduk (jiwa) 21.179 17.106 33.749 22.580 94.614
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 6.354 6.261 16.755 14.419 8.785
Survei yang dilakukan BPS Kota Sibolga tentang angkatan kerja di kota ini pada Agustus 2008 (Tabel 7), menyimpulkan bahwa penduduk yang bekerja adalah sebesar 49,5% dan tidak bekerja 7,8% dari jumlah penduduk yang berumur 15 tahun keatas. Tabel 7 Penduduk berumur 15 tahun keatas menurut jenis kelamin, 2008 Laki-laki (%) 72,8 64,9 7,9 27,1 10,4 1,1 15,6 100,0
Kegiatan Angkatan kerja Bekerja Pengangguran Bukan angkatan kerja Sekolah Mengurus rumah tangga Lainnya
Perempuan (%) 41,6 33,9 7,7 58,3 13,8 40,3 4,2 100,0
Jumlah 57,3 49,5 7,8 42,7 12,2 20,6 9,9 100,0
Sumber : BPS Kota Sibolga, 2009 Tenaga kerja di Sibolga yang masuk pada angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang besarnya 57,3 persen, sedangkan sisanya sebesar 42,7 persen adalah bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya). Jika dilihat dari status pekerjaannya 48,7 persen angkatan kerja adalah buruh/pegawai/karyawan.
Penduduk yang berusaha tanpa bantuan orang lain
sekitar 29,2 persen, berusaha dengan buruh tetap 4,6 persen, pekerja bebas di non pertanian sebesar 2,4 persen dan penduduk yang berprofesi sebagai pekerja keluarga sebesar 5,0 persen (BPS Kota Sibolga, 2009).
Tenaga kerja sebagai bagian dari penduduk Kota Sibolga khususnya pada sektor perikanan memiliki kontribusi sebesar 13,6 persen dari angkatan kerja. Tenaga kerja ini terdistribusi menjadi nelayan, buruh di tempat pendaratan ikan (tangkahan), pengolah, dan pedagang hasil perikanan yang ada di Sibolga. Berdasarkan informasi Data Statistik Perikanan Kota Sibolga tahun 2009 dijelaskan bahwa pada tahun 2008 jumlah nelayan 6.580 jiwa, buruh di tangkahan 756 jiwa, pengolah hasil perikanan 650 jiwa dan pedagang sebesar 110 jiwa dan jika dijumlahkan sekitar 8.096 jiwa. Jumlah tenaga kerja pada sektor perikanan ini mampu menyerap 8,5 persen dari total jumlah penduduk Kota Sibolga (94.614 jiwa pada tahun 2008) atau sekitar 13,3 persen dari total usia kerja (umur 15-64 tahun) di Kota Sibolga.
4.1.3 Prasarana dan sarana umum Prasarana dan sarana merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam menunjang aktivitas di Kota Sibolga. Ketersediaan komponen ini sebagian besar disediakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Prasarana dan sarana di Kota Sibolga difokuskan pada aspek transportasi, komunikasi, listrik dan air. 1)
Transportasi dan komunikasi Jalan
merupakan
prasarana
mendorong kegiatan perekonomian.
transportasi
untuk
memperlancar
dan
Makin meningkatnya usaha perikanan
menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Panjang jalan di Kota Sibolga pada tahun 2008 adalah 63.472 meter dimana sepanjang 14.730 m dalam kondisi rusak berat; 15.085 m rusak, 12.902 m rusak ringan dan 20.755 m dalam kondisi baik. Dengan demikian, keadaan jalan pada tahun 2008, sebagian besar dalam keadaan baik (32,7%) (Tabel 8). Keadaan ini memerlukan perbaikan-perbaikan lagi agar transportasi penumpang dan barang termasuk hasil tangkapan di Kota Sibolga lebih lancar.
Tabel 8 Kondisi jalan di Kota Sibolga, 2008 Kondisi jalan Baik Sedang Rusak Rusak berat Jumlah panjang jalan Sumber : BPS Kota Sibolga, 2009
Panjang (m) 20.755 12.902 15.085 14.730 63.472
Persentase keadaan (%) 32,7 20,3 23,8 23,2 100,0
Tahun 2007 terjadi penambahan panjang jalan 1.696 meter atau terjadi kenaikan 2,8% (Tabel 9). Pertambahan panjang jalan di Kota Sibolga dilatar belakangi oleh adanya pembangunan jalan ke arah utara (Kecamatan Sibolga Utara) untuk membuka akses pemukiman penduduk di daerah tersebut mengingat kepadatan penduduk di daerah ini masih kecil dibanding daerah lainnya yaitu 6.354 jiwa per km2. Tabel 9 Panjang jalan menurut kondisi jalan Kota Sibolga, 2004-2008 Panjang jalan (meter) Panjang Persentase jalan kenaikan Baik Sedang Rusak (meter) (%) 2004 61.730 0 18.580 17.020 16.620 2005 61.735 20.690 16.496 15.724 0,01 2006 61.735 0,00 15.747 16.515 20.246 2007 63.431 13.585 12.598 17.721 2,75 2008 63.472 20.755 12.902 15.085 0,00 Sumber : Dinas Kimpraswil Kota Sibolga vide BPS Kota Sibolga, 2009 Tahun
Rusak berat 9.510 8.819 9.267 19.527 14.730
Prasarana angkutan laut yang terdapat di Kota Sibolga adalah pelabuhan umum yang berada dibawah koordinasi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, dan terletak di jalan Horas Sibolga. Berdasarkan tipenya, pelabuhan ini tergolong pelabuhan tipe C yaitu pelabuhan pengumpan yang berfungsi melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal penumpang dan/ atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. Jumlah kunjungan kapal di Pelabuhan Sibolga tahun 2008 adalah 2.050 unit dengan jumlah penumpang dan barang yang diangkut masing masing 126.347 orang dan 2.281.771 ton.
Bandara F.L. Lumbantobing, Pinang Sori Tapanuli Tengah sebagai prasarana angkutan udara berada sekitar 30 km dari Kota Sibolga dengan jarak tempuh 2 jam. Bandara ini merupakan bandara perintis yang menghubungkan Kota Sibolga dan Medan.
Ketersediaan dan kontinuitas sarana angkutan ini
sangat diperlukan guna memperlancar arus transportasi barang dan jasa ke ibu kota provinsi (Medan) khususnya hasil tangkapan.
Selain itu, daerah Kota
Sibolga dan Tapanuli Tengah yang berbukit menjadikan prasarana ini sebagai alternatif agar transportasi lebih cepat. Waktu yang dibutuhkan dari bandara ini ke Medan (Bandara Polonia Medan) sekitar 90 menit. Armada pengangkutan di Kota Sibolga berdasarkan wilayah operasinya ada dua yaitu angkutan kota dan angkutan antar kota. Angkutan kota adalah armada yang beroperasi di dalam wilayah Kota Sibolga dan sekitarnya sedangkan angkutan antar kota adalah armada yang beroperasi antar wilayah tingkat II seperti ke Tarutung, Padang Sidempuan, Pematang Siantar, dan kota lainnya. Armada angkutan kota mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu besar dalam 5 tahun terakhir dengan 150 armada dibawah 5 perusahaan sedangkan angkutan antar kota sampai tahun 2008 masih sama dari tahun ke tahun dengan 26 armada dan 2 perusahaan (Tabel 10).
Ketersediaan armada pengangkutan ini harus efektif,
sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Sibolga agar transportasi barang dan jasa lancar, dan efektif. Tabel 10 Armada pengangkutan darat di Kota Sibolga, 2003-2008 Angkutan antar kota Angkutan kota Persentase Banyak Banyak Tahun pertumbuhan Banyak Banyak armada armada perusahaan angkutan kota (%) perusahaan (unit) (unit) 2003 125 3 0 26 1 2004 125 3 0 26 1 2005 135 3 8,0 26 1 2006 140 5 3,7 26 1 2007 137 5 -2,1 26 1 2008 150 5 0,7 26 2 Sumber : DLLAJR Kota Sibolga vide BPS Kota Sibolga, 2009 Armada pengangkutan ikan yang sering digunakan oleh pedagang untuk tujuan lokal adalah angkutan kota, sepeda motor, dan becak mesin.
Jalur
angkutan kota salah satunya melewati jalan Mojopahit dan Kutilang yang merupakan daerah beroperasinya tangkahan-tangkahan dan kegiatan pasar sentral ikan. Hal ini memudahkan para pedagang mendistribusikan ikannya ke daerah lain. Sarana angkutan laut di Kota Sibolga adalah kapal ferry, kapal penumpang biasa, dan kapal barang. Kapal feri, kapal penumpang biasa melayani rute Nias, Padang, Palembang, dan Jakarta. Frekuensi lalu lintas penumpang kapal laut di pelabuhan Sibolga yang tiba dan berangkat mengalami kenaikan. Pada tahun 2007 penumpang yang tiba sebanyak 125.585 orang atau naik sebesar 34,7 persen dari tahun sebelumnya dan penumpang yang berangkat sebanyak 143.296 orang atau naik sebesar 14,4 persen dibanding tahun 2006 sedangkan pada tahun 2008 terjadi penurunana jumlah penumpang yang tiba dan berangkat dari pelabuhan umum ini. Berdasarkan Tabel 11 selisih penumpang yang berangkat dan tiba di Pelabuhan Laut Sibolga paling besar terjadi pada tahun 2006 yaitu 32.074 jiwa. Secara umum, sejak tahun 2004 penduduk yang melakukan pemberangkatan lebih besar dari pada yang tiba di Kota Sibolga walaupun jumlah penduduk tiap tahunnya di Kota Sibolga terjadi peningkatan. Menurut informasi, bahwa ikan olahan yang diproduksi di Kota Sibolga didistribusikan ke Nias melalui sarana angkutan laut ini. Tabel 11 Lalu lintas penumpang kapal laut di Pelabuhan Umum Sibolga, 20032008 Penumpang tiba Penumpang Selisih (jiwa) (jiwa) berangkat (jiwa) 2003 121.796 116.121 5.675 2004 110.366 119.834 -9.468 2005 127.499 129.770 -2.271 2006 93.220 125.294 -32.074 2007 125.585 143.296 -17.711 2008 125.287 126.347 -1.060 Sumber : Pelabuhan Laut Sibolga vide BPS Kota Sibolga, 2009 Tahun
Persentase perubahan (%) -266,8 -76,0 1312,3 -44,8 -94,0
Sarana angkutan udara yang digunakan adalah pesawat perintis dengan tujuan Medan. Pengelola pesawat ini adalah Merpati Airlines.
Prasarana dan sarana transportasi di Kota Sibolga memiliki manfaat yang luas. Manfaat itu bisa dirasakan dengan mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, adanya kelancaran dalam transportasi hasil tangkapan, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Khususnya mobilitas hasil tangkapan kondisi sarana dan prasarana harus baik yang kaitannya bisa mempertahankan mutu dan sampai ke tangan konsumen dengan cepat. Media komunikasi yang ada di Kota Sibolga dibagi dalam dua kelompok berdasarkan wujudnya yaitu cetak dan elektronik. Media cetak yang ada di daerah ini adalah koran harian Metro Tapanuli, pos yang dikelola oleh PT Pos Indonesia (Persero). Media elektronik yaitu radio (Radio Republik Indonesia (RRI), Grace Radio, dan Jupti Indah Radio) yang berskala nasional dan lokal disamping itu terdapat PT Telkom yang memfasilitasi sarana telekomunikasi seperti wartel. Sampai tahun 2008, telah terdapat sebanyak 12 unit
warung telekomunikasi
(wartel); di Kecamatan Sibolga Utara 1 unit, Sibolga Kota 7 unit, Sibolga Selatan 1 unit, dan Sibolga Sambas 3 unit (BPS Kota Sibolga, 2009). PT Pos Indonesia memiliki 2 kantor pos yaitu di Kecamatan Sibolga Kota dan Sibolga Selatan. Ketersediaan media komunikasi di atas sangat dibutuhkan untuk mempercepat bisnis perikanan di Kota Sibolga khususnya. Salah satu media komunikasi yang paling efektif digunakan oleh pelaku perikanan adalah telepon genggam (handphone). Pada saat di lapangan, seorang juru lelang di tangkahan dan PPN Sibolga mengumpulkan para pedagang sebelum kegiatan pendaratan dan pelelangan ikan dilakukan dengan memanfaatkan media ini. Melalui sarana ini juga seorang pedagang bisa menawar harga ikan tanpa harus melihat ikannya kepada pelelang ikan. 2)
Listrik dan air Listrik di Kota Sibolga dikelola oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Persero Cabang Sibolga. Jumlah energi listrik yang terjual pada tahun 2008 sebesar 29.981 GWH atau naik sebesar 2,2 persen dibanding tahun sebelumnya. Naiknya energi listrik yang dijual sesuai dengan naiknya pasokan produksi energi listrik dari 31.715 GWH pada tahun sebelumnya menjadi 37.554 GWH pada tahun 2008 (Tabel 12).
Tabel 12 Banyaknya enegi listrik yang diproduksi, diterima dari unit lain, susut dan pemakaiannya pada PLN Cabang Sibolga, 2005-2008 Uraian 1. Energi produksi dan dari unit lain a. Produksi (GWH) b. Dari unit lain
2005
2006
2007
2008
33.736 -
34.231 -
31.715 -
37.554
2. Pemakaian energi dan susut a. Pakai sendiri (GWH) b.Susut jaringan distribusi (GWH) 14,72 9,69 7,53 20,17 c. Dijual (GWH) 28.770 30.951 29.327 29.981 Sumber: PT (Persero) PLN Cabang Sibolga vide BPS Kota Sibolga, 2009 Listrik sebagai media penerangan sangat dibutuhkan masyarakat umum khususnya sektor perikanan di Kota Sibolga. Pemanfaatan listrik dimanfaatkan sebagai penerang di dermaga-dermaga pendaratan, perkantoran, dan perbaikan unit penangkapan ikan (kapal dan alat tangkap) baik di tangkahan-tangkahan maupun di tempat pendaratan ikan lainnya. Selain listrik, sarana lain yang penting adalah ketersediaan air bersih. Air bersih Kota Sibolga disuplai dari air pegunungan yang ada di sekitar daerah ini seperti sungai Aek Doras. Air bersih ini dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Nauli Sibolga. Sejak tahun 2005 terjadi kenaikan jumlah pelanggan sehingga secara langsung dapat meningkatkan nilai penjualan yang diterima perusahaan. Jumlah pelanggan 11.541 tahun 2007 naik menjadi 11.849 di tahun 2008 atau naik 2,3 persen. Volume penjualan air bersih mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya dari 5.459.924 m3 di tahun 2007 menjadi 5.373.963 m3 di tahun 2008 tetapi nilai penjualan meningkat sebesar 23,3 persen dari tahun 2007 (Tabel 13).
Tabel 13 Banyaknya pelanggan, volume penjualan dan nilai penjualan air bersih di Sibolga, 2005-2008 Jumlah Persentase Banyak Nilai penjualan pelanggan kenaikan nilai penjualan (m3) (Rp) (jiwa) penjualan (%) 2005 11.112 6.988.132 4.022.855.402,00 2006 11.279 5.117.209 4.534.971.690,00 12,7 2007 11.541 5.459.924 6.525.375.385,00 43,9 2008 11.849 5.373.963 8.043.260.370,00 23,3 Sumber: PDAM Tirta Nauli Sibolga vide BPS Kota Sibolga, 2009 Ketersediaan air bersih sangat diperlukan pada sektor perikanan. Air bersih Tahun
dari PDAM Tirta Nauli Sibolga ini dimanfaatkan sebagai air minum, memasak, dan mandi pada saat pengoperasian armada penangkapan. Sebagai contoh, satu unit kapal purse seine dengan bobot 29 GT dan waktu operasional 10 hari membutuhkan sekitar 7-8 ton air bersih. Pedagang atau pengecer ikan di dermaga pendaratan sangat membutuhkan air bersih untuk membersihkan hasil tangkapan namun pada kenyataannya pedagang tersebut menggunakan air laut di sekitar kolam dermaga yang secara kasat mata sudah berminyak dan kehitam-hitaman. Tindakan ini secara langsung dapat menurunkan mutu hasil tangkapan. Berdasarkan fakta di lapangan bahwa air bersih di tangkahan tidak disediakan oleh pemilik tangkahan untuk membersihkan hasil tangkapan yang didaratkan di sana. Lokasi Kota Sibolga yang terletak di tepi teluk dan terlindung oleh pulaupulau yang berada di depannya menjadikan perairan Teluk Tapian Nauli relatif tenang, sebagaimana diungkapkan sebelumnya di atas adalah sangat baik dijadikan sebagai pangkalan aktivitas perikanan tangkap.
Selain dengan
dukungan prasarana penerangan, air minum, dan komunikasi yang tersedia dan prasarana perhubungean yang menghubungkan Sibolga dengan lainnya
yang
relatif baik dan lancar, sangat menunjang bagi kegiatan perikanan tangkap di daerah ini.
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kota Sibolga Produksi perikanan yang didaratkan di Kota Sibolga sangat tergantung dari
jenis armada penangkapan yang digunakan, alat tangkap yang dioperasikan,
produktivitas hasil tangkapan pada daerah tertentu, dan yang paling menentukan adalah sumberdaya manusianya (nelayan) yang handal. Daerah penangkapan ikan secara umum dibagi dua yaitu daerah penangkapan ikan di teluk dan di luar teluk. Penangkapan di teluk merupakan kegiatan menangkap ikan di sekitar teluk Tapian Nauli seperti perikanan bagan tancap dan pancing ulur.
Penangkapan di luar teluk merupakan kegiatan
menangkap ikan di luar daerah Teluk Tapian Nauli. Armada yang digunakan adalah kapal-kapal inboard engine dan motor tempel dengan dua mesin. Alat tangkap yang dioperasikan seperti purse seine, gill net, pukat ikan, bagan perahu dan rawai tetap. Wilayah operasi armada kapal inboard meliputi wilayah kepulauan Nias, perairan Aceh, Sumatera Barat, sampai zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
4.2.1 Volume dan nilai produksi perikanan Pada penelitian ini, peneliti hanya memperoleh data volume produksi dari Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga sedangkan nilai produksi tidak diperoleh. Dinas ini belum mampu mendapatkan data akurat nilai produksi perikanan tangkap yang ada di Kota Siboga disebabkan oleh hasil tangkapan semuanya didaratkan di tangkahan dan tangkahan sendiri sangat tertutup untuk memberikan data produksinya. Data produksi hasil tangkapan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga merupakan data estimasi hasil tangkapan yang didaratkan di tangkahan-tangkahan Di Kota Sibolga terdapat 27 tangkahan yang dikelola swasta yang seharusnya bisa diperoleh nilai produksinya. Selanjutnya nilai produksi perikanan ini digunakan untuk menganalisa berapa pendapatan Pemerintah Kota Sibolga dari sektor ini yang akan dibahas pada Bab 8. Pada tahun 2008 jumlah ikan yang didaratkan di Sibolga sebesar 40.956,10 ton dengan jenis ikan yang paling dominan adalah ikan teri kira-kira 4.916,8 ton (12,0%), ikan layang sebesar 4.111,7 ton (10,0%) dan ikan selar sebesar 3.522,2 ton (8,6%).
Tabel 14 Jumlah produksi hasil tangkapan di Kota Sibolga, 2004-2008 Tahun Jumlah (ton) Persentase pertumbuhan (%) 2004 31.207,7 2005 29.207,5 -6,6 2006 29.901,5 2,4 2007 31.620,0 5,4 2008 40.956,1 22,8 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009 Produksi perikanan di Kota Sibolga pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 22,8% atau jumlah produksi sebesar 9.336,1 ton dari 31.620,0 ton tahun 2007.
Hal ini antara lain disebabkan adanya kebijakan
Pemerintah dalam menurunkan harga BBM dari Rp 6.000,00 menjadi Rp 4.500,00 untuk premium dan dari Rp 5.500,00 menjadi Rp 4.300,00 untuk solar. (Pertamina, 2008) sedangkan pada tahun 2005 terjadi penurunan produksi sebesar 6,6%.
Penurunan ini lebih disebabkan adanya kenaikan harga BBM oleh
Pemerintah dari Rp 2.400,00 menjadi Rp 4.500,00 untuk premium dan Rp 2.100,00 menjadi Rp 4.300,00 untuk solar (Pertamina, 2008) sehingga banyak nelayan tidak melaut dengan alasan biayanya cukup tinggi dan merugikan nelayan (Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan, 2009).
4.2.2 Armada penangkapan, alat tangkap, nelayan, dan daerah penangkapan ikan 1) Armada penangkapan Armada penangkapan di Kota Sibolga dibagi dalam tiga jenis yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu tanpa motor yaitu perahu dengan peletakan mesin pendorong berada di luar bagian perahu sedangkan kapal motor adalah kapal penangkap ikan yang menempatkan bagian mesin di bagian dalam kapal dan biasanya memiliki ruang tertentu yang bisa dilihat pada kapal yang bertonase. Armada penangkapan yang ada di Kota Sibolga pada tahun 2008 didominasi oleh kapal motor (71,0%). Kapal-kapal motor yang ada umumnya berukuran di atas 10 GT (51,3%) dengan dominasi kapal motor berukuran 10-30 GT (28,2%) dan terdapat 122 unit kapal motor berukuran diatas 30 GT (23,1%) (Tabel 15).
Secara administratif, perijinan yang diberikan terhadap kapal motor berukuran dibawah 10 GT oleh Pemerintah Kota Sibolga melalui SIPI atau SIKPI hanya 19,7 persen dari keseluruhan armada yang ada sedangkan sisanya melalui Pemerintah Daerah Tingkat I untuk kapal motor 10-30 GT dan Pemerintah Pusat untuk kapal motor diatas 30 GT. Jenis armada perahu motor tempel di Kota Sibolga dibagi dua yaitu perahu motor tempel bermesin satu dan bermesin dua, sedangkan kapal motor dibawah 10 GT dibagi 4 bagian yaitu kapal motor 0,5-3 GT; 3,1-5 GT; 5,1-7 GT; dan 7,110 GT. Pembagian jenis armada ini berdasarkan peraturan daerah yang nantinya digunakan dalam penentuan tarif retribusi ijin usaha perikanan (Tabel 39). Tabel 15 Jumlah armada penangkapan ikan, 2008 Jenis Armada Jumlah Persentase (%) Perahu tanpa motor (PTM) 11 2,1 Perahu motor tempel (PMT) 142 26,9 Kapal motor: <10 GT 104 19,7 10-30 GT 149 28,2 >30 GT 122 23,1 Jumlah 528 100,0 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009 Ketersediaan prasarana perikanan seperti pelabuhan milik pemerintah diperlukan untuk menampung kapal-kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di daerah ini. Selama ini pendaratan hasil tangkapan oleh kapal motor paling banyak dilakukan di tangkahan termasuk kapal-kapal diatas 30 GT. Armada penangkapan di Kota Sibolga mengalami penurunan dari tahun 2004 sampai 2008 (Tabel 16). Persentase penurunan terbesar terjadi pada tahun 2005, hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan harga BBM (solar) pada tahun yang sama yaitu dari Rp 2.400,00 menjadi Rp 4.500,00 untuk premium dan Rp2.100,00 menjadi Rp 4.300,00 untuk solar sehingga pendapatan yang diperoleh nelayan tidak menutupi biaya yang dikeluarkan pada saat melaut (rugi). Terjadinya penurunan jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2008 disebabkan oleh banyaknya pemilik kapal menjual armada kapal penangkap ikannya dengan alasan semakin tingginya biaya operasional apabila kapal pergi
melaut yang tidak sebanding dengan hasil produksi tangkapan yang diperoleh (Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009). Tabel 16 Perkembangan jumlah armada penangkap ikan menurut jenis armada di Kota Sibolga, 2004-2008 Jenis Armada
2004 29 127
Jumlah (Unit) 2005 2006 2007 10 27 27 107 107 136
Perahu tanpa motor (PTM) Perahu motor tempel (PMT) Kapal motor: <10 GT 155 136 127 161 10-30 GT 126 137 132 125 >30 GT 289 204 215 137 Jumlah 756 594 608 586 Persentase (%) 0 -21,4 2,4 -3,6 Sumber : Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009
2008 11 142 104 149 122 528 -9,9
Gambar 2 memperlihatkan secara umum armada penangkapan dalam 5 tahun terakhir menurun, namun ada beberapa jenis armada yang meningkat yaitu perahu motor tempel dan kapal motor dengan ukuran 10-30 GT yang mengindikasikan bahwa wilayah operasi penangkapan semakin dekat dengan pangkalan (Sibolga).
Gambar 2 Perkembangan jumlah armada penangkapan di Kota Sibolga, 20042008.
2)
Alat tangkap Alat tangkap di Sibolga ada 10 jenis yaitu pukat cincin (purse seine), bagan
perahu, bagan tancap, rawai tetap, jaring insang (gill net), pukat ikan (fish net), pancing, bubu, trammel net, dan serok. Dari sepuluh jenis alat tangkap ini, yang paling banyak adalah pancing (28,4%). Alat tangkap yang paling produktif adalah pukat ikan (10.566,1 ton/trip) tetapi dalam pengoperasiaannya sudah dilarang (illegal) sedangkan yang produktif kedua adalah pukat cincin dengan produktivitas 6.025,3 ton per trip (Tabel 17) dan sebagian besar menghasilkan jenis ikan pelagis (tongkol, cakalang, kembung) yang banyak didaratkan di Sibolga.
Selain itu, dari segi daya serap tenaga kerja, unit penangkapan ini
mampu mempekerjakan 15-30 orang per unitnya. Tabel 17 Produktivitas alat tangkap di Kota Sibolga, 2008 Jenis alat tangkap Pukat cincin Bagan perahu Jaring insang (gill net) Pukat ikan (fish net) Pancing Bubu Trammel net Sumber: PPN Sibolga, 2009 (data diolah kembali)
Produktivitas (ton/trip) 6.025,3 2.663,1 2.838,4 10.566,1 395,5 524,9 4.282,1
Produktivitas pukat cincin yang tinggi seperti yang dijelaskan di atas maka secara langsung jenis alat tangkap ini merupakan salah satu alat tangkap yang paling banyak dioperasikan di Kota Sibolga yaitu 17,7 persen (Tabel 18). Pada saat penelitian di lapangan, hampir semua tangkahan contoh disinggahi armada ini.
Tabel 18 Jenis alat tangkap di Kota Sibolga, 2008 Jenis alat tangkap Jumlah (unit) Persentase (%) Pukat cincin 105 17,7 Bagan apung/ perahu 104 17,6 Bagan tancap 64 10,8 Rawai tetap 1 0,2 Jaring insang (gill net) 53 9,0 Pukat ikan (fish net) 20 3,4 Pancing 168 28,4 Bubu 34 5,7 Trammel net 6 1,0 Serok 37 6,3 Jumlah 592 100,0 Sumber : Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009 Perkembangan jumlah jenis alat tangkap pada 5 tahun terakhir pada tahun 2004-2008 (Tabel 19) umumnya berfluktuasi
terutama alat tangkap bubu.
Namun jumlah alat tangkap bubu turun drastis pada tahun 2008 sebesar 358 unit (Gambar 3). Tabel 19 Perkembangan jenis alat tangkap ikan di Kota Sibolga, 2004-2008 Jenis alat tangkap
2004
2005
2006
2007
Pukat cincin 198 152 164 102 Bagan terapung/perahu 110 96 96 74 Bagan tancap 25 25 25 25 Rawai tetap 45 39 39 5 Gillnet 128 123 125 124 Pukat ikan 69 48 38 30 Pancing 103 80 80 141 Bubu 206 206 206 392 Trammel net 28 28 21 26 Serok 18 Jumlah 912 797 794 937 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009
2008 105 104 64 1 53 20 168 34 6 37 592
Gambar 3 Perkembangan alat tangkap ikan di Kota Sibolga, 2004-2008. Terdapat kecenderungan perkembangan jumlah dari jenis alat tangkap mengarah ke alat tangkap ikan pelagis kecil dan perairan dangkal. Hal ini dapat dilihat dari penurunan alat tangkap bubu yang biasa dioperasikan di perairan Teluk Sibolga dan Tapanuli Tengah seperti yang dijelaskan di atas dan peningkatan alat tangkap pancing, bagan perahu, bagan tancap, dan serok yang pengoperasiannya berada di sekitar teluk dan target spesiesnya adalah ikan-ikan pelagis kecil. 3)
Nelayan Nelayan di Kota Sibolga dapat dikelompokkan berdasarkan jenis armada
penangkapan yang digunakan (Tabel 20). Nelayan paling banyak bekerja pada armada pukat cincin (47,9 persen) dari jumlah nelayan.
Tabel 20 Jumlah nelayan berdasarkan armada penangkapan di Kota Sibolga, 2008 Jumlah tenaga Proporsi (%) kerja/armada Pukat cincin 3.150 47,9 Bagan apung/perahu 240 3,7 Bagan tancap 1.560 23,7 Rawai tetap 64 1,0 Gill net 4 0,1 Pukat ikan 136 2,1 Pancing ulur 371 5,6 Bubu 840 12,8 Trammel net 30 0,5 Serok 185 2,8 Jumlah 6.580 100,0 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009 Jenis armada
Jumlah ABK/unit kapal (orang) 30 12 15 1 4 4 7 5 5 5
Pada tahun 2008, jumlah penduduk Kota Sibolga sebanyak 94.164 jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 47.420 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 47.194 jiwa.
Rata-rata pertumbuhan
penduduk sejak tahun 2000 sebesar 1,8% per tahun (BPS Kota Sibolga, 2009). Maka proporsi nelayan Kota Sibolga adalah 7% dari jumlah jumlah penduduk Kota Sibolga. Berdasarkan waktu kerja nelayan dibagi dua yaitu nelayan tetap dan nelayan sambilan dengan jumlah 6.580 orang (Tabel 21): Tabel 21 Jenis nelayan yang ada di Sibolga, 2008 Jenis Nelayan Jumlah Persentase (%) Nelayan tetap 5.369 81,6 Nelayan sambilan 1.211 18,4 Jumlah 6.580 100,0 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009 4)
Daerah penangkapan dan musim ikan Daerah penangkapan ikan (fishing capture area) merupakan perairan di
mana ikan-ikan ditangkap oleh armada penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan kapal-kapal penangkap ikan Kota Sibolga, menurut Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan, dibagi dalam 5 daerah yaitu :
(a) Daerah penangkapan I: Perairan Aceh Selatan Daerah penangkapan I berada di sekitar Pulau Sinkei, Pulau Dua, Pulau Birahan, Pulau Panjang, Pulau Dundun, Kepulauan Banyak, Pulau Ujung Batu, Pulau Bangkaru, Pulau Palambak.
Daerah ini berjarak 15 jam
perjalanan dari pangkalan (Sibolga). (b) Daerah penangkapan II: Perairan Utara Sibolga Daerah penangkapan II berada di sekitar Pulau Karang, Pulau Pane, Pulau duo, dan Pulau Sorkam. Berjarak 10 jam perjalanan dari pangkalan (Sibolga). (c) Daerah penangkapan III: Perairan Barat Sibolga Daerah penangkapan III berada di sekitar Pulau Bintana dan Pulau Mursala yang berjarak 3 jam dari pangkalan. (d) Daerah penangkapan IV: Perairan Selatan Sibolga Daerah penangkapan IV berada di sekitar Pulau Ulir, Pulau Tabuyung, Pulau Singkuang, dan Pulau Sikara-kara. Daerah ini berjarak 3 jam perjalanan dari pangkalan (Sibolga). (e) Daerah penangkapan V: Perairan perbatasan Sumatera Barat Daerah penangkapan V berada di sekitar P. Tamang, Pulau Pini, Pulau Telo, dan Kepulauan Batu yang berjarak 10 jam perjalanan dari pangkalan. Berdasarkan hasil wawancara, ada beberapa nelayan yang melakukan penangkapan sampai ke Perairan Bengkulu, Padang dan Aceh. dilakukan jika terjadi musim paceklik.
Kegiatan ini
Dengan demikian, kapal tidak hanya
beroperasi di sekitar Teluk Tapian Nauli atau wilayah Sumatera Utara tetapi sudah sampai ke perairan provinsi lainnya. Hasil penelitian Direktorat Jenderal Perikanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi LIPI 1991 memperlihatkan bahwa potensi perairan barat Sumatera didominasi oleh ikan-ikan pelagis kecil (Tabel 22).
Hal ini
didukung dengan bukti bahwa adanya peningkatan armada penangkapan ikan pelagis kecil seperti bagan perahu, bagan tancap dalam lima tahun terakhir.
Tabel 22 Data potensi lestari perairan Pantai Barat Sumatera, 1991 Perairan
Potensi (ton/tahun)
a. Perairan ZEE Ikan pelagis kecil 68.000 Tuna 32.000 Cakalang 15.330 Jumlah 115.330 b. Perairan laut barat Sumatera Ikan demersal 78.700 Ikan pelagis kecil 115.000 Ikan karang 5.144 Ekor kuning 448 Udang 2.834 Jumlah 202.126 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009 4.3
Prasarana Perikanan Tangkap Prasarana perikanan tangkap di Kota Sibolga dan sekitarnya sangat vital
dibutuhkan karena fasilitas ini merupakan tempat dimana kegiatan bisnis perikanan berlangsung.
Prasarana perikanan tangkap yang ada di daerah ini
dibagi dalam tiga kelompok yaitu pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Sibolga, pangkalan pendaratan ikan dan tangkahan-tangkahan. 4.3.1 Pengelola PPN Sibolga Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Sibolga merupakan prasarana perikanan tangkap milik pemerintah yang diperuntukkan bagi semua penduduk khususnya masyarakat yang bergerak di sektor perikanan. Prasarana ini dikelola oleh beberapa unit pelaksana teknis (UPT) dan perusahaan umum (Perum) yang memiliki kewenangan langsung didalamnya dalam menata dan mengembangkan prasarana ini. 1) Unit pelaksana teknis (UPT) di pelabuhan perikanan Di PPN Sibolga terdapat beberapa unit kerja yang terkait dengan pengelolaan pelabuhan. Masing-masing unit kerja mempunyai kewenangan yang berbeda-beda. Pelabuhan perikanan ini berkewajiban mengkoordinasikan segenap kegiatan yang dilakukan oleh instansi atau unit kerja terkait agar lebih bersinergi. Instansi tersebut antara lain:
(1)
UPT Pelabuhan Perikanan Unit pelaksana teknis pelabuhan perikanan mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menyelenggarakan penmbangunan, pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sarana pokok dan penunjang yang menjadi aset pemerintah. b. Menyelenggarakan pelayanan teknis terhadap kapal perikanan. c. Menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan kebersihan di pelabuhan perikanan. d. Menyelenggarakan fungsi kesyahbandaran. e. Mengkoordinasikan kegiatan instansi terkait di pelabuhan.
(2)
Satuan Kerja Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Satuan kerja pengawas perikanan memiliki wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan dan pengendalian termasuk upaya hukum terhadap pelanggaran perikanan di laut.
(3)
Kesehatan Pelabuhan Kesehatan pelabuhan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan penanganan dan pengawasan kesehatan di pelabuhan.
(4)
Polisi Air Polisi air mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan penangkapan, penyidikan, dan penanggulangan kasus-kasus kejahatan umum/kriminal.
2) Perusahaan umum (Perum) di pelabuhan perikanan Perusahaan umum adalah perusahaan yang dibangun pemerintah untuk membantu menyediakan kebutuhan masyarakat sekitarnya dan tujuannya bukan komersil atau untuk mendapatkan keuntungan. Di dalam PPN Sibolga sendiri terdapat perusahaan umum (Perum) seperti Pertamina dengan sarana pengisian bahan bakar umum (SPBU). Sarana ini terdapat 3 unit di PPN Sibolga yang dikelola oleh Pertamina untuk melayani pengisian bahan bakar kapal perikanan. Fasilitas yang tersedia untuk memperlancar aktivitas perikanan di pelabuhan ini dibagi dalam tiga jenis yaitu fasilitas pokok, fungsional dan pendukung (Tabel 23).
Tabel 23 Jenis fasilitas yang disediakan oleh PPN Sibolga, 2009 No. Jenis fasilitas Volume Kondisi A. Fasilitas pokok 1 Kolam pelabuhan 2,0 ha Sebagian dangkal 2 Dermaga 247 m Baik 4 Turap beton 382 m Baik 5 Jalan kompleks 21.461 m2 Baik 6 Tanah 12,4 ha Baik + 2 ha masih rawa B. Fasilitas fungsional 1 Pagar keliling 1.842 m2 Baik 2 Gedung kantor 440 m2 Baik 3 Gedung pelelangan ikan 864 m2 Baik 4 Balai pertemuan nelayan 150 m2 Baik 5 Gedung pemasaran BBM 150 m2 Baik 6 Tangki BBM 3 unit Baik 7 Toilet umum 150 m2 Baik 8 Gedung utility 200 m2 Baik 9 Pos jaga 20 m2 Baik 10 Lampu tanda pelabuhan 3 unit Baik 11 Pagar kolam limbah 125 m Baik 12 Gapura pelabuhan 1 unit Baik 13 Gudang ikan olahan 100 m2 Baik 14 Instalasi air tawar 150 m3 Baik 15 Instalasi listrik 82.5 KVA Baik 16 Gudang peralatan 200 m2 Baik 17 Lapangan parker 4.500 m2 Baik 18 Gorong-gorong 1 unit Baik 19 Drainase 2.575 m Baik 20 Radio SSB 1 unit Baik C. Fasilitas pendukung 1 Rumah staf 7 unit Baik 2 Mess operator 150 m2 Baik 3 Musholla 50 m2 Baik Sumber : PPN Sibolga 2008 dan pengamatan di lapangan, 2009 Secara umum fasilitas yang ada di PPN Sibolga adalah baik. Kondisi ini harus disosialisasikan kepada masyarakat perikanan Kota Sibolga agar bisnis perikanan terpusat di daerah ini bukan lagi di tangkahan. Keberadaan fasilitas harus dijaga dan ditingkatkan dengan pembangungan fasilitas cool room agar hasil tangkapan bisa disimpan jika pada suatu saat hasil tangkapan tidak terjual disamping untuk mempertahankan mutunya.
4.3.2 Pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Sibolga dan Pantai Barat Sumatera Utara Pangkalan pendaratan ikan (PPI) merupakan pelabuhan perikanan yang berfungsi sebagai tempat pendaratan hasil tangkapan
yang dibangun oleh
pemerintah daerah tingkat II atau pemerintah tingkat I sesuai dengan Peraturan Menteri Perikanan No. 16 Tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Di Propinsi Sumatera Utara khususnya yang berada di Tapanuli Tengah, Sibolga dan sekitarnya ada beberapa pangkalan pendaratan ikan yaitu PPI Barus, PPI Sorkam, PPI Natal, PPI Sarudik, dan PPI Labuhan Angin. Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Barus terletak di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah yang berjarak sekitar 56 kilometer dari PPN Sibolga, PPI Sorkam terletak di Kecamatan Sorkam yang berjarak 34 kilometer dari Sibolga. Kedua pelabuhan ini berada dibagian utara pantai barat Sumatera Utara sedangkan PPI Natal terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan yang berjarak sekitar 60 kilometer ke arah selatan. Pelabuhan PPI Sarudik dan PPI Labuhan Angin berada di Teluk Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah dan berjarak 400 meter dan 1300 meter dari PPN Sibolga.
4.3.3 Tangkahan di Kota Sibolga 1)
Sejarah pendirian tangkahan Tangkahan yang berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan di Sibolga dan
Tapanuli Tengah (Teluk Tapian Nauli) pada awalnya tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas pendaratan milik pemerintah. Menurut Pasaribu (1987) vide Zain (2002) kegiatan pengelolaan kapal-kapal penangkapan ikan, tempat pendaratan ikan, pemasaran dan pengolahan ikan, serta pelayanan kebutuhan melaut di tangkahan telah terlaksana sebelum adanya PPN Sibolga namun keberadaan aktivitas tangkahan tersebut dilakukan setelah berdirinya pasar ikan, pangkalan pendaratan ikan (PPI), dan selanjutnya pelabuhan perikanan pantai (PPP), sebelum dikembangkan menjadi PPN Sibolga. Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam pelayanannya para pemakai jasa tangkahan yaitu para pemilik kapal diharuskan menaati aturan yang dibuat oleh pemilik atau pengelola tangkahan. Fasilitas yang disediakan di tempat ini adalah
fasilitas tambat labuh, pengolahan dan pemasaran ikan sehingga tangkahan merupakan suatu kegiatan swasta yang berfungsi layaknya sebagai pelabuhan perikanan di Sibolga, keberadaan tangkahan sudah sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Pada tahun 1993 jumlah tangkahan di teluk ini 27 unit (Sinaga, 1995) dan sekarang sudah menjadi 42 unit (PSDKP, 2009). 2)
Lokasi dan penyebaran tangkahan Tangkahan di pantai barat Sumatera Utara tersebar di Kota Sibolga dan
Kabupaten Tapanuli Tengah. Tangkahan saat ini berdiri sebanyak 42 unit dimana 27 tangkahan berada di Kota Sibolga dan 15 di Kabupaten Tapanuli Tengah (Lampiran 2). Lokasi tangkahan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah ini tersebar di sepanjang Jalan Gatot Subroto, Sarudik. Lokasi tangkahan yang berada di Kota Sibolga dibagi dalam 2 lokasi besar berdasarkan tingkat konsentrasinya (Gambar 4):
Pulau Sarudik
Teluk Tapian Nauli (Tapanuli) Lokasi penelitian
Sumber : www.google-earth.com, 2009 Gambar 4 Peta sebaran tangkahan-tangkahan dan PPN Sibolga di Teluk Tapian Nauli, 2009 Lokasi 1 (Jalan. Kutilang dan Mojopahit) Lokasi ini terdapat di sepanjang pantai Kota Sibolga yang terletak di jalan Kutilang dan Jalan Mojopahit (Tabel 24). Lokasi ini merupakan pengoperasian tangkahan yang paling besar dengan jarak 0-10 meter antar tangkahan.
Tabel 24 Nama-nama tangkahan di lokasi 1 Kota Sibolga, 2009 No. Nama Tangkahan 1 Karya Bersama 2 Bina Nelayan Indah 3 Garuda Mas 4 Nazara 5 Masliah 6 Razali (RZL) 7 Harapan Sari Laut/ Togu 8 Mujur/Jasa Laut 9 Bintang Makmur 10 Sumber Karya 11 Rezeki Baru 12 Ilham 13 Sabena Karya Baru 14 Lubis (LBS) 15 Budi Jaya 16 Renta Sari 17 Sunilpa 18 Henny 19 Nurdin Harahap (NDH) 20 Putra Tapanuli Sejati 21 Safiuddin 22 Mina Uli Sumber : Data primer peneliti, 2009
Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl.
Alamat Kutilang Kutilang Kutilang Kutilang Kutilang Kutilang Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit Mojopahit
Tangkahan yang satu dengan lainnya dibatasi oleh dinding “tembok” setinggi 2-3 meter. Tembok ini berfungsi untuk mencegah pihak luar masuk dan membatasi lahan kepemilikan. Ukuran tinggi pagar bangunan biasanya diatur dalam peraturan daerah seperti Kabupaten Musi Rawas dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rawas Nomor 4 Tahun 2002 yang menyatakan “Tinggi pagar tembok luar pekarangan yang menghadap jalan tidak boleh lebih tinggi dari 1 meter, untuk ketinggian selebihnya dibuat tembus pandang”. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 16 Tahun 2007 menyatakan “Setiap orang/badan hukum, penghuni bangunan diwajibkan; memelihara pagar bangunan dan memotong pagar hidup yang berbatasan dengan jalan, sehingga paling tinggi 1 meter dan jika bukan merupakan pagar hidup dengan ketentuan maksimal tampak muka tinggi 1,2 meter. Perda Kota Tarakan Nomor 13 Tahun 2002 menyatakan ‘Memelihara pagar halaman dan memotong pagar hidup yang berbatasan dengan jalan paling
tinggi 1 meter, jika bukan merupakan pagar hidup maka paling tinggi 1,5 meter dengan ketentuan 0,5 meter bagian atasnya tidak tertutup pandangan dari luar.” Peraturan daerah ini dibuat untuk mempermudah fungsi kontrol masyarakat dan peraturan yang sejenis tidak ditemukan peneliti di Sibolga yang akibatnya setiap bangunan di pinggir pantai seperti tangkahan dengan leluasa membangun dengan pagar 2-3 meter dan tidak dapat dilihat dari luar. Lokasi 2 (Jalan Jompol Ancol) Kedua lokasi 1 dan 2 dipisahkan oleh Pulau Sarudik. Secara otomatis, pengawasan terhadap aktivitas tangkahan lokasi 2 (Tabel 25) dan kapal-kapal yang masuk ke tangkahan ini berkurang karena lokasinya yang terhalangi oleh pulau tersebut. Tabel 25 Nama-nama tangkahan di lokasi 2 Kota Sibolga, 2009 No. Nama Tangkahan 1 Expra 45 2 Zainal Tanjung (ZTD) 3 Karya Budi Nelayan 4 Lanok. S 5 Bunga Karang Sumber : Data primer peneliti, 2009 3)
Jl. Jl. Jl. Jl. Jl.
Alamat Jompol Ancol Jompol Ancol Jompol Ancol Jompol Ancol Jompol Ancol
Perijinan dan legalitas tangkahan Perijinan yang dimiliki tangkahan di Sibolga berdasarkan wawancara
dengan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan, dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kota Sibolga ada dua jenis perijinan yaitu perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan ijin dari pemerintah pusat. Hasil wawancara dengan pimpinan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kota Sibolga bahwa bangunan tangkahan yang berdiri sepanjang pantai Kota Sibolga memiliki perijinan dari daerah seperti Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), Hiner Ordonansi (HO), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Sertifikat Tanah yang dikeluarkan oleh BPN sedangkan perijinan dari pemerintah pusat adalah Surat Perjanjian Sewa Permukaan Laut yang dikeluarkan oleh PT Pelabuhan Indonesia I. Surat ini merupakan ijin untuk pemanfaatan wilayah permukaan perairan Kota Sibolga yang menjadi kewenangan PT Pelabuhan Indonesia I.
Pada tanggal 25 Januari 2008, Direksi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I mengeluarkan surat keputusan perihal sewa perairan pelabuhan nomor 0511/1/10/PI08 (Lampiran 3) yang menyatakan bahwa: (1) Terhadap penggunaan perairan oleh pihak kedua yang masih terikat kontrak perjanjian, maka tarif dimaksud tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa kontrak. (2) Tarif penggunaan perairan tidak lagi diberlakukan terhadap perpanjangan penggunaan perairan dan atau penggunaan perairan yang baru oleh pihak kedua. Selanjutnya dalam surat tersebut dinyatakan bahwa PT Pelabuhan Indonesia I harus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah guna menyiapkan penetapan dalam pengelolaan perairan sejalan dengan berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 tahun 2005 (Pelindo I, 2009) yang isinya: “Besaran tarif jasa kepelabuhanan pada pelabuhan laut yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah” (Pasal 9 ayat 1). Pengelolaan tangkahan yang memanfaatkan perairan Kota Sibolga menjadi kewenangan Pemerintah Kota Sibolga dan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I karena pelabuhan ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Sibolga. Hal ini merupakan salah satu implikasi dari penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia yang mewajibkan daerah melakukan penataan ruang dan perencanaan pembangunan secara mandiri dan terkoordinasi. Legalitas beroperasinya tangkahan di Kota Sibolga dapat dilihat berdasarkan perijinan yang dimiliki tangkahan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Menurut Pemerintah Daerah Kota Sibolga dalam hal ini Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah menyatakan bahwa pengoperasian tangkahan sudah legal karena tangkahan-tangkahan ini sudah memiliki surat ijin tempat usaha (SITU), IMB, HO, dan sertifikat tanah. Hal ini didukung oleh fakta dimana pengoperasian tangkahan sudah berlangsung sangat lama (sejak tahun 1987 (Misran, 1991)) dan terus berkembang di kota ini. Secara operasional
tangkahan-tangkahan ini tidak memiliki surat ijin sebagai pelabuhan perikanan yang legal dari pemerintah daerah. Menurut pemerintah pusat, pengoperasian tangkahan ini masih illegal karena belum memperoleh ijin dari Departemen Kelautan dan Perikanan dalam hal pembangunan dan pengoperasiaannya (pasal 6 dan 10 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan). Selanjutnya, pada pasal 8 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2006 menjelaskan bahwa setiap pelabuhan perikanan yang akan dibangun harus memiliki proposal pembangunan pelabuhan perikanan yang memuat identitas pemohon; akte pendirian bagi BUMN maupun perusahaan swasta; fotokopi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) bagi BUMN maupun perusahaan swasta; bukti penguasaan lahan rencana lokasi; latar belakang rencana pembangunan pelabuhan; detail desain pelabuhan perikanan dan perhitungannya; titik lokasi pelabuhan yang direncanakan; luas, kedalaman kolam perairan, daratan lokasi pelabuhan, dan gambaran fasilitas yang akan dibangun; gambar/peta daerah rencana lokasi pelabuhan dan gambar tata letak (lay out) rencana bangunan; kajian lingkungan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangundangan di bidang AMDAL; dan jangka waktu pelaksanaan pembangunan. Proposal pembangunan ini selanjutnya disampaikan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk memperoleh ijin pembangunan dan pengoperasian tangkahan. Menurut wawancara dengan pegawai Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan dan PPN Sibolga proposal ini tidak pernah diajukan oleh pengelola tangkahan baik kepada pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Dengan demikian, tangkahan-tangkahan yang tersebar di Kota Sibolga masih illegal.
5. AKTIVITAS PPN SIBOLGA DAN TANGKAHAN DI KOTA SIBOLGA
a. Aktivitas PPN Sibolga Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan tipe B yang ada di pantai barat Sumatera-Sumatera Utara selain Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus di Sumatera Barat. Di pantai barat Propinsi Sumatera Utara ini ada beberapa pelabuhan perikanan dari tipe D yaitu PPI Barus, PPI Sorkam, PPI Natal, dan PPI Labuan Angin. Pelabuhanpelabuhan tersebut diharapkan bisa berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perikanan masyarakat provinsi ini maupun sekitarnya. Aktivitas di pelabuhan PPN Sibolga pada saat penelitian dibagi dalam tiga bagian yaitu aktivitas pendaratan, pengolahan dan pemasaran: 1) Pendaratan hasil tangkapan (1) Pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek kapal. Pembongkaran adalah serangkaian proses pendaratan hasil tangkapan dengan mengeluarkan hasil tangkapan dari dalam palka, fiber box, atau blong ke atas dek kapal dengan menggunakan alat bantu atau tanpa alat bantu. Selanjutnya dilakukan penyortiran jenis, ulkuran relatif, dan mutu relatif ikan atau tanpa penyortiran; lalu diangkut menuju tempat lain yaitu dermaga dan tempat pelelangan ikan (TPI). Mekanisme pembongkaran hasil tangkapan yang ada di PPN Sibolga sebagai berikut: a. Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nahkoda kapal melapor kepada petugas di dermaga. b. Petugas tambat labuh mencatat waktu dan kedatangan kapal pada Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal serta memberi izin untuk melakukan pembongkaran. c. Pembongkaran diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan ikan yang berukuran besar dari palka seperti cucut, pengeluaran ikan ini dibantu dengan menggunakan tali nilon/multifilamen oleh dua sampai tiga anak buah kapal.
(2) Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga. Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga PPN Sibolga dilakukan oleh anak buah kapal (ABK) dan atau buruh yang disewa. Ikan-ikan yang didaratkan diletakkan dalam “blong” yang sudah disediakan oleh pihak pelabuhan. (3) Pendaratan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI. Pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI dilakukan oleh buruh yang disewa dengan menggunakan gerobak dorong atau dengan menyeret blongblong yang telah berisi hasil tangkapan ke TPI. TPI ini berjarak 5 meter dari sisi dermaga tempat pembongkaran hasil tangkapan. 2) Pemasaran ikan Kegiatan pemasaran ikan yang dilakukan di PPN Sibolga dilaksanakan dengan cara pelelangan. Ikan-ikan tersebut dipasarkan lokal (Sibolga, Pematang Siantar, Medan, Tanjung Balai, dan lain-lain) dan antar provinsi (Jakarta, Sumatera Barat, Riau). Rantai pemasaran hasil tangkapan di tempat pelelangan ikan (TPI) PPN Sibolga dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
Nelayan
HT yang dilelang
HT tanpa lelang
Pedagang kecil/ pengecer
Pedagang besar/tauke
Konsumen lokal
Konsumen luar kabupaten/propinsi
Perusahaan pengolahan
ekspor
Gambar 5 Rantai pemasaran hasil tangkapan di TPI PPN Sibolga. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Sibolga dibagi dua yaitu hasil tangkapan yang dilelang dan tanpa lelang. Hasil tangkapan yang akan dilelang seperti ikan layang, udang, kembung, dan ikan lainnya dibawa ke TPI dengan
keranjang. Para pedagang kecil (pengecer) dan pedagang besar melakukan tawar menawar selanjutnya didistribusikan ke konsumen lokal (Sibolga dan sekitarnya) dan bahkan ke luar daerah seperti Medan, Pematang Siantar, Pekanbaru. Hasil tangkapan yang tidak dilelang biasanya milik perusahaan dan langsung dibawa ke pabrik atau tempat perusahaan setelah didaratkan di pelabuhan seperti ikan jabung (kampi-kampi). Produk perikanan yang dipasarkan di PPN Sibolga bukan hanya ikan segar tetapi juga ikan produk olahan seperti ikan beku, kering, pindang maupun tepung ikan yang tujuan pasarnya adalah untuk tujuan lokal dan ekspor (Korea, Cina, Rusia, Taiwan, dan Spanyol). Proses pendistribusian hasil tangkapan dari TPI PPN Sibolga untuk tujuan lokal (Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah) menggunakan becak dayung, becak mesin, sepeda motor dan mobil. sebagian besar tidak memiliki penutup.
Sarana yang digunakan ini
Agar ikan tidak disinari matahari
langsung, para pedagang menutupi ikannya dengan plastik, ember atau kardus selama transportasi.
Pendistribusian ke luar kota atau luar provinsi, para
pedagang biasanya menggunakan truk atau mobil pick up dan ikan yang didistribusikan sudah terkemas dengan baik dengan menggunakan fiber box seperti Gambar 14. Seperti yang dijelaskan di atas, sebagian ikan hasil tangkapan ada yang dilelang dengan sistem buttom up (dari bawah ke atas) sehingga orang yang menawar ikan tertinggi akan mendapatkan ikan tersebut. Fasilitas yang ada di TPI adalah timbangan, meja sortir, meja pelelang, dan keranjang ikan. 3) Pengolahan ikan Pengolahan hasil tangkapan di PPN Sibolga ada beberapa jenis yaitu pengolahan ikan pindang, penjemuran ikan asin, pengolahan ikan beku yang terletak di wilayah industri PPN Sibolga (Lampiran 4) dan dikelola oleh perusahaan/perorangan (Tabel 26).
Tabel 26 Produksi ikan olahan di PPN Sibolga, 2007-2008 Nama perusahaan
Jenis olahan
PT Mina Kencana Ikan beku PT Anugrah Sari Laut Ikan beku PT Prima Nusantara Ikan beku PT Toba Surimi Tepung ikan K. Situmeang Ikan asin Syafaruddin Ikan pindang Arsyad/ Nursaini Ikan asin Nur'asiah Ikan asin Jumlah Sumber : PPN Sibolga, 2009 b.
Produksi (kg) 2007 2008 216.851 1.785 225.837 2.286.735 329.585 701.820 42.286 28.810 30.205 5.125 11.496 168.710 2.420 858.680 3.192.985
Aktivitas Tangkahan di Kota Sibolga Aktivitas di tangkahan dibagi dalam tiga bagian yaitu aktivitas pendaratan,
pengolahan dan pemasaran. 1) Pendaratan hasil tangkapan (1) Pembongkaran hasil tangkapan dari palka, blong di kapal ke dek kapal. Mekanisme pembongkaran hasil tangkapan yang ada di tangkahan sebagai berikut: a. Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nahkoda kapal melapor kepada petugas di tangkahan (pengawas). b. Pengawas
tangkahan
selanjutnya
memberi
izin
untuk
melakukan
pembongkaran. c. Pembongkaran diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan ikan yang berukuran besar dari palka seperti cucut, tuna, pari, pengeluaran ikan ini dibantu dengan menggunakan tali nilon/multifilamen oleh dua sampai tiga anak buah kapal sedangkan ikan dengan ukuran kecil dimasukkan ke keranjang plastik. (2) Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga. Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga tangkahan dilakukan oleh anak buah kapal (ABK) dan atau buruh yang disewa.
Ikan-ikan yang
memerlukan penyortiran langsung diletakkan di atas meja sortir untuk di sortir oleh buruh sortir lalu dimasukkan pada blong-blong yang disediakan oleh pihak tangkahan sedangkan ikan ukuran besar langsung didaratkan di lantai dermaga.
Selanjutnya semua ikan langsung dilelang oleh juru lelang tangkahan.
Ikan
dilelang di dermaga bukan seperti di PPN Sibolga yang mengharuskan ikan di lelang di TPI. 2) Pemasaran ikan Hasil tangkapan yang didaratkan di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga ada yang dilelang dan tidak. Ikan terlebih terlebih dahulu disortir di dermaga sebelum dilelang dan setelah tersortir sesuai ukuran, jenis, dan mutu maka ikan langsung dilelang di tempat itu juga. Juru lelang yang ada di tangkahan mengumpulkan para pedagang sebelum dilakukan pelelangan. Sistem yang dilakukan adalah buttom up (dari bawah ke atas), sama dengan yang terjadi di PPN Sibolga. Jenis ikan yang dilelang antara lain ikan kembung, tongkol, cakalang, tuna, cucut, manyung, dan lainnya. Pihak yang terlibat dalam pelelangan itu adalah pengecer dan pedagang besar. Selanjutnya para pengecer membawa ikan hasil lelang ke pasar ikan yang terletak di Jalan Mojopahit atau Jalan Balam dan ke pasar lokal lainnya, sedangkan pedagang besar mendistribusikan ikannya ke luar daerah Kota Sibolga. Ikan yang tidak dilelang biasanya merupakan milik pemilik kapal dan atau pengelola tangkahan. Ikan-ikan yang tidak dilelang biasanya memiliki harga yang cukup tinggi dan komoditas ekspor seperti ikan tuna sirip biru, tuna big eye, udang, dan jabung (nama daerah: kampi-kampi).
Khusus jabung banyak
didaratkan di tangkahan Sabena Baru. Rantai pemasaran di tangkahan dapat dilihat pada Gambar 6.
HT Nelayan
HT tanpa lelang
HT yang dilelang
Pengelola tangkahan Pengecer
Konsumen Lokal
Pedagang besar
Konsumen luar Kota
Ekspor
HT = hasil tangkapan
Gambar 6 Rantai pemasaran hasil tangkapan di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga, 2009. Dalam memasarkan ikan dari tangkahan, para pemilik ikan (pengecer, pedagang besar dan kecil) menggunakan beberapa alat transportasi seperti becak dayung, becak mesin, sepeda motor, mobil atau truk. Sama halnya dengan di PPN Sibolga, para pemilik ikan ini menggunakan armada yang terbuka tetapi ikan tersebut ditutupi dengan plastik atau tempayan agar sinar matahari tidak langsung pada ikan yang dibawa. Pendistribusian ke luar kota atau luar provinsi, para pedagang biasanya menggunakan truk atau mobil pick up dan ikan yang didistribusikan sudah terkemas dengan baik dengan menggunakan fiber box seperti Gambar 14. 3) Pengolahan ikan Jenis ikan olahan yang ada di tangkahan contoh (tangkahan Budi Jaya) adalah pembuatan ikan asin, dan pindang (nama lokal “ikan robus”). Empat tangkahan lainnya digunakan hanya sebagai tempat pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan ikan segar. Fasilitas yang tersedia di tangkahan, sebagai sarana untuk memperlancar aktivitas perikanan dapat dibagi dalam tiga jenis yaitu fasilitas pokok, fungsional
dan pendukung. Gambar tata letak atau lay out tangkahan beserta fasilitas yang ada dapat dilihat pada Lampiran 5. a. Fasilitas pokok Fasilitas pokok yang terdapat di tangkahan-tangkahan adalah kolam pelabuhan, dermaga, dan lahan. b. Fasilitas fungsional dan pendukung. Fasilitas fungsional yang disediakan oleh pemilik tangkahan adalah pagar keliling atau beton yang dibangun mengelilingi lahan tangkahan, gedung kantor. Salah satu tangkahan (tangkahan Rezeki Baru) sudah memiliki tangki BBM (PT Pertamina). Fasilitas lainnya yang dimiliki tangkahan adalah bengkel, gudang peralatan, pos jaga, lapangan parkir, alat angkut ikan dan es. Fasilitas pendukung yang disediakan adalah toilet (MCK) dan perkantoran. Berdasarkan pengamatan di lapangan dari lima tangkahan objek penelitian didapatkan bahwa tiga tangkahan (Renta Sari, Budi Jaya dan Harapan Sari Laut) memiliki fasilitas perbaikan kapal seperti bengkel. Pengelola tangkahan juga menyediakan dermaga yang dipergunakan khusus untuk perbaikan kapal dan alat tangkap. Aktivitas perikanan di tangkahan hampir sama dengan PPN Sibolga, seperti pendaratan, pemasaran, dan pengolahan hasil tangkapan. Namun ada beberapa tangkahan yang hanya melakukan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan karena fasilitas yang dimiliki tangkahan untuk pengolahan tidak tersedia dan lahan yang ada sangat sempit. Contoh tangkahan ini bisa ditemukan pada UD. Ilham yang merupakan salah satu tangkahan contoh penelitian.
6. DAMPAK KEBERADAAN TANGKAHAN TERHADAP PENDARATAN HASIL TANGKAPAN PPN SIBOLGA
Pengaruh keberadaan tangkahan dalam hal pendaratan hasil tangkapan terhadap PPN Sibolga dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu pendekatan armada penangkapan yang melakukan aktivitas pembongkaran di tangkahan dan PPN Sibolga, dan pendekatan karakteristik hasil tangkapan yang didaratkan di tangkahan contoh dan PPN Sibolga. Pengaruh keberadaan tangkahan dengan pendekatan armada penangkapan yang melakukan bongkar muat dapat diketahui dari jenis dan jumlah kapal yang membongkar hasil tangkapan, volume pendaratan, dan frekuensi pembongkaran di tangkahan dan PPN Sibolga. Pendekatan melalui karakteristik hasil tangkapan, pengaruh tangkahan dapat dilihat dari jenis dan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan, dan mutu ikan pada saat akan didistribusikan dari dermaga tangkahan atau tempat pelelangan ikan PPN Sibolga.
6.1
Perbandingan Keberadaan Tangkahan dengan Pendekatan Armada Penangkapan yang Melakukan Bongkar Muat
6.1.1 Perbandingan jenis dan jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di tangkahan dan dampaknya terhadap PPN Sibolga Kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Sibolga dan tangkahantangkahan yang ada di Sibolga memiliki perbedaan dari segi jenis dan jumlah kapal yang mendarat.
Berdasarkan studi di lapangan, perbedaan yang terjadi berdasarkan jenis
adalah tidak adanya kapal purse seine yang mendaratkan hasil tangkapan di PPN Sibolga. Kapal pengangkut (carrier) terdapat pada tangkahan Sabena dan tangkahan Renta Sari sebagai tangkahan contoh sedangkan di PPN Sibolga jenis kapal tersebut tidak ditemukan. Jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan pada tangkahan contoh dan PPN Sibolga dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27 Jumlah kapal yang mendarat di tangkahan contoh dan PPN Sibolga pada JuniJuli 2009
Nama tempat pendaratan ikan Tangkahan UD Ilham Tangkahan Sabena Tangkahan Budi Jaya Tangkahan Renta Sari Tangkahan Harapan Sari Laut (HSL) PPN Sibolga
Jumlah kapal yang mendarat (Maksimal pada saat penelitian) (unit) Kapal motor (GT) Perahu motor tempel <10 10-30 30-60 >60 7 4 5 3 1 4 8 8 -
-
-
-
6
-
2
6
3
-
Sumber: Data primer penelitian, 2009
Berdasarkan tabel di atas, jenis kapal penangkapan yang berukuran lebih dari 60 gross ton mendaratkan hasil tangkapannya hanya di tangkahan-tangkahan atau tidak ada yang mendaratkan hasil tangkapannya ke PPN Sibolga. Pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga hanya dilakukan oleh armada ukuran dibawah 10 GT, 10-30 GT dan 30-60 GT yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding dengan jumlah armada yang mendaratkan hasil tangkapan di seluruh tangkahan contoh. Hal ini mengindikasikan bahwa frekuensi pendaratan di tangkahan lebih tinggi dibandingkan dengan di PPN Sibolga. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Zain (2002) yang mengatakan bahwa terjadi penurunan frekuensi pendaratan sebesar 85,6 persen, volume pendaratan sebesar 81,2 persen dan penurunan nilai volume pemasaran sebesar 83,4 persen di PPN Sibolga karena beroperasinya tangkahan-tangkahan ini. Kapal penangkapan ikan seperti kapal motor menggunakan palka dalam menampung ikan tangkapannya selama berada di laut dan sebelum dibongkar di dermaga pendaratan. Palka yang digunakan sebagai tempat penampungan hasil tangkapan ini selama kegiatan operasi penangkapan dibagi dua jenis berdasarkan jenis bahan yang digunakan yaitu palka fiber dan palka kayu. Palka fiber yang digunakan oleh nelayan dalam menyimpan hasil tangkapan biasanya berdaya muat rata-rata 1.500 kg dan bentuknya menyerupai persegi panjang serta berwarna merah dan biru. Palka ini berukuran panjang 200 cm, lebar 100 cm dan tingginya 80 cm.
Kapal dengan bobot 7-10 GT menggunakan 1-2 palka yang
ditempatkan dibagian haluan kapal, pada kapal purse seine tidak ditemukan penggunaan palka fiber ini, dan untuk kapal fish net menggunakan palka fiber 2-3 unit yang ditempatkan dibagian haluan dan atau buritan kapal. Contoh palka dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Palka fiber yang diletakkan di buritan kapal. Kapal-kapal berukuran diatas 10 GT umumnya menggunakan palka kayu untuk menampung hasil tangkapannya seperti purse seine, fish net (pukat ikan), pancing ulur, gill net. Daya muat palka berbeda-beda tergantung jenis kapal dan tonase kapal.
a
Gambar 8
b
Bentuk palka kapal a) kapal pengangkut (carrier), b) palka kayu KM Samudera.
Gambar 8 menunjukkan adanya perbedaan palka kapal yang digunakan saat pengangkutan hasil tangkapan. Gambar 8a menunjukkan bahwa palka kayu difungsikan sebagai tempat blong-blong tempat hasil tangkapan. Kapal dengan karakteristik seperti ini digunakan sebagai kapal pengangkut (carrier) dan terdapat di beberapa tangkahan. Gambar 8b memperlihatkan bahwa palka kapal dibentuk dengan tersusun rapi dan biasanya digunakan sebagai tempat penampungan ikan.
6.1.2 Volume pendaratan hasil tangkapan di tangkahan dan dampak keberadaan tangkahan terhadap produksi hasil tangkapan PPN Sibolga Data volume pendaratan hasil tangkapan di Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga merupakan data yang dikumpulkan dari tangkahan-tangkahan yang ada di kota ini. Hal ini terjadi karena pelabuhan milik pemerintah belum ada di kota ini sedangkan PPN Sibolga sendiri terletak pada wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah.
Produksi perikanan tangkahan dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan kecuali pada tahun 2005. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM pada tahun tersebut oleh Pemerintah sehingga dampak dari kenaikan BBM ini menurunkan produksi sebesar 6,6 persen dari tahun 2004. Data produksi tangkahan untuk tahun 2008 naik sekitar 22,8 persen dari tahun 2007 (Tabel 28). Tabel 28 Pertumbuhan produksi hasil tangkapan di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga, 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah (ton) 31.207,68 29.207,50 29.901,48 31.620,00 40.956,10
Persentase pertumbuhan (%) -6,6 2,4 5,4 22,8
Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009
Kenaikan produksi hasil tangkapan secara tajam terjadi pada tahun 2008. Kenaikan ini diakibatkan oleh adanya penurunan harga bahan bakar minyak, dan kondisi perairan yang mendukung seperti gelombang ombak yang relatif tenang, kondisi badai yang bisa ditoleransi sehingga memudahkan nelayan melakukan operasi penangkapan (Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009). Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Sibolga sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun untuk lima tahun terakhir dan mengalami penurunan dua kali yaitu pada tahun 2005 dan 2007. Berbeda dengan produksi tangkahan yang hanya mengalami penurunan tahun 2005. Permasalahan ini terjadi karena adanya kasus yang sama yaitu peningkatan biaya melaut karena harga BBM meningkat. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2005 sebesar 71,5 persen dan peningkatan produksi terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar 674,5 persen. Kenaikan produksi perikanan secara tajam pada tahun 2008 salah satunya diakibatkan oleh adanya penurunan harga bahan bakar minyak (Tabel 29) dan Gambar 9.
Tabel 29 Perkembangan produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Sibolga, 2004-2008 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Persentase pertumbuhan (%)
2004 44,3 66,7 71,2 139,0 74,2 31,7 51,9 111,6 94,3 50,2 40,8 56,1 832,1
Tahun (ton) 2005 2006 29,7 79,9 27,4 36,1 26,6 46,8 20,3 17,6 14,7 5,0 24,3 24,4 16,4 12,6 9,0 120,1 8,8 14,2 10,4 55,5 20,2 68,2 29,1 52,4 236,8 532,8
2007 59,3 125,9 88,7 115,8 88,8 117,7 91,0 47,1 22,4 14,1 64,7 13,5 848,9
2008 401,5 163,3 377,4 1217,6 661,6 702,3 423,5 1602,2 371,1 224,6 313,1 116,1 6574,2
125,0
59,3
674,5
-
-71,5
Sumber: PPN Sibolga, 2009
Gambar 9
Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kota Sibolga, 2004-2008
Pengaruh keberadaan tangkahan di Sibolga terhadap pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga cukup besar setiap tahunnya.
Rata-rata selisih hasil tangkapan yang
didaratkan di kedua tempat adalah 30.773,6 ton per tahun dan selisih terbesar terjadi pada tahun 2008 yakni 34.381,9 ton. Dengan demikian, pendaratan hasil tangkapan lebih cenderung dilakukan di tangkahan-tangkahan dari pada ke PPN Sibolga. Kesamaan fluktuasi pertumbuhan produksi hasil tangkapan antara tangkahan dan PPN Sibolga tahun 2008 disebabkan oleh daerah penangkapan relatif sama dan adanya kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak pada tahun tersebut. Pengaruh negatif volume pendaratan yang dialami oleh PPN Sibolga dengan beroperasinya tangkahan ini rata-rata 95,7 persen per tahun (Tabel 30 ). Pengaruh negatif ini lebih besar dari hasil penelitian Zain (2002) yang hanya 81,2 persen per tahun. Tabel 30 Pengaruh pendaratan hasil tangkapan di tangkahan terhadap volume pendaratan di PPN Sibolga, 2004-2008 Volume pendaratan (ton)
Jumlah yang seharusnya (ton)
Pengaruh (%)
Tangkahan
PPN Sibolga
Selisih (ton)
(1)
(2)
(3)
(4)=(2)–(3)
(5)=(2)+(3)
(2) ⁄ (5)
2004 2005 2006 2007 2008
31.207,7 29.207,5 29.901,5 31.620,0 40.956,1
832,1 236,8 532,8 848,9 6.574,2
30.375,6 28.970,7 29.368,7 30.771,2 34.381,9
32.039,7 29.444,3 30.434,3 32.468,9 47.530,3
97,4 99,2 98,3 97,4 86,2
Tahun
Sumber : PPN Sibolga, 2009 dan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009
Nilai pemasaran hasil tangkapan sangat tergantung dari volume produksi yang didaratkan dan mutu ikan saat dipasarkan.
Berdasarkan informasi pada Tabel 30
dijelaskan bahwa produksi di tangkahan lebih besar dari pada di PPN Sibolga yaitu 95,7 persen dari jumlah ikan yang didaratkan di Teluk Tapian Nauli. Pusat bisnis perikanan terbesar sebenarnya saat ini berada di tangkahan bukan di PPN Sibolga seperti yang diharapkan pemerintah walaupun fungsi dari pelabuhan nusantara ini sebagiannya adalah sebagai pusat pendaratan, pemasaran dan distribusi ikan. Menurut hasil penelitian Zain (2002),
nilai
pemasaran
hasil
tangkapan
di
PPN
Sibolga
seharusnya
Rp
115.457.000.000,00 tetapi dengan pengoperasian tangkahan ini mengakibatkan penurunan nilai penjualan sebesar 83,4 persen (Tabel 31).
Tabel 31 Pengaruh pendaratan hasil tangkapan di tangkahan terhadap nilai pemasaran ikan di PPN Sibolga, 1999 Lokasi Tangkahan PPN Sibolga
Jenis armada Armada > 50 GT Armada < 50GT Jumlah Jumlah yang ada Jumlah seharusnya Pengaruh negatif
Nilai pemasaran (juta rupiah) 96.290,2 107.911,4 204.201,6 19.166,8 115.457,0 83,4%
Sumber : Zain, 2002
6.1.3 Frekuensi pendaratan hasil tangkapan di tangkahan dan pengaruhnya terhadap PPN Sibolga Frekuensi pendaratan dihitung berdasarkan berapa jumlah kapal yang membongkar hasil tangkapannya per satuan waktu dalam suatu tempat pendaratan (pelabuhan). Frekuensi pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga seharusnya 16.919 kali dalam satu tahun untuk ukuran armada diatas 50 GT jika dialihkan dari tangkahan ke pelabuhan ini. Namun pengoperasian tangkahan ini menurunkan frekuensi pembongkaran sebesar 85,6 persen (Zain, 2002). Tabel 32 Pengaruh pendaratan hasil tangkapan di tangkahan terhadap frekuensi pendaratan ikan di PPN Sibolga, 1999 Lokasi
Jenis armada Armada > 50 GT Tangkahan Armada < 50GT Jumlah (kali) Jumlah yang ada PPN Sibolga Jumlah seharusnya Pengaruh negatif
Frekuensi pendaratan (kali) 14.486 16.234 30.720 2.433 16.919 85,6%
Sumber : Zain, 2002
Frekuensi pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga pada tahun 1999 diperkirakan 16.919 kali namun yang terjadi adalah 2.433 kali karena sebagian besar pendaratan terjadi di tangkahan.
Penurunan frekuensi pendaratan ini (Tabel 32)
berdampak pada penurunan volume produksi yang didaratkan dan penurunan nilai pemasaran di PPN Sibolga. Dampak lain dari pemusatan pendaratan ikan di tangkahan adalah adanya pemusatan penduduk di sekitar tangkahan berdiri (Jalan Mojopahit, Kecamatan Sibolga Selatan) yang bisa dilihat pada Bab 4 dan besarnya dampak dari pendirian pengoperasian tangkahan ini dapat diperhatikan pada Bab 7.
Dengan melihat dampak di atas, maka ada potensi-potensi yang dapat diperoleh oleh pemerintah pusat dan khususnya daerah jika pendaratan terpusat di PPN Sibolga. Potensi keuntungan selain peningkatan frekuensi pendaratan, antara lain dapat diduga bertambahnya penerimaan dari jasa tambat labuh, jasa pelelangan, bisnis perikanan lebih terpusat dan terkontrol, dan keakuratan data perikanan akan semakin tinggi. Meningkatnya frekuensi pendaratan secara langsung menambah aktivitas tambat labuh, pengumpulan tarif tambat labuh yang dikenakan akan meningkatkan sumber pendapatan pemerintah. Selain itu, jasa pelelangan akan dimanfaatkan lebih tinggi sehingga daerah bisnis perikanan lebih terpusat dan terkontrol. Dalam hal pendataan produksi perikanan akan lebih mudah dan akurat sehingga manajemen perikanan secara nasional bisa tertata dengan baik.
6.2
Pengaruh Keberadaan Tangkahan melalui Pendekatan Hasil Tangkapan
6.2.1 Jumlah dan jenis hasil tangkapan yang didaratkan di tangkahan-tangkahan dan PPN Sibolga Pelabuhan perikanan merupakan tempat pendaratan hasil tangkapan nelayan. Keberadaan fasilitas pelabuhan diperuntukkan agar semua hasil tangkapan dapat didaratkan di tempat ini. Pendaratan di pelabuhan milik pemerintah sangat dibutuhkan untuk mempermudah dalam pengawasan jenis ikan baik itu sebagai ikan yang dilindungi, ikan konsumsi atau ikan tangkapan sampingan, ikan komersial atau nonkomersial. Secara umum dengan melihat tabel produksi hasil tangkapan di Kota Sibolga pada sub bab 4.2.1, terdapat sejumlah 40.956,1 ton produksi hasil tangkapan yang berasal dari tangkahan-tangkahan yang ada di kota ini. Produksi ini lebih besar dibandingkan produksi PPN Sibolga. Sebagai contoh pada tahun 2008 produksi seluruh tangkahan 40.956,1 ton sedangkan di PPN Sibolga sebesar 6.574,2 ton (Tabel 33). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, jenis ikan yang didaratkan di PPN Sibolga hampir sama dengan tangkahan. Jenis ikan yang didaratkan di PPN Sibolga dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33 Produksi dan jenis-jenis ikan yang didaratkan di PPN Sibolga, 2008 Jenis ikan Nama Indonesia
Nama daerah
Tuna
bodrek, cakalang, karamojo tuna
Tenggiri
beka, tenggiri
Cakalang
Kembung Kapas-kapas Biji nangka Senangin
aso-aso, deman, gambolo, jara, kawanan, siluncung kapas-kapas biji nangka, pinang-pinang senangin
Peperek Layur
gulamo, kapal batu, sangge perak-perak baledang
Barakuda
alu-alu
Ikan lidah
lida-lida
Manyung Beloso Ikan kambing
gaguk palu-palu ikan kambing cumi-cumi, sotong, mangsimangsi udang kelong campur-campur Jumlah
Gulamah
Cumi-cumi Udang windu Ikan lainnya
Nama Latin Katsuwonus pelamis Thunnus sp. Scomberomorus sp.
Produksi 2008 (ton)
Persentase (%)
1.828,5
27,8
690,0
10,5
86,9
1,3
Decapterus sp.
676,9
10,3
Geres punctatus
313,0
4,8
Upeneus spp.
165,7
2,5
Nemipterus marginatus
47,8
0,7
Sciaenidae
86,2
1,3
90,4 528,6
1,4 8,0
55,9
0,9
73,2
1,1
61,1 151,5 1.395,7
0,9 2,3 21,2
18,1
0,3
3,6 300,8 6.574,2
0,1 4,6 100,0
Leiognatus sp. Trichiurus sp. Sphyraena barracuda Cycnoglossus abbreviatus Tachysurus spp Scaurida spp Centropyge spp. Loligo sp. Penaeus monodon
Sumber: PPN Sibolga, 2008 (data diolah kembali)
Berdasarkan wawancara jenis-jenis ikan yang didaratkan di tangkahan sebagian besar adalah ikan-ikan pelagis seperti tongkol, cakalang, kembung, manyung, kerapu, cucut, pari, layur, tenggiri, teri, cakalang, kakap, lencam, layang, jabung namun ada beberapa ikan dasar seperti ikan sebelah, palu-palu, kurisi yang banyak didaratkan oleh kapal pukat ikan seperti bottom trawl. Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga jenis ikan yang didaratkan adalah ikan cakalang, tuna, tenggiri, kembung, kapas-kapas, biji nangka, senangin, gulamah, peperek, layur, barakuda, ikan lidah, manyung, beloso, ikan kambing, cumi-cumi, udang, jabung
dan lainnya. Ikan yang paling banyak didaratkan di pelabuhan ini adalah cakalang (27,8%). Melihat besarnya potensi produksi hasil tangkapan yang belum masuk ke PPN Sibolga, namun didaratkan di tangkahan-tangkahan yang menyebar di Kota Sibolga, maka perlu diupayakan agar potensi produksi tersebut dialihkan ke PPN Sibolga.
6.2.2 Perbandingan mutu hasil tangkapan di tangkahan dan PPN Sibolga 1) Mutu hasil tangkapan di dermaga tangkahan Mutu merupakan salah satu faktor penentu harga ikan di pasar sentral ikan di Kota Sibolga. Pasar sentral ikan ini terletak di Jalan Mojopahit (tetapi masyarakat lebih mengenalnya dengan Jalan Balam) yang terletak saling berdekatan dengan tangkahantangkahan dan pantai. Dalam mempertahankan mutu, para pedagang memanfaatkan es sisa hasil pembongkaran dari palka kapal.
Selain itu, para pedagang sering
membersihkan ikan yang akan dijual dengan air laut di bawah dermaga yang secara kasat mata bahwa air yang digunakan tersebut cukup kotor, kehitaman, dan berminyak sedangkan mutu hasil tangkapan merupakan faktor utama yang dilihat oleh konsumen saat membeli hasil tangkapan. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa mutu merupakan faktor penentu harga maka mutu ikan perlu diamati pada saat ikan tersebut akan dipasarkan, salah satunya di dermaga tangkahan. Untuk melihat sejauh mana mutu ikan maka digunakan penilaian organoleptik terhadap ikan-ikan yang didaratkan di tangkahan-tangkahan contoh. Nilai sebaran organoleptik ikan yang didaratkan di tangkahan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Nilai sebaran organoleptik ikan di tangkahan, 2009. Ikan hasil tangkapan yang berada pada skala kurang segar (kisaran nilai organoleptik 5-7) adalah tongkol, tuna sirip biru, timpi (baby tuna), dan cakalang. Ikan tersebut merupakan hasil tangkapan utama dari rawai tuna dan jaring insang di mana pada saat pengoperasian bisa sampai 1 bulan di laut sehingga mutunya turun saat akan dipasarkan. Berdasarkan grafik nilai organoleptik beberapa jenis ikan yang didaratkan di tangkahan-tangkahan objek penelitian yaitu ikan tuna sirip biru (Thunnus thynnus), tongkol (Euthynnus sp), jabung (Aluterus monoceros), selar (Selaroides sp), kembung (Rastrelliger kanagurta), alu-alu (Sphyraena barracuda), baby tuna (Thunnus sp), layang (Decapterus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), pepetek (Leiognatus sp), dan kurisi (Nemipterus furcosus), secara umum termasuk dalam kategori kurang segar (nilai organoleptik 5-7) sampai dengan segar (nilai organoleptik 7-9). Jenis-jenis ikan ini merupakan hasil tangkapan armada yang lama pengoperasiannya 12-20 hari seperti purse seine. Armada purse seine ini merupakan salah satu jenis armada yang umumnya mendaratkan hasil tangkapannya di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga. Penanganan ikan untuk mempertahankan mutu saat akan didistribusikan perlu diperhatikan. Penanganan ikan di Sibolga berbeda-beda tergantung tujuan pemasarannya. Hasil tangkapan yang akan dipasarkan dalam skala lokal kurang dari 30 kilometer menggunakan es balok berukuran 10x10 centimeter kira-kira 3-5 balok yang dibungkus dengan plastik biru atau putih. Ikan selanjutnya dibawa dengan menggunakan becak dayung, becak mesin, sepeda motor atau mobil.
Berbeda halnya untuk tujuan lokal, ikan tujuan distribusi ke luar daerah seperti Pematang Siantar, Tarutung, Padang Sidempuan, Medan, Dumai atau Pakanbaru menggunakan truk untuk mengangkut ikan tersebut. Pada saat di dermaga tangkahan, ikan dimasukkan pada fiber box seperti Gambar 14 kemudian diantara ikan, atas dan bawah ditutupi dengan es curah, kemudian diikat dengan rapat dengan tujuan agar suhu dalam box tetap terjaga. 2) Mutu hasil tangkapan di tempat pelelangan ikan (TPI) PPN Sibolga. Salah satu fungsi pembangunan pelabuhan perikanan adalah pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan (Peraturan Menteri Nomor Per. 16/MEN/2006 Tentang Pelabuhan Perikanan). Dengan fasilitas yang disediakan di TPI diharapkan bisa menurunkan kecepatan penurunan mutu hasil tangkapan. Pada saat penelitian terhadap hasil tangkapan dominan seperti kurisi, selar, pepetek, jabung, alu-alu, dan ekor kuning yang didaratkan di TPI PPN Sibolga, didapat rata-rata nilai organoleptik ikan sebesar 7,8-8,8 (segar) dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Nilai sebaran organoleptik ikan di TPI PPN Sibolga, 2009. Penanganan ikan di TPI PPN Sibolga sama halnya dengan yang terjadi di tangkahan. Hasil tangkapan yang akan dipasarkan dalam skala lokal kurang dari 30 kilometer menggunakan pecahan es balok berukuran 10 x 10 centimeter 3-5 balok yang dibungkus dengan plastik biru atau putih. Ikan selanjutnya dibawa dengan menggunakan becak dayung, becak mesin, sepeda motor atau mobil. Berbeda halnya untuk tujuan lokal, ikan tujuan distribusi ke luar daerah seperti Pematang Siantar, Tarutung, Padang Sidempuan, Medan, Dumai atau Pakanbaru menggunakan truk untuk mengangkut ikan tersebut. Pada saat di dermaga tangkahan,
ikan dimasukkan pada fiber box seperti Gambar 14, kemudian diantara ikan, atas dan bawah ditutupi dengan es curah, kemudian diikat dengan rapat dengan tujuan agar suhu dalam box tetap terjaga dan mutu ikan terjamin 3) Perbandingan mutu hasil tangkapan untuk jenis ikan yang sama Selain mutu di masing-masing tempat pendaratan, perlu diketahui juga perbandingan mutu di antara dua tempat tersebut. Jenis ikan yang dibandingkan adalah ikan kurisi (Nemipterus furcosus), pepetek (Leiognatus sp), jabung (Aluterus monoceros), dan alu-alu (Sphyraena barracuda) (Tabel 34 ). Tabel 34 Perbandingan nilai organoleptik ikan yang didaratkan di PPN Sibolga dan tangkahan, Juni-Juli 2009 Jenis ikan 1. 2. 3. 4.
Kurisi Pepetek Jabung Alu-alu
Nilai organoleptik PPN Sibolga 8,5 8,2 8,3 7,8
Tangkahan 8,5 8,0 7,9 7,3
Perbedaan 0,2 0,4 0,5
Sumber : Data primer peneliti, 2009
Gambar 12
Perbandingan organoleptik di PPN Sibolga dan tangkahan, 2009.
Perbandingan mutu hasil tangkapan di TPI dan dermaga tangkahan sangat kecil (kurang dari skala 1) (Gambar 12) sehingga dapat disimpulkan bahwa mutunya hampir sama. Menurut Pane (2007), salah satu pemicu persaingan antar tempat pendaratan dapat dilihat dari perbandingan mutu hasil tangkapan yang dipasarkan. Dengan persamaan mutu ini, pada hakekatnya dapat diindikasikan bahwa persaingan tangkahan dan TPI cukup kompetitif. Agar PPN Sibolga bisa menjadi pusat bisnis perikanan di Teluk
Tapian Nauli perlu adanya pembinaan mutu ikan kepada nelayan-nelayan yang melakukan pendaratan hasil tangkapannya di pelabuhan ini supaya keunggulan mutu di PPN Sibolga menjadi daya tarik bagi pedagang, pengolah dan investor. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan mutu ikan setelah pelelangan atau akan didistribusikan baik dari segi proses, bahan, dan alat (wadah transportasi ikan, atau plastik penutup ikan) yang digunakan. Proses penanganan harus dilakukan dengan cepat, bersih, dan selalu dalam keadaan dingin. Bahan yang digunakan harus bersih dan tidak merusak fisik ikan.
Bahan yang digunakan mampu
mempertahankan kualitas ikan dan tidak berbahaya seperti penggunaan es dan chitosan.
6.2.3 Perbandingan pelayanan antara tangkahan dan PPN Sibolga Besarnya volume pendaratan hasil tangkapan yang didaratkan di tangkahantangkahan dan PPN Sibolga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fasilitas yang disediakan, aktivitas yang ada didalamnya dan pelayanan yang disediakan. Salah satu yang membedakan antara PPN Sibolga dan tangkahan adalah masalah pelayanan tambat dan labuh yang diberikan dalam hal tarif (Tabel 35). Tabel 35 Perbandingan tarif pelayanan PPN Sibolga dan tangkahan Sibolga, 2009 Jenis tarif Ukuran kapal
Tarif (Rp)
< 10 GT 500 11 s/d 20 1.500 GT 21 s/d 30 2.500 GT > 30 GT ; 250 tambat > 30 GT ; 50 labuh
Tarif tambat-labuh PPN Sibolga Biaya Jumlah Satuan /bulan biaya (Rp) (Rp) kapal/hari 500 x 30 15.000
Tangkahan Biaya /bulan Satuan (Rp) 50.000 kapal/bulan
kapal/hari
1500 x 30
45.000
50.000
kapal/bulan
kapal/hari
2500 x 30
75.000
50.000
kapal/bulan
meter panjang kapal/0,25 hari GT kapal/hari
250 x (4 x 0,25) x 30 7.500 m
Tarif tambat tidak ada tapi diperhitungkan di tarif “uang lantai.”
50 x 30 x 150.000 100 GT
200.000
kapal/bulan
Sumber : PPN Sibolga 2008 dan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009
Tabel 35 menunjukkan bahwa tarif tambat labuh untuk kapal ukuran 21 GT-30 GT lebih murah 25.000 rupiah di tangkahan dari pada PPN Sibolga. Kapal ukuran lainnya masih lebih mahal di tangkahan dibandingkan dengan tarif yang dikenakan oleh PPN Sibolga seperti armada kapal berukuran <10 GT tarif di tangkahan 50.000 rupiah sedangkan di PPN 15.000 rupiah dan kapal ukuran >30 GT tarif di tangkahan 200.000
sedangkan di PPN Sibolga 150.000 rupiah. Berdasarkan pengamatan peneliti, aktivitas pendaratan dan kegiatan tambat labuh di tangkahan masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan PPN Sibolga. Kapal yang mendarat di lima tangkahan contoh ada 46 armada sedangkan di PPN Sibolga hanya 11 armada (Tabel 27). Berdasarkan pengamatan terdapat dua faktor
dan hasil wawancara dengan petugas PPN Sibolga
penyebab lebih tingginya jumlah armada penangkapan yang
mendaratkan hasil tangkapannya di tangkahan, yaitu : (1) Adanya hubungan bisnis antara pemilik kapal dengan pemilik tangkahan dimana pemilik tangkahan memberikan pinjaman modal melaut kepada pemilik kapal dengan syarat semua hasil tangkapan didaratkan di tangkahan pemilik modal sedangkan pemerintah dalam hal ini pengelola PPN Sibolga tidak melakukan hal ini; dan (2) Pemasaran di tangkahan lebih menetap dan pemilik tangkahan berkewajiban dan menjamin memasarkan semua hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga tangkahan.
7. DAMPAK KEBERADAAN TANGKAHAN TERHADAP TENAGA KERJA
7.1
Dampak Keberadaan Tangkahan terhadap Jumlah dan Fungsi Tenaga Kerja Tangkahan sebagai tempat pendaratan hasil tangkapan milik perseorangan
atau swasta baik yang tidak berbadan hukum atau berbadan hukum seperti perseroan terbatas (PT) dalam pengoperasiannya menggunakan tenaga kerja yang ada di sekitarnya dan sering disebut dengan buruh. Tangkahan sebagai salah satu bentuk usaha atau perusahaan memiliki dua sumber tenaga kerja yaitu: 1) Sumber dari dalam perusahaan Tenaga kerja di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga yang berasal dari dalam perusahaan biasanya menduduki posisi penting di perusahaan tersebut; sering merupakan anggota keluarga, kerabat dari pemilik dan atau koleganya yang sudah dikenal pemilik dengan baik. Posisi tersebut adalah bendahara, sekretaris ataupun pengawas lapangan. Hal ini berkaitan dengan fungsi kontrol yang lebih mudah dilakukan jika dikelola oleh unsur keluarga, kekerabatan atau orang kepercayaan. 2) Sumber dari luar perusahaan Pengadaan tenaga kerja yang bersumber dari luar perusahaan pada tangkahan di kota ini dilakukan dengan sistem rekomendasi bagi seseorang untuk bekerja di tangkahan yang berasal dari pimpinan dan karyawan atau dari seorang kenalan yang mengetahui dengan baik pemilik tangkahan tersebut. Pengadaan tenaga kerja ini tidak bersifat terbuka kepada umum. Posisi yang ditawarkan kepada tenaga kerja dari luar adalah menjadi buruh (pekerja-pekerja kasar) di tangkahan seperti pengangkut ikan, solar, pemuat es ke kapal, pembongkar ikan, pencatat dan penimbang hasil tangkapan, petugas keamanan, petugas lelang ikan dan penghancur es yang jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 36. Adanya dua sumber tenaga kerja tersebut di atas, yaitu dari sumber dalam perusahaan dan luar perusahaan, sesuai dengan Artoyo (1991) yang mengatakan bahwa ada dua sumber perolehan tenaga kerja untuk mengisi lowongan dan jabatan pekerjaan yang ada pada perusahaan yaitu sumber dari dalam perusahaan
dan sumber dari luar perusahaan. Kebutuhan akan tenaga kerja ini ditentukan oleh program perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang dan posisi/jabatan yang tersedia pada perusahaan tersebut.
Selanjutnya Artoyo
menambahkan bahwa pengadaan tenaga kerja tergantung dari besar kecilnya perusahaan, posisi yang tersedia pada perusahaan, dan tingkat kesulitan yang ada pada unit perusahaan tersebut. Daerah tempat tinggal para tenaga kerja tangkahan umumnya berada di sekitar tangkahan berlokasi yaitu Kecamatan Sibolga Selatan, Kecamatan Sibolga Sambas, dan sebagian lagi di kecamatan lainnya. Saat penelitian dilakukan, ada sebagian tenaga kerja bertempat tinggal di dalam tangkahan karena pemilik tangkahan menyediakan tempat tinggal bagi tenaga kerja tersebut. Selain itu ada tenaga kerja dari luar Kota Sibolga seperti dari Desa Mela, Sarudik, Pandan, Poriaha Kabupaten Tapanuli Tengah yang lokasinya berjarak sekitar 5-10 kilometer dari lokasi tangkahan. Jenis pekerjaan yang ada di tangkahan dapat dikelompokkan menjadi sepuluh jenis yaitu keamanan (satpam), administrasi (tata usaha), pengawasan (kapal dan hasil tangkapan di dermaga), pelelang ikan, pencatat dan penimbang hasil tangkapan, pengangkutan (ikan dan BBM), penghancur es, pembongkar ikan, pemuat es (ke kapal) dan penyortir ikan. Jumlah pekerja di masing-masing tangkahan berbeda satu dengan lainnya tergantung kebutuhan masing-masing tangkahan, aktivitas yang ada di dalamnya, besar kecilnya armada yang mendarat di tangkahan tersebut, luasnya dermaga pendaratan, dan jenis pelayanan yang diberikan pemilik tangkahan kepada kapalkapal yang mendarat di tangkahan. Ada beberapa tangkahan hanya melakukan pendaratan hasil tangkapan tanpa harus melakukan penyediaan perbekalan melaut dan atau perbaikan kapal, seperti tangkahan Ilham yang berlokasi di Jalan Mojopahit.
Penyediaan
perbekalan melaut seperti pengisian BBM dilakukan di PPN Sibolga dan perbaikan kapal dilakukan di tangkahan lain.
Tabel 36 Jumlah pekerja menurut jenis pekerjaan di tangkahan-tangkahan contoh di Kota Sibolga, Juni-Juli 2009 Nama Tangkahan
Jenis Pekerjaan
Sabena Budi Jaya Renta Sari HSL Ilham
a 1 1 2 2 -
b 2 1 1 1 -
c 2 2 2 1 1
d 2 1 3 3 1
e 4 4 6 5 1
f 4 7 6 8 3
g 2 2 4 3 -
Jumlah
6 5 8 10 20 28 11
h 6 4-6 4-6 5-7 6-7
i 4-6 3-5 3-6 3-6 -
25-31
13-23
j 6-7 6-7 7-14 7-14 2642
Kisaran jumlah (orang) Min. Maks 33 36 31 36 38 50 38 50 12 13 152
184
Nilai 5 3 7 36 43 2 1 2 2 4 6 3 tengah Sumber : Data primer peneliti, 2009. Keterangan: Petugas keamanan. a. Pegawai administrasi. b.Pengawas kapal, dan hasil tangkapan di dermaga. c. Petugas pelelang ikan hasil tangkapan. d.Pencatat dan penimbang hasil tangkapan. e. Pemindah ikan dan solar (tukang angkut). f. Penghancur es. g.Pembongkar ikan. h.Pemuat es ke kapal. i. Penyortir ikan. Catatan : a-g : buruh tetap h-j : buruh lepas min : batas minimal jumlah tenaga kerja yang ada pada jenis pekerjaan tersebut. maks : batas maksimal jumlah tenaga kerja yang ada pada jenis pekerjaan tersebut. Pembentukan suatu jenis kelompok pekerjaan di tangkahan memiliki latar belakang pembentukan berdasarkan fungsi pekerjaan
untuk mendukung
keberlanjutan perusahaan. Jenis pekerjaan di tangkahan disesuaikan dengan tugas dan fungsinya. Tugas dan fungsi kerja pada masing-masing jenis pekerjaan di tangkahan dijelaskan di bawah ini.
1) Petugas keamanan (satpam) adalah orang yang memiliki tugas dan fungsi menjaga keamanan di tangkahan. Petugas ini bekerja pada malam hari. Satpam di tangkahan biasanya 1 orang. 2) Pegawai administrasi adalah orang yang bertugas dan berfungsi melakukan rekap data pendaratan hasil tangkapan dan perhitungan nilai transaksi. 3) Pengawas kapal dan hasil tangkapan di dermaga merupakan orang yang memiliki tugas dan fungsi mengawasi kapal-kapal yang bersandar di darmaga tangkahan dan mengarahkan di mana kapal harus bertambat labuh. Selain itu, petugas ini juga mengawasi pembeli yang melakukan kegiatan transaksi pembelian hasil tangkapan di tangkahan. 4) Pelelang ikan adalah orang yang bertugas dan berfungsi memasarkan hasil tangkapan melalui sistem lelang kepada peserta lelang (agen atau pengecer) di dermaga tangkahan. Penawar yang lebih tinggi akan dinyatakan sebagai pemenang lelang. 5) Pencatat dan penimbang hasil tangkapan pada umumnya melibatkan kaum wanita muda. Mereka memiliki tugas dan fungsi mencatat jenis, banyak (berat), harga hasil tangkapan yang dilelang pada saat pelelangan, dan siapa pemenang lelang. 6) Pengangkut ikan dan BBM bertugas dan berfungsi untuk mengangkut ikan dari dermaga ke tempat pengepakan ikan serta mengangkut bahan bakar minyak (BBM) dari gudang ke kapal dengan menggunakan troli jika ada kapal yang akan melaut. 7) Pekerja penghancur es bertugas dan berfungsi untuk menghancurkan es batangan (es balok) menjadi es curah dan atau pecahan es jika ada agen atau pedagang ikan yang ingin membeli es dalam bentuk curah atau pecahan es. Alat penghancur es ada yang menggunakan mesin penghancur dan ada pula yang menggunakan besi (ganco). 8) Pembongkar ikan memiliki tugas dan fungsi untuk membongkar hasil tangkapan dalam palka kapal dan memindahkannya ke dermaga atau meja sortir. 9) Pemuat es ke kapal bertugas dan berfungsi untuk memasukkan es batangan ke dalam palka kapal sebelum kapal melaut.
10) Penyortir ikan memiliki tugas dan fungsi untuk memilah-milah ikan yang sudah diletakkan oleh pembongkar ikan di meja sortir berdasarkan mutu, jenis dan ukuran ikan. Berdasarkan mutu, ikan dibedakan apakah terdapat cacat pada kepala, daging , perut atau insang. Ikan dengan perut bocor /terurai misalnya, langsung dibedakan dengan ikan yang perutnya utuh dan dikategorikan sebagai ikan BS (barang sisa). Ikan selanjutnya dipisahkan berdasarkan jenis dan ukurannya.
Pekerja di dalam tangkahan secara langsung dipimpin oleh dua orang yaitu pemilik tangkahan dan pemilik/nahkoda kapal. Dari sepuluh jenis pekerjaan yang telah disebutkan di atas, terdapat tujuh jenis pekerjaan atau kelompok kerja dipimpin oleh pemilik tangkahan yaitu pegawai administrasi, petugas lelang, pencatat dan penimbang ikan, pengangkut ikan, petugas keamanan, pengawas kapal dan hasil tangkapan, dan penghancur es, sedangkan tiga jenis pekerjaan atau kelompok pekerjaan lainnya yaitu tukang muat es, pembongkar ikan, dan penyortir ikan dipimpin oleh pemilik/nahkoda kapal.
Selanjutnya, kedua
pemimpin ini yang akhirnya memberikan upah pada masing-masing bagian pekerjaan yang ada didalamnya. tangkahan saling berkoordinasi.
Semua tenaga kerja yang ada di dalam
Pemilik tangkahan
Pegawai administrasi
Petugas lelang ikan Pencatat dan penimbang
Petugas keamanan
Pengawas kapal, hasil tangkapan Penghancur es
Pengangkut ikan dan solar
Pembongkar ikan Penyortir ikan
Pemuat es ke kapal
Pemilik/Nahkoda kapal Keterangan : : Garis perintah : Garis koordinasi
Gambar 13 Skema penyampaian informasi di tangkahan. Penyampaian informasi dan teknis kerja (Gambar 13) hampir sama di setiap tangkahan.
Setiap kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di tangkahan
harus melapor terlebih dahulu ke pengawas kapal dan hasil tangkapan apakah kapal bisa membongkar hasil tangkapnnya, kapan mulai dibongkar, dan dimana membongkarnya.
Setelah diperoleh izin untuk membongkar, selanjutnya
pengawas berkoordinasi dengan pembongkar dan penyortir ikan, kemudian dilakukan pembongkaran dan penyortiran ikan.
Hasil tangkapan yang telah
tersortir selanjutnya diangkat ke timbangan oleh pengangkut ikan. Pencatat dan penimbang selanjutnya mencatat jenis dan berat ikan yang telah ditimbang dan nama pembeli ikan tersebut. Pada saat proses penimbangan, petugas lelang ikan melakukan pelelangan untuk semua atau sebagian ikan yang sudah ditimbang dan atau sedang ditimbang.
Pelelangan biasanya langsung dilakukan karena para
pedagang sudah berkumpul mendekati hasil tangkapan yang sedang disortir dan
dilelang di dermaga bongkar tangkahan. Ikan yang sudah selesai dilelang dan sudah ada pemiliknya selanjutnya dibawa ke tempat pengemasan/pengepakan ikan oleh pengangkut ikan dan solar.
Pedagang yang membeli ikan hasil lelang
membayar langsung nilai lelang kepada petugas pencatat dan penimbang ikan pada saat pelelangan berlangsung atau dilakukan di kantor setelah pelelangan selesai. Jika ada pedagang yang menginginkan ikannya di es, pedagang harus menghubungi buruh penghancur es.
Ikan yang sudah berada di tempat
pengemasan ikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pedagang dan biasanya langsung dipasarkan setelah dikemas. Kegiatan pelelangan ikan yang terjadi di tangkahan ini berbeda dengan yang terjadi di PPN Pekalongan. Pelelangan di Pekalongan dilakukan di lantai tempat pelelangan ikan (TPI) setelah semua hasil tangkapan dibongkar, disortir dan dibawa ke TPI. Menurut pengamatan peneliti, kegiatan pelelangan di tangkahan ini lebih efektif dan cepat terlaksana jika dibandingkan dengan pelelangan di PPN Sibolga atau PPN Pekalongan. Hal ini diindikasikan bahwa hasil tangkapan yang dibongkar di dermaga PPN Sibolga harus dibawa terlebih dahulu ke TPI yang jaraknya 3-5 meter untuk dipasarkan sedangkan pada tangkahan pemasaran langsung dilakukan di dermaga. Catatan harga dan jenis ikan dibawa ke kantor tangkahan untuk selanjutnya direkap dan dihitung nilai transaksi penjualan hasil tangkapan setelah pelelangan dan semua ikan terjual.
Hasil rekapan dan nilai transaksi lelang selanjutnya
diserahkan ke pegawai administrasi. Pegawai administrasi ini selanjutnya akan memberikan nilai hasil transaksi lelang ke pemilik kapal/ nahkoda setelah semua biaya administrasi dihitung dan dibayarkan. Jika ada kapal yang akan melaut, para pengangkut ikan dan solar akan memindahkan solar dari gudang perbekalan ke dermaga kapal untuk selanjutnya diangkat ke kapal. Es balok sebagai perbekalan diangkut oleh pemuat es ke kapal. Tenaga kerja yang melakukan jenis pekerjaan di atas berdasarkan ikatan kerja dibagi dalam dua kategori yaitu buruh tetap dan buruh tidak tetap. Buruh tetap di tangkahan adalah tenaga kerja tetap yang sistem pengupahannya dilakukan secara bulanan. Buruh tetap umumnya merupakan pekerja yang berada dibawah tanggung jawab pemilik tangkahan. Buruh tetap di tangkahan adalah
petugas keamanan (satpam), pegawai administrasi, pengawas kapal dan hasil tangkapan di dermaga, pelelang ikan, pencatat dan penimbang hasil tangkapan, pengangkut ikan dan BBM, dan penghancur es. Buruh tidak tetap di tangkahan adalah tenaga kerja lepas yang bekerja di tangkahan yang sistem pengupahannya tidak periodik akan tetapi langsung dibayarkan setelah pekerjaannya selesai dilakukan. Buruh lepas ini merupakan pekerja yang berada dibawah tanggung jawab pemilik atau nahkoda kapal. Buruh lepas terdiri dari pembongkar ikan, pemuat es ke kapal dan penyortir ikan. Lapangan pekerjaan yang disediakan oleh tangkahan cukup bervariasi jumlah dan jenisnya seperti yang telah dijelaskan di atas. Jika tiap tangkahan menyerap sekitar 36 orang (Tabel 36), maka jumlah tenaga kerja yang terserap adalah sekurang-kurangnya 972 orang dari 27 tangkahan yang ada di Kota Sibolga. Daya serap tangkahan sebagai penyedia kesempatan kerja bagi subsektor perikanan tangkap adalah sekurang-kurangnya 12,0 persen dari total 8.096 orang yang bekerja pada sektor perikanan tahun 2008.
Bila digunakan pendekatan
jumlah tenaga kerja maksimal 43 orang per tangkahan (Tabel 36), maka diduga ke 27 tangkahan yang ada di Kota Sibolga akan mampu menyerap tenaga kerja maksimal 1.161 orang Penduduk Kota Sibolga pada tahun 2007 adalah 93.207 jiwa (subsubbab 4.1.2) dan mengalami pertumbuhan penduduk 1,5 persen pada tahun 2008 sehingga penduduk kota ini menjadi 94.614 jiwa. Kontribusi tangkahan dalam menyerap tenaga kerja 1 persen dari total penduduk dan 1,6 persen dari penduduk usia produktif (15-64 tahun) Kota Sibolga pada tahun 2008. . Daya serap tangkahan ini terhadap tenaga kerja memberikan dampak positif bagi lapangan pekerjaan di daerah ini.
7.2 Dampak Keberadaan Tangkahan terhadap Upah dan Motivasi Kerja Sistem pengupahan tenaga kerja di tangkahan bersifat langsung dan tidak (bulanan) (subbab 7.1). Pengupahan langsung diberikan pada tenaga kerja tidak tetap (buruh lepas) seperti tukang muat es, tukang bongkar ikan, penghancur es dan penyortir ikan. Upah yang mereka terima berasal dari pemilik kapal dan besarnya upah di masing-masing tangkahan hampir sama. Selain upah, pekerja
tukang bongkar ikan dan penyortir ikan mendapat tambahan penghasilan dengan memperoleh bagian 10 kilogram ikan dari setiap pembongkaran hasil tangkapan. Besar upah yang diterima buruh ini dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Upah yang diterima tiap buruh tidak tetap (buruh lepas) di tangkahan di Kota Sibolga, Juni-Juli 2009 Upah per Jenis pekerjaan kelompok buruh (Rp) Pembongkar ikan 30.000 Pemuat es 400 Penghancur es 1.000 Penyortir ikan 30.000 Sumber : Data primer peneliti, 2009.
Satuan ton batang batang ton
Jumlah pekerja (orang) 6 4 2 7
Upah per buruh (Rp) 5.000 100 500 4.825
Buruh tetap yang menerima upah bulanan, sebagaimana telah dikemukakan di subbab 7.1 adalah buruh yang memiliki ikatan kerja dengan pemilik tangkahan seperti petugas keamanan, pegawai administrasi, pengawas kapal dan hasil tangkapan di dermaga, pelelang ikan, pencatat dan penimbang hasil tangkapan, dan pengangkut ikan dan BBM. Kisaran besarnya upah masing-masing jenis pekerjaan relatif hampir sama, namun besarnya upah yang diterima per tenaga kerja akan bergantung pada beberapa indikator antara lain lamanya bekerja, dan kinerja atau banyaknya pekerjaan yang telah diselesaikan. Upah tenaga kerja tetap per jenis pekerjaan di tangkahan-tangkahan Kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Upah yang diterima buruh tetap di tangkahan Kota Sibolga, Juni-Juli 2009 Jenis pekerjaan Petugas keamanan Pegawai administrasi Pengawas kapal, dan hasil tangkapan di dermaga Petugas pelelang ikan hasil tangkapan Pencatat dan penimbang hasil tangkapan Tenaga kerja pemindah ikan dan solar (tukang angkut) Sumber : Data primer peneliti, 2009
Upah (Rp) /bulan 800.000-1.000.000 800.000-1.000.000 800.000-1.000.000 800.000-1.000.000 800.000-1.000.000 750.000- 900.000
Upah yang diterima oleh tenaga kerja di tangkahan khususnya tenaga kerja tetap yang menerima upah bulanan di beberapa jenis pekerjaan di tangkahan sudah sesuai dengan standar upah minimum regional Provinsi Sumatera Utara (822.205 rupiah) atau upah minimum Kota Sibolga (839.000 rupiah). Upah yang diterima oleh tenaga kerja diharapkan bisa memotivasi kerja di lingkungan tempat pendaratan ini. Motivasi tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan beroperasinya suatu tangkahan. Motivasi kerja para pekerja yang ada di tangkahan secara umum berasal dari lingkungan seperti dorongan keluarga, ketersediaan lapangan kerja yang sempit, dan lokasi yang dekat dengan tempat tinggal. Motivasi yang berasal dari lingkungan atau “luar” ini mengindikasikan bahwa pekerja-pekerja yang bekerja di tangkahan semata-mata hanya untuk mendapatkan upah/gaji dan tampaknya belum ada dorongan dari diri pekerja sendiri untuk “mengaktualisasikan dirinya” dalam bekerja untuk pengembangan usaha tangkahan. Hal lain yang menjadi penyebabnya adalah karena tangkahan milik pribadi/keluarga maka setiap pekerja sangat sulit atau hampir mustahil dipromosikan ke jenjang karir yang lebih tinggi karena dominasi peran kebijakan keluarga.
8. JENIS PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DAMPAK KEBERADAAN TANGKAHAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
8.3
Jenis-jenis Pendapatan Asli Daerah Asal Subsektor Perikanan Tangkap di Kota Sibolga Pendapatan daerah adalah penerimaan pemerintah daerah dari hasil usaha-
usaha yang dilakukan pemerintah daerah.
Menurut Guza (2008) pendapatan
daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah pasal 157 ayat a disebutkan bahwa “Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah” (Guza, 2008). Pendapatan asli daerah Kota Sibolga sendiri dibagi dalam empat kategori (DPKAD, 2009a) yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Pendapatan asli daerah (DPKAD, 2009b) dari kategori pajak daerah Kota Sibolga pada tahun 2009 dibagi 5 jenis yaitu pajak hotel; pajak restoran; pajak hiburan; pajak reklame; dan pajak penerangan jalan, sedangkan untuk kategori retribusi daerah dibagi dalam 25 jenis yang terbagi dalam tiga golongan yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi jasa perizinan. Retribusi jasa umum mencakup retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan, retribusi penggantian biaya kartu tanda penduduk (KTP) dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan parkir di jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian rekening listrik. Retribusi jasa usaha mencakup retribusi jasa usaha pemakaian kekayaan daerah, retribusi jasa usaha pasar grosir dan pertokoan, retribusi terminal bus, retribusi tempat penginapan/psanggarahan/ villa, retribusi penyediaan dan atau penyedotan kakus, retribusi jasa usaha rumah potong hewan, retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga, dan retribusi penjualan
produksi usaha daerah. Retribusi jasa perizinan mencakup retribusi surat izin tempat usaha (SITU), retribusi surat izin usaha perusahaan (SIUP), retribusi izin mendirikan bangunan (IMB), retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin gangguan/keramaian (HO), retribusi izin trayek dan surat izin mengemudi (SIM), retribusi izin usaha perikanan (IUP), retribusi izin usaha bidang kesehatan, retribusi SKSB/IMB, dan retribusi izin usaha jasa konstruksi. Pendapatan asli daerah pada kategori hasil pengelolaan kekayaan daerah terdiri atas pendapatan daerah dari laba perusahaan milik daerah dari PDAM, dan pendapatan bagian laba dari PT. BANK SUMUT. Kategori pendapatan daerah lainnya adalah jasa giro kas daerah dan pendapatan PAD lainnya. Pendapatan asli daerah dari semua sumber di atas pada tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar 7.730.741.336 rupiah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Sibolga (Pemda, 2008). Pendapatan asli daerah ini diperoleh dari pengumpulan pajak daerah sebesar 1.768.439.996 rupiah (22,9%), retribusi daerah sebesar 3.572.301.340 rupiah (46,2%), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar 1.160.000.000 rupiah (15,0%) dan lainlain PAD yang sah sebesar 1.230.000.000 rupiah (15,9%). Dengan demikian, sumbangan terbesar terhadap pendapatan asli daerah berasal dari pungutan retribusi yang dilakukan pemerintah Kota Sibolga sebesar 46,2 persen. Pengutipan pendapatan asli daerah yang berasal dari subsektor perikanan tangkap di Kota Sibolga dilakukan langsung oleh Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga. Pendapatan asli daerah ini terdiri dari dua jenis yaitu retribusi hasil perikanan dan retribusi izin usaha perikanan yang diatur dalam peraturan daerah Kota Sibolga sebagai berikut: 1)
Retribusi hasil perikanan Retribusi hasil perikanan di Kota Sibolga ditetapkan dengan Peraturan
Daerah (Perda) Kota Sibolga Nomor 6 tahun 2003 tentang Retribusi Hasil Perikanan (Pemda, 2003) dengan penjelasan sebagai berikut: (1) Nama, objek dan subjek retribusi Pada pasal 2 dijelaskan bahwa retribusi ini dinamakan dengan retribusi hasil perikanan yang merupakan tarif atas jenis penerimaan daerah bukan pajak.
Retribusi ini dikenakan kepada sejumlah ikan dan biota perairan lainnya yang diambil dari laut dan didaratkan pada wilayah hukum Pemerintah Kota Sibolga untuk kemudian dibawa atau dikirim ke luar dari wilayah hukum Pemerintah Kota Sibolga atau dinamakan dengan objek retribusi. Subjek retribusinya adalah setiap orang, pribadi atau badan usaha, koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau bentuk usaha perseroan lainnya yang bergerak dalam bidang perikanan dimana usahanya berada pada wilayah hukum Pemerintah Daerah Kota Sibolga. (2) Golongan tarif Pada pasal 4 dinyatakan bahwa retribusi hasil perikanan dikenakan pada saat Wajib Retribusi akan membawa atau mengirimkan hasil tangkapan untuk keluar dari wilayah hukum Pemerintah Kota Sibolga dengan tujuan komersil. Besarnya tarif retribusi ditetapkan setinggi-tingginya 5 persen berdasarkan Harga Patokan Ikan Setempat (HPIS) yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikota Sibolga baik ikan segar maupun olahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga disebutkan bahwa penggolongan tarif dilakukan berdasarkan ukuran wadah ikan yang digunakan yaitu wadah fiber box kapasitas 100 kg dan 150 kg. Wadah fiber box kapasitas 100 kg dikenakan tarif 1.000 rupiah per wadah sedangkan kapasitas 150 kg dikenakan tarif 1.500 rupiah. Bentuknya dapat dilihat pada Gambar 14.
100 kg Rp 1.000,00/unit
150 kg
Rp 1.500,00/unit
Gambar 14 Tarif retribusi ikan menurut bentuk wadah. (3) Prinsip yang dianut dalam penetapan tarif Prinsip penetapan tarif retribusi hasil perikanan yang dibebankan kepada Wajib Retribusi adalah biaya administrasi atau biaya operasional, biaya
pembangunan, biaya perawatan tempat pendaratan ikan atau tangkahan, bantuan sosial kepada nelayan serta biaya pengawasan dan pengendalian (pasal 5 ayat 1). (4) Wilayah pemungutan Pada pasal 7 dinyatakan bahwa wilayah pemungutan retribusi adalah yang termasuk ke dalam wilayah hukum Pemerintah Kota Sibolga dan daerah tapal batas (perbatasan) Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah.
Pada tapal batas ini
ditentukan dan dibentuk pos jaga yang digunakan untuk kepentingan pemeriksaan data retribusi hasil perikanan. (5) Tata cara pemungutan Pemungutan retribusi ini menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Hasil Perikanan selanjutnya dicatat sebagai pendapatan asli daerah sektor perikanan Kota Sibolga (pasal 6 ayat 2). (6) Sanksi bagi yang melanggar Sanksi yang dikenakan kepada Wajib Retribusi yang melanggar aturan ini adalah berupa sanksi administratif dan pidana. Sanksi administratif yaitu apabila ikan dan biota perairan lainnya yang didaratkan dan akan dibawa ke luar wilayah hukum Kota Sibolga ternyata tidak atau belum membayar Wajib Kutip Retribusi Hasil Perikanan (sejenis surat/dokumen bukti pelunasan retribusi). Alat angkutan tersebut diperintahkan kembali ke pangkalan untuk memenuhi kewajibannya terlebih dahulu dengan akibat resiko dan kerugian yang timbul sehubungan dengan kelalaian itu ditanggung oleh produsen atau perusahaan yang mengirimnya. Sanksi pidana diancam kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya 5.000.000 rupiah. (7) Tanggal mulai berlakunya retribusi Pembayaran retribusi hasil perikanan dilakukan pada saat ikan didaratkan atau setelah dikemas dalam wadah, dan disetorkan kepada petugas dari Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga. Petugas ini ditempatkan pada pos-pos pembantu yang berfungsi sebagai tempat penerimaan setoran Retribusi Hasil Perikanan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pegawai Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan didapatkan informasi bahwa
pendapatan asli daerah dari retribusi hasil perikanan diperoleh dari hasil pungutan setiap kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang membawa ikan hasil tangkapan keluar dari wilayah Kota Sibolga. Pemungutan ini dilakukan dengan menempatkan dua pos pemeriksaan hasil perikanan yang dibangun oleh Pemerintah Kota Sibolga dalam hal ini Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga. Tempat pemeriksaan ini terletak di Jalan Padang Sidempuan km. 2,5 Sarudik Sibolga dan Jalan Sibolga Tarutung km. 3 Sibolga. Kedua tempat ini merupakan pintu keluar (tapal batas dengan wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah) yang dipergunakan sebagai jalur keluar menuju kota-kota Tarutung, Pematang Siantar, Medan, Dumai, Pekanbaru, dan Jambi yang merupakan daerah tujuan distribusi hasil tangkapan yang didaratkan di Kota Sibolga. 2)
Retribusi izin usaha perikanan Retribusi izin usaha perikanan di Kota Sibolga ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kota Sibolga Nomor 18 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan (IUP) (Pemda, 2002). (1) Nama, objek dan subjek retribusi Pada pasal 2 dijelaskan bahwa nama retribusi ini adalah Retribusi Izin Usaha Perikanan. Objek retribusi adalah jasa atas pelayanan pemberian izin usaha perikanan, surat penangkapan ikan (SPI) dan atau surat keterangan pengurusan IUP/SPI bagi kapal perikanan berukuran lebih dari 10 GT, pengolahan ikan, usaha pembudidayaan ikan/rumput laut, dan kegiatan lainnya dalam bidang perikanan. Subjek retribusi adalah setiap orang atau badan hukum yang memperoleh jasa atas pemberian Izin Usaha Perikanan. (2) Golongan retribusi Retribusi Izin Usaha Perikanan (IUP) di Kota Sibolga termasuk golongan retribusi perizinan lainnya (pasal 3). (3) Struktur dan besarnya tarif retribusi. Pada pasal 3 Perda ini dijelaskan bahwa besarnya tarif retribusi disesuaikan dengan pemberian pelayanan jasa sebagai berikut: a. Setiap memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP) wajib dikenakan tarif sebesar Rp 50.000,00 per 2 tahun bagi kapal perikanan.
b. Besarnya tarif untuk pengurusan surat penangkapan ikan (SPI) berbeda-beda tergantung dari ukuran kapal, jumlah mesin yang digunakan untuk perahu motor tempel dan fungsi armada (Tabel 39). Tabel 39 Tarif retribusi atas surat penangkapan ikan (SPI) menurut kategori armada penangkapan ikan di Kota Sibolga, 2002-2009 Kategori armada Kapal Motor • 0,5 – 3 GT • 3,1 – 5 GT • 5,1 – 7 GT • 7,1 – 10 GT Kapal Motor Tempel • Bermesin satu • Bermesin ganda Kapal Pengangkutan Ikan Sumber: Pemda, 2002 (data diolah kembali)
Tarif (Rp/tahun) 25.000,00 50.000,00 75.000,00 125.000,00 15.000,00 25.000,00 50.000,00
c. Retribusi surat keterangan pada retribusi izin usaha perikanan ini dikenal pula istilah retribusi surat keterangan. Jenis surat ini diperuntukkan bagi kapalkapal perikanan yang ukurannya diatas 10 GT dan surat ini berlaku maksimal 2 bulan dan diberikan sebanyak 3 kali perpanjangan dan atas nama yang bersangkutan. (Tabel 40). Jenis Surat Keterangan ini dibagi dua berdasarkan kewenangan jajaran pemerintahan yang mengeluarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pelabuhan Perikanan dimana izin usaha perikanan untuk kapal 11-30 GT dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I sedangkan kapal diatas 30 GT dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Tabel 40 Tarif retribusi surat keterangan menurut kategori ukuran armada di Kota Sibolga, 2002-2009 Kategori armada Tarif Surat Keterangan Rp 75.000.00/ maksimal 2 bulan • 11 – 30 GT Rp 150.000.00/ maksimal 2 bulan • > 30 GT Sumber: Pemda, 2002 (data diolah kembali)
d. Retribusi izin usaha perikanan ini berlaku juga untuk kegiatan perikanan lainnya selain perikanan tangkap seperti usaha budidaya ikan, budidaya rumput laut, pengolahan ikan, dan usaha penyimpanan dan pendinginan dalam cold storage (Tabel 41). Tabel 41 Tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan (IUP) non-perikanan tangkap di Kota Sibolga, 2002-2009 Uraian Budi daya ikan laut Budi daya rumput laut Budi daya ikan dan udang di tambak Pengolahan ikan • Perebusan • Pengasinan • Penjemuran Penyimpanan dan pendinginan dalam cold storage Sumber: Pemda, 2002 (data diolah kembali)
Tarif (Rp/m2 / tahun) 1.500,00 1.000,00 1.500,00 500,00 2.000,00
(4) Wilayah pemungutan. Wilayah pemungutan retribusi adalah setiap wilayah hukum Kota Sibolga (Pasal 9 ayat 1) (5) Tata cara pemungutan. Pada pasal 9 ayat 2 dijelaskan bahwa retribusi ini dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dan tidak dapat diborongkan. (6) Sanksi administrasi. Di dalam hal wajib retribusi, dimana Wajib Retribusi tidak membayar retribusi tepat waktu, akan dikenakan sanksi berupa denda 10% (sepuluh persen) setiap bulan dihitung dari besarnya wajib retribusi yang bersangkutan yang terhutang yang tidak dibayar dan ditagih dengan Surat Tagihan Retribusi (pasal 10). (7) Tanggal mulai berlakunya retribusi Untuk mendapatkan izin,
yang berkepentingan
harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Walikota Sibolga atau pejabat yang telah ditunjuk. Selanjutnya Walikota atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan lebih lanjut tentang
bentuk dan isi surat Izin Usaha Perikanan (IUP) serta syarat-syarat yang diperlukan oleh setiap usaha yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum, tata cara permohonan IUP dan izin lainnya yang baru atau perpanjangan. Izin usaha perikanan berlaku sejak pemohon menerima surat izin usaha perikanan tersebut. (8) Masa retribusi Sesuai pertimbangan kelestarian potensi sumberdaya ikan, maka pemberian izin usaha perikanan diperbaharui/diperpanjang setiap satu tahun satu kali kecuali surat keterangan. Izin usaha perikanan berakhir oleh karena habis berlakunya, diserahkan kembali kepada si pemberi izin, perusahaan perikanan jatuh pailit, pemegang izin menghentikan usahanya, dan dicabut oleh sipemberi izin.
8.4
Dampak Keberadaan Tangkahan terhadap Pendapatan Asli Daerah Subsektor perikanan tangkap merupakan faktor penggerak perekonomian
Kota Sibolga. Sektor ini seyogyanya menjadi sumber pendapatan asli daerah utama karena sebagian besar pantai Kota Sibolga digunakan sebagai tempat aktvitas perikanan khususnya pendaratan hasil tangkapan. Pada kenyataannya sektor di atas pada saat ini bukan andalan Pemerintah Daerah sebagai sumber pendapatannya. Pendapatan asli daerah Kota Sibolga yang tertinggi berasal dari retribusi pelayanan kesehatan pada tahun 2009 (Tabel 42). Data yang diperoleh ini adalah data target bukan data realisasinya karena tidak diberikan oleh Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Sibolga. Pendaratan hasil tangkapan berdasarkan studi di lapangan oleh armadaarmada penangkapan dilakukan di PPN Sibolga, tangkahan-tangkahan, pangkalan pendaratan ikan (PPI) Labuhan Angin, dan tempat konsentrasi nelayan (TKN) Mela. Pelabuhan PPN Sibolga, PPI Labuhan Angin, dan TKN Mela merupakan tempat pendaratan hasil tangkapan yang letaknya berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah sedangkan di Kota Sibolga tempat pendaratan hanya tangkahantangkahan yang jumlahnya 27 unit. Pangkalan pendaratan ikan Labuhan Angin dan TKN Mela merupakan tempat pendaratan armada perahu tanpa motor dan perahu motor tempel sedangkan PPN Sibolga dan tangkahan merupakan tempat pendaratan armada perahu motor tempel dan kapal motor (dibawah 10 GT, 10-30
GT, dan diatas 30 GT). Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga sendiri mendata produksi hasil tangkapan yang hanya didaratkan di tangkahan dari kategori perahu motor tempel dan kapal motor (dibawah 10 GT, 10-30 GT, dan diatas 30 GT) karena hanya dua kategori armada inilah yang mendaratkan hasil tangkapannya di tangkahan. Pemungutan retribusi seperti izin usaha perikanan hanya dilakukan terhadap tangkahan-tangkahan yang berlokasi di Kota Sibolga sedangkan pendapatan daerah dari PPN Sibolga tidak dipungut karena semua penerimaan di pelabuhan ini langsung disetorkan ke pemerintah pusat. Dengan demikian, dampak keberadaan tangkahan terhadap pendapatan asli daerah Kota Sibolga sama dengan dampak tangkahan terhadap sektor perikanan di kota ini. Pemerintah Kota Sibolga dalam hal ini Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan membebankan kepada nelayan pemilik/pengusaha penangkapan hanya retribusi ijin usaha perikanan (IUP) sedangkan retribusi hasil perikanan dibebankan hanya kepada pedagang ikan yang akan membawa hasil tangkapan keluar dari Kota Sibolga. IUP ini diberikan sesuai dengan kewenangannya hanya untuk kategori perahu motor tempel dan kapal motor dibawah 10 GT (Tabel 39). Tahun 2008 sendiri perahu motor tempel sebanyak 142 unit dan kapal motor 104 unit (Tabel 15). Tabel 42 Besar target pendapatan asli daerah dari jenis-jenis retribusi daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kota Sibolga, 2009 Jenis-jenis retribusi A. Retribusi jasa umum Retribusi pelayanan kesehatan Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan Retribusi penggantian biaya KTP dan akte catatan sipil Retribusi pelayanan parkir di jalan umum Retribusi pelayanan pasar Retribusi pemerikasaan alat pemadam kebakaran Retribusi penggantian rekening listrik subjumlah B. Retribusi jasa usaha
Nilai retribusi (Rp)
Persentase (%)
2.710.000.000,00
54,2
262.806.000,00
5,3
1.800.000,00
0,0
110.800.000,00 906.692.200,00
2,2 18,1
6.900.000,00
0,1
28.000.000,00 4.026.998.200,00
0,5
Tabel 42. Lanjutan
Retribusi jasa usaha pemakaian kekayaan daerah Retribusi jasa usaha pasar grosir dan pertokoan Retribusi terminal bus
85.786.000,00
1,7
80.000.000,00
1,6
182.186.000,00
3,6 Persentase (%)
Nilai retribusi (Rp) Jenis-jenis retribusi Retribusi tempat 15.000.000,00 penginapan/psanggrahan/villa Retribusi penyediaan dan atau penyedotan 15.000.000,00 kakus Reteribusi jasa usaha rumah potong hewan 45.240.000,00 Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan 8.000.000,00 olah raga Retribusi penjualan produksi usaha daerah yang dipungut oleh: Dinas Pengelola Keuangan dan Aset 47.000.000,00 Daerah Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan dalam bentuk retribusi hasil 66.000.000,00 * perikanan (RHP) subjumlah 544.212.000,00 C. Retribusi jasa perizinan Retribusi surat izin tempat usaha (SITU) 3.000.000,00 Retribusi surat izin usaha perusahaan (SIUP) 19.000.000,00 Retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) 175.000.000,00 Retribusi izin tempat penjualan minuman 2.100.000,00 beralkohol Retribusi izin gangguan/keramaian (HO) 138.220.000,00 Retribusi izin trayek, RPBD+SIM 52.780.000,00 Retribusi izin usaha perikanan 3.700.000,00 * Retribusi izin usaha bidang kesehatan 6.250.000,00 Retribusi SKSB/ IMB 20.000.000,00 Retribusi izin usaha jasa konstruksi 5.000.000,00 subjumlah 425.050.000,00 Jumlah 4.996.260.200,00 Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kota Sibolga, 2009 Keterangan : * = jenis retribusi dari sektor perikanan
0,3 0,3 0,9 0,2
0,9 1,3
0,1 0,4 3,5 0,0 2,8 1,1 0,1 0,1 0,4 0,1
Secara spesifik dari sektor perikanan, Pemerintah Kota Sibolga menargetkan pada tahun 2009 pendapatan asli daerah dari hasil retribusi izin usaha perikanan (IUP) atau surat penangkapan ikan (SPI) dan retribusi hasil perikanan (RHP). Objek retribusi pada sektor ini adalah perikanan tangkap dan perikanan budidaya
air laut. Namun selama penelitian ini dilakukan, peneliti tidak pernah menemukan ikan-ikan yang didaratkan di Kota Sibolga berasal dari kegiatan budidaya air laut. Jika digabungkan nilai dari target pendapatan daerah melalui retribusi hasil perikanan (Rp 66.000.000,00) dan retribusi IUP (Rp 3.700.000,00) ini maka sumbangan sektor perikanan hanya 1,39 persen dari jumlah target retribusi (Rp 4.996.260.200,00) yang diperoleh (Tabel 42) dan 0,61 persen dari jumlah target PAD yang akan dicapai pada tahun 2009. Perhitungan target PAD pada tahun tertentu salah satunya mengacu dari besar PAD yang terealisasi tahun sebelumnya dan kecenderungan potensi pertumbuhannya. Hal yang sama terjadi pada sektor perikanan dimana nilai target PAD pada tahun 2009 hampir sama dengan tahun 2008. Tabel 43 Pendapatan asli daerah dari Retribusi IUP/SPI dan Retribusi Hasil Perikanan (RHP) Kota Sibolga, 2007-2008 Bulan
2007 Retribusi IUP/SPI (Rp) … … … … 300.000,00 … … … 950.000,00 … 1.550.000,00 …
2008 Retribusi RHP (Rp) … 5.000.000,00 5.000.000,00 … 6.000.000,00 … 5.000.000,00 3.500.000,00 5.000.000,00 … 5.100.000,00 6.600.000,00
Retribusi Retribusi IUP/SPI (Rp) RHP (Rp) … … … 7.420.000,00 100.000,00 4.819.000,00 … 7.025.500,00 400.000,00 3.946.000,00 600.000,00 8.170.500,00 200.000,00 3.604.500,00 500.000,00 15.850.500,00 350.000,00 4.326.000,00 1.275.000,00 3.700.500,00 … 4.387.000,00 … 3.086.000,00
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah 2.800.000,00 41.200.000,00 3.425.000,00 66.335.500,00 retribusi 22,3% 61,0% Persentase kenaikan 58,6% Sumber: Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2009 Keterangan: IUP : Izin Usaha Perikanan SPI : Surat Penangkapan Ikan RHP : Retribusi Hasil Perikanan ... : Tidak dapat data
Realisasi retribusi izin usaha perikanan (IUP) atau retribusi surat penangkapan ikan (SPI) pada tahun 2008 sebesar 3.425.000 rupiah dan retribusi
hasil perikanan diperoleh sebesar 66.335.500 rupiah atau total 69.760.500 rupiah. Pendapatan asli daerah dari retribusi IUP/SPI dua tahun terakhir (2007-2008) mengalami kenaikan sebesar 22,3 persen sedangkan retribusi hasil perikanan (RHP) naik sebesar 61,0 persen. Kenaikan pendapatan daerah dari retribusi hasil perikanan ini seiring dengan kenaikan produksi hasil perikanan yang didaratkan di Kota Sibolga seperti yang disajikan pada Tabel 14 yang besarnya sekitar 22,8 persen. Secara keseluruhan, pendapatan daerah dari sektor perikanan pada tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007 mengalami kenaikan pada kisaran 22,361,0% sebesar 58,6 persen (Tabel 43). Pemerintah dalam hal ini Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga melakukan
pemungutan
retribusi
hasil
perikanan
dengan
cara
membangun pos pemeriksaan dan penerimaan retribusi di daerah pintu keluar armada transportasi darat yang berbatasan dengan Tapanuli Tengah. Mengingat pendapatan asli daerah dari retribusi ini sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah, maka perlu diduga berapa nilai kegiatan perikanan tangkap di Kota Sibolga. Hal ini cukup penting karena sektor perikanan merupakan salah satu penggerak perekonomian penting daerah ini tetapi target pendapatan daerah pada tahun 2009 contohnya sangat kecil hanya 0,61 persen dari jumlah PAD kota ini. Selain itu, peneliti mencoba membantu pemerintah menghitung berapa kerugian yang dialami untuk tahun terakhir. Estimasi nilai rupiah yang bisa masuk menjadi pendapatan asli daerah dihitung berdasarkan besaran volume produksi hasil tangkapan di tangkahan atau Kota Sibolga. Jika volume produksi sebesar 40.956.100 kg pada tahun 2008 (Tabel 14 subbab 4.2.1) dengan indikator rata-rata harga ikan yang terjadi pada lima tahun terakhir Rp 4.754,00 per kilogram (Lampiran 6) maka estimasi nilai produksinya adalah sebesar 194.705.299.400 rupiah. Mengacu pada Peraturan Daerah Kota Sibolga tentang Retribusi Hasil Perikanan dimana besarnya retribusi dihitung 5 persen dari nilai produksi (Pemda, 2003) maka nilai retribusi yang seharusnya masuk ke kas daerah pada tahun 2008 adalah 5 persen dari 194.705.299.400 rupiah yaitu 9.735.264.970 rupiah. Pada kenyataannya realisasi nilai retribusi hasil perikanan yang masuk sebagai pendapatan asli daerah hanya 66.335.500
rupiah. Dengan demikian terdapat sekitar 9.668.929.470 rupiah yang tidak masuk ke kas daerah Kota Sibolga pada tahun 2008 (Tabel 44). Tabel 44Estimasi nilai retribusi hasil perikanan (RHP) yang belum masuk sebagai pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Sibolga, 2008 Item Volume produksi VP (kg) Indikator harga IH (Rp/kg) Nilai produksi NP = VP x IH (Rp) Nilai retribusi yang seharusnya (Rp) Nilai realisasi retribusi (Rp) Nilai retribusi RHP yang tidak masuk kas daerah (Rp) Keterangan : RHP = Retribusi Hasil Perikanan
Jumlah 40.956.100 4.754,00 194.705.299.400,00 9.735.264.970,00 66.335.500,00 9.668.929.470,00
Selain pendapatan daerah dari retribusi hasil perikanan, pendapatan asli daerah lainnya dari sektor perikanan adalah retribusi izin usaha perikanan (IUP) atau surat penangkapan ikan (SPI) yang dikumpulkan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05 Tahun 2008 pasal 21 ayat 2 dijelaskan bahwa jenis pemberian izin armada penangkapan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Sibolga adalah perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor dibawah 10 GT. Pada penelitian ini, untuk menghitung berapa nilai retribusi yang diperoleh dari jasa perizinan IUP/SPI maka dilakukan dua pendekatan yaitu pendekatan minimum dan maksimum dan selanjutnya dihitung apakah ada retribusi yang hilang atau tidak.
Pendugaan dengan pendekatan minimum atau maksimum
dilakukan dengan mempertimbangkan tarif retribusi yang dikenakan pada armada penangkapan, jenis armada yang dipakai (perahu tanpa motor, perahu motor tempel, atau kapal motor), dan bobot kapal. Pendugaan ini dilakukan karena data spesifik dari dinas terkait tidak diperoleh.
Tabel 45Nilai retribusi izin usaha perikanan (IUP) yang tidak masuk sebagai pendapatan asli daerah, 2008
Item Perahu motor tempel (142 unit) Kapal motor <10 GT (104 unit) Dugaan jumlah retribusi yang seharusnya Realisasi Nilai retribusi yang tidak masuk ke PAD
Kapal/perahu bermesin satu Tarif Nilai (Rp/unit) retribusi (Rp)
Kapal/perahu bermesin ganda Tarif Nilai retribusi (Rp/unit) (Rp)
15.000,00
2.130.000,00
25.000,00
3.550.000,00
0,5–3 GT 25.000,00
– 7,1–10 GT 2.600.000,00 125.000,00
– 13.000.000,00
–
4.730.000,00
–
16.550.000,00
–
3.425.000,00
–
3.425.000,00
–
1.305.000,00
–
13.125.000,00
Pendekatan minimum
Pendekatan maksimum
Mengacu pada Peraturan Daerah Kota Sibolga nomor 18 tahun 2002 tentang retribusi izin usaha perikanan (Pemda, 2002), pendekatan minimum diterapkan jika keseluruhan armada perahu motor tempel bermesin satu (outboard engine) dan kapal motor berbobot 0,5–3 GT.
Pendekatan maksimum dilakukan jika
keseluruhan armada perahu motor tempel bermesin ganda (outboard engine) dan kapal motor berbobot 7,1–10 GT. Nilai retribusi SPI dengan pendekatan minimum dihitung dengan mengalikan jumlah unit penangkapan perahu motor tempel bermesin satu dengan tarifnya ditambah dengan perkalian jumlah kapal motor berbobot 0,5–3 GT dengan tarifnya maka nilai retribusi yang diperoleh dari pendekatan minimum ini sebesar 4.730.000 rupiah (Tabel 45). Nilai retribusi IUP dengan pendekatan maksimum dihitung dengan mengalikan jumlah unit penangkapan perahu motor tempel bermesin ganda dengan tarifnya ditambah dengan perkalian jumlah kapal motor berbobot 7,1–10 GT dengan tarifnya maka nilai retribusi yang diperoleh dari pendekatan maksimum ini sebesar 16.550.000 rupiah (Tabel 45). Dengan demikian melalui pendekatan minimum nilai retribusi yang seharusnya diterima oleh Pemerintah Daerah adalah 4.730.000 rupiah sedangkan
dengan pendekatan maksimum yang diterima sebesar 16.550.000 rupiah bukan 3.425.000 rupiah atau ada sekitar 27,6% dengan pendekatan minimum dan 79,3% dengan pendekatan maksimum retribusi izin usaha perikanan yang tidak masuk ke kas daerah. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab 4 bahwa produksi perikanan di Kota Sibolga sepenuhnya dihasilkan melalui pendaratan ikan di tangkahantangkahan yang tersebar di wilayah administrasi Kota Sibolga. Data produksi perikanan yang ada di Kota Sibolga merupakan data yang dikumpulkan atau dihitung oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga hanya dari aktivitas perikanan di tangkahan sedangkan produksi perikanan yang didaratkan di PPN Sibolga dicatat di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah. Data produksi perikanan selain itu belum didata oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data produksi perikanan di kota ini sama dengan volume produksi yang dihasilkan oleh tangkahan secara keseluruhan. Sebagai contoh pada tahun 2008 produksi perikanan di kota ini sebesar 40.956.100 kg. Jika diasumsikan jumlah produksi (40.956.100 kg) yang bisa didistribusikan adalah sebesar 19,4 persen (rata-rata besaran volume ikan yang dikirim ke luar Kota Sibolga, hasil pengolahan data Zain (2002) untuk tahun 1999) (Tabel 46) dan berdasarkan perbandingan persentase jumlah wadah yang berukuran 100 kg dan 150 kg yang ada di tangkahan-tangkahan contoh (Lampiran 7) maka pendapatan asli daerah yang seharusnya diterima pada tahun 2008 dari dua jenis wadah yang digunakan adalah sebesar 79.455.500 rupiah bukan 66.335.500 rupiah. Dengan demikian, nilai retribusi hasil perikanan yang “hilang” dengan pendekatan ini adalah 13.120.000 rupiah.
Nilai retribusi yang hilang ini
seharusnya bisa diperoleh jika pengawasan dilakukan secara ketat dan terkoordinasi antara dinas terkait dengan pemilik tangkahan.
Tabel 46 Estimasi nilai retribusi hasil perikanan yang hilang dengan sistem pemungutan berdasarkan jenis wadah yang digunakan pada saat pengiriman ikan di Kota Sibolga, 2008 Item Volume hasil tangkapan tahun 2008 (kg) Persentase produksi dijual ke luar kota (%) Volume produksi ikan yang dijual ke luar kota (kg) Jumlah box 100 kg yang dikirim dari tangkahan (unit) Hasil retribusi pungutan hasil perikanan box 100 kg (Rp) Jumlah box 150 kg yang dikirim dari tangkahan (unit) Hasil retribusi pungutan hasil perikanan box 150 kg (Rp) Nilai total retribusi (Rp) Nilai retribusi yang hilang (Rp) Keterangan: *) = persentase ikan yang bisa dikemas dan dikirim Sumber: *) Data primer Zain, 2002
Jumlah 40.956.100 19,4* 7.945.483 38.774 38.774.000,00 27.121 40.681.500,00 79.455.500,00 13.120.000,00
Dampak dari pengoperasian tangkahan di Kota Sibolga pada pendapatan asli daerah sangat besar. Dampak ini dapat dilihat dari adanya “kehilangan” nilai retribusi hasil perikanan dan retribusi izin usaha perikanan yang seharusnya masuk sebagai sumber pendapatan asli daerah. Pada retribusi hasil perikanan Pemerintah Daerah “kehilangan” potensi daerahnya sebesar 13.120.000 rupiah dan retribusi izin usaha perikanan sebesar 1.305.000 rupiah dengan pendekatan minimum dan 13.125.000 rupiah dengan pendekatan maksimum. Maka pada tahun 2008 kerugian yang dialami oleh daerah minimal 14.425.000 rupiah. Jika terhadap semua hasil tangkapan yang didaratkan di Kota Sibolga dikenakan retribusi hasil perikanan sebesar 5 persen, kerugian yang dialami daerah sebesar 9.668.929.470 rupiah tahun 2008 (Tabel 44). Potensi daerah ini seharusnya bisa menyumbang ke pendapatan asli daerah sebesar 85,1 persen pada PAD Kota Sibolga tahun 2009 (Lampiran 8).
9. KESIMPULAN DAN SARAN
9.3 Kesimpulan Hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan: 1) Dampak keberadaan tangkahan terhadap pendaratan hasil tangkapan di PPN Sibolga adalah (1) Produksi PPN Sibolga lebih kecil dari pada di tangkahan yaitu 4,3 persen atau produksi tangkahan lebih besar dari pada di PPN Sibolga 95,7 persen dari jumlah ikan yang didaratkan di Teluk Tapian Nauli. Secara langsung pusat bisnis perikanan terbesar saat ini berada di tangkahan-tangkahan bukan di PPN Sibolga (2) Potensi peningkatan jumlah hasil tangkapan di PPN Sibolga sangat besar jika semua kapal dialihkan ke pelabuhan ini. (3) Perbandingan mutu hasil tangkapan di TPI dan dermaga tangkahan sangat kecil (kurang dari skala 1) dan mutunya hampir sama yang menunjukkan bahwa persaingan tangkahan dan TPI PPN Sibolga cukup kompetitif. 2) Dampak keberadaan tangkahan terhadap tenaga kerja adalah: (1) Upah yang diterima oleh tenaga kerja di tangkahan khususnya tenaga kerja tetap yang menerima upah bulanan, di beberapa
jenis pekerjaan di
tangkahan sudah sesuai dengan standar upah minimum regional Provinsi Sumatera Utara atau upah minimum Kota Sibolga. Rata-rata jumlah pekerja tangkahan adalah 36 orang. (2) Pekerja-pekerja yang bekerja di tangkahan semata-mata bekerja hanya untuk mendapatkan upah/gaji dan belum ada dorongan dari diri pekerja sendiri untuk “mengaktualisasikan dirinya” dalam bekerja untuk pengembangan
usaha
tangkahan.
Tangkahan
merupakan
milik
pribadi/keluarga, setiap pekerja sangat sulit atau hampir mustahil dipromosikan ke jenjang karir yang lebih tinggi karena dominasi peran kebijakan keluarga dalam usaha ini.
3) Dampak tangkahan terhadap pendapatan daerah Kota Sibolga. (1) Pendapatan asli daerah yang berasal dari subsektor perikanan tangkap terdiri dari dua jenis yaitu retribusi hasil perikanan dan retribusi izin usaha perikanan. (2) Pada tahun 2008 kerugian yang dialami oleh daerah dari retribusi izin usaha perikanan minimal 1.305.000 rupiah dan retribusi hasil perikanan berdasarkan jenis wadah pengiriman sebesar 13.120.000 rupiah. Dengan demikian, ada selisih sekitar 14.425.000 rupiah nilai retribusi yang belum masuk ke kas daerah pada tahun 2008. (3) Jika pemungutan retribusi dilakukan mengacu Perda nomor 6 Tahun 2003 dimana terhadap semua hasil tangkapan yang didaratkan dikenakan retribusi hasil perikanan sebesar 5 persen, maka kerugian yang dialami daerah sebesar 9.668.929.470 rupiah pada tahun 2008.
9.4 Saran 1) Perlu ada upaya tegas dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengaturan tangkahan khususnya dalam pengoperasiannya. 2) Perlu adanya pembinaan terhadap nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Sibolga agar hasil tangkapan yang didaratkan lebih bermutu lagi dan lebih banyak produksinya sebagai daya tarik pelabuhan ini.
DAFTAR PUSTAKA
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 450 halaman [DPKAD] Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Sibolga. 2009a. Evaluasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kota Sibolga: Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Sibolga. 4 halaman -----------. 2009b. Jenis dan Tarif Pajak dan Retribusi Daerah. Kota Sibolga: Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Sibolga. 4 halaman [Pemda] Pemerintah Daerah Kota Sibolga. 2002. Peraturan Daerah Kota Sibolga Nomor 18 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan. Kota Sibolga: Pemerintah Daerah Kota Sibolga. --------. 2003. Peraturan Daerah Kota Sibolga Nomor 6 Tahun 2003 tentang Retribusi Hasil Perikanan. Kota Sibolga: Pemerintah Daerah Kota Sibolga --------. 2008. Profil Kota Sibolga. www.sibolgakota.go.id. [12 Desember 2009]. [PSDKP]. 2007. Laporan Tahunan. Tapanuli Tengah: Satuan Kerja Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Departemen Kelautan dan Perikanan. Artoyo, AR. 1991. Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kerja Perusahaan. Jakarta: Balai Pustaka. 73 halaman Astuty AD. 2001. Kondisi Kesejahteraan dan Kualitas Tenaga Kerja [Laporan Penelitian]. Di dalam: Darwin Syamsulbahri, editor. Ketenagakerjaan dalam Industri Berorientasi Ekspor Menghadapi Persaingan Bebas: Profil Kualitas Tenaga Kerja di Industri Pengolahan. Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hal 133-134 BPS Kota Sibolga. 2009. Sibolga dalam Angka 2008. Kota Sibolga. Badan Pusat Statistik Kota Sibolga. www.sibolgakota-bps.go.id [20 Januari 2010] Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga. 2009. Data Statistik Perikanan. Kota Sibolga: Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga. 9 halaman Gunaisah, E. 2008. Sumberdaya Udang Penaeid dan Prospek Pengembangannya di Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Irian Jaya Barat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 103 halaman Guza, A. 2008. Undang-Undang PEMDA (Pemerintah Daerah). Jakarta: Penerbit Asa Mandiri. 440 halaman
Hanafiah, AM. dan A.M. Saefuddin. 2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: UI-PRESS. 208 halaman Hitt, MA, R. Duane Ireland dan Robert E. Hoskisson. 1997. Manajemen Strategis Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi. Jakarta: Erlangga. 619 halaman Karman, A. 2008. Pengembangan Perikanan Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara [Tesis]. Bogor: Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 98 halaman Kurniasih, S. 2004. Analisis Perbandingan Hasil Tangkapan Ikan di PPI Wonokerto dan PPI Jambean Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 95 halaman Lubis, E. 2006. Buku I: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian Pelabuhan Perikanan. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Lubis, E. 23 April 2009. Komunikasi Pribadi. Dosen Mata Kuliah Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Institut Pertanian Bogor Misran. 1991. Studi Orientasi terhadap Pangkalan Pendaratan Ikan di Sibolga dan Kemungkinan Pengembangannya [Skripsi]. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 78 halaman Mulyadi, MD. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Fasilitas Terkait di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 133 halaman Panggabean, SRH. 2008. Tingkat Kepuasan Nelayan terhadap Pelayanan Penyediaan Kebutuhan Melaut di PPN Sibolga Sumatera Utara [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 93 halaman Pane, AB. 2007. Persaingan Hasil Tangkapan [Bahan kuliah]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 4 halaman Pane, AB. 23 Maret 2009. Komunikasi Pribadi. Dosen Mata Kuliah Analisis Hasil Tangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Institut Pertanian Bogor PPN Sibolga. 2009. Laporan Tahunan Tahun 2008. Tapanuli Tengah: Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga. 48 halaman
Pertamina. 2008. Harga Minyak Nasional. www.pertamina.co.id. [12 Desember 2009]. Siahaan, MP. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 472 halaman Sinaga, S. (1995). Studi tentang Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga Sumatera Utara [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 85 halaman Sitanggang, LP. 2006. Studi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Pariwisata di Kawasan Pesisir Kota Sibolga [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 121 halaman Yaumidin, UK. 2001. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kualitas Tenaga Kerja [Laporan Penelitian]. Di dalam: Darwin Syamsulbahri, editor. Ketenagakerjaan dalam Industri Berorientasi Ekspor Menghadapi Persaingan Bebas: Profil Kualitas Tenaga Kerja di Industri Pengolahan. Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hal 85-86 Zain, J. 2002. Studi Aktivitas Tangkahan dan Pengaruhnya terhadap Operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga Sumatera Utara [Tesis]. Bogor: Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 208 halaman Zarkasyi, I. 2006. Pengaruh Keberadaan Tangkahan terhadap Pengoperasian Pangkalan Pendaratan Ikan Bengkalis [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 63 halaman
Lampiran 1 Spesifikasi dan nilai organoleptik ikan basah Spesifikasi I. Mata Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih Cerah, bola mata rata, kornea jernih Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh Bola mata cekung, pupul mulai berubah menjadi putih susu, cornea keruh Bola mata cekung, pupul putih susu, kornea keruh Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal II. Insang Warna Merah cemerlang, tanpa lendir dan bakteri Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir Warna merah agak kusam, tanpa lendir Merah agak kusam, sedikit lendir Mulai ada diskolorasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir Mulai ada diskolorasi, sedikit lendir Perubahan warna merah coklat, lendir tebal Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal Warna putih kelabu, lendir tebal sekali III. Daging dan Perut Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dindidng perut dagingnya utuh, bau isi perut segar Sayatan daging cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya masih utuh, bau netral Sayatan daging cemerlang, warna asli, sedikit ada pemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai pudar, bau netral. Sayatan daging masih cemerlang, di dua perut agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu. Sayatan daging mulai pudar, di dua perut lembek, banyak pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu Sayatan daging tidak cemerlang, di dua perut lunak, pemerahan sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak Spesifikasi Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada sepanjang
Nilai 9 8 7 6 5 4 3 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1
9
8
7
6 5 4 2 Nilai 1
tulang belakang, dinding perut membubar, bau busuk IV. Konsistensi Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya Agak lunak., elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang Lampiran 1. Lanjutan Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang Agak lunak, belum ada bekas jri bila ditekan, budah menyobek daging dari tulang belakang Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah menyobek daging dari tulang belakang Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah menyobek daging dari tulang belakang Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang Sumber: SNI 01-2729-1992
9 8 7 6 5 4 3 2 1
Lampiran 2 Nama tangkahan yang tersebar di Teluk Tapian Nauli No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Tangkahan Karya Bersama Bina Nelayan Indah Garuda Mas Nazara Masliah/ Semangat Baru Razali (RZL) Harapan Sari Laut/ Togu Mujur/Jasa Laut Bintang Makmur Sumber Karya Rezeki Baru Ilham/Sinar Mas Sabena Karya Baru Lubis (LBS) Budi Jaya Renta Sari Sunilpa/ Padema Henny Nurdin Harahap (NDH) Putra Tapanuli Sejati/Lintang Karya 21 Safiuddin/ Nelayan Maju Sumber : PSDKP 2009
No. 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Nama Tangkahan Mina Uli/Sumber Laut Expra 45 Zainal Tanjung (ZTD) Karya Budi Nelayan/ Karya Bahari Lanok. S Bunga Karang Laut Karya Sibolga Indah PT Putra Ali Sentosa PT Pasifik PT PPH PT ASSA PT ASAHI Debora Murni Rasmil Atak Sitinjak Rosida
42
H. Majid
Aritonang (RT)
Lampiran 3 Surat keputusan Direksi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
Lampiran 4 Lay out PPN Sibolga
1
5 4 7 5
8 6
Sumber : www.google-earth, 2009
Lampiran 5 Contoh lay out tangkahan pada tangkahan UD Ilham, Sabena, Budi Jaya, dan Renta Sari 1) Tangkahan UD Ilham
UD. Ilham
2) Tangkahan Sabena
3) Tangkahan Budi Jaya
4) Tangkahan Renta Sari
Lampiran 6 Rata-rata harga ikan, 2001-2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata harga ikan
2001 4303 4608 3975 5214 4884 4724 5185 3879 3555 3511 4004 3861
2002 4000 3567 3357 3550 4520 4409 4249 4989 4567 5003 4863 5085
Tahun 2003 2004 2530 3566 4193 3862 4458 3742 4096 2940 6414 2751 5375 4504 3961 4752 4116 4730 2730 4086 4359 4579 3899 4333 4048 4440 4754
2005 6068 6388 5553 5196 5064 6875 7591 9062 10009 8164 6793 7090
2006 6500 5500 5500 6500 2100 3500 4600 5000 2000 4800 5100 5000
Lampiran 7 Persentase jumlah box yang akan dikirim dari tangkahan contoh ke luar daerah Kota Sibolga, Juni-Juli 2009 Nama tangkahan UD Ilham Sabena Budi jaya Renta sari HSL Jumlah Persentase
Jumlah box 100 kg yang dikirim 2 4 3 6 6 18 48,8%
Jumlah box 150 kg yang dikirim 2 1 6 10 3 19 51,2%
Lampiran 8 Target pendapatan asli daerah Kota Sibolga, 2009 N o. 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis penerimaan daerah I. Pajak Daerah Pajak hotel Pajak restoran Pajak hiburan Pajak reklame Pajak penerangan jalan subjumlah II. Retribusi Hasil Daerah A. Retribusi jasa umum Retribusi pelayanan kesehatan Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan Retribusi penggantian biaya KTP dan akte catatan sipil Retribusi pelayanan parkir di jalan umum Retribusi pelayanan pasar Retribusi pemerikasaan alat pemadam kebakaran Retribusi penggantian rekening listrik subsubjumlah B. Retribusi jasa usaha Retribusi jasa usaha pemakaian kekayaan daerah Retribusi jasa usaha pasar grosir dan pertokoan Retribusi terminal bus Retribusi tempat penginapan/psanggrahan/villa Retribusi penyediaan dan atau penyedotan kakus Reteribusi jasa usaha rumah potong hewan Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga Retribusi penjualan produksi usaha daerah: Dinas pengelola keuangan dan aset daerah Dinas kelautan perikanan dalam bentuk retribusi hasil perikanan (RHP) subsubjumlah C. Retribusi jasa perizinan Retribusi surat izin tempat usaha (SITU) Retribusi surat izin usaha perusahaan (SIUP) Retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol Retribusi izin gangguan/keramaian (HO) Retribusi izin trayek. RPBD+SIM Retribusi izin usaha perikanan Retribusi izin usaha bidang kesehatan Retribusi SKSB/ IMB
Target (Rp) 72.900.000.00 85.040.000.00 11.120.000.00 150.000.000.00 1.600.000.000.00 1.919.060.000.00
2.710.000.000.00 262.806.000.00 1.800.000.00 110.800.000.00 906.692.200.00 6.900.000.00 28.000.000.00 4.026.998.200.00 85.786.000.00 80.000.000.00 182.186.000.00 15.000.000.00 15.000.000.00 45.240.000.00 8.000.000.00 47.000.000.00 66.000.000.00 544.212.000.00 3.000.000.00 19.000.000.00 175.000.000.00 2.100.000.00 138.220.000.00 52.780.000.00 3.700.000.00 6.250.000.00 20.000.000.00
N o. 25
Jenis penerimaan daerah Retribusi izin usaha jasa konstruksi subsubjumlah subjumlah
5.000.000.00 425.050.000.00 4.996.260.200.00
III. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Laba Perusahaan Milik Daerah dari PDAM Penerimaan bagian laba dari PT. BANK SUMUT subjumlah
200.000.000.00 1.600.000.000.00 1.800.000.000.00
Lampiran 8. Lanjutan:
1 2
1 2
Target (Rp)
IV. Lain-lain PAD yang sah Jasa giro kas daerah Penerimaan PAD lainnya subjumlah Jumlah
1.750.000.000.00 900.000.000.00 2.650.000.000.00 11.365.320.200.00