PERANAN METODE TEMU LAPANG TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI DI KAWASAN PENGEMBANGAN JERUK RIMBO PENGADANG Sri Suryani M.Rambe1), Irma Calista Siagian2) dan Kusmea Dinata3) 1)
Penyuluh Pertanian Madya, BPTP Bengkulu 2) Peneliti Pertama, BPTP Bengkulu 3) Calon Peneliti, BPTP Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Petani di kawasan pengembangan jeruk Kabupaten Lebong umumnya belum mengetahui cara budidaya jeruk yang benar karena terbatasnya pengetahuan mereka. Untuk menyampaikan informasi teknologi pertanian dilakukan melalui berbagai metode. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan petani jeruk di kawasan pengembangan jeruk di Kelurahan Rimbo Pengadang tentang teknologi pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS) melalui penerapan metode temu lapang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober s/d November 2013 dengan menggunakan metode survey. Pemilihan responden dilakukan secara purposif sampling. Jumlah responden sebanyak 65 orang petani jeruk dari 10 kelompok tani di Kelurahan Rimbo Pengadang. Data primer yang diambil meliputi karakteristik responden, tingkat pengetahuan dan minat responden sebelum temu lapang dilaksanakan dan sesudah temu lapang dilaksanakan. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi sederhana dan analisis korelasi. Hasil kajian memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan petani jeruk setelah pelaksanaan temu lapang sebesar 26,89%. Terdapat korelasi positif antara tingkat pendidikan dan tingkar pengetahuan tentang teknologi PTKJS. Peningkatan minat terhadap inovasi teknologi PTKJS juga meningkat menjadi 90,03%. Hal ini menunjukkan bahwa metode temu lapang dapat memberikan manfaat dalam menyampaikan informasi kepada petani terhadap inovasi teknologi PTKJS di kawasan pengembangan jeruk di Kelurahan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong. Kata kunci: temu lapang, pengetahuan, pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat, Rimbo Pengadang
PENDAHULUAN Komoditas unggulan Kabupaten Lebong diantaranya adalah komoditas jeruk Gerga (RGL). Komoditas ini menjadi prioritas nasional untuk dikembangkan dengan target 6000 ha pada 5 tahunn kedepan. Program ini perlu didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai. Kondisi sumberdayamanusia yang ada saat ini memerlukan perhatian khusus karena pengetahuan petani yang sangat terbatas dalam hal pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat. Untuk mengatasi permasalahan ini dilakukan penyuluhan dengan berbagai metode. Menurut UU 16 Tahun 2006 penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Penyuluhan pada dasarnya adalah proses pembelajaran masyarakat yang bertujuan mencapai perubahan perilaku individu. Filosofi penyuluhan adalah menolong orang agar orang tersebut mampu menolong dirinya sendiri, melalui pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraannya . Penyuluhan adalah proses pendidikan, demokrasi dan kontinyu. Penyuluhan sebagai proses pendidikan artinya penyuluhan harus dapat membawa perubahan dalam perilaku (Slamet, 2003). Salah satu kegiatan penyuluhan pertanian adalah diseminasi atau penyampaian informasi pertanian kepada penggunanya. Diseminasi inovasi pertanian adalah kegiatan penyebarluasan teknologi dan rekayasa kelembagaan yang unggul. Kegiatan diseminasi teknologi pertanian bertujuan meningkatkan adopsi dan inovasi pertanian hasil litkaji melalui berbagai kegiatan komunikasi, promosi dan komersialisasi serta penyebaran paket teknologi unggul yang dibutuhkan dan menghasilkan nilai tambah bagi berbagai khalayak pengguna dan menyelenggarakan kegiatan penyebarluasan materi penyuluhan baik secara tercetak maupun media elektronik (Sulaiman, 2003). Perubahan yang diharapkan dari kegiatan diseminasi adalah akan terjadi pada aspek kognitif (pengetahuan – P), afektif (sikap – S) dan psikomotorik (keterampilan – K). Perubahan tersebut menuju ke arah yang sesuai dengan konsep dan cara yang benar atau seharusnya. Keberhasilan penyampaian informasi tentang teknologi pertanian sangat didukung oleh pemilihan media dan metode yang tepat, sesuai dengan karakteristik sasaran (sosial, ekonomi, dan budaya).
BPSDMP (2010) menyebutkan bahwa efektivitas penyuluhan pertanian ditentukan oleh komponen-komponen dalam sistem penyuluhan pertanian, di antaranya yaitu metode penyuluhan pertanian. Salah satu metode penyuluhan yang sering digunakan adalah temu lapang. Temu lapang merupakan pertemuan antara petani dengan peneliti untuk saling tukar menukar informasi tentang teknologi yang dihasilkan oleh peneliti dan umpan baik dari petani. Tujuannya adalah untuk membuka kesempatan bagi petani untuk mendapatkan informasi teknologi hasil penelitian, membuka kesempatan bagi peneliti untuk mendapatkan umpan balik dari hasil-hasil penelitiannya dan menyalurkan teknologi di kalangan petani secara lebih cepat (STTP, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peranan metode penyuluhan temu lapang terhadap peningkatan pengetahuan petani jeruk dikawasan pengembangan jeruk Kelurahan Rimbo Pengadang, Kecamatan rimbo Pengadang Kabupaten Lebong.
METODE PENGKAJIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode studi kasus. Unit penelitiannya adalah komunitas anggota dari 10 kelompok tani jeruk di Kelurahan Rimbo Pengadang Kecamatan Rimbo Pengadang Kabupaten Lebong. Dalam kajian ini teknik penentuan sampel digunakan nonprobability sampling yaitu pengambilan sampel tidak berdasarkan peluang atau teknik penentuan sampel secara disengaja ( purposive) dengan pertimbangan pengumpulan data sesuai dengan maksud dan tujuan pengkajian. Adapun teknik penentuan sampel yang digunakan pada penelitian ini menurut Bungin (2005) dengan rumus:
N n = ------------N (d2)+ 1
Dimana : n = Jumlah Sampel yang dicari N = Jumlah Populasi d = Nilai presesi sebesar 90 persen atau a = 0,10
Jumlah populasi anggota dari 10 kelompok tani jeruk di Kelurahan Rimbo Pengadang 200 orang. Presesi ditetapkan 0,1 dengan tingkat konfidensi 90 persen sehingga jumlah sampel yang diambil adalah 65 orang. Jenis dan sumber data dalam penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan petani responden dalam pengisian kuesioner. Data yang diambil terdiri dari data primer, meliputi karakteristik responden, tingkat pengetahuan responden terhadap teknologi pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS) sebelum dan sesudah pelaksanaan temu lapang. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari kantor kelurahan,dinas atau instansi pertanian dan berbagai sumber yang terkait dengan materi kegiatan ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain observasi. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder. Data ditabulasi kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara umur dan pendidikan dengan tingkat pengetahuan petani.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Lokasi Pengkajian Kecamatan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong, memiliki topografi bergelombang sampai berbukit dengan ketinggian 500-900 m dpl. Luas wilayah Kelurahan Rimbo Pengadang 7300 ha. Luas pertanaman jeruk RGL yang ada saat ini sekitar 170 ha tanaman jeruk RGL dan direncanakan untuk dikembangkan 200 ha lagi pada tahun 2013. Ketinggian lokasi pengkajian sekitar 835 dpl, sehingga sesuai untuk pertanaman jeruk. Jenis jeruk yang banyak dibudidayakan di Kecamatan Rimbo Pengadang adalah jeruk RGL dan jeruk siam. Pertanaman jeruk di wilayah ini juga didukung dengan kondisi iklim iklim rata-rata harian pada siang hari antara 28-32 oC dan pada malam hari 22-25 oC. Tipe iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson mempunyai tipe iklim B dengan curah hujan 2500-4500 mm/tahun (BPS, 2011).
Karakteristik Responden Mubyarto (1994) mengemukakan bahwa pada dasarnya petani dalam berusahatani bertujuan untuk meningkatkan produksi sehingga didapatkan pendapatan yang tinggi. Walaupun teknologi telah tersedia tetapi bila teknologi ini tidak diterapkan petani maka peningkatan produktivitas tidak akan terjadi dan akhirnya juga akan berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh. Teknologi untuk usahatani sudah diperkenalkan kepada petani, namun bagi sebagian petani teknologi tersebut masih merupakan hal yang baru, karena pada umumnya pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh para petani masih sering bersifat turun temurun dan menggunakan teknologi yang terbatas. Teknologi yang dianjurkan kepada petani tidak akan begitu saja diterapkan atau diadopsi oleh petani, sehingga suatu inovasi mulai diperkenalkan sampai diadopsi oleh seseorang memerlukan waktu. Kecepatan adopsi inovasi oleh seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan usahatani, ukuran luas lahan, status kepemilikan lahan, sikap/prestise masyarakat, sumber informasi pertanian yang digunakan, dan tingkat hidup seseorang. Pernyataan ini didukung Mardikanto (1993), yang menyatakan bahwa kecepatan seseorang mengadopsi atau menerapkan suatu inovasi atau teknologi baru dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: luas usahatani, tingkat pendidikan, umur petani, keberanian mengambil resiko, aktivitas mencari ide atau informasi baru, dan sumber informasi yang digunakan. Rata-rata umur responden di kawasan pengembangan jeruk Keluran Rimbo Pengadang adalah 34,23 tahun dengan persentase terbanyak pada umur 20-40 tahun sebanyak 77,27%, kemudian kisaran umur 41-60 tahun sebanyak 13,64% dan sisanya pada kisaran umur 61-80% sebanyak 4,55%. Mayoritas petani berusia 20-40 tahun (tergolong usia sangat produktif) yang pada usia ini, individu masih memiliki minat yang tinggi untuk belajar. Kondisi ini mempengaruhi perilaku (baik pengetahuan, sikap, dan keterampilan), pola pengambilan keputusan, cara berpikir, serta minat untuk mengadopsi suatu inovasi teknologi. Tingkat pendidikan responden berada pada kriteria pendidikan sedang dimana penduduk tamat SD 27,29%, SMP 50% dan SMA 22,72%. Setengah dari petani responden mempunyai tingkat pendidikan SMP. Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pola pikir dan daya nalar. Sehingga semakin lama seseorang mengenyam pendidikan maka pola pikir dan daya penalarannya akan semakin rasional (Saridewi dan Siregar, 2010).
Pengetahuan Petani Jeruk Metode penyuluhan atau metode diseminasi merupakan cara penyampaian pesan agar dapat terjadi perubahan sehingga sasaran tahu, mau dan mampu dalam menerapkan inovasi baru. Peningkatan pengetahuan petani merupakan bagian yang penting dalam proses adopsi inovasi. Seperti yang dikemukakan oleh Sudarta (2005) bahwa dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan individu pertanian mempunyai arti penting, karena pengetahuan dapat mempertinggi kemampuan dalam mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. Jika pengetahuan tinggi dan individu bersikap positif terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas. Setiap individu memiliki kemampuan berbeda untuk mengembangkan pengetahuan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik individu tersebut. Tiap karakter yang melekat pada individu akan membentuk kepribadian dan orientasi perilaku tersendiri dengan cara yang berbeda pula. Hasil kajian memperlihatkan bahwa pengetahuan petani jeruk terhadap teknologi PTKJS meningkat setelah mengikuti temu lapang (Tabel 1). Pengetahuan petani jeruk meningkat sebanyak 26,89% yaitu dari 33,85% menjadi 60,75% sesudah dilaksanakannya penyuluhan. Petani jeruk sudah mengetahui teknologi PTKJS. Peningkatan pengetahuan mencerminkan tingkat kesadaran petani untuk mencari dan menerima informasi inovasi teknologi.
Tabel 1. Perubahan tingkat pengetahuan petani terhadap komponen teknologi sebelum dan setelah dilaksanakannya Temu lapang. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Uraian Komponen teknologi PTKJS Pengendalian CVPD Penyebab CVPD Serangga penular CVPD Pemangkasan Penggunaan bubur kalifornia Penyaputan batang Jenis pestisida Rekomendasi pemupukan Cara pemupukan Panen Rata-rata
Sebelum Temu Lapang
Setelah Temu lapang
39,13 41,67 9,09 52,17 36 10 4 47,83 45,83 16,67 70
--------------- % --------------57,14 69,13 17,14 63,09 70,73 72,97 69,44 60 61,54 56,76 70,27
33,85
60,75
Persentase peningkatan pengetahuan 18.01 27.46 8.05 10.92 34.73 62.97 65.44 12.17 15.71 40.09 0.27 26,89
Menurut Bandolan(2008), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap penerimaan teknologi yang diberikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir terhadap respon-respon inovatif dan perubahan-perubahan yang dianjurkan. Dalam hal menerima inovasi baru, responden dengan kondisi ini tergolong dalam kelompok mudah menerima inovasi baru. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sudarta (2002) pengetahuan petani sangat membantu dan menunjang kemampuannya untuk mengadopsi teknologi dalam usahataninya dan kelanggengan usahataninya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan petani maka kemampuannya dalam mengadopsi teknologi di bidang pertanian juga tinggi, dan sebaliknya. Dengan meningkatnya pengetahuan petani, diharapkan proses transfer teknologi PTKJS dapat dengan cepat sampai kepada masyarakat, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan PTKJS dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan. Pengetahuan sebagai alat jaminan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dari pengalaman, dan hasil penelitian membuktikan bahwa perilaku didasarkan atas pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan tanpa didasari pengetahuan.
Korelasi antara Umur dan Pendidikan dengan Pengetahuan Menurut Saridewi dan Siregar (2010) usia produktif berada pada kisaran usia 15-64 tahun. Semakin muda usia petani biasanya mempunyai semangat tinggi untuk mengetahui berbagai hal yang belum diketahui. Sehingga mereka biasanya berusaha lebih cepat untuk melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman terhadap adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988). Tetapi dari hasil analisis korelasi ternyata umur petani di Kelurahan Rimbo Pengadang tidak mempunyai korelasi yang signifikan terhadap umur petani. Hal ini diduga karena umur petani di wilayah tersebut cukup merata,hanya beberapa petani jeruk yang berumur diatas 60 tahun. Mayasari et al (2012) menyatakan bahwa penyuluhan yang efektif dapat disebabkan oleh usia responden. Usia responden yang mengikuti penyuluhan dominan berkisar 25–34 tahun, usia tersebut termasuk periode dewasa awal (early adulthood). Pada periode ini individu mudah untuk menyerap informasi, serius untuk belajar, berpikir dan memutuskan dengan kehendak sendiri. Disamping itu, metode ini juga memberikan manfaat dalam merubah perilaku petani.
Dari hasil penelitian di kawasan pengembangan jeruk, terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan petani (Sig. 0.038 < 0,05), semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat pengetahuan juga tinggi (Grafik 1).
Tingakat Pendidikan
Korelasi 4 3 2 y = 0,118x + 1,507 R² = 0,145
1 0 0
2
4
6
8
10
Tingkat Pengetahuan Grafik 1. Korelasi tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan.
Menurut Soekartawi (1988), mereka yang berpendidikan tinggi relatif cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Begitu juga sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah relatif lebih agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Pemilihan metode penyuluhan didasarkan pada penggunaan panca indera. Penggunaan panca indera tidak terlepas dari suatu proses belajar-mengajar karena panca indera tersebut terlibat di dalamnya. Hal ini dinyatakan oleh Socony Vacuum Oil Co. yang di dalam penelitiannya memperoleh hasil sebagai berikut 1% melalui indera pengecap, 1,5% melalui indera peraba, 3,5% melalui indera pencium, 11% melalui indera pendengar, dan 83% melalui indera penglihatan (STTP, 2011). Pemilihan temu lapang sebagai metode penyuluhan mengenai teknologi PTKJS kepada petani dikarenakan metode ini merupakan metode dengan pendekatan kelompok yang dapat memberikan informasi secara lebih luas. Metode ini dapat membantu seseorang dari tahap menginginkan suatu informasi ke tahap mencoba dan menerapkan. Pengetahuan merupakan tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada gilirannya melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya pengetahuan yang baik tentang suatu hal, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sikap petani terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman lapangan mereka. Pada dasarnya prilaku petani sangat di pengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan, dan sikap mental petani itu sendiri. Dengan digiatkannya penyuluhan pertanian diharapkan akan terjadi perubahan-perubahan terutama pada perilaku serta bentuk-bentuk kegiatanya seiring dengan terjadinya perubahan cara berpikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mental yang lebih terarah dan lebih menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarganya maupun lingkungannya (Slamet , 2003). Dari hasil kajian ini, diperoleh informasi yang akan digunakan untuk menyusun kegiatan diseminasi selanjutnya agar peningkatan pengetahuan dapat lebih optimal sehingga petani mampu menerapkan teknologi PTKJS. Kegiatan tersebut antara lain, petak percontohan, pelatihan, demonstrasi, sosialisasi/pertemuan dengan menggunakan media audiovisual dan tercetak.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. 2.
Metode temu lapang meningkatkan pengetahuan petani jeruk tentang pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat sebesar 26,89% dari 33,85% menjadi 60,75%. Terdapat korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tentang PTKJS. Masih diperlukan kegiatan diseminasi lainnya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku petani jeruk lebih optimal dalam pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat, antara lain mengintensifkan penyuluhan disertai dengan praktek lapang atau disertai dengan percontohan langsung di lapangan, agar petani dapat langsung melihat hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA BPS Kab. Lebong. 2011. Kabupaten Lebong Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebong. Tubei. Bandolan, Y, et al. 2008. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Rambutan di Desa Romangloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/42085966_20890036.pdf. [diakses 12 November 2013]. BPPSDMP. 2010. Menerapkan Metode Penyuluhan Level Supervisor. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta. Bungin, B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Prenada Media. Jakarta. Levis, L. R. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Citra Aditya Bakti. Bandung. Mayasari, R, Sitorus, H dan Pertama, L. 2012. Dampak Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Tentang Malaria di Desa Sukajadi Kabupaten OKU. Jurnal Pembangunan Manusia Volume 6 No.3 Tahun 2012. Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret UniversityPress. Surakarta. Saridewi, T.R. dan Siregar, A. N. 2010. Hubungan antara peran penyuluh dan adopsi teknologi oleh petani terhadap peningkatan produksi di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Penyuluhan Pertanian Volume 5 No.1 Mei 2010. http://stpp-bogor.ac.id/userfiles/file/06-Dewi%20edited.pdf. Diakses 7 November 2012. Slamet. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Press. Bogor. Sudarta, W. 2002. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Terpadu. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol 2 No.1. Januari 2002. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. hal 31 – 34. Sudarta, W. 2005. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Tanaman Terpadu [diakses 1 November 2013]. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. STTP. 2010. Modul Pendidikan dan Pelatihan Penyuluhan Pertanian. STTP Magelang. BPSDMP. Kementerian Pertanian. http://www.deptan.go.id/bpsdm/stpp-magelang/download/alih_metod_pp.pdf [ diakses 1 November 2013] Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.