1
2
Peranan Identifikasi Komoditi Pangan Unggulan Pada Tiga Kabupaten di Kawasan Tapanuli Dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Pangan Wilayah Hotden Leonardo Nainggolan dan Johndikson Aritonang Abstract Development is the leading food commodities is one way to spur growth in the region through increased productivity and at the same time in order to create a regional food security. The study was conducted to identify the three leading food commodities in the region Tapanuli District in order to increase food security. The research method used Location Quotient (LQ), using secondary data with time series 2005-2009. From the results of the study concluded: a) there are 2 (two) types of food commodity that is superior in Toba Samosir namely; rice and peanuts, b) there are 4 (four) types of food commodities in the pre-eminent North Tapanuli, namely; rice, dry rice, corn and whereas peanuts, and there are 3(three) types of food commodity that is superior in Humbang Hasundutan, namely; rice, corn and peanuts, which commodities are included in government programs in order to achieve sustainable food selfsufficiency, c) in developing this leading commodities need to do specific efforts to increase productivity through appropriate programs, d) food security in every region affected by the productivity of the commodity and with a consistent increase in productivity will ensure the availability of food at affordable prices. Furthermore, based on the results of this study is suggested: a) that the government Toba Samosir, North Tapanuli and Humbang Hasundutan, productivity improvement efforts are more focused on commodity crops seeded either through intensification or extensification program supported by the improvement of farm technology, infrastructure development and provision of facilities production, cultivation and post harvest technology improvements as well as perform a variety of training to extension workers and farmers themselves. Keywords: leading commodities, agricultural, productivity, food crops. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki keunggulan komperatif untuk sektor pertanian dan sektor kelautan, keunggulan ini merupakan modal fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang perlu didorong dan dikelola dengan baik. Kuncoro, M (2005), menyampaikan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keungulan komperatif akan memberikan perkembangan bukan hanya pada sektor itu saja melainkan juga sektor lain yang memiliki keterkaitan. Negara Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar untuk beberapa komoditi pertanian, namun persoalannya adalah produk pertanian kita tidak memiliki kemampuan untuk bersaing dengan produk negara produsen lainnya dikancah perdagangan bebas. 3
Disamping itu bahwa nilai tambah yang dapat dinikmati petani dari keunggulan komperatif tersebut masih relative kecil sehingga tingkat pendapatan petani tetap kecil maka dengan sendirinya ketahanan pangan di tingkat petani itu sendiri juga tidak terjamin. Usaha pengembangan komoditi unggulan dalam sektor pertanian yang meliputi komoditi perkebunan, hortikultura dan tanaman pangan pada suatu wilayah merupakan salah satu strategi regional untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang pada gilirannya akan memberikan efek pengganda (multiflier effect) pada sektor lain yang terkait. Beberapa wilayah kabupaten di Sumatera Utara tentu memiliki komoditi unggulan masing-masing untuk dikembangkan sebagai pendorong utama (prime mover) bagi pertumbuhan ekonomi wilayahnya dan mendukung ketersediaan kebutuhan pangan dalam rangka menciptakan kemandirian pangan secara regional (Nainggolan, H. L. 2011). Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk mencapai 12 juta orang, memiliki tenaga kerja sebanyak 9.108.738 jiwa yang terdiri atas angkatan kerja 6.298.070 jiwa. Dan sekitar 47,12% angkatan kerja itu diserap oleh sektor pertanian dan sektor ini juga memiliki angka distribusi persentase sebesar 23,0% terhadap pembentukan PDRB Sumatera Utara dan hanya terpaut 1,0% dari sektor industri (BPS Sumut, 2008). Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah 2.021,8 km2 memiliki jumlah penduduk 175.325 jiwa. Salah satu pilar pembangunan di wilayah ini adalah terciptanya pertanian yang maju menuju sektor andalan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Pada tahun 2009, bahwa sektor pertanian ini memberikan kontribusi sebesar 36,29 % bagi pembentukan PDRB Toba Samosir (BPS Toba Samosir, 2010). Sementara bagi Tapanuli Utara bahwa sampai saat ini sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian daerah, sumber devisa dan penyedia lapangan pekerjaan. Tahun 2009 sektor pertanian ini memberikan kontribusi 54,74 % bagi pembentukan PDRB wilayah ini. (BPS Tapanuli Utara, 2010). Kemudian bagi kabupaten Humbang Hasundutan bahwa sektor pertanian merupakan penggerak perekonomian daerah, baik sebagai penghasil nilai tambah maupun sumber penghasilan masyarakat, hal ini terlihat dari luas lahan yang digunakan untuk sektor pertanian dan kontribusi sektor ini bagi PDRB kabupaten Humbang Hasundutan yang mencapai 59,08%. (BPS Humbang Hasundutan, 2010). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk “mengetahui Peranan Identifikasi Komoditi Pangan Unggulan Pada Tiga Kabupaten yaitu Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan di Kawasan Tapanuli Dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Pangan Wilayah “ 4
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji permasalahan yang terdiri atas : 1. Bagaimana peranan komoditi pangan unggulan pada tiga kabupaten di kawasan Tapanuli bagi peningkatan ketahanan pangan wilayah ?. 2. Bagaimana peranan identifikasi komoditi pangan unggulan terhadap peningkatan ketahanan pangan di kawasan Tapanuli ?.
1.3. Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Peranan komoditi pangan unggulan pada tiga kabupaten di kawasan Tapanuli bagi peningkatan ketahanan pangan wilayah. 2. Peranan identifikasi komoditi pangan unggulan terhadap peningkatan ketahanan pangan di kawasan Tapanuli.
1.4. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak pengambil keputusan, lembaga terkait mengenai pemetaan komoditi pangan unggulan pada tiga kabupaten di kawasan Tapanuli dalam rangka menciptakan ketahanan pangan secara regional. 2. Untuk menambah kazanah ilmu pengetahuan secara khusus untuk bidang ekonomi regional bidang aplikasi pertanian. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Komoditi Unggulan Komoditi unggulan merupakan komoditi yang mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi sebuah daerah dan setiap wilayah memiliki jenis komoditi unggulan yang berbeda-beda. Ada beberapa kriteria yang dapat menjelaskan sebuah komoditi dikatakan unggul yaitu; (a) dikenal luas oleh masyarakat, kriteria ini mencerminkan secara sosial bidang usaha ini diterima masyarakat setempat. (b) Memiliki sumbangan yang signifikan bagi 5
perekonomian masyarakat. Bidang usaha unggulan yang ditetapkan harus dapat bersaing dengan bidang usaha yang sama pada wilayah lain. (c) Memiliki kesesuaian dengan aspek agroekologis lokasi pengembangan. Kesesuaian bidang usaha dengan kondisi agroekologis dapat diketahui dengan menggunakan indikator produktifitas yang dapat menggambarkan efisiensi produksi, (d) Memiliki potensi pasar dan peluang ekspor dan memiliki pasar yang jelas dan prospek yang cerah, (e) Mendapat dukungan kebijakan pemerintah yang meliputi dukungan pasar, baik pasar input maupun pasar output. Ketersediaaan faktor-faktor pendukung lain seperti dukungan kelembagaan, teknologi, modal, sarana dan prasarana angkutan serta sumber daya manusia yang tersedia didaerah yang bersangkutan, akan turut menentukan keunggulan usaha, (f) Memiliki kelayakan investasi dan finansial yang baik, dimana
setiap bidang usaha unggulan yang ditetapkan harus layak secara finansial dan
ekonomi (Nainggolan H, L. 2011). 2.2. Ketahanan Pangan. Salah satu masalah nasional yang dihadapi dewasa ini adalah masalah pangan, dimana pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Kecukupan pangan bagi setiap orang setiap saat merupakan hak azasi manusia maka pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk menjadi sasaran utama kebijakan pemerintah (Suryana, A. 2005). Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) dalam Nainggolan H, L (2011) mendefenisikan ketahanan pangan yakni akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat. Undang-undang No. 7 Tahun 1996, menyebutkan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari; (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat dipahami dengan; (a) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup dalam arti ketersediaan pangan yang mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi kesehatan, (b) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman dalam arti bebas dari pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman menurut kaidah agama, (c) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata dalam arti pangan yang harus tersedia
6
setiap saat dan merata di seluruh tanah air, (d) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau dimana pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. Friyatno, S (2001) menyampaikan keberhasilan peningkatan produktifitas usahatani tanaman pangan dipengaruhi beberapa faktor yaitu; (a) perbaikan teknologi usahatani, (b) tersedianya anggaran pemerintah yang cukup untuk membiayai berbagai proyek dan program pengembangan teknologi usahatani serta proses sosialisasi di tingkat petani, (c) pengembangan infrastruktur seperti; irigasi, lembaga penyuluhan dan sebagainya.
2.3. Hipotesa Penelitian. 1. Komoditi pangan unggulan memiliki peran penting bagi peningkatan ketahanan pangan pada tiga kabupaten di kawasan Tapanuli. 2. Identifikasi komoditi pangan unggulan berperan penting dalam upaya peningkatan ketahanan pangan di kawasan Tapanuli. 3. Metodologi penelitian. 3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian. Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan nonprobability sampling dengan teknik pengambilan sampling adalah convenience sampling dengan memilih sampel secara sengaja dengan pertimbangan-pertimbangan khusus (Kuncoro M, 2009). Penelitian ini di lakukan pada tiga kabupaten di kawasan Tapanuli yaitu; Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan sekaligus menjadi sampel dalam penelitian ini dengan alasan bahwa ke tiga kabupaten ini merupakan daerah yang bukan hanya fokus pada sektor pertanian namun juga sektor lainnya. 3.2. Sumber dan Pengumpulan Data. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan runtun waktu 5 (lima) tahun (2009-2005) yang bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten dalam Angka dan publikasipublikasi resmi lainnya yang berkaitan. 3.3. Metode Analisis Data. Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Location quetion (LQ). Location quotient (LQ) atau kuosien lokasi adalah perbandingan tentang besarnya peranan 7
suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Banyak variabel yang bisa diperbandingkan namun secara umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja (Tarigan R, 2005). Penelitian ini menggunakan data produktifitas komoditi tanaman pangan yang diteliti (produksi per satuan luas lahan) dengan formulasi sebagai berikut;
LQ
PKiKab/ TPkKab = --------------------PKiProp/ TPkProp dimana : PKiKab TPkKab PKiProp TPkProp
: Produktifitas komoditi i di kabupaten yang dianalisis : Total produktifitas komoditi di kabupaten yang dianalisis : Produktifitas komoditi i diwilayah propinsi : Total produktifitas komoditi diwilayah propinsi
3.4. Menentukan Komoditi Unggulan. Untuk mengetahui komoditi yang unggul pada suatu wilayah kabupaten dalam konteks wilayah propinsi adalah melalui hasil analisis LQ, analisis ini dapat memberikan gambaran komoditi unggulan dengan baik jika menggunakan data “time series” (Tarigan R, 2005), dimana dengan hasil analisis LQ yang menggunakan data time series akan diketahui perkembangan LQ masing-masing komoditi unggulan dari tahun ke tahun sehingga berdasarkan nilai LQ tersebut dapat dikenali komoditi yang konsisten sebagai unggulan. Secara umum komoditi yang dianalisis dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok berdasarkan nilai LQ nya (Kuncoro, M. 2009) yaitu; (a) apabila LQ > 1, maka tingkat spesialisasi komoditi lebih besar di kabupaten dibanding dengan komoditi yang sama di Propinsi, (b) selanjutnya bila LQ < 1 maka tingkat spesialisasi komoditi tersebut di kabupaten lebih kecil dari komoditi yang sama di Propinsi, (c) kemudian bila LQ = 1, maka tingkat spesialisasi komoditi tertentu di kabupaten sama dengan di tingkat Propinsi. 4.
Hasil Dan Pembahasan
4.1. Komoditi Tanaman Pangan Sumatera Utara. Sumatera Utara dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, memiliki angkatan kerja sebanyak 6,29 juta jiwa yang terdiri dari 5,54 juta jiwa kategori bekerja dan 554,5 ribu jiwa kategori mencari pekerjaan dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk tersebut
8
sebagian bekerja pada sektor pertanian yaitu 47,12 % disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,20%. (BPS Sumut 2010). Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian tersebut sebahagian besar bekerja pada sub sektor tanaman pangan. Data BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa perkembangan luas panen dan produksi tanaman pangan di Sumatera Utara untuk periode 10 tahun sejak 19992009 mengalami pertumbuhan rata-rata plus minus 0,11% per tahun, demikian juga dengan produktifitasnya juga mengalami trend pertumbuhan plus minus yang bervariasi. Pada tahun 2005 produktifitas padi sawah di Sumatera Utara 4,36 ton/ ha, kemudian tahun 2006 hanya naik 0,92 % dengan produksi 4,40 ton/ ha. Kemudian 2009, produktifitas komoditi padi sawah ini 4,71 ton/ ha, dengan kenaikan 2,80% dari tahun sebelumnya. Sementara itu produktifitas jagung terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 produktifitasnya adalah 0,30 ton/ ha dan mengalami peningkatan tahun 2006 menjadi 3,41 ton/ ha. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan produktifitas komoditi pangan di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Produktifitas Komoditi Tanaman Pangan Sumatera Utara.
No Jenis Komoditi 1 2 3 4 5 6
Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar
2005 4.36 2.65 0.30 1.10 12.52 9.63
Produktiftas (ton/ ha) 2006 2007 2008 4.40 4.50 4.58 2.51 2.66 2.91 3.41 3.50 4.57 1.12 1.15 1.16 12.57 12.60 19.42 9.66 9.70 11.07
2009 4.71 2.93 4.80 1.17 26.09 11.34
Perubahan Produktifitas 05/06 06/07 07/08 08/09 0.92% 2.27% 1.75% 2.80% -5.25% 5.87% 9.75% 0.42% 1046.65% 2.74% 30.56% 5.11% 2.01% 2.74% 1.12% 0.99% 0.39% 0.23% 54.14% 34.34% 0.31% 0.38% 14.12% 2.44%
Sumber : Data sekunder diolah. 2012.
4.2. Komoditi Tanaman Pangan Pada Tiga Kabupaten di Kawasan Tapanuli. 4.2.1 Komoditi Tanaman Pangan Toba Samosir. Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah 2.021,8 Km2 memiliki jumlah penduduk 175.325 jiwa. Salah satu pilar pembangunan kabupaten Toba Samosir, adalah terciptanya pertanian yang maju sehingga menjadi sektor andalan dalam menggerakkan perekonomian daerah, hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian bagi pembentukan PDRB Toba Samosir yang mencapai angka 36,29% pada tahun 2009. Sebagian besar penduduk Toba Samosir menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, hal ini dapat dilihat dari luasnya hamparan pertanian. Tahun 2005 luas lahan padi sawah yang dikelola masyarakat adalah 20.575 ha dengan produksi 119.113 ton. Luas lahan 9
komoditi ini mengalami pertumbuhan hingga tahun 2007 yang mencapai 24.328 ha dengan produksi 133.633 ton. Tahun 2008 dan 2009, luas lahan komoditi ini mengalami penurunan diikuti dengan penurunan produksi. Tahun 2005 luas lahan komoditi tanaman jagung yang dikelola oleh masyarakat di wilayah ini adalah 2.869 ha dengan produksi 12.968 ton. Luas lahan komoditi ini mengalami peningkatan hingga tahun 2008, dengan luas lahan mencapai 7.856 ha dengan produksi 25.116 ton, peningkatan ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan-lahan pertanian yang baru di Toba Samosir (BPS Toba Samosir, 2010). Disamping perkembangan luas lahan dan produksi, berdasarkan data yang diperoleh tahun 2005 produktifitas padi sawah 5,79 ton/ha, turun menjadi 4,64 ton/ ha pada tahun 2008, turun 15,58 % dari tahun sebelumnya. Dan produktifitas komoditi ini tahun 2005 tercatat 4,52 ton/ ha dan mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 3,20 ton/ ha atau turun 22,15 % dari tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan produktifitas komoditi pangan di kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Perkembangan Produktifitas Komoditi Tanaman Pangan Toba Samosir .
No Jenis Komoditi 1 2 3 4 5 6
Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar
2005 5.79 2.48 4.52 1.87 14.08 9.55
Produktiftas (ton/ ha) 2006 2007 2008 5.52 5.49 4.64 2.55 3.06 1.38 4.87 4.11 3.20 1.91 1.92 1.16 15.68 15.72 12.55 9.61 9.60 9.05
Perubahan Produktifitas 2009 05/06 06/07 07/08 08/09 5.27 -4.63% -0.51% -15.58% 13.75% 3.71 2.97% 20.17% -54.92% 168.99% 3.77 7.63% -15.59% -22.15% 18.00% 1.15 2.29% 0.78% -39.44% -1.29% 12.67 11.36% 0.23% -20.14% 0.98% 9.80 0.66% -0.06% -5.72% 8.27%
Sumber : Data sekunder diolah. 2012.
4.2.2. Komoditi Tanaman Pangan Tapanuli Utara. Sektor pertanian bagi daerah kabupaten Tapanuli Utara sampai saat ini masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah, sumber devisa dan penyedia lapangan pekerjaan. Hal itu dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Tapanuli Utara tahun 2009 yang mencapai 54,74%. Maka dengan demikian bahwa sektor ini memiliki peran penting bagi daerah Tapanuli Utara dalam rangka meningkatkan pembangunan wilayah dan ketahan pangan masyarakat (BPS Tapanuli Utara, 2010) Sektor pertanian di kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sub sektor pertanian yang paling dominan yang dibudidayakan masyarakat adalah tanaman pangan yang terdiri dari
10
tanaman padi, plawija dan hortikultura. Pada tahun 2005 luas lahan padi sawah yang dikelola masyarakat mencapai 22.772 ha dengan produksi mencapai 131.792 ton. Luas lahan komoditi ini mengalami pertumbuhan hingga tahun 2007 yang mencapai 24.470 ha dengan produksi 140.931 ton dan tahun 2009 luas lahan komoditi padi sawah yang dikelola oleh masyarakat Tapanuli Utara mencapai 24.046 ha dengan total produksi mencapai 138.131 ton. Kemudian untuk tanaman jagung yang dikelola oleh masyarakat mencapai 2.850 ha dengan produksi mencapai 9.634 ton (tahun 2005) dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2009, dengan luas lahan menjadi 4.589 ha dengan produksi 15.601 ton (BPS Tapanuli Utara, 2010). Disamping perkembangan luas lahan dan produksi, berdasarkan data yang diperoleh bahwa produktifitas komoditi tanaman pangan di kabupaten Tapanuli Utara cenderung fluktuatif. Tahun 2005 produktifitas padi sawah 5,79 ton/ha, turun menjadi 5,76 ton/ ha pada tahun 2007 atau turun 0,49% dari tahun sebelumnya. Kemudian produktifitas komoditi jagung pada tahun 2005 tercatat 3,38 ton/ ha dan mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 3,37 ton/ ha atau turun 0,66% dari tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan produktifitas komoditi pangan di Tapanuli Utara dapat di lihat pada tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Perkembangan Produktifitas Komoditi Tanaman Pangan Tapanuli Utara.
No Jenis Komoditi 1 2 3 4 5 6
Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar
2005 5.79 2.53 3.38 1.76 7.71 6.72
Produktiftas (ton/ ha) 2006 2007 2008 2009 5.79 5.76 5.77 5.74 2.53 2.53 2.48 2.53 2.93 3.40 3.37 3.40 1.99 1.77 1.77 1.53 7.68 7.70 7.69 7.69 6.92 6.79 6.63 6.77
Perubahan Produktifitas 05/06 06/07 07/08 08/09 0.01% -0.49% 0.25% -0.51% 0.05% 0.08% -1.98% 1.99% -13.22% 15.74% -0.66% 0.80% 13.32% -11.12% 0.19% -13.66% -0.43% 0.26% -0.09% -0.09% 2.96% -1.88% -2.33% 2.15%
Sumber : Data sekunder diolah. 2012.
4.2.3. Komoditi Tanaman Pangan Humbang Hasundutan. Sektor pertanian bagi penduduk kabupaten Humbang Hasundutan sampai saat ini masih merupakan penggerak perekonomian daerah, baik sebagai penghasil nilai tambah maupun sumber penghasilan masyarakat, hal ini terlihat dari luas lahan yang digunakan untuk sektor pertanian dan kontribusi sektor ini bagi PDRB kabupaten Humbang Hasundutan yang mencapai 59,08%. (BPS Humbang Hasundutan, 2010). Sub sektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mencakup tanaman padi, plawija dan hortikultura. Jika dilihat dari luas lahan, bahwa tanaman 11
padi merupakan tanaman pertanian yang paling dominan yang dibudidayakan di Humbang Hasundutan. Tahun 2005 luas lahan padi sawah yang dikelola masyarakat adalah 17.527 ha dengan produksi 92.086 ton. Luas lahan komoditi padi sawah ini terus mengalami pertumbuhan hingga tahun 2008 yang mencapai 20.834 ha dengan produksi 110.213 ton, namun tahun 2009, mengalami penurunan yang dikuti dengan penurunan produksi. Pada tahun 2005 luas lahan komoditi tanaman jagung di Humbang Hasundutan adalah 1.352 ha dengan produksi 5.195 ton. Dan kemudian pada tahun 2009 luas lahan komoditi ini mengalami penurunan menjadi 578 ha yang diikuti dengan penurunan produksi menjadi 2.485 ton. (BPS Humbang Hasundutan, 2010). Disamping perkembangan luas lahan dan produksi berdasarkan data yang diperoleh dapat disajikan bahwa tahun 2005 produktifitas padi sawah di kabupaten Humbang Hasundutan adalah 5,25 ton/ha, dan turun menjadi 5,13 ton/ ha pada tahun 2006. Kemudian tahun 2009 menjadi 5,32 ton / ha atau naik sebesar 0,54 % dari tahun sebelumnya. Kemudian produktifitas komoditi jagung pada tahun 2005 tercatat sebesar 3,84ton/ ha dan produktifitas komoditi ini terus mengalami kenaikan menjadi 4,30 ton/ ha pada tahun 2009 atau naik sebesar 2,47% dari tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan produktifitas komoditi pangan di kabupaten Humbang Hasundutan dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini : Tabel 4. Perkembangan Produktifitas Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Humbang Hasundutan. No 1 2 3 4 5 6
Jenis Komoditi Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar
2005 5.25 1.50 3.84 1.75 6.51 7.07
Produktiftas (ton/ ha) 2006 2007 2008 5.13 5.13 5.29 2.96 3.00 3.00 3.88 4.12 4.20 1.77 1.86 1.88 7.90 7.97 8.05 7.14 7.07 7.05
2009 5.32 3.08 4.30 1.82 8.09 7.16
Perubahan Produktifitas 05/06 06/07 07/08 08/09 -2.34% -0.05% 3.15% 0.54% 97.57% 1.23% 0.13% 2.42% 0.88% 6.38% 1.75% 2.47% 1.00% 5.33% 0.80% -2.91% 21.42% 0.83% 1.04% 0.42% 0.99% -1.00% -0.29% 1.59%
Sumber : Data sekunder diolah. 2012.
4.3. Identifikasi Komoditi Pangan Unggulan Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. Identifikasi komoditi pangan unggulan di kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan dilakukan dengan menggunakan analisis LQ, berdasarkan pengolahan data yang dilakukan diketahui bahwa pada tiga kabupaten tersebut terdapat beberapa jenis komoditi pangan unggulan sebagaimana pada tabel 5 di bawah ini : 12
Tabel 5. Nilai LQ Komoditi Pangan Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. No
1 2 3 4 5 6
Tahun
2005
Toba Samosir 2006 2007 2008 2009
Nilai LQ Komoditi Pangan Tapanuli Utara 2005 2006 2007 2008 2009
Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar
1.06 0.75 12.14 1.36 0.90 0.79
1.05 0.85 1.20 1.43 1.05 0.83
1.46 1.05 12.46 1.76 0.67 0.76
Jenis Komoditi
1.04 0.99 1.00 1.43 1.07 0.85
1.38 0.65 0.96 1.37 0.88 1.12
1.57 1.78 1.10 1.37 0.68 1.21
1.59 1.22 1.04 2.15 0.74 0.87
1.56 1.16 1.18 1.88 0.75 0.85
1.99 1.34 1.16 2.41 0.62 0.94
2.25 1.60 1.31 2.41 0.54 1.10
2005
1.42 0.67 15.23 1.88 0.61 0.86
Humbang Hasundutan 2006 2007 2008 2009
1.36 1.38 1.33 1.85 0.74 0.86
1.33 1.32 1.38 1.90 0.74 0.85
1.71 1.53 1.36 2.40 0.62 0.94
1.94 1.80 1.53 2.66 0.53 1.08
Sumber : Data Sekunder diolah. 2012.
Berdasarkan hasil pengolahan data sebagaimana pada tabel 5 di atas bahwa di kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan, komoditi padi sawah memiliki nilai LQ > 1 mulai dari tahun 2005-2009 secara konsisten, hal ini menunjukkan bahwa komoditi ini memiliki tingkat spesialisasi yang lebih besar pada ke tiga kabupaten tersebut dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Utara. Artinya komoditi padi sawah ini merupakan komoditi unggulan di kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. Untuk komoditi padi ladang di kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki nilai LQ > 1 mulai tahun 2005-2009 secara kontinu, berarti komoditi ini memiliki spesialisasi di kabupaten Tapanuli Utara di banding Propinsi Sumatera Utara, dengan demikian komoditi pada ladang ini merupakan komoditi pangan unggulan di kabupaten Tapanuli Utara. Sementara itu di kabupaten Toba Samosir dan Humbang Hasundutan tahun 2005 – 2009 komoditi padi ladang ini memiliki nilai LQ yang selalu berubah, maka komoditi ini tidak dikategori sebagai komoditi unggulan Toba Samosir dan Humbang Hasundutan, karena berdasarkan analisis LQ dengan data time series menunjukkan bahwa nilai LQ tidak konsisten (Tarigan, R. 2005). Dapat dilihat bahwa di kabupaten Toba Samosir komoditi padi ladang pada tahun 2005-2006 memiliki nilai LQ<1 dan tahun 2007 komoditi ini memiliki nilai LQ : 1,05 (LQ>1) artinya pada tahun 2007 komoditi ini memiliki spesialisasi komoditi di kabupaten jika dibandingkan dengan di Propinsi. Dan tahun 2008 komoditi ini memiliki nilai LQ: 0,86 (LQ<1) dan tahun 2009 memiliki LQ : 1, 86 (LQ>1). Sementara itu di kabupaten Humbang Hasundutan komoditi padi ladang tahun 2005 – 2009 memiliki nilai LQ yang selalu berubah sehingga komoditi ini tidak dikategori sebagai 13
komoditi unggulan Humbang Hasundutan, karena berdasarkan analisis LQ dengan data time series menunjukkan bahwa nilai LQ tidak konsisten (Tarigan, R. 2005), tahun 2005 memiliki nilai LQ sebesar 0,67 atau <1. Kemudian pada tahun 2006 komoditi ini memiliki nilai LQ: 1,38 (LQ>1) artinya tahun 2006 komoditi ini memiliki spesialisasi komoditi di kabupaten jika dibandingkan dengan di Propinsi. Dan tahun 2008 komoditi ini memiliki nilai LQ: 1,53(LQ<1) dan tahun 2009 memiliki LQ : 1,80 (LQ>1). Berdasarkan hasil analisis data sebagaimana pada tabel 5 di atas bahwa di kabupaten Toba Samosir komoditi tanaman jagung, tidak dikategorikan sebagai komoditi unggulan karena tidak memiliki nilai LQ >1 secara konsisten tahun 2005-2008. Sehingga komoditi ini tidak memiliki tingkat spesialisasi di kabupaten jika dibandingkan dengan Propinsi. Sementara itu di kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan bahwa komoditi jagung secara konsisten memiliki nilai LQ>1 sejak tahun 2005 hingga 2009, maka komoditi ini juga dikategorikan sebagai komoditi unggulan di samping komoditi tanaman padi sawah, artinya komoditi ini juga memiliki tingkat spesialisasi di kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan Propinsi, karena berdasarkan analisis LQ dengan data time series (2005-2009) menunjukkan bahwa komoditi jagung ini memiliki nilai LQ> 1, secara konsisten (Tarigan, R. 2005). Kemudian sesuai dengan hasil analisis data sebagaimana pada tabel 5 di atas bahwa komoditi kacang tanah untuk kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan secara konsisten memiliki nilai LQ>1 sejak tahun 2005, dimana komoditi ini disamping komoditi tanaman padi sawah adalah merupakan komoditi unggulan bagi ketiga kabupaten dimaksud, artinya komoditi ini memiliki tingkat spesialisasi di kabupaten jika dibandingkan dengan propinsi, karena berdasarkan analisis LQ dengan data time series (20052009) menunjukkan bahwa komoditi kacang tanah ini memiliki nilai LQ> 1, secara konsisten (Tarigan, R. 2005). Berdasarkan hasil analisis data sebagaimana pada tabel 5 diatas bahwa komoditi ubi kayu dan ubi jalar tidak memiliki nilai LQ>1 sejak tahun 2005 hingga tahun 2009, untuk ketiga kabupaten tersebut, artinya kedua komoditi ini tidak dikategorikan sebagai komoditi pangan unggulan pada wilayah tersebut sesuai dengan hasil yang ditunjukkan oleh analisis LQ dengan data time series (2005-2009) dimana komoditi ubi kayu dan ubi jalar tidak memiliki nilai LQ> 1, secara konsisten (Tarigan, R. 2005).
14
4.4. Analisis Komoditi Pangan Unggulan Dan Ketahanan Pangan pada Tiga Kabupaten di Kawasan Tapanuli. Berdasarkan hasil analisis LQ sebagaimana pada tabel 5 diatas dengan data time series (2005-2009) diketahui bahwa di kabupaten Toba Samosir terdapat 2 (dua) jenis komoditi tanaman pangan yang memiliki nilai LQ>1 secara berturut- turut yaitu komoditi padi sawah dan kacang tanah. Sementara di kabupaten Tapanuli Utara terdapat 4 (empat) jenis komoditi tanaman pangan yang memiliki nilai LQ> 1 yaitu komoditi padi sawah, padi ladang, jagung dan kacang tanah dan di kabupaten Humbang Hasundutan terdapat 3 (tiga) jenis komoditi pangan yang memiliki nilai LQ> 1 yaitu komoditi padi sawah, komoditi jagung dan komoditi kacang tanah. Tarigan, R (2005) menyampaikan bahwa apabila nilai LQ>1, maka tingkat spesialisasi komoditi lebih besar di kabupaten dibanding di Propinsi. Komoditi yang memiliki nilai LQ> 1 secara berturut turut sejak tahun 2005 – 2009, maka komoditi ini memiliki tingkat spesialisasi yang lebih di kabupaten/ Kota jika dibanding dengan di Propinsi artinya komoditi tersebut dikategorikan sebagai komoditi unggulan karena berdasarkan analisis LQ dengan data time series menunjukkan bahwa nilai LQ> 1 secara konsisten (Tarigan, R. 2005). Melalui analisis LQ ini, dapat diketahui bahwa kabupaten Toba Samosir memiliki komoditi unggulan padi sawah dan kacang tanah. Kemudian kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki komoditi unggulan padi sawah, padi ladang, jagung dan kacang tanah sementara kabupaten Humbang Hasundutan memiliki komoditi unggulan padi sawah, komoditi jagung dan komoditi kacang tanah. Maka dengan demikian bahwa masing-masing komoditi unggulan ini yang merupakan komoditi unggulan pada kabupaten di Kawasan Tapanuli merupakan komoditas strategis yaitu komoditi padi dan komoditi jagung yang termasuk dalam program pemerintah dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan yang ditempuh pemerintah melalui berbagai cara untuk meningkatkan produksi dan produktifitas pangan secara berkelanjutan (Tindaon, F dan Nainggolan, H. L. 2011). Dengan diketahuinya komoditi unggulan di kabupaten Toba Samosir, kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan maka Pemerintah akan dapat melakukan upaya peningkatan produktifitas komoditi unggulan ini secara spesifik melalui berbagai program peningkatan produktifitas yang tepat dalam rangka menciptakan ketahanan pangan wilayah. Demikian juga dengan kabupaten lainnya di kawasan Tapanuli perlu melakukan terobosan dalam rangka peningkatan produktifitas komoditi unggulan wilayah masing-masing 15
dan perlu mendapat perhatian secara khusus dalam rangka peningkatan produktifitas secara konsisten untuk mendukung kemandirian pangan wilayah. Pemerintah kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan hendaknya mengupayakan apa yang disampaikan oleh Friyatno,
S (2001) bahwa kunci
keberhasilan dalam peningkatan produktifitas komoditi tanaman pangan unggulan tersebut agar lebih baik harus didukung oleh beberapa faktor yaitu; a) usaha peningkatan produktifitas komoditi unggulan melalui perbaikan teknologi usahatani, b) perlunya pengembangan infrastruktur seperti; irigasi, lembaga penyuluhan dan sebagainya. Dan sejalan dengan itu pemerintah kabupaten di wilayah Tapanuli harus melakukan upaya-upaya dalam rangka peningkatan produktifitas tanaman pertanian mereka untuk menjamin kemandirian pangan wilayah adalah harus melalui penyediaan sarana produksi yang terjangkau, perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen serta melakukan berbagai pelatihan kepada petani dan penyuluh sehingga dengan demikian upaya menciptakan ketahanan dan kemandirian pangan di wilayah kawasan Tapanuli akan dapat tercapai.
5. Kesimpulan dan saran. 5.1. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisi data dan pembahasan yang dilakukan atas hasil penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah,1) kabupaten Toba Samosir memiliki 2 (dua) jenis komoditi tanaman pangan unggulan yang teridentifikasi, yaitu komoditi padi sawah dan komoditi kacang tanah, 2) kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki 4 (empat) jenis komoditi unggulan yaitu padi sawah, padi ladang, jagung dan kacang tanah,3) kabupaten Humbang Hasundutan memiliki
3 (tiga) jenis komoditi unggulan yang dapat diidentifikasi yaitu
komoditi padi sawah, komoditi jagung dan komoditi kacang tanah,4) ketahanan pangan di setiap wilayah sangat dipengaruhi oleh produktifitas sebuah komoditi, jika produktifitasnya mengalami peningkatan secara konsisten maka ketersediaan pangan wilayah akan terjamin dan dengan harga yang terjangkau.
16
5.2. Saran. Berdasarkan kajian yang dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut; 1) agar pemerintah kabupaten kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir dan Humbang Hasundutan dapat melakukan upaya peningkatan produktifitas dan lebih fokus pada komoditi tanaman pangan unggulan yang terdapat diwilayah masing-masing baik melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi yang didukung oleh perbaikan teknologi usahatani, pengembangan infrastruktur serta penyediaan sarana produksi, perbaikan teknologi budidaya dan pascapanen,2) agar pemerintah kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir dan Humbang Hasundutan juga mengembangkan sektor-sektor ekonomi potensial dan bidang usaha yang sesuai dengan potensi agroekologis dan ekogeografis wilayah masing-masing dalam rangka peningkatan dan pemenuhan akan kebutuhan pangan wilayah masing-masing.
Daftar Pustaka. BPS, Sumatera Utara Dalam Angka 2010. Medan BPS, Sumatera Utara Dalam Angka 2008. Medan BPS, Tapanuli Utara Dalam Angka 2010. Tarutung. BPS, Toba Samosir Dalam Angka 2010. Balige. BPS, Humbang Hasundutan Dalam Angka 2010. Doloksanggul. Friyatno, S. 2001. Analisis Penerapan Intensifikasi Usahatani Padi Sawah Pasca Krisis Ekonomi (Kasus di Kabupaten Subang, Jawa Barat). Makalah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI. Irawan, dkk. 2000. Perumusan Model Kelembagaan Reservasi Lahan Pertanian. Laporan Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Kuncoro, M. 2005. Strategi, Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif ?. Erlangga. Jakarta. Kuncoro, M. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi 3. Erlangga. Jakarta. Nainggolan, H. L. 2011. Identifikasi Komoditi Unggulan Dalam Rangka Pengembangan Komoditi Tanaman Pangan Untuk Menciptakan Ketahanan Pangan Wilayah, Studi Kasus Kabupaten Tapanuli Utara dan Toba Samosir. Makalah Seminar Nasional Pertanian Presisi Menuju Kedaulatan Pangan. Medan. Suryana, A. 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Simposium Nasional Ketahanan dan Keamanan Pangan Pada Era Otonomi dan Globalisasi. IPB. Bogor. 17
Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta. Tindaon, F dan Nainggolan, H. L. 2011. Studi Kelayakan Penerapan Bioteknologi Pertanian Dalam Pengembangan Tanaman Pangan Jagung di Lahan Perkebunan di Sumatera Utara. Makalah Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Medan. CURRICULUM VITAE
Hotden L. Nainggolan, lahir di Janji Pusuk Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan, tanggal 25 November 1976. Lulus dari SMA Negeri 1 Balige. Kabupaten Toba Samosir pada tahun 1995. Menyelesaikan Program S-1 (Sarjana Pertanian) dari Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan pada tahun 1999. Menyelesaikan Program S-2 (Magister Sains), dari Program Studi Ekonomi Pembangunan. Sekolah Pasca Sarjana (SPS) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada tahun 2007. Staff Pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, sejak tahun 2009.
Johndikson Aritonang, lahir di Pematang Siantar, tanggal 14 Agustus 1957. Menyelesaikan Program S-1 (Sarjana Pertanian) dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1980. Menyelesaikan Program S-2 (Magister Sains) Program Studi Ekonomi Pertanian dari Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1990. Dosen pada Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan sejak tahun 1984 s/d sekarang.
18