PERANAN HASIL ...... (23):73-82
PERANAN HASIL HUTAN NON KAYU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT Oleh/By HAMDANI FAUZI Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Target of this research is to know the type of result of non-timber forest product (NTFPs) exploited by society and contribution of NTFP society income. The result of this research showed happened the NTFP could increase the mean earnings obtained by a responder society of equal from 2,419,200 IDR to becoming 7,253,866.- IDR. They are happened because of level of mean earnings obtained by a responder society from exploiting of result of NTFP that is equal to 4,838,666.- IDR. Contribution given by NTFP to earnings of society of Lok Lahung Village is equal 67%. Thereby contribution of result of forest of NTFP to society earnings is very big, dominant so to be major society earnings in Lok Lahung village. The contribution of NTFP in Lok Lahung village can be told by a sharing of vital importance as source of earnings of society alternative especially at moment of where society don't have the other alternative work outside NTFP. Keywords : NTFPs, society, income Alamat Korespondensi : Telp +6281320954603, e-mail:
[email protected]
PENDAHULUAN Hutan dan masyarakat di sekitarnya merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Secara turun temurun kehidupan masyarakat di sekitar hutan, baik secara langsung (berburu dan menangkap ikan) maupun tidak langsung (berladang) sangat bergantung pada hutan. Selain sebagai penyedia bahan pangan, hutan juga dapat memberi penghasilan tambahan yaitu dari hasil hutan non kayu misalnya berburu, mencari ikan, damar, gaharu, rotan, madu dan membuat barangbarang kerajinan. Potensi hasil hutan non kayu meliputi rotan, getah, madu lebah, dan lain-lain yang belum banyak diketahui dengan pasti karena hingga pertengahan Pelita IV kegiatan produksi lebih banyak ditujukan pada hasil kayu bulat untuk ekspor dan industri kayu yang semakin
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
berkembang. Namun demikian hasil hutan non kayu tetap memegang peranan penting dalam dunia perdagangan, selain itu juga berarti banyak dalam penyerapan tenaga kerja. Di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan hampir sebagian besar masyarakatnya tinggal di sekitar dan berada dalam kawasan hutan. Secara nyata kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung dengan hutan, salah satunya adalah Desa Lok Lahung. Untuk menilai peranan hasil hutan non kayu dalam peningkatan pendapatan masyarakat perlu dilakukan terutama pada wilayah yang secara nyata ketergantungan masyarakatnya terhadap sumberdaya hutan secara langsung masih tinggi. Maka untuk itulah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peranan hasil hutan non kayu di Desa Lok
73
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
Lahung dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui peranan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Desa Lok Lahung dalam meningkatkan
pendapatan masyarakatnya dan secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah : (1) mengkaji jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat; dan (2) mengkaji peningkatan pendapatan masyarakat dari hasil hutan non kayu.
METODE PENELITIAN Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai dari bulan Juni 2008 sampai dengan Agustus 2008 di Desa Lok Lahung Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Obyek penelitian ini adalah masyarakat di Desa Lok Lahung Kecamatan Loksado. Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan yang hidup di sekitar hutan. Jumlah penduduk Desa Lok Lahung adalah sebanyak 686 jiwa atau 109 Kepala Keluarga. Jumlah responden diambil sebanyak 20% dari jumlah Kepala Keluarga yang ada dengan cara purposive sampling atau pengambilan secara sengaja. Pertimbangan jumlah responden tersebut berdasarkan homogenitas mata pencaharian masyarakat sehingga jumlah yang diambil dianggap representatif atau cukup mewakili dari populasi yang ada. Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengisian kuisioner yang diberikan kepada responden dan ditambah dengan hasil wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan laporan atau informasi dari instansi pemerintah setempat dan pihak lain yang bersangkutan.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi lapangan. Data primer sebagai data utama meliputi data identitas responden, nama, umur, suku, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan (utama dan sampingan), asal penduduk, jumlah anggota keluarga yang ditanggung, jenis-jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat, pemanfaatan hasil hutan non kayu berdasarkan kegunaan, dan kontribusi hasil hutan non kayu terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Data mengenai jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat, cara pemanfaatan hasil hutan non kayu oleh masyarakat dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pemanfaatan hasil hutan non kayu oleh masyarakat diolah dan dianalisis secara diskriptif dan tabulasi. Analisis diskriptif bertujuan untuk melukiskan suatu objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada (realitas), diiringi dengan interpretasi yang rasional dan ilmiah. Sedangkan pengolahan dan penyajian dalam bentuk tabulasi adalah dalam bentuk tabel-tabel dan angka-angka, kemudian dibuat uraian dan penafsiran dari analisis yang sifatnya non statistik. Data mengenai peranan hasil hutan non kayu dalam peningkatan pendapatan masyarakat akan dinalisis secara kuantitatif dan kualitatip.
74
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis HHBK Yang Dimanfaatkan Pada penelitian ini, jenis-jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Lok Lahung terdiri dari getah karet, kayu manis, getah damar, rotan, kemiri, madu, kulit kayu sintuk, bambu, buah-buahan serta hasil hutan non kayu lainnya yang tidak dikomersilkan seperti akar-akaran, jamur, rebung bambu dan lain-lain. Pemanfaatan hasil hutan non kayu tersebut merupakan kegiatan yang telah dilakukan secara turun menurun, dan hingga saat ini tetap dipertahankan oleh masyarakat Desa Lok Lahung. Karet Karet dikenal dengan nama botanis Hevea Braziliensis dan bagi masyarakat Desa Lok Lahung dikenal dengan getah karena pohon karet dapat menghasilkan getah atau lateks. Penyebaran karet hampir merata di setiap dusun, ini ditandai semua responden menghasilkan produk getah karet. Cara pemanfaatannya dengan menyadap karet atau disebut juga dengan melukai permukaan bidang sadap. Penoresan bidang sadap dimulai pada titik atas kiri kemudian ke bawah melingkar ke kanan dengan sudut kemiringan 45°. Alat yang digunakan untuk menyadap adalah pisau sadap, tempurung, ember dan kotak pembekuan. Pemanfaatan getah karet sudah dilakukan masyarakat secara turun temurun. Dalam cara memungut getah karet, sejak dahulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Pemanfaatan getah karet tersebut oleh masyarakat pada saat ini tidak mengalami kendala baik cara mengambil, cara mengolah, maupun pemasarannya. Waktu yang digunakan untuk menyadap karet pada setiap kali kerja kurang lebih ½ hari. Volume hasil sadapan setiap kepala keluarga di pengaruhi oleh umur pohon, dan banyak sedikitnya jumlah pohon karet yang dimiliki. Karet muda
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
sedikit menghasilkan lateks dan kurang kental. Sedangkan pada umur produktif volume lateks yang dihasilkan meningkat dan kental. Tenaga kerja yang digunakan untuk menyadap karet masyarakat Lok Lahung memakai tenaga sendiri dan anggota keluarganya. Semua hasil dari kegiatan memanfaatkan karet dijual kepada pedagang perantara yang datang dari Loksado dan pedagang pengumpul di desa Lok Lahung. Pengolahan getah karet dilakukan dengan cara sederhana. Getah karet yang sudah terkumpul di tempurung dibiarkan membeku dengan sendirinya. Pada hari ketiga setelah lateks membeku, tempurung dipakai lagi untuk penampungan selanjutnya. Getah karet yang sudah beku yang berbentuk seperti wadai apollo (sebutan daerah Lok Lahung) atau lum diletakan di bawah pohon karet. Setelah dikira cukup untuk satu kotak, lum dikumpulkan dan dimasukan kedalam kotak kayu kemudian disiram dengan getah lateks yang baru, dan dibiarkan membeku dengan sendirinya. Hasil pembekuan didalam kotak ini disebut slap. Harga slap tiap dusun di desa Lok Lahung berbeda-beda, karena dipengaruhi biaya transportasi. Harga setiap kg slap dalam kisaran antara Rp. 7.500,- s/d Rp. 7.800,- per kg. Pemanfaatan getah karet dipengaruhi oleh musim, musim hujan, musim gugur daun, musim gawi (musim tugal, musim panen padi) dan kegiatan aruh tradisional. Keseluruhannya memakan kisaran waktu 3 (tiga) bulan. Kayu manis Kayu manis yang dikenal dengan nama Botanis Cinnamomun burmanii, penyebarannya di desa Lok Lahung cukup merata. Pemanfaatan kayu manis oleh masyarakat Lok Lahung sudah cukup lama dan sudah turun temurun. Cara pengambilannya sejak dahulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Kendala yang dihadapi 75
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
dalam pemanfaatan kayu manis adalah harga kulit manis yang berfluktuasi. Dalam sekali pemungutan masyarakat memerlukan waktu ½ - 1 hari kerja. Volume yang diperoleh dalam sekali pemungutan berkisar antara 10 – 15 kg. Cara pengambilan kulit manis melalui berbagai tahapan yaitu memilih pohon kayu manis yang akan ditebang, menebang pohon, mengerat pohon dengan ukuran 2 kilan atau 4 kilan secara memutar (melingkari pohon) mulai dari pangkal pohon ke ujung hingga ke percabangan yang dianggap bisa menghasilkan kulit manis. Kemudian dikuliti, kulit manis yang tadinya dikerat dengan ukuran 4 kilan dipotong menjadi 2 bagian sama, kegiatan selanjutnya mengerik kulit manis dari lumut dan kulit ari (kulit luar). Setelah kulit manis bersih baru diiris setebal 2 jari dengan arah membujur serat kulit. Kegiatan selanjutnya adalah penjemuran kulit manis pada panas matahari selama 1 – 2 hari. Kemudian dikumpulkan dan diikat dengan rotan atau tali bambu dengan kisaran satu ikat seberat 10 – 15 kg. Kegiatan pengambilan kulit manis memakai tenaga sendiri dan anggota keluarga. Alat yang digunakan untuk pemungutan kulit kayu manis adalah parang, pisau dan kapak. Dari hasil pemanfaatan kayu manis sebagian besar dijual, hanya sedikit sekali yang digunakan sendiri. Volume pemanfaatan kayu manis setiap keluarga tidak sama, hal ini dipengaruhi oleh volume kepemilikan kayu manis tiap keluarga, juga kebutuhan keluarga yang mendesak. Harga kulit manis setiap dusun di desa Lok Lahung tidak sama. Harga kulit manis dalam kisaran Rp. 3.500,- s/d Rp. 3.900,- per kg. Faktor yang mempengaruhi terhadap harga kulit manis di desa Lok Lahung adalah biaya tranportasi. Harga kulit manis mengalami fluktuasi, pedagang perantara yang menentukan tinggi rendahnya harga kayu manis. Cara pembayaran kulit manis oleh pedagang
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
pengumpul / perantara secara tunai, tidak pernah dihutang. Hal yang mempengaruhi pemanfaatan kayu manis adalah musim, fluktuasi harga, musim gawi (tugal, panen), kegiatan aruh ( nih sambu, nih muda, nih halin). Waktu pemanfaatan kulit manis dalam setahun bekisar antara 9 bulan. Damar Getah damar dihasilkan oleh pohon Shorea Javanica, Agathis Labillardiari. Masyarakat Desa Lok Lahung mengenalnya dengan nama lokal pohon damar dan pohon mampiring. Penyebaran pohon yang menghasilkan damar berada di hutan alam. Pemanfaatan damar sudah dilakukan secara turun temurun. Cara pengambilan damar oleh masyarakat desa Lok Lahung sejak dahulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Kendala yang dihadapi masyarakat dalam pemanfaatan damar adalah permintaan damar ke desa Lok Lahung tidak kontinyu, sehingga pemungutan damar dilakukan berdasarkan pesanan, dan harga damar sudah disepakati. Pengambilan damar ke hutan alam dilakukan satu hari penuh, mengingat jarak pemukiman dan hutan alam kurang lebih 3 km. Volume pengumpulan damar setiap kepala keluarga pengumpul damar tidak merata. Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan fisik pencari damar, cepat lambatnya ketemu dengan pohon damar, banyak sedikitnya damar yang tersedia bawah pohon damar dan keahlian seseorang mencari damar di bawah humus. Cara pengambilan damar biasanya dengan mengumpulkan damar yang kelihatan di permukaan tanah, mencari damar dengan penusukan parang, atau tongkat keras ke dalam tanah sampai ketemu benda keras (damar) kemudian dikumpulkan. Pemungutan damar dilakukan sendiri atau berkelompok satu keluarga. Peralatan yang digunakan yaitu parang,
76
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
tongkat keras, butah, karung dan ambinan. Getah damar yang sudah dikumpulkan tidak perlu pengolahan tetapi hanya dibersihkan dari kotoran tanah. Kemudian dijual ke pedagang perantara dengan harga yang sudah disepakati sesuai dengan pesanan. Harga damar di desa Lok Lahung berkisar antara Rp. 1.000,- s/d Rp. 1.200,- per Kg. Cara pembayaran penjualan damar secara tunai dan bayar dimuka sebagai tanda ikatan kerja. Pesanan damar di desa Lok Lahung tidak menentu dalam satu tahun kadangkadang 1 -3 kali pesanan, sehingga pemanfaatan damar tidak bisa secara kontinyu. Rotan Rotan dikenal dengan nama botanis Calamus sp dan masyarakat desa Lok Lahung mengenalnya dengan nama daerah paikat. Daerah penyebaran hampir merata di semua dusun desa Lok Lahung. Jenis-jenis paikat yang tumbuh adalah kelompok rotan sega (rotan taman), rotan pulut (rotan lilin), rotan manau dan rotan wilatung. Kelompok rotan tersebut tumbuh di hutan alam dan hutan sekunder bercampur dengan pohon karet dan buah-buahan. Pemungutan rotan di hutan dilakukan sehari penuh dan jika di hutan sekunder hanya setengah sampai satu hari. Hasil yang diperoleh dari pemungutan yang berasal dari hutan sekunder tiap kepala keluarga tidak sama hal ini dipengaruhi oleh banyak sedikitnya rotan yang dimiliki oleh masing-masing kepala keluarga sedangkan di hutan alam dipengaruhi oleh kekuatan fisik seseorang, potensi rotan yang didapat, serta jarak tempat pemungutan dan pemukiman penduduk. Cara pemungutan rotan dari dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Alat yang digunakan dalam pemungutan rotan adalah parang dan tali. Biasanya rotan itu sendiri yang dijadikan tali pengikat. Cara pengambilan rotan cukup sederhana yaitu, pemilihan batang
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
yang dianggap cukup tua, ditebang ditarik dan dibersihkan durinya, dipotongpotong sesuai dengan ukuran pesanan kemudian diikat, baru dikeluarkan ke jalan untuk memudahkan pengangkutan. Pemungutan rotan oleh masyarakat telah dilakukan telah lama, bahkan secara turun temurun baik untuk keperluan sendiri (subsisten) maupun diperdagangkan. Peranan rotan bagi masyarakat setempat adalah untuk dipergunakan sendiri, seperti untuk pembuatan anyam-anyaman, tali pengikat kulit kayu manis, kulit sintuk, sedangkan apabila ada pesanan, pemungutan rotan khusus untuk dijual. Harga rotan setiap dusun tidak sama karena dipengaruhi oleh biaya transportasi. Harga rotan berkisar antara Rp. 1.250,- s/d Rp. 1.750,- per kg. Selain dijual perkilogram, penjualan rotan juga dilakukan dalam bentuk rotan bulat dengan harga per-batang. Harga rotan ditentukan oleh kesepakatan antara pemesan dan pencari rotan. Cara pembayaran tunai dan bayar dimuka sebagai tanda ikatan kerja. Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan rotan adalah permintaan pasar yang tidak kontinyu, sehingga pemanfaatan rotan secara komersil apabila ada pesanan dari pihak luar dan harga sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Kemiri Kemiri dikenal dengan nama botanis Aleurites Moluccana, masyarakat desa Lok Lahung mengenalnya dengan nama keminting. Penyebaran kemiri hampir merata di setiap dusun. Pemanfaatan kemiri sudah dilakukan sejak lama, bahkan secara terun temurun. Cara pemungutannya mulai dahulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Pemungutan kemiri tidak banyak mengalami kesulitan atau kendala. Pemungutan kemiri adalah sebagai usaha sampingan, volume pemanfaatan kemiri tiap kepala keluarga tidak sama, dipengaruhi oleh kepemilikan pohon kemiri oleh setiap keluarga. 77
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
Cara pengambilan kemiri cukup sederhana yaitu dengan mengumpulkan biji kemiri yang sudah jatuh di bawah pohonnya kemudian dibersihkan kulit cangkang luarnya, apabila daging buahnya masih basah dijemur 1 – 2 hari kemudian dikumpulkan dalam butah atau karung. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan biji kemiri adalah butah atau karung. Penjualan kemiri oleh masyarakat tanpa pengolahan yang berarti biasanya dilakukan penjemuran 1 hari saja atau dibiarkan kering di bawah pohonnya. Harga biji kemiri berkisar antara Rp. 1.000,- s/d Rp. 1.300,- per kg. Harga ini ditentukan oleh tengkulak atau pedagang perantara sedangkan cara pembayarannya secara tunai. Hal-hal yang mempengaruhi pemanfaatan kemiri adalah harga yang berfluktuasi serta musin panen yang hanya setahun sekali. Madu Madu dihasilkan oleh jenis lebah Apis dorsata, masyarakat desa Lok Lahung mengenalnya dengan nama wanyi. Penyebaran potensi madu paling besar berada di dusun Manakili dan Loa Panggang. Pemanfaatan madu sudah dilakukan secara terun temurun. Cara pemungutan madu mulai dahulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Cara pengambilan dengan cara dipuai (sebutan masyarakat Lok Lahung). Urutan kegiatannya adalah (i) memilih waktu bulan gelap, (ii) menyiapkan kelompok 4-5 orang, (iii) menyiapkan bahan lantakan (tangga), (iv) menyiapkan peralatan. Apabila keadaanya sudah siap maka ada pembagian kerja. Apabila sudah tiba malam hari, pembuatan lantakan mulai dikerjakan. Satu persatu pemanjat naik, sampai di atas ada pembagian kerja, pekerjaan pemuaian madu di cabang pohon dilakukan bisa lebih dari 2 orang dengan bekal simbung yang dinyalakan, pemuai madu mulai bekerja simbung dipuaikan ke sarang lebah dan lebah jatuh, mengejar bara simbung ke bawah
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
akhirnya tertinggal sarang lebah yang berisi madu dan anak lebah. Sarang lebah dipetik dimasukan kedalam butah atau ember, kemudian diturunkan kebawah memakai tali. Langkah selanjutnya memotong / memisahkan sarang lebah yang berisi madu dan kepompong lebah. Sarang madu kemudian diperas di dalam kain atau dengan tangan untuk usaha pengepresan. Madu hasil pemerasan / pengepresan ditampung diember, kemudian dilakukan penyaringan dan dimasukan ke dalam botol atau jerigen. Berikutnya pembagian secara merata kepada kelompok yang sudah bekerja. Waktu untuk memuai madu antara ½ hari sampai satu malam. Volume yang diperoleh dipengaruhi oleh besar kecilnya sarang lebah yang ada. Produksi madu yang diperoleh masyarakat Desa Lok Lahung digunakan untuk keperluan sendiri dan dijual. Harga madu di Dusun Manakili berkisar Rp. 20.000,- per-botol (ukuran botol syrup “ABC” ± 630 ml). Penjualan dilakukan ke pedagang perantara dengan cara pembayaran tunai. Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan madu adalah keberadaan pemanjat pohon / pemuai madu serta harga madu yang diterima oleh pemuai madu sangat rendah. Di Dusun Loa Panggang pemanjat pohon / pemuai madu di rasa sangat kurang. Sehingga produksi madu dari dusun ini sangat kecil. Hal-hal yang mempengaruhi pemungutan madu adalah harga jualnya murah tidak sesuai dengan waktu kerja dan resiko kerja dari pemuai madu. Panen madu hanya satu kali dalam setahun. Mengingat konsumsi masyarakat terhadap madu cukup tinggi karena khasiatnya yang cukup besar maka perlu adanya pembinaan dari instansi terkait untuk meningkatkan nilai tambah seperti dalam hal pengemasan, memperkuat “brand image” bahwa madu yang dihasilkan memang asli.
78
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
Kulit kayu sintuk Kayu sintuk dikenal dengan nama botanis Cinamommun sp. Masyarakat setempat mengenalnya dengan nama sintuk madu yang menyebar merata di Desa Lok Lahung. Potensi terbesar berada di Dusun Manakili dan Malaris. Pemanfaatannya sudah turun temurun. Cara pemungutan sejak dahulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Kendala yang dihadapi pemanfaatan kulit sintuk adalah permintaan kulit sintuk yang tidak kontinyu. Cara pengambilan kulit sintuk sama dengan pengambilan kulit manis yang membedakan ukurannya saja. Kulit sintuk potong dengan panjang 1 meter dan lebarnya setabah (lima jari manusia). Kulit sintuk berperan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Lok Lahun. Harga kulit sintuk berkisar antara Rp. 2.000,- s/d Rp. 2.400,- per kg. Kulit sintuk dijual kepadang pedagang pengumpul atau perantara dengan cara pembayaran tunai dan pembayaran dimuka sebagai tanda ikatan kerja. Kulit sintuk berperan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Lok Lahun. Harga kulit sintuk berkisar antara Rp. 2.000,- s/d Rp. 2.400,- per kg. Kulit sintuk dijual kepada pedagang pengumpul atau perantara dengan cara pembayaran tunai dan pembayaran dimuka sebagai tanda ikatan kerja Bambu Bambu dikenal dengan nama botanis Bamboosa sp, dimana masyarakat desa Lok Lahung menyebutnya paring. Penyebarannya merata di semua dusun di Lok Lahung. Pemanfaatan bambu sudah dilakukan secara turun temurun. Cara pemungutannya sejak dahulu hingga sekarang di desa Lok Lahung tidak mengalami perbedaan. Cara pengambilan bambu cukup sederhana yaitu memilih bambu yang akan ditebang, penebangan, pembersihan daun dan ranting. Alat penebangannya cukup memakai parang.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
Peranan bambu bagi masyarakat Lok Lahung cukup besar, baik digunakan untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual. Penggunaan bambu untuk keperluan sendiri antara lain untuk perkakas rumah, pembuatan gudang padi, pondok, anyam-anyaman, pengikat, serta khusus bambu buluh untuk memasak lamang. Rabung bambu juga dikonsumsi sebagai sayur. Sedangkan bambu yang untuk dijual masih berupa bambu bulat tanpa pengolahan. Harga bambu tergantung besar kecilnya diameter dan panjang pendeknya batang bambu. Kisaran harga adalah antara Rp. 2.000,- s/d Rp. 7.000,- per batang. Penjualan dilakukan di Desa Hulu Banyu atau di Desa Tanuhi dengan sistem pembayaran secara tunai. Buahan-buahan Buah-buahan di desa Lok Lahung antara lain adalah durian (Durio Zibethinus), Langsat (Lanseum sp), Cempedak (Arthocarpus sp), Kapul(Bacaorea sp) Jengkol (Pithecollbium Jiringa) dan lain-lain. Pemanfaatannya sudah mulai turun temurun hingga sekarang dan tidak mengalami perubahan. Peranan buah-buahan di desa Lok Lahung cukup tinggi yaitu untuk dikonsumsi sendiri dan dijual. Penjualan buah-buahan dilakukan kepada pedagang perantara. Sistem pembayaran secara tunai. Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan buahbuahan harganya murah kisaran antara Rp. 1.000,- s/d Rp. 1.500,- per Kg. Pendapatan masyarakat. Ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan non kayu berdasarkan hasil penelitian memberikan gambaran bahwa sumber pendapatan masyarakat berasal dari pemanfaatan hasil hutan non kayu. Pendapatan dari pemanfaatan HHBK mempunyai nilai kontribusi sebesar 67 % dari total pendapatan masyarakat (Tabel 1).
79
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
Tabel 1. Peranan hasil hutan non kayu dalam peningkatan pendapatan masyarakat Pendapatan Responden Total Pendapatan Nama No. Non HHNK % HHNK % Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Edy Sugianto Linit Dulah Wayut Ramli Dulipi Tangkis Suhar Cunit Bery Da’as Ipul Saberi Yuyan Cani Cinyang Yunidi Uhan Mawi Ibas Muksin Andal Junang Muhliansyah Ungang Jumlah Rata-rata
15.700.000 2.072.500 2.800.000 1.920.000 2.500.000 2.400.000 1.600.000 2.162.500 1.600.000 2.350.000 2.650.000 1.412.500 1.975.000 1.125.000 1.125.000 1.975.000 1.895.000 1.362.500 1.462.500 1.775.000 1.940.000 1.840.000 2.032.500 2.055.000 750.000 60.480.000 2.419.200
69 31 46 35 25 28 33 37 36 39 32 25 34 37 23 43 22 17 22 40 17 26 31 26 10 33
7.047.500 4.530.000 3.280.000 3.498.750 7.574.500 6.280.500 3.209.500 3.648.750 2.790.000 3.743.750 5.605.000 4.210.000 3.810.000 1.955.000 3.840.000 2.635.000 6.790.000 6.840.500 5.326.000 2.695.000 9.538.500 5.253.900 4.549.500 5.738.000 6.477.000 120.866.650 4.834.666
Pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat (rata-rata per-Kepala Keluarga/tahun) dari pemungutan hasil hutan non kayu adalah getah karet Rp. 3.309.426,- per Kepala Keluarga per tahun, kayu manis Rp.762.840,- per Kepala Keluarga per tahun, kulit sintuk Rp. 163.720,- per Kepala Keluarga per tahun, kemiri Rp. 160.740,- per Kepala Keluarga per tahun, Madu Rp. 121.600,- per Kepala Keluarga per tahun, Buah–buahan Rp. 79.160,- per Kepala Keluarga per tahun, bambu Rp. 77.400,per Kepala Keluarga per tahun, rotan Rp. 109.980,- per Kepala Keluarga per tahun, damar Rp.49.800,- per Kepala Keluarga per tahun. Besarnya Kepala Keluarga yang memanfaatkan hasil hutan non kayu sebagai sumber pendapatan dari getah
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
31 69 54 65 75 72 67 63 64 61 68 75 66 63 77 57 78 83 78 60 83 74 69 74 90 67
22.747.500 6.602.500 6.080.000 5.418.750 10.074.500 8.680.500 4.809.500 5.811.250 4.390.000 6.093.750 8.255.000 5.622.500 5.785.000 3.080.000 4.965.000 4.610.000 8.685.000 8.203.000 6.788.500 4.470.000 11.478.500 7.093.900 6.582.000 7.793.000 7.227.000 181.346.650 7.253.866
karet sebanyak 25 Kepala Keluarga, kulit kayu manis 25 Kepala Keluarga, kulit sintuk 19 Kepala Keluarga, kemiri 24 Kepala Keluarga, madu 22 Kepala Keluarga, buah-buahan 19 Kepala Keluarga, bambu 8 Kepala Keluarga, rotan 14 Kepala Keluarga, damar 14 Kepala Keluarga. Kontribusi hasil hutan non kayu didesa Lok Lahung memberikan peranan yang sangat besar bagi sumber pendapatan masyarakat. Dari angka tersebut diatas hasil hutan non kayu merupakan sumber pendapatan yang utama bagi kelangsungan hidup warga Desa Lok Lahung. Untuk mengetahui pendapatan masyarakat secara pasti dan akurat dari masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan non kayu memang sulit, hal ini
80
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
disebabkan masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan tidak bekerja secara teratur. Banyak fakta yang mempengaruhi kegiatan pemungutan hasil hutan non kayu didesa Lok Lahung. Periode pencarian hasil hutan non kayu tidak bisa diprediksi dan masyarakat tidak terbiasa dengan atau mencatatkan hasilnya. Menurut informasi masyarakat bahwa pencarian rotan, damar dan kulit sintuk yang dilakukan oleh masyarakat sangat kurang, karena pemesanan barang tersebut saat ini belum ada. Hasil pengumpulan data dilapangan kemudian dihitung, bahwa pendapatan rata-rata masyarakat responden di desa Lok Lahung diluar
dari hasil hutan non kayu adalah sebesar Rp. 2.419.000 ,-. Jumlah kepala keluarga yang memiliki pendapatan diluar hasil hutan non kayu adalah sebagai berikut, bertani/berladang 25 kepala keluarga, pedagang 1 kepala keluarga, buruh 1 kepala keluarga menjadi aparat desa 3 kepala keluarga. Seperti uraian tersebut dapat dikatakan hasil hutan non kayu memegang peranan sangat penting bagi peningkatan pendapatan masyarakat desa Lok Lahung yang berada di kawasan pegunungan meratus, dimana jumlah kepala keluarga yang terlibat didalam kegiatan pemungutan hasil hutan non kayu sangat besar.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di lokasi penelitian untuk meningkatkan pendapatan adalah getah karet, kulit kayu manis, kulit kayu sintuk, rotan, damar, madu, kemiri, bambu, buahbuahan. Sedangkan binatang buruan, jamur, rabung, dan anggrek tidak dikomersilkan. 2. Pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat responden dari pemanfaatan hasil hutan non kayu adalah Rp. 4.834.666,- per Kepala Keluarga per tahun dan pendapatan rata-rata di luar pemanfaatan hasil hutan non kayu sebesar Rp. 2.419.200,- sedangkan pendapatan rata-rata perkapita adalah sebesar Rp. 1.657.577,- per Kepala Keluarga per tahun. Dari pendapatan rata-rata perkapita tersebut, bila dinyatakan dalam bentuk beras yang berlaku adalah 276,95 kg setara beras. Pada saat penelitian ini dilakukan harga beras yang berlaku di Desa Lok Lahung Rp. 5.985,- per Kg. Hal
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
ini menunjukan bahwa dari segi standar kemiskinan, pendapatan perkapita masyarakat responden Desa Lok Lahung dapat dinyatakan masih berada pada garis kemiskinan. Kontribusi hasil hutan non kayu terhadap pendapatan masyarakat Desa Lok Lahung sebesar 67% sedangkan kontrubusi di luar hasil hutan non kayu sebesar 33%. Dengan demikian peranan hasil hutan non kayu terhadap pendapatan masyarakat adalah sangat besar dan dominan terhadap sumber pendapatan masyarakat di Desa Lok Lahung. Saran 1. Sistem pemasaran hasil hutan non kayu perlu diperbaiki, dengan membentuk lembaga pemasaran bersama (koperasi). 2. Hasil hutan non kayu yang ada di Desa Lok Lahung perlu dan penting untuk dapat diteliti lebih lanjut agar pemanfaatannya lebih efektif dan efisien agar masyarakat Desa Lok Lahung lebih sejahtera.
81
PERANAN HASIL ...... (23):73-82
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiyat, M. 1996. analisis Kontribusi Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Sekitar Suatu Studi di Kecamatan Kelumpung Hulu Kabupaten Kota Berau Kalimantan Timur. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda. Beratha, J. M. 1991. Pembangunan Desa Berwawasan Lingkungan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Rudjehan. 1999. Ketergantungan Masyarakat Tradisional Terhadap Hutan, dan Fungsi Sosial, Ekonomi dan Budaya dalam Rangka Sertifikasi pengelolaan Hutan Alam Produksi. Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia. Samarinda. Sarjono, M. A., K. Sutrisno dan Subroto. 1994. Laporan Penelitian Potensi Hasil Hutan Non-Kayu pada Areal Hutan Bekas Perladangan di Kecamatan Long Iram. Balai Penelitian Kehutanan. Samarinda. Situmeang, dkk. 1984. Survey dan Penelitian Perdagangan komoditas Ekspor Damar dan Lada di Kalimantan Timur dengan Universitas Mulawarman. Samarinda. Yunida. 2007. Analisis Perkembangan Penduduk Dan Pengaruhnya Terhadap Kelestarian Kawasan Hutan Lindung Loksado. Tesis Pasca Sarjana Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 23, September 2008
82