PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA1 Erna M.Lokollo2 dan Supena Friyatno3
ABSTRAK Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat struktur dan dinamika pendapatan rumah tangga pertanian, demikian pula melihat bagaimana sumber pendapatan dan status pekerjaan rumahtangga pertanian di Indonesia. Dengan demikian terlihat-lah secara utuh bagaimana peran sektor pertanian dalam perekonomian pedesaan Indonesia. Data yang diamati berasal dari berbagai publikasi dan hasil penelitian PSE-KP yang bersumber dari data BPS maupun data lainnya. Dari hasil analisis ditemukan bahwa selama kurun waktu 3 dekade terakhir terlihat adanya penurunan peran atau pangsa sektor pertanian dalam pendapatan rumah tangga. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya peran dari subsektor tanaman pangan terhadap total pendapatan rumah tangga pertanian. Namun demikian sektor pertanian tetap bertahan menjadi sumber utama pendapatan rumahtangga di pedesaan, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Secara nominal, pendapatan rumahtangga pertanian meningkat lebih dari 50 persen selama periode 1993-2003. Apabila ditelusuri dari status pekerjaan, maka terlihat bahwa pada umumnya atau kebanyakan pendapatan rumahtangga pertanian berasal dari kegiatan yang dikategorikan sebagai bekerja sendiri (self-employment activities) dari kegiatan usahatani. Rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian Indonesia di tahun 2003 adalah sebesar Rp. 8-13 juta per tahun. Sumber terbesar berasal dari sektor pertanian, yaitu sekitar 40-72 persen, baik itu sebagai kegiatan bekerja sendiri maupun sebagi upahan dalam kegiatan usahatani. Pendapatan rumahtangga pertanian yang berasal dari upah tenaga kerja juga terlihat meningkat dengan cepat selama dekade terakhir ini, yaitu dari 17 menjadi 24 persen. Komponen ini salah satunya berasal dari aktivitas transfer-income dari upah tenaga kerja. Untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga pertanian di pedesaan, kebijakan pemerintah yang dapat ditempuh adalah: (i) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, (ii) mengembangkan infrastruktur di pedesaan, (iii) meningkatkan aksesibilitas modal bagi petani, dan (iv) mengembangkan industri pedesaan/agro-industri. Kebijakan-kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan (tidak hanya nominal, tetapi juga riil) rumah tangga pertanian di pedesaan.
1
Disampaikan dalam Seminar Nasional Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Bogor 4 Desember 2007 Adalah merupakan cuplikan dari hasil penelitian PSE-KP 2007 Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Analisis Perbandingan Sensus Pertanian (Tim terdiri atas: E.M.Lokollo, I.W.Rusastra, H.P. Saliem, Supriyati, S. Friyatno dan G.S. Budhi)
2 dan 3
Peneliti pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
1
PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1. Pendahuluan Sasaran pembangunan nasional Indonesia yang telah ditetapkan sebagai komitmen nasional adalah menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi hanya 8,2 persen pada tahun 2009.
Jumlah pengangguran terbuka juga akan diupayakan untuk diturunkan
menjadi 5,1 persen di tahun 2009. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut diperlukan adanya pertumbuhan perekonomian nasional, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sektor pertanian memegang peranan sangat penting dalam upaya pengurangan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia, karena disanalah bertumpu permasalahan di pedesaan kita.
Sektor pertanian berperan dalam perekonomian nasional Indonesia melalui
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Keterkaitan
dan efek pengganda kedepan dan
kebelakang dari sektor pertanian sangatlah tinggi apabila dikaitkan dengan industri, konsumsi dan investasi. Walaupun secara umum (”common-knowledge”) telah diketahui bahwa bagi suatu negara yang berkembang, sektor pertanian selalu memberikan sumbangan yang dominan dalam perekonomian; dan kemudian lambat laun akan diambil alih peranannya oleh sektor industri dan jasa; namun tetap diperlukan suatu kajian atau analisis yang sistematik untuk menelaah apakah memang demikian yang terjadi di Indonesia saat ini.
Dalam konteks pemikiran itulah diharapkan tulisan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca ataupun pengambil kebijakan. Sensus Pertanian yang dilakukan setiap 10 tahun oleh BPS digunakan sebagi data dasar tulisan ini. 2. Struktur dan Dinamika Pendapatan Rumahtangga Pertanian Selama kurun waktu 1983 ke 1993, terlihat adanya penurunan peran atau pangsa sektor pertanian dalam pendapatan rumahtangga, yaitu dari 54.97 menjadi 50 persen. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya peran atau pangsa dari sub-sektor tanaman pangan terhadap total pendapatan rumah tangga pertanian, yaitu dari 29.07 menjadi 19.27 persen. Namun demikian, kecuali sub-sektor peternakan, peran atau pangsa sub-sektor pertanian lainnya (perkebunan, perikanan, dan kehutanan) mengalami peningkatan pada
2
kurun waktu tersebut. Sumber pendapatan lainnya, seperti upah terlihat menurun cukup tajam dari 25 menjadi 9.43 persen; sedangkan pangsa dari kegiatan atau usaha nonpertanian meningkat dari 10.99 menjadi 23.38 persen. Dalam kurun waktu 1993 sampai 2003 terlihat bahwa peran atau pangsa sektor pertanian dalam pendapatan rumah tangga pertanian mengalami sedikit peningkatan menjadi 50.15 persen. Kita ketahui bahwa selama periode ini, perekonomian Indonesia mengalami krisis, sama seperti halnya negara-negara Asia Tenggara lainnya. Tetapi yang dapat disimak dari tabel di atas adalah bahwa peran atau pangsa sektor pertanian tetap menjadi penyumbang terbesar dalam pendapatan rumah tangga. Di dalam sektor pertanian itu sendiri, peran atau pangsa sub-sektor tanaman pangan masih dominan, namun demikian peran sub-sektor perkebunan mengalami peningkatan yang sangat tajam, yaitu dari hanya di bawah 5 persen menjadi tiga kali lipat-nya atau hampir mencapai 15 persen. Dari data Sensus Pertanian didapatkan juga hasil bahwa telah terjadi peningkatan peran atau share dari upah tenaga kerja/buruh, baik yang bekerja di pertanian maupun non-pertanian, yaitu dari menjadi 10.66 menjadi 24.42 persen. Dalam pada itu terjadi penurunan peran atau pangsa dari sektor non-usahatani dari 23.38 menjadi 16.51 persen dari pendapatan rumah tangga secara keseluruhan. Pada tahun 2003, struktur pendapatan rumah tangga di dominasi oleh pendapatan yang berasal dari sektor pertanian (50.15 persen), sedangkan sektor non-pertanian menyumbang sebesar 16.51 persen, dan kegiatan/aktivitas ekonomi lainnya menyumbang sebesar 14.96 persen terhadap total pendapatan rumah tangga.
3
Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Menurut Region di Indonesia, 1983-2003 Persentase Pendapatan 19831)
Sumber Pendapatan Jawa
Luar Jawa
19932) Indonesia
Luar Jawa
Jawa
20033) Indonesia
Jawa
Luar Jawa
Indonesia
A. Aktivitas Usahatani
47.84
61.76
54.97
40.65
58.85
50.00
24.95
53.67
50.15
- Tnm Pangan
29.01
29.12
29.07
22.20
23.12
47.36
12.71
35.91
37.00
- Perkebunan
7.72
19.72
13.86
6.48
23.04
4.81
4.81
29.52
16.09
- Peternakan
9.41
7.79
8.58
8.35
4.81
4.52
4.52
3.16
3.90
- Perikanan
1.23
3.82
2.56
2.39
6.47
1.94
1.94
4.13
2.94
- Kehutanan
0.47
1.32
0.90
1.23
1.41
1.38
1.38
0.28
0.87
12.65
9.41
10.99
14.08
7.58
23.38
23.38
8.52
16.30
B. Aktivitas Non-Usahatani C. Bukan Usaha
0.77
0.77
0.75
5.20
2.93
1.23
1.23
2.00
1.58
30.71
19.56
25.00
26.11
18.09
9.43
9.43
4.94
7.38
E. Lainnya
8.03
8.53
8.29
13.96
12.55
13.24
15.96
11.55
14.24
TOTAL (Rp1,000 / RumahTangga)
648
680
664
1,712
1,808
1,760
11,191
11,191
11,684
D. Buruh
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta:
1) Series I Sensus Pertanian 1983 2) Series D Sensus Pertanian 1993 3) Series C Sensus Pertanian 2003
Apabila di lihat menurut wilayah Jawa dan luar-Jawa, maka peran atau pangsa sektor pertanian dalam pendapatan rumahtangga di luar-Jawa didapatkan lebih besar dari pada di Jawa. Selama satu dekade terakhir ini telah terjadi pendapatan rumahtangga di luar-Jawa menjadi lebih dari dua kali lipat dari pendapatan rumahtangga di Jawa (24.95 versus 53.67 persen). Meskipun mengalami penurunan, namun demikian peran atau pangsa pertanian masih tetap dominan dalam struktur pendapatan rumahtangga, baik di Jawa maupun di luar-Jawa. Struktur pendapatan rumah tangga pertanian di empat propinsi contoh yang diambil pada tahun 2003 dapat diikuti pada tabel di bawah ini. Sama halnya dengan keadaan di Indonesia pada umumnya, di Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan, sumber pendapatan rumah tangga yang dominan berasal dari aktivitas atau kegiatan usahatani.
Walaupun tanaman pangan
mendominasi kegiatan usahatani, namun di Provinsi Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan terlihat bahwa aktivitas usahatani perkebunan memiliki kontribusi pangsa yang
4
seimbang dengan aktivitas usahatani tanaman pangan.
Hal ini berarti sumbangan
pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari aktivitas menaman tanaman perkebunan sama besarnya dengan sumbangan pendapatan yang berasal dari tanaman pangan. Di Provinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat, sumbangan aktivitas usahatani perkebunan terhadap total pendapatan rumahtangga masih lebih kecil dibandingkan sumbangan dari aktivitas tanaman pangan. Rata-rata pendapatan rumahtangga pertanian per tahun di ke empat propinsi contoh penelitian masing-masing adalah Rp 11,3 juta di Provinsi Sumatera Barat, Rp 8,6 juta di Provinsi Kalimantan Selatan, Rp 7,6 juta di Provinsi NTB; dan Rp 8,4 juta di Provinsi Sulawesi Selatan. Kecuali Provinsi Sumatera Barat, ke tiga Provinsi lainnya masih berada di bawah rata-rata pendapatan rumahtangga nasional (Rp 9,3 juta). Pendapatan rumah tangga yang terendah dari keempat propinsi contoh terdapat di Propinsi NTB yang hanya sebesar 80 persen dari pendapatan nasional Indonesia (Rp 7,6 juta).
Tabel 2. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Pertanian Indonesia, 2003 Lokasi contoh Sumber Pendapatan
Sumbar
Kalsel NTB Sulsel Indonesia Rata2 Pendpatan (Rp000/RT)
Sumbar
Kalsel
NTB Sulsel Proporsi (%)
Indonesia
a. Aktivitas Usahatani
4.770
3.626
3.386
4.981
4.666
42,03
42,03
44,17
58,98
50,15
- Tanaman Pangan
2.153
1.469
1.821
1.703
1.792
18,97
17,03
23,76
20,17
19,26
- Tanaman Perkebunan
1.637
1.062
586
1.799
1.336
14,42
12,31
7,65
21,30
14,36
- Peternakan
516
351
469
438
338
4,55
4,07
6,12
5,19
3,63
- Perikanan
279
523
209
893
796
2,46
6,06
2,73
10,57
8,55
- Kehutanan
185
221
301
148
404
1,63
2,56
3,93
1,75
4,35
b. Usaha Non Usahatani
2.118
1.700
1.250
1.064
1.536
18,66
19,71
16,31
12,60
16,51
c. Bukan Usaha/Buruh tani
1.476
679
493
297
691
13,01
7,87
6,43
3,52
7,43
d. Buruh (non Pertanian)
1.494
1.403
1087
1.109
1.581
13,16
16,26
14,18
13,13
16,99
e. Lainnya
1.491
1.219
1449
994
1.392
13,14
14,13
18,90
11,77
14,96
Total (Rp1000/Hh) ###### 8.627 Sumber: BPS, Sensus Pertanian 2003.
7.665
8.445
9.305
######
######
######
######
######
Pertumbuhan pendapatan rumah tangga Indonesia selama kurun waktu 1983-1993 dan 1993-2003 secara rinci dapat diikuti pada Tabel 3.
5
Pertumbuhan pendapatan rumahtangga yang disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan dari sektor pertanian selama tahun 1993–2003 terlihat sangat pesat, yaitu sebesar 70.31 persen. Sangat pesat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada satu dekade sebelumnya, yaitu periode 1983 – 1993 yang hanya sebesar 14.11 persen. Pertumbuhan pesat di dekade terakhir ini lebih banyak disebabkan oleh pertumbuhan yang sangat pesat dan nyata pada sub-sektor tanaman pangan, yaitu sebesar 116.46 persen. Pertumbuhan sub-sektor tanaman pangan di satu dekade sebelumnya (19831993) hanyalah 7.56 persen saja. Tabel 3. Pertumbuhan Pendapatan Rumah Tangga Pertanian Menurut Region dan Aktivitas di Indonesia, 1983-2003 Persentase Pertumbuhan Pendapatan 1983-19931)
Aktivitas Rumah Tangga Java
Off-Java
1993-2003 2) Indone-sia
Java
Off-Java
Indone-sia
A. Akt. Pertanian
12.45
15.33
14.11
107.72
66.78
70.31
- Tanaman Pangan
10.21
11.11
7.56
160.12
86.14
116.46
- Perkebunan
12.20
21.12
18.70
49.19
69.31
61.21
- Peternakan
13.44
6.42
10.18
33.17
30.66
29.65
- Perikanan
41.25
35.00
36.47
54.73
29.51
33.47
- Kehutanan
60.00
17.78
28.33
79.47
2.29
2.24
B. Usaha Non Usahatani
19.39
11.71
15.89
122.47
59.57
90.75
C. Bukan Usaha/Brh tani
168.00
96.00
132.00
8.86
32.25
16.03
D. Buruh
12.46
14.59
13.31
11.80
6.90
12.28
E. Lainnya
35.96
29.14
32.36
81.17
46.97
61.40
TOTAL (Rp1,000 / Rumah Tangga)
16.42
16.59
16.51
69.74
51.90
56.39
Sumber: Diolah dari BPS, Sensus Pertanian 1983, 1993 dan 2003.
Kegiatan non-pertanian juga mengalami peningkatan selama kurun waktu 19932003. Ini meningkat hampir dua kali lipat (90.75 persen), sedangkan pada periode 19831993 hanya meningkat sebesar 15.89 persen. Secara nominal, pendapatan rumahtangga pertanian meningkat lebih dari 50 persen selama periode 1993-2003.
Pertumbuhan terlihat lebih cepat di Jawa (69.74
persen) daripada di luar Jawa (51.90 persen). Pada dekade terakhir pertumbuhan juga lebih cepat dibandingkan dekade sebelumnya. Namun demikian sektor pertanian tetap bertahan menjadi sumber utama pendapatan rumahtangga di pedesaan, baik di Jawa
6
maupun di luar Jawa. Hal yang sama juga dihasilkan oleh analisis Survei Pendapatan Petani, Sensus Pertanian 2003 (2004), sebanyak 27-36 persen rumahtangga pedesaan di 6 Provinsi (Sumatera Barat, Banten, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan) menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian tanaman pangan sebagai sumber pendapatan yang utama. Namun demikian di 2 Provinsi lainnya (Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), sub-sektor yang menjadi andalan atau sumber penghasilan utama adalah sub-sektor perkebunan. Suatu hal yang menarik yang ditelusuri dan dianalisis dari data Sensus Pertanian 2003 adalah bahwa peran atau pangsa dari upah (sebagai tenaga kerja pertanian) menjadi meningkat dalam satu decade terakhir, karena kegiatan ber buruh meningkat di beberapa Provinsi di Indonesia ( Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat). Ada sebanyak 2–11.5 persen rumahtangga pertanian yang merupakan buruh tani dan menggantungkan pendapatannya dari semata-mata kegiatan ber buruh tani saja karena tidak memiliki lahan pertanian ((SPP, SP. -2004).
3. Sumber Pendapatan dan Status Pekerjaan Rumah Tangga Pertanian Pada tahun 1983, sebesar 83 persen dari pendapatan rumahtangga pertanian bersumber dari sektor pertanian. Pada tahun 1993, persentase itu menurun menjadi 78 persen.
Pada tahun 2003, persentase tersebut semakin menurun menjadi 69 persen.
Tidak demikian halnya dengan peranan sektor non-pertanian yang semakin meningkat sepanjang waktu. Bila pada tahun 1983, peranan sektor non-pertanian adalah hanya sebesar 15 persen; maka pada tahun 1993, peranannya meningkat menjadi 20 persen. Pada tahun 2003, sektor non-pertanian menyumbang sebesar 24 persen atau kira-kira seperempat dari keseluruhan pendapatan rumahtangga pertanian di pedesaan Indonesia.
7
Table 4. Sumber Pendapatan dan Status Pekerjaan Rumah Tangga Pertanian Indonesia, 1983-2003 Status Pekerjaan 1983
Penghasilan Utama
1993
2003
Labor
Self Empl
Total
Labor
Self Empl
Total
Labor
Self Empl
Total
A. Sektor Pertanian
6.29
76.41
82.70
6.87
71.56
78.46
7.38
62.09
69.47
- Tan.Pangan
4.30
60.8
65.15
4.96
46.44
51.40
4.82
36.70
41.52
- Perkebunan
1.27
9.94
11.21
1.26
1.26
13.96
0.99
16.10
17.09
- Peternakan
0.03
1.91
1.94
0.04
0.04
8.23
0.80
3.90
4.70
- Perikanan
0.11
2.70
2.81
0.30
0.30
3.10
0.19
2.94
3.13
- Lainnya
0.58
1.01
1.59
0.31
0.31
1.77
0.56
2.47
3.03
B. Sektor Non Pertanian
7.03
8.53
15.56
8.80
11.33
20.13
10.56
13.93
24.49
- Ind. Hasil Pengolahan
0.02
0.87
0.89
0.14
1.14
1.28
0.20
1.26
1.91
- Ind. Pengolahan lain
1.12
1.08
2.20
1.46
1.29
2.75
2.05
1.14
3.19
- Perdagangan
0.16
4.82
4.98
0.22
6.60
6.82
0.86
7.62
8.06
0.46
0.46
0.92
0.58
1.08
1.66
0.60
1.70
2.30
5.27
1.30
6.57
6.49
1.22
7.62
6.82
2.21
9.03
C. Penerimaan Lain
2.24
-
1.74
1.41
-
1.41
6.06
-
6.04
Total
15.56
84.94
100
17.08
82.92
100
24.00
76.00
100
- Angkutan,Gudang dan komunikasi - Jasa kemasyarakatan, Sosial & leinnya
Sumber: Diolah dari BPS, Sensus Pertanian 1983, 1993 dan 2003
Apabila ditelusuri dari status pekerjaan, maka terlihat bahwa pada umumnya atau kebanyakan pendapatan rumahtangga pertanian berasal dari kegiatan yang dikategorikan sebagai bekerja sendiri (self-employment activities) dari kegiatan usahatani. Rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian Indonesia di tahun 2003 adalah sebesar Rp. 8-13 juta per tahun. Sumber terbesar berasal dari sektor pertanian, yaitu sekitar 40-72 persen, baik itu sebagai kegiatan bekerja sendiri maupun sebagi upahan dalam kegiatan usahatani. Tabel 4.3.3. menunjukkan bahwa pada tahun 2003, sebanyak 69 persen dari total pendapatan rumah tangga pertanian berasal dari sektor pertanian, dan 24 persen berasal dari sektor lainnya (industri, perdagangan, angkutan dllnya), sedangkan 6 persen berasal dari pendapatan lainnya (berupa pensiun, sewa lahan, bunga, dan transfer). Peran dan pangsa kegiatan non-pertanian dalam memberikan sumbangan bagi pendapatan rumahtangga di pedesaan semakin meningkat dalam kurun 2 dekade terakhir ini. Jika pada tahun 1983, peran atau pangsa itu hanya sebesar 15 persen saja, maka pada 8
tahun 1993 meningkat menjadi 20 persen, bahkan pada tahun 2003 meningkat lagi menjadi 24 persen. Dari tabel tersebut dapat juga dilihat bahwa pendapatan rumahtangga pertanian yang berasal dari upah tenaga kerja meningkat dengan cepat dari tahun 1993 ke tahun 2003, yaitu dari 17 menjadi 24 persen. Komponen ini salah satunya berasal dari aktivitas transfer-income dari upah tenaga kerja. Sumber pendapatan rumah tangga pertanian di Propinsi lokasi contoh dapat diikuti pada Tabel 2 di atas tadi. Di Propinsi Sumatera Barat, 42 persen dari total pendapatan rumahtangga pertanian berasal dari kegiatan atau aktivitas usahatani. Hampir 20 persen dari total pendapatan rumah tangga berasal dari usaha non-pertanian. Pola yang sama juga dapat ditemui di Provinsi Kalimantan Selatan, NTB, dan Sulawesi Selatan. Namun apabila persentase di empat kegiatan selain aktivitas usahatani/pertanian tersebar merata di Provinsi Sumatera Barat, tidak demikian halnya fakta yang ditemukan di Provinsi NTB dan Kalimantan Selatan. Ke empat kegiatan lainnya tersebut (usaha non-usahatani, bukan usaha/buruh, buruh non-pertanian, dan lainnya) memiliki variasi persentase yang besar di Provinsi NTB dan Kalimantan Selatan, dimana pendapatan dari aktivitas/kegiatan buruh tani memiliki persentase terkecil, yaitu hanya sebesar 6 sampai 7 persen saja menyumbang pada pendapatan rumahtangga di kedua Provinsi tersebut diatas. Dari Tabel 2 dapat ditelusuri pula bahwa lebih dari 50 persen sumber pendapatan rumahtangga pertanian berasal dari kegiatan usahatani, hampir 25 persen berasal dari kegiatan berburuh (baik buruh tani maupun non-pertanian) dan sisanya (sekitar 17-26 persen) berasal dari kegiatan non usahatani.
4. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Dalam kurun waktu tiga dekade terakhir ini peran atau pangsa sektor pertanian tetap menjadi penyumbang terbesar dalam pendapatan rumah tangga. Di dalam sektor pertanian itu sendiri, peran atau pangsa sub-sektor tanaman pangan masih dominan, namun demikian peran sub-sektor perkebunan mengalami peningkatan yang sangat tajam, yaitu dari hanya di bawah 5 persen menjadi tiga kali lipat-nya atau hampir mencapai 15 persen.
Dalam periode tersebut diamati pula bahwa telah terjadi
9
peningkatan peran atau share dari upah tenaga kerja/buruh, baik yang bekerja di pertanian maupun non-pertanian, yaitu dari menjadi 10.66 menjadi 24.42 persen. Dalam pada itu terjadi penurunan peran atau pangsa dari sektor non-usahatani dari 23.38 menjadi 16.51 persen dari pendapatan rumah tangga secara keseluruhan. Pada sepuluh tahun terakhir, struktur pendapatan rumah tangga di dominasi oleh pendapatan yang berasal dari sektor pertanian (50.15 persen), sedangkan sektor non-pertanian menyumbang sebesar 16.51 persen, dan kegiatan/aktivitas ekonomi lainnya menyumbang sebesar 14.96 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Dari status pekerjaan, pada umumnya pendapatan rumahtangga pertanian berasal dari kegiatan yang dikategorikan sebagai bekerja sendiri (self-employment activities) dari kegiatan usahatani. Rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian Indonesia di tahun 2003 adalah sebesar Rp. 8-13 juta per tahun. Sumber terbesar berasal dari sektor pertanian, yaitu sekitar 40-72 persen, baik itu sebagai kegiatan bekerja sendiri maupun sebagi upahan dalam kegiatan usahatani. Tabel 6 menunjukkan bahwa pada tahun 2003, sebanyak 69 persen dari total pendapatan rumah tangga pertanian berasal dari sektor pertanian, dan 24 persen berasal dari sektor lainnya (industri, perdagangan, angkutan dllnya), sedangkan 6 persen berasal dari pendapatan lainnya (berupa pensiun, sewa lahan, bunga, dan transfer). Implikasi kebijakan untuk meningkatkan pendapatan sektor pertanian adalah bahwa sektor tersebut tidak diberi beban yang besar untuk menyerap tenaga kerja pedesaan yang pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah (unskilledlabor) dan dukungan pemerintah terhadap sektor tersebut seharusnya lebih dapat di optimalkan terutama dalam infrastruktur pedesaan. Secara spesifik kebijakan pemerintah yang dapat ditempuh adalah (i) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, (ii) mengembangkan infrastruktur di pedesaan, (iii) meningkatkan aksesibilitas modal bagi petani, dan (iv) mengembangkan industri pedesaan/agro-industri. Kebijakan-kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan (tidak hanya nominal, tetapi juga riil) rumah tangga pertanian di pedesaan.
10
DAFTAR PUSTAKA BPS dan Pusdatin-Deptan, 2004. Survei Pendapatan Petani (SPP)- Sensus Pertanian 2003. Pendapatan Rumah Tangga Pertanian. Jakarta. Departemen Pertanian, 2005. Visi dan Arah Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Departemen Pertanian. Jakarta. Erwidodo, Hermanto, A. H. Taryoto dan I W. Rusastra. 1977. Pembangunan Ekonomi Pedesaan: Keserasian Pertumbuhan dan Pemerataan. Paper yang disajikan dalam diskusi tentang ”konsepsi Pembangunan Pedesaan di Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN, Jakarta, 9 Maret 1977. Hadi, P. U. 2002. Dinamika Pendapatan dan Ketenagakerjaan Pedesaan di Indonesia Tahun 1994-2001. Proposal Penelitian TA 2002. Puslitbang Sosek Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Hadi, P. U., R. N. Suhaeti, A. Djulin dan T. B. Purwantini. 2003. Analisis Dinamika Struktur Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaaan. Laporan Penelitian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kasryno, F., and ARDS/ADB Team. 2004. Structural Changes in Agricultural Production and Income of Rural Households in Indonesia. Paper presented on January 2004, Agency for Agricultural Research and Development (AARD), Ministry of Agriculture, Indonesia. Malian, A. H. 2005. Analisis Sensus Pertanian. Laporan Kerjasama Hasil Penelitian PSE-KP. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Nurmanaf, A. R., A. Djulin, Sugiarto, Supadi, A.K. Zakaria, J. F. Sinuraya, dan N. K. Agustin. 2005. Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2005. Panel Petani Nasional (PATANAS). Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat Pedesaan: Analisis Profitabilitas Usahatani dan Dinamika Harga dan Upah Pertanian. PSE-KP, Badan Litbang Pertanian. Rosegrant, M. W. and Peter B. R. Hazell. 2000. Transforming The Rural Asian Economy: The Unfinished Revolution. Oxford University Press. Rusastra, I. W. , G. S. Budhi, S. Bachri, K.M. Noekman, MSM. Tambunan, Sunarsih dan T. Sudaryanto. 1997. Perubahan Struktur Ekonomi Pedesaan. Analisis Sensus Pertanian 1983 dan 1993. Laporan Hasil Penelitian. Puslit Sosek Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Rusastra, I.W, Supriyati, A. Zulham, S. Bahri, S. Mardiyanto dan Sunarsih. 1998. Perubahan Struktur Ekonomi Pedesaan: Dinamika Adopsi Teknologi, Pola
11
Usahatani dan Produktivitas Tenaga Kerja di Pedesaan : Analisis Sensus Pertanian 1983 dan 1993. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor Sudaryanto, T. 1999. Perspektif Pembangunan Ekonomi Pedesaan Dalam Era Pasar Bebas. Dalam Prosiding Patanas: Perubahan Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang. Seminar Nasional Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dalam Era Otonomi Daerah. Bogor 16-17 November 1999. Puslit Sosek Pertanian, Badan Litbang Pertanian.
12