Peran Negara dalam Proses Demokratisasi Ekonomi
ra reformasi di Indonesia dewasa ini ditandai oleh proses liberalisasi yang sebenarnya tidak saja merupakan fenomena Indonesia, tetapi juga fenomena dunia. Di sini, liberalisasi adalah merupakan bagian, bahkan inti dari proses globalisasi. Fenomena tersebut telah dialarni oleh negara-negara sosialis, kecuali di Korea Utara dan Kuba. Tapi sebenarnya gejala serupa telah terjadi di Eropa Barat dan Amerika Serikat dengan bendera "privatisasi", yang dipelopori oleh Thatcher-Reagan. Ciri utama proses tersebut adalah menyusutnya peran negara di satu pihak dan makin meluasnya peran pasar. Di bidang politik, sistem politik yang otoriter mulai digantikan oleh demokrasi, sekalipun hams melalui masa transisi, yaitu masa transisi menuju demokrasi. Dengan demikian, mengikuti silogisme Aristotelian, proses demokratisasi tersebut ditandai oleh menyurutnya peran negara dan meluasnya peran pasar.
Negara dan Masyarakat
M. Dawam Rahardjo Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) dan Ketua International Institute of Islamic ~ h o u g h t
Sebelumnya, sesudah perang dunia, bahkan setelah Depresi Besar tahun 1930-an, peran negara uis a vis pasar, baik di negara-negara sosialis maupun negara-negara sedang berkembang, relatif dominan. Tapi dalam proses politik, peranan negara tersebut menimbulkan dua hal.
.-.-
penekanan (opresi) terhadap hakmanusia. Kedua, merusak, setidakmeligganggu atau menimbulkan rhadap mekanisme pasar. Namun itu, - di Indonesia terutarna di krasi Terpimpin (1959-1965) rde Baru (1966-1998) - peran ilai diperlukan dan dikehendaki bil keputusan, yaitu elite politik pakan koalisi antara kelompok (terutama eionorn), militer dan mula-mula berperan sebagai agent dan agent of modernization, tapi iebih membaku menjadi apa yang isebut "negara pembangunan" tal state), walaupun istilah ini konotasi negatif yang dikaitkan talisme-otoriterdi negara-negara embang. Sejalan dengan itu telah g pula negara otoriter (authoel. Sebenarnya banyak nama yang k menarnai gejala itu, umpamaatic authoritarian state atau aucratic state, atau nama yang u teknis, seperti interoentionist ry state, yang menonjolkan peran atau pengendalian negara lewat peraturan-peraturan. Di r i sempat muncul istilahgara pegawai" atau "negara yang pada pokoknya menunjukmenonjolnya peran negara, dengan itulah muncul wacana tentang masyarakat (state and society) ing memfokuskan perhatiannya negara, tetapi juga mulai meperan dan kedudukan masyarakat an rakyat (people's movement). wacana yang menekankan peran tersebut berkembang kepada menghidupkan kembali konsep sebagai bentuk konkret ruang terpisah, bahkan mengiinbangi
otoritas negara. Pengembangan peran civil society, -yang sekarang diistilahkan dengan "pemberdayaan" civil society itu- menimbulkan konsekuensi Paretonian, penyurutan atau pembatasan peran negara. Gejala itulah yang disebut juga proses demokratisasi. Dengan sekali lagi menggunakan nalar silogisme, demokratisasi identik dengan menyurutnya peran negara. Dengan perkataan lain, demokratisasi dianggap terjadi dengan menyuNegara mula-mula rutnya peranan negara. berperan sebagai Mengapa hams demiagent of change kian? Sebab negara dinidan agent of lai sebagai sumber otomodernization, ritarianisme dan pelangtapi kemudian garan hak-hak asasi malebih membaku nusia. Dengan bahasa menjadi apa yang positif, demokratisasi jupopuler disebut ga bermakna, berkem"negara bangnya perwujudan " pembangunan hak-hak asasi manusia, (developmental memberikan kepada state), wdaupun individu, apa yang menisfilah ini jadi haknya, baik di bimenyimpan dang politik, ekonomi konotasi negabY maupun budaya. ymg diki~~~tkan Perkataan demokradengm tisasi menunjuk kepada kapiMsmegejala proses, karena itu otoiter di negaratimbul pula wacana tennegara sedang tang "masa transisi menberkembang uju demokrasi" yang dipakai oleh Samuel Huntington, ketika berbicara mengenai kebangkitan kembali demokrasi d a b skala dunia (global democratic resurgence). Baginya demokrasi memang pernah lahir dan berkembang, tapi kemudian menyurut dengan timbulnya berbagai bentuk negaranegara otoriter dan totaliter. Setelah lama menyurut, kini bangkit kembali secara bergelombang. Sejak 1974, dipelopori oleh Portugal, terutama kelompok sosial demokrat, telah terjadi kebangkitan kembali
demokrasi. Tapi, dalam perkembangannya, masih ada kemungkinan terjadinya tendensi menyurut atau arus balik, karena itu ia menggunakan istilah kehati-hatian, dengan menyebut istilah "transisi" menuju demokrasi. Di Indonesia sendiri kini masih ada kekhawatiran tentang kembalinya peran militer, jika proses demokratisasi tidak terkendalikan Uenderal Wiranto mempergunakan istilah "kebablasan" dan menjadi anarki atau perpecahan bangsa. Demokrasi di sini terutama dimaksudkan sebagai "demokrasi politik", yaitu demokrasi yang berlangsung di bidang politik atau menyangkut hak-hak politik rakyat. Di sarnping itu mucul pula istilah "demokrasi sosial", "demokrasi ekonomi" dan "demokrasi budaya". Istilah itu tidak hanya menunjuk kepada pembidangan demokrasi, tetapi juga pentahapan. Biasanya, berdasarkan pengalaman sejarah, yang mulamula muncul adalah demokratisasi politik. Tapi proses ini tidak memuaskan, bahkan dianggap tidak akan berjalan atau berproses menuju ke demokrasi yang sebenarnya. Demokratisasi politik hanyalah sebuah awal yang akan diikuti dengan proses lain atau lanjutannya, yaitu demokratisasi sosial, kemudian demokratisasi ekonomi dan demokratisasi budaya. Proses demokratisasi politik sering tidak berjalan sekaligus, melainkan parsial atau bertahap. Proses demokratisasi politik sering tidak diikuti dengan demokratisasi sosial atau demokratisasi budaya, sehingga bisa menimbulkan kemacetan atau tidak berjalan. Dalam perspektif Marx, revolusi Prancis dianggap sebagai demokratisasi politik saja. Revolusi itu hanya mengangkat peranan kaum borjuis saja, dan karena itu sering disebut juga sebagai "revolusi borjuis" yang menghasilkan "demokrasi borjuis". Di Indonesia, revolusi tahun 1945 yang melahirkan Republik Indonesia, juga dinilai sebagai revolusi politik atau revolusi borjuis yang melahirkan
demokrasi borjuis. Karena itu Soekarno menganggap bahwa "revolusi belum selesai". Maksudnya, revolusi politik itu hams dilanjutkan dengan revolusi sosial, khususnya untuk menghapus feodalisme, dan kemudian demokratisasi ekonomi yaitu un. tuk menghapus kapitalisme dan menciptakan keadilan sosial. Pada dekade 1950-an mulai timbul polemik antara Soekarno dan Hatta. Jika Soekarno berpendapat bahwa revolusi belum selesai dan karena itu hams diteruskan, maka Hatta berpendapat bahwa revolusi hams dihentikan segera guna memberi peluang bagi pembangunan. Sebenarnya, pembangunan itu mempunyai tujuan yang sama dengan revolusi, sebab pembangunan itu inerupakan upaya sistematis untuk menciptakan keadilan sosial. Tapi yang menang akhirnya adalah konsep revolusi belum selesai. Dari situlah lahir masa "Demokrasi Terpimpin". Ada dua macam interpretasi mengenai Demokrasi Terpimpin itu. Pertama, demokrasi dengan kepemimpinan yang kuat bang diwujudkan dengan lembaga Pemimpin Besar Revolusi yang berada di tangan Soekarno). Kedua, demokrasi dengan peranan negara yang kuat. At-ah yang paling menonjol dari peran negara adalah mencegah dan mengikis feodalisme sebagai sistem sosial dan kapitalisme sebagai sistem ekonomi. Pada tahun 1965, Demokrasi Terpimpin mengalami kegagalan. Ternyata, proses demokratisasi sosial dan demokratisasi ekonomi hanyalah merupakan gerakan politik saja untuk mencapai revolusi politik yang lebih tinggi. Proses ini dicegah dan diganti oleh rezim Orde Baru dengan pandangan bahwa revolusi hams segera dihentikan agar bisa dimulai kegiatan pembangunan, khu susnya pembangunan ekonomi. Walaupun begitu konsep Demokrasi Terpimpin masih bertahan. Hanya saja kepemimpinannya tidak diwujudkan dengan orang, melainkan ideologi, yaitu Pancasila.Sejak itu berlaku ideologi
ekonomi. Sebenarnya kemerdekaan ekonomi itu terwujud dalam dua tahap. Pertarna, ketika negara RI mengeluarkan "Oeang Republik Indonesia'? (ORI) yaitu rupiah, menggantikan uang Belanda. Kedua, ketika terbentuk Bank Indonesia yang tidak hanya merupakan bank sirkulasi tetapi juga bank sentral yang lengedua demokrasi itu samasuatu bentuk uncommon kap, yaitu yang tidak saja bertindak sebagai bank yang bertanggung-jawab dalam sirkulasi uang, tetapi juga bertindak sebagai banknya bank Dal' demokrasi (the bankers' bank) dan sumber Orde Baru, negara peminjaman yang terakhir mempelopon' (lender of the last resort). pembangrman Di negara-negara demokratis ekonomi. Dalam yang telah maju perekonomiansistem itu negara nya, bank sentral adalah sebuah mengmbil dua otoritas moneter yang indepenperan sekalrgus, den. Gubernur Bank Sentral yaitu perm yang pertama, Syafruddin Prasebagai regulator wiranegara, sebenarnya telah d m aktor. Dengan memiliki visi tentang bank demifian negm sentral yang independen. Tapi beqverm sebagai independensi itu belum melemregulatory state, baga, melainkan baru terjadi yitl'tu mengafur dalam bentuk manajemen dan pasar kepemimpinan Gubemur Bank Sentral, seorang tokoh kuat yang memiliki pandangan ekonomi milik negara (BUMN). tersendiri yang dominan, di samping sebagai pelopor kekuatan Mohammad Hatta dan Sumitro Djojohadivis a vis ekonomi asing. kusumo. Pada waktu itu, bank sentral hanya , yang terjadi hanya revolusi sebuah lembaga negara yang merupakan alat anya menghasilkan kemerkebijaksanaan pemerintah. Ini hanyalah . Tapi kemerdekaan itu tidak merupakan salah satu gejala dari sebuah negara otoriter (authoritarian state) yang mengkonsentrasikan semua jenis kekuasaan oleh ekonomi swasta asing. dalam genggarnan pemerintah atau lembaga eksekutif , bank sentral de facto ank, sebuah bank swasta njuk sebagai bank sirkulasi Konsep Negara Indonesia ofEngland di Inggris. Ketika Dalam perkembangan Indonesia, sebek diganti dengan Bank narnya yang menjadi gejala yang menonjol adalah konsep negara. Peran negara yang
dominan itu tidak hanya berasal dari paham sosialisme melainkan juga nasionalisme Indonesia. Asal usulnya dapat dilacak dari perbincangan konstitusi negara RI yang hendak dibentuk, sebelum proklamasi kemerdekaan tahun 1945, dalarn Badan Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPPKI). Pada waktu itu satu-satunya tokoh yang menawarkan teori dan konsep negara modern hanyabh Prof. Soepomo, walaupun ia lebih dikenal sebagai seorang ahli hukum adat. Tapi keahlian dan pengetahuannya mengenai hukum adat itulah yang ikut berpengaruh terhadap pemilihan teori dan konsep negara. Soepomo pada waktu itu menawarkan tiga teori negara. Pertama adalah teori negara dalam perspektif liberal yang dipelopori oleh John Locke, Montesquieu dan Rouseau. Kedua adalah perspektif Marxis yang dikemukakan oleh Karl Marx. Dan ketiga, perspektif integralisme yang menurut Soepomo terdapat dalam teori-teori Spinoza, Hegel dan Muller. Dalam perspektif liberal, negara adalah cerminan dan bentukan masyarakat yang plural, karena itu maka negara hams bersikap netral dan dibatasi peranannya. Negara dalam perspektif itu tidak independen melainkan dependen dan ditentukan oleh corak masyarakat. Tapi negara itu sendiri, adalah suatu masyarakat politik yang plural. Peranan negara ditentukan oleh berbagai kelompok masyarakat yang berebut pengaruh dan kekuasaan melalui proses demokrasi, khususnya demokrasi perwakilan (representative democracy) atau demokrasi perwakilan rakyat (parlementary democracy). Soepomo tidak cenderung kepada perspektif ini, bahkan liberalisme yang berakar pada filsafat indi-
vidualisme ini disebutnya sebagai sumber kapitalisme dan imperalisme yang menimbulkan penjajahan Indonesia. Pandangan ini sejalan dengan pandangan Soekarno, bahkan juga Hatta yang anti individualisme, kapitalisme dan imperialisme dalam satu tarikan nafas. Dengan demikian, Soepomo menolak faham demokrasi liberal. Perspektif kelas dari Karl Marx memandang negara sebagai pencerminan struktur kelas. Sama halnya dengan faham liberal, perspektif Marxis melihat negara itu sebagai variabel dependen. Bagi Marx, demokrasi liberal adalah demokrasi kapitalis. Negara demokrasi liberal hanya mencerminkan kepentingan masyarakat kapitalis. Negara adalah bagian dari struktur atas (superstructure) yang ditentukan basisnya atau moda produksinya oleh hubungan kelas (class relation). Dalam perspektif Marxis (yang tidak disinggung oleh Soepomo), negara tak lain adalah "penyelenggara kepentingan kelas borjuasi" (state is but executive committee of the bourgeoisie). Dalarn perkembangan pemikiran Marx kemudian bang juga tidak dibahas oleh Soepomo), Marx melihat kemungkinan terbentuknya otonomi relatif negara (relative authonomy of the state), dalam arti masyarakat berusaha mempengaruhi negara melalui parlemen. Sementara itu pemerintah atau negara menyadari bahwa negara mempunyai kepentingannya sendiri sehingga bersikap relatif netral terhadap masyarakat. Dari sinilah mulai timbul konsep negara korporatid yang independen terhadap masyarakat: Soepomo juga tidak menyetujui teori ini, karena adanya unsur teori perjuangan kelas untuk merebut kekuasaan negara.
konsep 1 dengan negara i Yang s tersendi (Soepar olah id Pertam: negara perkem adalah p seperti k Dalam 1 kare berpen8 Han: panaarif melaink leny telal sebe diint
v
intej men gere dala~ Konr dari fasis Anel
Yaw Pem tnrh
ih cenderung kepada ggapnya lebih sejalan esia, yaitu konsep menyebut tiga tokoh ewakili pandangan el,. Muner dan Spinoza sep ketiganya seolaha1 saling berbeda). rnya merniliki konsep sebagai puncak . Baginya negara ari segala nilai-nilai ideal, keadilan atau persatuan. vil society akan hancur angan sepert. ini sangat a-tama kepada Karl Max. embalik" visi itu. Dalam civil society yang bubar, --dalam ha1 ini negara $rstate)- justru yang akan w a y of the state) mmakala asyarakat tanpa kelas. Ini pakan visi civil society yang kembali oleh Marx. a adalah konsep negara sui Muller yang sebenarnya egrasi antara masyarakat, a. Integrasi itu mewujud rmasuk pula civil society. ini dipandang sebagai pemula gara totaliter, terutama negara a atau negara nazi di Jerman. omo menunjukkan simpatinya ungkin untuk mengambil hati h Jepang yang juga fascisQnsep ini yang digambarkan aban pemimpin (Fuhrer) dengan
,-addah filsafat monisme Spinoza punyai pandangan mengenai .dmsemesta. Visi ini oleh Soepomo n dengan konsep manunggaling &in gusti.yang dalam versi a g m a kesatuan antara Tuhan clan an dalap konsep kemasyarakatan,
gagasan itu merupakan persatuan antara pemimpin atau kepala negara dengan rakyat. Konsep negara integralistik adalah kombinasi antara ketiga konsep di atas. Konsep Negara Pancasila di masa Orde Baru diinterpretasikan sebagai konsep negara integralistik Muller. Tapi juga bisa diinterpretasikan sebagai konsep negara ideal Hegel. Dalam konsep Negara Pancasila, nilainilai ideal itu adalah lima sila dalam Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat ditafsirkan sebagai demokrasi yang dibimbing oleh Pancasila. Selain Demokrasi Pancasila muncul pula konsep Demokrasi Ekonomi yang istilahnya tercantum dalam Penjelasan pasal33 UUD 1945. Demokrasi ekonomi itu dirumuskan sebagai sistem ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua untuk semua. Di situ tersimpul makna partisipasi. Karena itu, demokrasi ekonomi adalah salah satu jenis demokrasi partisipatif yang menekankan aspek partisipasi rakyat atau semua kelompok masyarakat dalam proses produksi. Hal ini erat kaitannya dengan gagasan pemerataan dan keadilan sosial. Peran negara di sini adalah menjarnin tercapainya tujuan nilai-nilai Pancasila. Konsekuensinya adalah adanya semacam pembatasan terhadap demolu-asi liberal yang di bidang ekonomi sering ditafsirkan secara negatif sebagai fiee$ght liberalism. Padahal demokrasi liberal adalah demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai individu dan kebebasan yang mengandung konsekuensi membatasi peran negara.
Demokrasi Ekonomi Sebenarnya dalam sistem demokrasi liberal di bidang ekonomi yang disebut juga sistem ekonomi libepl, negara juga mempunyai peran tertentu. Tetapi perannya adalah menjarnin berhkunya mekanisme pasar atau kebebasan ekonomi. Di samping itu negara berperan dalam mencegah monopoli, kartel dan trust, rnencegah - dampak
merusak dari faktor-faktor luar yang merugikan (externalities), menyediakan kebutuhan umum (public goods), menegakkan hukum dan terjaminnya rule of law, bertindak sebagai wasit yang netral dan mengoreksi informasi yang bias dan tidak merata atau memperbaiki pasar yang tidak sempurna (imperfection of market). Peran negara seperti itulah yang dianggap bisa menjamin berlangsungnya kehidupan demokrasi. Dalam faham ekonomi liberal, negara adalah s e b u a h ruang publik yang netral yang bebas dari dominasi kelas atau kelompok kepentingan tertentu. Tapi sebaliknya, berbagai kelompok masyarakat juga bebas dalam mempengaruhi kebijaksanaan negara. Caranya adalah melalui proses demokrasi atau prosedur yang menjamin keadilan (fairness). Inilah yang disebut oleh filosof Arnerika, John Rawls sebagai justice as fairness yaitu suatu keadilan yang ditentukan oleh proses, yaitu proses yang mengikuti prosedur yang disepakati bersama. Prosedur tersebut memang bisa saja menghasilkan sesuatu yang berbeda pada setiap individu. Tetapi yang penting, semua hak-hak asasi manusia dipenuhi. Namun jika prosedur itu merugikan golongan yang paling lemah, maka negara boleh melakukan intervensi, sehingga suatu kemajuan tetap menguntungkan golongan yang paling lemah. Keadilan bisa disebut terwujud apabiia golongan yang palinglemah ikut meningkat kesejahteraannya dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia demokrasi ekonomi ditafsirkan sebagai demokrasi partisipatoris. Ada dua interpretasi yang muncul. Pertama yang
menafsirkan partisipasi ekonomi dengan mewujudkan sistem koperasi yang didefinisikan sebagai kumpulan orang dan bukannya kumpulan modal. Sistem yang digerakkan oleh kumpulan modal, yaitu kapitalisme, dinilai sebagai sistem ekonomi yang tidak demokratis sebab berdampak penyisihan (exclutionary effect)partisipasi sebagian besar masyarakat. Dalam demokrasi ekonomi, sistem kumpulan modal digantikan oleh sistem kumpulan orang yang diwujudkan dalam bentuk usaha bersama atau koperasi, yang menjamin partisipasi masyarakat yang luas dalam kegiatan ekonomi. Kedua, demokrasi ekonomi, sebagaimana ditafsirkan oleh Widjojo Nitisastro, adalah sistem yang menghimpun kerjasama semua sektor dalam proses pembangunan dan kegiatan berusaha. Secara konkret, sektor-sektor yang diikutsertakan mendukung sistem ekonomi, adalah sektor negara, sektor swasta dan sektor koperasi. Oleh teknokrat -arsitek ekonomi Orde Baru itu"usaha bersama" sebagai bentuk demokrasi ekonomi itu tidak ditafsirkan dalam badan usaha mikro, melainkan dalam sistem ekonomi makro. Koperasi, di sini ditafsirkan sebagai badan usaha mikro. Tapi tiga sektor tersebut belum mencakup segmen masyarakat yang luas, yaitu kaum buruh. Dalam perspektif Marx hanya ada pelaku ekonomi tunggal dalam masyarakat sosialis, yaitu kaum pekerja (labour) sebagai pencipta nilai ekonomi dalam proses produksi. Tapi, pandangan ini telah dikoreksi oleh Mao Ze Dong dan Soekarno, yaitu dalam masyarakat agraris, sokoguru masyarakat bukannya kaum buruh tetapi kaum tani. Demokrasi
:
ekonomi Indonesia mengakui peran dan partisipasi kaum buruh dan kaum tani. Dalam perspektif Mantis, masyarakat kapitalis hanya mengakui kaum pengusaha (entrepreneurs) sebagai peran sentral. Mereka itu dijuluki sebagai the captain of industv yang memimpin; tidak saja menjalankan proses usaha mikro, tetapi juga proses perkembangan ekonomi atau industrialisasi yang menciptakan kemakmuran bangsa. Akan tetapi apabila kitamembaca pemikiran Adam Smith secara lebih teliti, para pengusaha itu memang diberi kebebasan dan dilindungi dari intervensi negara, tetapi mereka juga diberi kesempatan dalam persaingan.Tujuannya yang lebih jauh adalah menyediakan barang dan jasa yang paling murah dan paling bermutu. Persaingan usaha itu tidak saja mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi, tetapi juga mempunyai tujuan yang lebih jauh, yaitu menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan konsumen. Yang disebut "rakyat" atau "masyarakat" di sini adalah konsumen yang identik dengan total populasi. Proses demokratisasi akhirnya memperhatikan bagian-bagian masyarakat yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada kaum pengusaha, buruh atau petani saja. Demokratisasi akhir-akhir ini juga memperhatikan kelompok-kelompokmarginal atau kelompokkelolnpok tertindas lainnya. Wacana demokrasi dewasa ini juga berbicara mengenai anak-anak,kaum perempuan dan penyandang cacat. Mereka itu ternyata adalah kelompokkelompok tertindas. Bahkan wacana Marxis mutakhir tidak saja berbicara tentang kaum buruh yang tertindas, tetapi juga kaum perempuan yang tertindas. Dalam wacana kaum Marxis, kaum kiri bani atau kelompok pemikir radikal, mereka itu dianggap korban penindasan struktural, baik dalam sistem politik, ekonomi, sosial maupuri budaya. Dalam perspektif kiri itu, lebih tegasnya, mereka dianggap korban penindasan sistem
kapitalis yang menghasilkan sistem politik, hukum dan budaya yang berorientasi pada perkembangan kapital. Namun harus diingat bahwa sistem kapitalis pada abad kedua puluh, tei-utama sejak dasawarsa 1930-an, telah melakukari penyesuaian diri. Hingga kini, sistem kapitalis dan demokrasi liberal, tidak saja masih hidup, tetapi juga menduduki posisi hegemonis. Bahkan menurut Francis Fukuyama, sistem kapitalis di bidang ekonomi dan demokrasi liberal di bidang politik dianggap sebagai "pungkasan sejarah" (end ofhistory). Artinya, sistem politik di seluruh dunia dewasa ini sedang berproses menuju ke sistem demokrasi liberal dan sistem ekonomi di seluruh dunia juga sedang berproses menuju ke sistem ekonomi kapitalis. Pungkasan sejarah baginya adalah liberalisme. Hanya saja di sebagian dunia, proses itu berjalan secara tersendat-sendat. Kekuatan deinokrasi liberal adalah kemampuannya untuk menyesuaikan diri, bahkan menyerap ide-ide sosialis, sehingga mampu menghindari revolusi yang diramalkan Marx. Tidak semua orang sependapat dengan Fukuyama. Di antaranya adalah pemikir Marxis modern berkebangsaan Inggris, Raph Milliband, redaktur Jurnal The Socialist Register. Menurut pendapatnya, demokrasi liberal yang bergandengan dengan kapitalisme bukan satu-satunya alternatif. Baginya, alternatif yang lebih menjanjikan adalah sosial-demokrasi yang mencita-citakan masyarakat sosialis yang demokratis, karena sosialisme diyakini lebih menjamin demokrasi daripada kapitalisme. Seorang sosiolog Inggris terkemuka, Anthony Giddens, juga mengemukakan jalan ketiga (the third way) yang tak lain adalah faham sosial demokrasi. Faham ini mengakui peran pasar, demokrasi dan globalisasi. Namun paham ini masih memberi tempat pada peran negara. Misi utama negara adalah menciptakan pemerataan (equality) dan kesetaraan (equity) sebagai
nilai sentral masyarakat. Tapi baik faham liberal atau neo-liberal (libertarian) dan sosial demokrasi mempunyai titik temu, yaitu dalam paham demokrasi. Hanya saja agaknya keduanya berbeda tafsir mengenai esensi demokrasi. Dalam faham liberal dan neoliberal, nilai sentralnya adalah kebebasan (freedom). Sedangkan dalam faham sosial demokrasi nilai sentralnya adalah persamaan atau keadilan (quity). Faham liberal masih menerima ketidak-samaan (inequality) sebagai konsekuensi realisasi kebebasan, sebagai sesuatu yang alamiah, sesuai dengan hukum alam. Sedangkan faham sosial demokrasi memandang inklusif nilai persarnaan dan keadilan (equality, equity as inclusion). Proses demokratisasi dalam perspektif liberal adalah peran negara yang minimal (minimal state) atau dibatasi, karena negara dianggap sebagai suatu kejahatan tapi dibutuhkan (necessary evil). Dalam perspektif ini, proses demokratisasi dilakukan justru dengan mengurangi peranan negara. Proses demokratisasi ekonomi dilakukan dengan mengurangi sebanyak mungkin perilaku intervensionis negara, sehingga perkembangan ekonomi sebebas mungkin mengikuti mekanisme pasar dan persaingan bebas. Milton Fridman berpendapat, bahwa kapitalisme merupakan prasyarat (necessary condition) dari suatu demokrasi dan bukan sebaliknya. Dalam kapitalisme, hak-milik perseorangan (property right) diakui dan dilindungi. Selanjutnya alokasi sumberdaya tidak ditentukan oleh negara, melainkan diserahkan kepada tangantangan gaib (invisiblehand), yaitu mekanisme pasar. Negara adalah visible hand yang
peranannya bisa mendistorsi pasar dan karena itu hams dibatasi hingga seminimal mungkin. Itulah demokrasi ekonomi yang akan membuat demokrasi politik, yang menjunjung tinggi nilai individu itu tenvujud.
Negara Minimal dan Negara Sejahtera Peran negara seringkali dijustifikasi untuk menegakkan keadilan atau pemerataan. Tapi peran negara tersebut oleh kaum neo-liberal justru dikhawatirkan akan menciptakan ketidak-adilan, yaitu jika melanggar hak-hak rakyat. "Negara minimal", kata filosof sosial Robert Nozick -yang pandangannya berseberangan dengan John Rawls itu- "adalah negara yang paling ekstentif yang dapat dibenarkan. Jika peranan negara lebih luas lagi", katanya selanjutnya, "maka ha1 itu akan melanggar hak-hak rakyat. Sementara itu banyak orang yang telah mengemukakan alasan-alasan untuk membenarkan peran negara yang lebih meluas". Jadi, kaum neo-liberal masih bisa menerima peran negara, tapi hanya sejauh negara minimal.Jika peran negara mekar, maka yang akan menjadi korban adalah hak-hak asasi manusia atau kebebasan. Di sini pelanggaran keadilan ditafsirkan sebagai pelanggaran kebebasan individu maupun kelompok. Namun seperti dikatakan oleh Nozick, banyak orang yang setuju bahkan menganjurkan perluasan peran negara. Rawls misalnya, bahkan mewajibkan peran negara, yaitu dalam melindungi hak-hak golongan yang paling tidak beruntung. Tapi, peran negara ini, meskipun untuk melindungi kelompok marjinal, tetap berpotensi melanggar
meniadakan atau mengurangi g lain. Bukannya Nozick menolak~lindungihak-hak kelompok yang tidak bewtung. Tapi pertolongan itu hams dilakuka~a,ecara sukarela. Dengan perkataan lain, mays untuk menolong golongan yang k u ~. ~. b e r u n t u itu n g tidak usah dilakukan ol& negara -yang tentunya mengandung ul.ll$rj.rpemaksaan, dengan memperaan. Kar-enaitu, upaya-upaya an keadilan pun, seyogyaoleh masyarakat sendiri. Dari g apa yang disebut sebagai "sekt&+voluntir"(voluntary sector) yang berada c@ 'wilayah civil society. Pandangan Nozick h d menimbulkan konsekuensi tentang peran masyarakat dalam mengatasi persoalannya sendiri (otonom). Hal ini men@ Nozick lebih menjarnin kebebasan dan q&digus juga keadilan. P h n e g a r a dalam proses ekonomi dalam sisteawsialis bersifat normatif. Tapi dalam kont&kapitalis, peran negara tarnpil karena kebublian, yaitu untuk menggerakkan lagi pasap: yang tak mampu mengatasi suatu masahh. Teori Keynes yang kemudian elahirkan konsep "Negara Sejahtera" e v i e state) timbul karena kegagalan teori eo-@sik pada masa Depresi Besar dekade . Pada waktu itu pasar telah mencapai angan makro ekonomi. Tapi dalam angan itu tidak terjadi kesempatan enuh 63411-employment). Dengan kata telah menimbulkan pengangguran a1 dan yang merupakan sumber kean. Dalam situasi tersebut, penciptaan an kerja tidak bisa lagi dilakukan oleh ena itu negara turun tangan untuk kan investasi, bahkan investasi besaruntuk menciptakan proyek berskala ar guna menciptakan kesempatan kerja. gan investasi negara tersebut, mekane pasar pulih kembali. Kesempatan kexja sendiri merupakan salah satu bentuk okrasi ekonomi.Salah satu tujuan penting
dalam demokrasi ekonomi adalah penciptaan lapangan kerja yang renumeratif. Dalam kasus sejarah kapitalisme sendiri, negara punya peran penting dalam proses demokratisasi ekonomi.
Negara dan Pasq Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, negara tampil untuk mengambil-alih peran sektor ekonomi asing. Pada waktu itu, swasta nasional tidak punya kemampuan mengambilalih peran perusahaan-perusahaan asing -antara lain yang diperankan oleh lima atau sepuluh perusahaan terbesar (The Big Five atau The Big Ten). Bahkan Indonesia belum memiliki kelas entrepreneur meneMuIa-muIa perm ngah dan besar. Yang ada negara barulah pelaku ekonomi ctiperlukan rakyat, yang sebagian besar untuk terdiri dari petani. Mulamengambd mula peran negara diperluReran swash - .kan untuk mengambil peas* Tapi ran swasta asing. Tapi . kemudian kemudian negara dituntut perannya dalam menciptape-Ya dalam kan kelas pengusaha- yang mencipihkm menjadi tulang punggung keIas pengusaha ekonomi. Megara juga meyang menjacli ngemban peran untuk tulangpungmg menghimpun kekuatan peekonomi laku ekonomi kecil dalam wadah koperasi. Ikut sertanya pengusaha nasional, baik besar, menengah maupun kecil, adalah suatu bentuk demokratisasi ekonomi yang penting dalam konteks demokrasi partisipatoris. Masih banyak sebenarnya tuntutan terhadap peran negara dalam proses demokratisasi ekonomi di masa lalu -pada tahap tahap awal perkembangan ekonomi. Misalnya peran negara, melalui bank sentral, yakni Bank Indonesia (BT)untuk mengembangkan lembaga keuangan dan perbankan dan untuk ~
melakukan monetisasi masyarakat. Peran lembaga perbankan adalah sebagai lembaga perantara (intermediary institution) yang menghimpun modal dari masyarakat untuk disalurkan kepada bagian masyarakat lain yang membutuhkan dana, baik untuk keperluan produksi maupun konsumsi. Tapi pada waktu itu, masih sedikit sekali anggota masyarakat yang mempunyai dana tabungan - untuk disimpan di bank. Jadi sulit bagi bank untuk menghimpun dana. Guna Guna ineningkatkan partisipasi meningkaatkan ekonomi, maka negara parfr'~asi punya dua kewajiban. ekonomi, maka Pertama, mendorong ternegara punya dua ciptanya lapangan kerja ke wajyban. yang renumeratif, terPertama, mendorong utama melalui pengemtercktanya bangan perusahaan-perfapangan keg2 usahaan. Kedua, negara, yang renumerae dalam ha1 ini bank sentral terutama meIdui dibutuhkan peranannya pengembangan untuk memberi modal perusahaankepada bank. Sebenarnya, perusahaan. sebelum reformasi perKedua, negara, bankan 1983, lembaga dalm hal ini perbankan belum sepebank seniraf nuhnya ada, karena bankdibutuhkan bank hanyalah menyaperanarrnya untuk lurkan dana yang dipermemberi modal oleh dari negara, terutama kepada bank. melalui pencetakan uang, sebagai sumber likuiditas. Swasta besar belum ada yang sebenarnya bisa menjadi sumber pendanaan perbankan. Di situlah tampil peran negara, dalam proses demokratisasi, yaitu dalam mengembangkan entreprenuer, antara lain dengan dukungan permodalan. Sejak zaman demokrasi liberal tahun 1950an, negara secara sadar membentuk kelompok pengusaha besar. Peran Presiden Soekarno sangat penting. Demikian pula peran negara dan Presiden Soeharto dalarn men-
ciptakan kelas pengusaha besar yang jumlahnya mencapai lebih dari 6.000 -masingmasing mempunyai beberapa atau banyak perusahaan. Presiden Soeharto dikenal berperan besar dalam membesarkan kelompok konglomerat. Orde Baru telah memberi kebebasan yang besar kepada pengusaha potensial untuk mengembangkan usaha, bahkan juga mengundang kembali perusahaan-perusahaan asing. Tapi perkembangan usaha besar itu ternyata bersifat predatori, marjinalisasi dan bahkan penyingkiran terhadap pengusaha kecil. Banyak pengusaha kecil yang tersisih dalam persaingan di pasar bebas. Perkembangan pasar bebas itu sendiri sebenarnya juga merupakan proses demokratisasi. Tapi ditinjau dari sudut demokrasi partisipatoris, pasar telah menimbulkan konsentrasi dan sentralisasi ekonomi yang berdampak melemahkan pasar. Pasar yang timbul adalah persaingan monopolistis d m oligopolistisyang bertentangan dengan demokrasi. Karena itu demokratisasi adalah membuka "business entry" untuk memperluas atau memperbanyak jumlah pelaku-pelaku ekonomi, dengan mendorong perkembangan usaha kecil dan menengah. Ternyata negara selama ini di Indonesia sangat menyadari peranan yang dibutuhkan itu. Di negara-negara dengan sistem pasar bebas pun dilakukan proses demokratisasi dengan mencegah timbulnya monopoli dan sebaliknya memberdayakan pengusaha kecil, seperti dilakukan di AS, dengan UU AntiTrust di satu pihak dan membentuk Small Business Administration (SBA) di lain pihak. Badan-badan semacam itu ada di berbagai negara dengan sistem kapitalis. Di Indonesia, setiap pemerintah atau rezim, selalu melaksanakan satu dan lain bentuk program pengembangan koperasi d m pengusaha kecil. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Kwik Kian Gie, koperasi dan pengusaha kecil telah mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah, baik kini dan di masa lalu.
un masalahnya;qlalah, bahwa meskimerintah tidak hpa untuk membantu si dan pengusaha kecil, ternyata sektor rasi dan usaha keedietap saja tertinggal embangannya dari sektor besar, baik PUMN maupun badm usaha swasta. Jumlah pngusaha kecil memasg besar, yang men&up tak kurang dari 99 persen. Tapi konfribusi usaha kecil] dalam nilai tambah ternyata hanya sebesar 33 persen saja dari , h d u k Domestik DB). Sedangkan b a h a besar yang j ya hanya 0,2 persen wja, ternyata menghasilkan nilai tambah dari PDB. Sektor negara sebesar 40 pe-n grang jumlahnya 180 unit malahan menghsilkan nil& tambah sebesar 27 persen dari FDB.Dapat ditarik'ke~im~ulan empiris bahwa krnyata peran negara yang cukup dominan itu lebih berhasil mengembangkan badan usaha besar dari pada badan usaha kecil. Dalarn prows pembangunan di masa lalu, dengan peran rtegara yang cukup besar, yang lebih tampil ke permukaan adalah badan usaha besar yang jumlahnya menjadi lebih besar dan makin banyak menyerap tenaga kerja. Perkembangan itu lalu diikuti dengan bangkrutnya usaha skala kecil. Tapi ternyata, jumlah unit usaha kecil dalam catatan statistik, sebenarnya tidak menyurut, melainkan justru bertmbah banyak. Keterangannya adalah bahwa jumlah mortalitas (kebangkrutan) maha kecil telah dapat diimbangi dengan natalitas (kelahiran baru) yang lebih besar. Ini berarti, usaha kecil mampu melakukan pe esuaian diri, bahkan telah timbul inovasi di Ibgkungan usaha kecil, sehingga menciptakm gejala "patah tumbuh, hilang berganti". dejala seperti ini pernah dikatakan oleh Schmpeter yang mengatakan bahwa sumber .i vasi itu bukannya perusahaan besar, rn inkan justru perusahaan kecil yang tidak dikuasai oleh birokrasi. Dalam krisis ekonomi sejak Juli 1997, ternyata kebangkrutan usaha-usaha besar tidak diikuti qleh kebangkrutan usaha kecil. Hal
+
I!
1
itu disebabkan karena usaha kecil tidak melakukan utang dalam bentuk valuta asing dan tidak tergantung bahan bakunya dari impor. Sekalipun begitu, kenyataan menunjukkan, dengan alasan apapun bahwa usaha kecil mampu bertahan dan kini bahkan merupakan harapan bagi pemulihan ekonomi Indonesia. GBHN 2000 telah pula menetapkan prioritas pembangunan sektor ekonomi rakyat. Sekali lagi, keputusan wakil-wakil rakyat dalam MPR itu memberikan tugas kepada negara untuk memainkan peran penting dalam proses demokratisasi ekonomi. Tapi perkembangan politik menghendaki menyurutnya peran negara. Sebenarnya dewasa ini telah muncul suatu paradoks. Dalam proses demokratisasi politik, negara dituntut untuk menyusutkan atau membatasi perannya, termasuk perannya di bidang ekonomi. Namun sekali lagi situasi ekonomi menghendaki peran negara. Salah satu peran negara itu diwujudkan dalam Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan dibentuknya Kantor Menteri Negara Urusan Restrukturisasi Ekonomi. Dalam operasi selanjutnya, negara ternyata membesar penguasaannya terhadap aset-aset ekonomi yang tadinya dikembangkan oleh konglomerat. Dewasa ini, sekitar 80 persen perusahaan swasta, terutama yang besarbesar, telah menjadi milik negara. Gejala ini menunjukkan peran negara yang diterima bahkan dianjurkan oleh IMF/Bank Dunia untuk penyelamatan dan pemulihan ekonomi. Dalam peran itu negara melakukan rekapitalisasi perbankan dan restrukturisasi utang perusahaan swasta yang macet kreditnya akibat krisis. Walaupun begitu, negara juga dibebani tugas melakukan privatisasi atau penjualan kembali perusahaan-perusahaan yang dikuasai negara kepada masyarakat. Jika negara dewasa ini, dalam rangka pemulihan ekonomi, berusaha menghidupkan kembali bangunan usaha besar, sebaliknya peran negara dalam pemberdayaan ekonomi
rakyat justru menyurut. Sebagai konsekuensi kemandirian BI umpamanya, maka BI tidak lagi berkewajiban untuk menyediakan kredit likuiditas untuk usaha kecil. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil juga telah diturunkan statusnya dari departemen operasional menjadi kantor menteri negara yang koordinatif yang tidak memiliki anggaran operasional program. Menurunnya peran neg'ara i&di satu sisi dapatjuga disebut skbagai proses. demokratisasi, dalam arti Geran inter~ensionisn~a dikurangi secara + Zlrastis yang dampaknya adalah kebebasan yang lebih besar bagi perekonomian rakyat untuk berkembang berdasar kekuatannya sendiri di pasar bebas. Berhadapan dengan pengalaman kegagalan pembinaan sektor ekonomi rakyat di masa lalu, timbul kepercayaan baru bahwa berkurangnya peran negara akan lebih memberi kesempatan bagi perekonomian rakyat untuk berkembang dan mengambil peran yang kokoh dalarn perekonomian global. Dewasa ini telah timbul pandangan baru bahwa proses demokratisasi ekonomi, dalam arti meningkatnya partisipasi semua kelompok masyarakat, seyogyanya diwujudkan pertama-tarna justru dengan mengurangi peran negara. Tapi timbul pertanyaan, siapa yang menggantikan peranan pemberdayaan masyarakat terutarna yang marjinal. Pertanyaan ini menimbulkan gagasan untuk meningkatkan peran civil society, yang melakukan perannya secara sukarela (voluntir) sehingga mengurangi kemungkinan pelanggaran kebebasan dan keadilan yang dikhawatirkan oleh Nozick. Gagasan semacam ini juga dikemukakan oleh Gidden dalam konsep the third way. Sebenarnya kritik terhadap peran negara juga ditujukan kepada peran birokrasi yang lamban dan tidak efisien, bahkan bersifat pre-
dator (sehingga lahir gejala predatory stal Yang menjadi persoalan bukanlah per negara itu sendiri, melainkan peran negi yang seperti apa. Jika peran itu dijalank oleh predatory state seperti yang terjadi masa Orde Baru dengan gejala KKN (I rupsi, Kroniisme dan Nepotisme),maka pel negara seperti itu hams dilenyapkan. T jika yang berperan adalah "negara pem ngunan" (developmental state) dalam koi tasi positif, dengan contoh Jepang, Korea latan, Singapura, negara-negara Skandina atau Israel, maka peran negara seperti dalam kenyataannya masih tetap dibutuhk Negara seperti itu didukung oleh birokr menurut Weber (Webem'anstate) yang me1 liki ciri-ciri seperti impersonal, netral, b kemampuan teknis, ada hirarki otoritas c distribusi kekuasaan serta pembagian ke sebagaimana tercantum dalam buku-bu manajemen. Proses demokratisasi ekonomi tid hanya bisa dilakukan dengan menyusutk peran negara menjadi minimal state d perampingan birokrasi dan menceg berkembangnya big bureaucracy, tetapi jt bisa dilakukan dengan penciptaan Webm state, dengan peningkatan efisiensi, prc sionalisasi dan inovasi (antara lain mela reinventing government), walaupun negi seperti itu sebenarnya juga mengandu pengekangan terhadap kebebasan. Kare itu maka proses demokratisasi perlu j~ diwujudkan dengan menciptakan birokr yang berwajah kemanusiaan (human burel cracy) yang memang masih hams ditemuk Perusahaan negara ternyata telah men1 jukkan mampu menciptakan world clc company, seperti PT Pupuk Kaltim, I Indosat, PT Telkom yang cukup berpel dalam proses demokratisasi ekonomi. O