PERAN KEPALA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA DALAM PEMBINAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA BANJAR
NAMA : DYAH RATNASARI NPM : 3506120053 PRODI : ILMU PEMERINTAHAN STISIP BINA PUTERA BANJAR
ABSTRAK
Judul Penelitian ini “PERAN KEPALA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA DALAM PEMBINAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA BANJAR” Berdasarkan hasil observasi diketahui permasalahan pokok penelitian ini adalah masih banyak gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di Kota Banjar padahal Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sudah memberi kan pembinaan kepada mereka yang sudah terjaring razia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode kualitatif. lokasi penelitian di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjar. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik purposive sampling melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pembinaan gelandangan dan pengemis di kota banjar, salah satunya Peran Pemerintah dalam menjalankan proses pembinaan nya. dan belum tersedianya tempat untuk memberikan pembinaan itu sendiri karna masih terhalang ketersediaan biaya untuk pembangunan tempat singgah untuk gelandangan dan pengemis yang sudah terjaring razia. Kata Kunci : Peran, Pembinaan, Gelandangan dan pengemis.
ABSTRACT
This research title "THE ROLE OF THE HEAD OF DEPARTMENT OF SOCIAL AND EMPLOYMENT IN THE PROMOTION AND BEGGARS IN TOWN BUMMER BANJAR" Based on observations known to the subject matter of this study is still a lot of vagrants and beggars who roam in Banjar when the Department of Social Welfare and Labor has given the guidance to those who have been netted. This research uses qualitative research methods. Research sites in the Department of Social Welfare and Labor Banjar. The data collection technique used was purposive sampling technique through observation and interviews. The results showed that there are several factors that influence the development of homeless and beggars in the town of Banjar, one role of the Government in carrying out its development process. and the unavailability of a place to provide guidance itself is still blocked because the availability of cost for the construction of a haven for vagrants and beggars who had netted. Keywords: Role, foster, homeless and beggars.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian Berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah memberi wewenang kepada daerah untuk melakukan pengaturan terhadap daerah masing-masing. Sebagai wujud dari pengaturan terhadap daerah, terlihat setiap pemerintahan daerah kabupaten atau kota di seluruh Indonesia seakan terlihat berlomba untuk melakukan pengaturan terhadap kegiatan liar yang di nilai menggangu aktivitas masyarakat umum dakam kota. Hal ini terlihat hampir setiap kota atau kabupaten mengeluarkan peraturan daerah dalam rangka mengatasi masalah yang ada di daerah nya masing-masing.
Kota Banjar adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian antara 20 sampai dengan 500 meter di atas permukaan laut serta beriklim tropis dan menjadi salah satu kawasan andalan (yaitu kawasan yang mampu berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya). Tingkat kesuburan tanah Kota Banjar pada umumnya tergolong sedang (baik) dengan tekstur tanah sebagian besar halus dengan jenis tanah alufial kecuali Kecamatan Langensari selain memiliki jenis tanah alufial juga berjenis tanah podsonik merah kuning meski tidak mempengaruhi tingkat kesuburannya. Sejak diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 21 Februari 2002. Dalam perkembangannya Kota Banjar merupakan jalur lalu lintas penghubung antara Propinsi Jawa Barat – Jawa Tengah – Jawa Timur sehingga diharapkan mampu tumbuh sebagai kota industri, perdagangan, jasa dan pariwisata bagi Wilayah Jawa Barat bagian Timur. Luas Wilayah Kota Banjar sebesar 13.197,23 Ha, terletak diantara 07 ° 19 ¢ - 07 ° 26 ¢ Lintang Selatan dan 108 ° 26 ¢ - 108 ° 40 ¢ Bujur Timur. Berdasarkan undang-undang nomor 27 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Banjar di Provinsi Jawa Barat kurang lebih 113,49 Km2 atau 11.349 Ha, dan berdasarkan luas wilayah secara Administrasi, Pemerintahan Kota Banjar meliputi 4 (empat) Kecamatan yaitu : Banjar, Pataruman, Purwaharja dan Langensari. Penyebab banyaknya gelandangan dan pengemis adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan kesempatan kerja yang tidak selalu sama. Disamping itu menyempitnya lahan pertanian di desa karena banyak digunakan untuk pembangunan pemukiman dan pertokoan. Keadaan ini mendorong penduduk desa untuk berurbanisasi dengan maksud untuk merubah nasib, tapi sayangnya, mereka tidak membekali diri dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai. Sehingga keadaan ini akan menambah tenaga yang tidak produktif dikota. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang termasuk meminta-minta (mengemis). Demi untuk menekan biaya pengeluaran, mereka memanfaatkan kolong jembatan, emperan toko, dan lain sebagainya untuk beristirahat, mereka tinggal tanpa memperdulikan norma sosial. Hidup bergelandangan tidak memungkinkan orang hidup berkeluarga, tidak memiliki kebebasan pribadi, tidak memberi perlindungan terhadap hawa panas ataupun hujan dan hawa dingin, hidup bergelandangan akan dianggap hidup yang paling hina diperkotaan, Keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng) di perkotaan sangat meresahkan masyarakat, selain mengganggu aktifitas masyarakat di jalan, mereka juga merusak keindahan kota. Oleh sebab itulah, apabila masalah gelandangan dan pengemis tidak segera mendapatkan penanganan, maka dampaknya akan merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat serta lingkungan sekitarnya. Menurut data Dinas Sosnakertrans Kota Banjar, Jumlah gelandangan 5 orang, pengemis 26 orang dan anak nakal sebanyak 61 orang. kondisi yang cukup mengagetkan adalah ditemukanya kasus penyalahgunaan narkotika yang mencapai sebanyak 22 orang dan penyandang HIV/AIDS sebanyak 23 orang yang tersebar di seluruh kecamatan.
Tabel 1.1 Data PMKS (Penyandang masalah kesejahteraan sosial) Di Kota Banjar Tahun 2014 Kecamatan Jumlah Banjar Purwaharja Pataruman Langensari 3 4 5 6 7 Balita 19 81 26 1 127
No
Jenis PMKS
1 1
2
2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12
13 14 15 16 17
18 19 20
Anak Terlantar Anak Terlantar 45 Anak Korban 1 Kekerasan Anak Nakal 5 Anak Jalanan 8 Anak Cacat 53 Wanita Rawan 267 Sosial Ekonomi Kekerasan Atau 1 diperlakukan Salah Lanjut Usia 496 Terlantar Lanjut Usia Yang Menjadi korban Kekerasan Atau diperlakukan Salah Penyandang cacat 185 Penyandang Cacat 56 Bekas Penyakit Kronis Tuna Susila 1 Pengemis 5 Gelandanngan 2 Bekas Narapidana 18 Korban 5 Penyalahgunaan Napza Fakir Miskin 2454 Keluarga Berumah 538 Tidak Layak Huni Keluarga 11
282 -
116 -
96 -
539 1
1 14 31 161
10 107 178
45 45 176
61 22 236 782
-
-
-
1
286
550
154
1486
-
-
-
0
103 24
345 88
157 36
790 204
2 7 1 22 8
7 12 1 38 8
2 2 1 2 1
12 26 5 80 22
1081 151
1769 400
1816 66
7120 1155
3
6
-
20
21 22
23 24 25 26
Bermasalah sosial Psikologis Komunitas Adat Terpencil Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana Korban Bencana Alam Pengungsi Pekerja Migran Terlantar Penyandang HIV/AIDS Keluarga Rentan
-
-
-
-
0
11
71
205
-
287
-
-
-
2
2
-
2
-
-
0 2
10
2
6
5
23
525 4396
84 2690
1216 14215
27 533 74 Jumlah 4722 2407 Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjar
Kehadiran Gelandangan dan Pengemis di Kota banjar berdampak pada berbagai masalah sosial. Masalah umum Gelandangan dan Pengemis pada hakikatnya erat terkait dengan masalah ketertiban dan keamanan yang mengganggu ketertiban dan keamanan di daerah perkotaan. Dengan berkembangnya Gelandangan dan Pengemis di duga akan memberi peluang munculnya gangguan keamanan dan ketertiban, yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas pembangunan perkotaan.Maraknya Gelandangan dan Pengemis yang ada di Kota banjar bukan sepenuhnya penduduk tetap Kota banjar, melainkan mereka datang dari daerah tetangganya Kota banjar, seperti ciamis, banjarsari, cilacap dan daerah lainnya. Adapun penyebab para Gelandangan dan Pengemis ini memilih Kota banjar sebagai lokasi untuk menggelandang dan mengemis adalah karena faktor tingkat pendapatan yang mereka peroleh selama menggelandang dan mengemis lebih tinggi jika dibandingkan kota lain. Kota banjar tumbuh secara baik Salah satu persoalan yang muncul adalah kesenjangan atau ketimpangan yang semakin besar dalam pembagian pendapatan atara berbagai golongan pendapatan, antara daerah perkotaan dan pedesaan. Gepeng ini juga timbul dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat yang tidak memiliki kemampuan dalm berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab di dalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian, dan penyediaan lapangan pekerjaan. Seperti yang di sebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Diantaranya adalah : Pasal 27 ayat (2) : “ tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” pasal 34 Undang-undang dasar 1945 (1) bahwa “fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh Negara”. Namun pada kenyataannya pemerintah belum mampu mensejahterakan masyarakatnya, sehingga menimbulkan persoalan sosial di tengah masyarakat yaitu adanya keberadaan Gelandangan dan Pengemis yang mengakibatkan ketidak tertiban umum.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana Peran kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pembinaan gelandangan dan pengemis (gepeng) di kota banjar? 2. Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat Peran kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pembinaan gelandangan dan pengemis (gepeng) di kota banjar? 3. Upaya apa saja yang dilakukan dalam mendukung Peran kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pembinaan gelandangan dan pengemis (gepeng) di kota banjar?
TINJAUAN PUSTAKA Sarwono.2013.teori-teori psikologi sosial dalam buku ini menjelaskan “Peran adalah serangkaian perilaku yang di harapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang di berikan baik secara formal maupun informal. Peran didasarkan pada preskripsi (Ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus harus lakukan dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut”. Pembinaan adalah suatu proses hasil atau pertanyaan menjadi lebih baik,dalam hal ini mewujudkan adanya perubahan, kemajuan, peningkatan,pertumbuhan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas sesuatu Thoha (1999:243). Gelandangan adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, tidak mempunyai mata pencaharian dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap; Istilah gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993 : 179). Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. (Anon., 1980:82)
Jenis Penelitian Untuk melakukan suatu penelitian diperlukan suatu metode yang sesuai dengan gejala yang diteliti. Agar nantinya, dapat memecahkan masalah secara sistematis (metode ilmiah) dan bardasarkan ilmu pengetahuan yang barkaitan dengan masalah tersebut. Sehingga metode yang ditentukan harus sesuai dengan bagaimana data tersebut diperoleh. Adapun, metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini ialah metode deskriptif. Menurut Namawi (1990:3) metode deskriptif adalah: “proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek peneliti (seseorang,lembaga masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tempat sebagaimana adanya”.
Dari definisi diatas, maka dapat diambil suatu penegasan bahwa jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data yang diperoleh dilapangan kemudian menganalisanya sesuai dengan kenyataan yang ada untuk menarik suatu kesimpulan. Pendekatan kualitatif dipilih dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman mendalam atas suatu objek penelitian. Teori awal yang dibangun hanya sebatas membantu pemahaman dalam menyusun permasalahan agar menjadi lebih fokus. Penelitian kualitatif tidak bertujuan mengkonfirmasi realitas, seperti dalam uji hipotesis, tetapi justru ”menampakan” atau membangun realitas yang sebelumnya belum terungkap, impilisit, tersembunyi, menjadi nyata, eksplisit Nampak (Irawan,2006:12). Metode penelitian yang tepat dapat memperlancar proses penelitian dan hasil yang di peroleh dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Sugiyono (2007:1) menyatakan bahwa: “Metode penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada suatu obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi,” Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menguji atau membuktikan kebenaran suatu teori tetapi di kembangkan dengan data yang dikumpulkan. Maka metode penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini di desain untuk menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian, agar penelitian ini terarah pada sebuah analisis. Lokasi Penelitian Tempat penelitian adalah tempat dimana penelitian ini dilaksanakan atau tempat dimana seseorang melaksanakan penelitian. Tujuan ditetapkannya tempat penelitian adalah agar diketahui jelas objek penelitian. Penelitian dilaksanakan di kantor Dinas sosial dan tenaga kerja Kota Banjar
Teknik Analisis Data Analisis data menggunakan metode deskriftif kualitaitif, dimana pembahasan penelitian serta hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka analisis data yang digunakan non statistik. Analisis data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara interaktif, dimana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan sendiri-sendiri. Analisis data menurut Sugiyono (2007:88) adalah : ”proses mencari dan menyusun secara sistemastis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan semuanya dapat diinformasikan kepada orang lain“. Menurut Miles (dalam Sugiyono,2012:246) : mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilalukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/verification: 1. Data Reduction (reduksi data) adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis dilapangan. Reduksi data ini bertujuan untuk menganalisis data yang lebih mengarah, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau verifikasi. Dalam pemnelitian ini proses reduksi data dilakukan denganmengumpulkan data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi kemudian dipilih dan dikelompokan berdasarkan kemiripan data. 2. Data Display (penyajian data) adalah Pengumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini, data yang telah dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian data. Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek yang diteliti. 3. Conclusion Drawing/verification adalah Sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya. Penarikan kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan yang di teliti. Pengujian Keabsahan Data Dalam pengujian data metode kualitatif menggunakan validitas interbal (validitas credibility) pada aspek ini nilai kebenaran, pada penerapannya ditinjau dari validitas eksternal (transferability) dan realibilitas (defendability) pada aspek konsistensi, serta obyektifitas (confirmability) (Sugiyono 2011:270). Data yang valid dapat diperoleh dengan melakukan uji kredibilitas (validitas interbal) terhadap data hasil penelitian sesuai dengan prosedur uji kredibilitas data dalam penelitian kualitatif. Ada pun macam-macam pengujian kredibilitas menurut Sugiyono (2011:270) antara lain : 1. Perpanjangan pengamatan Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melalukan pengamatan, wawancara lagidengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin akrab, semakin terbuka, saling percaya sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.
2.
Meningkatkan ketekunan Meningkatkan ketekunan berarti melalukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan caramembaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumen-dokumen yang terkait dengan temuan yang diteliti.
3.
Triangulasi Dalam penelitian kualitatif agar validasi data tetap terjaga, maka perlu dilakukan uji validasi yaitu dengan triangulasi. Teknik triangulasi yang di kemukakan oleh Sugiyono (2005 : 127-128) meliputi triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu, yaitu : a. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber, menggunakan kesepakatan (member check). b. Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. c. Triangulasi Waktu Waktu sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari saat sumber masih segar , belum banyak masalah , akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda-beda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. 4. Analisis kasus negatif Melakukan analisis negatif bararti mencari data yang berbeda bahkan yang bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau yang bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti mungkin akan merubah temuannya. 5. Menggunakan bahan referensi Yang dimaksud dengan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti. 6. Mengadakan member check Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui sebarapa jauh data yang diperoleh sesuai apa yang diberikan oleh pemberi data, selain itu tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penelitian laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bagian ini mengungkapkan hasil dan pembahasan penelitian, yang secara garis besar memuat faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gepeng di kota Banjar. Gelandangan dan pengemis (gepeng) adalah permasalahan klasik yang dihadapi oleh pemerintah untuk menjaga ketertiban, kenyamanan, kebersihan umum yang sebernarnya merupakan dua hal yang berbeda namun sering diartikan sama oleh masyarakat pada umumnya. Gelandangan merupakan orang yang tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap dan tidak memiliki penghasilan yang tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pengemis adalah orang yang berkerja untuk mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di tempat umum dengan menunjukkan ekspresi dan keadaan yang menyedihkan sehingga
mendapatkanbelas kasihan dari orang lain dan tidak menutup kemungkinan untuk memiliki tempat tinggal yang tetap. Faktor Penyebab Munculnya Gepeng Pada umumnya penyebab munculnya gepeng bisa dilihat dari faktor internal dan eksternal. fakror internal berkaitan dengan kondisi diri dari sang peminta-minta, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi diluar yang bersangkutan. begitu juga hasil penelitian Artijo Alkostar (1984: 120-121) Bahwa muncul kaum gelandangan dan pengemis disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. faktor internal meliputi sifat-sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, adanya cacat fisik ataupun cacat psikis. sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, kultural, ekonomi, pendidikan, lingkungan, agama dan letak geografis. Hasil studi lapangan menunjukan bahwa maraknya gepeng di kota banjar paling tidak disebabkan oleh faktor utama berikut : ekonomi, usia lanjut, cacat tubuh, serta minimnya lapangan kerja yang dapat diakses oleh tenaga yang tidak terampil dan berpendidikan. Faktor ekonomi dan kemiskinan mengantarkan Dusri (40) menjadi pengemis. karena faktor kemiskinan Dusri menjadi peminta-minta. ia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, tidak punya perabot rumah tangga, tidak memiliki asset yang bisa di jual dan menguntungkan hidupnya dari aktivitas jalanan. Dusri menjadi pengemis, yang meminta-minta belas kasihan dari orang lain karena tidak ada penghasilan, tidak ada yang dimakan, tidak ada bantu dari saudara, tetangga ataupun pemerintah. Di samping itu, faktor lanjut usia menjadi penyebab seseorang meminta-minta. Pada kenyataannya, usia seseorang mempengaruhi produktifitas kerja. Biasanya, pada usia produktif, energi, pikiran dan daya kreativitas seseorang masih bagus. Namun seiring bertambahnya usia, tenaga, pikiran dan kemampuan kreasinya semakin turun. Kondisi ini berdampak pada kemampuan bekerjanya. Bahkan, pada usia lanjut seseorang yang semula telah bekerja harus pengsiun, keluar dari pekerjaan, dan mulai hidup tanpa kerja dan penghasilan yang tetap. Anak-anak juga harus memulai berumah tangga dan pisah dari orang tuanya. Kondisi usia tua ini sering menjadi penyebab seseorang harus menjadi gelandangan karena sudah tidak ada penghasilan dari bekerja, pisah dari anak dan akhirnya harus meminta-minta. Nenek Warsih (65) adalah peminta-minta yang disebabkan karena kondisi usia yang sudah tua renta. Tidak ada keluarga, anak atau orang yang membantu memberi makan menyebabkan mereka harus berjibaku di tengah jalanan agar tetap dapat hidup. Dengan kondisi fisik yang semakin lemah, serta kinerja menurun satu-satunya jalan adalah meminta kepada orang lain. Hanya dengan meminta, ia memperoleh penghasilan, dapat mendapat bantuan dan dapat menyambung hidup. Cacat tubuh juga menjadi faktor mengapa seseorang menjadi pengemis adalah seperti kondisi Bapak Asep (41) yang beroperasi di pasar juga mengemis karena kakinya cacat. Ia menjalankan aksinya dengan jalan memakai tongkat. Bapak Asep kehilangan satu kakinya saat menyebrang dijalan tertabrak oleh mobil. Karena cacat itulah sekarang ia memenuhi kebutuhannya dengan cara meminta-minta di pasar. Penghasilannya rata-rata Rp 50.000 – Rp 75.000. Cacat tubuh membuat Bapak Asep harus menjadi pengemis. Dari beberapa penyandang cacat, ternyata tidak semuanya benar-benar cacat ada yang bener memang cacat, namun juga ada yang hanya trik, strategi, serta mengelabui orang lain agar hatinya ter-renyuh. Demikian juga lapangan kerja yang minim dapat menjadi penyebab banyaknya kaum gelandangan. Seiring berkurangnya lahan pertanian modernisasi teknologi di berbagai bidang, buruh dan tenaga manusia mulai di geser oleh mesin bukan hanya kegiatan industri, perusahaan atau pertokoan,
dalam skala rumah tangga pun tenaga manusia mulai diabaikan seiring munculnya mesin yang dapat mengganti peran tenaga manusia dalam kondisi demikian, membawa dampak bagi peluang kerja terutama bagi orang yang hanya mengandalkan tenaga dan tidak memiliki keahlian. 1. Gerakan Protes Meminta-minta di jalanan merupakan gerakan protes atas ketidak pedulian pemerintah terhadap nasib orang miskin. Mengemis adalah gerakan kekecewaan atas kinerja pemerintah yang tidak dapat membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, minimnya lapangan kerja, serta buntunya pintu akses terhadap persoalan ekonomi, politik dan budaya. Kesempatan kerja, akses kekuasaan dan ekonomi hanya di kuasai oleh kaum terdidik yang kaya, berkuasa dan memiliki jaringan yang luas. Sementara orang-orang pinggiran seperti pengemis, pengamen, buruh dan kaum marjinal lain tak berdaya menghadapi situasi sosial, politik dan ekonomi. Untuk merespon kondisi sosial ekonomi yang sedemikian kejam, orang-orang pinggiran dalam menutupi kebutuhan harian melakukan aktivitas meminta-minta, menggelandang, mengamen, dan juga mengais rizki dari sampah dan rongsokan untuk mempertahankan hidupnya. 2. Mengemis Sebagai Propesi Mengemis bagi Juned (46) telah menjadi propesi yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan harian. Baginya, cara mencari nafkah dengan cara mengemis telah tertanam lama dari satu generasi ke generasi. Para leluhur mereka berhasil melakukan indoktrinasi bahwa pilihan pekerjaan untuk bertahan hidup yang bisa mereka lakukan adalah mengemis. Traspormasi nilai-nilai ini pada gilirannya telah menumbuhkan mental mengemis bagi masyarakat. Sosialisasi mengenai hal ini terus berlangsung dan tidak pernah ada yang mempersoalkan baik keluarga, tetangga atau lainnya. Panggilan propesional mengemis bagi Juned bukan menjadi pekerjaan sampingan tetapi sudah menjadi pekerjaan pokok. Ia sudah terbiasa mencari, mengelola dan membelanjakan hasil mengemis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Menyambung Hidup Menggelandang dan menjadi pengemis tak pernah menjadi pilihan utama, mengemis bahkan tidak pernah ada dalam benak seseorang sebagai pilihan dalam hidupnya. Menjadi pengemis semata-mata dilakukan demi menyambung hidup tanpa meminta belas kasih dari orang-orang yang peduli, rasanya hidup akan berhenti bahkan baginya untuk kelangsungan hidupnya harus menanggalkan urat malunya demi sesuap nasi. Ilustrasi ini tergambar dalam kehidupan Nenek Warsih (65) melakukan aktivitas meminta-minta demi menjalani kehidupan ketika ditanya bagaimana perasaannya menjadi pengemis dia hanya tersenyum dan menjawab tidak pernah merasa malu karena menurutnya “Hidup ini harus dijalani, disyukuri walaupun ada yang menganggap pengemis itu pekerjaan rendah”. 4. Mengemis Lebih Mulia Dari pada Maling “Mengemis Lebih Mulia Daripada Maling “ kalimat itulah yang sering muncul dari mulut teman-teman yang mencari penghasilan dari jalanan. Meminta-minta merupakan langkah patriotic bagi orang seperti Dusri (40). Cara bertahan hidup dengan jalan menelusuri setiap jengkal Alun-alun Kota Banjar bukan keputusan instan yang diambil secara tiba-tiba. Dusri melabuhkan aktivitas ekonominya sebagai peminta-minta setelah usaha dan kerja keras yang dilakukan mengalami kegagalan dan jalan buntu. Baginya dengan cara mengemis di jalanan berarti kebutuhan hidupnya terpenuhi dengan cara yang halal. Dusri menuturkan : “Masih bisa mencukupi kebutuhan hidupnya menjadi seorang peminta-minta lebih baik daripada menjadi seorang pencuri”. Pernyataan Dusri ini menjadi
5.
6.
7.
relevan ditengah para penjabat, pemimpin dan masyarakat lainnya yang sering merusak profesinya dengan cara mengambil barang, uang, dan fasilitas yang bukan haknya untuk memperkaya diri secara illegal dan menciderai moralitas. Kemiskinan yang di derita Dusri ternyata tidak sampai mengorbankan keimanan. Dusri tidak mengambil jalan pintas untuk mengambil hak orang lain, mencuri, mencopet atau mengutil milik orang lain. Keluarga Keluarga adalah tempat perlindungan yang setiap orang membutuh kehadirannya. Didalam keluarga seseorang mendapatkan kasih sayang yang sangat luar biasa dan kecil kemungkin untuk mendapatkannya diluar lingkungan keluarga. menyebutkan bahwa salah saatu faktor yang menyebabkan menjadi gelandangan karena keluarga. Hubungannya yang tidak tidak harmonis membuatnya tidak nyaman, tenang dalam keluarga tersebut, sehingga ia mencari kebebasan di luar. Dan pada akhirnya kebebasan tersebut ia temukan dengan menjadi gelandangan. Selain itu, anak korban broken home pun bisa menjadi gelandangan dan pengemis, bahwa anak yang broken home cenderung memiliki keadaan psikologis yang tidak baik karena ia kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Sehingga ia merasa bahwa ada yang kurang dari hidupnya dibandingkan orang lain yang mendapatkan kasih sayang secara utuh dari kedua orang tuanya. Seseorang yang memiliki rasa yang tidak puas dengan kasih sayang yang didapatkan maka ia cenderung mencari perhatian orang lain untuk membelas kasihaninya. Keadaan seseorang yang tidak mempunyai hubungan keluarga yang harmonis ataupun akibat dari perpisahan orang tua menyebabkan kurangnya perhatian, ketenangan dan kenyamanan dalam hidupnya sehingga mereka cenderung mencari ketenangan hidup dan belas kasihan orang lain. Sebagaimana teori Maslow dalam Wijono (2012:29) yang menyatakan bahwa kebutuhan sosial dan kasih sayang (social and belongingness needs) adalah kebutuhan untuk bersosialisasi, berkomunikasi dan merasa diterima serta dibutuhkan oleh orang lain. Rendahnya Keterampilan Potensi diri dapat digali melalui dunia pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan sangat erat kaitannya dengan keterampilan. Orang memiliki pendidikan rendah cenderung mempunyai keterampilan yang rendah juga. Keterampilan sangatlah penting dalam kehidupan, dengan keterampilan seseorang dapat memiliki aset produksi. Namun dalam mengembangkan keterampilan membutuhkan modal pendukung. Akibatnya setelah ia mengalami kesulitan yaitu jatuh miskin tidak ada potensi lain yang ada pada dirinya untuk meningkatkan kondisi kehidupannya jauh lebih baik. Tidak adanya keterampilan yang ia miliki mendorong seseorang untuk menjadi seorang pengemis, karena tidak bisa bekerja lainnya. Sedangkan kebutuhan hidupnya memerlukan biaya yang cukup banyak agar tetap bertahan.Hartomo dan Arnicun (2001:318) menyebutkan bahwa ciri-ciri orang yang berada dalam garis kemiskinan adalah orang yang hidup dikota dengan usia muda namun tidak memiliki keterampilan dalam kehidupan Sehingga tidak ada jalan lain baginya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang pada akhirnya ia pun harus mengemis di tempattempat umum. Rendahnya Tingkat Pendidikan Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja. Pendidikan yang terlampau rendah dapat menimbulkan kemiskinan (Hartomo dan Arnicun 2001:329). Dalam dunia kerja, kualitas sumber daya manusia dapat diukur melalui jenjang pendidikan yang mereka tempuh. Apabila sesesorang hanya memiliki ijazah sekolah dasar akan sangat
sulit untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak. Sedangkan mereka juga memerlukan biaya untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Dari ketidakberdayaan inilah yang membuta orang terpaksa hidup dalam keterbatasan yang sampai mengakibatkan mereka harus tinggal di alam terbuka dan bekerja dengan cara memintaminta.
8.
9.
10.
Sikap dan Mental Faktor utama yang menjadi penyebab adanya gelandangan dan pengemis adalah faktor sikap dan mental mereka yang tidak lagi mengenal rasa malu. Jika faktor kemiskinan yang menjadi penyebab utama, tidak semua orang miskin mengemis dan hidup menggelandang.Apabila semua orang miskin menjadi pengemis dan gelandangan maka diperkirakan jalanan atau tempat umum penuh dengan pengemis dan gelandangan karena banyak sekali masyarakat miskin yang ada di Indonesia.Informan mengatakan bahwa, mayoritas dari gelandangan dan pengemis memiliki mental yang tipis, sehingga mereka mau melakukan pekerjaan seperti itu tanpa menghiraukan harga diri mereka yang menjelaskan bahwa ia tidak mau lagi untuk bekerja, baginya hidup dengan cara menggelandang merupakan sesuatu yang harus disyukur. Nampaknya menjadi gelandangan dan pengemis sudah menjadi budaya yang melekat dalam diri mereka. Budaya malu dan harga diri mereka sudah tidak dipertahankan lagi. Dalam hal ini harga diri bukanlah sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Maslow. Maslow dalam wijino 2012:29 mengatakan bahwa tingkat kebutuhan individu yang harus dipenuhi guna ketenangan dalam hidupnya adalah kebutuhan harga diri (selfesteem needs). Seseorang akan merasakan ketenangan dalam hidupnya apabila harga diri mereka tetap dijaga baik. Dari teori yang sudah diungkapkan oleh Maslow menggambarkan bahwa menjadi seorang gelandangan dan pengemis ini tidak memiliki ketenangan hidup karena harga diri mereka telah hilang karena keterpaksannya untuk memenuhi kebutuhaan hidup.Dalam keadaan terpaksa seseorang bisa melakukan hal apapun meskipun harga diri yang menjadi taruhannya. Lingkungan Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukungnya. Hal tersebut terjadi bahwa banyak sekali ibu-ibu rumah tangga bekerja sebagai pengemis . Terlebih lagi jika bulan ramadhan, momen ini digunakan mereka mencari uang untuk membantu suaminya mencari nafkah. Tentu hal ini akan mempengaruhinya untuk melakukan pekerjaan yang sama, terlebih lagi melihat penghasilan yang didapatkan lumayan untuk menuhi kebutuhan hidup. Letak Geografis Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan. menurut pengemis yang peneliti wawancara menjelaskan bahwa daerah tempat tinggal merupakan lokasi persawahan yang hasil panennya tidak membuahkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tanah yang kurang subur dan juga ia sudah tidak memiliki lahan lagi untuk bercocok tanam, membuatnya harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya pindah kekota lebih memperburuk keadaan. Tidak adanya potensi yang alam sedia untuk diolah membuat informan semakin masuk dalam garis kemiskinan, dan membuatnya menjadi gelandangan. lingkungan tempat tinggalnya merupakan kawasan padat penduduk sehingga lahan kosong sudah tidak ada lagi. keterbatasan sumber daya alam ini membuat informan harus berfikir keras bagaimana caranya untuk tetap hidup dalam keadaan yang miskin. oleh karena itu ia lebih memilih menjadi pengemis sehingga kebutuhanhidupnya sedikit terpeuhi dengan uang hasil meminta-minta. Menurut Hartono dan Arnicun (2001: 329) salah satu penyebab
terjadinya kemiskinan adalah adanya keterbatasan sumber daya alam, yang kemudian disebut dengan miskin alamiah. Lemahnya Penanganan Masalah Gelandangan dan Pengemis Diketahui keterangan dari pengemis yang di wawancarai menunjukkan bahwa penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh pemerintah hanya setengah hati. Selama ini penanganan yang telah nyata dilakukan adalah razia, di data, kemudian setelah itu dipulangkan ketempat asalnya. Pada kenyataannnnya, penanganan ini tidak menimbulkan efek jera bagi mereka sehingga suatu saat mereka akan kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis. pada proses penanganan hal yang dilakukan adalah setelah dirazia mereka di data untuk mendapat binaan. Proses ini dirasakan terlalu mudah dan enak bagi gelandangan dan pengemis sehingga ia tidak perlu takut apabila terjaring razia lagi. hal inilah yang membuat mereka terus mengulang kegiatan yang sama yakni menjadi gelandangan dan pengemis. Strategi Menarik Rasa Iba Agar dalam menjalankan aktivitasnya sebagai gelandangan yang meminta-minta di jalanan mereka melakukan berbagai trik dan cara, Taktik dan Strategi ini penting agarparagelandangan dapat memperoleh penghasilan yang banyak, dengan penghasilan yang banyak kebutuhan hidupnya akan terpenuhi. di kota Banjar ada beberapa stategi pokok yang di jadikan sebagai trik dalam meminta-minta yaitu : berpakaian compang-camping, menggendong anak, seragam koko, memakai tongkat dan berjalan pincang. 1. Pakaian compang-camping Pada dasarnya gepeng di berbagai daerah memiliki karakteristik yang hampir sama. Pakaian bagi gepeng adalah identitas sosial yang menjadi pembeda dengan kelompok masyarakat lain, identitas ini penting untuk memperlancar aksi meminta-minta, dengan cara berpakaian yang khas yang akan menimbulkan perasaan kasihan, iba, haru dan empati bagi pihak lain, sehingga orang tersebut tergerak hatinya untuk memberi. 2. Menggendong Anak Demi menarik simpati dari orang lain pengemis melakukan berbagai cara agar dapat mempengaruhi orang lain, salah satunya strategi untuk mendapatkan perhatian dari orang lain dengan cara menggendong bayi atau balita. pengemis yang membawa bayi dengan tujuan dapat mempengaruhi, memprovokasi dan melahirkan perasaan iba bagi orang yang melihat, model seperti ini dalam dunia pengemisan termasuk modus konvensional yang terbukti ampuh dan jitu untuk mendatangkan uang yang banyak 3. Seragam Koko, Kotak Amal sampai Pincang Di samping itu, untuk memarik simpati orang ada peminta-minta dengan atribut keagamaan, seperti baju muslim atau muslimah, mereka berkeliling ke berbagai tempat umum dan dari rumah ke rumah dengan berbekal proposal dan kotak amal. biasanya dalam kotak amal tertulis “amal jariah pembangunan ini, itu dan sebagainya”. mereka akan mendapatkan dari hasil meminta-minta, namun terkadang amal yang mereka jajakan juga hanya untuk mengelabui orang lain, karena hasil shadaqah yang didapatkan hanya untuk keuntungan pribadi. Efektivitas Pembinaan dan Pelatihan Gelandangan dan Pengemis oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjar, Pembinaan dan pelatihan merupakan salah satu hal yang dibutuhkan
dan digunakan sebagai strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah gelandangan dan pengemis yang ada. Pelaksanaan pembinaan dan pelatihan menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan khususnya bagi setia pihak yang terkait agar pembinaan dan pelatihan dapat berjalan dengan efektif dan mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan untuk mengatasasi masalah gelandangan dan pengemis yang ada. Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Efektivitas pada umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan demikian, pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasi yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu efektivitas pembinaan dan pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjar dapat dilihat dari tingkat pencapaian Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banjar dalam memberikan dan melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap gelandangan dan pengemis dalam rangka untuk menekan atau mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis yang ada di Kota Banjar. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Peran Kepala Dinas sosial dan tenaga kerja dalam pembinaan gelandangan dan pengemis di kota banjar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan pendapat mengenai Peran Kepala Dinas sosial dan tenaga kerja kota banjar terhadap pembinaan gelandangan dan pengemis. menunjukan bahwa Peran Kepala Dinas sosial dan tenaga kerja sangat lah berpengaruh terhadap pengurangan gelandangan dan pengemis yang ada di kota banjar. 2. Berdasarkan cara capai dalam pembinaan gelandangan dan pengemis memang belum signipikan karena masih saja khusus nya pengemis yang kembali lagi menjadi pengemis walaupun telah dilakukan pembinaan oleh Dinas Sosial san Tenaga Kerja kota banjar. 3. Dinas sosial sudah memberikan pembinaan namun untuk solusi pengurangan gelandangan dan pengemis itu kembali lagi kepada diri gelandangan dan pengemis itu apa mau berubah atau akan terus menerus melalukan pekerjaan seperti itu seumur hidup nya. karena sudah merasa nyaman dan terbiasa bekerja hanya mengandalkan dari belas kasihan orang lain. mental dan jiwa mereka yang sakit yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik lagi. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Peran Kepala Dinas sosial dan tenaga kerja dalam pembinaan gelandangan dan pengemis di kota banjar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.Berdasarkan pendapat mengenai Peran Kepala Dinas sosial dan tenaga kerja kota banjar terhadap pembinaan gelandangan dan pengemis. menunjukan bahwa Peran Kepala Dinas sosial dan tenaga kerja sangat lah berpengaruh terhadap pengurangan gelandangan dan pengemis yang ada di kota banjar. 2.Berdasarkan cara capai dalam pembinaan gelandangan dan pengemis memang belum signipikan karena masih saja khusus nya pengemis yang kembali lagi menjadi pengemis walaupun telah dilakukan pembinaan oleh Dinas Sosial san Tenaga Kerja kota banjar. 3.Dinas sosial sudah memberikan pembinaan namun untuk solusi pengurangan gelandangan dan pengemis itu kembali lagi kepada diri gelandangan dan pengemis itu apa mau berubah atau akan terus menerus melalukan pekerjaan seperti itu seumur hidup nya. karena sudah merasa nyaman dan terbiasa bekerja hanya mengandalkan dari belas kasihan
orang lain. mental dan jiwa mereka yang sakit yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik lagi.
Saran Sebagaimana yang telah diuraikan di bab sebelumnya bahwa Peran Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pembinaan gelandangan dan pengemis di kota banjar, maka peneliti memberi saran 1. Sering dilakukan nya razia gelandangan dan pengemis di setiap tempat-tempat yang rawan atau yang sering dijadikan tempat mengemis seperti di pasar, sekolah, toko-toko, lampu merah, dan tempat ramai yang ada di kota banjar. 2. Mendata dan memberi pembinaan yang bisa bermanfaat untuk yang terjaring dalam pembinaan yang dilakukan oleh Dinas sosial dan tenaga kerja. sehingga mereka tidak menjadi gelandangan dan pengemis lagi yang mengotori kota banjar. 3. Dengan adanya peraturan atau larangan yang baru-baru ini dikeluarkan yaitu larangan memberikan uang kepada pengemis, itu akan sangat membantu dalam proses pengurangan pengemis khususnya semoga larangan tersebut bisa berjalan dengan baik dan akan menciptakan kota banjar yang bersih dari gelandangan dan pengemis.
DAFTAR PUSTAKA Furnham,A & Aryle, M (2000) The Psychology of money. London: Routledge Junaedi,kurniawan,robby.2014. Implementasi peraturan daerah no 12 tahun 2008 tentang ketertiban sosial (studi kasus penertiban dan pembinaan gelandangan dan pengemis di kota pekan baru). Kuswarno, Engkus.2007.Manajemen komunikasi pengemis Meleong lexy,j,2002.Metode penelitian kualitatif,Bandung : PT Remaja Rosdakarya Miftah thoha.1997.Pembinaan organisasi: PT Prima. Muttaqin,Muhammad.2012.Penanganan gelandangan dan pengemis di Liponsos keputihan kota Surabaya. Nurdin,asrul.2013.Implementasi peraturan daerah no 20 tahun 2008 tentang anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Sugiyono,2010.Memahami penelitian kualitatif CV.Alfabeta:Bandung. Sugiyono,2011. Memahami penelitian kualitatif CV.Alfabeta:Bandung. Sarwono.2013.Teori-Teori Psikologi Sosial. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tri ubaya sakti.1991.Manajemen kepegawaian di Indonesia