PERAN KEGIATAN ISTIGATSAH DALAM MENINGKATKAN NILAI-NILAI KEIMANAN DI PONDOK PESANTREN TREMAS PACITAN Oleh: Achmad Ridlowi Abstract The activity of istighathah in Pesantren Tremas Pacitan in improving the values of faith can serve as a tool of our lust control so that we are always in the way of Allah SWT, can change khuluqiyah or santri personality to be better, and as a tool or a way to sharpen vision and inner view Which can awaken the santri and prompt him to abandon bad deeds to return to God when he slips and diverges from the truth. Factors that support the implementation of istighathah activities in Pondok Pesantren Tremas Pacitan is a strong santri desire to get closer to Allah SWT, teacher motivation, alumni, and society to istighathah activity, a conducive cottage environment. While the factors that hamper the implementation of istighathah activities in Pondok Pesantren Tremas Pacitan is the lack of control from the board because all administrators also follow istighathah activities, the limited facilities and infrastructure so that istighathah activities less than the maximum, the awareness of students who are less disciplined, the background of santri heterogeneous. Kata Kunci : Istighosah, Iman, Nilai-niai Akhlak A. PENDAHULUAN Iman adalah pengakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan kebenaran para rasul serta segala apa yang mereka bawa dari Allah. Mengucapkan dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun islam merupakan cabang dari iman.1 Seorang yang beriman dengan sungguh dan dituturkannya dengan lisan dan perbuatan, maka itulah sebenarnya orang yang mukmin lagi muslim. Inilah yang terpuji dan dikehendaki oleh Tuhan, yaitu sesuai dengan lahir dan batinnya.2Mukmin yang beriman kepada qada dan qadar-Nya, bersifat berani, tidak takut.Karena dia beritikad bahwa tidak terjadi kesukaran dan kemudahan, kekayaan atau kepapaan, hidup dan mati, melainkan dengan ketentuan Allah.Orang itu bekerja dengan sebaik-baiknya, dia tidak takut melainkan kepada Allah.Dan dia tidak mengharap melainkan
1 2
Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2009), 104. Taib Thahir Abdul Mu‟in, Ilmu Kalam (Jakarta: Widjaya, 1986), 126.
rahmat dan keridhaan Allah SWT.3Ekspresi iman orang mukmin adalah melaksanakan perintah Tuhan, baik berkaitan langsung dengan Tuhan maupun dengan manusia (habl min Allah dan habl min al-nas).4 Hikmah yang terkandung dalam surat Al-Anfal ayat 64 bahwa cukuplah Allah bagi mereka yang beriman kepada-Nya dan bergantung kepada-Nya, iman adalah pondasi utama dalam meraih kemenangan, kewajiban beriman dengan mencintai Allah semata.5 Memanjatkan do‟a bersama itu disebut dengan “istighathah”.Sedangkan istighathah sendiri secara harfiyah artinya adalah “meminta pertolongan”.6Istighathahtentu bagus, sebab biasanya sudah didahului istikharah (mohon petunjuk), dan lebih mulia disambung istiqamah (tegak, konsisten), bila ada yang kurang, disulam dengan istighfar (memohon ampunan).7 Mengenai keutamaan dzikir telah dijelaskan dalam firman Allah surat Al-Ahzab: 4142 ;
“Hai, sekalian orang yang percaya, berzikirlah (ingatlah) kepada Allah sebanyak mungkin, dan bertasbihlah pada pagi dan sore.”8
Terlebih, Nabi Muhammad telah menjelaskan tentang disyariatkannya zikir secara berjamaah. Jadi dzikir secara berjamaah itu hukumnya sunnah.9 Pondok Tremas adalah suatu lembaga pendidikan yang tumbuh dan diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajaran madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.Pondok Tremas mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam
3
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), 94. 4 Ghazali Munir, Ilmu Kalam; Pemikiran Dan Kehidupan (Semarang: Rasail Media Group, 2008), 3. 5 Imam Muhammad Ibn Abdul Wahab, Tauhid (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 236. 6 Munawwir Abdul Fatah, Tradisi Orang-Orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 288. 7 Ma‟mun Murod Al-Barbasy, Dkk, Muhammadiyah NU Mendayung Ukhuwah Di Tengah Perbaedaan (Malang: UMM Press, 2004), 7. 8 Al-Imam Abu Zakariya Yahya Bin Syarif An-Nawawi Ad-Damsyiqi, Riyadhush Shalihin II (Surabaya: Al-Hidayah, 1997), 394. 9 Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Zikir Berjamaah Sunnah Atau Bid‟ah (Jakarta: Republika, 2003), 6972.
agama Islam melalui kegiatan spiritual yang di dalamnya terdapat istighasah yang diajarkan oleh kyai. Dalam kenyataannya tidak semua santri memasrahkan semua urusan dunia kepada Allah, mereka tidak sepenuhnya percaya bahwasannya rizki itu sudah diatur atau digariskan oleh Allah. Di Pondok Pesantren Tremas masih terdapat beberapa santri yang di-ta‟zir (punishment) karena mencuri, dan meskipun sudah pernah ditakzir berkali-kali akan tetapi dikemudian hari mereka mengulangi kembali perbuatan mencuri tersebut. Padahal sebuah pesantren itu adalah tempat untuk para santri memperdalam ilmu agama serta untuk mempertebal iman kepada Allah SWT.Jadi, perbuatan tersebut sangat tidak lazim bagi seorang santri.Berdasarkan dari identifikasi masalah tersebut, maka penulis memfokuskan pada peran kegiatan istighathah dalam meningkatkan nilai-nilai keimanan para santri. Berangkat dari kegelisahan akademik tersebut diatas, penulis tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang istighathah, karena istighathah itu merupakan salah satu cara yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan menurut sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti masalah istighathah di Perguruan Islam Pondok Tremas.
B. PEMBAHASAN 1. Istighathah a. Definisi “Istigatsah” “Istigatsah” termasuk bentuk masdar (asal kata) yang memiliki arti “thalab” (permintaan/meminta)
berasal
dari
kata
“al-ghauth”
yang diartikan
dengan
“pertolongan”, sehingga “istighathah” bisa diartikan dengan “meminta pertolongan”.10 Istigatsah adalah salah satu cara memohon pertolongan kepada Allah. Bila anda mendapat kesulitan bukanlah dukun yang harus anda cari, tetapi dengan ber-istighathah memohon pertolongan kepada Allah itulah solusi yang paling tepat, yaitu berdoa dan berusaha.11
10
Forum Kajian Ilmiah Lembaga Ittihadul Mubalighin, Gerbang Pesantren Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Kediri: Bidang Penelitian Dan Pengembangan Lembaga Ittihadul Muballighin Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri, 2010), 70. Bandingkan Dengan Kamus: Adib Bisri Dan Munawwir A. Fatah, Kamus Al-Bisri Indonesia-Arab Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 550. 11 Surat Yasin Tahlil Dan Istighathah Huruf Arab-Latin Dan Terjemahan Bahasa Indonesia (Kudus: Menara Kudus, Tt), 100.
Akan tetapi istighathah itu berbeda dengan do‟a. Do‟a itu memohon pertolongan kepada Allah dan memasrahkan semua permasalahan dunia ini kepada-Nya, sedangkan istighathah itu memohon pertolongan kepada Allah dengan keadaan mendesak untuk segera dikabulkan. Istigatsah itu berisi dzikir-dzikir kepada Allah, selain untuk memohon pertolongan, juga untuk mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mempertebal iman kita, karena seseorang itu bila selalu mendekatkan diri kepada Allah otomatis dia akan selalu terjaga dari perbuatan tercela. Jadi dengan ber-istighathah akan membantu kita untuk selalu ingat kepada Allah. Istighathah merupakan salah satu bentuk amalan do‟a yang selama ini berkembang terus di tengah-tengah masyarakat islam dan diizinkan oleh islam karena Nabi sendiri membenarkan amalan semacam ini. Suatu kenyataan bahwa Nabi sendiri tidak melarang sama sekali terhadap istighathah sebagaimana hadis diterangkan bahwa Anas bin Malik berkata: “Telah datang seorang laki-laki Baduwy kepada Nabi seraya berkata; Hai Rasulullah, kami datang kepadamu karena tidak ada lagi unta yang meringis dan tidak ada lagi bayi yang mendekur, kemudian ia melagukan sya‟ir klassik (kuno) ini: “Kecuali kepadamu tidak kemanapun aku pergi. Dan kemanakah manusia akan meminta bantuan kalau tidak kepada Rasulullah”. Mendengar permintaan ini, Nabi kemudian berdiri lalu menarik selendangnya lantas naik ke mimbar dan berdo‟a: Ya Allah Engkau turunkan hujan”. (HR. Bukhari). Ketika orang Baduwy tersebut beristighathah dengan Nabi, sama sekali Nabi tidak menolak, bahkan mengabulkan permintaan itu sehingga saat itu juga Nabi berdo‟a kepada Allah agar diturunkan hujan. Semacam inilah yang kemudian oleh para sahabat, shalihin, ulama dan seterusnya telah diamalkan.12 Adapun dalil diperbolehkannya istigatsah adalah:
13
“Dan Tuhanmu berfirman, „Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagimu.‟ ”.
12 13
Muhammad Fikri El Hakim, Manaqiban Syirik Dan Bid‟ah Kah? (Kediri: Al Aziziyyah, 2009), 54-55. Al-Qur‟an, 40: 60.
b. Tujuan Istighathah 1. Dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah SWT, Dzat yang Maha Besar, Maha Kuasa atas segalanya, dengan mengamalkan dzikrullah dan dibarengi takbir, sehingga akan melahirkan sikap berendah diri (tawadlu) atau menghilangkan sikap besar kepala mengkikis kesombongan dari jiwa dan ruh, serta membuktikan bahwa manusia tidak memiliki kekuasaan atas segala sesuatu. 2. Mengamalkan istighathah, secara tidak langsung sebagai sarana latihan jiwa (riyadlah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah) membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan di isi dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melalui perbaikan akhlaq. 3. Cita-cita dan harapan manusia yang paling tinggi adalah sampainya ia kepada Allah SWT. Semua itu dapat diperoleh harus melalui wasilah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Istighathah ialah sebaik-baiknya wasilah untuk berkomunikasi dengan Allah, karena dengan beristighathah menjadikan kehidupan manusia berada pada sebuah poros di sekitar Allah, dengan melatakkan seluruh permohonan dan kebutuhannya disekitar poros tersebut juga akan menjauhkan diri dari berbagai macam penyimpangan dan pemutusan inayah ilahiyah. 4. Dengan beristighathah berarti membuka jendela menuju suatu harapan akan kesuksesan dan kemenangan. Karena istighathah merupakan suatu perantara untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Di samping itu istighathah merupakan bagian dari kategori ibadah, dan ketaatan kapada-Nya. Maka akhirnya dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup sebagai seorang mu‟min, yaitu sa‟idun fi al dunya wa sa‟idun fi al akhira.14 c. Keutamaan Dzikir dan Doa Dzikir yaitu mengucapkan kalimah-kalimah suci dengan hati yang selalu ingat kepada Allah. Karena Allah menyuruh kita berdzikir, maka Allah pun menyediakan ampunan dan pahala yang besar bagi yang mau berdzikir tanpa membedakan apakah ia seorang pria ataukah wanita.15 14 15
28-29.
Munawwir Yamin, Apakah istigha>thaItu?(Jakarta: Yayasan Nurudh-Dholam, tt), 46-47. Madchan Anies, Tahlil Dan Kenduri Tradisi Santri Dan Kiai (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009),
Doa merupakan salah satu parameter sekaligus barometer ibadat yang paling kongkret kepada-Nya. Sesungguhnya doa dapat menyandarkan hati seorang hamba kepada Allah. Dengan doa, orang yakin bahwa hanya Allah-lah yang kuasa memberi manfaat maupun menolak bahaya. Maka hendaklah kita berdoa kepada Allah secara konsisten dan sungguh-sungguh. Sesungguhnya orang yang berdoa itu ibarat orang yang sedang mengetuk pintu. Jika sering mengetuknya, suatu saat pintu itu akan dibuka juga. Demikian pula dengan doa yang dimohonkan terus-menerus, niscaya bila tiba saatnya nanti Allah berkenan juga membukakan pintu rahmat dan maghfirah-Nya. Akan tetapi agar doa itu mustajab, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin menjauhi segala dosa dan kesalahan. Sebab dosa dan kesalahan itu menjadi awan tebal yang menutupi jalan kemakbulan suatu doa.16 Kerutinan itu memang diperlukan oleh seorang insan dalam menjalankan amal ubudiyah. Amal perbuatan yang nilainya sedikit tapi dikerjakan secara kontinyu lebih baik dari pada amalan yang nilainya tinggi tapi dikerjakan secara terputus-putus.17 Jadi, berdzikir sangat penting bagi kehidupan manusia. Dzikir dan doa adalah nafas kehidupan umat muslim. Oleh sebab itu hendaknya kita menjadikan doa dan dzikir sebagai bagian hidup kita. Tempatkan doa sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi, bagaikan kita membutuhkan makan dan minum. Sedangkan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang banyak mendatangkan keuntungan bagi diri kita baik di dunia maupun di akhirat. Ilmu yang bermanfaat ciri-cirinya adalah dapat meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita kepada Allah. Disamping itu ilmu tersebut dapat juga digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki diri. Misalnya, sebelum memiliki ilmu kita kurang sempurna dalam melaksanakan ibadah, tetapi setelah mendapatkan ilmu, maka semakin meningkatlah ibadah kita dan merubah kebiasaan-kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi agama.18 Secara fungsional dzikrullah itu dapat menggerakkan dan membersihkan hati menuju ketaatan kepada Allah. Sesungguhnya di antara usaha yang dapat menggerakkan hati adalah banyak berdzikir. Sebab, hati akan dekat dan senantiasa 16
As-Sayyid Bin Abdul Maqshud Bin Abdurrahim, Merajut Hati Terapi Praktis Menyeimbangkan Nurani Menuju Ilahi, Terj. Hosen Arjaz Jamad (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), 59-61. 17 Labib MZ. Maftuh Ahnan, Samudra Ma‟rifat (Gresik: Bintang Pelajar, Tt), 27. 18 Syaiful, Meraih Hidayah Allah (Surabaya: Putra Pelajar: 2000), 49-55.
bergantung kepadaNya. Hati itu dapat berkarat sebagaimana besi dan perak, maka cara membersihkannya adalah dengan istighfar dan dzikrullah, maka hati akan berbinar bagaikan cermin yang putih. Apabila ia lalai, maka hati kembali berkarat. Jika ia berdzikir, maka teranglah ia. Berkaratnya hati itu karena dua perkara, yakni kelalaian dan dosa.19 Rasulullah bersabda:
“Perbaruilah imanmu! Sahabat bertanya, „Bagaimanakah caranya kami memperbarui iman kami?‟ Nabi menjawab, „perbanyaklah mengucapkan lafal: La ilaha illallah.”20 Dzikir mempunyai manfaat berupa hasil-hasil dan nilai-nilai yang tinggi bagi yang mengerjakannya secara terus-menerus. Mata hatinya dapat melihat dengan jelas bekas dzikirnya, dan jiwanya akan bersinar cahaya dekatnya kepada Allah.21 Perumpamaan dzikir adalah seperti minyak kesturi. Wanginya berbeda bagi setiap orang, tergantung bagaimana mereka membaui wanginya. Ada orang yang membauinya dari luar wadah, ada yang membuka wadahnya lalu membaui botolnya, dan ada juga yang membuka wadahnya, membuka tutup botolnya, kemudian membaui lewat lubang botolnya. Karenanya, minyak kesturi itu berbeda-beda tingkat kewangiannya. Tingkat dzikir orang-orang pun berbeda-beda, tergantung pada jauh dekatnya mereka dengan Allah, dan sejauh mana mereka mencium wangi kasih sayangNya.22 Allah juga telah mengisyaratkan tentang disyari‟atkannya dzikir secara berjama‟ah, baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Dosa-dosa dan perbuatan buruk orang-orang yang berdzikir di majelis dzikir, diampuni oleh Allah dan diganti dengan berbagai kebaikan. Jiwa mereka akan menjadi bersih dari pikiran-pikiran yang kotor dan amaliah mereka yang negatif akan berubah menjadi amaliah yang positif. Dzikir secara berjamaah (beramai-ramai) sangat baik dan sangat banyak sekali faidahnya, yakni mereka dinaungi oleh para malaikat, dipenuhi rahmat Allah, diberikan
19
Abdurrahim, Merajut Hati, 33-34. Mustafa Zahri, Ma‟rifatulla>h Wa Ma‟rifatu al-Rasu>l (Surabaya: Bina Ilmu, 2003), 5. 21 Sayyid Abdullah Al-Haddad, Jalan Para Nabi Menuju Surga, Terj. Ahmad Nashirin (Bandung: Hikmah, 2003), 111. 22 Al-Hakim Al-Tirmidzi, Mata Air Kearifan Mereguk Ilmu Para Wali Alla>h, Terj. Abad Badruzaman (Jakarta: Serambi, 2006), 205. 20
ketenangan batin dan nama-nama mereka disebut oleh Allah di hadapan para malaikatNya.23 Tentang keutamaan dzikir, Allah telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat152:
“karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” Allah Ta‟ala berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 41:
“Mengingatlah kamu sekalian kepada Allah dengan dzikir yang banyak.” d. Manfaat Istighathah 1. Dapat menghancurkan batu-batu karang di dalam hati dan menuangkan air kehidupan yang jernih untuk ruh dan selalu berhubungan dengan sumber Ilahiyah sehingga dengan istighathah manusia akan melihat dirinya sendiri sebagaimana mestinya, ia akan meneliti kekurangan dan aib-aibnya, akan mencegah kesombongan, dan egoisme, sehingga terbentuklah kesadaran dan ruhani yang baru. 2. Dapat menghapus keadaan sumpek, penat, keterasingan, kesendirian, dan keresahan. Paling tidak, akan dapat menurunkan tensinya. istighathah akan memberikan hikmah yaitu membuahkan kenyamanan, kesenangan, juga akan mengikat kembali seseorang yang telah terputus dari Allah SWT. Memberikan pengaruh besar dalam menguatkan keimanan dan takut kepada Allah SWT. Manusia yang akan memohon pertolongan kepada Allah atau istighathahseakanakan telah melempar anak panah tinggal menunggu hasilnya, sementara kedua tangannya menengadah kepada Allah. 3. Sebagai parameter bahwa orang yang suka mengamalkan istighathah adalah orang yang shaleh, yang suka mencontoh dan melaksanakan sunnah Rasulullah, serta 23
60.
Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Zikir Berjamaah Sunnah Atau Bid‟ah (Jakarta: Republika, 2003), 57-
24
Al-Qur‟an, 2:152; 33: 41.
berbagai wasilah untuk meraih ulul albab, khusyu‟ dalam shalat, dan khusnul khatimah.25 2. Iman a. Definisi Iman Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati.Sedangkan menurut istilah, iman
“Membenarkan
adalah
dalam hati,
mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.”26Yusuf AlQardawi mengatakan bahwa iman ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.27 Iman yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang terhujam di kedalaman hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan syak dan ragu-ragu, serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktifitas keseharian.Jadi, tidak bisa dikatakan iman jika hanya sekedar amal perbuatan, demikian pula jika sebatas pengetahuan mengenai rukun iman. Iman bukan sekedar ucapan lisan seseorang bahwa dirinya adalah orang mukmin. Sebab orang-orang munafik pun dengan lisannya menyatakan hal yang sama, namun hatinya mengingkari apa yang dinyatakan itu. Allah SWT telah berfirman dalam surat AlBaqarah ayat 8-9:
28
“Dan di antara manusia itu ada yang mengatakan kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal sesungguhnya mereka itu bukan orang-orang yang beriman.Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang (benar-benar) beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” 25
Munawwir Yamin, ApakahIstigha>thah Itu? (Jakarta: Yayasan Nurudh Dholam, 2006), 49-50. Tim Ahli Ilmu Tauhid, Kitab Tauhid 2 (Jakarta: Darul Haq, 2006), 2. 27 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2000), 85. 28 Al-Qur‟an, 2: 8-9. 26
Iman juga bukan sekedar amal perbuatan ansih yang secara lahiriah merupakan ciri khas perbuatan orang-orang beriman. Sebab orang-orang munafik pun tak sedikit yang secara lahiriah mengerjakan amal ibadah dan berbuat baik, sementara hati mereka bertolak belakang dengan perbuatan lahirnya, apa yang dikerjakan bukan didasari keikhlasan mencari ridla Allah. Allah telah berfirman dalam surat An-Nisa‟ ayat 142:
29
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.Dan apabila mereka berdiri untuk mengerjakan shalat mereka berdiri dengan malas.Mereka bermaksud riya‟ (dengan shalat) di hadapan manusia.Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” Demikian juga iman bukan sekedar pengetahuan akan makna dan hakikat iman, sebab tak sedikit orang yang mengetahui hakikat iman akan tetapi mereka tetap ingkar. Allah telah berfirman dalam surat An-Naml ayat 14: 30
“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman mereka padahal hati mereka meyakini (kebenaran)Nya.” Dengan demikian iman memerlukan penerimaan oleh akal hingga mencapai keyakinan yang benar-benar teguh, tidak luntur dengan perasaan bimbang dan keraguan. Iman di samping menuntut adanya pengetahuan, pemahaman dan keyakinan yang kuat, dia juga mensyaratkan adanya kepatuhan hati, kesediaan dan kerelaan menjalankan perintah.31
b. Dalil-Dalil Yang Menunjukkan Bahwa Iman Dapat Bertambah Dan Berkurang. Bahwasannya orang-orang yang mempunyai dasar kepercayaan dan iman yang baik itu, niscaya imannya akan terus-menerus memuncak sehingga sampai ketingkatan yang
29
Al-Qur‟an, 4: 142. Al-Qur‟an, 27:14. 31 Yusuf Qardhawi, Merasakan Kehadiran Tuhan, Terj. Jazirotul Islamiyah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 27-29. 30
sempurna serta dikaruniai Tuhan hidayat, dapat menghindarkan diri dari segala perbuatan yang tidak baik. Bahkan ia akan diberi petunjuk oleh Tuhan dengan jalan yang baik dan lurus untuk ditempuhnya, sehingga tercapailah kesempurnan dan ketinggian imannya. Jadi dapatlah dipastikan bahwa iman itu bisa bertambah dan dapat pula berkurang.32
33
“Dan tiada kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah kami menjadikan bilangan mereka itu melaikan untuk jadi cobaan orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi al-kitab menjadi yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi al-kitab dan orang-orang mukmin tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang didalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (menyatakan), apakah yang di kehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Didalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman orang-orang mukmin, yaitu dengan persaksian mereka akan kebenaran nabinya berupa terbuktinya kabar beritanya.
34
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarbenarnya.”
32
Taib Thahir Abdul Mu‟in, Ilmu Kalam (Jakarta: Widjaya, 1986), 161. Al-Qur‟an, 74: 31. 34 Al-Qur’an, 8: 2-4. 33
Di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman dengan mendengarkan ayatayat Allah bagi orang-orang yang disifati oleh Allah, yaitu mereka yang jika disebut nama Allah tergeraklah rasa takut mereka sehingga mengharuskan mereka menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka itulah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah.Mereka tidak mengharapkan selainNya, tidak menuju kecuali kepadaNya dan tidak mengadukan hajatnya kecuali kepadaNya.Mereka itu orang-orang yang memiliki sifat selalu melaksanakan amal ibadah yang disyari‟atkan seperti sholat dan zakat.Mereka adalah orang-orang yang benar-benar beriman, dengan tercapainya hal-hal tersebut baik dalam i‟tiqad maupun amal perbuatan.35
“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan „lailaha illallah‟ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, 1/63).36 Hadis ini menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari cabang-cabang yang bermacammacam, dan setiap cabang adalah bagian dari iman yang keutamaannya berbeda-beda, yang paling tinggi dan paling utama adalah ucapan „lailaha illallah‟ kemudian cabang-cabang sesudahnya secara berurutan dalam nilai dan fadhilahnya sampai pada cabang yang terakhir yaitu menyingkirkan rintangan dan gangguan dari tengah jalan. Adapun cabangcabang antara keduanya adalah sholat, zakat, puasa, haji, dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal, khashyah (takut kepada Allah) dan sebagainya, yang kesemuanya itu dinamakan iman. Diantara cabang-cabang ini ada yang bisa membuat lenyapnya iman manakala ia ditinggalkan, menurut ijma‟ ulama‟; seperti dua kalimat syahadat. Ada pula yang tidak sampai menghilangkan iman menurut ijma‟ ulama‟ manakala ia ditinggalkan; seperti menyingkirkan rintangan dari jalan. Sejalan dengan pengamalan cabang-cabang iman itu, maka iman bisa bertambah dan bisa berkurang.
35
Tim Ahli Ilmu Tauhid, Kitab Tauhid 2 (Jakarta: Darul Haq, 2006), 3-5. Ibid., 4.
36
“Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, 1/69).37 Hadis Muslim ini menuturkan tingkatan-tingkatan nahi munkar dan keberadaannya sebagai bagian dari iman.Ia menafikan (meniadakan) iman dari seseorang yang tidak mau melakukan tingkatan terendah dari tingkatan nahi munkar yaitu mengubah kemungkaran dengan hati. 38
“Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sebagian akhbar „iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang‟ ”.
Berdasarkan hal ini maka sesungguhnya iman itu bisa bertambah dan berkurang.Iman itu bisa bertambah dengan adanya taat, ibadah, dan bertakarub kepada Allah, sedangkan berkurangnya iman seseorang itu karena adanya kemaksiatan. 3. Teori Pendidikan Tentang Penanaman Nilai-Nilai Akhlaq a. Pengertian Akhlaq Secara etimologi, “akhlaq” berasal dari bahasa Arab jama‟ dari bentuk mufradnya”khuluqun” (
) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Sedangkan secara terminologi, beberapa pakar mengemukakan definisi akhlaq sebagai berikut: 1) Ibnu Miskawaih Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu).
37 38
Ibid., 5. Imam Ghazali, Ihya‟ „Ulumudin Juz I(Semarang: Thoha Putra, tt), 119-120.
2) Imam Al-Ghazali Akhlaq iyalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu). 3) Prof. Dr. Ahmad Amin Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlaq adalah kehendak yang dibiasakan.Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlaq. Walaupun devinisi akhlaq di atas berbeda, namun sebenarnya tidak berjauhan maksudnya. Sehingga kesimpulan dari devinisi tersebut adalah: “kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.39 b. Macam-Macam Akhlaq Dan Contoh Orang Berakhlaq Dalam Al-Qur’an Adapun macam-macam akhlaq dibagi menjadi dua, akhlaq tercela dan akhlaq terpuji. 1) Akhlaq Tercela Akhlaq yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan. Terdapat empat hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela (maksiat), di antaranya: a) Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan). b) Manusia. Selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan keburukan. Misalnya dapat melalaikan manusia dari kewajibannya kepada Allah. c) Setan (iblis) d) nafsu 2) Akhlaq Terpuji Berakhlaq mulia atau terpuji artinya “menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari
39
Zahruddin Dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlaq (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), 1-6.
perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya. Terdapat beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, di antaranya: a) Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain b) Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela c) Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani) d) Mengharapkan pahala dan surga e) Mengharap pujian dan takut azab Allah f) Mengharap keridhaan Allah semata40 Adapun contoh orang yang berakhlaq dalam Al-Qur‟an yakni:
“Dan sesunguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.41 c. Cara Atau Metode Menanamkan Akhlaq Dengan terciptanya ketaatan batin (hati dan jiwa), maka pendekatan diri kepada Allah (bertaqarrub) melalui perjalanan ruhani akan dapat dilakukan. Ada banyak cara atau metode yang ditempuh untuk menanamkan akhlaq yang terpuji secara lahiriah, diantaranya: 1) Pendidikan, dengan pendidikan, cara pandang seseorang akan bertambah luas, tentunya dengan mengenal lebih jauh akibat dari masing-masing (akhlaq terpuji dan tercela). Semakin baik tingkat pendidikan dan pengetahuan, sehingga mampu lebih mengenali mana yang terpuji dan mana yang tercela. 2) Menaati dan mengikuti peraturan dan undang-undang yang ada di masyarakat dan Negara. Bagi seorang muslim tentunya mengikuti aturan yang digariskan Allah dalam Al-qur‟an dan Sunah Nabi Muhammad SAW 3) Kebiasaan, akhlaq yang baik dapat ditanamkan melalui kehendak atau kegiatan baik yang dibiasakan. 4) Memilih pergaulan yang baik, sebaik-baik pergaulan adalah berteman dengan para ulama (orang beriman) dan ilmuwan (intelektual). 40
Ibid.,153-159. Terjemah Al-Qur’an, 68: 4.
41
Sedangkan akhlaq yang terpuji secara batiniah, dapat ditanamkan melalui beberapa cara, yaitu: 1) Muhasabah, yaitu selalu menghitung perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya selama ini, baik perbuatan buruk beserta akibat yang ditimbulkannya, ataupun perbuatan baik beserta akibat yang ditimbulkan olehnya. 2) Mu„aqabah, memberikan hukuman terhadap berbagai perbuatan dan tindakan yang telah dilakukannya. Hukuman tersebut tentu bersifat ruhiyah dan berorientasi pada kebajikan, seperti melakukan shalat sunah yang lebih banyak dibanding biasanya, berdzikir, dan sebagainya. 3) Mu„a>hadah, perjanjian dengan hati nurani (batin), untuk tidak mengulangi kesalahan dan keburukan tindakan yang dilakukan, serta menggantinya dengan perbuatanperbuatan baik. 4) Mujahadah, berusaha maksimal untuk melakukan perbuatan yang baik untuk mencapai derajat ihsan, mendekatkan diri kepada Allah SWT (muraqabah). Hal tersebut dilakukan dengan kesungguhan dan perjuangan keras, karena perjalanan untuk mendekatkan diri kepada Allah banyak rintangannya.42 Akhlaq yang tercela itu memiliki beberapa kerugian, diantaranya kerugian bagi pribadi yang bersangkutan meliputi merendahkan diri sendiri, sulit bergaul dengan sesamanya (karena kurang diterima), sering mendapat hukuman yang bersifat manusiawi (seperti dipenjara, dicambuk), mengurangi kehormatan (harga diri) yang dimilikinya, serta mendapat tempat yang buruk di masyarakat. Lebih jauh lagi, secara batin menyebabkan individu tersebut menjadi jauh dengan Allah, karena perbuatan tersebut telah menyalahi aturan yang telah digariskan oleh Allah. Akhlaq yang tercela tidak hanya berimplikasi pada diri sendiri (subjek), melainkan diderita juga oleh orang yang menjadi korban (objek), dalam hal ini adalah masyarakat dan lingkungan. Akhlaq yang tercela yang dilakukan seseorang atau beberapa orang akan menciptakan kekacauan, kerusuhan, dan ketidaknyamanan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi, akhlaq tercela dapat menciptakan kehancuran lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi, karena satu sama lain saling mencurigai, saling membenci dan saling menjauhi.
42
Zahruddin Dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlaq, 161-162.
Sedangkan akhlaq yang terpuji juga memiliki beberapa akibat bagi individu tersebut, seperti meningkatkan wibawa, mendapat kehormatan di masyarakat, banyak disenangi sesamanya, mudah mendapat perlindungan, serta mendapat ketentraman dan kebahagiaan hati, karena akhlaq yang terpuji sesuai dengan fitrah manusia yang menyukai kebaikan. Melalui akhlaq terpuji pula, derajat manusia di sisi Allah akan semakin meningkat, karena hanya dengan kebaikan (ihsan), seseorang dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah, serta terhindar dari hukuman yang bersifat manusiawi. Akhlaq yang terpuji juga mampu membina dan menjaga kerukunan antar tetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling melindungi, saling menjaga, dan saling peduli satu sama lainnya, sehingga seluruh lapisan masyarakat akan menjadi tenang, aman, damai, dan sejahtera. Dengan adanya keadaan masyarakat (lingkungan sosial) seperti itu, akan tercipta suasana kondusif yang terjadi di masyarakat, sehingga setiap orang dapat menjalankan aktifitasnya dengan baik, tanpa adanya gangguan dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, dan pembangunan masyarakat (sarana dan prasarana) akan terlaksana dengan baik.43
C. PERAN KEGIATAN ISTIGHATHAH DALAM MENINGKATKAN NILAI-NILAI KEIMANAN DI PONDOK PESANTREN TREMAS PACITAN. Istighathah itu selain untuk memohon pertolongan, juga sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mempertebal iman kita, karena seseorang itu bila selalu mendekatkan diri kepada Allah otomatis dia akan selalu terjaga dari perbuatan tercela. Jadi dengan ber-istighathahakan membantu kita untuk selalu ingat kepada Allah. Seperti pada saat penulis melakukan wawancara dengan salah satu ustadz Pondok Pesantren Tremas bahwa, apabila anak betul-betul mengikuti istighathah, maka ia akan benar-benar bisa berubah (tidak hanya ikut-ikutan saja). Jadi harus ada kemauan atau i‟ikad sendiri, karena untuk melatih hati kita untuk selalu ingat pada Allah dan bisa meningkatkan iman kita karena ia akan merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal.44 Sebenarnya wasilah untuk meningkatkan iman seseorang dan memohon pertolongan kepada Allah SWT itu banyak, jadi kegiatanistighathah ini hanya merupakan salah 43
Ibid.,162-164. Hasil wawancara dengan H. Achid Turmudzi 16 Februari 2014, pukul 20.00 WIB
44
satunya.Peran kegiatan istighathahitu minimal bisa disebut sebagai alat pengendali nafsu kita agar kita selalu berada dijalan Allah SWT. Seperti pada saat penulis melakukan wawancara dengan pimpinan Pondok Pesantren Tremas bahwa, diantara peran kegiatanistighathahdalam meningkatkan nilai-nilai keimanan di Pondok Tremas adalah sebagai alat atau cara untuk mengasah penglihatan dan pandangan batin yang dapat menyadarkan para santri dan mendorongnya segera meninggalkan perbuatan buruk untuk kembali kepada Allah tatkala tergelincir dan menyimpang dari kebenaran.45 Akan tetapi, seperti yang telah kita ketahui bahwa iman itu bisa naik dan bisa turun. Oleh karena itu iman harus dipupuk setiap saat, setiap waktu, bahkan setiap detik melalui kegiatan istighathahini. Seperti yang telah dianjurkan oleh kyai Fuad Habib Dimyathi bahwa dalam melaksanakan istighathah juga harus rutin. Sebagaimana yang dijelaskan pada bab dua bahwa, orang-orang yang mempunyai dasar kepercayaan dan iman yang baik itu, niscaya imannya akan terus-menerus memuncak sehingga sampai ketingkatan yang sempurna serta dikaruniai Tuhan hidayat, dapat menghindarkan diri dari segala perbuatan yang tidak baik. Bahkan ia akan diberi petunjuk oleh Tuhan dengan jalan yang baik dan lurus untuk ditempuhnya, sehingga tercapailah kesempurnaan dan ketinggian imannya. Jadi dapatlah dipastikan bahwa iman itu bisa bertambah dan dapat pula berkurang.46 Selain dilaksanakan setiap malam jum‟at, setiap menjelang ujian, di Pondok Pesantren Tremas Pacitan juga selalu mengadakan kegiatan istighathah. Kegiatan istighathahdi Pondok Tremas itu sangat berperan, karena selain para santri mempersiapkan ujian dengan belajar, mereka juga tidak lepas dari yang namanya doa. Do‟a yang dilakukan oleh para santri tremas dalam rangka mencapai tujuan memperoleh ilmu untuk mencapai kesempurnaan iman dinamakan denganistighathah. Seperti pada saat penulis mengadakan wawancara dengan salah satu santri teladan di Pondok Tremas bahwa, untuk sukses dalam menguasai materi dan sukses belajar sebetulnya kuncinya adalah menjauhi maksiat, jadi istighathahsetiap waktu dan kapanpun niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa yang pernah ada, dan Allah akan membukakan pintu rahmat yang sempat tertutup oleh perilaku munafik, fasik, dan lain-lain.47 Ilmu itu sangat penting, karena seseorang yang berpendidikan 45
Hasil wawancara dengan KH. Fuad Habib 16 Februari 2014, pukul 17.00 WIB
46
Taib Thahir Abdul Mu‟in, Ilmu Kalam (Jakarta: Widjaya, 1986), 161. Hasil wawancara dengan Muammar 17 Februari 2014, pukul 17.00 WIB
47
itu bisa membedakan jalan mana yang akan ia tempuh, jalannya akan lebih terarah yakni jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan pada bab dua bahwa, dengan pendidikan, cara pandang seseorang akan bertambah luas, tentunya dengan mengenal lebih jauh akibat dari masing-masing (akhlaq terpuji dan tercela). Semakin baik tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang, sehingga mampu lebih mengenali mana yang terpuji dan mana yang tercela.48 Di Pondok Pesantren Tremas Pacitan untuk menanamkan akhlaq yang terpuji itu salah satunya bisa melalui kegiatan istighathah ini, karena istighathah itu mendorong seseorang untuk segera sadar terhadap segala perbuatan dosa yang telah ia lakukan selama ini, maka seseorang itu dengan sendirinya akanmengadakan perjanjian dengan hati nuraninya, untuk tidak mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab dua bahwa, akhlaq yang terpuji secara batiniyah, dapat ditanamkan melalui beberapa cara, yaitu: 1. Mu„aqabah, memberikan hukuman terhadap berbagai perbuatan dan tindakan yang telah dilakukannya. Hukuman tersebut tentu bersifat ruhiyah dan berorientasi pada kebajikan, seperti melakukan shalat sunah yang lebih banyak dibanding biasanya, berdzikir, dan sebagainya. 2. Mu„ahadah, perjanjian dengan hati nurani (batin), untuk tidak mengulangi kesalahan dan keburukan tindakan yang dilakukan, serta menggantinya dengan perbuatan-perbuatan baik. 3. Mujahadah, berusaha maksimal untuk melakukan perbuatan yang baik untuk mencapai derajat ihsan, mendekatkan diri kepada Allah SWT (muraqabah). Hal tersebut dilakukan dengan kesungguhan dan perjuangan keras, karena perjalanan untuk mendekatkan diri kepada Allah banyak rintangannya.49 Dengan demikian dapat diketahui bahwa peran kegiatan istighathahyang dilaksanakan di Pondok Pesantren Tremas tersebut berjalan dengan lancar, karena mampu dijadikan sebagai alat atau cara untuk
mengasah penglihatan dan pandangan batin yang dapat
menyadarkan para santri dan mendorongnya segera meninggalkan perbuatan buruk untuk kembali kepada Allah tatkala tergelincir dan menyimpang dari kebenaran bagi yang aktif dan
48
Zahruddin Dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlaq (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), 161. Ibid., 161-164.
49
sungguh-sungguh mengikutinya.Dan sesuai dengan yang diajarkan oleh pimpinan Pondok Pesantren Tremas yakni untuk selalu istiqamah. Dengan istiqamah Inshaallahakan mudah terwujud termasuk dalam hal mendapatkan ilmu. Dalam menerapkan suatu kegiatan katakanlah seperti halnya kegiatan istighathah ini didalam suatu lembaga atau pondok, maka sudah pasti terdapat beberapa faktor penghambat maupun pendukungnya, faktor-faktor tersebut bisa dari mana saja, bisa dari dalam ataupun dari luar.Diantara faktor-faktor yang menjadi pendukung pelaksanaan kegiatan istighathah di Pondok Pesantren Tremas Pacitan antara lain yaitu: a. Keinginan santri yang kuat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT b. Dukungan baik dan respon yang positif oleh orang tua santri terhadap kegiatan istighathah c. Motivasi guru, alumni, dan masyarakat terhadap kegiatan istighathah d. Lingkungan pondok yang kondusif.50 Manfaat dari kegiatan istighathahini, hati merasakan tentram, tenang, berada dalam lingkaran cahaya ilahi karena dengan istighathahrasa sedih dan gelisah dihati bisa hilang, jadi seseorang itu bisa merasakan lebih dekat dengan Allah, karena istighatsah sudah mengobatinya dikala seseorang tersebut lalai.Oleh karena itu di pondok pesantren Tremas banyak sekali para santri yang memiliki keinginan yang sangat kuat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT salah satunya yaitu dengan melalui kegiatan istighathah ini.Istighathah itu berisi amalan-amalan doa kepada Allah, karena dengan seringnya berdoa, para santri tersebut mengharapkan ampunan Allah dari segala dosa mereka. Sebagaimana yang dijelaskan pada bab dua bahwa, Sesungguhnya orang yang berdoa itu ibarat orang yang sedang mengetuk pintu. Jika sering mengetuknya, suatu saat pintu itu akan dibuka juga. Demikian pula dengan doa yang dimohonkan terus-menerus, niscaya bila tiba saatnya nanti Allah berkenan juga membukakan pintu rahmat dan maghfirah-Nya. Akan tetapi agar doa itu mustajab, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin menjauhi segala dosa dan kesalahan. Sebab dosa dan kesalahan itu menjadi awan tebal yang menutupi jalan kemakbulan suatu doa.51
50
Hasil wawancara dengan Amjad Habib 17 Februari 2014, pukul 18.00 WIB As-Sayyid Bin Abdul Maqshud Bin Abdurrahim, Merajut Hati Terapi Praktis Menyeimbangkan Nurani Menuju Ilahi, Terj. Hosen Arjaz Jamad (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), 59-61. 51
Istighathahitu selain berisi amalan-amalan doa, juga berisi dzikir-dzikir kepada Allah. KH.Fuad Habib Dimyathi menganjurkan para santrinya untuk senang berdzikir, dan untuk melatih agar terbiasa dan senang, maka kyai melatihnya dengan melalui kegiatan istighathahtersebut.Karena dengan berdzikir mampumendorong seseorang menuju ketaatan kepada Allah, menggerakkan hatinya dan terjaga dari segala perbuatan tercela. Sebagaimana yang dijelaskan pada bab dua bahwa, sesungguhnya di antara usaha yang dapat menggerakkan hati adalah banyak berdzikir. Sebab, hati akan dekat dengan Allah SWT dan senantiasa bergantung kepadaNya. Hati itu dapat berkarat sebagaimana besi dan perak, maka cara membersihkannya adalah dengan istighfar dan dzikrullah, maka hati akan berbinar bagaikan cermin yang putih. Apabila ia lalai, maka hati kembali berkarat. Jika ia berdzikir, maka teranglah ia. Berkaratnya hati itu karena dua perkara, yakni kelalaian dan dosa. 52 Sedangkan
faktor-faktor
yang
menjadi
penghambat
pelaksanaan
kegiatan
istighathahyakni: a. Kurang adanya kontrol dari pengurus karena semua pengurus juga mengikuti kegiatan istighathah b. Keterbatasan sarana dan prasarana sehingga kegiatan istighathahkurang maksimal. Contohnya, keterbatasan MCK sehingga anak-anak banyak yang terlambat c. Kesadaran santri yang kurang berdisiplin d. Latar belakang santri yang heterogen.53 Santri di pondok pesantren tremas memang tidak hanya datang dari kota Pacitan saja, akan tetapi banyak yang berdatangan dari kota-kota lain. Oleh karena itu, sudah pasti setiap santri memiliki sifat, watak, dan latar belakang yang berbeda-beda, karena memang berasal dari keluarga yang berbeda-beda pula. Santri yang awalnya memang berasal dari keluarga yang agamis, pada waktu di pondok diadakan kegiatan agama seperti istighathah ini, maka dengan sendirinya santri tersebut akan senang dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Berbeda dengan santri yang pada awalnya memang berasal dari keluarga yang masih awam, atau bahkan sebelum dipondokkan, santri tersebut anak yang nakal dan bermasalah, maka pada waktu di pondok diadakan kegiatan agama seperti istighathahini,
52
Ibid., 33-34. Hasil wawancara dengan Amjad Habib 17 Februari 2014, pukul 19.30 WIB
53
sudah pasti santri tersebut akan sulit, dan memang butuh waktu untuk menuntun anak-anak yang demikian. Seperti pada saat penulis melakukan wawancara dengan salah satu ustadz Pondok Pesantren Tremas bahwa, santri di pondok pesantren Tremas itu tidak hanya berasal dari daerah sekitar pesantren saja, tetapi juga berasal dari daerah – daerah lain yang cukup jauh, misalnya dari Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.54 Jadi, walaupun terdapat berbagai faktor penghambat dari dilaksanakannya kegiatan istighathahini, tetap bisa berjalan dengan lancar dengan cara memaksimalkan faktor-faktor pendukung yang ada, jadi dengan memaksimalkan faktor pendukung tersebut dapat meminimalisir faktor-faktor penghambatnya sedikit demi sedikit.
D. KESIMPULAN Kegiatan istighathah di Pondok Pesantren Tremas Pacitan dalam meningkatkan nilainilai keimanan bisa berperan sebagai alat pengendali nafsu kita agar kita selalu berada di jalan Allah SWT, bisa merubah khuluqiyah atau kepribadian santri menjadi lebih baik, serta sebagai alat atau cara untuk
mengasah penglihatan dan pandangan batin yang dapat
menyadarkan para santri dan mendorongnya segera meninggalkan perbuatan buruk untuk kembali kepada Allah tatkala tergelincir dan menyimpang dari kebenaran. Faktor-faktor yang menjadi pendukung pelaksanaan kegiatan istighathah di Pondok Pesantren Tremas Pacitan yaitu keinginan santri yang kuat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, motivasi guru, alumni, dan masyarakat terhadap kegiatan istighathah, lingkungan pondok yang kondusif. Sedangkan faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan kegiatan istighathah di Pondok Pesantren Tremas Pacitan yaitu kurang adanya kontrol dari pengurus karena semua pengurus juga mengikuti kegiatan istighathah, keterbatasan sarana dan prasarana sehingga kegiatan istighathah kurang maksimal, kesadaran santri yang kurang berdisiplin, latar belakang santri yang heterogen.
54
Hasil wawancara dengan Amjad Habib 18 Februari 2014, pukul 18.00 WIB
DAFTAR PUSTAKA Al-Imam Abu Zakariya Yahya Bin Syarif An-Nawawi Ad-Damsyiqi, Riyadhush Shalihin II (Surabaya: Al-Hidayah, 1997). Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Zikir Berjamaah Sunnah Atau Bid‟ah (Jakarta: Republika, 2003). As-Sayyid Bin Abdul Maqshud Bin Abdurrahim, Merajut Hati Terapi Praktis Menyeimbangkan Nurani Menuju Ilahi, Terj. Hosen Arjaz Jamad(Surabaya: Risalah Gusti, 2000). Al-Hakim Al-Tirmidzi, Mata Air Kearifan Mereguk Ilmu Para Wali Alla>h, Terj. Abad Badruzaman (Jakarta: Serambi, 2006). Ahmad Dimyathi Badruzzaman, Zikir Berjamaah Sunnah Atau Bid‟ah (Jakarta: Republika, 2003). Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2000). As-Sayyid Bin Abdul Maqshud Bin Abdurrahim, Merajut Hati Terapi Praktis Menyeimbangkan Nurani Menuju Ilahi, Terj. Hosen Arjaz Jamad(Surabaya: Risalah Gusti, 2000). Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006). Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2009). Forum Kajian Ilmiah Lembaga Ittihadul Mubalighin, Gerbang Pesantren Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Kediri: Bidang Penelitian Dan Pengembangan Lembaga Ittihadul Muballighin Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri, 2010). Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal Dan Laporan Penelitian (Malang: UMM Press, 2004). Imam Muhammad Ibn Abdul Wahab, Tauhid (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004). Imam Ghazali, Ihya‟ „Ulumudin Juz I (Semarang: Thoha Putra, tt). Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2000).
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Labib MZ. Maftuh Ahnan, Samudra Ma‟rifat (Gresik: Bintang Pelajar, Tt). Mustafa Zahri, Ma‟rifatulla>h Wa Ma‟rifatu al-Rasu>l (Surabaya: Bina Ilmu, 2003). Munawwir Abdul Fatah, Tradisi Orang-Orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006). Ma‟mun Murod Al-Barbasy, Dkk, Muhammadiyah NU Mendayung Ukhuwah Di Tengah Perbaedaan (Malang: UMM Press, 2004). Madchan Anies, Tahlil Dan Kenduri Tradisi Santri Dan Kiai (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009). Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005). Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001). Zahruddin Dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlaq (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004).