PERAN GURU DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA SISWA YANG MENGALAMI SYNCOPE DI SMP MUHAMMADYAH 2 SURAKARTA
SKRIPSI “Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh : Triyadi NIM. S11043
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Triyadi Nim
: S.11043
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKES Kusuma Husada Surakarta maupun diperguruan tinggi lain. 2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim Penguji. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau di publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi ini.
Surakarta, 08 Agustus 2015 Yang membuat pernyataan
Triyadi NIM.S11043
iii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami synkope di SMP Muhammadyah 2 Surakarta”. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi S-1 Keperawatan 3. Ibu Wahyunigsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi. 4. Bapak Galih Setia Adi, S.kep., Ns., M.Kep. selaku Pembimbing pendamping yang juga telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi. 5. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 6. Drs. H. Sugiyono selaku kepala sekolah SMP Muhammadyah 2 Surakarta yang memberikan ijin dan arahan untuk peneliti dalam melakukan penelitian. 7. Seluruh guru dan staf di SMP Muhammadyah 2 Surakarta yang telah membantu memberikan data untuk studi pendahuluan dan memberikan arahan untuk peneliti. 8. Orang tua tercinta Bapak Suratman, Ibu Riwayatun, terimakasih atas do’a dan dukunganya yang senantiasa engkau berikan untuk keberhasilanku, serta segala kesabaranmu dalam mendidik dan membesarkanku selama ini, aku sadar sangatlah berat bagimu tapi dengan segala rasa kasih sayang dan kesabaranmu engkau menghantarkanku pada kelulusan ini.
iv
9. Semua keluarga besar kakak-kakak tercinta Irfanudin, Muhammada Muh Rony, Tyas novitasari, Nurmuhlisin yang selalu memberikan do’a dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat Didik pamungkas, Gregorius Cristian Wibisono, Clivisia Carnova Putra, Syahrul, Berlianti, serta teman seperjuangan yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan semangat padaku. 11. Teman-teman Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta angkatan 2011 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku. 12. Semua pihak yang tanpa mengurangi rasa terimakasih tidak dapat disebut satu persatu. Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Selanjutnya peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.
Surakarta, 08 Agustus 2015
Triyadi NIM.S11043
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN .............................................................................
iii
KATA PENGHANTAR ...............................................................................
iv
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
ABSTRAK ....................................................................................................
xi
ABSTRACT ..................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori .......................................................................
7
2.1.1 Peran ...........................................................................
7
2.1.2 Pengetahuan ................................................................
10
2.1.3 Perilaku .......................................................................
14
2.1.4 Syncope .......................................................................
18
2.2 KerangkaTeori ........................................................................
24
2.3 FokusPenelitian ......................................................................
25
2.4 KeaslianPenelitian ..................................................................
26
BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ............................................
27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
27
3.3 Populasi dan Sampel ..............................................................
28
3.4 Instrumen dan Pengumpulan Data..........................................
29
vi
3.5 Analisa Data ...........................................................................
34
3.6 Keabsahan Data ......................................................................
35
3.7 Etika Penelitian ......................................................................
37
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Partisipan ...........................................................
38
4.2 Tema Hasil Penelitian..............................................................
39
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Mengidentifikasi pengetahuan guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan .......................
47
5.2 Mengidentifikasi tindakan guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan .......................................
49
5.3 Mengidentifikasi dampak syncope jika tidak segera ditangani ..................................................................................
53
5.4 Mengidentifikasi faktor penghambat pertolongan pertama pada pingsan ............................................................................
54
5.5 mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk mengatasi factor penghambat perolongan pertama pada pingsan ............
56
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ..............................................................................
57
6.2 Saran .......................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
1.1
Keaslian Penelitian
26
4.1
Karakteristik Partisipan
38
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Teori
24
2.2
Fokus Penelitian
25
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Keterangan
1.
Surat Ijin Study Pendahuluan
2.
Permohonan Penelitian
3.
Surat Ijin Penelitian
4.
Permohonan Menjadi Partisipan
5.
Persetujuan Menjadi Partisipan
6.
Data Demografi
7.
Panduan Wawancara
8.
Transkip Wawancara
9.
Analisa Tematik
10.
Lembar Konsultasi
11.
Jadwal Penelitian
12.
Dokumentasi
x
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
Triyadi PERAN GURU DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA SISWA YANG MENGALAMI SYNCOPE DI SMP MUHAMMADYAH 2 SURAKARTA ABSTRAK Syncope merupakan masalah klinis yang umum pada anak-anak, dan remaja, masalah kardiovaskuler yang mendasar dan menyebabkan resiko kematian mendadak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang megalami syncope. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian ini guru di SMP Muhammadyah 2 Surakarta berjumlah 3 orang, diambil dengan tehnik purposive sampling. Analisis data dengan metode collaizi. Hasil penelitian di dapatkan 7 tema: 1) Definisi syncope, 2) Penyebab syncope, 3) Penanganan syncope, 4) Cara mencegah syncope, 5) Penurunan sirkulasi, 6) Hambatan sarana dan prasarana, 7) Upaya pertolongan efektif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para guru yang mengajar disekolah. Untuk dapat menangani kejadian pingsan yang terjadi disekolah maupun diluar sekolah dengan baik dan benar. Kata kunci: Guru, Syncope, Pertolongan Pertama Daftar Pustaka: 43 (2000-2014)
xi
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015
Triyadi Teachers’ Role in the First Aid of the Students Experiencing Syncope at Muhammadiyah Junior Secondary School 2 of Surakarta ABSTRACT Syncope is a common clinical problem experienced by children and adolescents. The most common cause of syncope is a basic cardiovascular problem and causes a high risk of sudden mortality. The objective of this research is to investigate the teachers’ role in the first aid to the students experiencing syncope. This research used the descriptive qualitative phenomenological method. The samples of research were 3 teachers of Muhammadiyah Junior Secondary School of Surakarta. They were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using the Collaizi’s method. The result of research shows that there were 7 themes, namely: (1) definition of syncope, (2) causes of syncope, (3) handling of syncope, (4) prevention of syncope, 5) reduction of circulation, 6) constraints of facility and infrastructure, and (7) effort of effective aid. Thus, the result of this research is expected to give information to the teachers to handle the syncope taking place at school or outside of school. Keywords: Teachers, syncope, first aid References: 43 (2000-2014)
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Syncope merupakan masalah klinis yang umum pada anak-anak, dan remaja, dan sebanyak 15% anak-anak mengalami setidaknya satu episode sebelum akhir masa remaja (Wieling, 2004). Syncope merupakan masalah yang tidak terlalu berbahaya, namun dalam beberapa kasus berkaitan dengan masalah kardiovaskular yang mendasar dan menyebabkan risiko kematian mendadak. Jenis-jenis syncope antara lain syncope vaskuler, syncope kardiak, syncope neurologic atau serebrovaskuler, syncope metabolic dan syncope situasional (Hardisman, 2014). Penyebab pingsan atau syncope tidak diketahui secara pasti dan berkaitan dengan kekurangan darah dalam otak, masalah neurologis atau masalah patologi metabolic yang menyebabkan pingsan (Steinberg, 2005). Faktor pemicu penyebab syncope adalah kurang tidur, melihat darah, keracunan alkohol, angkat berat, gelisah, berdiri terlalu lama dalam antrian keramaian terutama di musim panas (Khadilkar, 2013). Tanda-tanda adanya pingsan adalah terlihat gugup, menguap dan menelan, kulit pucat, lembab, ingin muntah dan perasaan pusing yang melayang-layang, serta rasa mendengung di telinga (Steven, 2000). Syncope merupakan kegawatan dari kardiovaskular dan respirasi. Jika syncope tidak segera dilakukan pertolongan maka penderita akan
1
2
mengalami obstruksi jalan nafas karena terjadinya relaksasi otot-otot akibat hilangnya kesadaran dan menimbulkan morbiditas penderita yang tidak ringan (Malmed, 2007). Berdasarkan penelitian kejadian syncope yang dialami oleh pasien dengan kasus pencabutan gigi ditangani dengan memberikan posisi supine dan tungkai disanggah lebih tinggi dari tubuh dan diberikan terapi oksigen dengan masker ( David, 2010 ). Angka kejadian di Amerika tahun 2003 di perkirakan 3% dari kunjungan pasien di gawat darurat di sebabkan oleh syncope dan merupakan 6% alasan seseorang datang ke rumah sakit. Penelitian yang dilakukan Hamilton pada tahun 2003 mendapatkan syncope sering terjadi pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada wanita, sedangkan pada penelitian Framingham pada tahun 2005 mendapatkan kejadian syncope 3% pada laki-laki dan 3,5% pada wanita. Syncope yang sering terjadi adalah syncope vasovagal (21,1%), syncope cardiac (9,5%) dan 36,6% syncope yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan di Eropa dan Jepang kejadian syncope adalah 1-3,5%. Syncope vascular merupakan penyebab syncope yang terbanyak, kemudian diikuti oleh syncope kardiak (Alimurdianis 2010). Kejadian pingsan dan kecelakaan pada siswa di sekolah dapat terjadi sewaktu-waktu. Oleh karena itu semua guru sebaiknya mampu menguasai penetalaksanaan siswa yang mengalami syncope di sekolah. Penguasan suatu tindakan dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah pengetahuan (Gunarsa,2008). Dalam usaha kesehatan sekolah guru
3
mempunyai peranan penting dalam melakukan pertolongan pertama dan melakukan pengobatan ringan dalam batas-batas kemampuanya (Soenarjo, 2002). Seseorang yang mengalami syncope dapat diatasi dengan cara sederhana yang bisa dilakukan oleh guru. Pasien dibaringkan dengan kaki ditinggikan untuk memperlancar aliran darah ke otak, jaga aliran darah disekitar cukup baik, dan melonggarkan pakaiannya. Pasien yang kemudian terlihat sadar langsung diberikan minuman manis untuk meningkatkan kadar gula darahnya, jika seseorang mengalami kehilangan kesadaran dan belum siuman, segera lakukan pertolongan pertama dan bawa ke rumahsakit (Smith, 2006). Studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Muhammadyah 2 Surakarta, didapatkan informasi dari guru yang bertugas di UKS bahwa setiap upacara bendera hari Senin ada kurang lebih 7 siswa yang mengalami pingsan atau syncope dalam tiga bulan terakhir ini (Oktober sampai Desember). Informasi yang didapat dari guru penyebab siswa syncope antara lain siswa terpapar langsung sinar matahari saat upacara hari Senin, siswa belum sarapan saat berangkat sekolah, siswa mempunyai penyakit kardiovascular (jatung lemah). Dari hasil wawancara dengan tiga guru pada tanggal 4 Desember 2014 tindakan yang dilakukan guru saat siswa pingsan adalah melakukan pertolongan pertama dengan cara sederhana membaringkan siswa di tempat tidur, melonggarkan baju yang dipakai siswa, mengoleskan minyak kayu putih, jika sudah siuman memberikan air minum dan siswa di suruh istirahat. Pernah ada siswa
4
tidak segera siuman dan guru membawanya ke puskesmas atau rumah sakit. Berdasarkan uraian diatas melandasi penulis meneliti tentang peran guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami syncope di SMP Muhammadyah 2 Surakarta.
1.2
Rumusan Masalah Pertolongan pertama pada siswa yang mengalami syncope harus dilakukan oleh guru agar tidak terjadi obstruksi jalan nafas. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan di SMP Muhammadyah 2 surakarta?
1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi peran guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami synkope di SMP Muhammadyah 2 Surakarta. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengidentifikasi pengetahuan guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami syncope
2.
Untuk mengidentifikasi tindakan guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami syncope
5
3.
Untuk mengidentifikasi dampak syncope jika tidak segera dilakukan pertolongan pertama
4.
Untuk mengidentifikasi faktor yang menghambat pertolongan pertama pada syncope
5.
Untuk mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat dalam pertolongan pertama pada syncope.
1.4
Mafaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi masyarakat/ sekolah Memberikan informasi kepada pihak sekolah tentang peran guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami syncope di SMP Muhammadyah 2 Surakarta. Kerjasama dengan institusi kesehatan untuk memberikan informasi tentang penanganan pada siswa yang mengalami syncope untuk menambah pengetahuan guru tentang syncope. 1.4.2 Manfaat bagi institusi Pendidikan Menabah literature penelitian tentang pertolongan pertama pada kasus syncope sehingga dapat sebagai acuan institusi dalam proses belajar mengajar tentang syncope pada matakuliah kegawat daruratan.
6
1.4.3 Manfaat bagi peneliti lain Peneliti lain dapat mengetahui hasil dari penelitian yang dilakukan dan menambah pengetahuan peneliti sebagai acuan peneliti selanjutnya. Selain itu, peneliti lain dapat melakukan penelitian yang sama dengan metode kuantitatif tentang fakor-faktor yang menghambat pertolongan pertama pada syncope. 1.4.4 Manfaat bagi peneliti Peneliti dapat mengaplikasikan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami syncope dan peran guru dalam melakukan pertolongan pertama pada kasus syncope. 1.4.5 Manfaat bagi perawat Dapat menambah pengetahuan tentang pertolongan pertama pada pingsan dan dapat mengaplikasikanya jika menemui kasus pingsan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori 2.1.1 Peran Peran adalah seperangkat tingkah lakuyang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu system. Peran dipengruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil ( Fadli, 2008). Menurut Soenarjo (2002), peran guru pendidikan jasmani di dalam Usaha Kesehatan Sekolah yaitu memberikan penyuluhan kesehatan kepada siswasiswi. Menurut Soenarjo (2002), guru Penjas dalam Usaha Kesehatan Sekolah mempunyai peran utama yaitu : a.
menanamkan kebiasaan hidup sehat dikalangan siswa,
b.
melakukan pengawasan dan pemeriksaan kebersihan siswa,
c.
melakukan
pengawasan
dan
pemeriksaan
kebersihan
lingkungan sekolah, d.
melakukan P3K dan pengobatan ringan dalam batas-batas kemampuannya,
e.
mengenal tanda-tanda penyakit menular beserta masalahnya dan mengetahui usaha-usaha sebagai tindakan selanjutnya,
f.
mengamati kelainan tingkah laku siswa.
7
8
g.
Membimbing siswa untuk melakukan kegiatan ketrampilan yang efektif
h.
Menggerakkan masyarakat sekolah untuk aktif dalam melaksanakan usaha kesehatan sekolah.
Macam-macam peran yaitu: Martunus, (2013) a)
Peran guru sebagai pendidik Guru / pelaksana UKS berperan sebagai pendidik dalam arti memberikan pengetahuan kepada murid mengenai UKS itu sendiri,
salah
satu
contohnya
seperti
memberikan
pengetahuan didalam penyuluhan mengenai kebersihan gigi. Guru harus mampu dan menguasai hal tersebut. b)
Peran guru sebagai pengontrol Guru dikatakan sebagai pengontrol dalam arti, mengawasi suatu kegiatan yang bersifat atau berhubungan dengan pendidikan kesehatan (contohnya penyuluhan), mengawasi anak didiknya (murid) contohnya seperti membuang sampah pada tempatnya. Disini guru harus memberikan teguran atau nasehat
apabila
melihat
murid
membuang
sampah
sembarangan karena sampah dapat menimbulkan kuman dan dapat mengakibatkan penyakit bagi manusia disekitarnya. c)
Peran guru sebagai teladan Guru semestinya memberikan teladan atau contoh yang baik bagi muridnya atau anak didiknya. Salah satu contohnya
9
adalah
seorang
guru
tidak
diperkenankan
merokok
dilingkungan sekolah disaat jam kerja, seorang guru harus membuang sampah pada tempatnya. Factor-faktor yang mempengaruhi peran guru yaitu: Notoatmodjo, (2007) a. Factor pengalaman kerja Pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. b. Factor pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut
untuk
menerima
informasi.
Dengan
pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa c. Factor pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek.
10
2.1.2
Pengetahuan 1.
Pengertian Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan,
pendengaran,
penciuman,
rasa
dan
raba
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan sangat erat hubunganya dengan pendidikan, dimana bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuanya dan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Wawan & Dewi, 2011). 2.
Tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan seseorang ada 6 yaitu: Notoadmodjo, (2003) a. Tahu Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
11
b. Memahami Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. c. Aplikasi Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi ataupun pada kondisi riil (nyata). d. Analisis Analisis adalah kemampuan seorang untuk menjabarkan atau menyatakan materi atau suatu subyek kedalam komponen-komponen
tetapi
masih
dalam
struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu dengan yang lainya e. Sintesis Sintesis adalah menunjukan suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian dari keseluruhan yang baru. f. Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu
12
3.
Cara memperoleh pengetahuan Ada beberapa cara memperoleh pengetahuan, yaitu Notoadmodjo, (2003) Cara Tradisional 1) Cara Coba Salah Cara coba salah ini dipakai orang sebelum kebudayaan mungkin sebelum adanya peradaban. Coba salah ini dilakukan
menggunakan
kemungkinan
dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan ini tidak berhsil maka akan dicoba lagi. 2) Cara Kekuasaan atau Otoritas Sumber pengetahuan cara ini dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas baik berupa pimpinanpimpinan masyarakat formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah, tanpa menguji terlebih dahulu atau mmbuktikan kebenaranya baik berdasarkan fakta yang empiris maupun pendapat sendiri. 3) Berdasrkan pengalaman pribadi Pengalamanan pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
13
4) Cara modern Cara ini disebut juga penelitian atau suatu metode penelitian ilmiah dan lebih popular 4.
Faktor-faktor yang mepengaruhi pengetahuan Ada beberapa factor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu: a.
Factor internal 1) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan seseorang terhadap
yang diberikan
perkembangan
orang lain
menuju kearah cita-cita tertentu yang menetukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaanya. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 2) Pekerjaan Pekerjaan adalah suatu kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukan sumber kesenangan akan tetapi lebih banyak merupakan
cara
mencari
nafkah
yang
membosankan, menyita waktu, berulang dan banyak tantangan.
14
3) Usia Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan sesorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja ( Wawan& Dewi, 2011 ) b.
Factor eksternal 1) Factor lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2) Social budaya Sitem social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi ( Wawan& Dewi, 2011 )
2.1.3
Perilaku 1.
Pengertian Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan
15
kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi (Sarwono, 2004). Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007). 2.
Bentuk-bentuk perilaku Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai
16
batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari: a. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge). b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan
materi
pendidikan
yang
diberikan
(practice). Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
17
b. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior. Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu : a. Faktor eksternal adalah stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang. Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik. b. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan,
persepsi,
motivasi,
fantasi,
sugesti
dan
sebagainya. Dari
penelitian-penelitian
yang
ada
faktor
eksternal
merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007).
18
2.1.4
Syncope 1.
Pengertian Syncope adalah kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi pemulihan spontan. Kehilangan kesadaran tersebut terjadi akibat penurunan aliran darah ke otak dan akan membaik tanpa membutuhkan terapi kimiawi maupun elektrik (Hardisman, 2014). Syncope merupakan masalah klinis yang umum pada anak-anak dan remaja, dan sebanyak 15% anak-anak mengalami setidaknya satu episode sebelum akhir masa remaja (Wieling, 2004). Syncope merupakan masalah yang tidak terlalu berbahaya, namun dalam beberapa kasus berkaitan dengan masalah kardiovaskular yang mendasar dan menyebabkan risiko kematian mendadak (Steinberg, 2005)
2.
Penyebab Syncope Penyebab syncope dapat di klasifikasikan dalam lima kelompok utama yaitu: (Hardisman, 2014). a.
Vaskuler Disebabkan oleh adanya penurunan volume darah. Volume darah akan berkurang pada perdarahan, dehidrasi, keringat berlebihan dan berkemih berlebihan.
b.
Kardiak
19
Disebabkan oleh irama jantung yang tidak beratuaran, biasanya karena takiaritmia (ventricular atau supraventrikuler) atau bradiaritmia.Pada seseorang yang memiliki irama jantung abnormal, jantungnya tidak mampu meningkatkan curah jantung untuk mengkompensasi menurunya tekanan darah. Ketika dalam keadaan istirahat, orang tersebut akan merasa baik-baik saja; mereka akan pingsan jika sedang melakukan aktivitas karena kebutuhan tubuh akan oksigen akan meningkat secara tiba-tiba. Keadaan ini disebut sinkop eksersional. c.
Neurologic atau Serebrovaskuler Mekanisme kompensasi terhadap sinyal yang berasal dari bagian tubuh lain. Kram usus bisa mengirim sinyal kejantung melalui syaraf vagus yang akan memperlambat denyut jantung sehingga pingsan. Berbagai sinyal lainya bias menyebabkan pingsan jenis ini misalnya nyeri, ketakutan, melihat darah.
d.
Metabolic Penyebab metabolik pada syncope sangat jarang, gangguan metabolic yang menyebabkan syncope adalah hipoglikemia, anemia, hiperventilasi (berkurangnya kadar karbondioksida dalam darah).
e.
Syncope situasional Syncope situasional merupakan kondisi pingsan pada situasi tertentu yang menyebabkan gangguan peredaran darah ke otak
20
misalnya karena batuk atau karena berkemih berlebihan biasanya terjadi jika jumlah darah yang mengalir kembali ke jantung berkurang selama mengendan. 3.
Gejala klinis Syncope bisa didahului oleh pusing atau perasaan melayang, terutama pada saat seseorang sedang dalam keadaan berdiri. Setelah jatuh, tekanan darah akan kembali meningkat karena penderita telah berbaring dan karena penyebab pingsang telah hilang. Berdiri terlalu cepat dapat menyebabkan penderita kembali pingsan. Jika penyebabnya adalah gangguan irama jantung, pingsan akan terjadi dan berakhir secara tiba-tiba. Saat sebelum pingsan, kadang
penderita
mengalami
palpitasi
(jatung
berdebar)
(Hardisman, 2014) 4.
Patofisiologi Pingsan ortostatik terjadi jika seseorang duduk atau berdiri terlalu cepat. Parade ground syncope terjadi jika seseorang berdiri untuk waktu yang lama pada cuaca yang panas. Otot kaki tidak digunakan sehingga tidak mendorong darah kearah jantung, karena itu darah terkumpul di pembuluh balik tungkai dan tekanan darah turun. Syncope vasovagal dapat terjadi jika seseorang duduk atau berdiri, dan sering didahului oleh mual, kelemahan, menguap, penglihatan kabur dan berkeringat. Penderita terlihat pucat, denyut nadi semakin melambat dan kemudian pingsan (Hardisman, 2014).
21
5.
Penatalaksanaan Seseorang yang mengalami syncope dapat diatasi dengan cara sederhana yang bisa dilakukan oleh orang awam misalnya guru. Pasien dibaringkan dengan kaki ditinggikan untuk memperlancar aliran darah ke otak, jaga aliran darah disekitar cukup baik, dan melonggarkan pakaianya. Pasien yang kemudian terlihat sadar langsung diberikan minuman manis untuk meningkatkan kadar gula darahnya, jika seseorang mengalami kehilangan kesadaran dan belum siuman, segera lakukan pertolongan pertama dan bawa kerumah sakit (Smith 2006). Penderita dibaringkan mendatar merupakan satu-satunya cara untuk mengembalikan kesadaran penderita. Mengangkat kaki dapat mempercepat pemulihan karena bisa meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak. Jika penderita terlalu cepat untuk duduk atau berdiri dapat terjadi epeisode pingsan lain. Pada orang yang tidak memiliki penyakit jantung, pingsan biasanya tidak terlalu serius, dan jarang diperlukan pemeriksaan diagnostic maupun pengobatan yang lebih lanjut (hardisman, 2014). Penatalaksanaan pingsan berdasarkan jenisnya antara lain: (Iskandar, 2011) a. Pingsan biasa Membaringkan penderita ditempat yang teduh dan datar beri posisi kepala lebih rendah dari tubuh lainya. Buka baju atas serta
22
dasi yang menekan leher. Bila penderita muntah posisikan kepala miring untuk mencegah muntahan terselak masuk keparu-paru. Jika memiliki uap amoniak tempatkan depan hidung agar korban cepat sadar. b. Pingsan karena panas Bawa dan baringkan penderita ditempat yang teduh atau sejuk, Membaringkan penderita ditempat yang teduh dan datar beri posisi kepala lebih rendah dari tubuh lainya. Buka baju atas serta dasi yang menekan leher. Bila penderita muntah posisikan kepala miring untuk mencegah muntahan terselak masuk keparu-paru. Jika memiliki uap amoniak tempatkan depan hidung agar korban cepat sadar. Beri penderita minum setelah sadar. c. Pingsan karena sengatan sinar matahari Tubuh korban harus segera didinginkan dengan membawanya ketempat yang sejuk, banyak angina (kalau perlu pakai kipas angin atau ruangan ber AC), kompres kepalanya dengan air dingin atau es batu dalam kantong. Jika memungkinkan, selubungi korban dengan seprai basah dan sesekali menyiram dengan air dingin sampai kulit kembali berwarna normal. Pijat angota tubuh kea rah jantung untuk memperlancar peredaran darah. Usahakan korban tidak menggigil dengan memijat kaki dan tanganya. Setelah suhu badan turun sekitar 38˚C hentikan
23
pengompresan dan bawa korban ke rumah sakit. Korban memerlukan perawatan dirumah sakit karena penyembuhan dapat memakan waktu lebih dari satu hari. d. Pingsan karena kesedihan Lakukan pertolongan pertama seperti pingsan biasa, jika perlu berikan obat penenang. e. Pingsan karena perdarahan otak Penderita harus segera dibawa kerumah sakit, apabila penderita masih sadar dapat diberi parasetamol atau sejenisnya untuk mengurangi sakit kepalanya. f. Pingsan karena perdarahan Jika tidak ada tanda shock, korban dapat ditolong sama seperti pada pingsan biasa dan menghentikan perdarahanya. 6.
Akibat syncope Akibat syncope menurut (Malmed, 2007) a. Obstruksi jalan nafas b. Trauma c. Kehilangan kesadaran d. Morbiditas
24
2.2
KERANGKA TEORI
Penyebab syncope:
Penatalaksanaan syncope:
Penderita dibaringkan Posisi kaki lebih tinggi dari tubuh lain Melonggarkan pakaian Jika sudah sadar segera berikan air manis Meletakkan uap amoniak didepan hidung Jika penderita tidak segera sadar segera bawa ke rumah sakit
Kurang tidur Melihat darah Keracunan alcohol Angkat berat Gelisah Berdiri terlalu lama Belum sarapan Kehilangan darah Linkungan panas disertai dehidrasi
Syncope
Akibat syncope: Obtruksi jalan nafas Trauma Kehilangan kesadaran Morbiditas
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Iskandar, 2011)
Peran guru
25
2.3
FOKUS PENELITIAN
Factor Penghambat
Pengetahuan
Peran Guru
Cara Mengatasi factor Penghambat
Pertolongan Pertama pada siswa yang mengalami pingsan
Gambar 2.2 fokus penelitian
Peneliti akan berfokus pada peran guru dalam pertolongan pertama pada syncope, berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan peneliti pada guru di SMP Muhammadyah 2 Surakarta
26
2.4
Keaslian Penelitian Table 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama Peneliti
Judul
1
David B. Kamadjaja Tahun (2010)
Vasodepressor case syncope di management tempat praktek dokter gigi: Bagaimana mencegah dan mengatasinya?
2
Martin H. Ruwald, MD, PhD et al. Tahun (2014)
Incidence and Cohort Influence of Hospitalization for Recurrent Syncope and Its Effect on Short- and Long-Term All-Cause and Cardiovascular Mortality
Metode
Hasil vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi sebenarnya dapat dihindarkan apabila dokter gigi memahami faktorfaktor predisposisi terjadinya vasodepressor syncope dan melakukan tindakantindakan yang diperlukan untuk meminimalkan faktorfaktor predisposisi tersebut sebelum memulai prosedur perawatan gigi. Sejumlah 14.270 pasien di rumah sakit 3.204 pasien meninggal akibat syncope yang berulang. Pada tahun 2010 kematian yang diakibatkan oleh syncope berulang mengalami peningkatan. Resiko kematian jangka panjang maupun jangka pendek jelas di sebabkan oleh kematian kardiovasculer.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian adalah kualitif dengan rancangan penelitian deskriptif study fenomenologi. Penelitian ini dinilai dapat menjelaskan fokus permasalahan dan realitas yang diteliti secara jelas dan lengkap karena peneliti akan berusaha memahami peristiwa dan kaitan-kaitanya terhadap orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu (Sutopo, 2006). Polit& Beck (2006),
menyatakan
bahwa
studi
fenomenologi
merupakan
suatu
pendekatan yang essensial terkait dengan pengalaman alamiah manusia sepanjang hidupnya dan memberikan gambaran suatu fenomena yang diteliti melalui hasil daya titik yang mendalam dari peneliti, diperoleh dari data-data hasil wawancara, tulisan serta pengamatan suatu fenomena yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru dalam menangani pertolongan pertama pada syncope.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di SMP Muhammadyah 2 Surakarta. 3.2.2 Waktu penelitian Penelitian akan dilakukan pada bulan 2 maret sampai 16 maret 2015.
27
28
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini yaitu semua guru yang mengajar di SMP Muhammadyah 2 Surakarta. Populasi yang direncanakan peneliti 1-10, peneliti akan menghentikan partisipan jika data yang didapat dari partisipan sudah mencapai saturasi jawaban yang benar sama atau jenuh (yati,2014) 3.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dianggap mewakili, dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya (Notoatmojdo, 2005). Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden tetapi sebagai narasumber, atau pertisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. sampel dalam peneelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori (Sugiyono, 2012). 3.3.3 Teknik pengambilan sampel Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (teknik sampel bertujuan) yaitu metode pemilihan
29
partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga bagi peneliti (Sutopo, 2006). 3.3.4 Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmjdo, 2010). Dalam penelitian ini kriteia inklusi sendiri adalah: 1.
Guru yang pernah memberikan pertolongan pertama pada syncope.
Pengambilan sampel akan dihentikan oleh peneliti ketika semua jawaban dari partisipan sudah mencapai saturasi. Saturasi adalah ketika semua jawaban dari partisipan sudah dikatakan benar sama atau jenuh (Sutopo, 2006).
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen Instrumen adalah merupakan alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu sedangkan penelitian memiliki arti pemeriksaan, penyelidikan, kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data secara sistematis dan objektif (Nursalam, 2008).
30
Pada penelitian ini digunakan dua instrumen yaitu instrumen inti dan instrument penunjang sebagai berikut: a. Instrumen inti Instrumen inti dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.
Peneliti
sebagai
instrument
inti
berusaha
untuk
meningkatkan kemampuan diri dalam melakukan wawancara. Usaha yng dilakukan berlatih wawancara terlebih dahulu sebelum pengambilan data kepada partisipan. Pada saat latihan wawancara peneliti berusaha responsive dan mahir dalam berkomunikasi. Keterampilan wawancara kemudian terus diperbaiki seiring dengan
seringnya
melakukan
wawancara
pada
partisipan
berikutnya (Sugiono, 2009) b. Instrumen penunjang Alat bantu yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu: (Sugiono, 2009). 1. Pedoman wawancara Pedoman wawancara yang digunakan peneliti yaitu pedoman pertanyaan yang terstuktur yang berisi daftar pertanyaan tebuka tentang peran guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan, pengetahuan guru, tindakan guru pada siswa yang mengalami pingsan, dampak yang terjadi
pad
siswa
yang
pingsan,
faktor
pertolongan, cara mengatasi faktor penghambat.
penghambat
31
2. Data demografi Data demografi meliputi: kode partisipan, pendidikan terakhir,pengalaman kerja di SMP, pengalaman memberikan pertolongan pertama pada pingsan. 3. Alat tulis Alat tulis yang digunakan yaitu: buku dan bolpoin 4. Voice recorder Voice recorder yaitu alat perekam yang digukan peneliti untuk mempermudah dalam membuat transkip wawancara terstruktur. Peneliti menggunakan smart phone yang sudah dilengkapi dengan voice recorder. Program tersebut telah dilakukan uji coba sebelumnya dan mampu merekam suara selama 60 menit dan hasil rekaman dapat disimpan dalam bentuk file MP3. Alat perekam diisi daya penuh sebelum digunakan dan menggunakan flight mode on agar tidak terganggu pada saat proses wawancara. 5. Kamera Mendokumentasikan
dalam
pengambilan
gambar
saat
wawancara dilakukan peneliti pada partisipan sebagai bukti nyata dalam pengumpulan data. 6. Peneliti juga melakukan pencatatan sebagai media observasi non verbal saat pengumpulan data dengan menggunakan lembar catatan lapangan dan observasi. Dalam penelitian ini
32
peneliti akan mengobservasi tindakan guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan. 3.4.2 Prosedur pengumpulan data Data merupakan faktor penting dalam penelitian, untuk itu diperlukan teknik tertentu dalam pengumpulan data. a. Fase pra interaksi Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menyelesaikan ujian proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data dilapangan. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data yang dikeluarkan oleh Program Studi S1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta kepada kepala sekolah SMP Muhammadyah 2 Surakarta. Pengurusan surat ijin dilakukan pada tanggal 4 Desember 2014 dan surat studi pendahuluan terbit pada tanggal 4 Desember 2014. Ijin yang diberikan oleh kepala sekolah selanjutnya
dipergunakan
peneliti
sebagai
entry
point
pengambilan data melalui guru di SMP Muhammadyah 2 surakarta. Partisipan yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diberikan penjelasan dan memberikan inform consent untuk menjadi responden penelitian terkait. b. Fase pelaksanaan 1. Wawancara mendalam Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai
33
narasumber atau informan. Informasi dari sumber data ini dikumpulkan dengan teknik wawancara, dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk yang disebut wawancara mendalam (in-depth interview) yaitu wawancara yang dilakukan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka di mana informan yang diwawancara diminta pendapat dan ideidenya, peneliti mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2013). Wawancara dilakukan pada setiap partisipan dengan menggunakan pedoman wawancara, dengan mengajukan 13 pertanyaan. Wawancara yang akan dilakukan dengan partisipan
membutuhkan waktu kurang lebih 60 menit.
Wawancara akan dihentikan oleh peneliti ketika semua jawaban dari partisipan sudah mencapai saturasi. Saturasi adalah ketika semu jawaban sudah dikatakan benar sama atau jenuh (Sutopo, 2006). 2. Fase terminasi Tahap terakhir dalam
pengumpulan data dilakukan
terminasi dengan melakukan validasi terhadap data yang ditemukann kepada partisipan. Peneliti memperlihatkan hasil transkip wawancara dan interpretasi peneliti kepada partisipan. Semua partisipan mengatakan bahwa apa yang ditulis peneliti telah sesuai dengan apa yang dimaksud partisipan. Setelah semua data divalidasi dan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
34
partisipan, maka dilakukan terminasi dengan pemberian reward (penghargaan) sebagai ucapan terimakasih karena telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.
3.5 Analisa data Menurut Polit & Beck (2006) analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologis deskriptif dengan metode Colaizzi, adapun langkah – langkah analisa data adalah sebagai berikut : 1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman hidup partisipan yang diteliti. 2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan. 3. Peneliti membaca semua protocol atau transkrip untuk mendapatkan perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudia nmengidentifikasi pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara berulang-ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan pernyataan. 4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan ke dalam tema. a. Merujuk kelompok tema kedalam traanskip dan protokol asli untuk menvalidasi. b. Memperhatikan perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain dan menghindari perbedaan diantara kelompok tema tersebut.
35
5. Peneliti mengintegrasikan hasil ke dalam deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti. 6. Merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai pernyataan tegas dan didentifikasi kembali. 7. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir atau verifikasi tema-tema segera setelah proses selesai dilakukan dan peneliti tidak mendapatkan data tambahan baru selama verifikasi.
3.6 Keabsahan data Dalam pengujian keabsahan data, metode yang digunakan pada penelitiam ini meliputi : (Yati, 2014) 1. Kredibility (validitas internal) Kredibilitas data atau keakurasian suatu data yang dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis data tersebut dari penelitian yang dilakukan. Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil peneltian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check. 2. Transferability (validitas eksternal) Seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat diaplikasikan pada keadaan atau partisipan lainya merupakan pertanyaan untuk menilai
36
kualitas tingkat transferabilitasnya. Validitas eksternal, menunjukkan derajad ketepatan atau dapat diterapkan hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Peneliti dalam membuat laporan harus memberikan uraian yang rinci, jelas sistematis dan dapat dipercaya. 3. Dependebility (dependabilitas) Cara yang dilakukan peneliti untuk memperoleh hasil penelitian atau data yang konsisten melakukan suatu analisis data yang terstruktur dan menginterpretasikan hasil studinya dengan benar sehingga para pembaca dapat membuat kesimpulan yang sama. Peneliti melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Dimana pembimbing memantau aktivitas
peneliti
dalam
melakukan
penelitian.
Peneliti
mulai
menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus dapat ditunjukkan. 4. Konfirmability (konfirmabilitas) Peneliti
harus
berusaha
sedapat
mungkin
memperkecil
faktor
subjektifitas. Konfirmabilitas akan diperoleh peneliti ketika terdapat hubungan data yag dihasikan dengan sumbernya akurat, yaitu pembaca dapat menentukan bahwa kesimpulan dan penafsiran dituliskan peneliti muncul secara langsung dari sumber-sumber data tersebut.
37
3.7 Etika Penelitian 1. Informed consent (lembar persetujuan) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika responden setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Namun peneliti harus tetap menghormati hak responden bila tidak bersedia (Setiadi, 2013). 2. Anonimity (tanpa nama) Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama responden pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang hanya dimengerti oleh peneliti (Setiadi, 2013). 3. Confidentially (kerahasiaan) Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden. Peneliti hanya melaporkan kelompok data tertentu saja (Hidayat, 2007).
BAB IV HASIL PENELITIAN
BAB IV berisi hasil penelitian dengan cara wawancara dari partisipan. Partisipan
berjumlah
3
orang
dan
wawancaranya
dilakukan
di
SMP
MUHAMMADYAH 2 SURAKARTA. 4.1 Karakteristik Partisipan Tabel 4.1 Karakteristik Informan di SMP Muhammdyah 2 Surakarta No
Kode partisipan
Pendidikan terakhir
Nama partisian
Pengalaman kerja di SMP
1
Partisipan 1
Sarjana
Tn.w
10 tahun
2
Partisipan 2
Sarjana
Ny.m
7 tahun
3
Partisipan 3
Sarjana
Tn.e
8 tahun
Tabel 4.1 menjelaskan tentang karakteristik Partisipan dalam penelitian ini yaitu guru yangmengajar di SMP Muhammadyah 2 Surakarta. Partisipan berjumlah 3 orang. Karakteristik Partisipan terdiri atas nomor, kode Partisipan, pendidikan terakhir, nama pengalaman kerja. Hasil wawancara berdasarkan pada tujuan khusus disusun menjadi 7 tema yaitu (1) Definisi syncope, (2) Penyebab syncope, (3) Penanganan syncope, (4) Cara mencegah syncope, (5) Penurunan sirkulsi, (6) Hambatan sarana dan prasarana, (7) Upaya pertolongan efektif.
38
39
4.2 Tema Hasil Penelitian Tema tersebut disusun oleh katakunci dan kategori pendukung. Berikut ini hasil dari peneliti. 4.2.1 Tema dari Tujuan Khusus : Pengetahuan Tema – tema yang dihasilkan dari pengetahuan: Definisi pingsan dan Penyebab pingsan. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori - kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut: 4.2.1.1 Definisi syncope Syncope merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gangguan kesedaran dalam waktu tertentu dan bisa sadar kembali. Berikut ungkapan dari partisipan mengenai definisi syncope : “Pingsan menurut saya gejala medis karena Kehilangan kesadaran”. (P1) “ Pingsan itu keadaan Tidak sadar”. (P2) “ keadan tidak sadarkan diri dalam waktu tertentu”. (P3) 4.2.1.2 Penyebab syncope Penyebab syncope dirasakan oleh siswa sebagai akibat dari terjadinya syncope, penyebab syncope disusun oleh: faktor tubuh dan faktor lingkungan. Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kondisi tubuh: “Untuk penyebabnya ada banyak mungkin kecapekan, lemah jantung, fisiknya lemah”. (P.1)
40
“Anak –anak yang memiliki riwayat Lemah jantung, gak sehat dari rumah, pucat, meriang”. (P.2) “Untuk penyebabnya yang sering terjadi disini antara lain keadanya kurang fit dari rumah, riwayat jantung lemah”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kondisi lingkungan: “Saat
upacara
terpapar
sinar
matahari
langsung
jadi
Kepanasan”.( P.1) “Yang pingsan itu anak yang menghadap posisinya Menghadap matahari, kalo upacara itukan kita leter U”. (P.2) “Saat upacara siswa tersorot matahari langsung”. (P.3) Ungkapan diatas merupakan dari ketiga partisipan mengenai penjelasan dan penyebab pingsan. Pingsan merupakan keadaan tidak sadarkan diri yang di akibatkan dari beberapa faktor antara lain kepanasan, kecapekan, lemah jantung. 4.2.2 Tema dari Tujuan khusus : Petolongan Tema – tema yang dihasilkan dari pertolongan: penanganan pingsan, pencegahan pingsan. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori - kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut: 4.2.2.1 Penanganan syncope Penangan merupakan tindakan dimana penolong melakukan prtolongan pertama pada korban. Penangana syncope disusun oleh beberapa kategori: tindakan evakuasi, tindakan memperlancar
41
pernafasan, media merangsang kesadaran, tindakan memperlancar sirkulasi, pertolongan medis. Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan evakuasi : “Penangananya dimulai dari evakuasi dari TKP ketempat yang teduh biasanya di ruang guru pake tikar”. (P.1) “Evakuasi ketempat yang teduh”. (P.2) “Yang pertama kita lakukan evakuasi ke tempat yang teduh atau ruang terdekat tidak mesti uks”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan memperlancar pernafasan : “Ketika sudah di tmpat yang teduh kita lepas ikat pinggang, kendorkan yang lainya”. (P.1) “Kita Longgarkan apapun yang ada pada tubuh misalnya ikat pinggang, jilbab”. (P.2) “Kita longgarkan semua pakaian yang menempel pda siswa misanya ikat pinggang, baju, jilbab”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai media merangsang kesadaran : “Kita kasih bebauan yang menyengat”. (P.1) “Memberikan minyak kayu putih dihidung”.( P.2) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan memperlancar sirkulasi :
42
“Kepala gak dikasih bantal tetapi kaki yang dikasih bantal biar lebih cepat sadar. ( kaki ditinggikan)”. (P.1) “Kita tekan ujung jari jempol dengan keras, dan melepas kaos kaki dan sepatu”. (P.2) “Saat di baringkan kepala tidak dikasi bantal tetapi kaki yang dikasih bantal (kaki ditinggikan) dan lepas sepatu”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pertolongan medis : “Kalo yang standar yang pernah kami buat dengan pihak puskesmas jika ada anak sakit kita langsung rujuk ke peskesmas”. (P.1) “Kita ka nada kerjasama dengan puskesmas yang menaungi wilayah sini, jadi jika ada apa-apa kita langsung rujuk kepuskesmas, kita panggil paramedis langsung”. (P.2) “SMP sini kan sudah menjalin kerjasama dengan puskesmas jadi jika ada sesuatu kita langsung rujuk kepuskesmas”. (P.3) 4.2.2.2 Cara mencegah syncope Pencegahan merupakan tindakan dimana dilakukan sebelum terjadi sesuatu, pencegahan dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya sesuatu. Pencegahan disusun dari beberapa kategori: mengontrol sebelum upacara, peemberian istirahat. Berikut ungkapan dari partisipan mengenai mengontrol sebelum pingsan :
43
“Sebelum upacara dimulai biasanya kita pilih anak yang sering pingsan itu disarankan tidak ikut upacara”. (P.1) “Siswa kami sortir sebelum upacara dimulai kita kan mempunyai data anak yang mempunyai riwayat penyakit”. (P.2) “Sebelum dilakukan upacara kita pilih siswa yang kurang sehat dari rumah dan yang memiliki riwayat jantung”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian istirahat : “Anak yang sering pingsan disuruh istirahat”. (P.1) “Kami istirahatkan di deretan kursi anak-anak yang terlihat pucat dan yang memiliki riwayat penyakit”. (P.2) “Siswa yang terlihat pucat dan memiliki riwayat penyakit kita suruh istirahat di kursi depan ruang guru atau uks”. (P.3) Ungkapan diatas merupakan dari ketiga partisipan mengenai penanganan pingsan dan pencegahan pingsan. Penanganan pingsan dapat dilakuakan dengan melakukan evakuasi terlebih dahulu, pingsanpun dapat dicegah dengan cara mengistirahatkan seseorang atau korban. 4.2.3 Tema dari Tujuan Khusus: Dampak Tema – tema yang dihasilkan dari dampak: penurunan sirkulasi. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori - kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:
44
4.2.3.1 Penurunan sirkulasi Penurunan sirkulasi merupakan penurunan suplai darah dan oksigen ke otak. Penurunan sirkulasi disusun dari beberapa kategori: kondisi shock, gangguan sirkulasi. Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kondisi shock : “Gejala shock akan muncul”. (P.1) “Menurut saya akan terjadi shock”.( P.2) “Mungkin bisa terjadi shock”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai gangguan sirkulasi : “Sirkulasi darah dan oksigen ke otak kurang maximal”. (P.1) “Peredaran darah dan oksigen ke otak tidak lancer”. (P.3) Ungkapan diatas merupakan dari ketiga partisipan mengenai dampak pingsan. Pingsan merupakan keadaan yang berbahaya karena dari dampak pingsak dapat menyebabkan korban menjadi shock. 4.2.4 Tema dari Tujuan khusus: Penghambat Pertolongan Tema – tema yang dihasilkan dari penghambat pertolongan: hambatan sarana prasarana. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori - kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut: 4.2.4.1 Hambatan sarana prasarana Hambatan sarana prasarana merupakan hambatan penolong saat evakuasi alat dan tenaga penolong kurang memadai. Hambatan sarana
45
prasarana terdiri dari beberapa kategori: faktor lingkungan, faktor penolong. Berikut ungkapan dari partisipan mengenai faktor lingkungan : “Yang menghambat pertolongan jalan evakuasinya karena anak anak-anak dan parker sepeda guru dan sebagainya”. (P.1) “Biasanya untuk evakuasinya saat mengangkatnya”.( P.2) “Yang menghambat pertolongan Jalan evakuasi mesti memutari barisan karena barisan sangat sempit dan banyak pohon”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai faktor lingkungan : “SDM yang membawa kurang siap kadang yang pingsan lebih gede dari yang menolong”. (P.1) “Biasanya untuk evakuasi mengangkatnya”. (P.2) “SDM yang membawa kurang siap”. (P.3) Ungkapan diatas merupakan dari ketiga partisipan mengenai faktor penghambat pertolongan. Ada beberapa faktor yang dapapt menghamat
pertolongan
misalnya
tumbuh-tumbuhan
yang
menghalangi jalr evakuasi dan sarana yang kurang memadai.
4.2.5 Tema dari Tujuan Khusus: mengatasi faktor penghambat Tema – tema yang dihasilkan dari mengatasi faktor penghambat pertolongan: upaya pertolongan efektif. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori - kategori yang didapat dari
46
ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut: 4.2.5.1 Upaya pertolongan efektif Upaya pertolongan efektif merupakan tindakan penolong untuk menolong korban secara cepat dan tepat. Upaya pertolongan efektif disusun ddari beberapa kategori: jalur evakuasi, penggunaan alat, jumlah penolong. Berikut ungkapan dari partisipan mengenai jalur evakuasi : “Saat evakuasi kita harus mengelilingi barisan upacara karena jarak barisan sangat sempit”. (P.1) “Jadi jika kita evakuasi siswa harus muteri barisan dulu”. (P.3) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai penggunan alat : “Kita pake tandu yang biasanya dipake pasien”. (P.2) Berikut ungkapan dari partisipan mengenai jumlah penolong : “Untuk mengatasi itu kita banyak orang yang membawa tidak hanya 3 samapi 4 orang saja”. (P.1) “Untuk mengangkatnya kita lakukan banyak orang jika korban lebih besar dari penolongnya”.( P.3) Ungkapan diatas merupakan dari ketiga partisipan mengenai bagaimana
melakukan
pertolongan
efektif
terhadap
pingsan.
Pertongan pertama dapat dilakukan dengan efektif jika penolong melakukan pertolongan tersebut di bantu oleh penolong lain dan di dukung sarana praarana.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Mengidentifikasi pengetahuan Guru dalam Pertolongan Pertama pada siswa yang mengalami syncope 5.1.1 Definisi syncope Hasil
penelitin
menyatakan
bahwa
definisi
syncope
merupakan kehilangan kesadaran yang meliputi gangguan kesadaran berupa kehilangan kesadaran, tidak sadar, tidak sadarkan diri. Dalam penelitian guru mengatakan bahwa pingsan itu gejala medis karena kehilangan kesedaran. Pingsan merupakan kehilangan kesedaran yang bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi pemulihan spontan (Fuentes, 2012). Kehilangan kesedaran tersebut terjadi akibat penurunan aliran darah ke sistem aktivitas retikuler yang berlokasi di batang otak dan akan membaik tanpa membutuhkan terapi kimiawi maupun elektrik (Longo D, at all 2011). Syncope adalah suatu keadaan tidak sadarkan diri seperti orang tidur pada seseorang yang diakibatkan karena sakit, kecelakaan, kekurangan oksigen,kekurangan darah lapar, kondisi fisik lemah (Ajeng, 2012). Berdasarkan pernyataan mengenai definisi syncope yang diungkapkan dari partisipan sesuai dengan pernyataan yang telah ada pada teori yaitu kehilangan kesadaran atau tidak sadarkan diri yang bersifat sementara.
47
48
5.1.2 Penyebab syncope Hasil penelitian bahwa penyebab pingsan meliputi faktor fisik berupa kecapekan, lemah jantung, meriang, dan dari faktor lingkungan meliputi kepanasan, tersorot matahari langsung, dalam kasus penelitian guru mengtakan bahawa penyebab syncope itu karena saat upacara siswa kecapekan, badanya kurang sehat dari rumah dan saat upacara terpapar sinar matahari langsung maka dari itu anak bisa terjadi syncope. Penyebab syncope ada 2 faktor yaitu faktor fisik dan faktor lingkungan (David, 2010). Faktor fisik antara lain rasa lapar yaitu suatu keadaan dimana penderita kekurangan asupan makanan, bisa dikarenakan tidak sarapan saat pagi hari, kandisi fisik yang jelek yaitu dimana penderuta mengalami kecapekan atau mempunyai riwayat penyakit misalnya lemah jantung. Faktor lingkungan adalah suatu keadaan dimana penderita itu berada meliputi lingkungan yang panas yaitu suatu keadaan dimana penderita mengalami kepanasan karena penderita terpapar matahari secara langsung dalam jangka waktu yang lama. Menurut Ajeng, (2012) bahwa syncope diakibatkan karena sakit, kecelakaan, kekurangan oksigen, kekurangan darah, keracunan, terkejut atau kaget, lapar, haus, kondisi fisik lemah, dan sebagainya. Teori
lain
menyatakan
penyebab
penyebab
syncope
adalah
kecapekan, jantung lemah, fisik lemah) dan faktor lingkungan
49
(kepanasan, terpapar matahari langsung, lembab) (Hardisman, 2014). Penyebab syncope juga dipengaruhi oleh segala bentuk emosi, seperti ketakutan, sakit, terkejut, melihat darah, atau melihat peristiwa kecelakaan (Stevens, 2000). Berdasarkan pernyataan mengenai penyebab syncope yang diungkapkan dari partisipan sesuai dengan pernyataan yang telah ada pada teori yaitu mengungkapkan bahwa penyebab pingsan adalah sakit, kecelakaan, kekurangan oksigen, kekurangan darah, keracunan, terkejut atau kaget, lapar, haus, kondisi fisik lemah, terpapar matahari langsung, dan sebagainya.
5.2 Mengidentifikasi tindakan guru dalam perolongan pertama pada siswa yang mengalami syncope 5.2.1 Penanganan syncope Hasil penelitian mengatakan bahwa penanganan syncope meliputi tindakan evakuasi, tindakan memperlancar pernafasan, media merangsang kesadran, tindakan memperlancar sirkulasi dan pertolongan medis. Dari penelitian guru mengatakan saat pingsan tindakan yang pertama dilakukan evakuasi korban dari tempat kejadian di bawa ketempat yang teduh, setelah sampai ditempat yang teduh kemudian siswa dibaringkan di tempat yang datar dan kemudian kaki ditinggikan, lepas ikat pinggang, kendorkan pakaian, dan diberi bebauan yang menyengat untuk merespon kesadaran. Jika
50
korban tidak segera sadar maka guru akan membawa siswa ke puskesmas. Penanganan
pingsan
siswa
dibaringkan
dengan
kaki
ditinggikan untuk memperlancar aliran darah keotak, jaga aliran darah disekitar cukup baik, dan melonggarkan pakaianya. Pasien yang kemudian terlihat sadar langsung diberikan minuman manis untuk meningkatkan kadar gula darahnya, jika seseorang mengalami kehilangan kesadaran dan belum siuman, segera lakukan pertolongan pertama dan bawa kerumah sakit (Smith 2006). Berdasarkan pernyataan mengenai penanganan syncope yang diungkapkan dari partisipan sesuai dengan pernyataan yang telah ada pada teori yaitu memberikan minum hangat,membaringkan, memberikan posisi badan lebih tinggi dari kepala, memberikan bebauan yang menyengat. 5.2.2 Cara Mencegah syncope Hasi penelitian mengatakan bahwa cara mencegah syncope meliputi
mengontrol
sebelum
upacara,
pemberian
istirahat.
Berdasarkan penelitian guru mengatakan bahwa pencegahan syncope guru mengontrol siswa sebelum upacara dengan tindakan memilih dan menyortiir siswa yang kondisi fisiknya kurang sehat.Saat upacara guru memberikan istirahat bagi siswa yang terlihat pucat untuk mencegah agar siswa tidak terjadi syncope. Cara mencegah syncope tambah jumlah pasokan darah melalui makanan yang mengandung zat besi, asam folat dan vitamin B12
51
dengan banyak mengkonsumi hati, ikan teri, daging merah, kacang kacangan, sayuran berwarna hijau, kuning telur dan buah-buahan, mengkonsumi vitamin C, lakukan olah raga, jangan bangkit tiba tiba dari posisi tidur atau duduk tetapi lakukan secara perlahan, jangan berdiri terlalu lama, istirahat yang cukup jika tempat memungkinkan selonjorkan kaki, konsumsi cairan yang cukup (Saubers, 2011). Cara mencegah syncope antara lain pemberian istirahat yang cukup, memberikan asupan nutrisi yang cukup, membaringkan penderita (Iskndar, 2011). Pencegahan syncope merupakan tindakan yang dilakukan seseorang sebelum terjadi syncope dengan melakukan berbaring dalam posisi kaki lebih tinggi dari kepala atau dengan posisi duduk dan kepala ditundukan serendah-rendahnya pertahankan posisi ini sekitar 10 menit. Tujuanya yaitu memanfaatkan gravitasi untuk membantu jantung memmompa darah dan oksigen kebagian tubuh bagian atas. Istirahat di daerah yang sejuk atau nyaman dan hindari kerumunan orang (John, 2010). Berdasarkan pernyataan mengenai pencegahan pingsan yang diungkapkan dari partisipan sesuai dengan pernyataan yang telah ada pada teori yaitu memberikan istirahat, memberikan udara segar, membaringkan siswa.
52
5.3 Mengidentifikasi dampak syncope jika tidak segera ditangani 5.3.1 Penurunan sirkulasi Hasil penelitian mengatakan bahwa penurunan sirkulasi meliputi kondisi shock dan gangguan sirkulasi. Berdasarkan penelitian guru mengatakan bahwa jika siswa yang mengalami pingsan tidak segera ditangani maka gejala shocknya akan muncul karena sirkulasi darah dan oksigen ke otak kurang maximal. Menurut Paula et all, (2009) shock adalah keadaan dimana tidak cukup cairan dalam pembuluh darah, sehingga pasokan oksigen dan peredaran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal tidak cukup. Shock ialah suatu keadaan dimana sistem peredaran darah terganggu sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi dan oksigen yang terdapat didalam darah. Tubuh yang kekurangan darah maka alat-alat vital organ tubuh akan kehilangan cairan dan zatzat yang diperlukanya. Hal itu mengakibatkan fungsi alat-alat vital itu pun terganggu sehingga terjadi shock (Iskandar, 2011). Shock adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamikdan metabolic
dengan
ditandai
kegagalan
sistem
sirkulasi
untuk
mempertahankan perfusi dan oksigen yang adekuat ke organ-organ vital tubuh akibat gangguan hemostasis tubuh yang serius (Hardisman, 2014). Menurut WHO (2003) gangguan sirkulasi darah adalah gangguan kelancaran peredaran darah yang dapat diakibatkan oleh
53
gangguan pada jantung dan pembuluh darah di seluruh tubuh, termasuk arteri yang menuju ke otak. Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme. Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional, tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh (Fatma, 2009). Berdasarkan
pernyataan
mengenai
penurunan
sirkulasi
yang
diungkapkan dari partisipan sesuai dengan pernyataan yang telah ada pada teori yaitu penurunan sirkulasi merupakan penurunan suplai darah dan oksigen ke otak kurang maximal yang dapat mengakibatkan gejala shock.
5.4 Mengidentifikasi faktor penghambat pertolongan pertama pada pingsan 5.4.1 Hambatan sarana prasarana Hasil
penelitian
mengatakan
bahwa
hambatan
sarana
prasarana meliputi faktor lingkungan, faktor penolong. Berdasarkan penelitian guru mengatakan bahwa faktor yang menghambat saat pertolongan pada siswa yang mengalami syncope antara lain jalan evakuasi tempat kejadian ke tempat yang teduh. Kemudian saat mengangkat siswa penolong kurang siap.
54
Menurut Kamus Bahasa Indonesia pengertian hambatan adalah sesuatu yang menghalangi pekerjaan seseorang. Hambatan adalah sesuatu yang memperlamat suatu pekerjaan dan membuat pekerjaan itu tidak terlaksanakan dengan tepat dan cepat (KBBI, 2005). Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan (KBBI, 2005). Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselengaranya suatu proses. Prasarana merupakan alat penunjang yang utama dalam mencapai keberhasilan suatu tujuan (KBBI, 2005). Jalur evakuasi adalah jalur yang digunakan untuk membawa korban apabila terjadi kecelakaan menuju tempat penanganan (Hanif, 2012). Hambatan evakuasi kejadian kecelakaan disekolah ada beberapa antara lain alat yang tersedia kurang memadai, jumlah penolong kurang dari kebutuhan, penolong yang ada kurang siap, jalur evakuasi kurang memadai, perlengkapan p3k kurang, tempat penangan kurang (Martunus, 2013). Berdasarkan pernyataan mengenai hambatan sarana prasarana yang diungkapkan dari partisipan sesuai dengan pernyataan yang telah ada pada teori yaitu hambatan tenaga atau alat yang dapat mempercepat atau mempermudah suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan yang maximal.
55
5.5 Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat pertolongan pada pingsan 5.5.1 Upaya pertolongan efektif Hasil penelitian mengatakan bahwa upaya pertolongan efektif meliputi jalur evakuasi, penggunaan alat dan jumlah penolong. Berdasarkan penelitian guru mengatakan bahwa saat melakukan evakuasi kita harus mengelilingi barisan upacara karena barisan sangat sempit. Kemudian jika ada siswa yang pingsan kita memakai tandu yang biasnya dipakai pasien. Kemudian jika korban lebih besar dari penolong maka kita mengangkatnya dengan banyak orang tidak hanya 3 sampai 4 orang saja. Secara ideal jalan-jalan penyelamat demikian harus dipelihara bersih, tidak terhalang oleh barang-barang dandiberi tanda yang jelas (suma’mur, 2006). Ruang uks berfungsi sebagai tempat penanganan dini peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan disekolah. Ruang uks harus dilengkapi dengan tempat tidur, catatan kesehatan, perlengkapan p3k, tandu, selimut, meja, kursi, almari, termometer (Peraturan mentri pendidikan nasional, 2007). Menurut Kuhre, (2009) tim respon gawat darurat harus terdiri dari para pekerja yang memiliki pengetahuan atau sudah terlatih untuk bertindak dalam keadaan gawat darurat. Penatalaksanaan korban yang mengalami syncope dapat diatasi dengan cara sederhana yang bisa dilakukan oleh orang awam
56
misalnya guru. Pasien dibaringkan dengan kaki ditinggikan untuk memperlancar aliran darah ke otak, melonggarkan pakaianya. Pasien yang kemudian terlihat sadar langsung diberikan minuman manis untuk meningkatkan kadar gula darahnya, jika seseorang mengalami kehilangan kesadaran dan belum siuman, segera lakukan pertolongan pertama dan bawa kerumah sakit (Smith 2006). Berdasarkan pernyataan mengenai upaya pertolongan efektif yang diungkapkan dari partisipan sesuai dengan pernyataan yang telah ada pada teori yaitu penanganan yang efektif merupakan tindakan yang harus dilakukan saat terjadinya korban synkope.
BAB VI PENUTUP
6.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisa dari kata kunci yang telah di dapat dalam penelitian ini, maka di peroleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Pengetahuan guru dalam melakukan pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan Berdasarkan analisa yang telah di lakukan dalam penelitian tema-tema yang dihasilkan adalah pengertian pingsan meliputi gangguan kesadaran. Tema yang kedua penyebab pingsan meliputi factor fisik dan factor lingkungan. 2. Tindakan guru dalam pertolongan pertama pada siswa yang mengalami pingsan Berdasarka nanalisa yang telah dilakukan dalam penelitian tema-tema yang dihasilkan adalah penanganan pingsan meliputi tindakan evakuasi, tindakan memperlancar pernafasan, tindakan memperlancar sirkulasi, media merangsang kesadaran dan pertolongan medis. Tema yang kedua cara mencegah pingsan meliputi mengontrol sebelum upacara dan pemberian istirahat.
57
58
3. Mengetahui dampak pingsan jika tidak segera dilakukan pertolongan Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian tema-tema yang dihasilkan adalah penurunan sirkulasi meliputi kondisi shock dan gangguan sirkulasi. 4. Mengetahui factor penghambat saat dilakukan pertolongan Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian tema-tema yang dihasilkan adalah hambatan sarana prasarana meliputi factor lingkungan dan factor penolong. 5. Mengetahui tindakan untuk mengatasi factor penghambat pertolongan Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian tema-tema yang dihasilkan adalah upaya pertolongan efektif meliputi jalur evakuasi, pengguanaan alat dan jumlah penolong.
6.2 SARAN 1. Bagi institusi sekolah Guru dapat mengetahui tentang kejadian pingsan yang dialami siswanya dan guru dapat menangani korban yang mengalami pingsan. Sebelum terjadi pingsan guru bias mencegah terjadinya pingsan. 2. Bagi institusi pendidikan Sebagai masukan bagi institusi prodi S1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dalam memberikan ilmu terkait kegawat daruratan komunitas, sehingga sebagai acuan dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan
59
3. Bagi peneliti lain Sebagai acuan bagi peneliti lain untuk dapat meneliti kembali faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya pingsan antara lain kondisi tubuh dan kondisi lingkungan, sehingga dapat menambah pengetahuan dalam melakukan pertolongan pertama pada pingsan. 4. Bagi peneliti Menambah pengetahuan tentang pertolongan pertama pada seseorang yang mengalami pingsan. Sehingga peneliti dapat mengaplikasikan di masyarakat.
DARFTAR PUSTAKA
AHA. (2005). Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Part 4: Adult Basic Life Suppart. Circulation 2005; 112:IV-19-IV-34 Ajeng Kumoratih M.Kes. (2012). Panduan Praktis P3K (pertolongan pertama pada kedaruratan). Surakarta: Mahkota Kita Alimurdianis. (2010). Diagnosis dan piñata laksanaan sinkop kardiak. Skripsi. Naskah tidak dipublikasikan. Sub Bagian Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran UNAND, Padang. Indonesia Boswick, John A. (2010). Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC Cresswell, J.W. (2013). Qualitative inquiry & research design: Choosing among five approach. Thousand Oaks: Sage Publication Ltd. David b. (2010) vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi: bagaiman mencegah dan mengatasinya?. Jurnal PDGI, 59 (1), 8-13 Huriawati Hartanto. (2003). Buku Saku Diagnosis Banding Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Hipokrates Fatwa Imelda. (2009). Oksigenasi dan Proses Keperawatan. Tesis. Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatra Utara
Fuentes VL. (2012). Pre-hospital care medicalcontrol protocols and procedures. Italy. Rimini Gunarsa, Singgih. (2008), Psikologi Perawatan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hanif Lyonnais. (2012). Metode Pencarian Lintasan Terpendek Graf untuk Evakuasi Bencana. Makalah IF2091. 1-4 Hardisman. (2014). Gawat Darurat Medik Praktis. Yogyakarta: pustaka baru Hidayat. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia, aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Iskandar. (2011) Pedoman Pertolongan Pertama yang Harus Dilakukan Saat Gawat dan Darurat Medis. Yogyakarta: Mitra Setia Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005). Jakarta: Balai Pustaka. Khadilkar, et al. (2013). ‘ Are Syncopes in sitting and supine Position Diferent? Body Position Syncope :A Study Of III Patients’, Indra original article Kuhre W. (2009). Sertifikasi ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan. Jakarta: PT Bukit Terang Paksi Galvanizing Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J, Harrison’s. (2011). Internal Medicine, Part 11 Section 2. Edisi ke-18. New York: Mc Grawhill
Malamed SF. (2007). Medical emergencies in the dental office. (edisi 6). Mosby: St. Louis. Martin GJ, Adam SL, Martin HG. (2005). Prospective Evaluation of Syncope. Ann Emerg Med 13:499 Martunus. (2013). peran pelaksana usaha kesehatan sekolah dalam kesehatan anak SD Negri No.026 Simpang Tiga Kecamatan Loa Janan Ilir. Ejournal, 1 (2), 51-64 Ns.Paula Krisanti, S.Kep, MA. et al. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: CV. Trans Info Media Nursalam. (2008). Konsep dan peranan metodologi penelitian ilmu keperawatan pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Notoadmodjo,S. (2003) Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Peratuaran Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2007). No 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah. Polit, D.F., Beck, C.T and Hungler, B.P. (2006). Nursing research: Principles and methods. 7th edition.Philadelpia.Lippincott William and willkins
Rahardjo E. (2001). Primary Trauma Care Manual. Buku Pendamping Petunjuk Tehnik. Komplikasi & Editing, World Federation of Societes of Anaesthesiologists (WESA). Robson, C. (2011). Real World Reasearch, 3rd ed. West Sussex: Willey. Sarwono, S. W. (2004) Psikologi Remaja. (Edisi 8). Jakarta: Raja Grafindo Pustaka Saubers, Nadin (2011), Semua yang Harus Anda Ketahui Tentang P3K. Yogyakarta: , Mitra Setia Setiadi. (2013). Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Smith, Tonu (2006). Dokter Dirumah Anda. Jakarta: Dian Rakyat Soenarjo.(2002). Usaha Kesehatan Sekolah. Bandung: Remaja Rodas karya Steinberg LA, Knilans TK (2005). Syncope in children: diagnostic testshave a high cost and low yield. J Pediatr, 146, 355-358. Steven dkk (2000). Ilmu Keperawatan. Jakarta: EGC Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suma’mur P.K. (2006). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV Haji Masagung
Sutopo, HB. (2006). Metodelogi Dasar Teori dan Terapannya dalam penelitian, Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret. Wawan, A & Dewi, M. (2011). Teori & Pengukuran Pengetahuan
Sikap
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika Wieling W, Ganzeboom KS, Saul JP (2004). Reflex syncope in children and adolescents. See comment in PubMed Commons below Heart, 90: 1094-1100. WHO. (2003). Risk Factor Blood Presure. World Health Organitation Yati Afriyanti Imami, N,R. (2014). metodologi penelitian kualitatif dalam riset keperawatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.