Jurnal EducatiO Vol. 6 No. 2, Desember 2011, hal. 103-128
PERAN GANDA WANITA DAN TINGGINYA ANGKA PERCERAIAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI PADA MASYARAKAT AIKMEL – LOMBOK TIMUR) Badarudin & Jujuk Ferdianto STKIP Hamzanwadi Selong, email:
[email protected]
ABSTRAK Artikel ini membahas tentang upaya penggalian yang mendalam terhadap permasalahanpermasalahan yang dihadapi para istri pekerja migran dan hubungannya dengan tingginya angka perceraian di wilayah Aikmel-Kabupaten Lombok Timur. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan status perkawinan disebabkan faktor geografis tempat suami bekerja, dan pengucapan kalimat taqlik perjanjian perkawinan apabila seorang suami melalaikan tugas dan tanggungjawabnya. Kondisi yang demikian menyebabkan para istri banyak mengalami perubahan status perkawinannya menjadi jamal (bebalu gantung atau bebalu bersih). Perubahan status berganti pula peranan wanita sebagai kepala keluarga dan tulang punggung perekonomian keluarga. Diperlukan peningkatan peran perempuan dalam pembangunan dengan masih rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan, yang antara lain ditandai oleh rendahnya nilai IPG; tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan; serta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender daerah. Kata Kunci: peran ganda wanita, perceraian
ABSTRACT This article discusses the efforts of a deep excavation to the problems faced by the wives of migrant workers and their relation to the high divorce rate in the region Aikmel-East Lombok. The study used a qualitative approach, whereas the method used is descriptive. The results showed that changes in marital status due to geographic factors where the husband works, and the pronunciation of words taqlik nuptial agreement if a husband dereliction of duty and responsibility. Such conditions cause many wives marital status be changed jamal (bebalu hanging or bebalu net). Change of status also changed the role of women as heads of households and economic backbone of the family. Necessary to increase the role of women in development with the low quality of life and the role of women in various fields of development, which among other things is characterized by a
Badarudin & Jujuk Ferdianto
low value of IPG; high violence against women; and weak institutional and gender mainstreaming regional network. Keywords: multiple roles of women, divorce
PENDAHULUAN Secara geografis wilayah Aikmel terletak di bagin Timur kota Selong (ibu kota) kabupaten Lombok Timur. Dinamakan Aikmel berasal dari kata aik yang berarti air dan mel yang berarti dingin, jadii Aikmel artinya air yang dingin. Penamaan ini sesuai dengan letak wilayah tersebut tepat di kaki gunung Rinjani. Kekayaan alam berupa lahan pertanian yang subur dan sumber air yang melimpah, memberikan kontribusi secara ekonomi wilayah tersebut.
Namun demikian wilayah Aikmel telah mendapatkan sentuhan arus globalisasi yang mengarah pada model pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin. Pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin ini dipengaruhi peluang kerja yang ada. Kaum wanita biasanya membantu pekerjaan kaum laki-laki baik di rumah maupun di sawah atau ladang. Terdesaknya kebutuhan ekonomi dan pengaruh secara langsung dari globalisasi menyebabkan kaum laki-laki banyak meninggalkan pekerjaannya semula dengan alih profesi menjadi buruh migran. Berprofesi menjadi buruh migran mengandung konsekuensi dengan meninggalkan keluarga dalam waktu yang bertahun-tahun. Sedangkan kaun wanita otomatis menjadi kepala rumah tangga menggantikan peran kaum laki-laki, serta menjadi tulang punggung keluarga. Peran ganda inilah yang menjadi sorotan dalam penelitian.
Wanita dalam melakukan peran ganda tersebut sebagai tokoh penentu segala kebijakan dalam rumah tangga. Profesi yang digeluti sangatlah beragam tergantung dari kondisi fisik, tersedianya lahan pertanian, dan potensi yang terdapat dalam keluarga asal wanita. Keanekaragaman profesi istri pekerja migran yang biasa oleh masyarakat disebut istilah “jamal” kepanjangan dari janda Malaysia. Penyebutan terhadap istri pekerja migran karena suaminya banyak yang ke Malaysia sebagai negara tujuan.
104
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
Latar pendidikan para wanita (jamal) rata-rata setingkat SD/MI s.d. SMP/MTs., bahkan ada beberapa yang lulusan SMA/MA s.d. drop out dari perguruan tinggi. Profesi yang dijalani dari para wanita tersebut adalah: (1) Buruh kasar:
Kuli angkut material
bangunan, buruh pertanian, dan peladen; (2) Berdagang; (3) Buruh umbak (momong anak bayi); (4) PSK (Pekerja Seks Komersial).
Beragamnya profesi tersebut sebagai akibat tuntutan kehidupan dibidang ekonomi, untuk menghidupi dirinya dan anak-anak yang ditinggalkan oleh kaum laki-laki yang menjadi buruh migran. Menjalani profesi tersebut sifatnya sementara sebelum mendapatkan kiriman dari sang suami. Satu hal yang paling memprihatinkan adalah yang berprofesi sebagai PSK (Pekerja Seksual Komersial), berprofesi seperti itu akibat tidak tahannnya nilai iman dan kesetian dalam ikatan perkawinan. Kasus yang muncul di KUA (Kantor Urusan Agama) perceraian akibat, perselingkuhan, hamil akibat selingkuh, dan kasus ketidak jujuran penggunaan nafkah suaminya.
Kedudukan Wanita di Lombok Apabila seluruh keluarga baru terbentuk sebagai akibat perkawinan, maka keluarga baru tersebut tidak seluruhnya langsung menempati rumah tersendiri. Ada tiga kemungkinan yang umum dalam hal adat menetap sesudah kawin antara lain :Bale mesaq (rumah sendiri), Nyodok (numpang), dan Nurut Nina (ikut rumah keluarga istri).
Bale Mesaq artinya rumah sendiri, yakni rumah yang dibagun oleh suami sejak sebelum perkawinan. Rumah tersebut biasanya dibagun di samping rumah orang tuanya jika pekarangan memungkinkan. Tetapi kadang-kadang dibagun dipekarangan lain yang dibelikan oleh orang tua pengantin laki.
Nyodoq atau numpang pada keluarga laki-laki atau keluarga ayah seringkali terjadi apabila perkawinan-perkawinan tidak didahului dengan mempersiapkan perumahan. Tetapi tinggal di rumah ayah pengantin laki-laki tidak disebut nyodok, karena dianggap rumah tersebut juga adalah milik anggota keluarga termasuk pengantin dan istrinya. 105
Badarudin & Jujuk Ferdianto
Nurut nina artinya ikut istri. Si suami baik atas kemauannya sendiri atau atas kemauan pihak istrinya tinggal di rumah ayah istrinya atau dirumah keluarga istrinya. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan suami mengikuti adalah sebagai berikut :
Nyerah diriq, nyerah hukum atau menempon. Bila perkawinan antara si pengantin lakilaki dan si pengantin wanita dilakukan dengan cara nyerah hukum, biasanya si suami setelah perkawinan langsung tinggal di rumah istrinya. Kedudukan sosial si suami dalam hal ini lebih rendah. Kenyataan karena cara nyerah hukum itu sendiri dilakukan berdasarkan keadaan ekonomi yang lemah, pada hal istrinya mencintainya atau orang tua istrinya membutuhkan tenaganya untuk membantu bekerja di sawah. Ini kemungkinan besar bahwa keluarga atau orang tua si istri memang tidak punya anak laki-laki yang dapat membantu bekerja atau menggantikan kepala keluarga bila si ayah meninggal dunia.
Si suami dan istri tinggal di rumah orang tua suami, tetapi oleh karena perpecahan dalam keluarga tersebut oleh hal-hal yang sepele, secara tidak langsung suami istri itu diusir dari rumah orang tuanya. Misalnya dengan tidak menegur atau menyindir. Si istri biasanya sangat peka dengan keadaan tersebut akhirnya mengajak suaminya pergi dari rumah mertuanya dan membawa suaminya tinggal di rumah keluarga atau orang tua istrinya.
Suami yang tinggal di rumah istri/keluarga istri disebut nurut nine, biasanya bersikap rendah diri dan selalu ingin melepaskan dirinya dari keadaan demikian. Karena pada umumnya suatu masa depan harus dimulai di rumah suami atau keluarga suami, bukan keluarga istri. Si suami ingin melepaskan diri dari pergunjingan masyarakat yang kadangkadang menuduhnya sebagai berada di bawah kekuasaan si istri, bertentangan dengan adat yang umum di lombok.
Kedudukan wanita di lombok biasa kita lihat juga dari sistem pembagian harta warisan yang digunakan. Dalam pembagian harta warisan ada pepatah yang sangat terkenal yakni “Selembah tipaq mama sepoto tipaq nina” artinya sepikul untuk anak laki-laki dan 106
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
sejunjung atau setengah pikul untuk anak wanita. Dasar pembagian dengan cara demikian memang dilaksanakan tetapi demi menjaga persatuan dan kesatuan keluarga maka pembagian tersebut tidak dilakukan secara jelas menurut satu lawan setengah melainkan dengan cara soloh artinya pembagian yang didasarkan pada kemauan bersama tanpa menghitung bagian msing-masing. Dalam sistem soleh ini seseorang mendapat bagian yang lebih banyak dari bagian yang lain ataupun yang mendapat bagian lebih sedikit sekali tidak menaruh keberatan.
Seringkali harta warisan tidak dibagi secara pasti, tetapi dengan cara membagi misalnya disawah, kebun atau ladang yang merupakan boedel dari orang tua mereka yang telah meninggal dunia. Dalam hal ini demikian anak-anak wanita diberikan pesangon yakni sejumlah ikat suaminya dan dengan demikian tidak ikut bekerja di tanah warisan tersebut, tetapi bukan berarti ia tidak berhak atas harta warisan tersebut (Depdikbud, 1979).
METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah deskriptif. Jadi penelitian ini masuk dalam kategori penelitian deskriptif kualitatif. Adapun metode yang diterapkan adalah sebagai berikut. Sesuai dengan judul penelitian maka subjek penelitiannya dibatasi pada masyarakat Aikmel di wilayah Kabupaten Lombok Timur, tepatnya di kecamatan Aikmel yang terdiri dari 9 desa, yaitu: desa Aikmel, desa Aikmel Utara, desa Kembang Kerang, desa Kalijaga, desa Kalijaga Selatan, desa Kalijaga Timur, desa Lenek tengah, desa Lenek Lauq, dan desa Lenek aya. Kesembilan desa tersebut memiliki data pendukung yang urgen dalam penelitian ini.
Sedangkan untuk pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi, serta kepustakaan. Keempat teknik ini secara serempak akan difungsikan di lapangan guna mendapatkan data yang akurat dan lengkap.
Analisis data menggunakan teknik komparasi dengan menggunakan parameter deskripsi data yang terdapat dalam laporan kasus dan data kependudukan di sembilan desa.
107
Badarudin & Jujuk Ferdianto
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Sosial dan Budaya Kondisi sosial dan budaya masyarakat pertama-tama dapat dilihat dalam pergaulan sehari-hari. Dalam tata pergaulan, bahasa yang digunakan sangat penting untuk diketahui, sebab dengan pengungkapan bahasa, selain bahasa sebagai alat komunikasi paling efektif di masyarakat, namun juga ada hubungannya dengan tata kelakuan di lingkungan pergaulan warganya, seperti dalam pemakaian bahasa Sasak-Lombok, perlu diperhatikan tingkat-tingkat penggunaanya. Secara tradisional masyarakat Sasak dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: Perwangse, Kawula (Jajar Karang/Bulu Ketujur), dan Panjak. Sehingga dari penggolongan ini bahasa yang digunakan juga berbeda-beda (Mahyuni, 2001, dan Cederroth, dalam Kementerian Penerangan RI, t.t: 128).
Mengenai bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Wilayah Aikmel, dalam suasana tidak resmi adalah bahasa Sasak dengan dialek meno-mene dengan lafal apebase. Demikian pula bahasa Indonesia, pada umumnya digunakan pada pertemuanpertemuan formal, khususnya di sekolah-sekolah, akan tetapi dalam pertemuanpertemuan seperti dalam sarasehan atau pertemuan yang diselenggarakan pada tingkat desa, dasan, rukun tetangga (RT), dan rukun warga (RW), masing sering menggunakan Bahasa Sasak, maka dengan demikian perilaku hidup masyarakat Wilayah Aikmel dapat digambarkan sebagai berikut: a. Siklus Hidup Masyarakat Wilayah Aikmel yang tinggal di desa maupun dasan masih beranggapan dan memegang kuat, bahwa tiap perubahan yang fundamental hidup seseorang perlu di‘selamet’kan, agar perubahan-perubahan tersebut mendapat keberkahan. Perubahan tersebut terjadi secara bertahap dalam kehidupan manusia, baik berdasarkan usia, mata pencaharian, pangkatan dan lain sebagainya. Semua itu sebagai suatu tahapan atau langkah yang penuh ujian dan membahayakan, maka perlu setidak-tidaknya diiringi do’a, agar tidak berakibat buruk kepada dirinya, seperti do’a selamat, haul, dan lain sebagainya berupa permohonan perlindungan atau keselamatan dari Allah Swt., khusus mengenai siklus hidup perorangan dikalangan masyarakat Aikmel 108
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
terbagi dalam beberapa tahap sesuai dengan kejadian-kejadian penting dalam usiausia tertentu dalam hidupnya, terjadi dan dijalani sekali saja dalam hidup. Adapun mengenai tahapan-tahapan tersebut, yaitu: 1. Retes embet (selamatan perut) atau melak tangkel (memecahkan tempurung). Upacara bagi kandungan pertama setelah berumur tujuh bulan, maka diadakan selamatan perut untuk keselamatan ibu dan janin di dalam kandungan, agar kelahiran bayi dan ibunya selamat. Selamatan ini disebut dengan melak tangkel, atau identik dengan tingkepan (Jawa) atau peled kandung (Madura). 2. Molang mali’ (buang abu atau perak api). Upacara untuk menjaga kesehatan bayi pada usia 7 sampai 9 hari setelah dilahirkan, kemudian pemberian nama. 3. Bekuris (potong rambut). Upacara yang dilaksanakan setelah bayi berumur 44 hari. 4. Turun tana’ (turun tanah). Upacara saat bayi berumur 7 bulan dan mau menginjak tanah pertama kali. 5. Nyunatang (khitanan). Upacara khitanan untuk anak laki-laki, dilaksanakan secara bervariasi sesuai dengan kesiapan orang tuanya. 6. Khataman Qur’an. Upacara bagi anak yang sudah mau akan tamat mengaji Qur’an, biasanya diringi dengan memberikan sesuatu kepada tuan guru atau guru ngaji sebagai ucapan syukur. 7. Mapahang gigi (potong gigi). Bagi remaja, khusus wanita menjelang perkawinan.
Siklus hidup di atas, masih dipertahankan oleh masyarakat Wilayah Aikmel sebagai suatu sistem yang masih bersifat turun temurun, meski pada dasarnya telah terjadi pergeseran dan perbenturan sistem nilai-nilai lokal dengan arus globalisasi yang melanda masyarakat saat ini.
b. Perkawinan dan Kekerabatan Adapun sistem perkawinan yang berlaku pada masyarakat Wilayah Aikmel yang masih berkembang, yaitu dengan cara sebagai berikut: perondongan (perjodohan), merarik lamar (kawin lamar), dan selarian (kawin lari). Adapun maksud dari caracara tersebut Pertama, seorang anak sudah dijodohkan semasa anak-anak karena 109
Badarudin & Jujuk Ferdianto
adanya ikatan kekeluargaan atau persahabatan. Anak yang sudah dijodohkan akan diberitahu pada saat pernikahan telah dekat, karena sifat kawin ini terpaksa, dan model kawin ini disebut dengan pertama, kawin tadong; kedua, merarik lamar. Bentuk perkawinan yang oleh sebagian orang dalam masyarakat Aikmel yang tidak memperkenankan adat midang (apel), sehingga dalam proses pacaran memakai seorang subandar (perantara), kemudian setelah merasa sudah akrab baru diadakan proses lamaran, dan Ketiga, selarian (kawin lari). Sistem perkawinan ini paling umum di pulau Lombok, termasuk di Aikmel sistem perkawinan ini masih berlaku dari dulu sampai sekarang.
Secara umum, pengaruh adat dan orang tua memegang peran penting dalam masalah perkawinan di dalam kehidupan masyarakat Aikmel, terutama dalam kehidupan masyarakat di kalangan bangsawan dan tuan guru, karena perkawinan masih terikat dengan agama, penentuan hari baik dan masalah keturunan, sedangkan sistem kekerabatan Scott (1993: 19) mengungkapkan sebagai berikut: …. kesatuan kekerabatan sering pula disebut kelompok kekerabatan (kingroup) yang diartikan sebagai suatu bentuk kesatuan manusia yang terikat oleh unsurunsur tertentu, terutama ikatan kekerabatan, baik karena hubungan darah (genealogis) maupun karena hubungan perkawinan. Ikatan kekerabatan merupakan satu-satunya unit yang bersifat biologis, merupakan jaringan yang paling kohesif dan handal. Ikatan kekerabatan merupakan model ide solidaritas bagi unit-unit perlindungan lain. Dapat diketahui sistem kekerabatan masyarakat Wilayah Aikmel berdasarkan atas hubungan patrilineal dan diiringi dengan pola mantap patrilikal. Kesatuan kekerabatan sangat penting artinya dikalangan masyarakat Wilayah Aikmel, karena sistem ini lebih besar dibandingkan dengan keluarga batih yang dalam bahasa Sasak-Lombok disebut dengan kadang waris. Kadang waris adalah suatu kelompok yang bersifat patrilineal, dalam sistem ini rumah dianggap sebagai suatu sistem kesatuan dari laki-laki yang telah kawin.
Suatu rumah di Wilayah Aikmel biasanya terdiri dari suatu keluarga batih yang bersifat monogami juga sering ditambah dengan anak-anak yang menumpang atau
110
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
yang masih kerabat atau anak akon (anak angkat). Karena poligini diizinkan maka ada juga keluarga batih yang bersifat poligini, apabila seorang anak-anak laki yang sudah kawin, maka ia akan membuat rumah baru di sekitar rumah orang tuanya, maka rumah tangga yang sudah tua terdiri dari keluarga senior dan keluarga yunior hidup bersama dalam suatu komplek suntran atau suteran (perumahan). Tiap-tiap keluarga batih, merupakan keluarga luas di dalam sebuah desa dan saling menjalin hubungannya (kendang jari atau kadang jari).
Keluarga atau koren pada masyarakat Wilayah Aikmel terjadi akibat perkawinan. Kesatuan ini mengurus ekonomi rumah tangga. Suatu rumah tangga terdiri dari satu keluarga inti atau lebih, sedangkan di kalangan suku Bangsa Sasak secara umum, termasuk Wilayah Aikmel keluarga muda yang baru kawin sering menumpang pada yang tua, dan salah satu pihak untuk beberapa waktu atau sampai keluarga muda itu mempunyai anak. Bagi masyarakat Wilayah Aikmel, keluarga muda tinggal di pusat kerabat suami, jarang sekali yang tinggal dilingkungan kerabat istri. Bagi keluarga yang tinggal di lingkungan keluarga istri (uxorilokal) disebut bau isi’penjepit atau bau isi’pemanggang. Dalam suatu rumah tangga terdapat ibu, ayah, dan anakanaknya, mungkin juga anak tirinya atau anak angkatnya (anak peras).
Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak lebih dekat dengan ibunya, malah dalam sistem pendidikan tradisional anak-anak dilatih dan dididik supaya jangan terlalu dekat hubungannya dengan ayahnya. Anak-anak berkumpul dengan ayahnya hanyalah bila perlu saja. Pada waktu makan anak-anak makan bersama ibunya, dan pada waktu ayahnya makan mereka harus menjauh. Tertib sopan santun terhadap ayahnya sangat diperhatikan jika dibandingkan dengan sikap, tertib sopan santun terhadap ibu mereka, akibatnya ayah menjadi berwibawa dan disegani oleh anakanaknya. Tertib dan sopan santun yang demikian itu dimulai sejak anak-anak mulai memahami tentang salah dan benar.
Dengan demikian hubungan dengan di luar keluarga, karena masyarakat Wilayah Aikmel hidup dari bercocok tanam, berternak, dan nelayan hal ini dapat dilihat dari 111
Badarudin & Jujuk Ferdianto
pola perkampungan-pola perkampungan terpencar, maka Wilayah Aikmel terdiri dari sekumpulan dasan (dusun, kampung). Dasan bukanlah merupakan kesatuan hukum, dasan terdiri dari gubug-gubug. Tiap-tiap gubug merupakan kesatuan
kerabat
(genealogis), antara gubug yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh pengorong (lorong atau pagar hidup). Di dalam tiap-tiap gubug terdapat beberapa buah rumah keluarga yang satu sama lain mempunyai ikatan kekerabatan karena tunggal darah.
c. Pewarisan Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilihan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan beberapa bagiannya masing-masing. Dalam terminolog fiqh biasanya dikemukakan pengertian kebahasaan. Pewarisan berasal dari kata waris, berasal dari kata bahasa Arab, warasa, bentuk jamaknya adalah mawaris yang berarti harta peninggalan orang yang meninggal yang akan dibagikan kepada ahli waris, sedangkan pengertian terminologi, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap yang berhak.
Menurut Ash-Shiddieqy (2000: 8), bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur siapa-siapa orang yang mewarisi dan tidak mewarisi, bagian penerimaan setiap ahli waris dan cara-cara pembagiannya, sedangkan Projodikoro (1983: 13) mengemukakan bahwa warisan adalah soal apa dan bagaimana pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Hukum kewarisan sering dikenal dengan istilah faraid. Faraid merupakan bentuk jamak dari kata tunggal faridah, artinya ketentuan. Hal ini karena dalam Islam, bagian-bagian warisan yang menjadi hak ahli waris telah dibakukan dalam al-Qur’an, meskipun dalam relasinya sering tidak tepat secara persis nominalnya.
Ahli waris dibagi menjadi dua macam, yaitu ahli waris nasabiyah dan ahli waris sababiyah. Adapun maksudnya yang pertama, ahli waris nasabiyah, yaitu ahli waris 112
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
yang hubungan kewarisannya didasarkan karena hubungan darah (kekerabatan), dan kedua, ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya karean sesuatu sebab, yaitu sebab pernikahan dan memerdekakan budak. Menurut sebagian madzhab Hanafiyah, karena sebab perjanjian, di Indonesia tidak lagi begitu populer, karena hampir tidak pernah diketahui ada yang mempraktikkannya, maka sistem pewarisan yang berlaku pada masyarakat Lombok, termasuk di Aikmel berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumnya yang masih berorientasi pada hukum adat. Di kalangan masyarakat Lombok hukum waris Islamlah yang sangat menentukan, sehingga penyelesaian sengketa waris selalu melalui pengadilan agama, akan tetapi tidak menutup cara-cara penyelesaian hak waris yang lain selama hal tersebut dikehendaki oleh semua pihak yang bersangkutan (ahli waris) dan tidak menimbulkan konflik. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam harta “bawaan” suami dalam perkawinan. Jika terjadi perceraian maka harta tersebut dapat dibawa pulang kembali.
Pada umumnya sistem warisan di kalangan masyarakat
Aikmel masih mengikuti
sistem warisan Islam. Tujuan utamanya untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan tentang timbulnya konflik dikemudian hari. Oleh karena itu dalam penyelesaian para ahli waris dihadapkan dengan sanksi-sanksi rohani (hukum Allah Swt), yang tidak memungkinkan terjadinya gugatan-gugatan dikemudian hari, kalau si penggugat (turunan ahli waris) tidak ingin diasingkan oleh masyarakat muslim di Aikmel.
d. Stratifikasi Sosial Menurut Cederroth (Kementerian Penerangan RI, t.t.: 128), stratifikasi masyarakat Sasak digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Pertama, golongan Perwangsa, merupakan golongan bangsawan yang terbagi lagi berdasarkan gelar kebangsawanan yaitu Datu, Raden; Kedua, golongan Kawula (Jajar Karang), petani bebas yang terdiri atas kelas Lupat dan Pengayah, dan Ketiga, Panjak, yaitu kelompok petani yang menjadi klien seorang patron. Dahulunya adalah petani dari daerah taklukan yang dipekerjakan di tanah bangsawan. Namun masyarakat Sasak di Wilayah Aikmel terbagi atas tiga golongan berasarkan stratifikasi sosial tidak resmi yaitu 113
Badarudin & Jujuk Ferdianto
bangsawan tertinggi (Perwangse), bangsawan menengah (Lalu/Bapa/Buling) dan kelompok masyarakat biasa (Jajar Karang).
Sistem strata ini telah menempatkan masyarakat Sasak dalam hal kepemilikan tanah sesuai dengan stratifikasi sosialnya. Golongan tertinggi dan menengah kelompok pemiliki lahan
adalah
pertanian yang luas tanahnya berhektar-berhektar.
Sementara golongan jajar karang hanya memiliki luas tanah sekitar 20 are sampai tiga perempat hektar. Sedikitnya penguasaan tanah mereka banyak disebabkan oleh tanah tersebut hanya dikerjakan oleh satu keluarga saja, sehingga kekurangan tenaga kerja. Untuk menambah pendapatan keluarga, kelompok jajar karang bekerja di lahan para bangsawan dengan sistem bagi hasil.
Pada masa sekarang, sistem stratifikasi sosial tersebut pada beberapa daerah di Lombok Timur sudah ditinggalkan, karena
dirasa sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman, selain itu kemajuan di bidang pendidikan turut mempengaruhi terabaikannya stratifikasi tersebut. Hubungan sosial yang ada menjadi lebih terbuka dan pembatasan berdasarkan garis keturunan tidak lagi menjadi penentu. Dominasi golongan perwangse mulai bergeser dengan munculnya kelompok masyarakat terpelajar. Dengan demikian untuk masyarakat yang tinggal di Wilayah Aikmel stratifikasi sosial ini sudah mengalami pergeseran dan didominasi oleh kelompok intelektual dan cendikiawan.
e. Organisasi Sosial Wilayah desa ini terbagi ke dalam beberapa dusun disebut dengan istilah dasan atau gubuk. Letak antara kampung satu dengan kampung lainnya terpisah oleh sawah, ladang, dan sungai. Pemukiman penduduk terletak di tanak gubuk, yang tidak jelas batas-batas pekarangannya, tidak seperti pemukiman orang-orang Bali di Lombok Barat yang memiliki batas-batas yang jelas, yaitu pekarangan dengan lorong-lorong atau gang yang teratur. Selain itu, setiap dasan selalu dilengkapi dengan sarana peribadatan yaitu masjid yang jumlahnya lebih dari satu serta sebuah kompleks makam. 114
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
Suku bangsa Sasak di Wilayah Aikmel tidak berasal dari satu nenek moyang yang sama (giucalogis), tetapi merupakan masyarakat teritorial. Mereka terikat dalam satu kesatuan hunian yang sama di bawah pimpinan seorang kepala desa. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975, desa dipimpin oleh seorang pemekel (kepala desa). Di setiap dasan (dusun) dibantu oleh jerowarah (pembatu) dan beberapa orang pemeket (Hansip). Masyarakat yang mendiami wilayah Wilayah Aikmel di sebut kanoman. Semua unsur tersebut tergabung dalam krama desa untuk di tingkat desa dan krama gubuk untuk tingkat dusun (Arzaki, 2001: 18-20, Amin, 1997: 181).
Selain itu, di setiap dusun mempunyai dua organisasi sosial, yaitu subak dan banjar. Subak adalah organisasi yang mengatur pengairan daerah persawahan dari sumber mata air yang sama. Semua kegiatan tersebut dilakukan di bawah pimpinan seorang pekasih. Pekasih ini dipilih berdasarkan musyawarah subak yang disebut dengan sangkepan. Kriteria seorang pekasih adalah mampu bersikap jujur, adil, dan bijaksana, untuk seorang
pekasih
diberikan sebidang
tanah pecatu
sebagai
kompensasi atas tugas yang diembannya (Arzaki, 2001: 18, Amin, 1997: 58-59).
Banjar adalah organisasi dalam penyelenggaraan adat atau urusan kemasyarakatan, namun kewenangan banjar hanya menyangkut urusan kematian dan perkawinan. Setiap bulannya para anggota banjar diwajibkan untuk menyerahkan iuran. Iuran ini nantinya akan digunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan kegiatan perkawinan dan kematian. Saat ini besarnya iuran ditentukan oleh kepala dusun, dengan mempertimbangkan keadaan ekonomi warganya. Pimpinan perkumpulan yang disebut ketua banjar dipilih melalui musyawarah anggotanya (guremi) dengan cara aklamasi, sedangkan pekasih, ketua banjar tidak diberikan kompensasi apapun atas tugas yang diembannya (Amin, 1997: 183).
115
Badarudin & Jujuk Ferdianto
f. Agama Sebelum agama Islam masuk di Lombok, masyarakat Sasak merupakan komunitas yang telah memiliki kepercayaan lama, seperti pemujaan kepada roh nenek moyang. Pemujaan terhadap benda-benda dan tempat-tempat yang dianggap memiliki kekuatan ghaib merupakan sistem religi pra Islam. Selain itu, hubungan politik dengan Majapahit juga telah menyebabkan beberapa masyarakat yang tinggal di pulau Lombok telah memeluk agama Hindu, ada juga yang memeluk agama Boda (bukan Budha). Reaksi dari gagasan
lokal terhadap Islam mau tidak mau ikut
memberikan corak dari bentuk Islamisasi yang ada. Misalnya munculnya sinkritisme antara Islam dengan religi lokal yang telah berakar kuat (Haris, 2002: 15).
Proses Islamisasi
di Lombok berkisar antara abad ke-15 sampai ke-17 yang
dilakukan oleh Pangeran Prapen dari Giri (Gresik). De Graff menyatakan bahwa pada paruh kedua abad ke-16 merupakan fase kemakmuran Giri (Gresik) sebagai pusat peradaban pesisir Islam sekaligus pusat ekspansi Jawa di bidang ekonomi politik di Indonesia Timur. Ekspansi ke Lombok tersebut berkaitan erat dengan usaha memperluas kekuasaan rohani serta hubungan dagang lewat laut ke arah timur (Haris, 2002: 16).
Penaklukan Islam terhadap Lombok tampaknya tidak terlalu sukses dari segi rohani, kendati pun secara kultur pengaruh Jawa cukup berhasil, hal ini nampak dari situasi keagamaan masyarakat Sasak sampai abad ke-20 masih banyak ditemukan agama Boda dan Islam Wetu Telu. Fenomena beragama masyarakat Lombok menunjukkan ciri yang sangat khas, karena adanya varian agama Islam, yakni Islam Wetu Telu. Ajaran Islam Wetu Telu masih menunjukkan adanya unsur sinkritis antara ajaran Islam dengan ajaran pra Islam, baik yang bersifat hinduisme, animisme, dan dinamisme, maupun yang bersifat sufistik (Haris, 2002: 21).
Semua penduduk Wilayah Aikmel beragama Islam dan agama Islam ini dijadikan sebagai sumber petunjuk moral yang mengontrol dan membatasi perilaku masyarakat. Tujuannya adalah mengarahkan dan menuntun masyarakat pada jalan 116
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
yang benar, jalan yang membimbing masyarakat menuju keselamatan di dunia dan akhirat, selain itu agama Islam diyakini oleh masyarakat Wilayah Aikmel menjadi penerang dalam menciptakan dan menata lingkungan hidup yang harmonis dikalangan penduduk dan pemeluk agama lain.
Penduduk Wilayah Aikmel sebagian besar memeluk agama Islam dan taat menjalankan syariatnya, serta mayoritas mereka menganut faham
ahlussunah
waljama’ah dengan pengaruh kuat dari organisasi Islam terbesar di Nusa Tenggara Barat yaitu Nahdlatul Wathan (NW). Akan tetapi, pengaruh dari organisasi lain juga ikut mewarnai munculnya keberagaman praktik beragama pada masyarakat Lombok, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Al Banna, Maraqitta’limat, bahkan ada juga penduduk yang meningkatkan ketakwaannya dengan mempelajari ajaran tarekat naqsabandiyah.
Kehidupan beragama pada masyarakat Wilayah Aikmel masih diwarnai kebudayaan pra Islam. Dalam hal ini keharusan adat dan agama hampir tidak dapat dibedakan, dalam kehidupan sehari-hari, bahwa masyarakat Sasak masih mempercayai adanya kekuatan ghaib yang mempengaruhi seseorang. Mereka percaya bahwa seseorang bisa disapa (tesapaq) oleh roh leluhurnya. Sapaan roh leluhur ini dapat menyebabkan seseorang sakit yang berkepanjangan. Peristiwa ini dalam bahasa Sasak disebut dengan ketemuq. Mereka yang ketemuq akan diobati oleh seorang dukun yang disebut dengan belian. Hampir semua peristiwa dalam lingkaran hidup disertai dengan selamatan, mulai dari kelahiran, kematian, potong rambut, khitanan, perkawinan, bayar kaul (nazar), tolak bala, berangkat haji, usai panen, memperoleh keuntungan yang diharapkan ataupun yang tak terduga. Selamatan ini dihadiri oleh tetangga dan kerabat terdekat yang tinggal sekampung dengannya, upacara selamatan itu disebut biasanya diadakan dengan tahlilan, yang dipimpin oleh seorang tuan guru.
117
Badarudin & Jujuk Ferdianto
2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya angka perceraian Faktor ekonomi menjadi pendorong masyarakat kecamatan Akmel pergi merantau ke malaysia karena faktor ekonomi dianggap sebagai faktor “built-in” dalam merantau. Salah satu diantara alasan primordial untuk merantau adalah perjuangan ekonomi. Secara tradisional sekalipun sawah cukup banyak untuk kelangsungan hidup keluarga orang muda selalu didoring untuk pergi merantau mencari rizki hingga ia nanti sanggup berdiri sendiri untk menghidupi keluarganya bila datang masanya untuk berumah tangga.
Dorongan untuk merantau karena alasan ekonomi akan lebih kuat terasa bila sawah tidak mencukupi lagi. Dengan demikian daerah dimana jumlah sawah masih cukup untuk melangsungkan hidup sehari-hari kecendrungan untuk merantau tidaklah tinggi, sedangkan didaerah mana jumlah sawah yidak cukup lagi kecendrungan untuk merantau tinggi. (Naim, 1979)
Alasan ekonomi diantaranya yaitu sempitnya lahan pertanian, tidak punya lahan dan kurangnya pekerjaan diluar pertanian. Selebihnya informan dengan alasan mencari pengalaman dan mengisi waktu luang untuk pergi merantau ke malaysia. Hal ini memang beralasan karena di kecamatan Aikmel sektor pekerjaan yang paling dominan adalah sebagai buruh tani dibandingkan dengan sektor l-sektor lainnya.
Sementara pekerjaan di sektor pertanian ini meiliki berbagai kekurangan seperti upah yang kecil di kecamatan Aikmel rata-rata Rp. 5.000 s.d. 15.000 per hari. Dengan upah sebesar ini tentu mereka hidup pas-pasan bahkan akan kekurangan bila dibandingkan dengan harga kebutuhan yang tinggi. Kemudian pekerjaan di sektor pertanian ini juga amat musiman sehingga diperlukan waktu yang relatif lama menunggu sebulum hasil pendapatan bisa dinikmati.kalau menanam padi maka selang waktu yang harus mereka tumggu sekitar 4-5 bulan. Waktu yang sekian lama ini apa yang mereka harus perbuat untuk menghidupi keluarga mereka. Kemudian juga usaha pertanian banyak mengandung resiko seperti panen gagal, produksi merosot akibat serangan hama dan sebagainya. Kondisi yang seperti inilah bagi masyarakat kecamatan Aikmel 118
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
diperlukan pekerjaan yang memberikan pendapatan diluar sektor pertanian amat besar yaitu salah satu alternatif pergi merantau ke Malaysia.
Adapun alasan mereka memilih Malaysia sebagai daerah tujuan mereka merantau adalah: (1) kodisi prekonomian tetangga mereka yang pernah pergi merantau ke Malaysia seperti keadaan rumah, kepemilikan sawah, dan sebagainya. (2) daya tarik yang dimiliki Malaysia sendiri yang diperoleh dari penuturan beberapa orang yang pernah pergi merantau ke Malaysia yaitu pekerjaan yang dikerjakan sifatnya rutin dan kebanyakan mereka bekerja diperkebunan kelapa sawit, meskipun ada pekerjaanpekerjaan lain seperti bangunan, pertanian dan sebagainya. Mereka memilih pekarjaan di perkebunan kelapa sawit karena tingkat pendidikan mereka umumnya tidak tamat SD. (3) gaji lebih besar bila dibandingkan gaji atau upah yang ada di kecamatan Aikmel. Mereka mandapat upah di Malaysia per harinya lebih memadai juga proses ke Malaysia lebih mudah bila dibandingkan dengan negara-negaralain seperti jepang atau korea. Hal-hal inilah yang mendorong orang di kecamatan Aikmel pergi ke Malaysia seperti faktor ekologi, ekonomi, dan daya tarik yang dimiliki oleh Negara Malaysia itu sendiri.
3. Peran ganda wanita dalam keluarga Proses keberangkatan ke Malaysia dijalaninya , yaitu seteleh mereka mendapat berita tentang Malaysia maka mulailah proses pemberangkatan orang-orang Aikmel ke Malaysia yang melalui beberapa tahapan. a. Tahapan pertimbangan Dalam tahapan ini suami memberitahukan keinginannya umtuk pergi merantau ke Malaysia kepada istrinya maupun kepada anak-anaknya guna meminta pertimbangan dan izin untuk merantau ke Malaysia.
b. Tahap pengambilan keputusan Dalam
tahap
pengambilan
keputusan
ini
mereka
merundingkan
atau
memusyawarahkan tentang keinginan sang suami untuk pergi merantau ke Malaysia, dalam musyawarah ini yang ikut terlibat adalah pihak keluarga laki-laki dan 119
Badarudin & Jujuk Ferdianto
perempuan, sang istri dan suami. Kalau sang suami diizinkan maka dalam musyawarah itu juga sang suami ditaqlek (berjanji) : perjanjian antara suami dan istri apabila sang suamu meniggalkan istrinya, taqlek ini juga sebenarnya sudah dilakukan pada saat akat nikah namun untuk menghindari kehilapan atau lupa maka dalam musyawarah itu juga dilakukan taqlek. Adapun kehilapan atau lupa maka dalam musyawarah itu juga di lakukan taqlek. Adapun bunyi taqlek tersebut adalah : ”Apabila sang suami tidak bisa meberikan napkah lahir dan batin pada istri dalam jangka tiga bulan sampai satu tahun maka istri boleh mengajukan gugatan untuk talaq”. Nafkah lahir berupa pemberian kebutuhan ekoanomi seperti mengirim uang, pakaian dari Malaysia. Sedangkan nafkah batin pengiriman surat atau khabar sang suami kepada istri sebagai bukti perhatian dan kasih sayangnya kepada istri. Talaq ini mempunyai kekuatan hujum agama, sebab dalam fikih sunnah menjelaskan bahwa sang istri berhak menuntut pemisaham atau perceraian, jika suami pergi meninggalkannya sekalipun suaminya punya hasrat sebagai pembayar nafkahnya. Namun dengan syarat-syarat yaitu : 1) Perginya suamu tanpa alasan yang dapat diterima 2) Perginya dengan maksud menyusahkan istri 3) Perginya ke luar negeri dari negeri tempat tinggalnya 4) Lebih dari satu tahun dan istri merasa dibuat susuh (Sabiq dalam Saidah, 1999 : 13 ) c. Tahap pencarian ongkos Dalam tahap ini bagi yang tidak punya sawah untuk di sandak (digadaikan) dan barang-barang untuk dijual maka salah satu jalan untuk mendapatkan ongkos dengan meminjam uang baik pada pihak keluarga maupun orang lain. Sistim peminjamannya berjangka artinya apabila dalam jangka waktu tertentu uang tesebut tidak bisa di kembaalikan maka selanjutnya dibayar dua kali lipat.
d. Tahap penentuan jalur ke Malaysia Dalam tahap ini sang perantau memilih jalur yang akan digunakan apakah akan melalui jalur PT atau Tekong. PT ini biasanya melalui jalan legal yang di sediakan oleh pemerintah maupun suasta. Sadengkan tekong seorang yang sudah pergi dan 120
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
berpengalaman tentang jalan dan keadaan di Malaysia. Tekong ini nanti akn membawa orang-orang ke Malaysia, biasanya dengan jalur menyelundup (ilegal). Bagi masyarakat Aikmel kebanyakan pergi menggunakan tekong dengan alasan proses pembernagkatannya lebih cepat, tidak memerlukan persyaratan yang terlalu banyak.
e. Tahap pamitan Dalam tahap ini sang suami pamit pada pihak keluarga, tentagga dan pada tokoh agama (Tuan guru) yang ada di desanya. Dalam pamitan ketokoh agama dilakukan umtuk meminta petunjuk hari apa yang baik untuk berangkat kemudian doa keselamatan. Kebiasaan ini dilakukan karena adanya anggapan di masyarakat kecamatan Aikmel kalau tidak pamitan akan dapat rintangan diperjalanan. Selain itu juga para perantau di berikan nasehat-nasehat agar ia tetap ingat pada yempat kelahirannya, selalu melaksanakan ibadah, dan ingat kewajiban kepada keluarga yaitu istri dan anak-anaknya.
f. Tahap pemberangkatan Setelah pamitan maka dilakukan pemberangkatan sesuai dengan hari yang telah di tentukan. Sebelum mereka berangkat mereka berkumpul dirumah sang tekong kemudian yang jauh rumhnya mereka dijemput oleh mobil yang telah disewa untuk pemberangkatan. Mereka biasanya berangkat jam 5 pagi atau malam hari untuk menghindari aparat keamanan. Lama mereka di perjalanan baru sampai di Malaysia sekitar 2-4 minggu.
Sampai mereka di Malaysia mereka kebanyakan bekerja perkebunan yang jauh dari pusat kota. Lokasi seperti ini memperlambat proses pengiriman surat atau khabar kepada istrinya. Kasus seperti ini dialami oleh Sahwidin dimana ia mengatakan bahwa, sesampai mereka di Malaysia bersama teman-temannya oleh tekong disebar kebeberapa perkebunan yang berbeda dengan jarak yang jauh pula. Bahkan ditempatnya bekerja tidak ada satupun teman yang dari kecamatan Aikmel. Di tambah lagi ia adalah seorang pekerja ilegal ke Malaysia yang pasport dan surat-surat lainnya. Keadaan inilah yang 121
Badarudin & Jujuk Ferdianto
membuat ia terlambat sampai 2 tahun tidak pernah mengirim kabar kekeluarganya atau istrinya. Selain itu juga biasanya kalau kehidupan sudah mapan di perantauan lebih-lebih tergoda dengan perempuan atau seperti yang sudah di alami oleh Ispar, maka jangankan mengirim uang ingat istri pun tidak.
Apabila permasalahan seperti ini tejadi, maka dampaknya bagi isteri yang ditingalkan dirumah sangat jelek. Dimana kepala keluarga (suami) tidak ada dirumah yang bertanggung jawah terhadap kebutuhan ekonami keluarga. Seorang istri juga membutuhkan perhatian, dan belaian kasih seorang suami. Dengan kondisi seperti ini sang istri diantara dua pilihan cerai atau setia. Dari hasil wawancara ada yang memimilih setia dan ada juga cerai.
Perkawinan ibarat bahtera yang berlayar ditengah lautan luas. Dalam pelayaran itu mungkin saja bahtera itu akan mendapat cobaan atau terombang-ambing oleh angin da gelombang angin yang besar. Begitu pula dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari mungkuin saja mereka akan banyak mendapat atau menemui cobaan dalam rumah tangga. Bila pasangan suami istri tadi tidak bisa mengatasi ujuian dan cobaan tadi maka bukan tidak mungkin pasangan suami istri tadi akan bubar atau terjadi perceraian. Di kecamatan Aikmel perceraian itu disebut ”jera” dan ada juga yang menyebut ”talaq” seperti istilah dalam syariat Islam. Menurut bahasa sasak perempuan yang sudah diceraikan oleh suaminya dan laki-laki yang sudah bercerai dengan istrinya di sebut ”bebalu”. Kalau dilihat kasus diaatas maka bebalu ini ada yang disebut bebalu gantung Malaysia dan ada juga yang di sebut bebalu bersih. Bebalu gantung Malaysia ini biasanya ditunjukkan bagi mereka yang ditinggalkan pergi merantau oleh suaminya ke Malaysia dalam waktu yang lama namun tanpa kabar jelas dan juga mereka belum diceraikan secara resmi atau syah menurut hukum agama atau hukum adat. Sedangkan bebalu bersih Malaysia merupakan janda yang diceraikan secara resmi ole suami mereka dari Malaysia maupun saat suami mereka pulang dari Malaysia.
122
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
Kata-kata percerain oleh masyarakat Aikmel biasanya dilakukan dengan dua cara, yaitu ada yang dilakukan dengan kata yang terang dan kata yang tidak terang yang dimaksud dilakukan dengan kata yang
terang artinya kata-kata itu memeng terang untuk
menceraikan isterinya seperti ” kujera’ bareng kamu” (saya cerai dengan kamu). Dengan mengucapkan kata-kata ini secara hukum adat maupun hukum agama perceraian mereka sudah syah. Bagi istri yang suaminya merantau ke Malaysia, karena suami yang memegang talaq maka proses perceraian itu biasanya dilakukan oleh suami dengan mengirim surat kepada istrinya atau pihak keluarga yang dikirimi surat tersebut menjadi saksi dari perceraian tersebut, setelah itu saksi tersebut memberitahukan atau melaporkan kepada keliang adat atau kepala RT sebagi bukti bahwa mereka telah bercerai. Sahingga jika mereka mencari pasangan lain yang dianggap lebih cocok atau serasi tidak ada anggapan negatif dari orang lain.
Dimaksud dengan kata-kata tidak terang artinya kata-kata itu tidak jelas maksudnya seperti ”pulanglah kerumah orang tua mu”. Kalimat itu bisa berarti hanya menyuruh sang istri ke rumah orang tuanya saja tidak dimaksudkan untuk brcerai dan bisa pula berarti perceraian. Cara membedakannya dapat kita ketahui dari niat atau maksud suami mengucapkan kata-kata itu dengan menanyakannya kepada sang suami baagi saksi yang mendengarkannya, apakah niatnya untuk menceraikan istrinya ataukan tidak. Jika sang suami berniat untuk menceraikan istrinya maka jatuhlah talaqnya (terjadi perceraian), tetapi jika tidak diniatkan untuk menceraikan istrinya maka tidak terjadi perceraian atau tidak jatuh talaqnya.
Bercerai adalah suatu ungkapan atau peristiwa yang mengandung kepiluan bahkan meneteskan air mata. Betapa tidak perkawnan perceraian merupakan perlambang ketidak berhasilan manusia dalam mewujudkan cita-cita luhurnya, dalam suatu ikatan mahligai perkawinan sebagai suatu hal yang wajar bagi setiap insan ciptaan Tuhan.
Keluarga bahagia, hubungan abadi dan keturunan ideal sebagai tujuan perkawinan yang dicita-citakan dan dibina dengan pahit getir serta diukir dengan manis madu berantakan dengan sia-sia. Dengan adanya suatu perceraian maka terjadi perubahan istilah suami 123
Badarudin & Jujuk Ferdianto
duda dan istri menjadi janda. Lain halnya dengan masyarakat kecamatan Aikmel, janda (bebalu) ini diperuntukan bagi sang istri yang di tinggal merantua ke Malaysia di kenal dengan istilah jamal seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Dengan ditinggalkan istrinya merantau ke Malaysia ini berarti kepala keluarga sebagai pencari nafkah utama yaitu bapak jauh dari rumah. Tentu hal ini berpengaruh kepada pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Keadaan akan lebih buruk jika suami jarang mengirim kabar dan uang. Dalam keadaan seperti ini maka tidak ada seorang yang dapat mengganti kedudukannya dalam mengganti kedudukannya mengatur ekonomi keluarga selain sang ibu, maka ibu memiliki peran ganda. Dalam kedudukannya sebagai sang ayah maka dalam memenuhi kebutuhan ekonomi mereka sehari-hari mau tidak mau ibu bekerja mencari penghasilan. Kasus yang seprti ini dapat kita lihat pada jamal di kecamatan Aikmel dimana didlam pemenuhan ekonomi keluarga adalah sang Ibu.
Bagi mereka yang belum resmi bercerai atau yang biasa disebut bebalu gantung tentu masih mempuanyai hubungan baik dengan mertua, maka sang mertua pun mempunyai kewajiban terhadap kebutuhan menantu dan cucunya. Karena itu ada dua hal yang bisa diberikan kepada menantunya yaitu bisa berupa moril seprti : selalu memberikan perhatian (kontrol), membantu memelihara atau mengasuh anak jika sang ibu bekerja. Ini berarti mereka yang mertuanya memiliki kemampuan ekonomi yang rendah, dan yang kedua bisa berupa materil seperti : uang, pakaian, dan sebagainya.
Kedua bentuk kewajiban yang diberikan oleh mertua ini memeng tidak bisa sang ibu tinggal diam namun mereka tetap bekerja. Bagi yang diberi bantuan moril sudah jelas mereka bekarja dan yang diberikan materi seperti uang tentu disini menjasikan modal untuk bekerja dalam mengembangkan usahanya. Adapun pekerjaan yang dilakukan oleh janda Malaysia di Kecamatan Aikmel pada umumnya sebai buruh tani, berdagang dan sebagai industri kecil perusahaan kerupuk sehari-hari.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang terkait dengan hasil penelitian, sebagai berikut: 124
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
1. Tingkat kemiskinan yang tinggi disebabkan oleh daya dukung disektor mata pencaharian dan rendahnya upah menyebabkan rendahnya minat untuk bekerja di wilayah Aikmel. Rendahnya upah dan dipacu oleh kebutuhan keluarga yang mendesak mendorong masyarakat Aikmel menjadi pekerja migran ke Malaysia. 2. Perubahan status perkawinan disebabkan faktor geografis tempat suami bekerja, dan pengucapan kalimat taqlik perjanjian perkawinan apabila seorang suami melalaikan tugas dan tanggungjawabnya. Kondisi yang demikian menyebabkan para istri banyak mengalami perubahan status perkawinannya menjadi jamal (bebalu gantung atau bebalu bersih). Perubahan status berganti pula peranan wanita sebagai kepala keluarga dan tulang punggung perekonomian keluarga. 3. Diperlukan peningkatan peran perempuan dalam pembangunan dengan masih rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan, yang antara lain ditandai oleh rendahnya nilai IPG; tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan; serta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender daerah. Adapun beberapa saran yang direkomendasikan berdasrkan hasil penelitian ini adalah: 1. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. Peningkatan keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (non-pertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan. Pembangunan perdesaan didorong melalui: pengembangan agropolitan terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian; peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja dan teknologi; pengembangan social capital dan human capital yang belum tergali potensinya, sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber 125
Badarudin & Jujuk Ferdianto
daya alamnya saja; intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah. 2. Diperlukan penyuluhan undang-undang perkawinan yang mampu menggugah kesadaran untuk menuntut hak kaum perempuan dan anak-anak pasca perceraian. 3. Diperlukan program-program pembangunan yang makin responsif gender serta peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak. Demikian pula partisipasi pemuda dalam pembangunan makin membaik seiring dengan budaya olahraga yang makin meluas di masyarakat Aikmel.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, et. Al. (1978). Masalah-Masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia. Bandung: Alumni. Abdullah, Irwan. (1997). Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Afandi, Ali. (1983). Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Jakarta: PT Bina Aksara. Bakry, KH. Hasbullah. (1981). Kumpulan Lengkap Undang-Undang dan Peraturan Perkawinan Indonesia. Jakarta: Djambatan. Boserup, Ester. (1984). Peranan Wanita Dalam Perkembangan Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji. (1986). Rumahku Syorgaku. Jakarta: USEAD. Depdikbud. (1979). Adat dan Acara Perkawinan Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Balai pustaka. Faisal, Sanafiah. (1992). Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali. Gerungan, W. A. (1983). Psikologi Sosial. Jakarta: PT Eresco. Goode, William J. (1995). Sosiolgi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara. Hasan, Maemunah. (2001). Pedoman Wanita Salehah. Yogyakarta: Bintang Cemerlang. Holleman, T.D. (1971). Kedudukan Hukum Wanita Indonesia Dalam Sajogyo dan Pudjiawati S (Eds) Keluarga dan Peranan Wanita. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 126
Peran Ganda Wanita dan Tingginya Angka Perceraian dalam Rumah ...
Ihromi, T.O. (1993). Peran Serta Cendikiawan Dalam Upaya Pengembangan Sektor Informal Menghadapi Era Globalisasi dan Tantangannya Dalam menuju Kesejahtraan Manusia. Jakarta: Yayasan Sumber Agung. J. Cohan, Bruce. (1983). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bina Aksara. Karta Sapoetra, G. dan Kremers, L.j.B. (1987). Sosiologi Umum. Jakarta: Yayasan Sumber Agung. Kwi, Gde. (1991). Kedudukan dan Peran Ganda Wanita Dalam Keluarga dalam Aneka Widya. Singaraja: FKIP Universitas Udayana Singaraja. Koentjaraningrat, (1993). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Bina Aksara. Peck, Jane Care. (1995). Wanita dan Keluarga (Kepenuhan Jati Diri Dalam Perkawinan dan Keluarga). Yogyakarta: Kanisius. Latief, Djamil. (1981). Aneka Hukum Perceraian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Marpaung, Happy. (1985). Masalah Percerain Alasan Serta Akibat-Akibatnya. Tata Cara Perceraian, UU Perkawinan No. 9/1979. Bandung: Gajah Mada University Press. Margi, I Ketut. (1987). Kehidupan Para Perantau Pandak Gede Yang Bermukim di Desa Baturiti, Kec. Baturiti, Kab Tababan (Studi Kasus). Skripsi (tidak diterbitkan) P.S. Sejarah STKIP Singaraja. Moleong, Lexy J. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Naim, Muhtar. (1984). Merantau (Pola Migrasi Suku Minangkabau). Yogykarta: Gajah Mada University Press. Nurhidayati. (2000). Kondisi Demograf dan Sosial Ekonomi Tenaga Kerja Malaysia Asal Desa Jenggik Kec. Terara, Kab. LOTIM. Skripsi (tidak diterbitkan) P.S. Geografi, STKIP Singaraja. Pratiwi. (1984). Perantauan Orang-Orang Klungkung Dikalangan Mereka Yang Bermukim di Banjar Tegal Mawar Singaraja. Makalah (tidak diterbitkan) FKIP Universitas Udayana Singaraja. Polak, Maijor. (1982). Sosiologi Susatu Pengantar. Jakarta: PT. Ichtiar Baru. Poerdarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
127
Badarudin & Jujuk Ferdianto
Salaim, H. Hidayah. (1994). Wanita Islam (Kepribadian dan Perjuangan). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Saleh, K. Watjik. (1977). Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Saidah, Siti. (1999). Gugat Cerai Karena Suami Meninggal Istri Dalam Jangka Waktu Lama (Studi Kasus Tertangkap TKI Malaysia di Desa Pringgasela, Kab. Lotim). Skripsi. (tidak diterbitkan). STAIN Mataram. Sajogyo, Pudjiwati. (1983). Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat Desa Jakarta: CV. Rajawali. Sendratari, Luh Putu. Dkk. (2000). Identifikasi Kegiatan Sosial Ekonomi di Desa Tertinggal (Kasus Desa Bulian, Kec. Kubutambahan, Buleleng). Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Bidang Kajian Wanita: STKIP Singaraja. Subekti, R. (1960). Pokok-Pokok Dari Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. Suharso. (1978). Pola Perpindahan Penduduk dan Urbanisasi di Jawa: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi dan Proses Kejadiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soekanto, Soerjono. (1977). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Yayasan Universitas Indonesia. Vredenbregt, J. (1983). Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Yuasa, Wahyu. (1997). Kehidupan Janda Cerai Mulih Deha di Desa Padang Bulia, Sukasada, Buleleng, Bali. Skripsi. (tidak diterbitkan). STKIP Singaraja
128