PERAN DUKUNGAN SEBAYA TERHADAP MUTU HIDUP ODHA DI INDONESIA TAHUN 2011 (Studi Kualitatif di 10 Propinsi) Sarah Handayani, SKM, M.Kes, Dosen FIKES UHAMKA, Email:
[email protected]
A. Pendahuluan Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV yang berkembang paling cepat (UNAIDS,2008). Sampai dengan Desember 2010 secara kumulatif Kementerian Kesehatan (Kemkes RI, 2011) melaporkan ada 24.131 jumlah kasus AIDS dari 300 kabupaten/kota dan 32 propinsi yang melapor. Tingkat kumulatif rasio kasus AIDS Nasional sampai dengan Desember 2010 adalah 10,46 per 100.000 penduduk (BPS, 2009). Hingga akhir tahun 2009 diperkirakan di Indonesia terdapat 186.257 orang yang berusia antara 15--49 tahun yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) dan tersebar di seluruh 33 propinsi. Berdasarkan pemodelan pada tahun 2014 diperkirakan ODHA akan mencapai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS, yaitu menjadi 541.700 orang (Kemenkes RI, 2008). Peningkatan mutu hidup ODHA merupakan salah satu tujuan dari Strategi Rencana Aksi Nasional (SRAN) Penanggulangan AIDS 2010-2014 (Komisi Penanggulangan HIV/AIDS,2010). Upaya peningkatan mutu hidup ODHA di Indonesia sudah dilakukan oleh berbagai pihak, namun masih terpisah-pisah dan sangat tergantung pada kondisi daerah. Dukungan sebaya adalah dukungan mental yang diberikan oleh ODHA atau OHIDHA kepada ODHA lainnya, terutama ODHA yang baru mengetahui status HIV. Di Indonesia, dukungan sebaya terbanyak dikoordinasi oleh Yayasan Spiritia dengan cara mengelola kelompok dukungan yang bekerja di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota. Sistem kelompok dukungan sebaya ini mencakup pelaksanaan penjangkauan, pendataan, dan pendampingan ODHA. Dengan mekanisme pengembangan yang terus menerus melalui sistem Kelompok Penggagas (KP) dari Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) sejak tahun 1996 hingga Juni 2011 telah lebih dari 22 ribu ODHA mendapatkan dukungan dalam menjalani kehidupannya. Oleh sebab itu program ini memiliki potensi besar untuk mewujudkan Total Coverage bagi ODHA – akses universal bagi ODHA pada akhir tahun 2014. Melalui mekanisme KDS ini program mitigasi sosial
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
1
juga dapat dilakukan bagi ODHA/ OHIDHA dewasa maupun anak yang terdampak HIV dan AIDS. Belum ada penelitian HIV/AIDS yang berkaitan dengan peran dukungan sebaya terhadap peningkatan mutu hidup ODHA dan mitigasi sosial di Indonesia. Oleh sebab itu, temuan ini akan sangat bermakna sebagai informasi strategis pengembangan kebijakan dan program untuk peningkatan mutu hidup ODHA sebagaimana yang ditetapkan dalam salah satu tujuan dari penanggulangan AIDS Nasional.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sebaya (DS) dalam upaya meningkatkan mutu hidup ODHA dan mitigasi sosial di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang mutu hidup ODHA. Pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam proyek penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana peran dukungan sebaya dalam meningkatkan mutu hidup Odha 2. Bagaimana peran dukungan sebaya dalam pengurangan stigma dan diskriminasi pada ODHA dan OHIDHA
C. Metode penelitian Metode penelitian dilakukan secara kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dilakukan pada informan utama dan informan pendukung. Informan utama yaitu ODHA yang mendapatkan dukungan dari dukungan sebaya dan ODHA yang tidak mendapatkan dukungan sebaya. Informan pendukung yaitu koordinator KDS, koordinator KP, staf KPAP, staf KPAK, staf Dinas Kesehatan Propinsi, dan OHIDHA. Jumlah informan 59 orang (36 yang mendapat dukungan dan 23 yang tidak mendapatkan dukungan). Informan pendukung ada 66 orang terdiri dari 7 OHIDHA, 10 koordinator KP, 20 koordinator KDS, 10 staf KPAP dan 10 staf KPAK, serta 7 staf Dinas Kesehatan. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam. Wawancara juga dilakukan di 10 propinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, NTB, NTT, dan Papua. Pengolahan data kualitatif meliputi tahapan transkrip rekaman wawancara, pemilahan data, pengkodean data dan informan. Sedangkan jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah analisis isi (content analysis)
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
2
D. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian ini menggambarkan mutu hidup ODHA, peran dukungan sebaya terhadap mutu hidup ODHA dan mitigasi sosial, dan keberlanjutan peran dukungan sebaya dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
a. Peran Dukungan Sebaya Terhadap Mutu Hidup ODHA Dan Mitigasi Sosial Dukungan sebaya terbagi 2 yaitu Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan Kelompok Penggagas (KP). Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang terinfeksi atau terpengaruh langsung oleh HIV berkumpul dan saling mendukung. Anggota KDS adalah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan orang yang hidup dengan ODHA (OHIDHA). Sedangkan Kelompok Penggagas adalah kelompok atau wadah pengambil dan pelaksana inisiatif atau gagasan untuk mencapai mutu hidup ODHA dan OHIDHA yang lebih baik dengan melayani pembentukan, penguatan, dan pengembangan KDS dengan prinsip kesetaraan, dukungan sebaya keberadaan KP di tingkat propinsi dan KDS di tingkat kabupaten atau kota. KP melakukan kunjungan rumah dan rumah sakit serta mendekati kelompok yang berisiko. KDS melakukan kunjungan ke rumah, rumah sakit, mendatangi teman-teman yang berisiko untuk VCT. Di samping itu kegiatan pendataan juga dilakukan. Pendataan yang dilakukan oleh KDS dilaporkan ke KP, kemudian dilanjutkan ke sistem dukungan sebaya di tingkat nasional. Kegiatan penjangkauan adalah salah satu bagian dari uraian pekerjaan yang dilakukan oleh KP. Pembuatan database kelompok beresiko serta membuat laporan kuantitatif dan narasi adalah bagian dari pekerjaan rutin yang dilakukan oleh KP dan KDS. Secara kualitatif penelitian ini juga memperkuat pentingnya dukungan sebaya untuk mengubah kepercayaan diri ODHA. Ketika baru mengetahui status HIV-nya, intensitas emosi ODHA sangat tinggi. Mereka kecewa, marah, frustasi, ingin bunuh diri, merasa putus asa, stress dan down. Dukungan sebaya memungkinkan terjadinya perubahan emosi negative tersebut menjadi emosi positif, seperti merasa termotivasi untuk bangkit, percaya diri dan memiliki teman senasib sebagai role model bagi dirinya, termasuk menjadi tempat untuk berbagi perasaan. Semua ODHA dengan dukungan sebaya dalam penelitian ini mampu menerima status terinfeksi HIV dalam proses pendampingan oleh KDS. Perasaan senasib mampu memberikan dampak yang positif dalam menghadapi kondisinya dirinya yang telah HIV positif. Sedangkan ODHA yang tidak mendapatkan dukungan dari dukungan sebaya mengalami perubahan kearah yang lebih baik disebabkan Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
3
oleh dukungan dari pihak keluarga, dokter, atau konselor yang memberikan dukungan. Namun demikian, meskipun ODHA telah menerima status HIV positifnya, namun belum tentu ODHA mau membuka statusnya kepada orang lain di luar KDS. Bahkan, kepada anggota keluarganya sekalipun karena khawatir akan terjadi diskriminasi seperti yang dialami oleh ODHA yang lain. Analisis kualitatif juga menemukan bahwa ODHA yang mendapatkan dukungan dari dukungan sebaya juga mengalami peningkatan pengetahuan HIV/AIDS. Kegiatan dukungan sebaya memungkinkan terjadinya komunikasi dengan disediakannya tempat belajar dalam program pertemuan terbuka, diskusi dengan tenaga kesehatan, seminar, dan pelatihan.
Pengetahuan yang diperoleh oleh ODHA dari dokter, tidak sebanyak dari
dukungan sebaya karena jika dengan dukungan sebaya, ODHA memiliki perasaan yang nyaman. Sebagian ODHA tanpa dukungan sebaya tidak mengalami peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki akses terhadap informasi. Kemampuan ODHA dalam mengakses layanan dukungan, pengobatan dan perawatan, memberikan dampak positif, yaitu ODHA menjadi banyak memiliki informasi tentang keberadaan layanan dukungan, pengobatan dan perawatan. KDS berupaya untuk membantu ODHA dalam mengakses layanan yang ada sehingga ODHA merasa nyaman untuk bertanya. Untuk menguatkan tingkat kepatuhan dalam pengobatan, peran KDS juga sangat penting dalam menginformasikan hal-hal yang terkait dengan pengobatan ARV. Perilaku pencegahan penularan baru bagi ODHA yang mendapat dukungan dari dukungan sebaya, juga mengalami perubahan karena pada setiap pertemuan di dukungan sebaya mereka selalu diingatkan dan dimotivasi untuk selalu menggunakan kondom. Kesadaran untuk tidak menularkan infeksi HIV kepada orang lain adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah adanya proses peningkatan pengetahuan dan pembangungan motivasi untuk menghentikan penularan. Dalam pertemuan-pertemuan dengan KDS, kesadaran untuk melakukan pencegahan dilakukan secara intensif. Selain pemakaian kondom, perubahan perilaku yang juga sangat penting adalah dalam hal tidak lagi berbagi jarum suntik. Sebagian ODHA tanpa Dukungan Sebaya belum memiliki upaya pencegahan untuk menularkan pada orang lain. Tidak menggunakan kondom dilakukan dengan alasan pasangan juga sudah terinfeksi. Aspek lain dalam mutu hidup ODHA adalah tetap memiliki kegiatan yang positif, termasuk di dalamnya tetap memiliki pandangan yang positif dalam menjalani kehidupan, seperti tetap bekerja, melakukan hobi, memiliki rencana berkeluarga, dan memiliki anak. Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
4
Sebagian ODHA tanpa dukungan sebaya tidak memiliki semangat hidup dan merasa tidak ada yang mendorong dirinya untuk mencapai hasil yang lebih baik. Kondisi sebaliknya terjadi pada ODHA yang mendapat dukungan dari dukungan sebaya, dimana setelah bertemu dengan teman-teman di dukungan sebaya, ODHA memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja dan meneruskan pendidikan, membangun berkeluarga, dan berencana memiliki anak Hasil kualitatif menemukan KDS membantu mengurangi stigma dan diskriminasi dengan melakukan advokasi ke RS dan masyarakat, mengajak keluarga dalam pertemuan KDS. KDS membantu komunikasi dengan keluarga dan masyarakat, sehingga tidak ada pemisahan alat makan dan pakaian, pelatihan pemulasaraan jenazah ODHA untuk masyarakat oleh KDS. Sebagian rumah atau kantor KDS dipakai sebagai tempat singgah sementara untuk ODHA yang mengalami diksriminasi di keluarganya. ODHA tanpa Dukungan Sebaya mengalami lebih banyak stigma dan diskriminasi. Bentuk yang sering terjadi adalah dijauhi dari pergaulan. Keluarga dekat memiliki peran yang sangat penting dalan pengurangan stigma dan diksriminasi yang terjadi. Diskriminasi pada umumnya terjadi pada jika ada stigma. Stigma muncul terkait dengan tingkat pengetahuan. Oleh karena itu, salah seorang ODHA tanpa Dukungan Sebaya memilih untuk menjelaskan tentang HIV kepada keluarga untuk mengurami stigma dan diskriminasi yang terjadi.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Penelitian ini menemukan bahwa proses pengembalian mutu hidup ODHA terjadi secara bertahap dan membutuhkan dukungan sistem sosial yang saling bekerja sama secara bermakna dalam meningkatkan mutu hidup ODHA. Oleh sebab itu direkomendasikan untuk meningkatkan kerjasama dan melibatkan peran positif berbagai sektor, baik sektor pemerintah maupun non pemerintah seperti LSM, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi profesi antar pihak dalam koordinasi KPA. 2. KDS memiliki peran yang bermakna dalam mutu hidup ODHA. ODHA yang mendapatkan dukungan sebaya berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri, pengetahuan HIV, akses layanan HIV, perilaku pencegahan HIV, dan kegiatan positif yang lebih tinggi dibandingkan ODHA yang tidak mendapatkan dukungan sebaya. Ditemukan juga bahwa KDS menjadi contoh atau role model bagi ODHA baru untuk meningkatkan semangat hidup. Hal ini semakin memperkuat bahwa peran KDS memang sangat dibutuhkan untuk mengajak lebih banyak ODHA baru Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
5
dalam memperoleh dukungan sebaya. Dukungan sebaya berperan dalam memotivasi ODHA untuk menggunakan kondom sebagai perilaku positive prevention. Berkaitan dengan temuan ini direkomendasikan upaya optimalisasi keterlibatan KDS dalam sistem rujukan pada program penanggulangan HIV di setiap kabupaten atau kota di Indonesia dengan kerjasama dan melibatkan peran positif berbagai sektor, baik sektor pemerintah maupun non pemerintah seperti LSM, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi antar pihak dalam koordinasi KPA. 3. KDS membantu ODHA mengurangi stigma. Ada 2 macam stigma yang dialami ODHA, yaitu stigma diri sendiri (individual maupun keluarga), dan stigma yang didapat ODHA dari pihak luar. KDS membantu mengurangi kemungkinan terjadinya diskriminasi dengan cara memberikan informasi kepada ODHA, keluarga, dan pihak-pihak yang melakukan stigma dan diskriminasi. Kejadian stigma dan diskriminasi saat ini sudah berkurang. Pihak yang melakukan stigma paling banyak adalah tenaga kesehatan dan keluarga. Oleh karena itu, rekomendasi dari temuan ini adalah upaya melanjutkan program untuk menghapus stigma dan diskriminasi pada ODHA, terutama dengan sasaran tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat. Dan mengembangkan tindakan-tindakan nyata guna memberi pelatihan kepada pihak yang terkait dalam penanganan kejadian stigma dan diskriminasi. DS melakukan sosialisasi dan berkomunikasi pada jejaring sosial untuk menghapus stigma dan diskriminasi pada ODHA (KP dan KDS mampu berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan sehingga membantu menghilangkan stigma pada ODHA sendiri dan membantu mengurangi stigma pada lingkungan ODHA). 4. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian KP dan KDS sudah menjadi bagian dari sistem rujukan layanan kesehatan khususnya untuk ODHA yang baru tahu status dan dapat meningkatkan mutu hidup ODHA. Oleh karena itu, direkomendasikan kepada: Kementerian Kesehatan perlu melibatkan KP dan KDS di dalam sistem rujukan pelayanan kesehatan HIV/AIDS di tingkat Propinsi dan Kota/Kabupaten. Adapun keluaran yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) terintegrasinya dukungan sebaya ke dalam sistem rujukan layanan kesehatan; 2) meningkatnya mutu hidup ODHA melalui pendampingan dukungan sebaya di dalam sistem rujukan layanan kesehatan.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
6
Daftar Pustaka 1. Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja. 2. Achmad S. Ruky, "Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau MBA", Gramedia Pustaka Utama, 2002 3. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). National healthcare disparities report 2008. Chapter 3, Access to healthcare. Washington: AHRQ; 2008. Available from: http://www.ahrq.gov/qual/nhdr08/Chap3.htm 4. Akhmad Sudrajat. 2008. Teori-Teori Motivasi. 5. Andrew C. Blalock, Ph.D., J. Stephen McDaniel, M.D., and Eugene W. Farber, Ph.D., Effect of employment on quality of life and psychological functioning in patients with HIV/AIDS. Psychosomatics. 2002 Sep-Oct;43(5):400-4. 6. Aranda - Naranjo B. (2004). Quality of life in HIV – positive patients. Journal of the Association of Nurses in the AIDS Care, 15, 20-27. 7. Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. 8. Bierman A, Magari ES, Jette AM, et al. Assessing access as a first step toward improving the quality of care for very old adults. J Ambul Care Manage. 1998 Jul;121(3):17-26. 9. California HIV Planning Group, Prevention with Positives, p. 7 (note 1); Collins C et al. Designing Primary Prevention for People Living With HIV. San Francisco, AIDS Research Institute, University of California, 2000, pp. 2-3. 10. Carr, R. L., & Gramling, L. F. (2004). Stigma: A health barrier for women with HIV/AIDS. Journal of the Association of Nurses in AIDS Care, 15, 30-39. 11. California HIV Planning Group, Prevention with Positives, p. 16 (note 1). 12. Cunningham WE, Hays RD, Williams KW, Beck KC, Dixon WJ, Shapiro MF. 1995. Access to medical care and health-related quality of life for low-income persons with symptomatic human immunodeficiency virus. 13. De Maeseneer JM, De Prins L, Gosset C, et al. Provider continuity in family medicine: Does it make a difference for total health care costs? Ann Fam Med. 2003;1:144-8. 14. Drucker, Peter. Seni Mengelola Kelompok Sosial, Gramedia, 2006, hal 56. 15. Durham J, Owen P, Bender B, et al. Self-assessed health status and selected behavioral risk factors among persons with and without healthcare coverage— United States, 1994-1995. MMWR. 1998 Mar;13;47(9):176-80. Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
7
16. Festinger, L. (1954). "A theory of social comparison processes." Human Relations, 7, 117–140. 17. Friedland, J., Rewick, R., & McColl, M. (1996). Coping & Social Support as determinants of quality of life in HIV/AIDS. AIDS Care, 8,15-31. 18. Global HIV Prevention Working Group. HIV Prevention in the Era of Expanded Treatment Access. Gates Foundation and Kaiser Family Foundation, 2004, p. 6. 19. Global HIV Prevention Working Group, HIV Prevention, pp. 6-7, 16 (note 3); 20. Green, Chris. Pemberdayaan Positif, Spiritia, 2007, hal 141. 21. Gregory, Derek; Johnston, Ron; Pratt, Geraldine et al., eds (June 2009). "Quality of Life". Dictionary of Human Geography (5th ed.). Oxford: Wiley-Blackwell. ISBN 978-1-4051-3287-9. 22. Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall, hal 367 23. Hadley J. Insurance Coverage, Medical Care Use, and Short-Term ealth changes following an unintentional injury or the onset of a chronic condition. JAMA. 2007;297(10):1073-84. 24. Handford, C.D., Tynan, A.M., Rackal, J.M. & Glazier, R.H. (2006). Setting and organization of case for persons living with HIV/AIDS. Cochrane Database Systematic Reviews, 3: CD004348. 25. Institute of Medicine, Committee on Monitoring Access to Personal Health Care Services. Access to health care in America. Millman M, editor. Washington: National Academies Press; 1993. 26. Institute of Medicine. Primary care: America's health in a new era. Donaldson MS, Yordy KD, Lohr KN, editors. Washington: National Academies Press; 1996.
27. Insuring America's health: Principles and recommendations. Acad Emerg Med. 2004;11(4):418-22. 28. Janssen RS et al. Serostatus approach to fighting the HIV epidemic: prevention strategies for infected individuals. American Journal of Public Health, 2001:91(7), p. 1022; 29. Janssen RS et al. Serostatus approach, p. 1020 (note 4); Shapiro K and Ray S. Sexual health for people living with HIV. Reproductive Health Matters, 2007:15(29 Supplement), p. 71; 30. Kelly D, 2001, Persepsi Dual HRD: Masalah Kebijakan:, UKM Konstituensi lain, dan Definisi diperebutkan Pengembangan Sumber Daya Manusia, hal 41.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
8
31. KPAN, Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010 – 2014. 32. Lesserman, J., Perkins, D.O. & Evans, D.L. (1992). Coping with the threat of AIDS : The role of social support. American Journal of Psychiatry, 149, 1514-20. 33. Li, X., He, G., & Wang, H. (2007). Study of stigma and discrimination related to HIV and AIDS. Chinese Journal of Nursing, 42, 78-80. 34. Marks G et al. Meta-analysis of high-risk sexual behavior in persons aware and unaware they are infected with HIV in the United States: Implications for HIV prevention programs. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndrome 2005:39, pp. 446-453. 35. Maslow, A. H., 1943. A Theory of Human Motivation 36. Mainous AG 3rd, Baker R, Love MM, et al. Continuity of care and trust in one's physician: Evidence from primary care in the United States and the United Kingdom. Fam Med. 2001 Jan;33(1):22-7. 37. Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. Greenwich, CT: JAI Press, 1997, hal. 60-62. 38. Mc Dowell, Newell, M. (1987). A guide to rating scales and questionnaires. New York : Oxford University Press. 39. Nojomi M, Anbary K, Ranjbar M. Health-related quality of life in patients with HIV/AIDS 40. Nurkolis, "Manajeman Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi", Grasindo, 2003, 41. Positive Prevention by and for People Living with HIV. Living 2008 partnership. Discussion paper. 2008 42. Phyllis Solomon, "Peer support/peer provided services underlying processes, benefits, and critical ingredients." Psychiatric Rehabilitation Journal, 2004;27(4):392-401; issn 1095-158X, doi 10.2975/27.2004.392.401, pmid 15222150 43. Prevention interventions with persons living with HIV/AIDS: challenges, progress, and research priorities. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndrome, 2004:37 (Supplement 2), p. S53 44. Riessman, F. (1965). "The 'Helper-therapy' principle." Social Work, 10, 27-32 45. Reif S, Golin CE, Smith SR., Barriers to accessing HIV/AIDS care in North Carolina: rural and urban differences. 2005.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
9
46. Rao Gupta G., Globalization, Women and the HIV/AIDS Epidemic (2004) 16(1) Peace Review 79-83 47. Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232 48. Rueda S, Raboud J, Mustard C, Bayoumi A, Lavis JN, Rourke SB, Employment status is associated with both physical and mental health quality of life in people living with HIV. 2011 49. Salzer, M., & Shear, S. L. (2002). "Identifying consumer-provider benefits in evaluations of consumer-delivered services." Psychiatric Rehabilitation Journal, 25, 281–288.
50. Salzer, Mark (2002). "Consumer-delivered services as a best practice in mental health care and the development of practice guidelines". Psychiatric rehabilitation skills 6: 355–382. 51. Sarason, I., Levine, H., Basham, R., & Sarason, B. (1983). "Assessing social support: The social support questionnaire." Journal of Personality and Social Psychology, 44, 127–139. 52. Saunders, D. & Burgoyne, R. (2002). Evaluating health related well being outcomes among out patients adults with human immunodeficiency virus injection in the HAART era. International Journal of STD and AIDS. 13, 683-690. 53. Serovich, J. M."A test of two HIV disclosure theories." AIDS Education and Prevention. 13. 4. (2001): 355-364. 54. Shubert, M., & Borkman, T. (1994). "Identifying the experiential knowledge developed within a self-help group." In T. Powell (Ed.) Understanding the self-help organization. Thousand Oaks: Sage. 55. Sukanta, Putu Oka. Suzana Murni, Lilin Membakar Dirinya, Spiritia, 2007, hal 52. 56. Skovholt, T M. (1974). "The client as helper: A means to promote psychological growth." Counseling Psychologist, 43, 58-64 57. Sobirin, Ahmad. Budaya Organisasi, STIM YKPN, 2007, hal 14. 58. Starfield B, Shi L. The medical home, access to care, and insurance. Pediatrics. 2004;113(5 suppl):1493-8. 59. Starfield B. Primary care: Balancing health needs, services and technology. New York: Oxford University Press; 1998. 60. Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010 – 2014.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
10
61. Stutterheim, Sarah E; Pryor, John B; Bos, Arjan ER; Hoogendijk, Robert; Muris, Peter; Schaalma, Herman P. 2009. HIV-related stigma and psychological distress: the harmful effects of specific stigma manifestations in various social settings 62. Swendeman, D., Rotheram-Borus, M. J., Comulada, S., Weiss, R., & Ramos, M. E. "Predictors of HIV-related stigma among young people living with HIV." Health Psychology. 25. 4. (2006): 501-509. 63. Swindells, S., Mohr, J., Justis, J., Berman, S., Squier, C., Wagener, M., & Singh, N. (1999). Quality of life in patients with human immunodeficiency virus infection: impact of social support, coping style and hopelessness. International Journal of STD and AIDS, 10(6), 383-391. 64. Susan, S., Mohr J., Justis, J.C., Berman, S., Squir, C., Wagener, M.M. & Sing, N. (1999). QOL in patients with human immunodeficiency virus infection: impact of social support, coping style and hopelessness. International Journal of STD and AIDS, 10, 383-391. 65. Timmreck, Thomas, An Introduction to Epidemiology , Edition published by Jones anxd Bartlett Publishers, Inc, One Exeter Plaza, Boston MA 02116 copyright 1998 66. Trakhtenberg, E. C. 2008. Self-perceived quality of life scale: Theoretical framework and development. Presentation at the annual meeting of the American Psychological Association, Boston, Massachusetts. 67. US Department of Health and Human Services, Office of Disease Prevention and Health Promotion. Healthy People 2010, 2nd ed. With understanding and improving health and objectives for improving health. 2 vols. Washington: Government Printing Office; Nov 2000, p.45. Available from: http://www.healthypeople.gov 68. Utz, S., Shuster, G., & Williams, B. (1994). A Community-based Smoking Cessation Program: Self-Care Behaviors and Success. Public Health Nursing, 11(5) 69. U.S. Centers for Disease Control and Prevention. Incorporating HIV prevention into the medical care of persons living with HIV. Morbidity and Mortality Weekly Report, 2003:52(RR- 12), pp. 1-2 70. Vocational Business: Training, Developing and Motivating People by Richard Barrett - Business & Economics - 2003. - hal 51. 71. Watchel, T., Piette, J., Mor. V., Stein, M., Fleishman, J. & Carpenter, C. (1992). Quality of life in persons with human immunodeficiency infection; measurement by the Medical outcomes study instrument. New York: Oxford University Press. Annals of Internal Medicine, 116, 129-37. 72. Wang, Y., Dong, H., Zhang, Y., Zhang, R., & Lu, L. (2007). The mental problems and needs in patients under AIDS/HIV discrimination. Chinese Remedies & Clinics, 7, 524-526.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
11
73. Website Figthing AIDS Continuously Together http://www.factlv.org/education.htm. Diunduh pada tanggal 20 Januari 2010. 74. Website Dasar AIDS. http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1001. Diunduh pada tanggal 11 Januari 2011.
75. Weis P, Schmid G and De Cock K. Who Will Bridge the HIV TreatmentPrevention Gap? Correspondence, The Journal of Infectious Diseases 2008:198(2), p. 293; 76. Wig, N., Lekshmi, R., Pal, H., Ahuja V., Mittal, C.M. & Agarwal, S.K. (2006). HIV/AIDS on the quality of life: a cross sectional study in north India. Indian Journal of medical Science, 60, 3-12. 77. Yayasan Spiritia. 2001. Dokumentasi Tentang Masalah Diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS di Indonesia:Tahap Pertama. 78. Yayasan Spiritia. 2002. Dokumentasi Tentang Masalah Diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS di Indonesia: Tahap Kedua.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
12