ISSN 2337-6686 ISSN-L 2338-3321
PERAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DAN PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL DAN PALESTINA Rahmatullah Universitas Jakarta E-mail:
[email protected] Abstrak: Awal terjadinya konflik Palestina – Israel adalah setelah kekalahan kerajaan Turki Ottoman dari Inggris dan sekutu sekutunya; Amerika, Perancis dan Rusia pada tahun 1916, dan berlanjut dengan adanya keinginan Menteri Luar Negeri Arthur James Balfour yang dikenal dengan Deklarasi Balfour, pada tanggal 2 November 1917. Tujuan penelitian ini untuk memberikan gambaran, uraian dan pemahaman tentang terjadinya peristiwa konflik di wilayah Palestina, dengan melihat asal muasal terjadinya konflik, peran aktor-aktor yang memainkan percaturan politik sehingga terjadinya perselisihan di negara Palestina-Israel dan keikutsertaan lembaga perserikatan Bangsa-Bangsa dalam penyelesian konflik di wilayah Timur Tengah. Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan fakta melalui telaah kepustakaan dalam bentuk kualitatif dan kajian kuantitatif,. Hasil penelitian adalah: (1) Pemerintahan Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu tidak ada niat untuk menyelesaikan konflik di kedua kekuatan Militer Israel dengan Militer Palestina, (2) Peran Lembaga Perserikatan Bangsa – Bangsa sebagai lembaga perdamaian dunia, tidak memberikan pengaruh besar yang signifikan di mata Pemerintahan Benyamin Netanyahu–Israel, (3) Adanya kepentingan besar Amerika Serikat terhadap Israel dalam hal bisnis persenjataan dan Terusan Suez di wilayah Palestina, (4) Amerika Serikat tidak dapat menghentikan tindakan penyerangan militer Israel ke wilayah Palestina, karena mempunyai kepentingan nasional terhadap negeri Palestina, (5) Israel dijadikan sebagai alat melakukan agresi militer agar memperlancar pasokan persenjataan sekaligus dijadikan penjaga wilayah Terusan Suez. Kata kunci: konflik, Israel, palestina, inggris, amerika serikat Abstract: The early occurrence of the Palestinian conflict – Israel is after the defeat of the Ottoman Empire Turkey from United Kingdom and its allies; America, France and Russia in 1916, and continued with the wishes of Foreign Minister Arthur James Balfour, known as the Balfour Declaration, on November 2, 1917. The purpose of this research is to provide an overview, description and understanding of the occurrence of events of the conflict in the Palestinian territories, by looking at the origins of the conflict, the role of actors who play the political scene so that the occurrence of disputes in Palestine-Israel and the participation of United Nations agencies in the resolution of the conflict in the Middle East. The method used is descriptive approach to techniques of gathering facts through sorcery, libraries in the form of qualitative and quantitative studies. The results of the study are: (1) the Government of Israel led by Prime Minister Benjamin Netanyahu no intention to resolve conflicts in both Israel military forces with Palestinian Military, (2) the role of the United Nations as an institution – the peace of the world, does not give a significant influence in the eyes of the Government of Benjamin Netanyahu-Israel, (3) the presence of large United States against Israel's interests in terms of business and armament of the Suez Canal in the Palestinian territories, (4) United States cannot stop Israel military offensive action to the Palestinian territories, as it has the national interest of the State of Palestine, (5) the Foundation of Israel as a means of committing military aggression in order to smoothen the supply of weaponry as well as keepers of the Suez Canal. Key words: conflict, israel, palestine, united kingdom, united states
PENDAHULUAN Latar belakang penelitian ini adalah tentang konflik yang terjadi di wilayah Jalur Gaza – pada tanggal 8 Juli 2014. Serdadu militer Israel menyerang masyarakat yang tidak berdosa secara membabi-buta di wilayah Palestina, yang menyebabkan korban warga sipil 600 orang, terutama anak-anak dan orang tua yang tidak berdaya. Meskipun ada niat baik dari para pimpinan kepala negara Timur Tengah maupun dari Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono serta Lembaga Perserikatan BangsaBangsa untuk melakukan mediasi perdamaian di kedua kubu yang bertikai antara tentara Hamas dan tentara Jurnal Ilmiah WIDYA
Israel. Namun dari pihak Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu bersikeras untuk melakukan pembantaian besar-besaran di Jalur Gaza. Ia memerintahkan tentara Israel untuk mengejar kelompok Hamas di daerah pemukiman yang padat penduduk di Jalur Gaza – yang dianggapnya sebagai tempat persembunyian Hamas. “Mereka harus dimusnahkan dari bumi Palestina” (Berita Breaking News: Program Tv one,16 Agustus 2014). Perintah Benyamin Netanyahu agar tentara Israel langsung melancarkan penyerangan secara brutal di tiap–tiap terowongan bawah tanah yang dicurigainya sebagai “tempat persembunyian tentara Hamas”. 49
Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015
Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina
Rahmatullah, 49 - 55
Penyerangan tentara Israel menimbulkan reaksi keras dari pihak tentara Hamas – dengan melakukan penyerangan balik ke wilayah markas militer Isreal, yang menyebabkan korban sebanyak 20-an orang. Pertempuran berakhir pada tanggal 27 Juli 2014, dengan gencatan senjata antara Tentara Hamas dan Militer Israel, selama 70 jam – sebagai bentuk penghormatan bagi umat Islam sedunia dalam melaksanakan penyambutan Hari Raya Idul fitri 1435 H. Namun gencatan senjata tersebut, tidak berjalan secara mulus sebagaimana yang di harapkan masyarakat dunia. Israel kembali melakukan serangan rudal ke wilayah Palestina, total jumlah korban meninggal dari tanggal 8 Juli sampai satu pekan mencapai 2009 jiwa warga sipil Palestina. Korban tewas yang dialami Israel berjumlah 64 jiwa militer dan 3 orang dari warga sipil (Berita Kabar Siang: Program Tv one, 22 Agustus 2014). Tujuan penelitian ini adalah ingin menjelaskan tentang Israel yang terus-menerus melakukan agresi militer-nya ke wilayah Palestina, peranan pemerintahan Benyamin Netanyahu dalam penyerangan warga Palestina, peran negara–negara tetangga yang berada di Timur Tengah dan Lembaga Perserikatan Bangsa–Bangsa dalam melihat kondisi warga Palestina yang tidak berdaya dari militer Israel yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga perdamaian dunia, dan peran Amerika Serikat dalam peristiwa konflik terus-menerus antara Israel dan Palestina. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran, uraian dan pemahaman tentang terjadinya peristiwa konflik di wilayah Palestina. Dengan melihat asal muasal terjadinya konflik, peran aktor-aktor yang memainkan percaturan politik sehingga terjadinya perselisihan di negara Palestina-Israel dan keikut sertaan lembaga perserikatan Bangsa-Bangsa dalam penyelesian konflik di wilayah Timur Tengah. Teknik pengumpulan fakta dilakukan dengan telaah kepustakaan dalam bentuk kualitatif – walaupun ada angka-angka yang bersifat kuantitatif, tapi itu hanya sekedar memberikan gambaran informasi dalam mengkaji dan menganalisis suatu permasalah yang terjadi di Palestina saat ini. Jurnal Ilmiah WIDYA
PEMBAHASAN Sejarah Peristiwa Palestina – Israel Merujuk perselisihan antara Palestina-Israel begitu panjang, berawal dari kekalahan kekaisaran Ottoman Kerajaan Turki pada pemerintahan Inggris dan sekutusekutunya; khususnya Amerika Serikat dan Perancis. Namun pada tahun 1916, Rusia–Czar, Inggris dan Perancis menandatangani suatu perjanjian yang dikenal sebagai “Sax – Picot”. Perjanjian tersebut membagi atas wilayah bekas kerajaan Turki sebagai berikut: 1. Perancis menguasai negeri Syuria dari wilayah Turki sampai garis yang memanjang dari Aka hingga Theberia yang sekarang meliputi: Syria, Libanon dan Galil. 2. Rusia – Czar menguasai wilayah Istambul. 3. Inggris menguasai wilayah Irak, Jordania dan Arab dan daerah Palestina.(Rahmatullah,2001). Inggris pada waktu itu, merupakan kekuatan terbesar dari Negara-Negara di wilayah Timur Tengah, sehingga warga Inggris, Laurence dengan berbagai cara melakukan operasi di daerah Hejaz untuk dapat menguasai di daerah – daerah Timur Tengah. Dengan melakukan manuver hubungan diplomatik kepada Raja Husein untuk melakukan gerakan operasi anti Turki, begitu juga ke Ibn Saud dari daerah Nejd untuk mengadakan operasi semenanjung Arab. Dari pengaruh diplomatik Laurence kepada Raja Husein, akhirnya beberapa perwira Inggris berhasil menduduki kota–kota Mekkah, Madinah dan Jeddah. Sebagai imbalan dari penguasaan wilayah tersebut, raja Husein diberi kekuasaan menguasai daerah Irak dan lembah Jordan, sedang daerah Hejaz diserahkan kepada Dinasti Saud. Untuk wilayah Palestina sendiri tetap menjadi wilayah mandat inggris. Pada tanggal 2 November 1917 Menteri Luar Negeri Inggris, James Balfour dalam surat menyuratnya kepada Presiden Federal Zionis Inggris, Lord Walter Rothschild, mengemukakan gagasan agar wilayah Palestina yang pada waktu itu merupakan wilayah mandat Inggris dijadikan pemukiman untuk masyarakat Yahudi. Gagasan mengenai pemukiman masyarakat Yahudi dari Kenya ke Palestina tersebut, sebagai tuntutan mayoritas kelompok kaum Zionis Internasional yang berpegang pada kitab 50
Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015
Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina
Rahmatullah, 49 - 55
injil kuno dan agama Yahudi, yang dikenal dengan perjanjian Deklarasi Balfour sebagai berikut:
kaum–kaum Yahudi dan Slavia” (Jules Archer,2006). Mungkin pada waktu itu Hitler memandang bahwa orang–orang Zionis Yahudi ini adalah penyebab kekacauan di negara-negara Eropa, khususnya di wilayah Jerman. Sebagian besar pimpinan kepala negara–negara Eropa pada waktu itu, sependapat dengan alur pikiran Hitler untuk melaksanakan kebijakan atas orang–orang Zionis Yahudi agar diasingkan keluar dari negeri Jerman. Namun, apa yang menjadi kebijakan Hitler sejalan dengan maksud James Balfour selaku deklarator pendiri pemukiman Yahudi di wilayah Timur Tengah - Palestina. Masuknya orang–orang Zionis Yahudi di wilayah Palestina, tidak terlepas dari pengaruh pendekatan diplomasi James Balfour kepada Raja Husein dari Jordania untuk mempengaruhi bangsa–bangsa Arab dengan jaminan, bahwa tempat–tempat suci di Yerusalem akan ditempatkan di bawah pemerintahan khusus, sedang Masjid Omar, Masjid Al-Aqsa dijamin tidak akan ditempatkan di bawah non muslim. Sebagaimana dalam teori diplomasi Roy (1991) menyampaikan “bahwa agar tercapainya suatu diplomasi adalah berguna mengantisipasi aktor-aktor negara menyatukan diri melawan suatu negara lain”. Diplomasi inilah yang dilakukan oleh James Balfour dalam melakukan pengaruhnya terhadap kepala negaranegara yang berada di Timur Tengah, dengan meminta melaksanakan keputusan deklarasi Balfour tersebut. Dengan pertimbangan strategis sebagai berikut: (1). Masyarakat Zionis Yahudi di Eropa Timur dapat hidup dengan aman dan bahagia. (2). Terusan Suez berada dalam penguasaan negara Inggris. (3). Agar berguna sebagai pressure group masyarakat Yahudi di Amerika Serikat – dalam memperkuat dunia politik Amerika untuk kelanjutan peperangan. Hasil keputusan Deklarasi Balfour tersebut, menyebabkan wilayah Palestina yang awalnya dimiliki warga penduduk asli Palestina, sekarang sudah bergeser ke tangan masyarakat Zionis Yahudi yang telah menguasai wilayah Palestina sebesar 2/3 dari jumlah keseluruhan wilayah Palestina, sehingga menimbulkan konflik yang tak bersudahan di antara warga sipil Palestina dengan
“His Majesty’s Goverment view with favour the estabilishment in Palestine of a National home for the Jewish People, and will use their best endeavours to facilitate the achieevement of this objet, it being elearly undertood that nothing shall be done which may Prejuadice the civil and religious rights of existing non – Jewish Communities in Palestine, on the rights and political status enjoyed by jews in any other Country” (M.
Riza Sihbudi dan Ahmad Hadi,1994). Tujuan Deklarasi Balfour di atas, agar wilayah Palestina dijadikan “A National Home For The Jewish People“. Sebagai kebijakan dari James Arthur sebagai pemberi mandat Inggris pada waktu itu – meskipun beliau memahaminya dengan meminta warga Yahudi Kenya untuk mengungsi ke wilayah Palestina –Timur Tengah, dapat mengakibatkan terjadinya konflik yang begitu besar, antara orang–orang Yahudi sebagai pendatang dengan orang–orang Arab Palestina sebagai penghuni asli dari wilayah tersebut. Namun itu semua dapat terjadi akibat peran Amerika Serikat dalam permainan percaturan politik di PalestinaIsrael. Pada tanggal 11 Mei 1942 Organisasi Zionis Amerika Serikat mengadakan pertemuan di New York dan memutuskan suatu program dengan nama “Baltimore Programe” dengan tujuan lebih jauh dibandingkan dengan Balfour Declaration, sehingga sempat menimbulkan protes kalangan masyarakat Yahudi moderat di Eropa dan Amerika Serikat. Isi dari rencana Biltmore Programe, yang diusulkan oleh Ben Gurion selaku Ketua Komite Eksekutif Agensi Yahudi, yaitu: (1). Pembentukan negara Yahudi di seluruh wilayah Palestina, (2). Pembentukan Angkatan Darat Yahudi, (3). Pembentukan lembar putih 1939 dan pelaksanaan imigrasi Yahudi tanpa batas yang akan diawasi Agensi Yahudi, bukan pemerintah Inggris (Rahmatullah,2001). Konflik Palestina – Israel Awal mula terjadinya perselisihan Palestina–Israel disebabkan ketika terjadinya pengusiran orang–orang Yahudi Eropa dari Jerman, atas kediktatoran Adolf Hitler seorang fasis yang bertujuan untuk melakukan pengaruhnya di Jerman. Dalam buku suci bangsa Nazi, Hitler menyerukan rakyat jerman agar mengutuk Jurnal Ilmiah WIDYA
51
Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015
Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina
Rahmatullah, 49 - 55
dan tidak menghentikan tindakan tersebut, yang mungkin saja memberikan dampak besar terhadap negara–negara lain, khususnya Israel dalam mewujudkan kekuasaan yang dimilikinya di wilayah Timur Tengah. Menurut Morgenthau (1990:118) dalam teori Politik Prestise,
militer Israel. Konflik terjadi di wilayah Palestina sejak mulai dari tahun 1948, 1956, 1967 dan 1973 hingga sekarang, walaupun dari sebagian besar kepala negaranegara Timur Tengah sangat ingin mendamaikan perselisihan tersebut, terlihat “ketika berbagai pihak yang terlibat dalam pertikaian, setuju mengadakan konferensi Madrid, 30-31 Oktober 1991” (M. Riza Sihbudi,1993). Namun dari pihak pemerintah Amerika Serikat dan Inggris tak henti–henti memberikan bantuan dukungan persenjataan teknologi kepada Israel dalam melakukan operasi penyerangan militer dan proses pembangunan pemukiman ke wilayah Palestina. Amerika Serikat tidak tanggung-tanggung memberikan dukungannya kepada pemerintahan Israel dengan melakukan kerjasama militer dalam hal pelatihan uji coba persenjataan teknologi canggih “Iron Dome” buatan dari Amerika, yang digunakan pemerintahan militer Israel, Benjamin Netanyahu di dalam melakukan penyerangan ke wilayah Palestina. Hal penting dukungan presiden Amerika Barack Obama dalam kebijakan politik luar negeri-nya terhadap pemerintahan militer Israel adalah guna memperlancar bisnis persenjataan di kedua belah pihak dalam hal pemenuhan kepentingan nasionalnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Holsti, bahwa pada dasarnya hubungan mempunyai sifat konflik bahkan dalam bentuk kerjasama antar pemerintah, sering terjadi perbedaan pandangan (Rahmatullah,2001). Dukungan Amerika Serikat terhadap Israel memberikan keleluasaan bagi pemerintahan Israel untuk melakukan agresi militernya ke wilayah Palestina secara angkuh dengan maksud memberikan pesan diplomatik dari pemerintahan Benjamin Netanyahu kepada negaranegara lain, bahwa kekuatan militer Israel merupakan simbol kekuatan super power, setelah negara adidaya Amerika Serikat. Dengan kearogansian kekuatan militernya, Israel secara bebas melakukan penyerangan rudal ke wilayah Palestina, tanpa memperdulikan hak asasi manusia suatu negara. Menurut Morgenthau dalam Mohtar Mas’oed (1990) bahwa mengejar kekuasaan dapat membentuk dan mempertahankan pengendalian negara terhadap negara lain dan Lembaga-Lembaga Internasional, khususnya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Jurnal Ilmiah WIDYA
“bahwa tujuan dari ini semua merupakan untuk menimbulkan kesan kepada negara–negara lain dengan kekuasaan yang sesungguhnya dimiliki oleh negara–negara itu sendiri, atau dengan kekuasaan yang dirasakan dimilikinya, atau supaya yang dimiliki itu dipercaya oleh negara-negara lain”.
Oleh karena itu, Pemerintah Amerika Serikat tetap ikut berperan aktif di dalam setiap permasalahan–permasalahan konflik yang terjadi di wilayah Timur Tengah, khususnya di Palestina. Hal itu karena, Amerika Serikat ingin tetap eksis dalam mewujudkan dirinya sebagai negara super power serta memperkuat pengaruh hegomoninya terhadap negara-negara lainnya, sekaligus membuktikan diri sebagai negara adidaya yang terdepan di antara negara-negara lain, khusunya dalam penentuan penyelesaian perdamaian dunia. Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina Peran pemerintah Amerika Serikat di dalam menyelesaikan permasalahan konflik yang terjadi di wilayah Timur Tengah, khususnya Palestina–Israel sangatlah penting. Amerika Serikat termasuk bagian dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa–Bangsa, yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai lembaga perdamaian dunia, khususnya di Lembaga Dewan Keamanan PBB. Untuk itu, dibutuhkan peran anggota–anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa–Bangsa untuk mewujudkan perdamaian dunia. Meskipun diketahui bahwa betapa besarnya upaya Lembaga PBB dalam hal menyelesaian perselisihan Palestina – Israel, dengan mengeluarkan beberapa resolusi guna menciptakan perdamaian dunia. Resolusi-resolusi itu seperti; resolusi No. 181 tahun 1947, No. 242 tahun 1967, No. 338 tahun 1973 dan resolusi dewan keamanan No. 694 tahun 1991. Juga diadakannya konferensi madrid tahun 1991 dan perundingan Oslo tahun 1993 yang disebut perundingan Ghaza – Ariha (Rahmatullah, 2001). Namun apa yang 52
Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015
Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina
Rahmatullah, 49 - 55
diupayakan oleh Pimpinan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Kimon di dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel, tidak membuahkan hasil secara optimal. Malah semakin parah dan tidak ada ujung pangkalnya untuk mengakhiri perselisihan yang terjadi di negeri suci itu. Terutama, tindakan-tindakan penyerangan yang dilakukan oleh Israel – 10 tahun yang lalu, pada masa pemerintahan Yaser Arafat melakukan mediasi perundingan di antara Palestine Liberty Organization with al Harakatul Muqawwamatul Islamiyah Group and Intifhada. Presiden Arafat dicurigai sebagai pemersatu bangsa Palestina, sehingga bagi pemerintahan Israel, hal ini akan mempersulit langkah-langkahnya dalam melakukan pembangunan pemukiman bagi warga Yahudi di Jalur Gaza. Dalam proses perundingan yang difasilitasi oleh Presiden Palestina Yaser Arafat, belum terjadi kesepakatan di kedua bela pihak yang sedang berselisih antara Israel-Hamas dan Intifhada, beliau terlebih dahulu kena musibah keracunan- berdasarkan penyelidikan sementara berasal dari sikat gigi dan pakaian yang dikenakannya mengandung radioaktif (Berita Antara,2012). Meskipun belum diketahui secara pasti penyebab kematiannya, sehingga meninggal dunia, pada tahun 2004, akan tetapi, kemungkinan ada dua dugaan atas kematian Presiden Yaser Arafat: (1). Kemungkinan pemerintahan Israel tidak sudi melihat apabila kelompok Hamas dan Intifhada bersatu dalam memperjuangkan kemerdekaan di Palestina, sehingga ada dugaan bahwa kematian Yaser Arafat, kemungkinan diracuni oleh pihak Israel? (2). Ada kemungkinan di kedua kubu di antara Organisasi Hamas dan Intifhada yang difasilitasi Arafat dalam proses penyelesaian perselisihan, merasa terganggu kepentingannya secara lokal untuk mengambilalih kekuasaan dari pemerintahan Presiden Arafat, sehingga Hamas dan Intifhada melihat itu ada dugaan bahwa, pemerintahan Yaser Arafat lebih menyelamatkan kepentingan kekuasaan pribadinya – dalam artian mendukung kepentingan Israel daripada masyarakat Palestina di dalam melakukan proses diplomasi penyelesaian perselisihan antara Hamas dan Intifhada. Dari kedua analisis hipotesis di atas, mungkin analisis Jurnal Ilmiah WIDYA
yang pertama lebih cenderung menjadi sebab kematian Arafat. Kematian Arafat akibat keracunan kandungan radioaktif, sehingga secara dugaan, tidak mungkin dari kubu Hamas dan Intifhada yang melakukan pembunuhan Arafat. Mengingat kebijakan-kebijakan Presiden Yaser Arafat selama menjabat sering menghiraukan aktifitas kegiatan-kegiatan kelompok Hamas dan Intifada dan tidak memberikan sanksi pada organisasinya dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina terhadap perlawanan militer Israel. Sementara ini kelompok Hamas dan Intifhada belum ada keinginan untuk melakukan perdamaian dengan pemerintahan Israel, Hamas melihat bahwa dalam proses perundingan pemerintahan Israel sering lebih mendominasi kepentingannya dibandingkan masyarakat Palestina. Oleh karena itu, tentara Hamas dan Intifhada bersihkukuh tetap memperjuangkan kemerdekaan negeri Palestina dari jajahan Israel, sekalipun pada waktu itu, Presiden Palestina Yaser Arafat secara sungguh-sungguh ingin mempersatukan dan melakukan Islah dengan Kelompok Hamas dan Intifhada. Keinginan itu kurang disambut positif oleh pemerintahan Israel, karena Israel melihat, dengan bersatunya Hamas dan Intifhada bisa menimbulkan kekuatan besar bagi pemerintahan Palestina. Hal ini bisa berdampak pada perlawanan besar bagi pemerintahan Israel - sehingga Israel melakukan konsfirasi besar terhadap kejadian proses kematian Presiden Yaser Arafat. Pemerintahan Israel melihat, bahwa presiden Yaser Arafat tidak mampu mempengaruhi dan mengantisipasi gerakangerakan organisasi Hamas dan Intifada yang tumbuh dan berkembang secara pesat di wilayah Timur Tengah. Misteri kematian Yaser Arafat belum diketahui siapa sebenarnya yang melakukan pembunuhan tersebut. Sementara dengan kelompok Hamas dan kelompok Intifhada yang melakukan “pembunuhan” Yaser Arafat, sangat bertentangan dengan kemampuan teknologi yang mereka miliki, dibandingkan teknologi pemerintahan Israel. Pertentangan kelompok Hamas dengan Israel diperuncing dengan penyerangan roket helikopter Israel yang diarahkan ke kendaraan tokoh pendiri Hamas - alHarakatul Muqawwamatul Islamiyah Sheikh Ahmaed 53
Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015
Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina
Rahmatullah, 49 - 55
Yasin, menyebabkan meninggal dunia seketika, padal 22 Maret 2004 (Berita Artikel Wikipedia,2014). Ini membuktikan bahwa, militer Israel beserta para pimpinan pemerintahannya tidak ada niat yang baik untuk mau menyelesaikan konflik di kedua blok tersebut. Pemerintah Israel terlihat sangat antusias melakukan penyerangan ke daerah-daerah Palestina, dalam penguasaan secara keseluruhan. Sejalan dengan ajaran kitab Taurat kuno dan agama Yahudi serta perjanjian Deklarasi Balfour dan Program Biltmore, yang menjadikan dasar pemikiran bagi orang-orang Zionis Yahudi, untuk menguasai wilayah Timur Tengah – Palestina. Penyerangan pemboman rudal teknologi tinggi yang berakibat pemusnahan bagi warga Palestina tidak bersudahan – terhitung banyak korban telah meninggal dunia, akibat pemboman militer Israel di tahun 2014 ini. Menurut data sementara dari PBB dan berita media massa elektronik dan cetak terakhir ini sudah mencapai 2200 orang. Ini mungkin akan bertambah lagi, selama pemerintahan Israel tidak mengindahkan perjanjian gencatan senjata yang sudah berulangkali dilaksanakan di kedua bela pihak yang bertikai. Sebagaimana diketahui dua minggu Israel dan Palestina melakukan gencatan senjata yang dilaksanakan di Mesir, namun, pada tanggal 8 September 2014, tentara Israel kembali melakukan penyerangan ke wilayah Palestina, yang mengakibatkan jatuhnya korban 1 orang anak kecil (Berita Tvone, 8 September 2014). Peristawa ini, memancing amarah masyarakat Palestina dan warga Timur Tengah, khususnya ummat Islam di seluruh dunia. Penyerangan militer Israel ini, menambah keyakinan bagi umat Islam di seluruh dunia seperti tertera dalam AlQur’an surat Al- Baqarah (2) ayat 120, Allah SWT berfirman: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”, dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. Itulah yang menjadikan dasar, mengapa konflik Palestina – Israel terjadi terus-menerus, tanpa berakhir di ujung penyelesaian perdamaian? Mungkin Jurnal Ilmiah WIDYA
saja mandat yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Inggris, yang bernama Arthur James Balfour, pada tanggal 2 November 1917, atau dikenal sebagai Deklarasi Balfour, merupakan bagian dari prinsip mendasar bagi pemerintahan Israel untuk menjadikan pembangunan pemukiman bagi orang-orang Zionis Yahudi di wilayah Palestina, sehingga, bagi orang-orang Israel wilayah Palestina merupakan tempat mereka untuk bermukim, itu sebabnya tidak henti-hentinya mereka melakukan pemusnahan terhadap orang-orang penduduk asli Palestina. Dengan alasan pembenaran untuk melakukan pengejaran bagi kelompok-kelompok Hamas dan Intifhada yang dianggap sebagai “terorisme dunia”. Masyarakat Islam sedunia sudah memahami bahwa, alasan pemerintahan Israel dan Amerika Serikat melakukan penyerangan rudal ke wilayah-wilayah Timur Tengah sebagai propaganda standar untuk menguasai daerah pemukiman Palestina. PENUTUP Kesimpulan 1. Pemerintahan Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu tidak ada niat kemauan untuk menyelesaikan perdamaian di kedua kekuatan Militer Israel dengan Militer Palestina. 2. Peran Lembaga Perserikatan Bangsa – Bangsa sebagai lembaga perdamaian dunia, tidak memberikan pengaruh besar yang signifikan dimata Pemerintahan Benyamin Netanyahu - Israel. 3. Adanya kepentingan besar Amerika Serikat terhadap Israel dalam hal bisnis persenjataan dan sungai terusan Suez, di wilayah Palestina. 4. Amerika Serikat tidak dapat menghentikan tindakan penyerangan militer Israel ke wilayah Palestina, karena mempunyai kepentingan nasional terhadap negeri Palestina. 5. Israel dijadikan sebagai alat untuk melakukan agresi militer agar memperlancar pasokan persenjataan As ke Israel, sekaligus dijadikan penjaga sungai terusan Suez di wilayah Timur Tengah. 54
Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015
Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina
Rahmatullah, 49 - 55
Saran-saran 1. Mengembalikan kembali posisi awal pada perundingan yang dilakukan dua belah pihak Palestina-Israel, melalui mediasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang mengeluarkan sebuah resolusi No. 242, pada tanggal 22 November 1967, yang berisi; menarik pasukan militer Israel dari wilayah Palestina. 2. Menghimbau Dewan Keamanan PBB untuk berperan aktif dan lebih tegas memberikan sanksi bagi negaranegara yang melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, dengan mengajukan ke Mahkamah Internasional. 3. Menghimbau Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk dapat melakukan pengisolasian atau pencabutan
Jurnal Ilmiah WIDYA
hak kedaulatan suatu negara dan tidak akan memberikan hak kemerdekaan bagi negara yang telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia – Genocide. DAFTAR PUSTAKA Archer, Jules. Kisah Para Diktator. Yogjakarta. 2006. Kitab Suci Al-Qur ’an, surat Al-Baqarah (2): ayat 120. M. Riza Sihbudi dan Ahmad Hadi. Palestina Solidaritas Islam dan Politik Dunia Baru. Pustaka Hidayah. 1994. M. Riza Sihbudi dan M. Hamdan Basyar. Konflik dan Diplomasi Di Timur Tengah. Eresco. Bandung. 1993. Mohtar Mas’oed. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. LP3ES. Jakarta. 1990. Morgenthau, Hans, J.. Politik Antarbangsa, Edisi Keenam. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1990. Rahmatullah. Peran PBB dalam Penyelesaian Konflik Palestina – Israel Tahun 1991 – 2001. Jakarta. 2001.
55
Volume 3 Nomor 1 Januari-Agustus 2015