DISERTASI
PERAMBAHAN KAWASAN HUTAN DI KECAMATAN KUBU KARANGASEM BALI
IDA GEMAWATI MONDA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
DISERTASI
PERAMBAHAN KAWASAN HUTAN DI KECAMATAN KUBU KARANGASEM BALI
IDA GEMAWATI MONDA NIM 1090371025
PROGRAM DOKTOR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
PERAMBAHAN KAWASAN HUTAN DI KECAMATAN KUBU KARANGASEM BALI
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana
IDA GEMAWATI MONDA NIM 1090371025
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 Lembar Persetujuan Promotor/Kopromotor
DISERTASI INI TELAH KAMI BIMBING DAN SIAP UNTUK DIUJIKAN
Promotor,
Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Merta, D.A.A. NIP 194912271976021001
Kopromotor I
Kopromotor II
Prof. Dr.Ir.Sulistyawati, M.S.,M.M.,M.Mis.,D.Th. Dr. Ni Made Wiasti,M.Hum. NIP 194602061971072001 NIP 195912081986012001
Mengetahui Ketua Program Pendidikan Doktor (S3) Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP 19480720 197803 1 001
Disertasi ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 24 Juli 2015
Panitia Penguji Disertasi berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. 181/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 22 Juni 2015
Ketua : Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, SU Anggota : 1. Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Merta, D.A.A. 2. Prof. Dr. Ir. Sulistyawati, M.S., M.M., M.Mis., D.Th. 3. Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum. 4. Prof. Dr. I Wayan Ardika, MA. 5. Prof. Dr. I Ketut Mertha, SH, MHum. 6. Dr. Putu Sukardja, M.Si. 7. Dr. Ida Bagus Darmika, MA.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah saya dengan data sebagai berikut. Nama
: Ida Gemawati Monda
NIM
: 1090371025
Program Studi
: S3 Kajian Budaya
Judul Disertasi
: “Perambahan Kawasan Hutan di Kecamatan Kubu Karangasem Bali”
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17, Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,
Agustus 2015
Ida Gemawati Monda
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dan sesanti angayubagia penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, Ibu Pertiwi, Ratu Betara sane titiyang sungsung lan Ratu Betara Samadaya, yang telah melimpahkan waranugraha-Nya sehingga disertasi yang berjudul “Perambahan Kawasan Hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem ,Bali” dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.P.D. KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Ibu Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), Ketua Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana, Bapak Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana, Bapak Dr. Putu Sukardja, M.Si. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Merta, D.A.A., selaku promotor, Ibu Prof. Dr. Ir. Sulistyawati, M.S., M.M., M.Mis., D.Th. selaku kopromotor I, Ibu Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum., selaku kopromotor II, yang sejak awal telah memberikan bimbingan, saran, dan semangat selama penulis mengikuti Program Pascasarjana khususnya dalam menyelesaikan disertasi ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen pada Program S-3 Kajian Budaya Universitas Udayana atas ilmu yang diberikan, yaitu Bapak Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., Bapak Prof. Dr. I Gde
Widja, Bapak Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A., Bapak Prof. Dr. I Made Suastika, S.U., Bapak Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Bapak Prof. Dr. I Gde Semadi Astra, Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Merta, D.A.A., Ibu Prof. Dr. Ir. Sulistyawati, M.S.,M.M., M.Mis.,D.Th., Bapak Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., Bapak Prof. Dr. I Ketut Mertha, S.H.,M.Hum., Bapak Prof. Dr. I Wayan Dibia, S.S.T.,M.A., Bapak Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Bapak Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H.,M.S., Bapak Dr. Putu Sukardja, M.Si., Ibu Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum., dan Bapak Dr. I Gede Mudana, M.Si. Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung untuk terselesaikannya disertasi ini, yaitu kepada:
Pemerintah Provinsi
Bali,
Pemerintah Kabupaten Karangasem,
Kecamatan Kubu, staf pegawai dan perpustakaan di lingkungan Program Studi S3 Kajian Budaya Universitas Udayana dan Program Pascasarjana Universitas Udayana. Disampaikan terima kasih juga kepada semua teman seangkatan, kakak kelas, adik kelas, teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, para masyarakat di sekitar kawasan hutan di Dusun Batu Dawa Kaja, Desa Tulamben; Dusun Batu Giling, Desa Dukuh; Dusun Kubu Juntal Kaja, Desa Kubu; Dusun Bantas, Desa Batu Ringgit, Kecamatan Kubu. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua keluarga tercinta yaitu suami (Ir. A.A. Gde Pushpha, M.Si.) dan kedua ananda (A.A.Gde Wija Putra, S.E. dan A.A. Putri Gangga), keluarga besar mertua (Ida I Dewa Gde Oka dan Ida Ayu Runem), keluarga besar ayahanda dan ibunda (H. Adi Suwignyo dan Hj. Kasijatun).
Semoga semua amalan dan doa yang diberikannya dapat didengar, diterima oleh Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, Ratu Betara sane titiyang sungsung lan Ratu Betara Samadaya sehingga mendapatkan balasan yang setimpal, Astungkara.
ABSTRAK
Fenomena perambahan merupakan masalah yang holistik dan mengakibatkan hutan tidak berfungsi secara optimal. Akibat dari perambahan yang pertama dirasakan adalah oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan itu sendiri. Di pihak lain bahaya yang ditimbulkan bisa berupa kebakaran, longsor, dan berkurangnya iklim mikro dan tiadanya sumber air. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana terjadinya perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali; bagaimana tindakan pemerintah terhadap masalah perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali; bagaimana dampak dan makna perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. Penelitian ini menggunakan teori diskursus kekuasaan dan pengetahuan dari Foucault, teori hegemoni dari Antonio Gramci, dan teori tindakan komunikasi dari Jurgen Habermas. Untuk menganalisis fenomena yang terjadi berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam, dan observasi. Data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen dan pustaka yang relevan. Di samping itu, untuk analisis data dibantu dengan analisis PRA (Participatory Rapid Appraisal), secara deskriptif, dan interpretatif. Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah kawasan hutan di RPH Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, tepatnya di Resor Pengelolaan Hutan/RPH Kubu. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dapat dikemukakan bahwa terjadinya perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali disebabkan oleh beberapa hal, pertama, adanya keterbatasan internal (sejarah perambahan hutan; pandangan masyarakat tentang kawasan hutan; adanya akses jalan menuju kawasan hutan, terbatasnya air dan budaya pemanfaatan air, budaya pemanfaatan lahan; keterbatasan informasi bidang kehutanan; tidak adanya penjagaan di sekitar kawasan hutan) dan eksternal bidang kehutanan (keterbatasan pengetahuan di bidang pertanian; peraturan pemerintah yang kurang tegas; perubahan iklim, kondisi awig-awig yang beragam). Kedua, tindakan pemerintah terhadap masalah perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem Bali. Pemerintah sudah melakukan pembinaan terhadap pelaku perambah, melalui penyuluhan, pembinaan langsung dan praktik pembuatan stok makanan ternak, serta membangun dua embung, yaitu di hulu Dusun Batu Dawa Kaja dan di hulu Dusun Bantas serta penyambungan pipa dari Waduk Telaga Waja. Ketiga, aktivitas perambahan mempunyai dampak erosi tanah, kebakaran hutan, dan dampak politis. Dalam melakukan aktivitas perambah mempunyai makna ekonomi dan kemiskinan, makna sosial, dan makna resistensi. Dari hal tersebut terdapat empat temuan hasil penelitian. Pertama, perambah yang berasal dari masyarakat di sekitar kawasan hutan di Resor Pengelolaan Hutan/ RPH Kubu dari proses awal sampai saat dilakukan penelitian, masih tetap melakukan perambahan meskipun secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Budaya merambah sudah dilakukan secara turun-temurun. Semakin dekat dengan kawasan
hutan semakin banyak ternak dipeliharanya, kurang lebih empat ekor sapi dan tidak didukung dengan pengadaan pakannya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan perambah dan pendampingan. Kedua, pemerintah sudah melakukan upaya tindakan untuk menangani masalah perambahan di RPH Kubu, tetapi belum memprioritaskan pemecahannya secara holistik bersama-sama untuk dikomunikasikan dan digarap secara serius dan cepat. Ketiga, terdapat pandangan yang berbeda antara perambah di RPH Kubu dan kebijakan pemerintah. Keempat, ditemukan potensi di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan, jika dikaitkan dengan Desa Tulamben sebagai kawasan pariwisata ( Lampiran XVI.a Perda Prov Bali No 16 Tahun 2009 tentang RTRW) yang dapat dikembangkan untuk menunjang memecahkan permasalahan perambahan. Seperti jasa lingkungan (wisata alam, wisata spiritual), fasilitasi izin dan diversifikasi arak, pengembangan budidaya tanaman lontar dan deversifikasi hasil pertanian (fasilitasi standardisasi kacang tanah, buah semu jambu mete, buah mangga), fasilitasi adu ayam menjadi arena pertunjukan yang menguntungkan. Simpulan penelitian adalah sebagai berikut, pertama, kurangnya pengetahuan dan pendampingan untuk membantu perambah dari kebiasaan melakukan perambahan di RPH Kubu. Kedua, pemerintah belum optimal menangani masalah perambahan di RPH Kubu. Ketiga, terdapat pandangan berbeda antara masyarakat di sekitar kawasan hutan dan kebijakan pemerintah. Keempat, terdapat potensi di dalam kawasan dan di luar kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pemecahan masalah perambahan. Untuk itu disarankan kebijakan pemerintah untuk menjadikan masalah perambahan sebagai masalah prioritas dalam pembangunan. Tujuannya supaya hutan dapat berfungsi optimal dan perambah khususnya serta masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat berdaya dan berkecukupan serta berbudaya. Kata-kata kunci: perambahan, kawasan hutan lindung, hutan produksi RPH Kubu.
ABSTRACT
The phenomenon of change is a problem that is holistic and result in the woods is not functioning optimally. As a result of the first encroachment is perceived by the people around the forest itself. While the danger posed to the form of fire, landslides and reduced micro-climate ir.d the lack of water sources. Issues raised in this research is how the encroachment of forest area in the district of Kubu Karangasem, Bali; how the government action against encroachment :: forest land in Karangasem Bali Kubu district; how the impact and meaning of the encroachment of forest area in the district of Karangasem Bali Kubu. This study uses the theory of discourse of power and knowledge of Foucault's theory of hegemony Antonio Gramci, as well as the theory of Jurgen Habermas communication actions. To analyze the phenomena that occur based on qualitative and quantitative data derived from primary data and secondary data. Primary data obtained from in-depth interviews, observation. Secondary data were obtained from the search of documents and relevant literature. In addition to assisted data analysis using analysis of PRA (Participatory Rapid Appraisal), descriptive, and interpretative. This study took place in the forest areas in the slaughterhouse. Kubu district, Karangasem, Bali Province, precisely in Resort Management Forest / RPH. Kubu, Determination :techniques informant was purposively. Based on studies that have been done can be stated that :he results of this study encroachment of forest area in the district of Karangasem Bali Kubu is because, first, the existence of internal and external limitations in forestry. Second, government action against encroachment of forest land in Karangasem Bali Kubu district. The government has to provide guidance to actors browser, through education and the practice of making stock fodder. This is to anticipate reserve forage in the dry season. To overcome the problem of water that is needed by the people in the surrounding forests, the government has built two ponds, namely upstream Stone Dire Kaja village and hamlet upriver Bantas, as well as the connecting pipe from the reservoir Telaga Waja. Third, encroachment activities have impacts of soil erosion and forest fires, as well as political implications. Squatters in perambahannya activity has economic significance, and poverty, social significance and meaning of resistance. From the above, there are four research findings: first, that the browser that comes from communities around the forest area in Resort Management Forest/RPH Stronghold from the beginning to the time in doing research, still do encroachment although they do in secret or openly. Culture penetrated been done for generations. The closer to the forest area was maintained by a growing number of cattle, approximately four cows and not supported by the procurement of feed. This is due to lack of knowledge and mentoring browser. Second, the Government has made efforts to address the issue of encroachment action in RPH Kubu, but not prioritized solutions holistically together to communicate and be taken seriously and quickly. Thirdly, there are different views between encroachers in RPH Kubu with government policy. Fourth, found potential in the
forest area and outside the area which can be developed to support the encroachment problem solving. The conclusions of the study is the first, the lack of knowledge and assistance to help squatters from encroaching on RPH Kubu habit. Second, the government has not been optimally address the issue of encroachment in RPH Kubu. Thirdly, there are different views among communities around the forest with government policy. Fourth, found potential in the forest area and outside the area which can be developed to support the encroachment problem solving. It required the government's policy to make encroachment problems as a matter of priority in development, so that the forest can function optimally and encroachers in particular and the public in a forest area can be powerful and wealthy and cultured. Key words: encroachment, protected forest areas, RPH Kubu production forest.
RINGKASAN DISERTASI
Kondisi hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat cenderung menurun. Sehubungan dengan itu, keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dan dijaga daya dukungnya secara lestari. Fenomena perambahan merupakan salah satu aktivitas yang dapat menjadikan degradasi hutan. Luas kawasan hutan di Kabupaten Karangasem adalah 14.220,23 ha, terdiri atas enam resor pengelolaan hutan/RPH dan enam registrasi tanah kehutanan/RTK. Di pihak lain kawasan hutan di Kecamatan Kubu terdiri atas dua RPH, yaitu RPH Daya seluas 3.336,90 ha dan RPH Kubu seluas 2.213,34 ha. Keduanya termasuk dalam KPH Bali Timur dan RTK 8 (kelompok hutan Gunung Abang Agung). Lokasi penelitian diambil pada kawasan hutan RPH Kubu. Kawasan hutan di RPH Kubu terdiri atas kawasan hutan lindung (2.009,23 ha) dan kawasan hutan produksi (204,11 ha). Permasalahan perambahan merupakan masalah yang bersifat holistik sebab kejadiannya menyangkut dua kawasan, yaitu di dalam kawasan dan di luar kawasan. Di luar kawasan terdapat desa/dusun yang berbatasan dengan kawasan hutan. Di sinilah masyarakat tinggal atau berdomisili yang biasa disebut dengan masyarakat di sekitar kawasan hutan. Perambah berasal dari masyarakat di sekitar kawasan hutan. Perambah melakukan perladangan terhadap kawasan hutan untuk ditanami tanaman rumput gajah, gamal, kaliandra, pisang, nenas, dan jambu mete. Di samping itu, juga melakukan pembibrikan/ pemotongan ranting-ranting kayu.
Ada tiga permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana terjadinya perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. Kedua, bagaimana tindakan pemerintah terhadap masalah perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. Ketiga, bagaimana dampak dan makna perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memahami fenomena perambahan pada kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
teoretis,
untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi perguruan tinggi, sedangkan secara praktis diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan dalam menangani perambahan pada kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem khususnya dan Pemerintah Provinsi Bali pada umumnya. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teori diskursus kekuasaan dan pengetahuan dari Foucault, teori hegemoni dari Antonio Gramsci, dan teori tindakan komunikasi dari Jurgen Habermas. Untuk menganalisis fenomena yang terjadi berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam, dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen dan pustaka yang relevan. Data dianalisis dengan beberapa teori kritis yang bersifat eklektik. Di samping itu, untuk analisis data dibantu dengan teknik analisis PRA (Participatory Rapid Appraisal), secara deskriptif, kualitatif, dan interpretatif. Untuk mendapatkan data primer atau mendapatkan informasi dari informan yang notabene adalah seorang perambah itu pun tidak mudah. Artinya
diperlukan komunikasi personal yang khusus dan harus berjalan kaki menuju kawasan hutan, menunggu di jalan ke luar/masuk dari kawasan hutan untuk menjaring perambah-perambah. Selanjutnya dalam proses wawancara terus menggelinding melalui prinsip bola salju (snowballing) dan dilanjutkan kunjungan ke tempat tinggalnya untuk observasi yang berkaitan dengan teknik analisis PRA. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive. Informasi diperoleh sampai pada tingkat kejenuhan informasi (redundancy of information). Informasi-informasi kunci diperoleh dari semua pejabat SKPD terkait di provinsi, beberapa pejabat di tingkat kabupaten dan kecamatan sampai di tingkat terbawah yang terkait, serta dilanjutkan ke bendesa, kelian banjar yang terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena perambahan, yang terdapat di kawasan hutan produksi merupakan perambahan yang paling luas, yaitu diperkirakan lebih kurang 95 % dari luas yang ada, bahkan perambahannya sampai menjangkau hutan lindung yang terletak di sebelahnya. Dusun Kubu Juntal Kaja, Desa Kubu merupakan dusun yang berdekatan dengan kawasan hutan produksi. Selanjutnya tiap-tiap perambahan yang diperkirakan kurang lebih mencapai 5% yang terletak di kawasan hutan lindung yang berdekatan dengan Dusun Batu Dawa Kaja, Desa Tulamben, kawasan hutan lindung yang berdekatan dengan Dusun Batu Giling, Desa Dukuh dan kawasan hutan lindung yang berdekatan dengan Dusun Bantas, Desa Batu Ringgit. Fenomena perambahan sepintas dari kawasan hutan paling luar sepertinya tidak terjadi perambahan, tetapi setelah dilakukan identifikasi ke dalam kawasan hutan, hasil aktivitas
perambahannya realitanya ada. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Bali yang diadakan pada tahun 2010 dan 2011 juga menunjukkan hal yang sama. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dapat dikemukakan hasil penelitian ini, yaitu sebagai berikut. Pertama, terjadinya perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali disebabkan oleh adanya keterbatasan internal terkait dengan bidang kehutanan dan keterbatasan eksternal bidang kehutanan. Keterbatasan internal meliputi (a) sejarah aktivitas perambahan (b) pandangan masyarakat tentang hutan, (c) adanya akses jalan,
dan (d)
keterbatasan informasi. Pada tahun 1811 sudah terbangun tradisi pola institusi adat yang mengatur sebagian besar kehidupan pedesaan. Hal tersebut tentunya juga mengatur manajemen sumber daya hutan. Pada tahun 1811 Gunung Agung meletus pertama kalinya. Penduduk yang kembali tinggal di sekitar Gunung Agung tetap bergantung dengan hutan di sekitar Gunung Agung meskipun setelah tahun 1811 hutan alamnya diperkirakan hampir tidak ada. Pada tahun 1963 Gunung Agung meletus untuk kedua kalinya. Penduduk yang kembali tinggal di sekitar hutan Gunung Agung juga melakukan hal yang sama, yaitu kehidupannya tergantung dengan hutan Gunung Agung. Setelah Gunung Agung meletus tahun 1963, kawasan hutan belum ditetapkan dan otomatis belum ada peraturan pemerintah yang mengikat. Sejarah penunjukan kelompok hutan Gunung Abang-Agung (RTK 8) terjadi pada tahun 1927, tetapi pengumuman pemancangan sementara pada 31 Juli 1941 dan pengesahan
penetapan batas hutan pada 9 Februari 1948. Surat penetapan terakhir adalah SK Menhut No.28/Kpts-II/1990, 19 Januari 1990. Artinya, dari 19 Januari 1990 Kementerian Kehutanan mempunyai wewenang terhadap semua kegiatan dalam kawasan hutan. Di pihak lain masyarakat setempat secara historis sudah mengembangkan sistem manajemen lokalnya sendiri terhadap kelompok hutan tersebut. Artinya, perambah sudah melakukan aktivitas perambahan secara turun temurun. Pandangan masyarakat tentang hutan, yaitu sampai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41, Tahun 1999 tentang Kehutanan, masyarakat belum mengerti larangan melakukan perambahan. Oleh karena itu masyarakat di sekitar kawasan hutan menganggap bahwa hutan yang berada di sebelahnya merupakan kewenangannya. Adanya akses jalan, baik jalan aspal, tanah, maupun jalan setapak. Jalan aspal ada yang dibangun didesain dengan batas panjang sampai ke batas kawasan hutan. Hal ini dapat mempermudah perambah masuk dalam kawasan hutan. Perambah melakukan aktivitas perambahannya dengan berjalan kaki, naik sepeda motor, dan menggunakan kuda (Dusun Batugiling, Desa Dukuh). Di wilayah Resor Pengelolaan Hutan/RPH Kubu tidak terdapat mata air/sumber air. Di luar kawasan pun tidak terdapat sungai dan sumber air. Keterbatasan pengetahuan menyebabkan
perambah
belum
bisa
mengelola
air
hujan
dan
belum
memanfaatkan lahannya secara optimal. Dengan demikian kebutuhan hijauan makanan ternak belum dapat dipenuhi dari lahannya.
Keterbatasan informasi, yaitu kurangnya papan tulisan identitas dan larangan tentang hutan sehingga masyarakat di sekitar kawasan hutan belum semuanya tahu batas kawasan hutan. Di samping itu, minimnya aparat pemerintah dalam penjagaan hutan, menyebabkan kawasan hutan yang luas seakan-akan tidak ada penjaganya. Situasinya sepi tidak ada orang. Kondisi semacam ini mendorong masyarakat yang tidak kuat iman bisa melakukan perambahan secara terus menerus. Kedua, keterbatasan eksternal bidang kehutanan. Perambah berasal dari masyarakat di sekitar kawasan hutan. Mata pencaharian perambah dari pertanian subsisten tadah hujan. Usaha tani tersebut meliputi usaha tani pertanian pangan dan hortikultura, usaha tani perkebunan, serta usaha tani peternakan dan pengembangan bidang kehutanan. Petani menanam kayu-kayuan, jenis gmelina, jati, dan memungut hasil hutan bukan kayu (air buah lontar). Usaha tani yang paling digemari adalah beternak sapi, babi, kuda, kambing, dan ayam. Hasil ternak besar dimanfaatkan untuk kebutuhan upacara, membangun rumah, dan kebutuhan rumah tangga yang membutuhkan biaya besar. Keterbatasan eksternal bidang kehutanan terlihat atas (a) pengetahuan perambah terbatas (tidak tamat SD) sehingga pertanian subsisten merupakan ciri usaha taninya, (b) peraturan pemerintah kurang tegas, (c) perubahan iklim yang tidak menentu saat ini memengaruhi fluktuasi keberadaan usaha taninya. Artinya hujan, udara panas, angin yang tidak dapat diprediksi membuat kerugian dalam usaha tani yang diusahakan. Kondisi ini menambah ketidakberdayaan perambah.
Hal lainnya adalah awig-awig yang ada di tiap-tiap desa di sekitar kawasan hutan. Sebagian diantaranya mencantumkan kesadaran untuk menjaga keberadaan kelestarian kawasan hutan, sedangkan sebagian lagi belum menunjang kelestarian kawasan hutan. Ada perambah yang beranggapan bahwa tidak perlu memasukkan item perlindungan dalam awig-awig karena perlindungan itu merupakan urusan pemerintah. Pihak yang sudah mencantumkan item perlindungan, ternyata belum melakukan evaluasi pelaksanaannya. Ketiga, tindakan pemerintah di internal bidang kehutanan sudah melakukan upaya pembinaan terhadap para perambah dan melakukan penyuluhan terhadap perambah dan masyarakat di sekitar kawasan hutan. Pemerintah sudah berhasil mengajak masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk bersama-sama melaksanakan program reboisasi di dalam kawasan hutan dan penghijauan di luar kawasan. Gerakan penghijauan sudah diadopsi oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan dan masyarakat Kecamatan Kubu, sehingga tanaman kayu-kayuan hampir terlihat ditanam oleh setiap KK di halamannya. Artinya, realita di lapangan gerakan penghijauan sudah menjadi budaya menanam tanaman kayukayuan. Di pihak lain tindakan pemerintah di eksternal bidang kehutanan, pemerintah sudah melakukan fasilitasi standardisasi jambu mete. Jambu mete merupakan maskot hasil usaha tani di bidang perkebunan. Untuk mengantisipasi cadangan makanan ternak pada musim kemarau, pemerintah melalui satuan kerja perangkat daerah/SKPD bidang peternakan, sudah melakukan penyuluhan dan praktik pembuatan stok makanan ternak. Usaha tani peternakan yang diusahakan semakin dekat dengan kawasan hutan, semakin
banyak (3--4 ekor) ternak sapi yang diusahakan perambah dan tidak didukung hijauan makanan ternak di lahannya. Kebutuhan air merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Hal ini disebabkan oleh sumber daya air tidak terdapat, baik di luar kawasan maupun di dalam kawasan, baik berupa sumber air maupun sungai. Untuk memenuhi kebutuhan air, setiap KK rata-rata mempunyai satu buah cubang untuk menampung air hujan dan membeli air tangki. Antisipasi sudah dilakukan oleh pemerintah dengan membangun embung di hulu Dusun Bantas dan Dusun Batu Dawa Kaja. Penyambungan pipa masih dalam proses pelaksanaan dari waduk Telagawaja. Keempat, aktivitas perambahan di Kecamatan Kubu, Karangasem Bali, tepatnya di Resor Pengelolaan Hutan/RPH Kubu mempunyai dampak erosi, kebakaran hutan dan dampak politis. Aktivitas perambahan dengan melakukan perladangan dan pembibrikan akan menimbulkan degradasi hutan yang akhirnya dapat menimbulkan erosi dan kebakaran hutan. Hal ini akan menimbulkan kerugian pemerintah dalam melaksanakan reboisasi kembali, apalagi dengan kondisi tanah humus yang sudah terbakar. Tujuan program reboisasi pada kawasan hutan adalah untuk memperbaiki ekosistem yang sangat berguna bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Akan tetapi masyarakat telah melakukan tindakan yang berlawanan dengan merusaknya. Oleh karena itu, terjadilah dampak politis yang merugikan atau menyimpang dari program pemerintah.
Kelima,
aktivitas
perambahan
mempunyai
makna
ekonomi
dan
kemiskinan serta makna sosial dan resistensi. Untuk memenuhi kebutuhan seharihari diperoleh dari usaha tani di lahan yang dimilikinya. Lahan yang dimilikinya rata-rata kurang dari 0,50 ha. Hampir semua perambah termasuk KK miskin sehingga perambah mendapat bantuan beras/raskin dan bantuan BLSM. Makanan pokok perambah dan masyarakat di sekitar kawasan hutan adalah ketela pohon yang dicampur dengan beras bantuan pemerintah. Perambah melakukan perambahan untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Aktivitas perambahan menimbulkan makna sosial, yaitu dengan adanya interaksi antarerambah menimbulkan adanya rasa senasib sehingga menimbulkan rasa kesetiakawanan sesama perambah. Aktivitas perambahan dapat dimaknai sebagai makna resistensi terhadap pemerintah. Perambah menganggap pemerintah lebih mementingkan hutan dari pada kepentingannya. Dari hal tersebut di atas terdapat empat temuan hasil penelitian. Pertama, perambah merupakan masyarakat lokal yang berasal dari masyarakat di sekitar kawasan hutan di Resor Pengelolaan Hutan/ RPH Kubu. Aktivitas perambahan sudah dilakukan oleh perambah secara turun-temurun. Semakin dekat dengan kawasan hutan, tempat tinggal perambah, semakin banyak ternak sapi yang dipeliharanya, yaitu lebih kurang empat ekor dan tidak didukung dengan pencadangan pakan ternaknya. Dari proses awal sampai saat di lakukan penelitian, diketahui bahwa perambah masih tetap melakukan perambahan meskipun secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan perambah dan pendampingan.
Kedua, pemerintah sudah melakukan upaya tindakan untuk menangani masalah perambahan di RPH Kubu. Akan tetapi, belum memprioritaskan pemecahannya secara holistik bersama-sama untuk dikomunikasikan dan digarap secara serius dan cepat. Ketiga, terdapat pandangan yang berbeda antara perambah di RPH Kubu dan kebijakan pemerintah. Keempat, ditemukannya potensi jasa lingkungan di dalam kawasan dan di luar kawasan serta potensi bidang pertanian dan bidang kehutanan di luar kawasan. Simpulan penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, kurangnya pengetahuan dan pendampingan untuk membantu perambah dari kebiasaan melakukan perambahan di RPH Kubu. Kedua, pemerintah belum optimal menangani masalah perambahan di RPH Kubu. Ketiga, terdapat pandangan berbeda antara masyarakat di sekitar kawasan hutan dan kebijakan pemerintah. Untuk mengantisipasi proses terjadinya perambahan, dampak dan makna perambahan kawasan hutan di Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. Keempat, terdapat potensi jasa lingkungan di dalam dan di luar kawasan hutan serta potensi bidang pertanian, bidang kehutanan yang dapat didesain disesuaikan dengan spesifikasi lokal, kebutuhan, dan kesukaan para perambah. Potensi pemanfaatan kawasan (hijauan makanan ternak, perlebahan) dan jasa lingkungan (wisata alam, spiritual, hutan pendidikan, dan lain-lain) yang dapat dikembangkan melalui pemberian hak pengelolaan hutan desa atau pemberian izin pemanfaatan. Ditemukan Pura Penyawangan Gunung Agung yang terletak di dalam kawasan hutan lindung di dekat Banjar Bejug Sari, Dusun Batu Dawa Kaja, Desa Tulamben dapat menjadikan kawasan hutan lindung sebagai
areal kesucian yang dapat membantu menambah dan menumbuhkan keamanan dan fungsi hutan. Di samping itu, diperlukan kesadaran pengempon pura untuk ikut bertanggung jawab atas kelestarian hutan. Keberadaan Pura Penyawangan Gunung Agung tersebut dapat dikembangkan menjadi wisata spiritual. Hal ini dapat mengangkat nilai kesucian pura yang lebih luas dan berdampak pencintaan terhadap hutan. Di samping itu, pemerintah perlu untuk mendesain hutan penyengker, untuk diterapkan di semua dusun yang berbatasan dengan kawasan hutan. Keterbatasan pengetahuan dan belum ada pendampingan, baik dari pemerintah maupun dari NGO, untuk membangun deversifikasi budaya pekerjaan dalam menggali potensi sumber daya alam (batu padas, pasir, hasil hutan bukan kayu/arak) dan keterampilan lainnya. Berdasarkan simpulan di atas, dapat disarankan kepada pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, NGO, dan masyarakat untuk memahami dan menyadari, bahwa masalah perambahan merupakan masalah holistik. Sehubungan dengan itu masalah perambahan perlu diangkat menjadi masalah prioritas pembangunan yang ditujukan pada masyarakat di sekitar kawasan hutan di Kecamatan Kubu, tepatnya di RPH/Resor Pengolahan Hutan. Tujuannya agar hutan berfungsi optimal dan masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat hidup berkecukupan/sejahtera dan berbudaya.
GLOSARIUM
awig-awig
:
peraturan organisasi yang tertulis.
bioteknologi
:
setiap teknologi terapan yang menggunakan sistem-sistem biologi, organisme hidup atau bagian-bagiannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau proses untuk penggunaan khusus.
bebotoh
: kecanduan adu ayam yang dipertaruhkan dengan menggunakan uang/berjudi dengan menggunakan sarana ayam yang diadu dalam arena pertunjukan.
ekosistem
: suatu kompleksitas interaksi yang dinamis dari komunitas tumbuhan, binatang dan mikro organisme serta lingkungan fisiknya sebagai satu kesatuan fungsi.
hutan
:
suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
hutan negara
:
hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
hutan hak
:
hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
hutan produksi
:
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
hutan lindung
:
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
hasil hutan
:
benda-benda hayati, nonhayati, dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan.
hutan desa
:
hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
izin pemanfaatan hutan
:
izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri atas izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan.
kehutanan
:
sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
kawasan hutan
:
wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
kondisi in-situ
:
kondisi sumber daya genetik berada dalam ekosistem dan habitat alaminya dan untuk jenis yang ditangkar dan dibudi daya berada di dalam lingkungan di mana mereka telah mengembangkan suatu sifat tersendiri.
kesatuan pengelolaan hutan/KPH
: wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
kepala KPH
:
pimpinan, pemegang kewenangan dan penanggung jawab pengelolaan hutan dalam wilayah yang dikelolanya.
metajen
:
budaya adu ayam di Bali.
pemanfaatan hutan
:
kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
pemanfaatan jasa lingkungan
:
kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya.
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu : kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu : kegiatan untuk mengambil hasil hutan, baik berupa kayu maupun bukan kayu dengan batasan waktu, luas, dan/atau volume tertentu. pertanian
:
kegiatan manusia mengusahakan tanah dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman ataupun hasil hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk mendatangkan hasil selanjutnya.
pertanian dalam arti luas mencakup:
pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan.
pertanian dalam arti sempit
:
sebagai pertanian rakyat, yaitu usaha tani perorangan di mana diproduksi bahanbahan makanan utamanya beras, palawija, dan tanam-tanaman hortikultura, yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan.
pertanian dan usaha tani
:
suatu kegiatan manusia dalam mengusahakan tanah dengan maksud untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk tujuan pasar.
pertanian subsisten
:
pertanian digunakan sendiri.
usaha tani
:
himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat yang diperlukan untuk memproduksi pertanian, seperti tumbuhan, tanah dan air, perbaikan atas tanah, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan dan sebagainya.
tata hutan
yang untuk
hasil pertaniannya memenuhi dirinya
: kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan
sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat secara lestari. tangible
: manfaat langsung (hasil kayu, hasil hutan bukan kayu/getah, daun, madu, jasa lingkungan, hasil ikutan lainnya).
Intangible
: manfaat tidak langsung (penghasil oksigen, menangkap CO2, pengaturan tata air/hidrologis, mengubah iklim mikro).
SINGKATAN NGO
:
Non Government Organization.
HHBK
:
hasil hutan bukan kayu artinya hasil-hasil biologi selain kayu yang terdapat di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.
CSR
:
corporate social responsibility artinya suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai dengan kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar di mana perusahaan itu berada.
BLSM
:
bantuan langsung sementara masyarakat, artinya bantuan yang diberikan pemerintah Indonesia menyambut kenaikan BBM yang terjadi pada 22 Juni 2013 pada pukul 00.00.
HPH
:
Hak Pengelolaan Hutan.
RPH
:
Resort Pengelolaan Hutan.
RTK
:
Regristasi Tanah Kehutanan.
UPT
:
Unit Pelaksana Teknis.
KPH
:
Kesatuan Pengelolaan Hutan.
HMT
:
Hijauan makanan ternak.
Jasling
:
Jasa lingkungan.
HL
:
Hutan lindung.
HP
:
Hutan produksi.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN JUDUL PENGAJUAN ........................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
iii
LEMBAR PENGUJI UJIAN TERTUTUP ..............................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...........................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................
vi
ABSTRAK ................................................................................................
ix
ABSTRACT ................................................................................................
xi
RINGKASAN DISERTASI ......................................................................
xiii
GLOSARIUM ..........................................................................................
xxiv
DAFTAR ISI ............................................................................................ xxviii DAFTAR TABEL .................................................................................... xxxiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xxxvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xxxix BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................
9
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................
9
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................
9
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................
9
1.4.1 Manfaat Teoretis ...............................................................
10
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN...............................................................
11
2.1 Kajian Pustaka.............................................................................
11
2.2 Konsep ........................................................................................
18
2.2.1 Perambahan .....................................................................
18
2.2.2 Kawasan Hutan ..............................................................
19
2.2.3 Hutan Lindung, Hutan Produksi KPH Bali Timur, RPH Kubu................................................................................
19
2.2.4 Dampak ..........................................................................
20
2.2.5 Makna .............................................................................
21
2.3 Landasan Teori............................................................................
21
2.3.1 Teori Diskursus Kekuasaan dan Pengetahuan...................
23
2.3.2 Teori Hegemoni...............................................................
28
2.3.3 Teori Tindakan Komunikasi Jurgen Habermas.................
31
2.4 Model Penelitian .........................................................................
34
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................
37
3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................
37
3.2 Lokasi Penelitian .........................................................................
39
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................
40
3.3.1 Jenis Data ..........................................................................
40
3.3.2 Sumber Data .....................................................................
40
3.4 Teknik Penentuan Informan.........................................................
41
3.5 Instrumen Penelitian....................................................................
42
3.6 Teknik Pengumpulan Data...........................................................
43
3.6.1 Observasi ..........................................................................
43
3.6.2 Wawancara .......................................................................
44
3.6.3 Studi Kepustakaan ............................................................
44
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................
45
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data..........................................
46
BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN HUTAN KECAMATAN KUBU, KARANGASEM, BALI.................................................
47
4.1 Letak Geografis...........................................................................
47
4.2 Luas Wilayah Kawasan Hutan.....................................................
54
4.3 Sejarah Kawasan Hutan RTK 8 ...................................................
57
4.4 Kawasan Hutan RPH Kubu dan di Luar Kawasan........................
61
4.4.1 Kondisi dan Potensi Kawasan Hutan Lindung....................
61
4.4.2 Kondisi dan Potensi Kawasan Hutan Produksi ..................
63
4.4.3 Kondisi dan Potensi di Luar Kawasan Hutan......................
64
4.4.4 Keamanan di Luar Kawasan Hutan ...................................
75
4.4.5 Kondisi Sosial Ekonomi di Luar Kawasan Hutan ..............
77
BAB V PROSES TERJADINYA PERAMBAHAN KAWASAN HUTAN DI KECAMATAN KUBU, KARANGASEM, BALI ..................
92
5.1 Keterbatasan Internal Terkait dengan Bidang Kehutanan.............
93
5.1.1 Sejarah Perambahan Kawasan Hutan…………………….
93
5.1.2 Pandangan Masyarakat tentang Kawasan Hutan...............
98
5.1.3 Adanya Akses Jalan Menuju Kawasan Hutan, Terbatasnya Air dan Budaya Pemanfaatan Air, serta Budaya Pemanfaatan Lahan…………..................................................... 111 5.1.4 Keterbatasan Informasi Bidang Kehutanan.......................
120
5.1.5 Tidak Adanya Penjagaan di Sekitar Kawasan Hutan…….
124
5.2 Keterbatasan di Luar Bidang Kehutanan………………...............
131
5.2.1 Keterbatasan Pengetahuan Masyarakat di Bidang Pertanian
131
5.2.2 Peraturan Pemerintah yang Kurang Tegas..........................
147
5.2.3 Perubahan Iklim……………………………………… .......
153
5.2.4 Kondisi Awig-Awig yang Beragam ..................................
158
BAB VI TINDAKAN PEMERINTAH TERHADAP MASALAH PERAMBAHAN......................................................................... 170 6.1 Tindakan Pemerintah di Bidang Kehutanan .................................
171
6.1.1 Pembinaan terhadap Pelaku Perambah Kawasan Hutan……
171
6.1.2 Penyuluhan Terkait dengan Perambahan Kawasan Hutan. .
178
6.1.3 Gerakan Penghijauan dan Reboisasi ..................................
190
6.2 Tindakan Pemerintah di Luar Bidang Kehutanan..........................
202
6.2.1 Standardisasi Tanaman Jambu Mete di Bidang Perkebunan. 202 6.2.2 Penyuluhan dan Praktik Pembuatan Stok Makanan Ternak di Bidang Peternakan……………….. ................................... 206 6.2.3 Melakukan Pemenuhan Kebutuhan Air ............................. BAB VII
213
DAMPAK DAN MAKNA PERAMBAHAN KAWASAN HUTAN DI KECAMATAN KUBU, KARANGASEM, BALI 219
7.1 Dampak Perambahan Kawasan Hutan di Kecamatan Kubu Karangasem, Bali ...................................................................... 212 7.1.1 Erosi Tanah Hutan...........................................................
220
7.1.2 Kebakaran Hutan.............................................................
228
7.1.3 Dampak Politis…………………………………………….
238
7.2 Makna Perambahan Kawasan Hutan .........................................
245
7.2.1 Makna Ekonomi dan Kemiskinan ...................................
246
7.2.2 Makna Sosial ...................................................................
258
7.2.3 Makna Resistensi ............................................................. .
270
7.3 Temuan Baru Penelitian ............................................................
281
7.4 Refleksi ......................................................................................
288
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN.....................................................
296
8.1 Simpulan .....................................................................................
296
8.2 Saran ...........................................................................................
297
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
305
LAMPIRAN ............................................................................................
314
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
4.1
Kabupaten Karangasem Menurut Wilayah Administrasi Tahun 2011 .
50
4.2
Luas Wilayah Kabupaten Karangasem Menurut Kecamatan Tahun 2011. ..................................................................................................
50
Luas Wilayah Kabupaten Karangasem Menurut Kemiringan Lereng Diperinci per Kecamatan ..................................................................
51
Luas Wilayah Kabupaten Karangasem Menurut Ketinggian Diperinci per Kecamatan. ..................................................................................
52
Banyaknya Hari Hujan di Kabupaten Karangasem per Stasiun dan Bulan. ................................................................................................
53
Penyebaran Kawasan Hutan per Kecamatan per RPH di Kabupaten Karangasem .......................................................................................
55
4.7
Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Karangasem Tahun 2012. ...........
57
4.8
Hutan Tanaman dan Hutan Alam pada Kawasan Gunung Abang Agung (RTK 8) KPH Bali Timur .......................................................
60
Ketinggian dari Permukaan Laut (M) dan Klasifikasi Desa di Kecamatan Kubu................................................................................
65
4.10 Banyaknya Aparat Pemerintahan Kecamatan Keadaan Tahun 2011....
66
4.11 Banyaknya Aparat Pemerintahan Desa Keadaan Tahun 2011 ............
66
4.12 Luas Desa Diperinci Menurut Jenis Penggunaan Tanah Keadaan Tahun 2011. .......................................................................................
67
4.13 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah di Kecamatan Kubu Keadaan Tahun 2011..........................................................................
68
4.14 Luas Tanam, Luas Panen, dan Produksi Jagung, Kacang Tanah, Kedelai, Ubi Jalar, Ubi Kayu di Kecamatan Kubu Akhir Tahun 2007-- 2011........................................................................................
69
4.15 Luas Panen dan Produksi Tanaman Buah-Buahan di Kecamatan Kubu Keadaan Akhir Tahun 2007--2011 ............................................
70
4.16 Luas Panen dan Produksi Tanaman Sayur-Sayuran di Kecamatan Kubu Akhir Tahun 2007-2011............................................................
72
4.3 4.4 4.5 4.6
4.9
4.17 Luas Tanam dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Keadaan Akhir Tahun 2011........................................
73
4.18 Ternak Diperinci Menurut Jenisnya Keadaan Akhir Tahun 2011 ........
74
4.19 Unggas Diperinci Menurut Jenis Keadaan Tahun 2011.......................
75
4.20 Desa Pekraman yang Mendapat Bantuan Pengamanan Hutan di Provinsi Bali Tahun 2003--2008 di Kabupaten Karangasem ...............
76
4.21 Pos Keamanan Diperinci Menurut Jenis dan Jumlah Personelnya Keadaan Akhir Tahun 2011................................................................
76
4.22 Tindak Kejahatan yang Terjadi dan Dilaporkan ke Polisi Diperinci Menurut Jenisnya Keadaan Akhir Tahun 2011 ...................................
77
4.23 Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatannya Keadaan Tahun 2011. ....................
78
4.24 Penduduk Diperinci Menurut Agama, Aliran Kepercayaan, dan Jenis Kelamin Keadaan Akhir Tahun 2011..................................................
79
4.25 Jenis Tempat Ibadah Diperinci Menurut Jenisnya Keadaan Tahun 2011...................................................................................................
80
4.26 Fasilitas/Sarana Kesehatan Diperinci Menurut Jenisnya Keadaan Akhir Tahun 2011. .............................................................................
81
4.27 Akseptor KB Diperinci Menurut Kontrasepsi yang Digunakan Keadaan Akhir Tahun 2011................................................................
82
4.28 Banyaknya Gedung, Murid, dan Guru Diperinci Menurut Jenis Sekolah Keadaan Tahun 2011 ............................................................
83
4.29 Sekolah Diperinci Menurut Pemiliknya, Keadaan Akhir Tahun 2011 .
84
4.30 Jumlah Koperasi Diperinci Menurut Jenisnya Keadaan Tahun 2011...
85
4.31 Jenis Usaha Koperasi Unit Desa (KUD) Keadaan Tahun 2011 ...........
86
4.32 Jumlah Jenis Usaha Koperasi Non KUD Keadaan Tahun 2011...........
86
4.33 Jumlah Bank, LPD, dan Tenaga Kerjanya Diperinci Menurut Jenisnya Keadaan Akhir Tahun 2011..................................................
87
4.34 Perusahaan Industri Diperinci Menurut Jenis dan Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Kubu Keadaan Akhir Tahun 2011 ......................
88
4.35 Perusahaan dan Produksi Bahan Galian Diperinci Menurut Jenisnya, di Kecamatan Kubu Keadaan Akhir Tahun 2011 ................................
89
4.36 Usaha Jasa Perorangan/Rumah Tangga Diperinci Menurut Jenisnya Keadaan Akhir Tahun 2011................................................................ 7.1
Perambah Penjual Kayu Bakar dari Kawasan Hutan Produksi Dusun Juntal Kaja Tahun 2013......................................................................
91 253
7.2
Perambah Penjual Kayu Bakar dan Rumput dari Kawasan Hutan Produksi Dusun Juntal Kaja Tahun 2013. ........................................... 257
7.3
Ketergantungan Masyarakat terhadap Hutan Produksi di Dusun Juntal Kaja Tahun 2013...................................................................... 266
7.4
Identifikasi Jasa Lingkungan di Luar Kawasan Hutan dan di Dalam Kawasan Hutan Tahun 2013............................................................... 274
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1
Model Perambahan Kawasan Hutan ...................................................
35
4.1
Letak Kabupaten Karangasem di Provinsi Bali ..................................
47
4.2
Peta Kabupaten Karangasem ..............................................................
48
4.3
Letak Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem di Provinsi Bali Sumber Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Bali Tahun 2012.............
49
4.4
Gambar Peta Perambahan di Provinsi Bali .........................................
56
4.5
Kawasan Hutan yang Terletak di Kaki Gunung Agung Dilihat dari Kejauhan............................................................................................
61
Gambar Diameter Tanaman Gamal di Hutan Produksi RPH Kubu (Data Primer, Juni 2013). ..................................................................
106
Salah Seorang Anggota Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan Dekat Dusun Batu Giling, Sedang Menuju Kawasan Hutan Lindung untuk Mencari Rumput dengan Menggunakan/ Membawa Kuda. ................
112
5.1 5.2
5.3
Embung di Dusun Bantas, Desa Batu Ringgit Kaja, Dokumen, Juli 2013. .................................................................................................. 114
5.4
Embung di Dusun Bantas Desa Batu Ringgit Kaja Dokumen, Monda, Juli 2013. ...........................................................................................
114
5.5
Alat Pencacah Tradisional Ketela Pohon ............................................
133
6.1
Bentuk Cubang Tempat Penampungan Air Hujan...............................
216
7.1
Jalan Beraspal Sampai di Batas Kawasan Hutan, Dekat Dusun Kubu Juntal Kaja, Desa Kubu, Kecamatan Kubu. ........................................
221
7.2
Jalan Setapak yang dibuat oleh Perambah di Dalam Kawasan Hutan di Hutan Produksi di Dekat Dusun Kubu Juntal Kaja, Desa Kubu, Kecamatan Kubu................................................................................ 222
7.3
Jalan Tanah yang dibuat Oleh Perambah di Kawasan Hutan RPH Kubu Dekat Banjar Bejug Sari, Dusun Batudawa Kaja Tahun 2013 ...
223
Jalan Setapak yang Biasa Dilewati para Perambah di Hutan Produksi di Dekat Dusun Juntal Kaja, Desa Kubu, Kecamatan Kubu ................
223
7.4 7.5
Perladangan pada Kemiringan Tanah oleh Perambah di Kawasan Hutan RPH Kubu ............................................................................... 224
7.6
Jalan Tanah yang Longsor..................................................................
225
7.7
Hasil Pembibrikan para Perambah yang Dikumpulkan pada Tempat Tertentu dan Dibiarkan Sampai Setengah Kering............................... 227
7.8
Pemotongan Tegakan/Pohon yang Dilakukan oleh Perambah. ............
229
7.9
Perambah Meletakkan Obor di Atas Dahan Pohon Setelah Melakukan Aktivitas Mencari Madu/Serangga Sejenis Laron ...............................
229
7.10 Kebakaran Hutan di Dekat Dusun Batu Dawa Kaja, Desa Tulamben yang Diambil Gambarnya pada 13 September 2008............................
210
7.11 Kebakaran Hutan di Lereng Timur Gunung Agung pada 31 Agustus Tahun 2012 ........................................................................................
232
7.12 Hutan Tanaman di Kawasan Hutan RPH Kubu...................................
240
7.13 Perambahan dengan Menanam Tanaman Nenas di Dalam Kawasan Hutan RPH Kubu. ..............................................................................
240
7.14 Rumput Gajah yang Ditanam oleh Perambah di Dalam Kawasan Hutan RPH Kubu Tahun 2013............................................................ 241 7.15 Tanaman Gamal dan Kaliandra yang Ditanam oleh Perambah di Dalam Kawasan Hutan di RPH Kubu Tahun 2012.............................. 242 7.16 Dipinggir Jalan Ditempatkan Kayu Bakar Hasil Perambahan di Dusun Batu Dawa Kaja ...................................................................... 247 7.17 Kayu Hasil Pembibrikan Diameter Kayu Lebih Kecil.........................
248
7.18 Perambah Membawa Hasil Pembibrikan Berupa Kayu Bakar Dari Kawasan Hutan di RPH Kubu Tahun 2013.........................................
248
7.19 Perambah Sedang Memikul Rumput dari Kawasan Hutan RPH Kubu Tahun 2013. .......................................................................................
249
7.20 Perambah Sedang Membawa Rumput Gajah dari Dalam Kawasan Hutan RPH Kubu Tahun 2013............................................................ 250 7.21 Pemuda yang Berburu di Dalam Kawasan Hutan RPH Kubu Tahun 2013...................................................................................................
261
7.22 Salah Satu Potensi Jasa Lingkungan di Luar Kawasan yang Belum Tergali. .............................................................................................. 275 7.23 Rumah yang Dibuat di Atas Pohon Santan yang Disebut Rumah Pohon................................................................................................. 276 7.24 Pura Penyawangan Gunung Agung yang Baru Dijumpai di Lapangan
277
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Daftar Informan ....................................................................................
314
2. Pedoman Wawancara ...........................................................................
320