PERAMALAN LAJU PRODUKSI MINYAK DENGAN ARPS DECLINE CURVE DAN ANALISIS DERET WAKTU Diyah Rosiani STEM Akamigas, Jl. Gajah Mada No. 38 Cepu E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Peramalan produksi di masa mendatang sangat penting di dalam proses evaluasi pada industri minyak dan gas bumi. ARPS Decline Curve adalah metode yang paling umum digunakan untuk meramalkan data penurunan produksi. Meskipun metode ini mudah untuk digunakan tetapi ketidakpastian parameternya sulit untuk diprediksi. Dengan penelitian ini, akan digunakan metode statistic sebagai pembanding pada metode ARPS Decline Curve yaitu metode statistic deret waktu dengan ARIMA Box Jenkins. Tujuan dari penelitian ini adalah meramalkan laju penurunan produksi di lapangan X dengan menggunakan metode ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins, selanjutnya membandingkan hasil peramalan laju penurunan produksi dengan kedua metode tersebut. Penelitian ini dititikberatkan pada data laju penurunan produksi pada sumur A di lapangan minyak X. Persamaan laju penurunan produksi yang diperoleh dengan ARPS Decline Curve adalah ๐ = 560. ๐ โ0,000788๐ก . Sedangkan persamaan laju penurunan produksi dengan metode ARIMA (2,1,1) adalah ๐๐ก = (1 + โ
1 )๐๐กโ1 + (โ
2 โ โ
1 )๐๐กโ2 โ โ
2 ๐๐กโ3 โ ๐1 ๐๐กโ1 , dengan โ
1 = 0,958 ; โ
2 = โ0,07 ; dan ๐1 = 0,999. Metode ARIMA (2,1,1) menghasilkan nilai MSE yang lebih kecil dari pada metode ARPS Decline Curve untuk meramalkan laju penurunan produksi sumur A di lapangan minyak X. Kata kunci: ARPS Decline Curve, ARIMA Box Jenkins, MSE, Peramalan
ABSTRACT Production forecasting in future is very important in the evaluation process in the oil and gas industry. ARPS Decline Curve is the most common method used to predict decline in production. ARPS Decline Curve, even though easy to use, brings uncertainty of its forecast. With this study, we will use statistical methods to compare the ARPS Decline Curve method which is the method of statistical time series with ARIMA Box Jenkins. The purpose of this study is to predict the rate of decline in production in the field of X by using ARPS Decline Curve and ARIMA Box Jenkins, then compare the results of forecasting the rate of decline in production by the two methods above. This study focused on the data rate of decline in production at a well โAโ in โXโ the oil field production decline rate. The equation obtained by ARPS Decline Curve is ๐ = 560. ๐ โ0,000788๐ก . While the production decline rate equation by the method of ARIMA (2,1,1) is ๐๐ก = (1 + โ
1 )๐๐กโ1 + (โ
2 โ โ
1 )๐๐กโ2 โ โ
2 ๐๐กโ3 โ ๐1 ๐๐กโ1 , with โ
1 = 0,958 ; โ
2 = โ0,07 ; and ๐1 = 0,999 . Methods ARIMA (2,1,1) resulted MSE value which is less than the ARPS Decline Curve method to predict the rate of decline in production well โAโ in โX โ oil field. Keywords : ARPS Decline Curve, ARIMA Box Jenkins, MSE, Forecasting
1
produksi dimasa lampu diperkirakan akan terjadi juga dimasa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan produksi suatu reservoir atau sumur, kita harus mempunyai data produksi yang cukup panjang. Kondisi produksi tidak berubah selama periode produksi yang bersangkutan sehingga analisis rate decline dapat dipercaya. 2) ARPS Decline Curve adalah metode yang paling umum digunakan dalam peramalan produksi karena mempunyai beberapa kelebihan-kelebihan disamping beberapa kelemahannya. Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, kemudahan untuk memplot data, hasilnya berbasiskan waktu dan kemudahan untuk melakukan analisa adalah kelebihan-kelebihan dari decline curve. Adapun kelemahannya adalah dibutuhkan kondisi produksi tidak terganggu selama periode produksi yang sedang dianalisis. Dalam hal ini, sejarah produksi yang lalu harus dan akan sama dengan periode peramalan.2) Peramalan laju penurunan produksi dengan analisis Decline Curve ini mempunyai beberapa manfaat diantaranya untuk menghitung cadangan pada selang waktu, memperkiraan produksi yang akan datang, memperkiraan waktu cadangan habis dan memperkiraan laju produksi yang ada. Decline Rate (D) didefinisikan sebagai yang menunjukkan seberapa banyak perubahan laju produksi setelah satu periode waktu tertentu dibandingkan dengan laju produksi sebelum periode waktu tersebut. Effective decline rate per unit waktu adalah laju penurunan produksi dari qi menjadi qt selama selang waktu tertentu (1 bulan atau 1 tahun) dibagi dengan laju produksi mula-mula, atau secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut:
1. PENDAHULUAN ARPS Decline Curve adalah metode yang paling terkenal untuk meramalkan data penurunan produksi. Meskipun metode ini mudah untuk digunakan tetapi ketidakpastian parameternya sulit untuk diprediksi.1) Kita dapat dengan mudah menemukan alasan historis yang sesuai dengan kondisi yang menggunakan parameter apapun dari metode exponential/hyperbolic/ harmonic. Meskipun hal ini cenderung menimbulkan ketidakpastian dari peramalan. Dengan penelitian ini, kita akan menggunakan metode statistic sebagai pembanding pada metode ARPS Decline Curve yaitu metode statistic deret waktu. Karena data penurunan produksi dapat dilihat sebagai derat yang dipisahkan oleh waktu, kita dapat langsung menyimpulkan bahwa metode statistic deret waktu dapat digunakan untuk peramalan. Tujuan dari penelitian ini adalah meramalkan laju penurunan produksi di lapangan X dengan menggunakan metode ARPS Decline Curve, meramalkan laju penurunan produksi di lapangan X dengan menggunakan metode statistic deret waktu dan selanjutnya membandingkan hasil peramalan laju produksi di lapangan X dengan menggunakan metode ARPS Decline Curve dan Statistik deret waktu. Batasan permasalahan pada penelitian ini adalah penelitian ini dititikberatkan pada data laju penurunan produksi pada sumur A di lapangan minyak X. Metode yang digunakan adalah ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins sebagai metode statistik deret waktunya
2. METODE A. ARPS Decline Curve Analisis rate decline dapat mengidentifikasi masalah produksi sumur dan memprediksi/meramalkan well performance yang didasarkan pada data produksi. ARPS Decline Curve (analisa kurva penurunan produksi) adalah salah satu metode untuk melakukan peramalan produksi yang akan datang dimana konsep dasarnya adalah trend atau pola
De ๏ฝ
qi ๏ญ q q ๏ฝ 1๏ญ qi qi
........(1)
Nominal decline rate adalah negative slope dari kurva yang ditunjukkan hasil plot antara laju produksi (q) vs waktu (t), seperti yang ditunjukkan Persamaan 2.3, berikut: 2
Rosiani, Peramalan Laju Produksi Minyak ...
dq d ๏จln q ๏ฉ D๏ฝ๏ญ ๏ฝ ๏ญ dt dt q
Exponential decline merupakan yang paling kuat dan laju produksi menurun lebih cepat dibandingkan dengan hyperbolic decline maupun harmonic. Oleh karenanya, exponential decline sering digunakan untuk memperkirakan kecenderungan kurva laju produksi untuk evaluasi ekonomi yang memerlukan asumsi perkiraan yang konservatif (pesimistik). Sedangkan harmonic decline merupakan metode perkiraan laju produksi yang paling optimistik dan hyperbolic decline berada diantara keduanya.2) Identifikasi model decline curve sangat penting dilakukan untuk mengetahui jenis decline yang cocok untuk diterapkan. Jika plot log (q) terhadap t menunjukkan garis lurus atau plot q terhadap Np menunjukkan garis lurus, maka jenis decline adalah exponential decline. Jika plot log (q) terhadap log (t) menunjukkan garis lurus, atau plot Np terhadap log (q) menunjukkan garis lurus, maka jenis decline adalah harmonic decline. Jika plot yang ditunjukkan sebelumnya ini tidak lurus, maka jenis declinenya adalah hyperbolic decline.3). Identifikasi model yang lain dengan membuat plot antara โdq/dt/q terhadap q.3) Gambar 1. berikut dapat digunakan untuk mengidentifikasi model decline. Di dalam aplikasinya, analisis rate decline seringkali mengalami kesulitan karena tidak sedikit kasus dimana secara alamiah terjadi kesalahan dalam data produksi.
........(2)
Hubungan antara effective decline rate dengan nominal decline rate sebagai berikut: Untuk satu time periode (yaitu t = 1 (bulan/tahun/ dan sebagainya)
D ๏ฝ ๏ญ ln ๏จ1 ๏ญ De๏ฉ
...................(3) atau ...................(4)
De ๏ฝ1 ๏ญ e ๏ญ D
D lebih banyak digunakan daripada De karena D lebih mudah dalam mengubah satuan waktu, yaitu hanya melalui perkalian atau pembagian dengan faktor konversi waktu. Jenis Decline Curve ada tiga tipe yaitu; exponential decline curve, hyperbolic decline curve dan harmonic decline curve. Ketiga tipe model decline ini dihubungkan oleh persamaan Arps sebagai berikut:3)
1 dq ๏ฝ ๏ญ D qb q dt
...................(5)
Keterangan: D dan b adalah konstanta empirik yang dihitung berdasarkan data produksi. Jika b = 0, maka persamaan Arps tersebut menjadi decline eksponensial
Tabel 1. Jenis Decline Curve dan Persamaannya Jenis Decline Curve
Laju Produksi ๏ญ Di t
Exponential Decline Curve
q ๏ฝ qi e
Hyperbolic Decline
q ๏ฝ qi ๏จ1 ๏ซ bDi t ๏ฉ
Harmonic Decline Curve
q๏ฝ
Produksi kumulatif Np ๏ฝ
๏ญ1 b
qi 1 ๏ซ Di t
qi Np ๏ฝ ๏จ1 ๏ญ b ๏ฉDi Np ๏ฝ
Jika b = 1, maka persamaan Arps tersebut menjadi decline harmonik Jika 0 < b < 1, maka persamaan Arps tersebut menjadi decline hiperbolik
qi ๏ญ q Di
๏ฉ ๏ฆq ๏ช1 ๏ญ ๏ง๏ง ๏ช๏ซ ๏จ qi
๏ถ ๏ท๏ท ๏ธ
1๏ญb
๏น ๏บ ๏บ๏ป
qi ln ๏จ1 ๏ซ Di t ๏ฉ Di
Fluktuasi data produksi bulanan yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrol seperti workover, pipeline shutdown, dan sebagainya dapat saja 3
terjadi. Disamping itu beberapa perubahan kondisi produksi misalnya pemboran dan komplesi sumur-sumur baru, stimulasi, dan perubahan mekanisme produksi (perubahan men-jadi artificial lift atau injeksi air) dapat pula mempengaruhi validitas hasil analisis rate decline.2)
dikembangkan menjadi beberapa variabel independen. Metode ini merupakan gabungan dari metode penghalusan, metode regresi dan metode dekomposisi.5) Sebelum tahap-tahap pengembangan model ARIMA dilakukan, berikut dikemukakan alat-alat analisis yang akan digunakan, yaitu Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF). Autocorrelation Function (ACF) merupakan alat utama dalam metode Box-Jenkins. Koefisien ACF adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi (hubungan linier) antara pengamatan pada waktu ke t (dinotasikan dengan Yt ) dengan pengamatan pada waktu-waktu yang sebelumnya (dinotasikan dengan Yt ๏ญ1 , Yt ๏ญ2 , ,..., Yt ๏ญk ). Koefisien ACF dilambangkan dengan ๐๐ , dan dirumuskan sebagai berikut: n
Gambar 1. Plot Relative Decline Rate Terhadap Laju Produksi
rk ๏ฝ
๏ฅ (Y
t ๏ฝ k ๏ซ1
t
n
๏ฅ (Y t ๏ฝ1
B. ARIMA Box Jenkins Time series adalah serangkaian pengamatan terhadap suatu variabel yang diambil dari waktu ke waktu dan dicatat secara berurutan menurut urutan waktu kejadiannya dengan interval waktu yang tetap4), dimana setiap pengamatan dinyatakan sebagai variabel random Yt yang didapatkan berdasarkan indeks waktu tertentu (ti) sebagai urutan waktu pengamatan, sehingga penulisan untuk data time series secara berurutan adalah Yt1 , Yt 2 , Yt 3 ,..., Yt n . Metode statistik deret waktu biasanya digunakan bila hanya sedikit yang diketahui mengenai variablevariabel independen yang dapat digunakan untuk menjelaskan variable dependen. Metode ini digunakan juga bila datanya tersedia dalam jumlah yang cukup besar sehingga membentuk time series (runtun waktu) yang cukup panjang. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dikembangkan oleh Box Jenkins sebagai salah satu metode statistik deret waktu, yang menggunakan satu variabel dependen, yang selanjutnya variabel itu
๏ญ Y )(Yt ๏ญk ๏ญ Y ) t
๏ญY)
......(6)
2
Partial Autocorrelation Function (PACF) merupakan alat utama yang lain dalam analisis ARIMA. Partial Autocorrelation Function (PACF) yaitu korelasi antara dua atau lebih variabel deret waktu dalam bentuk lag bila kontribusi variabel deret waktu dalam bentuk lag lainnya bersifat konstan. Partial Autocorrelation Function (PACF) digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara Yt dan Yt-k, ketika pengaruh dari lag waktu yang lain dihilangkan. Ketika akan dikorelasikan antara Yt dan Yt-2, perlu menghilangkan pengaruh dari Yt-1.6) Koefisien PACF orde ke-k dinotasikan dengan ๏กk dan dapat dihitung dengan regresi antara Yt dengan Yt-1, ... , Yt-k. ๐๐ก = ๐0 + ๐1 ๐๐กโ1 + ๐2 ๐๐กโ2 + โฏ + ๐๐ ๐๐กโ๐ . ..............(7) Data time series merupakan data yang berurutan menurut waktu. Data yang dapat diolah dengan menggunakan time series adalah data yang stasioner baik dalam mean maupun varians.7) Untuk data yang stasioner 4
Rosiani, Peramalan Laju Produksi Minyak ...
maka nilai-nilai autokorelasinya akan turun secara cepat menuju nol. Sedangkan jika nilai-nilai autokorelasinya turun secara lambat menuju nol selama beberapa waktu maka data tersebut tidak stasioner.6) Pemeriksaan kestasioneran dapat dilakukan dengan bantuan time series plot (TSPLOT) dan autocorrelation function plot (Plot ACF). TSPLOT adalah penyajian data dengan menggunakan scatter-plot yaitu penyajian dalam kordinat Cartesius, sumbu tegak adalah nilai variabel time series dan sumbu datar adalah waktu. Sedangkan plot ACF adalah penyajian nilai korelasi antara pengamatan ke - t dengan pengamatan ke t k untuk nilai k=1,2,... Data time series dikatakan stasioner dalam varians jika variansnya konstan. Data yang tidak stasioner dalam varians perlu dilakukan proses transformasi agar variansnya menjadi konstan. Transformasi yang biasa digunakan adalah transformasi BoxCox.4) Transformasi Box-Cox seringkali juga disebut sebagai transformasi pangkat didefinisikan sebagai berikut
๏ฌ๏ฏ Zt ๏ญ1, Yt ๏ฝ ๏ญ ln ๏จ๏ฌZt ๏ฉ, ๏ฏ๏ฎ ๏ฌ
namun belum stasioner dalam mean maupun varians maka cara mengatasinya adalah dengan cara melakukan pembedaan (Differencing) sebelum transformasi. Model ARIMA merupakan salah satu bentuk teknik pemodelan data time series, selain regresi dan pemulusan (smoothing). Model ARIMA sering digunakan untuk melakukan peramalan jika terdapat anggapan bahwa nilai variabel time series pada saat ini (Yt) diduga dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier nilai variabel time series di masa yang lalu (Yr-k) dan nilai kesalahan di masa yang lalu ( et ๏ญ k ). Model ini biasanya dinyatakan sebagai ARIMA (p,d,q). 7) Dengan notasi Backshift, model ARIMA (p,d,q) dapat dimodelkan sebagai berikut:
๏จ1 ๏ญ ๏ฆ B 1
๏ฉ
AR,
dengan ๏ฑ1 ,....,๏ฑ q
adalah
ke-t sedangkan Yt adalah nilai variabel time series pada waktu ke-t.7) Tahapan identifikasi adalah penentuan model awal. Alat yang dipakai umtuk menentukan model awal adalah plot ACF (Auto Correlation Function) dan PACF (Partial Auto Correlation Function). Plot PACF adalah penyajian nilai korelasi parsial untuk nilai k=1,2,โฆ.. Korelasi parsial adalah korelasi antara Yt dengan Yt-k setelah pengaruh Y1,โฆ,Yt-k-1 dihilangkan. Wei (1990) menganjurkan menentukan model awal berdasarkan pola ACF dan PACF yang disajikan pada Tabel 2. Setelah ketepatan terhadap suatu model diketahui langkah selanjutnya adalah meramalkan model terbaik dengan melihat asumsinya. Setelah model terbaik dihasilkan, maka model tersebut digunakan untuk meramalkan kondisi yang akan datang.
Pemilihan nilai ๏ฌ biasanya dilakukan secara coba-coba (trial and error) sampai diperoleh nilai ๏ฌ sedemikian hingga data hasil transformasi sudah dianggap stasioner dalam varians. Wei (1990) menganjurkan untuk memilih nilai ๏ฌ sedemikian hingga didapatkan nilai sum of squares ๏ฆ๏ง ๏จY ๏ญ Y ๏ฉ ๏ถ๏ท dari ๏ฅ 2
t
๏จ
koefisien MA, et adalah error pada waktu
...................(8)
๏จ i๏ฝ1
d
Dimana p adalah orde autoregressive, q adalah orde moving average, d adalah orde differencing, B adalah operator langkah mundur (backward shift operator) k B Zt ๏ฝ Zt ๏ญ k . Sedangkan ๏ฆ1 ,....,๏ฆ p adalah koefisien
n
๏ฉ
๏ญ ... ๏ญ B p ๏จ1 ๏ญ B๏ฉ Yt ๏ฝ 1 ๏ญ ๏ฑ1 B ๏ญ ๏ฑ 2 B 2 ๏ญ ... ๏ญ ๏ฑ q B q et
...........................(9)
๏ฌ ๏น0 ๏ฌ ๏ฝ0
2
๏ธ
data hasil transformasi akan menjadi minimum. Data time series dikatakan sudah stasioner dalam mean jika nilai meannya konstan. Data dikatakan stasioner dalam time series plot jika berada disekitar garis yang sejajar dengan sumbu waktu (t). Data yang tidak stasioner dalam mean perlu dilakukan langkah pembedaan (Differencing). Jika suatu data telah dilakukan transformasi berkali-kali 5
Tabel 2. Pola ACF dan PACF untuk Model AR(p), MA(q) dan ARMA(p,q) Model
ACF
AR(p)
Tails off (menurun mengikuti bentuk eksponensial atau gelombang sinus)
Cuts off setelah lag p
Cuts off setelah lag q
Tails off (menurun mengikuti bentuk eksponensial atau gelombang sinus) Tails off setelah lag (p-q)
MA(q)
ARMA (p,q)
MULAI
PACF
Tails off setelah lag (q-p)
Identifikasi Masalah
Penentuan Tujuan Studi Literatur
Pengumpulan data
Kegunaan utama model dari data time series adalah untuk melakukan peramalan. Hasil paramalan dikatakan baik jika nilai ramalannya dekat dengan data aktual. 7) Untuk mengukur kedekatan antara nilai aktual dan ramalan ini dapat digunakan beberapa kriteria diantaranya Mean Square Error (MSE). Kriteria MSE ditentukan dengan cara MSE ๏ฝ
1 M
Peramalan dengan ARPS Decline Curve berdasarkan data in sampel
Peramalan dengan metode ARIMA Box Jenkins berdasarkan data in sampel
Meramalkan data out sampel dengan hasil persamaan dari kedua metode
Menghitung MSE dari kedua metode tersebut
M
๏ฅ
el
2
.............(10)
l ๏ฝ1
Membuat kesimpulan
dimana l bernilai 1, 2,... M dan el adalah nilai residual Untuk kepentingan akan evaluasi peramalan, seringkali data time series dibagi menjadi dua bagian yaitu a. Data yang dipakai untuk kepentingan pemodelan, data ini seringkali disebut juga sebagai data in sample atau data training. b. Data yang dipakai untuk kepentingan evaluasi peramalan, data ini disebut juga data out sample atau data testing.
SELESAI
Gambar 2. Alur Penelitian MULAI
Mengidentifikasi Model
Menentukan Decline Rate
2. METODE Pengestimasian Parameter Model
Data yang digunakan adalah data laju penurunan produksi sumur A pada lapangan minyak X tahun 2013 dan tahun 2014. Data yang digunakan sebanyak 499 data kemudian dibagi menjadi dua sebagai in sampel sebanyak 359 data dan out sampel sebanyak 140 data. Data in sampel ini digunakan untuk kepentingan pemodelan.
Meramalkan Laju Penurunan Produksi
SELESAI
Gambar 3. Alur ARPS Decline Curve
6
Rosiani, Peramalan Laju Produksi Minyak ...
tuk hidrokarbon yang berasal yaitu dari fosil dan jasad renik yang mati dan terendapkan jutaan tahun yang lalu. Syarat dari source rock adalah batuan tersebut cukup impermeable (not fully impermea-ble) sehingga pada formasi Ngimbang dominan Shale yang cukup tight (berwarna hijau muda), kemudian terdapat Limestone yang permeable (berwarna biru tua) serta Sand-stone yang juga permeable (berwarna kuning).
MULAI Pemeriksaan Kestasioneran Data
Pengidentifikasian Model
Pengestimasian Parameter Model
Pengujian Model
Penggunaan Model Untuk Peramalan SELESAI
Gambar 4. Alur Metode ARIMA Box Jenkins Sedangkan data out sampel digunakan untuk kepentingan evaluasi peramalan. Metode yang digunakan untuk peramalan laju penurunan produksi adalah ARPS Deline Curve dan ARIMA Box Jenkins. Sedangkan paket statistik yang digunakan adalah SPSS 21. Alur penelitian, alur metode ARPS Decline Curve dan alur metode ARIMA Box Jenkins dapat dilihat pada gambar 2. 3 dan 4.
Gambar 5. Stratigrafi Lapangan Minyak X
Batuan Reservoirnya terdapat pada Formasi Tuban yang merupakan limestone (berwarna biru tua dan kotak-kotak), sehingga sumur-sumur yang ada di lapangan X memiliki limestone/karbonat. Reservoir pada lapangan X mempunyai seal/cap rock yang impermeable yaitu formasi Wonocolo (berwarna hijau agak tua dan garis putus-putus). Reservoir pada lapangan X mempunyai mekanisme tenaga pendorong yaitu water drive. Sumur-sumur di lapangan minyak X sebanyak 25 sumur. Dari 25 sumur itu, 11 sumur Shut in, 3 sumur sebagai Water Injection dan 11 sumur berproduksi menggunakan Artificial lift yaitu ESP. Dari sumur-sumur yang berproduksi menghasilkan minyak sebesar 1609 BOPD dan 19946 BWPD. Sumur A adalah salah satu diantara 11 sumur produksi yang menghasilkan rata-rata laju produksi terbesar setiap harinya.
3. PEMBAHASAN A. Deskripsi Lapangan Minyak X Lapangan minyak X terletak di wilayah Jawa Timur. Reservoir merupakan batuan karbonat yang terendapkan pada awal Miocene (๏ฑ 21 juta tahun yang lalu). Lapisan produktif terletak pada kedalaman sekitar 8520 ft โ 8960 ft. Gambar 5 merupakan kolom Stratigrafi, di kolom sebelah kiri merupakan umur/usia pembentuk formasinya sedangkan di kolom sebelah kanan merupakan nama formasinya. Semakin ke bawah, umurnya semakin tua. Pada kolom stratigrafi tersebut, formasi Ngimbang merupakan source rock dari reservoir lapangan X yang merupakan batuan induk dimana bahan pemben-
B. Deskriptif Statistik Analisa statistika deskriptif biasa digunakan untuk mengetahui kondisi dari data, seperti ukuran pemusatan data dan ukuran 7
penyebaran data. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data laju penurunan produksi minyak sumur A pada lapangan minyak X pada tahun 2013 dan 2014. Sumur A sebagai sumur produksi dipilih dalam penelitian ini karena sumur ini menghasilkan rata-rata laju produksi terbesar setiap harinya. Data yang digunakan untuk kepentingan pemodelan ( in sample) sebanyak 359 data. Histogram data tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Rata-rata laju penurunan produksi minyak pada sumur A sebesar 482,15 BOPD. Sedangkan standart deviasi atau ukuran penyebaran datanya sebesar 85,636. Berdasarkan histogram terlihat data dengan laju penurunan produksi minyak antar 400 BOPD sampai 600 BOPD cenderung mempunyai frekuensi yang besar dibandingkan data laju penurunan produksi di bawah 400 BOPD.
ARPS Decline curve adalah metode yang paling umum digunakan dalam peramalan produksi karena mempunyai banyak kemudahan. Untuk menentukan jenis decline, maka langkah pertama adalah mengidentifikasi model dengan cara membuat plot antara โdq/dt/q dengan q, yang dapat dilihat pada gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat hasil plotnya mempunyai trend garis lurus mendatar, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis declinenya adalah Exponential Decline Curve. IDENTIFIKASI MODEL 3 2 -dq/dt/q 1
0 -1
0
200
400
Tabel. 3. Deskriptif Statistik Data Laju Penurunan Produksi Descriptive Statistics Mini- MaxiN mum Mum OIL_BPD
359
114
594
Mean
Std. Deviation
492.15
85.638
600
800
q
Gambar 7. Identifikasi Model Decline Curve Harga Decline Rate (D) ditentukan berdasarkan data in sample laju penurunan produksi dengan persamaan sebagai berikut:
๏ฆq ๏ถ 1 ln ๏ง๏ง 1 ๏ท๏ท ๏จt2 ๏ญ t1 ๏ฉ ๏จ q2 ๏ธ D = 0,000788
C.
Peramalan Dengan Menggunakan ARPS Decline Curve Metode peramalan produksi dengan menggunakan ARPS Decline Curve digunakan untuk meramalkan laju produksi yang akan datang.
D๏ฝ
Kemudian didapatkan persamaan laju penurunan produksinya sebagai berikut:
q ๏ฝ q i e ๏ญ Dt q ๏ฝ 560 . e
๏ญ 0 , 000788.t
Langkah terakhir adalah menggunakan persamaan laju produksi tersebut untuk meramalkan laju produksi 140 hari kedepan. Hasil peramalan tersebut dapat dilihat pada gambar 8. berikut. Gambar 6. Histogram Data Laju Penurunan Produksi 8
Rosiani, Peramalan Laju Produksi Minyak ...
Selanjutnya adalah membuat Plot Time Series, Plot ACF dan Plot PACF dari data yang sudah dilakukan differencing satu kali. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 11.
700 600 500
oil-bpd
Data In sampel
400 300
Forecasting with Eksponential Decline Curve
200
Data aktual
100 0 0
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550
day
Gambar 8. Hasil Peramalan Menggunakan ARPS Decline Curve D.
Peramalan Dengan Menggunakan Metode ARIMA Box Jenkins Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah salah satu metode statistik deret waktu yang dikembangkan oleh Box Jenkins sehingga disebut ARIMA Box Jenkins. Metode ini merupakan gabungan metode penghalusan, metode regresi dan metode dekomposisi. Teknik analisisnya menggunakan satu variabel dependen yang selanjutnya variabel tersebut dikembangkan menjadi variabel independen. Data yang dapat diolah dengan menggunakan time series adalah data yang stasioner baik dalam mean maupun varians. Pemeriksaan kestasioneran dapat dilakukan dengan bantuan time series plot (TSPLOT) dan autocorrelation function plot (Plot ACF). Plot time series ini digunakan untuk mengetahui pola laju produksi berdasarkan data in sampel, yang dapat dilihat pada gambar 9. Berdasarkan plot time series, setiap periode dapat diamati bahwa rata-rata nilai datanya relatif tidak konstan, sehingga data tersebut tidak stasioner dalam mean. Ketidakstasioneran data juga ditunjukkan oleh plot ACF yang mengecil secara perlahan, yang mengindikasikan bahwa datanya tidak stasioner. Untuk menstasionerkan data tersebut, maka dilakukan differencing satu kali, yaitu data yang asli (Yt) diganti dengan perbedaan pertama data asli tersebut, dirumuskan : Yt โ Yt-1 = I(1).
Gambar 9. Time Series Plot Data Laju Penurunan Produksi
Gambar 10. Plot ACF Data Laju Penurunan Produksi
9
Dari hasil plot time series data hasil differencing 1 kali tersebut dapat diketahui bahwa laju penurunan produksi cenderung membentuk trend yang sejajar dengan sumbu waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa data sudah stasioner dalam mean dan varians. Oleh karena itu dapat dilanjutkan untuk langkah berikutnya yaitu menentukan model awal. Alat yang dipakai untuk menentukan model awal adalah plot ACF (Auto Correlation Function) dan PACF (Partial Auto Correlation Function) Dari plot ACF dan PACF akan diketahui lag-lag yang keluar dari batas.
Gambar 13. Plot PACF Data Laju Penurunan Produksi dengan Differencing 1 kali Berdasarkan pola plot ACF dan PACF dapat diduga bahwa model dari laju produksi minyak adalah ARIMA (1, 1, 1), ARIMA (2, 1, 1) dan ARIMA (1,1,2). Untuk menentukan model yang sesuai, maka kriteria yang digunakan adalah : nilai RMSE terkecil, parameter yang signifikan dan residual yang bersifat white noise. Dengan bantuan program statistic SPSS 21 dapat dilihat hasinya pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel 4., maka model ARIMA (2,1,1) mempunyai nilai MSE terkecil dan semua parameter modelnya signifikan pada ๏ก = 0,2 serta mempunyai residual yang white noise. Sehingga model ARIMA (2,1,1) adalah model yang sesuai untuk data laju penurunan produksi minyak lapangan minyak X diantara dua model ARIMA yang lain. Persamaan model ARIMA (2,1,1) dengan notasi Backshift, adalah:
Gambar 11. Time Series Plot Data Laju Penurunan Produksi Dengan Differencing 1 Kali
(1 โ โ
1 ๐ต โ โ
2 ๐ต2 )(1 โ ๐ต)๐๐ก = (1 โ ๐1 ๐ต)๐๐ก ๐๐ก = (1 + โ
1 )๐๐กโ1 + (โ
2 โ โ
1 )๐๐กโ2 โ โ
2 ๐๐กโ3 โ ๐1 ๐๐กโ1
โ
1 = 0,958 โ
2 = โ0,07 ๐1 = 0,999 Gambar 12. Plot ACF Data Laju Penurunan Produksi dengan Differencing 1 kali
10
Rosiani, Peramalan Laju Produksi Minyak ...
Tabel. 4. Hasil nilai RMSE, Signifikansi Parameter dan Residual White Noise untuk model ARIMA Signifikansi Parameter No.
MODEL
1
ARIMA (1,1,1)
2
ARIMA (2,1,1)
3
ARIMA (1,1,2)
Parameter
P-value
Keterangan
AR (1)
0,886
MA (1)
0,886
AR (1)
0,000
Signifikan
AR (2)
0,191
Signifikan
MA (1)
0,000
Signifikan
AR (1)
0,000
Signifikan
MA (1)
0,737
MA (2)
0, 762
Tidak Signifikan Tidak Signifikan
RMSE
Residual yang White Noise
31,527
Tidak White Noise
30,705
White Noise
31,049
Tidak White Noise
Tidak Signifikan Tidak Signifikan
700 600 500 In sample
400
actual 300
ARIMA
oil-bpd 200
Decline Curve
100 0 0
100
200
300day
400
500
600
Gambar 14. Hasil Peramalan dengan ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins Untuk menentukan metode yang lebih sesuai dari dua metode tersebut, maka dihitung nilai MSE dari kedua metode tersebut dengan rumus sebagai berikut:
E. Membandingkan Hasil Peramalan dari Metode ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins Model ARPS Decline Curve dan Model ARIMA Box Jenkins yang sudah diperoleh, selanjutnya digunakan untuk meramalkan laju penurunan produksi 140 hari kedepan.
MSE ๏ฝ
11
๏จ
1 n 2 1 n Yl ๏ญ Yห ๏ฅ el ๏ฝ n ๏ฅ n l ๏ฝ1 l ๏ฝ1
๏ฉ
2
Nilai MSE ini diperoleh dengan mencari residual yaitu pengurangan antara data out sampel dengan data hasil peramalan laju penurunan produksi tersebut, kemudian dikuadratkan dan dibagi dengan banyaknya data sejumlah 140 data. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.
2. Asep Kurnia Permadi. Diktat Teknik Reservoir. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 2004. 3. Boyun Guo, William C Lyons, Ali Ghalambor. Petroleum Production Engineering. Oxford : Elsevier; 2007. 4. William W.S. Wei. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Canada: Addison-Wesley; 1990. 5. Lerbin R. Aritonang R. Peramalan Bisnis. Ghalia Indonesia; 2002. 6. Makridakis, Wheelwright and Hyndman. Forecasting Methods and Applications. Third Edition. United States of America : John Wiley & Sons, Inc.; 1998. 7. Marizka Febriana Devi. Peramalan Penjualan Beton Siap Pakai (BSP) Mutu K-225 di PT Varia Usaha Beton (Semen Gresik Group) Sidoarjo dengan Pendekatan Metode Analisis Intervensi dan ARIMA BOX-JENKINS. Tugas Akhir. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember; 2007.
Tabel. 5. Hasil MSE dari Exponential Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins NO
MODEL
MSE
1
Exponential Decline Curve
3029,91
2
ARIMA (2,1,1)
2,245
Berdasarkan hasil peramalan dan nilai MSE, maka model ARIMA (2,1,1) menghasilkan nilai MSE yang lebih kecil daripada model Exponential Decline Curve dalam meramalkan laju penurunan produksi sumur A di lapangan minyak X. 4. SIMPULAN
Daftar Simbol qi = laju produksi mula-mula q = laju produksi pada waktu t De = effective decline rate D = Nominal decline rate, 1/waktu (selalu positif) dq/dt = perubahan laju produksi akibat bertambahnya waktu Np = produksi kumulatif ๐๐ = koefisien ACF Yt = pengamatan pada waktu ke- t
Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah rata-rata laju penurunan produksi minyak pada sumur A sebesar 482,15 BOPD, sedangkan standard deviasi atau ukuran penyebaran datanya sebesar 85,636. Persamaan laju penurunan produksi dengan ARPS Decline Curve adalah ๐ = 560. ๐ โ0,000788๐ก . Persamaan laju penurunan produksi dengan metode ARIMA (2,1,1) adalah ๐๐ก = (1 + 0,958 )๐๐กโ1 โ 1,069 ๐๐กโ2 + 0,07๐๐กโ3 0,999 ๐๐กโ1 . Metode ARIMA (2,1,1) menghasilkan nilai MSE lebih kecil dari pada metode ARPS Decline Curve untuk meramalkan laju penurunan produksi sumur A di lapangan minyak X. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. Agustinus Handy Utama. Peramalan Laju Penurunan Produksi dengan Statistik Deret Waktu dan Geostatistik. Thesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 2009.
12
t ๏ญk
Yt ๏ญk
= pengamatan pada waktu
Y Yt
= rata-rata variabel dependen = pengamatan pada waktu ke- t
Yt ๏ญ1
= pengamatan pada waktu
t ๏ญ1
Yt ๏ญ2
= pengamatan pada waktu
t ๏ญ2 t ๏ญk
Yt ๏ญk
= pengamatan pada waktu
๐๐กโ1
= residual pada waktu ke t-1
MSE
= Mean Square Error
N
= banyaknya data
ei
= nilai residual