LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
Unit Pelaksanan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II (COREMAP II) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat Tahun Anggaran 2007 kerjasama dengan
CV. Mandiri Cakti Perkasa
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
Unit Pelaksanan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II (COREMAP II) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat Tahun Anggaran 2007 kerjasama dengan
CV. Mandiri Cakti Perkasa
BAB 1 Pendahuluan
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kepulauan Raja Ampat merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang memiliki kekayaan keanakaragaman hayati laut.
Wilayah ini terletak di
bagian ujung barat dari Pulau Papua atau tepatnya pada koordinat 2o25’ LU - 4o25’ LS dan 130o – 132O25’ BT. Sejak tanggal 12 April 2003, Kepulauan Raja Ampat resmi menjadi daerah otonom Tingkat II atau kabupaten, yang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Sorong.
Ada sekitar 610
buah pulau yang tercakup dalam wilayah administrasi Kabupaten Raja Ampat dan diantaranya terdapat 4 pulau besar atau pulau utama, yakni: Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool. Keanekaragaman hayati laut tropis yang dimiliki Kabupaten Raja Ampat diperkirakan yang terkaya di dunia pada saat ini.
Potensi sumberdaya
terumbu karang yang dimiliki Kabupaten Raja Ampat, merupakan bagian dari ”segitiga karang dunia” (Coral Triangel) yang terdiri dari Indonesia, Filipina, Papua New Guinea, Jepang, Australia. Selanjutnya, berdasarkan hasil Rapid Asessment Program yang dilakukan oleh Tim Conservation International (CI) disebutkan bahwa Kabupaten Raja Ampat memiliki keanekaragaman 456 spesies jenis karang keras, 699 spesies moluska, dan 972 spesies ikan karang (Sheila A. McKenna, dkk, 2002) Dengan tingginya biodiversity tersebut, tentu mengindikasikan bahwa perairan laut di wilayah Raja Ampat merupakan perairan yang subur dan menjadi sentra produksi sumberdaya ikan untuk wilayah perairan laut sekitarnya. Jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2006 sebanyak 32.055 jiwa yang tersebar dalam 10 distrik/kecamatan yang mencakup 86 kampung dan 4 dusun (Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat,
PENDAHULUAN
2006). Sebagian besar penduduk di wilayah ini menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hayati laut, utamanya sektor perikanan.
Aktivitas
pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Raja Ampat hampir dipastikan akan bersentuhan langsung dengan keberadaan sumberdaya terumbu karang, karena umumnya kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikannya berada di wilayah perairan pantai yang merupakan habitat-habitat terumbu karang. Akibatnya, bila aktivitas perikanan ini menggunakan cara-cara tak ramah atau tidak arif dalam memanfaatkannya, tentu secara langsung terumbu karang tersebut juga akan ikut rusak. Selain itu, aktivitas lainnya yang juga mempengaruhi kondisi terumbu karang di Raja Ampat, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah kegiatan penambangan nikel, penebangan kayu, pembangunan fisik dan limbah rumah tangga. Berdasarkan hal ini, jelas mencerminkan bahwa Kabupaten Raja Ampat menghadapi tantangan dan kendala yang besar dalam upaya mengelola sumberdaya
terumbu
karangnya.
Diharapkan,
melalui
strategi
pengembangan yang tepat, sumberdaya terumbu karang dapat terkelola dengan baik dan juga dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk mensejahterakan masyarakat Raja Ampat. Namun demikian, setidaknya dalam beberapa tahun terakhir ini landasan dasar dan kerangka pengelolaan terumbu karang telah diletakkan, melalui program
COREMAP.
Kebijakan
dan
program
COREMAP
yang
telah
dilaksanakan menunjukkan adanya peningkatan kesadaran dari sebagian besar masyarakat Raja Ampat akan pentingnya terumbu karang bagi kehidupan. Walaupun demikian, tantangan yang akan dihadapi ke depan masih
besar,
yaitu
bagaimana
melanjutkan,
memperkuat,
dan
mengembangkan serta menyempurnakan pengelolaan terumbu karang sehingga sumberdaya terumbu karang akan tetap lestari sekaligus memberikan manfaat yang signifikan dalam upaya mewujudkan masyarakat Raja Ampat yang maju dan sejahtera. Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
I-2
PENDAHULUAN
Untuk mewujudkan tujuan pengelolaan terumbu karang seperti tersebut diatas, tentunya harus memiliki rencana strategis (renstra) pengelolaan terumbu karang yang tepat dengan tahapan implementasi yang sequent dan benar.
Renstra yang tepat, akan menghasilkan kebijakan-kebijakan
dan/atau program-program kerja yang tepat pula.
Selanjutnya, dengan
tahapan implementasi yang sequent dan benar, maka implementasi kebijakan dan program pembangunan akan berjalan secara efisien, terintegrasi dan utuh. Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu rencana strategis pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud kajian ini adalah untuk memberikan arah bagi pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat untuk kurun waktu lima tahun kedepan. Sedangkan tujuan dilaksanakannya kegiatan penyusunan rencana strategi pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi isu dan permasalahan yang terkait dengan terumbu karang di Raja Ampat (2) Mengidentifikasi
faktor-faktor
internal
dan
eksternal
yang
berperan dalam pengelolaan terumbu karang di Raja Ampat. (3) Menyusun rencana strategis pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat. (4) Merumuskan program kerja jangka pendek untuk pengelolaan
terumbu karang yang optimal dan agar dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Raja Ampat.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
I-3
PENDAHULUAN
1.3. RUANG LINGKUP Ruang lingkup kajian ini adalah : a.
Inventarisasi data dan informasi tentang kondisi sumberdaya terumbu karang di lokasi kajian
b.
Inventarisasi data dan informasi tentang kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Kabupaten Raja Ampat
c.
Identifikasi isu dan permasalahan yang terkait dengan sumberdaya terumbu karang di lokasi kajian
d.
Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengelolaan terumbu karang di lokasi kajian
e.
Analisis lingkungan dan SWOT untuk dapat memberikan arahan rencana strategis
f.
Penyusunan rencana strategi pengelolaan terumbu karang Kabupaten Raja Ampat
g.
Penjabaran program-program kerja untuk pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat untuk 5 tahun kedepan.
1.4. KELUARAN (OUTPUT) Keluaran dari kegiatan ini adalah: 1. Tersusunnya rencana strategi pengelolaan terumbu karang Kabupaten Raja Ampat. 2. Terumuskannya program-program kerja untuk pengelolaan terumbu karang untuk 5 tahun kedepan.
1.5. MANFAAT (BENEFIT) Manfaat dari kajian ini adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna untuk setiap strategi dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Raja Ampat dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang. Disamping itu, sebagai acuan dasar dalam melakukan implementasi Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
I-4
PENDAHULUAN
kegiatan pengelolaan terumbu karang, agar lebih efektif, efisien, dan terintegrasi. Pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang optimal dan berkelanjutan, tentu diharapkan akan memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Raja Ampat dan juga ekonomi daerah setempat.
1.6. DAMPAK (IMPACT) 1.
Sebagai acuan dalam pengembangan sumberdaya terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat
2.
Sebagai alat ukur untuk monitoring dan pengendalian
3.
Sebagai alat evaluasi keberhasilan dalam pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat
1.7. HASIL YANG DIHARAPKAN (OUTCOME) Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah : a. Pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya terumbu karang yang optimal dan berkelanjutan serta berjalan sinergis dengan aktivitas sektor lainnya di Kabupaten Raja Ampat. b. Dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kabupaten Raja Ampat.
1.8. LOKASI DAN LAMA KEGIATAN Lokasi kegiatan dari pekerjaan ini adalah wilayah administratif Kabupaten Raja Ampat (Gambar 1.1) dengan lama waktu pelaksanaan selama 2 (dua) bulan, yakni pada Bulan Oktober hingga November 2007.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
I-5
PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Peta Kabupaten Raja Ampat yang menjadi wilayah kajian.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
I-6
BAB 2 Metode Pekerjaan
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
2 2.1
METODE PEKERJAAN
PENDEKATAN PEKERJAAN
Dalam
Penyusunan
Rencana
Strategi
Pengelolaan
Terumbu
Kabupaten Raja Ampat, digunakan beberapa pendekatan.
Karang Berbagai
masalah dan kendala dalam pelaksanaan program pengelolaan terumbu karang akan diidentifikasi, dikaji dan dicarikan jalan pemecahannya. Tujuan akhir dari kajian ini adalah untuk dapat merumuskan pengelolaan sumberdaya terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat yang optimal dan berkelanjutan. Sedikitnya terdapat tiga indikator dalam pengelolaan terumbu karang yang ingin dicapai, yakni: (1) terpeliharanya kelestarian sumberdaya terumbu karang, (2) efisiensi ekonomi (memberikan manfaat nilai ekonomi bagi masyarakat dan membantu pertumbuhan ekonomi daerah) dan (3) sinergis dengan aktivitas ekonomi lainnya. Untuk dapat mencapai hal tersebut di atas, maka dilakukan beberapa tahapan kerja sebagai berikut: (1). Identifikasi sumberdaya terumbu karang yang tersedia. (2). Identifikasi isu dan permasalahan yang terkait dengan sumberdaya terumu karang, untuk lebih memberikan gambaran langkah-langkah apa saja yang menjadi prioritas dalam merumuskan rencana strategi yang terkait dengan pengelolaan terumbu karang. (3). Analisis situasi dengan menginvetarisasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengelolaan terumbu karang. (4). Analisis SWOT untuk dapat memberikan arahan rencana strategis pengelolaan
terumbu
karang
dan
kerjanya untuk 5 (lima) tahun kedepan.
penjabaran
program-program
METODE PEKERJAAN
Secara ringkas kerangka pendekatan studi dalam penyusunan rencana strategis pengelolaan terumbu karang Kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada Gambar 2.1
Kondisi Kini Lingkungan Internal dan Eksternal Sumberdaya Terumbu Karang di Kab. Raja Ampat
Identifikasi Visi, Misi dan Tujuan Pengelolaan Terumbu Karang
Identifikasi Isu dan Permasalahan dalam Pengelolaan Terumbu Karang
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal yang Berperan dalam Pengelolaan Terumbu Karang
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, Threat)
Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang
Indikasi Program Kerja
Program Kerja tahun 1
Program Kerja tahun 2
Program Kerja tahun 3
Program Kerja tahun 4
Program Kerja tahun 5
Gambar 2.1. Kerangka pendekatan studi penyusunan rencana strategis pengelolaan terumbu karang Kabupaten Raja Ampat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
II-2
METODE PEKERJAAN
2.2
PENGUMPULAN DATA
Data dikumpulkan melalui berbagai dokumen-dokumen perencanaan, laporan hasil penelitian, laporan hasil pelaksanaan pembangunan, laporan proyek/program, publikasi BPS kabupaten dan sumber-sumber lain yang terkait dengan pengelolaan terumbu karang.
Data yang dikumpulkan
dalam kajian ini secara garis besar meliputi: (1)
Karakteristik fisik,
seperti:
[ Keragaan dataran pesisir dan pantai [ Kondisi umum perairan laut (oseanografi) [ Kondisi dan potensi sumberdaya alam non hayati
(2) Karakteristik ekologis, seperti:
[ Sumberdaya alam hayati [ Jasa-jasa lingkungan [ Kondisi ekosistem
(3) Karakteristik masyarakat,
seperti:
[ Kondisi sosial ekonomi masyarakat
(4) Prasarana dan sarana pendukung,
seperti:
[ Sarana transportasi [ Sarana komunikasi [ Pelabuhan, dan lain-lain.
(5) Kelembagaan
seperti:
[ Lembaga formal [ Lembaga informal
(6) Persepsi dan aspirasi stakeholder,
seperti:
[ [ [ [
Masyarakat Pemerintah Swasta Lembaga peneliti
(7) Aktivitas perekonomian wilayah Kemudian, untuk penelusuran isu dan permasalahan dilakukan melalui desk study yang dirujuk langsung dari berbagai dokumen yang ada di pusat dan
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
II-3
METODE PEKERJAAN
daerah, brainstroming antar tim dan diskusi terbatas dengan pihak-pihak terkait.
2.2
ANALISIS DATA
Analisis yang digunakan dalam penyusunan rencana strategis pengelolaan terumbu
karang
di
Kabupaten
Raja
Ampat
adalah
analisis
SWOT
berdasarkan faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat).
Analisis ini
digunakan untuk merumuskan strategi yang relevan, relatif tepat dan optimal dalam pengelolaan terumbu karang.
Menurut (Rangkuti, 1990),
strength dan weakness adalah faktor internal sedangkan opportunity dan threat adalah faktor eksternal. Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik atas kekuatan dan kelemahan dari faktor-faktor eksternal yang dihadapi suatu sektor. Analisis ini digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Lingkup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah sebagai berikut: (1). Kekuatan Kekuatan yang diidentifikasikan meliputi semua aspek yang berada dalam sistem pengelolaan terumbu karang yang memberikan nilai positif. (2). Kelemahan Kelemahan yang diidentifikasikan meliputi semua aspek yang berada dalam sistem pengelolaan terumbu karang yang memberikan nilai negatif. (3). Peluang Peluang yang diidentifikasi adalah potensi atau kesempatan dari sistem pengelolaan terumbu karang yang dapat diambil. Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
II-4
METODE PEKERJAAN
(4). Ancaman Ancaman yang diidentifikasi adalah semua dampak negatif dari luar sistem pengelolaan terumbu karang yang mungkin dihadapi. Kemudian, langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT ini adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi faktor internal dan eksternal Dari potensi sumberdaya terumbu karang dan tingkat aktivitas pembangunan wilayah daerah yang ada, akan diidentifikasi beberapa faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengelolaan terumbu karang di Raja Ampat. 2)
Analisis SWOT Setelah mendapatkan faktor-faktor internal dan eksternal (faktor strategis) yang berperan dalam pengelolaan terumbu karang kemudian dibangkitkan (generating) berbagai alternatif strategi yang relevan dengan menggunakan Matriks SWOT (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Faktor Internal
STRENGTHS (S)
Faktor Eksternal OPPORTUNITIES (O)
THREATS (T)
Matriks Analisis SWOT
STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
WEAKNESSES (W) STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
Dari Matriks SWOT ini dapat diperoleh 4 (empat) kemungkinan alternatif strategi, yaitu:
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
II-5
METODE PEKERJAAN
(1). Strategi SO yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada. (2). Strategi ST yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi. (3). Strategi WO yaitu berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada dengan mengatasi kelemahan-kelemahan. (4). Strategi WT yaitu berusaha meminimumkan kelemahan dengan menghindari ancaman yang ada. Ada delapan langkah untuk menentukan strategi yang dibangun melalui Matriks SWOT (Umar, 2001), yaitu: 1. Menyusun daftar peluang eksternal organisasi 2. Menyusun daftar ancaman eksternal organisasi 3. Menyusun daftar kekuatan kunci internal organisasi 4. Menyusun daftar kelemahan kunci internal organisasi 5. Mencocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi SO 6. Mencocokkan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi WO 7. Mencocokkan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman-ancaman eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi ST 8. Mencocokkan
kelemahan-kelemahan
internal
dan
ancaman-
ancaman eksternal serta mencatat hasilnya kedalam sel strategi WT Selanjutnya, perlu diketahui bahwa kegunaan dari setiap faktor strategis pada tahap ini adalah membangkitkan strategi alternatif yang feasible untuk dilaksanakan, bukan untuk memilih atau menentukan strategi mana yang terbaik.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
II-6
METODE PEKERJAAN
3)
Expert Judgement. Dari strategi yang dihasilkan tersebut, kemudian dijabarkan lebih rinci lagi dalam bentuk program-program kerja untuk jangka pendek (5 tahun).
Untuk mendukung ketajaman perumusan program-program
kerja tersebut, digunakan metode Expert Judgement, yaitu suatu metode yang mengakomodir pendapat para ahli atau pakar di bidangnya.
Kriteria ahli atau pakar dimaksud adalah orang yang
berpengalaman di bidangnya dan pernah melakukan orientasi di lapangan atau mengenal kondisi lapangan.
Selanjutnya, dengan
pendekatan ini pula, ditentukan sequent program-program kerja yang harus dilakukan untuk 5 tahun kedepan dalam pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
II-7
BAB 3
Gambaran Umum Kabupaten Raja Ampat
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
3
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
3.1 LETAK GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Kepulauan Raja Ampat merupakan kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 610 buah pulau besar dan kecil yang memiliki potensi sumberdaya terutama terumbu karang yang merupakan bagian dari ”segitiga karang” (Coral Triangel) yang terdiri dari Indonesia, Filipina, Papua New Guinea, Jepang, Australia (Sheila A. McKenna, dkk, 2002). Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2°25'LU-4°25'LS & 130°-132°55'BT.
Secara geoekonomis dan geopolitis, Kepulauan Raja
Ampat memiliki peranan penting sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah luar negeri. Pulau Fani yang terletak di ujung paling utara dari rangkaian Kepulauan Raja Ampat, berbatasan langsung dengan Republik Palau. Kepulauan Raja Ampat memiliki empat pulau utama yang bergunung-gunung yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool dengan ratusan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Luas wilayah Kepulauan Raja Ampat adalah 46.108 km2, terbagi menjadi 10 distrik, 86 kampung, dan 4 dusun. Secara administratif batas wilayah Kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut: • Sebelah selatan berbatasan
langsung dengan Kabupaten
Seram Utara, Provinsi Maluku. • Sebelah
barat
berbatasan
dengan
Kabupaten Halmahera
Tengah, Provinsi Maluku Utara. • Sebelah timur berbatasan dengan Kota Sorong dan Kabupaten Sorong, Provinsi Irianjaya Barat. • Sebelah
Utara
Federal Palau.
berbatasan
langsung
dengan Republik
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
3.2 KEADAAN UMUM PERAIRAN Seperti perairan Indonesia pada umumnya, perairan Kabupaten Raja Ampat dipengaruhi oleh iklim tropis dan perubahan iklim muson.
Letaknya yang
berbatasan dengan dua sistem samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, mengakibatkan kondisi fisik dan kimia perairan didaerah ini juga dipengaruhi oleh kedua samudera tersebut. 1). Suhu Penyebaran suhu permukaan di Perairan Raja Ampat bagian utara dipengaruhi oleh Samudera Pasifik sedangkan di bagian selatan dipengaruhi oleh Laut Banda. Seperti periaran daerah tropis umumnya, perairan Raja Ampat mempunyai suhu permukaan yang relatif hangat dengan variasi tahunan yang cukup kecil.
Mambrisaw, et al. (2006) mengungkapkan
bahwa suhu permukaan di perairan Raja Ampat pada bulan Maret berkisar antara 28,5°C - 31,8°C dengan rata-rata 29,8°C. Sedangkan pada perairan tertutup (Teluk Mayalibit) suhu permukaan bahkan mencapai 31,8°C. Sedangkan suhu pada bulan Januari, Februari dan Maret berdasarkan hasil penelitian BPPT adalah berkisar antara 28,5 - 29°C, sedangkan pada bulan April, Mei dan Juni
berkisar antara 29 - 29,5oC. Setelah turun menjadi
sekitar 28,5oC pada bulan Juli, suhu kembali naik dan mencapai sekitar 29°C pada bulan Agustus. Tabel 3.1 No
Sebaran Suhu Permukaan Tahunan di Perairan Raja Ampat Bulan
Kisaran (0C)
1 2
Januari Februari - Maret
28,5 – 29 Relatif tetap
3 4 5
April-Mei-Juni Juli Agustus
6
September
29 – 29,5 28,5 29 29 – 29,5 (utara) 28 – 28,5 (selatan)
Keterangan Kecuali bagian hingga 280C
utara:
Menurun
Pengaruh Samudera Pasifik Pengaruh dari Laut Banda
Sumber : BPPT, 2001 dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-2
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
2). Salinitas Mambrisaw (2006) mengungkapkan bahwa salinitas di lapisan permukaan perairan Raja Ampat berkisar antara 30 – 35 psu, sedangkan pada kedalaman 10 meter berkisar antara 32 – 35 psu.
Berbeda dengan perairan terbuka,
perairan tertutup (Teluk Mayalibit) berkisar antara 27,5 - 33 psu. Rendahnya kadar salinitas di Teluk Mayalibit ini disebabkan oleh pengaruh massa air tawar dari darat yang mengalir melalui beberapa sungai yang masih aktif di teluk tersebut. Dibandingkan bagian selatan, sebaran salinitas bagian utara lebih tinggi.
Sebaran salinitas di bagian utara
Perairan Waigeo Utara berkisar antara 33 – 35 psu. 3). Derajat Keasaman (pH) Mambrisaw, et al (2006) melaporkan bahwa nilai pH di Perairan Raja Ampat pada kedalaman 0 m (permukaan) berkisar antara 7,2 - 8,4 dan untuk kedalaman 10 m 7,6 - 8,4 dengan rata-rata 8,08 dan 8,06. Nilai pH terendah pada kedalaman 0 m (permukaan) berada di perairan sekitar Saonek. Keadaan ini pun diperkuat oleh perbedaan nilai pH pada kedalaman 0 m dan 10 m yang cukup besar di lokasi yang sama yaitu 7,2 dan 8,0. Nilai pH terendah pada kedalaman 10 m berada di perairan Teluk Mayalibit, hal ini diperkirakan karena tingginya kekeruhan yang disebabkan oleh banyaknya bahan-bahan organik tersuspensi yang berasal dari daratan maupun dari proses sedimentasi. Keadaan ini diperkuat oleh nilai pH di lokasi tersebut pada kedalaman o m (permukaan) yanghampirsama dengan nilai pH pada kedalaman 10 m, yangberarti pengaruh kekeruhan ini diduga terjadi secara merata.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-3
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
Tabel 3.2 Sebaran Parameter Oseoanografi di Perairan Raja Ampat (Permukaan) No
Parameter
Kisaran
Rata-Rata
Minimum
Maksimun
28,5
31,18
29,80
1
Suhu (0C)
2
Salinitas (0/00)
30
3,5
33,91
3
Derajat Keasaman (pH)
7,2
8,4
8,08
4
Oksigen terlarut (mg/l)
4
10,5
6,41
5
Kecerahan (m)
4
23
12,91
6
Kecepatan Arus (m/det)
0
0,88
0,11
7
Tinggi Gelombang (m)
0
1,7
0,14 – 0,52
Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006
4). Arus Sesuai dengan letaknya, pola arus di perairan Raja Ampat dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Pasifik Barat (Western Pacific Ocean) yang bergerak dari arah timur menuju barat laut (North West) dan sejajar dengan daratan Papua bagian utara. Ketika arus tiba di Laut Halmahera atau bagian utara Kepulauan Raja Ampat arus tersebut sebagian bergerak ke selatan dan sebagian berbalik menuju Samudera Pasifik. Arus yang dikenal sebagai Halmahera Eddie ini, kemudian sebagian memasuki perairan Kepulauan Raja Ampat (Anonimous, 2005). letaknya
Disamping itu,
yang di khatulistiwa, arus di perairan Raja Ampat juga
dipengaruhi oleh Arus Khatulistiwa Utara dan Arus Khatulistiwa Selatan. Hasil penelitian Mambrisaw, et al (2006) pada bulan Maret 2006, didapatkan bahwa arus di Perairan Raja Ampat didominasi oleh pengaruh angin, namun untuk wilayah teluk dan pulau-pulau kecil yang berdekatan pola arusnya lebih dipengaruhi oleh pasang surut. Kecepatan rata-rata arus di Perairan Raja Ampat sekitar 0,11 m/det (Tabel 3-2). Nilai kecepatan arus permukaan yang lemah ini diduga karena pengukurannya hanya dilakukan pada saat air laut duduk surut atau duduk pasang, sedangkan arus diperkirakan kencang Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-4
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
pada saat duduk tengah pasang atau duduk tengah surut. Daerah-daerah yang diperkirakan mempunyai arus pasang surut yang deras antara lain Selat Mansuar, Selat Kabui, dan Selat Sagawin. 5). Kecerahan Dari hasil pengamatan, kecerahan di perairan Raja Ampat berkisar antara 4 - 23 m dengan rata-rata kecerahan 12,91 m. Kecerahan minimum berada di Teluk Mayalibit yang hanya mencapai 4 - 5 m. Hal ini karena kondisi perairan di Teluk Mayalibit memiliki kekeruhan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh banyaknya bahan tersuspensi. Hal ini terlihat dari warna air yang cenderung hijau kecoklatan. Sementara, kecerahan maksimum berada di perairan daerah Kofiau yang mencapai 23 m. Hal ini diperkirakan karena lokasi ini berada pada kawasan perairan bebas (cukup jauh dari daratan) sehingga pengaruh bahan-bahan tersuspensi yang berasal dari aktifitas daratan sangat kecil.
Selain itu,
pengaruh arus, gelombang, dan angin di lokasi ini diperkirakan relatif sangat kecil, sehingga secara visual terhadap Secchi Disk sangat jelas. 6). Gelombang Pengamatan yang dilakukan oleh Mambrisaw, et.al (2006) menyebutkan bahwa tinggi gelombang berkisar antara 0 - 1,7 meter.
Ketinggian
gelombang tertinggi terjadi di bagian utara Pulau Waigeo. Sedangkan di perairan terlindung seperti Perairan Waigeo Barat, Waigeo Selatan dan Kepulauan Misool umumnya tinggi gelombang berkisar antara 0 - 1 meter. 7). Pasang Surut Dinas Hidro Oseanografi TNI AL (2005) melaporkan bahwa
tipe pasang
surut (pasut) di Perairan Raja Ampat adalah tipe campuran dengan dominasi pasut ganda (nilai F berkisar antara 0,25 - 1,50). Jenis pasut ini berarti dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan surut serta tinggi pasang pertama tidak sama dengan tinggi pasang kedua. Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-5
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
Berdasarkan data pengamatan yang dilakukan di pantai dekat Akademi Perikanan Sorong (Suprau - Sorong) didapatkan kisaran tinggi pasang surut (tidal range) atau perbedaan antara tinggi air pada saat pasang maksimum dan tinggi air pada saat surut minimum berkisar antara 1,15 -1,80 meter.
3.3 POTENSI SUMBERDAYA HAYATI LAUT 1).
Sumberdaya Ikan
Kabupaten Raja Ampat memiliki potensi sumberdaya ikan yang melimpah. Pada sektor perikanan tangkap, Kabupaten Raja Ampat memiliki komoditi perikanan tangkap seperti ikan, udang, cumi-cumi, kerang/siput dan teripang yang cukup potensial. Secara umum, jenis ikan hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Raja Ampat dapat dikelompokkan sebagai ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, dan ikan air payau. Jenis-jenis ikan yang dominan ditangkap oleh nelayan lokal adalah ikan kembung (Rastrelliger sp), tenggiri (Scomberomorus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunus sp.), kerapu, napoleon dan teri.
Ikan kembung
banyak tertangkap di Distrik Teluk Mayalibit. Ikan tenggiri, cakalang dan tuna banyak ditangkap di daerah Waigeo Selatan, Waigeo Barat, Samate, Misool, dan Misool Timur Selatan. Sementara, ikan kerapu dan napoleon banyak dihasilkan dari Distrik Waigeo Barat, Ayau, Kofiau dan Misool Timur Selatan. Kemudian, untuk ikan teri (Stolephorus sp.), biasa disebut juga ikan puri, banyak tertangkap di daerah Waigeo Selatan, Misool, Misool Timur Selatan dan dijumpai juga di Teluk Mayalibit. Selain ikan, hasil tangkapan lainnya adalah udang, cumi-cumi, cacing laut, kerang serta siput. Udang yang umumnya tertangkap adalah jenis lobster (Panulirus sp) yang banyak terdapat di daerah Waigeo Barat, Kofiau, Misool, dan Misool Timur Selatan; dan udang halus (Ebi) yang banyak ditangkap di daerah Teluk Mayalibit sekitar Kampung Beo dan Araway. Sementara, untuk cumi-cumi banyak terdapat di daerah Waigeo Selatan dan Misool. Ada 2 Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-6
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
jenis cumi-cumi yang telah dimanfaatkan nelayan setempat, yakni cumicumi ukuran kecil atau disebut cumi jarum (Sepiotheuthis sp.) dan cumicumi yang berukuran besar (Loligo sp.). Untuk Jenis kerang dan siput yang dimanfaatkan oleh nelayan lokal selain kerang mutiara adalah bia garu, pia-pia, batu laga, kepala kambing dan mata tujuh.
Kerang dan siput merupakan komoditi perikanan yang
memiliki nilai ekonomis penting. Lola, batu laga, bia garu, mata tujuh dan lain-lain selain dagingnya yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar atau beku, cangkangnya juga dapat dimanfaatkan atau dijual. Cangkang bia garu oleh masyarakat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kapur yang digunakan untuk makan pinang. Sementara, Pinctado maxima atau kerang penghasil mutiara, banyak dieksploitasi untuk diambil mutiaranya dan juga dimakan dagingnya.
Tabel 3.3 Jenis-jenis Hasil Tangkapan di Kabupaten Raja Ampat Nama Umum
Nama Ilmiah
Nama Lokal
Nama Alat Penangkap Ikan
Engraulidae
Stolephorus indicus
Teri
Bagan
Clupeidae
Spratelloides gracillis
Teri
Bagan
Clupeidae
Spratelloides robustus
Teri
Bagan
Letrinidae
Lethrinus sp.
Gutila
Pancing
Letrinidae
Acanthopagrus berda
Kapas
Pancing, jaring
Carangidae
Selaroides sp.
Oci
Pancing, jaring, bagan
Carangidae
Decapterus sp.
Momar
Pancing, jaring, bagan
Carangidae
Caranx sp.
Bubara
Pancing
Carangidae
Scomberoides sp.
Lasi
Pancing, jaring, sera
Serranidae
Plectropomus sp.
Geropa
Pancing
Serranidae
Variola louti
Geropa
Pancing
Serranidae
Epinephelus sp.
Geropa
Pancing
Serranidae
Cephalopoiis leopadus
Geropa
Pancing
Serranidae
Cromileptis altivelis
Geropa
Pancing
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-7
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
Nama Umum
Nama Ilmiah
Nama Lokal
Nama Alat Penangkap Ikan
Scombridae
Scomberomorus spp.
Tenggiri
Pancing
Scombridae
Katsuwonus pelamis
Cakalang
Pancing
Scombridae
Rastrelliger sp.
Lema
Pancing, jaring, bagan,
Caesionidae
Caesio sp.
Lalosi
Pancing, jaring, bagan
Belonidae
Tylosurus gavialoides
Julung
Pancing
Siganidae
Siganus sp.
Samandar
Pancing, jaring
Mugilidae
Mugil cephalus
bulana
Pancing, jaring
Mugilidae
Liza subviridis
bulana
Pancing, jaring
Toxidae
Toxotes sp.
sumpit
Jaring
Lutjanidae
Lutjanus sp.
Ikan merah
Pancing, jaring, sero
Sphrynidae
Sphyrna lewini
Hiu
Pancing, jaring
Ariidae
Arius sp.
Sembilang
Pancing, jaring, sero
Labridae
Cheilinus undulates
Napoleon
Pancing, jaring
Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006
2).
Sumberdaya Terumbu Karang dan Ikan Karang
Ekosistem terumbu karang di Kepulauan Raja Ampat terbentang di paparan dangkal di hampir semua pulau-pulau. Namun, ekosistem terumbu karang yang terbesar terdapat di Distrik Waigeo Barat, Waigeo Selatan, Ayau, Samate, dan Misool Timur Selatan. .Pada beberapa bagian terdapat gosong (sand backs) yang juga memiliki terumbu karang di sekelilingnya. Tipe terumbu yang terdapat di Kepulauan Raja Ampat umumnya berupa karang tepi (fringing reef), dengan kemiringan yang cukup curam. Selain itu terdapat juga tipe terumbu cincin (atol) dan terumbu penghalang (barrier reef). Atol di Raja Ampat terdapat di Kepulauan Ayau dan Kepulauan Asia. Hasil penelitian dari lembaga-lembaga internasional seperti kegiatan Marine RAP (Rapid Assessment Program) yang dilakukan oleh Conservation International dan REA (Rapid Ecological Assessment) yang dilakukan oleh TNC dan WWF menyatakan bahwa keanekaragaman hayati terumbu karang Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-8
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
di Kepulauan Raja Ampat luar biasa dan umumnya dalam kondisi fisik yang baik.
Kepulauan Raja Ampat memiliki terumbu karang yang indah dan
sangat kaya akan berbagai jenis ikan dan moluska. Berdasarkan hasil penelitian tercatat 537 jenis karang keras (Cl, TNC-WWF), 9 diantaranya adalah jenis baru dan 13 jenis endemik. Jumlah ini merupakan 75% dari jumlah karang di dunia. Tercatat juga 828 (Cl) dan 899 (TNC-WWF) jenis ikan karang sehingga Raja Ampat diketahui mempunyai 1.104 jenis ikan yang terdiri dari 91 famili. Diperkirakan jenis ikan karang tersebut dapat mencapai 1.346 jenis, berdasarkan kesinambungan genetik di wilayah Kepala Burung, sehingga menjadikan kawasan ini menjadi kawasan dengan kekayaan jenis ikan karang tertinggi di dunia. Berdasarkan Indeks Kondisi Karang, 60% terumbu karang dalam kondisi baik dan sangat baik. Walaupun demikian, disebagian wilayah telah terjadi pengrusakan terumbu karang yang disebabkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan potasium. Di kawasan Raja Ampat juga ditemukan 699 jenis hewan lunak (jenis moluska) yang terdiri atas 530 jenis siput-siputan (Gastropoda), 159 jenis kekerangan (bivalva), 2 jenis Scaphopoda, 5 jenis cumi-cumian (Cephalopoda), dan 3 jenis Chiton. 3).
Sumberdaya Padang Lamun
Padang lamun hampir tersebar di seluruh Kepulauan Raja Ampat. Padang lamun tersebar di sekitar Waigeo, Kofiau, Batanta, Ayau, dan Gam. Padang lamun yang terdapat di Kabupaten Raja Ampat umumnya homogen dan berdasarkan ciri-ciri umum lokasi, tutupan, dan tipe substrat, dapat digolongkan sebagai padang lamun yang berasosiasi dengan terumbu karang.
Tipe ini umumnya ditemukan di lokasi-lokasi di daerah pasang
surut dan rataan terumbu karang yang dangkal. Secara umum vegetasi dari padang lamun yang terdapat di Raja Ampat merupakan tipe campuran dengan kombinasi dari beberapa jenis lamun yang tumbuh di daerah pasang surut mulai dari pinggir pantai sampai ke Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-9
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
tubir. Jenis lamun yang tumbuh antara lain jenis Enholus acoroides, Thoiossio
hemprichii,
Holophilo
ovolis,
Cymodoceo
rotundoto,
dan
Syringodium isoetifoiium. Pada rataan terumbu pulau-pulau Raja Ampat khususnya di tepi terumbu tidak ditemukan lamun, kecuali di Pulau Meosarar ditemukan Enholus acoroides dengan prosentase penutupan rata-rata 2%. Kecenderungan ketidakadaan lamun adalah pada kedalaman 4 - 7 meter, dimana substrat dasar pada kedalaman tersebut didominasi oleh terumbu karang. Pada umumnya lamun ditemukan pada daerah reef top kedalaman 1 - 3 meter. Kepadatan lamun relatif tinggi di Pulau Waigeo khususnya sekitar Pulau Boni dengan tutupan rata-rata 65%. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di Distrik Waigeo Barat dan Selatan adalah Enholus ocoroides, Holodule pinifolio, Holophiio ovolis, Thoiossio hemprichii dan Cymodoceo rotundoto. Secara umum kondisi ekosistem padang lamun di Distrik Waigeo Barat dan Selatan prosentase penutupannya tergolong baik (50 - 75% ) dan sangat baik (lebih dari 75%). Potensi sumberdaya lamun cukup tinggi, khususnya dari segi perikanan dan sumbangan nutrisi pada ekosistem terumbu karang di sekitarnya. Kondisi padang lamun yang masih baik akan sangat mendukung bagi kehidupan berbagai biota dengan membentuk rantai makanan yang kompleks. Sejumlah biota yang dijumpai pada ekosistem ini antara lain adalah invertebrata: moluska (kerang kampak - Pinna bicolor, siput labalaba - Lombis lombis, Cone - Conus sp., siput zaitun - Olive sp,, miteer Vexillum sp., Polute - Cymbiolo sp., kerang mutiara - Pinctodo sp., kewuk Cypreo sp. dan Conch - Strombus sp.), Echinodermata (Teripang Holothurio, Bulu babi - Diodemo sp.) dan bintang laut (Achontoster ploncii, Linckio sp.) serta Crustacea (udang dan kepiting). Bahkan beberapa jenis penyu sering kali mencari makanan pada ekosistem padang lamun.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-10
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
4).
Sumberdaya Mangrove
Luas hutan mangrove di Kepulauan Raja Ampat diperkirakan sebesar 27.180 hektar (Mambrisaw, et al, 2006).
Hutan mangrove di Kabupaten Raja
Ampat yang cukup luas terdapat di wilayah pantai Waigeo Barat, Waigeo Selatan, Teluk Mayalibit, pantai Batanta, pantai timur Pulau Salawati, dan pantai utara serta pantai timur Pulau Misool. Hutan mangrove ini didominasi oleh famili Rhizophoraceae dan famili Sonneratiaceae. Pulau Misool merupakan pulau yang memiliki sebaran mangrove terbesar, kemudian diikuti oleh Pulau Waigeo, Salawati dan Batanta. Pulau Kofiau merupakan kawasan yang memiliki sebaran mangrove yang lebih sedikit dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Hutan mangrove di Raja Ampat umumnya dijumpai di dataran rendah dengan muara dan sungai-sungai pasang surut yang menyediakan habitat yang cocok bagi asosiasi-asosiasi Bruguiera-Rhizophora. Contoh komunitas yang terbaik terdapat di Pulau Misool, sepanjang P. Gam dan Sungai Kasim. Selain itu komunitas mangrove terdapat juga pada bagian hulu misalnya jenis Rhizophoro mucronoto, Ceriops togol, Bruguiem gymnorrhizo, Nypo fruticons, dan juga terdapat pada akhir aliran air tawar misalnya jenis Xylopcorpus gronotum, Dolichondrone spothoceo, dan Heritiero littorolis. Kondisi ekosistem mangrove di Kabupaten Raja Ampat masih baik dengan ditemukannya 25 jenis mangrove dan 27 jenis tumbuhan asosiasi mangrove. Kerapatan pohon mangrove di Raja Ampat dapat mencapai 2.350 batang/hektar. Kerapatan pohon mangrove di daerah ini masih lebih besar dibandingkan dengan kerapatan mangrove di daerah Bintuni dan Muara Digul. Pada ekosistem mangrove di Raja Ampat juga ditemukan beberapa jenis biota yang dikelompokkan kedalam krustacea dan moluska yang memiliki nilai ekonomis penting, di antaranya udang (Panaeid), kepiting bakau (Scylla serota), dan rajungan (Portunidae). Biota yang umum ditemukan di Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-11
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
ekosistem ini adalah ikan blodok (Perioptholmus sp.), belanak (Mugil dusumieri), bandeng (Chonos chonos), kepiting bakau (Scyllo serata), dan kerang. 3.4 POTENSI SUMBERDAYA LINGKUNGAN LAUT Salah satu sumberdaya lingkungan laut di Kabupaten Raja Ampat yang potensial sudah berkembang adalah sumberdaya wisata laut. Sumberdaya ini telah dimanfaatkan dan dikelola dibeberapa wilayah, yakni di Waigeo Selatan, Waigeo Barat, Batanta, Kofiau dan Misool. Lokasi obyek wisata laut di Waigeo Selatan terletak di daerah Arborek dan Sawandrek.
Di
Arborek, obyek wisata lautnya adalah penyelaman (diving) dan wisata pantai, sedangkan di Sawandrek obyeknya adalah berenang/snorkeling dan menyelam untuk menikmati keindahan karang. Untuk lokasi obyek wisata laut di Waigeo Barat terletak di daerah Selpele dan Wayag.
Obyek wisata lautnya adalah aktivitas penyelaman.
Lokasi
ini sangat berpotensi, karena selalu menjadi salah satu tempat utama dari para wisatawan liveaboard. Selain itu, pulau-pulau karst yang terdapat di Wayag juga merupakan sebuah panorama alam yang sangat menarik untuk dinikmati. Kemudian, lokasi wisata Pulau Wai dan Selat Dampier sangat menantang dan mempunyai daya tarik tersendiri. Di Pulau Wai wisatawan umumnya melakukan
penyelaman
untuk
thunderbolt, peninggalan PD II.
menikmati
lokasi
bangkai
pesawat
Selain itu, di lokasi ini juga terkenal
dengan keberadaan manta atau ikan pari yang berukuran sangat besar dan melimpah. Kofiau selalu didatangi oleh para liveaboard dan wisatawan untuk menikmati keindahan bawah laut dengan menyelam atau snorkeling. Selain keindahan di bawah laut, Kofiau juga kaya akan keindahan panorama wilayah daratannya. Sementara, di Misool para wisatawan dapat menikmati Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-12
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
keunikan pemandangan goa, pulau-pulau karst, dan melakukan aktivitas penyelaman atau snorkeling. Di beberapa goa yang tersebar di Tomolol terdapat lukisan telapak tangan manusia berukuran besar dan hewan-hewan yang diduga dilukis oleh manusia goa. Disamping beberapa obyek wisata yang sudah berkembang seperti tersebut diatas, Raja Ampat juga kaya akan beberapa obyek wisata lainnya yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Beberapa potensi wisata yang dapat dikembangkan ini tersebar di beberapa kawasan, diantaranya: 1). Kepulauan Ayau Kepulauan ini terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil yang berada di atas kawasan atol yang sangat luas. Pantai-pantai di kepulauan ini berpasir putih dengan areal dasar laut yang luas yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lain. Di kepulauan ini terdapat pulau-pulau pasir yang unik, masyarakat setempat menyebutnya zondploot, dan di atasnya tidak terdapat tumbuhan/vegetasi. Jenis wisata yang dapat dikembangkan di Kepulauan Ayau adalah keunikan kehidupan suku dan budaya yang berupa penangkapan cacing laut (insonem) yang dilakukan secara bersama-sama oleh ibu-ibu dan anak-anak, mengunjungi tempat peneluran penyu hijau, dan wisata dayung tradisional dengan perahu karures. 2). Waigeo Utara Di Waigeo Utara terdapat beberapa tempat yang dapat dijadikan lokasi wisata yaitu goa-goa peninggalan perang dunia II dan keindahan bawah laut. 3). Waigeo Timur Di sini, khususnya di depan Kampung Urbinasopen dan Yesner terdapat atraksi fenomena alam yang sangat menarik dan unik yang hanya bisa disaksikan setiap akhir tahun, yaitu cahaya yang keluar dari laut dan berputar-putar di permukaan sekitar 10-18 menit, setelah itu hilang dan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-13
GAMBARAN UMUM KABUPATEN RAJA AMPAT
bisa disaksikan lagi saat pergantian tahun berikutnya. Masyarakat di kedua kampung ini menamakan fenomena ini sebagai "Hantu Laut". 4). Teluk Mayalibit Lokasi wisata Teluk Mayalibit cukup unik, karena merupakan sebuah teluk yang cukup besar dan hampir membagi Pulau Waigeo menjadi dua bagian. Banyak atraksi yang bisa dilihat disini, seperti cara penangkapan ikan tradisional dan bangkai kerangka pesawat yang bisa dijadikan sebagai tempat penyelaman. 5). Salawati Di Salawati para wisatawan dapat menyaksikan bunker-bunker peninggalan Perang Dunia II buatan Belanda dan Jepang (Jeffman) dan juga merupakan tempat yang menarik untuk snorkeling dan diving.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
III-14
BAB 4
Analisis Potensi dan Permasalahan
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN
4 4.1. EKOLOGI
1) Ketersediaan Sumberdaya Hayati Laut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat (2005) melaporkan bahwa perairan Kabupaten Raja Ampat memiliki sumberdaya ikan dengan potensi lestari (MSY) sebesar 590.600 ton/tahun atau kalau dikonversi kedalam jumlah tangkapan yang diperbolehkan sekitar 472.000 ton/tahun. Berdasarkan catatan Dinas Perikanan dan Kelautan, sumberdaya ikan yang sudah dimanfaatkan sebesar 38.000 ton/tahun, di luar dari pemanfaatan perikanan subsisten, sehingga diperkirakan masih memiliki peluang sekitar 434.000 ton/tahun. Jenis ikan yang dapat dimanfaatkan di Kabupaten Raja Ampat sangat banyak.
Secara
umum,
komoditas
ikan
yang
dapat
diunggulkan
berdasarkan daerahnya ditampilkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 No
Komoditas Unggulan Serta Lokasi Penangkapannya
Komoditas
Unggulan
1 2
Tuna/Cakalang Kerapu/Napoleon
3
Kakap
4
Lobster
5 6 7 8
Teripang Cumi-cumi Teri Tenggiri
9
Kembung/Lema
Lokasi Waigeo Utara, Misool, Misool Timur Selatan Misool Timur Selatan, Waigeo Barat, Kofiau, Ayau Waigeo Timur/Barat, Misool, Misool Timur Selatan Waigeo Barat, kofiau, Misool, Misool Timur Selatan Waigeo Barat, Samate, Teluk Mayalibit Waigeo Selatan, Misool Waigeo Selatan, Misool, Misool Timur Selatan Waigeo Selatan Barat, Samate, Misool, Misool Timur Selatan Teluk Mayalibit
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan (2005) dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat (2006)
1
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Sampai saat ini, nelayan lokal masih terbatas memanfaatkan ikan dan sumberdaya ikan lainnya di wilayah pantai dan daerah teluk. Lokasi penangkapan ikan umumnya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Nelayan hanya melakukan kegiatan penangkapan 3 - 4 hari dalam seminggu, dengan lama waktu kerja antara 4 -12 jam per hari. Untuk mencapai daerah penangkapan (fishing ground) umumnya mereka menggunakan perahu dayung dengan waktu tempuh 2-3 jam perjalanan. Tabel 4.2 Ampat Famili Engralulidae Clupeidae Clupeidae Letrinidae Letrinidae Carangidae Carangidae Carangidae Carangidae Serranidae Serranidae Serranidae Serranidae Serranidae Scombridae Scombridae Scombridae
Jenis-Jenis Ikan yang Tertangkap di Sekitar Perairan Spesies Stolephorus indicus Spratelloides gracilis Spratteloides robustus Lethrinus sp. Acanthopagrus berda Selaroides sp. Decapterus sp. Caranx sp. Scomberoides sp. Plectropomus sp. Variola louti Epinephelus sp. Cephalopolis leopadus Cromileptis altivelis Scomberomorus spp Katsuwonus pelamis Rastrelliger sp.
Nama lokal
Raja
Jenis alat tangkap
Teri Teri Teri Gutila Kapas Oci Momar Bubara Lasi Geropa Geropa Geropa Geropa Geropa Tenggiri Cakalang Lema
Bagan Bagan Bagan Pancing Pancing, Jaring Pancing, Jaring, Bagan Pancing, Jaring, Bagan Pancing Pancing, Jaring, Sero Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing, Jaring, Bagan, Serok Caesionidae Caesio sp. Lalosi Pancing, Jaring, Bagan Belonidae Tylosurus gavialoides Julung Pancing, Singanidae Siganus sp. Samandar Pancing, Jaring Mugilidae Mughil chepalus Bulana Pancing, Jaring Mugilidae Liza subviridis Bulana Pancing, Jaring Toxidae Toxotes sp. Sumpit Jaring Lutjanidae Sutjanus sp. Ikan Merah Pancing, Jaring, Sero Sphrynidae Sphyrna lewini Hiu Pancing, Jaring Ariidae Arius sp. Sembilang Pancing, Jaring, Sero Labridae Sheilinus undulates Napoleon Pancing, Jaring Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-2
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Berdasarkan hasil penelitian Marine RAP dan REA yang dilakukan CI, TNC dan WWF tahun 2001 dan 2002, tercatat sebanyak 537 species karang batu, mewakili 76 genus dan 19 famili. Dari jumlah spesies ini terdapat 295 species yang tergolong dalam 67 genus dan 15 famili, merupakan karang keras (scleractinia). Kondisi keanekaragaman ini diinventarisasi sampai pada kedalaman 34 meter di lebih dari 100 lokasi survei. Hasil marine RAP dan REA juga menggambarkan bahwa keanekaragaman terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat tertinggi ditemukan di areal perairan Misool, di sebelah
utara
Pulau
Gam,
dengan
jumlah
spesies
sebanyak
182.
Keanekaragaman terendah ditemukan di perairan Selat antara P. Gam dengan P. Waigeo dengan jumlah species 18. Berdasarkan tipe habitatnya, keanekaragaman hayati tertinggi ditemukan pada terumbu karang tipe Fringing Reefs dengan jumlah rata-rata spesies yang ditemukan sebanyak 86 spesies, diikuti oleh Platform Reefs, So, dan Sheltered Reefs dengan jumlah spesies rata-rata 67 (McKenna, dkk., 2002). Tabel 4.3 Sepuluh Lokasi Keanekaragaman Terumbu Karang Tertinggi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lokasi
Total Spesies
Sebelah utara Pulau Djam; Misool Teluk Wambong; Kofiau Tanjung Sool; Kofiau Jef Bi; Misool Sebelah Selatan Walo; Kofiau Los; Misool Mesemta; Misool Sebelah Selatan Pulau Ouoy Teluk Fofak; Waigeo Selatan Pulau Tiga; Misool
182 174 173 169 169 168 164 163 163 161
Sumber: TNC – WWF (2003) dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat (2006)
Keanekaragaman terumbu karang jika dilihat dari hadirnya spesies tertentu pada lokasi penelitian, maka ada 10 lokasi yang memiliki kekayaan spesies tinggi. Kekayaan tertinggi ditemukan di sebelah utara Pulau Djam dengan jumlah 182 spesies, diikuti Teluk Wambong dengan jumlah 174 spesies. Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-3
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Kesepuluh lokasi yang memiliki jumlah spesies tertinggi tersaji pada Tabel 4.4. Dilaporkan bahwa Kepulauan Batang Pele yang terdiri dari 15 pulau kecil, memiliki keunikan formasi dan struktur terumbu. Di beberapa daerah tertentu dapat dijumpai komunitas terumbu karang dengan prosentase tutupan karang hidup mencapai 71%, namun sebaliknya di daerah lainnya juga ada yang tidak dijumpai komunitas terumbu sama sekali. Dilaporkan bahwa di daerah ini dijumpai 205 jenis karang batu (Coremap, 2001). Tabel 4.4
Lokasi Terumbu Karang di Kabupaten Raja Ampat dengan Prosentasi Tutupan Karang Hidup > 50%
Nama Distrik Kofiau Misool Waigeo Selatan Samate Waigeo Timur Waigeo
Barat
Kepulauan ayau Waigeo Utara
Nama
Lokasi
Prosentase Tutupan (%)
Pulau Mangimangi Pulau Eftorobi Pulau Salafen Pulau Kamel Pulau Bun Pulau Arborek Pulau Di Depan Samate Pulau Senapan Pulau Mamyayet Pulau Waim Pulau Beo, Selpele Pulau Ayil Selpele Wayum Kabare Yau-Yau Yenkawir Yam yam Lam Lam
70 50 50 50 60 50 50 50 65 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Sumber : Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006
Berdasarkan survei marine RAP pada tahun 2001, prosentase tutupan karang hidup tertinggi terdapat di Pulau Keruo, sebelah utara Fam, yang mencapai 53%, diikuti Teluk Saripa yang mencapai 52%. Sedangkan berdasarkan survei REA pada tahun 2002, prosentase tutupan karang hidup tertinggi terdapat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-4
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
di sebelah selatan Pulau Kawe yang mencapai 70%, diikuti sebelah utara Djam dan sebelah barat P. Boni yang mencapai 65%. Hasil penelitian terbaru, tahun 2006, secara keseluruhan terdapat 15 titik survei tempat kondisi terumbu karang berada dalam kondisi baik dengan persen tutupan karang hidup > 50%.
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas
terlihat bahwa terumbu karang di Distrik Kofiau khususnya di perairan Mangimangi memiliki persen tutupan karang mencapai 70% diikuti oleh terumbu karang di Waigeo Timur terutama di perairan Pulau Mamyayet, selanjutnya terumbu karang di Distrik Waigeo Selatan khususnya di perairan Pulau Bun memiliki persen tutupan karang sebesar 60%.
Sedangkan
terumbu karang di Distrik Waigeo Barat dan Distrik Misool rata-rata memiliki persen tutupan karang batu hidup sebesar 50%.
Perbedaan
prosentase tutupan ini diduga karena adanya pengaruh aktivitas manusia maupun pengaruh alami, seperti adanya perubahan suhu perairan. Dominasi spesies terumbu karang di perairan Raja Ampat cukup bervariasi di tiap lokasi, tetapi pada lokasi-lokasi tertentu ada jenis spesies tertentu yang sangat mendominasi, seperti dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Jumlah Lokasi Penyebaran Famili Terumbu Karang dan Jenis Terbanyak yang Ditemukan dari Hasil Survei Marine RAP 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 To
Famili Acroporidae Pocilloporidae Poritidae Agarichidae Fungidae Oculinidae Pectinidae Mussidae Merulinidae Favidae Helioporidae tal
Jumlah jenis Yang Ditemukan 14 6 6 1 2 1 3 2 2 7 1 45
Jenis Terbanyak Acropora palifera Pocillopor verrucosa Porites lutea Pavona deccusata Fungia repanda Glastrea astreata Pectinia lactusa Symphyllia sp. Merulina ampliata Echinophola lammelosa Helophora coerulea
Penyebaran Pada Lokasi survei 36 29 49 6 31 12 21 6 30 21 15
Sumber : Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-5
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Genus Acropora mendominansi hampir seluruh perairan Kabupaten Raja Ampatdengan jumiah jenis sebanyak 68 jenis, diikuti oleh genus Montiporo (30 Jenis), Porites (13 jenis), Fungio (11 jenis), Povono (11 jenis), Leptoseris (8 jenis), Psammocoro (7 jenis), dan berturut-turut dari Astreoporo sampai Plotigyro sebanyak 6 jenis. Penyebaran koloni karang hampir merata karena ditemukan hampir di semua lokasi. Tabel di atas memberikan gambaran bahwa koloni terumbu dari famili Poritidae menyebar merata karena ditemukan hampir di semua lokasi penelitian, diikuti berturut-turut oleh koloni Acroporidae, Fungidae, Merulinidae, dan Pociloporidae. Sedangkan koloni Mussidae dan Agarichidae hanya ditemukan di 6 lokasi. Selama penelitian, jenis dari famili Acroporidae lebih banyak ditemukan, diikuti oleh koloni dari famili Favidae, Pocilloporidae, dan Poritidae. Hadirnya koloni terumbu dari famili Poritidae di hampir seluruh lokasi penelitian memberikan indikasi bahwa kawasan perairan ini memiliki arus dan gempuran ombak yang cukup kuat. Koloni ini hadir sebagai penahan ombak dan arus bagi koloni maupun komunitas berikutnya. Penyebaran Acroporidae memberikan gambaran bahwa penetrasi sinar matahari di perairan Kabupaten Raja Ampat sangat baik sehingga memberikan kesempatan hidup dan berkernbang bagi karang bercabang. Terumbu dari famili Agarichidae ditemukan sangat sedikit karena struktur hidup dari koloni ini yang terkadang koralitnya tenggelam, dengan dinding koloni yang tidak berkembang terutama jika terjadi kompetisi kehidupan. Famili Fungidae juga menyebar merata karena ciri hidupnya yang soliter dan bebas serta melekat pada substrat tempat dia berada. Jenis terbanyak yang ditemukan selama penelitian yakni Acroporo polifera. Jenis ini memiliki struktur bercabang dengan koloni berupa lempengan atau pilar yang tegak lurus. Kekhasan jenis ini adalah tidak memiliki axil koralit serta
radikal
koralitnya
menyebar
tidak
beraturan.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Temuan IV-6
ini
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
menunjukkan bahwa di Raja Ampat banyak daerah terumbu yang berarus dan juga berombak karena jenis Acroporo polifero biasa hidup didaerah seperti ini. 2) Proporsi Sumberdaya Hayati Laut yang Dibuang Secara umum, jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan di Raja Ampat termanfaatkan semua.
Namun demikian, pengoperasian alat tangkap
jaring dengan mata jaring berukuran kecil, seperti pada alat tangkap purse seine, wajib untuk diwaspadai. 3) Konflik dan Tekanan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut Mengingat masih kecilnya modal yang dimiliki oleh nelayan di Raja Ampat, armada penangkapan yang digunakan nelayan juga masih sederhana dan bersifat
tradisional.
Akibatnya,
lokasi
penangkapan
ikan
praktis
terkonsentrasi di daerah perairan pantai dan teluk. Kondisi ini tentunya akan berdampak buruk jika berlangsung terus-menerus, karena tekanan penangkapan ikan di daerah pantai dan teluk akan semakin besar, sementara pertumbuhan sumberdaya semakin kecil. Namun demikian, di balik peluang yang ada, ada kecenderungan nelayan melakukan praktek illegal fishing dengan melakukan penangkapan yang merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bom, bahan-bahan beracun serta alat tangkap yang tidak ramah lingkungan khususnya untuk ikan-ikan karang.
Permasalahan lainnya yang juga perlu menjadi
perhatian adalah makin menurunnya sumberdaya non-ikan seperti teripang. Data statistik menunjukkan bahwa produksi ikan menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Kondisi terumbu karang juga perlu mendapatkan perhatian yang serius. Dewasa ini terumbu karang telah mengalami degradasi yang cukup nyata akibat meningkatnya aktiiitas manusia. Kerusakan terumbu karang, Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-7
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
umumnya disebabkan oleh penggunaan bahan peledak dan racun untuk mencari ikan. Selain itu terumbu karang juga bisa rusak karena peningkatan laju sedimentasi akibat erosi, pengambilan karang untuk bahan bangunan, berjalan-jalan di atas karang, dan mencungkil-cungkil karang untuk mengambil
biota
tertentu.
Aktifitas
pariwisata
yang
tinggi
tanpa
memperhatikan kelestarian lingkungan juga dapat menyebabkan kerusakan terhadap terumbu karang. Kerusakan karang di perairan Kabupaten Raja Ampat umumnya disebabkan karena penggunaan bom untuk mencari ikan. Kerusakan yang cukup parah akibat penggunaan bom terjadi pada terumbu karang hampir di semua lokasi survei kecuali di perairan Pulau Gemin dan Yensawai. Pada daerahdaerah dengan terumbu karang rusak, pecahan-pecahan karang bercabang tampak berserakan. Pecahan-pecahan karang dengan ukuran kecil-kecil ini bisa menghalangi pertumbuhan karang baru, mengingat bahwa larva karang membutuhkan substrat yang kokoh untuk menempelkan diri. Penggunaan bom untuk mencari ikan, hingga saat ini masih terus berlangsung. Nelayan-nelayan yang menggunakan bom umumnya berasal dari luar Kabupaten Raja Ampat dan biasanya pengguna bom berasal dari Sorong. Mereka masuk kawasan tanpa ijin dari Dinas Perikanan Kabupaten Raja Ampat. Kerusakan terumbu karang akibat penggunaan racun juga terjadi. Di beberapa lokasi dijumpai karang yang mengalami bleaching (pemutihan) akibat penggunaan Potasium Sianida. Di Kepulauan Raja Ampat juga terdapat beberapa kondisi terumbu karang yang rusak akibat penggunaan bahan
peledak
dan
bahan
perusak
lainnya.
Kerusakan
ini
telah
mengakibatkan terganggunya siklus ekosistem terutama kehidupan berbagai jenis biota laut yang berasosiasi dengan terumbu karang. Kerusakan ini juga telah menghilangkan fungsi estetika dari komunitas terumbu terutama untuk kegiatan pariwisata. Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-8
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Kerusakan yang terjadi pada terumbu karang cukup bervariasi, namun sebagian besar kerusakan akibat penggunaan bahan peledak (bom). Di sisi lain ada lokasi yang rusak akibat gelombang besar sementara lokasi yang rusak akibat penggunaan potasium hanya ditemukan pada perairan sebelah selatan Pulau Bun. Diduga akar bore (tuba tradisional) secara luas masih digunakan di seluruh perairan Raja Ampat. Hasil penubaan ini menyebabkan pemutihan karang yang serupa dengan penggunaan potasium. Pada lokasi tertentu diduga telah terjadi kerusakan akibat pengaruh perubahan suhu maupun akibat hewan pemangsa seperti Aconthoster ploncii. Namun secara keseluruhan wilayah perairan Raja Ampat sangat lenting (resilience) terhadap perubahan iklim, dicirikan dengan adanya pertukaran massa air yang dinamis dan adanya proses upwelling di beberapa tempat. 4) Perubahan Komposisi dan Ukuran Sumberdaya Hayati Laut Pengoperasian alat tangkap yang digunakan untuk menangkap suatu jenis ikan secara terus-menerus juga perlu diwaspadai. perikanan
tropis
yang
multi-species,
dimana
Ini karena sifat
antar
species
saling
berhubungan dalam suatu rantai makanan. Penangkapan ikan suatu jenis ikan, seperti kerapu yang mempunyai ekonomis tinggi dikhawatirkan akan memberi peluang ikan lain yang merupakan kompetitornya untuk tumbuh lebih cepat sehingga mengganggu kestabilan ekosistem sumberdaya hayati laut yang ada.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-9
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
4.2 SOSIAL 1) Tingkat Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2004 sebanyak 32.055 jiwa. Sesuai dengan kondisi alamnya, hampir seluruh penduduk Kabupaten Raja Ampat menetap di tepi laut (pantai). Hanya penduduk Kampung Kalobo, Waijan, Tomolol, Waisai, dan Magey yang tinggal agak jauh ke arah daratan. Kepadatan penduduk Raja Ampat adalah sebesar 4 jiwa/Km2.
Distrik
Samate merupakan distrik dengan jumlah penduduk terbanyak di wilayah Kabupaten Raja Ampat, yakni sebesar 6.800 jiwa atau sebesar 21,2% dari jumlah seluruh penduduk Raja Ampat, namun tingkat kepadatannya relatif masih rendah yaitu sebesar 4 jiwa/Km2. Sementara Distrik Waigeo Timur merupakan distrik dengan jumlah penduduk terkecil yaitu sebanyak 1.236 jiwa atau 3,9% dari jumlah seluruh penduduk Kabupaten Raja Ampat, namun tingkat kepadatan penduduknya sedikit lebih tinggi dari Distrik Samate, yakni sebesar 5 jiwa/Km2.
Bila berdasarkan tingginya tingkat
kepadatan penduduk, maka secara berurutan distrik yang terpadat penduduknya adalah Distrik Kepulauan Ayau (111 jiwa/Km2), Distrik Kofiau (11 jiwa/Km2), Distrik Waigeo Selatan (8 jiwa/Km2), dan Distrik Misool Timur Selatan (6 jiwa/Km2). Distrik yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah Distrik Teluk Mayalibit (1 jiwa/Km2). Laju pertumbuhan penduduk Raja Ampat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, adalah 18,55% sehingga laju pertumbuhan rata-rata per tahun adalah 3,09%. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi di Distrik Waigeo Selatan (8,67%) sedangkan terendah terjadi di Distrik Kepulauan Ayau (0,10%). Laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun untuk tiap distrik dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-10
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Tabel 4.6 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Raja Ampat No.
Distrik
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Waigeo Selatan Waigeo Barat Waigeo Timur Waigeo Utara Kep. Ayau Kofiau Samate Teluk Mayalibit Misool Misool Timur Selatan RAJA AMPAT
Jumlah penduduk 2000 2006 2.742 4.168 1.279 1.511 1.000 1.236 2.519 2.781 1.984 1.996 2.218 3.335 1.947 2.170 6.372 6.800 3.387 3.412 3.591 4.646 27.039 32.055
Laju pertumbuhan per tahun (%) 8,67 3,02 3,93 1,73 0,20 8,40 1,91 1,12 0,12 4,90 3,09
Sumber : Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006
Secara keseluruhan jumlah penduduk laki-laki di Raja Ampat sedikit lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Jumlah penduduk lakilaki mencapai 52,55% dari total jumlah penduduk Raja Ampat. 2) Tingkat Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan, umumnya masyarakat Raja Ampat merupakan lulusan SD (7.895 orang). Hanya sebagian kecil penduduk lulusan SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi (PT). Berdasarkan survei PRA pada tahun 2006, jumlah penduduk yang merupakan lulusan SLTP sebanyak 2.007 orang, lulusan SLTA 2.100 orang, dan lulusan PT 450 orang. Mambrisaw et.al. (2006) melaporkan bahwa, cukup banyak penduduk usia sekolah (semua tingkatan) yang putus sekolah.
Akses ke sekolah yang
susah, menjadi alasan utama banyaknya siswa yang putus sekolah. Alasan lainnya adalah karena kondisi ekonomi keluarga, fasilitas pendidikan yang minim, dan motivasi belajar masyarakat yang masih rendah. Budaya lokal yang sering membawa anaknya menokok sagu dalam waktu lama, juga mendorong tingginya angka putus sekolah.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-11
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
3) Pertumbuhan Tenaga Kerja Mayoritas penduduk Kabupaten Raja Ampat menggantungkan hidupnya dari sumberdaya alam yang ada di wilayah tersebut. Profil rumah tangga masyarakat di Kabupaten Raja Ampat didominasi oleh rumah tangga petani. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 3.987 jiwa (12%), disusul kemudian sebagai nelayan sebanyak 2.633 jiwa (8%). Selain nelayan atau petani, sebanyak 1.341 jiwa atau 4% penduduk Raja Ampat berprofesi sebagai PNS/TNI kemudian 1.312 jiwa atau 4% berprofesi sebagai buruh atau karyawan pada perusahaan-perusahaan mutiara yang terdapat di Distrik Waigeo Barat, Distrik Samate, Distrik Misool, dan Distrik Misool Timur Selatan. Untuk wilayah yang mempunyai daratan yang tidak luas seperti Ayau, Arborek, Mutus, dan Wejim, umumnya penduduk di sana bermata pencaharian sebagai nelayan sedangkan untuk daerah yang mempunyai daratan yang luas ada yang memang mayoritas petani seperti Kabare dan Bonsayor, namun paling banyak adalah yang bermatapencaharian ganda yaitu sebagai petani dan nelayan, yang dilakukan berdasarkan musim yang berlangsung. Pada saat musim angin selatan mereka bertani dan di luar musim itu mereka melaut untuk mencari ikan.
4.3 1).
EKONOMI Perikanan Tangkap
Bila ditinjau dari teknologi yang digunakan, alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di Raja Ampat masih sederhana. Jenis alat tangkap yang dioperasikan di perairan Raja Ampat sebanyak 14 jenis alat tangkap. Alat tangkap pancing dasar dan tonda merupakan jenis alat tangkap yang dominan terdapat di Raja Ampat dan jenis tersebut juga tersebar hampir di setiap distrik.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-12
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Sementara, alat tangkap bagan banyak terdapat di Waigeo Selatan, Waigeo Barat, Samate, Misool, dan Misool Timur Selatan. Alat tangkap ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan teri (Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp) dan ikan-ikan pelagis lainnya seperti momar (Decopterus sp), lema (Rastrelliger sp), oci (Selaroides sp) dan lain-lain. Nelayan-nelayan di daerah Teluk Mayalibit biasanya menggunakan alat tango (seser) untuk menangkap ikan kembung dan udang halus (ebi). Kemudian, untuk sero (trap) hanya dijumpai di Distrik Samate, karena alat ini hanya dapat dioperasikan di daerah yang mempunyai perbedaan pasangsurutnya tinggi. Selain nelayan lokal, banyak nelayan dari luar Raja Ampat yang beroperasi di Perairan Kabupaten Raja Ampat.
Usaha penangkapan ikan dilakukan
baik oleh perorangan maupun perusahaaan yang menggunakan berbagai jenis alat tangkap seperti pancing (hand line), huhate (pole and line), jaring insang (gill net), bagan (lift net), mini purse seine, dan trammel net. Hasil tangkapan huhate (pole and line) adalah ikan cakalang dan tuna. Alat ini biasanya digunakan pada kapal-kapal cakalang. Sementara, target tangkapan mini purse seine di Raja Ampat adalah ikan-ikan pelagis yang suka bergerombol seperti ikan cakalang, layang dan kembung. Sedangkan alat tangkap trammel net digunakan untuk menangkap udang dan ikan dasar.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-13
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Tabel 4.8 Sebaran jenis Alat Tangkap Berdasarkan Distrik Tahun 2006 No
Distrik
Pancing Tonda Dasar 75 140 10 55 15 58 50 23 5 105 25 84 20 69 81 65 150 5 60
Rawai Dasar 10 4 5 5 1 2
Insang 10 5 3 3 7 3 25 5 3 49
Jaring Hiu 3 10 2 10 5
Lingkar 2 1 -
Bagan
Sero
Huhate
Tramel Net 2 3 -
Waigeo Selatan 35 5 Waigeo Barat 15 2 Waigeo Timur Waigeo Utara Kep. Ayau Kofiau Samate 28 28 3 Teluk Mayalibit Misool 63 6 Misool Timur 40 3 Selatan Jumlah 270 825 27 113 30 3 181 28 19 5 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Raja Ampat (2005) dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat (2006) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-14
√ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Senapan Molo √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
-
-
-
Tango
Kalawai
Tali Accu √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Armada penangkapan ikan nelayan lokal yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat didominasi oleh perahu tanpa motor, perahu motor katinting, dan perahu motor tempel. Sedangkan armada penangkapan ikan yang berasal dari luar daerah, seperti dari Sorong dan Sulawesi, menggunakan kapal motor dengan kapasitas yang besar. Perahu tanpa motor yang digunakan nelayan lokal pada umumnya adalah perahu yang menggunakan semong dengan ukuran 3 - 7 m. Armada ini merupakan pilihan utama masyarakat Kabupaten Raja Ampat karena tidak membutuhkan bahan bakar minyak. Adapun perahu yang menggunakan mesin katinting dan motor tempel ukurannya lebih panjang dari 7 m. Kapal motor dengan ukuran di atas 10 GT banyak digunakan oleh para nelayan dari luar Raja Ampat. Tabel 4.9 No
Sebaran Armada Penangkapan Ikan Beradasrkan Distrik Tahun 2006
Distrik
PTM
PK
MT.15
MT.25
MT.40
PMD*
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 17 10
KM 10-15
Waigeo Selatan 60 46 34 Waigeo Barat 55 52 43 3 6 Waigeo Timur 46 10 2 Waigeo Utara 19 9 17 1 13 3 1 Kep. Ayau 95 10 30 15 2 Kofiau 69 49 40 15 1 Samate 53 52 91 4 38 7 16 Teluk Mayalibit 41 20 9 0 3 Misool 150 47 48 12 5 71 Misool Timur 60 132 38 1 15 5 51 Selatan JUMLAH 648 417 360 9 119 23 166 Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kab Raja Ampat, 2006 Keterangan PTM: Perahu Tanpa Motor; PK: Perahu Ketiting; MT: Motor Tempel; PMD: Perahu Motor Dalam; KM: Kapal Motor; GT: Gross Ton
(GT)* 30 50-100
1
11 1
1
Rata-rata armada penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan lokal dioperasikan dengan sistem one day fishing (4 -12 jam per hari). Namun demikian, dengan banyaknya armada dari luar pulau yang melakukan kegiatan penangkapannya di Raja Ampat, lama trip penangkapan ikan diduga akan semakin panjang karena makin sedikitnya sumberdaya ikan. Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
8
IV-15
3
6
11
18
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Bila ditinjau dari jenis alat tangkap yang digunakan, dimana mayoritasnya adalah pancing, maka secara umum alat tangkap yang dioperasikan nelayan di Raja Ampat dapat dikategorikan ramah terhadap lingkungan. Alat tangkap gillnet dan trammel net juga relatif baik karena juga tidak merusak ekosistem sekitarnya dan sumberdaya ikan yang ditangkap. Khusus untuk mini purse seine, karena mata jaringnya yang kecil maka pengoperasian yang besar-besaran dengan alat bantu penangkapan seperti lampu atau rumpon akan membahayakan kelestarian sumberdaya ikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain untuk pemasaran lokal, hasil tangkapan nelayan di Raja Ampat berupa teripang, rumput laut, cumi-cumi kering dan ikan teri kering dipasarkan pula ke daerah Makasar, Surabaya dan Jakarta. Sementara itu, untuk lobster juga dipasarkan ke Bali. Tujuan daerah pemasaran dari berbagai komoditi hasil perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Daerah Tujuan Pemasaran Produksi Perikanan Tangkap di Kabupaten Raja Ampat No
Jenis Komoditi
Daerah / Negara Tujuan
1
Tenggiri beku
2
Cakalang beku
Bintuni, Bitung, Manokwari, Surabaya, Jakarta Bintuni, Bitung, Manokwari, Surabaya, Jakarta
3
Campuran beku
Bintuni, Bitung, Manokwari, Surabaya, Jakarta
4
Kerapu hidup
Hongkong, Ternate
5
Napoleon
Hongkong, Ternate
6
Teri tawar
Manokwari, Jayapura, Bitung, Makasar, Nabire, Kupang, Surabaya, Jakarta
7
Cumi kering
Jakarta
8
Cumi beku
Jakarta, Surabaya, Jayapura
9
Lobster
Denpasar, Jakarta
10
Sirip/ekor hiu
Denpasar, Jakarta
11
Teripang
Makasar, Surabaya, Jakarta
Sumber : Laporan Stasiun Karantina Ikan, Sorong (2005)
Meskipun
penduduk
di
Kabupaten
Raja
Ampat
mayoritas
bermata
pencaharian sebagai nelayan, namun potensi perikanan yang begitu besar Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-16
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Nelayan-nelayan lokal menggunakan peralatan tangkap yang sangat sederhana sehingga kalah bersaing dengan kapal nelayan pendatang dan asing yang beroperasi di wilayah tersebut.
Diperkirakan ada ribuan
kapal pendatang dan asing, baik yang berizin resmi maupun tidak (illegal), yang beroperasi di perairan Raja Ampat dan sekitarnya. Hal ini tentu menimbulkan persaingan yang tidak sehat dengan penduduk lokal yang umumnya memiliki kemampuan teknologi dan modal yang terbatas, sehingga berpotensi cukup besar menimbulkan suatu permasalahan konflik sosial antar mereka. 2). Perikanan Budidaya Komoditas unggulan perikanan budidaya di Kabupaten Raja Ampat adalah rumput laut dan mutiara. Budidaya mutiara menjadi primadona masa depan bagi Raja Ampat. Saat ini terdapat 6 perusahaan yang mengembangkan budidaya mutiara secara modern sejak tahun 1990, 3 diantaranya merupakan penanaman modal asing (PMA) dan sisanya penanaman modal dalam negeri (PMDN). Lokasi budidaya mutiara ini terdapat di Distrik Misool (1 perusahaan), Waigeo Barat (2 perusahaan), Waigeo Selatan (2 perusahaan) dan Batanta (1 perusahaan). Selain dijual ke pasar domestik, seperti: Makasar, Surabaya, Jakarta dan Medan, produksi mutiara yang mencapai ribuan ton per tahun ini juga diekspor ke Jepang, Singapura dan Thailand. Namun sayangnya, kegiatan budidaya mutiara ini masih belum banyak melibatkan masyarakat setempat. Sementara itu, budidaya rumput laut telah dilakukan oleh masyarakat setempat, terutama jenis Euchema cottoni. Budidaya rumput laut ini terdapat di Distrik Kepulauan Ayau (Pulau Ayau), Distrik Waigeo Selatan (Pulau Friwen dan Pulau Arborek) serta Distrik Waigeo Barat (Pulau Fam). Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-17
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
3).
Pengolahan Hasil Perikanan
Kegiatan pengolahan hasil perikanan juga terdapat di Kabupaten Raja Ampat, namun umumnya masih bersifat tradisionil dan dalam skala rumah tangga. Jenis pengolahan yang ada di Raja Ampat umumnya adalah berupa pengasinan ikan. Tabel 4.11 NO
Unit Pengolahan Hasil Perikanan di Kabupaten Raja Ampat
LOKASI
JENIS
1
Waigeo
Pengolahan ikan asin
2
Samate
3
Misool
JUMLAH (unit)
TENAGA KERJA (orang)
10
104
Terasi udang
1
5
Pengolahan ikan asin
1
5
Pengolahan hasil laut JUMLAH
1 13
5 119
Sumber : Data industri Kabupaten Raja Ampat (2003) dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Kab. Raja Ampat (2005)
4).
Pariwisata
Sektor pariwisata memiliki prospek pengembangan tersendiri bagi kegiatan perekonomian Raja Ampat. Keunikan dan keindahan panorama alam ditambah dengan keanekaragaman sumberdaya perikanan dan kelautan yang tinggi, terutama ekosistem terumbu karang merupakan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan luar negeri. Bahkan di daerah tersebut menjadi lokasi penelitian para pakar biota laut dunia. Jenis potensi pariwisata bahari yang utama di wilayah gugus pulau kecil Raja Ampat adalah wisata panorama alam, seperti pasir putih, gua, betingbeting karang, serta wisata diving. Daerah pengembangan pariwisata adalah di Pulau Kofiau, Misool, Waigeo Selatan dan Barat, serta Kepulauan Ayau. Namun demikian sejak tahun 1995 hingga sekarang baru terdapat 1 lokasi yang dikelola oleh PT Papua Diving, khusus untuk wisata bahari dan wisata alam, yaitu di wilayah Distrik Waigeo Selatan, Waigeo Barat dan Teluk
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-18
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Mayalibit (Profil Kabupaten Raja Ampat, 2004).
Kawasan pariwisata
lainnya di Raja Ampat disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11
Kawasan Pariwisata di Kabupaten Raja Ampat
DISTRIK
DESA/KAMPUNG
Waigeo Utara Waigeo Timur
Kapadiri Urbinasopen
Waigeo Selatan
Arborek Yenbuba
Waigeo Barat
Yen Waubnor Kabui Friwen Wawiyai Yenbekwan Salio Meos Manggara Saukabu Fam
Mutus Meos Manggara Maniafun Gag
Mayalibit Ayau
Samate
Waifoi Beo Rutum Reni Meos Bekwan Dorekar Abidon Fani Arefi
TEMPAT WISATA Air terjum Lam Lam Pantai Ayem Pulau Mamiayef Karang Laut Pulau Roti Karui Bepyar Tomolol Kepulauan Kri Burung Cenderawasih Selat Kabui Meos Pun (kelelawar/paniki) Kali Raja Pulau Dua Taman Laut Wayag Pulau Sayang (penyu dan komodo) Pantai Yeben Pulau Painemo Pantai Saukabu Meos Andau Besar dan Kecil Nafsi Manaru Pulau Manaru Enus Mutus Kecil Efkabu Meos War Efmas Pantai Tuturuga Sumkali Indah Saukris Puncak Bendera Tujuh Gunung Nok Kupu-kupu Taman Laut Ayau Pantai Meos Mandum Ombak Meos Tukang Teluk Dorekar Pulau Tiga Abidon Pantai Fani (Asis) Pulau Way Pantai Indah
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-19
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
DISTRIK
DESA/KAMPUNG
TEMPAT WISATA
Pulau Kri (Besar-Kecil) Pulau Matan Pantai Urbabo Pulau Kasim (Besar-Kecil) Sumber : Profil Kabupaten Raja Ampat (2004) dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Kab. Raja Ampat (2005) Jefman
5).
Pertambangan
Sektor pertambangan diperkirakan dimasa mendatang akan mengalami perkembangan
yang
cukup
tinggi.
Hal
ini
diindikasikan
dengan
diperbolehkannya kembali eksplorasi nikel di Pulau Gag, dan masih memungkinkan penambangan mineral tambang lainnya serta kemungkinan diperolehnya cadangan minyak yang layak untuk dieksploitasi di lepas pantai Pulau Misool yang saat ini tengah dilakukan eksplorasi oleh Petro China (RTRW Kabupaten Raja Ampat, 2005-2014). Potensi pertambangan yang terdapat di Kabupaten Raja Ampat disajikan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12
Potensi Pertambangan yang Terdapat di Kabupaten Raja Ampat
No
DISTRIK
POTENSI PERTAMBANGAN
1
Waigeo Selatan (Pulau Waigeo dan Gag)
Cobalt, tembaga, nikel
2
Waigeo Utara
Nikel, tembaga, mangaan, batubara
3
Samate
Nikel, tembaga, mangaan, batubara
4
Misool
Fosfat, opal
Sumber : Profil Kabupaten Raja Ampat, 2004 dalam Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Kab. Raja Ampat, 2005
4.4 KELEMBAGAAN 1) Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Masyarakat lebih banyak menggantungkan hidupnya dari laut dengan profesi sebagai nelayan. Alat-alat yang digunakan dalam menunjang aktivitasnya, antara lain perahu dayung, tali nylon dan mata kail.
Dengan alat-alat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-20
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
yang ada, masyarakat lebih banyak menangkap ikan dengan cara memancing yang tentunya sangat berpengaruh pada jarak dan hasil melaut. Waktu melaut digunakan setiap hari tergantung cuaca dengan 5 trip dalam satu minggu dan hari minggu digunakan untuk beribadah ke Gereja. Hasil pengkajian di Friwen menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan arah angin. Nelayan Friwen mengenal arah angin, yaitu angin
selatan (musim selatan), angin utara (musim utara),
angin timur (musim timur) dan angin barat (musim barat). Sekitar bulan April-September
aktivitas nelayan nyaris berhenti karena cuaca di laut
tidak memungkinkan untuk melaut (ombak dan angin keras) dan pada musim tersebut (musim selatan) mereka sebagian besar beralih ke berkebun dan memasuki bulan
September dan Oktober
mereka mulai
melakukan aktivitas melaut kembali. Khusus untuk ikan tenggiri hasil tangkapan mencapai puncaknya pada sekitar bulan Desember. Perbedaan kegiatan melaut pada kedua musim tersebut diakibatkan oleh alat tangkap nelayan yang masih sederhana yaitu dengan alat tangkap pancing yang menggunakan perahu dayung sehingga tidak ada pilihan lain pada saat terjadi musim ombak dan angin keras mereka mau tidak mau lebih memilih berhenti sebab kegiatan menangkap ikan sangat susah dilakukan pada saat itu. Di Kampung Friwen juga ditemukan keramba ikan hidup. Ini dimaksudkan jika nelayan menangkap ikan jenis kerapu dalam kondisi hidup, mereka lebih memilih memasukkan dalam keramba dahulu, baru kemudian akan dijual kepada para pengumpul ikan yang biasanya datang pada waktu-waktu tertentu. Berbeda dengan Friwen, kondisi nelayan di Kampung Saonek sudah lebih baik dibandingkan dengan nelayan di kampung Friwen. Hal tersebut dapat dilihat pada jenis alat tangkap yang digunakan, antara lain berupa long boat 20 buah dan katinting 10 buah yang merupakan bantuan dari Coremap II Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat. Dengan sarana ini Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-21
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
memungkinkan menjangkau area penangkapan yang lebih luas, sehingga peluang mendapat hasil tangkapan juga menjadi lebih banyak. Nelayan Pulau Saonek pada dasarnya mengenal beberapa musim, namun pola menangkap ikan tidak sepenuhnya tergantung pada musim tertentu sehingga kegiatan melaut dapat dilakukan setiap saat. Kemudian, ada waktu-waktu tertentu mereka menyebutnya musim banyak ikan, yaitu pada bulan terang dimana mereka dapat mendapatkan sekitar 10 – 15 ekor ikan tenggiri dalam satu kali trip. Selain pada bulan-bulan tersebut, mereka umumnya hanya bisa mendapatkan antara 2 sampai 5 ekor per trip. Sementara waktu yang digunakan untuk setaip trip melaut adalah setiap hari dimulai pada sekitar jam 13.30 sampai jam 19.00 malam. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Coremap dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat (2005), dilaporkan bahwa: •
Biaya yang dikeluarkan setiap pergi melaut dengan 2 (satu) orang nelayan (kebutuhan termasuk ; BBM, rokok, kopi dan nasi) ukuran perahu kecil sebesar Rp. 25.000,- sampai Rp. 35.000,-
•
Rata-rata pendapatan sebesar Rp. 500.000,- sampai Rp. 1.000.000,per bulan
•
Faktor yang menghambat mereka mendapatkan ikan yang lebih banyak selain faktor cuaca adalah jenis alat tangkap dan perahu yang kecil serta terjadinya degradasi sumberdaya ikan yang diduga akibat adanya kegiatan penangkapan ikan yang merusak seperti dengan menggunakan bom.
2) Kelembagaan Sosial Masyarakat Pesisir a. Strata Sosial Coremap dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten (2005) melaporkan bahwa kehidupan sosial masyarakat
Kabupaten Raja Ampat mengenal
strata sosial yang ditentukan oleh nilai ketokohan seseorang, kekayaannya, Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-22
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
garis keturunannya dan posisinya dalam institusi sosial dan pemerintahan. Status sosial ini sangat berpengaruh dalam banyak hal, termasuk dalam memutuskan sebuah perkara (termasuk urusan politik).
Hasil pengkajian
Coremap dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten (2005) juga melaporkan
bahwa
mayoritas
masyarakat
menyerahkan
sepenuhnya
berbagai macam urusan-urusan termasuk urusan keluarga kepada para elit Kampung (masyarakat yang memiliki strata sosial yang tinggi). Sebagai contoh: marga yang ada dalam Kampung Friwen hanya satu yakni Wawiyai, ini menandakan bahwa penduduk yang ada masih satu garis keturunan. Pola kekerabatan masih sangat kental sehingga garis keturunan tidak menjadi mencolok, strata lebih pada tingkat keberanian, kecerdasan dan pendidikan, sehingga lahir jadi tokoh.
Sementara, marga yang ada
dalam Kampung Saonek sudah beragam, karena penduduk berasal dari berbagai daerah yang kemudian menetap, sehingga strata sosialnya lebih banyak ditentukan oleh nilai kekayaan, garis keturunan dan posisinya dalam institusi sosial dan pemerintahan. b.
Mobilitas
Secara umum tingkat mobilitas masyarakat di Kabupaten Raja Ampat masih tergolong relatif rendah. Mobilitas yang rendah tersebut utamanya dipengaruhi oleh sarana transportasi yang masih sangat terbatas (Lampe M., 2004). Jika ada yang melakukan kunjungan keluar kabupaten lebih pada belanja kebutuhan pokok dan lainnya yang dilakukan seminggu atau bahkan sebulan sekali, atau mengunjungi anak-anak yang sedang melanjutkan pendidikan di luar kabupaten, seperti ke Kota Sorong. Begitu juga halnya dalam kegiatan melaut, mobilitas geografinya juga hanya terpusat pada daerah-daerah penangkapan (fishing grounds) yang umumnya berada di sekitar perairan pantai yang tidak terlalu jauh dari rumah tinggalnya. Khusus untuk Kampung Saonek, tingkat mobilitas masyarakat dapat dikatakan yang paling tinggi dibanding dengan kampung lainnya di Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-23
ANALISISI POTENSI DAN PERMASALAHAN
Kabupaten Raja Ampat. Meskipun kondisi jarak yang jauh, tetapi sarana transportasi seperti kapal-kapal perintis sudah cukup tersedia. Kunjungan keluar kabupaten seperti ke Sorong cukup sering dilakukan oleh masyarakat Kampung Saonek, baik untuk keperluan belanja kebutuhan pokok, menemui kerabat atau anak-anak yang melanjutkan pendidikan maupun karena urusan dinas dari pegawai-pegawai instansi setempat.
Namun, untuk
kegiatan melautnya, mobilitasnya masih dikategorikan rendah, walaupun sebagian nelayan telah menggunakan kapal johnson (motor tempel) dan katinting, tetapi mereka belum menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh. c. Kegiatan Sosial Kelompok sosial yang dapat ditemukan di Kabupaten Raja Ampat, umumnya terdiri dari kelompok ibu-ibu, kepemudaan dan keagamaan.
Kelompok
perkumpulan ibu-ibu, yang berkembang adalah PKK, sedangkan kelompok kepemudaan biasanya tergabung sekaligus dengan keagamaan, seperti: kelompok pemuda GKI (Gereja Kristen Indonesia) dan
kelompok remaja
Masjid. Jenis kegiatan PKK yang menghimpun kelompok ibu-ibu cukup beragam, diantaranya adalah membuat minyak kelapa, mengolah ikan, pemanfaatan lahan pekarangan dan membuat kerajinan tangan. tersebut masih terbatas untuk anggota.
Semua kegiatan
pemenuhan kebutuhan rumah tangga
Sementara, kelompok pemuda Gereja umumnya beraktivitas
untuk kegiatan keagamaan atau peribadatan mingguan, menyambut natal, dan tahun baru, sedangkan kelompok remaja Masjid umumnya merupakan wadah komunikasi/informasi keagamaan dan berbagai kegiatan keagamaan seperti pengajian, menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta Idul Adha.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
IV-24
BAB 5 Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kab. Raja Ampat
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
5
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
5.1 PERSEPSI UMUM MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Ekosistem terumbu karang oleh masyarakat Raja Ampat telah lama dikenal dan juga disadari bahwa ekosistem ini memiliki berbagai macam manfaat, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kehidupan mereka. Menurut masyarakat umum Raja Ampat, utamanya nelayan, manfaat tidak langsung dari ekosistem terumbu karang secara garis besar ada 2 (dua), yaitu: (1) sebagai lokasi atau tempat berkembang-biak, berlindung dan mencari makan bagi berbagai jenis ikan, dan (2) sebagai pelindung pantai terhadap terpaan gelombang yang dapat mengakibatkan pengikisan pantai. Sementara itu, untuk manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan ekosistem terumbu karang adalah sebagai kawasan atau lokasi untuk menangkap ikan (fishing ground), khususnya untuk mendapatkan ikan-ikan karang. Kerusakan terumbu karang akibat aktivitas penangkapan yang merusak (destructive fishing), seperti penggunaan bom dan potassium,
telah
menyebabkan
nelayan
setempat
semakin
sulit
mendapatkan ikan, bahkan mereka berpindah ke lokasi lain yang ekosistem terumbu karangnya masih relatif baik, sebagai fishing ground mereka yang baru.
Kemudian, manfaat langsung lainnya yang juga
dirasakan oleh mayarakat adalah penggunaan karang sebagai bahan baku pengganti batu kali untuk mendirikan bangunan atau dermaga. Walaupun sebenarnya mereka menyadari bahwa kegiatan ini akan menyebabkan kerusakan bagi ekosistem terumbu karang. Selain pemahaman masyarakat terhadap manfaat terumbu karang di atas, masyarakat juga memahami bahwa terumbu karang sebagai kawasan yang memiliki keindahan dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
Hal ini mereka ketahui dari
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
seringnya kedatangan orang-orang yang melakukan kegiatan penyelaman (diving) di sekitar lokasi mereka.
Masyarakat memahami apabila ekosistem
terumbu karang tetap dijaga maka akan banyak wisatawan yang akan datang ke kawasan terumbu karang untuk menikmati keindahannya. Selanjutnya, selain memahami berbagai manfaat ekosistem terumbu karang bagi kehidupan mereka, umumnya masyarakat Raja Ampat juga memahami berbagai faktor penyebab kerusakan terumbu karang dan akibat yang ditimbulkan atau dampaknya. Penggunaan bom, potassium dan akar bore merupakan faktor utama penyebab kerusakan ekosistem yang banyak diketahui oleh masyarakat lokal.
Aktivitas destructive fishing di perairan
Raja Ampat sebagian besar dilakukan oleh orang luar Raja Ampat atau nelayan yang berasal dari daerah lain. Berbagai akibat yang dirasakan oleh masyarakat akibat kegiatan pengrusakan terumbu karang, adalah hilangnya beberapa daerah penangkapan ikan (fishing ground).
Hal ini tentu sangat dirasakan oleh nelayan
tradisional setempat yang umumnya masih menggunakan perahu dayung. Karena daerah penangkapan mereka menjadi semakin berkurang, selain itu
juga
jaraknya
semakin
jauh
dari
pantai,
akibatnya
mereka
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai fishing ground. Hal ini tentu akan berdampak negatif pada aktivitas usaha nelayan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal sama juga dirasakan oleh
nelayan yang menggunakan perahu ketinting bermesin.
Dengan semakin
jauhnya daerah tangkapan, mereka tentu akan membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak untuk mencapai daerah tangkapan. Padahal harga bahan bakar pada saat ini sudah relatif mahal, sehingga hal ini tentu juga sangat dirasakan oleh para nelayan yang menggunakan perahu ketinting bermesin. Dampak lainnya, yang mereka rasakan adalah terjadinya pengikisan pantai sebagaimana yang dikeluhkan oleh masyarakat di beberapa wilayah seperti di desa Mutus dan Saonek, dimana telah terjadi pengurangan pantai akibat Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-2
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
pengikisan pantai oleh ombak/gelombang. Selanjutnya, masyarakat secara umum juga menyadari bahwa bila ekosistem terumbu karang di Raja Ampat rusak, maka berarti pula hilangnya kekayaan alam Kabupaten Raja Ampat, karena masyarakat mengetahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kabupaten ini dikenal dunia luar adalah karena keindahan alam terumbu karangnya. Pemahaman masyarakat Raja Ampat untuk melindungi ekosistem terumbu karang dapat dikatakan sudah relatif baik.
Mereka, utamanya nelayan,
telah menyadari akan pentingnya atau manfaat yang akan diperoleh dengan menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang yang ada. Berbagai upaya juga telah dilakukan masyarakat setempat untuk mencegah kerusakan terumbu
karang.
Misalnya,
masyarakat
di
Pulau
Saonek
memiliki
kesepakatan untuk tidak menggunakan jaring yang dapat merusak ekosistem terumbu karang dan juga tidak boleh menggunakan tombak/panah untuk menangkap ikan.
Sementara, masyarakat di Desa Yewaupnor membuat
kesepakatan untuk membatasi daerah tangkapan. Masyarakat di Kampung Moes Manggara tidak memperkenankan penggunaan bom dan potasium, dalam menangkap ikan. Mereka melakukan pengawasan secara mandiri, sehingga apabila terdapat nelayan yang menggunakan bom dan potasium di kawasan mereka, akan segera ditegur secara langsung dan dilarang untuk menangkap ikan.
5.2 ISU-ISU POKOK DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Banyak aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Isu-isu pokok dalam
mengelola dan menjaga kelestarian terumbu karang di wilayah perairan Raja Ampat yang dapat diinventarisir hingga kini disajikan pada Tabel 5.1.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-3
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Tabel 5.1 No. 1
Kegiatan, dampak dan lokasi terumbu karang yang terkena dampak di Raja Ampat Kegiatan
Penangkapan ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dan racun
Dampak •
•
Mematikan ikan tanpa diskriminasi, karang dan biota invertebrata yang tidak bercangkang (anemon) Mengakibatkan ikan pingsan, mematikan karang dan biota invertebrata.
Lokasi Waigeo, Kofiau, Bantata, Salawati, Misool, dan Kepulauan Ayau.
2
Penambangan karang (dengan atau tanpa bahan peledak)
Perusakan habitat dan kematian masal hewan karang
Hampir seluruh wilayah Kabupaten Raja Ampat
3
Labuh kapal dan kepariwisataan
• Kerusakan fisik karang oleh jangkar kapal • Rusaknya karang oleh penyelam • Koleksi dan keanekaragaman biota karang yang semakin menurun
Waigeo, Batanta, Kofiau, Misool, Salawati
4
Penggundulan hutan dilahan atas
Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigen kedalam polip
Waigeo
5
Penambangan bahan mineral
• Meningkatnya kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang • Pencemaran limbah yang dapat menyebabkan eutrofikasi
Pulau Batanta, Kapadiri, Kabare (Waigeo Utara),
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-4
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
1) Aktivitas penangkapan ikan yang merusak Penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan potassium merupakan permasalahan utama dalam pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat.
Menurut masyarakat lokal, pelaku utama dari kegiatan
destructive fishing ini umumnya dilakukan oleh nelayan-nelayan dari luar. Akibat penggunaan bahan peledak dan racun, telah menyebabkan kerusakan terumbu karang di beberapa kawasan terumbu karang. Dampak dari penggunaan bom terhadap terumbu karang berupa kehancuran karang akibat pengaruh daya ledaknya.
Penggunaan bom memberikan dampak
negatif dengan skala yang cukup luas dan tidak hanya menghancurkan karang tetapi juga menghancurkan biota-biota yang berada di sekitarnya pada saat terjadi ledakan. Sementara itu, dampak dari penggunaan potassium terhadap karang adalah matinya biota karang akibat bahan-bahan kimia. Walaupun dampak ini skalanya lebih kecil dibandingkan dampak penggunaan bom, namun jika dilakukan secara intensif juga akan menyebabkan kematian karang dalam skala yang luas. 2) Aktivitas penambangan dan pengambilan karang Isu pokok lainnya yang juga akan merusak ekosistem terumbu karang adalah penambangan dan pengambilan karang.
Aktivitas ini merupakan kegiatan
merusak terumbu karang yang banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir pada umumnya. Penyebab utama penambangan karang adalah tidak tersedianya bahan bangunan, terutama batu pada suatu daerah, sehingga alternatif termudah adalah mengambil dari terumbu karang.
Dengan
aktivitas ini, habitat karang akan menjadi rusak, terlebih bila tingkat pemanfaatannya
semakin
bertambah
besar
dan
luas,
tentu
menyebabkan hilangnya suatu kawasan ekosistem terumbu karang.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-5
akan
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
3) Aktivitas labuh kapal dan pariwisata Aktivitas kapal yang berlabuh di dekat kawasan terumbu karang juga dapat memberikan dampak negatif bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Karena, pada saat berlabuh di suatu tempat, kapal akan membuang jangkar agar kapal tidak hanyut, sehingga bila jangkar tersebut dilempar dan mengenai terumbu karang, tentu akan merusak fisik karang tersebut. Kegiatan pariwisata yang tidak terkontrol juga akan menyebabkan terganggunya ekosistem terumbu karang, seperti rusaknya karang akibat kegiatan penyelaman yang tidak profesional atau teganggunya ekosistem terumbu karang akibat kegiatan penyelaman yang terlalu intensif. 4)
Penggundulan/perusakan kawasan hutan
Akibat penggundulan atau perusakan hutan, akan menyebabkan erosi dan banjir. Sedimen hasil erosi akan terbawa sungai hingga mencapai muara sungai bahkan dapat mencapai terumbu karang di sekitar yang terdekat, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigen kedalam polip. Dengan demikian, kondisi hutan juga dapat mempengaruhi keberadaan ekosistem terumbu karang. 5)
Penambangan bahan mineral
Penambangan bahan mineral juga dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap ekosistem terumbu karang, seperti: meningkatnya kekeruhan perairan sekitar yang tentunya hal ini akan mengganggu pertumbuhan karang.
Selain itu, kemungkinan terjadinya
pencemaran limbah produksi yang tidak terkontrol, sehingga dapat menyebabkan eutrofikasi.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-6
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
5.3 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KABUPATEN RAJA AMPAT Arah kebijakan pembangunan Kabupaten Raja Ampat pada masa kini mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional periode tahun 2005-2009 yang telah menetapkan 3 (tiga) agenda utama, yaitu:
menciptakan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan
Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Berdasarkan analisis latar belakang kebijakan pembangunan
nasional dan karakteristik daerahnya, Kabupaten Raja Ampat merumuskan suatu visi sebagai berikut: ”Terwujudnya Kabupaten Raja Ampat sebagai Kabupaten Bahari yang didukung oleh potensi sumberdaya menuju masyarakat Raja Ampat yang madani dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Dengan visi tersebut, kemudian disusun misi yang akan diemban, yakni: 1. Mewujudkan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan dan profesional. 2. Peningkatan kemampuan kemandirian keuangan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. 3. Peningkatan
partisipasi
penyelenggaraan
dan
pemerintahan
akuntabilitas dan
publik
dalam
pembangunan
yang
dilaksanakan secara efisien dan efektif. 4. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang fungsi laut sebagai pemersatu dan pengikat Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan aset masa depan yang perlu dilestarikan. Selanjutnya, untuk mendukung visi dan misi tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Raja Ampat bersama dengan Mitra Pembangunan (LSM, Swasta, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Wanita, dan Masyarakat) telah sepakat melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan, yang didokumentasikan
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-7
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
dalam bentuk Deklarasi Tomolol pada Desember 2003. Adapun isi Deklarasi Tomolol tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepulauan Raja Ampat mengandung keanekaragaman hayati yang tinggi
dan
pembangunan
ekosistem yang
yang harus
khas
merupakan
dilestarikan
untuk
modal
utama
kesejahteraan
masyarakat 2. Hak-hak dasar dan hukum adat masyarakat setempat harus diakui dalam proses perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam secara berkesinambungan 3. Pemanfaatan sumberdaya alam harus diatur berdasarkan sebuah rencana pengelolaan terpadu yang disepakati berbagai pihak dengan didasarkan pada prinsip-prinsip ekologi dan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat setempat, termasuk didalamnya penetapan kawasan dan spesies yang memerlukan perlakuan khusus 4. Kabupaten Kepulauan Raja Ampat adalah Kabupaten Bahari Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dapat dinyatakan bahwa membangun Kabupaten Raja Ampat kedepan akan bertumpu pada 2 (dua) pilar utama (leading sector)-nya, yakni sektor kelautan dan perikanan dan sektor pariwisata.
Sektor kelautan dan perikanan akan dibangun atas dasar
keberadaan sumberdaya alamnya (resource based) yang memang masih tersedia dan belum dimanfaatkan secara optimal, sedangkan sektor pariwisata akan terus dikembangkan berdasarkan keunikan dan kekayaan ekosistem terumbu karangnya serta panorama alam sekitarnya.
Kedua
sektor ini selain inputnya lokal dan berlimpah juga akan mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang relatif besar, disamping juga tidak terlalu memerlukan tingkat teknologi yang tinggi untuk mengembangkannya.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-8
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
5.4 FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS YANG BERPERAN DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Konsep pengelolaan terumbu karang di suatu kawasan, secara umum akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis wilayahnya, baik lingkungan internal maupun
eksternal,
yang
dapat
menentukan
tingkat
keberhasilan
pengembangan dan pemanfaatannya. Untuk lingkungan internal secara sinergis akan menentukan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) pemerintah daerah untuk tetap berada pada jalur kewenangannya dalam menyikapi permasalahan yang ada maupun yang akan datang.
Kondisi
tersebut akan menempatkan eksistensi yang sangat baik bagi perencanaan pengelolaan terumbu karang yang ada. Hasil analisis situasi dengan pendekatan secara komprehensif dari berbagai aspek yang berpengaruh penting terhadap pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat, diperoleh
faktor-faktor
lingkungan
internal
strategis
(kekuatan
dan
kelemahan) sebagai berikut: (1).
Kekuatan (Strengths) (a)
Memiliki keanekaragaman hayati terumbu karang yang tinggi, bahkan juga banyak dijumpai habitat dan tipe komunitas karang yang sangat khas.
(b)
Kondisi fisik perairan yang strategis dan cukup terlindung sehingga menyuburkan ekosistem terumbu karang.
(c)
Kondisi karang dan komunitas karang secara umum masih “sangat baik” dengan persentasi penutupan karangnya masih dalam kategori sedang (~33%).
(d)
Memiliki beberapa kawasan konservasi laut.
(e)
Pengaruh sedimen dan pencemaran masih relatif kecil, karena hampir 80% wilayah daratan Raja Ampat merupakan kawasan konservasi.
(f)
Adanya dukungan penuh dari Pemerintah Daerah.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-9
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
(g) (2).
Masyarakat Raja Ampat yang partisipatif.
Kelemahan (Weaknesses) (a)
Belum tersedianya informasi yang detail dan akurat yang memperhitungkan daya dukung kawasan terumbu karang yang optimal dan berkelanjutan.
(b)
Keterbatasan informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.
(c)
Keterbatasan
sumberdaya
manusia
yang
profesional
untuk
mengelola kawasan-kawasan konservasi laut (d)
Kemampuan keuangan daerah yang terbatas untuk pengelolaan kawasan konservasi laut
(e)
Keterbatasan fasilitas infrastruktur untuk melakukan kegiatan monitoring dan pembinaan masyarakat setempat guna menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang yang ada.
(f)
Hingga kini belum ada bentuk atau model formal dari pemerintah pusat untuk pembangunan di kawasan berciri ekologi khusus/khas seperti di Kawasan Raja Ampat.
Kemudian, untuk lingkungan eksternal secara sinergis akan menentukan peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang akan dihadapi oleh pemerintah daerah dalam mengelola ekosistem terumbu karang.
Hasil
analisis situasi dengan pendekatan secara komprehensif dari berbagai aspek yang berpengaruh penting terhadap pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat, diperoleh faktor-faktor lingkungan eksternal strategis (peluang dan ancaman) sebagai berikut: (3).
Peluang (Opportunities) (a)
Kawasan terumbu karang di Raja Ampat telah lama dikenal di dunia internasional.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-10
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
(b)
Jumlah wisatawan mancanegara untuk berwisata bahari yang cenderung meningkat.
(c)
Arah
pengembangan
wisata
dunia
yang
berorientasi
pada
pelestarian lingkungan. (d)
Adanya dukungan industri pariwisata bahari.
(e)
Hadirnya lembaga-lembaga non pemerintah dari mancanegara yang serius untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan terumbu karang.
(4).
Ancaman (Threats) (a)
Kegiatan destructive fishing dan illegal logging.
(b)
Kegiatan pembangunan wilayah pesisir yang tidak terencana dengan
baik
sehingga
akan
mengganggu
bahkan
merusak
lingkungan. (c)
Kerentanan
masyarakat
terhadap
pengaruh
pengelolaan
sumberdaya alam yang menjanjikan nilai ekonomi lebih tinggi walaupun sesaat. (d)
Timbulnya konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir.
5.5 RENCANA STRATEGIS PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Perumusan rencana strategis pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis yang telah diformulasikan seperti tersebut dalam sub-bab 5.3. Alternatif-alternatif strategi yang merupakan rumusan rencana strategi (renstra) pengelolaan terumbu karang Kabupaten Raja Ampat hasil generating dari matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-11
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Tabel 5.2
Hasil analisis Matriks SWOT untuk pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat
Faktor Internal
Faktor Eksternal
STRENGTHS (S) Memiliki keanekaragaman hayati terumbu karang yang tinggi. Kondisi fisik perairan yang strategis dan cukup terlindung Kondisi komunitas karang yg masih “sangat baik”. Memiliki kawasan konservasi laut. Pengaruh sedimen dan pencemaran masih relatif kecil, Adanya dukungan penuh dari Pemda. Masyarakat yang partisipatif.
OPPORTUNITIES (O) Terumbu karang Raja Ampat telah lama dikenal dunia internasional Jumlah wisatawan asing cenderung meningkat Arah pengembangan wisata dunia yang berorientasi pada pelestarian lingkungan Dukungan industri pariwisata Hadirnya NGO mancanegara yang turut berpartisipasi dalam pengelolaan terumbu karang
STRATEGI SO Penguatan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang
THREATS (T) Kegiatan destructive fishing dan illegal logging. Pembangunan wilayah pesisir yang tidak terencana. Kerentanan masyarakat terhadap pengaruh yang menjanjikan nilai ekonomi lebih tinggi walaupun sesaat. Timbulnya konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir
STRATEGI ST Penguatan sistem monitoring, controlling dan surveillance (MCS) berbasis masyarakat Penegakan hukum secara terpadu Penataan zonasi wilayah pesisir dan laut Pemantapan kesadaran masyarakat tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan Penguatan regulasi daerah yang berkenaan dengan pengelolaan terumbu karang
WEAKNESSES (W) Belum tersedianya informasi tentang daya dukung terumbu karang yang optimal. Keterbatasan informasi teknologi yang efektif dan ramah lingkungan. Keterbatasan SDM profesional untuk mengelola KKLD. Kemampuan keuangan daerah terbatas Keterbatasan fasilitas infrastruktur Belum ada model formal untuk pembangunan berciri ekologi khusus.
STRATEGI WO Melakukan rehabilitasi dan pengaturan kegiatan pemanfaatan ikan di kawasan ekosistem terumbu karang dan sekitarnya. Meningkatkan koordinasi dalam pengelolaan kawasan terumbu karang. Mengembangkan fasilitas infrastruktur terpadu yang menunjang pengelolaan terumbu karang Meningkatkan kerjasama dalam penyiapan tenaga kerja profesional untuk mengelola KKLD
STRATEGI WT Pemberdayaan masyarakat pesisir. Reposisi mata pencaharian masyarakat pesisir. Pengembangan teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang efektif, efisien dan ramah lingkungan. Penyerasian koordinasi antar sektor dalam merencanakan pembangunan wilayah pesisir dan laut.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-12
RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
V-13
BAB 6 Indikasi Program Pengelolaan Terumbu Karang Kab. Raja Ampat
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
6 6.1
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
INDIKASI PROGRAM KERJA
Dalam mengelola lingkungan ekosistem terumbu karang, perlu dipikirkan tentang arti pentingnya sumberdaya alam yang ada. Untuk itu, maka sebelum melakukan pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir, khususnya ekosistem terumbu karang, perlu dipertanyakan terlebih dahulu, apakah pengelolaan tersebut perlu atau tidak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
perlu
dilakukan
beberapa
pertimbangan
sebelum
kegiatan
pengelolaan dilakukan. Pertimbangan tersebut mencakup pertimbangan ekonomis, pertimbangan lingkungan maupun pertimbangan sosialbudaya. Pertimbangan ekonomis disini adalah pertimbangan yang menyangkut mengenai masalah nilai ekonomis sumberdaya alam terumbu karang. Pertimbangan ini antara lain meliputi: 1) Apakah sumberdaya terumbu karang di daerah tersebut penting untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari? seperti untuk makan. 2) Apakah sumberdaya terumbu karang di daerah tersebut penting sebagai penghasil barang-barang yang dapat dipasarkan atau dijual sebagai hiasan? Dan apakah barang-barang tersebut dijual untuk aset lokal, nasional, atau pasar internasional? 3) Apakah sumberdaya terumbu karang di daerah tersebut penting untuk daya tarik kunjungan wisata atau pariwisata, yang menghasilkan uang selain berupa barang? Sementara yang dimaksud dengan pertimbangan lingkungan disini adalah apakah lingkungan ekosistem terumbu karang tersebut penting untuk halhal berikut: Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-1
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
1) Apakah daerah tersebut mempunyai lingkungan masyarakat yang unik secara lokal, nasional, Internasional? 2) Apakah daerah tersebut penting untuk mempertahankan: ditinjau dari aspek stok hewan dan tumbuhan, termasuk yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan? 3) Apakah lingkungan alam daerah tersebut penting secara estetika ataukah sebagai identitas budaya? 4) Adakah data kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh: -
sedimentasi dari hutan, konstruksi, pertanian, penebangan, pertambangan,
-
penangkapan yang berlebih (overfishing),
-
eutrofikasi karena buangan limbah yang mengandung nutrien,
-
modifikasi dari sirkulasi air,
-
kontaminasi oleh minyak, pestisida, bahan kimia,
-
koleksi karang, kerang-kerangan, ikan akuarium, kornponen lain,
-
aktivitas wisata atau pariwisata.
Kemudian untuk pertimbangan sosial budaya, yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan terumbu karang adalah sebagai berikut: 1) Apakah daerah tersebut penting untuk: -
untuk pengakuan tradisi,
-
untuk nilai sosial dan budaya,
-
untuk mempertahankan tradisi generasi yang akan datang,
-
untuk sasaran keagamaan.
2) Apa pengaruh rencana pengelolaan terhadap: -
negara secara keseluruhan?
-
masyarakat di sekitar daerah tersebut?
Kesemua informasi tersebut, sangat penting dan perlu dijawab sebelum mempertimbangkan perlu atau tidaknya pengelolaan lingkungan terumbu Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-2
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
karang. Tanpa kejelasan informasi di atas, menyebabkan pengambilan keputusan menjadi kurang mendasar. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis untuk menentukan "trend" dan hubungan antar faktor-faktor
lingkungan
kemungkinan
dampak
strategis positip
di
dan
wilayah negatip
tersebut. dari
Informasi
pada
aktivitas
pembangunan sektoral terhadap lingkungan dan konflik di antara aktivitas-aktivitas sektoral dapat diukur melalui proses penilaian dampak. Terumbu karang yang berada di perairan Raja Ampat, hampir memenuhi seluruh kriteria yang telah disebutkan di atas, sehingga perlu dilakukan perencanaan pengelolaannya.
Agar, perencanaannya berjalan secara
efektif dan efisien, maka tiga pertimbangan ekonomis, lingkungan, dan sosial budaya dijadikan pilar utama dalam pengkajian indikasi programprogram kerjanya. Berdasarkan hasil analisis SWOT dan pertimbangan dari 3 (tiga) aspek ini, maka disusun matrik mengenai arah kebijakan, strategi
dan
program
kerja
yang
direkomendasikan
untuk
diimplementasikan dalam pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat seperti tertera pada Tabel 6.1.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-3
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Tabel 6.1 Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Pengelolaan Terumbu Karang di Kabupaten Raja Ampat Kebijakan
Strategi
Optimalisasi pengelolaan terumbu karang
Penataan zonasi wilayah pesisir dan laut
Program Kerja 1
Penyusunan master plan (rencana induk) wilayah pesisir dan laut
2
Penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) pesisir dan laut
3
Penetapan RTRW sebagai peraturan daerah Perda
Meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang
1
Penyusunan sistem pengelolaan terumbu karang yang melibatkan semua pihak
2
Fasilitasi pembinaan teknis dalam pengendalian dampak lingkungan terhadap terumbu karang
Mengembangkan fasilitas infrastruktur terpadu yang menunjang pengelolaan terumbu karang.
1
Membangun dan memperbaiki fasilitas infrastruktur primer yang menunjang pengelolaan terumbu karang
2
Meningkatkan koordinasi dalam pengelolaan kawasan terumbu karang.
1
Menciptakan iklim yang kondusif untuk pihak swasta dalam membangun infrastruktur sekunder (yang bersifat komersial)
Berkoordinasi dengan sektor kehutanan untuk menjamin pemanfaatan hutan
Indikator Kinerja 1. Tingkat konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut 2. Tingkat keserasian aktivitas pembangunan di wilayah pesisir
1. Jumlah pihak yang terlibat aktif dalam menjaga dan mengelola terumbu karang
1. Tingkat kecukupan fasilitas infrastruktur yang menunjang pengelolaan terumbu karang 2. Fungsi fasilitas infrastruktur yang menunjang pengelolaan terumbu karang 3. Tingkat pemanfaatan fasilitas infrastruktur yang menunjang pengelolaan terumbu karang 1. Tingkat konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-4
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Kebijakan
Strategi
Program Kerja
Indikator Kinerja
secara lestari 2
3
Penguatan regulasi daerah yang berkenaan dengan pengelolaan terumbu karang
Berkoordinasi dengan sektor pertambangan untuk mengendalikan limbah dan kegiatan pertambangan liar Berkoordinasi dengan sektor perhubungan untuk menyediakan sarana transportasi yang aman dan nyaman
1. Penyusunan atau penyempurnaan peraturan daerah tentang pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan
2. Tingkat kerjasama lintas sektor dalam pengelolaan kawasan terumbu karang 3. Tingkat pencemaran laut dari aktivitas ekonomi 4. Tingkat kecukupan dan frekwensi sarana transportasi
1. Tingkat kelengkapan regulasi daerah untuk pengelolaan kawasan terumbu karang
2. Sosialisasi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pengelolaan terumbu karang hingga ke tingkat desa 3. Menyediakan bantuan hukum untuk mendukung masyarakat pesisir membuat dan mengesahkan peraturan tingkat desa (Perdes) berkenaan dengan pengelolaan terumbu karang oleh masyarakat
Perlindungan dan Penguatan kawasan rehabilitasi konservasi laut ekosistem daerah (KKLD)
1
Identifikasi dan Inventarisasi ekosistem terumbu karang
1. Tingkat kelengkapan data ekosistem dan kondisi terumbu karang
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-5
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Kebijakan
Strategi
Program Kerja
Indikator Kinerja
terumbu karang
Melakukan rehabilitasi dan pengaturan kegiatan pemanfaatan ikan di kawasan ekosistem terumbu karang dan sekitarnya.
Penegakan hukum secara terpadu
2. Tingkat luasan kawasan ekosistem terumbu karang yang berkondisi baik
2
Penetapan kawasan konservasi laut daerah (KKLD)
3
Penyusunan management plan KKLD
1
Identifikasi lokasi rehabilitasi ekosistem terumbu karang
1
Tingkat luasan kawasan ekosistem terumbu karang yang berkondisi baik
2
Pelatihan teknis rehabilitasi dan pemeliharaan ekosistem terumbu karang
2
Intensitas penggunaan alat tangkap ikan yang merusak ekosistem terumbu karang
3
Rehabilitasi kawasan-kawasan ekosistem terumbu karang yang rusak
4
Pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan konservasi
5
Penyusunan peraturan daerah mengenai tata pemanfaatan sumberdaya ikan di dan sekitar kawasan ekosistem terumbu karang
1.
Penetapan sanksi hukum dan sanksi sosial yang tegas bagi orang yang merusak ekosistem terumbu karang
2.
Penyusunan sistem keamanan lingkungan berbasis masyarakat yang efektif di kawasan ekosistem terumbu karang
1. Tingkat luasan kawasan ekosistem terumbu karang yang berkondisi baik 2. Tingkat pelanggaran perusakan ekosistem terumbu karang
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-6
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Kebijakan
Strategi
Program Kerja 3.
Penguatan sistem monitoring, controlling dan surveillance (MCS) berbasis masyarakat
Indikator Kinerja
Bekerjasama dengan institusi hukum di daerah guna mengefektifkan dan mengefisienkan proses hukum
1. Penyiapan perangkat dan tata laksana pengawasan
1. Tingkat pelanggaran perusakan ekosistem terumbu karang
2. Pengadaan sarana dan prasarana pengawasan
2. Tingkat partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan terumbu karang di wilayahnya
3. Pengembangan kelembagaan sistem MCS berbasis masyarakat 4. Fasilitasi bimbingan teknis yang diperlukan dalam upaya partisipasi kegiatan MCS 5. Menjalin dan memelihara jaringan kerjasama dengan institusi pengawas lainnya Penyerasian koordinasi antar sektor dalam merencanakan pembangunan wilayah pesisir dan laut
1. Pembentukan forum lintas sektor untuk merencanakan dan mengevaluasi pembangunan kawasan pesisir dan laut 2. Penyusunan model pengembangan kawasan pesisir dan laut terpadu
1. Tingkat konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut 2. Tingkat pencemaran laut dari aktivitas ekonomi
3. Pengembangan daerah percontohan kawasan pesisir dan laut terpadu Peningkatan
Pemantapan
1. Pengembangan
1. Tingkat partisipasi
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-7
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Kebijakan kualitas hidup masyarakat pesisir
Strategi kesadaran masyarakat tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan
Program Kerja sistem komunikasi dan informasi tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan 2. Sosialisasi tentang dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya alam secara illegal 3. Kerjasama dengan media massa dalam mengkampayekan pentingnya terumbu karang bagi kehidupan masyarakat luas
Indikator Kinerja aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan terumbu karang di wilayahnya 2. Tingkat luasan kawasan ekosistem terumbu karang yang berkondisi baik 3. Intensitas penggunaan alat tangkap ikan yang merusak ekosistem terumbu karang
4. Pemberian materi tentang terumbu karang terhadap siswa-siswi mulai tingkat SD hingga SMA 5. Pemberian beasiswa terhadap putra daerah yang yang melakukan kajian atau penelitian tentang ekosistem terumbu karang Pemberdayaan masyarakat pesisir.
1. Bantuan permodalan untuk pengembangan usaha ekonomi masyarakat pesisir 2. Pelatihan aspek manajerial usaha ekonomi masyarakat pesisir
1. Tingkat pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir 2. Pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir 3. Tingkat pengangguran masyarakat pesisir
3. Pengembangan sistem investasi dan peluang usaha yang sinergis dengan pengelolaan terumbu karang 4. Peningkatan ketrampilan
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-8
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Kebijakan
Strategi
Program Kerja
Indikator Kinerja
masyarakat pesisir melalui pelatihan dan magang Reposisi mata pencaharian masyarakat pesisir
1. Identifikasi mata pencaharian dan peluang usaha yang produktif dan sinergis dengan pengelolaan terumbu karang
1. Tingkat keragaman usaha masyarakat pesisir 2. Tingkat pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir
2. Pengembangan kerjasama kemitraan dengan industri pariwisata 3. Pengembangan usaha alternatif untuk masyarakat pesisir 4. Bimbingan teknis pengembangan produk bernilai tambah dan jasa yang sinergis diperlukan dalam pengelolaan terumbu karang Pengembangan teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.
1. Kajian teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tepat guna dan ramah lingkungan 2. Percontohan implementasi teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tepat guna dan ramah lingkungan
1. Intensitas penggunaan alat tangkap ikan yang merusak ekosistem terumbu karang 2. Tingkat luasan kawasan ekosistem terumbu karang yang berkondisi baik
3. Bimbingan teknis operasional dan perawatan teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tepat guna dan ramah lingkungan
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-9
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Kebijakan
Strategi Meningkatkan kerjasama dalam penyiapan tenaga kerja profesional untuk mengelola KKLD
6.2
Program Kerja 1. Menjalin dan memelihara jaringan kerjasama dengan institusi nasional dan internasional yang berkompeten untuk pendidikan dan pelatihan konservasi ekosistem terumbu karang
Indikator Kinerja 1. Ratio kecukupan tenaga profesional pengelola KKLD
RENCANA PELAKSANAAN
Agar program yang telah direncanakan berjalan sesuai dengan rencana, maka program kerja tersebut kemudian dituangkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan, seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.2.
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-10
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Tabel 6.2 Rencana Pelaksanaan Program Pengelolaan Terumbu Karang di Kabupaten Raja Ampat No
Kebijakan
Strategi
Program Kerja Penyusunan master plan (rencana induk) wilayah pesisir dan laut
1
2
X
Penetapan RTRW sebagai peraturan daerah Perda
Optimalisasi pengelolaan 1 terumbu karang
X
Penyusunan sistem pengelolaan terumbu karang yang melibatkan semua pihak
X
Fasilitasi pembinaan teknis dalam pengendalian dampak lingkungan terhadap terumbu karang
X
X
X
X
Membangun dan memperbaiki fasilitas infrastruktur primer yang menunjang Mengembangkan fasilitas pengelolaan terumbu karang infrastruktur terpadu yang menunjang pengelolaan terumbu Menciptakan iklim yang kondusif untuk pihak swasta dalam membangun karang. infrastruktur sekunder (yang bersifat komersial) Berkoordinasi dengan sektor kehutanan untuk menjamin pemanfaatan hutan secara lestari
Meningkatkan koordinasi dalam pengelolaan kawasan terumbu Berkoordinasi dengan sektor pertambangan untuk mengendalikan limbah dan kegiatan pertambangan liar karang. Berkoordinasi dengan sektor perhubungan untuk menyediakan sarana transportasi yang aman dan nyaman Penyusunan atau penyempurnaan peraturan daerah tentang pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan
Penguatan regulasi daerah yang Sosialisasi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pengelolaan berkenaan dengan terumbu karang hingga ke tingkat desa pengelolaan terumbu karang Menyediakan bantuan hukum untuk mendukung masyarakat pesisir membuat dan mengesahkan peraturan tingkat desa (Perdes) berkenaan dengan pengelolaan terumbu karang oleh masyarakat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
VI-11
5
X
Penataan zonasi wilayah pesisir Penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) pesisir dan laut dan laut
Meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang
Tahun ke 3 4
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
No
Kebijakan
Strategi
Program Kerja
Identifikasi dan Inventarisasi ekosistem terumbu karang Penguatan kawasan konservasi Penetapan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) laut daerah (KKLD) Penyusunan management plan KKLD
Melakukan rehabilitasi dan pengaturan kegiatan pemanfaatan ikan di kawasan ekosistem terumbu karang dan sekitarnya
Perlindungan Penegakan hukum secara dan terpadu rehabilitasi 2 ekosistem terumbu karang
Penguatan sistem monitoring, controlling dan surveillance (MCS) berbasis masyarakat
Penyerasian koordinasi antar sektor dalam merencanakan pembangunan wilayah pesisir dan laut
Identifikasi lokasi rehabilitasi ekosistem terumbu karang Pelatihan teknis rehabilitasi dan pemeliharaan ekosistem terumbu karang Rehabilitasi kawasan-kawasan ekosistem terumbu karang yang rusak Pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan konservasi Penyusunan peraturan daerah mengenai tata pemanfaatan sumberdaya ikan di dan sekitar kawasan ekosistem terumbu karang
1 X X
Tahun ke 2 3 4 X X X X
X X
X X X X
X X X
X X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Penetapan sanksi hukum dan sanksi sosial yang tegas bagi orang yang merusak ekosistem terumbu karang Penyusunan sistem keamanan lingkungan berbasis masyarakat yang efektif di kawasan ekosistem terumbu karang Bekerjasama dengan institusi hukum di daerah guna mengefektifkan dan mengefisienkan proses hukum
X
Penyiapan perangkat dan tata laksana pengawasan
X
X X X
Pengadaan sarana dan prasarana pengawasan
X
Pengembangan kelembagaan sistem MCS berbasis masyarakat
X
Fasilitasi bimbingan teknis yang diperlukan dalam upaya partisipasi kegiatan MCS Menjalin dan memelihara jaringan kerjasama dengan institusi pengawas lainnya Pembentukan forum lintas sektor untuk merencanakan dan mengevaluasi pembangunan kawasan pesisir dan laut Penyusunan model pengembangan kawasan pesisir dan laut terpadu Pengembangan daerah percontohan kawasan pesisir dan laut terpadu
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
5
X X
X
VI-12
INDIKASI PROGRAM KERJA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
No
Kebijakan
1
Tahun ke 2 3 4
Pengembangan sistem komunikasi dan informasi tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan
X
X
Sosialisasi tentang dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya alam secara illegal
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Pemberian beasiswa terhadap putra daerah yang yang melakukan kajian atau penelitian tentang ekosistem terumbu karang
X
X
X
X
Bantuan permodalan untuk pengembangan usaha ekonomi masyarakat pesisir
X
X
X
X
Pelatihan aspek manajerial usaha ekonomi masyarakat pesisir
X
X
X
X
Strategi
Program Kerja
Pemantapan kesadaran Kerjasama dengan media massa dalam mengkampayekan pentingnya masyarakat tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan masyarakat luas terumbu karang bagi kehidupan Pemberian materi tentang terumbu karang terhadap siswa-siswi mulai tingkat SD hingga SMA
Peningkatan kualitas hidup 3 Pemberdayaan masyarakat masyarakat pesisir pesisir
Pengembangan sistem investasi dan peluang usaha yang sinergis dengan pengelolaan terumbu karang Peningkatan ketrampilan masyarakat pesisir melalui pelatihan dan magang
Kajian teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tepat guna dan ramah lingkungan Pengembangan teknologi Percontohan implementasi teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut pemanfaatan sumberdaya hayati yang tepat guna dan ramah lingkungan laut yang efektif, efisien dan Bimbingan teknis operasional dan perawatan teknologi pemanfaatan ramah lingkungan. sumberdaya hayati laut yang tepat guna dan ramah lingkungan Meningkatkan kerjasama dalam Menjalin dan memelihara jaringan kerjasama dengan institusi nasional dan penyiapan tenaga kerja internasional yang berkompeten untuk pendidikan dan pelatihan konservasi profesional untuk mengelola ekosistem terumbu karang KKLD
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
5
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
VI-13
BAB 7 Penutup
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
7
PENUTUP
Maksud utama dari penyusunan rencana strategi pengelolaan terumbu karang Kabupaten Raja Ampat adalah menggagas strategi utama dan program kerja yang perlu diambil untuk mempercepat keberhasilan pengelolaan sumberdaya terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat. Hal ini juga dapat memberikan arahan dalam mendayagunakan sumberdaya terumbu karang secara optimal dan berkelanjutan guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi (kemakmuran) daerah, peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan terpeliharanya daya dukung ekosistem terumbu karang secara seimbang dan berkelanjutan. Argumentasi utama dalam merumuskan rencana strategi ini, didasarkan pada kenyataan bahwa Kabupaten Raja Ampat memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati laut terbesar di dunia, oleh sebab itu sudah seharusnya Pemerintah Daerah dan masyarakat Raja Ampat perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap usaha untuk mendayagunakan sumberdaya terumbu karang yang dimilikinya guna mengembangkan daerahnya di masa kini dan masa mendatang.
Karena, keindahan
ekosistem terumbu karang dapat menjadi andalan dan modal bagi pembangunan Kabupaten Raja Ampat. Kemudian, untuk mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang secara optimal dan berkelanjutan ini, tentu diperlukan koordinasi terpadu dan kerja keras dari semua pihak.
Salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan
kawasan ekosistem terumbu karang adalah partisipasi aktif dan dukungan penuh dari masyarakat lokal yang sumber kehidupannya secara langsung bergantung pada hasil laut, serta bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah dalam suatu pengaturan yang disepakati bersama.
DAFTAR PUSTAKA Coremap dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat. 2005. Atlas Sumberdoyo Pesisir dan Lout Kepulauon Raja Ampot (Distrik Woigeo Borot dan Woigeo Seioton). Kerja Sama Antara Coremap tahap II, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat dengan PT. Edecon Prima Mandiri. 2005. Raja Ampat. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. Tahunan. Raja Ampat.
2006.
Laporan
Dohar, A.G. dan Anggraeni, D. 2006. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam di Kepulauan Raja Ampat. CI Indonesia bekerjasama dengan Universitas Papua. Raja Ampat. Mambrisaw, A., B. Wurliyanty, F. Liuw, S. Hamel, Y. Lamatenggo, I. Rumbekwan, J.Omkarsba dan A, Sukmara. 2006. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya barat 2006. Pemda Kabupaten Raja Ampat, Akademi Perikanan Sorong, Ditjen PHKA BKSDA Papua II Departemen Kehutanan, Eco Papua Alliance Raja Ampat, WWF, TBC, CI Indonesia. Raja Ampat. McKenna, S.A., G.R. Alien, and S. Suryadi (eds). 2002. A Marine Rapid Assessment of the Raja Ampot Islands, Papua Province, Indonesia. RAP Bulletin of Biological Assessment 22. Conservation International, Washington DC. TNC and WWF. 2003. Report on o Rapid Ecological Assessment of the Raja Ampat Islands, Papua, Eastern Indonesia, held October 30 - November 22, 2002. Unit Pelaksanan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP), dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat. 2005. Laporan Akhir Survey Sosial Ekonomi Perikanan Kampung Friwen dan Kampung Saonek Distrik Waigeo Selatan Kabupaten Raja Ampat. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat
DAFTAR PUSTAKA LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KABUPATEN RAJA AMPAT
DAFTAR PUSTAKA Coremap dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat. 2005. Atlas Sumberdoyo Pesisir dan Lout Kepulauon Raja Ampot (Distrik Woigeo Borot dan Woigeo Seioton). Kerja Sama Antara Coremap tahap II, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat dengan PT. Edecon Prima Mandiri. 2005. Raja Ampat. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. Tahunan. Raja Ampat.
2006.
Laporan
Dohar, A.G. dan Anggraeni, D. 2006. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam di Kepulauan Raja Ampat. CI Indonesia bekerjasama dengan Universitas Papua. Raja Ampat. Mambrisaw, A., B. Wurliyanty, F. Liuw, S. Hamel, Y. Lamatenggo, I. Rumbekwan, J.Omkarsba dan A, Sukmara. 2006. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya barat 2006. Pemda Kabupaten Raja Ampat, Akademi Perikanan Sorong, Ditjen PHKA BKSDA Papua II Departemen Kehutanan, Eco Papua Alliance Raja Ampat, WWF, TBC, CI Indonesia. Raja Ampat. McKenna, S.A., G.R. Alien, and S. Suryadi (eds). 2002. A Marine Rapid Assessment of the Raja Ampot Islands, Papua Province, Indonesia. RAP Bulletin of Biological Assessment 22. Conservation International, Washington DC. TNC and WWF. 2003. Report on o Rapid Ecological Assessment of the Raja Ampat Islands, Papua, Eastern Indonesia, held October 30 - November 22, 2002. Unit Pelaksanan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP), dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat. 2005. Laporan Akhir Survey Sosial Ekonomi Perikanan Kampung Friwen dan Kampung Saonek Distrik Waigeo Selatan Kabupaten Raja Ampat. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 1.
PETA KONDISI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN RAJA AMPAT Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat, 2006 Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 1 - 1
Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat, 2006 Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 1 - 2
Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat, 2006 Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 1 - 3
Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat, 2006 Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 1 - 4
Sumber: Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat, 2006
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 1 - 1
Lampiran 2.
GALERI FOTO KEGIATAN Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Presentasi Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Presentasi Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 1
Peserta yang Hadir pada saat Penyampaian Presentasi Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rentra Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Peserta yang Hadir pada saat Penyampaian Presentasi Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rentra Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 2
Peserta yang Hadir pada saat Penyampaian Presentasi Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rentra Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Suasana Diskusi setelah Presentasi Materi Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rentra Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 3
Setelah Seminar Laporan Pendahuluan langsung diadakan Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
Suasana Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 4
Pembukaan Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Pembukaan Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 5
Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 6
Suasana Diskusi Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Suasana Diskusi Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 7
Suasana Diskusi Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Suasana Diskusi Presentasi Draft Laporan Akhir Kegiatan Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Raja Ampat
Penyusunan Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Raja Ampat
Lampiran 2 - 8