PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyuwangi
dengan
PUSAT KAJIAN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH (PK2ND) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015
i
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan ............................................................................. 2 1.3 Sasaran Kegiatan ................................................................................................. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3
2.1 Tinjauan mengenai Daya Saing ............................................................... 3 2.2 Daya Saing Daerah ................................................................................... 3 2.3 Indikator utama daya saing daerah ........................................................... 4 2.4 Faktor Penentu Daya Saing ...................................................................... 4 BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................ 6 3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................... 6 3.2 Lingkup Penelitian ................................................................................... 6 3.3 Sumber Data ............................................................................................. 7 3.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 7 3.5 Instrumen Pengumpulan Data .................................................................. 7 BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI ........... 11 4.1 Kondisi Geografis Wilayah ............................................................................... 11 4.2 Pemerintahan..................................................................................................... 12 4.3 Kependudukan dan Ketenagakerjaan ................................................................ 12 4.4 Sosial Ekonomi ................................................................................................. 14 BAB 5 IDENTIFIKASI POTENSI DAN DAYA SAING DAERAH ................ 15 5.1 Kondisi Ekonomi Kabupaten Banyuwangi ....................................................... 15 5.2 Potensi Daerah Kabupaten Banyuwangi ........................................................... 16 5.2.1 Potensi Sektor Pertanian ................................................................................ 16 5.2.2 Potensi Sektor Industri ................................................................................... 22 5.2.3 Potensi Sektor Pariwisata ............................................................................... 23 5.3 Identifikasi Potensi Sektoral ............................................................................. 24 5.3.1 Hasil Analisis Tipologi Klassen ..................................................................... 24 5.3.2 Hasil Analisis LQ ........................................................................................... 24 5.3.3 Hasil Analisis Shift-Share .............................................................................. 25 5.4 Identifikasi Daya Saing Daerah ........................................................................ 31 BAB 6 STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH .................... 33 6.1. Pendahuluan ..................................................................................................... 33 6.2. Identifikasi Responden..................................................................................... 34 6.3. Daya Saing Daerah Menurut Indikator Input-Output ...................................... 35
6.3.1. Indikator Input Daya Saing ................................................................ 35
i
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
6.3.2. Indikator Output Daya Saing ............................................................. 45 6.4. Perumusan Strategi Kebijakan Peningkatan Daya Saing ...................... 48 BAB 7 PENUTUP....................................................................................... 57 Daftar Pustaka ............................................................................................ 58
ii
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 1
2015
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki daerah harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999). Sementara, studi Huda dan Santoso (2014) menunjukkan bahwa berdasarkan indikator input (berbasis endowment sumber daya alam), Kabupaten Banyuwangi menempati kelompok sepuluh daerah tertinggi dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur sedangkan berdasarkan indikator output (indikator dampak dari input) menempatkan Kabupaten Banyuwangi di urutan ke-16 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Ditinjau dari pertumbuhan ekonomi, Kabupaten Banyuwangi dengan julukannya “The Sunrise of Java” dan motto “Satya Bakti Praja Mukti”merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan pertumbuhan dinamis. Sepanjang periode 2010-2013, Kabupaten Banyuwangi pernah menorehkan prestasi pertumbuhan ekonomi yang tertinggi sebesar 7,22 persen yaitu pada tahun 2012, angka tersebut hampir menyamai pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur yang sebesar 7,27 persen. Sayangnya, pertumbuhan yang tinggi tersebut tidak mampu dipertahankan pada 2013. Pertumbuhan Kabupaten Banyuwangi “hanya” mencapai angka sebesar 6,76 persen, meskipun masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 6,55 persen maupun rata-rata pertumbuhan ekonomi Nasional. Selanjutnya, pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi sebesar 6.94 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 5,86 persen.
Ket: ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Kab. Banyuwangi , 2015
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan Nasional
1
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Ditinjau dari kontribusi sektoral, komponen kontribusi sektoral PDRB Kabupaten Banyuwangi 2010-2013 menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertingggi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi yakni sebesar lebih dari 43 persen. Selain sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) juga merupakan kontributor terbesar kedua dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Banyuwangi yakni sebesar lebih dari 27 persen. Hingga tahun 2013, sektor pertanian dan PHP terus menunjukkan pertumbuhan dinamis sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pertanian dan PHR merupakan kontributor utama penopang pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Banyuwangi. Tabel 1.1. Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Banyuwangi atas Dasar Harga Konstan (ADHK), Tahun 2010-2013 (%) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Js Perusahaan Jasa-Jasa
2010 46.72 4.63 5.46 0.32 1.05 27.84 3.15 4.52 6.20
2011 44.82 4.55 5.40 0.32 1.09 28.83 4.49 4.42 6.07
2012 44.45 4.40 5.32 0.30 1.09 29.91 4.38 4.26 5.89
2013 43.47 4.33 5.24 0.29 1.14 31.14 4.35 4.22 5.82
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Guna mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan daya saing, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menerapkan konsep pengembangan Banyuwangi dengan bertumpu pada karakteristik lokal dan berbasis pada kebijakan pemberdayaan masyarakat lokal, dimana sektor pertanian dan pariwisata menjadi fokus pengembangan. 1.2.
Maksud dan Tujuan Kegiatan Maksud dari kegiatan ini adalah menganalisis pola perubahan dan pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor-sektor unggulan sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan. Sementara, tujuan dari kegiatan adalah: 1. Mengetahui tingkat daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi. 2. Menganalisis potensi daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi. 3. Menyusun strategi meningkatkan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi. 1.3.
Sasaran Kegiatan Mengacu pada tujuan kegiatan, maka sasaran yang diharapkan dapat tercapai dalam kegiatan penyusunan kajian peningkatan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:: 1. Teridentifikasi daya saing ekonomi Kabupaten Banyuwangi. 2. Tersusunnya rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi. 2
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 2
2015
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Konsep Daya Saing Daya saing menurut Porter (1990) merupakan suatu konsep yang dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank Dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “daya saing mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit yang dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur terkini mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek di luar perusahaan seperti iklim berusaha (business environment) yang jelas-jelas di luar kendali suatu perusahaan. Aspek-aspek tersebut dapat bersifat firm-specifik, region-specifik, dan bahkan country-specific. World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin menerbitkan “Global Competitiveness Report” mendefinisikan daya saing nasional adalah kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristikkarakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut (Abdullah, 2002). 2.2 Daya Saing Daerah Daya saing daerah berdasarkan Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu Centre for Urban and Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya (Abdullah, 2002). Dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: - Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”. - Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perkonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing. - Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Perumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari 3
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat. - Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup. 2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Abdullah (2002), indikator penentu daya saing daerah adalah Perekonomian Daerah, Keterbukaan, Sistem Keuangan, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sumber daya manusia, Kelembagaan, Governance dan Kebijakan Pemerintah, dan Manajemen dan Ekonomi Makro. Indikator makro daya saing merupakan jaringan antar indikator dan sub-sub indikator yang saling intercorect, saling hubungan secara terikat dan terkait (inheren dan cohern) antar dan lintas indikator dan sub indikator, yang pada implementasinya memerlukan pengelolaan yang terintegratif, terencana dan konsisten serta berkesinambungan diantara sembilan indikator penentu daya saing. Implementasi terintegrasi, mengandung makna bahwa langkah-langkah yang ditempuh untuk mewujudkan perekonomian daerah secara makro sudah barang tertentu melibatkan semua pihak, baik institusi pemerintah daerah, swasta dan lembaga sosial, seta pihak pihak secara langsung dan tidak langsung secara nyata andil dalam penggerakan dan pertumbuhan perekonomian daerah. Terencana, asumsi langkah perencanaan adalah untuk memperkecil kegagalan, artinya aktivitas pengembangan daya saing akan gagal total tanpa perencanaan, dan peluang untuk berhasil lebih besar apabila diawali dengan perencanan yang baik. Konsisten, menunjukan kepada langkah sentripetal yakni gerak yang mengarah sesuai perencanaan atau gerak taat asas, tidak mengerjakan yang tidak terencanakan, taat asas merupakan perwujudan dari konsistensi sebuah kesepakatan, tidak merubah kesepakatan tanpa kesepakatan berikutnya, perencanaan adalah kesepakatan. Adapun berkesinambungan merupakan pekerjaan tiada henti, akan tetapi terus menerus dilakukan pada tahun pertama diikuti tahun kedua dan seterusnya. 2.4 Faktor Penentu Daya Saing Membangun daya saing daerah, bukanlah pekerjaan mudah dan dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek. Hal ini dikarenakan, daya saing daerah bersifat multidimensi. Menurut Departemen perindustrian (2007), menciptakan daya saing daerah, tidaklah mudah karena menghadapi berbagai kendala, antara lain : (1) kelembagaan (2) keamanan,politik, dan sosial budaya (3) ekonomi daerah (4) tenaga kerja (5) infrastruktur fisik. Berikut ini beberapa faktor yang menentukan daya saing dari beberapa sumber : 1. Elemen daya saing menurut Porter secara detail adalah : a. Factor condition (kondisi faktor). Faktor-faktor produksi : SDM (tenaga kerja terampil), bahan baku, pengetahuan, modal, infrastruktur. b. Firm strategy, structure and rivalry (strategi, struktur dan tingkat persaingan perusahaan). Kondisi di dalam suatu bangsa yang menentukan
4
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
bagaimana unit-unit usaha terbentuk, diorganisasikan, dikelola dan tingkat persaingan di dalam negeri. c. Demand condition (kondisi permintaan). Sifat permintaan di dalam negeri terhadap produk atau layanan industri bersangkutan. d. Related and supporting industries (industri terkait dan pendukung). Keberadaan industri pemasok atau industri pendukung yang mampu bersaing secara internasional. 2. Menurut lembaga pemeringkat daya saing internasional yang berbasis di SWISS yaitu IMD, mengemukakan ada 4 (empat) faktor penentu daya saing ekonomi suatu negara yaitu Kinerja ekonomi, Efisiensi sektor pemerintah, Efisiensi sektor dunia usaha, dan Infrastruktur 3. Menurut IMD dalam world competitivenes report (1993), daya saing suatu negara sangat dipengaruhi oleh delapan faktor penentu yaitu : a. Kekuatan ekonomi domestik b. Sumber daya manusia (ketersediaan dan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi) c. Ilmu pengetahuan dan teknologi (kapasitas iptek yang unggul dan handal) d. Manajemen (pengelolaan secara inovatif, profitable dan responsible) e. Internasionalisasi (derajat partisipasi suatu negara dalam perdagangan dan investasi internasional) f. Keuangan (kinerja pasar modal dan kualitas pelayanan lembaga keuangan) g. Infrastruktur ( industri dan perdagangan yang memadai) 4. Menurut Rachbini, strategi “export led industry” dan daya saing berkelanjutan, dalam Departemen perindustrian (2007), faktor penentu daya saing adalah a. Keterbukaan (institusi keuangan dan perdagangan), good governance b. Ketersediaan infrastruktur (jalan, pelabuhan laut, bandara) c. Peranan pemerintah (sebagai fasilitator, regulator dan pro ekonomi) d. Teknologi, kelembagaan publik (terjaminnya hak kepemilikan), lingkungan ekonomi makro (indeks daya saing pertumbuhan ekonomi) e. Menurut Porter: strategi, struktur dan persaingan perusahaan, sumber daya disebuah negara, permintaan domestik dan keberadaan industri terkait dan pendukung.
5
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 3
2015
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Kegiatan Desain penelitian merupakan sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk melakukan sebuah penelitian (Malhotra, 2004). Kerangka kerja tersebut memberi spesifikasi prosedur yang diperlukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menstrukturkan dan menjawab permasalahan penelitian. Pada kegiatan penelitian ini digunakan rancangan penelitian deskriptif eksploratif. Penelitian eksploratif dalam kegiatan penyusunan daya saing daerah ini mencoba mengeksplorasi mengenai perkembangan sektoral daerah dengan mengidentifikasi dan menganalisis potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah yang dapat dikembangkan bagi peningkatan daya saing daerah. Selanjutnya hasil dari penelitian eksploratif akan digunakan sebagai input dalam penyusunan kuisioner. 3.2 Lingkup Penelitian Penelitian mengenai penyusunan daya saing daerah ini dilakukan di Kabupaten Banyuwangi. Indikator daya saing yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Santoso (2009) dan Bank Indonesia – LP3E FE Unpad (2008) yakni indikator utama (input) pembentuk daya saing (i) lingkungan usaha produktif, (ii) perekonomian daerah, (iii) ketenagakerjaan dan sumber daya manusia, (iv) infrastruktur, sumberdaya alam, dan lingkungan, serta (v) perbankan dan lembaga keuangan. Kinerja perekonomian (output) mencakup produktivitas tenaga kerja, tingkat kesempatan kerja, dan PDRB per kapita. Sedangkan target outcome dari daya saing daerah adalah pertumbuhan yang berkelanjutan. Penggunaan konsep indikator input, output dan outcome mengacu pada Gardiner, Martin, Tyler (2004) mengenai model piramida daya saing regional (Santoso, 2009). TARGET OUTCOME
Pertumbuhan yang berkelanjutan Kinerja Ekonomi Daerah PDRB per Kapita
OUTPUT Produktifitas Tenaga Kerja
INPUT
Tingkat Kesempatan Kerja
Infrastruktur, SDA dan Lingkungan Lingkungan usaha produktif
Perbankan dan Lembaga Keuangan Perekonomian Daerah
Ketenagakerjaan dan SDM
Sumber: PPSK Bank Indonesia – LP3E FE-Unpad (2008) dalam Santoso (2009)
Gambar 3.1 Piramida Daya Saing Daerah
6
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
3.3 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari sumber data sekunder dan sumber data primer. Data sekunder adalah data–data yang berasal dari berbagai literatur kepustakaan, artikel dalam majalah, jurnal penelitian yang berkaitan, dan sumber media massa lainnya serta hasil penelitian terdahulu. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian berasal dari data laporan tahunan dari pihak-pihak terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Lingkungan Hidup, Bagian Ekonomi, Bagian Data dan Statistik, Badan Penanaman Modal Daerah, serta instansi terkait. Data primer didapatkan langsung dilapangan melalui berbagai narasumber yang berkaitan seperti dari dinas maupun pelaku usaha. Data primer dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD), kuesioner, dan wawancara semi terstruktur dengan responden kunci di setiap pelaku ekonomi, yaitu pemerintah daerah, unit usaha, asosiasi usaha, serta lembaga-lembaga pendukung (lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, serta lembaga bantuan pengembangan bisnis). Observasi langsung ke unit usaha juga perlu dilakukan untuk mengetahui proses produksi dan kondisi usaha tersebut, terutama dalam menjaring informasi mengenai kendala yang dihadapi. 3.4 Metode Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan beberapa kegiatan, meliputi: 1. Kajian Pustaka dan Survei Tahap inventarisasi data/informasi sekunder, yakni mengumpulkan data/informasi dari berbagai laporan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan daya saing daerah dan berbagai studi-studi yang relevan. Tahap inventarisasi data/informasi primer, yakni pengumpulan data/informasi yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dan observasi (pengamatan lapangan). 2. Penyelenggaraan Diskusi Kegiatan untuk mewadahi berbagai masukan dari para pengambil keputusan dalam bidang pembangunan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi. 3. Analisis dan Pelaporan Tahap Analisis, yakni tahap mengolah data/informasi sekunder dan primer yang sudah diinventarisir. Tahap Pelaporan, yakni tahap penyajian hasil-hasil analisis data/informasi. Tahap penyusunan rencana dan rekomendasi. 3.5 Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa metode analisis yaitu: 1. Analisis Tipologi Klassen Potensi perekonomian daerah dapat dilihat dari sisi pertumbuhan ekonominya dan konstribusi sektoral terhadap PDRBnya. Pemetaan potensi perekonomian khususnya di sembilan sektor lapangan usaha akan sangat bermanfaat bagi daerah untuk membuat prioritas kebijakan. Untuk menentukan prioritas kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan
7
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Salah satu analisis ekonomi tersebut adalah menggunakan tipologi klassen. Analisis Tipologi Klassen bermanfaat untuk mengidentifikasi peta potensi ekonomi secara makro. Melalui Analisis Tipologi Klassen, potensi daerah secara sektoral yang didasarkan pada data PDRB bisa dipetakan. Analisis Tipologi Klassen mengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan (g) dan kontribusi sektor (s) tertentu terhadap total PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan Analisis Tipologi Klassen, masing-masing sektor dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: Tabel 3.1. Matriks Kategori Sektor berdasarkan Tipologi Klassen Kontribusi Sektor rSEKTORAL ≥ rPDRB rSEKTORAL < rPDRB
YSEKTORAL ≥ YPDRB Kuadran I SEKTOR UNGGULAN Kuadran III SEKTOR POTENSIAL
YSEKTORAL < YPDRB Kuadran II SEKTOR BERKEMBANG Kuadran IV SEKTOR TERBELAKANG
a. Sektor Unggulan / Prima (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran sektor dengan laju pertumbuhan sektor yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah (PDRB) dan memiliki kontribusi besar terhadap PDRB. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih besar dari s. b. Sektor berkembang (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan sektor yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB, tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB daerah yang lebih besar. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih kecil dari g dan si lebih besar dari s. Sektor dalam kategori ini juga dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh. c. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan sektor (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB (g), tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih kecil dari s. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming. d. Sektor Terbelakang (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan sektor (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah (g) dan sekaligus memiliki kontribusi lebih kecil terhadap PDRB (si). 2.
Analisis Location Quotient (LQ) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah location quotient (LQ). Teknik LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.
8
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) sebagai berikut:
dimana: V1R = Nilai PDRB suatu sektor kabupaten/kota VR = Nilai PDRB seluruh sektor kabupaten/kota V1 = Nilai PDRB suatu sektor tingkat Provinsi V = Nilai PDRB seluruh sektor tingkat Provinsi. Kriteria penilaian LQ: Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat Provinsi. Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat Provinsi. Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan tingkat Provinsi. 3.
Analisis Shift Share (SS) Analisis Shift Share (SS) memerinci penyebab perubahan suatu variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan sektoral lapangan usaha di suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Ada juga yang menamakan analisis SS sebagai industrial mix analysis, karena komposisi sektoral yang ada sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan arah perubahan suatu variabel, tetapi analisis LQ tidak memberikan penjelasan tentang faktor penyebab perubahan variabel daerah. Sebagaimana LQ, analisis SS dapat menggunakan variabel lapangan kerja (employment) atau nilai tambah. a. Komponen Provinsi Growth Share (PGS) Komponen national growth share (PGS) sering disebut sebagai komponen national trend. Komponen ini adalah banyaknya perubahan (pertambahan atau pengurangan) lapangan kerja sektoral di Kota ABC seandainya persentase perubahannya sama dengan persentase totalpertumbuhan lapangan kerja level provinsi. b. Komponen Industrial Mix Share (IMS) Tidak semua sektor secara nasional bergerak seragam, ada sektor yang tumbuh lebih tinggi dan ada pula sektor yang tumbuh lebih rendah dibanding trend provinsi. Di sini, dilihat bagaimana jika pertumbuhan sektoral lapangan kerja level provinsi “dibersihkan” dari trend provinsi sehingga kita mendapatkan industrial mix share (IMS). c. Komponen Local Share (LS) Merupakan seberapa besar sumbangan daerah sendiri atau local share (LS) terhadap partumbuhan sektoral di daerah tersebut. Pertanyaan ini dijawab dengan “menghapus” pengaruh pertumbuhan sektoral level provinsi dari partumbuhan sektoral level daerah. Untuk mendapatkan
9
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
local share (LS), pengaruh pertumbuhan sektoral level provinsi perlu diisolasi. d. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara industrial mix share (IMS) dan local share (LS) di setiap sektor perekonomian. Apabila PB>0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Banyuwangi termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya sektor perekonomian di Kabupaten Banyuwangi termasuk kelompok yang lamban. e. Analisis Kuadran Dengan melihat besaran IMS dan LS, maka suatu daerah/sektor dapat dikategorikan menjadi empat kelompok/kuadran 4.
Analisis SWOT Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) biasa digunakan untuk mengevaluasi kesempatan dan tantangan di lingkungan bisnis maupun pada lingkungan internal perusahaan (Kuncoro, 2005). Tabel 3.2. Matriks Analisis SWOT Faktor Internal Strengths (S) Weaknesses (W) Faktor Eksternal (Daftar semua kekuatan yang dimiliki)
(Daftar semua kelemahan yang dimiliki)
Strategi SO: Growth
Strategi WO: Stability
Stretegi ST: Diversification
Strategi WT: Defend
Opportunities (O) (Daftar semua peluang yang diidentifikasi)
Threats (T) (Daftar semua tantangan yang diidentifikasi) Sumber:
Kuncoro
(2005)
10
2015
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
EMBANGAN SOSIAL EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 4
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI
4.1.
Kondisi Geografis Wilayah Secara administrasi, Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan beberapa wilayah diantaranya: Sebelah timur : Berbatasan dengan Provinsi Bali Sebelah utara : Berbatasan dengan Kabupaten Situbondo Sebelah selatan : Berbatasan dengan Samudra Hindia Sebelah barat : Berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso Tabel 4.1: Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, 2013 Kecamatan Pesanggaran
Luas km2 % 802,50 13,88
Penduduk (orang) Jumlah % 49.009 3,11
Kepadatan Penduduk (orang/km2) 61
Siliragung
95,15
1,65
45.002
2,86
473
Bangorejo
137,43
2,38
60.239
3,83
438
Purwoharjo
200,30
3,46
65.793
4,18
328
Tegaldlimo
1341,12
23,19
61.987
3,94
46
Muncar
146,07
2,53
130.270
8,27
892
Cluring
97,44
1,69
71.064
4,51
729
Gambiran
66,77
1,15
59.155
3,76
886
Tegalsari
65,23
1,13
46.820
2,97
718
Glenmore
421,98
7,30
70.297
4,46
167
Kalibaru
406,76
7,03
61.820
3,93
152
Genteng
82,34
1,42
84.054
5,34
1.021
Srono
100,77
1,74
88.353
5,61
877
Rogojampi
102,33
1,77
93.546
5,94
914
Kabat
107,48
1,86
67.778
4,30
631
59,89
1,04
45.835
2,91
765
Sempu
174,83
3,02
72.106
4,58
412
Songgon
301,84
5,22
50.878
3,23
169
76,75
1,33
34.509
2,19
450
169,25
2,93
28.184
1,79
167
Banyuwangi
30,13
0,52
107.305
6,81
3.561
Giri
21,31
0,37
28.866
1,83
1.355
Kalipuro
310,03
5,36
76.800
4,88
248
Wongsorejo
464,80
8,04
75.108
4,77
162
100
272
Singojuruh
Glagah Licin
Banyuwangi 5782,50 100 1.574.778 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Banyuwangi 2014.
11
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
4.2.
Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi 24 kecamatan dan 189 desa dan 28 kelurahan. Dari 24 kecamatan yang ada, terdapat dua Kecamatan yang memiliki jumlah desa/kelurahan terbanyak yaitu Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Rogojampi, masing-masing sebanyak 18 desa/kelurahan, diikuti oleh Kecamatan Kabat yang terdiri dari 16 desa.
Sumber: Bagian Pemerintahan Setwilda Banyuwangi dalam Statistik Daerah Kabupaten Banyuwangi 2014.
Gambar 4.1: Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Banyuwangi menurut Kecamatan Tahun 2013 4.3.
Kependudukan dan Ketenagakerjaan Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi terus mengalami peningkatan sepanjang periode 2010 hingga 2014.
Ket. *) Angka Sementara Sumber :BPS Kabupaten Banyuwangi , 2014.
Gambar 4.2: Jumlah Penduduk Kabupaten Banyuwangi Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010 – 2014
12
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Wilayah Kecamatan Muncar merupakan daerah yang memiliki tingkat penduduk yang terbanyak di Kabupaten Banyuwangi disebabkan karena di kecamatan tersebut merupakan sentra dari perindustrian terutama dalam bidang perikanan. Sementara, Kecamatan Banyuwangi sebagai ibukota Kabupaten Banyuwangi menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak kedua karena kecamatan ini merupakan wilayah pusat pemerintahan, dan jasa, mulai dari jasa perdagangan, jasa keuangan, pendidikan serta jasa lainnya. Sumber :LKPJ Kabupaten Banyuwangi , 2013.
Gambar 4.3: Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah dapat ditunjukkan oleh kondisi ketenagakerjaan yang baik yang dicerminkan oleh angka penggangguran yang rendah dan tingkat upah yang layak. Berdasarkan Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, serta jumlah pengangguran di Kabupaten Banyuwangi tahun 2009-2013 mengalami peningkatan. Tabel 4.2: Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2009 – 2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Angkatan Kerja 850.200 826.261 817.786 870.948 865.747
Bekerja 815.740 793.846 787.410 841.317 825.108
Pengangguran
TPAK (%)
34.460 32.415 30.376 29.631 40.639
70,27 70,24 69,24 73,37 72,92
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 4,05 3,92 3,71 3,40 4,69
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014
Kondisi ketenagakerjaan menurut kelompok umur menunjukkan bahwa kelompok umur produktif (usia 25-54 tahun) menempati proporsi terbesar dalam struktur ketenagakerjaan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi penduduk bekerja akan mampu berkontribusi pada pembangunan daerah.
13
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014
Gambar 4.4. Jumlah Penduduk Bekerja menurut Kelompok Umur Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 dan 2013 4.4.
Sosial Ekonomi Keberhasilan pembangunan salah satunya ditunjukkan oleh kualitas sumber daya manusia yang mampu dihasilkan oleh suatu daerah. Manusia yang berkualitas akan mampu berkontribusi pada percepatan pencapaian pembangunan yang mensejahterkan. Dimana orientasi pembangunan telah berubah dari pembangunan berorientasi kepada pembangunan berbasis produksi (production basic development) menuju pembangunan berbasis kepada kebutuhan masyarakat (human basic development). Ukuran keberhasilan pembangunan manusia ditunjukkan oleh indeks pembangunan manusia (IPM). Pada tahun 2013 pencapaian IPM Kabupaten Banyuwangi adalah sebesar 71.02 meningkat dibanding tahun 2012 sebesar 70.53. Kenaikan tersebut mengindikasikan telah terjadi peningkatan kualitas manusia di Banyuwangi. Namun demikian, pencapaian peningkatan IPM di Kabupaten Banyuwangi masih lebih rendah dibandingkan perkembangan IPM Provinsi Jawa Timur.
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014
Gambar 4.5. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur, Tahun 2010 – 2013 14
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
B IV PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 5
IDENTIFIKASI POTENSI DAERAH DAN DAYA SAING DAERAH
5.1 Kondisi Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir menunjukan tren yang semakin meningkat. Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi pada tahun 2013 sebesar 6,76 persen lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur (6,55 persen) dan Nasional (5,78 persen).
Ket: ***) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah
Gambar 5.1. Produk Domestik Bruto ADHK (juta Rupiah) dan ADHB (triliun Rupiah) Kabupaten Banyuwangi, 2010-2014 Ditinjau dari sisi kontribusi sektoral menurut harga berlaku menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertingggi sebesar 44 persen dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Banyuwangi.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah
Gambar 5.2. Kontribusi Sektoral Perekonomian Kabupaten Banyuwangi ADHB, tahun 2013
15
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Meskipun kontribusi sektor pertanian dan PHR menjadi kontributor terbesar pada pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi, namun dilihat dari pertumbuhannya, gambar 5.3 menunjukkan bahwa pertumbuhan terbesar ditunjukkan oleh sektor PHR dan Sektor Bangunan dan Konstruksi. Sementara, sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan terendah dalam pembentukan PDRB Banyuwangi. Pertumbuhan yang rendah mengindikasikan bahwa sumbangsih sektor pertanian semakin menunjukkan gejala penurunan. Sedangkan sektor PHR menunjukkan peningkatan dalam struktur perekonomian di Kabupaten Banyuwangi. Tabel 5.1. Realisasi Penerimaan Daerah Menurut Jenis Penerimaan (miliar rupiah), 2009-2013 Jenis Penerimaan 2009 2010 2011 2012 2013 Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah
21,48 30,77
26,13 20,81
32,45 21,62
40,77 24,81
65,94 28,65
7,99
8,79
9,98
14,50
14,54
26,73
34,93
49,31
60,23
74,10
60,62 9,77 766,83 79,91
69,52 14,29 761,90 81,60
66,09 18,86 815,16 81,91
71,27 29,43 1030,22 67,66
50,24 32,13 1154,50 77,00
-
-
-
-
0,41
57,72
75,86
87,62
82,17
95,56
61,59
103,29
231,98
210,00
293,37
18,94
10,52
35,33
59,37
30,62
1,33 -
0,54
-
-
-
1143,69
1208,16
1450,32
1690,43
1917,06
Dana Perimbangan a. Bagi Hasil Pajak b. Bagi Hasil Bukan Pajak c. Dana Alokasi Umum (DAU) d. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah a. Pendapatan Hibah b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan pemerintah daerah lainnya c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus d. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya e. Sumbangan Pihak Ketiga f. Pendapatan Lainnya
Total
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
5.2 Potensi Daerah Kabupaten Banyuwangi Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi yang terletak di ujung timur pulau Jawa, memiliki luas wilayah mencapai 5.782,50 km2 menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Timur. 5.2.1 Potensi Sektor Pertanian Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah dengan luas 5.782,50 km2 merupakan daerah terluas di Provinsi Jawa Timur. Sehingga tidak mengherankan jika potensi utama Kabupaten Banyuwangi masih didominasi oleh sektor yang mengandalkan lahan yang relatif luas. Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi. Potensi yang dimiliki sektor pertanian adalah sebagai berikut:
16
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
A. Pertanian Tanaman Pangan Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, bidang pertanian tanaman pangan Kabupaten Banyuwangi memiliki tiga produk unggulan yang menjadi andalan untuk dikembangkan yakni komoditas padi, jagung, dan kedelai. Tabel 5.2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Pertanian Tanaman Pangan Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2013 KOMODITAS
Padi sawah Padi lading Total Padi Jagung Kedelai Kacang tanah Kacang hijau Ubi kayu Ubi jalar
PRODUKTIVITAS (kw)
LUAS PANEN (ha)
2012 121.377 1.064 122.441 22.032 27.257 1.353 3.439 1.841 1.063
2013 115.498 2.163 117.661 20.847 34.021 1.078 3.329 1.963 701
2012 65,3 58,82
2013 65,87 55,25
64,05 19,68 15,85 12,91 193,46 237,14
62,7 19,82 15,85 12,91 191,86 237,97
PRODUKSI (Ton)
2012 792.592 6.258 798.850 141.115 53.642 2.145 4.440 35.616 25.208
2013 760.827 11.951 772.778 130.711 67.430 1.709 4.298 37.662 16.682
Sumber: Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013
Selanjutnya, perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas padi berdasarkan kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 sebagai berikut: Tabel 5.3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 Padi Sawah Kecamatan Pesanggaran Siliragung Bangorejo Purwoharjo Tegaldlimo Muncar Cluring Gambiran Tegalsari Glenmore Kalibaru Genteng Srono Rogojampi
Luas Panen (ha) 3.829 4.150 3.450 4.428 3.731 4508 5.886 5.100 3.662 5.792 3.484 5.506 7.948 6.677
Produksi (ton) 25.298 27.369 24.015 35.592 28.829 33.066 42.838 37.954 25.993 38.882 20.841 35.965 55.644 42.639
Padi Ladang Produktivitas (Ku/ha) 66,07 65,95 69,61 80,38 77,27 73,35 72,78 74,42 70,98 67,13 59,82 65,32 70,01 63,86
Luas Panen (ha) 195 45 275 0 200 4 475 0 61 268 0 50 0 0
Produksi (ton) 850 190 1.725 0 1.008 22 2.701 0 319 1.518 0 317 0 0
Produktivitas (Ku/ha) 43,57 42,12 62,73 0 50,39 55,00 56,86 0 52,23 56,65 0 63,40 0 0
17
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
Padi Sawah Kecamatan Kabat Singojuruh Sempu Songgon Glagah Licin Banyuwangi Giri Kalipuro Wongsorejo Total
Luas Panen (ha) 7.480 8.024 5.386 7.430 4.635 4.905 1.806 3.597 1.580 2.504
Produksi (ton) 47.326 40.321 35.795 49.499 27.689 30.524 10.310 20.913 8.693 14.829
2015
Padi Ladang Produktivitas (Ku/ha) 63,27 50,25 66,46 66,62 59,74 62,23 57,09 58,14 55,02 59,22
115.498 760.824 65,87 Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013
Luas Panen (ha) 50 0 200 0 0 0 0 0 0 340
Produksi
2.163
Produktivitas
(ton) 314 0 1.250 0 0 0 0 0 0 1.736
(Ku/ha) 62,75 0 62,60 56,13 0 0 0 0 0 51,06
11.950
55,25
Produktivitas padi yang tinggi di Kabupaten Banyuwangi disebabkan oleh besarnya potensi lahan padi yang merata di semua kecamatan. Produksi padi sawah terbesar terdapat di Kecamatan Srono dengan total produksi sebesar 55.644 ton, sedangkan produksi padi sawah terendah terdapat di Kecamatan Kalipuro yaitu 8.693 ton. Produksi padi ladang terbesar terdapat di Kecamatan Wongsorejo dengan total produksi sebesar 1.736 ton, sedangkan produksi padi ladang terendah terdapat di Kecamatan Muncar yaitu 22 ton. Tabel 5.4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung dan Kedelai Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 Jagung Kecamatan Pesanggaran Siliragung Bangorejo Purwoharjo Tegaldlimo Muncar Cluring Gambiran Tegalsari Glenmore Kalibaru Genteng Srono Rogojampi
Luas Panen (ha) 1.474 1.180 440 381 2.259 910 807 128 478 566 455 48 814 452
Produksi (ton) 9.849 7.871 2.840 2.537 15.542 6.166 5.252 700 2.770 3.059 2.625 238 5.050 2.289
Kedelai Produktivitas (Ku/ha) 66,82 66,70 64,55 66,58 68,80 67,76 65,08 54,69 57,95 54,05 57,69 49,58 62,04 50,64
Luas Panen (ha) 2.330 870 3.325 8.174 8.783 3.655 2.421 851 988 0 0 135 777 282
Produksi
Produktivitas
(ton) 4.241 1.586 6.374 17.018 17.724 7.672 4.547 1.614 1.859 0 0 244 1.448 531
(Ku/ha) 18,20 18,23 19,17 20,82 20,18 20,99 18,78 18,97 18,82 0 0 18,07 18,64 18,82
18
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
Jagung Kecamatan Kabat Singojuruh Sempu Songgon Glagah Licin Banyuwangi Giri Kalipuro Wongsorejo Total
Luas Panen (ha) 209 44 215 35 151 72 20 150 824 8.735 20.847
Produksi (ton) 1.150 245 1.190 195 805 394 105 835 4.610 54.402 130.719
2015
Kedelai Produktivitas (Ku/ha) 55,02 55,68 55,35 55,71 53,31 54,72 52,50 55,67 55,95 62,28 62,70
Luas Panen (ha) 18 2 1.160 0 0 0 0 0 0 250 34.021
Produksi (ton) 33 4 2.102 0 0 0 0 0 0 444 67.441
Produktivitas (Ku/ha) 18,44 17,50 18,12 0 0 0 0 0 0 17,76 19,82
Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013
B. Perikanan Sub sektor pertanian yang juga memiliki potensi cukup besar bagi Kabupaten Banyuwangi adalah perikanan. Produksi ikan tangkap di perairan Kabuoaten Banyuwangi terbagi menjadi jenis tangkapan di parairan laut dan perairan umum. Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa produksi perikanan tangkap di perairan laut dan perairan umum pada tahun 2010-2013 mengalami peningkatan produksi. Pada tahun 2013, produksi ikan tangkap di perairan laut mencapai 49.551,44 ton lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi serupa juga ditunjukkan oleh hasil produksi ikan tangkap di perairan umum yang mengalami peningkatan mencapai 131,57 ton pada 2013, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Tabel 5.5. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Jenis Penangkapan (Ton), Tahun 2010 – 2013 Tahun 2010
Jenis Penangkapan Perairan Laut Perairan Umum 29.264,33 111,19
2011
40.425,84
101,76
2012
44.469,36
106,69
2013
49.551,44
131,57
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2013
Potensi ikan laut di Kabupaten Banyuwangi sangat melimpah. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa banyaknya jenis ikan yang menjadi komoditas. Jenis ikan tersebut antara lain Lemuru, Tongkol, Tuna, Layang, Lele, Nila, dan Udang. Berikut merupakan tabel produksi dan nilai produksi komoditas perikanan tangkap Kabupaten Banyuwangi:
19
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Tabel 5.6. Jumlah Produksi & Nilai Produksi Per Jenis Komoditas Hasil Tangkapan Ikan Perairan No
Komoditas o
1 Mas 2 Sidat 3 Nila 4 Tawes 5 Mujair 6 Patin Jambal 7 Gabus 8 Lais 9 Lele 10 Toman 11 Sepat Siam 12 Tambakan 13 Belida 14 Nilem 15 Sili 16 Gurami 17 Jambal 18 Ikan lain 19 Udang Galah 20 Udang Tawar 21 Udang Grago 22 Udang Lainnya 23 Siput 24 Kodok 25 Belut 26 Binatang air lainnya Jumlah
Produksi (Kg) 2011 2012 4.304 4.458 10 18.095 16.797 17.563 6.410 6.683 19.740 20.758 7.860 8.245 30 30 4.710 4.960 897 989 6.215 6.834 6.369 6.727 105 105 10.671 10.966 17.377 245 274 101.740 106.687
Nilai Produksi (Rp) 2011 2012 30.339.000 33.883.750 80.000 167.144.500 113.418.750 129.459.000 44.379.500 50.292.750 105.861.250 124.337.500 49.887.000 56.791.000 255.000 255.000 31.498.500 36.621.000 7.889.000 10.258.000 23.926.000 32.279.000 60.994.000 71.281.750 212.500 212.500 88.667.500 96.114.500 147.165.750 500.000 712.500 705.073.750 809.642.750
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2013
C. Peternakan Sektor peternakan Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu produk unggulan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. Luasnya lahan dan melimpahnya ketersediaan pakan ternak menjadikan masyarakat tidak kesulitan untuk mengembangkan usaha peternakan. Usaha peternakan di Kabupaten Banyuwangi terrbagi menjadi peternakan besar, peternakan kecil dan unggas. Menurut Dinas Peternakan disebutkan terdapat tujuh jenis ternak yang menjadi unggulan utama di Kabupaten Banyuwangi, yaitu Sapi potong, Sapi perah, Kerbau, Kambing, Domba, Ayam, Itik.
20
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Tabel 5.7. Populasi Ternak di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2013 Jenis Ternak Kategori: Ternak Besar Sapi Perah Sapi Potong Kuda
2010
2011
2012
2013
344
309
1.358
1.202
130.654
145.569
163.402
92.947
793
743
4.611
3.722
Kerbau Kategori: Ternak Kecil Kambing
4.934
8.543
772
618
59.377
63.370
71.127
79.743
Domba
46.064
46.759
61.715
62.293
Babi Kategori Unggas Buras
1.352
1.352
943
1.067
992.484
1.290.231
1.574.273
1.290.339
Ras
479.200
599.000
675.547
659.458
1.799.500
449.875
2.335.710
580.447
230.651
253.717
379.327
285.353
Entok
23.848
25.042
n.a
32.413
Kelinci
7.934
7.799
7.716
8.101
17.736
15.436
22.765
25.336
286
300
399
300
17.843
17.017
17.306
20.833
Ras Pedaging Itik
Burung Puyuh Burung wallet *) Burung dara
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Banyuwangi, 2014
Berdasarkan tabel 5.7, dilihat dari kategori peternakan besar, populasi ternak besar yang terdiri dari sapi perah, sapi potong, kuda dan kerbau menunjukkan kecenderungan meningkat sepanjang 2010-2013. Tabel 5.8. Produksi Peternakan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2013 Produksi Jenis 2010 2011 2012 2013 5.717.905 6.254.039 4.582.172 7.144.000 Daging (Kg) 7.099.113 8.937.275 7.497.059 31.657.000 Telur (Kg) 598.766 552.905 1.242.783 7.643.662 Susu (Liter) Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Banyuwangi, 2014
Produksi peternakan di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan tabel 5.9, dapat dilihat bahwa total produksi daging terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 7.144.000 kg, sedangkan produksi daging terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 4.582.172 Kg. Selanjutnya produksi telor terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 31.657.000 Kg dan produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 7.099.113 Kg. Produksi susu terbesar terjadi pada tahun 2013
21
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
yaitu 7.643.662 liter dan produksi susu terendah terjadi pada tahun 2011 dengan total produksi sebesar 552.905 liter. 5.2.2
Potensi Sektor Industri Kabupaten Banyuwangi memiliki komitmen yang kuat dalam pengembangan sektor industri. Mengacu pada data BPS, sektor industri di Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi dua yakni UMKM dan Industri Besar dan Sedang.. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM, sebesar 99,81 persen kategori industri berupa UMKM, sedangkan industri besar dan sedang hanya 0,19 persen dengan pertumbuhan jumlah UMKM di Kabupaten Banyuwangi terus mengalami peningkatan yang signifikan. Persebaran UMKM berdasarkan sektor diketahui bahwa berdasarkan jumlah UMKM sebanyak 296.709 unit pada tahun 2013 pada umumnya struktur UMKM masih didominasi oleh usaha di sektor pertanian. Jumlah UMKM yang bergerak dalam sektor pertanian adalah sebanyak 51% dari keseluruhan total UMKM yang ada atau sebanyak 151.322 unit sedangkan sisanya 144.786 unit adalah UMKM yang bergerak diluar sektor pertanian, baik itu disektor jasa maupun industri pengolahan. Usaha diluar sektor pertanian yang terbesar adalah di bidang jasa perdagangan hotel dan restoran, lainnya adalah di bidang industri pengolahan. Tabel 5.9. Persebaran Unit UMKM di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2013 Sektor Total Unit Persentase Pertanian 151.322 51% Pertambangan dan Penggalian 2.967 1% Industri Pengolahan 29.671 10% Listrik, Gas, dan Air Bersih 0% Konstruksi 0% Perdagangan, Hotel, dan Restoran 83.079 28% Pengangkutan dan Komunikasi 5.934 2% Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0% Jasa-jasa 23.737 8% Jumlah 296.709 100% Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM, Kabupaten Banyuwangi, 2013
Selanjutnya, berdasarkan karakteristik usaha, UMKM di Kabupaten Banyuwangi didominasi oleh UMKM dalam skala mikro (50,48 persen sektor pertanian dan 43,96 persen sektor non-pertanian). Karakteristik UMKM dengan skala tersebut pada umumnya memiliki karakteristik lemah di permodalan, lemah di perputaran usaha, lemah di pemasaran dan beberapa kelemahan lainnya. Disamping itu, karaktersitik UMKM yang juga melekat lainnya dengan skala tersebut adalah lemah dalam bidang inovasi. UMKM dengan skala tersebut pada umumnya dalam hal teknologi menggunakan terknologi yang sederhana dengan kualitas produk yang masih rendah, sehingga UMKM memerlukan upaya terobosan ide-ide kreatif agar mampu bertahan dan berkembang di tengah keterbatasannya.
22
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Tabel 5.10. Karakteristik UMKM di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2013 Sektor Total Unit Persentase Pertanian: - Mikro 50,48 149.786 - Kecil 0,66 1.961 - Menengah 0,06 176 Non-Pertanian: - Mikro 43,96 130.418 - Kecil 4,49 13.308 - Menengah 0,36 1057 Jumlah 296.709 100 Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM, Kabupaten Banyuwangi, 2013
5.2.3
Potensi Sektor Pariwisata Kekayaan wisata Kabupaten Banyuwangi cukup banyak dan bervariasi mulai wisata pegunungan, wisata pantai, wisata perkebunan, wisata agro, hingga wisata budaya. Konsep pariwisata Kabupaten Banyuwangi dikenal dengan triangle diamonds atau segitiga berlian. Konsep tersebut mengombinasikan kesinambungan antar obyek wisata mulai obyek wisata pesisir, perkebunan, kehutanan sampai obyek wisata pegunungan. Pada tahun 2015, guna meningkatkan iklim pariwisata di Kabupaten Banyuwangi, pemerintah daerah telah menyusun beragam kegiatan yang bernama “Banyuwangi Festival 2015”. Pada even tersebut, terdapat sebanyak 36 kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015.
Gambar 5.4. Kegiatan Banyuwangi Festival 2015 23
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
5.3 Identifikasi Daya Saing Daerah 5.3.1 Hasil Analisis Tipologi Klassen Dalam upaya untuk membangun suatu daerah, menurut teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike), bahwa setiap wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, untuk mengetahui sektor potensial tersebut dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan Analisis Tipologi Klassen. Hasil analisa tipologi klassen, dapat ditarik ringkasan bahwa di Kabupaten Banyuwangi terdapat 5 sektor yang diunggulkan yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Tabel 5.11. Hasil Analisis Klassen Tipologi Pendekatan Sektoral Banyuwangi Y Sektoral ≥ Y PDRB
rSektoral ≥ rPDRB
rSektoral < rPDRB
Y Sektoral < YPDRB
Unggulan Sektor Pertanian Sektor Pertambangan & penggalian Perdag, Hotel dan Restoran Pengangkutan & Komunikasi Jasa-Jasa Potensial Industri Pengolahan Keu.Persewaan & Jasa Keuangan
Berkembang Listrik, Gas & Air bersih Bangunan
Terbelakang -
Sumber: PDRB Banyuwangi, Banyuwangi Dalam Angka 2014 (diolah)
5.3.2 Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Location quotient (LQ) adalah suatu perbandingan antara besarnya peran suatu sektor di Kabupaten Banyuwangi terhadap besarnya peran sektor tersebut di tingkat yang lebih tinggi, yaitu Provinsi Jawa Timur.. Tabel 5.12. Analisis LQ Kabupaten Banyuwangi ADHK 2000, Tahun 2009-2013 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js Perushn Jasa-jasa
2009 2010 2011* 2012** 2013*** 3,03 1,97 0,25 0,35 0,26 0,82 0,63 1,11 0,59
3,14 1,94 0,25 0,34 0,26 0,81 0,60 1,08 0,60
3,22 1,97 0,25 0,33 0,27 0,82 0,58 1,07 0,61
3,29 2,05 0,25 0,33 0,28 0,83 0,56 1,05 0,62
3,36 2,08 0,26 0,33 0,28 0,85 0,54 1,06 0,62
Basis/Non Basis Basis Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis
Ket: *) Angka Perbaikan; **) Angka Sementara; ***) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah.
24
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
5.3.3 Hasil Analisis Shift Share (SS) Analisis shift-share merupakan tehnik yang menggambarkan performance (kinerja) sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan kinerja sektor-sektor perekonomian nasional. Tabel 5.13. Perubahan Output Sektoral Kabupaten Banyuwangi ADHK Tahun 2010 dan 2013 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js Perushn Jasa-jasa PDRB
2010
2013***
Perubahan PDRB
%
5.185.828 485.195 698.108 50.201 93.624 2.778.110 483.920 648.097 592.109
5.993.530 581.649 854.372 58.693 124.582 3.798.288 591.509 798.105 710.976
807.702 96.454 156.263 8.492 30.957 1.020.178 107.589 150.008 118.866
15,58 19,88 22,38 16,92 33,07 36,72 22,23 23,15 20,08
11.015.195
13.511.707
2.496.512
22,66
Ket: ***) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah.
Total perubahan output Kabupaten Banyuwangi sejak 2010 hingga 2013 adalah 2.496.512 (juta rupiah) atau mengalami pertumbuhan PDRB sebesar 22,66 persen. Sementara, perubahan output sektoral Provinsi Jawa Timur periode 20102013 dan menunjukkan bahwa PDRB Provinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan sebesar 22,54 persen. Tabel 5.14. Perubahan Output Sektoral Provinsi Jawa Timur ADHK tahun 2010 dan 2013 (Juta Rupiah) Pertanian Pertambangan dan Penggalian
51.329.548 7.757.319
55.330.095 8.697.627
Perubahan PDRB 4.000.547 940.307
Industri Pengolahan
86.900.779
103.497.232
16.596.453
19,10
4.642.081
5.486.499
844.417
18,19
Lapangan Usaha
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan dan Konstruksi
2010
2013***
% 7,79 12,12
10.992.599
14.006.020
3.013.420
27,41
106.229.112
139.431.307
33.202.194
31,26
Pengangkutan dan Komunikasi
25.076.424
33.837.742
8.761.317
34,94
Keuangan, Persewaan & Js Perushn
18.659.490
23.455.842
4.796.351
25,70
Jasa-jasa
30.693.407
35.686.078
4.992.670
16,27
PDRB 342.280.764 Ket: ***) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.
419.428.445
77.147.680
22,54
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Dikarenakan kita meletakkan Kabupaten Banyuwangi dalam konteks kawasan Provinsi Jawa Timur, maka angka 2.482.748 (juta rupiah) dapat dinamakan sebagai regional growth share (RGS). Selisih positif antara 2.482.748 25
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
(juta rupiah) dengan 2.496.512 (juta rupiah) merupakan gain bagi Kabupaten Banyuwangi (jika sebaliknya merupakan loss). Tabel 5.15. Regional Growth Share (RGS) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js Perushn Jasa-jasa TOTAL
Regional Growth Share (RGS) Juta Rupiah Persen 1.168.849 22,54 109.360 22,54 157.349 22,54 11.315 22,54 21.102 22,54 626.167 22,54 109.072 22,54 146.077 22,54 133.457 22,54 2.482.748 22,54
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.
Tabel 5.16. Industrial Mix Share (IMS) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js Perusahaan Jasa-jasa TOTAL
Industrial Mix Share (IMS) Juta Rupiah Persen (76.467.367) (14,75) (5.054.637) (10,42) (2.402.286) (3,44) (218.317) (4,35) 456.314 4,87 24.213.928 8,72 6.000.206 12,40 2.051.440 3,17 (3.714.323) (6,27) (55.135.042) (10,07)
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.
Pada kenyataanya, pertumbuhan sektoral di setiap daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi. Kondisi tersebut dapat terjadi dalam suatu daerah maupun antar daerah. Untuk mengetahui pertumbuhan sektoral antar daerah maupun dengan wilayah yang lebih tinggi (Provinsi) digunakan Local share (LS). Local share (LS) adalah untuk mengukur apakah pertumbuhan per sektor di Kabupaten Banyuwangi sama, lebih cepat, atau lebih lambat dibanding pertumbuhan per sektor yang sama di wilayah Provinsi Jawa Timur. Tabel 5.17. Local Share (LS) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih
Local Share (LS) Juta Rupiah Persen 40.352.723 7,78 3.764.092 7,76 2.293.743 3,29 (63.978) (1,27)
26
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
Lapangan Usaha Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js Perushn Jasa-jasa TOTAL
2015
Local Share (LS) Juta Rupiah Persen 529.216 5,65 15.187.290 5,47 (6.148.496) (12,71) (1.658.288) (2,56) 2.255.249 3,81 56.511.551 17,21
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah
Dari hasil perhitungan tiga komponen di atas, dapat dilakukan checking sebagai berikut: Komponen Regional Growth Share (RGS) : Komponen Industrial Mix Share (IMS) : Komponen Local Share (LS) : Perubahan Output Kabupaten Banyuwangi
2.482.748 -55.135.042 56.511.551 + 3.859.257
Dari hasil analisis Shift Share (SS) untuk masing-masing sektor di Kabupaten Banyuwangi terhadap Provinsi Jawa Timur sebagai berikut: a. Sektor Pertanian Sektor pertanian, mengalami perubahan perekonomian sebesar 1.168.849 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -76.467.367 (juta rupiah) atau 14,75 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 40.352.723 (juta rupiah) atau 7,78 persen. Ini berarti pada sektor pertanian di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur. b. Sektor pertambangan dan penggalian Sektor pertambangan dan penggalian, mengalami perubahan perekonomian sebesar 109.360 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -5.054.637 (juta rupiah) atau -10,42 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 3.764.092 (juta rupiah) atau 7,76 persen. Ini berarti pada sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur. c. Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 157.349 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -2.402.286 (juta rupiah) atau 27
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
d.
e.
f.
g.
2015
3,44 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Industri Pengolahan mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2.293.743 (juta rupiah) atau 3,29 persen. Ini berarti pada sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, mengalami perubahan perekonomian sebesar 11.315 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -218.317 (juta rupiah) atau -4,35 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -63.978 (juta rupiah) atau -1,27 persen. Ini berarti pada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih di Kabupaten Banyuwangi memiliki daya saing yang lemah di banding Provinsi Jawa Timur. Sektor Bangunan dan Konstruksi Sektor Bangunan dan Konstruksi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 21.102 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 456.314 (juta rupiah) atau 4,87 persen. Ini menunjukkan bahwa Sektor Bangunan dan Konstruksi mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 529.216 (juta rupiah) atau 5,65 persen. Ini berarti pada Sektor Bangunan dan Konstruksi di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, mengalami perubahan perekonomian sebesar 626.167 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 24.213.928 (juta rupiah) atau 8,72 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 15.187.290 (juta rupiah) atau 5,47 persen. Ini berarti pada sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Kabupaten Banyuwangi memiliki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 109.072 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 6.000.206 (juta rupiah) atau 12,40 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Pengangkutan dan Komunikasi mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
28
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
penurunan output ekonomi sebesar 6.148.496 (juta rupiah) atau -12,71 persen. Ini berarti pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang lemah di banding Provinsi Jawa Timur. h. Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 146.077 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2.051.440 (juta rupiah) atau 3,17 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -1.658.288 (juta rupiah) atau -2,56 persen. Ini berarti pada sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur. i. Sektor Jasa-jasa Sektor Jasa-jasa, mengalami perubahan perekonomian sebesar 133.457 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -3.714.323 (juta rupiah) atau -6,27 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa-jasa mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2.255.249 (juta rupiah) atau 3,81 persen. Ini berarti pada sektor Jasa-jasa di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara industrial mix share (IMS) dan local share (LS) di setiap sektor perekonomian. Apabila PB>0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Banyuwangi termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya sektor perekonomian di Kabupaten Banyuwangi termasuk kelompok yang degresif (mundur). Tabel 5.18. Hasil Perhitungan Pergeseran Bersih (PB) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js Perushn Jasa-jasa TOTAL
Pergeseran Bersih Juta Rupiah Persen (36.114.644) (6,96) (1.290.545) (2,66) (108.543) (0,16) (282.295) (5,62) 985.530 10,53 39.401.218 14,18 (148.290) (0,31) 393.152 0,61 (1.459.074) (2,46) 1.376.509 7,14 29
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah
Berdasarkan Tabel 5.18, secara agregat pergeseran bersih di Kabupaten Banyuwangi menghasilkan nilai positif, yang turut memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan PDRB pada periode 2010-2013 di Kabupaten Banyuwangi sebesar 1.376.509 (juta rupiah). Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum, Kabupaten Banyuwangi termasuk kedalam kelompok daerah yang progresif (maju). Ditingkat sektoral, tiga (3) sektor memiliki nilai PB>0 yaitu sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor yang memiliki nilai PB<0 adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor penganggkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Analisis Kuadran Analisis kuadran digunakan untuk menentukan posisi masing-masing sektor dalam empat kelompok/kuadran. Metodenya adalah melakukan ploting grafik data Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS) dari analisis ShiftShare sektoral Kabupaten Banyuwangi. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 5.5. Berdasarkan gambar 5.5, masing-masing sektor ekonomi telah mengelompok ke dalam empat kuadran. Pada kuadran I (IMS dan LS positif) ditempati oleh sektor 4, 5, dan 6, yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor-sektor yang terdapat pada kuadran I memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Sektor-sektor tersebut juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain.
KUADRAN II
KUADRAN I
KUADRAN III
KUADRAN IV
Sumber: Data diolah, 2015
Gambar 5.5. Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS) Sektor Ekonomi di Kabupaten Banyuwangi Pada kuadran II (IMS negatif dan LS positif) ditempati oleh sektor 1, 2, 3 dan 9, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, serta sektor jasa-jasa. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor30
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
sektor yang terdapat pada kuadran II mempunyai kecenderungan sebagai sektor yang tertekan tetapi berpotensi (highly potential). Kelompok sektor ini memiliki tingkat daya saing yang tinggi tetapi laju pertumbuhannya lambat. Pada kuadran III (IMS negatif dan LS negatif) tidak ada satu sektor pun yang berada di kuadran tersebut. Sektor yang berada pada kuadran III dikategorikan sebagai sektor yang terbelakang dan berdaya saing lemah atau dikategorikan terbelakang (depressed). Terakhir, pada kuadran IV (IMS positif dan LS negatif) ditempati oleh sektor 7 dan 8, yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pada kuadran IV memberikan pengertian bahwa sektor-sektor tersebut berada pada posisi tertekan tapi sedang berkembang (developing). 5.4 Identifikasi Sektoral Daya Saing Daerah Paparan mengenai identifikasi daya saing daerah bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan daya saing daerah menurut indikator daya saing yakni input dan output. Tabel 5.19. Ringkasan Hasil Analisa LQ, SS, PB dan Kuadran Shift-Share IMS (76.467.367)
LS 40.352.723
PB
Kuadran
Basis
RGS 1.168.849
(36.114.644)
II
Basis
109.360
(5.054.637)
3.764.092
(1.290.545)
II
157.349
(2.402.286)
2.293.743
(108.543)
II
11.315
(218.317)
(63.978)
(282.295)
I
21.102
456.314
529.216
985.530
I
626.167
24.213.928
15.187.290
39.401.218
I
109.072
6.000.206
(6.148.496)
(148.290)
IV
146.077
2.051.440
(1.658.288)
393.152
IV
133.457
(3.714.323)
2.255.249
(1.459.074)
II
Sektor
LQ
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Restoran dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis
Non Basis Sumber: Data diolah, 2015 Jasa-jasa
Berdasarkan tabel 5.19, gambaran mengenai posisi masing-masing sektor ekonomi Kabupaten Banyuwangi terhadap Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: a. Sektor pertanian Karakteristik sektor pertanian merupakan sektor basis, memiliki daya saing yang kuat namun pertumbuhannya lambat, sehingga posisi sektor pertanian merupakan kelompok sektor yang menunjukkan kecenderungan sebagai sektor yang tertekan tetapi berpotensi berkembang. b. Pertambangan dan Penggalian Karakteristik sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor basis, memiliki daya saing yang kuat namun pertumbuhannya lambat, dan merupakan sektor yang degresif tapi mempunyai potensi berkembang. c. Industri Pengolahan
31
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2015
Karakteristik sektor industri pengolahan merupakan sektor non basis, pertumbuhannya lambat namun daya saingnya kuat dan merupakan sektor yang progresif serta mempunyai potensi berkembang. Listrik, Gas dan Air Bersih Karakteristik sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor non basis, menunjukkan pertumbuhan yang kuat, daya saingnya lemah dan merupakan sektor yang progresif. Bangunan dan Konstruksi Karakteristik sektor bangunan dan konstruksi merupakan sektor non basis, pertumbuhannya cepat, daya saingnya kuat, serta menunjukkan perkembangan yang cepat. Perdagangan, Hotel dan Restoran Karakteristik sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor non basis, pertumbuhan dan daya saingnya kuat, serta menunjukkan perkembangan yang cepat. Sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, serta memiliki daya saing tinggi. Pengangkutan dan Komunikasi Karakteristik sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor non basis, pertumbuhannya cepat, namun daya saingnya lemah serta menunjukkan posisi tertekan tapi sedang berkembang. Sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing (daya saingnya rendah). Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Karakteristik sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor basis, pertumbuhannya cepat, namun daya saingnya lemah serta menunjukkan posisi tertekan tapi sedang berkembang. Sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing (daya saingnya rendah). Jasa-jasa Karakteristik sektor jasa-jasa merupakan sektor non basis, memiliki daya saing yang kuat namun pertumbuhannya lambat, dan merupakan sektor yang degresif tapi mempunyai potensi berkembang. Sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan lambat, tetapi sektor tersebut mampu bersaing.
32
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 6
2015
STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH
6.1. Hasil Analisis SWOT Analisis SWOT dalam rangka pemilihan alternatif kebijakan peningkatan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi. Tabel 6.1. Perumusan Faktor Internal dan Faktor Eksternal No. 1
2
Faktor Faktor Internal 1) Posisi geografis Kabupaten Banyuwangi 2) Kondisi topografi Kabupaten Banyuwangi yang bervariasi (dataran tinggi, dataran rendah, dan daerah dengan susunan bebatuan yang berbeda-beda); 3) Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Banyuwangi; 4) Ketersediaan infrastruktur dasar; 5) Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah pertanian; 6) Sarana dan prasarana perekonomian seperti pasar dan kawasan ekonomi lainnya di Kabupaten Banyuwangi; 7) Etos kerja, keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian mikro; 8) Kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Banyuwangi; 9) Potensi Sumber Daya Alam; 10) Tingkat partisipasi masyarakat; 11) Adanya kewenangan dalam menyusun peraturan perundangan untuk mengoptimalkan potensi daerah; 12) Potensi pariwisata; 13) Pemerataan hasil-hasil pembangunan daerah; 14) Upaya mensosialisasikan potensi daerah kepada pihak luar (swasta/investor); 15) Penentuan skala prioritas pembangunan; 16) Sistem birokrasi di Kabupaten Banyuwangi; 17) Pendapatan Asli Daerah dan Struktur APBD Kabupaten Banyuwangi Faktor Eksternal 1) Berbagai Undang-undang tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 2) Undang-undang tentang Pajak dan Retribusi 3) Undang-undang tentang UMKM; 4) Globalisasi, pasar bebas dan keterbukaan ekonomi dunia; 5) Implementasi ASEAN Economic Community 6) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi internasional; 7) Kondisi sosial politik di tingkat nasional; 8) Kondisi sosial politik di Kabupaten Banyuwangi; 9) Berbagai program pemerintah pusat; 10) Dukungan pemerintah pusat dalam bentuk transfer; 11) Penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah pusat; 12) Kemajuan tehnologi; 13) Berbagai kemajuan pembangunan yang dimiliki oleh daerah-daerah; 14) Investasi swasta di lingkungan Kabupaten Banyuwangi; 15) Kerjasama dengan daerah-daerah sekitar Kabupaten Banyuwangi.
Sumber: Kuisioner SWOT, 2015
33
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Berdasarkan penilaian responden, maka faktor-faktor internal dan faktorfaktor eksternal tersebut dapat dikategorikan menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, dapat dijelaskan pada tabel 6.2 berikut. Tabel 6.2. Hasil Analisis SWOT Kabupaten Banyuwangi Faktor Internal Kekuatan (Strength): Posisi geografis Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia Ketersediaan infrastruktur dasar Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah pertanian Sarana dan prasarana perekonomian Etos kerja, keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian mikro Potensi Sumber Daya Alam Potensi pariwisata
Kelemahan (Weaknesess): Kondisi topografi Kapasitas dan kinerja kelembagaan Tingkat partisipasi masyarakat Adanya kewenangan dalam menyusun peraturan Perundangan Pemerataan hasil-hasil pembangunan daerah Upaya mensosialisasikan potensi daerah Penentuan skala prioritas pembangunan Sistem birokrasi Pendapatan Asli Daerah dan Struktur APBD
Faktor Eksternal Peluang (Opportunity): Berbagai Undang-undang tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah Undang-undang tentang Pajak dan Retribusi Undang-undang tentang UMKM Kondisi sosial, politik, dan ekonomi internasional Kondisi sosial politik di Kabupaten Banyuwangi Berbagai program pemerintah pusat Dukungan pemerintah pusat dalam bentuk transfer Kemajuan teknologi Kerjasama dengan daerah-daerah sekitar Tantangan (Threat): Globalisasi, pasar bebas dan keterbukaan ekonomi dunia Implementasi ASEAN Economic Community Kondisi sosial politik di tingkat nasional Penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah pusat Berbagai kemajuan pembangunan yang dimiliki oleh daerah-daerah Investasi swasta
Sumber: Kuisioner SWOT, diolah. 2015
6.2. Daya Saing Daerah Menurut Indikator Input-Output Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran dalam studi tentang daya saing daerah tahun 2001 mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Dari konsep dan definisi mengenai daya saing tersebut, diketahui bahwa pada dasarnya daya saing daerah dihasilkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor input, output dan outcome yang ada di suatu daerah, dengan faktor input sebagai faktor utama pembentuk daya saing daerah yaitu kemampuan daerah, yang selanjutnya akan menentukan kinerja output yang merupakan inti dari kinerja perekonomian. Berdasarkan hasil identifikasi sektoral daya saing Kabupaten Banyuwangi, menggunakan analisis tipologi klassen, analisis LQ, dan
34
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
analisis shift-share, disimpulkan bahwa secara umum kondisi sektoral Kabupaten Banyuwangi memiliki posisi daya saing cukup baik serta menunjukkan pertumbuhan yang dinamis. 6.3. Daya Saing Daerah Menurut Indikator Input-Output 6.3.1. Indikator Input Daya Saing Lingkungan Usaha Produktif Lingkungan usaha produktif merupakan indikator dasar sebagai prasarat dalam menumbuhkan daya saing daerah. Indikator yang umumnya dipakai untuk menunjukkan lingkungan usaha produktif adalah prosentase penduduk berdasarkan pendidikan, tingkat kemiskinan, kepadatan penduduk, serta jumlah masyarakat yang melanggan listrik. Tabel 6.1. Persentase penduduk usia 10 th keatas menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2011-2013 Jenjang Pendidikan 2011 2012 2013 Tidak/Belum Pernah Sekolah 8,92 6,47 6,40 Tidak/Belum Tamat SD/MI 25,05 24,54 26,38 SD/MI 28,71 29,11 28,60 SLTP sederajat 19,78 18,87 17,82 SMA sederajat 14,45 16,20 17,50 Perguruan Tinggi 3,10 4,81 3,30 Sumber: Dinas Ketenagakerjaan, Kabupaten Banyuwangi, 2015
Masih tingginya komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan yang rendah di Kabupaten Banyuwangi mengakibatkan tingkat kemiskinan penduduk juga relatif cukup tinggi. Angka garis kemiskinan per kapita yang masih relatif rendah menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata penduduk di Kabupaten Banyuwangi juga masih relatif rendah. Dilihat dari jumlah penduduk miskin, data menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah penduduk miskin mulai tahun 2011 sampai dengan 2013. Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah dalam hal menurunkan jumlah penduudk miskin dapat dikatakan cukup berhasil, namun masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu menyusun kebijakan yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang nantinya akan berkontribusi pada meningkatnya perkapita garis kemiskinan dan menurunkan jumlah masyarakat miskin. Tabel 6.2. Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi, 2011-2013 Kemiskinan 2011 2012 2013 Garis Kemiskinan (GK), (Rupiah/Kapita) Jumlah Penduduk dibawah GK ( 000 jiwa ) Prosentase Penduduk Miskin ( P0 )
240.315 257.857 276.648 164,00
156,60
151,60
10,47
9,94
9,57
Sumber: Dinas Ketenagakerjaan, Kabupaten Banyuwangi, 2015
35
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, data BPS menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di tiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi cukup merata. Tingkat kepadatan penduduk tinggi merupakan pasar bagi produk barang dan jasa karena akan mudah dalam proses pemasaran. Sebaliknya daerah dengan tingkat kepadatan yang rendah merupakan tempat bagi pendirian lokasi-lokasi industri baru dikarenakan masih relatif rendahnya biaya.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.1. Tingkat kepadatan penduduk per Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi (penduduk/km2), 2013 Salah satu faktor pendukung dalam meningkatkan daya saing adalah keberadaan energi listrik di daerah. Energi listrik menjadi kebutuhan vital dalam kegiatan ekonomi. Salah satu ukuran ketersediaan energi listrik adalah jumlah masyarakat yang melanggan. Namun, distribusi listrik yang cukup merata di setiap kecamatan bukanlah jaminan bahwa aliran listrik telah memadai di masingmasing kecamatan. Maksudnya bahwa untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi harus mampu memastikan bahwa pasokan energi listrik di tiap kecamatan tersedia dalam jumlah yang mencukupi dan mampu mengalirkan listrik 24 jam. Mengingat aktivitas ekonomi saat ini sebagian besar sangat bergantung dengan energi listrik.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.2. Jumlah Pelanggan Listrik di Kabupaten Banyuwangi, 2013
36
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Perekonomian Daerah Perekonomian daerah menunjukkan potensi ekonomi dan struktur ekonomi suatu daerah dan merupakan pertimbangan penting dalam mendukung daya saing daerah. Dimensi yang digunakan untuk melihat kinerja perekonomian daerah meliputi pertumbuhan ekonomi daerah, laju inflasi, realisasi investasi daerah, serta Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yakni ukuran yang menyatakan besarnya tambahan modal yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit pengeluaran. Gambar 6.3 menunjukkan perkembangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi dibandingkan rata-rata Jawa Timur dan Nasional periode 2009 sampai dengan 2014. Secara umum pertumbuhan rata-rata Kabupaten Banyuwangi masih lebih tinggi dibandingkan Jawa Timur dan Nasional. Ketika pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan Nasional mengalami kecenderungan penurunan, justru pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi relatif meningkat.
8 6 4
5,01 5,06
6,68 6,12 6,1
7,16 6,86
6,5
7,22 7,27 6,23
5,86
5,78 5,02
4,55
2
6,94
6,76 6,55
Banyuwangi
Jawa Timur
Nasional
0 2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.3. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan Nasional, Tahun 2009-2014 Laju inflasi di Kabupaten Banyuwangi masih relatif lebih rendah dibanding rata-rata inflasi Jawa Timur. Menurut Samuelson (1998), inflasi dibawah 10% tergolong inflasi rendah (Creeping Inflation), artinya kenaikan harga mengalami pertumbuhan yang lambat dengan persentase yang kecil serta dalam waktu yang relatif lama. Inflasi yang tergolong rendah berdampak baik terhadap perekonomian karena mampu merangsang pelaku usaha untuk berproduksi lebih banyak. Sementara, relatif rendahnya inflasi mengakibatkan konsumen tidak tergerus pendapatannya akibat adanya kenaikan harga-harga, bahkan menguntungkan karena memiliki banyak pilihan terhadap barang-barang yang dibutuhkan. Dikaitkan dengan upaya peningkatan daya saing, inflasi dapat dijadikan salah satu referensi bagi pelaku usaha untuk melihat prospek usaha di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini dikarenakan inflasi merupakan rangsangan bagi pelaku usaha untuk lebih baik dalam proses produksi.
37
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.4. Perbandingan Tingkat Inflasi Kabupaten Banyuawangi dan Jawa Timur, Tahun 2010-2014 Salah satu pilar ukuran meningkatnya perekonomian daerah adalah realisasi investasi daerah. Investasi dapat berupa investasi dari masyarakat lokal atau investor dari luar daerah Banyuwangi bahkan dari penanaman modal asing. Perkembangan jumlah ijin investasi tahun 2012 dan 2013 menunjukkan peningkatan. Hingga maret 2015, ijin investasi sebanyak 558. Meskipun ijin investasi mengalami penurunan, khususnya periode 2013-2014, namun disisi lain, realisasi investasi jauh lebih tinggi dibanding ijin investasi. Hal ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Banyuwangi masih memberikan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Banyuwangi. 4,000
3,387
3,500
3,000 2,500
1.986
2.500
3,445
2.000
1.593
1.340
1.500
2,000 1,500
1.000
1,190
1,000
0,615
0,500
558
-
500 -
2012
2013
Jumlah Ijin
2014
Maret 2015*
Realisasi Investasi
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.5. Jumlah Ijin dan Realisasi Investasi, Tahun 2015 Data realisasi investasi Kabupaten Banyuwangi menunjukkan peningkatan yang signifikan. Namun peningkatan investasi tidak selalu berjalan paralel dengan dampak yang dihasilkan pada perekonomian. Efisiensi investasi merupakan salah satu penentunya. Untuk mengetahui efisiensi sebagai akibat dari meningkatnya
38
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
jumlah realisasi investasi dapat dilihat dari perkembangan nilai Incremental Capital to Output Ratio (ICOR). Semakin rendah nilai koefisien ICOR suatu sektor, semakin efisien perekonomian sektor tersebut. Demikian pula halnya dengan ICOR suatu wilayah, semakin rendah nilai koefisien ICOR, semakin efisien perekonomian di wilayah tersebut. Perkembangan ICOR Kabupaten Banyuwangi dibedakan menurut Lag-0, Lag-1 dan Lag-2. Rasio ICOR per tahun yang paling minimum berada pada Lag-2 tahun 2011 dengan nilai 1.74. Sehingga, dapat dikatakan bahwa nilai investasi yang efisien diperoleh dengan menggunakan pendekatan Lag-2. Artinya penambahan output akan diperoleh setelah investasi ditanam selama dua tahun yang lalu. Misalnya, jika terdapat penambahan PDRB senilai 4,33 triliun pada 2012, itu merupakan hasil dari penanaman investasi yang dilakukan pada tahun 2008 dengan nilai 2.40 triliun, demikian juga untuk setiap penambahan PDRB per tahun yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Tabel 6.3. Rata-rata ICOR Kabupaten Banyuwangi, 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
ICOR per tahun (Lag 0) 2.51 2.53 2.50 2.25 2,05 2.37
ICOR per tahun (Lag 1) 2.11 2.09 1.93 1.90 2.01
ICOR per tahun (Lag 2) 1,94 1.74 1.76 1.81
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Konsekuensi dari tingkat efisensi investasi yang berada pada lag 2, maka dapat dihitung tambahan yang dihasilkan terhadap masing-masing sektor. Artinya, setiap penambahan investasi akan selalu diikuti dengan meningkatnya nilai produksi barang dan jasa, kemudian dari seluruh nilai tambah bruto yang dihasilkan berdasarkan nilai produksi barang dan jasa tersebut akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ketenagakerjaan dan Sumberdaya Manusia
Ketenagakerjaan memiliki peran yang penting dalam mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan daya saing daerah. Dalam aktivitas produksi barang/jasa, keberadaan tenaga kerja memegang peranan penting terhadap keberhasilan proses produksi tersebut. Oleh sebab itu telaah mengenai ketenagakerjaan menjadi penting guna mengetahui kondisi ketenagakerjaan daerah, sebagai bahan kajian dalam pengambilan kebijakan peningkatan daya saing di Kabupaten Banyuwangi. Sebagai faktor input suatu produksi maka dapat dikatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja yang memadai menjadi kunci kelancaran suatu usaha. Secara ekonomis ketersediaan tenaga kerja yang memadai dapat meminimalisir biaya transaksi perusahaan. Dilihat dari tingkat pendidikannya, tingkat pengangguran tertinggi dijumpai adalah pada angkatan kerja dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi yaitu tingkat pendidikan SMA dan kemudian diikuti dengan pengangguran pada penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal ini mengindikasikan kurang tersedianya lapangan pekerjaan untuk tingkat pendidikan yang relatif 39
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
tinggi, sehingga banyak penduduk dengan pendidikan yang tinggi untuk memilih sebagai penganggur. Sedangkan penduduk dengan pendidikan rendah (tak terdidik) cenderung untuk memutuskan masuk ke pasar kerja dengan lapangan kerja apa saja, karena tidak banyaknya pilihan bagi mereka dan biasanya mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Apabila hal ini tidak dicarikan solusinya maka lingkaran setan kemiskinan akan mudah untuk terjadi dimana penduduk yang berpendidikan rendah dan biasanya berasal dari keluarga miskin akan tetap terus menjadi miskin. Tabel 6.4. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2014 Pendidikan Yang Laki – Laki Perempuan Jumlah Ditamatkan Belum Tamat SD 0 0 0 SD 15 20 15 SMP 174 44 218 SMA 2.259 977 3.236 Diploma 346 670 1.016 I/II/III/Akademika Universitas 945 1.399 2.344 Total 3.739 3.110 6.849 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM), posisi IPM Kabupaten Banyuwangi masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata IPM Jawa Timur. Namun demikian, tren IPM di kabupaten Banyuwangi menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan dalam pembangunan serta kualitas manusia di Kabupaten Banyuwangi.
74 73 72 71 70 69 68 67 66 65
71,06
68,36
2009
71,62
68,89
2010
72,18
69,58
2011
Banyuwangi
72,83
70,53
2012
73,54
71,02
2013
Jawa Timur
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur, Tahun 2009-2013
40
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur yang memadai dapat menciptakan iklim ekonomi yang dinamis. Oleh sebab itu peningkatan sarana-prasarana daerah baik sebagai penunjang atau pendukung aktivitas usaha menjadi sangat perlu untuk dikembangkan dan tingkatkan nilai kegunaannya. Infrastruktur merupakan faktor penting dalam mendukung kelancaran kegiatan usaha. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan usaha di daerah. Semakin besar skala usaha, maka kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur juga semakin besar sehingga dibutuhkan kesinambungan untuk menjaga ketersediaan dan kualitas infrastruktur tersebut. Terkait dengan kualitas dan ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan daya saing di Kabupaten Banyuwangi, salah satunya yakni jalan. Ketersediaan jalan sebagai sarana mobilitas dan trasnportasi yang menghubungkan antara daerah sangat penting peranannya baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dilihat dari sisi kualitas jalan di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan tingkat kualitas yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 kondisi jalan baik telah mencapai hampir 70% dari panjang jalan dan pada tahun 2013 meningkat hingga mencapai 90% kondisi jalan di Kabupaten Banyuwangi dalam kondisi baik. Dilihat dari sisi kuantitas atau panjang jalan juga menunjukkan tren yang cenderung meningkat. Hal ini dimaksudkan untuk menambah akses transportasi antar daerah sehingga komunikasi antar daerah sehingga aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Dalam beberapa tahun terakhir upaya peningkatan kualitas dan ketersediaan infrastruktur di Kabupaten Banyuwangi cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi infrastruktur fisik yakni salah satunya jalan menunjukkan kecenderungan peningkatan kualitas dari tahun ke tahun, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 6.9. Kondisi jalan yang baik terus meningkat sementara kondisi jalan yang rusak dan rusak berat terus dilakukan perbaikan. Tabel 6.5. Panjang Jalan Dirinci Menurut Jenis, Kondisi Jalan, dan Kelas Jalan Kabupaten Banyuwangi (Km) NO
KEADAAN
1
Jenis Permukaan a. Hotmix b. Lapen c. Tanah d. Lainnya JUMLAH Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak Berat JUMLAH
2
2009
JALAN KOTA/KABUPATEN 2010 2011 2012
2013
774,91 956,60 1.225,25 1.133,12 1.157,20 979,05 810,76 605 514,50 2.718,79 2.718,80 2.718,80
1.475,15 1.775,15 758,53 483,53 485,12 460,12 2.718,80 2.718,80
1.333,08 194,41 185,15 138,86 1.851,49
1.893,70 1.997,46 110,30 115,18 88,38 80,25 70,52 65,79 2.162,90 2.258,68
1.703,80 1.703,80 200,30 200,30 100,80 98,50 90 85,52 2.094,90 2.088,12
Sumber : Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banyuwangi, 2015
41
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Di bidang pendidikan, ketersediaan dan kondisi infrastruktur fisik ditunjukkan oleh rasio ketersediaan infrastruktur sekolah terhadap jumlah murid di Kabupaten Banyuwangi. Tabel 6.6. Rasio Ketersedian Sekolah terhadap Murid tingkat SD, SMP, dan SMA di Kabupaten Banyuwangi, 2014 SD
SMP
SMA
Kecamatan
Jumlah sekolah
Murid
Rasio
Jumlah sekolah
Murid
Rasio
Jumlah sekolah
Murid
Rasio
Pesanggaran
36
4647
0,775
6
1306
0,005
1
713
0,140
Siliragung
28
3446
0,813
7
2365
0,003
1
150
0,667
Bangorejo
30
4409
0,680
5
1670
0,003
2
812
0,246
Purwoharjo
32
4587
0,698
10
2552
0,004
3
1518
0,198
Tegaldlimo
35
3867
0,905
6
2266
0,003
3
985
0,305
Muncar
48
10409
0,461
14
3997
0,004
2
896
0,223
Cluring
44
5220
0,843
8
2250
0,004
1
731
0,137
Gambiran
32
5014
0,638
5
1521
0,003
2
876
0,228
Tegalsari
25
3558
0,703
3
1868
0,002
1
452
0,221
Glenmore
47
6797
0,691
7
2036
0,003
4
1052
0,380
Kalibaru
33
6010
0,549
8
2012
0,004
1
116
0,862
Genteng
42
8887
0,473
14
4710
0,003
6
2056
0,292
Srono
44
6786
0,648
13
3248
0,004
4
851
0,470
Rogojampi
48
7739
0,620
8
2638
0,003
3
1051
0,285
Kabat
39
4456
0,875
2
924
0,002
1
125
0,800
Singojuruh
29
4368
0,664
3
1540
0,002
1
591
0,169
Sempu
32
4985
0,642
8
2641
0,003
1
36
2,778
Songgon
29
3911
0,741
4
1531
0,003
1
75
1,333
Glagah
19
2498
0,761
2
1256
0,002
1
795
0,126
Licin
23
2105
1,093
2
409
0,005
0
0
0,000
Banyuwangi
39
12000
0,325
9
4842
0,002
4
1091
0,367
Giri
16
2709
0,591
3
1321
0,002
2
1057
0,189
Kalipuro
28
4907
0,571
6
1305
0,005
1
192
0,521
8
1597
0,005
2
635
0,315
Wongsorejo 37 5648 0,655 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Perbankan dan Lembaga Keuangan
Keberadaan lembaga keuangan di suatu daerah baik berupa lembaga perbankan maupun non perbankan diyakini mampu mempercepat proses pembangunan dan kemajuan ekonomi. Dimensi yang menjadi penentu daya saing ekonomi untuk faktor input perbankan dan lembaga keuangan adalah jumlah bank dan kinerja kredit yang disalurkan ke nasabah dan masyarakat. Dalam upaya meningkatkan daya saing daerah, peran sektor perbankan dan lembaga kuangan sangat penting. Peran penting tersebut ditunjukkan oleh 42
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
upaya lembaga keuangan mendukung kebutuhan pendanaan di bidang usaha melalui pengucuran kredit. Ketersediaan lembaga keuangan yang memadai akan memudahkan pelaku usaha untuk mengakses modal usaha terutama bagi usaha yang cenderung capital intensive. Ketersediaan lembaga keuangan Bank di Kabupaten Banyuwangi adalah sebegai berikut: Tabel 6.7. Jumlah Bank di Kabupaten Banyuwangi, 2013 No. Jenis dan Kelompok Bank Bank Kantor ATM 18 104 124 1 Bank Umum Devisa a. Bank Pemerintah 4 54 55 b. BPD 1 11 8 c. Bank Swasta Nasional 13 39 61 2
Bank Umum Non-Devisa a. Bank Pemerintah b. BPD c. Bank Swasta Nasional
3
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3 1 0 2
6 1 0 5
2 2 0 0
18
27
0
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Dari total 39 bank yang ada di Kabupaten Banyuwangi, total nilai kredit untuk usaha kecil yang berhasil disalurkan pada tahun 2012 sebesar Rp. 20,68 triliun pada tahun 2012, namun jumlah tersebut cenderung turun apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dengan posisi kredit usaha kecil yang terselurkan sebesar Rp. 21,12 Triliun. Kategori kredit yang disalurkan menunjukkan bahwa sebesar 50,97 persen telah disalurkan untuk kredit modal kerja, konsumsi sebesar 39,90 persen dan investasi sebesar 9,13 persen. Cukup tingginya proporsi realisasi kredit modal kerja menunjukkan bahwa masyarakat di Kabupaten Banyuwangi telah bankable dalam pengajuan kredit.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.7. Komposisi Kredit berdasarkan Jenisnya di Kabupaten Banyuwangi
43
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Ditinjau dari besaran realisasi kredit, gambar 6.9 menampilkan realisasi kredit mikro, ritel dan KUR di Kabupaten Banyuwangi. Jumlah realisasi kredit menunjukkan tren kenaikan. Alokasi kredit KUR menempati posisi tertinggi diikuti kredit mikro dan kredit ritel. Realisasi KUR pada Desember 2014 mencapai 2.252,4 meningkat pesat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 1.174,1.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.8. Realisasi Kredit Ritel, Mikro dan KUR di Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan dimensi-dimensi dalam indikator input daya saing, maka dapat dirangkum kondisi daya saing Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:
No. 1
2
Tabel 6.8. Kondisi Indikator Input Daya Saing Indikator Dimensi Kondisi Lingkungan usaha Prosentase penduduk Masih banyak penduduk produktif berdasarkan pendidikan berpendidikan rendah (SD, SMP) Tingkat kemiskinan, Kemiskinan relatif menurun kepadatan penduduk namun populasi penduduk terus bertambah Jumlah masyarakat Sebagian besar telah teraliri yang melanggan listrik listrik, namun kapasistas daya terpasang perlu diperhatikan Pertumbuhan ekonomi Perekonomian Relatif lebih tinggi daerah daerah dibanding rata-rata Provinsi dan nasional Laju inflasi Cukup stabil namun masih relatih tinggi dan berfluktuasi Realisasi investasi daerah Mengalami peningkatan 44
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
No.
Indikator
Dimensi
Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
3
Ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia
Pencari kerja berdasarkan pendidikan
IPM
4
Infrastruktur
Infrastruktur Jalan
Rasio jumlah sekolah terhadap murid 5
Perbankan dan lembaga keuangan
Ketersediaan jumlah Bank
Realisasi kredit bagi masyarakat
2015
Kondisi namun perlu diwaspadai dampak dari inflasi yang merangkak naik Alokasi investasi tergolong relatif efisien dengan Lag-2 Masih cukup banyak pencari kerja yang masuk sektor informal dikarenakan kualitas pendidikan yang relatif rendah (SD, SMP) Relatif lebih baik dengan kecenderungan meningkat namun masih lebih rendah dibanding rata-rata Jawa Timur Kondisi jalan baik dibanding jalan rusak relatif lebih baik. Terdapat upaya perbaikan yang signifikan Relatif cukup baik dengan rasio yang merata antar kecamatan Relatif cukup banyak namun perlu diperhatikan akses masyarakat terhadap bank (kepemilikan rekening) Mengalami peningkatan, kredit Modal kerja mendominasi (KUR)
6.3.2. Indikator Output Daya Saing Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja merupakan tingkat kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan produk. Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. Produktivitas dapat diukur berdasar pendekatan nilai tambah, ataupun perbandingan antar nilai tambah dengan sumber yang terpakai (resource used) dapat menunjukkan tingkat produktivitas. Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor ketenagakerjaan yang paling penting mengingat peranan produktivitas tenaga kerja yang tinggi dapat mendorong performa perusahan semakin baik. Produktivitas tenaga kerja dapat dilihat dari sisi kemampuannya untuk menghasilkan suatu output secara efektif dan efisien. Tinggi rendahnya produktivitas sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan pekerja.
45
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Berdasarkan data ketenagakerjaan mengenai distribusi tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi, distribusi tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi masih didominasi oleh pekerja yang relatif kurang terdidik, dengan tingkat pendidikan SMP dan dibawahnya. Pada tahun 2013, tingkat pendidikan tenaga kerja yang memiliki pendidikan SD atau dibawahnya masih sebesar 48,6 persen. Adapun besarnya distribusi pekerja Indonesia dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah merupakan indikasi dari kualitas pekerja yang juga relatif rendah. Tingkat Kesempatan Kerja
Tingkat kesempatan kerja adalah peluang seseorang penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Tingkat kesempatan kerja menggambarkan kesempatan seseorang untuk terserap pada pasar kerja. Data ketenagakerjaan Banyuwangi menunjukkan bahwa selama periode 2009-2013, total penyerapan tenaga kerja menunjukkan kecenderungan konstan dengan total penduduk yang bekerja adalah sekitar 800.000 jiwa. Hal ini merefleksikan terdapat periode jobless growth dimana pertumbuhan ekonomi tidak banyak memberikan peningkatan bagi penyerapan tenaga kerjanya. Dilihat dari lapangan usahanya, sektor pertanian masih menjadi sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi, dengan sebesar 33.1% dari total penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013. Meskipun demikian penyerapannya cenderung menurun dari tahun ke tahun, menandakan banyak tenaga kerja yang beralih dari sektor pertanian ke sektor yang lain. Sektor perdagangan menyerap tenaga kerja kedua terbesar dengan proporsi sebesar 24,3%, dan kemudian dilanjutkan dengan sektor jasa kemasyarakatan dan sektor industri pengolahan. Tabel 6.9. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Sektor Aktivitas dan Jenis Kelamin Sektor Aktivitas Pertanian Pertambangan Industri Penggolahan Listrik, air dan gas Bangunan Perdagangan Angkutan, Komunikasi Keuangan Jasa Kermasyarakatan Total
Laki Laki 172.748 7.264 27.861 566 63.653 96.653 22.388 11.013 21.074 492.768
Perempuan 100.388 511 64.254 104.187 1.444 5.887 55.689 332.340
Jumlah 273.136 7.775 112.115 566 63.653 200.388 23.532 16.880 126.763 825.108
Sumber: Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka (2014)
Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, mayoritas pekerja di Kabupaten Banyuwangi masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan yang rendah (SD dan SMP), dengan proporsi lebih dari 50%. Sebaliknya, hanya terdapat proporsi yang kecil untuk pekerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi yaitu SMA (17,2%) dan perguruan tinggi (3,21%). Pekerja terdidik cenderung memiliki kesempatan bekerja di sektor formal, sedangkan 46
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
pekerja yang kurang terdidik banyak yang bekerja di sektor informal. Kondisi ini selain menyiratkan belum terkordinasinya dengan baik hubungan antara dunia pendidikan dan lapangan usaha, juga menunjukkan relatif sedikitnya kesempatan kerja yang tersedia bagi seseorang yang memiliki pendidikan tinggi, sehingga banyak dari mereka yang memilih untuk sebagai penganggur atau bekerja di sektor informal. Kondisi sektor informal di Banyuwangi menunjukkan bahwa sektor informal telah menjadi sektor yang paling dominan dalam hal aktivitas ekonominya maupun dalam penyerapan tenaga kerjanya. Besarnya peranan sektor informal dalam penyerapan tenaga kerja ini sejalan dengan meningkatnya peranan sektor perdagangan dan sektor jasa di dalam perekonomian, selain juga masih dominannya peranan dari sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja.
Sumber: Sakernas
Gambar 6.9. Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Formal dan Informal, 2010-2013 PDRB per Kapita
PDRB per kapita merupakan gambaran dan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah/daerah. Juga merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu wilayah/daerah. Data perkembangan PDRB per kapita di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan kecenderungan peningkatan. Artinya telah terjadi peningkatan kesejahteraan di masyarakat.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.10. Perkembangan PDRB per kapita di Banyuwangi
47
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Berdasarkan dimensi-dimensi dalam indikator output daya saing, maka dapat dirangkum kondisi daya saing Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut: Tabel 6.10. Kondisi Indikator Output Daya Saing No. Indikator Dimensi Kondisi 1 Produktivitas Distribusi tenaga kerja Masih cukup besarnya tenaga kerja berdasarkan pendidikan komposisi tenaga kerja dengan pendidikan relatif rendah berdampak pada kualitas dan produktivitas 2 Tingkat Tingkat penyerapan Dominasi sektor informal kesempatan kerja kerja masih cukup besar dalam menyerap tenaga kerja sebagai akibat tingkat pendidikan yang relatif rendah 3
PDRB per kapita
Rasio PDRB terhadap Jumlah penduduk
PDRB perkapita cenderung meningkat, namun perlu diwaspadai dampak inflasi yang cenderung berfluktuasi dan upah yang relatif rendah
6.4. Perumusan Strategi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Berdasarkan hasil analisis SWOT diketahui keterkaitan antara faktor internal dan eksternal pembentuk daya saing daerah. Hasil interaksi antara faktor internal (faktor strength dan weakness) serta faktor eksternal (opportunity dan threat) dalam Matriks Interaksi IFAS – EFAS SWOT berikut: Tabel 6.11. Matriks Interaksi IFAS – EFAS SWOT
IFAS
EFAS Peluang (Opportunity): Berbagai Undang-undang tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah Undang-undang tentang Pajak dan Retribusi
Strength Posisi geografis Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia Ketersediaan infrastruktur dasar Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah pertanian Sarana dan prasarana perekonomian Etos kerja, keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian mikro Potensi Sumber Daya Alam Potensi pariwisata Dengan adanya dukungan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk transfer, pemerintah daerah dapat memanfaatkan modal dasar yang telah dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, seperti kondisi
Kelemahan (Weaknesess): Kondisi topografi Kapasitas dan kinerja kelembagaan Tingkat partisipasi masyarakat Adanya kewenangan dalam menyusun peraturan Perundangan Pemerataan hasil-hasil pembangunan daerah Upaya mensosialisasikan potensi daerah Penentuan skala prioritas pembangunan Sistem birokrasi Pendapatan Asli Daerah dan Struktur APBD Memperbaiki kapasitas, etos kerja, dan kinerja lembaga dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan meningkatkan partisipiasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan daerah dalam
48
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI Undang-undang tentang UMKM Kondisi sosial, politik, dan ekonomi internasional Kondisi sosial politik di Kabupaten Banyuwangi Berbagai program pemerintah pusat Dukungan pemerintah pusat dalam bentuk transfer Kemajuan teknologi Kerjasama dengan daerahdaerah sekitar
Tantangan (Threat): Globalisasi, pasar bebas dan keterbukaan ekonomi dunia Implementasi ASEAN Economic Community Kondisi sosial politik di tingkat nasional Penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah pusat Berbagai kemajuan
geografis yang menguntungkan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang mencukupi, potensi sumber daya alam, serta sarana dan prasarana dasar yang telah tersedia, untuk memaksimalkan pelaksanaan undang-undang Otonomi Daerah dan Undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, serta Undangundang Pajak dan Retribusi Daerah, dalam rangka meningkatkan PAD dan pembangunan daerah Kabupaten Banyuwangi; Dengan tersedianya sarana dan prasarana perekonomian yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi, pemerintah dapat memanfaatkan etos kerja, keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian mikro untuk semakin memperkuat perekonomian melalui industri kecil, UMKM, dan koperasi, dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi persaingan bebas; Mengembangkan potensi wisata yang dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan menjadikan Kabupaten Banyuwangi daerah wisata, karena selain memiliki potensi wisata yang cukup baik, kondisi sosial dan politik di Kabupaten Banyuwangi juga cukup kondusif untuk menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah tujuan wisata, sehingga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD); Mempertahankan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah pertanian/lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur, dengan memaksimalkan tehnologi yang semakin berkembang sehingga mampu menghasilkan produkproduk pertanian yang berkualitas unggul, serta memanfaatkan kerja sama dengan daerah-daerah lain di sekitar Kabupaten Banyuwangi. Mengelola dengan baik dukungan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk transfer, kondisi geografis yang menguntungkan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang mencukupi, potensi sumber daya alam, koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan para pelaku ekonomi, serta sarana dan prasarana dasar yang telah tersedia, dalam rangka mengejar
2015
rangka memaksimalkan pelaksanaan otonomi daerah, dan meningkatkan PAD melalui Undang-undang Pajak dan Retribusi yang baru; Melakukan reformasi birokrasi dan melakukan promosi berbagai potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi dalam rangka menarik minat investor, karena pada dasarnya kondisi sosial politik di Kabupaten Banyuwangi cukup kondusif bagi investor; Memeratakan hasil-hasil pembangunan, dan membuat prioritas pembangunan yang paling tepat, mengingat kondisi topografi Kabupaten Banyuwangi yang kurang menguntungkan, dengan memanfaatkan kemajuan tehnologi dan dukungan dari pemerintah pusat, baik berupa dana transfer maupun programprogram nasional yang diharapkan dapat menyentuh masyarakat luas.
Memperbaiki kapasitas, etos kerja, serta kinerja lembaga dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi serta melakukan reformasi birokrasi dalam rangka menyelaraskan diri dengan penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang sedang digalakkkan oleh pemerintah pusat; Meningkatkan PAD, memperbaiki struktur APBD, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan,
49
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI pembangunan yang dimiliki oleh daerah-daerah Investasi swasta
ketertinggalan dari daerah-daerah lain serta sehingga mampu menghadapi globalisasi, pasar bebas, dan keterbukaan ekonomi; Mempromosikan berbagai potensi yang ada di Kabupaten Banyuwangi, salah satunya potensi wisata dan potensi sumber daya alam untuk menarik investor ke Kabupaten Banyuwangi; Mengembangkan jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh masyarakat untuk membangun industri kecil dan menengah yang mulai bangkit di Kabupaten Banyuwangi, dalam rangka bersaing dengan produk-produk China yang dikawatirkan mulai menyerbu pasar Indonesia. Sumber: Kuisioner SWOT, diolah. 2015
2015
memeratakan hasil-hasil pembangunan serta menetapkan prioritas pembangunan yang paling tepat untuk mengejar ketertinggalan dari daerahdaerah lain, sehingga pada akhirnya Kabupaten Banyuwangi menjadi daerah yang mampu bersaing di pasar global; Melakukan sosialisasi berbagai potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi dalam rangka meningkatkan investasi di Kabupaten Banyuwangi.
Berdasarkan matrik diatas, maka rumusan pilahan strategi peningkatan daya saing Kabupaten Banyuwangi dapat terbagi menjadi empat yakni: a. Strategi Strength-Opportunity (SO) yaitu strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang/kesempatan yang ada. Pilihan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan strategi SO adalah: Dengan adanya dukungan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk transfer, pemerintah daerah dapat memanfaatkan modal dasar yang telah dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, seperti kondisi geografis yang menguntungkan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang mencukupi, potensi sumber daya alam, serta sarana dan prasarana dasar yang telah tersedia, untuk memaksimalkan pelaksanaan undang-undang Otonomi Daerah dan Undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, serta Undang-undang Pajak dan Retribusi Daerah, dalam rangka meningkatkan PAD dan pembangunan daerah Kabupaten Banyuwangi; Dengan tersedianya sarana dan prasarana perekonomian yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi, pemerintah dapat memanfaatkan etos kerja, keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian mikro untuk semakin memperkuat perekonomian melalui industri kecil, UMKM, dan koperasi, dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi persaingan bebas; Mengembangkan potensi wisata yang dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan menjadikan Kabupaten Banyuwangi daerah wisata, karena selain memiliki potensi wisata yang cukup baik, kondisi sosial dan politik di Kabupaten Banyuwangi juga cukup kondusif untuk menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah tujuan wisata, sehingga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD); Mempertahankan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah pertanian/lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur, dengan memaksimalkan teknologi yang semakin berkembang sehingga mampu menghasilkan produk-produk pertanian yang berkualitas unggul, serta
50
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
memanfaatkan kerja sama dengan daerah-daerah lain di sekitar Kabupaten Banyuwangi. b. Strategi Weakness-Opportunity (WO) yaitu strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Pilihan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut: Memperbaiki kapasitas, etos kerja, dan kinerja lembaga dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan meningkatkan partisipiasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan daerah dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan otonomi daerah, dan meningkatkan PAD melalui Undangundang Pajak dan Retribusi yang baru; Melakukan reformasi birokrasi dan melakukan promosi berbagai potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi dalam rangka menarik minat investor, karena pada dasarnya kondisi sosial politik di Kabupaten Banyuwangi cukup kondusif bagi investor; Memeratakan hasil-hasil pembangunan, dan membuat prioritas pembangunan yang paling tepat, mengingat kondisi topografi Kabupaten Banyuwangi yang kurang menguntungkan, dengan memanfaatkan kemajuan tehnologi dan dukungan dari pemerintah pusat, baik berupa dana transfer maupun program-program nasional yang diharapkan dapat menyentuh masyarakat luas. c. Strategi Strength-Threat (ST) yaitu strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Pilihan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut: Mengelola dengan baik dukungan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk transfer, kondisi geografis yang menguntungkan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang mencukupi, potensi sumber daya alam, koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan para pelaku ekonomi, serta sarana dan prasarana dasar yang telah tersedia, dalam rangka mengejar ketertinggalan dari daerahdaerah lain serta sehingga mampu menghadapi globalisasi, pasar bebas, dan keterbukaan ekonomi; Mempromosikan berbagai potensi yang ada di Kabupaten Banyuwangi, salah satunya potensi wisata dan potensi sumber daya alam untuk menarik investor ke Kabupaten Banyuwangi; Mengembangkan jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh masyarakat untuk membangun industri kecil dan menengah yang mulai bangkit di Kabupaten Banyuwangi, dalam rangka bersaing dengan produk-produk China yang dikawatirkan mulai menyerbu pasar Indonesia. d. Strategi Weakness-Threat (WT) yaitu strategi meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman. Pilihan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut: Memperbaiki kapasitas, etos kerja, serta kinerja lembaga dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi serta melakukan reformasi birokrasi dalam rangka menyelaraskan diri dengan penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang sedang digalakan oleh pemerintah pusat;
51
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Meningkatkan PAD, memperbaiki struktur APBD, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, memeratakan hasil-hasil pembangunan serta menetapkan prioritas pembangunan yang paling tepat untuk mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain, sehingga pada akhirnya Kabupaten Banyuwangi menjadi daerah yang mampu bersaing di pasar global; Melakukan sosialisasi berbagai potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi dalam rangka meningkatkan investasi di Kabupaten Banyuwangi. Selanjutnya berdasarkan pilihan strategi peningkatan daya saing yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, antara lain Penguatan Ekonomi Mikro
Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya
Peningkatan Kinerja Lembaga
Daya Saing Daerah
Optimalisasi Pengelolaan Pariwisata
Banyuwangi sebagai Lumbung padi Nasional
Gambar 6.11. Ilustrasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Kabupaten Banyuwangi Uraian ilustrasi kebijakan peningkatan daya saing di Kabupaten Banyuwangi lebih detail akan dijelaskan per kebijakan pada bagian berikut. a. Penguatan Ekonomi Mikro Daerah Secara umum permasalahan ekonomi daerah Kabupaten Banyuwangi adalah masih belum optimalnya peran sumberdaya manusia dikarenakan tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih rendah. Fakta dan data yang ada menunjukkan bahwa masih banyak kesempatan kerja yang tidak diisi oleh pencari kerja. Hal ini antara lain disebabkan kualifikasi kompetensi pencari kerja pada umumnya belum sesuai dengan persyaratan kerja (job requirement) yang ditentukan atau yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Ketidaksesuaian antara kualifikasi kompetensi tenaga kerja dengan persyaratan kerja disebabkan antara lain karena angkatan kerja yang akan memasuki dunia kerja belum memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai juga masih minimnya informasi yang diperoleh tentang dunia kerja maupun informasi pasar kerja kualitas serta hubungan industrial yang belum harmonis/kondusif. Disisi lain, dunia kerja saat ini dihadapkan pada
52
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
tantangan perubahan yang berorientasi pada sistem pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang bersifat multiskill, flexible dan retrainable menuju pengembangan kemampuan enterpreneurship dan longlife education. Berkaitan dengan permasalahan kompetensi, data menunjukkan bahwa kualifikasi angkatan kerja yang terindikasi pada komposisi angkatan kerja menurut pendidikan masih cukup rendah. Strategi penguatan ekonomi mikro bertujuan untuk memanfaatkan etos kerja, keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian mikro untuk semakin memperkuat perekonomian melalui industri kecil, UMKM, dan koperasi, dalam rangka meningkatkan daya saing sektor mikro. Implementasi kebijakan berkaitan dengan penguatan ekonomi mikro dalam upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut: No.
Kegiatan
Sasaran
1
Peningkatan pelatihan keterampilan kerja bagi pencari kerja dan tenaga kerja.
2
Memfasilitasi kegiatan pendidikan dan pelatihan di semua bidang, mulai dari peningkatan keahlian dan keterampilan, desain produk, pengenalan teknologi, manajemen usaha termasuk pembukuan, pemasaran, hingga pemahaman akan HaKI. Fasilitasi kerjasama antara industri dengan lembaga pendidikan
Terwujudnya sumber daya manusia yang memenuhi kebutuhan dunia kerja Terwujudnya sumber daya manusia yang memenuhi kebut uhan pengembangan ekonomi daerah
3
4
Fasilitasi kerjasama antara industri besar dengan industri kecil dalam hal pengenalan teknologi, manajemen usaha dan pemasaran.
5
Perbaikan pengurusan ijin bagi pelaku UMKM
6
Pameran produk UMKM daerah
Instansi Terkait
Terwujudnya sumber daya manusia yang memenuhi kualif ikasi kebut uhan indust ri Terwujudnya kerjasama ant ara industri skala besar dengan industri skala kecil menengah dalam alih penget ahuan Tersedianya database tentang produk dan pelaku UMKM Dikenalnya produk daerah dan 53
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
7
Penguatan modal usaha melalui insentif dan bantuan serta peningkatan akses terhadap lembaga keuangan.
2015
meningkatnya kualitas produk Tersedianya sumber sumber permodalan yang dapat diakses oleh pelaku usaha
b. Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur serta memiliki sumberdaya yang melimpah. Namun demikian, sumberdaya yang ada masih belum dioptimalkan dalam rangka meningkatkan daya saing daerah. Strategi optimalisasi pengelolaan sumberdaya bertujuan untuk memanfaatkan modal dasar yang telah dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, seperti kondisi geografis yang menguntungkan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang mencukupi, potensi sumber daya alam, serta sarana dan prasarana dasar yang telah tersedia. Implementasi kebijakan berkaitan dengan optimalisasi pengelolaan sumberdaya dalam upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut: No. 1
Kegiatan Penyediaan perangkat peraturan daerah yang mendukung pengelolaan sumberdaya alam
Sasaran Tersedianya arah dan kebijakan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
2
Kerjasama pengelolaan sumberdaya alam antar daerah sekitar
Terwujudnya sinergitas dan tanggungjawab bersama antar daerah; Peningkatan PAD Banyuwangi
3
Peningkatan kualitas dan ketrampilan SDM pengelola
Meningkatnya kualitas dan ketrampilan SDM pengelola
4
Optimalisasi alokasi dana transfer pemerintah bagi perbaikan sarana dan prasarana
Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana
Instansi Terkait
54
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
c. Peningkatan Kinerja Lembaga Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kapasitas, etos kerja, dan kinerja lembaga dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan daerah dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan otonomi daerah, dan meningkatkan PAD melalui Undang-undang Pajak dan Retribusi yang baru. Implementasi kebijakan berkaitan dengan peningkatan kinerja lembaga dalam upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut: No. 1
Kegiatan Menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan menyederhanakan peraturan dan birokrasi, serta menyediakan insentif-insentif bagi usaha.
Sasaran Terwujudnya regulasi yang mendukung pengembangan usaha, serta hilangnya regulasi yang menghambat pengembangan usaha
2
Peningkatan pelayanan aparatur terhadap dunia usaha
3
Pelibatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
Terwujudnya efisiensi dan efektivitas dalam membuat perijinan usaha Tersedianya wadah yang menampung aspirasi masyarakat
Instansi Terkait
d. Optimalisasi Pengelolaan Pariwisata Strategi ini bertujuan untuk mengembangkan potensi wisata yang dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan menjadikan Kabupaten Banyuwangi daerah wisata, karena selain memiliki potensi wisata yang cukup baik, kondisi sosial dan politik di Kabupaten Banyuwangi juga cukup kondusif untuk menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah tujuan wisata, sehingga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Implementasi kebijakan berkaitan dengan optimalisasi pengelolaan pariwisata dalam upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut: No. 1
Kegiatan Penyediaan infrastruktur pendukung pariwisata seperti hotel
Sasaran Meningkatnya jumlah kamar dan fasilitas
Instansi Terkait
55
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
No.
Kegiatan
2
Optimalisasi promosi pariwisata
3
Insentif fiskal daerah begi pelaku usaha pariwisata
Sasaran perhotelan
2015
Instansi Terkait
Dikenalnya objek wisata daerah dan meningkatnya kunjungan wisatawan Meningkatnya kreativitas pelaku usaha pariwisata
e. Mempertahankan Banyuwangi sebagai Lumbung Padi Strategi ini bertujuan untuk mempertahankan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah pertanian/lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur, dengan memaksimalkan tehnologi yang semakin berkembang sehingga mampu menghasilkan produk produk pertanian yang berkualitas unggul, serta memanfaatkan kerja sama dengan daerah-daerah lain di sekitar Kabupaten Banyuwangi. Implementasi kebijakan berkaitan dengan mempertahankan Banyuwangi sebagai lumbung padi dalam upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut: No. 1
Kegiatan Penerapan teknologi modern dalam proses pertanian
2
Monitoring stok dan kebutuhan pangan di Banyuwangi
3
Pelatihan ketrampilan dan manajemen usaha pertanian bagi petani
4
Pemberian insentif bagi pelaku usaha pertanian
5
Penyusunan peraturan mengenai harga jual produk pertanian yang berpihak pada petani
Sasaran Terciptanya teknologi moderen dalam proses pertanian Tersedianya database kertersediaan dan kebutuhan pangan daerah Meningkatnya ketrampilan dan manajemen usaha pertanian Pelaku usaha menjadi kreatif dan inovatif dalam bertani Tersedianya aturan yang jelas mengenai pasca panen dan harga
Instansi Terkait
56
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 7
2015
PENUTUP
Perekonomian Kabupaten Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi yang selalu berada diatas provinsi Jawa Timur dan Nasional. Dampak dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah ditunjukkan oleh meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, indeks pembangunan manusia yang lebih baik, serta iklim usaha yang kondusif. Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah yang memiliki wiilayah terluas di Provinsi Jawa Timur memiliki berbagai potensi yang masih dapat dioptimalkan dalam upaya meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap potensi yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi diketahui bahwa sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) menjadi sektor andalan dalam menopang perekonomian daerah. Berdasarkan hasil analisa untuk mengidentifikasi daya saing daerah menggunakan analisa tipologi klassen diketahui bahwa Kabupaten Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan dari daerah posisi daerah maju tapi tertekan (tahun 2010) menjadi daerah cepat maju dan cepat tumbuh (tahun 2012). Dimana sektor pertanian, pertambangan, PHR, dan jasa-jasa menjadi sektor unggulan yang berkontribusi pada perkembangan daerah. Selanjutnya, hasil analisa Location Quotient (LQ) menemukan bahwa sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan menjadi sektor basis di Kabupaten Banyuwangi. Sementara, hasil analisis shift-share untuk mengetahui pergeseran ekonomi diketahui bahwa sektor-
sektor yang yang tergolong unggulan justru memberikan nilai pergeseran bersih yang negatif terhadap perekonomian daerah. Kondisi tersebut terjadi dikarenakan cukup tingginya kontribusi sektor-sektor tersebut sehingga tidak memungkinkan kembali untuk meningkat. Selanjutnya, berdasarkan identifikasi potensi dan daya saing daerah, kemudian dilakukan identifikasi mengenai permasalahan yang dihadapi dalam rangka meningkatkan daya saing. Identifikasi menggunakan analsisis SWOT terhadap faktor eksternal dan internal. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat beberapa kombinasi strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam peningkatan daya saing. Tindak lanjut terhadap hasil analisa SWOT, telah dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang berkontribusi meningkatkan daya saing. Faktor tersebut digolongkan menjadi dua yakni faktor input dan faktor output. Hasil analisis terhadap faktor input menyimpulkan bahwa posisi daya saing Banyuwangi menurut indikator input cukup menggembirakan dimana indikator yang digunakan menunjukkan peran yang positif. Begitu pula dengan faktor output juga memberikan hasil yang positif. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisa terhadap faktor penetu daya saing, terdapat beberapa strategi dan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya peningkatan daya saing meliputi Penguatan Ekonomi Mikro Daerah, Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Alam, Peningkatan Kinerja Lembaga, Optimalisasi Pengelolaan Pariwisata, dan Mempertahankan Banyuwangi sebagai Lumbung Padi.
57
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
Daftar Pustaka Arsyad, L. 1999. Pengantar perencanaan dan pembangunan ekonomi daerah. BPFE Yogyakarta. Huda, M., dan Santoso, E.B. 2014. Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya. Jurnal Teknik Pomits Vol. 3, No. 2. Malhotra, N.K, 2004. Riset Pemasaran, Pendekatan Terapan. Edisi Bahasa Indonesia, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Porter, 2000. Location, competition, and economic development: local clusters in global economy. Economic development quarterly. Vol. 14 no. 1 February 2000, hal.15-34. Santoso, E., B. 2009. Daya saing kota-kota besar di Indonesia. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS, 29 Oktober.
58