PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
OLEH MISBAH USMAR LUBIS 041301099
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Februari 2009
Misbah Usmar Lubis : 041301099 Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis Xi + 94 halaman; 33 Tabel; 19 Grafik; Lampiran Bibliografi 36 (1964-2007) Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan suatu hal yang menarik bagi orangtua. Namun jika dalam masa perkembangannya anak mengalami suatu gangguan, maka muncul berbagai macam reaksi orangtua yang membutuhkan penyesuaian diri. Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri adalah proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku agar berhasil menghadapi kebutuhan – kebutuhan internal, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri inidividu dengan tuntutan dari luar atau lingkungan tempat individu berada. Salah satu gangguan pada masa kanak-kanak yang menjadi ketakutan orangtua saat ini adalah autisme. Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004) autisme yaitu, suatu gangguan yang dicirikan dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan interaksi sosial (extreme isolation), gangguan perilaku dan gangguan komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 39 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian diri yang dibuat oleh peneliti dengan menggunakan teori penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964). Jumlah aitem skala sebanyak 55 aitem dengan reliabilitas sebesar 0,938. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri mayoritas orangtua yang memiliki anak autis berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 20 orang (51,3 %). Kategori sedang sebanyak 19 orang (48,7 %) dan tidak ada yang berada pada kategori rendah. Untuk mengembangkan penelitian ini lebih jauh, disarankan untuk melakukan metode penelitian kualitatif dengan alasan akan memungkinkan mendapatkan data yang mendalam melalui wawancara.
Kata kunci : Penyesuaian diri, Anak autis
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan berkat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “ Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis“. Tidak lupa shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa ummatnya kepada peradaban ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Tiada kata untuk melukiskan perasaan penulis atas terselesaikannya skripsi ini selain rasa syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah SWT. Skripsi ini penulis persembahkan khususnya kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda Drs. H. Ali Usman Lubis dan Ibunda H. Mardiana Nasution yang telah mencurahkan kasih sayangnya yang tulus kepada penulis sejak kecil hingga sekarang ini, mendidik dan membimbing serta selalu mendoakan dalam setiap langkah dan aktivitas penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, keberkahan umur serta kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun diakhirat. Skripsi ini juga penulis persembahkan kepada abang dan kakak penulis, Ir. Miswar Usmar Lubis, Ir. Nirwan Usmar, Nila Kesuma Usmar, S. Si., Nancy Usmar, SP., Nanny Usmar, A.md., dan Hendra Usmar, ST. Terima kasih kepada abang dan kakak atas dukungan, motivasi serta kasih sayang yang dicurahkan selama ini kepada penulis. Semoga kita semua menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtua dan berguna bagi bangsa dan agama. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada abang ipar dan kakak ipar penulis, Ir. Widodo, Ir. Irwan Sholeh, Suryanto, Dermawan, S. Ag., dan Purnama Sri Dayang serta Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
keponakan – keponakan yang selalu menghibur penulis, Afa, Mawaddah, Ikhsan, Fandi, Deni, Tofa, Aisyah, Nazwa, Bintang, Nanda, Anis dan Lukman. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakutas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Selama penyusunan skripsi ini, tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Elvi Andriani Yusuf, M. Si., selaku dosen pembimbing sripsi. Ucapan terima kasih yang tiada putus penulis ucapkan kepada Ibu yang membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini dan dengan sabar memaklumi segala kelemahan, selalu memberikan senyum manis disetiap bimbingan yang penulis lalui dan terima kasih atas setiap waktu yang Ibu luangkan untuk penulis. 3. Ibu Dra. Sri Supriyantini, M. Psi., selaku dosen pembimbing akademik penulis yang memberikan saran dan masukan kepada penulis selama perkuliahan. 4. Ibu Etty Rahmawaty, M. Si., yang selalu siap memberikan saran dan kritik yang membangun selama mengerjakan skripsi ini. Terima kasih Ibu atas waktu yang diluangkan kepada penulis. 5. Kepada pihak Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Bapak Fahri Wandika, kepada pihak Yayasan Anak Kita (Yakita), Kak Yunita Alfiana Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
dan kepada pimpinan Kidz Smile Therapy Centre, Ibu Rita Milianty yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 6. Bapak dan Ibu selaku dosen pengajar Psikologi yang telah mendidik dan memberikan ilmu selama proses perkuliahan yang penulis lalui. Terima kasih atas semua ilmu dan saran yang penulis dapatkan dari Bapak dan Ibu. 7. Semua staff administrasi, Pak Iskandar, Pak Aswan, Ibu Titi, Pak Anto Kak Ari dan Kak Devi. Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan. 8. Kepada orangtua yang telah menjadi sampel penelitian penulis. Kalian semua adalah orangtua yang hebat. Semoga diberikan kesabaran dan kekuatan menjalani hari – hari dalam memperjuangkan usaha perbaikan perilaku kepada anak – anak istimewa yang telah dianugerahkan kepada kalian. 9. Sahabat – sahabat penulis yang manis – manis Anita Zahra, Yunita Zahra, Cahyanti dan Maeri. Penulis tidak akan melupakan setiap waktu yang kita lalui sama – sama selama kuliah. Semoga tetap semangat, sukses selalu dan kita tetap bisa menjaga persahabatan kita. Penulis merasa bersyukur dan bangga punya sahabat seperti kalian. 10. Spesial buat Alfian Teguh Rianto yang selalu ada buat penulis. Buat canda tawa dan suka duka yang kita lalui bersama yang membuat hari – hari penulis lebih berwarna, selalu mendukung penulis dan membuat penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita tetap bisa Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
saling mendukung dan bersama – sama dalam setiap langkah yang kita lalui. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik buat kita. 11. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kak Ade dan Kak Wawa yang selalu siap mendengar keluh kesah penulis, selalu siap menjadi tempat curhat penulis dan memberikan saran setiap kali penulis meminta pendapat. 12. Terima kasih buat sahabat penulis mulai dari SMP hingga sekarang, Nurul Qosimah semoga persahabatan kita akan selalu terjaga dan insyaallah Allah SWT akan memberikan seseorang yang terbaik. Terima kasih juga buat Fida yang sudah seperti adik penulis. Semoga tetap semangat menjalani perkuliahan. 13. Buat teman – teman seperjuangan seminar dan skripsi. Ari Sinta, Kak Maya, Cici, Era dan teman – teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga tetap semangat. Insyaallah Allah SWT akan memberikan kemudahan – kemudahan kepada kita semua. 14. Kepada teman – teman angkatan 2004. Semoga tetap semangat dan sukses dalam menjalani hidup. 15. Terima kasih juga penulis ucapkan atas bantuan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan saru persatu hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikannya.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah SWT jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Februari 2009 Penulis
Misbah Usmar Lubis
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................... i Daftar Isi ..................................................................................................... vi BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10 E. Sistematika Penulisan..................................................................... 11 BAB II Landasan Teori .............................................................................. 13 A. Penyesuaian Diri.............................................................................. 13 1. Definisi Penyesuaian Diri ....................................................... 13 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri .............. 15 3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Baik ................................ 19 B. Autisme .......................................................................................... 22 1. Definisi Autisme ..................................................................... 22 2. Gejala Autisme ....................................................................... 23 3. Penyebab Autisme. ................................................................. 25 4. Kriteria Diagnostik Autisme .......................................... ……. 28 C. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Autis ................. 30 BAB III Metodologi Penelitian ................................................................... 36 A. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 36 Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................... 36 C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel....................... 37 1. Populasi dan Sampel ........................................................... 37 2. Jumlah Sampel Penelitian ................................................... 38 3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................... 38 D. Alat ukur yang digunakan ............................................................. 39 1. Skala Penyesuaian Diri ....................................................... 40 2. Skala sebelum uji coba ........................................................ 41 E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .............................................. 42 1. Validitas ............................................................................. 43 2. Reliabilitas .......................................................................... 43 F. Daya beda aitem ............................................................................ 44 G. Hasil Uji Coba Alat Ukur ............................................................. 45 H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ................................................... 46 1. Tahap Persiapan .................................................................. 46 2. Tahap Pelaksanaan .............................................................. 48 3. Tahap Pengolahan ............................................................... 48 I. Metode Analisis Data ..................................................................... 48 BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI .................................. 50 A. Gambaran Subjek Penelitian ......................................................... 50 1. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ....................... 50 2. Gambaran subjek berdasarkan usia...................................... 51 3. Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan ............... 52 Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4. Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan ............................. 53 5. Gambaran subjek berdasarkan penghasilan ......................... 54 B. Deskripsi Data Penelitian ......................................................................... 55 C. Hasil Penelitian ........................................................................................ 56 1. Hasil Uji Normalitas ........................................................... 56 2. Hasil Utama Penelitian........................................................ 57 3. Hasil Tambahan Penelitian.................................................. 71 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ..................................... 78 A. Kesimpulan .............................................................................................. 78 B. Diskusi ..................................................................................................... 84 C. Saran ........................................................................................................ 91 1. Saran Metodologis .............................................................. 91 2. Saran Praktis ....................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 93
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap anak tentunya akan melalui masa tumbuh kembang dalam rentang waktu kehidupannya. Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari masa kemasa dan dari satu peringkat keperingkat berikutnya dan perkembangan dapat dilihat dari perubahan secara kualitas dengan membandingkan sifat terdahulu dengan sifat yang sudah terbentuk (Papalia, 2001). Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui setiap anak tentunya tidak sama dan memiliki keunikan masing-masing. Permasalahan yang dihadapi juga berbeda-beda dari satu anak ke anak yang lain. Permasalahan yang muncul dapat berupa gangguan pada tahap perkembangan fisik, gangguan bahasa, gangguan emosi maupun gangguan sensori motorik. Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan suatu hal yang menarik bagi orangtua. Namun jika dalam masa perkembangannya anak mengalami suatu gangguan, maka orangtua akan menjadi sangat sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak-kanak yang menjadi ketakutan orangtua saat ini adalah autisme. Autisme bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Sebagian dari anak autis gejalanya sudah ada sejak lahir namun seringkali luput dari perhatian orangtua (Sutadi, 1997). Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004) autisme yaitu, suatu gangguan yang dicirikan dengan tiga ciri utama. Pertama, pengasingan yang ekstrim (extreme isolation) dan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Kedua, kebutuhan patologis akan kesamaan. Sering kali aktivitas anak terlihat sederhana misalnya duduk di lantai dan berguling-guling maju mundur dalam waktu yang lama, memutar-mutar tali sepatunya atau berlari-lari di dalam ruangan. Kadangkadang perilaku anak autis terlihat seperti suatu ritual. Anak autis juga memiliki suatu kebutuhan akan kesamaan lingkungan misalnya, anak harus memakan makanan yang sama dengan piring yang sama. Ketiga, mutism atau cara berbicara yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi, misalnya ketika seorang anak autis sedang menyiram toilet, ia tibatiba
berkata,
”humburgernya
ketidakmampuan
dalam
di
kulkas”.
menerjemahkan
Anak
kalimat
autis secara
juga
memiliki
harafiah
dan
membalikkan kata gantinya sendiri, biasanya anak memanggil dirinya sendiri dengan kata ganti ”kamu”. Safaria (2005) mengatakan bahwa autisme adalah ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, ekolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotip, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsessif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya. Salah satu kondisi yang sering dijumpai sebagai penyebab munculnya autisme ini antara lain karena adanya keracunan logam berat ketika anak dalam kandungan, seperti timbal, merkuri, kadmium, spasma infantil, rubella kongenital, Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
sklerosis tuberosa, lipidosis serebral, dan anomali kromosom X rapuh. Selain itu anak penderita autisme memiliki masalah neorologis dengan cerebral cortex, cerebellum, otak tengah, otak kecil, batang otak, pons, hipotalamus, hipofisis, medula dan saraf-saraf panca indera seperti saraf penglihatan atau saraf pendengaran dan gejala umum yang bisa diamati pada anak autis adalah gangguan pola tidur, gangguan pencernaan, gangguan fungsi kognisi, tidak adanya kontak mata, komunikasi satu arah, afasia, menstimulasi diri, mengamuk (temper tantrum), tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik stereotipik (Safaria, 2005). Saat ini kasus autisme pada anak (autisme infantile) semakin banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat terutama orangtua (Danuatmaja, 2003). Dalam kurun waktu 10 sampai 20 tahun terakhir ini jumlah penyandang autisme semakin meningkat di seluruh dunia. Perkiraan jumlah kelahiran di Indonesia tahun 1997 yaitu 4,6 juta per tahun. Jumlah penyandang autisme akan bertambah per tahunnya sebanyak 2,15% dari 4,6 juta atau 9600 anak. Perbandingan anak laki-laki dan wanita penyandang autisme adalah empat banding satu (Sutadi, 1997). Di Indonesia, diperkirakan lebih dari 400.000 anak mengalami autisme. Tahun 1987 di dunia, prevalensi anak autis diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian tahun 1997, angka itu berubah menjadi 1 anak mengalami autisme per 500 kelahiran dan tahun 2000, naik jadi 1:150 dan pada tahun 2001 perbandingan menjadi 1 berbanding 100 kelahiran (”Kasus Autisme”, 2008).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Budhiman, seorang psikiater anak dan ketua Yayasan Autisme Indonesia (dalam Sihombing, 1999), bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme di Indonesia diperkirakan satu per 5000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak. Bukti lain yang menunjukkan peningkatan jumlah anak penyandang autisme di Indonesia berasal dari salah satu tempat terapi untuk anak autisme yang dikelola Yayasan Balita Mandiri. Sejak yayasan ini dibuka dengan lima anak autis, dalam waktu empat bulan jumlahnya meningkat menjadi 35 anak. Dilihat dari kenyataan di atas, maka diperkirakan penyandang autisme di Indonesia akan terus meningkat sehingga mengilhami berdirinya berbagai yayasan yang memusatkan pelayanannya pada masalah autisme ini. Di samping itu, media cetak juga sudah mulai banyak membahas tentang autisme, baik di koran mauoun majalah-majalah (Sihombang, 1999). Banyaknya pemberitaan tentang kelainan dan gangguan yang dialami anak pada masa pertumbuhan dan perkembangannya sangat menarik perhatian masyarakat
khususnya
orangtua.
Bagi orangtua,
anak
adalah
karunia.
Kehadirannya disambut dengan sukacita dan penuh harapan. Ketika Tuhan menitipkan anak dengan kondisi autisme sebagai karunia-Nya, perasaan orangtua menjadi galau, antara penerimaan dan penolakan dan antara rasa syukur dan amarah. Bahkan segala bentuk perasaan sedih, bingung, putus asa, pasrah berganti-ganti dengan rasa kaget, senang dan suka cita (Puspita dalam Marijani, 2003). Safaria (2005) mengatakan bahwa berbagai reaksi orangtua muncul ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan autisme dan setiap orangtua Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pasti berbeda-beda reaksi emosinya. Beberapa reaksi emosi yang muncul ketika orangtua mengetahui bahwa anaknya mengalami autisme seperti, merasa terkejut, penyangkalan, merasa tidak percaya, sedih, perasaan terlalu melindungi, kecemasan, perasaan menolak keadaan, perasaan tidak mampu dan malu, perasaan marah, bahkan ada perasaan bersalah dan berdosa. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kubler-Ross (dalam Sarasvati, 2004) bahwa ada beberapa reaksi emosional individu ketika menghadapi cobaan dalam hidup yaitu menolak menerima kenyataan, marah, melakukan tawar-menawar, depresi dan penerimaan. Berbagai reaksi ini muncul disebabkan karena sewaktu anak masih berusia kurang lebih 1 sampai 1,5 tahun, anak terlihat lucu dan menyenangkan namun seiring dengan bertambahnya usia anak, mulai terlihat berbagai macam keanehan misalnya jika diajak berkomunikasi anak seperti tidak menanggapi, acuh, bahkan matanya menghindar jika ditatap dan derai tawanya hampir tidak terdengar seperti anak-anak lainnya (Safaria, 2005). Kebanyakan orangtua mengalami shock bercampur perasaan sedih, khawatir, cemas, takut, dan marah ketika mengetahui diagnosis bahwa anaknya mengalami gangguan autisme. Perasaan tidak percaya bahwa anaknya mengalami autisme kadang-kadang menyebabkan orangtua mencari dokter lain untuk menyangkal diagnosis dokter sebelumnya. Setelah mengetahui fakta yang objektif dari berbagai sumber, kebanyakan orangtua dengan perasaan amat terpukul dan terpaksa menerima kenyataan bahwa anaknya adalah penyandang autisme. Pada mulanya orangtua berpikir bahwa anaknya hanya mengalami keterlambatan dalam proses perkembangan dan pertumbuhan. Orangtua baru sadar ketika mulai terlihat Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
berbagai macam keanehan dan kejanggalan dalam perilaku anaknya. Misalnya, anak membentur-benturkan kepalanya ke tembok, menggigit tangannya sampai berdarah, memutar-mutar kepala atau tangannya dan perilaku aneh lainnya. bagi orangtua, perilaku agresif dan menyakiti diri sendiri merupakan perilaku yang paling berat untuk dihadapi. Anak sering berteriak dengan tidak jelas sehingga membuat orangtua semakin sedih dan tertekan. (Safaria, 2005). Orangtua yang memiliki anak penyandang autisme segala sesuatunya pasti tampak berbeda dari orangtua lainnya. Bagi orangtua yang memiliki anak autis, inilah periode awal kehidupan anaknya yang merupakan masa-masa tersulit dan paling membebani. Pada periode ini sering kali orangtua berhadapan dengan begitu banyak permasalahan. Tidak saja berasal dari anaknya tetapi bercampur dengan masalah-masalah lainnya yang dapat membebani orangtua, termasuk permasalahan yang muncul dari reaksi masyarakat (Safaria, 2005). Banyak masyarakat luas yang belum mengetahui tentang autisme. Banyak orang beranggapan bahwa anak autis adalah anak-anak yang aneh dan ada juga yang beranggapan bahwa autisme adalah penyakit menular dan sebahagian masyarakat bahkan tidak menerima dan mengakui keberadaan anak-anak autis ini. Penolakan terhadap anak-anak autis ini terlihat ketika mereka sulit diterima untuk belajar di sekolah-sekolah umum sebagaimana anak-anak lainnya. Hal ini dapat menjadi beban bagi sebahagian orangtua anak autis. Ada perasaan malu dan juga perasaan untuk menjauh dari kehidupan sosialnya (Marijani, 2003). Menurut Hopes dan Harris (dalam Berkell, 1992), orangtua dengan anak autis akan mengalami stress yang lebih besar dari pada orangtua dengan anak Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
yang mengalami keterbelakangan mental karena hilangnya respon interpersonal pada anak-anak autisme tersebut. Selain itu tingkat keparahan dari gejala-gejala autisme merupakan salah satu hal yang mempengaruhi stress orangtua. Puspita (dalam Marijani, 2003) mengatakan bahwa penerimaan orangtua pada anak autis secara ikhlas dan apa adanya sangat membantu proses penanganan menuju kehidupan yang lebih baik. Adanya penerimaan dari orangtua dapat membuat orangtua mampu mengendalikan reaksi-reaksi emosinya. Mash & Wolfe (2005) mengatakan bahwa orangtua harus mencoba memahami dan menerima kenyataan hasil diagnosa anak dan perilaku anak yang selalu berbeda dengan anak lainnya agar orangtua mampu bereaksi untuk menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan yang muncul baik dari anak itu sendiri, dari diri sendiri maupun permasalahan yang timbul dari lingkungan sekitarnya. Stress, kecemasan dan rasa tidak bahagia sering mengganggu kehidupan seseorang. Agar stress tersebut dapat ditangani secara efektif, perlu dilakukan penyesuaian diri. Calhoun & Acocella (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah memenuhi tuntutan dari dalam diri individu itu sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada individu itu sendiri, seperti perilaku individu, tubuh individu, pemikiran dan perasaan individu. Penyesuaian diri juga dipengaruhi oleh tuntutan dari orang lain. Pengaruh orang lain juga cukup besar pada individu sebagaimana individu juga berpengaruh terhadap orang lain. Begitu juga dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada sangat berpengaruh terhadap penyesuaian dirinya.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflikkonflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Schneiders (1964) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga. Salah satunya yaitu hubungan orangtua dengan anak. Hubungan orangtua dan anak dapat mempengaruhi penyesuaian anak maupun orangtua. Penerimaan orangtua akan anak dapat mempengaruhi penyesuaian diri orangtua itu sendiri. Begitu juga dengan anak. Penerimaan orangtua akan membuat anak merasa diinginkan dan membentuk perasaan yang aman. Penerimaan orangtua dapat membuat anak mampu mengembangkan rasa percaya diri, reaksi emosional yang positif dan kepatuhan. Kehidupan Orangtua yang memiliki salah satu anak yang mengalami autisme merupakan suatu cobaan yang menjadi pekerjaan berat sehari-harinya. Tidak mudah bagi orangtua untuk dapat hidup secara tenang dan damai ketika mengetahui anaknya mengalami salah satu gangguan perkembangan yang cukup berat seperti autisme. Berbagai macam reaksi emosi orangtua muncul dan kebanyakan reaksi yang muncul tersebut adalah reaksi emosi yang negatif. Gejolak emosi yang negatif ini dapat membawa dampak yang negatif pula, baik dari segi fisik mapupun psikis sehingga diharapkan orangtua mampu untuk menyesuaiakan dirinya dengan kondisi anaknya yang mengalami autisme (Safaria, 2004). Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Umumnya orangtua yang memiliki anak autis akan mengalami stress. Hal ini terjadi baik pada ayah maupun ibu. Ayah dan ibu juga menunjukkan penampakan yang berbeda dari stress yang mereka alami yang berhubungan dengan masalah-masalah anak autisnya. Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan terhadap masalah penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu berperan langsung dalam kelahiran anak. Biasanya ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi yangg berhubungan dengan ketidakmampuan anaknya dan ibu lebih mudah terganggu secara emosional. Ibu juga merasa stress karena perilaku yang ditampilkan oleh anaknya seperti, tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku yang tidak lazim, ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Berbeda dengan ayah yang sebenarnya juga mengalami stress yang sama tetapi dampak stressnya tidak seberat yang dialami oleh ibu. Ayah cenderung lebih stress karena stress yang dialami oleh ibu. Hal ini dikarenakan oleh peran ayah sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga mereka tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari (Cohen & Volkmar, 1997) Orangtua harus mampu menyesuaikan dirinya agar mampu mengupayakan usaha yang tidak mengenal menyerah untuk penyembuhan anak autisnya. Orangtua juga harus mampu mengontrol reaksi emosinya terhadap perilaku anak terutama perilaku yang dapat membahayakan dirinya, misalnya menyakiti dirinya sendiri. Disamping itu, orangtua juga sering mengalami pengasingan dari pergaulan sosial karena terkadang orang lain tidak mengetahui konteks perilaku anak yang mengganggu (Mash & Wolfe, 2005).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Dari berbagai macam reaksi orangtua yang muncul ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami autisme dan diikuti dengan permasalahanpermasalahan yang dialami orangtua yang memiliki anak autis yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis, baik itu penyesuaian dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan luarnya
B. Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis?. 2. Bagaimanakah penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari karakteristik – karakteristik penyesuaian diri yang baik?.
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk melihat gambaran penyesuaian diri pada orangtua yang memiliki anak autis.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya penelitian-penelitian dalam ilmu Psikologi khususnya penelitian dalam Psikologi Perkembangan mengenai penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
2. Manfaat Praktis a. Orangtua yang memiliki anak autis dapat mengetahui bagaimana penyesuaian dirinya sehingga dapat mengupayakan penanganan terhadap penyembuhan anak autis dengan lebih baik. b. Memberikan pemahaman kepada para guru atau pendidik anak autis tentang bagaimana penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis sehingga dapat
bekerja
bersama-sama
dengan
orangtua
dalam
membantu
penyembuhan anak autis.
D. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan ilmiah yang teratur sehingga memudahkan pembaca untuk membaca dan memahaminya. Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I:
Pendahuluan Bab ini menguraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II: Landasan teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang penyesuaian diri, autisme dan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis. Bab III: Metode penelitian Bab ini menguraikan penjelasan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, daya beda aitem, hasil uji coba alat ukur, poroses pelaksanaan penelitian dan metode analisa data. Bab IV : Analisa data dan interpretasi Bab ini terdiri dari analisa data dan interpretasi yang berisikan mengenai subjek penelitian dan hasil penelitian. Bab V : Kesimpulan, diskusi dan saran Membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB II LANDASAN TEORI
A. PENYESUAIAN DIRI 1. Definisi Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Menurut Schneiders (1964) definisi penyesuaian diri dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity) dan penyesuaian diri sebagai suatu usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri sama dengan adaptasi (adaptation). Penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian dalam arti fisik, fisiologis atau biologis. Penyesuaian diri sebagai konformitas terhadap norma memaknai penyesuaian diri individu sebagai usaha konformitas yang menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk selalu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik , kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Schneiders (1964) menyimpulkan bahwa definisi penyesuaian diri adalah sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan,
frustasi,
konflik-konflik
serta
untuk
menghasilkan
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
kualitas
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada Hollander (dalam Farisy, 2007) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi situasi-situasi baru. Penyesuaian diri terjadi ketika seseorang menghadapi lingkungan yang baru dimana diperlukan adanya respon dari individu. Menurut Lazarus (dalam Sundari, 2005), penyesuaian diri termasuk reaksi seseorang karena adanya tuntutan yang dibebankan pada dirinya. Menurut Thorndike dan Hogen (dalam Sundari, 2005), penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mendapatkan ketentraman secara internal dan hubungannya dengan dunia sekitarnya . Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk bereaksi terhadap adanya tuntutan yang dibebankan kepadanya, mampu mempelajari tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi situasi baru yang memerlukan adanya respon-respon mental, mampu menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta menghasilkan kualitas keselarasan dari dalam diri individu dengan tuntutan lingkungan sehingga individu mendapatkan ketentraman secara internal dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya. Menurut Lazarus (1969), ada dua jenis tuntutan yang membutuhkan penyesuaian diri, yaitu :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
a. Tuntutan eksternal yang terdiri dari : 1). Tuntutan fisik (physical demand) yang berasal dari lingkungan seperti rasa sakit dan bahaya. 2). Tuntutan sosial (social demands) seperti tuntutan orang lain agar individu secara nyata atau tidak, melakukan, memikirkan dan merasakan sesuatu. b. Tuntutan internal, yang dibagi menjadi : 1). Kebutuhan jaringan tubuh seperti makanan, minuman dan tidur. 2). Motif sosial seperti keinginan untuk ditemani, dihormati dan disayang oleh orang lain.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Menurut
Schneiders
(1964),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penyesuaian diri individu dapat dikatakan sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dan mengatur perkembangan kepribadian. Faktor-faktor ini menentukan dalam arti mempengaruhi efek yang menentukan proses penyesuaian diri. Faktor-faktor ini dapat digolongkan sebagai berikut : a. Keadaan fisik dan faktor keturunan. Konstitusi fisik meliputi sistem parsyarafan, kelenjar, otot-otot serta kesehatan dan penyakit. Tidak dapat dipisahkan bahwa konstitusi fisik dan faktor keturunan dapat menentukan penyesuaian diri individu. Faktor keturunan merupakan proses yang terjadi secara alami yang mempengaruhi konstitusi fisik itu sendiri yang meliputi temperamen dan sifat. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Sistem
tubuh
adalah
suatu
kondisi
yang
mempengaruhi
penyesuaian diri individu. Meliputi sistem persyarafan, kelenjar dan sistem otot. Sistem persyarafan adalah sistem tubuh yang memiliki kaitan langsung dengan penyesuaian diri. Hal ini dikarenakan sistem persyarafan adalah dasar dari proses mental. Gangguan pada sistem persyarafan dan kelenjar dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Dengan kata lain, sistem tubuh yang berfungsi dengan baik adalah suatu kondisi yang dapat menentukan penyesuaian diri individu. Penyesuaian diri lebih mudah dilakukan ketika kondisi tubuh baik daripada ketika dalam keadaan sakit dan kondisi tubuh lemah. b. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial dan emosi dan moral. Pola-pola penyesuaian diri individu selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Aspekaspek yang berhubungan dengan perkembangan dan kematangan misalnya intelektual, sosial, moral dan emosi. c. Faktor psikologis, meliputi pengalaman, pembelajaran, latihan dan pendidikan, frustasi dan konflik, dan self determination. Pengalaman adalah suatu konsep yang luas yang mempengaruhi penyesuaian diri. Ada beberapa pengalaman yang bersifat bermanfaat dan ada juga yang bersifat traumatik. Pengalaman yang bermanfaat dapat memberi pengaruh positif pada penyesuaian diri individu.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Faktor pembelajaran merupakan dasar yang paling penting pada penyesuaian diri. Jika dibandingkan dengan faktor bawaan, faktor pembelajaran memiliki pengaruh yang lebih jelas terhadap penyesuaian diri. Penyesuaian diri juga dapat diperoleh dari hasil latihan dan pendidikan. Pelatihan lebih kepada mendapatkan kebiasaan atau keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri yang efektif. Pendidikan lebih kepada mendapatkan pengetahuan yang lebih luas yang menyediakan nilai-nilai, prinsip, sikap yang berkontribusi terhadap kehidupan yang sehat. Setiap
individu
memiliki
pola-pola
yang
berbeda
dalam
kemampuannya untuk menyesuaikan diri. Individu mampu menentukan sendiri pola-pola penyesuaian dirinya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimilikinya. d. Keadaan lingkungan seperti rumah dan keluarga, hubungan antara orangtua dan anak, hubungan dengan masyarakat. Faktor yang paling penting dalam menentukan penyesuaian diri adalah rumah dan keluarga. Hal ini dikarenakan keluarga adalah kesatuan sosial dimana individu adalah bagian integral didalamnya. Ada beberapa karakteristik kehidupan keluarga yang mempengaruhi penyesuaian diri misalnya, kumpulan keluarga, peran sosial dalam keluarga, karakteristik dan keterpaduan anggota keluarga. Hubungan orangtua dan anak dapat mempengaruhi penyesuaian anak
maupun orangtua.
Penerimaan orangtua
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
akan
anak
dapat
mempengaruhi penyesuaian diri orangtua itu sendiri. Begitu juga dengan anak. Penerimaan orangtua akan membuat anak merasa diinginkan dan membentuk perasaan yang aman. Penerimaan orangtua dapat membuat anak mampu mengembangkan rasa percaya diri, reaksi emosional yang positif dan kepatuhan. Penyesuaian diri individu dapat berbeda-beda sesuai dengan keanggotaannya dalam masyarakat. Termasuk didalamnya tetangga dan orang lain disekitar individu itu sendiri. e. Faktor kebudayaan, adat istiadat dan agama. Individu dapat mencerminkan ciri pikiran dan perilaku mereka sesuai dengan konteks budaya dan adat istiadat yang mereka miliki. Agama tidak dapat dipisahkan dari bagian budaya karena budaya memiliki hubungan dengan agama dan penyesuaian diri.
Menurut Kristiyani (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah keluarga, keadaan lingkungan, rasa aman, keadaan fisik, jenis kelamin, pendidikan, tingkat religius dan kebudayaan, keadaan psikologis, kebiasaan dan keterampilan serta komunikasi. Dari uraian diatas ada beberapa faktor yang menentukan penyesuaian diri individu, antara lain : 1) Keadaan lingkungan. Seperti : rumah, keluarga, hubungan antara orangtua dan anak, hubungan dengan masyarakat.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
2) Keadaan fisik dan faktor keturunan. Seperti : sistem parsyarafan, kelenjar, otot-otot, jenis kelamin, kesehatan dan penyakit. 3) Faktor psikologis. Seperti : pengalaman, pembelajaran, latihan dan pendidikan, frustasi dan konflik, self determination dan rasa aman 4) Perkembangan dan kematangan. Seperti : kematangan intelektual, sosial, emosi dan moral. intelektual, sosial, emosi, kebiasaan dan keterampilan dan komunikasi. 5) Faktor kebudayaan. Seperti : adat istiadat. 6) Keyakinan religius (keagamaan).
3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Baik Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri yang baik adalah individu yang dapat memberi respon yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan. Penyesuaian diri yang normal dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu : a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive emotionality) Penyesuaian diri yang normal dapat ditandai dengan tidak adanya emosi yang relatif berlebihan atau tidak terdapat gangguan emosi yang merusak. Individu yang mampu menanggapi situasi atau masalah yang dihadapinya dengan cara yang normal akan merasa tenang dan memiliki kontrol emosi yang baik. Emosinya akan tetap tenang dan tidak panik sehingga dapat menentukan penyelesaian masalah yang dibebankan kepadanya dengan menggunakan rasio dan emosi yang terkendali. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b. Tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological mechanisms) kejujuran dan keterusterangan terhadap adanya masalah atau konflik yang dihadapi individu akan lebih terlihat sebagai reaksi yang normal dari pada suatu reaksi yang diikuti dengan mekanisme-mekanisme pertahanan diri seperti rasionalisasi, proyeksi atau kompensasi. c. Tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal frustration) Adanya perasaan frustasi akan membuat individu sulit atau bahkan tidak mungkin bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah yang dihadapinya. Individu harus mampu menghadapi masalah secara wajar, tidak menjadi cemas dan frustasi. d. Kemampuan untuk belajar (ability to learn) Mampu mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. e. Pemanfaatkan pengalaman (utilization of past experience) Adanya
kemampuan
individu
untuk
belajar
dan
memanfaatkan
pengalaman marupakan hal yang penting bagi penyesuaian diri yang normal.
Dalam
menghadapi
masalah,
individu
harus
mampu
membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
sehingga pengalaman-pengalaman yang diperoleh dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. f. Sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes) Karakteristik ini berhubungan erat dengan orientasi seseorang terhadap realitas yang dihadapinya. Individu mampu mengatasi masalah dengan segera, apa adanya dan tidak ditunda-tunda. g. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self direction) Pertimbangan rasional tidak dapat berjalan dengan baik apabila disertai dengan emosi yang berlebihan sehingga individu tidak dapat mengarahkan dirinya. Individu yang tidak mampu untuk mempertimbangkan masalah secara rasional akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya. Individu mampu menghadapi masalah dengan pertimbangan yang rasional dan mengarah langsung kepada masalah dengan segala akibatnya.
Berdasarkan baik dan buruknya penyesuaian diri, ada dua jenis penyesuaian diri menurut Lazarus (1969), yaitu : a. Peyesuaian diri buruk (poor adjustment) dimana seseorang menerima kenyataan secara pasif dan tidak melakukan usaha apapun untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. b. Penyesuaian diri yang baik (good adjustment) dimana individu dapat menerima keterbatasan-keterbatasannya yang tidak dapat diubah namun
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
individu tetap berusaha memodifikasi keterbatasan-keterbatasan tersebut seoptimal mungkin.
B. AUTISME 1. Definisi Autisme Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004), autisme adalah salah satu gangguan perkembangan pervasif yang dicirikan oleh tiga ciri utama, yaitu pengasingan yang ekstrim (extreme isolation) dan ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain. Kedua, kebutuhan patologis akan kesamaan. Kebutuhan ini berlaku untuk perilaku anak dan lingkungannya. Dan ketiga yaitu mutism atau cara berbicara yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi. Anak autis juga memiliki ketidakmampuan dalam menerjemahkan kalimat secara harafiah dan pembalikan kata gantinya sendiri, biasanya anak memanggil dirinya sendiri dengan kata ”kamu”. Menurut DSM IV-TR (APA, 2000), autisme adalah keabnormalan yang jelas dan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan keterbatasan yang jelas dalam aktivitas dan ketertarikan. Manifestasi dari gangguan ini berganti-ganti tergantung pada tingkat perkembangan dan usia kronologis dari individu. Safaria (2005) mengatakan autisme adalah ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan Keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada anak-anak yang ditandai dengan gangguan interaksi sosial seperti pengasingan diri dan ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, gangguan komunikasi dan bahasa seperti ecolalia, penggunaan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi, mutism, pembalikan kalimat atau kata, gangguan ketertarikan dan aktivitas seperti adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipe serta keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan dan kesamaan di dalam lingkungannya.
2. Gejala Autisme Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu : a. Isolasi sosial Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial kedalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada. b. Kelemahan kognitif Sebahagian besar (± 70 %) anak autis mengalami retardasi mental (IQ < 70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan anak Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
autis meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami. Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial. c. Kekurangan dalam bahasa Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya mengoceh, merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua ”kamu” atau orang ketiga ”dia”. Intinya anak autime tidak dapat berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal. d. Tingkah laku stereotip Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terusmenerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menariknarik rambut dan mengggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya, pada roda Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton.
3. Penyebab Autisme Sampai sekarang, autisme masih merupakan grey area di bidang kedokteran yang terus berkembang dan belum diketahui penyebabnya secara pasti (Marijani, 2003). Menurut Supratiknya (1995), autisme disebabkan faktor bawaan tertentu atau pengalaman yang kurang mendukung. Misalnya dibesarkan oleh ibu yang tidak responsif atau pernah mengalami trauma dengan lingkungan sosialnya. Autisme juga disebabkan oleh abnormalitas kromosom terutama fragile X. Ada pengaruh kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan yang mencakup rubella, sifilis, fenilketonuria, tuberus dan sklerosis. Faktor prenatal mencakup infeksi kongenital seperti Cytomegalovirus dan rubella. Faktor pasca natal yang berperan mencakup infantile spasm, epilepsi mioklonik,
fenilketonuria,
meningitis dan encefalis (Lumbantobing, 2001). Menurut
Acocella (1996), ada tiga perspektif yang dapat digunakan
untuk menjelaskan penyebab autisme, yaitu : a. Perspektif Psikodinamika Bettelheim (1967) mengatakan bahwa penyebab dari autisme karena adanya penolakan orangtua terhadap anaknya. Anak menolak orangtuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak melihat bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orangtua yang tidak Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
responsif. Anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak apapun di dunia, sehingga anak menciptakan ”benteng kekosongan” autisme untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan.
b. Perspektif Biologis 1) Pendekatan biologis Folstein & Butter (1977) mengadakan penelitian di Great Britain, antara 11 pasang monozygotic (MZ) kembar dan 10 pasang dyzygotik (DZ) kembar, ditemukan satu pasang yang merupakan gen autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11 diantaranya adalah gen autisme. Sedangkan pada DZ, tidak ada. Walaupun demikian, pada MZ kembar tidak didioagnosa sebagai autisme, hanya akan mengalami gangguan bahasa atau kognisi. 2) Pendekatan kromosom Kromosom yang dapat menyebabkan autisme yaitu sindrom fragile X dan kromosom XXY, namun kromosom XXY ini tidak menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom fragile X. 3) Pendekatan biokimia Anak-anak autis memiliki kadar serotonin dan dopamine yang sangat tinggi. Obat-obat yang dapat membantu menurunkan kadar dopamine yaitu seperti phenotiazines yang dapat menurunkan gejala-gejala autisme.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4) Gangguan bawaan dan komplikasi Ada 2 penyebab autisme yaitu, virus herpes dan rubella. Autisme yang berhubungan dengan komplikasi pada saat melahirkan berhubungan dengan faktor genetik. 5) Pendekatan neurological a) Penyebab autisme karena adanya kerusakan otak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa gejala berikut : b) Karakteristik anak autis seperti gangguan perkembangan bahasa, retardasi mental, tingkah laku motorik yang aneh, memiliki respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi terhadap stimulus sensori, menentang stimulus auditory dan visual) berhubungan dengan fungsi sistem saraf pusat. c) Sistem saraf menunjukkan abnormalitas seperti, gangguan otot, alat koordinasi, mengeluarkan air liur dan hiperaktif. d) Memiliki electroencephalogram (EEG) yang abnormal. Penelitian
ERP
menunjukkan
tidak
adanya
respon
memperhatikan objek atau stimulus bahasa. e) Adanya keabnormalan pada bagian Cerebellum dan sistem lymbik otak yang sangat berpengaruh terhadap kognisi, memori, emosi dan tingkah laku. Sistem lymbicnya lebih kecil dan bergumpal dibeberapa area, bagian dendrit saraf anak autisme lebih pendek dan kurang lengkap.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
c. Perspektif Kognitif 1) Ornitz, dkk (1974) mengatakan bahwa gangguan pada anak autis disebabkan karena adanya masalah dalam mengatur dan menyatakan input terhadap alat perasa. Contohnya, memberi respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi terhadap suara. 2) M. Rutter (1971) memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu dimana anak autisme tidak memberi respon terhadap suara. Anak autis juga mengalami gangguan bahasa seperti aphasia yaitu kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata yang disebabkan karena kerusakan otak. Tetapi dalam perspektif ini menyatakan bahwa anak autis tidak memberi respon disebabkan adanya masalah perseptual. 3) Loovas, dkk (1979) mengatakan bahwa anak autis sangat overselektif dalam memperhatikan sesuatu. Anak autis hanya dapat memproses dan merespon satu stimulus dalam satu waktu, hal ini disebabkan karena adanya gangguan perceptual. 4) Anak autis tidak mampu mengolah sesuatu dalam pikiran. Misalnya, tidak dapat memperkirakan dan memahami tingkah laku yang mendasari suatu objek.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4. Kriteria Diagnostik Autisme Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnostik gangguan autisme adalah : a. Sejumlah enam hal atau lebih dari (1), (2) dan (3), paling sedikit dua dari (1) dan satu masing-masing dari (2) dan (3) : 1) Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi sosial sebagai manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut : a) Hendaya didalam perilaku non verbal seperti pandangan mata ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh dan gerak terhadap rutinitas dalam interaksi sosial. b) Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai tingkat perkembangannya. c) Kurang kespontanan dalam membagi kesenangan, daya pikat atau pencapaian akan orang lain, seperti kurang memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek yang menarik. d) Kurang sosialisasi atau emosi yang labil. 2) Secara kualitatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut : a) Keterlambatan
atau
berkurangnya
perkembangan
berbicara (tidak menyertai usaha mengimbangi cara komunikasi alternatif seperti gerak isyarat atau gerak meniru-niru) Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b) Individu bicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau meneruskan pembicaraan orang lain. c) Mempergunakan kata berulang kali dan stereotif atau kata-kata aneh. d) Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau pura-pura bermain sesuai tingkat perkembangan. 3) Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut : a) Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotif atau kelainan dalam intensitas maupun focus ketertarikan akan sesuatu yang terbatas. b) Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau ritual pun tidak fungsional. c) Gerakan stereotif dan berulang misalnya, memukul, memutar arah jari dan tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh tubuhnya. d) Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotif. b. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut ini, dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun : 1) Interaksi sosial 2) Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial 3) Bermain simbol atau berkhayal.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
c. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrasi masa kanak.
C. Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak autis Menjadi orangtua adalah suatu periode kehidupan yang akan dilalui setiap individu. Individu yang sudah menjadi orangtua akan mengalami suatu perubahan dalam kehidupannya sehingga ia perlu menyesuaikan diri. Orangtua yang memiliki anak normal saja akan mengalami masalah penyesuaian diri dengan kehadiran anak dalam keluarga begitu juga orangtua yang mempunyai anak yang mengalami gangguan perkembangan seperti autisme. Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu pengasingan yang ekstrim (extreme isolation) dan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, kebutuhan patologis akan kesamaan dan mutism atau cara berbicara yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi (Kanner dalam Wenar, 1994). Berbagai reaksi orangtua muncul ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami autisme. Ada perasaan menolak, malu, tidak percaya, sedih, cemas, merasa bersalah dan berdosa, marah, terkejut, depresi hingga pada penerimaan. Sesuai dengan apa yang dikatakan Kubbler – Ross (dalam Sarasvati, 2004) bahwa ada beberapa reaksi yang dapat muncul ketika individu menghadapi cobaan dalam hidup, yaitu menolak kenyataan, marah, melakukan tawar-menawar, depresi dan penerimaan. Reaksi-reaksi orangtua ini muncul karena harapan orangtua terhadap Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
anak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya yaitu memiliki anak yang berkembang dengan normal seperti anak-anak lainnya dan adanya berbagai tuntutan dari lingkungan sekitarnya sehingga menuntut orangtua untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan yang muncul. Umumnya orangtua yang memiliki anak autis akan mengalami stress. Hal ini terjadi baik pada ayah maupun ibu. Ayah dan ibu juga menunjukkan penampakan yang berbeda dari stress yang mereka alami yang berhubungan dengan masalah-masalah anak autisnya. Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan terhadap masalah penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu berperan langsung dalam kelahiran anak. Biasanya ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi yang berhubungan dengan ketidakmampuan anaknya dan ibu lebih mudah terganggu secara emosional. Ibu juga merasa stress karena perilaku yang ditampilkan oleh anaknya seperti, tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku yang tidak lazim, ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Berbeda dengan ayah yang sebenarnya juga mengalami stress yang sama tetapi dampak stressnya tidak seberat yang dialami oleh ibu. Ayah cenderung lebih stress karena stress yang dialami oleh ibu. Hal ini dikarenakan oleh peran ayah sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga mereka tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari (Cohen & Volkmar, 1997) Dillihat dari jenis tuntutan untuk menyesuaikan diri menurut Lazarus (1969), penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis adalah termasuk : 1. Tuntutan eksternal yang berasal dari tuntutan sosial (social demands). Hal ini disebabkan adanya tuntutan terhadap orangtua untuk berindak, berpikir Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak tersebut secara khusus. Disamping itu orangtua juga perlu menangani masalah perilaku anak, kesehatan dan pendidikan anak yang sangat berbeda dari anak-anak normal. 2. Tuntutan internal yang berasal dari motif sosial. Hal ini disebabkan adanya keinginan orangtua untuk disayangi, dihormati, dicintai dan ditemani orang lain. Baik itu keinginan untuk disayang oleh anaknya walaupun
anaknya
mengalami
kesulitan
untuk
mengekspresikan
perasaannya. Begitu juga dengan keinginan orangtua untuk ditemani dan dihormati oleh orang-orang sekitarnya karena adanya suatu keadaan khusus pada diri orangtua yaitu dengan kehadiran anak autis dalam keluarganya. Mash & Wolfe (2005) mengatakan bahwa orangtua harus mencoba memahami dan menerima kenyataan hasil diagnosa anak dan perilaku anak yang selalu berbeda dengan anak lainnya sehingga orangtua mampu bereaksi untuk menyesuaikan diri dengan berbagai permasalahan yang muncul baik dari anak itu sendiri, dari diri sendiri maupun permasalahan yang timbul dari lingkungan sekitarnya. Penerimaan orangtua dengan anak autis dapat mempengaruhi penyesuaian orangtua itu sendiri dan penyesuaian diri orangtua juga sangat mempengaruhi penyesuaian diri anak. Penyesuaian diri adalah proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhankebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Schneider, 1964). Orangtua yang memiliki anak autis diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan baik sehingga orangtua harus memiliki beberapa karakteristik penyesuaian diri yang baik, yaitu : 1. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive emotionality) sehingga mampu mengontrol emosi yang berlebihan dan dalam menghadapi permasalahan emosinya akan tetap tenang dan tidak panik. 2. Tidak
terdapat
mechanisms)
mekanisme psikologis (absence of
sehingga
dalam
menyelesaikan
psychological
masalah
individu
menggunakan pemikiran yang rasional dan mengarah langsung pada permasalahan. 3. Tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal frustration) sehingga individu mampu menghadapi masalah secara wajar, tidak menjadi cemas dan frustasi. 4. kemampuan untuk belajar (ability to learn) yaitu pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar dapat dipergunakan untuk mendukung dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. 5. Pemanfaatan pengalaman (utilization of past experience) sehingga dapat membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain dan pengalaman-pengalaman tersebut dapat memberikan sumbangan dalam pemecahan masalah yang dihadapi Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
6. Sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes) yaitu mampu menghadapi masalah dengan segera, apa adanya dan tidak ditunda-tunda. 7. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self direction)
yaitu
individu
dapat
mengarahkan
dirinya
dan
mempertimbangkan masalah secara rasional. Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri yang baik adalah individu yang dapat memberi respon yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan. Berdasarkan baik atau buruknya penyesuaian diri orangtua dengan anak autis, dapat dikemukakan dua bentuk penyesuaian diri menurut Lazarus (1969), yaitu : 1. Penyesuaian diri yang buruk dimana orangtua menerima kehadiran anak autis secara pasif dan tidak mengoptimalkan kemampuan dirinya dan anak tersebut untuk mengatasi masalah yang muncul. 2. Penyesuaian diri yang baik dimana orangtua dapat menerima keterbatasanketerbatasan dari anak sehingga akan tercipta hubungan baik antara anak dengan dirinya. Salah satu prinsip penting dari penyesuaian diri yang baik pada orangtua anak autisme yaitu membuat tujuan yang realistis yang berhubungan dengan kemampuan anaknya atau hubungan diantara mereka dan berusaha mencapai tujuan tersebut secara bersama-sama. Adapun penyesuaian diri yang tidak baik menurut Schneiders (1969) adalah penyesuaian diri yang menyimpang dari kenyataan yang ditandai dengan ketidakmampuan mengendalikan emosi bila menghadapi masalah, menjadi panik sehingga tindakan yang diambil tidak sesuai dengan kenyataan, menggunakan Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pertahanan diri yang berlebihan dan menyimpang dari kenyataan sehingga memungkinkan terjadinya kecemasan, frustasi dan konflik.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis. Menurut Azwar (1999) penelitian deskriptif merupakan metode yang menggambarkan dengan sistematik dan akurat fakta dengan tidak bermaksud menjelaskan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi. Menurut Hadi (2000) metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku secara umum.
A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian Penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk mengatasi secara efektif berbagai tuntutan atau tekanan yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari lingkungannya. Penyesuaian diri dalam penelitian ini dapat diungkap melalui skala penyesuaian diri yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yang mengungkap karakteristik penyesuaian diri yang baik. Skala ini menunjukkan semakin tinggi total skor yang diperoleh individu maka akan menunjukkan penyesuaian diri yang baik, sebaliknya semakin rendah total skor yang diperoleh individu maka akan menunjukkan penyesuaian diri yang buruk.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel Dalam suatu penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi pada penelitian ini adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang memiliki anak autis. Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki penulis, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebahagian dari populasi yang merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang memiliki anak autis dengan krakteristik sebagai berikut:
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
a. Orangtua baik ayah maupun ibu yang memiliki anak autis. Diasumsikan karena orangtua memiliki peranan penting dalam mengupayakan penyembuhan kepada anak autis. b. Taraf pendidikan orangtua minimal SMU untuk mempermudah pengambilan data saat penelitian.
2. Jumlah Sampel Penelitian Sugiarto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah 30, walaupun ia juga mengakui bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum. Sedangkan menurut Siegel (1994) tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian. Kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Azwar (2001) menyatakan tidak ada angka yang dikatakan dengan pasti. secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 39.
3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwanti, 1994). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Teknik Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pengambilan sampel ini diambil secara acak terhadap kelompok bukan terhadap individu melainkan dari kelompok-kelompok individu. sampling ini dipandang ekonomis, lebih mudah dan lebih murah (Azwar, 2000). Prosedur random akan dilakukan terhadap yayasan-yayasan anak berkebutuhan khusus di kota Medan. Antara lain Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Yayasan Anak kita (Yakita), Kidz Smile Centre Therapy, i – Homeschooling dan Yayasan Tali Kasih. Kemudian akan diambil secara random 3 yayasan untuk dijadikan sampel penelitian.
D. Alat Ukur yang Digunakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2001). Hadi (2000) menyatakan bahwa skala psikologis dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi berikut : 1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya. 2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan peneliti.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan menggunakan skala, yaitu skala penyesuaian diri.
1. Skala Penyesuaian Diri Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri yang terdiri dari butir-butir pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik penyesuaian diri yang baik yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yaitu : Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive emotionality), tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological mechanisms), tidak terdapat perasaan frustrasi pribadi (absence of the sense of personal frustration), kemampuan untuk belajar (ability to learn), pemanfaatan pengalaman (utilization of past experience), sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes) dan pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self direction). Skala ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk bobot pernyataan unfavorabel yaitu SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4. Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 1. Cara Penilaian Skala Penyesuaian Diri Bentuk Peryataan
1
2
3
4
Favorable
STS
TS
S
SS
Unfavorable
SS
S
TS
STS
3. Skala Sebelum Uji Coba Sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya, skala penyesuaian diri yang telah disusun, terlebih dahulu diujicobakan. Tujuannya agar mengetahui seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya (Azwar, 1999). Butir-butir aitem skala penyesuaian diri disusun berdasarkan karakteristik penyesuaian diri yang baik yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) dengan blue print pada tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Blue print Skala Penyesuaian Diri Sebelum Uji Coba No 1
2 3 4 5 6 7
Karakteristik Penyesuaian Diri Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan Tidak terdapat mekanisme psikologis Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi Kemampuan untuk belajar Pemanfaatan pengalaman Sikap yang realistis dan objektif Pertimbangan rasional dan pengarahan diri Jumlah
Nomor Butir Aitem Skala Favorable Unfavorable 1, 11, 13, 17, 2, 22, 26, 46, 21, 33, 45 66, 93, 97
Jumlah (Persen) 14 (14,3 %)
3, 23, 49, 55, 63, 69, 71 5, 9, 15, 27, 37, 43, 61 25, 31, 35, 39, 41, 47,59 7, 19, 29, 67, 79, 87, 91 24, 58, 60, 80, 84, 88, 98 51, 53, 57, 65, 73, 77, 89 49
14 (14,3 %) 14 (14,3 %) 14 (14,3 %) 14 (14,3 %) 14 (14,3 %) 14 (14,3 %) 98
30, 32, 75, 81, 83, 85, 95 16, 20, 28, 34, 48, 54, 70 4, 18, 40, 52, 64, 74, 82 6, 38, 50, 56, 76, 92, 94 8, 10, 14, 36, 42, 44, 62 12, 68, 72, 78, 86, 90, 96 49
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Persen
50 %
50 %
100 %
E. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menetukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan. Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes ini (Azwar, 2001). Peneliti akan melakukan uji coba pada skala terhadap sejumlah responden, dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Hadi (2000) mengemukakan beberapa tujuan dari try out adalah sebagai berikut : 1. Menghindari pernyataan-pernyataan yang kurang jelas maksudnya 2. Menghindari penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik, ataupun kata-kata yang menimbulkan kecurigaan. 3. Memperbaiki pernyataan-pernyataan yang biasa dilewati (dihindari) atau hanya menimbullkan jawaban-jawaban dangkal. 4. Menambah aitem yang sangat perlu ataupun meniadakan aitem yang ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian.
1. Validitas Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2000). Azwar juga mengatakan bahwa suatu alat tes atau Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
instrumen pengukuran dikatakan mamiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi yaitu sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benarbenar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi ini dilakukan melalui pendapat profesional (profesional judgement).
2. Reliabilitas Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Uji reliabilitas menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal yaitu single trial administration, dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada individu sebagai subjek. Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien Alpha Cronbach, yang akan menghasilkan reliabilitas dari skala penyesuaian diri. Pengolahan data tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka 1 menandakan semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas pengukurannya. Menurut Azwar (2000), pengukuran pada aspek-aspek sosial-psikologis yang mencapai angka koefisien reliabilitas 1 tidak pernah dijumpai karena manusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber error yang potensial. Menurut Triton (2006) ada beberapa pembagian kategori reliabilitas pengukuran, yaitu : 0 s/d 0,20 (kurang reliabel), > 0,20 s/d 0,40 (agak reliabel), > 0,40 s/d 0,60 (cukup reliabel), 0,60 s/d 0,80 (reliabel), 0.80 s/d 1 (sangat reliabel).
F. Daya Beda Aitem Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena melalui daya beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi internal tiap-tiap aitem pada skala dengan mengkorelasikan skor aitem dengan skor total (Azwar,2000). Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0.30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2000). Penelitian ini menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Pengujian daya diskriminasi aitem pada skala sikap dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor tiap aitem dengan skor total, dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS versi 16.
G. Hasil Uji Coba Alat Ukur Hasil uji coba skala penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis menghasilkan 55 aitem yang diterima dari 98 aitem yang diujicobakan. Indeks diskriminasi rix ≥ 0.3 dengan reliabilitas sebesar 0, 906. Sebanyak 43 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 2, 3, 6, 9, 11, 12, 13, 16, 18, 20, 23, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 43, 44, 46, 54, 55, 57, 65, 67, 69, 70, 71, 75, 76, 77, 78, 83, 86, 88, 90, 91, 93 dan 98. indeks aitem yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari 0,305 sampai dengan 0,691.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Diri yang Akan Digunakan dalam Peneli tian No 1
2 3 4 5 6 7
Karakteristik Penyesuaian Diri Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan Tidak terdapat mekanisme psikologis Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi Kemampuan untuk belajar Pemanfaatan pengalaman Sikap yang realistis dan objektif Pertimbangan rasional dan pengarahan diri Jumlah
Nomor Butir Aitem Skala Favorable Unfavorable 1, 3, 12, 42 13, 37, 41
24, 34
47, 50, 54
5, 9, 16, 32
23
14, 18, 20, 22, 30 7, 10, 15, 46, 45 11, 29, 31, 36, 49
4, 19, 27, 35, 40, 48 17, 25, 43, 52, 53 2, 6, 8, 21, 33
26, 28, 39, 51, 29
44, 38, 55 26
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Jumlah (Persen) 7 (12,7 %) 5 (9,1 %) 5 (9,1 %) 11 (20 %) 10 (18,2 %) 10 (18,2 %) 7 (12,7 %) 55
Persen
52,7 %
47,3 %
100 %
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Ada beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum melakukan penelitian, antara lain : a. Rancangan alat dan instrumen Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari skala penyesuaian diri yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori dari Scheiders (1964) yang akan mengukur penyesuaian diri. Skala penyesuaian diri yang akan digunakan dalam penelitian terdiri dari 55 aitem yang dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 dimana setiap aitem pernyataan terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). b. Permohonan Izin Pengambilan data untuk penelitian diawali dengan mengurus surat izin dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara untuk pengambilan data, yaitu pada Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari) dan Kidz Smile Therapy Center. Kemudian peneliti meminta izin dari ketiga yayasan tersebut. Setelah mendapatkan izin untuk pengambilan data barulah peneliti menetapkan tanggal untuk melakukan penelitian.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
c. Uji coba alat ukur Uji coba alat ukur dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2008 sampai dengan 10 Januari 2009. Total skala yang disebarkan berjumlah 50 skala dan yang dikembalikan sejumlah 43 skala. d. Revisi alat ukur penelitian Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 43 subjek, peneliti terlebih dahulu menguji validitas dan reliabilitas skala penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dengan bantuan program komputer SPSS versi 16. Setelah mengetahui aitem-aitem yang memenuhi reliabilitas yang baik, peneliti mengambil aitem-aitem tersebut untuk dijadikan sebagai aitem-aitem pada skala penyesuaian diri untuk penelitian dan skala ini disusun dalam bentuk booklet yang berukuran kertas A4. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian untuk memperoleh data yang sesungguhnya dilakukan setelah diperoleh alat ukur yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengambilan data penelitian dilakukan di Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari) dan Kidz Smile Therapy Centre). Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 13 sampai dengan 31 Januari 2009. Dimana jumlah sampel dalam penelitian yaitu 39 orang. Dari 45 skala yang disebarkan, 3 skala tidak dikembalikan dan 2 skala yang tidak bisa dianalisa.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
3. Tahap pengolahan Pengolahan data dilakukan setelah skala penyesuaian diri terhadap orangtua yang memiliki anak autis terkumpul seluruhnya. Kemudian data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 16.
H. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisa statistik. Pertimbangan penggunaan analisa statistik dalam penelitian ini adalah : 1. Statistik bekerja dengan angka-angka. 2. Statistik bersifat objektif. 3. Statistik bersifat universal, dalam arti dapat digunakan pada hampir semua bidang penelitian (Hadi, 2000). Azwar (2001) menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Untuk mendapatkan gambaran skor penyesuaian diri digunakan statistik deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, standar deviasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kesimpulan dalam penelitian deskriptif didasari oleh angka yang tidak terlalu mendalam. Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji yang digunakan adalah uji one sample Kolmogorov-Smirnov dan uji Independent Sample T-Test. Data Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
yang berhasil dikumpulkan akan diolah dengan bantuan program komputer SPSS versi 16. .
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI
Bab ini akan membahas mengenai gambaran keseluruhan hasil penelitian. Diawali dengan pembahasan mengenai gambaran subjek penelitian yang dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian.
A. Gambaran Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah orangtua yaitu ayah dan ibu yang memiliki anak autis yang diambil dari beberapa yayasan anak berkebutuhan khusus, antara lain Yayasan Anak Kita (Yakita), Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari) dan Kidz Smile Therapy Centre dengan jumlah sampel keseluruhan 39 orang. Dari skala yang dibagikan akan diperoleh gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dan seluruh subjek dalam penelitian ini akan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat penghasilan.
1. Gambaran Subjek berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan
jenis
kelamin,
penyebaran
subjek
penelitian
digambarkan seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 4. Persentase Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah (N) 14 orang 25 orang 39 orang
Persentase 35,9 % 64,1 % 100 %
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
dapat
Berdasarkan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah subjek berjenis kelamin perempuan lebih banyak, yaitu 25 orang (64,1 %), dibandingkan dengan jumlah subjek berjenis kelamin laki-laki, yaitu 14 orang (35,9 %). Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Grafik 1 berikut : Grafik 1. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Gambaran subjek berdasarkan usia Menurut Hurlock (1980), pembagian masa dewasa dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-59 tahun) dan dewasa lanjut (> 60 tahun). Penyebaran subjek dalam penelitian ini akan dikelompokkan berdasarkan pembagian masa dewasa menurut Hurlock. Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 5. Persentase Subjek Berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) Dewasa dini (18-39 tahun) 19 orang 48,7 % Dewasa madya (40-59 tahun) 20 orang 51,3 % Dewasa Lanjut (> 60 tahun) 0 0% Total 39 orang 100 % Tabel 5 menunjukkan persentase subjek berdasarkan usia yang terbanyak adalah subjek yang berada pada masa dewasa madya (40-59 tahun) yaitu sebanyak Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
20 orang (51,3 %) kemudian subjek yang berada pada masa dewasa dini (18-39 tahun) yaitu sebanyak 19 orang dan tidak ada subjek yang berada pada masa perkembangan dewasa lanjut ( > 60 tahun). Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada Grafik 2 berikut : Grafik 2. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia
3. Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 6. Persentase Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan SMU/SMK Diploma Sarjana Total
Jumlah (N) 14 orang 3 orang 22 orang 39 orang
Persentase (%) 35,9 % 7,7 % 56,4 % 100 %
Tabel 6 menunjukkan jumlah subjek yang paling banyak adalah dengan tingkat pendidikan Sarjana, yaitu 22 orang (56,4 %) dan subjek yang paling sedikit adalah dengan tingkat pendidikan Diploma, yaitu 3 orang (7,7 %). Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Grafik 3 berikut : Grafik 3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan
4. Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan Berdasarkan pekerjaan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 7. Persentase Subjek Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan PNS Peg. Swasta Wiraswasta TNI/POLRI Tidak bekerja total
Jumlah (N) 8 orang 9 orang 12 orang 2 orang 8 orang 39 orang
Persentase (%) 20,5 % 23,1 % 30,8 % 5,1 % 20,5 % 100 %
Tabel 7 menunjukkan persentase subjek yang paling banyak berdasarkan pekerjaan adalah wiraswasta, yaitu 12 orang (30,8 %), kemudian subjek dengan pekerjaan sebagai Peg. Swasta, yaitu 9 orang (23,1 %). Sedangkan persentase subjek yang paling sedikit yaitu subjek yang bekerja sebagai TNI/POLRI, yaitu 2 orang (5,1 %). Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Grafik 4 berikut : Grafik 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan
5. Gambaran subjek dengan tingkat Penghasilan Berdasarkan tingkat penghasilan, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 8. Persentase Subjek Berdasarkan Tingkat Penghasilan Tingkat Penghasilan Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000,Rp. 2.000.001 – Rp. 3.000.000,Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000,Rp. 4.000.001 – Rp 5. 000.000,> Rp. 5.000.001,Total
Jumlah (N) 1 orang 7 orang 8 orang 6 orang 17 orang 39 0rang
Persentase (%) 2,6 % 17,9 % 20,5 % 15,4 % 43,6 % 100 %
Tabel 8 menunjukkan persentase subjek berdasarkan tingkat penghasilan yang terbanyak adalah subjek dengan tingkat penghasilan > Rp. 5. 000.001,- (43,6 %). Untuk subjek berdasarkan tingkat penghasilan yang paling sedikit adalah subjek dengan tingkat penghasilan Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000,- (2,6 %). Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat penghasilan dapat dilihat pada grafik 5 berikut : Grafik 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Penghasilan
B. Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi normal. Kriterianya terbagi atas 3 jenjang yaitu rendah, sedang dan tinggi. Menurut Azawar (2000) pengkategorisasian minimal tiga jenjang ini merupakan pengkategorisasian minimal yang digunakan dalam penelitian. Apabila hanya dilakukan pengkategorisasian dalam 2 jenjang (rendah dan tinggi) maka akan menghadapi resiko kesalahan yanng cukup besar bagi skor-skor yang terletak disekitar mean kelompok (Azwar, 2000). Pengkategorisasian dalam tiga jenjang ini digunakan untuk menghindari resiko kesalahan yang cukup besar dan untuk keefisienan. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan norma kategorisasi sebagai berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 9. Kategorisasi Penyesuaian Diri X < (μ - 1,0σ) (μ - 1,0σ) ≤ X < (μ + 1,0σ) X ≥ (μ + 1,0σ)
Buruk Sedang Baik
Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan data penelitian berdasarkan mean hipotetik dan mean empirik. Mean hipotetik untuk melihat posisi relatif individu berdasarkan norma skor idealnya skala, sedangkan berdasarkan mean empirik untuk melihat posisi relatif individu berdasarkan norma skor dari subjek penelitian.
C. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Normalitas Sebelum hasil utama penelitian dapat dianalisa, terlebih dahulu harus dilakukan uji normalitas sebaran data penelitian. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Untuk mengukur
normalitas
digunakan
Kolmogorov-Smirnov.
Penelitian
ini
menggunakan taraf kepercayaan (α) 0.05. Data dikatakan terdistribusi normal bila nilai p > α. (p > 0.05). Hasil uji normalitas yang didapat dengan menggunakan SPSS for16 windows dapat dilihat dari Tabel 10 di bawah ini : Tabel 10. Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
N Parameter Normal (a,b) Kolmogorof-Smirnov Z Asymp. Sig (2-tailed)
Mean Standar Deviasi
Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki Anak Autis 39 169,92 17,621 1,004 ,266
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Keterangan : a. Data terdistribusi normal b. Dihitung dari data Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai sebaran normal (Z) sebesar 1.004 dengan p = 0.266 (p > 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian telah terdistribusi dengan normal.
2. Hasil Utama Penelitian a. Gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis adalah sebanyak 55 aitem dengan 4 pilihan jawaban yang berkisar dari 1 sampai 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik disajikan sebagai berikut : Tabel 11. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Penyesuaian Diri Penyesuaian Diri
Min 55
Hipotetik Maks Mean SD Min 220 137,5 27,5 150
Empirik Maks Mean SD 208 169,92 17,621
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh mean empirik sebesar 169,92 dengan SD empirik sebesar 17,621 sedangkan untuk mean hipotetik sebesar 137,5 dengan SD hipotetik sebesar 27,5. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri orangtua yang memiliki anak autis berada pada kategori tinggi. Setelah diketahui mean hipotetik sebesar 137,5 dan SD sebesar 27,5 dapat dibuat kategorisasi penyesuaian diri. Skor tinggi dijadikan tanda penyesuaian diri Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
yang baik, skor sedang dijadikan tanda penyesuaian diri sedang. Sedangkan skor rendah dijadikan tanda penyesuaian diri yang buruk. Pengkategorian penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 12. Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Mean Hipotetik Penyesuaian Diri
Rentang Nilai X < 110 110 ≤ X < 165 X ≥ 165
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 0 19 20
Persentase 0% 48,7 % 51,3 %
Berdasarkan Tabel 12 diatas penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang tergolong kedalam kategori baik sebanyak 20 orang. Tergolong kategori sedang sebanyak 19 orang dan tidak ada subjek yang tergolong kedalam kategori buruk. Pada data empirik, yaitu mean empirik sebesar 169,92 termasuk kedalam kategori tinggi. Artinya secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis termasuk baik. Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dapat dilihat pada Grafik 6 berikut : Grafik 6 Kategorisasi Penyesuaian Diri
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b. Gambaran penyesuaian diri dilihat dari karakteristik penyesuaian diri 1)
Gambaran
skor penyesuaian
diri
dilihat
dari
tidak
Terdapat
emosionalitas yang berlebihan. Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak adanya emosionalitas yang berlebihan terdiri dari 7 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut : Tabel 13 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak Terdapat Emosionalitas yang Berlebihan Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan
Hipotetik Min Maks Mean SD Min 7 28 17,5 3,5 13
Empirik Maks Mean SD 26 19,44 3,21
Berdasarkan Tabel 13 diperoleh mean hipotetik sebesar 17,5 dengan SD hipotetik sebesar 3,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 19,44 dengan SD empirik sebesar 3,21 Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan berada pada kategori tinggi. Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan adalah sebagai berikut : Tabel 14 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Emosionalitas yang Berlebihan Berdasarkan Mean Hipotetik Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan
Rentang Nilai X < 14 14 ≤ X < 21 X ≥ 21
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 2 26 11
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Persentase 5,1 % 66,7 % 28,2 %
Berdasarkan Tabel 14 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan adalah 11 orang (28 %) tergolong kedalam kategori baik, 26 orang (66,7 %) tergolong kategori sedang dan 2 orang (5,1 %) tergolong kedalam kategori buruk. Mean empirik (19,44) lebih besar dari pada mean hipotetik (17,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan adalah termasuk baik. Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan dapat dilihat pada Grafik 7 berikut : Grafik 7 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Emosionalitas yang Berlebihan
2) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis terdiri dari 5 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 15 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak terdapat mekanisme psikologis Tidak terdapat mekanisme psikologis
Hipotetik Min Maks Mean SD Min 5 20 12,5 2,5 13
Empirik Maks Mean SD 20 15,95 2,102
Berdasarkan Tabel 15 diperoleh mean hipotetik sebesar 12,5 dengan SD hipotetik sebesar 2,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 15,95 dengan SD empirik sebesar 2,102. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis berada kategori tinggi. Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis adalah sebagai berikut : Tabel 16 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Mekanisme Psikologis Tidak terdapat mekanisme psikologis
Rentang Nilai X < 10 10 ≤ X < 15 X ≥ 15
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 0 12 27
Persentase 0% 30,8 % 69,2 %
Berdasarkan Tabel 16 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis adalah 27 orang (69,2 %) tergolong kedalam kategori baik, 12 orang (30,8 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (15,95) lebih besar dari pada mean hipotetik (12,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis adalah termasuk baik. Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis dapat dilihat pada Grafik 8 berikut : Grafik 8 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Mekanisme Psikologis
3) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi terdiri dari 5 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut : Tabel 17 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Tidak terdapat Perasaan Frustasi Pribadi Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi
Hipotetik Min Maks Mean SD Min 5 20 12,5 2,5 11
Empirik Maks Mean SD 20 14,23 2,206
Berdasarkan Tabel 17 diperoleh mean hipotetik sebesar 12,5 dengan SD hipotetik sebesar 2,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 15,95 dengan SD empirik sebesar 2,102. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis berada pada kategori tinggi. Pengkategorian penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis adalah sebagai berikut : Tabel 18 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Perasaan Frustasi Pribadi Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi
Rentang Nilai X < 10 10 ≤ X < 15 X ≥ 15
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 0 20 19
Persentase 0% 51,3 % 48,7 %
Berdasarkan Tabel 18 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi adalah 19 orang (48,7 %) tergolong kedalam kategori baik, 20 orang (51,3 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (14,23) lebih besar dari pada mean hipotetik (12,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi adalah termasuk baik. Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi dapat dilihat pada Grafik 9 berikut
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Grafik 9 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Tidak Terdapat Perasaan Frustasi Pribadi
4). Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk belajar Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari kemampuan untuk belajar terdiri dari 11 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut : Tabel 19 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Kemampuan untuk Belajar Kemampuan untuk Min belajar 11
Hipotetik Maks Mean SD Min 44 27,5 5,5 28
Empirik Maks Mean SD 44 35,03 3,903
erdasarkan Tabel 19 diperoleh mean hipotetik sebesar 27,5 dengan SD hipotetik sebesar 5,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 35,03 dengan SD empirik sebesar 3,903. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari kemampuan untuk belajar berada pada kategori tinggi. Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari kemampuan untuk belajar adalah sebagai berikut : Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 20 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Belajar Kemampuan untuk belajar
Rentang Nilai X < 22 22 ≤ X < 33 X ≥ 33
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 0 14 25
Persentase 0% 35,9 % 64,1 %
Berdasarkan Tabel 20 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari kemampuan untuk belajar adalah 25 orang (64,1 %) tergolong kedalam kategori baik, 14 orang (35,9 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (35,03) lebih besar dari pada mean hipotetik (27,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat kemampuan untuk belajar adalah termasuk baik. Selanjutnya,
gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat
dari
kemampuan untuk belajar dapat dilihat pada Grafik 10 berikut : Grafik 10 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Belajar
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
5) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari kemampuan memanfaatkan pengalaman Karakteristik
penyesuaian
diri
yang
dilihat
dari
kemampuan
memanfaatkan pengalaman terdiri dari 10 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut : Tabel 21 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Kemampuan untuk Memanfaatkan Pengalaman Kemampuan untuk Hipotetik memanfaatkan Min Maks Mean SD Min pengalaman 10 40 25 5 26
Empiris Maks Mean SD 39 32,36 3,766
Berdasarkan Tabel 21 diperoleh mean hipotetik sebesar 25 dengan SD hipotetik sebesar 5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 32,36 dengan SD empirik sebesar 3,766. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman berada pada kategori tinggi. Pengkategorian
penyesuaian
diri
dilihat
dari
kemampuan
untuk
memanfaatkan pengalaman adalah sebagai berikut : Tabel 22 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Memanfaatkan Pengalaman Kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman
Rentang Nilai X < 20 20 ≤ X < 30 X ≥ 20
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 0 11 28
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Persentase 0% 28,2 % 71,8 %
Berdasarkan Tabel 22 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman adalah 28 orang (71,8 %) tergolong kedalam kategori baik, 11 orang (28,2 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (32,36) lebih besar dari pada mean hipotetik (25) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman adalah termasuk baik. Selanjutnya,
gambaran kategorisasi penyesuaian diri dilihat
dari
kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman dapat dilihat pada Grafik 11 berikut : Grafik 11 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Kemampuan untuk Memanfaatkan Pengalaman
6) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari sikap yang realistis dan objektif Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari sikap yang realistis dan objektif terdiri dari 10 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut : Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 23 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Sikap yang Realistis dan Objektif Sikap yang realistis dan objektif
Hipotetik Min Maks Mean SD Min 10 40 25 5 20
Empirik Maks Mean SD 38 30,18 4,593
Berdasarkan Tabel 23 diperoleh mean hipotetik sebesar 25 dengan SD hipotetik sebesar 5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 30,18 dengan SD empirik sebesar 4,953. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari sikap yang realistis dan objektif berada pada kategori tinggi. Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari sikap yang realistis dan objektif adalah sebagai berikut : Tabel 24 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Sikap yang Realistis dan Objektif Sikap yang realistis dan objektif
Rentang Nilai X < 20 20 ≤ X < 30 X ≥ 20
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 0 18 21
Persentase 0% 46,2 % 53,8 %
Berdasarkan Tabel 24 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari sikap yang realistis dan objektif adalah 21 orang (53,8 %) tergolong kedalam kategori baik, 18 orang (46,2 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (30,8) lebih besar dari pada mean hipotetik (25) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari sikap yang realistis dan objektif adalah termasuk baik.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri sikap yang realistis dan objektif dapat dilihat pada Grafik 12 berikut : Grafik 12 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Sikap yang Realistis dan Objektif
7) Gambaran skor penyesuaian diri dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri Karakteristik penyesuaian diri yang dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri terdiri dari 7 aitem dengan 4 pilihan jawaban dan rentang nilai 1 – 4. Hasil penghitungan mean empirik dan mean hipotetik adalah sebagai berikut : Tabel 25 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Pertimbangan Rasional dan Pengarahan Diri Pertimbangan rasional dan pengarahan diri
Hipotetik Min Maks Mean SD Min 7 28 17,5 3,5 19
Empirik Maks Mean SD 28 22,74 2,197
Berdasarkan Tabel 25 diperoleh mean hipotetik sebesar 17,5 dengan SD hipotetik sebesar 3,5 sedangkan untuk mean empirik sebesar 22,74 dengan SD empirik sebesar 2,197. Hasil perhitungan skor mean empirik dan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Hal ini berarti bahwa secara umum penyesuian diri yang dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri berada pada kategori tinggi. Pengkategorian penyesuaian diri dilihat dari pertimbanngan rasional dan pengarahan diri adalah sebagai berikut : Tabel 26 Kategori Penyesuaian Diri Dilihat dari Pertimbangan Rasional dan Pengarahan Diri Pertimbangan rasional dan pengarahan diri
Rentang Nilai X < 14 14 ≤ X < 21 X ≥ 21
Kategorisasi Buruk Sedang Baik
Jumlah 0 2 37
Persentase 0% 5,1 % 94,9 %
Berdasarkan Tabel 26 diatas, penyesuaian diri yang dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri adalah 37 orang (94,9 %) tergolong kedalam kategori baik, 2 orang (5,1 %) tergolong kategori sedang dan tidak ada subjek yang tergolong kategori buruk. Mean empirik (22,74) lebih besar dari pada mean hipotetik (17,5) berarti bahwa secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri adalah termasuk baik. Selanjutnya, gambaran kategorisasi penyesuaian diri yang dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri dapat dilihat pada Grafik 13 berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Grafik 13 Kategorisasi Penyesuaian Diri Dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri
3. Hasil Tambahan Penelitian a. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 27 berikut :
Tabel 27. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin Jenis kelamin Laki-laki
N
Mean
14
Perempuan
25
Total
39
SD
Min
Maks
164,29 13,947
150
189
173,20 19,059
150
208
Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik 0 8 6 0% 57,1% 42,9% 0 11 14 0% 44% 56% 0 19 20 0% 48,7% 51,3%
Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa skor mean permpuan (173,20) lebih tinggi dari pada skor mean laki-laki (164,29). Subjek penelitian yang
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
memiliki penyesuaian diri yang baik sebanyak 20 orang (51,3 %) yaitu 6 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Tabel 28 Hasil Uji T-Test Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah 14 25 39
Mean 164,29 173,20
F 3,008
P (sig) 0,091
Berdasarkan hasil uji T-Test pada Tabel 28 maka diperoleh nilai F = 3,008 dengan signifikansi (p) = 0,091. hasil tersebut tidak signifikan p > 0,05. dengan demikian, tidak ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari jenis kelamin dapat dilihat dari Grafik 14 berikut : Grafik 14. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin
173 171 169 Mean 167 165 163 Laki-laki
Perempuan
b. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari Usia Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari usia dapat dilihat pada Tabel 29 berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 29. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Usia Usia
N
Mean
Dewasa dini (18-39 tahun) Dewasa madya (40-59 tahun) Total
19 20
SD
Min
Maks
167,79 19,243
150
202
172,10
150
208
16,41
Penyesuaian Diri Buruk 0 0% 0 0% 0 0%
Sedang 11 57,9% 8 40% 19 48,7%
Baik 8 42,1% 12 60% 20 51,3%
Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa skor mean dewasa madya (1839 tahun) yaitu 172,10 lebih tinggi dari pada skor mean dewasa dini (40-59 tahun) yaitu 167,79. Subjek penelitian yang memiliki penyesuaian diri baik yang paling banyak adalah pada dewasa madya (40-59 tahun) yaitu 12 orang (60%). Subjek penelitian yang memiliki penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah pada dewasa dini (18-39 tahun) yaitu 11 orang (57,9 %). Tabel 30 Hasil Uji T-Test Penyesuaian Diri Ditinjau dari Usia Usia Dewasa Dini (18-39 tahun) Dewasa Madya (40-59 tahun) Total
Jumlah 19 20 39
Mean 167,79 172,10
F 1,166
P (sig) 0,287
Berdasarkan hasil uji T-Test pada Tabel 30 , maka diperoleh nilai F = 1,166 dengan signifikansi (p) = 0,287. Hasil tersebut tidak signifikan p > 0,05. dengan demikian, tidak ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari usia. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari usia dapat dilihat dari Grafik 15 berikut :
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Grafik 15. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Jenis Kelamin 173.5 172 170.5 169
Mean
167.5 166 dewasa dini (1839 tahun)
dewasa madya (40-59 tahun)
c. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari Pendidikan Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari pendidikan dapat dilihat pada Tabel 31 berikut : Tabel 31. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pendidikan Pendidikan
N
Mean
SD
Min
Maks
SMU/SMK
14
162,71
14,788
150
202
Diploma
3
177,33
15,503
162
193
Sarjana
22
173,64
18,824
150
208
Total
39
Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik 0 9 5 0% 64,3% 35,7% 0 1 2 0% 33,3% 66,7% 0 9 13 0% 40,9% 59,1% 0 19 20 0% 48,7% 51,3%
Berdasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa subjek dengan latar belakang pendidikan Diploma memiliki skor mean tertinggi (177,33). Sedangkan skor mean terendah (162,71) adalah subjek dengan latar belakang SMU/SMK. Skor penyesuaian diri baik yang paling banyak adalah subjek dengan latar belakang Sarjana (9 orang) dan skor penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah subjek dengan latar belakang SMU/SMK dan Sarjana (masing-masing 9 orang). Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari latar belakang pendidikan dapat dilihat dari Grafik 16 berikut : Grafik 16. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau Pendidikan 177.5 175 172.5 170 Mean
167.5 165 162.5 160 SMU/SMK
Diploma
Sarjana
d. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari pekerjaan Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 32 berikut : Tabel 32. Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pekerjaan Pekerjaan
N
Mean
SD
Min
Maks
PNS
8
169
15,639
151
196
Peg. Swasta
9
171,78 21,839
151
208
Wiraswasta
12 164,83 15,625
150
194
TNI/POLRI
2
21,213
159
189
Tidak bekerja
8
175,75 19,433
150
202
Total
39
174
Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik 0 3 5 0% 37,5% 62,5% 0 5 4 0% 55,6% 44,4% 0 7 5 0% 58,3% 41,7% 0 1 1 0% 50% 50% 0 3 5 0% 37,5% 62,5% 0 19 20 0% 48,7% 51,3%
Berdasarkan Tabel 32 dapat kita lihat bahwa skor mean yang paling tinggi adalah subjek yang tidak bekerja (175,75) dan skor mean yang paling rendah Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
adalah subjek yang pekerjaannya sebagai wiraswasta. Skor Penyesuaian diri baik yang paling banyak adalah pada subjek yang pekerjaannya PNS, Wiraswasta dan tidak bekerja (masing-masing 5 orang). Sedangkan skor penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah subjek yang pekerjaannya Wiraswasta (7 orang). Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari pekerjaan dapat dilihat pada Grafik 17 berikut : Grafik 17. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Pekerjaan 176 174.5 173 171.5 170
Mean
168.5 167 165.5 164 PNS
Peg. Swasta
Wiraswasta
TNI/POLRI
Tdk Bekerja
e. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari penghasilan Gambaran skor penyesuaian diri yang ditinjau dari penghasilan dapat dilihat pada Tabel 33 berikut : Tabel 33. Penyesuaian Diri Ditinjau dari penghasilan Pekerjaan
N
Mean
SD
Min
Maks
Rp. 1.000.000 – Rp 2.000.000,Rp. 2.000.001 – Rp. 3.000.000,Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000,Rp. 4.000.001 – Rp 5. 000.000,> Rp. 5.000.001,-
1 7
170,29
14,539
151
193
8
169,50
15,836
154
195
6
167,50
21,566
150
208
17
171,94
19,857
150
202
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Penyesuaian Diri Buruk Sedang Baik 0 1 0 0% 100% 0% 0 3 4 0% 42,9% 57,% 0 4 4 0% 50% 50% 0 3 3 0% 50% 50% 0 8 9 0% 47,1% 52,9%
Total
39
0 0%
19 48,7%
20 51,3%
Berdasarkan Tabel 33 dapat dilihat bahwa mean skor penyesuaian diri yang paling tinggi adalah subjek dengan penghasilan > Rp. 5.000.001 (171,94) sedangkan skor mean penyesuaian diri yang paling rendah adalah subjek dengan penghasilan Rp. 4.000.001-Rp. 5.000.000 (167,50). Skor penyesuaian diri baik yang paling banyak adalah subjek dengan penghasilan > Rp. 5.000.001 sedangkan skor penyesuaian diri sedang yang paling banyak adalah juga subjek dengan penghasilan > Rp. 5.000.001. Gambaran penyesuaian diri ditinjau dari penghasilan dapat dilihat pada Grafik 18 berikut : Grafik 18. Gambaran Penyesuaian Diri Ditinjau dari Penghasilan 171 170.5 170 169.5 169 168.5 168 167.5 167
Mean
2.000.001–Rp. 3.000.001–Rp. 4.000.001–Rp 3.000.000 4.000.000 5. 000.000
> Rp. 5.000.001
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisa yang diuraikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga akan diuraikan saran-saran untuk pengembangan penelitian dan bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa : 1. Secara umum, kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang paling banyak adalah pada kategori baik, yaitu sebanyak 20 orang (51,3 %). 19 orang (48,7 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. 2. Secara umum kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari karakteristik penyesuaian diri dapat diperoleh bahwa : a. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan yang paling banyak adalah pada kategori sedang sebanyak 26 orang (66,7 %). 11 orang (28,2 %) berada pada kategori baik dan 2 orang (5,1 %) berada pada kategori buruk.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
b. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis yang paling banyak adalah berada pada kategori baik sebanyak 27 orang (30,8 %). Artinya secara keseluruhan tidak terdapat mekanisme psikologis pada orangtua yang memiliki anak autis. 12 orang (30,8 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. c. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi yang paling banyak adalah berada pada kategori sedang sebanyak 20 orang (51,7 %). 19 orang (48,7 %) berada pada kategori baik dan tidak ada subjek yang berada pada kategori buruk. d. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari kemampuan untuk belajar yang paling banyak adalah berada pada kategori baik sebanyak 25 orang (64,1 %). Artinya secara keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan belajar yang baik. 14 orang (35,9 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. e. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman yang paling banyak adalah berada pada kategori baik sebanyak 28 orang (71,8 %). Artinya secara keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan memanfaatkan pengalaman yang baik. 11 orang (28,2) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
f. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis yang dilihat dari sikap yang realistis dan objektif yang paling banyak berada pada kategori baik sebanyak 21 orang (53,8 %). Artinya secara keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki sikap realistis dan objektif yang baik. 11 orang (46,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. g. Kategori penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri yang paling banyak berada pada kategori baik sebanyak 37 orang (94,9 %). Artinya secara keseluruhan orangtua yang memiliki anak autis memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang baik. 2 orang (5,1 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. 3. Berdasarkan karakteristik subjek, gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dengan skor mean penyesuaian diri tertinggi adalah pada subjek dengan karakteristik perempuan (173,20), berada pada usia dewasa madya yaitu 40-59 tahun (172,10), latar belakang pendidikan Diploma (177,33), tidak bekerja (175,75) dan dengan tingkat penghasilan > Rp. 5.000.001,- (171,94). Sedangkan skor mean penyesuaian diri terendah adalah pada subjek dengan karakteristik laki-laki, berada pada usia dewasa dini yaitu 18-39 tahun (167,79), latar belakang pendidikan SMU/SMK (162,71), pekerjaan wiraswasta (164,83) dan dengan tingkat penghasilan Rp. 4.000.001 – Rp. 5.000.001,- (167,50).
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
4. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari jenis kelamin, maka orangtua yang berjenis kelamin laki-laki memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 6 orang (42,9 %) dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (57,1 %). Sedangkan orangtua yang berjenis kelamin perempuan memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 14 orang (56 %) dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 11 orang (44 %). Dan tidak ada orangtua yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk. Tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari jenis kelamin. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian dapat diperoleh bahwa skor mean penyesuaian diri subjek berjenis kelamin perempuan (173,20) lebih tinggi dari pada skor mean subjek berjenis kelamin laki-laki (164,29). 5. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari usia, maka orangtua yang berusia dewasa dini (18-39 tahun) memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 8 orang (42,1 %) dan yang berada pada kategori sedang sebanyak 11 orang (57,9 %). Sedangkan orangtua yang berusia dewasa madya (40-59) memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 12 orang (60 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (60 %). Dan tidak ada orangtua yang berusia dewasa dini (18-39 tahun) maupun dewasa madya (4059) yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari usia. Namun dengan membandingkan mean data dari subjek penelitian dapat diperoleh bahwa skor mean penyesuaian diri subjek usia dewasa madya (40-59 tahun) yaitu 172,10 lebih tinggi dari pada skor mean subjek usia dewasa dini (18-39 tahun) yaitu 167,79. 6. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari latar belakang pendidikan (SMU/SMK, Diploma dan Sarjana) maka orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan SMU/SMK memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (35,7 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 9 orang (64,3 %), orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan Diploma yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 2 orang (66,7 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 1 orang (33,3 %), orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan Sarjana yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 13 orang (59,1 %) dan berada pada kategori sedang 9 orang (40,9 %). Dan tidak ada orangtua yang berlatar belakang pendidikan SMU/SMK, Diploma, maupun Sarjana yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk. Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari latar belakang pendidikan adalah subjek dengan latar belakang pendidikan Diploma (177,33) dan skor mean penyesuaian diri terendah adalah dengan latar belakang pendidikan SMU/SMK (162,71)
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
7. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari pekerjaan (PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta, TNI/POLRI dan tidak bekerja) maka orangtua yang bekerja sebagai PNS memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (62,5 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 3 orang (37,5 %), orangtua yang bekerja sebagai Peg. Swasta yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 4 orang (44,4 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 5 orang (55,4 %), orangtua yang bekerja sebagai Wiraswasta yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (41,7 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 7 orang (58,3 %), orangtua yang bekerja sebagai TNI/POLRI memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 1 orang (50 %) dan orangtua yang tidak bekerja yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 5 orang (62,5 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 3 orang (37,5 %). Dan tidak ada orangtua yang bekerja sebagai PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta, TNI/POLRI maupun orangtua yang tidak bekerja yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori buruk. Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari pekerjaan adalah subjek yang tidak bekerja (175,75) dan skor mean penyesuaian diri terendah adalah subjek yang bekerja sebagai Wiraswasta (164,83). 8. Berdasarkan karakteristik subjek, penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari penghasilan maka orangtua dengan penghasilan Rp. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
1.000.000 - Rp. 2.000.000,- tidak ada yang berada pada kategori baik dan yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori sedang sebanyak 1 orang (100 %), orangtua dengan penghasilan Rp. 2.000.001 - Rp. 3.000.000 yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 4 orang (57,1 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 3 orang (42,9 %), orangtua yang berpenghasilan Rp. 3.000.001 – Rp. 4.000.000 yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik dan sedang masing – masing sebanyak 4 orang (masing – masing 50 %), orangtua yang berpenghasilan Rp. 4.000.001 – Rp. 5.000.000 yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 3 orang ( masing – masing 50 %) dan orangtua yang berpenghasilan > Rp. 5.000.001 yang memiliki penyesuaian diri yang berada pada kategori baik sebanyak 9 orang (52,9 %) dan berada pada kategori sedang sebanyak 8 orang (47,1 %). Skor mean penyesuaian diri tertinggi ditinjau dari penghasilan adalah subjek dengan penghasilan Rp. 4.000.001 – Rp. 5.000.000,- (167,50) dan skor mean penyesuaian diri terendah dengan penghasilan > Rp. 5.000.001,- (171,94).
B. Diskusi Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan secara umum penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis tergolong baik. Dari 39 subjek penelitian, 20 orang (51,3 %) memiliki penyesuaian diri yang baik, 19 orang (48,7 %) memiliki penyesuaian diri yang tergolong sedang dan tidak ada yang memiliki penyesuaian diri yang buruk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyesuaian Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
diri orangtua yang memiliki anak autis adalah baik. Mayoritas orangtua yang memiliki anak autis mampu mengatasi secara efektif berbagai tuntutan atau tekanan baik yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Lazarus (1976) yang memberikan pengertian bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses psikologis yang digunakan untuk mengatur dan mengatasi berbagai tuntutan dan tekanan. Sehingga bila penyesuaian diri seseorang semakin baik maka tuntutan dan tekanan yang dihadapinya akan semakin rendah dan dalam hal ini adalah tuntutan dan tekanan terhadap orangtua yang berasal dari anak autisnya yang mengharuskan orangtua menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat diubah namun tetap melakukan modifikasi terhadap keterbatasan tersebut seoptimal mungkin sehingga dapat mencapai penyesuaikan diri yang baik dengan kondisinya yang memiliki anak autis. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan termasuk pada kategori sedang. Dari 39 subjek penelitian, 11 orang (28,2 %) berada pada kategori baik, 26 orang (66,7 %) berada pada kategori sedang dan 2 orang (5,1 %) berada pada kategori buruk. Hal ini sejalan dengan pendapat Schneiders (1964) mengatakan jika individu mampu menanggapi situasi atau masalah yang dihadapinya dengan normal akan merasa tenang dan memiliki kontrol emosi yang baik. Dalam hal ini orangtua mampu mengontrol emosi-emosi negatif misalnya rasa marah, terkejut dan rasa kecewa sehubungan dengan kondisinya yang memiliki anak autis. Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat mekanisme psikologis termasuk pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 27 orang (69,2 %) berada pada kategori baik, 12 orang (30,8 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek yang berada pada kategori buruk. Artinya tidak terdapat mekanisme psikologis pada mayoritas orangtua yang memiliki anak autis. Dalam hal ini orangtua mampu bersikap jujur dan terus terang terhadap adanya masalah atau konflik yang dihadapi dari pada menunjukkan suatu reaksi yang diikuti dengan mekanismemekanisme pertahanan diri misalnya malu memiliki anak autis, menolak atau menyangkal diagnosis autis pada anaknya, memberikan perhatian yang berlebihan sehingga anak tidak bebas berekspresi dan tidak mau mengakui anaknya menyandang autis. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari tidak terdapat perasaan frustasi pribadi termasuk pada kategori sedang. Dari 39 subjek penelitian, 19 orang (48,7 %) berada pada kategori baik, 20 orang (51,3 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek yang berada pada kategori buruk. Dalam hal ini orangtua yang memiliki anak autis mampu menghadapi masalah, tidak menjadi cemas dan frustasi baik dalam hal yang berhubungan dengan usaha orangtua memperbaiki perilaku anak mapun hal yang berhubungan dengan masa depan anak. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari kemampuan untuk belajar termasuk pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 25 orang (64,1 %) berada pada kategori baik, 14 Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
orang (35,9 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada subjek yang berada pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki anak autis berusaha mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Misalnya dengan membaca bukubuku, artikel, mencari informasi – informasi terbaru di internet dan mengikuti seminar – seminar yang berhubungan dengan autisme. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman termasuk pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 28 orang (71,8 %) berada pada kategori baik, 11 orang (28,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis memiliki kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki anak autis mampu membandingkan pengalaman dirinya dengan pengalaman orang lain sehingga pengalamanpengalaman yang diperoleh dapat dipergunakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Misalnya saling berbagi informasi dan pengalaman dengan sesama orangtua yang memiliki anak autis. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari sikap yang realistis dan objektif berada pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 21 orang (53,8 %) berada pada kategori baik, 18 orang (46,2 %) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis memiliki sikap yang realistis dan objektif yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua mampu menerima kenyataan dengan kehadiran anak autis dalam keluarganya dan tidak menaruh harapan yang berlebihan kepada dirinya maupun orang lain disekitarnya sehingga orangtua mampu memberikan penanganan terhadap anak autisnya sesegera mungkin dan tidak memberikan harapan yang tinggi terhadap perubahan perilaku anak. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis dilihat dari pertimbangan rasional dan pengarahan diri berada pada kategori baik. Dari 39 subjek penelitian, 37 orang (94,9 %) berada pada kategori baik, 2 orang (5,1) berada pada kategori sedang dan tidak ada yang berada pada kategori buruk. Artinya mayoritas orangtua yang memiliki anak autis memiliki pertimbangan yang rasional dan pengarahan diri yang baik. Hal ini sejalan
dengan
pendapat
Schneiders
(1964)
yang
menyatakan
bahwa
pertimbangan rasional akan dapat berjalan dengan baik jika tidak disertai dengan emosi yang berlebihan sehingga individu dapat mengarahkan dirinya. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek berdasarkan jenis kelamin didapatkan skor mean penyesuaian diri subjek perempuan (173,20) lebih tinggi dari skor mean penyesuaian diri subjek laki-laki (164,29). Artinya penyesuaian diri subjek perempuan tergolong lebih baik dari subjek laki-laki. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Cohen & Volkmar, 1997 yang mengatakan bahwa ayah dan ibu menunjukkan penampakan yang berbeda dari stress yang mereka alami yang berhubungan dengan masalah-masalah anak Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
autisnya. Tetapi ibu lebih rentan terhadap masalah penyesuaian. Hal ini disebabkan ibu lebih berperan langsung dalam proses kelahiran anak sehingga ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi yang berhubungan dengan masalah ketidakmampuan anaknya sehingga ibu lebih mudah terganggu secara emosional. Ibu juga merasa tertekan karena perilaku yang ditampilkan anak seperti tantrum, hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku yang tidak lazim, ketidakmampuan bersosialisasi dan berteman. Sedangkan ayah yang sebenarnya juga mengalami tekanan yang sama tetapi dampak tekanan yang dialami ayah tidak seberat yang dialami ibu. Ayah cenderung lebih tertekan karena stress yang dialami ibu. Hal ini dikarenakan peran ayah sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga tidak terlalu terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. Dari hasil analisa data juga diperoleh tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua dilihat dari jenis kelamin. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Hadiyono & Kahn (1987) yang mengatakan bahwa ada perbedaan antara penyesuaian diri laki-laki dan perempuan. Laki-laki mempunyai penyesuaian diri yang lebih baik dibandingkan perempuan. karena perempuan memiliki unsurunsur yang kurang mendukung penyesuaian dirinya. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek berdasarkan usia didapatkan bahwa skor mean penyesuaian diri subjek dewasa madya yang berusia 40-59 tahun (172,10) lebih tinggi dari skor mean subjek dewasa dini yang berusia 18-39 tahun (167,79). Artinya penyesuaian diri dewasa madya tergolong lebih baik dari pada penyesuaian diri dewasa dini. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura (dalam Erdman & Demorest, 1998), usia merupakan Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Pengaruh usia terhadap penyesuaian diri, tidak dapat hanya dilihat dari usia kronologisnya tetapi juga harus memperhatikan kondisi psikososial individu pada umumnya. Dari hasil analisa data juga diperoleh tidak ada perbedaan penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis ditinjau dari usia yaitu dewasa dini (18-39 tahun) dan dewasa madya (40-59 tahun). Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek berdasarkan pendidikan didapatkan bahwa mean skor penyesuaian diri teringgi adalah subjek dengan pendidikan Diploma (177,33). Artinya bahwa subjek dengan pendidikan Diploma masuk kedalam kategori penyesuaian diri yang lebih baik dari subjek dengan pendidikan Sarjana dan SMU/SMK. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Gunarsa & Gunarsa (1989) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah kematangan intelektual. Dari hasil analisa data mengenai gambaran penyesuaian diri subjek berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa mean skor penyesuaian diri tertinggi adalah subjek yang tidak bekerja (175,75). Artinya bahwa subjek yang tidak bekerja masuk kedalam kategori penyesuaian diri yang lebih baik dari subjek dengan pekerjaan PNS, Peg. Swasta, Wiraswasta dan TNI/POLRI. Hal ini dikarenakan bahwa orang tua yang tidak bekerja lebih memiliki banyak waktu untuk memberikan perhatian dan penanganan yang serius terhadap perbaikan perilaku anak autisnya. Begitu pula dengan gambaran penyesuaian diri subjek berdasarkan penghasilan orangtua tiap bulan. Didapatkan bahwa subjek dengan penghasilan Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
keluarga > Rp. 5.000.001 memperoleh mean skor tertinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarsa & Gunarsa (1989) penyesuaian diri juga didukung oleh faktor kematangan sosial.
C. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis dapat mengemukakan beberapa saran yang diharapkan berguna bagi penelitian selanjutnya dan juga bermanfaat bagi orangtua khususnya orangtua yang memiliki anak autis. 1. Saran Metodologis a. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode penelitian kualitatif seperti wawancara untuk memperoleh data yang lebih mendalam. b. Penelitian ini memiliki kelemahan dalam pemilihan teori untuk menyusun skala penyesuaian diri karena peneliti menggunakan karakteristik penyesuaian diri yang baik. Penelitian yang selanjutnya, sebaiknya menggunakan karakteristik penyesuaian diri yang netral dalam mengungkap kemampuan penyesuaian diri individu. c. Memperbanyak jumlah subjek penelitian dengan mendata seluruh yayasan yayasan anak berkebutuhan khusus yang ada dikota Medan agar hasil penelitian lebih tergeneralisasi. d. Penelitian selanjutnya sebaiknya membedakan tingkat keparahan dan simptom - simptom yang ditunjukkan anak autis. Karena menurut Berkell (1992), Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
tingkat keparahan anak autis mempengaruhi penyesuaian diri orangtua. Semakin tinggi tingkat keparahan anak autis, akan semakin tinggi tingkat stress yang dirasakan orangtua. e. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan usia anak dan usia anak ketika diketahui menyandang autis. Karena tekanan dan emosi-emosi negatif sudah dirasakan orangtua sebelum mendapat diagnosis anaknya menyandang autis. 2. Saran Praktis a. Subjek penelitian diharapkan mempertahankan penyesuaian diri yang telah berada pada kategori baik agar dapat mengupayakan perbaikan perilaku anak autisnya. b. Dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan suami/istri dan orang – orang disekitar lingkungannya mungkin memiliki sumbangan yang cukup besar terhadap penyesuaian diri orangtua yang memiliki anak autis.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (1999). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2001). Methodology Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Acocella, dkk. (1996). Abnormal Psychology (7th ed). New York : Mc Graw Hill. American Psychiatric Association. (2004). Diagnostic & Statistical Manual of mental Disorders IV - TR (4th ed). Washington : APA. Berkell, Dianne. E. (1992). Autism : Identification, Education and Treatment. (ed) Hillsdale, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers. Cohen, D. J & Volkmar, F. R. (1997). Handbook of autism and pervasive development disorders. (2nd ed). New York : John Wiley & Sons, Inc. Danuatmaja, B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta : Puspa Swara Erdman, Sue Ann., Demorest, Marilyn E. (1998). Adjustment to Hearing Impairment: Audiological and Demographic Correlates. Journal of Speech, Language and Hearing Research, Vol.41, Iss.1;pg.123,14 pgs. Feb 1998. Online: http://proquest.umi.com/pqdweb. Tanggal akses: September 2006. Faisal, S. (1995). Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Farisy, A. S. (2007). Penyesuaian Diri Remaja yang Beralih dari Sekolah Formal ke Homeschooling.http://salmanalfarisy.wordpress.com/2007/10/11/penye suaian-diri-remaja-yang-beralih-dari-sekolah-formal-kehomeschooling.Diakses tanggal 20-02-2008 Hadi, S. 2000. Methodological Research. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hadiyono, J. E. P. & Kahn, M. N., (1987). Perbedaan Kepribadian dan Persamaan Jenis Kelamin pada mahasiswa Amerika dan Indonesia. Jurnal Psikologi. Th. XV, 1, 20-24. Info-sehat. (2007). Situs Kesehatan Keluarga. http://www.infosehat.com/content.php?s_sid=918. Diakses tanggal 20-022008
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Kristiyani, dkk (2001). Penyesuaian Diri Pembanru Rumah Tangga Wanita Ditinjau dari Persepsi terhadap Efektifitas Komunikasi dengan Majikan dan Rasa Aman.Jurnal Psikodimensia Kajian Ilmiah Psikologi, Vol.I No. 2 Lazarus, R. S. (1969). Pattern of Adjustment. Tokyo : Mc. Graw Hill Lumbantobing, S. M. (2001). Anak dengan Gangguan Mental Terbelakang. Jakarta : FK UI Marijani, L. (2003). Bunga Rampai Seputar Autisme dan Permasalahannya. Jakarta : puterakembara Foundation. Mash & Wolfe. (2005). Abnormal Child Psychology. 3rd ed. USA : Thomson Learning Inc. Neale, dkk. (2004). Psikologi Abnormal (9th ed). Jakarta : Rajawali Pers. Papalia & Old. (2001). Human Development (8th ed). New York : McGraw Hill. Poerwanti, E. dkk. (1994). Dasar-dasar Metode Penelitian. Malang: UMM Press. Safaria, T. (2005). Autisme : Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sarasvati. (2004). Meniti Pelangi : perjalanan Seorang Ibu yang Tak Kenal Menyerah dalam Membimbing Putranya Keluar dari Belenggu ADHD dan Autisme. Jakarta : PT Elex Media Computindo Schneiders, A. A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Renehart & Winston. Siegel, S. (1994). Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT. Gramedia. Sihombing, J. (1999, 5 Agustus). Ciri-Ciri dan Penanganan Autisma. Info Aktual Swara. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia Sugiarto, Siagian D., Sunaryanto, L.T., Oetomo, D.S. (2003). Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental dalam Kehidupan.Jakarta : Rineka Cipta. Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009
Sutadi, R. dkk.(2003). Penatalaksanaan Holistik Autisme (ed. pertama). FK UI. Jakarta. _______. (1997, Agustus). Autisma : Gangguan Perkembangan pada Anak. Makalah dipresentasikan pada Simposium Sehari Autisma di Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta, World Trade Center Triton. (2006).SPSS 13.0 Terapan, Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta : Penerbit Andi. Wenar, Charles. (1994). Developmental Psychopathology : From Infancy Through Adolescence (3th ed). New York : Mc Graw Hill.
Misbah Umar Lubis : Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis, 2009. USU Repository © 2009