Analisis Kasus
PENYEROBOTAN TANAH, AKANKAH TERUS BERLANGSUNG? (KETIDAKPAHAMAN ATAU KEBERPIHAKAN MAJELIS HAKIM) Indah Lisa Diana, S.H.
Tanah, berapa pun luasnya dapat menjadi sebuah investasi bagi seseorang. Atas tanah tersebut seseorang dapat menjualnya, menanaminya, atau mendirikan suatu bangunan di atasnya. Intinya tanah tersebut dapat menjadi sumber kehidupan bagi seseorang. Itulah sebabnya mengapa tanah menjadi sesuatu hal yang penting bagi seseorang. Namun, apa yang bisa dilakukan apabila tanah yang semula merupakan hak miliknya berubah menjadi hak milik orang lain tanpa sepengetahuannya?. Terlebih lagi, sudah dua (2) badan peradilan telah ditempuhnya untuk meraih kembali hak atas tanah tersebut, namun tetap saja menjadi suatu usaha yang sia-sia karena Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini tidak memiliki kepekaan akan rasa keadilan untuk berusaha lebih menggali dan mencermati setiap berkas yang hadir dalam perkara ini. Majelis Hakim seakan-akan tidak membuka mata dan telinga dalam memeriksa dan memutus perkara ini. Hanya ada dua pertanyaan yang muncul: ketidakpahaman Majelis hakim akan permasalahan hukum tanah Indonesia, atau keberpihakan Majelis Hakim terhadap mereka yang dimenangkan dalam perkara ini.
Posisi kasus Kasus penyerobotan tanah ini bermula dari adanya sebidang tanah milik dari Datuk Moh. Cheer (DMC) yang terletak di Jl. Karang Sari Kel. Suka Damai, Kec. Medan Baru, sekarang Medan Polonia seluas 350.000 M2, dengan alas hak Grant Sultan No.1 tahun 1935 (GS.1/35) yang diperoleh dari Tengku Otteman Al Sani (Sultan Negeri Deli pada waktu itu) yang dikuatkan dihadapan Assisten wedana Kec. Deli Tua dan terdaftar dalam register Nomor 1 tahun 1950. Hal yang menarik dalam
www.pemantauperadilan.com
1
Analisis Kasus
kasus ini adalah terdapat sejumlah peralihan hak atas tanah yang menyimpang dari prosedur yang ada. Beberapaperistiwa peralihan hak atas tanah tersebut adalah: 1. Pada tanggal 3 Februari 1970, Mendagri cq Dirjen Agraria dengan SK. No I/HPL/DA/70 memberikan Hak Pengelolaan kepada Pangkowil I TNI AU Medan untuk perluasan pangkalan udara TNI AU dengan alasan untuk kepentingan umum dengan luas tanah seluruhnya adalah 1.379.659,50 M2. Hak pengelolaan tersebut diberikan dengan catatan bahwa penerima hak harus menberikan ganti rugi kepada pihak-pihak yang mempunyai atau dapat membuktikan mempunyai hubungan hukum dengan tanah dimaksud. Kemudian, berdasarkan hasil temuan dari pemeriksaan Deputi Pengawasan BPN Kanwil Propinsi Sumatera Utara, penerima hak pengelolaan belum pernah mengganti rugi kepada pihak-pihak yang berhak atas tanah tersebut, disamping itu SK tersebut belum didaftarkan untuk mendapatkan sertifikatnya. 2. Hak Pengelolaan yang dimiliki oleh Pangkowil I Medan tersebut kemudian diserahkan sebagian kepada PT. Surya Dirgantara tanpa izin Menteri Dalam Negeri seluas 219.506 M2 melalui Skep No.019/B/VI/74 tanggal 1 Juni 1974 dimana hal tersebut sudah tidak sesuai dengan SK. No I/HPL/DA/70 tanggal 3 Februari 1970 dari Mendagri cq Dirjen Agraria. 3. Mendagri cq Dirjen Agraria mengeluarkan SK. No. 217/HP/DA/1976 sebagai pengabulan permohonan dari PT. Surya Dirgantara yang mengajukan permohonan Hak Pakai atas tanah tersebut seluas 219.506 M2 ditambah 8.520 M2 sehingga luas seluruhnya sebesar 228.026 M2. Namun, dalam perjalanan pengurusan SK No. 217/HP/DA/1976 tersebut agar menjadi sertifikat oleh PT. Surya Dirgantara mengalami hambatan dikarenakan syarat untuk membayar ganti rugi kepada kepada pihak-pihak yang mempunyai atau dapat membuktikan mempunyai hubungan hukum dengan tanah dimaksud belum terpenuhi. Dari jumlah ganti rugi tanah yang harus dibayarkan tersebut ternyata PT. Surya Dirgantara baru membayar sebesar 20 % dari jumlah ganti rugi yang harus
www.pemantauperadilan.com
2
Analisis Kasus
dibayarkan
seluruhnya.
Akibatnya
PT.
Surya
Dirgantara
tidak
dapat
mendaftarkan sertifikat hak pakai atas tanah tersebut. 4. Tanpa seijin Mendagri cq Dirjen Agraria pihak PT. Surya Dirgantara kemudian mengalihkan tanah seluas 22.8 Ha tersebut kepada YASAU (Yayasan TNI AU Adi Upaya) yang dibuat didepan Notaris DR. AP Parlindungan, SH Notaris di Medan tanggal 4 Mei 1981. Pangkodau dengan surat Pangkodau I nomor Skep 13/11/1981 tanggal 26-2-1982, kemudian mencabut pelimpahan pemanfaatan Tanah dari PT. Surya Dirgantara dan kemudian mengalihkan kepada YASAU. 5. Pada tanggal 8 September 1982 Mendagri cq Dirjen Agraria menerbitkan SK. Nomor 150/DJA/82 yang isinya membatalkan HPL yang diberikan kepada Pangkowil TNI AU Medan dan mengembalikan tanah rakyat yang dapat membuktikan haknya. 6. Tanggal 20-4-1987 Sjaefullah atas nama YASAU kemudian mengajukan Hak pakai atas tanah seluas 201.000 M2 yang terletak dijalan Karangsari, Desa Polonia, Kecamatan Medan Baru, dati II medan kepada Mendagri cq Dirjen Agraria, dan akhirnya melalui SK. Nomor 78/HP/DA/87 tanggal 25-8-87 dikeluarkan ijin hak pakai tersebut yang pada tanggal 13-4-1989 telah didaftarkan oleh YASAU dikenal dengan Hak Pakai No.194/Polonia. Adapun isi SK Nomor 78/HP/DA/87 adalah sebagai berikut: - Membatalkan Hak Pakai yang diberikan kepada PT. Surya Dirgantara - Memberikan tanah hak pakai kepada YASAU - Mempertimbangkan bahwa tanah yang dimohonkan dan diberikan kepada YASAU adalah tanah negara. Bahwa ijin pemberian hak pakai tersebut tidak ada batas waktunya, sedangkan diketahui YASAU bukanlah badan Hukum Publik, disamping itu peruntukan yang diberikan adalah untuk pembangunan perumahan YASAU bukan dialihkan kepada Pihak ketiga.
www.pemantauperadilan.com
3
Analisis Kasus
7. Namun, pada tanggal 6 Juli 1990 YASAU kemudian menjual tanah tersebut kepada
PT.
Taman
Malibu
Indah
dengan
akta
pelepasan
hak
no.
396/PH/MB/1990 dengan harga jual sebesar 5.628.000.000,- . 8. Tanggal 13 Maret 1990 Gubernur KDH. Tk. I Sumatera Utara menerbitkan izin lokasi dengan nomor 593.61/152/K/1990 atas nama PT. Taman Malibu Indah, kemudian PT. TMI mengajukan permohonan mendapatkan Hak Guna Bangunan atas tanah tersebut hal mana kemudian oleh kepala Kantor Pertanahan Medan dikeluarkan HGB nomor 1 tanggal 25 Agustus 1990. dan terakhir PT. TMI mendapatkan ijin mendirikan bangunan 648.1/MBU/154/ 1990 yang dikeluarkan oleh Walikotamadya Medan. Adanya tanah yang saat ini dikuasai oleh PT. Taman Malibu Indah ini kemudian diklaim pengadu yang mewakili ahli waris (Alm) Datuk Moh. Cheer sebagai tanah milik ahli waris (alm) Datuk Moh. Cheer dan merupakan bagian dari Grant Sultan Nomor 1 tahun 1935. Keadaan ini telah menimbulkan sengketa antara ahli waris Datuk Moh.Cheer sebagai Penggugat melawan PT. Taman Malibu Indah sebagai Tergugat dan pihak YASAU sebagai Turut Tergugat. Sengketa ini telah diproses dalam Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor, dan telah melewati proses peradilan tingkat tinggi dan tingkat kasasi.
Alat Bukti Alat bukti Penggugat
1. Salinan Penetapan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah Medan no. 013/1980, tanggal 23 Desember 1987; 2. Putusan MA RI no. 56K/TUN/1995 tanggal 15
www.pemantauperadilan.com
Alat bukti Tergugat
1. Sertifikat HGB no. 1 tahun 1990; 2. Surat keterangan Sultan Deli tanggal 26 agustus 1991; 3. Surat keterangan sultan Deli tanggal 26 agustus 1993 dengan lampiran T-3a;
4
Analisis Kasus
Desember 1995;
4. Surat keterangan Sultan Deli
3. Grant sultan no.1 tahun 1935;
tanggal 26 agustus 1991;
4. Surat Keterangan Azi Perkasa
5. Surat bantahan tanggal 7 mei
Alam Al Haj tanggal 18 Desember
1993 atas nama ahli waris Encik
1989;
Naemah/ Tengku Putri Ridwan;
5. Halaman Buku Gerard Jansen
6. Surat penjelasan Sultan Deli
925, Mededeeling No. 12 Gantrechten in Deli (OOSTKUST
tanggal 8 Mei 1993; 7.
Surat pernyataan tanggal 23 juni
VAN SUMATERA INSTITUT)
1993 dari ahli waris Tengku
beserta Peta Gemeente Medan
Otteman gelar Oesman Ali San
1919;
Perkasa Alam, dibuat dihadapan
6. Kliping Koran Harian Analisa terbitan tanggal 30 Mei 1989; 7. Kliping Koran Harian Analisa terbitan tanggal 31 Januari 1990; 8. Surat Sri Paduka Tuanku Sultan Deli (Surat Menentukan kebun)
Notaris Refizal, S.H. 8.
Surat Kepala kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara Medan tanggal 31 Juni 1993 no. S-2499/WPN-01/KP.02.04/1993;
9. Grant Sultan no. 1 tahun 1909
tanggal 23 Nopember 1935
atas nama Encik Naemah/ Tengku
(terjemahan);
Putri Ridwan;
9. Terjemahan LN. Hindia Belanda
10. Surat Waarmerken/ Pernyataan
no. 205 tanggal 31 Desember
nomor: 15136/W/1994 tanggal 26
1888 tentang batas-batas
September 1994 dan lampirannya;
Sumatera Timur.
11. Surat Sultan Deli kepada walikotamadya Medan tanggal 6 Juli 1996 no. 027.2/IM-SD/1996 dan lampiranya L-1 s/d. L-4; 12. Kwitansi dari bulan Mei- Juli 1988; Juni-Juli 1989 atas nama
www.pemantauperadilan.com
5
Analisis Kasus
masing-masing ahli waris dari DMC; 13. Perjanjian Sri Paduka Kesultanan Deli dengan Assosiasi Langkat tanggal 4 Desember 1869; 14. Terjemahan Perjanjian Sri Paduka Kesultanan Deli dengan Assosiasi langkat tanggal 4 desember 1869; 15. Surat pelepasan hak atas tanah dari masing-masing ahli waris DMC kepada YASAU tertanggal 7;13;14;16;20 Juli 1988; 16. Kontrak konsesi antara Sri Paduka Sultan Deli dan Tuan L. Michalski tanggal 4 Desember 1869 (dlm bahasa Arab/Belanda); 17. Terjemahan kontrak Tanah (konsesi) antara Sri Paduka Sultan Deli dan Tuan. L. Michalski tanggal 4 Desember 1869; 18. Terjemahan Grant menentukan Hak Kebun tanggal 1 Januari 1907.
Analisis Analisa yang kami lakukan adalah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. No. 185/Pdt.G/1996/PN-Medan; Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.
www.pemantauperadilan.com
6
Analisis Kasus
No.253/Pdt/1997/PT.Medan, dan Putusan Kasasi No. 2714/K/Pdt/1998 dan Memori Peninjauan Kembali. Pokok bahasan yang kami sorot dalam beberapa putusan yang lahir dalam kasus ini yaitu a. Kedudukan Tanah Grant Sultan; b. Prosedur terbitnya seluruh Surat Keputusan yang mengalihkan hak atas tanah sengketa; c. Pertimbangan Hukum dalam putusan di tiap-tiap tingkat peradilan serta d. Proses Peradilan Tata Usaha Negara.
a. Dalam hal Kedudukan Tanah Grant Sultan dalam Hukum Tanah Indonesia Sebelum Undang-undang no. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria diberlakukan, di Indonesia terdapat dua macam tanah hak, yaitu tanah hak Indonesia dan tanah hak Barat. Tanah hak Indonesia diatur menurut hukum adat, baik yang tertulis maupun tidak, dimana peraturan pertanahan tersebut diciptakan oleh pemerintahan Swapraja dan juga oleh Belanda yang semula berlaku bagi orang-orang Indonesia meliputi seluruh tanah yang tidak diatur oleh Hukum Tanah Barat. Hukum Tanah Swapraja adalah keseluruhan peraturan tentang pertanahan yang khusus berlaku di daerah Swapraja. Contoh: Kesultanan Jogjakarta; Surakarta; Cirebon dan Deli. Dimana di dalam daerah Swaparaja tersebut hukum tanah diciptakan oleh Pemerintah Swaparaj dan sebagian oleh Belanda. Kesultanan Deli merupakan daerah yang memiliki suatu pemerintahan tersendiri termasuk ketentuan tersendiri tentang pertanahan dengan menggunakan Hukum Tanah Swapraja. Peraturan pertanahan yang terdapat di kesultanan Deli menggunakan peraturan pertanahan di Sumatera Timur itulah sebabnya Kesultanan Deli merupakan salah satu wilayah daerah Swapraja. Tanah-tanah di derah-daerah Swapraja di Sumatera Timur dipunyai dengan hak-hak ciptaan Pemerintah Swapraja. Di daerah Kesultanan Deli misalnya dikenal tanah-tanah yang dipunyai dengan apa yang disebut[1]:
www.pemantauperadilan.com
7
Analisis Kasus
1. Grant sultan, semacam hak milik Adat, diberikan oleh Pemerintah Swapraja, khusus bagi para kaula Swapraja, didaftar di kantor Pejabat Swapraja. 2. Grant controleur, diberikan oleh Pemerintah Swapraja bagi bukan kaula Swaparaja, didaftar di kantor Controleur (Pejabat Pangreh Paraja Belanda); 3. Grant Deli Maatschappij, terdapat di kota Medan dan diberikan oleh Deli Maatschappij, suatu perusahaan yang mempunyai usaha perkebunan besar tembakau dan bergerak juga di bidang Pelayanan Umum dan tanah, memperoleh tanah yang luas dari Pemerintah Swapraja Deli dengan grant. Tanah tersebut dipetak-petak dan diberikan kepada yang memerlukan oleh Deli Maatschappij juga dengan grant yang merupakan “sub-grant”, dikenal dengan sebutan “grant D”, singkatan dari “grant Deli Maatschappij”. 4. Hak konsesi, untuk perusahaan kebun besar, diberikan oleh Pemerintah Swapraja dan didaftar di kantor Residen.
Berdasarkan Undang-undang no. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria dalam bagian Kedua mengenai ketentuan-ketentuan Konversi, dalam pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa:
“Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, grant sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende, erfpacht, hak usaha atas bekas tanah pertikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.”
www.pemantauperadilan.com
8
Analisis Kasus
Melihat dari pada ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya UU no. 5 tahun 1960 tentang UUPA, maka secara otomatis, hak-hak tas tanah yang diperoleh dari grant Sultan adalah menjadi Hak milik. Dengan demikian, secara otomatis, Tanah Grant Sultan No. 1 tahun 1935 tersebut menjadi milik dari Datuk M. Cheer.
b. Prosedur Terbitnya Masing-masing Surat Keputusan yang Mengalihkan Hak Atas Tanah Sengketa Dalam kasus posisi di atas, telah diuraikan sebelumnya bahwa terdapat beberapa Surat Keputusan yang lahir dalam proses peralihan hak atas tanah tersengketa, yang akan kami uraikan satu-persatu, yaitu:
1. SK. No I/HPL/DA/70 tanggal 3 Februari 1970, yang dikeluarkan oleh Mendagri cq Dirjen Agraria berisi pemberian Hak Pengelolaan kepada Pangkowil I TNI AU Medan untuk perluasan pangkalan udara TNI AU dengan alasan untuk kepentingan umum dengan luas tanah seluruhnya adalah 1.379.659,50 M2:
Dalam surat keputusan ini, menjelaskan bahwa Mendagri/ Dirjen Agraria memberikan Hak Pengelolaan kepada Pangkowil I Medan, setelah sebelumnya Pangkowil I Medan memohon Hak Pengelolaan atas tanah tersebut untuk keperluan Pangkalan Angkatan Udara TNI AU Medan diatas tanah yang terletak di kecamatan Medan Baru, Kotamadya medan Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Hak Pengelolaan (HPL) tersebut diberikan untuk waktu selama tanah dimaksud dipergunakan untuk keperluan Pangkalan Angkatan Udara Medan dan berlaku terhitung mulai dibuatnya SK no. 1/HPL/DA/1970 tanggal 3 Februari 1970.
www.pemantauperadilan.com
9
Analisis Kasus
A. Dalam hal prosedur terbitnya surat keputusan ini: Dalam terbitnya suatu surat keputusan dimana didalamnya berisikan tentang pemberian hak atas tanah kepada seseorang, maka surat keputusan tersebut haruslah ditinjau dari: a. Pejabat yang berwenang memberikan hak atas tanah menurut ketentuan hukum pertanahan di Indonesia; b. Status subjek/ orang yang memerlukan tanah; c. Status tanah yang diperlukan.
a. Pejabat yang berwenang memberikan HPL: Dalam PMNA no. 9 tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, mengatur: Pasal 1: Hak Penguasaan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam PP no. 8 tahun 1953, yang diberikan kepada Departemen, Direktorat dan daerah Swatantra sebelum berlakunya peraturan ini sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai, sebagai dimaksud dalam UUPA, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh yang bersangkutan.
Pasal 2: Jika tanah negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1,selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan suatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi hak pengelolaan sebagai dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 6, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.
www.pemantauperadilan.com
10
Analisis Kasus
Pasal 5: Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 4 di atas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimkasudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan dengan hak pengelolaan.
Pasal 6: (1) Hak Pengelolaan sebagai dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 5 di atas memberikan kewenangan kepada pemegangnya untuk: a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; c. menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 tahun; d. menerima uang pemasukan/ ganti rugi dan/ atau uang wajib tahunan. (2) Wewenang untuk menyerahkan tanah kepada pihak ketiga sebagai dimaksud dalam ayat 1 huruf c di atas terbatas pada: a. tanah yang luasnya maksimum 1000 m2; b. hanya kepada WNI dan badan-badan hukum yang dibentuk menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; c. pemberian hak untuk yang pertama kali saja, dengan ketentuan bahwa perubahan, perpanjangan dan penggantian hak tersebut akan dilakukan oleh instansi agraria yang bersangkutan, dengan pada azasnya tidak mengurangi penghasilan yang diterima sebelumnya oleh pemegang hak.
Pasal 7: Selain kepada instansi-instansi tersebut pada pasal 4 hak pengelolaan oleh Menteri Agraria dapat diberikan pula kepada badan-badan lain yang untuk
www.pemantauperadilan.com
11
Analisis Kasus
melaksanakan tugasnya memerlukan penguasaan tanah-tanah negara dengan wewenang-wewenang tersebut pada pasal 6.
Pasal 8: Pemberian hak pakai dan HPL tersebut dalam pasal 4 dan pasal 5 di atas disertai syarat-syarat khusus yang akan ditetapkan di dalam surat keputusan pemberiannya.
Pasal 9: 1. Hak pakai dan hak pengelolaan tersebut pada Bab I dan Bab II sepanjang jangka waktunya melebihi 5 tahun didaftar menurut ketentuan PP no. 10 tahun 1961; 2. Jika tidak ditentukan jangka waktunya maka hak tersebut dianggap akan berlangsung lebih dari 5 tahun; 3. Jika hak-hak tersebut pada pasal 1 dan 2 belum didaftar pada kantor Pendaftaran tanah maka pemegang hak yang bersangkutan wajib datang pada KPT yang bersangkutan untuk mendaftarkannya dengan mempergunakan daftar isian yang contohnya akan ditetapkan tersendiri.
Selanjutnya melalui PMNA no. 1 tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, mulai tanggal 5 Januari 1966 ayat (1) dan ayat (2) pada pasal 9 PMNA no. 9 tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 3 PMNA no. 1 tahun 1966: 1. Hak pakai yang dalam surat keputusan pemberiannya tidak disebutkan jangka waktunya, akan berakhir pada tanggal 31 Desember 1970; 2. Hak pakai yang dalam surat keputusan pemberiannya tidak ditentukan jangka waktunya (untuk kepentingan agama, sosial, kedutaan asing dll), tetap terdaftar untuk jangka waktu selama tanah tersbeut dipergunakan.
www.pemantauperadilan.com
12
Analisis Kasus
Setelah melihat ketentuan perundang-undangan di atas, maka kami menilai bahwa Mendagri memang berwenang dalam memberikan Hak Pengelolaan kepada Pangkowil I Medan, karena hal ini adalah sesuai dengan pasal 5 jo. Pasal 6 jo. Pasal 7 PMNA no. 9 tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya.
b. Subjek yang memerlukan HPL: Menurut Pasal 1 jo. Pasal 2 jo. Pasal 5 jo. Pasal 7 PMNA no. 9 tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuanketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya menyatakan bahwa Departemen, atau Badan-badan lain adalah merupakan subjek yang dapat diberikan Hak Pengelolaan atas tanah Negara. Dalam hal ini, kami melihat bahwa Pangkowil I Medan adalah berada di bawah Departemen Pertanahan dan Kemanan. Dengan demikian Pangkowil I Medan adalah merupakan subjek yang memenuhi syarat untuk mendapatkan Hak Pengelolaan atas tanah Negara tersebut.
c. Status tanah yang diperlukan: Dalam hal ini, Pangkowil I Medan mengajukan permohonan HPL di atas tanah yang dikuasai oleh Negara yang disebut Tanah Negara. Bahwa dalam surat keputusan tersebut, pada bagian ‘Menimbang’ menyatakan bahwa tanah yang dimaksud adalah tanah yang telah ditunjuk sebagai wilayah Angkatan Udara Republik Indonesia Pangkalan AU Medan, dimana penguasaan tersebut adalah berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertahanan tanggal 3 Agustus 1957 no. MP/A/705/57 yang menunjuk Komandan Pangkalan AU Medan untuk melakukan Kuasa Militer (S.O.B) di daerah mana adalah daerah daratan dalam radius 3 mil dari titik pusat pangkalan. Secara tidak langsung, menurut kami hal ini membuktikan bahwa tanah yang dimohonkan adalah memang merupakan tanah negara. Sehingga
www.pemantauperadilan.com
13
Analisis Kasus
untuk memperoleh hak atas tanah tersebut haruslah dengan mengajukan surat permohonan hak. Namun, yang kami pertanyakan adalah: •
Apa dasar dari terbitnya surat keputusan dari Menteri Pertahanan tanggal 3 Agustus 1957 no. MP/A/705/57 tersebut?;
•
Berapakah luas tanah sebenarnya “radius 3 mil” dari titik pusat pangkalan tersebut?, mengapa mengakibatkan tanah yang diperlukan menjadi -/+ 138 Ha sebagaimana dilampirkan dalam surat keputusan tersebut. Hal yang mungkin saja terjadi adalah bahwa tanah yang akan diberukan HPL di atasnya oleh Pangkowil I Medan adalah melebihi dari ‘radius 3 mil’ dari titik pusat pangkalan.
B. Terhadap pelaksanaan Surat Keputusan ini: Dalam surat keputusan ini terdapat syarat-syarat, antara lain adalah sbb: 1. Tanah-tanah tersebut harus diberi batas-batas sesuai dengan ketentuan dalam PMNA no. 6 tahun 1961; 2. Jika ternyata ada pihak lain yang dapat membuktikan hak miliknya atas tanah tersebut, maka pihak AURI harus bersedia membayar ganti rugi kepada yang bersangkutan; 3. HPL tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah/ Kantor pendaftaran Tanah di Medan paling lambat dalam waktu 3 bulan setelah tanggal surat keputusan ini; 4. Penerima hak atas tanah tersebut wajib menjamin bahwa tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan (HPL) tersebut betul-betul dipergunakan untuk keperluan Pangkalan Angkatan Udara Medan; 5. Peralihan HPL yang diberikan dengan surat keputusan ini tidak boleh dialihkan kepada pihak lain dalam bentuk apapun kecuali dengan izin Menteri Dalam Negeri/ Dirjen Agraria;
www.pemantauperadilan.com
14
Analisis Kasus
6. Penerima hak wajib mengembalikan HPL tersebut seluruhnya atau sebagian bila tidak dipergunakan untuk keperluan Pangkalan Angkatan Udara Medan; 7. Pemberian HPL tersebut dapat dicabut atau ditinjau kembali, apabila: a. pemberian HPL tersebut ternyata keliru atau tidak tepat lagi; b. luas tanah yang diberikan dengan HPL melebihi keperluan; c. Tanah tsb sebagian atau seluruhnya tidak dipergunakan, diperlihara sebagaimana mestinya; d. Salah satu syarat atau ketentuan dalam surat keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya.
Menurut kami, terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan surat keputusan ini, yaitu dialihkannya HPL dari Pangkowil I Medan kepada PT. SD tanpa seizin Mendagri. Padahal dalam surat keputusan ini menerangkan bahwa pemberian HPL tersebut dapat dicabut atau ditinjau kembali apabila tanah tersebut sebagian atau seluruhnya tidak dipergunakan, dipelihara sebagaimana mestinya, salah satu syarat atau ketentuan dalam surat keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Dalam hal ini kami menilai bahwa tidak terdapat pengawasan dalam pelaksanaan dari surat keputusan ini oleh instansi yang mengeluarkan surat keputusan ini, yaitu Mendagri a.n Dirjen Agraria. Dialihkannya HPL tersebut dari Pangkowil I Medan kepada PT. SD adalah telah memperlihatkan bahwa tanah tersebut tidak dipergunakan lagi oleh Pangkowil I Medan sebagaimana mestinya sesuai dengan surat permohonan HPL yang diajukan oleh Pangkowil I Medan kepada Mendagri cq. Dirjen Agraria. Dengan demikian, HPL yang diberikan oleh Pangkowil I Medan ini seharusnya dicabut.
www.pemantauperadilan.com
15
Analisis Kasus
2. SK No.019/B/VI/74. tanggal 1 Juni 1974, Pangkowil I Medan menyerahkan sebagian Hak Pengelolaan yang dimilikinya kepada PT. Surya Dirgantara tanpa izin Menteri Dalam Negeri seluas 219.506 M2 :
A. Dalam hal prosedur terbitnya Surat Keputusan ini: a. Pejabat yang berwenang memberikan Hak Atas Tanah: Dalam hal ini, terhadap surat keputusan yang dikeluarkan oleh Pangkowil I Medan untuk mengalihkan HPL kepada PT.SD, menurut kami, ini adalah melanggar ketentuan hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia. Karena berdasarkan Pasal 12 PMNA no. 6 tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah menerangkan bahwa Mendagri dapat memberi keputusan mengenai permohonan pemberian, perpanjangan/ pembaharuan. Menerima pelepasan, izin pemindahan serta pembatalan: 1.
Hak milik;
2.
Hak guna usaha;
3.
hak guna bangunan;
4.
hak pakai;
5.
hak pengelolaan;
6.
hak penguasaan;
7.
ijin membuka tanah atas tanah negara, yang wewenangnya tidak dilimpahkan kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota Kepala Daerah/ Kapala Kecamatan.
Dengan demikian, berdasarkan pasal 12 PMNA no. 6 tahun 1972 tentang Pelimpahan
Wewenang
Pemberian
Hak
Atas
Tanah
hanya
memberikan
kewenangan kepada Mendagri untuk hak pengelolaan atas suatu bidang tanah. Ditambah lagi, sebelumnya Pangkowil I Medan mendapatkan HPL atas tanah tersbeut melalui Surat Keputusan Mendagri SK.no. 1/HPL/DA/1970 tanggal 3
www.pemantauperadilan.com
16
Analisis Kasus
Februari 1970, dimana dalah satu diktum dalam surat tersebut menyatakan bahwa Peralihan HPL yang diberikan dengan surat keputusan ini tidak boleh dialihkan kepada pihak lain dalam bentuk apapun kecuali dengan izin Menteri Dalam Negeri/ Dirjen Agraria; dimana surat keputusan ini dapat dicabut bila salah satu syarat atau ketentuan dalam surat keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Dengan demikian, surat keputusan Pangkowil I Medan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga dapat menjadi batal demi hukum.
b. Dalam hal pelaksanaan surat keputusan ini: Menurut kami, karena dalam hal ini surat keputusan ini lahir tanpa wewenang apapun yang bersumber dari ketentuan hukum pertanahan di Indonesia, maka seharusnya akibat apapun yang timbul dari lahirnya surat keputusan Pangkowil I Medan ini harus dinyatakan batal demi hukum.
3. Tanggal 25 Agustus 1987 keluar SK. Nomor 78/HP/DA/87 sebagai pemberian ijin hak pakai yang dimohonkan oleh Sjaefullah atas nama YASAU atas tanah seluas 201.000 M2 yang terletak dijalan Karangsari, Desa Polonia, Kecamatan Medan Baru, dati II Medan kepada Mendagri cq Dirjen Agraria. Hak Pakai tersebut telah didaftarkan pada tanggal 13 April 1989 oleh YASAU dikenal dengan Hak Pakai No.194/Polonia: Hal yang melatarbelakangi terbitnya surat keputusan ini adalah bahwa pada tanggal 20 April 1987, Syaefulloh yang bertindak untuk dan atas nama YASAU mengajukan surat permohonan untuk memperoleh Hak Pakai atas bidang tanah Negara yang terletak di Jl. Karangsari, Desa Polonia, Kecamatan Medan baru, Kotamadya Daerah Tk. II Medan, Propinsi Daerah Tk. I Sumatera Utara seluas 201.000 m2. Tanah yang dimohonkan dahulunya adalah tanah Negara dimana hal ini adalah berdasarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dari Kepala Kantor
www.pemantauperadilan.com
17
Analisis Kasus
Agraria Kotamadya Medan tanggal 23 Mei 1987 No. 594-441/5/1987 dengan gambar situasi Ka. Kantor Kotamadya Medan tanggal 22 Mei 1987 No. 30/1987. Tanah tersebut semula merupakan bagian tanah seluas 138 Ha yang diberikan HPL kepada Pangkowil I Medan berdasarkan SK no. 1/HPL/DA/1970 tanggal 3 Februari 1970. Akan tetapi tanah tersebut sampai sekarang belum didaftarkan/ disertifikatkan pada Kantor Agraria Kotamadya Medan. Kemudian, berdasarkan SK no. 217/HP/DA/1976 tanggal 27 Agustus 1976, sebagian HPL tersebut seluas 219.506 m2 dibatalkan dan diberikan Hak Pakai kepada PT.SD di medan, ditambah tanah garapan/ negara seluas 8.520 m2, sehingga luas seluruhnya adalah 228.028 m2 dengan persyaratan bahwa PT. SD harus membayar ganti rugi kepada pihak-pihak lain yang dapat embuktikan mempunyai sesuatu hak di atas tanah garapan/ Negara tersebut. PT. SD kemudian mengajukan permohonan Pendaftaran Hak/ sertifikat di kantor Agraria Kotamadya Medan tanggal 16 Nopember 1976, akan tetapi tidak dapat diproses karena persyarat untuk membayar ganti rugi bagi pihak–pihak lain yang dapat membuktikan mempunyai sesuatu hak di atas tanah tersebut belum terpenuhi. Tanah tersebut kemudian Pemohon kuasai atas dasar adanya pelepasan hak dari PT.SD kepada YASAU sesuai dengan akta perjanjian tanggal 4 Mei 1981 No. 14 yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Parlindungan, SH, Notaris di Medan. YASAU merupakan sebuah badan hukum yang didirikan dengan akta pendirian tanggal 2 Maret 1974 No. 8, yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Suleman Ardjasasmita, S.H., Notaris di Jakarta. Untuk itu Pemohon bermaksud untuk mengajukan permohonan pemberian Hak Pakai atas tanah tersebut dimana pembayaran ganti rugi kepada pihak-pihak yang dapat membuktikan dengan sah dan masih mempunyai sangkut paut dengan tanah tersebut sudah diselesaikan. Dan Pemohon juga telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh Hak Pakai sesuai dengan asas-asas dan garis-garis kebijaksanaan Pemerintah.
www.pemantauperadilan.com
18
Analisis Kasus
A. Dalam hal prosedur terbitnya surat keputusan ini: Adapun isi keputusan dari surat ini adalah: I.
Membatalkan Keputusan Mendagri no. 217 tanggal 27 Agustus 1976 tentang pemberian Hak Pakai kepada PT. SD di medan;
II.
Meberikan kepada YASAU Hak Pakai seluas 201.000 m2 seperti tercantum dalam gambar situasi Ka. Kantor Agraria Kotamadya Medan tanggal 22 Mei 1987 No. 30/ 1987 terletak di Jl. Karangsari, Desa Polonia, Kecamatan Medan baru, Kotamadya Daerah Tk. II Medan, Propinsi Daerah Tk I Sumatera Utara, atas nama YASAU dengan syarat: a. segala akibat, biaya, untung dan rugi yang timbul karena pemberian hak Pakai tersebut adalah menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Penerima Hak; b. Hak Pakai tersebut diberikan untuk jangka waktu selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan perumahan atas nama YASAU, dan berlaku terhitung mulai tanggal didaftarkannya pada Kantor Agraria setempat; c. Penerima hak untuk pemberian Hak Pakai tersebut diharuskan membayar uang administrasi sebesar: (ada dlm surat keputusan).
III.
Bidang tanah tersebut harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan-ketentuan dimaksud dalam PMNA No. 8 tahun 1961;
IV.
Sertifikat Hak Pakai baru dapat diterbitkan setelah ganti rugi sebagaimana
dimaksud
dalam
konsideran
Menimbang
huruf
h
diselesaikan oleh Penerima Hak; V.
Tanah yang diberikan dengan Hak Pakai tersebut harus senantiasa sipelihara dengan sebaik-baiknya;
VI.
Untuk memeperoleh tanda bukti hak berupa sertifikat, Hak Pakai tersebut harus didaftarkan pada kantor Agraria yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 3 bulan setelah ketentuan dimaksud
www.pemantauperadilan.com
19
Analisis Kasus
dalam diktum Kedua huruf c di atas dipenuhi dan membayar biaya pendaftaran tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta dipenuhinya ketentuan dalam Diktum Keempat di atas; VII. Hak Pakai tersebut tidak boleh dialihkan kepada pihak lain dalam bentuk apapun baik sebagian atau seluruhnya tanpa izin tertulis terlebih dahulu dari Mendagri cq Dirjen Agraria; VIII. Hak Pakai tersebut sewaktu-waktu dapat dicabut atau dibatalkan apabila Penerima Hak tidak memnuhi salah satu syarat atau ketentuan dalam keputusan ini; IX.
Setelah berakhirnya Hak Pakai tersebut baik karena sebab apapun, maka atas bangunan dan atau tanaman yang terdapat di atas tanah tersebut diatur menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku pada waktu itu;
X.
Mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberian Hak Pakai tersebut penerima Hak dianggap memilih domisili pada kantor Kotamadya Medan di Medan.
Dalam hal ini kami melihat bahwa prosedur penerbitan surat keputusan ini adalah telah memenuhi ketentuan hukum tanah yang berlaku, yaitu:
a. Pejabat yang berwenang untuk memberikan dan membatalkan Hak Pakai: Berdasarkan Pasal 5 jo. Pasal 9 jo. Pasal 12 PMDN no. 6 tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, menerangkan bahwa : Pasal 5: Gubernur Kepala Daerah memberi keputusan mengenai: a. Permohonan pemberian, perpanjangan/ pembaharuan dan menerima pelepasan Hak Pakai atas tanah negara/ oleh WNI atau badan hukum Indonesia yang bukan bermodal asing yang: a.1. luas tanahnya tidak lebih dari 2.000 m2 dan a.2. jangka waktunya tidak melebihi 10 tahun.
www.pemantauperadilan.com
20
Analisis Kasus
b. permohonan pemberian hak pakai atas tanah Negara, yang akan dipergunakan sendiri oleh suatu Departemen/ Direktorat Jenderal, Lembaga-lembaga Negara Non Departemen atau Pemerintah Daerah.
Pasal 9
: Bupati/ Walikota Kepala Daerah, memberi keputusan mengenai permohonan izin untuk memindahkan hak pakai atas tanah Negara kepada warga negara Indonesia atau Badan hukum/ Indonesia yang bukan bermodal asing.
Pasal 12
:yang menerangkan bahwa Mendagri memberi keputusan mengenai permohonan pemberian, perpanjangan/ pembaharuan. Menerima pelepasan, izin pemindahan serta pembatalan: 1.
Hak milik;
2.
Hak guna usaha;
3.
hak guna bangunan;
4.
hak pakai;
5.
hak pengelolaan;
6.
hak penguasaan;
7.
ijin membuka tanah atas tanah negara, yang wewenangnya tidak dilimpahkan kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota Kepala Daerah/ Kepala Kecamatan.
Dengan demikian, Mendagri cq. Dirjen Agraria memang berwenang dalam memberikan hak Pakai sekalgus melakukan pembatalan atas suatu hak.
b. Subjek yang memerlukan Hak Pakai: Berdasarkan pasal 26 PMDN no. 5 tahun 1973 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah, menyatakan bahwa Hak Pakai atas tanah Negara dapat diberikan kepada: a. WNI;
www.pemantauperadilan.com
21
Analisis Kasus
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; c. Badan-badan
Hukum
yang
didirikan
menurut
hukum
Indonesia
dan
berkedudukan di Indonesia; d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Dalam hal ini, YASAU merupakan sebuah badan hukum yang didirikan dengan akta pendirian tanggal 2 Maret 1974 No. 8, yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Suleman Ardjasasmita, S.H., Notaris di Jakarta, sehingga dengan demikian memenuhi syarat sebagimana disebutkan dalam Pasal 26 huruf c PMDN no. 5 tahun 1973 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah.
c. Status tanah yang diperlukan: Dalam hal ini, status tanah yang dimohonkan HP oleh PT. SD adalah Tanah Negara, hal ini adalah berdasarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dari Kepala Kantor Agraria Kotamadya Medan tanggal 23 Mei 1987 No. 594-441/5/1987 dengan gambar situasi Ka. Kantor Kotamadya Medan tanggal 22 Mei 1987 No. 30/1987. Dengan demikian, tanah yang dimohonkan oleh PT. SD memang dapat dimohonkan hak Pakai di atasnya dengan mengajukan permohonan hak kepada Negara melalui Mendagri cq Dirjen Agraria.
B. Dalam hal pelaksanaan isi dari surat keputusan ini: Jika melihat dari syarat-syarat yang ditentukan dalam surat keputusan ini, maka kami melihat adanya penyimpangan dalam pelaksanaan dari surat keputusan ini, dimana Hak Pakai yang diperoleh oleh YASAU dialihkan kepada PT. Taman Malibu Indah (PT.TMI) melalui akta pelepasan hak no. 396/PH/MB/1990 tanggal 6 Juli 1990. Padahal dalam isi keputusan tersebut pada diktum KETUJUH menyatakan bahwa Hak Pakai tersebut tidak boleh dialihkan kepada pihak lain dalam bentuk apapun baik sebagian atau seluruhnya tanpa izin tertulis terlebih dahulu dari
www.pemantauperadilan.com
22
Analisis Kasus
Mendagri cq Dirjen Agraria. Dengan demikian surat keputusan ini seharusnya dicabut karena salah satu ketentuan dalam surat keputusan ini tidak dipenuhi, berdasarkan diktum KEDELAPAN dalam surat keputusan. Melihat dari semua prosedur lahirnya serta pelaksanaan dari Surat Keputusan yang mengakibatkan adanya peralihan hak atas tanah yang disengketakan, maka secara jelas dapat dilihat adanya penyimpangan dalam pelaksaaan beberapa surat keputusan tersebut di atas. Seharusnya Majelis Hakim dalam pertimbangannya dapat lebih mencermati hal ini, karena hal ini adalah penting dimana akibat hukum dari lahirnya surat keputusan tersebut adalah adanya peralihan hak atas tanah yang menjadi sengketa. Jika surat keputusan yang mengawali adanya peralihan hak atas tanah tersebut tidak lahir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, seharusnya surat keputusan yang lahir setelahnya dimana berisikan peralihan hak atas tanah kepada pihak lain selanjutnya adalah menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga tanah tersebut seharusnya beralih kembali kepada warga masyarakat yang dapat membuktikan bahwa tanah tersebut adalah miliknya.
C. Dalam Hal Pertimbangan Hukum dari tiap-tiap Putusan Majelis Hakim di setiap tingkat badan peradilan.
Dalam hal ini, kami akan menganalisis beberapa pertimbangan hukum dari Majelis Hakim di setiap tingkat peradilan yang kami anggap merupakan hal yang esensial, yaitu: 1. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam pertimbangannya menilai bahwa atas tanah terperkara telah terikat kontrak dengan suatu perusahaan perkebunan atau pihak lain, tidak dapat diterbitkan Grant Sultan. Hal ini didapat dari keterangan Sultan Deli dalam surat tertanggal 26 Agustus 1991 dan tanggal 24 April 1993 dapat dibenarkan dengan adanya bukti T-41 (copy sesuai aslinya yang ada di
www.pemantauperadilan.com
23
Analisis Kasus
Algemeen Ryks Archief), perjanjian antara Sultan Deli beserta pembesar kesultanan dengan Associatie Langkat diwakili Machalssky atas nama Deli maatschappij pada tanggal 4 Desember 1869 yang menyatakan bahwa Langkat Associatie mempunyai hak untuk pertanian seluas 1.100 bows, dimana tanah yang terikat kontrak tersebut luasnya meliputi tanah yang dikuasai Tergugat, maka atas tanah tersebut tidak dapat diterbitkan Grant Sultan, dan tanah Grant Sultan tanggal 23 Nopember 1935 tidak terbukti ditanah terperkara. Dalam hal ini, Majelis hakim tidak memberikan alasan pertimbangannya dalam hal di atas tanah tersebut tidak dapat diterbitkan Grant Sultan. Dengan tidak diuraikannya secara jelas dan lengkap alasan Majelis Hakim memberikan pertimbangan tersebut, kami menilai bahwa pertimbangan Majelis Hakim sangat tidak berdasar. 2. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pembayaran ganti rugi yang diberikan kepada Penggugat adalah merupakan suatu kekeliruan dari pihak YASAU, dan hal tersebut tidak membuktikan bahwa di atas tanah tersebut merupakan tanah warisan milik Penggugat. Menurut pendapat kami, adalah tidak mungkin ganti rugi diberikan kepada orang yang tidak berhak atau dengan kata lain tidak lah mungkin ganti rugi diberikan kepada mereka yang tidak ada keterkaitan dengan tanah yang terperkara.
Adapun mengenai pembayaran ganti rugi terhadap tanah yang disengketakan tersebut terdapat keterangan sebagai berikut: a. Bahwa beradasarkan hasil temuan pemeriksaan Deputi Pengawasan BPN Kanwil Propinsi Sumatera Utara diketahui sudah ada upaya pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah dimaksud, namun pembayaran tersebut belum dapat dipenuhi seluruhnya. b. Bahwa usaha pembayaran ganti rugi tersebut diantaranya diketahui dari pelepasan hak dari Datuk Syahbaruddin selaku kuasa dari Muhammad Dahri dkk
www.pemantauperadilan.com
24
Analisis Kasus
dikenal dengan kelompok 17 tertanggal 10-6-1974 dan kepada ahli Waris (alm) Datuk Moh.Cheer sebanyak 12 orang tanggal 11 juni 1974. c. Bahwa ganti rugi atau pelepasan hak terhadap ahli waris (Alm) Datuk Moh. Cheer dikuasakan kepada T. Dzulkarnaen, SH, yang kemudian pada tanggal 6-61974 disubstitusikan kepada Datuk Syahbaruddin dengan surat penanggalan hak tanggal 17-12-1974 No.76/1974 yang dibuat dihadapan Kepala Direktorat Agraria Propinsi Sumatera Utara. d. Bahwa berdasarkan surat penanggalan hak tanggal 17-12-1974 No.76/1974 yang dikuasakan kepada Datuk Syahbaruddin tersebut diketahui untuk Muh. Dahri dkk, Sejumlah 18 orang alas haknya adalah surat penyerahan hak dari Kerajaan Negari Deli yang dikeluarkan oleh Datoek Sukapiring tanggal 23 Agustus 1902, dengan luas masing ± 7.100 M2 sehingga luas seluruhnya = 12,78 Ha. Dengan batas-batas: - Sebelah Utara dengan -
Sebelah Timur dengan
:Konsesi Polonia :Bekas Sungai Deli (kecuali tanah atas
nama Hasan Batas Timur berbatasan dengan Tanah Konsesi Polonia sedangkan batas Timur lainnya adalah tanah konsesi/bekas sungai Deli yang lama)) - Sebelah Selatan dengan - Sebelah Barat dengan
:Bekas Tanah Wan Moechsin :Parit Pasar (Jalan) Ke lapangan Terbang
e. Adapun alas hak dari tanah (Alm) Datuk Moh. Cheer yang diganti rugi tersebut didasarkan pada surat keterangan dari pengurus kebun Mariendal tangal 3-21946, yang pada dasarnya merupakan pengembalian tanah milik Datoek Besar yang telah dialihkan kepada Datuk Mohammad Cheer yang dipinjam oleh pihak kebun Mariendal/NV.Deli MY, sejak 30 Agustus 1892, seluas 25 Ha. Dengan batas-batas: - Sebelah Utara dengan
: Tanah Avros
- Sebelah Timur dengan
: Sungai Deli
www.pemantauperadilan.com
25
Analisis Kasus
- Sebelah Selatan dengan - Sebelah Barat dengan f.
: Kampung : Pasar (Jalan) lama
Dari jumlah ganti rugi tanah yang harus dibayarkan tersebut ternyata PT. Surya Dirgantara baru membayar sebesar 20 % dari jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan
seluruhnya.
Akibatnya
PT.
Surya
Dirgantara
tidak
dapat
mendaftarkan sertifikat hak pakai atas tanah tersebut. Adanya pembayaran ganti rugi tersebut adalah merupakan suatu syarat dalam setiap surat keputusan pemberian hak atas tanah untuk dapat melakukan proses pendaftaran tanah hingga akhirnya melahirkan sertifikat hak atas tanah tersebut. Dan pembayaran ganti rugi secara logika adalah dibayarkan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan dapat membuktikan kepemilikannya atas tanah tersebut. Dengan demikian, pendapat majelis hakim Pengadilan Tinggi tersebut menurut kami adalah sangat tidak beralasan.
3. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pengajuan gugatan ini adalah tidak tergantung kepada putusan dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena tuntutan perdata ini mengenai kepemilikan atas tanah terperkara, sedang perkara PK adalah tentang tentang keabsahan surat-surat keputusan mengenai tanah terperkara, diajukannya gugatan tersebut tidak tergantung kepada Putusan dalam perkara PK tersebut. Kami sangat tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam hal ini, karena sebenarnya gugatan tersebut sangat berkaitan erat dengan perkara Tata Usaha Negara yang dimaksud, karena dalam kasus ini upaya hukum perdata ditempuh setelah adanya putusan nomor 56/K/TUN 1995 agar dengan adanya putusan nomor 56/K/TUN tersebut tanah terperkara oleh penggugat mendapat kekuatan secara yuridis dan dapat dieksekusi.
www.pemantauperadilan.com
26
Analisis Kasus
d. Proses Peradilan Tata Usaha Negara Hal yang patut dicermati dalam proses peradilan TUN yang ditempuh oleh Penggugat adalah terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan hukum acaranya. Dalam peradilan TUN, Penggugat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan register No. 076/G/1991/TH/PTUN Jakarta. Penggugat dalam gugatannya memohon majelis hakim untuk menyatakan batal dan tidak sahnya: 1. Surat Kepala BPN Nomor. 570-1409/DV yang dikeluarkan pada tanggal 11 April 1991 sebagai jawaban atas Surat No. B.12/MENKO/APB/POLKAM/2/91 yang dikirimkan pada tanggal 11 April 1991 2. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri cq Direktur Jenderal Agraria No. 78/HP/DA/87 tanggal 25 Agustus 1987 tentang pemberian Hak Pakai kepada YASAU, Sertipikat Hak Pakai No. 194/Polonia atas nama YASAU (Turut Tergugat I) dikeluarkan tanggal 13 April 1990 3. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk. I tentang izin lokasi No. 593. 61/152/K/1990 atas nama PT. Taman Malibu Indah dikeluarkan pada tanggal 13 Maret 1990 4. Surat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan untuk Mendirikan Bangunan No. 648.1/MBU/154 tahun 1990 atas nama PT Taman Malibu Indah dikeluarkan tanggal 3 April 1990. Dari keempat Surat tersebut, berdasarkan hasil analisis kami, dapat disimpulkan bahwa hanya Surat Kepala BPN Nomor. 570-1409/DV yang dikeluarkan pada tanggal 11 April 1991 tidak dapat dikategorikan sebagai surat keputusan dan tidak dapat dijadikan dasar gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara, karena surat tersebut bukan merupakan sebuah surat keputusan tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 tahun 1986 , dimana harus memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu: - penetapan tertulis
www.pemantauperadilan.com
27
Analisis Kasus
- dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara - berisi tindakan Hukum tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku - bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Selanjutnya, jika melihat tanggal dan tahun dikeluarkannya kelima Surat Keputusan di atas maka menurut pendapat kami gugatan telah diajukan lewat waktu. Pasal 55 UU No. 5 tahun 1986 menyebutkan bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Pada kasus ini, gugatan baru diajukan oleh para Penggugat pada tanggal 9 Juli tahun 1991 padahal Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri cq Direktur Jenderal Agraria No. 78/HP/DA/87 dikeluarkan tanggal 25 Agustus 1987, Sertipikat Hak Pakai No. 194/Polonia atas nama YASAU dikeluarkan tanggal 13 April 1989, Surat Izin pembangunan rumah atas nama PT. Taman Malibu Indah No. 593. 61/152/K/1990 dikeluarkan tanggal 3 Maret 1990, HGB No. 1 tahun 1990 atas nama PT Taman Malibu Indah, Surat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan untuk Mendirikan Bangunan No. 648.1 /MBU/154. Selain itu Para Penggugat dalam gugatannya juga mengungkapkan bahwa mereka melalui kuasanya (SUGIONO) telah mengajukan keberatan kepada pihak yang berkepentingan atas keluarnya SK No. 78/HP/DA/87 tentang Pemberian Hak Pakai pada YASAU pada tanggal 20 Agustus 1988, 20 Maret 1989, 3 Mei 1989. Namun hal tersebut tidak mendapat tanggapan. Namun selama masa keberatan tersebut kemudian keluarlaj Sertipikat Hak Pakai No. 194/Polonia pada tanggal 13 April 1989. Melihat fakta tersebut, maka Para Penggugat dapat dikatakan telah mengetahui adanya SK yang menjadi objek gugatan sejak tanggal 20 Agustus 1988 sehingga seharusnya gugatan diajukan ke PTUN paling lambat 20 November 1988,
www.pemantauperadilan.com
28
Analisis Kasus
apabila menurut Penggugat SK Mendagri No. 78/HP/DA/87 tentang pemberian hak pakai atas tanah sengketa kepada YASAU telah merugikan para Penggugat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak dapat diajukan gugatan PTUN atas keempat Surat Keputusan tersebut di atas. Alasan Penggugat mengajukan gugatannya adalah bahwa Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh para Tergugat telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Menurut para Penggugat, keempat SK tersebut di atas dikeluarkan tanpa adanya alas hak yang sah yaitu pembebasan hak dari YASAU atas tanah milik para penggugat (tanah Grant Sultan No. 1 Tahun 1935) yang terletak di Sukadamai, Kodya Medan, Sumatera Utara. Melihat hal tersebut di atas, menurut penggugat keempat SK di atas dikeluarkan tanpa mematuhi peraturan perundangundangan mengenai pertanahan. Kemudian, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Majelis Hakim PTUN yang memutuskan bahwa gugatan tidak dapat diterima dengan alasan bahwa gugatan diajukan dengan menggunakan surat kuasa yang tidak sah karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal tersebut. Dalam putusan diketahui bahwa terdapat dua surat kuasa yang diajukan oleh Penggugat, yaitu: 1. surat kuasa asal berupa akta notaris nomer 2 dan 3 tertanggal 3 Agustus 1987 dari pemberi kuasa yaitu para ahli waris DATUK MUHAMMAD CHEER (CHAIR) kepada penerima kuasa yaitu Sugiono 2. Surat kuasa substitusi, berupa surat di bawah tangan bermaterai Rp. 1000,00 bertanggal Jakarta, 9 September 1991 dari penerima kuasa asal SUGIONO kepada I WAYAN SUPARMIN, SH dan NINUK. S. PRYAMBODO, SH Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya mengenai eksepsi Tergugat tentang surat kuasa menyatakan bahwa apabila surat kuasa asal sudah tidak sah maka surat kuasa substitusipun menjadi tidak sah pula, kedua surat kuasa di atas menurut majelis tidak sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) jo Pasal 57. Diketahui juga
www.pemantauperadilan.com
29
Analisis Kasus
bahwa pada saat pemeriksaan persiapan hal tersebut sudah diberitahukan kepada penggugat dan penggugat berjanji untuk merubahnya dalam persidangan selanjutnya. Pada dasarnya kami setuju dengan pendapat Majelis Hakim di atas, namun menurut kami surat kuasa di antara DATUK MUH CHAIR kepada SUGIONO bukanlah tidak sah namun tidak mencantumkan ekhususan yang diwajibkan dalam pengajuan gugatan di pengadilan TUN (berdasarkan pasal 56 ayat (2) dan Pasal 57 Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang peradilan TUN). Padahal ketentuan ini diberikan untuk memastikan bahwa para pihak yang mengajukan gugatan di PTUN memang berwenang. Walaupun kemudian disusun suatu surat kuasa substitusi oleh SUGIONO kepada I WAYAN SUPARMIN, SH dan NINUK. S. PRYAMBODO, SH untuk mengajukan gugatan tersebut, menurut kami SUGIONO tidak berwenang untuk mensubstitusikan surat kuasa yang ia miliki kepada kedua penasehat hukum tersebut. Seharusnya para pihak yang langsung dirugikan atas keluarnya Surat Keputusan badan/pejabat TUN terkaitlah (para ahli waris DATUK CHEER/CHAIR pemilik tanah sengketa) yang memberikan kuasa substitusi untuk beracara di pengadilan, sehingga tidak ada keraguan apakah pihak yang beracara di pengadilan memiliki kuasa sebagai wakil dari penggugat, atau setidak-tidaknya disusun suatu surat kuasa khusus dengan substitusi antara para penggugat asli kepada seorang kuasa yang isinya menerangkan dengan jelas bahwa kuasa tersebut digunakan untuk mengajukan gugatan/berperkara di PTUN sesuai dengan ketentuan UU No. 5 tahun 1986. Selain itu menurut pendapat kami perbaikan atas perubahan surat kuasa seharusnya terjadi pada saat pemeriksaan dismissal atau dismissal process. Surat kuasa berdasarkan pasal 62 jo Pasal 56 ayat (2) UU No. 5 tahun 1986 merupakan salah satu alasan dlakukannya dismissal dengan menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Seharusnya Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan dismissal dengan menyatakan gugatan tidak dapat diterima sehingga Penggugat dapat mengajukan gugatan baru. Namun ternyata gugatan lolos proses awal ini sehingga
www.pemantauperadilan.com
30
Analisis Kasus
terus berlanjut pada pemeriksaan persidangan hingga tahap pembacaan putusan akhir.
Kesimpulan Dalam kasus ini terdapat dua proses peradilan yang ditempuh oleh Penggugat, yaitu proses peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Perdata yang dipergunakan oleh Penggugat untuk mendapatkan haknya kembali atas tanah yang menjadi sengketa tersebut. Namun hal ini menjadi usaha yang sia-sia karena dalam setiap proses di dalam dua badan peradilan tersebut terdapat penyimpangan dalam hukum acaranya. Penyimpangan tersebut diantaranya adalah: 1. Adanya surat keputusan yang terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya seharusnya menjadikan Majelis Hakim untuk lebih mencermati semua surat keputusan yang lahir dalam kasus ini karena semua surat keputusan yang ada adalah berkaitan erat dengan proses peralihan hak atas tanah sengketa. Bagaimana mungkin Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dapat memenangkan pihak Tergugat sebagai pemilik sah dari tanah yang disengketakan jika Majelis Hakim sama sekali tidak memasukkan pertimbangannya mengenai keabsahan masing-masing surat keputusan yang lahir dalam proses peralihan hak atas tanah sengketa. 2. Majelis Hakim pun dalam pertimbangannya tidak dapat mengemukakan alasan secara jelas dan lengkap dalam hal tanah yang disengketakan tersebut secara yuridis berada di wilayah mana dan dimiliki oleh siapa, Majelis Hakim tidak mempunyai pertimbangan hukum sendiri melainkan hanya mengulangi dalildalil yang dikemukakan oleh Tergugat dan mengambil pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Putusan perkara PK No. 27/PK/TUN/ 1995 yang menyatakan bahwa yang dipermasalahkan adalah tanah negara bekas perkebunan Polonia Estate sebagaimana diuraikan dalam Gewet ooskust van Sumatera Afdeling Medan blad, gambar C.4, 5, dan 6 yang diketahui oleh land Meter 1930. jadi
www.pemantauperadilan.com
31
Analisis Kasus
bukan tanah pribadi sultan Deli; bahwa dengan hapusnya swapraja Deli, tanah tersebut beralih menjadi tanah negara dan penggunaannya ada pada pemerintah RI, dalam hal ini Mendagri/ Menteri Agraria, mendagri/ Dirjen Agraria dan Ka. BPN. Padahal berdasarkan Undang-undang no. 5 tahun 1960 tentang Pokokpokok Agraria dalam bagian Kedua mengenai ketentuan-ketentuan Konversi, dalam pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa: “Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, grant sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende, erfpacht, hak usaha atas bekas tanah pertikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undangundang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.” Melihat dari pada ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya UU no. 5 tahun 1960 tentang UUPA, maka secara otomatis, hak-hak atas tanah yang diperoleh dari Grant Sultan adalah dapat menjadi Hak milik. Ditambah lagi, dalam kasus ini terdapat temuan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Deputi Pengawasan Badan Pertanahan Nasional yang secara cermat telah meneliti dan memeriksa keseluruhan aspek yang berkaitan dengan tanah terperkara, terutama berkas laporan dari Deputi Pengawasan Kanwil Sumatera Utara Nomor 11/DV/LHD/K/WI/1/1991. Bahwa agar diketahui kesimpulan yang ada dalam laporan dari Deputi tersebut diatas adalah letak relatif hak atas tanah Datuk Moh. Cheer (Grant Sultan Nomor 1 / 1935) setelah diadakan plotting pada peta-peta pendaftaran tanah blaad C No. 20, 21 dan 30 ternyata sebagian tumpah tindih dengan dengan sertifikat Hak pakai No. 194/Polonia tercatat atas nama YASAU. Ini berarti bahwa keberadaan GS. Nomor 1 tahun 1935 itu benar adanya namun
www.pemantauperadilan.com
32
Analisis Kasus
tumpang tindih dengan tanah yang ada dalam ijin Hak Pakai YASAU atau HGB Milik PT. Malibu Indah tersebut. 3. Adanya penyimpangan dalam proses ganti rugi yang seharusnya diberikan kepada sejumlah pihak yang berhak atas tanah sengketa. Hal ini terlihat dari tidak ada sertifikat yang lahir dari sejumlah surat keputusan yang mengalihkan hak atas tanah sengketa. Tidak terpenuhinya syarat dalam penggantian kerugian memberikan indikasi bahwa pengalihan hak atas tanah tersebut tidak berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan menyimpang dari isi surat keputusan yang melandasi peralihan hak atas tanah tersebut, bukan terjadi sesuatu kekeliruan dalam pembayaran ganti rugi sebagaimana yang didalilkan Majelis Hakim dalam pertimbangannya. Seharusnya Majelis Hakim dapat lebih menggali dan mencermati proses pemberian ganti kerugian kepada mereka yang berhak atas tanah sengketa. Berdasarkan uraian di atas memberikan kesimpulan bahwa Majelis Hakim dalam setiap tingkat peradilan yang memeriksa dan memutus perkara ini tidaklah berusaha untuk secara teliti dan cermat menggali fakta yang ada dalam tanah sengketa. Seharusnya Majelis Hakim melihat perkara ini mulai dari kronologis perkara, keterangan riwayat tanah dan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal ini Majelis Hakim tidak jeli dalam melihat setiap permasalahan yang ada dalam perkara ini dan hanya memandang secara sempit atas berkas-berkas yang disampaikan dipersidangan tanpa menggali rasa keadilan masyarakat, terutama rasa keadilan bagi para ahli waris datuk M. Cheer.
www.pemantauperadilan.com
33