TINJAUAN LITERATUR
Siklus Hidrologi Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi relatif tetap dari masa ke masa. Air di bumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung terus-menerus. Serangkaian peristiwa tersebut dinamakan siklus hidrologi seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Pada siklus hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi, dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.
Gambar 1. Siklus Hidrologi Karena siklus hidrologi merupakan suatu sistem tertutup, maka air yang masuk selalu sama dengan yang keluar. Hal ini dikenal dengan istilah neraca air (Soemarto,1987)
Universitas Sumatera Utara
Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil kesungai utama. Daerah Aliran sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan Hilir. Daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar, bukan merupakan daerah banjir. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil dan merupakan dengan kemiringan lereng kecil. Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua keadaan DAS yang berbeda tersebut (Asdak, 1995) DAS disebut juga sebagai watershed atau catchment area. DAS ada yang kecil dan ada juga yang sangat luas. DAS yang sangat luas bisa terdiri dari beberapa sub DAS dan sub DAS dapat terdiri dari beberapa sub-sub DAS, tergantung banyaknya anak sungai dari cabang sungai yang ada, yang merupakan bagian dari suatu sistem sungai utama. Kondisi suatu DAS dianggap mulai terganggu apabila koefisien air larian cenderung terus naik dari tahun ke tahun, nisbah debit air maksimum dan minimum cenderung terus naik dari tahun ke tahun,dan tinggi permukaan air tanah berfluktuasi secara ekstrim (Asdak, 1995) Suatu kegiatan pengelolaan DAS dipantau dan dievaluasi, untuk mengetahui sejauh mana dampak positif dari kegiatan tersebut. Secara hidrologis, suatu pengelolaan DAS dapat dikatakan telah memberikan dampak positif apabila
Universitas Sumatera Utara
parameter-parameter hidrologi yang diamati pada keluaran dari suatu DAS menunjukkan kecenderungan sebagai berikut: 1.
Perbandingan antara debit maksimum bulan dan debit minimum bulan dalam satu tahun, menunjukkan kecenderungan menurun.
2.
Unsur utama hidrograf aliran sungai menunjukkan : Waktu mencapai puncak semakin lama, Waktu dasar semakin panjang, Debit puncak menurun.
3.
Volume aliran dasar dan koefisien resesi semakin meningkat .
4.
Koefisien limpasan sesaat dan tahunan menurun.
5.
Muatan sedimen yang merupakan jumlah seluruh muatan yang terdiri dari muatan dasar, muatan suspensi, dan padatan terlarut menunjukkan kecenderungan menurun.
6.
Kandungan unsur kimia dan hara di dalam perairan sungai yang merupakan hasil proses biogeokimia di dalam DAS menunjukkan kecendurungan menurun.
( Yayat, dkk., 2003) Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), berdasarkan perbedaan debit banjir yang terjadi, bentuk DAS dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : 1. Bulu burung Suatu daerah pengaliran yang mempunyai jalar daerah di kiri kanan sungai utama diman anak-anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran
Universitas Sumatera Utara
demikian mempunyai debit banjir yang Cecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda.sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama. 2. Radial Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anakanak sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran semacam ini mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai. 3. Pararel Daerah pengaliran seperti mempunyai corak diman dua jalur daerah pengaliran yang bersatu dibagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimaksudkan untuk mewujudkan keseimbangan antara sumber daya alam dengan manusia dan segala aktivitas dan segala aktivitasnya sehingga dapat diharapkan adanya kondisi tata air yang optimal, baik kualitas, kuantitas maupun distribusinya serta terkendalinya erosi pada tingkat yang dianggap aman atau diperkenankan (Asdak C., 2002) Dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS, terutama hutan, di daerah hulu serta pengaruh yang ditimbulkannya di daerah hilir adalah banjir. Banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa (Asdak, C., 1995) Aliran/genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat (Sudjarwadi, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Fungsi utama dari DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada daerah aliran sungai (DAS) yang akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang pada saat ini, konversi hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan dalam mengatur tata air, mencegah banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut. (Van Noordwijk et al., 2003)
Penentuan Hujan Maksimum Cara yang harus seharusnya ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut : Cari hujan maksimum harian tiap tahun (dalam hal ini mulai tahun 1985) di salah satu pos hujan. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih (dalam hal ini dipakai Poligon Thiessen). Kegiatan ini diulang untuk stasiun yang lain. Dari hasil ratarata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang baersangkutan. (Suripin, 2004)
Analisis Frekuensi Pada umumnya, bencana banjir disebabkan karena alam itu sendiri seperti curah hujan yang tinggi dalam durasi yang lama. Dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan,
Universitas Sumatera Utara
antara lain adalah intensitas hujan (I), lama waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh hujan (A). Komponen hujan dengan sifatsifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (catchment area) yang kecil sampai yang besar Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan frekuensi kejadian (Soemarto, 1987). Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Analisis frekuensi adalah suatu analisa data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu. Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, kala ulang (return period) diartikan sebagai waktu dimana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang tersebut (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan ataupun debit tersebut akan disamai atau dilampaui K kali dalam jangka panjang L tahun, dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Sri Harto, 1993). Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Distribusi Normal 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log-Pearson Type III dan 4. Distribusi Gumbel Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi : Tabel 1. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Parameter Rata-rata
Sampel X=
1 n ∑ Xi n i =1
(
)
2 1 n s= Xi − X ∑ n − 1 i −1
Simpangan baku Koefisien variasi
Cv =
1/ 2
s x n
Koefisien skewness
n ∑ (X i − X ) Cs =
i =1
(n − 1)(n − 2)s 3 n
Koefisien kurtosis
Ck =
3
2
n
∑ (X i − X )4 i =1
(n −1)(n − 2)(n − 3)s 4
Sumber: Singh, 1992.
Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut pola distribusi Gauss. Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai berikut: P' ( X ) =
( x − µ ) 2 ………………….........….. (1) exp − 2σ 2 σ 2π 1
Universitas Sumatera Utara
dimana: P’(X)
= fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
X
= Variabel acak kontinu
µ
= Rata-rata nilai X
σ
= Simpangan baku dari X
(Suripin, 2004).
Analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik µ dan σ . Bentuk kurvanya simetris terhadap X = µ , dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X serta mendekati sumbu datar X dan di mulai dari X = µ + 3 σ dan X = µ - 3 σ , nilai mean = median = modus.
Luas 68,27% Luas 96, 45 % Luas 99,73 %
3
σ
2
σ σ
x
σ
2
σ
3
σ
Gambar 2. Kurva distribusi frekuensi normal Dari gambar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1)
Kira-kira 68,27 % terletak di daerah satu deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - σ ) dan ( µ + σ ).
2)
Kira-kira 95,45 % terletak di daerah dua deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 2 σ ) dan ( µ + 2 σ ).
3)
Kira-kira 99,73 % terletak di daerah tiga deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 3 σ ) dan ( µ + 3 σ ). (Surupin, 2004).
Rumus yang umum digunakan untuk distribusi normal adalah:
Universitas Sumatera Utara
XT = X + KT.s ………………………………………….. (2) di mana: XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
X = Nilai rata-rata hitung sampel s
= Deviasi standard nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. (Suripin, 2004). Menurut Jayadi (2000), sifat khas lain yaitu nilai asimetris (koefisien skewness) hampir sama dengan nol dan dengan kurtosis 3 selain itu kemungkinan:
(
)
P x − σ = 15,87%
()
P x = 50%
(
)
P x + σ = 84,14%
Distribusi Gumbel Menurut Chow (1964), rumus umum yang digunakan dalam metode Gumbel adalah sebagai berikut: X = X + s.K ............................................................................. (3) Dengan : X = nilai rata-rata atau mean; s = standard deviasi Faktor frekuensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
K=
YTr − Yn Sn
......................................................................... (4)
dimana : Yn
= reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n
Sn
= reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/data n
Tr
= Fungsi waktu balik (tahun)
YTr
= reduced variate yang dapat dihitung dengan persamaan berikut: YTr
T − 1 = -In − In r ………………………………….... (5) Tr
Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan 1,396 dan dengan kurtosis (Ck) = 5,4002. (Wilson, 1972).
Distribusi Log Normal Jika variabel acak
Y = Log x terdistribusi secara normal, maka x
dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Ini dapat dinyatakan dengan model matematik dengan persamaan : YT
= Y + KTS ………………………………………………. (6)
dimana: YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan
Y
= Nilai rata-rata hitung sampel
S
= Standard deviasi nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
periode ulang dan tipe model metematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. (Singh, 1992) Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Normal adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv) atau bertanda positif.
Distribusi Log Pearson Type III Parameter penting dalam Log Pearson Type III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal (Suripin, 2004). Langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut. 1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X. 2. Hitung harga rata-rata: Log X =
1 n ∑ log X i ............................................................... (7) n i =1
3. Hitung harga simpangan baku:
(
)
2 1 n s= log X i − log X ∑ n −1 i =1
1/ 2
................................................ (8)
4. Hitung koefisien kemencengan:
(
n
n ∑ log X i − log X Cs =
i =1
(n − 1)(n − 2)s 3
)
3
........................................................ (9)
Universitas Sumatera Utara
5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T: Log XT = log X + K.s ............................................................... (10) (Linsley, et al, 1975). Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III adalah: 1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi diatas 2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung. Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data hidrologi yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah desain khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi. Suatu garis lurus yang mempresentasikan sebaran data-data yang diplot ditarik sedemikian
kemudian
rupa berupa garis linier. Metode pengeplotan data dapat
dilakukan secara empiris, persamaan yang umum digunakan adalah persamaan Weibull:
Tr =
n +1 ……………………………………………. (11) m
dimana : m
= Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil.
n
= Banyaknya data atau jumlah kejadian.
(Soedibyo, 2003). Menurut Sri Harto (2000), menyebutkan bahwa masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan distribusi yang
Universitas Sumatera Utara
tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over estimate maupun under estimate.
Uji kecocokan Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov (Suripin, 2004). 1. Uji Chi-Square Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap varian X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik (diharapkan) dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (H0). Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Parameter Xh2 merupakan variabel acak. Parameter X2 yang digunakan dapat dihitung dengan rumus:
Xh2 =
n
(Oi − Ei )2
i =1
Ei
∑
.................................................... (12)
Universitas Sumatera Utara
Dimana : Xh2
= parameter Chi-Square terhitung
G
= jumlah sub kelompok
Oi
= jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei
= jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
(Suripin, 2004). Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah dengan menentukan df atau db (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh varibel lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak (Hartono, 2004). 2. Uji Smirnov-Kolmogorov Dalam statistika, uji smirnov-kolmogorov dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu membedakan sebaran berdasarkan data hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau sampel yang diandaikan atau diharapkan. Dengan kata lain, uji smirnov-kolmogorov menguji apakah dua sampel independen berasal dari populasi yang sama atau dari populasi-populasi yang memiliki distribusi yang sama. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk menghitung frekuensi yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan nilai-nilai statistik sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan: Dn = max { F0(x)-SN(x)} ……………………………. (13) Dimana F0(x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi teoritik berdasarkan H0. Untuk setiap harga x, F0(x) merupakan proporsi harapan yang nilainya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi
Universitas Sumatera Utara
kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada perbedaan antara nilai selisih yang terbesar (Wikipedia, 2006). Chakravart, et al(1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari variabel kontinu, sehingga merupakan test of goodness of fit. Uji smirnovkolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara signifikan. Menurut
Danapriatna dan Setiawan (2005), Uji smirnov-kolmogorov
digunakan untuk pengujian sampai dimana sebaran data tersebut berdasarkan hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H0: data mengikuti distribusi yang ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan.
Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan disuatu tempat maka alat penakar hujan yang digunakan harus mampu mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan sampai hujan tersebut berhenti. Dalam hal ini alat penakar hujan yang dapat dimanfaatkan adalah alat penakar hujan otomatis. Alat penakar hujan standar juga digunakan asal waktu selama hujan tersebut berlangsung diketahui (Asdak,1995). Durasi adalah lamanya suatu kejadiaan hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi, 1987). Sri Harto (1993), menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas curah hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishgura. Besar intensitas curah hujan tidak sama di segala tempat, hal ini dipengaruhi oleh topografi, durasi dan frekuensi di tempat atau lokasi yang bersangkutan. Ketiga hal ini dijadikan pertimbangan dalam membuat lengkung IDF (IDF curve = Intensity-Duration Frequency Curve). Lengkung IDF ini digunakan dalam menghitung debit puncak dengan metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang dipilih (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Menurut Loebis (1992), intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus : R 24 I = 24 24 t
2/3
……………………………… (14)
dimana:
Universitas Sumatera Utara
R
= Curah hujan rancangan setempat (mm)
t
= Lamanya curah hujan (jam)
I
= Intensitas curah hujan (mm/jam)
Waktu Konsentrasi Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Jika tidak diperoleh waktu konsentrasi sama dengan intensitas hujan maka perlu digunakan metode rasional yang dimodifikasi. (Suroso, 2006). Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Jika tidak diperoleh waktu konsentrasi sama dengan intensitas hujan maka perlu digunakan metode rasional yang dimodifikasi (Suroso, 2006). Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai berikut :
0,87 xL2 tc= 1000 xS
0 , 385
………………………………... (15)
dimana:
Universitas Sumatera Utara
tc = Waktu konsentrasi dalam jam, L = Panjang sungai dalam Km, S = Kemiringan sungai dalam m/m.
Koefisien Limpasan Koefisien limpasan adalah persentase jumlah air yang dapat melimpas melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah. Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien pengalirannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. (Eripin, 2005). Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menampilkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. (Kodoatie dan Syarief, 2005). Di Indonesia penelitian untuk menentukan nilai C masih memberikan peluang yang cukup besar sesuai jenis penggunaan lahan dan curah hujan. Tabel 2 merupakan contoh nilai koefisien limpasan yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Pemilihan nilai C dari suatu tabel sangat subjektif. Kurang tepat memilih nilai C maka tidak benar pula debit puncak banjir yang dihitung dengan metode rasional. Setiap daerah memiliki nilai koefisien limpasan yang berbeda (Soewarno, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Nilai koefisien limpasan disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Nilai Koefisien Aliran untuk Berbagai Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan atau Bentuk Struktur
Nilai C (%)
Hutan Tropis <3 Hutan Produksi 5 Semak Belukar 7 Sawah-sawah 15 Daerah Pertanian, Perkebunan 40 Jalan aspal 95 Daerah Permukiman 50 - 70 Bangunan Padat 70 - 90 Bangunan Terpencar 30 - 70 Atap rumah 70 - 90 Jalan tanah 13 - 50 Lapis keras kerikil batu pecah 35 - 70 Lapis keras beton 70 - 90 Taman,halaman 5 - 25 Tanah lapang, tegalan 10 - 30 Kebun, ladang 0 - 20 Sumber : Majalah Geografi Indonesia No.14-15 ( Soewarno, 2000). Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan persamaan berikut : n
∑C A CDAS =
i =1 n
i
i
∑A i =1
..................................................................... (16)
i
dimana : Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i n = jumlah jenis penutup lahan. (Suripin, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Metode Rasional Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan konstribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run off
coefficient (C) dengan nilai ≤C≤1 0
(Chow, 1988). Menurut Wanielista (1990), beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah : 1.
Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
2.
Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
3.
Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan
4.
Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.
Metode rasional dapat dipandang sebagai salah satu cara praktis dan mudah. Selain itu, penerapannya di Indonesia masih memberikan peluang untuk dikembangkan. Metode ini cocok dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis (Soewarno, 2000). Bentuk umum rumus rasional ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Q = 0,278.C.I.A .................................................................... (17) dimana: Q
= Debit banjir maksimum (m3/dtk)
C
= Koefisien pengaliran/limpasan
I
= Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
A
= Luas daerah pengaliran (km2)
(Suripin, 2004)
Universitas Sumatera Utara