BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan dan kelanjutan segala hak dan kewajiban yang dinamakan pewarisan. Pewarisan pada dasarnya merupakan suatu peristiwa hukum dimana meninggalnya seseorang yang menyebabkan peralihan atas hak-hak kebendaan dan segala harta kekayaan yang dimilikinya semasa hidupnya kepada ahli waris yang merupakan orang yang berhak atas peralihan hak-hak kebendaan dan segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia tersebut. Berbicara mengenai pewarisan, di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur sistem pewarisan yang dapat diberlakukan, yaitu berupa Hukum Waris Perdata, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat. Perihal ketentuan sistem hukum yang akan dipergunakan dalam pewarisan hal ini dipengaruhi golongan masyarakat, agama dan pilihan hukum yang akan dipilih oleh para ahli waris untuk menentukan sistem pembagian waris atas harta peninggalan dari pewaris.
1
Sistem pewarisan adat dipengaruhi oleh sistem keturunan yang dianut dalam suatu masyarakat hukum adat. Secara teoritis sistem keturunan itu dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu1 : 1. Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik dari garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita dalam pewarisan. Masyarakat adat yang menganut sistem Patrilinial ini seperti masyarakat adat daerah Gayo, Alas, Batak Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, dan Irian. 2. Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan laki-laki didalam pewarisan. Masyarakat adat yang menganut sistem keturunan ini seperti Minangkabau, Enggano, Timor. 3. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak dan ibu), dimana kedudukan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan dalam sistem pewarisan. Dianut oleh masyarakat adat Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi. Hukum waris di bumi Minang pada dasarnya memiliki prinsip sistem pembagian kewarisan kolektif di mana harta peninggalan diwarisi atau lebih tepat dikuasai oleh sekelompok ahli waris dalam keadaan yang tidak terbagibagi yang seolah-olah merupakan suatu badan hukum keluarga atau kekerabatan.2 Harta peninggalan dalam sistem pewarisan Minang disebut sebagai Harta Pusako yang merupakan peninggalan dari suatu kaum atau seseorang yang tidak ada lagi, karena meninggal dunia yang berupa benda tetap (benda tidak bergerak) atau benda bergerak.3
1
Hilman Hadikusuma, 1993, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 23. Hilman Hadikusuma, 1996, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama Hindu, Islam, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 16. 3 Idrus Hakimi dan Biro Pembina Adat dan Syarak, Tanpa Tahun, Sako Pusako dan Sangsoko Menurut Adat MinangKabau, Arsip Direktorat Pembangunan Desa Provinsi Sumatera Barat, hlm. 40. 2
2
Harta pusako yang merupakan harta peninggalan dalam masyarakat adat Minang terbagi atas4 : 1. Harta Pusako Tinggi, yang merupakan harta peninggalan yang diterima secara turun temurun dalam suatu kaum yang bertali darah menurut garis keturunan ibu. 2. Harta Pusako Randah, yaitu peninggalan yang bukan merupakan turun temurun, tetapi diperoleh dari seseorang dari hasil pencaharian suami istri atau perorangan dari mereka, atau dari hasil suarang atau bawaan sebelum menikah. Sistem pembagian kolektif atas harta peninggalan ini berlaku terhadap harta pusako tinggi. Harta pusako tinggi merupakan harta peninggalan secara turun temurun, yang hak warisnya ditarik dari garis keturunan perempuan atau ibu. Harta pusako randah, khususnya harta pencaharian, secara konsep yang menjadi harta warisan adalah harta yang telah dibagi dua oleh suami atau istri yang hidup terlama. Hal ini dikarenakan harta pencaharian merupakan harta bersama yang diperoleh selama perkawinan. Pembagian harta warisan atas harta pusako randah yang berupa harta pencaharian tersebut, memiliki sistem pewarisan yang berbeda dari pembagian warisan atas harta pusako tinggi. Pembagian harta warisan atas harta pusako randah, khususnya pembagian harta warisan untuk anak, pada masyarakat hukum adat Minang apabila harta warisan dari pewaris bersumber dari harta pencaharian, maka baik anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki hak yang sama kedudukannya untuk dapat menjadi ahli waris.
4
Ibid.
3
Prakteknya pembagian harta warisan atas harta pencaharian tersebut, perempuan lebih dominan kedudukannya. Hal ini karena menurut kebiasaan yang ada anak perempuan pada masyarakat hukum adat Minang merupakan penerus garis keturunan yang memiliki kewajiban untuk menjaga orang tua, sehingga lebih dituntut untuk tetap berada di rumahnya. Anak laki-laki pada masyarakat hukum adat Minang memiliki kebiaaan untuk pergi merantau. Dominannya
kedudukan
perempuan
ini
dalam
pewarisan
juga
dipengaruhi oleh konsep anak laki-laki keluar dari rumah. Setelah menikah anak laki-laki juga pada umumnya keluar dari rumah untuk tinggal dan menetap di rumah keluarga istri. Hal ini terjadi dalam perkawinan semenda menetap pada masyarakat hukum adat Minang, dimana laki-laki masuk kedalam lingkungan keluarga istri sebagai pendatang atau orang luar dengan tetap merupakan anggota kaum dalam keluarganya. Hukum Islam dalam perkembangannya, sangat mempengaruhi corak hukum adat pada masyarakat hukum adat Minang. Pengaruh hukum Islam dalam hukum adat Minang dapat terlihat dari falsafah adaik basandi syara, syara basandi kitabullah, yang memiliki arti adat bersumber pada syariat Islam, syariat bersumber pada Al-quran. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap pewarisan dikarenakan adaik basandi syara, syara basandi kitabullah telah menjadi ideologi dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat pada setiap daerah dalam wilayah masyarakat hukum adat Minang yang pada prinsipnya juga memiliki keanekaragaman dan kebiasaan yang berbeda-beda. Hal ini mempengaruhi
4
sendi-sendi kehidupan dalam masyarakat hukum adat Minang, dan juga mempengaruhi sistem pewarisan itu sendiri. Berdasarkan hasil prapenelitian dengan Sekretaris Kerapatan Adat Nagari Kanagarian Ampek Koto Sungai Rotan sistem pembagian harta warisan terhadap harta pusako randah yang berupa harta pencaharian masyarakat hukum adat Minang dewasa ini adalah dengan menurut ketentuan hukum Islam. Apabila ada perselisihan terhadap pembagian harta warisan yang diselesaikan oleh Karapatan Adat Nagari, maka Karapatan Adat Nagari menyelesaikan perselisihan tersebut dengan cara pembagian harta warisan menurut hukum Islam sesuai dengan falsafah adaik basandi syara, syara basandi kitabullah tersebut.5 Sistem pewarisan dalam hukum Islam, secara garis besar dalam pembagian harta warisan untuk anak, bagian untuk anak perempuan hanya mendapatkan setengah dari bagian yang diperoleh anak laki-laki. Anak lakilaki pada hakekatnya dalam keadaan demikian lebih dominan sebagai ahli waris dari pada anak perempuan.6 Pembagian harta warisan ini lebih menyerupai cara pembagian harta warisan pada sistem pewarisan individual. Pembagian harta warisan terhadap harta pusako randah yang berupa harta pencaharian bertolak belakang dengan sistem pembagian harta warisan kolektif atas harta pusako tinggi pada masyarakat hukum adat Minang, yang hak warisnya dimiliki oleh ahli waris berdasarkan garis keturunan ibu atau
5
Hasil Wawancara Prapenelitian Dengan Mahyudin, Sekretaris Kerapatan Adat Kanagarian Ampe Koto Sungai Rotan, Tanggal 17 Juni 2015. 6 Hasil Wawancara Prapenelitian Dengan Mahyudin, Sekretaris Kerapatan Adat Kanagarian Ampek Koto Sungai Rotan, Tanggal 17 Juni 2015.
5
perempuan. Selain itu juga bertentangan dengan sistem kekerabatan matrilineal pada masyarakat hukum adat Minang di mana perempuan dianggap dominan dan merupakan penerus garis keturunan dari sebuah keluarga. Hal ini dapat menjadi pertentangan para ahli waris dalam pelaksanaan pembagian
harta
warisan
terhadap
harta
pencaharian
yang
dapat
menimbulkan perselisihan antara para ahli waris bahkan menjadi sengketa dalam lingkup peradilan. Berdasarkan penjelasan umum dari latar belakang pelaksanaan pembagian harta warisan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai hal ini. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat diuraikan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian harta warisan untuk ahli waris anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman? 2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan ahli waris jika terjadi sengketa pewarisan terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain :
6
1. Untuk mengetahui dan mengkaji mengenai praktik pelaksanaan pembagian harta warisan untuk ahli waris anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh upaya-upaya yang dilakukan ahli waris jika terjadi sengketa pewarisan terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa : 1. Manfaat Teoritis Agar dapat memberikan manfaat dijadikan sebagai bahan referensi dalam melakukan studi perbandingan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai tambahan bahan informasi kepustakaan mengenai hukum waris adat, khususnya hukum waris pada masyarakat hukum adat Minang. 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran bagi kemajuan masyarakat hukum adat Minang di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman khususnya mengenai proses pelaksanaan pembagian harta warisan yang dilakukan terhadap harta pencaharian dengan cara mengikuti ketentuan hukum
7
adat yang berlandaskan adaik basandi syara, syara basandi kitabullah. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, ditemukan bahwa penelitian mengenai sistem pewarisan Matrilineal pada masyarakat hukum adat Minang juga pernah dilakukan dalam bentuk Tesis, yang diantaranya penelitian yang dilakukan oleh : 1. Tesis yang disusun oleh Antoni Yoseph tahun 2012, dengan judul “Bentuk-bentuk Perkawinan dan Pembagian Waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman Ditinjau dari Hukum Adat Minangkabau”. Penelitian sebelumnya mengkaji mengenai: a) Bentuk-bentuk perkawinan yang ada di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman; b) Pengaruh bentuk-bentuk perkawinan terhadap pembagian harta waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman; c) Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam pembagian harta waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman.7 Persamaan dengan penelitian ini adalah pada lapangan kajian mengenai waris adat masyarakat hukum adat minang, namun perbedaanya adalah pada fokus kajian yaitu: a) mengkaji mengenai pelaksanaan pembagian harta warisan untuk anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman; b) mengkaji upaya-upaya 7
Antoni Yoseph, 2012, “Bentuk-bentuk Perkawinan dan Pembagian Waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman Ditinjau dari Hukum Adat Minangkabau”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hlm. 7.
8
yang dapat dilakukan jika terjadi sengketa waris terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. 2. Ria Agustar, 2008, yang melakukan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembagian Warisan Atas Harta Pencarian dalam Lingkungan Adat Minangkabau Di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang”. Penelitian sebelumnya mengkaji mengenai: a) Pelaksanaan pembagian warisan atas harta pencarian dalam lingkungan adat Minangkabau di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang; b) Hambatan-hambatan apa yang timbul dalam pelaksanaan pembagian warisan atas harta pencarian dalam lingkungan adat Minangkabau di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang dan upaya untuk mengatasi hambatan yang timbul.8 Persamaan dengan penelitian ini adalah pada lapangan kajian mengenai waris adat masyarakat hukum adat minang, namun perbedaanya adalah pada fokus kajian yaitu: a) mengkaji mengenai pelaksanaan pembagian harta warisan untuk anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman; b) mengkaji upaya-upaya yang dapat dilakukan jika terjadi sengketa waris terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. Atas dasar tersebut penulis dapat menyatakan bahwa penelitian mengenai Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Laki-Laki Terhadap Harta Pencaharian Pada Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman, sampai pada saat ini belum pernah dilakukan, tetapi apabila 8
Ria Agustar, 2008, “Pelaksanaan Pembagian Warisan Atas Harta Pencarian dalam Lingkungan Adat Minangkabau Di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 6.
9
ternyata sudah pernah dilakukan penelitian yang sama atau sejenis maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya.
10