PENYELENGGARAAN TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KECAMATAN Aida Fitriani Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Email:
[email protected] Abstrak: Pemerintah Kecamatan Sintang beserta Pemerintahan Kelurahan dan Pemerintahan Desa yang ada di Kecamatan Sintang menghadapi beberapa permasalahan khususnya di bidang tata naskah dinas. Indikasi hal tersebut dapat dilihat dari cara pengetikan naskah dinas, penggunaan kop, pemasangan plang papan nama, baik Pemerintah Kecamatan maupun Pemerintahan Kelurahan dan Pemerintahan Desa, belum sepenuhnya mengacu kepada Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Penyelenggaraan Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang. Kata Kunci: Tata Naskah Dinas, Pemerintah Kecamatan Tata Naskah Dinas menurut Gouzali (1997:282) “adalah sistem penyusunan, pencatatan, penyimpanan dan pemeliharaan dokumen-dokumen di bidang kedinasan yang disusun dengan tertib dan teratur serta dipelihara secara terus menerus dalam media yang ditetapkan”. Salah satu bentu naskah dinas yang hampir setiap hari dilaksanakankan oleh instansi pemerintah membuat surat dan berkomunikasi dengan surat. Menurut Ma’moeri dan Sutrisno (2001:32) “Surat adalah alat komunikasi tertulis yang digunakan untuk menyampaikan warta atau informasi dari satu pihak kepada pihak lain”. Rumusan lain misalnya, surat adalah kertas tertulis dalam bentuk tertentu yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari pihak kepada pihak lain.
secara intensif dan terus menerus dalam proses kegiatan, serta (3) Diperlukan sebagai bukti formal”. Surat yang ditulis, oleh siapapun harus baik. Beberapa butir kriteria surat yang disebut baik adalah surat harus: Jelas; Tegas; Ringkas; Lengkap; Tepat; Sopan; Menarik tetapi wajar; Khusus untuk surat-surat dinas, harus ada ciri-ciri formal atau ciriciri kedinasan, dan juga untuk surat-surat dinas, harus ada keseragaman pola bentuk. Surat terdiri atas bagian-bagian surat. Berbagai cara pembagian untuk menyebutkan bagian-bagian surat ini. Salah satu pembagian misalnya dengan menyebutkan bagian kepala, bagian tubuh dan kaki surat. Masing-masing bagian itu terdiri dari subbagian-subbagian. Untuk memudahkan, dalam buku ini disebutkan secara langsung bagian-bagian surat ini dengan rinci sebagai berikut: Kepala surat; Tangal surat; Nomor surat; Lampiran; Hal atau perihal; Alamat dalam; Salam pembuka; Isi surat; Salam penutup; Penutup surat; Initial; Tembusan; Sifat; U.p atau c.q; N. B dan P. S. Bagian-bagian surat tersebut di atas mempunyai fungsi masing-masing. Penggunaan dan teknik pengetikannya diatur dan ditentukan oleh masing-masing organisasi. Pengaturan dan penentuan tentang penggunaan bagian-bagian surat serta teknik pegetikannya biasanya dituangkan dalam surat keputusan pimpinan organisasi yang bersangkutan, dan digunakan sebagai pedoman. Pedoman tersebut harus diikuti dan dilaksanakan oleh seluruh penyelenggara kegiatan organisasi yang bersangkutan. Untuk instansi-instansi pemerintah, pedoman umum tentang penggunaan tentang dan teknik pengetikan bagian-bagian surat ini dimuat dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 71 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Persuratan Dinas.
Perlu dicermati bahwa masa sekarang dan mungkin juga dimasa-masa yang akan datang, surat tidak selalu tertulis di kertas. Menurut Ma’moeri dan Sutrisno (2001:32) “Kecenderungannya bahkan kegiatan per kantoran mengar ah ke pr oses paperless. Istilah paperless disini tentu saja bukan berarti tidak menggunakan kertas sama sekali. Dalam komunikasi data/informasi kantor-kantor modern banyak yang menggunakan metoda-metoda lain seperti teleprinter, faksimile, telenote, teletext, internet, e-mail, dan lain-lainnya”. Metoda-metoda tersebut sangat menguntungkan bagi kecepatan pengiriman atau penerimaan data/informasi. Namun demikian dalam kondisi-kondisi tersebut masih tetap diperlukan print out dari data/ informasi yang dikomunikasikan. Menurut Ma’moeri dan Sutrisno (2001:32) kondisi-kondisi tertentu yang dimaksudkan antara lain misalnya karena data/informasi yang bersangkutan “(1) Jumlahnya begitu banyak dan rumit, (2) Diperlukan 1
2 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 1- 8
Penggunaan dan teknik pengetikan bagian-bagian surat ditentukan oleh masing-masing organisasi. Penempatan bagian-bagian surat itu termuat dalam format tertentu membuat perbedaan-perbedaan bentuk surat yang biasa disebut juga dengan istilah style. Bentuk atau style surat dalam suatu organisasi yang bersangkutan, untuk instansi pemerintah, bentuk surat sudah ditentukan sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No. 71 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Persuratan Dinas. Di samping bentuk surat untuk instansiinstansi pemerintah sebagaimana dicantumkan dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 71 Tahun 1993, di lingkungan organisasi atau perusahaan niaga dikenal bentukbentuk surat yang biasa dipakai untuk komunikasi secara formal. Menurut Ma’moeri dan Sutrisno (2001:42) adapun bentuk-bentuk tersebut yaitu “Bentuk Balok Penuh (Full Block Style), Bentuk Balok yang diubah (Modified Block Style), Bentuk Setengah Balok (Semi Block Style), Bentuk Sederhana (Simplified), Bentuk Inden atau Bentuk Lekuk (Indented Style), serta Bentuk Paragraf (Hanging Paragraf)”. Bentuk Balok Penuh (Full Block Style) adalah bentuk surat dimana seluruh bagian-bagian surat diletakkan dan dimulai dari margin kiri. Bentuk Balok yang diubah (Modified Block Style) seluruh bagian-bagian surat diletakkan dan dimulai dari margin kiri, kecuali tanggal surat ditulis disebelah kanan nomor surat. Bentuk Setengah Balok (Semi Block Style) adalah seluruh bagian-bagian surat diletakkan dan dimulai dari margin kiri, kecuali tanggal, salam penutup dan pengirim. Bentuk Sederhana (Simplified) adalah sama dengan Bentuk Balok Penuh (Full Block Style) kecuali isi surat. Bentuk Inden atau Bentuk Lekuk (Indented Style) semua bagian surat diketik sama dengan setengah lurus kecuali alamat surat. Bentuk Paragraf (Hanging Paragraf) semua bagian surat diketik sama dengan setengah lurus kecuali isi surat, yaitu paragraf ditulis berlawanan dengan bentuk setengah lurus. Stempel Jabatan Kecamatan Menurut Mahsum (2006:19) “stempel jabatan berfungsi untuk membuktikan keabsahan naskah dinas yang dibuat”. Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang menyatakan Stempel Jabatan dan Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah berbentuk lingkaran. Stempel Jabatan dan Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana
dimaksud terdiri dari: Garis lingkaran luar; Garis lingkaran tengah; Garis lingkaran dalam; dan Isi stempel. Dalam Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang tersebut ditegaskan Ukuran Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah (1) Ukuran garis tengah lingkaran luar Stempel Jabatan dan Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah 4 cm; (2) Ukuran garis tengah lingkaran tengah Stempel Jabatan dan Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah 3,8 cm; serta (3) Ukuran garis tengah lingkaran dalam Stempel Jabatan dan Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah 2,7 cm. Sedangkan jarak anatara 2 (dua) garis yang terdapat dalam lingkaran dalam maksimal 1 cm. Stempel Jabatan berisi nama Jabatan dan nama Daerah yang bersangkutan dengan pembatas tanda bintang. Stempel Jabatan Bupati, menggunakan Lambang Negara. Stempel Jabatan Ketua DPRD menggunakan Lambang Daerah. Stempel Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Perangkat Desa berisi nama Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Perangkat Desa yang bersangkutan tanpa menggunakan Lambang. Stempel Kepala Desa dan Ketua BPD tidak menggunakan Lambang. Sedangkan Stempel untuk keperluan tertentu ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Kop Naskah Dinas Kecamatan Menurut Mahsum (2006:21) “kop surat atau kepala surat selalu terletak di bagian atas isi surat. Fungsinya sebagai identitas diri bagi instansi bersangkutan”. Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang menggariskan Kop Naskah Dinas Bupati menggunakan Lambang Negara berwarna hitam dan ditempatkan dibagian tengah atas, sedangkan Kop Naskah Dinas Bupati yang ditandatangani Wakil Bupati menggunakan Kop Naskah Dinas Bupati, nama Jabatan Wakil Bupati dan Stempel Jabatan Bupati dengan Lambang Negara warna hitam. Kop Naskah Dinas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten memuat sebutan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabuapten Sintang dengan menggunakan Lambang Daerah berwarna hitam dan ditempatkan dibagian kiri atas. Kop Naskah Dinas Perangkat Daerah memuat sebutan Pemerintah Kabupaten Sintang, Nama Perangkat Daerah, Alamat, Nomor Telepon, Nomor Faximile dan Kode Pos, menggunakan Lambang Daerah berwarna hitam dan ditempatkan pada bagian kiri atas. Kop Naskah Dinas Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan memuat
Aida Fitriani, Penyelenggaraan Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 3
sebutan “Pemerintah Kabupaten Sintang” diikuti Nama Kecamatan, Nama Kelurahan, Alamat, Nomor Telepon, Nomor Faximile dan Kode Pos. Kop Naskah Dinas Perangkat Desa memuat sebutan “Pemerintah Kabupaten Sintang” diikuti Nama Kecamatan, dan Nama Desa yang bersangkutan menggunakan Lambang Daerah. Kop Naskah Dinas pada Peraturan Daerah menggunakan Lambang Daerah dengan Stempel Jabatan Penandatanganan. Bentuk, Ukuran dan Isi Kop Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
susunan Surat sepanjang Materinya sesuai dengan bidang tugas dan tangung jawabnya. Sekretaris Daerah atas nama Bupati menandatangani Naskah Dinas dalam bentuk dan susunan Produk-Produk Hukum yang bersifat Penetapan, Paraturan Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan dari Kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang ditetapkan. Asisten atas nama Sekretaris Daerah menandatangani Naskah Dinas dalam bentuk Surat yang Materinya memuat Petunjuk Pelaksanaan Teknis Operasional yang mendukung kelancaran Pelaksanaan Tugas masingmasing Satuan Organisasi yang ditujukan kepada Pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Sampul Naskah Dinas Kecamatan Menurut Mahsum (2006:111) “sampul berfungsi sebagai pengamanan terhadap isi naskah dinas”. Kop Sampul Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten memuat sebutan Pimpinan Perangkat Daerah, Nama Satuan Kerja Perangkat Daerah, Alamat, Nomor Telepon, Nomor Faximile dan Kode Pos Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan. Bentuk, Ukuran dan Isi Kop Sampul Naskah Dinas Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Papan Nama Kecamatan Menurut Mahsum (2006:119) “papan nama adalah papan yang bertuliskan nama dan alamat instansi yang diletakkan di halaman instansi yang bersangkutan”. Papan Nama Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Kabupaten, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 1 (satu) berbanding 2 (dua) berisi Nama Satuan Kerja Perangkat Daerah, Alamat, Telepen dan Kode Pos Wilayah. Papan Nama Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud berwarna dasar putih dengan tulisan huruf balok berwarna hitam. Bentuk, Ukuran dan Isi Papan Nama Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Perangkat Desa di Lingkungan Pemerintah Kabupaten ditetapkan melalui Peraturan Bupati.Penandatanganan Naskah dan Pembubuhan Paraf Berdasarkan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006, dinyatakan Bupati menandatangani Naskah dalam bentuk dan susunan Produk-Produk Hukum serta dalam bentuk Surat yang Materinya memuat Kebijaksanaan dan atas Pelaksanaan dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi. Wakil Bupati menandatangani Naskah Dinas dalam bentuk dan susunan ProdukProduk Hukum sebagai petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh Bupati serta dalam bentuk dan
Kepala Bagian menandatangani Naskah Dinas berdasarkan Wewenang yang telah ditentukan dan digariskan oleh Pimpinan yang bersifat Informasi Biasa/Staf Teknis serta tidak mengandung konsekuensi tanggung jawab yang lebih luas, yang ditujukan kepada Eselon bawahan atau yang setingkat. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas Wewenang Jabatannya menandatangani Naskah Dinas berdasarkan Wewenang yang telah ditentukan dan digariskan oleh Pimpinan yang bersifat Informatif/Biasa/Staf Teknis serta tidak mendukung Konsekuensi tanggung jawab yang lebih luas, yang ditujukan kepada Eselon bawahan atau yang setingkat. Sedangkan Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah termasuk dalam hal Camat, Lurah dan Kepala Desa menandatangani Naskah Dinas Keluar yang ditujukan kepada Atasan atau yang setingkat dan atau Naskah Dinas yang isinya menyangkut masalah-masalah prinsip atau mengandung Kebijaksanaan Teknis Satuan Organisasi yang bersangkutan. Pertama, Sosialisasi Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Desa, dirumuskan dalam bentuk dan susunan produk-produk Hukum dan dalam bentuk Surat. Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Desa, diolah oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten. Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Desa, ditanda tangani oleh Bupati/ Wakil Bupati, Ketua/Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pajabat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten yang diberi Wewenang.Jenis dan Kewenangan penandatanganan Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten ditetapkan melalui Peraturan Bupati. Banyak aspek yang turut serta menentukan berhasil tidaknya penyelenggaraan tata naskah dinas di lingkungan pemerintah Kabupaten Sintang. Salah satunya adalah tingkat pengetahuan
4 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 1- 8
aparatur dalam memahami tata naskah dinas itu sendiri. Menurut Stoner (dalam Kadarmo, Suganda dan Supono, 2001:13) “bahwa kunci pelaksanaan kegiatan yang efektif adalah komunikasi”. Pelaksanaan sosialisasi merupakan salah satu cara untuk membangun komunikasi yang efektif. Semakin besar ketidakpastian akan tugas-tugas yang harus dilaksanakan, akan semakin besar kebutuhan akan sosialisasi.
absensi, pekerjaan yang buruk, keluhan berkepanjangan dan perputaran tenaga kerja. Sebagai bagian proses latihan dan pengembangan, departemen personalia dan para manajer harus menilai kebutuhan, tujuan-tujuan atau sasaransasaran program, isi dan prinsip-prinsip belajar. Menurut Moenir (1992:268) “langkah pertama dalam pelatihan adalah menetapkan pelatihan apa, jika ada, yang dibutuhkan”.
Kedua, Koordinasi merupakan faktor yang sangat dominan di dalam kehidupan suatu organisasi. Oleh karena itu, koordinasi harus secara terus-menerus ditingkatkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara optimal. Pada kegiatan yang lebih luas dan kompleks koordinasi ini semakin menjadi penting, mengingat dalam era globalisasi tidak satupun unit kerja atau organisasi yang dapat mencapai tujuan tanpa melakukan koordinasi dengan unit kerja yang lain. Di dalam Pemerintahan (Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen/LPND) atau instansi pemerintah lainnya sebagai suatu organisasi juga mempunyai tujuan. Untuk mencapai tujuannya seluruh aparat dan bagian yang ada di dalamnya atau pihak-pihak lain yang terkait perlu mengadakan koordinasi. Bahkan lebih dari itu, semua bagian harus bergerak sebagai satu kesatuan yang terkoordinasi. Kegiatan koordinasi dalam organisasi merupakan bagian integral dan komprehensif dalam mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan. Koordinasi adalah salah satu bentuk hubungan kerja yang memiliki karakteristik khusus. Menurut Kadarmo, Suganda dan Supono (2001:6) “karakteristiknya antara lain harus adanya integrasi serta sinkronisasi atau adanya keterpaduan, keharmonisan, serta arah yang sama”. Pentingnya koordinasi ini agar organisasi dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi. Hal ini berarti bahwa tujuan organisasi dapat tercapai serta dalam pencapaiannya dimanfaatkan semua sumber daya secara hemat dan ekonomis.
Kadang-kadang perubahan strategi organisasi dapat menciptakan kebutuhan akan latihan. Sebagai contoh, strategi pengembangan produk atau jasa baru biasanya mengharuskan para karyawan untuk mempelajari prosedur-prosedur baru. Personalian penjualan dan karyawan produksi harus dilatih untuk memproduksi, menjual dan terus mengembangkan lini produk baru ini. Latihan dapat juga digunakan apabila tingkat kecelakaan atau pemborosan tinggi, semangat kerja dan motivasi rendah, atau masalah-masalah operasional lainnya didiagnosa. Menurut Handoko (2001:109) “setelah evaluasi kebutuhan-kebutuhan latihan dilakukan, maka sasaran-sasaran dinyatakan dan ditetapkan”. Sasaran-sasaran ini mencerminkan prilaku dan kondisi yang diinginkan, dan berfungsi sebagai standar-standar dengan mana prestasi kerja individual dan ifektivitas program dapat diukur. Isi program ditentukan oleh Identifikasi kebutuhankebutuhan dan sasaran-sasaran latihan. Program mungkin berupaya untuk mengajarkan sebagai ketrampilan tertentu, menyampaikan pengetahuan yang dibutuhkan atau mengubah sikap. Apapun isinya, program hendaknya dapat pula untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan peserta. Bila tujuan-tujuan organisasi diabaikan, upaya latihan dan pengembangan akan sisa-sisa. Para peseta juga perlu meninjau isi program, apakah relevan dengan kebutuhan, atau motivasi mereka untuk mengikuti program tersebut rendah atau tinggi. Agar isi program efektif, prinsip-prinsip belajar harus diperhatikan.
Ketiga, Pendidikan dan Latihan. Menurut Handoko (2001:107) “latihan dan pengembangan mempunyai berbagai manfaat karier jangka panjang yang membantu karyawan untuk tanggung-jawab lebih besar di waktu yang akan datang”. Programprogram latihan tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga organisasi dan hubungan manusiawi dalam kelompok kerja, dan bahkan bagi negara. Barangkali cara paling mudah untuk meringkas manfaat-manfaat latihan adalah dengan menyedarinya sebagai investasi organisasi dalam sumber daya manusia. Di samping pengeluaran untuk biaya latihan dan pengembangan organisasi harus membayar harga karena pemborosan,
Meskipun studi tentang proses belajar telah banyak dilakukan, tetapi masih sedikit yang dapat diketahui tentang proses tersebut. Masalah pokoknya adalah bahwa proses belajar tidak dapat diamati, hanya hasilnya yang dapat diukur. Bagaimanapun juga, ada beberapa prinsip belajar yang bisa digunakan sebagai pedoman tentang caracara belajar yang paling efektif bagai para karyawan. Prinsip-prinsip ini adalah bahwa program bersifat partisipatif, relevan, pengulangan (repetisi) dan pemindahan, serta memberikan umpan balik mengenai kemajuan para peserta latihan. Semakin terpenuhi prinsip-prinsip tersebut latihan akan semakin efektif. Disamping itu,
Aida Fitriani, Penyelenggaraan Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 5
perancangan program juga perlu menyadari perbedaan individual, karena pada hakekatnya para karyawan mempunyai kemampuan, sifat dan sebagainya yang berbeda satu dengan lainnya. Program-program latihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasaan kerja. Menurut Handoko (2001: 110) ada dua kategori pokok program latihan dan pengembangan yaitu: “Metode praktis (onthe-job training) serta Teknik-teknik persentasi informasi dan metode-metode simulasi (off-the-job training)”.
6 kait di bawah baris di atasnya. Awal alinea diketik 26 ketuk dari tepi Kertas sebelah kiri. Setiap alinea berjarak 2 kait. Nama Jabatan Penandatanganan Naskah Dinas diketik dengan huruf besar 3 kait di bawah garis diatasnya, 45 ketuk dari tepi kerta sebelah kiri, sedangkan nama jelas Penandatangan Naskah Dinas diketik dibawahnya dengan jarak 6 kait. Tembusan diketik di sebelah kiri lurus dengan nomor Surat, 2 kait dibawah Penandatangan. Namun demikian, dari hasil penelitian diketahui belum semua ketentuan tersebut di atas, dapat dilakukan dalam Pengetikan Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang.
METODE
Stempel Jabatan Kecamatan
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Informan adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang memiliki data mengenai focus penelitian. Informan dipilih dengan teknik purposive. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Wawancara, Observasi dan Studi Dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1995:3) “sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Penelitian ini penulis lakukan pada Kantor Camat Sintang. Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan praktis dan pertimbangan metodologis.
Stempel Jabatan Kecamatan dan Perangkat Desa menggunakan tintan warna ungu. Ukuran stempel sebagaimana dimaksud adalah : Ukuran garis tengah lingkaran luar stempel jabatan dan stempel satuan kerja perangkat daerah adalah 4 cm. Ukuran garis tengah lingkaran tengah stempel jabatan dan stempel satuan kerja perangkat daerah adalah 3,8 cm. Ukuran garis tengah lingkaran dalam stempel jabatan dan stempel satuan kerja perangkat daerah adalah 2,7 cm. Jarak antara 2 (dua) garis yang terdapat dalam lingkaran dalam maksimal 1 cm. Dari hasil penelitian diketahui Stempel Jabatan Kecamatan dan Perangkat Desa belum memenuhi ukuran dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Selain itu, Stempel Jabatan Kecamatan dan Perangkat Desa dibuat beberapa buah, yang dikhawatirkan dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengetikan Naskah Dinas Pengetikan Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang dilakukan dengan memperhatikan Penggunaan Formulir, Ruang, Tepi, Alinea, Penomoran, Pemberian Nomor Halaman dan Kata Penyambung. Pengetikan Naskah Dinas terutama yang disusun dalam bentuk Surat diketik di atas kertas Folio dengan ketentuan Ruang tepi sebelah atas 3 enter dibawah garis Kop Naskah Dinas; Ruang tepi sebelah bawah 5 enter ditepi kertas sebelah bawah; Ruang tepi sebelah kiri 7 sampai 20 ketuk dari tepi kertas sebelah kiri; Ruang tepi sebelah kanan 7 ketuk dari tepi kertas sebelah kanan. Cara Pengetikan adalah Nomor Surat diketik 3 sampai 6 kait di bawah baris diatasnya, 7 ketuk dari tepi Kertas sebelah kiri. Sifat, Lampiran dan hal Surat diketik lurus di bawah Nomor Surat. Tempat Kedudukan, Tanggal, Bulan dan Tahun ditempatkan 3 kait di bawah garis di atasnya, 45 ketuk dari tepi Kertas sebelah kiri. Alamat Surat ditempatkan dibawah Kedudukan, 3 sampai dengan
Kop Naskah Dinas Kecamatan Kop Naskah Dinas Kecamatan memuat sebutan Pemerintah Kabupaten Sintang, Nama Kecamatan, Alamat, Nomor Telepon, Nomor Faximile dan Kode Pos, menggunakan Lambang Daerah berwarna hitam dan ditempatkan pada bagian kiri atas. Kop Naskah Dinas Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan memuat sebutan “Pemerintah Kabupaten Sintang” diikuti Nama Kecamatan, Nama Kelurahan, Alamat, Nomor Telepon, Nomor Faximile dan Kode Pos. Kop Naskah Dinas Perangkat Desa memuat sebutan “Pemerintah Kabupaten Sintang” diikuti Nama Kecamatan, dan Nama Desa yang bersangkutan menggunakan Lambang Daerah. Kop Naskah Dinas Kecamatan, digunakan untuk Naskah Dinas yang ditandatangani oleh Camat atau Pejabat lain yang ditunjuk. Kop Naskah Dinas Desa, digunakan untuk Naskah Dinas yang ditandatangani oleh
6 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 1- 8
Kepala Desa atau Pejabat Desa lainnya yang ditunjuk. Sampul Naskah Dinas Kecamatan Kop Sampul Naskah Dinas Perangkat Desa menggunakan Lambang Daerah berwarna hitam ditempatkan pada bagian kiri atas. Kop Sampul Naskah Dinas Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud, di isi dengan Naskah Dinas yang ditandatangani oleh Pejabat Perangkat Daerah dan Perangkat Desa. Sampul Surat berbentuk empat persegi panjang. Sampul Surat Satuan Kerja Perangkat Daerah berwarna coklat muda jenis kertas cassing Perbandingan huruf 2 : 3. Ukuran huruf “ 2 “ untuk tulisan nama Pemerintah Wilayah/Daerah. ukuran huruf “ 3 “ untuk tulisan nama Satuan Kerja Perangkat Daerah. Papan Nama Kecamatan Papan Nama Pemerintah Kecamatan Sintang, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 1 (satu) berbanding 2 (dua) berisi Nama Kecamatan, Alamat, Telepen dan Kode Pos Wilayah. Papan Nama Pemerintah Kecamatan Sintang berwarna dasar putih dengan tulisan huruf balok berwarna hitam. Papan Nama Pemerintah Kecamatan Sintang ditempatkan pada tempat strategis, mudah dilihat dan serasi dengan letak dan bentuk Gedungnya. Bagi beberapa Papan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berada di bawah satu atap/komplek, dibuat dalam satu Papan Nama yang bertuliskan semua Nama Papan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Dari hasil penelitian diketahui papan nama Kecamatan belum memenuhi ukuran dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Penandatanganan Naskah Dan Pembubuhan Paraf Naskah Dinas yang dirumuskan dalam Surat di lingkungan Kecamatan terdiri dari: Surat Edaran; Surat Biasa; Surat Keterangan; Surat Perintah; Surat Izin; Surat Perjanjian; Surat Tugas; Surat Perintah Perjalanan Dinas; Surat Kuasa; Surat Undangan; Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas; SuratPanggilan; Nota Dinas; Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas; Lembaran Disposisi; Telaahan Staf; Pengumuman; Laporan; Rekomendasi; Surat Pengantar; Telegram; Berita Acara; Notulen; Memo; Daftar Hadir; serta Piagam/Sertifikat. Kewenangan Camat adalah menandatangani naskah dinas: Surat Edaran; Surat Kuasa; Surat Biasa; Pengumuman; Surat
Keterangan; Memo; Surat Perintah; Lembar Disposisi; Surat pengantar; Berita Acara; Surat Tugas; Nota Dinas; Surat Undangan; Laporan; Surat Panggilan ; Nota Pengajuan Konsep ND; Surat Perintah Perjalanan Dinas;serta Daftar Hadir. Kewenangan Lurah menandatangani naskah dinas: Surat Edaran; Surat Kuasa; Surat Biasa; Pengumuman; Surat Keterangan; Rekomendasi; Surat Perintah; Nota pengajuan Konsep ND; Surat Pengantar; Lembar Disposisi; Surat Tugas; Berita Acara; Surat Undangan; Nota Dinas; Surat Panggilan; Laporan; Surat Perintah Perjalanan Dinas; Daftar Hadir; Surat Izin; Notulen; serta Memo. Kepala Desa berkewenangan menandatangani naskah dinas: Peraturan Desa; Peraturan Kepala Desa; Surat Kuasa; Surat Edaran; Pengumuman; Surat Biasa; Rekomendasi; Surat Keterangan; Nota Pengajuan Konsep ND; Surat Perintah; Lembar Disposisi; Surat Pengantar; Berita Acara; Surat Tugas; Nota Dinas; Surat Undangan; Laporan; Surat Panggilan; Daftar Hadir; Surat Perintah Perjalanan Dinas; Notulen; Surat Izin; dan Memo. Sosialisasi Agar tata naskah dinas sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang dapat dilaksanakan dengan baik, tentunya diperlukan sosialisasi. Dari hasil penelitian diketahui Sosialisasi Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang hanya dilakukan pada Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan saja. Sedangkan di lingkungan Pemerintah Desa belum dilaksanakan sosialisasi. Koordinasi Koordinasi dalam penerapan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang diharapkan dimulai sejak awal, yaitu pada tahap perencanaan. Namun, hasil penelitian ini memperlihatkan kadang-kadang saja dilakukan koordinasi antar unit kerja terkait dalam proses perencanaan penerapan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Padahal, koordinasi antar lembaga pemerintah perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendaliannya.
Aida Fitriani, Penyelenggaraan Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 7
Pendidikan Dan Latihan Pengembangan sumber daya aparatur dalam penerapan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang adalah mer upakan upaya untuk meningkatkan kemampuan ker ja apar atur pemerintahan Kecamatan, Kelurahan dan Desa di Kecamatan Sintang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Tujuan dilaksanakannya Pendidikan dan Pelatihan tersebut pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan technical skill, dan human skill aparatur pemerintahan Kecamatan, Kelurahan dan Desa di Kecamatan Sintang dalam menerapkan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang KESIMPULAN DAN SARAN Tata Cara Pelaksanaan Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang melalui pengetikan dari hasil penelitian diketahui belum semua ketentuan tersebut di atas, dapat dilakukan dalam Pengetikan Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang. Stempel Jabatan Kecamatan dan Perangkat Desa belum memenuhi ukuran dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Selain itu, Stempel Jabatan Kecamatan dan Perangkat Desa dibuat beberapa buah, yang dikhawatirkan dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu. Papan nama Kecamatan belum memenuhi ukuran dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang.
Upaya Yang Dilakukan Dalam Menerapkan Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang melalui sosialisasi belum berjalan optimal. Dari hasil penelitian diketahui Sosialisasi Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang hanya dilakukan pada Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan saja. Sedangkan di lingkungan Pemerintah Desa belum dilaksanakan sosialisasi. Sedangkan koordinasi antar unit kerja terkait dalam proses perencanaan penerapan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang belum dapat terlaksana secara optimal demikian pula dengan Pendidikan Dan Latihan dalam penerapan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Pengetikan Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang diharapkan dapat memenuhi ukuran dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Selain itu, penggunaan Stempel Jabatan Kecamatan dan Perangkat Desa diharapkan dapat dilakukan pengawasan secara ketat. Upaya Yang Dilakukan Dalam Menerapkan Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan Sintang melalui sosialisasi diharapkan dapat ditingkatkan frekuensinya terutama di lingkungan Pemerintah Desa. Sedangkan Pendidikan Dan Latihan dalam penerapan Peraturan Bupati Sintang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang diharapkan dapat dilaksanakan secara kontinyu.
8 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 1- 8
DAFTAR PUSTAKA Gouzaly, S. 1997. Kamus Istilah Kepegawaian. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. _________ 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management). Jilid 1. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Ma’moeri, E dan Sutrisno. 2001. Hubungan Kerja dan Koordinasi. Bahan Diklat Adum. Jakar ta: Lembaga Administrasi Negara RI. Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Handoko, TH. 2001. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Moenir, AS, 1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Aksara, Jakarta.
Kadarmo, Suganda dan Supono. 2001. Koordinasi dan Hubungan Kerja. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI.
Moleong, LJ. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
ANALISIS PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH (AJUDIKASI) DI KABUPATEN SINTANG A.M. YADISAR Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Sintang Email:
[email protected] ABSTRAK: Pendaftaran tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/ Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. Proses pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Panitia Ajudikasi telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang diamanatkan dalam Peraturan Perundangan-Undangan. faktor–faktor yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan pendaftaran tanah yaitu adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh pihak pemohon dan Pemohon menggunakan jasa orang lain. Kata Kunci: Analisis, Pelaksanaan, Pendaftaran Tanah Tanah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia bahkan sampai meninggalpun manusia masih membutuhkan tanah. Kebutuhan manusia terhadap tanah dewasa ini makin meningkat. Hal ini disebabkan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu dari permukaan bumi, hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu di permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Dasar kepastian hukum dalam peraturan-peraturan hukum tertulis sebagai pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, memungkinkan para pihak-pihak yang berkepentingan untuk dengan mudah mengetahui hukum yang berlaku dan wewenang serta kewajiban yang ada atas tanah yang dipunyai.
dan memperlakukan secara sesuka si pemilik hak yang sempurna, pemilik dapat menggunakannya, menikmatinya, memusnahkannya, membuangnya, menjualnya. Secara umum pengaturan mengenai hak milik atas tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria dapat dilihat dalam Bagian III Bab II Pasal 20 sampai dengan Pasal 27, menurut prinsip-prinsip umum tentang hak milik atas tanah. Hak milik itu berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria bahwa merupakan hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberi wewenang untuk mempergunakan bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu. Sifat terkuat dan terpenuhi artinya yang paling kuat dan penuh bagi pemegang hak milik dan mempunyai hak untuk bebas dengan menjual, menghibahkan, menukarkan dan mewariskan. Hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang mengenai tanah yang dihakinya, karena telah ditetapkan Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan pemerintah tentang pendaftaran tanah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 ayat (1) menguraikan yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termaksud pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Pengertian hak milik menurut Henri Lie A. Weng (1970 : 3), Hak milik adalah hak untuk menikmati secara bebas
Pemberian batasan menurut Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agrar ia terhadap kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut peraturan lainnya yang lebih tinggi. Ali Achmad Chomzah (2002 : 11) menyatakan bahwa hukum tanah adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang bersumber pada hak perseorangan dan badan 9
10 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 9- 21
hukum mengenai tanah yang dikuasainya atau dimilikinya. Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dan diberikan penegasan terhadap kekuatan sertifikat. Dampak arti praktisnya selama belum dibuktikan yang sebaliknya data fisik dan data yuridis dalam perbuatan hukum maupun sengketa didepan pengadilan harus diterima sebagai data yang benar. Individu atau badan hukum lainnya tidak dapat menuntut tanah yang telah bersertifikat atas nama orang lain atau badan hukum lainnya jika selama 5 tahun sejak dikeluarkan tidak mengajukan gugatan di pengadilan. Pelaksanaan untuk tercapainya jaminan dan kepastian hukum hak-hak atas tanah diselenggarakan pendaftaran tanah dengan mengadakan pengukuran, pemetaan tanah dan penyelenggaraan tata usaha hak atas tanah merupakan hubungan hukum orang atau badan hukum dengan sesuatu benda yang menimbulkan kewenangan atas obyek bidang tanah dan memaksa orang lain untuk menghormatinya akibat dari pemilikan. Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menugaskan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah yang bersifat rechts. Pendaftaran tanah ber fungsi untuk mengetahui status bidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan. Untuk memperoleh kekuatan hukum rangkaian kegiatan pendaftaran tanah secara sistematis, pengajuan kebenaran materiil pembuktian data fisik dan data yuridis hak atas tanah, ataupun lain hal yang dibutuhkan sebagai dasar hak pendaftaran tanah, dan atau riwayat asal usul pemilikan atas tanah, jual-beli, warisan, tidak terlepas pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendaftaran tanah yang dilakukan secara sistematis sampai saat ini masih dianggap belum maksimal dan prosedural dalam masyarakat, walaupun sebelum dilakukan pengukuran oleh tim teknis telah dilakukan pematokan awal oleh para pemilik tanah. Kabupaten Sintang sebagai salah satu kabupaten yang sedang berkembang di Indonesia, masyarakatnya juga memiliki hubungan erat dengan tanah. Tanah merupakan sumber kehidupan sekaligus aktifitas sehari-hari, oleh karena itu setiap tanah yang dimiliki masyarakat butuh pengakuan atas kepemilikan tanah tersebut. Peranan dar i Kantor Pertanahan Kabupaten Sintang dalam melakukan pendaftaran tanah sangat dibutuhkan mulai dari tahap permohonan pendaftaran tanah oleh pihak yang berhak atas tanah atau yang dikuasainya diperlukan
peran aktif dan ketelitian dari pihak BPN sebagai penyelenggara pendaftaran tanah Berbagai masalah yang muncul seperti adanya sertifikat ganda, penyerobotan lahan yang diikuti dengan tindakan penertiban sertifikat oleh pihak yang tidak berhak merupakan beberapa masalah pertanahan yang kerap muncul di masyarakat berkaitan dengan kegiatan pendaftaran tanah, dimana hal tersebut di sebabkan antara lain oleh ketidaktahuan masyarakat tentang obyek tanah yang ternyata telah memiliki sertifikat, kembali dimohonkan untuk diterbitkan sertifikatnya lagi (satu obyek tanah memiliki dua sertifikat). Hal ini terjadi kar ena masalah terbatasnya pengumuman kepada masyarakat oleh pihak Kantor Pertanahan dari proses pendataan data fisik dan data yuridis sampai dengan penerbitan sertifikat. Proses sertifikat tanah merupakan sebuah proses sistematis dimana proses ajudikasi yang merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya adalah salah satu proses di dalamnya, ketika dalam proses ajudikasi terdapat masalah dalam penanganannya, seperti adanya ketidakakuratan baik itu data fisik ataupun data yuridis maka akan mengganggu secara keseluruhan proses pensertifikatan tanah. Proses ajudikasi yang merupakan kegiatan dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya, merupakan sebuah proses yang penting karena kebenaran data fisik dan data yuridis adalah yang utama agar tidak terjadi masalah pada sertifikat yang timbul dikemudian hari. Dengan banyaknya berbagai kasus sengketa tanah yang terdapat di Kabupaten Sintang, tentunya menarik perhatian terhadap kasus-kasus yang masalahnya adalah sertifikat ganda, dimana ketika sebuah proses pendaftaran tanah telah dilakukan sesuai dengan prosedur tentunya tidak akan terjadi permasalahan. Hak-hak atas tanah berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri atas :a. Hak milik; b. Hak guna usaha; c. Hak guna bangunan; d. Hak pakai; e. Hak sewa; Hak membuka tanah; d. Hak memungut hasil hutan; f. Hak-hak lain yang tidak masuk dalam pembagian hak tersebut dan akan ditetapkan dengan undangundang. Soedharyo Soimin (2001:1) menyatakan bahwa, bila dilihat dari kepentingan yang mendesak dan sangat dibutuhkan oleh manusia ataupun badan
A.M. Yadisar, Analisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (AJUDIKASI) di Kabupaten Sintang 11
hukum maka hak atas tanah dapat dibedakan atas hak milik, hak pakai, hak guna bangunan dan hak guna usaha. Senada dengan pendapat tersebut A P Perlindungan (1998: 13), menyatakan bahwa :”Pada dasarnya hak atas tanah hanya terdiri atas hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. Namun berdasarkan UUPA maka hak tersebut dapat ditambah dengan hak memungut hasil dan hak membuka tanah”. Salah satu hak atas tanah yang sering menjadi pangkal sengketa di pengadilan adalah sengketa terhadap hak milik atas tanah. Secara yuridis hak milik diatur dalam Pasal 20 ayat (1) & (2) UUPA yang menegaskan bahwa, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA, dan hak ini dapat beralih serta dialihkan pada pihak lain. Sehubungan dengan pengertian tersebut Soedharyo Soimin (1993: 1) mengatakan bahwa, hak milik adalah hak yang dapat diwariskan secara turun temurun, secara terus menerus dengan tidak harus memohon haknya kembali apabila terjadi pemindahan hak. Selanjutnya A. P. Parlindungan (1998: 137) menegaskan bahwa, unsur-unsur dari hak milik : a. Turun temurun, Bahwa hak milik dapat diwariskan pada pihak lain atau ahli waris apabila pemiliknya meninggal dunia tanpa harus memohon kembali bagi ahli waris untuk mendapatkan penetapan. b. Terkuat dan terpenuh, Hal ini berarti bahwa hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh yang dimiliki oleh seseorang dapat dibedakan dengan hak yang lain seperti hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, bahwa diantara hak-hak atas tanah hak miliknya yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, tetapi tetap mempunyai fungsi sosial. c. Fungsi social, Maksudnya adalah meskipun hak milik sifatnya terkuat dan terpenuh tetapi tetap mempunyai fungsi sosial, yang mana apabila hak ini dibutuhkan untuk kepentingan umum maka pemiliknya harus menyerahkannya pada negara dengan mendapatkan ganti rugi yang layak. d. Dapat beralih dan dialihkan, Hak milik dapat dialihkan pada pihak yang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku baik melalui penjualan, penyerahan, hibah atau bahkan melalui hak tanggungan.
Apabila disimak bunyi Pasal 21 ayat (1),(2) dan (3) UUPA maka dapat diketahui bahwa yang berhak untuk memperoleh hak milik adalah hanya warga negara Indonesia; oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan; orang asing yang sudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta kekayaan. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 tentang Penunjukan BadanBadan Hukum, bahwa yang dapat mempunyai hak atas tanah adalah sebagai berikut : a. Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut Bank Negara); b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian; c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama; d. Badanbadan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Sosial. Sebagai salah satu jenis hak atas tanah maka hak milik merupakan hak yang terkuat, terpenuh serta turun temurun. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. a. Hak milik atas tanah terjadi disini dapat didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan sertifikat hak milk. b. Hak milik atas tanah yang terjadi karena penetapan pemerintah. Hak milik atas tanah yang terjadi disini semua berasal dari tanah negara. Hak milik atas tanah yang terjadi ini karena permohonan pemberian hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). c. Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang. Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan konversi (perubahan) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, maka semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam undang-undang pokok agraria. Yang dimaksud dengan konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA. (A.P. Parlindungan,1998: 140). A.P. Parlindungan (1998: 148) mengatakan bahwa proses lahirnya hak milik terdiri atas beberapa sebab yaitu : 1. Konversi dari
12 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 9- 21
tanah-tanah eks eigendom ; 2. Konversi tanahtanah eks hukum adat; 3. Hak milik berdasarkan ketentuan-ketentuan landreform; 4. Hak milik berdasarkan suatu surat keputusan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional atau dari KANWIL BPN; 5. Pemberian hak milk kepada para transmigrasi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa proses terjadinya hak milik atau lahirnya hak milik dapat terjadi karena beberapa sebab yakni : a. Atas keputusan pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional; b. Atas permohonan dari pemegang tanah yang akan berstatus hak milik; c. Karena aturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 27 UUPA menegaskan bahwa hapusnya hak atas tanah karena : a). Tanahnya jatuh pada negara yakni: 1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA; 2. Karena penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya; 3. Karena ditelantarkan; 4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA, b)Tanahnya Musnah. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh bencana alam atau faktor alam seperti tanah longsor, terkikis nya tanah pada aliran sungai dan dengan musnahnya tanah maka pemiliknya tidak dapat memanfaatkan lagi tanah tersebut. A. P. Parlindungan (1998: 5), menyatakan bahwa hak milik dapat hapus apabila terjadi hal-hal sebagai berikut : a. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA yakni : 1. Karena penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya 2. Karena ditelantarkan tapi belum ada peraturan pelaksanaannya 3. Akan kehilangan haknya karena terkena ketentuan perundangundangan b. Tanahnya musnah, yang disebabkan oleh bencana alam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hapusnya hak atas tanah dapat disebabkan karena campur tangan negara berdasarkan perundang-undangan yang berlaku maupun disebabkan oleh bencana alam yang mengakibatkan hilangnya hak milik atas tanah. Pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan,
pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termaksud pemberian sertifikat, sebagai surat tanda bukti hanya bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Menurut Budi Harsono (2003:73) Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/ Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. Kata-kata “suatu rangkaian kegiatan” menunjuk kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berturutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat. Kata “terus menerus” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan per ubahan yang ter jadi kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan terakhir. Kata “teratur” menunjukan, bahwa semua kegiatan harus berlandaskan peraturan perundangundangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiannya tidak sulalu sama dalam hukum negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah. Berdasar rumusan pengertian dari pendaftaran tanah diatas, dapat disebutkan bahwa Menurut Budi Harsono, (1997:32) unsur-unsur dari pendaftaran tanah yaitu: 1. Rangkaian kegiatan, bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pendaftaran tanah adalah, kegiatan mengumpulkan baik data fisik, maupun data yuridis dari tanah. 2. Oleh pemerintah, bahwa dalam kegiatan pendaftaran tanah ini terdapat instansi khusus yang mempunyai wewenang dan berkompeten, BPN (Badan Pertanahan Nasional).
A.M. Yadisar, Analisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (AJUDIKASI) di Kabupaten Sintang 13
3.
4.
5. 6. 7.
Teratur dan terus menerus, bahwa proses pendaftaran tanah merupakan suatu kegiatan yang didasarkan dari peraturan perundangundangan, dan kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus, tidak berhenti sampai dengan seseorang mendapatkan tanda bukti hak. Data tanah, bahwa hasil pertama dari proses pendaftaran tanah adalah, dihasilkannya data fisik dan data yuridis. Data fisik memuat data mengenai tanah, antara lain, lokasi, batas-batas, luas bangunan, serta tanaman yang ada di atasnya. Sedangkan data yuridis memuat data mengenai haknya, antara lain, hak apa, pemegang haknya, dll. Wilayah, bisa merupakan wilayah kesatuan administrasi pendaftaran, yang meliputi seluruh wilayah Negara. Tanah-tanah tertentu, berkaitan dengan oyek dari pendaftaran tanah. Tanda bukti, adanya tanda bukti kepemilikan hak yang berupa sertifikat.
Adapun tujuan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA yaitu bahwa pendaftan tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan, sebagaimana pada garis besarnya telah dikemukakan dalam pendahuluan tujuan pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 3 PP Nomor 24 tahun 1997 adalah: 1).Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; 2).Untuk menyediakan informasi kepada pihakpihak yang berkepentingan termaksud pemerintah agar dengan mudah, dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; 3).Untuk terselenggarakan tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan, tertib administrasi di bidang pertanahan untuk mencapai tertib administrasi tersebut disetiap bidang tanah dan satuan rumah susun termaksud peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftarkan. Untuk penyajian data tersebut diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya data tersebut dikenal sebagai daftar umum yang terdiri atas peta pendaftar, daftar tanah, surat, ukur, buku tanah dan daftar nama para pihak yang berkepentingan terutama calon pembeli dan calon kreditur. Dalam melakukan suatu perbuatan hukum mengenai suatu
bidang tanah atau satuan rumah susun tertentu perlu masyarakat mengetahui data yang tersimpan dalam daftar-daftar di kantor pertanahan. Data tersebut bersifat terbuka untuk umum ini sesuai dengan salah satu asas pendaftaran tanah yaitu terbuka seperti yang dinyatakan dalam pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 karena terbuka untuk umum daftar-daftar dan peta-peta tersebut disebut sebagai daftar umum: 1. Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah; 2. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran; 3. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian yang diambil datanya dari peta pendaftaran; 4. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan suatu hak atas tanah atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu. Terdapat beberapa asas dari pendaftaran tanah Menurut Supriadi, (2007: 164) yaitu asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka: a. Asas sederhana, dalam pendaftaran tanah yang dimaksud sederhana dalam pelaksanaannya agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun Prosedurnya, dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama hak atas tanah. b. Asas aman, dimaksud untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. c. Asas terjangkau, dimaksud keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan, golongan ekonomi lemah pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan. d. Asas mutakhir, dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya, dan data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari. Pelaksanaan pendaftaran tanah mempunyai sistem yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya namun yang
14 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 9- 21
banyak diikuti adalah sistem pendaftaran yang berlaku di Australia yang lazim disebut sistem Torrens. Torrens ketika menjadi anggota First Colonial Ministry dari Provinsi South Australia mengambil inisiatif untuk mengintroduksi pendaftaran tanah, yang di Australia terkenal sebagai real Property Act Nomor 15 Tahun 18571858, sistem ini kemudian dikenal di dunia dengan sistem Torrens atau torrens Penerapan sistem ini berawal dari cita suatu ketentuan bahwa manakala seorang mengklaim sebagai pemilik fee simple baik karena undang-undang atau sebab lain harus mengajukan suatu permohonan agar lahan yang bersangkutan diletakkan atas namanya. Permohonan ini kemudian diteliti oleh Barrister and conveyancer yang terkenal sebagai examiner of title (pemeriksaan alas hak) dan berdasarkan PP No. 10 Tahun 1961 di sebut Panitia Tanah A/B atau Panitia Ajudikasi oleh PP No.24 Tahun 1997. Menurut Supardi, (2007:167) Dalam memeriksa kelayakan sebuah permohonan yang diajukan oleh pemohon maka lahan tersebut akan diuji dan berkesimpulan : 1. Bahwa lahan yang dimohon didaftarkan tersebut baik dan jelas; 2. Bahwa atas permohonan tidak ada sengketa dalam pemilikan tersebut; 3. Bahwa atas permohonannya secara meyakinkan dapat diberikan; 4. Bahwa atas bukti dari alas hak tidak ada orang yang berprasangka dan berkebaratan terhadap kepemilikan pemohon. Pendaftaran tanah berdasarkan sistem torrens mempunyai kelebihan dan kelemahan. Keuntungan sistem torrens ini yaitu: 1).Menetapkan biaya-biaya yang tak dapat diduga sebelumnya; 2).Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang; 4).Meniadakan kebanyakan rekaman; 5).Secara tegas menyatakan dasarnya; 6).Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat; 7).Meniadakan (hampir tak mungkin) pemalsuan; 8).Tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan kepada teks asli yang menjengkelkan oleh karena yang memperoleh kemanfaatan dari sistem tersebut yang membayar biaya, seperti meniadakan alas hak pajak dan memberikan suatu alas hak yang abadi oleh karena negara menjamin nya tanpa batas. Di samping keuntungan yang ter dapat dalam sistem pendaftaran torrens tersebut terdapat juga kerugian dari penggunaan pendaftaran tersebut yaitu: a. mengganti kepastian dan ketidak pastian; b. silang dan waktu penyelesaian dari bulan menjadi harian; c. mengubah menjadi singkat dari kejelasan dan ketidak jelasan dan bertele-tele
Selain torrens dalam pendaftaran tanah dikenal juga sistem sistem pendaftaran yang lazim disebut pendaftaran tanah dengan stelsel negatif. A.Parlindungan (1999: 36) menyatakan bahwa sejarah pemilikan tanah secara individual jika hanya mengandalkan kepada ingatan atau keterangan saksi, pasti tidak diteliti karena ingatan bisa saja kabur dan saksi-saksi hidup satu masa akan meninggalkan dunia. Apalagi seperti di Indonesia tanah sudah ada sejak dahulu dalam artian bahwa hubungan manusia dengan tanah telah ada sejak dahulu, namun karena tidak tertulis apalagi tidak terdaftar hanya secara lisan diketahui tanah itu milik siapa dan batas-batasnya atau setidak-tidaknya satu bidang tanah itu umum diketahui adalah milik seseorang ataupun warisan seseorang pada ahli warisnya. Selanjutnya A. Parlindungan (dalam Ali, 1985: 66-67), mengatakan bahwa sungguhpun oleh sistem torrens hal ini juga diinsafi dengan adanya lembaga examiner of title (panitia tanah), sehingga memberi kesempatan kepada orang atau pihak yang merasa haknya lebih benar/kuat dari yang terdapat dalam sertifikat untuk mengklaim hal ini, dengan mengajukan kepada pengadilan negeri setempat dengan dugaan siapa yang merasa berhak harus mengajukan bukti-buktinya. Jika hal-hal ini meyakinkan hakim pengadilan berhak menyatakan bahwa sertifikat itu batal dan menyatakan bahwa orang mengajukan perkara tersebut lebih berhak dan meyakinkan kelihatannya PP Nomor 24 Tahun 1997 menganut stelsel negatif yang berbatas 5 (Lima) tahun. Memperhatikan kedua sistem di atas timbul pertanyaan di Indonesia sistem pendaftaran mana yang dianut. Menelusuri beberapa putusan Mahkamah Agung (MA) tentang kasus yang timbul berkaitan dengan tanah di Indonesia mengarah pada pengakuan sistem stelsel negatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa putusan pengadilan sebagai berikut : 1. Putusan MA tanggal 18 September 1975 No. 459 K/Sip/1975 menentukan “Mengingat stelsel negatif tentang pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia maka pendaftaran nama seseorang di dalam register bukanlah, berarti absolut menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidak absahan dapat dibuktikan oleh pihak lain.” 2. Putusan MA tanggal 2 Juli 1974 No. 480K / Sip/1973 menentukan pengoperan hak atas tanah menurut Pasal 26 UUP jo. PP No. 10 Tahun 1961 harus dibuat dihadapan pejabat pembuat akta tanah, dan tidak dapat dilaksanakan seseorang dibawah tangan,
A.M. Yadisar, Analisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (AJUDIKASI) di Kabupaten Sintang 15
3.
seperti halnya sekarang cara yang harus ditempuh oleh penggugat kalau pihak tergugat tidak mau memenuhi perjanjian tersebut, dengan suka rela penggugat dapat memohon agar kedua akta di bawah tangan, itu oleh pengadilan dinyatakan sah dan berharga serta memohon agar tergugat dihukum untuk bersama-sama dengan penggugat menghadap kepada seorang pejabat pembuat akta tanah untuk membuat akta tanah mengenai kedua bidang perihal tersebut. Putusan MA No. 2339/K/Sip/1982 menentukan menurut UUPA Pasal 5 bagi tanah berlaku hukum adat hal mana berarti rumah dapat diperjual belikan terpisah dari tanah (pemisahan horizontal).
Kepastian hukum terhadap pemilik atau yang menguasai tanah untuk melakukan pendaftaran tanah berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997, hal ini terlihat dengan adanya sistem pendaftaran tanah secara sporadis dan sistem sistematik, dimana dalam pendaftaran tanah yang dilakukan dengan cara sporadis pemilik tanah yang aktif untuk melakukan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran tanah yang melibatkan pemerintah (Badan Pertanahan Nasional), sebagai pelaksana dibantu oleh sebuah panitia independen. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 8 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa : (1) dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh sebuah Panitia Ajudikasi, yang dibentuk oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk; (2) susunan Panitia Ajudikasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : 1. Seorang ketua panitia merangkap anggota yang di jabat oleh seorang pegawai BPN. 2. Beberapa orang anggota yang terdiri dari seorang pegawai BPN yang mempunyai kemampuan di bidang pendaftaran tanah, seseorang pegawai BPN yang mempunyai kemampuan di bidang hak atas tanah, kepala desa/kelurahan yang bersangkutan dan atau seor ang pamong desa/kelurahan yang ditunjuknya. 3. Keanggotaan panitia ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah yang wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan. 4. Dalam melaksanakan tugasnya panitia ajudikasi dibantu oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan satuan tugas pengumpul data
yuridis dan satuan administrasi yang tugas dan susunannya diatur oleh menteri. Sistem publikasi yang digunakan tetap seperti dalam pendaftaran tanah menurut PP No. 10/1961 yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positif karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yaitu bukan sistem publikasi negatif yang murni sebab sistem publikasi negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal UUPA tersebut. Ketentuan-ketentuan yang mengatur prosedur pengumpul sampai penyajian data fisik dan data yuridis yang diperlukan serta pemeliharaan nya dan penerbitan sertifikat haknya, biarpun sistem publikasi nya negatif tetapi kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan secara seksama agar data yang disajikan sejauh mungkin dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Proses pendaftaran tanah pertama kali merupakan kegiatan fisik untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas – batasnya, luasnya dan bangunan-bangunan yang terdapat di atasnya, penetapan batas dan pemberian tanda-tanda batas yang jelas, berdasarkan penunjukan oleh pemegang hak atas tanah dengan persetujuan pemilik tanah berbatasan. Selanjutnya diadakan pengukuran diikuti dengan perhitungan luas dan pembuatan peta bidang tanahnyayang kemudian diterbitkan menjad surat ukur. Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data mengenai status tanah dan pemiliknya serta ada atau tidaknya hak pihak lain, yang membebaninya yang diperlukan guna penetapan surat keputusan haknya baik melalui penetapan konversi pengakuan hak atau pemberian hak. Kegiatan berikutnya adalah pendaftaran tanah, berdasarkan surat keputusan haknya dengan mencatatnya dalam buku tanah selanjutnya diterbitkan sertifikat hak atas tanah sebagai salinan dari buku tanah yang berlaku, sebagai tanda bukti hak yang kuat sertifikat tanah memuat data pemegang hak, jenis hak serta dilengkapi surat ukur memuat letak batas-batas bidang tanah yang bersangkutan. Ketentuan mengenai prosedurnya, pengumpulan, penyimpanan, dan penyajian data fisik dan data yuridis serta penerbitan sertifikat dalam PP No. 24 tahun 1997. Sebagaimana telah diuraikan di atas, pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran secara sistematik dan sporadik. Pendaftaran tanah secara
16 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 9- 21
sistematik dilaksanakan atas prakarsa badan pertanahan nasional yang didasarkan atas suatu rencana kerja jangka panjang dan rencana tahunan, yang berkesinambungan. Menurut Budi Harsono (1989:54) Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas obyek atas pendaftaran tanah, yang bersangkutan yang akan diutamakan dalam pendaftaran tanah secara sistematik tetapi pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan. Proses kegiatan Pendaftaran Tanah meliputi: 1). Pengumpulan dan pengolahan data fisik; 2).Pembuatan peta dasar pendaftaran; 3).Penetapan batas-batas bidang tanah; 4).Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran; 5).Pembuatan daftar tanah; 6).Pembuatan surat ukur; 7).Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan hak; 8). Pengumuman data fisik dan data yuridis; 9).Pembukuan Hak; 10).Penerbitan Sertifikat. Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah didaftarkan dalam buku tanah. Sertifikat hanya boleh diberikan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia sertifikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli warisnya dengan persetujuan ahli waris lainnya. METODE PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu kajian terhadap Analisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (Ajudikasi) di Kabupaten Sintang, maka penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Untuk mendukung data primer penulis melalui informan penelitian yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sintang, Panitia Adjudikasi, Kabag. Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten Sintang, Masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah sebanyak 9 orang. Dengan menggunakan bukubuku yang mengupas dan memberi komentarkomentar tentang politik, hukum dan administrasi pertanahan sebagai data sekunder. Data sekunder juga diambil dari buku-buku, makalah-makalah, majalah, jurnal dan sebagainya .
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah Wawancara, Studi Dokumentasi dan Observasi. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagaimana halnya berlaku pada kantor Pertanahan Nasional diseluruh Indonesia, struktur organisasi dan tata kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Sintang adalah mengacu pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (RI) Nomor 26 Tahun 1998 tentang Perumusan dan Tata Kerja Kantor Wilayah. Badan Pertanahan Nasional di Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Surat Keputusan (SK) Presiden Republik Indonesia (RI) Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia (RI) Nomor 26 Tahun 1988. Dengan terbitnya dua surat keputusan tersebut maka susunan organisasi dan tata kerja yang berada dalam lingkungan Direktorat Jendral Agraria dan tata guna tanah seluruh jajaran vertikal di daerah-daerah telah dicabut dan disesuaikan dengan susunan organisasi dan tata kerja baru yang ditetapkan dalam kedua surat keputusan tersebut. Kantor Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang mempunyai tugas sebagai berikut : 1). Menyiapkan kegiatan dibidang pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah serta pengukuran hak-hak atas tanah serta pengukuran pendaftaran tanah; 2). Melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang, pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan, pengurusan hak-hak atas tanah serta pengukuran dan pendaftaran tanah; 3). Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan sertifikat, penyajian data fisik dan data yuridis, penyimpanan daftar umum dan dokumen. Dalam kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran. Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik oleh Kantor Pertanahan diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran untuk keperluan pendaftaran tanah secara sporadik. (Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997)
A.M. Yadisar, Analisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (AJUDIKASI) di Kabupaten Sintang 17
Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keper luan pendaftarannya. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Pejabat yang ditunjuk. Tim yang dibentuk oleh Kantor Pertanahan tersebut diberi nama Pantia Ajudikasi. Terdiri dari dua komponen pokok, yaitu tim yuridis dan tim teknis. Tim yuridis melaksanakan tugas dalam rangka pengumpulan surat-surat yang berkaitan dengan data kepemilikan tanah. Sedangkan tim teknis melaksanakan tugas pengukuran. Ajudikasi merupakan salah satu implementasi dari peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan khususnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah serta peraturan dan ketentuan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, menjelaskan bahwa : Berpedoman ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, maka untuk melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik di dasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan. Mewujudkan hal tersebut merupakan beban kerja sangat berat, namun tekad dan kuat, motivasi yang tinggi serta optimisme dan tanggung jawab penuh, oleh karena itu panitia dan tim ajudikasi merupakan pelaksana tim yang bekerja dengan cermat, teliti dan akurat sebab ini bersangkutan dengan sertifikat hak atas tanah yang merupakan tanda bukti hak yang berkekuatan hukum. Kantor Pertanahan dalam mengumpulkan dan menetapkan kebenaran data fisik serta data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keper luan pendaftarannya membentuk tim ajudikasi. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa : Program sertipikasi hak atas tanah yang dilaksanakan melalui Ajudikasi mempunyai sasaran kegiatan sertifikasi bidang tanah yang dipunyai masyarakat, sehingga diharapkan seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat dan arti pentingnya sertifikat tersebut dapat meningkatkan kesejahteraaan hidup dan kemakmuran masyarakat. Tanah obyek Ajudikasi adalah: 1).Tanah-tanah yang belum bersertifikat; 2).Tanah milik adat (terdaftar pada
Buku C Desa) dan Tanah Negara; 3). Tanah tidak sengketa; 4).Tanah tidak sedang dijaminkan. Adapun tahap pelaksanaan ajudikasi adalah sebagai berikut: 1. Usulan lokasi desa yang disesuaikan dengan kriteria 2. Penetapan lokasi desa sebagai lokasi Ajudikasi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional RI. 3. Pembentukan Tim Panitia Ajudikasi Oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional RI 4. Penyuluhan oleh Tim Ajudikasi dan Tim Penyuluh Kantor Pertanahan 5. Pembentukan Satuan Tugas Pengumpul Data Yuridis oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi 6. Pendataan oleh Satgas Pengumpul Data Yuridis dibantu oleh Satgas Kemitraan untuk kelengkapan berkas permohonan dan penyerahan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) 7. Pemasangan Titik Dasar Teknis orde IV dan pengukuran kerangka dasar teknis 8. Penetapan batas bidang tanah oleh pemilik tanah dengan persetujuan tetangga yang berbatasan di setiap sudut bidang tanah dan dilaksanakan pemasangan tanda batasnya. 9. Pengukuran bidang-bidang tanah berdasarkan tanda batas yang telah ditetapkan dan terpasang. 10. Sidang Panitia Ajudikasi untuk meneliti subyek dan obyek tanah yang dimohon dengan memperhatikan persyaratan yang dilampirkan 11. Pembuktian hak melalui PENGUMUMAN yang diumumkan selama 1 (satu) bulan, guna memberikan kesempatan para pihak untuk mengajukan sanggahan/keberatan 12. Pengesahan atas pengumuman 13. Pembukuan hak dan proses penerbitan sertipikat hak atas tanah 14. Penyerahan sertipikat hak atas tanah di setiap Desa, peserta membawa KTP asli atau surat kuasa bila dikuasakan. Persyaratan yang harus dipenuhi para pemohon/peserta ajudikasi, hasil penelitian menerangkan bahwa: 1. Perolehan Tanah sebelum Tahun 1997. a. Surat Permohonan b. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000, c. Identitas pemohon (KTP) yang dilegalisir oleh yang berwenang d. Surat Kuasa bermeterai Rp. 6.000,-bila dikuasakan kepada pihak lain e. Surat perwalian bila masih dibawah umur bermeterai Rp. 6.000,— diketahui Kades
18 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 9- 21
f. Salinan Letter D/C yang dilegalisir oleh yang berwenang g. Bukti Perolehan tanahnya (segel jual beli, segel hibah, surat keterangan warisan dll). h. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang berwenang. i. Berita Acara kesaksian diketahui 2 orang saksi j. Surat pernyataan lain yang diperlukan bermeterai Rp. 6.000,— k. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No.3/1997) 2. Perolehan Tanah sesudah Tahun 1997. Tanah yang diperoleh melalui : a. Jual Beli / Hibah 1. Surat Permohonan 2. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000,3. Foto copy KTP para pihak dilegalisir oleh yang berwenang 4. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang berwenang. 5. Akta jual beli / hibah meterai 2 buah Rp. 12.000,— 6. Salinan Letter C yang dilegalisir oleh yang berwenang 7. Bukti SSB BPHTB 8. Bukti SSP PPh kalau kena pajak PPh 9. Sketsa pemecahan bidang tanah 10. Surat pernyataan pemilikan tanah pertanian bermetersi Rp.6.000,— 11. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No. 3/1997) b. Warisan 1. Foto copy KTP para ahli waris dilegalisir oleh yang berwenang 2. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000,3. Surat kematian 4. Surat keterangan Warisan bermetari Rp. 6.000,5. Surat Perwalian / surat pengampuan 6. Salinan Letter C yang dilegalisir oleh yang berwenang 7. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang berwenang. 8. Surat pernyataan lain bermeterai Rp. 6.000,— 9. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No. 3/ 1997)
c. Warisan dan pembagian hak bersama 1. Foto copy KTP para ahli waris dilegalisir oleh yang berwenang 2. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000,— 3. Surat kematian 4. Surat keterangan Warisan bermetari Rp. 6.000,5. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang oleh yang berwenang 6. Salinan Letter C yang dilegalisir oleh yang berwenang 7. Akta Pembagian Hak bersama (APHB) materai 2 buah Rp. 12.000,8. Bukti SSB BPHT 9. Surat pernyataan lain bermeterai Rp. 6.000,— 10. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No. 3/ 1997) Adanya pember ian pelayanan pendaftaran tanah tidak lepas dari beberapa asas pendaftaran tanah yaitu : 1.
Azas sederhana, dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. Sedangkan azas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
2.
Azas Terjangkau, dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
3.
Azas mutakhir, dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubhan yang terjadi di kemudahan hari.
4.
Azas Terbuka, menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang
A.M. Yadisar, Analisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (AJUDIKASI) di Kabupaten Sintang 19
tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula azas terbuka. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa: proses pendaftaran tanah (ajudikasi) yang dilakukan oleh kantor pertanahan sudah sesuai dengan prosedur yang dilakukan yaitu dengan melalui tahapan-tahapan yang ada. Hanya yang menjadi kendala adalah adanya biaya yang dipungut dari pihak/oknum pegawai kantor tersebut. Berdasarkan hasil penelitian , menjelaskan : “untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batasbatasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.(Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor dalam pendaftaran tanah secara sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan. Berdasar kan hasil penelitian menjelaskan: Dalam menetapkan batas-batas bidang tanah Panitia Ajudikasi memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan surat ukur atau gambar situasi yang bersangkutan. Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya, diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran. Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah. Bagi bidang-bidang tanah yang sudah diatur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya. Untuk keperluan pendaftaran hak: a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan:
1.
b. c. d. e.
Penetapan pemberian hak dari Pajabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan. 2. Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik; Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang; Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf; Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan; Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.
Hasil Penelitian memberikan penjelasan bahwa: untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Daftar isian beserta peta bidang atau bidangbidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan. Berdasarkan hasil penelitian menjelaskan bahwa: Pengumuman dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kepala Desa/ Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau di Kantor Pertanahan dan kantor kepala desa/ kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik serta di tempat lain yang dianggap perlu. Selain pengumuman, dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik individual, pengumuman dapat dilakukan melalui media massa. Dalam jangka waktu pengumuman tersebut ada yang mengajukan keber atan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, Ketua Panitia Ajudikasi dalam
20 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 9- 21
pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat atau melalui jalur pengadilan. (Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997) Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik disahkan dengan suatu berita acara. Bila jangka waktu pengumuman berakhir dan masih ada kekurangkelengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, maka pengesahan dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan. Berita acara pengesahan menjadi dasar untuk : a. Pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah. b. Pengakuan hak atas tanah. c. Pemberian hak atas tanah. Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukanya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut. Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah di daftar . (Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997) Setelah semua kegiatan tersebut maka, sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud di atas. Pendaftaran Tanah sebagai salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur dalam rangka pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Proses pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Kendari (Panitia Ajudikasi) telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dalam banyak peristiwa mengenai pelaksanaan pendaftaran tanah kadangkala terjadi hambatan–hambatan yang mengganggu terlaksananya kegiatan tersebut. Seperti diketahui bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termaksud pemberian sertifikat, sebagai surat tanda bukti hanya bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa faktor –faktor yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan pendaftaran tanah (ajudikasi) disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh pihak pemohon. Kesalahan informasi yang diberikan oleh pemohon disebabkan kurang proaktifnya masyarakat sebagai pemohon untuk datang langsung ke Kantor Pertanahan menanyakan hal-hal apa saja yang menjadi persyaratan administrasi yang harus disiapkan dalam proses awal pendaftaran tanah, sehingga kebanyakan dari masyarakat yang datang untuk melakukan pendaftaran tanahnya syarat-syarat administrasinya yang harus dipenuhi tidak lengkap sehingga dikembalikan berkasnya dan tidak diproses lebih lanjut oleh panitia bagian pemeriksaan berkas.Kesalahan informasi awal yang diberikan juga kadangkala terjadi dari pihak kantor pertanahan, hal ini terjadi akibat kurangnya sosialisasi kemasyarakat dengan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan di masyarakat sehingga informasi yang didapat oleh pemohon kurang yang berakibat pada saat pemohon mendaftarkan tanahnya, berkas administrasi yang diserahkan oleh pemohon tidak lengkap. Hal ini menjadi dasar dari informasi yang kurang lengkap diberikan oleh pihak kantor pertanahan. Juga berdasarkan hasil penalitian dengan pemohon yang melakukan pendaftaran tanah (ajudikasi) pihak Kantor Per tanahan kurang melakukan sosialisasi ke masyarakat sehingga pemohon kurang mendapatkan informasi. Adanya sanggahan/keberatan dari pihak lain pada saat proses pendaftaran tanah (ajudikasi) berlangsung. Sanggahan/keberatan dari pihak
A.M. Yadisar, Analisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (AJUDIKASI) di Kabupaten Sintang 21
lain disebabkan karena tanah yang didaftarkan pemohon adalah tanah sengketa sehingga pada saat prosesnya tanah tersebut tidak dilanjutkan oleh panitia yang melakukan pengukuran dan pemetaannya dikembalikan terlebih dahulu kepada pemohon untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut dan apabila sengketa permasalahan tanah tersebut telah selesai maka panitia akan melanjutkan kembali pengukuran dan pemetaan yang pernah dilakukannya. Namun, kadangkala yang terjadi apabila sengketa hak atas tanah telah diselesaikan oleh pihak pemohon maka yang seharusnya adalah dilanjjutkan prosedur pendaftarannya. Akan tetapi pemohon harus mendaftarkan kembali lagi dari tahap awal pendaftaran tanah. 2. Pemohon menggunakan jasa orang lain disebabkan karena pemohon tidak mau susah dalam hal pengurusan administrasinya sehingga mereka menggunakan jasa orang lain, ini dikarenakan pemohon hanya menginkan kemudahannya saja tanpa harus bolak balik ke Kantor Pertanahan untuk mendaftarkan tanahnya. Penggunaan jasa orang lain diakibatkan oleh berbelit-belinya prosedur administrasi pada pandaftaran yang menyebabkan pemohon ingin segera menyelesaiakan proses dengan menggunakan jasa calo. Penggunaan jasa calo juga menimbulkan konsekuensi seperti adanya biaya di luar biaya pendaftaran.
Walaupun ditemukan beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaannya, ajudikasi membawa pengaruh yang cukup besar dalam peningkatan jumlah bidang tanah yang telah didaftarkan haknya., yang dibuktikan dari tingkat produktivitas pelaksanaan ajudikasi pertahun . KESIMPULAN DAN SARAN Proses pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Sintang (Panitia Ajudikasi) telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Faktor – faktor yang menghambat proses pendaftaran tanah ialah kesalahan informasi, adanya sanggahan/keberatan dari pihak lain, dan penggunaan jasa orang lain dalam pengurusan pendaftaran tanah. Pelaksanaan pendaftaran tanah kadangkala terjadi hambatan hambatan yang mengganggu terlaksananya kegiatan tersebut, diharapkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sintang dapat meningkatkan jumlah tanah yang menjadi prioritas dalam pendaftaran tanah (ajudikasi) dan dalam melakukan proses pendaftaran tanah (ajudikasi) senantiasa memperhatikan kelengkapan informasi dan data yang diberikan pemohon.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, 1990, Masalah perwakafan tanah milik dan kedudukan tanah wakaf di negara kita, Citra Aditya Bakti, Bandung. Harsono, Budi. 1999. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Djambatan, Jakarta Mertokusumo, Soedikno. 1988. Hukum dan Politik Agraria, Karunika UT, Jakarta. Mustofa, Bachsan. 1988. Hukum Agraria Dalam Perspektif. Remadja Karya, Bandung.
Notonagoro. 1984. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia. Bina Aksara, Jakarta. Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Perlindungan, A.P. 1989. Pendaftaran Tanah di Indonesia, Madar Maju, Bandung. Soeprapto, 1986. Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Praktek. UI Press, Jakarta. Santosa, Urip. 2005. Hukum Agraria dan HakHak Atas Tanah. Prenada Media, Jakarta
KOORDINASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ADE MOHAMMAD DJOEN SINTANG DENGAN PT. ASURANSI KESEHATAN DALAM PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN Evy Ratnasari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Abstrak: Dalam rangka memberikan pelayanan yang maksimal kepada peserta askes dalam bentuk layanan jaminan kesehatan, antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang telah membuat perjanjian kerjasama yang mengatur tentang pelayanan kesehatan bagi peserta askes. Koordinasi yang dilakukan antara kedua belah pihak dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus dengan selalu memperhatikan pedoman, prinsip koordinasi yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan koordinasi dalam rangka layanan jaminan kesehatan adalah telah terbangun komunikasi yang baik antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat peserta askes. Faktor berikut yang mempengaruhi koordinasi dalam rangka layanan jaminan kesehatan adalah rentang kendali dalam rangka pelayanan jaminan kesehatan yang ada di RSUD Ade M. Djoen sudah cukup baik, masyarakat peserta askes sudah dapat diberikan penjelasan berkaitan dengan jaminan kesehatan dengan pelayanan kesehatan yang diterima. Namun masih ada masyarakat yang belum memahami tentang jaminan yang dapat ditanggung pembiayaannya oleh PT. Askes berkaitan dengan keikutsertaannya sebagai peserta askes. Kata Kunci: Koordinasi, Jaminan Kesehatan. Rumah sakit merupakan tempat yang memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan. Rumah sakit adalah tempat melaksanakan upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitasi) yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan kelompok serta masyarakat.Pelayanan yang cepat dan tepat, biaya pengobatan yang murah, serta sikap tenaga medis yang ramah dan komunikatif adalah sebagian dari tuntutan pasien terhadap pelayanan rumah sakit dewasa ini. Belum semua rumah sakit memenuhi keseluruhan standar mutu layanan yang telah ditetapkan. Hal itu bisa terjadi karena berbagai alasan, misalnya karena keterbatasan tempat tidur serta sumber daya manusia yang dimiliki rumah sakit. Sebaliknya, pasien juga sering kali tidak memahami kondisi dan kendala rumah sakit dalam memberikan pelayanan.
dan penerima layanan kesehatan. Dengan asuransi, masyarakat akan terhindar dari beban berat saat harus membayar biaya pengobatan yang mahal. Misalnya ketika harus menjalani operasi-operasi maupun pengobatan yang cukup berat. Pentingnya asuransi kesehatan belum dipahami sebagian besar masyarakat Indonesia. Seringkali masyarakat masih berfikir tentang mubasirnya sejumlah uang yang harus dikumpulkan sebagai premi bulanan apabila mereka tidak sakit. Padahal dalam kenyataannya kebutuhan akan pelayanan kesehatan semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas pelayanan. Sementara itu pembiayaan kesehatan masih bertumpu pada kemampuan masyarakat untuk membayar secara tunai pada saat yang bersangkutan menderita sakit, karena kemampuan membayar secara tunai sangat tidak mendukung terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme pelaksanaan asuransi kesehatan sebagai solusi untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, padahal keadaan sakit tidak bisa diduga-duga dan dihindari. Peserta askes wajib yang terdiri dari PNS, pensiunan PNS, pensiunan TNI-Polri, veteran dan perintis kemerdekaan merupakan peserta terbanyak sedangkan sisanya adalah peserta askes sukarela. Jadi pada dasarnya asuransi kesehatan adalah asuransi yang memberikan pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan yang salah satunya
Ketika menyinggung soal biaya pengobatan yang kerap kali memberatkan pasien, idealnya seluruh pembiayaan kesehatan dilakukan melalui asuransi seperti yang diterapkan di negara-negara maju. Dengan demikian tidak ada lagi sengketa antara pasien dan rumah sakit soal biaya perawatan/ pengobatan. Saat ini, sistem kesehatan Indonesia sedang mengarah ke sistem asuransi tersebut, jadi pada saatnya nanti, soal biaya, pasien berurusan dengan pihak asuransi atau rumah sakitnya yang berhubungan dengan pihak asuransi. Hubungan rumah sakit dengan pasien hanya antara pemberi 22
Evy Ratnasari, Koordinasi RSUD Ade M Djoen Stg dengan PT. ASKES Dlm Pelayanan Jaminan Kesehatan 23
bekerjasama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ade Moh. Djoen Sintang. Oleh karena itu perlu adanya suatu kerjasama dan koordinasi antara askes dengan pihak rumah sakit (RS). Koordinasi diperlukan dalam rangka menyelaraskan, menyatakan arah kegiatan yang dilakukan demi tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan yaitu di dalam pelayanan jaminan kesehatan kepada peserta askes di RSUD Ade Moh. Djoen Sintang. Di dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna, dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan pencegahan serta melakukan rujukan. Fungsi koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen yang sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan organisasi, di samping fungsi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, hingga fungsi pengawasan. Koordinasi pada umumnya merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan pada satuan yang terpisah, departemen atau bidang-bidang fungsional suatu organisasi untuk mecapai tujuan organisasi secara efisien. Koordinasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Menurut Kadarmo, dkk (2001:6) “karakteristiknya antara lain harus adanya integrasi serta sinkronisasi atau adanya keterpaduan, keharmonisan, serta arah yang sama”. Pentingnya koordinasi ini agar organisasi dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi. Hal ini berarti bahwa tujuan organisasi dapat tercapai serta dalam pencapaiannya dimanfaatkan semua sumber daya secara hemat dan ekonomis.
dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah ter jadinya tumpang tindih dan kesimpangsiuran antara pihak RS dan PT. Askes. Untuk itu koordinasi antara lembaga pemerintah perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendaliannya. Demi terciptanya koordinasi yang berhasilguna dan berdayaguna antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen dalam memberikan pelayanan jaminan kesehatan hendaknya harus berdasarkan pedoman koordinasi. Pedoman ini hendaklah selalu dijadikan acuan atau patokan di dalam pelaksanaan koordinasi. Pedoman koordinasi menurut Handoko (1991:35) adalah sebagai berikut: a. Koordinasi harus terpusat, sehingga ada unsur pengendalian guna menghindari tiap bagian bergerak sendiri-sendiri yang merupakan kodrat yang telah ada dalam setiap bagian, ingat bahwa organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang punya kebutuhan dan keinginan berbeda. b.
Koordinasi harus terpadu, keterpaduan pekerjaan menunjukkan keadaan yang saling mengisi dan memberi.
c.
Koordinasi harus berkesinambungan, yaitu rangkaian kegiatan yang saling menyambung, selalu terjadi, selalu diusahakan dan selalu ditegaskan adanya keterkaitan dengan kegiatan sebelumnya.
d.
Koordinasi harus menggunakan pendekatan multi instansional, dengan ujud saling memberikan informasi yang relevan untuk menghindarkan saling tumpang tindih tugas yang satu dengan tugas yang lain.
Menurut Newman (dalam Ma’moeri, 2000:5) “Koordinasi bersangkutpaut dengan penyer asian serta penyatuan tindakan dari sekelompok orang. Kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi adalah suatu operasi yang kegiatankegiatan dari para pegawai atau personil tampak harmonis, saling terjalin serta terintegrasi ke arah suatu sasaran yang sama”. Menurut Terry (dalam Ma’moeri, 2000:5) “Koordinasi adalah penyerasian yang teratur usaha-usaha untuk menyiapkan jumlah yang cocok menurut mestinya, waktu dan pengarahan pelaksanaan sehingga menghasilkan tindakan-tindakan harmonis dan terpadu menuju sasaran yang telah ditentukan”.
Menurut Suganda (1991:30) bahwa prinsip-prinsip dalam pelaksanaan koordinasi adalah: a) Harus berpegang pada wewenang formal dan didukung dengan kemauan dari semua pihak. b) Koordinasi dimulai dari tahap dini, yaitu sebelum perumusan kebijaksanaan. c) Harus terjadi adanya komunikasi timbal balik. d) Harus selalu memperhatikan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terciptanya koordinasi. e) Koordinasi harus dilakukan secara terus menerus. f) Tentukan bentuk yang digunakan. g) Adanya pedoman atau petunjuk untuk pelaksanaan.
Dengan demikian dalam upaya memberikan pelayanan jaminan kesehatan pada masyarakat, berbagai kegiatan memang perlu
Agar koordinasi dapat terlaksana dengan efektif, maka diperlukan beberapa faktor yang harus ada dalam pelaksanaan koordinasi. Menurut
24 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 22- 27
Suganda (1991:33) “faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan koordinasi adalah sarana koordinasi, pola koordinasi dan pedoman koordinasi”. Dikatakan Suganda (1991:33) sarana koordinasi meliputi aspek-aspek sebagai berikut: Kebijaksanaan, Rencana, Prosedur dan Tata Kerja, Rapat dan Taklimat (Briefing), dan Surat Keputusan Bersama/Surat Edaran Bersama. Dengan ketersediaan sarana koordinasi yang memadai diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan koordinasi. Adapun sarana koordinasi yang diperlukan antara lain adalah, kebijaksanaan sebagai panduan pelaksanaan koordinasi, rencana yang memuat sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang atau pejabat atau unit yang melaksanakan, dan lokasi pelaksanaan koordinasi. Prosedur dan tata kerja yang memuat pembagian tugas, rapat guna menyamakan persepsi, serta Surat Keputusan Bersama/Surat Edaran Bersama untuk memperlancar sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan oleh suatu instansi. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban kepada anggota asuransi kesehatan, sudah selayaknyalah antara dua instansi terkait tersebut dapat menjalin komunikasi yang baik, sehingga dapat bekerja sama dan saling berkoordinasi yang diberikan dalam pelayanan jaminan kesehatan. Menelusuri asal kata komunikasi, berasal dari bahasa Latin yakni communication bersumber dari kata communis yang berarti sama. Menurut Hasan (2005:19) secara etimologi mendefinisikan “Komunikasi sebagai proses yang membuat suasana berbeda dalam kebersamaan kepada dua orang atau lebih yang tadinya monopoli satu orang saja”. Menurut Handoko (1991:202) “Rentang kendali secara sederhana dapat diartikan sebagai jumlah bawahan yang melapor secara langsung kepada seorang pimpinan tertentu”. Selanjutnya masih menurut Handoko (1991:203) “Rentang kendali dan koordinasi berkaitan erat. Sering diasumsikan bahwa makin besar jumlah pegawai yang melapor kepada seorang manejer, makin sukar pula mengkoordinasikan aktivitas pegawai secara efektif”. Untuk melihat kemampuan seorang pemimpin (atasan) dalam melakukan koordinasi dilihat dari besar kecilnya jumlah bawahan yang ada dalam tanggung jawabnya, yang dikenal sebagai rentang kendali. Koodinasi dibutuhkan sekali oleh para pegawainya, sebab tanpa koordinasi setiap pegawai tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, sehingga akan merugikan organisasi itu sendiri. Dengan koor dinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh kegiatan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sehingga tiap departemen atau perusahaan atau bagian menjadi seimbang dan selaras. Koordinasi merupakan usaha untuk menciptakan keadaan yang berupa tiga S, yaitu serasi, selaras dan seimbang. Kebutuhan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat ketergantungan dari tiap satuan pelaksanaan. METODE Penelitian yang akan dilaksanakan termasuk jenis penelitian deskriptif, untuk mendeskripsikan mengenai koordinasi RSUD Ade Moh. Djoen Sintang dengan PT. Askes (Persero) dalam pelayanan jaminan kesehatan. Menurut Nazir (1999:63) “penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku”. Di dalamnya terdapat upaya untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi yang sedang terjadi serta mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat dalam situasi tertentu termasuk hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan dari suatu fenomena. Dalam penelitian ini yang menjadi alat pengumpul data adalah sebagai berikut: Pedoman Wawancara (interview quide), Pedoman Obser vasi (observation quide), Menggunakan alat bantu untuk mengumpulkan informasi dan data, seperti kamera, tape recorder, flash disk, dan alat lainnya yang dapat membantu dan mendukung dalam pendokumentasian. Analisa data adalah suatu cara menyederhanakan data agar mudah dipahami serta mudah ditafsir oleh pembaca untuk diambil suatu kesimpulan. Berhubung penelitian ini adalah penelitian kualitatif maka teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Data yang kita peroleh hasil wawancara dan pengumpulan dokumen di lapangan yang berkaitan dengan koordinasi RSUD Ade Moh. Djoen Sintang dengan PT. Askes (Persero) dalam pelayanan jaminan kesehatan, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dilakukan pengkategorian bertujuan agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri, mudah dalam melakukan klasifikasi data, untuk kemudian diolah, dianalisis dan ditarik kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Koordinasi yang dilakukan antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang, adalah dalam rangka memberikan layanan jaminan
Evy Ratnasari, Koordinasi RSUD Ade M Djoen Stg dengan PT. ASKES Dlm Pelayanan Jaminan Kesehatan 25
kesehatan kepada peserta askes secara maksimal. Telah ditentukan secara fungsional petugas yang berwenang dan bertanggung jawab atas sesuatu masalah, selain itu juga telah ditetapkan dan dirumuskan secara jelas wewenang, tanggung jawab dan tugas-tugas satuan-satuan kerja, yang menyangkut prosedur dan tata cara melaksanakan koor dinasi dan hubungan kerja. Dengan pelaksanaan koordinasi yang baik dan selalu memperhatikan pedoman koordinasi yang tepat, sehingga permasalahan yang timbul dalam proses pelayanan dapat segera di atasi. Koordinasi yang dilaksanakan antara PT. Askes dan RSUD Ade M. Djoen Sintang lebih dominan dilakukan dengan cara berkomunikasi yang intensif, dan berkesinambungan antara pimpinan maupun antara pegawai atau karyawan yang berhubungan langsung dengan peserta askes di loket pelayanan di rumah sakit. Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa koordinasi para pihak sudah dilakukan secara terbuka, komunikasi dilakukan untuk menyampaikan dan menerima informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kerjasama termasuk masalah-masalah yang ada untuk ditangani bersama. Pelaksanaan koordinasi antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang dalam rangka pelayanan jaminan kesehatan, menggunakan sarana rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan untuk menemukan kesepakatan dalam berbagai hal yang menyangkut pelayanan jaminan kesehatan kepada masyarakat, dan untuk menyatukan bahasa dan saling pengertian mengenai sesuatu masalah yang akan dikoordinasikan,
diperoleh informasi bahwa telah terbangun komunikasi yang baik antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang berkaitan dengan layanan jaminan kesehatan yang ada di rumah sakit pada peserta askes. Komunikasi yang ada sudah dilakukan pada semua tingkatan, dimana pimpinan yang ada pada kedua organisasi juga selalu membangun komunikasi baik secara formal maupun non formal, juga telah terbangun komunikasi yang baik pula antar petugas pelayanan di rumah sakit, yaitu antara pegawai rumah sakit dengan karyawan PT. Askes.
Untuk memperlancar penyelesaian sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan oleh satu instansi, tetapi harus berkoordinasi dengan instansi lain, dapat diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat Edar an Bersama. Sar ana koordinasi yang digunakan antara PT. Askes (Persero) Cabang Sintang dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang yang menyangkut tentang pelayanan kesehatan bagi peserta askes adalah dengan membuat perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian kerjasama ini diatur tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak yang membuat perjanjian kerjasama, penentuan tarif pelayanan kesehatan yang akan dibayar oleh PT. Askes akibat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Ade M. Djoen Sintang kepada para peserta askes, sesuai dengan ketentuan yang ada. Juga ditetapkan sanksi atas kelalaian kedua belah pihak yang melanggar ketentuan dalam perjanjian kerjasama ini.
Peserta askes dapat langsung berhubungan dengan karyawan PT. Askes yang ditempatkan di rumah sakit, untuk memperoleh informasi dan keterangan yang diperlukan, sedangkan pihak rumah sakit hanya memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Rentang kendali yang ada pada pelayanan jaminan kesehatan di rumah sakit merupakan faktor pendukung pemberian layanan jaminan kesehatan oleh PT. Askes dan RSUD Ade M. Djoen Sintang, dimana PT. Askes sudah dapat memberikan perlindungan dalam bentuk jaminan kesehatan, sedangkan pihak rumah sakit sudah dapat memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keanggotaan masyarakat pada PT. Askes.
Keberhasilan sebuah koordinasi adalah komunikasi yang baik dan antara kedua belah pihak yang membangun koordinasi. Dari hasil penelitian
Masih sering ditemui keluhan dari para peserta askes terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit, maupun biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta askes masih cukup besar padahal mereka sudah memiliki jaminan asuransi kesehatan. Dengan komunikasi yang baik antara petugas askes yang ada di rumah sakit dengan peserta askes, maka permasalahan yang timbul ini sudah dapat diselesaikan, walaupun terkadang belum semua peserta askes merasa puas. Faktor lain yang mempengaruhi koordinasi dalam rangka pelayanan jaminan kesehatan pada peserta askes di rumah sakit adalah rentang kendali. Rentang kendali ini adalah hubungan kerja antara pihak yang berkoordinasi, rentang kendali yang ada dalam layanan jaminan kesehatan di rumah sakit sudah baik, dimana pegawai atau petugas yang ada dalam memberikan layanan jaminan kesehatan tidak terlalu luas, sehingga koordinasi dapat dilaksanakan secara efektif.
KESIMPULAN DAN SARAN Koordinasi dalam pemberian layanan jaminan kesehatan antara Pt. Askes (Persero) Cabang Sintang dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang sudah terjalin dengan baik. Dalam rangka
26 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 22- 27
memberikan pelayanan yang maksimal kepada peserta askes dalam bentuk layanan jaminan kesehatan, antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang telah membuat perjanjian kerjasama yang mengatur tentang pelayanan kesehatan bagi peserta askes. Koordinasi yang dilakukan antara kedua belah pihak dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus dengan selalu memperhatikan pedoman, prinsip koordinasi yang baik, selain itu juga menggunakan sarana koordinasi yang tepat, seperti melakukan rapat atau pertemuan, membuat prosedur kerja yang dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat, dan membuat kebijakan bersama dalam bentuk surat keputusan bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan koordinasi dalam rangka layanan jaminan kesehatan adalah telah terbangun komunikasi yang baik antara PT. Askes dengan RSUD Ade M. Djoen Sintang dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat peserta askes. Faktor berikut yang mempengaruhi koordinasi
dalam rangka layanan jaminan kesehatan adalah rentang kendali dalam rangka pelayanan jaminan kesehatan yang ada di RSUD Ade M. Djoen sudah cukup baik, masyarakat peserta askes sudah dapat diberikan penjelasan berkaitan dengan jaminan kesehatan dengan pelayanan kesehatan yang diterima. Namun masih ada masyarakat yang belum memahami tentang jaminan yang dapat ditanggung pembiayaannya oleh PT. Askes berkaitan dengan keikutsertaannya sebagai peserta askes. Diharapkan kepada manajemen PT. Askes (Persero) Cabang Sintang dan manajemen RSUD Ade M. Djoen Sintang terus membangun komunikasi yang intensif antara kedua belah pihak dalam rangka memberikan layanan jaminan kesehatan yang baik pada masyarakat. Diharapkan kepada PT. Askes (Perseor) Cabang Sintang pada saat masyarakat menjadi peserta asur ansi kesehatan agar diberikan informasi yang jelas agar para peserta askes memahami secara lengkap, biaya-biaya pelayanan kesehatan yang bisa ditanggung oleh PT. Askes atas keikutsertaannya.
DAFTAR PUSTAKA Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakar ta: Binarupa Eksara.
Marisi, U.M. 2003. Pengembangan Asuransi Kesehatan Dalam Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Askes.
Handoko, T.H. 1991. Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Hasan, E. 2005. Komunikasi Pemerintah. Bandung: PT. Refika Aditama.
Muhammad, A. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kadarmo, Suganda, dan Supono. 2001. Koordinasi dan Hubungan Kerja. Jakarta: LAN RI.
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kongstvedt, P. 2000. Pokok-Pokok Pengelolaan Usaha Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Projodikoro, W. 1999. Pelatihan Dasar Asuransi Kesehatan Indonesia Kerjasama Dengan Pusat Pendidikan TNI AD. Jakarta: LAN RI.
Lukman, S. dan Sugiyanto. 2001. Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan. Jakarta: CV. Prima. Ma’moeri, E. 2000. Hubungan Kerja dan Koordinasi. Bahan Diklat Adum. Jakarta: LAN-RI.
Suganda. D. 1991. Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta: Inter Media. Winarno, W. W. 2004. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Evy Ratnasari, Koordinasi RSUD Ade M Djoen Stg dengan PT. ASKES Dlm Pelayanan Jaminan Kesehatan 27
Peraturan Perundang-undangan: Keputusan Bupati Sintang Nomor 380 Tahun 2000. Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Ade Moh. Djoen Sintang. Keputusan Menpan Nomor 63/KEP/M.PAN/2003. Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
KAJIAN TEORITIS MENGENAI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBUANGAN SAMPAH RUMAH TANGGA Abang Zainudin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Sintang Email :
[email protected] Abstrak : Salah satu program pemerintah yang memerlukan partisipasi masyarakat adalah berkaitan dengan pengelolaan sampah rumah tanggga. Sebagai wujud dari kewajiban setiap orang atau warga masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dalam bentuk partisipasinya untuk membuang sampah pada Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang sudah disediakan oleh pemerintah. Tingkat partisipasi masyarakat dalam membuang sampah rumah tangga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu meliputi faktor sikap dan perilaku masyarakat, faktor sumber daya masyarakat dan faktor ketersediaan sarana dan prasarana. Kata Kunci : Partisipasi masyarakat, pembuangan sampah Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan suatu proses dari usaha-usaha memberdayakan potensi yang terdapat di daerah secara terencana untuk diar ahkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini bermakna bahwa kegiatan pembangunan daerah yang dilakukan secara terencana lebih dirasakan sebagai suatu kebutuhan dalam merefleksikan upaya nyata memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Pembangunan dadalah proses perubahan yang terus menerus dan berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat bersama pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan bathin, mental dan spiritual berdasarkan Pancasila. Dalam pelakasanaan pembangunan tidak terlepas dari dukungan atau partisipasi dari masyarakat, hal ini di karenakan masyarakat disamping sebagai objek (sasaran) pembangunan, masyarakat juga sebagai subjek pembangunan.
subyek pembangunan. Dalam kaitan tersebut, satu hal yang perlu di ingat bahwa keberhasilan dalam penyelenggaraan suatu pembangunan tidak hanya diukur dari keberhasilan fisik saja tetapi harus di lihat juga dari kelangsungan lestarinya suasana dan apakah suasana tersebut berfungsi, bermanfaat dan dipelihara oleh masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat penting dilaksanakan mengingat banyak program-program pembangunan terutama bidang fisik yang telah dilakukan, ternyata tidak dimanfaatkan, tidak pelihara bahkan rusak sebelum waktunya. Salah satu program pemerintah yang memerlukan partisipasi masyarakat adalah berkaitan dengan pengelolaan sampah rumah tanggga. Di dalam Pasal 12 angka (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan bahwa :”Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib menguranggi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan”. Dengan demikinan dapat dikatakan setiap warga masyarakat diwajibkan oleh Negara untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Sebagai wujud dari kewajiban setiap orang atau warga masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dalam bentuk partisipasinya untuk membuang sampah pada tempat pembuangan sampah (TPS) yang sudah disediakan oleh pemerintah. Dalam realisasinya pelaksanaan pengelolaan sampah khususnya sampah rumah tangga terutama yang terdapat di beberapa kota-kota masih ditemukan sampah rumah tanggga dibuang tidap pada tempatnya.
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor utama terwujudnya keberhasilan pembangunan, oleh karenanya partisipasi aktif dari seluruh masyarakat mutlak diperlukan dalam proses pembangunan. Pembangunan masyar akat merupakan suatu proses untuk mendorong masyarakat menjadi merasa lebih kompeten dalam menanggapi masalah kehidupannya serta dalam menanggapi beberapa aspek lokal dan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Oleh sebab itu pengembangan inisiatif dan kreativitas masyarakat adalah merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan. Berarti dalam hal ini masyarakat tidak diperlakukan sebagai obyek pembangunan tetapi lebih sebagai
28
Abang Zainudin, Kajian Teroritis Mengenai Partisipasi Masyarakat 29
Bentuk Partisipasi Masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menganut sistem kedaulatan rakyat. Artinya, pemerintahan berada di tangan rakyat. Dengan asumsi tersebut, maka rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangun tidak sekedar menjadi obyek, ia pun dapat menjadi subyek. Karena itu partisipasi rakyat sangatlah besar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, tanpa ada partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional akan menjadikan proses pembangunan tidak dapat diselenggarakan secara demokratis. Asfar (2006:12) mengemukakan bahwa : Salah satu pilar penting dari demokrasi adalah partisipasi. Jika demokrasi diartikan secara sederhana sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari dan untuk rakyat, maka partisipasi merupakan sarana dalam mana rakyat dapat menentukan siapa yang memimpin melalui pemilihan umum dan apa yang harus dikerjakan oleh pemimimpin (pemerintah) melalui keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan politik yang mengikat rakyat banyak. Kalau disimak lebih jauh kata partisipasi itu sendiri merupakan kata yang sangat sering digunakan dalam pembangunan. Berbagai kajian, dokumen proyek, dan buku panduan menunjukkan tafsiran yang sangat beragam mengenai arti kata partisipasi. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), Salah satu arti dari pada partisipasi itu sendiri (dalam Mikkelsen, 2001:64) mengemukakan: “Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu”. Dengan demikina dapat dikatakan bahwa, jika ditinjau secara harfiah partisipasi ber arti keikutsertaan. Partisipasi, sebenarnya adalah merupakan istilah dalam bidang manajemen, namun saat ini telah lebih berkembang luas jadi bukan monopoli ilmu manajemen saja, dalam artian istilah partisipasi itu sudah umum dan dalam arti yang luas. Istilah ini sebenarnya diambil dari bahasa asing (participation), yang artinya mengikutsertakan pihak lain. Untuk memaknai partisipasi dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat dikatakan sebagai bentuk keikutsertaan warga dalam berbagai proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Keikutsertaan warga yang dimaksud adalah kemauan warga untuk melihat, mengikuti, mengkritisi serta ikut terlibat secara aktif dalam setiap proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Keterlibatan tersebut bukan berarti
warga akan mendukung seluruh keputusan, kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan/keputusan yang akan dan telah ditetapkan oleh pemerintah. Jika terjadi sebaliknya, maka kondisi ini tidak bisa dikatakan sebagai partisipasi, namun yang lebih tepat adalah mobilisasi pembangunan. partisipasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang dimaksud adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak perencanaan, pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Selama ini, peran warga dalam partisipasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tersebut bisa dikatakan masih sangat kurang. Menurut Terr y (dalam Fitriani, 2003:58) menyatakan bahwa “partisipasi dapat dirumuskan sebagai keterlibatan mental maupun emosi seseorang di dalam suatu kelompok untuk membantu dan ikut bertanggung jawab sepenuhnya atas tercapainya tujuan kelompok”. Selanjutnya Bryant dan White (dalam Fitriani, 2003:58), menyatakan partisipasi dalam proses pembangunan harus memperhatikan empat hal, yaitu: 1).Peran serta janganlah dijadikan suatu program yang terpisah. Ia merupakan suatu proses, oleh sebab itu hendaknya dipadukan dengan kegiatan-kegiatan lain;2). Peran serta harus didasarkan pada organisasi-organisasi lokal;3). Distribusi yang lebih adil akan mendorong lebih banyak partisipasi;dan 4). Hendaknya pembangunan tidak didasarkan pada upaya-upaya yang terpisah-pisah. Menurut Bintoro (dalam Fitriani, 2003:58) dinyatakan “partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan atau peran serta dalam proses pembangunan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasinya”. Artinya, disini partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan tidak boleh jadi penonton, tetapi ikut memiliki patner kerjasama, serta adanya semangat demokrasi dan bersifat sukarela. Dusseldorp (dalam Fitriani, 2003:59) membedakan partisipasi berdasarkan tingkatnya, yaitu “(1) partisipasi sukarela (free participation) (2) partisipasi karena kebiasaan (customary participation) (3) partisipasi yang dipaksakan (force participation”). Menurut Allport (dalam Sastropoetro, 1988:12 ) menjelaskan batasan tentang partisipasi adalah sebagai berikut: “bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih dari pada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja.” Dalam hal ini keterlibatan diri yang dimaksudkan adalah menyangkut keterlibatan dalam pikiran dan perasaan. Sementara menurut Davis (dalam
30 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 28- 37
Sastropoetro, 1988:13) memberikan definisi mengenai partisipasi sebagai berikut: Participation can be defined as mental and emotional involvement of aperson in a group situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them. (Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan) Selanjutnya, menurut Gie (1981:20) bahwa partisipasi diartikan sebagai: “Suatu aktvitas untuk membangkitkan perasaan diikutsertakan dalam kegiatan organisasi atau ikut serta bawahan dalam kegiatan organisasi”. Dari pengertian partisipasi ini menunjukan adanya aktivitas seseorang untuk ikut ambil bagian didalam kegiatan organisasi. Lebih lanjut menurut David (dalam Sastropoetro 1986:13) menyatakan sebagai berikut: “Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang didalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”. Berdasarkan pengertian di atas, dalam pengertian partisipasi paling tidak terdapat tiga unsur penting memerlukan perhatian khusus, yaitu: 1.
2.
3.
Bahwa partisipasi/keikutsertaan/keterlibatan/ peran serta, sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan. Lebih dari semata-mata keterlibatan secara jasmaniah. Kesediaan memberikan sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti bahwa terdapat rasa kesenangan, kesukarelaan untuk membantu kelompok. Unsur tanggung jawab yang merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.
Kemudian Ndraha (1987:42), menjelaskan tentang difinisi tersebut di atas, bahwa: “partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang atau kelompok masyarakat dalam situasi kelompok yang mendorong yang bersangkutan atas kehendak sendiri (kemauan bebas) menurut kemampuan (swadaya) yang ada untuk mengambil bagian dalam usaha pencapaian tujuan bersama dan dalam mempertanggung jawabanya”. Dari apa yang telah tidaknya pernah ikut dalam pemilu. Ketiga, gladiator yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus, aktivis partai dan pekerja kampanye serta aktivis masyarakat. Keempat, pengkritik yaitu rang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan hanya mungkin terjadi dalam suatu sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang demokratis. Dalam konteks lokal, demokrasi dan partisipasi hanya mungkin bisa tumbuh dengan subur jika ada otonomi atau desentralisasi. Rondinelli (dalam Asfar, 2006:13) mengatakan: “walaupun desentralisasi dan demokratisasi pada dasarnya bukanlah suatu konsep yang saling ekslusif, diantara keduanya juga bukanlah selalu berkaitan”. Menurut Asfar dalam pandangan Rondinelli tersebut, sebuah pemerintahan yang tersentralisasi tetapi pejabatnya dipilih secara teratur jelas lebih demokratis dari pada sebuah pemerintahan yang tersentralisasi tetapi terkontrol secara ketat oleh sebuah pemerintahan yang otoriter. Ndraha (1987: 103) mengemukakan ada beberapa bentuk partisipasi yaitu :1). Partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain sebagai salah satu titik awal perubahan sosial; 2). Partisipasi dalam memperhatikan atau menyerahkan dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (manfaat, memenuhi, melaksanakan), mengiyakan, menerima dengan syarat maupun dalam arti menolak); 3). Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan. Perasaan terlibat dalam perencanaan perlu ditumbuhkan sendiri mungkin di dalam masyarakat;4). Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan;5). Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan; dan 6). Partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya Sastr opoetro (1988:21) menjelaskan bidang-bidang partisipasi masyarakat adalah: “a). Dalam proses pengambilan keputusan dan/atau proses perencanaan; b). Dalam proses pelaksanaan program; c). Dalam proses monitoring dan evaluasi program.” Berdasarkan pendapat tersebut, menunjukan bahwa untuk berpartisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga umumnya Kabupaten Sintang dan khususnya di di Kelurahan Kapuas Kanan Hulu Kecamatan Sintang masyarakat dilibatkan untuk ikut serta berpartisipasi secara aktif maupun pasif mendukung tertib pelaksanaan aturan dalam pengelolaan sampah rumah tangganya sesuai
Abang Zainudin, Kajian Teroritis Mengenai Partisipasi Masyarakat 31
dengan ketetuan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang. Jenis Partisipasi Masyarakat Dalam konsep partisipasi masyarakat, ada beberapa jenis partisipasi masyarakat. Menurut Davis (dalam Ndraha, 1982:51), jenis-jenis partisipasi itu adalah : 1). Pikiran (psicological participation);2) Tenaga (physical participation; 3).Pikiran dan Tenaga (psicological and physical participation); 4). Keahlian (participation with skill); 5). Barang (material participation), dan 6). Uang (money participation). Selanjutnya Pasaribu dan Simanjuntak (1986:349) menjelaskan mengenai arti dan jenis-jenis partisipasi yang terdapat dalam suatu masyarakat adalah sebagai berikut: Yang dimaksud dengan jenis partisipasi yaitu macamnya sumbangan yang diberikan orang atau kelompok yang berpartisipasi. Untuk sementara, sumbangan dalam partisipasi dapat diperinci menurut jenis sebagai berikut :1). Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipan dalam anjang sono, pertemuan atau rapat; 2). Partisipasi tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk per baikan atau pembangunan Desa, pertolongan bagi orang lain dan sebagainya;3). Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain dan sebagainya;4). Partisipasi keterampilan dan kemahiran yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri;5). Partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda panguyuban, misalnya arisan,, koperasi, layat (dalam peristiwa kematian), kondang (dalam peristiwa pernikahan) Nyambung, mulang sambung. Berdasarkan pengertian di atas, bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga bukan hanya dalam bentuk fisik saja, misalnya biaya, tenaga, material dan lain-lain, tetapi juga dalam bentuk non fisik seperti tanggapan, pendapat, saran pikiran dan prakarsa. Sejalan dengan pendapat tersebut diatas, Satropoetro (1988:26-27) mengemukakan: “beberapa jenis partisipasi, yakni sebagai berikut, (1) Pikiran (psychological participation); (2) Tenaga (physical participation); (3) Pikiran dan Tenaga (psychological and physical participation); (4) Keahlian (participation with skill); (5) Barang (material participation); dan (6)Uang (money participation)”. Seperti yang telah tercantum dalam kutipan di atas menunjukan jenis partisipasi yang diharapkan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah
rumah tangga yaitu : partisipasi buah pikiran, partisipasi tenaga dan partisipasi sosial. Kesemuanya ini dapat dilaksanakan apabila masyarakat yang tinggal di Kecamatan tersebut sudah dapat mencukupi segala kebutuhannya terutama kebutuhan rumah tangga. Terpenuhnya suatu kebutuhan rumah tangga masyarakat sangatlah ditentukan oleh besar kecilnya tingkat pendapatan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga, bukan hanya bersifat parsial saja, artinya partisipasi hanya dilaksanakan pada satu atau beberapa proses saja. Tetapi yang diharapkan adalah partisipasi yang bersifat prosesional, yakni partisipasi sepanjang proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dapat dikembangkan dikalangan masyarakat yang memiliki kepentingan-kepentingan yang lebih spesifik dan kondisional, seperti masyarakat desa, masyarakat petani, sehingga pelaksanaan kebijakan dapat sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan mereka. Partisipasi masyarakat yang demikian itu memiliki nilai yang lebih pragmatis, karena selain dapat memberikan keterangan, masukan dan data yang berguna, juga dapat memperbaiki program dan rencana-rencana yang sudah ada. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Membuang Sampah Rumah Tangga Sikap dan Perilaku Masyarakat Keberadaan masyarakat sebagai obyek atau kelompok sasaran (target group) dari kebijakan tersebut juga membawa peranan penting dalam proses implementasi kebijakan. Dukungan masyarakat sebagai kelompok sasaran kebijakan sangat diperlukan dalam proses implementasi sebuah kebijakan publik. Melalui dukungan masyarakat akan mempermudah atau memperlancar implementasi kebijakan publik. Bentuk dukungan dimaksud dapat berupa kesediaan untuk menerima dan ikut serta secara aktif dalam implementasi kebijakan publik tersebut. Menurut Anderson (dalam Islamy, 1988: 6.6). “Adanya dukungan masyarakat sangat dipengaruhi beberapa faktor seperti tingkat respek terhadap otoritas pemerintah, kesadaran dan keyakinan, sistem nilai, kepentmgan pribadi, sanksi hukum dan masalah waktu”. Jika berbagai faktor itu positif dalam arti baik maka tingkat dukungan masyarakat akan tinggi, begitu pula jika sebaliknya. Sebab menurut Edward (dalam Tangkilisan 2003:14) mencatat “ada beberapa kriteria yang menjadi indikator keberhasilan implementasi kebijakan yang satu diantaranya adalah kepuasan target group”. Kepuasan target group ini akan berpengaruh dan
32 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 28- 37
dipengaruhi oleh sikap kesediaan mereka menerima dan berpartisipasi dalam implementasi kebijakan tersebut. Soeprapto (2002:79) menyatakan bahwa “nilai-nilai serta pola-pola perilaku individu yang fundamental sangat dibentuk oleh lingkungan sosialnya, dimana pola-pola perilaku dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat pada hakikatnya berulang secara tetap”. Menurut Winardi (1992:140) “bahwa perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu”. Perilaku seseorang dalam interaksi sosialnya tidak mungkin dilakukan hanya karena didorong oleh pertimbangan individual saja, tetapi selalu memperhitungkan faktor lingkungannya serta apa yang akan diharapkan dari pandangan orang lain terhadapnya. Demikian juga dengan perilaku masyarakat khususnya dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Jika suatu perilaku tertentu berulang kali dan ajeg dilakukan dalam mengatasi suatu problem, maka dengan mudah untuk diikuti oleh orang lain jika berhadapan dengan persoalan serupa. Dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola perilaku tertentu terhadap berbagai objek yang dihadapinya, yang merupakan pengaruh atau penolakan, penilaian suka atau tidak suka, kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu objek di lingkungannya. Pembentukan perilaku seringkali tidak disadari, akan tetapi bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan dikarenakan interaksi seseorang dengan lingkungan sekitarnya. Seperti pendapat Ndraha (1999:65) bahwa “perilaku merupakan opersionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau masyarakat terhadap suatu situasi dan kondisi iingkungan”. Sementara menurut Walgito (1994:105107), “perilaku merupakan sikap yang diekspresikan, sikap akan memberikan warna atau corak pada perilaku sebagai respon dari pengaruh lingkungannya”. Sedangkan menurut Azwar (1988: -24) “bahwa sikap hanya akan ada artinya bila ditampakkan dalam wujud perilaku dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu”. Didalam interaksi sosial masyarakat terdapat kecenderungan untuk selalu mengulangi perilaku yang sudah melembaga sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai yang dianut. Menurut Ndraha (1999:63-64) “perilaku dapat diamati dan berlangsung berulang-ulang, melalui perulangan itu maka terbentuk pola perilaku di dalam masyarakat”. Perilaku masyarakat tidak terlepas dari keadaan individu-mdividu itu sendiri
dan lingkungan dimana dia berada, kemudian dengan didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Berbagai cara dalam pembentukan perilaku seperti diungkapkan oleh Walgito (1994:18-19) “cara pembentukan perilaku antara lain dengan kondisioning atau kebiasaan, dengan pengertian (insight) dan dengan menggunakan model atau contoh”. Perilaku individu dalam suatu organisasi sangatlah berpengaruh terhadap pencapaian tujuan yang efektif dan efisien. Di dalam pelaksanaan pengelolaan sampah rumah tangga haruslah mampu memahami perilaku dari individu atau memahami dimensi manusia dalam organisasi. Dengan memahami perilaku individu dalam organisasi seorang pimpinan dapat mengetahui cara yang tepat dalam memotivasi. Selain itu perilaku organisasi atau budaya dalam organisasi yang ada mempengaruhi perilaku dari individu yang pada dasarnya diarahkan tentang apa yang baik bagi organisasi dan perilaku apa yang diinginkan dalam organisasi demi tercapainya tujuan. Jadi perilaku individu mempengaruhi perilaku organisasi dan perilaku organisasi dapat membentuk perilaku individu atau saling mempengaruhi. Thoha (2002:4) menyatakan bahwa “Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi”. Menurut Duncan (dalam Thoha, 2002:5) mengemukakan sebagai berikut: 1) Studi perilaku organisasi termasuk di dalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu tingkah laku yang berusaha menjelaskan tindakan-tindakan manusia di dalam organisasi. Oleh karenanya, semenjak uang merupakan bagian dari alasan orang untuk mencari pekerjaan, maka aspek ekonomi tertentu adalah relevan bagi ilmu perilaku organisasi ini. Dan juga sejak tingkah laku orang dipengaruhi oleh performennya, maka psikologi adalah relevan pula. Sosiologi demikian pula, ia bisa menjelaskan pengertian pengaruh kelompok terhadap tingkah laku individu. 2) Perilaku organisasi sebagaimana suatu disiplin mengenal bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan diatur dan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya. Oleh karenanya ilmu ini memperhitungkan pula pengaruh struktur organisasi terhadap perilaku individu. 3) Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih
Abang Zainudin, Kajian Teroritis Mengenai Partisipasi Masyarakat 33
memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan tugas pekerjaan bisa dijalankan. Sehingga kesimpulannya ilmu ini mengusulkan beberapa cara agar usahausaha individu itu bisa terkoordinir dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kemampuan pimpinan di dalam memahami perilaku organisasi yang dipimpinnya dalam rangka mengelola sumber daya manusia, sehingga memiliki perilaku organisasi yang menjamin pelaksanaan keseluruhan tugas dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Perilaku organisasi juga mengupayakan agar kegiatan individu dalam organisasi menjadi terkoordinir, terarah demi mencapai tujuan organisasi. Perilaku organisasi berupaya mengarahkan perilaku individu yang ada dalam organisasi. Studi perilaku organisasi akan sangat membantu seor ang pimpinan di dalam memotivasi bawahannya, karena dengan mengetahui perilaku manusia dalam organisasi yang memiliki tingkah laku yang berbeda sehingga perlu diupayakan perilaku tertentu atau yang diinginkan organisasi hingga dapat mencapai tujuan organisasi. Sumber Daya Masyarakat Nilai-nilai sosial budaya yang ada, hidup, dan berkembang di Indonesia merupakan kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya. Melalui keragaman sosial budaya, kita sebagai bangsa dapat menunjukkan jati diri kita. Nilai-nilai sosial budava memptmyai makna dalam arti yang luas. Ia tidak hanya mencakup nilai-nilai luhur, namun mencakup pula aktivitas yang menyangkut kegiatan-kegiatan sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya merupakan suatu rekonstruksi atau penggambaran bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi seperti yang kita kenal sekarang telah mengalami perkembangan, sehingga tampak wujud atau wajah seperti yang dewasa ini. Perkembangan sosial budayalah yang mampu menunjukan bagaimana kehidupan kemasyarakatan dengan struktur sosial, ekonomi dan politiknya tumbuh dan mencapai perkembangan yang membawa dampak ter hadap masyarakat. Menurut Koentjaraningrat ( 1982:11): Dalam bidang ekonomi, nilai-nilai sosial budaya mempengaruhi aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat. Dalam bidang politik, anggota-anggota masyarakat mengenal, memahami dan menghayati nilai-nilai politik tertentu yang oleh karena itu mempengaruhi sikap dan tingkah laku politik mereka sehan-hari. Nilai-nilai politik yang terbentuk dalam diri seseorang biasanya berkaitan erat dengan atau adalah bagian dalam dari nilai-nilai lain yang hidup
dalam masyarakat yang bersangkutan seperti: nilainilai sosial budaya dan agama. Dari situ lahirlah kebudayaan politik sebagai cerminan langsung dari keseluruhan sistem sosial budaya masyarakat dalam pengertian yang luas. Pembangunan di bidang sosial budaya memegang peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa secara keseluruhan. Apabila suatu bangsa ingin mempercepat pembangunan nasionalnya, maka mau tidak mau bangsa tersebut harus pula memberikan perhatian, waktu, keahlian dan biaya yang cukup untuk melaksanakan pembangunan di bidang sosial budaya. Menurut Siagian (1988:71) ditinjau dari segi administrasi pembangunan, sasaran utama dalam pembangunan di bidang sosial budaya malah memilih nilai-nilai sosial mana yang perlu dikembangkan lebih lanjut agar menjadi faktor perangsang yang lebih besar peranannya sehingga dengan demikian proses pembangunan dapat berjalan lebih cepat, lebih baik dan lebih lancar”. Apa bila kita membicarakan tentang pembangunan di bidang sosial budaya masyarakat maka, pengetahuan manusia merupakan fokus utama yang menentukan. Pembicaraan mengenai pengetahuan manusia pada dasrnya kita membicarakan tentang Sumber Daya Manusia. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam proses pembangunan nasional. Apapun bentuk serta tujuannya, pelaksanaan pembangunan berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi. Sedangkan sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Menurut Hasibuan (2008:244) bahwa: “Sumber daya manusia atau man power disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. SDM terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia”. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya. SDM menjadi unsur pertama dan utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal/canggih tanpa peran aktif SDM, tidak akan berarti apa-apa. Sumber daya manusia memiliki definisi yaitu kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan
34 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 28- 37
sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Menurut Martoyo (2000:6) bahwa: “sumber daya manusia sebagai alat mencapai tujuan atau kemampuan memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan tertentu atau meloloskan diri dari kesukaran berdasarkan kemampuan manusia”. Dalam hubungan ini pengertian sumber daya bersifat sangat dinamis, bukan saja sebagai respons terhadap kemajuan pengetahuan, perkembangan sains, namun juga dalam respons terhadap kebutuhan manusia secara individual serta sasaran-sasaran sosial pada umumnya. Sumber daya manusia yang besar harus dapat diubah menjadi suatu aset yang bermanfaat bagi pembangunan. Untuk itu berbagai keahlian, keterampilan dan kesempatan harus dibekalkan kepada sumber daya manusia, sesuai kemampuan biologis dan rohaninya. Tindakan yang cermat dan bijaksana harus dapat diambil dalam membekali dan mempersiapkan sumber daya manusia sehingga benar-benar menjadi aset pembangunan bangsa yang produktif dan bermanfaat. Bagaimanapun juga tidak dapat dibantah, bahwa sumber daya manusia benar-benar merupakan kunci utama dan mempunyai peranan sentral dalam pembangunan setiap bangsa dan negara di mana pun. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana kerja yang dimaksud di sini adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan pengelolan sampah rumah tangga, dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Menurut Moenir (2002:119) bahwa fungsi sarana pelayanan antara lain: 1. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menghemat waktu; 2. Meningkatkan produktivitas, baik barang atau jasa; 3. Kualitas produk yang lebih baik atau terjamin; 4. Ketepatan susunan dan stabilitas ukuran terjamin; 5. Lebih mudah atau sederhana dalam gerak para pelakunya; 6. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orangorang yang berkepentingan; 7. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka. Dalam rangka mewujudkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat, khususnya dalam pengelolaan sampah rumah tangga, maka organisasi
seperti lembaga pemerintahan harus mampu mengedepankan tugas-tugas kantor dengan baik. Mengedepankan tugas kantor artinya segala tugas yang diberikan dapat berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Terlaksananya tugas suatu kantor sangat ditentukan ketersediaan sarana dan prasarana kantor sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing seksi yang ada. Sarana dan prasarana kerja dalam suatu kantor merupakan faktor pendukung dalam pelaksanaan kerja. Suwignyo (Robbins, 2000:190) mengemukakan bahwa: “keberhasilan suatu kegiatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur pendukungnya yaitu mutu orang-orangnya serta sarana-sarana yang diperlukan”. Sarana prasarana sebagai alat yang berfungsi mempercepat dan memperkuat organisasi mencapai tujuannya. Lebih lanjut Siagian (dalam Moekijat, 1989:5) mengemukakan bahwa: “tidak dapat disangkal bahwa tersedianya sarana dan prasarana tertentu dalam penyelenggaraan rangkaian kegiatan oleh sekelompok manusia merupakan keharusan mutlak tidak mungkin menjalankan roda administrasi tanpa sarana dan prasarana tertentu”. Salah satu pendukung utama kelancaran pelaksanaan tugas kantor adalah tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai, dalam arti dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada juga harus sesuai dengan jenis atau sifat suatu pekerjaan. Menurut Poerwadarminta (1984:29) “Fasilitas atau peralatan kerja merupakan barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu, atau barang sesuatu yang dipakai untuk mencapai sesuatu maksud”. Sedangkan menurut Kaho (2002:186) “peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar atau mempermudah pekerjaan atau gerak aktivitas”. Dari dua pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa fasilitas atau peralatan kerja merupakan barang, benda atau alat yang dipergunakan untuk mempermudah atau memperlancar suatu aktivitas tertentu sehingga dapat mencapai tujuan yang dinginkan. Menurut Kaho (2002:186) bahwa “jenis dari fasilitas atau peralatan kerja menyangkut perangkat keras (hard ware) meliputi gedung, ruangan, peralatan perkantoran (mesin ketik/ computer, kertas, meja, kursi, lemari), alat komunikasi, alat transportasi dan sebagainya”. Ketersediaan fasilitas tersebut sangat penting dalam menunjang pelaksanaan tugas-tugas kantor. Dan menurut Kaho, (2002:187) bahwa “Fasilitas atau perlengkapan kerja dianggap baik memiliki beberapa kriteria yaitu cukup dalam jumlah, efisien, efektif serta praktis dalam dalam penggunaannya”. Fasilitas atau perlengkapan kerja dikatakan cukup dalam jumlah apabila peralatan yang tersedia
Abang Zainudin, Kajian Teroritis Mengenai Partisipasi Masyarakat 35
sebanding atau seimbang dengan volume kerja yang ada, atau sebanding dengan jumlah tenaga yang akan menggunakannya, atau sebanding dengan kebutuhan dari organisasi. Peralatan dikatakan efesien jika output yang dikeluarkan haruslah maksimal sedangkan dari sudut input haruslah minimal. Atau dapat disebutkan suatu peralatan disebut efesien apabila penggunaannya tidak membuang-buang energi dan waktu dan tepat untuk suatu tujuan. Peralatan dianggap efektif apabila penggunaannya membawa efek (akibat, pengaruh, keadaan) seperti yang diharapkan. Atau dengan perkatan lain peralatan yang efektif adalah yang tepat dan mempercepat pencapaian tujuan. Sedangkan peralatan dianggap praktis jika dalam penggunaannya mudah dan senang memakainya atau mempergunakannya. Oleh karena itu peningkatan sarana pelayanan sangat penting dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik. Fasilitas fisik dalam bentuk sarana pelayanan merupakan sumbersumber penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Menurut Edward III (dalam Winarno, 2005:137) bahwa: Seorang pelaksana mungkin mempunyai staf yang memadai, mungkin memahami apa yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan pelayanan publik yang direncanakan tidak akan berhasil. Menurut Moenir (2002:120) bahwa sarana kerja ditinjau dari segi kegunaannya (utilization) terdiri atas 3 (tiga) golongan yaitu: 1. Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagao alat produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses suatu barang menjadi barang lain yang berlainan fungsi dan gunanya; 2. Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagai alat bantu tidak langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkitkan dan menambah kenyamanan dalam pekerjaan;
3.
Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan. Adapun fungsi peralatan kantor menurut Gie (2000:256) adalah “a) mempertinggi kemampuan pegawai yang mempergunakan alatalat tersebut, b) memperkecil pengorbanan waktu, tenaga dan biaya, c) mempertinggi kualitas dan kuantitas hasil kerja, dan d) mempertinggi kelangsungan kesejahteraan kerja”. Dalam pelaksanaan pengelolaan sampah rumah tangga, maka sarana pelayanan pengelolaan sampah sangat berperan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja sehingga pelaksanaan kerja semakin efektif dan efisien dan akhirnya bermuara pada hasil kerja yang memuaskan seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan kerja. Dengan demikian adanya peningkatan sarana pengelolaan sampah rumah tangga tentunya berimplikasi pada peningkatan pelayanan yang lebih baik dari pemerintah kepada masyarakat umum pengguna jasa pelayanan publik. Penutup Dalam pengelolaan sampah rumah tangga ada tiga hal penting yang perlu di perhatikan oleh pemerintah guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membuang sampah rumah tangganya. Ketiga hal penting tersebut yaitu : pertama, perlu adanya peranserta pemerintah dalam pengelolaan nilai-nilai serta pola-pola perilaku individu masyakat sesuai dengan visi Negara dan karakter bangsa. Kedua,perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya masyarakat melalui kebijakan pemerintah yang terprogram dan terstruktur yang bersifat persuasive dalam rangka menumbuk kembangkan kepedulian dan kesadaran masyarakat pengelolaan sampah rumah tangga yang terpadu dan ramah lingkungan. Ketiga, harus ada upaya pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan standar pengelolaan sampah rumah tangga yang bersifat nasional maupun local dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
36 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 28- 37
Daftar Pustaka
Sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta: Ekonisia.
Asmawati, La Ode 2008. Partisapasi Semu Pemilih dan Mobilisasi Politik Indonesia. Senin.14 Juli 2008. jam 13.27 wb. http://www.jppr.or.id / content/view/1666/
Robbins, S.P. 2001. Prilaku Organisasi (Konsep, Konversi, Aplikasi). Jakarta: PT. Prenhalindo.
Azwar, Saifuddin. 1988. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.
Sastropoetro,R.A Santoso, 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Alumni, Bandung.
Gie, TL. 1981. Ensiklopedi Administrasi. Jakarta:Gunung Agung —————. 2000. Administrasi Perkantoran Modern. Cetakan Keenam. Yogyakarta: Liberty. Hadi, S. 1986. Moteodelogi Reseach. Jilid 1,2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Islamy, ML, 1988. Materi Pokok Kebijakan Publik. Jakarta: Karunika UT. Kaho, R. J. 2002. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Koentjaraningrat. 1982. Masalah-Masalah Pembangunan (Bimga Rampai Antropologi Terapan). Jakarta: LP3ES.
Siagian, Sondang P. 1988. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Soepr apto, Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern. Averroes Press bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Jogyakarta. Tangkilisan, H.N., 2003. Implementasi Kebijakan Publik, Transformasi Pikiran George Edwards. Yogyakarta: Lukan Ofset. Thoha, M. 2002. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Walgito, Bimo. 1994. Psikologi Sosial (Suatu Penganlar) . Andi Offset, Yogyakarta.
Martoyo, Susilo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: PT. BPFE.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: PR. RajaGrafindo Persada
Moenir, AS, 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Aksara, Jakarta.
Winar di, J, 1992. Manajemen Perilaku Organisasi. PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Ndraha,1987. Pembangunan Pedesaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. —————. 1999. Teori Budaya Organisasi, Bandung: Bidang Kajian Utama Ilmu Pemenntahan Program Magister Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Padjajaran. Pasanbu, I. L dan Simanjuntak. B, 1986. Sosiologi Pembangunan^ Bandung: Tarsito Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Racmawati, E.N. 2004. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia
Wirnarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakar ta: Media Presindo. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. —————. 1999. Teori Budaya Organisasi, Bandung: Bidang Kajian Utama Ilmu Pemenntahan Program Magister Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Padjajaran.
Abang Zainudin, Kajian Teroritis Mengenai Partisipasi Masyarakat 37
Pasanbu, I. L dan Simanjuntak. B, 1986. Sosiologi Pembangunan^ Bandung: Tarsito
bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Jogyakarta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Tangkilisan, H.N., 2003. Implementasi Kebijakan Publik, Transformasi Pikiran George Edwards. Yogyakarta: Lukan Ofset.
Racmawati, E.N. 2004. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta: Ekonisia.
Thoha, M. 2002. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Robbins, S.P. 2001. Prilaku Organisasi (Konsep, Konversi, Aplikasi). Jakarta: PT. Prenhalindo.
Walgito, Bimo. 1994. Psikologi Sosial (Suatu Penganlar) . Andi Offset, Yogyakarta.
Sastropoetro,R.A Santoso, 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Alumni, Bandung.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: PR. RajaGrafindo Persada Winar di, J, 1992. Manajemen Perilaku Organisasi. PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Siagian, Sondang P. 1988. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Soepr apto, Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern. Averroes Press
Wirnarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakar ta: Media Presindo. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
KEBIJAKAN PENEMPATAN GURU DAERAH TERPENCIL Kaja Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Sintang Email :
[email protected] Abstrak : Proses penempatan seorang guru telah dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Selain itu adanya usulan atau permintaan pegawai yang bersangkutan. Hal ini dilakukan pejabat yang berwenang dimasing-masing unit kerja, proses penempatan merupakan kegiatan memindahkan seorang guru dari satu tempat ke tempat kerja lain (kesekolah lain). Penempatan pegawai akan dapat berguna apabila telah memenuhi syarat dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan guru antara lain adanya prestasi kerja yang baik dan didukung dengan kemampuan sumber daya guru yang bersangkutan. Selain itu jumlah guru yang ada masih minim. Dengan minimnya jumlah guru yang di tempatkan di salah satu sekolah yang ada di Kecamatan Sepauk akan berdampak buruk terhadap para peserta didik, oleh karenanya diperlukan tingkat kesadaran pihak terkait untuk melakukan proses penempatan guru yang mengacu pada ketentuan dan pertimbangan yang yang baik. Selain itu tingkat koordinasi telah dilakukan dengan baik oleh Kepala Cabang Dinas Pindidikan Sepauk dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sintang. Kata Kunci : Penempatan Guru, Daerah Terpencil kesuksesan dan keberhasilan dalam setiap usaha diupayakan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya bersama keluarga. Pegawai Negeri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, berkedudukan dan memegang peranan penting, karena Pegawai Negeri adalah unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realistis serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguhsungguh, berdaya guna dan berhasil guna. Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata dan berkesinambungan antara materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelancar an penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur negara, pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan pegawai negeri.
Bentuk koordinasi yang telah dilakukan selama ini adalah koordinasi vertikal maupun horizontal. Selain itu adanya faktor eksternal merupakan pengaruh yang disebabkan oleh sistem dan prosedur dari luar lingkungan organisasi. Oleh karena itu, koordinasi sangat berpengaruh terhadap proses penentuan kebijakan yaitu faktor luar yang dapat berupa perubahan situasi, tuntutan masyarakat, perubahan sistem dan kuatnya pengaruh pihak luar dalam memberikan intervensi terhadap kebijakan. Faktor luar yang dapat mempengaruhi pola organisasi dan penentuan kebijakan dapat berupa pengaruh instansi lain, perubahan sistem administrasi dan manajemen, tuntutan pihak-pihak lain dan persaingan yang terjadi pada organisasi. Penempatan guru telah dilaksanakan oleh Dinas pendidikan Cabang berdasarkan ketentuanketentuan dan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Selain itu juga berdasarkan adanya usulan atau permintaan pegawai yang bersangkutan dan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, faktor yang mempengaruhi penempatan guru antara lain adanya prestasi kerja yang baik dan didukung oleh kemampuan sumber daya guru yang bersangkutan. Selain itu juga koordinasi telah dilakukan dengan baik oleh Cabang Dinas Pendidikan Sepauk dengan Dinas Pendidikan Kabupaten, Pada prinsipnya setiap orang selalu berusaha untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan menginginkan yang lebih baik dari sebelumnya, keinginan untuk meraih
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut diatas diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, ber sih, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat. adapun perumusan
38
Kaja, Kebijakan Penempatan Guru Daerah Terpencil 39
tentang pengertian pegawai negeri diatur dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yaitu Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, digaji berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
dan berkesinambungan antara materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelancar an penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur negara, pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan pegawai negeri.
Semestinya setiap pegawai negeri beserta keluarganya harus dapat hidup layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Agar Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu dikelola dan diurus dengan baik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yaitu : 1. Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggar aan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. 2. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan system karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Setiap Pegawai Negeri Sipil dimanapun mereka berada dan dimanapun mereka bekerja tentu selalu mendambakan kemajuan dan peningkatan dalam kehidupan kekaryaannya, artinya setiap orang ingin memiliki karier sedemikian rupa sehingga selama masa aktifnya berkarya, ia dapat menduduki jabatan dan pangkat yang lebih tinggi.
Kemajuan dalam karier seseorang tidak akan terjadi dengan sendirinya karena karier perlu direncanakan dan dikembangkan. Pengangkatan PNS dalam jabatan tentunya berdasarkan kompetensi yang dimiliki dengan filosofi “The Right Man on The Right Place/Job” yaitu mendudukan PNS yang tepat pada tempatnya atau jabatan yang tepat pula. Penataan organisasi dalam lingkup pemerintah kabupaten, termasuk penempatan PNS dalam jabatan struktural pada esensinya merupakan bagian integral dari upaya reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mewujudkan ‘good govermance’ dan ‘clean government’ di suatu pemerintahan, yang bertumpu pada reformasi organisasi, sumber daya manusia dan manajemen birokrasi. Dilihat aspek reformasi organisasi, filosofinya adalah semua jenjang dan strata organisasi pemerintah secara fundamental adalah berfungsi sebagai instrumen pelayanan publik. Dengan demikian, struktur organisasi dan ketatlaksanaannya harus didesain secara tepat agar mampu merespons dan adaptif terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks tersebut, maka desain organisasi dengan prinsip ramping struktur kaya fungsi menjadi pilihan atau alternatif saat ini, yang dianggap tepat dengan mengimplementasikan konsep penyederhanaan atau pengurangan struktur organisasi.
Pada prinsipnya setiap orang selalu berusaha untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan menginginkan yang lebih baik dari sebelumnya, keinginan untuk mer aih kesuksesan dan keberhasilan dalam setiap usaha diupayakan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya bersama keluarga. Pegawai Negeri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, berkedudukan dan memegang peranan yang penting, karena Pegawai Negeri adalah unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realistis serta dilaksanakan secara bertahap, bersungguhsungguh, berdaya guna dan berhasil guna. Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata
Dibalik penataan birokrasi di jajaran pemerintahan daerah, tentunya harus dipahami juga seseorang pejabat akan bekerja secara berdayaguna dan berhasil guna apabila mengetahui dengan jelas posisinya dalam suatu organisasi kerja. Kejelasan itu sangat penting artinya bagi setiap pejabat karena memungkinkan mengetahui peranan dan sumbangan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan kerja secara keseluruhannya. Seorang pejabat harus ditempatkan dengan posisi dan peranannya yang lebih jelas di dalam organisasi kerja. Dalam penempatan pejabat juga masih perlu diperhatikan persyaratan kesesuaian antara minat, bakat, pengetahuan, ketrampilan dan keahlian pegawai dengan jenis dan tingkat pekerjaan/jabatan yang dipercayakan kepadanya. Dengan kata lain penempatan harus berpegang kepada prinsip The Right Man on The Right Place and The Right Man on The Right Job yang artinya penempatan
40 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 38- 46
orang-orang yang tepat pada tempat dan untuk jabatan yang tepat. Dengan melakukan penempatan pejabat yang sesuai dengan prinsip tersebut di atas diharapkan akan meningkatkan kinerja pegawai sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam penempatan guru harus benarbenar berdasarkan penilaian yang objektif dan
didasarkan atas indeks prestasi yang dicapai oleh pegawai mengingat sistem pemberian mutasi dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi para pegawai negeri sipil untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Tabel 1 Komposisi Guru-Guru Pada Daerah Terpencil yang ada di Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang Tahun 2014
Nom or 1 2
Uraian
Jenis K ela min
SD N No.11 Andong Desa Pe kayau SD Sinar Kasih Desa Pekayau Jumlah
Laki-laki 1 1 2
Perempuan 1 1 2
Jumlah 2 2 4
Sumber: Kantor Dinas Pendidikan Cabang Sepauk, Tahun 2014 Berdasarkan hasil pengamatan penulis, bahwa di lingkungan Dinas Pendidikan Cabang Sepauk masih ada beberapa sekolah kekurangan guru, hal ini di sebabkan oleh proses penempatan guru-guru pada daerah terpencil kurang profesional, sehinga sekolah-sekolah yang berada di pedalaman mengalami kekurangan guru seperti pada tabel di atas bahwa jumlah guru yang mengajar di satu sekolah hanya terdapat satu (1) orang guru saja. Selain itu proses mutasi pegawai yang masih terindikasi rumit dan berbelit-belit, bahkan memerlukan biaya yang sangat besar dan memerlukan berbagai macam pertimbangan. Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan membahas hal ini menjadi sebuah objek penelitian yaitu tentang penempatan guruguru pada daerah terpencil di Kecamatan Sepauk. Menurut Nawawi, (1998 : 170).” Penempatan adalah penugasan seorang pekerja pada suatu jabatan atau unit kerja organisasi atau perusahaan.” Dengan demikian berarti penempatan merupakan langkah ketiga dari proses seleksi. Penempatan merupakan pengisian jabatan yang kosong, agar tugas pokok pada jabatan tersebut dapat dilaksanakan. Untuk itu melalui kegiatan sebelumnya harus diperoleh pekerjaan yang memiliki kemampuan sesuai dengan jabatan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Dengan kata lain calon yang ditempatkan harus memiliki kompetensi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pekerjaan dalam suatu jabatan secara efektif dan efisien. Pengorganisasian umumnya diartikan sebagai keseluruhan proses pengelompokan orangorang, alat-alat, tugas, tanggung jawab atau
wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan perumusan diatas jelas bahwa pengorganisasian merupakan langkah kearah pelaksanaan rencana yang telah disusun sebelumnya. Jadi suatu hal yang logis bahwa pengorganisasian merupakan fungsi organik kedua dari manajemen. Hasil dari pada pr oses pengorganisasian adalah suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai suatu kesatuan yang bulat. Organisasi adalah alat administrasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Karena organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan maka susunan, corak maupun ukuran setiap organisasi harus sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan dan akan dicapai dengan organisasi yang bersangkutan. Pengorganisasian dilakukan manakalah pada suatu saat terdapat suatu tujuan yang perlu dicapai. Tujuan ini dapat merupakan (a) tujuan yang berdiri sendiri; (b) tujuan yang tidak berdiri sendiri dan merupakan bagian dari pada sub tujuan; (c) tujuan baru sebagai perkembangan dari tujuan lama. Proses pengorganisasian meliputi berbagai rangkaian kegiatan yang bermula pada orientasi atau tujuan yang direncanakan dan berakhir pada saat kerangka organisasi yang dicipta terlengkapi dengan prosedur dan metode kerja, kewenangan, personalia serta peralatan yang diperlukan. Menurut Sarwoto (1991:79-83) “Proses pengorganisasian meliputi perumusan tujuan, penempatan tugas pokok, perincian kegiatan, pengelompokan kegiatan dalam fungsi-fungsi, departementasi, penempatan otoritas organisasi, staffing dan fasilitating.” Hasil proses pengorganisasian adalah suatu organisasi yang
Kaja, Kebijakan Penempatan Guru Daerah Terpencil 41
dapat digerakan sebagai suatu kesatuan yang bulat. Organisasi yang baik harus memenuhi berbagai macam persyaratan atau asas organisasi. Menurut Terr y (1986:35) mengemukakan bahwa : Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”. Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencanarencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya. Dale (dalam Handoko, 1995:33) mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatankegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. Mekanisme (aturan hukum) yang dibuat oleh pemerintah terwujud dalam bentuk UndangUndang Nomor 43 tahun 1999 tentang pokokpokok kepegawaian. Keberadaan undang-undang ini dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani dan taat hukum. Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Manajemen pegawai negeri sipil perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar dan prosedur yang seragam dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program kesejahteraan, serta pemberhentian yang merupakan unsur dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Disamping memudahkan penyelenggaraan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan
jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 yang merupakan manajemen Pegawai Negeri Sipil. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian yang merupakan manajemen pegawai negeri sipil yang ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 100 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang pengakatan pegawai negeri sipil dalam jabatan structural. Menurut Siswanto (1989:96) Prosedur penempatan pegawai merupakan suatu urutan kronologis untuk menempatkan pegawai yang tepat pada posisi yang tepat pula. Prosedur penempatan pegawai yang diambil merupakan out put pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional maupun berdasarkan pertimbangan obyektif ilmiah. Pertimbangan rasional merupakan output pengambilan keputusan yang didasarkan atas fakta, keterangan dan data yang dianggap representatif maksudnya pengambilan keputusan dalam penempatan pegawai tersebut atas dasar hasil seleksi yang telah dilakukan manajer personalia. Menurut Schuler dan Jackson (1997:276) bahwa penempatan pegawai berkaitan dengan pencocokan eseorang dengan jabatan yang dipegangnya berdasarkan pada kebutuhan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan kepribadian pegawai tersebut, sedangkan menurut Bernardin dan Russel (1993:34) faktor yang penting dalam kesejahteraan kinerja adalah “tuntutan pekerjaan. Ketidak cocokan antara kepentingan pada gilirannya akan mengakibatkan menurunnya semangat kerja pegawai dalam bekerja”. Menurut Hasibuan (2001:179) berpendapat bahwa penempatan adalah kegiatan untuk menempatkan orang-orang yang telah lulus seleksi pada jabatan tertentu sesuai dengan uraian pekerjaan dan klasifikasi-klasifikasi jabatan pekerjaan. Proses pemberian tugas dan pekerjaan, kepada tenaga kerja yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan secara kontinuitas dengan wewenang dan tanggung jawab sebesar porsi dan komposisi yang ditetapkan, serta mampu mempertanggung jawabkan segala resiko dan kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang, dan tanggung jawab tersebut (Siswanto 1989:88). Selanjutnya Faustino (2000:117) berpendapat bahwa penempatan pegawai
42 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 38- 46
merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen sumber daya manusia, tepat tidaknya seseorang ditempatkan pada suatu posisi tertentu tergantung pada posisi penempatan ini. Jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka akan dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan tujuan organisasi. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penempatan pegawai merupakan suatu usaha untuk menyalurkan kemampuan pegawai sebaik-baiknya dengan jalan menempatkan pegawai pada posisi atau jabatan yang paling sesuai untuk memperoleh prestasi kerja yang optimal Penempatan pegawai adalah hal yang penting sehingga harus dilakukan dengan tepat, pada posisi yang tepat dan dirancang untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesarbesarnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Sistem penempatan pegawai harus dirancang sedemikian rupa dimana komponen ketenaga kerjaan harus diatur dalam beberapa perpaduan atau kombinasi guna mencapai tujuan yang diharapkan. Intruksi secara rinci harus dipersiapkan untuk menggambarkan tugas, pekerjaan, tanggung jawab yang akan menjadi beban pegawai yang akan ditetapkan Siswanto (1989:95) berpendapat sebelum organisasi melakukan penempatan terhadap para pegawai maka hendaknya terlebih dahulu dibuat suatu rencana penempatan pegawai. Rencana tersebut meliputi ber apa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, kemana tenaga kerja akan ditempatkan, syarat jabatan apa yang harus dipenuhi oleh pegawai yang bersangkutan untuk dapat menempati posisi tersebut. Setelah rencana tersebut maka input yang berupa calon tenaga kerja dan informasi lain yang mendukung diolah melalui alat pengolah yang berupa seleksi, tes-tes yang berkenaan dengan kesesuaian pengetahuan, dan kemampuan keterampilan, serta pengalaman yang dimiliki si calon dengan posisi penempatan yang telah direncanakan. Setelah semua selesai maka akan diperoleh suatu output yaitu berupa keputusan penempatan pegawai pada posisi yang telah ditentukan. Penempatan pegawai bukan hanya diperuntukkan bagi mereka yang baru asuk menjadi pegawai tetapi juga pegawai lama dalam posisi dan jabatan aru. Sebagaimana hanya para pegawai baru, pegawai juga dapat direkrut ntuk suatu jabatan baru, untuk menempati posisi yang baru para pegawai yang irekrut secara internal ini biasanya akan menjalani program pengenalan sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan melakukan pekerjaan baru.
METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan keadaan subjek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak atau sebagaimana adanya. Penelitian ini melukiskan atau menggambarkan Penempatan guru-guru terpencil di Kecamatan Sepauk. Menurut Nawawi (2003: 63) “Metode deskriptif adalah sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai adanya”. Subjek Penelitian ini adalah : Kepala Dinas Cabang Pendidikan Kecamatan Sepauk, Kepala Bagian Kepegawian Dinas Pendidikan Cabang Sepauk, Kepala-Kepala Sekolah pada daerah terpencil yang ada di Kecamatan Sepauk, Guru Sekolah Dasar Negeri Terpencil yang ada di Kecamatan Sepauk. Alasan dalam pemilihan subjek penelitian adalah yang bersangkutan mengerti, mengetahui dan memahami proses penempatan pegawai dilingkungan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Sepauk, sehingga memudahkan untuk mendapatkan data dan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Teknik wawancara, teknik Observasi, Studi Dokumentasi. Setelah keseluruhan data yang diperlukan terkumpul, maka pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif. Teknik analisis kualitatif yaitu setelah seluruh data terkumpul baik data primer maupun data sekunder, maka data tersebut dituangkan dalam pernyataan-pernyataan, kalimatkalimat atau ungkapan-ungkapan berupa naratif, yang pada akhirnya dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Selanjutnya akan ditarik suatu kesimpulan sebagai akhir dari analisis data Lokasi penelitian ini adalah di Dinas Cabang Pendidikan Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kecamatan Sepauk merupakan salah satu dari 14 Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sintang dan terletak dibagian timur Kabupaten Sintang. Untuk sampai di Kecamatan ini dapat ditempuh dari Ibu Kota Kabupaten dengan jarak 52 KM dengan menggunakan sarana transportasi darat dan air. Kecamatan Sepauk memiliki luas wilayah yaitu sekitar 2.115 km2 atau 7,88 prosen dari luas wilayah Kabupaten Sintang.
Kaja, Kebijakan Penempatan Guru Daerah Terpencil 43
Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan/atau kota berdasarkan undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Camat adalah perangkat daerah kabupaten kota bukan sebagai kepala wilayah. Kecamatan bukan wilayah administrasi pemerintahan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tetapi merupakan wilayah kerja. Dengan wilayahnya terdiri dari tanah datar yang berjenis posdolit dan latosal. Hanya saja data secara rinci untuk setiap desa masih belum dapat di tampilkan karena data tersebut belum tersedia. Kecamatan Sepauk memiliki potensi alam yang dapat dijadikan objek wisata namun hingga saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi alam tersebut adalah bukit dan air terjun. Secara administratif, Kecamatan Sepauk terdiri dari 24 Desa dengan jumlah penduduk 50.777 jiwa yang terdiri dari laki-laki 26.015 jiwa dan perempuan 24.762 jiwa. Kecamatan Sepauk telah memiliki batas-batas wilayah yang jelas sebagai berikut: Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tempunak, Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sekadau, Sebelah Selatan berbatasan dengan Ketapang dan Kabupaten Melawi, Sebelah Utar a berbatasan dengan Kecamatan Ketungau Hulu. Kecamatan Sepauk merupakan bagian integral dari wilayah administratif Kabupaten Sintang termasuk iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Hal ini disebabkan letak wilayah Kabupaten Sintang yang termasuk dalam Propinsi Kalimantan Barat yang tepat dilalui oleh garis khatulistiwa. Kecamatan Sepauk merupakan salah satu organisasi yang melaksanakan fungsi manajemen dalam rangka penempatan guru-gur u daerah terpencil. Kecamatan Sepauk kurang memiliki fasilitas yang memadai yakni belum lengkapnya fasilitas kerja terutama dalam proses penempatan guru-guru, sehingga Camat mengalami kesulitan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan terutama dalam pelayanan terhadap masyarakat baik dalam hal membina, membimbing, menggerakan, mengarahkan dan melakukan pengorganisasian terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan di wilayah Pemerintahan Kecamatan Sepauk. Kantor Cabang Dinas Pendidikan Sepauk merupakan salah satu instansi pemerintah yang ada di wilayah Kabupaten Sintang. Kantor Cabang Dinas Pendidikan Sepauk memiliki luas wilayah yaitu sekitar 25 x 56 m. Dengan halaman yang cukup luas dan tercatat untuk lahan parkir. Kantor Cabang Dinas Pendidikan Sepauk terdiri dari sub seksi yang masing-masing memiliki
fungsi terhadap bererapa bagian pelayanan, baik internal maupun eksternal. Kantor Cabang Dinas Pendidikan Sepauk merupakan salah satu unit kerja yang melaksanakan fungsi pendidikan dalam rangka meningkatkan kinerja para guru. Kantor Cabang Dinas Pendidikan Sepauk memiliki fasilitas yang kurang memadai terutama dalam pelaksanan tugas Pemerintahan, sehingga Cabang Dinas Pendidikan Sepauk mengalami kesulitan untuk melaksanakan tugastugas kependidikan terutama dalam pelayanan terhadap masyarakat. Dalam meningkatkan kinerja guru Cabang Dinas Pendidikan Sepauk mengacu pada Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2005 tentang Aturan Dispilin Kepegawaian. Penempatan seorang guru telah dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan telah memnuhi syarat-syar at kepangkatan dan berdasarkan permintaan pegawai yang bersangkutan. Hal ini dilakukan pejabat yang berwenang dimasing-masing unit kerja, selain itu proses penempatan guru-guru yang mengajar di salah satu sekolah yang ada Kecamatan Sepauk merupakan salah satu upaya Dinas pendidikan untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar di setiap sekolah yang kekurangan guru. Selain itu memindahkan guru dari satu tempat ke tempat kerja baru juga salah satu upaya melakukan penyegaran kepada guru-guru yang mengajar di lingkungan Cabang Dinas Pendidikan. Penempatan guru-guru yang dilakukan selama ini sudah mengacu pada ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian sangat penting untuk meningkatkan kualitas guru yang bersangkutan Penempatan seorang pegawai sebagai suatu perubahan posisi jabatan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal di dalam satu organisai. Penempatan guru sudah dilakukan oleh Cabang Dinas Pendidikan Sepauk, namun demikian masih ada beberapa sekolah yang masih kekurangan Guru seperti Sekolah Dasar Sinarkasih yang memiliki 2 (dua) orang guru saja yang berstatus pegawai negeri sipil, mereka yang PNS terdiri dari Kelapa Sekolah yang memiliki pangkat atau golongan III/c dan yang satunya lagi seorang guru umum dengan pangkat III/d. selain itu SDN No.11 Andong yang juga hanya memiliki 2 (dua) orang guru yang berstatus pegawai negeri sipil, sementara lainnya hanya guru yang berstatus Guru Tidak Tetap (GTT). Dengan minimnya para tenaga pendidik seperti yang dialami oleh beberapa sekolah yang ada di Kecamatan Sepauk akan berdampak pada proses belajar mengajar.
44 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 38- 46
Pelaksanaan penempatan pegawai mempunyai banyak manfaat dan tujuan yang sangat berpengaruh kepada kemampuan dan kemauan kerja pegawai yang mengakibatkan suatu keuntungan bagi dinas itu sendiri. Mutasi pegawai ini merupakan salah satu metode dalam program pengembangan manajemen yang berfungsi untuk meningkatkan efektivitas manajer secara keseluruhan dalam pekerjaan dan jabatannya dengan memperluas pengalaman dan membiasakan dengan berbagai aspek. Kebijakan untuk melakukan penempatan merupakan sesuatu yang sangat normatif. Dalam urusan mutasi, kebijakan kepala daerah dalam melakukan mutasi disadari sebagai sesuatu yang mutlak dilakukan. Jika mutasi tidak dilakukan maka ada sesuatu yang tidak beres dalam mengelola daerah. Mutasi memang peristiwa yang unik dilingkungan PNS. Dipihak yang merasa nyaman dengan jabatan dan lingkungan kerjanya, mutasi adalah sebuah siksaan. Pada peristiwa yang sama, bagi sejumlah PNS, mutasi merupakan berkah. Penyebabnya bisa karena bosan dengan suasana kerja maupun ambisi untuk mendapat tantangan baru atau jabatan baru. Prinsip penempatan pegawai akan dapat berguna apabila dikelola dengan baik dan dirancang dengan hati-hati, dalam arti bahwa pengelolaan penempatan pegawai akan dapat berfungsi dengan baik apabila dikelola sesuai dengan mekanisme yang benar pula. Penempatan merupakan penugasan seorang guru merupakan langkah selanjutnya dari proses seleksi agar tugas pokok pada jabatan tersebut dapat dilaksanakan. Untuk itu melalui kegiatan sebelumnya harus diperoleh pekerjaan yang memiliki kemampuan sesuai dengan jabatan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Dengan kata lain calon yang ditempatkan harus memiliki kompetensi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pekerjaan dalam suatu jabatan secara efektif dan efisien. Prinsip penempatan guru harus mengacu pada data pegawai yang akan digunakan dalam proses penempatan yang berhubungan dengan kepegawaian misalnya studi kelayakan, roling staf, promosi dan hasil dari kebijakan langsung bahwa adanya kejelasan dalam perencanaan penempatan pegawai secara jelas dapat membantu dalam menjernihkan proses pengumpulan data, yaitu mengidentifikasi berapa banyak data yang perlu dikumpulkan, dan dari mana data tersebut berasal, berapa lama dibutuhkan untuk mengumpulkan data tersebut. Selain itu mengidentifikasi mengenai datadata sekolah yang mengalami kekurangan guru di lingkungan Cabang Dinas Pendidikan Kecamtan Sepauk.
Penempatan guru sudah dilakukan oleh Cabang Dinas Pendidikan Sepauk, namun demikian masih ada bebrapa sekolah yang masih kekurangan Guru seperti Sekolah Dasar Sinarkasih yang memiliki 2 (dua) orang guru saja, SDN No.11 Andong yang hanya memiliki 2 (dua) orang guru yang berstatus pegawai negeri sipil, sementara lainnya hanya guru yang bersatatus guru honor. Dengan minimnya para tenaga pendidik seperti yang dialami oleh beberapa sekolah yang ada di Kecamatan Sepauk akan berdampak yang negatif dalam bagi kegiatan belajar mengajar. Sedangkan landasan hukum pelaksanaan mutasi, pengangkatan dan pemberhentian pegawai negeri sipil adalah Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Tentang wewenang pengangkatan, pemindahan, pemberhentian pegawai negeri sipil, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96, Tahun 2000. Kedua peraturan perundangundangan tersebut di atas merupakan pedoman pelaksanaan mutasi kepegawaian di setiap instansi pemerintah umum dan daerah. Dari sudut perusahaan, maka unsur pertama yang harus diketahui adalah unsur place nya, sebab perusahaan sebagai organisasi adalah wadah tempat manusia bekerja. Tempat bekerja ini seringkali secara lebih spesifik disebut sebagai jabatan. Seringkali timbul kesalahpahaman tentang pengertian jabatan ini. Jabatan kadang-kadang diartikan sebagai posisi atau pekerjaan, tanpa penjelasan lebih jauh. Kinerja guru yang mengajar di beberapa sekolah Dasar seperti yang ada di sekolah SDN No.11 Andong dan SD Sinar Kasih sudah baik, karena dengan semakin baiknya kinerja, maka dapat dijadikan standar dalam memberikan penilaian terhadap kemajuan yang dicapai oleh suatu sekolah, baik swasta maupun negeri. Untuk mendapatkan atau memperoleh prestasi kerja yang diharapkan, sekolah harus mampu membangkitkan semangat bahwa sekolah harus dapat mencapai suatu prestasi yang diharapkan. Tidak berlebihan jika prestasi kerja dipengaruhi oleh latihan yang pernah didapat para guru dan dilaksanakan secara efektif dan berkelajutan oleh Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Sepauk. Prestasi kerja guru juga dapat dipengaruhi oleh faktor diri pribadi pegawai, organisasi tempat kerja, lingkungan tempat kerja serta perlengkapan kerja. Jelaslah bagi kita bahwa kemampuan seseorang merupakan hasil dari pengetahuan dari keterampilan yang dimilikinya. Dan kemampuan ini tidak akan bermanfaat bila tidak disertai dengan motivasi yang ada dalam diri pegawai yang bersangkutan dan didukung pula oleh iklim organisasi tempat kerja dan perlengkapan kerja itu sendiri. Karena mustahil akan berhasil dengan
Kaja, Kebijakan Penempatan Guru Daerah Terpencil 45
baik tanpa didukung oleh kondisi dan perlengkapan yang memadai. Untuk meningkatkan pengetahuan guna mencapai prestasi kerja dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Oleh sebab itu tanpa dilandasi oleh prestasi kerja yang optimum, maka tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan tidak akan berhasil dengan baik. Pelaksanaan pemberian motivasi merupakan upaya mencapai prestasi kerja yang optimal mungkin melalui berbagai teknik dan metode. Selain itu prestasi kerja guru yang optimal sangat diharapkan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan pendidikan. Selain itu prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya. Dapat melaksanakan tugas sebagai seorang guru minimal harus menguasai silabus dan GBPP serta petunjuk pelaksanaannya. Hal ini dimaksud agar seorang guru memahami tujuan yang hendak dicapai, alokasi waktu untuk setiap bahan pelajaran dan alat ser ta sumber belajar yang akan digunakan.Terampil menyusun program pengajaran. Hal ini dimaksud agar seorang guru terampil dalam mengemas dan menyusun serta merumuskan bahan pelajaran ke dalam satuan pembelajaran. Terampil melaksanakan proses belajar mengajar. Meliputi dalam hal metode, strategi, pendekatan, kiat, seni mengajar, memilih dan menetapkan sumber belajar yang tepat serta menggunakan media pelajaran. Dan Terampil dalam menilai hasil belajar siswa, yaitu mengevaluasi sejauh mana apa yang telah disampaikan kepada peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Selain itu Camat, Kapolsek, koramil dan Komite Sekolah dalam proses penempatan guruguru. Selain itu koordinasi merupakan suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Selain itu koordinasi yang telah dilakukan sebenarnya adanya keselarasan dalam kesatuan tindakan, kesatuan usaha, penyesuaian antar bagian, keseimbangan antarbagian maupun sinkronisasi semuanya dilakukan secara baik dan benar dalam melakukan penempatan guru-guru di setiap sekolah yang ada di Kecamatan Sepauk dari tahun ke tahun. Koordinasi tentang penempatan guru-guru merupakan kewenangan Dinas Pendidikan Kabupaten untuk menempatkan para guru yang mengajar di sekolah yang ada di Kecamatan Sepauk. Dinas Cabang hanya sebatas mengusulkan data-data sekolah yang kekurangan
guru. Penempatan guru sudah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada, karena tingkat koordinasi Dinas pendidikan, baik Kabupaten maupun Dinas Cabang bersama dengan pemerintah Kecamatan serta pemerintah Desa setempat dapat berjalan dengan lancar sehingga terjalin kerjasama, kemitraan dan lintas sektor antar SKPD terkait dengan pelaku-pelaku baik di Kecamatan maupun Kabupaten guna mengetahui mekanisme penempatan guru-guru di masingmasing Daerah. Selain koodinasi yang baik dengan pihak-pihak terkait, maka proses pelayanan pendidikan kepada masyarakat di Kecamatan Sepauk juga berjalan dengan baik. Koordinasi Dinas Pendidikan Cabang dalam penempatan guru-gur u merupakan penyesuaian diri dari bagian-bagian satu sama lain, dan gerakan serta pengerjaan bagian-bagian pada saat yang tepat sehingga masing-masing dapat memberikan sumbangan yang maksimum pada hasil secara keseluruhan. Suatu kelangsungan, keharmonisan mencapai tujuan, yang dapat dicapai melalui kepemimpinan, organisasi, dan administrasi. Penyusunan usaha-usaha kelompok di dalam suatu kelangsungan dan keteraturan sikap sehingga menciptakan kesatuan tindakan dalam mengusahakan tercapainya tujuan bersama. Koordinasi merupakan suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Selain itu koordinasi Cabang Dinas Pendidikan dan Kecamatan dapat mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masingmasing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota masyarakat itu sendiri. Koordinasi merupakan suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kerja sama secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa, penempatan guruguru telah dilaksanakan oleh Dinas pendidikan Cabang berdasarkan ketentuan-ketentuan dan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Selain itu juga berdasarkan adanya usulan atau permintaan pegawai yang bersangkutan. Hal ini dilakukan pejabat yang berwenang dimasing-masing unit kerja, proses penempatan guru merupakan kegiatan
46 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 38- 46
memindahkan tenaga kerja dari satu tempat tenaga kerja ke tempat kerja lain. Penempatan pegawai akan dapat berguna apabila telah memenuhi syarat dengan baik. Selain proses penempatan ada juga prinsip-prinsip yang harus di lakukan oleh para pengambil kebijakan terutama Dinas Pendidikan dalam penempatan guru di setiap sekolah antara lain harus memenuhi persyaratan yaitu telah mengikuti proses seleksi dan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang guru. Faktor yang mempengaruhi penempatan guru antara lain adanya prestasi kerja yang baik dan didukung oleh kemampuan sumber daya guru yang bersangkutan. Selain itu jumlah guru yang ada di daerah terpencil, khususnya Kecamatan Sepauk masih minim. Dengan minimnya pemempatan jumlah guru yang mengajar di salah satu sekolah yang ada di Kecamatan Sepauk akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan kegiatan belajar para peserta didik, oleh karenanya diperlukan tingkat kesadaran pihak-pihak yang terkait untuk melakukan proses penempatan guru yang mengacu pada ketentuan dan pertimbangan
yang baik dan frofesional. Selain itu juga koordinasi telah dilakukan dengan baik oleh Kepala Cabang Dinas Pindidikan Sepauk dengan Dinas Pendidikan Kabupaten. Dengan adanya koordinasi dari Cabang Dinas Pendidikan, baik koordinasi vertikal maupun koordinasi horizontal. Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut : Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Sepauk agar lebih selektif dan objektif dalam menempatkan guru-guru pada daerah terpencil, sehingga kebutuhan guru-guru pada daerah terpencil dapat terpenuhi. Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamtan Sepauk agar dapat memperhatikan guruguru yang memiliki prestasi dan sumber daya yang baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para guru agar dapat melanjukan pendidikan. Selain itu perlu ditingkatkan fungsi koordinasi pimpinan Kepala Cabang dengan berbagai pihak dalam mendukung proses penempatan guru-guru pada daerah terpencil secara merata, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA Handoko Hani. T. 1995. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. Handoko Hani. T. 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Siswanto. 1989. Manajemen Tenaga Kerja. Sinar Baru. Bandung _______. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Terry, G.R. 1986. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Peraturan Perundangan :
Hasibuan, M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. ________. 2001. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah.. Cetakan Keenam. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi, H. 1998. Administrasi Personel Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit CV H a j i Masagung. _______, 2003. Metode Penelitian di Bidang Sosial. Cet. 9. Yogyakarta : Gajahmada University Press. Sarwoto. 1991. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Keputusan Bupati Sintang Nomor 362 tahun 2000 Tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Perangkat Daerah. Tidak di terbitkan. Undang- Undang Nomor. 43 Tahun 1999. Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Tidak diterbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MENGAWASI PELAKSANAAN PERATURAN DESA Yuliana.F. Lilistian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Email:
[email protected] Abstrak: Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga perwakilan masyarakat di desa, yang merupakan mitra sejajar pemerintah desa di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Badan Permusyawaratan Desa untuk setiap kabupaten diatur berdasarkan peraturan daerah yang diterbitkan oleh Bupati selaku kepala daerah.. Penyelenggara pemerintah desa akan tersusun dan semakin terarah lebih baik bahkan lebih maju apabila di berbagai lapisan masyarakat desa menunjukan kesadarannya terhadap pemerintah desa yang di dampingi oleh Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa sudah melakukan standarisasi pengawasan yang merupakan bentuk pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Dalam meningkatkan disiplin kerja hendaknya dibarengi dengan insentif yang memadai, sehingga kebutuhan anggota BPD bisa terpenuhi. Kata Kunci : Peran, Pengawasan, Pelaksanaan, Peraturan Desa Desa memiliki potensi yang sangat strategis, sehingga diperlukan adanya perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi daerah. Indikasi keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan otonomi desa. Pemerintah Desa dalam menjalankan pemerintahannya yang merupakan subsistem dari penyelenggaraan pemerintah, memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan perkembangan pemerintahan. Sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya Badan Permusyawaratan Desa Sungai Ringin telah membuat Peraturan Desa dengan persetujuan bersama Kepala Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa berdasarkan bantuan Pemerintah Kabupaten yang disalurkan dalam dana alokasi desa di Kabupaten Sekadau. Alokasi dana desa yang sumber dananya dari bagian dana perimbangan pusat dan daerah dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga masyarakat merasa terwakili kepentingannya untuk mencapai pemerintah desa yang lebih bersih dari unsur-unsur Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan barada di Kabupaten atau Kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa melalui pemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedangkan desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan desa itu sendiri. Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman desa. Pada penyelenggaraan Pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki 47
48 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 47- 55
Desa, dan keputusan Kepala Desa. Sebagai lembaga fungsi pengawasan diharapkan BPD dapat membantu Perangkat Pemerintahan Desa untuk melaksanakan kinerja dengan baik. Menurut Hasibuan (2006:241) mengatakan bahwa : Pengawasan berkaitan erat sekali dengan fungsi perencanaan dan kedua fungsi ini merupakan hal yang saling mengisi, karena : 1). pengawasan harus terlebih dahulu direncanakan; 2) pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana; 3) pelaksanaan rencana akan baik, jika pengawasan dilakukan dengan baik; 4) tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan ini sangat menentukan baik atau buruknya pelaksanaan suatu rencana. Pengawasan (Controlling) merupakan salah satu dari 4 fungsi Manajemen, POAC (Planning, Actuating, Organization, and Controlling). Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses manajemen, karena itu harus dilakukan sebaik-baiknya. Selanjutnya, berkaitan dengan penger tian pengawasan, Handoko (2003:360) menyatakan bahwa : “Pengawasan dapat diedefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara membuat kegiatan sesuai dengan yang direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara perencanaan dan pengawasan”. Seperti terlihat dalam kenyataan, langkah awal proses pengawasan adalah sebenarnya langkah perencanaan, penetapan tujuan, standar atau sasaran pelaksanaan suatu kegiatan. Pengawasan bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan, tetapi berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta memperbaikinya jika terdapat kesalahan-kesalahan. Menurut Robert J. Mockler (dalam Handoko, 2003:360) menyatakan bahwa : Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuantujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpanganpenyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi” Pengawasan anggaran dapat diketahui, apakah hasil yang diharapkan dari penerimaan atau pengeluaran itu sesuai dengan yang diinginkan atau tidak. Hal ini dapat diketahui dengan cara
membandingkan anggaran, karena dalam anggaran telah ditetapkan jumlah penerimaan, jumlah pengeluaran dan hasil yang akan diperoleh untuk masa yang akan datang. Apabila, tidak sesuai dengan anggaran, baik penerimaan atau pengeluaran maupun hasil yang diperoleh maka organisasi ini tidak efektif karena terdapat penyimpangan dan kepala organisasi tersebut harus segera mengadakan perbaikan. Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar pelaksaanaan. Menurut Handoko (2003:363) standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar. Penetapan standar adalah sia – sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, perlu adanya pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat diterangkan kepada karyawan. Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan dengan proses yang berulang-ulang dan terus menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan (Handoko, 2003:364) yaitu : 1) pengamatan (observasi); 2) laporan-laporan baik llisan dan tertulis; 3) metoda-metoda otomatis dan 4) inspeksi, pengujian (test), atau dengan pengambilan sampel. Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atas standar yang telah ditetapkan. Walaupun tahap ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterprestasikan adanya penyimpangan. Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi menurut Handoko (2003:365) mungkin berupa : 1) mengubah standar mula-mula, barangkali terlalu tinggi atau terlalu rendah; 2) mengubah pengukuran pelaksanaan, inspeksi terlalu sering frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran itu sendiri; 3) mengubah cara dalam menganalisa dan menginter prestasikan penyimpangan-penyimpangan. Ada berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi (Handoko 2003:366) yaitu : 1. Perubahan lingkungan organisasi. Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus menerus dan tidak dapat dihindari. Melalui fungsi pengawasan manajemen mendeteksi perubahan-perubahan yang berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi organisasi, sehingga
Yuliana.F. Lilistian, Peran Badan Permusyawaratan Desa 49
mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan oleh perubahan-perubahan yang terjadi. 2. Peningkatan kompleksitas organisasi. Semakin besar organisasi semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Sekarang saja banyak organisasi yang bersifat desentralisasi, dengann banyak organisasiorganisasi cabang atau fasilitas sarana prasarana yang tersebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efektif dan efisien. 3. Kesalahan-kesalahan. Bila para pegawai tidak pernah membuat kesalahan, manajemen dapat secar a sederhana melakukan fungsi pengawasan tetapi kebanyakan kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang. 4. Mendelegasikan wewenang. Bila manajemen mendelegasikan wewenangnya kepada para pegawainya, tanggung jawab tidak akan berkurang. Satu-satunya cara manajemen dapat menentukan apakah pegawai telah melakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya dengan mengimplementasikan sistem pengawasan. Tanpa sistem tersebut, pihak manajemen tidak dapat memeriksa pelaksanaan tugas pegawai.
Ketersediaan sumber daya yang memadai dan potensial merupakan faktor yang signifikan dalam pengawasan kinerja Pemerintah Desa yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa. Handoko (2003:04) menyatakan bahwa manajemen berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. Menurut Sedarmayanti (2007:13) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktek menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian. Tujuan manajemen sumber daya manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang.
Ada banyak alasan untuk menentukan penyebab kegagalan suatu organisasi atau keberhasilan organisasi lainnya. Tetapi, masalah yang selalu berulang dalam semua organisasi yang gagal adalah tidak atau kurangnya pengawasan yang memadai. Pengawasan sebenarnya mengandung arti penjagaan stabilitas dan equilibrium. Untuk mencapai keseimbangan, bagaimanapun juga manajemen harus selalu merubah apa yang dikerjakannnya atau merubah standar yang digunakan sekarang untuk mengukur pelaksanaan. Dan, teknik-teknik atau metodemetode pengawasan hendaknya digunakan secara simultan, tidak berdiri sendiri-sendiri. Menurut Handoko (2003:375) “metode pengawasan terdiri atas dua kelompok, yaitu metode bukan kuantitatif dan metode kuantitatif”. Metode pengawasan non kuantitatif adalah metode pengawasan yang digunakan manajemen dalam pelaksanaan fungsifungsi manajemen. Pada umumnya hal ini mengawasi keseluruhan performance organisasi, dan juga sebagian besar mengawasi sikap dan performance para karyawan. Teknik-teknik yang sering digunakan meliputi : 1) pengamatan; 2) inspeksi teratur dan langsung; 3) pelaporan lisan dan tertulis; 4) evaluasi pelaksanaan; 5) diskusi antara manajer dan bawahan tentang pelaksanaan suatu kegiatan.
Sistem manajemen sumber daya manusia dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan mempergunakan kesempatan untuk peluang baru. Secara khusus, manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk : 1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan pegawai cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi, seperti yang diperlukan. 2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka. 3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti; sistem kompensasi dan insentif yang tergantung kepada kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait ‘hubungan bisnis’. 4. Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa pegawai adalah pihak yang terkait dalam organisasi bernilai dan membantu mengembangkan iklim kerja sama dan kepercayaan bersama. 5. Menciptakan iklim, dimana hubungan yang produktif dan harmonis dapat dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan pegawai.
50 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 47- 55
6.
Mengembangkan lingkungan, dimana kerjasama tim dan fleksibilitas dapat berkembang. 7. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan kebutuhan pihak terkait (pemilik, lembaga atau wakil pemerintah, manajemen, pegawai dan masyarakat luas). 8. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan apa yang mereka lakukan dan mereka capai. 9. Mengelola pegawai yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja dan aspirasi. 10. Memastikan bahwa kesamaan tersedia untuk semua. 11. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola pegawai yang didasarkan pada perhatian untuk pegawai, keadilan dan transportasi. 12. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental pegawai. Pengembangan sumber daya manusia merupakan bagian integral dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan merupakan titik sentral pembangunan nasional, khususnya pembangunan desa. SDM yang berkualitas, berpengetahuan, menguasai teknologi dan informasi merupakan kunci sukses otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan dipandang sebagai komponen yang paling menentukan dalam proses peningkatan kinerja pemerintahan desa. Pemerintah dikatakan sebagai salah satu wujud organisasi yang bersifat dinamis. Siagian (2000:138141) mendefinisikan organisasi sebagai berikut : Organisasi adalah setiap bentuk perserikatan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk tujuan bersama dan terikat secara formal dalam persekutuan mana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok orang lain yang disebut bawahan. Pada era otonomi daerah sekarang pelaksanaan uraian tugas dilihat dalam tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja antar instansi pemerintah perlu disusun dengan baik agar pencapaian kerja tidak membingungkan, cepat, tepat dan akurat. Tata kerja adalah cara-cara pelaksanaan kerja yang seefisien mungkin atas suatu tugas dengan mengingat segi tujuan, peralatan, fasilitas, tenaga kerja, waktu, ruang dan biaya yang tersedia. Prosedur kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain sehingga menunjukkan adanya suatu urutan tahapan secara jelas dan pasti serta jalan yang ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu bidang tugas. Sistem
kerja adalah rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang kemudian membentuk suatu kebulatan pola kerja dalam rangka melaksanakan suatu bidang pekerjaan. Menurut Triguno (2002:23) manfaat dari tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja sebagai berikut : a. Tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja penting artinya sebagai pola kerja yang merupakan penjabaran tujuan, sasaran, program kerja, fungsi dan kebijaksanaan kedalam kegiatan pelaksanaan yang nyata. b. Melalui tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja yang dibuat dengan tepat, dapat dilakukan standarisasi dan pengendalian kerja dengan tepat. c. Tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja bermanfaat bagi para pelaksana maupun semua pihak yang berkepentingan. Selanjutnya, dikatakan Triguno (2002:24) asas-asas penyusunan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja adalah : 1. Harus dinyatakan tertulis dan disusun secara sistematis dan dituangkan dalam bentuk manual atau pedoman kerja pelaksanaannya. 2. Harus dikomunikasikan/diinformasikan secara sistematis kepada semua petugas/pihak yang berkepentingan. 3. Harus selaras dengan kebijakan pimpinan yang berlaku dengan kebijakan umum yang ditentukan pada tingkat yang lebih tinggi. 4. Harus dapat mendorong pelaksanaan kegiatan secara eefektif, efisien dan ekonomis serta menciptakan jaminan yang memadai bagi tercapainya sumber-sumber yang berada di bawah pengendalian organisasi. 5. Secara periodik harus ditinjau dan dievaluasi kembali serta bila perlu direvisi dan disesuaikan dengan keadaan. Meningkatnya desentralisasi menyebabkan organisasi semakin efektif karena desentralisasi memberikan otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar sampai pada hirarki organisasi yang paling bawah, sehingga organisasi lebih efektif mengorganisir sumber daya manusianya. Desentralisasi juga dapat menimbulkan kepuasan kerja dan komitmen yang lebih tinggi dalam pelaksanaan suatu keputusan. Organisasi perlu mengkoordinasikan berbagai aktivitas dari para anggotanya. Pekerja pada tingkat bawah dalam melaksanakan tugasnya harus sejalan dengan tujuan organisasi secara keseluruhan, dan manajer pada tingkat atas dalam
Yuliana.F. Lilistian, Peran Badan Permusyawaratan Desa 51
organisasi perlu mengetahui pelaksanaan aktivitas dari orang-orang pada tingkat bawah dalam organisasi. Organisasi menggunakan beraneka ragam mekanisme integrasi untuk menghasilkan koordinasi. Gitosudarmo dan Sudita (2000:273) menyatakan tiga metode untuk melakukan koordinasi, yaitu : 1. Standarisasi proses kerja. Tugas-tugas yang bersifat rutin dapat dikoordinasikan dengan prosedur standar operasi. 2. Standarisasi hasil. Ketika produk harus diproduksi sesuai dengan spesifikasi, maka spesifikasi tersebut dapat dipergunakan sebagai landasan untuk melakukan koordinasi aktivitas. 3. Standarisasi keahlian. Tingkat keahlian yang tinggi melalui pelatihan yang dilakukan terhadap karyawan dapat mengkoordinasikan aktivitasnya melalui pelaksanaan dari teknik pelatihan yang telah diperolehnya. METODE Pendekatan Penelitian dipilih dengan mempertimbangkan keserasian dengan objek yang diteliti. Setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan jenis data, setelah itu dilakukan penyederhanaan data, pengolahan data dan baru kemudian ditarik kesimpulan akhir. Memperhatikan masalah pokok dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ber sifat memberikan pendekatan kualitatif secara menyeluruh yang bertujuan untuk mencari informasi yang aktual sesuai dengan fakta yang terperinci tentang Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mengawasi Pelaksanaan Peraturan Desa di Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir, maka jenis penelitian yang sesuai untuk dipergunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya, apa yang dipaparkan berupa penyajian pembahasan sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada saat penelitian dilakukan, kemudian dianalisis sehingga hasil penelitian ini hanya berlaku pada daerah penelitian saja. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer karena mengambil data langsung dari sumber yang bersangkutan dan digunakan untuk kepentingan penulis untuk melakukan penelitian. Penulis menemui Perangkat Desa yang terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Staf Pegawai serta Pengurus Badan Permusyaratan Desa yang terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua BPD dengan melakukan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Lokasi penelitian adalah Kantor Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir. Setelah diolah data dianalisis dengan analisis kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Peranan dari Badan Permusyawaratan Desa di Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yaitu menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam bidang pembangunan dan juga untuk membantu kepala desa dalam merencanakan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan yang didasarkan atas musyawarah dan menggerakkan, serta meningkatkan prakasa serta partisipasi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan secara terpadu, baik yang berasal dari berbagai kegiatan pemerintahan maupun swadaya gotong royong masyarakat dan menumbuhkan kondisi dinamis masyarakat untuk mengembangkan otonomi desa. Untuk melaksanakan semua itu tentu tidak terlepas dari dana yang dimiliki oleh desa tersebut yang didesa biasanya lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Untuk mengimbangi visi dan misi yang telah ada dan sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi Desa maka Pemerintahan Desa Sungai Ringin membuat Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Adapun, sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa berdasarkan bantuan pemerintah Kabupaten yang disalurkan dalam Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sekadau sesuai dengan keputusan Bupati Sekadau. Sesuai dengan hal itu maka Badan Permusyawaratan Desa di Desa Sungai Ringin turut mengawasi Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Sumber dana APBDesa berdasarkan bantuan pemerintah Kabupaten yang disalurkan dalam Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sekadau. Untuk mengetahui jumlah APBDes Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau berdasarkan perbandingan APBDes tahun sebelumnya (2011) dengan tahun berjalan (2012) dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Peranan dari Badan Permusyawaratan Desa di Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yaitu menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam bidang pembangunan dan juga untuk membantu kepala desa dalam merencanakan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan yang didasarkan atas musyawarah dan menggerakkan, serta meningkatkan prakasa serta partisipasi masyarakat
52 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 47- 55
untuk melaksanakan pembangunan secara terpadu, baik yang berasal dari berbagai kegiatan pemerintahan maupun swadaya gotong royong masyarakat dan menumbuhkan kondisi dinamis masyarakat untuk mengembangkan otonomi desa. Untuk melaksanakan semua itu tentu tidak terlepas dari dana yang dimiliki oleh desa tersebut yang didesa biasanya lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Untuk mengimbangi visi dan misi yang telah ada dan sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi Desa maka Pemerintahan Desa Sungai Ringin membuat Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Adapun, sumber
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa berdasarkan bantuan pemerintah Kabupaten yang disalurkan dalam Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sekadau sesuai dengan keputusan Bupati Sekadau. Sesuai dengan hal itu maka Badan Permusyawaratan Desa di Desa Sungai Ringin turut mengawasi Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Sumber dana APBDesa berdasarkan bantuan pemerintah Kabupaten yang disalurkan dalam Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sekadau. Untuk mengetahui jumlah APBDes Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau berdasarkan perbandingan APBDes tahun sebelumnya (2011) dengan tahun berjalan (2012) dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel .1Perbandingan Jumlah APBDes tahun sebelumnya (2011) dengan tahun berjalan (2012) di Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau
No
Uraian
1. 2. 3.
Pendapatan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung
Tahun Sebelumnya Rp 275.124.300,00 Rp 95.605.000,00 Rp 179.519.300,00
Tahun Berjalan
Ket
Rp 409.882.141,00 Rp 269.000.000,00 Rp 141.472.699,00
(+) (+) (-)
Sumber : Perdes Desa Sungai Ringin, 2012 Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbandingan jumlah antara APBDes tahun sebelumnya dengan APBDes tahun berjalan. Adapun, untuk anggaran pendapatan Desa pada tahun sebelumnya adalah sebesar Rp 275.124.300,00 dan pada tahun berjalan sebesar Rp 409.882.141,00 menunjukkan kenaikan jumlah sebesar 134.757.841,00. Pada anggaran Belanja terbagi menjadi dua, yaitu belanja langsung dan belanja tidak langsung. Untuk belanja langsung pada tahun sebelumnya adalah sebesar Rp 95.605.000,00 dan pada tahun berjalan sebesar Rp 269.000.000,00 menunjukkan kenaikan jumlah sebesar 173.395.000,00. Dan, untuk belanja tidak langsung
pada tahun sebelumnya adalah sebesar Rp 179.519.300,00 dan pada tahun berjalan sebesar Rp141.472.699,00 menunjukkan penurunan jumlah sebesar Rp 38.046.601,00. Pendapatan desa yang jumlahnya terbanyak bila dilihat dari tabel diatas berasal dari alokasi dana desa atau biasa yang disebut dengan ADD. Sumber dana ADD adalah bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. Untuk melihat komposisi jumlah pendapatan desa pada bagian anggaran pendapatan Desa dalam APBDes Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Yuliana.F. Lilistian, Peran Badan Permusyawaratan Desa 53
Tabel 2 Komposisi jumlah Pendapatan Desa dalam APBDes Tahun Anggaran 2012 No
U r a ia n
1. 2. 3. 4.
P e n d a p a t a n A sl i D e s a B a g i H a s il P a ja k B a g i H a s il R e tr i b u si B a g ia n D a n a P e r im b a n g a n K e u a n ga n Pu s at & D aera h (A D D ) B a n tu a n K e u a n g a n P e m e r in t a h K a b u p a te n H ib ah S u m b a n g a n P ih a k K e tig a T o ta l
5. 6. 7.
Ju m lah (R p ) 0 0 0 3 7 8 .6 8 2 .1 4 1 , 0 0
P e r s e n ta se
3 1 . 2 0 0 . 0 0 0, 0 0 0 0 4 0 9 .8 8 2 .1 4 1 , 0 0
7 ,6 1 % 0 0 100 %
0 0 0 9 2 ,3 9 %
Sumber : Perdes Desa Sungai Ringin, 2012 Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa komposisi jumlah pendapatan desa pada bagian anggaran pendapatan Desa dalam APBDes dipenuhi dari dua penerimaan, yaitu dari penerimaan bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah atau yang biasa disebut dengan alokasi dana desa berjumlah Rp 378.682.141,00 atau sebesar 92,39%, dan juga penerimaan dari bantuan keuangan pemerintah kabupaten berjumlah Rp 31.200.000,00 atau sebesar 7,61%. Sementara pada Pendapatan Asli Desa, Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Retribusi, Hibah,
dan Sumbangan Pihak Ketiga tidak ada penerimaan atau sebesar Rp 0,00. Dalam anggaran APBDes selain anggaran Pendapatan juga terdapat anggaran Belanja. Untuk anggaran Belanja, terbagi menjadi dua bagian yaitu anggaran Belanja Langsung dan anggaran Belanja Tidak Langsung. Untuk melihat komposisi jumlah belanja langsung pada bagian anggaran belanja Desa dalam APBDes Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 3 Komposisi jumlah Belanja Langsung dalam APBDes Tahun Anggaran 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Ura ian B ela n ja O p era si o n al P em e rin ta h an D es a B ela n ja O p era si o n al P en g u ru s B PD B ela n ja P ak a ian D in as d an A tri b u tn y a B ela n ja M o d al B ela n ja P en g a da an B ib i t T an am a n Pe m b u at an P lan g K an to r Pe m b .s aran a & p ras aran a p erh u b u n g an Pe m b .s aran a & p ras aran a p erk an t o ran Pe m b .s aran a & p ras aran a u m u m Pe n y u su n an A P B De s Pe n y u su n an R PJ M & R K P D es a M u s y aw ara h R en can a Pe m b an g u n a n D e sa Pe n g u m p u la n D a ta P ro fil D e sa Pe lat ih an d a n Bi m t ek Pe m il ih an K ep a la D u su n ( 5 D u s u n ) Pe m il ih an K et u a R T ( 1 0 R T ) Pe n y u su n an L K P J d an L PP D T o t al
J u m l ah ( Rp ) 5 0 .9 3 2 .9 0 2 ,0 0 8 .1 3 4 .3 5 5 ,0 0 6 .1 0 0 .0 0 0 ,0 0 8 0 .0 8 0 .0 0 0 ,0 0 8 .2 5 0 .0 0 0 ,0 0 2 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 5 3 .3 5 2 .3 0 0 ,0 0 2 3 .4 2 0 .0 0 0 ,0 0 6 .0 3 8 .7 0 0 ,0 0 3 .2 3 5 .0 0 0 ,0 0 3 .2 5 7 .0 0 0 ,0 0 2 .8 7 0 .0 0 0 ,0 0 3 .4 4 0 .0 0 0 ,0 0 3 .3 2 0 .2 0 0 ,0 0 7 .6 0 0 .0 0 0 ,0 0 5 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 2 .2 9 3 .0 0 0 ,0 0
P ers en t ase (%) 1 8 ,9 1 % 3 ,0 2 % 2 ,2 6 % 2 9 ,7 3 % 3 ,0 6 % 0 ,7 4 % 1 9 ,8 1 % 8 ,6 9 % 2 2 ,4 2 % 1 ,2 0 % 1 ,2 1 % 1 ,0 6 % 1 ,2 8 % 1 ,2 3 % 2 ,8 2 % 1 ,8 6 % 0 ,8 5 %
2 6 9 .3 2 4 .0 5 7 ,0 0
100 %
Sumber : Perdes Desa Sungai Ringin, 2012 Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa komposisi komposisi jumlah belanja langsung pada bagian anggaran belanja Desa dalam APBDes Tahun Anggaran 2012 terdiri dari beberapa bidang dengan total berjumlah Rp 269.324.057,00.
Untuk melihat komposisi jumlah belanja tidak langsung pada bagian anggaran belanja Desa dalam APBDes Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :
54 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 47- 55
Tabel 5 Komposisi jumlah Belanja Tidak Langsung dalam APBDes Tahun Anggaran 2012
No
Uraian
Belanja Pegawai Penghasilan Tetap 1) Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa 2) Tunjangan Penghasilan BPD 3) Tunjangan Penghasilan Bendahara Desa 4) Tunjangan Penghasilan RT / RW 5) Tunjangan Penghasilan Ketua Adat 6) Tunjangan Penghasilan Hansip Desa 7) Tunjangan Penghasilan Staf Desa 2. Belanja Bantuan Sosial 1) Bantuan untuk PAUD 2) Bantuan untuk PKK Desa 3) Bantuan untuk organisasi dibidang agama 4) Bantuan untuk Panti Asuhan 5) Bantuan untuk Penyelenggaraan Pendidikan 6) Bantuan untuk Kegiatan Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) 3. Belanja Tak Terduga 1) Bencana Alam Total Sumber : Perdes Sungai Ringin, 2012
Rincian ( Rp )
1
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa komposisi jumlah belanja tidak langsung pada bagian anggaran belanja Desa dalam APBDes Tahun Anggaran 2012 dengan total berjumlah Rp 141.472.699,00 didominasi oleh belanja pegawai /penghasilan tetap yang mengeluarkan biaya anggaran belanja berjumlah 109.200.000,00 atau sebesar 77,19%, kemudian diikuti oleh Belanja Bantuan Sosial yang mengeluarkan biaya belanja berjumlah Rp 29.500.000,00 atau sebesar 20,85%. Selanjutnya, Belanja Tak Terduga mengeluarkan biaya anggaran belanja berjumlah Rp 2.772.699,00 atau sebesar 1,96%. Pengurus Badan Permusyawaratan Desa sudah melakukan standarisasi pengawasan. Bentuk standarisasi pengawasan dan standarisasi pengawasan yang selama ini dijalankan oleh Badan Permusyawaratan Desa adalah bentuk pengawasan Preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dalam
Jumlah Persentase ( Rp ) (%) 109.200.000,00 77,19 %
31.200.000,00 43.200.000,00 3.600.000,00 20.400.000,00 1.800.000,00 3.600.000,00 5.400.000,00 29.500.000,00
20,85 %
2.772.699,00
1,96 %
141.472.699,00
100%
2.000.000,00 5.000.000,00 5.000.000,00 1.000.000,00 14.000.000,00 2.500.000,00
2.722.699,00
pelaksanaannya. Biasanya dalam standarisasi pengawasan, aspek-aspek yang diperhatikan khususnya pada pengawasan preventif adalah aspek koordinasi, pembiayaan, sarana dan prasana. Standarisasi pengawasan yang dilaksanakan dalam bentuk pengawasan langsung belum sepenuhnya dapat mengawasi pelaksanaan Peraturan Desa. Dalam melaksanakan tugas, pokok dan fungsinya sebagai mitra kerja Perangkat Desa Badan Permusyawaratan Desa sudah melakukan metode pengawasan. Metode pengawasan yang sudah diterapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa di Desa Sungai Ringin adalah metode pengawasan langsung. sistem penempatan anggota Badan Permusyawaratan Desa di Desa Sungai Ringin sudah sesuai dengan kemampuan anggota masing-masing. Adapun, jumlah personil keanggotaan yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa selur uhnya adalah sebanyak 11 orang dan diperoleh keterangan bahwa
Yuliana.F. Lilistian, Peran Badan Permusyawaratan Desa 55
jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa di Desa Sungai Ringin sudah memadai. Manajemen sumber daya manusia khususnya pengorganisasi memperlihatkan bahwa ada terdapat struktur organisasi di kepengurusan Badan Permusyawar atan Desa, ada yang pernah mengikuti pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia, untuk kecakapan dan pengalaman serta kualifikasi emosional. Pada Kantor Desa Sungai Ringin sudah dilakukan delegasi wewenang antar perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Cara delegasi wewenang tersebut adalah dengan melihat kepada pembagian kerja secara objektifitas (description job). Aspek – aspek yang diperhatikan dalam delegasi wewenang adalah ikatan, hubungan formal dan kerjasama antara perangkat Desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa. Mekanisme koordinasi yang selama ini sudah dijalankan antara perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa adalah koordinasi horizontal. Mekanisme koordinasi yang selama ini sudah dijalankan antara perangkat desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa belum sepenuhnya dapat mengawasi Pelaksanaan Peraturan Desa di Desa Sungai Ringin.
dikelompokkan menjadi dua bagian besar yakni upaya yang dilakukan oleh pihak diluar Badan Permusyawaratan Desa dan upaya yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. Upaya yang dilakukan oleh pihak diluar Badan Permusyawaratan Desa adalah dilakukannya bimbingan teknis penyelenggaran pemerintahan desa. Dan untuk upaya yang dilakukan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa harus selalu proaktif dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat sesuai dengan tugas dan kewajibanya, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pada faktor tindak lanjut pengawasan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Badan Permusayawaratan Desa di Desa Sungai Ringin Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau tidak menemukan adanya kasus penyelewengan yang menyangkut keuangan. Hal ini dikarenakan bahwa di Desa Sungai Ringin memang tidak ada penyelewengan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Untuk itu Badan Permusyawaratan Desa sudah menunjukkan peranan yang baik dalam pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam menetapkan standarisasi dan metode pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa di Desa Sungai Ringin bahwa selama ini Peraturan Desa sudah dilaksanakan sedemikian rupa dan dalam pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap pemerintah Desa tidak ada hambatan-hambatan yang cukup besar, sehingga untuk menimbulkan reaksi dari Badan Permusyawaratan Desa untuk melakukan sanksi yang berat tidak ada karena hanya dengan teguran saja itu sudah berhasil. Upaya yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatasi hambatan dalam menghadapi kendala kurang optimalnya Sumber Daya Manusia yang ada dapat
Standarisasi dan metode pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa di Desa Sungai Ringin dapat berjalan dengan lancar dan tertib maka Badan Permusyawaratan Desa perlu membuat peraturan dan prosedur yang jelas sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing anggota Badan Permusyawaratan Desa untuk melaksanakan tugas, fungsi dan pokoknya.Untuk mengantisipasi kurang optimalnya sumber daya manusia pada fungsi pengawasan Peraturan Desa khususnya anggota Badan Permusyawaratan Desa diberikan pelatihan terstruktur kepada anggota yang berkompeten dibidangnya untuk menguasai hal tersebut dan agar memudahkan dalam pelayanan publik kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Gitosudarmo, dan Sudita. 2000. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: BPFE. Handoko, T.Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta : BPFE. Sedarmayanti, Dr, Prof. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.
Siagian,Sondang.P. 2000. Manajemen Strategik. Jakarta: .Bumi Aksara. Triguno. 2002. Budaya Kerja, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: PT. Golden Trayon Press
PEMBINAAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KECAMATAN Martinus Syamsudin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Email:
[email protected] Abstrak:Upaya pembinaan yang dilakukan dengan pengembangan pegawai serta dalam meningkatkan kinerja pelayanan penegak displin sangatlah penting dengan diberikan sangsi bagi pegawai yang melanggar peraturan kedisplinan dan yang mempengaruhi adalah kesadaran yang ada pada setiap pegawai kecamatan sepauk, motivasi yang telah terbangunan serta pentingnya sarana dan prasarana kerja yang memadai. Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan serta Penegakan Aturan Disiplin Pegawai telah ditegakan serta yang mempengaruhi upaya pembinaan disiplin kerja pegawai di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang adalah Tingkat Kesadaran Pegawai bahwa pegawai telah memiliki kesadaran dalam bekerja, Pemberian Penghargaan belum pernah ada dan belum diberikan penghargaan dan dari aspek Sarana dan Prasarana Kerja masih belum sesuai dengan kenyamanan untuk berkerja dan memberikan pelayanan. Saran yang dapat penulis sampaikan adalah agar dimasa yang akan datang adanya pembinaan secara terus menerus dan perlu ada perbaikan sarana dan prasarana kantor sebagai tempat berkerja aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kata Kunci : Pembinaan, Displin pegawai motivasi agar para bawahannya mau melaksankan tugas yang diembankan kepadanya. Untuk mewujudkan pegawai negeri yang dapat diharapkan, diperlukan adanya pembinaan yang sebaik-baiknya berdasarkan sistem dan program kerja. Pembinaan tersebut tidak terlepas dari tugastugas pimpinan agar bawahan dapat bekerja dengan semangat yang tinggi sehingga dapat mencapai prestasi kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdayaguna, berhasilguna, bersih, bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya mer upakan syarat dalam penyelenggar aan tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk mencapai tujuan kepemerintahan yang baik dan menjadi kepercayaan masyarakat dalam peningkatan pelayanan publik serta pencapaian tujuan pembangunan nasional, maka diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang berdisiplin tinggi dan berdedikasi tinggi, profesional serta terus meningkatkan kinerjanya.
Untuk menciptakan Pegawai Negeri Sipil yang dapat mencapai prestasi kerja dan berdisiplin kerja tanpa adanya rasa paksaan dalam melaksanakan tugasnya, maka pimpinan harus memperhatikan pula hak-hak pegawai. Sebab pegawai tidak hanya dituntut untuk menjalankan tugas dan kewajibannya saja, namun juga untuk memenuhi kebutuhan hidup serta karir kerjanya. Adanya perhatian kesejahteraan tersebut terhadap Pegawai Negeri Sipil dihar apkan dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Pegawai Negeri Sipil diharapkan dapat menjalankan kewajiban dengan baik, oleh karena itu hak-haknya juga harus diperhatikan. Perhatian terhadap hak-hak tersebut tidak terlepas dari berbagai kebutuhannya. Pegawai Negeri Sipil mempunyai beragam kebutuhan yang mewarnai pelaksanaan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat dalam diri sikap pegawai negeri dimanapun ia bertugas dan posisi apapun yang dijabatnya, pemerintah sangat mengharapkan supaya tugas-tugas yang diembannya dapat dilaksanakan dengan baik.
Untuk lebih meningkatkan peran Pegawai Negeri Sipil agar lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, Pegawai Negeri Sipil harus dibina sebaik-baiknya. Efektifitas dan efisiensi setiap Pegawai Negeri Sipil harus selalu berhasil melaksanakan tugas secara berdaya dan berhasil guna dengan mengedepankan pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraannya.
Dalam suatu organisasi seorang pemimpin harus mampu menjadi penggerak, pendorong/ 56
Martinus Syamsudin, Pembinaan Disiplin Kerja Pegawai Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 57
Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) sering mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan, berbagai media massa hampir setiap hari memberitakan tentang buruknya kinerja PNS. Pasalnya, para PNS dinilai kurang produktif, menghamburkan uang negara, dan kurang berdisiplin serta beretos kerja rendah. Stigma buruk itu umumnya ditujukan kepada para PNS di hampir seluruh instansi pemerintah. Pegawai mangkir saat jam kantor atau usai hari libur nasional hingga kini memang masih menjadi persoalan di berbagai instansi pemerintah lain. Hal ini mengindikasikan bahwa sikap dan budaya kerja di kalangan PNS belum tumbuh dan menjadi kesadaran kolektif. Kultur kerja PNS tampaknya sulit untuk dielakkan di setiap instansi pemerintah. Pasalnya, budaya dan sistem lingkungan kerja di instansi pemerintah umumnya lebih berorientasi kepada pelayanan publik dan bukan kepada produk. Akibatnya, kinerja dan disiplin pegawai pun tak jauh dari tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) serta tata aturan birokrasi yang sudah baku. Untuk itulah pembinaan disiplin kerja PNS harus terus dilakukan secara kontinyu dan komprehensif. Pembinaan disiplin kerja PNS dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan pengetahuan PNS serta penegakaan aturan disiplin pegawai. Dengan adanya pembinaan maka diharapkan PNS kembali kepada fungsi utama yaitu memberikan pelayanan umum kepada masyarakat secara efektif, efisien dan profesional. Salah satu instansi pemerintah yang memberikan pelayanan publik adalah Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang. Pelayanan umum yang diberikan PNS di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang diantaranya adalah memberikan pengesahan dan rekomendasi surat keterangan tanah, surat izin mendirikan bangunan, surat keterangan kematian, kelahiran, pindah tempat, rekomendasi surat izin tempat usaha, rekomendasi surat izin usaha perdagangan serta memberikan legalisir dokumen pemerintahan yang telah dikeluarkan. Oleh sebab itu PNS Kantor Camat Kecamatan Sepauk perlu mendapatkan pembinaan Camat untuk selalu meningkatkan disiplin kerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu pemberian pembinaan oleh Camat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan untuk menimbulkan disiplin kerja dalam diri pegawai, sebab disiplin kerja pegawai sangat tergantung dari pembinaan yang diberikan oleh
Camat selain karena adanya tingkat kesadaran dari diri pegawai. Namun upaya pembinaan itu belum terlalu nampak. Hal ini terlihat dari hasil observasi yang peneliti lakukan di Kantor Camat Kecamatan Sepauk mulai pukul 10.00 WIB, masih terlihat pegawai justru banyak menganggur daripada menyelesaikan pekerjaannya. Pada saat jam kerja, masih ada pegawai yang tidak bekerja justru santai merokok di teras kantor. Selain itu juga masih adanya beberapa orang pegawai yang terlambat datang ke kantor dan meninggalkan kantor sebelum jam kerja. Padahal peraturannya sudah jelas bahwa masuk kantor pukul 07.00 WIB dan pulang kantor pukul 14.00 WIB. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan ini jelas bukan merupakan yang diharapkan sebagai abdi negara maupun abdi masyarakat. Selain itu, dari hasil pengamatan sementara juga terlihat masih banyak pekerjaan yang belum cepat diselesaikan, contohnya untuk mengurus rekomendasi kartu tanda penduduk harus menunggu sampai 2 (dua) hari padahal bisa dilakukan tidak lebih dari 2 (dua) jam. Di samping itu juga masih terlihat pegawai kurang cekatan dalam menyelesaikan pekerjaannya dan terlihat lambat, ini terlihat dari pengurusan surat keterangan ijin mendirikan bangunan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu satu hari namun harus menunggu sampai tiga hari. Untuk itu, Camat sebagai pimpinan tertinggi di Kantor Kecamatan harus berupaya membina disiplin kerja pegawai yang ber akhir pada meningkatnya kiner ja pegawai. Dengan meningkatnya disiplin kerja pegawai maka diharapkan dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Hingga saat ini belum ada sikap tegas dalam bentuk sanksi displin yang diberi kepada yang menurut pengamatan penulis prapenelitiuan sementara itu pegawai juga dituntut untuk bersikap profesional dan bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pembinaan yang berupa peningkatan kemampuan pegawai dan penegakan aturan disiplin pegawai perlu dilakukan Camat guna meningkatkan disiplin kerja pegawai. Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti pembinaan disiplin kerja pegawai di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang. Guna meningkatkan profesionalisme dan disiplin kerja pegawai maka perlu adanya upaya pembinaan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam rangka memberikan pelayanan publik. Thoha (1993:7) mengatakan bahwa “pembinaan
58 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 56- 66
merupakan suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik. Pembinaan menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, perubahan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu”. Pengertian di atas mengandung dua hal, yaitu pertama, bahwa pembinaan itu sendiri bisa berupa tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan; dan kedua, pembinaan bisa menunjukkan kepada perbaikan atas sesuatu. Pengertian lain dikemukakan oleh Raharjo (2000:21), bahwa “pembinaan dalam manajemen sumber daya manusia adalah upaya untuk menaikkan potensi dan kompetensi melalui pendidikan formal maupun informal”. Pembinaan menurut pengertian ini, bertujuan untuk menggali potensi dan kompetensi pegawai. Potensi dan kompetensi pegawai perlu terus dibina agar dapat meningkatkan kualitas kerja. Foster dan Seeker (2001:1-10), menyatakan bahwa pembinaan (coaching) adalah “upaya berharga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak”. Sementara Minor (2003:3) mengatakan bahwa membina adalah “proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer untuk melatih dan memberikan orientasi kepada seorang karyawan tentang realitas di tempat kerja dan membantunya mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi optimum”. Erat kaitannya dengan kata membina, menurut Minor adalah kata membimbing (counseling), yaitu proses pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan organisasi yang berdampak pada prestasi kerja. Berkaitan dengan pembinaan di atas, kemudian Foster dan Seeker (2001:11) mengatakan bahwa “tidak ada orang yang datang ke tempat kerja menginginkan kinerja buruk. Apabila diberi pilihan, orang ingin menjadi sukses di tempat kerja”. Dengan kalimatnya retoriknya, kedua ahli ini menyatakan, bahwa mengapa tidak menyusun keberhasilan pegawai tim dengan pembinaan? Setelah membuat dan memfinalkan rencana kinerja yang tepat, pembinaan sehari-hari menjadi faktor dalam menajemen kinerja. Namun harus dijelaskan di sini, bahwa untuk melakukan pembinaan kinerja, pembina tidak berkewajiban untuk membetulkan individu. Pembina hanya memonitor dan memperbaiki perilaku individu di tempat kerja. Dijelaskan bahwa sebagai pembina tim, pimpinan organisasi bertanggung jawab terhadap kualitas kerja bawahan. Jangan beranggapan bahwa setelah seorang bawahan
mempelajari keterampilan tertentu, mereka tidak memerlukan pembinaan lagi. Menurut Urwick (dalam Handoko, 2003:23) bahwa: “pembinaan adalah suatu komando untuk melihat bahwa kepentingan individu tidak mengganggu kepentingan umum, akan tetapi melindungi kepentingan umum dan akan menjamin masing-masing unit memiliki pemimpin yang kompeten dan energik. Keberhasilan kesatuan tersebut dalam manajemen modern disebut pembinaan atau directing”. Fungsi pembinaan adalah untuk membuat pegawai melakukan tugas sesuai dengan apa yang diinginkan untuk mencapai tujuan organisasi, dan meningkatkan profesionalisme pegawai. Roland dan Rowland (dalam Handoko, 2003:43) menyatakan bahwa: Pembinaan dimulai dengan mempertahankan tindakan terhadap tujuan yang diinginkan yang saling terkait dengan kepemimpinan. Gaya kepemimpinan seorang pembina akan menjadi faktor utama dalam menjalankan fungsi pembinaan. Fungsi ini melibatkan gaya, kualitas dan kewenangan seorang pemimpin termasuk aktifitas lainnya seperti komunikasi, disiplin dan motivasi. Lebih lanjut Roland dan Rowland (dalam Handoko, 2003:45) mengemukakan beberapa fungsi dari pembinaan yaitu: 1. Menerapkan teori pengetahuan yang diterima. 2. Membuat dan menggunakan rencana strategis dan taktis dengan menerima masukan dari staf untuk memudahkan perencanaan operasional. 3. Memudahkan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi. 4. Memfasilitasi dan mempertahankan sumbersumber yang ada (SDM, alat/fasilitas) 5. Menjaga atau mempertahankan moral yang baik. 6. Memfasilitasi dan memberikan program pelatihan atau pendidikan berkelanjutan untuk mempertahankan kompetensi. 7. Menyediakan dan mempertahankan standar dalam bentuk kebijakan, prosedur, peraturan dan regulasi. 8. Mengkoordinasikan disiplin dalam semua aspek kegiatan. 9. Memudahkan dan mempertahankan hubungan interpersonal. 10. Memberikan kesempatan untuk konseling. 11. Membangun dan mempertahankan kepercayaan dan kerja tim. 12. Mengatasi atau me-manage konflik. 13. Mengorganisir sumber daya manusia potensial sebagai aset organisasi.
Martinus Syamsudin, Pembinaan Disiplin Kerja Pegawai Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 59
14. Mendelegasikan wewenang. Pembinaan merupakan salah satu aspek penting dalam mengelola pegawai karena mempunyai fungsi yang dapat menggerakkan pegawai ke arah pencapaian tujuan yaitu kesadaran akan arti penting kedisiplinan. Keberhasilan pembinaan kedisiplinan juga tergantung dari bagaimana cara pimpinan memberikan pola komunikasi yang diterapkan dalam memberikan pembinaan. Selain itu kemampuan mengkoordinasikan pekerjaan menjadi bagian penting dari fungsi pembinaan kedisiplinan pegawai.
menjalankan standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan korektif”. Selain itu menurut Handoko (2003:221) bahwa: “pembinaan disiplin adalah upaya pimpinan/ atasan untuk menciptakan sikap ketaatan Pegawai terhadap suatu aturan atau ketentuan yang berlaku dalam organisasi atas dasar adanya kesadaran dan keinsafan, bukan karena adanya unsur paksaan”.
Sastrohadiwiryo (2001:291) menyatakan bahwa: “disiplin dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya”. Sedangkan Hasibuan (2002:193) merumuskan bahwa: Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak.
Menurut Siswanto (2005:112-113) secara umum tujuan pembinaan kedisiplinan yang ingin dicapai pada setiap organisasi adalah sebagai berikut: 1. Menjamin kontinuitas perencanaan. Suatu perencanaan yang ditetapkan untuk dijadikan pedoman normatif dalam pencapaian tujuan. Suatu pengarahan dilakukan untuk menjamin kelansungan perencanaan. Artinya, perencanaan yang telah ditetapkan meskipun memiliki sifat fleksibel namun prinsip yang terkandung di dalamnya harus tetap dijamin kontinuitasnya. 2. Membudayakan prosedur. Dengan adanya pengarahan diharapkan bahwa prosedur kerja yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga lambat laun menjadi suatu kebiasaan. Apabila sudah terbiasa dilaksanakan diharapkan dapat membudayakan di lingkungan sistem itu sendiri. 3. Menghindari kemangkiran yang tak berarti. Kemangkiran dapat diberikan batasan sebagai kondisi ketika seseorang tidak berada di tempat kerjanya di luar penyebab yang jelas dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Namun dalam praktiknya jarang ditemukan karyawan yang hadir mangkir tetapi kemangkirannya berarti. 4. Membina disiplin kerja. Penerapan fungsi pengarahan adalah agar terbina disiplin kerja di lingkungan organisasi. Disiplin dapat diartikan sebagai suatu sikap mental yang menyatu dalam kehidupan yang mengandung pemahaman terhadap norma, nilai, dan peraturan dalam melaksanakan hak dan kewajiban kehidupan . 5. Membina motivasi yang terarah. Penerapan fungsi pengarahan juga memiliki tujuan untuk membina motivasi kerja para pegawai yang terarah. Maksudnya, pegawai melaksanakan pekerjaan sambil dibimbing dan diarahkan untuk menghindari kesalahan prosedur yang berdampak terhadap keluarannya.
Menurut Handoko (2003: 208) bahwa: “disiplin adalah kegiatan manajemen untuk
Suatu pembinaan menurut Saydam (1997:205) biasanya diarahkan dengan tujuan:
Heidjrachman dan Husnan, (2002: 15) mengungkapkan “Disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”. Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi. Sedangkan Menurut Davis (2002: 112) Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi. Ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik.
60 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 56- 66
(1) Pegawai dapat melaksanakan tugas-tugas secara berdaya guna dan berhasilguna; (2) Mutu keterampilan pegawai meningkat sehingga dapat menjamin semakin berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas-tugas; (3) Diperolehnya para pegawai yang setia dan taat kepada kepentingan perusahaan (organisasi), negara dan pemerintah; dan (4) Terciptanya iklim kerja yang harmonis, serasi dan mampu menghasilkan produk yang bermutu dan optimal. Sejalan dengan terjadinya berbagai perubahan dalam organisasi, pembinaan berkelanjutan menjadi kebutuhan atau jalan hidup saat ini. Pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu cara untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan yang berkelanjutan. Ini berarti pembinaan disiplin kerja pegawai merupakan proses berkelanjutan dan harus terus menerus memberi berbagai arahan dan dukungan. Namun secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa pembinaan PNS merupakan bagian dari manajemen kepegawaian. Dalam perspektif yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa pembinaan pada dasarnya merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia, yang intinya adalah bagaimana memberikan treatment terhadap SDM yang ada agar sesuai dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi. Pegawai yang memiliki disiplin kerja yang baik biasanya didukung oleh kemampuan dan keterampilan yang memadai. Dan sebaliknya, pegawai yang kurang disiplin kerja cenderung karena kurangnya kemampuan dan keterampilan. Oleh sebab itu, pembinaan kedisiplinan kerja pegawai dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai. Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai sangat menunjang tercapainya kualitas pelayanan publik dalam rangka memberikan kepuasan publik. Kemampuan yang dimiliki seorang pegawai akan membuatnya berbeda dengan pegawai yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa saja. Menurut Sofo (2003:150) istilah kemampuan didefinisikan dalam arti “apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan”. Menurut Schumacher (dalam Sinamo, 2002:6) bahwa: “ada tiga komponen penting yang tidak tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya,
kemampuannya dan etos kerjanya”. Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka. Jika disimak ketiga komponen yang tidak kelihatan tersebut memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani operasional (operational human abilities). Lowler dan Porter (dalam As’ad, 2000:61) mendefinisikan “kemampuan (ability) sebagai karakteristik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil”. Selain itu, menurut Sedarmayanti (2003:127) bahwa: “kemampuan dinyatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”. Sedangkan menurut As’ad (2000:60) bahwa: Kemampuan pada individu tersebut paling tidak ditentukan oleh tiga aspek kondisi dasar yaitu; kondisi sensoris dan kognitif, pengetahuan tentang cara respon yang benar, dan kemampuan melaksanakan respon tersebut. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what he does do. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seorang pegawai dalam menyelesaiakan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan kemampuan yang dimilikinya, pegawai dapat mengembangkan diri serta meningkatkan karir kerjanya. Sementara itu, menurut Moenir (2002:116) bahwa: “kemampuan berarti dapat melakukan tugas atau pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan”. Menurut Katz (dalam Moenir, 2002:116-117) bahwa: “ada 3 (tiga) jenis kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh setiap manajer agar dapat melakukan tugasnya memimpin secara berdayaguna dan berhadil guna yaitu: kemampuan teknik (technical skill), kemampuan bersifat manusiawi (human skill) dan kemampuan membuat konsep (conceptual skill)”. Selanjutnya menurut Moenir (2002:117) bahwa: “keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan menggunakan pegawai badan dan peralatan kerja
Martinus Syamsudin, Pembinaan Disiplin Kerja Pegawai Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 61
yang tersedia”. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa keterampilan lebih banyak menggunakan unsur pegawai badan daripada unsur lain. Moenir (1987:186) mengatakan bahwa: “orang bekerja selalu menggunakan paling tidak 4 (empat) unsur yang ada pada setiap orang yaitu: otot, syaraf, perasaan dan pikiran”. Selain itu, menurut Handoko (dalam Waluyo, 2007:108) bahwa: untuk melaksanakan proses manajemen dalam memberikan pelayanan harus memiliki 3 (tiga) keterampilan yaitu: 1. Keterampilan teknis mencakup kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metodemetode, teknik-teknik dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas khusus, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. 2. Keterampilan bekerja dengan manusia, meliputi kemampuan dan penilaian dalam hal bekerja dengan melalui organisasi, termasuk didalamnya suatu pemahaman tentang motivasi dan suatu aplikasi kepemimpinan efektif. 3. Keterampilan konseptual meliputi kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi secara menyeluruh dan dimana pekerjaan seseorang terpadu dengan organisasi yang bersangkutan. Dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai maka pelaksanaan tugas atau pekerjaan dapat dilakukan dengan baik, cepat dan memenuhi keinginan semua pihak, baik manajemen itu sendiri maupun masyarakat. Dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai maka akan mendukung upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Upaya peningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai dapat dilakukan melalui pendidikan baik formal maupun infor mal. Sedangkan peningkatan pegawai dapat dilakukan dengan mengikuti seminar, lokakarya, workshop, studi banding maupun kursus keterampilan lainnya. Dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan maka pegawai akan merasa mampu dan menguasai bidang kerjanya sehingga gairah kerja semakin meningkat yang akan berimbas pada meningkatnya disiplin kerja. Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan. Maksud ditumbuhkannya disiplin kerja adalah kepatuhan terhadap aturan juga tumbuhnya ketertiban dan efisiensi. Ketaatan terhadap aturan tertulis sudah cukup jelas, karena semua aturan tertulis pada dasarnya adalah terbuka
agar diketahui oleh semua orang yang berkepentingan. Lain halnya dengan aturan yang tidak tertulis misalnya kebiasaan, adat istiadat dan yang lebih luas lagi norma. Untuk mengerti dan memahami kemudian mematuhi aturan yang tidak tertulis diperlukan waktu, dan bentuk ketaatan itu ialah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sastrohadiwiryo (2003:36) menyatakan bahwa “Disiplin kerja dapat didefinisikan sabagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya”. Kemudian, menurut Fathoni (2006:121) bahwa “Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”. Selain itu, menurut Heidjrachman dan Husnan (2002:87) bahwa “Disiplin adalah setiap perorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”. Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik Salah satu syarat agar dapat ditumbuhkan disiplin dalam lingkungan kerja ialah adanya pembagian pekerjaan yang tuntas sampai kepada karyawan atau petugas yang paling bawah, sehingga setiap orang tahu dengan sadar apa tugasnya, bagaimana melaksanakannya, kapan pekerjaan dimulai dan kapan selesai, seperti apa hasil kerja yang diisyar atkan, dan kepada siapa ia mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan itu. Adapun yang dimaksud dengan disiplin disini terbatas pada pengertian ketaatan terhadap aturan tetulis dan lebih ditekankan pada pelaksanaan aturan oleh pejabat atau petugas yang secara langsung bertanggungjawab atas pelaksanaan aturan itu. Salah satu kelemahan yang ada pada kita yang sering tidak disadari dan hakekatnya sangat merugikan, baik bagi penyelenggaraan kegiatan maupun bagi masyar akat yang menerima pelayanan ialah kita mampu mencipta (termasuk
62 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 56- 66
disini aturan) tetapi kita sangat lemah dalam memelihara ciptaan kita itu. Akibatnya jelas aturan sebagai hasil ciptaan itu tidak lagi memenuhi fungsi semula, tidak/kurang bermanfaat, bahkan dapat merugikan pihak-pihak yang seharusnya memperoleh pelayanan dengan baik. Salah satu bentuk pemeliharaan aturan adalah kedisiplinan dalam pelaksanaan suatu aturan dapat mencapai maksud dan dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak, dengan ketentuan bahwa aturan itu dibuat setelah mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan bagi kepentingan umum . Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan perbuatan orang. Makin maju dan mejemuk suatu masyarakat makin besar peranan aturan dan dapat dikatakan orang tidak dapat hidup layak dan tenang tanpa aturan. Oleh karena aturan demikian besar dalam hidup bermasyarakat maka dengan sendirinya aturan harus dibuat, dipatuhi dan diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan maksudnya. Sastrohadiwiryo (2003:127) menyatakan bahwa: Secara khusus tujuan disiplin kerja para pegawai, antara lain : 1) Agar para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan organisasi yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen dengan baik, 2) Pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu member ikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya, 3) Pegawai dapat menggunakan, dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa organisasi dengan sebaikbaiknya, 4) Para pegawai dapat bertindak dan berpartisipasi sesuai dengan normanorma yang berlaku pada organisasi, 5) Pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Upaya untuk meningkatkan disiplin kerja adalah dengan penegakan aturan disiplin kerja yaitu memberikan sanksi atau hukuman, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pegawai yang melanggar aturan tersebut, sebagaimana pendapat Hasibuan (2005:78) bahwa: Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat,
pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, sikap, dan prilaku indisipliner pegawai akan berkurang. Berat / ringan saksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai Dengan diterapkan tata tertib dan sanksi diharapkan dapat menegakkan disiplin pegawai. Namun, untuk mengetahui apakah pegawai telah bersikap disiplin atau belum perlu diketahui kriteria yang menunjukkannya. Umumnya, disiplin kerja dapat terlihat apabila pegawai datang ke kantor teratur dan tepat waktu, jika mereka berpakaian rapi ditempat kerja, jika mereka menggunakan perlengkapan kantor dengan hati-hati, jika mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang memuaskan dengan mengikuti cara kerja yang telah ditentukan oleh organisasi dan jika mereka menyelesaikan pekerjaan dan semangat kerja. Menurut Singodimedjo (2000) bahwa: Peraturan-peraturan yang akan berkaitan dengan disiplin itu antara lain, 1) peraturan jam masuk, pulang dan jam istirahat, 2) Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan, 3) Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit kerja lain, 4) Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh oleh para pegawai selama dalam organisasi dan sebagainya. Dalam pelaksanaan disiplin kerja, peraturan dan ketepatan organisasi hendaknya masuk akal dan bersifat adil bagi seluruh pegawai. Selain itu, hendaknya peraturan tersebut juga dikomunikasikan sehingga para pegawai mengetahui apa yang menjadi larangan dan apa yang tidak. Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para pegawai yang melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan mendidik pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin. Pada umumnya sebagai pegangan pimpinan meskipun tidak mutlak, tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja yang dikemukakan Sastrohadiwiryo (2003:129) bahwa: Sanksi disiplin terdiri atas sanksi disiplin berat, sanksi disiplin sedang, sanksi disiplin ringan. 1. Sanksi Disiplin Berat Sanksi disiplin berat misalnya : a. Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan atau pekerjaan yang diberikan sebelumnya. b. Pembebasan dari jabatan atau pekerjaan untuk dijadikan sebagai pegawai biasa bagi yang memegang jabatan.
Martinus Syamsudin, Pembinaan Disiplin Kerja Pegawai Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 63
c. Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan. d. Pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja di organisasi atau perusahaan. 2. Sanksi Disiplin Sedang Sanksi disiplin sedang misalnya : a. Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dirancangkan sabagaimana tenaga kerja lainnya. b. Penurunan upah atau gaji sebesar satu kali upah atau gaji yang biasanya diberikan harian, mingguan atau bulanan. c. Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi. 3. Sanksi Disiplin Ringan Sanksi disiplin ringan misalnya : a. Teguran lisan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. b. Teguran tertulis c. Pernyataan tidak puas secara tertulis. Selanjutnya, menurut Handoko (2001:149) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) jenis kegiatan pendisiplinan yaitu: 1. Disiplin preventip adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk medorong para pegawai agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan- penyelewengan dapat dicegah. 2. Disiplin korektif adalah kegitan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturanaturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Dan bertujuan untuk memperbaiki pelanggaran, untuk menghalangi para pegawai yang lain melakukan kegiatan yang serupa, untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif. 3. Disiplin progresif adalah suatu kebijakan disiplin yang memberikan hukuman- hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Disiplin progresif ditunjukkan sebagai berikut: a. Teguran secara lisan kepada penyelia b. Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia c. Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari d. Skorsing satu minggu atau lebih lama e. Diturunkan pangkatnya f. Dipecat. Dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
dijelaskan bahwa hukuman terhadap pelanggaran disiplin adalah sebagai berikut: (1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat. (2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis. (3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. (4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. pembebasan dari jabatan; d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Dalam penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai yang melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan seksama bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpal dengan tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang diberikan sanksi disiplin tersebut dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan sanksi disiplin dan mengulangi lagi pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi disiplin yang lebih berat dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berlaku. METODE Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penulis ingin mendeskripsikan tentang upaya pembinaan disiplin kerja pegawai di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang . Adapun yang menjadi subjek penelitian ini terdiri dari Camat
64 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 56- 66
Kecamatan Sepauk, Sekretaris Camat Kecamatan Sepauk, Kasi Kepegawaian dan Umum, Pegawai Kantor Camat Kecamatan Sepauk. Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah Wawancara (interview). Pengamatan (Observation). Studi Dokumentasi (documentation study). Dan alat pengumpul data adalah Pedoman Wawancara, Panduan observasi (observation guide) serta dokumen. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sistem penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dalam sistem administrasi negara untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja pegawai dalam menciptakan iklim good govermance dalam birokrasi haruslah didukung pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia yang baik, hal ini senada dengan hal yang diungkapkan Camat Sepauk saat diwawancara oleh penelitian yakni bahwa “di kecamatan sepauk ini telah ada dilakukan pengembangan sumber daya manusia dalam ini pegawai yang dirancang sesuai dengan memperhatikan kebutuhan rialitas kerja pada pemer intahan kecamatan dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari good govermance”. Berdasarkan wawancara tersebut juga didapat informasi bahwa peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai pengcakupi pengembangan mental spritual, prilaku pegawai serta kecakapan dan kemampuan pegawai. Pengembangan mental spritual dimaksud untuk memperkuat kepribadian, menanamkan kejujuran, rasa tanggungjawab, kesetiakawanan, loyalitas dan sebagainya. Pengembangan prilaku diarahkan untuk menegakan kedisplinan, responsivitas yang tinggi terhadap kondisi atau perubahan sedangkan pengembangan kemampuan dan kecakapan pegawai dimaksudkan untuk mencapai profesionalitas, efisiensi kerja, efektivitas kerja dan produktifitas. Meningkatkan kemampuan pegawai dari pihak kecamatan telah member ikan kesempatan kepada seluruh pegawai pada kantor Kecamatan untuk dapat mengembangkan diri dalam bentuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang ada. Selain itu pihak kecamatan juga memberi kesempatkan kepada seluruh pegawainya untuk dapat menambah keterampilan dengan mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggar akan pemerintah, Oleh karena itu berdasarkan data yang ada beberapa pegawai pada kecamatan sepauk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, yakni melanjutkan pendidikan kejenjang S1 (strata 1) ada 2 orang dan yang melanjutkan kejenjang S2 ada 1 (satu) orang.
Disiplin merupakan hal yang penting dan mendasar sekali bagi Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan merupakan kewajiban yang telah diberikan kepadanya. Tampa ada disiplin dan kesadaran yang tinggi dari pegawai, maka tugas yang dilaksanakan tidak akan terselesaikan dengan baik dan lancer yang pada akhirnya tujuan organisasi tidak akan dapat tercapai. Dasar hukum dalam penegakan disiplin pegawai di lingkungan kerjanya adalah peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil yang kemudian diganti dengan Peraturan Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan secara Khusus dilingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang adalah Peraturan Bupati Sintang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Ketentuan Hari dan jam Kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sintang. Tingkat Pemahaman Pegawai terhadap aturan mengenai disiplin pegawai, menurut Camat Sepauk Kabupaten Sintang dapat dikatakan semua pegawai sudah memahaminya dan tidak perlu diperintah agar semua pegawai memamahi suatu peraturan tersebut. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi seperti internet semua produk hukum baik undang-undang, peraturan pemerintah dan aturan lainnya sudah dapat diakses dengan cepat. Sejalan dengan Camat Sepauk, berdasarkan wawancara dengan Sektretaris Camat bahwa ,semua pegawai yang terdapat pada kantor camat sepauk sudah memahami aturan yang mengatur mengenai disiplin kerja pegawai,hal ini dikarenakan peraturan yang mengatur pegawai dalam organisasi pemerintahan yang harus dipatuhi dan ditaati oleh semua pegawai yang ada tanpa terkecuali karena ada sanksi yang harus di terima bila tidak mematahuinya. Aturan mengenai disiplin pegawai sudah dipublikasikan secara maksimal, hal terlihat dengan Semua aturan yang menyangkut Pegawai Negeri Sipil semuanya ditempel pada papan pengumuman yang ada di Kantor camat Sepauk, agar semua pegawai dapat mengetahuinya. Disamping itu berdasarkan wawancara dengan para staf yang pada kantor camat sepauk, selain membaca aturan mengenai disiplin pegawai yang ditempelkan di papan pengumuman, mereka juga mendapatkan aturan tersebut yang diberikan oleh atasan mereka sebagai peganan masing-masing pegawai dalam pelaksanaan tugas kerjanya. Berkaitan dengan penegakan disiplin pegawai pada kantor camat sepauk, berdasarkan hasil wawancara dengan camat bahwa pihaknya menetapkan sanksi hukuman bagi pegawai yang melanggar aturan mengenai disiplin kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan camat
Martinus Syamsudin, Pembinaan Disiplin Kerja Pegawai Di Lingkungan Pemerintah Kecamatan 65
bahwa, dari 22 orang pegawai yang ada pada kantor camat yang aktif dan berdisiplin tinggi ada 14 orang yang kurang disiplin sebanyak 6 orang dan yang jarang masuk kantor atau tidak disiplin sebanyak 2 orang. Kepada pegawai yang tidak disiplin, pihaknya telah memberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi yang diberikan kepada pegawai yang tidak disiplin disesuaikan dengan tingkat pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan. Selanjutanya Camat mengatakan dalam tahun 2011 pihaknya telah menjatuhkan sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin, yang untuk jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 1.Sanksi Hukuman Terhadap Pegawai yang tidak Disiplin pada Kaantor Camat Kabupaten Sintang Pada Tahun 2011
No
Jenis Sanksi
1
Ringan
2
Sedang
3
Berat
Tindakan yang sudah dilakukan Teguran Lisan Teguran tertulis Penundaan Kenaikan Gaji Berkala Penundaan Kenaikan Pangkat Jum lah
Banyaknya 8 2 1 1
12
Sumber: Sekretariat Kecamatan sepauk, 2012 Pihak yang berwenang memberikan sanksi terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran terhadap aturan disiplin pegawai di sesuaikan dengan jenis pelanggaran disiplin pegawai. Berdasarkan hasil wawancara dengan subbagian Aparatur umum kepegawaian kecamatan sepauk pejabat yang memiliki kewenangan yang memberikan sanksi terhadap pegawai yang melanggar aturan disiplin kerja adalah: a. Untuk tingkat disipliner ringan Kepala Bagian Tata Pemerintahan. b. Untuk tingkat disipliner sedang Kepala Badan Kepegawaian daerah Kabupaten Sintang atas rekomendasi Kepala Bagian Tata Pemerintahan. c. Untuk tingkat disipliner berat yang berwenang adalah Bupati Sintang atas pertimbangan Kepala Badan kepegawaian Daerah Kabupaten Sintang dan rekomendasi kepala Bagian Tata Pemerintahan. Berdasarkan atas hasil penelitian sebagaimana tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa Tingkat pemahaman pegawai terhadap aturan mengenai disiplin pegawai pada kantor kecamatan sepauk sudah baik, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat pegawai yang tidak disiplin. Bagi pegawai yang melanggar ketentuan mengenai disiplin kerja pada kantor camat sepauk telah diberikan sanksi hukuman sesuai dengan ketentuan yang ada . Dalam pemberian sanksi hukuman terhadap pegawai yang tidak disiplin telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penegakan aturan disiplin kerja pegawai sudah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian data serta hasil penelitian mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pembinaan disiplin kerja pegawai di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang, maka dapat disimpulkan Upaya pembinaan disiplin kerja pegawai di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang dari aspek Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan Pegawai telak dilaksanakan dan aspek Penegakan Aturan Disiplin Pegawai telah ditegakan dan Faktor yang mempengaruhi upaya pembinaan disiplin kerja pegawai di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang yakni Tingkat Kesadaran Pegawai bahwa pegawai telah memiliki kesadaran dalam bekerja, Pemberian Penghargaan belum pernah adan dan belum diberikan penghargaan dan dari aspek Sarana dan Prasarana Kerja masih belum sesuai dengan kenyamanan untuk berkerja dan memberikan pelayanan. Dari dikesimpulan diatas maka kesempatan ini peneliti juga menyampaikan saran-saran yang berhubungan dengan pembinaan disiplin kerja pegawai di Kantor Camat Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang dapat disarankan agar dimasa yang akan datang adanya pembinaan secara terus menerus dan perlu ada perbaikan sarana dan prasarana kantor sebagai tempat berkerja aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
66 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 56- 66
DAFTAR PUSTAKA As’ad. 2000. Psikologi Industri. Ed 4. Yogyakarta: Liberty.
Minor, M. 2003. Coaching and Counseling. (terjemahan). Jakarta: PPM.
Fathoni, A. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Moenir, H.A.S. 1987. Pendekatan Manusiawi dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta: PT. Gunung Agung. Moenir, H.A.S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Cetakan Keenam Jakarta: Bumi Aksara. Rahardjo, T.B.W. 2000. Manajemen Untuk Pekerja Sosial. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Foster, L dan Seeker, B. 2001. Manajemen Birokrasi di Indonesia. Jakarta: PT. Gunung Agung. Handoko, T. H. 2001. Manajemen Personalia Dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: PT. BPFE. _____________. 2003. Manajemen, Edisi Kedua, Cetakan Kedelapanbelas, Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, HMSP. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. _____________. 2003. Organisasi & Motivasi. Edisi Ketiga. Jakarta: Bumi Aksara.
Sastrohadiwiryo, S. 2001. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. ______________. 2003. Manajemen tenaga Kerja Indonesia Pendekatan administratif dan Operasional. Jakarta : Bumi Aksara.
_____________. 2005. Organisasi & Motivasi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Bumi Aksara.
Saydam, G. 1997. Soal Jawab Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta : Djambatan. Siswanto, HB. 2005. Pengantar Manajer. Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintahan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tidak Diterbitkan.
Sofo, F. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Ed 1. Surabaya: Airlangga University Press.
UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME PEGAWAI DAERAH PADA KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Antonius Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Abstrak: Profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat. Profesionalisme sebagai refleksi dari cerminan kemampuan, keahlian akan dapat berjalan efektif apabila didukung oleh adanya kesesuaian antara tingkat pengetahuan atas dasar latar belakang pendidikan dengan beban kerja pegawai yang, menjadi tanggung jawabnya. Pentingnya profesionalisme aparatur pemerintahan ini sejalan dengan bunyi pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa : “pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan”. Pada tataran tersebut, pendekatan manajemen sumber daya manusia berbasis pada perkembangan pengetahuan merupakan salah satu pilar penting, karena manajemen pengelolaan sumber daya manusia dapat dipandang sebagai pemdekatan baru secara komperatif terhadap manajemen personalia yang memandang orang sebagai sumber daya kunci. Kata Kunci: Upaya, Peningkatan, Profesionalisme, Pegawai Dengan melihat pada kewenangan yang diberikan kepada Sat Pol PP, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Satpol PP sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya, termasuk di dalamnya penyelenggaraan perlindungan masyarakat (Linmas). Dalam pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja sangat memerlukan profesionalisme kerja. Profesionalisme sangatlah tergantung kepada kompetensi, kemampuan, sikap pengabdian dan keiklasan aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada saat kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan publik meningkat, tidak disertai dengan keahlian dan ketrampilan aparatur untuk membentuk suatu mekanisme kerja pelayanan yang baik. Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh aparatur pemerintah daerah yakni Satuan Polisi Pamong Praja dewasa ini adalah bagaimana membentuk apar atur pemerintah daerah tersebut yang professional dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Namun dalam kenyataannya hal itu sangat sulit dicapai, banyak hal yang terjadi, justru malah sebaliknya dimana banyak apar atur pemerintah daerah kurang mampu menyelenggarakan suatu pemerintah yag bersih, berwibawa dimana proses pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, aspirasi serta bertanggung jawab.
baik aparatur pemerintah daerah. Pemerintah Daerah diharapkan dapat menjalankan tugas-tugas pelayanan secara optimal kepada semua lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, adil dan mengutamakan pelayanan prima kepada masyarakat, maka diperlukan latihan. Seperti kondisi pelayanan publik pada umunya ternyata aparatur pemerintah Daerah Kabupaten Sintang pada Satuan Polisi Pamong Praja, juga masih perlu mendapat perhatian, bimbingan dan latihan sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik yang berkaitan dengan tugas dan fungsinya. Masih sering ditemukan keluhan-keluhan dari masyarakat baik melalui media masa maupun pengaduan langsung ke kantor Satuan Polisi Pamong Praja yang pada umumnya menuntut adanya peningkatan mutu dan kualitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Satuan Polisi Pamong Praja adalah di instansi pemerintah yang sangat berperan dalam rangka menciptakan ketertiban dan keamanan lingkungan masyarakat yang yang mempunyai tugas pengawalan Bupati, penjagaan, patrol, pengamanan perda dan sebagainya. Kenyataan lain di lapangan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya para pegawai masih jauh dari kata profesional. Seringkali dalam menjalankan tugas tidak menjalankan dengan mekanisme yang ada dengan kata lain dilengkapi pengalaman dan pengetahuan yang cukup. Penyebab utamanya seperti banyak pegawai Satuan Polisi Pamong Praja yang di mutasi dari Dinas lain yang sebelumnya tidak pernah dibekali pengetahuan pengamanan,
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik pada saat ini merupakan tantangan 67
68 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 67- 74
pengawalan, dan cara menertibkan berbagai tindak keamanan masyarakat. Menghadapi dinamika masyarakat dan per geseran paradigma sebagaimana disebutkan di atas, disamping aparatur harus senantiasa membangun kompetensi dirinya, aparatur juga harus mau dan mampu mengubah posisi dan perannya dalam memberikan layanan publik. Menurut Thoha (1998:119) mengatakan: “Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dar i yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju kearah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis, dan cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistis pragmatis”. Selain itu aparatur dituntut profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Profesionalisme ini lebih diarahkan pada sikap dan perilaku para aparatur birokrasi publik yang benar-benar mau dan mampu bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku, tindakan dan kebijakan yang telah, sedang dan akan dilakukan kepada masyarakat,. Mereka harus memiliki kompetensi, bersikap demokrasi, responsif dan adaptif, terutama dalam menyikapi lingkungan, tututan, aspirasi dan kepentingan yang senantiasa mengalami peetumbuhan dan perkembangan di masyarakat. Tata pemerintahan yang baik dapat menjadi kenyataan dan sukses apabila didukung oleh aparatur yang memiliki tingkat profresionalieme yang tinggi. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik menuntut tersedianya aparatur yang professional. Hal ini merupakan prasyarat dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan dan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Profesionalisme tersebut sangat tergantung pada kompetensi, kemampuan, sikap pengabdian dan keikhlasan aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Istilah profesinalisme sudah dikenal di kalangan masyarakat. Namun pengertian yang muncul di masyarakat umum seolah-olah istilah professional hanya ditujukan bagi aparatur tingkat pimpinan (manajer). Sesungguhnya istilah professional itu berlaku untuk aparatur mulai dari tingkat tertinggi sampai tingkat paling bawah. Profesi sebagai suatu pekerjaan yang meminta pendidikan tinggi dalam liberal arts atau science dan biasanya meliputi pekerjaan manual, seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang dan seterusnya; terutama kedokteran, hukum atau teologi. Profesi sebagai suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di
perguruan tinggi dan dikuasai oleh kode etik yang khusus. Profesi artinya menuntut peningkatan pengetahuan dan pengalaman yang lebih baik dan maju. Dalam menjalankan tugasnya, dalam rangka pembinaan dan penegakan hukum, Polisi Pamong Praja diharapkan selalu menampilkan performa professional, khususnya dalam menghadapi perkembangan keadaan dan tantangan global. Maka dari itu, segenap aparat Pol PP diharapkan menjadi aparat yang handal dan mempunyai kemampuan pemikiran yang jernih, serta kesehatan dan kemampuan fisik yang prima untuk menunjang keberhasilan dalam tugas-tugas dilapangan. Namun yang lebih penting lagi tentunya setiap aparat Sat Pol PP harus berupaya menempatkan fungsi pembinaan kepada masyarakat dibandingkan dengan penegakan hukum. Pengembangan pegawai pada hakikatnya adalah upaya pemenuhan kebutuhan tenaga kerja secara kualitatif sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditentukan dengan mempertimbangkan kepentingan-kepentingan individu pegawai untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin mencapai karier setinggi-tingginya. Dalam rangka pengembangan pegawai sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas seperti kecakapan, pengetahuan, keahlian dan karakter pegawai dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan merupakan usaha kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya penguasaan teori untuk memutuskan persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan pencapaian tujuan. Sedangkan pelatihan merupakan kegitan untuk memperbaiki kemampuan kerja melalui pengetahuan praktis dan penerapannya dalam usaha pencapaian tujuan. Pendidikan dan pelatihan tidak saja meningkatkan pengetahuan tetapi juga ketrampilan dan sikap pegawai. Pada dasarnya menurut Munasef (1984:172) terdapat lima tujuan serta manfaat pendidikan pelatihan, antara lain meliputi : (1) Menyesuaikan kecakapan pengetahuan dan kepribadian pegawai dengan pekerjaan yang harus dilakukan dalam jabatanjabatannya untuk mendapatkan hasil dan efisiensi kerja yang sebaik-baiknya. (2) Untuk mempertinggi mutu pekerjaan yang harus dilakukan dan mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan menurut bidang masing-masing. (3) Untuk menguasai dan menciptakan serta mengembangkan metode-metode kerja serta cara-cara kerja yang lebih baik. (4) Menetapkan pola berpikir yang sama. (5) Meningkatka kecakapan, pengetahuan dan pengabdian, keahlian serta keterampilan ke arah pembinaan karier pegawai negeri sipil yang sebaikbaiknya.
Antonius, Upaya Peningkatan Profesionalisme Pegawai Daerah 69
Untuk meningkatkan derajat profesionalisme pegawai maka penempatan PNS dalam jabatan harus didasarkan kesesuaian antara kompetensi jabatan dengan kompetensi yang dimiliki pegawai yang akan ditempatkan dalam jabatan. Penempatan menurut Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil mengatakan bahwa penempatan merupakan ketetapan yang menugaskan seseorang, oknum atau pegawai pada instansi yang telah dipersiapkan. Penempatan juga sama dengan penugasan kepad seseorang. Prinsip the right men on the right job harus diterapkan secara konsisten. Penempatan pagawai dalam jabatan yang tepat dan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki sangat menentukan dan mempengaruhi tingkat kinerja dan semangat pegawai sehingga secara lebih luas akan menentukan tingkat kinerja organisasi. Penempatan dalam jabatan ini mencakup jabatan fungsional maupun jabatan struktural harus didasarkan pada basis kompetensi dan hasil kinerja pegawai yang bersangkutan. Penempatan dan pola pengembangan pegawai sejak dari calon pegawai negeri sipil hingga pensiun harus dirumuskan dalam bentuk pola karier pegawai. Menurut Widodo (2007:185) menyatakan bahwa “Kompetensi ini merupakan kemampuan apar atur pemerintah berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan apa yang akan menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan dn tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Pendekatan yang dapat digunakan yaitu melalui pendidikan pelatihan dan pengalaman. Penempatan akan sangat menentukan tingkat produktivitas pegawai. Banyak terjadi, karena penempatan yang salah yaitu tanpa mempertimbangkan berbagai faktor, demotivasi pegawai muncul yang menyebabkan tingkat produktivitas menurun. METODE Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu kajian terhadap Upaya Peningkatan Profesionalisme Pegawai Pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Di Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang. Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Kapuas Sintang, maka penelitian ini adalah penelitian lapangan. Untuk mendukung data primer penulis melalui informan terdiri atas Kepala BKD Sintang, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sintang, Kasi Pengendalian Operasi dan Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : Wawancara Observasi dan Studi Dokumentasi. Adapun alat yang digunakan dalam pengumpulan data dalalam penelitian ini adalah Pedoman wawancara, Pedoman observasi dan Dokumentasi. Data yang telah terkumpul akan diolah,dengan kegiatan pengolahan data diawali dari tabulasi data kedalam tabel induk,klasifikasi data,analisa deskritif dan diakhir penyimpulan hasil analisis. Hasil analisis tersebut lebih banyak dikemukan dalam bentuk pemaparan atas pristiwa yang terjadi berkaitan dengan Upaya Peningkatan Profesionalisme Pegawai Pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Di Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang mempunyai tugas menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sesuai dengan ruang lingkup tugasnya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Satuan Polisi Pamong Praja menyelenggarakan fungsi yakni menyusun program dibidang ketentraman dan ketertiban umum serta menegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, merumuskan kebijakan teknis ketentraman dan ketertiban umum di Daerah, melaksanakan pelatihan teknis ketentraman dan ketertiban umum. Melaksanakan Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati. Melakanakan tugas koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum. Penerbitan, penindakan dan pemeriksaan warga masyarakat atau badah Hukum yang menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman umum. Melaksankan tugas ketatausahaan, pengelolahan administr asi, organisasi dan penatalaksaan kepegawaian, keuangan dan peralatan di lingkungan Status Kerja. Melaksankan tugaslain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.Dengan memperhatikan tugas, wewenang dan fungsi dari Polisi Pamong Praja, maka di tuntut untuk memperbaiki dan menyelenggarakan berbagai sektor yang masih lemah dengan mempertahankan dan meningkatkan serta memelihara yang sudah mantap melalui suatu pola pembinaan yang tepat dan lebih konkret bagi Polisi Pamong Praja, sehingga peran Polisi Pamong Praja dapat lebih dirasakan manfaatnya disemua bidang termasuk pembangunan pemerintah dan kemasyarakatan. Dengan memperhatikan pada fungsi Sat Pol PP di atas, yang mencakup fungsi operasi, fungsi koordinasi dan fungsi pengawasan, menunjukkan
70 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 67- 74
betapa penting dan strategisnya peran Pol PP dalam menyangga kewibawaan pemerintah daerah serta penciptaan situasi kondusif dalam kehidupan pembangunan bangsa. Eksistensi Pol PP, baik sebagai personil maupun institusi yang menangani bidang ketenteraman dan ketertiban umum, akan mengalami perkembangan sejalan dengan luasnya cakupan tugas dan kewajiban kepala daerah dalam menyelenggarakan bidang pemerintahan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daer ah. Dalam kaitan dengan pembinaan keamaman, tentunya peran Sat Pol PP tidak dapat diabaikan begitu saja, sebaliknya diharapkan mempunyai tingkat profesionalisme yang tinggi dan selalu bersinergi dengan aparat Polri dan alat-alat kepolisian khusus lainnya serta bermitra dengan masyarakat, yang dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan preemtif, seperti kegiatan penyuluhan, pembinaan dan penggalangan masyarakat. Upaya ini dapat diterapkan guna mencegah secara dini gangguan keter tiban masyarakat dan ketenteraman masyar akat sekaligus dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang bersinggungan dengan masyarakat secara arif dan bijaksana. Di samping itu, pola-pola preventif pun dapat diupayakan guna menanggulangi faktor police hazard yang potensial memunculkan berbagai gangguan Kamtibmas. Khusus berkaitan dengan eksistensi Sat Pol PP dalam penegakan hukum (represif), sebagai perangkat pemerintah daerah, kontribusi Sat Pol PP sangat diperlukan guna mendukung suksesnya pelaksanaan otonomi Daerah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang mengatakan bahwa polisi samapta merupakan pasukan inti yang selalu dilibatkan dalam setiap bentuk kegiatan kepolisian. Bentuk kegiatan tersebut misalnya razia narkoba, razia tipiring, razia pekat, pengawalan, penjagaan eksekutif. Akan tetapi, polisi pengendali massa juga memiliki tugas utama yaitu member ikan pengamanan pada setiap bentuk kegiatan masyarakat yang sifatnya pengumpulan massa dan cenderung rawan kerusuhan. Pelaksanaan fungsi kepolisian banyak menghadapi hambatan, khususnya yang berlingkup etis, yuridis, sosiologis dan psikologis. Namun, yang terjadi adalah masyarakat tidak mau tahu dan tidak bisa mengerti hambatan Polri tersebut. Mayarakat merasa sudah cukup dengan memenuhi kewajibannya sebagai warga negara, selanjutnya terhadap Polri, masyarakat hanya menilai pelayanan Polri terhadap masyarakat.
Menghadapi permasalahan tersebut menuntut setiap polisi untuk memiliki kemampuan mengendalikan dan mengontrol emosi, agar terhindar dari perilaku yang kurang profesional, yaitu penyalahgunaan wewenang, menampilkan tindak kekerasan, mempersulit pelayanan, dan sebagainya. Hasil wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang mengatakan bahwa penilaian masyarakat mengenai profesionalisme Polri masuk dalam kategori rendah, terlihat dari sikap kerja, sikap pelayanan, penanganan perkara, penanganan pelanggaran hukum dan perlengkapan kerja Polri tidak memuaskan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan maka Satuan Polisi Pamong Praja menerapkan strategi dan kebijakan yang harus ditempuh, yaitu Peningkatan profesionalisme aparatur penegak hokum pemerintah daerah yang didukung kelembagaan dan sarana dan prasarana yang memadai dan Penegakkan supremasi hukum yang dilandasi kewenangan otonomi daerah. Meningkatkan kompetensi dan profesionalitas Polisi Pamong Praja serta pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja Tipe A, untuk mencapai kebijakan tersebut ditempuh dengan melalui program-program Pengembangan kelembagaan serta peningkatan sarana dan prasarana aparatur satuan Polisi Pamong Praja, Peningkatan profesionalisme Pol PP dan PPNS Pol PP, Meningkatkan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakkan perda dan peraturan pelaksanaannya. Untuk mencapai kebijakan tersebut ditempuh dengan melalui program-program Pembinaan ketentraman dan ketertiban umum dan Penegakkan Peraturan Daerah. Hasil wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang mengatakan bahwa sesuai dengan Visi dan Misi yang telah ditetapkan, untuk keberhasilan tersebut perlu ditetapkan tujuan Satpol PP Kabupaten Sintang yang ditempuh dengan penetapan sasaran strategis terwujudnya lembaga penegak hukum pemerintah daerah yang memadai, terwujudnya sarana dan prasarana pendukung kelembahaan Polisi Pamong Praja memadai, terwujudnya Polisi Pamong Praja yang profesional dalam pelaksanaan tugas, terwujudnya PPNS Pol PP yang profesional dalam pelaksanaan tugas, terwujudnya ketentraman masyarakat, tertib hukum dan tertib sosial, terwujudnya penegakkan peraturan daerah dan peraturan pelaksanaannya, terciptanya suasana bathin masyarakat yang mendorong ketentraman dan ketertiban masyarakat, terwujudnya kesadar an masyarakat untuk memelihara ketentraman dan ketertiban di lingkungannya, terwujudnya partisipasi masyarakat untuk memelihara ketentraman dan ketertiban
Antonius, Upaya Peningkatan Profesionalisme Pegawai Daerah 71
dilingkungannya, terwujudnya sistem kolaborasi Sat Pol PP dengan aparat penegak hukum lainnya dalam memelihara trantibum serta penegakan perda dan peraturan pelaksanaannya, terwujudnya sistem kolaborasi Sat Pol PP dengan Polisi Pamong Praja di Kecamatan dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta penegakkan perda dan peraturan pelaksanaannya. Hasil wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sintang mengatakan bahwa terdapat beberapa program penting yang diperuntukan untuk pembinaan pegawai Satuan Polisi Pamong Praja yakni Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur, Program kemitraan pengembangan wawasan kebangsaan, Program peningkatan ketentraman dan kenyamanan lingkungan, Program pemeliharaan Kamtrantibmas dan Pencegahan Tindak criminal, Pr ogram pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketentraman dan ketertiban keamanan, Program peningkatan pemberantasan penyakit masyarakat, Kegiatan pembinaan dan latihan Polisi Pamong Praja Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan., Kegiatan pelatihan peningkatan kemampuan PPNS. Satuan Polisi Pamoing Praja mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah. Untuk mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun kelembagaan Satpol PP yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak hanya mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah, tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya, sosiologi, serta risiko keselamatan polisi pamong praja.Hasil wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang mengatakan bahwa dalam menghasilkan sosok aparat SatPol PP yang professional, khususnya dalam rangka mewujudkan perannya dalam pembinaan dan penegakkan hukum, maka beberapa upaya yang dapat dilakukan, di antaranya Memantapkan wawasan, keterampilan sumber daya Pol PP menuju sosok profesionalisme dalam pelaksanaan tugas, salah satunya dengan cara mengubah sistem rekrutmen dan pendidikan aparat Pol PP, Setiap anggota Pol PP harus dibekali kemampuan dan keterampilan taktis dan teknis
kepamongprajaan yang memadai. Tujuannya adalah supaya gerak langkah anggota Pol PP dalam melaksanakan perannya semaksimal mungkin terhindar dari tindakan-tindakan yang menyimpang, Evaluasi terhadap pola pendekatan yang selama ini diterapkan untuk menilai kadar efektifitasnya, sekaligus guna meminimalisir kemungkinan terjadinya penyimpangan, Memantapkan pedoman, arah, dan kewenangan yang jelas dan sinergis dengan unsur terkait, sehingga terjalin mekanisme operasional yang efektif dalam mewujudkan situasi yang kondusif wilayahnya, Menjalin kerja sama dengan seluruh aparat keamanan dan ketertiban serta aparat penegak hukum lainnya agar tercipta hubungan yang sinergis, mengingat beberapa kewenangan yang melekat pada Satpol PP melekat pula ada institusi lain, Menjalin kerja sama dengan seluruh unsur masyarakat dalam upaya-upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum. Dalam menjalankan fungsi dan perannya, setiap anggota Pol PP senantiasa bersikap dan bertindak secara professional, dengan selalu mengedepankan kearifan dalam bertindak sesuai koridor hukum dan nilai-nilai moral, serta memperhatikan hak. Sikap arogan dari anggota Pol PP yang menurut pandangan masyarakat sering diperlihatkan pada saat menjalankan perannya, sudah saatnya untuk ditinggalkan dan lebih mengedepankan pendekatan secara persuasif dan edukatif, agar terwujud anggota Sat Pol PP yang menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat dapat segera diraih. Dalam pengembangan sumber daya manusia istilah pendidikan dan pelatihan umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi. Sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau ketrampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Dalam suatu pelatihan orientasi atau penekananya pada tugas yang harus dilaksanakan. Sedangkan pendidikan lebih pada pengembangan kemampuan umum. Pelatihan pada umumnya menekankan kepada kemampuan psikomotorik, meskipun didasari pengetahuan dan sikap. Pendidikan dan pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Oleh karena itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang, maka pendidikan dan pelatihan bagi karyawan harus memperoleh perhatian yang besar. Dalam kegiatan pengembangan pegawai dalam ini pegawai selalu diupayakan untuk mengikut sertakan pegawai yang ada untuk mengikuti pendidikan baik yang bersifat formal maupun non
72 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 67- 74
formal dan pelatihan untuk setiap pegawai. Untuk pendidikan formal diberi kesempatan kepada pegawai bagi yang ingin melanjutkan pendidikan baik secara pribadi atau keinginan individu maupun memberikan kesempatan untuk mengikuti berbagai kursus dan pelatihan. Sedangkan untuk kegiatan pelatihan untuk pegawai selalu diberi kesempatan kepada pegawai sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Pelatihan yang diikuti umumnya yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sintang maupun pelatihan yang diselenggarakanoleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat. Pentingnya program pendidikan dan pelatihan bagi suatu organisasi adalah untuk pengembangan sumber daya manusia pegawai yang menduduki suatu jabatan tertentu dalam organisasi. Belum tentu setiap pegawai mempunyai kemampuan yang sesuai dengan peryaratan yang diperlukan dalam jabatan tersebut. Hal ini terjadi karena sering seseorang menduduki jabatan tertentu bukan karena kemampuannya, melainkan karena tersedianya formasi. Oleh sebab itu pegawai perlu penambahan kemampuan yang mereka perlukan. Program yang dilakukan kantor Sapol PP meliputi Penambahan jumlah dengan melakukan penerimaan pegawai baru melalui pemerintah daerah Kabupaten Sintang (BKD). Peningkatan kualitas tenaga teknis/ staf yang ada melalui pendidikan dan pelatihan dilakukan dengan dua cara yakni: pertama, mengikutsertakan pendidikan dan pelatihan pegawai yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian daerah Propinsi dan Kabupaten Sintang, seperti pelatihan penertiban, penjagaan, penegakan perda, patrol, Kesamaptaan dan lain-lain. Biaya pelatihan ini ditanggung oleh pemerintah. Setiap pegawai diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan latihan baik yang diselenggarakan oleh Kantor Kabupaten maupun oleh Dinas Instansi yang ada di Pemerintahan Kabupatan Kabupaten Sintang dan Kalimantan Barat Khususnya. Adapun sasaran pelaksanaan pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan prilaku peserta Diklat. Secara kongkret perubahan perilaku berbentuk peningkatan kemampuan dari sasaran diklat. Kemampuan ini mencakup kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor. Apabila dilihat dari pendekatan sistem, maka proses pendidikan dan pelatihan terdir dari input dan output. Komponen- komponen pelatihan dan pengembangan adalah Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur. Para pelatih harus keahhliannya yang berkualitas memadai. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Metode pelatihan dari
pengembangan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi peryaratan yang ditentukan. Pelatihan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan yang dilatih, termasuk bagi Satuan Polisi Pamong Praja yang tentunya memerlukan manfaat dari pelatihan yang diadakan. Tujuan pelatihan dan pengembangan antara lain menurut adalah meningkatkan penghayatan jiwa dan idiologi, meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia pegawai Satuan Polisi Pamong Praja. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, meningkatkan motivasi kerja, meningkatkan perkembangan pribadi pegawai. Dengan demikian setiap aparatur akan memperoleh manfaat yang sangat berarti bagi perkembangan pengetahuan dalam melaksanakan tanggungjawab terhadap pekerjaan yang harus di selesaikan. Dalam pengembangan sumber daya manusia istilah pendidikan dan pelatihan umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi. Sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Persyaratan untuk diangkat menjadi pegawai pada Satuan Polisi Pamong Praja terdiri atas, pegawai negeri sipil, berijazah sekurangkurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat, tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter) untuk lakilaki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk perempuan, berusia sekurangkurangnya 21 (dua puluh satu) tahun, sehat jasmani dan rohani; dan lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja. Prosedur di dalam penempatan pegawai sudah sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku, walaupun berdasarkan pengamatan dilapangan masih terdapat pegawai yang menempati suatu jabatan yang kurang sesuai profesionalismenya. Hal tersebut disebabkan karena masih kurangnya baik dari segi kuantitas dan kualitas pegawai di kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang. Dalam melakukan penempatan telah melalui kajian yang panjang. Menurut Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang di katakan bahwa dalam proses penempatan pegawai telah banyak menghadapi berbagai kendala seperti pertimbangan masa kerja dan tingkat pengetahuan
Antonius, Upaya Peningkatan Profesionalisme Pegawai Daerah 73
pegawai. Penempatan pegawai memperhatikan kualitas dan kuantitas pegawai karena sangat erat kaitannya dengan efektifitas pegawai dalam menjalankan tanggungjawabnya. Penempatan pegawai di lingkungan kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang mempunyai arti yang signifikan, bagi kantor tersebut Karena penempatan yang tidak tepat akan berimbas pada pelaksanaan tugas. Penempatan yang diberlakukan dengan memperhatikan korelasi antara formasi atas lowongan, pekerjaan atau jabatan, dengan disertai kemampuan yang dimilki oleh pegawai atau penempatan didasrkan pada penempatan yang sesuai dengan kemampuan seorang pegawai. Pegawai memiliki profesionalisme yang tinggi serta dapat menciptakan perkembangan yang baik bagi institusi. Kreteria tersebut juga mengandung arti bahwa penempatan pegawai disesuaikan dengan tingkat pendidikan, masa kerja, pengalaman kerja keperibadian pegawai sampai pada keadaan fisik pegawai. Belakangan ini, gerak langkah Satuan Polisi Pamong Praja tidak pernah luput dari perhatian publik, mengingat segala aktivitasnya dengan mudah diketahui melalui pemberitaan di mass media, baik cetak maupun elektronik. Satuan Pol PP telah memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi konsolidasi dan stabilitas teritorial pada daerah-daerah yang baru diamankan angkatan perang. Saat itu tugas-tugas yang berada di luar bidang kepolisian negara merupakan masalah spesifik yang ditangani oleh Polisi Pamong Praja, salah satunya menangani bidang pemerintahan umum, khususnya dalam pembinaan ketenteraman dan ketertiban di daerah. Karena itu, tidaklah bijaksana apabila kita memandang bahwa peran dan fungsi Pol PP dalam menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan peran yang berlebihan seakan-akan hendak mengambil alih peran Polri. Diberikannya kewenangan pada Sat Pol PP untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat bukanlah tanpa alasan. Namun, didukung oleh dasar pijakan yuridis yang jelas, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 13 dan Pasal 14 pada huruf c, yang menyebutkan: urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah meliputi penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dengan melihat pada kewenangan yang diberikan kepada Sat Pol PP, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Satpol PP sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya, termasuk di dalamnya penyelenggaraan perlindungan masyarakat (Linmas). Berdasarkan hasil wawancara Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang dan observasi dan
meneliti dokumen kepegawaian, masalah penempatan seorang pegawai mempunyai arti yang strategis bagi suatu kantor, basis dan keterampilan yang dimiliki pegawai merupakan pertimbangan yang utama kearah mana yang ia akan ditemaptkan, sehingga seorang dapat ditempatkan berdasarkan adanya korelasi antara formasi atau lowongan, pekerjaan atau jabatan, dengan daya kemampuan yang dimiliki oleh pegawai penempatan di dasarkan pada tempat yang tepat, yaitu penempatan pagawai yang dapat memberikan gambaran tentang segala fakta yang penting mengenai informal dengan jabatan yang diembannya, dan adanya pertimbangan pemimpin dalam menempatkan seorang pegawai pada suatu jabatan. Tahapan yang dilakukan dalam penempatan pegawai pada Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang harus melewati prosedurprosedur yang telah yang ditetapkan dari dinas tersebut sendiri dan diusulkan dari bawah, berikut ini kreteria ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Kabupaten Sintang dengan menerima usulan dari Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja yaitu hasil kesepakatan bersama dan beberapa kepala bidang yang ada pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang. Dibuat daftar usulan yang ditanda tangani oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang berdasarkan evaluasi dan kinerja kerja, serta kemampuan yang ditopang dengan pengalaman yang ditopang dengan pengalamannya. Usulan disampaikan kepala badan administrasi kepegawaian daerah (BKD) pada pemerintah Kabupaten Sintang lewat badan pertimbangan jabatan dan pangkat. Penempatan pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Sintang secara umum telah berjalan sesuai aturan,namun masih dirasakan kurang professional dalam arti ada sebagian pegawai yang menduduki suatu jabatan tanpa melalui suatu tahapan yang telah ditetapkan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV diatas, maka dapat disimpulkan dalam peningkatan profesionalisme pegawai pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kecamatan Sintang adalah sebagai sebagai berikut: Upaya peningkatan profesionalisme pegawai terdiri atas pengembangan pendidikan dan latihan pegawai dan penempatan pegawai ber dasarkan kompetensi.Dalam pengembangan pendidikan dan latihan pegawai dilakukan melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui Badan kepegawaian Daerah dan Kantor Satuan Polisi
74 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 67- 74
Pamong Praja itu sendiri. Diharapkan upaya peningkatan profesionalisme pegawai melalui pengembangan pendidikan dan latihan sebaiknya terus menjadi perhatian. Hal ini penting karena Satuan Polisi Pamong Praja selama ini menjadi
perhatian publik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dalam menempatkan pegawai pada Satuan Polisi Pamong Praja hendaknya didasarkan pada persyaratan yang tepat dan sesuai dengan latarbelakang pendidikan pegawai.
DAFTAR PUSTAKA Atmosoeprapto,2005. Menuju Sumber Daya Manusia Berdaya Guna dalam Oraganisasi. Jakarta: Gramedia. Dwiyanto, Agus, dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hadiati. WK & Sukadarto H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Keuangan dan Materiil. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI. Hadi, S. 1986. Metode Penelitian Ilmiah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Handoko, HT. 1994. Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. Islamy, M.I. 1998. Materi Pokok Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Press. Mertin, 1998. Peningkatan Pelayanan Publik Menuju Pemerintahan Yang Bersih. Jakarta: Rajwali Press
Moleong, L.J. 1991. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Musanef, 1984. Manajemen Kepegawaian Indonesia. Jakarta: PT. Gunung Agung. Nawawi, H. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ndraha, T. 1987. Partisipasi Masyarakat di Beberapa Desa. Jakarta: Yayasan Karya Dharma IIP. Poerwadarminta, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Rasyid, R. 1998. Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan. Jakarta: Yarsif Watampone.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN SINTANG Hermansyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Sintang Email:
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten di Kabupaten Sintang pada tahun 2010, dan untuk mengidentifikasikan Tingkat Keberhasilan Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten dilihat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti faktor Komunikasi, Sumber daya, Disposi dan Struktur Organisasi. Untuk melihat pengaruh keempat faktor tersebut peneliti menggunakan alat uji satatistik berupa Korelasi Rank Kendall (ô), Uji Z, Koefisien Konkordansi Kendall (W) dan Uji Chi Kuadrat (X2) dan Koefisien Determinasi dengan á = 0.05. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertama; Terdapat pengaruh positif dan signifikan komunikasi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten di Kabupaten Sintang, dengan besarnya kontribusi kumunikasi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten sebesar 60, 99 %. Kedua; Terdapat pengaruh positif dan signifikan sumber daya terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten di Kabupaten Sintang, dengan besarnya kontribusi sumber daya terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten sebesar 43,96 %. Ketiga; Terdapat pengaruh positif dan signifikan disposisi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten di Kabupaten Sintang, dengan besarnya kontribusi disposisi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten sebesar 13,84 %. Keempat; Terdapat pengaruh positif dan signifikan struktur birokrasi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten di Kabupaten Sintang, dengan besarnya kontribusi struktur birokrasi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten sebesar 43,96 %. Kelima; Terdapat pengaruh positif dan signifikan komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten di Kabupaten Sintang, dengan besarnya kontribusi komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi terhadap keberhasilan implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten sebesar 68.06 %. Kata kunci: implementasi, kebijakan, upah minimum kabupaten. Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan tegas mengatur tentang Pengupahan, dengan melindungi upah tenaga kerja yang merupakan upah minimum berdasarkan wilayah Provinsi atau kabupaten/kota, yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada karyawan. Pendistribusian ini berdasarkan produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup. Fungsi sistem upah sebagai alat distribusi adalah sama pada semua jenis dan bentuk sistem upah, tetapi dasar-dasar pendistribusiannya tidak harus sama. Upah sebagai suatu penghargaan dari energi karyawan yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang ataupun jasa yang diterima oleh karyawan dalam tiap-tiap minggu atau bulan dalam bentuk uang.
Pada hakekatnya perlindungan terhadap tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang, dengan memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya. Selain itu merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Pekerja atau karyawan merupakan setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja ini terjadi antara pekerja atau karyawan dengan pemberi kerja yang sifatnya individual. Para pekerja atau karyawan mempunyai hak untuk membentuk suatu organisasi pekerja bagi kepentingan para
75
76 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 75- 87
pekerja atau karyawan tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Berdasarkan Data Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sintang menunjukkan bahwa sejak tahun 2008 s/d 2010 jumlah kasus pengaduan di Sintang terus meningkat dengan penyebab utama perselisihan adalah upah, Tunjangan Hari Raya, Jaminan sosial tenaga kerja. Kasus Pengaduan Buruh/pekerja yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti; Struktur Birokrasi dan arus komunikasi antar pekerja, perusahaan maupun pemerintah daer ah. Dengan demikian Sumber daya (resources) tenaga kerja yang menerima upah juga rendah. Tinggi rendahnya upah yang diterima pekerja berpengaruh langsung terhadap Disposisi. Sedangkan bagi perusahaan juga mempengaruhi struktur bir okrasi dan komunikasi dalam menentukan besar kecilnya upah. Semakin tinggi upah akan menyebabkan biaya produksi dan harga produk yang tinggi sehingga akan mempengaruhi keuntungan kompetitif perusahaan di pasar. Sejalan dengan persoalan tersebut, maka peneliti merasa tertarik memeneliti tentang implementasi kebijakan upah minimum kabupaten di kabupaten sintang. Anderson (dalam Wahab, 2001) merumuskan kebijakan sebagai perilaku dan sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Makna kebijakan menurut pandangan Eulau dan Prewitt, sebagaimana dikutip oleh Jones (dalam Soenarko, 2000) yang menyatakan bahwa “Policy is defined as a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who makes it and those who bide by it”. Kebijakan merupakan suatu keputusan yang siap dilaksanakan dengan adanya kemantapan perilaku dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya maupun oleh mereka yang hams mematuhinya. Menurut Edwards III (1980) Implementasi merupakan tahapan antara pembuatan suatu kebijakan dan konsekuensi dari kebijakan tersebut. Reply (1985) menempatkan implementasi sebagai tahap ketiga dalam proses kebijakan. Pertama adalah fase penyusunan agenda, kedua formulasi kebijakan dan pengesahan, ketiga implementasi kebijakan dan keempat adalah dampak dari kebijakan. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi kebijakan tentang konservasi energi adalah teori yang dikemukakan oleh Edwards III. Dimana implementasi dapat
dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil, menurut Edwards III (1980) ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu Communications (Komunikasi), Resources (Sumber Daya), Dispositions or attitudes (sikap) dan bureucratic structure (struktur birokrasi). Ke empat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Penyederhanaan pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap implementasi. Menurut Jiwanto (1997) ada 5 kategori komunikasi yang bisa dipakai dalam organisasi, yaitu 1) Komunikasi lisan dan tertulis, 2) Komunikasi verbal dan non verbal, 3) Komunikasi ke bawah, ke atas dan ke samping, 4) Komunikasi formal dan non formal, 5) Komunikasi satu arah dan dua arah. Selanjutnya Rogers (1991) menyatakan bahwa : “Suatu alasan yang penting untuk mempelajari komunikasi organisasi adalah bahwa komunikasi tersebut terjadi sangat tergantung pada struktur. Suatu struktur organisasi cenderung untuk mempengaruhi proses komunikasi, dengan demikian komunikasi dari bawahan kepada pimpinan sangat berbeda dengan komunikasi antar sesamanya. “ Thoha (1997) mengemukakan jika dalam organisasi dikenal adanya organisasi formal dan infomal maka komunikasipun dikenal komunikasi formal dan informal,” Komunikasi organisasi formal mengikuti jalur hubungan formal yang tergambar dalam susunan atau struktur organisasi. Adapun komunikasi organisasi informal arus informasinya sesuai dengan kepentingan dan kehendak masingmasing individu atau pribadi yang ada dalam organisasi. Rondinelli dan Ingle (1981) Ada dua unsur dari respon yang dapat mempengaruhi Sumber daya untuk melaksanakan kebijakan yaitu : (1) kognisi, yaitu pemahaman tentang kebijakan, dan (2) respon mereka ke arah kognisi itu (menerima, netral atau menolak). Dengan demikian Sumber daya yang dirnaksudkan adalah Sumber daya dalam Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang melibatkan dua pihak yang saling berhubungan. Pihak pertama, sumber daya sebagai organisasi pelayanan publik yang menyediakan jasa publik dan Pihak kedua, sumber
Hermansyah, Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten 77
daya sebagai pemanfaat pelayanan publik. Katz (1985) organisasi serikat pekerja adalah satusatunya organisasi yang memiliki akses penguasaan atas seluruh sumber daya manusia. Oleh karena itu di negara-negara berkembang umumnya, pemerintah dengan organisasi serikat pekerja memiliki lebih banyak kemampuan untuk melaksanakan kebijakan UMK dari pada organisasi kemasyarakatan lainnya. Disposisi atau sikap (Diposition or attitudes) dalam hal ini, yang terpenting adalah sikap mendukung dari para implementor terhadap implementasi kebijakan. Artinya para serikat pekerja bersedia mengambil sikap dalam rangka melaksanakan kebijakan, justru sangat tergantung pada sejauh mana wewenang yang ada padanya. Disposisi ini umumnya didasarkan pada evaluasi subyektif peneliti dari pada suatu kriteria prespektif Linders dan Peters (1987) memberikan alternatif dalam menaksir keberhasilan implementasi yaitu dengan mengevaluasi disposisi kebijakan dan berusaha menentukan bila ada perubahan yang nyata dalam populasi target atau kondisi sebagai akibat suatu intervensi atau yang terprogram, Kesulitan pendekatan ini adalah jika lingkungan sosial dan ekonomi dimana kebijakan UMK diimplementasikan tidak dipahami secara utuh atau berubah dengan sangat cepat. Weber (1991), mengartikan birokrasi yang baik adalah struktur birokratik dalam hal ketepatan, kestabilan, ketaatan atau kedisiplinan serta keteladanan. Oleh karena itu Weber mengemukakan beberapa ciri - ciri desain birokrasi yang dapat menimbulkan motivasi, rasa bangga serta mempermudah keluwesan. Gibson (1995), mengemukakan beber apa unsur di dalam mendesain struktur birokrasi antara lain ; “Pembagian kerja, pendelegasian wewenang, departementalisasi dan rentang kendali”. Dalam keempat keputusan desain tersebut, kemudian Gibson (1995) mengemukakan tiga dominasi untuk melukiskan sebuah struktur organisasi sebagai berikut: 1. Formalisasi; Yaitu menunjukkan sejauh rnana sebuah birokrasi berpegang pada peraturan peraturan dan prosedur - prosedur tertulis untuk rnenentukan terlebih dahulu tindakan para karyawan. 2 Sentralisasi; Yaitu dimensi struktur yang mengembangkan apakah pimpinan terus mndelegasikan wewenang atau tidak, sentralisasi mengacu pada wewenang pengambilan keputusan dalam hierarkhi organisasi
3.
Kompleksitas; Yaitu menguraikan beberapa jenis pekerjaan pada tingkat wewenang yang berbeda yang ada dalam organisasi.
Metode Secara garis besar dalam penelitian ini akan digunakan rancangan (design) penelitian exsplanatory (penjelasan), yang menyoroti hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi Kabupaten Sintang yang merupakan salah satu Kabupaten di Kalimantan Barat, cukup strategis bagi pengusaha untuk mendirikan perusahaan baik perusahaan perseorangan atau pun perusahaan komanditer. Populasi yang diambil adalah seluruh Pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Sintang, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sintang, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sintang, BPS Statistik Kabupaten Sintang, Dinas Perindustr ian, Perdagangan dan Koprasi Kabupaten Sintang, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sintang, Serikat Pekerja (SP) Kabupaten Sintang. Adapun dalam penelitan ini, peneliti mengambil sampel total sebanyak 30 orang pegawai dijadikan sebagai responden. Dalam rangka pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner tertutup dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan Implementasi kebijakan UMK dan melalui obsevasi. Dari data yang terkumpul kemudian dianalisa melalui cara : Editing, Coding dan Tabulating. 1. Hipotesis Kerja/Hipotesis Alternatif (Ha) a. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Komunikasi terhadap variabel keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. b. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Resources terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. c. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Disposisi terhadap variabel keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. d. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Struktur Birokrasi terhadap variabel keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang.
78 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 75- 87
e. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi terhadap variabel keberhasilan mplementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Instrumen yang penelitis gunakan adalah dengan menggunakan kuesioner yang sudah dipersiapkan dan diserahkan kepada para pekerja dengan cara memilih jawaban dengan urutan a, b, c, d dengan skore a = 4; b = 3; c = 2; dan d = 1. Untuk menguji atau membuktikan hipotesis yang telah diajukan dapat diterima atau ditolak > maka perhi diuji kebenarannya pada masing-masrng variabel yang hendak diteliti dengan Rank Kendall adalah sebagai berikut: a. Korelasi Rank Kendall (TAU)
Σ R j R j M ea n
= N S
R um us : W ½ K 2 (N 3 - N ) - K. Σ T
Dimana W = S
=
K = N = T =
Koefisien Korelasi Konkordansi Kendall Jumlah kuadrat Deviasi observasi dari mean Jumlah Variabel Jumlah Responden Jumlah rangking dari semua variable (Tx1 + Tx2 + Tx3 + Tx4 + Ty)
Uji Signifikansi X2 = k (N – 1) W
S R um us τ = 0 ,5 N (N-1) – T x .
0 ,5 N (N -1 ) - Ty
Dimana: = Koefisien Korelasi Rank Kendall S = Simpangan, yaitu banyaknya ranking yang lebih besar dikurangi banyaknya rangking yang lebih kecil ke bawah N = Jumlah Responden 1 = Konstanta Tx = Banyaknya ranking yang sama dari variabel x Ty = Banyaknya ranking yang sama dari variabel y Untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji signifikansi: τ
Dimana: X2 = Tes signifikan dari W W = Koefisien Korelasi Konkordansi Kendall k = Jumlah Variabel N = Jumlah Responden Hipotesis ini diuji dengan taraf signifikansi 95%. Bila X2 hitung > X2 tabel = ha diterima, ho ditolak Bila X2 hitung < X2 tabel = ha ditolak, ho diterima c. Koefisien Determinasi Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan prosentase variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Rumus :
Z = 2 (2N + 5) 9 N (N-1)
Dimana: Z = Nilai dari z hitung = Koefisien Korelasi Rank Kendall N = Jumlah Responden 1,2,5,9= Konstanta Bila Z hitung >Z tabel 5% = ha diterima, ho ditolak Bila Z hitung < Z tabel 5% = ha ditolak, ho diterima b.
Koefisien Konkordansi Kendall ( W ) Untuk mengukur seberapa besar hubungan antara variabel independen dengan variabel
KD = r2 Y(X1 X2 X3 X4) x 100% Dimana: X1 = Variabel Komunikasi X2 = Variabel Resources X3 = Variabel Disposisi X4 = Variabel Struktur Birokrasi Y = Variabel Implementasi Kebijakan UMK Hasil Penelitian Dan Pembahasan Untuk melihat tentang. responden dalam penelitian ini, akan disajikan tabel yang menggambarkan identitas responden yaitu namanama responden kelompok umur, tingkat pendidikan serta jenis kelamin dari responden.
Hermansyah, Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten 79
Tabel II. 1. Responden berdasarkan Kelompok Umur No Kelompok Umur Frekuensi (Tahun) 1 20—29 5 2 3 4
Prosentase (%) 16.67%
30—39 40—49 50 keatas
9 14 2
30.00% 46.67% 6.67%
Jumlah
30
100.00%
Sumber: Angket Kusioner Biodata Responden Tabel. II.2. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
SMA DIPLOMA STRATA1 STRATA2 Jumlah
11 6 9 4 30
Prosentase (%) 36.67% 20.00% 30.00% 13.33% 100.00%
Sumber: Angket Kusioner Biodata Responden Data pada tabel di atas menunjukan bahwa yang menjadi responden mayoriatas mempunyai tingkat pendidikan sederajat Sekolah Menegah Atas (SMA) yaitu sebanyak 11 orang reponden atau sebesar 36,67%.
Hubungan Antara Variabel Komunikasi Dengan Variabel Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK Sumber: Pengolahan Data Program SPSS Versi 19
Correlations
K en d al l's T in g k at ta u _ b K eb e rh as ila n Im p lem en ta si K eb i jak a n U M K
K o m u n i k as i
T in g k at K eb e rh as ila n Im p lem en ta si K eb i jak a n UM K C o rrel ati o n C o effici en t 1 .0 0 0 S ig . (2 -ta ile d ) . N 30 B o o ts tra p aB ia s .0 0 0 S td . Erro r .0 0 0 95% L o w er 1 .0 0 0 C o n fid e n ce U p p er 1 .0 0 0 In te rv al C o rrel ati o n C o effici en t .7 8 1 * * S ig . (2 -ta ile d ) .0 0 0 N 30 B o o ts tra p aB ia s .0 0 0 S td . Erro r .0 0 0 95% L o w er .7 8 1 C o n fid e n ce U p p er .7 8 1 In te rv al
K o m u n i k as i .7 8 1 * * .0 0 0 30 .0 0 0 .0 0 0 .7 8 1 .7 8 1 1 .0 0 0 . 30 .0 0 0 .0 0 0 1 .0 0 0 1 .0 0 0
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). a. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 stratified bootstrap samples
80 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 75- 87
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa koefisien korelasi Komunikasi dengan Tingkat Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK sebesar ô = 0,781 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Dengan demikian, secara ststistik hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang positif antara Komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK, hal ini terbukti dan dapat diterima. Hasil perhitungan koefisien korelasi tersebut kemudian diuji signifikansi menggunakan uji Z dengan perhitungan sebagai berikut :
τ Z = 2 (2N + 5) 9 N (N-1) 0,781 Z = 2 (2(30) + 5) 9 (30) (30-1) Z =
6,054
Hubungan Antara
Harga Z dihitung kemudian dikonsultasikan dengan harga Z tabel dengan taraf signifikansi 5% . Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 6,054 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Untuk mengetahui besarnya hubungan komunikasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang terbentuk. Adapun besarnya nilai koefisien determinasi (KD) komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dihitung sebagai berikut : KD = r2 Y(X ) x 100% KD = (0,781)2 x 100% KD = 60, 99 % Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa nilai koefisien determinasi Komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang sebesar 60,99 %. Hal ini mengandung pengertian bahwa besarnya pengaruh yang diberikan Komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar 60,99 %.. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 39,01 % merupakan hubungan variabel lain selain komonikasi misalnya resources, disposisi dan struktur birokrasi.
Sumber daya/Resource Dengan UMK
Keberhasilan Implementasi Kebijakan
C o rre la tio n s
K en d al Ti n gk a t l's Ke b erh as il a ta u _ b n Im p le m en t a si Ke b ija k an UM K
S u m b er Da y a/R e so u rce
C o rrela tio n C o e ffici en t Si g . (2 -tai led ) N B o o ts tra B ias a p St d. E rro r 95% Lo w e C o n fiden c e r In terv a l Up p e r C o rrela tio n C o e ffici en t
T in gk at K eb erh asi lan Im p l em e n tas i K eb i jak an Su m b er U MK Da ya ** 1 .0 00 .6 6 3 . .0 0 0 30 30 .0 00 .0 0 0 .0 00 .0 0 0 1 .0 00 .6 6 3 1 .0 00
.6 6 3
.6 6 3 * *
1 .0 0 0
Hermansyah, Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten 81
Si g. (2-tai led) N B ootstrap a Bia s S td. Error 95% C onfide nce Inte rval
.00 0 30 .00 0 .00 0 .66 3 .66 3
Low er U pper
. 30 .000 .000 1.000 1.000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). a. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 1000 stratified bootstrap samples Sumber: Pengolahan Data Program SPSS Versi 19 Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa koefisien korelasi Sumber Daya/Resource dengan Tingkat Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK sebesar ô = 0,663 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Dengan demikian, secara ststistik hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang positif antara Sumber Daya (Resource) dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK, hal ini terbukti dan dapat diterima. Hasil perhitungan koefisien korelasi tersebut kemudian diuji signifikansi menggunakan uji Z dengan perhitungan sebagai berikut : τ Z = 2 (2N + 5) 9 N (N-1) 0,663 Z = 2 (2(30) + 5) 9 (30) (30-1) Z = 5,140
Harga Z dihitung kemudian dikonsultasikan dengan harga Z tabel dengan taraf signifikansi 5% . . Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 5,140 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara Sumber Daya (Resource) dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang.
Sumber Daya (Resource) terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang terbentuk. Adapun besarnya nilai koefisien determinasi (KD) Sumber Daya (Resource) dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dihitung sebagai berikut : Untuk mengetahui besarnya hubungan Sumber Daya (Resource) terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang terbentuk. Adapun besarnya nilai koefisien determinasi (KD) komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dihitung sebagai berikut : KD = r2 Y(X ) x 100% KD = (0,663)2 x 100% KD = 43, 96 % Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa nilai koefisien determinasi Sumber Daya (Resource)
dengan keberhasilan
implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang sebesar 43,96 %. Hal ini mengandung pengertian bahwa besarnya pengaruh yang diberikan Komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar 43,96%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 56,04 % merupakan hubungan variabel lain selain Sumber Daya (Resource)
Untuk mengetahui besarnya hubungan
misalnya komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi.
82 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 75- 87
Hubungan Antara
Variabel Disposisi Dengan Variabel Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK
C orre lation s
K endall's ta u_b
Ti ngka t Ke berhasilan Imple mentasi Ke bija kan UM K Disposi si
C orrela tion C oeffic ient Sig. (2-tailed) N C orrela tion C oeffic ient Sig. (2-tailed) N
T ingkat K eberh asila n Im pl eme nta si K ebijaka n U MK 1.000
D isposi si .372 *
. 30
.016 30
.372 *
1.000
.016 30
. 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber: Pengolahan Data Program SPSS Versi 19 Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa koefisien korelasi Komunikasi dengan Tingkat Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK sebesar t = 0,372 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Dengan demikian, secara ststistik hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang positif antara Disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK, hal ini terbukti dan dapat diterima. Hasil perhitungan koefisien korelasi tersebut kemudian diuji signifikansi menggunakan uji Z dengan perhitungan sebagai berikut : τ Z = 2 (2N + 5) 9 N (N-1) 0 ,37 2 Z = 2 (2(30) + 5) 9 (30) (30-1) Z =
2,883
Harga Z dihitung kemudian dikonsultasikan dengan harga Z tabel dengan taraf signifikansi 5% . Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel
menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 2,883 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara Disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Untuk mengetahui besarnya hubungan Disposisi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang terbentuk. Adapun besarnya nilai koefisien determinasi (KD) Disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dihitung sebagai berikut : KD = r2 Y(X ) x 100% KD = (0,372)2 x 100% KD = 13,84 % Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa nilai koefisien determinasi Disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang sebesar 13,84 %. Hal ini mengandung pengertian bahwa besarnya pengaruh yang diberikan Disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar 13,84 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 86,16 % merupakan hubungan variabel lain selain Disposisi misalnya komunikasi, resources dan struktur birokrasi.
Hermansyah, Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten 83
Hubungan Antara
Variabel Struktur Birokrasi Dengan Variabel Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK
C orre lation s
K endal Ti ngka t l's Ke berhasil an ta u_b Imple ment asi Ke bija kan UM K S truktur Birokrasi
T ingkat K eberh asilan Im plem enta si K ebi jaka n U MK St ruktur Birokrasi ** 1.000 .663
Correla tion Coeffic ient Si g. (2-tai led) N Correla tion Coeffic ient Si g. (2-tai led) N
. 30
.000 30
**
1.000
.000 30
. 30
.663
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber: Pengolahan Data Program SPSS Versi 19 Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa koefisien korelasi Struktur Birokrasi dengan Tingkat Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK sebesar t = 0.663 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Dengan demikian, secara ststistik hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang positif antara Variabel Struktur Birokrasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK, hal ini terbukti dan dapat diterima. Hasil perhitungan koefisien korelasi tersebut kemudian diuji signifikansi menggunakan uji Z dengan perhitungan sebagai berikut :
menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara Struktur Birokrasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Untuk mengetahui besarnya hubungan Struktur Bir okrasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang terbentuk. Adapun besarnya nilai koefisien determinasi (KD) Struktur Birokrasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kota Sintang dapat dihitung sebagai berikut : KD = r2 Y(X ) x 100% KD = (0,663)2 x 100%
τ Z = 2 (2N + 5) 9 N (N-1) 0,663 Z = 2 (2(30) + 5) 9 (30) (30-1) Z = 5,140
Harga Z dihitung kemudian dikonsultasikan dengan harga Z tabel dengan taraf signifikansi 5% . Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 5,140 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini
KD = 43, 96 % Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa nilai koefisien determinasi Struktur Birokrasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang sebesar 43,96 %. Hal ini mengandung pengertian bahwa besarnya pengaruh yang diberikan Komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar 43,96%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 56,04 % merupakan hubungan variabel lain selain Struktur Birokrasi misalnya komunikasi, Sumber Daya (Resource) dan Disposisi.
84 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 75- 87
Hubungan Antara Komunikasi, Sumber daya (Resource), Disposisi Struktur Birokrasi Dengan Variabel Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK
Ranks Mean Rank Tingkat Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
1.75 4.38 3.17 1.38 4.32
Test Statistics N Kendall's Wa Chi-Square df Asymp. Sig. Monte Carlo Sig. Sig. 95% Confidence Interval
30 .825 98.998 4 .000 b .000 .000
Lower Bound Upper Bound
.000
a. Kendall’s Coefficient of Concordance b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000. Sumber: Pengolahan Data Program SPSS Versi 19
S Rumus : W
S 2
3
½ K (N - N) - K. Σ T Dari hasil perhitungan dengan diproleh Koefisien Konkordansi Kendall (W) W = 0, 825 Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil konkordansi sebesar 0,825 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kelima variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Dengan demikian, secara statistik hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh antara Komunikasi, Sumber daya (Resource), Disposisi, Struktur Birokrasi Dengan Variabel Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK terbukti dan dapat diterima. Dengan SPSS koefisien konkordansi adalah sebesar 0,825.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah koefisien konkordansi tersebut signifikan atau tidak, dapat dilakukan dengan mencari x² (chi kuadrat). X2 = k (N – 1) W X2 = 5 (30 – 1) 0,825 X2 = 119,625 Harga x² hitung kemudian dikonsultasikan dengan harga x² tabel dengan melihat tabel db = N – 1 = 30 – 1 = 29. Pada taraf signifikansi 5 % menunjukkan angka x² tabel = 42,557, sehingga dengan demikian x² hitung lebih besar dari x² tabel yaitu 119,625 > 42,557. Hal ini berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menunjukkan Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi terhadap variabel keberhasilan mplementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang.
Hermansyah, Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten 85
Selanjutnya mengetahui seberapa besar sumbangan prosentase variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Atau dengan kata lain sumbangan variabel Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi terhadap variabel keberhasilan mplementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang dicari dengan menggunakan Koefisien Determinasi KD
=
r2 Y(X1 X2 X3 X4) x 100%
KD
=
(0,825)2 x 100%
2.
KD
= 68,06 % Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai koefisien determinasi Komunikasi, Resources, Disposisi, Struktur Birokrasi terhadap keberhasilan mplementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang sebesar 68.06 %. Hal ini mengandung pengertian bahwa besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi terhadap variabel keberhasilan mplementasi kebijakan UMK di Kota Sintang adalah sebesar 68.06 %. Selanjutnya, sisanya yaitu sebesar 24.14 % merupakan pengaruh variabel lain selain variabel Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi Kesimpulan 1. Terdapat hubungan dan pengaruh yang positif dan signifikan antara komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Sintang yang ditunjukan dengan Korelasi Rank Kendall (TAU) sebesar ô = 0,781 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Hasil uji Z adalah menunjukan angka 6,054. Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 6,054 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Besarnya sumbangan Komunikasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang berdasar koefisien determinasi (KD) komunikasi KD = 60, 99 %. Berarti besarnya pengaruh yang diberikan Komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar
3.
60,99 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 39,01 % merupakan hubungan variabel lain selain komunikasi misalnya resources, disposisi dan struktur birokrasi. Terdapat hubungan dan pengaruh yang positif dan signifikan antara Sumber daya (Resources) dengan keberhasilan implementasi kebijakan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Sintang yang ditunjukan dengan Korelasi Rank Kendall (TAU) sebesar ô = 0,663 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Selanjutnya dilakukan uji Z untuk pengujian hipotesis. Hasil uji Z adalah menunjukan angka 5,140 . Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 5,140 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara Sumber daya (Resources) dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Besarnya sumbangan Sumber daya (Resources) ter hadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang berdasar koefisien determinasi (KD) Sumber daya (Resources) dengan KD = 43,96 %. Berarti besarnya pengaruh yang diberikan Komunikasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar 43,96 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 56,04 % merupakan hubungan variabel lain selain Sumber daya (Resources) misalnya, komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi. Terdapat hubungan dan pengaruh yang positif dan signifikan antara disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Sintang yang ditunjukan dengan Korelasi Rank Kendall (TAU) sebesar ô = 0,372 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Hasil uji Z adalah menunjukan angka 2,883. Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 2,883 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Besarnya sumbangan disposisi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang berdasar koefisien determinasi (KD) disposisi KD = 60, 99 %.
86 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 75- 87
4.
5.
Berarti besarnya pengaruh yang diberikan disposisi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar 13,84 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 86,16 % merupakan hubungan variabel lain selain disposisi misalnya komunikasi, Sumber daya (resources), disposisi dan struktur birokrasi. Terdapat hubungan dan pengaruh yang positif dan signifikan antara Struktur Birokrasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Sintang yang ditunjukan dengan Korelasi Rank Kendall (TAU) sebesar ô = 0,781 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang signifikan dan hipotesis diterima. Hasil uji Z adalah menunjukan angka 6,054. Pada taraf signifikansi 5% harga Z tabel menunjukkan angka 1,96. Harga Z Hitung 6,054 > Z tabel 1,96 berarti Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara Struktur Birokrasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang. Besarnya sumbangan Struktur Birokrasi terhadap keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang berdasar koefisien determinasi (KD) Struktur Birokrasi KD = 60, 99 %. Berarti besarnya pengaruh yang diberikan Struktur Birokrasi dengan keberhasilan implementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang adalah sebesar 60,99 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 39,01 % merupakan hubungan variabel lain selain Struktur Birokrasi misalnya Komunikasi, Sumber daya (resources) dan disposisi. Terdapat pengaruh yang signifikan dari Komunikas, Sumber daya (Resource), Disposisi, Struktur Birokrasi terhadap Variabel Keberhasilan Implementasi Kebijakan UMK (Y) di Kabupaten Sintang. Hal ini dibuktikan dengan Koefisien Konkordansi Kendall (W) = 0, 825 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 dan Ha diterima. Untuk mengetahui apakah koefisien konkordansi tersebut signifikan atau tidak, dapat dilakukan dengan mencari X² (chi kuadrat) yang diproleh hasil X2 = 119,625 dan X² tabel = 42,557, sehingga dengan demikian X² hitung lebih besar dari X² tabel yaitu 119,625 > 42,557 dan menyebabkan Ha diterima dan Ho ditolak. Besar sumbangan pr osentase variabel
Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi terhadap variabel keberhasilan mplementasi kebijakan UMK di Kabupaten Sintang berdasar Koefisien Determinasi yang diperoleh hasil KD = 68,06 %. Ini berarti bahwa besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi terhadap variabel keberhasilan mplementasi kebijakan UMK di Kota Sintang adalah sebesar 68.06 %. Selanjutnya, sisanya yaitu sebesar 24.14 % merupakan pengaruh variabel lain selain variabel Komunikasi, variabel Resources, variabel Disposisi, variabel Struktur Birokrasi. Saran 1.
2.
3.
4.
5.
Sebaiknya komunikasi yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja, Dinas Instansi terkait, Serikat Pekerja dan Asosiasi Pengusaha Indonesia di Kabupaten Sintang terus ditingkatkan agar Implementasi Kebijakan Upah Minimum (UMK) di Kabupaten Sintang dapat berjalan sesuai dengan Kebijakan yang telah ditetapkan. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Sintang terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Out put dan Impact dari Implementasi Kebijakan Upah Minimum (UMK) di Kabupaten Sintang, agar kebijakan Kebijakan Upah Minimum (UMK) di Kabupaten Sintang dapat berjalan sesuai dengan harapan. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Sintang lebih bersikap arif dan bijaksanana serta independen dalam mengatasi potensi konflik internal antara perusahaan dan buruh yang terjadi ter utama yang disebabkan oleh ketidaksuaian upah yang dibayar oleh pihak perusahaan kepada buruh sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kebijakan Upah Minimum (UMK) Kabupaten Sintang. Sebaiknya pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) terus memperhatikan kepentingan para pekerja terutama terpenuhinya kebutuhan hiduplayak bagi setiap pekerja dengan melakukan pendekat secara persuasif kepada setiap pekerja. Sebaiknya Serikat Pekerja (SP) terus memperjuangkan hak-hak pekerja terutama tercapainya kebutuhan kebutuhan hidup layak sesuai dengan Kebijakan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hermansyah, Implementasi Kebijakan Upah Minimum Kabupaten 87
DAFTAR PUSTAKA Edwards III, George C, 1 9 8 0 , Implementing Public Policy, Congressional Quarterly Pr ess, Washington Gibson, lvancevich, Donnelly, 2001,Organization, 8 Ed, Binarupa Aksara, Jakarta Jiwanto, Gunawan., 1985. Komunikasi dalam Organisasi, Yogyakr ta : Pusat Pengembangan Manajemen & Andi Offset
Rogers, Everett M., [terj. Zulkarnaina Mohd. Mess], [1991], “Teknologi Komunikasi”, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur. Wahab, Solichin Abdul , 1991. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Rineka Cipta.
PENGARUH KEPEMIMPINAN, KOMPENSASI DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEDISIPLINAN PEGAWAI KANTOR KECAMATAN SINTANG Darmansah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Email:
[email protected] Abstrak: Ada pengaruh dari kepemimpinan, kompensasi dan motivasi berprestasi secara bersama-sama terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kantor Kecamatan Sintang. Hal ini bisa dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi berganda sebesar 0,467 yang berarti 46,70% dari kedisiplinan kerja pegawai dapat dipengaruhi secara signifikan oleh kepemimpinan, kompensasi dan motivasi berprestasi secara bersamasama. Adanya kepemimpinan yang baik tidak akan memberikan makna yang sangat berarti jika tidak didukung dengan adanya motivasi berprestasi yang baik. Begitu juga dengan adanya kepemimpinan dan motivasi berprestasi yang memadai tidak akan memberikan makna yang berarti jika tidak didukung dengan pemberian kompensasi. Koefisien regresi menginterprestasikan bahwa jika rata-rata skor kepemimpinan, kompensasi dan motivasi berprestasi meningkat sebesar satu satuan, maka akan berpengaruh terhadap kedisiplinan kerja pegawai sebesar 0,3454 dari kepemimpinan, 0,1585 dari kompensasi dan 0,2234 dari motivasi berprestasi. Perubahan disiplin kerja pegawai yang diakibatkan oleh perubahan variabel kepemimpinan terlihat besar jika dibandingkan perubahan kedisiplinan kerja pegawai yang diakibatkan oleh perubahan motivasi berprestasi dan kompensasi. Kata Kunci: Kepemimpinan, Kompensasi, Motivasi Berprestasi, Kedisiplinan Pegawai Sumber daya manusia (SDM) merupakan unsur yang strategis dalam menentukan sehat tidaknya suatu organisasi. Pengembangan SDM yang terencana dan berkelanjutan merupakan kebutuhan mutlak organisasi. Sebuah organisasi memerlukan manusia sebagai sumber daya pendukung utama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan terus memajukan organisasi sebagai suatu wadah peningkatan produktivitas kerja. Kedudukan strategis untuk meningkatkan produktivitas kerja dapat terwujud dengan motivasi dan disiplin maksimal para pegawainya.
pemimpin/camat yang berwibawa, jujur, antusias, memiliki pengetahuan yang luas, dan berwawasan ke depan. Kepemimpinan camat yang baik dapat memotivasi pegawai untuk bekerja dengan baik, sehingga akan menghasilkan prestasi kerja seperti yang diharapkan. Kepemimpinan camat yang baik juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat yang pada gilirannaya dapat meningkatkan partisipasinya terhadap usaha pengembangan kecamatan, baik yang berupa pembangunan sarana penunjang, pembangunan lingkungan yang bersih dan rindang, maupun kelengkapan alat-alat yang dibutuhkan.
Berhadapan dengan usaha peningkatan kinerja kerja pegawai, salah satu permasalahan dasar adalah bagaimana meningkatkan motivasi dan disiplin kerja. Kedua hal ini sangat berperan dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari organisasi di dalam menjalankan kegiatan dan pekerjaan yang telah direncanakan dan diprogramkan. Pekerjaan dapat lebih cepat dan tepat diselesaikan jika didukung oleh peran serta pegawai di dalam melaksanakan pekerjaan, serta peran pimpinan di dalam mengatur akan pekerjaan tersebut. dalam hal ini, pimpinan harus selalu memberikan arahan dan memotivasi para pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.
Untuk mendisiplinkan pegawai diperlukan sosok seorang pemimpin yang baik. Seorang camat tidak saja dituntut menguasai bidangnya (profesional knowledge) namun yang lebih penting yaitu perlu mempunyai karetaker yang unggul. Karetaker (caretaker) unggul merupakan perwujudan adanya keharmonisan antara pikiran (thought), kata (words) dan perbuatan (deeds). Untuk itu seorang camat yang baik bukan hanya mengandalkan kekuatan pikiran dan kata-kata saja, tapi yang lebih penting adalah melakukan tindakan yang nyata tentang segala sesuatu yang dipikirkan dan diucapkannya. Selain itu, seorng camat juga harus pandai mengkomunikasikan apa saja yang diinginkannya untuk dilakukan oleh para anggotanya. karena kejelasan apa yang diinginkan seorang camat perlu mendapat dukungan seluruh anggota organisasi dalam hal ini adalah pegawai.
Untuk terlaksananya proses pelayanan administrasi yang baik diperlukan figur seorang 88
Darmansah, Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi dan Motivasi 89
Pada sisi komunikasi, yang lebih penting adalah kemampuan untuk mendengarkan (listening skill), selain kemampuan untuk membaca (reading skill), dan kemampuan untuk menuliskan (writing skill). Kemampuan mengekspresikan secara lisan, bukan hanya masalah bagaimana mempermainkan atau memperindah kata-kata, tetapi yang lebih penting justru bagaimana dengan kata-kata itu bisa membangun rasa percaya diri. Bahkan lebih jauh lagi, seorang pemimpin (camat) dapat dikatakan dipercaya, apabila kata-kata, pikiran, dan perbuatan ada dalam keharmonisan. Keberadaan organisasi pemerintahan, memiliki peran yang penting terutama bagi terwujudnya optimalisasi pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. Dalam berbagai dinamika, organisasi pemerintahan selalu diperhadapkan pada tuntutan rasionalisasi pelayanan secara profesional sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Dalam konteks ini, peran dari setiap pegawai yang terlibat dalam pelayanan pemerintahan selalu dituntut untuk dapat memberikan bobot yang lebih, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Agar hal demikian dapat terwujud, perlu adanya motivasi dan disiplin yang tinggi dari setiap aparatur sehingga konsep pelayanan dari sisi kuantitas dapat terpenuhi dan dari sisi kualitas dapat memuaskan masyarakat. Kecamatan Sintang merupakan salah satu domain organisasi pemerintahan yang memiliki peran strategis yang dalam implementasi tugasnya tidak hanya harus memberikan pelayanan kepada Bupati dan Wakil Bupati sebagai pucuk pimpinan organisasi pemerintahan di Kecamatan Sintang, tetapi juga harus mampu memberikan pelayanan pemerintahan kepada masyar akat. Dengan berbagai regulasi yang terus berubah seiring dengan perubahan dinamika kehidupan masyarakat yang selalu menuntut pelayanan pemerintahan yang prima, maka setiap pegawai pada Kecamatan Sintang dituntut untuk memiliki motivasi dan disiplin kerja yang baik yang teraktualisasi melalui optimalisasi kinerja sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dengan berbagai dinamika yang terjadi, kontekstual harapan sebagaimana dijelaskan di atas belum sepenuhnya terwujud sehingga optimalisasi kinerja pegawai pada Kecamatan Sintang masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Faktor yang demikian biasanya semakin menampakkan dimensinya secara luas apabila pimpinan setiap satuan kerja tidak memberikan reward dan punihsment sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan, sehingga semakin memberikan peluang pada setiap pegawai untuk mengabaikan tugas dan
tanggung jawabnya. Dari aspek manajemen, kondisi yang demikian akan menyebabkan tujuan organisasi menjadi kabur, disebabkan oleh rendahnya kinerja setiap pegawai, padahal secara konseptual, keberhasilan setiap organisasi dalam upaya mencapai tujuannya, termasuk organisasi pemerintahan, sangat ditentukan oleh dukungan yang optimal setiap anggota atau pegawai organisasi tersebut. Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka untuk mengetahui hubungan kepemimpinan, kompensasi dan motivasi terhadap disiplin kerja pegawai, dapat dilakukan melalui penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kedisiplinan Pegawai Kantor Kecamatan Sintang.” Metode Berdasarkan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah tergolong penelitian survei. Sukardi (2005) menyatakan bahwa penelitian survei merupakan model yang paling baik guna memperoleh dan mengumpulkan data asli untuk mendeskripsikan keadaan populasi. Terkait dengan model tersebut, Ary, Jacobs, & Razavieh (1985) menegaskan bahwa model survei disamping dapat digunakan untuk melukiskan kondisi dengan kreteria yang ditetapkan dan dapat juga digunakan untuk menyelidiki perbedaan gejala-gejala tersebut serta untuk menguji hipotesis. Menutur Singarimbun dan Effendi (1987), penelitian survei dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrument pengumpulan data utama. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Ciri dari jenis pendekatan ini adalah sebagai berikut: (1) data penelitian dikumpulkan dari suatu sample yang berasal dari suatu populasi yang telah ditentukan sebelumnya, (2) data berkait dengan suatu pendapat, persepsi atau suatu hal pada suatu saat dikumpulkan secara serempak dalam waktu yang relatif singkat, (3) data yang dikumpulkan dapat dianalisis dengan bermacammacam metode, bergantung pada kesimpulan yang ingin diperoleh dari data yang berhasil dikumpulkan (Borg & Gall, 1998). Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dan korelasional. Penelitian bersifat deskriptif adalah suatu penelitian yang berupaya untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan fenomena yang diamati (Ar ikunto, 1989). Sedangkan sifat korelasional dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan atau korelasi antara berbagai variabel berdasarkan besar kecilnya koefisien korelasi (Ary, dkk, 1985; Sugiyono, 2006).
90 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 88- 92
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi dan Motivasi Berprestasi terhadap, Kedisiplinan Pegawai Dalam sebuah institusi/kelembagaan atau kantor pimpinan memiliki pengaruh yang significant sebagai motor penggerak para pegawainya dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu instrument untuk mencapai tujuan di suatu instansi itu sendiri adalah kedisiplinan dari semua pegawai yang ada. Di kantor Kecamatan Sintang upaya yang dilakukan oleh pimpinan (Camat) dalam mendisiplinkan pegawainya yakni dengan menerapkan dengan maksimal teori-teori kepemimpinan, memberikan kompensasi dan motivasi bagi pegawai yang berprestasi secara parsial. Dari hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan metode kuantitatif menunjukan bahwa Kepemimpinan, Kompensasi dan Motivasi berprestasi merupakan variable yang memiliki pengaruh koefisien regresi positif terhadap peningkatan kedisiplinan pegawai kecamatan Sintang Pengaruh ketiga variabel independen tersebut, diukur dari nilai koefisien regresi. Jika koefisien regresi positif berarti pengaruhnya positif dan jika koefisien regresinya negative berarti pengaruhnya negatif. Untuk mengetahui apakah pengaruh tersebut signifikan atau tidak, diukur dari nilai t-hitung atau t-ratio masing-masing variable independen. Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel berarti pengaruh tersebut signifikan. Dan jika t-hitung lebih kecil t-tabel berarti pengaruh tersebu tidak signifikan. Uji statistic tersebut dapat menghasilkan suatu variable berpengaruh positif dan signifikan, berpengaruh Positif tetapi tidak signifikan, berpengaruh negatif dan signifikan, serta berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan. Interprestasi dari besarnya nilai koefisien regresi dan konstanta sebagaimana terlihat dalam model persamaan regresi di atas adalah: Konstanta sebesar 1,1191, menunjukkan besarnya nilai skor rata-rata kedisiplinan kerja pegawai Kantor Kecamatan Sintang jika tidak dipengaruhi oleh kepemimpinan, kompensasi dan motivasi berprestasi. Nilai konstanta tersebut memberikan makna bahwa jika tanpa adanya kepemimpinan, kompensasi, dan motivasi berprestasi maka kedisiplinan kerja pegawai memiliki tingkat kedisiplinan kerja yang rendah dan masih jauh dari skor rata-rata ideal sebesar 5. Koefisien regresi variable kepemimpinan camat sebesar 0,3545, memberikan makna bahwa
jika terdapat kenaikan skor rata-rata variabel kepemimpinan sebesar satu satuan, maka skor kedisiplinan kerja pegawai akan meningkat sebesar 0,3545 satuan. Koefisien regresi variable kompensasi sebesar 0,1585, memberikan makna bahwa jika terdapat kenaikan skor rata-rata dari variabel kompensasi sebesar satu satuan, maka kedisiplinan kerja pegawai akan meningkat sebesar 0,1585 satuan. Koefisien regresi variable motivasi berprestasi sebesar 0,2234, memberikan makna bahwa jika terdapat kenaikan skor rata-rata variabel motivasi berprestasi sebesar satu satuan, maka kedisiplinan kerja pegawai akan meningkat sebesar 0,2234 satuan. Berdasarkan hasil penelitian ini, sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Heru Wahyudi (1998) dalam hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan Camat berpengaruh terhadap kedisiplinan dan mempengaruhi kinerja karyawan atau pegawai. Hasil penelitian dan pengujian hipotesis pengaruh kepemimpinan camat terhadap kedisiplinan kerja pegawai memberikan makna bahwa faktor kedisiplinan kerja pegawai memberikan makna bahwa factor kepemimpinan seperti perhatian terhadap bawahan (pegawai) tentang pengembangan karir, kesejahteraan, kekeluargaan /komunikasi dan pelayanan, kebijakan dalam mengambil keputusan dalam hal pembagian tugas, peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan sarana dan prasarana dan hubungan dengan masyarakat/dinas lain, serta sikap atau kepribadian dari camat telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang. Kompensasi yang diberikan oleh pihak lembaga dengan pemberian penghargaan seperti kelancaraan kenaikan pangkat terhadap pegawai yang memiliki kondite baik, pemberian pujian, jabat tangan, ucapan selamat atau tepukan di bahu oleh camat, dan sanksi/hukuman khusus misalnya sering datang terlambat, pemberian sanksi/ hukuman khusus misalnya tidak bersedia member rekomendasi untuk usulan kenaikan pangkat bagi pegawai yang sering melakukan pelanggaran berat dan pemberian sanksi/hukuman kepada siapapun yang melanggar peraturan telah mampu memberikan kontribusi yang positif dan signifikan dalam mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai Kantor Kecamatan Sintang. Dari hasil analisis tersebut baik analisis regresi maupun pengujian statistik membuktikan
Darmansah, Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi dan Motivasi 91
hipotesis penelitian yang menduga ada pengaruh dari motivasi berprestasi terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang. Hasil penelitian dan pengujian hipotesis pengaruh motivasi berprestasi terhadap kedisiplinan kerja pegawai memberikan makna bahwa motivasi berprestasi pegawai yang tercermin dalam diri para pegawai yang terlihat dari adanya personal yang tinggi, adanya keberanian untuk mengambil resiko dan perilaku serta tindakan para pegawai yang bersangkutan terarah kepada upaya untuk mencapai kualitas hasil kerja dan setinggi - tingginya dan keikutsertaannya di dalam menyumbangkan pemikiran bagi camat untuk membantu pemecahan masalah, telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang. Dari hasil analisis tersebut baik analisis regresi maupun pengujian statistic membuktikan hipotesis penelitian ketiga, yang menduga ada pengaruh dari kepemimpinan camat, kompensasi dan motivasi berprestasi secara bersama-sama terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang. Hal ini bisa dilihat dari besarnya Nilai koefisien determinasi berganda sebesar 0,467 yang berarti 46,70% dari kedisiplinan kerja pegawai dapat dipengaruhi secara signifikan oleh Kepemimpinan camat, kompensasi dan motivasi berprestasi secara bersama-sama. Adanya kepemimpinan yang baik tidak akan memberikan makna yang sangat berarti jika tidak didukung dengan adanya motivasi berprestasi yang baik. Begitu juga dengan adanya kepemimpinan dan motivasi berprestasi yang memadai tidak akan memberikan makna yang berarti jika tidak didukung dengan pemberian kompensasi. Dengan demikian keberadaan satu variabel tidak mampu berdiri sendiri dalam meningkatkan kedisiplinan kerja pegawai tanpa didukung oleh variabel yang lain. Pengaruh Kepemimpinan Camat Paling Dominan Pengaruh dominan dari kepemimpinan ini ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien regresi kepemimpinan sebesar 0,3454 lebih besar dari nilai koefisien regresi variable kompensasi sebesar 0,1585 dan nilai koefisien regresi variabel motivasi berprestasi 0,2234. Koefisien regresi menginterprestasikan bahwa jika rata-rata skor kepemimpinan, kompensasi dan motivasi berprestasi meningkat sebesar satu satuan, maka akan berpengaruh terhadap kedisiplinan kerja pegawai sebesar 0,3454 dari kepemimpinan, 0,1585
dari kompensasi dan 0,2234 dari motivasi berprestasi. Perubahan disiplin kerja pegawai yang diakibatkan oleh perubahan variabel kepemimpinan terlihat besar jika dibandingkan perubahan kedisiplinan kerja pegawai yang diakibatkan oleh perubahan kompensasi dan motivasi berprestasi. Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kedisiplinan pegawai, yaitu sebesar 0,3454 satuan. Berarti, apabila nilai kepemimpinan meningkat sebesar satu satuan, maka kedisiplinan pegawai akan meningkat sebesar 0,3454 satuan. Kompensasi berpengaruh positif terhadap kedisiplinan pegawai, yaitu sebesar 0,1585 satuan. Berarti, apabila nilai kompensasi meningkat sebesar satu satuan, maka kedisiplinan pegawai akan meningkat sebesar 0,1585 satuan. Motivasi berprestasi berpengaruh positif terhadap kedisiplinan pegawai, yaitu sebesar 0,2234 satuan. Berarti, apabila nilai motivasi berprestasi meningkat sebesar satu satuan, maka kedisiplinan pegawai akan meningkat sebesar 0,2234 satuan. Dari ketiga variable tersebut, variable yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap peningkatan kedisiplinan pegawai adalah variabel kepemimpinan. Hal tersebut disebabkan karena variabel kepemimpinan memiliki nilai pengaruh yang paling besar, yakni sebesar 0,3454 satuan. Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan hipotesis penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Kepemimpinan camat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang, yang dibuktikan oleh b. besarnya nilai koefisien regresi sebesar 0,3454 dan pengujian statistik diperoleh hasil bahwa t-statistik = 3,6656 > t-tabel = 2,362. c. Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang, yang dibuktikan oleh besarnya nilai koefisien regresi sebesar 0,1585 dan pengujian statistik yang diperoleh hasil bahwa t-statistik = 3,1151 > t-tabel = 2,362. d. Motivasi berprestasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang, yang dibuktikan oleh besarnya nilai koefisien regresi sebesar 0,2234 dan pengujian statistik yang diperoleh hasil bahwa t-statistik = 3,9526 > t-tabel = 2,362. e. Dari hasil analisis regresi tentang pengaruh variabel secara bersama-sama menunjukkan bahwa kepemimpinan, kompensasi dan motivasi berprestasi berpengaruh positif dan
92 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 88- 92
f. g.
h.
signifikan terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang, yang dibuktikan oleh nilai F-statistik 30,167 > nilai F-tabel 2,691. Besarnya nilai koefisien determinasi berganda R2 = 0,467 menunjukkan besarnya perubahan disiplin kerja pegawai Kecamatan Sintang sekitar 46,70% ditentukan oleh perubahan variabel kepemimpinan, kompensasi dan motivasi berprestasi. Kepemimpinan mempunyai pengaruh dominan terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang, yang dibuktikan oleh besarnya nilai koefisien regresi variable kepemimpinan 0,3454, lebih besar dari nilai koefisien regresi variabel kompensasi sebesar 0,1585 dan koefisien regresi variabel motivasi berprestasi sebesar 0,2234.
Dari hasil analisis regresi dan pengujian hipotesis pengaruh variabel secara parsial terlihat bahwa variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh dominan terhadap kedisiplinan kerja pegawai. Oleh karena itu, resiko adanya penurunan kedisiplinan kerja pegawai yang disebabkan oleh faktor kepemimpinan harus ditanggulangi. Hasil penelitian ini merekeomendasikan kepada Kecamatan Sintang agar di masa yang akan datang lebih memperhatikan secara seksama terhadap pengembangan kepemimpinan, agar terus menjadi unsur pendorong yang penting bagi peningkatan kedisiplinan kerja pegawai. Dengan upaya-upaya yang serius, maka diharapkan untuk masa yang akan datang peranan kepemimpinan akan tetap memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai.
a.
b.
c.
d.
Untuk meningkatkan peran kompensasi terhadap kedisiplinan kerja pegawai Kecamatan Sintang, maka perlu diterapkan sistem kompensasi yang jelas. Penegakan disiplin pegawai hendaknya juga diimbangi dengan perbedaan perlakuan kepada para pegawai dalam hal pemberian kompensasi. Sehingga pegawai yang disiplin dan berprestasi akan merasa dihargai dan tidak disamakan perlakuannya dengan pegawai yang malas dan tidak berprestasi. Untuk meningkatkan peran motivasi berprestasi terhadap kedisiplinan kerja pegawai, maka kondisi motivasi berprestasi yang sudah baik hendaknya tetap dipertahankan dengan cara seperti membangun sistem reward, pelaksanaan tugas, strukturstruktur kelompok, pengawasan dan pemberdayaan pegawai. Cara lain yang bisa direkomendasikan untuk menghasilkan motivasi berprestasi yang efektif adalah dengan cara memberikan hasil kerja atau reward yang berlain-lain kepada pegawai, sesuai dengan prestasi yang disumbangkannya kepada Kantor. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari kepemimpinan, kompensaisi dan motivasi berprestasi terhadap kedisiplinan kerja pegawai adalah sebesar 46,70%. Hal ini berarti masih tidak 53,30% dari variabel lain yang berpengaruh terhadap kedisiplinan kerja pegawai. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan kepada peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang kedisiplinan kerja pegawai pada wilayah yang sama, untuk memasukkan variabel lain yang secara teoritis berpengaruh terhadap kedisiplinan kerja pegawai.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. 1989. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara. Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Prantik. (Edisi revisi III) Jakarta: Reneka cipta.
Cascio, W. F. 1995. Managing Human Resources: Productivity, Quality of worklife, Profits. Fourth Edition. Singapore : McGraw Hill Inc. Gibson, Ivan Cevich, dan Donnely . 1993. Organisasi dan manajemen, Terjemahan Djontan Wahid. Jakarta : Erlangga Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian, Bandung: CV Alfabeta.
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK Jhony Fredy Hahury Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Email:
[email protected] Abstrak: Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik (good governance) memberi ruang bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola daerahnya sendiri tidak lain adalah dalam rangka Penyelenggaraan pemerintahan daerah guna memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hal ini sangat penting dan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan optimalisasi sumber daya aparatur sesuai pelaksanaan konsep prinsip-prinsip good governance. Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang dalam hal ini sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah dituntut adanya kemampuan aparatur pemerintahan yang memiliki kredibilitas, integritas, profesionalisme, bersih dari KKN dan moral yang baik guna mendukung kelancaran dan keterpaduan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan dengan mempraktekkan prinsipprinsip good governance. Dengan demikian, implementasi kebijakan otonomi daerah itu akan berjalan dengan baik sehingga akan mewujudkan pemerintahan yang adil dan demokratis. Kata Kunci :Implementasi, Kebijakan, Pemerintahan yang Baik Tujuan dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Sistem Pemerintahan Daerah adalah pemberian otonomi dalam rangka pencapaian peningkatan pelayanan, kesejahteraan masyarakat (social welfare) yang semakin baik, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan (justice), pemerataan (equality), dan pemeliharaan hubungan yang serasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional dalam rangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam menyediakan public goods and services disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan yang baik). Agar good governance menjadi kenyataan dan sukses, dibutuhkan komitmen dari semua pihak, swasta, pemerintah dan masyarakat.Good governance yang efektif dituntut adanya koordinasi yang baik dan integritas, profesionalisme, etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep dan penyelenggaraan good governance dalam kekuasaan pemeritah menjadi baik dan terarah.
Dalam konteks otonomi daerah, peningkatan kemampuan pemerintah daerah nampaknya menjadi topik yang sangat penting.Pemerintah daerah tidak hanya harus mampu mengatur daerahnya sendiri tetapi juga harus memupuk dan meningkatkan kemampuan dan ketahanannya sebagai suatu organisasi yang mandiri.Sejalan dengan semakin besarnya wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pemerintah daerah maka perlu adanya aparat birokrasi yang mempunyai kualitas dan kemampuan manajerial yang baik serta aparat birokrasi yang bertanggung jawab.
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, nyata dan legitimate sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berlangsung secara berkesinambungan, berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas dari KKN. Perlu diperhatikan pula adanya mekanisme untuk meregulasi akuntabilitas pada setiap instansi pemerintah dan memperkuat peran dan kapasitas institusi parlemen, dan tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas.
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip-prinsip good governance.
Terwujudnya penerapan prinsip-prinsip good governance tidak terlepas dari peran masyarakat, dan stakeholder yang berkepentingan (sektor swasta, LSM/NGO’s dan elit politik) demi 93
94 F okus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 93- 102
memajukan pembangunan serta pemerintahan daerah yang berguna bagi masyarakat.Dengan demikian, maka wujud good governance adalah pelaksanaan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah yang solid, kondusif dan bertangung jawab dengan menjaga kesinergisan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah, maka berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan di Pemerintah Kota Malang tentunya harus sesuai tuntutan dan kebutuhan serta kepentingan masyarakat.Pelayanan prima yang diharapkan oleh masyarakat menjadi penting dalam rangka mewujudkan pelayanan yang adil, terbuka dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.Oleh karena itu, Bagian Pemerintahan Daerah Kota Malang yang merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah tentunya dalam hal pelaksanaan kebijakan masih terdapat kekurangan yang menjadi kendala dalam pelayanan publik. Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolaan sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusankeputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara. Hal ini dikatakan oleh Suharto (2007:3) bahwa kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara. Menurut Dye(dalam Widodo, 2001:189) mengartikan”public policy is whatever governments choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Lebih lanjut oleh Dunn (dalam Pasolong, 2007:39) kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihanpilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidangbidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas dan lain-lain. Sementara itu Easton (dalam Santosa, 2008:27) mendefinisikan kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian dari beberapa definisi kebijakan publik di atas maka dapat disimpulkan bahwa : (1) kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan pemerintah, (2) kebijakan publik harus berorientasi kepada kepentingan publik, (3) tindakan pemilihan alternatif untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah demi kepentingan publik. Jadi idealnya suatu kebijakan publik adalah (1) kebijakan publik untuk dilaksanakan dalam bentuk riil, bukan untuk sekedar dinyatakan, (2) kebijakan publik harus berorientasi kepada kepentingan publik, dan (3) kebijakan publik adalah tindakan pemilihan alternatif untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah demi kepentingan publik (Pasolong, 2007:39). Fungsi utama dari negara adalah mewujudkan, menjalankan, dan melaksanakan kebijaksanaan bagi seluruh masyarakat. Menurut Sunggono (1994:12) hal ini berkaitan dengan tujuantujuan penting kebijakan pemerintah pada umumnya, yaitu : (1) memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator), (2) memajukan perkembangan dari masyarakat dalam berbagai hal (negara sebagai stimulator), (3) memadukan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator), (4) menunjuk dan membagi benda material dan material (negara sebagai distributor). Menurut Kaho (1995:123) “Mula-mula otonom atau berotonomi berarti mempunyai hak, kekuasaan, atau kewenangan untuk membuat peraturan sendiri. Kemudian arti istilah otonomi ini berkembang menjadi pemerintah sendiri.Dengan demikian daerah otonom adalah daerah yang berhak dan berkewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri”.Sementara itu menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa “Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penegasan konsepsi dasar otonomi daerah menurut Sumadiyanto (dalam Juliantara, 2004) antara lain: (1) Pengembalian harga diri pemerintah dan masyarakat daerah, (2) di bidang politik otonomi
Jhony Fredy Hahury, Kebijakan Otonomi Daerah 95
adalah buah dari desentralisasi dan demokratisasi, maka harus membuka peluang/ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif pada kepentingan rakyat, (3) Memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik, (4) Kesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah, (5) Membangun sistem dan pola kerja politik administrative, dan (6) Mengembangkam sistem manajemen pemerintahan yang efektif. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah menurut Mardiasmo (2002:59) adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah.Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi yaitu, yaitu : (1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (public) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Berkaitan dengan hal di atas, maka tujuan pemerintahan dapat terwujud apabila kebijakan di implementasikan dengan baik sebagaimana dijelaskan oleh Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 2001:65), mengatakan bahwa implementasi kebijakan pemerintahan mengandung makna tertentu, yaitu : memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadiankejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Oleh karena itu, setiap kebijakan publik harus di implementasikan, sebagaimana ditegaskan oleh Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2005:102) bahwa implementasi kebijakan publik sebagai berikut: “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakantindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakantindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan
kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”. Sedangkan Grindle(dalam Tachjan, 2006) bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Masih menurutnya bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran. Dengan demikian, implementasi kebijakan sebagai proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan atau disetujui. Sehingga fungsi dan tujuan implementasi ialahuntuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaransasaran kebijakan publik (politik) dapat diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) dari kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Tachjan, 2006:26). Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri. Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian (Widodo, 2001:87). Implementasi kebijakan juga tidak terlepas dari beberapa model yang menjadi sukses tidaknya suatu kebijakan.Model implementasi kebijakan menurut pandangan Edwards III (1980) (dalam Ekowati, 2008) dipengaruhi empat variabel, yakni; (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi dan kemudian (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain. Keempat variable tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Komunikasi. Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu; (1) penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan); (2) adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan, dan (3) adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan
96 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 93- 102
2.
3.
4.
membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan. Sumberdaya. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk member ikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial. Disposisi. Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Struktur birokrasi. Organisasi, menyediakan peta sederhana untuk menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Salah satu dari aspek struktur organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures/SOP). Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal demikian pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman.Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional kemandir ian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Soffian Effendi (dalam Azhari, dkk., 2002:187)dalam bahasa Indonesia good governance diterjemahkan secara berbeda-beda. Ada yang menerjemahkan good governance sebagai tata pemerintahan yang baik.Ada juga yang menerjemahkan sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang baik.Akan tetapi ada pula yang menerjemahkan good governance sebagai pemerintahan yang amanah.Jika good
governance diterjemahkan sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, maka good governance dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan secara partisipatif, efektif, jujur, adil, transparan dan bertanggungjawab kepada semua level pemerintahan. Definisi good governance menurut World Bankialah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran terhadap kemungkinan salah alokasi dan investasi, dan pencegahan korupsi baik yang secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2002:23). Sementara itu United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for sustainable human development”(1997), mendefinisikan kepemerintahan (governance) adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat. United Nations Development Program (UNDP) juga mendefinisikan good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Selanjutnya menurut Kooiman (dalam Sedarmayanti, 2004:2) bahwa governance merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut. Dengan demikian good governance dimaksudkan agar kinerja pemerintahan daerah lebih terarah sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang memadai guna mencapai hasil yang lebih baik dan terciptanya struktur pemerintahan yang ideal yang berorientasi pada tujuan pembangunan nasional.Sehingga good governance berorientasi pada pertama;Orientasi ideal, negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya. Kedua; Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional.Orientasi kedua ini tergantung pada sejauhmana pemerintah mempunyai kompetensi, dan sejauhmana struktur serta mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien.
Jhony Fredy Hahury, Kebijakan Otonomi Daerah 97
Lembaga Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwa wujud good governance penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Menurut UNDP (dalam Mardiasmo, 2002:23) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip pada pelaksanaan good governancemeliputi : 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
Partisipasi (participation), keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta ber partisipasi secara konstruktif. Aturan hukum (rule of law), kerangka aturan hukum dan perundang-undangan yang berkeadilan dan dilaksanakan secara utuh, terutama tentang hak asasi manusia. Transparansi (transparency), transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Daya tanggap (responsivennes), setiap institusi/lembaga-lembaga publik dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Berorientasi konsensus (consensus orientation), Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pemer intah serta berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. Keadilan (equity), setiap masyarakat memiliki kesempatan sama untuk memper oleh kesejahteraan dan keadilan. Efektivitas dan Efisiensi (Efficiency and Effectivennes), setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaikbaiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia serta pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
8.
9.
Akuntabilitas (accountability), para pengambil keputusan dalam organisasi publik, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas kegiatan yang dilakukan. Visi strategis (strategic vision), penyelenggara pemerintahan yang baik dan masyarakat harus memiliki visi yang jauh ke depan agar bersamaan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Keseluruhan karakteristik atau prinsip good governance ter sebut adalah saling memperkuat dan saling terkait serta tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat empat prinsip utama yang dapat memberi gambaran adminisitrasi publik yang berciri kepemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut : 1.
2. 3.
4.
Akuntabilitas, adanya kewajiban bagi aparatur pemeritah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya. Transparansi, kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya baik ditingkat pusat maupun daerah. Keterbukaan, menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan. Aturan hukum, kepemerintahan yang baik mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
METODE Penelitian ini dilaksanakan Pada Kantor Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang Jawa Timur.Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.Informan dalam penelitian dengan menggunakan purposive sampling.Purposive sampling ini dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi masalah secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang benar (Sutopo, 2002:56).Data dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi.Teknik data menggunakan analisis data kualitatif dengan model analisis data dari Miles dan Huberman (1992) yaitu model analisis interaktif. Dalam model ini terdapat tiga komponen analisis yaitu : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
98 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 93- 102
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah diupayakan mampu dibiayai sendiri melalui optimalisasi penggalian dan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia maupun potensi daerah lainnya. Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan di Pemerintah Kota Malang diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kota, baik secara materiil dan spirituil. Pelaksanaan pembangunan kota Malang tetap diupayakan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dan kualitas lingkungan serta permukiman Kota Malang sesuai dengan Rencana Strategis Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Hal ini sebagai upaya mewujudkan tuntutan reformasi dalam tatanan sistem politik pemerintahan dan tatanan paradigma pembangunan berdasarkan pada wawasan kebangsaaan, prinsipprinsip demokrasi, persatuan dan kesatuan, otonomi daerah dan keadilan sosial (Misi Kota Malang, 2010). Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kota Malang.Pengembangan dan pelaksanaan otonomi daer ah sebagai kebijakan yang diterapkan berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat. Pada era otonomi daerah saat ini penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang telah dilaksanakan berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Malang baik kewenangan wajib maupun kewenangan pilihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Pemerintah Kota Malang serta tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah maupun pemerintah propinsi. Berdasarkan wawancara peneliti dengan Ketua Bagian Pemerintahan Daerah Pemerintah Kota yang mengatakan bahwa dengan adanya kebijakan otonomi daerah ini maka implementasi ataupun pelaksanaan sebuah kebijakan harus didasarkan pada kompetensi aparatur dari segi kualitas sumber daya manusia karena akan sangat berhubungan dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Lanjutnya bahwa kinerja aparatur pemerintah Kota Malang dari segi kuantitas dinilai sudah memenuhi, tetapi perlu diimbangi pula dari segi kualitasnya yang didukung dengan pendidikan dan pelatihan guna mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Pembangunan suatu daerah juga akan berpengaruh pada anggaran. Pelaksanaan kebijakan otonomi ini juga terkendala dengan keterbatasan dalam pembiayaan pembangunan merupakan tantangan yang har us dihadapi dengan mengoptimalkan potensi dan sumber-sumber pendapatan daerah, dalam rangka mewujudkan kemandirian untuk penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, agar otonomi daerah benar-benar dapat dilaksanakan secara luas dan secara nyata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Malang. Dari segi pelaksanaan kerja tentunya ada dasar hukum atau kebijakan yang digunakan. Oleh sebab itu, berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang mengatakan bahwa Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang didasarkan pada kewenangan sebagai landasan hukum sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. 3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan propinsi sebagai daerah Otonom. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang pertanggungjawaban Keuangan Kepala Daerah. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Tugas Pembantuan. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Dekonsentrasi. 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 10. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah ser ta Tata Cara
Jhony Fredy Hahury, Kebijakan Otonomi Daerah 99
12.
13. 14. 15. 16.
Penyusunan Anggar an Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggar an Pendapatan dan Belanja Daerah. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 34 Tahun 2006 tentang Sistem dan Prosedur Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Lingkungan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Kota Malang Tahun 2004-2008. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2006. Keputusan Walikota Malang Nomor 312 Tahun 2003 tentang Penetapan Kewenangan Pemerintah Kota Malang. Peraturan Daerah Kota Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi Sekretariat Daerah dan sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kota Malang.
Implementasi good governance pada Pemerintahan Kota Malang lebih terbuka, partisipatif, efisien, efektif serta akuntabel yang berorientasi pada pelayanan publik yang prima dan professional.Peningkatan kualitas pelayanan harus dilakukan secara efektif, efisien dan akuntabel sehingga dapat mewujudkan tercapainya profesionalisme penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan good governance di Pemerintahan Kota Malang (LPPD Kota Malang, 2010). Konsep good governance memberikan kontribusi yang sangat berpengaruh kepada proses penyelenggaraan pemerintahan di Kota Malang dengan pemantapan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memberdayakan secara optimal aparatur pemerintahan daerah guna mendukung tercapainya pemerintahan yang baik. Terkait dengan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pada pelaksanaan prinsip-prinsip good governancesebagaimana dijelaskan oleh Kepala Bagian Pemerintahan bahwa Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang pada Tahun 2010 dalam penyelenggaraan pemerintahan sudah baik. Hal ini terlihat pada Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan 2010, antara lain : 1. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kerja dan Keuangan (P3SPCK), ini dilaksanakan melalui kegiatan
LPPD dengan alokasi anggaran Rp. 40.723.000,00 dan r ealisasinya Rp.40.123.000,00 dan tingkat pencapaian SPM 80%. 2. Program Peningkatan Kapasitas Sumber daya Aparatur (PKSDA), dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan penyelenggaraan dan pemerintahan dan fasilitasi administrasi kecamatan dan kelurahan dengan alokasi anggaran Rp.151.773.000 dan realisasinya Rp.147.955.000,00 dan tingkat pencapaian SPM 75%. 3. Program Penigkatan Pelayanan Publik (P4), dilaksanakan melalui kegiatan pelayanan administrasi kecamatan/kelurahan dan RT/RW. dengan alokasi anggaran Rp.2.694.600,000 dan realisasinya Rp.2.666.700,00 dan tingkat pencapaian SPM 100%. Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang yang mengatakan bahwa walaupun segi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana dalam LPPD akan tetapi masih minimnya anggaran untuk pelayanan publik maupun anggaran untuk pendidikan dan pelatihan bagi aparatur Bagian Pemerintahan. Oleh sebab itu, hal ini yang menjadi faktor penghambat dalam proses pelaksanaan otonomi dan desentr alisasi di Pemerintahan Kota Malang. Bagian Pemer intahan Daerah Kota Malang dalam melaksanakan tugas tentunya akan berpatokan pada anggaran yang disediakan. Sebagaimana hasil wawancaradengan Kepala Sub Bagian Pemerintahan dan Otonomi Daerah bahwa dengan adanya kebijakan otonomi daerah ini maka setiap daerah wajib mengelola daerahnya masingmasing termasuk Pemerintah Kota Malang yang dalam hal ini wajib membiayai pembangunan daerah sehingga sangat membutuhkan anggaran daerah yang besar dalam rangka menyediakan pelayanan publik yang baik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pelayanan publik dari sisi anggaran diperlukan transparansi dan akuntabilitas agar anggaran digunakan sebaik mungkin dan dapat diketahui oleh masyarakat. Selanjutnya masih menurut hasil wawancara Kasubag Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kota Malang yang mengatakan bahwa pelaksanaan pemerintahan harus sesuai dengan aturan yang berlaku dalam menjaga kinerja pegawai guna lebih transparan terhadap kepentingan publik.Adapun indikator yang menjadi penentu tercapainya pemerintahan yang baik di Kota Malang sebagai berikut; Komitmen, disiplin, Tanggung jawab, kerjasama dan, Responsif.
100 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 93- 102
Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pengawasan publik.Yang menjadi orientasi dasar Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih mengarah kepada akuntabilitas publik dan partisipasi masyarakat, kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, orientasi dasar Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang itu adalah mengarah pada kualitas kinerja aparatur pemerintah dengan upaya pencapaian produktivitas dan kinerja birokrasi dan mengarah pada kesiapan kondisi mental dan fisik pegawai. Oleh karena itu, menurut hasil wawancara dengan Kasubag Perangkat Kecamatan dan Kelurahan mengatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dukungan masyarakat dan stakeholder dalam rangka terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance)dengan menghendaki adanya akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan rule of law(penegakan hukum). Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang dalam melakukan tugas dan fungsinya tetap berlandaskan pada konsepsi pemerintahan dan konsep prinsip-prinsip good governance karena pemer intahan yang berwibawa adalah harapan setiap Masyarakat Kota Malang.Prinsip keterbukaan serta akuntabilitas Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang sudah banyak memberikan kontribusi yang besar terhadap masyarakat dalam hal ini adalah partisipasi publik sangat diharapkan dan sebagai mitra kerja dengan Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang. Melalui proses kemitraan ini membawa dampak positif terhadap Bagian Pemerintahan Sekretariat Daer ah Kota Malang dalam mendorong pembangunan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik. Sebagaimana hasil wawancara dengan Kasubag Pemerintahan dan Otonomi Daerah yang mengatakan bahwa konsep pemerintahan yang baik itu adalah sesuai dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas sehingga publik atau masyarakat itu turut andil dalam mengawasi pemerintahan agar mencegah tidak terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Responsibilitas masyarakat merupakan suatu pertanggungjawaban pemerintahan terhadap publik dengan melihat sejauhmana kesuksesan dan
keberhasilan pemerintahan pada Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang.Responsibilitas masyarakat membutuhkan realisasi terhadap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang.Hal ini kebijakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pemerintahan dengan terikat pada undang-undang yang berlaku. Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang dalam kinerjanya tidak terlepas dari pengawasan publik terhadap pelaksanaan pemerintahan, akan tetapi penilaian dan opini publik sangat berperan penting dalam kinerja pemerintahan. Oleh karena itu, hasil wawancara ditegaskan oleh Kasubag Perangkat Kecamatan dan Kelurahan mengatakan bahwa tujuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah komitmen dan tanggung jawab yang sasarannya adalah aparatur pemerintahan yang memiliki kepekaan dan daya tanggap terhadap kinerja pemerintahan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Pertanggunggajawaban Kepala daerah Kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemer intahan Daerah Kepada Masyarakat.Responsibilitas inilah menjadi suatu kebijkasanaan masyarakat guna terbentuk suatu pertanggungjawaban pemerintahan Kota Malang kepada masyarakat yang merupakan representatif dari Laporan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kota Malang (LPPD). Penyelenggaraan pemerintahan yang profesional dan akuntabel membutuhkan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung melalui LSM dan organisasi sosial kemasyarakatan di daerah (social control).Hal ini sangat penting sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan optimalisasi pengawasan publik.Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintahan daerah merupakan tuntutan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan oleh masyarakat.Dalam hal ini, salah satu lembaga atau LSM sebagai lembaga yang mengawasi anggaran pemerintahan daerah adalah Malang Coruption Watch (MCW).Sehingga disini ada kerjasama yang mengarah kepada pencegahan korupsi. Penyelenggaraan pemerintahan lebih konsisten terhadap perundang-undangan yang berlaku agar implementasi kebijakan dapat berjalan dengan baik sehingga pelaksanaannya mampu
Jhony Fredy Hahury, Kebijakan Otonomi Daerah 101
membawa perubahan dalam pemerintahan Kota Malang.Dalam konteks reformasi pemerintahan, perubahan paradigma memiliki relevansi yang sangat signifikan khususnya dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
semakin terbuka terhadap kepentingan publik guna mendukung public goods.Akan tetapi faktor anggaran dan sumber daya manusia aparatur dari segi pendidikan juga masih belum optimal. KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan demikian, arah kebijakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan Pembangunan Daerah Kota Malang dapat terwujud apabila pengembangan ekonomi kerakyatan yang adil dan merata dalam aspek kehidupan masyarakat sebagaimana ditegaskan pada Pembangunan Daerah Jangka Menengah Kota Malang.Tujuannya adalah kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dan hidup lebih baik. Begitupun sama halnya dengan pengembangan aparatur Bagian Pemerintahan Sekr etariat Daerah Kota Malang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil analisis SWOT Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang pada Tahun 2010, maka dapat ditentukan faktor kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan Kota Malang sebagai berikut: 1. Komitmen dan dukungan yang kuat dari pimpinan dan seluruh staf untuk mewujudkan penyelenggaraan pemer intahan yang transparan dan demokratis di Kota Malang. 2. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. 3. Mengembangkan kinerja personil/aparatur yang berorientasi pada visi dan misi organisasi Pemerintahan Kota Malang. Oleh karena itu, menurut hemat peneliti selama melakukan penelitian, menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan pada Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang dapat diketahui bahwa dengan diberlakukannya otonomi daerah serta pelibatan masyarakat yang aktif sehingga bentuk pengawasan pemerintahan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti pada Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya kebijakan otonomi daerah maka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) diharapkan dapat memberikan dampak positif guna mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang professional, akuntabel, dan terbuka. Oleh karena itu, prinsip-prinsip pemerintahan yang baik harus dikedepankan terutama di Bagian Pemerintahan Sekeretariat Derah Kota Malang agar dapat menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa, professional, dan demokratis. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga tidak terlepas dari dua elemen utama yakni anggaran dan sumber daya aparatur pemerintah yang harus lebih diprioritas sehingga pelayanan publikakan berjalan dengan baik. Dengan demikian, berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan bahwa diharapkan anggaran dan pendidikan pelatihan sumber daya aparatur perlu di prioritaskan agar dapat memberi kontribusi maupun mendukung kinerja Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang.Disamping itu, diharapkan juga bahwa penyelenggaraan pemerintahan dalam era otonomi daerah saat ini harus ada sinergitas antara pemerintah dan masyarakat khususnya Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Malang dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bermartabat, berwibawa dan bebas dari KKN.
102 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 93- 102
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo, 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.Bandung: Alfabeta. Ambar, Teguh Sulistiyani, 2004. Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: Gara Media. Bambang Sunggono, 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta:Sinar Grafika. Ekowati, M.R.L, 2009. Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan atau Program (Suatu Kebijakan Teoritis dan Praktis).Surakarta:Pustaka Cakra. Kaho, Josef Riwu. 1995. Prospek Otonomi Daerah diNegara Republik Indonesia: Identifikasi BeberapaFaktor Yang M e m p e n g a r u h i Penyelenggaraannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mardiasmo, 2002.Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta: Andi. Moleong L. V, 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif.Rosda Karya. Bandung. Nugroho, 2003.Reinventing Pembangunan : Menata Ulang Paradigma Pembangunan untuk Membangun Indonesia Baru Dengan Keunggulan Global.Jakarta: Elex Media. Sadjijono, 2005.Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance.Yoyakarta: Laksbang. Sedarmayanti, 2004.Good Governance (Kepemerintahan yanag baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi efektifdan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. Bandung:Mandar Maju. Santosa, Pandji, 2008. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good
Governance.Bandung: Refika Aditama. Sarundajang, 2002.Arus Balik Kekuasaan Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sugiyono, 2010.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suharto, Edi, 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.Bandung: Alfabeta. Sutopo, 2002.Metodologi Penelitian Kualitatif.Surakarta: Sebelas Maret Press. Widodo, Joko, 2001. Good Governance; Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah.Surabaya:Insan Cendekia. Wahab, S.A, 2001. Analisis Kebijakan : Dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Sistem Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemer intahan Daerah Kepada Pemer intah, Laporan Pertanggunggajawaban Kepala daerah Kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemer intahan Daerah Kepada Masyarakat. Perda Kota Malang No 4 Tahun 2004.Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekr etariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang. Laporan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kota Malang (LPPD) 2010.
PENGARUH FAKTOR PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus Pada Credit Union Puyang Gana Sintang) Paulus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Sintang
[email protected] Abstrak : Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan, pelatihan, dan pengalaman terhadap kinerja pegawai. Objek Penelitian adalah pada lembaga Keuangan Credit Union (CU) Puyang Gana yang berkantor pusat di Kota Kabupaten Sintang dan kantor – kantor cabang yang berada di Kabupaten Melawi, dan Kapuas Hulu. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah faktor pendidikan, pelatihan, pengalaman berpengaruh secara signifikan baik secara simultan maupun parsial terhadap kinerja pegawai CU Puyang Gana. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai CU Puyang Gana yang berjumlah 45 orang dan semua populasi dijadikan sampel. Metode sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah metode survey dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada seluruh pegawai. Kuesioner dibuat dua bagian, bagian pertama adalah kuesioner variabel independen yaitu pendidikan, pelatihan, dan pengalaman, kuesioner kedua adalah kuesioner untuk variabel dependen yaitu kinerja pegawai. Teknik analisis data yang digunakan adalah model regresi, yaitu regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data berbentuk angket model skala Likert yang sering digunakan untuk suatu pertanyaan dan responden diminta untuk menunjukkan tingkat kesepakatan mereka dalam mengisis kuesioner. Lima butir skala yang digunakan untuk mengukur pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan kinerja adalah Sangat Setuju (SS), (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju, (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kata kunci : Pendidikan, Pelatihan, Pengalaman, dan Kinerja. Credit Union (CU) merupakan salah satu model koperasi yang memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan model-model koperasi lain yang ada di Indonesia. Pendirian CU yang dimulai dari penyadaran akan pentingnya kerjasama untuk saling tolong - menolong dan keyakinan akan kekuatan sendiri menjadikan pendidikan, swadaya, dan solidaritas sebagai pilar yang harus dimiliki oleh setiap Credit Union. Sebagai lembaga keuangan yang berbasis ekonomi kerakyatan, artinya lembaga yang bertujuan selain mencari profit (keuntungan) bagi lembaga, juga bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, terutama masyarakat kecil (ekonomi lemah), dengan menabung melalui CU secara teratur dan konsisten serta meminjam secara tepat untuk tujuan produktif diharapkan akan mengubah kondisi ekonomi keluarga dari yang kurang mampu menjadi berdaya, dan pada akhirnya dapat hidup secara layak dan sejahtera.
keuangan lainnya. Tidak dipungkiri bahwa lembaga keuangan, seperti bank, koperasi, dan CU lain yang ada di wilayah kerja CU Puyang Gana merupakan pihak – pihak yang dianggap sebagai pesaing sekaligus sebagai mitra kerja. Sementara faktor internal merupakan faktor dari dalam yang menggerakan roda organisasi itu sendiri. Faktor internal terdiri dari berbagai hal seperti permodalan, sistem (aturan lembaga), dan sumber daya manusia yang menjalankannya. Sumber daya manusia dalam penelitian ini adalah para pegawai, hal ini menarik untuk diteliti karena keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kinerja individu pegawainya. Setiap organisasi atau perusahaan manapun akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja pegawai, dengan harapan apa yang menjadi tujuan yaitu meningkatkan propitabilitas dan kesejahteraan semua stakeholder dapat tercapai. Kinerja pengawai sangat dipengaruhi oleh berberapa faktor penting seperti pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang dimiliki pegawai.
Perkembangan CU Puyang Gana tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal merupakan faktor dari luar lembaga yang tidak dapat dikendalikan oleh organisasi seperti situasi perekonomian nasional maupun daerah, lembaga – lembaga pesaing dan lembaga
Secara umum kinerja pegawai dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan. Di CU Puyang Gana kinerja pegawai masih tergolong rendah, fenomena ini dapat dilihat
103
104 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 103- 110
dari jam kerja pegawai yang belum digunakan secara efisien, masuk kerja terlambat, pulang lebih cepat, dan belum adanya rencana kerja atau program kerja yang jelas yang dimiliki oleh masing – masing pegawai. Selain itu di CU Puyang Gana juga belum ada pengukuran kinerja yang standar yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan, sehingga sulit mengukur kinerja seseorang secara akurat, kinerja biasanya lebih berpatokan dari kehadiran, kerajinan dan kesungguhan bekerja, sementara penilaian kinerja secara komprehensif belum dilakukan. Menurut Mangkunegara (2003 : 67), bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Ditambahkan oleh Robbins (2007 : 1990), bahwa kinerja diukur dengan menggunakan kriteria yang disetujui bersama. Peningkatan kinerja sangat erat kaitannya dengan bagaimana perusahaan menjaga dan mengelola SDM yang dimiliki dengan program-program pendidikan dan pelatihan yang dapat meningkatkan kompetensi karyawan. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola pikir dan selanjutnya akan teraktualisasi dalam tindakan pada pekerjaan, dengan pendidikan yang dimiliki seseorang juga akan mengetahui dan memahami cara kerja yang lebih efektif dan efisien sehingga secara kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan juga sangat tergantung pada pendidikan yang dimiliki. Program pengembangan SDM yang dilakukan CU Puyang Gana dalam meningkatkan kompetensi kerja yaitu dengan mengirimkan pegawai untuk meneruskan ke jenjang pendidikan lebih tinggi ataupun dengan mengikutsertakan karyawan dalam diklat-diklat baik yang diselenggarakan oleh kalangan internal CU atau pun pihak ekster nal. Upaya peningkatan dan pengembangan SDM pegawai Credit Union (CU) harus dapat mengembangkan dua dimensi kemampuan pegawai, baik secara teknis maupun budaya. Dimensi teknis mengkaji keahlian yang harus dimiliki pegawai untuk menjalankan peran mereka dengan baik sebagai pelayan bagi anggota Credit Union. Dimensi budaya lebih menjelaskan seperangkat nilai yang harus menjadi pegangan setiap pegawai di dalam menjalankan tugasnya sehingga kemampuan teknisnya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Menurut Simamora (2002 : 343), bahwa pendidikan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas yang bertujuan untuk mengembangkan individu,
sebagaimana pendidikan formal di sekolah, akademi, atau Perguruan Tinggi. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan dalam proporsi tertentu diharapkan sesuai dengan syaratsyarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan. Pendidikan mempunyai fungsi sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan SDM dalam meningkatkan prestasi kerjanya (Irianto, 2001 : 75), ia juga mengatakan bahwa nilai kopetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan. Menurut Rao (2003 : 23), pentingnya sumber daya manusia dalam organisasi karena kekuatan setiap organisasi adalah orang – orangnya. Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia mutlak diperlukan bagi organisasi yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat. Dalam penerimaan pegawai, “kualifikasi pekerja yang dibutuhkan untuk memangku suatu jabatan, seperti pendidikan, pengalaman, ketrampilan yang harus dimiliki. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pegawai, maka dia akan memiliki pengetahuan atau wawasan yang luas dan didukung dengan pengalaman kerja yang dimilikinya, dengan demikian seorang pegawai sudah memiliki nilai plus dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Pegawai yang sudah berpengalaman pun selalu memerlukan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Peningkatan, pengembangan dan pembentukan tenaga kerja dapat dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan dan latihan. Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepr ibadian. Pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi sehingga cara penekanannya pada kemampuan kognitif, afektif dan psychomotor. Pendidikan merupakan proses pembelajaran melalui proses dan prosedur yang sistematis dan terorganisir baik teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam pr oses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan pr ofesional individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan
Paulus, Pengaruh Faktor Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Kerja 105
mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari (Sedarmayanti, 2003 : 32). Pengertian pendidikan Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pr oses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Jenjang pendidikan formal di Indonesia dimulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) dan Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan vokasi (Diploma I sampai dengan Diploma 4) dan pendidikan akademik (S1 sampai dengan S3). Menurut Simamora (2002 : 343), pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan khusus, atau perubahan prilaku atau sikap seseorang, dengan penyelenggaraan yang relatif singkat. Sedangkan Gary Dessler (2002 : 207) mendefinisikan pelatihan dan pembelajaran pada hakikatnya adalah proses pembelajaran. Menurut Bernardin & Russell (dalam Gomes, 2005 : 197) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual, dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge dan ability. Menurut Mangkunegara (2003 : 43) membedakan antara istilah pelatihan (training) dan pengembangan (development), dimana pelatihan ditujukan untuk pegawai pelaksana dan pengawas. Sedangkan pengembangan ditujukan untuk pegawai tingkat manajemen. Sementara itu Umar (2000 : 12), melihatnya dari segi waktu, dimana pelatihan (training) ditujukan pada kebutuhan saat ini untuk dapat menguasasi berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan pegawainya agar siap memangku jabatan dimasa yang akan datang. Nadler sebagai orang yang pertama kali mencetuskan istilah Human Resource Development (HRD) tahun 1969, membedakan
antara pengertian Training, Education, dan Development (dalam Atmosoeprapto, 2000 : 42) sebagai berikut : Training : learning to present job (belajar yang ada kaitannya dengan pekerjaan yang ditangani saat ini). Education : learning to prepare the individual for a different but identified job (belajar untuk persiapan melakukan pekerjaan yang berbeda tetapi teridentifikasi). Development : learning for growth of the individual but not related to a specific present or future job (belajar untuk perkembangan individu, tetapi tidak berhubungan dengan pekerjaan tertentu saat ini atau yang akan datang). Menurut Siti Al Fajar dan Teri Heru (2010 : 102). Pelatihan adalah proses pembelajaran yang melibatkan penguasaan keterampilan, konsep, aturan – aturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Lebih lanjut Siti Al Fajar dan Teri Heru (2010 : 105). Menyatakan beberapa metode pelatihan dapat digunakan oleh organisasi untuk memuaskan kebutuhan dan mencapai sasaran pelatihan yang dilakukannya. Sebagian dari metode tersebut yang banyak digunakan adalah : on the job training, job rotation, apprenticeship, dan classroom training. Jadi pendidikan, pelatihan dan pengembangan merupakan istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang diselenggarakan untuk mencapai pemuasan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pendidikan dan latihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku peserta yang berbentuk peningkatan kemampuan kognitif, afektif ataupun psikomotor. Dampak lain yang akan ditimbulkan adalah peningkatan produktivitas kerja baik secara kualitas maupun kuantitas, dan meningkatnya semangat kerja. Pelatihan akan bermanfaat dalam situasi pada saat para pegawai kekurangan kecakapan dan pengetahuan (Gomes, 2005 : 198). Sedang menurut Ambar ( 2009 : 219), pelatihan akan mengubah prilaku para pegawai dalam suatu arah yang lebih baik guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga tujuan organisasi tercapai. Pada awalnya orang bekerja pada suatu organisasi atau lembaga dengan tugas atau pekerjaan yang belum pernah ia tangani tentu disertai perasaan yang was-was atau bertanyatanya. Tetapi setelah dikerjan berulang kali pekerjaan yang sama maka ia akan terbiasa dan
106 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 103- 110
perasaan kaku menjadi hilang. Hal ini cocok dengan pepatah lama, bahwa bisa karena biasa. Faktor kemampuan seseorang tidak cukup hanya dilihat dari segi pendidikan dan pelatihan saja, namun bisa juga dilihat dari segi pengalaman atau pengalaman kerja seseorang selama bekerja pada oraganisasi/ lembaga tertentu. Pengalaman merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kinerja seseorang didalam melaksanakan tugas guna pencapaian tujuan organisasinya.
Penilaian kinerja yang dilakukan oleh rekan sekerja dilaksanakan dengan pertimbangan, pertama, rekan sekerja dekat dengan tindakan. Interaksi sehari-hari memberikan kepada karyawan pandangan menyeluruh terhadap kinerja seseorang karyawan dalam pekerjaan. Kedua, dengan menggunakan rekan sekerja sebagai penilai menghasilkan sejumlah penilaian yang independen. 3.
Dapat kita pahami bahwa dengan pengalaman yang dimiliki, seorang karyawan juga sudah mempunyai ketrampilan dan tahu cara yang tepat untuk menyelesaikan tugasnya. “Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya, antara lain : oleh pendidikan, pengalaman dan sifat - sifat pribadi” (Manullang 1984 : 188). Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984 : 15). Pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Lebih lanjut pengalaman kerja juga dapat diartikan sebagai pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa pengalaman kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimilikinya. Untuk mendapatkan informasi atas kinerja pegawai, maka ada beberapa pihak baik itu perorangan ataupun kelompok yang biasanya melakukan penilaian atas kinerja karyawan/pegawai. Menurut Robbins (2001: 260), ada lima pihak yang dapat melakukan penilaian kinerja pegawai, yaitu: 1.
Atasan langsung Sekira 96% dari semua evalusi kinerja pada tingkat bawah dan menengah dan organisasi dijalankan oleh atasan langsung karyawan itu karena atasan langsung yang memberikan peker jaan dan paling tahu kinerja karyawannya.
2.
Rekan sekerja
Evaluasi diri Evaluasi ini cenderung mengur angi kedefensifan para karyawan mengenai proses penilaian, dan evaluasi ini merupakan sarana yang unggul untuk merangsang pembahasan kinerja karyawan dan atasan.
4.
Bawahan langsung Penilaian kinerja karyawan oleh bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang atasan karena lazimnya penilai mempunyai kontak yang sering dengan yang dinilai.
5.
Pendekatan menyeluruh Penilaian kinerja karyawan dilakukan oleh atasan, pelanggan, rekan sekerja, dan bawahan. Penilaian kinerja ini cocok di dalam organisasi yang memperkenalkan tim.
Berdasarkan uraian mengenai siapa yang biasanya menilai kinerja karyawan dalam organisasi dan dengan mempertimbangkan berbagai hal, maka dalam penelititan ini, penilaian kinerja karyawan/ pegawai dilakukan oleh atasan karyawan (supervisory appraisal). Menurur Hasibuan (2002 : 87), penilaian kinerja akan meliputi penilaian terhadap perilaku prestasi seperti kesetiaan, kejujuran, kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan partisipasi pegawai. Metode Penelitian ini dilakukan pada ruang lingkup pegawai di CU Puyang Gana, yang berkantor pusat di Jalan Taruna nomor 8 Sintang dan kantor – kantor cabang/TP (Tempat Pelayanan) yang tersebar di Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Adapun variabel yang akan diteliti adalah 4 variabel, yaitu variabel pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan kinerja pegawai. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode survei. Menurut Teguh (2001:228), metode survei adalah salah satu bentuk penyelidikan yang dijalankan
Paulus, Pengaruh Faktor Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Kerja 107
dengan cara menghubungi sebagian atau sekelompok tertentu dari populasi yang berhubungan dalam area pelatihan tertentu guna menggali informasi – informasi yang dibutuhkan. Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai CU Puyang Gana di Kabupaten Sintang yang berjumlah 45 orang. Sedangkan teknik penentuan sampel berdasarkan menggunakan sampling jenuh mengingat kecilnya jumlah populasi. Ini berarti jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 100 % dari populasi (100% X 45 = 45). Hal ini sesuai dengan pendapat Zuriah bahwa penetapan besar kecilnya sampel tidak ada ketentuan yang mutlak. Artinya tidak ada ketentuan berapa persen sampel harus diambil, jika keadaan populasi homogen. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Arikunto (2002), cara pengambilan sampel untuk subyek yang kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% Dalam penelitian ini instr umen pengumpulan data yang digunakan adalah melalui angket (kuesioner). Angket atau kuesioner adalah instrumen pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan tertulis kepada responden yang harus dijawab oleh responden secara tertulis pula. Dalam penelitian ini angket (kuesioner) yang dipergunakan adalah kuesioner berstruktur yaitu kuesioner telah dilengkapi dengan alternatif jawaban dan responden tinggal memilih jawaban yang paling sesuai dengan pengalaman, pendapat atau perasaan responden. Keseluruhan jawaban responden diklasifikasikan menggunakan skala Likert dengan 5 kategori. Pengaturan jawaban responden tersebut adalah : 1. Pilihan (SS) Sangat Setuju, diberi skor 5 2. Pilihan (S) Setuju, diberi skor 4 3. Pilihan (KR), Kurang Setuju, diberi skor 3 4. Pilihan (TS), Tidak Setuju, diberi skor 2 5. Pilihan (STS), Sangat Tidak Setuju, diberi skor 1 Untuk melihat pengaruh variabel antara disiplin, kemampuan dan prestasi kerja, digunakan analisis regresi berganda dengan rumus : Y = a + bX1 + bX2 + bX3 + e Dimana : Y = Variabel Dependen (Kinerja Pegawai) a = Konstanta Regresi b1 & b2 = Koefisien Regresi variabel X1, X2 X1 = Variabel Independen Pendidikan Pegawai X2 = Variabel Independen Pelatihan Pegawai X3 = Variabel Independen Pengalaman Kerja pegawai
e
= Standar Error
1. Analisis Korelasi Ganda (R) Analisis korelasi ganda digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel X1, X2, dan X3 terhadap variabel dependen (Y) secara serentak (simultan). Nilai R berkisar antara (korelasi) berada dalam rentang 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan. Tanda positif menunjukkan arah perubahan yang sama. Jika satu variabel naik, variabel yang lain juga naik, sedangkan tanda negatif menunjukkan arah perubahan yang berlawanan. Jika satu variabel naik, variabel yang lain malah turun (Hasan, 2005:77). Apabila nilai R = -1 artinya korelasi negatif sempurna; R = 0 artinya tidak ada korelasi; dan R = +1 berarti korelasinhya sangat kuat (Ridwan, 2006:280). 2. Analisis Determinasi (R2) Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1, X2, dan X3) secara simultan terhadap variabel dependen (Y). Jika nilai R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikit pun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel dependen. Sebaliknya R2 sama dengan 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel dependen (Priyatno, 2010: 66). 3. Uji Koefisien Regresi secara Bersama – sama (Uji F) Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen X1, X2, dan X3 secara bersama – sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y) dengan menggunakan tingkat keyakinan 95% ( á = 5%). Kriteria uji sebagai berikut : - H0 diterima bila F hitung d” F tabel - H0 ditolak bila F hitung > F tabel
108 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 103- 110
4. Uji Koefisien Regresi secara Partial (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen X1, X2, dan X3 secara partial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y) dengan tingkat keyakinan 95% ( á = 5%). Kriteria uji sebagai berikut : - H0 diterima jika –t tabel d” t hitung d” t tabel - H0 ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel. Hipotesis : “Faktor Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Kerja, berpengaruh signifikan, baik secara simultan maupun parsial terhadap Kinerja Pegawai CU Puyang Gana”. Hasil dan Pembahasan 1. Analisis Regresi Linear Berganda Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi linear berganda diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut : Y = 18,454 + (- 0,061)X1 + 0,795X2 + 0,063X3 Dari fungsi regresi maka terdapat beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan, yaitu : 1). Apabila variabel pendidikan (X1), pelatihan (X2), dan pengalaman (X3) konstan, maka besarnya kinerja ( Y ) pegawai sebesar 18,454 satuan unit. 2). Apabila variabel pendidikan (X1) dinaikan sebesar satu satuan unit sedangkan variabel pelatihan (X2) dan pengalaman (X3) konstan, maka kinerja pegawai akan turun sebesar 0,061 satuan unit. 3). Apabila variabel pelatihan (X2) dinaikan sebesar satu satuan unit sedangkan variabel pendidikan (X1) dan pengalaman (X3) konstan, maka kinerja pegawai akan meningkat sebesar 0,795 satu satuan unit. 4). Sedangkan apabila variabel pengalaman (X3) dinaikan sebesar satu satuan unit sedangkan variabel pendidikan (X1), dan pelatihan (X2) konstan, maka kinerja responden akan meningkat sebesar 0,063 satu satuan unit. Hasil analisis korelasi ganda berdasarkan ouput pehitungan SPSS diperoleh angka R (korelasi ganda) sebesar 0,80. Karena nilai korelasi ganda berada masuk rentang 0,800 – 1,00, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi hubungan yang sangat kuat antara variabel pendidikan (X1), pelatihan (X2), pengalaman (X3) terhadap kinerja pegawai ( Y ). 2. Analisis Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil analisis determinasi ( R2) diperoleh data dari output Model Summary seperti terlihat pada tabel 4.16 diperoleh nilai Adjusted R2 sebesar 0,613 atau 61,30 %. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (pendidikan, pelatihan, dan pengalaman) terhadap variabel dependen (kinerja pegawai sebesar 61,30 %. Sedangkan sisa sebesar 38,70% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. 3. Uji Koefisien Regresi secara Bersama – sama (Uji F) Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara bersama – sama (simultan) dari variabel bebas yang terdiri dari pendidikan, pelatihan, dan pengalaman terhadap variabel terikat yaitu kinerja pegawai. Berdasarkan hasil analisis Uji F di dapat nilai F hitung sebesar 24,225 (nilai F hitung didapat pada Tabel ANOVA, lihat Tabel 4.16). Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, á = 5%, df 1 (jumlah variabel – 1) atau 4 – 1 = 3, dan df 2 (n – k – 1) atau 45 – 3 – 1 = 41 (n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel independen). Hasil perolehan F tabel sebesar 2,833. Kriteria pengujian Uji Koefisien Regresi secara Bersama – sama (Uji F) sebagai berikut : - H0 diterima bila F hitung d” F tabel - H0 ditolak bila F hitung > F tabel Berdasarkan nilai F hitung 24,225 > F tabel 2,883, maka H0 ditolak, kesimpulannya : variabel pendidikan (X1), pelatihan (X2), dan pengalaman (X3) berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai CU Puyang Gana. 4. Uji Koefisien Regresi secara Parsial (Uji t) Uji ini digunaka untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen (pendidikan, pelatihan, dan pengalaman) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja pegawai). 1) Pengujian koefisien regresi variabel pendidikan ( X1) Langkah – langkah : a. Menentukan hitung Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar – 0,646. Nilai t hitung dapat dilihat pada Tabel 4.17. b. Menentukan t tabel Tabel distribusi t dicari pada á 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat
Paulus, Pengaruh Faktor Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Kerja 109
kebebasan ( df ) n – k – 1 atau 45 – 3 – 1 = 41. Dengan pengujian 2 sisi hasil t tabel diperoleh sebesar 2,020. c. Kriteria pengujian - H0 diterima jika t hitung d” t tabel - H0 ditolak jika t hitung > t tabel Berdasarkan nilai t hitung (– 0,646) < t tabel 2,020, maka H0 diterima, kesimpulannya variabel pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja pegawai CU Puyang Gana. 2. Pengujian koefisien regresi variabel pelatihan ( X2) Koefisien regresi secara parsial untuk variabel pelatihan diperoleh nilai t hitung sebesar 8,444, dengan demikian t hitung 8,444 > t tabel 2,020, kesimpulannya H0 ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh yang signifikan antara variabel pendidikan dengan variabel kinerja pegawai di CU Puyang Gana. 4. Pengujian koefisien regresi variabel pelatihan ( X3) Koefisien regresi secara parsial untuk variabel pengalaman diperoleh nilai t hitung sebesar 0,671, dengan demikian t hitung 0,671 < t tabel 2,020, kesimpulannya H0 diterima, artinya secara parsial tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel pengalaman kerja dengan variabel kinerja pegawai di CU Puyang Gana. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahan maka selanjutnya dapat ditarik berberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan pengaruh variabel pendidikan (X1), pelatihan (X2), pengalaman (X3) berpengaruhi sangat kuat terhadap variabel kinerja ( Y ). Hal ini dilihat dari nilai R (korelasi ganda) sebesar 0,80. 2. Hasil analisis determinasi ( R2) sebesar 0,639, ini menunjukkan bahwa faktor pendidikan, pelatihan, dan pengalaman memberi sumbangan pengaruh sebesar 63,90 % terhadap kinerja, sedangkan 36,10 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. 3. Faktor pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai CU Puyang Gana, hal ini dibuktikan dengan Uji F, berdasarkan nilai F hitung 24,225 > F tabel 2,883 (H0 ditolak). 4. Secara par sial faktor pendidikan tidak berpengaruh, hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian hipotesis Uji t pada signifikansi 95% (á = 0,05) yaitu nilai t hitung (– 0,646) < t tabel 2,020 (H0 diterima). 5. Secara parsial faktor pelatihan berpengaruh secara signifikan, hal ini dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis Uji t pada signifikansi 95% (á = 0,05) yaitu t hitung 8,444 > t tabel 2,020 (H0 ditolak). 6. Secara parsial faktor pengalaman tidak berpengaruh secara signifikan, hal ini dibuktikan dari hasil pengujian hipotesis Uji t pada signifikansi 95% (á = 0,05) yaitu t hitung 0,671 < t tabel 2,020 (H0 diterima). 7. Secara umum kinerja pegawai CU Puyang Gana tergolong masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan penilaian kinerja yang dilakukan atasan terhadap ke 45 responden.
110 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 103- 110
Daftar Pustaka Al Fajar, Heri. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Manajemen YKPN.
Manulang. 1984. Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ambar, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Arikunto.Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Atmosoeprapto Kisdarto. 2000. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Bernadin, H Hon dan Hoyce, EA. Russel. 2003. Human Resources Management. Mc Graw Hill Inc, Singapore. Dessler, Gary. 2002. Human Resources Management. Yogyakarta: Andi. Hasan, Iqbal. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensial). Jakarta: Bumi Aksara Hasibuan, Malayu SP. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Irianto, J. 2001. Isu-isu Strategis Pengembangan Sumber Daya Manusia, Surabaya, Insan Cendikia. Mangkunegara, AP.2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : Penerbit Rosida.
Priyatno, 2010, Paham Analisa Statistik Data degan SPSS. Cetakan I.Yogyakarta. Media Kom. Rao, TV. 2003. Prestasi Penilaian Kerja dan Praktek. Terjemahan Ny. L. Mulyana, Seri Manajemen No.9, PT. Pustaka Binaman, pressindo, Jakarta. Robbins, Stephen P. 2007. Organizational Behavior, Terjemahan Alih Bahsas Indesia, Prentice Hall. Sedarmayanti.2002. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung: CV. Mandar Maju. Simamora, 2002. Manusia Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta. Teguh, Muhammad. 2001. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Umar, Husin. 2008. Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Indonesia.
ANALISIS SUMBER DAN PENGGUNAAN MODAL KERJA PADA KOPERASI SERBA USAHA MADANI SINTANG Imam Asrori Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas email:
[email protected] Abstrak : Efisiensi penggunaan modal kerja oleh pengurus koperasi merupakan hal yang harus dilakukan. Penyebab kurang optimalnya penggunaan modal kerja koperasi disebabkan oleh kemampuan menganalisis sumber modal kerja dan seberapa besar upaya-upaya memperoleh sumber modal kerja. Sehingga diperlukan usaha pengurus untuk meningkatkan efisiensi penggunaan modal kerja tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya modal kerja sebesar Rp.152.210.050,- perkembangan piutang anggota sebesar Rp.316.162.000,- piutang non anggota Rp.4.450.000,- kenaikan simpanan sukarela Rp. 105.623.500,- dan bertambahnya dana SHU Rp. 58.632.000,-simpanan pokok dan simpanan wajib Rp. 85.647.050,-, cadangan Rp. 12.777.000,- dan sisa hasil usaha 58.632.000,- dana-dana tersebut digunakan untuk digulirkan menjadi piutang pinjaman kepada anggota dan non anggota. Sumber dan penggunaan modal kerja KSU Madani Sintang pada tahun 2011 dan tahun 2012 mengalami kenaikan sumber modal kerja sebanding dengan penggunaan modal kerjanya, sehingga dapat dikatakan penggunaan modal kerja sudah cukup optimal. Untuk memperkecil kredit macet, pengurus koperasi disarankan lebih selektif dalam memutuskan besarnya piutang pinjaman anggota, harus disesuaikan dengan besarnya simpanan modal kerja anggota serta riwayat kedisiplinan anggota dalam mengangsur. Dengan demikian pihak koperasi dapat lebih mengoptimalkan penggunaan modal kerja. Kata Kunci : Modal Kerja, Sumber Dana dan Penggunaan Dana Pengertian koperasi menurut UndangUndang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Fungsi koperasi adalah membangun dan mengembangan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi sosialnya. Oleh karenanya pemerintah berkewajiban memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan koperasi. Sedangkan tugas pengurus koperasi diantaranya adalah mengajukan rancangan kerja serta rancangan anggaran pendapatan dan belanja koperasi serta menyelenggarakan pembukuan keuangan secara tertib.
yaitu a). mengelola Koperasi dan usahanya, b). mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, c). menyelenggarakan Rapat Anggota, d). mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas, e). menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib, f). memelihara daftar buku anggota dan pengurus. Koperasi yang sehat harus dikelola secara profesional. Untuk menilai sebuah koperasi dikategorikan profesional atau tidak adalah dengan menganalisis laporan keuangannya. Laporan keuangan tersebut diantaranya meliputi neraca keuangan, laporan rugi laba termasuk laporan sumber dana dan penggunaannya untuk dianalisa serta penghitungan sisa hasil usaha (SHU) yang merupakan hasil penjumlahan pendapatan koperasi dalam satu tahun buku dikurangi biaya-biaya operasional koperasi pada tahun buku tertentu. Pembagian sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota harus dilakukan secara adil, sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Selain dibagikan kepada anggota SHU yang diperoleh koperasi dibagi untuk keperluan dana cadangan, dana Pengurus dan pengawas, dana pendidikan, dana sosial, yang besaran masing-masing pembagian tersebut diputuskan dalam forum rapat anggota tahunan koperasi.
Tujuan dibentuknya koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Dengan demikian agar tujuan tersebut dapat tercapai maka pengurus koperasi harus melaksanakan tugasnya secara profesional
111
112 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 111- 116
Permasalahan kurang optimalnya pemanfaatan sumber modal dan penggunaannya menjadi penyebab tidak majunya usaha koperasi. Kurangnya tanggungjawab pengurus dalam menjalankan amanah rapat anggota tahunan serta kemampuan mengelola koperasi yang terbatas juga dapat menjadi hambatan perkembangan koperasi. Sehingga diperlukan analisa laporan keuangan tahunan dengan mengukur sumber dan penggunaan dana agar diketahui apakah pengurus koperasi telah melaksanakan tugas secara transparan dan profesional. Laporan kerja dan laporan keuangan tersebut harus disampaikan pengurus pada forum rapat anggota tahunan dan di evaluasi secara bersama-sama oleh anggota koperasi. Hasil evaluasi terhadap laporan pengurus koperasi akan menjadi rekomendasi untuk perbaikan kerja pengurus pada tahun buku berikutnya. Pengurus Koperasi Serba Usaha Madani Sintang yang menjalankan unit usaha simpan pinjam dan penjualan sembako juga terus melakukan perbaikan kinerja dan lapor an keuangan. Pesoalanya ialah bahwa pengurus koperasi serba usaha madani belum secara maksimal melakukan analisa sumber dan penggunaan modal kerja secara periodik untuk mengetahui perkembangan keuangan agar dapat terukur. Hasil analisa laporan keuangan yang valid dapat bermanfaat bagi pengurus dalam mengambil keputusan untuk bisa melanjutkan usaha agar lebih berkembang. Modal kerja yang belum cukup tersedia untuk memenuhi pertmintaan pengajuan kredit oleh anggota koperasi membuat pengurus mengalami kesulitan keuangan. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisa sumber dan penggunaan modal kerja, sehingga dalam penelitian ini penulis mengangkatnya dalam penelitian yang berjudul: “Analisis sumber dan penggunaan modal kerja pada Koperasi Serba Usaha Madani Sintang”. dengan merumuskan permasalahan penelitian bagaimanakah sumber dan penggunaan modal kerja pada koperasi serba usaha madani sintang tahun buku 2011 dan 2012. Aspek yang akan diteliti adalah perubahan modal kerja dengan menggambarkan sumber-sumber modal kerja, dan aspek penggunaan modal kerja dengan membandingkan laporan keuangan dua periode tahun buku. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengurus Koperasi Serba Usaha Madani Sintang untuk mengetahui dari mana saja modal kerja dapat diperoleh secara optimal dari hasil usahanya dan untuk mengetahui bagaimana seharusnya pengurus koperasi tersebut menggunakan modal kerja yang diperoleh agar dapat digunakan secara efisien.
Menurut Dwi Prastowo (2002) analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsurunsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri. Konsep dasar modal kerja menurur S. Munawir (2010) terdiri dari 3 (tiga) konsep yaitu a). Konsep kuantitatif, yang menitik beratkan kepada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan operasional yang bersifat rutin atau menunjukkan sejumlah dana (fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek; b). Konsep kualitatif, menitik beratkan tersedianya jumlah aktiva lancar yang lebih besar daripada jumlah hutang lancarnya (hutang jangka pendek) dan menunjukkan pula margin of protection atau tingkat keamanan bagi para kreditur jangka pendek, serta menjamin aktiva lancarnya; c). Konsep fungsional, menitik beratkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan, pada dasarnya dana-dana yang dimiliki seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (curent income), ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba di masa yang akan datang. Misalnya bangunan, mesinmesin,pabrik,alat-alat kantor dan aktiva tetaplainya. Menurut Bambang Riyanto (2001) modal kerja adalah dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari. Sedangkan menurut Agnes Sawir (2005) mendefinisikan modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat puladimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Menurut Lukman Syamsudin (2007) modal kerja berhubungan dengan curren acount (perkiraan aktiva lancar dan utang lancar) perusahaan. Pentingnya modal kerja menurut Susan Irawati (2006) yaitu : (1). Tingkat profitabilitas perusahaan akan dipengaruhi oleh investasi modal kerja, (2). Posisi likuiditas perusahaan akan dipengaruhi oleh investasi dalam modal, (3). Sebagian waktu manajer keuangan tersita untuk pengelolaan modal kerja, (4) Khususnya bagi perusahaan niaga dimana sebagaian besar investasinya bukan dalam fixed capital tetapi dalam current capital, maka modal kerja sangat penting bagi perusahaan tersebut. (5). Modal kerja sangat diperlukan sebagai tumpuan bagi perusahaan yang relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhannya terhadap fixed capital.
Imam Asrori, Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja 113
Jenis Jenis modal kerja menurut Bambang Riyanto (2001) terdiri dari dua jenis 1). Modal kerja permanen (permanent working capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent working capital dibedakan dalam : a). Modal kerja primer (primary working capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya; b). Modal kerja normal (Normal working capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. 2). Modal kerja variabel (variable working capital) yang dibedakan menjadi : a). Modal kerja musiman (seasonal working capital), yaitu mudal kerja yang jumlhanya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musiman; b). Modalkerja Siklis (Cyclical working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur; c). Modal kerja darurat (Emergency working capital), yaitu modalkerja yang besaranya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi modal kerja menurut Indriyo Gitosudarmo dan Basri (1992) yaitu : a).Volume penjualan; b). beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan, antara lain politik penjualan kredit, politk penentuan persediaan, pengaruh musiman, kemajuan teknologi; c). Pengaruh musiman, dengan adanya pergantian musim akan dapat mempengaruhi tingkat penjualan. Fluktuasi tingkat penjualan akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggar akan kegiatan produksi; d). Kemajuan teknologi, perkembangan teknologi mempengaruhi dan merubah proses produksi menjadi lebih cepat dan ekonomis, dengan demikian akan dapat mengurangi besarnya kebutuhan modalkerja. Agar tidak terjadi kekur angan atau kelebihan modal kerja, maka perusahaan harus benar-benar dalam mempertimbangkan dan menetapkan berapa modal kerja yang harus dimiliki suatu perusahaan. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya modal kerja suatu perusahaan menurut S. Munawir (2010:117), yaitu: (1). Jenis Perusahaan Jenis kegiatan perusahaan dalam praktiknya meliputi dua macam, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan non jasa. Kebutuhan modal dalam perusahaan industri lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan jasa, (2).Syarat kredit, atau penjualan yang pembayarannya dilakukan dengan cara mencicil
(angsuran) juga sangat mempengaruhi modal kerja, 3. Waktu Produksi, artinya jangka waktu atau lamanya memproduksi suatu barang. Makin lama waktu yang dipergunakan untuk memproduksi suatu barang maka akan semakin besar modal kerja yang dibutuhkan, demikian pula sebaliknya, (4). Tingkat perputaran persediaan, Semakin kecil atau rendah tingkat perputaran, kebutuhan modal kerja semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, dibutuhkan perputaran persediaan yang cukup tinggi agar memperkecil risiko kerugian akibat penurunan harga serta mampu menghemat biaya penyimpanan dan pemeliharaan persediaan. Apabila sumber modal kerja lebih besar dari pada penggunaan, berarti ada kenaikan modal kerja. Sebaliknya apabila penggunaannya lebih kecil, berarti penurunan modal kerja. Sumbersumber modal kerja yang akan menambah modal kerja adalah: (1). adanya kenaikan sektor modal, baik yang berasal dari laba maupun penambahan modal saham, (2). Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses depresiasi, (3). ada penambahan utang jangka panjang, baik dalam bentuk obligasi atau utang jangka panjang lainnya. Penggunaan modal kerja diharapkan dilakukan secara efektif dan efisien, hal ini dikarenakan untuk mengurangi perubahan bentuk dan penurunan aktiva yang berlebihan oleh perusahaan. Penggunaan dana untuk modal kerja dapat diperoleh dari kenaikan aktiva dan menurunnya passiva. Menurut S.Munawir (2010:124) secara umum dikaitkan bahwa penggunaan modal kerja bisa dilakukan perusahaan untuk: (1). Perusahaan mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar gaji, upah dan biaya operasional lainnya yang digunakan untuk menunjang penjualan. (2). Perusahaan membeli bahan baku atau barang dagangan yang digunakan untuk proses produksi dan pembelian barang dagangan untuk dijual. (3). Menutupi kerugian akibat penjualan surat berharga, pada saat perusahaan menjual surat berharga, namun mengalami kerugian. Hal ini akan mengurangi modal kerja dan segera ditutupi. (4). Pembentukan dana merupakan pemisahan aktiva lancar untuk tujuan tertentu dalam jangka panjang. Pembelian aktiva tetap atau investasi jangka panjang seperti pembelian tanah, bangunan, kendaraan dan mesin, (5). Pembayaran utang jangka panjang yang sudah jatuh tempo seperti pelunasan obligasi, hipotek dan utang bank jangka panjang, (6). Pembelian atau penarikan kembali saham yang beredar dengan alasan tertentu dengan cara membeli kembali, baik untuk sementara waktu atau selamanya, (7) Pengambilan uang atau barang untuk keperluan
114 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 111- 116
pribadi termasuk dalam hal ini adanya pengambilan keuntungan atau pembayaran dividen oleh perusahaan. Penggunaan-penggunaan modal kerja yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut: (1) berkurangnya modal sendiri karena kerugian, maupun pengambilan privasi oleh pemilik perusahaan, (2) pembayaran utang-utang jangka panjang, (3) adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap. METODE Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis, merupakan metode penelitian yang tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dengan cara meneliti, mengolah data, menganalisis, dan mengklasifikasikan datadata yang telah diperoleh dan ditarik kesimpulan sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai objek yang diteliti. Menurut Soegiyono (2009) metode deskriptif analitis merupakan metode yang bertujuan mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap suatu obyek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Adapun yang menjadi Objek penelitian ini terdiri dari Laporan sumber dan penggunaan modal kerja serta Neraca Keuangan Koperasi Serba Usaha Madani Sintang Tahun Buku 2011 dan 2012. Lokasi penelitian ini di kantor Koperasi Serba Usaha Madani Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Sintang Kalimantan Barat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Koperasi Serba Usaha (KSU) Madani Sintang didirikan pada tanggal 26 Nopember 2006 bertempat di Jalan Oevang Oeray Gg.Aneka I Baning Sintang Kalimantan Barat. Pada awal berdirinya KSU Madani beranggotakan 20 orang dengan permodalan sebesar Rp. 2.000.000,-. Masing-masing anggota membayar simpanan pokok sebagai modal awal sebesar Rp. 100.000,-. Badan Hukum KSU Madani di terbitkan oleh Kepala Kantor Koperasi Pengusaha Kecil Dan Menengah Kabupaten Sintang Kalimantan Barat pada tanggal 19 Mei 2008 dengan nomor Akta Pendirian : 218 / BH / X. KSU Madani memiliki usaha pokok perdagangan eceran sembako serta memiliki 1 (satu) unit usaha simpan pinjam, namun yang dapat berkembang hanya unit usaha simpan pinjam. Sampai dengan tahun 2013 KSU Madani Sintang telah melakukan Rapat Anggota Tahunan VI. Dimana dalam penelitian ini penulis meneliti laporan keuangan KSU Madani Sintang selama dua tahun terakhir. Untuk mengetahui adanya perubahan setiap komponen modal kerja dilakukan analisa data yang disajikan pada Rapat Anggota Tahunan, yaitu dengan cara membandingkan laporan keuangan KSU Madani Sintang pada Rapat Anggota Tahunan V tahun buku 2011 dan laporan keuangan pada Rapat Anggota Tahunan VI tahun buku 2012 sebagai berikut :
Tabel 1 Perbandingan Neraca KSU Madani Sintang per 31 desember 2011 dan Per 31 Desember 2012 U raia n
Ne ra ca P er 3 1 D es 2011
N era ca P er 3 1 D es 2012
P ER U B A HA N B erta m b ah B erk u ra n g
A kti v a L a nc a r K as B an k P iu ta n g A n g g o t a P iu ta n g n o n An g g o t a J u m la h
1 4 .9 9 4 .0 0 0 5 .5 0 0 .0 0 0 6 5 0 .0 7 0 .0 0 0 6 7 0 .5 6 4 .0 0 0
1 5 .4 5 7 .1 6 2 8 9 0 .3 8 8 9 6 6 .2 3 2 .0 0 0 4 .4 5 0 .0 0 0 9 8 7 .0 2 9 .5 5 0
3 1 6 .1 6 2 .0 0 0 4 .4 5 0 .0 0 0 3 1 6 .4 6 5 .5 5 0
K e w a ji ba n L a n ca r S im p a n an S u k arel a D an a S H U J u m la h P erta m b ah an M o d al K e rja
3 3 5 .1 0 1 .0 0 0 1 3 3 .6 7 0 .0 0 0 4 6 8 .7 7 1 .0 0 0 2 0 1 .7 9 3 .0 0 0
4 4 0 .7 2 4 .5 0 0 1 9 2 .3 0 2 .0 0 0 6 3 3 .0 2 6 .5 0 0 3 5 4 .0 0 3 .0 5 0
1 0 5 .6 2 3 .5 0 0 5 8 .6 3 2 .0 0 0 1 6 4 .2 5 5 .5 0 0 9 6 6 .6 5 1 .7 1 2
4 6 3 .1 6 2 4 .6 0 9 .6 1 2
Sumber: Neraca KSU Madani Sintang per 31 Des 2012 dan 31 Des 2012
Imam Asrori, Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja 115
Berdasarkan hasil perbandingan neraca diatas maka diketahui bahwa terdapat pertambahan modal kerja sebesar Rp. 152.210.050,- yang dapat dihitung dari dari selisih modal kerja tahun buku 2011 sebesar Rp. 201.793.000,- dengan modal kerja pada tahun buku 2012 sebesar Rp. 354.003.050,Piutang pinjaman mengalami kenaikan Rp 316.162.000,- yaitu dari tahun 2011 Rp 650.070.000,- menjadi Rp 966.232.000,- pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 terjadi penigkatan
sumber modal kerja yang berasal dari anggota baru dan efesiensi penggunaan mudal kerja oleh pengurus Koperasi Serba Usaha Madani Sintang. Simpanan sukarela anggota Koperasi Serba Usaha Madani Sintang mengalami peningkatan Rp 105.623.500,- yaitu dari tahun 2011 Rp. 335.101.000,- bertambah menjadi Rp 440.724.500,- pada tahun 2012. Data tersebut menunjukkan bahwa Simpanan Sukarela oleh anggota dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012
Tabel 2 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja KSU Madani Sintang 31 Des 2011 – 31 Des 2012
No 1. 2. 3.
1. 2.
S u m b e r M o d a l K e r ja S i m p an a n P o k o k d an S im p an an W a ji b C ad a n g a n SH U Ju m lah S u m b e r M o d al K e r ja P e n g gu n a a n M o d al K e r j a : S i m p an a n d i B an k P i u ta n g P in j a m an A n g g o ta
Ju m lah ( Rp ) 8 5 .6 4 7 .0 5 0 1 2 .7 7 7 .0 0 0 5 8 .6 3 2 .0 0 0 1 5 7 .0 5 6 .0 5 0 8 9 0 .3 8 8 1 5 6 .1 6 5 .6 8 2 1 5 7 .0 5 6 .0 5 0
Berdasarkan penyajian tabel laporan sumber dan penggunaan dana di atas maka dapat diketahui pertambahan modal sebesar 152.210.050, yang dapat dihitung dari jumlah : (1) Piutang Anggota Rp. 182.573.560,- yaitu Piutang anggota tahun 2011 Rp. 650.070.000,- kemudaian beraubah pada tahun 2012 menjadi Rp.192.302.000,- (2) Pertambahan Piutang non Anggota Rp. 4.450.000,dimana pada tahun buku 2011 Belum ada produk pinjaman non anggota,- kemudian hasil Rapat Anggota Tahunan pada Januari 2012 memutuskan untuk mengadakan produk pinjaman non anggota dan baru terealisasi Rp.4.450.000,Bertambahnya modal kerja disebabkan oleh (1). Berkurangnya simpanan di bank sebesar Rp. 4.609.612,- dimana pada tahun 2011 simpanan di bank Rp.5.500.000,- berkurang pada tahun 2012 menjadi Rp.890.388,- (2). Bertambahnya simpanan sukarela sebesar Rp. 105.623.500,- dimana pada tahun 2011 jumlah Simpanan sukarela sebesar Rp. 335.101.000,- sedangkan pada tahun 2012 berubah menjadi Rp. 440.724.500,- (3). Bertambahnya dana dana SHU sebesar Rp. 58.632.000,- yang diperoleh dari tahun 2011 sebesar Rp.133.670.000,bertambah pada tahun 2012 menjadi Rp. 192.302.000,-
Analisis laporan sumber dan penggunaan modal kerja Koperasi Serba Usaha Madani Sintang dari pembahasan diatas dapat dijelaskan bahwa bertambahnya modal kerja tersebut dipengaruhi oleh adanya sumber sumber serta penggunaan modal kerja, antara lain : 1. Sumber modal yang berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib sebesar Rp. 85.647.050,- yang berasal dari masuknya anggota baru dimana pada tahun 2011 jumlah anggota sebanyak 188 orang bertambah menjadi 235 orang pada tahun 2012. 2. Pertambahan dana cadangan dari sisa hasil usaha dimana pada tahun 2011 sebesar Rp. 18.396.000 dan pada tahun 2012 bertambah menjadi Rp. 30.593.000,3. Pertambahan Sisa Hasil Usaha sebesar Rp. 58.632.000,- dimana pada tahun 2011 SHU sebesar Rp. 133.670.000,- sedangkan pada tahun 2012 sebesar Rp. 192.302.000,Dari sumber modal ker ja tadi oleh perusahaan digunakan untuk (1). Simpanan di Bank Rakyat Indonesia Cabang Sintang sebesar Rp.890.388.000,- dan penyertaan lainnya sebesar Rp. 8.565.244,- (2). Kenaikan modal kerja lainya digulirkan menjadi pinjaman anggota dan pinjaman non anggota sebesar Rp. 147.600.438,-.
116 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 111- 116
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa modal kerja Koperasi Serba Usaha Madani Sintang bertambah sebesar Rp. 152.210.050,- . Kenaikannya sumber modal kerja ini disebabkan modal kerjanya banyak digulirkan ke anggota dalam bentuk piutang anggota dan piutang non anggota.
3.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Dalam rangka memudahkan Koperasi Serba Usaha Madani Sintang, pengurus dan badan pengawas koperasi harus selalu mengevaluasi secara berkala terhadap perkembangan sumber modal kerja koperasi, agar dikemudian hari tidak terjadi permasalahan yang sama dan dapat meningkatkan sumber modal koperasi. 2. Dalam penggunaan modal kerja, Koperasi Serba Usaha Madani Sintang diharapkan dapat menggunakan modal kerja dengan lebih efisien, dalam hal ini pengurus koperasi dianjurkan mengurangi simpanan di Bank, karena dana yang mengendap di bank tidak dapat bergulir ke anggota bagi unit simpan pinjam sehingga pengurus koperasi dapat memperbesar Sisa Hasil Usaha yang diperoleh. 3. Untuk memperkecil jumlah modal kerja yang mengendap akibat kredit macet, sebaiknya pengurus Koperasi Serba Usaha Madani Sintang lebih selektif dalam memutuskan besarnya pinjaman kredit, harus disesuaikan dengan besarnya simpanan modal kerja anggota serta riwayat kedisiplinan anggota dalam mengangsur. Dengan demikian pihak koperasi dapat lebih mengoptimalkan penggunaan modal kerja.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa Perkembangan sumber modal pada Koperasi Serba Usaha Madani Sintang mengalami peningkatan. Kenaikan jumlah piutang anggota maupun piutang non anggota menambah sumber modal kerja. Penurunan yang terjadi pada sumber modal pinjaman tidak begitu ber pengaruh terhadap jumlah keseluruhan modal koperasi, karena diimbangi dengan meningkatnya sumber modal milik koperasi. Sehingga perkembangan sumber modal Koperasi Serba Usaha Madani Sintang meningkat siginifikan. 2. Bahwa Perkembangan penggunaan modal kerja Koperasi Serba Usaha Madani Sintang dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 selalu mengalami peningkatan. Penggunaan modal kerja koperasi juga mengalami peningkatan, karena meningkatnya penggunaan modal kerja untuk beberapa pos dalam aktiva lancar dan aktiva tetap seperti penyertaan dan Simpanan pada BRI Cabang Sintang dan mengupayakan tergulirnya piutang anggota maupun piutang non anggota.
Bahwa Sumber dan penggunaan modal kerja Koperasi Serba Usaha Madani Sintang pada tahun 2011 dan tahun 2012 mengalami kenaikan, kenaikan sumber modal kerja sebanding dengan penggunaan modal kerjanya, sehingga dapat dikatakan penggunaan modal kerja sudah cukup optimal.
DAFTAR PUSTAKA Gitosudarmo dan Basri, 1999. Manajemen Keuangan, Yogyakarta : BEFE Irawati, S.2006. Manajemen Keuangan, Bandung : Pustaka
Sawir, A. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta : PT Gramedia Pusaka
Munawir, S. 2007. Analisa Laporan Keuangan, Yogyakarta : Liberty
Soegiyono, 2009. Metode Penlitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Prastowo. D, 2002. Analisis Laporan Keuangan (Konsep dan Aplikasi). Yogyakarta : YPKN
Syamsudin, L. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Riyanto, B.2001. Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan, Yogyakarta : BPFE
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian
SISTEM PELAYANAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ADE MOHAMMAD DJOEN KABUPATEN SINTANG Venny Adhita Octaviani Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Abstrak : Sistem pelayanan obat pada RSUD Ade M. DJoen Sintang oleh Instalasi Farmasi dilaksanakan dengan sistem formularium, sistem formularium ini sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam pengelolaan obat di rumah sakit. Dalam pelaksanaan sistem formularium terdiri dari tiga kategori umum yaitu teknik mengevaluasi penggunaan obat, teknik melakukan pemeliharaan formularium, dan teknik seleksi produk obat, yang sudah dilaksanakan secara terus menerus, resmi, dengan tujuan untuk memastikan obat yang digunakan tepat, aman dan bermanfaat bagi penderita. Sistem distribusi obat yang digunakan adalah sistem distribusi obat resep individual sentralisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem pelayanan obat pada Instalasi Farmasi RSUD Ade M. Djoen Sintang adalah ketersediaan SDM atau pegawai instalasi farmasi yang memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang kefarmasian merupakan salah satu faktor pendukung pelaksanaan sistem pelayanan obat. Kemudian fasilitas dan peralatan yang ada juga sudah cukup memadai walaupun belum sempurna, sebab ruangan instalasi farmasi yang ada masih terlalu kecil dan sempit, sehingga ruangan administrasi dengan ruangan penyimpanan obat masih menjadi satu dan hanya dipisahkan oleh batas lemari atau rak saja. Kemudian faktor pendukung lainnya adalah ketersediaan anggaran yang selalu ada untuk pengadaan obat-obatan guna keperluan rumah sakit. Kata Kunci :
Sistem, Pelayanan, Obat, Rumah Sakit.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan promotif, pencegahan penyakit preventif, penyembuhan penyakit kuratif, dan pemulihan kesehatan rehabilitatif, yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk Rumah Sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien.
Pelayanan farmasi di Rumah Sakit ditangani oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). IFRS adalah suatu bagian atau unit atau fasilitas di rumah sakit yang merupakan tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan Rumah Sakit itu sendiri. Adapun pekerjaan kefarmasian adalah pekerjaan yang berkaitan dengan penyediaan obat bagi pasien. Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam Rumah Sakit baik untuk penderita rawat inap, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik Rumah Sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang diberikan. Pelayanan farmasi/obat adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan obat pasien, penyediaan obat yang bermutu dan termasuk di dalamnya pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Jadi IFRS adalah satu-satunya unit di Rumah Sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di Rumah Sakit tersebut.
117
118 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 117- 125
IFRS bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik. Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara, atau individu yang ada di dalam masyarakat. Berbagai pelayanan yang diberikan pada Rumah Sakit dalam melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan upaya pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Sehubungan dengan itu menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 dikemukakan bahwa “tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengupayakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan”. Pelayanan menurut Poerwadarminta (1976:573) adalah “perbuatan melayani berupa kegiatan menolong orang lain”. Lebih lanjut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:504) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah “perihal atau cara melayani, melayani yaitu membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan oleh seseorang”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah suatu kegiatan berupa pertolongan yang diberikan kepada seseorang. Menurut Chitwood (dalam Freddrerickson, 1994:70) “pelayanan dapat dibagi dalam 3 (tiga) bentuk dasar yang terdiri dari : (1) Pelayanan yang sama bagi semua, (2) Pelayanan yang sama secara profesional bagi semua, dan (3) Pelayanan yang tidak sama bagi individu-individu”. Salah satu bentuk pelayanan publik atau pelayanan kepada masyarakat adalah pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud pelayanan kesehatan yaitu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam rangka mempertinggi derajat kesehatan termasuk keadaan gizi untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidup. Untuk memberikan pelayanan kepada publik, diperlukan manajemen pelayanan publik. Menurut Manullang (1985:17) mendefinisikan
manajemen sebagai “Seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan dari pada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu”. Kemudian pelayanan publik atau pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003, adalah sebagai berikut: Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa: “ruang lingkup sebagaimanan pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait”. Menurut Moenir (1992:23) mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah : “kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”. Pelayanan memberikan kepuasan kepada pelanggan atau konsumen, untuk dapat memberikan pelayanan yang baik, harus diperhatikan sendi-sendi pelayanan. Menurut Menteri Pendayaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 63/KEP/ M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelengaraan Pelayanan Publik, bahwa asas pelayanan publik adalah sebagai berikut: “Transparansi, Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Kesamaan Hak, Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Jadi pelayanan kesehatan yang diberikan hendaknya selalu ber sifat transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan keseimbangan hak dan kewajiban sehingga semakin hari pelayanan kesehatan yang diberikan semakin bermutu. Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis, pelayanan farmasi dan pelayanan keperawatan. Di samping itu, untuk mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga mengadakan pelayanan berbagai jenis laboratorium.
Venny Adhita Octaviani, Sistem Pelayanan Obat di Instalsi Farmasi RSUD Ade M Djoen 119
Menurut Siregar (2003:20) dikemukakan: “Berbagai pelayanan yang diberikan Rumah Sakit dapat dibagi dua golongan yaitu pelayanan utama dan pelayanan pendukung. Pelayanan utama terdiri atas pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan kefarmasian dan pelayanan pendukung”. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah salah satu pelayanan utama, sebab hampir seluruh pelayanan yang diberikan para penderita di Rumah Sakit berhubungan dengan kesediaan farmasi atau perbekalan kesehatan. Instalasi farmasi rumah sakit adalah bagian yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan dan pengendalian seluruh sediaan obat/ farmasi dan pembekalan kesehatan lain yang beredar dan yang digunakan di rumah sakit. Mulai dari perencanaan, pemilihan penetapan spesikasi, pengadaan, pengendalian mutu, penyimpanan, dispensing, distribusi bagi penderita, pemantauan efek dan pemberian informasi. Sistem Formularium. Obat dan perbekalan kesehatan merupakan komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak azasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan lembaga pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan khasiat dan mutunya agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Bersamaan dengan itu masyarakat harus dilindungi dari salah penggunaan dan penyalahgunaan obat. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menyatakan bahwa: “pengadaan dan distribusi obat dan perbekalan kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menkes RI dapat dilakukan dengan penunjukan langsung”. Keberhasilan perawatan penderita di rumah sakit sering kali tergantung pada keefektifan penggunaan obat. Keragaman obat yang tersedia mengharuskan dikembangkannya suatu program penggunaan obat yang baik di rumah sakit, guna memastikan bahwa penderita menerima perawatan yang terbaik. Untuk kepentingan perawatan penderita yang lebih baik, rumah sakit harus mempunyai suatu program evaluasi pemilihan dan penggunaan obat yang objektif di rumah sakit.
Program ini adalah dasar dari terapi obat yang tepat dan ekonomis, obat yang tepat dan ekonomis yang disebut dengan sistem formularium. Menurut Siregar (2003:90) sistem formularium adalah : Suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Hanya obat yang dipilih demikian yang secara rutin tersedia di IFRS. Jadi sistem formularium adalah sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Hasil utama dari pelaksanaan sistem formularium adalah formularium rumah sakit. Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang diplih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit itu. Karena formularium itu merupakan sarana bagi staf medik IFRS dan perawat menggunakan sistem tersebut adalah penting bahwa formularium harus lengkap, ringkas, dan mudah digunakan. Salah satu karakteristik penting dari suatu sistem formularium ialah bahwa sistem itu mencerminkan pertimbangan klinik mutakhir dari staf medik Rumah Sakit, tempat sistem itu diterapkan. Sistem itu harus lentur dan dinamis. Apabila ada obat baru yang dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam formularium, obat yang mirip, termasuk obat yang sebelumnya sudah masuk formularium harus dikaji ulang dan dihapus jika perlu. Tidak jarang satu obat baru dapat mengganti dua atau lebih obat yang lama. Keuntungan pendidikan yang berguna dapat dihasilkan saat diadakannya pengkajian golongan obat oleh IFRS bersama dengan staf rumah sakit melalui bulletin informasi obat yang disponsori oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Keuntungan selanjutnya dengan sistem formularium adalah manfaat ekonomi dimana
120 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 117- 125
dengan formularium yang dibatasi, IFRS dapat mempertahankan suatu pembelian dan sistem pengendalian perbekalan yang lebih efisien. Penghematan terjadi karena IFRS tidak membiarkan modal yang ada dibelikan untuk obat yang tidak perlu. Jadi Rumah Sakit dapat membeli jumlah obat dalam jumlah yang besar dengan jenis obat sedikit atau tertentu saja sesuai dengan yang direkomendasikan. Jika ada dua jenis obat yang secara terapi sangat mirip, tidak perlu kedua-duanya ada dalam formularium tetapi dipilih salah satu yang tentunya harganya paling murah. Dalam menerapkan sistem formularium seorang dokter, apoteker dan perawat serta petugas administrasi di rumah sakit harus berpedoman pada pedoman penggunaan formularium yang sudah ditetapkan. Teknik Pengelolaan Sistem Formularium. Menurut Siregar (2003:95) “Teknik pengelolaan sistem formularian terdiri atas tiga kategori umum yaitu: (1) evaluasi penggunaan obat, (2) pemeliharaan formularium, dan (3) seleksi produk obat”. Evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses yang terus menerus, sah secara organisasi, terstruktur yang bertujuan untuk memastikan bahwa obat digunakan secara tepat, aman dan bermanfaat. Progr am evaluasi penggunaan obat (EPO) harus merupakan bagian dari program jaminan mutu menyeluruh rumah sakit. Evaluasi penggunaan obat (EPO) yang efektif dimulai dengan penetapan kriteria penggunaan obat atau pedoman pengobatan yang disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) atas nama staf medik. Selanjutnya dilakukan pengukuran dan membandingkan hasil yang dialami penderita yang diberi obat atau tidak diberi obat terhadap kesesuaian dengan kriteria dan pedoman yang telah disetujui. Jadi kegiatan pengkajian golongan terapi obat dapat bermanfaat dalam pengembangan kriteria penggunaan obat baru, yang setelah dikaji memiliki kwalitas mutu yang lebih baik dengan berorientasi terhadap perlindungan konsumen sehingga diketahui golongan obat mana saja yang aman dengan kwalitas yang baik. Selanjutnya kegiatan penambahan atau penghapusan pada formularium oleh apoteker atau anggota staf medik. Jadi setelah dievaluasi maka dapat diambil keputusan untuk menambah atau menghapus daftar obat di dalam formularium yang sudah ada. sedangkan kegiatan penggunaan obat non formularium dalam situasi penderita yang khas
adalah jika ternyata kebutuhan individu atau penderita tertentu tidak dapat dipenuhi oleh penggunaan obat for mularium yang sudah ditetapkan. Sistem Distribusi Obat. Proses penyampaian sediaan obat yang diminta dokter dari instalasi farmasi rumah sakit untuk pasien sampai ke daerah tempat pasien dirawat disebut pendistribusian obat. Pendistribusian obat adalah suatu pr oses penyerahan obat sejak setelah disiapkan oleh IFRS sampai dengan diantar kepada perawat, dokter, atau profesional pelayanan kesehatan lain untuk diberikan kepada si penderita/ pasien. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah salah satu unit yang bertanggung jawab pada peggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Tanggung jawab ini termasuk seleksi, pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita. Oleh karena itu, sistem pendistribusian obat dari IFRS ke daerah perawatan penderita harus sesuai untuk efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan juga mencegah kesalahan atau kekeliruan, agar dapat tepenuhi persyaratan penyampaian obat yang baik, yaitu tepat penderita, tepat obat, tepat jadwal, tanggal, waktu dan metode pemberian, tepat informasi pada penderita dan tepat personel pemberi obat kepada penderita. Pendistribusian obat ini, melibatkan sejumlah prosedur, personel, fasilitas, termasuk alat, ruang penyimpanan, dan sebagainya. Oleh karena itu, harus ada suatu sistem distribusi obat yang sesuai untuk penderita rawat tinggal di suatu Rumah Sakit. Menurut Siregar (2003:121) dikemukakan tentang sistem distribusi obat, yaitu: Sistem distribusi obat (SDO) untuk penderita rawat tinggal yang diterapkan bervariasi dari rumah sakit ke rumah sakit, dan hal itu tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi dan keberadaan obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada penderita. Sistem distribusi obat mencakup penghantaran sediaan obat yang telah didispensing IFRS ke daerah tempat perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu dan metode pemberian, dan ketepatan personel pemberi obat kepada penderita serta keutuhan mutu obat. Pada dasarnya setiap rumah sakit dapat memilih sistem distribusi obat yang paling tepat yang
Venny Adhita Octaviani, Sistem Pelayanan Obat di Instalsi Farmasi RSUD Ade M Djoen 121
disesuaikan dengan kondisi kegiatan atau disesuaikan dengan jenis pelayanan yang ada. Dalam kenyataannya setiap jenis sistem distribusi obat mempunyai kebaikan dan keburukan. Menurut Siregar (2003:121) Pada dasarnya ada beberapa jenis sistem distribusi obat untuk penderita rawat tinggat, yaitu: “(1) Sistem distribusi obat resep individu sentralisasi dan/atau desentralisasi. (2) Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang. (3) Sistem distribusi obat kombinasi resep individu dan persediaan di ruang/sentralisasi/desentralisasi. (4) Sistem distribusi obat dosis unit sentralisasi/ desentralisasi”. Sistem Distribusi Obat Resep Individual Sentralisasi. Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah salah satu sistem distribusi obat bagi penderita atau pasien rawat inap/tinggal. Resep individual adalah order atau resep yang ditulis oleh dokter untuk tiap penderita, sedangkan sentralisasi ialah semua order atau resep yang disiapkan dan didistribusikan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama penderita rawat tinggal/inap tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Pada kenyataannya sistem distribusi obat resep individual sentralisasi kurang sesuai digunakan oleh rumah sakit besar, yang bertipe kelas A dan B dan yang memiliki daerah perawatan penderita yang menyebar, sehingga jarak antara IFRS dengan beberapa daerah perawatan penderita sangat jauh. Ketidak sesuaian itu bisa disebabkan berbagai hal, misalnya terjadinya keterlambatan obat sampai pada penderita, kurangnya interaksi antara apoteker, dokter, perawat, penderita, atau IFRS kurang dapat mengendalikan semua kegiatan dalam proses distribusi dan sebagainya. Sistem ini dapat digunakan oleh rumah sakit kecil. Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruang. Dalam sistem distribusi obat ini, semua obat yang dibutuhkan penderita atau pasien tersedia dalam ruangan penyimpanan obat di ruag tersebut, di luar obat yang sering digunakan atau obat yang sangat mahal yang di pasok oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Biasanya, sekali seminggu personel IFRS memeriksa persediaan obat di ruang, lalu menambah obat yang persediaannya sudah sampai tanda batas pengisian kembali. Obat yang
dispensing di bawah sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruhan dan order obat yang harus dibayar sebagai biaya obat. Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh PFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptik, dan obat tidur. Biasanya obat ini dibayar sebagai bagian dari biaya pelayanan perawatan. Obat yang harus dibayar tersedia pada tiap unit perawat dan penderita yang menggunakannya akan membayarnya sebagai biaya obat. Menurut Siregar (2003:124) definisi dari sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah : “tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu”. Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dan Persediaan di Ruang. Sistem ini adalah sistem yang dipakai oleh rumah sakit yang menerapkan sistem distribusi persediaan di ruangan yang terbatas jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan penderita ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi dengan masukan dar i IFRS dan dar i pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi ini biasanya digunakan untuk mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan biasanya adalah obat yang harganya relatif murah, mencakup obat resep atau obat murah. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit. Sistem distribusi obat resep individual, sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang dan sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruang merupakan sistem tradisional, sedang sistem yang terbaru yang telah banyak diteliti dan diinvestigasi dikenal sebagai sistem distribusi obat dosis unit. Sistem ini memerlukan biaya awal yang besar dan juga memerlukan suatu peningkatan jumlah dari staf apoteker, jika dibandingkan dengan sistem tradisional. Namun, karena adanya dua kegunaan utama dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat dan mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat, maka banyak ruamh sakit mulai menggunakannya.
122 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 117- 125
Walaupun distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab IFRS, hal itu tidak dapat dilakukan di rumah sakit tanpa kerja sama dengan staf medik, perawat, pimpinan r umah sakit dan staf administrative. Jadi, dianjurkan bahwa suatu panitia perencana perlu ditetapkan untuk mengembangkan pendekatan penggunaan suatu sistem distribusi dosis unit. Kepemimpinan dari panitia ini seharusnya datang dari apoteker rumah sakit yang harus menjelaskan anggota lain tentang konsep distribusi obat dosis unit. Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Akan tetapi, unsur khusus berikut adalah dasar dari semua sistem dosis unit, yaitu: obat dikandung dalam kemasan unit tunggal; di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan penderita pada setiap waktu. Pada dasarnya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit, tidak terlepas dari pelaksanaan sistem pelayanan obat yang tepat. Selanjutnya untuk melaksanakan sistem pelayanan obat yang efektif dan efisien sangatlah dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang menangani masalah pelayanan obat yaitu sumber daya manusia Farmasi Rumah Sakit, Fasilitas dan Peralatan, Anggaran. Sumber Daya Manusia. Menurut Ilyas (2004:65) “Sumber daya manusia merupakan kunci yang sangat penting untuk keberhasilan dan kemajuan organisasi termasuk rumah sakit”. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan yang kompleks harus memiliki sumber daya manusia yang tepat dan sesuai dengan fungsi pelayanan pada setiap instalasi, termasuk intalasi farmasi. Sumber daya manusia yang menangani masalah sistem pelayanan obat haruslah memadai dari segi kuantitas maupun kualitas, yang berkaitan dengan kompetensi, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki.
MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Macam-macam peralatan farmasi pada dasarnya terdiri dari peralatan kantor, peralatan produksi, peralatan penyimpanan, dan lainnya. Peralatan kantor adalah peralatan seperti komputer, meja, kursi, lemari, rak buku, filling cabinet dan lain-lain. Selanjutnya peralatan produksi adalah peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan, dan pembuatan obat, baik non steril maupun steril atau aseptik. Peralatan penyimapan terdiri dari peralatan penyimpanan untuk kondisi umum dan peralatan penyimpanan kondisi khusus. Peralatan penyimpanan kondisi umum adalah lemari/rak yang rapi dan terlindungi dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan. Anggaran. Masalah keterbatasan sumber daya manusia dan keterbatasan sarana dan prasarana biasanya disebabkan oleh minimnya anggaran yang tersedia. Minimnya anggaran yang tersedia menyebabkan terkendalanya atau terbatasnya program pendidikan dan latihan yang dapat dilaksanakan bagi pengembangan tenaga kesehatan yang ada. Menurut Supriyono (2000:40) bahwa “Anggaran adalah suatu rencana yang terinci yang disusun secara sistematis dan dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun”. Minimnya atau terbatasnya anggaran rumah sakit juga berimplikasi terhadap pengadaan peralatan kesehatan yang modern serta masih terbatasnya fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan bagi rumah sakit, yang walaupun ada tetapi belum sesuai dengan yang diharapkan. Kesemuanya ini tentunya berdampak terhadap kualitas tenaga kesehatan (SDM) yang ada di dalam memberikan pelayanan, karena sumber daya manusia yang ada di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai pula.
Fasilitas dan Peralatan. METODE Fasilitas dan peralatan kefarmasian adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem pelayanan obat yang dipilih oleh Rumah Sakit. Fasilitas dan peralatan yang ada haruslah memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku atau yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/
Untuk dapat memahami dan memecahkan suatu masalah, salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan penelitian. Menurut Hadi (1986:6) “Penelitian adalah usaha untuk memperoleh fakta atau prinsip (menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran) dengan cara
Venny Adhita Octaviani, Sistem Pelayanan Obat di Instalsi Farmasi RSUD Ade M Djoen 123
mengumpulkan dan menganalisis data yang dilaksanakan dengan teori, jelas, sistematik dan dapat dipertanggungjawabkan”. Untuk mencari dan mengumpulkan data serta informasi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah: Wawancara, Observasi (Pengamatan), dan Studi Dokumentasi. Dalam penelitian ini yang menjadi alat pengumpul data adalah sebagai berikut: Pedoman Wawancara (interview quide). Pedoman Obser vasi (observation quide). Untuk mendapatkan data dari dokumen-dokuemn tertulis dan data-data lain digunakan fotocopy, alat tulis, tape recorder, flash disk dan lain-lain. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, dimana data hasil penelitian diklasifikasikan menurut kategori masing-masing kemudian diolah dan dianalisis untuk ditarik kesimpulan dengan menggunakan kalimatkalimat naratif untuk menggambarkan hal-hal yang sebenarnya di lokasi penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Rumah Sakit Umum Daerah Ade Mohamad Djoen Sintang (RSUD Ade M. Djoen) adalah salah satu unit pelaksana tugas dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Sintang, yang berupaya melakukan penyembuhan, pemulihan secara berdaya guna dan berhasil guna yang dilakukan secara serasi, terpadu dalam peningkatan serta pencegahan penyakit serta melaksanakan rujukan. RSUD Ade M. Djoen Sintang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kesehatan dalam di bidang pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut RSUD Ade M. Djoen Sintang mempunyai fungsi: 1. Penyelenggaraan pelayanan medis; 2. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis; 3. Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan; 4. Penyelenggaraan pelayanan rujukan; 5. Penelitian dan Pengembangan; 6. Penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi RSUD Ade M. Djoen Sintang memiliki 259 orang pegawai Instalasi farmasi adalah tempat pelayanan obat atau farmasi pada sebuah rumah sakit, yang
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengendalian sediaan obat dan pembekalan kesehatan lainnya yang beredar dan digunakan di rumah sakit. Kegiatan pengelolaan sediaan obat dan pembekalan kesehatan lainnya dari mulai perencanaan, pemilihan penetapan spesifikasi, pengadaan, pengendalian mutu, penyimpanan, dispensing, distrubsi bagi penderita, pemantauan efek dan pemberian informasi menjadi tanggung jawab instalasi farmasi yang ada di rumah sakit. Pelaksanaan sistem pelayanan obat di Instalasi Farmasi RSUD Ade M. Djoen Sintang menggunakan sistem formularium, yaitu suatu sistem atau metode yang digunakan staf medik untuk mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Sistem formularium pada RSUD Ade M. Djoen Sintang sudah dapat dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi yang ada sesuai dengan predoman dan standar yang telah ditetapkan. Teknik Pengelolaan Sistem Formularium. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa teknik pengelolaan sistem formularium adalah kegiatan mengevaluasi penggunaan obat, yang suatu proses kegiatan yang terus menerus, sah dan resmi, terstruktur untuk memastikan bahwa obat yang digunakan kepada pasien tersebut tepat, aman dan juga berguna bagi pasien. Teknik selanjutnya adalah melakukan pemeliharaan formularium, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pengkajian penggolongan obat, penambahan atau pengurangan maupun penghapusan suatu obat dalam sistem formularium yang ada. Kemudian adalah seleksi obat yaitu kegiatan untuk menyeleksi produk obat yang akan dimasukkan ke dalam sistem formularium. Dari hasil penelitian teknik pengelolaan sistem formularium yang ada sudah ditetapkan dan dilaksanakan dalam sistem pengelolaan obat di RSUD Ade M. Djoen Sintang oleh Instalasi Farmasi yang ada. Teknik pengelolaan sistem formularium ini sudah dilaksanakan secara teratur, resmi, terstruktur dan berkesinambungan, dengan tujuan untuk memperoleh obat yang bermanfaat bagi bagi pasien, dan juga tepat dan aman serta murah harganya. Sistem Distribusi Obat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sistem distribusi obat yang digunakan pada RSUD Ade M. Djoen Sintang adalah sistem distribusi obat resep individual sentralisasi. Resep yang ditulis oleh
124 Fokus, Jilid 14, Nomor 1, September 2013, hlm. 117- 125
dokter untuk tiap penderita, selanjutnya disampaikan kepada bagian Instalasi Farmasi untuk disediakan obat sesuai dengan resep yang dibuat dokter, dan menyampaikannya kembali kepada pasien melalui perawat yang ditugasi untuk itu. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, resep obat yang dibuat dokter biasanya diberikan kepada keluarga pasien dan keluarga pasien yang menebus obat tersebut di Instalasi Farmasi, selanjutnya keluarga pasien menyampaikan obat tersebut ke ruangan perawat, dan perawat yang akan memberikan obat tersebut sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Sistem distribusi obat yang ada di rumah sakit sudah dapat berjalan dengan baik, walaupun belum sesuai dengan sistem yang benar, namun sampai dengan saat ini belum pernah terjadi kesalahan dalam pemberian obat. Kondisi rumah sakit yang belum terlalu besar membuat sistem distribusi obat yang ada masih cukup untuk menyediakan kebutuhan obat bagi pasien yang memerlukan.
instalasi farmasi yang ada masih kurang luas sehingga penataan obat-obat dan peralatan lainnya belum dapat tertata dengan baik, dan ruang administrasi dengan ruangan penyimpanan obat masih menjadi satu.. Macam-macam peralatan farmasi yang ada pada instalasi farmasi terdiri dari peralatan kantor, peralatan produksi, peralatan penyimpanan, dan lainnya. Peralatan kantor yang ada seperti komputer, meja, kursi, lemari, rak buku, filling cabinet dan lain-lain. Selanjutnya peralatan produksi adalah peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan, dan pembuatan obat, baik non steril maupun steril atau aseptik. Peralatan penyimpan terdiri dari peralatan penyimpanan untuk kondisi umum, yang berupa lemari atau rak yang dan peralatan penyimpanan kondisi khusus, yaitu lemari pendingin. Selain itu pada instalasi farmasi ini juga menempati ruangan yang suhunya sangat diatur dan tidak setiap orang dapat keluar masuk di ruangan ini secara bebas.
Sumber Daya Manusia. Anggaran. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sumber daya manusia yang ada pada Instalasi Farmasi RSUD Ade M. Djoen Sintang sudah cukup memadai baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Pegawai yang ada dan dapat bertugas di Instalasi Farmasi ini adalah pegawai yang memang memiliki kompetensi dan pendidikan di bidang kefarmasian, tidak semua pegawai dapat bertugas di bagian ini. Untuk pengembangan kemampuan tenaga yang ada di Instalasi Farmasi RSUD Ade M. Djoen Sintang telah dilakukan dan diberikan kesempatan kepada para pegawai secara bergiliran untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang kerjanya. Selain itu pegawai yang ada juga diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan melalui jalur pendidikan formal melalui program tugas belajar maupun melalui izin belajar, yang kesemuannya dimaksudkan untuk memperoleh pegawai yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidangnya. Fasilitas dan Peralatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa fasilitas dan peralatan yang ada pada instalasi farmasi di RSUD Ade M. Djoen Sintang sudah cukup memadai dalam menunjang pelaksanaan kegiatan pelayanan obat bagi pasien di rumah sakit. Fasilitas dan peralatan yang ada sudah memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku. Ketersediaan fasilitas dan peralatan yang ada masih belum optimal, terutama ruangan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data dan infromasi bahwa masalah anggaran untuk pelaksanaan sistem pelayanan obat pada RSUD Ade M. Djoen Sintang bukan merupakan masalah yang berarti, sebab pengadaan obat langsung ditangani oleh bagian Instalasi Farmasi dan dananya diambil dari pembayaran pembelian obat oleh pasien di rumah sakit. Selain itu penyediaan obat merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses pelayanan rumah sakit, maka masalah ketersediaan obat selalu didahulukan pembiayaannya. KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan sistem pelayanan obat yang ada pada Intalasi Farmasi RSUD Ade M. Djoen Sintang menggunakan sistem formularium, yaitu suatu metode yang digunakan staf medik guna mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zak aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Dalam pelaksanaan sistem formularium juga digunakan teknik pengelolaan formularium yaitu evaluasi penggunaan obat, pemeliharaan formularium, seleksi produk obat. Selanjutnya sistem distribusi obat yang digunakan pada RSUD Ade M. Djoen Sintang oleh Instalasi Farmasi adalah sistem distribusi obat resep individual sentralisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem pelayanan obat pada Instalasi
Venny Adhita Octaviani, Sistem Pelayanan Obat di Instalsi Farmasi RSUD Ade M Djoen 125
Farmasi RSUD Ade M. Djoen Sintang adalah ketersediaan SDM atau pegawai instalasi farmasi yang memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang kefarmasian merupakan salah satu faktor pendukung pelaksanaan sistem pelayanan obat. Kemudian fasilitas dan peralatan yang ada juga sudah cukup memadai walaupun belum sempurna, sebab ruangan instalasi farmasi yang ada masih terlalu kecil dan sempit, sehingga ruangan administrasi dengan ruangan penyimpanan obat masih menjadi satu dan hanya dipisahkan oleh batas lemari atau rak saja. Kemudian faktor pendukung lainnya adalah ketersediaan anggaran yang selalu ada untuk pengadaan obat-obatan guna keperluan rumah sakit.
Diharapkan kepada Direktur RSUD Ade M. Djoen Sintang untuk dapat mengeluarkan ketentuan menyangkut pelayanan obat bagi pasien rawat inap, agar penyediaan obat bagi pasien dapat dilakukan oleh perawat yang berkompeten dan biayanya dibebankan kepada si pasien pada saat membayar biaya perawatan dan pengobatan di rumah sakit. Diharapkan kepada manajemen RSUD Ade M. Djoen Sintang dapat mengajukan anggaran untuk perluasan atau rehabilitasi ruang instalasi farmasi agar lebih luas dan ada pemisahan antara ruangan administrasi dengan ruangan penyimpanan obat.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara.
Poerwadarminta. W.J.S. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.
Siregar, C.J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
____________, 2008. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. Frederickson, G. H. 1994. Administrasi Negara Baru. Jakarta: LP3ES. Hadi, S. 1986. Metode Penelitian Ilmiah. Jakarta: Gramedis Pustaka Utama. Ilyas. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit, Teori, Metode dan Formula. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. FKMUI. Jakarta: CV. Usaha Prima. Manullang, 1995. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia. Moenir, H. A. S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyanti. 1999. Strategi Pelayanan Prima. Jakarta: LAN-RI. Peraturan dan Perundang-undangan: Keputusan Meneteri Kesehatan RI Nomor 1197/ MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. ___________________________________. 133/MENKES/SK/XII/1999 Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor 63/KEP/M.PAN/ 7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
FO KU S JURNAL ILMU SOSIAL DAN POLITIK ISSN 1963 - 0762 Jilid 14 Nomor I, September 2013, hlm. 1 - 125 DAFTAR ISI PENYELENGGARAAN TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KECAMATAN Aida Fitriani .........................................................................................
1-8
ANALISIS PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH (AJUDIKASI)DI KABUPATEN SINTANG A.M. YADISAR .........................................................................................
9-21
KOORDINASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ADE MOHAMMAD DJOEN SINTANG DENGAN PT. ASURANSI KESEHATAN DALAM PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN Evy Ratnasari .........................................................................................
22-27
KAJIAN TEORITIS MENGENAI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBUANGAN SAMPAH RUMAH TANGGA Abang Zainudin ......................................................................................... 28-37 KEBIJAKAN PENEMPATAN GURU DAERAH TERPENCIL Kaja .........................................................................................
38-46
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MENGAWASI PELAKSANAAN PERATURAN DESA Yuliana.F. Lilistian .........................................................................................
47-55
PEMBINAAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KECAMATAN Martinus Syamsudin .........................................................................................
56-66
UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME PEGAWAI DAERAH PADA KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Antonius .........................................................................................
67-74
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UPAH MINIMUM KABUPATEN DI KABUPATEN SINTANG Hermansyah .........................................................................................
75-87
PENGARUH KEPEMIMPINAN, KOMPENSASI DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEDISIPLINAN PEGAWAI KANTOR KECAMATAN SINTANG Darmansah .........................................................................................
88-92
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK Jhony Fredy Hahury .........................................................................................
93-102
PENGARUH FAKTOR PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus Pada Credit Union Puyang Gana Sintang) Paulus .........................................................................................
103-110
ANALISIS SUMBER DAN PENGGUNAAN MODAL KERJA PADA KOPERASI SERBA USAHA MADANI SINTANG Imam Asrori .........................................................................................
111-116
SISTEM PELAYANAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ADE MOHAMMAD DJOEN KABUPATEN SINTANG Venny Adhita Octaviani .........................................................................................
117-125
PERSYARATAN NASKAH UNTUK FOKUS .........................................................................................
125-1
FORMULIR BERLANGGANAN
125-2
.........................................................................................
Kata Pengantar
FOKUS, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, kali ini memulai tampil dalam kemasan baru. Tampilan dan gaya baru bukanlah berarti menafikkan eksistensi dan substansi keilmuan, terutama ranah kajian administrasi publik. Terbitan ke 14 nomor 1 September 2013, tentunya banyak harapan dan tantangan yang masih harus dibenahi oleh Tim Penyunting. terutama yang berkaitan dengan isi, dimana edisi Jurnal kali ini belum dapat menyatukan tulisan dalam satu tofik (monograf). Namun demikian, tidaklah berarti mengurangi telaah substansi pembahasan sebuah persoalan keilmuan. Kritik yang bermanfaat sangat dihargai, namun bukan berarti kritik yang tidak bermanfaat tidak dihargai, hanya barangkali cara menempatkan kritik itu yang berbeda. Sebab semua kritik tentulah bermanfaat terlebih untuk Jurnal FOKUS ini. Semoga Jurnal FOKUS kedepan akan tampil semakin sempurna dan mampu mengggugah kesadaran untuk menampilkan tulisan yang sangat erat terkait dengan ruang lingkup Ilmu Administrasi Publik dan mencapai tujuan bernegara yang bermuara pada penyelesaian persoalan publik (masyarakat), tentunya kontribusi yang tidak sebatas ide semata, namun yang sangat utama tentulah aksi-aksi (actions) konkrit.
Penyunting
PERSYARATAN NASKAH UNTUK FOKUS
1.
Artikel merupakan / diangkat dari hasil penelitian atau yang setara dengan hasil penelitiaan dibidang sosial dan politik.
2.
Artikel dapat ditulis dengan bahasa Indonesia sepanjang lebih kurang 10 halaman kuarto 1 spasi dengan abstrak dan kata - kata kunci. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, maksimal 100 kata. Biodata singkat penulis dapat dicantumkan sebagai catatan kaki pada halaman pertama naskah.Artikel dikirim dalam bentuk file/CD dalam progam Microsoft Office. 3. Artikel hasil penelitian memuat : - Judul - Nama penulis - Abstrak ( Bahasa Indonesia & Inggris, Maksimal 100 kata ) - Kata kunci - Metode - Hasil Penelitian - Pembahasan - Kesimpulan dan saran - Daftar pustaka 4.
5.
Artikel ( setara hasil penelitian ) memuat : - Judul - Nama penulis - Abstrak - Kata kunci - Pendahuluan - Sub Judul ( sesuai kebutuhan ) - Penutup - Daftar pustaka Artikel dikirim paling lambat 1 ( satu ) bulan sebelum penerbitan kepada : Tim Penyunting FOKUS Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Jalan JC. Oevan=g Oeray Telp. 0565-22256 Sintang
FORMULIR BERLANGGANAN Mohon dicatat sebagai pelanggan FOKUS NAMA
: .................................................................................................................................
ALAMAT
: ................................................................................................................................. ( Kode Pos : ................................)
Kirimkan ke alamat Tata Usaha Fokus :
Alamat Redaksi dan Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas Jl. : Y.C. Oevang Oeray Telp. 0565-22256 Faks. : 0565-22256