PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS TERAPI DAN REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL
AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ii
ABSTRACT AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI. Food Management, Food Consumption and Nutritional Status of Residents in Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (UPT T&R BNN). Under the guidance of Yayuk Farida Baliwati.
The general objective of this study was to assess food management, food consumption, and nutritional status of residents in UPT T&R BNN. This study used crosssectional design with methods of observation and interview using the questionaire at UPT T&R BNN from July until September 2011. Samples was purposively chosen with the total of 55 male respondents who were in the primary phase in UPT T&R BNN. Food management started from menu planning to food distribution to consumers. Everyday the kitchen food organizers provide food for ± 400 people. Those of which included employees and residents of the detoxification stage, entry unit, primary unit, re-entry, and discharge program. The menu cycle used was a 10 day cycle plus a special menu for the 31st day. The most required food was rice as many as 12.85 tonnes of rice for three months. The level of energy consumption was 56.4 percent which were categorized in the normal level. Protein consumption of 54.5 percent were categorized in the normal levels as well. Statistical paired sample test showed that the average nutritional status at the beginning of entry rehabilitation (21.8 ±3.4) was significantly different from the average nutritional status at the time of the study (23.4 ±3.2) at p<0.01. The energy and protein consumption level was significantly negatively associated with the nutritional status (r = -0.560, p < 0.01), (r = -0.623, p < 0.01).
Keywords
: food management, energy and protein consumption level, nutritional status
iii
RINGKASAN AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI. Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Residen di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (UPT T&R BNN). Dibawah bimbingan Yayuk Farida Baliwati. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan, dan status gizi residen di UPT T&R BNN. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik residen (umur, pendidikan, jenis narkoba yang pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, riwayat penyakit, dan pengetahuan gizi); 2) mengetahui proses sistem penyelenggaraan makanan untuk para residen; 3) mengetahui konsumsi pangan residen; 4) mengetahui status gizi residen; 5) menganalisis hubungan konsumsi pangan dengan status gizi residen. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian yaitu di UPT T&R BNN, Lido, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Juli hingga September 2011. Contoh adalah pecandu yang sedang mengalami rehabilitasi pada tahap primary unit di UPT T&R BNN yang disebut dengan residen. Jumlah populasi pada penelitian yaitu sebanyak 120 orang. Kriteria contoh adalah tidak cacat mental dan fisik, telah menjalani rehabilitasi pada tahap detoksifikasi dan entry unit, dalam keadaan sehat, dan bersedia dijadikan contoh penelitian. Jumlah contoh dalam penelitian adalah sebesar 55 orang. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh, antropometri (tinggi badan dan berat badan), konsumsi pangan, dan sistem penyelenggaraan makanan. Data sekunder meliputi data gambaran umum UPT T&R BNN, dan status gizi residen pada awal masuk rehabilitasi. Data dianalisis secara deskriptif dan statistika (uji korelasi Pearson dan uji paired simple test) menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Sosial Science (SPSS) versi 16 for Windows. Residen berusia 20-40 tahun (dewasa muda) sebanyak 63.6 persen, usia 41-60 tahun (dewasa madya) sebanyak 27.3 persen, dan usia <20 tahun (remaja) sebanyak 9.1 persen. Tingkat pendidikan residen sebagian besar tamat SMA (81.8%). Jenis narkoba yang pernah digunakan residen yaitu narkotika (18.18%), psikotropika (50.91%), dan keduanya (narkotika dan psikotropika) sebanyak 30.91 persen. Residen yang memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 43.64 persen sedangkan residen yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 56.36 persen. Penyakit yang sedang dan pernah dialami residen yaitu HIV, hepatitis C, tifoid, asma, pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi, TBC, hernia, dan terdapat juga yang memiliki komplikasi. Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar pada awalnya coba-coba (43.64%), stres dan ada masalah (20%), pengaruh teman (14.5%), rasa nikmat dan kebutuhan (12.73%), serta sebagai penyemangat kerja (9.09%). Residen yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang sebesar 29.1 persen, pengetahuan gizi sedang sebesar 45.5 persen, dan 25.5 persen memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Pengetahuan gizi residen sebagian besar berada pada kategori sedang (45.5%). Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN adalah kegiatan mulai dari perencanaan menu hingga pendistribusian makanan kepada residen. Setiap hari dapur menyediakan makanan untuk ± 400 orang yang ditujukan untuk pegawai dan residen tahap detoksifikasi, entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge
iv
program. Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN diawasi oleh koordinator dapur yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kesiapan sarana dan prasarana produksi yang dibantu oleh seorang master koki. Jumlah tenaga kerja di dapur UPT T&R BNN sebanyak 21 orang yang terdiri dari 1 orang koordinator, 1 orang master koki, 6 orang juru masak, 10 orang bagian pemotongan, 2 orang petugas kebersihan, dan 1 orang bagian penyimpanan. Perencanaan menu dapur UPT T&R BNN disusun oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang kemudian disetujui oleh Kepala UPT. Siklus menu di UPT T & R BNN menggunakan siklus 10 hari ditambah hari ke 31 memakai menu khusus. Pemesanan bahan makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Koordinator dapur mencatat bahan makanan yang akan dipesan. Pemesanan makanan hanya dilakukan melalui telepon oleh koordinator dapur kepada supplier. Pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam dilakukan oleh 8 orang, yang masing-masing dilakukan pada pukul 03.00-06.00, 08.00-11.00, dan 14.00-17.00 WIB. Makanan didistribusikan ke pantry tiap unit. Penyajian makanan untuk residen yang berada di unit detoksifikasi dan entry unit dsajikan oleh petugas dapur sedangkan untuk unit primary, re-entry, dan discharge disajikan oleh residen bagian pantry. Proses pengawasan terhadap seluruh tahapan produksi makanan di UPT T&R BNN dilakukan oleh koordinator dapur. Kegiatan pengawasan yang dilakukan berupa kesesuaian menu, resep, dan rasa. Rata-rata ketersediaan energi sebesar 2914 kkal dan protein sebesar 88.36 g. Rata-rata ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk energi sebesar 107.13 persen, sedangkan rata-rata ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk protein sebesar 133.89 persen. Rata-rata konsumsi energi residen sebesar 2531 kkal sedangkan ratarata konsumsi protein residen sebesar 79.19 g. Sumbangan energi terbesar berasal dari beras yaitu rata-rata 1224 kkal (45%). Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai 93.05 persen sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen dalam sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen. Tingkat konsumsi energi residen terhadap ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat konsumsi protein residen terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen. Tingkat konsumsi energi residen sebanyak 56.4 persen termasuk dalam tingkatan normal, 7.3 persen termasuk defisit tingkat berat, 10.9 persen defisit tingkat sedang, 18.2 persen defisit tingkat ringan, dan 7.3 persen kelebihan. Sebanyak 54.5 persen tingkat konsumsi protein residen dalam tingkatan normal, 27.3 persen termasuk dalam tingkatan kelebihan, 10.9 persen defisit tingkat ringan, 5.5 persen defisit tingkat berat. Status gizi residen pada awal masuk 16.4 persen dalam kategori gizi kurang, 65.5 persen gizi baik, 18.2 persen gizi lebih. Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori gizi baik (63.6%), gizi lebih (32.7%), dan gizi kurang (3.6%). Hasil uji statistik paired sample t test menunjukkan bahwa rata-rata nilai IMT pada awal masuk (21.8 ± 3.4) berbeda nyata dengan IMT pada saat penelitian (23.4 ± 3.2) pada p<0.01. Terdapat hubungan negatif yang nyata antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi energi maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi energi maka semakin menurun (gizi kurang). Tingkat konsumsi protein dan status gizi memiliki hubungan negatif yang nyata (r = -0.560, p < 0.01). ). Artinya semakin tinggi konsumsi protein maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi protein maka semakin menrun (gizi kurang).
v
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS TERAPI DAN REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL
AYUNINGTYAS NUR HUSNA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
vi
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Residen di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional
Nama
: Ayuningtyas Nur Husna Putri
NIM
: I14070091
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS NIP: 19630312 198703 2 001
Mengetahui Ketua Departemen
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal disetujui :
vii
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas anugerah dan ridhaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penyusunan tugas akhir penulis yang berjudul “Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Residen di UPT T&R BNN” dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. 2. dr. Yekti Hartati Effendi, S.ked selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan. 3. Kepala UPT T&R BNN, Bapak Bambang, mbak Titi, ibu Wagini, mbak Izzah, para major green house di primary unit yang telah membantu penulis dalam proses pengambilan data di UPT T&R BNN. 4. Rekan-rekan pembahas seminar (Annisa Rizky, Reny Fetimah, Deviani Prima, Kartika) atas saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini 5. Papa dan Bunda, adik-adikku tercinta (Giri, Puput, Jasmine), Yuwi dan Dodhi atas doa serta dukungannya selama ini yang memotivasi dan menguatkan penulis melalui proses ini. 6. Teman-teman seperjuangan di Departemen Gizi Masyarakat Khusnul, Debby, Rizki, Becky, Stefany atas bantuan dan dukungannya selama ini serta temanteman Luminaire yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian tugas ahkir ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semuanya.
Bogor, Januari 2012
Ayuningtyas Nur Husna Putri
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak M. Ikhwanul Husna dan Ibu Qodariyah Husna. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Ujung Menteng 02 pagi Jakarta Timur. Penulis melanjutkan studinya di SMP Negeri 193 Jakarta pada tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan di SMA Negeri 21 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Tahun yang sama, penulis melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang.............................................................................................. 1 Tujuan........................................................................................................... 2 Hipotesis ....................................................................................................... 3 Kegunaan ..................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4 Narkoba ........................................................................................................ 4 Penyelenggaraan Makanan .......................................................................... 7 Kebutuhan Gizi ........................................................................................... 12 Konsumsi Pangan ....................................................................................... 13 Status Gizi .................................................................................................. 16 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 18 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 20 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ....................................................... 20 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ........................................................... 20 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................ 21 Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 23 Definisi Operasional .................................................................................... 27 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 29 Gambaran Umum UPT T&R BNN .............................................................. 29 Karakteristik Individu ................................................................................... 30 Penyelenggaraan Makanan ........................................................................ 33 Konsumsi Pangan ....................................................................................... 43 Status Gizi .................................................................................................. 49 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 53 Kesimpulan ................................................................................................. 53 Saran .......................................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55 LAMPIRAN ........................................................................................................ 58
x
DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. ....................................................... 17 2. Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data. ............................................... 21 3. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. ....................................................... 26 4. Jenis dan kategori variabel. ......................................................................... 26 5. Sebaran usia residen. .................................................................................. 30 6. Pendidikan residen. ..................................................................................... 31 7. Jenis narkoba yang pernah digunakan......................................................... 31 8. Alasan penggunaan narkoba. ...................................................................... 32 9. Riwayat penyakit residen. ............................................................................ 32 10. Tingkat pengetahuan gizi residen. ............................................................. 33 11. Rata-rata kebutuhan gizi residen. .............................................................. 36 12. Kerangka menu penyelenggaraan makanan di UPT T & R BNN. ............... 36 13. Standar porsi makanan. ............................................................................. 37 14. Taksiran kebutuhan makanan penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN selama 3 bulan (Juli-September). ............................................................. 38 15. Ketersediaan makanan yang disediakan .................................................... 42 16. Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen. .................................... 43 17. Sebaran kebiasaan sarapan residen. ......................................................... 44 18. Sebaran pemilihan menu residen. .............................................................. 44 19. Sebaran kebiasaan konsumsi air putih dan suplemen. .............................. 45 20. Rata-rata konsumsi residen. ...................................................................... 45 21. Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan....................................................... 46 22. Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN. ............... 47 23. Sebaran tingkat kecukupan energi residen. ............................................... 47 24. Tingkat konsumsi energi dengan riwayat penyakit residen. ........................ 48 25. Sebaran tingkat konsumsi protein residen.................................................. 49 26. Tingkat konsumsi protein dengan riwayat penyakit residen. ....................... 49 27. Status gizi residen...................................................................................... 51
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikirian . .................................................................................. 19 2. Penarikan contoh penelitian. ........................................................................ 21 3. Alur penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN. ......................................... 34 4. Grafik perubahan berat badan residen. ........................................................ 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner Penelitian .................................................................................... 59 2. Hasil uji statistik paired samples test status gizi residen............................... 70 3. Hasil uji korelasi Pearson TKE dengan status gizi........................................ 70 4. Hasil uji korelasi Pearson TKP dengan status gizi........................................ 70 5. Dokumentasi ................................................................................................ 71 6. Contoh Siklus Menu ..................................................................................... 74
PENDAHULUAN Latar Belakang Faktor penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah status gizi. Rendahnya status gizi masyarakat mengakibatkan rendahnya kemampuan untuk menguasai ilmu dan pengetahuan (Iptek). Hal tersebut berdampak pada rendahnya daya saing bangsa (Syarief 1997). Salah
satu
penyebab
rendahnya
daya
saing
bangsa
adalah
penyalahgunaan narkoba. Peredaran dan penyalahgunaan narkotika serta psikotropika (selanjutnya disebut narkoba) di Indonesia sudah pada taraf yang mengkhawatirkan. Jumlah pecandu narkoba di Indonesia berdasarkan survey Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2008 adalah sebanyak 1.99 persen dari jumlah penduduk atau sekitar
3.3 juta orang. Pecandu terdiri dari dua
golongan, 1.3 juta orang atau 39.4 persen pelajar atau mahasiswa. Sisanya, dua juta orang atau 60.6 persen bukan pelajar dan mahasiswa.
Hal ini
mengindikasikan begitu mudah seseorang mendapatkan narkoba, secara legal maupuan ilegal, yang pada akhirnya akan mengancam dan merusak generasi muda sebagai generasi penerus bangsa. Maraknya penyalahgunaan narkoba jelas berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menjadi salah satu modal pembangunan nasional (Kristanti & Ahniar 2010). Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan dibantu oleh masyarakat untuk mengatasi masalah ini adalah pengobatan dan rehabilitasi penyalahguna narkoba. Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika dan psikotropika, rehabilitasi terhadap penyalahguna narkoba dibagi menjadi dua jenis yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan yang dilakukan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar mantan penyalahguna narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat (Badan Narkotika Nasional 2010). Program rehabilitasi sosial salah satunya bertujuan memberikan bekal terhadap kesehatan melalui pola makan teratur yang disediakan penyelenggara makanan . Menurut Davis S (2005) dalam Ryan KM (2006), dibutuhkan pendidikan dan informasi tentang pola makan yang tepat dan dapat meningkatkan
2
pemulihan mereka. Bagian penting dari mengobati kecanduan adalah untuk melengkapi gizi yang hilang melalui makanan dan suplemen (Gant 2010 dalam Miller 2010). Pengaturan diet dalam perawatan pecandu narkoba adalah suatu keharusan. Selain kerusakan oleh obat secara langsung pada tubuh, pecandu cenderung memiliki kebiasaan makan yang buruk, sehingga gizi yang baik sangat penting bagi kesehatan. Gizi yang baik dapat terpenuhi melalui pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Pemenuhan pangan sesuai dengan kuantitas maupun kualitasnya dapat mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan
gizi
seseorang
dan
akan
berdampak
pada
perkembangan baik fisik maupun psikis. Semakin beragam bahan pangan yang dikonsumsi maka akan semakin beragam pula zat gizi yang diperoleh sehingga dapat meningkatkan mutu gizi. Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi, sehingga zat gizi tersebut dapat menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta pertumbuhan (Harper et al.1986). Konsumsi zat gizi menentukan status gizi seseorang. Sebagaimana dinyatakan oleh Hardinsyah dan Martianto (1992) serta Almatsier (2004) bahwa status gizi yang optimal akan dapat tercapai jika tubuh mendapatkan zat gizi yang cukup. Defisiensi zat gizi tertentu juga dapat menurunkan kemampuan bekerja (Widayani 2004). Menurut Islam NSK et al. (2002), pada penelitian di Dhaka menunjukkan bahwa narkoba berpengaruh nyata menurunkan indeks massa tubuh (IMT), hemoglobin, protein total serum, dan tingkat albumin. Selain itu, sekitar 74 persen pecandu narkoba mengalami defisiensi gizi, sehingga sangat diperlukan peran gizi dalam proses pemulihan narkoba. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk megkaji penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan, dan status gizi residen UPT T&R BNN. Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan mengetahui penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan,dan status gizi residen di UPT T&R BNN.
3
Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik residen (umur, pendidikan, jenis narkoba yang pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, riwayat penyakit,dan pengetahuan gizi). 2. Mengetahui sistem penyelenggaraan makan untuk para residen. 3. Mengetahui konsumsi pangan residen. 4. Mengetahui status gizi residen. 5. Menganalisis hubungan konsumsi pangan dengan status gizi residen. Hipotesis Ada hubungan antara konsumsi pangan dengan status gizi residen. Kegunaan Penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran konsumsi pangan dan status gizi residen. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat terhadap UPT T&R BNN agar dapat meningkatkan perbaikan kesehatan residen.
4
TINJAUAN PUSTAKA Narkoba Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan 2008). Narkoba dibagi dalam 3 jenis : 1. Narkotika 2. Psikotropika 3. Zat adiktif lainnya Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009). Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan : a. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif
sangat
tinggi
menyebabkan
ketergantungan.
Tidak
dapat
digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol. c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: codein dan turunannya (Martono 2006). Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997).
5
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan : a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan,
dan
sedang
diteliti
khasiatnya
seperti
esktasi
(menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin). b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin. c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna
untuk
pengobatan
dan
penelitian.
Contoh:
lumubal,
fleenitrazepam. d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono 2006). Rehabilitasi Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 996 tahun 2002, rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan medis, psikologis, sosial, dan religi agar pengguna narkoba yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Sarana pelayanan rehabilitasi merupakan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba berupa kegiatan pemulihan dan pengembangan secara terpadu baik fisik, mental, sosial, dan agama. Program rehabilitasi yang digunakan yaitu therapeutic community. Therapeutic community (TC) merupakan lingkunga yang bebas dari obatobatan, dimana individu dengan masalah ketergantungan hidup bersama dengan satu cara yang terstruktur dan terorgaanisasi dalam rangka membuat perubahan dan memungkinkan kehidupan yang terbebas dari obat-obatan di masyarakat luar nantinya. TC merupakan program rumahan yang memiliki perencanaan tinggal selama 15 sampai 24 bulan (Holbrook et al. 2002). TC memfokuskan pada resosialisasi dari individu dan penggunaan seluruh komunitas dari program residen. TC merupakan treatment yang terstruktur dan menjadi konfrontasional
6
dengan aktivitas yang dirancang untuk membantu residen menguji kepercayaan diri, konsep diri serta, pola perilaku yang salah. Tahapan dalam Program TC a. Primary Dalam pusat treatment diajukan sebagai metoe de Leon dalam Armna (2008). Selama periode kurang lebih 6-12 bulan residen akan tinggal bersama dengan teman sebayanya. Di dalam lingkungan yang memiliki struktur hirarkis dan dalam suasana penerimaan dan kenyamanan, mereka akan belajar untuk mengekspresikan diri dan merubah perilaku mereka dengan bantuan encounter groups dan metode therapeutic. Melalui metode ini dipercayai residen akan mencapai tahapan baru dalam identitas diri dan mendapatkan self insight yang lebih baik. b. Re-entry Setengah tahun berikutnya, residen akan berpindah secara bertahap dari pusat treatment dan kembali ke rumahnya masing-masing. Pendekatan pada tahap ini lebih kepada perseorangan dan residen secara perlahan namun pasti melanjutkan kembali hubungan dengan dunia luar. Setelah lulus dari program residen akan mencapai tahapan baru dalam identitias sosial, bersamaan dengan insight yang lebih baik dalam tempatnya di lingkungan. Kecanduan obat dan alkohol adalah penyakit kompleks. Menurut National National Institute on Drug Abuse (NIDA), kecanduan narkoba adalah penyakit otak kronis. Hal ini dianggap penyakit otak karena penelitian telah menunjukkan bahwa obat dan alkohol secara fisik mengubah struktur otak dan kerja otak. Secara khusus, obat-obatan dan alkohol mengubah bidang otak yang dapat mengakibatkan gangguan penilaian, kurangnya kontrol diri, ketidakmampuan untuk mengatur emosi, dan kurangnya motivasi, memori atau fungsi belajar. Kecanduan menyebabkan perubahan fisik maupun yang psikologis. Perubahan fisik sering dapat menyebabkan ketidakseimbangan biokimia berat (atau memperburuk kerentanan yang sudah ada), kekurangan gizi, dan masalah pencernaan. Obat-obatan dan alkohol hanya sementara mengubah mood seseorang atau keadaan emosional. Setelah efek hilang, pengguna sering mencari lagi dosis jangka pendek (Miller 2010). Selain itu, ketidakseimbangan biokimia, kecenderungan genetik (yaitu, kebutuhan gizi, metabolisme), alergi makanan, pilihan diet yang buruk, tekanan
7
psikologis atau mental, terkena racun dan tekanan sosial dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap kecanduan atau membuat lebih sulit bagi seseorang untuk tetap bersih dan sadar. Akibat dari obat-obatan antara lain (Miller 2010): 1. Bahan kimia otak yang disebut neurotransmitter rusak. 2. Hipoglikemia atau gula darah rendah, yang menyebabkan berbagai gejala seperti kecemasan, kelelahan, depresi dan serangan panik, serta fungsi adrenal menurun. 3. Masalah pencernaan seperti pertumbuhan jamur berlebih, Leaky Gut Syndrome, dan malabsorpsi zat gizi. 4. Alergi makanan atau sensitif terhadap makanan seperti jagung, gandum, gula, dan produk susu. 5. Kekurangan zat gizi, asam amino, vitamin, dan mineral. Program pemulihan yang dilakukan secara tradisional membantu banyak orang di seluruh dunia. Program holistik yang berakar pada gizi dilaporkan sukses besar. Kathleen Des Maisons, Ph.D. dan presiden Pemulihan Radiant di Burlingame, California, melaporkan tingkat keberhasilan 92 persen pecandu alkohol dengan program gizi. Joan Mathews Larson, direktur pusat pemulihan kesehatan, melaporkan tingkat pemulihan 70 persen seseorang ketergantungan obat dengan malnutrisi. Selain aspek-aspek psikologis dari kecanduan, program gizi fokus pada aspek fisik dari kecanduan. Mereka bekerja untuk memperbaiki ketidakseimbangan biokimia, memperbaiki kekurangan gizi, dan mengelola masalah pencernaan, memperbaiki dan menstabilkan tingkat energi, suasana hati, dan kejernihan mental, yang menyebabkan keberhasilan pemulihan (Atkinson 2009 dalam Miller 2010). Makanan yang tepat dan gizi yang penting dalam program pemulihan ketergantungan untuk menjaga tubuh dan otak kuat dan berfungsi dengan baik. Masalah biokimia dan kesehatan dapat dikurangi dengan mengubah kebiasaan makan dan pilihan makanan (Miller 2010). Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi (Depkes 2003).
8
Penyelenggaraan menyelenggarakan
makanan
makanan
bagi
institusi
merupakan
kelompok
individu
suatu yang
proses biasanya
diselenggarakan di perusahaan dan industri, sekolah, universitas, asrama, rumah sakit, panti jompo, institusi khusus (lembaga permasyarakatan, asrama atlet, dan asrama haji), child care centre, dan akademi militer. Penyelenggaraan makanan institusi dilaksanakan dalam jumlah besar dengan jumlah 50 porsi atau lebih. Pendapat lain menyatakan bahwa penyelenggaraan makanan institusi atau massal minimal 1000 porsi sekali penyelenggaraan (Mukrie et al. 1990). Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pengolahan, penyaluran makanan hingga pencatatan, dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Manajemen penyelenggaraan makanan sendiri sebenarnya berfungsi sebagai sistem dengan tujuan untuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik (Mukrie et al. 1990). Fungsi-fungsi manajemen dalam gizi institusi mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi perencanaan ruangan, perencanaan peralatan, perencanaan menu, dan perencanaan anggaran. Fungsi pengorganisasian meliputi struktur organisasi, kepegawaian, serta pengarahan dan koordinasi. Fungsi pelaksanaan meliputi pembelanjaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pengolahan,
penyajian/
pendistribusian serta higiene dan sanitasi pangan. Fungsi pengawasan meliputi pengawasan makanan, pegawai, dan biaya. Apabila manajemen pengelolaan gizi institusi baik maka pangan yang tersedia bagi seseorang atau sekelompok orang dapat tercukupi (Uripi 2003). Menu berasal dari bahasa Perancis yang artinya detail atau rincian hidangan untuk setiap waktu makan. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun berbagai hidangan dengan variasi dan komposisi yang serasi dan seimbang (DBGM 1991). Menurut Mukrie et al. (1990), perencanaan menu adalah serangakaian kegiatan menyusun berbagai hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan makanan di institusi. Perencanaan menu yang baik mempunyai beberapa fungsi, yaitu: a. Memudahkan pelaksanaan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
9
b. Dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi esensial yang dibutuhkan tubuh. c. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur. d. Menu dapat disusun dengan biaya yang tersedia. e. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin. Langkah-langkah dalam perencanaan menu yang harus diperhatikan adalah menentukan menu standar atau menu pilihan; menetapkan siklus menu yang akan direncanakan, siklus 5 hari, 7 hari, 10 hari atau lebih; menentukan waktu siklus yang digunakan; menetapkan jenis bahan makanan yang akan digunakan dalam satu siklus menu dan menentukan frekuensi pemakaian tiap jenis bahan makanan; menyusun menu dan memeriksa kembali menu yang telah disusun. Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan menu diantaranya yaitu kecukupan gizi, macam, dan peraturan institusi, kebiasaan makan, jenis dan jumlah orang yang dilayani, peralatan dan perlengkapan yang tersedia, jenis dan jumlah pegawai, jenis pelayanan yang diberikan, musim/iklim dan keadaan pasar, sertra dana yang tersedia. Menu yang direncanakan harus sesuai dengan kebiasaan individu dan golongan. Kebiasaan makan seseorang ditentukan oleh faktor kejiwaan, faktor sosial budaya, agama dan kepuasan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman, lingkungan hidup sehari-hari, serta tempat asal dan demografinya. Setelah perencanaan kebutuhan bahan makanan telah dilaksanakan maka akan dilakukan pembelian bahan tersebut. Pembelian bahan makanan adalah rangkaian kegiatan dalam penyediaan macam dan jumlah serta spesifikasi bahan makanan tertentu dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di institusi. Proses ini dapat dilakukan dengan beberapa prosedur
yaitu
pembelian
langsung
ke
pasar,
pelelangan,
pembelian
musyawarah, pembelian yang akan datang, serta pembelian tanpa tanda tangan. Semua pesanan, penerimaan, dan pengeluaran uang dari bahan makanan harus dicatat dengan cermat dan kontinyu (Mukrie et al 1990). Perencanaan kebutuhan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam/jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu yang panjang atau kurun wuktu pendek. Kebutuhan bahan makanan direncanakan setelah menu dibuat. Taksiran kebutuhan bahan makanan dihitung berdasarkan menu, standar porsi, jumlah konsumen, jumlah hari serta
10
pemakaian bahan makanan per hari atau per putaran menu. Taksiran kebutuhan bahan makanan diusahakan sedekat mungkin dengan kebutuhan nyata, tidak berlebih atau kurang (DBGM 1990). Pembelian bahan makanan yang efisien membutuhkan prosedur penerimaan bahan makanan yang baik sebagai pelengkap keseluruhan sistem agar dapat berjalan dengan lancar. Penerimaan bahan makanan didasarkan atas order/pesanan bahan makanan yang menyediakan macam, jumlah dan kualitas bahan makanan (DBGM 1990) Menurut Fadyati (1988), petugas yang bertanggung jawab di bagian pembelian harus mempertimbangkan beberapa hal. Antara lain. Jumlah bahan makanan yang diperlukan untuk tiap porsi, cara-cara yang digunakan dalam membeli bahan makanan, daya tahan bahan makanan, bahan makanan substitusi jika tidak terdapat di pasaran, fasilitas ruang penyimpanan, harga yang tidak tetap dan bervariasi, seta baik dan aman dikonsumsi. Petugas bagian pembelian juga harus mengetahui kualitas bahan makanan yang dibeli yaitu meliputi warna, ukuran, bentuk, tingkat keempukan, rasa, tekstur, dan tingkat kematangannya sehingga dengan memperoleh bahan makanan yang berkualitas baik maka akan diperoleh hasil yang prima pula. Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan meliputi pemeriksaan, meneliti, mencatat, dan melaporkan macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan (Depkes RI 2003).Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum pada faktur pembelian, mutu bahan makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Yulianto & Santoso 1995). Penyimpanan bahan makanan adalah proses kegiatan yang menyangkut pemasukan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, serta penyaluran bahan makanan sesuai dengan peralatan untuk persiapan pemasakan bahan makanan. Bagi institusi besar, penyimpanan dapat bertindak sebagai stok bahan makanan atau persediaan bahan makanan dan sistem penyimpanannya dipusatkan.
Metode
penyimpanan
bahan
makanan
yang
baik
harus
memperhatikan prinsip First in First Out (FIFO) yang artinya bahan makanan terdahulu diletakkan terdepan atau teratas. Setiap bahan makanan yang diterima
11
diberi tanggal penerimaan untuk mempermudah penerapan FIFO (Yulianto & Santoso 1995). Tujuan penyimpanan bahan makanan diantaranya yaitu: 1. Memelihara dan mempertahankan kondisi dan mutu bahan makanan yang disimpan. 2. Melindungi bahan makanan yang disimpan dari kerusakan, kebusukan, dan gangguan lingkungan lainnya. 3. Melayani kebutuhan jenis dan jumlah bahan makanan dengan mutu dan waktu yang tepat. 4. Menyediakan persediaan bahan makanan dalam jenis, jumlah, dan mutu yang memadai (Depkes RI 1993). Pengolahan bahan makanan memiliki dua tahapan pengerjaan yaitu persiapan dan pemasakan. Persiapan meliputi pengerjaan bahan makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak (menyiangi, membersihkan, mencuci, memotong, merendam, mengiris, menggiling, menumbuk, merajang, mengaduk, mengayak, membentuk, dst). Tujuan dari persiapan adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan (Mukrie et al 1990). Pemasakan bahan makanan merupakan salah satu kegiatan untuk mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan (Mukrie et al 1990). Pendistribusian
makanan
merupakan
serangkaian
kegiatan
untuk
menyalurkan makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani baik makanan biasa maupun makanan khusus (Depkes 2003). Cara pendistribusian dibagi menjadi dua yaitu, sentralisasi dan desentralisasi.
Pada
sistem
sentralisasi
makanan
langsung
dibagikan
menggunakan tempat (plato) dan membutuhkan kesiapan peralatan, tenaga, dan tempat yang baik. Cara yang kedua adalah desentralisasi yaitu membagi makanan dalam jumlah besar kemudian dikirim ke unit-unit, setelah sampai di unit-unit, makanan dibagikan menjadi porsi-porsi kecil (Mukrie et al. 1990).
12
Kebutuhan Gizi Tubuh manusia terdiri dari berbagai sel dan jaringan hidup yang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Zat gizi adalah komponen kimia (unsur dan senyawa) yang terkandung dalam makanan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Secara sederhana gizi diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan makanan dan kesehatan tubuh. Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari
konsumsi
makanan.
Kekurangan/kelebihan
konsumsi
zat
gizi dari
kebutuhan, terutama bila berlangsung lama dalam jangka waktu yang berkesinambungan dapat membahayakan kesehatan, bahkan pada tahap selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1992). Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil atau menyusui), aktivitas fisik, serta metabolisme tubuh. Secara sederhana, penentuan kebutuhan gizi perorangan dapat dilakukan dengan menggunakan tabel Angka Kebutuhan dan Kecukupan Gizi (AKG) perorangan yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) (Hardinsyah et al. 2002). Kebutuhan zat gizi perorangan yang dianjurkan selalu didasarkan pada standar berat badan untuk masing-masing kelompok umur, jenis kelamin, dan tambahan untuk ibu hamil dan menyusui. Standar berat badan ini didasarkan pada berat badan yang mewakili sebagian besar penduduk yang sehat pada kelompok usia tersebut. Penggunaan AKG terutama dalam hal energi dan protein yang sensitif dengan penambahan berat badan, untuk perencanaan konsumsi pangan berbeda
dengan
penilaian
konsumsi pangan.
Untuk
perencanaan konsumsi pangan, AKG yang tercantum dalam tabel digunakan apa adanya, karena tujuan perencanaan konsumsi pangan adalah untuk mencapai berat badan ideal. Namun, untuk penilaian konsumsi pangan digunakan berat badan aktual. Penyesuaian kebutuhan energi dan protein yang tercantum dalam AKG karena adanya perbedaan berat badan aktual dengan berat ideal yang tercantum tabel digunakan rumus (Hardinsyah et al. 2002) : Kebutuhan
i i
berat badan aktual sehat kg berat badan dalam daftar K
K
Menurut Almatsier (2008) penilaian angka kebutuhan gizi dilakukan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Komponen utama yang
13
menentukan kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB). AMBdipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan. Penentuan AMB dan kebutuhan energi masing-masing dilakukan dengan rumus sebagai berikut: 1. M
,
erat badan
Tinggi badan - ,
Umur
2. Kebutuhan Energi = AMB x faktor aktivitas Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada suatu waktu tertentu (Hardinsyah &Martianto 1992). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kualitas gizi seseorang akan lebih baik jika mengkonsumsi pangan yang beragam. Namun, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keadaan ekonomi, sosial dan budaya, kesehatan serta perilaku dalam menyusun menu sehari-hari. Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai gizi dan makanan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki atau diketahui oleh sesorang yang didapatkan dari pengamatan indrawi. Pengetahuan gizi akan mampu mengatasi keterbatasan konsumsi makanan yang diakibatkan oleh kemiskinan atau keterbatasan akses keluarga terhadap pangan. Dengan pengetahuan gizi yang baik, pengolahan dan pemanfaatan pangan yang tersedia dapat lebih optimal untuk memenuhi kebutuhan gizi (Harper et al. 1986). Pendapatan seseorang tidak mutlak mempengaruhi konsumsi pangan karena pendapatan akan ditransformasikan menjadi pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran pangan dan non pangan. Pada konsep tradisional, konsumsi pangan akan semakin baik dengan meningkatnya pendapatan. Hal ini tidak terjadi jika pengeluaran non pangan seperti pendidikan dan pembelian barangbarang lebih besar daripada pengeluaran pangan. Pengeluaran pangan yang meningkat belum tentu meningkatkan pembelian makanan dengan gizi yang lebih bermutu (Berg 1986). Pemilihan orang dewasa muda terhadap makanan pada umumnya tidak memperhatikan faktor kesehatan. Orang dewasa muda lebih memilih makanan yang rasanya sesuai dengan selera dan harganya sesuai dengan daya beli. Namun, tidak demikian halnya dengan usia dewasa madya akhir dan lanjut usia awal yang lebih memperhatikan faktor kesehatan dan memilih makanan yang sehat bagi dirinya (Santrock 2002).
14
Survey konsumsi pangan dimaksudkan untuk mengetahui dan menelusuri konsumsi pangan baik dilihat dari jenis-jenis pangan, sumber-sumbernya maupun
jumlah
yang
dikonsumsinya,
termasuk
bagaimana
kebiasaan
makanannya serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan tersebut. Data survey pangan dapat menunjukkan cukup tidaknya konsumsi individu, keluarga, dan kelompok tertentu suatu masyarakat atau penduduk bila dibandingkan dengan apa yang seharusnya dibutuhkan (Suhardjo et al. 1988). Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, dihitung jumlah pangan yang dikonsumsi, sedangkan secara kualitatif, penilaian melihat frekuensi makan, frekuensi konsumsi pangan menurut jenis pangan, dan kebiasaan makan (food habit). Pada cara kuantitaif, terdapat lima metode yang sering digunakan untuk pengukuran konsumsi makanan individu yaitu metode recall 24 jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan, metode dietary history, dan metode frekuensi makanan (Supariasa et al. 2001). Weighing method Prinsip metode ini adalah mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan yang dikonsumsi (Suhardjo 1989). Metode penimbangan langsung ini dilakukan dengan pengamatan, penimbangan dilakukan sendiri oleh tenaga pengambil data. Metode ini merupakan metode yang paling akurat, karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makanan yang dikonsumsi. Disamping kelebihan tersebut ada beberapa kekurangannya, yaitu mahal, memakan banyak waktu, kadang-kadang responden segan atau malu atau tidak memperkenankan bila makanannya harus dipindah-pindahkan dari tempatnya untuk ditimbang, serta mungkin responden mengubah-ubah pola konsumsi pangan dari kebiasaannya sehari-hari dengan kehadiran peneliti Kusharto & Sa‟diyyah 200 . Kelebihan metode penimbangan adalah data lebih teliti karena benarbenar merupakan penimbangan langsung. Kekurangannya adalah waktu dan biaya cuku mahal, responden dapat mengubah kebiasaan mereka apabila dilakukan dalam waktu yang cukup lama, tenaga penimbang harus terampil dan harus ada kerjasama yang baik antara responden dan peneliti (Supariasa et al. 2001).
15
Recall Method Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu metode penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi individu (Gibson 2005). Pada metode ini dicatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga), setelah itu baru dikonversikan dalam satuan berat Kusharto & Sa‟diyyah 200 . Kelebihan metode recall ini antara lain mudah, cepat, murah dan dapat digunakan untuk menanyakan responden yang buta huruf. Kelemahannya yaitu mengandalkan daya ingat dari responden dan recall 1 x 24 jam belum dapat menggambarkan rata-rata konsumsi siswa dalam 1 hari (Supariasa et al. 2001). Menurut Owen et al. (1993), metode recall ini membutuhkan enumerator yang terlatih dalam mengumpulkan informasi konsumsi makanan dalam satu hari. Food Record (Catatan Pangan) Food record sering juga disebut dengan food diary atau buku harian pangan. Cara ini menuntut motivasi dan pengertian kedua belah pihak, di samping itu juga membutuhkan waktu yang lebih lama. Responden diminta mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama paling sedikit 3 hari dalam seminggu, 2 hari biasa dan 1 hari libur. Catatan harus rinci, termasuk cara makanan dipersiapkan dan dimasak, jika terdiri dari berbagai bahan pangan, misalkan untuk gado-gado atau capcai, jenis dan jumlah bahan mentahnya perlu ditulis disamping resep pembuatannya dan jumlah orang yang menyantap masakan tersebut. Ukuran porsi makanan sebaiknya dicatat dengan mengacu pada ukuran rumah tangga (URT). Makanan yang telah terukur ini kemudian disalin dalam „gram‟. Zat gi i yang terkandung dicari pada DK M dan jika merupakan makanan kemasan, kandungan gizi dilihat pada label. Kesalahan yang banyak terjadi yaitu responden tidak mampu mengkuantifikasi dengan tepat. Kekeliruan ini dapat diatasi dengan cara meminta responden untuk menimbang sendiri makanan dan minuman yang telah dikonsumsi pada waktu tertentu (Arisman 2010). Kelebihan metode food record adalah murah, cepat dan dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar, dapat mengetahui sampel dalam jumlah besar, hasil cukup akurat. Kelemahannya yaitu membebani responden, tidak cocok untuk responden yang buta huruf, memerlukan kejujuran dan
16
kemampuan responden dalam mengkuantifikasi jumlah konsumsi (Supariasa et al.). Selain itu, menurut Owen et al. (1993), kualitas pengumpulan data menggunakan food record dapat ditingkatkan dengan melakukan review secara individu tentang record yang telah dilakukan. Review juga harus dilakukan oleh enumerator yang terlatih untuk mengklarifikasi data-data yang telah ditulis responden dan untuk mengetahui data-data yang lupa ditulis oleh responden. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi, penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Status gizi optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun gizi lebih dapat menghambat optimalisasi pencapaian hal tersebut (Almatsier 2004). Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah yang penting untuk diperhatikan. Malnutrisi tidak hanya meningkatkan resiko terkena penyakit namun juga mempengaruhi produktivitas kerja (Supariasa et al. 2001). Riyadi (2006) juga menyatakan bahwa kekurangan gizi dapat berakibat menurunnya ketahanan fisik dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Soekirman (2000) menyatakan bahwa status gizi dapat ditentukan dengan beberapa ukuran-ukuran gizi tertentu atau kombinasinya. Beberapa cara pengukuran status gizi antara lain yaitu pengukuran antropometri, klinik, dan laboratorik. Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah pengukuran antropometrik karena metodenya relatif paling sederhana dibanding pengukuran klinik dan laboratorik. Metode antropometri menggunakan pengukuran terhadap dua dimensi yaitu dimensi pertumbuhan dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003). Pengukuran dengan metode ini dapat dilakukan dengan relatif cepat,
17
mudah, dan menggunakan alat pengukur yang reliabel, sehingga teknik dan peralatannya dapat dikalibrasi dan distandarisasi (Gibson 2005). Metode antropometri terdiri dari berbagai indeks yang dapat digunakan untuk menilai status gizi yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atas menurut umur, dan resiko lingkar pinggang dengan pinggul. Diantara keempat indeks tersebut, indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks yang paling mudah diukur dan diinterpretasikan (Supariasa et al. 2001). Indeks massa tubuh (IMT) merupakan sebuah instrumen sederhana yang dapat digunakan untuk menilai status gizi. Pemakaian IMT khususnya untuk melihat kekurangan dan kelebihan berat badan. Namun, IMT tidak dapat diterapkan pada keadaan khusus (Supariasa et al. 2001). Perhitungan IMT adalah sebagai berikut: MT
berat badan kg 2 (tinggi badan (m))
Nilai IMT yang didapatkan dari perhitungan kemudian disesuaikan dengan klasifikasi yang ada seperti di bawah ini (Supariasa et al. 2001). Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. Klasifikasi Status Gizi Kurus Kurus tingkat berat Kurus tingkat sedang Kurus tingkat ringan Normal Lebih Overweight At Risk Obese Obese kelas I Obese kelas II Sumber: WHO (2005)
IMT <18.50 <16.00 16.00-16.99 17.00-18.49 18.50-22.99 23.00-30.00 ≥ 2 .00 23.00-27.50 ≥ 2 .60 27.60-30.99 ≥40.00
18
KERANGKA PEMIKIRAN Residen adalah individu yang sedang menjalani proses rehabilitasi akibat penyalahgunaan narkoba dan kemudian menjadi ketergantungan terhadap narkoba. Pusat rehabilitasi merupakan tempat para pecandu agar dapat hilang dari pengaruh narkoba. Residen membutuhkan pola konsumsi yang baik untuk memperbaiki kesehatan dan status gizi. Konsumsi pangan residen di pusat rehabilitasi juga dipengaruhi oleh makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan. Penyelenggara makanan tidak hanya menyediakan makanan tetapi juga harus dapat memenuhi kebutuhan residen.Rangkaian penyelenggaraan makanan akan menghasilkan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi. Hal ini akan memberikan gambaran terhadap
ketersediaan
zat
gizi
di
dapur
penyelenggaraan
makanan.
Ketersediaan pangan tersebut merupakan pra syarat untuk memenuhi konsumsi pangan dan status gizi residen. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi, penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Konsumsi pangan dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup
sesuai
dengan
angka
kecukupan
gizi
mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang.
yang
dianjurkan
akan
19
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik residen: - Usia - Pendidikan - Jenis narkoba yang pernah digunakan - Alasan penggunaan - Riwayat Penyakit - Pengetahuan gizi
Aktivitas Fisik
Penyelenggaraan Makanan UPT T&R BNN: - Input (ketenagaan, sarana dan prasarana) - Proses (perencanaan menu, kebutuhan pangan). - Output (ketersediaan pangan)
Konsumsi Pangan
Status Gizi
Keterangan: Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikirianpenyelenggaraan makanan, konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan status gizi residen di UPT T&R .
20
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT T&R , Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan banyaknya jumlah residen narkoba yang menjalani rehabilitasi di tempat tersebut yaitu sebesar 320 orang yang terdapat pada empat tahap detoksifikasi, entry, primary, re-entry. Fasilitas yang disediakan juga memadai seperti kamar tempat tinggal, tempat ibadah, sarana olahraga, tempat pelatihan, dan dapur penyelenggaraan makanan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga September 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh adalah pecandu yang sedang mengalami rehabilitasi (yang disebut dengan residen) pada tahap primary di UPT T&R , Lido, Sukabumi, Jawa Barat yang selanjutnya disebut residen. Populasi residen pada penelitian terdapat pada tahap primary yaitu sebanyak 120 orang. Pengambilan contoh dipilih secara purposive. Kriteria contoh adalah laki-laki, tidak cacat mental dan fisik, telah menjalani rehabilitasi pada tahap detoksifiksi dan entry unit, dalam keadaan sehat, dan bersedia dijadikan contoh penelitian. Penentuan contoh menggunakan rumus Solvin untuk menentukan contoh minimum. Berikut ini merupakan rumus perhitungan contoh minimum. n = n/n(d)2 + 1
Keterangan: n : jumlah contoh minimum N : jumlah populasi d : nilai presisi (10 persen)
Berdasarkan rumus Solvin maka jumlah contoh yang dipilih sebanyak 55 residen. Penjelasan lanjut mengenai cara pemilihan subyek dapat dilihat pada Gambar 2.
21
Residen UPT T&R BNN
Entry unit
Detoksifikasi
Primary unit
Re- entry
Discharge program
Residen di Green house (120 residen)
Contoh = 55 residen
Gambar 2 Penarikan contoh penelitian. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara menggunakan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi karakteristik contoh, anthropometri (tinggi badan dan berat badan), konsumsi pangan, dan sistem penyelenggaraan makanan. Data sekunder meliputi data gambaran umum UPT T&R (UPT T&R BNN), Lido, Sukabumi, Jawa Barat, status gizi residen pada awal masuk rehabilitasi. Berikut ini disajikan tabel 4 variabel, jenis, dan cara pengumpulan data. Tabel 2 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data. No 1
Variabel
Data yang Dikumpulkan
Karakteristik
1. Usia
contoh
2. Pendidikan
Jenis Variabel Primer
Cara Pengumpulan Data Kuesioner dan wawancara
3. Jenis narkoba yang pernah digunakan 4. Alasan penggunaan 5. Riwayat penyakit 6. Pengetahuan gizi 2
Penyelenggaraan makanan
1. Ketenagaan,
sarana
fisik dan peralatan.
Primer
Wawancara dan pengamatan langsung
22
Tabel 2 (lanjutan) Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data. No 2
Variabel
Data yang Dikumpulkan
Penyelenggaraan makanan
Jenis Variabel
2. Perencanaan menu
Cara Pengumpulan Data Makanan ditimbang
dan kebutuhan
dengan timbangan
makanan.
digital
3. Ketersediaan pangan 3
Konsumsi
Jenis dan jumlah bahan
Primer
Kuesioner dan
pangan
makanan yang
Wawancara (food
dikonsumsi selama 2
Recall 2x 24 jam
hari 5
Status gizi
1. Berat badan (kg)
Primer
1. Berat badan diukur
2. Tinggi badan (m)
menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 1 kg. 2. Tinggi badan diukur menggunakan microtoise 3. IMT dihitung dengan rumus BB/(TB dalam m)2
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Pengetahuan gizi contoh diukur dengan memberikan 20 buah pertanyaan pilihan berganda yang memiliki satu jawaban yang paling benar (correct-answer multiple choice). Pertanyaan yang diajukan berkaitan zat gizi dan fungsinya. Sistem
penyelenggaraan
makanan
sekolah
diketahui
dengan
menggunakan wawancara dan observasi langsung. Data menu makanan yang disediakan dilihat berdasarkan daftar standar menu. Ketersediaan makanan yang disediakan oleh UPT T&R BNN dilihat melalui penimbangan satu porsi makanan yang akan disajikan (sebelum dikonsumsi) dengan timbangan digital dan juga melalui wawancara dengan tenaga pengolah makanan, sehingga didapat standar porsi yang digunakan untuk menghitung kebutuhan makanan. Penilaian konsumsi pangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, metode yang digunakan yaitu recall 2 x 24 jam, sedangkan secara kualitatif, penilaian melihat kebiasaan
23
makan residen. Alasan penilaian konsumsi pangan dengan metode recall dikarenakan keterbatasan tenaga enumerator saat penelitian sehingga penulis tidak dapat melakukan metode food weighing dan keterbatasan waktu residen yang disebabkan padatnya jadwal kegiatan. Selain itu metode recall lebih murah dan tidak memakan waktu yang banyak (Kusharto & Sadiyyah 2008). Data konsumsi pangan yang diperoleh dengan cara food recall 2 x 24 jamyaitu dengan meminta residen untuk menyebutkan jumlah makanan yang dimakan selama 2 hari dengan ukuran rumah tangga. Makanan yang dimakan termasuk makanan utama, makanan selingan, jenis pangan dan jumlah yang dikonsumsi dalam bentuk matang, kemudian dikonversikan kedalam bentuk bahan pangan mentah dan dihitung kandungan zat gizi energi, protein, lemak, dan karbohidrat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya data konsumsi pangan dievaluasi menjadi angka kecukupan menggunakan data tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Pengukuran antopometri dilakukan untuk mengetahui status gizi dengan menentukan IMT (Indeks Massa Tubuh) yang kemudian dibandingkan dengan standar dari WHO 2005. Untuk menentukan nilai IMT diperlukan data berat dan tinggi badan residen. Pengukuran berat badan orang dewasa dilakukan dengan cara residen berdiri di atas timbangan (bathroom scale) dengan ketelitian 1 kg dengan cara melepaskan sepatu dan barang-barang yang ada di dalam saku dengan tetap menggunakan pakaian. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis data. Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan statistika menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Sosial Science (SPSS) versi 16 for Windows. Data karakteristik contoh yang meliputi usia, pendidikan, jenis narkoba yang pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, riwayat penyakit, dan pengetahuan gizi diolah secara deskriptif. Penilaian pengetahuan gizi dengan cara memberikan skor terhadap setiap jawaban. Data pengetahuan gizi contoh diberi skor 1 jika jawaban terhadap benar dan 0 jika salah, sehingga total skor jika semua jawaban benar adalah 20. Pengetahuan gizi dinilai dengan menjumlahkan skor yang diperoleh kemudian dikategorikan baik, sedang, dan kurang. Pengetahuan gizi dikategorikan baik apabila skor yang diperoleh lebih
24
dari 80 persen dari total skor, kategori sedang apabila skor yang diperoleh kurang dari 60 persen dari total skor (Khomsan 2000). Proses penyelenggaraan makanan diolah secara deskriptif. Perencanaan kebutuhan bahan makanan dihitung dengan melihat jumlah, macam/jenis makanan, siklus menu, dan standar porsi. Standar porsi didapat dari hasil penimbangan ketersediaan makanan. Untuk mendapatkan berat mentah dilakukan pengkonversian makanan matang menggunakan daftar konversi mentah masak (DMM) (Hardinsyah & Briawan 1994). Berat mentah dari bahan makanan olahan (masak) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Fj = (BMj)/(BOj) BMj = Fj x Boj Keterangan : Fj = Faktor konversi mentah masak makanan j BMj = Berat bahan makanan j dalam bentuk mentah Boj = Berat bahan makanan j dalam bentuk masak (olahan) Kemudian kebutuhan pangan dapat ditentukan dengan rumus: (
)
Ketersediaan pangan didapat dengan menimbang bahan pangan satu porsi makan selama 2 hari dengan timbangan digital. Kemudian dikonversi kedalam bentuk energi dan zat gizi dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2004). Perhitungan angka kebutuhan gizi dilakukan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB). AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan (Almatsier 2008). Penentuan AMB dilakukan dengan rumus sebagai berikut: (
)
(
)
(
)
Kebutuhan energi untuk AMB diperhitungkan menurut berat badan normal atau ideal (Almatsier 2008). Berat badan normal digunakan untuk residen dengan status gizi baik, sedangkan berat badan ideal digunakan untuk residen dengan status gizi kurang dan lebih. Berikut ini rumus Brocca untuk menentukan berat badan ideal. Berat Badan Ideal (kg) = (TB (cm) – 100) – 10%
25
Penentuan kebutuhan energi berdasarkan aktivitas fisik. Faktor aktivitas fisik yang digunakan yaitu 1.3 (tidak terikat di tempat tidur) (Almatsier 2008). Rumus yang digunakan adalah: Kebutuhan Energi = AMB x faktor aktivitas Data konsumsi yang telah didapatkan berupa jenis dan jumlah makanan dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal) dan protein (g) menggunakan Daftar Komposisi
Bahan
Makanan
(DKBM)
2004.
Konversi
dihitung
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut: Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan: Kgij
: Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j
Bj
: Berat makanan j yang dikonsumsi
Gij
: Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan
BDDj : Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan Menurut Hardinsyah & Briawan (1994) penilaian untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat kecukupan dirumuskan sebagai berikut: Tingkat konsumsi at gi i
konsumsi at gi i aktual angka kebutuhan gi i
00
Tingkat konsumsi merupakan persentase intake contoh. Menurut Departemen
Kesehatan
(1996),
tingkat
konsumsi
energi
dan
protein
diklasifikasikan menjadi lima tingkatan, (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-
9% K
; dan
kelebihan ≥ 20% K
.
Penilaian status gizi residen menggunakan metode antropometri dengan mengukur berat badan dan tinggi badan yang berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Secara sederhana IMT dihitung dengan menggunakan rumus:
MT
berat badan kg 2 (tinggi badan (m))
26
Tabel 3 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. Klasifikasi Status Gizi Kurus Kurus tingkat berat Kurus tingkat sedang Kurus tingkat ringan Normal Lebih Overweight At Risk Obese Obese kelas I Obese kelas II
IMT <18.50 <16.00 16.00-16.99 17.00-18.49 18.50-22.99 23.00-30.00 ≥ 2 .00 23.00-27.50 ≥ 2 .60 27.60-30.99 ≥40.00
Sumber: WHO (2005) Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji paired simple test dan ujikorelasi Pearson. Uji paired simple test digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan status gizi residen pada awal rehabilitasi dan saat dilakukan penelitian. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menghubungkan konsumsi pangan dengan status gizi. Tabel 4 Jenis dan kategori variabel. No
Variabel
1
Usia
2
Pendidikan
3
Jenis narkoba yang digunakan Alasan penggunaan narkoba
4
5
Riwayat penyakit
6
Pengetahuan gizi
Kategori - Remaja (<20 tahun) - Dewasa muda (20-40 tahun) - Dewasa madya (41-60 tahun) - SD/Sederajat - SMP/Sederajat - SMA/Sederajat - Perguruan Tinggi/Sederajat - Narkotika - Psikotropika - Coba-coba - Pengaruh teman - Penyemangat kerja - Stres dan ada masalah - Nikmat, kebutuhan - HIV/AIDS - Hepatitis C - Asma - Pnemonia - Diabetes - Hipertensi - Asam urat - Alergi - Malaria - Hernia - aik ≥ 0% - Sedang (60-80%) - Kurang (<60%)
Sumber/ Keterangan Harlock (2001)
Sebaran contoh
Martono (2006) Buntje dalam Yurliani (2007)
Sebaran contoh
Khomsan (2000)
27
Tabel 4 (lanjutan) Jenis dan kategori variabel. No
Variabel
Sumber/ Keterangan
Kategori -
Bahan makanan Frekuensi pemberian Jumlah porsi Berat badan dan tinggi badan
7
Kebutuhan pangan dan gizi
8
Ketersediaan pangan
- Jumlah yang dimakan
9
Frekuensi sehari
10
Kebiasaan sarapan
11
Pemilihan menu residen
12
Konsumsi air
13
Konsumsi suplemen
14
Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi
-
makan
1-2 kali 3-4 kali > 4 kali Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Nasi dan lauk pauk Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur, buah < 5 gelas 5 - 8 gelas > 8 gelas Ya Tidak Defisit tingkat ringan Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Normal Kelebihan
Wawancara
Penimbangan Sebaran contoh
Sebaran contoh
Sebaran contoh
Sebaran contoh
Sebaran contoh 80-89% AKG <70% AKG 70-79% AKG 90-119% AKG ≥ 20% K
Definisi Operasional 1. Residen adalah pecandu narkoba yang sedang menjalani terapi dan rehabilitasi di UPT T&RBNN pada tahap primary. 2. Riwayat Penyakit adalah penyakit yang sedang dan pernah diderita oleh residen. 3. Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang saling berkaitan dalam penyediaan makanan bagi residen dan pegawai UPT T&R
BNN
terdiri
dari ketenagaan,
sarana fisik dan
peralatan,
perencanaan menu dan ketersediaan pangan. 4. Kebutuhan pangan adalahjumlah bahan pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi residen berdasarkan silkus menu (10 hari + 1) dan standar porsi dalam jangka waktu 3 bulan. 5. Ketersediaan pangan adalah jumlah makanan yang disediakan oleh dapur UPT T&R BNN per porsi makanan yang ditimbang dengan timbangan digital kemudian dikonversikan ke dalam energi dan protein dengan DKBM 2004.
28
6. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi residen UPT T&R BNN pada suatu waktu tertentu dan dinyatakan sebagai tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi adalah persentase energi dan zat gizi dalam menu makanan yang diperoleh oleh residen berdasarkan total konsumsi residen terhadap kebutuhan zat gizi dari makanan UPT T&R BNN. 7. Status Gizi adalah keadaan fisik residen yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh dengan pengukuran antropometri dan ditentukan dengan indeks massa tubuh berdasarkan klasifikasi WHO 2005. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah rasio berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m) residen.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum UPT T&R BNN UPT T&R
BNN diresmikan pada tahun 1974 oleh Almh. Ibu Tien
Soeharto dengan nama Wisma Pamardi Siwi sesuai dengan Bakolak Inpres No.6 tahun 1971 sebagai pilot project DKI Jakarta. Wisma Pamardi Siwi didirikan sebagai tempat tahanan wanita dan anak-anak nakal sebelum perkaranya diajukan ke pengadilan. Wisma Pamardi Siwi terletak di Jl. MT. Haryono no. 11, Cawang, Jakarta Timur yang kini menjadi kantor Badan Narkotika Nasional. Tahun 1985 menurut surat keputusan Kapolri No.Pol Skep/ 08/VII/1985 tentang perubahan organisasi Polri, Dinas Pamardi Siwi maka wisma Pamardi Siwi berubah menjadi Rumwattik Pamardi Siwi. Rumwattik Pamardi Siwi ini berfungsi sebagai tempat rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan korban narkoba. Pada tahun 1997 dikembangkan Klinik Nazatra Dis Dokkes PMJ sebagai pendukung pelayanan dalam bidang rehabilitasi medik dalam rangka pelayanan terpadu (medik dan sosial) bagi korban narkoba dan trauma. Menurut keputusan Presiden RI No. 17 tahun 2002 tentang BNN dan sesuai Keputusan Ketua BNN No: Kep 02/IV/2002 tanggal 25 Januari serta disempurnakan dengan Kep No. 20/ XII/2004/BNN maka Rumwattik Pamardi Siwi berubah menjadi Unit T&R Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi. Kini menjadi UPT T&R Badan Narkotika Nasional (UPT T & R BNN). Bentuk penanganannya adalah membantu para korban narkoba dan HIV/AIDS. UPT T & R BNN ini terletak di Jl. HR Mayjen Edi Sukma, desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong, Bogor. Visi institusi ini adalah menjadi pusat pelayanan dan rujukan nasional dalam bidang terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Selain itu misi dari institusi adalah memberikan pelayanan terapi dan rehabilitasi secaraterpadu dan profesional, mendidik dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam bidang pelayanan
terapi dan rehabilitasi, melakukan operational research
dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan terapi dan rehabilitasi. Alur pelayanan UPT T&R
BNN terdiri dari initial intake, detoksifikasi,
entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge program. Initial intake merupakan tahap seseorang yang akan menjalani terapi dan rehabilitasi. Tahap ini berupa wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, body spotcheck, penandatanganan inform concent. Tahap kedua detoksifikasi selama 2 minggu.
30
Penanganan gejala putus zat (withdrawal syndrome) berupa perbaikan fisik dan mengatasi komplikasi, pemeriksaan medis, terapi simptomatik, dan terapi aktivitas kelompok. Tahap ketiga entry unit selama 2 minggu. Fase stabilisasi pasca putus zat berupa assesment, menstabilkan mental dan emosional, pengenalan program rehabilitasi, psikoterapi dan hipnoterapi, dan kesepakatan pelayanan rehab. Tahap keempat bergabung ke program primary unit selama 6 bulan. Rehabilitasi sosial dengan metode therapeutic community (TC) dengan penggalian bakat, minat, dan potensi. Fase program TC terdiri dari fase younger member, middle member, dan older member. Tahap selanjutnya adalah re-entry program selama 5 bulan. Re-entry program merupakan program
lanjutan TC berupa terapi
vocational (keterampilan) dan resosialisasi dengan melibatkan residen pada kegiatan di luar lembaga serta program pencegahan kekambuhan. Discharge program merupakan tahap akhir setelah menyelesaikan program primary dan reentry, residen dinyatakan selesai program, dan selama 3 bulan akan mendapatkan bimbingan lanjutan. Karakteristik Individu Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki yang sedang menjalani rehabilitasi pada tahap primaryyang disebut dengan residen.Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, jenis narkoba yang pernah digunakan, alasan penggunaan narkoba, dan pengetahuan gizi residen. Usia Usia residen yang menjalani rehabilitasi di UPT T&R BNN terdiri dari remaja, dewasa muda, dan dewasa madya. Menurut Hurlock (2001), dewasa muda dimulai pada usia 20-40 tahun, dewasa madya dimulai pada usia 41-60 tahun, dan dewasa lanjut dimulai pada usia 61 tahun hingga kematian. Sebagian besar residen berusia 20-40 tahun (63.6%) yang tergolong sebagai dewasa muda, 27.3 persen tergolong dewasa madya, dan 9.1 persen tergolong remaja (Tabel 5). Tabel 5 Sebaran usia residen. Sebaran Usia Remaja (<20 tahun) Dewasa muda (20-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Total
n 5 35 15 55
Contoh % 9.1 63.6 27.3 100
31
Pendidikan Tingkat pendidikan residen sebagian besar telah tamat SMA (81.8%). Residen dengan gelar strata satu sebanyak 4 orang (7.3%) sebanding dengan residen yang hanya lulusan SMP dan sisanya adalah lulusan diploma sebesar 3.6 persen (Tabel 6). Tabel 6 Pendidikan residen. Pendidikan
Contoh %
n
Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/sederajat Akademi/diploma Universitas/sarjana
4 45 2 4
7.3 81.8 3.6 7.3
Total
55
100.0
Jenis Narkoba yang Digunakan Jenis narkoba yang pernah digunakan residen yaitu narkotika (18.18%), psikotropika (50.91%), dan keduanya (narkotika dan psikotropika) sebanyak 30.91 persen (Tabel 7). Narkotika yang pernah digunakan residen antara lain putaw/heroin dan methadone, sedangkan psikotropika yang pernah digunakan residen yaitu shabu, ganja, dan extacy. Tabel 7 Jenis narkoba yang pernah digunakan. Jenis narkoba
n
%
Narkotika Psikotropika Keduanya
10 28 17
18,18 50,91 30,91
Total
55
100
Narkoba yang pernah digunakan residen sebagian besar tergolong narkotika golongan I dan psikotropika golongan I. Narkotika dan psikotropika golongan Iadalah narkoba yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi yang menyebabkan ketergantungan (Martono 2006). Alasan Konsumsi Narkoba Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar pada awalnya coba-coba (43.64%), stres dan ada masalah (20%), pengaruh teman
(14.5%),
rasa
nikmat
dan
kebutuhan
(12.73%),
serta
sebagai
penyemangat kerja (9.09%) (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan Buntje dalam Yurliani (2007) yang menyebutkan adanya faktor individu (kepribadian, rasa ingin tahu, usia, dorongan kenikmatan) dan faktor lingkungan (ketidakharmonisan
32
keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, dan pengaruh teman) yang menyebabkan seseorang mengkonsumsi narkoba. Tabel 8 Alasan penggunaan narkoba. Contoh
Alasan Penggunaan Narkoba
n
Coba-coba (rasa ingin tahu) Pengaruh teman Penyemangat kerja Stres, ada masalah
24 8 5 11
% 43.64 14.55 9.09 20.00
Nikmat, kebutuhan Total
7 55
12.73 100
Riwayat Penyakit Residen yang memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 43.64% sedangkan residen yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 56.36 persen. Tabel 9 menjelaskan penyakit yang sedang dan pernah dialami residen yaitu HIV, hepatitis C, tifoid, asma, pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi, TBC, hernia, dan terdapat juga yang memiliki komplikasi. Sebanyak 7.3 persen residen mengidap hepatitis C, 5.5 persen residen mengidap HIV, 5.5 persen mengidap HIV disertai TBC, dan 5.5 persen mengidap HIV disertai hepatitis C. Beberapa penyakit yang dialami residen merupakan akibat dari penggunaan narkoba. Menurut Clara et al. (2001), akibat jangka panjang dari penggunaan narkoba antara lain terjadi gangguan pada hati dan ginjal, tubberculosis paru(TBC paru), HIV, anemia, dan malaria. Tabel 9 Riwayat penyakit residen. Riwayat Penyakit HIV Hepatitis C Tifoid Asma Pnemonia Diabetes Hipertensi Asam urat Alergi Malaria Hernia Tidak ada Total
Contoh n
% 3 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 31 55
18.3 7.3 3.6 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 56.4 100
Pengetahuan Gizi Menurut Enger et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang. Selain pendapatan, peningkatan pendidikan serta pengetahuan
33
tentang pangan dan gizi diperlukan agar masyarakat dapat memperbaiki konsumsi pangan dan gizi sekaligus kesehatan mereka. Riyadi (1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan ke dalam pemilihan pangan dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai dan keadaan kesehatan seseorang.Berikut ini disajikan tabel tingkat pengetahuan gizi residen. Tabel 10 Tingkat pengetahuan gizi residen. Pengetahuan Gizi Kurang Sedang Baik Total Rata-rata ± SD
Contoh N % 16 29.1 25 45.5 14 25.5 55 100 71.4 ± 14.9
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan residen yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang sebesar 29.1 persen. Sebanyak 45.5 persen memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang dengan rata-rata skor 71.4 dan 25.5 persen memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya konsentrasi dan terganggunya daya pikir residen akibat penggunaan narkoba. Menurut Miller (2010), narkoba dapat mengubah struktur otak dan mengganggu fungsi otak. Obat-obatan terlarang itu mengakibatkan gangguan penilaian, kurangnya kontrol diri, ketidakmampuan untuk mengatur emosi, dan kurangnya motivasi, memori atau fungsi belajar. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN adalah kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen. Alur kerja penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN dapat dilihat pada Gambar 3. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan UPT T&R BNN dalam menyediakan makanan sebagai proses untuk memenuhi kebutuhan residen dan memperbaiki status gizi. Setiap hari dapur penyelenggara makanan menyediakan makanan untuk ± 400 orang yang ditujukan untuk staff pegawai dan residen tahap detoksifikasi, entry unit, primary unit, re-entry, dan discharge program. Bentuk penyelenggaraan makanan yang dilakukan UPT T&R BNN untuk menyelenggarakan makanan residen dan staf pekerja adalah dengan
34
sistem
swakelola,
melaksanakan
dimana
semua
UPT
kegiatan
T&R
BNN
bertanggung
penyelenggaran
jawab
makanan.
untuk Sistem
pendistribusian penyajian penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN berupa desentralisasi.
Menurut
Depkes
(1991),
menyatakan
bahwa
distribusi
desentralisasi yaitu penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, di ruang makan makanan disajikan dalam bentuk porsi.
Perencanaan menu dan kebutuhan
Pemesanan dan pembelian
Penerimaan
Penyimpanan
Persiapan
Pengolahan/pemasakan
Pendistribusian
Penyajian Gambar 3 Alur penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN. Input Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan makanan institusional dikarenakan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaran ini umumnya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah, lembaga rehabilitasi, dan lain-lain (Moehyi 1992). Anggaran dana untuk penyelenggaraan tersebut berasal dari negara yang diberikan kepada Kepala UPT T&R BNN. Biaya makan untuk residen dan staff pekerja tidak dapat dijelaskan oleh koordinator dapur, karena dapur tidak
35
diberikan anggaran
untuk belanja dan semua pembiayaan dilakukan oleh
pegawai Kepala UPT T&R BNN. Penyelenggaraan makanan di UPT T&R BNN diawasi oleh koordinator dapur yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kesiapan sarana dan prasarana produksi yang dibantu oleh seorang master koki. Jumlah tenaga kerja di dapur UPT T&R BNN sebanyak 21 orang yang terdiri dari 1 orang koordinator, 1 orang master koki, 6 orang juru masak, 10 orang bagian pemotongan, 2 orang petugas kebersihan, dan 1 orang bagian penyimpanan. Pendidikan terakhir pegawai dapur seluruhnya adalah sekolah menengah atas (SMA). Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi pegawai di dapur UPT T&R BNN, yang terpenting adanya niat kerja, semangat, dan ulet bekerja. Jam kerja pegawai yaitu tiga hari bekerja dan tiga hari libur. Pegawai yang bekerja di dapur tidak memiliki baju kerja khusus. Pegawai dibebaskan untuk memakai baju apa saja, yang terpenting baju itu rapi dan sopan. Beberapa tata tertib yang juga harus dipatuhi pegawai yaitu meminta izin jika tidak bekerja, mencuci tangan sebelum bekerja, dan tidak merokok. Luas bangunan dapur penyelenggaraan makanan sebesar ± 200 m 2. Ruangan dapur penyelenggaraan makanan terdiri dari ruang pengolahan makanan, penyimpanan bahan makanan kering, ruang penerimaan bahan makanan, ruang koordinator dapur, serta kamar tidur pegawai dan toilet di bagian atas. UPT T&R BNN menyediakan kamar tidur yang digunakan pegawai untuk beristirahat dan tidur.Selain itu juga ruang dapur terletak bersebelahan dengan ruang laundry. Tempat sampah yang disediakan dapur penyelenggaraan makanan sebanyak 2 buah. Tempat sampah ini berbentuk silinder yang berukuran kecil. Sisa-sisa kulit dan potongan sayuran serta bahan mentah lainnya biasanya dikumpulkan menggunakan plastik besar kemudian diletakkan di samping dapur yang selanjutnya akan diangkut oleh mobil sampah setiap pagi dan sore. Sarana pencucian peralatan masak terletak di dapur. Peralatan yang telah dicuci diletakkan pada rak yang berada di samping tempat pencucian. Terdapat juga kotak obat-obatan P3K di ruang penerimaan. Alat-alat masak yang digunakan yaitu: kompor, rice cooker, wajan, panci, pisau, talenan, ulekan, blender, mixer, oven, alat pemanggang, dan lain-lain.
36
Proses Penyelenggaraan Makanan Perencanaan
menu.
Sebelum
merencanakan
menu
diperlukan
perencanaan kebutuhan gizi. Perencanaan kebutuhan gizi bertujuan mengetahui jumlah zat gizi yang dibutuhkan dan harus terpenuhi oleh setiap residen. Berikut ini rata-rata kebutuhan gizi yang dibutuhkan residen dalam satu hari. Tabel 11 Rata-rata kebutuhan gizi residen. Zat gizi
Energi (kkal)
Kebutuhan
2720
Protein (g) 66
Menu disusun oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang kemudian disetujui oleh Kepala UPT. Penyusunan menu yang akan diolah disesuaikan dengan selera residen/pegawai dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Pada perencanaan menu penting pula untuk menentukan siklus menu. Penetapan siklus menu ini dilakukan untuk mencegah kebosananan. Siklus menu umumnya direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari (Yuliati & Santoso 1995). Susunan menu sehari pada umumnya di dapur UPT T & R BNN dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Kerangka menu penyelenggaraan makanan di UPT T & R BNN. Waktu Makan Pagi
Kelompok Bahan Makanan Makanan pokok I Makanan pokok II Lauk hewani/ nabati Sayur Minuman
Selingan pagi
Snack
Siang
Makanan pokok Lauk hewani Lauk nabati Sayur Buah
Selingan sore
Snack
Malam
Makanan pokok Lauk hewani Lauk nabati Sayur Minuman
Bahan Makanan Beras Mie kering, soun, bihun Telur, daging ayam, nugget, tempe, tahu Sayuran Teh manis Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti Beras daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan tempe, tahu Sayuran pisang, semangka, jeruk Roti, donat, kue bolu, pisang goreng atau dadar unti Beras daging ayam, daging sapi, telur, ikan dan hasil olahan tempe, tahu Sayuran Teh manis
37
Siklus menu di UPT T & R BNN yaitu menggunakan siklus 10 hari ditambah hari ke 31 memakai menu khusus. Menu yang telah disusun terkadang mengalami perubahan sedikit disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan yang ada di dapur. Apabila bahan makanan yang dibutuhkan telah tersedia di dapur atau bahan makanan tersebut terdapat dalam kondisi yang baik, maka menu akan dibuat sesuai dengan yang telah direncanakan. Namun, jika tidak maka juru masak akan mengganti beberapa menu dengan menu yang lain dengan memperhatikan selera residen untuk mencegah kebosanan. Menu yang disediakan penyelenggara makanan untuk residen adalah sama, kecuali residen yang sedang sakit. Makanan untuk residen yang sakit akan diganti sesuai rekomendasi ahli gizi. Umumnya jenis makanan yang diganti adalah makanan pokok yaitu dari nasi menjadi bubur. Namun, lauk pauk dan sayur juga dapat diganti apabila reisden mengalami alergi terhadap makanan tertentu. Lauk pauk yang umumnya diganti misalnya ikan teri yang diganti dengan telur. Selain siklus menu, standar porsi makanan yang diberikan kepada residen sebaiknya juga diperhatikan. Hal ini dapat memberikan kemudahan dalam menghitung kebutuhan pangan. Berikut ini standar porsi yang dapat menjadi acuan dalam menyajikan makanan. Tabel 13 Standar porsi makanan.
Makanan pokok
Bahan Makanan Nasi Bubur Mie
Lauk Hewani
Ayam
50
Telur Daging Ikan
50 50 50
Tahu Tempe
100 50
Kelompok Bahan pangan
Lauk Nabati Sayur Buah
Standar Porsi (g) 300 400 50
100 Sesuai satuan penukar
Kebutuhan makanan terbanyak terdapat pada kebutuhan beras yaitu sebesar 12.85 ton. Berikut ini adalah tabel taksiran kebutuhan selama tiga bulan yang dibuat oleh penulis agar dapat membantu penyelenggara makanan dalam merencanakan kebutuhan dan merencanakan anggaran dana yang dilakukan
38
Kepala UPT T&R BNN (Tabel 14). Taksiran kebutuhan ini dihitung berdasarkan standar porsi dan siklus menu selama 10 hari pada bulan Juli hingga September 2011. Standar porsi yang digunakan berasal dari penimbangan ketersediaan. Hal ini dikarenakan standar porsi dapur menggunakan takaran rumah tangga seperti centong nasi dan centong sayur. Kebutuhan makanan dihitung sesuai dengan jumlah residen dan staff yang menjadi konsumen penyelengara makanan yaitu sebanyak 400 orang. Tabel 14 Taksiran kebutuhan makanan penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN selama 3 bulan (Juli-September). Kelompok Bahan Makanan Makanan pokok Lauk hewani Lauk hewani
Lauk nabati
Sayur
Buah Susu Gula Minyak
Bahan makanan Beras Mie kering Tepung terigu Ayam Daging sapi Telur Ikan mujair Ikan nila Ikan teri Ikan bawal Ikan lele Ati ampela Tahu Tempe Bayam Jagung Nangka Terong Daun singkong Wortel Kacang panjang Toge Sawi Buncis Pisang Semangka Jeruk Pepaya Gula Minyak
Ukuran porsi (g) 300 50
Frekuensi pemberian 30 3
70 40 60 50 50 50 50 50 50 100 50 50 50 100 100 100 50
8 5 8 1 1 1 1 1 1 7 12 2 4 2 1 1 5
50
2
50 50 50 70 100 100 100 200 26
3 5 3 6 2 1 1 1 20
Kebutuhan (ton) 12.85 0.16 0,11 2.95 1.22 1.73 0.27 0.27 0.19 0.27 0.43 0.32 2.27 2.16 0.39 0.72 0,72 0,36 0,54 0,9 0,36 0,54 0,9 0,54 1,51 0,72 0.36 0.36 0.72 1.08 1.09
Pemesanan dan pembelian bahan makanan. Pemesanan bahan makanan disesuaikan dengan menu harian yang telah tersusun. Koordinator dapur mencatat bahan makanan yang akan dipesan. Pemesanan makanan hanya dilakukan melalui telepon oleh koordinator dapur kepada supplier. Hal ini
39
dilakukan berdasarkan rasa kepercayaan antara koordinator dapur dengan supplier. Pemesanan
bahan
makanan
basah
dilakukan
seminggu
sekali
sedangkan bahan kering dilakukan sebulan sekali. Hal ini disebabkan bahan makanan basah lebih cepat rusak sedangkan bahan makanan kering dapat bertahan cukup lama. Bahan makanan berupa sayuran dan buah-buahan akan datang setiap hari dan bahan-bahan kering akan datang setiap seminggu sekali. Penerimaan bahan makanan. Penerimaan dilakukan oleh koordinator dapur dan didampingi oleh master koki. Koordinator dapur dan master koki memeriksa bahan makanan yang datang untuk disesuaikan dengan pemesanan dan spesifikasi. Jika terjadi kerusakan atau tidak sesuai dengan spesifikasi maka barang akan dikembalikan dan diganti dengan yang lebih baik pada hari yang sama. Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum pada faktur pembelian, mutu bahan makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Yulianto & Santoso 1995). Menurut Depkes RI (1993), seleksi bahan makanan yang masih segar dan yang sudah busuk atau tidak sesuai dengan spesifikasi pada saat memesan harus sudah dilakukan pada saat pembelian atau penerimaan bahan makanan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, seperti 1) makanan yang tidak dapat dimakan karena sudah kadaluarsa; 2) jika harus mengganti makanan, maka sering terjadi zat gizi dari bahan makanan pengganti tidak sesuai dengan bahan makanan yang diterima; 3) dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti diare, muntah-muntah, sakit kepala, dll. Penyimpanan. Bahan makanan yang telah diperiksa kemudian disimpan ke dalam gudang penyimpanan. Penyimpanan bahan makanan yang ada di dapur UPT T & R BNN terbagi menjadi dua yaitu penyimpanan bahan makanan basah dan penyimpanan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan basah disimpan di dalam chiller dan freezer. Bahan makanan yang biasanya disimpan di chiller adalah sayuran, tahu, tempe, bakso, dan lain-lain. Freezer digunakan untuk menyimpan daging-dagingan, ikan, nugget, dan lain-lain. Namun, sebelum disimpan bahan makanan seperti, sayur-sayuran yang
40
disimpan di dalam chiller tidak dilakukan proses pembersihan dahulu, sedangkan daging-dagingan dan ikan dilakukan proses pembersihan. Hal ini menurut koordinator dapur disebabkan sayur-sayuran yang dibeli sudah terlihat bersih sehingga tidak perlu dicuci dahulu. Penyimpanan bahan makanan kering disimpan di dalam gudang kering. Gudang kering berisi beras, gula pasir, telur, kecap, susu, minyak, dan lain-lain. Gudang kering belum memenuhi standar yang menyebutkan apabila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan ( jarak makanan dengan lantai 15 cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm, jarak makanan dengan langit-langit 60 cm, bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Hal ini karena bahan makanan kering ada yang diletakkan dilantai dan tidak tersusun dengan rapi. Metode penyimpanan makanan yang digunakan dapur UPT T & R BNN yaitu first in first out (FIFO) yang artinya bahan makanan yang masuknya lebih dahulu di keluarkan terlebih dahulu sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan di keluarkan belakangan (Yuliati & Santoso 1995). Pengolahan. Pengolahan bahan makanan memiliki dua tahapan pengerjaan yaitu persiapan dan pemasakan. Tujuan dari persiapan adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan (Mukrie et al 1990). Persiapan bahan makanan yang dilakukan di dapur UPT T
& R BNN sebelum mengolah bahan makanan antara lain
mengupas, memotong, dan mencuci. Hal ini belum sesuai dengan pernyataan Mukrie et al 1990, yang menyebutkan persiapan meliputi pengerjaan bahan makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak yaitu membersihkan, mencuci, mengupas, memotong, merendam, mengiris, dan lain-lain. Proses persiapan dilakukan beberapa jam sebelum pengolahan. Seluruh tenaga kerja turut melakukan proses persiapan. Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai. Proses pemasakan bahan makanan dilakukan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam. Pemasakan untuk makan pagi, siang, dan malam dilakukan oleh 8 orang, yang masing-masing dilakukan
41
pada pukul 03.00-06.00, 08.00-11.00, dan 14.00-17.00 WIB. Jumlah porsi yang harus disediakan setiap hari oleh dapur yaitu 400 porsi. Menurut Mukrie et al 1990, tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan kandungan gizi, mempertahankan bahkan menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan. Proses Distribusi. Setelah proses pemasakan selesai, selanjutnya adalah pendistribusian makanan kepada seluruh residen dan staf.Makanan ditempatkan sedangkan
pada wadah seperti termos nasi dan wadah plastik besar, makanan
untuk staff
diletakkan di
stereo
foam.
Makanan
didistribusikan ke pantry tiap unit. Waktu pendistribusian makanan di dapur UPT T & R BNN dibagi menjadi 4 waktu, yaitu makan pagi, selingan pagi, makan siang dan selingan sore, serta makan malam. Pendistribusian makan dimulai pada pukul 06.00, selingan pagi pada pukul 08.30, makan siang bersamaan dengan selingan sore diberikan pada pukul 11.30, dan makan malam diberikan pada pukul 17.30. Penyajian makanan. Makanan untuk residen yang berada di unit detoksifikasi dan entry unit dsajikan oleh petugas dapur sedangkan untuk unit primary, re-entry, dan discharge disajikan oleh residen bagian pantry. Makanan dibagikan dalam jumlah yang sama dan residen diharuskan untuk menghabiskan semua makanan yang tersedia. Alat makan untuk residen berupa plato, sendok, garpu, dan gelas. Setelah makan setiap residen diwajibkan untuk mencuci alat makan mereka sendiri dan bagian pantry membersihkan wadah makanan kemudian mengembalikannya ke dapur. Proses pengawasan. Proses pengawasan terhadap seluruh tahapan produksi makanan di UPT T&R BNN dilakukan oleh koordinator dapur. Kegiatan pengawasan yang dilakukan berupa kesesuaian menu, resep, dan rasa. Pengendalian terhadap hama juga dilakukan oleh UPT T&R BNN yaitu pembasmian lalat dengan semprot nyamuk. Meskipun telah dibasmi pada kenyataannya masih banyak lalat yang hinggap saat proses pemasakan. Hal ini juga dikhawatirkan akan mengkontaminasi makanan dengan adanya lalat dan pembasmian dengan semprot nyamuk. Menurut (POM 2011), racun serangga mempunyai toksisitas akut yang rendah pada manusia, hal ini disebabkan kecepatan metabolisme tubuh membuat senyawa ini tidak aktif, tetapi bila tertelan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan dan kematian. Tandatanda keracunan yang terjadi bila terkena kulit adalah iritasi lokal dan kulit
42
menjadi kering, bila terhirup oleh hidung menyebabkan iritasi saluran nafas atas seperti rhinitis dan radang kerongkongan. Racun ini juga bisa menjadi agen pencetus alergi pada pasien yang sensitif bila menghirup racun ini secara berulang, oleh karena itu dapat menyebabkan bersin, batuk, nafas pendek dan sakit di bagian dada pada anak-anak yang mengidap asma dan alergi, sedangkan bila tertelan dapat menimbulkan mual, muntah dan diare, tertelan racun ini dalam dosis yang tinggi (200 – 500 ml) menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat dan dapat mengakibatkan sesak nafas serta koma. Pencatatan. Pencatatan yang dilakukan ialah laporan absen harian pegawai serta inventaris peralatan. Absen pegawai dicatat setiap hari dan direkapitulasi sebulan sekali sedangkan inventaris peralatan dicatat setiap ada alat-alat yang rusak dan jika kekurangan alat maka koordinator akan menggantinya. Laporan absen pegawai dan penggantian alat selanjutnya diserahkan kepada Kepala UPT T&R BNN. Namun demikian, belum ada pengawasan
yang
dilakukan
pihak
luar
UPT
T&R
BNN
mengenai
penyelenggarakan makanan. Output Penyelenggaraan Makanan Ketersediaan makanan adalah output dari penyelenggaraan makanan. Ketersediaan makanan diamati berdasarkan banyaknya jumlah makanan yang disediakan oleh pihak dapur UPT T&R BNN untuk memenuhi kebutuhan zat gizi residen. Ketersediaan energi dan protein residen dihitung dengan menimbang bahan makanan sebelum dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan selama dua hari, berikut disajikan rata-rata ketersediaan makanan untuk tiap residen yang tidak sakit. Tabel 15 Ketersediaan makanan yang disediakan oleh dapur UPT T&R BNN. Menu Hari 1 Hari 2 Total
Energi (kkal) 3033 2795 2914
Protein (g) 99,7 76,9 88,4
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa ketersediaan energi dan protein yang disajikan pada hari yang berbeda dan dengan menu yang berbeda belum memiliki kandungan gizi yan seragam. Rata-rata ketersediaan energi dan protein paling tinggi berasal dari hari pertama. Hal ini dikarenakan lauk nabati dan hewani pada hari pertama menyumbangkan energi dan protein yang lebih tinggi daripada di hari kedua. Hidanganyang disajikan pada hari pertama berupa nasi, oreg tempe, telur dadar, abon sapi, teh manis, ikan teri, sayur daun singkong,
43
bakwan, pisang, ayam goreng, tempe goreng, tumis labu+daun melinjo, roti dan puding. Sedangkan hidangan di hari kedua berupa nasi, telur semur, tumis sawi+tahu+wortel, tempe goreng, teh manis, roti, gudeg, opor ayam, kerupuk, sambal, semangka, bolu, daging rolade, cap cai, dan tahu goreng. Ketersediaan dilakukan untuk melihat jumlah energi dan protein dari ketersediaan telah melebihi kebutuhan atau belum, sehingga jika ketersediaan telah mencukupi maka kebutuhan residen akan terpenuhi. Berikut ini tabel kebutuhan, ketersediaan, dan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen. Tabel 16 Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen. Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (g)
Ketersediaan
Kebutuhan
2914 88,37
2720 66
Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan (%) 107,13 133,89
Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk energi sebesar 107.13 persen, sedangkan tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan residen untuk protein sebesar 133.89 persen. Tingkat ketersediaan protein agak sangat berlebih sehingga dapat menyebabkan tingkat konsumsi protein residen pun kelebihan, sehingga sebaiknya ketersediaan protein tidak melebihi 120 persen. Menurut Depkes (1996) tingkat konsumsi protein ≥ 20 persen AKG termasuk ke dalam kategori kelebihan.
Hal ini menunjukkan ketersediaan makanan dari
dapur telah melebihi kebutuhan residen. Kelebihan ketersediaan bermanfaat untuk mengurangi resiko residen kekurangan zat gizi. Konsumsi Pangan Frekuensi Makan. Frekuensi makan semua residen dalam sehari adalah 3 kali sehari makan utama dan 2 kali makan selingan. Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Waktu makan residen telah ditetapkan secara teratur yaitu makan pagi pukul 07.00, selingan pagi (snack time) pukul 09.15, makan siang pukul 12.30,
selingan sore (snack time)
diberikan
bersamaan dengan makan siang, dan makan malam pada pukul 19.30. Kebiasaan Sarapan. Kebiasaan sarapan residen selama di rehabilitasi 76.36 persen mengatakan selalu sarapan setiap hari, 21.82 persen mengatakan kadang-kadang, dan 1.82 persen mengatakan tidak pernah sarapan (Tabel 16). Salah-satu kebiasaan makan yang sehat adalah membiasakan diri untuk sarapan pagi dan mengonsumsi makanan sehat. Menurut Radita (2007), seseorang yang tidak sarapan akan merasa lebih lapar pada siang dan malam
44
hari daripada mereka yang sarapan, sehingga memacu mereka untuk mengonsumsi lebih banyak makanan pada siang hari dan malam hari. Tabel 17 Sebaran kebiasaan sarapan residen. Kebiasaan sarapan Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total
n
% 76.6 21.2 1.82 100
42 12 1 55
Pemilihan Menu. Susunan menu sarapan residen 98.18 persen yaitu nasi dan lauk pauk sedangkan 1.82 persen residen tidak sarapan. Teh manis merupakan minuman yang diminum 67.27 persen residen saat sarapan dan 32.73 persen meminum air putih saat sarapan. Susunan menu makan siang residen 80 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah; sebanyak 16.36 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur; dan 3.64 persen hanya mengkonsumsi nasi dan lauk pauk. Susunan menu makan malam residen adalah nasi, lauk pauk, dan sayur (76.36%), dan sebanyak 23.64 persen terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah (Tabel 18). Tabel 18 Sebaran pemilihan menu residen. Pemilihan Menu Menu Sarapan Nasi dan lauk pauk Tidak ada Total Minuman saat sarapan Teh manis air putih Total Menu makan siang Nasi dan lauk pauk Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur, buah Total Menu makan malam Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur, buah Total
%
n 54 1 55
98.18 1.82 100
18 37 55
32.73 67.27 100
2 9 44 55
3.64 16.36 80.00 100
42 13 55
76.36 23.64 100
Kebiasaan Konsumsi Air Putih dan Suplemen.Sebanyak 56.36 persen residen memiliki kebiasaan mengonsumsi air putih sebanyak 5-8 gelas sehari, 29.09 persen lebih dari 8 gelas sehari, dan 14.55 persen kurang dari 5 gelas sehari. Konsumsi suplemen untuk menambah daya tahan tubuh juga digunakan oleh 23.64 persen residen sedangkan sisanya 76.36 persen tidak mengkonsumsi suplemen (Tabel 19).
45
Tabel 19 Sebaran kebiasaan konsumsi air putih dan suplemen. Konsumsi Air Putih < 5 gelas 5 - 8 gelas > 8 gelas Total Suplemen Ya Tidak Total
n
% 8 31 16 55
14.55 56.36 29.09 100
13 42 55
23.64 76.36 100
Jenis dan Jumlah Konsumsi Residen. Secara umum, menu makan lengkap seluruh residen sama yaitu nasi, lauk pauk, dan sayur, baik untuk makan pagi, siang, maupun malam. Bahan pangan sumber energi bagi seluruh residen terutama adalah beras. Pangan sumber protein hewani yang sering dikonsumsi residen yaitu ayam, telur, ikan basah, dan ikan teri sedangkan untuk sumber protein nabati berasal dari tempe dan tahu. Sayur yang sering dikonsumsi residen berasal dari sayuran golongan B yaitu bayam, jagung, nangka, terong, daun singkong, wortel, kacang panjang, toge, sawi, dan buncis. Selain itu buahbuahan yang sering dikonsumsi residen yaitu pisang, semangka, jeruk, dan pepaya. Rata-rata konsumsi energi residen sebesar 2531 kkal sedangkan ratarata konsumsi protein residen sebesar 79.19 g. Sumbangan energi terbesar berasal dari beras yaitu rata-rata 1224 kkal. Hal ini dikarenakan porsi nasi yang diberikan untuk satu kali makan sebanyak 300 gram. Berikut ini tabel rata-rata jumlah konsumsi residen. Tabel 20 Rata-rata konsumsi residen. Kelompok Bahan Makanan Makanan pokok Protein hewani
Protein nabati Sayur
Bahan Makanan Beras Mie kering Ayam Telur Ikan Teri Tempe Tahu Bayam Jagung Nangka Terong Daun singkong Wortel Kacang panjang
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr) 771.56 45 61.32 41.5 40.73 24 45.92 76.51 31.5 20.17 42.82 43.63
Energi (kkal) 1373 151.65 185.18 67.23 35.03 18.48 68.42 52.03 11.34 61.92 21.84 10.47
Protein (g) 16.20 3.56 11.16 5.31 6.52 3.84 8.40 5.97 1.10 1.59 0.86 0.48
38.45 19.13
28.07 8.03
2.61 0.23
15.17
6.67
0.41
46
Tabel 20 (lanjutan) Rata-rata konsumsi residen. Kelompok Bahan Makanan Sayur Buah
Susu Gula Total
Bahan Makanan Toge Sawi Buncis Pisang Semangka Jeruk Pepaya Susu Gula
Rata-Rata Konsumsi (g/kap/hr) 15 16,42 18,75 57,64 85,98 90 74,35 30 30
Energi (kkal) 3.45 3.61 6.56 57.06 24.07 40.50 34.20 152.70 109.20 2531
Protein (g) 0.44 0.38 0.45 0.69 0.43 0.81 0.37 7.38 0.00 79.19
Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai 93.27 persen sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen dalam sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen (Tabel 20). Tingkat konsumsi protein masih dalam kategori normal (90-119% AKG) (Depkes 1996). Tingkat konsumsi protein yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata konsumsi energi. Tingginya konsumsi protein residen tidak ada artinya jika konsumsi energi masih kurang, karena protein makanan akan diubah menjadi energi untuk memenuhi kekurangan energi tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Namun, jika konsumsi protein terus meningkat dan melebihi batas maka dapat berpengaruh tidak baik. Kelebihan protein dalam makanan yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar nitrogennya dikeluarkan dalam bentuk urea. Beban yang harus dikerjakan dalam menyaring dan membuang hasil metabolisme oleh ginjal, meningkat bila konsumsi protein meningkat (Winarno 1993). Tabel 21 Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan. Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (g)
Konsumsi
Kebutuhan
2531 79.19
2720 66
Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan (%) 93.05 119
Selain itu, tidak semua residen mengkonsumsi makanan yang disediakan dapur
penyelenggaraan
makanan.
Terdapat
beberapa
contoh
yang
mengkonsumsi kurang atau bahkan lebih dari yang disediakan. Hal ini disebabkan setiap residen memiliki selera dan kesukaan yang berbeda-beda. Berikut ini tabel konsumsi, ketersediaan, dan rata-rata konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN.
47
Tabel 22 Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan dapur UPT T&R BNN. Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (g)
2531
2914
Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan (%) 86.85
79.19
88,37
89.61
Konsumsi
Ketersediaan
Berdasarkan Tabel di atas tingkat konsumsi energi residen terhadap ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat konsumsi protein residen terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar ketersediaan makanan telah melebihi konsumsi danmakanan yang telah disediakan dikonsumsi oleh residen. Diduga ini juga disebabkan oleh tidak diizinkannya residen untuk membeli makanan di luar dapur dan jarangnya residen mendapatkan makanan dari keluarga. Tingkat konsumsi energi diperoleh dari jumlah konsumsi energi sehari dibagi dengan kebutuhan energi dikalikan 100 persen, berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Harris Benedict (Almatsier 2008). Kebutuhan energi dihitung menggunakan faktor koreksi umur, berat badan dan tinggi badan aktual (untuk status gizi normal), serta menggunakan umur, tinggi dan berat badan ideal menurut umur (untuk status gizi kurang/lebih dari normal). Tingkat konsumsi energi dan protein menurut Depkes (1996) terdiri dari defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG), dan kelebihan ≥
20%
K
. Berikut ini Tabel 23
menjelaskan tingkat konsumsi energi. Tabel 23 Sebaran tingkat kecukupan energi residen. Tingkat konsumsi energi Defisit tingkat berat
N
% 4
7.3
Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan
6 10
10.9 18.2
Normal Kelebihan
31 4
56.4 7.3
Total
55
100
Tingkat konsumsi energi residen sebanyak 56.4 persen termasuk dalam tingkatan normal, 7.3 persen termasuk defisit tingkat berat, 10.9 persen defisit tingkat sedang, 18.2 persen defisit tingkat ringan, dan 7.3 persen termasuk kelebihan. Konsumsi energi yang masih kurang diduga karena selera residen yang merasa bosan dengan menu makanan dapur penyelenggara. Hal ini diduga juga disebabkan oleh beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengukuran
48
konsumsi pangan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain bisa disebabkan oleh responden dan enumerator, lupa, kesalahan dalam menduga ukuran porsi dan The Flat Slope Syndrome. The Flat Slope Syndrome adalah suatu kecenderungan dimana responden akan melaporkan lebih pada konsumsi yang sedikit (overestimate low intakes) atau melaporkan sedikit pada konsumsi yang berlebihan (underestimate highintakes) (Gibson 2005). Menurut Kusharto dan Sa’diyyah 200 ), metode recall konsumsi yang digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi ukuran rumah tangga (urt) kedalam satuan berat, serta adanya variasi intepretasi besarnya ukuran antar responden. Selain itu, tingkat konsumsi energi residen dapat dibedakan berdasarkan riwayat penyakit yang dialami residen. Tabel 23 menjelaskan bahwa residen yang memiliki riwayat penyakit, tingkat konsumsi energinya berada dalam tingkatan normal (50%), defisit tingkat berat 12.5 persen, defisit tingkat ringan (20.83%), defisit tingkat berat (12.5%),dan defisit tingkat sedang (4.17%). Tingkat konsumsi energi residen yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam tingkatan normal (64.52%), defisit tingkat sedang (16.13%), defisit tingkat ringan (16.13%), dan kelebihan (3.23%). Tabel 24 Tingkat konsumsi energi dengan riwayat penyakit residen. Tingkat Kecukupan Energi
Ada n
Defisit tingkat berat
Riwayat Penyakit Tidak ada %
N
%
3
12.5
0
0
Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan
1 5 12 3
4.17 20.83 50 12.5
5 5 20 1
16.13 16.13 64.52 3.23
Total
24
100
31
100
Tingkat konsumsi protein merupakan Jumlah konsumsi protein aktual dibagi dengan jumlah kecukupan yang dianjurkan dikalikan dengan 100 persen. Menurut WNPG (2004), angka kecukupan protein yang dianjurkan pada pria umur 19-64 tahun adalah 60 g. Berikut ini tabel sebaran tingkat konsumsiprotein residen
49
Tabel 25 Sebaran tingkat konsumsi protein residen. Tingkat kecukupan protein
n
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan
% 1 3 6
1.8 5.5 10.9
Normal
30
54.5
Kelebihan
15
27.3
Total
55
100
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa sebanyak 54.5 persen tingkat konsumsi protein residen dalam kategori normal. Residen yang tingkat konsumsi proteinnya tergolong berlebih terdapat 27.3 persen. Hal ini diduga residen tidak melakukan pembatasan pangan sumber protein baik nabati maupun hewani. Residen cenderung menambah jumlah lauk pauk yang masih tersisa. Tingkat konsumsi protein residen yang kelebihan juga diduga disebabkan oleh jumlah ketersediaan protein yang terlalu tinggi sehingga jika residen mengkonsumsi semua sumber protein maka konsumsi proteinnya akan lebih besar dari kebutuhan. Tingkat konsumsi protein berdasarkan riwayat penyakit residen dijelaskan pada Tabel 26. Residen dengan riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada tingkatan normal sebanyak 50 persen, kelebihan 33.33 persen, defisit tingkat ringan 8.33 persen, defisit tingkat berat dan sedang masing-masing 4.17 persen. Residen yang tidak ada riwayat penyakit memiliki konsumsi protein pada tingkatan normal sebanyak 58.06 persen, kelebihan 22.58 persen, defisit tingkat ringan 12.90 persen, dan defisit tingkat sedang 6.45 persen. Tabel 26 Tingkat konsumsi protein dengan riwayat penyakit residen. Tingkat Konsumsi Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan Total
Ada n 1 1 2 12 8 24
Riwayat Penyakit Tidak ada % n % 4.17 0 0 4.17 2 6.45 8.33 4 12.90 50 18 58.06 33.3 7 22.58 100 31 100
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi, penyerapan, dan penggunaan pangan di dalam tubuh (Riyadi 2006). Soekirman (2000) menyatakan bahwa status gizi dapat ditentukan dengan beberapa ukuranukuran gizi tertentu atau kombinasinya. Menurut Supariasa (2001) Beberapa
50
cara pengukuran status gizi yaitu pengukuran antropometri, klinik, dan biokimia dan biofisik.Pengukuran klinik dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratorik yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Pemeriksaan biofisik dilakukan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya. Pada penelitian ini pengukuran status gizi menggunakan cara pengukuran antropometri dengan mengukurberat badan dan tinggi badan, yang selanjutnya status gizi dinilai berdasarkan indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan sebuah instrumen sederhana yang dapat digunakan untuk menilai status gizi. Pemakaian IMT khususnya untuk melihat kekurangan dan kelebihan berat badan. Data yang dikumpulkan adalah berat badan pada awal rehabilitasi dan pada saat penelitian serta tinggi badan residen. Data berat badan residen pada awal rehabilitasi diperoleh dari unit gizi dan pada saat penelitian menggunakan
pengukuran
antropometri
berat
badan
dan
tinggi
untuk
menentukan indeks massa tubuh (IMT). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan status gizi residen pada awal rehabilitasi dan setelah menjalani rehabilitasi. Gambar 3 dijelaskan grafik perubahan berat badan residen pada awal rehabilitasi dan setelah menjalani rehabilitasi. Terjadi peningkatan berat badan pada awal masuk (BB1) dan saat penelitian (BB2). Berat badan residen pada awal masuk berkisar antara 45 kg hingga 88 kg dengan rata-rata 62.4 ± 10.7 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 50 kg hingga 94 kg dengan rata-rata 67.1 ± 10.4. Tinggi badan residen berkisar antara 150 cm hingga 188 cm dengan rata-rata 169.2 ± 7.2.IMT residen pada awal masuk berkisar antara 16.27 hingga 28.09 sedangkan pada saat penelitian berkisar antara 17.6 hingga 29.4 cm.
51
Perubahan Berat Badan Berat (kg) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
BB1 BB2
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 Responden
Gambar 4 Grafik perubahan berat badan residen. Berdasarkan pengkategorian IMT, status gizi residen pada awal masuk 16.4 persen dalam kategori gizi kurang, 50.9 persen gizi baik, 32.7 persen gizi lebih. Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori gizi baik (56.4%), gizi lebih (40.00%),dan gizi kurang (3.6%) (Tabel 27). Hal ini menunjukkan terdapat perubahan status gizi residen pada awal masuk dengan pada saat penelitian. Hasil uji statistik paired sample test menunjukkan bahwa rata-rata nilai status gizi pada awal masuk (21.8 ± 3.4) berbeda nyata dengan rata-rata status gizi pada saat penelitian (23.4 ± 3.2) pada p<0.01. Tabel 27 Status gizi residen. Kategori Status Gizi Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Total Peningkatan
status
gizi
Awal Masuk N % 9 16.4 28 50.9 18 32.7 55 100.0 residen
Penelitian n % 2 3.6 31 56.4 22 40.0 55 100.0
diduga
karena
tidak
adanya
penatalaksanaan diet khusus kepada residen yang menghitung kebutuhan sesuai dengan kondisi residen. Upaya yang dapat dilakukan agar status gizi residen menjadi baik dan tidak terjadi peningkatan terus menerus yaitu dengan lebih memperhatikan kesehatan residen, tingkat ketersediaan makanan, kebutuhan gizi residen, dan peningkatan aktivitas fisik (olahraga) untuk residen yang mengalami kelebihan status gizi. Menurut Weiss et.al (2007) dalam penelitiannya, dikatakan bahwa kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan IMT, yang dimana peningkatan IMT tersebut dapat menurunkan tingkat aktivitas fisik.
52
Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi Hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi dilakukan dengan uji statistik Pearson. Hasil uji menunjukkan terdapat hubungan negatif yang nyata antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi energi maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi energi maka semakin menurun (gizi kurang). Tingkat konsumsi protein dan status gizi memiliki hubungan negatif yang nyata (r = -0.560, p < 0.01). Artinya semakin tinggi konsumsi protein maka status gizi semakin meningkat (obesitas), sebaliknya semakin rendah konsumsi protein maka semakin menrun (gizi kurang). Hal ini terlihat dari residen yang mengurangi konsumsi makan dikarenakan mengalami kegemukan. Selain itu residen yang memiliki status gizi kurang (kurus) akan meningkatkan konsumsi makannya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh status gizi yang baik. Faktor kesehatan juga mempengaruhi status gizi residen. Menurut Khomsan (2004), status gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor makanan dan kesehatan. Masalah gizi tidak hanya dipengaruhi oleh ketidakseimbangan asupan makanan, tetapi juga oleh penyakit menular, misalnya campak, malaria, diare, infeksi pernafasan, dan penyakit keras.Pada penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 43.6 persen residen mempunyai penyakit penyerta antara lain HIV, hepatitis C, TBC, dan diabetes.
53
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki yang sedang menjalani rehabilitasi pada tahap primary. Sebagian besar residen berusia 20-40 tahun (63.6%) yang tergolong sebagai dewasa muda. Tingkat pendidikan residen sebagian besar telah tamat SMA (81.8%). Narkoba yang pernah digunakan residen yaitu putaw, ganja, shabu, extacy, dan heroin. Alasan penggunaan narkoba yang diungkapkan residen sebagian besar pada awalnya coba-coba (43.64%). Residen yang memiliki riwayat penyakit sebanyak 43.64 persen. Jenis penyakit yang diderita yaitu HIV/AIDS, hepatitis C, pnemonia, diabetes, hipertensi, asam urat, alergi, malaria, dan hernia. Pengetahuan gizi residen sebagian besar berada pada kategori sedang (45.5%) dengan rata-rata skor 71.4 Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di UPT T&R BNN adalah
swakelola,
dimana
UPT
T&R
BNN
bertanggung
jawab
untuk
melaksanakan semua kegiatan penyelenggaran makanan. Penyelenggaraan makanan UPT T&R BNN menyajikan makanan untuk sarapan, selingan pagi, makan siang, selingan sore, dan makan malam. Proses perencanaan menu dilakukan oleh koordinator dapur, master koki, dan ahli gizi, yang kemudian disetujui oleh Kepala UPT. Pembagian kerja pegawai dapur terdiri dari juru masak, bagian pemotongan, bagian kebersihan, dan penyimpanan. Pelaksanaan penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan perencanaan, pemesanan dan pembelian,
penerimaan,
penyimpanan
bahan
makanan,
persiapan,
pengolahan/pemasakan, pendistribusian, serta penyajian makanan. Pengawasan penyelenggaraan makanan dilakukan secara internal oleh koordinator dapur, namun belum ada pengawasan secara eksternal. Rata-rata ketersediaan terhadap kebutuhan residen dari dapur telah melebihi kebutuhan residenuntuk energi sebesar 107.73 persen dan untuk protein sebesar 133.89 persen. Rata-rata konsumsi residen sebesar 2531 kkal untuk energi dan 79.19 g untuk protein. Jumlah rata-rata konsumsi terutama adalah beras yaitu 771.56 g atau 1373 kkal. Tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan residen mencapai 93.27 persen sedangkan rtingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan residen dalam sehari telah melebihi kebutuhan yaitu 119 persen. Tingkat konsumsi energi residen terhadap ketersediaan sebesar 86.85 persen, sedangkan tingkat konsumsi protein residen terhadap ketersediaan sebesar 89.61 persen.
54
Sebagian besar residen memiliki tingkat konsumsi energi normal (56.4%). Sebanyak 54.5 persen tingkat konsumsi protein residen dalam tingkatan normal. Terjadi peningkatan berat badan pada awal masuk dan saat penelitian. Status gizi residen pada saat penelitian sebagian besar termasuk dalam kategori gizi baik (63.6%), gizi lebih (32.7%), dan gizi kurang (3.6%). Hasil uji statistik paired sample t test menunjukkan bahwa rata-rata status gizi pada awal masuk (21.8 ± 3.4) berbeda nyata dengan rata-rata status gizi pada saat penelitian (23.4 ± 3.2) pada p<0.01.Hasil uji statistik Pearson menunjukkan terdapat hubungan negatif yang nyata antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi (r = -0.623, p < 0.01) dan tingkat konsumsi protein dengan status gizi (r = -0.560, p < 0.01). Saran Sebaiknya diberikan pendidikan gizi yang lebih intensif agar pengetahuan gizi residen meningkat sehingga residen dapat menerapkannya setelah keluar dari UPT T&R BNN dan diharapkan tidak terjerumus kembali pada narkoba. Penatalaksanaan diet untuk residen dibutuhkan untuk menghitung kebutuhan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kelebihan status gizi setelah residen melakukan rehabilitasi. Perencanaan menu untuk lauk hewani dan snack/ selingan sebaiknya lebih beragam agar residen tidak mengalami kebosanan karena dalam satu bulan frekuensi pemberian dapat mencapai lebih dari 10 kali (Lampiran 6) . Untuk meningkatkan penerimaan makanan sebaiknya juga dilakukan standarisasi resep agar rasa makanan tidak berubah-ubah. Penting juga diberikan pakaian kerja dan pelatihan berkaitan dengan penyelenggaraan makanan dan higienitas serta sanitasi untuk pegawai agar penyelenggaraan makanan menjadi lebih baik. Sehingga jika pengelolaan penyelenggaraan makanan baik maka kualitas makanan akan semakin baik, pemenuhan kebutuhan residen semakin baik, dan akan menjadi bekal atau contoh pada saat residen kembali kepada keluarga. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dilakukan penelitian lanjutan mengenai higienitas dan sanitasi penyelenggaraan makanan, daya terima residen, serta pengaruh non diet terhadap status gizi.
55
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S.2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta: CV Rajawali. Anonim. 2010. Rehabilitasi. http://bnn.go.id [28 Maret2011]. Armina BF. 2008. Gambaran Optimisme Pecandu Narkoba [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Aziza F. 2008. Analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi [Skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masayarakat Dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Clara et.al. 2001. Narkoba: Petunjuk Praktis Bagi Keluarga Untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba. Yogyakarta: Media Pressindo. DBGM (Direktorat Bina Gizi Masyarakat). 1990. Pedoman Pengelolaan Makanan Bagi Pekerja. Jakarta : Depkes RI. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990. Jakarta. _______. 1991. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Ditjen Pelayanan Medik. _______. 1996. Buku Pedoman Petugas Gizi dan Puskesmas. Jakarta: Depkes. _______. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. _______. 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Fadyati AWS. 1988. Pengelolaan Usaha Boga (Catering Management). Jakarta: Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirements. Roma: FAO. Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional Asessment. Second Edition. New York: Oxford University Press. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Kerjasama DepdikbudDirjen Dikti dengan PAU Pangan dan Gizi IPB. Harper LJ, Deaton B.J, Driskel J. A.1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and Agriculture.
56
Hurlock EB. 2001. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Islam NSK, Hossain KJ, Ahmed A, Ahsan M. 2002. Nutritional status of drug addicts undergoing detoxification:prevalence of malnutrition and influence of illicit drugs and lifestyle. http://journals.cambridge.org [06 April 2011]. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. _________, Anwar F, Riyadi H, Sukandar D, Mudjajanto S. 2004. Nutrition Education. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kusharto CM, Saadiyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kristanti EY, Ahniar NF. 2010. Bnn: 3,3 juta penduduk RI pecandu narkoba. http://www.vivanews.com [29 Maret 2011]. Martono LH. 2006. Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba danKeluarganya. Jakarta: Balai Pustaka. Mike.
2011. Recovery from http://www.askmikethecounselor2.com addiction.html[28 Maret 2011].
drug addiction. /recovery-from-drug-
Miller R. 2010. Nutrition in addiction recovery. http://www.mhof.net [28 Maret 2011]. Mukrie et.al. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta: Akademi Gizi, Depkes RI. Riyadi H. 2003. Diktat Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor: Institut Pertanian Bogor. ______. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka. Ryan KM. 2006. Nutrition and exercise in a recovery milieu. Journal of addictive disorders . http://breining.edu [28 Maret 2011]. Santrock JW. 2002. Live Span Development. USA: Mc Graw Hill. Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Supariasa, Bakri, Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Syarief. 1997. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas: Orasi IlmiahGuru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
57
Tarwotjo CS. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: PT. Widiasarana Indonesia.
Gramedia
Uripi V, Yuliati LN, Roedjito D. 1993. Diktat Manajemen Gizi Institusi II. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Weiss D, O’louglin J, Platt R, Paradis . 200 . Five-year predictors of physical activity decline among adults in low-income communities: a prospective study. http://www.ijbnpa.org/content/4/1/2 [2011]. [WHO] World Health Organization. 2004. Appropriate body-mass index for Asian populations and itsimplications for policy and intervention strategies. http://www.who.int/nutrition/publications/bmi_asia_strategies.pdf. [20 Juni 2011]. Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Widayani S. 2004. Anemia Gizi Besi dan Perbaikan Gizi Besi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. WNPG. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.Jakarta.LIPI1. Yuliati LN, Santoso H. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yurliani R. 2007. Gambaran social support pecandu narkoba [skripsi]. Medan: Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
58
LAMPIRAN
60
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama Lengkap: ......................................................................................... A1 2. Tempat/tanggal lahir : ............................................................................... A2 3. Umur : ....................................................................................................... A3 4. Jenis Kelamin : .......................................................................................... A4 5. Alamat asal : ............................................................................................. A5 6. Pendidikan : .............................................................................................. A6 7. Status : ...................................................................................................... A7 8. Jenis narkoba yang pernah digunakan : .................................................... A8 9. Alasan penggunaan narkoba : ................................................................... A9 10. Penyakit yang sedang/pernah diderita: ..................................................... A10 11. Berat Badan: .............................................................................................. A11 12. Tinggi badan: ............................................................................................. A12 B. KONSUMSI PANGAN Kebiasaan makan 1. Berapa kali anda makan dalam sehari?B1 a. 1 kali sehari b. 2kali sehari c. 3kali sehari d. >3 kali sehari 2. Apakah anda biasa sarapan pagi?B2 a. Selalu b. Kadang-kadang
c. Jarang d. Tidak pernah
3. Biasanya makanan apa yang anda makan saat sarapan?B3 a. Mie c. Nasi+lauk pauk b. Roti d. Lainnya, sebutkan … 4. Biasanya minuman apa yang anda minum saat sarapan?B4 a. Susu c. Teh manis b. Air putih d. Lainnya, sebutkan … 5. Bagaimana susunan menu makan siang yang sering anda makan?B5 a. Nasi, sayur b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buah d. Lainnya, sebutkan … 6. Bagaimana susunan menu yang biasa dimakan untuk malam hari?B6 a. Nasi, sayur b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buah d. Lainnya, sebutkan ...
61
7. Apakah anda menyukai makanan yang disediakan dapur penyelenggaraan makanan? B7 a. Ya b. Tidak 8. Apakah anda mengkonsumsi makanan dari luar dapur penyelenggaraan makanan?B8 a. Ya (jika ya lanjut ke pertanyaan 9) b. Tidak (jika tidak lanjut ke pertanyaan 11) 9. Alasan anda mengkonsumsi makanan diluar dari yang telah disediakan pihak penyelenggaraan makanan? (pilih salah satu)B9 a. Rasa lapar b. Diajak teman b. osan dengan makanan yang disajikan c. Lainnya, sebutkan … 10. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi diluar dari yang telah disediakan pihak penyelenggaraan makanan?B10 a. Mie ayam c. Batagor b. Gorengan d. lainnya, sebutkan … 11. Berapa jumlah air putih yang kamu minum setiap harinya?B11 a. <5 gelas c. 5 gelas b. 8 gelas d. >8 gelas 12. Apakah anda mengkonsumsi suplemen (vitamin)? a. Ya (sebutkan.................... b. Tidak C. PENGETAHUAN GIZI
C1
C2
C3
C4
Manakah dari zat-zat gizi berikut yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh? a. Lemak c. Karbohidrat b. Protein d. Tidak tahu Contoh pangan yang banyak mengandung karbohidrat adalah a.ubi, kentang, daging b. Nasi, singkong, jagung c. daging, telur, susu d. Tidak tahu Kelompok bahan makanan apakah yang banyak mengandung zat gizi protein nabati? a.kacang-kacangan b.daging, ikan, telur c. bayam, pepaya, telur, susu d. Tidak tahu Contoh pangan yang tinggi lemak adalah a. Susu, ikan, putih telur b. Mentega, putih telur, ikan c. susu, mentega, kuning telur d. Tidak tahu
62
C5
C6
C7
C8
C9
C10
C11
C12
C13
C14
Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari: a. Karbohidrat, lemak,protein, vitamin, dan mineral b. Karbohidrat dan protein c. vitamin d. Tidak tahu Fungsi utama protein dalam tubuh adalah a. Sumber energi utama b. Mengganti jaringan tubuh yang rusak c. Menjaga kesehatan mata d. Tidak tahu Pangan yang tergolong sumber vitamin antara lain a. Nasi, roti, kentang, ketela pohon b. Ikan, telur, tempe, tahu c. sayuran dan buah-buahan d. Tidak tahu Makanan yang dikonsumsi harus bergizi dan... a. Mahal harganya b. Banyak mengandung lemak c. beraneka ragam d. Tidak tahu Sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin? a. A b. B c. D d. Tidak tahu Fungsi kalsium dan fosfor antara lain a. Agar tubuh kuat b. Mencegah anemia c. Pembentukan tulang dan gigi d. Tidak tahu Sumber kalsium dan fosfor adalah a. Bayam dan kangkung b. Keju dan susu c. daging dan ikan d. Tidak tahu Anjuran mengkonsumsi garam beryodium mencegah penyakit? a. Sariawan b. Gondok c. Rabun d. Tidak tahu Sumber zat besi pada makanan a. Nasi, singkong b. Daging, telur c. buah-buahan d. Tidak tahu Buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C adalah a. Jeruk
63
C15
C16
C17
C18
C19
C20
b. Alpukat c. jambu biji d. Tidak tahu Kekurangan vitamin C menyebabkan penyakit? a. rabun b. Sariawan c. anemia d. Tidak tahu Kekurangan vitamin A menyebabkan penyakit? a. Sariawan b. Rabun c. anemia d. Tidak tahu Makanan yang banyak mengandung serat adalah a. Daging b. Telur c. buah dan sayur d. Tidak tahu Berapa banyak air sebaiknya diminum dalam sehari? a. 5 gelas b. 7 gelas c. 8 gelas d. Tidak tahu Kandungan gizi yang banyak terdapat pada minyak goreng adalah... a. Karbohidrat b. Protein c. lemak d. Tidak tahu Konsumsi yang berlebihan akan disimpan dalam bentuk: a. Tenaga c. lemak b. Energi d. Tidak tahu
64
D. DATA KONSUMSI PANGAN (Recall 2x24 jam) Petunjuk pengisian Data konsumsi pangan dalam satu hari ini dilakukan dua kali. Kolom yang diisi adalah kolom URT (Ukuran Rumah Tangga)pada nama makanan yang anda makan, dan asal. Kolom gram tidak perlu diisi. Untuk selingan diisi pada nama makanan yang anda makan (pilih salah satu). Jika anda anda tidak mengkonsumsi makanan dari kitchen atau dapur penyelenggaraan makanan atau mengkonsumsi makanan dari luar isi nama makanan dan URT pada kolom yang kosong. Contoh Pengisian Waktu
Nama Makanan
Jumlah yang dimakan URT (ukuran) Gram 1 prg 1 btr 1 gls
Asal Dapur Dapur Dapur
Pagi
Nasi Telur ceplok Teh manis
Selingan
Donat keju* Roti tiga rasa*
1 bh
Dapur
Siang
Soto ayam
1 mangkok
Dapur
Selingan
Kue bolu* Agar-agar*
1 ptg
Dapur
Nasi Tumis kangkung Ikan bawal bakar
1 prg 2 sdm 1 ekor sedang
Dapur Dapur Dapur
Malam
Keterangan: * : pilih makanan yang dimakan Bh : buah gls Bks : bungkus Ptg Btr : butir Bj
: gelas : potong : biji
Sdm Sdt Prg
: sendok makan : sendok teh : piring
65
Hari Pertama (.../.../2011) E1
E2
Waktu
Nama makanan
Pagi
Snack/ selingan
Siang
Snack/ selingan
Malam
E4 Jumlah yang dimakan URT gram
E5 Asal
66
Hari Kedua (.../.../2011) Waktu
Nama makanan
Jumlah yang dimakan URT gram
Asal
Pagi
Snack/ selingan
Siang
Snack/ selingan
Malam
---Terima kasih atas kerjasama dan partisipasinya---
67
KUESIONER PENELITIAN 1. Nama pimpinan dapur/ penyelenggara makanan : 2. Pendidikan terakhir pimpinan? 3. Berapa porsi dapur menyediakan makanan setiap hari? 4. Siapa saja yang mendapatkan pelayanan pemberian makanan? 5. Apakah penyelenggaraan makanan Unitra BNN telah memiliki sertifikat? 6. Bagaimana struktur organisasinya? 7. Berapa jumlah karyawan yang bekerja? a. Chef/koki/tukang masak : ........ orang b. Bagian pembelian : .......... orang c. Bagian penyimpanan/gudang : ............ orang d. Lain-lain : ......... orang 8. Apa pendidikan terakhir karyawan? 9. Apakah ada persyaratan untuk menjadi karyawan yang berhubungan dengan kebersihan dan kesehatan? 10. Apa tata tertib yang harus dipatuhi oleh karyawan? 11. Apakah karyawan diberikan pengarahan sebelum berkerja mengenai kebersihan dan kesehatan? 12. Apakah tenaga pengolah makanan dalam keadaan sehat? 13. Apakah tenaga pengolah makanan tidak mengidap penyakit menular? 14. Apakah selama proses pengolahan, pengolah makanan dilarang untuk: a. Merokok b. Makan atau mengunyah c. Memakai perhiasan d. Menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya 15. Apakah selama proses pengolahan, pengolah makanan selalu: a. Mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil b. Memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar c. Memakai pakaian kerja yang bersih dan tidak dipakai di luar tempat jasa boga 16. Bagaimana alur/ proses pengolahan makanan dimulai dari perencanaan menu hingga penyajian makanan? 17. Kapan pembelian bahan makanan/baku dilakukan?
68
18. Siapa yang membeli bahan baku? 19. Dimana tempat membeli bahan baku? 20. Apakah dapur memiliki standar untuk bahan baku yang dibeli? 21. Apakah dapur memiliki gudang penyimpanan bahan baku dan apa saja yang ada di dalamnya? 22. Bagaimana proses penerimaan dan penyimpanan bahan baku? 23. Siapakah yang merencanakan menu? 24. Bagaimana standar porsi yang digunakan? 25. Apakah karyawan memiliki pakaian khusus kerja? 26. Apa saja alat pelindung diri yang digunakan karyawan pada saat bekerja, terutama saat menjamah makanan? 27. Apakah yang anda gunakan untuk mencuci alat masak dan alat makan? 28. Bagaimana proses pengolahan bahan makanan? 29. Bagaimana proses pendistribusian makanan jadi? 30. Apa jenis alat makan yang digunakan untuk penyajian makanan? 31. Apakah ada pengawasan dan pengendalian kegiatan pelayanan penyelenggaraan makanan? Berupa apa? 32. Apakah pernah ada pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan? 33. Apakah karyawan pernah mengikuti pelatihan tentang sanitasi dan hygiene? 34. Berapakah jumlah tempat sampah yang tersedia di dapur? 35. Apakah ada pembasmian terhadap serangga, tikus, kecoa, atau binatang lainnya (pest control)? 36. Apakah ada pengolahan limbah dan bagaimana prosesnya? 37. Apakah kondisi dapur tempat kegiatan pengolahan makanan berlangsung bersih? 38. Apakah dapur memiliki ventilasi yang cukup? 39. Apakah dapur memiliki luas yang cukup? 40. Apakah terdapat kamar ganti dan kamar mandi untuk karyawan? 41. Apakah peralatan dapur yang digunakan dalam keadaan bersih? 42. Apakah peralatan dapur yang digunakan aman (tidak menimbulkan racun bila bersentuhan dengan bahan makanan)? 43. Apakah peralatan dapur yang digunakan untuk mengolah bahan pangan yang mentah dibedakan dengan bahan pangan yang sudah matang?
69
44. Apakah pada saat pengolahan bahan pangan mentah dipisahkan dengan bahan pangan yang sudah matang? 45. Apakah terdapat sumber air yang cukup dan bersih untuk proses pengolahan makanan? 46. Apakah pada saat pengolahan bahan pangan dicuci dengan air bersih yang mengalir? 47. Apakah bahan pangan diletakkan pada permukaan yang aman dan bersih (tidak langung kontak dengan tanah/lantai)? 48. Apakah bahan pangan yang digunakan dalam keadaan segar?
70
Lampiran 2 Hasil uji statistik paired samples test status gizi residen.
M Mean
Pair 1
td. Devia tion
P I MT1 1.6027 .4877 IMT2 3E0 7
Paired Samples Test Paired Differences S S 95% td. Confidence Interval of Error the Difference Mean Lower Upper 1 . -2.00493 -1.20053 20061
t t
Correlations TKE IMT2 Pearson Correlation 1 -.641** TKE Sig. (2-tailed) .000 N 55 55 ** Pearson Correlation -.641 1 IMT2 Sig. (2-tailed) .000 N 55 55 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4 Hasil uji korelasi Pearson TKP dengan status gizi. Correlations IMT2 1
TKP
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
55 -.574**
IMT2
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
df -
7.9892 1E0
Lampiran 3 Hasil uji korelasi Pearson TKE dengan status gizi.
TKP
d
-.574** .000 55 1
.000 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
55
S Sig. (2tailed)
5 .40000 E1
. 00000
71
Lampiran 5 Dokumentasi
Gedung utama UPT T&R BNN
Gedung Therapeutic Community (TC)
Proses pengambilan data
Proses pengambilan data
Chiller dan Freezer
Peralatan masak
72
Peralatan masak
Peralatan masak
Peralatan masak
Gudang
Gudang
Tempat pencucian
73
Keadaan dapur
Keadaan dapur
Kotak P3K
Sumber air
74
Lampiran 6 Contoh Siklus Menu Kerangka menu
Satuan Penukar
Makan Pagi Nasi Telur mata sapi Tumis wortel jagung
buncis
Tahu goreng Teh manis Snack pagi Puding Brownies Jeruk Makan siang Nasi Ayam goreng Tempe goreng Sayur sop Pisang Snack sore Bubur kacang hijau Roti Melon Makan malam Nasi Ikan goreng Keripik tempe Tumis kangkung Total Tang -gal
1 11 21
Makan pagi
Snack pagi
Gram
1 1 0.5
300
Protein (g)
50
525 95 25
12 10 1.5
0,25 0.25 1
25 25 100 200
12.5 12.5 80 50
0.75 0.75 6
1 1 0.5
50 40 50
50 175 50
1 1 1 1 1
300 50 50 100 50
525 95 80 50 50
12 10 6 3
0.5 1 1
50 100 100
40 175 50
3 4
1 1 1 1
300 50 50 100
525 95 80 50 2857
12 10 6 3 105
Makan siang
Snack sore
4
Makan malam
ayam goreng
Bubur kacang hijau Roti
Ikan goreng
tempe goreng
melon
Keripik tempe
Nasi putih
Puding
Nasi putih
Telur mata sapi Tumis wortel+buncis+ jagung Tahu goreng
brownies tahu isi
Teh manis
Energi (kkal)
Nasi putih
Sayur sop
Tumis kangkung
Sambal
Teh manis
Buah
2 12 22
Nasi putih
Nagasari
Nasi putih
pisang
Nasi putih
Opor ayam
Jus Jeruk
Pepes tenggiri
Udang tepung
tempe goreng
Kacang telor
tumis tempe
Lemper Martabak Telur
Teh manis
Pergedel tahu
Bening bayam
Cah sawi+jagung
Buah
Sambal
75
Tang -gal
Makan pagi
Snack pagi
Makan siang
Snack sore
Makan malam Teh manis
3 13 23
4 14 24
Nasi goreng
Kolak ubi
Nasi putih
Kue sus
Nasi putih
Chicken nugget
Semangka Bakwan sayur
tahu isi
Timun
Daging rendang Lalap daun singkong Tahu tepung
Telur balado Tumis kacang panjang+toge Tempe goreng
Sambal
Sambal
Teh manis
Buah
Kerupuk
Jeruk
Teh manis
Nasi putih
Donat
Nasi putih
Kue mangkok
Nasi putih
Ikan asam manis
Es kacang merah
ayam bakar
jus jambu
Fuyung hai
Tempe goreng
melon
perkedel kentang
Kacang bogor
Tahu tepung
Tumis buncis+wortel Teh manis
Sayur asem
Capcay
Sambal
Teh manis
Buah
5 15 25
Nasi uduk
Roti bakar
Semur Telor
Susu
Oreg Tempe
pisang
Nasi putih Ikan teri bumbu merah Gulai daun singkong
Teh manis
6 16 26
Kue khamir
Nasi putih
es cincau
Rolade daging
tahu isi
Oreg Tempe
Buah
Nasi putih
lemper
Nasi putih
Empal daging
Gandasari
Soto ayam
Tempe goreng
semangka
tempe sambal ijo
Tumis labu+jagung
Teh manis Bolu pelangi Puding pepaya kacang
Buah
Teh manis
7 17 27
Nasi goreng Sosis goreng mentega Lalap ketimun, tomat Kerupuk
Nasi putih cumi goreng Terong balado Sop kacang merah Teh manis
putu ayu
Nasi putih
Combro
Nasi putih
susu
Semur telur
Es cendol
Tongseng daging
Es buah
Semur tahu
Martabak Telur
Gudeg nangka
rempeyek kacang tanah Tumis buncis
Sambal
Teh manis
Teh manis
Buah Nasi putih Udang balado 8 18 28
Tumis bayam+jagung Tempe tepung
Roti Bubur kacang hijau
Nasi putih
Misro
Nasi putih
Ayam rica-rica
Tahu isi
Ikan lele
Jeruk
tahu bacem
Apel
Tumis jamur
Teh manis
cah brokoli+wortel
Tahu goreng
Buah
Sambal Teh manis
9 19
Ketupat
Roti goreng sosis
Nasi putih
Kue Talam
Nasi putih
76
Tang -gal 29
Makan pagi
Snack pagi
Opor telur
Es buah
Sambal goreng kentang
Kacang goreng
Kerupuk
rolade daging asam manis Sup oyong+tahu+soun +baso Oreg tempe
Teh manis
Buah
Nasi putih 10 20 30
Makan siang
Teri goreng Tempe bumbu bali
Roti keju Kolak pisang, Kacang
Teh manis
Snack sore
Makan malam
Agar-agar
ayam bumbu bali
Bakwan sayur
Tumis kangkung Perkedel tahu Teh manis
Nasi putih
Kue Ku
pepes ikan
Jus jambu,
tahu tepung
Tahu isi
sambal
Nasi putih ati ampela bumbu rujak Pepes tahu Teh manis
Buah 31
31
Nasi putih
Risoles
Nasi putih
Burger
Nasi putih
Abon
Jeruk
Semur daging
es cincau
Ikan bawal goreng
Perkedel tahu
Kacang
Tempe goreng
Pisang
Sayur sop
Teh manis
Buah
Teh manis