Penyebab Kegagalan ASEAN dalam Penyusunan Code of Conduct Sengketa Laut Cina Selatan Selama Periode 2002-2012 Anak Agung Mia Intentilia1), D.A. Wiwik Dharmiasih2), A. A. Bagus Surya Widya Nugraha3) 1,2,3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT This research aims to describe the causes of ASEAN’s failure in making the Code of Conduct for South China Sea dispute during the period of 2002-2012 by using the concept of international organization’s weaknesses and influence of external actor. The abovementioned dispute involves four ASEAN member states; there are Vietnam, The Philippines, Malaysia, Brunei Darussalam and China, which is not an ASEAN member state. This research perceives that the failure of ASEAN in making Code of Conduct is influenced by internal and external factors. By using qualitative method, the author found that there are three internal factors that challenge ASEAN, namely different national interest among member states, decision-making process based on consensus, and weak dispute settlement mechanism. The external factors are economic relations between ASEAN and China, China’s persuasion efforts to ASEAN, and China’s ability to prevail strategy towards Cambodia. Keywords: South China Sea Dispute, ASEAN, China, Code of Conduct
Selatan
1. PENDAHULUAN Association of the Southeast Asian Nations
(ASEAN)
adalah
sebuah
organisasi regional yang terdiri dari 10 negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Agustus
ASEAN 1967
terbentuk
yang
ditandai
pada
8
dengan
penandatanganan Deklarasi Bangkok oleh lima negara pendiri. Tujuan didirikannya ASEAN
adalah
mempercepat
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, pengembangan
budaya,
menjaga
perdamaian, dan stabilitas (Mukim, 2005). Salah
satu
wilayah
yang
berbatasan
langsung dengan ASEAN, yaitu wilayah Laut
Cina
Selatan,
memiliki
potensi
kekayaan alam berupa minyak dan gas alam yang sangat besar. Laut Cina
1
merupakan
salah
satu
jalur
perdagangan terpenting di dunia dan secara
geopolitik
letaknya
sangat
strategis. Empat negara anggota ASEAN, yaitu Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darusalam berupaya mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan karena memiliki potensi kekayaan alam yang besar. Keempat negara anggota ASEAN ini menggunakan dasar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di wilayah Laut Cina Selatan sesuai yang tertulis dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Wilayah yang diklaim tersebut tumpang tindih dengan klaim Cina pada tahun 1946 yang menggunakan nine dash line berupa peta historis kuno sebagai dasar klaimnya
(Tonnesson, 2001). Sebagai organisasi di
kalinya selama sejarah berdirinya ASEAN.
kawasan Asia Tenggara, ASEAN merasa
Kegagalan ini menunjukkan kesepakatan
ikut
untuk
dalam penyusunan COC sangatlah sulit
berperan aktif menyelesaikan sengketa
dicapai, meskipun telah melalui proses
yang melibatkan keamanan wilayah dan
yang panjang selama 10 tahun dengan
negara-negara anggotanya. Hal ini sejalan
berbagai upaya diplomasi. Berdasarkan
dengan tujuan ASEAN, yaitu menjaga
latar belakang tersebut, maka dirumuskan
keamanan wilayah Asia Tenggara dari
sebuah masalah yang menarik untuk dikaji
pengaruh kekuatan luar. Tujuan ini juga
yaitu apa penyebab kegagalan ASEAN
tercantum dalam salah satu dokumen
menyusun
ASEAN yaitu The Treaty of Amity and
sengketa
Cooperation (TAC).
periode 2002-2012. Periode penelitian
memiliki
tanggung
jawab
Code Laut
of Cina
Conduct
dalam
Selatan
selama
Pada tahun 2002, ASEAN melakukan
dibatasi selama dari tahun 2002 sampai
negosiasi dengan Cina dan menghasilkan
2012 karena 2002 merupakan tahun DOC
Declaration on the Conduct of Parties in
disahkan
the
South
China
Sea
dan
didalamnya
memuat
(DOC).
DOC
pernyataan untuk segera membuat COC.
yang
cukup
Tahun 2012 menjadi kegagalan ASEAN
dari
dalam penyusunan COC bahkan untuk
negosiasi ASEAN dan Cina, walaupun
pertama kalinya ASEAN tidak memperoleh
(non-binding).
konsensus dalam 45th ASEAN Ministerial
merupakan penting
bersifat
kesepakatan
yang
tidak
Deklarasi
berhasil
dicapai
mengikat
ini
menyepakati
urgensi
Meeting.
penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan dengan cara damai dan penyusunan Code of Conduct (COC) sebagai langkah positif berikutnya.
COC
adalah
seperangkat
aturan yang bersifat formal dan mengikat secara hukum (binding). Penyusunan COC sangatlah
krusial
karena
berisikan
kesepakatan-kesepakatan yang mengatur secara legal pedoman dalam mengatasi klaim sengketa Laut Cina Selatan. Meskipun rencana penyusunan COC telah dicetuskan dalam DOC sejak tahun 2002, negosiasi ASEAN dan Cina belum mampu
menghasilkan
COC.
Bahkan
dalam 45th ASEAN Ministerial Meeting (AMM) tahun 2012, kegagalan negosiasi dalam penyusunan COC membuat ASEAN tidak mencapai konsensus untuk pertama
2
2. KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pertama adalah tulisan karya Vincent Wei-cheng Wang tahun 2014 yang berjudul ASEAN and Recent Tensions in the South China Sea. Tulisan Wang
(2014)
ketegangan
melihat
di
Laut
meningkatnya Cina
Selatan
disebabkan oleh kurangnya pengalaman ASEAN dalam penyelesaian sengketa dan manajemen konflik. Hal ini disebabkan ASEAN tidak mendesain fungsi dari High Council
dalam
Treaty
of
Amity
and
Cooperation dengan efektif sehingga tidak dapat digunakan dengan maksimal. Dalam tulisannya,
Wang
kepemimpinan
(2014)
menyatakan
dalam
ASEAN
kebijakan
Accession and the South China Sea
penyelesaian
Disputes menggambarkan perbandingan
sengketa Laut Cina Selatan. Konflik dari
respons yang diberikan ASEAN ketika
kepentingan
negara
menghadapi dua kasus yang dipengaruhi
anggota ASEAN terlihat ketika Filipina
oleh aktor eksternal. Kasus pertama terjadi
menyatakan protes kepada Kamboja yang
pada pertengahan tahun 1990an saat
dianggap
mengatasi
ASEAN menghadapi dilema apakah akan
sengketa Laut Cina Selatan ketika menjadi
menerima Myanmar yang saat itu dikuasai
Chair
Filipina
pemerintahan otoriter militer Junta untuk
nasionalnya
masuk sebagai negara anggota ASEAN.
mempengaruhi yang
pengambilan
berkaitan
dengan
nasional
tidak
mampu
ASEAN.
menyatakan akan
antar
Presiden
kepentingan
dipertahankan
sebagai
sebuah
negara yang berdaulat.
Keputusan
ASEAN
saat
itu
sangat
dipengaruhi oleh tekanan dari Amerika
Penjelasan Wang (2014) mengenai
Serikat
dan
Uni
Eropa
yang
tidak
konflik kepentingan antar negara anggota
menyetujui
ASEAN
negara anggota ASEAN karena situasi
dalam
upaya
penyelesaian
sengketa Laut Cina Selatan memberikan
politik
gambaran untuk mendukung penelitian ini
demokratis.
mengenai
faktor
penyebab
kegagalan
Myanmar
domestik
masuk
yang
sebagai
dianggap
tidak
Tekanan dari pihak eksternal tidak
penyusunan Code of Conduct. Penelitian
membuat
ini juga melihat bahwa power negara
sebagai negara anggota. Pada tahun 1997
anggota yang lebih besar dari power
ASEAN
organisasi internasional. Power negara
penundaan kerja sama ekonomi dengan
yang lebih besar disebabkan adanya
Uni
kedaulatan
Myanmar
yang
digunakan
untuk
ASEAN
menolak
menghadapi
Eropa
karena sebagai
Myanmar
konsekuensi
telah
menerima
negara
anggota.
mencapai kepentingan nasional. Penelitian
Menurut
Wang hanya melihat faktor internal dari
menunjukkan meskipun terdapat tekanan
ASEAN
dari
saja
sebagai
penyebab
Rotolo
pihak
(2013),
eksternal,
hal
tersebut
ASEAN
tidak
meningkatnya ketegangan di Laut Cina
terpecah satu sama lain, tetapi justru bisa
Selatan, tetapi tidak berfokus pada upaya
maju bersama dan mendorong kedepan
penyusunan Code of Conduct dan tidak
pandangan mereka tentang bagaimana
melihat pengaruh faktor-faktor eksternal.
menyikapi keanggotaan Myanmar. ASEAN
Kajian pustaka kedua yang penulis
berhasil menyatukan posisi dan bersedia
gunakan dalam penelitian ini memberikan
menghadapi konsekuensi dengan pihak
kontribusi untuk melihat bagaimana aktor
eksternal.
eksternal dapat mempengaruhi keputusan
membandingkan
sebuah organisasi internasional. Tulisan
sengketa Laut Cina Selatan. Negara-
milik Timothy Rotolo (2013) yang berjudul
negara
The
memiliki
Effectiveness
of
ASEAN
under
External Pressure: Cases of Myanmar's
3
Rotolo
(2013) kasus
anggota common
ASEAN
kemudian
ini
juga
position
dengan
tidak karena
kepentingan negara yang berbeda-beda.
Pihak eksternal dalam sengketa ini adalah
menggunakan
data
Cina, yang memiliki pengaruh signifikan
diperoleh
berbagai literatur
dalam bidang ekonomi.
penelitian terdahulu seperti buku, jurnal
dari
sekunder
yang hasil
Tulisan milik Rotolo (2013) memberikan
ilmiah, situs resmi ASEAN, pemberitaan
kontribusi pada penelitian ini untuk melihat
media massa, maupun dokumen-dokumen
bagaimana
dapat
lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
keputusan
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam organisasi internasional. Rotolo
adalah metode penelitian kepustakaan
berfokus
dengan
(library research) yaitu dengan membaca
kasus keanggotaan Myanmar di ASEAN
literatur yang diperoleh dari media cetak
pada tahun 1997 dengan Amerika Serikat
maupuan elektronik mengenai sengketa
dan Uni Eropa sebagai aktor eksternal.
Laut Cina Selatan.
pihak
mempengaruhi
eksternal
pengambilan
pada
perbandingan
Rotolo berargumen bahwa jika ASEAN terus berada dalam posisi yang tidak bersatu, ASEAN tidak akan bisa menahan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat
beberapa
alasan
negara-
pengaruh eksternal dari negara-negara
negara
yang memiliki power lebih besar. Jika
wilayah di Laut Cina Selatan. Tulisan milik
ASEAN
Severino (2010) menyatakan klaim terkuat
tidak
melindungi
bisa
mendukung
kedaulatan
anggotanya, kehilangan
negara tujuan
dan
negara-negara anggota
bergabung
akan dalam
diajukan
anggota
oleh
ASEAN
Vietnam
mengklaim
dan
Filipina.
Vietnam mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan
khususnya
Zona
Ekonomi
organisasi tersebut. Kurangnya komitmen
Eksklusif yang didasarkan pada adanya
dari negara anggota terhadap organisasi
bukti
akan memperlemah organisasi tersebut
penggunaan,
mencapai tujuannya.
Vietnam menyatakan pada Konferensi
berupa
aktivitas dan
okupasi
pencarian, wilayah.
Perdamaian San Francisco tahun 1951,
3. METODELOGI PENELITIAN
negaranya telah mengklaim wilayah di
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif
penggunaan
kualitatif
kata-kata
atau
Kepulauan Spratly dan Paracel tanpa ada
melalui
pihak lain yang keberatan. Namun, di
kalimat
tahun
1974
tentara
Komunis
Cina
terhadap suatu studi kasus tertentu untuk
mengambil alih setengah dari Kepulauan
mendapatkan gambaran hasil penelitian
Paracel dari tentara Vietnam Selatan.
yang akan diteliti (Moleong, 2007). Dengan
Selain Vietnam, Filipina juga memiliki
menggunakan metode tersebut, penelitian
klaim yang tumpang tindih dengan Cina di
ini
penyebab
Laut Cina Selatan. Pada bulan Juni 1978,
kegagalan ASEAN dalam penyusunan
Presiden Filipina Ferdinand E. Marcos
Code of Conduct dalam Sengketa Laut
mengeluarkan dekrit presiden yang secara
Cina Selatan selama periode 2002-2012.
resmi
Sumber
beberapa pulau di wilayah Kepulauan
menggambarkan
data
dalam
apa
penelitian
ini
4
menyatakan
klaim
terhadap
Spratly sampai di wilayah barat Pulau
zona penangkapan ikan eksklusif milik
Palawan dan menggabungkannya sebagai
negaranya dan wilayah Karang Louisa
wilayah
(Louisa Reef).
Provinsi
didasarkan
Palawan.
pada
Klaim
koordinat
ini
yang
Selain keempat negara di atas, ada
ditemukan oleh sebuah grup dari Filipina
satu
yang dipimpin oleh seorang ahli maritim
negara
Tomas Cloma. Cloma menyebut wilayah di
mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan,
Kepulauan
sebagai
yaitu Cina. Cina mengklaim wilayah di Laut
“Freedomland” dan kemudian diklaim oleh
Cina Selatan berdasarkan peta yang
Pemerintah Filipina. Ketika bersengketa
dimilikinya pada tahun 1947 yang disebut
dengan Cina, Filipina mengusulkan untuk
dengan nine dash line. Peta tersebut juga
menggunakan mekanisme penyelesaian di
mengklaim wilayah kepulauan Paracel dan
bawah UNCLOS. Namun Cina menolak
Spratly
hal tersebut.
(2016) menyatakan pada tahun 2014, Cina
Spratly
tersebut
Malaysia dan Brunei Darussalam juga
negara
yang
anggota
sebagai
mengeluarkan
bukan
ASEAN
milik
klaim
merupakan yang
Cina.
juga
Rustandi
historis
yang
mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan.
menyatakan kepemilikan terhadap wilayah
Malaysia mengklaim wilayah di Laut Cina
di Laut Cina Selatan yang dirilis oleh
Selatan yang dianggap masuk dalam
pemerintah Cina melalui “Position Paper
batas Zona Ekonomi Eksklusif negaranya.
on a Matter of Jurisdiction in the South
Dasar klaim Malaysia adalah kedekatan
China
geografis, alasan-alasan keamanan, dan
menyatakan
hak-hak
ZEE
dilakukan Cina di wilayah Laut Cina
sepanjang 200 mil. Dibanding dengan
Selatan telah dimulai sejak 2000 tahun
Vietnam
Malaysia
yang lalu. Cina adalah negara pertama
merupakan klaim yang lemah. Malaysia
yang menemukan, memberi nama, dan
adalah aktor baru dalam perebutan klaim
mengeksplorasi sumber daya yang ada di
di Kepulauan Spratly, karena klaim negara
wilayah Laut Cina Selatan serta secara
itu baru muncul pada bulan Desember
berkelanjutan mengembangkan sovereign
tahun 1979 ketika Malaysia menerbitkan
power di wilayah tersebut.
berdaulat
dan
negara
Filipina,
atas
klaim
sebuah peta laut yang di dalamnya memasukkan
beberapa
Arbitration” bahwa
aktivitas
dengan yang
Dalam UNCLOS, diatur batas-batas
dalam
maritim sebuah negara yaitu laut territorial
gugusan Spratly termasuk dalam landas
(12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut),
kontinen Malaysia (Agoes, 1993). Brunei
zona ekonomi eksklusif (200 mil laut), dan
Darussalam memiliki klaim yang sama
landas kontinen (lebih dari 200 mil laut).
dengan Malaysia, yaitu wilayah di Laut
Batas-batas maritim ini diukur dari garis
Cina Selatan yang dianggap masuk dalam
pangkal berupa garis pantai ketika air
batas Zona Ekonomi Eksklusif negaranya.
surut atau bisa juga berupa garis lurus
Brunei
menekankan
yang menghubungkan titik paling tepi
wilayah perairan yang dianggap sebagai
pulau-pulau terluar. Jika batas maritim
Darussalam
lebih
pulau
Sea
5
suatu
negara
batas
negara-negara anggota ASEAN dan Cina
maritim negara lain maka perlu dilakukan
menandatangani DOC yang merupakan
pembagian laut yang dikenal dengan
pernyataan politik tidak mengikat (non-
istilah delimitasi atau penetapan batas
binding
maritim. Permasalahan yang kemudian
sebuah bentuk kompromi. Dokumen ini
muncul adalah hukum yang mengatur
berisi empat cara yang disepakati untuk
delimitasi
secara
membangun kepercayan antar pihak (trust
penetapan
and confidence building measures) dan
spesifik garis,
bertemu
batas
maritim
mengatur hanya
dengan
tidak
metode
disebutkan
proses
ini
dilakukan untuk mencapai “solusi yang adil”. Delimitasi batas maritim ini dapat
lima
political
statement)
kegiatan
sebagai
kerjasama
sukarela
(voluntary cooperation activities). Awal mula munculnya gagasan untuk
melalui
menyusun Code of Conduct (COC) dimulai
negosiasi, mediasi, arbitrasi, atau melalui
sejak tahun 1995 ketika Cina mengokupasi
pengadilan internasional (Arsana, 2009).
Mischief Reef yang diklaim oleh Filipina.
Sengketa
dapat
Severino (2010) menyebutkan sejak saat
dipahami dengan mengacu pada konsep
itu, para Menteri Luar Negeri di ASEAN
delimitasi batas maritim dan berpedoman
menyatakan kekhawatiran yang serius dan
pada UNCLOS.
mengajak
dilakukan
secara
Laut
Melihat
bilateral
Cina
adanya
Selatan
sengketa
yang
pihak-pihak
terkait
untuk
menghentikan tindakan yang berpotensi
melibatkan negara anggota dan terjadi di
menurunkan
dalam kawasan Asia Tenggara, ASEAN
kawasan. Kekhawatiran ini ditindaklanjuti
sebagai organisasi regional melakukan
oleh
berbagai
upaya
pembuatan COC dan meminta dukungan
penyelesaian sengketa. Upaya diplomasi
negara anggota ASEAN lainnya. Meskipun
ASEAN untuk mencari solusi terhadap
COC belum disepakati, ASEAN dan Cina
sengketa Laut Cina Selatan telah dimulai
mencapai kesepakatan dalam penyusunan
sejak tahun 1992, ketika negara-negara
Declaration on the Conduct of Parties in
anggota
the South China Sea (DOC) pada tahun
diplomasi
ASEAN
sebagai
menyepakati
ASEAN
Declaration on the South China Sea
Filipina
stabilitas
dengan
keamanan
mengusulkan
2002.
sebagai renspons atas klaim Cina yang
Pada bulan Januari 2012, Filipina
disebutkan dalam Law on the Territorial
mengajukan draf COC informal yang diberi
Sea and the Contiguous Zone of the
nama Philipines Draft Code of Conduct
People’s Republic of China. Pada tahun
yang terdiri dari 10 Pasal. Draf yang
2002, negara-negara ASEAN dan Cina
diusulkan
menyepakati Declaration on the Conduct
disepakati dan menimbulkan perdebatan
of Parties in the South China Sea (DOC)
antar
untuk membangun kerjasama sebagai
(Thayer,
cara mencegah konflik. Thayer (2013)
berlanjut hingga bulan Juli tahun 2012
menyatakan
dalam
pada
November
2002,
6
Filipina
ini
negara-negara 2012).
ASEAN
tidak
anggota
Perdebatan Ministerial
langsung
ASEAN ini
terus
Meeting
di
Phnom Penh. ASEAN gagal menyusun
undertakings yang terdiri dari beberapa
joint communiqué untuk pertama kalinya
komitmen,
sejak organisasi ini berdiri pada tahun
kepercayaan, kebebasan navigasi dan
1967 karena tidak adanya kesepakatan
penerbangan, resolusi untuk sengketa
antara Kamboja sebagai ASEAN Chair
territorial dan yurisdiksional melalui cara-
dengan Filipina dan Vietnam (Thayer,
cara damai tanpa adanya penggunaan
2013).
senjata, dan menahan diri untuk tidak
Kepemimpinan
seperti
membangun
di
ASEAN
juga
melakukan
upaya
diplomasi
yang
meningkatkan eskalasi konflik. Draf ini
dalam
juga menambahkan tiga poin penting yaitu
Piagam ASEAN, Chairmanship dirotasi
menghargai aturan yang termasuk dalam
setiap tahun, berdasarkan urutan alfabet
Zona
dari nama masing-masing negara anggota.
menghargai aturan-aturan dalam Code of
ASEAN Chair akan bertugas memimpin
Conduct jika nantinya telah disahkan, dan
pertemuan-pertemuan penting di ASEAN,
mengajak
mempengaruhi dilakukan.
seperti
Menurut
Pasal
31
Summit,
ASEAN
ASEAN
Coordinating Council, the three ASEAN
hal-hal
Ekonomi
yang
berpotensi
Eksklusif
negara-negara
(ZEE),
lain
untuk
menghargai Code of Conduct ini. Terdapat dua faktor yang menjadi
Community Councils, ASEAN Sectoral
penyebab
Ministeial Bodies, serta Committee of
penyusunan Code of Conduct sengketa
Permanent Representatives. Tahun 2002,
Laut Cina Selatan, yaitu faktor internal dan
ASEAN dipimpin oleh Kamboja sebagai
faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas
Chair. Dilanjutkan dengan Indonesia di
adanya perbedaan kepentingan nasional,
tahun 2003, Laos di tahun 2004, Malaysia
mekanisme
di tahun 2005, Filipina di tahun 2006,
berdasarkan konsensus, serta mekanisme
Singapura di tahun 2007, Thailand di
penyelesaian sengketa dan penegakan
tahun 2008 dan 2009, Vietnam di tahun
aturan yang lemah di ASEAN. Faktor
2010, Indonesia di tahun 2011, dan
eksternal terdiri atas pengaruh Cina yang
Kamboja
Perbedaan
dapat dijabarkan dalam tiga poin yaitu
kepemimpinan di ASEAN terlihat dari
hubungan ekonomi ASEAN dan Cina,
beberapa upaya diplomasi serta peristiwa
pengaruh persuasi Cina terhadap ASEAN,
yang terjadi setiap tahunnya.
serta
di
tahun
2012.
Valencia (2013) menyebutkan Zero Draft Code of Conduct yang saat ini masih dalam
proses,
secara
formal
disebut
kegagalan
pengambilan
strategi
digunakan
ASEAN
ability
oleh
Cina
to
dalam
keputusan
prevail
kepada
yang negara
anggota ASEAN, khususnya Kamboja. Faktor
internal
pertama
adalah
dengan A Regional Code of Conduct in the
perbedaan kepentingan nasional. Tidak
South China Sea yang nantinya akan
semua negara-negara anggota ASEAN
diimplementasikan
negara-negara
mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan.
anggota ASEAN dan Cina. Dalam draf
Hal ini menunjukkan bahwa skala prioritas
Code of Conduct ini disebutkan basic
masing-masing negara berbeda. Negara
oleh
7
yang memprioritaskan klaimnya di Laut
kesepakatan dalam DOC. Kamboja tetap
Cina Selatan sebagai salah satu isu besar
menganggap kedua poin tersebut adalah
yang harus diselesaikan, seperti Vietnam
permasalahan bilateral dan jika ditulis
dan Filipina, berusaha memperjuangkan
secara spesifik maka justru akan terjadi
sengketa ini untuk segera diselesaikan.
peningkatan ketegangan antara ASEAN
Sedangkan, negara-negara lainnya yang
dan Cina (Bower, 2012).
tidak
secara
langsung
berkepentingan
Sebagai
Chair
ASEAN,
Kamboja
terhadap kepemilikan wilayah di Laut Cina
memutuskan
Selatan tidak menganggap sengketa ini
kesepakatan pada Paragraf 16, sebaiknya
sebagai sebuah prioritas.
tidak ada kesepakatan joint communiqué
jika
tidak
tercapai
Draf joint communiqué yang disusun
sama sekali. Indonesia dan Singapura
dalam ASEAN Ministerial Meeting ini juga
berusaha mencapai kompromi dengan
meliputi
Cina
Kamboja tetapi Kamboja tetap menolak
sengketa
semua draf yang masih menyebutkan poin
Scarborough Shoal antara Filipina dan
mengenai Scarborough Shoal Filipina dan
Cina serta perhatian Vietnam tentang
ZEE Vietnam. Draf yang terdiri dari 128
eksplorasi
dilakukan
paragraf ini gagal disusun karena tidak
perusahaan minyak milik Cina di wilayah
tercapainya kesepakatan mengenai dua
Zona
milik
poin di Paragraf 16 yang berkaitan dengan
Vietnam yang termuat dalam Paragraf 16.
sengketa Laut Cina Selatan (Thayer,
Ada dua hal yang menjadi penghambat
2012).
diskusi
Selatan
sengketa
terutama
pada
minyak
Ekonomi
yang
Eksklusif
(ZEE)
Gagalnya
joint
penyusunan
communiqué
hingga
communiqué untuk pertama kalinya sejak
Kamboja
sebagai
berdirinya ASEAN kemudian menimbulkan
ASEAN Chair tidak menyetujui masuknya
perdebatan antar negara anggota ASEAN,
poin Scarborough Shoal Filipina dan ZEE
terutama Filipina, Vietnam, dan Kamboja.
Vietnam dalam joint communiqué tersebut.
Kamboja mengatakan Filipina dan Vietnam
Menurut Kamboja, Filipina dan Vietnam
berusaha
memaksakan kedua poin tersebut dan
Ministerial Meeting untuk memasukkan isu
membuat konsensus tidak dapat tercapai.
yang sebenarnya urusan bilateral dengan
Filipina dan Vietnam tetap menyatakan
Cina. Sementara itu, Filipina dan Vietnam
bahwa poin mengenai Scarborough Shoal
mengatakan
dan
karena
mengutamakan hubungan dengan Cina
tindakan Cina di kedua wilayah tersebut
dibandingkan persatuan ASEAN (Peter
melanggar
dan
dan Naren, 2012). Mahbubani (2012) dan
Vietnam sekaligus melanggar kesepakatan
Acharya (2012) menyatakan apa yang
yang tertulis dalam DOC. Filipina dan
dilakukan
Kamboja
Vietnam menganggap apabila Kamboja
Ministerial
Meeting
tetap menolak poin tersebut, itu berarti
tekanan yang besar dari Cina.
penyusunan akhir
joint
Laut
pertemuan.
ZEE
Kamboja
harus
ditekankan
kedaulatan
juga
tidak
Filipina
menghargai
8
menggunakan
ASEAN
Kamboja
dalam
lebih
ASEAN
dipengaruhi
oleh
Faktor
internal
kedua
adalah
mekanisme pengambilan keputusan yang berdasarkan
pada
konsultasi
dan
tetap menginginkan dua poin tersebut masuk ke joint communiqué ASEAN. Faktor
internal
ketiga
adalah
konsensus. Hal ini tertulis dalam Bab VII
mekanisme penyelesaian sengketa dan
Artikel
penegakan aturan yang lemah. Salah satu
20
Decision
Piagam Making.
ASEAN Prinsip
mengenai konsensus
didasari oleh pemikiran untuk memastikan (equality)
mekanisme
penyelesaian
sengketa
di
ASEAN adalah Treaty of Amity and
diantara
Cooperation (TAC), yang tidak hanya
negara-negara anggota dan mencegah
didukung oleh negara-negara anggota
adanya
anggota
ASEAN, tetapi juga melibatkan negara non
keputusan.
anggota, termasuk Cina dan Amerika
Konsensus menjadi prinsip yang sangat
Serikat. TAC adalah sebuah instrumen
penting di ASEAN tetapi menuai berbagai
yang bertujuan untuk mengelola hubungan
kritik dari masyarakat internasional karena
antara negara-negara anggota dengan
dianggap sangat lambat dan tidak efektif
mengutamakan enam prinsip fundamental.
prinsip
kesetaraan
marginalisasi
dalam
dalam
negara
pengambilan
menyelesaikan
sengketa.
Tetapi,
tidak
ada
mekanisme
Konsensus berarti 10 negara anggota
penegakan (no mechanism to force) dalam
ASEAN
penyelesaian sengketa karena mekanisme
pendapat
harus
memiliki
untuk
dapat
kesamaan menghasilkan
dalam
TAC
hanya
bersifat
sukarela
sebuah keputusan. Jika konsensus tidak
(voluntary). Hasil dari perundingan yang
tercapai,
ASEAN
harus
melakukan
dilakukan
negosiasi
ulang
sampai
konsensus
menghasilkan kesepakatan yang tidak
tersebut dicapai.
mengikat
melalui
secara
TAC
hanya (non
hukum
akan legally
sengketa
binding result). Tidak adanya mekanisme
Laut Cina Selatan terutama pada ASEAN
penegakan dalam penyelesaian sengketa
Ministerial Meeting tahun 2012, Filipina
menunjukkan
dan Vietnam menginginkan dua poin untuk
organisasi regional memiliki power yang
dimasukkan ke dalam joint communiqué,
sangat lemah dibandingkan power negara-
tetapi Kamboja sebagai Chair ASEAN
negara anggotanya. Dengan tidak adanya
tidak menyetujui hal tersebut dan tidak ada
enforcement, negara anggota bisa saja
kompromi
dicapai.
tidak
dengan
disepakati
mekanisme konsensus menyebabkan jika
diasingkan
satu negara saja tidak setuju, negara
organisasi (Woon and Marshall, 2012).
Dalam
penyusunan
Pengambilan
yang
COC
berhasil keputusan
bahwa
melakukan tanpa atau
ASEAN
sebagai
hal-hal
yang
telah
adanya
rasa
takut
dikeluarkan
dari
tersebut dapat memveto keputusan semua
TAC memberikan porsi kepada chair
negara anggota lainnya. Hal inilah yang
atau pemimpin sementara ASEAN untuk
terjadi pada Kamboja yang menyatakan
berusaha mencari jalan terbaik dalam
lebih baik tidak ada joint communiqué
menyelesaikan sengketa. Jika posisi chair
sama sekali apabila Filipina dan Vietnam
dipegang
9
oleh
negara
yang
memiliki
political
will
menyelesaikan
yang
rendah
sebuah
dalam
sengketa
atau
adalah hubungan ekonomi ASEAN dan Cina.
Negara-negara
anggota
ASEAN
memiliki kepentingan nasional tertentu
memiliki ketergantungan ekonomi yang
yang
daripada
tinggi terhadap Cina yang merupakan
kepentingan organisasi, proses negosiasi
mitra dagang terbesar ASEAN. Negara-
akan
seperti
negara ASEAN berhati-hati karena adanya
contohnya ketika Kamboja mejadi chair
kekhawatiran apabila mengambil langkah
dalam ASEAN Ministerial Meeting tahun
hukum melawan Cina akan berpotensi
2012. Meskipun Kamboja bertindak sendiri
mengganggu
dengan menolak joint communiqué yang
mengingat saat ini Cina adalah negara
ada, tidak ada respons yang signifikan dari
dengan kekuatan ekonomi yang meningkat
anggota
ASEAN
ada
secara pesat (Salidjanova, 2015). Breslin
tindakan
tegas
apapun
(2005) menyatakan Cina menggunakan
lebih
diutamakan
berjalan
lebih
lambat,
lainnya. atau
Tidak
sanksi
hubungan
diplomatik,
terhadap Kamboja yang cenderung lebih
kemampuan
ekonominya
untuk
mendukung Cina dibandingkan Filipina
mempengaruhi
negara
dalam
dan Vietnam yang sama-sama merupakan
mengubah kebijakan nasionalnya. Cina
negara anggota ASEAN. ASEAN tidak
mengembangkan
akan
multiplier
memberi
sanksi
atau
meminta
pertanggungjawaban jika negara-negara anggotanya
tidak
Cina
kepentingan organisasi. Hellquist (2014)
anggota
menyebutkan
Pertama,
ASEAN
tidak
pengaruhnya dengan
melalui
meningkatkan
skala ekonomi dan politik secara regional.
mengutamakan
bahwa
effect
lain
mempengaruhi ASEAN
negara-negara
melalui
dengan
dua
cara.
mempromosikan
memiliki mekanisme pemberian sanksi
pengembangan ekonomi di negara-negara
kepada anggota karena tidak ada dasar
yang
hukum
menggerakkan negara-negara yang lebih
dalam
organisasi
yang
bisa
kurang
berkembang.
Kedua,
memberikan sanksi. The Eminent Persons
maju
Group (EPG) atau tim pembuat Piagam
perdagangan bersama (Goh, 2014). Cina
ASEAN yang terdiri dari perwakilan 10
menjanjikan
negara
anggota,
panjang
adanya
mekanisme
untuk
pernah
dimasukkan
mengusulkan
pemberian ke
dalam
sanksi Piagam
Selain ketiga faktor internal tersebut, eksternal
integrasi
kepada
dalam
ekonomi
Myanmar,
blok
jangka Vietnam,
Kamboja, dan Laos. Cina mendukung program
Greater
Mekong
Subregion
dan
berhasil
menarik
investasi
internasional untuk proyek pengembangan
ASEAN
infrastruktur. Cina adalah mitra dagang
dalam penyusunan Code of Conduct.
dan investor terbesar untuk Laos dan
Faktor eksternal ini adalah faktor yang
Kamboja. Cara kedua yang dilakukan Cina
berasal dari negara non anggota ASEAN
untuk
yaitu Cina. Faktor eksternal yang pertama
ASEAN adalah melalui ASEAN-China Free
penyebab
yang
Bank
juga
menjadi
faktor
bergabung
sebagai inisiatif dari Asian Development
ASEAN tetapi usulan ini ditolak.
terdapat
untuk
kegagalan
10
meningkatkan
pengaruhnya
di
Trade Agreement (ACFTA). Kehadiran
bagi organisasi. Cina
Cina
melakukan persuasi sambil menjalankan
memberikan
pengaruh
yang
signifikan dalam pengembangan integrasi
strategi
ekonomi
membuka
dan
perdagangan
bebas
di
tetap berusaha
penundaan jalur
dengan
tetap
negosiasi.
Untuk
ASEAN. ACFTA memberikan peluang bagi
menjalankan
ASEAN untuk memperluas pasar dengan
mempengaruhi
negara-negara
anggota
adanya
ASEAN,
menggunakan
delaying
peningkatan
konsumen
kelas
Selama periode tahun 2002 hingga ASEAN
Cina
persuasi
untuk
strategy atau strategi penundaan untuk
menengah di Cina.
2012,
upaya
dan
Cina
mengalami
mengulur waktu agar dapat memperkuat klaimnya (Fravel, 2008). Cina memberikan
kemajuan dalam kerjasama di bidang
pernyataan
bahwa
ekonomi khususnya melalui perdagangan
mendukung
adanya
bebas. Banyak kesepakatan yang dicapai
dalam
untuk memajukan pertumbuhan ekonomi
tersebut disambut oleh ASEAN dengan
yang
negara-negara
mengajukan proposal untuk membahas
anggota ASEAN dan Cina. Negara-negara
Code of Conduct dengan Cina sejak tahun
anggota
1999.
menguntungkan
ASEAN
juga
membutuhkan
penyusunan
ASEAN
negaranya proses COC.
kembali
sangat
negosiasi Pernyataan
menegaskan
kerjasama dengan Cina untuk mendukung
urgensi penyusunan Code of Conduct di
pertumbuhan
tahun 2002 tetapi Cina terus menunda-
Sehingga,
ekonomi
kepentingan
mengutamakan
negaranya. untuk
nunda pembahasan draf Code of Conduct
sengketa
yang diusulkan ASEAN (Heydarian, 2017).
negara
penyelesaian
Laut Cina Selatan melalui penyusunan
Cina
COC tidak bisa serta merta menggeser
ASEAN
kepentingan ekonomi yang sifatnya juga
negaranya
mau
sangat
melakukan
upaya
krusial
untuk
mendorong
melakukan agar
persuasi
tetap
terhadap
terlihat
bahwa
bernegosiasi.
Sambil
persuasi
ini,
Cina
pembangunan suatu negara. Argumentasi
mengulur waktu dengan menggunakan
ini didukung oleh tulisan Leifer (1989) yang
delaying
menunjukkan bahwa hal terpenting untuk
komponen
menjamin stabilitas sebuah negara adalah
menggunakan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
yang melibatkan aktivitas masyarakat sipil
Faktor eksternal kedua adalah upaya
untuk
strategy.
Selain
diplomatik, komponen
memperkuat
klaim
melalui
Cina
juga
administrasi negaranya,
persuasi Cina terhadap ASEAN. Menurut
contohnya adalah aktivitas penangkapan
Goh
bisa
ikan serta eksplorasi hidrokarbon. Dengan
lain
banyaknya aktivitas penangkapan ikan
dengan cara persuasi, yaitu berusaha
yang melibatkan masyarakat sipil dan
meyakinkan adanya tujuan dan keyakinan
adanya eksplorasi hidrokarbon, klaim Cina
yang searah sehingga tidak akan dianggap
di mata hukum internasional akan semakin
sebagai ancaman melainkan sebagai mitra
kuat.
(2014),
mempengaruhi
suatu
negara
keputusan
aktor
kerja tepat yang membawa keuntungan
11
Faktor eksternal ketiga adalah strategi
diberikan oleh Cina. Beberapa hal yang
ability to prevail Cina terhadap Kamboja.
membuktikan pengaruh Cina terhadap
Negara-negara anggota ASEAN memiliki
Kamboja antara lain dua bulan sejak tidak
level hubungan kerjasama yang berbeda-
tercapainya konsensus ASEAN tersebut,
beda dengan Cina, baik dari segi politik
Perdana
maupun
mengunjungi
ekonomi.
hubungan
Cina
menggunakan
kerjasama
ini
Menteri
Kamboja
Beijing
Hun
dan
Sen,
mendapat
untuk
pinjaman lunak serta dana hibah sebesar
menjalankan strategi ability to prevail atau
500 juta dollar Amerika. Salah satu artikel
upaya untuk membujuk aktor-aktor target
dalam China Post pada 5 September 2012
(targeted actors) yang merupakan negara
yang berjudul “Cambodia’s ASEAN Help
anggota organisasi internasional untuk
Leads
mengubah
dengan
pernyataan yang disampaikan Aun Porn
berupaya meyakinkan dan menawarkan
Moniroth, pejabat senior di Kementerian
alternatif-alternatif
lebih
Ekonomi dan Keuangan Kamboja bahwa
menguntungkan (Goh, 2014). Cina adalah
pemerintah Cina menyampaikan apresiasi
salah
kerjasama
yang sangat tinggi terhadap peran yang
ekonomi terpenting bagi ASEAN. Cina
dilakukan oleh Kamboja sebagai Chair di
berusaha menggunakan strategi ability to
ASEAN untuk menjaga kerjasama yang
prevail terhadap targeted actor yang dalam
baik
hal ini adalah Kamboja. Argumentasi ini
Dibandingkan negara-negara lainnya, Cina
didasari oleh tindakan Kamboja pada
adalah negara mitra impor terbesar bagi
penyusunan joint communiqué tahun 2012
Kamboja dengan presentase 32,6%. Cina
pada ASEAN Ministerial Meeting ke 45
adalah mitra kerjasama ekonomi yang
yang cenderung memihak posisi Cina
sangat penting bagi Kamboja. Jumlah
dalam
Selatan.
investasi asing yang diterima Kamboja dari
Negara-negara anggota ASEAN selain
Cina meningkat dari 90 juta dolar Amerika
Kamboja
melakukan
Serikat pada tahun 2004 menjadi 2,3 miliar
kompromi namun Kamboja tetap tidak
dolar Amerika Serikat di tahun 2012.
sepakat
Peningkatan jumlah investasi ini juga
keputusannya
satu
lain
negara
sengketa
masih
dengan
yang
mitra
Laut
Cina
berusaha
kompromi
tersebut.
Tindakan Kamboja dalam kapasitasnya sebagai
ASEAN
Chair
pada
ASEAN
Ministerial Meeting tahun 2012 menuai
diikuti
to
Chinese
antara
dengan
kerjasama
Aid”
ASEAN
menuliskan
dan
disepakatinya
dalam
berbagai
Cina.
berbagai bidang
(Salidjanova dan Koch-Weser, 2015).
berbagai kritik dari negara-negara lainnya. Salah satu diplomat Senior Singapura,
Antara tahun 1994 hingga 2011, Cina
Kishore Mahbubani (2012), menyatakan
memberikan lebih dari 8,8 miliar dollar
bahwa hampir semua negara anggota
Amerika untuk investasi di Kamboja, lebih
ASEAN
Kamboja
dari mitra bilateral manapun dan jumlah
dalam ASEAN Ministerial Meeting tahun
tersebut merupakan 36% dari keseluruhan
2012 adalah hasil dari tekanan besar yang
FDI yang ada di Kamboja. Tahun 2011,
menganggap
posisi
12
investasi Cina di Kamboja mencapai 1,9
pengaruh
miliar dolar Amerika, 10 kali lipat lebih
ASEAN, yaitu Cina. ASEAN tidak memiliki
besar
common position dalam sengketa Laut
dibandingkan
investasi
Amerika
dari
negara
non
anggota
Serikat dan dua kali lipat lebih banyak
Cina
dibandingkan
anggota
ASEAN
memiliki
kepentingan
nasional
yang
berbeda.
Mekanisme
ASEAN
keseluruhan
di
Kamboja.
memberikan
investasi Cina
bantuan-bantuan
juga untuk
Selatan
karena
negara-negara
pengambilan keputusan yang berdasarkan
pengembangan infrastruktur. Antara tahun
konsensus
2009 sampai 2012, Cina memberikan
penyusunan COC yang dibuktikan melalui
pinjaman lunak sebesar 436 juta dollar
gagalnya penyusunan joint communiqué
Amerika untuk pengembangan agrikultur
pada ASEAN Ministerial Meeting tahun
dan sistem irigasi, 73 juta dollar Amerika
2012 yang disebabkan penolakan satu
dan
52
memperlambat
juta
dollar
Amerika
untuk
negara,
pengembangan
jalan
nasional
yang
mencantumkan
yaitu
proses
Kamboja, poin
yang
untuk berkaitan
melalui jalur Preah Vihear, Pailin, dan
dengan Laut Cina Selatan. Selain itu,
Ratanakiri. Pengembangan infrastruktur
mekanisme
lainnya yang juga dibantu oleh Cina
dengan Treaty of Amity and Cooperation
adalah proyek pengembangan properti di
(TAC)
wilayah Kampot sebesar 3,8 miliar dollar
kelemahan dan tidak berjalan dengan
Amerika dan proyek hidroelektrik senilai 1
efektif. ASEAN juga tidak memiliki pola
miliar dollar Amerika (Ciorciari, 2013).
penegakan aturan (enforcement) yang
Besarnya pengaruh Cina dalam bidang
tegas karena adanya prinsip non intervensi
ekonomi yang mempengaruhi keputusan
dalam ASEAN Way. Faktor eksternal yang
Kamboja berpengaruh besar dalam upaya
sangat
penyusunan Code of Conduct karena pada
hubungan
tahun 2012 Kamboja adalah Chair ASEAN
negara-negara ASEAN dan Cina, strategi
(Pheakdey, 2013).
persuasi dan penundaan yang dilakukan
penyelesaian
dan
High
berpengaruh ekonomi
sengketa
Council
adalah yang
memiliki
adanya
erat
antara
Cina, serta strategi ability to prevail yang
5. KESIMPULAN
dilakukan Cina untuk membujuk negara
Penyebab kegagalan ASEAN dalam penyusunan
Code
of
Conduct
dibagi
yang ditargetkan, dalam hal ini Kamboja, agar mendukung kepentingan Cina.
menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang dilihat dari konsep kelemahan organisasi nasional berdasarkan
power
negara
anggota,
mekanisme pengambilan keputusan, serta mekanisme penyelesaian sengketa dan pola penegakan aturan. Selain itu, faktor eksternal
disebabkan
oleh
adanya
13
6. DAFTAR PUSTAKA Acharya, Amitav. (2009). Constructing a security community in Southeast Asia: ASEAN and the problem of regional order, Milton Park, Abingdon, Oxon: Routledge. Diakses dari http://www.lindenwood.edu/files/resou rces/106-108-2.pdf
Agoes, Etty R. (1993). “Masalah-Masalah Teritorial dan Judsdiksional di Laut China Selatan dan Upaya-Upaya Untuk Mengatasinya”, Pro Justitia tahun XI, Nomor 4, Oktober 1993, hlm.101 Arsana, I Made Andi. (2009). Penyelesaian Sengketa Ambalat dengan Delimitasi Maritim: Kajian Geospasial dan Yuridis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Diakses dari: ojs.unud.ac.id/index.php/widya/article/ view/ 3673/2701 Bower, Ernest. (2012). China Reveals Its Hand on ASEAN in Phnom Penh, Center for Strategic and International Studies, Washington DC. Diakses dari http://www.csis.org/analysis/chinareveals-its-hand-asean-phnom-penh Breslin, Shaun. (2005). Power and Production: Rethinking China’s Global Economic Role. Review of International Studies 31:4. Diakses dari: https://www2.warwick.ac.uk/fac/soc/p ais/people/breslin/research/30years.p df Ciorciari, John D. (2013). China and Cambodia: Patron and Client? International Policy Center, Gerald R. Ford School of Public Policy, University of Michigan, IPC Working Paper Series Number 121. Diakses dari: http://ink.library.smu.edu.sg/soss_res earch/1683
challenge-us-southeast-asianregional-security-strategies Goh, Evelyn. (2014). The Modes of China’s Influence. Asian Survey Vol 54, Number 5. University of California. Diakses dari http://fas.org/ asmp/campaigns/code/eucode.html Hellquist, Elin. (2014). Regional Organizations and Sanctions Against Members, Explaining the Different Trajectories of the African Union, the League of Arab States, and the Association of the Southeast Asian Nations, KFG Working Paper No 59, Berlin. Diakses dari http://userpage.fuberlin.de/kfgeu/kfgwp/wpseries/Worki ngPaperKFG_59.pdf Heydarian, Richard Javad. (2017). ASEAN-China Code of Conduct: Never ending negotiations. Diakses dari http://www.straitstimes.com/opinion/a sean-china-code-of-conduct-neverending-negotiations Leifer, Michael. (1989). ASEAN and the Security of South-East Asia. London: Routledge. Diakses dari: https://fmc90.files.wordpress.com/201 0/05/ constructing-a-security-inasean.pdf Mahbubani, Kishore. (2012). Is China Losing the Diplomatic 63 Plot? Diakses dari http://www.projectsyndicate.org/commentary/is-chinalosing-the-diplomatic-plot
content/uploads/2013/03/43.pdf Fravel, Taylor. (2008) Strong Borders, Secure Nation: Cooperation and Conflict in China’s Territorial Disputes. Princeton:Princeton University Press. Diakses dari http://press.princeton.edu/chapters/i8 782.pdf Goh, Evelyn. (2005). Meeting the China Challenge: The U.S. in Southeast Asian Regional Security Strategies, Washington D.C, East-West Center Washington. Diakses dari http:// www.eastwestcenter.org/ publications/ meeting-china-
14
Mukhim, Mega. (2005). ASEAN Foreign Direct Investment Trends: Implications for EU-ASEAN Relations, EPC Issue Paper No. 31. Diakses dari http://www.epc.eu/documents/uploads /668121015_EPC%20Issue%20Paper %2031%20EU%20ASEAN%20FDI%2 0Trends.pdf Peter, Zsombor and Naren, Kuch. (2012). Cambodia Criticized for Asean Meeting Failure. Reuters. Diakses dari http://www.reuters.com/article/ussouthchinasea-cambodiaidUSKBN0NS0WV20150507
Pheakdey, Heng. (2013). "Chinese Investment and Aid in Cambodia a Controversial Affair," East Asia Forum. Diakses dari http://www.eastasiaforum.org /2013/07/16/chinese-investment-andaid-in-cambodia-a-controversial-affair/ Rotolo, Timothy. (2013). The Effectiveness of ASEAN under External Pressure: Cases of Myanmar's Accession and the South China Sea Disputes. CMC Senior Theses. Paper 769. Diakses dari http://scholarship.claremont.edu/cmc_ theses/769 Rustandi, Agus. (2016). The South China Sea Dispute: Opportunities for ASEAN to enhance its policies in order to achieve resolution, IndoPacific Strategic Papers, Australian Defence College, Center for Defence and Strategic Studies. Diakses dari: http://www.defence.gov.au/ADC/Publi cations/ IndoPac/Rustandi_IPSP.pdf Salidjanova, Nargiza, dan Koch-Weser, Iacob. (2015). China’s Economic Ties with ASEAN: A Country by Country Analysis, US-China Economic and Security Review Commission. Diakses dari https://www.uscc.gov/ sites/default/files/Research/China%27 s%20Economic%20Ties%20with%20 ASEAN.pdf Severino, Rodolfo C. (2010). ASEAN and the South China Sea, Security Challenges, Vol. 6, No. 2 pp. 37-47. Diakses dari https://www.regionalse curity.org.au/Resources/Documents/v ol6no2Severino.pdf Thayer, Carlyle A. (2012). “Is the Philippines an Orphan?, The Diplomat. Diakses dari http://thediplomat.com/2012/05/02/is-the-ph ilippines-an-orphan/ Thayer, Carlyle A. (2013). ASEAN, China and the Code of Conduct in the South China Sea, SAIS Review of International Affairs, Volume 33, Number 2, Summer-Fall, pp. 75-84, The Johns Hopkins University Press. Diakses dari http://www.ssoar.info/ssoar/bitstream/
15
handle/document/44163/ssoar-jas2014-2-ramadhaniChinas_Crisis_Bargaining_in_the.pdf ?sequence=2 Thayer, Carlyle A. (2013). South China Sea Developments in 2013: ASEAN Unity Restored, Sino-Philippine Tensions and ASEAN-China Consultations on a Code of Conduct. International Workshop on the South China Sea. Vietnam Tonnesson, Stein. (2001). An International History of the Dispute in South China Sea. EAI Working Paper No. 71. Diakses dari http://www.cliostein.com/ documents/2001/01%20rep%20eai.pd f Valencia, Mark J. (2013). What the ‘Zero Draft’ Code of Conduct for the South China Sea Says (and Doesn’t Say), Global Asia Feature Essay Navigating Differences, Vol. 8 No 1. Diakses dari https://www.globalasia.org/wpcontent/uploads/2013/03/43.pdf Wang, Vincent Wei-cheng. (2014). ASEAN and Recent Tensions in the South China Sea, University of Richmond Political Science Faculty Publications. Diakses dari https://pdfs.semanticscholar.org/fcec/ 78ed918cf99e24d4ee8eea51d76c 5d516c7d.pdf Woon, Walter & Marshall, David. (2012). Center of International Law, National University of Singapore, Singapura. Diakses dari https://cil.nus.edu.sg/wp/wpcontent/uploads/2010/01/WalterWoon -Dispute-Settlement-the-ASEAN-Way2012.pdf