KETERKAITAN ANTARA PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN, INFRASTRUKTUR, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA CILEGON DAN KECAMATAN SEKITARNYA
NOVIA WILLANNISA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur, dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014
Novia Willannisa NIM A14080050
ABSTRAK NOVIA WILLANNISA.Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya. Dibawah bimbingan KOMARSA GANDASASMITA dan KHURSATUL MUNIBAH.
Sejak Kota Cilegon menjadi kota otonom, laju pembangunan di kota ini semakin meningkat. Kondisi ini memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan di wilayah perkotaan dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis keterkaitan antara : (1) perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 20052011, (2) penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk, (3) tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan, serta (4) ketidaksesuaian penggunaan lahan saat ini dengan pola ruang. Metode analisis spasial dilakukan dengan interpretasi penggunaan lahan aktual. Selanjutnya, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah, dan analisis ketidaksesuaian untuk mengetahui ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap alokasi ruang. Hasil analisis spasial menunjukkan semak/belukar di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya dari tahun 2005 hingga 2011 terus mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 862.2 ha dan 3700 ha. Perubahan hutan menjadi semak/belukar paling tinggi yaitu sebesar 4960.9 ha. Luas hutan yang berkurang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk. Kepadatan penduduk yang semakin tinggi akan mendorong pembangunan fisik yang pesat sehingga mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap RTRW relatif lebih kecil di Kota Cilegon dibandingkan di Kecamatan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena ketersedian lahan yang masih banyak di Kecamatan sekitarnya dibandingkan di Kota Cilegon.
Kata kunci : perubahan penggunaan lahan, kepadatan penduduk, perkembangan wilayah, ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap pola ruang
ABSTRACT NOVIAWILLANNISA.Inter-relation of Land Use/Cover, Infrastructure and Population Density in City of Cilegon and Districts surrounding.With the Supervision of KOMARSA GANDASASMITA and KHURSATUL MUNIBAH. Since City of Cilegon turns as autonomy city, it boosts the acceleration of area development. It triggers the changing of land use in urban and surrounding area as well. The purpose of this research is to analyze inter-relation of: (1) changing of land use/cover in 2005-2011, (2) land use/cover and population density, (3) the extent of area development and road density, and (4) discrepancy between current land usage and spatial pattern. A spatial analytic method is used in line with interpretation of actual land use. Afterward, descriptive analysis is performed to know relation of land use/cover and population density. Schallogram analysis is to know the extent of area development, and discrepancy analysis is to discover the discrepancy between land use on spatial pattern.Eventually, the finding of spatial analysis shows that bushes in City of Cilegon and district surrounding in 2005 to 2011 were increasing by 862.2 ha and 3700 ha respectively. The highest changing of forests to bushes was 4960.9 ha. Reduced forests area was caused by human, increasing total of population. Higher population density would boost rapid physical development, thus influenced on the extent of area development. Discrepancy between land use/cover and spatial pattern was relatively smaller in City of Cilegon than districts surrounding. This was due to large land availability in districts surrounding than in City of Cilegon.
Keywords: land use change, population density, Hierarchy, road density, discrepancy between land use/cover and Spatial Planning (RTRW)
KETERKAITAN ANTARA PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN, INFRASTRUKTUR, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA CILEGON DAN KECAMATAN SEKITARNYA
NOVIA WILLANNISA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Penelitian : Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya Nama Mahasiswa: Novia Willannisa NIM
: A14080050
Disetujui oleh,
Dr. Ir. Komarsa Gandasamita. M.Sc
Dr. Khursatul Munibah. M.Sc
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Baba Barus, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Assalammu’alaikum. Wr. Wb Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi para pembacanya . Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi Utama dan Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan dukungan, perhatian dan masukan bagi penulis dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dyah Retno Panuju, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Keluarga tercinta, mama, papa, yang selalu berada di samping penulis, senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, motivasi dan mendo’akan penulis setiap waktu, serta terima kasih kepada adikku tersayang ami yuliannisa. 4. Seluruh sahabat MSL’45, ppj 45 dan ppj 46 terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan. 5. Bapak Deny Jaynudin yang telah menyempatkan waktu untuk membantu penulis dalam masalah software yang digunakan dalam penelitian. 6. BAPPEDA, BPS dan PEMDA Bagian Tata Kota Kota Cilegon yang telah banyak membantu memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk penelitian. 7. BAPPEDA dan BPS Provinsi Banten yang telah banyak membantu memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk penelitian. 8. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Mei 2014 Novia Willannisa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya
4
Ruang dan Penataan Ruang
4
Ketidaksesuaian Penataan Ruang
5
Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan 6 Interpretasi Citra METODE
8 10
Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian
10
Metode Penelitian Tahap Persiapan Tahap Pengumpulan Data Tahap Analisis Data
11 11 11 11
KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
15
Kondisi Geografis
15
Morfologi dan Fisiologi
16
Kondisi Fisik Wilayah Studi
17
Fungsi-fungsi Ruang Kawasan Kota
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode 2005-2011 Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan Melalui Citra Geoeye Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 Perbedaan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya Perbedaan Perkembangan Lahan Terbangun dan Lahan Tidak Terbangun Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya Keterkaitan Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Kepadatan Penduduk
18 18 18 23 24 26 29 31
Keterkaitan Tingkat Perkembangan Wilayah dengan Kepadatan Penduduk dan Kerapatan Jalan 36 Penyebaran Kepadatan Penduduk dan Kerapatan Jalan 36 Perkembangan Wilayah 37 Keterkaitan Kepadatan Penduduk dengan Tingkat Perkembangan Wilayah 42 Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan Tingkat Perkembangan Wilayah 43 Keterkaitan Perkembangan Lahan Terbangun dengan Jumlah penduduk, Panjang Jalan, dan Indeks Perkembangan Kecamatan
45
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2011 dengan RTRW Periode 2011-2031
47
SIMPULAN DAN SARAN
50
Simpulan
50
SARAN
50
DAFTAR PUSTAKA
50
LAMPIRAN
52
RIWAYAT HIDUP
61 DAFTAR TABEL
Karakteristik Dasar Citra Satelit Ikonos Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1 Data dan Sumber Data Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian Variabel yang digunakan untuk menentukan hirarki suatu wilayah Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 Perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang tidak berubah menjadi lahan terbangun Kepadatan penduduk tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Kerapatan jalan tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan wilayah Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah Hasil Analisis Regresi Berganda Keterkaitan Perubahan Lahan Tidak Produktif menjadi Lahan Terbangun dengan Jumlah Penduduk, Panjang jalan, dan IPK Komposisi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
7 8 10 10 12 14 27 29 30 36 37 40 40 43 44
46
49
DAFTAR GAMBAR Diagram alir Wilayah Administrasi Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Kenampakan obyek perumahan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek pemukiman pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek industri kimia pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) kenampakan obyek industri bijih besi baja pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek jalan berbentuk lurus pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek jalan berbentuk melingkarpada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek sawah pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek pertanian lahan kering pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek sungai pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek kolam pemancingan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek lahan terbuka pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek tambak pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek semak/belukar pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Kenampakan obyek hutan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Proporsi penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan 2011(b) Sebaran spasial penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan tahun 2011 (b) Peta perubahan penggunaan/penutupan lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Grafik keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk
15 16 19 19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 22 23 23 24 25 28 30 31 31 32 32 32 33 33
Grafik keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Grafik keterkaitan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota Grafik hubungan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Hirarki Wilayah Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya tahun 2005 (a) dan tahun 2011 (b) Grafik Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan wilayah Kota Cilegon dn Kecamatan Sekitarnya Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah Sebaran Spasisl Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Tahun 2011 dengan RTRW Periode 2011-2031 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Grafik Komposisi ketidaksesuaian penggunaan lahan tahun 2011 dengan RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
33 34 34 34 35 35 35 41 43 45 48 49
DAFTAR LAMPIRAN Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2005 di Kota Cilegon Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2011di Kota Cilegon Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2005 di Kecamatan sekitarnya Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2011 di Kecamatan sekitarnya Ketidaksesuaian terhadap RTRW periode`2011-2031 Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kecamatan sekitarnya Hasil Pengecekan Lapang
52 52 52 52 53 54 55 57
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Lahan diperlukan untuk setiap aktifitas manusia seperti pertanian, industri, permukiman dan jaringan jalan. Penggunaan lahan yang luas untuk daerah pedesaan adalah sektor pertanian yang meliputi pertanian lahan kering (tegalan dan perkebunan) dan pertanian lahan basah (sawah). Daerah kota lebih banyak digunakan untuk permukiman, industri, dan perdagangan. Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman. Seiring dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk baik secara alami maupun migrasi, dan beragam tuntutan kebutuhan akan sarana dan prasarana. Disisi lain luas lahan dan potensi lahan adalah tetap (statis) yang dibatasi oleh wilayah kepemilikan baik secara administratif maupun fungsional, yang sebenarnya tidak semua bagian wilayah tersebut dapat dimanfaatkan secara ideal sebagai lahan terbangun. Intervensi penggunaan lahan kawasan pada kawasan lain yang dilakukan tanpa pertimbangan atau perencanaan yang baik akan mengganggu atau mengurangi keseimbangan kegiatan sektor-sektor pembangunan secara keseluruhan. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota menyebabkan kota akan mengalami perkembangan ke daerah pinggiran kota. Daerah pinggiran kota merupakan daerah yang mengalami dinamika dalam perkembangannya, terutama dinamika dalam penggunaan lahan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan menampung fungsi-fungsi atau prasarana kegiatan yang ada. Kondisi ini memicu terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan, terutama di wilayah perkotaan dan sekitarnya. Dampak positif perubahan penggunaan lahan yaitu muncul pertumbuhan ekonomi secara agregat baik lokal maupun regional. Namun demikian, dampak negatif yang ditimbulkan dari perubahan yang ada terutama perubahan fungsi lahan yang semula lahan pertanian menjadi lahan industri dan permukiman, harus diantisipasi sejak dini. Perubahan fungsi lahan dari pertanian ke industri dan permukiman berpengaruh terhadap lingkungan dan perubahan pola sosial masyarakat. Pengaruh itu dapat dilihat dari perubahan aktivitas masyarakat serta menurunnya kualitas fisik lingkungan seperti kualitas tanah, air dan udara. Hal ini sangat penting untuk diantisipasi oleh berbagai pihak agar suatu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat tercapai. Sejak Kota Cilegon ditetapkan menjadi Kota Otonom pada tanggal 10 April 1999 mendorong Kota Cilegon untuk meningkatkan laju pembangunannya. Sejalan dengan itu, pembangunan fisik yang berlangsung pesat menimbulkan beragam aktivitas yang meyebabkan perubahan penggunaan lahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah (a) perkembangan penduduk, (b) perkembangan sarana dan prasarana, serta (c) ketersediaan lahan, (d) aktivitas industri dan pariwisata, serta (e) program kebijakan pemerintah (Yusran, 2006).
2
Kota Cilegon dengan posisinya yang strategis ditetapkan pemerintah pusat sebagai pusat pelayanan bagi wilayah Banten dan sekitarnya berdasarkan Perda Kota Cilegon nomor 3 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Kegiatan Kota Cilegon yang didominasi oleh kegiatan industri, kepelabuhanan, pergudangan, perdagangan, dan jasa telah memberikan implikasi bagi pertumbuhan dan perkembangan kota. Laju perkembangan kota yang semakin meningkat diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menimbulkan peningkatan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan dan sarana serta prasarana lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah perkotaan menuntut ruang yang lebih luas ke arah luar kota untuk berbagai aktivitas ekonomi dan permukiman (Nugroho dan Dahuri, 2004). Tujuan Penelitian 1. Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011. 2. Menganalisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk. 3. Menganalisis keterkaitan perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan. 4. Menganalisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan saat ini dengan peruntukkan RTRW.
TINJAUAN PUSTAKA Lahan, Penggunaan Lahan, dan Penutupan lahan Penutupan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1997). Berbeda dengan penutupan lahan, menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan dan berkembang dengan kegiatan manusia pada bidangbidang lahan tersebut. Secara garis besar, penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian merupakan penggunaan semua sumber-sumber alam yang bertujuan untuk memperoleh hasil produksi pertanian bagi kehidupan manusia dan dibedakan atas tegalan, sawah, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, padang alang-alang dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non pertanian dibedakan menjadi penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2000). Barlowe (1986) menyatakan bahwa penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu faktor fisik lahan, faktor ekonomi, serta faktor kelembagaan. Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengelolaan lahan dan kelestarian lingkungan. Faktor fisik ini meliputi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan pengairan, bentuk lahan dan topografi (elevasi dan lereng), serta karakteristik
3
tanah yang secara bersamaan akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al, 1991 dalam Gandasamita, 2001). Faktor fisik berupa topografi merupakan perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan berdasarkan unsur-unsurnya adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Pengaruh relief akan menghasilkan jenisjenis tanah yang berbeda pula. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi yang terus menerus sehingga tanah-tanah di daerah ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horizon lambat dibandingkan dengan tanah di daerah datar. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut yang seterusnya juga mempengaruhi proses pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993). Faktor fisik berupa tanah merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan. Tanah diartikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan mampu menopang pertumbuhan tanaman. Sehubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tanah meliputi horizon-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk, dan relief. Bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu berasal dari batuan yang keras, tetapi juga dapat berasal dari bahan-bahan lunak seperti alluvium, abu volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993). Faktor fisik berupa Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling menentukan keragaman penggunaan dan penutupan lahan. Unsur-unsur dari iklim seperti hujan, penyinaran matahari, angin, kelembaban, dan evaporasi akan menentukan ketersediaan air dan energi sehingga secara langsung akan mempengaruhi ketersedian hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim bervariasi menurut ruang dan waktu sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather, 1986 dalam Arsyad, 1989). Sumberdaya air dan kemungkinan pengairan, secara umum juga akan mempengaruhi perubahan penggunaan dan penutupan lahan yang akan mengubah karakteristik aliran sungai, total aliran permukaan, kualitas air, dan sifat hidrologi daerah yang bersangkutan. Faktor kelayakan ekonomi adalah seluruh persyaratan yang diperlukan untuk pengelolaan suatu penggunaan lahan. Pengelola lahan tidak akan memanfaatkan lahannya kecuali bila penggunaan tersebut termasuk dalam hal ini teknologi yang diterapkan, telah diperhitungkan akan memberikan suatu keuntungan atau hasil yang lebih besar dari biaya modalnya (Barlowe, 1986). Kelayakan ekonomi ini bersifat dinamis, tergantung dari harga dan permintaan terhadap penggunaan lahan tersebut atau hasilnya. Penerapan teknologi baru ataupun meningkatnya permintaan mungkin menyebabkan suatu penggunaan lahan yang awalnya tidak memiliki nilai ekonomis berubah menjadi layak secara ekonomi. Faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan sosial budaya dan aturan-aturan dari masyarakat, termasuk dalam hal ini aturan atau perundangan dari pemerintah
4
setempat (Barlowe, 1986). Penggunaan lahan yang dijumpai di suatu wilayah adalah penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah, sosial budaya, kebiasaan, tradisi, ataupun kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat. Faktor manusia juga turut mempengaruhi penggunaan lahan, seperti kualitas dan kuantitas. Kualitas berkaitan dengan umur, kepribadian, pendidikan, dan segala sesuatu yang menentukan kualitas dari manusia tersebut dalam menentukan keputusan, sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi berdampak pada tekanan populasi yang semakin besar dan merupakan pendorong utama terhadap perubahan lahan pertanian di negara berkembang. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri (Muiz, 2009). Perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat irreversible (tidak dapat balik), karena untuk mengembalikannya dibutuhkan modal yang sangat besar. Bern (1977), mengemukakan bahwa perubahan penggunaan lahan adalah akibat dari jumlah dan komposisi penduduk secara berkala ataupun permanen. Pengaruh yang lain ialah terhadap ekonomi lahan, seperti harga, sewa dan pasar lahan. Penyebab perubahan penggunaan lahan menurut Nasoetion (1991), diantaranya : 1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan. 2. Meningkatnya jumlah penduduk berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap permukiman. 3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan mendepak kegiatan pertanian atau lahan hijau khususnya di perkotaan. 4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien. Perubahan penggunaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat membantu dalam pengamatan perubahan penutupan atau penggunaan lahan. Ruang dan Penataan Ruang Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya (UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
5
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola ruang (UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Dalam paradigma perencanaan tata ruang yang modern, perencanaan ruang diartikan sebagai bentuk pengkajian yang sistematis dari aspek fisik, sosial, dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan ruang di dalam memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas agar memenuhi kebutuhan masyarakat (publik) secara berkelanjutan (Rustiadi et al, 2006). Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu proses yang ketiganya tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terjadi inefisiensi dalam pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang serta dapat mendorong kearah ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Oleh karena pengelolaan sub sistem yang satu akan berpengaruh pada sub sistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan (Sastrowihardjo et al,2001). Ketidaksesuaian Penataan Ruang Hal-hal yang bisa mendorong ketidaksesuaian RTRW seperti kurangnya tenaga professional perencana, rendahnya akurasi dan up date data dan kurangnya dana pendukung, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan (Sondakh, 2002). Selain itu, dalam pelaksanaannya juga sering dijumpai tumpang tindih dalam pengaturannya dengan sektor lain. Dalam pelaksanaannya pemanfaatan lahan belum seluruhnya mengacu kepada RTRW karena beberapa kendala sebagai berikut: 1. Pelaksanaan atau pengarahan kesesuaian penggunaan lahan hanya terbatas pada perorangan atau Badan Hukum yang mengajukan izin lokasi atau hak atas tanah, sedang masyarakat pada umumnya belum banyak berpartisipasi bahkan banyak yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi RTRW. 2. Penyusunan RTRW belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat antara lain dalam pemberian informasi tentang potensi wilayahnya. 3. RTRW disusun berdasarkan potensi fisik dan ekonomi wilayah yang di dalam fungsi-fungsi kawasan terdapat bidang-bidang lahan yang telah digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang penggunaannnya tidak sesuai dengan arahan RTRW.
6
Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Cara memperolehnya dengan mendeteksi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan, diserap dan ditransmisikan atau dipancarkan oleh masing-masing obyek yang datang padanya, sehingga energi pantulan atau pancaran yang diterima oleh sensor dapat dipergunakan sebagai ciri pengenalan obyek, daerah atau fenomena yang sedang diteliti (Lillesand dan Kiefer, 1993) Sistem informasi geografis (SIG) adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografis. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang cepat dan akurat. Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi secara terpadu (Wahyunto, 2007). Pemanfaatan teknologi inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangan dan diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (lahan sawah, lahan kering, lahan rawa, lahan tidur, lahan kritis, estimasi produksi) terutama pada wilayah sentra produksi pangan. Teknologi penginderaan jauh semakin berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor. Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan data/informasi tentang sumberdaya alam dataran dan sumberdaya alam kelautan secara teratur dan periodik. Penggunaan lahan tidak dapat langsung dikenali pada citra satelit, tetapi melalui vegetasi atau tanamannya. Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding dengan cara teristris di lapangan (Wahyunto, 2004). Dari sekian banyak satelit penginderaan jauh, yang merupakan generasi baru dalam melakukan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan adalah citra ikonos dan geoeye-1. Sistem satelit Ikonos dibuat oleh Lockheed Martin Commercial Space Systems. Raytheon membuat elemen-elemen komunikasi image processing dan costumer service, sedangkan Eastman Kodak membuat dalam hal menyajikan kameranya. Ikonos berasal dari bahasa Yunani “Eye-KOH-NOS” yang berarti citra atau image. Ikonos menyajikan data satelit dengan resolusi tinggi, sangat cocok digunakan untuk untuk pemetaan sumberdaya alam daerah pedalaman dan perkotaan, analisis bencana alam, kehutanan, pertanian, pertambangan, teknik
7
konstruksi, pemetaan perpajakan, dan deteksi perubahan. Satelit ikonos dioperasikan oleh Space Imaging Inc. Denver Colorado, Amerika Serikat dan diluncurkan pada 24 September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m Karakteristik satelit Ikonos disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik Dasar Citra Satelit Ikonos
Sistem Tanggal Peluncuran
Ikonos 24 September 1999 di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, USA
Masa operasional orbit Kecepatan dalam orbit Kecepatan di atas permukaan tanah Revolusi mengelilingi bumi Altitude Resolusi pada titik Nadir
Lebih dari 7 tahun 7,5 kilometer per detik 6.8 kilometer per detik 14.7, setiap 24 jam 681 kilometers 0.82 meter panchromatic; 3.2 meters multispectral Resolusi Spasial 1.0 meter panchromatic; 4.0 meters multispectral Resolusi Spektral Panchromatic (0,45-0,90 μm) Band 1 (0,45-0,53 μm) Band 2 (0,52-0,61 μm) Band 3 (0,64-0,72 μm) Band 4 (0,77-0,88 μm) Resolusi Temporal 3 hari Resolusi Radiometrik 8 bit Luas sapuan (Image Swath) 11.3 kilometer pada titik nadir; Waktu melintasi ekuator Nominal pada 10:30 AM waktu matahari/siang hari Waktu pengulangan pelintasan Setiap sekitar 3 hari pada latitude 40° Kisaran dinamis 11-bits per pixel Band citra Panchromatic, blue, green, red, near IR Sumber : Satellite Imaging Corporation (2008)
Citra GeoEye-1 merupakan salah satu citra resolusi tinggi yang dimiliki oleh perusahaan GeoEye-1 diluncurkan oleh Vandenburg Air Force California pada tanggal 6 September 2008. Citra satelit ini merupakan citra permukaan bumi dengan kedetilan dan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan citra satelit resolusi tinggi lainnya. GeoEye-1 secara simultan melakukan perekaman saluran pankromatik dengan resolusi spasial 0.41 meter dan saluran multispektral dengan resolusi spasial 1.65 meter. Akan tetapi berdasarkan kebijakan pemerintah AS resolusi spasial yang diperkenankan untuk kepentingan komersial adalah resolusi
8
0,5 meter dan 2 meter. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1 disajikan pada tabel 2 Tabel 2 Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1
Sistem Tanggal Peluncuran Masa operasional orbit Kecepatan dalam orbit Altitude Resolusi pada titik Nadir Resolusi Spasial Resolusi Spektral
Resolusi Temporal Resolusi Radiometrik Luas sapuan (Image Swath) Waktu melintasi ekuator Waktu pengulangan pelintasan
GeoEye-1 6 September 2008 di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, USA Lebih dari 7 tahun 7,5 kilometer per detik 681 kilometers 0.41 meter panchromatic; 1.65 meters multispectral 0.41 meter panchromatic; 1.65 meters multispectral Panchromatic: 450 - 800 nm Blue: 450 - 510 nm Green: 510 - 580 nm Red: 655 - 690 nm Near Infra Red: 780 - 920 nm kurang dari 3 hari 11 bits 15.2 kilometer pada titik nadir; Nominal pada 10:30 AM waktu matahari/siang hari 2,3 hari pada titik nadir maksimum 30°
Kisaran dinamis 11-bits per pixel Band citra Panchromatic, blue, green, red, near IR Sumber :Satellite Imaging Corporation (2008)
Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar pada citra dan menilai arti penting obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Rangkaian kegiatan yang diperlukan di dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi merupakan pengamatan atas ada atau tidaknya suatu objek pada citra. Identifikasi adalah upaya untuk mencirikan objek yang dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, yaitu mengggunakan unsur interpretasi citra. Pada tahap analisis merupakan tahap dikumpulkannya keterangan lebih lanjut untuk membuat kesimpulan (Lint dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Terdapat sembilan unsur interpretasi citra yang dikemukakan oleh Sutanto (1986), yaitu :
9
1. Rona, menunjukkan adanya tingkat keabuan yang teramati pada foto udara hitam putih dan dapat diwujudkan dengan nilai densitas cara logaritmik antara hitam dan putih, dengan berpedoman pada skala keabuan. 2. Warna, dapat dipresentasikan terhadap tiga unsur (hue,value,chroma) dan mengelompokkannya dalam berbagai kelas. Perbedaan warna pada kertascetakan atau trasparansi lebih mudah dikenali daripada perbedaan rona pada foto udara hitam putih. 3. Ukuran, memiliki dua aspek dan biasanya memerlukan stereoskop untuk pengamatan tiga dimensional. Ukuran objek bermanfaat dalam pengenalan objek tertentu seperti pohon tua, dewasa, muda, pohon anakan, dan semak. 4. Bentuk, bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk merujuk pada konfigurasi umum suatu objek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh. 5. Tekstur, perbedaan tekstur dapat dikenali pada semua skala foto udara dengan resolusi citra spasial yang semakin baik. Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara. 6. Bayangan, berasosiasi dengan bentuk dan tinggi objek. 7. Pola, merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsikan tata ruang pada citra, termasuk didalamya pengulangan kenampakan-kenampakan alami. Sering berasosiasi dengan geologi, topografi, tanah, iklim, dan komunitas tanaman. 8. Situs, menjelaskan tentang posisi muka bumi dan citra yang diamati dalam kaitannya dengan kenampakan disekitarnya atau berkonotasi terhadap gabungan-gabungan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi karakteristik makro objek. 9. Asosiasi, menunjuk suatu komunitas objek yang memiliki keseragaman tertentu atau beberapa objek yang berdekatan secara erat dimana masingmasing membentuk keberadaan yang lainnya. Interpretasi citra selain didasarkan pada pemahaman tentang objek melalui unsur-unsur interpretasi, pengenalan objek juga sangat tergantung pada data citra pengideraan jauh yang tersedia, baik foto udara maupun citra satelit. Citra foto udara berskala besar atau citra satelit beresolusi tinggi akan sangat membantu dalam pengenalan objek karena memperlihatkan unsur-unsur interpretasi secara jelas. Unsur-unsur interpretasi citra tidak harus digunakan seluruhnya untuk mengenali suatu objek, meskipun hanya beberapa unsur saja yang digunakan dan objek sudah dapat dikenali maka unsur lain dapat diabaikan. Namun, jika objek belum diketahui dengan semua unsur tersebut, maka harus dilakukan cek lapang. Pengecekan lapang atau ground truth didefinisikan sebagai observasi, pengukuran, dan pengumpulan informasi tentang kondisi aktual di lapangan dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan objek yang diobservasi (Murai dalam Timbunan, 2006). Pengambilan data lapang ini juga dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi secara nyata. Dengan demikian, jika terdapat data penginderaan jauh yang tidak dimengerti, dapat dilakukan verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapang.
10
METODE Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya. Kota Cilegon terdiri atas 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Grogol, Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Jombang. Sedangkan 6 Kecamatan sekitarnya yaitu Kecamatan Puloampel, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Waringin kurung, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Mancak, dan Kecamatan Mancak. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai Agustus 2013. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 3 dan alat penelitian yang digunakan disajikan pada Tabel 4. Tabel 3 Data dan Sumber Data Penelitian No 1
2
3. 4.
Data Citra ikonos Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya tahun 2005; Citra Geoeye Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya tahun 2011 Peta Administrasi Kota Cilegon ; Peta Administrasi Kabupaten Serang; Peta RTRW Kota Cilegon Periode 2011-2031; Peta RTRW Kabupaten Serang Periode 2011-2031 Data Kota Cilegon dalam angka tahun 2005-2011 Data Kabupaten Serang Dalam angka tahun 20052011
Sumber Google earth
BAPPEDA Provinsi Banten
BPS Kota Cilegon BPS Kabupaten Serang
Tabel 4 Alat yang digunakan dalam penelitian No 1 2 3.
Alat Stich maps Universal Maps Downloader ArcGis 9.3, Arcview 3.3
4. 5. 6.
Microsoft Office Excel 2007 GPS SPSS 13
Keterangan Mendownload Citra Geoeye tahun 2011 Mendownload Citra Geoeye tahun 2005 Interpretasi penggunaan/penutupan lahan dan pengolahan data Tabulasi data Menentukan titik kordinat saat cek lapang Menganalisis keterkaitan faktor-faktor perkembangan lahan terbangun
11
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, serta tahap analisis data. Tahap Persiapan Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, studi literatur, pembuatan proposal dan pencarian data yang diperlukan serta metode yang digunakan untuk analisis data. Tahap Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari interpretasi penggunaan lahan dan digitasi jalan serta pengecekkan lapang. Data sekunder terdiri dari Peta RTRW periode 2011-2031, Peta Administrasi, data Cilegon dalam angka 2005-2011 serta data Kabupaten Serang dalam angka 2005-2011. 1. Tahap Analisis Data Tahap pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011, analisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dengan kepadatan penduduk tahun 2005-2011, analisis tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan, analisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan indeks perkembangan kecamatan serta analisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah periode 2011-2031. Analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011 Pada tahap ini, dilakukan overlay pada peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 dengan peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 untuk mengetahui perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005 sampai 2011. Selanjutnya dilakukan pengecekan lapang untuk memperoleh informasi yang tidak terdapat dalam citra. Analisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dengan kepadatan penduduk tahun 2005-2011 Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui hubungan antara penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk. Jumlah penduduk tahun 2005-2011 (jiwa) dibagi luas wilayah per kecamatan (km²) yang didapat dari Peta administrasi yang telah dikoreksi geometrik, interpretasi, dan digitasi menghasilkan kepadatan penduduk (jiwa/km²) dan dengan peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dapat mengetahui pola penggunaan lahan yang dipengaruhi kepadatan penduduk.
12
Analisis tingkat perkembangan wilayah terkait dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan Tingkat perkembangan wilayah didapatkan dari hasil analisis menggunakan Metode Skalogram. Metode Skalogram digunakan untuk mengetahui hirarki yang ada di suatu wilayah. Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan didasarkan pada penetapan jumlah dan jenis unit sarana-prasarana serta fasilitas sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah dan jenis fasilitas yang lebih banyak. Penetapan tingkat perkembangan wilayah dibagi menjadi tiga, yaitu : Hirarki I : Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih besar dari nilai stdev dan rata-rata [IPK>(Stdev+Average)] Hirarki II : Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih besar sama dengan rata-rata (IPK>=Average) Hirarki III : Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih kecil dari ratarata (IPK
Jenis Fasilitas
Variabel
1
Fasilitas Pendidikan
2
Fasilitas Kesehatan
3
Fasilitas Sosial
4
Fasilitas Ekonomi
PAUD, Sekolah TK, Sekolah SD, Sekolah SLTP, Sekolah SMU, Sekolah SMK, Akademi/ Perguruan tinggi/ Sekolah tinggi, SLB, Madrasah diniyah, Madrasah ibtidiyah, Madrasah tsanawiyah, Madrasah aliyah, Sekolah agama/ Madrasah, Pondok pesantren Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, Rumah sakit bersalin, Poliklinik/balai pengobatan, Posyandu, Poliklinik desa, Apotik, Pondok bersalin, Poskesdes, KKB (Family Planning Clinic), PKBRS (Clinic Adviser Staff), Pos KB desa, Toko khusus Obat/jamu, Praktek pelayanan dokter dan bidan Masjid, Surau/langgar, Gereja kristen, Gereja katolik, Pura, Vihara Perusahaan industri, Pasar, Hotel, Bank, Koperasi, Supermarket, Restoran, dan lembaga keterampilan
Jumlah
Jumlah Variabel 14 variabel
17 variabel
6 variabel 8 variabel
42 variabel
Tingkat perkembangan wilayah didapatkan dari hasil analisis menggunakan Metode Skalogram berdasarkan jumlah dan jenis sarana prasarana yang berasal dari data Cilegon dalam angka 2005-2011 dan Kabupaten Serang dalam angka
13
2011. Panjang jalan tahun 2005-2011 (km) yang didapat dari citra ikonos tahun 2005 dan citra geoeye tahun 2011 dibagi dengan luas wilayah/kecamatan (km²) menghasilkan kerapatan jalan (km/km²). Tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan sehingga dapat mengetahui keterkaitan antara kepadatan penduduk dan kerapatan jalan terhadap perkembangan wilayah. Analisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan indeks perkembangan kecamatan Perkembangan lahan terbangun yang dianalisis yaitu perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun pada periode tahun 20052011. Selanjutnya, menganalisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) menggunakan analisis regresi berganda. Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah: Y = A0 + A1X1 + A2X2 + … + AnXnb dimana,
Y = Dependent variable (peubah penjelas) Xi = Independent variable (peubah penduga) ke i, dengan i=1,2,.. Ai = Koefisien regresi peubah ke-i
Perkembangan lahan terbangun disimbolkan dengan Y. Y tersebut merupakan variabel dependen/variabel terkait yaitu variabel yang disebabkan / dipengaruhi oleh adanya variabel bebas/ variabel independen. Keterkaitan perubahan penggunaan/penutupan lahan dengan perubahan jumlah penduduk (X1), perubahan panjang jalan (X2), dan perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (X3). Ketiganaya merupakan variabel independen. Analisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Periode 2011-2031 Peta RTRW periode 2011-2031 ini kemudian di-overlay dengan peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 untuk melihat penggunaan/penutupan lahan yang sesuai terhadap peruntukan RTRW. Ketidaksesuaian terdiri daritiga klasifikasi yaitu sesuai, tidak sesuai, dan tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah. Penggunaan/penutupan lahan aktual yang sesuai dengan peruntukkan RTRW dikatakan sesuai, penggunaan/penutupan lahan aktual yang tidak sesuai dengan peruntukkan RTRW dikatakan tidak sesuai, dan penggunaan/penutupan lahan aktual yang masih memungkinkan dapat berubah sesuai dengan peruntukkan RTRW dikatakan tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah. Kemudian dengan peta administrasi dapat di ketahui luas ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap peruntukkan RTRW di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
14
Secara umum, tahapan-tahapan penelitian berdasarkan tujuan, jenis data, teknik analisis data, dan keluaran disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan No
Tujuan
Data
Teknik Analisis Data Analisis tumpang susun (overlay) Pengecekan lapang (ground truth) Analisis deskriptif
Keluaran
1
Analisis perubahan penggunaan/penutup an lahan
Peta penggunaan /penutupan lahan tahun 2005 dan 2011
Matriks perubahan penggunaan/penutupan lahan memperoleh informasi yang tidak terdapat dalam citra Pola hubungan penggunaan/penutupan dengan kepadatan penduduk
2
Analisis keterkaitan penggunaan/penutup an lahan tahun 20052011 dengan kepadatan penduduk tahun 2005-2011
Peta penggunaan/penutup an lahan tahun 2005-2011, Cilegon dalam angka 20052011, Kabupaten Serang dalam angka tahun 2005-2011
3
Analisis keterkaitan antara perkembangan lahan terbangun dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan
Cilegon dalam angka 2005-2011, Kabupaten Serang dalam angka tahun 2005-2011, Citra ikonos tahun 2005, citra geoeye tahun 2011
Analisis skalogram, Analisis Deskriptif
Tingkat hirarki wilayah, Sebaran perubahan pada masing-masing hirarki, hubungan tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan
4
Analisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan indeks perkembangan kecamatan
Peta perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2011, jumlah penduduk tahun 2005-2011, panjang jalan tahun 2005-2011, skoring IPK,
Analisis regresi berganda
keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan indeks perkembangan kecamatan
5
Ketidaksesuian penggunan /penutupan lahan tahun 2011 dengan RTRW
Peta penggunaan /penutupan lahan tahun 2011, Peta RTRW Kota Sukabumi tahun 2011-2031
Analisis tumpang susun (overlay)
Ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan dengan RTRW
15
Gambar 1 Diagram alir
KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Kota Cilegon merupakan kota otonomi yang secara yuridis dibentuk berdasarkan UU No.15/1999. Sebagai kota yang berada di ujung barat Pulau Jawa, Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera. Secara geografis, Kota ini berada pada koordinat 5º52’24”– 6º04’07” Lintang Selatan dan 105º54’05” – 106º05’11” BujurTimur, secara administratif batas-batas Kota Cilegon adalah: a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten Serang) b) Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyer dan Mancak (Kabupaten Serang) d) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kramatwatu (Kabupaten Serang) Sesuai dengan Perda No. 15 tahun 2002 tentang Pembentukan 4 kecamatan baru, maka Kota Cilegon dengan luas 17.550 ha terdiri dari Kecamatan Cilegon,
16
Cibeber, Ciwandan, Pulomerak, Grogol, Purwakarta, Jombang dan Citangkil, terdiri dari 16 desa dan 27 kelurahan. Kecamatan sekitar Kota Cilegon yaitu Kecamatan Puloampel, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Waringin kurung, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Mancak, dan Kecamatan Mancak. Enam kecamatan tersebut termasuk dalam wilayah Kabupaten serang (BPS Kota Cilegon, 2011). Secara geografis wilayah Kabupaten Serang sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, Kota Cilegon, dan Kota Serang. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang, di sebelah selatan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda. Letak geografis yang demikian merupakan keuntungan bagi Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan pintu gerbang atau transit perhubungan darat antar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Selain itu dengan posisinya yang hanya berjarak ± 70 km dari Kota Jakarta. Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah penyangga ibukota Negara (BPS Kabupaten Serang, 2011).
Gambar 2 Wilayah Administrasi Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
Morfologi dan Fisiologi Secara umum keadaan morfologi Kota Cilegon terbagi atas tiga kelompok besar yaitu morfologi mendatar, morfologi perbukitan landai-sedang dan morfologi perbukitan terjal. Fisik daerahnya sangat bervariasi ditinjau dari ketinggian maupun lereng. Morfologi dataran pada umumnya terdapat pada wilayah tengah dan timur kota dan dan wilayah pantai barat kota dengan
17
kemiringan kecil berkisar 0-2 % dan 2-7 %. Morfologi landai sedang terdapat di wilayah tengah kota. Morfologi perbukitan terjal terdapat di sebagian wilayah utara dengan kemiringan lebih dari 30% dan sebagian kecil wilayah selatan kota. Wilayah dataran adalah wilayah yang memiliki ketinggian kurang dari 50 meter dpl, sampai wilayah pantai yang memiliki ketinggian 0-1.0 meter dpl. Wilayah perbukitan terletak pada wilayah yang memiliki ketinggian minimum 50 meter dpl. Bagian Utara Kecamatan Pulomerak, wilayah puncak gunung Gede dengan elevasi maksimum 551 meter dpl. Topografi Kota Cilegon sangat bervariasi namun relatif landai dan didominasi tanah dataran sekitar 76.66%. Bagian Utara dan Selatan kota, tanah cenderung berbukit (15.85%) dan 35.1 ha (0.20%) merupakan tanah pegunungan dan pesisir pantai (7.26%) dari luas kota (BPS Kota Cilegon, 2011). Secara topografi, Kabupten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1778 meter dpl. Sebagian besar dataran rendah memiliki ketinggian kurang dari 500 meter, sementara dataran tinggi berupa rangkaian pegunungan yang terdapat di perbatasa dengan Kabupaten Pandeglang (BPS Kabupaten Serang, 2011). Kondisi Fisik Wilayah Studi Berdasarkan karakteristik kemiringan lahan dan morfologi daratan, kawasan pusat kota Cilegon berupa dataran dengan kemiringan 0-2% sampai dengan 2-7% dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter. Kawasan ini mempunyai iklim tropis dengan suhu rata-rata 26.4°-27.8° C, kelembaban Nisbi udara 78-86%, tekanan udara 1011.1 mb dan tekanan uap air 27.3% serta curah hujan 178 mm per tahun. Keadaan tanah di kawasan ini merupakan tanah regosol dengan kedalaman efektif <90 cm dan memiliki tekstur tanah halus kasar. Jenis tanah ini dijumpai di daerah barat dan tengah Kota Cilegon, berasal dari dataran dan lereng pegunungan berwarna coklat tua. Termasuk jenis ini adalah lempung, lempung pasiran dan pasir. Berdasarkan data yang ada, jenis batuan yang terdapat di kawasan pusat kota adalah Breksi dan Tuva dari salah satu gunung yang ada di Kota Cilegon (Gn. Gede). Secara fisik hidrologi terdapat beberapa sungai kecil dengan lebar 4-6 meter, yaitu Kali Sekong, Kali Temposo dan Kali Gayam. Sungai-suangai ini bersumber dari mata air yang berada di luar wilayah Kota Cilegon (Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang). Pada umumnya kali tersebut berfungsi sebagai drainase kota yangbersifat alami. Dengan kondisi topografi Kota Cilegon yang diapit perbukitan baik di bagian utara dan selatan berpengaruh terhadap pola jaringan drainase yang ada, hal ini terlihat pada beberapa kawasan termasuk pusat kota yang merupakan titik-titik rawan banjir (genangan air) (BPS Kota Cilegon, 2011). Wilayah Kabupaten Serang beriklim tropis dengan curah hujan dan hari hujn banyak di sepanjang tahun 2011. Curah hujan dalam sebulan rata-rata 6 mm dan lama hujan 14 hari. Suhu berkisar antara 23.8°-32.0° C, dan kelembaban relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sekitar 73 persen dari luas wilayah keseluruhan Kabupaten Serang digunakan untuk lahan di sektor pertanian (BPS Kabupaten Serang, 2011).
18
Fungsi-fungsi Ruang Kawasan Kota Dalam menentukan fungsi-fungsi penggunaan lahan berupa daerah terbangun (built up area), daerah peralihan serta pedesaan dapat dilihat dari ciri khas lahan yang dominan (kondisi eksisting). Data yang didapat menunjukkan kondisi fungsi-fungsi ruang kawasan kota (Yusran, 2006) adalah sebagai berikut: a. Kawasan perumahan terkonsentrasi pada pusat kota, atau lebih tepatnya berada di Kecamatan Cilegon, Kecamatan Jombang, Kecamatan Citangkil dan Kecamatan Purwakarta. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jaringan jalan dan perumahan. b. Kawasan pertanian dan tegalan terdistribusi di daerah peralihan kota atau pinggiran pusat kota. c. Kawasan Industri terkonsentrasi pada bagian timur kota. Jalur hijau, kawasan lindung/waduk terkonsentrasi pada bagian utara kota. Kawasan fungsi perdagangan dan jasa mempunyai karakteristik memusat linier sepanjang jalan utama Kota Cilegon d. Kawasan pemerintahan dan perkantoran serta pelayanan umum, terkonsentrasi pada pusat kota. e. Kawasan olah raga/open space/ taman dan kawasan wisata terkonsentrasi pada kawasan terbuka dan sepanjang pantai. Dari karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi penggunaan lahan bersifat menyebar namun konsentrik dengan arah perkembangan fungsi kegiatan linier mengarah ke Kabupaten Serang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode 2005-2011 Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan Melalui Citra Geoeye Penggunaan/penutupan lahan di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya pada tahun 2005 dan 2011 memiliki karateristik dan definisi dari masing-masing kelas penggunaan/penutupan lahan : Permukiman didefinisikan sebagai areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan. Pada citra, permukiman memiliki rona agak terang, tekstur agak kasar dengan pola yang teratur (perumahan) yang diperlihatkan pada gambar 3 sampai tidak teratur (pemukiman) yang diperlihatkan pada gambar 4. Berdasarkan keadaan di lapang, perumaham memiliki ukuran dan jarak antar bangunan (rumah) yang relatif seragam sedangkan untuk pemukiman memiliki ukuran dan jarak antar bangunan (rumah) yang tidak seragam.
19
Gambar 3 Kenampakan obyek perumahan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Gambar 4 Kenampakan obyek pemukiman pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Kawasan Industri didefinisikan sebagai areal yang digunakan untuk bangunan pabrik atau industri yang berupa kawasan industri atau perusahaan. Pada citra, kawasan industri memiliki rona yang cerah, pola teratur, teksturnya halus dengan bentuk persegi panjang, ukuran agak besar. Berdasarkan keadaan dilapang terdapat industri kimia disekitar pesisir pantai barat Kota Cilegon dengan ciri terdapat tangki gas yang berwarna putih, cerobong asap yang mengeluarkan asap berwarna abu-abu yang tampak pada citra yang diperlihatkan pada gambar 5. Industri bijih besi diperlihatkan pada gambar 6 tidak terletak di pesisir pantai barat tetapi termasuk dalam PT. Krakatau Steel yang menghasilkan bijih besi baja serta atap bangunannya berwarna coklat seperti tampak pada citra.
Gambar 5 Kenampakan obyek industri kimia pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Gambar 6 kenampakan obyek industri bijih besi baja pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
20
Jalan merupakan jaringan prasarana transportasi yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan. Pada citra, memilki rona abu-abu cerah, berbentuk lurus memanjang diperlihatkan pada gambar 7 dan ada pula yang berbentuk melingkar diperlihatkan pada 8 dengan pola yang teratur.
Gambar 7 Kenampakan obyek jalan berbentuk lurus pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Gambar 8 Kenampakan obyek jalan berbentuk melingkarpada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Sawah didefinisikan sebagai areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal pertanian dicirikan oleh pola pematang dengan ditanami jenis tanaman pangan berumur pendek (padi). Pada citra, sawah memiliki pola yang teratur, bentuk yang berpetak-petak, teksturnya halus, dan biasanya berada dekat dengan jalan, sungai, atau permukiman diperlihatkan pada gambar 9. Berdasarkan kondisi dilapang, tanamannya di tanam secara teratur, dengan jarak tanam yang relatif rapat, dan memiliki pematang yang tidak lebar, biasanya kurang dari setengah meter.
Gambar 9 Kenampakan obyek sawah pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Pertanian lahan kering didefinisikan sebagai area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim di lahan yang kering. Pada citra, Pertanian lahan kering memiliki pola yang teratur, dengan tekstur yang agak kasar, berada dekat dengan jalan, sawah, dan permukiman diperlihatkan pada gambar 10. Berdasarkan kondisi lapang, merupakan lahan yang tidak diberi air/kering dan jenis tanaman yang ditanam adalah singkong, jagung.
21
Gambar 10 Kenampakan obyek pertanian lahan kering pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Badan air terbagi menjadi sungai, waduk, dan kolam. Sungai didefinisikan sebagai alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pada citra, sungai memiliki pola yang tidak teratur (berkelok-kelok), berbentuk memanjang dengan rona yang cerah dan tekstur yang halus diperlihatkan pada gambar 11. Berdasarkan kondisi lapang, terdapat semaksemak serta permukiman di sepanjang tepian sungai.
Gambar 11 Kenampakan obyek sungai pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) Waduk didefinisikan sebagai arel perairan yang bersifat artifisial dengan penggenangan air yang dalam dan permanen serta penggenangan dangkal, termasuk fungsinya. Pada citra, waduk memilki rona yang gelap, ukurannya besar, tekstur halus dengan pola yang tidak teratur diperlihatkan pada gambar 12. Berdasarkan kondisi lapang terdapat permukiman disekitar waduk.
Gambar 12 Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Kolam didefinisikan sebagai ceruk di tanah yang agak luas dan dalam berisi air (untuk memelihara ikan dan sebagainya) atau merupakan suatu perairan buatan yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya, dan target produksinya. Pada citra, kolam pemancingan memiliki rona yang gelap dengan pola yang biasanya teratur, dan memiliki tekstur yang halus, berada dekat dengan permukiman yang diperlihatkan pada gambar 14 sedangkan kolam renang meiliki rona terang diperlihatkan pada gambar 13. Berdasarkan pengamatan lapang berupa kolam pemancingan, kolam outbond, dan kolam renang.
22
Gambar 13 Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Gambar 14 Kenampakan obyek kolam pemancingan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Lahan terbuka didefinisikan sebagai lahan kosong yang tidak ditanami oleh vegetasi apapun dan tidak ada aktivitas yang dilakukan pada areal tersebut Pada citra, memiliki rona yang terang atau berwarna cokelat dengan pola yang tidak teratur, dan tekstur yang halus di perlihatkan pada gambar 15. Berdasarkan kondisi di lapang, Tanah terbuka ini merupakan sawah yang mengalami alih fungsi lahan menjadi lahan terbuka atau biasanya hasil dari konversi lahan non terbangun yang akan digunakan untuk permukiman, perdagangan dan jasa, serta industri.
Gambar 15 Kenampakan obyek lahan terbuka pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Tambak didefinisikan sebagai aktivitas untuk perikanan yang tampak dengan pola pematang sekitar pantai. Pada citra, memiliki rona yang gelap dengan pola yang biasanya teratur, dan memiliki tekstur yang halus, berada dekat dengan pesisir pantai yang diperlihatkan pada gambar 16. Berdasarkan pengamatan lapang, tambak tersebut merupakan tambak udang.
Gambar 16 Kenampakan obyek tambak pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
23
Semak/belukar. Semak didefinisikan sebagai lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alamiah homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat dan didominasi vegetasi rendah (alamiah). Sedangkan belukar didefinisikan sebagai lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alamiah homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat dan didominasi vegetasi rendah (alamiah). Pada citra, memilki rona yang agak gelap, pola yang tidak teratur, dengan tekstur yang agak kasar diperlihatkan pada gambar 17. Berdasarkan pengamatan lapang merupakan peralihan dari hutan dengan ketinggian vegetasi yang rendah dan tidak dibudidayakan.
Gambar 17 Kenampakan obyek semak/belukar pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Pada citra, memilki rona gelap, pola yang tidak teratur, dengan tekstur yang agak kasar diperlihatkan pada gambar 18. Berdasarkan pengamatan lapang, kawasan tersebut banyak ditanami pepohonan, dan merupakan tempat tinggal hewan.
Gambar 18 Kenampakan obyek hutan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 Penggunaan/penutupan lahan di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya pada tahun 2005 dan 2011 terbagi menjadi 10 kelas penggunaan/penutupan lahan, yaitu (1) badan air, (2) hutan, (3) industri, (4) jalan, (5) lahan terbuka, (6) permukiman, (7) pertanian lahan kering, (8) sawah, (9) semak/belukar, dan (10) tambak. Penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 yang paling dominan yaitu hutan, sawah, semak/belukar, lahan terbuka, pertanian lahan kering, dan permukiman yang masing-masing sebesar 33%, 20%, 17%, 10%, 7%, dan 6%. Pada tahun 2011 pengunaan/penutupan lahan tersebut ada yang mengalami penurunan dan peningkatan. Hutan dan pertanian lahan kering mengalami penurunan menjadi 21% dan 6%. Semak/belukar, sawah, lahan terbuka, dan permukiman mengalami peningkatan menjadi 26%, 21%, 12%, dan 7%. . Kondisi ini terjadi karena jumlah penduduk yang terus meningkat, terutama di Kota Cilegon. Kepadatan penduduk di Kota Cilegon (>5000 jiwa/km²) lebih tinggi dibandingkan di kecamatan sekitarnya (>1500 jiwa/km²) (BPS, 2011).
24
Semak/belukar mengalami peningkatan paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan/penutupan lahan lainnya. Kondisi ini terjadi akibat dari penurunan luas hutan yang signifikan di tahun 2011 dimana semak/belukar merupakan peralihan dari hutan.
semak/bel ukar 17%
tambak 2%
badan air 0% hutan 33%
sawah 20%
pertanian lahan kering 7%
semak/be lukar 26%
tambak 2%
badan air 0%
industri 4%
hutan 21% sawah 21%
jalan 1%
industri 4% permukim an 6%
(a)
lahan terbuka 10%
jalan 1%
pertanian lahan kering 6%
(b)
lahan terbuka permuki 12% man 7%
Gambar 19 Proporsi penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan 2011(b)
Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 Secara spasial, perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terdapat di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya tahun 2005 dan 2011 disajikan pada gambar 20. Bagian utara didominasi oleh hutan dan pertanian lahan kering kemudian berubah menjadi semak/belukar dan lahan terbuka. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas industri dan pelabuhan terutama di Kecamatan Pulomerak dan Puloampel yang terletak dibagian utara. Bagian barat dan timur menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan yang terjadi didominasi dengan perubahan sawah menjadi permukiman. Hal ini terjadi karena topografinya datar dan merupakan pusat kota (Kecamatan Cilegon, Kecamatan Jombang, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Purwakarta) sehingga menjadi tempat terkonsentrasinya penduduk. Akibat dari semakin tingginya jumlah penduduk sehingga lahan yang diperlukan untuk permukiman semakin tinggi maka menggeser lahan pertanian untuk dijadikan permukiman. Bagian selatan didominasi oleh hutan tetapi pada tahun 2011 berubah menjadi sawah dan permukiman. Hal ini terjadi di Kecamatan Mancak khususnya di kawasan cagar alam yang memiliki keanekaragaman hayati seperti satwa dan tumbuhan langka.
25
Gambar 20 Sebaran spasial penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan tahun 2011 (b)
25
26
Perbedaan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 (tabel 7) memberikan gambaran informasi dan penjelasan yang lebih mendalam terhadap informasi yang terdapat pada Gambar 21. Perubahan hutan menjadi semak/belukar paling tinggi yaitu sebesar 4960.9 ha. Kondisi ini banyak terjadi di kecamatan sekitarnya karena hutan di wilayah ini relatif masih banyak. Perubahan lahan terbuka menjadi semak/belukar paling tinggi yaitu sebesar 231.2 ha. Hal tersebut lebih banyak terjadi di Kota Cilegon. lahan terbuka ini merupakan tanah kosong yang sudah dibeli oleh pengembang perumahan tetapi tidak menggunakan hak atas tanah sesuai dengan izin lokasi yang dimilikinya sehingga menjadi lahan terbuka yang terlantar dan berubah menjadi semak/belukar. Perubahan pertanian lahan kering menjadi lahan terbuka paling tinggi yaitu sebesar 511.2 ha. Hal ini terjadi karena kurangnya minat masyarakat terhadap lahan pertanian sehingga lahan pertanian banyak dijual kepada developer dan pengusaha industri. Banyak terjadi di Kota Cilegon yang dikenal sebagai kota industri. Berdasarkan observasi di lapang, banyak pertanian lahan kering yang mengalami pengurukan padahal sangat disayangkan mengingat modal yang dikeluarkan pasti tidak sedikit untuk membuat pertanian lahan kering. Perubahan sawah menjadi lahan terbuka paling tinggi yaitu sebesar 742.1 ha. Luas sawah terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun terutama di Kota Cilegon yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan di Kecamatan sekitarnya. Banyak petani yang beralih profesi menjadi buruh pabrik. Perubahan semak/belukar menjadi permukiman dan sawah yang paling tinggi dimana masing-masing sebesar 231.8 ha dan 255.8 ha. Semak/belukar yang berubah menjadi permukiman lebih banyak terjadi di pusat Kota Cilegon sehingga kepadatan penduduknya tinggi. Semak/belukar yang berubah menjadi sawah lebih banyak terjadi di kecamatan sekitarnya. Hal ini terjadi karena jumlah penduduknya rendah dan masih banyak terdapat keluarga petani disana. Jumlah keluarga petani di Kecamatan sekitarnya 31449 jiwa lebih tinggi dibandingkan di Kota Cilegon 13032 jiwa (BPS, 2011). Perubahan tambak menjadi lahan terbuka yang paling tinggi yaitu sebesar 52.5 ha. Tambak hanya terdapat di Kecamatan sekitarnya dan terletak disekitar pesisir pantai. Tambak tersebut mengalami pengurukan sehingga menjadi lahan terbuka. Perubahan semak/belukar menjadi hutan merupakan perubahan penggunaan/penutupan lahan yang jarang terjadi sebesar 22 ha. Kondisi ini terjadi karena wilayah tersebut termasuk hutan produksi. Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu (UU No.41 tahun 1999). Perubahan semak/belukar menjadi badan air merupakan perubahan penggunaan/penutupan lahan yang jarang terjadi sebesar 0.9 ha. Kondisi ini terjadi karena wilayah tersebut diperuntukkan untuk kawasan pariwisata dalam pola ruang.
27
Tabel 7 Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011
badan air Penggunaan/ penutupan lahan badan air hutan industri jalan lahan terbuka permukiman pertanian lahan kering sawah semak/belukar tambak Total tahun 2011
Ha % 214.8 0.4
hutan Ha
industri %
Ha
%
10632.7 21.3
lahan terbuka
jalan Ha
%
Ha
%
27.2
0.1
permukiman Ha 88.2
%
pertanian lahan kering Ha
Ha
tambak
Ha
%
0.0 769.4
1.5
4960.9
9.9
0.3 61.6
0.1
231.2
0.0 0.5
0.1 2750.0 5.5 68.9
0.1
128.1
0.3
0.2 23.9
%
semak/ belukar
sawah
%
1733.9 3.5 0.2
0.0
131.8
311.5 0.6 0.3 1.2 0.0 4445.4 8.9
7.7
0.0
511.2 1.0
155.8 0.3 163.0 3085.3 6.2 44.9
Ha
%
Total tahun 2005 Ha 214.8 16502.3 1733.9 311.5 5190.2 3085.3
% 0.4 33.1 3.5 0.6 10.4 6.2
3510.9
7.0 30.0 0.1 2.4 0.0 742.1 1.5 96.9 0.2 49.8 0.1 9162.4 18.4 114.5 0.2 10198.1 20.4 0.9 0.0 22.0 0.0 0.5 0.0 9.0 0.0 221.2 0.4 231.8 0.5 129.5 0.3 255.8 0.5 7361.3 14.8 8232.0 16.5 1.8 52.5 0.1 864.7 1.7 917.2 215.9 0.4 10654.7 21.4 1904.0 3.8 324.1 0.6 5999.6 12.0 3702.9 7.4 3116.3 6.2 10318.1 20.7 12795.9 25.6 864.7 1.7 49896.1 100
27
28
Legenda Kota Cilegon Kecamatan Sekitarnya jalan
Perubahan yang tidak menjadi lahan terbangun
Perubahan menjadi lahan terbangun
hutan--->semak/belukar lahan terbuka--->semak/belukar hutan--->lahan terbuka pertanian lahan kering--->semak/belukar sawah--->semak/belukar
hutan--->permukiman lahan terbuka--->permukiman pertanian lahan kering--->permukiman
pertanian lahan kering--->lahan terbuka sawah--->lahan terbuka tambak--->lahan terbuka semak/belukar--->lahan terbuka hutan--->pertanian lahan kering sawah--->pertanian lahan kering lahan terbuka--->pertanian lahan kering semak/belukar--->pertanian lahan kering
semak/belukar--->permukiman sawah--->permukiman lahan terbuka--->industri pertanian lahan kering--->industri sawah--->industri
lahan terbuka--->sawah hutan--->sawah semak/belukar--->sawah pertanian lahan kering--->sawah semak/belukar--->hutan
semak/belukar--->industri lahan terbuka--->jalan sawah--->jalan
lahan terbuka--->badan air semak/belukar--->badan air
semak/belukar--->jalan
Gambar 21 Peta perubahan penggunaan/penutupan lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
29
Perbedaan Perkembangan Lahan Terbangun dan Lahan Tidak Terbangun Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya Secara umum, terdapat pola perubahan penggunaan/penutupan lahan pada periode tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya). Tabel 8 dan 9 memberikan gambaran informasi dan penjelasan yang lebih mendalam terhadap informasi yang terdapat pada Gambar 22. Pola perubahan penggunaan/penutupan lahan tersebut terbagi dua yaitu yang berubah menjadi lahan terbangun dan yang tidak berubah menjadi lahan terbangun. Perubahan yang pertama yaitu perubahan menjadi lahan terbangun berupa permukiman, industri, dan jalan (tabel 8). Perubahan kedua yaitu yang tidak berubah menjadi lahan terbangun berupa semakbelukar, lahan terbuka, sawah, pertanian lahan kering, badan air, dan hutan (tabel 9). Perubahan penggunaan/penutupan lahan di Kota Cilegon menjadi lahan terbangun lebih banyak terjadi di Kawasan industri terutama di Kecamatan Ciwandan sebesar 66.6 ha (2%). Kecamatan Sekitarnya yang lebih banyak berubah menjadi lahan terbangun terjadi di Kawasan pariwisata terutama di Kecamatan Anyer sebesar 198 ha (3.2%). Wilayah yang tidak berubah menjadi lahan terbangun (semak/belukar) lebih banyak terjadi di Kecamatan sekitarnya yaitu di Kecamatan Mancak sebesar 2940 ha (30.1%). Untuk Kota Cilegon yang tidak berubah menjadi lahan terbangun lebih banyak terjadi di Kecamatan Pulomerak. Kondisi ini terjadi karena topografi di Kecamatan Mancak yang berbukit-bukit sehingga tidak banyak lahan terbangun yang dibangun disana. Begitu pun dengan Kecamatan Pulomerak yang topografinya berlereng karena berdekatan dengan gunung Batur. Penggunaan/penutupan lahan baik yang berubah lahan terbangun maupun yang tidak berubah menjadi lahan terbangun terjadi disekitar akses jalan (gambar 22). Jalan termasuk kedalam infrastruktur yang merupakan prasarana publik paling primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu wilayah. Keberadaan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan suatu wilayah. Tabel 8 Perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun Perubahan menjadi lahan terbangun Kota/ Kecamatan Permukiman Industri Jalan Kabupaten ha % Ha % Ha 56.4 1.7 66.6 2.0 Cilegon Ciwandan 19.4 2.1 0.6 0.1 Cilegon Cilegon 46.0 1.7 11.3 0.4 Cilegon Citangkil 7.4 0.7 5.7 0.5 Cilegon Jombang 10.6 0.4 22.2 0.9 Cilegon Pulomerak 9.4 0.4 22.1 0.9 Cilegon Grogol 6.9 0.4 20.0 1.3 Cilegon Purwakarta 35.8 2.0 4.1 0.2 1.2 Cilegon Cibeber 198.0 3.2 Serang Anyer 7.9 0.2 2.4 Serang Bojonegara 50.7 0.9 11.6 0.2 9.0 Serang Kramatwatu 102.1 1.0 0.0 Serang Mancak 1.9 0.1 5.8 0.2 Serang Pulo Ampel Serang Waringin Kurung 61.8 1.3
%
0.1 0.1 0.2
30
Tabel 9 Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang tidak berubah menjadi lahan terbangun Perubahan yang tidak menjadi lahan terbangun Kota/ Kabupaten
Lahan
semak/ belukar
Kecamatan
Ha
terbuka
%
Ha
%
Sawah Ha
%
58.4
1.7
5.7
0.2
Pertanian Hutan lahan kering Badan air Ha
%
Cilegon
Ciwandan
4.3
0.1 66.9
2
Cilegon
Cilegon
1.2
0.1 21
2.3
Cilegon
Citangkil
97.8
3.6 17.8
0.7
Cilegon
Jombang
0.5
0
27.1
2.5
Cilegon
Pulomerak
421.5
17
102
4.1
Cilegon
Grogol
351.7
14
75
3
Cilegon
Purwakarta
199.4
13
163.4
10.3 0.6
Cilegon
Cibeber
0.2
0
90.5
5.1
36
2
Serang
Anyer
320.6
5.3 86.5
1.4
175.4 2.9
44.2
0.7
Serang Serang
Bojonegara Kramatwatu
387.5
10
0.7
53.2
1.4
23
0.4 188.2
3.4
4.7
0.1
26.5 21.5
0.7 0.4
Serang
Mancak
2940.4 30
61.7
0.6
793.4 8.1
27.2
0.3
Serang
Pulo Ampel
627
23.7
0.7
32.5
0.9
176
5.1
Serang
Waringin Kurung 59.3
1.2 91.5
1.9
29.4
0.6
5.9
0.1
18
27.8
2.3
2.1
0.1
0
0
0
0
10.6
1
8.4
0.3
0.1
7.5
0.3
0
0
0
Ha
0.9
% Ha %
0
22 0.2
Gambar 22 Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
31
Keterkaitan Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk mempengaruhi pola penggunaan/penutupan lahan yang disajikan pada gambar 23 sampai dengan 36. Pola hubungan luas hutan dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya disajikan pada gambar 23 dan 24. Gambar 23 merupakan pola umum yang terjadi pada luas hutan dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya. Luas hutan semakin menurun pada kepadatan penduduk yang tinggi bahkan pada kepadatan penduduk 2000 jiwa/km², hutan sudah habis. Hal ini nampak pada Kota Cilegon maupun Kecamatan sekitarnya. Namun demikian, kuantitas luas hutan di kecamatan sekitar Kota Cilegon (0.1%-83.2%) jauh lebih tinggi dari Kota Cilegon (0.7%-7.1%). Hal ini terjadi karena kepadatan penduduk di Kota Cilegon (1000>3000) jiwa/km² lebih tinggi dari Kecamatan Sekitarnya (<500->1500) jiwa/km² (gambar 24). 100
2005 Log. (2005) y = -31.14ln(x) + 244.81 R² = 0.5641
100
2011
80 hutan
hutan
80 60 40
Log. (2011)
y = -22.11ln(x) + 174.36 R² = 0.3979
60 40 20
20
0
0 0
2000
4000
0
6000
2000
4000
6000
kepadatan penduduk
kepadatan penduduk
100 80 60 40 20 0
tahun 2005
tahun 2011
7.1 0.7 1000-2000 2000-3000
>3000
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Luas Hutan (%)
Luas Hutan (%)
Gambar 23 Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk 100 80 60 40 20 0
83.2
tahun 2005 45.3
50.1
tahun 2011
42.9 4.1 0.1
<500
500-1000
>1500
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Gambar 24 Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Pola umum keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk disajikan oleh gambar 25. Luas sawah semakin meningkat pada kepadatan penduduk (10002000) jiwa/km², kemudian menurun di kepadatan penduduk 4000 jiwa/km² dan mengalami peningkatan kembali pada 5000 jiwa/km². Hal ini nampak pada Kota Cilegon dimana luas sawah terus meningkat pada kepadatan penduduk yang tinggi (>3000) jiwa/km². Kondisi seperti ini terjadi karena adanya kebijakan pemerintah yaitu rencana strategis pemerintah Kota Cilegon terhadap luas sawah di beberapa kecamatan terutama di kecamatan jombang yang memiliki kepadatan penduduk 5150 jiwa/km² di tahun 2005 dan 5375 jiwa/km² di tahun 2011 (gambar 26). Sawah yang tetap dipertahankan tersebut walaupun kepadatan penduduknya tinggi sesuai
32
dengan Undang-undang No.41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Luas sawah di Kecamatan sekitarnya tinggi karena kepadatan penduduknya masih rendah 2005
100 60
sawah
80 sawah
Poly. (2005)
y = 1E-06x2 + 0.0003x + 16.618 R² = 0.2099
40 20
100
2011
80
2E-06x2
y=
Poly. (2011)
- 0.0093x + 25.354 R² = 0.1963
60 40 20
0
0 0
2000 4000 kepadatan penduduk
6000
0
2000 4000 kepadatan penduduk
6000
100 80 60 40 20 0
tahun 2005
9.0 7.9
Luas Sawah (%)
Luas Sawah (%)
Gambar 25 Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk tahun 2011
30.9 15.1
1000-2000 2000-3000
37.7 34.5
100 80 60 40 20 0
>3000
tahun 2005
tahun 2011 49.7 48.0
16.6 8.8
13.4 13.7
<500
500-1000
>1500
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Gambar 26 Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Pola umum keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya disajikan pada gambar 27. Luas lahan terbuka meningkat hingga kepadatan penduduk 4000 jiwa/km² kemudian menurun pada kepadatan penduduk yang tinggi (5000 jiwa/km²). Hal ini nampak pada Kota Cilegon dimana luas lahan terbuka semakin meningkat pada kepadatan penduduk 2000-3000 jiwa/km² dan menurun pada kepadatan penduduk (>3000) jiwa/km². Berbeda dengan luas lahan terbuka di kecamatan sekitarnya yang meningkat pada kepadatan penduduk (>1500 jiwa/km²) (gambar 28). Kondisi ini terjadi karena kepadatan penduduknya lebih rendah dibandingkan dengan Kota Cilegon. 100 2005
80 60
2011
Poly. (2005)
lahan terbuka
lahan terbuka
100
y = -4E-06x2 + 0.0264x - 11.401 R² = 0.5203
40 20
Poly. (2011)
80 y = -4E-06x2 + 0.0284x - 14.308 R² = 0.7629
60 40 20
0 0
2000
4000
kepadatan penduduk
6000
0
2000
4000
kepadatan penduduk
Gambar 27 Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk
6000
100
tahun 2005
Luas lahan terbuka (%)
Luas lahan terbuka (%)
33
tahun 2011
80 60 40
20.4 19.3
27.9 32.1 22.5 23.7
20 0 1000-2000 2000-3000
>3000
100 80 60 40 20 0
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
tahun 2005
tahun 2011
1.4 1.9
6.4 6.6
5.4 8.8
<500
500-1000
>1500
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Gambar 28 Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) Pola umum keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya disajikan pada gambar 29. Luas semak/belukar meningkat pada kepadatan penduduk 1000-2000 jiwa/km² kemudian menurun pada kepadatan penduduk yang tinggi (4000-5000) jiwa/km² bahkan semak/belukar habis pada kepadatan penduduk > 5000 jiwa/km². Luas semak/belukar di Kota Cilegon semakin menurun pada kepadatan penduduk yang tinggi >3000 jiwa/km². Kondisi tersebut terjadi karena semak/belukar mulai dimanfaatkan untuk lahan terbangun seperti permukiman, industri, pertokoan, pasar. Berbeda dengan semak/belukar di kecamatan sekitarnya yang meningkat pada kepadatan penduduk yang tinggi (gambar 30). Kondisi ini terjadi karena wilayahnya masih banyak terdapat hutan sehingga pada kepadatan penduduk yang tinggi, banyak hutan yang beralih menjadi semak/belukar. Poly. (2005) semak/belukar
semak/belukar
2005 100 80 60 40 20 0
y = -2E-06x2 + 0.0067x + 15.877 R² = 0.202
0
2000
4000
2011
100 80 60 40 20 0 0
6000
Poly. (2011)
y = -1E-06x2 - 0.0005x + 31.861 R² = 0.2305
2000
kepadatan penduduk
4000
6000
kepadatan penduduk
100 80 60 40 20
tahun 2005
tahun 2011
44.2 29.2 14.614.8
3.7 3.5
0 1000-2000 2000-3000
>3000
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Luas semak/belukar (%)
Luas semak/belukar (%)
Gambar 29 Grafik keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk 100
tahun 2005
tahun 2011
80 60 40 20 0
32.1
16.4 20.4
18.4 22.1
3.7 <500
500-1000
>1500
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Gambar 30 Grafik keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
34
100
2005
80 60
Poly. (2005)
y = -2E-06x2 + 0.0118x - 2.5382 R² = 0.2008
40 20 0 0
2000
4000
6000
pertanian lahan kering
pertanian lahan kering
Pola keterkaitan umum luas pertanian lahan kering dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya disajikan pada gambar 31. Luas pertanian lahan kering semakin meningkat pada kepadatan penduduk (20003000) jiwa/km² dan menurun kembali pada kepadatan penduduk (>4000) jiwa/km². Hal ini nampak pada Kota Cilegon sedangkan Kecamatan sekitarnya memiliki pola sama namun kuantitas kepadatan penduduknya lebih rendah. Luas pertanian lahan kering di Kota Cilegon meningkat pada kepadatan penduduk 2000-3000 jiwa/km² dan menurun di kepadatan penduduk >3000 jiwa/km². Berbeda dengan Kecamatan sekitarnya yang meningkat pada kepadatan penduduk 500-1000 jiwa/km² dan menurun pada kepadatan penduduk >1500 jiwa/km² (gambar 32). 100
2011
Poly. (2011)
80 60
y = -1E-06x2 + 0.0079x - 0.7577 R² = 0.103
40 20 0 0
kepadatan penduduk
2000
4000
6000
kepadatan penduduk
100 80 60 40 20 0
tahun 2005
10.96.1
tahun 2011
11.8 12.0
1000-2000 2000-3000
8.4 8.8 >3000
Luas pertanian lahan kering (%)
Luas pertanian lahan kering (%)
Gambar 31 Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk 100 80 60 40 20 0
tahun 2005
tahun 2011
1.2 1.3
8.2 9.0
4.7 3.0
<500
500-1000
>1500
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Gambar 32 Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
100 80 60 40 20 0
2005
Linear (2005)
y = 0.0054x - 0.0909 R² = 0.9373
0
2000
4000
kepadatan penduduk
6000
pemukiman
pemukiman
Pola hubungan umum luas permukiman dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya disajikan pada gambar 33. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin tinggi luas pemukiman. Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi luas permukiman. Kondisi ini nampak di Kota Cilegon yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi maka luas permukiman juga tinggi. Semakin rendah kepadatan penduduk maka luas permukiman semakin rendah. Kondisi ini terlihat pada Kecamatan sekitarnya yang kepadatan penduduknya rendah dibandingkan di Kota Cilegon (gambar 34). 100 80 60 40 20 0
2011
Linear (2011)
y = 0.0053x + 0.4658 R² = 0.9105 0
2000
4000
kepadatan penduduk
Gambar 33 Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk
6000
Luas pemukiman (%)
100 80
tahun 2005
tahun 2011
60 40 20
8.1 7.8
12.5 13.5
25.0 26.3
0 1000-2000 2000-3000
>3000
Luas pemukiman (%)
35
100 80 60 40 20 0
tahun 2005
tahun 2011
1.8 2.8
3.7 5.5
<500
500-1000
6.2 6.8 >1500
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Gambar 34 Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
100 80 60 40 20 0 -20 0
2005
2011
Poly. (2005)
Poly. (2011)
100 80
y = -1E-06x2 + 0.0059x - 0.4865 R² = 0.1245
industri
industri
Berbeda dengan penggunaan/penutupan lahan lainnya, dampak dari industri adalah bertambahnya jumlah penduduk di sekitar kawasan industri tetapi pada kepadatan penduduk yang tinggi, industri tidak berkembang (gambar 35). Hal ini nampak di Kota Cilgon dan kecamatan sekitarnya. Luas industri di Kota Cilegon meningkat pada kepadatan penduduk 1000-2000 jiwa/km² dan semakin menurun pada kepadatan penduduk 2000-3000 jiwa/km² hingga >3000 jiwa/km². Sama halnya dengan kecamatan sekitarnya yang memiliki pola hubungan industri yang sama tetapi kuantitas kepadatan penduduknya berbeda. Luas industri kecamatan sekitarnya meningkat pada kepadatan penduduk 500-1000 jiwa/km² dan menurun pada kepadatan penduduk >1500 jiwa/km² (gambar 36).
60
y = -1E-06x2 + 0.0069x - 1.5473 R² = 0.1401
40 20 0
2000
4000
6000
-20 0
2000
kepadatan penduduk
4000
6000
kepadatan penduduk
100
tahun 2005
tahun 2011
80 60 40 20
12.9 12.1
10.0 1.1
0 1000-2000
2000-3000
0.7 1.0 >3000
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
100 Luas industri (%)
Luas industri (%)
Gambar 35 Grafik keterkaitan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota tahun 2005
tahun 2011
80 60 40 20
1.3 1.4
0.6 0.7
500-1000
>1500
0 <500
Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Gambar 36 Grafik hubungan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
36
Keterkaitan Tingkat Perkembangan Wilayah dengan Kepadatan Penduduk dan Kerapatan Jalan Penyebaran Kepadatan Penduduk dan Kerapatan Jalan Jumlah penduduk Kota Cilegon dari tahun 2005 sampai 2011 terus meningkat dan semakin padat diikuti dengan Kecamatan sekitarnya walaupun kecepatan kepadatan penduduk kecamatan sekitarnya berbeda dengan Kota Cilegon. Tabel 10 menunjukkan pada tahun 2005, kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kecamatan Jombang sebesar 5150 jiwa/km²sedangkan kecamatan yang memiliki penduduk terendah yaitu Kecamatan Mancak sebesar 418 jiwa/km². Tahun 2011 kepadatan penduduk Kecamatan Jombang semakin padat yaitu sebesar 5375 jiwa/km², sedangkan kepadatan penduduk Kecamatan Mancak tetap rendah sebesar 494 jiwa/km² walaupun jumlah penduduknya meningkat. Kecamatan jombang mempunyai akses jalan yang baik dan dekat dengan pusat kota sehingga penduduk tertarik untuk tinggal disini. Rendahnya kepadatan penduduk di Kecamatan Mancak disebabkan oleh rendahnya laju migrasi sehingga untuk pembangunan pada wilayah ini kurang begitu pesat. Ada kecenderungan semakin padat suatu wilayah maka lahan yang dibutuhkan untuk pemukiman, sarana dan prasarana serta fasilitas umum semakin banyak. Akses jalan di kecamatan sekitarnya mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga 2011 yang disajikan pada tabel 11. Berbeda dengan Kota Cilegon yang tidak mengalami peningkatan kerapatan jalan karena kerapatan jalannya sudah sangat rapat di tahun 2005 dan hal ini diduga oleh ketersediaan lahan yang semakin terbatas sehingga kerapatan jalannya tetap di tahun 2011. Namun, kerapatan jalan di Kota Cilegon tetap tinggi bila dibandingkan kecamatan sekitarnya. Maka dari itu Kota Cilegon lebih berkembang dari kecamatan sekitarnya. Tabel 10 Kepadatan penduduk tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Jumlah Jumlah Kepadatan Kepadatan Nama Penduduk Penduduk Luas Penduduk Penduduk Nama Kota/ tahun tahun Wilayah tahun tahun Kecamatan Kabupaten 2005 2011 (km²) 2005 2011 (jiwa) (jiwa) (jiwa/km²) (jiwa/km²) Cilegon Ciwandan 38002 41187 33.8 1124 1218 Cilegon Citangkil 54523 63982 27.3 1997 2343 Cilegon Pulomerak 40692 45698 24.6 1651 1855 Cilegon Purwakarta 35660 37555 15.8 2252 2372 Cilegon Grogol 30631 33631 25.3 1212 1330 Cilegon Cilegon 36362 38553 9.0 4022 4264 Cilegon Jombang 56567 59038 11.0 5150 5375 Cilegon Cibeber 37216 40201 17.6 2111 2280 Waringin Serang 37234 42497 47.7 780 891 kurung Serang Mancak 40849 48301 97.8 418 494 Serang Anyer 48372 51080 61.0 794 838 Serang Bojonegara 37177 42580 37.1 1001 1147 Serang Pulo ampel 28435 34779 34.8 816 999 Serang Kramatwatu 78042 89785 55.9 1395 1605
37
Tabel 11 Kerapatan jalan tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya Kerapatan Jalan Tahun Kerapatan Jalan Tahun Nama 2005 (Jalan Nasional, 2011 (Jalan Nasional, Nama Kota/ Jalan Kabupaten, Jalan Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan Kabupaten Tol, Jalan Lokal) Tol, Jalan Lokal) (km/km²) (km/km²) Cilegon Ciwandan 4.4 5.5 Cilegon Citangkil 6.3 6.3 Cilegon Pulomerak 3.3 3.3 Cilegon Purwakarta 5.5 5.5 Cilegon Grogol 4.3 4.3 Cilegon Cilegon 8.2 8.2 Cilegon Jombang 6.5 6.5 Cilegon Cibeber 5.7 5.7 Waringin Serang 1.0 1.1 kurung Serang Mancak 0.9 1.1 Serang Anyer 0.6 1.3 Serang Bojonegara 1.3 1.4 Serang Pulo ampel 1.1 1.2 Serang Kramatwatu 3.1 3.2
Perkembangan Wilayah Penetapan hirarki wilayah dengan menggunakan metode skalogram didasarkan pada jumlah fasilitas dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana yang lebih banyak. Analisis skalogram ini juga menghasilkan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK), dimana semakin tinggi nilai IPK maka semakin tinggi tingkat perkembangan wilayahnya. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPK berarti semakin rendah tingkat perkembangan wilayahnya. Perubahan nilai IPK ini juga dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk. Semakin tinggi kepadatan penduduknya maka suatu wilayah akan meningkatkan jumlah dan jenis fasilitasnya agar dapat memenuhi kebutuhan penduduknya ditunjang dengan aksesibilitas jalan yang baik. Hasil analisis Hirarki Wilayah tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya tertera pada tabel 12 dan 13 disertai gambaran spasial yang disajikan pada gambar 26. Pada tahun 2005 hanya kecamatan yang berada di Kota Cilegon yang berhirarki 1 sedangkan untuk enam Kecamatan sekitarnya yang termasuk dalam Kabupaten Serang berhirarki 3. Tahun 2011 terjadi perubahan jumlah hirarki pada beberapa kecamatan yaiu penurunan maupun peningkatan jumlah dan jenis fasilitas. Kecamatan Cibeber mengalami penurunan hirarki dari hirarki 1 menjadi hirarki 2. Hal ini dikarenakan nilai IPK mengalami penurunan dari 66 menjadi 65 walaupun jumlah dan jenis fasilitasnya mengalami penambahan dari 36 menjadi 45. Sebab, penambahan
38
jumlah dan jenis fasilitasnya lebih sedikit dibandingkan Kecamatan yang berhirarki 1 (Kecamatan Purwakarta, Cilegon, dan Jombang). Kecamatan Purwakarta tetap berhirarki 1 di tahun 2011 karena nilai IPKnya mengalami peningkatan dari 72 menjadi 85, jumlah dan jenisnya pun meningkat dari 40 menjadi 49. Selain itu, Kecamatan Purwakarta memiliki akses jalan yang baik dan merupakan tempat rumah sakit besar di Kota Cilegon, industri Krakatau steel, terdapat universitas negeri, dan perumahan yang disertai berbagai fasilitas seperti lapangan golf dan kolam renang.
Lapangan golf
Kolam renang
Kecamatan Jombang dan Kecamatan Cilegon ditahun 2011 mengalami peningkatan hirarki menjadi hirarki 1. Hal ini dikarenakan Kecamatan Cilegon dan Kecamatan Jombang mengalami peningkatan nilai IPK yaitu dari dari 58 menjadi 79 dan dari 60 menjadi 81. Jumlah dan jenis fasilitasnya pun meningkat dari 35 menjadi 45 dan dari 35 menjadi 46. Fasilitas-fasilitas yang ada di Kecamatan jombang dan Kecamata Cilegon untuk melayani penduduk di wilayah tersebut,yaitu :
Pasar tradisional jombang
Indomaret (minimarket)
Ruko di kecamatan Jombang
Ruko di kecamatan Cilegon
Hotel
Masjid
39
Alfamidi (minimarket)
Supermarket
Kecamatan Jombang dan Kecamatan Cilegon memiliki aksesibilitas yang baik sehingga dengan cepat terjadi perubahan perkembangan wilayah. Tingkatan hirarki berbanding lurus dengan indeks/tingkat perkembangan kecamatan. Daerah dengan tingkat hirarki I adalah daerah yang paling maju dan biasanya daerah ini berperan sebagai pusat aktifitas, pusat perekonomian, serta tempat terkonsentrasinya penduduk.
Akses jalan di Kota Cilegon
Kecamatan Citangkil mengalami penurunan hirarki dari hirarki 2 menjadi hirarki 3. Nilai IPKnya dari 49 menjadi 59 dan jumlah serta jenis fasilitasnya dari 33 sampai 48. Nampak bahwa Kecamatan Citangkil mengalami peningkatan dalam nilai IPK, jumlah dan jenis fasilitas tetapi penambahan tersebut tidak sebesar kecamatan yang berhirarki 1 dan 2 di tahun 201. Kecamatan Pulomerak tidak mengalami peningkatan atau penurunan hirarki sehingga tetap berhirarki 3 di tahun 2005 hingga 2011. Nilai IPDnya dari 41 menjadi 51 dan jumlah serta jenisnya dari 30 menjadi 41. Namun, jumlah dan jenis fasilitasnya lebih tinggi dibandingkan kecamatan sekitarnya.Hal ini nampak dari adanya sektor industri dan kepelabuhan di Kecamatan Pulomerak.
PLTA di Kecamatan Pulomerak
Pelabuhan di Kecamatan Pulomerak
Enam Kecamatan sekitarnya yang termasuk kedalam Kabupaten Serang dari tahun 2005 hingga 2011 berhirarki 3 dimana tingkat perkembangannya lebih rendah dibandingkan Kecamatan lain yang termasuk kedalam Kota Cilegon (pusat kota). Hal ini terjadi karena kecamatan sekitarnya memiliki kepadatan penduduk yang rendah juga wilayah ini masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan masih
40
terdapat hutan sehingga wilayahnya belum berkembang untuk pembangunan sarana prasarana.
Sawah
Hutan
Tabel 12 Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Nama Kota/Kabupaten Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Serang Serang Serang Serang Serang Serang
Nama Kecamatan
IPK
Jumlah Jenis
Hirarki tahun 2005
Ciwandan Citangkil Pulomerak Purwakarta Grogol Cilegon Jombang Cibeber Waringinkurung Mancak Anyer Bojonegara Pulo ampel Kramatwatu
56 49 41 72 37 58 60 66 37 39 45 35 41 18
34 33 30 40 28 35 35 36 22 21 30 25 23 24
HIRARKI 2 HIRARKI 2 HIRARKI 3 HIRARKI 1 HIRARKI 3 HIRARKI 2 HIRARKI 2 HIRARKI 1 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3
Tabel 13 Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Nama Kota/ Kabupaten Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Serang Serang Serang Serang Serang Serang
Nama Kecamatan Ciwandan Citangkil Pulomerak Purwakarta Grogol Cilegon Jombang Cibeber Waringinkurung Mancak Anyer Bojonegara Pulo ampel Kramatwatu
IPK
Jumlah Jenis
Hirarki tahun 2011
65 59 51 85 53 79 81 65 57 58 58 39 56 51
43 48 41 49 42 45 46 45 34 26 38 30 32 40
HIRARKI 2 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 1 HIRARKI 3 HIRARKI 1 HIRARKI 1 HIRARKI 2 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3 HIRARKI 3
41
(a)
(b)
41
Gambar 37 Hirarki Wilayah Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya tahun 2005 (a) dan tahun 2011 (b)
42
Keterkaitan Kepadatan Penduduk dengan Tingkat Perkembangan Wilayah Keberadaan penduduk pada suatu wilayah berhubungan erat dengan tingkat perkembangan wilayah. Semakin padat penduduknya maka wilayah tersebut akan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana untuk menunjang dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Keterkaitan kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan wilayah disajikan pada tabel 14 dan gambar 38. Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tahun 2005 wilayah yang berhirarki 1 kepadatan penduduknya tidak terlalu padat yaitu 2252 jiwa/km² dan 2111 jiwa/km² yang merupakan Kecamatan Purwakarta dan Kecamatan Cibeber. Hal ini disebabkan Kecamatan Purwakarta merupakan pusat aktivitas kegiatan industri PT. Krakatau steel, kawasan real estate yang dilengkapi dengan lapangan golf, kolam renang, memiliki rumah sakit negeri serta perguruan tinggi negeri dan akses jalan yang mudah sehingga harga tanahnya sangat tinggi maka dari itu penduduknya tidak terlalu padat. Begitu pula dengan Kecamatan Cibeber yang memiliki banyak perumahan dan akses jalan yang mudah sehingga harga tanahnya mahal maka dari itu penduduknya tidak terlalu padat. Berbeda dengan Kecamatan Jombang dan Cilegon yang kepadatan penduduknya sangat tinggi yaitu 5150 jiwa/km² dan 4022 jiwa/km² yang berhirarki 2 tetapi pada tahun 2011 kedua kecamatan tersebut mengalami peningkatan menjadi berhirarki 1. Kondisi ini diduga karena Kecamatan Cilegon merupakan pusat Kota Cilegon sehingga jumlah fasilitasnya meningkat lebih banyak dibandingkan kecamatan lain agar dapat melayani kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Kepadatan penduduk Kecamatan Jombang paling tinggi di Kota Cilegon dan letaknya dekat dengan pusat kota sehingga untuk melayani kebutuhan masyarakat yang tinggi di kecamatan tersebut maka jumlah fasilitasnya bertambah lebih banyak dibandingkan kecamatan lain. Kepadatan penduduk Kecamatan Purwakarta dan Citangkil di tahun 2011 sebesar 2372 jiwa/km² dan 2343 jiwa/km². Namun, tingkat perkembangan wilayahnya sangat berbeda yaitu hirarki 1 untuk Kecamatan Purwakarta dan hirarki 3 untuk Kecamatan Citangkil. Hal ini terjadi karena Kecamatan Purwakarta merupakan pusat aktivitas kegiatan industri PT. Krakatau steel, kawasan real estate, dan akses jalan yang mudah sehingga harga tanahnya sangat tinggi maka dari itu penduduknya tidak terlalu padat. Berbeda dengan Kecamatan Citangkil yang berhirarki 3 dimana tingkat perkembangnya rendah sehingga penduduk yang tinggal disana jumlahnya tidak terlalu banyak. Kepadatan penduduk tahun 2005 di Kecamatan Ciwandan sebesar 1124 jiwa/km² lebih rendah dari Kecamatan Kramatwatu sebesar 1395 jiwa/km² tetapi tingkat perkembangan wilayah Kecamatan Ciwandan (hirarki 2) lebih tinggi dari Kecamatan Kramatwatu (hirarki 3). Bahkan, tingkat perkembangan wilayah Kecamatan Ciwandan masih tetap tinggi di tahun 2011. Hal ini terjadi karena Kecamatan Ciwandan merupakan pusat industri kimia di Kota Cilegon sehingga wilayahnya lebih berkembang dibandingkan Kecamatan Kramatwatu yang penduduknya lebih banyak. Kecamatan sekitarnya yaitu Kecamatan Mancak, Kecamatan Anyer, dan Kecamatan Waringin kurung memiliki kepadatan penduduk < 1000 jiwa/km² di tahun 2005 hingga 2011. Hal ini terjadi karena wilayahnya masih banyak terdapat hutan sehingga kurang berkembang dan penduduk tidak tertarik untuk tinggal disana sehingga kepadatan penduduknya rendah.
43
Kepadatan Penduduk tahun 2005 (jiwa/km²)
6000
Kepadatan penduduk (jiwa/km²)
Kepadatan penduduk (jiwa/km²)
Tabel 14 Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan wilayah Kepadatan Kepadatan Hirarki Hirarki Nama Kota/ Penduduk Penduduk Nama Kecamatan tahun tahun Kabupaten tahun 2005 tahun 2011 2005 2011 (jiwa/km²) (jiwa/km²) Cilegon Ciwandan hirarki 2 1124 hirarki 2 1218 Cilegon Citangkil hirarki 2 1997 hirarki 3 2343 Cilegon Pulomerak hirarki 3 1651 hirarki 3 1855 Cilegon Purwakarta hirarki 1 2252 hirarki 1 2372 Cilegon Grogol hirarki 3 1212 hirarki 3 1330 Cilegon Cilegon hirarki 2 4022 hirarki 1 4264 Cilegon Jombang hirarki 2 5150 hirarki 1 5375 Cilegon Cibeber hirarki 1 2111 hirarki 2 2280 Serang Waringin kurung hirarki 3 780 hirarki 3 891 Serang Mancak hirarki 3 418 hirarki 3 494 Serang Anyer hirarki 3 794 hirarki 3 838 Serang Bojonegara hirarki 3 1001 hirarki 3 1147 Serang Pulo ampel hirarki 3 816 hirarki 3 999 Serang Kramatwatu hirarki 3 1395 hirarki 3 1605
5000 4000 3000 2000 1000
Hirarki Wilayah
0 0
1
2
3
Kepadatan Penduduk tahun 2011 (jiwa/km²)
6000 5000 4000 3000 2000 1000
Hirarki Wilayah
0 0
1
2
3
Gambar 38 Grafik Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan wilayah Kota Cilegon dn Kecamatan Sekitarnya
Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan Tingkat Perkembangan Wilayah Jaringan jalan yang digunakan dalam menghitung kerapatan jalan yaitu jalan nasional, jalan kabupaten, jalan tol dan jalan lokal yang nantinya total dari seluruh panjang jalan dibagi dengan luas wilayah. Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah disajikan oleh tabel 15 dan gambar 39. Pada tahun 2005, Kecamatan Cilegon yang berhirarki 2 memiliki kerapatan jalan paling tinggi sebesar 8.2 km/km² dibandingkan wilayah yang berhirarki 1 yaitu Kecamatan Purwakarta dan Kecamatan Cibeber yang masing-maing sebesar 5.5 km/km² dan 5.7 km/km². Kondisi ini terjadi karena Kecamatan Cilegon memiliki penduduk yang padat sehingga lebih banyak jalan lokal dibandingkan jalan utama . Pada tahun 2011 Kecamatan Cilegon berhirarki 1. Hal ini terjadi karena kerapatan jalan di Kecamatan Cilegon yang sangat tinggi dan rapat maka perkembangan wilayahnya mengalami kelancaran. Jaringan jalan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pelayanan umum,tersedianya prasarana jalan baik kualitas maupun kuantitas sangat menentukan mudah dan tidaknya suatu daerah di jangkau (tingkat aksesibilitas).
44
Kerapatan jalan Kecamatan Ciwandan yang berhirarki 2 dan Grogol berhirarki 3 masing-masing sebesar 4.4 km/km² dan 4.3 km/km². Hal ini di karena Kecamatan Ciwandan merupakan pusat industri kimia sehingga lebih berkembang daripada Kecamatan Purwakarta. Namun, kerapatannya jalannya sama (> 4)km/km² karena penduduk yang tinggal di Kecamatan Ciwandan rendah sehingga jalan lokalnya pun rendah. Lingkungan di Kecamatan Ciwandan sudah tercemar oleh limbah industri kimia baik air, tanah maupun udara sehingga penduduk enggan untuk tinggal disana. Kecamatan Jombang yang mengalami peningkatan hirarki menjadi hirarki 1 di tahun 2011 tetapi kerapatan jalannya tetap yaitu 6.5 km/km². Kondisi ini karena lahan yang tersedia di Kota Cilegon terbatas sehingga kerapatan jalannya tetap. Namun, kepadatan penduduknya sangat tinggi dan dekat pusat Kota Cilegon sehingga untuk melayani kebutuhan penduduknya maka dibangun berbagai fasilitas sehingga berubah menjadi hirarki 1. Kecamatan Cilegon dan Jombang berubah menjadi hirarki 1 di tahun 2011. Namun, kerapatan jalan keduanya berbeda yaitu sebesar 8.2 km/km² dan 6.5 km/km². Kecamatan Cilegon merupakan pusat Kota Cilegon sehingga penduduknya paling padat. Letak Kecamatan jombang dekat dengan Kecamatan Cilegon (Pusat Kota) sehingga penduduknya sangat padat setelah Kecamatan Cilegon. Untuk melayani kebutuhan penduduknya maka dibangun berbagai fasilitas seperti minimarket, supermarket, pertokoan, pasar, rumah sakit, lembaga kecantikan maka di tahun 2011, wilayahnya menjadi sangat berkembang. Meskipun kerapatan jalannya tetap tetapi jaringan jalannya sudah sangat rapat dibandingkan kecamatan lainnya. Kerapatan jalan kecamatan sekitarnya sangat rendah (<1.2) km/km² sehingga tingkat perkembangan wilayahnyakurang berkembang dibandingkan kecamatan yang termasuk ke dalam Kota Cilegon. Kecamatan sekitarnya topografinya berbukit-bukit sehingga kerapatan jalannya rendah dan tidak rapat. Tabel 15 Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah Kerapatan Kerapatan Nama Nama Hirarki Hirarki Jalan Tahun Jalan Tahun Kota/Ka 2005 2011 Kecamatan tahun 2005 tahun 2011 bupaten (km/km²) (km/km²) 4.4 5.5 Cilegon Ciwandan hirarki 2 hirarki 2 6.3 6.3 Cilegon Citangkil hirarki 2 hirarki 3 3.3 3.3 Cilegon Pulomerak hirarki 3 hirarki 3 5.5 5.5 Cilegon Purwakarta hirarki 1 hirarki 1 4.3 4.3 Cilegon Grogol hirarki 3 hirarki 3 8.2 8.2 Cilegon Cilegon hirarki 2 hirarki 1 6.5 6.5 Cilegon Jombang hirarki 2 hirarki 1 5.7 5.7 Cilegon Cibeber hirarki 1 hirarki 2 1.0 1.1 Serang Waringin hirarki 3 hirarki 3 0.9 1.1 Serang Mancak hirarki 3 hirarki 3 0.6 1.3 Serang Anyer hirarki 3 hirarki 3 1.3 1.4 Serang Bojonegara hirarki 3 hirarki 3 1.1 1.2 Serang Pulo ampel hirarki 3 hirarki 3
45
Kerapatan jalan tahun 2005
Kerapatan jalan tahun 2011
10 Kerapatan jalan (km/km ²)
Kerapatan jalan (km/km ²)
10 8 6 4 2
HIRARKI WILAYAH
0 0
1
2
3
8 6 4 2
HIRARKI WILAYAH
0 0
1
2
3
Gambar 39 Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah
Keterkaitan Perkembangan Lahan Terbangun dengan Jumlah penduduk, Panjang Jalan, dan Indeks Perkembangan Kecamatan Perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun disimbolkan dengan Y. Y tersebut merupakan variabel dependen/variabel terkait yaitu variabel yang disebabkan / dipengaruhi oleh adanya variabel bebas/ variabel independen. Keterkaitan perubahan penggunaan/penutupan lahan dengan perubahan jumlah penduduk (X1), perubahan panjang jalan (X2), dan perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (X3). Ketiganya merupakan variabel independen. Pada model tersebut, didapatkan nilai R² sebesar 0.850. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar 85%, artinya keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model sebesar 85%, sisanya 15% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Berdasarkan hasil Uji t yang paling berpengaruh adalah perubahan panjang jalan (X2). Variabel yang memiliki nilai koefisien terbesar adalah perubahan panjang jalan dengan nilai koefisien sebesar 0.914, artinya semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada suatu wilayah maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat sehingga semakin banyak penggunaan/penutupan lahan yang berubah menjadi lahan terbangun. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya dan penggunaan/penutupan lahan belum banyak yang berubah menjadi lahan terbangun. Variabel yang memiliki nilai kedua terbesar adalah perubahan indeks perkembangan kecamatan (IPK) dengan nilai koefisien 0.108, artinya semakin tinggi nilai IPK maka semakin berkembang suatu daerah dan perubahan penggunana/penutupan lahan menjadi lahan terbangun semakin besar. Wilayah yang berkembang memiliki berbagai jenis fasilitas untuk menunjang dan melayani masyarakat sehingga penggunan/penutupan lahan lebih banyak berubah menjadi lahan terbangun. Wilayah yang tidak berkembang lebih banyak didominasi oleh hutan dan pertanian sehingga belum banyak lahan terbangun yang dibangun disana. Selanjutnya,variabel yang memiliki keterkaitan terhadap perubahan perubahan penggunan/penutupan lahan, yaitu perubahan jumlah penduduk sebesar 0.046, artinya semakin tinggi jumlah penduduk maka perubahan
46
penggunan/penutupan lahan lebih banyak berubah menjadi lahan terbangun. Hal ini karena semakin tinggi jumlah penduduk maka kebutuhan terhadap lahan semakin meningkat untuk dijadikan lahan terbangun. Semakin rendah jumlah penduduk maka perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun semakin rendah. Penggunaan/penutupan lahan berupa hutan, pertanian lahan kering, dan pertanian lahan basah akan semakin berkurang dan berubah menjadi lahan terbangun dengan meningkatnya jumlah penduduk. Semakin tinggi penduduk maka lahan terbangun semakin banyak jumlahnya seperti permukiman dn industri. Berdasarkan analisis regresi berganda didapatkan rumus Y= 15.89 + 0.0001 X1 + 3.4 X2 + 0.69 X3. P-value 0.000, tolak H0, artinya perubahan panjang jalan (X2) berpengaruh signifikan terhadap perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun (Y), sebesar 3.4 artinya jika X2 meningkat 1 km maka rata-rata Y akan meningkat sebesar 3.4 ha dengan asumsi cateris paribus (dengan hal-hal lainnya tetap sama). Tabel 16 Hasil Analisis Regresi Berganda Keterkaitan Perubahan Lahan Tidak Produktif menjadi Lahan Terbangun dengan Jumlah Penduduk, Panjang jalan, dan IPK Adjusted Model R R Square R Square 1 .922(a) 0.850 .805 a Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b Dependent Variable:
Std. Error of the Estimate 23.49553
Durbin-Watson 2.861
Uji t Unstandardized Coefficients Std. B Error
Model (Constant) Peubahan jumlah penduduk (X1) Perubahan Panjang jalan (X2) Peubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (X3) a Dependent Variable: Y
Standardized Coefficients Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
0.921
0.379
Tolerance
VIF
15.893
17.262
0
0.001
0.046
0.361
0.725
0.943
1.061
3.475
0.477
0.914
7.284
0
0.953
1.049
0.699
0.807
0.108
0.867
0.407
0.974
1.027
47
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2011 dengan RTRW Periode 2011-2031 Hasil dari proses perencanaan tata ruang wilayah adalah berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW selain merupakan guidance offuture actions juga merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras dan seimbang untuk mencapai kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (Dirjen Penataan Ruang, 2003). Ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan RTRW periode 2011-2031 diperlihatkan dengan keadaan aktualnya berupa permukiman tetapi menurut RTRW berupa kawasan hutan lindung. Kondisi ini menunjukkan ketidaksesuaian terhadap RTRW karena sulit untuk merubah permukiman menjadi hutan lindung agar sesuai dengan peruntukkan RTRW. Hal-hal yang bisa mendorong ketidaksesuaian RTRW seperti kurangnya tenaga professional perencana, rendahnya akurasi dan up date data dan kurangnya dana pendukung, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan. Selain itu, dalam pelaksanaannya juga sering dijumpai tumpang tindih dalam pengaturannya dengan sektor lain. Ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah periode 2011-2031 terdiri dari tiga klasifikasi yaitu sesuai, tidak sesuai, dan tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah. Penggunaan/penutupan lahan aktual yang sesuai dengan peruntukkan RTRW dikatakan sesuai, penggunaan/penutupan lahan aktual yang tidak sesuai dengan peruntukkan RTRW dikatakan tidak sesuai, dan penggunaan/penutupan lahan aktual yang masih memungkinkan dapat berubah sesuai dengan peruntukkan RTRW dikatakan tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah. Ketidaksesuaian terhadap RTRW yang tidak sesuai sebesar 816.9 ha sedangkan yang tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah sebesar 7259.8 ha. Komposisi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap peruntukkan RTRW di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya di perlihatkan pada tabel 17 dan gambar 41 serta gambaran spasialnya ditunjukkan oleh gambar 40. Gambar 40 dan 41 menunjukkan bahwa ketidaksesuaian terhadap RTRW lebih banyak terjadi di luar kecamatan sekitar Kota Cilegon baik yang tidak sesuai maupun yang tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah. Kondisi ini terjadi karena ketersediaan lahan di kecamatan sekitarnya masih banyak sedangkan kecamatan yang berada dalam Kota Cilegon yang tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah lebih banyak terjadi pada wilayah yang memiliki kegiatan industri seperti Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Grogol, Kecamatan Purwakarta, dan Kecamatan Ciwandan. Penggunaan/penutupan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan RTRWberupa lahan terbangun di Kecamatan sekitarnya terjadi di Kecamatan Mancak sebesar 249.9 ha. Kecamatan Mancak berbatasan dengan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi yaitu Kecamatan Cilegon. Kondisi ini di duga bahwa Kecamatan Cilegon yang sudah tidak memiliki ruang untuk permukiman menuntut ruang yang lebih luas ke arah luar kota untuk berbagai aktivitas ekonomi dan permukiman sehingga muncul kondisi tidak sesuai terhadap peruntukkan RTRW di Kecamatan Mancak. Penggunaan/penutupan lahan yang
48
tidak sesuai dengan RTRW tetapi masih dapat berubah lebih banyak terjadi di Kecamatan Bojonegara sebesar 2026.5 ha.
Gambar 40 Sebaran Spasisl Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Tahun 2011 dengan RTRW Periode 2011-2031 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
49
Tabel 17 Komposisi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya Nama Kota/ Kabupaten
Kota Cilegon
Kecamatan sekitarnya
Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Cilegon Serang Serang Serang Serang Serang Serang
Nama Kecamatan
ha 35.3 56.1 30.5
Purwakarta Pulomerak Cibeber Citangkil Grogol Ciwandan Jombang Cilegon Anyer Bojonegara Kramatwatu Mancak Pulo ampel Waringinkurung 176.2 78.2 66.5 249.9 183.1 34.3 73.2 110.4
Waringin Kurung Pulo Ampel Mancak Kramatwatu Bojonegara Anyer Pulomerak Purwakarta Grogol Ciwandan Jombang Citangkil Cilegon Cibeber
56.1 35.3 19.1 15.0 14.1 25.4 8.9 30.5 0
tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah
tidak sesuai
25.4 19.1 15.0 14.1 8.9 110.4 73.2 34.3 249.9 66.5 78.2
% 2.2 2.3 1.7 0.9 0.8 0.4 1.3 1.0 1.8 2.0 0.6 2.6 1.9 1.6
ha
%
418.0 1397.7
26.4 56.7
781.3
30.9
295.6
8.7
2026.5 183.1 718.8 1262.5 176.2
54.6 3.3 7.3 36.3 3.7
1262.5 718.8 2026.5 1397.7
418.1 tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah 7259.8 ha
781.3 295.6
tidak sesuai 816.9 ha
ha 500
1000
1500
2000
2500
3000
Gambar 41 Grafik Komposisi ketidaksesuaian penggunaan lahan tahun 2011 dengan RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
50
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun khususnya industri lebih banyak terjadi di Kota Cilegon sedangkan perubahan penggunaan/penutupan lahan lainnya lebih banyak terjadi di kecamatan sekitarnya karena ketersediaan lahannya masih banyak. 2. Sawah di Kota Cilegon dialokasikan kedalam program kebijakan pemerintah agar tetap bertahan pada kepadatan penduduk yang tinggi (>3000 jiwa/km²). Berbeda dengan sawah di Kecamatan sekitarnya yang relatif tinggi (<50%) karena kepadatan penduduknya rendah. 3. Perkembangan wilayah di Kota Cilegon bervariasi antar wilayah kecamatan dimana Kota Cilegon lebih berkembang dibandingkan kecamatan sekitarnya. 4. Ketidaksesuaian terhadap RTRW lebih banyak terjadi di Kecamatan sekitar Kota Cilegon karena lahan yang tersedia di Kecamatan sekitarnya masih banyak tersedia. SARAN
Pada penelitian ini diketahui bahwa kepadatan penduduk di Kota Cilegon sangat padat dibandingkan Kecamatan Sekitarnya. Oleh karena itu pemerintah harus membatasi penduduk yang bermigrasi ke Kota Cilegon agar tidak mengganggu keberadaan lahan-lahan yang mempunyai fungsi strategis tertentu menjadi lahan terbangun khususnya pemukiman sehingga lahan-lahan yang mempunyai fungsi strategis di Kecamatan Sekitarnya pun tidak terganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita SA.2011. Jaringan Transportasi. Graha Ilmu.Yogyakarta. Aronoff S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. Ottawa, Canada: WDC Publications. Arsyad S. 1989. Pemanfaatan Iklim dalam Mendukung Pengembangan Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr. Badan Pusat Statistik. 2005. Cilegon dalam Angka 2005. Cilegon Badan Pusat Statistik. 2011. Cilegon dalam Angka 2011. Cilegon Badan Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Serang dalam Angka 2005. Serang Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Serang dalam Angka 2011. Serang Barlowe R. 1986. Land Resources Economics. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
51
Carolita I. 2005. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek [tesis].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gandasasmita K. 2001. Analisis Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hakim R, UtomoH. 2004. Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap PrinsipUnsur dan Aplikasi Desain. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Jensen JR. 1996. Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspectives 2nd Ed. USA: Prentice Hall, Inc. Irawan B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23, Nomor 1, Juni 2005. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jayadinata JT. 1992. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. Bandung (ID) : ITB Pr. Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (terjemahan). Yogyakarta (ID) : UGM Pr. Muiz A. 2009. Analisis perubahan penggunaan lahan di kabupaten sukabumi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mudhofir M. 2010. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Munibah K. 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Pendekatan Celluler Automata: Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten. Majalah Ilmiah Globe. 10 (2) : 108-121 Murai S. 1996. Remote Sensing Note Japan : Japan Association on Remote Sensing. NasoetionLI. 1991. Beberapa Permasalahan Pertanahan Nasional dalam Alternatif Kebijaksanaan untuk Menanggulanginya. Jurnal Analisis. Edisi No. 2, tahun 1991. Jakarta (ID): CSIS Pr. Prahasta E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung (ID): CV Informatika. Priyarsono DS.2011. Dari Pertanian Ke Industri Analisis Pembangunan dalam Perspektif Ekonomi Regional. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Satellite Imaging Corporation.2008. Ikonos Satellite Images and Sensor Specifications[internet].
[diacu
2014
Februari
7].
Tersedia
dari:
http://www.satimagingcorp.com/satellite_sensor/ikonos.html. Sondakh,L.2002.Menyiasati Dampak Degradasi Ekosistem dalam Penataan Ruang dan Pemukiman pada Otonomi Daerah. Prosiding Lokakarya Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman.Jakarta. Yusran A. 2006. Kajian Perubahan Tata Guna Lahan Pada Pusat Kota Cilegon. [TESIS]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
52
Lampiran 1 Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2005 di Kota Cilegon Penggunaan/penutupan lahan (%) Kelas Kepadatan pertanian badan lahan semak/ Penduduk hutan industri jalan permukiman lahan sawah Jumlah air terbuka belukar (jiwa/km²) kering 1000-2000 1.5 7.1 12.9 0.87 20.4 8.1 10.9 9.0 29.2 100 2000-3000 0.1 0 1.1 1.13 27.9 12.5 11.8 30.9 14.6 100 >3000 0.1 0 0.7 2.02 22.5 25.0 8.4 37.7 3.7 100 Lampiran 1 Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2011 di Kota Cilegon Penggunaan/penutupan lahan (%) Kelas Kepadatan pertanian badan lahan semak/ Penduduk hutan industri jalan pemukiman lahan sawah Jumlah air terbuka belukar (jiwa/km²) kering 1000-2000 1.0 0.7 12.1 0.86 19.3 7.8 6.1 7.9 44.2 100 2000-3000 1.4 0 10.0 1.05 32.1 13.5 12.0 15.1 14.8 100 >3000 0.1 0 1.0 2.02 23.7 26.3 8.8 34.5 3.5 100 Lampiran 2 Hubungan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2005 di Kecamatan sekitarnya Kelas Kepadatan badan Penduduk hutan industri air (jiwa/km²) <500 0 83.2 0 500-1000 0.1 50.1 1.3 >1500 0.3 4.1 0.6
jalan 0.1 0.3 1.0
Penggunaan/penutupan lahan (%) pertanian lahan permukiman lahan sawah terbuka kering 1.4 1.8 1.2 8.8 6.4 3.7 8.2 13.4 5.4 6.2 4.7 49.7
semak/ tambak Jumlah belukar 3.7 16.4 18.4
0.0 0.1 9.7
100 100 100
Lampiran 4 Hubungan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk tahun 2011 di Kecamatan sekitarnya Kelas Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) <500 500-1000 >1500
badan hutan industri jalan air 0 0.1 0.3
45.3 42.9 0.1
0 1.4 0.7
0.1 0.3 1.1
Penggunaan/penutupan lahan (%) pertanian lahan permukiman lahan sawah terbuka kering 1.9 2.8 1.3 16.6 6.6 5.5 9.0 13.7 8.8 6.8 3.0 48.0
semak/ tambak Jumlah belukar 32.1 20.4 22.1
0 0.1 9.1
100 100 100
53
Lampiran 5 Ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap RTRW Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Kawas Kawa an san Kawasan Land use Kawasan Kawasan Kawasan Pelabu Peme Campura 2011 Cagar Hutan Hutan han- rintah n Sentra Alam Lindung Rakyat Gudan anTimur g BU badan air hutan industri jalan lahan terbuka Pemukiman sawah semak/ belukar tambak pertanian lahan kering
0.3 1394.0
51.7 9.3
15.0 8.9
0.9 11.0 528.7
341.7 40.3 71.9
44.1 29.6 201.3
1.8
2743.7
2.5
1.6 3730.0 3.4 229.0 8.2 10.0
Kawas an Perdag anganJasa 0.3
Kawa san Perlin dunga n Setem pat
Kawasa n Kawasan Peruma Peruntuk han an Perkota Industri an 0.6 31.8 7.4 62.9
307.4 118.4 12.2 182.9 21.5 1575.0 226.9 2.4 2.7 152.0 0.6 1443.5 852.3 0.1 6.3 105.1 1.4 1053.7
6.5 1.6
64.1 25.4
131.0
Kawasan Peruntuk an Pariwisat a
Kawasa Kawasan n Peruntuk Peruntu an kan Pemukim Perikan an an
Kawasan Peruntuk Kawasa an n RTH Perkebun an
1455.8 61.4
4.9 424.4 6.1 10.6
11.9 805.0 28.9 83.2
2.0 3031.3 1.2 8.4
3.9
1389.4 255.6 1518.0
81.2 144.7 628.2
916.1 825.0 2819.7
0.0 17.6 409.2
0.0 4.6 32.7 19.6
Kawa Kawasa Kawas san Temi n RTH an Pertani Sekitar nal an Waduk Terpa du 3.9
2.9
0.4
Kawas anPemer intaha n
Pelab uhan Bojon egara
Perunt Perunt ukan ukan Hutan Hutan Produ Produ ksI ksI Terbat as
0.0
57.5 930.1 251.9
5.2
0.0
191.6 298.8 1054.7
271.1 352.7 40.7 74.8 15.2 372.1
26.4 9.1 10.0
25.2 2.8
26.3 4.3
0.1 4.5
0.0 109.9 38.2 2.7 50.3 13.4 300.3 15.2
1.5 1.3 0.1 11.9 7.5 3.6 8.1 30.1 0.6 0.1 0.8 0.2 339.9 1.1 1.1 12.4 58.2 1.4 0.5 1.0 0.4
0.4
2247.0
1.0
4.1
77.2
4.0 716.6
810.7 526.1
183.2
1024.6 7.0
7.0 331.6
3124.0
512.7 226.3
13.8
103.1 939.6
158.2
0.1
0.7
39.5 22.9 653.6
281.7
93.0
1065.1
0.0
154.1
21.2 365.4
35.8
79.9 85.2
6.5
Perunt ukan TPA Pertani Rut WA Samp TPU an an DUK ah Lahan Basah
0.3
1.0
0.6 4.2 4.5 10.1 32.9
Tidak sesuai tetapi mungkin dapat berubah Tidak sesuai
53
54
Lampiran 6 Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon Ketidaksesuaian terhadap RTRW Periode 2011-2031 di Kota Cilegon Cibeber Kawasan Perlindungan Setempat --->permukiman Kawasan RTH Pertanian --->permukiman TPU --->permukiman Cilegon Kawasan Perumahan Perkotaan --->industri Kawasan RTH --->permukiman Kawasan RTH Pertanian --->permukiman TPA Sampah --->permukiman Citangkil Kawasan Hutan Rakyat --->industri Kawasan Hutan Rakyat --->lahan terbuka Kawasan Hutan Rakyat --->semak/belukar Kawasan RTH --->industri Kawasan RTH --->permukiman TPU --->permukiman WADUK --->permukiman Ciwandan Kawasan Hutan Lindung --->industri Kawasan Hutan Lindung --->lahan terbuka Kawasan Hutan Lindung --->permukiman Kawasan Hutan Lindung --->pertanian lahan kering Kawasan Hutan Lindung --->sawah Kawasan Hutan Lindung --->semak/belukar Kawasan RTH --->industri Kawasan RTH --->permukiman Grogol Kawasan Hutan Lindung --->lahan terbuka Kawasan Hutan Lindung --->permukiman Kawasan Hutan Lindung --->semak/belukar Kawasan RTH --->industri Kawasan RTH --->permukiman WADUK --->permukiman Jombang Kawasan RTH --->industri Kawasan RTH --->permukiman Kawasan RTH Pertanian --->permukiman Pulomerak Kawasan Hutan Lindung --->industri Kawasan Hutan Lindung --->lahan terbuka Kawasan Hutan Lindung --->permukiman Kawasan Hutan Lindung --->pertanian lahan kering Kawasan Hutan Lindung --->sawah
Luas ha 30.5 0.6 29.8 0.1 9.2 0.3 0.7 7.5 0.6 25.4 0.0 0.0 0.0 19.4 5.3 0.0 0.7 310.7 7.8 0.1 0.3 0.1 4.5 291.0 4.2 2.8 828.6 34.6 7.1 746.7 2.2 9.6 0.1 14.1 1.1 3.3 9.7 1463.6 1.5 180.4 12.2 6.4 0.6
% 1.7 0.0 1.7 0.0 1.0 0.0 0.1 0.8 0.1 0.9 0.0 0.0 0.0 0.7 0.2 0.0 0.0 9.2 0.2 0.0 0.0 0.0 0.1 8.6 0.1 0.1 32.8 1.4 0.3 29.5 0.1 0.4 0.0 1.3 0.1 0.3 0.9 59.4 0.1 7.3 0.5 0.3 0.0
55
Kawasan Hutan Lindung --->semak/belukar Kawasan Peruntukan Pariwisata --->industri Kawasan RTH --->industri Kawasan RTH --->permukiman Kawasan Teminal Terpadu --->industri Kawasan Teminal Terpadu --->permukiman Purwakarta Kawasan Hutan Lindung --->lahan terbuka Kawasan Hutan Lindung --->permukiman Kawasan Hutan Lindung --->sawah Kawasan Hutan Lindung --->semak/belukar Kawasan Hutan Rakyat --->semak/belukar Kawasan RTH --->industri Kawasan RTH --->permukiman Kawasan RTH Pertanian --->permukiman
1210.3 5.2 4.9 12.2 25.2 4.5 472.1 110.9 18.5 66.8 240.4 0.0 0.9 6.9 27.8
49.1 0.2 0.2 0.5 1.0 0.2 29.8 7.0 1.2 4.2 15.2 0.0 0.1 0.4 1.8
Lampiran 7 Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kecamatan sekitarnya Luas Ketidaksesuaian terhadap RTRW Periode 2011-2031 di Kecamatan Sekitarnya ha % Anyer 110.6 1.8 Kawasan Peruntukan Perkebunan --->permukiman 106.8 1.8 Peruntukan Hutan ProduksI Terbatas --->lahan terbuka 0.1 0.0 Peruntukan Hutan ProduksI Terbatas --->permukiman 3.6 0.1 Bojonegara 2492.6 67.1 Kawasan Hutan Lindung --->lahan terbuka 15.7 0.4 Kawasan Hutan Lindung --->permukiman 2.2 0.1 Kawasan Hutan Lindung --->sawah 0.0 0.0 Kawasan Hutan Lindung --->semak/belukar 255.3 6.9 Kawasan Hutan Rakyat --->lahan terbuka 172.5 4.6 Kawasan Hutan Rakyat --->permukiman 67.6 1.8 Kawasan Hutan Rakyat --->pertanian lahan kering 17.1 0.5 Kawasan Hutan Rakyat --->sawah 670.7 18.1 Kawasan Hutan Rakyat --->semak/belukar 895.1 24.1 Peruntukan Hutan ProduksI --->lahan terbuka 13.7 0.4 Peruntukan Hutan ProduksI --->permukiman 3.3 0.1 Peruntukan Hutan ProduksI --->sawah 13.9 0.4 Peruntukan Hutan ProduksI --->semak/belukar 365.3 9.8 Kramatwatu 351.4 32.0 Kawasan Hutan Rakyat --->lahan terbuka 35.0 3.2 Kawasan Hutan Rakyat --->permukiman 10.7 1.0 Kawasan Hutan Rakyat --->pertanian lahan kering 11.7 1.1 Kawasan Hutan Rakyat --->sawah 23.5 2.1 Kawasan Hutan Rakyat --->semak/belukar 112.9 10.3 Kawasan Peruntukan Perikanan --->industri 1.2 0.1 Kawasan Peruntukan Perikanan --->permukiman 17.6 1.6
56
Peruntukan Hutan ProduksI --->lahan terbuka Peruntukan Hutan ProduksI --->permukiman Peruntukan Hutan ProduksI --->pertanian lahan kering Peruntukan Hutan ProduksI --->sawah Peruntukan Hutan ProduksI --->semak/belukar Mancak Kawasan Cagar Alam --->lahan terbuka Kawasan Cagar Alam --->permukiman Kawasan Cagar Alam --->sawah Kawasan Cagar Alam --->semak/belukar Kawasan Hutan Rakyat --->lahan terbuka Kawasan Hutan Rakyat --->permukiman Kawasan Hutan Rakyat --->pertanian lahan kering Kawasan Hutan Rakyat --->sawah Kawasan Hutan Rakyat --->semak/belukar Kawasan Peruntukan Perkebunan --->permukiman Peruntukan Hutan ProduksI Terbatas --->lahan terbuka Peruntukan Hutan ProduksI Terbatas --->permukiman Peruntukan Hutan ProduksI Terbatas --->pertanian lahan kering Peruntukan Hutan ProduksI Terbatas --->sawah Peruntukan Pertanian Lahan Basah --->permukiman Pulo Ampel Kawasan Hutan Rakyat --->industri Kawasan Hutan Rakyat --->lahan terbuka Kawasan Hutan Rakyat --->permukiman Kawasan Hutan Rakyat --->pertanian lahan kering Kawasan Hutan Rakyat --->sawah Kawasan Hutan Rakyat --->semak/belukar Pelabuhan Bojonegara --->industri Pelabuhan Bojonegara --->permukiman Peruntukan Hutan ProduksI --->permukiman Peruntukan Hutan ProduksI --->pertanian lahan kering Peruntukan Hutan ProduksI --->sawah Peruntukan Hutan ProduksI --->semak/belukar Waringin Kurung Kawasan Hutan Rakyat --->lahan terbuka Kawasan Hutan Rakyat --->permukiman Kawasan Hutan Rakyat --->pertanian lahan kering Kawasan Hutan Rakyat --->sawah Kawasan Hutan Rakyat --->semak/belukar Kawasan Peruntukan Perkebunan --->permukiman Peruntukan Hutan Produksi --->permukiman Peruntukan Hutan Produksi --->pertanian lahan kering Peruntukan Hutan Produksi --->semak/belukar
7.6 4.8 3.1 1.0 122.3 971.3 0.9 11.0 528.7 1.8 2.1 16.1 10.1 111.9 63.3 188.3 1.3 4.5 1.0 0.2 30.1 1865.5 3.3 90.4 58.0 83.2 32.4 1056.5 26.3 50.3 5.1 68.4 0.3 391.2 328.9 7.2 74.4 36.1 13.8 119.1 3.7 0.2 13.7 60.8
0.7 0.4 0.3 0.1 11.1 9.9 0.0 0.1 5.4 0.0 0.0 0.2 0.1 1.1 0.6 1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 75.7 0.1 3.7 2.4 3.4 1.3 42.9 1.1 2.0 0.2 2.8 0.0 15.9 6.9 0.2 1.6 0.8 0.3 2.5 0.1 0.0 0.3 1.3
57
Lampiran 8 Hasil pengecekan lapang Penggunaan/ Penutupan Lahan
x
y
Permukiman
616775
9334876
27
Pertanian lahan kering
615936
9337190
48
Sawah
618217
9335265
18
618166
9335768
22
Sawah yang dialokasikan dalamProgram Kebijakan Pemerintah yaitu Rencana Strategis Kota Cilegon di Kecamatan Jombang
Koordinat
Elevasi (m)
Gambar
58
Sawah yang dialokasikan dalamProgram Kebijakan Pemerintah yaitu Rencana Strategis Kota Cilegon di Kecamatan Jombang
Sawah yang dialokasikan dalamProgram Kebijakan Pemerintah yaitu Rencana Strategis Kota Cilegon di Kecamatan Jombang Sawah yang dialokasikan dalamProgram Kebijakan Pemerintah yaitu Rencana Strategis Kota Cilegon di Kecamatan Jombang Sawah yang dialokasikan dalamProgram Kebijakan Pemerintah yaitu Rencana Strategis Kota Cilegon di Kecamatan Jombang
619021
9334868
23
618973
9334895
23
618984
9334916
24
618792
9334199
25
59
Terminal
618296
9335322
20
Hasil kayu dari hutan
615019
9337787
52
Hutan jati
615024
9337783
52
Hutan
616330
9337306
46
Waduk
616775
9334876
27
60
Kolam outbond
616784
9333391
34
Tambak
607383
9328134
71
Industri
607383
9328131
71
Lahan terbuka
618190
9335774
22
Jalan
618296
9335322
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Novia Willannisa dilahirkan di Serang pada tanggal 26November1989 Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sobri dan Mulyatinah. Penulis mengawali pendidikan formal di T.K.P.G.R.I dan S.D.N IV Cilegon, yang diselesaikan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikannya pada Sekolah Menengah Pertama di SMP Islam AlAzhar 11 Serang dan selesai pada tahun 2005. Penulis meneruskan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Serang dan meyelesaikannya pada tahun 2008.Selama menjadi siswa SMA Negeri 2 Serang penulis aktif dalam organisasi sekolah, merupakan anggota potensi matematika. Pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kegiatan akademik, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial pada tahun 20102011 dan 2011-2012, asisten praktikum mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap pada tahun 2011-2012, serta asisten praktikum mata kuliah Sistem Informasi Geografis pada tahun 2011-2012. Penulis juga pernah tergabung dalam kepanitian Seminar Nasional Soil Disaster and Remote Sensing.