PENINGKATAN PARTISIPASI SISWA KELAS XI SMAN 2SUKOHARJO DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ACTION LEARNING UNTUK MENSTIMULASI KECERDASAN LOGIS
Skripsi
Disusun oleh : SITI ZUHROTUN NISA’ K 4305018
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan, dan keahlian tertentu kepada setiap individu dalam rangka menggali dan mengembangkan bakat serta kepribadian manusia. Manusia berusaha mengembangkan dirinya menghadapi setiap perubahan yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan. Sebagai suatu bentuk upaya pengembangan manusia, pendidikan tidak bersifat statis tetapi berkembang seiring perkembangan manusia. Awalnya pendidikan dianggap sebagai suatu proses yang bersifat teacher-centered atau berpusat kepada guru, yaitu pendidikan hanya dipandang sebagai sarana transfer informasi dari guru ke siswa tanpa memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya. Paradigma pendidikan mengalami pergeseran menjadi bersifat student-centered, seiring perkembangan zaman yang melahirkan kesadaran untuk terus memperbaiki kurikulum pendidikan yang ada. Guru bukan lagi menjadi satu-satunya sumber informasi bagi siswa namun berperan sebagai fasilitator belajar bagi siswa. Guru dan murid akan mempelajari dan mengembangkan materi pelajaran secara bersama-sama, sehingga timbul peran aktif dari siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Perubahan paradigma dari teacher-centered menjadi student-centered memberi warna baru dalam dunia pendidikan sekaligus menimbulkan tuntutan baru atas diri siswa. Siswa hanya menerima materi yang diberikan oleh guru, tetapi sekarang siswa juga dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Rendahnya tingkat partisipasi siswa tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain belum terbiasanya siswa dengan konsep belajar aktif maupun perbedaan dalam tingkat kecerdasan siswa itu sendiri. Kecerdasan merupakan salah satu faktor penting dalam proses pendidikan yang dialami manusia. Kecerdasan tidak hanya mempengaruhi kesuksesan siswa selama masa studi, tetapi juga akan berpengaruh dalam setiap aspek kehidupan. Tipe kecerdasan yang dipandang berperan penting dalam dunia pendidikan secara umum adalah kecerdasan logis (logic skills). Menurut Julia Jasmine (2007:19) hal tersebut disebabkan kecerdasan logis merupakan tipe kecerdasan 1 dan digunakan sebagai bagian dari metode ilmiah. yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis
Sementara itu menurut Razmjoo (2008) kecerdasan logis menempati bagian analitik, karena merupakan bentuk kecerdasan yang menjabarkan pengetahuan seperti yang ditunjukkan oleh para pelajar. Patuan Panjaitan (2009) menyatakan bahwa pengembangan kecerdasan logis akan mendorong berkembangnya tipe-tipe kecerdasan lainnya (Patuan Panjaitan,2009). SMA Negeri 2 Sukoharjo merupakan sekolah rintisan mandiri dengan berbagai sarana prasarana pendukung seperti lapangan sepak bola, basket, maupun badminton, laboratorium terpadu, ruangan kelas yang memadai, hingga ruang multimedia yang telah terhubung ke jaringan internet. Sumber daya tersebut sangat potensial jika dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengembangkan kecerdasan siswanya. Di lain pihak, SMA Negeri 2 Sukoharjo juga merupakan salah satu sekolah negeri dengan input prestasi siswa yang bervariasi. Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas XI IPA 1 didapatkan bahwa kegiatan pembelajaran biologi belum berlangsung dengan dengan baik. Keadaan itu ditunjukkan oleh rendahnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Selama kegiatan pembelajaran, hanya 21% (8 orang) siswa yang aktif bertanya, 29% (11 orang) siswa yang berani menjawab pertanyaan yang diajukan guru, 32% (12 orang) siswa yang aktif menyumbangkan ide dalam kegiatan diskusi, 24% (9 orang) siswa yang memberikan saran secara aktif pada saat kegiatan presentasi, dan banyaknya siswa yang memperhatikan rekan yang sedang presentasi hanya mencapai 39% (15 orang). Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Kemampuan berpikir tersebut merupakan kemampuan berpikir ilmiah seperti yang dicirikan oleh aspek kecerdasan logis. Siswa dengan kecerdasan logis yang baik akan memiliki keterikatan dengan pembelajaran sehingga akan menunjukkan partisipasi yang baik selama proses pembelajaran berlangsung. Partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran akan meningkatkan penguasaan konsep siswa. Peningkatan penguasaan konsep dari siswa tersebut menunjukkan telah terstimulasinya aspek kecerdasan logis siswa. Bentuk stimulasi terhadap kecerdasan logis yang dapat dilakukan berupa penerapan strategi pembelajaran aktif. Strategi pembelajaran aktif yang diterapkan berupa suatu metode pembelajaran biologi yang menuntun siswa untuk berpikir secara logis dan analitis. Metode tersebut menjadi bentuk stimulasi kecerdasan logis siswa yang akan meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Partisipasi siswa mencakup kerelaan, kesediaan
memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Partisipasi siswa dibatasi pada aspek tanggung jawab, dorongan memberikan sumbangan, dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran biologi. Metode yang diterapkan sebagai bentuk stimulasi kecerdasan logis adalah metode action learning (belajar dengan melakukan) yang termasuk strategi pembelajaran active learning. Metode action learning menekankan perlunya keterlibatan siswa secara aktif untuk menelaah materi yang sedang dipelajari melalui forum diskusi dan presentasi. Siswa kemudian bertugas membuat suatu laporan berstruktur tertentu sebagai hasil kegiatan yang telah dilakukan. Bentuk dari kegiatan yang akan dilakukan dirancang oleh guru bersama dengan siswa dalam berbagai variasi sesuai kebutuhan dalam materi tersebut. Keterlibatan siswa secara aktif dalam suatu kegiatan pembelajaran biologi yang menggunakan teknik-teknik pengembangan kecerdasan logis dari siswa merupakan bentuk stimulasi terhadap aspek kecerdasan logis. Stimulasi kecerdasan logis yang dilakukan secara tepat akan berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi siswa selama kegiatan pembelajaran biologi dalam materi pokok Sistem Reproduksi dan meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka judul penelitian ini adalah: ” PENINGKATAN PARTISIPASI SISWA KELAS XI SMA N 2 SUKOHARJO DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ACTION LEARNING UNTUK MENSTIMULASI KECERDASAN LOGIS” B. Perumusan Masalah Masalah yang dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah stimulasi kecerdasan logis melalui penerapan metode action learning dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran biologi pada pokok bahasan Sistem Reproduksi ? 2. Apakah stimulasi kecerdasan logis melalui penerapan metode action learning dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran biologi pada pokok bahasan Sistem Reproduksi ?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di muka, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui peningkatan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran biologi melalui stimulasi kecerdasan logis dengan penerapan metode action learning pada pokok bahasan Sistem Reproduksi. 2. Mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran biologi melalui stimulasi kecerdasan logis dengan penerapan metode action learning pada pokok bahasan Sistem Reproduksi.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa a. Mengembangkan kecerdasan majemuk dari siswa melalui optimalisasi kecerdasan logis dengan penerapan metode action learning. b. Memberikan suasana baru dalam pembelajaran sehingga siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
2. Bagi guru a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru dalam upaya menstimulasi kecerdasan logis dari siswa melalui penerapan metode Action Learning. b. Memberikan masukan bagi guru agar lebih memperhatikan masalah-masalah yang terkait dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar.
3. Bagi sekolah a. Memberikan saran pengembangkan strategi belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil belajar siswa maupun mutu lulusan. b. Memberikan masukan pengembangkan dalam pembelajaran pada mata pelajaran yang lain.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Biologi Perkembangan sains dan teknologi yang cepat secara tidak langsung telah membawa kerusakan pada lingkungan tempat tinggal manusia. Keadaan itu semakin menjauhkan manusia dengan alam sehingga dampak perubahan alam belakangan ini mulai menimpa manusia sendiri. Tim Pengembang Kurikulum (2009) menyebutkan bahwa mata pelajaran biologi sebagai salah satu bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Ilmu biologi berperan mengaktualisasikan relevansi antara manusia dengan lingkungannya agar dapat menjadi selaras kembali. Gino (1998: 32-35) mengatakan pembelajaran sebagai usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Pembelajaran berarti selalu memberikan stimulus kepada siswa agar menimbulkan respon yang tepat yang kita inginkan, hubungan stimulus S dan respon R bila diulangi akan menjadi kebiasaan (behavioristik). Selain itu, Sutomo (1993) dalam Siti Djuwairiyah (2009) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkannya untuk belajar melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Pembelajaran biologi merupakan proses belajar yang berkaitan dengan makhluk hidup dan lingkungannya. Hadiat (1999) dalam Hidayat Raharja (2006) menjelaskan bahwa tujuan dan fungsi pembelajaran biologi di SMA adalah agar siswa memahami konsep-konsep biologi dan keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga menyadari akan kebesaran dan kekuasaan Penciptanya.
Tim Pengembang Kurikulum (2009) memberikan rumusan tujuan pembelajaran biologi SMA secara lengkap sebagai berikut: 1) Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa 2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain 3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaab secara lisan dan tertulis 4) Mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif dengan menggunakan prinsip dan konsep biologi 5) Mengembangkan penguasaan prinsip dan konsep biologi dan kaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap percaya diri 6) Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk mengasilkan karya dan teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia 7) Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan. Mata pelajaran biologi di SMA menekankan pada fenomena alam dan penerapannya yang meliputi aspak-aspek yang disebutkan oleh Tim Pengembang Kurikulum (2009) sebagai berikut: 1) Hakikat biologi, keanekaragaman hayati dan pengelompokan makhluk hidup, hubungan antar komponen ekosistem, perubahan materi dan energi, peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem 2) Organisasi seluler, struktur jaringan, struktur dan fungsi organ tumbuhan, hewan, dan manusi serta penerapannya dalam konteks sains, lingkugan, teknologi dan masyarakat 3) Proses yang terjadi pada tumbuhan, proses metabolisme, hereditas, evolusi, bioteknologi dan implikasinya pada sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 2. Kecerdasan Logis Pembelajaran biologi berkaitan dengan kemampuan siswa untuk berpikir ilmiah. Secara umum, kemampuan berpikir diartikan sebagai kecerdasan. Armstrong (2002 : 2) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari masa lalu seseorang. Definisi lain dari kecerdasan diberikan oleh Gardner (1983) dalam Razmjoo (2008) yaitu "intelligence as the ability to solve problems or to create fashion products that are valued within one or more cultural settings". Definisi kecerdasan menurut Gardner tersebut mengarahkan pemikiran menuju adanya ragam kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Macam kecerdasan di atas disebut Gardner sebagai teori kecerdasan majemuk. Gardner (1983) dalam Julia Jasmine (2007:14) memaparkan 8 kecerdasan yang termasuk dalam kecerdasan majemuk yaitu : 1) Kecerdasan linguistik (word skill) 2) Kecerdasan
spasial (picture skill) 3) Kecerdasan logis (logic skill) 4) Kecerdasan kinestetis (body skill) 5) Kecerdasan musik (music skill) 6) Kecerdasan interpersonal (people skill) 7) Kecerdasan intrapersonal (self skill) 8) Kecerdasan naturalis (nature skill). Diantara kedelapan jenis kecerdasan tersebut, kecerdasan logis merupakan kecerdasan yang berperan penting dalam dunia pendidikan di sekolah secara umum. a. Definisi Kecerdasan Logis Tipe kecerdasan yang dipandang berperan penting dalam dunia pendidikan secara umum adalah kecerdasan logis (logic skills). Menurut Julia Jasmine (2007:19) hal tersebut disebabkan kecerdasan logis merupakan tipe kecerdasan yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis dan digunakan sebagai bagian dari metode ilmiah. Patuan Panjaitan (2009) menyatakan bahwa pengembangan kecerdasan logis akan mendorong berkembangnya tipe-tipe kecerdasan lainnya (Patuan Panjaitan,2009). Smith (2006) menjelaskan kecerdasan logis sebagai “Logical-mathematical intelligence derives from our interactions with the objects surround us. It reflects our ability to observe behaviors and actions in our environment, and then employ logical reasoning to make deductions and predictions about those behaviors”. Lwin. May, Khoo, Lyen, Sim (2008:43) menyatakan bahwa kecerdasan logis adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Kekurangan kecerdasan logis mengakibatkan sejumlah besar problema individu dan budaya. Orang tersebut juga cenderung gagal dalam berbagai tugas yang memerlukan matematika praktis. b. Kedudukan Kecerdasan Logis Kecerdasan logis memiliki kedudukan tersendiri dalam aspek kecerdasan manusia.
Gambar 1. Kedudukan Kecerdasan Logis (Razmjoo,2008)
Gambar 1 menunjukkan kecerdasan logis merupakan bagian dari kemampuan analitik. Kecerdasan logis merupakan aspek kecerdasan yang paling sering dikaitkan dengan kepandaian siswa pada umumnya. Kecerdasan logis menempati bagian analitik, karena merupakan bentuk kecerdasan yang menjabarkan pengetahuan seperti yang ditunjukkan oleh para pelajar (Razmjoo, 2008). Smith (2009) menyatakan bahwa ”All societies universally possess and utilize logicalmathematical intelligence” (Smith, 2006). c. Karakteristik Kecerdasan Logis Menurut Yetti Supriyati (2009) karakteristik kecerdasan logis adalah sebagai berikut: 1) menunjukkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi 2) banyak bertanya tentang kerja sesuatu 3) menyenangi bekerja atau bermain dengan angka, suka membuat kategori, hierarki atau pola logis (sebab-akibat) 4) menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menunjukkan secara nyata/konkrit 5) menunjukkan keterampilan pemecahan masalah secara logis 6) memahami polapola dan hubungan-hubungan 7) mengajukan, menguji hipotesis, dan
membuat argumen-
argumen yang kuat 8) menciptakan model-model baru.
d. Pengembangan Kecerdasan Logis Armstrong (2002:88) menyatakan bahwa kemampuan berpikir secara logis sistematis dapat diajarkan. Armstrong (2002:96) juga menjelaskan beberapa cara yang merupakan bentuk pengembangan terhadap kecerdasan logis, antara lain adalah: 1) mempelajari cara penggunaan sempoa 2) mengerjakan teka-teki silang 3) mempelajari sebuah bahas komputer 4) membentuk suatu kelompok studi untuk mendiskusikan permasalahan tertentu 5) melakukan percobaan dengan perangkat sains. Sementara itu, Yetti Supriyati (2009) mengemukakan beberapa teknik pembelajaran yang akan mengoptimalkan aspek kecerdasan logis, yaitu: 1) teknik tanya jawab, dan mengajukan alasan dari pernyataan atau pendapatnya 2) teknik eksperimen, memberikan peluang untuk melakukan pengamatan dan penyelidikan 3) teknik kooperatif berbasis masalah yang melatih berpikir divergen 4) Mengungkapkan pemahaman melalui objek yang konkrit 5) Memprediksi dan membuktikan dampak hasil pemikiran secara logis 6) Merumuskan pola-pola dan hubungan dalam berbagai macam fenomena. Tim Pengembang Kurikulum (2009) menyatakan bahwa mata pelajaran biologi sebagai salah satu bidang IPA dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan
deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Patuan Panjaitan (2009) mengungkapkan bahwa pembelajaran biologi yang dikembangkan melalui pemikiran analitik tersebut memerlukan pengembangan kecerdasan logis yang baik karena kecerdasan logis selanjutnya akan mengarah kepada kemampuan berpikir analitik dan konseptual.
3. Partisipasi Siswa Kecerdasan logis yang baik dari siswa menimbulkan adanya keterikatan siswa dengan kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Keterikatan tersebut dimunculkan dalam bentuk partisipasi siswa selama proses pembelajaran. a. Definisi Partisipasi Menurut Suryosubroto (1997: 278-279) partisipasi adalah penyertaan mental dan emosi seseorang pada situasi kelompok yang mendorong mereka mengembangkan daya pikir dan perasaan agar tercapai tujuan bersama, serta bertanggung jawab terhadap tujuan tersebut. Sementara itu, Huneryager dan Heckman (1992) dalam Rachmawati (2006) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggung jawab bersama mereka. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994: 43), keterlibatan siswa di dalam belajar tidak hanya berupa keterlibatan fisik tetapi terutama adalah keterlibatan emosional, keterlibatan dalam kegiatan kognitif, dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai, dalam pembentukan sikap dan nilai, serta pada saat mengadakan latihanlatihan untuk membentuk keterampilan. Berdasarkan pendapat di atas, keterlibatan siswa dalam pembelajaran mencakup dua hal utama yaitu keterlibatan fisik dan keterlibatan psikis siswa. Keterlibatan secara fisik dapat diamati dari kegiatan siswa seperti membaca, menulis, melakukan praktikum, dan sebagainya. Kegiatan psikis atau keterlibatan emosional misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi, membuat kesimpulan dari hasil kegiatan belajar, dan kegiatan psikis yang lain. b. Pola Partisipasi Siswa Martinis Yamin (2007: 78-79) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan istilah yang menggambarkan peran yang lebih banyak terletak pada siswa, guru sebagai pembimbing
dalam terjadinya pengalaman belajar dan tercapainya suatu indikator yang dikehendaki. Siswa sebagai subyek belajar turut berperan dalam membuat perencanaan, pelaksanaan, dan tercapainya suatu hasil (output). Kegiatan itu bertitik tolak pada kreativitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Skema hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Guru
Merangsang peran aktif dan partisipasi
Siswa
Gambar 3. Skema Hubungan Partisipasi Antara Guru dan Siswa. (Martinis Yamin, 2007 :79) Berdasarkan skema hubungan partisipasi antara guru dan siswa di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran seorang guru diharapkan mampu menciptakan suatu kondisi belajar yang dapat menstimulasi peran aktif dan partisipasi siswa. Proses pembelajaran yang berlangsung harus berpusat pada siswa, sehingga siswa ikut terlibat secara penuh di dalam kegiatan belajar yang dilakukan. c. Syarat Terjadinya Partisipasi Siswa Gagne dan Briggs (1979) dalam Martinis Yamin (2007:83-84) mengungkapkan bahwa aktivitas dan partisipasi siswa dalam pembelajaran dapat ditumbuhkan melalui 9 aspek berikut ini : 1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar) kepada siswa. 3) Mengingatkan kompetensi prasyarat. 4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep) yang akan dipelajari. 5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya. 6) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. 7) Memberikan umpan balik (feed back). 8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga
kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur. 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran. d. Indikator dan Prinsip Pembelajaran Partisipatif Indikator
kegiatan
pembelajaran
yang
menunjukkan
partisipasi
aktif
siswa,
sebagaimana dikemukakan oleh Knowles (1970) dalam E. Mulyasa (2004 : 156) adalah sebagai berikut : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik, (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan, (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran partisipatif menurut E. Mulyasa (2004: 156-157) perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut: Pertama, berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs based) sebagai keinginan maupun kehendak yang dirasakan oleh peserta didik. Kedua, berorientasi kepada tujuan kegiatan belajar (learning goals and objectives oriented). Prinsip ini mengandung arti bahwa pelaksanaan pembelajaran partisipatif berorientasi kepada usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga, berpusat kepada peserta didik (participant centered). Prinsip ini sering disebut learning centered, yang menunjukkan bahwa kegiatan belajar selalu bertolak dari kondisi riil dari peserta didik. Keempat, belajar berdasarkan pengalaman (experiental learning), bahwa kegiatan belajar harus selalu dihubungkan dengan pengalaman peserta didik. 4.
Penguasaan Konsep
Terstimulasinya kecerdasan logis akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep pembelajaran. Konsep-konsep pembelajaran akan dikuasai dengan lebih baik oleh para siswa. 1) Definisi Konsep Oemar Hamalik (2003: 162) menyatakan bahwa konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli merupakan obyek-obyek atau orang (person). Konsep tidak terlalu kongruen dengan pengalaman pribadi tetapi menyajikan usaha manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman. Menurut Nana Sudjana (1989: 14), pengertian konsep adalah serangkaian perangsang dengan sifat-sifat yang sama. Konsep yang sederhana dapat didefinisikan sebagai pola unsur bersama diantara anggota kumpulan atau rangkaian. Hakikat suatu konsep tidak terdapat didalam masing-masing anggota, tetapi didalam unsur atau sifat yang terdapat pada semua anggota. 2) Indikator Keberhasilan Penguasaan Konsep
Oemar Hamalik (2003:166) menyatakan bahwa ada hal hal-hal yangg perlu diperhatikan untuk mengetahui keberhasilan siswa memahami konsep, yaitu : a) dapat menyebutkan nama contoh-contoh contoh konsep bila dia melihatnya, b) dapat menyatakan ciri ciri-ciri ciri konsep tersebut, c) dapat memilih dan membedakan antara contoh contoh-contoh dari yang bukan contoh. 3) Manfaat Penguasaan Konsep Manfaat penguasaan konsep melalui belajar konsep dijelaskan oleh Oemar Hamalik (2003:165) yaitu untuk : 1) Mengurangi kerumitan lingkun lingkungan; gan; 2) Membantu proses identifikasi objek-objek yang ada di sekitar tar kita; 3) Membantu kita dalam mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju; 4) Mengarahkan kegiatan instrumental; 5) Memungkinkan pelaksanaan pengajaran. 5. Metode Action Learning Strategi pembelajaran yang sesuai dengan student-centered centered approach adalah strategi pembelajaran
aktif.
Menurut
Hartono
(2009)
pembelajaran
aktif
bertujuan
untuk
mengoptimalkan penggunaan semua poten potensi si yang dimiliki oleh siswa, sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan ka karakteristik pribadi yang mereka miliki. Açikgöz (2003) dalam Güneyli (2008) menyebutkan bahwa ””Active Active learning is a learning process in which learners bears its responsibility, is given the opportunities to make self regulation and take decission about the different aspects of that at process and is forced to use his mental skills during the learning by the agent of complicated instructional works” works”..
Gambar 4. Kerucut Pembelajaran Perbandingan antara Active Learning dan Passive Learning ( Anonim, 2009)
Gambar 4 menunjukkan kecenderungan belajar siswa secara umum. Belajar pasif atau passive learning termasuk kegiatan define, describe, list, explain, demonstrate, apply, dan practice. Kegiatan tersebut hanya memiliki persentase keberhasilan tertinggi sebesar 50%. Belajar aktif atau active learning meliputi kegiatan analyze, define, create, dan evaluate. Kegiatan tersebut memiliki persentase keberhasilan hingga 90%. Hal itu sesuai dengan pendapat Holt (1967) dalam Silberman (2007:5) yang menyatakan bahwa belajar akan semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut: 1) Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri 2) Memberikan contoh-contoh 3) Melihat hubungan antara satu fakta atau gagasan dengan lainnya 4) Menggunakannya dengan berbagi cara. Kegiatan-kegiatan yang termasuk unsur pembelajaran aktif tersebut juga merupakan kegiatan yang akan mendukung pengembangan aspek kecerdasan logis. Salah satu metode yang termasuk strategi pembelajaran aktif adalah metode action learning. a. Definisi Metode Action Learning Revans (1969) dalam CLN editor’s team (2009) menyatakan bahwa “a process for bringing together a group of people with varied levels of skills and experience to analyze an actual work problem and develop an action plan”. Definisi lain disampaikan oleh Cowley (2009), “action learning is a method for individual and organization development based on small groups of colleagues meeting over time to tackle real problem. Pengertian tersebut menunjukkan adanya beberapa kunci utama atau karakteristik dari metode action learning. b. Karakteristik Metode Action Learning Revans (1969) dalam CLN editor’s team (2009) menyebutkan karakteristik dari metode action learning yaitu sebagai berikut : 1) creating the context and environment for empowered the action. 2) learning from experience. 3) acknowledging that people in the room have the capability and capacity to effect change. 4) utilizing the resources in the room fully 5) formalized into presentation. Karakteristik metode action learning antara lain menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan metode tersebut lingkungan pembelajaran harus mendukung kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang dimaksud adalah kegiatan yang bersifat belajar dari pengalaman atau belajar langsung. Topik yang dibahas dalam kelompok kerja dibahas dengan beragam pemahaman yang telah dimiliki oleh siswa, dengan masing-masing anggota kelompok meyakini kemampuan yang
dimilikinya. Sumber daya yang berada di lingkungan belajar juga harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Metode action learning memiliki karakteristik berupa adanya kegiatan presentasi. Dimyati dan Mudjiono (1994: 42-43) juga mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. c. Tahapan Pelaksanaan Metode Action Learning Tahapan pelaksanaan metode action learning disebutkan oleh Revans (1969) dalam Marquardt (2009) meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) clarify the objectives 2) group information 3) analyze the issues 4) presents the problem 5) determine goal 6) develop action strategies 7) take action 9) presents the results Silberman (2002:190-191) menjelaskan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode action learning dalam kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut: 1) pemberian apersepsi untuk membangkitkan minat siswa terhadap materi 2) membagi siswa ke dalam kelompok – kelompok kecil 3) melakukan diskusi kelas untuk merumuskan topik – topik utama materi 4) mempresentasikan topik yang diperoleh 5) masing – masing kelompok melakukan kegiatan untuk membahas topik 6) masing – masing kelompok mempresentasikan hasil tugasnya dengan metode yang menarik 7) melakukan diskusi untuk merumuskan ikhtisar pokok materi. Pembentukan kelompok-kelompok kecil selama proses pembelajaran dikaitkan dengan sifat dasar manusia yang selalu menginginkan rasa aman dan selamat. Silberman (2002: 9) menyatakan bahwa salah satu cara kunci untuk mencapai rasa aman dan selamat adalah dikaitkan dengan orang-orang lain dan merasa dalam satu kelompok. Penjabaran materi yang dimaksudkan dalam metode ini adalah bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka memperoleh pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang diperoleh kemudian dituangkan dalam bentuk laporan sederhana terstruktur dan dipresentasikan dengan cara yang kreatif dan menarik. Silberman (2002 : 192) menyatakan bahwa keindahan aktivitas dalam action learning adalah bahwa ia dapat digunakan dengan subjek atau aplikasi apapun.
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif. Siswa diarahkan untuk melakukan sendiri rangkaian kegiatan yang sesuai dengan konsep materi yang sedang dipelajari. Guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar yang dimiliki oleh siswa. Siswa diberi kesempatan seluas mungkin untuk mendapatkan sumber pengetahuan baik melalui pelaksanaan kegiatan tertentu maupun melalui studi pustaka dari berbagai media. Guru memiliki peranan sebagai motivator dan fasilitator. Motivator berarti guru tersebut berperan memotivasi siswa selama kegiatan pembelajaran. Fasilitator berarti guru tersebut memfasilitasi siswa untuk memperoleh sumber belajar seluas-luasnya. Permasalahan umum dalam pembelajaran biologi adalah partisipasi aktif siswa yang rendah selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Keadaan itu salah satunya dipengaruhi oleh aspek kecerdasan logis yang dimiliki oleh siswa. Kecerdasan logis adalah aspek kecerdasan yang berkaitan dengan hal logika dan ilmu pasti termasuk mata pelajaran biologi. Bentuk pemikiran ini merupakan dasar dari metode ilmiah di mana seseorang menentukan hipotesis, menguji, kemudian menyesuaikan hasilnya secara jelas. Kecerdasan logis dapat dipotimalkan pemanfaatannya melalui kegiatan pembelajaran dengan teknik-teknik tertentu antara lain teknik teknik eksperimen yang memberikan peluang untuk melakukan pengamatan dan penyelidikan, serta teknik kooperatif berbasis masalah yang akan melatih siswa untuk berpikir divergen. Stimulasi aspek kecerdasan logis tersebut akan berpengaruh terhadap partisipasi aktif siswa selama kegiatan pembelajaran biologi sebagai bentuk peningkatan kualitas dari segi proses. Stimulasi tersebut juga akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran dari segi hasil yang berupa peningkatan penguasaan konsep dari siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Metode pembelajaran yang akan mengoptimalkan pemanfaatan kecerdasan logis adalah metode pembelajaran aktif. Penerapan metode tersebut disertai dengan penyusunan suatu laporan ilmiah sederhana terstruktur sebagai hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Metode action learning merupakan metode yang sesuai untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran biologi. Hal tersebut karena metode ini menunutut siswa untuk bekerja secara aktif dan mampu berpikir secara logis terstruktur dalam menghasilkan laporan kegiatan yang telah dilakukan. Stimulasi aspek kecerdasan logis melalui penerapan metode action learning akan meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran biologi. Berdasarkan kerangka pikir yang telah dibuat, maka dapat digambarkan alur pemikiran dalam penelitian sebagai berikut :
Kondisi siswa : - Tidak aktif bertanya - Cenderung diam saat diskusi - Tidak memperhatikan teman yang presentasi - Tidak mau menjawab pertanyaan guru
Partisipasi siswa rendah
Penerapan metode action learning
Peningkatan partisipasi siswa selama pembelajaran
Gambar . Paradigma Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. KONDISI AWAL (PRA SIKLUS) Kegiatan observasi pra siklus menunjukkan adanya permasalahan mengenai partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil observasi di mana hanya 21% (8 siswa) aktif bertanya selama kegiatan pembelajaran, 29% (11 siswa) berani menjawab pertanyaan dari guru, dan hanya 39% (15 siswa) yang memperhatikan rekan mereka yang melakukan presentasi. Sedangkan siswa yang aktif memberikan ide dan sumbang saran dalam kegiatan diskusi maupun presentasi, masing-masing hanya mencapai 32% (12 siswa) dan 24% (9 siswa). Persentase partisipasi siswa pra siklus untuk setiap indikator disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5. Persentase Tiap Indikator pada Observasi Partisipasi Siswa Pra Siklus. No
Aspek
1
Keterlibatan
2
Dorongan memberikan sumbangan
3
Tanggung jawab
Indikator
Capaian (%)
Kesediaan dan keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan Keaktifan siswa dalam memberikan ide dan gagasan dalam diskusi kelompok dan presentasi kelas. . Kesediaan siswa dalam memberikan perhatian selama proses pembelajaran baik dalam diskusi kelompok dan kelas.
25
Rata-rata
27,63
39,47 30,70
Sumber : Data Hasil Penelitian Hasil observasi pada tabel 5 menunjukkan rata-rata partisipasi siswa baru mencapai 30,7%. Nilai observasi tertinggi mencapai 39,47% pada indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab. Nilai observasi terendah terdapat pada indikator pertama yaitu aspek keterlibatan dari siswa yang hanya mencapai 25%.
Pengambilan data juga dilakukan melalui metode
angket. Persentase partisipasi siswa pra siklus pada setiap indikator dari hasil perhitungan angket disajikan dalam tabel 6 sebagai berikut. Tabel 6. Persentase Setiap Indikator Angket Partisipasi Siswa Pra Siklus. No Aspek Indikator Capaian (%)
1
Keterlibatan
2
Dorongan memberikan sumbangan
3
Tanggung jawab
Kesediaan dan keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan Keaktifan siswa dalam memberikan ide dan gagasan dalam diskusi kelompok dan presentasi kelas. . Kesediaan siswa dalam memberikan perhatian selama proses pembelajaran baik dalam diskusi kelompok dan kelas.
Rata-rata
76,32
76,97
75,26 76,18
Sumber : Data Hasil Penelitian Hasil penelitian pada tabel 6 menunjukkan persentase rata-rata partisipasi siswa berdasarkan nilai angket mencapai 76,18%. Nilai tertinggi berada pada indikator kedua yaitu aspek dorongan memberikan sumbangan sebesar 76,97%. Sementara nilai terendah sebesar 75,26% merupakan hasil dari indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab. Indikator keberhasilan ditetapkan berdasarkan hasil observasi, diskusi dengan guru mata pelajaran biologi, serta mempertimbangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM, nilai KKM sekolah terlampir). Indikator keberhasilan penelitian ditetapkan sebesar minimal 75% untuk setiap indikator partisipasi siswa dan 100% siswa tuntas KKM. Berdasarkan indikator keberhasilan tersebut, tampak bahwa hasil observasi menunjukkan persentase indikator yang masih di bawah target sementara persentase setiap indikator partisipasi yang diperoleh dari data angket partisipasi pra siklus telah mencapai target yang ditetapkan. 2. PASCA SIKLUS a. Siklus 1 Tahap observasi dilakukan selama penerapan tindakan berlangsung. Observasi dilakukan oleh tiga orang observer, seorang observer berada di belakang kelas, observer berikutnya berada di depan kelas, dan seorang observer lagi mengamati kondisi kelas dan kondisi siswa secara keseluruhan. Hasil pengamatan dari ketiga observer tersebut dicantumkan dalam tabel berikut. Tabel 7. Hasil Observasi Partisipasi Siswa Siklus 1 dari Setiap Observer Jumlah Siswa dengan Hasil Ya pada: No. Observer Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 1. Observer 1 14 25 27 8 28 2. Observer 2 20 28 33 12 26 3. Observer 3 23 26 32 11 29 Sumber : Data Hasil Penelitian Persentase capaian tiap indikator partisipasi siswa hasil observasi siklus 1 ditunjukkan dalam tabel 8. Tabel 8. Persentase Capaian Tiap Indikator pada Observasi Partisipasi Siswa Siklus 1. No 1
Aspek Keterlibatan
Indikator Kesediaan dan keaktifan siswa dalam
Capaian (%) 50,65
2
3
Dorongan memberikan sumbangan Tanggung jawab
bertanya dan menjawab pertanyaan Keaktifan siswa dalam memberikan ide dan gagasan dalam diskusi kelompok dan presentasi kelas. . Kesediaan siswa dalam memberikan perhatian selama proses pembelajaran baik dalam diskusi kelompok dan kelas.
Rata-rata
53,95
72,81 62,14
Sumber : Data Hasil Penelitian Tabel 8 menunjukkan adanya peningkatan hasil observasi partisipasi siswa dibandingkan pada observasi partisipasi siswa pra siklus. Nilai rata-rata dari observasi partisipasi siswa siklus 1 ini mencapai 62,14%. Indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab mempunyai persentase sebesar 72,81% dan indikator pertama yaitu aspek keterlibatan memiliki nilai sebesar 52,64%. Indikator kedua memiliki nilai sebesar 53,95%. Hasil pengambilan data menggunakan angket partisipasi ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 9. Persentase Tiap Indikator pada Angket Partisipasi Siswa Siklus 1. No
Aspek
1
Keterlibatan
2
Dorongan memberikan sumbangan
3
Tanggung jawab
Rata-rata
Indikator
Capaian (%)
Kesediaan dan keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan Keaktifan siswa dalam memberikan ide dan gagasan dalam diskusi kelompok dan presentasi kelas. . Kesediaan siswa dalam memberikan perhatian selama proses pembelajaran baik dalam diskusi kelompok dan kelas.
74,84
77,11
78,42 76,79
Sumber : Data Hasil Penelitian Data pada tabel 9 menunjukkan adanya peningkatan hasil dibandingkan dengan hasil pada angket pra siklus. Nilai rata-rata dari angket siklus 1 ini mencapai 76,79%. Indikator ketiga pada aspek tanggung jawab kembali menempati urutan pertama dengan nilai sebesar 78,42%. Sementara nilai terendah terletak pada indikator pertama pada aspek keterlibatan yaitu sebesar 74,84%. Pelaksanaan siklus 1 ini diakhiri dengan tes untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dari siswa mengenai materi pada siklus 1. Tes yang dilakukan berupa ulangan harian 1 atau UH 1. Hasil dari tes tersebut disajikan dalam bentuk tabel pada lampiran 2. Hasil UH 1 disajikan pada grafik berikut.
Daftar Nilai Tes Pasca Siklus 1 Nilai Siswa
100 80 60 40 20 0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
No Absen
Gambar 12. Grafik Hasil Tes Pasca Siklus 1 Grafik 5 menunjukkan hasil ulangan harian siswa pada akhir siklus 1. Hasil ulangan harian menunjukkan belum semua siswa menguasai konsep biologi dengan baik. Hal tersebut dapat diamati dari adanya 7 siswa yang belum tuntas KKM. Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan siklus 1, didapatkan bahwa perkiraan waktu kurang cermat sehingga kegiatan pembelajaran baru dapat dituntaskan beberapa menit setelah bel berbunyi. Media pembelajaran yang tersedia juga belum dimanfaatkan secara optimal oleh siswa. LCD dan perangkat audio belum digunakan siswa sebagai sarana presentasi. Penyampaian presentasi mereka hanya dengan membacakan hasil diskusi kelompok. Kurangnya referensi yang dipakai oleh siswa juga merupakan hambatan bagi pelaksanaan metode action learning pada siklus 1 ini. Hal lain yang juga merupakan bentuk hambatan adalah mekanisme pelaksanaan presentasi. Pada pelaksanaan metode action learning selama siklus 1, presentasi dan sesi tanya jawab dilakukan sekaligus untuk setiap kelompok sehingga menyita waktu. Hasil observasi dan perhitungan angket partisipasi siswa siklus 1 menunjukkan indikator keberhasilan penelitian belum tercapai. Indikator keberhasilan yang belum tercapai menyebabkan pelaksanaan siklus berlanjut ke siklus 2. b. Siklus 2 Siklus 2 merupakan perbaikan refleksi dari pelaksanaan metode action learning pada siklus 1. Bentuk perbaikan tersebut antara lain pemanfaatan LCD dan komputer sebagai media penyampaian materi oleh siswa. Siswa juga diberi tahu sejak awal mengenai materi yang akan dibahas sehingga mereka telah menyiapkan beragam referensi. Mekanisme pelaksanaan presentasi juga mengalami perbaikan, pada siklus 2 seluruh kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka terlebih dulu baru kemudian dilanjutkan dengan kegiatan tanya jawab. Perbaikan tersebut menyebabkan waktu dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan alokasi waktu dapat mencukupi pelaksanaan seluruh kegiatan. Observasi pada siklus 2 ini juga dilakukan oleh tiga orang observer. Hasil observasi dari ketiga observer tersebut disajikan dalam tabel berikut. Tabel 10. Hasil Observasi Partisipasi Siswa Siklus 2 dari Setiap Observer Jumlah Siswa dengan Hasil Ya pada: No. Observer Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 1. Observer 1 29 32 34 29 38 2. Observer 2 30 35 36 30 36
3. Observer 3 28 37 38 32 37 Sumber : Data Hasil Penelitian Data hasil observasi partisipasi siswa pada siklus 2 untuk setiap indikator disajikan dalam tabel berikut. Tabel 11. Persentase Setiap Indikator Partisipasi Siswa Siklus 2. No Aspek Indikator Capaian (%) 1
Keterlibatan
2
Dorongan memberikan sumbangan
3
Tanggung jawab
Siswa ikut serta mempraktekkan sesuatu. (Suhaenah Suparno, 2001:81) Siswa memiliki motivasi positif yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dengan penerimaan perintah yang diberikan. (Heidjrachman Ranupandojo, 1990:208) Siswa berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup. (Nurul Zuriah, 2007:37)
Rata-rata
83,77
87,28
97,37 89,47
Sumber : Data Hasil Penelitian Tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan indikator telah mencapai bahkan melampaui target yang ditetapkan. Nilai rata-rata tiap indikator mencapai 89,47%. Nilai tertinggi merupakan nilai dari indikator ketiga pada aspek tanggung jawab yaitu sebesar 97,37%. Sedang nilai terendah terdapat pada indikator pertama yaitu aspek keterlibatan sebesar 83,77%. Data yang berupa persentase angket partisipasi siswa ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 12. Persentase Setiap Indikator Partisipasi Siswa Siklus 2. No Aspek Indikator Capaian (%) 1
Keterlibatan
2
Dorongan memberikan sumbangan
3
Tanggung jawab
Rata-rata
Siswa ikut serta mempraktekkan sesuatu. (Suhaenah Suparno, 2001:81) Siswa memiliki motivasi positif yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dengan penerimaan perintah yang diberikan. (Heidjrachman Ranupandojo, 1990:208) Siswa berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup. (Nurul Zuriah, 2007:37)
78,74
78,29
76,18 77,74
Sumber : Data Hasil Penelitian Data pada tabel 11 dan data hasil observasi menunjukkan adanya kenaikan hasil dari siklus sebelumnya serta telah mencapai indikator keberhasilan penelitian. Rata-rata nilai tiap
indikator partisipasi siswa adalah sebesar 77,74%, sementara nilai terendah terdapat pada indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab sebesar 76,18%. Nilai tertinggi terdapat pada indikator pertama yaitu aspek keterlibatan sebesar 78,74%. Pelaksanaan siklus 2 diakhiri dengan tes untuk mengetahui penguasaan konsep siswa mengenai materi pada siklus 2. Tes yang dilakukan berupa ulangan harian 2 atau UH 2. Hasil dari tes tersebut disajikan dalam lampiran 2. Hasil UH 2 jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut.
Daftar Nilai Tes Pasca Siklus 2 Nilai Siswa
100 80 60 40 20 0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
No Absen
Gambar 13. Grafik Hasil Tes Pasca Siklus 2 Grafik 6 menunjukkan semua siswa telah tuntas KKM. Keadaan tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil dari siklus sebelumnya dan memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan. Persentase indikator partisipasi siswa pada akhir siklus 2 telah mencapai 75%. Ketuntasan KKM sebesar 100% juga telah tercapai pada akhir siklus 2. Pencapaian indikator keberhasilan penelitian tersebut menyebabkan pelaksanaan siklus dapat diakhiri. c. Deskripsi Antar Siklus Data hasil observasi partisipasi siswa maupun untuk data hasil angket partisipasi siswa disajikan dalam diagram berikut.
Persentase Capaian Indikator Observasi Partisipasi Siswa Seluruh Siklus Partisispasi Siswa (%)
100 72.81
80 60 40
25 27.63
39.47
50.65
97.37 83.77 87.28
53.95 pra siklus siklus 1
20
siklus 2
0 1
2
Indikator
3
Gambar 14. Diagram Persentase Capaian Indikator pada Observasi Setiap Siklus Diagram 6 menunjukkan adanya kenaikan tiap indikator partisipasi siswa pada observasi setiap siklus. Kenaikan tersebut menunjukkan peningkatan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Peningkatan partisipasi siswa tersebut disebabkan oleh penerapan metode action learning selama kegiatan pembelajaran. Metode action learning ini menekankan perlunya setiap siswa terlibat secara langsung dalam suatu kegiatan. Silberman (2002:190)menyatakan bahwa metode ini juga memiliki keluwesan untuk diaplikasikan dengan subyek dan teknik apapun (Silberman,2007:190). Teknik yang diaplikasikan dengan metode ini adalah teknik eksperimen dan teknik diskusi. Penggunaan teknik tersebut diikuti dengan teknik presentasi hasil oleh siswa secara berkelompok, dengan demikian siswa menjadi lebih banyak dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. Rekapitulasi angket pada setiap siklus ditunjukkan pada diagram berikut.
Partisipasi Siswa (%)
Persentase Capaian Setiap Indikator Angket Partisipasi Siswa Semua Siklus 80 79 78 77 76 75 74 73 72
78.42 76.32
78.74
78.29
77.11
76.97
76.18 75.26
pra siklus
74.84
siklus 1 siklus 2 1
2
3
Indikator
Gambar 15. Diagram Persentase Capaian Indikator pada Angket Setiap Siklus Diagram 7 menunjukkan tidak semua indikator partisipasi siswa mengalami kenaikan pada setiap siklus. Indikator pertama justru menunjukkan penurunan dari pra siklus menuju siklus 1 dan menunjukkan kenaikan dari siklus 1 menuju ke siklus 2. Penurunan tersebut disebabkan teknik yang digunakan pada siklus 1 adalah teknik eksperimen. Teknik ini menyebabkan siswa lebih menekuni obyek eksperimen yang mereka hadapi dibandingkan menyampaikan pertanyaan kepada guru. Siswa lebih mengutamakan kualitas pertanyaan mereka dibandingkan kuantitas pertanyaan. Cakupan materi yang sempit juga membuat rasa ingin tahu mereka kurang terasah. Siswa menganggap materi yang saat itu mereka dapatkan kurang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada siklus 2 teknik pembelajaran dikembangkan menjadi teknik diskusi lanjut, yaitu siswa merumuskan macam topik yang akan mereka pelajari dan menyiapkan sendiri referensi yang berkaitan dengan topik tersebut. Perbedaan tersebut menyebabkan keterlibatan siswa meningkat selama pelaksanaan siklus 2. Indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab menunjukkan kenaikan persentase dari pra siklus menuju ke siklus namun
menunjukkan penurunan dari siklus 1 menuju ke siklus 2. Hal tersebut disebabkan ketertarikan siswa yang meningkat pada siklus 2 sehingga ketika rekan mereka sedang melakukan presentasi mereka juga ikut membahas topik itu dengan teman sekelompok. Ulangan harian dilakukan di setiap akhir siklus untuk mengetahui penguasaan konsep siswa terhadap materi yang diberikan. Nilai rata-rata ulangan harian pra siklus sebesar 65 , mengalami peningkatan menjadi 67,8 pada siklus 1, dan meningkat kembali menjadi 75,4 pada siklus 2. Peningkatan nilai rata-rata tersebut juga diikuti penurunan jumlah siswa yang belum tuntas KKM. Ulangan harian pra siklus menunjukkan 10 siswa belum tuntas KKM, ulangan harian siklus 1 ada 7 siswa yang belum tuntas KKM, dan pada siklus 2 semua siswa telah tuntas KKM. Perbandingan nilai rata-rata ulangan harian semua siklus ditunjukkan pada gambar berikut.
Nilai Rata-rata Skor UH pada tiap Akhir Siklus 75,4
Partisipasi Siswa
8 7.5 7 6.5
67,8 65
6 5.5 Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
Gambar 16. Nilai Rata-rata Skor UH pada tiap Akhir Siklus B. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa sehingga diperlukan penerapan metode yang dapat mengaktifkan siswa selama kegiatan pembelajaran. Metode action learning yang diterapkan selama pelaksanaan siklus memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menunjukkan aktifitas selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Metode action learning sebagai salah satu terapan dari strategi active learning mengajarkan kepada siswa bahwa mereka akan mendapatkan lebih banyak pengalaman belajar dengan bersikap aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Silberman (2007:23). Metode action learning ini menekankan perlunya tindakan siswa secara langsung dalam mempelajari suatu materi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Scroeder (1993) dalam Silberman (2007:8) yang mengungkapkan bahwa peserta didik sekolah lanjutan atas lebih menyukai aktivitas belajar yang konkret. 1. PRA SIKLUS Kondisi awal penelitian atau pra tindakan diamati melalui kegiatan observasi dan pengisian angket tertutup. Lembar observasi merupakan sumber data utama dalam kegiatan penelitian. Angket dan hasil wawancara berfungsi sebagai data pendamping. Pengamatan pra tindakan yang disebut juga pengamatan pra siklus ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
tingkat partisipasi awal dari siswa dalam kegiatan pembelajaran sebelum dikenakan suatu tindakan. Nilai observasi partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi pada setiap indikator sebelum dilakukan tindakan berupa penerapan metode action learning dalam kegiatan belajar mengajar (Pra Siklus) ditunjukkan pada tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa persentase partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi sebelum dikenakan tindakan adalah sebesar 25%, 27,63%, dan 39,47% dengan nilai rata-rata kelas sebesar 30,7% . Berdasarkan nilai capaian tiap indikator partisipasi siswa pra siklus pada tabel 5 tersebut, dapat diketahui pula bahwa keseluruhan indikator masih berada jauh di bawah indikator keberhasilan penelitian yaitu 75% untuk setiap aspek yang diamati. Hal tersebut disebabkan kegiatan belajar mengajar pra siklus belum dilakukan dengan menerapkan metode action learning sebagai suatu bentuk stimulasi kecerdasan logis dari siswa. Pada tahapan pra siklus ini juga dilakukan pengambilan data pendamping berupa data hasil angket partisipasi siswa. Tabel 6 menunjukkan masing-masing nilai dari indikator angket partisipasi, nilai tersebut berkisar antara 76,32 hingga 75,26. Nilai tertinggi ditempati oleh indikator kedua yaitu aspek dorongan memberikan sumbangan, sedangkan nilai terendah sebesar 75,26 ditempati oleh indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab. Berdasarkan data pokok berupa hasil observasi dan data pendamping berupa hasil perhitungan angket partisipasi siswa dalam tahap para siklus di atas dapat diamati bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi masih rendah. Partisipasi yang rendah itu ditunjukkan antara lain dalam pasifnya siswa dalam menanggapi guru, baik dalam bertanya maupun dalam mengajukan pertanyaan. Kemudian siswa juga masih bersikap pasif dalam kegiatan diskusi karena topik diskusi sudah begitu banyak diulas di buku sehingga siswa cenderung bosan dan kurang tertarik lagi. Dalam kegiatan presentasi juga demikian, siswa kurang tertarik memperhatikan rekan-rekan mereka yang sedang menyampaikan materi presentasi di depan kelas sehingga rendah pula minat mereka untuk menyampaikan pendapat maupun sumbang saran. Rendahnya partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi yang merupakan bentuk kualitas pembelajaran dari segi proses kemudian berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran dari segi hasil yaitu penguasaan konsep siswa yang rendah pula. Permasalahan tersebut perlu segera dicari solusinya agar dapat segera diatasi dan tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih jauh lagi. Permasalahan yang ditemukan di kelas dan pertimbangan bahwa setiap siswa memiliki kecerdasan sebagai kemampuan dasar mereka menjadi dasar perencanaan penelitian yang dilakukan. Perencanaan tindakan yang diambil berupa penerapan suatu metode yang akan merangsang kecerdasan siswa sekaligus menumbuhkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Siswa dalam suatu dalam kelas sangat mungkin memiliki keragaman tipe kecerdasan majemuk, namun di suatu kelas IPA kecerdasan logis merupakan kecerdasan yang lebih menonjol. Kecerdasan logis berhubungan dengan dan mencakup kemampuan ilmiah. Kecerdasan
logis merupakan jenis kecerdasan yang dijelaskan oleh Piaget sebagai jenis kecerdasan yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis dan digunakan sebagai bagian dari metode ilmiah. Pengembangan kecerdasan logis akan turut mengembangkan kecerdasan lainnya, di mana perkembangan kemampuan logis melahirkan pemikiran sistematik. Beberapa pengarahan dalam pembelajaran yang akan merangsang perkembangan kecerdasan logis antara lain melalui pemberian materi yang konkret sehingga siswa dapat melakukan percobaan sendiri, penyediaan alokasi waktu yang mencukupi bagi siswa untuk mempelajari gagasan-gagasan baru, serta kesabaran guru dalam menjawab keingintahuan siswa. Dari penjelasan itu dapat diketahui bahwa terdapat suatu pengembangan metode yang mampu mengakomodasi tujuan yang hendak dicapai. Metode tersebut terangkum dalam strategi pembelajaran aktif. Strategi pembelajaran aktif merupakan strategi yang sejalan dengan pendekatan berbasis siswa (student centered approach). Dalam strategi pembelajaran aktif, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan melibatkan peran siswa semaksimal mungkin. Pembelajaran aktif atau active learning ini akan mengoptimalkan semua potensi siswa sehingga semua siswa dapat belajar secara optimal pula. Konsep dari active learning adalah bahwa setiap siswa akan memahami materi dengan lebih baik ketika mereka turut melakukan, tidak hanya melihat atau mendengarkan saja. Metode yang akan diambil sebagai bentuk tindakan adalah metode action learning. Metode action learning memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mendiskusikan teknik-teknik pembelajaran yang akan digunakan selama mempelajari suatu materi. Metode ini juga memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mendiskusikan sendiri topik-topik materi yang akan mereka bahas. Penerapan metode tersebut diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pemecahan masalah partisipasi siswa selama pembelajaran biologi berlangsung. Selama penelitian, proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas maupun di laboratorium. Terdapat beberapa siklus yang diterapkan untuk menuntaskan dan menjawab permasalahan yang terjadi di dalam kelas. Setiap siklus merupakan penerapan metode action learning dalam pembelajaran biologi. Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan angket partisipasi siswa, observasi partisipasi siswa, serta tes penguasaan konsep pada akhir siklus untuk mengetahui adanya pengaruh dari pemberian tindakan. Hasil observasi pembelajaran sebelumnya (pra siklus), penerapan siklus I, dan siklus II menunjukkan beberapa perbedaan pada diri siswa. Perubahan tersebut meliputi perubahan kualitas proses pembelajaran yang akhirnya berdampak pula pada kualitas hasil pembelajaran siswa. Hal ini dapat dilihat pada: 2. SIKLUS 1 Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menuntaskan permasalahan yang timbul dalam pembelajaran biologi yaitu rendahnya kualitas pembelajaran yang meliputi kualitas proses berupa partisipasi siswa dan kualitas hasil berupa penguasaan konsep dari siswa. Penelitian dilaksanakan melalui siklus yang berkesinambungan, dan di setiap siklusnya diterapkan suatu tindakan berupa penerapan metode action learning sebagai bentuk stimulasi terhadap kecerdasan logis. Kegiatan pembelajaran dilakukan di kelas maupun di laboratorium. Setiap siklus dilakukan dalam beberapa tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. a. Rencana Pembelajaran Perencanaan tindakan pada siklus I meliputi hal-hal berikut:
1) Penyusunan silabus dan Satuan Pembelajaran (SP) dengan materi pokok Sistem Reproduksi Manusia, pada sub pokok bahasan Struktur dan Fungsi Sistem Reproduksi Pria dan Wanita. 2) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang meliputi pertemuan ke-1, ke-2 dan ke-3. Penyusunan RPP disesuaikan dengan langkah-langkah pelaksanaan metode action learning, dimana urutan tahapan pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat dalam RPP Pertemuan ke-1, ke-2 dan ke-3 pada Lampiran 1. 3) Mempersiapkan media pembelajaran pertemuan ke-1, ke-2 dan ke-3 yang berupa charta struktur sistem reproduksi pria dan wanita, LCD, komputer, dan materi. 4) Penyusunan lembar observasi partisipasi siswa 5) Penyusunan angket partisipasi siswa. 6) Penyusunan soal tes penguasaan konsep siklus I (soal UH I) b.
Pelaksanaan Pembelajaran
Proses pembelajaran pada siklus I terdiri atas tiga kali pertemuan. Pertemuan ke-1 selama 2x45 menit, pertemuan ke-2 selama 2x45 menit, dan pertemuan berlangsung selama 1x45 menit. Pertemuan ke-1 merupakan pengenalan materi secara singkat dengan multimedia pembelajaran dilanjutkan dengan diskusi penentuan topik-topik yang akan dibahas dalam kegiatan pembelajaran, pertemuan ke-2 merupakan kegiatan praktikum untuk memperdalam pemahaman mengenai materi, dan pertemuan ke-3 dilakukan kegiatan presentasi sesuai dengan materi kelompok masing-masing. Pelaksanaan siklus I merupakan penjabaran dari penerapan metode action learning. Tahapan pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan metode action learning adalah sebagai berikut: 1) Pengenalan materi secara singkat 2) Membimbing siswa dalam pelaksanaan diskusi kelompok untuk menyusun topik-topik yang hendak dipelajari selama kegiatan pembelajaran 3) Membimbing siswa dalam pelaksanaan diskusi kelas untuk menyusun topik-topik yang akan dipelajari bersama 4) Membimbing siswa untuk melakukan teknik pembelajaran yang telah disepakati sebagai sarana memahami topik-topik yang telah ditetapkan sebelumnya 5) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pembahasan topik masing-masing 6) Mengevaluasi pembahasan siswa Deskripsi kegiatan pembelajaran dilampirkan dalam Lampiran 2 sebagai hasil observasi lapangan (field note). c.
Tahap Observasi dan Evaluasi
Kegiatan observasi terhadap partisipasi siswa melalui pengisian lembar observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan. Data observasi merupakan data pokok atau data utama dalam penelitian. Selain itu diberikan pula lembar angket untuk diisi oleh siswa secara mandiri. Data hasil perhitungan angket ini berfungsi sebagai data pendamping. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai kedua macam data tersebut. 1. Observasi Tahap observasi dilakukan selama penerapan tindakan berlangsung. Observasi dilakukan oleh tiga orang observer. Hasil pengamatan dari ketiga observer tersebut dicantumkan dalam tabel 7. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa belum semua indikator partisipasi siswa dapat memenuhi target sebesar 75%. Indikator pertama dan kedua masing-masing baru mencapai 57,9% dan 52,64%, walaupun untuk indikator ketiga telah melampaui target yaitu sebesar 84,21%. Indikator yang sudah melebihi target tersebut merupakan aspek tanggung jawab. Aspek tanggung jawab ini dijabarkan dalam item kesediaan siswa memberikan perhatian dalam kegiatan diskusi kelompok maupun kelas, dalam hal ini berupa kegiatan presentasi serta tanya jawab setelahnya. Aspek tanggung jawab mendapatkan nilai yang cukup tinggi berkaitan dengan bentuk kegiatan siswa yang memerlukan keaktifan tinggi dari siswa yaitu kegiatan diskusi untuk merumuskan topik, kegiatan diskusi selama praktikum untuk menuntaskan lembar diskusi siswa, dan kegiatan presentasi hasil praktikum yang dilanjutkan refleksi kegiatan pembelajaran bersama guru. Namun demikian para siswa belum menunjukkan peningkatan yang tinggi dalam hal curah gagasan selama kegiatan diskusi maupun presentasi tersebut. Hal itu ditunjukkan oleh nilai indikator kedua yaitu aspek dorongan memberikan sumbangan yang masih cukup jauh dari target sebesar 75%, nilai untuk aspek tanggung jawab baru mencapai 52,64%. Capaian persentase untuk aspek dorongan memberikan sumbangan dan aspek tanggung jawab yang masih rendah tersebut dipengaruhi beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain siswa masih merasa kaget dengan metode pembelajaran yang diterapkan di mana mereka dituntut untuk selalu berperan secara aktif. Selain itu, materi yang dibahas memang membangkitkan minat mereka namun mereka masih merasa kesulitan mengembangkan topik-topik dari materi tersebut mengingat terbatasnya literatur yang dimiliki. Aspek kedua yaitu pada keterlibatan juga baru menunjukkan nilai peningkatan sebesar 32,9% dari observasi pra siklus. Aspek keterlibatan yang dijabarkan menjadi item keaktifan siswa dalam bertanya dan kesediaan siswa dalam menjawab pertanyaan ini mempunyai hambatan serupa dengan hambatan pada aspek dorongan memberikan sumbangan yang telah dijelaskan sebelumnya. Siswa telah menunjukkan ketertarikan dan perhatian selama mengikuti kegiatan pembelajaran, namun siswa masih merasa kesulitan dalam mengikuti tahapan-tahapan pelaksanaan metode pembelajaran action learning. Referensi yang kurang juga menyebabkan siswa malas untuk banyak bertanya. Selain itu mereka masih terbawa pada kebiasaan takut mengungkapkan pemikiran mereka karena takut salah maupun takut ditertawakan teman-teman mereka. 2. Angket Angket ini berupa angket tertutup dan diisi sendiri oleh siswa pada akhir pelaksanaan siklus 1. Item-item pada angket tersebut merupakan penjabaran dari indikator partisipasi siswa seperti yang tercantum pada lampiran 1. Hasil perhitungan angket partisipasi siswa untuk siklus I tercantum dalam tabel 9. Sedangkan tabel persentase skor setiap item soal angket partisipasi siswa siklus I dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 9 tersebut menunjukkan bahwa hanya satu indikator yang berada di bawah indikator keberhasilan. Indikator tersebut adalah aspek keterlibatan yaitu sebesar 74,84%. Sementara hasil dari perhitungan indikator partisipasi siswa aspek kedua dan aspek ketiga masing-masing bernilai 77,11% dan 78,42%. Hasil angket dan observasi memiliki persamaan maupun perbedaan. Perbedaan terletak pada aspek yang menempati nilai terendah, sebagai aspek terendah pada hasil observasi adalah aspek dorongan memberikan sumbangan, sementara yang menempati aspek terendah pada angket adalah aspek keterlibatan. Persamaan dari kedua data tersebut meliputi dua macam hal, yang pertama adalah untuk aspek dengan nilai tertinggi sama-sama ditempati oleh aspek ketiga yaitu aspek tanggung jawab. Persamaan kedua adalah baik data dari observasi maupun dari angket sama-sama menunjukkan adanya kenaikan partisipasi siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara data pokok dan data pendamping terdapat kesesuaian dan saling mendukung. Adanya peningkatan kualitas proses berupa peningkatan partisipasi siswa mendorong peningkatan dari segi kualitas hasil berupa peningkatan penguasaan konsep siswa terhadap materi pembelajaran. Hal itu ditunjukkan dengan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 60. Evaluasi penguasaan konsep untuk siklus I melalui kegiatan Ulangan Harian I memberikan rata-rata kelas sebesar 67,8 dengan jumlah siswa yang tuntas KKM mencapai 81,58%. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pada siklus I, refleksi dari pelaksanaan siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dari hasil observasi, indikator partisipasi siswa yang telah mencapai target sebesar 75% adalah indikator ketiga yaitu mengenai aspek tanggung jawab. Aspek ini mencakup tanggung jawab siswa selama kegiatan pembelajaran biologi dengan cara memberikan perhatian pada kegiatan diskusi dan presentasi. Sementara itu indikator pertama dan kedua yaitu pada aspek keterlibatan dan aspek dorongan memberikan sumbangan dalam hal ini berupa ide, gagasan atau pertanyaan ketika dilakukan diskusi kelompok maupun diskusi kelas masih belum mencapai target. Sedangkan hasil perhitungan angket menunjukkan bahwa indikator kedua dan ketiga telah memenuhi target sementara indikator pertama belum memenuhi target. Indikator terendah dari hasil observasi adalah indikator kedua dan indikator dengan nilai terendah dari hasil perhitungan angket adalah indikator pertama yaitu berupa kesediaan siswa dalam menjawab pertanyaan maupun dalam memberikan pertanyaan dalam proses pembelajaran. Walaupun hasil observasi dan angket sedikit menunjukkan perbedaan namun pada intinya sajian kedua data menunjukkan bahwa pencapaian target dari indikator partisipasi belum seluruhnya mencapai target sehingga masih diperlukan tindakan lanjutan untuk mengatasi hal tersebut. 2) Dari hasil tes yang diberikan di akhir siklus untuk mengetahui tingkat pemahaman materi siswa, didapatkan 81,58% siswa telah memiliki pemahaman konsep yang baik terhadap
materi. Hal tersebut ditunjukkan oleh 31 orang siswa yang menuntaskan KKM, dan hanya 7 orang siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM. 3. SIKLUS II Pelaksanaan siklus II didasari oleh belum tercapainya target peningkatan partisipasi siswa sebesar 75%. Tahapan tindakan serupa dengan siklus I, hanya saja akan terdapat beberapa penyesuaian mengikuti alur perjalanan materi. Proses pengambilan data menggunakan lembar observasi partisipasi siswa dan data pendamping berupa hasil perhitungan angket partisipasi siswa. a. Rencana Pembelajaran Perencanaan tindakan untuk siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penyusunan silabus dan Satuan Pembelajaran (SP) dengan materi pokok Sistem Reproduksi Manusia, pada sub pokok bahasan Spermatogenesis, Oogenesis, Menstruasi, Fertilisasi, Kehamilan dan Persalinan, serta Kelainan pada Sistem Reroduksi Manusia. 2) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang meliputi pertemuan ke-1, ke-2 dan ke-3. Penyusunan RPP sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaan metode action learning, dimana urutan tahapan pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat dalam RPP Pertemuan 1, 2 dan 3 pada Lampiran 1. 3) Mempersiapkan media pembelajaran pertemuan 1, 2 dan 3 yaitu berupa charta, LCD, komputer, dan materi. 4) Penyusunan lembar observasi partisipasi siswa 5) Penyusunan angket partisipasi siswa. 6) Penyusunan soal tes kognitif siklus II (UH II) b.
Pelaksanaan Pembelajaran
Proses pembelajaran pada siklus I terdiri atas tiga kali pertemuan. Pertemuan ke-1, pertemuan ke-2, dan pertemuan ke-3 berlangsung selama 2x45 menit. Pertemuan ke-1 merupakan pengenalan materi secara singkat dengan multimedia pembelajaran dilanjutkan dengan diskusi penentuan topik-topik yang akan dibahas dalam kegiatan pembelajaran, pertemuan ke-2 merupakan kegiatan diskusi kooperatif berbasis masalah untuk memperdalam pemahaman mengenai materi, dan pertemuan ke-3 dilakukan kegiatan presentasi sesuai dengan materi kelompok masing-masing. Pelaksanaan siklus I merupakan penjabaran dari penerapan metode action learning. Tahapan pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan metode action learning adalah sebagai berikut: 1) Pengenalan materi secara singkat 2) Membimbing siswa dalam pelaksanaan diskusi kelompok untuk menyusun topik-topik yang hendak dipelajari selama kegiatan pembelajaran
3) Membimbing siswa dalam pelaksanaan diskusi kelas untuk menyusun topik-topik yang akan dipelajari bersama 4) Membimbing siswa untuk melakukan teknik pembelajaran yang telah disepakati sebagai sarana memahami topik-topik yang telah ditetapkan sebelumnya 5) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pembahasan topik masing-masing 6) Mengevaluasi pembahasan siswa Deskripsi kegiatan pembelajaran dilampirkan dalam Lampiran 2 sebagai hasil observasi lapangan (field note). c.
Tahap Observasi dan Evaluasi
Selama dan setelah pelaksanaan siklus II yang juga merupakan penerapan metode action learning tersebut, juga dilakukan observasi terhadap partisipasi siswa pada indikator-indikator yang telah ditetapkan. Data pokok berupa observasi partisipasi siswa diambil selama pelaksanaan siklus, sementara data pendamping berupa hasil perhitungan angket diambil pada akhir siklus. Berikut ini disajikan pembahasan mengenai kedua data tersebut: 1. Observasi Masih sama dengan kegiatan observasi pada siklus I, observasi pada siklus II ini juga dilakukan oleh tiga orang observer. Hasil observasi dari ketiga observer tersebut disajikan dalam tabel 10. Hasil observasi pada tabel 9 menunjukkan peningkatan persentase capaian ketiga indikator partisipasi siswa dari siklus 1. Indikator pertama yaitu aspek keterlibatan memiliki nilai sebesar 83,77%. Indikator kedua yaitu aspek dorongan memberikan sumbangan dan indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab, masing-masing persentasenya mencapai 87,28% dan 97,37%. Persentase capaian indikator partisipasi pada observasi siklus 2 menunjukkan bahwa ketiga indikator telah mencapai bahkan melebihi indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan. Nilai hasil observasi partisipasi siswa yang tertinggi berada pada indikator terakhir yaitu aspek tanggung jawab yang meliputi kesediaan siswa untuk memberikan perhatian pada saat dilakukan kegiatan diskusi maupun presentasi. Hal tersebut terjadi antara lain karena pada siklus 2 ini materi yang diberikan lebih beragam dan oleh para siswa dirasakan lebih nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka. Siswa merasa perlu memperhatikan jalannya kegiatan pembelajaran secara seksama untuk menuntaskan rasa ingin tahu mereka. Selain itu materi presentasi yang ditampilkan oleh masing-masing kelompok juga dibuat menarik dengan menggunakan tampilan power point presentation. Faktor lain yang memiliki pengaruh besar tentunya adalah penerapan metode action learning selama proses pembelajaran siklus berlangsung. Penerapan metode ini memberikan kesempatan secara luas bagi siswa untuk mendiskusikan sendiri hal-hal yang hendak mereka bahas dari materi pelajaran. Siswa merasa leluasa mengeksplorasi pengetahuan sejauh yang mereka ingin dan mampu. Siswa juga berkesempatan menuangkan kreatifitas dalam bentuk presentasi, hal tersebut mendorong para siswa untuk memperhatikan sebab presentasi itu tidak lain juga merupakan hasil karya mereka sendiri. Penerapan metode action learning tersebut juga mempengaruhi peningkatan kedua indikator lainnya. Indikator kedua yaitu pada aspek dorongan memberikan sumbangan memiliki
nilai tertinggi kedua yaitu 87,28%. Dari segi peningkatan hasil, indikator kedua ini memiliki kenaikan nilai tertinggi didanding dua indikator lainnya yaitu sebesar 33,33%. Metode action learning yang memberikan kesempatan diskusi awal dalam suatu kelompok kecil telah menumbuhkan keberanian siswa untuk lebih banyak memberikan sumbangan pada setiap kegiatan diskusi besar maupun kegiatan presentasi. Hal tersebut sejalan dengan konsep pembentukan kelompok dalam strategi action learning di mana dikatakan bahwa pembentukan kelompok didasari pemikiran bahwa seseorang akan merasa lebih aman dan nyaman bila berada dalam suatu kelompok. Sedangkan kenaikan hasil tertinggi kedua berada pada indikator pertama yaitu aspek keterlibatan yang meliputi keaktifan siswa dalam bertanya dan kesediaan siswa untuk menjawab pertanyaan. Indikator ini memiliki nilai 50,65% pada siklus 1 dan menjadi bernilai 83,77% pada siklus 2. Peningkatan hasil tersebut dipengaruhi oleh materi pelajaran yang menarik dan menimbulkan keingintahuan siswa, namun faktor metode yang digunakan juga memiliki peranan yang penting. Materi yang menarik namun tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan pemikirannya dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan akan tetap dirasakan kurang menarik bagi siswa. Sebaliknya ketika tema yang menarik tersebut dibebaskan sepenuhnya untuk dikembangkan oleh siswa maka justru akan menjadi tidak jelas dan tidak terarah. 2. Angket Angket partisipasi diisi oleh siswa pada akhir kegiatan pembelajaran. Hasil perhitungan angket tercantum pada tabel 10. Tabel persentase skor setiap item soal angket partisipasi siswa siklus 2 dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata angket partisipasi siswa pada tiap indikator mencapai 77,74%. Hasil tertinggi dari indikator partisipasi siswa ditempati oleh indikator pertama yaitu pada aspek keterlibatan yang mencakup keaktifan siswa dalam bertanya dan kesediaan siswa untuk menjawab pertanyaan. Persentase dari indikator kedua sebesar 78,29% atau mengalami peningkatan nilai sebesar 1,18% dari pencapaian indikator tesebut pada siklus sebelumnya. Indikator kedua merupakan aspek dorongan memberikan sumbangan yang meliputi keaktifan siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dan kelas serta keaktifan siswa dalam memberikan ide atau gagasan pada kegiatan diskusi dan presentasi. Sementara itu hasil terkecil ditunjukkan oleh indikator ketiga yaitu aspek tanggung jawab yang meliputi kesediaan siswa untuk memberikan perhatian dalam kegiatan diskusi maupun presentasi. Persentase capaian pada indikator tersebut adalah 76,18%, yang menunjukkan penurunan sebesar 1,24% dari hasil indikator tersebut pada siklus sebelumnya. Selain dilakukan observasi maupun pemberian angket terhadap siswa, dilakukan pula tes untuk mengetahui kualitas hasil pembelajaran yang berupa penguasaan konsep siswa. Hasil tes tersebut dapat dilihat pada tabel 10. Nilai rata-rata kelas hasil tes penguasaan konsep siswa adalah 75,4 dan siswa yang menuntaskan KKM mencapai 100%. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pada siklus I, refleksi dari pelaksanaan siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dari hasil observasi maupun hasil perhitungan angket, keseluruhan indikator partisipasi siswa telah mencapai target sebesar 75%. Indikator-indikator tersebut meliputi aspek pertama yang mencakup tanggung jawab siswa selama kegiatan pembelajaran biologi dengan cara memberikan perhatian pada kegiatan diskusi dan presentasi. Kemudian indikator pertama
dan kedua yaitu pada aspek keterlibatan dan aspek dorongan memberikan sumbangan dalam hal ini berupa ide, gagasan atau pertanyaan ketika dilakukan diskusi kelompok maupun diskusi kelas masih belum mencapai target. Yang menunjukkan adanya perbedaan adalah pada persentase masing-masing indikator tersebut. Hasil observasi partisipasi siswa menunjukkan kisaran persentase antara 82,9% hingga 100%, dengan persentase tertinggi terletak pada indikator ketiga. Sementara hasil perhitungan angket partisipasi siswa menunjukkan persentase antara 76,18% hingga 78,74%, dengan persentase tertinggi terlatak pada indikator pertama. 2) Dari hasil tes yang diberikan di akhir siklus untuk mengetahui tingkat pemahaman materi siswa, didapatkan 97,38% siswa telah memiliki pemahaman konsep yang baik terhadap materi. Hal tersebut ditunjukkan dengan 37 siswa yang tlah menuntaskan KKM, dan hanya 1 orang siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM. Hasil observasi dan evaluasi pada siklus II ini menunjukkan bahwa persentase setiap indikator pada kegiatan observasi maupun hasil perhitungan angket telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan yaitu lebih dari atau sama dengan 75% dengan kategori baik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tujuan penelitian ini telah tercapai. Tercapainya indikator keberhasilan penelitian juga menunjukkan penerapan tindakan berupa metode action learning tidak perlu lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya. 4. ANTAR SIKLUS Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tindakan berupa penerapan metode action learning sebagai bentuk stimulasi kecerdasan logis siswa mampu meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran biologi. Perbandingan hasil observasi partisipasi siswa pada pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 telah disajikan dalam diagram 6. Diagram 6 menunjukkan peningkatan partisipasi siswa pada setiap indikator siklus. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang positif antara pemberian tindakan selama siklus dengan partisipasi aktif yang ditunjukkan siswa. Perbandingan hasil angket partisipasi siswa pada pra siklus, siklus I dan siklus II disajikan dalam tabel 14. Hasil angket partisipasi siswa juga menunjukkan hasil yang mendukung hasil observasi partisipasi siswa. Beberapa indikator menunjukkan kenaikan secara bertahap, sedang beberapa indikator lainnya memiliki persentase yang bervariasi hingga pelaksanaan siklus 2. Peningkatan persentase setiap indikator partisipasi siswa pada setiap siklusnya tidak lepas dari penanganan beragam kendala yang dihadapi pada setiap siklus. Setiap siklus merupakan penyempurnaan mekanisme dari siklus sebelumnya. Hambatan yang ditemukan pada siklus 1 disajikan sebagai refleksi dari pelaksanaan siklus tersebut. Masalah-masalah tersebut kemudian didiskusikan dengan guru mata pelajaran biologi untuk menemukan solusi sebagai bentu perbaikan pelaksanaan siklus selanjutnya.
Peningkatan semua indikator partisipasi selama kegiatan penelitian menunjukkan tercapainya pembelajaran partisipatif sebagaimana yang dijelaskan oleh Knowles (1970) dalam Mulyasa (2006:156). Pelaksanaan metode action learning ini telah mencakup kegiatan penyusunan kelompok, kegiatan diagnosis peserta didik terhadap kebutuhan belajarnya, serta perancangan pola-pola pengalaman belajar oleh peserta didik sendiri. Hal itu menunjukkan prosedur pengembangan pembelajaran partisispatif menurut Mulyasa (2006:157) telah terpenuhi. Metode action learning ini juga menempatkan guru pada posisi fasilitator, bukan sumber utama kegiatan pembelajaran. Posisi guru sebagai fasilitator akan membuat siswa lebih banyak melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran, tidak hanya bersikap pasif dan menunggu instruksi dari guru. Penerapan metode action learning merupakan suatu bentuk stimulasi terhadap kecerdasan logis dari siswa karena dalam metode tersebut terkandung unsur-unsur kegiatan yang akan merangsang para siswa untuk mengasah kecerdasan logis mereka. Metode action learning memiliki keluwesan dalam hal teknik pembelajaran yang digunakan, dalam kesempatan ini teknik pembelajaran yang digunakan adalah teknik eksperimen, teknik diskusi, dan teknik presentasi. Penggunaan teknik eksperimen akan memberikan peluang kepada para siswa untuk mengadakan pengamatan dan penyelidikan, kegiatan pengamatan dan penyelidikan itu sendiri oleh Supriyati (2009) digolongkan sebagai kegiatan yang akan mengasah kecerdasan logis dari siswa. Gardner (1993) dalam Razmjoo (2008) juga menyatakan bahwa kegiatan penelitian dapat mempengaruhi kecerdasan seseorang. Proses percobaaan sering menghasilkan pengamatan yang mengarah pada kesimpulan logis lebih lanjut sehingga menurut Lwin et al (2008:62) kegiatan percobaan juga merupakan usaha perangsangan kecerdasan logis. Penjelasan bahwa kegiatan percobaan juga merupakan bentuk perangsangan terhadap kecerdasan logis dari siswa juga diungkapkan oleh Armstrong (2002:96). Penggunaan teknik diskusi untuk membahas suatu topik ilmiah juga merupakan bentuk perangsangan terhadap kecerdasan logis karena dalam kegiatan diskusi siswa dituntut untuk berpikir divergen. Penjelasan tersebut diungkapkan oleh Armstrong (2002:96) dan juga diperkuat oleh Yetty Supriyati (2009). Metode action learning juga banyak mengandung unsur kegiatan yang memerlukan partisipasi dari siswa. Hal tersebut sejalan dengan konsep dasar dari strategi pembelajaran aktif yang diungkapkan Silberman (2005:100). Pengamatan yang dilakukan selama proses penelitian terhadap partisipasi siswa menunjukkan hasil yang positif, dengan kata lain penerapan metode action learning sebagai bentuk stimulasi kecerdasan logis dari siswa telah mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam bentuk partisipasi mereka selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Gardner dalam Paul Suparno (2000 : 186-187) yang menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan metode kecerdasan ganda, dalam hal ini adalah kecerdasan logis, menjadikan siswa lebih tertarik dan perhatian kepada bahan ajar yang sedang dibahas. Penerapan metode action learning sebagai bentuk stimulasi kecerdasan logis menunjukkan pengaruh berupa peningkatan partisipasi siswa. Penerapan metode tersebut juga menunjukkan pengaruh yang positif terhadap hasil pembelajaran yaang berupa peningkatan penguasaan konsep siswa terhadap materi sistem reproduksi. Peningkatan penguasaan konsep tersebut ditunjukkan oleh peningkatan ketuntasan KKM siswa. Ketuntasan KKM siswa sebesar 100% pada siklus 2 atau mengalami peningkatan sebesar 18,42% dari siklus 1 menuju ke siklus 2. Peningkatan hasil yang terjadi dalam penelitian berupa peningkatan penguasaan konsep siswa merupakan dampak dari aspek kecerdasan logis yang telah terstimulasi selama proses pembelajaran. Peningkatan partisipasi siswa yang diikuti peningkatan hasil belajar berupa penguasaan konsep siswa menunjukkan tujuan penelitian telah tercapai.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. SIMPULAN Penelitian mengenai upaya peningkatan partisipasi siswa dengan stimulasi kecerdasan logis (logic skill) melalui penerapan metode action learning pada proses pembelajaran siklus I dan siklus II dapat menghasilkan beberapa hal berikut: 1. Penerapan metode action learning sebagai bentuk stimulasi terhadap kecerdasan logis dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran biologi pada pokok bahasan Sistem Reproduksi. 2. Penerapan metode action learning sebagai bentuk stimulasi terhadap kecerdasan logis dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran biologi pada pokok bahasan Sistem Reproduksi. B. IMPLIKASI
Berdasarkan kajian teori serta hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi. 1.
Implikasi Teoritis
a. Menambah dan memperluas cakrawala pengetahuan bagi para pembaca. b. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya. c. Sebagai gambaran dan bahan pertimbangan untuk menentukan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa secara menyeluruh pada mata pelajaran biologi.
2. Implikasi Praktis Hasil penelitian ini secara praktis dapat diterapkan pada proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Sukoharjo, yaitu stimulasi kecerdasan logis (logic skill) melalui penerapan metode action learning dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi khususnya pada materi Sistem Reproduksi.
C. SARAN Beberapa saran dari penelitian yang telah dilakukan adalah: 1. Bagi Guru a. Hendaknya guru dapat menyajikan metode action learning dengan baik sehingga dapat meningkatkan partisipasi dan penguasaan konsep siswa. b. Hendaknya guru mempertimbangkan alokasi waktu dalam menerapkan metode action learning. c. Hendaknya guru mempersiapan media pembelajaran dengan cermat agar siswa dapat menguasai konsep dengan baik. 2. Bagi Siswa a. Siswa yang memiliki pengetahuan yang lebih dari teman yang lain sebaiknya saling mengkomunikasikan yang dimiliki.
b. Anggota kelompok yang merasa kurang paham terhadap materi yang dipelajari harus selalu aktif bertanya kepada teman dan kelompok belajarnya yang mempunyai kemampuan lebih agar dapat mengikuti. c. Hendaknya siswa dapat memberikan respon yang baik terhadap guru dalam menyajikan metode action learning sehingga dapat meningkatkan partisipasi dan penguasaan konsep belajar siswa. 3. Bagi Peneliti Lain a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis agar terlebih dahulu menganalisis kembali perangkat pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti ini untuk disesuaikan penerapannya, terutama dalam hal alokasi waktu, fasilitas pendukung termasuk media pembelajaran, dan karakteristik siswa yang ada pada sekolah tempat penelitian tersebut akan dilakukan. b. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya dengan mengaitkan aspek-aspek yang belum diungkap dalam penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan penelitian yang lebih mendalam serta memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi para pendidik.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Tersedia di http://www.puskur.net. diunduh pada 25 Agustus 2009. Anonim.2009. Cone of Learning. Tersedia di http://www.edutechie.ws diunduh pada 25 Agustus 2009. Anonim. 2009. Action Learning Methode. Tersedia di diunduh pada 25 Agustus 2009.
http://www.succeed.ufl.edu
Armstrong, Thomas. 2002 .Seven Kinds Of Smart. Jakarta : Grasindo. Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Depdikbud. Ellis, Dave. 2006. Learning Styles. Tersedia di http://www.kent.edu diunduh pada 25 Agustus 2009 E. Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : Remaja Rosdakarya. Gino. 1998. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta : UNS Press. Güneyli, Ahmed. 2008. Active Learning Approach on Improving the Reading Skills in Native Language Teaching. Journal of Language and Linguistic Studies. Vol.4, No.2, October 2008. Hidayat Raharja. 2006. Relevansi Biologi dengan Kehidupan Sehari-Hari. Tersedia di http://re-searchengines.com diunduh pada 19 Agustus 2009 HB. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Hartono. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Tersedia http://gurukreatif.wordpress.com diunduh pada 30 Januari 2009 Heidjahman Ranupandojo. 1990. Manajemen Personalia. Yogyakarta : BPFE.
di
Julia Jasmine. 2007. Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk. Bandung : Nuansa. Lwin, May dkk. 2008. How To Multiply Your Kid’s Intelligence. Bandung : Indeks. Martinis Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta : Gaung Persada Press. Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang MetodeMetode Baru. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Nana Sudjana. 2006. Media Pengajaran (Penggunaan dan Pembuatannya). Bandung: Sinar Baru Algesindo. Nurita Putranti. 2007. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences). Tersedia di http://nuritaputranti.wordpress.com diunduh pada tanggal 30 Januari 2009 Nurul Zuriah. 2007. Pendidikan Moral&Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta : Bumi Aksara. Oemar Hamalik. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. Patuan Panjaitan. 2009. Mengembangkan dan Menerapkan Kecerdasan Logis. Tersedia di http://patuanpanjaitan.wordpress.com diunduh pada 30 Januari 2009 Paul Suparno. 2000. Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Poerwadarminta. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Rachmawati. 2006. Bentuk Partisipasi Masyarakat Dusun II Tongkoh Desa Dolat Karya I. Tersedia di http://library.usu.ac.id diunduh pada 30 Januari 2009 Razmjoo,SeyyedAyatollah.2008. on The Relationship Between Multiple Intelligences and Language Proficiency. The Reading Matrix Vol. 8, No. 2, September 2008 Rochiati Wiriatmadja. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sandra.F.Dewi.2009. Kecerdasan Majemuk. Tersedia di http://sandrafdewi.multiply.com diunduh pada tanggal 30 Januari 2009 Saiful Bahri Djamarah. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Silberman, Mel. 2002. Active Learning : 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : Insan Madani. Smith, Carol. 2006. Multiple Cultures, Multiple Intelligences: Applying Cognitive Theory to Usability of Digital Libraries. Libri, 2006, vol. 56, pp. 227-238. Sri Joko Yunanto. 2004. Sumber Belajar Anak Cerdas. Jakarta : Grasindo. Siti Djuwairiyah. 2009. Penerapan Metode Belajar Aktif sebagai Upaya Membantu Meningkatkan Prestasi Belajar pada Siswa kelas 6. Tersedia di http://media.diknas.go.id diunduh pada 25 Agustus 2009 Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta : Depdiknas. Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta. Tatang Sunendar. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Tersedia http://akhmadsudrajat.wordpress.com diunduh pada 21 Maret 2009
di
YettiSupriyati.2009. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligency. http://www.yettisupriyati.com diunduh pada 30 Januari 2009 Zainal Aqib. 2006. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta : Yrama Widya.
Tersedia
di