PENINGKATAN MUTU DAN PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA MINUMAN TEMULAWAK INSTAN DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR
SKRIPSI
CITRA AYU OKTAVIA F24080016
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iii
QUALITY IMPROVEMENT AND APPLICATION OF GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) IN HOME INDUSTRY OF INSTANT TEMULAWAK DRINK AT DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR Citra Ayu Oktavia and Sutrisno Koswara1 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: 62 856 93180905, E-mail:
[email protected] 1
ABSTRACT This research was consisted of 5 steps i.e. to study the characteristic of Home Industrial Food Product (HIFP) of temulawak instant drink, to improve formulation and process of temulawak instant drink, to determine chemical characteristic of the product, certification of temulawak instant drink product of home industrial scale, and analyses of business feasibility. The first step was to determine the condition of Home industrial temulawak instant drink. The data of this step was used to improve formula and process to obtain standard formula. Besides, determination of Standarad Operating Procedure of home industrial of temulawak instant drink was carried out as further step of the improvement of formula and production process. The second step of this research was to analyse the chemical characteristic of the standard formula’s product using proximat analyses. The propose of certification of Home Industrial Food Product (HIFP) to was carried out as the fourth step. Finally, business feasibility analyses on home industrial scale was done to determine whether this business are feasible or not. Formula III (the ratio temulawak and sugar amount 1:2) was chosen as the most acceptable formula since it showed highest preference level as result of organoleptic test. This formula also had the shortest rehydration period and highest yield. The chemical and phsycal properties of instant temulawak are 1,06% of water content; 2,84% of ash content; 3,51% of fat content; 2,07% of protein content; 90,53% of carbohydrat content; and 33,09% of total sugar with L= +52,53; a= +3,29; b= +29,16 representating the color. This instant Coro has 0,428% of dissoluble part and 28 second for rehydration time. Home industrial of temulawak instant drink considered to be sufficient in GMP application and has acquired HIFP certificate with serial number of6123201021009 from governmental health department. The feasibility study based on investment criteria showed the production of instant temulawak was feasible to be done. Keywords: temulawak instant drink, Good Manufacturing Practises (GMP), the feasibility study, HIFP certification
iv
Citra Ayu Oktavia. F24080016. Peningkatan Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baikpada Industri Rumah Tangga Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor.Dibawah bimbingan Ir. Sutrisno Koswara, M. Si. 2012.
RINGKASAN Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dkonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Namun, hingga saat ini masih banyak industri pangan yang belum menerapkan CPPB dengan baik, khususnya industri rumah tangga. Salah satunya adalah Ibu Cicih sebagai pengusaha minuman temulawak instan pada Industri Rumah Tangga (IRT) minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Oleh karena itu, IRT minuman temulawak instan belum memiliki sertifikasi P-IRT dari Dinas Kesehatan baik sertifikat penyuluhan maupun sertifikat produksi. Produk temulawak instan tersebut belum memiliki formula standard yang konsisten. Selain itu, label dan kemasan produk belum sesuai dengan tata cara pelabelan menurut PP 69 Tahun 1999 Tentang Iklan dan Label Pangan sehingga produk ini memiliki jangkauan pemasaran yang sangat terbatas. Selain itu, IRT minuman temulawak instan belum mengetahui apakah usaha minuman temulawak instan yang dilakukan telah layak atau tidak untuk dijalankan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan, yaitu untuk mempelajari minuman temulawak instan yang optimum sehingga tercipta produk yang konsisten dan sesuai dengan penerimaan konsumen, menerapkan pedoman CPPB pada IRT minuman temulawak instan, serta melakukan pengkajian mengenai analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi dari usaha minuman temulawak instan. Salah satu teknologi yang digunakan dalam pembuatan minuman instan adalah teknik kristalisasi. Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan suatu kristal solut dengan sukrosa sebagai agen penyalut akibat pemanasan pada waktu tertentu. Kristalisasi merupakan metode yang paling tepat untuk IRT pangan karena mudah, applicable, dan murah. Keuntungan menyajikan temulawak dalam bentuk instan, yaitu flavor terlindungi dalam periode penyimpanan yang panjang, mudah penanganan, dan tidak higroskopik. Pembuatan temulawak instan ini menggunakan gula pasir sebagai agen kristalisasi. Formulasi minuman temulawak instan ditentukan berdasarkan rendemen dan hasil uji organoleptik untuk ketiga formula. Penentuan ketiga rancangan formula didasarkan pada rasio jumlah temulawak dan gula pasir yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh karakter temulawak yang memiliki rasa pahit sehingga diperlukan formula yang dapat meminimalisasi rasa pahit tersebut dengan tambahan gula pasir yang memberikan rasa manis. Terdapat 3 (tiga) formulasi minuman temulawak instan yang diuji organoleptik menggunakan Uji Rating Hedonik dengan 70 panelis tidak terlatih. Formula tersebut adalah formula I (1:1,5), II (1:1), dan III (1:2). Formula I (1:1,5) adalah formula terdahulu yang digunakan Ibu Cicih di IRT minuman temulawak instan. Formula III ditetapkan sebagai formula yang terbaik karena memiliki rendemen yang terbesar diantara ketiga formula, yaitu 66,72%. Selain itu, hasil uji organoleptik atribut rasa dan kenampakan menyatakan bahwa formula III berbeda nyata dengan kedua formula lain dan memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut rasa dan kenampakan yang tertinggi. Begitu pula dengan atribut keseluruhan (overall), formula III memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis yang tertinggi dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Disisi lain, atribut aroma ketiga formula tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis. Serbuk temulawak instan formula terpilih memiliki waktu rehidrasi 28 detik dan bagian tak larut air sebesar 0,428%. Minuman temulawak instan memiliki kadar air 1,06% (bb); kadar abu 2,84% (bb); kadar lemak 3,51%; kadar protein 2,07%; kadar karbohidrat 90,53%;dan total gula 33,09%. Selain itu, serbuk minuman temulawak instanmemiliki warna kuning dengan nilai L= 52,53; a*= +3,29; dan b*= +29,16. Peningkatan mutu dan penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pada IRT minuman temulawak instan dinilai telah dilakukan dengan cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya penetapan Standard Operating Procedure (SOP) untuk pekerja, penyimpanan bahan baku, ruang produksi, ruang penyimpanan, proses produksi, dan peralatan yang dijadikan sebagai pedoman di IRT minuman temulawak instan sehingga tercipta produk yang konsisten. Selain itu,
v
penerapan CPPB di tempat produksi, meliputi lingkungan, fasilitas, karyawan, dan suplai air dinilai telah cukup baik diterapkan di IRTP tersebut. Selain itu, pengusaha IRT minuman temulawak instan telah mengajukan sertifikasi P-IRT (Produk Industri Rumah Tangga) ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Sertifikat P-IRT diberikan oleh perwakilan Dinas Kesehatan kepada Ibu Cicih, pengusaha IRT temulawak instan, pada hari Rabu, 20 Juni 2012 di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Nomor P-IRT yang tertera di sertifikat P-IRT adalah 6123201021009. Perolehan sertifikat P-IRT menunjukkan bahwa produk temulawak instan memiliki mutu yang lebih baik dan aman bagi kesehatan konsumen. Analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi menunjukkkan bahwa usaha pembuatan minuman temulawak instan pada skala rumah tangga memiliki nilai NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR yang telah memenuhi persyaratan bahwa suatu usaha dikatakan layak untuk dijalankan. Indikator kelayakan suatu usaha adalah jika nilai NPV>0, Gross B/C>1, Net B/C>0, dan IRR>DR (discount rate). Produksi temulawak instan pada IRT minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor layak untuk dijalakan dan dikembangkan.
vi
PENINGKATAN MUTU DAN PENERAPAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA MINUMAN TEMULAWAK INSTAN DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh CITRA AYU OKTAVIA F24080016
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
vii
Penguji Luar Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc dan Dr. Elvira Syamsir, S. Tp, M. Si
viii
Judul Skripsi : Peningkatan Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baikpada Industri Rumah Tangga Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor Nama : Citra Ayu Oktavia NIM : F24080016
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Ir. Sutrisno Koswara, M. Si NIP 196405051991031003
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Feri Kusnandar, M. Sc NIP 1968052619993031004
Tanggal Ujian Akhir Sarjana: 3 Agustus 2012
ix
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Peningkatan Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik pada Industri Rumah Tangga Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 2012 Yang membuat pernyataan,
Citra Ayu Oktavia F24080016
x
© Hak cipta milik Citra Ayu Oktavia, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
xi
BIODATA PENULIS Citra Ayu Oktavia. Lahir di Bogor, 18 Oktober 1990 dari pasangan Suparman dan Heni Suyeni sebagai anak bungsu dari 2 (dua) bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Bogor hingga tahun 2008 dan akhirnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis menjalankan kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sebagai mayor pendidikan S1. Selain itu, penulis juga menjalankan kegiatan kuliah di Fakultas Ekonomi dan Manajemen tepatnya di Departemen Manajemen dengan paket mata kuliah Manajemen Fungsional sebagai minor pendidikan S1. Selama kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa Profesi – Himitepa berturut-turut pada periode 2010 dan 2011 Divisi Internal. Selain itu, penulis juga aktif sebagai panitia di beberapa acara yang diselenggarakan di kampus, seperti National Student Paper Competition (NSPC) sebagai Anggota Divisi Acara, Pelatihan Hazzard Analytical Critical Control Point (HACCP) sebagai divisi sponsorship, Masa Perkenalan Departemen dan Himpro (BAUR) sebagai Ketua Divisi Acara, dan Olahraga dan Malam Keakraban Warga ITP (Orde dan Malam Keramat) sebagai ketua divisi acara. Penulis bersama dua rekan satu timnya pernah menjadi finalis Lomba Bussiness Plan Competition yang diselenggarakan BEM Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB dengan peserta yang berasal dari perguruan tinggi lain tingkat nasional. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K) dan berhasil lolos sebagai tim yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis pernah mengikuti Pelatihan Good Laboratory Practises (GLP), Workshop International Food Technology (IFT) dan PKM, serta sebagai peserta seminar pangan di beberapa acara, diantaranya Indonesia Food Expo (IFOODEX) dan Pelatihan dan Manajemen Pangan Halal (Plasma) yang diselenggarakan oleh Himitepa IPB.
xii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan judul “Peningkatan Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik pada Industri Rumah Tangga Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor” ini dilaksanakan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sejak Februari hingga Juni 2012. Penyelesaian skripsi ini membutuhkan kerja keras Penulis dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis hendak menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan ridha kepada hamba-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Bapak, Mama, Teteh, Mas Riza, dan Aza tercinta yang selalu memberi seluruh bentuk dukungan sehingga Penulis dapat tetap berdiri tegak hingga saat ini, walau dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaannya. 3. Ir. Sutrisno Koswara, M. Si selaku pembimbing akademik yang telah mendukung segala proses yang dilalui sehingga terciptanya skripsi ini. 4. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc dan Dr. Elvira Syamsir, S. Tp, M. Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan ilmu, saran, danwaktunya. 5. Doddy Aryanto yang selalu memberi dukungan dan semangat baik dalam suka maupun duka. 6. Teman-teman tersayang yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan ide-ide yang sangat inspiratif: Mega, Ahmadun, Indra, HafizHaphap, Arum Puspa, Deami, Anita, Dini, Ardy, Sarinah, Dara, Hafiz Pea, Yufi, Putri, Ageng, Panji, dan Hafiz Iis. 7. Teman-teman Harmony 1 yang selalu bersama-sama berbagi keluh kesah selama kurang lebih 3 (tiga) tahun: Hilda, Rathih, Ninggar, Sakinah, Dinia, Rohanah, Yona, Risma, Riska, Nobi, Rara, Elok, Maya, Olif, Ibu Any, dan Harum. 8. Teman-teman Divisi Internal Himitepa 2011: Chairul, Eka, Icha, Charles, Cicil, Cici, dan Dani. 9. Teman-teman Departemen ITP 44, 45, 46, dan 47 yang telah memberi dukungan dalam bentuk apapun sehingga Penulis dapat terus bersemangat dalam satu nasib dan penanggungan di Departemen ITP ini. 10. Civitas Departemen ITP baik para staf Unit Pelayanan Terpadu maupun teknisi laboratorium yang telah membantu segala proses administrasi dan penelitian. 11. Ibu Cicih, pengusaha IRT minuman temulawak instan, yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga dalam pendampingan terkait penelitian ini. 12. SEAFAST Center yang telah membantu Penulis saat penelitian dan seluruh bantuan yang diberikan. 13. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk elemen masyarakat manapun dan dunia pendidikan Indonesia.
Bogor, 2012 Citra Ayu Oktavia
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................................................iii DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................................viii I. PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1 1.1. LATAR BELAKANG ........................................................................................................ 1 1.2. TUJUAN PENELITIAN..................................................................................................... 2 II. PROFIL PERUSAHAAN ......................................................................................................... 3 2.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN .................................................. 3 2.2. RUANG LINGKUP PERUSAHAAN ............................................................................... 3 III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4 3.1. INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) ......................................................... 4 3.2. KONDISI DAN PERMASALAHAN UMUM UNIT MENENGAH KECIL MIKRO ... 4 3.3. CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) ..................................................... 5 3.4. TEMULAWAK .................................................................................................................. 6 3.5. KOMPOSISI DAN MANFAAT TEMULAWAK............................................................. 7 3.6. MINUMAN TRADISIONAL ............................................................................................ 7 3.7. MINUMAN TRADISIONAL INSTAN............................................................................. 8 3.8. TEMULAWAK INSTAN................................................................................................... 9 3.9. GULA PASIR ..................................................................................................................... 9 3.10. PANDAN .......................................................................................................................... 10 3.11. ANALISIS KELAYAKAN USAHA ............................................................................... 11 IV. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................ 12 4.1. BAHAN DAN ALAT ....................................................................................................... 12 4.2. METODE PENELITIAN ................................................................................................. 12 4.2.1. Mempelajari Karakteristik Formula pada IRT Minuman Temulawak Instan...... 12 4.2.2. Perbaikan Formula dan Proses Pembuatan Minuman Temulawak Instan ........... 13 4.2.2.1. Pembuatan Minuman Temulawak Instan ............................................ 13 4.2.2.2. Pengamatan Formula Minuman Temulawak Instan ............................ 15 4.2.2.3. Penentuan Formula Terbaik ................................................................. 15 4.2.2.4. Penentuan Standard Operating Procedure (SOP) .............................. 15 4.2.3. Karakteristik Kimia Produk Minuman Temulawak Instan .................................. 15 4.2.4. Sertifikasi Produk Minuman Temulawak Instan Skala Rumah Tangga .............. 15 4.2.4.1. Pengajuan Permohonan Sertifikat P-IRT ............................................ 15 4.2.4.2. Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP)................................................. 16 4.2.4.3. Pendampingan CPPB-IRT IRT Temulawak Instan............................. 16 4.2.4.4. Pemeriksaan Sarana Produksi .............................................................. 16 4.2.5. Analisis Kelayakan Usaha ..................................................................................... 16 4.2.5.1. Net Present Value (NPV) ..................................................................... 16 4.2.5.2. Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) ................................................ 17 4.2.5.3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)......................................................... 17
iv
4.2.5.4. Internal Rate of Return (IRR) .............................................................. 17 4.3. METODE ANALISIS....................................................................................................... 18 4.3.1. Uji Organoleptik Rating Hedonik ......................................................................... 18 4.3.2. Rendemen .............................................................................................................. 18 4.3.3. Waktu Rehidrasi .................................................................................................... 18 4.3.4. Analisis Warna (Metode Chromameter) ............................................................... 18 4.3.5. Bagian Tak Larut Air ............................................................................................ 18 4.3.6. Analisis Kadar Air (Metode Oven) ....................................................................... 19 4.3.7. Analisis Kadar Abu (Metode Oven) ..................................................................... 19 4.3.8. Analisis Kadar Lemak (Metode Soxhlet) ............................................................. 19 4.3.9. Analisis Kadar Protein (Metode Kjeldahl) ........................................................... 20 4.3.10. Analisis Kadar Karbohidrat (By Different) ........................................................... 20 4.3.11. Analisis Total Gula (Metode Luff-Schoorl) ......................................................... 21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 22 5.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK IRT MINUMAN TEMULAWAK INSTAN..... 22 5.2. PEMBUATAN MINUMAN TEMULAWAK INSTAN ................................................. 23 5.2.1. Uji Organoleptik Rating Hedonik ......................................................................... 24 5.2.1.1. Atribut Rasa.......................................................................................... 25 5.2.1.2. Atribut Kenampakan ............................................................................ 26 5.2.1.3. Atribut Aroma ...................................................................................... 28 5.2.1.4. Atribut Keseluruhan (Overall) ............................................................. 29 5.2.2. Rendemen .............................................................................................................. 31 5.2.3. Waktu Rehidrasi .................................................................................................... 31 5.2.4. Warna ..................................................................................................................... 31 5.2.5. Bagian Tak Larut Air ............................................................................................ 31 5.3. PENENTUAN FORMULA TERBAIK ........................................................................... 32 5.4. KARAKTERISTIK KIMIA PRODUK MINUMAN TEMULAWAK INSTAN ........... 32 5.5. PEMBUATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) ................................. 33 5.6. SERTIFIKASI PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (P-IRT) ............................. 34 5.7. ANALISIS KELAYAKAN USAHA ............................................................................... 37 VI. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 39 6.1. SIMPULAN ...................................................................................................................... 39 6.2. SARAN ............................................................................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 40 LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 43
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia rimpang temulawak .............................................................................................. 7 Tabel 2. Syarat Mutu Gula Kristal Putih (SNI-01-3140-2001)......................................................... 10 Tabel 3. Formula minuman temulawak instan .................................................................................. 13 Tabel 4. Masalah di IRT minuman temulawak instan....................................................................... 22 Tabel 5. Hasil karakteristik kimia produk minuman temulawak instan ........................................... 32 Tabel 6. Arti nomor pada sertifikat P-IRT minuman temulawak instan ........................................... 36 Tabel 7. Formula standar pengolahan minuman temulawak instan .................................................. 47
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Rimpang temulawak .......................................................................................................... 7 Gambar 2. Contoh minuman tradisional Indonesia dari rempah-rempah ........................................... 8 Gambar 3. Minuman temulawak instan komersial .............................................................................. 9 Gambar 4. Pandan (Pandanus amaryllifolius) .................................................................................. 11 Gambar 5. Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan ..................................................... 14 Gambar 6. Label dan kemasan temulawak instan sebelum dan setelah perbaikan........................... 23 Gambar 7. Perbandingan presentase komposisi panelis dan respon panelis .................................... 25 Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut rasa ketiga formula ........................ 25 Gambar 9. Frekuensi kesukaan panelis kategori suka minuman temulawak atribut rasa ................ 26 Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula ........ 27 Gambar 11. Frekuensi kesukaan panelis suka minuman temulawak atribut kenampakan............... 27 Gambar 12. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula .................. 28 Gambar 13. Frekuensi kesukaan panelis kategori suka minuman temulawak atribut aroma ........... 29 Gambar 14. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula ......... 30 Gambar 15. Frekuensi kesukaan panelis suka minuman temulawak atribut keseluruhan .............. 26 Gambar 16. Denah ruang produksi IRT minuman temulawak instan............................................... 34 Gambar 17.Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan dalam (SOP) produksi .............. 46 Gambar 18. Pendamping dan Pengusaha IRT minuman temulawak instan ..................................... 74 Gambar 19. Pencatatan input, output, dan tanggal produksi ............................................................. 74 Gambar20. Pengolahan minuman temulawak instan ........................................................................ 74 Gambar 21. Ruang produksi IRT minuman temulawak instan ......................................................... 74 Gambar 22. Lantai ruang produksiIRT minuman temulawak instan. ............................................... 74 Gambar 23. Dinding ruang produksi IRT minuman temulawak instan. ........................................... 74 Gambar 24. Tempat mencuci tangan di ruang produksi IRT minuman temulawak instan. ............. 75 Gambar 25. Perlengkapan P3K di ruang produksi IRT minuman temulawak instan....................... 75 Gambar 26. Langit-langit dan lubang angin di IRT minuman temulawak instan ............................ 75 Gambar 27. Air sumur untuk produksi di IRT minuman temulawak instan .................................... 75 Gambar 28. Lemari penyimpan peralatan di IRT minuman temulawak instan ................................ 75 Gambar 29. Penyuluhan keamanan pangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor ........................ 75 Gambar 30. Peninjauan rumah produksi IRT minuman temulawak instan ...................................... 75 Gambar 31. Penyerahan sertifikat P-IRT........................................................................................... 75
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram pembuatan temulawak instan ......................................................................... 44 Lampiran 2. Standar Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Temulawak Instan ............ 45 Lampiran 3a. Worksheetuji rating hedonik minuman temulawak instan .......................................... 50 Lampiran 3b. Scoresheet uji rating hedonik minuman temulawak instan ........................................ 50 Lampiran 4a. Alur pemberian sertifikat penyuluhan ......................................................................... 51 Lampiran 4b. Alur pemberian sertifikat P-IRT ................................................................................. 51 Lampiran 4c. Alur penyelenggaraan Sertifikasi P-IRT ..................................................................... 52 Lampiran 5a. Hasil perhitungan rendemen formula I (1:1,5) ........................................................... 53 Lampiran 5b. Hasil perhitungan rendemen formula II (1:1) ............................................................. 53 Lampiran 5c. Hasil perhitungan rendemen formula III (1:2) ............................................................ 53 Lampiran 6a. Hasil uji rating hedonik ............................................................................................... 54 Lampiran 6b. Anova uji rating hedonik atribut rasa.......................................................................... 57 Lampiran 6c. Anova uji rating hedonik atribut kenampakan ............................................................ 58 Lampiran 6d. Anova uji rating hedonik atribut aroma ...................................................................... 59 Lampiran 6e. Anova uji rating hedonik atribut keseluruhan (overall) ............................................. 60 Lampiran 7a. Waktu rehidrasi minuman temulawak instan ketiga rancangan formula ................... 61 Lampiran 7b. Hasil analisis warna serbuk temulawak instan ketiga rancangan formula ................. 61 Lampiran 7c. Hasil analisis bagian tak larut temulawak instan ketiga rancangan formula.............. 61 Lampiran 8a. Hasil analisis kadar air minuman temulawak instan ................................................... 62 Lampiran 8b. Hasil analisis kadar abu minuman temulawak instan ................................................. 62 Lampiran 8c. Hasil analisis kadar protein minuman temulawak instan ........................................... 63 Lampiran 8d. Hasil analisis kadar lemak minuman temulawak instan ............................................. 63 Lampiran 9. Hasil analisis total gula (Metode Luff Scoorl) ............................................................. 64 Lampiran 10. Tabel kesetaraan gula Luff-Schoorl ............................................................................ 65 Lampiran 11. Perhitungan HPP (Harga Pokok Produksi) ................................................................. 66 Lampiran 12. Cashflow usaha pada IRT minuman temulawak instan .............................................. 67 Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi ....................................................................................... 70 Lampiran 14. Dokumentasi kegiatan ................................................................................................. 74
viii
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Negara kita memiliki kekayaan sumber hayati yang besar, diantaranya adalah tanaman rempah dan obat. Namun sampai sekarang pemanfaatan hasil tanaman tersebut masih belum optimal. Seiring dengan berkembangnya makanan dan minuman modern yang sudah merambah ke seluruh pelosok negeri, orang cenderung melupakan makanan minuman tradisional yang semakin lama semakin langka dan seolah-olah tenggelam di tengah-tengah kemajuan peradaban manusia (Hirasa et al. 2008). Padahal makanan minuman tersebut dilihat dari beberapa sisi memiliki keunggulan antara lain relatif murah, aman dan juga memiliki efek positif bagi kesehatan. Pengembangan produk minuman fungsional dari rempah-rempah merupakan upaya penting untuk mengurangi kecenderungan masyarakat mengkonsumsi soft drink (Widjayakusuma et al. 1996), sekaligus memanfaatkan khasiat dari ekstrak rempah untuk menjaga dan memelihara kesehatan (Widowati 2004). Minuman fungsional instan dapat berasal dari pengolahan rempah-rempah, seperti temulawak, kunyit, jahe, dan lain-lain (Rismunandar 2008). Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerja sama dengan SEAFAST Center melakukan pembinaan mengenai cara mendapatkan nomor PIRT (Produk Industri Rumah Tangga) untuk industri rumah tangga di Desa Benteng, Ciampea Bogor. Berbagai macam produk telah diproduksi oleh para pengusaha di Desa Benteng, salah satunya adalah minuman temulawak instan. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia, termasuk salah satu jenis temu-temuan marga Zingiberaceae yang banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (Sidik et al. 2005). Penggunaan rimpang temulawak yang utama sebagai bahan baku obat tradisional, hal ini karena komponen-komponen temulawak sangat berkhasiat, diantaranya komponen kurkumin dan komponen p-tolilmetilkarbinol yang digunakan untuk gangguan hati, seperti penyakit kuning, batu empedu, dan untuk meningkatkan produksi dan sekresi empedu (Fardiaz 1997). Khasiat lain dari komponen kurkumin dan minyak atsirinya adalah dapat meningkatkan ekskresi kolesterol, anti inflamasi, meningkatkan kesuburan wanita, obat demam, sebagai astrigensia, dan mempunyai daya anti septik (UNIDO dan FAO 2005). Salah satu diversifikasi hasil olahan temulawak adalah temulawak instan yang memperhatikan kandungan kurkuminoid dan minyak atsirinya (Herlina et al. 2002). Keuntungan menyajikan temulawak dalam bentukan instan, yaitu flavor terlindungi dalam periode penyimpanan yang panjang, bebas aliran, tidak kamba sehingga mudah penanganan dan pencampurannya, bebas dari enzim, tanin, bakteri dan kotoran (Wakidi 2003), mudah untuk digabungkan dalam pencampuran kering, dan tidak higroskopik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung pemasyarakatan dan pengembangan produk minuman instan dengan bahan baku dari hasil tanaman rempah dan obat (Hamiudin 2007). Produk temulawak instan yang diproduksi oleh salah satu pengusaha industri rumah tangga di Desa Benteng, Ciampe, Bogor belum memiliki nomor P-IRT dan dalam pembuatannya pun belum ada formula standard yang konsisten dan tetap diterima konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan dalam pembuatan standard temulawak instan dari formulasi yang telah ada dan usaha dalam mendapatkan nomor P-IRT agar dapat menjangkau pasaran yang lebih luas.
1
1.2. TUJUAN PENELITIAN (1)
(2) (3)
Mempelajari formulasi minuman instan temulawak(Curcuma xanthoiriza Roxb.) yang optimumsehingga tercipta formula produk yang konsisten dan sesuai dengan penerimaan konsumen. Menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pada IRT minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Mengkaji aspek kelayakan usaha produksi minuman temulawak instan pada skala rumah tangga.
2
II. PROFIL PERUSAHAAN 2.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Konservasi Toga di Desa Benteng, Ciampea, Bogor telah menghasilkan beberapa produk pangan yang bersifat tradisional dan fungsional. Produk pangan yang dihasilkan, diantaranya minuman bandrek, jahe merah instan, dan temulawak instan. Selain itu, beberapa makanan ringan yang cocok dikonsumsi sebagai camilan juga diproduksi, seperti combro garing (comring).Para pengusaha IRTP ini adalah masyarakat sekitar yang bertempat tinggal di Desa Benteng dan jumlahnya yang terdiri dari 10-20 orang pengusaha. Salah satu produsen yang hingga saat ini masih tetap menjalankan usahanya di bidang IRTP adalah Ibu Cicih sebagai pengusaha minuman temulawak instan.IRT minuman temulawak instan merupakan salah satu industri yang berada dibawah naungan IRTP Konservasi Toga yang memproduksi satu jenis minuman, yaitu temulawak instan. Ibu Cicih sebagai pemilik industri temulawak instan ini telah menjalankan usaha selama 3 tahun, tepatnya pada bulan Juni 2009. Perkembangan IRT minuman temulawak instan pada awalnya berkembang cukup baik. Namun, adanya kekurangan pada produk ini menyebabkan pemasaran produk terhambat. Kekurangan tersebut adalah belum adanya nomor P-IRT pada produk minuman temulawak instan. Produk IRT yang belum memiliki nomor P-IRT tidak diperbolehkan beredar secara bebas baik di warung maupun di toko besar lainnya karena dianggap belum memenuhi persyaratan produk pangan yang berkualitas dan aman bagi kesehatan konsumen.
2.2. RUANG LINGKUP PERUSAHAAN Industri minuman temulawak instan milik Ibu Cicih yang berlokasi di Desa Benteng ini termasuk ke dalam golongan industri rumah tangga. IRT ini hingga kini masih memproduksi minuman temulawak hanya dalam bentuk instan. Hal ini disebabkan oleh umur IRT yang baru menginjak tahun ke-3 dimana IRT masih mengembangkan lingkup pemasarannya pada produk minuman temulawak instan. Temulawak instan diproduksi secara manual di dapur rumah pribadi dengan peralatan rumah tangga yang sederhana. Produksi temulawak instan berjalan dengan tipe batch dan conditional sesuai jumlah pesanan dari konsumen. Permasalahan timbul dari beberapa aspek. Pertama, kurangnya sarana dan sanitasi di ruang produksi dan peralatan dalam memproduksi temulawak instan dengan jumlah yang cukup banyak, seragam setiap waktu produksi, dan terjamin kebersihannya. Kondisi rumah produksi bersatu dengan dapur rumah pribadi. Hal ini tidak sesuai dengan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) sehingga diperlukan adanya edukasi bagi produsen dan perbaikan prasarana yang ada. Masalah utama lainnya adalah sistem pelabelan yang belum sesuai dengan ketentuan pelabelan seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan edukasi produsen terkait tata cara pelabelan yang baik dan adanya perbaikan secara nyata dari label kemasan temulawak instan tersebut.
3
III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah industri yang mengolah pangan yang bertempat di rumah tempat tinggal dengan peralatan manual hingga semi otomatis (Badan Pengawas Obat dan Makanan 2003). Definisi lain yang menjelaskan tentang industri rumah tangga adalah definisi oleh Badan Pusat Statistik (Badan Pusat Statistik 2005) yang menggolongkan usaha industri pengolahan di Indonesia ke dalam 4 (empat) kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori tersebut, antara lain : 1. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang. 2. Industri kecil, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19 orang. 3. Industri sedang, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 20-99 orang. 4. Industri besar, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih. Selanjutnya, BPS menggolongkan jenis-jenis usaha, seperti industri makanan minuman (golongan pokok 15), indsutri pengolahan tembakau (golongan pokok 16), industri tekstil (golongan pokok 17), indsutri pakaian jadi (golongan pokok 18), dan lain-lain. Dalam hal ini IRTP masuk dalam golongan pokok 15. Definisi IRTP lainnya adalah berdasarkan UU RI No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil. Dalam UU ini dijelaskan bahwa yang dimaksud usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang nerskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam UU. Sedangkan kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut, 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau, 2. Memiliki kasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi bail langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar 5. Berbentuk orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Jika dilihat dalam definisi usaha kecil seperti pada UU RI No. 9 tahun 1995 tersebut maka IRTP masuk dalam usaha kecil yang bergerak di bidang pangan.
3.2. KONDISI DAN PERMASALAHAN UMUM USAHA MENENGAH KECIL MIKRO (UMKM) Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi karena tingkat penyerapan tenaga kerjanya yang relatif tinggi dan kebutuhan modal investasinya yang kecil, UMKM dapat dengan fleksibel menyesuaikan dan menjawab kondisi pasar yang terus berubah. Hal ini membuat UMKM tidak rentan terhadap berbagai perubahan
4
eksternal. UMKM justru mampu dengan cepat menangkap berbagai peluang, misalnya untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Karena itu, pengembangan UMKM dapat menunjang diversifikasi ekonomi dan percepatan perubahan struktural, yang merupakan prasyarat bagi pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan (Ariawati 2004). Saat ini, sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik UMKM tahun 2009-2010 adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, perdagangan, hotel dan restaurant, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi, serta jasa. Sedangkan sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturutturut adalah sektor pertambangan, bangunan, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta listrik, gas, dan air bersih. (BPS 2010). Secara kuantitas, UMKM memang unggul dibandingkan dengan industri besar skala nasional. Hal ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar usaha di Indonesia, yaitu lebih dari 99% berbentuk UMKM (Dipta 2004). Namun, apabila keseluruhan pendapatan dan aset UKM di Indonesia digabungkan, jumlahnya belum tentu dapat bersaing dengan satu perusahaan berskala nasional. Data tersebut menunjukkan bahwa UMKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Pengembangan sektor swasta, khususnya UKM, perlu dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan perekonomian, meningkatkan tenaga kerja, dan mengembangkan dunia usaha (Pangabean 2004). Perkembangan jumlah UMKM yang meningkat belum diimbangi dengan perkembangan kualitas. UMKM masih menghadapi permasalahan klasik, yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran (Iwantono 2004). Selain itu, lemahnya kompetensi kewirausahaan dan terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya menjadi permasalahan umum yang dihadapi UMKM. Sementara itu, masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM, antara lain besarnya biaya transaksi akibat kurang mendukungnya iklim usaha, praktek usaha yang tidak sehat, dan keterbatasan informasi serta jaringan pendukung usaha (Taufiq 2004). UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan seiring dengan cepatnya perkembangan teknologi (Dipta 2004).
3.3. CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dkonsumsi dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dkonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan. Pedoman CPPB-IRT (CPPB-Industri Rumah Tangga) sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1639.2003. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan (BPOM 2003). Penetapan lokasi IRT perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat menjadi sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang
5
diproduksinya. Bangunan dan fasilitas IRT harus dapat menjamin agar pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia serta mudah dibersihkan. Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan agar diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum. Fasilitas dan kegiatan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Hama, seperti tikus, serangga, dan lainlain merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah, dan mengonsumsi pangan. Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk. Ironisnya, seiring dengan penetapan pedoman CPPB-IRT tersebut, pada kenyataannya IRTP yang kian menjamur justru kurang menerapkan CPPB, baik dari segi proses maupun produksinya. Hal ini ditandai dengan belum adanya sertifikat P-IRT yang seharusnya dimiliki oleh setiap IRTP tersebut (BPOM 2003). Para pengusaha IRTP memiliki pengetahuan yang terbatas terkait CPPB itu sendiri sehingga mengambil jalan pintas berupa kecurangan yang seringkali ditemui di dunia bisnis, misalnya perdagangan produk pangan tanpa nomor P-IRT yang seharusnya tertera pada label produk.Hal tersebut sangat merugikan berbagai pihak, terutama konsumen karena pangan yang tidak aman dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, usaha IRTP untuk menerapkan pedoman CPPB salah satunya dengan sertifikasi P-IRT (BPOM 2003).
3.4. TEMULAWAK Temulawak (Curcuma xanthoiriza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk salah satu jenis temu-temuan dari divisi Spermathophyta, anak divisi Angiberales, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Curcuma dan jenis Curcuma xanthoiriza Roxb. (Anonim 2005). Sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar tunggang. Akarnya berupa rimpang yang dibedakan atas rimpang utama (induk) dan rimpang cabang. Rimpang induk berbentuk jorong atau gelondong, sedang rimpang cabang berupa akar yang menggembung pada bagian ujungnya membentuk umbi (Syukur 2002). Produk yang diambil dari temulawak ini adalah rimpang induk yang tumbuh dan terbentuk dekat permukaan tanah dengan kedalaman 5-8 cm, biasanya dipanen setelah tanaman berumur 8-12 bulan (Arifin dan Kardijono 2005). Rimpang temulawak dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Gambar 1. Rimpang Temulawak (Anonim 2012)
3.5. KOMPOSISI DAN MANFAAT TEMULAWAK Temulawak adalah tanaman berumbi kuning dengan kandungan kimia terdiri dari kurkumin, minyak atsiri (kamfer, sikloisoprenmirsen, karbinol), dan xanthorizal yang berkhasiat sebagai astrigensia, yaitu dapat membuat muara folikel rambut atau pori-pori kulit mengalami edema sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi sekresi kelenjar sebasea (Irawati 2008). Daya antiseptik ringan yang terdapat dalam temulawak dapat membantu membersihkan kulit terhadap kuman dan radang jerawat (Afifah 2003). Temulawak juga dapat bermanfaat sebagai penambah nafsu makan (Septia 2009). Rimpang temulawak segar mengandung air sekitar 75 %. Selain air, rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, lemak, zat warna, protein, resin, selulosa, pentosan, pati, mineral, zatzat penyebab rasa pahit, dan sebagainya (Sinambela 2005). Komposisi kimia rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia rimpang temulawak Komposisi Pati Lemak Kurkumin Serat Kasar Abu Protein Mineral Minyak Atsiri
Kadar (%) 58.24 12.10 5.05 4.20 4.90 2.90 4.29 8.00
(Chen et al. 2006) Kandungan minyak atsiri dalam temulawak merupakan yang paling tinggi diantara jenis Curcuma (Herman 2005). Kandungan minyak atsiri pada temulawak sekitar 8% dan warna kuning merupakan warna dari kurkumin (Redgrove 2003).
3.6. MINUMAN TRADISIONAL Indonesia begitu kaya dengan rempah-rempah dan hasil alam yang hadir di tengah masyarakat berupa makanan dan minuman. Melalui racikan penduduk setempat, terhidanglah minuman tradisional yang bercita rasa khas dan menyehatkan. Minuman tradisional dikatakan sehat karena dalam pembuatannya menggunakan bahan-bahan alami yang memiliki manfaat untuk kesehatan tubuh konsumen (Sutedjo 2000).
7
Minuman tradisional Indonesia berpotensi sebagai minuman fungsional terkait dengan manfaatnya bagi tubuh. Terdapat berbagai macam minuman tradisional Indonesia yang dapat digolongkan sebagai pangan fungsional, antara lain beras kencur, wedang temulawak, wedang jeruk, kunyit asam, bir pletok, ronde, sekoteng, bandrek, dan sari temulawak (Yunita dan Lukman 2000). Beberapa minuman Indonesia yang terbuat dari rempah-rempah, antara lain bir pletok (Jakarta), bandrek dan bajigur (Jawa Barat), dan wedang jahe (Jawa Tengah). Minuman-minuman ini ditunjukkan dengan Gambar 2.
a b c d Gambar 2. (a) bir pletok, (b) bandrek, (c) bajigur, (d) wedang jahe (Anonim 2012)
3.7. MINUMAN TRADISIONAL INSTAN Minuman instan adalah minuman yang siap dikonsumsi (siap saji) dengan penambahan air hangat atau air panas dan penambahan satu atau lebih bahan tambahan sehingga minuman instan lebih disukai oleh masyarakat dan rasanya juga lebih enak. Instanisasi membuat produk mudah dibawa, dapat disimpan sehingga dapat mempermudah pendistribusian produk dan memperpanjang umur simpan produk. Serbuk instan yang diperoleh harus memenuhi syarat, yaitu mudah dituang tanpa tersumbat, tidak higroskopis, tidak menggumpal, mudah dibasahi, dan cepat larut (Shachman 2005).Pembuatan minuman instan dilakukan dengan penambahan komponen lain atau bahan tambahan pangan, seperti gula. Penambahan gula digunakan untuk kristalisasi, bahan pengawet, pemanis, dan penambah energi. Menurut Iskandar dan Tajudin (2000), kristalisasi adalah suatu proses pemisahan dengan cara pemekatan larutan sampai konsentrasi bahan yang terlarut (solut) menjadi lebih besar daripada pelarutnya pada suhu yang sama. Menurut Bennion dan Scheule (2004), proses kristalisasi dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan jenis instan. Chen dan Chou (2003), menyatakan bahwa kristalisasi spontan dapat terjadi dengan adanya pengadukan larutan gula murni superjenuh secara cepat yang akan menghasilkan agregat kristal yang berukuran mikro. Bahan lain dapat disisipkan atau disusun dalam sebuah kristal sukrosa berukuran mikro yang merupakan hasil dari kristalisasi spontan. Sukrosa dengan tingkat kemurnian yang tinggi berperan sebagai bahan utama dimana bahan lain ditambahkan untuk membentuk struktur yang baru sehingga akan terbentuk aglomerat dengan fungsionalitas yang baru. Larutan sukrosa yang ditambah dengan bahan lain dipekatkan hingga mencapai fase superjenuh dan dipertahankan pada temperatur yang cukup tinggi untuk mencegah kristalisasi. Sementara itu, sejumlah bahan lainnya yang merupakan bahan kedua dapat ditambahkan setelah penguapan/pemekatan. Larutan gula pekat kemudian diberi perlakuan pengadukan mekanis yang mendorong nukleasi sehingga terbentuk kristal campuran gula dan bahan lain. Setelah larutan gula mencapai suhu dimana terjadi transformasi dan dimulainya kristalisasi, sejumlah besar panas mulai dipancarkan. Pengadukan diteruskan dengan tujuan mendorong dan memperpanjang transformasi/kristalisasi hingga aglomerat akan terlepas dari vessel secara cepat dan tersaring menjadi ukuran yang sama (Geary 2008). Produk kristalisasi
8
mengandung semua bagian padatan dari bahan baku. Konsep kristalisasi dapat dilihat pada Gambar 3. Teknik kristalisasi ini juga dikenal dengan istilah teknik kristalisasi gula semut (Tjiptahadi 1994). Teknik kristalisasi gula semut merupakan teknik yang digunakan dalam pembuatan gula semut. Meski demikian, teknik ini juga dapat digunakan dalam pembuatan serbuk minuman yang berbasis gula. Menurut Dachlan (2006), satu sampai tiga kilogram gula pasir dilarutkan dalam satu liter air untuk membuat larutan gula. Kemudian dilakukan proses penyaringan, pemekatan larutan dengan pemanasan, dan pendinginan yang disertai pengadukan dengan cepat untuk pembentukan serbuk. Proses kristalisasi akan menghasilkan serbuk berwarna kuning kecokelatan hingga cokelat dan kadar air maksimum 3.0%. Keunggulan instanisasi dengan gula semut dibandingkan dengan teknologi (spray drying) adalah mudah, murah, peralatan sederhana dan tidak dibutuhkan kemampuan operator yang tinggi sehingga dapat diterapkan pada industri kecil, rumah tangga, dan industri menengah (Santoso 1998).
3.8. TEMULAWAK INSTAN Temulawak instan saat ini berkembang cukup pesat dalam bentuk bubuk atau serbuk yang siap seduh kapan dan dimana saja jika ingin dikonsumsi. Temulawak instan merupakan minuman dari sari temulawak yang mengandung komponen-komponen temulawak baik yang menguap (minyak atsiri) maupun komponen yang tidak menguap (resin, pigmen, dan sebagainya) dan cara pembuatannya dengan teknik kristalisasi (Mursito 2002). Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan suatu kristal dari solut dalam larutan toleransinya akibat pemanasan pada waktu tertentu (Grosch 2000). Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan partikel-partikel padat dalam uap seperti pada pembentukan salju sebagai pembekuan lelehan cair (Tatsawan 2009). Sebagaimana dalan pembentukan kristal dari larutan cair atau pembentukan kristal tunggal yang besar. Minuman instan temulawak ini terdiri dari beberapa bahan yang digunakan, diantaranya temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), gula pasir, dan air. Minuman temulawak instan komersial dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Minuman temulawak instan komersial (Anonim 2012)
3.9. GULA PASIR Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2002). Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan karena gula mudah dicerna dalam tubuh sebagai sumber kalori. Disamping sebagai
9
bahan makanan, gula juga digunakan, antara lain sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku alkohol, pencampur obat-obatan, dan mentega (James 1999). Pada umumnya, gula mempunyai rasa manis, tidak berwarna, tidak berbau, dapat mengkristal, dan larut dalam air (Goutara dan Wijandi 2005). Gula pasir atau disebut juga gula kristal putih mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari karena merupakan sumber pemanis yang sekaligus juga merupakan sumber kalori (Lees 1999). Gula pasir tidak seluruhnya dikonsumsikan secara langsung oleh rumah tangga, tetapi dikonsumsi pula secara tidak langsung melalui mkakanan dan minuman hasil industri (Dulimarta 2000). Syarat mutu gula kristal putih (SNI-01-3140-2001) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Gula Kristal Putih (SNI-01-3140-2001) No.
Kriteria Uji
Satuan
Keadaan 1.1. Bau 1.2. Rasa 2. Warna (nilai remisi yang direduksi) % b/b 3. Berat jenis butir Mm 4. Air % b/b 5. Sakarosa % b/b 6. Gula pereduksi % b/b 7. Abu % b/b 8. Bahan asing tidak larut derajat 9. Bahan tambahan pangan mg / kg - Belerang dioksida (SO2) 10. Cemaran logam 1.1. Timbal (Pb) mg / kg 1.2. Tembaga (Cu) mg / kg 1.3. Raksa (Hg) mg / kg 1.4. Seng (Zn) mg / kg 1.5. Timah (Sn) mg / kg 11. Arsen (As) mg / kg (BSN 2001)
Persyaratan GKP
1.
min. 53 0,8-1,2 maks. 0,1 min. 99,3 maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 5 maks. 30 maks. 2 maks. 2 maks. 0,03 40 40 1
3.10. PANDAN Tanaman pandan atau biasa disebut pandan wangi merupakan tanaman perdu menjalar, asalnya tidak diketahui, tinggi tanaman dapat mencapai 1,75 m. Berdaun tipis dengan lebar 4,5 cm, dan panjang mencapai 40-80 cm. Ujung daun berduri rapat, berwarna hijau kekuningan, dan bila diremas berbau wangi. Taksonomi tanaman pandan merupakan tumbuhan berbiji dari divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas Dycotyledoneae, ordo Pandales, famili Pandanaceae, genus Pandanus, spesies Pandanus amaryllifolius (Malingre 2001). Pandan wangi umumnya ditanam di pekarangan rumah. Perbanyakan tanaman dengan tunas-tunas muda. Daun pandan wangi digunakan untuk penyedap, pewangi, dan pemberi warna hijau pada makanan, seperti pada pembuatan kue-kue basah, pewangi kuah santan, serta sering pula ditanak bersama nasi. Bila daun yang diiris halus telah agak layu, akan menyebarkan bau yang keras dan harum, kemudian dicampur dengan bunga-bunga menjadi kembang ramping yang banyak dijual di pasaran.Daun pandan ditunjukkan dengan Gambar 5.
10
Gambar 4. Pandan (Pandanus amaryllifolius) (Anonim 2012)
3.11. ANALISIS KELAYAKAN USAHA Industri pengolahan pangan skala kecil dan menengah memberikan kesempatan yang baik bagi seseorang menjadi wirausahawan (entrepreneur). Awal dimulainya suatu bisnis atau usaha, memungkinkan terjadinya hambatan sehingga perlu antisipasi sejak awal faktor-faktor penyebab kegagalan. Seorang calon entrepreneur tidak cukup hanya mengetahui bagaimana memproduksi suatu ptosuk pangan mutu tinggi, tetapi juga harus mengetahui bagaimana cara mengontrol aspek keuangan dari bisnis tersebut. Pengkajian aspek keuangan (finansial) memperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan kegiatan bisnis. Dana untuk membangun usaha lazim disebut dana modal tetap. Dana tersebut digunakan, antara lain untuk memniayai kegiatan pra-investasi, pengadaan tanah, gedung, mesin, peralatan, dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan bisnis, serta pengadaan dana modal tetap itu sendiri, misalnya bunga pinjaman selama masa pembangunan usaha. Dana yang dibutuhkan untuk memutar roda operasi bisnis setelah selesai dibangun disebut dana modal kerja. Perhitungan jumlah dana keseluruhan usaha, yaitu jumlah modal kerja dihitung secara netto dalam arti jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai seluruh harta lancar dikurangi sengan jumlah hutang jangka pendek yang diharapkan dapat diperoleh dari pihak ketiga (Nurmalina et al. 2009). Investasi dinyatakan layak atau tidak ditinjau dari aspek keuangan, maka dapat digunakan beberapa kriteria. Adanya standar layak usaha untuk usaha sejenis dengan cara membandingkan dengan rata-rata industri atau target yang ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan investasimenurut Nurmalina et al. (2009), antara lain nilai bersih kini (Net Present Value=NPV), rasio manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio=Gross B/C, Net Benefit Cost Ratio=Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internat Rate of Return=IRR), dan profitability ratio (PV/K). Jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Period=PP) merupakan metode pelengkap penilaian investasi.
11
IV. METODOLOGIPENELITIAN 4.1. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rimpang temulawak, daun pandan, gula pasir, garam, air, dan bahan untuk analisis kimia, yaitu uji proksimat dan total gula metode Luff-Schoorl. Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, talenan, wadah baskom, sodet, wajan penggorengan, saringan, seamer, kompor gas, dan blender, serta alat-alat gelas yang dibutuhkan untuk analisis fisik dan kimia, diantaranya labu Bidwell-Sterling, labu didih, alat destilasi lengkap dengan kondensor, pemanas berjaket (hot plate), neraca analitik, oven, vakum evaporator, sentrifuse, dan spektrofotometer.
4.2. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari5 tahap, yaitu mempelajari karakteristik IRTP minuman temulawak instan, perbaikan formula dan proses minuman temulawak instan, karakteristik kimia produk minuman temulawak instan, sertifikasi produk minuman temulawak instan skala rumah tangga, dan analisis kelayakan usaha. Tahapan awal bertujuan mengetahui keadaan dan kondisi Industri Rumah Tangga Desa Benteng yang selanjutnya dilakukan perbaikan oleh peneliti, yaitu tahap perbaikan formula dan proses guna memperoleh formula standard. Selain itu, dilakukan penetapan Standard Operating Procedure (SOP) oleh peneliti untuk IRTP minuman temulawak instan sebagai tahap lanjut perbaikan formula dan proses produksi. Tahap selanjutnya produk yang telah standard dianalisis karakteristik kimia produk menggunakan analisis proksimat. Tahap selanjutnya adalah sertifikasi produk minuman temulawak instan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Tahap akhir, dilakukan analisis kelayakan usaha dalam skala rumah tangga untuk melihat apakah usaha tersebut layak untuk dijalankan atau tidak.
4.2.1. Mempelajari Karakteristik Formula pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor Formula yang menjadi objek penelitian adalah formula minuman temulawak instan produksi Industri Rumah Tangga (IRT) temulawak instan yang berlokasi di Desa Benteng, Ciampe, Bogor. Pengusaha industri ini adalah Ibu Cicih Sri Lestari yang telah menjalankan usaha selama 3 tahun. Formula temulawak instan produksi IRT milik Ibu Cicih menghasilkan karakteristik minuman temulawak, antara lain memiliki aftertaste pahit, warna kuning keruh yang pekat, dan aroma temulawak yang sangat menyengat. Selain itu, formula yang digunakan masih belum memiliki standard baik bahan baku maupun proses produksi. Selain itu, produk yang dimiliki IRT ini masih belum memiliki nomor P-IRT, ruang produksi yang belum sesuai dengan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), serta label dan kemasan yang masih belum sesuai dengan tata cara pelabelan. Hal tersebut merupakan kekurangan dari formula temulawak instan produksi IRT milik Ibu Cicih dan menjadi kendala bagi IRT tersebut. Kendala lainnya yang dihadapi adalah konsumen tidak menyukai rasa minuman temulawak yang terlalu pahit dan karakteristik produk yang dihasilkan tidak konsisten. Tujuan kegiatan ini adalah sebagai pencapaian dalam penerapan
12
standardisasi formula, aspek legal, dan penyesuaian dengan CPPB agar menjadi produk industri rumah tangga yang lebih berkualitas dan memiliki jangkauan pasar yang lebih luas.
4.2.2. Perbaikan Formula dan Proses Pembuatan Minuman Temulawak Instan Kegiatan ini bertujuan mendapatkan formula terbaik yang optimum secara fisik dan organoleptik. Secara fisik diuji melalui analisis warna menggunakan Chromameter dan waktu rehidrasi. Selanjutnya, diujikan melalui uji organoleptik. Tahap ini dilakukan guna penentuan Standard Operating Procedure (SOP) untuk peralatan, cara produksi, bahan baku, dan karyawan.
4.2.2.1. Pembuatan Minuman Temulawak Instan Pembuatan minuman temulawak instan diawali dengan menyiapkan beberapa bahan, seperti temulawak segar, gula pasir, garam, daun pandan, dan air. Ada tiga formula yang digunakan dalam pembuatan minuman temulawak instan. Ketiga formula dibedakan dari rasio gula pasir dan temulawak segar yang digunakan. Selain itu, dilakukan perhitungan rendemen dengan skala produksi 750 gram. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Formula minuman temulawak instan Formula I Bahan (1:1,5) Temulawak 300 g Gula pasir 450 g Garam 1g Air 300 ml Daun pandan 3 lembar
Formula II (1:1) 375 g 375 g 1g 300 ml 3 lembar
Formula III (1:2) 250 g 500 g 1g 300 ml 3 lembar
Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik temulawak instan yang paling menonjol, yaitu rasa pahit yang terasa di pangkal lidah setelah meminum minuman ini. Rasa pahit ini disebabkan oleh komponen kurkumin yang terkandung dalam temulawak (Afifah 2003). Diagram alir proses pembuatan minuman temulawak instan ditunjukkan oleh Gambar 5.
13
Temulawak
Sortasi Pencucian Penimbangan Pengirisan Penghancuran (blender)
Air
Pengendapan Gula pasir, garam, daun pandan
Pemanasan disertai pengadukan Pendinginan disertai pengadukan Pembentukan kristal Pengecilan ukuran kristal Pengayakan
Pengemasan
Minuman Temulawak Instan Gambar 5. Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan Pertama-tama, rimpang temulawak segar dibersihkan. Pembersihan dilakukan dengan cara menggosok kulit rimpang temulawak menggunakan tangan dibawah air mengalir. Tujuan pembersihan ini adalah untuk menghilangkan kotoran tanah yang menempel pada kulit temulawak. Setelah itu, temulawak diiris kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan bantuan pelarut air. Setelah dihancurkan, diperoleh bubur temulawak. Bubur temulawak kemudian disaring untuk memisahkan sari dan ampas temulawak.Sari temulawak yang dihasilkan diendapkan lalu dipanaskan bersamaan dengan daun pandan menggunakan api sedang. Setelah volume sari temulawak berkurang menjadi ¼ bagian awal, selanjutnya ditambahkan gula pasir dan garamdapur. Pemanasan dan pengadukan dilakukan secara kontinyu. Selama pemanasan, air menguap sehingga sari temulawak pekat dan kental. Setelah itu, api dikecilkan dan pengadukan terus dilakukan. Proses ini menghasilkan pembentukan kristal temulawak. Setelah terbentuk kristal seluruhnya, serbuk temulawak kemudian diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh. Serbuk yang tidak lolos ayak, dihancurkan kembali menggunakan blender, lalu diayak kembali menggunakan
14
ayakan dengan ukuran mesh yang sama. Setelah itu, temulawak instan dikemas dan siap dipasarkan.
4.2.2.2. Pengamatan Formula Minuman Temulawak Instan Pengamatan formula dilakukan pada ketiga formula. Pengamatn ini bertujuan untuk memperoleh formula yang terbaik. Pengamatan formula, antara lain : a. Uji organoleptik rating hedonik (Meilgaard et al. 1999) b. Rendemen (Andarwulan et al. 2011) c. Waktu rehidrasi (Khopkar 2008) d. Analisis warna metode chromameter (AOAC 1995) e. Uji bagian tak larut air (AOAC 1995)
4.2.2.3. Penentuan Formula Terbaik Berdasarkan tahap pengamatan, maka akan dipilih satu formula dari ketiga formula, yaitu formula I, II, dan III untuk menjadi formula standard yang akan melalui tahapan lanjut, yaitu analisis kimia dan aplikasi formula pada IRTP minuman temulawak instan.
4.2.2.4. Penentuan Standard Operating Procedure (SOP) Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) ini bertujuan agar IRTP dapat menghasilkan produk yang berkualitas, aman bagi kesehatan konsumen, layak dikonsumsi, serta ukuran produk seragam dan konsisten.
4.2.3. Karakteristik Kimia Produk Minuman Temulawak Instan Tahap ini dilakukan untuk menguji formula yang terpilih pada tahap proses formulasi. Pengamatan yang dilakukan, meliputi analisis kimia proksimat. Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air metode oven (AOAC 1995), kadar abu metode oven (AOAC 1995), kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (AOAC 1995), kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 1995), dan kadar karbohidrat menggunakan metode by difference.
4.2.4. Sertifikasi Produk Minuman Temulawak Instan dalam Skala Rumah Tangga Pangan Sertifikasi produk minuman temulawak instan perlu dilakukan guna memperoleh sertifikat produk pangan. Tahap sertifikasi ditunjukkan pada Gambar. Secara rinci, berikut uraian tahapan sertifikasi, meliputi :
4.2.4.1. Pengajuan Permohonan Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) Pengajuan SPP-IRT diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Bogor, yaitu Dinas Kesehatan. Tahap penyelenggaraan SPP-IRT, terdiri dari pengisian formulir pendaftaran, fotokopi KTP, surat keterangan domisili usaha, contoh label ptoduk, pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar, mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) yang bersifat wajib bagi pemohon, dan peninjauan serta pemeriksaan sarana produksi.
15
4.2.4.2. Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) Penyuluh adalah petugas Dinas Kesehatan yang memiliki sertifikat penyuluh pangan yang diberikan oleh BPOM RI. Peserta penyuluhan adalah pemohon SPP-IRT yang tidak lain adalah pemilik atau penanggung jawab perusahaan. Materi penyuluhan didominasi oleh pengetahuan mengenai berbagai jenis bahaya baik biologis, kimia, maupun fisik dan cara mencegah serta memusnahkannya. Selain itu, diberikan pula materi mengenai sanitasi sarana produksi di IRTP, Cara Produksi Pangan yang Baik Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT), dan peraturan tertulis tentang keamanan pangan. Penyuluhan dilakukan sekurang-kurangnya 2 hari selama 5 jam/hari.
4.2.4.3. Pendampingan CPPB-IRT pada IRT Minuman Temulawak Instan Penerapan CPPB-IRT dilakukan guna menghasilkan pangan yang bermutu baik dari segi produk maupun proses produksi, aman bagi kesehatan, dan layak untuk dikonsumsi. Pendampingan CPPB-IRT ditujukan pada pengusaha IRT minuman temulawak instan agar dapat memenuhi persyaratan produksi yang baik, diantaranya persyaratan lokasi, bangunan, fasilitas produksi, pengendalian hama, sanitasi karyawan, pengendalian proses, dan pengawasan.
4.2.4.4. Pemeriksaan Sarana Produksi Pemeriksaan mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh BPOM RI. Hasil pemeriksaan, yaitu perolehan sertifkat produksi pangan beserta nomor P-IRT yang menunjukkan bahwa pemeriksaan sarana produksi dinyatakan lulus dengan syarat minimal hasil berita acara pemeriksaan bernilai cukup dan telah melakukan perbaikan atas saran Dinas Kesehatan Kabupaten/kota Bogor.Alur penyelenggaraan dan penyerahan sertifikat pada Sertifikasi P-IRT dapat dilihat di Lampiran 4.
4.2.5. Analisis Kelayakan Usaha (Nurmalina et al. 2009) Analisis kelayakan produksi temulawak instan, meliputi perhitungan Net Present Value (NPV), Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR).
4.2.5.1. Net Present Value (NPV) NPV = ∑
/
-∑
/
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate (%) Indikator : Jika NPV>0 (positif), maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika NPV<0 (negatif), maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan
16
4.2.5.2. Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) Gross B/C =
∑
/
∑
/
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate (%) Indikator : Jika Gross B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Gross B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan
4.2.5.3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C =
∑
/
∑
/
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount rate (%) Indikator : Jika Net B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Net B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan
4.2.5.4. Internal Rate of Return (IRR) IRR = i1 +
(i1 – i2)
Keterangan : i1= discount rate yang menghasilkan NPV positif i2= discount rate yang menghasilkan NPV negative NPV1= NPV positif NPV2= NPV negative Indikator : Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR).
17
4.3. METODE ANALISIS 4.3.1. Uji Organoleptik Rating Hedonik (Meilgaard et al. 1999) Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau hedonik terhadap formula yang telah dibuat. Skala yang digunakan adalah skala kategorik yang direntangkan dari skala 1 sampai 7 yang mempresentasikan tingkat kesukaan panelis dari sangat suka hingga sangat tidak suka. Panelis yang digunakan sebanyak 70 orang. Atribut yang diujikan, antara lain rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall) (Meilgaard et al. 1999). Uji organoleptik ini merupakan hasil seduhan dari serbuk minuman instan temulawak hasil kristalisasi. Minuman yang disajikan terhadap panelis adalah minuman dalam keadaan hangat. Worksheet dan scoresheet uji rating hedonik minuman temulawak instan dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.3.2. Rendemen Rendemen =
x 100%
4.3.3. Waktu Rehidrasi Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam 100 ml air matang yang panas. Kemudian, waktu yang dibutuhkan serbuk untuk terdispersi sempurna dicatat (Khopkar 2008).
4.3.4. Analisis Warna (Metode Chromameter) Analisis warna menggunakan metode Hunter. Alat dipersiapkan dan dihubungkan dengan arus listrik. Kemudian, dilakukan kalibrasi alat dengan menekan tombol “calibrate” dan data Y, x, y yang terdapat pada penutup bagian dalam plat kalibrasi dimasukkan. Measuring head diletakkan pada alat kalibrasi yang berwarna putih. Kemudian, tombol “measure” pada measuring head ditekan. Alat akan menyimpan data kalibrasi dalam memorinya. Analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta dilakukan dengan meletakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan “measure” atau tekan tombol pada measuring head.Analisis warna menggunakan Chromameter CR-300 Minolta dengan metode Hunter (L, a*, b*) (AOAC 1995).
4.3.5. Bagian Tak Larut Air Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Setelah itu, ditambahkan 50 ml air panas, kemudian diaduk hingga larut. Sampel disaring ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dalam keadaan panas. Gelas piala yang telah digunakan dibilas menggunakan air panas, lalu air bilasan disaring. Kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 2 jam. Kertas saring tersebut didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap (AOAC 1995). Bagian yang tak larut dalam air (%) =
100%
Keterangan : W = bobot sampel (g) W1 = bobot botol timbang + kertas saring berisi bagian yang tak dapat larut (g) W2 = bobot cawan + kertas saring (g)
18
4.3.6. Analisis Kadar Air (Metode Oven) Penetapan kadar air dengan metode oven dilakukan di mana cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selam 15 menit, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator. Cawan kering yang telah dingin kemudian ditimbang (c). Sampel sebanyak 5 gram (a) dimasukkan ke dalam cawan kering kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan di dalam oven suhu 105 o C selama 6 jam smapai tercapai bobo yang konstan. Cawan tersebut didinginkan di dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang (b). Perhitungan kadar air dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis). Kadar air (% bb) =
100 %
atau Kadar air (% bk) =
100 %
Keterangan : a = bobot sampel awal (g) b = bobot sampel + cawan kering (g) c = bobot cawan kosong (g)
4.3.7. Analisis Kadar Abu (Metode Oven) Cawan porselin beserta tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 – 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin tersebut. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi lalu di dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400 – 600 °C selama 4 – 6 jam atau sampel terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis). Kadar abu (% bb) =
100 %
atau Kadar abu (% bk) =
% %
100 %
Keterangan : a = bobot sampel sebelum diabukan (g) b = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (g) c = bobot cawan kosong (g)
4.3.8. Analisis Kadar Lemak (Metode Soxhlet) Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 °C selama sekitar 15 menit kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Selanjutnya selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu keringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 °C selama ± 1 jam. Selonsong tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi lemak (soxhlet) yang dirangkai denga kondensor. Pelarut dietil/petroleum eter/heksana dimasukkan ke dalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama ± 6 jam. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100-110 °C hingga bobotnya konstan, didinginkan
19
dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis). Kadar lemak =
100 %
Keterangan : a = bobot sampel (g) b = bobot labu lemak+ lemak hasil ekstraksi (g) c = bobot labu lemak kosong (g)
4.3.9. Analisis Kadar Protein (Metode Kjeldahl) Sampel sebanyak 100 – 250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian tambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4. Ditambahkan pula 2 – 3 butir batu didih. Sampel dididihkan selama 1 – 1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih, lalu didinginkan. Sejumlah kecil air destilata ditambahkan melaui dinding labu secar perlahan dan digoyang pelan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dan labu dibilas sebanyak 5 - 6 kali dengan 1 – 32 ml air destilata kemudian air cucian labu tersebut dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan ke dalamnya 8 – 10 ml larutan 60 % NaOH – 5 % Na2CO3. Selanjutnya erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 – 4 tetes indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor harus terndam dengan larutan H3BO3 untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCL 0.02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menajdi abu-abu. Prosedur yang sama pun dilakuka terhadap blanko (tanpa sampel).Penetapan kadar protein berdasar pada perhitungan : .
Kadar protein (% bb) =
100 %
atau Kadar protein (% bk) =
% %
100 %
Keterangan : a = ml titrasi HCl pada sampel b = ml titrasi HCl pada blanko
4.3.10. Analisis Kadar Karbohidrat (By Different) Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by different, yaitu berat total produk dikurangi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (K.A + A + P + L) Keterangan : K.A = % kadar air A = % kadar abu P = % kadar protein L= % kadar lemak
20
4.3.11. Analisis Total Gula (Metode Luff-Schoorl) Tahap persiapan contoh Sebanyak 5 ml contoh dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 95 ml air destilata dan 1 g CaCO3. Contoh dididihkan selama 30 menit, didinginkan, dan ditambahkan larutan Pbasetat jenuh hingga larutan menjadi jernih. Selanjutnya, larutan disaring. Tambahkan 1.5 g Naoksalat kering ke dalam filtrat untuk mengendapkan Pb. Selanjutnya contoh kembali disaring. Sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata. Sebanyak 25 ml larutan pada pengenceran yang sama dengan larutan sebelum inversi dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Sebanyak 3 tetes indikator methylen red-methylen blue dan larutan HCl 4 N ditambahkan hingga larutan berwarna merah. Kemudian tambahkan larutan HCl 0,1 N sebanyak 15 ml. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam waterbath lalu diinversi pada suhu 60-70 OC selama 30 menit. Kemudian, larutan didinginkan dan dinetralkan dengan 15 ml NaOH 0,1 N hingga netral. Jika belum netral, larutan NaOH 1 N ditambahkan hingga warna larutan tepat berubah menjadi orange lalu ditambahkan dengan aquades hingga tanda tera. Larutan tersebut kemudian dipipet sebanyak 25 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan dengan larutan Luff-Schoorl sebanyak 25 ml. Pendingin balik dihubungkan dengan erlenmeyer kemudian tunggu hingga mendidih. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya, ditambahkan 25 ml H2SO4 6 N, CO2 dihilangkan, lalu ditambahkan dengan larutan KI 20% sebanyak 15 ml sampai warna cokelat. Larutan kemudian dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator pati 1% sampai warna biru tepat hilang. Blanko Larutan Luff-Schoorl 25 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Lalu, ditambahkan 15 ml aquades kemudian dihubungkan dengan pendingin balik, dipanaskan sampai mendidih, dan ditunggu selama 10 menit. Setelah didinginan, sebanyak 25 ml larutan H2SO4 6 N ditambahkan dan CO2 dihilangkan, lalu ditambah dengan larutan KI 20% sebanyak 15 ml. Larutan dititrasi menggunakan titran Na-thiosulfat 0,1 N dengan indikator pati 1% sampai warna biru tepat hilang.Perhitungan kadar total gula adalah sebagai berikut: Mula-mula dihitung selisih V Na2S2O3 0,1 N antara blanko dan sampel. V Na2S2O3 : (b-a) Setelah itu, selisih tersebut dicocokkan dengan angka kesetaraan gula pada Tabel Gula LuffSchoorl. Tabel Kesetaraan Gula Luff-Schoorl dapat dilihat di Lampiran 10. Kadar total gula :
x 100%
Keterangan : a = Volume Na2S2O3(ml) b = Volume Na2S2O3 untuk blanko (ml) f = Kesetaraan gula(mg) p = Faktor pengenceran B = Bobot sampel (g)
21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA MINUMAN TEMULAWAK INSTAN Industri Rumah Tangga (IRT) minuman temulawak instan memiliki permasalahan yang secara garis besra dapat dilihat pada Tabel. Tabel 4. Masalah di IRT minuman temulawak instan Parameter Permasalahan Belum ada formula standard sehingga produk Formula produk tidak konsisten dan belum optimum Belum ada ruang khusus produksi sehingga Ruang produksi masih bersatu dengan dapur rumah pribadi Langit-langit dan lantai masih dalam keadaan Sanitasi ruang produksi kotor Belum adanya tempat sampah khusus di ruang Tempat sampah produksi Belum ada perlengkapan PPPK untuk keperluan PPPK produksi Spesifikasi kemasan Belum ada penetapan spesifikasi kemasan Belum ada pemeriksaan kesehatan karyawan Pemeriksaan kesehatan secara rutin Tanggal kadaluarsa Belum ada penetapan tanggal kadaluarsa produk Kode produksi Belum ada penetapan kode produksi pada produk Pencatatan dan dokumentasi Belum ada sistem pencatatan dan dokumentasi Belum ada pedoman tetap untuk spesifikasi Standard Operating Procedure (SOP) bahan baku dan cara produksi Minuman temulawak instan produksi salah satu IRT di Desa Benteng, Ciampea, Bogor belum memiliki formula standard. Formula standard diperlukan mengingat kesamaan prosedur saat produksi antara pemilik dan karyawan perusahaan. Selain itu, formula standard akan menghasilkan produk temulawak instan yang konsisten dan berkualitas baik. Hal ini erat kaitannya dengan kepercayaan konsumen yang timbul terhadap minuman temulawak instan produksi IRT Desa Benteng tersebut. Ruang produksi di IRT minuman temulawak instan pun masih memiliki kekurangan sehingga belum memenuhi persyaratan. Produksi tidak dilakukan di ruang produksi khusus, tetapi masih bersatu dengan dapur rumah pribadi. Peralatan produksi, seperti kompor gas dan timbangan tergolong masih terbatas. Selain itu, IRT belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) untuk spesifikasi bahan baku atau cara produksi. SOP diperlukan guna menghasilkan produk yang aman, berkualitas, dan layak untuk dikonsumsi. Kemasan produk minuman temulawak instan pada awalnya menggunakan kemasan primer plastik LDPE (Low Density Polyethylene), sedangkan kemasan sekundernya adalah kertas sampul cokelat yang strukturnya lebih kokoh sehingga dapat membentuk tubuh kemasan produk berbentuk keranjang. Setelah dilakukan perbaikan, kemasan temulawak instan kini telah mendukung dalam memperpanjang umur simpan produk. Hal ini disebabkan oleh kemasan primer yang telah diganti menggunakan alumunium foil sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang, terlindung dari paparan oksigen dan cahaya, serta tidak mudah rusak. Selain itu, produk pangan juga
22
terlindung dari berbagai cemaran yang dapat masuk saat penyimpanan, seperti semut, debu, dan sebagainya. Label dan kemasan produk minuman temulawak instan masih memiliki masalah dalam hal ketidaksesuaian dengan peraturan tertulis yang diacu, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 mengenai Label dan Iklan Pangan. Kemasan primer temulawak instan yang pada awalnya menggunakan plastik, saat ini telah diganti dengan alumunium foil. Alumunium foil dijadikan sebagai kemasan primer karena mampu menahan air dan udara lebih baik dibandingkan plastik. Hal ini disebabkan oleh alumunium foil yang memiliki tingkat permeabilitas terhadap air maupun udara yang lebih tinggi dibandingkan plastik. Label produk minuman temulawak instan juga masih terdapat kesalahan. Informasi pada label masih sangat kurang dan belum sesuai dengan tata cara pelabelan. Keterangan pada label sekurang-kurangnya, antara lain nama produk, komposisi bahan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa menurut tata cara pelabelan yang diacu di Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Selain itu, untuk produk IRTP wajib mencantumkan nomor P-IRT dan kode produksi pada setiap label produk. Setelah dilakukan perbaikan, label temulawak instan kini telah memiliki informasi yang sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999. Kemasan sekunder produk tetap menggunakan kertas sampul yang lebih tebal sehingga produk dapat memiliki bentuk yang lebih kuat dan kokoh. Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum dan setelah perbaikan dapat dilihat pada Gambar 6.
a
b
Gambar 6. (a) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum perbaikan, (b) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan setelah perbaikan
5.2. PEMBUATAN DAN FORMULASI MINUMAN TEMULAWAK INSTAN Terdapat 3 formula yang digunakan dengan perbandingan temulawak dan gula pasir skala produksi 750 gram (Tabel 3). Formula minuman temulawak instan setelah dilakukan perbaikan,
23
melibatkan beberapa bahan dalam proses pembuatannya, yaitu temulawak, gula pasir, daun pandan, garam, dan air.Temulawak yang digunakan adalah temulawak dalam bentuk segar. Proses awal pembuatan minuman temulawak instan, yaitu pemilihan temulawak segar yang digunakan sebagai bahan baku (sortasi). Setelah itu, dilakukan pembersihan dan penimbangan. Metode pembersihan yang digunakan adalah pencucian menggunakan air mengalir. Pencucian dilakukan dengan cara menggosok temulawak sehingga tanah dan kotoran lain yang menempel di kulit temulawak dapat terlepas. Selanjutnya, dilakukan ekstraksi temulawak agar memperoleh ekstrak/sari temulawak untuk diolah lebih lanjut menjadi temulawak instan. Ekstraksi temulawak dilakukan melalui proses penghancuran temulawak menggunakan blender kecepatan 3000 rpm selama 10 menitdengan penambahan air sebagai agen ekstraksi menggunakan perbandingan antara jumlah temulawak dan air sebesar 1:1. Setelah diperoleh bubur temulawak, dilakukan penyaringan menggunakan kain saring untuk mendapatkan sari temulawak (filtrat). Ampas temulawak tidak dipergunakan sehingga dibuang menjadi limbah produksi. Sari temulawak kemudian didiamkan selama 5 menit. Sari temulawak lalu dipanaskan bersamaan dengan daun pandan menggunakan api sedang dengan suhu maksimal 110 oC. Setelah volume sari temulawak berkurang menjadi ¼ bagian awal, selanjutnya ditambahkan gula pasir dan garam dapur. Pemanasan dan pengadukan dilakukan secara kontinyu. Selama pemanasan, air menguap sehingga sari temulawak pekat dan kental. Setelah itu, api dikecilkan hingga suhu mencapai 75 °Cdan pengadukan terus dilakukan. Proses ini menghasilkan pembentukan kristal temulawak. Setelah terbentuk kristal seluruhnya, serbuk temulawak kemudian diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh. Serbuk yang tidak lolos ayak, dihancurkan kembali menggunakan blender kecepatan 3000 rpm selama 30 detik, lalu diayak kembali menggunakan ayakan dengan ukuran mesh yang sama. Setelah itu, temulawak instan dikemas dan siap dipasarkan.Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan hingga produk siap jual dapat dilihat pada Lampiran 1.
5.2.1. Uji Sensori Organoleptik Rating Hedonik Uji sensori organoleptik dilakukan untuk menentukan formula mana yang terpilih sebagai formula yang dijadikan sebagai uji penerimaan konsumen. Uji organoleptik menggunakan uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap produk sebagai indikator . Menurut Setyaningsih(2010), uji kesukaan disebut juga uji hedonik. Uji hedonik dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk diantara produk lain secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau pembandingan produk dengan produk pesaing. Uji rating hedonik minuman temulawak instan menggunakan 4 (empat) atribut yang diujikan, meliputi rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall). Skala penilaian yang digunakan adalah skala kategorik dengan skala 1 yang menyatakan tingkat kesukaan sangat tidak suka hingga skala 7 yang menyatakan tingkat kesukaan sangat suka. Uji rating hedonik dilakukan menggunakan 70 panelis tidak terlatih yang bukan merupakan konsumen minuman temulawak instan. Penggunaan panelis yang bukan merupakan konsumen minuman temulawak instan sangat mungkin memberikan hasil yang tidak mewakili konsumen asli minuman ini. Akan tetapi, justru dapat menunjukkan apakah minuman ini dapat diterima oleh konsumen yang lebih luas atau tidak. Sebagai pelengkap hasil uji organoleptik dilakukan survey untuk mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah ataupun temulawak. Survey ini dilakukan untuk mengetahui pemetaan panelis yang digunakan sehingga dapat dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Diharapkan bahwa hasil uji organoleptik tidak dipengaruhi oleh ketidaksukaan panelis
24
tterhadap remp pah-rempah ataau temulawak. Survey dilaku ukan dengan m menanyakan keepada panelis m melalui pertan nyaan di score sheet apakah panelis menyuukai atau tidakk minuman rem mpah-rempah a temulawakk saat panelis sedang atau s melakuukan uji hedoniik. Hasil yang diperoleh adalah dari 700 panelis yang melakukan peenilaian produkk terdapat 37 p panelis menyaatakan suka terrhadap rempahh-rempah atau temulawak, 111 panelis menyyatakan agak s suka, dan 22 panelis p menyattakan tidak suuka. Hasil pem metaan panelis berdasarkan ketidaksukaan k t terhadap remppah-rempah attau temulawakk menyatakan n bahwa kom mposisi paneliss tidak akan m memberikan pengaruh negatiif terhadap uji kesukaan minnuman temulaw wak instan. Hall initidak lain d disebabkan oleeh jumlah paneelis yang menyyatakan tidak suka s terhadap rempah-rempaah kurangdari s setengah dari total t panelis. Hal H ini dapat dillihat pada Gam mbar 7.
17%
33%
Agak Suka Suka
50%
Tidak Suka
Gambar 7. Perbandingan presentase kom mposisi panelis dan respon panelis
5 5.2.1.1. Atrribut Rasa Minuman temulawak k instan memiiliki rasa yan ng pahit di afftertaste. Oleh h karena itu, ppenambahan gula bertujuaan untuk mem minimalisir raasa pahit setelah meminum m minuman t temulawak insstan. Formula I memiliki rassa manis yangg lebih tinggi ddari formula II, I sedangkan f formula III meemiliki rasa yaang lebih mannis dari formulla I. Hal ini diisebabkan olehh formula III y yang mengand dung jumlah guula lebih banyaak dibandingkan n kedua formuula lain. Profil kesukaan k yang diperoleh dari 70 orang paneelis yang memiiliki tingkat kesukaan mulai d suka hingg dari ga sangat sukaa terhadap atribbut rasa formulla I, II, dan IIII berturut-turutt adalah 15%, 11%, dan 17% %. Hal ini ditunnjukkan dengaan frekuensi raating kesukaann panelis yang dapat dilihat p pada Gambar 8. 8
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
25
22
sangatt tidak suka
19
20
16
16 16
tidak suka s
16
14
15 10
agak tiidak suka
12
11 8
7 5
11 11
netral
9 7
agak suka s
4
5
2
1
suka
2
1
0
I
III
sangatt suka
III
Form mula Gambbar 8. Frekuenssi rating kesukaaan panelis terh hadap atribut rrasa ketiga form mula
25
Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempah-rempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
14 12
sangat tidak suka
12 10
9
9
8
8
8
7 6
agak tidak suka
7 6
6
6
netral
5 4
4
3
3
4
3
3
2
tidak suka
2 2
2
2
agak suka suka sangat suka
0
I
II
III
Formula
Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut rasa ketiga formula Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan darisuka hingga sangat suka terhadap atribut rasa minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 15%, 11%, dan 21% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,008) lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05), yang menunjukkan bahwa perbedaan formula sampel berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut rasa minuman temulawak instan dan diperlukan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Berdasarkan hasil uji Duncan, formula III berbeda nyata dengan formula I dan II. Hal ini ditunjukkan oleh formula III yang terletak pada subset berbeda dengan formula I dan II. Selain itu, formula III memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis yang tertinggi dari kedua formula lainnya.
5.2.1.2. Atribut Kenampakan Uji organoleptik menggunakan atribut kenampakan bertujuan untuk mengetahui visualisasi produk minuman temulawak instan setelah dilakukan penyeduhan (rehidrasi). Atribut kenampakan yang dimaksud adalah tingkat kecerahan dan warna produk (Meilgaard 1999). Profil kesukaan yang diperoleh dari 70 orang panelis yang memiliki tingkat kesukaan mulai dari suka hingga sangat suka terhadap atribut kenampakan formula I, II, dan III berturut-turut adalah 32%, 20%, dan 38%. Hal ini ditunjukkan dengan frekuensi rating kesukaan panelis yang dapat dilihat pada Gambar 10.
26
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
35 30
30
30
sangat tidak suka
25
tidak suka agak tidak suka
18
20
16
15 13
15
netral
12 10
10
7
7 7
8
5 5 5
8
8
suka
4
3
2
agak suka
1 1
sangat suka
0
I
II
III
Formula Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempahrempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11. 15
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
16 14
sangat tidak suka 11 11
12
11 9
10
agak tidak suka
8 6
netral
6 6 5
6
5 4
3
4
4
3 2
2
tidak suka
agak suka
3 2
2
suka
1 1
1
sangat suka 0
I
II
III
Formula Gambar 11. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut kenampakan ketiga formula Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan dari suka hingga sangat suka terhadap atribut kenampakan minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 22%, 14%, dan 26% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya.
27
Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,000) lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05), yang menunjukkan bahwa perbedaan formula sampel berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut kenampakan minuman temulawak instan dan diperlukan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Berdasarkan hasil uji Duncan, formula I memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis yang tertinggi dari kedua formula lainnya. Namun, formula I dan III tidak berbeda nyata, yang menunjukkan bahwa panelis menyukai kenampakan formula I dan III.
5.2.1.3. Atribut Aroma Temulawak mengandung beberapa komponen minyak atsiri. Hal tersebut menjadikan minuman temulawak instan memiliki aroma yang menyengat baik selama pengolahan maupun setelah menjadi produk minuman instan. Aroma menyengat pada minuman temulawak instan dipengaruhi oleh jumlah temulawak yang digunakan sebagai bahan baku minuman tersebut (Redgroove 2003). Profil kesukaan yang diperoleh dari 70 orang panelis yang memiliki tingkat kesukaan mulai dari suka hingga sangat suka terhadap atribut aroma formula I, II, dan III berturut-turut adalah 22%, 17%, dan 23%. Hal ini ditunjukkan dengan frekuensi rating kesukaan panelis yang dapat dilihat pada Gambar 12.
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
25 20 17
16
tidak suka 14
15 12 10
sangat tidak suka
19
20
12
15
agak tidak suka
13
11
11
9
8
8
agak suka
6 4
5 2
2
netral 8
suka
3
0
sangat suka
0
I
II
III
Formula Gambar 12. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempahrempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13.
28
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
12 10 10 8
8
8
8
8
7 6
6
5 4
4
3
tidak suka agak tidak suka
6
6
6
sangat tidak suka
5
netral
4 4
3
3
2
3
2
agak suka suka
2
sangat suka 0
I
II
III
Formula Gambar 13. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut aroma ketiga formula Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan dari suka hingga sangat suka terhadap atribut kenampakan minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 15%, 11%, dan 18% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,371) lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05). Oleh karena itu, perbedaan formula sampel tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut aroma minuman temulawak instan.
5.2.1.4. Atribut Keseluruhan (Overall) Profil kesukaan yang diperoleh dari 70 orang panelis yang memiliki tingkat kesukaan mulai dari suka hingga sangat suka terhadap atribut keseluruhan formula I, II, dan III berturut-turut adalah 32%, 20%, dan 38%. Hal ini ditunjukkan dengan frekuensi rating kesukaan panelis yang dapat dilihat pada Gambar 14.
29
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
35 30
30
30
sangat tidak suka
25
tidak suka agak tidak suka
18
20
16
15 13
15
netral
12 10
10
7
7 7
8
5 5 5
8
8
suka
4
3
2
agak suka
1 1
sangat suka
0
I
II
III
Formula Gambar 14. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempah-rempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15. Frekuensi Rating Kesukaan (%)
14 12 12
sangat tidak suka
11 10
10 8
agak tidak suka
8 6 6
6
6
5 4
5
6 5
5
5
4
4
4
3 2
2
tidak suka
2
1
netral agak suka suka
1
sangat suka 0
I
II
III
Formula Gambar 15. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut keseluruhan ketiga formula Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan dari suka hingga sangat suka terhadap atribut keseluruhan minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 19%, 11%, dan 22% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya.
30
Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,004) lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05), yang menunjukkan bahwa perbedaan formula sampel berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut keseluruhan minuman temulawak instan dan diperlukan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Berdasarkan hasil uji Duncan, panelis menilai formula I dan III tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap atribut keseluruhan. Namun, fomrula III memiliki nilai rata-rata tertinggi terhadap tingkat kesukaan dibandingkan dengan kedua formula lainnya sehingga panelis menilai lebih menyukai formula III dari ketiga formula yang diuji.
5.2.2. Rendemen Minuman Temulawak Instan Rendemen adalah perbandingan jumlah input dan output yang dinyatakan dalam persentase. Rendemen yang dihasilkan masing-masing formulasi berbanding lurus dengan jumlah gula pasir yang digunakan, yaitu 58.14% (formula I), 49.02% (formula II), dan 66.72% (formula III). Formula III memiliki rendemen terbesar karena mengandung jumlah total padatan lebih banyak dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Total padatan yang dihasilkan dipengaruhi oleh penambahan gula pasir yang digunakan, semakin besar penambahan gula kristal, maka semakin tinggi total padatan sehingga rendemen yang diperoleh juga semakin besar (Antara 2007). Data rendemen ketiga formula dapat dilihat pada Lampiran 5.
5.2.3. Waktu Rehidrasi Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa formula I, II, dan III berturut-turut memiliki waktu rehidrasi selama 60 detik, 70 detik, dan 28 detik. Data tersebut menunjukkan bahwa formula III memiliki waktu rehidrasi tercepat dibandingkan dengan kedua formula lain. Waktu rehidrasi adalah salah satu faktor penting yang perlu diketahui pada profil minuman instan. Semakin singkat waktu rehidrasi suatu minuman instan, maka semakin baik profil minuman instan tersebut terkait dengan kepraktisan suatu produk pangan, khususnya minuman serbuk cepat saji.
5.2.4. Warna Analisis warna minuman temulawak instan menggunakan metode Hunter notasi L*a*b*. Hasil pengukuran warna dari ketiga formula dengan chromameter CR-300 Minolta dapat dilihat di Lampiran 7b. Warna serbuk temulawak instan formula III memiliki tingkat kecerahan yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai L formula III tertinggi dari kedua formula lain, yaitu +52,53. Selain itu, formula III memiliki warna kuning yang lebih pekat dibandingkan dengan kedua formula lainnya karena memiliki nilai b* tertinggi, yaitu +29,16 dengan sedikit warna merah yang ditunjukkan dengan nilai a*, yaitu +3,29.
5.2.5. Bagian Tak Larut Air Berdasarkan hasil analisis, minuman temulawak instan dengan formula yang terpilih, yaitu formula III mengandung 0,428% bagian tidak larut air (ampas). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ampas dalam minuman hasil seduhan temulawak instan tetapi keberadaannya tidak signifikan karena jumlahnya sedikit. Menurut Khopkar (2008), minuman instan yang mengandung ampas kurang dari 1% tidak akan mempengaruhi kenampakan fisik karena jumlah yang sedikit
31
sehingga pengaruhnya tidak signifikan terhadap kenampakan fisik. Hasil perhitungan bagian tidak larut air dapat dilihat di Lampiran 7c.
5.3. PENENTUAN FORMULA TERBAIK Formula III dengan perbandingan jumlah temulawak dan gula pasir adalah 1:2, dipilih sebagai formula terbaik. Berdasarkan uji organoleptik, formula III dinilai panelis memiliki atribut rasa, kenampakan, aroma, dan overall yang terbaik. Atribut rasa dianggap menjadi titik penting penentuan formula terbaik karena minuman temulawak instan memiliki rasa pahit di aftertaste sehingga diperlukan formula yang dapat meminimalisir rasa pahit tersebut dan tetap diterima konsumen dengan baik. Faktor lain dalam penentuan formula terbaik adalah jumlah rendemen yang dihasilkan. Semakin banyak rendemen, maka semakin tinggi volume penjualan. Asumsi yang digunakan adalah produksi temulawak instan selama ini masih dalam skala rumah tangga, yaitu produksi menggunakan bahan baku 1-15 kg temulawak per bulan. Adanya penambahan gula pasir jika menggunakan formula III, tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya produksi. Volume penjualan yang tinggi akan memberikan income terhadap aliran pemasukan perusahaan.Selain itu, formula III memiliki waktu rehidrasi yang tergolong cepat dalam penyajiannya mengingat hal tersebut menjadi salah satu titik penting suatu minuman instan.
5.4. KARAKTERISTIK KIMIA PRODUK MINUMAN TEMULAWAK INSTAN Karakteristik kimia produk minuman temulawak instan diperoleh dengan melakukan analisis kimia, meliputi analisis proksimat dan total gula. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar air, abu, lemak, dan protein. Analisis total gula dilakukan menggunakan metode Luff-Schoorl yang bertujuan untuk mengetahui kandungan total gula dalam temulawak instan. Tabel 5. Hasil karakteristik kimia produk minuman temulawak instan Kadar Air Abu Lemak Protein Karbohidrat
Per Sachet (% bb)
Per Sachet (20 g)
1,06 2,84 3,51 2,07 90,53
0,212 0,568 0,702 0,414 18,106
Per Sachet setelah diseduh 150 ml air (170 g) 150,212 0,568 0,702 0,414 18,106
Per Sachet setelah diseduh 150 ml air (%) 88,36 0,33 0,41 0,24 10,65
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa minuman temulawak instanmengandung kadar air 1,06% (bb); kadar abu 2,84% (bb); kadar lemak 3,51% (bb); kadar protein 2,07% (bb); kadar karbohidrat 90,53%; dan total gula 33,09%.Hasil perhitungan analisis proksimat disajikan dalam Lampiran 7. Kadar air produk minuman temulawak instan dalam 20 gram takaran sajinya adalah 0,212 gram. Disisi lain, kadar air setiap takaran saji setelah dilakukan penyeduhan 150 ml adalah 150,212 gram atau setara dengan 88,36%. Perbedaan jumlah kadar air sebelum dan setelah penyeduhan disebabkan oleh proses pengolahan, yaitu kristalisasi yang melibatkan penguapan air saat pemanasan sehingga kadar air sebelum diseduh bernilai rendah. Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam produk. Selain itu, nilai kadar air akan membantu dalam penentuan kadar zat gizi lain dalam bentuk persentase bobot kering.
32
Selain analisis proksimat, dilakukan pula analisis total gula menggunakan metode LuffSchoorl untuk mengetahui total gula yang terkandung dalam minuman temulawak instan. Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman temulawak instan memiliki total gula sebesar 33,09%. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup besar. Akan tetapi, mengingat komposisi minuman yang sebagian besar adalah gula maka besarnya angka total gula minuman temulawak instan dianggap sesuai dengan komposisi penyusunnya. Perhitungan total gula dapat dilihat pada Lampiran 9. Lama waktu pemanasan berpengaruh terhadap pembentukan gula invert akibat proses inversi. Menurut Bennion dan Scheule (2004), inversi sering kali terjadi dan sulit dikendalikan saat sukrosa dipanaskan dengan air dan asam. Kecepatan pemanasan dan lamanya waktu pemanasan akan berpengaruh pada jumlah gula invert yang terbentuk. Jika jumlah asam yang ditambahkan terlalu banyak, atau waktu pemanasan terlalu lama, akan terjadi inversi yang berlebihan, yang akan berakibat pada kegagalan kristalisasi. Selain itu, menurut Jackson dan Howling dalam Jackson (1999), keberadaan gula invert dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan masalah terkait dengan sifat alaminya yang higroskopis akibat jumlah fruktosa yang terbentuk selama inversi cukup besar, yang akan menarik air dari lingkungan. Hasil analisis baik kimia maupun fisik minuman temulawak instan formula terpilih ditunjukkan dengan Tabel 5.
5.5. PEMBUATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) bertujuan agar produk minuman temulawak instan yang dihasilkan seragam dan konsisten. SOP produksi adalah pedoman prosedur baku yang ditetapkan agar kegiatan produksi berjalan lancar dan formula standard yang diperoleh pada tahap analisis dapat dipergunakan dengan baik sesuai harapan. SOP produksi terdiri dari SOP pekerja, SOP ruang produksi, SOP penerimaan dan kondisi bahan baku, SOP penggunaan alat, dan SOP selama melakukan kegiatan produksi. SOP pekerja adalah pedoman baku yang mengatur segala sesuatu terkait dengan pekerja. Pekerja tidak diperkenankan menggunakan jam tangan, perhiasan, atau aksesoris lainnya selama melakukan kegiatan produksi. Selain itu, pekerja wajib menggunakan masker, penutup kepala, dan celemek dan tidak diperkenankan berbicara terlalu banyak selama produksi. SOP ruang produksi mencakup segala sesuatu mengenai kebersihan ruang produksi. Salah satu hal penting adalah selalu menjaga kebersihan ruang produksi sebelum, selama, dan setelah melakukan kegiatan produksi agar ruang produksi bebas dari hal yang dapat mengontaminasi produk. SOP penerimaan, kondisi, dan penyimpanan bahan baku adalah pedoman yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan bahan baku. Bahan baku yang diterima wajib dalam keadaan bebas dari kontaminasi dan selalu menerapkan prinsip bahwa bahan baku yang pertama masuk akan diproses lebih awal. Hal ini bertujuan agar menjaga kondisi bahan baku tetap dalam kondisi baik. SOP penggunaan alat ditetapkan yang bertujuan agar pekerja menggunakan alat dengan baik dan sesuai aturan sehingga peralatan produksi dapat terpelihara kualitasnya. SOP selama melakukan kegiatan produksi mengatur tentang alur kegiatan produksi secara rinci baik dari mulai tahap awal, yaitu penerimaan bahan baku, proses pengolahan, pengemasan, hingga tahap penjualan produk. Salah satu contohnya adalah pekerja wajib mencuci tangan sebelum memulai kegiatan produksi dan pada kondisi tertentu yang mengharuskan mencuci tangan. SOP ini bertujuan agar kualitas produk terjaga dengan baik dan konsisten, serta segala kegiatan produksi berjalan dengan lancar dan terkendali. Keseluruhan SOP secara rinci dan singkat dapat dilihat pada Lampiran 2.
33
5.6. SERTIFIKASI PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (P-IRT) Pemberian edukasi mengenai Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) telah diberikan kepada Ibu Cicih baik oleh mahasiswa pendamping maupun petugas penyuluh saat Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) di Dinas Kesehatan. Penyuluhan dilakukan setelah pemohon mengajukan Surat Permohonan P-IRT (SPP-IRT) ke Dinas Kesehatan. Setelah mengisi formulir, melengkapi persyaratan, dan memberikan kembali SPP-IRT ke Dinas Kesehatan, tahap selanjutnya adalah penyuluhan keamanan pangan yang dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan yang telah memiliki sertifikat penyuluh. Adanya pemberian edukasi mengenai CPPB menjadikan tempat produksi di IRT minuman temulawak instan milik Ibu Cicih telah memenuhi standard produksi. Produk minuman temulawak instan yang dihasilkan memiliki mutu dan keamanan produk yang lebih baik. Pendampingan dilakukan selama rentang waktu antara penyuluhan keamanan pangan dan peninjauan oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor.Pendampingan dilakukan secara langsung oleh mahasiswa IPB dibawah naungan program SEAFAST Center dan LPPM IPB. Pendampingan yang dilakukan, meliputi perbaikan dan pengadaan fasilitas produksi, seperti kotak P3K, celemek, dan tempat sampah. Selain itu, pendampingan dilakukan dalam hal penerapan CPPB IRT yang ditujukan kepada pemilik IRT minuman temulawak instan, diantaranya pembuatan desain tata letak dan alur produksi yang bertujuan agar menghindari terjadinya kontaminasi silang dalam kegiatan produksi. Denah ruang produksi minuman temulawak instan dapat dilihat pada Gambar 16.
7
2
1 3
5
Keterangan : 1. Kompor gas 2. Meja penyimpanan (penyimpanan produk jadi) 3. Meja produksi 4. Washtafel 5. Lemari pendingin (penyimpanan bahan baku) 6. Toilet 7. Tempat peralatan
6 4 Gambar 16. Denah ruang produksi IRT minuman temulawak instan Peninjauan dilakukan dengan melihat kondisi ruang produksi, alur kedatangan produk dari mulai bahan mentah hingga produk jadi, sanitasi dan kondisi air yang mengalir lancar atau tidak, tempat mencuci dan pembuangan limbah, alat kebersihan, jarak ruang pengolahan dengan kamar mandi, sanitasi pekerja, serta pengolahan temulawak instan sampai produk dikemas. Peninjauan berjalan lancar dan sesuai harapan karena kondisi ruang produksi yang memiliki tata letak yang tepat, air yang mengalir bersih dan lancar, pekerja selalu menggunakan peralatan produksi yang
34
baik, meliputi penggunaan masker, penutup kepala, sarung tangan, celemek, dan sandal. Selain itu, tempat pengolahan berada sekitar 3 meter dari kamar mandi. Selain itu, tempat mencuci berada tepat 1 meter disamping ruang pengolahan sehingga mudah melakukan pencucian bahan dan peralatan pengolahan. Tempat pembuangan limbah padat, seperti tanah, kulit temulawak, dan plastik dimasukkan ke dalam tempat sampah yang telah disediakan di sudut ruangan, baik dalam maupun luar ruangan. Pengolahan dilakukan diatas meja yang berjarak ± 30 cm diatas permukaan lantai. Selain itu, aliran bahan mentah dan produk jadi memiliki pintu masuk dan keluar yang berbeda sehingga menghindari kontaminasi produk jadi yang berasal dari bahan baku atau kotoran lantai. IRT tanpa pendampingan memiliki kendala dalam hal materi guna perbaikan dan kurangnya pengetahuan mengenai CPPB IRT.Salah satu contohnya, kondisi ruang produksi yang masih belum sesuai dengan pedoman CPPB IRT dalam hal konstruksi ruang produksi, seperti ruang produksi yang masih bersatu dengan dapur rumah pribadi. Selain itu, kemasan dan label produk masih belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan sehingga perlu dilakukan perbaikan berulang kali yang membuat perolehan sertifikat menjadi terhambat. Industri Rumah Tangga (IRT) yang tidak berada dibawah naungan LPPM IPB tidak mendapatkan pendampingan selayaknya IRT minuman temulawak instan. Hal ini memberikan dampak positif bagi IRT minuman temulawak instan, yaitu proses pengeluaran sertifikat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor untuk IRT yang bersangkutan menjadi lebih singkat. Proses perolehan sertifikat untuk IRT minuman temulawak instan memerlukan waktu 2 minggu. Sedangkan IRT tanpa pendampingan memerlukan waktu kurang lebih 3 bulan. Peninjauan sarana produksi pada IRT minuman temulawak instan dilakukan terhadap berbagai aspek sarana produksi IRT, meliputi lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, pengendalian hama, kesehatan dan sanitasi karyawan, label produk, manajemen pengawasan, pencatatan dan dokumentasi, serta pelatihan karyawan. Nilai yang diberikan minimal bernilai C atau cukup baik sebagai syarat perolehan sertifikat P-IRT. Industri Rumah Tangga (IRT) minuman temulawak instan telah menerapkan CPPB IRT dalam menjalankan usaha setelah mendapatkan edukasi pedoman CPPB IRT dari pendamping. Penerapan CPPB yang dilakukan memiliki kategori nilai yang berbeda-beda (Dinas Kesehatan 2012). Terdapat 3 (tiga) kategori nilai, yaitu A (sangat baik), B (baik), dan C (cukup baik), dan D (kurang baik). Rata-rata nilai pemeriksaan sarana IRT minuman temulawak instan bernilai baik. Penerapan CPPB dilakukan pada beberapa hal, meliputi: a) Lingkungan Produksi Lingkungan produksi IRT minuman temulawak instan memiliki nilai B, yaitu baik. Penilaian lingkungan produksi, meliputi keberadaan tempat sampah, semak-semak, dan tempat pembuangan limbah (selokan). Lingkungan selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan metode, seperti membuang sampah pada tempat sampah bertutup dan tidak menumpuknya. Selain itu, jalan dipelihara agar tidak berdebu dan selokan berfungsi dengan baik. b) Bangunan dan Fasilitas Ruang produksi pada IRT minuman temulawak instan bernilai C, yaitu cukup baik. Lantai, dinding, langit-langit, dan lubang angin selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, kotoran laba-laba, dan kotoran lainnya. Selain itu, ruang produksi memiliki perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Tempat penyimpanan bebas dari hama, seperti serangga, binatang pengerat, burung, atau mikroba.
35
c)
Peralatan Produksi Peralatan produksi yang digunakan memiliki nilai B. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan memiliki permukaan halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan bersih. d) Suplai Air Air yang digunakan adalah air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi sehingga bernilai B. e) Pengendalian Hama Pengendalian hama yang dilakukan bernilai C. Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama dalam keadaan tertutup. f) Kesehatan dan Sanitasi Karyawan Kesehatan dan Sanitasi Karyawan bernilai B. Karyawan mengenakan celemek lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan, dan sandal. Selain itu, karyawan tidak mengenakan perhiasan, seperti cincin, gelang, kalung, dan peniti saat produksi. Karyawan selalu mencuci tangan menggunakan sabun atau desinfektan. Karyawan memeriksakan kesehatannya setiap 1 bulan sekali untuk menjaga vitalitas dan kondisi internal karyawan itu sendiri. g) Label Produk Label produk bernilai B, yaitu baik. Label temulawak instan produksi IRT minuman temulawak instan setelah dilakukan perbaikan kini mencakup informasi yang sesuai dengan Peraturan PemerintahNo. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Persyaratan tersebut, antara lain nama produk, komposisi produk, isi bersih, tanggal kadaluarsa, alamat yang memproduksi, dan kode produksi. h) Manajemen Pengawasan Penanggung jawab dan pengawas kegiatan produksi adalah pemilik IRT minuman temulawak instan tersebut, yaitu Ibu Cicih Sri Lestari. Beliau melakukan manajemen pengawasan dengan cukup baik namun masih kurang terstruktur sehingga diberikan nilai C, yaitu cukup baik. i) Pencatatan dan Dokumentasi Pencatatan dan dokumentasi selama kegiatan produksi bernilai C, yaitu cukup. j) Pelatihan Karyawan Pelatihan bagi karyawan bertujuan menambah pengetahuan bagi karyawan itu sendiri mengenai CPPB IRT dan proses pengolahan secara rinci dan lebih luas. Pelatihan karyawan diberikan nilai C, yaitu cukup. Selanjutnya, SPP-IRT yang telah diperbaiki diserahkan kembali ke Dinas Kesehatan untuk diproses. Pengeluaran sertifikat P-IRT dilakukan pada hari Rabu, 20 Juni 2012.Nomor P-IRT yang tertera pada sertifikat P-IRT adalah 6123201021009.Arti dari setiap digit nomor P-IRT dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Arti nomor pada sertifikat P-IRT minuman temulawak instan Digit
Kode P-IRT 6 12 32 01 02
10, 11, 12, 13
1009
1 2, 3 4, 5 6, 7 8, 9
Keterangan Alumunium foil (jenis kemasan yang digunakan) Rempah-rempah (kelompok jenis pangan yang diproduksi) Kode Provinsi Jawa Barat Kode Kabupaten/Kota Bogor Nomor urut jenis produk pangan IRT Konservasi Toga yang memperoleh nomor sertifikat produksi pangan IRT yang ke-2 Nomor urut PP-IRT di Kabupaten Bogor
36
Nomor P-IRT menjadi indikator eksternal suatu produk pangan yang memiliki mutu dan keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan produk pangan yang belum memiliki nomor P-IRTsehingga dapat memiliki jangkauan pasar yang lebih luas. Selain itu, IRTP yang telah memiliki sertifikat P-IRT dianggap telah menerapkan CPPB dengan baik dan menghasilkan produk pangan yang lebih bermutu dan aman bagi kesehatan, salah satunya adalah IRT minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor.
5.7. ANALISIS KELAYAKAN USAHA Usaha dijalankan dengan model usaha industri rumah tangga. Usaha dijalankan di rumah sehingga tidak ada biaya investasi untuk tempat usaha. Oleh karena itu, investasi hanya dilakukan untuk pembelian alat-alat produksi. Listrik yang digunakan untuk menjalankan bisnis juga bersumber dari rumah dengan membayar sejumlah biaya listrik yang dibayarkan tiap bulan dengan tarif listrik Rp50.000,00/bulan. Air yang digunakan bersumber dari air sumur, dimana diperlukan listrik untuk memompanya. Oleh karena itu, biaya air menjadi satu dengan biaya listrik. Usaha memiliki 1 pegawai bagian produksi dan 1 pegawai bagian administrasi sekaligus marketing dengan gaji Rp520.000,00/bulan dengan waktu kerja 26 hari/bulan. Pegawai bagian administrasi sekaligus marketing adalah pemilik usaha. Selain itu, tidak ada biaya perawatan (maintenance) alat. Hasil dari penghitungan komponen lain berdasarkan nilai-nilai tersebut, antara lain: Total produksi/hari (kg bahan) = 5 Total produksi/hari (kg produk) = 10 Berat produk/pcs (gr) = 20 x 5 = 100 Total produksi/hari (pcs) = 100 Operasional usaha/bulan (hari) = 26 Total produksi/bulan (pcs) = 2600 Discount rate (%) = 16 Pajak penghasilan (%) = 10 Harga jual (Rp/pcs) = 5000 Penghitungan harga pokok produksi dan kriteria kelayakan usaha, meliputi NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR ditentukan berdasarkan hasil perhitungan yang melibatkan komponen tersebut. Maka harga pokok produksi satu bungkus (pcs) minuman temulawak instan adalah Rp3.642,25. Perhitungan harga pokok produksi dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil perhitungan kriteria kelayakan usaha menunjukkan untukusaha pembuatan minuman temulawak instan, memiliki nilai NPV= Rp11.577.168; Gross B/C=3,7; NetB/C= 1,1; dan IRR= 33%.Cashflow usaha temulawak instan IRT minuman temulawak instan dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa usahapembuatan minuman temulawak instan skala rumah tangga layak untuk dilakukan.Suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihibiaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau arus kasbersih. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV>0) yang artinya bisnismenguntungkan atau memberikan manfaat. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al.2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki NPV>0 yang berarti usaha ini layak untukdijalankan.Gross B/C ratio merupakan kriteria kelayakan lain yang biasa digunakan dalam analisis bisnis.Baik manfaat maupun biaya adalah nilai kotor (gross). Dengan menggunakan kriteria ini akan lebihmenggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan
37
manfaat yang diterima.Kriteria ini memberi pedoman bahwa bisnis layak untuk dijalankan apabila gross B/C ratio lebihbesar dari 1 dan bisnis tidak layak untuk dijalankan bila lebih kecil dari 1(Nurmalina et al.2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki gross B/C ratio>1 yang berartiusaha ini layak untuk dijalankan. Net B/C ratio adalah ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersihyang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkanterhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapatdikatakan layak bila Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecildari satu (Nurmalina et al.2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memilikiNet B/C>1 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan.Kelayakan bisnis juga dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yangditanamkan. Ini dapat ditunjukkan dengan mengukur besarnya Internal Rate of Return (IRR). IRRadalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkandari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRRnyalebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR) (Nurmalina et al.2009).Usaha pembuatan minuman temulawak instan memiliki IRR sebesar 33% dengan DR 16%, yang berartiusaha ini layak untuk dijalankan.
38
VI.
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. SIMPULAN Temulawak instan merupakan produk Industri Rumah Tangga (IRT) di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Pengolahan temulawak instan menggunakan metode kristalisasi yang sederhana sehingga dapat diaplikasikan pada industri rumah tangga. Berdasarkan hasil uji organoleptik, formula I, II, dan III menunjukkan perbedaan antar formula. Formula III berbeda nyata dengan formula I dan II serta memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis yang tertinggi terhadap atribut rasa dan keseluruhan. Formula III ditetapkan sebagai formula terbaik, yaitu formulasi dengan perbandingan jumlah temulawak dan gula pasir adalah 1:2. Karakteristik formula III memiliki keunggulan dibanding dengan formula I dan II (perbandingan 1:1.5 dan 1:1), antara lain penerimaan konsumen yang baik, menghasilkan rendemen produk lebih banyak, serta meningkatkan volume penjualan sehingga meningkatkan pendapatan (income) yang lebih besar seiring peningkatan biaya produksi yang tidak signifikan. Serbuk temulawak instan formula terpilih memiliki waktu rehidrasi 28 detik dan bagian tak larut air sebesar 0,428%. Minuman temulawak instan memiliki kadar air 1,06% (bb); kadar abu 2,84% (bb); kadar lemak 3,51%; kadar protein 2,07% (bb); kadar karbohidrat 90,53%;dan total gula 33,09%. Selain itu, serbuk minuman temulawak instanmemiliki warna kuning dengan nilai L= 52,53; a*= +3,29; dan b*= +29,16. Analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi menunjukkkan bahwa usaha pembuatan minuman temulawak instanpada skala rumah tangga memiliki nilai NPV (Rp11.577.168)>0, Gross B/C (3,7)>1, Net B/C (1,1)>0, dan IRR (33%)> DR (16%) dimana semua nilai tersebut masuk dalam kategori indikator bahwa usaha layak untuk dilakukan.Nilai ini tercapai dengan HPP tiap bungkus (pcs) minuman instan sebesar Rp3.642,25dan harga jual tiap bungkus Rp5.000,00. Sertifikasi P-IRT ke Dinas Kesehatan telah berhasil dilakukan siring dengan dikeluarkannya sertifikat P-IRT untuk IRT minuman temulawak instan dengan nomor P-IRT 6123201021009. Sertifikat P-IRT menjadi indikator keberhasilan bahwa IRT minuman temulawak instan telah menerapkan CPPB dan menghasilkan produk yang bermutu dan aman bagi kesehatan konsumen.
6.2. SARAN Penelitian ini merupakan langkah tepat bagi keberlangsungan salah satu Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) yang semakin menjamur seiring berjalannya waktu. IRTP berpotensi sebagai lapangan pekerjaan yang baik bagi masyarakat Indonesia. Usaha yang dijalankan sebaiknya berjalan seiring dengan pentingnya status kesehatan masyarakat terkait keamanan produk pangan yang dewasa ini semakin terancam dengan hadirnya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penulis menyarankan perlunya penelitian serupa mengenai penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dan peningkatan mutu produk industri rumah tangga yang hasilnya berujung pada perolehan sertifikat P-IRT (Produk Industri Rumah Tangga) dari Dinas Kesehatan. Edukasi dan pendampingan mengenai penerapan CPPBdirasa sangat diperlukan oleh para pengusaha IRTP agar pengetahuan mengenai penerapan CPPB dapat diaplikasikan sehingga tercipta produk pangan yang bermutu dan selaras dengan produk pangan yang aman bagi kesehatan.
39
DAFTAR PUSTAKA Afifah E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak: rimpang penyembuh aneka penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat. Anonim. 2005. Temulawak. http://www.IPTEKnet.id/. [20 Mei 2011] Anonim. 2008. Minuman Tradisional Indonesia. http://www.google.com/. [6 Juni 2011] Anonim. 2008. Temulawak Instan Komersial. http://www.google.com/. [6 Juni 2011] Anonim. 2011. Pandan. http://www.google.com/. [6 Juni 2011] Antara NT. 2007. Aplikasi teknik kokristalisasi dalam pengembangan produk minuman sehat. Prosiding Seminar Teknologi Pangan: 325-333. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis 16th edition. Association of Analytical Chemists. Washington D.C. Ariawati RR. 2004. Usaha Kecil dan Kesempatan Kerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arifin Z, Kardijono. 2005. Temulawak dalam pengobatan tradisional. ProsidingSymposium Nasional Temulawak. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3140-1992. Gula Pasir. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar Nasional Indonesia. SNI -01-3140-2001. Gula Kristal Putih. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. [Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian. 2002. Prospek Hasil Pertanian Gula Tebu di Indonesia. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/20/. [26 Mei 2011] [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Pedoman Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: BPOM RI. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Sektor Ekonomi Usaha Kecil Menengah Mikro. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Golongan Industri Rumah Tangga Pangan. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bennion M dan Scheule B. 2004. Introductory Foods. Prentice Hall. Chen JCP dan Chou C. 2003. Cane Sugar Handbook : A Manual for Cane Sugar Manufacturers and Their Chemistry. Canada: John Wiley & Sons Inc. Chen C, Kuo M, Wu C, dan Ho C. 2006. Pungent compounds of curcuma (Curcuma xanthoiriza Roxb.) extracted by liquid carbon dioxide. Journal of Agricultural and Food Chemistry 34: 477–480. Chen C, Veiga MF, dan Rizzuto AB. 2008. Cocrystallization: an encapsulation process. Di dalam: Deladino L, Navaro AS, dan Martino MN. 2010. Microstructure of minerals and yerba mate extractco-crystallized with sucrose. Journal of Food Engineering 96: 410–415. Dachlan SN. 2006. Proses Pembuatan Gula Pasir. Balai Besar Penelitian dan Perkembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 2012. Pedoman Sertifikasi P-IRT Untuk Industri Rumah Tangga Pangan, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Dipta IW. 2004. Membangun Jaringan Usaha Bagi Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
40
Dulimarta HS. 2000. Kajian stabilitas beberapa formulasi bir pletok (minuman khas betawi) dan pengaruhnya selama penyimpanan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz D. 1997. Makanan fungsional dan pengembangannya melalui makanan tradisional. Makalah pada Seminar Nasional Teknologi Pangan, 16-17 Juli 1997, Bali. Geary PM. 2008. The cocrystalization sugar by supersaturation proses [Thesis]. University of Hull. Goutara dan Wijandi S. 2005. Dasar Pengolahan gula. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Grosch W dan HD Belitz. 2000. Food Chemistry. Springer-Verlag. Heidelberg. Hamiudin. 2007. Budidaya Temulawak. www.skma.org/budidaya-temulawak-zingiberofficinale.pdf. [13 Februari 2010] Herlina R, Murhananto J, Endah T, Listyarini, dan ST Pribadi. 2002. Khasiat dan Manfaat Temulawak: Si Rimpang Ajaib. Jakarta: Media Pustaka. Herman AS. 2005. Berbagai macam penggunaan temulawak dalam makanan dan minuman. Prosiding SymposiumNasional Temulawak. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Hirasa, Kenji, dan Takemasa M. 2008. Spice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. Irawati I. 2008. Perbandingan metode penentuan aktivitas antioksidan rimpang temulawak. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Peranian Bogor. 29 Iskandar A dan Tajudin. 2000. Kristalisasi dan Karakterisasi Senyawa Kurkumin Berbagai Macam Rempah-Rempah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Iwantono S. 2004. Pemikiran Tentang Arah Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta. Jackson EB dan Howling D. 1999. Glucose syrup and starch hydrolysates. Di dalam: Jackson EB (ed). Sugar Confectionery Manufacture. Maryland: Aspen Publisher, pp: 45-47. James D. 1999. Sugar. Di dalam: Jackson EB (ed). 1999. Sugar Confectionery Manufacture. Maryland: Aspen Publishers Inc, pp: 99-101. Khopkar SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptoharjo, penerjemah.Jakarta: UI Press. Lawless HT dan Heymann H. 2008. Sensory Evaluation of Food Principle and Practices. Kluwer Academic-Plenum Publisher. New York. Lees R. 1999. General Technical aspects of industrial sugar confectionery manufacture. Di dalam: Jackson EB (ed). Sugar Confectionery Manufacture. Maryland: Aspen Publishers Inc, pp: 217-220. Malingre TM. 2001. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)Tanaman Berpigmen. Weekbled. Meilgaard M, GV Civille, dan BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. CRC Press. Boca Raton. Moskowitz HR. 2003. Product Testing and Sensory Evaluation of Foods. Food and Nutrition Press, Inc. Wesport. Mursito B. 2002. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya, Jakarta. Nurmalita N, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor : Departemen Agribisnis. Paimin FB dan Murhananto. 2001. Analisis Kelayakan Usaha Bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Pangabean R. 2004. Membangun Paradigma Baru Dalam Mengembangkan UKM. Jakarta.
41
Rainey BA. 1997. Importance of Reference Standards in Training Panelists. Di dalam: Gacula Jr., M. C. 2006. Desciptive Sensory Analysis in Practice. Food and Nutrition Press, Inc. Trumbull, Connecticut. Redgrove HS. 2003. Spices and Condiments. Sir Issac Pitman and Sons, Ltd. London. Rismunandar. 2008. Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. CV Sinar Baru. Bandung. Santoso HB. 1998. Kajian Sifat-Sifat Gula Pasir. [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Septia E. 2009. Temulawak si perangsang nafsu makan. http://www.detikfood.com/read/ 2009/08/07/134458/1179252/295/temulawak-si-perangsang-nafsu-makan [15 Mei 2012]. Setyaningsih M. 2010. Analisis Sensori. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Setyoningrum P. 2011. Pembuatan Coro Instan Minuman Khas Pati Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Shachman M. 2005. The Soft Drinks Companion: A Technical Handbook for The Beverage Industry. Florida: CRC Press. Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 2005. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Jakarta: Phyto Medika. Sinambela JM. 2005. Fitoterapia, fitostandar, dan temulawak. Di dalam: Prosiding Symposium Nasional Temulawak. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, pp: 150-155. Srinivasan K. 2005. Role of spices beyond food flavoring : nutraceutical with multiple health effect. Food Reviews International 21:167–188. Sutedjo MM. 2000. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta, Jakarta. Syukur C. 2002. Agar Temulawak Berproduksi Tinggi, Cegah Layu Bakteri dan Pelihara secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya. Tatsawan T. 2009. Material science properties of coconut milk, cheese and emulsion. [disertasi]. Berlin: Berlin Technischen University. Taufiq M. 2004. Strategi Pengembangan UKM Pada Era Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas. Jakarta. Tjiptahadi GB. 1994. Peranan Peralatan Proses dalam Pengembangan Industri Gula Kelapa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor. UNIDO dan FAO. 2005. Herbs, spices and essential oils post-harvest operations. http://capacitydev.europa./files/document/2010-05-21/Herbs spice_and_essential_oils.pdf. [6 Desember 2011]. Wakidi. 2003. Prospek tumbuhan obat tradisional untuk menghancurkan batu ginjal (urolitikum) [makalah khusus]. Medan: Bagian Farmasi-Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Widowati S. 2004. Potensi dan status minuman tradisional sebagai pangan fungsional. [makalah]. Bogor: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Wijayakusuma HMH, Dalimarta S, dan Wirian AS. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Pustaka Kartini, Jakarta. Yusnita E, Lukman AB. 2000. Macam-Macam Minuman Tradisional Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1. Diagram pembuatan temulawak instan
Temulawak
Sortasi Pencucian Penimbangan Pengirisan
Air dingin
Penghancuran (blender) kecepatan 3000 rpm, 10 menit Pengendapan, 5 menit
Gula pasir, garam, daun pandan
Pemanasan disertai pengadukan Pendinginan 75 oC dan pengadukan Pembentukan kristal Pengecilan ukuran kristal (blender) kecepatan 3000 rpm, 30 detik Pengayakan 80 mesh Pengemasan Minuman Temulawak Instan
44
Lampiran 2. Standar Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Temulawak Instan SOP Pekerja 1. Pekerja diwajibkan menjaga kebersihan badannya dengan mandi sebelum melakukan proses produksi. 2. Pekerja memasuki ruang produksi dalam keadaan bersih dan rapi. 3. Pekerja diwajibkan menjaga kebersihan kuku dan wajib berkuku pendek. 4. Pekerja diwajibkan mengenakan atribut yang telah ditentukan (pakaian produksi lengkap dengan celemek, masker, dan penutup kepala). 5. Pekerja tidak diperbolehkan menggunakan perhiasan, jam tangan dan aksesoris lain selama proses produksi. SOP Penerimaan Bahan Baku 1. Temulawak yang dibeli harus dalam keadaan segar, tidak busuk, daging rimpang berwarna kuning tua. 2. Temulawak yang telah diterima kemudian disimpan dalam ruang penyimpanan dan digunakan maksimal 3 hari. 3. Pengambilan bahan baku mengikuti proses FIFO (First In First Out). Bahan yang pertama masuk harus pertama keluar. 4. Bahan lain, seperti gula pasir dan bahan baku lainnya juga disimpan dalam ruang penyimpanan dengan wadah yang berbeda. SOP Ruang Produksi 1. Ruang produksi wajib dibersihkan sebelum proses produksi, seperti disapu dan dipel. 2. Pekerja wajib melakukan proses produksi pada tempat yang telah ditentukan. 3. Pekerja dilarang melakukan kegiatan produksi di lantai ruang produksi, tetapi di meja produksi. 4. Sampah dan kotoran harus dibuang ke dalam tempat sampah yang telah disediakan. 5. Ruang produksi wajib dibersihkan setelah selesai proses produksi. 6. Pekerja yang sedang bertugas diwajibkan untuk menjaga kebersihan selama proses produksi. SOP Ruang Penyimpanan 1. Bahan baku (temulawak) disimpan pada tempat yang telah disediakan. 2. Bahan lain disimpan terpisah dari bahan baku di ruang penyimpanan. 3. Bahan dan produk yang disimpan terhindar dari serangan semut atau serangga lainnya. SOP Selama Proses Produksi 1. Pekerja diwajibkan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum melakukan proses produksi dan setelah keluar dari kamar mandi. 2. Pekerja tidak diperbolehkan menggunakan ataupun membawa ponsel/handphone. 3. Pekerja tidak boleh makan, minum, dan terlalu banyak berbicara dalam ruang produksi. 4. Gula pasir bebas dari kotoran (semut dan logam). 5. Garam yang digunakan adalah garam beriodium yang bebas dari kotoran. 6. Daun pandan dalam keadaan bersih dan tidak berlubang. 7. Alur produksi wajib dipatuhi dan ditaati yang dapat dilihat pada Gambar 17.
45
Lampiran 2. Standar Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Temulawak Instan (lanjutan)
Temulawak **)
Sortasi Pencucian Penimbangan (1000 gram) *) Pengirisan
Air dingin (1 L) *)
Penghancuran (blender) kecepatan 3000 rpm, 10 menit Pengendapan, 5 menit
Gula pasir, garam, daun pandan *) **)
Pemanasan disertai pengadukan ***) Pendinginan 75 oC dan pengadukan ***) Pembentukan kristal ***) Pengecilan ukuran kristal (blender) kecepatan 3000 rpm, 30 detik ***) Pengayakan 80 mesh ***) Pengemasan ****) Minuman Temulawak Instan
Penjualan produk
Gambar 17. Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan dalam Standard Operating Procedure (SOP) produksi
46
Lampiran 2. Standar Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Temulawak Instan (lanjutan) Keterangan : *) Formula yang terpiliih dengan perbandingan temulawak : gula pasir = 1 : 2 Tabel 7. Formula standar pengolahan minuman temulawak instan Bahan Jumlah Temulawak 5000 gram Gula pasir 10000 gram Daun pandan 6 lembar Garam 6 gram Air hangat 5000 ml
**) Spesifikasi bahan 1. Temulawak a. Umur rimpang 8-12 bulan. b. Temulawak yang dibeli harus dalam keadaan segar, tidak busuk, daging rimpang berwarna kuning tua. c. Temulawak yang telah diterima kemudian disimpan dalam ruang penyimpanan dan digunakan tidak lebih dari 3 hari d. Memiliki pemasok tetap. 2. Bahan Tambahan Lain Gula Pasir a. Berwarna putih b. Berbentuk butiran kristal c. Memiliki pemasok tetap d. Kondisi kering e. Tidak ada kotoran fisik (semut, logam, kerikil)
Air a. Air yang dimasak terlebih dahulu hingga mendidih dan matang (100°C) b. Digunakan dalam keadaan suhu ruang (37 °C) atau hangat (60 °C) c. Tidak berbau, tidak berwarna d. Bebas dari cemaran fisik
Garam a. Warna putih b. Mengandung iodium c. Halus d. Kondisi kering e. Tidak ada butiran lain atau cemaran fisik lainnya
Daun Pandan a. Tidak berlubang b. Tidak tertempeli telur ulat c. Memiliki pemasok tetap
47
Lampiran 2. Standar Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Temulawak Instan (lanjutan) ***) Proses Pengolahan Pembuatan sari temulawak a. Temulawak dibersihkan (digosok dengan tangan), ditimbang, diiris hingga menjadi potongan kecil. b. Dihancurkan dengan blender kecepatan 3000 rpm (tombol kecepatan 2) selama 10 menit, lalu disaring menggunakan kain saring. c. Didiamkan selama 5 menit agar pati mengendap. Pemanasan Disertai Pengadukan a. Pemanasan awal sari temulawak dan daun pandan. b. Setelah volume larutan mencapai ¼ bagian dari awal, gula pasir dimasukkan. c. Gunakan api sedang dengan suhu maksimal 110 °C. Pendinginan Disertai Pengadukan a. Aduk terus hingga teksturnya menyerupai dodol dan timbul buih-buih, lalu api dikecilkan perlahan tanpa henti diaduk dengan suhu 75 °C. Pembentukan Kristal a. Selama proses pendinginan, tak lama kemudian terbentuk kristal-kristal dan tetap diaduk Pengayakan dan pengecilan ukuran kristal a. Pengadukan secara kontinu, api kompor dipadamkan setelah terbentuk kristal seluruhnya. b. Pengayakan dilakukan pada serbuk temulawak instan dengan saringan 80 mesh. Serbuk yang tidak lolos ayakan dipisahkan dengan serbuk yang lolos ayakan. c. Gumpalan serbuk temulawak dihancurkan dengan blender kecepatan 3000 rpm (tombol kecepatan 2) selama 30 detik. Pengayakan kembali a. Serbuk temulawak yang telah halus diayak kembali menggunakan saringan 80 mesh lalu setelah lolos seluruhnya disatukan kembali dengan serbuk temulawak yang telah lolos ayakan diawal. ****) Proses Pengemasan a. Serbuk temulawak ditimbang masing-masing 20 gram, dikemas menggunakan alumunium foil berukuran panjang 8 cm dan lebar 6 cm. b. Sebanyak 5 bungkus alumunium foil berisi temulawak instan dimasukkan ke dalam kertas sampul berbentuk balok dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi berturut-turut adalah 11 cm, 4 cm, dan 13 cm. c. Sampul telah ditempeli label produk berukuran panjang dan lebar masing-masing 8,5 cm. d. Kertas sampul dibuat lubang 2 buah dibagian, diikat menggunakan talikur sepanjang 15 cm hingga terbentuk ikatan simpul diantara kedua lubang tersebut. e. Produk IRT minuman temulawak instan pun siap dipasarkan. Lampiran 2. Standar Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Temulawak Instan (lanjutan)
48
SOP Penggunaan Alat 1. Alat yang digunakan sebelumnya harus dalam keadaan bersih. 2. Blender yang digunakan hanya berkapasitas 500 gram untuk menggiling. 3. Kecepatan yang digunakan untuk menggiling pertama kali adalah kecepatan 2000 rpm (tombol kecepatan 1) lalu dilanjutkan dengan kecepatan 3000 rpm. Setelah 10 menit, kembali pada kecepatan 2000 rpm, baru dimatikan. 4. Wajan yang digunakan minimal kapasitas 1 kg yang harus digunakan. 5. Setelah digunakan, dicuci kembali, lalu disimpan pada lemari penyimpan peralatan dalam posisi terbalik.
49
Lampiran 3a. Worksheet uji rating hedonik minuman temulawak instan Waktu uji Sampel Penyajian
: Jumat, 2 Maret 2012 : Temulawak instan : Seduh 20 gram (1 saji) temulawak instan dengan air panas 350 ml. Sajikan dalam kondisi hangat
Booth 1 2 3 4
Kode sampel II 973 761 382 894
I 975 811 637 767
III 235 226 741 371
Keterangan : Urutan penyajian dalam booth adalah I, II, dan III untuk semua booth
Lampiran 3b. Scoresheet uji rating hedonik minuman temulawak instan Nama/No HP :
Tanggal Uji :
Uji Rating Hedonik Dihadapan anda terdapat 3 contoh minuman. Nilailah tingkat kesukaan anda untuk tiap contoh dengan memberikan skor kesukaan anda pada kolom yang tersedia sesuai dengan kriteria yang dinilai, yaitu atribut rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan. Penilaian dilakukan terhadap tiap contoh dengan urutan dari kiri ke kanan. Netralkan indera anda setiap kali akan menilai contoh yang lain dengan air yang telah disediakan. Skor : 1 : sangat tidak suka, 3 : agak tidak suka, 5 : agak suka, 7: sangat suka 2 : tidak suka, 4 : netral/biasa saja, 6 : suka Kode Sampel
Rasa
Aroma
Kenampakan
Keseluruhan
Setelah anda melakukan uji rating hedonik ini, apakah anda menyukai minuman temulawak instan? (suka/agak suka/tidak suka*) Jawab ............................................................................................................................................................ . Komentar : .............................................................................................................................................................. .............................................................................................................................................................. *) Keterangan : coret yang tidak perlu
50
Lampiran 4a. Alur pemberian sertifikat penyuluhan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan Mengikuti penyuluhan keamanan pangan
Hasil post test minimal 60
Lampiran 4b. Alur pemberian sertifikat P-IRT Sertifikat Produksi Pangan IRT Mengikuti penyuluhan keamanan pangan
Berita acara pemeriksaan minimal bernilai cukup
51
Lampiran 4c. Alur penyelenggaraan Sertifikasi P-IRT
52
Lampiran 5a. Hasil perhitungan rendemen formula I (1:1,5) Ulangan
Berat awal (g)
Berat setelah kristalisasi (g)
Berat setelah penghalusan dan pengayakan (g)
1
606
360
2
597
365
Rendemen proses pengayakan (%) 98,05
Rendemen akhir (%)
353
Rendemen proses kristalisasi (%) 59,40
347
61,13
95,06
58,12
58,25
58,14
Rata-rata
Lampiran 5b. Hasil perhitungan rendemen formula II (1:1) Ulangan
Berat awal (g)
Berat setelah kristalisasi (g)
Berat setelah penghalusan dan pengayakan (g)
1
339
171
2
360
182
Rendemen proses pengayakan (%) 97,07
Rendemen akhir (%)
166
Rendemen proses kristalisasi (%) 50,44
177
50,55
97,25
49,16
48,96
49,02
Rata-rata
Lampiran 5c. Hasil perhitungan rendemen formula III (1:2) Ulangan
Berat awal (g)*
Berat setelah kristalisasi (g)
Berat setelah penghalusan dan pengayakan (g)
Rendemen proses pengayakan (%) 98,90
Rendemen akhir (%)
450
Rendemen proses kristalisasi (%) 67,40
1
675
455
2
714
483
477
67,64
98,75
66,80
66,67
66,72
Rata-rata Contoh perhitungan (Formula III ulangan 1): Rendemen proses kristalisasi =
100%
=
x 100% = 67,40%
100%
Rendemen proses pengayakan =
=
Rendemen akhir =
x 100% = 98,90%
100% =
x 100% = 66,67%
*) Keterangan: berat awal = berat gula pasir dan temulawak utuh yang digunakan (air tidak termasuk berat awal karena akan dihilangkan selama proses kristalisasi)
53
Lampiran 6a. Hasil uji rating hedonik Rasa No
Nama panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aroma
Kenampakan
Keseluruhan
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
III
Hilda Taufiq Ardy Adi Dini
2 6 4 2 5
1 5 3 2 3
5 5 4 2 5
3 4 5 3 5
4 4 2 1 6
5 5 6 2 5
6 5 2 5 7
5 6 4 3 2
5 3 5 4 2
2 5 4 3 5
2 5 3 2 3
4 4 5 3 5
Dimas Wulan Iin Anggita
6 6 3 3
5 2 2 3
5 3 4 2
5 2 4 3
4 2 3 2
5 2 4 2
6 6 5 6
6 4 3 4
6 5 6 4
6 6 3 4
5 3 2 3
6 4 4 2
Euis Yunita Tika Karina Umi
5 1 3 4 1
5 6 2 2 2
2 5 2 6 3
6 3 2 6 2
4 5 5 2 2
6 4 2 5 2
6 5 6 6 5
7 6 4 3 4
3 5 6 4 4
6 3 4 5 3
6 6 3 2 2
3 5 3 6 3
Cicely Jenny Irfan Nurul Ratna
3 2 3 7 2
2 1 3 5 3
5 1 7 4 2
5 6 4 6 2
4 2 7 2 2
4 6 5 1 1
4 7 6 4 3
3 2 4 7 4
3 6 6 4 4
3 3 5 7 2
3 2 5 5 3
4 6 6 4 2
21 22 23 24
Ani Yati Alviane Yora Novandra Retno
6 3 3 6 5
6 2 2 3 4
5 5 5 5 5
6 4 3 6 4
6 4 3 5 5
5 4 4 6 6
6 3 5 6 4
5 3 3 5 6
5 3 7 6 6
6 3 3 6 5
6 2 2 4 6
5 5 6 5 6
25 26 27
Acha Hana Andhi Faizal
5 6 3
6 6 5
6 6 5
5 6 4
6 6 6
6 6 3
5 6 5
6 6 6
6 3 4
5 6 4
6 6 5
6 6 5
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Agak Suka
Suka
Tidak Suka
× × × × × × × × × × × × × × × × × × × × × × × × × × ×
54
Lampiran 6a. Hasil uji rating hedonik (lanjutan) 28 29 30
Mutiara Devi Dimas Iman
6 4 4
3 4 5
5 6 3
5 6 6
4 6 5
4 6 4
6 6 6
4 2 4
6 6 6
5 5 5
3 3 5
5 6 4
× × ×
31 32 33 34
Fega Niche Henni
6 2 2
5 3 6
5 3 4
7 3 6
4 3 6
5 5 2
7 6 6
3 4 6
6 6 6
7 3 3
4 3 1
5 5 3
×
Thia Muti Efratia Anggi Ahmadun
1 2 2 2 6
2 5 1 4 5
6 3 3 3 5
2 6 3 3 6
4 4 4 5 5
5 2 4 4 6
3 3 7 4 6
6 2 5 6 6
4 6 6 5 6
2 2 3 3 6
5 5 2 5 5
3 3 4 4 5
Tiur Bangun Dian Iyan Hafizah
3 2 2 2 3
2 2 2 2 3
5 2 4 1 3
5 3 2 2 5
2 3 2 1 5
4 3 4 1 5
5 5 6 1 5
4 2 6 1 5
5 3 6 1 6
4 3 2 2 3
3 3 2 1 5
5 3 5 1 5
45 46 47 48
Rathih Brian Vitor Ati Zacky
5 3 5 2 6
7 4 3 4 4
6 2 5 2 6
4 6 4 4 4
6 4 4 5 6
5 4 5 2 4
5 6 4 4 5
4 2 4 3 7
6 3 4 5 6
5 4 5 4 5
6 4 4 4 5
5 4 5 2 5
49 50 51 52
Suba Annisa Sally Buyung
6 2 1
5 3 1
5 5 2
4 2 3
5 4 3
5 3 5
3 6 6
3 3 3
3 5 4
4 4 2
5 3 2
5 4 3
×
53
Striwicesa
6 4
6 5
2 6
6 6
5 6
7 6
5 6
7 5
6 5
4 5
5 6
4 7
× ×
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
× × × × × × × × × × × × × × × × × × ×
55
Lampiran 6a. Hasil uji rating hedonik (lanjutan)
55 56 57 58
Fathin Romone Ian Meutia Mustain
5 1 2 2 5
3 3 2 3 3
4 3 5 6 5
4 3 3 2 5
3 5 3 2 3
3 5 3 5 5
6 5 6 7 4
5 5 2 5 4
5 7 6 6 4
5 3 2 3 5
3 6 2 3 4
4 5 3 5 5
59 60 61 62 63
Grace Cynthia Rizki Adri Ninggar
6 4 3 3 3
6 7 5 4 2
2 6 6 5 4
6 5 4 4 5
6 7 5 3 4
3 6 5 6 4
4 6 6 5 5
5 6 6 6 4
6 6 6 4 5
6 5 5 4 4
6 6 6 4 4
3 6 6 5 4
64 65 66 67 68
I Kadek Putra Yufi Yana Nurul HA
5 3 4 5
6 2 4 3
3 5 6 3
4 6 6 6
5 6 6 3
4 6 6 4
6 6 5 6
5 3 5 5
3 5 5 5
5 4 4 5
5 3 4 3
3 5 6 4
× × × ×
Rara Rohanah Viska
3 5 6
2 2 6
5 6 6
4 6 5
4 4 3
6 4 4
6 6 6
2 3 6
5 6 6
4 4 6
2 3 6
5 6 6
× × ×
Total
259
250
296
305
287
301
367
305
346
291
271
314
11
37
22
Avarage
3,7
3,5
4,2
4,3
4,1
4,3
5,2
4,3
4,9
4,1
3,8
4,4
15,7
47,1
31,4
54
69 70
× × × × × × × × × ×
56
Lampiran 6b. Anova uji rating hedonik atribut rasa Test of Between-Subjects Effect Dependent Variabel : rating_rasa Type III Sum Source of Square Df Mean Square Model 3404.981a 72 47.278 Sampel 16.981 2 8.490 Panelis 301.167 69 4.365 Error 233.019 138 1.689 Total 3637.000 210 a. R Squared = ,936 (Adjusted R Squared = ,903)
F 27.999 5.028 2.585
Sig. 0.000 0.008 0.000
Post Hoc Tests Sampel Homogenous Subsets Skor Duncan Subset Sampel N 1 2 Formula II 70 3.57 Formula I 70 3.70 Formula III 70 4.23 Sig. .559 1.000 Means for groups in homogenous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 1,689.
57
Lampiran 6c. Anova uji rating hedonik atribut kenampakan Test of Between-Subjects Effect Dependent Variabel : Skor Type III Sum Source of Square Df Mean Square Model 5127.962a 72 71.222 Sampel 27.629 2 13.814 Panelis 175.148 69 2.538 Error 195.038 138 1.413 Total 5323.000 210 a. R Squared = ,963 (Adjusted R Squared = ,944)
F 50.393 9.774 1.796
Sig. 0.000 0.000 0.002
Post Hoc Tests Sampel Homogenous Subsets Skor Duncan Subset 1 2 Sampel N Formula II 70 4.36 Formula III 70 4.94 Formula I 70 5.23 Sig. 1.000 .157 Means for groups in homogenous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 1,413.
58
Lampiran 6d. Anova uji rating hedonik atribut aroma Test of Between-Subjects Effect Dependent Variabel : Skor Type III Sum Source of Square Df Mean Square Model 4066.886a 72 56.485 Sampel 2.552 2 1.276 Panelis 266.957 69 3.869 Error 176.114 138 1.276 Total 4243.000 210 a. R Squared = ,958 (Adjusted R Squared = ,937)
F 44.260 1.000 3.032
Sig. 0.000 0.371 0.000
Post Hoc Tests Sampel Homogenous Subsets
59
Lampiran 6e. Anova uji rating hedonik atribut keseluruhan (overall) Test of Between-Subjects Effect Dependent Variabel : Skor Type III Sum Source of Square Df Mean Square Model 3914.638a 72 54.370 Sampel 12.638 2 6.319 Panelis 231.124 69 3.350 Error 151.362 138 1.097 Total 4066.000 210 a. R Squared = ,963 (Adjusted R Squared = ,943)
F 49.570 5.761 3.054
Sig. 0.000 0.004 0.000
Post Hoc Tests Sampel Homogenous Subsets Skor Duncan Subset Sampel N 1 2 Formula II 70 3.87 Formula I 70 4.20 4.20 Formula III 70 4.47 Sig. .066 .127 Means for groups in homogenous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 1,097.
60
Lampiran 7a. Waktu rehidrasi minuman temulawak instan ketiga rancangan formula Formula I II III
Waktu Rehidrasi (detik) 60 70 28
Lampiran 7b. Hasil analisis warna serbuk temulawak instan ketiga rancangan formula Formula I II III
L +50,46 +52,39 +52,53
a* +5,51 +3,23 +3,29
b* +26,59 +26,10 +29,16
Lampiran 7c. Hasil analisis bagian tak larut temulawak instan ketiga rancangan formula
Ulangan
Bobot sampel (g)
Bobot kertas saring kering (g)
Bobot kertas saring + sampel (g)
Bobot bagian tak larut (g)
Bagian tak larut (%)
Rata-rata bagian tak larut (%)
1 2
5,0000 5,0005
1,5330 1,5299
1,5530 1,5520
0,0200 0,0221
0,4201 0,4419
0,4310
61
Lampiran 8a. Hasil analisis kadar air minuman temulawak instan
Ulangan
Bobot cawan (g)
Bobot sampel (g)
Bobot cawan + sampel basah (g)
Bobot cawan + sampel kering (g)
Kadar air (% bb)
Rata-rata kadar air (% bb)
SD
1 2
4,6997 4,7060
2,0026 2,0026
6,7023 6,7266
6,6812 6,6873
1,0536 1,0636
1,0586
0,0072
Lampiran 8b. Hasil analisis kadar abu minuman temulawak instan
Ulangan
Bobot cawan (g)
Bobot sampel (g)
Bobot cawan + sampel basah (g)
Bobot cawan + sampel kering (g)
Kadar abu (% bb)
Rata-rata kadar abu (% bb)
SD
1 2
16,7598 17,5644
2,1984 2,1302
18,9582 19,6946
16,7748 17,5796
2,8796 2,7995
2,8396
0,0215
62
Lampiran 8c. Hasil analisis kadar protein minuman temulawak instan Ulangan
Bobot sampel (g)
Volume HCl (ml)
Volume HCl blanko (ml)
Kadar protein (% bb)
Rata-rata kadar protein (% bb)
1 2
0,1202 0,1211
2,5000 2,2500
0,1000 0,1000
3,6945 3,3260
3,5103
SD
0,0051
Lampiran 8d. Hasil analisis kadar lemak minuman temulawak instan Ulangan
Bobot sampel (g)
Bobot labu kosong (g)
Bobot labu + lemak (g)
Kadar lemak (% bb)
Rata-rata kadar lemak (% bb)
1 2
2,1334 2,1520
96,5685 106,5428
96,5699 106,5443
2,0701 2,0623
2,0662
SD
0,0071
63
Lampiran 9. Hasil analisis total gula (Metode Luff Scoorl)
Ulangan
Bobot sampel (g)
Volume titrasi (ml)
Volume blanko (ml)
Faktor pengenceran
1 2
1,1315 1,1315
21,3 21,4
24,25
40
Selisih volume blanko dan titrasi (ml)
Nilai kesetaraan gula (mg)
Kadar total gula (%)
2,95 2,85
9,24 9,48
32,66 33,51
Contoh perhitungan : Nilai kesetaraan = ((4,8* – 2,95) x 2,4*) + 4,8 = 9,24 mg Kadar total gula =
, ,
x 100%
= 32,66% *) Keterangan : nilai kesetaraan gula jika selisih volume blanko dan volume titrasi pada Tabel Gula Luff-Schoorl dimana terletak diantara nilai 2,4 dan 4,8
64
Lampiran 10. Tabel kesetaraan gula Luff-Schoorl
Na2S2O3 0,1 N ml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Glucose, fructose, invertsuiker C6H1206 verschi Mg l 2,4 2,4 4,8 2,4 7,2 2,5 9,7 2,5 12,2 2,5 14,7 2,5 17,2 2,6 19,8 2,6 22,4 2,6 25,0 2,6 27,6 2,7 30,3 2,7 33,0 2,7 35,7 2,8 38,5 2,8 41,3 2,9 44,2 2,9 47,1 2,9 50,0 3,0 53,0 3,0 56,0 3,1 59,1 3,1 62,2
Na2S2O3 0,1 N ml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
65
Lampiran 11. Perhitungan HPP (Harga Pokok Produksi) Usaha dijalankan dengan model usaha industri rumah tangga. Usaha dijalankan di rumah sehingga tidak ada biaya investasi untuk tempat usaha. Oleh karena itu, investasi hanya dilakukan untuk pembelian alat-alat produksi. Listrik yang digunakan untuk menjalankan bisnis juga bersumber dari rumah dengan membayar sejumlah biaya listrik yang dibayarkan tiap bulan dengan tarif listrik Rp50.000,00/bulan. Air yang digunakan bersumber dari air sumur, dimana diperlukan listrik untuk memompanya. Oleh karena itu, biaya air menjadi satu dengan biaya listrik. Usaha memiliki 1 pegawai bagian produksi dan 1 pegawai bagian administrasi sekaligus marketing dengan gaji Rp520.000,00/bulan dengan waktu kerja 26 hari/bulan. Pegawai bagian administrasi sekaligus marketing adalah pemilik usaha. Selain itu, tidak ada biaya perawatan (maintenance) alat. Hasil dari penghitungan komponen lain berdasarkan nilai-nilai tersebut, antara lain: Total produksi/hari (kg bahan) = 5 Total produksi/hari (kg produk) = 10 Berat produk/pcs (gr) = 20 x 5 = 100 Total produksi/hari (pcs) = 100 Operasional usaha/bulan (hari) = 26 Total produksi/bulan (pcs) = 2600 Discount rate (%) = 16 Pajak penghasilan (%) = 10 Harga jual (Rp/pcs) = 5000
No
Bahan
Satuan
Harga/satu an (Rp)
Jumlah/hari (satuan)
Total Biaya/hari (Rp)
Total Biaya/bulan (Rp)
Biaya Variabel 1 2
Temulawak Gula Pasir
gram gram
10 12
1000 2000
10000 24000
260000 624000
3 4 5 7
Daun Pandan Garam Gas Alufo
lembar gram
60 10
5 5
pcs
75
100
300 50 1875 7500
7800 1300 48750 195000
8 9 10
Sampul Talikur Fotokopi
lembar buah lembar
89 42 2500
20 20 1
1780 840 2500 48845
46280 21840 65000 1269970
1
2000
52000
1
20000
520000
1
2000 24000
52000 624000
Total Biaya Variabel Biaya Tetap Karyawan orang/hari/k 1 2000 (Transportasi) g Karyawan 2 orang/hari 20000 (Produksi) 3 hari 2000 Listrik Total Biaya Tetap Total Biaya Tetap dan Biaya Variabel HPP/pcs (Rp) = (Total Biaya Tetap + Biaya Variabel) / Total Produksi per bulan
1893970 3642,25
66
Lampiran 12. Cashflow usaha minuman temulawak instan IRT minuman temulawak instan No.
Bahan
Bulan ke1
Inflow Penjualan produk 1. Nilai sisa 2. Total Inflow Outflow Biaya Investasi Kompor gas 1. Tabung gas 2. Sealer 3.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000 801449 13801449
700000 500000 250000
4. 5. 6. 7. 8.
Wajan besar Sudip kayu besar Ayakan besar Blender Baskom besar
640000 100000 30000 600000 520000
9. 10. 11. 12. 13.
Baskom kecil Sendok Timbangan digital Talenan
100000 50000 550000 90000
Pisau Celemek Toples Plastik Besar Parutan Besar Kotak P3K
50000 70000 500000 300000 250000
14. 15. 16. 17. 18.
Tempat Sampah
250000 100000 30000
100000 30000
100000 30000
600000 520000 100000 550000 90000 50000 70000
70000
70000
50000
67
Lampiran 12. Cashflow usaha minuman temulawak instan IRT minuman temulawak instan (lanjutan) 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Sarung tangan plastik Masker Tupperware Besar Tangki Kain Saring Lemari Penyimpan Panci Alumunium
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
3000 500000 450000 50000
3000
3000
3000
3000
3000
3000
3000
3000
3000
3000
3000
100000 50000
50000
50000
8000
8000
258000
8000
798000
258000
8000
8000
258000
8000
1578000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
520000
520000
520000
520000
520000
520000
520000
520000
520000
520000
520000
520000
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
52000 932158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1764158
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
Garam Gas Alufo Sampul Talikur
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
6500 243750 975000 231400 109200
Fotokopi
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
325000 6349850
Biaya Penyusutan Total Biaya Tetap Biaya Variabel
5. 7. 8. 9. 10.
5000
2000000 100000 8458000
25. Total Biaya Investasi Biaya Tetap Karyawan 1. (Transportasi) Karyawan 2. (Produksi) Listrik 3.
1. 2. 3. 4.
5000
Temulawak Gula Pasir Daun Pandan
Total Biaya Variabel
100000
68
Lampiran 12. Cashflow usaha minuman temulawak instan IRT minuman temulawak instan (lanjutan) Pajak 10% Total Outflow Net Benefit Before Tax Net Benefit After Tax Discount Factor 16% Present Value (PV) NPV IRR Net B/C Gross B/C
1300000 17872008
1300000 9422008
1300000 9422008
1300000 9672008
1300000 9422008
1300000 10212008
1300000 9672008
1300000 9422008
1300000 9422008
1300000 9672008
1300000 9422008
1300000 10992008
-4872008 -6172008 0,7692 -4747698
3577992 2277992 0,5917 1347924
3577992 2277992 0,4551 1036864
3327992 2027992 0,3501 710056
3577992 2277992 0,2693 613529
2787992 1487992 0,2071 308276
3327992 2027992 0,1593 323193
3577992 2277992 0,1225 279257
3577992 2277992 0,0942 214813
3327992 2027992 0,0725 147106
3577992 2277992 0,0557 127108
2809441 1509441 0,0429 64788
Rp11.577.168 33% 1,09 3,68
69
Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi Perhitungan biaya penyusutan dan nilai sisa
Jenis Investasi
Nilai Beli
Umur Pakai
Penyusutan
(Rp)
(bulan)
(bulan)
Nilai Sisa
Kompor gas
700000
12
58333
53472
Tabung gas
500000
12
41666
38194
Sealer
250000
12
20833
19097
Wajan besar
640000
6
106666
88888
Sudip kayu besar
100000
4
25000
18750
30000
4
7500
5625
600000
6
100000
83333
Baskom besar
520000
12
43333
39722
Baskom kecil
100000
6
16666
13888
50000
12
4166
3819
Ayakan besar Blender
Sendok Timbangan digital
550000
12
45833
42013
Talenan
90000
12
7500
6875
Pisau
50000
12
4166
3819
Celemek
70000
4
17500
13125
Toples Platik Besar
500000
12
41666
38194
Parutan Besar
300000
12
25000
22916
Kotak PGK
250000
12
20833
19097
Sarung tangan plastik
5000
1
5000
0
50000
12
4166
3819
3000
1
3000
0
Tupperware Besar
500000
12
41666
38194
Tangki
450000
4
112500
84375
50000
12
4166
3819
Lemari Penyimpan
2000000
12
166666
152777
Panci Alumunium
100000
12
8333
7638
932158
801449
Tempat Sampah Masker
Kain Saring
Total
70
Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi (lanjutan) Neraca laba rugi Bulan keUraian 1
2
3
4
5
6
7
Pendapatan
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
Total Pendapatan Biaya Variabel Temulawak Gula Pasir Daun Pandan
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
Biaya Tetap Karyawan (Transportasi) Karyawan (Produksi) Listrik Biaya Penyusutan Kompor Gas Biaya Penyusutan Tabung Gas
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
Biaya Penyusutan Sealer Biaya Penyusutan Wajan Besar
20833 106667
20833 106667
8
9
10
11
12
Penerimaan
Garam Gas Alufo Sampul Talikur Fotokopi Total Biaya Variabel Laba Kotor
13000000
13000000
13000000
13000000
13000000
1300000 0 1300000 0
13000000
13000000
13000000
13000000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
1300000 3120000 39000
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
6500 243750 975000 231400
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
109200 325000 6349850 6650150
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
260000 520000 52000 58333 41667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
20833 106667
71
Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi (lanjutan) Neraca laba rugi Biaya Penyusutan Sudip Kayu Besar Biaya Penyusutan Ayakan besar Biaya Penyusutan Blender Biaya Penyusutan Baskom besar
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
25000 7500 100000 43333
Biaya Penyusutan Baskom kecil Biaya Penyusutan Sendok Biaya Penyusutan Timbangan digital Biaya Penyusutan Talenan
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
16667 4167
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
45833 7500
Biaya Penyusutan Pisau Biaya Penyusutan Celemek Biaya Penyusutan Toples Plastik Besar Biaya Penyusutan Parutan Besar
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
4167 17500
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
41667 25000
20833
20833
20833
20833
20833
20833
20833
20833
20833
20833
20833
20833
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
4167 250
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
41667 112500 4167
166667
166667
166667
166667
166667
166667
166667
166667
166667
166667
166667
166667
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
8333 1761418 4888732
Biaya Penyusutan Kotak P3K Biaya Penyusutan Sarung Tangan Plastik Biaya Penyusutan Tempat Sampah Biaya Penyusutan Masker Biaya Penyusutan Tupperware Besar Biaya Penyusutan Tangki Biaya Penyusutan Kain Saring Biaya Penyusutan Lemari Penyimpan Biaya Penyusutan Panci Alumunium Total Biaya Tetap Laba Bersih Sebelum Bunga
72
Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi (lanjutan) Neraca laba rugi dan Pajak Penghasilan Laba Bersih Sebelum Pajak Penghasilan Pajak Pendapatan Usaha Laba Bersih Setelah Pajak
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
4888732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
1300000 3588732
73
Lampiran 14. Dokumentasi kegiatan
Gambar 18. Citra Ayu Oktavia (pendamping) dan Gambar 19. Pencatatan input, output, Ibu Cicih (Pengusaha IRT minuman temulawak instan) dan tanggal produksi
Gambar 20. Pengolahan minuman temulawak instan
Gambar 22. Lantai ruang produksi
Gambar 21. Ruang produksi IRT minuman temulawak instan
Gambar 23. Dinding ruang produksi
74
Lampiran 14. Dokumentasi kegiatan (lanjutan)
Gambar 24. Tempat mencuci tangan
Gambar 26. Langit-langit dan lubang angin
Gambar 28. Lemari penyimpan dan peralatan produksi
Gambar 30. Peninjauan rumah produksi P-IRT
Gambar 25. Perlengkapan P3K
Gambar 27. Air sumur untuk produksi
Gambar 29. Penyuluhan keamanan pangan
Gambar 31. Penyerahan sertifikat
75