KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI KABUPATEN CIANJUR
DREITSOHN FRANKLYN PURBA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Saya menyatakan bahwa saya telah mendapatkan izin tertulis dari instansi tempat pengambilan data. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013 D. Franklyn Purba NIM F252100155
RINGKASAN DREITSOHN FRANKLYN PURBA. Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan SUTRISNO KOSWARA. Peningkatan mutu dan keamanan pangan bermuara pada peningkatan daya saing, derajat kesehatan masyarakat, dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan dasar itu program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan terhadap industri pangan rumah tangga sangat diperlukan. Survei LIPI tahun 2003 – 2005 terhadap industri mikro kecil menengah (IMKM) pada empat provinsi, salah satunya adalah Jawa Barat dengan salah satu lokasi Kabupaten Cianjur, menyatakan bahwa penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan oleh IMKM pangan belum sepenuhnya dilakukan karena kesadaran dan rendahnya mutu sumber daya manusia. Dengan penekanan yang berbeda, dibutuhkan sebuah kajian baru terhadap program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan industri rumah tangga pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur. Tujuan umum kajian ini adalah mengevaluasi efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dan kemanan pangan IRTP yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan. Tujuan khusus kajian ini adalah: 1) memperoleh informasi mengenai regulasi, program dan anggaran, 2) memperoleh informasi mengenai kesesuaian praktik CPPB IRT pada IRTP di Kabupaten Cianjur, dan 3) menyusun rekomendasi untuk peningkatan efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRTP di Kabupaten Cianjur. Penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur, dari Januari 2012 sampai November 2012. Tahapan penelitian meliputi identifikasi regulasi keamanan pangan yang dirujuk oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur, identifikasi program dan anggaran dalam penyuluhan keamanan pangan, survei penerapan CPPB IRT, analisis hasil penelitian, dan penyusunan rekomendasi penelitian. Data primer diperoleh dari survei dan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen Pemerintah Kabupaten Cianjur. Jumlah sampel yang disurvei 10%, diambil dengan cara purposive sampling dari jumlah populasi jenis pangan IRTP peserta penyuluhan keamanan pangan tahun 2008 – 2011, yaitu 71 responden IRTP. Kajian terhadap materi pelatihan menunjukkan bahwa regulasi yang dirujuk dalam materi penyuluhan keamanan cukup memadai tetapi belum lengkap, karena sebagian regulasi pokok yang umum digunakan dalam pembinaan IRTP tidak turut dirujuk dan disosialisasikan. Pemerintah Kabupaten Cianjur belum mengembangkan regulasi daerah terkait mutu dan keamanan pangan. Program dan kegiatan dirancang berorientasi output dan outcome. Evaluasi kinerja program dan kegiatan didasarkan pada dampak yang dihasilkan dari kegiatan (outcome) dengan pendekatan Model Logika. Hasil kajian terhadap responden IRTP peserta penyuluhan keamanan pangan tahun 2008 – 2011 menunjukkan 82% IRTP telah memenuhi prasyarat dasar untuk berproduksi dan mengedarkan produknya. Ada 11% responden IRTP
yang belum memiliki SPP-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga) dan SPKP (Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan), dan 7% responden IRTP yang sudah memiliki SPP-IRT tetapi tidak dapat menunjukkan SPKP-nya. Pencapaian 100% terhadap target sesungguhnya baru pada tahap output kegiatan (bersifat kuantitatif), belum sampai pada dampak yang dikehendaki dari program tersebut (outcome). Alokasi anggaran program untuk lima tahun (2006 – 2011), dan realisasinya tahun 2007, 2008 dan 2009, hanya ditujukan untuk kegiatan penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan IRT, belum termasuk untuk kegiatan pengawasan dan pembinaan bagi seluruh IRTP yang telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Realisasi anggaran untuk program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRTP di Kabupaten Cianjur masih sangat kurang. Hampir enam per sepuluh (58,94%) responden IRTP telah menerapkan beberapa parameter CPPB IRT dengan nilai Baik, antara lain lingkungan produksi, peralatan produksi, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan higiene karyawan, serta aspek penyimpanan. Hampir empat per sepuluh (38%) dinilai masih Kurang pada parameter suplai air dan pengolahan, pengendalian hama, serta kemasan dan pelabelan. Hasil survei juga menunjukkan nilai rerata kemampuan responden IRTP dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes adalah 69,59 (%). Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, efektifitas program pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dinilai berada pada tingkat efektifitas sedang. Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian ini direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan agar meningkatkan frekuensi sosialisasi regulasi mutu dan keamanan pangan secara lengkap dan melandaskan program dan kegiatan di bidang pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRTP pada regulasi yang berlaku, termasuk regulasi terbaru yang lebih tegas dan ketat, mempertajam outcome program agar lebih dapat diukur dan dievaluasi, mengalokasikan anggaran untuk pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dengan meningkatkan secara signifikan besaran anggaran yang dibutuhkan, serta meningkatkan frekuensi dan mutu penyuluhan dan melakukan advokasi atau pendampingan kepada IRTP. Kata kunci
: efektifitas, pengawasan mutu dan keamanan pangan, regulasi, program dan anggaran.
SUMMARY DREITSOHN FRANKLYN PURBA. Effectiveness Assessment of Food Quality and Safety Inspection Program for Household Food Industry (HFI) in Cianjur District. Supervised by LILIS NURAIDA and SUTRISNO KOSWARA. Improving food quality and safety of household food industry (HFI) to improve the competitiveness of food products, public health, and the regional economy, is depends on the effectiveness of Cianjur District Government to provide guidance and controlling the food quality and safety of HFI. LIPI surveys in 2003 - 2005 for small, micro and medium industries in four provinces, one of which is the West Java regency with one of the location was Cianjur District, stating that the implementation of food quality and safety management system by food small-micro-medium industries has not been fully carried out due to lack of awareness and the quality of the human resources. With a different emphasis, required a new assessment of the food quality and safety extension and supervision program of HFI in Cianjur. The general objective of this study is to evaluate the effectiveness of food quality and safety extension and inspection programs of HFI held by Cianjur Government cq. Cianjur District Health Office. The specific aims of this study were: 1) to obtain information regarding regulatory, program and budget, 2) to obtain information regarding the suitability of the Good Manufacturing Practices by HFI in Cianjur, and 3) to provide recommendations for improving the effectiveness of food quality and safety extension and inspection programs in the Cianjur District. The study was conducted in Cianjur, from January 2012 until November 2012. Stages of research include the identification of food safety regulations are referred to by the Government of Cianjur, identification of programs and budgets in food safety education, application of GMP for HFI surveys, analysis of the results of the study, development of recommendations. Data were obtained from the various Government documents and trough surveys. Number of samples surveyed were 10% (71 HFI), taken by purposive sampling of the total population of HFI participant in food quality dan safety improvement program between 2008 - 2011. The regulations referred to in the food safety extension material was sufficient but not complete, because not all regulations related to HFI were not socialized. Cianjur District Government has not developed local regulations related to food quality and safety inspection. Programs and activities were designed output and outcome oriented. Performance evaluation programs and activities based on the impact resulting from activities (outcomes) with Logic Model approach. Output of food quality and safety extension and inspection program showed 82% HFI meets the basic prerequisites. There were 11% do not have a certificate of HFI production and the certificate of food safety extension, and 7% who already have certificate of HFI production but can not show their certificate of food safety extension.
The budget allocation for the five-year program (2006 - 2011), and its realization in 2007, 2008 and 2009 to support program to improve food quality and safety was still limited and focused only on extension and certification of HFI activities. Controlling and supervision was not included in the budget structure. Realization of the budget for food quality and safety of HFI program in Cianjur is still lacking. Nearly six in ten (58.94 %) respondents have implemented several parameters of GMP for HFI with good values, such as the production environment, production equipment, facilities and activities of hygiene and sanitation, health and hygiene of employees, and storage aspects. Nearly four in ten (38%) were still less on the parameters of water supply and treatment, pest control, and packaging and labeling. The survey results also showed the mean ability HFI respondents in answering the questions in the test were 69.59 (%). Based on analysis on the regulatory, program and budget, understanding and application of GMP for HFI, the food quality anda safety supervision and extension program as being at moderate levels of effectiveness. As a follow up Cianjur District Government is recommended to prmote the dissemination of food quality and safety regulations, including latest regulations, sharpening the target program outcomes, increase the budgets, and improve the quality and frequency of extension and advocacy program to HFI. Keywords
: effectiveness, food quality and safety inspection, regulatory, program, budget.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI KABUPATEN CIANJUR
DREITSOHN FRANKLYN PURBA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Akhir: Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc
Judul Tugas akhir
Nama NIM
: Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (lRTP) di Kabupaten Ciaanjur : Dreitsohn Franklyn Purba : F 252100155
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nurheni Sri Pa1upi, MS
Tanggal Ujian: 16 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
oa Nnv
{01~
Judul Tesis
Nama NIM
: Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur : Dreitsohn Franklyn Purba : F 252100155
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Sutrisno Koswara, MS. Anggota
Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 16 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Pujian dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, “roti hidup”, atas kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian kajian yang dilaksanakan sejak Januari 2012 sampai November 2012 ini ialah mutu dan keamanan pangan, dengan judul Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur. Dari hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MS, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, dan dorongan selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini, serta kepada Bapak Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc atas saran dan masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pimpinan dan staf pengajar dan tenaga kependidikan Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan SPs IPB yang telah banyak membantu penulis selama studi. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dan stafnya, yaitu Ibu Oom K dan Bapak Ferry, yang telah membantu penulis memperoleh data IRTP yang dibutuhkan. Terima kasih juga penulis haturkan kepada keluarga besar YMPD Bandung dan STT SAPPI Cianjur atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi. Ungkapan terima kasih spesial penulis sampaikan kepada istri tercinta, Romida Uli Hutahaean, STP, penolong yang tangguh dan “tangan kanan” penulis dalam menempuh studi dan menyelesaikan tugas akhir ini. Juga kepada kedua anak kami Noah dan Nathan, yang menjadi penghiburan dan penyemangat bagi penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan industri rumah tangga pangan di Indonesia umumnya dan di Kabupaten Cianjur khususnya.
Bogor, Agustus 2013 D. Franklyn Purba
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1.
2.
3.
4.
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Kajian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Mutu dan Keamanan Pangan IRTP
3
Pemangku (Stakeholders) Jaminan Mutu dan Keamanan PanganIRTP
6
Pembinaan IRTP
11
Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
13
METODE PENELITIAN
14
Tempat dan Waktu
14
Bahan dan Alat
14
Pelaksanaan Penelitian
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Regulasi Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan
19
Program dan Anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan
30
Kajian Penerapan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) IRTP
5.
(Industri Rumah Tangga Pangan) di Kabupaten Cianjur
37
Analisis Hasil Survei
57
Penyusunan Rekomendasi
63
SIMPULAN DAN SARAN
64
Simpulan
64
Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
66
LAMPIRAN
70
RIWAYAT HIDUP
117
DAFTAR TABEL 1. Data kasus keracunan pangan tahun 2001 – 2008
5
2. Data KLB keracunan pangan 5 (lima) daerah di Pulau Jawa tahun 2001 – 2008
6
3. Indikator dan kategori IMKM menurut jumlah pekerja, volume penjualan dan total aset
11
4. Pedoman yang digunakan dalam pembinaan mutu dan keamanan pangan bagi IRTP di tingkat kabupaten/kota
12
5. Undang-Undang RI yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
20
6. Peraturan Pemerintah yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
22
7. Keputusan Bersama Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
24
8. Peraturan atau Keputusan Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
25
9. Surat Keputusan Dirjen POM yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
28
10. Surat Keputusan Kepala LPNK yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
29
11. Regulasi Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengamanan pangan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian perdagangan pangan
30
12. Program SKPD (Dinas) Kesehatan Kab. Cianjur 2006 – 2011 yang berkaitan dengan pengawasan mutu dan keamanan pangan
31
13. Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kesehatan Kab Cianjur Tahun Anggaran 2007, 2008, dan 2009 dalam Bidang Keamanan Pangan IRT
32
14. Perbandingan materi penyuluhan keamanan pangan yang diatur BPOM RI dan yang disajikan Dinas Kesehatan Kab. Cianjur dan Jawa Barat
36
15. Jumlah IRT makanan/pangan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kab. Cianjur Tahun 2006 – 2011
38
16. Profil responden IRTP berdasarkan jenis pangan yang diproduksi
39
17. Penggolongan sektor industri pengolahan
41
18. Skala industri responden IRTP
41
DAFTAR GAMBAR 1. Evaluasi program dengan Model Logika (Logic Model)
18
2. Kesadaran responden akan keharusan SPKP dan P-IRT
33
3. Cara responden mengetahui informasi penyelangaraan penyuluhan SPKP/P-IRT
33
4. Pihak yang memberitahukan cara memperoleh NIE/nomor P-IRT dan SPKP
34
5. Konfirmasi responden terhadap aktivitas Dinas Kesehatan Kab. Cianjur sebelum dan setelah penyuluhan keamanan pangan
35
6. Tingkat kemudahan materi penyuluhan untuk dipahami dan diterapkan menurut persepsi responden IRTP
37
7. Persepsi responden IRTP terhadap manfaat penyuluhan keamanan pangan
37
8. Profil responden berdasarkan kepemilikan
39
9. Profil responden berdasarkan kepemilikan NIE dan SPKP
40
10. Penggolongan skala industri responden IRTP berdasarkan jumlah karyawan
42
11. Profil tingkat pendidikan pemilik/penanggung jawab IRTP
42
12. Profil tingkat pendidikan tertinggi karyawan IRTP
43
13. Letak IRTP dan ketersediaan sarana pembuangan sampah/limbah
44
14. Kondisi kemudahan pembersihan bangunan dan fasilitas penyimpanan
45
15. Bahan peralatan produksi dan kemudahan pembersihan
47
16. Suplai air dan sarana persediaan air di IRTP
47
17. Fasilitas higiene dan sanitasi responden IRTP
49
18. Praktik pencegahan hama ke ruang pengolahan oleh responden IRTP
50
19. Kebijakan terhadap responden IRTP terhada karyawan yang sakit
50
20. Praktik sanitasi responden IRTP
52
21. Bahan kemasan, informasi kedaluwarsa dan kode produksi pada kemasan pangan produksi responden IRTP
53
22. Kesesuaian label pada kemasan produk pangan responden IRTP dengan PP No 69/1999 dan pedoman tata cara penyelenggaraan SPP IRT
54
23. Ketersediaan ruang penyimpanan pada sarana produksi responden IRTP 55 24. Nilai tes kemampuan dan jumlah responden IRTP dengan tingkat pendidikannya
56
25. Nilai rerata tes kemampuan per angkatan responden IRTP terkait materi CPPB IRT
56
26. Rangkuman persentase responden yang memperoleh nilai Baik dan Kurang dalam penerapan beberapa parameter CPPB IRT
61
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Kuesioner yang digunakan dalam survei
70
2.
Rekomendasi penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Kab. Cianjur
80
3.
Surat keterangan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
81
4.
Penilaian jawaban responden IRTP terhadap pertanyaan kuesioner
82
5.
Data karakteristik responden IRTP
85
6.
Hasil pengamatan blok II dan III
94
7.
Hasil pengamatan blok IV
98
8.
Kemampuan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes terkait materi CPPB IRT (blok V)
101
Nonparametrik tests dengan metode Kruskal-Wallis Test terhadap hubungan antara tingkat pendidikan dan kemampuan responden IRTP
103
9.
10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden IRTP
107
11. Penggolongan industri berdasarkan jumlah karyawan
115
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan daya saing produk pangan lokal sangat penting di era globalisasi, karena produk import yang berkualitas dapat masuk dengan mudah mengambil pangsa pasar produk dalam negeri. Daya saing industri pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor internal dan ekternal. Salah satu faktor internal yang sangat penting adalah sistem manajemen mutu dan keamanan pangan industri pangan. Implementasi sistem manajemen mutu dan jaminan keamanan pangan akan memberikan kepastian bahwa suatu produk pangan yang dihasilkan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Dengan demikian, dalam era globalisasi, keamanan pangan menjadi prasyarat bagi industri dalam persaingan global. Tanpa ada kepastian keamanan bagi produk pangan yang dihasilkannya, industri tersebut tidak akan dapat masuk dalam pasar internasional (Hariyadi & Dewanti-Hariyadi, 2009). Upaya peningkatan mutu dan jaminan keamanan pangan merupakan tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan dengan pangan itu sendiri. Dalam hal ini yang memiliki otoritas membuat kebijakan sebagai pedoman dalam memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi adalah pemerintah. Pemerintah melalui BPOM RI telah membuat kebijakan umum tentang mutu dan keamanan pangan. Pengawasan di tingkat pusat merupakan tanggung jawab BPOM RI dan di tingkat daerah adalah BB POM. Sementara pembinaan di daerah diserahkan kepada pemerintah daerah kota/kabupaten melalui dinas-dinas terkait. Pemerintah Kabupaten Cianjur sebagai salah satu kabupaten di Indonesia yang merupakan salah satu sentra industri pangan rumah tangga, menetapkan program peningkatan mutu dan pengawasan keamanan pangan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No 12 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2011. Salah satu visi Kabupaten Cianjur yang ditetapkan dalam peraturan daerah tersebut, adalah Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat. Visi ini kemudian dinyatakan dalam agenda pembangunan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cianjur dengan leading sector Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk peningkatan mutu, dan Dinas Kesehatan untuk pengawasan keamanan pangan. Dalam Laporan Kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Cara Proses Produksi yang Baik dan Benar bagi Industri Pangan 2008 Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur, dinyatakan potensi sentra industri pangan berjumlah 434 unit usaha (formal), dan tenaga kerja 5.776 orang dengan nilai investasi Rp. 9,872 miliar. Dalam laporan tersebut, data industri pangan non-formal (tidak terdaftar) tidak disebutkan dalam angka tersebut, dengan demikian sebenarnya bila dikumulatifkan jumlah industri pangan rumah tangga secara keseluruhan jauh lebih besar. Sebagai perbandingan, disebutkan bahwa total jumlah industri keseluruhan (pangan dan non-pangan) pada tahun 2011 (formal dan non-formal) adalah 19.307 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 61.622 orang dan nilai investasi Rp. 400 miliar lebih. Berdasarkan data yang terbatas ini, diperkirakan
2 jumlah industri pangan cukup besar dan nilai investasinya cukup besar. Dengan demikian kontribusi industri pangan terhadap pendapatan asli daerah melalui restribusi atau pajak daerah sangat besar. Dengan potensi yang sangat besar, maka agar kontribusi sentra industri pangan ini dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan income perkapita masyarakat, diperlukan program pembinaan dan pengembangan terhadap industri rumah tangga pangan untuk meningkatkan mutu dan jaminan keamanannya. Pembinaan yang diberikan akan meningkatkan kemampuan serta pemahaman sumber daya manusia tentang cara proses produksi yang baik dan benar. Meningkatnya pemahaman ini akan berdampak pada meningkatnya daya saing produk yang pada akhirnya mampu mengantisipasi peluang dan potensi pasar daerah, nasional, maupun internasional. Merujuk pada kesimpulan survei IMKM LIPI (2003-2005) terhadap 4 Propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat (Kabupaten Cianjur), Banten dan Jawa Tengah) harapan akan daya saing yang tinggi tersebut belum tercapai, karena sistem manajemen mutu dan keamanan pangan belum sepenuhnya diterapkan. Sistem manajemen mutu yang dimaksud adalah GMP (Good Manufacturing Practices) dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Survei tersebut menyatakan bahwa 39% pengelola IMKM pangan belum mengenal sistem manajemen mutu, 43% pengelola belum menerapkan sistem manajemen meskipun sudah mengetahui atau mendengar tentang sistem manajemen mutu, dan baru 18% pengelola menerapkannya. Kondisi ini terjadi karena kurangnya kesadaran pengelola industri meskipun sosialisasi terus dilakukan, dan juga karena rendahnya mutu SDM IMKM sehingga implementasi sistem mutu tidak berjalan efektif. Pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan merupakan domain pemerintah sebagai risk manager dalam pendekatan analisis risiko. Sebagai risk manager, pemerintah telah membuat kebijakan dalam bidang mutu dan keamanan pangan. Sejak tahun 2003, pemerintah menetapkan kebijakan pengawasan mutu dan keamanan pangan dengan sasaran industri rumah tangga pangan, yaitu melalui SK Ka BPOM RI tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah tangga, SK Ka BPOM RI tentang Pedoman CPPB IRT, dan SK Ka BPOM RI tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Industri Rumah Tangga. Bertolak dari temuan survei IMKM LIPI (20032005) maka diperlukan sebuah kajian untuk mengevaluasi efektifitas Program Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam bidang pengawasan mutu dan keamanan pangan yang telah diterapkan selama tiga tahun terakhir periode pemerintahan bupati terpilih 2006 – 2011, yaitu tahun 2008 - 2011.
Tujuan Penelitian Tujuan umum kajian ini adalah mengevaluasi efektifitas Program Pembinaan dan Pengawasan Mutu dan Kemanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan dan menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur. Tujuan khusus kajian ini adalah:
3 1. Memperoleh informasi mengenai regulasi, program dan anggaran Pembinaan dan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan. 2. Memperoleh informasi mengenai kesesuaian praktik CPPB IRT pada IRTP di Kabupaten Cianjur. 3. Menyusun rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas Program Pembinaan dan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP.
Manfaat Penelitian Manfaat kajian ini adalah menghasilkan bahan yang dapat dijadikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan tentang tingkat efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan pengawasan mutu dan keamanan pangan pada tahun 2006 – 2011. Penetapan efektifitas ini akan memberikan patokan sejauh mana program dan kegiatan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan telah dicapai. Berdasarkan kondisi terkini maka pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan kepada IRTP diharapkan mendapat prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya, sehingga produk pangan yang dihasilkan IRTP di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan mutu dan keamanan serta daya saing. Sejalan dengan peningkatan mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Cianjur juga akan meningkat.
Ruang Lingkup Kajian Ruang lingkup dari penelitian kajian ini adalah pengidentifikasian regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang dijadikan rujukan dalam pengwasan mutu dan keamanan pangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, kemudian perencanaan program dan anggaran yang ditetapkan oleh BAPPEDA Kabupaten Cianjur serta pemahaman dan penerapan CPPB IRT oleh IRT Pangan di Kabupaten Cianjur. Pemilihan Kabupaten Cianjur sebagai tempat pelaksanaan penelitian kajian didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra IRTP dan pedagang produk pangan IRT (oleh-oleh) khas daerah Cianjur yang membutuhkan peningkatan mutu dan keamanan pangan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Mutu dan Keamanan Pangan IRTP Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam undang-undang
4 yang sama dan dalam PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Karena pangan berpotensi terkontaminasi oleh bahaya biologis, kimia, dan benda-benda lain (bahaya fisik) maka penting dikemukakan bahwa menjamin keamanan pangan secara total sehingga tidak ada risiko yang membahayakan sama sekali (zero rizk) dapat diakatakan merupakan hal yang mustahil (Hariyadi dan Dewanti-Hariyadi, 2009). Oleh sebab itu, yang dapat dilakukan adalah meminimalkan risiko dengan cara mengelola dan mengendalikan risiko. Pendekatan ini disebut sebagai analisis risiko, yaitu suatu proses sistematis dalam memfokuskan pada penanggulangan kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan di sepanjang proses rantai pangan dan mengendalikan risiko tersebut seefektif mungkin (Rahayu dan Nababan, 2011). Analisis risiko merupakan interaksi dari tiga komponen yaitu kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (CAC, 2007). Manajemen risiko merupakan komponen yang membuat dan menerapkan kebijakan dengan mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen (Rahayu, 2011). Dalam rangka menerapkan kebijakan tersebut maka diperlukan landasan hukum antara lain undang-undang dan regulasi. Regulasi merupakan bagian dari manajemen risiko yang mengatur implementasi undang-undang secara teknis di lapangan. Regulasi mutu dan keamanan pangan merupakan peraturan-peraturan untuk mengimplementasikan perundang-undangan di bidang pangan secara teknis di sepanjang mata rantai pangan (from farm to table). Tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan menurut UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia, dan terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab (Pemerintah RI, 2012). Pengaturan ditujukan kepada semua stakeholder pangan yang mencakup produsen, konsumen, dan pemerintah. Dengan demikian pemenuhan akan pangan yang aman merupakan tanggung jawab bersama (shared responsibility) antara pemerintah dan produsen serta konsumen (Hariyadi, 2007) Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan merupakan salah satu pemegang kepentingan dari pihak pemerintah pusat di daerah. Menurut PP No 28 Thn 2004, bupati/walikota, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Cianjur, berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengacu pada regulasi yang berlaku, dan bersamaan dengan hal tersebut juga mensosialisasikan regulasi yang berlaku kepada pemilik/penanggung jawab IRTP (Pemerintah RI, 2004). Berdasarkan aspek legal formal, pemerintah telah memberikan perhatian terhadap mutu dan keamanan pangan melalui pemberlakuan UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Meskipun begitu, kinerja mutu dan keamanan pangan di Indonesia belum memadai. Penyebabnya antara lain adalah 1) infrastruktur yang belum mantap, 2) tingkat pendidikan produsen dan konsumen yang masih rendah, 3) sumber dana yang terbatas, dan 4) produksi makanan masih didominasi oleh industri kecil dan menengah dengan sarana/prasarana yang kurang memadai. Namun demikian, akar masalah utama keamanan pangan di
5 Indonesia adalah belum dipahami dan disadarinya arti strategis keamanan pangan dalam pembangunan nasional oleh pembuat dan pelaksana kebijakan (Hariyadi, 2007) Secara nasional kondisi kinerja praktik keamanan pangan bisa dilihat dari data keracunan pangan pada tahun 2001-2008 dari BPOM dalam Tabel 1. Data pada Tabel 1 harus dipahami bahwa data yang terdapat di dalamnya merupakan kasus yang terlaporkan, artinya masih ada kasus-kasus lain yang tidak terlaporkan, biasanya dapat mencapai 99% lebih pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia (WHO, 1984). WHO menyatakan bahwa setiap satu (1) orang atau kasus yang berkaitan dengan penyakit karena pangan di negara berkembang, paling tidak terdapat 99% orang atau kasus lain yang tidak tercatat. Tabel 1. Data kasus keracunan pangan tahun 2001 – 2008 Keterangan Jumlah kasus (KLB) Makan tetapi tidak sakit Sakit (kasus/ korban) Meninggal
Tahun 2004 2005
2006
2007
2008
Ratarata
159
179
197
123
2001
2002
2003
26
43
34
1965
6543
8651
22297 23864 21145 19120 25268
16107
1183
3635
1843
7366
8949
8733
7471
8943
6015
16
10
12
51
49
40
54
79
38
164
184
Jenis Pangan Penyebab Keracunan (%) Masakan RT Pangan Olahan Pangan Jasa Boga Jajanan Lain-lain Belum dilaporkan
19,23 19,23
18,60 18,60
32,35 26,47
53,66 15,24
42,39 15,22
42,77 23,21
58,10 12,29
41,62 15,74
38,89 18,25
42,31
34,88
29,41
15,24
21,20
27,04
15,08
25,89
26,38
19,23 -
16,28 11,63
5,88 5,88
12,20 3,66
17,93 3,26
16,35 0,63 -
10,06 4,47 -
15,74 1,02 -
14,21 0,77 3,05
Mikroba Kimia Tidak terdeteksi Tidak ada sampel
23,08 19,23 57,69
27,91 13,95 58,14
26,47 2,94 70,59
21,95 13,41 27,44
15,22 7,61 52,72
15,72 9,43 66,67
16,20 13,97 64,25
27,41 18,78 43,15
21,75 12,42 55,08
-
-
-
37,20
24,46
8,18
5,59
10,66
10,76
Agen Penyebab Keracunan (%)
Sumber: BPOM RI, 2011
Data dalam Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kuantitas keracunan baik dari segi kasus maupun korban. Kemudian jenis pangan penyebab keracunan pangan umumnya disebabkan oleh pangan masakan rumah tangga, disusul pangan jasa boga dan pangan olahan. Agen penyebab keracunan yang terdeteksi adalah mikroba dan agen kimia, sedangkan agen lainnya tidak terdeteksi.
6 Pangan yang dihasilkan UKM/IRTP sebagian besar dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah termasuk anak-anak sekolah. Penyakit karena keracunan pangan yang sering ditemukan adalah diare, yaitu gejala ringan karena keracunan pangan. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi dari agen biologi, yaitu mikroba. Keracunan lainnya disebabkan oleh agen kimia dan fisik. Kontaminasi bahaya biologi, kimia, dan fisik ini terutama terjadi karena ketidaksengajaan, ketidaktahuan, dan ketidakpedulian masyarakat. Masalah utama dari produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah karena rendahnya tingkat higienitas fasilitas dan kegiatan produksi, serta sanitasi yang tidak memadai. Data hasil pemeriksaan BPOM tahun 2009, menunjukkan bahwa sebesar 32 persen sarana produksi dari 1.379 industri rumah tangga terdaftar yang diperiksa, kurang memenuhi standar higienitas dan sanitasi. Sementara IRTP yang tidak terdaftar, dari 682 unit yang diperiksa, 53 persen diantaranya dinilai kurang memenuhi standar higienitas dan sanitasi (BPOM RI, 2011). Dengan demikian upaya pengawasan dan peningkatan keamanan pangan IRTP sangat penting. Tabel 2. Data KLB keracunan pangan 5 (lima) daerah di Pulau Jawa tahun 2001 – 2008
No 1 2 3 4 5
Wilayah Cathment BB/Balai POM DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur
Angka KLB per Tahun (dalam persen)
Rata -rata
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
15,38 15,38 30,77
13,95 30,23 13,95
11,76 5,88 23,53
7,93 18,90 8,54
5,98 16,85 13,04
1,26 18,87 10,69
1,68 19,55 8,38
1,52 21,83 8,12
7,43 18,44 14,63
3,85
0,00
5,88
7,93
6,52
8,81
6,70
7,11
5,85
0,00
2,33
8,82
8,54
4,35
5,03
4,47
3,55
4,64
Sumber: BPOM, 2011
Kasus keracunan pangan yang terlaporkan di beberapa daerah (diambil hanya daerah-daerah di Pulau Jawa) pada kurun waktu 2001 – 2008 dari BPOM dapat dilihat pada Tabel 2. Data keracunan pangan yang terlaporkan dari daerahdaerah di Pulau Jawa lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah di luar pulau Jawa. Berdasarkan data Tabel 2, diketahui bahwa angka rata-rata KLB di Jawa Barat, memiliki persentasi tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Persentasi tersebut secara umum dapat menjadi indikasi kondisi kinerja keamanan pangan di Jawa Barat masih lemah.
Pemangku (Stakeholders) Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP Keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan tanggung jawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder
7 tersebut (WHO, 2004). Masing-masing stakeholder memiliki peranan masingmasing yang strategis. Menurut Haryadi, tanggung jawab pemerintah dalam kebijakan mutu dan keamanan pangan adalah 1) menyusun legislasi dan peraturan hukum di bidang pangan, 2) memberikan masukan dan bimbingan pada industri pangan, 3) memberikan pendidikan bagi masyarakat konsumen tentang pentingnya keamanan pangan, 4) melakukan pengumpulan informasi dan penelitian di bidang keamanan pangan, dan 5) menyediakan sarana dan prasarana pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan (Hariyadi, 2007). Masih menurut Hariyadi (2007), peranan pihak industri (termasuk IRTP) adalah mengembangkan dan melakukan penjaminan 1) terlaksananya cara-cara yang baik dalam pengolahan, penyimpanan, dan distribusi pangan, 2) pengendalian dan jaminan mutu pangan olahan, 3) teknologi dan pengolahan pangan, 4) tersedianya manager dan tenaga pengolahan pangan yang terlatih, dan 5) pelabelan yang informatif dan pendidikan konsumen. Sedangkan konsumen bertanggung jawab dalam hal, 1) memperoleh pengetahuan umum yang berhubungan dengan keamanan pangan, 2) berperilaku selektif dalam menentukan pilihan produk, 3) melaksanakan praktek penanganan pangan di rumah secara baik dan aman, 4) membangun partisipasi masyarakat, dan 5) membangun kelompokkelompok konsumen yang aktif. Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan menyebutkan bahwa pembinaan terhadap produsen pangan siap saji dan industri rumah tangga (IRTP) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan pembinaan kepada pihak pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat dilaksanakan oleh Badan POM. Dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kesehatan, dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap perdagangan farmasi, alat kesehatan dan makanan. Pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dapat dilakukan bersama-sama dengan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (Pemprov Jabar, 2010). Pemangku jaminan pengawasan mutu dan keamanan pangan nasional, dalam hal ini pemerintah di tingkat pusat yang memiliki peranan antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Di tingkat daerah pemangku jaminan pengawasan mutu dan keamanan pangan adalah Pemerintah Provinsi, Balai Besar POM Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Dalam hal ini, pelaksana pembinaan di daerah adalah dinas-dinas terkait yaitu dinas kesehatan dan dinas perindustrian/perdagangan, baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Berdasarkan PP No. 28 Tahun 2004 penanggung jawab bidang keamanan pangan di tingkat pusat adalah Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Perikanan, Menteri Kehutanan dan Kepala Badan POM. Di Daerah penanggung jawab jaminan keamanan pangan adalah Pemerintah Provinsi, Balai Besar POM, dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui dinas-dinas terkait. Sesuai dengan ruang lingkup kajian ini, maka paparan tentang peranan pemangku jaminan keamanan pangan tingkat pusat hanya menguraikan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Badan POM.
8 Kementerian Kesehatan Salah satu misi Kementerian Kesehatan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan, adalah melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu, dan berkeadilan dengan melibatkan masyarakat dan swasta. Dalam kaitannya dengan mutu dan keamanan pangan, strategi untuk mewujudkan misi tersebut adalah meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; serta meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdaya guna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab (Kemenkes RI, 2011). Kementerian Kesehatan RI mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Salah satu fungsinya adalah merumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang kesehatan. Dalam kaitannya dengan pengawasan mutu dan keamanan pangan, Kementerian Kesehatan mempunyai beberapa wewenang antara lain, menetapkan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan; pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan; menetapkan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa (KLB) (Kemenkes, 2011). Menurut PP No 28 Tahun 2004 dalam kaitannya dengan keamanan, mutu, dan gizi pangan, Kementerian Kesehatan diberi tanggung jawab untuk mengatur persyaratan sanitasi yang meliputi antara lain: a) sarana dan/atau prasarana; b) penyelenggaraan kegiatan; dan c) orang perseorangan. Sementara pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi: a) Cara Budidaya yang Baik; b) Cara Produksi Pangan Segar yang Baik; c) Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik; d) Cara Distribusi Pangan yang Baik; e) Cara Ritel Pangan yang Baik; dan f) Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB) adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara: a) mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran bologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan; b) mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan c) mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian (dan Perikanan) (Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur, 2008). Sedangkan Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk pangan olahan tertentu ditetapkan oleh Kepala Badan POM (BPOM RI, 2003).
9 Kementerian Perindustrian Selain memberikan izin industri, lingkup tugas Kementerian Perindustrian dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah melakukan pembinaan melalui Dinas Perindustrian (dan Perdagangan) Kota/Kabupaten kepada industri rumah tangga pangan. Salah satu pembinaan yang diberikan kepada industri rumah tangga pangan adalah cara proses produksi yang baik dan benar, yang penekanannya adalah pada pengendalian proses antara lain pemilihan bahan baku, aturan penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan pangan, teknik pengemasan, penyimpanan serta transportasi.
Badan POM Badan Pengawasan Obat dan Makanan merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden RI. Fungsi Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan antara lain, melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan; melaksanakan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan; melakukan pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan (BPOM, 2011). Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan, BPOM melakukan dua tahap pengawasan yaitu pre-market evaluation dan post-market vigilance. Pre-market evaluation dilakukan dengan evaluasi dan pendaftaran terhadap produk pangan sebelum diedarkan, sedangkan post-market vigilance merupakan pengawasan produk pangan setelah beredar di pasar yang dilakukan dengan pengambilan sampel produk pangan di lapangan dan diuji di laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Penyidikan dan penegakan hukum dilakukan apabila ditemukan produk pangan dari industri pangan tertentu yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan (BPOM, 2011). Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan yang memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks, maka BPOM membuat sistem pengawasan yang komprehensip, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di tengah masyarakat, yang disebut SISPOM (Sistem Pengawasan Obat dan Makanan). Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni: a) subsistem pengawasan produsen, b) subsistem pengawasan konsumen, dan c) subsistem pengawasan pemerintah/BPOM (BPOM, 2011). Subsistem pengawasan produsen dilakukan dengan pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik (CPPB) atau good manufacturing practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Subsistem pengawasan konsumen dilakukan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan caracara penggunaan produk yang rasional. Subsistem pengawasan pemerintah/BPOM dilakukan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu,
10 khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (BPOM, 11).
Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) Dalam melaksanakan pengawasan mutu dan keamanan pangan, Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat terjadinya pelanggaran hukum dibidang pangan segar. Kepala Badan POM berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum dibidang pangan olahan. Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota diberikan wewenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan siap saji dan pangan olahan hasil industri rumah tangga. Pembinaan terhadap produsen pangan olahan dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian, pertanian atau perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Pembinaan terhadap produsen pangan olahan tertentu dilaksanakan oleh Kepala Badan (POM). Pembinaan terhadap produsen pangan siap saji dan industri rumah tangga pangan dilaksanakan oleh bupati/walikota. Pembinaan terhadap Pemerintah Daerah dan masyarakat di bidang pengawasan pangan dilaksanakan oleh Kepala Badan (BPOM) (PP No. 28 Tahun 2004). Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam RPJMD 2006-2011 telah menetapkan visi di bidang kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Visi ini diwujudkan dalam program pembangunan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cianjur dengan leading sector Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk peningkatan mutu, dan Dinas Kesehatan untuk pengawasan keamanan pangan (Pemkab Cianjur, 2006). Pada lingkup yang lebih kecil Pemerintah Daerah Cianjur cq. Dinas Kesehatan secara vertikal juga merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian Kesehatan. Demikian juga Dinas Perindustrian merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian Perindustrian dalam membina semua industri, termasuk industri rumah tangga pangan.
Balai Besar/Balai POM Daerah Balai Besar POM Daerah (Bandung-Jawa Barat) merupakan perangkat Badan POM RI di daerah Jawa Barat untuk menyelenggarakan misi antara lain, a) melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar Internasional, b) Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten, c) mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini dan d) memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Tugas pokok dan fungsi Balai Besar POM adalah menjadi unit pelaksana teknis di lapangan (daerah) dari Badan POM. Dalam melaksanakan tugas ini Balai Besar POM dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Provinsi) dan Kabupaten/Kota terkait dengan tanggung jawab masing-masing dalam hal pengawasan mutu dan keamanan pangan (BPOM, 2011).
11 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Industri Rumah Tangga Pangan (disingkat IRTP) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis (PP No. 28 Tahun 2004). Definisi lain adalah berdasarkan penggolongan usaha industri pengolahan ke dalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha tanpa memperhatikan besarnya modal, yaitu: a) industri kerajinan rumah tangga yaitu usaha industri pengolahan dengan pekerja 1 – 4 orang, b) industri kecil yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan dengan pekerja 5 – 19 orang, c) industri sedang yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 20 – 99 orang, dan d) industri besar yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih (Achmadi, 2009). Definisi IRTP lainnya dapat tergambar berdasarkan indikator dan kategori IMKM (Industri Mikro Kecil dan Menengah) yang digunakan LIPI (2006) yang telah disusun berdasarkan kriteria dari berbagai institusi, dalam Tabel 3 berikut ini. Berdasarkan indikator dan kategori dalam Tabel 3, IRTP termasuk dalam Industri Mikro dan Kecil. Tabel 3. Indikator dan kategori IMKM menurut jumlah pekerja, volume penjualan dan total aset Indikator Pekerja (orang) Penjualan per tahun (Rp) Aset (di luar tanah dan bangunan)
Mikro Sampai 10 50 juta
Industri Kecil 10 – 50 Sampai 1 miliar
Menengah 50 – 100 Sampai 10 miliar
-
Sampai 200 juta
Sampai 1 miliar
Sumber: LIPI (2006)
Industri Mikro Kecil dan Menengah (IMKM), termasuk di dalamnya IRTP, merupakan 20 persen dari total industri. Pada tahun 2005, jumlah IMKM di bidang makanan mencapai 99 persen dari total industri makanan, sedangkan industri makanan bersakala besar hanya sekitar 0,1 persen (LIPI, 2006). Dengan demikian IRTP memiliki nilai strategis dalam peningkatan mutu dan keamanan pangan, sehingga sebagai produsen, IRTP memiliki peran penting untuk menghasilkan produk pangan yang aman dan bebas dari bahan berbahaya terhadap kesehatan konsumen. Sesuai dengan perannya ini, IRTP harus dapat menjamin produk pangan yang dihasilkannya tidak membahayakan kesehatan konsumen. Dalam hal ini jaminan mutu dan keamanan pangan dapat ditempuh dengan melaksanakan prasayarat kunci mutu dan keamanan pangan yang ada dalam Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB IRTP).
Pembinaan IRTP Menurut PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan menyebutkan bahwa pembinaan keamanan pangan terhadap produsen
12 pangan siap saji dan industri rumah tangga (IRTP) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan pembinaan kepada pihak pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat dilaksanakan oleh Badan POM (Pemerintah RI, 2004). Pembinaan teknologi, peralatan/permesinan, dan standar mutu, serta pemebrian ijin usaha industri dan perdagangan diberikan oleh Dinas Perindustrian/Perdagangan Kabupaten/Kota. Pembinaan keamanan pangan oleh Badan POM bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota antara lain melakukan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka Sertifikasi Produksi Pangan IRT (SPP-IRT) (Pemerintah RI, 2004). Tujuan penyuluhan keamanan pangan ini adalah membekali penanggung jawab IRTP agar mempuyai komitmen dan kompetensi dalam menghasilkan pangan yang aman dan bermutu bagi konsumen. Dalam hal ini Badan POM berperan sebagai fasilitator dengan cara membuat kurikulum pelatihan dan mencetak Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan ini bertugas menyuluh IRTP. Selain itu Badan POM juga mencetak tenaga District Food Inspector (DFI) atau tenaga pengawas pangan kabupaten/kota dari Dinas Kesehatan. Tenaga DFI ini yang nantinya berkompetensi untuk mengaudit sarana produksi IRTP agar memenuhi persyaratan keamanan pangan (BPOM, 2003b). Dalam rangka pemenuhan tuntutan persyaratan mutu dan keamanan pangan pada tingkat industri rumah tangga, pemerintah merumuskan berbagai pedoman pelaksanaan pembinaan dan pengawasan serta penerapan persyaratan mutu dan keamanan pangan di tingkat daerah kota/kabupaten, antara lain tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Pedoman yang digunakan dalam pembinaan mutu dan keamanan pangan bagi IRTP di tingkat kabupaten/kota No
Pedoman
1
Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik IRT (SK Ka BPOM RI No: HK.00.05.5.1639)
IRTP menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen
Industri Rumah Tangga
2
Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan IRT (SK Ka BPOM RI No: HK.00.05.5.1641)
Panduan kepada petugas pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan dan penilaian menyeluruh terhadap semua unsur yang terkait dengan sarana produksi.
Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan Kota/ Kabupaten
3
Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan IRT (SK Ka BPOM RI No: HK.00.05.5.1640)
Panduan dalam memberikan penilaian terhadap kesesuaian sarana produksi pangan IRT. Nilai akhir pemeriksaan menjadi parameter pemenuhan persyaratan yang ditetapkan.
Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten
Uraian Singkat
Sumber: BPOM (2003a, 2003b, 2003c)
Sasaran
13 Pedoman CPPB IRT meliputi penjelasan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh IRTP dalam penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai dari bahan baku sampai produk akhir. Tujuan utama penerapannya adalah agar IRTP menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Tujuan khusus adalah memberikan prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik dan mengarahkan IRTP agar dapat memenuhi berbagai persyaratan yang baik. Setelah mengikuti pembinaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bekerja sama dengan Badan POM, outcome yang diharapkan dari IRTP adalah upaya pemenuhan persyaratan mutu dan keamanan pangan. Jaminan pemenuhan persyaratan mutu dan keamanan pangan produksi IRTP harus dikonfirmasi melalui pemeriksaan oleh tenaga DFI (District Food Inspector) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) adalah salah satu bentuk kebijakan pemerintah cq. Badan POM RI dalam mengatur, membina dan mengawasi pangan di Indonesia khususnya pangan hasil produksi Industri Rumah Tangga (IRT). Dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan pasal 4, penyelenggaraan pangan bertujuan antara lain untuk menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri; serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat (Pemerintah RI, 2012). Sertifikasi produksi pangan industri rumah tangga diatur dalam SK Ka BPOM RI No. HK. 00.05.51640 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) (BPOM, 2003b). Pedoman ini meliputi tahapan-tahapan yang harus diikuti oleh peserta maupun pelaksana penyuluhan dengan ketentuan-ketentuan yang dipenuhi agar pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu alasan penting mengapa perlu dilakukan SPP-IRT adalah bahwa setiap perusahaan wajib mengetahui dan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Upaya untuk memasyarakatkan higiene dan peraturan perundang-undangan di bidang pangan perlu dilakukan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal (BPOM RI, 2003a). Tahapan pembuatan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga menurut Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) (BPOM, 2003b) adalah sebagai berikut: 1) Pengambilan formulir SPP-IRT di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat; 2) Pengisian formulir SPP-IRT dan melengkapi persyaratannya; 3) Pengembalian formulir SPP-IRT yang sudah diisi dengan menyertakan lampirannya ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat; 4) Pemilik atau penanggung jawab Industri Rumah Tangga (IRT) mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) selama 1 atau 2 hari di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat. Jadwal penyuluhan
14 akan diatur dan diumumkan oleh Dinas Kesehatan setelah kuota minimal terpenuhi; 5) Kunjungan petugas Dinas Kesehatan ke tempat produksi Industri Rumah Tangga (IRT); 6) IRT melakukan perbaikan, jika terdapat temuan oleh petugas Dinas Kesehatan sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan); 7) Penyerahan sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) kepada IRT. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan diberikan jika hasil evaluasi (post test) menunjukkan nilai minimal Cukup (60). Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga diberikan jika hasil pemeriksaan sarana setempat telah memenuhi standar persyaratan yang ditetapkan yaitu dengan nilai minimal Cukup.
3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian kajian ini dilakukan di Kabupaten Cianjur, sejak Januari 2012 sampai November 2012.
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam kajian ini adalah berbagai dokumen dari BAPPEDA Kabupaten Cianjur, Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur. Selain dari dokumen dalam bentuk buku, laporan dan modul pelatihan, data sekunder juga diperoleh dari website resmi Pemerintah Kabupaten Cianjur. Data primer kajian diperoleh melalui survei terhadap pemilik/ penanggung jawab IRTP dengan alat survei berupa kuesioner. Selain kuesioner bahan yang digunakan untuk memperoleh data primer tentang kemasan dan pelabelan produk pangan IRTP dilakukan dengan mengumpulkan kemasan produk dari setiap IRTP yang disurvei dan kemudian dianalisis.
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian kajian ini meliputi tahapan 1) identifikasi regulasi keamanan pangan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang dirujuk dalam penyuluhan keamanan pangan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur, 2) identifikasi program dan anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur yang berkaitan dengan penyuluhan keamanan pangan, 3) survei penerapan CPPB IRTP di Kabupaten Cianjur, 4) analisis hasil penelitian, dan 5) penyusunan rekomendasi penelitian. Identifikasi Regulasi Keamanan Pangan yang Dirujuk dalam Penyuluhan Keamanan Pangan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur
15 Identifikasi regulasi dimaksudkan untuk mempelajari peraturan tentang mutu dan keamanan pangan yang dijadikan sebagai pedoman oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur sebagai penanggung jawab pengawasan dan pembinaan IRTP di wilayah Cianjur. Identifikasi regulasi ini mencakup regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini antara lain Badan POM RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, serta regulasi daerah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Cianjur. Selanjutnya mengidentifikasi program-program yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan di Kabupaten Cianjur. Regulasi yang digunakan sebagai rujukan dan program kegiatan diperoleh dari laporan-laporan kegiatan BAPPEDA dan Dinas Kesehatan atau laporan-laporan instansi terkait dalam website resmi Pemerintah Kabupaten Cianjur. Identifikasi Program dan Anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur yang Berkaitan dengan Penyuluhan Keamanan Pangan Kajian juga dilakukan terhadap program dan anggaran pembinaan kepada IRTP oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur (Bappeda, Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian) yang meliputi penyuluhan, pelatihan, dan pembimbingan IRTP dalam rangka mengimplementasikan CPPB IRT. Data tentang program dan anggaran akan ditelusuri antara lain dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cianjur, laporan kegiatan atau laporan tahunan instansi-instansi yang berkaitan. Kajian terhadap materi pembinaan (modul pelatihan) bertujuan untuk memastikan kesesuaian dan kelengkapannya dengan regulasi yang dibuat oleh Badan POM RI, CPMB yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan. Survei Penerapan CPPB IRTP di Kabupaten Cianjur Metode sampling dan responden Pengkajian penerapan CPPB IRTP dimulai dengan pengumpulan data primer melalui survei. Pelaksanaan survei dimulai dengan penetapan kriteria sampel (IRTP) yang akan dijadikan sebagai responden. Populasi IRTP yang akan disurvei adalah IRTP yang sudah mengikuti penyuluhan keamanan pangan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Data terakhir IRTP yang pernah mengikuti pembinaan melalui penyuluhan mutu dan keamanan pangan sampai tahun 2010 menurut Kabupaten Cianjur Dalam Angka 2012 adalah 711 unit (BPS Cianjur, 2012). Dari jumlah tersebut yang akan disurvei adalah IRTP yang mengikuti penyuluhan antara tahun 2008 – 2011 yaitu 380 IRTP. Kemudian populasi IRTP dikelompokkan berdasarkan jenis produk pangan. Jumlah produk pangan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur adalah 706 produk. IRTP berdasarkan jenis produknya kemudian dipilih dengan cara purposive sampling, yaitu IRTP yang pemilik atau penanggung jawab produksinya telah mengikuti penyuluhan keamanan pangan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Pemilihan sampel IRTP juga ditentukan berdasarkan nama produk pangan yang mewakili, misalnya untuk keripik pisang dikelompokkan dulu baru dipilih IRTP produsen yang mewakili produsen nama produk sejenis. Pengelompokan jenis produk pangan dalam
16 penelitian ini didasarkan pada pedoman Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga yang diterbitkan BPOM RI. Menurut Sevilla et al. (1993) untuk populasi yang besar penelitian metode deskriptif (survei) memerlukan 10 persen sampel. Maka jumlah sampel yang diambil adalah 71 IRTP. Alat yang digunakan dalam survei adalah kuesioner. Kuesioner ini terdiri dari lima bagian/blok. Bagian pertama kuesioner meliputi informasi umum IRTP, yaitu untuk mendapatkan profil responden IRTP. Bagian kedua dan ketiga meliputi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana penerapan CPPB IRT dilakukan. Penilaian terhadap responden IRTP dari kuesioner bagian kedua dan ketiga didasarkan pada kriteria Baik dan Kurang. Nilai Baik berarti telah sesuai dengan ketentuan CPPB IRT, dan nilai Kurang berarti belum sepenuhnya memenuhi ketentuan yang ditetapkan (Lampiran 4). Bagian keempat meliputi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan program pemerintah Kabupaten Cianjur dalam pembinaan dan penerapan CPPB IRT pada IRTP di Kabupaten Cianjur. Pengisian kuesioner tersebut dilakukan dengan cara wawancara; kuesioner diisi oleh penulis sendiri. Selain kuesioner, alat penelitian lain adalah kemasan produk pangan yang dikumpulkan. Dari kemasan yang dikumpulkan pengamatan akan dilakukan terhadap praktik pelabelan pada kemasan dan jenis kemasan yang digunakan. Penilaian pelabelan didasarkan pada tiga (3) hal, yaitu 1) kesesuaian label dengan persyaratan label, 2) keterangan minimal label, dan 3) kesesuaian kode kemasan (digit pertama) pada nomor izin edar (P-IRT) dengan kemasan yang digunakan. Hal ini diatur dalam SK BPOM RI No HK 00.05.52.4321 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Pengamatan terhadap label dilakukan dengan cara, 1) mengamati persyaratan minimal label dari kemasan produk pangan yang diproduksi oleh responden (IRTP yang disurvei); 2) mencermati dan menilai kelengkapan keterangan minimal label, serta 3) mengamati digit pertama pada nomor izin edar (P-IRT), yaitu kode bahan kemasan yang terdaftar dengan bahan kemasan yang ditemukan pada saat survei. Dari hasil pengamatan terhadap label tersebut akan dinilai label pada kemasan produk yang memenuhi semua persyaratan dan label pada kemasan produk responden yang tidak memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Pengolahan dan analisis data survei Pengolahan data dilakukan dengan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS (Statistical Package for the Social Science) 16. Data yang diolah dengan Microsoft Office Excel 2007 akan ditampilkan dalam bentuk pie dan bar chart. Analisis statistik Kruskal-Wallis Test dengan SPPS 16 bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan responden dan kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes, dilakukan dengan menggunakan. Kruskal-Wallis Test berguna untuk membandingkan k-sampel yang independen yang berasal dari populasi yang berbeda dengan skala ordinal atau skala interval tetapi tidak terdistribusi normal. Bentuk hipotesis uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut: H0 : 1 = 2 = 3 = …= k
17 H1 : tidak semua median i, i = 1…., k sama besar = merupakan notasi untuk median. Kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0 berdasarkan P-value adalah sebagai berikut: jika P-value < , maka H0 ditolak; jika P-value ≥ , maka H0 tidak dapat ditolak. Dalam program SPSS digunakan istilah Significance (yang disingkat Sig.) untuk P-value; atau dengan kata lain P-value = Sig (Uyanto, 2009). Analisis Hasil Penelitian Analisis terhadap kebijakan (regulasi) pemerintah Kabupaten Cianjur dalam bidang pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRT Analisis terhadap regulasi dilakukan untuk memastikan landasan hukum yang diacu dalam penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan bagi IRTP di Kabupaten Cianjur. Kemudian memastikan ketersediaan regulasi yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka mengawal terselenggaranya program pengawasan mutu dan keamanan pangan. Analisis juga dilakukan terhadap regulasi dan penerapannya dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan apakah sesuai dengan aturan atau rambu-rambu yang telah ditetapkan. Apakah pemerintah berpedoman pada regulasi yang ada sehingga pelaksanaan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan telah sesuai dengan regulasi yang dijadikan sebagai landasan. Analisis terhadap program dan anggaran pembinaan dan pengawasan mutu dan kemanan pangan IRT Analisis dilakukan terhadap program dan anggaran yang disediakan untuk kegiatan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Sejauh mana program dan anggaran bersinergi menghasilkan capaian yang ditargetkan. Melalui analisis akan diperoleh gambaran akan kedudukan program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan mendapat perhatian dan prioritas yang cukup serius dari Pemerintah Kabupaten Cianjur c.q Dinas Kesehatan. Analisis terhadap pemahaman dan praktik CPPB IRT. Melalui analisis akan diperoleh profil secara umum IRTP yang telah mendapatkan penyuluhan dari Dinas Kesehatan Kab Cianjur. Dalam profil akan terklasifikasi IRTP yang sudah dan belum mendapatkan P-IRT dan penyebabnya, Analisis terhadap pemahaman dan praktik CPPB IRT akan memperlihatkan kondisi pemahaman dan praktik CPPB IRT yang telah dilakukan oleh IRT di Kabupaten Cianjur. Penetapan efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan Pemerintah Kabupaten Cianjur diperoleh melalui analisis terhadap pemahaman dan praktik CPPB IRT oleh IRTP yang telah mengikuti penyuluhan dan dikaitkan dengan program dan anggaran yang ditetapkan pemerintah Kabupaten Cianjur. Kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar Pedoman CPPB IRT akan dianalisis keterkaitannya dengan tingkat pendidikan responden IRTP.
18 Analisis efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan Penentuan efektifitas program dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dengan pendekatan Program Model Logika (Poister, 2003 diacu dalam Putra, 2011) dan kedua, dengan pengelompokan kategori penilaian terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik keamanan pangan responden IRTP (Khomsan, 2000). Program Model Logika merupakan logika yang mendasari penyusunan program yang diharapkan mengarah pada pencapaian hasil (outcome) yang ditargetkan. Manfaat dari model ini adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi ukuran kinerja yang berorientasi outcome (hasil) agar secara langsung terkait dengan tujuan dan sasaran. Hal yang paling penting dalam mengidentifikasi logika program adalah membedakan antara output dan outcome. Output merupakan keluaran yang langsung diperoleh dari pelaksanaan kegiatan, sedangkan outcome adalah hasil yang menunjukkan efektifitas program. Untuk mengukur kinerja keseluruhan dari pencapaian visi Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam bidang pengawasan mutu dan keamanan pangan tidak hanya dapat dilihat dari aspek output-nya saja, melainkan harus melihat outcome karena menunjukkan efektivitas program. Dalam hal logika program, output memiliki nilai yang belum menunjukkan manfaat secara langsung, namun output sangat penting karena memicu terjadinya perubahan yang mengarah pada outcome yang diinginkan. Outcome adalah dampak substantif yang dihasilkan dari memproduksi output (Poister, 2003 diacu dalam Putra, 2011). Pendekatan pengukuran efektifitas kinerja dengan Model Logika tampak pada Gambar 1.
Sumber: Taylor-Powell (2005)
Gambar 1. Evaluasi program dengan Model Logika (Logic Model) Untuk melengkapi pendekatan Model Logika, penentuan efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dapat diukur juga dari pemahaman responden IRTP yang telah berpartisipasi dalam penyuluhan keamanan pangan. Penentuan efektifitas program dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap outcome yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik keamanan pangan oleh responden IRTP yang diukur dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan melalui kuesioner. Hasilnya penilaian diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu 1) skor >80%: baik, 2) skor 60% - 80%: sedang, dan 3) skor <60%: kurang (Khomsan, 2000). Berdasarkan klasifikasi ini makan efektifitas program
19 pembinaan dan pengawasan mutu oleh Pemkab Cianjur kepada IRTP dapat dikuantifikasikan. Penyusunan Rekomendasi Penelitian Rekomdenasi penelitian disusun berdasarkan analisis terhadap regulasi, program dan anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur, praktik dan penerapan CPPB IRT oleh responden, dan analisis terhadap kemampuan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait materi CPPB IRT. Rekomendasi terhadap regulasi Rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur terkait dengan program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan, disusun berdasarkan pada analisis terhadap regulasi yang dijadikan acuan atau dijadikan rujukan dan pelaksanaan program telah berjalan sesuai dengan regulasi yang ada. Rekomendasi terhadap program dan anggaran Rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur terkait dengan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan disusun berdasarkan pada analisis terhadap data program dan kegiatan serta anggaran yang dirumuskan dan diimplementasikan dapat mencerminkan tingkat prioritas yang diberikan kepada progam pengawasan mutu dan keamanan pangan di Kab Cianjur sesuai dengan misi dalam bidang kesehatan. Rekomendasi terhadap praktik pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan Rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur disusun berdasarkan tingkat efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Rekomendasi terhadap kemampuan SDM Rekomendasi terkait SDM IRTP kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur didasarkan pada analisis terhadap kemampuan peserta dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan CPPB IRT.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Regulasi Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan Regulasi Pemerintah Pusat tentang Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan Regulasi Pemerintah Pusat yang dirujuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dalam rangka pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan bagi IRTP di Kabupaten Cianjur, dapat dilihat pada Tabel 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Data regulasi yang diterbitkan pemerintah pusat ini diperoleh dari Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur
20 yang diterbitkan oleh Seksi Farmasi dan Pengawasan Makanan dan Minuman, Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Regulasi yang dirujuk dan yang dijadikan landasan dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan tersebut dikelompokkan mulai dari hirarki yang otoritasnya lebih tinggi, yaitu 1) Undang Undang Republik Indonesia; 2) Peraturan Pemerintah (PP); 3) Surat Keputusan Bersama oleh dua atau lebih menteri; 4) Peraturan atau Keputusan Menteri; dan 5) Surat Keputusan Kepala LPNK (Lembaga Pemerintah Non-Kementerian), dalam hal ini adalah BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik Indonesia. Regulasi dalam bentuk Undang Undang Undang Undang Republik Indonesia yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur tertera pada Tabel 5 berikut. Undang-Undang Pangan yang dirujuk adalah UU RI No. 7 tahun 1996 karena sosialisasi dilakukan pada kurun waktu 2006 – 2011. Tabel 5. Undang Undang RI yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
No
Regulasi
1
Undang Undang Kesehatan No 23 Tahun 1992
2
Undang Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
Bab/Pasal yang dirujuk Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan dalam materi pelatihan Pasal 21 1. Perlindungan terhadap masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan kesehatan. 2. Ketentuan tentang pelabelan pada produk pangan yang dikemas. 3. Sanksi larang edar, penarikan, dan penyitaan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan atau membahayakan kesehatan. Pasal 8.1 Larangan membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan. Pasal 20 Kewajiban bagi produsen untuk menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Pasal 21 Larangan mengedarkan pangan yang mengandung bahan berbahaya, pangan yang mengandung cemaran, pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan, pangan yang mengandung bagian yang kotor, tengik atau yang mengandung bahan nabati, hayati yang berpenyakit, dan bahan pangan yang kedaluwarsa. Pasal 1 Perlindungan konsumen adalah upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
21 Tabel 5. Undang Undang RI yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur (lanjutan)
No
Regulasi
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan Pasal 4.A Pasal 4.H
Pasal 6.B Pasal 7 C
Pasal 8
Pasal 9
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak bersikap baik. Produsen wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa. Dilarang memproduksi/memperdagangkan yang tidak sesuai ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang/jasa secara tidak benar. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan pasal di atas dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 2 milyar rupiah.
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Cianjur (Tnp Thn.)
Regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah Regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, tertera pada Tabel 6. Salah satu PP yang cukup penting dan membahas tentang Keamanan Pangan yaitu PP No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, tidak dirujuk pada daftar acuan yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Regulasi dalam bentuk Keputusan Bersama Menteri Regulasi dalam bentuk Keputusan Bersama Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, tertera pada Tabel 7.
22 Tabel 6. Peraturan Pemerintah yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
No
Regulasi
1
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan
Pasal 2
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 26
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan Definisi label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan. Dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan yang selanjutnya dalam peraturan pemerintah ini disebut label. 1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia atau diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam dan atau di kemasan pangan. 2. Pencantuman label sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah dilepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca. 3. Label sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan. 4. Keterangan sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat 1 sekurang-kurangnya mencantumkan: nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, serta mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa. Pada label pangan dilarang mencantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat. Setiap orang dilarang mencantumkan pada label tentang nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut. 1. Nama dan alamat pihak yang memproduksi pangan wajib dicantumkan pada label. 2. Dalam hal menyangkut pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, selain kete-rangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, pada lebel
23 Tabel 6. Peraturan Pemerintah yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur (lanjutan)
No
Regulasi
1
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan Pasal 26
Pasal 31
Pasal 44
Pasal 47
Pasal 62.2
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. 3. Dalam hal pihak yang memasukkan pangan dalam wilayah Indonesia sebagai yang dimaksud dalam ayat 2, berbeda dari pihak yang mengedarkannya di dalam wilayah Indonesia, selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, pada label wajib pula dicantumkan nama dan alamat yang mengedarkan tsb. 4. Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 2 wajib dicantumkan secara jelas dalam label. 5. Pencantuman tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dilakukan setelah pencantuman tulisan “baik digunakan sebelum”, sesuai dengan jenis dan daya tahan yang bersangkutan. 6. Dalam hal produk pangan yang kedaluwarsanya lebih dari 3 (tiga) bulan, diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun kedaluwarsanya saja. Kode produksi pangan olahan wajib dicantumkan pada label, wadah atau kemasan pangan, dan terletak pada bagian yang mudah dilihat atau dibaca. 1. Setiap iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib mencantumkan keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar dan atau suara pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya. 2. Setiap iklan tentang pangan tidak boleh bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum. Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya. Tindakan administratif menurut pasal 61 ayat 2: a) peringatan secara tertulis, b) larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk
24 Tabel 6. Peraturan Pemerintah yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur (lanjutan)
No
Regulasi
1
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan Pasal 26
Pasal 63
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan pangan dari peredaran, c) pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia, d) penghentian produksi untuk sementara waktu, e) pengenaan denda paling tinggi Rp. 50 juta, dan/pencabutan izin produksi dan atau izin usaha. Kententuan tentang label sebagaimana dimaksud dalam PP ini berlaku bagi: a) Pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan dimaksud dalam PP. b) Pangan yang dijual dan dikemas secara langsung di hadapan pembeli dan jumlah kecil-kecil. c) Pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah).
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Cianjur (Tnp Thn ).
Tabel 7.
Keputusan Bersama Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
No
Regulasi
1
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No. 427/Menkes/ SKB/VIII/85 dan No. 1985 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan 1. Makanan halal adalah semua jenis makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang/haram dan atau yang diolah/diproses menurut hukum agama Islam. 2. Tulisan halal adalah tulisan yang dicantumkan pada label/penandaan yang memberikan jaminan tentang halalnya makanan tersebut bagi pemeluk agama Islam. Produsen yang mencantumkan tulisan halal pada label/penandaan makanan produksinya bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk agama Islam. Produsen sebagaimana dimaksud pada pasal 2 keputusan bersama ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada Depkes RI dengan mencantumkan keterangan tentang proses pengolahan dan komposisi bahan yang digunakan.
25 Tabel 7. Keputusan Bersama Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur (lanjutan)
No
Regulasi
1
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No. 427/Menkes/ SKB/VIII/85 dan No. 1985 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan Pasal 4
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan Pengawasan preventif terhadap pelaksanaan pasal 2 keputusan bersama ini dilakukan oleh tim penilai pendaftaran makanan pada Depkes RI c.q. Dirjen POM. Dalam tim penilaian pendaftaran makanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diikutsertakan unsur Depag RI. Pengawasan di lapangan terhadap pelaksanaan ketentuan pasal 2 keputusan bersama ini dilakukan oleh Depkes RI.
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Cianjur (Tnp Thn.)
Regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, tertera pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Peraturan atau Keputusan Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
No
Regulasi
1
Permenkes 382/Menkes/ PER/89 tentang Pendaftaran Makanan
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan
Pasal 3
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan Pendaftaran adalah proses penilaian makanan sebelum mendapatkan persetujuan untuk diedarkan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. 1. Makanan yang wajib didaftarkan adalah makanan terolah, baik produksi dalam negeri maupun impor yang diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel (pasal 3). 2. Industri yang mengikuti penyuluhan wajib mendaftarkan makanan hasil produksi, dengan kata lain nomor SP/P-IRT tidak
26
Tabel 8. Peraturan atau Keputusan Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur (lanjutan)
No
Regulasi
1
Permenkes 382/Menkes/ PER/89 tentang Pendaftaran Makanan
Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan Pasal 3
Pasal 5
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan berlaku untuk produksi berupa: a) susu dan hasil olahannya, b) daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan dingin atau beku, c) pangan kaleng berasam rendah, d) pangan bayi, e) minuman beralkohol, f) pangan yang mengandung susu, g) air minum dalam kemasan (AMDK), h) pangan yang diperkaya dan atau difortifikasi, i) pangan lain yang wajib SNI, j) pangan fungsional, k) pangan lain yang ditetapkan oleh Badan POM. Makanan yang dibebaskan wajib daftar adalah: a) makanan terolah yang daya tahannya tidak lebih dari tujuh hari pada suhu kamar, b) makanan terolah yang dirpoduksi oleh industri rumah tangga yang sudah mengikuti penyuluhan, c) makanan terolah berasal dari impor yang nerupakan sumbangan kepada pemerintah Indonesia atau lembaga sosial, makanan terolah yang berasal dari impor yang berjumlah kecil untuk keperluan tertentu. d) makanan terolah yang dirpoduksi oleh industri rumah tangga yang sudah mengikuti penyuluhan, e) makanan terolah berasal dari impor yang nerupakan sumbangan kepada pemerintah Indonesia atau lembaga sosial, makanan terolah yang berasal dari impor yang berjumlah kecil untuk keperluan tertentu.
27 Tabel 8. Peraturan atau Keputusan Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur (lanjutan) Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan
No
Regulasi
2
Keputusan Menkes RI No. 02912/B/SK /IX/86 tentang Penyuluhan bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga
1. Yang dimaksud dengan perusahaan makanan
Permenkes No. 329/Menkes /PER/XI/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan
1. Makanan adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia serta semua bahan yang digunakan pada produksi makanan minuman, termasuk permen karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat. 2. Memproduksi adalah membuat, mengolah, mengubah bentuk, mengawetkan, membungkus kembali untuk diedarkan. Memproduksi makanan harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk memperoduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan menteri harus mendapatkan izin Menteri Kesehatan. Tidak ada penjelasan.
3
industri rumah tangga adalah perusahaan yang wajib memiliki surat tanda pendaftaran industri kecil (STPIK) yaitu yang memiliki jumlah nilai industri untuk mesin dan peralatan antara Rp. 500 ribu s.d. Rp. 10 juta (menggunakan peralatan manual sampai semi otomatis). 2. Perusahaan makanan yang diwajibkan mengikuti penyuluhan adalah perusahaan yang memproduksi makanan yang diwajibkan mendaftar menurut ketentuan pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang wajib daftar makanan yang memenuhi dictum kedua. 3. Peserta penyuluhan adalah pemilik atau penanggung jawab perusahaan.
Pasal 3.1
4
Kepmenkes No. 23/Menkes/ SK/I/78 tentang Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan
28 Tabel 8. Peraturan atau Keputusan Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur (lanjutan) Bab/Pasal yang dirujuk dalam materi pelatihan
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan
No
Regulasi
5
Permenkes RI No. 722/ Menkes/PER/IX/ 88 tentang Bahan Tambah-an Pangan
Ketetapan BTP yang diizinkan serta batas jumlah penggunaannya dan BTP yang dilarang.
6
Permenkes RI No. 180/ Menkes/PER/IV/ 85 tentang Makanan Daluwarsa
Ketentuan tentang pencantuman tanggal daluwarsa pada label makanan tertentu.
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Cianjur (Tnp Thn.)
Regulasi dalam bentuk Surat Keputusan Dirjen Regulasi dalam bentuk Surat Keputusan Dirjen yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, tertera pada Tabel 9. Tabel 9. Surat Keputusan Dirjen POM yang Dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur No 1
2
Regulasi
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan
SK Dirjen POM No. 1. Kepada peserta yang telah mengikuti penyuluhan 02608/B/VIII/87 dengan hasil baik akan diberikan sertifikat yang tentang Petunjuk selanjutnya disebut “Sertifikat Penyuluhan”. 2. Sertifikat penyuluhan dapat dicabut sewaktu-waktu Pelaksanaan apabila pemilik atau penganggung jawab tidak Penyuluhan bagi IRTP melaksanakan ketentuan sesuai dengan materi penyuluhan. SK Dirjen POM No. Ketentuan penetapan tanggal daluwarsa, cara 01323/B/SK/1985 pencantuman tanggal daluwarsa, serta pembinaan, tentang Petunjuk pengawasan dan penyidikan makanan daluwarsa. Pelaksanaan Permenkes No. 180/85
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Cianjur (Tnp Thn.)
29 Regulasi dalam bentuk Surat Keputusan Kepala LPNK Regulasi dalam bentuk Surat Keputusan Kepala LPNK (Lembaga Pemerintah Non-Kementerian) yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, tertera pada Tabel 10. Tabel 10.
Surat Keputusan Kepala LPNK yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
Regulasi No 1 SK Kepala BPOM RI No. HK. 00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP – IRT)
1.
2.
3.
4.
Isi yang dirujuk dalam materi pelatihan Sertifikat yang diterbitkan pada penyuluhan keamanan pangan terdiri dari 2 (dua) jenis: a. Sertifikat penyuluhan keamanan pangan (SPKP) diberikan kepada peserta yang telah lulus penyuluhan keamanan. b. Sertifikat produk pangan IRT (P-IRT) diberikan apabila telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup. Sertifikat diterbitkan untuk 1 (satu) jenis produk pangan. Pada label pangan yang diproduksi perusahaan pangan harus dicantumkan nomor pangan industri rumah tangga P-IRT. Sertifikat penyuluhan dapat dicabut sewaktu-waktu apabila pemilik atau penganggung jawab: a. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan di bidang pangan. b. Pemilik perusahaan tidak sesuai dengan nama yang tertera pada SPP-IRT. c. Produk pangan terbukti merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa. Perubahan pemilik SPP-IRT, penanggung jawab perusahaan dan penambahan jenis produk pangan harus dilaporkan pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Cianjur (Tnp Thn.)
Regulasi Pemerintah Daerah tentang Mutu dan Keamanan Pangan Dari penelusuran semua peraturan daerah yang terdokumentasi pada website Pemerintah Kabupaten Cianjur (www.cianjurkab.go.id) tidak ditemukan regulasi yang secara khusus mengatur tentang pengawasan mutu dan keamanan pangan. Regulasi Pemerintah Daerah yang mengatur pengawasan mutu dan keamanan pangan tingkat Propinsi Jawa Barat, namun tidak dijadikan rujukan dalam materi Sosialisasi Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga di Kab Cianjur, tertera pada Tabel 11 berikut.
30 Tabel 11. Regulasi Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengamanan pangan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian perdagangan pangan Regulasi Bab/Pasal No Bab 6 1 Peraturan Daerah Provinsi Pasal 8 a. 4 Jawa Barat No. 11 Tahun Bab 7 2010 Pasal 10 b tentang Penyelenggaraan Bab 7 Kesehatan Pasal 14 1r Bab 7 Pasal 28 Poin 4 & 5
Isi yang terkait dengan Keamanan Pangan Ruang lingkup penyelenggaraan kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan. Optimalisasi peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri dalam penyelenggaraan kesehatan yang terpadu. Pengamanan makanan dan minuman. 1. Pemerintah Daerah melaksanakan
pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap perdagangan farmasi, alat kesehatan dan makanan. 2. Pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan bersama-sama dengan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan.
Sumber: Pemerintah Provinsi Jawa Barat (2010).
Program dan Anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan Program Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam pengawasan mutu dan keamanan pangan tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 12 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2011 (Perda No 12 Thn 2006 tentang RPJMD Kab. Cianjur Thn 2006 – 2011). RPJMD merupakan dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi mengarahkan pembangunan daerah dalam dalam jangka waktu lima tahun ke depan masa pimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih (Nugroho dan Wrihatnolo, 2011). Program-program pembangunan daerah yang telah disusun, mencakup Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), lintas SKPD dan program pembangunan kewilayahan. Renstra SKPD merupakan satu dokumen rencana resmi yang dipersyaratkan bagi mengarahkan pelayanan SKPD khususnya dan pembangunan daerah pada umumnya, dalam jangka lima tahun ke depan masa pimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih (Nugroho dan Wrihatnolo, 2011). RPJMD dan Renstra SKPD sangat terkait dengan visi dan misi kepala daerah terpilih. Visi pemerintah daerah Kabupaten Cianjur di bidang kesehatan adalah Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat.
31 Program dan Anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan Dalam rangka mengimplementasikan visi pemerintah daerah Kabupaten Cianjur dalam bidang kesehatan, maka penyelenggaraan bidang kesehatan ditetapkan sebagai salah satu program utama atau wajib oleh BAPPEDA Kabupaten Cianjur. BAPPEDA sebagai lembaga perencana pembangunan daerah merumuskan program-program yang diarahkan menjadi tugas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) bidang kesehatan, yaitu Dinas Kesehatan. Program bidang kesehatan yang dirumuskan oleh BAPPEDA Kabupaten Cianjur, yang terkait dengan pembinaan dan pengawasan keamanan pangan tertera pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Program Dinas Kesehatan Kab Cianjur 2006 – 2011 di bidang pengawasan mutu dan keamanan pangan Program No 1 Pengawasan Obat dan Makanan
Tujuan Meningkatkan kualitas (mutu) obat dan makanan
Sasaran Pembinaan dan pengawasan obat, makanan, dan bahan berbahaya, pemeriksaan dan pengujian narkoba, zat adiktif dan bahan berbahaya lainnya.
Sumber: Pemerintah Kab. Cianjur (2006)
Program bidang kesehatan, yang terkait dengan pembinaan, pengawasan dan pengendalian keamanan pangan tertuang dalam Program Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam Matriks Program Lima Tahunan RPJMD Kabupaten Cianjur 2006 – 2011, kebijakan dalam bidang kesehatan, kegiatan Penyuluhan Keamanan Pangan bagi Industri Rumah Tangga dalam rangka memperoleh Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) dan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT atau P-IRT) berada dalam Program Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Makanan. Dana yang dianggarkan untuk Program Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Makanan selama 1 periode pemerintahan pimpinan daerah terpilih (5 tahun plus 1 tahun masa transisi) adalah sebesar Rp 245,4 juta. Program tersebut memiliki tiga kegiatan utama yaitu, 1) Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Kesehatan Makanan Hasil Produksi Rumah Tangga (IRT), 2) Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Kesehatan Makanan Restaurant, dan 3) Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan. Realisasi dana dan target terkait progam/kegiatan pengawasan mutu dan keamanan pangan pada tahun 2007, 2008, dan 2009 dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Dana dan target terkait program/kegiatan pengawasan mutu dan keamanan pangan pada tahun 2010 dan 2011 tidak tersedia. Data yang dianalisis untuk melihat gambaran program yang sama selama 2006 – 2011 (1 periode pemerintahan pimpinan daerah terpilih) dianalisis dari LAKIP Dinas Kesehatan Kab Cianjur 2007, 2009, dan 2010. Oleh karena itu analisis terhadap realisasi dana tidak dapat dilakukan.
32 Tabel 13. Rencana kinerja tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur tahun 2007, 2008, dan 2009 dalam bidang keamanan pangan IRT No
Tahun
Program/Kegiatan
1
2007
Pengawasan dan pengendalian keamanan pangan dan kesehatan makanan hasil produksi rumah tangga
2
2008
3
2009
Peningkatan pengawasan keamanan pangan (CPPB IRT) dan bahan berbahaya Pengawasan dan pengendalian keamanan pangan dan kesehatan makanan hasil produksi rumah tangga
Input Output (Anggaran) Rp. 40 juta 40 peserta pelatihan keamanan pangan IRT dan 55 sampel produk yang diuji Rp. 50 juta 14 IRT *) dibina mengenai CPPB IRT Rp. 25 juta
50 IRT mengikuti sosialisasi CPPB IRT
Outcome Menunjang peningkatan pengetahuan produsen IRT tentang pengolahan dan keamanan pangan Tidak dikalimatkan secara tertulis dalam LAKIP Tersertifikasinya 50 produk makananminuman hasil IRT
Keterangan: *) dianggarkan bersama empat jenis kegiatan lainnya. Sumber : data diolah dari LAKIP Dinas Kesehatan Kab. Cianjur 2007, 2009, dan 2010
Tanggapan dan Persepsi Responden terhadap Program Penyuluhan Keamanan Pangan Tanggapan responden terhadap informasi penyuluhan keamanan pangan Timbulnya kesadaran responden bahwa IRTP harus memiliki personil yang telah mendapatkan SPKP, dan keharusan produk mendapatkan nomor izin edar atau nomor P-IRT sebelum dipasarkan, tampak beragam alasan. Berdasarkan survei, kesadaran responden IRTP untuk memporeh SPKP dan P-IRT bagi produk pangan yang dihasilkannya lebih banyak karena alasan hal lain-lain. Lain-lain dalam hal ini adalah diinformasikan oleh Distributor Bogasari, Dinas Kesehatan, teman, kepala desa, pokja desa, PEMDA, ditegur dari apotek, PPL, Dinas Koperasi, dari produk lain, dan tahu sejak kuliah. Berikutnya adalah sejak awal pendirian, kemudian sejak diminta atau adanya persyaratan dari rekan bisnis, dan selanjutnya sejak mengikuti penyuluhan keamanan pangan yang diselenggarakan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Hasil survei tentang kesadaran responden IRTP terhadap ketentuan regulasi, disajikan pada Gambar 2.
33
33%
Sejak awal pendirian
27%
Sejak diminta rekan bisnis Sejak penyuluhan Lain-lain 15%
25%
n = 71
Gambar 2. Kesadaran responden r akan keharusan SPKP dan P-IRT IRT
Hasil survei terhadap responden IRTP dalam hal memperoleh informasi penyuluhan keamanan pangan, disajikan pada Gambar 3.
48%
21% 2%
Promosi langsung (kunjungan) Dinkes Promosi Dinkes di media Brosur/leaflet Dinkes
1% Konsumen/rekan bisnis Lain-lain 28% n = 71
Gambar 3. Cara responden mengetahui informasi penyelenggara penyelenggaraan penyuluhan keamanan pangan Terkait dengan cara responden IRTP memperoleh informasi keharusan produk IRTP harus memiliki nomor izin edar atau nomor P-IRT, hampir setengah (48%) dari responden memperoleh informasi penyuluhan keamanan pangan melalui cara lain-lain. lain lain dalam konteks ini adalah informasi melalui lain. Cara lain-lain aparat BAPPEDA, pegawai Dinas Koperasi, pegawai Dinas Perindustrian, PPL Dinas Pertanian, dokter Puskesmas, kepala desa, pokja PKK desa, saudara, teman, dan ada juga dari orang yang mengaku wartawan. Hampir sepertiga (28%) responden IRTP memperoleh informasi melalui konsumen atau rekan bisnis. informasi langsung dari Hanya seperlima (21%) responden IRTP memperoleh informasi petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur melalui kunjungan. Dalam jumlah kecil (2% dan 1%) responden IRTP memperoleh informasi melalui promosi Dinas Kesehatan di media dan brosur atau leaflet. Hasil survei terhadap responden IRTP dalam dalam hal pihak yang memebritahukan cara memperoleh nomor izin edar atau nomor P-IRT P IRT dan SPKP disajikan pada Gambar 4.
34
42%
21% 2% 3%
32%
Dinkes melalui kunjungan langsung Dinkes melalui media cetak/elektronik Dinkes melalui brosur/poster/leaflet Konsumen/rekanan bisnis Lain-lain n = 71
Gambar 4. Pihak yang memberitahukan cara memperoleh NIE/nomor P-IRT dan SPKP Dua perlima lebih (42%) responden IRTP mendapat pemberitahuan cara IRT dan SPKP dari berbagai pihak, yaitu melalui memperoleh NIE/nomor P-IRT aparat BAPPEDA, pegawai Dinas Koperasi, pegawai Dinas Perindustrian, PPL desa, a, pokja PKK desa, saudara, teman, Dinas Pertanian, dokter Puskesmas, kepala des dan ada juga dari orang yang mengaku wartawan. Lebih dari sepertiga (14%) responden IRTP mendapat pemberitahuan dari konsumen atau rekan bisnis. P-IRT IRT dan SPKP yang disampaikan Pemberitahuan cara memperoleh NIE/nomor P oleh pihak Dinas Kesehatan secara langsung melalui kunjungan diakui oleh seperlima lebih (21%) responden IRTP. Pemberitahuan oleh Dinas Kesehatan melalui brosur/leaflet dan media cetak/elektronik diakui oleh 3% dan 2% responden IRTP. Tindak lanjut setelah penyuluhan Untuk mengetahui gambaran bagaimana proses penyuluhan keamanan pangan dan bimbingan teknis di lapangan, maka melalui kuesioner, dipelajari persepsi responden terhadap tahapan-tahapan tahapan tahapan penyelenggaraan penyuluhan dan pengawasan keamanan pangan di lapangan. Aspek-aspek aspek yang dikaji terkait dengan 1) pemeriksaan IRTP sebelum dan sesudah penyuluhan dan 2) peningkatan mutu melalui pelatihan dan bantuan peralatan. Hasil survei terhadap aspek proses penyuluhan keamanan pangan disajikan pada Gambar aspek-aspek Gamb 5. Hampir setengah (45.1% 45.1%) dari responden IRTP mendapat kunjungan selenggarakan. petugas Dinas Kesehatan sebelum penyuluhan keamanan pangan diselenggarakan Kunjungan dilakukan dalam rangka pemeriksaan (inspeksi) dan menyampaikan undangan untuk mengikuti penyuluhan. Hampir tujuh per sepuluh (69.0%)) dari responden IRTP mendapatkan kunjungan pemeriksaan (inspeksi) sarana produksi setelah penyuluhan dilakukan, dan sepertiga (29.6%)) responden tidak mendapatkan tkan kunjungan setelah penyuluhan. Hampir tujuh per sepuluh (69%)) dari responden tidak pernah lagi mendapat kunjungan dari Dinas Kesehatan setelah responden mendapatkan SPKP dan nomor P-IRT.
35
a = Ya
b = Tidak n = 71
Pernah mendapat bantuan dana/fasilitas/alat dari pemerintah
28.2
71.8
Kunjungan Dinkes setelah mendapat SPKP/P-IRT
26.8
69.0
Petugas DINKES mengadakan kunjungan setelah penyuluhan Petugas DINKES mengadakan kunjungan sblm penyuluhan
69.0
45.1
29.6
54.9
Gambar 5. Konfirmasi responden terhadap aktivitas Dinas Kesehatan Kab. Cianjur sebelum dan setelah penyuluhan keamanan pangan
Persepsi responden terhadap materi penyuluhan keamanan pangan Dalam Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003b), salah satu aspek yang diatur dalam penyuluhan keamanan pangan adalah materi utama penyuluhan serta metode dan waktu penyuluhan keamanan pangan. Materi penyuluhan terdiri dari materi utama dan materi tambahan. Materi utama yang digunakan dalam penyuluhan keamanan pangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tertera pada Tabel 14. Evaluasi terhadap penyuluhan keamanan pangan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat menunjukkan dari tujuh (7) materi pokok bahasan utama yang diatur dalam SK Ka BPOM RI Nomor HK.00.05.5.1640 Tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, hanya enam (6) pokok bahasan yang disajikan dalam materi penyuluhan keamanan pangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Pokok bahasan tentang Pengawetan Pangan tidak disajikan dalam materi penyuluhan, tetapi sebaliknya menambahkan pokok bahasan tentang Penyakit-penyakit yang Ditimbulkan Pangan dan Cara Pencegahannya. Demikian juga dengan materi yang disampaikan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tidak menyajikan materi Berbagai Jenis Bahaya dan Higiene dan Sanitasi Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, namun menambahkan materi Mikrobiologi Pangan, Kebijakan Pemerintah dalam Pengaman Pangan, dan Penerapan HAACP pada Industri Pangan.
36 Tabel 14. Perbandingan materi penyuluhan keamanan pangan dari BPOM RI dan yang disajikan Dinas Kesehatan Kab. Cianjur dan Jawa Barat Pokok Bahasan Materi Penyuluhan Keamanan Pangan Pedoman Tata Cara No Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Penyelenggaraan SPPb) Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat c) IRT BPOM RI a) 1 Berbagai Jenis Bahaya Berbagai Jenis Bahaya (Biologis, Kimia dan (Biologis, Kimia, dan Fisik) serta Cara Fisik) serta Cara Menghindari dan Mengatasinya Memusnahkannya 2 Pengawetan Pangan Dasar-dasar Pengawetan Pangan 3 Higiene dan Sanitasi Higiene Perorangan/ Sarana Produksi Pangan Karyawan dan Sanitasi Industri Rumah Tangga Sarana Pengolahan Industri Rumah Tangga Pangan 4 CPPB IRT CPPB IRT CPPB IRT 5 Peraturan PerundangPeraturan PerundangPerundang-undangan di undangan tentang undangan di Bidang Bidang Pangan Keamanan Pangan Pangan 6 Penggunaan Bahan Bahan Tambahan Pangan Bahan Tambahan Pangan Tambahan Pangan 7 Label dan Iklan Pangan Pelabelan dan Iklan Pelabelan dan Iklan Pangan Pangan 8 Mikrobiologi Pangan 9 Kebijakan Pemerintah dalam Pengamanan Pangan 10 Penerapan HACCP pada Industri Pangan 11 Penyakit-penyakit yang Ditimbulkan Pangan serta Pencegahannya a)
b)
c)
Sumber: BPOM RI (2003b), Dinas Kesehatan Kab. Cianjur (Tnp Thn), Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010)
Persepsi responden terhadap materi penyuluhan keamanan pangan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil survei menunjukkan tiga per empat (74.6%) responden IRTP menyatakan materi penyuluhan yang disajikan mudah diterapkan, dan seperempat (25.4%) responden IRTP menyatakan sebaliknya. Lebih dari sembilan per sepuluh (94.4%) dari responden IRTP menyatakan materi penyuluhan mudah dipahami. Hanya seperdua puluh (5,6%) responden menyatakan materi penyuluhan yang digunakan sulit dipahami.
37
a = ya Materi penyuluhan Dinkes mudah diterapkan
n = 71
b = tidak 74.6
Materi penyuluhan Dinkes mudah dipahami
25.4
94.4
5.6
Gambar 6. Tingkat kemudahan materi penyuluhan untuk dipahami dan diterapkan menurut persespi responden IRTP Persepsi responden terhadap manfaat penyuluhan keamanan pangan Persepsi responden terhadap manfaat penyuluhan disajikan pada Gambar 7. Lebih dari tiga per empat (78.9%) responden IRTP yang menyatakan penyuluhan keamanan pangan meyakini produk yang dihasilkan lebih terjamin keamanannya, dan seperlima (22.5%) responden menyatakan tidak. Tiga per lima (62%) responden IRTP menyatakan produk yang dihasilkan lebih mudah diterima konsumen. Lebih dari setengah (52.1%) responden IRTP menyatakan volume produksi meningkat setelah mengikuti penyuluhan. a = ya
b = tidak
Permintaan produksi meningkat setelah penyuluhan
52.1
Pemasaran produk lebih mudah diterima setelah penyuluhan Produk pangan lebih terjamin setelah ikut penyuluhan
n = 71 47.9
62.0 78.9
36.6 22.5
Gambar 7. Persepsi responden IRTP terhadap manfaat penyuluhan keamanan pangan
Kajian Penerapan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan) di Kabupaten Cianjur. Perkembangan jumlah IRTP yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kab. Cianjur dapat dilihat pada Tabel 15. Jumlah IRTP yang terdaftar (peserta penyuluhan keamanan pangan dan telah mendapatkan NIE/P-IRT dan SPKP) selama kurun waktu 4 tahun (2006 – 2010) adalah 134 IRTP. Bila dibagi per tahun, maka jumlah rata-rata IRTP yang mendapatkan penyuluhan per tahun
38 selama periode 2006 – 2010 adalah 33 – 34 IRTP. Data jumlah IRTP yang terdaftar tahun 2011 belum dipublikasikan sehingga tidak ada sumber data yang dapat dijadikan acuan. Data acuan yang digunakan adalah data IRTP 2010, dengan populasi sebanyak 711 IRTP. Dalam rangka pemastian penerapan CPPB IRT secara seksama pada IRTP di Kabupaten Cianjur, maka diperlukan kajian untuk mengukur sejauhmana efektivitas pembinaan dan pengawasan keamanan pangan yang telah diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur melalui Dinas Kesehatan kepada IRTP di Kabupaten Cianjur. Setelah melalui tahapan survei maka diperoleh hasil kajian terhadap 71 responden IRTP di Kabupaten Cianjur dalam hal penerapan dan pemahaman CPPB IRT. Tabel 15. Jumlah IRT makanan/pangan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kab. Cianjur tahun 2006 – 2011. No 1 2 3 4 5 6
Tahun a)
2006 2007 b) 2008 c) 2009 d) 2010 e) 2011
Jumlah IRT Makanan/Pangan 577 buah DTT 720 buah DTT 711 buah DTT
Keterangan: DTT: data tidak tersedia a) Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kab. Cianjur 2006 b) KCDA 2008 (BPS Cianjur 2008), c) KCDA 2009 (BPS Cianjur 2009), d) KCDA 2010 (BPS Cianjur 2010), e) KCDA 2012 (BPS Cianjur, 2012)
Profil responden IRTP Data responden yang diamati meliputi nama IRTP, alamat IRTP, nama responden, jabatan responden, jenis produk pangan yang dihasilkan, NIE, jumlah produksi IRTP, nomor SPKP, nomor ijin, jumlah karyawan tetap (pada saat diwawancarai), jumlah karyawan harian, pendidikan terakhir pemilik, pendidikan tertinggi karyawan dan modal usaha saat didirikan. Bersamaan dengan data di atas, pada informasi umum responden dalam survei diupayakan dapat memperoleh sampel kemasan dan label yang digunakan serta buku dokumentasi produksi. Di dalam pembahasan ini data yang digunakan pada akhirnya hanya mencakup nama IRTP, alamat IRTP, nama responden, jabatan responden, jenis produk pangan yang dihasilkan, nomor izin edar atau nomor P-IRT, jumlah produksi IRTP, nomor SPKP, jumlah karyawan tetap (pada saat diwawancari), jumlah karyawan harian, pendidikan terakhir pemilik dan pendidikan tertinggi karyawan. Survei diarahkan kepada pemilik atau peserta dari IRTP yang mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Di lapangan, tidak semua wawancara dilakukan langsung kepada pemilik oleh karena berhalangan, sehingga wawancara dilakukan terhadap penanggung jawab produksi atau orang yang ditunjuk khusus oleh pemilik IRTP. Profil responden IRTP berdasarkan kepemilikan disajikan pada Gambar 8. Dari 71 responden yang diwawancarai, 87% (62 orang) adalah pemilik
39 sekaligus peserta dalam penyuluhan keamanan pangan dan 13% (9 orang) merupakan penanggung jawab produksi IRTP. Penanggung Jawab 13%
n = 71
Pemilik 87%
Gambar 8.. Profil responden IRTP berdasarkan status kepemilikan Jenis produk pangan yang diproduksi Sebagian IRTP yang disurvei di memproduksi lebih dari satu (1) produk, namun nama produk pangan yang ditampilkan adalah salah satu produk yang mewakili IRTP. Nama produk pangan dikelompokkan sesuai pedoman Kode Jenis Pangan Produk IRT yang diterbitkan oleh BPOM yaitu dalam Keputusan Kepala BPOM RI No HK.00.05.5.1640 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan SPP IRT (BPOM RI, 2003b).. Setelah h dikelompokkan, profil responden berdasarkan jenis produk pangan yang diproduksi tampak pada Tabel 16. Jenis produk pangan diurutkan mulai dari kelompok terbesar sampai kepada kelompok terkecil, diperoleh sebagai berikut, berikut 1) umbian, 3) hasil tepung dan hasil olahannya, 2) hasil olahan biji-bijian dan umbi-umbian, olahan buah, 4) gula, kembang gula dan madu, minuman ringan, minuman serbuk dan hasil olahan ikan kering, 5) hasil olahan daging kering, hasil olahan unggas kering, sayur asin dan sayur kering, dan hasil olahan kelapa, dan 6) rempahrempah rempah dan bumbu. Tabel 16. Profil responden IRTP berdasarkan jenis pangan yang diproduksi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis Pangan Tepung dan hasil olahannya Hasil olahan biji-bijian biji dan umbi-umbian Hasil olahan buah Gula, kembang gula, dan madu Minuman ringan, minuman serbuk Hasil olahan ikan kering Hasil olahan daging kering Hasil olahan unggas kering Sayur asin dan sayur kering Hasil olahan kelapa Rempah Rempah-rempah Bumbu
Keterangan: Jumlah sampel (n) adalah 71
Jumlah (%) 41 18 11 7 4 4 3 3 3 3 1 1
40 Merujuk pada pedoman Kode Jenis Pangan Produk IRT (BPOM RI, 2003b)) tidak tampak adanya produk pangan yang melanggar ketentuan peruntukan SPP IRT. Namun merujuk kepada ketentuan dalam Keputusan Ka BPOM RI No HK.00.05.5.1640 Tahun 2003, tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, Tangga, makanan tidak diizinkan untuk diproduksi IRTP adalah 1) susu dan hasil olahannya, 2) daging, ikan, unggas, dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku, 3) pangan kaleng, 4) pangan bayi, 5) minuman beralkohol, 6) air minum dalam lam kemasan (AMDK), 7) pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI, dan 8) pangan angan lain yang ditetapkan oleh Badan POM (BPOM RI, 2003b). Hasil survei menunjukkan masih ditemukan satu buah produk yang menggunakan P-IRT untuk izin edar produk hasil olahan tepung yang peruntukannya sebagai makanan pendamping air susu ibu (MP ASI), yaitu produk IRTP dengan inisial GPO. Nomor pendaftaran atau nomor izin i edar produk responden IRTP Responden IRTP yang diobservasi adalah peserta atau IRTP yang telah mengutus peserta dalam penyuluhan keamanan pangan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Setiap peserta yang lulus (nilai minimal 60) dalam post test penyuluhan keamanan keamanan pangan akan memperoleh Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Setiap IRTP yang telah memenuhi persyaratan penilaian pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan nilai minimal cukup, akan memperoleh Sertifikat Produksi oduksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) (SPP IRT) (BPOM RI, 2003b). Setiap produk IRTP akan diberi nomor izin edar yang didahului dengan tulisan P-IRT. P IRT. Profil responden IRTP berdasarkan kepemilikan SPKP dan SPP-IRT SPP IRT disajikan pada Gambar 9.
IRTP yang belum ber-SPP IRT & SPKP 11%
IRTP ber-SPP IRT tetapi data SPKP tdk tersedia 7%
n = 71
IRTP ber-SPP IRT & SPKP 82%
Gambar 9. Profil responden esponden IRTP berdasarkan kepemilikan epemilikan NIE dan SPKP
Hasil survei terhadap 71 responden IRTP menunjukkan sebanyak 82% responden IRTP telah memiliki baik SPKP maupun SPP-IRT. SPP IRT. Ditemukan 11% responden IRTP memiliki SPKP dan SPP-IRT. SPP nyebab responden Ada beberapa penyebab
41 IRTP belum memiliki kedua sertifikat tersebut. Berdasarkan survei yang dilakukan ditemukan bahwa penyebab beberapa IRTP belum mendapatkan NIE dan SPKP (11% dari semua sampel) antara lain adalah karena: 1) meskipun lulus post test pada saat penyuluhan, sarana produksi IRTP belum diinspeksi oleh inspektur pengawasan pangan dari Dinas Kesehatan (62,5% atau 5 responden IRTP) dan sertifikat belum diserahkan; dan 2) sudah diperiksa namun belum memenuhi persyaratan CPPB IRTP (37,5% atau 3 responden IRTP). Selain IRTP belum memiliki SPKP dan SPP IRT, sekitar 7% responden telah memiliki sertifikat SPP-IRT tetapi tidak dapat menunjukkan SPKP. SPKP yang tidak dapat diunjukkan terjadi karena beberapa kemungkinan. Pertama, responden belum lulus post test pada saat penyuluhan keamanan pangan, tetapi nomor izin edar telah diberikan, meskipun SPP-IRT belum diserahkan. Kedua, responden sudah lulus namun tidak dapat menunjukkan SPKP oleh karena dokumen tersebut hilang, rusak, tidak ditemukan pada saat dicari, dan atau penanggung jawab IRTP yang diutus mengikuti penyuluhan keamanan pangan pindah ke tempat lain atau membuka IRTP sendiri dan membawa serta SPKP. Jumlah karyawan dan skala usaha Jumlah karyawan responden IRTP yang diwawancarai diklasifikasikan mengacu pada penggolongan sektor industri pengolahan menurut Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Barat 2007 (BPS Propinsi Jawa Barat, 2009) seperti Tabel 17 berikut: Tabel 17. Penggolongan sektor industri pengolahan Golongan Industri Besar Sedang Kecil Rumah Tangga
Jumlah Tenaga Kerja > 100 orang 20 – 99 orang 5 – 19 orang 1 – 4 orang
Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat, 2009
Setelah dikelompokkan maka diperoleh profil skala industri responden IRTP seperti pada Tabel 18. Tabel 18. Skala industri responden IRTP Industri Indikator Jumlah Karyawan
Besar (> 100 orang)
Sedang (20-99 orang)
Kecil (5-19 orang)
Rumah Tangga (1-4 orang)
0
10
28
33
Dalam bentuk diagram, profil skala industri responden IRTP berdasarkan jumlah karyawan disajikan pada Gambar 10. Skala usaha responden IRTP berdasarkan jumlah karyawan diurutkan dari skala usaha terkecil ke skala usaha
42 besar, yaitu industri rumah tangga atau mikro (47%), industri kecil (39%), industri menengah (14%). %). Responden IRTP dengan skala industri besar tidak ditemukan pada survei. Menengah 14%
n = 71
Rumah Tangga (Mikro) 47% Kecil 39%
Gambar 10. Penggolongan skala industri responden IRTberdasarkan jumlah umlah karyawan Menurut PP No 28, 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, industri rumah tangga didefinisikan sebagai perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis (Pemerintah RI, 2004). 2004). Kemudian mengacu pada duk) industri peruntukan nomor izin edar (P-IRT) adalah ditujukan kepada (produk) rumah tangga pangan (IRTP). Dalam survei ditemukan juga industri berskala menengah (14%) yang turut menggunakan P-IRT yang menurut ketentuan hanya dikhususkan untuk industri rumah tangga. Dilihat dari tempat usaha dan jumlah nya industri yang tergolong menengah mendaftarkan produknya karyawan, seharusnya dengan kode MD ke BPOM RI. RI Tingkat pendidikan pemilik/penanggung jawab Tingkat pendidikan responden yaitu pemilik atau penanggung jawab IRTP yang disurvei dapat dilihat pada Gambar 11.
S1 16%
D3 6% SMA Sdrjt 38%
S2 S3 4% 1%
lain2 1%
SD 11%
SMP 23%
n = 71
p jawab IRTP Gambar 11. Profil tingkat pendidikan pemilik/penanggung
43 Tingkat pendidikan responden paling tinggi adalah strata tiga (S3), dan tingkat pendidikan terendah adalah sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan terbanyak dari responden adalah sekolah sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat (38%), dan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah strata tiga (S3) serta lain-lain lain (1%). Tingkat pendidikan yang sederajat dengan SMA dalam penelitian ini adalah SMA, STM, SMK, dan SMEA. Setelah tingkat tingkat pendidikan SMA, tingkat pendidikan kedua terbanyak adalah sekolah menengah pertama (SMP) (23%), diikuti tingkat strata satu (S1) (16%), sekolah dasar (SD) sederajat (11%), diploma tiga (D3) (6%), dan strata dua (S2) (4%). Tingkat pendidikan tertinggi karyawan Tingkat pendidikan karyawan IRTP yang disurvei dapat dilihat pada Gambar 12. Karyawan IRTP dalam survei ini adalah karyawan tetap dan karyawan harian atau borongan. Tingkat pendidikan tertinggi karyawan yang paling tinggi adalah strata satu (S1), dan tingkat pendidikan tertinggi yang terendah adalah sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan tertinggi terbanyak dari karyawan IRTP adalah sekolah dasar (SD) dan tingkat pendidikan tertinggi yang paling sedikit adalah diploma dua (D2). Tingkat pendidikan pendidikan tertinggi karyawan yang kedua terbanyak adalah sekolah menengah atas (SMA) sederajat, kemudian sekolah menengah pertama (SMP), strata satu (S1) dan diploma dua (D2). Sebagian lagi (15%) data tingkat pendidikan tertinggi karyawan tidak tersedia. Tdk ada data 15% S1 3%
SD 30%
D2 1% SMA Sederajat 27%
SMP 24% n = 71
Gambar 12.. Profil tingkat pendidikan tertinggi karyawan IRTP
enerapan CPPB IRT Pemahaman dan Penerapan Pengamatan terhadap pemahaman dan penerapan CPPB IRT oleh responden IRTP telah dilakukan dengan kuesioner. Dalam memaparkan hasil pengamatan tidak semua butir-butir butir butir pertanyaan dalam kuesioner digunakan, tetapi pertanyaan inti yang sesuai dengan hanya pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan dan agar lebih fokus dalam menilai setiap parameter Pedoman CPPB IRT. Meskipun kuesioner uesioner terbagi
44 ke dalam lima bagian (blok I, II, III, IV, dan V), pembahasan hasil pengamatan bagian II dan III tidak dibahas per bagian (blok), tetapi berdasarkan kesesuaiannya dengan parameter CPPB IRT. Bagian II dan III kuesioner berisi pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan parameter CPPB IRT, sehingga data yang diperoleh adalah hasil penilaian parameter. Kriteria penilaian terhadap setiap butir-butir pertanyaan pada bagian II dan III kuesioner dilakukan dengan mengklasifikasikan ke dalam dua kelompok nilai, yaitu Baik dan Kurang (Lampiran 3). Keterbatasan kajian terhadap penerapan CPPB IRT ini ada dua hal, pertama, tidak memberi penilaian pada lima (5) parameter penilaian lain yang tercantum pada Pedoman Pemeriksaan IRT, yaitu 1) pengendalian proses, 2) pengawasan oleh penanggung jawab, 3) penarikan produk, 4) dokumentasi, dan 5) pelatihan karyawan. Kedua, penilaian parameter dilakukan parsial terhadap butir-butir penilaian pada Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRT. Pembahasan data kuesioner bagian IV dirangkaikan dengan pembahasan program dan anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Pembahasan data kuesioner bagian V digunakan untuk mempertajam keterkaitan antara tingkat pendidikan responden dan kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang CPPB IRT. Lingkungan produksi Empat (4) aspek yang diperiksa dalam kriteria penilaian masing-masing unsur sebagaimana yang ditetapkan dalam Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003c). Aspek pertama adalah yang diamati adalah letak IRTP. Pengamatan diarahkan pada segi layak tidaknya lokasi sebuah IRTP didirikan. Misalnya harus bebas dari daerah bersemak, potensi banjir, daerah padat dan kumuh, daerah persawahan atau lahan pertanian dan sebagainya. Hasil survei terhadap lingkungan produksi IRTP yang diamati disajikan pada Gambar 13. BAIK Ketersediaan saluran pembuangan air/selokan Ketersediaan tempat pembuangan sampah
n = 71
KURANG
85.9 53.5
14.1 46.5
Letak IRTP 74.6
25.4
Gambar 13. Letak IRTP dan ketersediaan sarana pembuangan sampah/limbah Dari segi letak atau lokasi tempat IRTP berproduksi, sebagian besar ruang atau sarana produksi (74.6%) berada ditempat yang termasuk kategori Baik yaitu terhindar dari lingkungan yang berpotensi menjadi penyebab pencemaran terhadap ruang produksi dan pangan yang dihasilkan. Seperempat jumlah responden IRTP
45 berada di dekat atau dikelilingi oleh persawahan, di perumahan yang sempit dan kumuh, perkampungan yang kumuh, dekat dengan hamparan kolam (balong) ikan, dan dekat dengan kandang ternak unggas. Ruang dan sarana produksi IRTP yang berada di lokasi-lokasi ini lebih berisiko terkontaminasi oleh bahaya biologi/mikrobiologis, dan dikategorikan Kurang. Aspek kedua yang dinilai adalah ketersediaan tempat pembuangan sampah dan kondisi sampah di lingkungan produksi. Ditemukan lebih dari setengah (53.5%) responden IRTP memiliki tempat sampah dengan kondisi cukup Baik, yaitu memiliki tutup dan sampah tidak berserakan. Dalam jumlah mendekati separuh (46.5%) dari seluruh responden IRTP yang disurvei, kondisi tempat sampah dan sampah tidak ditangani dengan baik. Aspek ketiga yang dinilai adalah ketersediaan saluran pembuangan air atau selokan yang langsung berhubungan dan atau di sekitar bangunan IRTP. Dari pengamatan yang dilakukan, sebagian besar (85.9%) bangunan IRTP memiliki saluran pembuangan air (selokan) yang Baik, yaitu dapat mencegah terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran bagi ruang produksi. Sebagian kecil (14.1%) ruang atau sarana responden IRTP berpotensi tercermar oleh karena genangan air atau limbah. Bangunan dan fasilitas IRT Berdasarkan kriteria penilaian masing-masing unsur dalam Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003c), hal yang dinilai terkait parameter bangunan dan fasilitas adalah, pertama, ruang produksi terdiri dari pengamatan a) terhadap konstruksi lantai, b) kebersihan lantai, c) konstruksi dinding, d) kebersihan dinding, e) konstruksi langit-langit, dan f) kebersihan langit-langit, g) konstruksi pintu, h) jendela, dan i) lubang angin serta j) kebersihan pintu, jendela, dan lubang angin. Aspek kedua, adalah kelengkapan ruang produksi yang meliputi a) pemeriksaan penerangan dan b) perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Aspek ketiga, adalah tempat penyimpanan yang meliputi a) pemeriksaan tempat penyimpanan bahan dan b) produk dan tempat penyimpanan bahan bukan pangan. BAIK Langit-langit ruang produksi dibersihkan secara periodik Lantai kedap air, rata, halus, kuat dan mudah dibersihkan Terpisah tidaknya ruang produksi dan gudang Mudah tidaknya dinding sebelah dalam dibersihkan
n = 71
KURANG 52.1
47.9 81.7
62.0 70.4
18.3 38.0 29.6
Gambar 14. Kondisi kemudahan pembersihan bangunan dan fasilitas penyimpanan
46 Pada survei yang dilakukan, aspek bangunan dan fasilitas IRT yang dinilai adalah a) kemudahan dinding bangunan sebelah dalam dibersihkan, b) terpisah tidaknya ruang produksi dan gudang, c) kondisi bahan lantai ruang produksi, dan d) frekuensi pembersihan langit-langit ruang produksi. Hasil penilaian terhadap aspek-aspek parameter bangunan dan fasilitas IRTP, disajikan pada Gambar 14. Kondisi dinding bangunan IRTP sebelah dalam secara umum (70.4%) mudah dibersihkan atau dikategorikan Baik. Kemudahan pembersihan dinding tersebut terkait dengan konstruksi dinding, yaitu dilapisi keramik berwarna putih, sebagian terbuat dari dinding semen yang dicat bersih, sehingga mudah dibersihkan. Lebih dari seperempat jumlah IRTP yang diamati (29.6%), dinding ruang produksinya sulit dibersihkan atau dikategorikan Kurang. Kondisi dinding ruang produksi yang sulit dibersihkan tersebut antara lain disebabkan oleh 1) dinding terbuat dari anyaman bambu (bilik), 2) terbuat dari papan, 3) terbuat dari susunan sisa papan yang tidak rata, 4) triplek, 5) disemen namun tidak halus (kasar), dan 6) disemen, tetapi dicat dengan cat kapur bukan cat minyak. Aspek yang diamati berikutnya adalah terpisah tidaknya ruang produksi dengan gudang (ruang penyimpanan). Tiga per lima lebih (62.0%) resonden IRTP yang disurvei dinilai Baik karena memiliki ruang produksi yang terpisah dengan gudang atau ruang penyimpanan produk. Dua per lima (38.0%) responden IRTP dinilai Kurang, karena belum memiliki gudang atau ruang penyimpanan. Kondisi konstruksi lantai ruang produksi yang ideal menurut Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003c) adalah kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, dibuat miring agar mudah dibersihkan. Berdasarkan survei empat per lima (81.7%) responden IRTP dinilai Baik, karena memiliki konstruksi lantai yang sesuai aturan. Hampir dua per lima (18.3%) responden dinilai Kurang karena kondisi lantai ruang produksi belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Peralatan produksi Menurut Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003a), aspek peralatan produksi harus memperhatikan halhal berikut, 1) peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan, 2) permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan seharusnya halus, tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air, 3) harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan, dan 4) harus dipelihara agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih. Pengamatan dan penilaian terhadap peralatan produksi responden IRTP mencakup 2 aspek, yaitu 1) kemudahan pembersihan alat dan 2) bahan dasar dan karakteristik alat yang digunakan. Hasil pengamatan terhadap peralatan produksi terangkum dalam Gambar 15. Ditemukan sebagian besar (85.9%) responden IRTP menggunakan alat yang konstruksinya mudah dibersihkan. Kondisi yang demikian dikategorikan Baik. Sebagian kecil (14.1%) sisanya masih menggunakan peralatan yang secara konstruksi sulit dibongkar pasang sehingga menyulitkan pembersihannya. Kondisi demikian dikategorikan Kurang.
47
BAIK
n = 71
KURANG
Peralatan yang kontak dengan pangan terbuat dari
54.9
Peralatan pengolahan pangan mudah dibersihkan
45.1
85.9
14.1
Gambar 15. Bahan peralatan produksi dan kemudahan pembersihan Hasil survei terhadap bahan peralatan, separuh lebih (54.9%) responden IRTP menggunakan peralatan yang kuat dan tidak mudah berkarat, seperti stainless steel, plastik tebal, dan aluminium, dikategorikan Baik. Kurang dari separuh (45.1%) responden IRTP menggunakan peralatan yang belum sesuai dengan regulasi, yaitu masih menggunakan peralatan yang terbuat dari besi yang berpotensi mengalami perkaratan. Sebagian lagi menggunakan peralatan yang terbuat dari kayu dan bambu yang memiliki serpihan, memiliki celah dan dapat menyerap air. Serpihan dari kayu atau bambu dapat menjadi sumber bahaya fisik dalam bahan pangan, sedangkan celah dan bersifat menyerap air, berpotensi menjadi tempat sisa bahan pangan karena sulit dibersihkan sehingga dapat menjadi sumber bahaya biologis, seperti bakteri. Kondisi demikian dikategorikan Kurang. Suplai air di IRTP Menurut Pedoman CPPB IRT (BPOM RI, 2003a), aspek penyediaan air untuk produksi harus memperhatikan hal-hal berikut, 1) air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi, 2) sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan seharusnya terpisah dan diberi warna yang berbeda, dan 3) air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi persyaratan air bersih. BAIK
KURANG
Ketersediaan tandon air
47.9
Sumber air yang digunakan
n = 71
52.1
97.2
Gambar 16. Suplai air dan sarana persediaan air di IRTP
2.8
48 Hasil pengamatan dan penilaian suplai air dan sarana persediaan air pada responden IRTP tertera pada Gambar 16. Hampir seluruh (97.2%) sumber air yang digunakan oleh responden IRTP berasal dari sumber air bersih yaitu kategori Baik. Seperti air sumur, air sumur jetpam, air ledeng dan air isi ulang. Dari kelompok responden yang menggunakan air bersih yang bersumber dari air sumur, jetpam dan pompa, (selain yang bersumber dari air ledeng dan air isi ulang) sebesar 66.2%, hanya 12.7% diantaranya yang melakukan pengolahan air, seperti penyaringan dengan alat penyaring, dan 9.9% telah melakukan pengujian baku mutu air di laboratorium. Dalam jumlah sedikit (2.8%) responden IRTP menggunakan sumber air yang berpotensi sebagai sumber pencemaran terhadap bahan pangan yang diolah, yaitu air sungai. Kondisi air yang demikian dikategorikan Kurang. Jaminan kecukupan air selama pengolahan diatasi dengan tandon air. Pengamatan terhadap tandon air responden IRTP menunjukkan hampir separuh (47.9%) responden IRTP menggunakan tandon air. Kondisi demikian dikategorikan Baik. Lebih dari separuh (52.1%) responden IRTP belum menggunakan tandon air, yang dinilai Kurang. Fasilitas higiene dan sanitasi Fasilitas kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar sarana produksi seperti bangunan dan peralatan berada dalam keadaan bersih dan bebas dari terjadinya kontaminasi silang dari karyawan, peralatan, dan bahan baku kepada produk pangan yang dihasilkan. Menurut Pedoman CPPB IRT (BPOM RI, 2003a), penyediaan fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi untuk produksi industri rumah tangga harus menjamin ketersediaan aspek-aspek berikut, 1) alat cuci dan pembersih, 2) fasilitas higiene karyawan, dan 3) kegiatan higiene dan sanitasi. Penilaian terhadap fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi responden IRTP dilakukan dengan mengamati 1) ketersediaan alat pembersihan dan sanitasi, 2) ketersediaan wastafel di ruang produksi, 3) jumlah wastafel, 4) ketersediaan sanitaiser/deterjen di wastafel, 5) ketersediaan lap di wastafel, 6) ketersediaan toilet untuk karyawan, dan 7) rasio jumlah toilet dan karyawan. Hasil pengamatan terhadap fasilitas dan kegiatan hygiene dan sanitasi disajikan pada Gambar 17. Sekitar tiga perlima (62.0%) responden IRTP dinilai Baik karena telah menyediakan alat pembersihan dan sanitasi yang memadai. Hampir dua perlima (38%) responden IRTP dinilai masih Kurang karena belum menyediakan alat pembersihan dan sanitasi yang memadai. Ketersediaan wastafel dan kecukupan jumlahnya di ruang produksi dinilai Baik untuk tiga per lima (64.8%) responden IRTP karena menyediakan wastafel di ruang produksi dengan jumlah yang memadai, dan dinilai Kurang bagi hampir dua per lima (35.2%) responden IRTP yang belum menyediakan wastafel dan jumlah yang belum memadai. Ketersediaan sanitaiser dan detergen pada wastafel dinilai Baik untuk hampir tiga per lima (59.2%) responden IRTP dan dinilai Kurang bagi dua per lima (40.8%) responden IRTP. Kemudian untuk ketersediaan lap tangan bersih di wastafel dinilai Baik untuk hampir setengah (49.3%) responden IRTP dan dinilai Kurang bagi separuh lebih sedikit (50.7%) responden IRTP yang belum menyediakan lap tangn pada wastafel. Selanjutnya ketersediaan dan rasio
49 kecukupan toilet untuk karyawan dinilai Baik bagi sebagian besar (93.0% dan 88.7%) responden IRTP dan dinilai Kurang bagi sebagian kecil (7.0% dan 11.3%) responden karena belum menyediakan toilet dengan rasio yang cukup untuk karyawan. BAIK
n = 71
KURANG
Rasio jumlah toilet dengan jumlah karyawan Tersedia tidaknya toilet khusus untuk karyawan Tersedia tidaknya lap khusus di wastafel Tersedia tidaknya sanitaiser/detergen di wastafel Kalau ya, berapa jumlah wastafel Tersedia tidaknya wastafel di ruang produksi Tersedia tidaknya sarana pembersihan dan sanitasi
88.7
11.3
93.0 49.3 59.2
7.0 50.7 40.8
64.8
35.2
64.8
35.2
62.0
38.0
Gambar 17. Fasilitas higiene dan sanitasi responden IRTP
Pengendalian hama Menurut Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003a), kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang dapat mencemari pangan. Agar hama terkendali, maka ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu 1) mencegah hama masuk ke dalam ruang produksi dan 2) memberantas hama yang ada di ruang produksi dan lingkungan terdekatnya. Sarana pecegahan hama ke ruang produksi yang benar menurut Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003a) adalah 1) lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup, 2) hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh berkeliaran di pekarangan IRT apalagi di ruang produksi, 3) bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama, dan 4) IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. Dalam survei, pengamatan hanya dilakukan terhadap fasilitas pecegahan hama masuk ke dalam ruang produksi. Hasil penilaian terhadap ketersediaan fasilitas pencegahan hama ke ruang produksi disajikan pada Gambar 18. Hasil survei menunjukkan, lebih dari setengah (55%) responden IRTP dinilai Kurang karena belum memiliki fasilitas pencegahan hama ke dalam ruang produksi, dan kurang dari setengah (45%)
50 responden IRTP dinilai Baik karena telah memiliki fasilitas pencegahan hama ke ruang produksi. 45% BAIK 55%
KURANG
n = 71
Gambar 18. Praktik pencegahan p hama ke ruang pengolahan oleh reponden IRTP
Kebijakan terhadap kondisi kesehatan karyawan Menurut Pedoman CPPB IRT (BPOM RI, 2003a), pada prinsipnya kesehatan dan higiene karyawan dapat memberikan jaminan bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Dalam pedoman tersebut aspek kesehatan dan higiene higiene karyawan membahas tiga hal, yakni 1) kesehatan karyawan, 2) kebersihan karyawan, dan 3) kebiasaan karyawan. Dalam survei yang dilakukan, pengamatan terkait kesehatan dan higiene karyawan hanya pada kebijakan IRT terkait karyawan yang sakit. Dalam hal ini apakah karyawan yang sakit, terutama yang menular tetap diizinkan bekerja di IRT atau tidak. Jawaban responden IRTP yang sama sekali tidak mengizinkan karyawan yang sakit bekerja dikategorikan dengan nilai Baik, dan responden IRTP yang mengizinkan meskipun meskipun di luar ruangan produksi, dikategorikan dengan nilai Kurang. Kurang
10% BAIK KURANG
n = 71 90%
Gambar 19. Kebijakan responden IRTP terhadap karyawan yang sakit Hasil penilaian terhadap kebijakan responden IRTP terhadap karyawan yang sakit, disajikan pada Gambar 19. Hasil survei menunjukkan, sebagian besar (90%) responden IRTP dinilai Baik karena memiliki kebijakan yang sama sekali
51 tidak mengizinkan karyawan yang sakit bekerja. Sebagian kecil (10%) responden IRTP dinilai Kurang karena mengizinkan karyawan yang menderita sakit, dengan ketentuan karyawan tidak menderita sakit parah dan atau penyakit menular, bekerja di ruang lain di luar ruang produksi. Praktik sanitasi Praktik sanitasi pada industri pangan merupakan aspek yang sangat menentukan keamanan produk pangan yang dihasilkan. Penilaian aspek-aspek praktik sanitasi didasarkan pada kesesuaiannya dengan Pedoman CPPB IRT diterbitkan oleh BPOM RI (2003a). Praktik sanitasi akan dinilai dengan kategori Baik jika sesuai dengan pedoman CPPB IRT dan dinilai Kurang bila tidak sesuai dengan pedoman yang sama. Data survei yang digunakan untuk menilai praktik sanitasi dari responden IRTP adalah jawaban-jawaban pertanyaan kuesioner blok II nomor 17, 19, 21, dan 23 serta jawaban-jawaban pertanyaan blok III nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Hasil penilaian terhadap praktik sanitasi responden IRTP disajikan pada Gambar 20. Hasil survei menunjukkan sembilan per sepuluh (91.5%) responden IRTP dinilai Baik karena melakukan praktik pembersihan sarana produksi sebelum proses produksi dilakukan. Praktik pembersihan sarana produksi tersebut dilakukan sebelum proses produksi dimulai. Sebagian responden IRTP juga melakukan pembersihan setelah proses produksi selesai pada hari sebelumnya dan setelah itu pembersihan dilakukan kembali sesaat sebelum produksi dimulai pada hari itu, pembersihan ringan dilakukan pada sarana produksi. Hampir sepersepuluh (8.5%) responden IRTP dinilai Kurang karena belum mempraktikkan pembersihan sarana produksi sesuai aturan. Aspek penggunaan alat dalam proses pembersihan sarana produksi dinilai Baik pada lebih dari sembilan per sepuluh (95.8%) responden IRTP, karena penggunaan alat pembersih akan memudahkan pembuangan kotoran dari sarana produksi yang dibersihkan. Kurang dari tiga per seratus (2.8%) responden IRTP dinilai Kurang karena tidak menggunakan alat sama sekali. Dalam aspek digunakan tidaknya sanitaiser, kurang dari seperlima (19.7%) responden IRTP dinilai Baik karena telah menggunkan sanitaiser dalam proses pembersihan alat. Sanitaser yang umumnya digunakan adalah air panas. Hampir delapan per sepuluh (78.9%) responden IRTP dinilai Kurang karena sama sekali tidak menggunakan salah satu jenis sanitaiser. Penggunaan detergen dalam pembersihan alat bertujuan untuk memudahkan pengeluaran kotoran dari alat. Penilaian aspek penggunaan deterjen pada saat pembersihan alat, delapan per sepuluh (80.3%) responden IRTP dinilai Baik dan hampir seperlima responden IRTP dinilai Kurang karena belum menggunakan deterjen. Dalam jumlah sangat kecil (1.4%) responden IRTP menyatakan tidak memerlukan detergen karena hanya melakukan pengemasan ulang produk ke dalam unit-unit yang lebih kecil. Praktik cuci tangan sebelum karyawan proses produksi merupakan salah satu kunci dalam mencegah terjadinya kontaminasi kepada pangan yang diproduksi. Aspek praktik cuci tangan dinilai Baik untuk empat per lima (80.3%) responden IRTP karena telah mempraktikkan cuci tangan. Hampir seperlima (19.7%) responden IRTP dinilai Kurang karena belum mempraktikkan cuci tangan.
52
BAIK
KURANG
n = 71
DATA TIDAK TERSEDIA
Karyawan menggunakan masker selama mengolah pangan Karyawan menggunakan sarung tangan selama mengolah Karyawan menggunakan penutup kepala selama mengolah
15.5
84.5 38.0
62.0
21.1
Karyawan menggunakan pakaian kerja khusus/celemek
78.9 42.3
Praktik cuci tangan karyawan sebelum/sesudah mengolah
80.3
Terpisah tidaknya ruang bahan baku dan bahan jadi
Penggunaan alat pembersih untuk membersihkan alat Pembersihan sarana pengolahan sebelum pengolahan
19.7
59.2
Digunakan tidaknya detergen dalam membersihkan alat Digunakan tidaknya sanitaiser dalam membersihkan alat
57.7
40.8 80.3
19.7
18.3 1.4 78.9
95.8 91.5
1.4 2.8 1.4 8.5
Gambar 20. Praktik sanitasi responden IRTP Penggunaan pakaian kerja khusus seperti celemek dinilai Baik untuk dua per lima lebih (42,3%) responden IRTP, dan dinilai Kurang untuk hampir tiga per lima (57.7%) responden IRTP. Kemudian aspek penggunaan penutup kepala dinilai Baik untuk seperlima lebih (21.1%) responden IRTP dan dinilai Kurang untuk hampir empat per lima (78.9%) responden IRTP. Aspek penggunaan sarung tangan selama pengolahan dinilai Baik untuk hampir dua per lima (38.0%) responden IRTP dan dinilai Kurang untuk tiga per lima (62%) responden IRTP. Hal penggunaan masker dinilai Baik untuk kurang dari seperlima (15.5%) responden IRTP dan dinilai Kurang bagi lebih dari empat per lima (84.5%) responden IRTP. Kemasan dan pelabelan Informasi mengenai pencantuman kode produksi dan tanggal kedaluwarsa produk pada kemasan dan kesesuaian kemasan dengan kode kemasan pada nomor P-IRT tidak diperoleh melalui kuesioner melainkan melalui pengamatan pada kemasan. Hasil pengamatan pada kemasan disajikan pada Gambar 21. Lebih dari tiga per lima (63.4%) responden IRTP dinilai Baik dalam praktik penggunaan kemasan produk karena konsisten dengan kode kemasan pada nomor P-IRT produk yang telah mendapatkan SPP IRT. Kurang dari seperduapuluh (4.2%) responden IRTP ditemukan masih menggunakan kemasan yang tidak sesuai
53 dengan kode kemasan pada nomor P-IRT. Kondisi demikian dinilai Kurang karena tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produk Pangan BPOM. Praktik penggunaan kemasan dan konsisten dengan dengan nomor P-IRT pada sepertiga (32.4%) responden IRTP, tidak dapat dinilai karena kemasan tidak dapat diperoleh pada saat survei dilakukan. Seperlima (21.1%) responden IRTP dinilai Baik karena mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada kemasan dan hampir setengah (47.9%) responden IRTP dinilai Kurang karena belum mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada kemasan produk. Sepertiga (31%) responden yang disurvei tidak dapat menunjukkan data tanggal kedaluwarsa pada saat survei dilakukan, sehingga tidak dapat dinilai. BAIK
KURANG
DATA TDK TERSEDIA n = 71
Kode produksi dicantumkan pada 8.5 label Tanggal kedaluwarsa dicantumkan pada label Bahan kemasan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi
21.1
60.6
47.9
63.4
31.0
31.0
4.2 32.4
Gambar 21. Bahan kemasan, informasi kedaluwarsa dan kode produksi pada kemasan pangan produksi responden IRTP
Kemudian aspek lain yang diamati adalah kode produksi. Dari survei yang dilakukan, kurang dari sepersepuluh (8.5%) responden IRTP dinilai Baik karena mencantumkan kode produksi pada kemasan. Tiga per lima (60.6%) responden IRTP dinilai Kurang karena tidak mencantumkan kode produksi pada kemasan. Sementara itu sepertiga (31.0%) responden IRTP tidak dapat menunjukkan kemasan produk yang digunakan pada saat survei, sehingga data kode produksi tidak dapat diamati dan dinilai. Penilaian label pangan pada produk pangan responden IRTP didasarkan pada PP No 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan (BPOM RI, 2003d). Hal dasar yang ditetapkan dalam aturan tersebut adalah 1) kewajiban produsen untuk mencantumkan label pada, di dalam, dan atau dikemasan pangan, 2) persyaratan pelabelan pada kemasan, dan 3) keterangan minimal dalam label yang dicantumkan pada kemasan. Penilaian juga didasarkan pada Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan untuk Industri Rumah Tangga (BPOM RI, 2003b) yaitu berkaitan dengan kode kemasan pada nomor izin edar produk atau nomor P-IRT. Pengamatan kesesuaian label pada kemasan produk responden IRTP dengan ketentuan regulasi dilakukan hanya pada 48 label produk pangan dari 71 responden IRTP karena 23 responden IRTP tidak dapat menunjukkan kemasan berlabel dari produk pangan yang dihasilkan. Kemasan produk pangan dari
54 responden IRTP yang memenuhi semua persyaratan dasar yang diatur dalam regulasi tersebut dinilai dengan kategori Baik dan yang tidak memenuhi semua persyaratan dinilai dengan kategori Kurang. Hasil pengamatan terhadap label dan kesesuaian dengan ketentuan regulasi, disajikan pada Gambar 22. 9% BAIK 32% KURANG DATA TDK TERSEDIA 59%
n = 71
abel kemasan produk pangan responden IRTP dengan Gambar 22. Kesesuaian label PP No 69/1999 dan pedoman tata cara penyelenggaraan SPP IRT
Hampir sepersepuluh (9%) label pada kemasan produk pangan responden IRTP dinilai Baik karena telah memenuhi semua persyaratan dasar ketentuan pelabelan, sementara hampir tiga per lima (59%) label pada kemasan produk ena belum memenuhi ketentuan pangan responden IRTP dinilai Kurang karena regulasi. Sepertiga (32%) label kemasan responden IRTP tidak dapat dinilai karena kemasan tidak tersedia pada saat survei dilaksanakan. Penyimpanan produk etersediaan tempat penyimpanan atau gudang dipaparkan berdasarkan Ketersediaan data jawaban kuesioner blok II pertanyaan ke ke-9. 9. Menurut Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (IRT) yang diterbitkan oleh BPOM RI (2003c), tempat penyimpanan dinilai dinil berdasarkan aspek-aspek aspek berikut: 1) aspek penyimpanan bahan baku dan produk, 2) tata cara penyimpanan, 3) penyimpanan bahan berbahaya, 4) penyimpanan label dan kemasan, dan 5) penyimpanan peralatan. Pada pelaksanaan survei yang dinilai adalah aspek penyimpanan impanan bahan baku dan produk, bahan baku dan produk disimpan dalam kondisi terpisah dan dalam kondisi bersih. Penilai kategori Baik pada aspek penyimpanan produk jika bahan baku dan produk akhir disimpan pada ruangan yang berbeda. Penilaian sebagai kategori kateg Kurang pada aspek penyimpanan produk bila bahan baku dan produk akhir disimpan dalam ruangan yang sama. Hasil survei terhadap ketersediaan ruang penyimpanan produk disajikan pada Gambar 23. Hasil penilaian menunjukkan hampir tiga per lima (59%) responden IRTP dinilai Baik karena tempat penyimpanan produk tersedia dan lebih dari dua per lima (41%) bernilai Kurang karena belum memiliki atau mengusahakan penyimpanan yang terpisah antara bahan baku ba dan produk akhir.
55
41%
BAIK KURANG 59%
n = 71
Gambar 23. Ketersediaan etersediaan ruang penyimpanan p pada sarana produksi responden IRTP
Kemampuan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan pertanyaan pertanyaan seputar materi penyuluhan keamanan pangan (CPPB IRT) Materi penyuluhan keamanan pangan yang disajikan dalam buku Materi Sosialisasi Keamanan Pangan Bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur, mencakup berbagai topik, antara lain: 1) Pedoman CPPB IRT, 2) perorangan/karyawan dan sanitasi sarana Pelabelan dan iklan pangan, 3) Higiene perorangan/karyawan pengolahan IRTP, 4) Berbagai jenis bahaya/pencemaran serta cara mengatasinya, 5) Penyakit-penyakit penyakit yang ditimbulkan oleh pangan serta pencegahannya, 6) perundang undangan di bidang pangan. Bahan tambahan pangan, dan 7) Peraturan perundang-undangan uk mengetahui sejauhmana pemahaman yang dimiliki oleh responden, Untuk maka diadakan tes. Soal-soal Soal soal dalam tes diambil dari pokok bahasan CPPB IRT, bahan tambahan pangan, label dan iklan pangan, dan higiene perorangan/karyawan dan sanitasi sarana pengolahan industri industri rumah tangga pangan. Topik bahasan lain tidak diikutkan dalam tes ini karena lebih bersifat teori, sedangkan keempat topik yang dijadikan sebagai bahan tes lebih kepada hari dalam produksi pangan sehingga diasumsikan akan lebih praktik sehari-hari an dipahami. Pertanyaan yang diberikan dalam tes berjumlah 17 soal diingat dan dengan tingkat kesulitan yang lebih rendah dibandingkan dengan post test yang diberikan pada waktu penyuluhan. Hasil tes yang dilakukan terhadap responden disajikan pada Gambar 24. 2 Untuk memastikan apakah hubungan tingkat pendidikan responden dan kemampuan responden menjawab pertanyaan dalam tes dengan benar, maka Wallis Test Test. dilakukan uji dengan Nonparametrik Tests dengan Metode Kruskal-Wallis Diperoleh hasil uji yang menunjukkan P-value (Sig.) = 0.003,, yang berarti lebih kecil dari 0.05 (p<0.05). Artinya ada perbedaan nyata kemampuan menjawab tes dengan benar antara responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Semakin tinggi ting tingkat pendidikan responden, semakin banyak pertanyaan dalam tes yang dijawab dengan benar.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
n = 71
23.5 29.4 35.3 41.2 47.1 52.9 58.8 64.7 70.6 76.5 82.4 88.2 94.1
100. 0
Nilai Tes Kemampuan Responden IRTP SD SMP
1
1
1
SMA
1
2
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
6
2
2
4
8
1
2
4
1
PT
1
1
1 2 3
1 3
1
2
3
2
Gambar 24. Nilai tes kemampuan dan jumlah responden IRTP dengan tingkat pendidikannya
Hal yang perlu dicermati juga adalah nilai rata-rata rata tes terkait CPPB IRT per angkatan penyuluhan (2008 – 2011) memiliki kecenderungan penurunan penurunan. Tes yang diberikan berlangsung pada saat wawancara. wawancara Jarak waktu dari responden pertama sampai responden terakhir berada dalam hitungan bulan (April 2012 – November 2012). Hasilnya disajikan pada Gambar 25.
Nilai rerata tes kemampuan
Jumlah responden IRTP
56
74 73 72 71 70 69 68 67 66 65 64 63
Series1
n = 71
2008
2009
2010
2011
Rerata Keseluruh an
69.12
73.11
66.99
69.97
69.59
Gambar 25. Nilai rerata rata tes kemampuan per angkatan responden IRTP terkait materi CPPB IRT
57 Bila faktor penyuluhan yang sudah lama berlangsung dan faktor kesulitan untuk mengingat kembali materi penyuluhan yang pernah diberikan tidak tampak pada data tersebut. Angkatan terakhir partisipan penyuluhan justru yang mendapatkan nilai rata-rata tes kemampuan yang rendah dibandingkan dengan angkatan pertama dan kedua. Penurunan ini dapat disebabkan berbagai faktor lain, seperti kualitas penyuluhan yang dilakukan, dan menurunnya kualitas sumber daya manusia yang mengikuti penyuluhan tersebut.
Analisis Hasil Survei Regulasi Regulasi mutu dan keamanan pangan yang secara umum digunakan tetapi tidak dirujuk dalam materi pelatihan , antara lain: 1) PP No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, 2) SK Ka BPOM RI No HK.00.05.5.1639 Tahun 2003 tentang Pedoman CPPB IRT, 3) SK Ka BPOM RI No: HK.00.05.5.1641 Tahun 2003 tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Industri Rumah Tangga, dan 4) SK Ka BPOM RI No: HK.00.05.52.4321 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Terkait dengan regulasi daerah Pemerintah Kabupaten Cianjur belum mengembangkan peraturan daerah sebagai kebijakan dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Pada tingkat pemerintahan propinsi, meskipun tidak dirujuk dalam maeri penyuluhan kemananan pangan, regulasi terkait dengan pengamanan pangan sudah dikembangkan. Tingkat kelengkapan regulasi yang disosialisasikan kepada pemilik IRTP melalui penyuluhan yang dilakukan tentu dapat mempengaruhi tingkat implementasinya di dalam operasionalisasi produksi pangan IRTP. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa materi penyuluhan, termasuk di dalamnya pokok bahasan tentang perundang-undangan di bidang keamanan pangan, dipersepsikan sebagai mudah dipahami oleh responden IRTP (94.4%) dan mudah diterapkan (74.6%), namun demikian di lapangan menunjukkan bahwa salah satu kelemahan IRTP secara umum di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman produsen tentang peraturan di bidang pangan (Rahayu, 2011). Salah satu penyebab lemahnya implementasi perundang-undangan di bidang pangan adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman produsen tentang peraturan pangan yang ada dan karena akses yang minim terhadap kesesuaian dengan persyaratan yang ditetapkan, khususnya keamanan pangan (Rahayu et al. 2012). Dalam Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2010 – 2014, disebutkan bahwa tingginya tingkat pelanggaran di bidang obat dan makanan antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakpedulian baik konsumen maupun produsen (BPOM RI, 2013). Untuk mengimplementasikan persyaratan keamanan pangan pemerintah perlu melakukan persiapan yaitu dengan penyediaan peraturan/perundangundangan/standar di bidang keamanan pangan pada umumnya dan untuk UMKM (pangan) pada khususnya; dan tersedianya akses UMKM pangan (IRTP) terhadap peraturan/perundang-undangan/standar tersebut (Rahayu et al. 2012). Meskipun sosialisasi peraturan atau perundang-undangan di bidang keamanan pangan telah dilakukan melalui penyuluhan namun belum tentu secara
58 langsung membuat IRTP mengimplementasikannya. Oleh sebab itu sosialisasi regulasi dirasa tidak cukup hanya melalui penyuluhan keamanan pangan, tetapi harus melalui cara tertentu agar semua stakeholder mutu dan keamanan pangan memiliki akses terhadap regulasi yang diberlakukan. Dalam rangka memudahkan akses terhadap regulasi, Rahayu et al. (2012), mengusulkan hal yang perlu dipersiapkan oleh Pemerintah adalah menyelenggarakan sertifikasi produk pangan IRT berbasis web, dan melakukan inspeksi dan audit UMKM pangan berbasis risiko. Pada tahun 2012 lalu, pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan di bidang pangan yang merupakan penyempurnaan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya, yaitu 1) Undang-Undang RI No 18 tahun 2012 tentang Pangan, 2) Peraturan Kepala BPOM RI No: HK. 03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, 3) Peraturan Kepala BPOM RI No: HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga, dan 4) Peraturan Kepala BPOM RI No: HK. 03.1.23.04.12. 2207 tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Dalam UU RI No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ada penekanan yang lebih tegas tentang pangan dan keamanan pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sementara keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (Pemerintah RI, 2012). Berbeda dengan UU RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang menekankan keamanan pangan sebagai tujuan, UU RI No 18 Tahun 2012 tentang Pangan menjadikan keamanan pangan sebagai asas dan lingkup dari penyelenggaraan pangan (Pemerintah RI, 2012). Artinya keamanan pangan menjadi prasyarat mutlak dalam penyelenggaraan pangan, termasuk pada tingkat perseorangan. Dalam konteks tersebut pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terwujudnya penyelenggaraan keamanan pangan di setiap rantai pangan secara terpadu. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib membina dan mengawasi pelaksanaan penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria keamanan pangan yang telah ditentukan. Demikian juga dengan Peraturan Kepala BPOM RI tahun 2012 terkait dengan pemberdayaan industri pangan rumah tangga (IRTP) memberikan penekanan yang lebih tegas pada mutu dan keamanan pangan sebagai prasyarat dasar dalam memproduksi pangan. Perbedaan penting antara Peraturan Kepala BPOM RI tahun 2012 dengan peraturan sejenis tahun 2003 adalah terletak pada cara penilaian kesesuaian dengan persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan CPPB IRT 2012 terdiri atas empat tingkatan, yaitu “harus”, “seharusnya”, “sebaiknya”, dan “dapat” yang diberlakukan terhadap semua lingkup yang terkait dengan proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan pangan IRT
59 dengan rincian a) persyaratan harus, b) persyaratan seharusnya, c) persyaratan sebaiknya, atau d) persyaratan dapat. Penilaian menggunakan tingkatan Kritis, Serius, Mayor dan Minor. Pemeriksaan dilakukan dengan cara penetapan ketidaksesuaian yaitu dengan pernyataan atau kalimat negatif (BPOM RI 2012a,b). Selain dalam cara penilaian dan persyratan, perbedaan lain yang menonjol adalah masa berlaku nomor izin edar/P-IRT dibatasi masa berlakunya yaitu lima tahun. Peraturan terbaru dari BPOM RI tersebut lebih ketat dan tidak memberi ruang “abu-abu” di dalam penilaian. Demikian juga halnya dalam masa berlaku nomor izin edar/P-IRT akan mendorong IRTP mengevalusi dan terus meningkatkan mutu sarana produksi agar tetap dapat beroperasi. Persyaratan dan penilaian antara CPPB IRT dan SPP IRT tahun 2003, yang digunakan dalam pembinaan mutu dan keamanan pangan kepada responden IRTP 2008 - 2011, lebih lunak daripada persyaratan dan penilaian CPPB IRT dan SPP IRT tahun 2012. Jika pengamatan terhadap responden IRTP dilakukan dengan mengunakan persyaratan dan penilaian CPPB IRT dan SPP IRT tahun 2012 maka akan ada gap yang lebar dibandingkan dengan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap responden IRTP. Program dan anggaran serta tindak lanjut Sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Pemerintah Daerah (bupati/walikota) diberikan tugas untuk 1) menerbitkan sertifikasi industri pangan rumah tangga (PIRT) (pasal 43 ayat 3), 2) menerima dan menindaklanjuti hasil pengujian produk pangan industri rumah tangga (pasal 45 ayat 3 butir b), 3) melaksanakan pemeriksaan mulai dari produk sampai kepada perizinan usaha industri rumah tangga pangan dan industri pangan siap saji dengan (pasal 46 ayat 4) memberikan sanksi administratif kepada IRTP yang melakukan pelanggaran (pasal 47 ayat 5) melakukan pembinaan terhadap IRTP dan IPSS (pasal 51 ayat 4). Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan telah membuat perencanaan terkait pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan dalam bentuk program dan kegiatan beserta dengan alokasi anggaran. Merujuk pada data program dan kegiatan yang diperoleh, baik dari BAPPEDA yang tertuang dalam RPJMD untuk jangka waktu 5 tahun, dan dari Dinas Kesehatan dalam bentuk LAKIP untuk jangka 1 tahun, program pembinaan dan pengawasan mutu dalam bentuk penyuluhan mutu dan keamanan pangan serta inspeksi atau pemeriksaan sarana produksi IRT dan pemeriksaan sampel pangan hasil IRT dibuat berorientasi outcome. Dengan demikian pengukuran kinerja didasarkan pada hasil akhir dari kegiatan (outcome) yang dilakukan. Merujuk pada Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, program-program diuraikan menjadi beberapa kegiatan (LAKIP Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, 2007). Setiap kegiatan di-elaborasi lagi lebih detail, yaitu uraian kegiatan, indikator kegiatan, satuan kegiatan, dan target kegiatan. Indikator kegiatan terdiri dari input, output, dan outcome. Input (masukan) biasanya berupa dana atau anggaran dengan jumlah tertentu. Output merupakan keluaran yang langsung diperoleh dari pelaksanaan kegiatan, sedangkan outcome adalah hasil yang menunjukkan efektifitas program (Putra, 2011). Untuk mengevaluasi suatu program dapat dilakukan dengan Model Logika (Logic Model and Evaluation) (Taylor-Powell, 2005).
60 Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) terdiri dari dua bagian, pertama, Rencana Kinerja Tahunan, dan kedua Pengukuran Kinerja Kegiatan. Rencana Kinerja Tahunan berisi program yang terdiri dari berbagai kegiatan dan target. Sementara Pengukuran Kinerja Kegiatan adalah evaluasi terhadap Rencana Kinerja Tahunan. Dari ketiga program/kegiatan pada Tabel 13, berdasarkan Pengukuran Kinerja Kegiatan Dinas Kesehatan Tahun 2007, 2009 dan 2010 (LAKIP Dinas Kesehatan Kab Cianjur, 2007, 2009, dan 2010) pada kolom target tertera keterangan target dicapai 100%. Pencapaian target 100% bila dibandingkan dengan hasil survei untuk IRTP yang mengikuti penyuluhan dari tahun 2008 - 2011, ternyata baru 82% IRTP yang telah memenuhi prasyarat dasar yang ditentukan agar dapat berproduksi dan mengedarkan produknya. Kemudian masih ada 11% responden IRTP yang belum memiliki SPP-IRT dan SPKP, yang berarti belum lulus dan atau belum diinspeksi, tetapi masih tetap berproduksi. Kemudian masih ditemukan 7%) responden IRTP yang sudah memiliki SPP-IRT tetapi tidak dapat menunjukkan SPKP-nya. Dari semua responden IRTP yang disurvei masih ada 29.6% yang tidak dikunjungi sampai dengan survei berlangsung. Kemudian dari hasil survei juga menunjukkan hanya 26.8% responden IRTP yang kembali mendaptkan kunjungan setelah kunjungan pertama pasca penyuluhan keamanan, selebihnya yaitu 69% tidak pernah lagi dikunjungi sampai survei kajian ini dilaksanakan. Dengan demikian pencapaian target 100% baru berada pada tahap penyelenggaraan penyuluhan. Target belum diarahkan kepada outcome jangka menengah, seperti misalnya semua peserta penyuluhan telah mempraktikkan CPPB IRT di lapangan dengan nilai Baik. Data yang diolah dari RPJMD Kabupaten Cianjur Tahun 2006 – 2011 anggaran yang direncanakan untuk kegiatan Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Kesehatan Makanan Hasil Produksi Rumah Tanggasetiap tahun hanya memperoleh anggaran sebesar Rp. 16,3 juta. Realisasinya untuk tahun 2007 adalah Rp 40 juta, tahun 2008 adalah 50 juta, dan tahun 2009 adalah Rp 25 juta. Anggaran tahun 2007 dan 2009 diperuntukkan semata untuk kegiatan penyuluhan keamanan bagi IRT, sedangkan untuk tahun 2008 anggaran yang disediakan diperuntukkan tidak hanya untuk kegiatan penyuluhan keamanan pangan (14 IRT), tetapi juga untuk empat kegiatan lain, yaitu penyuluhan penyalahgunaan NAPZA bagi 40 petugas Puskesmas, penyuluhan penyalahgunaan NAPZA bagi 5 pesantren, pembinaan manajemen dan pengelolaan obat yang baik untuk 9 toko obat dan apotik, dan pemeriksaan kandungan zat aktif terhadap 48 sampel obat dan obat tradisional. Mencermati alokasi anggaran untuk 5 tahun yaitu 2006 - 2011, maupun realisasinya yang dilihat dari tahun 2007, 2008 dan 2009, anggaran hanya ditujukan untuk kegiatan penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan IRT, belum termasuk untuk kegiatan pengawasan dan pembinaan bagi seluruh IRTP yang telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Berdasarkan analisis terhadap anggaran yang direncanakan dan direalisasikan untuk program Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Kesehatan Makanan Hasil Produksi Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur masih sangat kurang. Menurut Rahayu dan Nababan (2011), agar system pengawasan dan pembinaan keamanan pangan di kabupaten/kota akan teraplikasikan dengan baik, yaitu apabila pemerintah daerah mengupayakan beberpa hal berikut, antara lain:
61 anggaran dan fasilitas lainnya secara mobile melaksanakan pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan mutu pangan. Pemahaman dan Penerapan CPPB IRT Rangkuman persentase responden yang mendapatkan penilaian kategori Baik dan Kurang dalam pemahaman dan penerapan CPPB IRT disajikan pada Gambar 27. Pengamatan dan penilaian parameter CPPB IRT pada survei tidak mencakup aspek pengendalian proses, pelatihan karyawan, penanggung jawab, dan pencatatan dokumentasi. Baik
Kurang
Data Tidak Tersedia
n = 71
90.1 71.8
70.4 58.2
68.8 58.1 41.9
41.8
54.4 45.2
31.2
29.6
28.2
54.9 45.1
62.0 40.8 38.0 32.4 26.8
58.94 37.78
Lingkungan Produksi
Bangunan & Fasilitas IRT
Peralatan Produksi
Suplai Air di IRTP
Fasilitas Higiene dan Sanitasi
Pengendalian Hama
Kebijakan terhadap kondisi kesehatan karyawan
Praktik sanitasi
Kemasan dan pelabelan
Penyimpanan produk
Rerata
9.9
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
x
Gambar 27. Rangkuman persentase responden IRTP yang memperoleh nilai Baik dan Kurang dalam penerapan beberapa parameter CPPB IRT. Beberapa aspek parameter yang dinilai Baik dan ditemukan pada mayoritas responden IRTP antara lain, lingkungan produksi (A), peralatan produksi (C), fasilitas hygiene dan sanitasi (E), kebijakan terhadap kesehtan karyawan (G), penyimpanan produk (J), bangunan dan fasilitas IRT (B), suplai air dan pengolahan (D), pengendalian hama (F), praktik sanitasi (H), dan kemasan dan pelabelan (I). Secara keseluruhan, rerata persentase responden yang mendapatkan nilai Baik adalah 58, 94% dan nilai Kurang adalah 38.78%. Jumlah
62 persentase tidak bulat 100% karena pada parameter kemasan dan pelabelan sebagian data pada responden tidak tersedia. Beberapa aspek parameter yang menonjol dinilai Kurang pada responden IRTP adalah suplai air dan pengolahan (D), pengendalian hama (F), serta kemasan dan pelabelan (I). Dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan oleh BPOM RI selama tahun 2009 yang dilakukan terhadap 1.504 industri rumah tangga pangan (IRTP) di 18 propinsi pada tahun 2009, umumnya yang masih menjadi masalah bagi IRTP di semua propinsi adalah parameter: fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, label pangan, dan pencatatan dokumentasi (Rahayu et al. 2012). Dengan perbandingan ini tampak ada kesamaan pada dua masalah, yaitu masalah pengendalian hama serta kemasan dan pelabelan. Efektivitas Progam Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan Outcome dari pengawasan mutu dan keamanan pangan adalah produk pangan yang dihasilkan aman, bermutu dan layak dikonsumsi. Untuk menghasilkan produk pangan yang demikian, maka seluruh rantai pangan harus menerapkan good practices. Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB IRT) merupakan bagian dari good practices yang ditujukan pangan yang dihasilkan memenuhi kriteria mutu dan keamanan. Lebih dari delapan per sepuluh (82%) responden IRTP yang telah memenuhi prasyarat dasar untuk berproduksi dan mengedarkan produknya. Sebesar 11% responden IRTP yang belum memiliki SPP-IRT dan SPKP, yang berarti belum lulus dan atau belum diinspeksi, tetapi masih tetap berproduksi. Kemudian masih ditemukan 7% responden IRTP yang sudah memiliki SPP-IRT tetapi tidak dapat menunjukkan SPKP-nya. Masih tersisa sebesar 29.6% yang tidak dikunjungi sampai dengan survei berlangsung. Kemudian dari hasil survei juga menunjukkan hanya 26.8% responden IRTP yang kembali mendapatkan kunjungan setelah kunjungan pertama pasca penyuluhan keamanan pangan, selebihnya yaitu 69% tidak pernah lagi dikunjungi sampai survei kajian ini dilaksanakan. Analisis terhadap anggaran yang telah direalisasikan dirasa masih kurang, karena berdasarkan LAKIP 2007, 2008, dan 2010 dana yang disediakan tercantum hanya untuk kegiatan pengendalian keamanan pangan. Anggaran yang disediakan belum mencakup dana untuk pengawasan pangan di lapangan, baik untuk seluruh IRTP yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar. Sehingga disimpulkan dana yang dianggarkan masih jauh dari kebutuhan minimal agar pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dapat berjalan optimal. Merujuk pada hasil survei, hampir enam per sepuluh (58,94%) responden IRTP telah menerapkan beberapa parameter CPPB IRT dengan nilai Baik, antara lain lingkungan produksi, peralatan produksi, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan higiene karyawan, serta aspek penyimpanan. Hampir empat per sepuluh (38%) dinilai masih Kurang pada parameter suplai air dan pengolahan, pengendalian hama, serta kemasan dan pelabelan. CPPB IRT belum sepenuhnya dipraktikkan secara benar oleh sebagian responden IRTP. Hasil survei juga menunjukkan nilai rerata kemampuan responden IRTP dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes adalah 69,59 (%). Berdasarkan penilaian yang diklasifikasikan oleh Khomsan (2000) tentang efektifitas program yang diukur dari pengetahuan dan sikap, peringkat responden IRTP berada pada skor 60% - 80% yaitu sedang. Terlepas dari adanya berbagai
63 hambatan yang dialami oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur maupun oleh produsen (IRTP) di Kabupaten Cianjur, efektifitas program pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dinilai berada pada tingkat efektifitas sedang. Penyusunan Rekomendasi Regulasi sebagai rujukan dan sosialisasi regulasi Regulasi memiliki peran yang sangat strategis dalam pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan. Regulasi berperan menjadi rujukan dalam memenuhi ketentuan atau persyaratan yang ditetapkan bagi semua industri pangan, termasuk IRTP, untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Regulasi menjadi panduan dan sekaligus patok duga (benchmark) bagi peningkatan mutu dan standar keamanan pangan IRTP. Sejalan dengan itu daya saing dari produk pangan IRT akan mampu bersaing dengan produk sejenis dari luar daerah maupun luar negeri, khususnya menjelang harmonisasi pasar ASEAN 2015. Berdasarkan hasil survei, regulasi yang dirujuk dan disosialisasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur kepada pemilik IRTP melalui penyuluhan keamanan pangan sudah mencakup beberapa regulasi utama dan regulasi turunannya, namun masih ada beberapa regulasi, bahkan regulasi yang langsung berkaitan dengan program pengawasan mutu dan keamanan pangan untuk IRTP seperti PP No 28 Tahun 2004, SK Ka BPOM RI tentang Tata Cara Penyelenggaraan SPP IRT, dan SK Ka BPOM RI tentang Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan IRT, yang belum dirujuk dan disosialisasikan kepada peserta penyuluhan. Berdasarkan survei terungkap bahwa sosialisasi regulasi hanya dilakukan melalui penyuluhan keamanan pangan, dan hal ini dirasakan tidak cukup, maka harus dipikirkan agar sosialisasi regulasi dapat dilakukan dengan cara tertentu agar semua stakeholder khususnya produsen dan konsumen dapat mengakses regulasi keamanan pangan lebih mudah. Maka hal yang direkomendasikan adalah agar Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan menggalakkan sosialisasi regulasi mutu dan keamanan pangan serta kegiatan surveilan implementasi regulasi secara periodik. Untuk itu yang dapat dilakukan adalah 1) meningkatkan frekuensi edukasi kepada IRTP melalui penyuluhan keamanan pangan, tidak hanya kepada peserta baru tetapi juga membuka kesempatan kepada IRTP yang telah terdaftar (peserta lama), 2) menerbitkan buku kumpulan regulasi, khususnya tiga regulasi utama terkait penyelenggaraan penyuluhan mutu dan keamanan pangan secara lengkap (SK Ka BPOM), dan 3) mengembangkan regulasi sertifikasi berbasis web, yang akan memudahkan akses bagi produsen dan konsumen. Perubahan regulasi dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan yang lebih menekankan mutu dan keamanan pangan sebagai asas dan bukan sebagai tujuan, serta penilaian sarana produksi pangan IRTP dengan pendekatan penilaian yang tegas diharapkan dapat mendorong peningkatan mutu dan keamanan pangan IRTP. Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan dituntut untuk melandaskan program dan kegiatan di bidang pembinaan dan
64 pengawasan mutu dan keamanan pangan IRTP pada regulasi terbaru yang diatur oleh BPOM RI. Perancangan program dan anggaran Program Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Kesehatan Makanan Hasil Produksi Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur dibuat berbasis outcome. Dengan demikian pengukuran efektifitas kinerja dapat dievaluasi berdasarkan outcome yang dihasilkan. Sesuai dengan tujuan dari pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan adalah pada hasil akhir yaitu penerapan CPPB IRT oleh IRTP dengan baik. Melalui kajian ini hal yang direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan adalah mempertajam outcome dan membuat program tindak lanjut pembinaan dan pengawasan yang didasarkan pada kegiatan surveilan secara periodik. Sehubungan dengan hal ini tentu dibutuhkan tambahan dana operasional yang besar. Alokasi anggaran yang disediakan untuk Program Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Kesehatan Makanan Hasil Produksi Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur masih sangat kecil. Kondisi ini turut menjadi salah satu faktor belum efektifnya pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan yang tercermin dari masih cukup banyak IRTP yang disurvei lemah dalam berbagai parameter CPPB IRT dan cukup banyak IRTP yang tidak pernah lagi mendapat kunjungan pengawasan dari Dinas Kesehatan. Sehingga hal yang direkomendasikan adalah agar Pemerintah Kabupaten Cianjur memberikan perhatian lebih serius terhadap pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dengan meningkatkan secara signifikan anggaran yang dibutuhkan. Peningkatan pemahaman dan praktik CPPB IRT dan kemampuan SDM IRTP Dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan mutu dan keamanan pangan di Kabupaten Cianjur maka beberapa hal perlu dilakukan, pertama, meningkatkan frekuensi penyuluhan dan meng-update materi penyuluhan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kedua, IRTP perlu mendapatkan advokasi atau pendampingan dari Pemerintah Kabupaten Cianjur c.q. Dinas Kesehatan agar ketentuan-ketentuan dalam Pedoman CPPB IRT terutama regulasi yang terbaru dapat diimplementasikan dengan benar.
5
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Regulasi yang dirujuk oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan yang tertera dalam materi penyuluhan keamanan pangan sudah cukup banyak namun belum lengkap, karena belum merujuk semua regulasi pokok yang melandasi pelaksanaan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRT. Regulasi yang telah dirujuk dalam materi penyuluhan dan dari daftar peraturan daerah Kabupaten Cianjur, tidak mencakup peraturan daerah sebagai landasan kebijakan dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRT di Kabupaten
65 Cianjur. Pemerintah Kabupaten Cianjur belum mengembangkan regulasi daerah tentang mutu dan keamanan pangan. Sosialisasi regulasi mutu dan keamanan pangan belum optimum karena hanya dilakukan melalui ceramah dalam penyuluhan keamanan pangan dan melalui hand out penyuluhan. Sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam PP No 28 Tahun 2004, Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan telah menyelenggarakan program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan didesain berorientasi output dan outcome. Meskipun berdasarkan laporan kinerja target (output) tercapai 100%, namun hanya berdasarkan pada pelaksanaan penyuluhan. Pemilikan SPP-IRT dan SPKP sebagai output program hanya mencapai 82% dari IRTP yang telah mengikuti penyuluhan. Dengan jumlah target program yang semakin luas, tercermin dari jumlah total IRTP yang terdaftar sampai tahun 2010 yaitu 711 IRTP, anggaran yang dialokasikan untuk Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Kesehatan Makanan Hasil Produksi Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur setiap tahun masih sangat kecil. Anggaran hanya difokuskan pada kegiatan penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan IRT. Anggaran tersebut belum mencakup kegiatan pengawasan dan pembinaan bagi seluruh IRTP yang telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Sebagian besar (58,94%) responden IRTP telah menerapkan beberapa parameter CPPB IRT dengan nilai Baik, antara lain lingkungan produksi, peralatan produksi, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan higiene karyawan, serta aspek penyimpanan. Sebagian lagi (38%) responden IRTP dinilai masih Kurang pada parameter suplai air dan pengolahan, pengendalian hama, serta kemasan dan pelabelan. Pengetahuan dan pemahaman responden IRTP yang dilihat dari kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes terkait materi penyuluhan keamanan pangan dinilai sedang atau cukup. Terlepas dari adanya berbagai hambatan yang dialami oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur maupun oleh produsen (IRTP) di Kabupaten Cianjur, efektifitas program pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dinilai berada pada tingkat sedang.
Saran Dalam rangka meningkatkan mutu dan keamanan pangan IRTP di Kabupaten Cianjur maka beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti adalah penyesuaian program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan dengan regulasi terbaru, mempertajam outcome program dan meningkatkan anggaran program. Sejalan dengan semangat dari UU Pangan dan Peraturan terbaru dari Kepala BPOM RI dalam mutu dan keamanan pangan, pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan yang lebih intensif dan menerapkan regulasi yang lebih tegas terhadap praktik berproduksi yang baik dari IRTP, khususnya dalam aspek-aspek yang masih lemah seperti sarana suplai air, pengendalian hama, dan praktik pengemasan dan pelabelan produk pangan.
66
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, F. 2009. Pengkajian Apek Pelabelan dan Sanitasi pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2003a. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPBIRT) [Internet]. [diunduh 2011 Jul 14]. Tersedia pada: http://www.pom.go.id/search/query2.asp?qsmateri =semua&qs_search=CPPB&qs_TX=1. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2003b. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.5.1640 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta (ID): BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2003c. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.5.1641 Tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta (ID): BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2003d. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.52.4321 tentang Pedoman Umum Pelablean Produk Pangan. Jakarta (ID): BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2009. Data KLB Keracunan Pangan 2001 – 2008. [Internet]. [diunduh 2011 Des 6]. Tersedia pada: http://www.pom.go.id /surv/index.asp?i_menu=6. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012a. Peraturan Kepala BPOM RI No: HK. 03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. [Internet]. Jakarta (ID): BPOM RI. [diunduh 3 September 2013]. Tersedia pada http://jdih.pom.go.id. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012b. Peraturan Kepala BPOM RI No: HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga. [Internet]. Jakarta (ID): BPOM RI. [diunduh 3 September 2013]. Tersedia pada http://jdih.pom.go.id. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012c. Peraturan Kepala BPOM RI No: HK. 03.1.23.04.12. 2207 tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. [Internet]. Jakarta (ID): BPOM RI. [diunduh 3 September 2013]. Tersedia pada http://jdih.pom.go.id. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2013. Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2010 – 2014. Jakarta (ID): BPOM. [BPS] Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. 2009. Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Barat 2007. Bandung (ID): BPS Jawa Barat.
67 [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2012. Kabupaten Cianjur Dalam Angka 2012. Cianjur (ID): BPS Cianjur. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2007. Working Principles For Risk Analysis For Food Safety For Application By Governments. CAC/GL 622007. Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur. 2008. Laporan Kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Cara Proses Produksi yang Baik dan Benar bagi Industri Pangan 2008. Cianjur (ID): Disperindag. Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Tnp. Thn. Materi Sosialisasi Keamanan Pangan Bagi Industri Rumah Tangga di Kabupaten Cianjur. Cianjur (ID): Dinkes Kab Cianjur. Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. 2007. Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintahan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur 2007. Cianjur (ID): Dinkes Kab Cianjur. Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. 2009. Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintahan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur 2008. Cianjur (ID): Dinkes Kab Cianjur. Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. 2010. Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintahan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur 2009. Cianjur (ID): Dinkes Kab Cianjur. Hariyadi, P. dan Ratih Dewanti-Hariyadi. 2009. Petunjuk Sederhana Memproduksi Pangan yang Aman. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Hariyadi, P. 2008. Double Burden: Isu terkini terkait dengan keamanan pangan. [Internet]. Bogor (ID): SEAFAST Center IPB. [diunduh 2011 Des 21]. Tersedia pada: http://www.seafast.ipb.ac.id/article/isu_terkini_keamanan _pangan.pdf. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tugas dan Fungsi Kementerian Kesehatan. [Internet]. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI. [diunduh 2011 Des 6]. Tersedia pada: http://www.depkes.go.id /index.php/profil/tugasdanfungsi.html. Khomsan, A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. [LIPI]. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoensia. 2006. Laporan Akhir Kumulatif Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Riset Kompetitif LIPI Tahun Anggaran 2006. [Internet]. Jakarta (ID): LIPI. [diunduh 2011 Juli 6]. Tersedia pada: http://www.elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/search katalog/.../9418/9418.pdf. Nugroho, Riant dan Randy R. Wrihatnolo. 2011. Manajemen Perencanaan Pembangunan. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 12 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2011. Cianjur (ID): Pemkab Cianjur.
68 Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor: 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Kesehatan. [Internet]. Bandung (ID): Pemprov Jabar. [diunduh 2011 Des 6]. Tersedia pada: http://www. diskes. jabarprov.go.id/. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. [Internet]. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. [diunduh 27 Juli 2013]. Tersedia pada http://jdih. pom.go.id/produk/UNDANG-UNDANG/UU%20Nomor%2018%20Tahun %202012.pdf Putra, MHRS Ario. 2011. Strategi untuk Mencapai Tujuan RPJMD 2010 – 2014 Kota Bogor pada Urusan Perdagangan, Perindustrian, UMKM, dan Pertanian [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rahayu, WP. 2011. Membangun Keamanan Pangan Nasional Melalui Sistem Keamanan Pangan Terpadu. Di dalam: Rahayu, WP, editor. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): IPB Press. hlm 7-12. Rahayu, WP. 2011. Sistem Inspeksi Keamanan Pangan Terpadu. Di dalam: Rahayu, WP, editor. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): IPB Press. hlm 13-18. Rahayu, WP, Halim Nababan. 2011. Permasalahan IRTP dan Program Keamanan Pangan Nasional untuk IRTP. Di dalam: Rahayu, WP, editor. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): IPB Press. hlm 37 – 43. Rahayu, WP, H. Nababan, P. Hariyadi, Novinar. 2012. Keamanan Pangan dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk Penguatan Ekonomi Nasional. [Internet]. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X 2012. 2012 Nop 21-22; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): SEAFAST Center IPB. [diunduh 2013 Apr 30]. Tersedia pada: http:// seafast.ipb.ac.id/publications/journal/403-peningkatan-daya-saing-usahamikro-kecil-dan-menengah/. Sevilla, Consuelo G, Jesus AO, Twila GP, Bella PR, dan Gabriel GU. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Alimuddin Tuwu, penerjemah, Alam Syah, pendamping. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari: An Introduction to Research Methods. Susanti, Juleka Susy. 2008. Kajian kondisi sarana produksi pangan di 26 provinsi di Indonesia [usulan Tugas Akhir]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Taylor-Powell, Ellen. 2005. Logic Models: A Framework for Program Planning and Evaluation. [Internet]. Paper of Nutrition, Food Safety and Health Conference. Maryland (US): University of Wisconsin-Extension. [diunduh 2013 Mei 27]. Tersedia pada: http://www.uwex.edu/ces/pdande/ evaluation/evallogicmodel.html. Uyanto, Stanislau S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ed. ke-3.
69 Winarno, F.G. dan Surono. 2004. GMP: Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor (ID): MBRIO Press. [WHO] World Health Organization. 2004. FAO/WHO Guidence to Governments on the Application of HACCP in Small and/or Less-Developed Food Business. [Internet]. Rome (IT): WHO/FAO UN. [diunduh 2013 Mei 23]. Tersedia pada: http://www.int/ foodsafety/publications/capacity/en/ English_Guidelines_Food_control.pdf.
70 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei
PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI PANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Dengan ini saya, Dreitsohn Franklyn Purba, memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berkenan meluangkan waktu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner ini. Kuesioner ini dimaksudkan untuk menggali informasi dari responden tentang pengetahuan dan praktik penerapan CPPB IRT di IRTP di Kabupaten Cianjur. Penggalian informasi ini dilakukan dalam rangka penulisan tesis program strata dua, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Profesi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Program Magister Teknologi Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Responden kuesioner ini adalah produsen (pemilik/karyawan) IRTP, yang telah mendapatkan Pembinaan dari Dinas Kesehatan (yang telah mendapatkan Sertifikat Produksi Pangan IRT atau P-IRT). Jawaban pertanyaan kuesioner Blok I, Blok II, Blok III & Blok IV dituliskan oleh surveior dan Blok V diisi oleh responden (pemilik/karyawan) IRTP. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu. Hormat saya, Dreitsohn Franklyn Purba
__________________________________________________________________ Nama usaha (IRTP)
:………………………………………………………………….
Nama lengkap
:………………………………………………………………….
Jabatan
: a. Pemilik
Nama surveior
:………………………………………………………………….
Tanggal wawancara
:………………………………………………………………….
Tanda Tangan Surveior (……………………………………) Tanda Tangan Responden (…………………………………….)
b. Karyawan
71 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan)
KUESIONER EFEKTIFITAS PROGRAM PENGAWASAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI KABUPATEN CIANJUR I. Informasi Umum IRTP 1
Nama IRTP
:
2
Alamat Lengkap IRTP
:
3 4 5 6
Telepon/Handphone Fax/Alamat e-mail Nama Responden Jabatan Responden
: : : :
7
Jenis produk pangan yang dihasilkan dan No Izin Edar (SP/P-IRT) setiap produk.
:
8
Jumlah Produksi (per bulan)
:
9 10
Tgl/Tahun Berdiri IRTP No SPP-IRT (Tgl/Thn)
: :
11
No Izin lainnya (Dinas Lain)
:
12
Jumlah Karyawan Tetap (saat ini) Jumlah Karyawan Harian Pendidikan Terakhir Pemilik Pendidikan Terakhir Karyawan Modal Usaha (saat berdiri)
:
13 14 15 16
1.
6.
2.
7.
3.
8.
4.
9.
5.
10.
: : :
Catatan:
Mohon disertakan contoh kemasan dan contoh label dari produk pangan yang dihasilkan. Amati kemasan dan label. Amati dokumentasi produksi.
72 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan)
II. Fasilitas dan Peralatan Sanitasi dan Higiene 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11 12
13
Dimanakah letak industri rumah tangga pangan (IRTP) ini berada? a. Perumahan (real estate) d. Dekat pasar b. Perumahan umum/biasa e. Dekat pembuangan sampah c. Permukiman padat dan kumuh f. Lainnya………(mohon disebutkan) Di sekitar rumah/bangunan tempat produksi IRTP ini apakah tersedia tempat pembuangan sampah lengkap dengan tutupnya? a. Ya b. Tidak Apakah di sekitar rumah/bangunan tempat produksi IRTP ini tersedia selokan atau pembuangan air yang lancar (tidak lambat atau tergenang)? a. Ya b. Tidak Dari manakah sumber air yang digunakan di dalam rantai pengolahan produk? a. Air sungai d. Air ledeng (PAM) b. Air sumur e. Air isi ulang (aqua atau sejenisnya) c. Air jetpam/pompa Apakah tempat produksi IRTP memiliki tandon air, yaitu tempat untuk menjamin kecukupan air? a. Ya b. Tidak Apakah dilakukan pengolahan air jika air yang digunakan bersumber dari sumur/jetpam/pompa? a. Ya b. Tidak Apakah air yang bersumber dari sumur/jetpam/pompa yang digunakan dalam mengolah pangan telah diuji baku mutunya di lembaga pengujian? b. Tidak a. Ya Apakah dinding bangunan IRTP sebelah dalam ruang produksi pangan mudah dibersihkan? a. Ya b. Tidak Apakah di IRTP ini disediakan ruang khusus untuk tempat pengolahan dan gudang (penyimpanan bahan baku, dan produk jadi)? a. Ya b. Tidak Apakah lantai rumah/bangunan tempat produksi IRTP ini dirancang terbuat dari bahan kedap air, rata, halus, kuat dan mudah dibersihkan? a. Ya b. Tidak Apakah langit-langit ruang produksi dibersihkan secara periodik? a. Ya b. Tidak Bila dibersihkan secara periodik, mohon disebutkan frekuensinya! a. Setiap hari c. Setiap bulan b. Setiap minggu d. Lainnya …………………..(sebutkan) Apakah di ruang/bangunan produksi disediakan perlengkapan P3K? a. Ya b. Tidak
73 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan) 14
Apakah peralatan-peralatan yang digunakan dalam mengolah pangan dipilih dari bahan yang mudah dibersihkan? a. Ya
15
16
17
Peralatan yang kontak dengan pangan yang digunakan terbuat dari bahan apa saja?
a. Kayu b. Bambu c. Besi
d. e. f. g.
a. Ya
b. Tidak
Aluminium Stainless steel Plastik Lainnya …………………..(sebutkan) Apakah sarana pembersihan dan sanitasi disediakan secara khusus di tempat produksi? Sebelum mengolah pangan setiap hari apakah semua jalur proses pengolahan dibersihkan dan disanitasi? (Misalnya meja tempat pengolahan, alat pengolahan, wadah pengolahan)?
a. Ya 18
b. Tidak
Jika ya, alat apakah yang digunakan? a. Sikat, b. Pads, c. Spons
21
c. 3 kali sehari d. Lainnya ……………(sebutkan)
Apakah dalam membersihkan peralatan pengolahan digunakan alat pembersih?
a. Ya 20
b. Tidak
Berapa kalikah setiap peralatan yang kontak dengan pangan tersebut dibersihkan?
a. 1 kali sehari b. 2 kali sehari 19
b. Tidak
d. Penyemprot bertekanan e. Lainnya………………(disebutkan)
Apakah sanitaiser (bahan yang digunakan membuang kotoran) digunakan untuk membersihkan peralatan tersebut?
a. Ya
b. Tidak
22
Jika ya, bahan sanitaiser apakah yang digunakan?
23
a. Air panas e. Quats b. Uap panas f. Klorin dioksida c. Klorin g. Asam karboksilat d. Ozone yodium h. Lainnya …………………….(sebutkan) Apakah deterjen digunakan untuk membersihkan peralatan?
a. Ya 24
b. Tidak
Jika ya, jenis deterjen apakah yang digunakan? a. Alkali b. Alkali berklorin
25
c. Asam d. Enzim e. Lainnya ……………(sebutkan) Apakah disediakan fasilitas khusus (wastafel) untuk mencuci tangan di ruang produksi?
a. Ya
b. Tidak
74 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan) 26
27
28 29
30 31
Kalau ya, ada berapa jumlahnya? a. 1 buah c. 3 buah b. 2 buah d. Lebih dari 3 buah Di sekitar wastafel, apakah disediakan sanitaiser atau deterjen untuk mensanitasi tangan? a. Ya b. Tidak Apakah disedikan lap khusus di wastafel? a. Ya b. Tidak Lap terbuat dari bahan apa? a. Kain /handuk c. Lainnya ……………(sebutkan) b. Tissue Di tempat usaha ini, apakah disediakan toilet khusus untuk karyawan? b. Tidak a. Ya Berapakah rasio toilet dan karyawan? a. 1 untuk semua karyawan c. 3 untuk semua karyawan b. 2 untuk semua karyawan d. Lebih dari 3 untuk semua karyawan
III. Praktik Sanitasi dan Higiene 1
2
3
4
5
6
Apakah bahan baku dan bahan jadi (produk) diolah pada tempat yang terpisah (di ruang yang berbeda)? a. Ya b. Tidak Apakah karyawan telah mempraktikkan cuci tangan sebelum dan setelah mengolah pangan? a. Ya c. Kadang-kadang b. Tidak Apakah karyawan menggunakan celemek atau pakaian khusus kerja pada saat mengolah pangan? a. Ya c. Kadang-kadang b. Tidak Apakah karyawan menggunakan tutup kepala selama mengolah pangan? a. Ya c. Kadang-kadang b. Tidak Apakah karyawan menggunakan sarung tangan selama mengolah pangan? a. Ya c. Kadang-kadang b. Tidak Apakah karyawan menggunakan penutup mulut (masker) selama mengolah pangan a. Ya c. Kadang-kadang b. Tidak
75 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan) 7
8 9
10 11
12
Apakah bahan-bahan kimia, bahan bakar, senyawa pembersih (deterjen), dan sanitaiser disimpan pada ruang terpisah? a. Ya b. Tidak Apakah wadah-wadah bahan-bahan kimia diberi label/nama dengan jelas? a. Ya b. Tidak Apakah karyawan dilatih untuk membuat pelabelan pada senyawa kimia yang digunakan di IRTP ini? a. Ya b. Tidak Dalam berproduksi apakah pekerja yang sakit diizinkan bekerja di ruang produksi? a. Ya b. Tidak Apakah ada usaha untuk mencegah kehadiran hama (tikus, kecoa, serangga) masuk ke ruang pengolahan? a. Ya b. Tidak Fasilitas apakah yang digunakan untuk mencegah masuknya hama ke ruang pengolahan? a. Kawat ram dengan ukuran tertentu pada ventilasi b. Menggunakan racun hama c. Alat khusus pengusir hama …………(mohon disebutkan namanya) d. Lainnya ………………………………………(mohon sebutkan)
IV. Program Pemerintah dalam Penerapan CPPB IRT di IRTP Kabupaten Cianjur 1
2
3
Sejak kapan pemilik/penanggung jawab menyadari/mengetahui bahwa usaha IRTP harus mendapat ijin edar dari Dinkes? a. Sejak pendirian usaha c. Sejak mendapatkan penyuluhan dari b. Sejak ada permintaan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab. Cianjur konsumen/rekanan bisnis d. Lainnya …………….(sebutkan) Bagaimana pemilik/penanggung jawab mengetahui atau memperoleh informasi bahwa tempat produksi dan produk pangan yang dihasilkan harus mendapatkan sertifikat produksi dan nomor P-IRT? a. Melalui promosi/kunjungan dari c. Melalui brosur/poster/leaflet dari Dinkes Dinkes Kab Cianjur Kab Cianjur b. Melalui promosi Dinkes Kab d. Melalui konsumen/rekan bisnis Cianjur di media cetak/elektronik e. Lainnya ……………(sebutkan) Siapa/pihak mana yang memberitahukan bahwa untuk memperoleh SPP-IRT dan PIRT harus melalui penyuluhan dari Dinkes Kab Cianjur? a. Dinkes Kab Cianjur melalui promosi/kunjungan langsung b. Dinkes Kab Cianjur melalui media cetak/elektronik
c. Dinkes Kab Cianjur melalui brosur/poster/leaflet d. Konsumen/rekanan bisnis e. Lainnya………………(sebutkan)
76 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan) 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Berapa lama rentang waktu (hari/minggu/bulan) antara sejak mendaftar sampai pada saat penyuluhan dilaksanakan? c. 9 minggu – 12 minggu a. 1 minggu – 4 minggu d. 13 minggu – 16 minggu b. 5 minggu – 8 minggu e. Lainnya …………..(sebutkan) Apakah sebelum penyuluhan petugas dari Dinkes Kab Cianjur telah mengadakan kunjungan untuk menilai/memeriksa fasilitas IRTP? a. Ya a. Tidak Berapa lama rentang waktu (hari/minggu/bulan) antara inspeksi (penilaian/pemeriksaan) tempat produksi IRT oleh Petugas Dinkes Kab Cianjur sampai penyuluhan dilakukan? a. 1 minggu – 2 minggu c. 5 minggu – 6 minggu b. 3 minggu – 4 minggu d. 7 minggu – 8 minggu e. Lebih dari 8 minggu Apakah sesudah mengikuti penyuluhan, Petugas dari Dinkes Kab Cianjur telah mengadakan kunjungan untuk menilai/memeriksa fasilitas IRTP? a. Ya b. Tidak Berapa lama (minggu/bulan) jarak antara inspeksi (penilaian/pemeriksaan) terakhir sampai sertifikat produksi pangan (SPP-IRT) dan nomor P-IRT diterbitkan? a. 1 minggu – 2 minggu c. 5 minggu – 6 minggu b. 3 minggu – 4 minggu d. 7 minggu – 8 minggu e. Lebih dari 8 minggu Apakah materi penyuluhan yang diberikan oleh Dinkes Kab Cianjur mudah dipahami? a. Ya b. Tidak Apakah materi penyuluhan yang diberikan oleh Dinkes Kab Cianjur mudah diterapkan? a. Ya b. Tidak Apakah melalui penyuluhan yang diberikan Dinkes Kab Cianjur, keamanan produk pangan yang dihasilkan menjadi lebih terjamin? a. Ya b. Tidak Apakah melalui penyuluhan yang diberikan Dinkes Kab Cianjur, pemasaran/penerimaan konsumen akan produk pangan yang dihasilkan lebih mudah? a. Ya b. Tidak Apakah melalui penyuluhan yang telah diberikan Dinkes Kab Cianjur, permintaan produksi pangan yang dihasilkan meningkat? a. Ya b. Tidak Apakah setelah mendapat SPP-IRT/P-IRT usaha IRTP ini pernah dikunjungi oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kab. Cianjur ? a. Ya b. Tidak
77 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan) 15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Kalau ya, berapa kali? a. 1 kali b. 2 kali
c. 3 kali d. 4 kali e. Lainnya …………..(sebutkan) Apakah usaha IRTP ini pernah mendapat penyuluhan dari Pemerintah untuk mendapatkan Bintang Keamanan Pangan? a. Ya b. Tidak Apakah IRTP ini pernah mendapat pelatihan dari Dinas/pihak lain yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk pangan yang dihasilkan? a. Ya b. Tidak Kalau ya, pelatihan dari pihak mana? a. Dinas Perdagangan & Industri c. Dinas Pertanian b. Dinas Koperasi dan UKM d. LP POM MUI e. Lainnya …………….(sebutkan) Apakah IRTP ini pernah mendapatkan bantuan dana/fasilitas/peralatan produksi dari pemerintah? a. Ya b. Tidak Kalau ya, dana/fasilitas/peralatan apa saja yang pernah diterima? a. Alat & mesin pengolahan c. Lainnya……………………..…..(sebutkan) b. Alat pengemas Kalau ya, mohon sebutkan dari pihak mana yang telah memberikan bantuan tersebut? a. Dinas Kesehatan Kab Cianjur d. Dinas Pertanian Kab Cianjur b. Dinas Perdagangan dan e. Lainnya …………….(sebutkan) Industri Kab Cianjur c. Dinas Koperasi dan UKM Kab Cianjur Sejak IRTP ini berdiri sampai sekarang, apakah pernah mendapat teguran atau sanksi dari Pemerintah? a. Ya b. Tidak Kalau ya, mohon sebutkan instansi yang menegur atau memberi sanksi! d. Dinas Pertanian Kab Cianjur a. Dinas Kesehatan Kab Cianjur b. Dinas Perdagangan dan e. Lainnya …………….(sebutkan) Industri Kab Cianjur c. Dinas Koperasi dan UKM Kab Cianjur Kalau ya, mohon sebutkan dalam hal apakah IRTP ini diberi teguran atau sanksi? a. Penggunaan pengawet yang d. Berkaitan dengan masa kedaluwarsa dilarang e. Berkaitan dengan pelabelan b. Penggunaan pewarna yang f. Lainnya…………….(mohon sebutkan) dilarang c. Berkaitan dengan kemasan
78 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan) V. Pengetahuan SDM IRTP tentang Praktik CPPB IRT (Bagian ini diisi oleh responden survei/pemilik/pengelola IRTP) Petunjuk pengisian: Berikan tanda (√) pada huruf dengan jawaban yang benar. Jawaban bisa lebih dari satu. 1
2
3
4
5
6 7
8
9
10
Bangunan produksi pangan industri rumah tangga sebaiknya didirikan di: a. Daerah pinggiran kali/sawah c. Di perumahan/permukiman b. Di lokasi yang risiko d. Di mana saja asal bangunannya aman pencemarannya rendah Apakah bangunan produksi pangan yang didirikan berdekatan dengan semak-semak berisiko terhadap pencemaran? a. Ya b. Tidak Sebutkan bahan yang seharusnya digunakan sebagai lantai ruang produksi? a. Paving blok c. Tegel b. Keramik berwarna terang d. Tanah e. Tidak tahu Terbuat dari bahan apakah peralatan yang boleh digunakan dalam pengolahan pangan? a. Kayu d. Aluminium b. Plastik e. Stainless steel c. Besi f. Tidak berkarat Bagaimanakah seharusnya kondisi langit-langit pada ruang produksi? a. Harus memiliki plafon c. Bebas dari sarang serangga dan hama b. Harus bebas dari kotoran d. a, b dan c benar Apakah air sungai layak digunakan dalam pengolahan bahan pangan? a. Ya b. Tidak Di manakah toilet seharunya diletakkan? a. Di ruang produksi c. Di halaman b. Di luar ruang produksi (di ruangan lain) d. Di kantor Apakah hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam boleh berkeliaran di sekitar ruang produksi? a. Ya b. Tidak Karyawan yang sedang sakit, misalnya diare atau pilek, sebaiknya? a. Tidak boleh bekerja sama c. Boleh di ruang produksi, asal menggunakan sekali masker dan sarung tangan b. Boleh, tetapi di bagian yang d. Boleh, tetapi di ruang kantor tidak kontak dengan produk pangan Berikut ini adalah perilaku yang tidak diperbolehkan selama mengolah pangan, kecuali: a. Mengunyah makanan d. Menggaruk-garuk kepala b. Merokok e. Menutup mulut dengan masker c. Bersin-bersin
79 Lampiran 1. Kuesioner yang digunakan dalam survei (lanjutan) 11
12
13
14
15
16 17
Manakah yang tidak boleh digunakan selama mengolah produk pangan? a. Perhiasan tangan c. Anting/Giwang b. Kalung d. Semua perhiasan Berikut ini adalah BTP (bahan tambahan pangan) yang tidak diizinkan penggunaannya dalam produk pangan, kecuali: a. Rodamin B d. Natrium 79enzoate b. Boraks/pijer/bleng e. Metanil yellow c. Formalin f. Tidak tahu Apakah kegunaan bagan alir dalam proses produksi? a. Menjadi alat bantu c. Menjadi panduan agar produksi sesuai mengingatkan karyawan standar prosedur b. Menjadi pelengkap untuk d. a dan c benar mendapatkan ijin produksi e. Tidak tahu Sebutkan kegunaan tanggal kedaluwarsa yang dicantumkan pada kemasan? a. Informasi kepada konsumen batas akhir produk layak dikonsumsi b. Informasi bagi distributor agar mengetahui saat suatu produk tidak boleh dijual lagi c. Sebagai syarat untuk distribusi dan pemasaran d. a dan b benar Mohon sebutkan informasi atau keterangan minimal yang dicantumkan pada label pangan pada kemasan? a. Merk dagang, nama produk, c. Nama dan alamat produsen dan komposisi dan berat/isi bersih bahan baku b. Kode produksi dan tanggal d. a, b, dan c benar kedaluwarsa e. Tidak tahu Apakah bahan mentah dan bahan (produk) jadi boleh disimpan bersama-sama? a. Ya b. Tidak Apakah yang seharusnya dilakukan terhadap produk yang sudah kedaluwarsa? a. Dibuang d. Diolah dan dijual kembali b. Dimusnahkan e. Diolah untuk pakan ternak c. Dijual dengan harga murah
80 Lampiran 2. Rekomendasi penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Kabupaten Cianjur
81 Lampiran 3. Surat keterangan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
82 Lampiran 4. Penilaian jawaban responden IRTP terhadap pertanyaan kuesioner
1
Aspek Penilaian
Lingkungan Produksi IRTP
No
Pertanyaan dalam Kuesioner Blok/ No
2.1
2.2
2.3
2
Bangunan dan Fasilitas IRTP
2.8 2.9
2.10 2.11
2.12
3
Peralatan Produksi
2.13 2.14
2.15
4
Suplai Air
2.4
2.5 2.6
2.7
Penilaian Jawaban Responden
Isi Pertanyaan
Dimanakah letak industri rumah tangga pangan (IRTP) ini berada?
Di sekitar rumah/bangunan tempat produksi IRTP ini apakah tersedia tempat pembuangan sampah lengkap dengan tutupnya? Apakah di sekitar rumah/bangunan tempat produksi IRTP ini tersedia selokan atau pembuangan air yang lancar (tidak lambat atau tergenang)? Apakah dinding bangunan IRTP sebelah dalam ruang produksi pangan mudah dibersihkan? Apakah di IRTP ini disediakan ruang khusus untuk tempat pengolahan dan gudang (penyimpanan bahan baku, dan produk jadi)? Apakah lantai rumah/bangunan tempat produksi IRTP ini dirancang terbuat dari bahan kedap air, rata, halus, kuat dan mudah dibersihkan? Apakah langit-langit ruang produksi dibersihkan secara periodik? Bila dibersihkan secara periodik, mohon disebutkan frekuensinya! Apakah di ruang/bangunan produksi disediakan perlengkapan P3K? Apakah peralatan-peralatan yang digunakan dalam mengolah pangan dipilih dari bahan yang mudah dibersihkan? Peralatan yang kontak dengan pangan yang digunakan terbuat dari bahan apa saja?
Dari manakah sumber air yang digunakan di dalam rantai pengolahan produk? Apakah tempat produksi IRTP memiliki tandon air, yaitu tempat untuk menjamin kecukupan air? Apakah dilakukan pengolahan air jika air yang digunakan bersumber dari sumur/jetpam/pompa? Apakah air yang bersumber dari sumur/jetpam/pompa yang digunakan dalam mengolah pangan telah diuji baku mutunya di lembaga pengujian?
Baik
Kurang
a. Perumahan (real estate) b. Perumahan umum/biasa
c. Permukiman padat dan kumuh d. Dekat pasar e. Dekat pembuangan sampah f. Lainnya (penilaian tergantung isi jawaban)
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Setiap hari c. Setiap bulan b. Setiap minggu d. Lainnya (penilaain tergantung isi jawaban) a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
d. e. f. g. b. c. d. e.
Aluminium a. Kayu Stailess steel b. Bambu Plastik c. Besi Lainnya (penilaian tergantung isi jawaban) Air sumur a. Air sungai Air jetpam/ pompa Air ledeng Air isi ulang
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
83 83
No
Aspek Penilaian
5
Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi
Lampiran 4. Penilaian jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner (lanjutan) Pertanyaan (Kuesioner Blok II) Blok/ No 2.16 2.25 2.27 2.28 2.30 2.31 3.11
7
Kesehatan Karyawan
3.10
8
9
Penyimpanan
Pengamatan Langsung pada Kemasan
Pengenda -lian Hama
Kemasan dan Pelabelan
6
2.9
2.17
2.19
10
Praktik Sanitasi
2.21 2.23 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
Isi Pertanyaan Apakah sarana pembersihan dan sanitasi disediakan secara khusus di tempat produksi? Apakah disediakan fasilitas khusus (wastafel) untuk mencuci tangan di ruang produksi? Di sekitar wastafel, apakah disediakan sanitaiser atau deterjen untuk mensanitasi tangan? Apakah disedikan lap khusus di wastafel? Di tempat usaha ini, apakah disediakan toilet khusus untuk karyawan? Rasio jumlah toilet dengan jumlah karyawan. (Diolah dari rasio jumlah toilet dan jumlah karyawan) Apakah ada usaha untuk mencegah kehadiran hama (tikus, kecoa, serangga) masuk ke ruang pengolahan? Dalam berproduksi apakah pekerja yang sakit diizinkan bekerja di ruang produksi? Tanggal kedaluwarsa dicantumkan pada label kemasan. Kode produksi dicantumkan pada label kemasan. Bahan kemasan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi (sesuai dengan P-IRT). Kesesuaian dengan PP No 69 Thn 1999 tentang Label dan Iklan Pangan Apakah di IRTP ini disediakan ruang khusus untuk tempat pengolahan dan gudang (penyimpanan bahan baku, dan produk jadi)? Sebelum mengolah pangan setiap hari apakah semua jalur proses pengolahan dibersihkan dan disanitasi? (Misalnya meja tempat pengolahan, alat pengolahan, wadah pengolahan)? Apakah dalam membersihkan peralatan pengolahan digunakan alat pembersih? Apakah sanitaiser digunakan untuk membersihkan peralatan tersebut? Apakah deterjen digunakan untuk membersihkan peralatan? Apakah bahan baku dan produk diolah pada tempat yang terpisah (di ruang yang berbeda)? Apakah karyawan telah mempraktikkan cuci tangan sebelum dan setelah mengolah pangan? Apakah karyawan menggunakan celemek/ pakaian khusus pada saat mengolah pangan? Apakah karyawan menggunakan tutup kepala selama mengolah pangan? Apakah karyawan menggunakan sarung tangan selama mengolah pangan? Apakah karyawan menggunakan penutup mulut (masker) selama mengolah pangan
Penilaian Jawaban Responden Baik
Kurang
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Memenuhi rasio 1:25
b. Tidak memenuhi rasio 1:25
c. Ya
d. Tidak
e. Ya
f. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya
b. c. b. c. b. c. b. c. b. c.
Tidak Kadang-kadang Tidak Kadang-kadang Tidak Kadang-kadang Tidak Kadang-kadang Tidak Kadang-kadang
84
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP
No
1
2
Nama IRTP
Alamat
3 Telepon/ Handphone
5
6
Nama Responden
Jabatan
1
Berkah Cake
Kp Kepuh, RT 02/13 Desa Cibiuk, Kec Ciranjang
087820188330
Eha Julaeha
Pemilik
2
Susan 75
Kp Lapang RT 03/04, Desa Ciranjang, Kec Ciranjang
08172337478
Susanto
Pemilik
3
Ruly Kue
Kp Pasir Honye RT 01/08 Ds Cibiuk, Kec Ciranjang
Rahmat Suparno
Pemilik
4
Kelompok Wanita 12
Kp Pasir Randu RT 02/12 Desa Ciranjang, Kec Ciranjang
087720014174
Rika Srihayatin
Pemilik
5
Tandem Jaya
Kp Pasir Kaliki RT 01/06 Ds Kerta Mukti, Kec Haurwangi
0263-2327566, 0263-2327565
Saimin
Pemilik
6
Rifki Cake
08170158007
Nenih
Pemilik
7
Tali Purna
Kp Kaum Kaler RT 01/15, Ds Ciranjang, Kec Ciranjang Kp Nanggewer RT 01/02, Ds Sukamulya, Kec Karang Tengah
087714340580
Yayan Sofyan
Pemilik
8
CV Maju Bersama
Jl Arief Rahman Hakim No 20 RT 02/17, Kel Muka, Kec Cianjur
085295395333
Iwan G Fadwi
Pemilik
9
PD Anugerah/PD Rosida
Lili Rosidah
Pemilik
10
Beib's Cake
Gg Pulau Komodo RT 02/17 Ds Bojong Herang, Kec Cianjur Jl Selamet No 29 RT 01/04 Kel Solokpandan, Kec Cianjur
Siti Habibah
Pemilik
11
Izzis Gula Semut
Jl Limbangan Sari Kp Tipar Kaler RT 02/05 Ds Limbangan Sari, Kec Cianjur
Siti Mariyam
Pemilik
081802935844
ii
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan)
No
1
2
Nama IRTP
Alamat
12
Abon Sapi "Bunda Fanasha"
13
Raos Cookies
14
Tiens Production
15
Dika Bakery
16
J & Z (Juliet & Zalu)
Be'elka Residence, Jl Binawan XIII Blok B3 No 26 Kec Cianjur Jl Mahaka No 10 B RT 03/02 Kel Bojong Herang, Kec Cianjur Gg Krakatau No 41 RT 01/18 Kel Bojong Herang, Kec Cianjur Kp Tarik Kolot RT 02/06, Gg H Usman II Kel Bojong Herang, Kec Cianjur Jl Arief Rahman Hakim No 28 A RT 03/07, Kel Muka, Kec Cianjur
17
PD Surya Farm
Jl. Raya Cibeber, Kec Cibeber
18
Putra Sari
19
Mustika
20
Sari Rasa
21
Andy Kalpataru
22
Sari Manis
23
Nuryati
Jl Prof Moh Yamin Gg Semboja 3/1162 RT 02/08 Kel Sayang Kec Cianjur Gg Perjuangan No 8 RT 01/19 Kel Muka, Kec Cianjur Jl Dr Muwardi Gg Atik I RT 01/10 Kel Muka Kec Cianjur Jl Dr Muwardi Gg Elos III RT 03/05 Kel Muka Kec Cianjur Jl Dr Muwardi No 56 Kel Muka Kec Cianjur Kp Rancabali Wetan RT 02/12 Ds Solokpandan Kec Cianjur
3 Telepon/ Handphone
5
6
Nama Responden
Jabatan
085722595516
Titin Supartini, Ir
Pemilik
0263-5040334 (flexi)
Hindun Sobari
Pemilik
082130496874
Titin
Pemilik
0263-266378
Ade Bahar
Pemilik
087720122119
Farida Ros
Pemilik
Megawati Shiddiqy, Ir., Msi
Pemilik
(0263) 282871, 087720386185
Atang Djuanda
Pemilik
08112070120
Ratnaningsih
Pemilik
085722877697
Hasanuddin
Pemilik
085624023208
Andy
Pemilik
(0263) 263160
Hengky Susilo
Pemilik
087720411613
Hamdani
Pemilik
85
iii
86
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan)
No
1
2
Nama IRTP
Alamat
24
Indra Snack
25
Sari Rasa
26
Selera Asih
27
UD Langgeng
28
Cipta Rasa
29
Rajawali
30
Bunda
31
Mulia Sari
32
Suhada (SD)
33
Morinaga
34
Mandiri
35
Pandan Sari
Gg Duren No D 4 RT 01/02 Ds Solokpandan Kec Cianjur Kp Seseupan RT 04/01 Ds Wangunjaya, Kec Cugenang Kp Surupan RT 02/02 Ds Sukasarana Kec Karang Tengah Jl Raya Bandung-Cianjur Km 5 RT 06/03 Ds Hegarmanah Jl Dr Muwardi Gg Wakaf II No 39 Kel Muka, Kec Cianjur Kp Sukataris RT 01/01 Ds Sukataris Kec Karang Tengah Kp Bunipasir RT 04/01 Ds Maleber Kec Karang Tengah Jl Sabandar No 90 Kec Karang Tengah Jl Didi Prawira Kusumah No 103 Kec Karang Tengah Kp Ciburial RT 01/05 Ds Bojong Kec Karang Tengah Kp Sinagar RT 02/13 Ds Bojong Kec Karang Tengah Kp Sinagar RT 13/03 Ds Bojong Kec Karang Tengah
3 Telepon/ Handphone
5
6
Nama Responden
Jabatan
085721014888
Indra Selang Wijaya
Pemilik
087820155662
Udan Sopyan
Pemilik
087820452421
Karnasih
Pemilik
08774092002
Kris Indradi
Pemilik
081322103738
Pitrajaya Kurniawan
Pemilik
081394653611
Siti Nurhayati
Pemilik
087721124551
Ade Toyisah
Pemilik
0263-2295300, 081394513479
Vidyawan
Pemilik
0818136932
Ayi Solihin
Pemilik
Hidayat Amung
Pemilik
085863417669
Zenal Arifin
Pemilik
082115516388
Endang Majid
Pemilik
iv
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan)
No
1
2
Nama IRTP
Alamat
36
Cikole Maleber
37
Dendi Mandiri
38
Emilia Nur Seri
39
PD Kunci Thaju Jaya
40
Suka Rasa
41
PD HH Cianjur
42
KWT Dahlia I
43
Prima Usaha Mandiri
44
Orange Bakery
45
Mona Bakery
46
Kasuka
47
SJ
Jl Didi Prawira Kusumah RT 06/05 Kec Karang Tengah Kp Bojong Renged RT 02/06 Ds Sukamanah Kec Karang Tengah Kp Leles RT 02/01 Ds Sukamanah, Kec Karang Tengah Jl Siliwangi Gg Laksana No 4 RT 05/16 Kel Ciakret, Kec Cianjur Jl KH Hasyim Ashari Gg Pelita No 8 Kel Solokpandan, Kec Cianjur Jl Siliwangi Gg Apel 1 No 28 RT 02/02 Kel Sawah Gede Jl Rd Wirasukardi Kp Margaluyu RT 01/11 Ds Pamoyanan Kec Cianjur Komp SMPN 2 Cianjur RT 04/02 Ds Cikaret, Kec Cianjur Jl HOS Cokroaminoto No 73, Kec Cianjur Jl Warung Kondang-Cilaku, Kec Cilaku Kp Sinagar RT 02/13 Ds Bojong Kec Karang Tengah Kp Cidadap RT 02/08 Ds Cibinong Hilir Kec Cilaku
3 Telepon/ Handphone
5
6
Nama Responden
Jabatan
0856274803
Ahmad Sadikin
Pemilik
081573231837
Endep Daud
Pemilik
087721300299
Lilih Solihat
Penanggung Jawab
081573510300
Sirajudin
Pemilik
087714312337
Dedeh Jubaedah
Pemilik
081320051179
Mulyadi
Pemilik
085722818450
Ade Sobandi
Penanggung Jawab
Eneng Sartika
Pemilik
Henri Mulyaji T, ST
Pemilik
Muhyidin
Pemilik
087720066449
Muhamad Yanwar
Penanggung Jawab
08772019344
Jenal Mutakin
Pemilik
0263-271708, 08882003041 081563147075
87
v
88
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan)
No
1
2
Nama IRTP
Alamat
3 Telepon/ Handphone
5
6
Nama Responden
Jabatan
48
PB Joglo
Jl Raya Cianjur Sukabumi Km 5/6 RT 04/01 Ds Rancagoong Kec Cilaku
0263-265602
Asep Rahman
Penanggung Jawab
49
CV Safitra Wacana Baru
Jl Raya Pasirhayam No 29A Cianjur
081563456729
Sri Mulayaningsih
Pemilik
50
Edo
081912218016
Imas Maslamah
Pemilik
51
Najmi
085624889284
Cucu Komariah
Pemilik
52
Apiari Apis Mellifera
081563103648
Edi Sumardi
Pemilik
53
Sari Putra
081573538025
M Komarudin
Pemilik
54
Ilham
Nina Nurhayati
Pemilik
55
Dua Putra Mandiri
Yuyun Yuningsih
Pemilik
56
Nyi Mas Ule (Cap 2 Pigeons)
Kp Cilaku Empang RT 01/01 Ds Sukasari Kec Cilaku Kp Mangun RT 02/03 Ds Mangunkerta, Kec Cugenang Jl Kp Mangun No 47 Ds Mangunkerta, Kec Cugenang Kp Kedung Girang RT 05/03 Ds Sukamanah Kec Cugenang Kp. Cibereum, Ds Babakan Karet RT 03/09 Kp Cibereum RT 01/01 Ds Cibereum, Cugenang Jl Raya Sukabumi Gg Babakan Bandung No 8
Lenna Ernayati Sudrajat
Pemilik
57
Sehati Multi Guna
Perum Pondok Indah B-27, Cianjur
Amin
Penanggung Jawab
58
Puspa Indah
081906531966
Euis Maryam
Pemilik
59
Binangkit
081906589607
Eet Siti Jenab
Penanggung Jawab
Kp Pawenang RT 03/04 Ds Kademangan Kec Mande Kp Bendungan RT 04/01 Ds Mulaysari Kec Mande
081563131366, 081223286242
vi
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan) 1
2
Nama IRTP
Alamat
No 60
Celementre
61
Sauyunan
62
Fadhil & Almas
63
Si Madu
64
Dazma CSS DC 1
65
CV Tuty Abbas
66
Upi Jaya Cianjur
67
Rengganis
68 69
Rumah Jamur Nyoi 99 Gasol Pertanian Organik
70
Rakka Choclate
71
Agroindustri Vedca Cianjur
Kp Tegal Panjang RT 04/01 Ds Leuwikoja, Kec Mande Kp Singkup RT 03/02 Ds Leuwikoja, Kec Mande Taman Puri Lestari B2/I Ds Bobojong Kec Mande Kp Cimenteng Girang RT 01/13 Kel Muka, Kec Cianjur Jl Ir H Juanda Gg Lestari 1 No 20 Ds Limbangan Sari, Kec Cianjur Jl Suryakancana No 7 Kec Cianjur Kp Salaeurih RT 03/01 Ds Benjot Kec Cugenang Kp Warung Nenggang Ds Sukamanah RT 02/01 Kec Mande
Kp Gasol RT 05/03 Ds Gasol, Cugenang, Cianjur BTN Griya Pasirhayam Blok C-7 No 10 Jl Jangari Km 14 Ds Kademangan Kec Mande
3 Telepon/ Handphone
5
6
Nama Responden
Jabatan
081912254829
Ai Nurhayati/Masrudi
Pemilik
087721305409
Pipih Sopiah
Penanggung Jawab
081322238653
Muchroji
Pemilik
085720777552
Jamaludin
Pemilik
085659531754
Inda Jaelani Akbar
Pemilik
0263-264694, 08154633001
Tuty Abbas
Pemilik
Ade Rahmat
Pemilik
085846876126
Mia Koesmiati/Nenih
Pemilik
087721060405
Titi Haryanti
Pemilik
081386060057
Dadang Mulyana/Rohman
Penanggung Jawab
Yulia Selastiana
Penanggung Jawab
Noni Mulyadi
Pemilik
0263-282740, 085214391969 0263-284956, 081321754312
89
vii
90
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan) 7
8
9
10
Thn Berdiri
Jenis Produk Pangan
No P-IRT
No SPKP
1
2000
Aneka Kue, Cake & Tart
206320301587
2
2001
Kue Pia
206320301767
3
2000
206320301640
4
2008
206320301437
437/3203/08
6
5 6 7 8
2003 2011 1990 2009
Kecimpring Dodol kedelai dan kue satu kedelai Ciki Jagung Black forest Simping Cincau Hitam
587/3203/10 Belum memenuhi syarat 640/3203/10
20632030141 206320301770 206320301580 213320302491
15 2 11 2
9
1992
Aneka Manisan Buah
214320301215
10 11 12 13 14
2008 2011
206320304619 209320301722 201320101741 206320301473 214320301409
15
2000
206320302441
441/3203/08
1
16
2004
Klapertart Gula Semut Aren Abon Sapi Telur Gabus Keripik Pisang Podeng (roti khas Cianjur) Telur Asin
416/3203/08 770/3203/11 580/3203/10 491/3203/09 Data tidak tersedia 619/3203/10 722/3203/11 741/3203/11 473/3203/09 409/3203/08
206320302499
17
2005
Dendeng Belut
Belum diinspeksi
18
2009
Keripik Pisang
Belum diinspeksi
19
2008
Sistik
206320301681
499/3203/09 Belum diinspeksi Belum diinspeksi 681/3203/11
No
2009 2000
12a 12b Jumlah Karyawan (Orang) Tetap Harian 3 5
13a
13b
Pendidikan Terakhir Responden SMP
Karyawan SD
2
1
SMP
SMP
4
5
SMP
D2
SMP
SMP
SMP SMA SD Sarjana
SMA SMA SMP SMP
SMP
SMP
Sarjana SMA PT (S1) SMP/SMA SMP
SMP SMA/SMP SMP SD SMP
4
SD
SD
4
-
SMA
SMA, Sarjana
2
3
PT (S2)
SMA, Sarjana
1
D3/SMA
SMA
4
PT (S2)
SMA
15 11 15
2 2 10 4 4 3
3 4
viii
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan) No
7
8
9
10
Thn Berdiri
Jenis Produk Pangan
No P-IRT
No SPKP
2007 2008 2005
Kerupuk Kulit Bekatul Sari Padi Moci
201320301758 215320301451 206320301413
23
2010
Sale Goreng
214320301073
24 25 26 27 28 29
2008 2003 2005 2007 2009 2011
Tempe Goreng Kerupuk RO Kacang Telur Permen Moci Makaroni & Bolu Kering
215320301541 206320301422 215320301423 209320301601 206320301517 206320303717
30
1999
Keripik Pisang & Sistik
Belum diinspeksi
31
1980
Aneka Manisan Buah
214320301088
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
2008 2005 2010 2005 2007 2010 2004 2007 1998 2005 2007
Ikan Mas Baby Kue Pia Kacang Roti Manis isi Pisang Brownies Tahu Pangsit Manis & Asin Nata de Coco Teh Rosela Keripik Singkong Telur Asin Keripik Beras Ketan
202320301477 206637106191 206320301684 206320301408 215320301602 206320301643 205320302542 210230301586 205320301430 303320301605 206320301590
758/3203/11 451/3203/08 413/3203/08 Data tidak tersedia 541/3203/09 422/3203/08 423/3203/08 601/3203/10 517/3203/09 117/3203/11 Belum diinspeksi Data tidak tersedia 477/3203/09 471/3203/09 684/3203/11 408/3203/08 602/3203/10 643/3203/10 542/3203/09 586/3203/10 430/3203/08 605/3203/10 591/3203/10
13a
13b
Pendidikan Terakhir Responden SMP SMA SMA
Karyawan SD SD
1
6
STM
SMP
1 2 2 6 1 1
4 9
SD SD/SMP
4
SMA SMP Sarjana D3 PT (S1) SMA
1
1
SD
SD
1
2
PT (S1)
SD
40 1 2 8 3 1 1 1 1 6 1
20 45
SMA SMP SMP SD SMK SD SMEA SMA SMP SMP D3
SD SD
35
5 7 3 6 13 3 2
SMP SD
SD SD SMA SD/SPMA SD SMA SD
91
20 21 22
12a 12b Jumlah Karyawan (Orang) Tetap Harian 2 2 3 2
ix
92
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan) No
7
8
9
10
Thn Berdiri
Jenis Produk Pangan
No P-IRT
No SPKP
43 44 45
2001 2010 2004
46
2006
47
12a 12b Jumlah Karyawan (Orang) Tetap Harian 2 1 1 2 10 60
13a
13b
Pendidikan Terakhir Responden SMA PT (S1) SMP
Karyawan SD SMP SMP/SMA
Bangket Aci Susu Roti Manis Roti Manis Isi Tengteng Kacang & Wijen
206320301607 206320301616 206320301508
607/3203/10 616/3203/10 508/3203/09
206320301534
534/3203/09
2000
Bangket Sari Jahe
Belum diinspeksi
48 49
1992
215320301560 206320302713
50
2009
215320301763
763/3203/11
2
51 52 53
2006 2002
Beras Kemasan Pastel & Keju Karamel Emping Rasa Balado & Manis Coklat Praline Madu Kapuk Randu Tengteng Beras
Belum diinspeksi 560/3203/09 713/3203/11
210320303635 109329391405 215320301469
4 2 2
54
2007
Noga Kacang
Belum diinspeksi
55 56 57 58 59
1996 2001 2008 2007 2011
206320301740 209320301407 309320301429 212320301660 20532031670
4 3 5 1 1
13 30 2 3
SMA SMA PT (S1) D3 SD
SMA SMA SD SD/SMA
60
2007
215320303480
480/3203/09
4
16
SMA
SD/SMP
61 62 63
2007 2010 2008
Sistik Bandrek Gula Merah Kemasan Kunyit Instan Noga Kelapa Aneka Keripik Singkong/Talas Keripik Pisang Teh Secang Sale Pisang Goreng
635/3203/10 405/3203/08 469/3203/09 Belum diinspeksi 740/3203/11 407/3203/08 429/3203/08 660/3203/10 671/3203/11
215320303597 31230301673 214320301720
597/3203/10 673/3203/10 720/3203/11
1 2 5
9
SD PT (S3) SMA
SMP SMA
1
2
SMA
SMA
1
4
SD
SD
6 1
26 1
SMA SMA
SMP SMA
SMEA
SD
SMP PT (S1) SMEA
SD/SMP SD/SMP
10 13
2
SMA
x
Lampiran 5. Data karakteristik responden IRTP (lanjutan)
No
64
7
8
9
10
Thn Berdiri
Jenis Produk Pangan
No P-IRT
No SPKP
2003
Balado Teri
20232031117
65
1997
Bumbu Tumpeng Instan
215320301683
66
2005
Aneka Olahan Jamur Tiram
Belum memenuhi syarat
67
2009
Ranginang
Belum memenuhi syarat
68
2007
69
2006
70 71
2010 2007
Keripik Jamur Tiram Aneka Tepung Beras & Kedelai Chocolate Praline Keripik Ubi Jalar Ungu
204320302608 206320308456 216320301634 615320305444
Data tidak tersedia 683/3203/11 Belum memenuhi syarat Belum memenuhi syarat 608/3203/10 Data tidak tersedia 634/3203/10 444/3203/08
12a 12b Jumlah Karyawan (Orang) Tetap Harian
13a
13b
Pendidikan Terakhir Responden
Karyawan
5
SMA
SD
1
10
SGKP (Sekolah Guru Kepandaian Putri)
SMA
2
5
SMP
SD
1
10
SMA
SMP
1
1
SMA
SMA
24
40
PT (S1)
SMA
2 2
1
SMA PT (S2)
SMK Pertanian
3
93
xi
94
Lampiran 6. Hasil pengamatan blok II dan III No Pertanyaan SUBBLOK I 2.1
Aspek Penilaian LINGKUNGAN PRODUKSI Letak IRTP
2.2
Ketersediaan tempat pembuangan sampah
2.3
Ketersediaan saluran pembuangan air/selokan
SUBBLOK II 2.8
BANGUNAN & FASILITAS IRT Mudah tidaknya dinding sebelah dalam dibersihkan
2.9
Terpisah tidaknya ruang produksi dan gudang
2.10
Lantai kedap air, rata, halus, kuat dan mudah dibersihkan
2.11
Langit-langit ruang produksi dibersihkan secara periodik
2.12
Frekuensi pembersihan langit-langit
2.13
Ketersediaan perlengkapan P3K
SUBBLOK III 2.14
PERALATAN PRODUKSI Peralatan pengolahan pangan mudah dibersihkan
2.15
Peralatan yang kontak dengan pangan terbuat dari
Nilai
Jumlah
Persentase
Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang
54 17 38 33 61 10
76.1 23.9 53.5 46.5 85.9 14.1
Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang
50 21 44 27 58 13 37 34 24 47 35 36
70.4 29.6 62.0 38.0 81.7 18.3 52.1 47.9 33.8 66.2 49.3 50.7
Baik Kurang Baik Kurang
61 10 39 32
85.9 14.1 54.9 45.1
xii
Lampiran 6. Hasil pengamatan blok II dan III (lanjutan) No Pertanyaan SUBBLOK IV 2.4
Aspek Penilaian SUPLAI AIR Sumber air yang digunakan
2.5
Ketersediaan tandon air
2.6
Pengolahan air sumur/jetpam/pompa
2.7
Pengujian baku mutu air untuk pengolahan
SUBBLOK V 2.16
FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI Tersedia tidaknya sarana pembersihan dan sanitasi
2.25
Tersedia tidaknya wastafel di ruang produksi
2.26
Kalau ya, berapa jumlah wastafel
2.27
Tersedia tidaknya sanitaiser/detergen di wastafel
2.28
Tersedia tidaknya lap khusus di wastafel
2.30
Tersedia tidaknya toilet khusus untuk karyawan
2.31
Rasio jumlah toilet dengan jumlah karyawan
Nilai
Jumlah
Persentase
Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang
69 2 34 37 9 38 7 40
97.2 2.8 47.9 52.1 12.7 53.5 9.9 56.3
Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang
44 27 46 25 46 25 42 29 35 36 66 5 63 8
62.0 38.0 64.8 35.2 64.8 35.2 59.2 40.8 49.3 50.7 93.0 7.0 88.7 11.3
95
xiii
96
Lampiran 6. Hasil pengamatan blok II dan III (lanjutan) No Pertanyaan SUBBLOK VI 3.11
Aspek Penilaian PENGENDALIAN HAMA Ada tidaknya pencegahan hama ke ruang pengolahan
SUBBLOK VII 3.10
KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN Karyawan yang sakit diijinkan bekerja di ruang produksi
SUBBLOK VIII
PENGENDALIAN PROSES Bahan kemasan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi
Tanggal kedaluwarsa dicantumkan pada label
Kode produksi dicantumkan pada label
SUBBLOK IX
SUBBLOK X
LABEL PANGAN (PENGAMATAN TERSENDIRI) Kesesuaian PP No 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
PENYIMPANAN (DARI KUESIONER BLOK II NO 9) Ketersediaan gudang
Nilai
Jumlah
Persentase
Baik Kurang
32 39
45.1 54.9
Baik Kurang
64 7
90.1 9.9
Baik Kurang Data tdk tersedia Baik Kurang Data tidak tersedia Baik Kurang Data tidak tersedia
45 3 23 19 29 23 6 42 23
63.4 4.2 32.4 26.8 40.8 32.4 8.5 59.2 32.4
Baik Kurang Data tidak tersedia
6 43 23
8.5 60.6 32.4
Baik Kurang
42 29
59.2 40.8
xiv
Lampiran 6. Hasil pengamatan blok II dan III (lanjutan) No Pertanyaan SUBBLOK XI 2.17
Aspek Penilaian PRAKTIK SANITASI Pembersihan sarana pengolahan sebelum pengolahan
2.19
Penggunaan alat pembersih untuk membersihkan alat
2.21
Digunakan tidaknya sanitaiser dalam membersihkan alat
2.23
Digunakan tidaknya detergen dalam membersihkan alat
3.1
Terpisah tidaknya ruang bahan baku dan bahan jadi
3.2
Praktik cuci tangan karyawan sebelum/sesudah mengolah
3.3
Karyawan menggunakan pakaian khusus kerja/celemek
3.4
Karyawan menggunakan penutup kepala selama mengolah
3.5
Karyawan menggunakan sarung tangan selama mengolah
3.6
Karyawan menggunakan masker selama mengolah pangan
Nilai Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang
Jumlah
Persentase
65 6 68 2 14 56 57 13 42 29 57 14 30 41 15 56 27 44 11 60
91.5 8.5 95.8 2.8 19.7 78.9 80.3 18.3 59.2 40.8 80.3 19.7 42.3 57.7 21.1 78.9 38.0 62.0 15.5 84.5
97
xv
98
Lampiran 7. Hasil pengamatan blok IV NO PERTANYAAN
PARAMETER
SUBBLOK 1
INFORMASI PENYULUHAN
1
Sejak kapan pemilik/pj IRTP menyadari keharusan ijin edar
NO PERTANYAAN
PARAMETER
SUBBLOK 1
INFORMASI PENYULUHAN
2
Cara pemilik/pj tahu informasi keharusan SPKP/P-IRT
NO PERTANYAAN
PARAMETER
SUBBLOK 1
INFORMASI PENYULUHAN
3
Pihak yang memberitahu keharusan SPKP/P-IRT
a Sejak awal pendirian
PERSENTASE JAWABAN b c Sejak diminta rekan Sejak penyuluhan bisnis
26.8
a Melalui promosi langsung (kunjungan) Dinkes 21.1
a Dinkes melalui kunjungan langsung 14.1
25.4
b
d Lain-lain
15.5
PERSENTASE JAWABAN c
33.8
d
e
Melalui promosi Dinkes di media
Melalui brosur/leaflet Dinkes
Melalui Konsumen/reka n bisnis
Lain-lain
1.4
1.4
28.2
47.9
d
e
b
PERSENTASE JAWABAN c
Dinkes melalui media cetak/elektronik 1.4
Dinkes melalui brosur/poster/leafl et
Konsumen/reka nan bisnis
2.8
32.4
Lain-lain 49.3
xvi
Lampiran 7. Hasil pengamatan blok IV (lanjutan) Subblok 2 NO PERTANYAAN 5 7 14 16 17 19 22
PARAMETER PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP PROGRAM PENGAWASAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN Petugas DINKES mengadakan kunjungan sblm penyuluhan Petugas DINKES mengadakan kunjungan setelah penyuluhan Kunjungan Dinkes setelah mendapat SPKP/P-IRT Pernah mendapat penyuluhan bintang keamanan pangan Pernah mendapat pelatihan dari dinas/pihak lain Pernah mendapat bantuan dana/fasilitas/alat dari pemerintah Pernah mendapat teguran atau sanksi dari pemerintah
PERSENTASE JAWABAN
PARAMETER PERSEPSI RENSPONDEN TERHADAP MATERI PENYULUHAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN Materi penyuluhan Dinkes mudah dipahami Materi penyuluhan Dinkes mudah diterapkan
PERSENTASE JAWABAN
PARAMETER PERSEPSI RENSPONDEN TERHADAP MANFAAT PENYULUHAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN Produk pangan lebih terjamin setelah ikut penyuluhan Pemasaran produk lebih mudah diterima setelah penyuluhan Permintaan produksi meningkat setelah penyuluhan
PERSENTASE JAWABAN
a = Ya
b = Tidak
45.1 69.0 26.8 4.2 50.7 28.2 14.1
54.9 29.6 69.0 95.8 47.9 71.8 85.9
Subblok 3 NO PERTANYAAN 9 10
a = Ya
b = Tidak
94.4 74.6
5.6 25.4
Subblok 4 NO PERTANYAAN
b = Tidak
78.9 62.0 52.1
22.5 36.6 47.9
99
11 12 13
a = Ya
xvii
100
Lampiran 8. Kemampuan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes terkait materi CPPB IRT (blok V) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jumlah pertanyaan yang dijawaban benar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
SD
1 2 1 1 1 1
Tingkat Pendidikan Responden SMP SMA PT Lain-lain
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
1 1
1 1 6 2 2 4 8 3 1
1 1 2 5 3 2 3 2
Keterangan: SD : Sekolah Dasar SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas PT : Perguruan Tinggi (diploma, sarjana, master dan doktor)
1
Jumlah responden yang menjawab benar pertanyaan dalam tes
1 1 1 3 8 10 5 6 9 16 5 6 5 2
101 Lampiran 9.
Nonparametrik tests dengan metode Kruskal-Wallis Test terhadap hubungan antara tingkat pendidikan dan kemampuan responden IRTP Kemampuan2.sav No
Id
Pendidikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
2 3 3 2 2 3 1 4 2 4 3 4 3 2 1 3 4 4 4 2 3 3 3 3 2 4 4 4 3 1 4 3 2 2 1 3 1 3
Nilai (persentase jawaban benar) 35.3 41.2 23.5 70.6 82.4 47.1 41.2 94.1 29.4 88.2 76.5 82.4 52.9 94.1 76.5 52.9 76.5 64.7 82.4 70.6 70.6 41.2 70.6 76.5 58.8 70.6 100.0 82.4 52.9 58.8 52.9 94.1 76.5 64.7 64.7 52.9 52.9 76.5
ii 102 Lampiran 9.
Nonparametrik tests dengan metode Kruskal-Wallis Test terhadap hubungan antara tingkat pendidikan dan kemampuan responden IRTP (lanjutan) Kemampuan2.sav No
Id
Pendidikan
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71
3 2 2 4 3 4 2 3 1 3 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 1 3 1 4 3 3 3 2 3 3 4 3 4
Nilai (persentase jawaban benar) 70.6 82.4 64.7 76.5 64.7 94.1 58.8 76.5 70.6 88.2 58.8 76.5 76.5 88.2 58.8 88.2 64.7 52.9 76.5 70.6 88.2 76.5 52.9 100.0 70.6 52.9 76.5 52.9 88.2 76.5 76.5 76.5 94.1
Keterangan Kode Pendidikan: 1 = SD 2 = SMP
3 = SMA 4 = PT
iii 103 Lampiran 9.
Nonparametrik tests dengan metode Kruskal-Wallis Test terhadap hubungan antara tingkat pendidikan dan kemampuan responden IRTP (lanjutan)
Kruskal-Wallis Test
Persentase Jawaban yang Benar
Ranks Pendidikan Pemilik SD SMP SMA PT Total
N 8 16 29 18 71
Mean Rank 26.94 28.16 33.48 51.06
Test Statisticsa,b Persentase jawaban yang benar Chi-Square df Asymp.Sig.
14.123 3 0.003
a. Kruskal-Wallis Test b. Grouping Variable: Pendidikan Pemilik/Penanggung Jawab
Kesimpulan hasil analisis: Diperoleh hasil uji yang menunjukkan P-value (Sig.) = 0.003, yang berarti lebih kecil dari 0.05 (p<0.05). Artinya ada perbedaan nyata kemampuan menjawab tes dengan benar antara responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin banyak pertanyaan dalam tes yang dijawab dengan benar.
104
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden IRTP
Ket tdk menyesatkan
Nama produk
Berat/isi bersih
Nama & alamt produsen
No pendaftaran
Komposisi/daf tar bahan
Ket kedaluwarsa
Tgl & / kode produksi
Bhn kemasan
Berkah Cake
Mudah dilihat/dibaca
1
NAMA IRTP
Tdk mudah luntur
NO
KESESUAIAN NIE
KETERANGAN MINIMAL LABEL
Tdk mudah lepas
PERSYARATAN LABEL
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
JENIS PRODUK PANGAN
NO P-IRT
Aneka Kue, Cake & Tart
206320301 587
1
0
1
ket klaim 100% halal, tp bkn LP POM MUI
1
0
0
0
1
0
0
DTT
2
Susan 75
Kue Pia
belum memenuhi syarat
3
Ruly Kue
Kecimpring
206320301 640
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
4
Kelompok Wanita 12
Dodol kedelai dan kue satu kedelai
206320301 437
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
5
Tandem Jaya
Ciki Jagung
206320301 41
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
ada label halal, tp bkn dr LP POM MUI
1
0
0
1
0
0
0
0
6
Rifki Cake
Black forest
206320301 770
7
Tali Purna
Simping
206320301 580
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
CV Maju Bersama
Cincau Hitam
213320302 491
1
1
1
ada klaim khasiat u kesehatan
1
1
1
1
1
1
1
1
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
1
1
ii
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden (lanjutan) PERSYARATAN LABEL
Aneka Manisan Buah
214320301 215
Beib's Cake
Klapertart
206320304 619
1
Izzis Gula Semut Abon Sapi "Bunda Fanasha" Raos Cookies Tiens Production
Gula Semut Aren
209320301 722
Abon Sapi
201320101 741
10
11 12 13 14 15 16 17
Dika Bakery J&Z (Juliet & Zalu) PD Surya Farm
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
ya, ada label halal dr LP POM MUI
1
0
1
1
1
1
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
206320302 441
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
Telur Asin
206320302 499
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
Dendeng Belut
belum diinspeksi
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
Telur Gabus Keripik Pisang Podeng (roti khas Cianjur)
206320301 473 214320301 409
0
Berat/isi bersih Nama & alamt produsen No pendaftaran
1
1
Tdk mudah luntur Mudah dilihat/dibac a 1
Tdk mudah lepas
Bhn kemasan
PD Anugerah/P D Rosida
Tgl & / kode produksi
9
Ket kedaluwarsa
NO P-IRT
Komposisi/d aftar bahan
JENIS PRODUK PANGAN
Nama produk
NAMA IRTP
Ket tdk menyesatkan
NO
KESESUAIAN NIE
KETERANGAN MINIMAL LABEL
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
105
iii
106
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden (lanjutan)
Andy Kalpataru
22
Sari Manis
Moci
23
Nuryati
24
Indra Snack
25
Sari Rasa
26
Selera Asih
27
UD Langgeng
28
Cipta Rasa
Sale Goreng Tempe Goreng Kerupuk RO Kacang Telur Permen
Moci
206320301 517
Bhn kemasan
21
Kerupuk Kulit Bekatul Sari Padi
Tgl & / kode produksi
Sari Rasa
Ket kedaluwarsa
20
Sistik
Komposisi/da ftar bahan
Mustika
belum diinspeksi 206320301 681 201320301 758 215320301 451 206320301 413 214320301 073 215320301 541 206320301 422 215320301 423 209320301 601
1
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
produksi di Cianjur, dlm label di Sukabumi
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
Berat/isi bersih Nama & alamt produsen No pendaftaran
19
Keripik Pisang
Nama produk
Putra Sari
Ket tdk menyesatkan
18
NO P-IRT
Mudah dilihat/dibaca
NAMA IRTP
Tdk mudah luntur
JENIS PRODUK PANGAN
NO
KESESUAIAN NIE
KETERANGAN MINIMAL LABEL
Tdk mudah lepas
PERSYARATAN LABEL
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
iv
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden (lanjutan)
30
Bunda
31
Mulia Sari
32
Suhada (SD)
33
Morinaga
34
Mandiri
35
Pandan Sari
36
Cikole Maleber
37
Dendi Mandiri
38
Emilia Nur Seri
Makaroni & Bolu Kering
206320303 717
1
1
belum diinspeksi
DTT
214320301 088
Keripik Pisang & Sistik Aneka Manisan Buah Ikan Mas Baby Kue Pia Kacang Roti Manis isi Pisang Brownies Tahu Pangsit Manis & Asin Nata de Coco
1
ada label halal, tp bkn dr LP POM MUI
1
1
1
1
1
1
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
206320301 643
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
205320302 542
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
202320301 477 206637106 191 206320301 684 206320301 408 215320301 602
Bhn kemasan
Nama produk
Rajawali
NO P-IRT
Ket tdk menyesatka n
29
JENIS PRODUK PANGAN
Tdk mudah luntur Mudah dilihat/diba ca
NAMA IRTP
Tdk mudah lepas
NO
KESESUAIAN NIE
KETERANGAN MINIMAL LABEL Berat/isi bersih Nama & alamt produsen No pendaftaran Komposisi/ daftar bahan Ket kedaluwars a Tgl & / kode produksi
PERSYARATAN LABEL
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
107
v 108
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden (lanjutan)
43 44 45
Tgl & / kode produksi
Bhn kemasan
42
Telur Asin
Ket kedaluwarsa
41
PD HH Cianjur KWT Dahlia I/Cita Rasa Ibu Aas Prima Usaha Mandiri Orange Bakery Mona Bakery
Komposisi/daft ar bahan
Keripik Singkong
No pendaftaran
Suka Rasa
Nama & alamt produsen
40
210230301 586 205320301 430 303320301 605
Berat/isi bersih
Teh Rosela
Nama produk
PD Kunci Thaju Jaya
Ket tdk menyesatkan
39
NO P-IRT
Mudah dilihat/dibaca
JENIS PRODUK PANGAN
KESESUAIAN NIE
Tdk mudah luntur
NAMA IRTP
NO
KETERANGAN MINIMAL LABEL
Tdk mudah lepas
PERSYARATAN LABEL
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
0
0
1
Keripik Beras Ketan
206320301 590
1
0
1
1
1
0
1
0
0
Bangket Aci Susu
206320301 607
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
1
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
Roti Manis Roti Manis Isi
46
Kasuka
Tengteng Kacang & Wijen
47
SJ
Bangket Sari Jahe
206320301 616 206320301 508 206320301 534
1
1
1
ada label halal, tp bkn dr LP POM MUI
belum diinspeksi
1
0
1
1
DTT
vi
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden (lanjutan)
Apiari Apis Mellifera
53
Sari Putra
54
Ilham
55 56 57
Dua Putra Mandiri Nyi Mas Ule (Cap 2 Pigeons) Sehati Multi Guna
Sistik
Bhn kemasan
52
Tgl & / kode produksi
Najmi
Ket kedaluwarsa
51
Komposisi/daf tar bahan
Edo
No pendaftaran
50
Nama & alamt produsen
CV Safitra Wacana Baru
Berat/isi bersih
49
Beras Kemasan Pastel & Keju Karamel Emping Rasa Balado & Manis Coklat Praline Madu Kapuk Randu Tengteng Beras Noga Kacang
Nama produk
PB Joglo
Ket tdk menyesatkan
48
JENIS PRODUK PANGAN
Mudah dilihat/dibaca
NAMA IRTP
Tdk mudah luntur
NO
KESESUAIAN NIE
KETERANGAN MINIMAL LABEL
Tdk mudah lepas
PERSYARATAN LABEL
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
215320301 560
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
206320302 713
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
215320301 763
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
210320303 635
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
109329391 405
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
NO P-IRT
215320301 469 belum diinspeksi 206320301 740
Bandrek
209320301 407
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Gula Merah Kemasan
309320301 429
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
109
vii 110
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden (lanjutan)
Sauyunan
62
Fadhil & Almas
The Secang
63
Si Madu
Sale Pisang Goreng
64
Dazma CSS DC 1
Balado Teri
65
CV Tuty Abbas
66
Upi Jaya Cianjur
Bumbu Tumpeng Instan Aneka Olahan Jamur Tiram
Bhn kemasan
61
Tgl & / kode produksi
Celementre
Ket kedaluwarsa
60
Komposisi/da ftar bahan
Binangkit
Berat/isi bersih Nama & alamt produsen No pendaftaran
59
Kunyit Instan Noga Kelapa Aneka Keripik Singkong/T alas Keripik Pisang
Nama produk
Puspa Indah
Ket tdk menyesatkan
58
Mudah dilihat/dibaca
NAMA IRTP
Tdk mudah luntur
JENIS PRODUK PANGAN
NO
KESESUAIAN NIE
KETERANGAN MINIMAL LABEL
Tdk mudah lepas
PERSYARATAN LABEL
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
214320301 720
1
1
1
ada label halal, tp bkn dr LP POM MUI
1
0
1
0
0
0
0
1
202320311 17
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
215320301 683
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
belum memenuhi syarat
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
NO P-IRT
212320301 660 205320316 70 215320303 480 215320303 597 312303016 73
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
viii
Lampiran 10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden (lanjutan)
NO
NAMA IRTP
JENIS PRODUK PANGAN
NO P-IRT
Mudah dilihat/dibaca
Ket tdk menyesatkan
Nama produk
Berat/isi bersih
Nama & alamt produsen
No pendaftaran
Komposisi/daft ar bahan
Ket kedaluwarsa
Tgl & / kode produksi
Bhn kemasan
KESESUAIAN NIE
Tdk mudah luntur
KETERANGAN MINIMAL LABEL
Tdk mudah lepas
PERSYARATAN LABEL
67
Rengganis
Ranginang
belum memenuhi syarat
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
68
Rumah Jamur Nyoi 99
204320302 608
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
69
Gasol Pertanian Organik
Keripik Jamur Tiram Aneka Tepung Beras & Kedelai Chocolate Praline Keripik Ubi Jalar Ungu
206320308 456
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
216320301 634
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
DTT
615320305 444
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
70 71
Rakka Choclate Agroindustri Vedca Cianjur
KESESUAIAN DENGAN ATURAN
1
Keterangan: 1 = ya 0 = tidak DTT = Data Tidak Tersedia 111
112 Lampiran 11. Penggolongan industri berdasarkan jumlah karyawan Karyawan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Responden Putra Sari Cipta Rasa PD Kunci Thaju Jaya Rifki Cake PD Anugerah/PD Rosida Beib's Cake Sari Rasa Andy Kalpataru Selera Asih Bunda Mandiri CV Safitra Wacana Baru Edo Ilham Fadhil & Almas Rumah Jamur Nyoi 99 Rakka Choclate Susan 75 Tiens Production Mulia Sari KWT Dahlia I Prima Usaha Mandiri Orange Bakery Kasuka Puspa Indah Agroindustri Vedca Cianjur Raos Cookies J & Z (Juliet & Zalu) Mustika Dendi Mandiri Najmi Dua Putra Mandiri Binangkit Dika Bakery PD Surya Farm Sari Manis
Tetap
Harian
Jumlah
1 1 1 2
1 1 1 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
1
1 2 2 2 1 2 2 3 1 1 2 1 1 1
1
2 4 4 4 1 4 4 1 1 2 3
1
1 1 2 2 1 2 2 2
3
3 4 3 2
2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
Golongan Industri Rmh Tangga Kecil Menengah (Mikro) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Besar
ii 113 Lampiran 11. Penggolongan industri berdasarkan jumlah karyawan (lanjutan) Karyawan No 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Responden
Tetap
Indra Snack 1 Rajawali 1 SJ 1 Si Madu 5 Kelompok Wanita 12 6 Nuryati 1 Emilia Nur Seri 1 Upi Jaya Cianjur 2 Berkah Cake 3 Abon Sapi "Bunda 46 4 Fanasha" 47 Dazma CSS DC 1 3 48 Ruly Kue 4 49 PD HH Cianjur 6 50 Cikole Maleber 3 51 Sauyunan 1 52 Sari Rasa 2 53 CV Tuty Abbas 1 54 Rengganis 1 55 Apiari Apis Mellifera 2 56 Izzis Gula Semut 10 57 Pandan Sari 8 58 Suka Rasa 1 59 Sari Putra 2 Nyi Mas Ule (Cap 2 60 3 Pigeons) 61 CV Maju Bersama 2 62 Celementre 4 63 Tali Purna 11 64 Tandem Jaya 15 65 PB Joglo 6 66 Sehati Multi Guna 5 67 UD Langgeng 6 68 Morinaga 1 69 Suhada (SD) 40 70 Gasol Pertanian Organik 24 71 Mona Bakery 10 JUMLAH Acuan: BPS Jawa Barat, 2009.
Golongan Industri Rmh Tangga (Mikro)
Harian
Jumlah
4 4 4
6 6 5 5
5 5 5 5 6 7 7 7 8
√ √ √ √ √ √ √ √ √
4
8
√
5 5 3 7 9 9 10 10 10 3 5 13 13
8 9 9 10 10 11 11 11 12 13 13 14 15
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
13
16
√
15 16 11 15 26 30 35 45 20 40 60
17 20 22 30 32 35 41 46 60 64 70
√
33
Kecil
28
Menengah
Besar
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10
0
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pematang Raya, Simalungun, Sumatera Utara pada tanggal 2 Februari 1973 sebagai anak ke-5 dari 7 bersaudara, putra dari Bapak Djutam Purba (RIP) dan Ibu Rosmelina Sintaruli Saragih. Pada tahun 1992, penulis diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada tahun 1999. Pada tahun 2010 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi pada Program Magister Profesi Teknologi Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1999 – 2004, penulis melakukan pelatihan-pelatihan Teknologi Pangan Tepat Guna di beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun 2002 – 2004, penulis bekerja mandiri mengembangkan usaha produksi dan penjualan yogurt dan nata de coco di Bandung. Pada tahun 2005, penulis bekerja sebagai staf pengajar Ilmu Gizi dan Pengantar Teknologi Pangan di STT SAPPI (Sekolah Tinggi Teologi Studi Alkitab untuk Pengembangan Pedesaan Indonesia) Cianjur. Pada institusi yang sama, sejak awal tahun 2009 – sekarang, penulis diangkat menjadi Pembantu Ketua III Bidang Kemahasiswaan STT SAPPI. Penulis menikah dengan Romida Uli Hutahaean, STP, dan dikaruniai dua orang putra, yakni Noah Jeremy G. Purba dan Nathan Fountain J. Purba. Penulis dan keluarga tinggal di Kampus STT SAPPI Cianjur.