PENGKAJIAN ASPEK PELABELAN DAN SANITASI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
FAUZI ACHMADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PENGKAJIAN ASPEK PELABELAN DAN SANITASI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
FAUZI ACHMADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengkajian Aspek Pelabelan dan Praktek Sanitasi pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2009
Fauzi Achmadi NRP. F252060075
ABSTRACT FAUZI ACHMADI. Study on Food Labeling and Sanitation on Small-Scale Food Industries in Yogyakarta Province. Under direction of Lilis Nuraida and Harsi D Kusumaningrum. Everyone has the right to adequate food. Indonesian government must fulfill the right by providing safe food. Small-scale food industries (IRTP) as one of the commonest food producers must receive control and education by the government in order to assure the safe and quality of their products. Several problems faced by the industries are food labeling as well as sanitation practices. The study aimed to identify the cause of poor food labeling practices as well as to figure out the condition of sanitation practices by IRTP. The steps of this study were assessing labeling regulation, assessing IRTP education materials, collecting primary data on respondent’s knowledge about food labeling, respondent’s knowledge about sanitation, practice of food labeling, sanitation practices, discussions and providing recommendations. The study identified an information gap between labeling regulation in Food Act as well as Government Regulation on Labeling/General Guideline on Food Labeling. The gap was about minimal information on food label. The study also figured out the lack of labeling aspect in small scale food industries education material and the gap information about minimal information on food label. However, the study showed that small scale industries sanitation and hygiene education materials already fit with CAC/RCP1-1969, Rev. 4 (2003). Respondents' knowledge about the labeling indicates that only 2 respondents (1,2%) have knowledge of the correct food labeling, especially on the Government Regulation on Food Labeling and minimal information on the label. The lack of knowledge on those aspects was influenced by the education materials. Generally, respondent’s knowledge on sanitation practices was good. However, the knowledge on how to use water and hand washing procedure were still poor. The lack of knowledge on those aspects was influenced by the education materials. The materials did not mention about good hand washing practices. The study also described that few respondents practiced according the Government Regulation on Food Labeling (2,2%). There were 11 types food labeling practices not according The Regulations. Poor practice of Food Labeling was due to poor knowledge of the industry. Poor knowledge was caused by poor education materials to the industries. The observation on the workers sanitation practices showed that the major respondents (65,2%) have already practices whole or main aspects of sanitation practices correctly. The main recommendation was IRTP counseling should be done with food safety education and assistance of the industries. The technical recommendation were : (1) revising education materials on food labeling and making technical instructions food labeling for IRTP, (2) making posters about hand washing procedures, (3) making posters about the use of water, (4) guidance and supervision of on going, (5) increasing staff competency assessors IRTP labels. Key words : food labeling, sanitation, small-scale food industries (IRTP), knowledge.
RINGKASAN FAUZI ACHMADI. Pengkajian Aspek Pelabelan dan Sanitasi pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh Lilis Nuraida dan Harsi D Kusumaningrum. Setiap orang berhak mendapatkan pangan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Pemerintah Indonesia wajib memenuhi pangan yang aman bagi rakyatnya. Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) sebagai salah satu penghasil pangan dengan jumlah 780.631 industri (BPS 2005) dan tersebar di pelosok nusantara, harus mendapatkan pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah agar produk pangan IRTP aman dikonsumsi. Salah satu kendala yang dihadapi IRTP adalah masalah pelabelan pangan dan masalah sanitasi. Laporan audit sarana IRTP terhadap 4194 sarana IRTP (oleh BPOM RI) tahun 2003-2006 menunjukkan bahwa aspek pelabelan masih dalam kondisi yang tidak sesuai dengan PP Pelabelan Pangan. Sedangkan kondisi praktek sanitasi dilaporkan rata-rata dalam kondisi cukup (selang penilaian terdiri atas Baik, Cukup, dan Kurang) . Informasi tentang kondisi praktek sanitasi ini berbeda dengan informasi dalam Kebijakan dan Program Nasional Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga, 2003 yang menyatakan bahwa kondisi praktek sanitasi IRTP masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab rendahnya praktek pelabelan IRTP dan mengetahui kondisi sebenarnya praktek sanitasi di IRTP. Tahapan dalam penelitian ini adalah mengkaji peraturan pelabelan, mengakaji materi penyuluhan IRTP, pengumpulan data primer (meliputi data pengetahuan responden tentang pelabelan pangan, data pengetahuan responden tentang sanitasi, data praktek pelabelan pangan IRTP, data praktek sanitasi di IRTP), pengolahan data, pembahasan dan penyusunan rekomendasi. Manfaat penelitian adalah memberikan masukan kepada pemerintah tentang penyebab terjadinya pelanggaran pelabelan IRTP. Manfaat lainnya adalah memberikan masukan kepada pemerintah untuk penyusunan program pembinaan dan pengawasan IRTP. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan masalah pelabelan produk pangan IRT dan masalah sanitasi di IRTP. Penelitian dilaksanakan di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta serta di lima (5) kabupaten/kota di Propinsi DI Yogyakarta selama bulan Juli 2008 - Pebruari 2009. Tahapan penelitian ini adalah mengkaji aspek peraturan pelabelan di IRTP, mengkaji materi penyuluhan tentang pelabelan dan sanitasi bagi IRTP, pengumpulan data primer yang meliputi : (a) pengembangan kuesioner, (b) penentuan sampel IRTP, (c) pemilihan dan pelatihan enumerator, (d) pelaksanaan survey, (e) pengolahan data, pembahasan umum dan pembuatan rekomendasi. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus slovin, yaitu diperoleh jumlah sampel 152 IRTP dari populasi 596 IRTP. Pengambilan sampel dilakukan secara acak per kabupaten/kota di Propinsi DI Yogyakarta. Survey dilakukan dengan cara wawancara kepada responden untuk mengetahui tingkat pengetahuannya dan pengamatan terhadap praktek pelabelan pangan dan sanitasi di sarana produksinya. Kajian terhadap peraturan pelabelan pangan yang ada menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan informasi tentang aspek keterangan minimal antara UU Pangan (UU No. 7 1996) dengan PP Pelabelan (PP No. 69 1999) maupun Pedoman Umum
Pelabelan Produk Pangan (SK Kepala Badan POM). Kesenjangan tersebut adalah dikategorikannya keterangan halal dalam UU Pangan sebagai salah satu keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Sedangkan keterangan tanggal atau kode produksi dan nomor pendaftaran/Nomor Izin Edar tidak disebutkan sebagai keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Hal ini berbeda dengan informasi tentang keterangan minimal yang disebutkan dalam PP pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan keterangan halal tidak dikategorikan sebagai keterangan minimal pada label, namun keterangan tanggal atau kode produksi dikategorikan sebagai keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Dalam PP Pelabelan, keterangan nomor pendaftaran baru merupakan keterangan yang wajib dicantumkan pada label bagi produk pangan, termasuk IRTP, jika produk tersebut tergolong dalam produk yang wajib memiliki nomor pendaftaran. Produk yang wajib memiliki nomor pendaftaran adalah produk pangan olahan yang akan diperdagangkan dengan masa simpan lebih dari tujuh hari (PP 28 tahun 2004). Sedangkan poduk pangan yang masa simpannya kurang dari 7 (tujuh) hari tidak diwajibkan memiliki nomor pendaftaran. Namun dalam Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan, keterangan nomor pendaftaran dikategorikan sebagai keterangan yang wajib dicantumkan pada label. Kajian terhadap materi penyuluhan bagi IRTP tentang pelabelan menunjukkan bahwa keterangan minimal pada label yang disebutkan dalam materi penyuluhan berbeda dengan yang disebutkan dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Selain itu, muatan materi pelabelan dalam materi penyuluhan masih sangat kurang (14.8%) jika dibandingkan dengan muatan materi pelabelan dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Kajian terhadap materi penyuluhan bagi IRTP tentang sanitasi menunjukkan bahwa muatan materi penyuluhan sudah sesuai dengan muatan higiene pangan dalam CAC/RCP1-1969, Rev. 4 (2003). Materi penyuluhan tentang sanitasi telah dilengkapi dengan toeri dan petunjuk praktis. Wawancara terhadap responden menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pelabelan masih sangat kurang. Hanya 2 responden (1.2%) yang memiliki pengetahuan pelabelan yang benar, khususnya tentang Peraturan Pemerintah yang mengatur Pelabelan Pangan dan tentang keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Dari dua hal yang ditanyakan, Peraturan Pemerintah tentang Pelabelan paling banyak tidak diketahui oleh responden. Pengetahuan responden tentang pelabelan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden serta mutu materi pelatihan tentang pelabelan. Wawancara terhadap responden juga menunjukkan bahwa umumnya pengetahuan responden tentang sanitasi sudah bagus. Tetapi untuk aspek penggunaan air dan prosedur mencuci tangan, pengetahuan responden terhadap dua hal tersebut masih rendah. Pengetahuan responden terhadap aspek sanitasi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden. Pengamatan terhadap praktek pelabelan menunjukkan bahwa hanya 2.2% label responden yang wajib melakukan pelabelan sesuai dengan peryaratan pencantuman keterangan minimal. Terdapat 11 jenis pelanggaran pelabelan terhadap PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Rendahnya praktek pelabelan dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan responden. Rendahnya pengetahuan responden dipengaruhi oleh rendahnya materi pelabelan.
2
Pengamatan terhadap praktek sanitasi pekerja menunjukkan bahwa sebagian besar (65,2%) responden telah mempraktekkan seluruh atau sebagian besar aspek sanitasi pekerja. Aspek yang paling banyak tidak dilakukan oleh pekerja adalah penggunaan penutup kepala selama bekerja. Rekomendasi utama adalah perlu dilakukannya pembinaan terhadap IRTP dengan cara penyuluhan dan pendampingan/fasilitasi. Penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan pemilik IRTP tentang keamanan pangan, khususnya pelabelan dan higiene sanitasi. Mengingat masih dijumpainya pemilik IRTP yang memiliki latar belakang pendidikan dasar (SD dan SLTP), maka materi penyuluhan sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, menarik, namun tetap utuh dan lengkap. Pendampingan dimaksudkan untuk memfasilitasi IRTP dalam mempraktekkan prinsip-prinsip keamanan pangan di sarana produksinya, termasuk pelabalan pangan dan higiene sanitasi sehingga IRTP dapat mempraktekkan pelabelan dan higiene sanitasi secara benar sesuai persyaratan. Rekomendasi teknis lainnya adalah : (1) perlu dilakukannya revisi terhadap materi penyuluhan baik materi pelabelan maupun sanitasi, (2) perlu dibuatkan poster tentang praktek higiene sanitasi khususnya penggunaan air dan prosedur mencuci tangan, (3) perlu dilakukannya pembinaan dan pengawasan terhadap IRTP secara terus menerus, (4) perlu dilakukannya peningkatan kompetensi petugas penilai label, (5) pengembangan program pembinaan yang bersifat persuasif untuk mendorong IRTP memenuhi persyaratan pelabelan dan higiene sanitasi. Kata kunci : pelabelan pangan, sanitasi, Industri Rumah Tangga Pangan, pengetahuan.
3
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGKAJIAN ASPEK PELABELAN DAN SANITASI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
FAUZI ACHMADI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Sutrisno Koswara, MSi.
Judul Tesis Nama NRP
: Pengkajian Aspek Pelabelan dan Sanitasi pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta : Fauzi Achmadi : F 252 060 075
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc. (Ketua)
Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, MSc. (Anggota)
Diketahui, Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
a/n Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sekretaris Program Magister
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MSi
Tanggal Ujian : 15 Juli 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Magister Profesional Teknologi Pangan. Tema penelitian ini diangkat dari masalah yang dijumpai oleh peneliti dalam pekerjaan sehari-hari. Tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya pemerintah yang berkompeten. Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. dan Dr. Ir. Harsi D Kusumaningrum, MSc. selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam menyusun tesis ini, mulai dari awal hingga akhir. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sutrisno Koswara, Msi. yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan di Kota Yogyakarta, Kab. Gunungkidul, Kab. Bantul, Kab. Sleman, dan Kab. Kulonprogo yang telah membantu kelancaran pelaksanaan pengambilan data primer. Terimakasih juga kepada para enumerator yang telah bekerja keras dalam membantu pelaksanaan pengumpulan data primer. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih juga kepada seluruh dosen pengajar di Program Studi Teknologi Pangan yang telah mencurahkan pengetahuan kepada penulis selama menjalani kuliah di sekolah pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan. Tidak lupa terima kasih juga kepada mbak Tika dan Bu Mar. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Winiati Puji Rahayu, MS. selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, karena penulis diberikan kesempatan yang luas untuk menimba ilmu khususnya di bidang pangan hingga ke jenjang pendidikan pascasarjana di kampus tercinta, IPB. Lewat beliau pula penulis mendapatkan bantuan biaya penelitian dari Mrs. Carole Theobald, konsultan bagi Australian Agency for International Development (AusAID) yang pernah bekerja sama dengan Badan POM. Terimakasih Mrs. Carole Theobald. Tak lupa kepada Dra. Dewi Prawitasari, MKes., selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Drs. Halim Nababan, MM., Drs. Bosar Pardede, Apt., Kasubdit Penyuluhan IRTP, penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya atas dukungannya selama ini. Terimakasih juga kepada temanteman seperti Pak Nyo, Mbak Novi, Didik, Nugi, Teti, Ita, Ratna, Anita dan pasukan SPKP lainnya yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Juga kepada teman-teman MPTP batch 3, terimakasih semua. Khusus kepada istri tercinta, Dyah Laksmi Nurjannah, ananda Fahmi Daud Abdillah dan Sofia Dwi Anggraini, kalian telah memberikan motivasi luar biasa kepada penulis. Alhamdulillaahi Jazakumullaahu Khoiro. Kepada semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih. Akhir kata, karya ilmiah ini belum sempurna, sehingga penulis lain dapat melanjutkan untuk penyempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2009
Fauzi Achmadi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Jombang Jawa Timur pada tanggal 1 Agustus 1973 dari ayah Moh. Sodiq dan Ibu Toeafifah. Penulis merupakan putra kedelapan dari sembilan bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Jombang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur PMDK (Penulusuran Minat dan Bakat) IPB. Penulis memilih Program Studi Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1998. Setelah lulus sarjana, pada tahun 1998 penulis diterima bekerja di PT Nippon Indosari Corp. (perusahaan roti merk Sari Roti) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat hingga 2003 sebagai QC Field, QC Coordinator, Product Development Specialist, dan Project Coordinator. Tahun 2003 hingga sekarang penulis bekerja sebagai staf di Sub Direktorat Penyuluhan Makanan Siap Saji dan Industri Rumah Tangga, Badan POM RI. Sehari-hari penulis berprofesi sebagai penyuluh keamanan pangan bagi IRTP dan auditor Piagam Bintang Keamanan Pangan. Berbagai pelatihan, seminar, dan tugas-tugas kantor tentang keamanan pangan telah dilalui oleh penulis selama bekerja di Badan POM RI. Kesempatan untuk menambah ilmu dan pengetahuan di bidang pangan lebih dalam penulis dapatkan ketika mendapatkan beasiswa sekolah Program Magister Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2006. Penulis memilih Program Magister Profesional Teknologi Pangan. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan POM RI periode 2007-2009.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii DAFTAR TABEL...................................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi
I.
PENDAHULUAN ..........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................1 1.2 Ruang Lingkup.......................................................................................3 1.3 Tujuan ....................................................................................................4 1.4 Manfaat ..................................................................................................4
II.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................5 2.1 Peraturan Pelabelan Produk Pangan.......................................................5 2.2 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).................................................7 2.3 IRTP di Propinsi DI Yogyakarta............................................................9 2.4 Sanitasi Pangan ....................................................................................11 2.5 Program Pembinaan IRTP ...................................................................13 2.6 Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) ........15 2.7 Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan IRT.............16 2.8 Sistem Pendataan dan Pelaporan..........................................................21
III. METODE PENELITIAN..............................................................................22 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................22 3.2 Metode Penelitian ................................................................................22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................29 4.1 Kajian Peraturan Pelabelan Produk Pangan IRTP ...............................29 4.2 Kajian Materi Penyuluhan IRTP..........................................................43 4.3 Pengetahuan Responden Terhadap Pelabelan dan Sanitasi .................49 4.3.1 Karakteristik Responden ...................................................................49
ii
4.3.2 Pengetahuan Responden Tentang Pelabelan....................................60 4.3.3 Pengetahuan Responden Tentang Sanitasi........................................66 4.4 Praktek Pelabelan di IRTP ...................................................................71 4.5 Praktek Sanitasi di IRTP ......................................................................79 4.6 Pembahasan Umum dan Rekomendasi ................................................84
V.
KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................92 5.1 Kesimpulan ..........................................................................................91 5.2 Saran.....................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................94 LAMPIRAN...........................................................................................................97
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Jumlah Industri Kecil dan Industri Kecil Rumah Tangga di Indonesia golongan pokok usaha 15 (makanan dan minuman) ...................................8
Tabel 2
Luas wilayah, ketinggian, dan jarak lurus ke ibu kota propinsi menurut kab./kota di Propinsi DI Yogyakarta ...........................................10
Tabel 3
Jumlah IRTP yang mengikuti PKP dalam rangka SPP-IRT di Propinsi DI Yogyakarta tahun 2003 sampai dengan tahun 2007...............10
Tabel 4
Jenis pangan IRTP yang memiliki nilai K (Kurang) pada parameter I (pelabelan) di Propinsi DI Yogyakarta tahun 2007. ..................................20
Tabel 5
Jumlah IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menurut jenis pangannya sampai tahun 2007 .....................................................................................21
Tabel 6
Rencana penarikan sampel per kabupaten kota .........................................26
Tabel 7
Pernyataan tentang keterangan minimal pada label pangan dalam beberapa sumber peraturan label ..............................................................30
Tabel 8
Pencantuman keterangan halal pada beberapa sumber peraturan pelabelan ....................................................................................................35
Tabel 9
Ketentuan pencantuman informasi nilai gizi pada label dalam beberapa sumber peraturan pelabelan........................................................38
Tabel 10 Muatan materi pelabelan dalam modul pengemasan, penyimpanan, dan pelabelan .............................................................................................43 Tabel 11 Perbandingan muatan materi pelabelan antara materi penyuluhan IRTP termasuk hand outnya dengan sumber peraturan pelabelan.............45 Tabel 12 Perbandingan cakupan materi sanitasi antara modul higiene dan sanitasi dengan Code of Practice Food Hygiene .......................................47 Tabel 13 Hasil identifikasi terhadap muatan materi sanitasi dalam modul Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan ..................................................48 Tabel 14 Perbandingan jumlah sampel responden IRTP terhadap populasi menurut jenis pangannya ...........................................................................54 Tabel 15 Karakteristik responden berdasarkan jumlah karyawan yang dimiliki......56
v Tabel 16 Perbandingan materi Penyuluhan Keamanan Pangan dalam rangka pemberian Nomor Izin Edar P-IRT dan SP ..............................................58 Tabel 17 Cakupan materi higiene dan sanitasi dan materi pelabelan pangan dalam rangka pemberian Nomor Izin Edar (NIE) P-IRT dan SP ..............58 Tabel 18 Jawaban responden terhadap pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui persepsi responden terhadap pelabelan pangan......................61 Tabel 19 Tingkat pengetahuan responden terhadap pelabelan .................................64 Tabel 20 Jawaban/pengetahuan responden terhadap pertanyaan tentang sanitasi........................................................................................................66 Tabel 21 Penilaian terhadap praktek sanitasi pekerja ...............................................79 Tabel 22 Praktek sanitasi pekerja responden IRTP ..................................................80 Tabel 23 Pengamatan terhadap praktek penyediaan fasilitas sanitasi.......................82
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Grafik nilai 13 parameter/grup CPPB-IRT di 21 Propinsi tahun 2003-2005 ...............................................................................................19
Gambar 2
Grafik nilai rata-rata 13 parameter/grup CPPB-IRT di Propinsi DI Yogyakarta 2004, 2005, 2007............................................................20
Gambar 3
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikannya. ................50
Gambar 4
Proporsi jumlah responden berdasarkan jabatannya..............................52
Gambar 5
Proporsi jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pangan yang diproduksi ..........................................................................54
Gambar 6
Karakteristik responden berdasarkan jenis Nomor Izin Edar yang dimiliki ...........................................................................................57
Gambar 7
Kecenderungan pencantuman keterangan minimal pada label yang dilakukan oleh responden IRTP.....................................................75
Gambar 8
Jenis pelanggaran pelabelan yang ditemukan terhadap praktek pelabelan .................................................................................................78
vi
DAFTAR LAMPIRAN .
Lampiran 1
Form audit/pemeriksaan sarana IRTP (audit CPPB-IRT)
Lampiran 2
Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
Lampiran 3
Jumlah responden per kabupaten/kota menurut jenis pangannya
Lampiran 4
Daftar enumerator per kabupaten/kota
Lampiran 5
Data Karakteristik IRTP Responden
Lampiran 6
Karakteristik responden berdasarkan jenis pangan yang diproduksi
Lampiran 7
Hasil uji statistik
Lampiran 8
Status kewajiban pelabelan IRTP berdasarkan karakteristiknya
Lampiran 9
Contoh disain kemasan dan label kelompok responden yang mencantumkan keterangan minimal dengan lengkap pada label
Lampiran 10 Contoh kemasan dan label kelompok responden yang tidak mencantumkan keterangan minimal pada label dengan benar Lampiran 11 Hasil pengamatan praktek sanitasi terhadap 161 responden Lampiran 12 Dokumentasi kegiatan wawancara dan pengamatan terhadap praktek sanitasi di IRTP di Propinsi DI Yogyakarta
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk kurang lebih 220 juta (BPS 2002). Setiap penduduk Indonesia memiliki hak azazi untuk mendapatkan pangan yang aman. Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya atau mengandung bahaya dalam jumlah yang tidak membahayakan kesehatan manusia (Rahayu et al. 2003). Pemerintah RI telah berupaya untuk melindungi kesehatan penduduk Indonesia dari pangan yang tidak aman dengan cara mengatur, membina, dan mengawasi pangan sesuai UU Pangan no 7 tahun 1996.
Salah satu kegiatan pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan pangan adalah penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) seperti yang telah dimuat dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003. Kegiatan SPP-IRT telah mulai diselenggarakan dari tahun 2003 hingga tahun 2007 dengan pembiayaan dari pemerintah pusat. Namun sejak tahun 2008 pembiayaan dibebankan kepada masing-masing industri rumah tangga atau masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis (Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan). Mengingat IRTP merupakan salah satu penggerak ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sedangkan di sisi lain produk pangan IRTP masih berpotensi menyebabkan keracunan pangan, maka pemerintah harus lebih memperhatikan dalam menuntaskan masalah yang dihadapi oleh IRTP. Masalah yang dihadapi IRTP diantaranya adalah rendahnya praktek pelabelan pangan dan praktek sanitasi. Laporan audit terhadap 4194 sarana IRTP dalam rangka SPP-IRT tahun 2003-2006 menyebutkan bahwa praktek pelabelan IRTP rata-rata masih belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
Laporan tersebut juga
menjelaskan bahwa praktek sanitasi IRTP rata-rata dalam kondisi cukup, dimana
2
selang penilaian praktek sanitasi adalah baik, cukup, dan kurang. Sedangkan menurut pernyataan pemerintah (Badan POM) dalam Kebijakan dan Program Nasional Keamanan Pangan IRT tahun 2003, praktek sanitasi IRTP dalam kondisi kurang. Perbedaan pernyataan ini harus dikaji lebih jauh untuk melihat bagaimana kondisi praktek sanitasi sebenarnya. Saat ini pelabelan pangan telah menjadi isu global. Dalam rangka melindungi konsumen dari ketidaksengajaan mengkonsumsi produk pangan yang mengandung alergen pangan, pada bulan Agustus 2004 Amerika Serikat (FDA) telah mengesahkan Undang-Undang Pelabelan Alergen dan Perlindungan Konsumen (Food Allergen Labeling and Consumer Protection Act). Alergen pangan diyakini menjadi penyebab masalah alergi bagi sekitar 11 juta manusia dewasa dan anak-anak di Amerika (Hariyadi P 2008). Menurut laporan Journal of Allergy and Clinical Immunology, di Amerika terdapat 29.000 orang harus dirawat di rumah sakit dan 150-200 orang meninggal setiap tahunnya karena reaksi alergi yang diakibatkan mengkonsumsi produk pangan yang mengandung alergen. Di Inggris, masalah alergi ini dialami oleh sekitar 1-2% populasi penduduk dewasa dan sekitar 5-7% populasi anak-anak atau sekitar 1,5 juta penduduk Inggris.
Sedangkan angka populasi yang mengalami
masalah alergi ini di Indonesia belum diketahui. Mengingat pentingnya aspek pelabelan pangan dalam melindungi konsumen, pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan perundangan untuk mengatur masalah pelabelan pangan seperti UU no 7 tahun 1996 tentang Pangan, PP no 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan.
Label pangan juga
disinggung dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen no. 8 tahun 1999 terutama kaitannya dengan perlindungan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar terhadap produk yang bersangkutan. PP No. 28 tahun 2004 juga sedikit memberikan batasan produk-produk yang boleh tidak memiliki nomor pendaftaran, sebagai salah satu keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Walaupun sudah diterbitkan peraturan mengenai pelabelan pangan dan bahkan telah dilakukan pembinaan berupa penyuluhan kepada IRTP, namun praktek
3
pelabelan pangan terutama produk pangan IRTP, masih rendah/kurang. Untuk itu perlu dicari akar masalah penyebab tidak dipatuhinya peraturan pelabelan ini, sehingga diharapkan dapat dirumuskan strategi pembinaan IRTP dalam mengatasi masalah pelabelan. Salah satu kemungkinan penyebab utama terjadinya pelanggaran pelabelan pangan IRTP adalah kurangnya pengetahuan produsen IRTP tentang pelabelan pangan. Hal ini akan diuji atau dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ini. Dalam penelitian ini juga akan dipelajari faktor-faktor penyebab rendahnya pengetahuan pelaku usaha IRTP. Masalah lain yang dihadapi oleh IRTP adalah praktek sanitasi.
Terdapat
perbedaan informasi antara pernyataan praktek higiene dan sanitasi yang masih rendah (dalam Kebijakan dan Program Nasional Keamanan Pangan IRT tahun 2003) dengan data audit sarana IRTP tahun 2003 yang menunjukkan bahwa kondisi sarana IRTP rata-rata dalam kondisi cukup. Perbedaan informasi ini perlu dikaji lebih lanjut agar didapatkan informasi tentang fakta praktek sanitasi di IRTP. Selain itu, penelitian ini juga akan melihat tingkat pengetahuan pelaku usaha IRTP tentang sanitasi.
1.2
Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian aspek peraturan pelabelan IRTP,
kajian materi pembinaan/penyuluhan IRTP khususnya aspek pelabelan dan praktek sanitasi serta pengamatan terhadap praktek sanitasi dan praktek pelabelan di sarana produksi IRTP. Penelitian meliputi kajian peraturan pelabelan pangan, kajian materi pembinaan/penyuluhan IRTP, penggalian fakta tentang pengetahuan produsen IRTP terhadap pelabelan pangan dan sanitasi pangan, observasi/pengamatan terhadap praktek pelabelan dan sanitasi, dan perumusan rekomendasi.
Pengambilan data
primer dilakukan di Propinsi DI Yogyakarta. Pemilihan Propinsi DI Yogyakarta didasarkan pada pertimbangan bahwa Propinsi DI Yogyakarta cq. Balai Besar POM di DI Yogyakarta merupakan propinsi yang paling lengkap menyediakan data penyelenggaraan SPP-IRT dibandingkan propinsi lainnya.
Selain itu jenis dan
4
jumlah IRTP di Propinsi DI Yogyakarta yang beragam merupakan salah satu alasan pemilihan Propinsi DI Yogyakarta. Cakupan wilayah Propinsi DI Yogyakarta yang tidak terlalu besar juga menjadi pertimbangan tersendiri, sehingga pengambilan sampel IRTP dapat dilakukan di seluruh kabupaten/kota di Propinsi DI Yogyakarta.
1.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Mengkaji kecukupan peraturan pelabelan di IRTP
2.
Mengkaji muatan materi pembinaan/ penyuluhan IRTP dan melakukan analisa kecukupannya
3.
Mengkaji tingkat pengetahuan produsen IRTP tentang pelabelan
4.
Mengkaji tingkat pengetahuan produsen IRTP tentang sanitasi
5.
Mengkaji pemenuhan praktek pelabelan IRTP terhadap persayaratannya
6.
Mengkaji pemenuhan praktek sanitasi IRTP terhadap persayaratannya
7.
Menyusun rekomendasi untuk pemecahan masalah pelabelan pangan IRT dan praktek pelabelan pangan IRT.
1.4 Manfaat Manfaat dari kajian ini adalah untuk: 1.
Memberi masukan kepada pemerintah tentang penyebab terjadinya pelanggaran pelabelan IRTP selama ini.
2.
Memberi masukan kepada pemerintah tentang kondisi sebenarnya praktek sanitasi di IRTP.
3.
Memberi rekomendasi kepada pemerintah mengenai program/strategi untuk mengatasi masalah IRTP, terutama masalah pelabelan pangan dan praktek sanitasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Pelabelan Produk Pangan Label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk tulisan, gambar atau kombinasi keduanya yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, dicetak atau merupakan bagian kemasan (PP no. 69 1999). Tujuan utama pelabelan adalah memberikan informasi tentang identitas produk dalam kemasan sehingga konsumen dapat mengetahuinya tanpa harus membuka kemasan sehingga konsumen terlindung dari pangan yang kedaluarsa maupun yang mengandung bahan berbahaya termasuk allergen pangan. Tujuan lainnya adalah menarik minat pembeli dan sebagai alat komunikasi antara produsen dan konsumen. Dasar hukum peraturan perundangan tentang pelabelan pangan adalah Undang-Undang Pangan No. 7 tahun 1996 Bab IV pasal 30-35, Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Surat Keputusan Kepala Badan POM RI no. HK 00.05.52.43.21 tanggal 4 Desember 2003 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan.
Selain itu UU Perlindungan
Konsumen Bab III pasal 4 juga menyatakan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang dan jasa. Pasal 7 menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha diantaranya adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang.
Pasal 8
menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi barang yang tidak sesuai dengan janji di label, tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa, tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal seperti dalam label, tidak memasang label/membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, berat bersih, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat produsen. Kewajiban pelabelan pangan bagi produsen pangan telah dijelaskan dalam PP No. 69 tahun 1999 Bab II bagian pertama pasal 2 ayat 1. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Yang dimaksud
6
dengan setiap orang dalam PP Pelabelan (Bab I, Ketentuan Umum) adalah perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak. Namun tidak semua produk pangan termasuk produk IRTP wajib melakukan pelabelan pangan. Produk pangan yang tidak harus melakukan pelabelan pangan adalah : (1) pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan minimal pada label, (2) pangan yang dijual dan dikemas secara langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil-kecilan, (3) pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah) (PP No. 69 1999 Bab VII pasal 63). Dalam penjelasannya, PP No. 69 1999 menyatakan bahwa produk pangan yang kemasannya terlalu kecil, tetap wajib mencantumkan nama dan alamat produsen.
Ketentuan produk yang dijual curah dalam jumlah besar adalah
minimal 500 lt atau 500 kg. Keterangan tentang keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label juga didapat dalam PP No. 28 tahun 2004 pasal 44 yang menyebutkan bahwa produk pangan yang masa simpannya kurang dari tujuh hari pada suhu kamar tidak harus memiliki nomor pendaftaran. Hal ini berarti produk tersebut tidak wajib mencantumkan nomor pendaftaran pada labelnya, jika produk tersebut tergolong dalam produk yang wajib melakukan pelabelan.
Produk
pangan lain yang tidak wajib memiliki nomor pendaftaran adalah produk yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran, penelitian atau konsumsi sendiri. Kewajiban pelabelan bagi produk pangan juga diatur dalam UU Pangan Bab IV pasal 30 ayat 1. Persyaratan umum pelabelan adalah label harus jelas, mudah terlihat, dan berisi informasi yang benar, jujur dan akurat.
Sedangkan persyaratan teknis
pelabelan adalah dibuat cukup besar agar memuat informasi penting mengenai produk, tidak mudah lepas, luntur atau lekang oleh air, gosokan atau sinar matahari, dan jika ditempelkan dengan lem, lem tidak boleh mempengaruhi mutu kemasan (misalnya menyebabkan karat) dan mutu label. Keterangan minimal yang harus ada dalam label menurut PP no. 69 tahun 1999 dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan adalah : 1. Nama makanan dan/atau merek dagang 2. Komposisi
7
3. Berat atau Isi netto/bersih 4. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi atau yang mengedarkannya 5. Nomor pendaftaran, bagi produk pangan yang wajib memiliki nomor pendaftaran 6. Tanggal dan atau kode produksi 7. Keterangan kadaluarsa Keterangan atau peringatan yang disebutkan pada label tidak boleh menyesatkan konsumen.
Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan
sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 ini akan dikenai sanksi administratif berupa : 1. Peringatan secara tertulis (sebanyak tiga kali) 2. Larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran 3. Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia 4. Penghentian produksi untuk sementara waktu 5. Pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin produksi dan izin usaha.
2.2
Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah industri yang mengolah
pangan yang bertempat di rumah tempat tinggal dengan peralatan manual hingga semi otomatis (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No : HK.00.05.5.1639, tahun 2003 dan PP no 28 tahun 2004). Definisi lain yang menjelaskan tentang industri rumah tangga adalah definisi oleh Badan Pusat Statistik (dalam Publikasi Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga/Small Scale and Household Industry Statistics, BPS, 2005) yang menggolongkan usaha industri pengolahan di Indonesia ke dalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori tersebut adalah :
8
1. Industri kerajinan rumah tangga yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang. 2. Industri kecil yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19 orang. 3. Industri sedang yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 20-99 orang 4. Industri besar yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih Selanjutnya, BPS menggolongkan jenis-jenis usaha seperti industri makanan minuman (golongan pokok 15), industri pengolahan tembakau (golongan pokok 16), industri tekstil (golongan pokok 17), industri pakaian jadi (golongan pokok 18), dll. Dalam hal ini IRTP masuk dalam golongan pokok 15. Buku publikasi Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga tahun 2005 jumlah industri kerajinan rumah tangga golongan 15/makanan minuman yang dipublikasikan adalah jumlah per golongan per Indonesia, tidak dirinci per propinsi, sehingga untuk mengetahui jumlah IRTP di suatu propinsi tidak dapat menggunakan data BPS ini. Namun demikian, data ini dapat digunakan sebagai gambaran kondisi jumlah IRTP di Indonesia. Jumlah Industri Kecil (IK) dan Industri Kecil Rumah Tangga (IKR) dari tahun 2003 hingga tahun 2005 di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah Industri Kecil dan Industri Kecil Rumah Tangga di Indonesia golongan pokok usaha 15 (makanan dan minuman) Jumlah Usaha (Unit)
No Tahun IK
IKR
Total
1
2003
71.932
801.105
873.037
2
2004
67.822
802.555
870.377
3
2005
60.174
720.457
780.631
Sumber : Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga, BPS, 2005.Keterangan : IK = Industri Kecil, IKR = Industri Kerajinan Rumah Tangga
9
Definisi IRTP lainnya adalah berdasarkan UU RI No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil. Dalam UU ini dijelaskan bahwa yang dimaksud usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam UU. Sedangkan kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut : 1.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
2.
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
3.
Milik Warga Negara Indonesia
4.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar
5.
Berbentuk orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Jika dilihat dalam definisi usaha kecil seperti pada UU RI No 9 tahun 1995
tersebut maka IRTP masuk dalam usaha kecil yang bergerak di bidang pangan.
2.3 IRTP di Propinsi DI Yogyakarta Propinsi DI Yogyakarta merupakan dataran tinggi dengan ketinggian dari 45-185 m di atas permukaan laut, terletak pada posisi 7.00 °, 33.00’ LS – 8.00 °, 12.00’ LS. Luas wilayah propinsi DI Yogyakarta berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 318.580 km2 dan berupa lautan 6.977,5 km2.
Wilayah administrasi Propinsi DI Yogyakarta terbagi
menjadi 4 wilayah kabupaten dan 1 kota yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Persentase luas wilayah menurut kabupaten/kota di Propinsi DI Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2 Luas wilayah, ketinggian, dan jarak lurus ke ibu kota propinsi menurut kab./kota di Propinsi DI Yogyakarta No Kabupaten/Kota Ibu kota Keting Luas Jarak Persentase gian (km2) (km) (%) 1 Yogyakarta Yogyakarta 75 32,5 2 1.02 2 Sleman Sleman 145 574,82 9 18.04 3 Gunungkidul Wonosari 185 1.485,36 30 46.62 4 Bantul Bantul 45 506,85 12 15.91 5 Kulon Progo Wates 50 586,27 22 18.4 Sumber : BPS DIY, 2006.
Wilayah administrasi Propinsi DI Yogyakarta di sebelah timur berbatasan dengan Klaten, di sebelah barat berbatasan dengan Purworejo, di sebelah utara berbatasan dengan Klaten dan di sebelah selatan berbatasan dengan lautan Indonesia. Pemerintah Propinsi DI Yogyakarta c.q. Dinas Kesehatan kabupaten/kota telah menyelenggarakan SPP-IRT sejak tahun 2003 hingga sekarang. Dari kegiatan SPP-IRT tersebut telah dihasilkan 596 IRTP yang telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dalam rangka SPP-IRT dan 163 IRTP telah diaudit sarana produksinya. Namun yang telah mendapatkan nomor P-IRT baru 117 IRTP. Selain BPS, pengelolaan data IRTP juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
PP no 28 tahun 2004 pasal 43
mengamanatkan pembinaan dan pengawasan pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga pada Bupati/ Walikota. Oleh karena itu penggunaan data IRTP di suatu propinsi untuk suatu penelitian tentang pengawasan pangan lebih tepat jika menggunakan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Jumlah
IRTP di Propinsi DI Yogyakarta yang mengikuti PKP dalam rangka SPP-IRT dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah IRTP yang mengikuti PKP dalam rangka SPP-IRT di Propinsi DI Yogyakarta tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 No
Jumlah (IRTP) per Tahun
Kab/Kota
Total
2003
2004
2005
2006
2007
1
Yogyakarta
72
30
30
19
30
181
2
Sleman
0
30
30
0
30
90
11
No
Jumlah (IRTP) per Tahun
Kab/Kota
Total
2003
2004
2005
2006
2007
3
Gunungkidul
0
30
35
0
30
95
4
Bantul
42
30
30
6
30
138
5
Kulonprogo
0
30
32
0
30
92
114
150
157
25
150
596
Total
Sumber : Laporan penyelenggaraan SPP-IRT oleh Dinas Kesehatan Kab./Kota di Propinsi DI Yogyakarta, 2003 hingga 2007. 2.4 Sanitasi Pangan Sanitasi adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman,
peralatan,
dan bangunan yang dapat
merusak pangan dan
membahayakan manusia (UU Pangan no. 7 tahun 1996). Program sanitasi meliputi sanitasi pekerja antara lain kesehatan umum, kebersihan dan perlengkapan umum, sedangkan program sanitasi pangan meliputi proses pengolahan pangan sampai dengan penanganan limbah & fasilitas umum. UU Pangan pasal 5 (1) menyebutkan bahwa sarana dan prasarana wajib memenuhi persyaratan sanitasi. Setiap orang yang berkaitan dengan pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi (ps. 6).
Orang perseorangan yang menangani
langsung atau berada langsung dalam lingkungan proses produksi wajib memenuhi persyaratan sanitasi (ps. 7). Peraturan Pemerintah no. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Bab II pasal 2 (1) menyebutkan bahwa setiap orang yang berkaitan dengan pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi. Sumber kontaminasi mikroorganisme ke bahan pangan antara lain berasal dari pekerja pengolah pangan, hewan yang meliputi ternak besar, unggas, hewan peliharaan,
binatang
pengerat,
dan
serangga.
Sumber
kontaminasi
mikroorganisme lainnya adalah air buangan/limbah, tanah, udara, bahan pangan, dinding, lantai, dan langit-langit (Rahayu et al. 2003). Higiene pengolah pangan meliputi hal-hal antara lain penjagaan kebersihan badan pekerja pengolah pangan, penggunaan pakaian kerja yang bersih dan lengkap, penerapan prosedur mencuci tangan dengan benar, penghindaran terhadap kebiasaan pekerja yang tidak higienis dan kebiasaan buruk, dan
12
penjagaan kesehatan tubuh. Pekerja pengolah pangan sebagai salah satu sumber pencemaran mikroorganisme ke pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga terjadinya pencemaran ke pangan dapat diminimalisasi (Rahayu et al. 2003) Sanitasi
pangan
harus
mampu
mengurangi
menghilangkan mikroba berbahaya pada pangan.
jumlah
mikroba
atau
Sanitasi pangan meliputi
sanitasi pengolahan pangan, sanitasi peralatan, sanitasi air, sanitasi hama dan lingkungan, dan penanganan limbah. Sanitasi pengolahan pangan ditujukan untuk mengontrol pertumbuhan mikroba dalam pangan.
Metode untuk mengontrol
pertumbuhan mikroba dalam pangan dapat meliputi pengaturan suhu pemasakan selama pengolahan pangan (Food Control Handbook, BPOM RI 2003). Sanitasi peralatan dapat mengurangi jumlah mikroba sehingga memperkecil peluang terjadinya kontaminasi mikroba kepada pangan.
Sanitasi peralatan
dilakukan terhadap semua permukaan peralatan dan mesin yang kontak langsung dengan pangan. Sebelum peralatan disanitasi terlebih dahulu harus dibersihkan dari kotoran yang menempel pada peralatan tersebut. Sanitasi peralatan ditujukan untuk membunuh sel mikroba vegetatif yang tertinggal pada permukaan alat. Untuk membantu proses sanitasi, sering digunakan bahan sanitaiser seperti air panas, UV, ozon, dan bahan kimia yang meliputi antara lain klorin, iodin, dan quats (Rahayu et al. 2003). Sanitasi air merupakan salah satu aspek sanitasi di dalam sanitasi pangan yang penting untuk diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menangani air di industri pangan adalah air yang kontak langsung dengan produk pangan haruslah memenuhi persyaratan air minum (BPOM RI, 2003 dan CAC, Basic Text on Food Hygiene 2003). Air untuk keperluan khusus sebagai contoh air untuk industri pengalengan makanan yang secara rutin akan digunakan dalam proses-proses perendaman, pencucian, pengupasan, blansir, dan lain-lain juga memerlukan persyaratan tertentu, khususnya mengenai batas-batas kandungan kimianya seperti besi (Fe), sulfur (S), dan tingkat kesadahannya. Aktivitas sanitasi yang lainnya dalam sanitasi pangan adalah sanitasi hama. Hama dan serangga merupakan vektor terhadap pencemaran mikroba patogen dalam pangan. Oleh karena itu industri pangan harus memperhatikan terhadap masuknya hama ke dalam ruang pengolahan pangan, termasuk gudang
13
penyimpanan. Pengendalian hama terdiri dari usaha pencegahan agar hama tidak masuk ke dalam ruang pengolahan dan pembasmian hama di dalam ruang pengolahan. Hama dan serangga yang perlu diwaspadai diantaranya adalah tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk (CAC, Basic Text on Food Hygiene 2003). Limbah sebagai sisa pangan, akan menjadi daya tarik bagi hama dan serangga. Oleh karena itu limbah atau sampah harus selalu dibuang secara teratur, dikeluarkan dari ruang pengolahan secara teratur. Tempat sampah dan limbah harus dalam kondisi tertutup. Agar pelaksanaan praktek pembersihan dan sanitasi di industri pangan berjalan dengan tertib dan teratur, maka perlu dibuatkan jadwal pembersihan dan sanitasi
yang
meliputi
pembersihan
fasilitas
bangunan
dan
peralatan.
Pembersihan bangunan meliputi pembersihan dinding, lantai, dan langit-langit. Sedangkan pembersihan dan sanitasi permukaan peralatan dan mesin yang kontak dengan pangan meliputi peralatan yang kecil (portable) dan mesin yang tetap (fixed). Jadwal pembersihan dan sanitasi harus memuat apa yang dibersihkan, siapa petugas yang membersihkan, kapan pembersihan dilakukan dan bagaimana pekerjaan dilakukan. Dengan dibuatnya jadwal yang tetap, jika perlu dibuat juga prosedur pembersihan dan sanitasi, maka kegiatan/praktek higiene dan sanitasi di industri pangan khususnya di IRTP dapat berjalan dengan lebih tertib dan teratur (CAC, Basic Text on Food Hygiene 2003).
2.5 Program Pembinaan IRTP Program pembinaan IRTP utamanya dalam hal keamanan pangan yang dihasilkan oleh IRTP banyak dilakukan oleh Badan POM yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat.
PP no 28 tahun 2004 pasal 43
mengamanatkan pengawasan dan pembinaan IRTP kepada Bupati/ Walikota. Kepala Badan POM RI berkewajibkan menetapkan pedoman pembinaan IRTP dan melaksanakan pembinaan terhadap pemda dan masyarakat. Pembinaan teknologi dan peralatan/permesinan juga dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Pembinaan keamanan pangan oleh Badan POM bekerjasama dengan
14
Dinas Kesehatan diantaranya adalah penyuluhan keamanan pangan dalam rangka sertifikasi Produksi Pangan IRTP (SPP-IRT) (PP no 28 2004).
Penyuluhan
keamanan pangan ini dimaksudkan untuk memberi bekal pengetahuan kepada penanggung
jawab
IRTP
agar
mempunyai
komitmen
dan
kompetensi
menghasilkan pangan yang aman dan bermutu bagi konsumen. Dalam hal ini Badan POM berperan sebagai fasilitator dengan cara membuat kurikulum pelatihan dan mencetak tenaga Penyuluh Keamanan Pangan di tingkat pusat, propinsi dan daerah kabupaten/kota. Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan ini bertugas menyuluh IRTP. Selain itu Badan POM juga mencetak tenaga District Food Inspector (DFI) atau tenaga pengawas pangan kabupaten/kota dari dinas kesehatan. Tenaga DFI ini yang nantinya berkompetensi untuk mengaudit sarana produksi IRTP agar memenuhi persyaratan keamanan pangan (SK Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003, tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, Jakarta, 2003) Program lainnya adalah pemberian Piagam Bintang Keamanan Pangan oleh Badan POM kepada IRTP yang mau dan konsisten menerapkan prinsip-prinsip keamanan pangan. Tujuan program Piagam Bintang Keamanan Pangan adalah mendorong industri pangan khususnya IRTP untuk menerapkan sistem jaminan mutu keamanan pangan secara bertahap sehingga mampu memenuhi persyaratan internasional. Piagam Bintang Keamanan Pangan terdiri atas tiga tahap yaitu Piagam Bintang Satu, Dua, dan Tiga. Piagam Bintang Keamanan Pangan ini merupakan kerjasama antara Badan POM dengan pemerintah daerah cq. dinas kesehatan. Program pembinaan IRTP yang lain adalah mengenai aspek pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha dan perlindungan (UU RI No. 9 tahun 1995 Bab IV tentang Iklim Usaha). Walaupun
program-program
pembinaan
IRTP
sudah
dibuat
dan
dilaksanakan oleh pemerintah, tetapi IRTP masih menjumpai permasalahanpermasalahan dalam memproduksi pangan yang aman dan bermutu. Beberapa
15
kendala yang dijumpai IRTP adalah (Kebijakan dan Program Nasional Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga /IRT 2003) : 1.
Mutu produk yang kurang konsisten dan tidak seragam
2.
Masalah higiene dan sanitasi yang masih kurang konsisten dijalankan
3.
Masalah modal kerja yang terbatas sehingga mengurangi kemampuan berinvestasi
4.
Terbatasnya tempat usaha, sehingga alur kerja menjadi sumber masalah kontaminasi silang
5.
Kurangnya pemasaran produk jadi.
6.
Masalah pelabelan yang belum sesuai dengan persyaratan pelabelan seperti yang diatur dalam PP no. 69 tahun 1999.
2.6
Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) adalah salah
satu bentuk kebijakan pemerintah cq. Badan POM RI dalam mengatur, membina dan mengawasi pangan di Indonesia khususnya pangan hasil produksi Industri Rumah Tangga (IRT). Tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia, terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab, dan terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat (UU Pangan No. 7 tahun 1996 Ps. 3.) Pada tahun 2003, pemerintah cq. Badan POM RI telah menerbitkan Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003. Dalam pedoman ini diatur cara penyelenggaraan sertifikasi produksi pangan IRTP dan tujuannya. Salah satu alasan penting mengapa perlu dilakukan SPP-IRT adalah bahwa setiap perusahaan wajib mengetahui dan mematuhi peraturan perundangundangan di bidang pangan. Upaya untuk memasyarakatkan higiene dan peraturan
16
perundang-undangan di bidang pangan perlu dilakukan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal (BPOM RI 2003). Secara nasional, SPP-IRT telah diselenggarakan sejak tahun 2003 hingga sekarang. Dari penyelenggaraan SPP-IRT tersebut dihasilkan 8076 IRTP telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dan 4254 IRTP telah diaudit sarana pengolahannya, namun yang telah mendapatkan nomor P-IRT baru 3952 IRTP (BPOM RI 2008).
2.7 Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga 2.7.1
Pengajuan Permohonan Permohonan untuk mendapatkan Sertifikasi Produksi Pangan
Industri
Rumah Tangga (SPP-IRT) diajukan kepada Pemerintah Daerah c.q. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa susu dan hasil olahannya, daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam kemasan (AMDK), pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI, pangan lain yang ditetapkan oleh Badan POM. Pemohon diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan dan diperiksa sarana produksinya (BPOM RI 2003). 2.7.2
Penyelenggaraan dan Pelaksanaan
Penyuluhan
Keamanan
Pangan Penyelenggara Penyuluhan Keamanan Pangan dalam rangka SPP-IRT adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota c.q. Dinas Kesehatan. Pelaksanaan Penyuluhan Keamanan Pangan dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Penyuluhan Keamanan Pangan bagi IRTP ini merupakan salah satu bentuk pembinaan dan pengawasan IRTP oleh Bupati /Walikota (PP no 28 2004). Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan adalah adalah petugas yang telah memiliki Sertifikat Penyuluh Keamanan Pangan yang dikeluarkan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM. Sertifikat tersebut diperoleh melalui Pelatihan
17
Penyuluhan Keamanan Pangan yang diselenggarakan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM (BPOM RI 2003). Peserta Penyuluhan Keamanan Pangan adalah pemilik atau penanggung jawab Produsen Pangan IRT. Peserta yang telah lulus Penyuluhan Keamanan Pangan diberikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan. Materi
utama
Penyuluhan Keamanan Pangan adalah : •
Berbagai Jenis Bahaya (Biologis, Kimia, dan Fisik), Cara Menghindari dan Memusnahkannya.
•
Pengawetan Pangan.
Higiene dan Sanitasi Sarana Produsen Pangan-IRT
Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPBIRT).
Peraturan Perundang-undangan terutama tentang Keamanan Pangan, Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), Label dan Iklan Pangan.
Materi pelengkap/pendukung dapat dikembangkan sesuai kebutuhan Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga, misalnya :
Pengemasan dan Penyimpanan Produk Pangan Industri Rumah Tangga
Pengembangan Usaha Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga, termasuk Etika Bisnis. Materi penyuluhan keamanan pangan
disampaikan dalam bentuk
ceramah,diskusi, demonstrasi/peragaan simulasi, pemutaran video dan cara-cara lain yang dianggap perlu. Jumlah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja @ 5 (lima) jam . 2.7.3 Pemeriksaan/Audit Sarana Produksi Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pemeriksaan ke sarana produksi produsen pangan IRT.
Petugas yang melakukan pemeriksaan sarana produksi harus
mempunyai Sertifikat Inspektur Pangan Kabupaten/Kota yang dikeluarkan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM. Sertifikat tersebut diperoleh melalui
18
Pelatihan Inspektur Pangan Kabupaten/Kota yang diselenggarakan oleh Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM. Pemeriksaan sarana produksi harus mengikuti Surat Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
HK.00.05.5.1641 tanggal 30 April 2003 tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRT. Hasil pemeriksaan sarana produksi IRT dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan sertifikat produksi pangan IRT. Pemeriksaan sarana produksi IRT merupakan penilaian kesesuaian sarana produksi IRT terhadap pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik-Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Formulir/checklist yang digunakan untuk mengaudit/memeriksa sarana produksi IRTP dapat dilihat pada Lampiran 1. Parameter yang dinilai dalam CPPB-IRT adalah Lingkungan Produksi (Grup A), Bangunan dan Fasilitas (Grup B), Peralatan Produksi (Grup C), Suplai Air (Grup D), Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan
Sanitasi (Grup E),
Pengendalian Hama (Grup F), Kesehatan dan Higiene Karyawan (Grup G), Pengendalian Proses (Grup H), Label Pangan (Grup I), Penyimpanan (Grup J), Manajemen Pengawasan (Grup K), Pencatatan dan Dokumentasi (Grup L), dan Pelatihan Karyawan (Grup M). Masing-masing parameter dapat memiliki nilai 1 yang berarti Kurang (K), 2 yang berarti Cukup (C), dan 3 yang berarti Baik (B). Nilai sarana produksi IRTP dapat berupa huruf mutu B yang berarti sarana produksi IRTP dalam kondisi Baik, C berarti sarana produksi IRTP dalam kondisi Cukup dan K yang berarti sarana produksi IRTP dalam kondisi Kurang. Penilaian ini tergantung dari nilai audit 13 parameter dalam CPPB-IRT dimana jika 4 grup/parameter utama bernilai B dan maksimal 2 parameter lainnya bernilai K maka sarana IRTP mendapat nilai B. Jika 4 grup/parameter utama bernilai B atau C dan maksimal 4 grup/parameter lainnya bernilai K maka sarana IRTP mendapat nilai C, dan jika di bawah B dan C maka sarana IRTP mendapat nilai K. Yang dimaksud 4 Grup/parameter Utama adalah Suplai Air (Grup D), Pengendalian hama (Grup F), Kesehatan dan higiene Karyawan (Grup G), dan Pengendalian Proses (Grup H). Laporan penilaian sarana pengolahan pangan oleh inspektur pangan kabupaten/kota menunjukkan bahwa masalah utama dalam penerapan CPPB-IRT adalah diantaranya masalah
Pelabelan (Grup I)
seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1. Hal ini ditunjukkan dengan nilai parameter/group I
19
(pelabelan pangan) yang masih berada di bawah 2 (Cukup) seperti pada Gambar 1. Grafik Garis Nilai Rata-Rata 13 Parameter/Grup CPPB-IRT di 21 Propinsi tahun 2003-2005 3.5 Prov. Jambi Prov. Bali
3.0
Prov. Bant en Prov. DI Yogjakart a Prov. DKI Jakarta
2.5
Prov. Goront alo Prov. Jawa Barat
2.0
Nilai
Prov. Jawa Tengah Prov. Jawa Timur Prov. Kalimant an Barat
1.5 Prov. Kalimant an Tengah Prov. Kalimant an Timur
1.0
Prov. Lampung Prov. M aluku Prov. Nanggroe Aceh Darussalam
0.5
Prov. Nusa Tenggara Timur Prov. Sulawesi Barat Prov. Sulawesi Selat an
G ru p G A ru p G B ru p G C ru p D G ru p E G ru p G F ru p G G ru p H G ru p G I ru p G J ru p K G ru p G L ru p M
0.0
Grup
n = 4194
Prov. Sulawesi Ut ara Prov. Sumat era Barat Prov. Sumat era Ut ara
Gambar 1 Nilai 13 parameter/grup CPPB-IRT di 21 propinsi tahun 2003-2005. Form audit/pemeriksaan sarana produksi IRTP, untuk parameter Pelabelan hanya terdapat dua nilai yaitu B (Baik) jika memenuhi persyaratan Pelabelan dan K (Kurang) jika tidak memenuhi persyaratan Pelabelan. Persyaratan Pelabelan yang dimaksud adalah persyaratan minimal seperti yang dipersyaratkan oleh PP no 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Form audit/pemeriksaan sarana IRTP dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil audit sarana IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menunjukkan bahwa Industri Rumah Tangga Pangan di Propinsi DI Yogyakarta mengalami permasalahan pada parameter pelabelan (Group I) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
20
3 2,5 2 1,5 1
Gambar 2
Nilai Group M
Nilai Group L
Nilai Group K
Nilai Group J
Nilai Group I
Nilai Group H
Nilai Group G
Nilai Group F
Nilai Group E
Nilai Group D
Nilai Group C
Nilai Group A
0
Nilai Group B
0,5
Grafik nilai rata-rata 13 parameter/grup CPPB –IRT di Propinsi DI Yogyakarta tahun 2004, 2005, dan 2007 (N=157).
Berdasarkan hasil pemeriksaan/audit sarana produksi IRTP di Propinsi DI Yogyakarta dapat dilihat bahwa IRTP yang memiliki nilai K ( Kurang ) pada parameter I (Pelabelan) memiliki jenis pangan seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis pangan IRTP yang memiliki nilai K (Kurang) pada parameter I (pelabelan) di Propinsi DI Yogyakarta sampai dengan tahun 2007 No Jenis Pangan Jumlah (Unit) 1 Daging dan hasil olahnya 4 2 Ikan dan hasil olahnya 1 3 Unggas dan hasil olahnya 3 4 Kelapa dan hasil olahnya 2 5 Tepung dan hasil olahnya 95 6 Minyak goreng 2 7 Gula, madu, kembang gula 5 8 Coklat, kopi, teh 2 9 Minuman Ringan, jus 9 10 Buah dan hasil olahnya 7 11 Biji-bijian dan umbi-umbian 16 12 Es 3 13 Tidak diketahui 3 Jumlah 152 Sumber : Laporan penyelenggaraan SPP-IRT di Propinsi DIY, BPOM, 2004,2005,2007
21
Sedangkan jumlah IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menurut jenis pangannya per kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menurut jenis pangannya sampai dengan tahun 2007 No Jenis Pangan Jumlah (Unit) 1 Daging dan hasil olahnya 5 2 Ikan dan hasil olahnya 4 3 Unggas dan hasil olahnya 8 4 Sayur dan hasil olahnya 2 5 Kelapa dan hasil olahnya 24 6 Tepung dan hasil olahnya 196 7 Minyak goreng 0 8 Jem dan sejenisnya 0 9 Gula, madu, kembang gula 15 10 Coklat, kopi, the 6 11 Bumbu 5 12 Rempah-rempah 4 13 Minuman ringan, jus 20 14 Buah dab hasil olahnya 15 15 Biji-bijian dan umbi-umbian 40 16 Es 3 17 Tidak diketahui 249 Jumlah 596 Sumber : Laporan penyelenggaraan SPP-IRT di Propinsi DIY, BPOM, 2004,2005,2007
2.8 Sistem Pendataan Dan Pelaporan Penyelenggaraan SPP-IRT harus dilaporkan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada Badan POM c.q. Balai Besar/Balai POM setempat dengan melampirkan tembusan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi terkait selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah penyelenggaraan. Pencabutan/pembatalan sertifikat serta perubahan dan penambahan jenis produk pangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus dilaporkan kepada Badan POM c.q. Balai Besar POM/Balai POM dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi terkait. Balai Besar / Balai POM melaporkan rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Kegiatan pengkajian aspek pelabelan dan praktek sanitasi pada IRTP dilaksanakan di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Jakarta, selama 8 (tiga) bulan, yaitu mulai dari bulan Juli 2008 sampai dengan Pebruari 2009. Data primer dikumpulkan dari 5 kabupaten/kota di Propinsi DI Yogyakarta.
3.2 Metode Penelitian Tahapan penelitian ini adalah mengkaji peraturan pelabelan, mengkaji materi pembinaan IRTP, pengumpulan data primer, pengolahan data, dan penyusunan rekomendasi. 3.2.1
Mengkaji aspek peraturan pelabelan di IRTP. Pengkajian aspek peraturan pelabelan dimaksudkan untuk mempelajari
muatan materi pelabelan yang tercakup dalam semua peraturan pelabelan yang berlaku di Indonesia. Pengkajian difokuskan pada aspek-aspek pelabelan pangan yang sering dihadapi oleh IRTP antara lain aspek keterangan minimal yang harus tercantum pada label pangan, aspek pencantuman keterangan halal, aspek pencantuman informasi nilai gizi, aspek klaim pada label terutama klaim fungsi pangan sebagai obat, dan aspek pencantuman gambar yang menyesatkan. Sedangkan peraturan pelabelan yang dipelajari adalah pelabelan pangan dalam Undang-Undang Pangan (UU Pangan) No. 7 tahun 1996, Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 tahun 1999 tentang Pelabelan dan Iklan Pangan, Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK. 00.05.52.4321 tahun 2004 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Selain itu juga akan dikaji kaitan pelabelan pangan dengan kebijakan pemerintah dalam PP No. 28 tahun 2004 tentang pembebasan sertifikasi produk IRTP yang masa simpannya kurang daripada tujuh hari dan atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran, penelitian atau konsumsi sendiri.
23
3.2.2 Mengkaji Materi Penyuluhan Keamanan Pangan bagi IRTP. Tujuan pengkajian materi Penyuluhan Keamanan Pangan bagi IRTP adalah mempelajari kecukupan materi yang digunakan untuk membina/menyuluh IRTP. Materi yang dipelajari adalah materi pelabelan dan sanitasi pangan. Materi penyuluhan IRTP tentang pelabelan adalah modul pengemasan, penyimpanan dan pelabelan dan materi presentasi hand out dalam bentuk power point presentation . Materi pembinaan IRTP tentang sanitasi adalah modul higiene dan sanitasi beserta materi presentasi hand out dalam bentuk power point presentation.
Sumber
peraturan sanitasi bisa mengacu pada Code of Practice General Principles of Food Higiene, CAC/RCP1-1969, Rev. 4 (2003) atau Kepmenkes RI No. 23/Men.Kes/SK/I/1978 tentang Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB).
3.2.3 Pengumpulan data primer 3.2.3.1 Pengembangan kuesioner Kuesioner dikembangkan untuk menggali informasi tentang pengetahuan responden terhadap pelabelan pangan, pengetahuan terhadap sanitasi, praktek pelabelan dan praktek higiene sanitasi. Yang dimaksud responden adalah pemilik IRTP atau karyawan yang diberi tanggung jawab terhadap IRTP.
Responden
juga dapat mewakili IRTP yang bersangkutan, terutama ketika pertanyaan dalam kuesioner ditujukan untuk menggali informasi/fakta tentang praktek sanitasi dan pelabelan. Selanjutnya dalam tulisan ini digunakan dua istilah responden yaitu responden dan responden IRTP.
Istilah responden mewakili pemilik IRTP,
sedangkan istilah responden IRTP mewakili IRTP sebagai sarana pengolahan pangan. Contoh kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2. Kuisioner terdiri dari lima (5) blok. Blok I berisi pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui karakterisik responden, yang meliputi jabatan responden, jenis pangan yang diproduksi, Nomor Izin Edar, kapasitas produksi, jumlah karyawan dan tingkat pendidikan.
24
Blok II berisi 12 pertanyaan, yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden tentang pelabelan pangan. Pertanyaan nomor 1 sampai nomor 6 dan nomor 8 bertujuan untuk mengetahui persepsi responden akan pelabelan. Pertanyaan nomor 7 bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden akan keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Blok III berisi 36 pertanyaan, yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden tentang higiene dan sanitasi pangan yang meliputi persepsi responden tentang air,
cara mencuci peralatan, penggunaan bahan sanitaiser, perlunya
jadwal pembersihan dan pencucian, pembersihan ruang pengolahan,
persepsi
responden tentang perlunya petugas khusus kegiatan higiene sanitasi, perlunya toilet yang cukup, perlunya karyawan membiasakan hidup bersih, pengendalian hama,dan higiene karyawan. Pertanyaan nomor 1-7 bertujuan untuk mengetahui persepsi responden tentang air.
Pertanyaan nomor 8-10 bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan responden tentang cara mencuci peralatan. Pertanyaan nomor 11-13 bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden tentang penggunaan bahan sanitaiser. Pertanyaan nomor 14, 15, 17 bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden tentang perlunya jadwal pembersihan dan pencucian.
Pertanyaan nomor 16 bertujuan untuk mengetahui pengetahuan
responden tentang pembersihan ruang pengolahan.
Pertanyaan nomor 19
bertujuan untuk mengetahui persepsi responden tentang perlunya petugas khusus kegiatan higiene sanitasi.
Pertanyaan nomor 20 dan 22 bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan responden tentang perlunya toilet dalam jumlah yang cukup. Pertanyaan nomor 23 bertujuan untuk mengetahui persepsi responden tentang perlunya karyawan membiasakan hidup bersih. Pertanyaan nomor 24 bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden tentang pengendalian hama. Pertanyaan nomor 25-36 bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden terhadap higiene karyawan. Blok IV berisi tujuh (7) kegiatan praktek pelabelan yang perlu diamati dari label pangan IRTP.
Praktek pelabelan yang diamati adalah pencantuman
keterangan minimal, pencantuman informasi nilai gizi, klaim kesehatan, klaim khasiat pangan sebagai obat, klaim halal, pencantuman gambar buah, dan klaim alami.
25
Blok V berisi 27 kegiatan praktek sanitasi yang perlu diamati dari praktek sanitasi responden IRTP.
Praktek sanitasi yang diamati diantaranya adalah
sanitasi/higiene pekerja pangan, fasilitas sanitasi, penjadwalan pembersihan dan sanitasi, dan kebersihan sarana pengolahan pangan.
3.2.3.2 Penentuan sampel IRTP Teknik pengambilan contoh menggunakan metode cluster sampling, yaitu populasi IRTP di Propinsi DI Yogyakarta di kelompokkan menurut kabupaten yang ada di Propinsi Di Yoyakarta. Setelah itu, dilakukan penarikan sampel secara random terhadap populasi IRTP di masing-masing kabupaten kota. Dengan cara ini diharapkan sampel yang ditarik dari populasi IRTP di Propinsi DI Yogyakarta, dapat mewakili karakteristik populasi IRTP di Propinsi DI Yogyakarta.
Ukuran sampel yang digunakan adalah 152 responden dengan
derajat ketelitian 93%, atau batas kesalahan 7 %. Penentuan jumlah sampel ini berdsarkan rumus Slovin (Sugiana D. 2008) yaitu N n = 1+ Ne2 Keterangan : n N e
= = =
ukuran sampel ukuran populasi (596 IRTP) kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditolelir.
Dalam penelitian ini diketahui jumlah populasi (N) adalah 596 IRTP. Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel ditetapkan 7% sehingga dapat dihitung ukuran sampel (n) sebagai berikut : N n = 1+ Ne2 596 = 1+ 596(0,07)2 = 152 responden IRTP
26
Penetapan batas kesalahan 7 % didasarkan atas pertimbangan jumlah dana penelitian dan waktu yang terbatas. Diharapkan sampel yang terkumpul dapat mewakili karakteristik populasi. Jumlah responden per kabupaten/kota menurut jenis pangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan rencana penarikan sampel yang menggambarkan keterwakilan populasi IRTP di Propinsi DI Yogyakarta per kabupaten dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rencana penarikan sampel per kabupaten/kota Jumlah (IRTP) No Kabupaten/kota Populasi Sampel 1 Kota Yogyakarta 181 46 2 Kabupaten Sleman 90 23 3 Kabupaten Kulonprogo 92 24 4 Kabupaten Bantul 138 35 5 Kabupaten Gunungkidul 95 24 Jumlah 596 152
Keterwakilan (%) 25.5 25.5 25.5 25.5 25.5 25.5
Penetapan angka 25.5% sebagai prosentase keterwakilan populasi per kabupaten kota didasarkan pada hasil perhitungan jumlah sampel menurut rumus slovin di atas, dimana diperoleh jumlah sampel 152 dari jumlah populasi sebanyak 596.
Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengambilan sampel menurut jenis
pangannya karena data sekunder tentang jenis pangan per kabupaten kota tidak tersedia dengan lengkap.
3.2.3.3 Pemilihan dan pelatihan enumerator Wawancara terhadap responden IRTP dilakukan oleh enumerator yang berkompeten di bidang keamanan pangan. Sebelum wawancara dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan pemilihan enumerator.
Kriteria enumerator dalam
penelitian ini adalah berkompeten di bidang pangan dan atau bekerja dan memiliki pengalaman di bidang pangan. Tenaga penyuluh keamanan pangan dan pengawas pangan kabupaten/kota yang bekerja di Dinas Kesehatan merupakan tenaga yang sesuai dengan kriteria sebagai enumerator dalam penelitian ini. Namun demikian, enumerator yang terpilih harus dilatih terlebih dahulu agar mempunyai persepsi yang benar terhadap tujuan penelitian ini.
Selain itu
27
pelatihan juga diharapkan agar enumerator mengerti akan tujuan dari kuesioner dan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan kuesioner tersebut.
Daftar
enumerator dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.2.3.4 Pelaksanaan Survey Survey bertujuan untuk mengumpulkan bukti/data dan informasi tentang pengetahuan responden terhadap aspek pelabelan pangan dan aspek sanitasi. Selain itu survey dilakukan juga bertujuan untuk mengumpulkan bukti/data tentang praktek pelabelan dan praktek sanitasi di IRTP. Survey dilakukan dengan cara wawancara terhadap responden dan pengamatan langsung/observasi terhadap praktek pelabelan dan praktek sanitasi IRTP.
Syarat pengamatan ini adalah
responden IRTP sedang dalam kondisi berproduksi atau melakukan aktifitas produksi. Enumerator dilengkapi dengan checklist yang berisi pernyataan tentang praktek higiene dan sanitasi. Pengamatan praktek pelabelan dilakukan terhadap label produk IRTP.
Label responden IRTP dikumpulkan untuk diamati
kesesuaiannya dengan persyaratan pelabelan.
3.2.3.5 Pengolahan data Data yang dikumpulkan baik data sekunder maupun data primer diolah dan dianalisa agar dapat ditarik sebuah kesimpulan yang mendukung tujuan penelitian ini. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excel, Microsoft Access dan SPSS (Statistical Package for The Social Science). Analisis Statistik dilakukan dengan menggunakan Kruskal - Wallis Test.
3.2.4
Pembahasan Umum dan Penyusunan Rekomendasi Pembahasan umum dilakukan untuk merangkai hasil kajian peraturan
pelabelan dan sanitasi, kajian materi penyuluhan IRTP, hasil wawancara dengan responden dalam rangka mengukur pengetahuan responden tentang pelabelan pangan dan sanitasi, serta hasil pengamatan terhadap praktek pelabelan dan
28
praktek sanitasi. Pembahasan umum diharapkan dapat memberikan kesimpulan dari hasil kajian dalam penelitian ini. Selanjutnya dari kesimpulan yang ditarik dalam pembahasan umum dapat dirumuskan sebuah rekomendasi kepada pemerintah selaku pihak yang berkompeten dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kepada IRTP di Indonesia, khususnya di Propinsi DI Yogyakarta.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kajian Peraturan Pelabelan Produk Pangan IRTP Aspek-aspek peraturan pelabelan yang dikaji adalah aspek yang umumnya dilakukan oleh industri pangan seperti status kewajiban pelabelan pangan, keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label pangan, aspek pencantuman keterangan halal, aspek pencantuman informasi nilai gizi, aspek klaim pada label terutama klaim fungsi pangan sebagai obat, dan aspek pencantuman gambar yang menyesatkan. 4.1.1 Status kewajiban pelabelan pangan Peraturan pelabelan produk pangan IRTP mengacu pada peraturan pelabelan pangan yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, SK Kepala Badan POM RI No. HK 00.05.52.43.21 tanggal 4 Desember 2003 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Peraturan lain yang juga dijadikan sumber dalam kajian peraturan pelabelan pangan adalah PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Dalam penelitian ini juga digunakan Pedoman Pelabelan Pangan/Food Labeling yang dikeluarkan oleh CAC (Codex Alimentarius Commission) tahun 2007 sebagai sumber informasi lainnya. Food Labeling merupakan kumpulan peraturan pelabelan yang telah diterbitkan oleh CAC pada tahun-tahun sebelumnya. Masalah pelabelan pangan sudah menjadi isu global sejak lama.
CAC sendiri
telah menerbitkan sekumpulan peraturan pelabelan diantaranya adalah General Standard for the Labeling of Prepackaged Foods (Codex Stand 1-1985), General Standard for The Labeling of Food Additives When Sold as Such (Codex Stan 1071981), General Standard for The Labeling of and Claims for Prepackaged Foods for Special Dietary Uses (Codex Stan 146-1985), General Guidelines on Claims (CAC/GL 1-1979), Guidelines on Nutrition Labeling (CAC/GL 2-1985), Guidelines for Use of Nutrition and Health Claims (CAC/GL 23-1997), and General Guidelines for Use of The Term Halal (CAC/GL 24-1997). Mengingat pentingnya aspek pelabelan untuk melindungi kesehatan konsumen serta melindungi hak-hak konsumen, maka Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan sekumpulan peraturan perundangan pelabelan seperti yang telah disebutkan di atas.
30 Dalam UU Pangan bab IV pasal 30 ayat 1 dan dalam PP Label bab II bagian pertama pasal 2 ayat 1 telah dinyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan
ke
dalam
wilayah
Indonesia
pangan
yang
dikemas
untuk
diperdagangkan wajib mencantumkan label pangan di dalam, dan atau di kemasan pangan.
Pernyataan tentang wajibnya pelabelan pangan ini berlaku bagi semua
pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, baik pangan yang diproduksi oleh industri pangan berskala besar, menengah, maupun kecil atau Industri Rumah Tangga (IRTP). Tujuan dari kewajiban pelabelan ini adalah untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak aman untuk dikonsumsi (Hariyadi P 2008) maupun untuk melindungi hak konsumen dalam mendapatkan informasi yang benar dari produk pangan sesuai yang tertera pada labelnya (UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bab III pasal 4 dan Codex Stand 1-1985). Selain itu, pelabelan pangan juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab (PP No. 69 1999). 4.1.2 Aspek keterangan minimal yang harus tercantum pada label pangan. Kewajiban utama pelabelan yang harus dilakukan oleh produsen pangan adalah pencantuman keterangan minimal pada label.
Penjelasan mengenai keterangan
minimal berbeda-beda antara UU Pangan, PP Label, maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan.
Perbedaan/kesenjangan informasi tentang keterangan
minimal dalam peraturan perundangan pelabelan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 No 1
2
Pernyataan tentang keterangan minimal pada label dalam sumber peraturan pelabelan pangan di Indonesia Peraturan Bab/Pasal Isi Peraturan/Keterangan UU No. 7 tahun Bab IV ps. 1. Nama produk 1996 tentang 30:2 2. Berat bersih/isi bersih Pangan 3. Nama dan alamat produsen/importer 4. Komposisi/daftar bahan 5. Keterangan halal 6. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa PP No. 69 tahun Bab II ps. 1. Nama produk 1999 tentang 3:2, ps. 30, 2. Berat bersih/isi bersih Pelabelan dan Iklan ps. 31. 3. Nama dan alamat pihak yang Pangan memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia 4. Nomor pendaftaran (bagi yang wajib mendaftarkan produknya)
31
3
5. Komposisi/daftar bahan 6. Keterangan kedaluwarsa 7. Tanggal dan atau kode produksi SK Kepala Badan Bab I poin 1. Nama produk POM No. HK 3 2. Berat bersih/isi bersih 00.05.52.43.21 3. Nama dan alamat pihak yang tentang Pedoman memproduksi atau memasukkan Umum Pelabelan pangan ke wilayah Indonesia Produk Pangan 4. Nomor pendaftaran 5. Komposisi/daftar bahan 6. Keterangan kedaluwarsa 7. Tanggal dan atau kode produksi Tabel 7 menunjukkan bahwa antara UU Pangan, PP Pelabelan dan Pedoman
Pelabelan Produk Pangan terdapat kesenjangan isi peraturan yang mengatur aspek keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label pangan.
UU Pangan
mensyaratkan keterangan halal sebagai salah satu keterangan yang harus tercantum pada label pangan, namun PP Pelabelan tidak mensyaratkannya. UU Pangan tidak mensyaratkan nomor pendaftaran dan tanggal/kode produksi sebagai keterangan yang harus tercantum pada label pangan, namun PP Pelabelan mensyaratkannya dengan catatan bahwa nomor pendaftaran baru merupakan keterangan yang wajib dicantumkan pada label jika produk pangan yang bersangkutan tergolong dalam produk yang wajib memiliki nomor pendaftaran. Ketentuan mengenai produk pangan yang tidak wajib memiliki nomor pendaftaran diatur dalam PP No. 28 tahun 2004 Bab V pasal 44. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan bab I poin 3 yang menyatakan bahwa nomor pendaftaran dikategorikan sebagai keterangan yang wajib dicantumkan dalam label, tanpa ada penjelasan apakah produk tertentu yang tidak wajib memiliki nomor pendaftaran boleh tidak mencantumkan nomor pendaftaran. Padahal di dalam pendahuluan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan, dijelaskan bahwa
Pedoman Umum Pelabelan Produk
Pangan merupakan pelaksanaan PP Pelabelan. Namun pada kenyataannya terdapat keterangan tentang status pencantuman nomor pendaftaran yang bertentangan dengan PP Pelabelan.
Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan sebagai produk hukum
yang bersifat petunjuk teknis penerapan peraturan pelabelan baik dari UU Pangan maupun PP Pelabelan, seharusnya informasinya tidak bertentangan dengan UU Pangan maupun PP Pelabelan.
32 Kesenjangan antara UU Pangan dan PP Pelabelan masih dapat ditolelir mengingat UU Pangan lebih bersifat sebagai payung besar bagi peraturan pelabelan sehingga dapat dianggap bukan merupakan sumber peraturan yang bersifat teknis. Selain itu, UU Pangan sendiri telah menyatakan bahwa jika dipandang perlu, maka pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang dianggap wajib dicantumkan pada label atau sebaliknya, melarang keterangan tertentu untuk dicantumkan pada label (Bab IV pasal 30:3). Untuk itu, PP Pelabelan sebagai produk hukum di bawah UU Pangan dapat dijadikan sumber peraturan pelabelan yang lebih relevan.
Dengan
demikian materi Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan khususnya bab I poin 3 yang menjelaskan tentang keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label perlu dikaji ulang, supaya informasinya tidak bertentangan dengan PP Pelabelan dan PP No. 28 tahun 2004. Hal ini diperkuat dengan Bab IV PP Pelabelan tentang ketentuan peralihan yang menyebutkan bahwa semua peraturan perundangan tentang label dan iklan yang telah ada dan bertentangan dengan PP Pelabelan dinyatakan tidak berlaku. Penerapan pencantuman keterangan minimal pada label mengalami kendala ketika kemasan produk pangan sangat kecil sehingga tidak memungkinkan untuk mencantumkan seluruh keterangan minimal yang dimaksud dalam peraturan. Contoh yang tepat mengenai produk yang demikian adalah permen. Umumnya permen yang berisi 1 pcs per kemasan dengan berat bersih kira-kira 2.8 gr, memiliki kemasan yang ukurannya kecil (kira-kira 5x3 cm).
Ukuran kemasan yang kecil ini tidak
memungkinkan untuk mencantumkan seluruh keterangan minimal (6-7 hal) pada kemasannya. Kendala lain dalam penerapan pencantuman keterangan minimal pada label adalah jika produk pangan yang bersangkutan dijual dan dikemas langsung dihadapan konsumen dalam jumlah kecil-kecilan.
Walaupun produk ini memenuhi kriteria
”dikemas” dan ”dijual/diperdagangkan”, sehingga menurut PP Label pasal 2 ayat 1 harus melakukan pelabelan, namun hal ini masih sulit dilakukan oleh produsen. Sebagai contoh, produk roti manis yang diproduksi dengan skala kecil dan dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli. Umumnya kemasan yang digunakan untuk produk ini adalah kardus/karton yang sederhana. Dalam kemasan ini, biasanya hanya dicantumkan nama produk, merk dagang, komposisi, dan keterangan halal. Kendala lain dalam penerapan pencantuman keterangan minimal pada label adalah ukuran kemasan yang besar karena produk dijual dalam bentuk curah,
33 misalnya seperti gula pasir, tepung terigu, susu bubuk dan lain-lain. Sebetulnya produk-produk ini bisa dilabel pada kemasannya. Namun jika kemasannya tidak memungkinkan, seperti dalam container atau silo, misalnya produk tepung terigu yang biasanya dijual ke pabrik-pabrik pangan berbahan dasar tepung terigu berskala besar. Mempertimbangkan kendala-kendala tersebut, pemerintah Indonesia telah memberikan batasan penerapan kewajiban pelabelan pada produk-produk pangan tertentu. Pemerintah menyatakan bahwa produk pangan yang tidak wajib melakukan pelabelan pangan adalah : 1) pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan minimal yang dimaksud dalam peraturan, 2) pangan yang dijual dan dikemas langsung dihadapan pembeli dalam jumlah kecilkecilan, dan 3) pangan yang dijual dalam jumlah besar/curah yaitu lebih dari 500 kg atau liter per kemasannya (PP Label bab VII pasal 63). Namun demikian produk yang ukuran kemasannya kecil sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 63 tersebut, tetap harus mencantumkan nama dan alamat produsen. Kebijakan pemerintah lain yang terkait dengan kewajiban pencantuman keterangan minimal adalah dibebaskannya produk pangan yang memiliki masa simpan kurang dari tujuh hari dan atau dimasukkan dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan penelitian, permohonan nomor pendaftaran atau keperluan sendiri, dibebaskan dari pendaftaran produk (PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan bab V pasal 44 th 2004). Bab VII pasal 53 tentang ketentuan peralihan menjelaskan bahwa dengan berlakunya PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan 2004, maka semua ketentuan mengenai keamanan, mutu dan gizi pangan yang diatur dengan peraturan perundangan di bawah Undang-Undang masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Penjelasan ini merevisi pernyataan keterangan minimal yang wajib dicantumkan dalam Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan th 1999 yang diantaranya menyebutkan bahwa keterangan nomor pendaftaran harus dicantumkan dalam label. Padahal menurut PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan terdapat produk pangan, termasuk produk IRTP, yang boleh tidak memiliki nomor pendaftaran. Seharusnya produk yang tidak memiliki nomor pendaftaran seperti yang dimaksud dalam PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan boleh tidak mencantumkan nomor pendaftaran karena memang tidak memiliki.
34 4.1.3 Pencantuman keterangan alergen pangan Penetapan keterangan minimal pada label pangan di Indonesia mengacu pada peraturan global seperti dalam General Standard for the Labeling of Prepackaged Foods (Codex Stand 1-1985). Dalam pedoman pelabelan pangan yang dipublikasikan oleh CAC tersebut disebutkan bahwa yang tergolong dalam keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label adalah : 1) nama produk, 2) komposisi, 3) isi bersih, 4) nama dan alamat produsen/importer, 5) negara asal, 6) keterangan lot sebagai riwayat produksi, 7) tanggal kedaluarsa dan instruksi penyimpanan, 8) petunjuk penggunaan jika perlu. Dalam pedoman pelabelan global tersebut dijelaskan bahwa untuk produk pangan yang mengandung alergen pangan, maka harus dijelaskan pada kemasannya tepatnya di bagian komposisi, bahwa produk pangan yang bersangkutan mengandung alergen pangan tertentu. Alergen pangan yang dimaksud adalah gluten, kerang dan hasil olahnya, telur dan hasil olahnya, ikan dan hasil olahnya, kacang tanah, kacang kedelai dan hasil olahnya, susu dan hasil olahnya, biji-bijian (pala, kelapa dsb), sulfite dalam konsentrasi lebih dari 10 mg/kg atau lebih.
Jika dibandingkan dengan
pedoman pelabelan pangan terkemas (CAC 1985), peraturan pelabelan di Indonesia menambahkan keterangan nomor pendaftaran sebagai salah satu keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label, khusus bagi produk pangan yang tergolong wajib memiliki nomor pendaftaran (PP Label 1969 ps. 30). Sedangkan masalah alergen pangan yang harus dinyatakan dengan jelas dalam label, tidak mendapatkan perhatian. Hal ini mungkin dikarenakan masalah alergen pangan di Indonesia belum banyak data yang
mengungkapkan
tentang
terjadinya
kasus
keracunan
pangan
akibat
mengkonsumsi alergen pangan. Sebenarnya hal ini harus diberikan perhatian oleh pemerintah Indonesia, karena di negara maju seperti Amerika Serikat, pelabelan alergen pangan sudah dituangkan dalam Undang-Undang Pelabelan Alergen dan Perlindungan Konsumen (Food Allergen Labeling and Consumer Protection Act) pada tahun 2004. Dalam era perdagangan global saat ini, produsen pangan harus mengetahui dan sebisa mungkin memenuhi persyaratan pelabelan, khususnya alergen pangan. Jika tidak, akan dijumpai penolakan produk pangan asal Indonesia yang diekspor ke negara yang memiliki aturan pelabelan alergen pangan, seperti Amerika Serikat, karena pelabelan pangannya tidak memenuhi persyaratan pelabelan alergen. Menurut data FDA yang dicatatkan melalui sistem Oasis (Operational and Administratif System for Import Support, dalam Hariyadi P 2008) pada bulan Mei, Juni, Juli 2008
35 berturut-turut terjadi pelonjakan kasus penolakan produk pangan asal Indonesia karena tidak memenuhi persyaratan pelabelan alergen pangan. Bulan Mei terjadi 6 kasus penolakan (karena label yang salah) dari total 50 kasus penolakan, bulan Juni terjadi 8 kasus dari total 43 kasus penolakan, dan bulan Juli terjadi 5 kasus dari 41 kasus penolakan. Kasus penolakan ini dapat dihindari jika pemerintah Indonesia juga setidaknya mencantumkan pernyataan kewajiban pencantuman alergen pangan pada peraturan pelabelan pangan. Jika perlu, dapat diterbitkan Pedoman Pelabelan Alergen Pangan sehingga dapat menjadi sumber informasi yang dapat mengikat bagi produsen pangan. Selain itu, dalam rangka mendapatkan data yang akurat tentang kejadian keracunan pangan akibat alergen pangan, maka pemerintah dapat melakukan program surveilan terhadap masalah ini. 4.1.4 Pencantuman keterangan halal Pencantuman keterangan halal pada label pangan telah diatur dalam peraturan perundangan tentang pelabelan pangan, baik UU Pangan, PP Pelabelan Pangan, maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan.
Isi peraturan pencantuman
keterangan halal dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Pencantuman keterangan halal pada beberapa sumber peraturan No 1
Peraturan UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan
Bab/Pasal Bab IV ps. 30:2 Bab IV ps. 34:1
2
PP No. 69 tahun Bab II ps. 1999 tentang 10:1 Pelabelan dan Iklan Pangan Bab II ps 11: 1,2,3 Penjelasan ps 10:1
Isi peraturan/Keterangan Keterangan halal merupakan salah satu keterangan yang harus dicantumkan pada label. Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut Pencantuman keterangan halal harus dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya Keterangan halal harus didukung dengan pernyataan halal oleh lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi oleh KAN Pencantuman keterangan halal pada label merupakan kewajiban apabila produsen menyatakan produknya halal bagi umat
36 No
Peraturan
Bab/Pasal Penjelasan ps 11:1,2
3
SK Kepala Badan POM No. HK 00.05.52.43.21 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan
Bab XII poin 7
Isi peraturan/Keterangan Islam Pencantuman keterangan halal bersifat sukarela. Lembaga pemeriksa kehalalan yang dimaksud dalam pasl 11 adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1. Definisi halal 2. Keterangan halal boleh dicantumkan pada label pangan jika bahan atau pangan tidak mengandung bahan yang diharamkan dan proses menurut cara yang halal 3. Syarat pencantuman halal adalah jika telah mengikuti prosedur sertifikasi halal dan memperoleh izin pencantuman halal dari Badan POM
Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan sifat pencantuman keterangan halal pada label pangan.
UU Pangan menyatakan keterangan halal
merupakan keterangan yang wajib dicantumkan pada label pangan.
Namun PP
Pelabelan menyatakan bahwa pencantuman keterangan halal bersifat sukarela. Kesenjangan
informasi
pada
dua
sumber
peraturan
pelabelan
ini
dapat
membingungkan pada tingkat pelaksanaannya. Namun demikian terdapat kesamaan diantara peraturan perundangan pelabelan tentang aspek halal, diantaranya semua sumber peraturan menyebutkan bahwa pencantuman keterangan halal harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan lebih memerinci lagi persyaratan pencantuman keterangan halal dengan mensyaratkan izin pencantuman halal dari Badan POM RI. Pengaruh kesenjangan peraturan pencantuman halal pada dua peraturan perundangan ini (UU Pangan dan PP Pelabelan) dapat diminimalisasi dengan melihat lebih jauh terhadap PP Pelabelan Bab VI tentang ketentuan peralihan.
Dalam
ketentuan peralihan disebutkan bahwa sejak mulai diberlakukannya PP Pelabelan maka semua peraturan perundang-undangan tentang label dan iklan yang telah ada dan bertentangan dengan PP Pelabelan dinyatakan tidak berlaku. Selain itu dalam UU Pangan Bab IV pasal 30 ayat 3 disebutkan bahwa pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang dianggap perlu untuk diwajibkan atau dilarang dicantumkan pada label pangan. Keterangan ini dapat dijadikan sebagai dasar bahwa ketentuan pencantuman halal yang lebih relevan adalah PP Pelabelan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status
37 pencantuman keterangan halal adalah sukarela. Pencantuman keterangan halal baru dianggap wajib jika produsen IRTP menyatakan produknya halal bagi umat muslim. Pencantuman keterangan halal pada label harus disertai dengan sertifikasi halal oleh MUI, yang dilakukan bersama-sama dengan Badan POM dan Departemen Agama. Selain itu, pencantuman keterangan halal pada label harus disertai izin pencantuman halal dari Badan POM. Kewenangan Badan POM memberikan izin pencantuman keterangan halal pada label terkait dengan pengawasan label pangan. Produk pangan IRTP yang tersebar di kabupaten/kota di seluruh Indonesia juga harus tunduk pada peraturan yang mengatur pencantuman keterangan halal pada label. MUI memiliki kantor cabang di ibu kota propinsi di seluruh Indonesia sehingga lebih memudahkan dan lebih mengefesiensikan biaya sertifikasi.
Begitu juga dengan
Badan POM dan Departemen Agama, memiliki kantor cabang di ibu kota propinsi di seluruh Indonesia. Sertifikat halal yang diterbitkan oleh MUI dapat dicabut jika produk pangan yang bersangkutan terbukti tidak halal lagi atau jika masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang lagi. Perpanjangan masa berlakunya sertifikat MUI disertai dengan audit surveilan oleh auditor LPPOM-MUI, Badan POM, dan Departemen Agama. Sistem sertifikasi dan surveilan jaminan halal ini bermanfaat bagi umat muslim sebagai konsumen produk pangan yang bersangkutan. Pernyataan halal yang tanpa disertai sertifikasi halal akan membuka peluang terjadinya penipuan (deceptive). Hal ini bertentangan dengan prinsip umum pelabelan pangan (Codex Stan 1-1985). Selain itu sertifikasi halal akan memberikan kepastian/jaminan halal bagi konsumen muslim karena audit dalam rangka sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang berkompeten di bidang kehalalan (MUI), di bidang Cara Produksi Pangan Yang Baik (Badan POM), dan persyaratan dasar halal (Departemen Agama). Hal ini sesuai dengan prinsip produksi pangan yang halal yaitu halalan toyyiban (Apriyantono et al. 2007). Selain sertifikasi didukung oleh pakar yang berkompeten, juga didukung dengan fasilitas laboratorium yang handal/terakreditasi oleh KAN, baik laboratorium pemerintah (Badan POM) maupun laboratorium swasta (LPPOM-MUI). Namun demikian sertifikasi halal juga memerlukan biaya.
Besarnya biaya
ditetapkan oleh MUI. Untuk sertifikasi halal produk IRTP, besarnya biaya ditentukan oleh jarak antara kantor LPPOM MUI dengan lokasi IRTP. Semakin jauh lokasi IRTP dengan kantor LPOM MUI maka biaya sertifikasi akan semakin mahal. Hal ini dapat menyebabkan produsen IRTP tidak mencantumkan keterangan halal atau tidak
38 mencantumkan keterangan halal sesuai peraturan.
Sebaiknya pemerintah yang
berkompeten di bidang halal, dalam hal ini Departemen Agama atau Pemerintah Daerah, menyediakan biaya sertifikasi bagi IRTP sehingga produsen IRTP dapat mencantumkan keterangan halal pada labelnya. Bentuk pembiayaan dapat berupa subsidi, pinjaman lunak atau gratifikasi. Hal ini juga merupakan penerapan PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota pasal 7 ayat 2 yang menyebutkan bahwa urusan wajib pemerintah yang dilimpahkan kepada pemerintah kabupaten/kota diantaranya adalah urusan kesehatan/pangan. 4.1.5 Pencantuman informasi nilai gizi Pencantuman informasi nilai gizi pada label telah diatur dalam PP Pelabelan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. UU Pangan tidak mengatur pencantuman informasi nilai gizi pada label. Peraturan lain yang mengatur lebih jauh tentang tata cara pencantuman informasi nilai gizi adalah SK Kepala Badan No. HK. 00.06.51.0475 tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label. Isi peraturan pencantuman informasi nilai gizi pada label dari beberapa sumber peraturan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 No 1 2
Ketentuan pencantuman informasi nilai gizi pada label dalam beberapa sumber peraturan Peraturan Bab/Pasal Isi peraturan/Keterangan UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan PP No. 69 tahun Bab II, Pencantuman keterangan tentang 1999 tentang ps.32:1 kandungan gizi pada label wajib dilakukan Pelabelan dan bagi pangan yang menyatakan bahwa Iklan Pangan pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lain yang ditambahkan. Pencantuman kandungan gizi juga wajib bagi pangan yang dipersyaratkan berdasarkan peraturan perundangan, wajib ditambahkan vitamin, mineral dan atu zat gizi lainnya. Pasal 32 : 2 Keterangan kandungan gizi pangan dicantumkan dengan urutan jumlah keseluruhan energi, jumlah keseluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah keseluruhan karbohidrat, serat, gula, protein, vitamin dan mineral.
39 No
3
4
Peraturan
Bab/Pasal Isi peraturan/Keterangan Pasal 32 : 3 Informasi kandungan gizi wajib memuat: 1. Ukuran takaran saji 2. Jumlah sajian per kemasan 3. Kandungan energi per takaran saji 4. Kandungan protein per sajian (dalam gram) 5. Kandungan karbohidrat per sajian (dlm gram) 6. Kandungan lemak per sajian dlm gram) 7. Persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan SK Kepala Bab XI 1. Suatu pangan dikatakan bergizi jika Badan POM mengandung lebih dari tiga zat gizi No. HK masing-masing dalam jumlah lebih 00.05.52.43.21 dari 10 % AKG tentang 2. Produk yang wajib mencantumkan Pedoman nilai gizi : idem PP Pelabelan Umum 3. Kandungan zat gizi yang perlu Pelabelan dicantumkan pada informasi nilai gizi : Produk Pangan idem PP Pelabelan 4. Informasi yang harus dicantumkan pada informasi nilai gizi : idem PP Pelabelan 5. Bentuk tabel dan tata cara penyusunan informasi nilai gizi : vertikal, linear, horisontal. 1. Produk yang wajib mencantumkan SK Kepala Bab 3-10 nilai gizi : idem PP Pelabelan Badan No. HK. 2. Kandungan zat gizi yang perlu 00.06.51.0475 dicantumkan pada informasi nilai gizi : tentang idem PP Pelabelan Pedoman 3. Informasi yang harus dicantumkan Pencantuman pada informasi nilai gizi : idem PP Informasi Nilai Pelabelan Gizi pada Label 4. Hal-hal lainnya (format penulisan, informasi lain yang dapat dicantumkan, kandungan gizi susu formula)
Tabel 9 menunjukkan bahwa peraturan pencantuman informasi nilai gizi telah diatur dengan baik di PP Pelabelan, Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan, dan Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan. Informasi dalam sumber peraturan pencantuman informasi nilai gizi saling mendukung antara sumber peraturan yang satu dengan yang lainnya. Pencantuman informasi nilai gizi bagi produk IRTP tidak merupakan kewajiban, namun demikian jika mencantumkan
40 informasi nilai gizi maka harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu tata cara pencantuman informasi nilai gizi harus mengikuti peraturan yang ada yaitu PP Pelabelan Pangan, Pedoman Umum Pencantuman Produk Pangan, dan Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label. Dewasa ini pencantuman informasi nilai gizi pada label semakin banyak dillakukan oleh industri pangan baik industri besar, menengah, maupun kecil/IRTP. Walaupun bukan merupakan kewajiban, namun pencantuman informasi nilai gizi seolah-olah menjadi sebuah trend/kecenderungan baru di kalangan industri pangan. Produk pangan yang disertai informasi nilai gizi pada kemasannya seolah-olah memiliki mutu yang lebih baik. Pencantuman informasi nilai gizi harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Pengawasan terhadap pencantuman informasi nilai gizi pada label, khususnya produk IRTP, harus dilakukan dengan serius agar tercipta iklim perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab (PP Label 1999). Selain itu juga agar hak konsumen untuk mendapatkan produk pangan yang sesuai dengan keterangan pada label dapat dipenuhi (UU Perlindungan Konsumen). Selama ini, pengawasan terhadap label IRTP khususnya tentang pencantuman informasi nilai gizi dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Dinas Kesehatan) sesuai SK Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003, tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPPIRT). Namun petugas yang berkompeten di bidang pengawasan pangan, termasuk pelabelan pangan, tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup tentang bagaimana mengawasi pencantuman informasi nilai gizi yang benar. Hal ini tercermin dari materi pelabelan yang diperoleh petugas saat mengikuti pelatihan Training of Trainer District Food Inspector maupun Penyuluh Keamanan Pangan. Sebaiknya pemerintah dalam hal ini Badan POM memberikan pelatihan penilaian label, khususnya tentang pencantuman informasi nilai gizi sehingga petugas pengawas
pangan di
kabupaten/kota mampu mengawasi pencantuman informasi nilai gizi pada label produk IRTP.
Tersedianya petugas pengawas pangan yang berkompeten akan
mendorong praktek pelabelan IRTP termasuk pencantuman informasi nilai gizi secara benar.
Praktek pelabelan IRTP yang benar merupakan indikator keberhasilan
pemerintah dalam menjalankan amanat UU Pangan dan peraturan perundangan pelabelan lainnya.
41 4.1.4 Klaim pangan berfungsi sebagai obat Semua sumber peraturan pelabelan dengan tegas melarang klaim yang menyatakan pangan dapat berfungsi sebagai obat. Fungsi pangan diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam masa pertumbuhan maupun dalam masa penggantian sel-sel tubuh yang rusak. Fungsi ini berbeda dengan fungsi obat, dimana fungsi obat yang utama adalah menghilangkan penyebab suatu penyakit. Cara kerja obat berbeda dengan mekanisme pencernaan makanan dalam tubuh. Oleh karena itu, dalam semua peraturan pelabelan melarang adanya klaim yang menyatakan pangan tertentu dapat berfungsi sebagamana fungsi obat seperti misalnya menngobati penyakit tekanan darah tinggi, stroke, kanker, diabetes mellitus dan jenis penyakit degeneratif lainnya. Saat ini memang berkembang produk pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan di luar manfaat yg diberikan oleh za-zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Produk pangan ini dikenal dengan
kelompok pangan fungsional (ILSI 1996). Produk pangan fungsional berkembang karena semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pangan. Faktor lain yang turut memacu perkembangan pangan fungsional adalah berkembangnya gaya hidup sehat. Semakin banyak masyarakat yang sadar akan kesehatan, lebih baik mencegah penyakit dari pada mengobati. Contoh produk pangan fungsional adalah jus wortelnanas yang kaya akan betakaroten yang ampuh untuk mencegah terjadinya sel-sel kanker (Zakaria et al. 2006). Contoh lainnya adalah sari temulawak. Sari temulawak yang dibuat dari temulawak berimpang warna tua diketahui banyak mengandung curcumin yang berkhasiat sebagai antioksidan, antiflamasi, dan anti tumor. Selain itu temulawak juga berkhasiat untuk menghilangkan rasa nyeri dan rasa sakit karena kanker. Sari/ekstrak temulawak sangat dianjurkan untuk mencegah penyakit hati, termasuk hepatitis B yang menjadi salah satu faktor risiko timbulnya kanker hati (Zakaria et al. 2006).
Produk pangan IRTP lain yang tergolong pangan fungsional
diantaranya adalah jahe instant. Secara ilmiah jahe telah diteliti mampu menaikkan aktifitas salah satu sel darah putih, yaitu sel natural killer (NK) dalam mematikan targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang terinfeksi virus. Produk jahe instant dapat diklaim sebagai minuman pencegah tumor (Zakaria et al. 2006). Namun demikian pangan fungsional
adalah tergolong pangan, bukan obat.
Pangan fungsional harus disajikan dan dikonsumsi layaknya makanan atau minuman yang dapat dikonsumsi sehari-hari (Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor :
42 HK.00.05.52.0685 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional). Pangan fungsional juga harus memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen. Jadi pangan fungsional berfungsi sebatas mencegah terjadinya penyakit tertentu. Hal ini berbeda dengan obat yang berfungsi untuk mengobati penyakit. Pelarangan klaim khasiat pangan sebagai obat bertujuan untuk mencegah terjadinya salah pengertian (misleading) konsumen dalam mengkonsumsi pangan yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan prinsip umum pelabelan pangan yang diatur dalam Codex Stan 1-1985. Produk pangan IRTP dapat saja termasuk dalam golongan pangan yang mengklaim berfungsi sebagai obat, misalnya jahe instant yang umumnya diklaim dapat mengobati sakit batuk, masuk angin, mual-mual (gangguan pencernaan) dan sebagainya (Zakaria et al. 2006). Produk pangan IRTP lainnya yang biasanya diklaim dapat mengobati penyakit tertentu adalah kelopak bunga rosela. Produk ini identik dengan fungsinya untuk mengobati kanker, tumor, mengatasi lemah syahwat, mengurangi panas dalam, mengatasi susah BAB, menyembuhkan sariawan, menyembuhkan penyakit hipertensi dan lain-lain. Pengawasan terhadap praktek klaim pangan sebagai obat harus dilakukan oleh pemerintah. Pengawasan terhadap produk IRTP dilakukan oleh pemerintah daerah (dinas kesehatan). Pemerintah (Badan POM) harus memfasilitasi kepada petugas pengawas pangan di kabupaten kota agar memiliki pengetahuan dan kompetensi yang cukup dalam mengawasi praktek pelabelan, khususnya pencantuman klaim khasiat pangan sebagai obat. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi petugas pengawas pangan kabupaten kota, pemerintah (Badan POM) dapat menyelenggarakan pelatihan dan bimbingan teknis tentang pengawasan pelabelan pangan. 4.1.5 Pencantuman gambar yang menyesatkan. Pencantuman gambar yang menyesatkan telah dinyatakan dilarang dalam semua sumber peraturan pelabelan.
Yang dimaksud dengan gambar yang menyesatkan
adalah ketidakcocokan antara ilustrasi gambar pada label/kemasan dengan isi produk pangan yang sesungguhnya.
Produk IRTP yang bisa dijadikan contoh misalnya
produk yangko. Yangko merupakan makanan khas kota gede Yogyakarta. Yangko terbuat dari beras ketan sebagai bahan baku utama selain gula pasir, flavor, pewarna sintetis makanan. Namun pada kemasannya dicantumkan gambar/foto buah-buahan
43 yang seolah-olah memberikan kesan bahwa yangko tersebut mengandung buahbuahan alami.
Padahal kenyataanya hanya menggunakan flavor dan pewarna
makanan, misalnya flavor durian, flavor strawberry, flavor coklat dan lain-lain. Pencantuman gambar buah-buahan pada produk yangko tersebut dapat diartikan menipu konsumen (deceptive). Hal ini melanggar prinsip dasar pelabelan dalam Codex Stan 1-1985.
4.2 Kajian Materi Penyuluhan IRTP Materi penyuluhan IRTP yang dikaji terdiri atas materi pelabelan pangan dan materi sanitasi.
Materi penyuluhan IRTP tentang pelabelan berupa modul
pengemasan, penyimpanan dan pelabelan beserta hand out power point presentation. Sedangkan materi penyuluhan IRTP tentang sanitasi adalah modul higiene dan sanitasi pengolahan pangan. Muatan materi pelabelan dalam modul pengemasan, penyimpanan dan pelabelan dapat dilihat pada Tabel 10. Sedangkan muatan materi pelabelan dalam hand out power point presentation pelabelan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10 Muatan materi pelabelan dalam modul pengemasan, penyimpanan dan pelabelan No Aspek 1
2
3
Keterangan minimal yang harus tercantum pada label
Aspek pencantuman keterangan halal
Materi penyuluhan 1. Nama produk 2. Berat bersih/isi bersih 3. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia 4. Komposisi/daftar bahan 5. Keterangan kedaluwarsa 6. Keterangan halal Keterangan halal dinyatakan wajib dicantumkan pada label pangan. Keterangan halal harus dapat dipertanggungjawabkan.
Aspek pencantuman informasi
Keterangan Keterangan minimal dalam hand out power point presentation memuat hal-hal seperti dalam PP Pelabelan kecuali Kode/Tanggal Produksi. Namun keterangan halal dan nomor pendaftaranjustru digolongkan dalam keterangan minimal. Materi penyuluhan tidak menjelaskan lebih lanjut tentang persyaratan pencantuman halal sebagaimana diatur dalam PP Pelabelan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan Tidak menjelaskan aturan pencantuman informasi nilai
44
No Aspek nilai gizi 4
5
6
Aspek klaim yang menyatakan pangan berfungsi sebagai obat
Materi penyuluhan -
Keterangan gizi pada label Tidak menjelaskan klaim seperti yang diatur dalam PP Pelabelan
Aspek Hanya disebutkan bahwa pencantuman keterangan dalam label tidak gambar yang boleh mengecoh menyesatkan
Tidak menjelaskan lebih detil seperti yang dijelaskan dalam PP Pelabelan dan Pedoman Umum
Aspek lainnya
Aspek lain pelabelan yang diatur dalam PP Pelabelan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan tidak dimuat dalam materi penyuluhan IRTP
a. Fungsi label b. Kewajiban pelabelan bagi pangan yang dikemas dan diperdagangkan c. Pelarangan mengganti keterangan kedaluwarsa d. Pidana pelanggar pelabelan e. Keterangan kedaluwarsa
Perbandingan lebih lengkap muatan materi pelabelan antara materi penyuluhan dengan beberapa sumber peraturan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan bahwa muatan materi pelabelan dalam materi penyuluhan sangat kurang jika dibandingkan dengan materi pelabelan dalam peraturan perundangan pelabelan. Materi pelabelan dalam materi penyuluhan IRTP hanya memuat 4 hal (14.8 %) dari 27 hal yang diatur dalam peraturan pelabelan. Kurangnya muatan materi pelabelan dalam materi penyuluhan IRTP dapat mempengaruhi pengetahuan produsen IRTP yang mengikuti penyuluhan tersebut. Pada akhirnya kurangnya pengetahuan produsen IRTP akan berpengaruh terhadap pelabelan yang dilakukan oleh produsen IRTP. Seharusnya materi penyuluhan tentang pelabelan lebih dilengkapi dengan aspekaspek yang umumnya dilakukan dalam pelabelan pangan seperti aspek pencantuman halal, aspek pencantuman informasi nilai gizi, aspek pencantuman klaim pada label (klaim kesehatan, klaim alami, klaim asli, klaim kaya akan zat gizi tertentu dll), klaim khasiat sebagai obat, dan klaim tanpa Bahan Tambahan Pangan (BTP) tertentu.
46
47 Namun demikian, tidak semua aspek pelabelan dalam PP Pelabelan Pangan sesuai dengan kondisi IRTP. Sebagai contoh, aspek pencantuman informasi nilai gizi produk susu formula bayi, pencantuman keterangan tentang iradiasi pangan, pencantuman keterangan tentang rekayasa genetik da n lain-lain. Aspek-aspek tersebut tidak sesuai dengan produk pangan IRT yang dibatasi hanya produk-produ pangan yang tidak memiliki risiko tinggi (PP No. 28 tahun 2004, pasal 43 ayat 4).
Oleh karena itu
perlu dipikirkan perlunya pedoman pelabelan khusus mengatur tentang pelabelan pangan IRTP. Dalam pedoman ini harus memuat dengan tegas persyaratan pelabelan bagi IRTP dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh produsen IRTP. Selain itu dalam pedoman ini sebaiknya memuat contoh-contoh dalam bentuk gambar yang menarik agar lebih mudah dipahami oleh petugas penilai label kabupaten/kota maupun oleh produsen IRTP. Kajian terhadap modul higiene dan sanitasi pengolahan pangan menunjukkan bahwa cakupan materi pada modul ini sudah cukup lengkap. Perbandingan cakupan materi sanitasi pada modul higiene dan sanitasi dengan cakupan materi sanitasi dari Code of Practice General Principles of Food Hygiene, CAC/RCP1-1969, Rev. 4 (2003) dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Perbandingan cakupan materi sanitasi antara modul higiene dan sanitasi dengan Code of Practice Food Hygiene Modul higiene dan sanitasi CAC/RCP1-1969 rev.4 2003 1. Sanitasi pengolahan pangan (termasuk sanitasi 1. Sanitasi pengolahan air) pangan 2. Disain dan fasilitas bangunan dan peralatan 2. Sanitasi pekerja 3. Sanitasi lingkungan 3. Sanitasi peralatan 4. Sanitasi pekerja 4. Sanitasi air 5. Sanitasi peralatan dan pemeliharaan (termasuk 5. Sanitasi hama dan sanitasi hama) lingkungan 6. Sanitasi transportasi 6. Penanganan limbah Tabel 12 menunjukkan bahwa cakupan materi sanitasi dalam modul higiene dan sanitasi pengolahan pangan sudah sesuai dengan cakupan materi sanitasi yang termuat dalam CAC/RCP 1-1969 revisi 4 tahun 2003. Untuk melihat lebih jauh muatan materi sanitasi dalam modul higiene sanitasi pengolahan pangan, maka dilakukan identifikasi terhadap muatan materi sanitasi apakah sudah memuat teori dan petunjuk praktis yang memudahkan pemilik IRTP untuk mempraktekkan kegiatan sanitasi.
Hasil
48 identifikasi terhadap muatan materi sanitasi dalam modul higiene dan sanitasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil identifikasi terhadap muatan materi sanitasi dalam Modul Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan No Aspek Sanitasi Teori Petunjuk praktis √ √ 1 Sanitasi pengolahan pangan a. Pengukuran suhu pemasakan selama pengolahan pangan b. Metode pemasakan dan aspek keamanan (pressure cooker, pendidihan, oven, penggorengan dalam minyak, pemanggangan, pemasakan, makanan beku, mempertahankan suhu tinggi, pemasakan kembali) 2 Sanitasi pekerja √ √ a. Kesehatan pekerja b. Kebersihan tangan c. Perlengkapan pekerja d. Tata tertib umum dan kebiasaan lain 3 Sanitasi peralatan √ √ a. Pembersihan dan sanitasi peralatan b. Metode pembersihan dan sanitasi peralatan (alatalat besar,alat-alat kecil,tangan pekerja,lingkungan) 4 Sanitasi air √ √ a. Air untuk pembersihan dan sanitasi b. Sumber air dan penanganannya 5 Sanitasi hama dan lingkungan √ √ a. Cara-cara pengawasan hama tikus b. Cara-cara pengawasan hama
49 4.3 Pengetahuan Responden Terhadap Pelabelan dan Sanitasi 4.3.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diwawancarai di Propinsi DI Yogyakarta meliputi : (1) Tingkat pendidikan, (2) Jabatan, (3) Jenis pangan yang diproduksi, (4) Jumlah karyawan, dan (5) Jenis Nomor Izin Edar (NIE)/nomor pendataran. Data karakteristik responden
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Sedangkan form kuesioner yang
digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang pengetahuan responden dapat dilihat pada Lampiran 2. Responden yang diwawancarai diutamakan pemilik IRTP. Namun jika pemilik IRTP tidak dapat diwawancarai, maka responden dapat diwakili oleh karyawan IRTP yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya proses produksi. Pemilik/karyawan yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya proses produksi dianggap memiliki pengetahuan
yang
lebih
baik
daripada
karyawan
lain,
karena
biasanya
pemilik/karyawan yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya produksi tersebut merupakan wakil IRTP dalam Penyuluhan Keamanan Pangan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau programm pembinaan sejenis lainnya.
4.3.1.1 Tingkat pendidikan Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa sebagian besar (46.0%) responden
memiliki tingkat pendidikan SLTA.
Selanjutnya secara berturut-turut tingkat
pendidikan responden adalah SLTP (27.3%), SD (14.9%), S1 (6.8%), Diploma (3.7%) dan sisanya (1.2%) tidak diketahui tingkat pendidikannya.
50
Diploma 3,7%
Tidak S1 diketahui 6,8% 1,2%
SD 14,9%
SLTP 27,3% SLTA 46,0%
n = 161
Gambar 3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikannya.
Jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan penduduk usia kerja di Propinsi Di Yogyakarta, maka proporsi jumlah responden (IRTP) berdasarkan tingkat pendidikan tersebut merupakan cermin tingkat pendidikan penduduk usia kerja di Propinsi DI Yogyakarta. Data kependudukan BPS DI Yogyakarta, Pebruari 2007 menunjukkan bahwa dari 1.854.419 penduduk usia kerja, tingkat pendidikannya didominasi oleh SLTA sebanyak 28.4%, selanjutnya SD 27.8%, SLTP 15.8%, tidak sekolah 15.0%, universitas (minimal S1) 8.0% dan diploma 4.9%. Proporsi tingkat pendidikan penduduk usia kerja di Propinsi DI Yogyakarta ini cenderung sama dengan tingkat pendidikan responden (IRTP). Telah banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) diantaranya ditentukan oleh kualitas pendidikan.
Semakin baik
kualitas pendidikan seseorang, maka semakin baik kualitas kerja seseorang tersebut. Kualitas pendidikan seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas materi pendidikan yang diperolehnya. Sedangkan kualitas dan kuantitas pendidikan dapat diukur dari tingkat pendidikan. Kualitas dan kuantitas pendidikan di tingkat SD tentu tidak sebaik di tingkat SMP dan seterusnya pada level yang lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan bahwa mutu SDM suatu negara ditentukan salah satunya oleh tingkat pendidikan SDM di suatu negara tersebut. Kenyataan sehari-hari yang dapat dijadikan contoh tentang hal tersebut adalah seleksi karyawan di perusahaan swasta maupun instansi pemerintah yang selalu
51 berusaha mencari SDM dengan kualitas lebih baik. Biasanya perusahaan/instansi pemerintah tersebut menetapkan syarat dasar diantaranya adalah tingkat pendidikan dan nilai kelulusan/Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
Memang syarat tingkat
pendidikan ini, tergantung dari kebutuhan tenaga kerja di tiap-tiap perusahaan/instansi pemerintah. Perbedaan tanggungjawab dan beban kerja/job description membutuhkan SDM dengan tingkat pendidikan yang berbeda juga. Namun seiring dengan tuntutan jaman dan ketatnya iklim kompetisi kerja, beban pekerjaan yang tadinya dianggap ringan dan pantas dikerjakan oleh SDM dengan tingkat pendidikan SLTA saja misalnya, sekarang sudah membutuhkan SDM dengan tingkat pendidikan sarjana atau diploma. Sarjana atau diploma dianggap memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengerjakan pekerjaan yang sama tersebut dibanding SDM dengan pendidikan SLTA.
Pada akhirnya diharapkan peningkatan kualitas hasil kerja SDM, turut
mempengaruhi kinerja perusahaan/instansi pemerintah. Kecenderungan ini terjadi juga di IRTP.
Dengan semakin meningkatnya
tingkat pendidikan suatu penduduk usia kerja, maka semakin banyak dijumpai pemilik IRTP yang berpendidikan sarjana/diploma. Peningkatan tingkat pendidikan pemilik IRTP diharapkan semakin meningkatkan kinerja IRTP.
Namun demikian,
pengalaman seseorang juga menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas kinerja seseorang. SDM yang memiliki tingkat pendidikan rendah namun memiliki pengetahuan yang baik yang diperoleh dari pengalaman kerjanya, maka kualitas kerjanya juga turut baik. Idealnya memang tingkat pendidikannya tinggi dan berlatar belakang memiliki kompetensi di bidang pangan serta memiliki pengalaman yang mendukung. Namun hal ini berbeda dengan kenyataan di lapang. IRTP dituntut untuk menghasilkan pangan yang aman, bermutu, dan layak untuk dikonsumsi (Rahayu et al. 2003). Untuk menghasilkan pangan yang aman, bermutu, dan layak dikonsumsi, diperlukan beberapa persyaratan minimal di dalam proses produksinya yang harus diketahui, dipahami dan diterapkan oleh pemilik IRTP. Pengetahuan tentang persyaratan minimal tersebut dapat diperoleh pemilik IRTP lewat program penyuluhan dalam rangka SPP-IRT. Namun tingkat pemahaman dan penerapannya berbeda-beda antar IRTP.
Hal ini dapat/mungkin dipengaruhi
diantaranya oleh pengalaman, keahlian, daya tangkap, kemauan/sikap/attitude dan komitmen yang dimiliki oleh pemilik IRTP. Kualitas pendidikan yang baik dipercaya dapat menghasilkan SDM dengan daya tangkap/nalar, sikap, dan komitmen yang baik.
52 Oleh karena itu, tingkat pendidikan SDM dipercaya dapat meningkatkan keamanan dan mutu pangan IRTP.
4.3.1.2 Jabatan Karakteristik responden lainnya yang diamati adalah jabatan yang dimiliki responden di IRTP yang bersangkutan.
Sebanyak 83.9% responden IRTP yang
diwawancarai adalah menjabat sebagai pemilik IRTP yang bersangkutan. Sedangkan responden yang menjabat sebagai karyawan/penanggungjawab adalah sebesar 16.1%. Proporsi jumlah responden berdasarkan jabatannya tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Penanggung Jawab/karyawan 16%
Pemilik 83,9%
n=161
Gambar 4 Proporsi jumlah responden berdasarkan jabatannya.
Data tingkat pengetahuan responden dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara. Benar atau tidaknya jawaban yang diberikan oleh responden tergantung dari penguasaannya terhadap masalah pangan yang diproduksi. Diantaranya adalah masalah pelabelan dan sanitasi. Dua masalah ini menjadi bagian sehari-hari dalam kegiatan produksi pangan IRTP.
Pemilik IRTP sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab terhadap kegiatan produksi pangan IRTP, dianggap lebih menguasai terhadap masalah pelabelan dan sanitasi dibanding karyawannya. Hal ini dikarenakan umumnya pemilik IRTPlah yang mewakili IRTP dalam mengikuti
53 penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT.
Sedangkan pengetahuan
tentang pelabelan dan sanitasi diperoleh lewat penyuluhan tersebut, sehingga pemilik IRTP dianggap lebih menguasai masalah pelabelan dan sanitasi daripada karyawannya. Namun demikian, jika pemilik tidak dapat mengikuti penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT karena alasan tertentu maka biasanya pemilik IRTP menunjuk satu karyawannya yang dianggap paling menguasai terhadap kegiatan produksi pangan IRTP untuk menjadi peserta penyuluhan tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini responden diharapkan pemilik IRTP. Namun jika pemilik IRTP tidak dapat menjadi responden karena suatu alasan tertentu, maka sebagai gantinya adalah karyawan yang dianggap menguasai/bertanggung jawab terhadap kegiatan produksi. Dengan demikian tujuan untuk mengukur pengetahuan responden terhadap pelabelan dan sanitasi dapat tercapai tanpa bias. Adapun responden yang belum pernah mengikuti penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT dapat dijadikan sebagai pembanding terhadap pengetahuan responden yang telah mengikuti penyuluhan. Responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah pemilik IRTP. Hanya 16.1% responden yang berstatus sebagai karyawan yang bertanggung jawab dalam kegiatan produksi pangan. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diperoleh dari pihak yang berkompeten sehingga dapat dipercaya kebenarannya untuk menyimpulkan tentang tingkat pengetahuan responden.
4.3.1.3 Jenis pangan Karakteristik responden IRTP dalam penelitian juga dibedakan dari jenis pangannya. Jenis produk yang diproduksi oleh responden IRTP dapat dilihat pada Lampiran 6. Sedangkan proporsi jumlah dan persentase responden IRTP berdasarkan jenis pangan yang diproduksi dapat dilihat pada Gambar 5. Informasi mengenai jenis pangan responden sangat penting untuk memberikan gambaran tentang tingkat risiko pangan IRTP. Tingkat risiko IRTP sendiri selain ditentukan oleh jenis pangan, juga ditentukan oleh praktek sanitasi di sarana produksi IRTP. Praktek sanitasi yang kurang tepat akan meningkatkan risiko pangan yang dihasilkannya. Kajian tentang hubungan jenis produk yang dihasilkan oleh IRTP dengan praktek sanitasi akan dijelaskan dalam praktek sanitasi.
54
4; 2,5% 5; 3,1% 7; 4,3%
2; 1,2% 2; 1,2%
Tepung dan hasil olahnya Biji-bijian dan umbi-umbian
1; 0,6%
Minuman ringan, jus Buah dan hasil olahnya
8; 5,0%
Ikan dan hasil olahnya Gula, madu, kembang gula
9; 5,6%
Tidak diketahui Unggas dan hasil olahnya
24; 14,9%
99; 61,5%
Bumbu Minyak goreng
n = 161 Gambar 5
Proporsi jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pangan yang diproduksi.
Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar (99 responden atau 61.5%) memproduksi pangan yang tergolong dalam jenis tepung dan hasil olahnya. Selanjutnya berturut-turut biji-bijian dan umbi-umbian (24 responden IRTP atau 14.9%), minuman ringan (9 responden IRTP atau 5.6%), buah dan hasil olahnya (8 responden IRTP atau 5.0%), ikan dan hasil olahnya (7 responden IRTP atau 4.3%), gula, madu dan kembang gula (5 responden IRTP atau 3.1%), tidak diketahui (4 responden IRTP atau 2.5%), unggas dan hasil olahnya (2 responden IRTP atau 1.2%), bumbu (2 responden IRTP atau 1.2%), dan minyak goreng (1 responden IRTP atau 0.6%). Proporsi ini menunjukkan bahwa sebagian besar jenis pangan populasi IRTP di Propinsi DI Yogyakarta telah diwakili oleh responden. Keterwakilan populasi IRTP oleh responden berdasarkan jenis pangannya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Perbandingan jumlah sampel responden IRTP terhadap populasi menurut jenis pangannya Persentase Jumlah (IRTP) keterwakilan (%) No Jenis Pangan Populasi Sampel 0 1 Daging dan hasil olahnya 5 0 175 2 Ikan dan hasil olahnya 4 7 25 3 Unggas dan hasil olahnya 8 2 0 4 Sayur dan hasil olahnya 2 0 0 5 Kelapa dan hasil olahnya 24 0 50.5 6 Tepung dan hasil olahnya 196 99 >100 7 Minyak goreng 0 1 0 8 Jem dan sejenisnya 0 0
55
No 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Pangan Gula, madu, kembang gula Coklat, kopi, the Bumbu Rempah-rempah Minuman ringan, jus Buah dan hasilnya Biji-bijian dan umbi-umbian Es Tidak diketahui Jumlah
Jumlah (IRTP) Populasi Sampel 15 5 6 0 5 2 4 0 20 9 15 8 40 24 3 0 249 4 596 161
Persentase keterwakilan (%) 33.3 0 40.0 0 45.0 53.3 60 0 27
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jenis pangan yang mewakili jenis pangan populasi IRTP. Sebagian jenis pangan memang tidak terwakili oleh responden seperti sayur dan hasil olahnya, kelapa dan hasil olahnya, rempah-rempah dan hasil olahnya, serta es. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaan pengambilan sampel terdapat kendala dalam mendapatkan IRTP dengan jenis pangan tersebut. Kendala yang dihadapi adalah pada saat akan berangkat ke IRTP dengan jenis pangan tersebut, cuaca dalam kondisi hujan sehingga rencana harus dibatalkan dan dialihkan ke tempat lain yang tidak ada kendala. Kendala lainnya adalah IRTP yang bersangkutan sedang tidak dalam kondisi produksi. Sementara waktu dan biaya penelitian yang terbatas membuat pengambilan sampel harus terus dilakukan, dengan konsekuensi sebagian populasi tidak terwakili. Namun demikian jika dilihat dari jumlah populasi IRTP dengan jenis pangan yang tidak terwakili tersebut, maka keseluruhan populasi terwakili. Bahkan terdapat jumlah sampel IRTP yang lebih besar daripada jumlah populasi, seperti ikan dan hasil olahnya dan minyak goreng. Hal ini terjadi mungkin karena data populasi IRTP diperoleh pada tahun 2007 sedangkan data sampel diperoleh pada tahun 2009 sehingga mungkin saja dalam rentang waktu dari tahun 2007 hingga tahun 2009 telah terjadi pertumbuhan jumlah IRTP.
Dari 16 jenis pangan yang ada, 9 (56%) jenis
pangan terwakili rata-rata 33%. Jumlah ini dapat dianggap dapat mewakili populasi.
4.3.1.4 Jumlah karyawan Berdasarkan jumlah karyawan yang dimiliki responden IRTP, jumlah karyawan yang paling banyak adalah 1-5 orang (72.0%). Selanjutnya berturut-turut 610 orang (14.9%), lebih dari 20 orang (7.5%), 11-15 orang (2.5%), 16-20 orang
56 (1.9%), sedangkan yang tidak diketahui jumlah karyawannya sebanyak 1.2%. Karakteristik responden berdasarkan jumlah karyawan yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Karakteristik responden berdasarkan jumlah karyawan yang dimiliki No 1 2 3 4 5 6
Jumlah karyawan responden IRTP (orang) 1–5 6 – 10 11 – 15 16 – 20 > 20 Tidak diketahui
Jumlah IRTP (buah)
%
116 24 4 3 12 2
72.0 14.9 2.5 1.9 7.5 1.2
Jika dilihat dari definisi industri rumah tangga menurut BPS, maka responden IRTP umumnya adalah industri kerajinan rumah tangga (memiliki karyawan 1-4 orang) dan industri kecil (memiliki karyawan 5-19 orang). Sedangkan yang tergolong industri sedang (memiliki karyawan 20-99 orang) hanya 7.5%. Informasi tentang jumlah karyawan dapat menggambarkan skala usaha IRTP sehingga dapat menggambarkan pula fasilitas pabrik yang dimiliki seperti misalnya fasilitas toilet. Selain itu skala IRTP juga menggambarkan teknologi pengolahan yang dimiliki, kemampuan usaha, dan kondisi penjualan/pengemasan. IRTP dengan produksi skala kecil yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli tidak wajib melakukan pelabelan (PP No 69 tahun 1999).
4.3.1.5 Nomor pendaftaran/Nomor Izin Edar (NIE) Responden dalam penelitian ini juga dapat digolongkan menurut jenis Nomor Izin Edar (NIE) yang dimilikinya. Nomor Izin Edar IRTP yang berlaku sekarang ini ada dua jenis yaitu SP (Sertifikat Penyuluhan) dan P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga). NIE SP merupakan produk sertifikasi produk IRTP sebelum tahun 2003, sedangkan setelah tahun 2003 yang berlaku adalah NIE P-IRT. Namun demikian tidak berarti semua produk pangan memiliki NIE. Terdapat beberapa produk pangan IRTP yang tidak memiliki NIE atau disebut Tidak Terdaftar (TT). PP No. 28 tahun 2004 pasal 44 menyatakan bahwa produk pangan yang memiliki masa simpan kurang dari 7 hari dan atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan permohonan pendaftaran, penelitian dan konsumsi sendiri tidak wajib
57 memiliki NIE. Produk semacam ini dijamin oleh hukum untuk tidak memiliki NIE. Namun terdapat juga produk IRTP yang tidak memiliki NIE dan tidak dijamin hukum/melanggar hukum, misalnya produk kerupuk yang memiliki masa simpan lebih daripada 7 hari dan dijual serta dikemas dalam jumlah cukup besar seperti yang terlihat di warung-warung selama ini. Produk yang memang tidak memiliki NIE dan dijamin hukum, maka tidak perlu mencantumkan NIE pada labelnya. Sedangkan produk pangan IRTP yang tidak memiliki NIE/TT yang sifatnya melanggar hukum, maka harus mendaftarkan produknya terlebih dahulu sebelum beredar sehingga dapat mencantumkan NIE pada labelnya. Karakteristik responden berdasarkan jenis NIE dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian besar (78.3%) responden memiliki NIE PIRT, dilanjutkan dengan SP (14.3%) dan sebanyak 7.5% tidak memiliki NIE atau tidak terdaftar (TT).
Tidak Terdaftar (TT) 7,5% SP 14,3%
P-IRT 78,3%
n = 161
Gambar 6 Karakteristik responden IRTP berdasarkan jenis Nomor Izin Edar (NIE) yang dimiliki. Jenis NIE dapat menggambarkan materi penyuluhan yang diikuti oleh pemilik IRTP. NIE P-IRT menunjukkan bahwa materi penyuluhan yang diikuti oleh pemilik mengacu pada SK Kabadan Nomor HK.00.05.5.1640 tentang pedoman SPP-IRT. NIE P-IRT mulai diterbitkan sejak tahun 2003 hingga sekarang. Sedangkan NIE SP menunjukkan bahwa materi penyuluhan yang diikuti oleh pemilik mengacu pada keputusan Dirjen POM Depkes RI No 02608/B/VIII/87 tentang petunjuk pelaksanaan
58 penyuluhan bagi perusahaan makanan IRT. NIE SP mulai diterbitkan tahun 1987 dan tidak diterbitkan lagi sejak tahun 2004. Namun demikian, di pasaran masih dijumpai produk IRTP dengan nomor SP. Pemilik IRTP yang tidak memiliki NIE (TT) tidak mengikuti penyuluhan sama sekali. Perbandingan materi penyuluhan NIE P-IRT dan NIE SP dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 No 1
2
Perbandingan Materi Penyuluhan Keamanan Pangan dalam rangka pemberian Nomor Izin Edar P-IRT dan SP Jenis NIE Materi Penyuluhan P-IRT 1. Berbagai jenis bahaya dan cara-cara menanganinya 2. Pengawetan pangan 3. Higiene sanitasi sarana produsen IRT 4. CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan yang Baik) 5. Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan BTP, pelabelan pangan SP 1. Bakteri penyebab keracunan 2. Higiene makanan 3. Peraturan perundangan tentang penggunaan BTP dan pelabelan makanan
Tabel 16 menunjukkan bahwa materi penyuluhan NIE P-IRT dan NIE SP sama-sama memuat materi sanitasi.
Demikian juga dengan materi peraturan
pelabelan pangan sama-sama dimuat dalam materi penyuluhannya. Perbandingan cakupan materi sanitasi serta pelabelan pangan antara materi penyuluhan NIE P-IRT dan NIE SP dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Cakupan materi sanitasi dan materi pelabelan pangan dalam penyuluhan dalam rangka pemberian Nomor Izin Edar (NIE) P-IRT dan SP Cakupan Materi No Jenis Materi NIE P-IRT NIE SP 1 Sanitasi 1. Sanitasi pengolahan 1. Higiene pengolahan 2. Higiene karyawan pangan 3. Higiene air 2. Sanitasi pekerja 4. Cara pembersihan dan 3. Sanitasi peralatan disinfeksi wadah dan 4. Sanitasi air peralatan 5. Sanitasi hama dan lingkungan 6. Penanganan limbah 2 Pelabelan pangan 1. Nama produk 1. Nama makanan 2. Berat bersih/isi bersih 2. Komposisi 3. Nama dan alamat pihak 3. Isi bersih/netto yang memproduksi atau 4. Nama dan alamat memasukkan pangan ke produsen
59 No
Cakupan Materi
Jenis Materi
4. 5. 6.
NIE P-IRT wilayah Indonesia Komposisi/daftar bahan Keterangan kedaluwarsa Keterangan halal
5. 6.
NIE SP Nomor pendaftaran Kode produksi
Produk tertentu wajib mencantumkan : 1. Tanggal daluwarsa 2. Nilai gizi Petunjuk penggunaan dan cara penyimpanan
Tabel 17 menunjukkan bahwa materi sanitasi pangan dalam penyuluhan dalam rangka sertifikasi P-IRT (NIE P-IRT) lebih lengkap daripada materi penyuluhan dalam rangka sertifikasi SP (NIE SP). Materi penyuluhan sanitasi yang tidak termuat dalam NIE SP adalah sanitasi hama dan lingkungan, dan penanganan limbah. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan pengetahuan responden IRTP yang memiliki NIE SP dan NIE P-IRT khususnya dalam hal sanitasi hama dan lingkungan dan penanganan limbah.
Seharusnya responden yang memiliki NIE P-IRT memiliki pengetahuan
tentang hama dan lingkungan lebih tinggi daripada NIE SP. Materi pelabelan dalam penyuluhan dalam rangka NIE P-IRT dan SP samasama memuat keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label.
Namun
terdapat perbedaan dalam pencantuman keterangan minimal tersebut.
Materi
pelabelan dalam penyuluhan dalam rangka NIE P-IRT mencantumkan keterangan halal sebagai salah satu keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Sedangkan keterangan nomor pendaftaran dan tanggal/kode produksi tidak merupakan keterangan minimal yang wajib dicantumkan. Sedangkan dalam materi pelabelan dalam rangka NIE SP menjelaskan bahwa kode produksi dan nomor pendaftaran merupakan keterangan yang wajib dicantumkan dalam label.
Tetapi
keterangan halal bukan merupakan keterangan yang wajib dicantumkan pada label. Mengenai keterangan kedaluwarsa,
materi pelabelan dalam rangka NIE P-IRT
menyatakan bahwa keterangan kedaluwarsa merupakan keterangan yang wajib dicantumkan pada label.
Sedangkan materi pelabelan dalam rangka NIE SP
menjelaskan bahwa keterangan kedaluwarsa baru merupakan keterangan yang wajib dicantumkan untuk produk pangan yang mudah rusak. Jika dibandingkan dengan PP Pelabelan maka materi pelabelan baik dalam materi penyuluhan dalam rangka NIE P-IRT maupun NIE SP sama-sama belum
60 sesuai dengan PP Pelabelan. Untuk saat sekarang, materi pelabelan baik dalam materi penyuluhan dalam rangka NIE P-IRT maupun NIE SP harus disesuaikan dengan materi pelabelan dalam PP Pelabelan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Jika dibandingkan dengan responden yang memiliki NIE, maka NIE yang tidak memiliki NIE/TT diduga memiliki pengetahuan yang rendah baik terhadap pelabelan maupun terhadap sanitasi.
Karena responden TT diasumsikan tidak mengikuti
penyuluhan. Selain faktor perbedaan muatan materi yang mungkin dapat menyebabkan perbedaan tentang pengetahuan responden, masa/waktu responden mendapatkan penyuluhan juga mungkin dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan responden. NIE SP umumnya diperoleh sebelum tahun 2003, sedangkan NIE P-IRT dapat diperoleh sejak tahun 2003 hingga sekarang. Perbedaan masa perolehan NIE SP dan P-IRT ini mungkin dapat menyebabkan tingkat pengetahuan yang berbeda antara responden yang memiliki NIE SP dengan NIE P-IRT. Hal ini terjadi karena baik NIE SP maupun NIE P-IRT dalam pedoman sertifikasinya tidak mengatur masalah masa berlaku NIE. Dengan tidak adanya pembatasan masa berlaku, maka tidak ditetapkan pula audit surveilan untuk menilai penerapan persyaratan keamanan pangan di IRTP yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan tidak adanya pembinaan berkala bagi IRTP yang tealh mendapatkan NIE (SP/P-IRT). Dalam penelitian ini akan dikaji pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan responden baik terhadap pelabelan maupun sanitasi.
Sedangkan
pengaruh masa diperolehnya NIE SP dan NIE P-IRT tidak dapat dikaji karena tidak tersedia data yang mendukung.
4.3.2
Pengetahuan Responden Tentang Pelabelan
4.3.2.1 Persepsi responden terhadap pelabelan Hasil wawancara enumerator dengan responden yang direkam dalam kuesioner menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap pelabelan sebagian besar benar. Namun masih dijumpai persepsi responden yang salah terhadap pelabelan pangan. Responden yang dapat menjawab seluruh pertanyaan tentang persepsi responden terhadap pelabelan dengan benar sebanyak 105 responden (65.2%).
Tabel 18
menunjukkan jawaban responden terhadap pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui persepsi responden terhadap pelabelan pangan.
61 Tabel 18 Jawaban responden terhadap pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui persepsi responden terhadap pelabelan pangan Pertanyaan (kuesioner blok II) Jawaban No No Isi Pertanyaan Benar Salah (%) (%) 1 1 Apakah produk pangan yang diproduksi harus 98.1 1.9 aman 2 2 Apakah label pangan turut mempengaruhi 90.7 9.3 keamanan pangan 3 3 Apakah pemerintah telah menerbitkan 82.0 18.0 peraturan pelabelan pangan 4 5 Menurut anda, apakah label pangan anda telah 71.4 28.6 memenuhi peraturan pemerintah Tabel 18 menunjukkan bahwa persentase responden yang memiliki persepsi bahwa pangan harus aman adalah 98.1%. Masih dijumpai responden yang memiliki persepsi bahwa pangan tidak harus aman yaitu sebanyak 1.9%.
Demikian juga
dengan persepsi responden tentang kaitan fungsi label dengan kemanan pangan, persepsi responden bahwa pemerintah telah menerbitkan peraturan pelabelan pangan, dan persepsi responden tentang pemenuhan label pangan yang dibuat oleh responden terhadap peraturan pemerintah. Umumnya responden memiliki persepsi yang benar terhadap semua aspek tersebut. Namun masih dijumpai sejumlah responden yang belum memiliki persepsi yang benar. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik tingkat pendidikan yang beragam mulai dari SD hingga S1. Faktor tingkat pendidikan responden tersebut dapat diduga menjadi faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat pengetahuan/persepsi responden terhadap pelabelan. Faktor yang lainnya yang dapat diduga mempengaruhi tingkat pengetahuan responden terhadap persepsi pelabelan adalah penyuluhan yang diikuti oleh responden. Penyuluhan yang diikuti diidentikkan dengan NIE yang dimiliki responden. NIE SP dan P-IRT sama-sama mengindikasikan bahwa pemilik IRTP telah mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Sedangkan yang tidak terdaftar(TT)/tidak memiliki NIE diasumsikan tidak mengikuti penyuluhan. Dalam pembahasan ini akan diuji secara statistik untuk melihat apakah terdapat perbedaan secara nyata tingkat pendidikan responden yang memiliki NIE dengan responden yang tidak memiliki NIE (TT).
Pengujian statistik juga akan dilakukan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan tingkat pengetahuan responden yang memiliki tingkat pendidikan SD,
62 SLTP, SLTA, Diploma, maupun S1. Data karakteristik responden terutama tingkat pendidikan dan jenis NIE yang dimiliki dapat dilihat pada Lampiran 6. Selanjutnya untuk menguji pengaruh kedua faktor tersebut terhadap tingkat pengetahuan/persepsi responden terhadap pelabelan digunakan software SPSS (Statistical Package for The Social Science).
Metode pengujian yang digunakan
adalah Npar Tests (uji beda) Kruskal-Wallis Test. Persepsi responden yang diukur tertuang dalam kuesioner blok II pertanyaan nomor 1, 2, 3, 5 seperti disajikan pada Tabel 18. Hasil uji menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tidak berbeda nyata dengan jawaban/persepsi responden terhadap pelabelan pangan (p>0.05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata tingkat pendidikan terhadap persepsi responden terhadap pelabelan. Responden yang berpendidikan lebih rendah misalnya SD atau SLTP belum tentu tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang label, misalnya tentang kaitan fungsi label dengan keamanan produk pangan. Sebagian responden dengan pendidikan SD atau SLTP dapat menjawab dengan benar mengenai hal ini. Sebaliknya, dijumpai juga responden yang berpendidikan SLTA yang menjawab salah terhadap pertanyaan tentang kaitan fungsi label dengan keamanan produk pangan. Secara statistik terbukti bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap persepsi/pengetahuan responden terhadap pelabelan. Hasil uji statistik tingkat pendidikan dengan persepsi responden terhadap pelabelan dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara pengetahuan/persepsi responden yang memiliki NIE SP, dengan responden yang memiliki NIE P-IRT ataupun dengan yang tidak terdaftar (TT). Responden yang memiliki NIE SP belum tentu tidak berpengetauhan sebaik responden yang memiliki NIE P-IRT atau sebaliknya. Bahkan dijumpai responden yang terdaftar (TT) dapat menjawab pertanyaan tentang kaitan label pangan dengan keamanan produk dengan benar. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan semula bahwa materi penyuluhan berpengaruh terhadap pengetahuan/persepsi responden. Alasan mengapa ternyata diperoleh fakta bahwa tingkat pendidikan dan materi penyuluhan tidak berpengaruh nyata terhadap pengetahuan responden adalah bahwa terdapat faktor lain yang mungkin menyebabkan hal ini terjadi. Faktor tersebut adalah daya tangkap, daya nalar, tekad/kemauan untuk menambah pengetahuan, dan sikap/attitude yang dimiliki oleh seseorang diduga turut berpengaruh terhadap
63 pengetahuan yang dimiliki seseorang, termasuk responden dalam penelitian ini. Faktor ini diduga membuat sesorang yang walaupun berpendidikan kurang (SD atau SLTP misalnya), namun karena memiliki tekad, kemauan, daya nalar, dan sikap yang baik maka dapat memiliki pengetahuan di bidang pangan yang baik. Pengetahuan di bidang pangan tersebut dapat diperoleh lewat penyuluhan atau pelatihan dalam rangka SPP-IRT atau dalam rangka pembinaan yang lainnya. Selain itu dengan kemauan yang kuat untuk menambah pengetahuan, mereka bisa menambah pengetahuan di bidnag pangan lewat majalah, koran, buku, atau lewat perkumpulan IRTP.
Di
Kabupaten Sleman misalnya, terbentuk paguyuban IRTP yang diketuai oleh salah seorang pengusaha IRTP.
Salah satu misi paguyuban ini diantaranya adalah
menambah wawasan pemilik/pengusaha IRTP di Kabupaten Sleman tentang pangan, khususnya tentang peraturan-peraturan pemerintah di bidang pangan.
Selain itu
paguyuban ini juga mempunyai misi untuk memperluas jaringan pemasaran baik lewat pemerintah maupun swasta serta memanfaatkan event-event khusus di Kabupaten Sleman atau di Propinsi DI Yogyakarta untuk mempromosikan produk IRTP Kabupaten Sleman.
Hal yang sama bisa terjadi di kabupaten/kota lainnya di
wilayah DI Yogyakarta. Hal ini menujukkan bahwa kualitas pengetahuan memang ditentukan oleh informasi atau penyuluhan yang diikuti. Namun tidak ditentukan oleh tingkat pendidikan. Penambahan informasi atau pengetahuan tentang pangan dapat diperoleh tanpa lewat jalur formal saja, tetapi bisa diperoleh lewat cara lainnya seperti yang disebutkan di atas. Selain itu, tingkat pendidikan formal belum tentu membuat seseorang/responden serta merta ahli/berpengetahuan cukup di bidang pangan. Perlu pengalaman di bidang pangan, mengikuti penyuluhan, membaca buku tentang pangan, diskusi dengan nara sumber yang berpengetahuan di bidang pangan, mendengarkan ceramah di bidang pangan baik lewat radio, TV, ataupun media lainnya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap pengetahuan responden di bidang pelabelan.
4.3.2.2 Pengetahuan responden terhadap pelabelan Pengetahuan responden terhadap pelabelan dapat diukur dari jawaban yang diberikan oleh responden saat wawancara dengan enumerator melalui kuesioner. Pertanyaan yang diajukan adalah tentang jenis PP Pelabelan dan keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label.
Pertanyaan untuk mengukur pengetahuan
64 responden terhadap pelabelan disajikan pada Tabel 19. Jenis pertanyaan tersebut dapat dilihat pada kuesioner (blok II no 4 dan 7) yang terlampir (Lampiran 2.)
Tabel 19 Tingkat pengetahuan responden terhadap pelabelan No
Pertanyaan
1
Sebutkan Peraturan Pemerintah yang mengatur pelabelan pangan Sebutkan keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label pangan 1. Nama produk 2. Berat bersih/isi bersih 3. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia 4. Nomor pendaftaran 5. Komposisi/daftar bahan 6. Keterangan kedaluwarsa 7. Tanggal dan atau kode produksi
2
Jawaban Benar (%) Salah (%) 9.9 90.1 20.5
79.5
90.0 60.9 79.5
78.3 79.5 62.7 78.3
Jumlah responden yang dapat menjawab seluruh pertanyaan dengan benar pada Tabel 19 sebanyak 2 responden (1.2%), sedangkan 159 responden (98.8%) tidak menjawab dengan benar. Dari 2 pertanyaan yang diajukan, pertanyaan yang banyak dijawab salah oleh responden adalah mengenai PP No 69 tahun 1999. Umumnya responden belum mengerti/hafal di luar kepala terhadap PP No. 69 tahun 1999 ini. Hal ini wajar dijumpai pada pemilik/responden IRTP karena mereka tidak dituntut untuk hafal akan jenis PP Pelabelan ini. Yang mereka harus mengerti dan memahami adalah isi PP Pelabelan yang mengatur tentang aspek keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label, karena mereka membutuhkan pengetahuan tersebut ketika melakukan pelabelan. Pengetahuan responden terhadap keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label ternyata masih rendah. Hanya 20.5% responden yang dapat menjawab dengan benar terhadap pertanyaan yang menanyakan tentang keterangan apa saja yang harus dicantumka pada label. Padahal sebagian besar (78.3%) responden telah mengikuti penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT. Seharusnya mereka telah mendapatkan informasi mengenai keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label lewat penyuluhan ini. Namun fakta menunjukkan lain.
65 Tingkat pengetahuan responden terhadap pelabelan yang rendah dapat diduga disebabkan oleh tingkat pendidikan responden dan materi penyuluhan. Pendugaan ini dapat dibuktikan/diuji kebenarannya dengan uji statistik menggunakan metode uji beda nyata (Npar tests) metode Kruskal-Wallis. Hasil
uji
statistik
menunjukkan
bahwa
terdapat
beda
nyata
antara
pengetahuan/jawaban responden dengan tingkat pendidikannya (p=0.03). Hasil uji juga menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara pengetahuan/jawaban responden dengan jenis NIE yang dimilikinya (p=0.04). Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan dan materi penyuluhan responden mempengaruhi pengetahuannya. Alasan mengapa tingkat pendidikan dan materi penyuluhan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden terhadap pelabelan (dalam menjawab pertanyaan blok II nomor 4 dan nomor 7) dapat dijelaskan dari tingkat kesulitan pertanyaan yang diajukan. Dua pertanyaan yang diajukan tersebut tidak bisa dijawab hanya dengan menebak dari arah pertanyaan, tetapi jawaban benar-benar memerlukan pengetahuan yang tepat.
Jika responden tidak memiliki pengetahuan yang tepat
terhadap PP Pelabelan dan keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label, maka jawabannya akan mengarah ke skor yang lebih kecil/cenderung salah. Jadi, jawaban responden terhadap 2 pertanyaan ini benar-benar mengukur tingkat pengetahuan responden. Harus diakui bahwa disain kuesioner dalam penelitian ini kurang sempurna sehingga masih dijumpai pertanyaan yang bersifat menggiring responden untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban tertentu yang benar. Berbeda dengan pertanyaan blok II nomor 1, 2, 3, 5 yang bertujuan untuk mengetahui persepsi responden terhadap pelabelan, dimana pertanyaan yang diajukan mudah ditebak jawaban yang benar (lihat tabel 16). Dalam bahasan sebelumnya tentang persepsi responden diketahui secara statistik, jawaban responden terhadap pertanyaan blok II nomor 1, 2, 3, 5 tersebut tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan maupun jenis NIE.
Namun karena pertanyaannya tidak benar-benar mengukur
pengetahuan responden, maka secara statistik tingkat pendidikan dan jenis NIE tidak berpengaruh terhadap jawaban yang diberikan. Pengaruh jenis NIE terhadap pengetahuan responden tentang pelabelan menunjukkan bahwa muatan materi penyuluhan mempengaruhi pengetahuan responden. Namun jika dilihat isi materi penyuluhan pelabelan antara NIE SP dan NIE P-IRT (seperti pada Tabel 16) maka terlihat perbedaan yang sedikit tentang keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Faktor lain yang juga dapat
66 mempengaruhi tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis NIE adalah usia/tenggang waktu antara saat responden mendapatkan penyuluhan pelabelan dengan saat responden diwawancarai. Responden yang memiliki NIE P-IRT memiliki tenggang waktu yang lebih singkat daripada responden yang memiliki NIE SP, karena masa dikeluarkannya NIE SP adalah sebelum tahun 2003 sedangkan NIE P-IRT diterbitkan sejak tahun 2003 hingga sekarang. Responden dengan NIE P-IRT lebih mudah mengingat materi pelabelan yang diperoleh saat wawancara.
4.3.3 Pengetahuan Responden Tentang Sanitasi 4.3.3.1 Umum Pengetahuan responden tentang sanitasi secara umum dapat diukur dari jawaban responden yang diberikan terhadap pertanyaan tentang sanitasi pada kuesioner Blok III nomor 1, 2, 3, 5, 7, 16, 24, 28, 31, 32, 33, 34 35, 36. Pertanyaan yang dimaksud dalam blok III tersebut dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Jawaban/pengetahuan responden terhadap pertanyaan tentang sanitasi Pertanyaan blok III Jawaban (%, n = 161) No No Isi Benar Salah 1 1 Air yang dapat digunakan sebagai bahan baku 39.1 60.9 2 2 Air yang dapat digunakan untuk mencuci 97.5 2.5 peralatan 3 3 Bagaimana penggunaan air di industri pangan 88.8 11.2 4 5 Bolehkah menggunakan air sungai untuk 92.5 7.5 mencuci peralatan atau bahan makanan 5 7 Air apakah yang anda gunakan untuk 68.3 31.7 membuat makanan/minuman 6 16 Apakah ruangan pengolahan harus 92.5 7.5 dibersihkan secara teratur 7 24 Bolehkah ternak/hewan peliharaan seperti 97.5 2.5 kucing dan burung atau anjing berkeliaran di area pengolahan 8 28 Kapan karyawan harus mencuci tangan 25.5 74.5 9 31 Apakah diperlukan petugas khusus yang 20.5 79.5 bertanggungjawab terhadap kegiatan sanitasi 10 32 Bolehkah karyawan makan atau minum 91.9 8.1 sambil mengolah pangan 11 33 Bolehkah karyawan menggunakan perhiasan 88.2 11.8 ketika mengolah pangan 12 34 Bolehkah batuk/bersin menghadap pangan 98.1 1.9 13 35 Apakah karyawan harus dalam keadaan bersih 97.5 2.5 14 36 Apakah baju kerja karyawan harus bersih dan 66.5 33.5 lengkap
67
Sebanyak 1 responden (0.6%) yang dapat menjawab semua pertanyaan (14) tentang sanitasi dengan benar. Sisanya tidak dapat menjawab seluruh pertanyaan dengan benar. Dari 14 pertanyaan tentang sanitasi yang diajukan, pertanyaan nomor 31 tentang perlunya petugas khusus untuk mengawasi kegiatan sanitasi merupakan pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar oleh responden. Hal ini dikarenakan jumlah pekerja IRTP umumnya hanya 1-5 orang saja, sehingga kegiatan sanitasi diawasi langsung oleh pemilik tanpa memerlukan petugas khusus. Pertanyaan yang juga mendapatkan sedikit jawaban benar adalah pertanyaan nomor 28 tentang kapan mencuci tangan. Hanya 40 responden (25.5%) yang dapat menjawab dengan benar. Umumnya responden hanya memberikan jawaban yang sebagian dari keseluruhan jawaban yang dianggap benar. Jawaban dianggap benar jika responden menjawab seluruh waktu yang diperlukan untuk mencuci tangan, yaitu saat akan mengolah pangan, sesudah mengolah pangan, saat kotor, setelah menyentuh sampah/kotoran, setelah keluar dari toilet, setelah menyentuh pangan mentah dan akan menangani pangan matang. Sedikitnya (40) responden yang menjawab dengan benar kapan karyawan harus mencuci tangan menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap waktu mencuci tangan sangat rendah. Hal ini harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah selaku pembina IRTP, agar dalam materi penyuluhan lebih ditekankan mengenai waktu mencuci tangan. Mencuci tangan dengan benar pada waktu yang tepat sangat membantu usaha untuk mengurangi potensi terjadinya pencemaran/kontaminasi terhadap pangan (Rahayu et al. 2003). Namun secara umum, Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang sanitasi. Kecuali jawaban responden terhadap pertanyaan nomor 1, 28, dan 31, 66.5% - 98.1% responden dapat menjawab benar 11 pertanyaan lainnya atau rata-rata 89% responden dapat menjawab benar 11 pertanyaan. Pengetahuan responden tentang sanitasi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan materi penyuluhan yang didapatkannya.
Untuk menguji apakah
terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan responden dengan tingkat pendidikan ataupun dengan jenis NIE yang dimiliki, maka digunakan uji statistik. Hasil uji statitistik Npar tests dengan metode Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara pengetahuan responden tentang sanitasi dengan tingkat pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang berbeda-
68 beda mempengaruhi secara nyata terhadap pengetahuan responden tentang sanitasi. Pertanyaan yang diajukan memang mudah dijawab dengan benar, sehingga jawaban yang diberikan oleh responden sebagian besar benar. Hanya beberapa pertanyaan yang menguji benar terhadap pengetahuan responden yang dijawab benar oleh sebagian kecil responden. Pertanyaan tersebut adalah nomor 1, 28, dan 31 (lihat Tabel 20). Namun uji statistik menunjukkan bahwa jawaban responden dengan tingkat pendidikan S1 memiliki ranking yang paling tinggi dibanding responden dengan tingkat pendidikan lainnya. Hasil uji statistik secara keseluruhan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden berpengaruh nyata terhadap pengetahuannya. Hasil uji statistik lainnya tidak menunjukkan adanya beda nyata antara pengetahuan responden dengan jenis NIE yang dimiliki responden (p>0.05). Hal ini mungkin disebabkan karena jenis pertanyaan yang diajukan, seperti terlihat pada Tabel 20, mudah dijawab dengan benar oleh responden hanya dengan kebiasaan hidup bersih/etika kebersihan, sehingga penyuluhan sanitasi yang diikuti oleh responden yang memiliki NIE SP dan P-IRT tidak mempengaruhi terhadap jawaban yang diberikan secara signifikan. Demikian juga jawaban yang diberikan oleh responden yang tidak memiliki nomor pendftaran (TT), tidak berbeda nyata dengan jawaban yang diberikan oleh responden yang terdaftar. Hasil uji statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Oleh karena itu, perancangan pertanyaan dalam rangka memperoleh tingkat pengetahuan responden sangat penting. Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggiring responden untuk dapat dengan mudah memilih jawaban yang benar. Seperti misalnya pertanyaan blok III nomor 36 yang berbunyi ” Apakah baju kerja karyawan
harus
bersih
dan
lengkap?”.
Pertanyaan
ini
bersifat
mengarahkan/menggiring responden untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan benar, walaupun responden tersebut berbeda karakteristik tingkat pendidikannya dan jenis penyuluhan yang diperoleh. Mestinya pertanyaan yang benar adalah ”menurut anda, apa saja kelengkapan baju kerja pengolah pangan saat bekerja?”. Pertanyaan ini baru benar-benar menggali pengetahuan responden, tidak mengarahkan pada suatu jawaban yang mudah ditebak. Harus diakui bahwa disain kuesioner kurang sempurna.
4.3.3.2 Sumber Air Pengetahuan responden terhadap sanitasi air diperoleh dari pertanyaan blok III nomor 4. Jawaban responden menunjukkan bahwa 26.1% responden menggunakan
69 air yang memenuhi persyaratan air minum sebagai bahan baku pangan. Sedangkan 76.3% menyatakan bahwa air sumur dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pangan. Tidak ada satu responden pun yang menyatakan bahwa air sungai dapat digunakan sebagai bahan baku pengolahan pangan. Responden yang menyatakan tidak menggunakan air sebanyak 0.6%. Produk responden yang tidak menggunakan air sebagai bahan baku adalah kelopak bunga rosela. Pengolahan kelopak bunga rosela hanya pengeringan, tanpa proses lainnya. Penggunaan air sumur sebagai bahan baku perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Hal ini dikarenakan kebiasaan pengusaha IRTP menggunakan air sumur sebagai bahan baku dalam produksi pangan IRTP berpotensi menyebabkan terjadinya keracunan pangan akibat pangan yang dihasilkan tidak aman. Seperti yang sudah diketahui secara luas, bahwa air sumur atau air bawah tanah berpotensi tercemar oleh bahan kimia berbahaya seperti logam berat misalnya mercury (Hg) dari limbah penambangan emas, timbal (Pb) dari kontaminasi limbah industri batere (lead acid) (Winarno 1997). Logam berat lainnya yang dapat mencemari air tanah adalah kadmium, arsen, tembaga, dan timah.
Air tanah juga berpotensi tercemar oleh
mikroba patogen seperti Salmonella yang berasal dari air buangan atau kotoran ternak, E.coli yang berasal dari kotoran manusia atau Clostridium perfringens yang berasal dari tanah/lumpur (Rahayu et al 2003). Oleh karena itu kualitas air sumur/air tanah sangat dipengaruhi oleh lokasi sumber air tanah tersebut. Air sumur atau air tanah sebaiknya tidak berdekatan dengan sumber cemaran logam berat maupun mikroba patogen seperti limbah pabrik, limbah penambangan emas, tempat akhir pembuangan sampah, septic tank atau tempat pembuangan kotoran ternak. Penggunaan air dalam industri pangan sudah diatur dalam Pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk IRTP (SK Kepala Badan POM Nomor : HK.00.05.5.1639) maupun Code of Practice General Principles of Food Higiene, CAC/RCP1-1969, Rev. 4 (2003).
Dalam persyaratan nasional dan internasional
tersebut air yang digunakan sebagai bahan baku atau yang kontak dengan pangan dipersyaratkan memenuhi persyaratan air minum. Penggunaan air sumur sebagai salah satu bahan baku pembuatan produk IRTP, harus memenuhi persyaratan air minum. Air sumur yang diperoleh dari tanah yang tidak tercemar oleh limbah pabrik maupun limbah kotoran manusia tau ternak, dapat memenuhi persyaratan air minum. Selain itu, mutu air tanah ditentukan dari kualitas tanah dan lokasi sumur/sumber air.
Ciri-ciri fisik air sumur yang memenuhi
70 persyaratan air minum adalah tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Rahayu et al 2003). Namun lebih baik lagi jika air sumur tersebut diperiksakan keamanannya di laboratorium pemerintah daerah (puskesmas/dinas kesehatan) untuk memastikan bahwa air sumur yang digunakan memenuhi persyaratan air minum. Penggunaan air
yang salah akan dapat menyebabkan tingginya potensi
pencemaran pangan oleh cemaran mikroba. Disamping itu, pengaruh penggunaan air sumur ataupun air sungai sebagai bahan baku pengolahan pangan akan turut memperpendek umur simpan produk pangan yang dihasilkan (Rahayu et al. 2003).
4.3.3.3 Cara Mencuci Tangan Yang Benar Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan tata cara mencuci tangan yang benar dengan berbagai macam versi. Tata cara mencuci tangan yang benar minimal memuat langkah-langkah yang berurutan yaitu : (1) membasahi tangan secara merata, (2) menyabuni, (3) menggosok tangan, (4) membilas, (5) mengeringkan tangan (BPOM RI 2004). Dari wawancara dengan responden mengenai tata cara mencuci tangan yang benar, tidak ada satupun responden yang dapat menjelaskan prosedur mencuci tangan dengan benar. Terdapat berbagai macam jawaban responden terhadap pertanyaan yang meminta responden untuk menjelaskan prosedur mencuci tangan dengan benar. Dari sekian banyak jawaban, yang paling mendekati kebenarannya adalah (1) basahi dengan air, (2) sabuni, (3) gosok, (4) bilas tanpa menyebutkan tahapan mengeringkan tangan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang prosedur mencuci tangan yang benar sangat kurang. Padahal kebiasaan mencuci tangan yang benar, sangat besar manfaatnya bagi pencegahan terjadinya kontaminasi silang lewat tangan pekerja (Rahayu et al. 2004). Rendahnya pengetahuan responden terhadap prosedur mencuci tangan yang benar dapat dipengaruhi oleh muatan materi penyuluhan tentang higiene dan sanitasi pengolahan pangan yang diikuti oleh responden. Dalam materi penyuluhan tentang higiene dan sanitasi pengolahan pangan, prosedur mencuci tangan yang benar tidak disinggung sama sekali sehingga responden tidak mengetahui adanya prosedur mencuci tangan yang benar. Modul higiene dan sanitasi pengolahan pangan hanya membahas tentang pentingnya mencuci tangan dan kapan mencuci tangan dilakukan.
71 4.3.3.4 Fasilitas Sanitasi Kebutuhan akan fasilitas sanitasi yang memadai ditanyakan dalam kuesioner blok III nomor 20 tentang kecukupan toilet dan nomor 22 tentang lokasi toilet. Menurut penerapan CPMB (Cara Produksi Makanan Yang Baik), perbandingan jumlah toilet dengan karyawan adalah 1-9 orang diperlukan 1 toilet, 10 – 25 orang diperlukan 2 toilet, 26 – 50 orang diperlukan 3 toilet, 51 – 100 diperlukan 4 toilet dan setiap kelebihan 50 orang diperlukan 1 toilet.
Lokasi toilet sebaiknya terpisah dari
ruang pengolahan, atau minimal pintu tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan. Dari jawaban responden, diketahui 161 responden menyatakan jumlah toiletnya. Setelah dilakukan perbandingan dengan jumlah karyawannya, sebanyak 156 responden (96.8%) memiliki toilet dengan jumlah yang cukup.
Sedangkan 5
responden (3.1%) memiliki jumlah toilet yang kurang. Dari karakteristik responden diketahui bahwa umumnya (72.3%) jumlah karyawan responden adalah 1-5 orang. Jumlah toilet yang diperlukan umumnya hanya 1 buah saja. Sedangkan responden yang tidak memiliki toilet dengan jumlah yang mencukupi, memiliki jumlah karyawan yang lebih dari 5 orang. Mengenai lokasi toilet, sebanyak 158 responden (98.1%) memiliki toilet di lokasi yang terpisah dari ruang pengolahan baik di luar maupun di dalam rumah. Sedangkan 3 responden ( 1.9 %), memiliki toilet di dalam ruang pengolahan. Data ini menunjukkan bahwa umumnya responden telah memiliki toilet dengan jumlah yang mencukupi dan dalam lokasi yang sesuai dengan persyaratan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden akan fasilitas sanitasi khususnya toilet sudah mencukupi.
Pentingnya penyediaan fasilitas toilet yang cukup dan
berlokasi terpisah dari ruang pengolahan dan atau tidak terbuka langsung ke arah ruang pengolahan dimaksudkan untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi mikroba patogen yang berasal dari kotoran manusia yaitu Escheria coli O157: H7 lewat tangan pekerja (Winarno 1997).
4.4 Praktek Pelabelan di IRTP 4.4.1 Pencantuman keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label Pelabelan pangan termasuk produk pangan IRTP wajib dilakukan oleh produsen IRTP selama produk tersebut dikemas untuk dijual/diperdagangkan kepada konsumen atau untuk katering (CAC 2007, PP Pelabelan 1999 bab II pasal 2 ayat 1, dan UU
72 Pangan Bab IV pasal 30 ayat 1). Bagaimana batasan dikemas, diperdagangkan, dan keterangan lain yang mengatur kewajiban pelabelan pangan khususnya pangan IRTP, akan dibahas sebagai berikut. Pengertian kemasan menurut PP No. 28 tahun 2004 bab I poin 20 adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
Sedangkan pengemasan itu
sendiri dapat diartikan sebagai segala usaha untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan,
termasuk
pembungkusan,
pembotolan,
pengalengan,
pengepakan,
pewadahan, dan pelilinan baik yang sifatnya langsung kontak dengan pangan maupun tidak (Rahayu et al. 2003). Tujuan pokok pengemasan adalah melindungi produk dari kontaminasi, kerusakan fisik, memudahkan penanganan selama distribusi dan kepraktisan penggunaannya, serta fungsi pemasaran/promosi (Rahayu et al. 2003). Masih menurut Rahayu et al. (2003), bahan kemasan dapat berupa plastik fleksibel, logam, kayu, kertas, karton, kardus, dan gelas/kaca. Dalam praktek sehari-hari di lapangan juga dijumpai kemasan berbahan daun seperti daun jati, daun pisang, daun jagung (klobot), dan daun bambu. Contoh produk yang menggunakan bahan alami sebagai kemasan tersebut adalah gethuk pisang, dodol garut, buras, dan bacang (Novinar et al., 2008). Pengertian perdagangan pangan adalah setiap kegiatan/serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan (PP No. 28 2004 bab I poin 13). Pengertian label adalah setiap keterangan mengenai pangan baik yang berbentuk tulisan, gambar, atau kombinasi keduanya yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, dicetak, atau merupakan bagian kemasan (PP No. 69 tahun 1999). Beberapa batasan tentang ”dikemas”, ”dijual”, dan ”label” di atas jika dihubungkan dengan kewajiban pelabelan (PP Pelabelan pasal 2 ayat 1) dapat disimpulkan bahwa setiap produk pangan termasuk produk IRTP yang dikemas baik yang bersentuhan langsung dengan produk pangan maupun yang tidak, untuk kemudian diperdagangkan dalam arti luas (untuk mendapatkan keuntungan) harus melakukan pelabelan pangan. Namun pelabelan pangan tidak wajib dilakukan oleh produk pangan termasuk produk IRTP yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin untuk mencantumkan seluruh keterangan minimal, pangan yang dijual dan
73 dikemas langsung dihadapan pembeli dalam jumlah kecil-kecilan, dan pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah) (PP Pelabelan bab VII pasal 63). Namun dijelaskan lebih lanjut dalam PP Pelabelan pasal 63, bahwa produk pangan yang kemasannya terlalu kecil tersebut tetap diwajibkan memuat nama dan alamat produsen/importir. Sedangkan batasan pangan yang dijual dalam jumlah besar/curah adalah lebih daripada 500 kg atau liter. Sementara dalam PP No. 28 tahun 2004 bab V pasal 44 dijelaskan bahwa produk pangan termasuk produk IRTP yang masa simpannya kurang dari 7 hari bebas dari kewajiban pendaftaran produk. PP No. 28 tahun 2004 bab VII Pasal 53 tentang ketentuan peralihan menyatakan bahwa dengan berlakunya PP No. 28 tahun 2004, maka semua ketentuan mengenai keamanan, mutu, dan gizi pangan yang diatur dengan peraturan perundangan di bawah Undang-Undang masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PP no. 28 tahun 2004. Hal ini menegaskan kembali tentang keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label yang telah diatur dalam PP No. 69 tahun 1999 yang diantaranya menyebutkan bahwa keterangan nomor pendaftaran merupakan keterangan yang wajib dicantumkan pada label jika produknya tergolong produk yang wajib memiliki nomor pendaftaran. Kajian terhadap peraturan pelabelan maupun peraturan lain yang terkait (misalnya UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen, PP Keamanan Mutu dan Gizi Pangan, Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan, ataupun pedoman pelabelan dari CAC) tidak menunjukkan adanya keterangan yang mengatur tentang batasan boleh atau tidaknya suatu produsen pangan melakukan pengemasan terhadap produknya. Keterangan tentang pengemasan produk yang relevan adalah yang telah dibahas di atas. Jadi, kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa pernyataan di atas adalah bahwa tidak semua produk IRTP wajib melakukan pelabelan. Produk IRTP yang boleh tidak melakukan pelabelan adalah : 1) Produk pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin mencantumkan seluruh keterangan minimal yang diwajibkan dicantumkan pada label. Namun tetap harus mencantumkan nama dan alamat produsen/importir, 2) Produk yang dijual dan dikemas langsung di hadapan konsumen dalam jumlah kecil-kecilan, 3) Produk yang dijual dalam jumlah besar/curah, minimal 500 kg atau liter. Sedangkan produk yang masa simpannya kurang dari tujuh hari boleh tidak mencantumkan nomor pendaftaran/NIE jika tidak memiliki nomor pendaftaran. Di luar batasan tersebut, produk IRTP yang dikemas
74 dan dijual kepada konsumen harus melakukan pelabelan. Hal ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak aman. Selain itu juga untuk menciptakan iklim perdagangan yang jujur dan adil.
Hal lainnya adalah untuk
pendidikan bagi masyarakat atau konsumen tentang pangan. Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik status kemasan, skala penjualan/produksi, ukuran kemasan (berdasarkan berat bersih per kemasan), masa simpan
(berdasarkan
perkiraan/pengalaman),
kewajiban
memiliki
NIE,
dan
jenis/status NIE. Karakteristik ini berguna untuk melihat status wajib tidaknya produk pangan yang bersangkutan melakukan pelabelan. Data karakteristik produk responden tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Lampiran 8 menunjukkan bahwa dari 161 responden yang diamati, terdapat 91 (56.5%) responden yang wajib melakukan pelabelan, 36 (22.4%) responden tidak wajib melakukan pelabelan dan 34 (21.1%) responden tidak dapat diketahui apakah tergolong wajib ataukah tidak wajib. Status kewajiban pelabelan dilakukan dengan cara analisa terhadap karakteristik responden berdasarkan jenis pangan, masa simpan, kapasitas produksi, status kemasan, nomor pendaftaran, dan apakah dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli. Analisa apakah dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dilakukan berdasarkan pengalaman dan masa simpannya. Dari 91 responden yang wajib melakukan pelabelan, diketahui 91 (100%) responden melakukan pelabelan, namun hanya 2 (2.2%) responden yang melakukan pelabelan khususnya pencantuman keterangan minimal pada label dengan benar. Memang terdapat beberapa jenis pangan yang tidak wajib memiliki NIE, namun memiliki NIE, sehingga kesalahan pelabelan bukan karena tidak mencantumkan NIE saja, tetapi keterangan lain yang seharusnya wajib dicantumkan tidak dilakukan. Dari 36 responden yang tidak wajib melakukan pelabelan, terdapat 35 (97.2%) responden yang melakukan pelabelan dan 1 (2.8%) tidak melakukan pelabelan. Produk yang tidak melakukan pelabelan tersebut adalah geplak merk geplak jaya di kabupaten Bantul. Sedangkan dari 35 responden yang melakukan pelabelan, tidak ada satupun yang sesuai dengan persyaratan pencantuman keterangan minimal. Dari 34 responden yang tidak diketahui apakah wajib ataukah tidak melakukan pelabelan, 34 (100%) melakukan pelabelan dan terdapat 1 (2.9%) yang melakukan pelabelan dengan benar, sisanya tidak sesuai persyaratan pencantuman keterangan minimal. Contoh label responden IRTP yang benar dapat dilihat pada Lampiran 9. Sedangkan contoh label responden IRTP yang salah dapat dilihat pada Lampiran 10.
75 Pengamatan terhadap praktek pencantuman keterangan minimal pada produk pangan, juga menunjukkan bahwa diantara 7 keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label, keterangan tanggal/kode produksi merupakan keterangan yang paling jarang/sedikit (5.6 %) dicantumkan pada label. Hal ini dapat disebabkan oleh masa simpan produk yang singkat, penjualan produk hanya berdasarkan pesanan, dan dijual di toko sekitar atau di rumah. Sebagai contoh adalah produk bakpia. Produk bakpia mempunyai masa simpan kurang lebih 3-4 hari dan umumnya dijual di rumah atau di toko yang lokasinya tidak jauh dari rumah tempat produksi. Alasan inilah yang diutarakan oleh produsen bakpia menagapa label pada kemasan tidak mencantumkan tanggal produksi.
Kecenderungan pencantuman 7 keterangan
minimal dapat dilihat pada Gambar 7. 159
160 140
146
136 123
120 100 80
64
60 29
40 20
N om or pe nd af ta Ko ra m n po si si /d af ta rb ah Be a ra tb er si h/ is ib er Ke sih te ra ng an ke da lu w ar Ta s ng ga l/k od e pr od uk s
N am a
da n
al am at pr od us e
9
N am a
0
pr od uk
Jumlah (responden)
180
Ke te rangan m inim al
Gambar 7
n = 159
Kecenderungan pencantuman keterangan minimal pada label yang dilakukan oleh responden IRTP.
4.4.2 Pencantuman keterangan halal Data pengamatan terhadap praktek pelabelan menunjukkan bahwa label yang mencantumkan keterangan halal adalah sebanyak 35 label (21.7%), dimana dari 35 label tersebut 26 label (74.3%) mencantumkan keterangan halal sesuai dengan persyaratan sedangkan 9 label (25.7%) tidak memenuhi persyaratan pencantuman keterangan halal.
Pelanggaran pencantuman halal sudah dilakukan sejak lama
mengingat kebiasaan produsen menjamin halal pangannya sebelum peraturan diterbitkan.
Namun seiring dengan sosialisasi peraturan pencantuman halal dari
pemerintah yang dilakukan secara terus menerus disertai dengan tuntutan konsumen
76 terhadap kebenaran keterangan halal, maka semakin banyak produsen pangan yang mengikuti sertifikasi halal. Masih dijumpainya pencantuman keterangan halal yang tidak memenuhi persyaratan (25.7%) menujukkan bahwa aspek pelabelan masih belum dipahami dengan baik oleh responden IRTP.
Responden tentu ingin menyatakan bahwa
produknya halal bagi umat Islam yang merupakan mayoritas konsumen produk yang bersangkutan. Namun mungkin beberapa kendala yang dihadapi oleh produsen IRTP maka tidak dapat memenuhi persyaratan pelabelan halal. Beberapa kendala yang mungkin dihadapi oleh responden IRTP dalam memenuhi persyaratan pencantuman halal adalah ; 1) kurangnya pengetahuan persyaratan pencantuman halal, 2) kurangnya pengawasan oleh petugas pemerintah terhadap prelabelan produk IRTP baik sebelum maupun sesudah beredar di pasar, 3) kurangnya biaya untuk sertifikasi halal. Dalam penelitian ini tidak tersedia data tentang tingkat pengetahuan produsen IRTP terhadap persyaratan pencantuman keterangan halal pada label.
Namun dalam kajian pengetahuan produsen IRTP
terhadap persyaratan minimal pelabelan dapat diketahui bahwa pengetahuan responden sangat rendah (1.2%). Pengetahuan yang diukur adalah jenis PP Pelabelan dan keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Rendahnya pengetahuan responden terhadap pelabelan dapat dijadikan indikator bahwa pengetahuan responden terhadap persyaratan pencantuman halal juga rendah. Namun hal ini perlu diuji lagi dalam penelitian yang lain. Faktor lain yang mempengaruhi pelanggaran terhadap praktek pencantuman halal adalah kurangnya pengawasan oleh petugas pemerintah terhadap pelabelan. Pengawasan terhadap pelabelan produk IRTP selama ini dilakukan oleh Pemda (dinkes) sebelum produk beredar. Namun karena dalam prakteknya ternyata masih dijumpai pelanggaran terhadap pencantuman keterangan halal, maka dapat diduga disebabkan oleh lemahnya pengawasan petugas pemda sebelum produk tersebut beredar. Namun dugaan ini perlu dipastikan lagi dalam penelitian lainnya. Dalam penelitian ini tidak dikaji kompetensi petugas pemerintah dalam melakukan pengawasan label. Pengawasan label oleh pemerintah (Badan POM) sesudah produk tersebut beredar di pasar pada tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 2823 sampel label yang diamati/diawasi 44.6% adalah label produk IRTP. Dari 44.6% label IRTP tersebut terdiri dari jenis NIE P-IRT 28.52%, NIE SP 57.9%, tidak terdaftar (TT) 19.7%. Dari
77 28.52% label P-IRT yang memenuhi syarat pelabelan sebanyak 58 (16.8%) label. Dari 57.9% label SP yang memenuhi syarat 74 (11.3%) label. Dari 19.7% label TT tidak ada satupun yang memenuhi syarat. Hasil pengawasan label oleh BPOM selalu dilaporkan kepada pemda setempat. Namun pemda sebagai pihak yang berwenang melakukan pengambilan tindakan administratif terhadap label yang salah mungkin kurang konsisten menjalankan tugas, sehingga masih saja terjadi pelanggaran pelabelan, khususnya pencantuman halal yang salah. Faktor lain yang mempengaruhi pencantuman keterangan halal yang salah adalah kurangnya biaya yang dimiliki oleh produsen IRTP. Menurut informasi dari LPPOM MUI Propinsi DIY besarnya biaya sertifikasi halal unutk produk IRTP berbeda-beda, tergantung dari jarak produsen IRTP dengan kantor LPPOM MUI Propinsi DIY dan jumlah produk yang akan disertifikasi.
IRTP yang lokasinya
tergolong dekat dengan kantor LPPOM MUI biaya sertifikasinya sebesar Rp. 400.000,- per jenis produk.
Sedangkan yang tergolong jauh (+/- 30 km) bisa
mencapai Rp. 800.000,- per jenis produk. Besarnya biaya sertifikasi halal untuk IRTP yang berada jauh dari kota/propinsi, maka menjadi kendala bagi IRTP untuk melakukan sertifikasi halal. Sertifikasi pencantuman halal penting bagi konsumen untuk mengetahui bahwa produk yang bersangkutan halal untuk dikonsumsi. Tanpa adanya sertifikasi maka pernyataan produsen tentang halal secara sepihak dapat disalahgunakan oleh produsen. Pada tanggal 1 Juni 2005, BPOM melaporkan bahwa terdapat produk abon dan dendeng sapi yang tidak halal, positif mengandung DNA babi.
Abon dan
dendeng sapi yang tercemar DNA babi adalah produk IRTP yang terdiri dari 25% SP dan 75% P IRT. Produk-produk tersebut tidak memiliki sertifikasi halal dari MUI namun mencantumkan klaim halal pada produk pangannya. Hal ini menunjukkan bahwa produsen IRTP dapat saja melakukan klaim halal pada label produknya namun klaim tersebut tidak disertai bukti/sertifikasi halal yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sebagai akibatnya terdapat klaim halal yang tidak jujur.
Dalam
rangka melindungi konsumen muslim maka sertifikasi halal mutlak diperlukan.
4.4.3 Pelanggaran pelabelan Pengamatan terhadap praktek pelabelan juga menghasilkan penemuan pelanggaran terhadap peraturan pelabelan. Jenis-jenis pelanggaran yang ditemukan disajikan dalam Gambar 8.
78
180 160
156
120 100 80 60
3
2
1
Klaim kesehatan
Klaim fungsi zat gizi
Jenis pelanggaran
1
1 Klaim buah asli yang salah
3
Klaim khasiat sebagai obat
3
Menyebutkan instansi tertentu
9
Cetakan label kabur/luntur
Keterangan tanpa BTP tertentu
Keterangan minimal tidak lengkap
0
12
Keterangan halal yang salah
20 20
Keterangan gambar yang salah
40
Nomor pendaftaran yang salah
Jumlah (responden)
140
N = 159
Gambar 8 Jenis pelanggaran pelabelan yang ditemukan terhadap praktek pelabelan.
Gambar 8 memperlihatkan bahwa jenis pelanggaran keterangan minimal yang tidak lengkap, merupakan jenis pelanggaran paling sering dijumpai yaitu sebesar 156 label (96.9 %), sedangkan pelanggaran yang paling jarang dijumpai adalah klaim fungsi zat gizi, klaim khasiat pangan sebagai obat, dan klaim terbuat dari buah asli masing-masing sebanyak 1 label (0.6 %).
Jenis pelanggaran lainnya adalah
keterangan tanpa BTP tertentu, nomor pendaftaran yang salah, keterangan halal yang salah, keterangan gambar yang menyesatkan, cetakan label luntur, menyebutkan instansi tertentu, dan klaim kesehatan.
Meningkatnya perkembangan ilmu dan
teknologi pangan juga mempengaruhi perkembangan pelabelan produk IRTP. Semakin banyak dijumpai produk IRTP yang mendesain kemasan dengan bagus dan memberikan informasi tertentu mengenai produk pangannya.
Pelanggaran yang
dijumpai pada praktek pelabelan pangan IRTP di Propinsi DI Yogyakarta menunjukkan perkembangan pelabelan IRTP yang cukup pesat. Namun materi pelabelan dalam Penyuluhan Keamanan Pangan tidak memuat hal-hal yang dilanggar oleh responden, seperti klaim tanpa menggunakan BTP tertentu, klaim khasiat sebagai obat, klaim mengandung zat gizi tertentu, klaim alami/asli, dan klaim kesehatan. Sebenarnya hal-hal tersebut telah diatur dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Oleh karena itu sudah
79 saatnya materi pelabelan dalam Penyuluhan Keamanan Pangan direvisi, disesuaikan dengan perkembangan praktek pelabelan. 4.5 Praktek Sanitasi di IRTP 4.5.1 Sanitasi pekerja Pengamatan praktek sanitasi pekerja terhadap 161 responden IRTP menunjukkan bahwa 27 responden IRTP (16.8%) karyawannya mempraktekkan seluruh (9) kegiatan higiene pekerja dengan benar (Tabel 22).
Sisanya, 134
responden IRTP tidak mempraktekkan seluruh kegiatan sanitasi pekerja dengan benar. Penilaian terhadap 9 praktek higiene pekerja lebih lanjut disajikan pada Tabel 21. Sembilan kegiatan praktek sanitasi pekerja dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 21 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden IRTP (65.2%) telah mempraktekkan 7-9 kegiatan sanitasi pekerja dengan benar . Sebanyak 28 responden IRTP (17.4%) mempraktekkan 6 dari 9 kegiatan sanitasi pekerja dan sisanya 18 responden (11.1%) mempraktekkan 1-5 dari 9 kegiatan sanitasi pekerja. Hal ini dapat disimpulkan bahwa praktek sanitasi pekerja IRTP sudah cukup baik.
Tabel 21 Penilaian terhadap praktek sanitasi pekerja No
Nilai
1
100 (mempraktekkan seluruh (9) kegiatan higiene pekerja) 89 (mempraktekkan 88.9 % (8) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 78 (mempraktekkan 77.8 % (7) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 67 (mempraktekkan 66.7 % (6) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 56 (mempraktekkan 55.6 % (5) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 44 (mempraktekkan 44.4 % (4) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 33 (mempraktekkan 33.3 % (3) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 22 (mempraktekkan 22.2 % (2) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 11 (mempraktekkan 11.1 % (1) dari 9 kegiatan higiene pekerja) 0 (mempraktekkan 0 % (0) dari 9 kegiatan higiene pekerja) Tidak dapat dinilai
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
praktek
Jml responden 27
% 16.8
praktek
34
21.1
praktek
44
27.3
praktek
28
17.4
praktek
14
8.7
praktek
2
1.2
praktek
0
0
praktek
2
1.2
praktek
0
0
praktek
0
0
10
6.2
80 Hasil pengamatan terhadap praktek sanitasi pekerja disajikan dalam Tabel 22. Hasil pengamatan praktek sanitasi keseluruhan disajikan pada Lampiran 11.
Tabel 22 Praktek sanitasi pekerja responden IRTP No
1 2 3 4 5
6 7 8
9
Pertanyaan/pernyataan
Pengolah pangan yang menangani pangan dalam keadaan bersih dan sehat Pengolah pangan menggunakan baju kerja yang bersih dan berwarna terang Pengolah pangan menggunakan tutup kepala selama menangani/mengolah pangan Pengolah pangan tidak mengenakan celemek/baju kerja ke toilet Pengolah pangan tidak mengenakan perhiasan(gelang/cincin/kalung/anting/jam tangan) Jika ada luka, luka ditutup/diplester/perban Pengolah pangan tidak makan minum selama mengolah pangan Pengolah pangan tidak menggaruk-garuk badan dan bersin atau batuk ke arah pangan selama menangani pangan Pengolah pangan mencuci tangan dengan benar sebelum menangani pangan
Jawaban (IRTP,(%)) Ya Tdk Tdk diketahui 156 1 (0.6) 4 (2.4) (96.9) 109 50 2 (1.2) (67.7) (31.1) 65 93 3 (1.9) (40.4) (57.8) 99 58 4 (2.4) (61.5) (36.0) 115 44 2 (1.2) (71.4) (27.3) 151 (71.4) 141 (87.5) 149 (92.5)
7 (4.3)
3 (1.9)
17 (10.6) 7 (4.3)
3 (1.9)
139 (86.3)
17 (10.5)
5 (3.1)
5 (3.1)
Tabel 22 menunjukkan bahwa dari 9 kegiatan sanitasi/higiene pekerja, kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh karyawan IRTP adalah penggunaan penutup kepala selama mengolah pangan.
Hanya 65 (40.4%) responden IRTP yang melengkapi
karyawannya dengan penutup kepala selama bekerja menangani pangan. Sebanyak 93 responden IRTP (57.8%) tidak melengkapi karyawannya dengan penutup kepala. Penggunaan penutup kepala oleh karyawan yang sedang menangani pangan sudah diatur dalam CPMB maupun CPPB-IRT untuk menghindari kontaminasi dari rambut karyawan kepada pangan (Kepmenkes no. 23/Menkes/SK/I/1978). Rambut pekerja merupakan salah satu sumber mikroba patogen Staphylococcus aureus yang dapat mengkontaminasi pangan yang ditangani oleh pekerja lewat tangannya (Rahayu et al. 2003).
Selain itu, rambut juga merupakan salah satu bahaya fisik yang dapat
berpotensi mencemari pangan ketika karyawan yang tidak menggunakan penutup kepala menangani pangan.
81 Badan POM melaporkan bahwa sepanjang tahun 2008 telah terjadi 197 kasus keracunan pangan yang dilaporkan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Umumnya terkonfirmasi penyebab keracunan adalah kontaminasi Staphylococcus aureus. Ini menunjukkan praktek sanitasi yang masih rendah pada produk pangan yang terkontaminasi. Masih dijumpainya praktek sanitasi pekerja yang belum sesuai dengan persyaratan sanitasi menggambarkan adanya peluang terjadinya kontaminasi cemaran mikroba patogen dari pekerja kepada pangan. Mikroba patogen yang dijumpai berasal dari manusia adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp., Clostridium perfringens dan streptokoki dari kotoran (tinja). Stafilokoki umum terdapat dalam kulit, hidung, mulut dan tenggorokan, serta dapat dengan mudah dipindahkan ke dalam pangan (Rahayu et al. 2003). Rahayu et al. (2003) mengatakan bahwa setiap kali tangan pekerja mengadakan kontak dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung stafilokoki,
maka
tangan
tersebut
akan
terkontaminasi
dan
segera
akan
mengkontaminasi makanan yang disentuh. Perpindahan langsung mikroba koki ini dari alat pernafasan ke makanan terjadi ketika pekerja batuk tanpa menutupi hidung dan mulutnya. Pengamatan terhadap praktek sanitasi pekerja masih dijumpai praktek sanitasi yang salah seperti karyawan masih dijumpai menggaruk-garuk badan dan bersin ke arah pangan tanpa menutupi hidung dan mulut sebanyak 7 responden (4.3%). Praktek yang salah ini berpotensi menyebabkan pencemaran mikroba stafilokoki dari pekerja ke pangan. Walaupun produk IRTP digolongkan berisiko tidak tinggi, tetapi produkproduk tertentu seperti otak-otak bandeng yang masa simpannya sekitar 2 hari pada suhu kamar, memiliki aw sekitar 0.8, pH sekitar 4 dan kaya akan nutrisi akan menjadikan otak-otak bandeng sebagai tempat tumbuhnya mikroba patogen. Kontaminasi dari bandeng dan pekerja dapat menyebabkan otak-otak bandeng berpotensi tercemar Salmonella sp atau E.coli. Masalah praktek sanitasi pekerja yang benar di IRTP harus mendapat perhatian yang besar oleh pemerintah karena 90% lebih terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan (foodborne diseases) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi yaitu meliputi penyakit tipus, disentri bakteri, botulism, dan intoksikasi bakteri lainnya seperti hepatitis A (Rahayu et al. 2003). Oleh karena itu, pemerintah harus selalu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap IRTP. Dokumentasi pengamatan praktek sanitasi di IRTP dapat dilihat pada Lampiran 12.
82 4.5.2 Fasilitas Sanitasi Fasilitas sanitasi termuat dalam kuesioner blok V nomor 11-16, 21, 25, dan 28 (Lampiran 2). Hasil pengamatan terhadap praktek penyediaan fasilitas sanitasi oleh responden IRTP dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 menunjukkan bahwa 60 responden (37.3%) menyediakan fasilitas sanitasi dengan baik.
Sedangkan 48
responden (29.8%) tidak menyediakan lap pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering di tempat cuci tangan.
Tabel 23 Pengamatan terhadap praktek penyediaan fasilitas sanitasi No
Pertanyaan/pernyataan Isi Pernyataan
1
11
Tersedia tempat cuci tangan
2
13
3
14
4
15
5
16
6
21
7
25
8
28
Tersedia toilet dengan suplai air yang cukup Kran di tempat cuci tangan berfungsi dengan baik Lap pengering selalu dalam keadaan bersih dan kering Tersedia peralatan pembersih seperti sikat,lap pel,sapu,lap pengering di sarana produksi Tersedia bahan-bahan untuk pencucian dan sanitasi seperti sabun/air panas/desinfektan lanilla Tersedia tempat khusus pencucian peralatan Tersedia sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan lap
No
Jawaban (IRTP,(%)) Ya Tdk Tdk diketahui 140 (87) 14 7 (4.3) (8.7) 151 4 (2.4) 6 (3.7) (93.8) 125 32 4 (2.4) (77.6) (19.8) 104 48 9 (5.6) (64.5) (29.8) 133 23 5 (3.1) (82.6) (14.3) 146 (90.7)
8 (5)
7 (4.3)
133 (82.6) 112 (69.7)
21 (13) 42 (26)
7 (4.3) 7 (4.3)
Penyediaan fasilitas sanitasi, terutama lap pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering sangat membantu dalam melakukan mencuci tangan yang benar.
Dalam
lampiran
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman CPMB (Cara Produksi Makanan Yang Baik) telah disebutkan bahwa fasilitas cuci tangan yang lengkap diantaranya adalah lap/alat pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering. Dalam Pedoman CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga), juga telah diatur hal serupa. Penyediaan lap pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering sangat diperlukan
agar tujuan mencuci tangan dapat tercapai
83 dengan efektif.
Kondisi lap pengering tangan yang basah dan kotor tidak akan
membantu tercapainya tujuan mencuci tangan, bahkan memperbesar peluang terjadinya kontaminasi ke pangan lewat tangan pekerja (Rahayu et al. 2003).
4.5.3 Penjadwalan Prosedur pembersihan dan sanitasi dapat berjalan dengan tertib jika disediakan jadwal pembersihan dan sanitasi peralatan maupun higiene pekerja.
Masalah
penjadwalan ini dimuat dalam kuesiner blok V nomor 19 dan 20 yaitu tentang penyediaan jadwal pembersihan dinding, langit-langit, dan lantai serta penyedian jadwal pembersihan peralatan dan mesin produksi.
Pengamatan terhadap 161
responden IRTP menunjukkan bahwa hanya 16 responden (9.9%) yang menyediakan jadwal pembersihan bangunan dan peralatan/mesin di sarana produksi. Sisanya tidak menyediakan jadwal pembersihan dan sanitasi. Penjadwalan kegiatan pembersihan dan sanitasi sebenarnya tidak dipersyaratkan oleh pemerintah (Permenkes no 79/menkes/per/III/1978 tentang Pedoman CPMB maupun Pedoman CPPB-IRT, 2003). Namun dalam materi pembinaan yang lainnya yaitu Program Piagam Bintang Keamanan Pangan, IRTP diajarkan untuk membuat jadwal dan lembar kerja tentang pembersihan dan sanitasi agar pelaksanaan pembersihan dan sanitasi lebih mudah mengawasinya. Penjadwalan dan lembar kerja yang baik harus memuat apa yang dikerjakan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana hasilnya dan apa tindak lanjutnya (Rahayu et al., 2004)
4.5.4 Kondisi kebersihan ruang pengolahan/pabrik Kondisi kebersihan ruang pengolahan/pabrik dimuat dalam kuesioner blok V nomor 23, 24, 26, 27 yaitu tentang kebersihan dinding, lantai dan langit-langit, kebersihan peralatan dan mesin, kebersihan tempat pencucian peralatan, dan kebersihan
toilet
(Lampiran
2).
Pengamatan
kondisi
kebersihan
ruang
pengolahan/pabrik dari 161 responden IRTP menunjukkan bahwa 89 responden IRTP (55.3%) dalam keadaan bersih. Kondisi ini memperlihatkan bahwa separuh dari responden IRTP telah mempraktekkan kebersihan bangunan dan peralatan. Namun dari 4 aspek tentang kebersihan yang diamati, aspek kebersihan peralatan dan mesin produksi merupakan aspek yang paling sedikit (25 responden IRTP/ 15.5%) dilakukan oleh responden IRTP.
84 Peralatan dan mesin yang tidak terjaga kebersihannya, serta tempat penyimpanan peralatan dan mesin yang juga tidak terpelihara akan memungkinkan penumpukan kotoran pada peralatan dan mesin yang pada akhirnya akan menjadikannya sebagai sumber pencemaran (Rahayu et al., 2003). Untuk selanjutnya pemerintah selaku pembina IRTP harus menekankan lagi terhadap aspek kebersihan bangunan dan peralatan.
Pemerintah dapat mengembangkan program-program
pembinaan yang dapat merangsang IRTP untuk melaksanakan pembersihan dan sanitasi terhadap bangunan dan peralatan. Jika memungkinkan, program pembinaan sebaiknya dilakukan secara terpadu antara beberapa sektor yang terkait dengan pembinaan IRTP.
4.6 Pembahasan Umum dan Rekomendasi 4.6.1 Pembahasan Umum Kajian peraturan pelabelan yang telah dilakukan terhadap sumber peraturan pelabelan yang berlaku di Indonesia memperlihatkan adanya kesenjangan informasi mengenai keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label. Kesenjangan informasi tersebut adalah bahwa dalam UU Pangan, keterangan halal digolongkan sebagai keterangan yang wajib dicantumkan dalam label pangan, sedangkan keterangan kode produksi dan nomor pendaftaran tidak dipersyaratkan sebagai keterangan minimal. Hal ini berbeda dengan keterangan minimal yang disebutkan dalam PP Pelabelan Pangan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan dimana keterangan halal tidak digolongkan dalam keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. PP Pelabelan justru menyatakan bahwa kode produksi dan nomor pendaftaran produk pangan (bagi yang wajib memiliki) sebagai keterangan minimal yang harus dicantumkan pada label. Kesenjangan informasi mengenai keterangan minimal antara UU Pangan dengan PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan dapat dilihat sebagai bentuk perbedaan informasi antara beberapa sumber hukum yang berbeda cakupannya. UU Pangan memiliki cakupan yang lebih luas daripada PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. UU Pangan tidak mengatur hal teknis tentang pelabelan, sedangkan PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan merupakan produk hukum yang mengatur hal teknisnya. Apalagi dalam UU Pangan pasal 30 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang dianggap perlu untuk wajib dicantumkan pada label, atau
85 menetapkan keterangan lain yang dianggap perlu untuk dilarang diacntumkan pada label.
Pernyataan dalam Pasal 30 ayat 3 ini menunjukkan bahwa peraturan pelabelan
yang lebih teknis, seperti PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan, merupakan sumber peraturan pelabelan pangan yang lebih tepat untuk dijadikan referensi dalam melakukan pelabelan pangan, termasuk IRTP. Untuk itu perlu dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan terhadap pelabelan pangan, baik petugas pemerintah maupun produsen pangan, termasuk IRTP, agar tidak menjadikan UU Pangan sebagai dalih untuk melakukan pelabelan pangan, karena terdapat PP Pelabelan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan yang lebih tepat untuk diikuti.
Namun demikian, UU Pangan tetap merupakan sumber hukum
khususnya tentang pelabelan yang bersifat mengikat setiap warga negara/pelaku usaha pangan. UU Pangan, PP Pelabelan, maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan telah mengatur tata cara pencantuman keterangan halal.
Dalam UU Pangan
dinyatakan bahwa pernyataan keterangan halal harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
PP Pelabelan menjelaskan lebih jauh lagi, bahwa pernyataan
keterangan halal dalam label harus melalui sertifikasi oleh lembaga (Majelis Ulama Indonesia) yang telah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional). Sedangkan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan menjelaskan lebih lengkap lagi, dimana pencantuman keterangan halal pada label harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Badan POM. Aturan pencatuman keterangan halal ini berlaku bagi semua industri pangan, termasuk IRTP. Dalam penelitian ini telah didapatkan informasi tentang praktek pencantuman keterangan halal pada label IRTP. Terdapat 21.7% label IRTP yang mencantumkan keterangan halal, dimana 74.3% mencantumkan keterangan halal dengan benar, sedangkan 25.7% pencantuman keterangan halalnya salah. Hal ini menunjukkan bahwa pencantuman keterangan halal belum dilakukan dengan benar oleh seluruh IRTP. Pernyataan keterangan halal yang tidak memenuhi aturan dapat dianggap sebagai pelanggaran pelabelan yang dapat dikenakan sanksi pidana. Namun demikian, pemerintah masih mengedepankan pendekatan pembinaan daripada pendekatan hukum. Sosialisasi terhadap peraturan pencantuman keterangan halal harus terus dilakukan agar semua IRTP dapat mengetahui aturannya. Masalah yang sering dijumpai di lapang adalah jumlah IRTP yang besar dan banyaknya IRTP baru ataupun banyaknya IRTP yang gulung tikar. Dengan kondisi ini pemerintah dituntut untuk terus melakukan pengawasan terhadap
86 IRTP, khususnya IRTP yang menjual produknya tanpa Nomor Izan Edar (NIE). IRTP yang menjual produknya tanpa NIE tentu tidak memperoleh penyuluhan keamanan pangan oleh pemerintah, sehingga dikhawatirkan akan melakukan praktek pelabelan pangan yang salah.
Beberapa kendala yang dapat menyebabkan pelanggaran
pencantuman keterangan halal pada label IRTP adalah diantaranya kurangnya pengetahuan, kurangnya modal dan kurangnya pengawasan oleh pemerintah. Aspek pencantuman nilai gizi telah diatur dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan dinyatakan bahwa pencantuman nilai gizi bukan merupakan kewajiban bagi semua produk pangan.
Pencantuman nilai gizi baru menjadi
kewajiban bagi produk-produk yang menyatakan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lain yang ditambahkan.
Namun dalam perkembangannya, saat ini
banyak dijumpai produk pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi walaupun tidak menyatakan mengandung nilai gizi tertentu yang ditambahkan. Hal ini terjadi juga pada produk IRTP, semakin banyak dijumpai produk IRTP yang mencantumkan informasi nilai gizi pada labelnya. Dalam penelitian ini dijumpai sebanyak 2.5% responden IRTP yang melakukan pencantuman informasi nilai gizi pada labelnya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelabelan oleh IRTP telah berkembang sedemikian pesat, sehingga materi penyuluhan tentang pelabelan harus dilengkapi dengan hal-hal yang berkembang di lapang, seperti pencantuman informasi nilai gizi. Selain itu, pemerintah harus membekali petugas kabupaten kota yang berkompeten dalam melakukan penilaian terhadap label IRTP, dengan pengetahuan pelabelan yang memadai sesuai perkembangan pelabelan di IRTP. Untuk itu pemerintah dalam hal ini Badan POM perlu menyediakan materi pelabelan untuk IRTP yang memadai sesuai dengan perkembangan pelabelan IRTP saat ini. Semua peraturan pelabelan baik UU Pangan, PP Pelabelan, maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan telah melarang klaim bahwa pangan dapat berfungsi menyembuhkan sebagaimana fungsi obat.
Namun dalam penelitian ini dijumpai
adanya klaim tersebut. Terdapat 1 label (0.6%) IRTP menyatakan bahwa pangan dapat berfungsi menyembuhkan seperti obat. Produk pangan tersebut adalah gula semut temulawak, dimana dalam labelnya dinyatakan bahwa produk tersebut mampu mengurangi asam urat dan kolesterol dalam darah.
Dalam penelitian ini telah
diperoleh data dan informasi yang menyatakan bahwa pengetahuan responden terhadap pelabelan pangan sangat rendah. Rendahnya pengetahuan responden ini
87 diduga kuat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran pelabelan, seperti klaim khasiat sebagai obat. Semua peraturan pelabelan juga telah melarang pencantuman gambar dan keterangan lain yang menyesatkan.
Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan
memberikan contoh yang jelas dan disertai gambar tentang gambar yang menyesatkan, misalnya dalam label dicantumkan gambar buah tertentu, namun dalam komposisinya tidak disebutkan produk yang bersangkutan mengandung buah tersebut. Hal ini terjadi dalam label IRTP. Dalam penelitian ini dijumpai 3 label (1.9%) yang mencantumkan gambar buah pada labelnya, namun sesungguhnya produk tersebut tidak mengandung buah yang dimaksud. Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan produsen IRTP tentang pelabelan yang rendah. Pengetahuan yang rendah dipengaruhi oleh materi penyuluhan yang didapatkan juga tidak menjelaskan dengan baik tentang hal tersebut.
Oleh karena itu perlu disusun materi penyuluhan khususnya tentang
pelabelan pangan yang memadai terhadap perkembangan pelabelan di IRTP. Sesungguhnya Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan sudah memuat hal-hal yang lazim dijumpai dalam pelabelan pangan, namun tidak semua informasi dalam Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan maupun PP Pelabelan sesuai dengan IRTP. Oleh karena itu, perlu disusun materi pelabelan khusus untuk IRTP. Kajian materi penyuluhan keamanan pangan sebagai pembinaan bagi IRTP, menunjukkan bahwa muatan materi pelabelan masih sangat kurang. Materi pelabelan utamanya hanya menjelaskan keterangan minimum yang wajib dicantumkan pada label. Sedangkan aspek pelabelan lainnya yang sudah diatur dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Produk Pangan tidak disinggung. Keterangan minimum yang disebutkan dalam materi pelabelan sendiri, mengikuti UU Pangan, tidak mengikuti PP Pelabelan yang lebih operasional. Dalam penelitian ini diperoleh data dan informasi yang menunjukkan bahwa 97.8 % label responden yang wajib melakukan pelabelan tidak sesuai dengan persyaratan pencantuman keterangan minimal pada label. Selain itu, ditemukan 11 jenis pelanggaran pelabelan pada label IRTP.
Sementara itu, penelitian ini juga menemukan fakta bahwa pengetahuan
responden tentang pelabelan pangan sangat rendah.
Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa rendahnya praktek pelabelan pangan di IRTP diduga kuat disebabkan oleh rendahnya pengetahuan responden terhadap pelabelan. Sedangkan rendahnya pengetahuan responden disebabkan oleh kurang memadainya materi penyuluhan tentang pelabelan. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap materi
88 penyuluhan yang telah ada, disesuaikan dengan perkembangan pelabelan di lapang. Materi pelatihan sebaiknya disusun secara lengkap, menarik, mudah dipahami sekalipun oleh pemilik IRTP yang berpendidikan rendah (SD atau SLTP). Contohcontoh disertai gambar yang menarik akan lebih mudah dimengerti oleh pembaca. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, perlu dikembangkan petunjuk teknis pelabelan pangan khusus untuk IRTP, mengingat tidak semua informasi dalam PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan sesuai untuk IRTP. Materi pembinaan/penuluhan di bidang sanitasi sudah cukup memuat hal-hal pokok yang diatur oleh badan internasional (Codex Alimentarius Commission). Namun, sesuai dengan hasil penelitian ini dimana didapatkan data yang menunjukkan bahwa pengetahuan responden akan prosedur mencuci tangan sangat rendah, dan ternyata dalam modul higiene dan sanitasi pengolahan pangan yang merupakan materi penyuluhan IRTP, tidak disinggung tentang prosedur mencuci tangan maka modul pelatihan perlu direvisi. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap pelabelan sangat rendah.
Pengetahuan
responden tentang sanitasi relatif lebih bagus dari pada pengetahuan tentang pelabelan. 78.6 % responden memiliki pengetahuan sanitasi yang benar. Namun pengetahuan responden akan aspek sumber air dan prosedur mencuci tangan masih sangat rendah.
Pengetahuan yang rendah diakibatkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan dan mutu materi penyuluhan. pembinaan
yang
terus
menerus
dan
Oleh karena itu perlu diupayakan efektif
kepada
IRTP.
Materi
pelatihan/penyuluhan sebaiknya memuat gambar-gambar dan contoh-contoh yang mudah dimengerti oleh pemilik IRTP. Kajian praktek pelabelan dan sanitasi juga menunjukkan tingkat kepatuhan responden terhadap peraturan pelabelan dan sanitasi yang sangat rendah.
Perlu
diupayakan terus pembinaan terhadap IRTP agar pelabelan IRTP memenuhi peraturan pelabelan PP Pelabelan Pangan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Program pembinaan seperti pemberian Piagam Penghargaan kepada IRTP yang telah menjalankan praktek pelabelan dan higiene pangan perlu diciptakan untuk merangsang IRTP dalam menerapkan praktek keamanan pangan, khususnya bidang pelabelan dan sanitasi.
89 4.6.2 Rekomendasi Dari kajian ini dapat disusun rekomendasi sebagai berikut : a. Rekomendasi utama adalah perlu dilakukannya pembinaan dan pengawasan terhadap IRTP melalui dua cara yaitu penyuluhan dan pendampingan. Penyulhan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan IRTP tentang keamanan pangan khususnya pelabelan dan sanitasi. Sedangkan pendampingan dimaksudkan untuk memfasilitasi IRTP agar dapat melakukan praktek pelabelan dan sanitasi secara benar. Pendampingan memastikan bahwa praktek pelabelan dan sanitasi telah dilakukan dengan benar. b. Belum diaturnya mekanisme pengawasan bagi produk IRTP yang telah terdaftar menyebabkan produk yang telah terdaftar kurang mendapatkan pembinaan lagi. Seharusnya diberlakukan masa berlaku nomor pendaftaran dan dilakukan audit surveilan dalam rangka perpanjangan masa berlaku nomor pendaftaran. Mekanisme ini mendorong pemerintah daerah melakukan pembinaan/audit kepada IRTP secara berkala lewat audit surveilan. c. Perlu cara lain untuk melakukan pembinaan IRTP. Selama ini IRTP diaudit oleh petugas pemerintah, keterlibatan IRTP dalam menerapkan CPPB-IRT kurang maksimal. Sistem selama ini perlu dibalik, pemerintah menyediakan pedoman dan checklist audit internal untuk produsen IRTP. Selanjutnya pemilik IRTP melakukan audit internalnya dan melaporkan kepada pemerintah tentang kemajuan penerapan CPPB-IRT di sarananya.
Dengan demikian keterlibatan
IRTP lebih maksimal. d. Perlu dilakukan revisi materi Penyuluhan Keamanan Pangan tentang pelabelan. Materi pelabelan yang ada terlalu sedikit cakupan materinya
dan memuat
penjelasan keterangan minimum yang wajib dicantumkan pada label, yang tidak relevan lagi dengan PP Pelabelan maupun Pedoman Umum Pelabelan Pangan. Selain itu, untuk mengakomodir perkembangan pelabelan khususnya IRTP, dibuktikan dengan ditemukannya beberapa pelanggaran pelabelan, maka perlu disusun kembali materi penyuluhan/pembinaan IRTP di bidang pelabelan. Mengingat tingkat pendidikan pelaku usaha IRTP yang umumnya masih rendah, maka materi penyuluhan diarahkan agar lebih banyak memuat gambar-gambar yang menarik dan disertai contoh-contoh yang jelas. Jika perlu, dapat disusun pedoman khusus pelabelan bagi IRTP karena tidak semua informasi pada PP Pelabelan dan Pedoman Umum Produk Pangan sesuai untuk IRTP. Terdapat hal-
90 hal yang tidak mungkin dilakukan oleh IRTP. Untuk itu, pedoman pelabelan khusus untuk IRTP diharapkan memuat tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh IRTP dan hal-hal yang masih boleh dilakukan oleh IRTP. e. Mengingat pentingnya praktek mencuci tangan yang benar, maka perlu dibuat poster tentang prosedur mencuci tangan yang benar yang memuat tentang cara mencuci tangan yang benar dan kapan saja diperlukan mencuci tangan. Poster ini dapat didisain oleh pemerintah dan atau WHO atau bekerjasama dengan perusahaan swasta lainnya. Poster harus diberikan kepada semua IRTP dan harus dipasang di sarana pengolahan IRTP untuk dimengerti dan diikuti oleh semua karyawan IRTP.
Hal ini perlu dilakukan mengingat hasil penelitian ini
diantaranya menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang prosedur mencuci tangan sangat kurang (nihil). Pengetahuan responden tentang kapan mencuci tangan harus dilakukan juga masih rendah (25.5 %).
Pengaruh
pemasangan poster mencuci tangan di IRTP perlu dievaluasi untuk melihat pengaruhnya. Selain pemasangan poster, pemerintah yang berkompeten dalam hal ini Badan POM RI, juga perlu merevisi modul higiene dan sanitasi pengolahan pangan tahun 2003 yang tidak menyebutkan tentang prosedur mencuci tangan yang benar. f. Selain poster mencuci tangan, pemerintah juga perlu membuat poster tentang penggunaan air yang benar.
Dalam poster ini harus ditekankan tentang
persyaratan air minum bagi air yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan pangan dan air yang akan digunakan untuk mencuci bahan pangan dan permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan.
Hal ini perlu
dilakukan mengingat hasil penelitian ini diantaranya menunjukkan bahwa pengetahuan responden akan penggunaan air menunjukkan bahwa 76.3 % responden masih mempunyai persepsi bahwa air sumur boleh digunakan sebagai bahan baku pembuatan pangan.
Perlu ditegaskan bahwa air sumur dapat
digunakan untuk bahan baku dan mencuci peralatan yang kontak langsung dengan pangan jika memiliki mutu sama dengan mutu air minum. g. Hasil pengamatan praktek sanitasi pekerja menunjukkan bahwa sebagian besar (57.8 %) pengolah pangan tidak mengenakan penutup kepala. Pengunaan penutup kepala pada prinsipnya telah dijelaskan dalam materi penyuluhan keamanan pangan bagi IRTP.
Mungkin kebiasaan pengolah pangan yang merasa tidak
nyaman dengan penggunaan penutup kepalamendorong pengolah pangan enggan
91 menggunakan penutup kepala. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan yang terus menerus dan lebih intensif.
Karyawan IRTP sangat
berpengaruh dalam menghasilkan pangan IRTP yang aman dan bermutu. Pembinaan tidak bisa diarahkan kepada pemilik IRTP saja, namun juga harus diarahkan kepada karyawan IRTP.
Selanjutnya karyawan IRTP yang sudah
terlatih/terbina harus dijaga agar tidak mudah keluar kerja/pindah kerja. Namun salah satu kendala yang dihadapi IRTP adalah keluar masuknya pekerja IRTP. Keluar masuknya pekerja IRTP dipicu oleh ketidak pastian perolehan pendapatan dari bekerja di IRTP. Untuk mempertahankan keberadaan pekerja IRTP yang terlatih perlu dilakukan pembinaan yang terpadu.
Pembinaan yang terpadu
bertujuan untuk menciptakan iklim usaha pangan IRTP yang kondusif, sehingga usaha IRTP dapat berlangsung lama, tidak berusia pendek. Pada akhirnya iklim usaha IRTP yang kondusif menciptakan umur usaha IRTP yang lama, sehingga turut mencegah keluar masuknya pekerja IRTP.
Program terpadu meliputi
program pendanaan, program pembinaan teknologi pengolahan dan permesinan, program pembinaan keamanan pangan, program promosi/pemasaran, program pengembangan bisnis, program penelitian dan pengembangan produk, serta program pembinaan disain kemasan dan label. Program disusun bersama oleh pemerintah yang terkait. h. Masalah rendahnya praktek pelabelan serta dijumpainya pelanggaran-pelanggaran pelabelan IRTP dapat diatasi juga dengan program peningkatan kompetensi petugas penilai label pangan IRTP. Petugas penilai label di kabupaten/kota perlu dibekali dengan peraturan pelabelan pangan, khususnya yang terkait dengan IRTP. i. Perlu dikembangkan program pembinaan IRTP yang bersifat persuasif kepada IRTP agar mempunyai kemauan dan komitmen dalam menerapkan prinsip-prinsip keamanan pangan, khususnya pelabelan pangan dan sanitasi pangan. Program yang demikian harus mempunyai nilai lebih (added value) bagi IRTP sehingga ada alasan kuat bagi IRTP untuk mengikutinya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Terdapat kesenjangan informasi, tentang keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label, antara UU Pangan dengan PP Pelabelan atau Pedoman Umum
Pelabelan
Produk
Pangan.
Kesenjangannya
adalah
UU
Pangan
menggolongkan keterangan halal sebagai keterangan minimal, namun tidak menggolongkan keterangan nomor pendaftaran produk dan keterangan tanggal/kode produksi sebagai keterangan minimal. Sedangkan PP Pelabelan tidak menggolongkan keterangan halal sebagai keterangan minimal, dan menggolongkan keterangan tanggal/kode produksi sebagai keterangan minimal.
Sedangkan PP Pelabelan
menggolongkan nomor pendaftaran sebagai keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label hanya bagi produk pangan yang wajib memiliki nomor pendaftaran.
Golongan produk pangan yang tidak wajib mempunyai nomor
pendaftaran diatur dalam PP No. 28 tahun 2004.
Sedangkan Pedoman Umum
Pelabelan Produk Pangan menggolongkan nomor pendaftaran dan tanggal produksi sebagai keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada label. Muatan materi pelabelan dalam materi pembinaan IRTP/Penyuluhan Keamanan Pangan masih sangat kurang (4.1%) dibandingkan dengan materi PP Pelabelan dan Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Bahkan penjelasan keterangan minimal dalam materi pelabelan dalam materi Penyuluhan Keamanan Pangan tidak relevan terhadap PP Pelabelan.
Keterangan minimal yang dijelaskan dalam materi
penyuluhan, merujuk pada UU Pangan yang jelas berbeda dengan PP Pelabelan. Muatan materi sanitasi dalam materi pembinaan IRTP/Penyuluhan Keamanan Pangan sudah memenuhi persyaratan sanitasi jika dibandingkan dengan Code of Practice General Principles of Food Higiene, CAC/RCP1-1969, Rev. 4 (2003) Pengetahuan pelabelan yang dimiliki responden masih sangat kurang. Pengetahuan responden terhadap aspek pelabelan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan materi penyuluhan yang diperolehnya, khususnya masalah pelabelan. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM ditentukan oleh tingkat pendidikan dan materi penyuluhan. Kualitas SDM yang baik akan mempengaruhi pengetahuan SDM. Hasil pengamatan terhadap praktek pelabelan menunjukkan bahwa praktek pelabelan IRTP yang wajib melakukan pelabelan sebagian besar (97.8%) masih salah, khususnya
93 dalam mencantumkan keterangan minimal.
Hanya 2 responden (2.2%) yang
melakukan pelabelan dengan benar. Faktor yang menyebabkan rendahnya praktek pelabelan adalah karena rendahnya pengetahuan responden terhadap pelabelan. Rendahnya pengetahuan responden tentang pelabelan dipengaruhi oleh kurang akuratnya materi penyuluhan. Terdapat kesenjangan informasi antara materi penyuluhan tentang pelabelan dengan PP Pelabelan. Hasil pengamatan terhadap rendahnya praktek pelabelan ini sesuai dengan data sekunder yang dilaporkan oleh Balai Besar POM tahun 2004-2007. Perlu disusun pedoman pelabelan khusus IRTP untuk menyatukan beberapa aturan yang tersebar di UU Pangan, PP Pelabelan, UU Perlindungan Konsumen, PP No. 28 tahun 2004, Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan dan peraturan terkait lainnya. Pengetahuan responden terhadap aspek sanitasi secara umum cukup baik, sedangkan pengetahuan responden terhadap aspek penggunaan air dalam pengolahan pangan masih perlu diperhatikan. Begitu juga dengan aspek prosedur mencuci tangan yang benar. Pengetahuan responden terhadap sanitasi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. SDM dengan tingkat pendidikan yang baik akan memiliki pengetahuan yang baik pula. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan yang mudah diterima oleh pemilik IRTP yang masih berpendidikan SD/SLTP. Pengamatan terhadap praktek sanitasi pekerja menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan IRTP telah mempraktekkan sanitasi pekerja dengan benar. Masalah terbesar yang dijumpai adalah tidak tersedianya lap pengering tangan yang bersih dan kering di tempat cuci tangan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi praktek sanitasi di IRTP sebagian besar sudah baik dan telah memenuhi persyaratan pemerintah.
5.2 Saran Penelitian ini perlu ditindak lanjuti dengan pelaksanaan rekomendasi yang diberikan. Setelah rekomendasi dilaksanakan perlu dilakukan kajian terhadap pengaruh dilaksanakannya rekomendasi tersebut. Pemantauan efek rekomendasi ini penting agar dapat melihat efektifitas rekomendasi yang diberikan. Selain itu, penelitian ini perlu dilengkapi dengan penelitian serupa yang mengkaji terhadap aspek kompetensi petugas penyuluh keamanan pangan dan pengawas pangan kabupaten/kota. Kompetensi petugas penyuluh maupun pengawas pangan diduga turut menyebabkan rendahnya mutu praktek pelabelan IRTP.
94 Kompetensi petugas yang perlu dikaji meliputi pengetahuan petugas terhadap pelabelan dan sanitasi. Dengan dilengkapinya pengkajian terhadap kompetensi petugas penyuluh atau pengawas pangan kabupaten/kota, maka informasi tentang penyebab rendahnya mutu praktek pelabelan dan sanitasi akan semakin lengkap. Kusioner hendaknya diisain dengan lebih baik agar pertanyaan yang diajukan benar-benar mengukur pengetahuan pemilik IRTP.
ooOoo
Tabel 11 Perbandingan muatan materi pelabelan pangan antara materi penyuluhan IRTP termasuk hand outnya dengan sumber peraturan pelabelan No Muatan materi pelabelan Sumber Peraturan/Materi Penyuluhan UU PP Pedoman Materi Hand Pangan Pelabelan Umum penyulu out Pelabelan han 1 Definisi pelabelan √ √ √ √ 2 Pernyataan wajibnya pelabelan bagi pangan yang terkemas √ √ √ √ 3 Keterangan yang sekurang-kurangnya harus ada pada label √ √ √ √ √ 4 Persyaratan pelabelan √ √ √ √ 5 Pemerintah mengatur, mengawasi, dan melakukan tindakan √ yang diperlukan agar iklan pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan 6 Keterangan halal harus dapat dipertanggungjawabkan √ √ √ √ √ 7 Label pangan olahan tertentu (keterangan peruntukan, cara √ √ √ penggunaan, dan keterangan lain) 8 Pelarangan mengganti, melabel kembali, menukar tanggal, √ √ bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan 9 Pelarangan memperdagangkan pangan yang sudah melampaui √ tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa sebagaimana tercantum pada label 10 Pengaturan klaim manfaat pangan bagi kesehatan dalam label √ √ 11 Pelarangan pernyataan/klaim pangan berfungsi sebagai obat √ √ 12 Pelarangan pencantuman nama, logo, atau identitas lembaga √ √ yang melakukan analisis tentang produk tersebut pada label 13 Pelarangan mencantumkan label yang tidak memenuhi √ √ √ √ √ ketentuan yang berlaku 14 Pengaturan pembagian bagian label (bag. Utama dan bag. √ √ Informasi) 15 Pengaturan nama produk √ √
45
No
Muatan materi pelabelan UU Pangan
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Keterangan tentang berat/isi bersih pangan Keterangan tentang nama dan alamat Keterangan tentang tanggal kedaluwarsa Keterangan tentang nomor pendaftaran Keterangan tentang kode dan tanggal produksi Keterangan tentang kandungan gizi Klaim pada label Hal-hal yang dilarang dicantumkan pada label Keterangan tentang irradiasi pangan dan rekayasa genetika Keterangan tentang pangan sintetis yang dibuat dari bahan baku alamiah Keterangan lain tentang pangan olahan tertentu pada label Keterangan tentang bahan tambahan pangan
√
Sumber Peraturan/Materi Penyuluhan PP Pedoman Materi Pelabelan Umum penyulu Pelabelan han √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Hand out
√ √
Keterangan : √ = berarti memuat materi pelabelan yang dimaksud
45
Lampiran 1. Checklist/formulir Audit CPPB-IRT GRUP A : LINGKUNGAN PRODUKSI 1. Semak : Bebas dari semak belukar/rumput liar di dalam maupun di luar halaman. B Bebas dari semak-belukar/rumput liar di dalam halaman. C K Terlihat semak belukar/rumput liar di dalam maupun di luar halaman 2. Tempat sampah : Jumlahnya cukup dan selalu tertutup. B Jumlahnya cukup tetapi sebagian terbuka. C K Jumlah kurang dan selalu terbuka. 3. Sampah : Bebas dari sampah di dalam maupun di luar sarana produksi. B Bebas dari sampah di dalam / diluar sarana produksi. C K Terlihat sampah di dalam maupun di luar sarana produksi. 4. Selokan : Ada selokan dan berfungsi dengan baik. B Ada selokan dan tidak berfungsi dengan baik. C K Tidak ada selokan.
GRUP B : BANGUNAN DAN FASILITAS B.1. Ruang Produksi 1. Konstruksi Lantai: Kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, dibuat miring sehingga mudah B C K
dibersihkan. Tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. Tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan.
2. Kebersihaan Lantai : B Lantai selalu dalam keadaan bersih. C Lantai dalam keadaan kurang bersih. K Lantai dalam keadaan kotor. 3. Konstruksi Dinding : Kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, B C K
tidak mudah mengelupas, dan kuat sehingga mudah dibersihkan. Tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. Tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan. (setengah bilik)
4. Kebersihan Dinding Dinding selalu dalam keadaan bersih. B Dinding dalam keadaan kurang bersih C K Dinding dalam keadaan kotor
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Lampiran 1. Checklist/formulir Audit CPPB-IRT 5. Konstruksi Langit-langit: Terbuat dari bahan tahan lama, tidak bocor, tidak berlubang-lubang, dan B C K
tidak mudah mengelupas sehingga mudah dibersihkan. Tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. (Atap seng) Tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan..
6. Kebersihan Langit-langit: Langit-langit selalu dalam keadaan bersih. B Langit-langit dalam keadaan kurang bersih. C K Langit-langit dalam keadaan kotor. 7.
Konstruksi Pintu, Jendela, dan Lubang Angin : Dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, berwarna terang, dapat dibuka B tutup dengan baik, dilengkapi kasa yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan. C K
Tidak seluruhnya seperti (B) tetapi mudah dibersihkan. Tidak sesuai persyaratan dan sulit dibersihkan..
8. Kebersihan Pintu, Jendela, dan Lubang Angin : Pintu, jendela, dan lubang angin selalu dalam keadaan bersih. B Pintu, jendela, dan lubang angin dalam keadaan kurang bersih. C K Pintu, jendela, dan lubang angin dalam keadaan kotor. B.2. Kelengkapan Ruang Produksi 1. Penerangan: Ruang produksi cukup terang. B K Ruang produksi kurang terang Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K” 2. Perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K): Ada perlengkapan P3K yang memadai. B Ada perlengkapan P3K tetapi tidak memadai. C K Tidak ada perlengkapan P3K. B.3. Tempat Penyimpanan 1. Tempat Penyimpanan Bahan dan Produk : Tempat penyimpanan bahan pangan dengan B C K 2.
selalu dalam keadaan bersih. Tersedia tempat penyimpanan seperti (B) kurang bersih. Tempat penyimpanan tidak terpisah
produk akhir terpisah dan tetapi
tidak
teratur dan
Tempat Penyimpanan Bahan Bukan Pangan Tempat penyimpanan bahan bukan pangan terpisah dengan bahan pangan B dan produk akhir serta selalu dalam keadaan bersih. Tidak ada tempat penyimpanan terpisah untuk bahan bukan pangan.
K Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Lampiran 1. Checklist/formulir Audit CPPB-IRT GRUP C : PERALATAN PRODUKSI 1. Konstruksi : Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang B K
sehingga mudah dibersihkan. Peralatan kotor, bocor, serta permukan yang kontak langsung dengan pangan bercelah, mengelupas, dan menyerap air.
Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 2. Tata Letak : Diletakkan sesuai urutan proses produksi. B Diletakkan kurang sesuai urutan proses produksi C K Diletakkan tidak sesuai urutan proses produksi 3. Kebersihan : Semua peralatan produksi berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan B C K
bersih Sebagian peralatan produksi dalam keadaan kurang bersih Peralatan produksi dalam keadaan kotor.
GRUP D : SUPLAI AIR 1. Sumber Air : Air berasal dari sumber yang bersih dan dalam jumlah yang cukup B (sumur). K Air berasal dari sumber yang kotor. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 2. Penggunaan air Air untuk pengolahan pangan dan untuk keperluan lain memenuhi persyaB K
ratan air bersih. Air untuk pengolahan pangan dan untuk keperluan lain tidak memenuhi persyaratan air bersih.
Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 3. Air yang Kontak Langsung Dengan Pangan : Memenuhi persyaratan air minum. B K Tidak memenuhi persyaratan air minum. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". GRUP E : FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI E.1. Alat Cuci/Pembersih 1. Ketersediaan Alat Tersedia alat cuci/pembersih dan selalu dalam keadaan bersih B K Tersedia alat cuci/pembersih dalam keadaan kotor. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Lampiran 1. Checklist/formulir Audit CPPB-IRT E.2. Fasilitas Higiene Karyawan 1. Tempat Cuci Tangan : Ada tempat cuci tangan lengkap dengan sabun dan lap bersih. B Ada tempat cuci tangan tetapi tidak dilengkapi sabun dan lap bersih. C K Tempat cuci tangan kotor dan atau tidak ada tempat cuci tangan. 2. Jamban/Toilet : Jumlahnya cukup, pintu selalu tertutup dan dalam keadaan bersih. B Jumlahnya cukup, pintu terbuka langsung ke ruang produksi C K Jumlahnya kurang dan kotor E.3. Kegiatan Higiene dan Sanitasi 1. Penanggung jawab Ada penanggung jawab kegiatan dan pengawasan dilakukan secara rutin. B Ada penanggung jawab kegiatan tetapi pengawasan tidak dilakukan secara C K
rutin. Tidak ditunjuk penanggung jawab kegiatan
2. Penggunaan deterjen dan disinfektan Sesuai dengan petunjuk yang dianjurkan. B K Tidak sesuai dengan petunjuk yang dianjurkan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “ K”. GRUP F : PENGENDALIAN HAMA 1. Hewan Peliharaan : Hewan peliharaan tidak berkeliaran di sarana produksi. B K Hewan peliharaan berkeliaran di sarana produksi. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 2. Pencegahan Masuknya Hama : Ada upaya mencegah masuknya hama dan tidak terlihat indikasi adanya B C K
hama Ada upaya mencegah masuknya hama tetapi masih terlihat indikasi adanya hama. Tidak ada upaya mencegah masuknya hama.
3. Pemberantasan Hama : Upaya memberantas hama tidak mencemari pangan. B K Tidak ada upaya memberantas hama. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. GRUP G : KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN G.1. Kesehatan Karyawan a. Pemeriksaan Kesehatan : Pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala. B K Pemeriksaan kesehatan karyawan tidak dilakukan secara berkala. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Lampiran 1. Checklist/formulir Audit CPPB-IRT b. Kesehatan karyawan : Karyawan yang bekerja di pengolahan pangan dalam keadaan sehat. B K Ada karyawan yang bekerja di pengolahan pangan dalam keadaan sakit atau menunjukkan gejala sakit.
Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. G.2. Kebersihan Karyawan 1. Kebersihan Badan : Semua karyawan selalu menjaga kebersihan badan. B K Ada karyawan yang kurang menjaga kebersihan badan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 2.
Kebersihan Pakaian/Perlengkapan Kerja : Pakaian/perlengkapan kerja selalu dalam keadaan bersih.. B K Pakaian/perlengkapan kerja kurang bersih atau kotor. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
3.
Kebersihan Tangan : Semua karyawan mencuci tangan dengan benar dan tepat. B K Hanya sebagian karyawan mencuci tangan dengan benar dan tepat. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
4.
Perawatan Luka : Luka dibalut dengan perban atau plester berwarna terang B K Luka dibiarkan terbuka. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
G.3. Kebiasaan Karyawan 1. Perilaku Karyawan: Semua karyawan tidak ada yang mengunyah, makan, minum, dan B K
sebagainya sambil mengolah pangan. Sebagian karyawan mengunyah, makan, minum, dan sebagainya sambil mengolah pangan.
Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 2. Perhiasan dan asesoris lainnya : Semua karyawan yang bekerja di pengolahan pangan tidak memakai B K
perhiasan dan asesoris lainnya. Ada karyawan yang bekerja di pengolahan pangan memakai perhiasan dan atau asesoris lainnya.
Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
GRUP H : PENGENDALIAN PROSES 1. Penetapan spesifikasi bahan baku B Menggunakan bahan pangan yang baik dan menggunakan BTP yang diizinkan sesuai persyaratan. Menggunakan BTP tidak sesuai persyaratan.
K Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Lampiran 1. Checklist/formulir Audit CPPB-IRT
2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan B Menggunakan komposisi bahan dan komposisi formula baku. K Komposisi bahan dan komposisi formula tidak konsisten. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
3.
Penetapan cara produksi yang baku Proses produksi sesuai bagan alir produksi yang baku. B K Tidak ditetapkan bagan alir produksi. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 4. Penetapan spesifikasi kemasan Bahan kemasan sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. B K Bahan kemasan tidak sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
5. Penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi Tanggal kadaluarsa dan kode produksi dicantumkan pada label. B Tanggal kadaluarsa atau kode produksi dicantumkan pada label C K Tidak ditetapkan tanggal kadaluarsa dan kode produksi. GRUP I : LABEL PANGAN 1. Persyaratan Label : Sesuai PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan B K Tidak sesuai PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". GRUP J : PENYIMPANAN 1. Penyimpanan Bahan dan Produk : Bahan pangan disimpan terpisah dengan produk akhir. B K Tidak ada pemisahan dalam penyimpanan Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". 2. Tata Cara Penyimpanan : Bahan pangan/produk yang lebih dahulu masuk/diproduksi B
digunakan/
diedarkan terlebih dahulu. Penggunaan/pengedaran bahan pangan/produk tidak seperti (B).
K Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K".
3. Penyimpanan Bahan Berbahaya Bahan berbahaya disimpan di ruang khusus dan diawasi penggunaannya B K Bahan berbahaya disimpan sembarangan. Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Lampiran 1. Checklist/formulir Audit CPPB-IRT 4. Penyimpanan Label dan Kemasan Kemasan dan label disimpan secara rapih dan teratur. V B K Kemasan dan label disimpan sembarangan Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”. 5. Penyimpanan Peralatan Peralatan disimpan dengan baik di tempat bersih. B K Peralatan disimpan sembarangan Penilaian unsur hanya ada “B” dan “K”.
GRUP K : MANAJEMEN PENGAWASAN 1. Penanggungjawab : B Ada penanggungjawab yang memahami proses produksi. C Penanggung jawab kurang memahami proses produksi. K Tidak ada penanggungjawab 2. Pengawasan : Pengawasan dilakukan secara rutin dan konsisten. B Pengawasan dilakukan tidak secara rutin. C K Tidak dilakukan pengawasan.
GRUP L : PENCATATAN DAN DOKUMENTASI 1. Pencatatan dan Dokumentasi : Penerimaan bahan pangan dan produk akhir dicatat dan didokumentasi B Ada catatan atau dokumen seperti (B) tetapi tidak lengkap C K Tidak ada catatan atau dokumen. 2. Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi : Catatan atau dokumen disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk B pangan yang dihasilkan.
K Catatan atau dokumen disimpan kurang dari (B) dan sulit dicari. Penilaian unsur hanya ada "B" dan "K". GRUP M : PELATIHAN KARYAWAN 1. Pengetahuan Karyawan : Pemilik/penanggung jawab telah mengikuti penyuluhan CPPB-IRT dan B mengajarkannya kepada karyawan.
C
Pemilik/penanggung jawab belum mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain meskipun telah mengikuti penyuluhan CPPB-IRT.
K
Tidak ada karyawan yang mengikuti penyuluhan CPPB-IRT.
Catatan : B = 3, C = 2, K = 1
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
KUESIONER Pengetahuan Pelabelan Produk Pangan dan Praktek Sanitasi di Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Propinsi DI Yogyakarta
Responden
: ......................................................................................................
Nama lengkap
: ......................................................................................................
Jabatan
: a. Pemilik
Nama surveyor
: ......................................................................................................
b. Karyawan
Tanggal wawancara : ......................................................................................................
Tanda Tangan Surveyor
………………………… Tanda Tangan Responden
…………………………..
1
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008 Panduan Pengisian Kuesioner Kuesioner ini dimaksudkan untuk menggali informasi dari responden tentang pengetahuan dan praktek pelabelan serta praktek hygiene dan sanitasi di Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Propinsi DI Yogyakarta. Tujuan ini terkait dengan penulisan tesis S2 sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar pasca sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Responden kuesioner ini adalah produsen (pemilik/karyawan) IRTP baik yang telah mendapatkan izin edar (SP/P-IRT) maupun yang belum mendapatkan izin edar. Untuk IRTP yang telah mendapatkan izin edar, sebaiknya responden yang diwawancarai adalah pemilik/karyawan yang telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan setempat. Pada lembar cover kuesioner surveyor harus mengisikan nama lengkap, jabatan, nama surveyor, tanggal wawancara, dan membubuhkan tanda tangan di kolom yang disediakan. Blok I. Karakteristisk IRTP. Rincian 1 s/d 7 Nama IRTP, Jenis pangan yang dihasilkan, alamat, kabupaten/kota, contact person, nomor telepon/fax, tanggal wawancara, dan nama surveyor. Tuliskan nama IRTP, jenis pangan yang dihasilkan, alamat, kabupaten/kota, contact person, nomor telpon/fax, tanggal wawancara, dan nama surveyor pada kolom yang tersedia. Blok II. Pertanyaan tentang Pengetahuan Produsen IRTP tentang Pelabelan Pangan. Kuesioner ini berlaku untuk IRTP yang terpilih sebagai responden. Kuesioner berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang pengetahuan responden tentang pelabelan pangan. Informasi diperoleh dengan menanyakan langsung kepada responden. Jawaban disisikan pada lembar kuesioner yang telah diisi dan apabila masih ada pertanyaan yang belum dijawab maka harus ditanyakan kembali pada responden. Blok III. Pertanyaan tentang Praktek hygiene dan Sanitasi di IRTP Pada blok ini, surveyor menanyakan beberapa hal yang mengindikasikan tentang praktek hygiene dan sanitasi di IRTP. Jawaban responden diisikan pada jawaban pertanyaan yang sesuai.
2
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
Blok IV. Pengamatan Praktek Pelabelan Pada blok ini surveyor mengamati praktek pelabelan dan hygiene sanitasi yang telah dilakukan oleh responden/IRTP. Hal-hal yang diamati meliputi praktek pelabelan produk pangan IRTP, praktek hygiene karyawan, praktek sanitasi peralatan dan mesin produksi, dan sanitasi sarana pengolahan pangan. Surveyor menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersedia pada kuesioner ini, hasil pengamatan tinggal diisikan pada kolom yang tersedia. Blok V. Pengamatan Praktek Higiene dan Sanitasi Pada blok ini surveyor mengamati praktek hygiene sanitasi yang telah dilakukan oleh responden/IRTP. Hal-hal yang diamati meliputi praktek hygiene karyawan, praktek sanitasi peralatan dan mesin produksi, dan sanitasi sarana pengolahan pangan. Surveyor menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersedia pada kuesioner ini, hasil pengamatan tinggal diisikan pada kolom yang tersedia
3
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
Blok I. Karakteristik IRTP 1. Nama IRTP
: ..............................................................................
2. Contact Person
: ..............................................................................
3. Jabatan
: ..............................................................................
4. Alamat IRTP
: ..............................................................................
5. Telpon/Fax/HP
: ..............................................................................
6. Kabupaten/Kota
: ..............................................................................
7. Jenis pangan yang dihasilkan : .............................................................................. 8. Tanggal wawancara
: ..............................................................................
9. Nomor izin edar (SP/P-IRT) : .............................................................................. 10. Kapasitas produksi
: ..............................................................................
11. Jumlah karyawan
: ..............................................................................
12. Tingkat pendidikan
: ..............................................................................
Blok II. Pertanyaan tentang Pengetahuan Produsen IRTP tentang Pelabelan Pangan 1. Menurut anda, apakah makanan/minuman yang anda buat aman? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 2. Menurut anda, apakah label pada kemasan makanan/minuman anda turut mempengaruhi keamanan produk (makanan, minuman) anda? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 3. Jika ya, menurut anda apakah pemerintah telah menegeluarkan aturan khusus tentang pelabelan makanan atau minuman? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 4. Jika ya, sebutkan peraturan pemerintah tentang pelabelan produk makanan minuman……………………………………………….
4
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
5. Menurut anda, apakah label produk makanan-minuman anda telah memenuhi peraturan pemerintah? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 6. Apakah anda mengetahui tentang label pada kemasan produk makanan minuman yang anda buat ? a. Ya b. Tidak 7. Sebutkan informasi apa saja pada label yang menempel pada kemasan produk makanan minuman anda (lingkari jawaban berikut atau tuliskan jawaban lainnya) a. Nama produk b. Berat bersih atau isi bersih c. Nama dan alamat produsen atau importir d. Nomor pendaftaran e. Komposisi atau daftar bahan f. Tanggal Kedaluwarsa g. Tanggal dan atau kode produksi h. Lainnya (sebutkan....................................................) 8. Menurut anda, apakah informasi-informasi yang tercantum pada label produk saudara sudah sesuai dengan peraturan pemerintah ? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 9. Jika tidak informasi apa yang belum anda cantumkan pada label anda ? ................................................................................................................ 10. Apa alasan saudara tidak mencantumkan informasi tersebut pada label saudara? ................................................................................................................ 11. Menurut anda, mana pernyataan berikut yang sesuai dengan keadaan anda? a. Saya tidak mengetahui persyaratan pelabelan makanan dan minuman. b. Saya mengetahui persyaratan pelabelan makanan dan minuman tetapi belum menerapkannya pada label makanan atau minuman yang saya buat. c. Saya mengetahui persyaratan pelabelan makanan dan minuman dan sudah menerapkannya pada label makanan atau minuman yang saya buat. 12. Jika anda tidak mengetahui persyaratan pelabelan makanan atau minuman, berikan saran anda agar anda dapat mengetahuinya? ......................................................................................................................
5
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
Blok III. Pertanyaan tentang Pengetahuan Produsen IRTP tentang Higiene dan Sanitasi. 1. Air yang dapat digunakan sebagai bahan baku: a. kualitas sama denagna ir minum b. air sumur c. air PAM d. ..... silahkan tambahkan 2. Air dapat digunakan untuk mencuci peralatan: a. air minum b. air sumur c. air sungai d. air PAM. 3. Air yang seperti apa yang seharusnya digunakan untuk industri pangan? a. Air minum untuk mencuci permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan b. Air minum untuk bahan baku pembuatan makanan/minuman c. Air bersih untuk mencuci peralatan yang tidak kontak langsung dengan bahan pangan d. Air apa saja untuk bahan baku pembuatan makanan minuman e. Air apa saja untuk mencuci permukaan alat yang kontak langsung dengan bahan pangan f. Tidak tahu 4. Dari manakah sumber air yang anda gunakan? a. Air sumur b. Air sungai c. Air PAM
d. Air galon
5. Bolehkah menggunakan air sungai untuk mencuci peralatan atau bahan makanan? a. Boleh b. Tidak 6. Apakah suplai air yang ada sudah mencukupi kebutuhan? a. Ya b. Tidak 7. Air apakah yang anda gunakan untuk membuat makanan/minuman? a. Air mentah b. Air matang c. Air galon 6. Bagaimanakah anda mencuci peralatan (panci/wadah/sendok/pisau/dll) yang digunakan untuk mengolah makanan/minuman yang anda produksi ? a. Disiram air secukupnya b. Dicuci dengan sabun dan dimasukkan ke dalam ember berisi air untuk dibilas c. Dibersihkan dari kotoran yang menempel lalu dicuci dengan sabun dan
6
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
dibilas dengan air mengalir 7. Bagaimana cara mengeringkan peralatan yang habis dicuci? a. Dengan menggunakan lap yang sama dengan untuk mengelap tangan b. Dengan menggunakan lap yang sudah berkali-kali dipakai c. Dengan menggunakan lap bersih yang dibedakan dengan lap untuk tangan d. Diletakkan di rak 8. Apakah anda memiliki lap tangan dan lap peralatan yang bersih dan kering? a. Ya b. Tidak
9. Jika ya, apakah lap yang anda miliki cukup sesuai kebutuhan? a. Ya b. Tidak 10. Dimanakah anda biasanya meletakkan lap tangan dan lap peralatan? a. Di tempat yang kering dan terpisah b. Di tempat yang sama c. Di tempat yang kotor 11. Apakah anda menggunakan bahan sanitaiser/desinfektan waktu anda mencuci peralatan/membersihkan lantai/dinding? a. Ya b. Tidak 12. Jika ya, sebutkan jenis sanitaiser yang digunakan ..................................................... 13. Jika ya, berapa banyak anda menggunakan sanitaiser tersebut? ............................................ 14. Apakah anda mempunyai jadwal tetap pencucian dan pembersihan sarana produksi seperti lantai,dinding dan langit-langit? a. Ya b. Tidak 15. Jika ya? berapa kali dalam sehari?? seminggu????................................................... 16. Apakah ruangan pengolahan dibersihkan secara teratur? a. Ya b. Tidak 17. Apakah anda mempunyai jadwal pembersihan peralatan dan mesin produksi? a. Ya b. Tidak 18. Jika ya berapa kali dalam sehari, atau seminggu?.................................................
7
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
19. Apakah anda mempunyai petugas yang mengawasi kegiatan higiene dan sanitasi di pabrik anda? a. Ya b. Tidak 20. Berapakah jumlah toilet untuk karyawan anda? 21. Berapakah jumlah karyawan produksi anda? berapa jumlah karyawan per shift? 22. Dimanakah lokasi toilet karyawan anda? a. Di ruang produksi b. Di dalam rumah c. Di luar/terpisah dari ruang produksi 23. Apakah anda melatih karyawan anda untuk hidup bersih? a. Ya b. Tidak 24. Bolehkan ternak/hewan peliharaan seperti kucing dan burung atau anjing berada di areal pengolahan? a. Boleh b. Tidak 25. Apakah anda memperkenankan pekerja yang sakit untuk bekerja? a. Ya b. Tidak 26. Apakah anda menyediakan perlengkapan kerja? a. Ya b. Tidak 27. Apakah anda tahu kapan karyawan harus mencuci tangan? a. Ya b. Tidak 28. Jika ya, sebutkan kapan karyawan harus mencuci tangan....(pilih atau sebutkan) a. Sebelum menangani/mengolah pangan b. Sesudah menangani/mengolah pangan c. Sesudah menyentuh sampah/kotoran d. Sesudah menangani bahan pangan dan akan menagani pangan matang e. Sesudah keluar dari toilet f. Lainnya....... 29. Apakah anda tahu cara mencuci tangan yang benar? a. Ya tahu b. Tidak tahu 30. Jika ya, sebutkan urutan mencuci tangan yang benar......
8
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
31. Apakah anda mempunyai petugas khusus untuk mengawasi kegiatan higiene dan sanitasi? a. Ya b. Tidak 32. Menurut anda, bolehkah karyawan yang mengolah pangan makan atau minum sambil mengolah pangan? a. Boleh b. Tidak 33. Menurut anda, bolehkah karyawan pengolah pangan, menggunakan perhiasan dan asesoris lainnya saat mengolah pangan? a. Boleh b. Tidak 34. Menurut anda, bolehkah karyawan batuk atau bersin menghadap ke pangan saat mengolah pangan? a. Boleh b. Tidak 35. Menurut anda, apakah karyawan yang mengolah pangan harus dalam kondisi bersih? a. Ya b. Tidak 36. Menurut anda, apakah baju kerja karyawan harus bersih dan lengkap (disertai celemek, penutup kepala, sarung tangan, dan masker) ? a. Ya b. Tidak
Blok IV. Pengamatan Pelabelan Produk Pangan. No Pertanyaan/pernyataan 1
Label pangan berisi informasi yang sesuai dengan persyaratan label pangan seperti dalam PP 69 tahun 1999
2
Label pangan mencantumkan informasi nilai gizi
3
Label pangan mencantumkan klaim kesehatan
4
Label pangan mencantumkan klaim khasiat sebagai obat
5
Label pangan mencantumkan klaim halal dan IRTP memiliki izin pencantuman halal dari Badan POM
Jawaban Ya Tdk
9
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
6
7
Label pangan mencantumkan gambar buah dan sayuran dan memang produk pangan mengandung buah dan sayuran seperti yang dicantumkan pada label Label pangan mencantmkan klaim alami
Blok V. Pengamatan Praktek Higiene dan Sanitasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Pertanyaan/pernyataan
Jawaban Ya Tdk
Pengolah pangan yang menangani pangan dalam keadaan bersih dan sehat Pengolah pangan menggunakan baju kerja yang bersih dan berwarna terang Pengolah pangan menggunakan tutup kepala selama menangani/mengolah pangan Pengolah pangan mengenakan masker dan sarung tangan selama menangani/mengolah pangan Pengolah pangan tidak mengenakan celemek/baju kerja ke toilet Pengolah pangan tidak mengenakan perhiasan(gelang/cincin/kalung/anting/jam tangan) Jika ada luka, luka ditutup/diplester/perban Pengolah pangan tidak makan minum selama mengolah pangan Pengolah pangan tidak menggaruk-garuk badan dan bersin atau batuk ke arah pangan selama menangani pangan Pengolah pangan mencuci tangan dengan benar sebelum menangani pangan Tersedia tempat cuci tangan Tersedia sabun dan lap pengering di toilet dan tmpat cuci tangan Tersedia toilet dengan suplai air yang cukup Kran di tempat cuci tangan berfungsi dengan baik Lap pengering selalu dalam keadaan bersih dan kering Tersedia peralatan pembersih seperti sikat,lap pel,sapu,lap pengering di sarana produksi Peralatan pembersih disimpan dalam tempat khusus dan tidak berantakan Peralatan pembersih disimpan selalu dalam kondisi bersih Tersedia jadwal pembersihan dinding,langit-langit dan lantai
10
Lampiran 2. Form kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
20 21 22 23 24 25 26 27 28
produksi Tersedia jadwal pembersihan peralatan dan mesin produksi Tersedia bahan-bahan untuk pencucian dan pembersihan seperti sabun/air panas/desinfektan lainnya Bahan-bahan pembersih seperti sabun dan desinfektan lainnya disimpan di tempat khusus dan dilabel Lantai,dinding,langit-langit dalam kondisi bersih Peralatan dan mesin produksi disimpan di tempat yang bersih dan dalam kondisi bersih Tersedia tempat khusus pencucian peralatan Kondisi tempat pencucian peralatan yang ada dalam kondisi bersih dan terpelihara Pintu toilet tidak langsung terbuka ke ruang produksi Tersedia sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan lap
oothe_endoo
11
Lampiran 3. Jumlah responden/IRTP per kabupaten/kota menurut jenis pangannya. No Jenis Pangan 1 2
3
4
5 6
Daging dan hasil olahnya Ikan dan hasil olahnya a. Keripik lele b. Otak-otak bandeng c. Peyek belut d. Keripik belut e. Abon ikan Unggas dan hasil olahnya a. Rambak cakar ayam b. Keripik usus Sayur dan hasil olahnya a. Jamur kering b. Agar-agar rumput laut Kelapa dan hasil olahnya Tepung dan hasil olahnya a. Kerupuk b. Kue basah c. Kue kering
d. Bakpia
e. Brownies f. Kue Moci g. Lanting h. Onde-onde i. Peyek
j. Pia k. Serabi l. Slondok m. Wingko
n. Yangko o. Roti
Lokasi Kab/Kota Jumlah -
Sub total
Bantul Sleman Sleman Sleman G. Kidul Sleman
1 2 1 1 1 1
1 2 1 1 2
G. Kidul Bantul
1 1
1 1
Sleman G. Kidul
1 1
1 1
Jumlah Total 0 7
2
2
0 99 Bantul G. Kidul Bantul Bantul G. Kidul Sleman K. Progo Bantul Sleman G. Kidul Yogya Sleman Yogya Sleman G. Kidul Bantul G. Kidul Bantul Bantul K. Progo Sleman Sleman K. Progo G. Kidul Yogya K. Progo Yogya Bantul
5 3 1 6 1 1 2 1 3 10 21 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 3 5
8 1 10
35
2 1 3 2 3
1 1 2 5
3 21
Lampiran 3. Jumlah responden/IRTP per kabupaten/kota menurut jenis pangannya. No Jenis Pangan
7 8 9
10 11
12 13
14
p. Bakmi Minyak Goreng Jem dan sejenisnya Gula, madu, kembang gula a. Gula kelapa b. Madu c. Ampyang
Coklat, kopi, the Bumbu a. Aneka bumbu b. Kecap Rempah-rempah Minuman ringan, jus a. Jus buah b. Jahe instant c. Jahe secang d. Jahe syrup e. Syrup buah f. Kunyit instant g. Minuman kesehatan h. Rosela kering i. Sekoteng Buah dan hasil olahnya a. Criping pisang b. Dodol salak c. Emping melinjo d. Keripik salak e. Sale pisang
15
Biji-bijian dan umbi-umbian a. Kacang bawang/goring
b. c. d. e.
Emping jagung Keripik tempe Peyek kacang Peyek kedelai
Lokasi Kab/Kota Jumlah Sleman 8 K. Progo 5 Yogya 2 G. Kidul 1 Bantul 1 Bantul 1
Yogya Sleman Yogya Sleman G. Kidul
1 1 1 1 1
Sub total
1 1
Jumlah Total
1 0 5
1 1 3
0 2 Bantul Sleman
1 1
1 1 0 9
Yogya G. Kidul Yogya Bantul Sleman Sleman K. Progo Sleman Sleman
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
G. Kidul Sleman G. Kidul Sleman Sleman Sleman K. Progo
2 1 1 1 1 1 1
2 1 2
G. Kidul Bantul Yogya K. Progo G. Kidul Bantul G. Kidul
1 1 1 1 4 7 2
3
8
1 2 24
1 4 7 2
Lampiran 3. Jumlah responden/IRTP per kabupaten/kota menurut jenis pangannya. No Jenis Pangan f. Tempe g. Wajik kc. Ijo h. Wajik klethik i. Emping singkong j. Gatot tiwul k. Geplak 16 17
Es Tidak diketahui
Lokasi Kab/Kota Jumlah K. Progo 1 Sleman 1 K. Progo 1 K. Progo 1 G. Kidul 1 Bantul 1 K. Progo 1 K. Progo Yogya
1 1
Sub total 1 1 1 1 1 2
Jumlah Total
0 2
Lampiran 4. Daftar nama enumerator di Propinsi DI Yogyakarta. No
Nama enumerator
Kab./Kota
Kompetensi
1
Yohanes
Bantul
2
Hendarsih
Bantul
3
Y. Marwanto
Bantul
4
Dra. Siti Soliah, Apt.
Gunung Kidul
5
R. Gombong Purnomo, ST.
Kulonprogo
6
Bambang P.
Kulonprogo
7
Mardiyat, AMKL.
Sleman
8
Suharsono
Sleman
9
Agu Indarto
Sleman
10
Marsono
Yogyakarta
11
Drg. Ani Susanti, M.Kes.
Yogyakarta
12
Slamet Nuryanto
Yogyakarta
13
Sutikno Raharjo
Yogyakarta
14
Wimbuh
Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kabupaten Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kota Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kota Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kota Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kota Penyuluh/Pengawas Keamanan Pangan kota
Apt.
Dumadi,
S.Si., Yogyakarta
Lampiran 5. Data karakteristik responden/IRTP
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama surveyor Y marwanto Y marwanto Y marwanto Y marwanto Hendarsih Hendarsih Yohanes Hendarsih Y marwanto Yohanes Yohanes Yohanes Yohanes Yohanes Y marwanto Yohanes Hendarsih Y marwanto Y marwanto
Nama IRTP mariesta mina crispy rajawali kamila putri delica cake&bakery eg brownis tary snack shafira snack toibo bakmi bangkok barokah sri rejeki/sukinah sri rejeki krupuk kembar sahara toko rani nyiur sari buana
Nama lengkap Ridoansah beni t Ibnu heryanto Hanih amir Laila Sudarmi Tri wahyuningsih Ifi ratna setyowati Dwi karyati Yuli sungkawati Sumardi Mulyono Parjiyem Sukinah Warini Aminah Sarjiyo purwono Haryatun Triyono Delfi
Jabatan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Alamat dongkelan panggungharjo sewon pandes panggungharjo sewon gondosari,sitimulyo piyungan jati wonokromo plered gaten rt3 gempolan trirenggo gedriyan kudribeso saptodadi serayu bantul dadapan timbulharjo sewon pengungharjo sewon srihardono srihardono srihardono srihardono tulung srihardono srihardono sanggrahan ringinharjo srihardono nyoto
20 21 22 23 24 25 26 27 28
Y marwanto Yohanes Hendarsih Yohanes Yohanes Yohanes Y marwanto Y marwanto Yohanes
mansyur sido mukti linda peyek sedyo rukun santoso sedyo rukun sedyo rukun peyek tubilah
Ponirah Hj siti baroroh Arlinawati Jariyah Kustinah Sumarmi Tubiyatmi Tubilah Purwanto
Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
29
Hendarsih
snax indah
Ida nursantin
Pemilik
30 31 32 33 34
Hendarsih Y marwanto Y marwanto Hendarsih Hendarsih
35
Kabupaten/kota Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul
Jenis pangan jahe sirup kripik lele krupuk ikan tengiri kripik usus kue kering,telur asin kue basah roti roti roti basah kue kering bakmi krupuk sayur onde-onde peyek kacang krupuk krupuk aneka camilan minyak goreng bumbu kering
tirtonirmolo kasihan krajan rt4 mending ringinharjo pelemadu sriharjo pelemadu rt4 sriharjo pelemadu sriharjo pelemadu sriharjo pelemadu sriharjo puton rt2 trimulyo
Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul
kacang oven peyek kacang peyek peyek kacang peyek kacang peyek kacang peyek kacang peyek kacang roti pisang
jl dr wahidin sudirohusodo pepetrirenggo 0274-368296 0274367286,0815786 11224 krajan gatak timbulharjo sewon mrisi kasihan jetis sumuran paebapang bantul timur c9 trirenggo 0274-367609
Kab. Bantul
kue
4
P-IRT P-IRT SP SP SP
30kg/hari 12.000pcs/hr 200dus 200dus 1500biji 500dus
125
23/01/2009 SP 312/12.02/2001
gose karya beji singkar I wareng pandansari wonosari jl ring road utara budegan
0274367727
Kab. Bantul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul
geplak emping mlinjo rambak ceker ayam bakpia bakpia
23/01/2009 24/01/2009 02/02/2009 03/02/2009 29/01/2009
21534030197 203340303111 206340301030 206340301036
SP Tidak memiliki nomor pendaftaran P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
singkar I wareng teguhan wining wonosari tumpak ngawu playen ledoksari jl baron 34 wonosari sumberejo tigawe godengsari wonosari
081328866492 081802655158 08170403805 0274-392070 0274-391456 087839307040 085292475562
Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul
kripik tempe krupuk rambak roti/kue basah onde-onde bakpia ampyang,roti,kue,cake peyek kedele
02/02/2009 02/02/2009 28/01/2009 31/01/2009 03/02/2009 27/01/2009 22/01/2009
206340301113 206340301199 206340301340 206340301346 206340301444 206340303118 213340301313
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
081804359711 081804123928 08179439262
Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul
criping pisang criping pisang lanting kacang bawang peyek kedelai hitam lanting keripik tempe jahe instan
25/01/2009 24/01/2009 30/01/2009 27/01/2009 30/01/2009 29/01/2009 22/01/2009 03/02/2009
214340301096 214340301471 215340301042 215340301448 215340303473 215340304241 215340501180 216340301256
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
36 37 38 39 40
Hendarsih Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah
geplak jaya ngudi lestari dea bakpia 101 bakpia pathok 44
HM Fauzan jafar Ny sukiyah Ani muslimah Hindarto Kineng
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
41 42 43 44 45 46 47
Siti solihah Siti solihah Sudiyanto ST Siti solihah Siti solihah Sudiyanto ST Siti solihah
sw niki eco annisa ring bakery
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
48 49 50 51 52 53 54 55
Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah
ngudi rejeki criping pisang widi ab yulia olagun ngudi lestari kt bu sum
ngasem ayu salam patuk patuk rt5/rw1 mendogan bandung gading playen Karyawan wonosari patuk Pemilik mendogan bandung Pemilik gedagan I rt 2/6 gedogrejo Pemilik peruamahan rakyat wonosari
0818461185 085228032526 0274-391511
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
3 2 2 4 1 3 1 3 2
1(tetap)3(tdk tetap) 40 9 9 4
kue
Karyawan jl agus salim no27
Jumlah karyawan 2 2 2 2 3 4 2 6 10 8 8 8 3 2 2 2 2 3 20
25kg/hari
Kab. Bantul
Hj Nursanti Indrawati SE
Siti solihah Siti solihah
P-IRT
0274-368589
Hendarsih
Pemilik Pemilik Pemilik
215340201584
27/01/2009 306340201454 28/01/2009 306340201580 24/01/2009 172/1202/018 27/01/2009 215340201679/9 23/01/2009 505/202/02
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Ny teguh p Dwi r widiyati Sriu rubiyanti Yulianti turmianingrum Yahya Ismini Suminah Samsidah
24/01/2009
kue,roti roti bakpia peyek,geplak kue
Teguh setiawan Eko takariawan Sri martini Arif darto Sis retnowati
mutiara planet peyek
0274-367634
Tanggal Jenis Kapasitas wawancara Nomor pendaftaran pendaftaran produksi 28/01/2009 113340201629 P-IRT 10kg/mg 28/01/2009 202340201630 P-IRT 25/01/2009 202340201632 P-IRT 5kg/hari 25/01/2009 203340202640 P-IRT 5kg/hari 24/01/2009 206340201412 P-IRT 20kg/hari 24/01/2009 206340201413 P-IRT 200biji 24/01/2009 206340201505 P-IRT 4kg 23/01/2009 206340201522 P-IRT 10kg 28/01/2009 206340201538 P-IRT 30kg/hari 23/01/2009 206340201622 P-IRT 25kg/hari 23/01/2009 206340201653 P-IRT 25kg/hari 23/01/2009 206340201656 P-IRT 20kg/hari 27/01/2009 206340201657 P-IRT 23/01/2009 206340201658 P-IRT 23/01/2009 206340201660 P-IRT 23/01/2009 206340201661 P-IRT 23/01/2009 206340201723 P-IRT 27/01/2009 207340201635 P-IRT 28/01/2009 212340201579 P-IRT 4000bungkus/hr 10kg kacang 24/01/2009 215340201190 P-IRT ijo/hr 23/01/2009 215340201414 P-IRT 20kg/hari 24/01/2009 215340201453 P-IRT 10kg/hari 24/01/2009 215340201468 P-IRT 16kg/hr 24/01/2009 215340201469 P-IRT 4kg/mg 24/01/2009 215340201470 P-IRT 75kg/hr 24/01/2009 215340201479 P-IRT 25kg/hari 24/01/2009 215340201496 P-IRT 25kg/hari 23/01/2009 215340201561 P-IRT 25kg/hari
Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul
sari rasa phinisi jelita mbok tumpuk bu dipo kemala snack,tart&bakery
Eri sudaryati Hudi trianto Prihati rahayu Asyhuri 456 Haryati juwita Sudarwatik Indartiningsih
Nomor telpon
30-50kg/hr 5kg/hari 7kg 10kg/hari 6kg kedele/hari 100.000tempe/ha ri 12kg kc ijo/hari 20kg/hari 100bungkus/hari 100botol/hari 200dus 3tandan pisang/mg 25kg/hari 15-30kg/hr 30g 7,5kg/hr 6kg kedele/hari 2kg/hari 1,5kuintal/bln
4 4 5 2 3 4 3 2 10 2 10 1 10 4 6 1 3 1 3
1of8
Lampiran 5. Data karakteristik responden/IRTP
No 56 57 58 59 60 61 62 63 64
Nama surveyor Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah Sudiyanto ST Sudiyanto ST
Nama IRTP bakpia joss 217 yu tum cv rumput laut mandiri kripik tempe ika sari barokah suka suka sido maju bakpia 250 Bakpia 725
Nama lengkap Heru dwi prasetya Ratminingsih Rumiyem Tumiyati Danuri S martutik Muji hartono Supriyono Bangun
Jabatan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Alamat
Nomor telpon
65
Siti solihah
bakpia 522 melati
Surani restu w
Karyawan jl wonosari km17
66
Sudiyanto ST
bakpia 36
Suryanto
Pemilik
budegan ii wonosari
0274-6575982
Kab. Gunung kidul bakpia
67
Siti solihah
primasari
Ruspanto
Pemilik
gemamang putak
081804046701
Kab. Gunung kidul krupuk rambak
68
Siti solihah
primasari
Maryanto
Pemilik
gemamang putak
081904152450
Kab. Gunung kidul krupuk rambak
69
Siti solihah
sarirasa
Winarti
Pemilik
pager legandeng
081908284569
Kab. Gunung kidul bakpia
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Siti solihah Siti solihah Bambang p. Bambang p. r. gombong purnomo, st. r. gombong purnomo, st. Bambang p. Bambang p. Bambang p. r. gombong purnomo, st. Bambang p. Bambang p. Bambang p. Bambang p.
Daryati Bu hirto Dra mandar rusmiyati lestari rusmanto siti nur chamsah siti nur chamsah Kori alce/budiyanto lestari sutrisno Jumirah Sundari Sudimin Supiyah Sugiyo Susilowati Septi damayanti Agus m. Sarjudi
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
jl wunut II singkar wareng mulyosari baleharjo klumutan 15/8 srikayangan sentolo plumbon temon manggangau, tawangsari, pegasik jl. Brigjen katamso 34 wates pereng bumiharjo linduh dunggalih dayakan, pengasik kedung dowo, wates kalibondol rt43 rw21 sentolo karangasem sidomulyo cikalau rt56/25 banjarharjo kriyan rt20 rw36 margorejo penggung hargorejo sidomulyo pengasih plumbon temon ds I krembangan panjatan banjarharjo kalibawang
0274-7421398 081392024848 0274-7486649
Bambang p. Bambang p. Bambang p. Bambang p.
nela roti Abon tuna bu hirto melati kurnia aji lestari jari-jari tiara winart bakery agatha lestari pak sutris mirah sarimulyo ngudi mulyo supiyah sumber rejeki susilowati pak amat rempeyek sarirasa ngudi raharjo
Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo
wingko babat abon ikan tuna roti manis roti tawar wajik kletik,geplak roti bakery roti bakery sale pisang tempe kedelai emping singkong emping jagung slondok makanan kering,kue minuman kesehatan wingko geplak,wingko rempeyek slondok
89
Bambang p.
diana boga
warsinah
Pemilik
karang tengah lor margasari pengasih
081931772657
Kab. kulon progo
nastar,karamel,tahu martabak
90
Bambang p.
wingko andika
Hasim haryanto
Pemilik
wonosidi kidul wates
0274-773256
Kab. kulon progo
wingko kelapa muda
91 92 93
Bambang p. Suharjono Agus indarto
sari murni lestari esthy cake
Bu gito Gayatri nindita lestari Kusmi
Pemilik beron VIII bugel panjaran Pemilik jl ringroad 88 ambar ketawang Karyawan bogam kalasan
081392051718 08190544504 0274-7827001
Kab. kulon progo Kab. Sleman Kab. Sleman
roti roti
pengkol nglipar jl pramuka no36 wonosari gubah I duwet wonosari budegan I piyamon wonosari karangawet ii karangmojo suyono wetan playen plembon kidul playen kwarasan nglipar karangsari
0274-7889300 0274-6549374 081328368921 0274-391785 0274-7431793 08170428227
Kabupaten/kota Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul
Jenis pangan bakpia gathot tiwul agar agar rumput laut kripik tempe bakpia kue kering keripik tempe bakpia bakpia
Kab. Gunung kidul bakpia
0274-774980 081328205272 081578876043 085643232996 081227187756 081227659546 0274-7481983 0274-7472727 085729986855 081328835458
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
Tanggal Jenis wawancara Nomor pendaftaran pendaftaran 29/01/2009 306340401136 P-IRT 02/02/2009 915340301203 P-IRT 02/02/2009 1043404010389 P-IRT 29/01/2009 2153403030386 P-IRT 22/01/2009 050/12.04/2002 SP 02/02/2009 165/1204/200 SP 02/02/2009 21534-301 SP 29/01/2009 30634-3010356 SP 28/01/2009 30634-301457 SP Tidak memiliki nomor pendaftaran 22/01/2009 Tidak memiliki nomor pendaftaran 28/01/2009 Tidak memiliki nomor pendaftaran 31/01/2009 Tidak memiliki nomor pendaftaran 31/01/2009 Tidak memiliki nomor pendaftaran 31/01/2009 Tidak memiliki nomor pendaftaran 02/02/2009 03/02/2009 202340301352 P-IRT 27/01/2009 6340101277 P-IRT 28/01/2009 205340101006 P-IRT 28/01/2009 206240101441 P-IRT 23/01/2009 206340101139 P-IRT 27/01/2009 206340101374 P-IRT 24/01/2009 206340101438 P-IRT 24/01/2009 214340101332 P-IRT 23/01/2009 215340101307 P-IRT 27/01/2009 215340101366 P-IRT 24/01/2009 215340101436 P-IRT 24/01/2009 215340101451 P-IRT 27/01/2009 215340402003 P-IRT 809340101007 P-IRT 24/01/2009 0001/12.05/91 SP 28/01/2009 003/12.5/93 SP 28/01/2009 1451/12.05/2002 SP 24/01/2009 169/12.05/1999 SP Tidak memiliki nomor pendaftaran 24/01/2009 Tidak memiliki nomor pendaftaran 28/01/2009 Tidak memiliki nomor pendaftaran 28/01/2009 02/02/2009 8063404 P-IRT 04/02/2009 30640401287 P-IRT
Kapasitas produksi 1kuintal/hr 50kg/hari 50kg/hari 400dos/hr 675 dos 1200biji/hr 100dus 50dus 50dus
Jumlah karyawan 2 8 3 4 125 5 3 2 2
50dus
3
475dus
125
15kg/hr
2
5kg/hari
2
16kg/hr 150kg/hr 600kg 10kg 200biji 5kg/hari 5lt/hari 4kg/hari 200kue/hr 8kg/mg 50biji 8kg 7kg 80bungkus
4 25 47 4 3 3 3 2 2 1 3 2 4 2 13 4
250dos/hr 1000-1500biji
6 2
10kg/hr
9
500dus
37
300 dus/hr 7kg
10 3 12
2of8
Lampiran 5. Data karakteristik responden/IRTP
Nama IRTP rosa jaya abadi diessa farm intan primma pangan rofiko jaya mina ayu khansa snack&food cv volva indonesia wahyu austin wilda gessa cake berkah kampoeng sewu mandiri abc karunia
Nama lengkap Mulyani ST Sarjono Mavela rasti Erik reggi Tutik suprapti R hashom muhzi Nurul indah khasanah Agung cahyono Tutik handayani Uswatun khasanah sSukarti Wartiyem Erni widayati Dulrojak Sulistinah Dayat widiyanto
Jabatan Pemilik Karyawan Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik
Alamat kenayan wedomartani ngemplak ledokwarung sardonoharjo pandean VII sidoluhur godean tegalsari tirtomartani ngebong margorejo platokuning IV rt21/29 minomartani jl kaliurang km7 kayen niram rt1 rw20 pendowoharjo perum taman cemara blok6 gamping kidul ambarketawang perum sidoarum III godean bokoharjo prambanan jl brojomulyo no11 jonggrangan sumberadi melati gatak bokoharjo prambanan krandan sidomulyo godean
omega soponyono
Suwarso suharmanto
Pemilik
perumbkn no45
Suprapti Vena asmara Fitri astuti Mario kurniawan Yulianiwati Sri murdaningsih Sri rahayu Barikhah yulianti&Rini sartini
Pemilik Pemilik Karyawan Karyawan Pemilik Karyawan Pemilik Karyawan
perum I jl flamboyan no5 godean jl wates km 5 ambarketawang timbulrejo rt4 rw4 maguwoharjo banyumeneng kayunan donoharjo ngaglik jongke kidul rt6 rw24 sendangadi mlati perum pesdona purwomartani d5 ploso kuning 5 rt25 rw10
Suharjono Mardiyat AMKL Suharjono Suharjono Suharjono Mardiyat AMKL
aninda bu vera cemilan hakim arh group good mama pradana aneka kripik mekar lestari ayudhia deva mawar bakpia pathok 750 agria nusa raya dita bakpia pathok 88 dahlia salma
Hartatik Drs Gumarso Hemi purwati Teguh subekti Sudarto Bambang setiawan
Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Karyawan
belingsari rt2/14 ambarketawang jl melati III/234 perumnas concat nglengking rt3/16 sendangrejo gamping kidul rt3 rw18 ambar ketawang serangan sidoluhur godean jl kapten haryadi sinduharjo
08282740353 081328200068
Mardiyat AMKL
al mubarokah
No 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
Nama surveyor Mardiyat AMKL Mardiyat AMKL Suharjono Suharjono Suharjono Suharjono Fauzi Achmadi Mardiyat AMKL Agus indarto Suharjono Suharjono Agus indarto Agus indarto Mardiyat AMKL Agus indarto Suharjono
110
Mardiyat AMKL
111 112 113 114 115 116 117 118
Suharjono Suharjono Mardiyat AMKL Suharjono Fauzi Achmadi Mardiyat AMKL Agus indarto Fauzi Achmadi
119 120 121 122 123 124
125
Abdulah husein mubarak
126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147
lukia real american brownis Drg Ani susanti M Kes bakpia 97 Wimbuh dumadi Ssi Apt gula kelapa muda ampyang rasa jahe cap Wimbuh dumadi Ssi Apt kupu Drg Ani susanti M Kes indah Drg Ani susanti M Kes bakpia 757 Marsono bakpia 99 Drg Ani susanti M Kes yangko sml wingko babat jaya Slamet nuryanto express Drg Ani susanti M Kes lintang Drg Ani susanti M Kes surya Slamet nuryanto fadilla Drg Ani susanti M Kes bakpia 31 Marsono bakpia pathok 527 Drg Ani susanti M Kes bakpia 523 Slamet nuryanto bakpia 579 yussi Marsono bakpia pathok 543 Slamet nuryanto bakpia erma Marsono bakpia kurnia Marsono bakpia 125 Marsono reno Marsono wilis
Nomor telpon
Tanggal Jenis wawancara Nomor pendaftaran pendaftaran 03/02/2009 114340401634 P-IRT 28/01/2009 115340401071 P-IRT 29/01/2009 202340401177 P-IRT 31/01/2009 202340401277 P-IRT 31/01/2009 202340401338 P-IRT 23/01/2009 202340401391 P-IRT 22/01/2009 202340402299 P-IRT 29/01/2009 204340402400 P-IRT 30/01/2009 206340401061 P-IRT 24/01/2009 206340401245 P-IRT 22/01/2009 206340401257 P-IRT 04/02/2009 206340401310 P-IRT 30/01/2009 206340401326 P-IRT 31/01/2009 206340401475 P-IRT 04/02/2009 212340401047 P-IRT 04/02/2009 212340406243 P-IRT
Kapasitas produksi
Jumlah karyawan 2 2 3 5 2 12 2 4 3 25 6 3 3 5 25 2
Kabupaten/kota Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman
Jenis pangan sirup jambu biji kecap peyek belut otak-otak bandeng kripik belut otak-otak bandeng abon ikan tuna keripik jamur merang roti roti roti bakpia serabi kue bawang sekoteng kunir instan
Kab. Sleman
05/02/2009
214340401437
P-IRT
Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman
sale pisang emping mlinjo,kripik kentang lanting ampyang ketan brownis kripik buah salak dodol salak roti phia
300box snack 3kg 10kg/mg 50loyang/hr 100kg/hr 15kg/hr 3kg/hr 100botol/hari 60kg/hr 6kuintal 15kotak 3tandan pisang/mg
31/01/2009 03/02/2009 28/01/2009 23/01/2009 22/01/2009 05/02/2009 04/02/2009 22/01/2009
215340401025 215340401435 215340410116 306340401314 614340401110 806240401095 806340401235 806340401713
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
15kg/hr 1kuintal/hr 60kg/hr 25kg/hari 12-15kg 240.000roti/bln 60kg/hr 10kg/hr
3 40 4 4 3 37 1 9
0274-6636203
Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman
bakpia pathok rosela wajik kacang ijo bakpia roti roti tawar,cake,roti isi
02/02/2009 806340402402 27/01/2009 810340401322 03/02/2009 815340406480 24/01/2009 327/12.01/1998 04/02/2009 533/12.03/01 29/01/2009 780/12.03/04
200butir kelapa 25kg/mg 5kg/hari 100dus 100dus 30dus
6 5 1 6 7 2
jl banteng raya sinduharjo
0274-7176867
Kab. Sleman
madu,rosela
01/02/2009
1kuintal/mg
2
80kg/mg 10kg/mg 30kgjahe/bln
2 3 1
081932602534 085210209883 081328608008 081328271665
0274-887255
01328504111 0274-887235 0274-496906
08562972000 0274-7160892 0274-7146374 0274-7196202 0274864082 08157718200 0274-886667 08122965200
2kg/hari 2kg/mg
1
Lukia zuraida Ferry darmawan Sri astuti
Pemilik Pemilik Pemilik
nogotirto elok iiD/40 sanggrahan pathok no I/7 jl gambiran no 145
0274-620905 Kab. Sleman 0851585494625 Kota Yogyakarta 0274-7412825 Kota Yogyakarta
brownis,cookies bakpia gula kelapa muda
03/02/2009 28/01/2009 03/02/2009
P-IRT P-IRT P-IRT SP SP SP Tidak memiliki nomor pendaftaran Tidak memiliki nomor pendaftaran 30647101114 P-IRT 215347102531 P-IRT
Sri astuti Wagiman A.suryani Wakijan S angling
Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik
jl gambiran no 145 purwodunung jl pathok I/519 jl sanggrahan pathuk no504 jl aip ks tubun no65
0274-7412825 08174128305 0274-7488981 0274-566122 0274-512219
Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
ampyang bakpia bakpia bakpia yangko
03/02/2009 31/01/2009 27/01/2009 27/01/2009 27/01/2009
215347102531 300347101001 306347101007 306347101014 306347101015
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
16kg/hr 15kg/mg 20kg/hari 50kg/hari 60kg/hr
6 3 4 4 11
S angling Tri mulyanti RR sukarelawati Rahmi widianti Agus winarto Anang budi w Eni kasiyati B maryani Sumiyati Erma surtini Subardini ekawati Kristiana wilis
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
jl sanggrahan pathuk no504 purwodeningrat I/762 purwodiningrat I/786 purwodiningrat I/776 sanggrahan pathuk I/545 ngampelan I/527 sanggrahan pathok noI/503 sanggrahan pathuk I/523B sanggrahan pathuk I/543 purwodiningrat I/748 purwodiningrat I/747 jl wiratama 27 purwodiningrat I/751 jl. Pramuka 82 yogyakarta
0274-566122 0274-7199062 081578137813 0274-9193030 0274-6889575 0274-7884051 0274-7440473 08157905117 0274-7488314 081578868405 0274-6613801 08179405980 085643217791 0274-7433928
Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
wingko babat yangko bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia wingko babat
27/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 28/01/2009 27/01/2009 28/01/2009 27/01/2009 27/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 29/01/2009 31/01/2009 03/02/2009
306347101016 306347101021 306347101025 306347101105 306347101113 306347101115 306347101116 306347101120 306347101121 306347101152 306347101178 306347101192 306347101249 306347101372
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
20kg/hari 180kg/hari 30kg/hari 15kg/hr 50kg/hari 30kg 50kg/hari 3kg 300dus 25kg/hari 15kg/hr 20kg/hari 50kg/hari 200 kg/hr
2 4 4 10 80 2 4 2 4 2 2 2 16 3
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
3of8
Lampiran 5. Data karakteristik responden/IRTP
No 148 149 150 151 152
Nama surveyor Wimbuh dumadi Ssi Apt Sutikno raharjo Marsono Drg Ani susanti M Kes Marsono
Nama IRTP yangko asli pak prapto bakpia 82 73B ada rasa bakpia 145
Nama lengkap Ganda yanuar Is rodiah Lis wahyuni Wakijan Sri astuti
Jabatan Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik
jl pramuka 82 gambiran V/345 jl aip ks tubun 73b ks tubun jl gambiran 40
153 154 155 156 157 158 159 160
Wimbuh dumadi Ssi Apt Marsono Drg Ani susanti M Kes Wimbuh dumadi Ssi Apt Marsono Drg Ani susanti M Kes Marsono Drg Ani susanti M Kes
justina cake bakpia 250 bakpia ayu camilan sukses widyasari widyasari nita bakpia bu lis
Lilis giovani Angling putra sanjaya Sri gandowo Suwartini Reny widyaningsih Reny widyaningsih Dwi sari Anis safharudin
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
jl pakuningratan 56b jl ks tubun 65 sanggrahan pathuk I/523 suryowijayan nagan tengah no11 jl nagan tengah no11 jl poncowinatan 563 puwodengrat noI/772
161
Wimbuh dumadi Ssi Apt aneka rasa
Wid sudarto
Alamat
Nomor telpon Kabupaten/kota 0274-380757 Kota Yogyakarta 0274-4340847 Kota Yogyakarta 0274-582818 Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta 0274-7188862 Kota Yogyakarta
Jenis pangan yangko bakpia bakpia kue moci bakpia
0274-562650 0274-566122
roti bakpia bakpia cemilan kacang jahe secang sari buah roti basah bakpia
0274-380208 0274-372040 0274-372040 0274-566536 0274-912413
Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
Tanggal Jenis wawancara Nomor pendaftaran pendaftaran 03/02/2009 306347101373 P-IRT 03/02/2009 306347101374 P-IRT 31/01/2009 306347101390 P-IRT 27/01/2009 306347101454 P-IRT 03/02/2009 306347101533 P-IRT 02/02/2009 306347102262 27/01/2009 316347101012 27/01/2009 222/12.04/1976 02/02/2009 290/12.01/97 02/02/2009 394/12.01/1999 02/02/2009 394/1201/1999 02/02/2009 49/12.01/89 31/01/2009 757/12.01/2003
P-IRT P-IRT SP SP SP SP SP SP Tidak memiliki nomor pendaftaran
Kapasitas produksi 25 kg/hr 250kg/hr 50kg/hari 10-20 lirang/hr 45kg/hr 4kg tepung,500biji 10kg 50dus 50dus 50dus 150dus 100dus 300dus
Jumlah karyawan 5 20 4 3 4
5 kg/hr
2
3 2 2 2 2 7 4 3
4of8
Tingkat pendidikan SLTP SLTP SD SLTP SLTA SLTA SLTA SLTP SD SD SLTP SLTP SLTP SLTP SLTA SLTP SLTP SLTA SD SD SD D3 SLTP SLTP SD SD SLTP SLTP SLTP
S1 SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA
SLTA SLTA SLTP SLTA SLTP SLTP SD SLTA SLTA S1 SLTA SLTA SD SD SLTP SLTA SD SD SD SLTA
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
5of8
Tingkat pendidikan S1 SLTP SR(SD) SD SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA
SLTA
SLTA
D3
D3
SLTA SD SLTP SLTA SLTP SLTP SLTP SLTA SLTA SLTP SLTA SD SLTA SLTA SLTA SR(SD) SLTA SLTA
S1
SLTA
s1 SLTA SLTP
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
6of8
Tingkat pendidikan SLTP SD SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA D3 SD SLTP SLTA SD SLTP SLTA S1 SD SLTA SLTA D3 SLTP SLTP SLTA SLTA
S1
S1 SLTA SD SLTA SLTP SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA S1 S1 SLTP D3 SLTA SLTA SLTA
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
7of8
Tingkat pendidikan SLTA SLTA SLTA slta SLTP SLTA SLTP SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA
s1
lampiran 5-Data kar responden09/12/2009
8of8
Lampiran 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangannya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Nama lengkap
Jabatan Nama surveyor
Tgl wawancara
Nama IRTP
Alamat
Telpon
Sumardi HM Fauzan jafar Teguh setiawan Arif darto Ida nursantin Sudarmi Tri wahyuningsih Arlinawati Ifi ratna setyowati Hj siti baroroh Haryatun Sis retnowati Dwi karyati Hj Nursanti Indrawati SE Hanih amir Laila Parjiyem Aminah Sarjiyo purwono Warini Mulyono Triyono Sukinah Purwanto Sri martini Ponirah Tubiyatmi Kustinah Sumarmi Jariyah Tubilah Yuli sungkawati Delfi Ridoansah beni t Eko takariawan Ibnu heryanto Surani restu w Indartiningsih Suminah Danuri Sri murdaningsih Suwarso suharmanto Gayatri nindita lestari
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik
23/01/2009 23/01/2009 27/01/2009 27/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 25/01/2009 25/01/2009 24/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 27/01/2009 27/01/2009 23/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 22/01/2009 22/01/2009 22/01/2009 22/01/2009 05/02/2009 05/02/2009 02/02/2009
toibo geplak jaya sari rasa mbok tumpuk snax indah putri delica cake&bakery linda peyek eg brownis sido mukti toko rani bu dipo tary snack kemala snack,tart&bakery rajawali kamila barokah krupuk kembar sahara sri rejeki bakmi bangkok nyiur sari sri rejeki/sukinah
pengungharjo sewon gose krajan jetis sumuran paebapang jl dr wahidin sudirohusodo pepetrirenggo gaten rt3 gempolan trirenggo gedriyan mending ringinharjo kudribeso saptodadi krajan rt4 sanggrahan ringinharjo bantul timur c9 trirenggo serayu bantul jl agus salim no27 gondosari,sitimulyo piyungan jati wonokromo plered srihardono tulung srihardono srihardono srihardono srihardono srihardono srihardono puton rt2 trimulyo mrisi kasihan tirtonirmolo kasihan pelemadu sriharjo pelemadu rt4 sriharjo pelemadu sriharjo pelemadu sriharjo pelemadu sriharjo dadapan timbulharjo sewon nyoto dongkelan panggungharjo sewon gatak timbulharjo sewon pandes panggungharjo sewon jl wonosari km17 godengsari wonosari gedagan I rt 2/6 gedogrejo karangawet ii karangmojo jongke kidul rt6 rw24 sendangadi mlati perumbkn no45 jl ringroad 88 ambar ketawang
Kab. Bantul 0274367727 Kab. Bantul 0274-367286,081578611224 Kab. Bantul Kab. Bantul 0274-368296 Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul 0274-367634 Kab. Bantul 0274-367609 Kab. Bantul Kab. Bantul 0274-368589 Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Gunung kidul 085292475562 Kab. Gunung kidul 085228032526 Kab. Gunung kidul 081328368921 Kab. Gunung kidul 0274864082 Kab. Sleman Kab. Sleman 08190544504 Kab. Sleman
Yohanes Hendarsih Hendarsih Hendarsih Hendarsih Hendarsih Hendarsih Hendarsih Yohanes Yohanes Hendarsih Hendarsih Hendarsih Hendarsih Y marwanto Y marwanto Yohanes Y marwanto Yohanes Yohanes Yohanes Y marwanto Yohanes Yohanes Y marwanto Y marwanto Y marwanto Yohanes Yohanes Yohanes Y marwanto Y marwanto Y marwanto Y marwanto Y marwanto Y marwanto Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah Mardiyat AMKL Mardiyat AMKL Suharjono
jelita mansyur sedyo rukun santoso sedyo rukun sedyo rukun peyek tubilah shafira snack buana mariesta phinisi mina crispy bakpia 522 melati planet peyek kt bu sum barokah mekar lestari omega soponyono lestari
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
Kab/Kota
1of8
Lampiran 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangannya No 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
Nama lengkap Abdulah husein mubarak Lukia zuraida Hartatik Vena asmara Hemi purwati Mulyani ST Sudarto Dayat widiyanto Wartiyem Sulistinah Sri rahayu Kusmi Prihati rahayu Dwi r widiyati Ny sukiyah Ny teguh p Yulianti turmianingrum Sudarwatik Suryanto Bangun Kineng Tumiyati Heru dwi prasetya Supriyono Yahya Sriu rubiyanti Ismini Ruspanto Maryanto Winarti Asyhuri Ratminingsih Muji hartono Daryati Ani muslimah Hudi trianto Eri sudaryati Rumiyem S martutik Samsidah Hindarto Bu hirto Haryati juwita
Jabatan Nama surveyor Mardiyat AMKL Pemilik Suharjono Suharjono Suharjono Mardiyat AMKL Suharjono Suharjono Agus indarto Agus indarto Agus indarto Agus indarto Sudiyanto ST Siti solihah Siti solihah Siti solihah Siti solihah Pemilik Sudiyanto ST Pemilik Sudiyanto ST Pemilik Sudiyanto ST Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Sudiyanto ST Karyawan Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Siti solihah Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Karyawan Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Tgl wawancara
Nama IRTP
Alamat
Telpon
Kab/Kota
01/02/2009 03/02/2009 02/02/2009 03/02/2009 03/02/2009 03/02/2009 04/02/2009 04/02/2009 04/02/2009 04/02/2009 04/02/2009 04/02/2009 28/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 25/01/2009 27/01/2009 27/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 29/01/2009 29/01/2009 29/01/2009 29/01/2009 30/01/2009 30/01/2009 29/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 03/02/2009 03/02/2009 03/02/2009 03/02/2009
al mubarokah lukia real american brownis mawar bakpia pathok 750 bu vera dita rosa jaya abadi dahlia karunia berkah abc ayudhia esthy cake annisa criping pisang widi ngudi lestari ngudi rejeki yulia mutiara bakpia 36 Bakpia 725 bakpia pathok 44 kripik tempe ika sari bakpia joss 217 bakpia 250 olagun ab ngudi lestari primasari primasari sarirasa ring bakery yu tum sido maju nela roti dea niki eco sw cv rumput laut mandiri suka suka
jl banteng raya sinduharjo nogotirto elok iiD/40 belingsari rt2/14 ambarketawang jl wates km 5 ambarketawang nglengking rt3/16 sendangrejo kenayan wedomartani ngemplak serangan sidoluhur godean krandan sidomulyo godean bokoharjo prambanan gatak bokoharjo prambanan perum pesdona purwomartani d5 bogam kalasan tumpak ngawu playen patuk rt5/rw1 karya beji ngasem ayu salam patuk gading playen sumberejo tigawe budegan ii wonosari karangsari jl ring road utara budegan budegan I piyamon wonosari pengkol nglipar kwarasan nglipar wonosari patuk mendogan bandung mendogan bandung gemamang putak gemamang putak pager legandeng ledoksari jl pramuka no36 wonosari plembon kidul playen jl wunut II singkar wareng singkar I wareng teguhan wining wonosari singkar I wareng gubah I duwet wonosari suyono wetan playen peruamahan rakyat wonosari pandansari wonosari mulyosari baleharjo jl baron 34 wonosari
0274-7176867 0274-620905 08122965200 0274-7160892 08282740353
Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidul
bakpia 101 456
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
01328504111 0274-496906 08157718200 0274-7827001 08170403805 081804123928 081804359711 087839307040 0274-6575982 08170428227 0274-6549374 0274-7431793 08179439262 0818461185 081804046701 081904152450 081908284569 0274-392070 0274-7889300 0274-7421398 081802655158 081328866492 0274-391785 0274-391511 081392024848 0274-391456
2of8
Lampiran 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangannya No 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129
Nama lengkap
Jabatan Nama surveyor
Tgl wawancara
Nama IRTP
Alamat
Nurul indah khasanah Barikhah yulianti&Rini sartini Yulianiwati R hashom muhzi Mario kurniawan Uswatun khasanah Teguh subekti Drs Gumarso Fitri astuti Sarjono Agung cahyono Bambang setiawan Mavela rasti sSukarti Tutik handayani Erni widayati Dulrojak Suprapti Tutik suprapti Erik reggi sutrisno siti nur chamsah rusmanto Supiyah lestari Agus m. warsinah Sundari Kori alce/budiyanto Dra mandar rusmiyati lestari Hasim haryanto Septi damayanti Susilowati siti nur chamsah Jumirah Sugiyo Sudimin Bu gito Sarjudi Angling putra sanjaya Wakijan Ferry darmawan
Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Karyawan Karyawan Karyawan Pemilik Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Pemilik Karyawan
22/01/2009 22/01/2009 22/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 27/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 29/01/2009 29/01/2009 29/01/2009 22/01/2009 30/01/2009 30/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 23/01/2009 23/01/2009 28/01/2009 27/01/2009 24/01/2009 28/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 24/01/2009 27/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 28/01/2009 24/01/2009 27/01/2009 27/01/2009
khansa snack&food deva pradana aneka kripik mina ayu good mama wilda bakpia pathok 88 agria nusa raya cemilan hakim arh group diessa farm cv volva indonesia salma intan gessa cake wahyu austin kampoeng sewu mandiri aninda rofiko jaya primma pangan pak sutris tiara jari-jari supiyah lestari rempeyek sarirasa diana boga sarimulyo agatha melati kurnia aji lestari wingko andika pak amat susilowati winart bakery mirah sumber rejeki ngudi mulyo sari murni ngudi raharjo bakpia 250 bakpia 99 bakpia 97
jl kaliurang km7 kayen ploso kuning 5 rt25 rw10 kayunan donoharjo ngaglik platokuning IV rt21/29 minomartani banyumeneng gamping kidul ambarketawang gamping kidul rt3 rw18 ambar ketawang jl melati III/234 perumnas concat timbulrejo rt4 rw4 maguwoharjo ledokwarung sardonoharjo niram rt1 rw20 pendowoharjo jl kapten haryadi sinduharjo pandean VII sidoluhur godean perum sidoarum III godean perum taman cemara blok6 jl brojomulyo no11 jonggrangan sumberadi melati perum I jl flamboyan no5 godean ngebong margorejo tegalsari tirtomartani kedung dowo, wates jl. Brigjen katamso 34 wates manggangau, tawangsari, pegasik kriyan rt20 rw36 margorejo dayakan, pengasik ds I krembangan panjatan karang tengah lor margasari pengasih karangasem sidomulyo dunggalih klumutan 15/8 srikayangan sentolo plumbon temon wonosidi kidul wates plumbon temon sidomulyo pengasih pereng bumiharjo linduh kalibondol rt43 rw21 sentolo penggung hargorejo cikalau rt56/25 banjarharjo beron VIII bugel panjaran banjarharjo kalibawang jl ks tubun 65 jl sanggrahan pathuk no504 sanggrahan pathok no I/7
Fauzi Achmadi Fauzi Achmadi Fauzi Achmadi Suharjono Suharjono Suharjono Suharjono Mardiyat AMKL Mardiyat AMKL Mardiyat AMKL Mardiyat AMKL Mardiyat AMKL Suharjono Suharjono Agus indarto Pemilik Agus indarto Pemilik Mardiyat AMKL Pemilik Suharjono Pemilik Suharjono Karyawan Suharjono Pemilik r. gombong purnomo, st. r. gombong purnomo, st. Pemilik r. gombong purnomo, st. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Bambang p. Pemilik Marsono Karyawan Marsono Pemilik Drg Ani susanti M Kes
24/01/2009 28/01/2009 24/01/2009 27/01/2009 27/01/2009 28/01/2009
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
Telpon 0274-886667 0274-7196202 081328271665
081328200068 0274-7146374 081932602534 0274-6636203
0274-887255 0274-887235 08562972000 081328608008 085210209883 085643232996 0274-774980
081328835458 081931772657 081578876043 0274-7486649 0274-773256 085729986855 0274-7472727 081328205272 081227187756 0274-7481983 081227659546 081392051718 0274-566122 0274-566122 0851585494625
Kab/Kota Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
3of8
Lampiran 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangannya No 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161
Nama lengkap
Jabatan Nama surveyor
Tgl wawancara
Nama IRTP
Alamat
Telpon
Kab/Kota
Eni kasiyati B maryani Agus winarto Sri gandowo Lis wahyuni Wagiman Anis safharudin Tri mulyanti RR sukarelawati Subardini Kristiana A.suryani ekawati Erma surtini Sumiyati Anang budi w Rahmi widianti S angling Ganda yanuar Is rodiah Sri astuti Sri astuti S angling Reny widyaningsih Wid sudarto Reny widyaningsih Dwi sari Suwartini Lilis giovani Wakijan Sri astuti wilis
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
28/01/2009 27/01/2009 28/01/2009 27/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 31/01/2009 27/01/2009 29/01/2009 31/01/2009 27/01/2009 27/01/2009 31/01/2009 27/01/2009 03/02/2009 03/02/2009 03/02/2009 03/02/2009 27/01/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 02/02/2009 27/01/2009 03/02/2009 03/02/2009
bakpia 523 bakpia 579 yussi 31 bakpia ayu 73B indah bakpia bu lis lintang surya bakpia kurnia reno bakpia 757 bakpia 125 bakpia erma bakpia pathok 543 bakpia pathok 527 fadilla wingko babat jaya express yangko asli pak prapto bakpia 82 gula kelapa muda ampyang rasa jahe cap kupu yangko sml widyasari aneka rasa widyasari nita camilan sukses justina cake ada rasa bakpia 145 wilis
sanggrahan pathok noI/503 sanggrahan pathuk I/523B sanggrahan pathuk I/545 sanggrahan pathuk I/523 jl aip ks tubun 73b purwodunung puwodengrat noI/772 purwodeningrat I/762 purwodiningrat I/786 purwodiningrat I/747 purwodiningrat I/751 jl pathok I/519 jl wiratama 27 purwodiningrat I/748 sanggrahan pathuk I/543 ngampelan I/527 purwodiningrat I/776 jl sanggrahan pathuk no504 jl pramuka 82 gambiran V/345 jl gambiran no 145 jl gambiran no 145 jl aip ks tubun no65 nagan tengah no11
0274-7440473 08157905117 0274-6889575
Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
Drg Ani susanti M Kes Slamet nuryanto Drg Ani susanti M Kes Drg Ani susanti M Kes Marsono Drg Ani susanti M Kes Drg Ani susanti M Kes Drg Ani susanti M Kes Drg Ani susanti M Kes Marsono Marsono Drg Ani susanti M Kes Marsono Slamet nuryanto Marsono Marsono Slamet nuryanto Slamet nuryanto Wimbuh dumadi Ssi Apt Sutikno raharjo Wimbuh dumadi Ssi Apt Wimbuh dumadi Ssi Apt Drg Ani susanti M Kes Marsono Wimbuh dumadi Ssi Apt Pemilik Drg Ani susanti M Kes Pemilik Marsono Pemilik Wimbuh dumadi Ssi Apt Pemilik Wimbuh dumadi Ssi Apt Karyawan Drg Ani susanti M Kes Pemilik Marsono Pemilik Marsono
jl nagan tengah no11 jl poncowinatan 563 suryowijayan jl pakuningratan 56b ks tubun jl gambiran 40 jl. Pramuka 82 yogyakarta
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
0274-582818 08174128305 0274-912413 0274-7199062 081578137813 0274-6613801 085643217791 0274-7488981 08179405980 081578868405 0274-7488314 0274-7884051 0274-9193030 0274-566122 0274-380757 0274-4340847 0274-7412825 0274-7412825 0274-512219 0274-372040 0274-372040 0274-566536 0274-380208 0274-562650 0274-7188862 0274-7433928
4of8
Jenis Pangan kue kering geplak kue,roti peyek,geplak kue kue kering,telur asin kue basah peyek roti peyek kacang aneka camilan kue roti kue krupuk ikan tengiri kripik usus krupuk sayur krupuk krupuk peyek kacang bakmi minyak goreng onde-onde roti pisang bakpia kacang oven peyek kacang peyek kacang peyek kacang peyek kacang peyek kacang roti basah bumbu kering jahe sirup roti kripik lele bakpia peyek kedele keripik tempe bakpia dodol salak sale pisang roti
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
5of8
Jenis Pangan madu,rosela brownis,cookies bakpia pathok lanting wajik kacang ijo sirup jambu biji roti kunir instan bakpia sekoteng roti roti roti/kue basah criping pisang emping mlinjo criping pisang kacang bawang ampyang,roti,kue,cake bakpia bakpia bakpia kripik tempe bakpia bakpia peyek kedelai hitam lanting lanting krupuk rambak krupuk rambak bakpia onde-onde gathot tiwul keripik tempe wingko babat rambak ceker ayam krupuk rambak kripik tempe agar agar rumput laut kue kering jahe instan bakpia abon ikan tuna bakpia
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
6of8
Jenis Pangan abon ikan tuna phia kripik buah salak otak-otak bandeng brownis roti bakpia rosela ampyang ketan kecap keripik jamur merang roti tawar,cake,roti isi peyek belut roti roti serabi kue bawang emping mlinjo,kripik kentang kripik belut otak-otak bandeng tempe kedelai bakery roti makanan kering,kue sale pisang rempeyek nastar,karamel,tahu martabak emping jagung bakery roti manis roti tawar wajik kletik,geplak wingko kelapa muda geplak,wingko wingko roti emping singkong minuman kesehatan slondok slondok bakpia bakpia bakpia
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
7of8
Jenis Pangan bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia yangko bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia wingko babat yangko bakpia gula kelapa muda ampyang yangko jahe secang sari buah roti basah cemilan kacang roti kue moci bakpia wingko babat
Lampiran 6. kar resp berd jenis png09/12/2009
8of8
Lampiran 8. Status kewajiban pelabelan responden IRTP berdsarkan karakteristiknya
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama IRTP mariesta mina crispy rajawal kamila putri delica cake&bakery eg brownis tary snack shafira snack toibo bakmi bangkok barokah sri rejeki/sukinah sri rejeki krupuk kembar sahara toko ran nyiur sari buana
Nama lengkap responden Ridoansah beni t Ibnu heryanto Hanih amir Laila Sudarmi Tri wahyuningsih Ifi ratna setyowati Dwi karyati Yuli sungkawati Sumardi Mulyono Parjiyem Sukinah Warini Aminah Sarjiyo purwono Haryatun Triyono Delfi
Jabatan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Alamat dongkelan panggungharjo sewo pandes panggungharjo sewon gondosari,sitimulyo piyungan jati wonokromo plered gaten rt3 gempolan trirenggo gedriyan kudribeso saptodad serayu bantu dadapan timbulharjo sewon pengungharjo sewon srihardono srihardono srihardono srihardono tulung srihardono srihardono sanggrahan ringinharjo srihardono nyoto
Kabupaten/kota Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul
20 21 22 23 24 25 26 27 28
mansyur sido mukti linda peyek sedyo rukun santoso sedyo rukun sedyo rukun peyek tubilah
Ponirah Hj siti baroroh Arlinawati Jariyah Kustinah Sumarmi Tubiyatmi Tubilah Purwanto
Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
tirtonirmolo kasihan krajan rt4 mending ringinharjo pelemadu sriharjo pelemadu rt4 sriharjo pelemadu sriharjo pelemadu sriharjo pelemadu sriharjo puton rt2 trimulyo
Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul
29 30 31 32 33 34
snax indah sari rasa phinisi jelita mbok tumpuk bu dipo
Ida nursantin Teguh setiawan Eko takariawan Sri martini Arif darto Sis retnowati
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
jl dr wahidin sudirohusodo pepetrirenggo krajan gatak timbulharjo sewon mrisi kasihan jetis sumuran paebapang bantul timur c9 trirenggo
Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul Kab. Bantul
35
kemala snack,tart&bakery Hj Nursanti Indrawati SE
36 37 38 39 40
geplak jaya ngudi lestari dea bakpia 101 bakpia pathok 44
41 42 43 44 45 46 47
sw niki eco annisa ring bakery
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
ngudi rejeki criping pisang wid ab yulia olagun ngudi lestari kt bu sum
65
66
mutiara planet peyek
HM Fauzan jafar Ny sukiyah Ani muslimah Hindarto Kineng Eri sudaryati Hudi trianto Prihati rahayu Asyhuri 456 Haryati juwita Sudarwatik Indartiningsih
Karyawan jl agus salim no27
Kab. Bantul
Status pelabelan (wajib atau tidak) wajib wajib wajib wajib wajib Tidak Tidak Tidak Tidak wajib wajib wajib Tidak wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib Tidak Tidak Tidak wajib Tidak tahu wajib wajib wajib
Status Kemasan (dikemas atau tidak) Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Apakah dijual dan dikemas langsung dihadapan pembeli Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Jenis Kemasan Kaca Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik
kacang oven peyek kacang peyek peyek kacang peyek kacang peyek kacang peyek kacang peyek kacang roti pisang
3 bulan 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 hari
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya
Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik
Jenis Kapasitas Nomor pendaftaran pendaftaran produksi 113340201629 P-IRT 10kg/mg 202340201630 P-IRT ? 202340201632 P-IRT 5kg/hari 203340202640 P-IRT 5kg/hari 206340201412 P-IRT 20kg/hari 206340201413 P-IRT 200biji/hari 206340201505 P-IRT 4kg/hari 206340201522 P-IRT 10kg 206340201538 P-IRT 30kg/hari 206340201622 P-IRT 25kg/hari 206340201653 P-IRT 25kg/hari 206340201656 P-IRT 20kg/hari 206340201657 P-IRT ? 206340201658 P-IRT ? 206340201660 P-IRT ? 206340201661 P-IRT ? 206340201723 P-IRT ? 207340201635 P-IRT ? 212340201579 P-IRT 4000bungkus/hr 10kg kacang 215340201190 P-IRT ijo/hr 215340201414 P-IRT 20kg/hari 215340201453 P-IRT 10kg/hari 215340201468 P-IRT 16kg/hr 215340201469 P-IRT 4kg/mg 215340201470 P-IRT 75kg/hr 215340201479 P-IRT 25kg/hari 215340201496 P-IRT 25kg/hari 215340201561 P-IRT 25kg/hari
kue kue,roti roti bakpia peyek,geplak kue
? 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 minggu ?
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Ya Ya Tidak Tidak tahu Tidak Tidak
Plastik Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Plastik
215340201584 306340201454 306340201580 172/1202/018 215340201679/9 505/202/02
kue
?
Terkemas
Tidak
Karton/kertas
SP 312/12.02/2001
kesesuaian pencantuman keterangan Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai -
P-IRT P-IRT P-IRT SP SP SP
25kg/hari 30kg/hari 12.000pcs/hr 200dus 200dus 1500biji
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai
SP
500dus
Tidak Sesuai
Tidak memiliki nomor pendaftaran 30-50kg/hr 21534030197 P-IRT 5kg/hari 203340303111 P-IRT 7kg 206340301030 P-IRT 10kg/hari 206340301036 P-IRT 6kg kedele/har 100.000tempe/ha ri 206340301113 P-IRT 206340301199 P-IRT 12kg kc ijo/har 206340301340 P-IRT 20kg/hari 206340301346 P-IRT 100bungkus/hari 206340301444 P-IRT 206340303118 P-IRT 100botol/har 213340301313 P-IRT 200dus 3tandan 214340301096 P-IRT pisang/mg 214340301471 P-IRT 25kg/hari 215340301042 P-IRT 15-30kg/hr 215340301448 P-IRT 30g 215340303473 P-IRT 7,5kg/hr 215340304241 P-IRT 6kg kedele/har 215340501180 P-IRT 2kg/hari 216340301256 P-IRT 1,5kuintal/bln 306340401136 P-IRT 1kuintal/hr 915340301203 P-IRT 50kg/hari 1043404010389 P-IRT 50kg/hari 2153403030386 P-IRT 400dos/hr 050/12.04/2002 SP 675 dos 165/1204/200 SP 1200biji/hr 21534-301 SP 100dus 30634-3010356 SP 50dus 30634-301457 SP 50dus
gose karya bej singkar I wareng pandansari wonosar jl ring road utara budegan
Kab. Bantul Tidak Kab. Gunung kidu wajib Kab. Gunung kidu wajib Kab. Gunung kidu Tidak tahu Kab. Gunung kidu Tidak tahu
geplak emping mlinjo rambak ceker ayam bakpia bakpia
3-4 minggu 1-2 bulan 3-4 minggu 3-4 hari 3-4 hari
? Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Ya Tidak Tidak Tidak tahu Tidak tahu
? Plastik Plastik Plastik Plastik
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
singkar I wareng teguhan wining wonosar tumpak ngawu playen ledoksari jl baron 34 wonosar sumberejo tigawe godengsari wonosar
Kab. Gunung kidul wajib Kab. Gunung kidu wajib Kab. Gunung kidu Tidak Kab. Gunung kidu Tidak Kab. Gunung kidu Tidak tahu Kab. Gunung kidu wajib Kab. Gunung kidu wajib
kripik tempe krupuk rambak roti/kue basah onde-onde bakpia ampyang,roti,kue,cake peyek kedele
3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 minggu 3-4 minggu
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Tidak Tidak Ya Ya Tidak tahu Tidak Tidak
Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik
criping pisang criping pisang lanting kacang bawang peyek kedelai hitam lanting keripik tempe jahe instan bakpia gathot tiwu agar agar rumput lau kripik tempe bakpia kue kering keripik tempe bakpia bakpia
1-2 bulan 1-2 bulan 1-2 bulan 3-4 minggu 3-4 minggu 1-2 bulan 3-4 minggu 3-4 bulan 3-4 hari 2-3 hari 1 bulan 3-4 minggu 3-4 hari 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 hari 3-4 hari
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak Tidak tahu Tidak Tidak Tidak tahu Tidak tahu
Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Karton/kertas ? Kaca Plastik Karton/kertas Plastik Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas
bakpia
3-4 hari
Terkemas
Tidak tahu
Karton/kertas
Tidak memiliki nomor pendaftaran
50dus
-
Karton/kertas
Tidak memiliki nomor pendaftaran
475dus
-
Pemilik Pemilik Pemilik
bakpia joss 217 yu tum cv rumput laut mandir kripik tempe ika sar barokah suka suka sido maju bakpia 250 Bakpia 725
ngasem ayu salam patuk patuk rt5/rw1 mendogan bandung gading playen Karyawan wonosari patuk mendogan bandung Pemilik gedagan I rt 2/6 gedogrejo Pemilik peruamahan rakyat wonosa Pemilik pengkol nglipar Pemilik jl pramuka no36 wonosar Pemilik gubah I duwet wonosar Pemilik budegan I piyamon wonosar Pemilik karangawet ii karangmojo Pemilik suyono wetan playen Pemilik plembon kidul playen Pemilik kwarasan nglipar Pemilik karangsari Pemilik
Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu Kab. Gunung kidu
bakpia 522 melati
Surani restu w
Karyawan jl wonosari km17
Kab. Gunung kidul Tidak tahu
Suryanto
Masa simpan* 2-3 bulan 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 1 bulan 2-3 hari 4-5 hari 4-5 hari 4-5 hari 1 bulan 3-4 hari 3-4 minggu 2-3 hari 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 3-4 minggu 6 bulan 4 bulan
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Ny teguh p Dwi r widiyati Sriu rubiyanti Yulianti turmianingrum Yahya Ismini Suminah Samsidah Heru dwi prasetya Ratminingsih Rumiyem Tumiyati Danuri S martutik Muji hartono Supriyono Bangun
bakpia 36
Jenis pangan jahe sirup kripik lele krupuk ikan tengir kripik usus kue kering kue basah roti roti roti basah kue kering bakmi krupuk sayur onde-onde peyek kacang krupuk krupuk aneka camilan minyak goreng bumbu kering
Pemilik
budegan ii wonosari
wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib Tidak tahu Tidak wajib wajib Tidak tahu wajib wajib Tidak tahu Tidak tahu
Kab. Gunung kidul Tidak tahu
bakpia
3-4 hari
Terkemas
lampiran 8 status kewajiban label09/12/2009
Tidak tahu
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai -
1of3
Lampiran 8. Status kewajiban pelabelan responden IRTP berdsarkan karakteristiknya
No
67
68
69
Nama IRTP
primasari
primasari
sarirasa
Nama lengkap responden
Jabatan
Ruspanto
Pemilik
Maryanto
Winarti
Pemilik
Pemilik
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
nela roti Abon tuna bu hirto melati kurnia aj lestari jari-jari tiara winart bakery agatha lestari pak sutris mirah sarimulyo ngudi mulyo supiyah sumber rejek susilowati pak amat rempeyek sarirasa ngudi raharjo
Daryati Bu hirto Dra mandar rusmiyati lestari rusmanto siti nur chamsah siti nur chamsah Kori alce/budiyanto lestari sutrisno Jumirah Sundari Sudimin Supiyah Sugiyo Susilowati Septi damayanti Agus m. Sarjudi
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
89
diana boga
warsinah
90
wingko andika
Hasim haryanto
Alamat
gemamang putak
gemamang putak
pager legandeng
Status pelabelan Kabupaten/kota (wajib atau tidak)
Kab. Gunung kidul
Kab. Gunung kidul
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Kab. Gunung kidul Kab. Gunung kidu Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo Kab. kulon progo
Pemilik
karang tengah lor margasari pengasih
Kab. kulon progo
wonosidi kidul wates
wajib
Kab. Gunung kidul Tidak tahu
jl wunut II singkar wareng mulyosari baleharjo klumutan 15/8 srikayangan sentolo plumbon temon manggangau, tawangsari, pegasi jl. Brigjen katamso 34 wates pereng bumiharjo linduh dunggalih dayakan, pengasik kedung dowo, wates kalibondol rt43 rw21 sentolo karangasem sidomulyo cikalau rt56/25 banjarharjo kriyan rt20 rw36 margorejo penggung hargorejo sidomulyo pengasih plumbon temon ds I krembangan panjatan banjarharjo kalibawang
Pemilik
wajib
wajib wajib wajib
Kab. kulon progo Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman
krupuk rambak
krupuk rambak
bakpia
Masa simpan*
3-4 minggu
3-4 minggu
wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib
3-4 hari 4 bulan 3-4 hari 1 bulan 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 1 bulan 2-3 hari 3-4 minggu 3-4 minggu 1-2 bulan 1-2 bulan 5 bulan 3-4 hari 1 bulan 3-4 minggu 1-2 bulan
wajib
nastar,karamel,tahu martabak
1-2 bulan
wajib
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
sari murni lestari esthy cake rosa jaya abad diessa farm intan primma pangan rofiko jaya mina ayu khansa snack&food cv volva indonesia wahyu austin wilda gessa cake berkah kampoeng sewu mandiri abc karunia
Bu gito Gayatri nindita lestari Kusmi Mulyani ST Sarjono Mavela rasti Erik reggi Tutik suprapti R hashom muhzi Nurul indah khasanah Agung cahyono Tutik handayani Uswatun khasanah sSukarti Wartiyem Erni widayati Dulrojak Sulistinah Dayat widiyanto
Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Karyawan Pemilik Karyawan Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik
beron VIII bugel panjaran jl ringroad 88 ambar ketawang bogam kalasan kenayan wedomartani ngempla ledokwarung sardonoharjo pandean VII sidoluhur godean tegalsari tirtomartan ngebong margorejo platokuning IV rt21/29 minomartan jl kaliurang km7 kayen niram rt1 rw20 pendowoharjo perum taman cemara blok6 gamping kidul ambarketawang perum sidoarum III godean bokoharjo prambanan jl brojomulyo no11 jonggrangan sumberadi melat gatak bokoharjo prambana krandan sidomulyo godean
110
omega soponyono
Suwarso suharmanto
Pemilik
perumbkn no45
Kab. Sleman
wajib
111 112 113 114 115 116 117 118
aninda bu vera cemilan hakim arh group good mama pradana aneka kripik mekar lestar ayudhia deva
Suprapti Vena asmara Fitri astuti Mario kurniawan Yulianiwati Sri murdaningsih Sri rahayu Barikhah yulianti&Rini sartini
Pemilik Pemilik Karyawan Karyawan Pemilik Karyawan Pemilik Karyawan
perum I jl flamboyan no5 godean jl wates km 5 ambarketawang timbulrejo rt4 rw4 maguwoharjo banyumeneng kayunan donoharjo ngagli jongke kidul rt6 rw24 sendangadi mla perum pesdona purwomartani d5 ploso kuning 5 rt25 rw10
Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman
wajib wajib wajib wajib wajib wajib
119 120 121 122 123 124
mawar bakpia pathok 750 Hartatik agria nusa raya Drs Gumarso dita Hemi purwati bakpia pathok 88 Teguh subekti dahlia Sudarto salma Bambang setiawan
Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik Karyawan
belingsari rt2/14 ambarketawang jl melati III/234 perumnas conca nglengking rt3/16 sendangrejo gamping kidul rt3 rw18 ambar ketawan serangan sidoluhur godean jl kapten haryadi sinduharjo
Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman Kab. Sleman
Tidak Tidak wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib wajib Tidak wajib Tidak Tidak tahu Tidak wajib wajib wajib
Tidak Tidak Tidak wajib Tidak Tidak tahu Tidak Tidak
wingko kelapa muda
Status Kemasan (dikemas atau tidak)
Terkemas
Terkemas
3-4 hari
wingko babat abon ikan tuna roti manis roti tawa wajik kletik,geplak roti bakery roti bakery sale pisang tempe kedela emping singkong emping jagung slondok makanan kering,kue minuman kesehatan wingko geplak,wingko rempeyek slondok
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Kab. kulon progo
Jenis pangan
3-4 hari
Apakah dijual dan dikemas langsung dihadapan pembeli
Tidak
Tidak
Tidak tahu
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Terkemas
Jenis Kemasan
Jenis Nomor pendaftaran pendaftaran
Kapasitas produksi
kesesuaian pencantuman keterangan
Plastik
Tidak memiliki nomor pendaftaran
15kg/hr
Tidak Sesuai
Plastik
Tidak memiliki nomor pendaftaran
?
Tidak Sesuai
?
Tidak memiliki nomor pendaftaran
5kg/hari
-
16kg/hr 150kg/hr 600kg 10kg 200biji 5kg/hari 5lt/hari 4kg/hari 200kue/hr 8kg/mg 50biji 8kg 7kg 80bungkus ? ? ? 250dos/hr 1000-1500biji
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai
Tidak memiliki nomor pendaftaran 202340301352 P-IRT 206340101277 P-IRT 205340101006 P-IRT 206240101441 P-IRT 206340101139 P-IRT 206340101374 P-IRT 206340101438 P-IRT 214340101332 P-IRT 215340101307 P-IRT 215340101366 P-IRT 215340101436 P-IRT 215340101451 P-IRT 215340402003 P-IRT 809340101007 P-IRT 0001/12.05/91 SP 003/12.5/93 SP 1451/12.05/2002 SP 169/12.05/1999 SP
Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak tahu Tidak Tidak
Karton/kertas Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Ganda plastik/kertas Karton/kertas ? Karton/kertas Plastik
Tidak
?
Tidak memiliki nomor pendaftaran
10kg/hr
Tidak Sesuai
Karton/kertas
Tidak memiliki nomor pendaftaran
500dus
Tidak Sesuai
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai
Tidak
? roti roti sirup jambu biji kecap peyek belut otak-otak bandeng kripik belut otak-otak bandeng abon ikan tuna keripik jamur merang roti roti roti bakpia serabi kue bawang sekoteng kunir instan
? 3-4 hari 3-4 hari 1-2 bulan 4-5 bulan 3-4 minggu 3-4 hari 3-4 minggu 3-4 hari 3-4 bulan 3-4 minggu 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 2-3 hari 3-4 minggu 5-6 bulan 5-6 bulan
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
? Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak tahu Ya Tidak Tidak Tidak
Karton/kertas Plastik Karton/kertas Kaca Kaca Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik Plastik
Tidak memiliki nomor pendaftaran 8063404 P-IRT 30640401287 P-IRT 114340401634 P-IRT 115340401071 P-IRT 202340401177 P-IRT 202340401277 P-IRT 202340401338 P-IRT 202340401391 P-IRT 202340402299 P-IRT 204340402400 P-IRT 206340401061 P-IRT 206340401245 P-IRT 206340401257 P-IRT 206340401310 P-IRT 206340401326 P-IRT 206340401475 P-IRT 212340401047 P-IRT 212340406243 P-IRT
sale pisang emping mlinjo,kripik kentang lanting ampyang ketan brownis kripik buah salak dodol salak roti phia
3-4 minggu
Terkemas
Tidak
Plastik
214340401437
P-IRT
300 dus/hr 7kg ? ? 2kg/hari 2kg/mg ? ? 300box snack 3kg 10kg/mg 50loyang/hr 100kg/hr 15kg/hr 3kg/hr 100botol/har 60kg/hr 6kuintal 15kotak 3tandan pisang/mg
3-4 minggu 1-2 bulan 3 bulan 3-4 hari 1 tahun 1-2 bulan 3-4 hari 3-4 hari
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya
Plastik Plastik Plastik Karton/kertas Alufo Ganda plastik/kertas Ganda plastik/karton Ganda plastik/karton
215340401025 215340401435 215340410116 306340401314 614340401110 806240401095 806340401235 806340401713
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
15kg/hr 1kuintal/hr 60kg/hr 25kg/hari 12-15kg 240.000roti/bln 60kg/hr 10kg/hr
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai -
bakpia pathok rosela wajik kacang ijo bakpia roti roti tawar,cake,roti is
3-4 hari 1 tahun 1-2 bulan 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Ya Tidak Ya Tidak tahu Ya Ya
Ganda plastik/karton Ganda alufo/karton Ganda karton/plastik Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas
806340402402 810340401322 815340406480 327/12.01/1998 533/12.03/01 780/12.03/04
P-IRT P-IRT P-IRT SP SP SP
200butir kelapa 25kg/mg 5kg/hari 100dus 100dus 30dus
Sesuai -
lampiran 8 status kewajiban label09/12/2009
2of3
Lampiran 8. Status kewajiban pelabelan responden IRTP berdsarkan karakteristiknya
No
125
Nama IRTP
al mubarokah
Nama lengkap responden
Status pelabelan Kabupaten/kota (wajib atau tidak)
Kab. Sleman
wajib
Jenis pangan
madu,rosela
Masa simpan*
1-2 tahun
Apakah dijual dan dikemas langsung dihadapan pembeli
Status Kemasan (dikemas atau tidak)
Terkemas
Tidak
Jenis Kemasan
Jenis Nomor pendaftaran pendaftaran Tidak memiliki nomor pendaftaran
Kaca
Kapasitas produksi
kesesuaian pencantuman keterangan
1kuintal/mg
Tidak Sesuai
80kg/mg 10kg/mg 30kgjahe/bln
Tidak Sesuai
Lukia zuraida Ferry darmawan Sri astuti
Pemilik Pemilik Pemilik
nogotirto elok iiD/40 sanggrahan pathok no I/7 jl gambiran no 145
Kab. Sleman Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
Tidak Tidak tahu wajib
brownis,cookies bakpia gula kelapa muda
3-4 hari 3-4 hari 1-2 bulan
Terkemas Terkemas Terkemas
Ya Tidak tahu Tidak
Karton/kertas Karton/kertas Plastik
Tidak memiliki nomor pendaftaran 30647101114 P-IRT 215347102531 P-IRT
Sri astuti Wagiman A.suryani Wakijan S angling
Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik
jl gambiran no 145 purwodunung jl pathok I/519 jl sanggrahan pathuk no504 jl aip ks tubun no65
Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
wajib Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak
ampyang bakpia bakpia bakpia yangko
2-3 bulan 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Tidak Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Ya
Plastik Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas
215347102531 300347101001 306347101007 306347101014 306347101015
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
16kg/hr 15kg/mg 20kg/hari 50kg/hari 60kg/hr
Tidak Sesuai -
S angling Tri mulyanti RR sukarelawati Rahmi widianti Agus winarto Anang budi w Eni kasiyati B maryani Sumiyati Erma surtini Subardini ekawati Kristiana wilis Ganda yanuar Is rodiah Lis wahyuni Wakijan Sri astuti
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Karyawan Pemilik
jl sanggrahan pathuk no504 purwodeningrat I/762 purwodiningrat I/786 purwodiningrat I/776 sanggrahan pathuk I/545 ngampelan I/527 sanggrahan pathok noI/503 sanggrahan pathuk I/523B sanggrahan pathuk I/543 purwodiningrat I/748 purwodiningrat I/747 jl wiratama 27 purwodiningrat I/751 jl. Pramuka 82 yogyakarta jl pramuka 82 gambiran V/345 jl aip ks tubun 73b ks tubun jl gambiran 40
Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
wajib Tidak Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu wajib Tidak Tidak tahu Tidak tahu wajib Tidak tahu
wingko babat yangko bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia bakpia wingko babat yangko bakpia bakpia kue moci bakpia
3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Tidak Ya Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak Ya Tidak tahu Tidak tahu Tidak Tidak tahu
Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas
306347101016 306347101021 306347101025 306347101105 306347101113 306347101115 306347101116 306347101120 306347101121 306347101152 306347101178 306347101192 306347101249 306347101372 306347101373 306347101374 306347101390 306347101454 306347101533
P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT P-IRT
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai -
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
jl pakuningratan 56b jl ks tubun 65 sanggrahan pathuk I/523 suryowijayan nagan tengah no11 jl nagan tengah no11 jl poncowinatan 563 puwodengrat noI/772
Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta
Tidak Tidak tahu Tidak tahu wajib wajib wajib Tidak Tidak tahu
roti bakpia bakpia cemilan kacang jahe secang sari buah roti basah bakpia
3-4 hari 3-4 hari 3-4 hari 1-2 bulan 3-4 minggu 2-3 bulan 3-4 hari 3-4 hari
Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas Terkemas
Ya Tidak tahu Tidak tahu Tidak Tidak Tidak Ya Tidak tahu
Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Karton/kertas Plastik Karton/kertas Karton/kertas
306347102262 316347101012 222/12.04/1976 290/12.01/97 394/12.01/1999 394/1201/1999 49/12.01/89 757/12.01/2003
P-IRT P-IRT SP SP SP SP SP SP
20kg/hari 180kg/hari 30kg/hari 15kg/hr 50kg/hari 30kg 50kg/hari 3kg 300dus 25kg/hari 15kg/hr 20kg/hari 50kg/hari 200 kg/hr 25 kg/hr 250kg/hr 50kg/hari 10-20 lirang/hr 45kg/hr 4kg tepung,500biji 10kg 50dus 50dus 50dus 150dus 100dus 300dus
?
?
Tidak memiliki nomor pendaftaran
5 kg/hr
-
134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
justina cake bakpia 250 bakpia ayu camilan sukses widyasar widyasar nita bakpia bu lis
Lilis giovani Angling putra sanjaya Sri gandowo Suwartini Reny widyaningsih Reny widyaningsih Dwi sari Anis safharudin
161
aneka rasa
Wid sudarto
129 130 131 132 133
Alamat
jl banteng raya sinduharjo
Abdulah husein mubarak
lukia real american brownis bakpia 97 gula kelapa muda ampyang rasa jahe cap kupu indah bakpia 757 bakpia 99 yangko sm wingko babat jaya express lintang surya fadilla bakpia 31 bakpia pathok 527 bakpia 523 bakpia 579 yuss bakpia pathok 543 bakpia erma bakpia kurnia bakpia 125 reno wilis yangko asli pak prapto bakpia 82 73B ada rasa bakpia 145
126 127 128
Jabatan
Kota Yogyakarta
?
lampiran 8 status kewajiban label09/12/2009
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai -
3of3
Lampiran 9. Contoh disain kemasan dan label pangan yang memenuhi PP Pelabelan No
Nama Produk
1
Bakpia Pathuk Fadila
2
Keripik Salak Pradana
3
Teh Rosela Rose
Contoh Kemasan
Lampiran 10. Contoh Kemasan dan Label Pangan IRTP di Propinsi DI Yogyakarta Yang Tidak Memenuhi Persyaratan Pelabelan No
Nama Produk
Kab./Kota
1 Peyek Kacang Mbok Tumpuk
Bantul
2 Onde-Onde 52
Gunung Kidul
3 Gathot Thiwul "Yu Tum"
Gunung Kidul
4 OtakOtak Bandeng "Tayu"
Contoh Kemasan
Sleman
Lampiran 10. contoh kem yg salah09/12/2009
Lampiran 10. Contoh Kemasan dan Label Pangan IRTP di Propinsi DI Yogyakarta Yang Tidak Memenuhi Persyaratan Pelabelan No
Nama Produk
Kab./Kota
5 Yangko "Pak Prapto"
Yogyakarta
6 Abon Ikan Tuna "Bu Hirto"
Gunung Kidul
7 Gula Semut Temu Lawak
Kulon Progo
8 Sari Buah "Rosa"
Sleman
Contoh Kemasan
Lampiran 10. contoh kem yg salah09/12/2009
Lampiran 11. Hasil pengamatan praktek sanitasi di 161 responden/IRTP
No
1 2 3 4
5 6
7 8 9
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19
Pertanyaan/pernyataan
Pengolah pangan yang menangani pangan dalam keadaan bersih dan sehat Pengolah pangan menggunakan baju kerja yang bersih dan berwarna terang Pengolah pangan menggunakan tutup kepala selama menangani/mengolah pangan Pengolah pangan mengenakan masker dan sarung tangan selama menangani/mengolah pangan Pengolah pangan tidak mengenakan celemek/baju kerja ke toilet Pengolah pangan tidak mengenakan perhiasan(gelang/cincin/kalung/anting/jam tangan) Jika ada luka, luka ditutup/diplester/perban Pengolah pangan tidak makan minum selama mengolah pangan Pengolah pangan tidak menggaruk-garuk badan dan bersin atau batuk ke arah pangan selama menangani pangan Pengolah pangan mencuci tangan dengan benar sebelum menangani pangan Tersedia tempat cuci tangan Tersedia sabun dan lap pengering di toilet dan tmpat cuci tangan Tersedia toilet dengan suplai air yang cukup Kran di tempat cuci tangan berfungsi dengan baik Lap pengering selalu dalam keadaan bersih dan kering Tersedia peralatan pembersih seperti sikat,lap pel,sapu,lap pengering di sarana produksi Peralatan pembersih disimpan dalam tempat khusus dan tidak berantakan Peralatan pembersih disimpan selalu dalam kondisi bersih Tersedia jadwal pembersihan dinding,langitlangit dan lantai produksi
Jawaban (IRTP,(%)) Ya Tdk Tdk diketahui 156 1 (0.6) 4 (2.4) (96.9) 109 50 2 (1.2) (67.7) (31.1) 65 93 3 (1.9) (40.4) (57.8) 25 133 3 (1.9) (15.5) (82.6) 99 (61.5) 115 (71.4)
58 (36.0) 44 (27.3)
151 (71.4) 141 (87.5) 149 (92.5)
7 (4.3)
3 (1.9)
17 (10.6) 7 (4.3)
3 (1.9)
139 (86.3) 140 (87)
17 (10.5) 14 (8.7) 53 (32.9) 4 (2.4)
104 (64.5) 151 (93.8) 125 (77.6) 104 (64.5) 133 (82.6) 112 (69.5) 111 (68.9) 23 (14.3)
4 (2.4) 2 (1.2)
5 (3.1)
5 (3.1) 7 (4.3) 4 (2.4) 6 (3.7)
32 (19.8) 48 (29.8) 23 (14.3)
4 (2.4)
44 (27.3) 44 (27.3) 131 (81.4)
5 (3.1)
9 (5.6) 5 (3.1)
6 (3.7) 7 (4.3)
Lampiran 11. Hasil pengamatan praktek sanitasi di 161 responden/IRTP No
Pertanyaan/pernyataan
20
Tersedia jadwal pembersihan peralatan dan mesin produksi Tersedia bahan-bahan untuk pencucian dan sanitasi seperti sabun/air panas/desinfektan lainnya Bahan-bahan pembersih seperti sabun dan desinfektan lainnya disimpan di tempat khusus dan dilabel Lantai,dinding,langit-langit dalam kondisi bersih Peralatan dan mesin produksi disimpan di tempat yang bersih dan dalam kondisi bersih Tersedia tempat khusus pencucian peralatan
21
22
23 24 25 26 27 28
Kondisi tempat pencucian peralatan yang ada dalam kondisi bersih dan terpelihara Pintu toilet tidak langsung terbuka ke ruang produksi Tersedia sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan lap
Jawaban (IRTP,(%)) Ya Tdk Tdk diketahui 22 130 9 (5.6) (13.6) (80.7) 146 8 (5) 7 (4.3) (90.7) 87 (54)
66 (41)
8 (5)
110 (68.3) 130 (80.7) 133 (82.6) 128 (79.5) 132 (82)
47 (29.2) 25 (15.5) 21 (13) 5 (15.5) 23 (14.2) 42 (26)
4 (2.4)
112 (69.7)
6 (3.7) 7 (4.3) 8 (5) 6 (3.7) 7 (4.3)
Lampiran 12. Dokumentasi Kegiatan Pengamatan Praktek Sanitasi di IRTP dan Wawancara Dengan Responden No
Foto/Dokumentasi
1
Penulis memberikan contoh kepada enumerator untuk melakukan wawancara kepada responden di Kab. Sleman
2
Penulis memberikan contoh kepada enumerator untuk melakukan pengamatan praktek sanitasi IRTP di Kab. Sleman
3 Penulis mensupervisi enumerator yang sedang melakukan pengamatan praktek sanitasi IRTP di Kab. Sleman