25 K
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
perak MRK
PENINGKATAN KINERJA TENAGA KERJA KONSTRUKSI DENGAN MELAKUKAN RESTRUKTURISASI KERANGKA KLASIFIKASI, KUALIFIKASI DAN BAKUAN KOMPETENSI KERJA Suntana S. Djatnika1, Budi S Supandji2, Ismeth S Abidin3, dan Bambang Trigunarsyah4 ABSTRAK: Setelah terlepas dari krisis ekonomi yang menimpa negara kita, perkembangan pembangunan dalam sektor konstruksi di Indonesia terus meningkat. Dengan berlakunya pasar bebas, Indonesia akan menjadi pasar jasa konstruksi yang sangat besar dan terbuka secara intenasional. Pelaku usaha nasional kita akan menghadapi persaingan usaha dan tuntutan kemampuan usaha yang tinggi. Pada sektor konstruksi terdapat tenaga kerja sekitar 4 juta untuk downstream-nya dan sekitar 40 juta untuk upstream related sector. Dalam 5 tahun ke depan diperkirakan akan diperlukan lebih dari 6 juta orang. Kondisi sekarang adalah tidak terstrukturnya pola ketenaga kerjaan, kurangnya feed back ke dunia pendidikan dan pelatihan, tidak efisiennya alokasi tenaga kerja, rendahnya kinerja, profesionalisme dan daya saing jika dibandingkan dengan tenaga kerja negara lain. Berdasarkan tujuan terwujudnya Jasa Konstruksi Nasional yang profesional, efisien, dan berdaya saing tinggi, maka perlu dilakukan perbaikan yang lebih mendasar. Upaya peningkatan kinerja tenaga kerja konstruksi harus dilakukan sejalan dengan langkah-langkah strategis lain. Konsep untuk meningkatkan kinerja tersebut adalah dengan melakukan restrukturisasi kerangka classification & qualification serta persyaratan kompetensi kerja untuk setiap bidang pekerjaan. Modelnya diambil pada micro level dalam pasar kerja sektor konstruksi. Berdasarkan struktur ketenaga kerjaan yang disempurnakan, pada downstream linkage akan diperoleh kerangka jabatan kerja, satuan unit pekerjaan, bakuan kompetensi kerja, productivity indicators dan performance rates. Untuk upstream linkage, khusus dalam sektor pendidikan dan pelatihan, akan diperoleh arah yang lebih market requirement oriented. Sistem yang disempurnakan ini perlu ditetapkan menjadi standar nasional dan menjadi acuan asesmen dalam proses sertifikasi profesi. KATA KUNCI : Tenaga kerja konstruksi, classification & qualification, kompetensi kerja, productivity indicators, performance rates, sertifikasi. 1. PENDAHULUAN Setelah terlepas dari krisis ekonomi yang menimpa negara kita, perkembangan pembangunan dalam sektor konstruksi di Indonesia terus meningkat. Dalam 5 tahun ke depan untuk sektor konstruksi akan dibangun sekitar seribu lima ratusan kilometer jalan tol, ratusan ribu unit rumah, ribuan kilometer jalan raya umum di seluruh Indonesia disamping pembangunan infrastruktur lainnya (Kalla, 2005). Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pekerjaan konstruksi memberikan kontribusi 50%
1 2 3 4
Mahasiswa Program Doktor – Kekhususan Manajemen Konstruksi, Departemen Teknik Sipil, Universitas Indonesia, email:
[email protected] Guru Besar Departemen Teknik Sipil, Universitas Indonesia, e-mail:
[email protected] Dosen Program Pascasarjana Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Ketua Departemen Teknik Sipil, Universitas Indonesia, e-mail:
[email protected]
1
25 K
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
perak MRK
dari pekerjaan konstruksi di Indonesia (Trigunarsyah, 2004). Untuk mencapai pertumbuhan 6 persen dalam lima tahun mendatang tersebut dibutuhkan biaya untuk pembangunan infrastruktur 72,14 miliar dollar AS. Dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 9.500 per dollar AS, biaya pembangunan infrastruktur mencapai Rp 685,33 triliun. Jumlah itu untuk pembangunan jalan raya sepanjang 93.700 kilometer, pembangkit listrik 21.900 MW, 11 juta sambungan telepon tetap, 18,7 juta pelanggan telepon seluler, air minum untuk 30,5 juta orang, dan sanitasi untuk 46,9 juta orang. Biaya itu belum termasuk biaya pembangunan infrastruktur lain, seperti transportasi, perumahan dan irigasi (Kompas, 2004). Pembangunan ini akan ditambah pula dengan pembangunan yang dilakukan oleh sektor swasta, yang menurut perhitungan Departemen Pekerjaan Umum akan berkisar sekitar tiga kali jumlah nilai pembangunan oleh Pemerintah. Dengan perkembangan itu diperkirakan mampu menyerap lebih dari 6 juta tenaga kerja. Pembangunan dalam sektor konstruksi ini akan memberikan multiplier effect kepada perekonomian nasional. Dalam pembangunan yang akan dikerjakan tersebut, sumber daya alam dan sumber daya manusia akan banyak sekali diperlukan. Sumber daya manusia yang dalam hal ini berperan sebagai tenaga kerja, menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan. Konstruksi adalah merupakan sektor dimana penggunaan tenaga kerja cukup intensif (Jergeas et al, 2000), khususnya di negara berkembang (Koehn, 1996) dan output konstruksi sangat bergantung pada kinerja tenaga kerja. Tantangan yang dihadapi oleh sektor konstruksi adalah yang terkait kepada globalisasi di satu sisi, dan otonomi daerah di sisi lainnya. Yang sudah dihadapan kita adalah kesepakatan regional Asean Free Trade Agreement (AFTA), dimana sesuai dengan ratifikasi di Vietnam pada tahun 2001 telah ditetapkan sistem perdagangan bebas dilingkungan ASEAN yang telah dimulai pada tahun 2002. Termasuk didalam kesepakatan ini adalah bidang jasa konstruksi. Tantangan free trade berikutnya adalah untuk tingkat Asia Pasifik - APEC adalah pada tahun 2010 dan untuk tingkat seluruh dunia WTO pada tahun 2020.Dampak dari kesepakatan ini, dan sejalan dengan rencana pembangunan sektor konstruksi ke depan, dapat dipastikan bahwa Indonesia akan menjadi pasar jasa konstruksi yang sangat besar dan terbuka bagi pelaku bisnis dari negara lain. Sejalan dengan masuknya pelaku bisnis jasa konstruksi dari luar, para tenaga kerja kontruksi dari negara lain akan masuk pula ke Indonesia dan bersaing langsung dengan tenaga setempat. Secara umum kondisi tenaga kerja konstruksi kita, khususnya tenaga akhlinya masih kurang dalam kemampuan profesional dan daya saing. Upaya peningkatan kinerja tenaga kerja konstruksi adalah merupakan salah satu bagian yang harus dilakukan sejalan dengan langkah-langkah strategis lain. 2. PEMETAAN TENAGA KERJA SEKTOR KONSTRUKSI Jika dilakukan pemetaan untuk ketenagakerjaan sektor konstruksi, terdapat up-stream linkage ke semua sektor lainnya berupa ketenaga kerjaan, pendanaan, peralatan, bahan baku, sistem manajemen, sistem transportasi. Demikian juga dengan down-stream linkage nya ke usaha jasa konstruksi yang meliputi bidang-bidang pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan dengan tujuan akhir berupa pembangunan nasional. Keseluruhan linkage ini meliputi penyerapan tenaga kerja sampai 40 juta, sedangkan khusus di bidang usaha jasa konstruksi sendiri melibatkan tenaga kerja sekitar 4 juta (ISCO). Gambaran hubungan ini diperlihatkan dalam Gambar 1. Kondisi yang ada sekarang dalam pasar tenaga kerja konstruksi adalah tidak terstrukturnya pola ketenaga kerjaan, kurangnya feed back ke dunia pendidikan dan pelatihan. Kondisi ini yang mengakibatkan tidak efisiennya alokasi tenaga kerja, tidak terarahnya pendidikan dan pelatihan, dan pada akhirnya memberikan kontribusi negatif akibat rendahnya mutu dan kinerjanya. Masalah yang dihadapi tenaga kerja konstruksi kita antara lain adalah kemampuan keprofesian yang bakuan kompetensinya belum ada, tidak dapat dibandingkan dengan standar internasional; budaya kerja yang kurang mengenal proses magang dan team work; latar belakang pendidikan yang pada umumnya tidak mengacu kepada tenaga yang siap kerja; belum ada jalur komunikasi dan kerja sama antara profesiindustri-dunia pendidikan, disamping daya saing yang rendah antara lain adalah etos kerja kurang
2
25 K
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
perak MRK
terbentuk, pada umumnya bukan pekerja keras, kurang percaya diri, belum ada performance standard dan Quality Assurance yang baku serta tidak ditunjang Professional Indemnity Insurance.
PENDIDIKAN
PASAR TENAGA KERJA
PERLINDUNGAN ASOSIASI TENAGA PROFESI KERJA (ASURANSI)
- PERBANKAN - NON PERBANKAN
M ONEY
MAN
INDUSTRI RANCANG BANGUN PERALATAN
PLANT HIRE
INDUSTRI MATERIAL KONSTRUKSI
MACHINE
BAHAN GALIAN
KONSULTAN MANAJEMEN
MATERIAL
TEKNOLOGI INFORMASI
METHOD/ MANAGEMENT
INDUSTRI JASA TRANSPORTASI
MOVEMENT
UP STREAM LINKAGE MELIBATKAN TENAGA KERJA + 40 JUTA
SEKTOR KONSTRUKSI DOWNS STREAM LINKAGE
MELIBATKAN TENAGA KERJA + 4 JUTA
USAHA JASA KONSTRUKSI - PERENCANA - PELAKSANA - PENGAWAS - TERINTEGRASI
Data BPS kegiatan Jakon •1996 = 8 % terhadap PDB •2001 = 4.7 % •s/d 2004 growth >10 % / Tahun
BIDANG PEKERJAAN - Arsitektur - Struktur - Mekanikal - Elektrikal - Tata Lingkungan KRITERIA PEKERJAAN - Biaya - Teknologi - Risiko
Gambar 1. Mapping Tenaga Kerja Konstruksi
2.1
Perbandingan Standar Industri Tenaga Kerja
Standar internasional yang berlaku untuk ketenaga kerjaan dalam semua sektor umumnya diatur dalam Systems of Occupational Classification. Untuk standar nasional dipergunakan Klasifikasi Jabatan Indonesia dan Kamus Jabatan National. Sebagai studi perbandingan dari kerangka kerja International Standard Classification of Occupations (ISCO) dan beberapa contoh yaitu Australia Australian Standard Classification of Occupations (ASCO), Amerika Serikat USA – Standard Occupational Classification (USA-SOC) dan Inggris UK – Standard Occupational classification (UK-SOC). Sistem klasifikasi jabatan dari negara-negara tadi sudah ditelaah dan unsur-unsur penting untuk perbandingan sudah diidentifikasi dalam penelitian ini. Pengaturan umum dari ISCO adalah susunan hirarhi, unit-unit yang diklasifikasi terdapat pada level terendah, disebut sebagai job level. Di atas level ini sistem klasifikasi distrukturisasi untuk keperluan arahan dan orientasi. Di dalam sistem ini, lingkup kerja umum digabung membentuk jabatan sesuai dengan kesamaan tugas dan tangung jawab, dengan mengabaikan perbedaan output dari sektor industrinya. Walau demikian, ISCO tidak menggunakan sektor ekonomi atau perdagangan sebagai kriteria dari klasifikasi, tetapi merupakan level kualifikasi yang digabungkan dengan lingkup kerja umumnya, seperti proses industrial, penggunaan teknis, penggunaan bahan kerja atau jasa tertentu. ASCO menggunakan lingkup kerja umum yang dikombinasikan dengan level keterampilan untuk klasifikasi seperti pada ISCO. Struktur ASCO ditetapkan berdasarkan 5 jenjang kelompok level. Sama seperti ISCO, struktur ASCO terdiri dari klasifikasi berdasarkan tingkatan keterampilan. Dalam konteks klasifikasi keterampilan dinyatakan dalam bentuk kualifikasi, pendidikan/pelatihan dan
3
25 K
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
perak MRK
pengalaman kerja yang diperlukan agar kompeten mengerjakan rangkaian tugas dalam jabatan tertentu. Level keterampilan diukur sebagai jumlah pendidikan formal, on the job training dan pengalaman kerja sebelumnya umumnya diperlukan untuk melalukan rangkaian tugas dengan baik. Level keterampilan dalam ASCO menunjukan kemampuan untuk suatu jabatan kerja tertentu dan bukan menunjukan jabatan yang harus dimilikinya. SOC-USA ditetapkan atas dasar permintaan industri dan menggunakan dasar ekonomi dan sektor perdagangan sebagai kriteria klasifikasi, yang ini berbeda dengan ISCO dan ASCO. Struktur SOCUSA berdasarkan 4 tingkatan kelompok level. Jumlah kelompok yang besar sebanyak 23 dibandingkan ISCO 10, ASCO 9 dan SOC-UK 9, menunjukkan batas sektoral yang terbatas. Sama seperti ISCO dan ASCO, struktur SOC-UK adalah berdasarkan lingkup kerja umum dan terdiri dari klasifikasi berdasrakan keterampilan. Dalam konteks klasifikasi, keterampilan didefinisikan dalam bentuk dan waktu kualifikasi, pendidikan dan pelatihan yang diperlukan untuk menjadi kompeten melaksanakan rangkaian tugas untuk suatu pekerjaaan tertentu. Level ketarampilan diukur dari jumlah pendidikan formal, on-the-job-training dan pengalaman sebelumnya yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan dengan mememuaskan. Jumlah levelnya adalah 4, yang ditentukan berdasarkan persyaratan kualifikasi. Sistem Kerangka Ketenagakerjaan Nasional ditetapkan dalam Klasifikasi Jabatan Indonesia (KJI) yang dipergunakan sejak tahun 1982 dibawah kewenangan Departemen Tenaga Kerja. Sistem klasifikasi dari KJI dibuat berdasarkan International Standard Classification of Occupation (ISCO) revised edition 1968, yang diterbitkan oleh International Labor Organization (ILO). KJI tidak menggunakan sektor ekonomi atau perdagangan sebagai kriteria klasifikasi, tetapi tingkatan kualifikasi yang digabungkan dengan lingkup kerja umum. Selanjutnya dikenal pula Kamus Jabatan Nasional (KJN), yang bukan sistem klasifikasi, tetapi merupakan pendaftaran jabatan kerja yang secara sistimatik disusun untuk kemudahan referensi. KJN dikembangkan dengan pertimbangan kebutuhan industri, dimana Indonesia secara substansial berorientasi kepada sektor. Selain itu pertimbangan lainnya adalah dirasakannya KJI yang dikeluarkan tahun 1982 telah ketinggalan dan tidak didasarkan kepada kondisi sekarang yang berorientasi ke sektor. Pada hal tertentu KJN mempunyai kesamaan dengan SOC-USA, tetapi pembagian sektornya belum dibuat sedetail seperti keperluan industri dari Amerika Serikat. 2.2 Kompetensi Kerja Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan. Dengan dikuasainya kompetensi tersebut oleh seseorang maka yang bersangkutan akan mampu : Mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan Mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan. Melakukan penyesuaian bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda. Standar Kompetensi Kerja diperlukan oleh institusi yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, sesuai dengan kebutuhan masing-masing, antara lain adalah : 1. Untuk institusi pendidikan dan pelatihan Memberikan informasi untuk pengembangan program dan kurikulum Sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan penilaian, sertifikasi 2. Untuk dunia usaha/industri dan penggunaan tenaga kerja Membantu dalam rekrutmen Membantu penilaian unjuk kerja Dipakai untuk membuat uraian jabatan
4
25 K
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
perak MRK
Untuk mengembangkan program pelatihan yang spesifik berdasarkan kebutuhan dunia usaha/industri. 3. Untuk institusi penyelenggara pengujian dan sertifikasi Sebagai acuan dalam merumuskan paket-paket program sertifikasi sesuai dengan kualifikasi dan levelnya. Sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan penilaian dan sertifikasi . Berdasarkan hal di atas maka penetapan bakuan kompetensi kerja menjadi kata kunci dalam perbaikan kinerja tenaga kerja konstruksi. 3. KONSEP PERBAIKAN KINERJA TENAGA KERJA KONSTRUKSI NASIONAL Sesuai dengan semua permasalahan yang telah diuraikan, langkah yang akan dilakukan sebagai upaya peningkatan kinerja tenaga kerja konstruksi nasional adalah melalui Capacity Building yang akan difokuskan khusus untuk level mikro, dari lingkup perusahaan, proyek dan group level seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. IMPROVEMENT OF QUALITY & QUANTITY OF CONSTRUCTION WORKER
CONSTRUCTION INDUSTRY IMPROVEMENT
CAPACITY BUILDING IN MICRO LEVEL
Contribution
•Improvement Performance •Professionalism • Recognition
Gambar 2. Micro Level Capacity Building Improvement
Secara garis besar rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji kembali semua kepranataan dalam pengaturan tenaga kerja, khususnya dalam sektor konstruksi 2. Melihat hubungan dari peraturan yang ada dengan tingkat kinerja tenaga kerja, baik secara makro maupun produktifitas individu. 3. Mencari struktur sistem kepranataan dalam penataan tenaga kerja konstruksi, mulai dari up stream input pendidikan dan pelatihan baik formal maupun informal serta down stream input dari industrinya, khususnya yang terkait dengan output produktifitas yang dikaitkan dengan standarisasi kompetensi, akreditasi, sertifikasi dan registrasi tenaga kerja konstruksi. 4. Melakukan pembuktian keunggulan komparatif dari solusi yang diajukan dibanding dengan kondisi yang ada, dengan cara aplikasi nyata dan mengadakan pengukuran kinerja baik dari sisi perusahaan, proyek tertentu maupun kemampuan individu tenaga kerjanya. Jika dilihat dari output fisik hasil karya yang telah berwujud seperti pembangunan infra struktur, gedung-gedung di perkotaan dan pembangunan lingkungan binaan lainnya, sesungguhnya cukup baik hasilnya. Akan tetapi jika kita bandingkan kinerja tenaga kerja kita pada umumnya dengan tenaga
5
25 K
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
perak MRK
kerja dari negara lain, kita merasakan adanya ketertinggalan. Kita tidak mempunyai gambaran tentang pasar tenaga kerja yang terbentuk dari pasar usaha jasa konstruksi, tidak terukurnya kompetensi kerja dan produktifitasnya. Kondisi yang ada sekarang dapat digambarkan dalam Gambar 3. Konsep perbaikan kinerja yang akan dilakukan adalah dengan melakukan restrukturisasi kerangka kerja dari ketenagakerjaan sektor konstruksi seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 4. Skenario perbaikan dari level mikro dilakukan dengan cara menata kembali kualifikasi dan klasifikasi tenaga kerja jasa konstruksi, yang meliputi perencanaan alokasi tenaga kerja dalam suatu proyek atau pekerjaan, bakuan kompetensi, produktifitas dan kontribusinya dalam struktur pembiayaan. UP STREAM PENDIDIKAN PENDIDIKAN DASAR PELATIHAN: PT, D3, SKM, BLK` INFORMAL FEED BACK
TENAGA KERJA KONSTRUKSI
INFORMASI
DOWN STREAM : INDUSTRI - STANDAR KOMPETENSI
- SERTIFIKASI - REGISTRASI
Gambar 3. Struktur Tenaga Kerja Jasa Konstruksi Sekarang UP STREAM PENDIDIKAN & PELATIHAN PENDIDIKAN DASAR / PELATIHAN: PT, D3, SMK, BLK, INFORMAL FEED BACK, EDUCATION METHOD
TENAGA KERJA TENAGA KERJAKONSTRUKSI KONSTRUKSI
QUALIFICATION & CLASSIFICATION FRAMEWORK INFORMASI
PEKERJAAN KONSTRUKSI SEBAGAI PASAR TENAGA KERJA
DOWN STREAM : INDUSTRI - STANDAR KOMPETENSI
- SERTIFIKASI - REGISTRASI
Gambar 4. Konsep restrukturisasi Tenaga Kerja Jasa Kostruksi
Metode perubahan ini dengan mengkaji semua parameter pokok yang mempengaruhi penentu kinerja tenaga kerja konstruksi yang meliputi : 1. Input down-stream tenaga kerja konstruksi dari industrinya seperti standar kompetensi, sistem asesmen, dan sertifikasi. 2. Struktur organisasi perusahaan dan struktur organisasi penanganan proyek. 3. Alokasi tenaga kerja dalam perusahaan. 4. Aspek pembiayaan dan keuangan. Skenario ini akan mengarah kepada perbaikan sistem pendidikan dan pelatihannya. Skenario ini ditunjukkan dalam Gambar 5.
6
25 K
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
perak MRK
IM PR O VE M E N T O F Q U AL I T Y & Q U AN T I T Y O F
C O N ST R U C T IO N IN D U S T R Y IM PR O V E M E N T
C O N ST R U C T IO N W O R K E R - Pro fessio nalism - R eco g nitio n - Im prov em ent Perfo rm ance
A N AL Y SI S O F JO B T IT L E S
A N A L Y SI S O F
A N D C O M PE T E N C Y
WORK ER / CRE W
R E Q U IR E M E N T
PR O D U C T I VIT Y
- W o r k E nv iro n m ent - W ag es an d I ncentives - Q u alificatio n
- Pr oductivity R ate s - C onstructio n C o st S ystem - C ost A n alysis Sta nd ards
D E V E L O PM E N T O F T R AIN IN G A N D E D U C A T IO N A L M O D U L S -
Intern ation al Sta n dar ds C onstructio n R eq uirem ents C om petency R eq uirem ents M ar ket R e qu irem ents Pr og ram R eq uirem ents
G U ID E L IN E S FO R E S T IM AT IO N O F C O N S T R U C T IO N C O S T - Im pro ve d C o st C ontro l - C lear T e nder Pro cess - Fa ir C o m petitio n
SE T U P VO C A T IO N A L T R A IN IN G AN D E D U C A T IO N SY S T E M - A n alysis M ar ket for T raining - D eterm ine T ra in ing P rio rities - D ev elo p Private / Pu b lic Institutio n
Gambar 5. Skenario Perbaikan Kinerja Tenaga Kerja Jasa Konstruksi
Restrukturisasi berdasarkan Classification & Qualification Framework yang akan dilakukan adalah : 1. Melakukan inventarisasi seluruh jabatan kerja dalam sektor ketenaga kerjaan konstruksi, yang meliputi : a. Inventarisasi jabatan kerja berdasarkan keilmuan atau kefungsian tertentu dan sistem klasifikasi dan kualifikasinya. b. Peninjauan atas standar kompetensi kerja berdasarkan klasifikasi dan kualifikasi yang ada dan terkait kepada sistem sertifikasi tenaga kerja konstruksi untuk tenaga ahli dan tenaga terampil. c. Melakukan perbandingan sistem yang berlaku di negara lain, khususnya negara-negara di region ASEAN. d. Melakukan analisis jabatan kerja dan bakuan kompetensinya. 2. Melakukan studi tentang kinerja tenaga kerja konstruksi, yang meliputi : a. Penelitian tentang karakteristik tenaga kerja jasa konstruksi. b. Merencanakan metode pengukuran kinerja. c. Survey tentang elemen yang mempengaruhi produktifitas pekerja. d. Melakukan analisis dan re-validasi data survey pekerjaan yang dipilih sebagai sampel. e. Melakukan kajian tentang perbaikan kinerja pekerja konstruksi di Indonesia. 3.1 Pendekatan Penelitian Study on Productivity dalam sektor konstruksi akan digunakan dalam pengembangan metoda dan strategi dalam memperbaiki kinerja tenaga kerja, penetapan alokasi tenaga kerja dalam proyek konstruksi dan dasar perhitungan kontribusi komponen biaya tenaga kerja dalam biaya konstruksi. Dalam penelitian ini yang akan diutamakan adalah: • Time and Productivity Measurements • Establishment of Productivity Indicators and Performance Rates
7
25 K
Institut Teknologi Bandung Departement of Civil Engineering
• •
Peringatan 25 Tahun Pendidikan MRK di Indonesia
perak MRK
Preparation of a Productivity Improvement Program Development of a Construction Cost Estimation Framework
Standar produktifitas dan unjuk kerja tenaga kerja konstruksi harus dibuat berdasarkan data yang diperoleh sebagai hasil dari pengukuran waktu kerja dan observasi lapangan dari proses pekerjaan. Dalam proses membuat standar produktifitas ini diperlukan suatu cara untuk merubah data dalam bentuk unit output per satuan waktu menjadi satuan frekuensi yang dapat dianalisa. Hasil analisa ini kemudian akan dikembalikan menjadi standar satuan output yang optimum, yang kemudian digunakan sebagai acuan produktifitas kerja yang merupakan hubungan antara monitoring proses secara terus menerus dan merubah atau memperbaiki perhitungan output produktifitas. Dalam penetapan suatu standar produktifitas kerja, indikator produktifitas merupakan identifikasi dari masalah utamanya dan kemudian dipergunakan dalam program pengembangan produktifitas serta implementasinya. Performance Rates untuk aktifitas konstruksi individu telah ditetapkan sebagai rasio antara input waktu dan output kuantitas. Untuk menetapkan rates yang realistis dan dapat dipergunakan dalam perhitungan estimasi biaya, elemen waktu produktif harus disesuaikan untuk menghitung pula waktu yang tidak produktif. 4. PENUTUP Perbaikan kinerja tenaga kerja dalam sektor konstruksi hanyalah salah satu aspek dari begitu banyak parameter yang menjadi elemen penentu dari sektor ini. Dalam konsep yang dibuat, fokus perbaikan akan ditujukan untuk menghasilkan feed back kepada semua bidang terkait, khususnya dalam sektor ini sendiri dan kepada pendidikan dan pelatihan tenaga kerja konstruksi. Adapun garis besar tujuan yang diharapkan dari usulan ini adalah bentuk perbaikan sistem dalam penataan ketenagakerjaan jasa konstruksi. Dengan perbaikan ini diharapkan akan memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan ekonomi. 5. REFERENSI Australian Standard Classification of Occupations, 2nd Ed.1220.0, WWW.abs.gov.au/Ausstats/
[email protected]/0 International Standard Classification of Occupations: ISCO-88 WWW.ilo-org/public/english Jergeas, George F.; Chishty, Mohammad S. and Marko J. Leitner, 2000, Construction Productivity: A Survey of Industry Practices, NP, AACE International Transaction Kalla, Y (2005), Pidato Pembukaan Konstruksi Indonesia, 2005. Koehn, Enno dan Ganapathiraju, 1996, Productivity of Construction in Developing Areas: India, NP, AACE Transactions Nn (2004), Kebutuhan Investasi untuk Infrastruktur. Jakarta: Kompas. 18 September 2004 Trigunarsyah, B (2004), Constructability Practices among Construction Contractors in Indonesia, Journal of Construction Engineering and Management, ASCE. Vol.130 No.5, October 2004, NP, ASCE Standard Occupational Classification – USA, WWW.bls.gov/SOC/SOC-majo.ktan Standard Occupational Classification 2000 Volume 1 – UK, WWW.statistic.gov.uk
8