PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS WACANA NARASI SISWA KELAS XI TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK BINA BANGSA DAMPIT DENGAN STRATEGI CONTOH DAN NONCONTOH
Rizki Dian Lestari1 A. Syukur Ghazali2 Indra Suherjanto2 E-mail:
[email protected] Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang No. 5 Malang ABSTRACT: The research had a purpose to increases description of the capability to write the narration discourse by using the strategy of the example and non-example. The method of this research is both qualitative and quantitative. The results of the research take the form of (1) the increase of the capability to write the narration discourse concerving the development of the event and time, (2) the increase of the capability to write the narration discourse concerving the development of the event and place, and (3) the increase of the capability to write the narration discourse concerving the development of the event, time, and place after they have throught by using the example and non-example strategy
Keywords: wrote the narration discourse, the strategy of the example and nonexample
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan kemampuan siswa menulis wacana narasi dengan strategi contoh dan noncontoh. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian berupa (1) peningkatan kemampuan menulis wacana pola pengembangan peristiwa dan waktu, (2) peningkatan kemampuan menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan tempat, dan (3) peningkatan kemampuan menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat dengan strategi contoh dan noncontoh
Kata Kunci: menulis wacana narasi, strategi contoh dan noncontoh
Menulis adalah proses menuangkan atau memaparkan informasi yang berupa pikiran, perasaan, dan kemauan dengan menggunakan wahana bahasa tulis berdasarkan tataran tertentu sesuai dengan kaidah bahasa yang digunakan penulis. (Nurchasanah dan Widodo, 1993:2)
1
Rizki Dian Lestari adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsinya di Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Program Sarjana Universitas Negeri Malang, 2012. 2
A. Syukur Ghazali dan Indra Suherjanto adalah Dosen Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
1
Kemampuan menulis melibatkan potensi daya pikir, wawasan pengetahuan, kompetensi berbahasa, dan kompetensi sosial budaya pemakai bahasa. Hal ini dikarenakan kegiatan menulis sebagai sebuah kegiatan yang tidak hanya melibatkan fisik, tetapi juga pikiran dan perasaan seorang penulis. Selain itu, kegiatan menulis menghasilkan suatu produk, yaitu tulisan. Berdasarkan Standar Isi BSNP tahun 2007, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diajarkan pada jenjang SMK. Siswa SMK diharapkan mampu menguasai kemampuan menulis dalam berbagai bentuk, termasuk dalam bentuk tulisan narasi. Narasi menurut Keraf (2001: 135) adalah sebuah bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa, sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Pada jenjang SMK, kemampuan menulis narasi ini diajarkan pada siswa kelas XI. Hal ini sesuai dengan kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia untuk SMK kelas XI yang isi kompetensi dasarnya adalah menulis wacana yang bercorak naratif, deskriptif, ekspositoris, dan argumentatif. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada studi pendahuluan di kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) SMK Bina Bangsa Dampit, diketahui bahwa teknik pembelajaran wacana narasi adalah teknik konvensional. Teknik konvensional yang dimaksud adalah kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru sedangkan kegiatan siswa adalah menyimak dan mencatat materi yang diajarkan, kemudian mengerjakan tugas. Semakin banyak rincian peristiwa semakin sulit pengungkapan waktu dan tempat, hal ini yang menjadikan siswa belum bisa mencapai tingkat kompetensi Dari analisis hasil belajar siswa, perlu adanya pemecahan, yakni bagaimana cara meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi. Diharapkan dengan meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi, juga dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khusunya pembelajaran menulis wacana narasi, sehingga hasil yang diperoleh siswa pun meningkat. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran untuk dapat lebih menarik minat siswa dalam menulis wacana narasi. Strategi dalam pengajaran bahasa adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi contoh noncontoh merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan menulis wacana narasi dengan cara memberikan contoh dan noncontoh. Contoh sebagai model (contoh) dan contoh bukan model (noncontoh). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan (1) kemampuan menulis wacana narasi berdasarkan pola pengembangan peristiwa dan waktu (2) kemampuan menulis wacana narasi berdasarkan pola pengembangan peristiwa dan tempat, dan (3) kemampuan menulis wacana narasi berdasarkan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat dengan strategi contoh dan noncontoh. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan
2
untuk memperbaiki/ meningkatkan mutu praktik pembelajaran, mengatasi masalah pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Adapun alasan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif adalah (1) data hasil belajar diolah dengan pendekatan kuantitatif, yakni dengan membuat distribusi frekuensi skor, (2) data karangan siswa diolah dengan pendekatan kualitatif, yakni dengan menganalisis karangan siswa berdasarkan pola pengembangan peristiwa dan waktu, pola pengembangan peristiwa dan tempat, dan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat. Data dalam penelitian ini adalah hasil kemampuan siswa menulis wacana narasi pada tahap pratindakan, tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006:129). Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI TKJ SMK Bina Bangsa Dampit. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari catatan lapangan yang berisi proses dan hasil kemampuan menulis wacana narasi. Data sekunder diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan pada guru dan siswa. Instrumen PTK berupa RPP yang disusun dengan strategi contoh dan noncontoh dan rubrik penilaian. Instrumen tersebut adalah RPP yang menggunakan strategi contoh dan noncontoh , materi mengenai pengertian wacana narasi, wacana model (contoh) dan wacana bukan model (noncontoh). Rubrik penilaian digunakan untuk menilai hasil karangan siswa. Data pada penelitian ini berupa skor kemampuan menulis wacana narasi siswa yang diolah menggunakan distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi diperoleh melalui analisis rubrik penilaian yang meliputi, (1) kesesuaian isi dengan tema, (2) kesesuaian struktur paparan dengan pola pengembangan peristiwa dan waktu, peristiwa dan tempat, dan peristiwa, waktu, dan tempat, dan (3) penggunaan bahasa serta ejaan. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis wacana narasi dengan strategi contoh dan noncontoh berdasarkan pola pengembangan (1) peristiwa dan waktu, (2) peristiwa dan tempat, dan (3) peristiwa, waktu, dan tempat. Pembelajaran pada siklus I kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan waktu dinyatakan belum tuntas, karena siswa yang mencapai skor ≥ 75 (nilai A-B) sebesar 29%. Dinyatakan tuntas apabila 75% jumlah siswa mendapat skor ≥ 75 (nilai A-B). Kemampuan siswa dinyatakan tuntas apabila mendapat nilai A-B dengan rentangan skor, A adalah 85 – 100 dan B adalah 84 – 75, skor siswa didasarkan pada rubrik penilaian. Jika siswa mendapat skor di bawah 75, maka kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan waktu dinyatakan belum tuntas. Kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan tempat dinyatakan belum tuntas, karena siswa yang mencapai skor ≥ 75 (nilai A-B) hanya sebesar 35,5%. Kemampuan siswa dinyatakan tuntas apabila mendapat nilai AB dengan rentangan skor, A adalah 85 – 100 dan B adalah 84 – 75, skor siswa
3
didasarkan pada rubrik penilaian. Jika siswa mendapat skor di bawah 75, maka kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan tempat dinyatakan belum tuntas. Kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat dinyatakan belum tuntas, karena siswa yang mencapai skor ≥ 75 (nilai A-B) hanya sebesar 35,5%. Kemampuan siswa dinyatakan tuntas apabila mendapat nilai A-B dengan rentangan skor, A adalah 85 – 100 dan B adalah 84 – 75, skor siswa didasarkan pada rubrik penilaian. Jika siswa mendapat skor di bawah 75, maka kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat dinyatakan belum tuntas. Berdasarkan hasil pembelajan pada siklus I yang menyatakan bahwa kemampuan siswa menulis wacana narasi masih di bawah KKM, maka akan diadakan pembelajaran siklus II. Kelemahan kemampuan siswa terletak pada ketidaksesuaian tema. Jadi, pada pembelajaran siklus II tema yang semula tentang Teknik Komputer dan Jaringan diubah menjadi kehidupan sehari-hari di sekolah. Pembelajaran pada siklus II kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan waktu dinyatakan tuntas, karena siswa yang mencapai skor ≥ 74 (nilai A-B) sebesar 83,8%. Dinyatakan tuntas apabila 75% jumlah siswa mendapat skor ≥ 75 (nilai A-B). rata-rata skor pada pembelajaran siklus I adalah 69,8 dan rata-rata skor pada siklus II adalah 76,3. Kemampuan siswa dinyatakan tuntas apabila mendapat nilai A-B dengan rentangan skor, A adalah 85 – 100 dan B adalah 84 – 75, skor siswa didasarkan pada rubrik penilaian. Berdasarkan hasil pembelajaran siklus II, siswa dinyatakan mampu menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan waktu, karena yang mencapai nilai KKM sebanyak 83,8% atau sekitar 26 siswa dari 31 siswa. Kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan tempat dinyatakan tuntas, karena siswa yang memperoleh skor ≥ 75 (nilai A-B) sebesar 83,8%. Dinyatakan tuntas apabila 75% jumlah siswa mendapat skor ≥ 75 (nilai A-B). Rata-rata skor pada pembelajaran siklus I adalah 69,8 dan rata-rata skor ada siklus II adalah 76,3. Kemampuan siswa dinyatakan tuntas apabila mendapat nilai A-B dengan rentangan skor, A adalah 85 – 100 dan B adalah 84 – 75, skor siswa didasarkan pada rubrik penilaian. Berdasarkan hasil pembelajaran siklus II, siswa dinyatakan mampu menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa dan tempat, karena yang mencapai nilai KKM sebanyak 83,8% atau sekitar 26 siswa dari 31 siswa. Kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat dinyatakan tuntas, karena siswa yang memperoleh skor ≥ 75 (nilai A-B) sebesar 83,8%. Dinyatakan tuntas apabila 75% jumlah siswa mendapat skor ≥ 75 (nilai A-B). Rata-rata skor pada pembelajaran siklus I adalah 69,8 dan rata-rata skor ada siklus II adalah 76,3. Kemampuan siswa dinyatakan tuntas apabila mendapat nilai A-B dengan rentangan skor, A adalah 85 – 100 dan B adalah 84 – 75, skor siswa didasarkan pada rubrik penilaian. Berdasarkan hasil pembelajaran siklus II, siswa dinyatakan mampu menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat, karena yang mencapai nilai KKM sebanyak 83,8% atau sekitar 26 siswa dari 31 siswa. Berdasarkan pembelajaran pada siklus II yang menyatakan bahwa kemampuan siswa menulis wacana narasi telah mencapai KKM. Hal tersebut dapat terbukti dari hasil pembelajaran yang menyatakan bahwa siswa yang memperoleh
4
skor ≥ 75 (nilai A-B) telah mencapai lebih dari 75%, yakni 83,8% dari ketiga pola pengembangan. Jadi, strategi contoh noncontoh dapat meningkatkan kemampuan menulis wacana narasi siswa.
PEMBAHASAN Hal yang dibahas dalam pembahasan hasil penelitian tentang peningkatan kemampuan menulis wacana narasi menggunakan pola pengembangan peristiwa dan waktu adalah pengungkapan peristiwa sesuai dengan urutan waktu. Pada siklus I, kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi menggunakan pola pengembangan peristiwa dan waktu masih perlu ditingkatkan. Beberapa siswa masih belum bisa menyebutkan urutan waktu secara rinci. Pada kutipan berikut, tampak bahwa siswa belum mampu menulis wacana narasi dengan menggunakan pola pengembangan peristiwa dan waktu. “Nama saya Cici, saya mulai mengenal komputer pada usia 13 tahun, saat itu saya duduk di bangku kelas satu SMP”. Pada contoh tersebut, wacana narasi narasi siswa kurang sesuai dengan penanda pola tersebut, yakni urutan waktu tidak disebutkan secara rinci, hanya menyebutkan pada usia 13 tahun dan ketika SMP setelah itu tidak ada lagi keterangan waktunya. Pada wacana di atas peristiwa yang diungkapkan yaitu, (1) pada usia 13 tahun mulai mengenal komputer, (2) ketika SMP saat pertama mengenal komputer. Wacana contoh di atas hanya mengungkapkan peristiwa, yaitu bagaimana seseorang mengenal komputer, namun kronologi waktunya tidak dijelaskan secara rinci. Seharusnya, siswa mampu menulis wacana narasi menggunakan strategi contoh dan noncontoh pada pola pengembangan peristiwa dan waktu sesuai dengan perintah yaitu menulis wacana narasi dengan tema sesuai program studi yakni “Teknik Komputer dan Jaringan”. Siswa seharusnya tidak hanya menulis mulai kapan ia mengenal komputer, tetapi bagaimana proses ia mengenal komputer. Kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pada siklus II dengan menggunakan pola pengembangan peristiwa dan waktu mengalami peningkatan. Kutipan wacana berikut siswa telah mampu menulis peristiwa dan mengungkapkan urutan waktu secara rinci, “biasanya saya berangkat pukul 06.30. Tapi karena saya sangat bersemangat maka saya berangkat pukul 06.13. Pukul 06.40 saya telah sampai di sekolah. Keadaan sekolah belum begitu ramai. Saya dengan semangat menunggu di depan laboratorium komputer, sambil menunggu bel berdering saya membaca-baca teori tentang cara kerja komputer. Tepat pukul 07.00 bel berdering”. Dari contoh tersebut dapat dilihat urutan waktu yaitu bagaimana seoarang siswa mengenal komputer atau mengetahui bentuk komputer secara langsung. Tema yang diangkat pada siklus II adalah kehidupan di lingkungan sekolah. Ada perbandingan antara wacana contoh dan wacana noncontoh, wacana contoh mengungkapkan urutan peristiwa dan waktu sedangkan wacana noncontoh hanya mengungkapkan pengertian komputer saja. Dengan begitu siswa dapat menulis wacana narasi sesuai dengan pola pengembangan yang digunakan. Pada siklus I, dalam menulis wacana narasi siswa sudah mampu menuliskan peristiwa namun belum mampu menulis waktu secara rinci atau secara runtut. Siswa sudah mampu mengungkapkan peristiwa. Namun, permasalahannya peristiwa yang
5
diungkapkan kurang sesuai dengan tema. Tema yang dipilih pada siklus I adalah “peristiwa yang berhubungan dengan program keahlian” yakni teknik komputer dan jaringan. Seharusnya peristiwa yang diungkapkan siswa adalah peristiwa-peristiwa ilmiah yang berhubungan dengan teknik komputer dan jaringan. Namun, masih banyak siswa yang merasa kesulitan mengungkapkan peristiwa-peristiwa tersebut. Hal tersebut disebabkan karena siswa masih kurang menguasai materi tentang program studi mereka. Selain itu guru belum mampu memberi penjabaran yang gamblang tentang wacana narasi sehingga siswa lebih terpaku pada teori-teori yang berhubungan dengan teknik komputer jaringan, seharusnya siswa lebih memperhatikan peristiwa dan urutan waktunya. Siswa merasa kesulitan dalam menulis wacana narasi menggunakan pola pengembangan peristiwa dan waktu dengan tema tersebut. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa bersifat umum yakni tidak ada urutan waktu yang rinci. Kesalahan tersebut dikarenakan tidak ada catatan waktu yang rinci karena mereka tidak mungkin menulis setiap peristiwa yang mereka alami. Seharusnya jika ingin menulis wacana narasi dengan waktu yang rinci harus membuat catatan tentang suatu peristiwa disertai urutan waktu secara rinci. Secara umum siswa telah mampu menulis wacana narasi menggunakan pola pengembangan peristiwa dan waktu, namun penjabaran peristiwa masih kurang rinci. Hal yang dibahas dalam pembahasan hasil penelitian tentang peningkatan kemampuan menulis wacana narasi dengan strategi contoh dan noncontoh menggunakan pola pengembangan peristiwa dan tempat adalah penggungkapan peristiwa sesuai dengan urutan tempat. Pada siklus I, kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi menggunakan pola pengembangan peristiwa dan tempat masih perlu ditingkatkan karena wacana yang ditulis siswa tidak sesuai dengan tema yang ditentukan yaitu Teknik Komputer dan Jaringan. Beberapa siswa masih belum bisa menyebutkan urutan tempat secara rinci. Kutipan berikut tidak menyebutkan urutan tempat secara rinci, “Kami sering memanfaatkan lokasi tersebut untuk inspirasi kami dalam mengerjakan tugas mengolah gambar atau membuat desain”. Siswa hanya menuliskan sebuah tempat di mana peristiwa terjadi. Seharuanya selain menuliskan di mana tempat peristiwa terjadi siswa juga menuliskan urutan tempat dan peristiwa apa saja yang menyertainya. Selain itu tema yang diangkat juga belum sesuai dengan tema yang ditentukan, seharusnya wacana yang ditulis siswa menceritakan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan program keahlian mereka, misalnya bagaimana peristiwa saat siswa memperbaiki komputer, langkah apa saja yang dilakukan untuk memperbaiki komputer. Pada contoh wacana narasi bisa ditemukan penanda urutan peristiwa dan penanda ruang atau tempat. Penanda peristiwa dan tempat antara lain, (1) rajin menabung agar bisa membeli laptop, (2) laptop milik Antika telah dilengkapi berbagai program seperti photoshop, winamp, game. Sebuah peristiwa tentunya tidak akan terlepas dari urutan ruang atau tempat. Sedangkan, pada noncontoh hanya ada penjelasan tentang suatu hal yaitu pengertian elektronik email. Wacana merupakan wujud serangkaian ide seseorang yang disusun secara berurutan dan bertalian. Satuan-satuan ide tersebut diwujudkan dalam bentuk paragraf-paragraf. Paragraf-paragraf ini harus disusun dan diatur sedemikian rupa
6
sehingga ide yang ingin disampaikan penulis dapat tersampaikan dengan baik. Paragraf yang mengawali sebuah wacana disebut paragraf pendahuluan atau pembuka. Sebagai paragraf pembuka, maka paragraf ini harus disajikan dengan menarik agar memperoleh minat banyak pembaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Akhadiah (1991:146) yang menyatakan bahwa paragraf pembuka berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah yang akan diuraikan. Sebab itu paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diuraikan. Pada siklus I kemampuan menulis wacana narasi siswa dengan pola pengembangan peristiwa dan tempat rata-rata sudah baik. Namun, masih perlu ditingkatkan dengan cara pemilihan peristiwa yang benar-benar diingat atau dikuasai siswa sehingga urutan peristiwa dan waktu benar-benar ditulis secara rinci . kesalahan beberapa siswa adalah masih kesulitan dalam menentukan pendahuluan yang baik sehingga pengungkapan peristiwa dan pengungkapan urutan tempat dirasa terlalu kaku dan tampak kurang menarik. Berbeda dengan keadaan yang terjadi pada siklus II. Kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi dengan menggunakan pola pengembangan peristiwa dan tempat pada siklus ini mengalami peningkatan. Berdasarkan kutipan berikut, tampak bahwa siswa telah mampu menulis wacana narasi dengan menggunakan pola pengembangan peristiwa dan tempat dengan baik. “Setelah itu saya menuju kamar mandi yang berada diujung sekolah untuk merapikan seragam. Setelah seragam saya rapi saya bergegas menuju kelas XI”. Pada kutipan wacana tersebut siswa telah mampu mengungkapkan urutan tempat secara lebih rinci disertai dengan peristiwanya. Urutan tempat yang dimaksud di sini adalah siswa mengungkapkan tempat-tempat yang ada di SMK Bina Bangsa secara urut, mulai dari depan sampai belakang disertai dengan peristiwanya yakni Bapak/Ibu guru menyambut di depan pintu gerbang, ke kamar mandi untuk merapikan seragam, serta peristiwa di dalam kelas XI TKJ. Tema yang diangkat dalam siklus II adalah kehidupan di sekolah, untuk itu wacana narasi siswa pada siklus II sudah dapat dikatakan sesuai dengan tema. Berbeda dengan tema pada siklus I yaitu tentang Teknik Komputer dan Jaringan. Selain keruntutan peristiwa dan tempat, hal penting lain adalah kesesuaian isi dengan tema wacana narasi yang ditulis siswa. Isi merupakan paragraf inti dalam sebuah wacana. Hal ini sesuai dengan pendapat Akhadiah (1991:146) yang menyatakan bahwa paragraf penghubung (isi) berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Paragraf isi berisi penjelasan yang rinci mengenai topik utama sehingga paragraf inti bisa berjumlah lebih dari satu paragraf. Selain itu, paragraf isi ini harus berhubungan secara logis dengan paragraf-paragraf lainnya. Pada siklus I kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi pada subaspek kesesuaian isi wacana narasi dengan tema masih perlu ditingkatkan. Tema yang diangkat pada siklus I adalah tentang Teknik Komputer dan Jaringan, tema tersebut kurang menarik karena beberapa siswa kesulitan dalam menjabarkan peristiwa yang sesuai dengan tema. Beberapa siswa masih mengabaikan subaspek kesesuaian isi wacana narasi dengan tema dalam menulis wacana narasi dengan menggunakan pola
7
pengembangan peristiwa dan tempat sehingga urutan tempat dan urutan peristiwa mengenai tema wacana narasi masih kurang lengkap. Hal yang dibahas dalam pembahasan hasil penelitian tentang peningkatan kemampuan menulis wacana narasi pada subaspek keruntutan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat adalah pengungkapan peristiwa sesuai dengan urutan waktu dan tempat. Pada siklus I, kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi subaspek ketuntutan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat masih perlu ditingkatkan dengan cara mengarahkan siswa untuk memilih peristiwa yang mempunyai urutan waktu dan tempat yang jelas sehingga memudahkan siswa dalam menulis wacana narasi. Pada umumnya siswa belum mampu menggunakan pola pengembangan waktu dan tempat secara bersamaan. Wacana bertujuan menyampaikan kejadian atau peristiwa secara lengkap menurut urutan terjadinya (kronologis). Kelengkapan ini bertujuan agar pembaca seolah-olah mengalami sendiri peristiwa yang disampaikan. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Enre (1988:158). Siswa cenderung menggunakan pola pengembangan peristiwa dan waktu saja atau pola pengembangan peristiwa dan tempat saja, selain itu isi wacana narasi siswa kurang sesuai dengan tema yang telah ditentukan yakni tentang Teknik Komputer dan Jaringan. Seharusnya antara peristiwa, waktu, dan tempat diungkapkan secara rinci. Pada kutipan berikut, tampak bahwa siswa masih belum menggunakan pola pengembangan waktu dan pola pengembangan tempat secara bersamaan. “Pada saat jam istirahat siswa berjejer di lantai dua, mulai dari ujung kelas TKJ sampai ujung kelas XII TKR”. Seharusnya selain pengungkapan peristiwa, urutan waktu dan urutan tempat juga diungkapkan dalam wacana narasi. Contoh diatas peristiwa yang diungkapkan adalah mengakses internet, dan urutan tempatnya adalah di sepanjang lantai dua, dan tidak dijelaskan secara rinci, sedangkan penggunaan urutan waktu tidak ada hanya ada keterangan waktu yakni pada saat jam istirahat. Berbeda dengan siklus I, pada siklus II kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi subaspek keruntutan pola pengembangan peristiwa, waktu dan tempat mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa sudah dapat menulis wacana narasi subaspek keruntutan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat dengan baik. Dalam wacana narasi contoh tentunya ditemukan adanya urutan peristiwa, tempat, maupun urutan waktu. Namun, dalam wacana narasi noncontoh hanya ditemukan tentang pendidikan yang diajarakan di sekolah, dapat dilihat pada contoh “….Di sekolah tidak hanya diajarkan tentang pendidikan formal namun diajarkan pula pendidikan nonformal seperti halnya sopan santun, budaya tertib, menjaga kebersihan”. Jadi, tidak diungkapkan peristiwa secara runtut serta tidak ada penanda waktu dan juga urutan tempat. Dengan demikian, siswa dapat membedakan antara wacana contoh dan wacana narasi noncontoh. Kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi subaspek kesesuaian isi dengan tema wacana narasi pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat masih perlu ditingkatkan. Karena siswa belum mampu menulis wacana narasi pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat masih belum sesuai dengan tema yang ditentukan.
8
Pada siklus II, kemampuan siswa dalam menulis wacana narasi subaspek kesesuaian isi dengan tema menggunakan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat mengalami peningkatan. Pada siklus ini rata-rata siswa sudah dapat menulis wacana narasi untuk subaspek kesesuaian isi dengan tema menggunakan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat dengan baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan tiga simpulan dan kesimpulan tambahan hasil karangan siswa sebagai berikut. (1) Kemampuan menulis wacana narasi siswa pada aspek pola pengembangan peristiwa dan waktu meningkat setelah diajar dengan strategi contoh dan noncontoh. Hal ini dapat terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan menulis wacana narasi siswa pada pola pengembangan peristiwa dan waktu pada pembelajaran siklus I siswa yang mendapatkan skor ≥ 75 (nilai A-B) sebesar 29% dan pada siklus II siswa yang mendapatkan skor ≥ 75 (nilai A-B) sebesar 83,8%. Jadi pembelajaran siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 54,3%. Siswa yang memperoleh skor ≥ 75 sebanyak 26 siswa dari 31 siswa. (2) Kemampuan menulis wacana narasi siswa pada aspek pola pengembangan peristiwa dan tempat meningkat setelah diajar dengan strategi contoh dan noncontoh. Hal ini dapat terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan menulis wacana narasi siswa pada pola pengembangan peristiwa dan tempat pada pembelajaran siklus I yang mendapatkan skor ≥ 75 (nilai A-B) sebesar 35,5% dan pada siklus II nilai siswa yang ≥ 75 adalah 83,8%. Jadi pembelajaran siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 48,3%. Siswa yang memperoleh skor ≥ 75 sebanyak 26 siswa dari 31 siswa. (3) Kemampuan menulis wacana narasi siswa pada aspek pola pengembangan peristiwa, waktu, tempat meningkat setelah diajar dengan strategi contoh noncontoh. Hal ini dapat terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan menulis wacana narasi siswa pada pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat pada pembelajaran siklus I siswa yang mendapatkan skor ≥ 75 sebesar 35,5% dan pada siklus II siswa yang mendapatkan skor ≥ 75 sebesar 83,8%. Jadi pembelajaran siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 48,3%. Siswa yang memperoleh skor ≥ 75 sebanyak 26 siswa dari 31 siswa. (4) Kemampuan menulis wacana narasi siswa berdasarkan pola pengembangan peristiwa dan waktu, peristiwa dan tempat, dan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan. Hal ini dapat terbukti dari hasil analisis karangan siswa dari subaspek isi, hasil karangan siswa sudah sesuai dengan tema yang ditentukan pada siklus II. Pada pembelajaran siklus II dipilih topik yang lebih ringan, yakni tentang kehidupan di sekolah. Jadi, strategi contoh noncontoh dapat meningkatkan kemampuan menulis wacana narasi siswa berdasarkan pola pengembangan peristiwa, waktu, dan tempat. Saran Pemanfaatan Hasil Penelitian Guru disarankan menggunakan strategi contoh dan noncontoh dalam pembelajaran menulis wacana narasi. Dengan menggunakan strategi contoh dan noncontoh siswa dapat membandingkan wacana contoh dan wacana noncontoh.
9
Wacana noncontoh digunakan untuk melihat kesalahan, siswa dianggap belum mampu mengungkapkan peristiwa untuk itu siswa perlu membandingkan antara wacana narasi contoh dan wacana narasi noncontoh. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menulis wacana narasi menggunakan strategi contoh dan noncontoh. Urutan waktu, tempat, dan peristiwa terjadi peningkatan, namun setelah tema wacana diubah. Tema wacana pembelajaran siklus I adalah teknik komputer dan jaringan sedangkan pada siklus II adalah kehidupan di sekolah khususnya siswa TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan). Setelah tema diubah, siswa mampu menulis wacana narasi dengan baik, seharusnya tema yang dipilih pada siklus I adalah tema yang menarik karena sudah sesuai dengan program studi siswa, namun pada kenyataannya siswa mengalami kesulitan mengungkapkan peristiwa yang berhubungan dengan Teknik Komputer dan Jaringan. Pada pembelajaran seharusnya pemberian contoh tidak hanya ditampilkan dalam bentuk slide dan siswa lebih sering diberi latihan untuk menulis karangan. Agar peningkatan kemampuan menulius wacana narasi siswa signifikan, maka sebaiknya contoh dijelaskan secara lebih rinci. DAFTAR RUJUKAN Akhadiah, S., Arsjad, M.G. & Ridwan, S.H. 1991. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta BSNP. 2007. Standar Isi (Keputusan Menteri No. 22, 23, 24 Tahun 2007) Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: BSNP. Enre, A. F. 1988. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keraf, G. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Nurchasanah & Widodo, HS. 1993. Keterampilan Menulis dan Pengajarannya. Malang: IKIP Malang.
10
Artikel oleh Rizki Dian Lestari ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan. Malang, 2012 Penulis
Nur Kholis Hidayah
Malang, 4 Juli 2012 Pembimbing I
Prof. Dr. H. A. Syukur Ghazali, M.Pd.
11
NIP 19501222 197603 1 008
Malang, 4 Juli 2012 Pembimbing II
Dr. Roekhan, M.Pd. NIP 19610504 198701 1 001
12