29 September 2016
Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM
Kajian Pada Perikanan Karang dan Perikanan Tuna di Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan
Tim Kerja EAFM Learning Center EAFM Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali MS. | Dr. Ir. Alfa Nelwan, M.Si. Muh. Ruslan, S.Pi., M.Si. | Fahrul, S.Pi, M.Si Bekerja Sama Dengan WWF-Indonesia dan Yayasan Mattirotasi Makassar
TAHUN 2016
BAB I. PENDAHULUAN
I.2 Latar Belakang Pengelolaan perikanan menurut UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Proses yang terintegrasi dalam pengelolaan perikanan yang saat ini
dikenal
dengan
EAFM
(Ecosystem
Approach
to
Fisheries
Management) adalah konsep pengelolaan yang diadopsi dari FAO Technical Consultation on Ecosystem-based Fisheries Management yang dilaksanakan pada 16 - 19 September 2002 di Reykjavik. Pada prinsipnya pendekatan
ekosistim
dalam
penyusunan
pengelolaan
perikanan
merupakan kerangka yang tidak terpisahkan dari tiga dimensi, yaitu 1) sumberdaya ikan dan ekosistemnya; 2) dimensi pemanfaatan untuk kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, serta 3) dimensi kebijakan perikanan (Charles, 2011). Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan salah satu diantara 24 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang letaknya berada di ujung selatan Pulau Sulawesi dan memanjang dari utara ke selatan. Daerah ini memiliki kekhususan yakni satu-satunya Kabupaten di Sulawesi
Selatan
yang
seluruh
wilayahnya
terpisah
dari
daratan Sulawesi dan terdiri dari gugusan beberapa pulau sehingga membentuk suatu wilayah kepulauan. Gugusan pulau di Kabupaten Kepulauan
Selayar
secara
keseluruhan
berjumlah
130
buah,
7
diantaranya kadang tidak terlihat (tenggelam) pada saat air pasang. Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar meliputi 1 357.03 km² wilayah daratan (12.91%) dan 9 146.66 km² wilayah lautan (87.09%). Secara
1
geografis, Kabupaten Kepulauan Selayar berada pada koordinat 5°42'7°35' Lintang Selatan dan 120°15'-122°30' Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba dan Teluk Bone di sebelah utara, Laut Flores dan Selat Makassar di sebelah barat, Laut Flores di sebelah timur dan Provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan (Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar, 2014). Taka Bonerate adalah sebuah kawasan terumbu karang atol yang terletak di sisi selatan Pulau Sulawesi, secara geografis terletak pada posisi 120°55´-121°25´ Bujur Timur dan 6°20´-7°10´ Lintang Selatan. Dan secara geografis Takabonerate merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di sebelah tenggara pulau induk Kabupaten Selayar. Berbatasan dengan wilayah perairan Kecamatan Bontosikuyu disebelah utara, disebelah barat berbatasan dengan wilayah perairan Kecamatan Bontosikuyu dan Pasimasunggu dan di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah perairan Kecamatan Pasimarannu sedangkan sebelah timur berbatasan dengan wilayah perairan Kecamatan Pasilambena dan Perairan Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 280/KPTS-II/1992, tanggal 26 Februari 1992 dan SK Menteri Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001, tanggal 15 Maret 2001, Kawasan Taka Bonerate ditetapkan sebagai Taman Nasional dengan luas kawasan 530.765 ha. Kawasan Taka Bonerate adalah pulau karang yang terbesar di Indonesia dan Asia tenggara. Taka Bonerate terdiri atas 18 pulau kecil, 5 bungin dan 30 taka yang tersebar membentuk cincin/atol (TNTBR, 2009). Terdapat 7 buah pulau yang berpenghuni yakni: Pulau Tarupa, Pulau Rajuni Kecil, Pulau Rajuni Besar, Pulau Latondu Besar, Pulau Jinato, Pulau Pasitallu Tengah, dan Pulau Pasitallu Timur. Pulau-pulau di Taka Bonerate terbentuk oleh terumbu karang tepi dan pasir karang dengan ketinggian pulau berkisar 2 m diatas permukaan laut dengan potensi wisata dan perikanan yang dapat dikembangkan.
2
Berdasarkan data survey yang dilakukan oleh WWF pada bulan November 2015, masyarakat di beberapa pulau dalam kawasan TN. Taka Bonerate berprofesi sebagai nelayan dengan target tangkapan yaitu ikan pelagis (Tuna, Layang dan Cakalang), Ikan Karang (Kerapu, kwe, Ketamba, Kakap, Baronang, dan ekor Kuning) Cephalopoda (Cumi-cumi, Sotong, Gurita), Teripang dan Mollusca (kerang-kerangan).
Sehingga
dapat digolongkan sebagai nelayan tangkap dengan target tangkapan sebagian besar adalah ikan-ikan karang dan untuk jenis ikan-ikan pelagis seperti ikan Tuna hingga saat ini hanya dimanfaatkan oleh masyarakat pulau Tarupa Besar dan Pasitallu Tengah. Penilaian EAFM merupakan salah satu alat pengukur dalam melihat kondisi pengelolaan perikanan disuatu daerah, terdapat 6 Domain yang terdiri atas 31 indikator. Melalui analisis indikator EAFM ini, diharapkan dapat memberikan gambaran status dan kondisi perikanan, khususnya perikanan tuna dan hasil tangkapan perikanan karang sebagai baseline data bagi pemerintah baik itu di KKP, pemerintah Kabupaten Selayar dan Balai
Taman
perikanan
Nasional
Takabonerate sebagai
dasar
pengelolaan
untuk mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir dan
sekitarnya. I.II Tujuan dan Manfaat Studi Kegiatan ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk melakukan penilaian indikator dan tindak lanjut guna peningkatan performa EAFM di Taman Nasional Taka Bonerate sebagai baseline data. 2. Tersedianya hasil penilaian EAFM Taman Nasional Taka Bonerate di Kabupaten Kepulauan Selayar. 3. Tersedianya Rencana kegiatan tindak lanjut untuk peningkatan performa EAFM dalam mendukung Pengelolaan Perikanan yang berkelanjutan TN.Taka Bonerate di Kabupaten Selayar.
3
BAB II. KONDISI UMUM PERIKANAN
Kawasan Taman Nasional Takabonerate secara administrasi berada di perairan Kabupaten Kepulauan Selayar. Deskripsi umum kegiatan perikanan, khususnya kegiatan penangkapan, baik hasil tangkapan kelompok jenis ikan di terumbu karang, maupun kelompok ikan pelagis besar di wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Selayar. II.1. Hasil tangkapan perikanan karang 1) Produksi Hasil tangkapan perikanan karang Produksi perikanan tangkap adalah sejumlah jenis ikan yang dapat diproduksi dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Perikanan tangkap
di
Kabupaten
Kepulauan
Selayar,
oleh
pelaku
usaha
penangkapan mengoperasikan tiga belas jenis alat tangkap untuk memperoleh hasil tangkapan jenis ikan karang. Produksi hasil tangkapan perikanan karang untuk kurun waktu tahun 2011 – 2015 sebagaimana terlihat pada Gambar 1. 2015 2014 2013 2012 2011
Pari Kerapu Sunu Kerapu Balong Kerapu Bebek Kerapu Macan Swanggi/ Mata Besar
Jenis Ikan
Kurisi Biji Nangka Biji Nangka Karang Belanak Kakap Merah Lencam Peperek Kakap Putih Bawal Putih Ekor Kuning Manyung 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Jumlah Hasil Tangkapan (Ton)
Gambar 1. Fluktuasi Hasil Tangkapan Jenis Ikan Karang di Kabupaten Kepulauan Selayar untuk Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 20122016).
4
2) Komposisi Jenis hasil tangkapan perikanan karang Statistik Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar tahun 2016 menunjukkan komposisi jenis ikan
karang pada tahun 2015 di Kabupaten Kepulauan Selayar
sebagaimana terlihat pada Gambar 2. 2015 0.64
0.00 10.21
0.15 1.75 0.80 8.61
12.09 0.40
24.96 16.39
3.04
0.38 0.99
4.33
13.18 2.10
Manyung Ekor Kuning Bawal Putih Kakap Putih Peperek Lencam Kakap Merah Belanak Biji Nangka Karang Biji Nangka Kurisi Swanggi/ Mata Besar Kerapu Macan Kerapu Bebek Kerapu Balong Kerapu Sunu Pari
Gambar 2. Komposisi Jenis Ikan Karang di Kabupaten Kepulauan Selayar Pada Tahun 2015. Komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan pada tahun 2015 menunjukkan proporsi ikan yang dominan adalah ikan Lencam (Lethrinus lentjan sp) sebesar 24.96 %. Tingginya proporsi jenis ikan diduga sebagai upaya penangkapan yang meningkat. Tren jenis dan jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan untuk produksi jenis ikan karang di Kabupaten Kepulauan Selayar terlihat pada Gambar 3.
5
Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Garpu dan Tombak lainnya Muroami Pancing Lainnya
2015
Jenis Alat Tangkap
Bagan tancap
2014
Jaring insan tetap
2013
Jaring Insan Hanyut Payang
2012
Purse Seine
2011
Bubu Sero Pancing Ulur Rawai Tetap Dasar Rawai tetap 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Jumlah (Unit)
Gambar 3. Jenis dan Jumah Alat Tangkap Perikanan Karang di Kabupaten Kepulauan Selayar Dalam Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016). Jenis dan jumlah alat tangkap untuk produksi ikan karang di Kabupaten
Kepulauan
Selayar
menunjukan
bahwa
pancing
ulur
merupakan jenis alat tangkap terbanyak pada kurun waktu Tahun 2011 – 2015 dengan jumlah 2.588 unit pada tahun 2015. 3) Upaya Penangkapan Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar untuk tahun 2011-2015 menunjukkan perkembangan unit penangkapan dan produksi jenis hasil tangkapan perikanan karang di Kabupaten Kepulauan Selayar sebagaimana terlihat pada Gambar 4.
6
14000
Produksi
Unit
6600 6526
12525.6
12000
6400
Produksi (Ton)
10000
9430.3
9474.4
8000
5901
5952
6200 8969.7
6000
5924
6000
5800 5692
4000
5600
2000
5400
0
Upaya Penangkapan (Unit)
10512.2
5200 2011
2012
2013
2014
2015
Tahun
Gambar 4. Grafik Hubungan Perkembangan Unit penangkapan dan Produksi Hasil Tangkapan Perikanan Karang di Kabupaten Kepulauan Selayar untuk tahun 2011-2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016). Pada Gambar 4 menunjukan peningkatan unit penangkapan perikanan karang di Kabupaten Kepulan Selayar dalam kurun waktu 5 tahun (2011-2015).
Pada tahun 2014 menunjukan laju penurunan
produksi yang menurun seiring dengan meningkatnya jumlah unit penangkapan. Jumlah peningkatan sebanyak 602 unit pada tahun 2014 ke tahun 2015 dan produksi hasil tangkapan pada tahun 2014 sampai tahun 2015 dengan jumlah penurunan sebanyak tersebut
mengindikasikan
kegiatan
perikanan
460.6 Ton. Data tangkap
dapat
mempengaruhi ketersediaan ikan dan akhirnya berdampak terhadap jumlah hasil tangkapan.
Kondisi tersebut merupakan indikasi untuk
melakukan tindakan pengelolaan perikanan tangkap, sehingga penting diketahui status perikanan karang di Kabupaten Kepulauan Selayar. II.2 Perikanan Tuna 1) Produksi Perikanan Tuna Produksi perikanan tangkap kelompok jenis ikan pelagis besar di Kabupaten Kepulauan Selayar, menggunakan dua jenis alat tangkap, yaitu rawai tuna dan pancing tonda. Produksi kelompok jenis ikan pelagis
7
besar untuk kurun waktu tahun 2011 – 2015 sebagaimana terlihat pada Gambar 5.
Jenis Hasil Tangkapan
Tuna Gigi Anjing
Tuna Sirib Biru Selatan
2015 2014
Mata Besar
2013 2012
Madidihan
2011
Albakora 0
50
100
150
200
Produksi (Ton)
250
300
350
Gambar 5. Fluktuasi Produksi Jenis Ikan Tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016). Fluktuasi produksi kelompok jenis ikan pelagis besar dalam kurun waktu tahun 2011-2015 menunjukkan jenis ikan madidihang (tuna ekor kuning) memiliki produksi yang relatif lebih besar dibandingkan jenis ikan lainnya.
Produksi yang tinggi mengindikasikan bahwa madidihang
memiliki peluang tertangkap lebih besar.
Peluang penangkapan yang
besar menunjukkan ketersediaan ikan untuk perikanan jenis madidihang lebih besar di lokasi penangkapan dibandingkan jenis ikan lainnya. 2). Komposisi Jenis Ikan Tuna Data
Statistik
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Kabupaten
Kepulauan Selayar tahun 2016 menunjukan komposisi jenis ikan tuna pada tahun 2015 di Kabupaten Kepulauan Selayar sebagaimana terlihat pada Gambar 6.
8
0.00
Albakora Madidihang
36.58
Mata Besar Tuna Sirib Biru Selatan 53.55
0.00
Tuna Gigi Anjing
9.87
Gambar 6. Komposisi Jenis Ikan Tuna yang Tertangkap di perairan Kabupaten Kepulauan Selayar Pada Tahun 2015. Komposisi jenis ikan tuna pada tahun 2015 menujukan bahwa jenis yang memiliki proporsi tertinggi adalah madidihang (Thunnus albacares) sebesar 53.55 %. Tingginya proporsi madidihang diduga ketersediaan madidihang relatif lebih besar dibandingkan jenis ikan lainnya yang berdampak terhadap peluang penangkapan. Tren jenis dan jumlah alat tangkap ikan tuna yang digunakan nelayan Kabupaten Kepulauan Selayar menurut data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan dalam kurun waktu 2011-2015 terlihat pada Gambar 7. 0 Jenis Alat Tangkap
Pancing Tonda
469 434
0 0 0 2
Rawai Tuna
0
2015 2014 2013 2012
1500 53 50 500
1000
Jumlah (Unit)
1500
2000
Gambar 7. Jenis dan Jumah Alat Tangkap Ikan Tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar Pada Kurun Waktu Tahun 2011-2015. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 20122016).
9
Jenis dan jumlah alat tangkap untuk penangkapan ikan tuna di Kabupaten
Kepulauan
Selayar,
oleh
pelaku
usaha
penangkapan
menggunakan rawai tuna dan pancing tonda. Rawai tuna merupakan alat tangkap yang banyak digunakan untuk menangkap jenis ikan tuna. Jumlah rawai tuna mencapai 1.500 unit pada tahun 2015. 3). Upaya Penangkapan Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar untuk tahun 2011-2015 menunjukkan perkembangan unit penangkapan dan produksi ikan tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar sebagaimana terlihat pada Gambar 8. 700
1600
630.2
600
Produksi
1500
Jumlah
1400
Produksi (Ton)
1000
400
382.2
800
300 200 100
436 31.7
400
83.1
50
53
0 2011
600
225.7 469
2012
Jumlah (Unit)
1200
500
200 0
2013
Tahun
2014
2015
Gambar 8. Grafik perkembangan unit penangkapan dan produksi Ikan Tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar untuk tahun 20112015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2012-2016). Pada Gambar 9 menunjukan terjadi kecenderungan peningkatan unit penangkapan ikan tuna di Kabupaten Kepulan Selayar dalam kurun waktu 5 tahun (2011-2015). Sebaliknya dengan produksi tuna yang pada tahun 2012 cenderung menurun. Kecenderungan tersebut menunjukan adanya keterkaitan, dimana seiring meningkatnya upaya penangkapan terjadi penurunan produksi. Kecenderungan terbalik antara jumlah upaya penangkapan dengan produksi ikan mengindikasikan kegiatan perikanan
10
tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar penting dilakukan tindakan pengelolaan perikanan tangkap. II.3 Skala Usaha Perikanan Tangkap Skala usaha perikanan tangkap terlihat dari struktur armada yang digunakan oleh pelaku usaha perikanan tangkap.
Jenis armada yang
digunakan oleh nelayan berkaitan dengan luas jangkauan daerah penangkapan ikan dan juga terkait spesifikasi alat tangkap yang digunakan.
Besarnya skala usaha perikanan tangkap di Kabupaten
Kepulauan
Selayar
pada
tahun
2015
berdasarkan
kecamatan
sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Skala armada penangkapan ikan perkecamatan dan jumlah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2015. NO
Nama Kecamatan
1
2
Perahu Motor (unit)
Perahu Tanpa Motor (unit) Jukung
Kecil
Sedang
Besar
KM
MT
3
4
5
6
7
8
1
PASI MARANNU
27
65
41
40
238
205
2
PASI LAMBENA
39
62
49
51
859
145
3
PASIMASUNGGU
17
36
19
8
215
155
4
TAKABONERATE
43
64
44
21
921
309
5
PASI MASUNGU TIMUR
14
23
17
8
88
124
6
BONTOSIKUYU
46
52
33
11
267
442
7
BONTOHARU
41
61
47
18
122
451
8
BENTENG
0
0
0
0
5
15
BONTOMANAI
22
34
29
15
37
117
10
9
BONTOMATENE
44
38
23
19
112
208
11
BUKI
6
16
14
5
31
58
Keterangan: KM= Kapal Motor. MT= Motor Tempel Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kebupaten Kepulauan Selayar. Tabel 1 menunjukan dari 11 kecamatan, jumlah armada yang terbanyak berada di Kecamatan Takabonerate, yang keseluruhan armada yang berada di Kecamatan Takabonerate berjumlah 1.402 unit. Terdapat berbagai tipe armada yang dioperasikan oleh nelayan, namun yang terbanyak adalah kapal motor sebesar 921 unit atau 65,69% dari keseluruhan yang terdiri dari berbagai variasi tipe armada. usaha
perikanan tangkap
di Kecamatan
Takabonerate
Pelaku umumnya
11
menggunakan perahu motor dengan skala kapal motor, sebanyak 921 unit atau sebesar 65,69%.
Namun demikian juga masih terdapat
jenis
armada tanpa perahu motor tipe jukung yang digunakan oleh masyarakat yang berjumlah 43 unit atau sebesar 3,07%.
Variasi armada yang
terdapat di Kecamatan Takabonerate, selain mengindikasikan skala usaha penangkapan di masyarakat juga mengindikasikan potensi perikanan tangkap. Hal ini memberikan gambaran bahwa wilayah pantai dan lautan lepas di wilayah Kecamatan Takabonerate memiliki potensi sumberdaya ikan yang dapat diandalkan sebagai mata pencaharian masyarakat. 3500 2895
Jumlah (Unit)
3000 2500
2229
2000 1262
1500 1000 500 0
Perahu Tanpa Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
Skala Usaha
Gambar 9. Grafik perkembangan Skala Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar pada Tahun 2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2016). Gambar 9 menunjukkan secara umum pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar telah menggunakan kapal motor untuk kegiatan penangkapan ikan. Pada tahun 2015 terdapat 2.895 unit kapal motor atau sebesar bahwa Besaran usaha aktifitas perikanan tangkap dengan menggunaan kapal motor dengan jumlah unit 2.895 atau sebesar 45,3%.
12
II.5 Rumah Tangga Nelayan Jumlah skala usaha berdasarkan Rumah Tangga Perikanan (RTP) tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan kecamatan sebagaimana terlihat pada pada Gambar 10. 176
BUKI
509
BONTOMATENE
298
BONTOMANAI
23
Kecamatan
BENTENG
816
BONTOHARU
921
BONTO SIKUYU
299
PASI MASUNGU TIMUR
1483
TAKA BONERATE
495
PASIMASUNGGU
1305
PASI LAMBENA
649
PASI MARANNU 0
500
1000
Jumlah
1500
2000
Gambar 10. Jumlah RTP di Kabupaten Kepulauan Selayar untuk Tahun 2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2016). Rumah
tangga
Perikanan
tertinggi
berada
di
kecamatan
Takabonerate dengan jumlah RTP 1.483 sedangkan yang terendah berada di wilayah Kecamatan Benteng dengan jumlah RTP sebesar 23. Komposisi Jumlah RTP sebagaimana terlihat pada Gambar 11.
13
7.3 0.3
2.5
PASI MARANNU
9.3
PASI LAMBENA
4.3
PASIMASUNGGU TAKA BONERATE 18.7
11.7
PASI MASUNGU TIMUR BONTO SIKUYU BONTOHARU
7.1
13.2
BENTENG BONTOMANAI BONTOMATENE
4.3
BUKI
21.3
Gambar 11. Persentase Jumlah Rumah Tangga Perikanan Tangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar Untuk Tahun 2015 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Selayar, 2016) Jumlah persentase rumah tangga perikanan terbesar berada dikecamatan Takabonerate yaitu
21.3% sedangkan
yang terendah berada
di
kecamatan Benteng sebesar 0.3% dari total keseluruhan jumlah RTP yaitu 6.974 keluarga. II.5 Kawasan Taman Nasional Takabonerate Taman Nasional Takabonerate (TNTBR) merupakan kawasan kepulauan karang yang berbentuk atol atau cincin. Pada awalnya Masyarakat tidak mengenal kawasan tersebut dengan nama Taka Bonerate tetapi dikenal dengan nama Kepulauan Macan. Tetapi menurut masyarakat setempat bahwa dahulu wilayah tersebut masuk ke dalam distrik Bonerate kemudian berganti nama menjadi Taka Bonerate. Nama Taka Bonerate diberikan kepada kawasan karena terdiri dari banyak taka dengan nama masing-masing tersebut untuk dijadikan satu kawasan Taman Nasional dengan satu nama dan nama tersebut diambil dari nama ibukota kecamatan Pasimarannu yaitu Bonerate. Setelah Taka Bonerate resmi menjadi taman nasional, kawasan tersebut disatukan kedalam satu kecamatan yaitu Kecamatan Pasitallu ditambah dengan Pulau Kayuadi dan selanjutnya Nama Kecamatan Pasitallu diubah
14
menjadi Kecamatan Taka Bonerate dengan Pulau Kayuadi sebagai ibukota kecamatan. Namun saat ini TNTBR berada dalam wilayah Kecamatan Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. Secara fisik kawasan TNTBR, disebelah utara berbatasan dengan Sulawesi Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa. Awalnya terdapat lima desa dalam kawasan TNTBR yaitu Desa Rajuni, Desa Latondu, Desa Tarupa, Desa Jinato dan Desa Tambuna. Namun sejak tahun 2012, pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar melakukan pemekaran terhadap Desa Tambuna menjadi 2 desa yaitu Desa Tambuna dan Desa khusus Pasitallu Raya Taka Bonerate terdiri atas 18 pulau kecil, 5 bungin dan 30 taka yang tersebar membentuk cincin/atol (BTNTBR, 2014). Terdapat 7 buah pulau yang berpenghuni yakni: Pulau Tarupa, Pulau Rajuni Kecil, Pulau Rajuni Besar, Pulau Latondu Besar, Pulau Jinato, Pulau Pasitallu Tengah, dan Pulau Pasitallu Timur. Pulau-pulau di Taka Bonerate terbentuk oleh terumbu karang tepi dan pasir karang dengan ketinggian pulau berkisar 2 m di atas permukaan laut. TNTBR merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan penelitian,
ilmu
pengetahuan,
pendidikan,
menunjang
budidaya,
pariwisata dan rekreasi. Status kawasan Taka Bonerate bermula sebagai cagar alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 100/Kpts-II/1989. Wilayah tersebut ditunjuk sebagai Cagar Alam Laut karena hamparan karang berbentuk cincin (atol) dan merupakan habitat berbagai jenis biota laut seperti kima raksasa Tridacna Gigas dan triton terompet Charonia tritonis, daerah itu juga merupakan tempat peneluran penyu hijau Chelonia mydas dan penyu sisik Eretmochelys imbricata, sehingga perlu dipertahankan dan dibina kelestariannya untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, rekreasi dan pariwisata Pada tahun 1992 Taka Bonerate kemudian ditunjuk menjadi
15
Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 280/KPTSII/1992, tanggal 26 Februari 1992 dan ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001, tanggal 15 Maret 2001 dengan luas kawasan 530.765 ha. Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate dikelola berdasarkan sistem zonasi. Pada awalnya TNTBR mempunyai empat zona yaitu: Zona inti, Zona Pemanfaatan Intensif, Zona Pemanfaatan Tradisional, dan Zona Cadangan. Sistem zonasi tersebut kemudian dilakukan penataan kembali dengan mengacu kepada Permenhut Nomor: P. 56/MenhutII/2006 tanggal 29 Agustus 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Keputusan Direktorat Jenderal PHKA Nomor : SK. 150/IVSET/2012 tentang Zonasi Taman Nasional Taka Bonerate. Sistem zonasi tersebut menetapkan wilayah TNTBR menjadi empat zona yaitu Zona Inti (8.341 Ha), Zona Perlindungan Bahari (21.188 Ha), Zona Pemanfaatan (500.879) yang peruntukannya terbagi atas empat peruntukan yaitu zona yang diperuntukkan bagi masyarakat dalam kawasan, zona yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar kawasan, zona yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dan zona yang diperuntukkan bagi aktivitas wisata, dan Zona Khusus (357 Ha). Informasi zonasi TNTBR berdasarkan letak geografis dan luasannya dapat dilihat pada Gambar 12.
16
Gambar 12. Peta Zonasi Kawasan Takabonerate (Balai Taman Nasional Takabonerate 2012) Pengelolaan
kawasan
TNTBR
terbagi atas
2 (dua)
seksi
pengelolaan yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I di Desa Tarupa dan SPTN Wilayah II di Desa Jinato. Masing-masing SPTN Wilayah memiliki staf yang membidangi urusan tata usaha umum dan urusan teknis KSDAHE. SPTN Wilayah I membawahi 5 resort yaitu Resort Tarupa, Resort Rajuni Desa, Resort Tinabo, Resort Rajuni Laut dan Resort Latondu. SPTN Wilayah II membawahi 3 resort yaitu Resort Jinato, Resort Pasitallu Timur dan Resort Pasitallu Tengah. Setiap resort terdapat 2 – 3 orang tenaga fungsional Polisi Kehutanan, 1 orang tenaga fungsional Pengendali Ekosistem Hutan. Sementara tenaga fungsional
17
penyuluh kehutanan saat ini di masing-masing SPTN Wilayah hanya terdapat 1 orang. Terdapat pula tenaga TPHL, juru kemudi dan ABK serta tenaga honorer di masing-masing SPTN Wilayah yang sangat membantu dalam setiap pelaksanaan tugas kerja di dalam kawasan TNTBR. Dan adapun peta wilayah kerja seksi dan resort Balai Taman Nasional Takabonerate pada Gambar 13.
Gambar 13. Peta Wilayah Kerja Kawasan Balai Taman Nasional Taka Bonerate (Balai Taman Nasional Takabonerate 2012).
1) Kondisi Iklim Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kawasan Taka Bonerate umumnya beriklim basah khatulistiwa.
tropik
Kawasan ini mempunyai 4 (empat ) bulan basah (curah
18
hujan > 200 mm) secara berturut-turut dan 5 bulan kering (curah hujan < 100 mm), serta dipengaruhi oleh musim angin barat dan musim angin timur dan musim peralihan (musim pancaroba). Musim barat terjadi pada bulan Januari – Maret, biasanya diikuti dengan keadaan angin dan ombak yang sangat besar. Musim Timur terjadi pada bulan Juni – September, biasanya diikuti dengan musim kemarau dan gelombang laut yang relatif tenang. Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan ,pada bulan April – Juni dan Oktober – Desember. Angin yang sangat kencang dan diserta dengan ombak yang cukup besar yang disitilahkan oleh masyarakat dengan Jene Kebo (putihnya lautan oleh buih-buih ombak) biasanya terjadi pada bulan Agustus- September.
2) Potensi Taman Nasional Takabonerate Kawasan
Taman
Nasional
Takabonerate
saat
ini
telah
terindetifikasi, terdapat ekosistem terumbu karang dengan 231 jenis, ikan 285, moluska 216, penyu 4, Echinodermata 4, lamun 10 dan alga sebanyak 47 jenis. a. Terumbu karang Kawasan Taka Bonerate terdiri atas 3 (tiga) kategori terumbu karang yaitu: terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu karang tepi (fringing reef), dan terumbu karang cincin (atoll). Keanekaragaman jenis biota penyusun ketiga kategori terumbu karang tersebut cukup tinggi, juga keberadaan beberapa lokasi profil terumbu karang yang sangat terjal (drop-of). Taman Nasional Taka Bonerate merupakan kawasan terumbu karang yang berada pada suatu dangkalan yang dikelilingi oleh laut dalam. Berdasarkan hasil interpretasi citra Aster tahun 2008, luas karang hidup 10,029 ha, karang mati 8,559 ha, lamun dan makroalgae 19,748 ha, paparan pasir 20,381 ha, pulau/daratan 437 ha dan bungin/sand dunes 76 ha. Terumbu karang yang ditemukan terdiri dari 68 genera karang yang terdiri atas 63 genera dari Ordo Scleractinia dan 5 genera dari Ordo non
19
Scleractinia yang terdiri dari 233 jenis spesies penyusun terumbu karang. Famili karang yang dominan adalah Acroporidae, Fungidae, Faviidae dan Dendrophylladae. (LIPI 1995 dalam RPTN 1997, PSTK UNHAS 2000, TNTBR 2005). b. Padang Lamun Jenis lamun yang ditemukan terdiri dari 11 spesies dari 7 genera. Jenis lamun yang dominan adalah Thalassodendron ciliata, Halophila ovalis, Cymodocea rotunda, Cymodocea serrulata, Thallasia hemprichii dan Enhalus acoroides (RPTN 1997,PSTK UNHAS 2000). Jenis lain yang juga dijumpai namun dalam skala yang kecil adalah Halophila minor, Syringodium, Halodhule spp. Pengamatan yang dilakukan oleh (RPTN, 1997). c. Ganggang Laut (Macro Algae) Ganggang laut atau macro algae adalah tumbuhan purba, yang tidak memiliki akar, daun dan batang sejati. Alga memiliki berbagai bentuk, mulai dari bentuk benang hingga lembaran-lembaran yang rumit. Alga sering dikelompokkan dalam 3 kelompok utama, yaitu alga merah, alga hijau dan alga coklat. Jenis makro alga yang ditemukan terdiri dari 112 spesies berasal dari 46 genera yang terdiri atas 55 spesies alga hijau, 24 spesies alga coklat, dan 33 spesies alga merah (RPTN TNTBR 1997,PSTK Unhas 2000, TNTBR 2005, TNTBR 2012). Hasil pengamatan Tim RPTN Taka Bonerate (RPTN, 1997) menemukan 47 spesies makro algae yang merupakan anggota Phyllum Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. Sedangkan hasil penelitian Tim Zonasi PSTKUNHAS (2001), menemukan 83 spesies dan 37 genera makroalgae yang terdiri dari 44 spesies algae hijau, 13 spesies algae coklat dan 26 spesies algae merah. Algae
dominan
yaitu:
Dicoospbaefia
cavernosa,
Udotea
occidentalis, Neomeris annulata, Halimeda cylindracea, H. opuntia, H. macroloba, H. micronesica, Laurencia obtusa dan Lithothamnion prolifer.
20
Namun dari 9 spesies tersebut hanya 2 spesies yang ditemukan melimpah, yaitu Halimeda cylindracea dan Neomeris annulata.
d. Ikan Ikan yang terdapat di kawasan TN Taka Bonerate terdiri atas dua jenis utama yaitu ikan karang dan ikan pelagis. Kawasan TN Taka Bonerate yang memiliki variasi habiat mulai dari daerah terumbu karang, daerah berpasir, berbagai lekuk dan celah, daerah algae, dan lamun hingga laut dalam menyebabkan keanekaragaman ikan pada kawasan ini sangat tinggi. Teridentifikasi
bahwa kawasan ini merupakan habitat bagi 53
famili, 160 genus dan 564 spesies ikan karang dan pelagis. Adapun ikan karang yang mendominasi dalam kawasan TN Taka Bonerate diantaranya adalah
Chaetodontidae,
Pomachantidae,
Pomacentridae,
Apogonidae,
Serranidae,
Labridae, Gobiidae,
Scaridae, Lutjanidae,
Caesionidae dan Mullidae (LIPI 1995 dalam RPTN 1997,PSTK Unhas 2000, TNTBR 2005, TNTBR 2012). Sedangkan
penelitian
yang
dilaksanakan
oleh
Tim Zonasi
PSTKUNHAS (2001), mendapatkan 36 famili, 115 genus dan 362 spesies ikan karang. Seluruh jumlah dan spesies ini kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok besar: ikan major, ikan indikator dan ikan target. Jumlah famili ikan major sebanyak 19 famili (61 genus; 176 spesies), ikan indikator sebanyak 5 famili (16 genus; 61 spesies) dan ikan target sebanyak 15 famili (42 genus; 125 spesies). e. Moluska Jenis moluska yang ditemukan terdiri atas 4 klas, yaitu Gastropoda, Pelecypoda, Cephalopoda dan Scapopoda dengan 62 famili dan 299 spesies (MOKA 1992, 1995,1996 dalam RPTN 1997, TNTBR, 2005). Kelompok mollusca yang dominan terdiri atas dua klas yakni Gastropoda
(keong-keongan)
dan
Pelecypoda
(kerang-kerangan).
Gastropoda dominan berasal dari famili: Cypraedae, Thaidae, Conidae, dan Cerithidae. Juga ditemukan gastropoda ukuran besar seperti
21
Scrabang Batik (Chaeronia tritons), Kepala Kambing (Cassis cornuta), dan tedong-tedong (Lambis chiragra). Serta beberapa jenis Trochus spp, dan Conus textile yang masuk dalam redlist CITES. Jenis-jenis kerang yang ditemukan antara lain: kerang mutiara (Pinctada spp), Halionthis sp dan Kima (Tridacna spp). Jenis Kima yang terdapat di TBR adalah lima jenis dari marga Tridacna dan dua jenis dari marga Hippopus. Ketuiuh spesies tersebut adalah Tridacnagigas, T. squamosa, T. derasa, T. crosea, T. maxima, Hippopus hippopus, H. porcellanus. Juga terdapat Klas Cephalopoda seperti Nautilus (Nautilus sp), Cumi-cumi (Squid sp) dan Gurita (Octopus sp). f. Penyu Terdapat 4 jenis penyu yang ditemukan di Taka Bonerate, yaitu: Penyu Sisik Eretmochelys imbricata, Penyu Hijau Chelonia mydas, Penyu Lekang Lepidochelys olivacea, dan Penyu Tempayan Caretta caretta (RPTN TNTBR, 1997). g. Echinodermata Echinodermata yang ditemukan terdiri dari bintang laut (Asteroidea) 8 jenis, lili laut (Crinoidea), bulu babi (Echinoidea) 13 jenis dan teripang (Holothuroidea) 11 jenis. (PSTK Unhas 2000). Crustacea ditemukan sebanyak 15 spesies yang terdiri atas udang penaid Penaeus spp, lobster Panulirus spp, udang pasir dan kepiting (PSTK Unhas 2000).
22
BAB III. METODOLOGI III.1 Pengumpulan data Lokasi pelaksanaan pilot test EAFM di laksanakan di Kawasan Taman Nasional Takabonerate dan untuk pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 11 Agustus – 26 Agustus 2016. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei dan pengamatan langsung serta wawancara di lapangan pada sejumlah responden yang berkaitan dengan aktivitas perikanan ikan
karang dan ikan tuna.
Pengumpulan data sekunder
perikanan yang dimaksud lebih diprioritaskan di Balai Taman Nasional Taka Bonerate, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar. Data sekunder yang dikumpulkan berupa Laporan Tahunan dan Statistik Perikanan
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Kabupaten
Selayar.
Pengumpulan data yang berkaitan dengan Domain Habitat dan Ekosistem bersumber dari hasil-hasil penelitian baik telah terpublikasi dalam bentuk jurnal maupun laporan-laporan penelitian dan dokumen yang relevan khusunya yang mengkaji mengenai sumberdaya perikanan perairan pesisir dan laut
Kabupaten Selayar khususnya tentang
Kawasan Taman Nasional Takabonerate. Selain
pengumpulan
data
sekunder,
juga dilakukan
pengumpulan data secara langsung di pulau-pulau yang berada di kawasan TN Takabonerate. Pengumpulan data di pulau yang menjadi sampling
dilakukan
melalui
wawancara.
Wawancara
dilakukan
menggunakan kuisioner terstruktur untuk mendapatkan informasi terkait penilaian dengan pendekatan EAFM. Wawancara yang dilakukan menjadi dua kelompok yaitu mengumpulkan
informasi
wawancara
tentang
yang
dilakukan
kelembagaan
dan
untuk sebagai
respondennya adalah staf Dinas Kelautan dan perikanan , Kepala Balai Taman Nasional Takabonerate, Kepala Desa di lingkungan lokasi target survei di Taman Nasional Taka Bonerate. Kelompok menjadi
responden
adalah
nelayan
sebagai
kedua
yang
sumber informasi
dilapangan pada setiap desa nelayan, dimana responden nelayan ini mewakili nelayan yang berada di lokasi sampling. Jumlah responden di
23
setiap lokasi sampling terdapat 20 responden yang merupakan nelayan penangkap ikan karang dan tuna. pada setiap desa nelayan atau penduduknya mayoritas sebagai nelayan, dimana responden nelayan ini mewakili nelayan ikan Tuna, nelayan ikan karang dan nelayan umum atau lainnya. Pemilihan
pulau
untuk
sampling
dilakukan
berdasarkan
keterwakilan secara geografis di kawasan TN. Takabonerate. Selain itu pemilihan pulau sampling berdasarkan banyaknya aktivitas perikanan tangkap, khususnya yang melakukan penangkapan ikan di kawasan terumbu karang dan kegiatan penangkapan ikan pelagis besar. Sebaran
jumlah responden pada setiap desa sampling, tertera pada
Tabel 2. Tabel 2. Lokasi Pengambilan Sampling Pulau Kecamatan Takabonerate
Desa
RTP Nelayan
Tarupa Palau Tarupa
316
Jumlah Responde 20
Desa Jinato Pulau Jinato
331
20
Desa Tambuna Pulau Pasitellu
120
20
Adapun pengumpulan data untuk penilaian status indikator setiap domain yang menjadi fokus penilaian ini, sebagai berikut : III.2 Analisa Indikator EAFM 1) Domain Sumber Daya Ikan CPUE Baku Kriteria skor untuk CPUE Baku yaitu 1 = menurun tajam (rerata turun > 25% per tahun); 2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun); dan 3 = stabil atau meningkat. Dan dalam penelitian ini ditambahkan juga perhitungan nilai regresi linier dan nilai koefisien determinasinya. Ukuran ikan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap
24
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan namun jika hanya didasarkan dari data interview relatif sulit menentukan presentasinya, sehingga data ini lebih obyektif hasil dari survei/sampling. Disarankan penelitian secara dalam jangka waktu 2-3 tahun secara kontinyu untuk melihat tren, termasuk penerapan system pencatatan lewat logbook. Komposisi spesies Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif
Spesies ETP Kriteria skor untuk Spesies ETP yaitu : 1= > 1 tangkapan spesies ETP; 2 = 1 tangkapan spesies ETP; dan 3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap. Mesti juga ditetapkan batasan banyak atau sedikit jumlah dari masing-masing spesies ETP yang ditangkap. "Range Collapse" sumberdaya ikan Kriteria skor yang telah ditentukan yaitu mudah tidaknya melakukan penangkapan sumberdaya ikan dan dekat atau jauhnya fishing ground (FG) dari pada fishing base (FB) dapat digunakan secara efektif. Densitas/Biomassa untuk ikan karang & invertebrata Kriteria skor untuk densitas/biomassa untuk ikan karang & invertebrata yaitu : 1 = jumlah individu < 10 ind/m3, UVC < 10 ind/m2; 2 = jumlah individu = 10 ind/m3, UVC 10 ind/m2; dan 3 = jumlah individu > 10 ind/m3, UVC > 10 ind/m2, dengan criteria tersebut sangat mudah digunakan dan efektif. 2) Domain Habitat Kualitas perairan Ketiga criteria yang digunakan dapat digunakan secara efektif. Status lamun Kriteria skor untuk tutupan dan nilai indeks keanekaragaman lamun dapat digunakan secara efektif.
25
Status Mangrove Pendekatan pemahaman komunitas mangrove di lokasi kajian dilakukan dengan analisis data yang meliputi kerapatan dan kerapatan relatif spesies, frekuensi dan frekuensi relatif spesies, penutupan dan penutupan relatif spesies dan nilai indeks penting spesies yang mengacu pada English et.al (1994) dan Bengen (2001). a. Kerapatan Spesies Kerapatan spesies (D) adalah jumlah tegakan spesies i dalam suatu unit area : Di = ni/A Keterangan : Di : Kerapatan spesies-i ni : Jumlah total tegakan dari spesies-i A : Luas total area pengambilan contoh
b. Keparapatan Relatif Spesies Kerapatan relatif spesies (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan spesies i (ni) dan jumlah tegakan seluruh spesies ( n) : RDi = (ni/ n) x 100 Keterangan : RDi
: Kerapatan relatif spesies-i
ni
: Jumlah total tegakan dari spesies-i
n
: Jumlah tegakan seluruh spesies
c. Frekuensi Frekuensi spesies (F i) adalah peluang ditemukannya spesies-i dalam petak contoh/plot yang diamati : F i = p i/ p Keterangan : Fi : Frekuensi spesies i pi : Jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan spesies-i
26
p : Jumlah total petak contoh/plot yang diamati
d. Frekuensi Relatif Spesies Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi spesies-i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies ( F) : RFi = (Fi/ F) x 100 e. Penutupan Spesies Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies-i dalam suatu unit area Ci = BA/A Keterangan : BA
:
DBH2/4 (dalam cm2)
: 3,1416 DBH
: Diameter pohon dari spesies-i
DBH
: CBH/ (dalam cm)
CBH
: Lingkar pohon setinggi dada (1,3 m)
A
: Luas total area pengambilan contoh (luas total petak
contoh/plot) f. Penutupan Relatif Spesies Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan spesies-i (Ci) dan luas total penutupan untuk seluruh spesies ( C): RCi = (Ci/ C) x 100
g. Nilai Indeks Penting Nilai indeks penting memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peran suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove. Nilai Indeks Penting spesies berkisar antara 0 – 300. Nilai Indeks Penting spesies (IVi) merupakan jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan penuhhtupan relatif spesies (RCi).
27
IVi = RDi + RFi + RC i
Status Terumbu Karang Kriteria skor Persentase
tutupan karang keras hidup (live hard coral
cover) dapat digunakan secara efektif dikarenakan data yang terpublikasi minimal mencakup spesies karang dan persentase tutupan karang, sedangkan nilai indek keanekaragaman cenderung tidak diperoleh data/informasinya. Data yang dapat menunjang penghitungan nilai indeks keanekaragaman karang adalah berkaitan dengan jumlah individu karang dalam satua luas, sehingga data tersebut dapat terlengkapi dengan data survei lapangan. Habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling). Menentukan nilai dari Kriteria skor mengenai diketahui atau tidaknya diketahui habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling) dapat dilakukan dengan efektif. Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya Dalam menentukan status dan produksi estuaria dan perairan yang terdefinisi dalam Kriteria skor yaitu : 1 = produktivitas rendah; 2 = produktivitas sedang; dan 3 = produktivitas tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut perlunya penentuan parameter fisika (misalnya : kecerahan, kekeruhan), kimia (misalnya pH, konsentrasi nitrat, atau fosfat) atau biologi
(kelimpahan/keanekaragaman
plankton)
perairan
untuk
menentukan keproduktifan perairan estuaria tersebut. Perlu dibuat definisi produktivitas dari sisi kimiawi, karena dari sisi biologis sudah dibahas pada eutrofikasi, perlu penetapan parameter kunci dari aspek fisika, kimia dan biologi 3) Domain Teknik Penangkapan Ikan Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal Kriteria skor yang telah ditentukan yaitu : 1 = frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun; 2 = frekuensi pelanggaran 5 - 10 kasus per tahun; dan 3
28
= frekuensi pelanggaran < 5 kasus per tahun.Berdasarkan Kriteria skor tersebut perlu ditentukan level pelanggaran (ringan, sedang dan berat), sehingga bobot pelanggaran dapat di lebih proporsional. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan Kriteria skor yang telah ditentukan yaitu : 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm; dan 3 = <25% ukuran target spesies < Lm. Untuk memenuhi data tersebut harus dilakukan sampling ukuruan ikan target/ikan dominan. Fishing capacity dan Effort Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Selektivitas penangkapan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal. Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. 4) Domain Sosial Partisipasi pemangku kepentingan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Konflik perikanan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge). Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. 5) Domain Ekonomi Pendapatan rumah tangga (RTP) Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Kepemilikan aset
29
Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Saving rate Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif jika responden memberikan rasio tabungan dengan income mereka. 6)
Domain Kelembagaan
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (Adat). Dengan menetapkan jumlah kasus maka indicator ini dapat digunakan secara efektif. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan Kriteria skor untuk kelengkapan dekumen pengelolaan perikanan dan membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya serta ada atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya dapat digunakan secara efektif. Mekanisme pengambilan keputusan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Rencana pengelolaan perikanan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Kapasitas pemangku kepentingan Kriteria skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. III.3 Analisa Komposit Domain Sumberdaya Ikan, Teknik Penangkapan Ikan, Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan yang terdapat pada kuisioner akan diberikan nilai berdasarkan status atau kondisi terkini pada saat kajian EAFM dilakukan. Penentuan nilai status untuk setiap indikator dalam domain
30
habitat dilakukan dengan menggunakan pendekatan skoring yang sederhana, yakni memakai skor Likert berbasis ordinal 1,2,3. Semakin baik status indikator, maka semakin besar nilainya, sehingga berkontribusi besar terhadap capaian EAFM. Perkalian bobot dan nilai akan menghasilkan nilai indeks untuk indikator yang bersangkutan atau dengan rumusan: Nilai Indeks = Nilai Skor * 100 * Nilai Bobot. Nilai indeks dari indikator ini, nantinya akan dijumlahkan dengan nilai indeks dari indikator lainnya dalam setiap domain menjadi suatu nilai indeks komposit.
Kemudian, nilai indeks
komposit ini akan dikategorikan menjadi 5 penggolongan kriteria dan ditampilkan dengan menggunakan bentuk model bendera (flag model) terlihat pada Tabel 3: Tabel 3. Penggolongan Nilai Indeks Komposit dan Visualisasi Model Bendera Rentang nilai (dalam persen) Model Bendera Deskripsi Rendah Tinggi 1 20 Buruk 21 40 Kurang 41 60 Sedang 61 80 Baik 81 100 Baik
31
BAB IV. ANALISIS TEMATIK PENGELOLAAN PERIKANAN
Status perikanan kelompok jenis ikan karang di Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar, ditentukan dengan metode EAFM menggunakan enam indikator. Deskripsi hasil analisis dengan pendekatan EAFM diuraikan sebagai berikut. IV.1 Perikanan Karang a) Domain Sumberdaya Ikan Pendekatan EAFM pada domain sumbedaya ikan terdapat enam indikator yang menjadi ukuran penilaian terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan, yaitu 1) CPUE baku; 2) tren ukuran ikan; 3) proporsi ikan yuwana (juvenil) yang tertangkap; 4) komposisi spesies ikan yang tertangkap; 5) range collapse sumberdaya ikan; 6) spesies ETP (Endangered species, Threatened species; Protected species). Potensi sumberdaya ikan karang sebagaimana terlihat pada Gambar 14. 13000 12500
Produksi (Ton)
12000 11500 11000 10500 R² = 0.2071
10000 9500 9000 8500 8000 2011
2012
2013
2014
2015
Tahun
Gambar 14.Tren produksi kelompok jenis ikan karang yang tertangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015. Indikator CPUE ditunjukkan berdasarkan tren produksi kelompok jenis ikan karang dalam kurun waktu lima tahun cenderung menurun dengan rata-rata sebesar 20%.
Penurunan produksi juga diikuti oleh
32
CPUE yang juga menunjukkan kecenderungan menurun (Gambar 15) dengan rata-rata laju penurunan tahunan sebesar 6%. 0.37
CPUE (Ton/Trip)
0.36 0.35 0.34 0.33
R² = 0.0616
0.32 0.31 0.30 2011
2012
2013
2014
2015
Tahun
Gambar 15. Tren CPUE produksi kelompok jenis ikan karang di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015. Berdasarkan hasil analisis, menunjukkan adanya perbedaan laju penangkapan, baik berdasarkan tren produksi maupun CPUE yang menunjukkan persentase rata-rata perubahan yang berbeda. Persentase perubahan CPUE yang lebih rendah dan menurun menunjukkan adanya perubahan pada laju upaya penangkapan.
Meningkatnya upaya
penangkapan jika tidak terkendali akan menyebabkan ketidakseimbangan antara
ketersediaan
sumberdaya
ikan
dengan
jumlah
upaya
penangkapan. Tren hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE dalam pemanfaatan kelompok jenis ikan karang merupakan indikasi telah terjadi ketidakseimbangan antara upaya penangkapan dengan ketersediaan ikan.
Ketidakseimbangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang
saling terkait, baik teknis penangkapan, maupun faktor ekonomi, serta berbagai faktor lainnya yang terkait kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan. Uraian sebelumnya juga sesuai dengan penjelasan nelayan penangkap ikan-ikan ekonomis penting yang berada di kawasan ekosistim terumbu karang, yang disampling pada beberapa pulau dan pesisir di
33
wilayah Taman Nasional Taka Bonerate menyatakan bahwa telah terjadi penurunan jumlah hasil tangkapan dari tahun ke tahun. Produksi hasil tangkapan (Gambar 16) yang terdapat dipulau Jinato telah menunjukan terjadinya penurunan rata-rata produksi sebesar 2 %. 900 605
600 500
743
720
700
Produksi (kg)
825
804
800
434
428 358
400
465
505
556
423
355
239
300
R² = 0.0125
458
373
368
703
204 228 201 202
200
290
242
100
40
19
2014
Juli
Juni
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Sept
Juli
2015
Agus
Juni
Apl
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Sept
Juli
Agus
Juni
0
2016
Tahun
Gambar 16.Tren produksi kelompok jenis ikan karang yang tertangkap di Pulau Jinato Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kepulauan Selayar . Indikator tren ukuran ikan menunjukkan tren ukuran ikan kerapu yang tertangkap di Taman Nasional Taka Bonerate berada pada kisaran 25-50 cm. Hasil wawancara menunjukkan 60% responden dari 28 orang nelayan pemancing ikan karang menyatakan bahwa jenis ikan kerapu yang tertangkap saat ini cenderung lebih kecil jika dibandingkan 5-10 tahun yang lalu. Hubungan panjang dan berat jenis ikan karang di Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar dapat dilihat pada Gambar 17.
34
Hubungan panjang-berat jenis ikan karang di TN Taka Bonerate Selayar 1.40 1.12
1.20 1.00
1.20 1.16
0.80 0.84 0.81 0.70
0.80 0.61
0.65
0.60 0.40 0.20 0.00 25-33
34-42 Sunu Merah
Kerapu Sunu
43-50 Kerapu Karang
Gambar 17. Hubungan panjang dan berat jenis ikan karang di Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. (olah data pulau Jinato bulan 1 dan 2 tahun 2016) Berdasarkan indikator komposisi spesies ikan yang tertangkap pada kurun waktu tahun 2011 - 2015, menunjukkan (Gambar 18) 32. 10% jenis ikan yang tertangkap adalah jenis ikan lencam dikabupaten Kepulauan Selayar dan untuk Pulau Jinato Tahun 2015 (Gambar 19) 66.65% jenis ikan yang tertangkap adalah jenis ikan kerapu sunu. Indikator komposisi ikan karang yang tertangkap sebagaimana terlihat pada Gambar 18 dan Gambar 19. Kerapu Sunu
10.70
Kerapu Balong
9.32
Kerapu Macan
15.85
Kakap Merah
24.78
Lencam
32.10
Kakap Putih
7.25 0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
Gambar 18. komposisi ikan karang yang tertangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar Kurun Waktu Tahun 2011-2015.
35
Kerapu Karang
6.79
Janpan
2.38
Macan
0.81
Kerapu Sunu
66.65
Kerapu Merah
23.37 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
Gambar 19. komposisi ikan karang yang tertangkap di Pulau Jinato Kawasan Taman Nasional Takabonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. Indikator range collapse adalah indikator yang menyatakan bahwa telah terjadi penyempitan lokasi yang dialami oleh kelompok ikan. Hasil wawancara menunjukkan 71% dari 28 responden menyatakan bahwa lokasi penangkapan relatif tetap atau tidak ada perubahan.
Lokasi
penangkapan umumnya berada di disekitan Taman Nasional Taka Bonerate. Indikator
spesies
ETP,
berdasarkan
data
primer
berupa
wawancara menunjukkan 68% dari 28 orang nelayan menyampaikan bahwa tidak terdapat spesies yang dilindungi tertangkap. Hasil analisis flag modelling pada domain sumberdaya ikan, sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain sumberdaya ikan. No Indikator Nilai 1 CpUE Baku 2.0 2 Tren ukuran ikan 1.4 3 Proporsi ikan yuwana yang ditangkap 1.7 4 Komposisi spesies hasil tangkapan 1.9 5 "Range Collapse" sumberdaya ikan 2.0 6 2.0 Spesies ETP
36
Tabel 4 menunjukkan bahwa indikator CpUE baku berada kondisi sedang, hasil penilaian ini sudah menjadi perhatian untuk menjalankan prinsip kehati-hatian dalam memanfaatkan sumberdaya ikan karang di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. CpUE adalah indikator dari ketersediaan ikan di daerah penangkapan, sehingga dapat diduga bahwa ketersediaan
ikan
untuk
perikanan
telah
mengarah
ketidakseimbangan dengan jumlah upaya penangkapan.
pada
Hal ini juga
ditunjang oleh indikator tren ukuran ikan yang cenderung mengarah ke penilaian buruk. b) Domain Habitat dan Ekosistem Terdapat enam indikator pada domain habitat dan ekosistim, yaitu: 1) kualitas perairan; 2) status ekosistem lamun; 3) status ekosistem mangrove; 4) status ekosistem terumbu karang; 5) habitat unik/khusus; 6) perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat. Indikator
kualitas
perairan,
berdasarkan
hasil
wawancara
menyatakan kondisi kualitas perairan masih bagus dan tidak tercemar. Konsentrasi klorofil-a di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berada pada kisaran 2-5µmg/l. Kriteria dengan pendekatan EAFM untuk kualitas perairan tergolong tidak tercemar dan untuk konsentrasi klorofil-a tergolong sedang dan tidak terjadi eutrofikasi. Indikator status ekosistem lamun, berdasarkan data Taman Nasional Taka Bonerate tahun 2012 menunjukkan luasan lamun sebesar 19.748, 86 ha dengan tutupan sedang yaitu berkisar antara 30-60%. Indikator status ekosistem mangrove, berdasarkan literatur Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat tegakan mangrove yang tumbuh di dua Pulau dalam kawasan yaitu di Pulau Tarupa Kecil dan Pasitallu Timur. Untuk di Pasitallu Timur Mangrove (Rhizopora sp) umur relative masih muda dengan melihat kondisi tegakan yang diameternya masih dibawah 10 cm. Namun berbeda dengan di Pulau Tarupa Kecil, disini terdapat tegakan mangrove (Avicennia sp) dengan diameter antara 30cm s/d lebih 90cm. hal ini menunjukkan tegakan yang ada di Tarupa Kecil adalah tergolong Mangrove tua. Yang menarik tegakan mangrove di
37
Tarupa Kecil ini tidak ditemukan anakan, meskipun tegakan indukan tetap mempunyai buah yang semestinya dapat menjadi anakan secara generative. Di bawah tegakan hanya ada akar paku yang muncul disekitar pohon mangrove. Hal lain menunjukan bahwa jumlah tegakan mangrove di Tarupa Kecil ini hanya sebanyak 20 pohon sehingga ekosistem mangrove tidak masuk dalam indikator penilaian karena tidak berada pada formasi dan habitat ekosistem mangrove walaupun terdapat 20 pohon. Indikator status ekosistem terumbu karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berdasarkan data monitoring terumbu karang COREMAP II Selayar pada DPL Desa Pasitallu, Jinato, Rajuni, Latondu, dan Desa Tarupa menunjukkan luasan tutupan karang hidup rata-rata sebesar 34.80%, sebagaimana terlihat pada Gambar 18.
1.20% 5.20% 2.40% 0.40% 0.40% 4.00%
9.60%
AC 23.20%
NA SC DCA DC SP
11.60%
FS OT
25.60%
R 16.40%
S RK
Gambar 20. Rata-rata persentase luasan tutupan karang berdasarkan tipe karang di Taman Nasional Taka Bonerate. Luasan tutupan karang di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate menunjukkan tutupan karang sedang yaitu pada kisaran 25-50%. Menurut data WCS tahun 2015 menunjukkan luasan karang hidup di wilayah SPTN 2 (34.65%) dan di SPTN 1 (29.15%). Luasan tutupan karang di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate menunjukkan tutupan karang sedang yaitu 31.65%.
38
Indikator habitat unik/khusus, berdasarkan wawancara dengan nelayan pancing, sebesar 71% dari 28 responden menyatakan tidak mengetahui habitat khusus sebagai lokasi spawning ikan karang. Demikian juga lokasi nursery dan feeding ground. Dengan demikian kriteria penliaian adalah tidak diketahui keberadaan habitat khusus. Indikator Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan sebesar 64% dari 28 responden menyatakan belum pernah ada kajian terhadap dampak perubahan iklim. Kriteria penilaian adalah belum adanya kajian dampak perubahan iklim. Hasil analisis flag modelling pada domain habitat dan ekosistem, sebagaimana terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain habitat dan ekosistem. No 1 2 3 4 5
Indikator Kualitas perairan Status ekosistem lamun Status ekosistem terumbu karang Habitat unik/khusus Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Nilai 2.3 2.0 2.0 1.2 1.4
Hasil analisis flag modelling (Tabel 5) pada domain habitat dan ekosistim
menunjukkan
indikator
yang
berpengaruh
terhadap
keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah status habitat unik/khusus. Sehingga perlu mengetahui habitat khusus sebagai lokasi spawning ikan karang. Demikian juga lokasi nursery dan feeding ground di Kawasan Taman Nasional Takabonerate.
c) Domain Teknik Penangkapan Ikan Pendekatan EAFM pada domain teknik penangkapan ikan terdapat enam indikator yang menjadi penilaian, yaitu: 1) metode penangkapan ikan yang destruktif dan ilegal; 2) modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan; 3) fishing capacity dan upaya penangkapan; 4) selektivitas penangkapan ikan; 5) kesesuaian fungsi ukuran kapal
39
penangkapan ikan dengan dokumen ilegal; 6) sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Indikator teknik penangkapan ikan yang destruktif dan ilegal, berdasarkan data sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun 2011-2015 (Tabel 6). penggunaan bom ikan banyak digunakan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate,
Namun pada tahun 2015
frekuensi sudah berkurang menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah lebih dari sepuluh kasus. Menurut data wawancara distribusi teknik penangkapan ikan yang illegal terdapat dipulau Jinato untuk penggunaan bius sedangkan Pulau Pasitellu tengah masih banyak nelayan yang menggunakan bom dalam aktifitas penangkapan.
40
Tabel 6 : Data kasus pelanggaran Kawasan Taman Nasional Takabonerate dari tahun 2011 sampai tahun 2016.
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Sumber : Balai Taman Nasional Takabonerate
57
Tabel 7 : Penanganan Kasus-Kasus Tindak Pidana Bidang Konservasi Sumber Daya Alam / Kehutanan Balai Taman Nasional Taka Bonerate Tahun 2011 – 2015. LAPORAN KEJADIAN NOMOR TANGGAL 07/TN.TBR/ 5-6-2011 2011 08/TN.TBR/ 8-6-2011 2011 09/TN.TBR/ 09-6-2011 2011 14/TN.TBR/ 13-10-2011 2011 15/TN.TBR/ 23-10-2011 2011 04/TN.TBR/ 31-3-2012 2012
NO
JENIS KASUS
1
Penggunaan alat tangkap puere saine
2
Bahan peledak (Bom Ikan)
3
Bahan peledak (Bom Ikan)
4
Biota laut dilindungi
5
Biota laut dilindungi
6
Bahan peledak (Bom Ikan)
7
Penggunaan kompresor
08/TN.TBR/ 2012
4-7-2012
5 orang
8
Penggunaan kompresor dan bahan peledak
10/TN.TBR/ 2012
16-11-2012
1 orang
9
Dokumen pelayaran
03/TN.TBR/ 2013
16-04-2013
1 orang
10
Bahan peledak (Bom Ikan)
05/TN.TBR/ 2013
29-6-2013
4 orang
11
Penggunaan kompresor
06/TN.TBR/ 2013
29-6-2013
3 orang
12
Dokumen pelayaran
11/TN.TBR/ 2013
13-9-2013
1 orang
13
Dokumen pelayaran
12/TN.TBR/ 2013
14-9-2013
1 orang
TERSANGKA 1 orang 3 orang 3 orang 4 orang 4 orang 3 orang
PASAL YANG DISANGKAKAN Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 1 dan 2 Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193
STATUS (*) P21 P21 P21 P21 P21 P21
P21
P21 P21 P21
P21
P21 P21
14
Dokumen pelayaran
13/TN.TBR/ 2013
14-9-2013
1 orang
15
Dokumen pelayaran
14/TN.TBR/ 2013
14-9-2013
1 orang
16
Dokumen pelayaran
15/TN.TBR/ 2013
14-9-2013
1 orang
17
Dokumen pelayaran
16/TN.TBR/ 2013
14-9-2013
1 orang
18
Bahan peledak (Bom Ikan)
12-12-2013
2 orang
19
Pemilikan bahan-bahan peledak (pupuk)
23-3-2014
3 orang
20
Penggunaan kompresor
10/TN.TBR/ 2014
21-6-2014
4 orang
21
Penggunaan alat tangkap puere saine
13/TN.TBR/ 2014
2-8-2014
1 orang
22
Penggunaan alat tangkap puere saine
13/TN.TBR/ 2014
2-8-2014
1 orang
23
Penggunaan kompresor
03/TN.TBR/ 2015
27-2-2015
5 orang
24
Nihil
2016
Nihil
Nihil
21/TN.TBR/ 2013 7/TN.TBR/ 2014
ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 33 ayat 1 undang-undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya dan pasal 317 Jo pasal 193 ayat 1 undang-undang RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.12/Drt/1951, Lembar Negara No. 78/LN/195 No. 78/LN/1991 Jo pasal 55 ayat 1 KUHP Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang No. 05 tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang No. 45 tahun 2009 pasal 9 ayat 1 tentang perubahan atas undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Nihil
P21
P21
P21
P21 P21 P21
P21
P21
P21
P21
Nihil
Sumber : Balai Taman Nasional Takabonerate.
59
Indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan, pengamatan dilakukan dengan mengumpulkan data panjang-berat ikan kerapu serta wawancara dengan nelayan.
Hasil
analisis ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) sebesar 35,51cm. Kisaran ukuran yang tertangkap berada pada ukuran 25-50 cm, berdasarkan ukuran tersebut terdapat 25-20% ikan kerapu yang tertangkap diatas Lm. Indikator fishing capacity dan upaya penangkapan ikan, menunjukkan dalam kurun waktu tahun 2011-2015, nilai R = 0,25.
R
adalah nilai ratio kapasitas penangkapan antara tahun dasar dan tahun akhir.
Jika nilai R kurang dari 1 mengindikasikan ada peningkatan
kapasitas penangkapan, dimana keadaan ini menunjukkan semakin meningkat laju pemanfaatan sumberdaya ikan. Indikator
selektivitas
penangkapan,
digunakan
untuk
mengestimasi persentase alat tangkap selektif yang digunakan nelayan. Hasil wawancara dengan nelayan, kegiatan penangkapan ikan kerapu oleh nelayan menggunakan pancing ulur.
Dengan demikian kriteria
penilaian selektivitas penangkapan adalah tinggi, karena nelayan seluruhnya menggunakan pancing, dimana alat ini tergolong selektif. Indikator kesesuaian fungsi ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal, hasil wawancara dengan nelayan menunjukkan ukuran kapal yang digunakan hanya berupa perahu kecil dengan ukuran panjang berkisar 6-7 meter, lebar kapal berkisar antara 1-1,4 meter. Menggunakan mesin dengan kekuatan
berkisar antara 28 PK.
Kesesuaian dokumen rendah. Indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, belum ada sertifikasi awak kapal karena ukuran kapal masih digolongkan nelayan tradisional. Hasil analisis flag model pada domain teknik penangkapan ikan, sebagaimana terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisis flag modelling dari enam indikator domain teknik penangkapan ikan. No 1 2 3 4 5 6
Indikator Penangkapan ikan yang bersifat destruktif Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) Selektivitas penangkapan Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
Nilai 1.0 1.7 1.0 1.8 1.0 1.0
Hasil analisis flag modelling (Tabel 8) pada domain teknik penangkapan ikan menunjukkan indikator yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah penangkapan ikan yang bersifat destruktif, kapasitas perikanan dan upaya penangkapan, kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal dan sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Indikator yang berpengaruh, khususnya kegiatan penangkapan yang destruktif dan kapasitas perikanan dan upaya penangkapan merupakan indikator kunci pada domain teknik penangkapan ikan. Jika kedua indikator ini warna merah, maka aktivitas penangkapan dan juga keberlanjutan usaha penangkapan akan mengalami gangguan atau tidak berkelanjutan.
d) Domain Sosial Penilaian terhadap domain sosial ditentukan oleh tiga indikator, yaitu: 1) partisipasi pemangku kepentingan; 2) konflik perikanan; 3) pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (Traditional Ecology Knowledge). Indikator
Partisipasi
Pemangku
wawancara langsung dengan nelayan.
Kepentingan,
dilakukan
Di wilayah tersebut terdapat
POKMASWAS.
61
Indiator
konflik
perikanan,
dilakukan
dengan
melakukan
wawancara dengan nelayan. Jarang terjadi konflik antar nelayan, tetapi pada tahun 2014 pernah terjadi konflik antara nelayan purse seine yang masuk ke wilayah nelayan tradisional. Indikator
pemanfaatan
pengetahuan
lokal
dalam
pengelolaan
sumberdaya ikan (traditional ecology knowledge, TEK).
Hasil
wawancara dengan nelayan menyebutkan bahwa tidak ada pemanfaatan kearifan lokal. Hasil analisis flag modelling pada domain sosial, sebagaimana terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis flag modelling dari tiga indikator domain sosial. No 1 2 3
Indikator Partisipasi pemangku kepentingan Konflik perikanan Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan
Nilai 1.3 1.9 1.3
Hasil analisis flag modelling sebagaimana terlihat pada Tabel 7 menunjukkan
indikator
yang
berpengaruh
terhadap
keberlanjutan
perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah partisipasi pemangku kepentingan dan Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Domain sosial menunjukkan bahwa penyebab keberlanjutan perikanan di Taman Nasional Taka Bonerate disebabkan oleh kurangnya partisipasi dari tokoh masyarakat untuk memperhatikan keberlanjutan perikanan. Demikian juga terkait dengan pengetahuan masyarakat tentang keterkaitan kondisi ekosistim dengan kegiatan perikanan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. e) Domain Ekonomi Penilaian pada domain ekonomi ditentukan berdasarkan tiga indikator, yaitu: 1) kepemilikan aset; 2) pendapatan rumah tangga perikanan (RTP); 3) rasio tabungan (saving ratio).
62
Indikator kepemilikan aset, menunjukkan bahwa 68% dari 28 nelayan yang melakukan aktivitas pemancingan ikan karang mengalami penambahan aset. Kriteria penilaian adalah nilai asset bertambah. Indikator
pendapatan
rumah
tangga
perikanan
(RTP),
berdasarkan hasil wawancara menunjukkan pendapatan perbulan berada pada kisaran Rp. 1.000.000-2.000.000., sedangkan UMR (upah minimum regional) Sulawesi Selatan sebesar Rp. 2.300.000. Kriteria penilaian pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) kurang dari rata-rata UMR. Indikator saving ratio (SR), diperoleh dengan melakukan wawancara dengan nelayan. 100% dari 28 responden menjawab bahwa mereka tidak memiliki tabungan. Hasil analisis flag modelling pada domain ekonomi, sebagaimana terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil analisis flag modelling dari tiga indikator domain ekonomi No 1 2 3
Indikator Kepemilikan Aset Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) Rasio Tabungan (Saving ratio)
Nilai 2.8 1.3 1.0
Hasil analisis flag modelling (Tabel 10) menunjukkan indikator yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate pada domain ekonomi adalah rasio tabungan. Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan kerapu pada domain ekonomi, dipengaruhi oleh rasio tabungan yang memiliki dampak terhadap keberlanjutan perikanan karang di Taman Nasional Taka Bonerate. f) Domain kelembagaan Penilaian pada domain kelembagaan ditentukan berdasarkan enam indikator, yaitu: 1) kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik formal maupun non formal; 2) kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan; 3) mekanisme pengambilan keputusan; 4) rencana pengelolaan perikanan; 5) tingkat sinergitas kebijakan dan
63
kelembagaan
pengelolaan
perikanan;
6)
kapasitas
pemangku
kepentingan. Indikator kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggungjawab
dalam
pengelolaan
perikanan
yang
telah
ditetapkan baik formal maupun non formal, berdasarkan data sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun 2011-2015. penggunaan bom ikan banyak digunakan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate,
Namun pada tahun 2015 frekuensi sudah berkurang
menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah lebih dari lima kasus.. Indikator
kelengkapan
aturan
main
dalam
pengelolaan
perikanan, penilaian dilakukan dengan wawancara kepada nelayan yang menyatakan bahwa tersedia regulasi yang mencakup pengaturan perikanan untuk 3-5 domain. Peraturan nasional diantaranya: Undang-undang: 1. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, 2. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, 3. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, 4. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan, 5. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, 6. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, 7. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 8. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Jo UU 1 tahun 2014, 9. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, 10. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan, 11. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, 12. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On
The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). Peraturan Pemerintah Pengganti UU:
64
1. 2 Tahun 2006 tentang Penangguhan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi
Pengadilan Perikanan Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 71 Ayat (5) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Peraturan Pemerintah: 1. 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil 2. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan 3. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan 4. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 5. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan 6. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Peraturan Presiden: 1. 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut, Instruksi Presiden: 1. 7 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan industri Perikanan Nasional 2. 2 Tahun 2002 tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan: 1. 45 Tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, 2. KEP.60/MEN/2010 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan, 3. KEP.39/MEN/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun 2010 4. KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, 5. KEP.50/MEN/2008 tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan, 6. KEP.19/MEN/2006 tentang Pengangkatan Syahbandar di Pelabuhan Perikanan, 7. KEP.15/MEN/2006 tentang Pedoman Umum Identifikasi Data Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 8. KEP.38/MEN/2004 tentang KEP.38/MEN/2004, 9. KEP.30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, 10. KEP.13/MEN/2004 tentang Pedoman Pengendalian Nelayan Andon Dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Ikan, 11. KEP.11/MEN/2004 tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal Perikanan,
65
12. KEP.40/MEN/2003 tentang Perusahaan Perikanan Skala Kecil dan Skala Besar di Bidang Usaha Penangkapan Ikan, 13. KEP.34/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, 14. KEP.33/MEN/2002 tentang Zonasi Wilayah Pesisir Dan Laut Untuk Kegiatan Pengusahaan Pasir Laut, 15. KEP.12/MEN/2002 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Tahap Kedua, 16. KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan, 17. KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, 18. KEP.47/MEN/2001 tentang Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, 19. KEP.46/MEN/2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan: 1. PER.01/PERMEN-KP/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.), DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus spp.) 2. PER. 57/PERMEN-KP/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.30/Men/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, 3. PER. 48/PERMEN-KP/2014 Tentang Log Book Penangkapan Ikan, 4. PER. 42/PERMEN-KP/2014 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Tangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Peegelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, 5. PER. 40/PERMEN-KP/2014 Tentang Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 6. PER. 36/PERMEN-KP/2014 Tentang Andon Penangkapan Ikan, 7. PER. 34/PERMEN-KP/2014 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 8. PER. 26/PERMEN-KP/2014 Tentang Rumpon, 9. PER. 10/PERMEN-KP/2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan, 10. PER. 9/PERMEN-KP/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NOMOR PER.16/MEN/2012 Tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan, 11. PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan,
66
12. PER.16/MEN/2010 tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI) untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas 30(Tiga Puluh Gross Tonage) sampai dengan 60 (Enam Puluh Gross Tonage) Kepada Gubernur, 13. PER.13/MEN/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2009 tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan, 14. PER.09/MEN/2010 tentang Penugasan Sebagian Urusan Pemerintahan (Tugas Pembantuan) Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun Anggaran 2010 kepada Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota, 15. PER.07/MEN/2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan, 16. PER.06/MEN/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014, 17. PER.30/MEN/2009 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Usaha Di Bidang Kelautan Dan Perikanan Dalam Rangka Pelaksanaan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal Kepada Kepala BKPM, 18. PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan, 19. PER.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, 20. PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, 21. PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 22. PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir, 23. PER.15/MEN/2008 tentang Tata Cara Pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Departemen Kelautan dan Perikanan Di Bidang Pembudidayaan Ikan Yang Berasal Dari Pungutan Perikanan, 24. PER.12/MEN/2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan, 25. PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, 26. PER.03/MEN/2007 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan, Keputusan Bersama: 1. Departemen Kelautan dan Perikanan dan Kejaksaan R.I No: 01/MENKP/KB/III/2009; KEP.032/A/JA/03/2009 tentang Penanganan Masalah Hukum Dalam Bidang Kelautan dan Perikanan, Indikator mekanisme pengambilan keputusan, terkait kegiatan penangkapan ikan telah ada mekanisme dalam kelompok namun belum
67
berjalan efektif. Khususnya secara formal dengan lembaga pengambilan keputusan menyangkut pengawasan. Indikator rencana pengelolaan perikanan, hasil wawancara dengan nelayan, menyatakan bahwa sudah ada rencana pengelolaan perikanan. Namun belum dijalankan sepenuhnya. Indikator tingkat
sinergitas
kebijakan dan
kelembagaan
pengelolaan perikanan, sinergitas kebijakan antara lembaga belum berjalan dengan baik. Terutama terkait perizinan kegiatan penangkapan ikan. Indikator kapasitas pemangku kepentingan.
Peningkatan
kapasitas pemangku kepentingan tidak ada peningkatan. Pelatihan yang diberikan adalah peningkatan kapasitas pokmas desa, namun hasil pelatihan belum difungsikan dengan optimal. Hasil
analisis
flag
modelling
pada
domain
kelembagaan,
sebagaimana terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil analisis flag modelling dari enam indikator domain kelembagaan. No 1 2 3 4 5 6
Indikator Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan Mekanisme pengambilan keputusan Rencana pengelolaan perikanan Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan Kapasitas pemangku kepentingan
Nilai 1.0 2.1 2.0 2.1 2.2 1.3
Hasil analisis flag modelling (Tabel 11) menunjukkan indikator yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate pada domain kelembagaan adalah kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab. Hasil ini menunjukkan bahwa masih lemahnya pemahaman tentang prinsip perikanan yang bertanggungjawab.
Dengan demikian kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab memiliki sensitivitas dampak yang lebih besar terhadap perikanan berkelanjutan dibandingkan indikator lainnya.
68
Guna mendapatkan kondisi secara komplesitas pada ekosistim perikanan karang di kawasan Taman Nasional Takabonerate di analisis secara
keseluruhan\,
dimana
nilai
agregat
dari
enam
domain,
sebagaimana terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil analisis perikanan karang dari enam domain EAFM Domain Sumberdaya Ikan Habitat & ekosistem Teknik Penangkapan Ikan Sosial Ekonomi Kelembagaan Aggregat
Nilai Komposit 54 56 27 24 66 49 46
Deskripsi Sedang Sedang Kurang Kurang Baik Sedang Sedang
Analisis berdasarkan enam domain (Tabel 12) menunjukkan adanya parameter yang perlu dikelola lebih baik, namun jika dianalisis secara agregat menunjukkan bahwa untuk perikanan karang di kawasan Taman Nasional membutuhkan tindakan pengelolaan untuk perikanan berkelanjutan. IV.2 Perikanan Tuna Status perikanan kelompok jenis ikan tuna di Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar, ditentukan dengan metode EAFM menggunakan enam indikator, diuraikan sebagai berikut. a) Domain Sumberdaya Ikan Pendekatan EAFM pada domain sumbedaya ikan terdapat enam indikator yang menjadi ukuran penilaian terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan, yaitu 1) CPUE baku; 2) tren ukuran ikan; 3) proporsi ikan yuwana (juvenil) yang tertangkap; 4) komposisi spesies ikan yang tertangkap; 5) range collapse sumberdaya ikan; 6) spesies ETP (Endangered species, Threatened species; Protected species). Potensi sumberdaya ikan
tuna dalam kurun waktu tahun 2011-
2015 sebagaimana terlihat pada Gambar 20. Terdapat kecenderungan tren produksi menurun, yang mana laju penurunan ini disebabkan oleh
69
berbagai faktor.
Namun kondisi ini merupakan indikator bahwa untuk
kegiatan perikanan tangkap kelompok jenis ikan tuna sudah harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian. 800 700
Produksi (Ton)
600 500 400 300
R² = 0.3874
200 100 0 2011
2012
2013
2014
2015
Tahun
Gambar 21. Tren produksi kelompok jenis ikan tuna yang tertangkap di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015. Indikator CPUE ditunjukkan berdasarkan tren produksi kelompok jenis ikan tuna dalam kurun waktu lima tahun cenderung menurun dengan rata-rata sebesar 38%. Penurunan produksi juga diikuti oleh CPUE yang juga menunjukkan kecenderungan menurun (Gambar 22) dengan ratarata laju penurunan tahunan sebesar 14%.
70
0.060
CPUE (Ton/Trip)
0.050 0.040 0.030 0.020 R² = 0.1491 0.010 0.000 2011
2012
2013
2014
2015
Tahun
Gambar 22. Tren CPUE produksi kelompok jenis ikan tuna di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu tahun 2011-2015. Berdasarkan hasil analisis, menunjukkan adanya perbedaan laju penangkapan, baik berdasarkan tren produksi maupun CPUE yang menunjukkan persentase rata-rata perubahan yang berbeda. Persentase perubahan CPUE yang lebih rendah dan menurun menunjukkan adanya perubahan pada laju upaya penangkapan.
Meningkatnya upaya
penangkapan jika tidak terkendali akan menyebabkan ketidakseimbangan antara
ketersediaan
sumberdaya
ikan
dengan
jumlah
upaya
penangkapan. Tren hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE dalam pemanfaatan kelompok jenis ikan tuna merupakan indikasi telah terjadi ketidakseimbangan antara upaya penangkapan dengan ketersediaan ikan.
Ketidakseimbangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang
saling terkait, baik teknis penangkapan, maupun faktor ekonomi, serta berbagai faktor lainnya yang terkait kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan.
Uraian sebelumnya juga sesuai dengan penjelasan nelayan
penangkap ikan pelagis besar ekonomis penting yang berada diluar kawasan taman nasional takabonerate yang disampling pada beberapa pulau dan pesisir di wilayah Taman Nasional Taka Bonerate menyatakan bahwa telah terjadi penurunan jumlah hasil tangkapan dari tahun ke
71
tahun, produksi hasil tangkpan tuna nelayan Pulau Tarupa terlihat pada Gambar (23) selama 11 bulan terjadi tren penurunan rata-rata sebesar 15%. 6000
5410
Produksi (Kg)
5000 3741
4000
3428
3330
3000
2550
R² = 0.1521
2000 1000
614 256
137
Des
Jan
245
0 Sep
Okt
Nov
2015
Feb
Bulan
Mar
368 0 Apr
Mei
Juni
Juli
2016
Gambar 23. Tren produksi ikan tuna yang tertangkap oleh nelayan Pulau Tarupa Kawasan Taman Nasional Takabonerate di Kabupaten Kepulauan Selayar dalam kurun waktu 11 bulan. Indikator tren ukuran ikan menunjukkan tren ukuran ikan tuna yang tertangkap di luar kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berada pada kisaran berat 41- 60 kg.
Hasil wawancara menunjukkan 60%
responden dari 28 orang nelayan pemancing ikan tuna menyatakan bahwa jenis ikan tuna yang tertangkap saat ini cenderung lebih kecil jika dibandingkan 5-10 tahun yang lalu. Hubungan Produksi dan berat jenis ikan tuna di Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar dapat dilihat pada Gambar 24.
72
9000
8189
8000
Produksi (Kg)
7000 6000 5000
5025 4452
4000 3000 1565
2000
788
1000 0 0 - 20
21 - 40
41 - 60 Ukuran (Berat)
61 - 80
81 - 100
Gambar 24. Ukuran Hasil Tangkapan Tuna di Pulau Tarupa di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. (olah data pulau Tarupa Selama 11 Bulan) Berdasarkan indikator komposisi spesies ikan yang tertangkap pada kurung waktu tahun 2011 - 2015, menunjukkan (Gambar 25) 52.12% jenis ikan yang tertangkap adalah madidihang dikabupaten Kepulauan Selayar Indikator komposisi jenis ikan tuna yang tertangkap sebagaimana terlihat pada Gambar 25.
Tuna Gigi Anjing
2.25
Tuna Sirib Biru Selatan
2.34
Mata Besar
25.44
Madidihang
52.12
Albakora
17.85 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Gambar 25. Komposisi Hasil Tangkapan Jenis Tuna Kurung Waktu Tahun 2011-2015 Kabupaten Kepulauan Selayar Indikator range collapse adalah indikator yang menyatakan bahwa telah terjadi penyempitan lokasi yang didiami oleh kelompok ikan. Hasil
73
wawancara menunjukkan 74% dari 35 responden menyatakan bahwa lokasi penangkapan relatif tetap atau tidak ada perubahan.
Lokasi
penangkapan umumnya berada di disekitan Taman Nasional Taka Bonerate. Indikator
spesies
ETP,
berdasarkan
data
primer
berupa
wawancara menunjukkan 48% dari 35 orang nelayan menyampaikan bahwa tidak terdapat spesies yang dilindungi tertangkap. Hasil analisis flag modelling pada domain sumberdaya ikan, sebagaimana terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain sumberdaya ikan. No 1 2 3 4 5 6
Indikator CpUE Baku Tren ukuran ikan Proporsi ikan yuwana yang ditangkap Komposisi spesies hasil tangkapan "Range Collapse" sumberdaya ikan Spesies ETP
Nilai 2.0 1.6 2.5 2.8 1.7 1.7
Tabel 13 menunjukkan bahwa indikator CpUE Baku berwarna kuning yang mengindikasikan aspek keberlanjutan pada perikanan tuna berada pada kecenderungan telah terjadi kegiatan pemanfaatan yang mengarah pada kondisi buruk napabila tidak dilakukan tindakan pengelolaan. Hasil penilaian ini menyatakan bahwa aktivitas penangkapan ikan tuna seharusnya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan berbagai indikator atau parameter EAFM agar dapat dilakukan pencegahan ketidakseimbangan antara ketersediaan kelompok ikan tuna dengan upaya penangkapan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. b) Domain Habitat dan Ekosistem Terdapat enam indikator pada domain habitat dan ekosistim, yaitu: 1) kualitas perairan; 2) status ekosistem lamun; 3) status ekosistem
74
mangrove; 4) status ekosistem terumbu karang; 5) habitat unik/khusus; 6) perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat. Indikator
kualitas
perairan,
berdasarkan
hasil
wawancara
menyatakan kondisi kualitas perairan masih bagus dan tidak tercemar. Konsentrasi klorofil-a di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berada pada kisaran 2-5µmg/l. Kriteria dengan pendekatan EAFM untuk kualitas perairan tergolong tidak tercemar dan untuk konsentrasi klorofil-a tergolong sedang dan tidak terjadi eutrofikasi. Peta sebaran klorofil-a di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate pada bulan April-Agustus 2016 dapat dilihat pada Gambar 26.
(a)
(b)
75
(c)
(d)
(e) Gambar 26. Peta sebaran klorofil-a di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate; (a) April, (b) Mei, (c) Juni, (d) Juli dan (e) Agustus 2016.
76
Indikator status ekosistem lamun, berdasarkan data Taman Nasional Taka Bonerate tahun 2012 menunjukkan luasan lamun sebesar 19.748, 86 ha dengan tutupan sedang yaitu berkisar antara 30-60%. Indikator status ekosistem mangrove, berdasarkan literatur Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat tegakan mangrove yang tumbuh di dua Pulau dalam kawasan yaitu di Pulau Tarupa Kecil dan Pasitallu Timur. ekosistem mangrove tidak masuk dalam indikator penilaian karena tidak berada pada formasi dan habitat ekosistem mangrove walaupun terdapat 20 pohon. Indikator status ekosistem terumbu karang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate berdasarkan data monitoring terumbu karang COREMAP II Selayar pada DPL Desa Pasitallu, Jinato, Rajuni, Latondu, dan Desa Tarupa menunjukkan luasan tutupan karang hidup rata-rata sebesar 34.80%, Luasan tutupan karang di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate menunjukkan tutupan karang sedang yaitu pada kisaran 25-50%. Menurut data WCS tahun 2015 menunjukkan luasan karang hidup di wilayah SPTN 2 (34.65%) dan di SPTN 1 (29.15%). Luasan tutupan karang di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate menunjukkan tutupan karang sedang yaitu 31.65%. Indikator habitat unik/khusus, berdasarkan wawancara dengan nelayan pancing, sebesar 100% dari 35 responden menyatakan tidak mengetahui habitat khusus sebagai lokasi spawning ikan karang. Demikian juga lokasi nursery dan feeding ground. Dengan demikian kriteria penliaian adalah tidak diketahui keberadaan habitat khusus. Indikator Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan sebesar 100% dari 28 responden menyatakan belum pernah ada kajian terhadap dampak perubahan iklim. Kriteria penilaian adalah belum adanya kajian dampak perubahan iklim. Peta sebaran suhu permukaan laut di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate pada bulan April-Agustus 2016 dapat dilihat pada Gambar 27.
77
(a)
(c)
(b)
(d)
78
(d) Gambar 27. Peta sebaran suhu permukaan laut di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate; (a) April, (b) Mei, (c) Juni, (d) Juli dan (e) Agustus 2016. Gambar 23 menunjukkan sebaran suhu permukaan laut bulan April, Mei, Juni, Juli dan bulan Agustus tahun 2016 berada pada kisaran 27,8 – 30, 4 ºC dan terendah pada bulan Agustus dengan kisaran 27,8 – 28, 4 ºC sedangkan tertinggi terdapat pada bulan Mei dengan kisaran 30,2 – 30,4 ºC. Perbandingan suhu permukaan laut tahun 2006 dan tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 28.
79
(a)
(b)
Gambar 28. Peta sebaran suhu permukaan laut di Perairan Taman Nasional Taka Bonerate; (a) Tahun 2006, (b) Tahun 2015. Pada Gambar 28 menunjukkan perbandingan sebaran suhu permukaan laut pada 10 tahun terakhir yaitu pada tahun 2006 dengan tahun 2015 dengan kisaran suhu permukaan laut berada pada 28,1 – 29,7 ºC. Suhu permukaan laut terendah 28,1 – 28,7 ºC terdapat pada tahun 2015 sedangkan tertinggi 29,1 – 29, 7 ºC pada tahun terdapat pada tahun 2015 dengan perbandingan sebaran rata-rata suhu permukaan laut 28,6 – 28,7 ºC pada tahun 2006 sedangkan pada tahun 2015 pada kisaran rata-rata 28,7-29,1 ºC hal ini terlihat adanya peningkatan rata-rata suhu sebesar 0,4 ºC. Hasil analisis flag modelling pada domain habitat dan sumberdaya ikan, sebagaimana terlihat pada Tabel 14.
80
Tabel 14. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain habitat dan ekosistem. No
Indikator
1 2 3 4 5
Kualitas perairan Status ekosistem lamun Status ekosistem terumbu karang Habitat unik/khusus Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Nilai 2.3 2.0 2.0 1.0 1.0
Ket. Status Ekosistem Mangrove Tidak berkaitan Hasil analisis flag modelling (Tabel 14) menunjukkan indikator yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate pada domain habitat dan ekosistem adalah Habitat unik/khusus dan Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat.
Dengan demikian Habitat unik/khusus dan Perubahan iklim
terhadap kondisi perairan dan habitat memiliki kategori sensitif terhadap keberlanjutan habitat dan ekosistim kelompok jenis ikan tuna. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya ikan tuna memiliki hubungan yang sifnifikan dengan suhu perairan dalam distribusi.
Jika
dampak pemanasan global terjadi, maka diduga lapisan renang jenis ikan tuna juga akan terjadi pergeseran, keadaan ini juga akan berdampak terhadap aktivitas penangkapan. c) Domain Teknik Penangkapan Ikan Pendekatan EAFM pada domain teknik penangkapan ikan terdapat enam indikator yang menjadi penilaian, yaitu: 1) metode penangkapan ikan yang destruktif dan ilegal; 2) modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan; 3) fishing capacity dan upaya penangkapan; 4) selektivitas penangkapan ikan; 5) kesesuaian fungsi ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen ilegal; 6) sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Indikator teknik penangkapan ikan yang destruktif dan ilegal, berdasarkan data sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun 2011-2015. penggunaan bom ikan banyak digunakan di Kawasan Taman
81
Nasional Taka Bonerate,
Namun pada tahun 2015 frekuensi sudah
berkurang menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah lebih dari sepuluh kasus. Indikator fishing capacity dan upaya penangkapan ikan, menunjukkan dalam kurun waktu tahun 2011-2015, nilai R = 0,38.
R
adalah nilai ratio kapasitas penangkapan antara tahun dasar dan tahun akhir.
Jika nilai R kurang dari 1 mengindikasikan ada peningkatan
kapasitas penangkapan, dimana keadaan ini menunjukkan semakin meningkat laju pemanfaatan sumberdaya ikan. Indikator
selektivitas
penangkapan,
digunakan
untuk
mengestimasi persentase alat tangkap selektif yang digunakan nelayan. Hasil wawancara dengan nelayan, kegiatan penangkapan ikan tuna oleh nelayan menggunakan pancing ulur. Dengan demikian kriteria penilaian selektivitas penangkapan adalah tinggi, karena nelayan seluruhnya menggunakan pancing, dimana alat ini tergolong selektif. Indikator kesesuaian fungsi ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal, hasil wawancara dengan nelayan menunjukkan ukuran kapal yang digunakan hanya berupa perahu kecil dengan ukuran panjang berkisar 5-7 meter, lebar kapal berkisar antara 1-1,5 meter. Menggunakan mesin dengan kekuatan
28 PK. Kesesuaian dokumen
rendah. Indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, belum ada sertifikasi awak kapal karena ukuran kapal masih digolongkan nelayan tradisional.
82
Hasil analisis flag modelling pada domain teknik penangkapan ikan, sebagaimana terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain teknik penangkapan ikan. No 1 2 3 4 5 6
Indikator
Nilai
Penangkapan ikan yang bersifat destruktif Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) Selektivitas penangkapan Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
Hasil
analisis
flag
modelling
menunjukkan
3.0 2.7 2.0 2.9 1.0 1.0
indikator
yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate pada domain teknik penangkapan ikan adalah Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal dan Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Dengan demikian aspek keberlanjutan pada domain teknik penangkapan ikan dipengaruhi oleh kedua indikator tersebut yang memiliki sensitivitas dampak yang lebih besar dibandingkan indikator lainnya. d) Domain Sosial Penilaian terhadap domain sosial ditentukan oleh tiga indikator, yaitu: 1) partisipasi pemangku kepentingan; 2) konflik perikanan; 3) pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (Traditional Ecology Knowledge). Indikator
Partisipasi
Pemangku
wawancara langsung dengan nelayan.
Kepentingan,
dilakukan
Di wilayah tersebut terdapat
POKMASWAS. Indiator
konflik
perikanan,
dilakukan
dengan
melakukan
wawancara dengan nelayan. Jarang terjadi konflik antar nelayan, tetapi pada tahun 2014 pernah terjadi konflik antara nelayan purse seine yang masuk ke wilayah nelayan tradisional.
83
Indikator
pemanfaatan
pengetahuan
lokal
dalam
pengelolaan
sumberdaya ikan (traditional ecology knowledge, TEK).
Hasil
wawancara dengan nelayan menyebutkan bahwa tidak ada pemanfaatan kearifan lokal. Hasil analisis flag modelling pada domain sosial, sebagaimana terlihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hasil analisis flag modelling dari 3 indikator domain sosial. N0 1 2 3
Nilai 1.1 2.7
Indikator Partisipasi pemangku kepentingan Konflik perikanan Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan
Hasil
analisis
flag
modelling
menunjukkan
1.1
indikator
yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate pada domain sosial adalah partisipasi pemangku kepentingan dan pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan tuna pada domain sosial dipengaruhi oleh kedua indikator tersebut yang memiliki sensitivitas dampak yang lebih besar dibandingkan indikator lainnya. e) Domain Ekonomi Penilaian pada domain ekonomi ditentukan berdasarkan tiga indikator, yaitu: 1) kepemilikan aset; 2) pendapatan rumah tangga perikanan (RTP); 3) rasio tabungan (saving ratio). Indikator kepemilikan aset, menunjukkan bahwa 97% dari 35 nelayan yang melakukan aktivitas pemancingan ikan Tuna mengalami penambahan aset. Kriteria penilaian adalah nilai asset bertambah. Indikator
pendapatan
rumah
tangga
perikanan
(RTP),
berdasarkan hasil wawancara menunjukkan pendapatan perbulan berada pada kisaran Rp. 1.000.000-2.000.000., sedangkan UMR (upah minimum regional) Sulawesi Selatan sebesar Rp. 2.500.000. Kriteria penilaian pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) kurang dari rata-rata UMR.
84
Indikator saving ratio (SR), diperoleh dengan melakukan wawancara dengan nelayan. 100% dari 35 responden menjawab bahwa mereka tidak memiliki tabungan. Hasil analisis flag modelling pada domain ekonomi, sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil analisis flag modelling dari 3 indikator domain ekonomi. No 1 2 3
Indikator
Nilai 3.0 1.6 1.0
Kepemilikan Aset Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) Rasio Tabungan (Saving ratio)
Hasil
analisis
flag
modelling
menunjukkan
indikator
yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate pada domain ekonomi adalah rasio tabungan. Rasio tabungan terengalami kesulitan kait dengan kemampuan nelayan untuk menyimpan dana. Jika rasio tabungan rendah dan pada sisi lain kebutuhan hidup meningkat, maka diduga nelayan akan mengupayakan jumlah hasil tangkapan dengan cara yang tidak bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu untuk meningkatkan kepemilikan aset akan sulit. Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan tuna pada domain ekonomi, rasio tabungan memiliki sensitivitas dampak yang lebih besar dibandingkan indikator lainnya. f) Domain kelembagaan Penilaian pada domain kelembagan ditentukan berdasarkan enam indikator, yaitu: 1) kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik formal maupun non formal; 2) kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan; 3) mekanisme pengambilan keputusan; 4) rencana pengelolaan perikanan; 5) tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan
pengelolaan
perikanan;
6)
kapasitas
pemangku
kepentingan.
85
Indikator kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggungjawab
dalam
pengelolaan
perikanan
yang
telah
ditetapkan baik formal maupun non formal, berdasarkan data sekunder dari Polisi Kehutanan, Balai Taman Nasional Taka Bonerate, terdapat 54 kasus pelanggaran yang terjadi antara tahun 2011-2015. penggunaan bom ikan banyak digunakan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate,
Namun pada tahun 2015 frekuensi sudah berkurang
menjadi lima kasus. Kriteria penilaian adalah lebih dari lima kasus.. Indikator
kelengkapan
aturan
main
dalam
pengelolaan
perikanan, penilaian dilakukan dengan wawancara kepada nelayan yang menyatakan bahwa tersedia regulasi yang mencakup pengaturan perikanan untuk 3-5 domain, namun regulasi yang berjalan masih kurang maksimal. Indikator mekanisme pengambilan keputusan, terkait kegiatan penangkapan ikan telah ada mekanisme dalam kelompok namun belum berjalan efektif. Khususnya secara formal dengan lembaga pengambilan keputusan menyangkut pengawasan. Indikator rencana pengelolaan perikanan, hasil wawancara dengan nelayan, menyatakan bahwa sudah ada rencana pengelolaan perikanan. Namun belum dijalankan sepenuhnya. Indikator tingkat
sinergitas
kebijakan dan
kelembagaan
pengelolaan perikanan, sinergitas kebijakan antara lembaga belum berjalan dengan baik, terutama terkait perizinan kegiatan penangkapan ikan. Indikator kapasitas pemangku kepentingan.
Peningkatan
kapasitas pemangku kepentingan tidak ada peningkatan. Pelatihan yang diberikan adalah peningkatan kapasitas pokmas desa, namun hasil pelatihan belum difungsikan dengan optimal. Hasil analisis flag modelling pada domain kelembagaan, sebagaimana terlihat pada Tabel 18.
86
Tabel 18. Hasil analisis flag modelling dari 6 indikator domain kelembagaan. No 1 2 3 4 5 6
Nilai
Indikator Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan Mekanisme pengambilan keputusan Rencana pengelolaan perikanan Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan Kapasitas pemangku kepentingan
Hasil
analisis
flag
modelling
menunjukkan
1.8 1.9 1.7 2.3 1.6 1.5
indikator
yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate pada domain kelembagaan adalah kapasitas pemangku
kepentingan.
Namun
secara
keseluruhan
menunjukkan domain indikator kelembagaan.
indikator
Peranan pemangku
kepentingan dalam menjalankan kebijakan memiliki peran penting, karena pengendalian
kegiatan
penangkapan
ikan
ada
pada
pemangku
kepentingan. Dengan demikian aspek keberlanjutan perikanan tuna pada domain
kelembagaan,
indikator
kapasitas
pemangku
kepentingan
memiliki sensitivitas dampak yang lebih besar dibandingkan indikator mekanisme pengambilan keputusan. Hasil penilaian secara keseluruhan domain pada perikanan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate sebagaimana ditampilkan pada Tabel 19. Hasil penilaian agregat menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan jenis ikan tuna berada pada kondisi Sedang, hal ini menyatakan bahwa tindakan pengelolaan, baik terhadap output, khususnya input dalam perikanan tuna penting mempertahankan dan dirancangkan secara bersama untuk mengatasi aktivitas perikanan tuna.
87
Tabel 19. Hasil analisis perikanan tuna dari 6 domain NO 1 2 3 4 5 6
Domain Sumberdaya Ikan Habitat & ekosistem Teknik Penangkapan Ikan Sosial Ekonomi Kelembagaan Aggregat
Nilai Komposit 73 41 73 36 67 65
Deskripsi Baik Sedang Baik Kurang Baik Baik
59
Sedang
88
BAB V. RENCANA KERJA PERBAIKAN PERIKANAN I S A. SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGANNYA Belum terintegrasinya penetapan alokasi pemanfaatan sumberdaya ikan karang 1 dan tuna antara Pihak Balai Taman Nasional Takabonerate dengan pelaku usaha penangkapan ikan karang dan tuna dikarenakan belum optimalnya pendataan hasil tangkapan, kapasitas penangkapan, dan upaya penangkapan. 2 Rendahnya pengelolaan habitat penting perikanan (mangrove, terumbu karang dan padang lamun) sehingga terjadi degradasi lingkungan. 3 Praktek illegal fishing berupa cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. 4 Belum diterapkan penggunaan logbook untuk pendataan produksi dan fungsi kontrol kapasitas penangkapan. B. SOSIAL EKONOMI SOSIAL EKONOMI sinergitas antara pemangku kepentingan dalam memfasilitasi 1 Kurangnya kepentingan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan. 2 Pemahaman nelayan tentang prinsip-prinsip ekologi tidak ada. 3 Nelayan membutuhkan pendampingan dalam menerapkan pelatihan yang sudah diikuti. 4 Kepemilikan aset dan saving ratio nelayan masih rendah C. TATA KELOLA TATA KELOLA optimalnya kepatuhan nelayan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang 1 Belum bertanggungjawab. 2 Belum terbentuknya kelembagaan pengelola sumberdaya ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Rencana aksi pengelolaan perikanan ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate disusun untuk pencapaian tujuan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP). Rencana aksi ini dibuat berdasarkan domain pada pendekatan EAFM (Tabel 20).
Tabel 20. Rencana Aksi Perbaikan Perikanan karang Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. Indikator Domain Sumberdaya Ikan 1. CpUE Baku 2. Tren ukuran ikan 3. Proporsi ikan yuwana yang ditangkap 4. Komposisi spesies hasil tangkapan 5. "Range Collapse" sumberdaya ikan 6. Spesies ETP Domain Habitat dan Ekosistem 1. Kualitas perairan 2. Status ekosistem lamun 3. Status ekosistem terumbu karang 4. Habitat unik/khusus 5. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat Domain Teknik Penangkapan Ikan 1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif 2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan 3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) 4. Selektivitas penangkapan 5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Domain Sosial 1. Partisipasi pemangku kepentingan 2. Konflik perikanan 3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan Domain Ekonomi 1. Kepemilikan Aset 2. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) 3. Rasio Tabungan (Saving ratio) Domain Kelembagaan 1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab 2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan 3. Mekanisme pengambilan keputusan 4. Rencana pengelolaan perikanan 5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan 6. Kapasitas pemangku kepentingan
Jangka pendek Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Nilai Tahun 0
Tahun 7
Rencana Perbaikan Jangka menengah Tahun 8 Tahun 9
Tahun 10
Tahun 11
Tahun 12
Jangka panjang Tahun 13 Tahun 14
Tahun 15
2 1 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 3
2 2 2 2 2 3
2 2 2 2 3 3
3 3 2 2 3 3
3 3 3 2 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
2 2 2 1 1
2 2 2 1 1
2 2 2 1 2
3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
3 3 3 2 2
3 3 3 3 2
3 3 3 3 2
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
1 2 1 2 1 1
1 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 3 3
2 2 2 2 3 3
2 2 3 2 3 3
3 2 3 2 3 3
3 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
1 2 1
1 2 1
2 2 1
2 2 2
2 2 2
2 2 2
3 2 2
3 2 2
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 1 1
3 1 1
3 2 1
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 3 2
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
1 2 2 2 2 1
1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2
2 3 2 3 2 2
2 3 2 3 2 2
2 3 2 3 3 2
2 3 3 3 3 2
2 3 3 3 3 3
2 3 3 3 3 3
2 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
Domain Sumberdaya Ikan Habitat & ekosistem Teknik Penangkapan Ikan Sosial Ekonomi Kelembagaan
Komposit Tahun 0
2 2 1 2 2 2
Karakteristik Pengelolaan Perikanan Ekologi (Sumberdaya Ikan + Habitat & ekosistem) Sosial (Teknik Penangkapan Ikan + Sosial + Ekonomi + Kelembagaan)
Jangka pendek Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Rencana Perbaikan Jangka menengah Tahun 8 Tahun 9 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3
2 3 3 3 3 3
Jangka panjang Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
Rencana Perbaikan Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
Komposit Tahun 0
91
Tabel 21. Rencana Aksi Perbaikan Perikanan Tuna Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. Indikator Domain Sumberdaya Ikan 1. CpUE Baku 2. Tren ukuran ikan 3. Proporsi ikan yuwana yang ditangkap 4. Komposisi spesies hasil tangkapan 5. "Range Collapse" sumberdaya ikan 6. Spesies ETP Domain Habitat dan Ekosistem 1. Kualitas perairan 2. Status ekosistem lamun 3. Status ekosistem terumbu karang 4. Habitat unik/khusus 5. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat Domain Teknik Penangkapan Ikan 1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif 2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan 3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) 4. Selektivitas penangkapan 5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Domain Sosial 1. Partisipasi pemangku kepentingan 2. Konflik perikanan 3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan Domain Ekonomi 1. Kepemilikan Aset 2. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) 3. Rasio Tabungan (Saving ratio) Domain Kelembagaan 1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab 2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan 3. Mekanisme pengambilan keputusan 4. Rencana pengelolaan perikanan 5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan 6. Kapasitas pemangku kepentingan
Nilai Tahun 0
Jangka pendek Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Tahun 7
Rencana Perbaikan Jangka menengah Tahun 8 Tahun 9
Tahun 10
Tahun 11
Tahun 12
Jangka panjang Tahun 13 Tahun 14
Tahun 15
2 2 2 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 2 3 3 2 2
3 2 3 3 2 2
3 2 3 3 2 2
3 2 3 3 2 2
3 2 3 3 3 2
3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
2 2 2 1 1
2 2 2 1 1
2 2 2 1 1
2 2 2 1 2
3 2 2 1 2
3 3 2 2 2
3 3 2 2 2
3 3 2 2 2
3 3 2 2 2
3 3 3 2 2
3 3 3 3 2
3 3 3 3 2
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 1 3 1 1
3 3 1 3 1 1
3 3 2 3 2 1
3 3 2 3 2 1
3 3 2 3 2 2
3 3 2 3 2 2
3 3 2 3 2 2
3 3 3 3 3 2
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
1 3 1
2 3 1
2 3 2
2 3 2
2 3 2
2 3 2
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 2 1
3 2 1
3 2 1
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 2 2
3 3 2
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
3 3 3
2 2 2 2 2 2
2 2 2 3 2 2
2 2 2 3 2 2
2 2 2 3 2 2
2 2 2 3 2 2
2 2 2 3 2 2
2 2 3 3 2 2
2 3 3 3 2 3
2 3 3 3 3 3
2 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
92
Domain Sumberdaya Ikan Habitat & ekosistem Teknik Penangkapan Ikan Sosial Ekonomi Kelembagaan
Karakteristik Pengelolaan Perikanan Ekologi (Sumberdaya Ikan + Habitat & ekosistem) Sosial (Teknik Penangkapan Ikan + Sosial + Ekonomi + Kelembagaan)
Komposit Tahun 0
2 2 2 2 2 2
Tahun 1 2 2 2 2 2 2
Jangka pendek Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Rencana Perbaikan Jangka menengah Tahun 8 Tahun 9 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3
2 3 3 3 3 3
Jangka panjang Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3
Rencana Perbaikan Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Komposit Tahun 0
93
Tabel 22. Rencana Aksi Pengelolaan Perikanan ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar. a) Domain Sumberdaya Ikan Domain Sumberdaya Ikan
Permasalahan utama CPUE menurun
Penyebab 1. Belum ada pengaturan jumlah alat tangkap dan armada penangkapan 2. Ketidakseimbangan antara upaya penangkapan dan ketersediaan stok 3. Telah terjadi degradasi pada ekosistem utama (terumbu karang, lamun, dan mangrove)
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
1. Pengkajian TAC (Total Allowable Catch). 2. Pengkajian Upaya penangkapan optimal. 3. Pembuatan peraturan jumlah alat dan kapal tangkap maksimum, dan kapasitas alat tangkap. 4. Pengawasan, pembuatan, Sosialisasi, dan implementasi peraturan pembatasan jumlah alat dan kapal tangkap. 5. Penataan wilayah pengelolaan dan penentuan unit pengelolaan sebagai bank ikan. 6. Mempertahankan ekosistem utama.
1. Monitoring dan pengawasan jumlah alat tangkap dan kapasitas alat. 2. Monitoring dan evaluasi setiap tahun. 3. Merancang peraturan lokasi dan luasan daerah penangkapan ikan karang dan tuna yang dapat diakses nelayan.
1. Pengawasan jumlah alat dan kapasitas alat tangkap. 2. Monitoring dan evaluasi kapasitas tangkap setiap tahun.
94
Domain Sumberdaya Ikan
Permasalahan utama Trend ukuran ikan yang tertangkap menurun
Penyebab Belum ada baseline ukuran ikan kerapu dan tuna yang diperbolehkan ditangkap.
Rencana Kegiatan Tahun Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 2021-2026 1. Perlu kajian ukuran ikan 1. Implementasi peraturan matang gonad pertama ukuran ikan yang kali untuk menetapkan diperbolehkan untuk ukuran ikan yang ditangkap. diperbolehkan untuk 2. Monitoring dan ditangkap. pengawasan ukuran 2. Pembuatan peraturan ikan yang tertangkap. larangan penangkapan 3. Pemetaan lokasi dan melepaskan kembali nursery ground karang keperairan terhadap dan tuna di Kawasan ikan yang tidak Taman Nasional Taka memenuhi standar Bonerate. ukuran. 3. Sosialisasi dan FGD antar stakeholders peraturan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap. 4. Kajian lokasi nursery ground ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. 5. Sosialisasi lokasi nursery ground ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate kepada nelayan. 6. Implementasi peraturan.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Monitoring dan pengawasan ukuran ikan yang tertangkap. 2. Pemutakhiran kajian lokasi nursery ground ikan karang dan tuna di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
95
Domain Sumberdaya Ikan
Permasalahan utama Proporsi ikan Juwana yang tertangkap
Penyebab Proporsi ikan juwana yang tertangkap banyak sekali
1.
2. 3.
4.
5.
6.
Domain Sumberdaya Ikan
Permasalahan utama Spesies ETP yang tertangkap
Penyebab Masyarakat nelayan masih banyak belum mengetahui adanya spesies yang dilindungi, penegakan peraturan masih rendah.
Rencana Kegiatan Rencana Kegiatan Tahun Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 2021-2026 Tahun 2026-2031 Pengkajian ukuran 1. Implementasi peraturan. 1. Implementasi mata pancing yang 2. Pengawasan pelaksanaan peraturan. selektif. peraturan. 2. Pengawasan Pengkajian ukuran 3. Monitoring dan evaluasi. pelaksanaan layak tangkap. peraturan. Pembuatan peraturan 3. Monitoring dan ukuran mata pancing evaluasi. dan ukuran layak tangkap. Sosialisasi dan fgd ukuran mata pancing dan ukuran layak tangkap. Kajian nursery ground dan spawning ground untuk no take zone. Implementasi peraturan.
Rencana Kegiatan Rencana Kegiatan Tahun Tahun 2016-2021 2021-2026 1. Penyuluhan hukum 1. Implementasi peraturan. tentang peraturan 2. Peningkatan perikanan, termasuk pengawasan. tentang perlindungan 3. Monitoring dan evaluasi biota laut. terhadap ETP yang 2. Peningkatan tertangkap. pengawasan terhadap biota ETP yang tertangkap di laut, di pelabuhan, maupun di
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Peningkatan pengawasan. 2. Monitoring dan evaluasi terhadap spesies ETP yang tertangkap.
96
pasar. 3. Pembuatan peraturan untuk melepaskan kembali ke perairan terhadap biota ETP yang tertangkap.
b) Domain Habitat dan Ekosistem Domain
Habitat dan Ekosistem
Permasalahan utama Status ekosistem lamun sedang
Penyebab 1. Dampak kegiatan pelayaran, pendaratan kapal dan propeller. 2. Sedimentasi.
1.
2. 3.
Habitat dan Ekosistem
Status ekosistem terumbu karang kondisi sedang
penggunaan alat tangkap yang merusak (destruktif fishing).
1.
2.
3.
Rencana Kegiatan Rencana Kegiatan Tahun Tahun 2016-2021 2021-2026 Optimalisasi fungsi 1. Mengembangkan daerah TPI sebagai tempat perlindungan ekosistem pendaratan perahu. lamun untuk Zonasi alur kapal keberlanjutan biota masuk ke langka yang berasosiasi pelabuhan/TPI. (penyu dan dugong). Perlu peraturan 2. Monitoring dan evaluasi. perahu atau kapal nelayan mendarat di pelabuhan dan zona alur kapal ke pelabuhan. 1. Pengawasan dan Sosialisasi dan penindakan tegas penyuluhan hukum terhadap pelaku tentang pelarangan destruktif fishing. penggunaan 2. Pengawasan destruktif fishing. perdagangan bahan Pengawasan dan pembuatan destruktif penindakan terhadap fishing, penagawasan pelaku destruktif hasil tangkapan dengan fishing. bom. No take zone (daerah perlindungan 3. Pengembangan zona perlindungan terumbu laut) dan rehabilitasi
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Monitoring dan evaluasi.
1. Pengawasan dan penindakan tegas terhadap pelaku destruktif fishing. 2. Pengawasan perdagangan bahan pembuatan destruktif fishing, penagawasan hasil tangkapan dengan bom. 3. Pengelolaan zona perlindungan
97
Domain
Permasalahan utama Status Habitat unik/khusus tidak diketahui.
Habitat dan Ekosistem Dampak perubahan iklim terhadap ekosistem.
Penyebab Belum ada kajian tentang habitat khusus seperti spawning ground, feeding ground, dan nursery ground.
Pengkajian dampak perubahan iklim terhadap ekosistem belum dilakukan.
dan transplantasi karang untuk ekosistem karang. kepentingan biodiversity, 4. Peningkatan jumlah perikanan, biota laut dan kualitas langka dan dilindungi, pengawas perikanan maupun rekreasi. serta jumlah kapal 4. Pengembangan mata Pengawas. pencaharian, lapangan 5. Pemberdayaan kerja alternatif. POKMASWAS dalam pengawasan dan monitoring.
terumbu karang untuk kepentingan biodiversity, perikanan, biota laut langka dan dilindungi, maupun rekreasi. 4. Pengembbangan mata pencaharian, lapangan kerja alternatif.
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 1. Pengkajian dan penentuan habitat khusus spawning ground, feeding ground, dan nurseriy ground. 2. Membuat zona perlindungan habitat khusus 1. Kajian dampak perubahan iklim terhadap ekosistem.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Monev habitat khusus.
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026 1. Pengelolaan habitat khusus. 2. Monev habitat khusus.
1. Kajian strategi dan 1. Kajian dampak mitigasi terhadap perubahan iklim terhadap perubahan iklim. ekosistem.
c) Domain Penangkapan Ikan Domain Teknik Penangkapan Ikan
Permasalahan utama Metode penangkapan ikan yang
Penyebab 1. Belum ada regulasi jumlah alat tangkap. 2. Kurangnya
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 1. Penetapan wilayah pengelolaan dan unit pengelolaan/
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026 1. Optimalisasi jenis alat tangkap berdasarkan kemampuan tangkap.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Pengawasan jumlah alat dan kapasitas alat tangkap. 98
bersifat destruktif dan atau ilegal.
kesadaran masyarakat atau pelaku tangkap akan keberlanjutan usaha penangkapan. 3. Rendahnya pengetahuan akan produktivitas penangkapan dari setiap jenis alat tangkap.
2.
3.
4.
5.
6.
Domain Teknik Penangkapan Ikan
Permasalahan utama Modifikasi alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan.
Penyebab
penetapan daerah perlindungan laut. Pengkajian Kemampuan tangkap setiap jenis alat tangkap. Pengkajian Upaya penangkapan optimal. Pembuatan peraturan dan jumlah alat tangkap maksimum, dan kapasitas alat tangkap. Klasifikasi dan standardisasi jenis alat tangkap. Menghitung MSY yang menjadi acuan menentukan kouta tangkapan.
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 Belum ada klasifikasi 1. Aturan tipe dan dan standardisasi jenis klasifikasi teknologi alat alat tangkap untuk bantu yang mendukung perikanan karang dan prinsip kehati-hatian tuna. dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. 2. Menetapkan jenis alat
2. Monitoring dan pengawasan jumlah alat tangkap dan kapasitas alat.
,
Rencana Kegiatan Tahun Rencana Kegiatan 2021-2026 Tahun 2026-2031 1. Monitoring dan 1. Merancang PERDES, pengawasan PERDA dan produk penggunaan teknologi hukum lainnya yang penangkapan ikan berkaitan dengan dan teknologi alat teknologi alat tangkap bantu penangkapan dan teknologi alat bantu ikan. penangkapan ikan yang mendukung pengelolaan perikanan di Kawasan Taman Nasional Taka
99
Fishing Capacity dan effort.
Jumlah armada penangkapan ikan dari setiap jenis alat tangkap belum teridentifikasi.
1. 2. 3.
4.
Domain Teknik Penangkapan Ikan
Permasalahan utama Selektivitas penangkapan ikan. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal.
Penyebab Tidak menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Pemahaman tentang pentingnya dokumen kapal.
tangkap dan teknologi Bonerate. alat bantu penangkapan ikan yang mendukung prinsip kehati-hatian. Pengkajian kapasitas 1. Implementasi peraturan. 1. Implementasi armada penangkapan. 2. Pengawasan peraturan. Pengkajian jumlah pelaksanaan peraturan. 2. Pengawasan upaya penangkapan. 3. Monitoring dan evaluasi. pelaksanaan Sosialisasi dan FGD peraturan. jumlah armada 3. Monitornig dan penangkapan ikan evaluasi. pada kawasan pengelolaan perikanan. Pembuatan peraturan jumlah optimal armada penangkapan ikan dan upaya penangkapan.
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 1. Penyuluhan hukum tentang peraturan alat tangkap yang ramah lingkungan. 1. Penyuluhan dokumen kapal sebagai bagian dari upaya pemanfaatan sumberdaya ikan.
Rencana Kegiatan Tahun Rencana Kegiatan 2021-2026 Tahun 2026-2031 1. Implementasi peraturan. 1. Peningkatan 2. Peningkatan pengawasan pengawasan. 1. Peningkatan pengawasan
1. Peningkatan pengawasan
d) Domain Sosial Domain
Permasalahan utama
Penyebab
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031
100
Konflik perikanan.
Sosial
Pemanfaatan TEK.
Masih terjadi konflik penempatan alat tangkap dan alur pelayaran. Belum ada pengaturan ruang dan rencana zonasi.
1. Penetapan zona pemanfaatan. 2. Zonasi alat tangkap. 3. Pengawasan operasi penangkapan berdasarkan zonasi. 4. Rencana zonasi dan sosialisasi. 1. Peningkatan 1. Tidak ada upaya pengetahuan pemangku dalam pemanfaatan kepentingan terkait TEK. pengetahuan lokal. 2. Tidak ada 2. Kajian pengetahuan kelompok adat. lokal ramah lingkungan 3. Pendokumentasian dalam penangkapan pengetahuan lokal ikan. yang ada. 3. Mendokumentasikan pengetahuan lokal.
1. Monitoring dan pengawasan operasi penangkapan.
1. Monitoring dan pengawasan operasi penangkapan.
1. Implementasi pengetahuan lokal ramah lingkungan dalam penangkapan ikan. 2. Mendokumentasikan pengetahuan lokal.
1. Implementasi pengetahuan lokal ramah lingkungan dalam penangkapan ikan. 2. Mendokumentasikan pengetahuan lokal.
e) Domain Ekonomi Domain
Permasalahan utama Kepemilikan aset.
Ekonomi Pendapatan rumah tangga nelayan.
Penyebab 1. Pengelolaan aset yang belum ada. 2. Persepsi yang keliru terhadap aset bantuan, sehingga dijual untuk mendapatkan dana. Pendapatan nelayan belum mampu memenuhi kebutuhannya biaya hidup nelayan
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 1. Pembinaan pengelolaan aset. 2. Penyadaran pengelolaan aset.
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026 1. Pemberian reward kepada nelayan. 2. Pemberian sanksi kepada nelayan.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Pembinaan pengelolaan aset. 2. Pemberian reward kepada nelayan. 3. Pemberian sanksi kepada nelayan.
1. Penyuluhan dan pendampingan usaha nelayan (menambah keterampilan selain
1. Penyuluhan dan pendampingan usaha nelayan. 2. Pengembangan mata pencaharian alternatif.
1. Penyuluhan dan pendampingan usaha nelayan.
101
lebih tinggi daripada masyarakat kota (pembangunan infrastruktur pesisir) UMR.
Domain
Permasalahan utama Rasio tabungan
sebagai nelayan keterampilan yang bisa meningkatkan standar kualitas pekerjaannya). 2. Bantuan fasilitas infrastruktur dasar (pulau, sentra nelayan yang aksesble). 3. Pengembangan mata pencaharian alternatif. 4. Bantuan permodalan.
Penyebab 1. Nelayan tidak mampu menabung (tidak punya uang untuk ditabung). 2. Akses ke lembaga pelayanan keuangan cukup jauh. 3. Tidak punya lembaga pelayanan keuangan (BANK).
1. 2. 3.
4.
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 Sosialisasi pentingnya menabung. Penyuluhan dan pendampingan. Lembaga keuangan mikro untuk simpan pinjam. penyediaan mata pencaharian alternative.
3. Bantuan permodalan.
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026 1.Sosialisasi pentingnya menabung. 2.Penyuluhan dan pendampingan. 3.penyediaan mata pencaharian alternative.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1.Penyuluhan dan pendampingan.
102
f) Domain Kelembagaan Domain
Permasalahan utama Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab.
Penyebab Banyak terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan.
1.
2.
3. 4.
Kelembagaan Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan.
Aturan main dalam pengelolaan perikanan belum lengkap.
1.
2.
Rencana Kegiatan Rencana Kegiatan Tahun Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 2021-2026 Tahun 2026-2031 1. Penegakan hukum 1. Sosialisasi tentang Sosialisasi tentang dan pengawasan hukum kelautan dan hukum kelautan dan semakin diperketat. perikanan. perikanan di laut 2. Penyuluhan dan 2. Penegakan hukum dan semakin diperketat. sosialisasi peraturan pengawasan di laut Penyuluhan dan dan hukum perikanan semakin diperketat. sosialisasi peraturan kelautan. 3. Penyuluhan dan dan hukum sosialisasi peraturan perikanan kelautan. dan hukum perikanan Kooordinasi pihak kelautan. keamanan terkait. 4. Kooordinasi pihak Pelibatan keamanan terkait (oleh masyarakat untuk aparat penegaka hokum mengawasi bahan seperti POLAIR, TNI AL, berbahaya pembuat PPNS Perikanan). BOM ikan. Pembuatan peraturan 1. Implementasi peraturan 1. Implementasi pengelolaan, pengelolaan dan peraturan pengelolaan pengawasan dan lainpengawasan. dan pengawasan. lain yang dibutuhkan 2. Pembuatan SOP disetiap pada tingkat kegiatan perikanan mulai kabupaten dan dari instansi teknis provinsi. (bermula dari nelayan, ke Mendorong pihak dinas teknis perikanan legislatif untuk dan kelautan, kemudian pembuatan peraturan memberikan regulasi yang terkait dengan kepada badan perizinan. pengelolaan perikanan kabupaten/provinsi.
103
Domain
Permasalahan utama Mekanisme pengambilan keputusan (menyangkut monitoring kelembagaan pengelolaan perikanan).
Penyebab Mekanisme pengambilan keputusan tidak berjalan efektif.
1.
2.
3.
Kelembagaan 4.
Rencana pengelolaan perikanan.
Tidak ada RPP ikan karang dan tuna.
1.
2.
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 Penguatan fungsi kelembagaan pengelola perikanan. Peningkatan pemangku kepentinngan dalam pengambilan keputusan, termasuk keterlibatan antar instansi terkait. Peningkatan kapasitas kelembagaan pada level perencanaan, implementasi dan evaluasi. Menginisiasi pembentukan UPT Pengelolaan Teluk Kwandang pada dinas terkait. Pembuatan RPP ikan karang berbasis EAFM. Pembuatan RPP Ekosistem Pesisir (Lamun,Mangrove, Terumbu karang) berbasis EAFM.
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026 1. Penguatan fungsi kelembagaan pengelola perikanan. 2. Peningkatan kapasitas kelembagaan pada level perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Penguatan fungsi kelembagaan pengelola perikanan. 2. Peningkatan kapasitas kelembagaan pada level perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Sosialisasi RPP 2. Pembentukan dan penguatan kelembagaan RPP. 3. Sosialisasi RPP, partisipasi stakeholders dalam implementasi RPP.
1. Implementasi RPP.
104
Domain Kelembagaan
Permasalahan utama Tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan.
Penyebab Kebijakan tidak saling mendukung.
1.
2.
3. 4.
5. 6.
Rencana Kegiatan Tahun 2016-2021 Mengefektifkan komunikasi dan koordinasi antar lembaga pengelola perikanan. Membangun kesepakatan tugas antar lembaga. Pertemuan rutin antar lembaga. Setiap lembaga melaporkan hasil kerja masing-masing pada level manager pengelolaan perikanan. Pelaporan secara rutin hasil kerja lembaga perikanan. Pembentukan POKJA pengelolaan disertai insentif (lintas sektor sehingga bisa saling mendukung) SK Bupati.
Rencana Kegiatan Tahun 2021-2026 1. Pelaporan secara rutin hasil kerja lembaga perikanan. 2. Pertemuan rutin antar lembaga.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Pelaporan secara rutin hasil kerja lembaga perikanan. 2. Pertemuan rutin antar lembaga.
105
Domain Kelembagaan
Permasalahan utama Kapasitas pemangku kepentingan.
Penyebab Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan masih minim.
1.
2.
3.
4.
5.
Rencana Kegiatan Rencana Kegiatan Tahun Tahun 2016-2021 2021-2026 1. Seminar, pelatihan dan Seminar, pelatihan workshop. dan workshop secara 2. Pelatihan untuk nelayan terpadu yang dan pengusaha dalam diadakan oleh pengelolaan perikanan pemerintah. berkelanjutan. Peningkatan SDM aparatur pengelolaan perikanan berbasis EAFM. Pelatihan untuk nelayan dan pengusaha perikanan dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan. Sharing pembelajaran ke daerah yang telah berhasil dalam penerapan EAFM Pembentukan forum komunikasi di tingkat nelayan.
Rencana Kegiatan Tahun 2026-2031 1. Seminar, pelatihan dan workshop. 2. Pelatihan untuk nelayan dan pengusaha dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan.
106
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil penilian awal indicator EAFM untuk perikanan karang dan tuna dengan ini menunjukkan bahwa nilai komposit disetiap domain dengan penilaian sedang atau mendekati Bendera Kuning. 2. Kegiatan penangkapan yang bersifat destruktif di Kawasasan Taman Nasional Takabonerate untuk perikanan karang. Perlu peningkatan kualitas penanganan terkait metode dan cara oleh aparat penegak hukum dan stakeholder lainnya, karena akan menghambat upaya-upaya pengelolaan perikanan berkelanjutan dan lestari. 3. Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Perikanan merupakan hal yang urgen dan mendesak untuk mendukung upaya-upaya pengelolaan perikanan di kawasan Taman Nasional Takabonerate. 6.2 Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang diberikan pada hasil penelitian ini, yaitu: 1. Untuk indikator metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif pada domain Teknologi Penangkapan Ikan perikanan karang, perlu upaya pencegahan yang lebih mendalam dengan memperhatikan beberapa hal: -
Melakukan identifikasi, menginventarisasi dan merefungsionalisasi modelmodel dan penyebab serta pelaku Destruktif Fishing yang dilakukan oleh Nelayan di didalam maupun diluar kawasan Takabonerate.
-
Sangat penting untuk menekankan kolaborasi dan komitmen untuk pemecahan
dari
berbagai
sudut
pandang,
antar-instansi
yang
mengidentifikasi dan mendukung baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah pengelolaan sumberdaya perairan. -
Perlu penyusunan dokumen perencanaan (misalnya rencana strategis dan rencana aksi) dalam penanggulangan aktivitas IUU Fishing.
2. Perlunya dilakukan pendataan hasil tangkapan, kapasitas penangkapan, dan upaya penangkapan, sehingga data dan informasi dapat tersedia dikawasan taman nasional takabonerate. 3. Mendorong pembuatan Rencana Pengelolaan Perikanan di Kawasan Taman Nasional Takabonerate berdasarkan analisa EAFM. 4. Perlunya menindaklanjuti kajian EAFM sebagai basis pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dikawasan Taman Nasional Takabonerate.
108
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi. 2015. Mangrove Tua di Taka Bonerate. http://tntakabonerate.com/id/?p=1032. Diunduh pada tanggal 3 bulan 9 2016 Pukul 11.39 Pm. Balai Taman Nasional Taka Bonerate. 2016. Data Statistik Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. Balai Taman Nasional Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. COREMAP II Kepulauan Selayar. 2011. Monitoring Daerah Perlindungan Laut di Kepulauan Selayar. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar. 2012-2016. Data Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar untuk Tahun 2011-2015. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar. Lestari, WP., Muttaqin, E., Sahabudin, Amar, SA., Dzat, SF. dan Ibrahim. 2015. Laporan Survey Sosial Ekonomi Taman Nasional Taka Bonerate 2015. Wildlife Conservation Society. Bogor. Indonesia. NWG EAFM. 2014. Modul Penilaian Indikator untuk Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem. National Working Group on Ecosystem Approach to Fisheries Management, Direktorat Sumberdaya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. Pardede, S., Tarigan, SAR., Setiawan, F., Muhidin, Mizrini, A. dan Muttaqin, E. 2015. Status Ekosistem Terumbu Karang di Taman Nasional Taka Bonerate. Wildlife Conservation Society. Bogor. Indonesia.
Lampiran 1. Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan Karang Taman Nasional Takabonerate. 1. Domain Sumberdaya Ikan INDIKATOR 1. CpUE Baku
2. Tren ukuran ikan
3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap
4. Komposisi spesies hasil tangkapan
DEFINISI/ PENJELASAN CpUE adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Upaya penangkapan harus distandardisasi sehingga bisa menangkap tren perubahan upaya penangkapan. CpUE Baku digunakan apabila terdapat pola multi fishing gears untuk menangkap satu spesies di unit perikanan yang dikaji. Jika CpUE Baku sulit untuk digunakan, bisa digunakan CpUE dominan - Panjang total - Panjang standar - Panjang karapas / sirip (minimum dan maximum size, modus)
Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity) Spesies target yang dimanfaatkan, spesies non target yang dimanfaatkan dan tidak dimanfaatkan
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Logbook, Enumerator, Observer selam a minimal 3 tahun dari unit perikanan yang dikaji
1 = menurun tajam (rerata turun > 25% per tahun)
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
2
40
1
29
2320
1
20
2
29
0.68965517
2
15
3
29
870
2
10
4
29
580
2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun) 3 = stabil atau meningkat
- Sampling program secara reguler untuk LFA (Length Frequency Analysis) untuk unit perikanan yang dikaji untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun, untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan - Sampling program secara reguler - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun - Logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil; 2 = trend ukuran relatif tetap; 3 = trend ukuran semakin besar
1 = banyak sekali (> 60%) 2 = banyak (30 - 60%) 3 = sedikit (<30%) 1 = proporsi target lebih sedikit (< 15% dari total volume) 2 = proporsi target sama dgn non-target (16-30% dari total volume)
5. "Range Collapse" sumberdaya ikan
lokasi penangkapan ikan yang semakin jauh
- Survey dan monitoring, logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
3 = proporsi target lebih banyak (> 31 % dari total volume) 1 = semakin sulit, tergantung spesies target 2 = relatif tetap, tergantung spesies target 3 = semakin mudah, tergantung spesies target 1 = fishing ground menjadi sangat jauh, tergantung spesies target 2= fishing ground jauh, tergantung spesies target
6. Spesies ETP
Populasi spesies ETP (Endangered species, Threatened species, and Protected species) sesuai dengan kriteria CITES
- Survey dan monitoring, logbook, observasi dalam satu tahun terakhir - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
2
10
5
29
580
5
6
29
290
2
3= fishing ground relatif tetap jaraknya, tergantung spesies target 1= terdapat individu ETP yang tertangkap tetapi tidak dilepas; 2 = tertangkap tetapi dilepas 2 3 = tidak ada individu ETP yang tertangkap
Sedang
4641
111
2. Domain Habitat dan Ekosistem INDIKATOR 1. Kualitas perairan
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun), menggunakan param eter dari KepMen LH 51/2004 ttg Baku Mutu Air Laut Lampiran 3 Kualitas perairan dilihat dari Tingkat Kekeruhan dan Padatan Tersuspensi Total
Data sekunder, sampling, monitoring, >> Sampling dan monitoring : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
1= tercemar;
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
30
1
29
1691.6667
20
2
29
870
2=tercemar sedang; 3 3= tidak tercemar
Survey, monitoring dan data sekunder, CITRA SATELIT
1= > Melebihi baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004;
>> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelit (data deret waktu) dan sedimen trap (setahun sekali) => pengukuran turbidity di Lab
2= Sama dengan baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004; 2
3= Dibawah baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004 Eutrofikasi menggunakan parameter klorofil a
2. Status ekosistem lamun
Tutupan dan keanekaragam an spesies lamun
>> Survey : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
1= konsentrasi klorofil a < 2 µg/l;
>> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelite (data deret waktu)
2= konsentrasi klorofil a 2-5 µg/l;
Survey dan data sekunder, monitoring, CITRA SATELIT.
3= konsentrasi klorofil a > 5 µg/l 1=tutupan rendah, 30%; 2=tutupan sedang, 30 - < 60%; 3=tutupan tinggi, 60%
>> Sampling dan monitoring : Seagrass watch (www.seagrasswatch.org) dan seagrass net (www.seagrassnet.org)
2
2
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1), jumlah spesies < 3 2 2 = kanekaragaman sedang (3,20
112
3. Status ekosistem terumbu karang
> Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover) dan keanekaragaman karang hidup yang didasarkan atas live form
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara >> Survey : Transek (2 kali dalam setahun) >> Citra satelite dengan hiper spektral - minimal tiga tahun sekali dengan diikuti oleh survey lapangan
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3), jumlah spesies > 5 1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25 - < 50%; 3=tutupan tinggi, 50%
2
20
2
29
870
20
5
29
0.6896552
10
6
29
435
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20
2
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3) 4. Habitat unik/khusus
5. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Luasan, waktu, siklus, distribusi, dan kesuburan perairan, spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling, nesting beach
Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
GIS dgn informasi Citra Satelit, Informasi Nelayan, SPAGs (Kerapu dan kakap), ekspedisi oseanografi
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, data deret waktu, monitoring
1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus; 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik;
1
3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik > State of knowledge level :
1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi > state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang):
1
2
113
1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%); 2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%); 3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%) Sedang
4786
3. Domain Teknik Penangkapan Ikan INDIKATOR 1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif
2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan
3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort)
4. Selektivitas
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Penangkapan ikan bersifat destruktif yang dilihat dari penggunaan alat dan metode penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku.
- Laporan hasil pengawas perikanan, survey - data poor fisheries: laporan dari kepolisian, interview dari nelayan/POKMASWAS
1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ; 2 = frekuensi pelanggaran 510 kasus per tahun ;
Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI
Observer, Sampling ukuran ikan target/ikan dominan, ukuran Lm bisa diperiksa di www.fishbase.org
Besarnya kapasitas penangkapan dibagi aktivitas penangkapan
- survey, logbook - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selama minimal 10 tahun
1 = Rasio kapasitas penangkapan < 1; 2 = Rasio kapasitas penangkapan = 1;
Statistik Perikanan Tangkap, logbook,
1 = rendah (> 75%) ;
Aktivitas penangkapan
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
1
30
1
29
1.034482759
2
25
2
29
1450
1
15
3
29
0.517241379
2
15
4
29
870
3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm
3 = Rasio kapasitas penangkapan > 1
114
penangkapan
5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal
yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan
survey
Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal
Survey/monitoring fungsi, ukuran dan jumlah kapal. Dibutuhkan pengetahuan cara mengukur dan informasi rasio dimensi dan berat GT kapal yang ada di lapangan
2 = sedang (50-75%) ; 3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif) 1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal
6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan (kualitatif panel komunitas)
Sampling kepemilikan sertifikat, yang ada di unit perikanan yang dikaji
1 = Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 5075%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75%
1
10
5
29
0.344827586
1
5
6
29
0.172413793
Kurang
2322
4. Domain Sosial INDIKATOR 1. Partisipasi pemangku kepentingan
DEFINISI/ PENJELASAN Keterlibatan pemangku kepentingan
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Pencatatan partisipasi dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari pencatatan ini dilakukan setiap tahap dan siklus pengelolaan. Persentase keterlibatan diukur dari jumlah tipe pem angku kepentingan, bukan individu pemangku kepentingan
1 = < 50%;
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
1
40
1
29
1.379310345
2 = 50-100%; 3 = 100 %
115
2. Konflik perikanan
3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge)
Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector. Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan
Arahan pengumpulan data konflik adalah setiap semester (2 kali setahun) atau sesuai musim (asumsi level of competition berbeda by musim) Recording pemanfaatan TEK dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap siklus pengelolaan dan dilakukan secara partisipatif
1 = lebih dari 5 kali/tahun; 2 = 2-5 kali/tahun;
2
35
2
29
2030
1
25
3
29
0.862068966
3 = kurang dari 2 kali/tahun 1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak efektif; 3 = ada dan efektif digunakan
Kurang
2032
5. Domain Ekonomi INDIKATOR 1. Kepemilikan Aset
2. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP)
3. Rasio Tabungan (Saving ratio)
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Perubahan nilai/jumlah aset usaha RTP cat : aset usaha perikanan atau aset RT, yang didapatkan dari usaha perikanan
Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP rata-rata setahun dengan mempertimbangkan musim selama lima tahun (sumber data : susenas BPS)
1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%); 2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%)
Rumah Tangga Perikanan adalah rumah tangga nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan yang pendapatan utamanya dihasilkan dari kegiatan perikanan menjelaskan tentang rasio tabungan terhadap pendapatan bersih
Survei pendapatan rumah tangga perikanan dengan pendekatan sampling yang sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku, dimana pendapatan yang diukur dan dibandingkan dengan UMR adalah pendapatan individu yang berasal dari kegiatan perikanan pada unit perikanan yang dikaji Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP adalah menurut musim tangkapan ikan (data primer). Informasi bunga kredit dapat diperoleh di BI pada saat survey
1= kurang dari rata-rata UMR,
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
3
45
1
29
3915
2
30
2
29
1740
1
25
3
29
1
2= sam a dengan rata-rata UMR, 3 = > rata-rata UMR
1 = kurang dari bunga kredit pinjaman; 2 = sama dengan bunga kredit pinjaman;
Baik
5656
6. Domain Kelembagaan
116
INDIKATOR
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
1. Kepatuhan terhadap prinsipprinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal
Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baikformal maupun tidak formal
Monitoring ketaatan:
1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum;
1. Laporan/catatan terhadap pelanggaran formal dari pengawas,
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
25
1
29
0.862069
26
2
29
1658.8
1 2. W awancara/kuisioner (key person) terhadap pelanggaran non formal termasuk ketaaatan terhadap peraturan sendiri maupun peraturan diatasnya
3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum
3. Perlu tambahan informasi mengenai kualitas kasus dengan contohnya
Non formal
1= lebih dari 5 informasi pelanggaran, 2= lebih dari 3 informasi pelanggaran,
1
3= tidak ada informasi pelanggaran 2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan
Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan tersedia, untuk mengatur praktek pemanfaatan sumberdaya ikan sesuai dengan domain EAFM, yaitu; regulasi terkait keberlanjutan sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan kelembagaan
1) Benchmark sesuai dengan Peraturan nasional, pemda seharusnya juga membuat peraturan turunannya 2) membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya 3) replikasi kearifan lokal
1 = tidak ada regulasi hingga tersedianya regulasi pengelolaan perikanan yang mencakup dua domain; 2 = tersedianya regulasi yang mencakup pengaturan perikanan untuk 3 - 5 domain; 3 = tersedia regulasi lengkap untuk mendukung pengelolaan perikanan dari 6 domain
2
Elaborasi untuk poin 2 1= ada tapi jumlahnya berkurang; 2= ada tapi jumlahnya tetap;
2
3= ada dan jumlahnya bertambah Ada atau tidak penegakan aturan main dan
Survey dilakukan melalui wawancara/ kuisioner:
1=tidak ada penegakan aturan main;
2
117
efektivitasnya
1) ketersediaan alat pengawasan, orang
2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif;
2) bentuk dan intensitas penindakan (teguran, hukuman)
3=ada penegakan aturan main dan efektif 1= tidak ada alat dan orang; 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan;
3
3= ada alat dan orang serta ada tindakan 1= tidak ada teguran maupun hukuman; 2= ada teguran atau hukuman;
2
3=ada teguran dan hukuman 3. Mekanisme pengambilan keputusan
Ada atau tidaknya mekanisme pengambilan keputusan (SOP) dalam pengelolaan perikanan
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan; 2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif;
2
3=ada mekanisme dan berjalan efektif 18
3
29
1044
2
15
4
29
870
2
11
5
29
638
1= ada keputusan tapi tidak dijalankan; 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan;
2
3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya 4. Rencana pengelolaan perikanan
5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan
Ada atau tidaknya RPP untuk wilayah pengelolaan perikanan dimaksud
Semakin tinggi tingkat sinergi antar lembaga (span of control-nya
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner: 1. Adakah atau tidak RPP disuatu daerah
1=belum ada RPP;
2. Dilaksanakan atau tidak RPP yang telah dibuat
3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan);
2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan;
118
pengelolaan perikanan
6. Kapasitas pemangku kepentingan
rendah) maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik
2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif; 3 = sinergi antar lembaga berjalan baik
Semakin tinggi tingkat sinergi antar kebijakan maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan sem akin baik
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan;
Seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner terhadap:
1=tidak ada peningkatan;
1) Ada atau tidak, berapa kali
2 = ada tapi tidak difungsikan (keahlian yang didapat tidak sesuai dengan fungsi pekerjaannya) 3 = ada dan difungsikan (keahlian yang didapat sesuai dengan fungsi pekerjaannya)
2) Materi
2 = kebijakan tidak saling mendukung; 3 = kebijakan saling mendukung
2
1
5
6
0.172413 8
29
Sedang
4212
Lampiran 2. Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan Tuna Taman Nasional Takabonerate. 1. Domain Sumberdaya Ikan INDIKATOR 1. CpUE Baku
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
CpUE adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Upaya penangkapan harus distandardisasi sehingga bisa menangkap tren perubahan upaya penangkapan. CpUE Baku digunakan apabila terdapat pola multi fishing gears untuk menangkap satu spesies di unit perikanan yang dikaji. Jika
Logbook, Enumerator, Observer selama minimal 3 tahun dari unit perikanan yang dikaji
1 = menurun tajam (rerata turun > 25% per tahun)
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
2
40
1
29
2320
2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun) 3 = stabil atau meningkat
119
CpUE Baku sulit untuk digunakan, bisa digunakan CpUE dominan 2. Tren ukuran ikan
3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap
- Panjang total - Panjang standar - Panjang karapas / sirip (minimum dan maximum size, modus)
Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity)
- Sampling program secara reguler untuk LFA (Length Frequency Analysis) untuk unit perikanan yang dikaji untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selam a minimal 10 tahun, untuk spesies dominan yang secara total memiliki volume lebih dari 50% hasil tangkapan - Sampling program secara reguler - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selam a minimal 10 tahun
1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil; 2 = trend ukuran relatif tetap; 3 = trend ukuran semakin besar
2
20
2
29
1160
2
15
3
29
870
3
10
4
29
870
10
5
29
580
1 = banyak sekali (> 60%) 2 = banyak (30 - 60%) 3 = sedikit (<30%)
4. Komposisi spesies hasil tangkapan
5. "Range Collapse" sumberdaya ikan
Spesies target yang dimanfaatkan, spesies non target yang dimanfaatkan dan tidak dimanfaatkan
- Logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selam a minimal 10 tahun
1 = proporsi target lebih sedikit (< 15% dari total volume)
lokasi penangkapan ikan yang semakin jauh
- Survey dan monitoring, logbook, observasi - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selam a minimal 10 tahun
1 = semakin sulit, tergantung spesies target
2 = proporsi target sama dgn non-target (16-30% dari total volume) 3 = proporsi target lebih banyak (> 31 % dari total volum e)
2 = relatif tetap, tergantung spesies target
2
3 = semakin mudah, tergantung spesies target 1 = fishing ground menjadi sangat jauh, tergantung spesies target 2= fishing ground jauh, tergantung spesies target
2
3= fishing ground relatif tetap jaraknya, tergantung spesies target
120
6. Spesies ETP
Populasi spesies ETP (Endangered species, Threatened species, and Protected species) sesuai dengan kriteria CITES
- Survey dan monitoring, logbook, observasi dalam satu tahun terakhir - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selam a minimal 10 tahun
1= terdapat individu ETP yang tertangkap tetapi tidak dilepas; 2 = tertangkap tetapi dilepas
2
5
6
29
290
3 = tidak ada individu ETP yang tertangkap
6090
Baik
2. Domain Habitat dan Ekosisitem INDIKATOR 1. Kualitas perairan
DEFINISI/ PENJELASAN Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3bahan berbahaya & beracun), menggunakan parameter dari KepMen LH 51/2004 ttg Baku Mutu Air Laut Lampiran 3 Kualitas perairan dilihat dari Tingkat Kekeruhan dan Padatan Tersuspensi Total
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Data sekunder, sampling, monitoring,
1= tercem ar;
>> Sampling dan monitoring : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
2=tercemar sedang;
3= tidak tercemar
Survey, monitoring dan data sekunder, CITRA SATELIT
1= > Melebihi baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004;
>> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelit (data deret waktu) dan sedimen trap (setahun sekali) => pengukuran turbidity di Lab
2= Sama dengan baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004;
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
30
1
29
1691.6667
3
2
3= Dibawah baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004 Eutrofikasi menggunakan
>> Survey : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)
1= konsentrasi klorofil a < 2 µg/l;
2
121
parameter klorofil a
2. Status ekosistem lamun
Tutupan dan keanekaragaman spesies lamun
>> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelite (data deret waktu)
Survey dan data sekunder, monitoring, CITRA SATELIT.
2= konsentrasi klorofil a 2-5 µg/l; 3= konsentrasi klorofil a > 5 µg/l 1=tutupan rendah, 30%; 2=tutupan sedang, 30 - < 60%; 3=tutupan tinggi, 60%
>> Sampling dan monitoring : Seagrass watch (www.seagrasswatch.org) dan seagrass net (www.seagrassnet.org)
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1), jumlah spesies < 3 2 = kanekaragaman sedang (3,20
3. Status ekosistem terumbu karang
> Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover) dan keanekaragaman karang hidup yang didasarkan atas live form
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara >> Survey : Transek (2 kali dalam setahun) >> Citra satelite dengan hiper spektral - minimal tiga tahun sekali dengan diikuti oleh survey lapangan
2
20
2
29
870
20
2
29
870
20
5
29
0.6896552
2
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3), jumlah spesies > 5 1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25 - < 50%; 3=tutupan tinggi, 50%
2
1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20
2
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3) 4. Habitat unik/khusus
Luasan, waktu, siklus, distribusi, dan kesuburan perairan, spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling,
GIS dgn inform asi Citra Satelit, Informasi Nelayan, SPAGs (Kerapu dan kakap), ekspedisi oseanografi
1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus; 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik;
1
122
nesting beach
5. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, data deret waktu, monitoring
3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik > State of knowledge level : 1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi > state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang): 1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%);
1
10
6
29
0.3448276
1
2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%); 3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%)
4351
Sedang
3. Domain Teknik Penangkapan Ikan INDIKATOR 1. Penangkapan ikan yang bersifat destruktif
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Penangkapan ikan bersifat destruktif yang dilihat dari penggunaan alat dan metode
- Laporan hasil pengawas perikanan, survey - data poor fisheries: laporan dari kepolisian, interview dari
1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ; 2 = frekuensi pelanggaran 510 kasus per tahun ;
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
3
30
1
29
2610
123
2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan
3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort)
4. Selektivitas penangkapan
5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal
penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku. Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI
Besarnya kapasitas penangkapan dibagi aktivitas penangkapan
nelayan/POKMASWAS
3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun
Observer, Sampling ukuran ikan target/ikan dominan, ukuran Lm bisa diperiksa di www.fishbase.org
1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm
- survey, logbook - data poor fisheries: interview kepada responden yang berpengalaman dalam perikanan terkait selam a minimal 10 tahun
1 = Rasio kapasitas penangkapan < 1; 2 = Rasio kapasitas penangkapan = 1;
Aktivitas penangkapan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragam an hasil tangkapan
Statistik Perikanan Tangkap, logbook, survey
1 = rendah (> 75%) ;
Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal
Survey/monitoring fungsi, ukuran dan jumlah kapal. Dibutuhkan pengetahuan cara mengukur dan informasi rasio dimensi dan berat GT kapal yang ada di lapangan
Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan (kualitatif panel komunitas)
25
2
29
2175
1
15
3
29
0.517241379
3
15
4
29
1305
1
10
5
29
0.344827586
1
5
6
29
0.172413793
3 = Rasio kapasitas penangkapan > 1
2 = sedang (50-75%) ; 3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif) 1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokum en legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal
6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.
3
Sampling kepemilikan sertifikat, yang ada di unit perikanan yang dikaji
1 = Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 5075%;
124
3 = Kepemilikan sertifikat >75%
Baik
6091
D. Domain Sosial INDIKATOR 1. Partisipasi pemangku kepentingan
2. Konflik perikanan
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Keterlibatan pemangku kepentingan
Pencatatan partisipasi dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari pencatatan ini dilakukan setiap tahap dan siklus pengelolaan. Persentase keterlibatan diukur dari jumlah tipe pem angku kepentingan, bukan individu pem angku kepentingan Arahan pengumpulan data konflik adalah setiap semester (2 kali setahun) atau sesuai musim (asumsi level of competition berbeda by musim)
1 = < 50%;
Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector.
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
1
40
1
29
1.379310345
3
35
2
29
3045
1
25
3
29
0.862068966
2 = 50-100%; 3 = 100 %
1 = lebih dari 5 kali/tahun; 2 = 2-5 kali/tahun; 3 = kurang dari 2 kali/tahun
3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge)
Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan
Recording pemanfaatan TEK dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap siklus pengelolaan dan dilakukan secara partisipatif
1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak efektif; 3 = ada dan efektif digunakan
Kurang
3047
E. Domain Ekonomi
125
INDIKATOR 1. Kepemilikan Aset
2. Pendapatan rumah tangga perikanan (RTP)
3. Rasio Tabungan (Saving ratio)
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Perubahan nilai/jumlah aset usaha RTP cat : aset usaha perikanan atau aset RT, yang didapatkan dari usaha perikanan
Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP rata-rata setahun dengan mempertimbangkan musim selama lima tahun (sumber data : susenas BPS)
1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%); 2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%)
Rumah Tangga Perikanan adalah rumah tangga nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan yang pendapatan utamanya dihasilkan dari kegiatan perikanan
Survei pendapatan rumah tangga perikanan dengan pendekatan sampling yang sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku, dimana pendapatan yang diukur dan dibandingkan dengan UMR adalah pendapatan individu yang berasal dari kegiatan perikanan pada unit perikanan yang dikaji Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP adalah menurut musim tangkapan ikan (data primer). Informasi bunga kredit dapat diperoleh di BI pada saat survey
1= kurang dari rata-rata UMR, 2= sama dengan rata-rata UMR, 3 = > rata-rata UMR
menjelaskan tentang rasio tabungan terhadap pendapatan bersih
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
3
45
1
29
3915
2
30
2
29
1740
1
25
3
29
1
1 = kurang dari bunga kredit pinjam an; 2 = sama dengan bunga kredit pinjaman; 3 = lebih dari bunga kredit pinjam an
Baik
5655.8621
F. Domain Kelembagaan INDIKATOR 1. Kepatuhan terhadap prinsipprinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal
DEFINISI/ PENJELASAN
MONITORING/ PENGUMPULAN
KRITERIA
Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baikformal maupun tidak formal
Monitoring ketaatan:
1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum;
1. Laporan/catatan terhadap pelanggaran formal dari pengawas,
SKOR
BOBOT (%)
RANKING
SKOR DENSITAS
NILAI
2
25
1
29
1450
126
2. Wawancara/kuisioner (key person) terhadap pelanggaran non formal termasuk ketaaatan terhadap peraturan sendiri maupun peraturan diatasnya
3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum
3. Perlu tambahan informasi mengenai kualitas kasus dengan contohnya
Non formal
1= lebih dari 5 informasi pelanggaran,
2
2= lebih dari 3 informasi pelanggaran,
2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan
Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan tersedia, untuk mengatur praktek pemanfaatan sumberdaya ikan sesuai dengan domain EAFM, yaitu; regulasi terkait keberlanjutan sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan kelembagaan
1) Benchm ark sesuai dengan Peraturan nasional, pemda seharusnya juga membuat peraturan turunannya 2) membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya 3) replikasi kearifan lokal
3= tidak ada informasi pelanggaran 1 = tidak ada regulasi hingga tersedianya regulasi pengelolaan perikanan yang mencakup dua domain; 2 = tersedianya regulasi yang mencakup pengaturan perikanan untuk 3 - 5 domain; 3 = tersedia regulasi lengkap untuk mendukung pengelolaan perikanan dari 6 domain Elaborasi untuk poin 2 1= ada tapi jumlahnya berkurang; 2= ada tapi jumlahnya tetap;
Ada atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya
Survey dilakukan melalui wawancara/ kuisioner: 1) ketersediaan alat pengawasan, orang
3= ada dan jumlahnya bertambah 1=tidak ada penegakan aturan main; 2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif;
2) bentuk dan intensitas penindakan (teguran, hukuman)
3=ada penegakan aturan main dan efektif
2
1
26
2
29
2
1= tidak ada alat dan orang; 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan;
2
127
1357.2
3= ada alat dan orang serta ada tindakan 1= tidak ada teguran maupun hukuman; 2= ada teguran atau hukuman; 3=ada teguran dan hukuman 3. Mekanisme pengambilan keputusan
Ada atau tidaknya mekanisme pengambilan keputusan (SOP) dalam pengelolaan perikanan
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
2
1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan; 2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif;
2
3=ada mekanisme dan berjalan efektif 1= ada keputusan tapi tidak dijalankan; 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan;
18
3
29
1044
15
4
29
870
11
5
29
478.5
2
3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya 4. Rencana pengelolaan perikanan
5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan
Ada atau tidaknya RPP untuk wilayah pengelolaan perikanan dimaksud
Semakin tinggi tingkat sinergi antar lembaga (span of control-nya rendah) maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik
Semakin tinggi tingkat sinergi antar kebijakan maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner: 1. Adakah atau tidak RPP disuatu daerah
1=belum ada RPP;
2. Dilaksanakan atau tidak RPP yang telah dibuat
3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya
Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan); 2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif;
2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan;
2
2
3 = sinergi antar lembaga berjalan baik Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner
1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan; 2 = kebijakan tidak saling mendukung;
1
128
semakin baik 6. Kapasitas pemangku kepentingan
Seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem
Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner terhadap: 1) Ada atau tidak, berapa kali
2) Materi
3 = kebijakan saling mendukung 1=tidak ada peningkatan; 2 = ada tapi tidak difungsikan (keahlian yang didapat tidak sesuai dengan fungsi pekerjaannya) 3 = ada dan difungsikan (keahlian yang didapat sesuai dengan fungsi pekerjaannya)
2
5
6
29
Baik
290
5490
129