3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 PENILAIAN NILAIJUAL OBYEK PAJAK (NJOP) YANG BERKEADILAN DENGAN METODE ASSESSMENT SALES RATIO
Bambang Mursito Fakultas Ekonomi, UNIBA Surakarta bmursito @ yahoo.com Yuli Chomsatu Samrotun Fakultas Ekonomi, UNIBA Surakarta
[email protected]
ABSTRACT This study aims to formulate a model of the determination ofthe Tax Object SalesValue (NJOP) as the basis for determining Land and Building Tax(PBB). The resulting model includes: determining the level of accuracy NJOP models, levels and uniformity ratios between NJOP market value, a model of justice and fairness vertical NJOP horizontally in determining the group with the low value of the tax object to tax high-value group. This study isthe 2nd year with the object of taxation in Boyolali. The method used is the use of analysis of Sales Assessment Ratio (ASR) is a method used to measure the ratio or the ratio between NJOP the fair market value indication. The method isappliedtotest the quality NJOP in order to increase the accuracy of the determination NJOP, performance Land and Building Tax (PBB) as well as to measure the revenue potential of the UN. The results of the study showed that the variability in Boyolaliregi on obtained COD values: -7.9420% and COV: 27.9294%. Based on the general standard of COD and COV, the results indicate that little variation on the determination ofthe level ofthe ratio between NJOP with its market value, which means that similar properties are initialized at the same relative level. Thus, these results do not yet reflect the fulfillment of justice horizontal NJOP determination of the market value ratio. Based on the analysis of justice between the vertical objects and groups of low-value tax to tax high-value calculation based on regression analysis of the PRD of 1.9333 indicates the occurrence of regressivity. Similarly,the results of the regression analysis, b0 > ASR andbj >0 indicates that the ASR is independent (free) to the selling price and there has been aprogression. It can be concluded that the determination NJOP in Boyolali not reflect the fulfillment of vertical equity, because the group of objects, higher-value tax determinedits value ata lower percentage than the object group to be lower taxes. Therefore, we need a model designation NJOP as tax bases equitable PBB either vertically or horizontally.
PENDAHULUAN Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, dinyatakan bahwa dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah NJOP. Hal ini berarti bahwa besarnya PBB yang dikenakan atas suatu objek pajak tergantung pada besarnya NJOP yang ditetapkan.Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1994, dinyatakan bahwa NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat ttansaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. Ini berarti bahwa sesuai amanat undang-undang, penentuan besarnya NJOP atas Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
914
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 suatu objek pajak harus didasarkan pada nilai pasar yang berlaku yang tercermin dan harga transaksi jualbeli. Dalam pelaksanaannya, NJOP tidak selalu sama dengan nilai pasar. NJOP bisa saja lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai pasar. Saat ini sebagian bcsar penilaian untuk pengenaan PBB dilakukan secara massal (mass appraisal), sedangkan penilaian yang dilaksanakan secara individual (individual appraisal) jumlahnya masih sangat sedikit. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga penilai, biaya, serta luasnya wilayah kerja dan besarnya jumlah objek pajak. Penilaian massal tersebut memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah kurang akuratnya data dan kurang seragamnya tingkat penilaian dalam menentukan NJOP. NJOP yang nilainya di bawah nilai pasar (under assessment) dan NJOP yang nilainya lebih tinggi dari nilai pasar (over assessment) dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, baik bagi kepentingan fiskus maupun bagi kepentingan wajib pajak. Penetapan NJOP yang under assessment menunjukkan adanya potensi penerimaan negara yang belum tergali secara maksimal. Perkembangan pasar properti yang nilainya selalu meningkat yang tidak diikuti dengan penilaian ulang bisa berakibat NJOP selalu di bawah nilai pasar. Jika hal ini tidak segera diantisipasi, kesenjangan nilai NJOP dan nilai pasar yang terjadi akan semakin tajam. Di sisi lain, penentuan NJOP yang over assessment dapat memicu gejolak sosial di masyarakat yang secara jangka panjang juga akan mengganggu proses penerimaan pajak dari sektor PBB. Oleh karena itu, diperlukan kontrol dalam penentuan NJOP agar selalu pada tingkat yang sesuai dengan nilai pasar sehingga dapat diterima oleh semua pihak. Selain perlunya memperhatikan tingkat akurasi penilaian, penentuan NJOP juga perlu memperhatikan pemenuhan asas keadilan. Distribusi keadilan dalam penetapan PBB khususnya dalam arti keadilan horisontal mensyaratkan bahwa properti dengan nilai yang sama ditentukan NJOPnya pada tingkat yang sama pula. Dalam hal ini, pemenuhan keadilan penentuan NJOP antara objek pajak bernilai tinggi dengan objek pajak bernilai rendah juga perlu diperhatikan.
TUJUAN PENELITIAN
1 Menganalisis tingkat akurasi penetapan NJOP terhadap nilai pasar berdasarkan basil pengukuran tendensi sentral di Wilayah Kabupaten Boyolali. 2 Menganalisis pemenuhan keadilan horisontal yang tercermin dari tingkat keseragaman rasio antara NJOP dengan nilai pasar berdasarkan basil pengukuran variabilitas di Wilayah Kabupaten Boyolali 3 Menganalisis pemenuhan keadilan vertikal antara kelompok objek pajak bernilai rendah dan kelompok objek pajak bernilai tinggi berdasarkan analisis regresi di Wilayah Kabupaten Boyolali 4 Merumuskan suatu model yang dapat di terapkan dalam menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang Berkualitas
MANFAAT PENELITIAN 1
Model penentuan NJOP dengan metode ASR dapat digunakan untuk mengukur tingkat akurasi penetapan, tingkat keseragaman (keadilan horisontal), dan tingkat keadilan vertikal.
feb
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 2
Sebagai bahan masukan bagi PEMDA sebagai instansi yang akan mengelola PBB terhitung mulai 1 Januari 2013 untuk melakukan reevaluasi kembali penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang lebih berkeadilan
TINJAUAN PUSTAKA Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2008:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar keperluan umum. Sementara itu definisi pajak menurut S.I. Djajadiningrat dalam Munawir (1992:3), pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Secara teoritis, pajak mempunyai dua fungsi pokok, yaitu sebagai sumber penerimaan negara (budgetery function) dan sebagai alat untuk mengatur atau mengontrol kegiatan sektor swasta dalam suatu perekonomian (regulatory function). Dengan kedua fungsi diatas, sebagaimana dikemukakan oleh John dan Michael dalam Yusuf (2012) pajak mempunyai peranan sebagai berikut: 1) Sebagai
sumber
utama
penerimaan
pemerintah
untuk
membiayai
pengeluaran
dan
aktivitasnya. 2) Digunakan
untuk
meningkatkan
atau
memobilisasi
tabungan
masyarakat
sekaligus
mengarahkannya agar diinvestasikan pada sektor usaha yang mempunyai manfaat
atau
sumbangan yang besar bagi perekonomian nasional. 3) Digunakan untuk memperbaiki distribusi pendapatan agar lebih adil dan merata seperti dengan penerapan tarif pajak yang bersifat progresif. 4) Digunakan untuk membatasi dan mendorong impor barang-barang mewah dan atau barangbarang lainnya yang kurang bermanfaat, barang-barang modal dan bahan baku yang sangat diperlukan oleh negara-negara berkembang seperti dengan cara penerapan tariff pajak impor yang tinggi. 5) Mendorong pemanfaatan faktor produksi dengan lebih produktif. Misalnya, pengenaan PBB yang jauh lebih tinggi atas tanah dan bangunan yang berlokasi di daerah-daerah strategis dan potensial.
Menurut Mardiasmo (2008:2), agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) 2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
916
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 3) Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis) 4) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) 5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana Musgrave dalam Suharno (2003) yang membedakan keadilan dalam pengenaan pajak menjadi dua klasifikasi yaitu keadilan horisontal dan keadilan vertikal. Yang dimaksud dengan keadilan horisontal adalah pembayar pajak dengan keadaan yang sama, harus dikenakan pajak yang sama besarnya. Sedangkan keadilan vertikal adalah pembayar pajak yang lebih besar kemampuannya harus dibebani pajak yang lebih besar pula. Prinsip keadilan di bidang pajak lainnya adalah yang menyangkut keadilan berdasarkan manfaat dan kemampuan membayar sebagaimana yang dikemukakan oleh Adam Smith. Jika keadilan dimaksudkan berdasarkan manfaat, berarti orang yang mendapatkan manfaat yang lebih besar dari kegiatan pemerintah, harus membayar pajak lebih besar dibandingkan dengan orang yang mendapat manfaat lebih kecil. Sedangkan bila keadilan didasarkan atas kemampuan membayar, ukurannya adalah orang yang lebih mampu harus membayar pajak lebih besar dari orang yang kurang mampu. Beberapa konsep keadilan pajak ternyata tidak mudah diterapkan di lapangan karena secara terusmenerus diuji oleh situasi dan kondisi lingkungan dimana keadilan itu diterapkan. Hal ini membuktikan bahwa keadilan itu relatif dan menuntut adanya evaluasi dan penyesuaian secara terus-menerus dari semua pihak secara partisipatif. Oleh karena itu mengambil alih konsep atau sistem keadilan di suatu negara, misalnya negara maju sekalipun adalah tidak tepat karena akan berbenturan dengan perasaan keadilan masyarakat dimana pajak itu diterapkan. Namun tidak berarti kita harus mencari dan merumuskan sebuah formula keadilan sendiri dari nol, melainkan pengalaman apa yang terjadi di tempat lain untuk kondisi dan situasi berbeda dapat dan perlu dijadikan sebagai rujukan. Persoalan keadilan dalam PBB adalah menyangkut penilaian tanah dan bangunan sebagai dasar pengenaan PBB yang dikenal dengan NJOP. Distribusi keadilan dalam Pajak Bumi dan Bangunan dibagi menjadi dua yaitu keadilan horisontal dan keadilan vertikal.Keadilan horisontal dalam PBB mensyaratkan bahwa properti dengan nilai yang sama ditentukan NJOPnya pada tingkat yang sama besarnya. Sedangkan keadilan vertikal Menurut Benson dan Schwartz dalam Suharno (2003), mengemukakan bahwa "vertical equity in ad valorem real property taxation is the concept that all properties within a taxating jurisdiction are assessed in equal proportion to their fair market value ". Dengan kata lain, keadilan vertikal dalam pajak properti adalah suatu konsep pengenaan pajak properti dimana semua properti dinilai dengan proporsi yang sama atas nilai pasar wajarnya.15 Proporsi nilai estimasi terhadap nilai pasar adalah sama untuk semua properti baik untuk kelompok properti yang nilainya rendah maupun tinggi. Dalam PBB, ketentuan mengenai penetapan NJOP harus sesuai dengan nilai pasar ini tertuang dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa "Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
917
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 lain yang sejenis, atau nilai perolehan bam, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti." Dari pengertian ini terlihat bahwa NJOP hams ditentukan berdasarkan nilai pasarnya. Karena NJOP banyak digunakan sebagai acuan untuk berbagai kepentingan, maka NJOP diharapkan dapat memenuhi tuntutan tersebut. Dalam ilmu penilaian (appraisal), jenis nilai tunggal yang dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah Nilai Pasar (Market Value). NJOP yang mencerminkan nilai pasar diharapkan dapat menjadi referensi utama dalam keputusan strategis baik dalam bertransaksi ataupun hanya untuk informasi manajemen. Kebutuhan NJOP sesuai dengan nilai pasar tersebut antara lain supaya: a) Penentuan dasar pengenaan pajak yang adil; b) Penentuan harga jual yang tidak merugikan salah satu pihak; c) Penentuan nilai investasi yang layak; d) Penentuan besaran nilai kredit pinjaman yang aman; e) Penentuan harga lelang yang sesuai.
Hartoyo (1995) memberikan definisi Assessment Sales Ratio sebagai rasio atau perbandingan antara nilai yang digunakan untuk penetapan pajak suatu properti terhadap nilai pasarnya. Dalam PBB, ASR dapat diterapkan untuk menguji kualitas NJOP dalam rangka peningkatan akurasi penentuan NJOP dan kinerja PBB, serta untuk mengukur potensi penerimaan PBB dan keperluan perpajakan lainnya. Berdasarkan Surat Edaran Nomor: SE-01/PJ.6/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Analisis ASR, analisis ASR diprioritaskan untuk wilayah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) wilayah yang mempunyai tingkat pembangunan tinggi (wilayah perkotaan) b) wilayah berpotensi dalam upaya penyesuaian peningkatan NJOP (diluar wilayah perkotaan) c) wilayah yang berbatasan untuk menjaga tingkat keseimbangan NJOP antar wilayah d) wilayah dimana terdapat indikasi adanya data pasar yang mencukupi. e) wilayah yang sudah tiga tahun atau lebih belum dilakukan revaluasi.
Hasil dari analisis ASR memiliki kegunaan sebagai berikut: 1) Pemeliharaan assessment pada tingkat yang dapat diterima. 2) Dengan menggunakan analisis tendensi sentral, kinerja penilaian selalu diuji dan dievaluasi, sehingga jika ada daerah atau lokasi yang mempunyai tingkat ASR terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat segera diketahui dan diperbaiki. 3) Penentuan daerah atau lokasi untuk penilaian kembali (revaluation). 4) Dengan menggunakan analisis variabilitas, menentukan daerah atau lokasi yang perlu dinilai kembali sesuai skala prioritas berdasarkan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang tersedia. 5) Pemeliharaan keadilan (equity) dalam penetapan PBB. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
918
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 6) Melalui analisis regresivitas/progresivitas, memelihara agar penetapan PBB konsisten baik terhadap properti bernilai tinggi maupun terhadap properti bernilai rendah.
Sccara matematis, formula penghitungan ASR adalah sebagai berikut:
ASR = — Si ASR
- Assessment Sales Ratio
Ai
= Assessment Value (nilai yang ditetapkan)
Si
= Sales Value yang diasumsi sebagai market value (nilai pasar-)
Data transaksi jual-beli properti (sales data) dapat diperoleh dan PPAT, camat PPAT, notaris PPAT, lurah/kepala desa, masyarakat di lokasi yang bersangkutan, atau pembeli/penjual sccara langsung, data-data penawaran melalui iklan, serta sumber-sumber lain yang relevan. Data tersebut kemudian dianalisis dengan penyesuaian (adjusment) seperlunya untuk mendapatkan nilai jual yang wajar. Data jual-beli tersebut kemudian dibandingkan dengan NJOPnya (assessment value). Dari basil perbandingan tersebut dapat diperoleh Assessment Sales Ratio (ASR) dari masing-masing properti. Setelah diperoleh ASR pada sejumlah properti dalam suatu lokasi/daerah, dapat dilakukan analisis selanjutnya yang meliputi pengukuran tendensi scntral, pengukuran variabilitas, dan pengukuran regresivitas/progresivitas.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dilihat dari jenis data yang digunakan, penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan dengan kategori penelitian dan pengembangan (research and development) yang bersifat longitudinal (multiyeras) dengan data nilai pasar obyek pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Boyolali tahun 2013. Laporan kemajuan penenlitian ini adalah tahun pertama dari dua tahun penelitian yang direncanakan. Populasi dan Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Objek Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah Kota Surakarta. Sampel yang digunakan sebesar 198 data harga pasar yang transaksinya berlangsung mulai 1 Nopember 2013 sampai dengan 28 Februari 2014. Metode pengambilan sampel dilakukan sccara acak. Sampel data penelitian didapatkan dari informasi transaksi penawaran bumi dan bangunan agen properti di Kabupaten Boyolali dan dari laporan bulanan PPAT yang terdapat dalam Bank Data Nilai Pasar- Properti (BDNPP) KPP Pratama Surakarta tahun 2013 dan 2014. Data yang didapat selanjutnya di masukkan kedalam sofwarc Sistem Informasi Geografis PBB Versi Smart Map 1.2 untuk ditelusur Nilai Jual Obyek Pajak yang dikenakan pada masing obyek. Desain penelitian Model desain penelitian mengacu pada penelitian yang dilakukan Hartoyo (1995) yang menggunakan Assessment Sales Ratio sebagai alat pengukur kinerja penilaian dalam pelaksanaan PBB. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
919
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Desain penelitan tersebut berdasarkan pada Ratio Study yakni A study of a relationship between appraised or assessed value and market value. Indicator of market value may be either sales (sales ratio study) or an independet experts appraisals (appraisal ratio study) of common interest in ratio studies are the level and uniformity of the appraisal of assessment (definisi menurut International Association Of Assessing Officers / IAAO). Dalam PBB, ASR dapat diterapkan untuk menguji kualitas NJOP dalam rangka peningkatan akurasi penentuan NJOP dan kinerja PBB, serta untuk mengukur potensi penerimaan PBB dan keperluan perpajakan lainnya. Teknik Analisis Data Data transaksi jual-beli properti (sales data) diperoleh dari PPAT, notaris PPAT, lurah/kepala desa, masyarakat di lokasi yang bersangkutan, atau pembeli/penjual secara langsung, data-data penawaran melalui iklan agen properti, serta sumber-sumber lain yang relevan. Data tersebut kemudian dianalisis dengan penyesuaian (adjusment) seperlunya untuk mendapatkan nilai jual yang wajar. Data jual-beli tersebut kemudian dibandingkan dengan NJOPnya (assessment value). Dari basil perbandingan tersebut dapat diperoleh Assessment Sales Ratio (ASR) dari masing-masing properti. Setelah diperoleh ASR pada sejumlah properti dalam suatu lokasi/daerah, dapat dilakukan analisis selanjutnya yang meliputi pengukuran tendensi sentral, pengukuran variabilitas, dan pengukuran regresivitas/progresivitas.
Secara matematis, formula penghitungan ASR adalah sebagai berikut:
ASR = — Si ASR
- Assessment Sales Ratio
Ai
= Assessment Value (nilai yang ditetapkan)
Si
= Sales Value yang diasumsi sebagai market value (nilai pasar)
Setelah diperoleh ASR pada sejumlah objek pajak, dapat dilakukan dengan analisis selanjutnya berupa: 1.
Pengukuran Tendensi Sentral Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah NJOP yang ditetapkan sudah pada tingkat yang relatif sama dengan nilai pasarnya. Pengukuran tendensi sentral ini meliputi mean, median, dan weighted mean. a.
Mean (rata-rata hitung) ASR mean adalah rata-rata hitung dari suatu observasi (distribusi) ASR, dengan formula sebagai berikut:
■i-MSSs m
feb
Universitas Fakultas Kristen Ekonomika Satya danWacana Bisnis
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
ASR'mean
n 2(Ai/Si) i-l n
Dimana : n = jumlah observasi Ai = Assessment Value (NJOP) Si = Sales Value (nilai pasar)
Median Median merupakan nilai sentral dari sebuah distribusi frekuensi. Nilai ini berhubungan dengan posisi sentral yang dimilikinya dalam sebuah distribusi. Secara teoritis, median membagi seluruh jumlah observasi ke dalam dua bagian yang sama. Jika suatu observasi (distribusi) ASR disusun dari nilai terkecil hingga terbesar, maka median dapat ditentukan sebagai berikut: ■
jika jumlah observasi ganjil, ASRmedian terletak pada Iririr+I)
■
jika jumlah observasi genap, ASR median terletak pada rata- rata dua posisi tengah suatu observasi Wnj.
Weighted Mean ASR weighted mean adalah rata-rata hitung tertimbang dari suatu distribusi ASR, dengan formula sebagai berikut:
n
'eightedmean
n
Ai = Assessment Value (NJOP) Si = Sales Value (nilai pasar)
IAAO dalam standard on ratio studies (1990) memberikan rekomendasi bahwa tingkat ASR untuk semua objek pajak dalam suatu daerah seharusnya berada dalam ± 10% dari tingkat rasio yang diinginkan. Sehingga tingkat assessment yang masih diterima dalam batas kewajaran yaitu 90% hingga 110%.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
921
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Perbandingan antara ketiga ukuran tendensi sentral seperti di atas dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut, serta dapat memberikan bukti awal bahwa pola tertentu terjadi terhadap sejumlah observasi. Perbandingan tersebut meliputi mean/median dan mean/weighted mean.
d.
Mean/Median Jika jumlah sampel sekurang-kurangnya 30, aturan umum yang dapat digunakan untuk mengukur dan interpretasi rasio antara mean dan median adalah sebagai berikut: 1) Jika mean/median lebih besar dari 1,10, merupakan indikasi bahwa over assessment lebih serius (lebih mungkin terjadi) dari pada under assessment. 2) Jika mean/median kurang dari 0,95, merupakan indikasi bahwa under assessment lebih serius (lebih mungkin terjadi) daripada over assessment.
e.
Mean/Weighted Mean Rasio atau perbandingan ini sering disebut "Price-RelatedDifferential (PRD) Jika jumlah sample sekurang-kurangnya 30, aturan umum yang dapat digunakan untuk mengukur dan interpretasi rasio antara mean dan weighted mean adalah sebagai berikut: 1) Jika mean/weighted mean lebih besar dari 1,03, merupakan indikasi bahwa terjadi regresivitas. 2) Jika mean/weighted mean kurang dari 0,98, merupakan indikasi bahwa terjadi progrcsivitas.
2.
Pengukuran Variabilitas
Diperlukan untuk mengukur kinerja penilaian/penetapan pajak dengan lebih lengkap dan lebih rinci. Hasil dari pengukuran ini untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat keseragaman penetapan pajak, yang mengacu pada pemenuhan keadilan di suatu wilayah, khususnya pemenuhan keadilan terhadap satu properti dengan properti yang lain, yaitu apakah properti yang serupa telah ditentukan nilainya pada tingkat yang relatif sama. Pengukuran variabilitas yang sering digunakan adalah koefisian dispersi (COD) dan koefisien variasi (COV). a.
Koefisien Dispersi (Coefficient of Dispersion/COD) COD adalah ukuran keseragaman (uniformity) yang paling sering digunakan dalam studi rasio yang menggunakan dasar nilai median. COD didasarkan pada deviasi absolut rata-rata dan diekspresikan sebagai suatu persentase. Formula untuk menghitung COD adalah sebagai berikut:
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
922
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 n V I Ai / Si - A/ Smd COD =
100
X ^
A/ Smd
n -1
A/Smd = rasio median Ai/Si
= rasio setiap properti di dalam suatu sampel/observasi
n
=jumlah rasio I
= deviasi absolut (harga mutlak)
Semakin rendah COD, semakin baik penentuan nilainya, yang berarti bahwa properti-properti yang serupa telah ditentukan nilainya pada suatu tingkat yang relatif sama. Aturan umum mengenai tingkat COD adalalah bahwa keseragaman penentuan nilai dapat dikatakan baik jika COD sama dengan atau lebih kecil dari 15%. b.
Koefisien Variasi (Coefficient Of Variation/COV) COV adalah ukuran keseragaman kedua yang paling sering digunakan dalam studi rasio yang menggunakan dasar mean. COV didasarkan pada deviasi standar dan diekspresikan juga sebagai suatu persentase. Formula untuk menghitung koefisien variasi adalah sebagai berikut:
(Ai/Si - A/Smn ) cov=^x A/ Smn «
i=l n -1
A/Smn = rasio mean Ai/Si n
rasio setiap properti dalam suatu sampel atau observasi =jumlah rasio
Semakin rendah COV, semakin baik penentuan nilainya, yang berarti bahwa properti-properti yang serupa telah ditentukan nilainya pada suatu tingkat yang relatif sama. Seperti halnya aturan umum mengenai COD, bahwa keseragaman penentuan nilai dapat dikatakan baik jika COV sama dengan atau lebih kecil dari 15%.
3.
Uji Regresivitas/Progresivitas Digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana pemenuhan keadilan penetapan pajak terhadap kelompok properti bernilai rendah dengan kelompok properti bernilai lebih tinggi. Dengan kata lain, analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah NJOP yang ditetapkan pada feb
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
923
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 suatu daerah bersifat regresif atau progresif. Dikatakan regresif jika kelompok properti bernilai lebih rendah ditentukan nilainya pada persentase yang lebih tinggi dan kelompok properti bernilai lebih tinggi. Sedangkan dikatakan progresif jika kelompok properti bernilai lebih rendah ditentukan nilainya pada persentase yang lebih rendah dari kelompok properti bernilai lebih tinggi. Untuk mengetahui penetapan NJOP pada suatu daerah bersifat regresif atau progresif, dilakukan analisis dengan menggunakan persamaan gains regresi sederhana sebagai berikut: ASR= bQ + lbj x harga jual)
a.
Menghitung hubungan antara harga jual yang merupakan variabel bebas (independent variable) dengan ASR yang merupakan variabel tidak bebas (dependent variabel).
b.
Model gains regresi sederhana yang digunakan adalah: ASR= b()+ (bj x harga jual)
c.
Apabilab0 (intercept) mendekati ASRmean dan bj (slope) mendekati 0, maka ASR bersifat independent (bebas) terhadap harga jual (S).
d.
Apabila b0 >AR dan bj < 0 (negatif), maka ASR bersifat dependent (tidak bebas) dan berarti terjadi regresivitas. Sebaliknya jika b0
0 (positif), maka ASR bersifat ipenelitianndependent (bebas) dan terjadi progrcsivitas.
HASIL YANG DICAPAI Deskripsi Lokasi Penelitian Dalam pelaksanaannya, pelimpahan pengelolaan BPHTB Kabupaten Boyolali sudah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Boyolali sejak 1 Januari 2012. Sedangkan untuk pelimpahan pengelolaan PBB P2 baru dilaksanakan per 1 Januari 2013. Sehingga, terhitung mulai 1 Januari 2013 pengelolaan PBB di Kabupaten Boyolali sudah masih menjadi tanggungjawab DPPKA. Wilayah Kabupaten Boyolali terdiri dari 267 kelurahan yang tersebar di 19 kecamatan dengan rincian sebagai berikut: Penghitungan Assessment Sales Ratio (ASR) dan Pembahasan Nilai pasar tanah per m2 dari analisis data transaksi digunakan sebagai pembanding terhadap NJOP masing-masing. Scbcsar 61,11% dari observasi sudah memenuhi standar umum yang ditentukan oleh International Association Of Assessing Officers (IAAO, yaitu berada dalam range antara 0,90 dan 1,10 sedangkan 38,89% sisanya belum memenuhi.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
924
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Tabel.l DistribusiFrekuensiASR Range ASR (%)
Jumlah Unit
FrekuensiRelatif (%)
< 10,00 10,01 - 30,00 30,01 - 50,00 50,01 - 70,00 70,01 - 90,00 90,01 - 110,00 110,01- 130,00 > 130 Jumlah
2 5 9 11 34 121 8 8 198
1,01% 2,53% 4,55% 5,56% 17,17% 61,11% 4,04% 4,04% 100%
1) Analisis Tingkat AkurasiPenetapan NJOP Bumi Terhadap Nilai Pasar Berdasarkan Analisis Tendensi Sentral di Kabupaten Boyolali a.
Mean (rata-rata hitung) n ^G4i/50 i=i
n 179,4356 198 0,9062
ASR mean sebesar 0,9062 berarti dari 198 sampel data transaksi dengan range ASR antara 0,0676 dan 1,7633 mempunyai ASR rata-rata hitung (mean) 0,9062. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penentuan NJOP di Kabupaten Boyolali pada tahun 2014 adalah sebesar 90,62% atau lebih rendah sebesar 9,38% dari nilai pasarnya saat penelitian dilakukan. b. Median Median merupakan nilai sentral dari sebuah distribusi frekuensi. Setelah data ASR diurutkan, median diperoleh dengan: 99
n
100
t>
ASRmd = (0,9704 + 0,9716) / 2 =0,9710
feb
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
925
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 ASR median sebesar 0,9710 berarti dari 198 sampel data transaksi dengan range ASR antara
0,0676 dan 1,7633 mempunyai ASR nilai tengah (median) 0,9710. Hal ini
menunjukkan bahwa jika diambil nilai tengah dari taburan data, maka ketetapan NJOP tahun 2014 lebih rendah 13,90 % dari nilai pasamya saat penelitian dilakukan. Nilai median lebih sedikit terpengaruh oleh adanya rasio yang ekstrim, sehingga IAAO mengamati dalam standar ini bahwa secara umum median lebih dipilih untuk mengukur tendensi sentral dalam memantau kinerja penilaian.
c.
Weighted Mean n I/' i-1 =
ASRweighted mean
n Isi i-1 12.094.933.5932
=
15.908.838,2320
0,7603 ASR weighted meansebesar 0,7603 berart idari 198 sampel data transaksi dengan range ASR antara 0,0676 dan 1,7633 mempunyai ASR rata-rata tertimbang 76,03%. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata tertimbang dari taburan data, ketetapan NJOP tahun 2014 lebih rendah 99,83% dari nilai pasar saat penelitian dilakukan. Analisis lebih lanjut dapat dilakukan dengan cara membuat perbandingan diantara ketiga ukuran tendensi sentral di atas, yaitu meliputi mean/ median dan mean/ weighted mean. d. Mean/Median ASRmean ASR.nd
=
0.9062 0,9710 0,9333
Rasio yang bisa diterima untuk ukuran ini adalah antara 0,95 dan 1,10. ASR mean/ median dari hasil penghitungan ini adalah sebesar 0,933 yang berarti mean/ median belum sesuai dengan standar International Assosiaton Of Assessing Officers (IAAO). Analisis Tingkat Keseragaman (KeadilanHorisontal) Penetapan NJOP Berdasarkan Pengukuran Variabilitas
feb
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Pengukuran variabilitas meliputi penghitungan COY dan COD. Penghitungan ini didasarkan pada tabel. 5 a.
Koefisien Dispersi (Coefficient of Dispersion/COD) ^
Ai/Si — A/SmQ
n =1 100 COD
A/Smd
COD
^
-
71 — 1
100
12,8224
0,8196
197 adalah bahwa keseragaman penentuan nilai dapat igan atau lebih kecil dari 15%. Karena dari basil
-7,9420 /,^-r^w
p
ar 7, 9420% atau kurang dari 15%, maka hal ini
niciigiiiuijs-asijs-an ician icijaui Kuuuakscragainan dalam penentuan tingkat rasio antara NJOP dengan nilai pasarnya, yang berarti properti-properti yang serupa belum ditentukan nilainya pada tingkat yang relatif sama. Dengan kata lain ini menunjukkan belum terpenuhnya asas keadilan horisontal dalam penentuan NJOP di Kabupaten Boyolali. b.
KoefisenVariasi (Coefficient of Varation/COY)
z [= I
(j4i/5i - A/Smri)'
100 cov
cov
A/S mn
71—1
V
100 0,9062
12,6194 197
110,3509
x
V
110,3509
x
0,2531
in nilai (assessment) dapat dikatakan baik 0,0641 %. Karena dari basil penghitungan diatas besar dari 15%, berarti telah terjadi ra NJOP dengan nilai pasarnya. Dengan
a belum ditentukan nilainya pada suatu 27,9294 J CXXXg, X v^xcvxxx o cxxxxcx, xxxtxxvtx XXXX^XVCXI. XV W CXVXX X tx il horisontal belum bisa terpenuhi dengan baik.
feb
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
927
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Analisis Progresivitas/ Regresivitas (Tingkat KeadilanVertikal) Berdasarkan penghitungan Mean/ Weighted Mean Dan Hasil Analisis Regresi Untuk menguji progresivitas/ regresivitas yang mengindikasikan tingkat keadilan vertikal antara lain dengan menggunakan hasil penghitungan mean/ weighted mean dan analisis regresi. a.
Mean/ weighted meanatauPrice-Related Differential (PRD) ASR mean
0,9062
ASRweightedmean
0,7603
1,1919
Tercapainya penilaian yang tidak bias (tidak terjadi progresivitas/ regresivitas) jika mean dan weighted mean besarnya sama. Sehingga mean/ weighted mean nilainya mendekati atau sama dengan 1,00. Standar International Association Of Assessing Officers (IAAO) mengenai PRD ini adalah bahwa suatu penilaian dikatakan tidak terjadi progresivitas/ regresivitas jika PRD berada dalam interval antara 0,98dan 1,03. Dari hasil penghitungan PRD di atas diperoleh mean/ weighted mean sebesar 1,1919 atau lebih besar dari 1,03, yang merupakan indikasi terjadinya regresivitas. Ini berarti bahwa di Kabupaten Boyolali terdapat perbedaan dalam penetapan NJOP terhadap kelompok properti bemilai rendah dengan kelompok properti bemilai lebih tinggi. Kelompok properti bemilai rendah eenderung ditentukan nilainya pada presentase yang lebih tinggi dari kelompok properti bernilai lebih tinggi. b. Uji Progresivitas/ Regresivitas dengan Analisis Regresi Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi dengan formula sebagai berikut: ASR = bo + (bi x harga jual), bodan bi ditentukan berdasarkan tabel analisis berikut:
Sumber: data yang diolah
i- _ n.'ZiS x AS^-'ZS x ^ASR _ nx252-(25) 2
bl
=
198( 12094934)-( 15908838)( 179,436) 198(6775907265768)-(15908838)2
=
30.301.710.5 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
928
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 2.898.958.527.000
=
0,00001045262
bo =
ZASR- OIX 2 S) n
bo
=
179.436-(T0.00001045262)*( 159088381) 198
=
13,0710 198
=
0,0660
Setelah diperoleh nilai bi dan bo, ASR dari hasil regresi dapat dihitung berdasarkan tabel.7. Dari hasil penghitungan diperoleh bahwa bo 0 (negatif), hal ini menunjukkan bahwa ASR bersifat imdependent (bebas) terhadap harga jual (S) dan telah terjadi progresivitas, yang berarti di Kabupaten Boyolali telah terjadi perbedaan tingkat penilaian antara kelompok properti bemilai rendah dengan kelompok properti bernilai lebih tinggi. Kelompok properti bemilai tinggi cenderung ditentukan nilainya pada persentase yang lebih rendah dari pada kelompok properti bernilai lebih rendah. Hasil ini telah sesuai dengan hasil yang diperoleh dari penghitungan PRO, yang juga menunjukkan bahwa di Kabupaten Boyolali telah terjadi regresivitas. Secara umum, dari hasil pengukuran tendensisentral, pengukuran variabilitas, dan uji progresivitas/ regresivitas menunjukkan bahwa penetapan NJOP Surakarta belum memenuhi standar International Associaton Of Assessing Officers (IAAO) sebagaimana dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-01/PJ.6/2002 tanggal 28 Januari 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Analisis Assesment Sales Ratio. Hal ini direkap dalam tabel 8. Tabel .8 HasilAnalisisASR Di Wilayah Kabupaten BoyolaliTerbadap PemenubanStandarlAAO Jeni spenghi tunangan Mean Median Weighted mean Mean/median Mean/weighted mean (PRD) COD COV m 'wkI
feb
Standar IAAO 0.90-1,10 0.90-1.10 0.90-1.10 0.95 - 1.10 0.98 - 1.03 < 15% < 15%
Hasilpenghitungan di Kota Surakarta 0.9062 0.9710 0.7603 0.9333 1.1919 -7,9420 27,9294
Keterangan V V X X X X X
Fakultas Ekonomika danWacana Bisnis Universitas Kristen Satya
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Keterangan: V = memenuhistandarlAAO X = tidakmemenuhistandarlAAO
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dan hasil analisis tingkat akurasi penetapan NJOP terhadap nilai pasar berdasarkan basil pengukuran tendensi sentral di Wilayah Kota Surakarta diperoleh nilai mean: 0,9062, median: 0,9710, weighted mean: 0,7603, dan mean/median: 0,7603. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penetapan NJOP di Boyolai masih berada di bawah nilai pasarnya atau telah terjadi under assessment. Hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa penilaian NJOP tersebut belum sesuai dengan amanat undang-undang PBB yang mengatur mengenai dasar penentuan NJOP adalah berdasarkan nilai pasar. Untuk itu perlu dilakukan kebijakan untuk menaikkan NJOP yang dilakukan secara selektif dan bertahapdalam rangka meminimalkan kesenjangan nilai yang terjadi antara NJOP terhadap nilai pasarnya. Dari hasil analisis pemenuhan keadilan horisontal yang tercermin dari tingkat keseragaman rasio antara NJOP dengan nilai pasar berdasarkan hasil pengukuran variabilitas di Wilayah Kota Surakarta diperoleh nilai COD: -7,9420 % dan COV:27,9294 %. Berdasarkan standar umum mengenai COD dan COV, hasil ini mengindikasikan terjadinya ketidakseragaman penentuan tingkat rasio antara NJOP dengan nilai pasarnya, yang berarti properti-properti yang serupa tidak ditentukan nilainya pada tingkat yang relatif sama. Sehingga, hasil ini belum mencerminkan pemenuhan keadilan horisontal atas penentuan rasio NJOP terhadap nilai pasar. Berdasarkan analisis pemenuhan keadilan vertikal antara kelompok objek pajak bernilai rendah dan kelompok objek pajak bernilai tinggi berdasarkan analisis regresi di Wilayah Kota Surakarta digambarkan dari hasil penghitungan mean/weighted mean atau Price-Related Diferential (PRD) serta uji progrcsivitas/rcgrcsivitas menggunakan analisis regresi. Hasil penghitungan PRD sebesar 1,9333 mengindikasikan terjadinya regresivitas. Begitu pula hasil analisis regresi, yaitu b0 0, menunjukkan bahwa ASR bersifat independent (bebas) terhadap harga jual dan telah teijadi regresivitas. Dapat disimpulkan bahwa penetapan NJOP di Kabupaten Boyolali belum mencerminkan pemenuhan keadilan vertikal, karena kelompok objek pajak bernilai lebih tinggi ditentukan nilainya pada persentase yang lebih rendah daripada kelompok objek pajak bernilai lebih rendah.
Saran 1.
Bagi penelitian selanjutnya, untuk memperoleh jumlah data harga pasar wajar dengan dilakukan survei langsung ke lapangan / wajib pajak, sehingga tidak hanya bergantung kepada data estimasi.
2.
Analisis Assessment Sales Ratio dapat dilakukan dalam lingkup yang lebih kecil (per kecamatan atau kelurahan) sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat dan bagi pihak PEMKOT Surakarta akan lebih mudah untuk menindaklanjutinya.
3.
Bagi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali sebagai instansi yang mengelola PBB terhitung mulai 1 Januari 2013, untuk meningkatkan kinerja
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
930
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 penilaian PBB peiiu dilakukan evaluasi secara kontinyu dan bersifat menyeluruh sehingga kualitas NJOP yang dihasilkan mampu melaksanakan amanat undang-undang serta memenuhi asas keadilan.
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 Tentang PBB, Sebagaimana Diubah Dengan Tahun 1994.
Undang-Undang No. 12
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bum! dan Bangunan. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-01/PJ.06/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Analisis Assessment Sales Ratio. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No.SE-09/PJ.06/2003 Tentang Penerapan NJOP Sama Dengan Nilai Pasar. Mardiasmo, Prof., Dr., MBA., Ak. Perpajakan. Yogyakarta: Andi, 2008. Suharno, S.H. Pajak Properti di Indonesia: Kajian Teoritis dan Empiris. Jakarta: Direktorat PBB dan BPHTB, 2003. Rahman, Abd. Bin HM Noor, et al. Penilaian Harta Tanah. Malang: Program Kerjasama BPLK dan ITM Malaysia, 1992. Munawir.Perpajakan.Yogyakarta: Liberty, 1992. Hartoyo, SE., MBP. Assessment Sales Ratio Suatu Alat Pengukur Kinerja Penilaian dalam Pelaksanaan PBB. Valuestate Vol.002 Januari 1995. lAAO.Standard On Ratio Studies. Chicago Illinois: IAAO, 1990. Hayati, Banatul dan Nugroho, SBM. Analisis Nilai Tanah Pada Rumah Mewah dan Potensi Penerimaan Pajak Bunri dan Bangunan di Kota Semarang. Semarang: Dokumentasi EE Undip, 2006. Wibowo, Tri. StudiSistenrPenetapanNilaiJualObjekPajak (NJOP) SebagaiDasarPerthitungan PBB dan BPHTB.Makassar: EE UniversitasHasanuddin: 2008. Yusuf, Triatmoko. Analisis Assesment Sales Ratio Sebagai Alat Uji Kualitas NJOP Sebagai Dasar Pengenaan PBB Di KPP Pratama Surakarta. EE UNIBA Surakarta: 2012
■i-MSSs m
feb
Universitas Fakultas Kristen Ekonomika Satya danWacana Bisnis