PENGUKURAN TINGKAT KELELAHAN DAN KETIDAKNYAMANAN PADA KARYAWAN FRONT LINER STUDI KASUS: CUSTOMER SERVICE SRSR – BINUS Andi Jorinatan Perum. Taman Sentosa Blok H3 no. 11, Cikarang – Bekasi 0877 8080 1045,
[email protected] Henrico Perkasa Cengkareng Indah Blok BI/CD no. 4, Cengkareng – Jakarta 0897 8128 660,
[email protected] Richard Senjaya Jl. Ir. H. Juanda no. 27, Bekasi Timur – Bekasi 0899 9025 502,
[email protected] Rida Zuraida ST., MT.
[email protected]
ABSTRAK Kelelahan merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam dunia kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara kelelahan dengan banyaknya keluhan di bagian musculoskeletal yang dialami pekerja. Pengambilan data digunakan dengan metode RULA, fatigue likelihood scoring (FLS), individual fatigue likelihood scoring (IFLS) dan kuesioner Nordic (NMQ). Data-data yang dikumpulkan kemudian diolah lagi dengan melakukan pengujian korelasi Kendall Tau. Pengujian dilakukan dengan nilai α sebesar 10%. Hasil pengujian menghasilkan nilai p-value untuk korelasi antara jumlah keluhan (NMQ) dengan RULA, FLS, dan IFLS masing-masing sebesar 0,821; 0,078; 0,606. Dengan ini dapat dikatakan bahwa jumlah keluhan yang dialami pekerja memiliki berkorelasi positif dengan skor FLS, dan tidak memiliki hubungan dengan skor RULA dan IFLS. Kata kunci: RULA, NMQ, FLS, IFLS, kelelahan
PENDAHULUAN Penggunaan komputer dalam menyelesaikan pekerjaan di perkantoran merupakan hal yang lazim saat ini. Bekerja dengan komputer dalam jangka panjang, disadari memiliki dampak terhadap penurunan kesehatan dan produktivitas. Penggunaan komputer secara umum memerlukan dukungan otot leher, bahu, tangan, dan otot lengan serta sambungannya, jika aktivitas dilakukan terus-menerus akan menyebabkan trauma (Ming & Zaproudina, 2003). Universitas Bina Nusantara merupakan salah satu universitas yang cukup besar di Indonesia yang menerapkan sistem komputerisasi untuk menunjang operasional, sehingga karyawan akan lebih sering menggunakan komputer dalam menyelesaikan pekerjaannya. Untuk operasional penyelenggaraan pendidikan, ditangani oleh unit-unit yang melayani seluruh jurusan ataupun program studi, salah satu unit yang ada adalah Student Registration And Service Center (SRSC), yang khusus melayani mahasiswa berkaitan dengan keuangan, registrasi, dan masalah yang berkaitan dengan perkuliahan mahasiswa, dimana karyawan bekerja dalam posisi duduk. Sifat pekerjaan yang lebih banyak dalam posisi duduk, dengan durasi yang cukup lama serta sedikitnya waktu jeda dikarenakan jumlah mahasiswa yang dilayani cukup banyak, dapat mendorong
terjadinya kelelahan otot, kelelahan penglihatan, kelelahan mental, kelelahan syaraf dan kelelahan monoton, serta dapat menyebabkan trauma yang sering disebut musculoskeletal disorders. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi bekerja dan waktu kerja karyawan SRSC, serta pengaruhnya terhadap keluhan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dialami oleh karyawan SRSC, setelah itu memberikan pedoman bagi karyawan SRSC untuk mengurangi risiko cedera musculoskeletal dalam bekerja.
METODE PENELITIAN Berikut adalah langkah – langkah yang dilakukan dalam melakukan penelitian. Studi pendahuluan diawali dengan pencarian data dan fakta sebagai acuan dasar dalam menentukan faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan dan ketidaknyamanan yang dialami oleh para pegawai Student Registration And Service Center (SRSC). Setelah itu dilakukan identifikasi masalah dengan mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan dan ketidaknyamanan para karyawan SRSC, selanjutnya dilakukan studi pustaka untuk mencari teori – teori dan metode – metode yang tepat sebagai dasar dalam menentukan data apa saja yang perlu diambil dan membantu dalam pengolahan data, dimana teori-teori tersebut dapat ditemukan di buku maupun sumber lain. Metode – metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rapid Upper Limb Assesment (RULA), The Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ), Fatigue Likelihood Scoring (FLS) dan Individual Fatigue Likelihood Scoring (IFLS).
Gambar 1 Kerangka Pikir Sebelum memulai pengumpulan data, responden terlebih dahulu dijelaskan mengenai penelitian yang dilaksanakan. Pada informed consent, responden akan dijelaskan prosedur apa saja yang harus dilakukan selama pengumpulan data dilakukan. Tujuan penelitian dan risiko selama proses pengambilan data juga dijelaskan pada informed consent. Pada informed consent juga terdapat pernyataan bahwa kerahasiaan datadata dari responden akan terjamin. Setelah responden membaca informed consent, responden diminta untuk memberi tanda tangan di bagian yang telah disediakan sebagai pertanda menyetujui keikutsertaan dalam penelitian yang dilaksanakan. Selain informed consent, responden juga diberikan petunjuk standar eksperimen yang berisi mengenai metodemetode apa yang akan digunakan selama penelitian dan juga alokasi waktu yang dibutuhkan dalam setiap pengambilan data yang dilakukan selama masa penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengambilan gambar/foto posisi saat bekerja (RULA), mengisi kuesioner berisi pertanyaan mengenai keluhan rasa sakit atau ketidaknyamanan di bagian tubuh tertentu yang
dialami responden (NMQ), mengisi kuesioner mengenai jadwal kerja (Fatigue Likelihood), dan mengisi kuesioner mengenai kelelahan pribadi yang dialami responden (IFLS).
Gambar 2 Kuesioner NMQ Selanjutnya data yang telah didapat kemudian diolah dengan menggunakan metode berdasarkan teori yang digunakan. Gambar/foto posisi kerja yang telah diambil kemudian dihitung sudut-sudut pada setiap kriteria sehingga menghasilkan nilai yang dapat menunjukkan tingkat risiko pada posisi bekerja sekarang. Jawaban dari kuesioner NMQ diolah untuk mengetahui keluhan-keluhan para karyawan SRSC. Jawaban dari Kuesioner Fatigue Likelihood diolah untuk mendapatkan nilai level kelelahan yang dapat digunakan sebagai parameter tingkat kelelahan para karyawan SRSC. Kemudian jawaban dari kuesioner IFLS diolah untuk mengetahui nilai level kelelahan pribadi yang dapat digunakan sebagai parameter tingkat kelelahan pribadi para karyawan SRSC.
Gambar 3 RULA Employee Assessment Worksheet Setelah seluruh data diolah, kemudian hasil tersebut dianalisa untuk mencari korelasi antara setiap data yang digunakan. Untuk menguji hubungan hasil nilai risiko digunakan uji Kendall Tau, dengan menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS).
Gambar 4 Postur Tubuh Responden saat Bekerja
HASIL DAN BAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap seluruh karyawan front liner yang berjumlah 17 orang dan dilakukan selama bulan April-Mei 2013. Responden terdiri dari 8 pria dan 9 wanita dengan rentang umur antara 17 hingga 29 tahun. Selain dengan pengamatan langsung, pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner yang bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai keluhan-keluhan di bagian tubuh tertentu, jadwal kerja dan waktu tidur dalam 48 jam terakhir. Berikut ini adalah hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan metode RULA. Tabel 1 Hasil Perhitungan RULA Kriteria
Responden ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Upper Arm
3
2
2
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
Lower Arm
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
2
1
1
1
1
2
Wrist
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
Wrist Twist
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Neck
1
1
3
3
3
3
3
1
1
3
2
3
3
2
3
1
1
Trunk
3
3
3
2
2
3
2
3
3
2
2
2
2
3
2
3
2
Legs
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Muscle Use
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Force/Load
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Skor Akhir
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
2
3
3
4
3
3
3
Berdasarkan hasil dari pengukuran dengan metode RULA, 1 responden memperoleh skor 2, 13 responden memperoleh skor akhir 3, dan 3 responden memperoleh skor 4. Skor akhir 3 diperoleh paling banyak responden, namun baik skor 3 maupun 4 memiliki arti yang sama. Rata-rata skor akhir 3,118. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa investigasi lebih lanjut perlu dilakukan dan kemungkinan membutuhkan diadakannya perubahan agar dapat mencegah atau mengurangi risiko dari postur kerja saat ini. Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dari stasiun kerja saat ini adalah posisi layar komputer yang berada di bawah meja, yang mengharuskan leher dari responden untuk membungkuk agar bisa melihat layar dengan jelas. Selain bagian leher, tulang belakang dari responden juga harus membungkuk. Kuesioner Nordic digunakan untuk mengetahui keluhan di bagian tubuh mana saja yang dialami oleh tiap responden dalam pekerjaannya selama 12 bulan terakhir dan 7 hari terakhir. Selain itu juga untuk mengetahui apakah keluhan-keluhan di bagian tubuh tersebut menghambat responden untuk melakukan kegiatannya. Berikut ini adalah hasil yang diperoleh dari pengumpulan data dengan kuesioner NMQ.
No
Bagian Tubuh
Tabel 2 Hasil Pengumpulan Data Nordic Musculoskeletal Questionnaire Keluhan Kurun Waktu 12 Bulan Terakhir
Kurun Waktu 7 Hari Terakhir
Ya
Ket.
Tidak
Ya
Ket.
Tidak
Merasa Terganggu Pekerjaannya Ya Tidak
1
Leher
12
-
5
6
-
11
10
7
2
Bahu
1
kanan
7
2
kanan
9
8
9
1
kiri
1
kiri
3
4
Siku
Pergelangan Tangan/ Tangan
8
kiri dan kanan
5
kiri dan kanan
2
kanan
2
kanan
0
kiri
0
kiri
1
kiri dan kanan
1
kiri dan kanan
6
kanan
4
kanan
1
kiri
0
kiri
4
kiri dan kanan
4
kiri dan kanan
14
6
14
2
15
9
7
10
5
Punggung Atas
12
-
5
10
-
7
11
6
6
Punggung Bawah
9
-
8
6
-
11
8
9
7
Pinggul/Paha/Bokong
10
-
7
6
-
11
6
11
8
Lutut
9
-
8
6
-
11
6
11
9
Pergelangan Kaki/Kaki Total (x)
9
-
8
7
-
10
7
10
85
-
68
60
-
93
65
88
153
-
153
153
-
153
153
153
56%
-
44%
39%
-
61%
42%
58%
Total pertanyaan * Jumlah Responden (y) Persentase (x/y)
Berdasarkan hasil Nordic Musculoskeletal Questionnaire yang telah dirangkum dapat terlihat bahwa dalam 12 bulan terakhir 56% responden mengalami keluhan di tubuhnya, sedangkan 44% responden tidak merasakan keluhan. Dalam 7 hari terakhir, hanya 39% yang mengalami keluhan, sebaliknya yang tidak mengalami keluhan ada sebanyak 61% responden. 58% responden tidak merasa bahwa keluhan yang dialami dapat mencegah atau menghambat pekerjaannya, sebaliknya hanya 42% responden yang merasa pekerjaannya dapat terganggu dengan adanya keluhan di bagian tubuhnya. Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa keluhan terbanyak dalam 12 bulan terakhir berada di bagian leher dan punggung atas responden, sedangkan bagian siku memperoleh paling sedikit. Hampir sama dengan 12 bulan terakhir, pada 7 hari terakhir bagian punggung atas memperoleh jumlah keluhan terbanyak dan siku dengan jumlah keluhan paling sedikit. Penilaian tingkat kelelahan dari karyawan berdasarkan jadwal pekerjaannya menggunakan metode Fatigue Likelihood Scoring (FLS) yang dibuat oleh Transport Canada. Penilaian terhadap jadwal kerja ini dapat juga digunakan untuk menilai apakah responden memperoleh kesempatan istirahat yang cukup dengan jadwal yang ada. Nilai akhirnya akan menunjukkan posisi dari tingkat kelelahannya yang terbagi menjadi lima level. Pengambilan data menggunakan sebuah kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai jadwal pekerjaan dari setiap responden. Berikut ini adalah hasil pengumpulan data berdasarkan metode Fatigue Likelihood Scoring (FLS) yang telah dibuat dalam bentuk grafik.
Gambar 5 Grafik Skor Akhir FLS
Dari hasil perhitungan skor akhir FLS yang diubah dalam bentuk grafik di atas, dapat terlihat bahwa nilai akhir FLS berada pada warna kuning. Hal ini dapat diartikan bahwa jadwal kerja yang sekarang ini perlu diinvestigasi lebih lanjut lagi. Tingkat kelelahan yang sudah melalui batas aman (warna hijau) dapat juga mengurangi sleep opportunity yang dimiliki oleh responden. Karena itulah pengukuran kelelahan dilanjutkan ke pengukuran kelelahan pribadi (Individual Fatigue Likelihood Score) untuk mengetahui apakah dengan jadwal kerja yang sekarang ini, responden memiliki waktu tidur yang cukup. Pengukuran untuk tingkat kedua ini menggunakan data dari waktu tidur dan kerja selama 48 jam terakhir untuk memperoleh data apakah dengan jadwal yang ada sekarang ini responden tetap dapat memiliki waktu tidur yang cukup. Tabel 3 Individual Fatigue Likelihood Score 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Responden
1
2
3
4
Total (start)
8
0
0
1,5
6
3
0
0
0
0
2
0
Total (end)
8,5
0
0
1,5
11,17
5,5
0
0
0
0
6,5
1,5
14
15
16
17
0
0
1
0
0
0
0
2
0
0
Berdasarkan data perhitungan pada tabel diatas, 11 responden mendapatkan nilai 0 untuk total pada awal kerja, yang berarti bahwa tidak ada aksi yang perlu dilakukan, karena berdasarkan penilaian metode ini responden tidak memiliki kelelahan yang diakibatkan oleh waktu tidur yang tidak cukup. Sehingga responden dapat melakukan pekerjaan seperti biasa tanpa perlu melakukan kontrol. Responden 4, 6, 11, dan 15 memiliki tingkat risiko yang minor sehingga diharuskan melakukan self-monitoring dan melakukan counter-measures untuk mengurangi tingkat kelelahan secara pribadi. Responden 1 dan 5 membutuhkan pengawasan dari supervisor untuk mengurangi dampak dari kelelahan yang dialami, bisa dengan cara melakukan task reallocation ataupun dengan melakukan tidur siang. Pengujian korelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara skor akhir tingkat risiko berdasarkan postur tubuh (RULA), skor akhir tingkat kelelahan berdasarkan jadwal kerja (FLS), skor akhir tingkat kelelahan pribadi (IFLS) dengan banyaknya keluhan yang dialami responden (NMQ) seperti yang telah dibuat dalam kerangka pikir penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Kendal Tau, korelasi antara RULA dan keluhan sebesar 0,109 (p-value = 0,610), korelasi antara FLS dan keluhan sebesar 0,335 (p-value = 0,078), dan korelasi antara IFLS dan keluhan adalah sebesar 0,104 (p-value = 0,606). H0-1 dan H0-3 diterima karena nilai p-value (0,610 dan 0,606) lebih besar dari α (0,1) sehingga kesimpulannya adalah RULA dan IFLS tidak mempengaruhi jumlah keluhan. H0-2 ditolak karena nilai p-value (0,078) lebih kecil dari α (0,1) sehingga kesimpulannya adalah terdapat hubungan antara FLS dan jumlah keluhan. FLS memiliki hubungan dengan jumlah keluhan dengan nilai korelasi yang positif sebesar 0,335, berarti FLS (jadwal kerja) secara signifikan mempengaruhi jumlah keluhan pada tingkat moderat hingga kuat (Vaus, 2002). Hal ini tentunya diakibatkan karena semakin tinggi skor akhir FLS, dapat mengurangi sleep opportunity yang dimiliki responden sehingga dapat menyebabkan responden mengalami kekurangan waktu tidur yang selanjutnya dapat menimbulkan rasa kantuk saat bekerja. Rasa kantuk inilah yang dapat menyebabkan rasa sakit dan juga meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap rasa sakit (Lautenbacher, Kundermann, & Krieg, 2006). Pada penelitian ini, nilai RULA tidak memiliki hubungan dengan jumlah keluhan bisa disebabkan karena posisi kerja setiap responden dan beban kerja yang sama. Selain itu, responden berada pada rentang umur dimana tingkat risiko untuk mengalami keluhan di bagian musculoskeletal relatif sama (Zwart, Broersen, W., Frings-Dresen, & Dijk, 1997). Sama seperti RULA, IFLS juga tidak memiliki hubungan dengan jumlah keluhan yang dialami responden. IFLS sendiri merupakan skor yang diperoleh berdasarkan waktu tidur dan bangun responden. Tidak adanya hubungan antara IFLS dan jumlah keluhan bisa disebabkan responden dapat mengatur waktu tidur dan bangun secara individu, jadi tingkat kelelahan dari IFLS dapat dengan mudah dikurangi bahkan dihilangkan
hanya dengan pengaturan jam tidur yang tepat oleh responden, sangat berbeda dengan FLS yang diakibatkan oleh jadwal kerja yang diberikan oleh perusahaan terhadap karyawan sehingga tidak bisa diubah-ubah. Selain itu, jam kerja di SRSC dimulai jam 8 pagi hingga jam 8 malam, jadi sekalipun ada pekerja yang pulang jam 8 malam dan keesokan harinya masuk jam 8 pagi, ia masih bisa memiliki waktu tidur yang cukup. Korelasi antara FLS dan IFLS bernilai -0,047 dengan nilai p-value 0,815, maka dapat disimpulkan bahwa IFLS tidak memiliki hubungan dengan FLS. FLS memang menentukan sleep opportunity bagi seorang karyawan, namun kapan waktu untuk tidur dan bangun dari tidur ditentukan oleh karyawan itu sendiri. Pengaturan waktu tidur sangatlah penting, bahkan jika suatu pekerjaan memiliki skor akhir FLS yang rendah belum tentu karyawan itu memiliki nilai IFLS yang rendah juga. IFLS dapat diatur dan dikendalikan oleh karyawan itu sendiri.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa, berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini. Posisi bekerja karyawan SRSC berdasarkan RULA perlu diinvestigasi lebih lanjut karena ada kemungkinan dibutuhkan perubahan untuk mencegah atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan oleh posisi bekerja saat ini. Kemudian berdasarkan metode FLS tingkat kelelahan para karyawan SRSC berada pada warna kuning, yang artinya tingkat kelelahannya berada diluar batas aman (warna hijau). Oleh karena itu jadwal kerja karyawan perlu diinvestigasi lebih lanjut lagi. Posisi bekerja karyawan (berdasarkan metode RULA) dan tingkat kelelahan individu (berdasarkan metode IFLS) dengan jumlah keluhan rasa sakit dan ketidaknyamanan karyawan (berdasarkan kuesioner NMQ) tidak berkorelasi secara signifikan, sedangkan jadwal kerja karyawan (berdasarkan metode FLS) berkolerasi secara signifikan dengan jumlah keluhan rasa sakit dan ketidaknyamanan karyawan SRSC. Serta karyawan SRSC perlu diberi pengetahuan mengenai postur tubuh yang baik pada saat bekerja menggunakan komputer sehingga mengurangi risiko cedera musculoskeletal. Berikut saran yang dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya risiko. Sebaiknya diadakan perubahan pada posisi layar montor. Posisi monitor karyawan diletakkan di atas meja kerja agar karyawan tidak perlu menunduk untuk melihat ke layar monitor. Kemudian, untuk penggunaan keyboard sebaiknya disediakan wrist rest. Sebaiknya kursi yang dipergunakan diganti dengan kursi yang memiliki arm rest yang sesuai dengan standar OSHA. Sebaiknya dilakukan pengaturan kembali jadwal kerja agar karyawan dapat memperoleh waktu istirahat yang cukup dan tingkat kelelahannya lebih rendah dengan ketentuan seperti yang ada pada tabel 4. Tabel 4 Ketentuan dalam Pembuatan Jadwal Kerja Keterangan Batasan Total waktu kerja dalam 7 hari
kurang dari 44 jam
Waktu kerja maksimum dalam 1 shift
kurang dari 10 jam
Jarak waktu untuk memulai shift berikutnya
lebih dari 13 jam
Jumlah jam kerja malam dalam 7 hari
kurang dari 8 jam
Jumlah hari libur
paling sedikit 1 hari untuk tiap 7 hari
REFERENSI Asundi, K., Odell, D., Luce, A., & Dennerlein, J. T. (2012). Changes in posture through the use of simple inclines with notebook. Applied Ergonomics, 43, 400-407. BINUS University. (2013). BINUS University | History. Retrieved 7 6, 2013, from BINUS University: http://binus.ac.id/history/ BINUS University. (2013). BINUS University | Vision & Mission. Retrieved 7 6, 2013, from BINUS University: http://binus.ac.id/vision-mission/ Calvin Dytham. (2010). Choosing and Using Statistics: A Biologist's Guide, 3rd Edition. Wiley-Blackwell.
Dickinson, C., Campion, K., Foster, A., Newman, S., O'Rourke, A., & Thomas, P. (1992). Questionnaire Development: an Examination of the Nordic Musculoskeletal Questionnaire. Applied Ergonomics. Korhan, O., & Mackieh, A. (2010). A model for occupational injury risk assessment of musculoskeletal discomfort. Safety Science, 48, 868–877. Lautenbacher, S., Kundermann, B., & Krieg, J.-C. (2006). Sleep deprivation and pain perception. Sleep Medicine Reviews, 357-369. McAtamney, L., & Corlett, E. N. (1993). RULA: a survey method for the investigation of work-related upper limb disorder. 10. Ming, Z., & Zaproudina, N. (2003). Computer use related upper limb musculoskeletal (ComRULM). Pathophysiology, 9(3), 155-161. Nurmianto, E. (2008). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya (Edisi kedua cetakan kedua ed.). Guna Widya. Occupational Safety and Health Administration. (1997). Working Safely with Video Display Terminals. Retrieved June 26, 2013, from United States Department of Labor: https://www.osha.gov/Publications/videoDisplay/videoDisplay.html Transport Canada. (2011, 5 18). Chapter 5 Level 1 Controls Providing Sufficient Sleep Opportunity. Retrieved 6 20, 2013, from Transport Canada: http://www.tc.gc.ca/eng/civilaviation/publications/page6112.htm Transport Canada. (2011, 5 19). Chapter 6 Level 2 Controls Assessng Actual Sleep. Retrieved 6 20, 2013, from Transport Canada: http://www.tc.gc.ca/eng/civilaviation/publications/page-6113.htm Transport Canada. (2012, 1 17). Chapitre 3 - Fatigue Risk Management System. Retrieved from Transport Canada: http://www.tc.gc.ca/eng/civilaviation/publications/tp14576-3-fatigue-6098.htm Vaus, D. d. (2002). Surveys in Social Research. Australia: Allen & Unwin. Wignjosoebroto, S. (2003). Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya. Zwart, B. C., Broersen, J. P., W., M. H., Frings-Dresen, & Dijk, F. J. (1997). Musculoskeletal complaints in the Netherlands in relation to age, gender and physically demanding work. 352-360.
RIWAYAT PENULIS Makalah ini dibuat oleh tiga penulis. Penulis pertama adalah Andi Jorinatan, lahir di kota Ambon pada tanggal 11 Juni 1991, yang merupakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara jurusan Teknik Industri angkatan 2009. Penulis kedua, Henrico Perkasa, lahir di kota Jakarta pada tanggal 7 juli 1991, merupakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara jurusan Teknik Industri angkatan 2009. Terakhir, penulis ketiga adalah Richard Senjaya, lahir di kota Jakarta pada tanggal 16 Desember 1990. Penulis merupakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara jurusan Teknik Industri angkatan 2009. Penulis dibimbing oleh Rida Zuraida, Lulus dari Teknik dan Manajemen Industri Universitas Pasundan tahun 2000, dan menyelesaikan Master dari Teknik dan Manajemen Industri Institut Teknologi Bandung, 2004, dan telah menjadi pengajar di Universitas Bina Nusantara sejak tahun 2009.