Penguatan Civil Society di Era Otonomi Daerah Teguh Kurniawan, S.Sos, M.Sc Lektor pada Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI Email:
[email protected] http://teguh-kurniawan.web.ugm.ac.id
Kenapa Civil Society Harus Diperkuat?
Pergeseran Paradigma Administrasi Publik z z z
Administrasi Publik Tradisional New Public Management (NPM) Citizen-centered governance / new public service (NPS) / governance
Masyarakat merupakan aktor/pemain penting dalam governance
Denhardt & Denhardt, 2000, 554
Paradigma New Governance Classical Public Administration z Program/agency z Hierarchy z Public vs. Private z Command and Control z Management skills
New Governance z z z z z
Salamon, 2002, 9
Tool Network Public + Private Negotiation and persuasion Enablement skills
Government vs Governance Government Very limited number of participants Mainly state agencies
Dimension Actors
Governance High number of participants Public and private actors
Few consultation No co-operation in policy formation/implementation Policy Issues broad
Function
More consultation Possible co-operation in policy formation/implementation Narrow policy issues
Closed boundaries Territorially defined boundaries Involuntary membership
Structure
Extremely open boundaries Functionally defined boundaries Voluntary membership
Hierarchic authority, interlocking leadership Adversial interactions/conflictual relations Informal contacts Secrecy
Conventions of Interaction
Horizontal consultation, intermobility Consensus on technocratic norms/co-operative relations Externally informal contacts Openness
High autonomy of state re society (steered organizing)/state dominant No capture of state by societal interests No balance or symbiosis between actors
Distribution of Power
Low autonomy of state re society (selforganizing)/diffuse domination of state Diffuse capture of state by societal interests Balance or symbiosis between actors
Schwab & Kubler, 2001, 9
Good Governance dalam Konteks Desentralisasi Æ Otonomi Daerah z
z
Desentralisasi akan menjadi struktur direktif (pengarah) dalam penciptaan local good governance yaitu Pemerintahan Daerah yang berbasis pada transparansi, akuntabilitas, participatory democracy dan rule of law (Prasojo, 2003) Implementasi elemen-elemen dari good governance tersebut dapat dilakukan dengan efektif jika unit-unit Desentralisasi menjadi motor dan katalisator pembangunan dan perubahan di Daerah Æ desentralisasi politik dan dukungan Administrasi Publik lokal menjadi salah satu instrumen penting dalam pengimplementasian good governance
Prasyarat menuju Good Governance Desentralisasi politik dapat dipahami sebagai instrumen demokrasi lokal dan partisipasi masyarakat dan tidak hanya sekedar sebagai instrumen maksimalisasi efisiensi pelayanan publik z Tidak bisa dilepaskan dari usaha mereformasi birokrasi z
Apa Itu Civil Society?
Menurut Thoha (2004) z
z
Masyarakat sipil identik dengan masyarakat madani dan dapat diartikan sebagai suatu lembaga yang ingin mendudukkan supremasi sipil dalam tata kenegaraan. Dalam pengertian ini, masyarakat sipil merupakan suatu masyarakat yang citranya dapat digambarkan sebagai praktik demokrasi yang nyata, dimana rakyat benar-benar hidup dalam masyarakat demokratis dalam suasana dan iklim yang demokratis dan taat hukum
Menurut O’Connell (1999) z
z
z
Istilah masyarakat sipil lebih luas daripada hanya sekedar sektor independen atau sukarela maupun beradab (civility) Istilah masyarakat sipil merepresentasikan keseimbangan antara hak yang diberikan kepada seorang individu dalam masyarakat yang bebas dengan kewajibannya sebagai warga masyarakat untuk menjaga hak-hak tersebut. Masyarakat sipil terdiri atas sejumlah komponen, yakni: individu; komunitas; pemerintah; kelompok bisnis; dan organisasi sukarela
Bagaimana Memperkuat Civil Society di Era Otonomi Daerah?
Apa yang harus dilakukan? z
z
Upaya-upaya yang terencana dan sistematis dalam mempersiapkan masyarakat sipil yang mampu mendorong terwujudnya good governance di Indonesia Reformasi aturan-aturan yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang harus disertai dengan operasionalisasi-nya serta penerapan sanksi tegas bagi Pemerintahan Daerah atau pihakpihak lainnya yang melanggar.
Memberdayakan Civil Society z
z
z
Untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara memadai, masyarakat harus diyakinkan akan kebutuhan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang (O’Connel, 1999) Æ Dalam konteks ini yang harus dilakukan adalah membangunkan kesadaran masyarakat mengenai halhal yang dapat dilakukannya untuk kebaikan bersama. Dalam bahasa yang lain, diperlukannya peletakan masyarakat madani pada posisi baik secara konsepsual maupun operasional bisa berperan untuk memberdayakan masyarakat (Thoha, 2004). Diperlukannya rasa saling percaya antara administrator publik dengan warga masyarakat guna meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Administrasi Publik (Yang, 2005).
Dimensi Kepercayaan Kepercayaan warga masyarakat kepada sesama warga masyarakat; z Kepercayaan masyarakat terhadap elit; z Kepercayaan elit politik terhadap sesama elit; serta z Kepercayaan elit politik terhadap warga masyarakat (Offe, 1999 dalam Yang, 2005) z
Hal Lainnya z
z
Diperlukannya visi bersama dan sejumlah atribut lainnya guna terwujudnya kemitraan yang efektif antara pemerintah dan masyarakat (Mitchell, 2005). Atribut tersebut adalah: z kompatibilitas antar peserta berdasarkan kepercayaan dan penghargaan yang saling menguntungkan; z keuntungan bagi semua mitra; z kesetaraan kekuatan dengan mitra; z saluran komunikasi; z kemampuan beradaptasi; serta z keberadaan integritas, kesabaran dan kemauan untuk menyelesaikan permasalahan.
CLEAR approach
Stoker, 2004, 14
UU 32/2004 z
z
Memberikan peluang yang lebih besar dalam upaya mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia. Lebih banyak isi pada konsideran, pasal dan penjelasan yang ada yang dapat mengakomodir bagi penerapan prinsip-prinsip good governance Namun demikian, pengaturan tersebut dalam banyak hal masih belum beranjak dari apa yang disebut oleh Thoha (2004) sebagai Sarwa Negara. Artinya etos yang digunakan dalam banyak hal masih berpijak kepada etos dari administrative state sebagaimana diungkapkan Kirlin (1996) yang menempatkan administrator publik sebagai pusat pembuatan dan pelaksanakan kebijakan dalam operasi birokrasi pemerintah, serta memberikan administrator peran pengawasan yang tidak demokratis (Kathi dan Cooper, 2005).
Administrative State z z z z z z z
Masyarakat sebagai pemilih, konstituen atau klien Masyarakat sebagai kepentingan pribadi Masyarakat tidak dapat menentukan kepentingan publik Partisipasi masyarakat mengganggu jalannya administrasi Kepentingan masyarakat direfleksikan melalui pemilu, perwakilan politik dan hukum Akuntabilitas administrator kepada politisi Legitimasi administrasi melalui konsultasi
Contoh z z
z
Hubungan antara eksekutif dan legislatif di daerah masih diwarnai oleh dominannya eksekutif dalam penyusunan APBD Hubungan antara Pemerintah Daerah dan masyarakat dicerminkan oleh dominasi pemerintah dalam proses perencanaan pembangunan dan penganggaran. Masyarakat hanya dilibatkan pada tahapan paling awal dari proses perencanaan program, dan selalu sulit untuk memantau status aspirasi mereka di tingkat berikutnya, termasuk ketika telah menjadi dokumen anggaran Dalam hubungannya dengan akses warganegara untuk memperoleh informasi, masih sedikit Perda yang mengatur tentang jaminan hukum bagi masyarakat untuk memperoleh akses informasi terhadap dokumen-dokumen atau data-data penyelenggaraan pemerintahan
Contoh z
z
z
z
Proses penyelenggaraan pemerintahan masih dipandang sebagai eksklusif domain pemerintah dan DPRD yang harus dirahasiakan atau ditutupi keberadaannya dari akses publik Kalangan eksekutif di daerah-daerah masih mengasumsikan bahwa DPRD adalah satu-satunya representasi rakyat untuk semua hal Gagasan bahwa pemerintah daerah akuntabel kepada warga (konstituen)-nya tidak dikenal dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Pemerintah Daerah hanya akuntabel terhadap pemerintah yang berada di atasnya serta kepada DPRD Tidak ada Pemerintah Daerah yang menerapkan prinsip untuk melakukan konsultasi serta meminta persetujuan sebelumnya dari kelompok-kelompok masyarakat, yang secara langsung akan terkena dampak dari proyek-proyek pembangunan
Referensi z z
z
z z z z z
z z z
Denhardt, Robert B and Janet Vinzant Denhardt, 2000, “The New Public Service: Serving Rather than Steering”, Public Administration Review, Vol. 60, No. 6 Kathi, Pradeep Chandra and Terry L. Cooper, 2005, “Democratizing the Administrative State: Connecting Neighborhood Councils and City Agencies”, Public Administration Review, Vol. 65, No. 5 Kurniawan, Teguh, 2007, “Mewujudkan Good Governance di Era Otonomi Daerah: Perspektif UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004”, Makalah, dipresentasikan dalam 1st Accounting Seminar Conference Departemen Ilmu Akuntansi FE UI, Depok, 7-9 November 2007 Mitchell, Bruce, 2005, “Participatory Partnerships: Engaging and Empowering to Enhance Environmental Management and Quality of Life?”, Social Indicators Research, Vol. 71 O’Connell, Brian, 1999, Civil Society: The Underpinnings of American Democracy, London: Tuffs University Prasojo, Eko, 2003, “Agenda Politik dan Pemerintahan di Indonesia: Desentralisasi Politik, Reformasi Birokrasi dan Good Governance”, Bisnis & Birokrasi, Vol. XI, No.1, Januari Salamon, Lester M (ed), 2002, The Tools of Government: A Guide to the New Governance, Oxford: Oxford University Press Schwab, B and D Kubler, 2001, “Metropolitan Governance and the ‘democratic deficit’: Theoretical Issues and Empirical Findings”, Paper in Conference Area-based initiatives in contemporary urban policy, Copenhagen, May 2001 Stoker, Gerry, 2004, “New Localism, Participation and Networked Community Governance” Thoha, Miftah, 2004, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada Yang, Kaifeng, 2005, “Public Administrators’ Trust in Citizens: A Missing Link in Citizen Involvement Efforts”, Public Administration Review, Vol. 65, No. 3