Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
PENGOLAHAN SARI KEDELAI SEBAGAI DUKUNGAN AKSELERASI PENINGKATAN GIZI MASYARAKAT Aniswatul Khamidah dan Nurul Istiqomah 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km 4 Malang Email :
[email protected] No tlp :081 2522 6815
ABSTRACT Malang city communities that have been producing a lot of soya as addition to having a high profit moreover contains nutrients the body needs. However, in reality many soya producers who use very high dilution with the reasons for wanting to gain a lot of profit so that resulting in a very high dilute. This study aims to determine the nutritional value and consumer acceptability of soy in terms of various soybean varieties and levels of dilution. The study was conducted at the Laboratory of PostHarvest Institute for Agricultural Technology East Java in May 2012. This study used a randomized block design with two factors, the first factor is the soybean varieties there are Kaba, Argomulyo and Wilis while the second factor is the degree of dilution of soybean: water (1:10: 1:13 and 1:16). The nine treatments tested organoleptic test was then performed (the "hedonic test) to determine the level of acceptance of the panelists based on parameters of color, flavor, aroma, consistency and general acceptability. To find out the nutritional value of soya fibers analyzed, color (L, a and b), TPT, viscosity and protein. Differences in varieties and levels of dilution to give a marked influence on the color of soymilk especially notation a and b, the lower of the level dilution result the yellow color of concentrated soymilk. While based on fiber content, brightness, total dissolved solids, viscosity and protein levels of different varieties and levels of dilution does not provide a real impact. Based on the panelists general acceptance, panelists liked soya varieties Kaba at 1:10 dilution with the favorite color of 3.52 (meaning love), a sense of 3.26 (meaning love), the smell of 3.29 (meaning love), viscosity 3.26 (meaning love) and the general level of 3.45 preferences panel (like). Keywords: soymilk, protein, organoleptic tests PENDAHULUAN Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan karena mengandung protein yang tinggi (35-38%). Selain itu kandungan lemak pada kedelai juga cukup tinggi (+ 20%). Dari jumlah ini sekitar 85% merupakan asam lemak esensial (linoleat dan linolenat). Disamping memiliki protein tinggi, kedelai mengandung serat atau dietary fiber, vitamin dan mineral (Afandi, 2001 dalam Widaningrum dkk. 2005). Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai susu skim (Tabel 1). Tabel 1. Perbandingan Kadar Protein Antara Kedelai Dengan Bahan Makanan Lain Bahan makanan Susu skim kering
Protein (% berat) 36,00
Kedelai
35,00
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kacang hijau Daging Ikan segar Telur ayam Jagung Beras Tepung singkong
22,00 19,00 17,00 13,00 9,20 6,80 1,10
Sumber : LIPI (2000 dalam Gunawan dkk., 2008) Dewasa ini kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber protein, tetapi juga sebagai pangan fungsional yang dapat mencegah timbulnya penyakit degeneratif seperti penuaan dini, jantung koroner dan hipertensi. Senyawa isoflavon yang terdapat pada kedelai ternyata berfungsi sebagai antioksidan (Ginting dkk, 2009). Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap manfaat kesehatan yang diperoleh dari kedelai juga merupakan faktor pendorong peningkatan konsumsi produk olah berbasis kedelai. Sekitar 80% kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri tahu, tempe, kecap, susu kedelai, makanan ringan dan sebagainya (Haliza dkk. 2007) Susu kedelai adalah produk minuman seperti susu sapi, tetapi dibuat dari kedelai. Susu kedelai merupakan minuman nabati bergizi tinggi. Susunan asam amino dari protein susu kedelai mirip dengan susu sapi. Pada individu yang mengalami lactose intolerance (alergi terhadap laktosa) atau bagi mereka yang tidak menyukai susu sapi dan golongan vegetarian, maka susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi. Susu kedelai berasal dari Cina, kemudian berkembang di Jepang dan setelah perang Dunia II berkembang di negara Asean (Widowati, 2007). Susu kedelai juga dikenal sebagai minuman kesehatan karena tidak megandung kolesterol, tetapi mengandung phitokimia, yaitu senyawa dalam bahan makanan yang mempunyai khasiat menyehatkan. Susu kedelai juga baik dikonsumsi oleh mereka yang alergi susu sapi, yaitu orang-orang yang kekurangan enzim lactase dalam saluran pencernaannya sehingga tidak mampu mencerna laktosa yang terdapat dalam susu sapi. Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12) dan air. Kandungan protein dalama susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai, jumlah air yang ditambahkan, jangka waktu dan kondisi penyimpanan serta perlakuan panas. Semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk mengencerkan susu, maka akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh (Cahyadi, 2007; Koswara, 1998 dan Gunawan dkk. 2008 dalam Gunawan dkk, 2008). Namun pada kenyataannya tingkat konsumsi susu kedelai di Indonesia masih rendah, terutama bila dibandingkan dengan Cina, Filipina atau Thailand. Salah satu penyebab kurang berkembangnya konsumsi susu kedelai adalah karena adanya cita rasa langu (beany flavor) yang kurang disukai. Cita rasa langu tersebut timbul akibat aktivitas enzim lipoksigenase yang secara alami terdapat pada biji kedelai. Enzim ini aktif saat biji kedelai pecah pada proses pengupasan kulit dan penggilingan karena kontak dengan udara (oksigen) (Ginting dkk., 2009). Masyarakat kota Malang banyak yang memproduksi sari kedelai sebagai salah satu mata pencaharian mereka. Kenyataan yang ada banyak pengusaha pada saat 2
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
menggiling kedelai terdapat variasi dalam penggunaan air sebagai pengekstrak kacang kedelai. Ada yang menggunakan air panas dengan berbagai macam pengenceran. Penggunaan air panas pada suhu 80-1000 C dapat menginaktifkan enzim lipoksigenase dalam kedelai yang menyebabkan bau langu (Maryam S, 2007). Bahkan ada pengusaha sari kedelai yang menggunakan pengenceran yang sangat tinggi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang banyak. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi dan tingkat penerimaan konsumen terhadap sari kedelai ditinjau dari bermacam-macam varietas kedelai dan tingkat pengenceran. METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur pada bulan Mei 2012. Bahan yang digunakan adalah kedelai varietas Kaba, Argomulyo dan Wilis yang diperoleh dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (ulangan sebanyak tiga kali) dengan dua faktor, faktor pertama adalah varietas kedelai Kaba, Argomulyo dan Wilis sedangkan faktor kedua adalah tingkat pengenceran kedelai : air (1:10; 1:13 dan 1:16). Kesembilan perlakuan yang diujikan kemudian dilakukan uji organoleptik. Untuk mengetahui nilai gizi sari kedelai dilakukan analisa serat (AOAC 1990), warna (L, a dan b) (menggunakan color rider), TPT (Hand Refractometer), viskositas (viscometer) dan protein (metode semi mikro Kjeldahl, AOAC 1990). Uji organoleptik menggunakan 31 orang panelis dengan uji hedonik untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis berdasarkan parameter warna, rasa, aroma, kekentalan dan tingkat penerimaan secara umum Pembuatan susu kedelai mengikuti teknologi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur seperti pada Gambar 1.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kedelai
Pencucian
Perendaman semalam
Pencucian
Penirisan
Perebusan; kedelai : air (1 : 10) Air rebusan Penirisan
Kedelai yang sudah tiris
Penggilingan dengan blender (kedelai : air panas) = (1:10);(1:13); (1:16)
Pemerasan Ampas Gula
Pemanasan sampai mendidih
Sari kedelai
Gambar 1. Bagan Alir Pembuatan Sari Kedelai HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Sari Kedelai Perbedaan varietas dan tingkat pengenceran pada pembuatan sari kedelai tidak mempengaruhi terhadap kadar serat, namun demikian kadar serat paling tinggi terdapat pada sari kedelai dengan varietas Wilis sebesar 0,81% (Tabel 1). Pada tingkat pengenceran 1:10 kadar serat sari kedelai juga menunjukkan nilai yang paling tinggi sebesar 0,79%. Ditinjau dari interaksi antara varietas dan tingkat pengenceran, maka varietas Wilis dengan tingkat pengenceran 1:10 menunjukkan nilai kadar serat paling tinggi sebesar 0,97%. Seperti dalam Almatsier, 2003 bahwa ada dua macam golongan serat yaitu yang tidak dapat larut air dan yang dapat larut air. Serat yang tidak larut
4
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
dalam air adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat yang dapat larut dalam air adalah pectin, gum mucilage, glikan dan alga. Pengujian warna pada penelitian ini menggunakan sistem notasi warna Hunter yang dicirikan dengan tiga notasi warna L, a dan b (Agustin, dkk. 2003). Notasi warna L menyatakan kecerahan (light) yang mempunyai nilai berkisar antara 0-100 dari hitam ke putih. Notasi warna a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau. Notasi warna b menyatakan warna kekuningan atau kebiruan. Tingkat kecerahan dipengaruhi oleh bahan baku. Perbedaan varietas dan tingkat kecerahan tidak memberikan perbedaan yang nyata pada tingkat kecerahan sari kedelai. Namun demikian, nilai tingkat kecerahan paling besar terdapat pada varietas Kaba yaitu 62,95 sedangkan tingkat pengenceran 1:10 memberikan tingkat kecerahan sari kedelai paling tinggi yaitu 63,06. Interaksi antara varietas dan tingkat pengenceran juga memberikan pengaruh yang tidak nyat pada tingkat kecerahan (Tabel 1). Notasi warna a tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada perbedaan varietas dan tingkat pengenceran. Sedangkan interaksi keduanya memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 1). Varietas Kaba dengan pengenceran 1:10 memberikan perbedaan yang nyata dengan varietas Argomulyo dengan tingkat pengenceran 1:16. Sedangkan pada notasi b, perbedaan varietas dan tingkat pengenceran juga tidak memberikan perbedaan yang nyata, tetapi interaksi keduanya memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 1). Varietas Wilis dengan tingkat pengenceran 1:10 memberikan nilai b paling besar (4,98) dibandingkan dengan varietas Wilis dengan tingkat pengenceran 1:16 (1,50) yang artinya varietas Wilis dengan tingkat pengenceran 1:10 lebih berwarna kuning daripada dengan tingkat pengenceran 1:16. Sedangkan pada Total Padatan Terlarut, viscositas dan kadar protein, perbedaan varietas dan tingkat pengenceran juga tidak memberikan perbedaan yang nyata. Tabel 1. Komposisi kimia sari kedelai dari beberapa varietas dan tingkat pengenceran. Lab. Pasca Panen, BPTP Jawa Timur, Malang, 2012 Perlakuan
Kadar serat (%)
Kaba Argomulyo Wilis
0,75a 0,56a 0,81a
Kedelai : air panas (1 : 10) Kedelai : air panas (1 : 13) Kedelai : air panas (1 : 16)
0,79a 0,59a 0,74a
Varietas Kaba dengan tingkat pengenceran kedelai : air panas (1:10) Varietas Kaba dengan tingkat pengenceran kedelai : air panas (1:13) Varietas Kaba dengan tingkat pengenceran kedelai : air panas (1:16)
Nilai L
Nilai a
Nilai b
TPT (Brix)
Viscosi tas (cps)
Kadar Protein (%)
Varietas 62,95a 1,29a 60,40a 1,59a 58,94a 1,50a Tingkat pengenceran
3,64a 3,59a 3,46a
10,33a 9,83a 8,50a
4,88a 4,33a 4,60a
1,02a 1,06a 1,15a
1,27a 1,65a 1,47a
4,21a 3,59a 2,89a
11,17a 8,17a 9,03a
4,77a 4,58a 4,47a
1,18a 1,06a 0,99a
0,77a
63,06a 60,42a 58,82a Interaksi 63,13a
1,10b
4,10a
11a
4,5a
1,18a
0,58a
62,82a
1,43ab
3,32ab
10a
5,15a
0,90a
0,90a
62,90a
1,36ab
3,49a
10a
5,0a
0,99a
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Varietas Argomulyo dengan 0,63a 62,91a 1,34ab 3,54a 12a 5,0a tingkat pengenceran kedelai : air panas (1:10) Varietas Argomulyo dengan 0,66a 60,58a 1,58ab 3,56a 7a 4,0a tingkat pengenceran kedelai : air panas (1:13) Varietas Argomulyo dengan 0,40a 57,71a 1,85a 3,67a 10,5a 4,0a tingkat pengenceran kedelai : air panas (1:16) Varietas Wilis dengan tingkat 0,97a 63,13a 1,36ab 4,98a 10,5a 4,8a pengenceran kedelai : air panas (1:10) Varietas Wilis dengan tingkat 0,54a 57,85a 1,93a 3,89a 7,5a 4,6a pengenceran kedelai : air panas (1:13) Varietas Wilis dengan tingkat 0,91a 55,85a 1,2ab 1,50b 7,5a 4,4a pengenceran kedelai : air panas (1:16) Keterangan: Nilai rata-rata sekolom yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
1,10a
1,17a
0,90a
1,25a
1,12a
1,08a
Sensoris Sari Kedelai Perbedaan varietas dan tingkat pengenceran sari kedelai memberikan perbedaan yang nyata pada parameter warna. Tingkat pengenceran 1:10 pada varietas Kaba berbeda nyata dengan tingkat pengenceran 1:16. Nilai kesukaan panelis tertinggi terdapat pada varietas Kaba dengan tingkat pengenceran 1:10 sebesar 3,516 yang artinya suka (Gambar 2). Kaba 3,516
3,097 2,742
Argomulyo
Wilis 3,516 3,419
2,903 3,065 2,903 1,387
1:10
1:13
1:16
Tingkat pengenceran
Gambar 2. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Sari Kedelai Pada Berbagai Tingkat Pengenceran Pada parameter rasa (Gambar 3), perbedaan varietas dan tingkat pengenceran memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa sari kedelai terutama pada tingkat pengenceran paling tinggi memberikan penilaian terhadap rasa sari kedelai paling rendah (1,29 yang artinya sangat tidak suka).
6
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kaba 3,258 3,129 3,323
Argomulyo
2,806
Juni, 2012
Wilis
3,355 2,516
2,097
2,452
1,29
1:10
1:13
1:16
Tingkat pengenceran
Gambar 3. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Sari Kedelai Pada Berbagai Tingkat Pengenceran Perbedaan varietas dan tingkat pengenceran juga memberika perbedaan yang nyata terhadap aroma sari kedelai, terutama antara pengenceran 1:10 dengan 1:16. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma paling tinggi terdapat pada varietas Kaba dengan tingkat pengenceran 1;10 sebesar 3,29 (artinya suka) sedangkan tingkat kesukaan paling rendah terdapat pada varietas Kaba dengan tingkat pengenceran 1:16 yaitu 1,387 yang artinya sangat tidak suka (Gambar 4). Kaba 3,29 3,226 3,161
Argomulyo
2,839
Wilis
3,129
3,032 3,032 2,484 1,387
1:10
1:13
1:16
Tingkat pengenceran
Gambar 4. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Sari Kedelai Pada Berbagai Tingkat Pengenceran Pada kekentalan sari kedelai, perbedaan varietas dan tingkat pengenceran menunjukkan perbedaan yang nyata. Tingkat kekentalan paling tinggi terdapat pada pengenceran 1:10 dan tingkat kekentalan paling tinggi ini paling disukai oleh panelis dengan tingkat kesukaan sebesar 3,258 yang artinya suka. Semakin banyak air yang ditambahkan dalam pembuatan sari kedelai, sari kedelai semakin tidak kental (Gambar 5).
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kaba 3,258
2,935 2,677
Argomulyo
Wilis
2,452 2,742 2,484
2,355
2,742
1,065
1:10
1:13
1:16
Tingkat pengenceran
Gambar 5. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Kekentalan Sari Kedelai Pada Berbagai Tingkat Pengenceran Berdasarkan tingkat kesukaan secara umum, perbedaan varietas dan tingkat pengenceran memberikan perbedaan yang nyata. Tingkat kesukaan paling banyak terdapat pada sari kedelai dengan varietas Kaba pada tingkat pengenceran 1:10. Nilai kesukaan panelis sebesar 3,452 yang artinya suka (Gambar 6). Kaba 3,452
2,968 2,903
Argomulyo
2,645
Wilis
3,226 2,484
2,484
2,871
1,194
1:10
1:13
1:16
Tingkat pengenceran
Gambar 6. Tingkat Penerimaan Secara Umum Panelis Terhadap Sari Kedelai Pada Berbagai Tingkat Pengenceran KESIMPULAN Sari kedelai dengan tingkat pengenceran dan varietas yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna sari kedelai terutama notasi a dan b, semakin rendah tingkat pengenceran warna sari kedelai semakin kuning pekat. Sedangkan berdasarkan kadar serat, tingkat kecerahan, total padatan terlarut, viscositas dan kadar protein perbedaan varietas dan tingkat pengenceran tidak memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan penerimaan panelis secara umum panelis menyukai sari kedelai dengan varietas Kaba pada tingkat pengenceran 1:10 dengan nilai kesukaan warna sebesar 3,52 (artinya suka), rasa 3,26 (artinya suka), aroma 3,29 (artinya suka), kekentalan 3,26 (artinya suka) dan secara umum tingkat kesukaan panelis sebesar 3,45 (suka).
8
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
DAFTAR PUSTAKA Agustin, I., S. Simamora dan Z. Wulandari. 2003. Pembuatan Mie Kering dengan Fortifikasi Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging. Media Pertanian Vol. 26 No. 2. 05 Agustus 2003. Hal 52-59. Almatsier. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama. Jakarta Ginting, E.. SS. Antarlina dan S. Widowati. 2009. Varietas Unggul Kedelai untuk Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (3). Gunawan, Asnita dan Handoko. 2008. Pengolahan Susu Sari Kedelai Untuk Meningkatkan Nilai Tambah di Prima Tani Bojonegoro. Prosiding Seminar Pemberdayaan Petani Melalui Informasi dan Teknologi Pertanian. Kerjasama BPTP Jatim dengan Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur. 2008 Haliza, E.Y.Purwani dan R.Thahir. 2007. Pemanfaatan Kacang-Kacangan Lokal Sebagai Substitusi Bahan Baku Tempe dan Tahu. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 3. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor. Maryam, S. 2007. Penentuan Suhu Optimum Air Saat Menggiling Kedelai Untuk Menghasilkan Tahu Berkualitas. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora. 1(2), 156-167. Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2007. Widaningrum, S. Widowati dan Soekarto. 2005. Pengayaan Tepung Kedelai pada Pembuatan Mie Basah dengan Bahan Baku Tepung Terigu yang Disubstitusi Tepung Garut. Jurnal Pasca Panen. 2 (1) 2005 : 41-48. Widowati, S. 2007. Teknik Produksi dan Pengembangan (Teknologi Pengolahan Kedelai). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012