UNDIP PRESS
PENGARUH BERBAGAI CARA PENGOLAHAN SARI KEDELAI TERHADAP PENERIMAAN ORGANOLEPTIK Retno Endrasari dan Dwi Nugraheni
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Email:
[email protected] ABSTRACT Endrasari, R and Dwi, N. Effect Of Soymilk With Various Processing Methods For Organoleptic Acceptability. Soybeans can be processed into various food products either through fermentation such as soy sauce and tempeh, and without fermentation such as tofu, bean sprouts and soymilk. Soymilk processed by blending soybeans. Processing stages include cleaning, soaking, blending, filtering, heating. To obtain a good soymilk and unfit for human consumption, it takes some of the following requirements: free from unpleasant taste, freely antitrypsin and have a solid colloidal stability. The purpose of this study was to determine the effect of various processing methods to extract soybean organoleptic acceptability. This research method is the manufacture of soymilk with different treatment that peeling process soybean seed coat and unpeeling, then performed a comparative organoleptic soymilk commercial products. The data obtained were analyzed using ANOVA and when there is a real difference in the Duncan test performed at 5% confidence interval. The results showed that treatment of soybean seed peeling provide color, flavour, taste and viscosity of soymilk were different significantly compared with other treatments. Treatment of peeling soybean seeds produce color, flavour and consistency slightly favored (5.17 to 5.7) and the preferred flavor (6) by the panelists compared with unpeeling (4.5 to 5.23). While the control treatment (commercial product) provide preferred color (6) compared with other treatments (4.5 to 5.17). Based on a cost analysis that soymilk business could be profitable (R/C ratio > 1) Keywords: soymilk, peeling, organoleptic
PENDAHULUAN Kedelai (Glicyne max (L) Merril) merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Kedelai mengadung 35% protein sedangkan kadar protein pada varietas unggul dapat mencapai 40-43%. Bagian terbesar dari protein kedelai adalah globulin. Selain protein, kedelai juga mengandung lemak. Bagian terbesar dari lemak kedelai 85% asam lemak tak jenuh terutama asam linoleat dan asam oleat, sedangkan sisanya 15% berupa asam lemak jenuh terdiri dari asam palmitat. Kandungan utama lemak kedelai adalah trigliserida dan fosfolipida dan sisanya merupakan pigmen yang larut dalam lemak, tokoferol, sterol dan turunan trigliserida. Kandungan beberapa fosfolipida penting yaitu lesitin, sepalin dan lipositol
468
(Koswara, 1992). Komposisi asam lemak kedelai dapat dilihat pada (Tabel 1). Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Kedelai Jenis Asam Lemak Jumlah (%) Asam lemak tak jenuh 85 a. Asam linoleat 25-65 b. Asam oleat 11-60 c. Asam linolenat 1-12 d. Asam heksa dekanoat 1,5 Asam lemak jenuh 15 a. Asam palmitat 7-10 b. Asam stearat 2-5 c. Asam arakhidonat 0,2-1,0 d. Asam laurat 0-0,2 Sumber: Somaatmadja (1964)
Kedelai juga mengandung sekitar 35%. Dari kandungan
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
karbohidrat karbohidrat
UNDIP PRESS
tersebut, hanya 12-14% saja yang dapat digunakan tubuh secara biologis. Karbohidrat pada kedelai terdiri atas golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa dan rafinosa yang larut dalam air. Sedangkan polisakarida terdiri dari arabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut dalam air dan alkohol. Jenis dan jumlah karbohidrat dalam biji kedelai dapat dilihat pada (Tabel 2) di bawah ini. Tabel 2. Komposisi Karbohidrat Kedelai Komponen Jumlah (% dalam biji) Selulosa 4,0 Hemiselulosa 15,0 Stakiosa 3,8 Raffinosa 1,1 Sukrosa 5,0 Gula-gula lain Sedikit Sumber: Koswara (1992)
Kandungan vitamin kedelai cukup lengkap (Tabel 3). Kedelai mengandung vitamin seperti tiamin, riboflavin, niasin, piridoksin, asam pantotenat, biotin, asam askorbat dan inositol, disamping itu kedelai juga mengandung provitamin A (karoten). Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup banyak adalah vitamin E dan K. sedangkan vitamin A dan D terkandung dalam jumlah yang sangat sedikit. Kedelai juga banyak mengandung kalsium dan fosfor sedangkan zat besi terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang dari 9%) (Koswara, 1992). Tabel 3. Kandungan Vitamin Kedelai Vitamin Jumlah (µg/g) Vitamin B1 (thiamin) 11,0 – 17,5 Vitamin B2 (riboflavin) 3,4 – 3,6 Niasin 21,4 – 23,0 Piridoksin 7,1 – 12,0 Biotin 0,8 Asam panthotenat 13,0 – 21,5 Asam folat 1,9 Inositol 2300 Kholin 3400 Karotenoid (sebagai pro Vit A) 0,18 – 2,43 Vitamin E 1,4 Vitamin K 1,9 Sumber: Koswara (1992)
Oleh karena, kedelai mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin dan
mineral sehingga diharapkan mampu memperbaiki gizi masyarakat yaitu melalui konsumsi kedelai segar maupun konsumsi olahan yang berasal dari kedelai seperti sari kedelai, tepung kedelai, tahu, tempe, kecap, tauco dan hasil olahan lainnya (Amang dkk., 1996). Sari kedelai merupakan salah satu produk diversifikasi dari kedelai yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi protein. Pola konsumsi protein cenderung difokuskan pada konsumsi protein nabati, karena sumber protein tersebut relatif mudah diperoleh dan harganya relatif murah serta bergizi tinggi (Koswara, 1992). Kelebihan lain sari kedelai adalah tidak mengandung laktosa sehingga susu ini cocok dikonsumsi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak mempunyai enzim lactase dalam tubuhnya (Cahyadi, 2007). Sari kedelai adalah produk seperti susu sapi, tetapi dibuat dari ekstrak fraksi terlarut dari kedelai. Sari kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk memperoleh filtrate, yang kemudian dididihkan dan diberi bumbu untuk meningkatkan rasanya (Koswara, 1992; Winarno, 1993). Kandungan sari kedelai bila dilihat dari segi gizinya mempunyai kadar protein yang lebih tinggi daripada susu sapi maupun ASI (Air susu ibu), yaitu 4,4 g/100 g untuk sari kedelai 2,9 g/100g untuk susu sapi dan 1,4 g/100g untuk ASI (Koswara, 2006). Perbandingan antara sari kedelai, susu sapi dan ASI dapat dilihat pada (Tabel 4). Selain mengandung protein yang tinggi, kedelai juga mengandung zat-zat anti nutrisi. Tripsin inhibitor merupakan zat anti nutrisi yang terdapat pada kedelai, zat anti nutrisi lainnya adalah asam fitat, hemaglutanin, saponin dan komponen fenolik. Pomeranz (1976) menjelaskan pengaruh inhibitor tripsin terhadap manusia belum diketahui, sehingga dianjurkan produk-produk protein dari kedelai sebaiknya dimasak dengan sempurna. Masalah utama dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off flavor (menimbulkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki). Kehadiran kedua kelompok senyawa tersebut dalam produk olahan kedelai menyebabkan mutu menjadi rendah. Nelson et al. (1976) dalam Shurttleff dan
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
469
UNDIP PRESS
Tabel 4. Komposisi Susu Kedelai, Susu Sapi Dan ASI Per 100 Gram
Komposisi Air (%) Kalori (kkal) Protein (%) Karbohidrat (%) Lemak (%) Vit. B1 (%) Vit. B2 (%) Vit. A (%) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Natrium (mg) Besi (mg) Asam lemak jenuh (%) Asam lemak tak jenuh (%) Kolesterol (mg) Abu (g)
Susu kedelai 88,60 52,99 4,40 3,80 2,50 0,04 0,02 0,02 15 49 2 1,20 40-48 52-60 0 0,5
Susu sapi 88,60 58,00 2,90 4,50 0,30 0,04 0,15 0,20 100 90 16 0,10 60-70 30-40 9,24-9,9 0,7
ASI 88,60 62 1,40 7,20 3,10 0,02 0,03 0,20 35 25 15 0,20 55,30 44,70 9,3-18,6 0,2
Sumber: Koswara (2006)
Aoyagi, (1984) menemukan bahwa penyebab timbulnya off flavor adalah enzim lipoksigenase yang menghidrolisis atau menguraikan lemak kedelai menghasilkan senyawa penyebab bau langu. Koswara (1992) menyatakan bahwa aktivitas enzim lipoksigenase mudah rusak oleh panas. Untuk menghilangkan bau langu dapat dilakukan dengan cara menggunakan air panas (80-100oC) pada saat penggilingan kedelai. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan (1992) menjelaskan bahwa tahap pengolahan sari kedelai meliputi pembersihan, perendaman, penghancuran, penyaringan, pemanasan serta penambahan rasa dan aroma. Perendaman bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang rasanya tidak enak atau menimbulkan bau langu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh cara pengolahan sari kedelai yang efisien, dapat diterima oleh panelis (konsumen) dan produk bermutu baik, sehingga memperluas pemasaran dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani.
gula pasir, pandan sebagai penambah aroma dan rasa. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, panci, kompor, blender, kain saring. Metode pembuatan sari kedelai dapat dilihat pada (Gambar 1) sebagai berikut: kedelai dibersihkan dari kotoran, biji rusak dan benda asing lainnya lalu dicuci bersih, direndam selama 7 jam. Perendaman menggunakan air bersih dengan perbandingan kedelai:air (1:3). Hasil perendaman kemudian digunakan untuk perlakuan: pengupasan biji kedelai (perlakuan A) dan tidak dikupas (perlakuan B). Selanjutnya digiling menggunakan air mendidih, dengan perbandingan kedelai:air (1:10) dan disaring dengan kain saring. Filtrat yang diperoleh lalu ditambah gula 6%, garam 0,005% dan pandan kemudian direbus hingga mendidih. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik dengan pembanding produk sari kedelai komersil. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan anova dan bila ada perbedaan nyata maka dilakukan uji Duncan pada selang kepercayaan 5%.
METODE Penelitian pembuatan sari kedelai dilaksanakan di laboratorium pascapanen BPTP Jawa Tengah Ungaran pada bulan Juli 2012. Bahan yang digunakan adalah kedelai lokal, air,
470
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
Warna
Gambar 1. Proses Pembuatan Sari Kedelai HASIL DAN PEMBAHASAN Pada uji kesukaan ini, panelis memberikan tanggapan tentang kesukaan atau ketidaksukaan, serta seberapa jauh tingkat kesukaan ataupun ketidaksukaan terhadap atribut mutu susu kedelai, sebagaimana terlihat pada (Tabel 5). Tabel 5. Hasil Rata-rata Uji Penilaian Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Berbagai Pengolahan Sari Kedelai Perlakuan Warna Aroma Rasa Kekentalan Pengupasan 5.17a 5.7a 6a 5.43a biji kedelai Tanpa 4.5b 4.73bc 5.23b 5.2b pengupasan biji kedelai Produk 6c 5.33c 4.15c 4.6bc komersil Ket: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan secara nyata pada taraf kepercayaan 5% dan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 5%, uji DMRT. Uji kesukaan menggunakan 7 skala, dari 1-7 (1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak tidak suka, 4: netral, 5: agak suka, 6: suka, 7: sangat suka).
Winarno (1997) menjelaskan bahwa warna sering dijadikan bahan pertimbangan lebih dahulu, dan kadang-kadang sangat menentukan dalam penentuan mutu suatu bahan bangan sebelum faktor lain (seperti rasa dan sebagainya). Warna dari suatu bahan makanan atau minuman dapat disebabkan oleh adanya pigmen yang terjadi secara alami terdapat dalam tanaman dan hewan, reaksi karamelisasi, warna gelap yang timbul akibat reaksi maillard, reaksi oksidasi oleh adanya enzim dan penambahan zat warna. Tabel 5 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan pengupasan biji kedelai berbeda nyata dibandingkan perlakuan tanpa pengupasan. Dari uji kesukaan warna, panelis lebih menyukai sari kedelai yang mendapat perlakuan pengupasan. Hal ini disebabkan, warna yang ditimbulkan akibat perlakuan pengupasan lebih cerah (lebih putih) daripada tanpa pengupasan. Perlakuan pengupasan biji kedelai memberikan nilai warna pada sari kedelai 5,17 (agak suka), sedangkan produk komersil (dilakukan pengupasan biji kedelai) 6 (suka). Winarno (1997) menambahkan bahwa suatu bahan pangan yang bernilai gizi, enak dan teksturnya sangat baik, kurang dinikmati bila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Sofyanti (2007) menjelaskan bahwa pengupasan kulit biji kedelai bertujuan untuk mengurangi jumlah serat atau bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang dapat menghambat pada saat proses ekstraksi dan dapat memperbaiki warna dari serat kedelai yang dihasilkan. Aroma Ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya dalam biji kedelai dapat membentuk flavonoid. Flavonoid adalah sejenis pigmen seperti zat hijau daun yang terdapat pada tanaman yang berwarna hijau. Bau langu (beany flavor) yang terdapat pada biji kedelai adalah salah satu tanda bahwa biji kedelai mengandung flavonoid. Salah satu jenis flavonoid yang sangat banyak terdapat pada biji kedelai dan sangat bermanfaat bagi kesehatan adalah isoflavon. Protein kedelai dan isoflavon dapat melindungi tubuh dari kerusakan radikal,
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
471
UNDIP PRESS
meningkatkan sistem kekebalan, menurunkan resiko pengerasan arteri, penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Kedelai mengandung antioksidan yang dapat memperbaiki tekanan darah dan meningkatkan kesehatan pembuluh darah (Ferlina, 2009). Walaupun secara ilmiah flavonoid sudah dibuktikan mampu mencegah dan mengobati berbagai penyakit namun sebagian orang kurang menyukai aroma langu. Oleh karena itu perlu pemberian bahan tambahan makanan (BTM) untuk menutupi atau mengurangi aroma langu. Bau langu disebabkan adanya aktivitas enzim lipoksigenase yang terdapat pada kedelai. Bau langu adalah bau yang tidak disenangi oleh sebagian golongan masyarakat. Terjadinya bau langu muncul terutama pada waktu pengolahan, yaitu setelah tercampurnya lipoksigenase dalam lemak kedelai. Pada saat penghancuran kedelai enzim lipoksigenase segera mengkatalisis reaksi asam lemak tak jenuh terutama asam lemak linoleat dan linolenat yang mengakibatkan pembentukan asam dan bau langu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Enzim lipoksigenase dapat diaktifkan dengan beberapa cara seperti penggilingan dengan air panas, blanching dan penggilingan pada pH rendah. Dengan cara tersebut pembentukan senyawa aldehid volatile dapat dicegah (Wolf, 1975). Dari hasil penelitian, senyawa yang paling banyak menghasilkan bau langu adalah etil fenil keton (Somaatmadja, 1964). Aroma didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau. Aroma biasanya timbul dari zat-zat penghasil aroma yang dapat menguap seperti senyawa-senyawa volatil, juga senyawa-senyawa yang sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Aroma merupakan sifat bahan pangan yang penting karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian suatu produk, apakah produk tersebut dapat diterima atau tidak. Selain itu aroma dapat dipakai sebagai indikator terjadinya kerusakan pada produk (Kartika dkk., 1988). Parameter ini pada dasarnya merupakan interaksi lanjut senyawa-senyawa kimia yang dimiliki suatu produk (Soewarno, 1985). Aroma dari suatu produk makanan dan minuman mempunyai peranan penting. Apabila makanan atau minuman tersebut mempunyai flavor atau aroma yang khas
472
maka produk tersebut dapat dikatakan baik. Tabel 5 menunjukkan bahwa pengupasan biji kedelai menghasilkan aroma yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan pengupasan biji kedelai memberikan aroma sari kedelai yang agak disukai (5,7) dibandingkan tanpa pengupasan (4,73). Hal ini sangat dimungkinkan karena aroma langu tertutupi oleh aroma pandan. Jenis flavor yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pandan yang berfungsi sebagai penambah cita rasa. Ginting (2002) menambahkan bahwa cita rasa langu pada sari kedelai dipengaruhi juga oleh sifat genetis biji kedelai dan cara pengolahannya. Varietas kedelai dan cara pengolahan nyata berpengaruh terhadap kadar protein, total padatan terlarut (TPT), rendemen dan viskositas sari kedelai. Pengolahan sari kedelai varietas unggul Wilis, Lokal Ponorogo / Gepak Kuning, Burangrang, Bromo dan galur MSC 9102D1 melalui cara basah (dengan perendaman) dan cara kering (pengupasan kulit secara mekanis) diperoleh hasil bahwa kadar protein tertinggi pada sari kedelai varietas Bromo yang diolah dengan cara kering (4,89%). Pengolahan cara kering menghasilkan sari kedelai dengan kadar protein 1,5 – 2 kali lebih tinggi dibanding cara basah demikian pula TPTnya. Namun rendemennya relatif lebih rendah. Berdasarkan kriteria sifat sensoris, kadar protein dan TPT sari kedelai dari varietas lokal Ponorogo yang diolah dengan cara kering menunjukkan hasil terbaik, disusul varietas Wilis dan Bromo yang juga diolah dengan cara kering. Prasetyo (2004) menjelaskan dari hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein pada susu kedelai dari bahan kedelai tanpa kulit ari lebih tinggi daripada kedelai yang tidak dikupas kulit arinya karena pengupasan kulit kedelai menghilangkan lignin pada kulitnya sehingga protein yang terdapat pada kedelai meningkat. Karena kadar proteinnya lebih tinggi maka partikel-pertikel penyusun padatan jumlah pada kedelai tanpa kulit ari juga lebih tinggi daripada kedelai yang tidak dikupas kulit arinya., Berdasarkan hasil analisis mutu susu kedelai yang lebih memenuhi syarat SNI 01-3830-1995 diperoleh dari kedelai tanpa kulit ari.
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
Rasa Rasa dalam suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam menentukan mutu. Rasa dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri atau dapat pula dilakukan
penambahan zat lain dari luar pada saat proses sehingga menimbulkan rasa yang lebih tajam ataupun sebaliknya. Batas ini pada setiap orang berbeda-beda pada kondisi sampel yang sama dan setiap orang memiliki tingkat kesukaan yang
Tabel 6. Analisis Biaya Usaha Pengolahan Sari Kedelai a. Biaya Tetap No
Uraian
1 Rumah produksi 2 Diesel giling 3 Kain 1 meter 3 Gunting 4 Bak (ember) 5 Keranjang 6 Kompor 7 Panci Total
Jumlah (unit) 1 1 2 4 6 4 4 4
Harga (Rp) 10.000.000 2.750.000 5000 6.000 20.000 25.000 150.000 75.000
Jumlah harga (Rp) 10.000.000 2.750.000 10.000 24.000 120.000 100.000 600.000 300.000 13.887.000
Masa pakai (Th) 10 10 2 2 2 2 6 6
Penyusutan /th (Rp) 1.000.000 275.000 5.000 12.000 60.000 50.000 100.000 50.000
b. Biaya variabel No 1
2
3
Uraian Bahan baku Kedelai Gula pasir Vanili dan garam Coklat Bahan pendukung Gas LPG Plastik ukuran½ kg Solar Sablon label plastik Tenaga kerja Pencuci kedelai Perebus + Penyaring + Pengemas Penggiling Pengantar utk dipasarkan Administrasi keuangan Pengadaan bahan
Jumlah (unit)
Harga (Rp)
Jumlah harga (Rp)
10 kg 6 kg 2 bungkus 2 kaleng
7.000 12.000 2.000 15.000
70.000 72.000 4.000 30.000
8 tabung 1 bendel 4 liter 1 bendel
15.000 5.000 4.500 3.000
120.000 5.000 18.000 3.000
2 orang
20.000
40.000
2 orang
20.000
40.000
1 orang 1 orang 1 orang 2 orang
30.000 20.000 25.000 25.000
30.000 20.000 25.000 50.000 527.000
Total Biaya variabel perbulan adalah Rp. 527.000 x 30 = Rp. 15.810.000
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
473
UNDIP PRESS
c. Biaya lain – lain (perbulan) No
Uraian
1 Transportasi 2 Promosi 3 Listrik Total Jumlah biaya usaha
Jumlah 1 1 1
Volume Unit Bln Bln Bln
Harga/unit (Rp)
Jumlah harga (Rp)
200.000 100.000 200.000
200.000 100.000 200.000 500.000
No Jenis biaya Jumlah biaya (Rp/bln) 1 Biaya tetap 128.625 2 Biaya 15.810.000 variabel 3 Lain – lain 200.000 Total 16.138.625 Penerimaan, pendapatan dan R/C ratio usaha Jumlah produksi Harga/ unit (Rp) Penerimaan/hari (Rp) No 1 200 kemasan 3.000 600.000 2 Ampas 2 kg 5.000 10.000 Total Pendapatan (laba) perbulan = total revenue – total cost = Rp.18.300.000 – Rp.16.138.625 = Rp.2.161.375 R/C ratio = total revenue : total cost =Rp.18.300.000 : Rp.16.138.625 = 1,13 berbeda pada suatu produk, sehingga dapat menimbulkan perbedaan nilai pada rasa (Bennion, 1975). Menurut Winarno (1991), bahwa rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi komponen lain. Berbagai senyawa kimia dapat menimbulkan rasa yang berbeda, rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Pengupasan biji kedelai menghasilkan rasa sari kedelai yang berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pengupasan dan kontrol. Hasil uji kesukaan menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai rasa sari kedelai hasil perlakuan (6 dan 5,23) daripada sari kedelai komersial (4,15). Hal ini antara lain disebabkan oleh karena panelis cenderung menyukai rasa manis sari kedelai hasil perlakuan sedangkan rasa produk komersial memiliki rasa yang kurang
474
Penerimaan/bulan (Rp) 18.000.000 300.000 18.300.000
mantap (sedikit kurang manis). Rasa dari suatu produk dipengaruhi oleh senyawa yang memberikan rangsangan pada indera pengecap dan kesan yang ditinggalkan setelah mencicipi produk tersebut (Winarno, 1997). Kekentalan Dari Tabel 5, terlihat bahwa perlakuan pengupasan biji kedelai memberikan perbedaan yang nyata dalam hal kesukaan panelis terhadap kekentalan sari kedelai dengan tanpa pengupasan biji kedelai. Meskipun demikian, perlakuan pengupasan pada produk komersial tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tanpa pengupasan. Hasil uji kesukaan menunjukkan panelis lebih menyukai kekentalan sari kedelai hasil perlakuan dibanding sari kedelai komersial. Hal ini dimungkinkan karena panelis merasa lebih cocok (pas) dengan kekentalan sari kedelai hasil perlakuan (lebih kental dibanding produk
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
komersial). Selain itu, sari kedelai perlakuan pengupasan mendapatkan kesukaan lebih tinggi daripada yang pengupasan karena kekentalannya terasa ‘smooth’.
hasil nilai tanpa lebih
Analisis Biaya Usaha Berdasarkan analisis biaya usaha pengolahan sari kedelai, didapatkan hasil sebagai berikut pada (Tabel 6). Berdasarkan hasil dari Tabel 6 Analisis Biaya dan penghitungan dapat dikatakan bahwa bisnis sari kedelai layak untuk dilakukan karena pelaku usaha dapat meraup keuntungan dari usaha yang dilakukan (R/C ratio > 1) KESIMPULAN Perlakuan pengupasan biji kedelai memberikan warna, aroma, rasa dan kekentalan sari kedelai yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan pengupasan biji kedelai menghasilkan warna, aroma dan kekentalan yang agak disukai (5,17-5,7) dan rasa yang disukai (6) oleh panelis dibandingkan perlakuan tanpa pengupasan (4,5 – 5,23). Sedangkan perlakuan kontrol (produk komersil) memberikan warna yang disukai (6) dibandingkan perlakuan lainnya (4,5 – 5,17). Berdasarkan perhitungan analisis biaya bahwa usaha sari kedelai dapat memberikan keuntungan (R/C ratio >1) DAFTAR PUSTAKA Amang, B., Husein, M.S., Rachman, A. 1996. Ekonomi Kedelai di Indonesia Edisi I Institut Pertanian Bogor. Bogor Bennion, M and O. Hugles. 1975. Introductory Foods, 10th ed. Macmillan Publishing Co. Inc. New York. Cahyadi, W. 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai. Bumi Aksara. Jakarta Ferlina, S. 2009. Khasiat Susu Kedelai. www.khasiatku.com (2 Oktober 2012) Ginting, E dan S.S. Antarlina. 2002. Pengaruh Varietas dan Cara Pengolahan Terhadap Mutu Susu Kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan PP21 (02).
Balai Penelitian Tanaman kacangan dan Umbi-umbian
Kacang-
Kartika, B., Hastuti, P., dan Supartono, W. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan, Edisi I. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. First Edition. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Koswara, S. 2006. Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai. www.ebookpangan.com (2 Oktober 2012) Pomeranz. Z. 1976. Advance in Cereal Science and Tech. America Association of Cereal Chem. Inc. Minnesota Prasetyo, S.S dan N. Monica F. 2004. Pengaruh Perlakuan pada Proses Blanching dan Konsentrasi Natrium Bikarbonat Terhadap Mutu Susu Kedelai. Prosiding Semnas Rekayasa Kimia dan Proses. Univ. Diponegoro Semarang Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. 1992. Pengolahan Pangan Tradisional. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan-FTDC. IPB. Bogor Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1984. Tofu and Soymilk Production, Second Edition, The Book Of Tofu, A Craft Technical Manual, Second Edition, Soyfoods Center. Lafayette. California Sofyanti, S. 2007. Pengaruh Konsentrasi Penstabil dan Konsentrasi Flavour (Bubuk Cokelat) Terhadap Mikrokristal Sari Kedelai (Glycine max (L.) Merril). Skripsi Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan. Bandung Somaatmadja. 1964. Kemungkinan Kedelai Sebagai Bahan Baku Industri di Indonesia. Rapat Kerja. Bogor Winarno F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi, Cetakan ke-8. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wolf, W.J. 1975. Lipoxigenase and Flavor Of Soybean Protein Products.J. Agr, and Food Chem.
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
475