XVIII Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar
1945, menegaskan
kembali:
“Negara
Indonesia
adalah
Negara Hukum”. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar
atas
kekuasaan
(machtstaat),
dan
pemerintahan
berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Karena itu, tiga prinsip dasar wajib dijunjung
oleh
setiap
warganegara,
yaitu
supremasi
hukum,
kesetaraan di hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan caracara yang tidak bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan yang baik akan membatasi, mengatur,
dan
sekaligus
memperkuat
hak
warganegara.
Pelaksanaan hukum yang transparan dan terbuka di satu sisi dapat menekan
dampak
negatif
yang
ditimbulkan
oleh
tindakan
warganegara, sekaligus meningkatkan dampak positif dari aktivitas warganegara. Dengan demikian hukum pada dasarnya memastikan munculnya aspek-aspek positif dari kemanusiaan, dan menghambat aspek negatif dari kemanusiaan. Penerapan hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat. Penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 352
(HAM) merupakan suatu keharusan, dan tidak perlu ada tekanan dari pihak mana pun untuk melaksanakannya. Pembangunan pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi rakyat. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warganegara dapat hidup sesuai kemanusiaannya. Hak
asasi
tidak
sebatas
pada
kebebasan
berpendapat
ataupun berorganisasi, tetapi juga menyangkut pemenuhan hak atas keyakinan, hak atas pangan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, rasa aman, penghidupan yang layak, dan lainnya, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948. Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Semuanya itu tidak hanya merupakan tugas pemerintah, tetapi juga seluruh rakyat untuk memastikan, hak tersebut dapat dipenuhi secara konsisten dan berkesinambungan. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya-upaya penciptaan Jawa Timur yang damai dan sejahtera. Apabila
hukum
ditegakkan
dan
ketertiban
diwujudkan,
maka
kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang rukun dan damai akan dapat terwujud. Ketiadaan
penegakan
hukum
dan
ketertiban
akan
menghambat pencapaian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Damai, adil, dan sejahtera saling terkait. Perbaikan pada aspek keadilan akan memudahkan pencapaian kesejahteraan dan kedamaian.
XVIII.1 Permasalahan a.
Penegakan Hukum Masih Diskriminatif Bagi
sebagian
masyarakat,
hukum
dirasakan
belum
memberikan rasa keadilan, kesetaraan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi masyarakat kecil dan tidak mampu. Penegakan hukum dan kepastian hukum masih bergantung pada status sosial ekonomi seseorang. Demikian pula pelaksanaan putusan pengadilan, sering berpihak kepada yang kuat dan kaya. Hukum
dalam
pengadilan
hanya
sekadar
diberlakukan
sebagai aturan-aturan tertulis. Penggunaan interpretasi hukum dan yurisprudensi belum digunakan secara optimal oleh hakim untuk memberikan putusan yang sesuai rasa keadilan masyarakat.
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 353
b.
Kurangnya Independensi dan Akuntabilitas Independensi dan akuntabilitas lembaga hukum merupakan
dua sisi dari mata uang yang sama. Karena itu, independensi lembaga hukum harus disertai akuntabilitas. Namun dalam praktik, pengaturan tentang akuntabilitas lembaga hukum tidak dilakukan dengan jelas, baik kepada siapa atau lembaga mana ia harus bertanggung jawab, maupun tata cara bagaimana yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawabannya, sehingga terkesan tidak transparan. c.
Kurang Transparan dan Terbukanya Sistem Peradilan Sistem peradilan yang kurang transparan dan terbuka
mengakibatkan hukum belum sepenuhnya memihak pada kebenaran dan keadilan, karena tiadanya akses masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan. Kondisi tersebut juga diperlemah dengan profesionalisme dan kualitas sistem peradilan yang masih belum memadai, sehingga membuka kesempatan terjadinya penyimpangan kolektif di dalam proses
peradilan
sebagaimana
dikenal
dengan
istilah
“mafia
peradilan”. d.
Degradasi Budaya Hukum Masyarakat Gejala
ini
ditandai
meningkatnya
apatisme
seiring
menurunnya tingkat apresiasi masyarakat, baik pada substansi hukum maupun struktur hukum yang ada -- yang tercermin dari peristiwa-peristiwa nyata di masyarakat. Pada tataran akar rumput, maraknya kasus “main hakim sendiri”, pembakaran para pelaku kriminal, pelaksanaan sweeping oleh sebagian anggota masyarakat yang terjadi secara terus menerus, tidak seharusnya dilihat sebagai sekadar euforia di era pasca-reformasi. Di balik itu tercermin rendahnya budaya hukum masyarakat, karena kebebasan telah diartikan sebagai “serba boleh”.
Padahal
hukum
adalah
instrumen
untuk
melindungi
kepentingan individu dan sosial. Akibatnya, timbul ketidakpastian hukum yang tercipta melalui proses pembenaran perilaku kolektif yang salah dan menyimpang.
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 354
e.
Menurunnya Kesadaran akan Hak dan Kewajiban Hukum Masyarakat Kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajiban hukum
tetap
mensyaratkan,
antara
lain
tingkat
pendidikan
yang
memungkinkan untuk dapat memahami dan mengerti berbagai permasalahan yang terjadi. Masyarakat dan kualitas aparat yang bertugas melakukan penyebarluasan hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan merupakan pihak yang berperan penting. Walau tingkat pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun dengan kemampuan dan profesionalisme dalam melakukan pendekatan penyuluhan hukum kepada masyarakat, maka pesan akan dapat diterima secara baik, dan diterapkan bila masyarakat menghadapi berbagai persoalan yang terkait hak dan kewajiban mereka. Masalah lainnya adalah ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses dan manfaat dari kegiatan penyuluhan, penyadaran dan pelayanan hukum. f.
Belum Tuntasnya Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berlandaskan Undang-Undang
Nomor
30
Tahun
2002
tentang
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan titik kulminasi tuntutan masyarakat terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi yang
selama
ini
meresahkan,
dan
menghambat
pencapaian
kesejahteraan masyarakat. Maraknya praktik korupsi di Indonesia juga telah membuat posisi
Indonesia
makin
terpuruk
dalam
lingkungan
pergaulan
masyarakat internasional. Era reformasi yang seharusnya lebih memberikan peluang dan harapan untuk mengembalikan berbagai penyimpangan dan penyelewengan yang selama ini terjadi, dalam kenyataanya justru makin memperluas praktik korupsi, tidak saja pada
lembaga
eksekutif,
tapi
juga
legislatif,
dan
yudikatif.
Pelaksanaan otonomi daerah pun makin menyuburkan praktik korupsi yang melibatkan tidak saja aparat pemerintah daerah, tetapi juga lembaga legislatif daerah. Cukup
banyak
laporan
dan
informasi
dari
masyarakat
mengenai terjadinya korupsi, namun dalam kenyataannya hanya
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 355
sedikit perkara korupsi yang sampai ke pengadilan. Dengan alasan tidak cukup bukti, pada tingkat kejaksaan pelaku tindak pidana korupsi akhirnya dibebaskan. Kenyataan ini membuat masyarakat menjadi kurang percaya terhadap penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. g.
Banyaknya Impunitas Pelanggar HAM Pelanggar hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat
bertanggung jawab dan tidak dapat dihukum (impunitas) makin meluas, dan terjadi hampir di setiap kasus pelanggaran HAM. Kenyataan ini dikhawatirkan akan melemahkan kedudukan korban pelanggaran HAM dalam mencari keadilan atas hak-hak mereka yang telah dilanggar. h.
Belum Maksimalnya Institusi Negara yang Berwenang dan Wajib Tegakkan HAM Seluruh
institusi
negara
yang
berwenang
dan
wajib
menegakkan HAM belum maksimal menjalankan fungsinya, karena terjebak dalam alasan prosedural hukum, politik birokrasi, tidak adanya good-will, dan aksi saling lempar tanggungjawab. Upaya
meningkatkan
penghormatan
dan
pengakuan
terhadap HAM harus dilakukan terus menerus dengan proses yang lebih
transparan,
dan
melibatkan
tidak
saja
instansi/lembaga
pemerintah, tetapi juga berbagai organisasi non-pemerintah dan organisasi lainnya. Dengan demikian berbagai pemikiran bersama yang
dihasilkan
diharapkan
menjadi
milik
bersama
untuk
dilaksanakan bersama-sama.
XVIII.2 Sasaran Sasaran yang hendak dicapai upaya penghormatan, dan pemenuhan, serta penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia (HAM), adalah terlaksananya berbagai langkah Rencana Aksi
yang
terkait
dengan
penghormatan,
pemenuhan,
dan
penegakan terhadap hukum dan HAM, antara lain Rencana Aksi Hak Asasi Manusia 2004–2009; Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015.
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 356
Sasaran lainnya adalah terciptanya penegakan hukum yang bersih,
profesional,
adil,
konsekuen,
dan
tidak
diskriminatif
(termasuk tidak bias gender); terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi, dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan, yang tercermin antara lain pada: 1.
Meningkatnya kesadaran hukum dan penghormatan HAM di dalam masyarakat, termasuk kalangan aparatur pemerintah.
2
Menurunnya angka pelanggaran hukum, dan tindak pidana, serta angka pelanggaran terhadap HAM.
3.
Meningkatnya
penegakan
hukum
terhadap
tindak
pidana
korupsi. 4.
Meningkatnya
kepercayaan
masyarakat
terhadap
hukum,
sejalan dengan makin meningkatnya penegakan hukum yang adil dan transparan.
XVIII.3 Arah Kebijakan Untuk mewujudkan sasaran tersebut, upaya penghormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap hukum dan HAM diarahkan pada kebijakan untuk meningkatkan pemahaman dan menciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsisten terhadap HAM, perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif, yang dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan: 1.
Meningkatkan
upaya
pemajuan,
perlindungan,
penegakan,
pemenuhan dan penghormatan HAM. 2.
Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
3.
Penggunaan nilai-nilai budaya lokal sebagai salah satu sarana mewujudkan terciptanya kesadaran hukum masyarakat.
4.
Meningkatkan kerja sama yang harmonis antara kelompok atau golongan dalam masyarakat, agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
5.
Memperkuat konsolidasi demokrasi, terutama demokrasi yang partisipatoris.
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 357
XVIII.4 Program Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut di atas, maka langkah-langkah yang akan dilaksanakan dijabarkan ke dalam program-program pembangunan, yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu program prioritas dan penunjang, disertai kegiatan-kegiatan pokok yang akan dijalankan.
XVIII.4.1 Program Prioritas a. Program Peningkatan Penegakan Hukum dan HAM Program
ini
bertujuan
melakukan
tindakan
preventif
dan
korektif terhadap penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan pelanggaran HAM di dalam proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penegakan hukum dan HAM dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, serta konsisten. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada: 1.
Penguatan upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004–2009; Penguatan Manusia
pelaksanaan
2004–2009;
Rencana
Rencana
Aksi
Aksi
Nasional
Nasional
Hak Asasi
Penghapusan
Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015. 2.
Fasilitasi peningkatan penegakan hukum memberantas tindak pidana
penyalahgunaan
narkotika,
serta
obat
berbahaya
lainnya. 3.
Peningkatan upaya-upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di depan hukum, melalui keteladanan kepala pemerintahan dan jajarannya untuk mematuhi dan mentaati hukum dan HAM secara konsisten dan konsekuen.
4.
Fasilitasi peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan HAM dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial
agar
dinamika
masyarakat
dapat
berjalan
dengan
sewajarnya. 5.
Fasilitasi peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM.
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 358
6.
Peningkatan profesionalisme Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan hukum dan HAM.
7.
Peningkatan
profesionalisme Penyidik Pegawai
Negeri
Sipil
(PPNS) dalam penegakan hukum dan HAM. 8.
Peningkatan
perlindungan
dan
pemberian
jaminan
atas
perlakuan yang adil, tidak diskriminatif, dan manusiawi bagi masyarakat yang berurusan dengan aparat pemerintah. 9.
Penataan dan sinkronisasi peraturan tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota kontradiksi
untuk
mencegah
peraturan,
dengan
tumpang
tindih
memperhatikan
dan
hierarki
peraturan perundangan dan landasan aturannya, dalam rangka menciptakan kepastian hukum.
XVIII.4.2 Program Penunjang a. Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan HAM Program
ini
bertujuan
menumbuhkembangkan,
dan
meningkatkan kesadaran hukum dan HAM masyarakat, termasuk para
aparatur pemerintah
agar tidak hanya mengetahui
dan
menyadari hak dan kewajibannya, tapi juga mampu berperilaku sesuai kaidah hukum, serta menghormati HAM. Dengan
program
tersebut
diharapkan
akan
terwujud
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, serta memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap HAM. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada: 1.
Pemantapan kesadaran
metode hukum
dan
pengembangan HAM
yang
dan
peningkatan
disusun
berdasarkan
pendekatan dua arah, agar masyarakat tidak hanya dianggap sebagai
objek
pembangunan,
tapi
juga
sebagai
subjek
pembangunan, serta benar-benar memahami dan menerapkan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. 2.
Peningkatan
penggunaan
media
komunikasi
dalam
rangka
pencapaian sasaran penyadaran hukum pada berbagai lapisan masyarakat. 3.
Pengayaan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan HAM secara terus menerus untuk mengimbangi
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 359
pluralitas sosial yang ada dalam masyarakat Jawa Timur, maupun sebagai implikasi dari globalisasi. 4.
Peningkatan kemampuan dan profesionalisme tenaga penyuluh, tidak
saja
dari
kemampuan
substansi
hukum,
tapi
juga
sosiologi, serta perilaku masyarakat lokal, sehingga komunikasi penyampaian materi dapat lebih tepat, dipahami dan diterima dengan baik oleh masyarakat. 5.
Fasilitasi penyelenggaraan berbagai seminar dan lokakarya di bidang hukum dan HAM untuk lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat dan aparatur pemerintah.
6.
Pemberdayaan swadaya
organisasi
masyarakat
dalam
kemasyarakatan mencegah,
dan
dan
lembaga
mengevaluasi
ketidakadilan, diskriminasi, serta pelanggaran HAM lainnya, sebagai bagian penguatan civil society.
RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014
Bab XVIII - 360