Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses PBPSA Decentralized Basic Education 1 Management and Governance Edisi Juli 2011
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
i
ii
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Kata Pengantar
Panduan Penghitungan Biaya Pencapaian Standar Akses (PBPSA) ini berdasarkan peraturan pemerintah yang terbaru termasuk peraturan-peraturan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Dalam Negeri, yaitu: • • •
PP 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan SPM Permendagri 6/2007 tentang Juknis Peyusunan dan Penerapan SPM Permendagri 79/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana SPM.
Mengikuti permintaan dari Wakil Menteri Pendidikan Nasional panduan ini memaparkan metode melakukan penghitungan biaya multi tahun untuk kabupaten kota untuk memenuhi: (1) Standar Pelayanan Minimum; (2) Sasaran Akses; dan (3) Kebutuhan Operasional Satuan Pendidikan. Panduan ini disertai dua panduan DBE1 terpisah, yaitu: Panduan Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) serta Penghitungan Biaya Operasi Satuan Pendidikan (BOSP). Dengan adanya panduan ini, diharapkan dapat membantu Dinas Pendidikan dalam melakukan penghitungan biaya untuk kebutuhan di atas, dan juga menjadi masukan pertimbangan dalam pengembangan perencanaan dan keuangan pendidikan.
iii
Daftar Isi Kata Pengantar ............................................................................................................................ ii Daftar Isi ..................................................................................................................................... iii Bab 1 Pengantar ......................................................................................................................... 1 Struktur Panduan ............................................................................................................ 2 Bab 2 Penghitungan Pemenuhan dan Biaya Pencapaian SPM ................................................ 3 Langkah-langkah analisis................................................................................................ 5 Struktur Bab Ini ............................................................................................................... 6 2.1.
Penghitungan Pemenuhan SPM ......................................................................... 7 PENGHITUNGAN SPM SECARA LANGSUNG................................................. 8 SPM 2 – Rombongan Belajar dan Ruang Kelas ................................................. 8 SPM 3 – Ruang Laboratorium IPA .................................................................... 15 SPM 4 – Ruang Guru dan Ruang Kepala Sekolah ............................................ 17 SPM 5 – Ketersediaan Guru Kelas di SD/MI .................................................... 19 SPM 6 – Kecukupan Guru Mata Pelajaran SMP/MTs ..................................... 21 SPM 7 – Kualifikasi Guru SD/MI ..................................................................... 24 SPM 8 – Kualifikasi Guru SMP/MTs ............................................................... 26 SPM 9 – Kualifikasi Guru Mata Pelajaran SMP/MTs ..................................... 28 SPM 10 – Kualifikasi Kepala SD/MI ................................................................ 30 SPM 11 – Kualifikasi Kepala SMP/MTs ............................................................ 31 SPM 12 – Kualifikasi Pengawas ........................................................................ 32 PENGHITUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL PROXY ........... 33 Pemenuhan SPM-3 ........................................................................................... 34 Pemenuhan SPM-13 .......................................................................................... 34 Pemenuhan SPM-14 .......................................................................................... 35 Pemenuhan SPM-15, SPM-16 ........................................................................... 35 Pemenuhan SPM-17 .......................................................................................... 35 Pemenuhan SPM-18 .......................................................................................... 36
2.1. Penghitungan Pemenuhan SPM ............................................................................ 37 Alur Pemikiran Penghitungan Biaya Pemenuhan SPM................................... 37 Menggunakan Format Excel untuk Rekapitulasi Penghitungan Biaya........... 43 Bab 3 Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses .......................................................... 45 Sasaran Akses ................................................................................................................ 45 Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses .......................................................... 46
iv
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
1. Penghitungan proyeksi pertumbuhan AUS .................................................. 47 2. Proyeksi Penambahan Jumlah Siswa ........................................................... 49 3. Penghitungan Kebutuhan Penambahan Rombongan Belajar ...................... 51 4. Penghitungan Kebutuhan Sarana Prasarana ............................................... 53 5. Penghitungan Penambahan Kebutuhan Guru ............................................. 54 6. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses ................................... 55 Bab 4 Penulisan Hasil PBPSA dan Penyajian ......................................................................... 57 Laporan Hasil Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses........................... 57 Lampiran-1 Standar Harga Satuan Pemenuhan SPM .............................................................. 60 Lampiran-2 Peralatan Lab IPA SMP/MTs ............................................................................... 62
1
Bab 1
Pengantar
Dalam beberapa tahun terakhir ini Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah berupaya mencapai dua sasaran kebijakan utama. Pertama, wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicapai dengan memperluas akses pendidikan di tingkat SD/MI dan SMP/MTs dalam bentuk investasi pada infrastruktur sekolah. Keterjangkauan layanan pendidikan oleh anak usia sekolah merupakan salah satu kebijakan utama pendidikan. Sasaran Akses tercantum dalam berbagai dokumen perencanaan seperti RPJMN, RPJMD, ataupun Rencana Strategis Pendidikan. Kedua, pemerataan mutu pendidikan, sebuah kebijakan yang penting untuk menjawab keluhan banyak pihak mengenai ketidakadilan di dalam penyediaan layanan pendidikan, disatu tempat ada anak yang belajar di sekolah dengan bangunan yang megah, dengan jumlah dan kualifikasi guru yang cukup, dan sarana penunjang yang memadai; sementara di lain tempat masih ada anak belajar di sekolah yang reyot, dengan guru tidak memadai – baik jumlah maupun kualifikasinya, dan sarana yang hampir tidak ada. Salah satu instrumen kebijakan yang dianggap tepat dalam mendukung sasaran kedua ini adalah dengan memperkenalkan standar-standar di bidang pendidikan yang akan memberikan arahan penyediaan layanan pendidikan. Beberapa standar ini diantaranya adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah standar yang bergerak – disusun sebagai sasaran antara di dalam road-map untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan (SNP). Setelah semua sekolah telah dapat memenuhi SPM, maka standar minimal ini akan ditingkatkan secara berkala sampai semua sekolah telah memenuhi SNP. Standar Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan (BOSP) adalah standar yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa sekolah memiliki pendanaan yang cukup untuk beroperasi sesuai dengan SNP. Untuk itu penghitungan standar ini dilakukan berdasarkan biaya-biaya operasional tingkat satuan pendidikan yang digariskan oleh SNP. Sasaran - sasaran ini tentu saja hanya dapat dicapai bila ada pendanaan yang cukup. Untuk itu maka manual ini disusun untuk membantu perencanaan pendidikan di kabupaten/kota dalam melakukan estimasi-estimasi biaya tambahan yang diperlukan untuk: • • •
Menyelenggarakan Wajardikdas Sembilan Tahun yang memenuhi SPM, Mencukupi kebutuhan operasional sekolah/madrasah Mencapai target nasional yang terkait dengan akses
Kata “tambahan” disini perlu digarisbawahi karena dalam penghitungan ini, kita hanya menghitung tambahan pendanaan yang diperlukan untuk mencapai tiga sasaran di atas – bukan total pendanaan yang diperlukan untuk meyelenggarakan pendidikan di sebuah kabupaten/kota. Pendekatan ini diambil untuk menghindari penghitungan yang terlalu kompleks dikarenakan banyaknya komponen anggaran pembiayaan pendidikan dan ditambah
2
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
cakupan yang berbeda-beda di setiap kabupaten/kota mengingat tupoksi dari SKPD Pendidikan tidaklah seragam.
Struktur Panduan Panduan ini dibagi ke dalam beberapa Bab yang masing-masing mengulas hal yang berbeda, seperti tercantum di bawah ini: Bab
2
difokuskan pada analisis pencapaian penyelenggaraan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang memenuhi SPM dan bagaimana melakukan penghitungan biaya pencapaian SPM dengan menggunakan hasil analisis itu
Bab
3
penghitungan pencapaian sasaran terkait dengan akses
Bab
4
berfokus bagaimana memaparkan hasil penghitungan ini kepada pemangku kepentingan
Seperti telah diutarakan sebelumnya, selain panduan ini masih tersedia dua panduan terpisah: (1) Panduan Pengoperasian SIMPK, dan (2) Panduan Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan [BOSP].
Bab 2 Penghitungan Pemenuhan dan Biaya Pencapaian SPM
Bab 2 Penghitungan Pemenuhan dan Biaya Pencapaian SPM Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 15 tahun 2010 menggariskan 27 butir peraturan yang membentuk standar pelayanan minimal. Butir-butir peraturan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu 14 butir yang mengatur kabupaten/kota dan 13 butir yang mengatur satuan pendidikan. Butir-butir SPM ini sendiri memiliki tujuan dan sasaran yang bervariasi, untuk itu dalam menghitung pembiayaannya akan diperlukan pendekatan yang berbeda-beda. Secara garis besar 27 butir ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
SPM Tingkat Sekolah SPM 15 Buku Teks SD/MI
SPM 2 Rombel dan Ruang Kelas
SPM 16 Buku Teks SMP/MTs
SPM 3 Laboratorium IPA
SPM 17 Alat Peraga IPA SD/MI
SPM 4 Ruang Guru dan Kepala
SPM 18 Buku Pengayaan dan Referensi
SPM 5 Guru SD/MI
SPM 19 Jam Kerja Guru
SPM 6 Guru SMP/MTs
SPM 20 Jam Operasional Sekolah
SPM 7 Kualifikasi Guru SD/MI
SPM 21 Kualifikasi Guru SD/MI
SPM 8 Kualifikasi Guru SMP/MTs
SPM 22 Kualifikasi Guru SMP/MTs
SPM 9 Kualifikasi Guru Mata Pelajaran
SPM 23 Kualifikasi Guru Mata Pelajaran
SPM 10 Kualifikasi Kepala SD/MI
SPM 24 Kualifikasi Kepala SD/MI
SPM 11 Kualifikasi Kepala SMP/MTs
SPM 25 Kualifikasi Kepala SMP/MTs
SPM 12 Kualifikasi Pengawas Sekolah
SPM 26 Kualifikasi Pengawas Sekolah
SPM 13 Pengembangan Kurikulum
SPM 27 Pengembangan Kurikulum
2 - BOSP
1 – SIMPK
SPM
SPM Kabupaten/Kota 1 Lokasi Sekolah
1 – SIMPK
Tabel 1 Pengelompokan Butir-Butir SPM
SPM 14 Kunjungan Pengawas
Kelompok 1 – SIMPK (SPM 2-18) Di dalam kelompok ini kinerja layanan pendidikan kabupaten/kota akan dihitung melalui data analisis yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota. Analisis ini dilakukan dengan bantuan aplikasi SIMPK. SIMPK adalah aplikasi yang dikembangkan oleh DBE1 untuk menggabungkan dua database yaitu PadatiWeb yang merekam data sekolah/madrasah dan SIM-NUPTK yang merekam data pendidik dan tenaga kependidikan. SIMPK akan menghasilkan output berupa pivot table yang dapat digunakan untuk menghitung, menganalisis dan mengolah berbagai indikator-indikator pendidikan. Untuk petunjuk pengoperasian aplikasi ini dapat dibaca dari Panduan Penggunaan SIMPK yang terpisah. Melalui SIMPK dan analisis pada output pivot table, kita juga dapat menghitung kesenjangan kinerja yang harus dipenuhi, alternatif apa yang dapat diambil, dan biaya dari masing-masing alternatif tersebut. Karena SIMP memiliki data untuk setiap sekolah dan
3
4
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
guru, maka analisis yang dimungkinkan sangat luas. Sebagai contoh analisis adalah adanya kemungkinan untuk melihat kemungkinan redistribusi sumber daya dari sekolah melampaui SPM kepada sekolah sekolah yang masih belum memenuhi SPM. Kelompok 2 – BOSP (SPM 21-27) SPM yang tercakup pada kelompok dua secara umum terkait dengan kegiatan pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tupoksinya seperti menyusun KTSP, penyiapan RPP, evaluasi hasil belajar dan pelaporannya. Butir-butir SPM ini pada dasarnya adalah kegiatan operasional di tingkat sekolah/madrasah. Karena tidak adanya pendataan yang cukup rinci dan dapat diandalkan mengenai kegiatan ini, maka penghitungan biaya dalam kelompok ini lebih ditekankan pada penyediaan biaya yang memadai untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan. Untuk itu pemenuhan ketujuh butir SPM ini digabungkan dalam penghitungan Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan (BOSP). Analisa dan penghitungan BOSP akan dijelaskan dalam”Panduan Penghitungan Biaya Operasional Sekolah (BOSP)” yang terpisah dari panduan ini. Kelompok 3 – Lainnya (SPM 1,19, dan 20) Ketiga butir SPM tersisa dikelompokkan terpisah karena ketiga butir ini tidak dapat dihitung bersama dengan dua kelompok sebelumnya. Butir pertama mengenai akses terhadap sekolah dapat dilakukan secara manual – dengan melakukan identifikasi adanya daerah khusus dan apakah ada sekolah yang sudah melayaninya. Butir 19-20 pada dasarnya adalah butir-SPM yang berorientasi pada pengawasan di tingkat sekolah dan tidak memiliki implikasi biaya secara langsung. Oleh karena itu kedua butir ini tidak dihitung biaya pemenuhannya. Bab ini akan diberikan penjelasan dari setiap butir SPM yang termasuk dalam kelompok-1 yaitu SPM yang dihitung dengan output dari SIMP-K. Indikator-indikator pencapaian (IP) SPM Butir-butir SPM yang ada sering didefinisikan terlalu luas atau bahkan mencakup lebih dari satu indikator pendidikan. Oleh karena itu, dalam panduan ini SPM diterjemahkan menjadi beberapa indikator pencapaian dan sasarannya – sehingga proses penghitungan selanjutnya akan lebih terarah, terukur dan spesifik (lihat Tabel 2 di bawah). Indikator-indikator merupakan operasionalisasi dari definisi tiap-tiap SPM dengan pendalaman dan penyesuaian yang dianggap perlu. Perubahan atau penyesuaian IP, bila dibutuhkan, masih dimungkinkan – karena IP dalam panduan ini bukanlah indikator baku atau resmi dikarenakan belum adanya petunjuk pelaksanaan teknis dari Permendiknas 15/2010.
Bab 2 Pen nghitungan Pemenuhan n dan Biayaa Pencapaian SPM
Langk kah-lang gkah ana alisis Analisiss penghitun ngan biaya untuk men ncapai SPM M sebetulnyya dapat diigambarkan n seperti alur di bawah b ini. G Gambar 1 La angkah-lang gkah Analisis
Peenentuan Sta andar atau Sasaran
Identifik kasi Kesenjan ngan
Menyusun Alternatif Kebijakan
Estim masi Bia aya
Memilih Kebijakan
1. Penerjem mahan buttir SPM menjadi m indikator r pencapa aian yang g lebih operasion nal Butir-butir SPM yang g ada sering g didefinisik kan terlalu luas, atau bahkan meencakup lebih dari satu indika ator. Langk kah pertama adalah menerjemah m hkan SPM menjadi beberapa indikator i pencapaian, dan sasarannya – seehingga pro oses pengh hitungan selanjutnya a akan lebih h terarah, teerukur dan spesifik. s Sebagai co ontoh, SPM M-2 adalah SPM yang paling lebar, karena mencakup tingkat SD/MI dan n SMP/MT Ts, serta meliputi m besaran romb bongan bellajar, keterrsediaan ruang kela as, sarana ruang kela as – dan juga j kelaya akan prasaarana ruang g kelas, sehingga ketika k SPM M ini diop perasionalka an, SPM ini i terbagi menjadi delapan Indikator Pencapaian. P . asi kesenja angan 2. Identifika Identifikasii ini dilaku ukan denga an melihat berapa seekolah/mad drasah yang g sudah memenuhi SPM, dan seberapa ja auh selisih antara kinerja sekaraang dengan standar yang ada. m diperrtimbangkan analisis--analisis Setelah keesenjangan dapat diihitung, mulai tambahan seperti: peerkembangan AUS, ketersediaan k n guru beerkualifikasii secara umum dan n outflow guru. Analisis-analissis tambah han ini, seelain mem mberikan gambaran lebih dalam m mengena ai kesenjang gan, juga akan a digunaakan dalam m proses berikut yaittu penyusun nan alterna atif kebijaka an yang dapat diambil. kan pemen nuhan SPM M 3. Menyusun alternattif kebijak Secara umu um, tersediia banyak alternatif untuk u memenuhi SPM M. Alternatiff sangat bervariasi, dari berupa peraturan n dan pemb batasan – seperti s rayo onisasi, rediistribusi guru, samp pai dengan penambaha p an guru, pen nambahan sekolah. s Berdasarka an hasil an nalisis sebelumnya, kita k akan melihat allternatif ap pa yang memungkin nkan untuk k digunakan n kabupaten n/kota dalam m memenuh hi SPM. ung biaya alternatiff kebijaka an 4. Menghitu Untuk mem milih kebija akan yang efektif e dan efisien, san ngatlah pen nting untuk melihat kebutuhan biaya dari alternatif-al a lternatif yan ng mungkin n diambil.
5
6
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Dari sini kita dapat secara kasar menghitung berapa besar volume kegiatan pemenuhan SPM diperlukan untuk masing-masing alternatif dan berapa besar satuan biayanya. 5. Memilih alternatif kebijakan. Setelah melihat alternatif kebijakan dan biayanya, kabupaten/kota menentukan pilihan alternatif kebijakan yang akan diambil.
dapat
Di beberapa kesempatan akan sangat mungkin kabupaten/kota memilih untuk mengambil lebih dari satu alternatif kebijakan untuk pemenuhan satu IP-SPM. Hal ini terkait dengan bervariasinya kondisi sekolah/madrasah yang memerlukan penanganan yang berbeda untuk masalah yang sama.
Struktur Bab Ini Dikarenakan penghitungan SPM itu sendiri memerlukan penjelasan yang cukup panjang, maka Bab 2 ini akan dibagi menjadi dua sub-bab, yaitu: (1) menghitung Pemenuhan SPM, yang berkonsentrasi menghitung kesenjangan dalam pencapaian SPM dan (2) menghitung Biaya Pemenuhan SPM.
Bab 2 Penghitungan Pemenuhan dan Biaya Pencapaian SPM
2.1. Penghitungan Pemenuhan SPM Di bagian ini, akan diberikan penjelasan dari setiap butir SPM yang termasuk dalam kelompok-1 yaitu yang dihitung melalui SIMPK. Tahapan penghitungan pemenuhan SPM Tahap pertama “Uraian SPM” memberikan penjelasan tentang butir SPM dan akan memberikan “Rincian indikator-indikator pencapaian SPM” (IP) terkait dengan SPM itu yang akan digunakan dalam tahap selanjutnya. Kemudian tahap kedua “Analisa identifikasi kesenjangan dan alternatif kebijakan” dari setiap IP akan dilakukan analisis identifikasi kesenjangan yang diperlukan untuk melihat kinerja layanan pendidikan kabupaten/kota serta beberapa contoh alternatif kebijakan yang ada. Alternatif kebijakan yang mungkin diambil tidak terbatas pada alternatif yang tercantum di dalam panduan ini. Kemudian, tahap ketiga– untuk beberapa IP--, akan dijelaskan “analisis lebih lanjut.” Analisis tambahan ini terkait dengan alternatif kebijakan yang ada. Pembagian SPM menurut metode analisa/perhitungan pemenuhan Dari 17-butir SPM dalam kelompok-1 (SIMPK), masih dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu 11 butir yang dapat dihitung langsung dan 6 butir yang harus dihitung melalui variabel proxy dikarenakan keterbatasan informasi atau sifat dari butir SPM itu sendiri. Tabel 2 SPM Kelompok-1 Dan Jumlah IP
Standar Pelayanan Minimal Penghitungan Langsung
Jml IP
Jml IP
Standar Pelayanan Minimal Melalui Proxy
SPM 4 Ruang Guru dan Kepala
5
SPM 3 Laboratorium IPA*
1
SPM 3 Laboratorium IPA*
2
SPM 13 Pengembangan Kurikulum
1
SPM 10 Kualifikasi Kepala SD/MI
1
SPM 14 Kunjungan Pengawas
1
SPM 11 Kualifikasi Kepala SMP/MTs
1
SPM 15 Buku Teks SD/MI
4
SPM 12 Kualifikasi Pengawas Sekolah
1
SPM 16 Buku Teks SMP/MTs
10
SPM 5 Guru SD/MI
1
SPM 17 Alat Peraga IPA
1
SPM 7 Kualifikasi Guru SD/MI
2
SPM 18 Buku Pengayaan dan Referensi
2
SPM 8 Kualifikasi Guru SMP/MTs
2
SPM 9 Kualifikasi Guru Mapel
4
SPM 6 Guru SMP/MTs
10
SPM 2 Rombel dan Ruang Kelas
8
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa SPM tidak ditampilkan secara berurutan seperti yang tercantum dalam Permendiknas 15/2010. Urutan ini adalah berdasarkan kompleksitas analisis dan penghitungan pemenuhan SPM. Untuk kali pertama melakukan analisis ini, sangat direkomendasikan agar menggunakan urutan ini, walau urutuan penjelasan di manual masih akan mengacu kepada Permendiknas 15/2010. Cara Perhitungan Langsung dan Perhitungan Melalui Proxy dijelaskan berikutnya.
7
8
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
PENGHITUNGAN SPM SECARA LANGSUNG SPM 2 – Rombongan Belajar dan Ruang Kelas Uraian Standar Pelayanan Minimal Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis. Rincian Indikator SPM Nomor
Indikator SPM
2-1
Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang
2-2
Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang
2-3
Untuk setiap rombongan belajar SD/MI tersedia 1 (satu) ruang kelas
2-4
Untuk setiap rombongan belajar SMP/MTs tersedia 1 (satu) ruang kelas
2-5
Untuk setiap ruang kelas SD/MI dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis
2-6
Untuk setiap ruang kelas SMP/MTs dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis
2-7
Setiap ruang Kelas SD/MI dalam keadaan layak
2-8
Setiap ruang Kelas SMP/MTs dalam keadaan layak
Analisis IP-2.1. dan IP-2.2. Pemenuhan Indikator SPM ini dilakukan dengan menghitung rasio siswa per rombel tiaptiap sekolah dengan rumus berikut ini:
Berdasarkan rasio tersebut kita membuat pengelompokan sekolah seperti contoh pivot di bawah ini.
SPM 2 – Rombongan Belajar dan Ruang Kelas
Pivot 2.1. Sekolah/Madrasah Menurut Rasio Siswa Terhadap Rombel SD MI Total Jml Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % <=16 Siswa per Rombel 158 27% 1 9% 0% 62 36% 221 29% >16 ‐ 24 Siswa per Rombel 203 35% 3 27% 2 100% 55 32% 263 35% >24 ‐ 32 Siswa per Rombel 162 28% 6 55% 0% 29 17% 197 26% >32 ‐ 40 Siswa per Rombel 36 6% 1 9% 0% 21 12% 58 8% >40 Siswa per Rombel 16 3% 0% 0% 1 1% 17 2% N/A 4 1% 0% 0% 2 1% 6 1% Grand Total 579 100% 11 100% 2 100% 170 100% 762 100% Dari pivot di atas kita dapat melihat hanya terdapat 75 sekolah (10%) yang mempunyai rasio siswa per rombel di atas 32 (belum memenuhi SPM). Alternatif Kebijakan • Menambah Rombongan Belajar • Melakukan Rayonisasi • Melakukan Pembatasan Penerimaan Murid • Tidak Mengambil Tindakan Analisis lebih lanjut Sebelum memutuskan alternatif kebijakan yang akan diambil, akan lebih tepat bila kita melihat dahulu gambaran umum rasio siswa terhadap rombel. Hal ini diperlukan untuk melihat penyebab dari tingginya rasio siswa terhadap rombel di sekolah-sekolah yang belum memenuhi SPM. Apakah disebabkan: (1) Tidak adanya alternatif sekolah/madrasah lain; (2) Ada alternatif sekolah lain tetapi juga memiliki rasio yang tinggi; (3) Keinginan orang tua murid untuk mendaftarkan anaknya di sekolah favorit. Untuk itu kita akan melihat Rasio Siswa terhadap Rombel per tingkat wilayah dari kabupaten ke tingkat kecamatan (untuk SMP/MTs) atau kabupaten ke tingkat desa (untuk SD/MI). Pivot 2.2. Rasio Siswa Terhadap Rombel di Tingkat Kabupaten Negeri Swasta Grand Total Sekolah Dasar 22.0 26.3 22.1 Madrasah Ibtidaiyah 22.2 20.6 20.6 Grand Total 22.0 20.9 21.8 Dari pivot di atas kita dapat melihat bahwa rasio siswa per rombel secara keseluruhan di kabupaten ini masih jauh di bawah SPM.
9
10
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Pivot 2.3. Rasio Siswa Terhadap Rombel di Tingkat Kecamatan SD MI Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Kec. Widang 17.1 16.6 17.0 Kec. Singgahan 19.3 18.7 21.8 20.0 Kec. Bangilan 20.2 22.5 20.9 Kec. Merakurak 19.7 26.5 21.2 Kec. Rengel 21.2 20.9 22.5 21.3 Kec. Tambakboyo 22.9 15.3 21.6 Kec. Bancar 21.9 31.5 19.9 21.9 Kec. Palang 20.3 24.9 21.9 Kec. Grabagan 22.5 21.6 22.4 Kec. Soko 23.1 20.1 21.4 22.4 Kec. Montong 18.8 29.3 22.5 Kec. Semanding 25.5 18.6 24.9 Kec. Tuban 32.2 31.4 23.3 18.7 30.7 Grand Total 22.0 26.3 22.2 20.6 21.8 Di sini kita juga melihat fakta yang sama bahwa di tingkat kecamatan pun rasio siswa per rombel masih dibawah SPM, hanya kecamatan Tuban yang memiliki rasio mendekati SPM. Pivot 2.4. Rasio Siswa Terhadap Rombel di Tingkat Desa <=16 >16 ‐ 24 >24 ‐ 32 >32 ‐ 40 >40 Grand Total
Kec. Tuban Kebonsari Kutorejo Latsari Perbon Ronggomulyo Sendangharjo Sidomulyo Sidorejo Sugiharjo Sukolilo Grand Total
1
1
1
1 1
1 1 1 1 1 2 2
1 2
5
1 1 1 1 6
2 1 1 1
7
3 2 1 2 2 3 2 3 2 2 22
Sekali lagi kita mencoba menelaah kondisi di tingkat desa. Dari sini kita dapat menarik beberapa kesimpulan atau mengambil alternatif kebijakan untuk membantu sekolah yang tidak memenuhi SPM. Misalkan: 1. Sekolah di desa Kebonsari, Sidomulyo, dan Sidorejo yang memiliki rasio diatas SPM dapat ditanggulangi dengan pembatasan penerimaan siswa agar kelebihan siswa dapat ditampung di sekolah lain yang memiliki rasio rendah. 2. Sekolah di desa Latsari dan Perbon karena semua SD Negeri sudah memiliki rasio di atas SPM maka harus dilakukan penambahan rombel atau bahkan unit sekolah baru. 3. Untuk kecamatan Tuban yang memiliki rasio Siswa per Rombel tinggi di atas kecamatan yang lain maka untuk menjaga agar SPM tetap dipenuhi dapat menerapkan rayonisasi.
SPM 2 – Rombongan Belajar dan Ruang Kelas
Analisis IP-2.3. dan IP-2.4. Pemenuhan Indikator SPM ini dilakukan dengan menghitung rasio ruang kelas per rombel tiap-tiap sekolah dengan rumus berikut ini:
Berdasarkan rasio tersebut kita membuat pengelompokan sekolah seperti contoh pivot di bawah ini. Pivot 2.5. Sekolah/Madrasah menurut Rasio Siswa terhadap Rombel
<0.5 RK per Rombel 0.5 ‐ <1 RK per Rombel 1 RK per Rombel >1 ‐ 2 RK per Rombel >2 RK per Rombel N/A Grand Total
SD MI Total Jml Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % 3 1% 1 9% 0% 2 1% 6 1% 137 24% 3 27% 1 50% 41 24% 182 24% 311 54% 6 55% 1 50% 93 55% 411 54% 109 19% 1 9% 0% 30 18% 140 18% 3 1% 0% 0% 1 1% 4 1% 16 3% 0% 0% 3 2% 19 2% 579 100% 11 100% 2 100% 170 100% 762 100%
Alternatif Kebijakan • Membangun Ruang Kelas Baru • Melakukan Penggabungan Sekolah • Melaksanakan pembelajaran kelas rangkap • Tidak mengambil tindakan Analisis lebih lanjut Sebelum mengambil alternatif kebijakan, akan lebih tepat bila dilihat lebih dahulu variablevariabel lain dari sekolah tersebut. Seperti dapat dilakukan tabulasi silang antara rasio siswa-rombel dengan ruangkelas-rombel. Pivot 2.6. Tabulasi Silang Rasio Siswa Rombel dengan Rasio Ruang Kelas Rombel Rasio Siswa Rombel <16 >16 ‐ 24 >24 ‐ 32 >32 ‐ 40 >40 Grand Total <0.5 RK per Rombel 4 1 1 6 0.5 ‐ <1 RK per Rombel 62 53 51 14 2 182 Grand Total 66 54 51 15 2 188 Dari pivot di atas kita dapat melihat, dari 188 sekolah yang kekurangan Ruang Kelas, 66 di antaranya memiliki Rasio Siswa Rombel dibawah 16. Tentunya tidak disarankan untuk menerapkan pembangunan RKB untuk sekolah tersebut. Untuk sekolah yang sangat kekurangan Ruang Kelas akan lebih disarankan untuk dilakukan penggabungan sekolah. Sedangkan untuk sekolah yang sedikit kekurangan ruang kelas dapat mencukupi kebutuhannya dengan melakukan pembelajaran kelas rangkap. Sedangkan penambahan Ruang Kelas akan diprioritaskan pada sekolah yang memiliki siswa per rombel tinggi, atau bahkan di atas SPM.
11
12
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Analisis IP-2.5. dan IP-2.6. Untuk menghitung pemenuhan indikator SPM ini , kita harus melakukan perhitungan kebutuhan masing-masing sarana yang disebutkan dalam indikator ini, dengan rumus seperti berikut:
Analisis kebutuhan Lemari untuk Ruang Guru yang ada pada Analisis IP-4.3 dan IP-4.4 juga akan kita hitung bersama dengan sarana lain yang ada pada analisis ini. Berikut adalah rumus kebutuhan lemari di ruang guru.
Setelah mengetahui kebutuhan masing-masing sarana kita dapat melakukan penghitungan rasio kecukupan untuk masing-masing sarana.
Dari sini kita dapat melihat tingkat pemenuhan sarana di masing-masing sekolah/madrasah, sehingga dapat melihat beberapa banyak sekolah yang sudah atau belum memenuhi SPM untuk masing-masing sarana. Seperti contoh di bawah ini adalah rasio kecukupan untuk kursi siswa. Pivot 2.7. Sekolah/Madrasah menurut kecukupan Kursi Siswa SD MI Total Jml Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % Rasio Kecukupan <0.5 38 7% 2 18% 0% 25 15% 65 9% Rasio Kecukupan 0.5 ‐ < 1.0 209 36% 4 36% 0% 77 45% 290 38% Rasio Kecukupan 1.0 53 9% 1 9% 0% 16 9% 70 9% Rasio Kecukupan >1 ‐ 2 238 41% 3 27% 2 100% 44 26% 287 38% Rasio Kecukupan >2 22 4% 0% 0% 5 3% 27 4% N/A 19 3% 1 9% 0% 3 2% 23 3% Grand Total 579 100% 11 100% 2 100% 170 100% 762 100% Setelah kita mengetahui adanya sekolah yang masih mengalami kekurangan jumlah sarana, disini kursi siwa, maka kita dapat mulai mengidentifikasi kebutuhan tambahan sarana yang diperlukan agar sekolah/madrasah tersebut memenuhi SPM.
SPM 2 – Rombongan Belajar dan Ruang Kelas
Pivot 2.8. Kebutuhan Tambahan Kursi Siswa Sekolah/Madrasah SD MI Grand Total Negeri Swasta Swasta Jumlah Sekolah 247 6 102 355 Jumlah Siswa 40,480 1,186 14,323 55,989 Ketersediaan Kursi 28,078 792 9,100 37,970 Kebutuhan Tambahan 12,402 394 5,223 18,019 Alternatif Kebijakan • Pengadaan Sarana Tambahan • Hibah Sarana Analisis IP-2.7. dan IP-2.8. Seperti penghitungan-penghitungan sebelumnya, disini kita akan melihat seberapa banyak sekolah yang masih memiliki Ruang Kelas dalam keadaan tidak layak. Asumsi keadaan ruang kelas layak adalah ruang kelas milik dalam keadaan baik dan rusak ringan. Asumsi ini diambil dengan dasar bahwa perbaikan untuk kerusakan ringan sudah masuk dalam anggaran operasional sekolah, dan bukan anggaran investasi. Tahap pertama penghitungan kita mulai dengan melihat berapa sekolah yang masih menggunakan Ruang Kelas yang tidak layak untuk rombongan belajarnya. Dalam perhitungan pemenuhan SPM kita hanya akan menghitung biaya yang mungkin timbul dari perbaikan RK Tidak Layak yang digunakan. Untuk itu, kita harus menghitung berapa Ruang Kelas layak yang digunakan, dan berapa RK tidak layak yang digunakan menggunakan rumus di bawah ini. | .
|
|
| .
Setelah ini kita bisa menghitung Rasio Ruang Kelas Tidak Layak yang digunakan 100%
Pivot 2.9. Sekolah/Madrasah menurut Rasio Ruang Kelas Layak Digunakan SD MI Total Jml Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % [1] <25% RK Layak 5 1% 0% 0% 0% 5 1% [2] 25‐<50% RK Layak 8 2% 0% 0% 0% 8 2% [3] 50‐<75% RK Layak 61 12% 0% 0% 0% 61 12% [4] 75‐<100% RK layak 52 10% 0% 0% 0% 52 10% [5] 100% layak 372 74% 9 100% 2 100% 1 100% 384 75% [6] N/A 5 1% 0% 0% 0% 5 1% Grand Total 503 100% 9 100% 2 100% 1 100% 515 100%
13
14
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Dari pivot ini kita bisa melihat seberapa banyak sekolah yang tidak memenuhi SPM, dan sejauh mana Ruang Kelas Tidak Layak digunakan di sekolah tersebut. Dari pivot ini pula kita bisa memulai prioritas renovasi dari ruang-ruang kelas tersebut. Untuk menghitung berapa ruang kelas yang harus direnovasi, maka digunakan pivot lain, yang menampilkan total Ruang Kelas Tidak Layak yang digunakan. Pivot 2.10. Jumlah Ruang Kelas Tidak Layak yang Digunakan SD MI Grand Total Negeri Swasta Jumlah Sekolah 204 53 257 Jumlah Ruang Kelas 1299 322 1621 Ruang Kelas digunakan 1233 315 1548 Ruang Kelas Tidak Layak 604 109 713 Alternatif Kebijakan • Melakukan rehabilitasi/renovasi ruang kelas dengan kondisi tidak layak • Memberikan dukungan kepada sekolah untuk menggiatkan perawatan preventif untuk menjaga kondisi ruang kelas yang masih layak • Melakukan penggabungan sekolah untuk sekolah-sekolah yang memiliki ruang kelas tidak layak ukuran rombel kecil • Melakukan pembelajaran kelas rangkap untuk mengurangi kebutuhan ruang kelas
SPM 3 – Ruang Laboratorium IPA
SPM 3 – Ruang Laboratorium IPA Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik. Rincian Indikator SPM Nomor
Indikator SPM
3-1
Di setiap SMP/MTs tersedia satu ruang laboratorium IPA
3-2
Di setiap laboratorium IPA tersedia meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik
3-3
Di setiap laboratorium IPA tersedia satu set peralatan praktek IPA untuk demontrasi dan eksperimen peserta didik
Analisis IP-3.1 Untuk menghitung pemenuhan SPM pada indikator ini, maka kita dapat menggunakan informasi jumlah ruang laboratorium IPA di tiap sekolah yang tercatat dalam database PadatiWEB. Berikut adalah output pivoting yang digunakan untuk melihat pemenuhan indikator ini. Pivot 3.1. SMP/MTs Menurut Kepemilikan Laboratorium IPA SD MI Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Tidak Memiliki Jumlah 219 1 17 237 Persen 38% 9% 0% 10% 31% Memiliki Jumlah 360 10 2 153 525 Persen 62% 91% 100% 90% 69% Total Jumlah 579 11 2 170 762 Total Persen 100% 100% 100% 100% 100% Alternatif Kebijakan • Melakukan pembangunan laboratorium IPA • Menyediakan laboratorium IPA yang dapat digunakan untuk lebih dari satu sekolah Analisis IP-3.2 Untuk menghitung pemenuhan jumlah meja dan kursi di dalam laboratorium, karena tidak adanya data spesifik meja dan kursi khusus untuk laboratorium kita dapat menggunakan salah satu asumsi sebagai berikut: 1. Meja dan kursi laboratorium sudah menjadi komponen integral di dalam laboratorium sehingga tidak perlu dihitung terpisah 2. Meja dan kursi laboratorium dianggap menggunakan meja dan kursi siswa biasa, sehingga dihitung bersamaan dengan kebutuhan meja-kursi-siswa yang dihitung dalam IP-2.5 dan IP-2.6
15
16
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Analisis IP-3.3 Dikarenakan tidak adanya informasi detail mengenai alat praktek IPA dalam pendataan PadatiWEB ataupun SIM-NUPTK, maka penghitungan pemenuhan SPM untuk indikator ini tidak dihitung secara langsung seperti Indikator Pencapaian Lainnya. Penghitungan biaya pemenuhan indikator ini akan dilakukan dengan menggunakan proxy, yang akan dijelaskan kemudian.
SPM 4 – Ruang Guru dan Ruang Kepala Sekolah
SPM 4 – Ruang Guru dan Ruang Kepala Sekolah Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru. Rincian Indikator SPM Nomor
Indikator SPM
4-1
Di setiap SD/MI tersedia satu ruang guru
4-2
Di setiap SMP/MTs tersedia satu ruang guru
4-3
Ruang guru di SD/MI dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya
4-4
Ruang guru di SMP/MTs dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya
4-5
Di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah
Analisis IP-4.1 dan IP-4.2 Untuk menghitung pemenuhan SPM pada indikator ini, maka kita dapat menggunakan informasi jumlah ruang guru di tiap sekolah yang tercatat dalam database PadatiWEB. Berikut adalah output pivoting yang digunakan untuk melihat pemenuhan indikator ini. Pivot 4.1. Sekolah/Madrasah Menurut Kepemilikan Ruang Guru SD MI Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Tidak Memiliki Jumlah 219 1 17 237 Persen 38% 9% 0% 10% 31% Memiliki Jumlah 360 10 2 153 525 Persen 62% 91% 100% 90% 69% Total Jumlah 579 11 2 170 762 Total Persen 100% 100% 100% 100% 100% Alternatif Kebijakan • Melakukan pembangunan ruang guru • Melakukan konversi ruang kelas yang tidak terpakai atau ruang lainnya menjadi ruang guru Analisis Lebih Lanjut Salah satu alternatif adalah konversi ruang kelas yang tidak terpakai untuk menjadi ruang guru. Untuk itu kita akan melihat adakah sekolah yang memiliki kelebihan ruang kelas.
17
18
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Pivot 4.2. Sekolah/Madrasah Dengan Kemungkinan Konversi Ruang Kelas Menjadi Ruang Guru SD MI Grand Total Negeri Swasta Swasta Bangun Baru Jumlah 166 1 16 183 Persen 76% 100% 94% 77% Konversi Jumlah 53 1 54 Persen 24% 0% 6% 23% Total Jumlah 219 1 17 237 Total Persen 100% 100% 100% 100% Analisis IP-4.3 dan IP-4.4 Untuk analisis kebutuhan sarana di ruang guru, karena meja dan kursi guru juga merupakan komponen yang dihitung dalam indikator SPM IP-2.3 dan IP-2.4, maka kecukupan meja dan kursi guru akan dihitung dalam indikator SPM tersebut. Untuk mempermudah penjelasan teknik penghitungan, maka kebutuhan akan lemari untuk setiap guru juga akan dihitung dalam pemenuhan SPM IP-2.3 dan IP-2.4 Analisis IP-4.5 Hampir sama dengan indikator SPM IP-4.1. dan IP-4.2., kita dapat melakukan identifikasi pemenuhan indikator ini melalui variabel jumlah ruang kepala sekolah yang dicatat dalam PadatiWEB. Berikut adalah contoh pivot untuk melihat berapa banyak SMP/MTs yang sudah memenuhi SPM. Pivot 4.3. Sekolah/Madrasah Dengan Kemungkinan Konversi Ruang Kelas Menjadi Ruang Guru SMP MTs Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Tidak Memiliki Jumlah 2 2 14 18 Persen 4% 10% 0% 18% 12% Memiliki Jumlah 46 18 2 65 131 Persen 96% 90% 100% 82% 88% Total Jumlah 48 20 2 79 149 Total Persen 100% 100% 100% 100% 100% Alternatif Kebijakan • Melakukan pembangunan ruang kepala sekolah • Melakukan konversi ruang yang tidak terpakai atau ruang lainnya menjadi ruang guru
SPM 5 – Ketersediaan Guru Kelas di SD/MI
SPM 5 – Ketersediaan Guru Kelas di SD/MI Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan. Rincian Indikator SPM Nomor 5-1
Indikator SPM Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru kelas untuk setiap rombongan belajar
Analisis IP-5.1 Indikator SPM IP-5.1, dihitung dengan melihat Rasio Guru Kelas terhadap Rombel (Guru Kelas/Rombel) dengan rumus berikut ini:
Hasil rasio ini pada idealnya ada pada angka 1, yaitu satu guru untuk satu rombongan belajar, sementara angka di atas satu menggambarkan adanya kelebihan guru, sedangkan angka di bawah satu menunjukkan kekurangan guru. Untuk melihat apakah ada SD/MI yang mengalami kekurangan guru, maka dapat menggunakan pivot tabel dibawah ini.
< 0.5 0.5 ‐ <1 Sesuai SPM >1 ‐ 2 >2 N/A Grand Total
Pivot 5.1. SD/MI menurut kecukupan Guru Kelas SD MI Total Jum Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 2 0% 0% 0% 10 6% 12 2% 78 13% 4 36% 0% 30 18% 112 15% 111 19% 3 27% 0% 13 8% 127 17% 377 65% 4 36% 2 100% 98 58% 481 63% 6 1% 0% 0% 15 9% 21 3% 5 1% 0% 0% 4 2% 9 1% 579 100% 11 100% 2 100% 170 100% 762 100%
Rasio Guru Kelas/Rombel di tingkat sekolah ternyata menunjukkan 17% sekolah (124 sekolah) masih memiliki kekurangan guru. Dengan 12 sekolah mengalami kekurangan guru yang cukup parah. Alternatif Kebijakan • Melakukan pemindahan guru kelas PNS dari SD Negeri yang kelebihan guru Melakukan penugasan PNS agar diperbantukan/diperkerjakan di SD/MI swasta. • Melakukan perekrutan Guru Kelas baru • Penggabungan sekolah untuk SD Negeri kecil yang kekurangan guru • Menyelenggarakan pembelajaran kelas rangkap untuk sekolah di daerah khusus
19
20
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Analisis Lebih Lanjut Sebelum kita memutuskan apakah memang diperlukan guru tambahan untuk membantu sekolah-sekolah yang masih mengalami kekurangan guru, akan lebih baik bila kita melakukan analisis terlebih dahulu – apakah kekurangan guru yang terjadi merupakan kondisi yang dialami di tingkat kabupaten/kota, di wilayah tertentu atau lebih karena kekurangan-kekurangan di sekolah tertentu saja. Pivot 5.2. Rasio Guru Kelas Per Rombel Di Tingkat Kabupaten/Kota GK per Rombel Negeri Swasta Grand Total Sekolah Dasar 1.21 0.99 1.20 Madrasah Ibtidaiyah 1.50 1.32 1.32 Grand Total 1.21 1.30 1.23 Seperti kita lihat dari contoh di atas, rasio di tingkat kabupaten keseluruhan (1,23 guru kelas per rombel) menunjukkan bahwa jumlah guru kelas yang ada sudah mencukupi. Hanya di SD Swasta saja terjadi kekurangan, itupun dengan angka sudah mendekati 1, maka kekurangan terjadi sangatlah minimal. Kita dapat melihat gambaran lebih mendetail mengenai rasio ini bila kita menghitung rasio ini di tingkat lebih rendah lagi, seperti di tingkat kecamatan. Pivot 5.3. Rasio Guru Kelas Per Rombel Di Tingkat Kecamatan GK per Rombel SD MI Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Kec. Kenduruan 1.05 1.17 1.06 Kec. Tambakboyo 1.15 0.90 1.10 Kec. Soko 1.17 0.97 1.04 1.13 Kec. Singgahan 1.20 0.67 1.11 1.16 Kec. Semanding 1.17 1.07 1.16 … … … … … … Kec. Senori 1.13 1.44 1.23 Kec. Tuban 1.21 0.97 1.58 1.67 1.24 … … … … … … Kec. Plumpang 1.27 1.35 1.29 Kec. Bancar 1.28 1.38 1.44 1.31 Kec. Rengel 1.24 1.40 1.70 1.31 Kec. Bangilan 1.23 1.79 1.40 Grand Total 1.21 0.99 1.50 1.32 1.23 Dari tabel di atas, kita dapat melihat beberapa informasi menarik seperti: 1. Ada disparitas rasio antar kecamatan yang cukup signifikan, dari 1.06 sampai 1.40. 2. Di Kecamatan Singgahan, Tambakboyo dan Soko, kita melihat disparitas antar jenis/status Satuan Pendidikan. Contoh di Kecamatan Singgahan SD Swasta mengalami kekurangan guru yang cukup parah, sementara SD Negeri memiliki surplus guru.
SPM 6 – Kecukupan Guru Mata Pelajaran SMP/MTs
SPM 6 – Kecukupan Guru Mata Pelajaran SMP/MTs Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran dan untuk daerah khusus tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran. Rincian Indikator SPM Nomor
Indikator SPM
6-1
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Pendidikan Agama*
6-2
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan*
6-3
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Bahasa Indonesia*
6-4
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Bahasa Inggris
6-5
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Matematika*
6-6
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam*
6-7
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial*
6-8
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Seni Budaya*
6-9
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan*
6-10
Di setiap SMP/MTs tersedia guru yang cukup untuk setiap mata pelajaran Ketrampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi* *Daftar mata pelajaran menggunakan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Analisis IP-6.5. Analisis IP-6 membutuhkan untuk dilakukan secara dua tahap. Pertama adalah identifikasi sekolah yang masih mengalami kekurangan guru (belum memenuhi SPM), dan yang kedua adalah menghitung total tambahan kebutuhan guru agar sekolah-sekolah tersebut memenuhi SPM. Untuk menghitung kebutuhan guru digunakan rumus sebagai berikut: 24
21
22
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Pivot 6.1. SMP/MTs Menurut Kecukupan Guru Mata Pelajaran Matematika SMP MTs Total Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % Rasio Kecukupan <0.5 2 5% 9 20% 0% 2 20% 13 13% Rasio Kecukupan 0.5 ‐ <1 13 30% 7 16% 3 100% 7 70% 30 30% Rasio Kecukupan 1 1 2% 6 14% 0% 0% 7 7% Rasio Kecukupan >1 ‐ 2 26 60% 18 41% 0% 0% 44 44% Rasio Kecukupan >2 1 2% 4 9% 0% 1 10% 6 6% Grand Total 43 100% 44 100% 3 100% 10 100% 100 100% Pivot di atas menunjukkan bahwa ada 43 sekolah (43%) dengan kekurangan guru Matematika, bahkan 13 sekolah mengalami kekurangan yang cukup signifikan. Dari sini, kita harus menghitung kebutuhan tambahan guru agar sekolah-sekolah tersebut dapat memenuhi SPM. Untuk menghitung kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan rumus berikut ini:
Pivot 6.2. Tambahan Guru Mata Pelajaran Matematika Yang Dibutuhkan SMP MTs Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Jumlah Rombel 277 114 58 79 528 Kebutuhan Guru 49 24 11 17 101 Guru Tersedia 47 15 12 12 86 Tambahan Guru 7 11 1 5 24 Catatan:
Kebutuhan tambahan guru tidak selamanya sama dengan kebutuhan guru dikurangi dengan ketersediaan guru. Karena dengan perhitungan kebutuhan guru tidak selamanya menghasilkan bilangan bulat. Sementara tambahan guru – di tahap ini – masih diperhitungan secara bulat. Untuk mobilitas guru bisa melihat di analisis lebih lanjut.
Alternatif Kebijakan • Dilakukan praktek guru mengajar di lebih dari satu sekolah (mobilitas guru) • Redistribusi guru antar sekolah • Retraining guru, guru mata pelajaran lain (misal: IPA) diberikan pembekalan sebagai guru matematika (mengambil S1/D-IV Matematika) • Pengangkatan guru baru Analisis Lebih Lanjut Salah satu alternatif kebijakan adalah adanya praktek mobilitas guru. Dimana penghitungan pemenuhan SPM dapat dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa guru bisa mengajar di lebih dari satu sekolah. Untuk itu penghitungan total kebutuhan guru kita lakukan dengan melihat juga sekolahsekolah yang memiliki kelebihan guru dan bagaimana bila kelebihan jam guru ini digunakan untuk mengajar di sekolah lain.
SPM 6 – Kecukupan Guru Mata Pelajaran SMP/MTs
Pivot 6.3. Menghitung Tambahan atau Kelebihan Guru Matematika SMP MTs Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Jumlah Rombel 754 276 58 83 1171 Kebutuhan Guru 139 61 11 18 229 Ketersediaan Guru 170 48 12 13 243 Tambahan (kelebihan) Guru (44) (2) (2) 1 (48) Hasil dari pivot di atas cukup mengejutkan. Ternyata bila dimungkinkan redistribusi guru atau dimungkinkannya guru mengajar di lebih dari satu sekolah justru terdapat kelebihan guru matematika sebanyak 48 guru matematika. Analisis IP-6 lainnya Untuk analisis beberapa IP ini, secara garis besar sama dengan analisis IP-6.5., hanya berbeda dalam mata pelajaran yang akan dianalisis.
23
24
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
SPM 7 – Kualifikasi Guru SD/MI Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. Rincian Indikator SPM Nomor
Indikator SPM
7-1
Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV
7-2
Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memiliki sertifikat pendidik
Analisis IP-7.1 Dalam menghitung indikator SPM ini kita menggunakan informasi pendidikan guru yang tercatat dalam SIM-NUPTK yang diagregatkan di tingkat sekolah untuk menghitung berapa guru dalam satu sekolah yang sudah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D-IV. Pivot 7.1. Sekolah/Madrasah menurut Jumlah Guru S1 SD MI Total Jml Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % 0 guru S1 (belum SPM) 43 8% 2 20% 2 40% 4 13% 51 9% 1 guru S1 (belum SPM) 148 28% 1 10% 1 20% 13 42% 163 29% 2 guru S1 (memenuhi SPM) 117 22% 2 20% 0% 5 16% 124 22% 2+ guru S1 (memenuhi SPM) 209 40% 2 20% 2 40% 9 29% 222 39% 6+ guru S1 (di atas SPM) 7 1% 3 30% 0% 0% 10 2% Grand Total 524 100% 10 100% 5 100% 31 100% 570 100%
Dari output ini kita bisa melihat bahwa hanya ada 214 sekolah (38%) yang belum memenuhi SPM. Dan dari output ini kita juga bisa menghitung berapa jumlah guru S1 yang dibutuhkan agar 214 sekolah ini bisa memenuhi SPM. 1
2
1 1
2 51
2
163
1
1 265
Alternatif Kebijakan • Melakukan peningkatan kualifikasi guru yang belum S1/D-IV • Melakukan perekrutan guru baru yang sudah memenuhi kualifikasi S1/D-IV • Melakukan pemindahan guru dari sekolah yang kelebihan guru S1/D-IV ke sekolah yang kekurangan guru S1/D-IV
SPM 7 – Kualifikasi Guru SD/MI
Analisis IP-7.2 Dalam menghitung indikator SPM ini kita menggunakan informasi sertifikasi guru yang tercatat dalam SIM-NUPTK yang diagregatkan di tingkat sekolah untuk menghitung berapa guru dalam satu sekolah yang sudah memiliki sertifikasi pendidik. Pivot 7.2. Sekolah/Madrasah menurut Jumlah Guru Memiliki Sertifikasi SD MI Total Jml Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % 0 guru sertifikasi (blm SPM) 84 16% 8 80% 4 80% 30 97% 126 22% 1 guru sertifikasi (blm SPM) 136 26% 1 10% 1 20% 1 3% 139 24% 2 guru sertifikasi (SPM) 145 28% 1 10% 0% 0% 146 26% 2+ guru sertifikasi (SPM) 159 30% 0% 0% 0% 159 28% Grand Total 524 100% 10 100% 5 100% 31 100% 570 100%
Sama dengan analisis IP-7.1. dari pivot di atas kita juga bisa menghitung jumlah guru yang harus disertifikasi dengan menggunakan rumus yang sama. 126
2
139
1
391
Alternatif Kebijakan • Menyusun prioritas sertifikasi guru untuk sekolah yang kekurangan guru bersertifikasi • Melakukan perekrutan guru baru yang sudah bersertifikasi • Melakukan pemindahan guru dari sekolah yang kelebihan guru bersertifikasi ke sekolah yang kekurangan guru bersertifikasi
25
26
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
SPM 8 – Kualifikasi Guru SMP/MTs Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%. Rincian Indikator SPM Nomor
Indikator SPM
8-1
Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% atau lebih
8-2
Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik sebanyak 35% lebih
Analisis IP-8.1 Dalam menghitung indikator SPM ini kita menggunakan informasi pendidikan guru yang tercatat dalam SIM-NUPTK yang diagregatkan di tingkat sekolah untuk menghitung berapa guru dalam satu sekolah yang sudah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D-IV. Pivot 8.1. Sekolah/Madrasah Menurut Persentase Guru S1 SMP MTs Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Guru S1 <35% Jumlah 5 5 Persen 0% 11% 0% 0% 5% Guru S1 35%‐<70% Jumlah 4 19 2 25 Persen 9% 43% 0% 20% 25% Guru S1 >=70% Jumlah 39 20 3 8 70 Persen 91% 45% 100% 80% 70% Total Jumlah 43 44 3 10 100 Total Persen 100% 100% 100% 100% 100% Dari output ini kita bisa melihat bahwa hanya ada 30 sekolah (30%) yang belum memenuhi SPM. Analisis ini bisa diperdalam dengan menghitung berapa jumlah guru S1 yang dibutuhkan agar 30 sekolah ini bisa memenuhi SPM. Alternatif Kebijakan • Melakukan peningkatan kualifikasi guru yang belum S1/D-IV • Melakukan perekrutan guru baru yang sudah memenuhi kualifikasi S1/D-IV • Melakukan pemindahan guru dari sekolah yang kelebihan guru S1/D-IV ke sekolah yang kekurangan guru S1/D-IV Catatan: Untuk alternatif menyusun prioritas peningkatan kualifikasi guru yang belum S1/D-IV akan lebih tepat sasaran bila prioritas disusun bersama dengan pemenuhan IP-9
SPM 8 – Kualifikasi Guru SMP/MTs
yang mensyaratkan minimal satu guru mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris harus berkualifikasi S1/D-IV dan bersertifikat pendidik.
Analisis IP-8.2 Dalam menghitung indikator SPM ini kita menggunakan informasi sertifikasi guru yang tercatat dalam SIM-NUPTK yang diagregatkan di tingkat sekolah untuk menghitung berapa guru dalam satu sekolah yang sudah memiliki sertifikasi pendidik. Pivot 8.2. Sekolah/Madrasah Menurut Persentase Jumlah Guru S1/D-IV Bersertifikat Pendidik SMP MTs Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Guru S1 Sertifikasi <10% Jumlah 28 25 3 10 66 Persen 65% 57% 100% 100% 66% Guru S1 Sertifikasi 10%‐<35% Jumlah 15 15 30 Persen 35% 34% 0% 0% 30% Guru S1 Sertfikasi >=35% Jumlah 4 4 Persen 0% 9% 0% 0% 4% Total Jumlah 43 44 3 10 100 Total Persen 100% 100% 100% 100% 100% Alternatif Kebijakan • Menyusun prioritas sertifikasi guru untuk sekolah yang kekurangan guru bersertifikasi • Melakukan perekrutan guru baru yang sudah bersertifikasi • Melakukan pemindahan guru dari sekolah yang kelebihan guru bersertifikasi ke sekolah yang kekurangan guru bersertifikasi Catatan: Untuk alternatif menyusun prioritas sertifikasi guru akan lebih tepat sasaran bila prioritas disusun bersama dengan pemenuhan IP-9 yang mensyaratkan minimal satu guru mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris harus berkualifikasi S1/D-IV dan bersertifikat pendidik.
27
28
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
SPM 9 – Kualifikasi Guru Mata Pelajaran SMP/MTs Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Rincian Indikator SPM Nomor
Indikator SPM
9-1
Di setiap SMP/MTs tersedia minimal satu guru dengan kualifikasi akademik S1/DIV dan telah memiliki sertifikat pendidik untuk mata pelajaran Matematika
9-2
Di setiap SMP/MTs tersedia minimal satu guru dengan kualifikasi akademik S1/DIV dan telah memiliki sertifikat pendidik untuk mata pelajaran IPA
9-3
Di setiap SMP/MTs tersedia minimal satu guru dengan kualifikasi akademik S1/DIV dan telah memiliki sertifikat pendidik untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia
9-4
Di setiap SMP/MTs tersedia minimal satu guru dengan kualifikasi akademik S1/DIV dan telah memiliki sertifikat pendidik untuk mata pelajaran Bahasa Inggris
Analisis IP-9.1 Dalam menghitung indikator SPM ini kita menggunakan informasi sertifikasi guru yang tercatat dalam SIM-NUPTK yang diagregatkan di tingkat sekolah untuk menentukan apakah sudah ada guru berkualifikasi akademik S1/D-IV dan bersertifikat pendidik untuk mata pelajaran Matematika Pivot 9.1. Sekolah/Madrasah Menurut Jumlah Guru Matematika S1/D-IV Bersertifikat Pendidik SMP MTs Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta 0 guru S1 dan Sertifikasi (Belum SPM) Jumlah 22 39 3 10 74 Persen 51% 89% 100% 100% 74% 1+ guru S1 dan sertifikasi (sudah SPM) Jumlah 21 5 26 Persen 49% 11% 0% 0% 26% Total Jumlah 43 44 3 10 100 Total Persen 100% 100% 100% 100% 100% Dari contoh pivot di atas kita melihat bahwa hanya 26% dari SMP/MTs yang memiliki Guru Matematika dengan kualifikasi S1/D-IV dan memiliki sertifikat pendidik. Alternatif Kebijakan • Meningkatkan kualifikasi akademik guru matematika yang belum S1/D-IV • Menyusun prioritas sertifikasi guru untuk sekolah yang kekurangan guru mata pelajaran matematika bersertifikasi, • Melakukan perekrutan guru matematika baru yang sudah berkualifikasi S1/D-IV dan juga telah bersertifikasi
SPM 9 – Kualifikasi Guru Mata Pelajaran SMP/MTs
•
Melakukan pemindahan guru dari sekolah yang kelebihan guru yang memenuhi syarat SPM ke sekolah yang kekurangan guru tersebut.
Catatan: Untuk alternatif menyusun prioritas peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru akan lebih tepat sasaran bila prioritas disusun bersama dengan pemenuhan IP-8 yang mensyaratkan 70% guru harus S1/D-IV dan 35% dari guru itu bersertifikat pendidik. Analisis IP-9.2, IP-9.3, Analisis IP-9.4 Untuk analisis beberapa IP ini, secara garis besar sama dengan analisis IP-9.1., hanya berbeda dalam mata pelajaran yang akan dianalisis.
29
30
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
SPM 10 – Kualifikasi Kepala SD/MI Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap kabupaten/kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik Rincian Indikator SPM Nomor 10-1
Indikator SPM Semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidik
Analisis IP-10.1 Untuk melakukan analisis indikator SPM ini kita menggunakan data guru yang tercatat dalam SIM-NUPTK. Berikut ini adalah contoh pivot yang digunakan untuk melihat berapa banyak kepala sekolah yang sudah memenuhi SPM Pivot 10.1. Kepala Sekolah Dan Madrasah Menurut Tingkat Pendidikannya SD MI Total Jml Total % Negeri Swasta Negeri Swasta Jml % Jml % Jml % Jml % Belum S1 Belum Sertifikasi 107 21% 0% 1 25% 0% 108 20% Sudah Sertifikasi 76 15% 4 44% 2 50% 18 90% 100 19% Sudah S1 Belum Sertifikasi 47 9% 0% 0% 0% 47 9% Sudah Sertifikasi 275 54% 5 56% 1 25% 2 10% 283 53% Grand Total 505 100% 9 100% 4 100% 20 100% 538 100% Alternatif Kebijakan • Memberikan beasiswa untuk peningkatan kualifikasi akademik kepala sekolah • Memprioritaskan sertifikasi pendidik untuk kepala sekolah • Melakukan promosi/pengangkatan kepala sekolah baru yang sudah S1/D-IV yang sudah bersertifikasi
SPM 11 – Kualifikasi Kepala SMP/MTs
SPM 11 – Kualifikasi Kepala SMP/MTs Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik Rincian Indikator SPM Nomor 11-1
Indikator SPM Semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV, dan memiliki sertifikat pendidik
Analisis Analisis SPM IP 11-1 dan IP 11-2 ini menggunakan analisis yang sama dengan SPM IP-10, hanya SPM IP-10 adalah untuk Kepala SD/MI, sedangkan SPM IP-11 berkonsentrasi pada Kepala SMP/MTs.
31
32
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
SPM 12 – Kualifikasi Pengawas Uraian Standar Pelayanan Minimal Di setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik Rincian Indikator SPM Nomor 12-1
Indikator SPM Semua pengawas berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV, dan memiliki sertifikat pendidik
Analisis Analisis SPM IP 12-1 dan IP 12-2 ini menggunakan analisis yang sama dengan SPM IP-10, hanya SPM IP-10 adalah untuk Kepala SD/MI, sedangkan SPM IP-12 berkonsentrasi pada pengawas sekolah dan madrasah.
PENGHITUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL PROXY
PENGHITUNGAN PROXY
DENGAN
MENGGUNAKAN
VARIABEL
Beberapa butir SPM seperti kecukupan buku teks untuk siswa, perlengkapan dan peralatan laboratorium IPA untuk SMP/MTs, serta alat praktik IPA untuk SD/MI tidak pernah tercatat secara baik dalam database PadatiWEB dan tentu saja SIMNUPTK. Selain butir-butir SPM tersebut, ada beberapa butir SPM lainnya yang pemenuhannya menimbulkan biaya dengan sifat berulang seperti Dukungan Pengembangan Kurikulum (SPM 13) dan Kunjungan Pengawas (SPM 14). Untuk menghitung biaya pemenuhan SPM tersebut dilakukan penghitungan melalui proxy, yaitu penghitungan pemenuhan SPM dengan variabel selain variabel yang menjadi obyek dalam indikator SPM. Setelah menghitung besaran variabel proxy tersebut penghitungan biaya pemenuhan SPM dihitung sebagai pembiayaan yang berulang yang mencakup seluruh sekolah/madrasah. Nomor Indikator SPM
Variabel Proxy
Biaya Dihitung
3-2
Laboratorium IPA dilengkapi dengan minimal satu set peralatan praktek IPA
Jumlah Biaya alat dan laboratorium Perlengkapan IPA Lab IPA
13
Dinas Pendidikan melaksanakan kegiatan yang mendukung pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran
Jumlah Sekolah/ Madrasah
Biaya kegiatan dukungan kurikulum per satuan pendidikan
14
Pengawas melakukan kunjungan ke satuan/pendidikan
Jumlah Sekolah/ Madrasah
Biaya/ insentif kunjungan pengawas
15
Setiap SD/MI menyediakan buku teks mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS untuk setiap peserta didik
Jumlah Siswa SD/MI
Biaya pengadaan buku
16
Setiap SMP/MTs menyediakan satu set buku teks yang berisi buku teks siswa untuk semua mata pelajaran
Jumlah Siswa SMP/MTs
Biaya pengadaan paket buku
17
Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA
Jumlah SD/MI
Biaya pengadaan alat peraga
18-1
Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan
Jumlah SD/MI
Biaya pengadaan paket buku
18-2
Setiap SD/MI memiliki 10 buku referensi
Jumlah SD/MI
Biaya pengadaan buku
33
34
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Nomor Indikator SPM
Variabel Proxy
Biaya Dihitung
18-3
Setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan
Jumlah SMP/MTs
Biaya pengadaan paket buku
18-4
Setiap SMP/MTs memiliki 20 buku referensi
Jumlah SMP/MTs
Biaya pengadaan buku
Pemenuhan SPM-3 Penghitungan biaya pemenuhan SPM-3 secara analisis dilakukan dengan asumsi sebagai berikut: • •
•
Di akhir umur pakai setiap komponen alat praktik IPA setiap alat praktik IPA harus digantikan dengan alat yang baru. Untuk meyakinkan bahwa setiap laboratorium praktik IPA terjaga kelengkapannya, maka secara berkala akan dialokasikan anggaran untuk pengadaan alat praktik tersebut. Besar anggaran dialokasikan setiap tahun adalah sebanyak alat yang dibutuhkan dibagi dengan umur pakai alat tersebut
Bila asumsi ini dirumuskan dalam penghitungan akan menjadi menjadi formula berikut:
Alat-alat IPA yang dihitung disini secara detail dapat dilihat pada Lampiran-3. Untuk harga masing-masing alat dapat menggunakan Standar Harga Tertinggi yang berlaku di kabupaten/kota. Umur pakai masing-masing alat dan perlengkapan alat IPA sebetulnya berbeda tetapi secara umum menggunakan umur pakai lima tahun.
Pemenuhan SPM-13 Penghitungan biaya pemenuhan SPM-13 secara analisis dilakukan dengan asumsi bahwa Dinas Pendidikan akan menyelenggarakan program/kegiatan dukungan pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif. Dari anggaran yang lalu atau sumber penghitungan anggaran lainnya, kita dapat memperoleh biaya program/kegiatan tersebut per sekolah/madrasah – yang kemudian dapat dikalikan ke jumlah sekolah/madrasah yang ada. 10
Pemenuhan SPM-14
Pemenuhan SPM-14 Penghitungan biaya pemenuhan SPM-14 secara analisis dilakukan dengan asumsi bahwa setiap aktivitas kunjungan pengawas di sekolah/madrasah akan menimbulkan biaya. Maka biaya pemenuhan SPM ini akan dihitung dengan mengkalikan jumlah kunjungan pengawas yang diperlukan dengan biaya/insentif per kunjungan yang dikeluarkan/diterima pengawas. 10 10
Pemenuhan SPM-15, SPM-16 Penghitungan biaya pemenuhan SPM-15 dam SPM-16 secara analisis dilakukan dengan asumsi sebagai berikut: • • •
Di akhir umur pakai buku maka setiap buku harus digantikan dengan buku baru. Untuk meyakinkan bahwa buku selalu tersedia untuk setiap siswa maka secara berkala akan dialokasikan anggaran untuk pengadaan buku tersebut. Besar anggaran dialokasikan setiap tahun adalah sebanyak buku yang dibutuhkan dibagi dengan umur buku tersebut.
Bila asumsi ini dirumuskan dalam penghitungan akan menjadi menjadi formula berikut:
Harga buku yang menggunakan Standar Harga Tertinggi yang berlaku di kabupaten/kota, sedangkan umur pakai buku yang digunakan adalah tiga tahun.
Pemenuhan SPM-17 Penghitungan biaya pemenuhan SPM-17 secara analisis dilakukan dengan asumsi sebagai berikut: • •
•
Di akhir umur pakai setiap komponen alat peraga IPA setiap alat peraga IPA harus digantikan dengan alat yang baru. Untuk meyakinkan bahwa setiap laboratorium peraga IPA terjaga kelengkapannya, maka secara berkala akan dialokasikan anggaran untuk pengadaan alat peraga tersebut. Besar anggaran dialokasikan setiap tahun adalah sebanyak alat yang dibutuhkan dibagi dengan umur pakai alat tersebut
Bila asumsi ini dirumuskan dalam penghitungan akan menjadi menjadi formula berikut:
35
36
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Yang termasuk alat Peraga IPA adalah: • • • • • •
Model kerangka manusia Model tubuh manusia Bola dunia (Globe) Contoh peralatan optic Kit IPA untuk eksperimen dasar Poster/carta IPA
Untuk harga masing-masing alat dapat menggunakan Standar Harga Tertinggi yang berlaku di kabupaten/kota. Umur pakai masing-masing alat dan perlengkapan alat IPA sebetulnya berbeda tetapi secara umum menggunakan umur pakai lima tahun.
Pemenuhan SPM-18 Penghitungan biaya pemenuhan SPM-18 secara analisis dilakukan dengan asumsi sebagai berikut: • • •
Di akhir umur pakai buku maka setiap buku harus digantikan dengan buku baru. Untuk meyakinkan bahwa buku selalu tersedia untuk setiap siswa, maka secara berkala akan dialokasikan anggaran untuk pengadaan buku tersebut. Besar anggaran dialokasikan setiap tahun adalah sebanyak buku yang dibutuhkan dibagi dengan umur buku tersebut
Bila asumsi ini dirumuskan dalam penghitungan akan menjadi menjadi formula berikut:
Setiap SD/MI membutuhkan 100 judul buku pengayaan dan SMP/MTs membutuhkan 200 judul buku pengayaan. Mengenai jumlah buku per judul akan menjadi kebijakan dari masing-masing kabupaten/kota. Harga buku bisa diambil dari Standar Harga Tertinggi, sedangkan umur pakai standar adalah tiga tahun, tetapi karena buku pengayaan dan buku referensi tingkat penggunaannya lebih rendah dari buku teks–dan perubahan kurikulum yang menyebabkan buku teks menjadi tidak dapat digunakan tidak begitu mempengaruhi buku pengayaan dan referensi.
Bab 2 Pen nghitungan Pemenuhan n dan Biayaa Pencapaian SPM
2.1. Penghitu P ungan Pemenuha an SPM Di dalam bab sebeelumnya sud dah dijelask kan secara terperinci t tiiga langkah h pertama dari d lima h analisis biiaya pemen nuhan SPM. Di bab inii, akan diba ahas dua laangkah yang g tersisa langkah yaitu esstimasi biayya dan keputusan pemiilihan altern natif kebijak kan yang ak kan digunak kan. Untuk membantu u proses peenghitungan n biaya inii, telah dissiapkan tab bel bantuan n dalam format Microsoft Excel yang akan digunakan untu uk merangk kum seluruh komponeen biaya dari alteernatif kebiijakan yang ada. Bagian pertama dari d bab ini akan men ngulas logika dan alu ur pemikiraan yang dig gunakan dalam panduan p inii dan pengh hitungan bia aya yang dig gunakan. Sedangk kan di bagian kedua leebih difokusskan pada bagaimana b m memindahk kan hasil peemikiran mengen nai pengitun ngan pembiiayaan ke da alam forma at Excel yan ng tersedia.
Alur Pemikir ran Penghitung gan Biay ya Pemen nuhan S SPM Alur peemikiran peenghitungan n biaya ini didasarkan n pada dua langkah terrakhir dari analisis pemenu uhan SPM. Gambar 2 Penjabaran P L Langkah Unttuk Penghitu ungan Biaya a
Esttimasi B Biaya
• Men nghitung g Jumla ah Sasaran Kebijjakan • Iden ntifikasii Kompo onen dan n Jenis Biaya B • Men nentuka an Satua an, Volum me dan Biaya Satu uan
• • Meemilih • Keb bijakan n •
Mem mperhittungkan skenariio Multi Tahun Mem mpertim mbangka an faktorr ekstern nal Mem mperkirrakan keelayakan n biaya Fina alisasi Sasaran S K Kebijaka an
Untuk memberika m an ilustrasi alur pemik kiran dan la angkah peng ghitungan b biaya ini, kiita akan melaku ukan analisiis satu IP-S SPM yaitu IP-18.1 I Ketersediaan ruang r guru di tingkat SD/MI. Kita aka an kembali menggunak kan dua outtput dasar dari d analisiss sebelumnyya.
37 7
38
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Pivot 18.1. Sekolah/Madrasah Menurut Kepemilikan Ruang Guru SD MI Grand Total Negeri Swasta Negeri Swasta Tidak Memiliki Jumlah 219 1 17 237 Persen 38% 9% 0% 10% 31% Memiliki Jumlah 360 10 2 153 525 Persen 62% 91% 100% 90% 69% Total Jumlah 579 11 2 170 762 Total Persen 100% 100% 100% 100% 100% Pivot 18.2. Sekolah/Madrasah Dengan Kemungkinan Konversi Ruang Kelas Menjadi Ruang Guru SD MI Grand Total Negeri Swasta Swasta Bangun Baru Jumlah 166 1 16 183 Persen 76% 100% 94% 77% Konversi Jumlah 53 1 54 Persen 24% 0% 6% 23% Total Jumlah 219 1 17 237 Total Persen 100% 100% 100% 100%
Untuk IP 18.2. kita mempunyai dua alternatif kebijakan untuk mencapai SPM, yaitu: • •
Melakukan pembangunan ruang guru Melakukan konversi ruang kelas yang tidak terpakai atau ruang lainnya menjadi ruang guru
Dari informasi-informasi di atas kita bisa memulai mencoba menghitung biaya pemenuhan SPM untuk IP ini. 1. Menghitung Jumlah Sasaran Kebijakan Langkah pertama ini adalah menentukan jumlah sasaran dari kebijakan yang akan diambil. Sasaran dalam SPM-ini pada umumnya adalah Sekolah/Madrasah, walaupun di beberapa IP (terutama terkait dengan kualifikasi), sasarannya adalah guru, kepala sekolah atau pengawas. Contoh Kasus: Dari tabel pivot 18.1. kita dapat melihat 237 sekolah belum memiliki ruang guru. Analisis lebih lanjut pada tabel pivot 4.2. kita melihat adanya kemungkinan konversi ruang kelas menjadi ruang guru di 54 sekolah (53 SDN dan 1 MI Swasta).
Bab 2 Penghitungan Pemenuhan dan Biaya Pencapaian SPM
No 1 2
Alternatif Pembangunan Ruang Guru Konversi RK menjadi R Guru
Sasaran 166 SDN 1 SDS 16 MIS 53 SDN 1 MIS
2. Identifikasi Komponen dan Jenis Biaya Tahap ini adalah salah satu tahap penting dalam penghitungan biaya, identifikasi komponen dan jenis biaya yang keliru dapat menyebabkan undercosting ataupun overcosting dan berujung pada kebijakan yang keliru. Komponen biaya adalah unsur-unsur biaya yang diperlukan untuk mengimplementasikan alternatif kebijakan. Sedangkan jenis biaya menentukan bagaimana komponen biaya itu akan diperhitungkan selama rentang waktu penghitungan biaya pemenuhan SPM ini. Ada tiga macam jenis biaya: • Biaya investasi adalah komponen biaya yang dikeluarkan sekali saja sebagai belanja modal untuk memenuhi SPM. Contoh: biaya pembangunan ruang kelas baru, biaya pembangunan laboratorium IPA • Biaya operasional adalah komponen biaya yang dikeluarkan secara berulang untuk memenuhi SPM. Contoh: biaya dukungan kurikulum, biaya kunjungan pengawas, dan biaya gaji guru yang direkrut untuk memenuhi SPM. • Biaya investasi berulang adalah komponen biaya yang dikeluarkan secara berulang sebagai belanja modal. Jenis biaya ini ditujukan secara khusus untuk pemenuhan IP melalui proxy, dimana biaya dikeluarkan secara berkala berdasarkan asumsi penghitungan untuk kemudian dialokasikan menurut kebijakan pada saat implementasi. Contoh: pembelian buku teks siswa, pelengkapan peralatan laboratorium IPA. Untuk IP sederhana, seperti ruang guru, laboratorium IPA, biasanya hanya ada satu komponen biaya untuk setiap alternatif kebijakan. Tetapi di IP lainnya, seperti kecukupan guru, kualifikasi guru – komponen harus ditentukan dengan lebih berhati-hati dan mencakup komponen-komponen biaya yang timbul sebagai akibat implementasi sebuah alternatif. Misal: IP-7, untuk meningkatkan kualifikasi dan sertifikasi guru, alternatif kebijakan adalah rekruitmen guru, peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru. Yang sering terlewatkan dalam penghitungan biaya adalah alternatif-alternatif ini dapat menimbulkan biaya bagi penyelenggaraan pendidikan, seperti: . • •
Rekruitment guru baru akan menambah biaya gaji guru yang harus dibayarkan Sertifikasi guru akan menambah biaya gaji guru dalam bentuk tunjangan jabatan fungsional
39
40
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Contoh Kasus: No Alternatif 1 Pembangunan Ruang Guru 2
Sasaran 166 SDN 1 SDS 16 MIS Konversi RK 53 SDN menjadi R Guru 1 MIS
Komponen Biaya Pembangunan Ruang Guru
Sifat Biaya Investasi
Konversi dan Rehabilitasi Investasi Ruang Kelas menjadi Ruang Guru (Rehab Ringan)
3. Menentukan Satuan, Volume dan Biaya Satuan Satuan, volume dan biaya satuan merupakan tiga hal yang harus ditentukan secara bersama-sama. Biasanya volume adalah produk derivasi dari sasaran, seperti pembangunan laboratorium IPA dengan sasaran SMPN, maka volume laboratorium IPA yang dibangun jumlahnya sama dengan sasaran. Sumber referensi untuk satuan dan biaya satuan bisa mengacu ke informasi anggaran seperti RKA/DPA SKPD yang telah lalu – atau bisa juga menggunakan standar harga tertinggi di masing-masing kabupaten/kota. Di dalam Lampiran-2 satuan dan biaya satuan untuk beberapa IP – mengacu pada hasil penghitungan pemenuhan SPM yang dilakukan oleh Asian Development Bank. Beberapa IP dan alternatifnya, satuan, volume dan biaya satuan sudah bersifat jelas, tetapi ada beberapa IP yang dapat menggunakan satuan, volume dan biaya satuan yang berbeda – dan semuanya secara logika dapat dibenarkan. Contoh: IP-8 Kualifikasi dan Sertifikasi Guru, dengan alternatif kebijakan peningkatan kualifikasi akademik guru menjadi S1. Satuan, volume, dan biaya satuan bisa diisi dengan beberapa kemungkinan berikut: No
Satuan
Volume
Biaya Satuan (rp)
Keterangan
1
Orang
10 guru
20 juta per orang
Asumsi: 10 orang guru perlu ditingkatkan dari S1, dengan biaya 20 juta per orang
2
Orang tahun
30 orang tahun
5 juta per orang tahun
Asumsi: dari 10 orang, 5 orang dari D3 – hanya memerlukan 2 tahun untuk mencapai S1 (2x5 = 10 o.t) 5 orang dari D2 – hingga memerlukan 4 tahun untuk mencapai S1 (4x5 = 30 o.t) Kedua kemungkinan penentuan satuan, volume dan biaya satuan ini dapat diterima, alternatif dua memungkinkan penentuan yang lebih detail dalam penghitungan biaya, tetapi memerlukan asumsi atau kebijakan tambahan. Satu hal yang harus selalu diingat, bahwa analisis ini masih dalam tahap penghitungan estimasi biaya – dan belum sampai tahap perencanaan implementasi. Detail yang lebih mendalam akan memberikan estimasi yang lebih presisi, tetapi
Bab 2 Penghitungan Pemenuhan dan Biaya Pencapaian SPM
semakin dalam detail yang digali – diperlukan upaya yang lebih banyak dalam melakukan penghitungan dan sangat mungkin kebijakan menjadi terlalu kaku pada saat akan diimplementasikan. Pertimbangkan hal ini selalu sebelum mengambil keputusan untuk menggali data lebih dalam. Contoh Kasus: No Alternatif 1
Pembangunan Ruang Guru
2
Konversi RK menjadi R Guru
Sasaran
Satuan
166 SDN R Guru 1 SDS 16 MIS 53 SDN RK 1 MIS
Vol. 166 1 16 53 1
Biaya Satuan 109 juta
38 juta
Total 18.1 miliar 0.1 miliar 1.7 miliar 2.0 miliar .4 miliar
4. Memperhitungkan Skenario Multi Tahun Penghitungan skenario multi tahun adalah upaya untuk mendistribusikan biaya untuk mencapai SPM ke dalam beberapa tahun perencanaan. Skenario multi tahun memungkinkan adanya penyusunan prioritas, efisiensi dan efektifitas implementasi kebijakan – serta kemungkinan adanya monitoring atau evaluasi pada alternatif kebijakan yang diambil. Contoh Kasus: Dalam kasus pencapaian IP-18.1 ini kita akan memprioritaskan konversi terlebih dahulu di tahun pertama serta pembangunan ruang guru di SDS dan MIS, dan kemudian pembangunan ruang guru baru SDN akan didistribusikan di tiga tahun berikutnya. No 1
2
Alternatif Pembangunan Ruang Guru
Vol. 166 1 16 Biaya (milyar rupiah) Konversi RK menjadi 53 R Guru 1 Biaya (milyar rupiah)
T-1 1 6 1.9 53 1 2.4
T-2 56
T-3 55
T-4 55
6.1
6.0
6.0
T-5
Total 166 1 6 20.0 2.4
5. Memperkirakan Kelayakan Biaya Analisis dalam tahap ini lebih untuk melihat realistiskah biaya yang dikeluarkan – baik secara total ataupun rincian per tahun – dengan mempertimbangkan kondisi anggaran daerah, baik APBD secara keseluruhan ataupun anggaran pendidikan. Seperti pada contoh di atas – total biaya sebesar 18 milyar untuk menambah fasilitas sekolah di SDN, apakah sebanding dengan anggaran pendidikan yang ada untuk belanja modal. Untuk pertimbangan ini, reviu hasil analisis AKPK akan banyak membantu mengenai sustainabilitas penghitungan biaya pencapain SPM, terlebih untuk menghindari pencapaian satu IP SPM justru menggrogoti SPM lainnya.
41
42
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Bila memang dianggap 18 milyar membebani anggaran belanja modal, maka ada kemungkinan analisis kesenjangan dan alternatif kebijakan harus dihitung ulang, misalkan: (1) melihat kinerja IP SPM lainnya dari sekolah-sekolah sasaran – bila banyak kesenjangan lain apakah lebih baik mulai dipikirkan agar sekolah tersebut digabung dengan sekolah lain; (2) menggunakan biaya satuan yang berbeda, misal: ruang guru yang lebih kecil; (3) menggunakan sarana RK yang ada – walaupun ini berarti membuat sekolah harus dijalankan secara bergantian (masuk pagi dan masuk siang). Alternatif lain untuk pembiayaan adalah menggunakan anggaran lain seperti DAK atau mengusulkan pembiayaan khusus pemenuhan SPM yang dianggarkan oleh pemerintah pusat atau provinsi. Contoh Kasus: Misalkan dari daftar sekolah sasaran kita berhasil menyimpulkan bahwa: • •
10 sekolah – karena kesenjangan SPM-nya – diusulkan untuk digabungkan dengan sepuluh sekolah lain. 80 sekolah, karena jumlah PTK yang kecil (kurang dari 10), akan memperoleh ruang guru dengan luas separuh dari standar RK, untuk menekan biaya.
6. Mempertimbangkan Faktor Eksternal Tahapan terakhir sebelum kebijakan menjadi final, adalah melihat faktor-faktor eksternal seperti: •
•
Perkembangan jumlah siswa per rombel dan angka partisipasi sekolah untuk menghindari investasi dilakukan di sekolah yang mungkin akan tutup/digabungkan dengan sekolah lain dikarenakan turunnya jumlah siswa. Analisis pemenuhan SPM indikator lain – misal: jangan sampai kita membangun ruang guru baru di sekolah yang akan menurun jumlah rombelnya karena efisiensi – sehingga nanti akan terjadi kelebihan ruang kelas.
Tahap analisis ini lebih untuk memaksimalkan efisiensi pembiayaan dan meyakinkan bahwa biaya yang dihitung dari masing-masing SPM tidak kontra dengan SPM yang lain. 7. Finalisasi Sasaran Kebijakan Tahapan final ini lebih bersifat merangkum dan menyarikan hasil analisis dari 6 langkah sebelumnya. Bila alternatif kebijakan yang ada dianggap tidak dapat dilaksanakan, maka alternatif itu akan didrop atau digantikan dengan alternatif lain. Untuk alternatif yang dipilih, maka penghitungan sasaran seyogyanya diverifikasi ulang dan hasil analisis akan dimasukkan ke format Excel untuk memudahkan rekap dan analisis.
Bab 2 Penghitungan Pemenuhan dan Biaya Pencapaian SPM
Menggunakan Format Excel untuk Rekapitulasi Penghitungan Biaya Format Excel yang dikembangkan sebenarnya juga berfungsi sebagai working table tahap analisis di atas. Akan memudahkan bila dari tahap analisis kesenjangan SPM, penghitungan biaya dan penentuan kebijakan dilakukan dengan bantuan format ini. Dengan urutan data dan kolom yang kurang lebih sama dengan contoh analisis di penjabaran langkah penghitungan biaya di atas, berikut dalam Gambar 3 adalah contoh Format Excel, yang sudah berisi isian untuk IP-18.1. Gambar 3 Format Excel
Dari contoh di atas kita dapat melihat, perkembangan analisis untuk 18.1., dari sebelumnya pembangunan 183 ruang guru dan 54 konversi, sepanjang analisis menjadi 76 ruang guru ukuran standar, 80 ruang guru ukuran kecil, dan 10 sekolah dengan rencana penggabungan tidak dilakukan pembangunan ruang guru. Isian dilakukan dengan bertahap dari kiri ke kanan, Berikut adalah keterangan isian untuk masing-masing kolom: No
Kolom
Isian
Langkah Analisis
1
IP-SPM
Kode IP yang dihitung biaya pemenuhannya
1
2
Alternatif Kebijakan/ Komponen Biaya
Nama alternatif kebijakan, dan break-down komponen biaya yang dihitung biayanya
1 dan 2
3
Jenis Biaya
Salah satu dari jenis biaya ini: - Investasi - Investasi Berulang - Operasional
2
43
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
44
No
Kolom
Isian
Langkah Analisis
4
Sasaran
Sasaran sekolah/guru yang menerima alternatif kebijakan Kolom kedua berisi nama sasaran
1
5
Satuan
Satuan alternatif kebijakan
3
6
Volume
Volume kegiatan
3
7
Biaya Satuan
Satuan biaya kegiatan
3
8
Distribusi Volume (T-1 s.d. T-5)
Distribusi volume kegiatan ke dalam multi tahun *Isian T-Total adalah formula otomatis yang menjumlah nilai di kolom T-1 s.d. T-5 *Isian T-Total pada umumnya sama dengan isian volume
4
9
Distribusi Biaya
Isian ini secara otomatis dihitung dari hasil perkalian volume dengan satuan biaya
4
Bab 3 Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses
Bab 3 Akses
Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran
Sasaran Akses Akses merupakan salah satu sasaran kunci dalam perencanaan layanan pendidikan. RPJMN 2010-2014 mematok APM SD 96%, SMP 76%, and SMA/SMK 85%. Bila ditelaah, pentingnya sasaran akses bukanlah tanpa dasar. Indikator lain seperti mutu, pemerataan, kecukupan sarana prasarana dan guru menjadi tidak bermakna bila cakupan sasaran akses – yang intinya adalah keterjangkauan layanan pendidikan bagi semua anak – tidak tercapai. Sasaran akses dioperasionalkan dalam berbagai angka partisipasi: angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, dan angka partisipasi sekolah. Ketiga angka partisipasi ini membandingkan antara jumlah siswa dengan jumlah anak usia sekolah, perbedaan ketiga angka ini hanyalah pada definisi jumlah siswa yang digunakan. Berikut adalah formula tiga angka partisipasi tersebut: /
/
7
12
7
7 12
12
7 7
12
12
Walaupun secara sekilas ketiga angka partisispasi ini mirip, APK/APM/APS mengukur sebetulnya mengukur hal yang berbeda: •
•
•
Angka Partisipasi Kasar (APK) memberikan gambaran seberapa besar kapasitas layanan pendidikan relatif dengan jumlah anak usia sekolah pada rentang usia yang dilayani, Angka Partisipasi Murni (APM) menghitung seberapa banyak anak usia sekolah pada rentang usia retang usia yang tertentu memperoleh layanan pendidikan di jenjang yang terkait. APM tidak dapat digunakan untuk proyeksi siswa, disebabkan tingginya oleh siswa kelas satu dengan usia dibawah 7, hal ini mengakibatkan APM yang terhitung menurun. Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah upaya untuk melihat berapa banyak anak usia sekolah pada rentang usai tertentu memperoleh layanan pendidikan, tanpa memperhatikan jenjang satuan pendidikan.
45
46
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
APS juga tidak tepat digunakan karena APS mencakup multi jenjang, kenaikan/ sasaran APS tidak dapat diproyeksikan kembali kepada masing-masing jenjang. Dari sini kita dapat melihat, bahwa dalam proyeksi sasaran akses kita harus menggunakan APK sebagai alat proyeksi.
Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses Melihat rumus APK maka dapat disimpulkan bahwa pencapaian sasaran akses ditentukan oleh dua variabel dasar: (1) Jumlah Siswa; (2) Jumlah Anak Usia Sekolah. Jumlah siswa merupakan fungsi dari jumlah anak usia dengan mempertimbangkan ketersediaan (supply) dan keterjangkauan (demand) layanan pendidikan. Dengan adanya dana BOS untuk sekolah, dicanangkannya sekolah bebas pungutan, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan – maka masalah pada sisi demand sudah menjadi sangat minim dan spesifik. Oleh karena itu penghitungan biaya pencapaian sasaran akses disini akan berkonsentrasi pada pertanyaan: apakah untuk mencapai sasaran akses yang telah ditentukan, diperlukan penambahan kapasitas layanan pendidikan? Secara garis besar, penghitungan ini mengikuti langkah yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut ini. Gambar 4 Langkah Penghitungan Biaya Pemenuhan Sasaran Akses
1
Penghitungan Proyeksi Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
2
Proyeksi Penambahan Jumlah Siswa
3
Penghitungan Kebutuhan Penambahan Rombongan Belajar
4
Penghitungan Kebutuhan Penambahan Sarpras (R. Kelas)
6
5
Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses
Penghitungan Kebutuhan Penambahan Guru
Bab b 3 Penghittungan Biayya Pencapaiian Sasaran n Akses
ah-langkah penghitungan ini dilakukan d dengan d meenggunakan n templatee-format Langka Microso oft Excel yang y sudah disiapkan.. Untuk infformasi lain nnya, misaal: jumlah sekolah, siswa, dan d surplus guru, meng ggunakan pivoting p yan ng sama darri output un ntuk analisiss SPM.
1. Pen nghitun ngan pro oyeksi pe ertumbu uhan AU US Penghittungan perrtumbuhan AUS dila akukan meenggunakan n data kep pendudukan n tahun tunggall. Berbeda dengan d pen nghitungan proyeksi penduduk p y yang awam digunakan n – yang menggu unakan rum mus di bawa ah ini:
Kelema ahan dari pendekatan p ini adalah h kita memerlukan da ata multi-taahun (minim mal tiga tahun) untuk mem mperoleh formula f treen pertumb buhan pend duduk yang g kemudian n dalam l pertum mbuhan pen nduduk. penghittungan di attas kita isikan sebagai laju Dalam penghitungan ini kiita akan menggunaka m an pendeka atan cohorrt. Pendeka atan ini unakan asu umsi bahw wa 100% penduduk p berusia b A di tahun iini, akan menjadi menggu pendud duk berusia A+1 di tahu un depan. Migrasi, M mo ortalitas dan n kondisi kh husus lainn nya tidak dipertim mbangkan dalam d peng ghitungan ini. i Penghittungan den ngan metode ini diilusttrasikan pada Ga ambar 5 di bawah b ini. Gamba ar 5 Penghittungan Deng gan Metode Cohort
Keungg gulan dari metode m ini adalah (1) Proyeksi untuk u lima tahun dapaat dilakukan n hanya dengan data tahun n tunggal; (2) ( Perkem mbangan jum mlah siswa terlihat leb bih natural – tidak mlah anak seecara tiba-tiiba; dan (3)) sederhana a untuk digu unakan. akan keenaikan jum Catata an: Masalah h yang mun ngkin timbu ul adalah ad danya anak k yang belum m tercatat sebelum s anak ittu akan masuk m seko olah karena a masih rendahnya r kesadaran orang tua a untuk mendafftarkan anak knya sejak lahir. l
47 7
48
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Untuk kabupaten/kota yang tidak memiliki data penduduk usia tunggal dapat menggunakan penghitungan metode Sprague, yang akan menginterpolasi jumlah penduduk kelompok usia (5 tahunan) menjadi usia tunggal. Langkah Penghitungan 1. Masukkan data penduduk usia tunggal di kolom yang disediakan (umur 10-19 tahun) 2. Untuk data kelompok usia, isikan data kelompok di baris yang disediakan. Diperlukan data dari kelompok [0-4] sampai dengan kelompok [25-29], karena Sprague memerlukan kelompok umur [20-24] dan [25-29] untuk interpolasi usia sampai dengan 19 tahun. 3. Kolom usia tahun tunggal sudah berisikan rumus penghitungan. Jika isian rumus ini sudah ditimpa dengan data usia tunggal, maka rumus akan hilang. Bila kemudian ingin menggunakan data kelompok usia – gunakan template yang baru. Output Penghitungan (a) jumlah penduduk usia tunggal (bila hanya ada data kelompok usia) Gambar 6 Isian AUS dan Piramida Penduduk
(b) proyeksi jumlah anak usia sekolah untuk lima tahun ke depan.
Bab 3 Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses
Gambar 7 Proyeksi Anak Usia Sekolah 5 tahun ke depan
2. Proyeksi Penambahan Jumlah Siswa Dalam tahap ini, penghitungan Anak Usia Sekolah dari tahap sebelumnya, akan diproyeksikan berapa dari jumlah AUS tersebut yang akan bersekolah menjadi siswa. Proyeksi ini sangat dipengaruhi oleh sasaran akses (APK) yang ingin dicapai. Rumus dasar dari proyeksi ini adalah:
Bila jumlah penduduk tahun analisis (tahun-0) yang digunakan dalam penghitungan ini sama dengan jumlah penduduk yang digunakan dalam penghitungan APK/APM/APS yang menjadi sasaran target, maka rumus di atas dapat langsung digunakan. Informasi Yang Dibutuhkan • Angka Akses Resmi untuk tahun analisis, dan sasaran akses per tahun untuk rentang perencanaan
•
Informasi jumlah siswa, rombongan belajar dan sekolah menurut jenjang, untuk tahun analisis, sebagai dasar penghitungan proyeksi jumlah siswa.
49
50
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
•
Kebijakan untuk jenis dan status sekolah yang akan menampung penambahan siswa dan keputusan jenis dan status sekolah yang akan dihitung pembiayaanya
Isian ini memberikan keleluasaan bagi penghitungan untuk membatasi jenis dan satuan pendidikan yang akan menerima penambahan siswa akibat perkembangan AUS ataupun meningkatnya sasaran akses. Sementara keputusan penghitungan biaya yang akan dihitung lebih untuk mempermudah/memilah perbedaan pembiayaan yang timbul untuk jenis dan status yang berbeda. Contoh: Untuk tingkat SD/MI, karena kapasitas dan pemerataan SD Negeri yang jauh lebih tinggi daripada satuan pendidikan yang lain, dapat mengasumsikan penambahan jumlah siswa akan diserap oleh SD Negeri saja. Sedangkan untuk tingkat SMP/MTs, hal ini tidak berlaku, maka penyerapan penambahan jumlah siswa diasumsikan akan diserap oleh semua satuan pendidikan secara proporsional. Untuk penghitungan, dalam contoh di atas kita hanya menghitung untuk Sekolah Negeri saja – sejalan dengan kewenangan Dinas Pendidikan.
Bab 3 Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses
Output yang dihasilkan Output yang dihasilkan pada tahap ini adalah proyeksi pertumbuhan jumlah siswa dan distribusi penyerapan jumlah siswa tersebut menurut jenis dan status sekolah.
Di kolom kanan (dibawah % Distribusi) adalah proporsi penyerapan penambahan siswa per jenis/status satuan pendidikan. Angka ini, bila diinginkan, bisa diganti secara manual.
3. Penghitungan Kebutuhan Penambahan Rombongan Belajar Dalam tahap ini, kita akan melihat seberapa banyak penambahan Rombongan Belajar diperlukan untuk menampung penambahan jumlah siswa. Satu hal yang menjadi prinsip dasar penghitungan dari tahap ini ke depan, jumlah penambahan Rombongan Belajar tidak selalu dihitung sebagai jumlah siswa dibagi dengan 32 atau 36 (siswa per rombel menurut SPM). Tetapi, penambahan rombongan belajar dihitung dengan terlebih dahulu melihat rasio siswa per rombel dari layanan pendidikan yang ada sekarang. Seperti dicontohkan pada ilustrasi berikut ini. Gambar 8 Kebutuhan Rombongan Belajar Dan Target Siswa Per Rombel
51
52
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Pada contoh di atas, dengan kondisi siswa per rombel sekarang, 21,2 siswa per rombel – maka perlu penambahan kapasitas/rombel (balok merah) setiap tahun untuk mengejar dengan proyeksi jumlah siswa. Tetapi bila siswa per rombel digeser sedikit ke atas menjadi 24 siswa per rombel – maka kapasitas yang tersedia akan jauh di atas kebutuhan. Informasi Yang Dibutuhkan • Batas maksimum kapasitas siswa per rombel – dengan mempertimbangkan pertambahan siswa yang ada. • Kebijakan penambahan rombel Langkah Penghitungan Sesuaikan kapasitas siswa per rombel yang ingin dicapai. Angka ini bisa di atas jumlah siswa per rombel sekarang – untuk efisiensi – atau dibawah jumlah siswa per rombel sekarang – untuk efektifitas pembelajaran. Jangan gunakan batas standar SPM untuk isian ini. Karena ini adalah nilai rerata, maka akan ada sekolah dengan siswa per rombel di atas dan di bawah angka ini. Bila kita gunakan angka 32 untuk isian ini, berarti akan ada sekolah dengan siswa per rombel di atas 32 (di atas batas SPM). Selain itu, selalu dibutuhkan kelonggaran dalam penentuan target perencanaan untuk mengakomodir keadaan khusus yang mungkin terjadi. Setelah batasan target ditentukan, isikan kebijakan penambahan rombel per tahun ke dalam kolom yang telah disediakan. Highlight warna merah muda. Gambar 9 Isian Penambahan Rombongan Belajar
Dalam baris isian ini sudah disediakan rumus isian yang sama dengan tambahan rombel yang diperlukan. Lakukan penyesuaian bila diperlukan, misal: untuk mengakomodir keadaan anggaran. Penambahan rombongan belajar itu sendiri bukanlah sebuah kegiatan yang secara langsung menimbulkan biaya. Tetapi, penambahan rombel akan memerlukan penambahan guru, penambahan ruang kelas – inilah yang akan menimbulkan biaya. Penghitungan biaya ini,
Bab 3 Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses
dikelompokan menjadi penambahan guru dan sarana prasarana, akan dilakukan di tahap ke-4 dan ke-5.
4. Penghitungan Kebutuhan Sarana Prasarana Sama dengan penambahan Rombongan Belajar, tidak setiap penambahan Rombongan Belajar akan mengakibatkan adanya penambahan ruang kelas. Akan dipertimbangkan surplus ruang kelas yang ada, dan juga sasaran rasio ruang kelas terhadap rombel. Informasi Yang Dibutuhkan • Batas minimum ruang kelas per rombel – dengan mempertimbangkan pertambahan rombel yang ada. • Kebijakan penambahan ruang kelas Langkah Penghitungan Menetukan Rasio Minimum ruang kelas per rombel. Rasio ideal adalah 1:1, akan tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan rasio selain 1:1. Untuk kabupaten/kota yang perkembangan penduduknya masih tinggi, dengan tingginya angka kelahiran, maka rasio di atas 1, misal: 1.02, akan memberikan ruang bergerak bagi kabupaten kota. Sedangkan bila sasaran efisiensi yang dituju, maka rasio di bawah 1, misal: 0.98 bisa digunakan. Setelah sasaran rasio sudah diputuskan, seperti pada kebutuhan Rombongan Belajar, tinggal diisikan berapa penambahan ruang kelas akan dilakukan. Gambar 10 Tampilan Penghitungan Kebutuhan Sarana Prasarana
53
54 5
hitungan Bia aya Pencapaian Standa ar dan Aksees Pengh
5. Pen nghitun ngan Pen nambah han Kebu utuhan Guru G Penghittungan pen nambahan kebutuhan k g guru secara a prinsip meenggunakan n logika yan ng sama dengan penambah han sarana prasarana a. Hanya da alam penam mbahan keebutuhan gu uru ada han informa asi yang dip perlukan ya aitu atrisi gu uru, yaitu berapa b banyyak guru ya ang akan tambah memasu uki masa peensiun setia ap tahun yang mengura angi jumlah h surplus gu uru yang ada. Informa asi Yang Dib butuhkan • Informasi jumlah surp plus guru Mata M Pelajara an per tahu un • Kebijakan penambaha p an Guru Ma ata Pelajaran n Langka ah Penghitun ngan Dalam kebijakan penambaha p an guru ini hanya h tingg gal melihat kebutuhan penambah han guru p an rombong gan belajar, surplus gurru yang ada a – dan kem mudian menentukan akibat penambaha apakah diperlukan n perekrutan n guru baru u. Baris peenambahan n perekrutan n guru baru u, dengan hiighlight, sudah diisi deengan rumu us sesuai dengan kekuranga an guru ya ang ada. Teetapi sama seperti ru uang kelas, disarankan n untuk ukan penyyesuaian kebijakan k penambah han guru mata p pelajaran dengan melaku mempeertimbangka an faktor-ffaktor ekstternal sepeerti: perkembangan/p penurunan jumlah siswa, ketersediaan k n anggaran,, dan faktorr atrisi guru u secara keseeluruhan. Gam mbar 11 Isian n Proyeksi Kebutuhan K G Guru
Bab 3 Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses
6. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Bagian ini adalah tahap akhir dari biaya pencapaian sasaran akses, akan tetapi bagian ini juga menjadi muara dalam penghitungan biaya pencapaian standar dan akses. Untuk penghitungan pencapaian sasaran akses, biaya yang ada sudah ada di worksheet terakhir dari format template penghitungan akses. Disini, penambahan jumlah siswa, guru dan sarana prasarana sudah diformulasikan menjadi komponen biaya. Dan sama dengan analisis biaya pencapaian SPM, jenis biaya dibagi menjadi tiga: • • •
Biaya Investasi, untuk sarana besar seperti ruang kelas Biaya Operasional, untuk gaji guru yang ditambahkan Biaya Investasi Berulang, untuk buku atau sarana laboratorium IPA
Informasi Yang Dibutuhkan • Satuan Biaya untuk masing-masing komponen biaya • Kebijakan penggabungan penambahan kapasitas dalam bentuk Unit Sekolah Baru Langkah Penghitungan Penghitungan dimulai dengan melakukan update harga satuan biaya untuk setiap komponen biaya. Standar harga bisa mengacu SHT masing-masing kabupaten/kota atau sumber informasi lainnya. Setelah update harga selesai, bisa dilakukan reviu hasil penghitungan biaya pemenuhan sasaran akses. Bila penambahan kapasitas cukup besar disediakan alternatif untuk mewujudkan penambahan ini dalam bentuk Unit Sekolah Baru. Keputusan untuk membuat Unit Sekolah Baru bukanlah keputusan untuk efisiensi biaya – karena penambahan sekolah baru justru menimbulkan lebih banyak biaya. Keputusan ini ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan akses terhadap layanan pendidikan. Gambar 12 Penghitungan Biaya Pemenuhan Standar Akses
Hasil penghitungan ini kemudian akan dipadukan dengan komponen lain dari PBPSA untuk memperoleh gambaran besar dari biaya pencapaian standar dan akses.
55
56
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Gambar 13 Langkah Akhir Penghitungan Biaya Pemenuhan Sasaran Akses
Hasil Penghitungan BOSP
Biaya Penambahan Siswa Biaya Penambahan Sarpras
Jumlah Siswa dalam Layanan Pendidikan
Biaya Operasional Satuan Pendidikan
Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses
Biaya Penambahan Guru
Penghitungan Biaya Pencapaian SPM
Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Penggabungan informasi ini dilakukan dengan menyalin hasil penghitungan biaya pencapaian SPM di format template penghitungan biaya SPM ke bawah format template penghitungan sasaran akses ini. Setelah penggabungan selesai, maka data yang tergabung dapat digunakan dalam pivoting untuk menghasilkan pivot table/chart yang dapat digunakan untuk menyajikan dan mempresentasikan hasil penghitungan secara keseluruhan.
Bab 4 Penulisan Hasil PBPSA dan Penyajian
Bab 4
Penulisan Hasil PBPSA dan Penyajian
Hasil penghitungan PBPSA akan dilaporkan dalam paparan uji publik dihadapan segenap pemangku kepentingan pendidikan kabupaten/kota. Untuk memberikan alur pemikiran yang seragam, maka akan digunakan kerangka laporan yang sama. Hasil PBPSA akan dipaparkan dalam dua macam dokumen yaitu: 1. Laporan Hasil Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses (PBPSA) 2. Paparan Presentasi PBPSA dan BOSP Diluar dua dokumen ini ada laporan terpisah dari hasil penghitungan BOSP. Laporan terpisah ini akan menyajikan secara detail hasil penghitungan BOSP, dan diulas tersendiri dalam Panduan Penghitungan BOSP.
Laporan Hasil Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Laporan Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses akan ditulis sebagai hasil resmi tim penghitung PBPSA. Untuk itu, seyogyanya hasil penghitungan dilaporkan, direviu dan disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan. Kerangka pelaporan yang diusulkan dalam manual ini tidaklah mengikat, tetapi diharapkan dapat memberi gambaran apa yang akan diangkat. Kerangka pelaporan PBPSA adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Bab ini akan memaparkan latar belakang, dasar hukum, alasan penghitungan dan manfaat dilakukan penghitungan ini Bab 2 Metode dan Proses Penghitungan Bagian ini merupakan penjelasan ringkas dari panduan PBPSA, dan alur pemikiran pelaksanaan penghitungan. Penjelasan ringkas mengacu atau mengutip dari panduan ini. Bab 3 Hasil Penghitungan Biaya Pemenuhan SPM Analisis pemenuhan dan penghitungan biaya pemenuhan SPM akan diulas disini, dimulai dari pemetaan pemenuhan SPM oleh sekolah atau guru, alternatif yang diambil dan biaya yang diperlukan. Ditutup dengan rekap total biaya pemenuhan SPM selama rentang perencanaan, SPM apa yang paling jauh pemenuhannya, dan mana jenis biaya apa yang dominan dalam pemenuhan SPM. Bab 4 Hasil Penghitungan Biaya Operasional Non Personalia Satuan Pendidikan Bab ini akan memaparkan intisari dari hasil Penghitungan BOSP. Dimulai dengan paparan hasil penghitungan BOSP per sekolah dan per siswa untuk setiap jenjang. Hasil ini diikuti dengan temuan atau isu strategis yang ditemukan selama
57
58
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
penghitungan Bab ini ditutup dengan paparan komponen biaya tambahan yang spesifik bagi kabupaten/kota dan yang menjadi komponen biaya dominan. Bab 5 Hasil Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses Analisis akses akan dipaparkan di bab ini. Dimulai dengan gambaran umum kondisi pemenuhan akses, bagaimana perkembangan penduduk, bagaimana pencapaian akses selama ini, dan seberapa banyak proyeksi penduduk dan sasaran akses akan menyebabkan perkembangan kapasitas layanan pendidikan. Bagian ini ditutup dengan analisis biaya apakah yang menjadi dominan, dan apakah ada pertimbangan untuk efisiensi atau efektifitas dalam mencapai sasaran akses. Bab 6 Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan dan Rekomendasi akan merekap paparan di Bab 3 dan Bab 4, ditambah dengan biaya BOSP untuk menghitung total kebutuhan biaya pencapaian standar dan akses. Di bagian ini – bila di kabupaten/kota pernah melakukan AKPK – dipaparkan juga rekomendasi pembiayaan dan prioritias pencapaian. Lampiran A – Analisis Pemetaan SPM Lampiran B – Penghitungan Biaya Pemenuhan SPM Lampiran C – Penghitungan Biaya Pencapaian Sasaran Akses Lampiran D – Penghitungan BOSP
Paparan Presentasi PBPSA Paparan ini adalah rangkuman eksekutif dari Laporan PBPSA. Tidak diperlukan adanya pembatasan jumlah slide. Tapi diharapkan Paparan PBPSA bukanlah paparan yang berkepanjangan. Berikut adalah gambaran runtutan materi Paparan PBPSA. No
Topik
1 Pengantar PBPSA
2 Pemenuhan SPM
3 Hasil BOSP
4 Penghitungan Akses
Materi paparan Kerangka Penghitungan BPSA (3-5 slide): • Paparan SPM (butir-butir SPM) • Data yang digunakan • Metode yang digunakan • Keterkaitan SPM+Akses+BOSP Hasil Pemetaan SPM yang memiliki poin penting untuk diangkat. Diakhiri dengan rekap pemenuhan SPM Paparan ringkas hasil penghitungan BOSP dan total BOSP diperhitungkan dengan jumlah siswa, bisa mengangkat posisi pemenuhan dari Dana BOS Paparan dengan alur cepat untuk menunjukkan dampak sasaran akses kepada kapasitas layanan pendidikan
Waktu Paparan 5 menit
Tergantung jumlah butir SPM yang diangkat 5-10 menit 5 menit
2-3 menit
Bab 4 Penulisan Hasil PBPSA dan Penyajian
5 Kesimpulan Rekomendasi
Rekap nilai hasil PBPSA, dengan paparan 3-5 menit jenis biaya (Modal, Gaji dan Operasional), serta alokasi dana yang tersedia dari hasil AKPK (bila ada) Total Waktu 20-30 menit
59
60
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Lampiran-1 Standar Harga Satuan Pemenuhan SPM Berikut ini terlampir adalah beberapa harga satuan untuk kegiatan yang terkait dengan pemenuhan SPM. Harga dan kegiatan ini dikutip dari Laporan Penghitungan Biaya Pemenuhan SPM yang disusun oleh ADB. No
Komponen Biaya A SPM Level Kabupaten Kota IP 2 1 Ruang kelas baru 2 Renovasi berat ruang kelas 3 Renovasi ringan ruang kelas 4 Meja siswa 5 Kursi siswa 6 Papan Tulis 7 Meja Guru 8 Kursi Guru
Ruang Ruang Ruang Unit Unit Unit Unit Unit
109.500.000 76.700.000 38.300.000 200.000 100.000 215.000 250.000 150.000
IP-3 1 Ruang lab IPA 2 Renovasi berat 3 Renovasi ringan
Ruang Ruang Ruang
185.500.000 55.000.000 33.000.000
Ruang Ruang Ruang Unit Unit
109.500.000 76.700.000 38.300.000 250.000 150.000 54.750.000 38.350.000 19.150.000 250.000 150.000 750.000
IP 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ruang guru & kepsek Renovasi berat ruang guru & kepsek Renovasi ringan ruang guru & kepsek Meja Guru Kursi Guru Ruang kepala sekolah Renovasi berat ruang kepsek Renovasi ringan ruang kepsek Meja kepala sekolah Kursi kepala sekolah Kursi & meja tamu ruang kepala sekolah
IP-5 Biaya pemindahan guru
Satuan
Ruang Ruang Unit Unit Set Kali
IP-7 1 Biaya kuliah S1 di UT Thn/Orang 2 Biaya pendidikan sertifikasi (PLPG) - Orang/Thn tuition fee
Biaya (Rupiah)
2.000.000
3.500.000 1.500.000
Lampiran-1 Standar Harga Satuan Pemenuhan SPM
No Komponen Biaya Satuan IP-13 Rencana dan pelaksanaan kegiatan Distrik/tahun untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif IP-14 Kunjungan pengawas
Biaya/kunjungan/orang
Biaya (Rupiah) 30.000.000
100.000
B SPM Level Satuan Pendidikan IP-15 1 2 3 4
Buku Bahasa Indonesia Buku Matematika Buku IPA Buku IPS
IP-16 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Buku Pendidikan Agama Buku Pendidikan Kewarganegaraan Buku Bahasa Indonesia Buku Bahasa Inggris Buku Matematika Buku Ilmu Pengetahuan Alam Buku Ilmu Pengetahuan Sosial Buku Seni Budaya Buku Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 10 Buku Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi 11 Buku Muatan Lokal 12 Buku Pengembangan Diri
IP-17 1 2 3 4 5 6
Model kerangka manusia Model tubuh manusia Bola dunia (globe) Contoh peralatan optik Kit IPA Poster/carta IPA
IP-18 1 100 Judul buku pengayaan 2 10 Buku referensi
Buku Buku Buku Buku
20,000 20,000 20,000 20,000
Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku
20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000
Buku
20,000
Buku Buku
20,000 20,000
Buah Buah Buah Set Set Buah
700,000 700,000 400,000 400,000 400,000 250,000
30,000 30,000
61
62
Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses
Lampiran-2 Peralatan Lab IPA SMP/MTs No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Komponen Biaya Mistar Jangka sorong Timbangan Stopwatch Rol meter Termometer 1000C Gelas ukur Massa logam Multimeter AC/DC Batang magnet Globe Model tata surya Garpu tala Bidang miring Dinamometer Katrol tetap Katrol bergerak Balok kayu Percobaan muai panjang Percobaan optik Percobaan rangkaian listrik Gelas kimia Model molekul sederhana Pembakar spiritus Cawan penguapan Kaki tiga Plat tetes Pipet tetes + karet Mikroskop monokuler Kaca pembesar Poster genetika Model kerangka manusia Model tubuh manusia Gambar/model pencernaan Gambar/model sistem peredaran darah Gambar/model sistem pernafasan Gambar/model jantung Gambar/model mata Gambar/model telinga Gambar/model tenggorokan Petunjuk percobaan
Jumlah 6 buah 6 buah 3 buah 6 buah 1 buah 6 buah 6 buah 3 buah 6 buah 6 buah 1 buah 1 buah 6 buah 1 buah 6 buah 2 buah 2 buah 3 macam 1 set 1 set 1 set 30 buah 6 set 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 100 buah 6 buah 6 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 6 buah
Satuan 31,000 70,000 580,000 338,000 180,000 16,000 81,400 125,350 357,000 78,000 392,400 286,000 517,750 77,000 120,000 30,000 30,000 150,000 102,000 388,000 331,000 39,333 196,200 39,600 21,000 32,700 18,000 1,000 1,070,000 33,000 76,000 699,780 699,780 76,000 76,000 76,000 445,000 600,000 350,000 76,000 40,000 Total
Total 186.000 420.000 1.740.000 2.028.000 180.000 96.000 488.400 376.050 2.142.000 468.000 392.400 286.000 3.106.500 77.000 720.000 60.000 60.000 450.000 102.000 388.000 331.000 1.180.000 1.177.200 237.600 126.000 196.200 108.000 100.000 6.420.000 198.000 76.000 699.780 699.780 76.000 76.000 76.000 445.000 600.000 350.000 76.000 240.000 27.254.910