PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SUMBER DAYA ALAM (Penelitian Tindakan Kelas pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV Semester 2 di SDN Cinunuk 3 Kabupaten Bandung) ARTIKEL Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh DIANA ROSSHANTI 1105581
PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKLAH DASAR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU BANDUNG 2015
1
PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SUMBER DAYA ALAM Diana Rosshanti1, Margaretha Sri Y2, Lely Halimah3 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] Abstrak : PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SUMBER DAYA ALAM. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kerja sama siswa dalam kegiatan diskusi karena terbiasa mengandalkan siswa yang lebih pintar untuk mengerjakan tugas dalam diskusi kelompok. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang dilakukan untuk membuat pembelajaran dengan diskusi kelompok menjadi lebih efektif dan membuat siswa menjadi lebih bertanggung jawab serta mampu bekerja sama dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat, salah satunya adalah model cooperative learning tipe STAD. Penelitian ini, bertujuan untuk meningkatkan aktivitas kerja sama serta hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dalam konsep sumber daya alam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, dengan menggunakan desain model Elliot yang terdiri dari tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu observasi, catatan lapangan, evaluasi, dan dokumentasi. Penggunaan model cooperative learning tipe STAD, terbukti dapat meningkatkan aktivitas kerja sama dalam pembelajaran dengan adanya peningkatan aktivitas kerja sama siswa yaitu pada siklus I nilai rata-rata aktivitas siswa 1,5. Pada siklus II nilai rata-rata aktivitas kerja sama siswa 2,1. Pada siklus III nilai rata-rata aktivitas siswa 2,8. Model cooperative learning tipe STAD juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada setiap siklus. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu 60,09. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa 73,28. Pada siklus III nilai rata-rata hasil belajar siswa 81,90. Selain ranah kognitif, hasil belajar yang diperoleh siswa juga pada ranah afektif yaitu peningkatan pencapaian ranah A1, A2, dan A3, melalui pencapaian indikator aktivitas kerja sama. Kesimpulannya adalah bahwa model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas kerja sama dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif dan afektif. Model cooperative learning tipe STAD ini, dapat direkomendasikan pada pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akademik sekaligus keterampilan sosial siswa seperti kerja sama.
Kata kunci : Aktivitas belajar, Cooperative learning, Hasil Belajar, STAD, Sumber daya alam.
1) 2) 3)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1105581 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab
2
THE USE OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE OF STAD TO IMPROVE ACTIVITIES AND RESULTS OF STUDENT LEARNING IN THE CONCEPT OF NATURAL RESOURCES Diana Rosshanti1, Margaretha Sri Y2, Lely Halimah3 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] Abstract : THE USE OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE OF STAD TO IMPROVE ACTIVITIES AND RESULTS OF STUDENT LEARNING IN THE CONCEPT OF NATURAL RESOURCES. This research is motivated by the Lack of the student's cooperation in group discussstudent because accustomed to relying on smart students to perform in the group discussions. Therefore, there needs efforts to make the learning concept with the group discussion more effective, the students could be more responsible with their task and create the good team work among them. The effords that should be done is to use the appropriate learning models, such as cooperative learning type of STAD.This research aims to improve the student's team work in group discussions and learning outcomes of students in science subjects in the concept of natural resources. The method used in this research is classroom action research using model design elliot which in practice consists of three cycles and each cycles consisting of three acts. The data collection is observation, calendar notes field, evaluation, and documentation. The usage of cooperative learning models STAD types proven to improve students team work during learning activities with the students team work has been increased in first cycle is the average value student activity is 1,5. In the second cycle is the average value student activity is 2,1. In the third cycle is the average value student activity is 2,8. In addition to the increase in activity, a model of type STAD cooperative learning also could improve student learning outcomes through increased quiz result of each cycle. In the first cycle of the average value of student learning outcomes is 60,09. In the second cycle of the average value of student learning outcomes is 73,28. In the third cycle of the average value of student learning outcomes is 81,90. Futher than the cognitive, the learning result obtain by the students also in the area of affective by improvement of their achievement in A1, A2, and A3, with this indicator of the team work activities. The conclusion is the cooperative learning STAD improve the team work activities and learning results in the cognitive and affective area. This cooperative learning STAD can be recommended for the learning process that aims to improve student's academic and social skills such as cooperation or team work.
Key Words: Learning Activity, cooperative learning, learning result, STAD, Natural resources.
1) 2) 3)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1105581 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab
3
Antologi UPI ... Vol ... Nomor ... Edisi... Juni
Pendidikan merupakan hak setiap orang yang dapat dimiliki secara bebas melalui jalur pendidikan formal, informal maupun non formal. Setiap orang berhak atas pendidikan yang bermutu dan berkualitas yang sama, tanpa memandang perbedaan fisik, suku, ras, agama, maupun status ekonomi. Hal ini, tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Mengingat bahwa pendidikan merupakan suatu usaha nyata sebagai titik awal berdirinya suatu bangsa, maka pendidikan yang dilaksanakan dituntut untuk mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan daya saing tinggi sebagai bekal kemampuan setiap individu untuk melawan arus perubahan kehidupan yang berkembang kian pesat. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUDSPN) Nomor 20 tahun 2003, yang menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi pendidikan tersebut, bahwa pendidikan harus mampu mengembangkan seluruh aspek kompetensi yang dimiliki oleh siswa, baik itu aspek sosial maupun spiritualnya. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dalam berbagai ranah belajar yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan fungsi pendidikan tersebut adalah melalui muatan beberapa mata pelajaran dalam pendidikan sekolah dasar, salah satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dalam Kurikulum KTSP Tahun 2006, cakupan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah diharapkan siswa dapat mengenal, menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri. Berdasarkan cakupan mata pelajaran IPA di atas, menjelaskan bahwa IPA bukan hanya sekedar konsep dan teori melainkan pembelajaran yang berdasarkan penemuan dan dalam pelaksanaan pembelajarannya menuntut siswa untuk bekerja secara ilmiah serta sistematis dan bersikap teliti melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, berdiskusi, serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi baik antar teman maupun dengan gurunya. siswa dalam kegiatan pembelajaran. Lebih lanjut, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tercantum tujuan mata pelajaran IPA sebagai berikut : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di terapkandalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4
Diana Rosshanti, Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe STAD
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Atas dasar tujuan IPA tersebut, maka dibutuhkan pelaksanaan pembelajaran IPA yang dapat menghadirkan kebermaknaan bagi siswa, bukan hanya sekedar mengetahui konsep melainkan siswa dapat memahami manfaat belajar IPA sehingga dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan seharihari. Ausubel (dalam Isjoni, 2014, hlm.35), mengemukakan bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Salah satu konsep pembelajaran dalam IPA yang dapat menghadirkan kebermaknaan bagi siswa adalah konsep sumber daya alam yang erat kaitannya dengan lingkungan alam sekitar dan kehidupan sehari-hari siswa. Konsep ini bukan merupakan konsep asing bagi siswa, karena setiap harinya siswa selalu berinteraksi dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Bahkan, mungkin siswa tidak sadar telah mengalami suatu fenomena yang berhubungan dengan alam akan tetapi secara teori siswa belum mempelajarinya.
Pentingnya membuat pembelajarn IPA menjadi lebih bermakna karena, proses pembelajaran yang dilakukan akan menentukan hasil belajar yang diperoleh siswa. Semakin baik prosesnya, maka hasil belajar yang diperoleh siswa akan lebih maksimal dan begitu juga sebaliknya. Namun demikian, kenyataannya di lapangan ternyata terdapat beberapa kendala dan masalah yang muncul saat pembelajaran berlangsung, diantaranya yaitu aktivitas pembelajaran IPA di sekolah dasar masih didominasi oleh guru sebagai pusat kegiatan pembelajaran. Siswa hanya duduk, mendengar, dan mencatat pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Cara pembelajaran seperti ini tidak akan efektif untuk membuat siswa dapat melaksanakan pembelajaran secara ilmiah karena aktivitas siswa yang seolah dibatasi oleh guru dengan cukup hanya sebagai pendengar di kelas. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode ceramah ini akan membuat siswa sulit untuk berkomunikasi dan mengemukakan pendapat serta ide dan gagasannya di dalam kelas. Ketika pembelajaran kerja kelompok, hanya beberapa siswa yang aktif sehingga tidak ada kerjasama antar siswa untuk bersama-sama menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini disebabkan karena tidak ada pembagian tugas yang jelas kepada setiap siswa dalam diskusi kelompok akibatnya setiap siswa tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas tersebut dan akan membuat siswa yang paling pintar menjadi andalan temannya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa kurang berani mengemukakan pendapat pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Hal ini, disebabkan oleh keterampilan berkomunikasi siswa dengan teman maupun dengan guru kurang dilatih karena pembiasaan siswa
5 Antologi UPI ... Vol ... Nomor ... Edisi... Juni 2015
sehari-hari pada saat belajar hanya duduk diam mendengarkan ceramah dari guru tanpa ada interaksi tanya jawab antara siswa dengan siswa maupun dengan guru. Adanya permasalahan-permasalahan yang muncul selama kegiatan pembelajaran tersebut berpengaruh pada hasil belajar siswa, dari hasil wawancara dengan guru kelas IV SDN Cinunuk 3, diperoleh data nilai hasil ulangan Mata Pelajaran IPA kelas IV yaitu dari 46 orang siswa, terdapat 15 orang siswa yang mendapat nilai kurang dari KKM yaitu hanya mencapai nilai 40 sedangkan nilai KKM yang harus dicapai siswa adalah 75 dan hanya beberapa siswa yang mampu mendapat nilai 100, siswa lain hanya mampu memperoleh nilai rata-rata 78. Adanya permasalahan di atas, maka diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui dukungan peran guru sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar untuk memilih model atau strategi pembelajaran yang dianggap cocok dan mampu membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan serta membuat siswa berperan lebih aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara optimal adalah model pembelajaran cooperative learning tipe STAD. Model ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa sebagai pusat pembelajaran yang memiliki peran utama untuk saling bekerja sama mencari tahu, melakukan, dan saling bertukar pikiran dengan teman melalui kegiatan diskusi kelompok kecil yang terdiri dari empat hingga lima siswa setiap kelompoknya yang dipilih secara heterogen baik itu jenis kelamin, tingkat kognitif, ras maupun etnis. Dengan demikian, kesempatan siswa untuk saling menghargai, bekerja sama, dan berinteraksi lebih luas, baik itu
berinteraksi dengan guru maupun dengan siswa yang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana peningkatan aktivitas diskusi siswa pada konsep sumber daya alam dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD di kelas IV SDN Cinunuk 3 ? 2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran konsep sumber daya alam dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD di kelas IV SDN Cinunuk 3 ? Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Peningkatan aktivitas diskusi siswa pada pembelajaran konsep sumber daya alam dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD di kelas IV SDN Cinunuk 3. 2. Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran konsep sumber daya alam dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD di kelas IV SDN Cinunuk 3. Model Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran yang diaplikasikan dalam bentuk kelompok tugas, kelompok diskusi, dan sebagainya. Slavin (2005, hlm. 4), mendefinisikan cooperative learning sebagai suatu metode yang dapat membuat siswa saling bekerja sama dan membantu satu sama lain dalam kelompok-kelompok kecil berdiskusi dan memberikan argumen mengenai konsep yang dipelajari siswa. Senada dengan pengertian cooperative learning yang dipaparkan oleh Slavin, Eggen P. & Kauchak (dalam Halimah, 2013, hlm. 215) mendefinisikan bahwa cooperative learning merupakan strategi dalam mengajar yang dapat digunakan oleh guru untuk membuat
6
Diana Rosshanti, Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe STAD
peserta didik dapat saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Atas dasar pendapat dari para ahli mengenai model cooperative learning di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative learning merupakan sarana yang baik untuk pencapaian kompetensi siswa dalam bidang akademik dan kecakapan sosial melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara diskusi kelompok kecil yang dipilih scara heterogen. Model coperative learning memiliki unsur-unsur kunci sebagai ciri khas, sebagaimana dikemukakan oleh Roger dan Johnson (dalam Lie, 2008, hlm. 31) unsur tersebut yaitu : 1. Saling ketergantungan positif Hal ini menunjukkan bahwa setiap siswa memiliki rasa kebersamaan dan saling membutuhkan satu sama lain untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Sikap ketergantungan positif ini dapat dilakukan dengan adanya pembagian tugas dan pembagian bahan materi yang dipelajari sehingga setiap anggota kelompok akan memiliki rasa yang bergantung pada tugas anggota yang lain untuk keberhasilan penyelesaian tugas yang diterima oleh kelompoknya. 2. Tanggung Jawab Perseorangan Elemen tanggung jawab ini memiliki hubungan yang erat dengan elemen yang pertama. Melalui adanya pembagian tugas serta pembagian materi pada setiap anggota kelompok memungkinkan untuk setiap siswa memiliki rasa tanggung jawab pada dirinya untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Pemberian tanggung jawab ini, membuat siswa yang awalnya merasa tidak mampu karena lemah akademiknya memiliki rasa bahwa dirinya mampu untuk memberikan kontribusi dalam diskusi kelompok
walaupun belum sebesar siswa yang memiliki prestasi akademik lebih tinggi. 3. Tatap Muka Adanya kegiatan diskusi kelompok yang dilakukan dengan tatap muka secara langsung membuat siswa dapat berinteraksi dan terlibat langsung dalam aktivitas diskusi, saling berbagi pendapat dan saling membatu satu sama lain untuk memahami tugas maupun materi padakegiatan pembelaajaran. 4. Komunikasi Antar Anggota Unsur tatap muka secara langsung memungkinkan setiap siswa dapat saling berkomunikasi untuk mewujudkan komunikasi antar anggota kelompok di perlukan peran guru untuk dapat membantu siswa bagaimana cara berkomunikasi yang baik dalam diskusi kelompok agar apa yang kita sampaikan tidak menimbulkan salah paham dan menyinggung perasaan orang lain. 5. Evaluasi Proses Kelompok Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk dapat mengevaluasi kinerja kelompok agar pada kegiatan selanjutnya, kinerja kelompok dapat ditingkatkan. Student Team Achievement Division merupakan salah satu metode dalam cooperative learning yang paling sederhana dan diaplikasikan agar peserta didik dapat saling membantu memahami materi dan memecahkan masalah dalam kegiatan diskusi kelompok. Abidin (2014, hlm. 248), mendefinisikan cooperative learning tipe STAD merupakan model pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi kelompok untuk dapat saling bekerja sama, saling membantu setiap anggota kelompok dalam memahami materi pembelajaran, dan adanya pembagian tugas kepada setiap angota kelompok yang secara individu kemudian siswa mengerjakan kuis individual dengan hasil kuis yang akan
7 Antologi UPI ... Vol ... Nomor ... Edisi... Juni 2015
dijadikan sebagai nilai kelompok berdasarkan skor kemajuan individu dari hasil nilai kuis. Adapun tahapan proses pembelajaran coperative learning tipe STAD yang dikemukakan oleh Slavin (2005. hlm 143146), yaitu: 1. Tahap penyajian materi Tahap penyajian materi ini dilakukan oleh guru dengan menyampaikan indikator pencapaian belajar siswa, kemudian memotivasi rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari, dan menyampaikan garis besar materi serta langkah kegiatan yang akan dilakukan siswa. 2. Tahap kegiatan kelompok Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas untuk dikerjakan bersama dengan tim kelompoknya, dan dalam kerja kelompok, siswa saling membagi tugas pada tiap anggota kelompok dan saling membantu memberikan penyelesaian tugas kepada teman satu kelompok yang belum mengerti cara penyelesaian tugas yang didapat serta membantu anggota kelompoknya untuk memahami materi sebagai persiapan kuis individual. 3. Tahap kuis individual Berbeda dengan kegiatan kelompok, tahap ini dilakukann siswa secara individu tanpa ada kerja sama dengan anggota kelompoknya dan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pada saat diskusi kelompok dalam memahami materi dan meyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. 4. Tahap penghitungan skor perkembangan individu. Pada tahap ini, nilai hasil kuis individual akan dihitung dan akan ditentukan skor kemajuan individu berdasarkan hasil dari nilai kuis. Kemudian, skor kemajuan individu tersebut diakumulasikan dan cari nilai rata-rata sehingga diperoleh nilai akhir
kelompok yang kemudian disesuaikan dengan kategori penghargaan kelompok berdasarkan nilai rata-rata skor kemajuan yang diperoleh dari setiap masing-masing kelompok. 5. Tahap pemberian penghargaan kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan nilai rata-rata skor kemajuan individu dalam satu kelompok yang dikategorikan menjadi kelompok baik, sangat baik, dan super. Abidin (2013, hlm. 4) menjelaskan bahwa paradigma pendidikan baru menekankan bahwa pembelajaran adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar tertentu melalui arahan, bimbingan, serta motivasi dari guru. Definisi tersebut menjelaskan bahwa, peran guru dalam pembelajaran hanya sebagai pembimbing dan motivator bukan sebagai pemeran utama dalam pembelajaran yang melakukan banyak aktivitas lebih banyak saat proses pembelajaran. Akan tetapi, seharusnya siswa yang lebih banyak melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran untuk dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Definisi dari PTK telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli, menurut Elliott (dalam Ekawarna, 2013, hlm. 5) mendefinisikan PTK adalah penelitian yang berhubungan dengan situasi sosial di kelas, sehingga membutuhkan beberapa kemungkinan tindakan untuk memperbaiki permasalahan mengenai situasi sosial yang terjadi pada saat pembelajaran.
8
Diana Rosshanti, Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe STAD
Jenis desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Elliot, yang terdiri dari tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Berdasarkan alur pelaksanaan tahapan PTK model Elliot, maka tahapan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan yaitu pertama, persiapan yang meliputi permohonan izin, wawancara dan observasi, identifikasi masalah, penyusunan RPP, hingga menyusun instrumen penelitian. Kedua, pelaksanaan yang terdiri dari tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari tiga tindakan berdasarkan jadwal pelaksanaan penelitian yang telah dibuat. Ketiga, kegiatan observasi yang dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai perkembangan kegiatan pembelajaran. Keempat, refleksi yang dilakukan untuk menganalisis dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, kemudian dilakukan dengan langkah penentuan perbaikan untuk tindakan selanjutnya. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa instrumen diantaranya pedoman observasi, pedoman catatan lapangan, dan kamera. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, evaluasi, catatan lapangan, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis data secara kuantitatif dan kualitatif. TEMUAN dan PEMBAHASAN A. Temuan Pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 20 April 2015 sampai dengan 13 Mei 2015. Pelaksanaan penelitian dimulai dari siklus 1 tindakan pertama sampai dengan siklus 3 tindakan ketiga. Dari setiap pelaksanaan tindakan guru memberikan materi yang berbeda dengan alokasi waktu pembelajaran 2×35 menit.
1. Siklus I Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan disesuaikan dengan rencana yang telah dijadwalkan oleh peneliti. Dalam pelaksanaannya, peneliti menemukan temuan-temuan yang esensial. Temuan-temuan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Temuan Pada Siklus I No 1
Kegiatan Awal
2
Penyampaian materi
3
Kerja tim atau diskusi kelompok Tes individu
4 5
6
Perhitungan skor kemajuan individu Pemberian penghargaan kelompok
Temuan Siswa masih sulit untuk dikondisikan duduk berkelompok Hanya beberapa siswa yang menjawab pertanyaan guru. Beberapa siswa ada yang mengobrol dan tidak memperhatikan penjelasan dari guru. Kerja sama siswa belum terlihat Ada beberapa siswa yang mencontek Masih banyak siswa yang mendapat skor di bawah KKM
Adanya variasi penghargaan kelompok pada tindakan 3 yaitu tim baik dan tim super Berdasarkan hasil temuan pada siklus I di atas, menggambarkan bahwa penggunaan model cooperative learning masih belum maksimal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga diperlukan adanya perbaikan-perbaikan agar pembelajaran
9 Antologi UPI ... Vol ... Nomor ... Edisi... Juni 2015
yang dilaksanakan mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. 2. Siklus II Pada siklus II ini, peneliti berencana untuk melakukan perbaikan dalma hal peningkatan pengkondisian kelas dan pengaturan untuk duduk berkelompok, membimbing siswa dalam diskusi kelompok, mengefektifkan waktu pembelajaran dan memberikan motivasi kepada siswa. pada siklus II ini, peneliti menemukan temuan- temuan yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.Temuan Pada Siklus II No Kegiatan 1 Awal
Temuan Siswa mulai dapat dikondisikan untuk duduk berkelompok 2 Penyampaian Perhatian siswa materi mulai fokus terhadap guru 3 Kerja tim atau Kerja sama siswa diskusi mulai terlihat kelompok 4 Tes individu Siswa mulai kondusif untuk bekerja secara mandiri 5 Perhitungan Siswa yang skor mendapat nilai di kemajuan bawah KKM individu mulai berkurang 6 Pemberian Adanya penghargaan peningkatan nilai kelompok dan penghargaan kelompok Berdasarkan hasil temuan pada siklus II di atas, menggambarkan bahwa pengunaan model cooperative learning
dapat memperbaiki pembelajaran dengan adanya peningkatan baik itu aktivitas maupun hasil belajar siswa. 3. Siklus III Pada siklus III ini, peneliti akan memaksimalkan pembelajaran yang telah direncanakan dengan mengadakan variasi dalam hal pengkondisian siswa dan lebih membimbing siswa dalam diskusi kelompok. Dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan sesuai perencanaan, peneliti menemukan beberapa temuan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.Temuan Pada Siklus III No Kegiatan 1 Awal
Temuan Siswa dapat dikondisikan untuk duduk berkelompok 2 Penyampaian Perhatian siswa materi mulai fokus terhadap guru 3 Kerja tim Kerja sama siswa atau diskusi sudah terlihat kelompok 4 Tes individu Siswa kondusif untuk bekerja secara mandiri 5 Perhitungan Siswa yang skor mendapat nilai di kemajuan bawah KKM mulai individu berkurang 6 Pemberian Adanya penghargaan peningkatan nilai kelompok dan variasi penghargaan kelompok Hasil temuan pada siklus III tersebut menunjukkan bahwa model cooperative learning, efektif diterapkan dalam pembelajaran yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktivitas siswa melalui partisipasi dalam diskusi kelompok dan adanya peningkatan nilai hasil belajar yang diperoleh siswa yang menunjukkan bahwa pemahaman siswa
10
Diana Rosshanti, Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe STAD
terhadap materi sumber daya alam mulai meningkat. B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD pada konsep sumber daya alam di kelas IV SDN Cinunuk 3 Kabupaten Bandung, uraian hasil penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut. Melalui adanya perbaikan dari setiap tindakan pada setiap siklusnya, peneliti dapat memaksimalkan penggunaan model cooperative learning tipe STAD sehingga dapat meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa. Adapun nilai rata-rata aktivitas siswa pada setiap siklusnya tercantum pada tabel di bawah ini.
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Siklus III
yaitu menunjukkan rasa ingin tahu dan antusias dalam diskusi, dan mengoreksi jawaban kelompok lain serta memberikan pendapatnya. Hasil nilai rata-rata aktivitas kerja sama pada siklus III yaitu 2,8, pencapaian ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa mampu mencapai 3 indikator aktivitas kerja sama, yaitu siswa menunjukkan rasa ingin tahu dan antusias dalam diskusi, membantu anggota kleompok memahami materi, dan mengoreksi jawaban kelompok lain serta mengemukakan pendapatnya. Adapun hasil belajar siswa pada setiap siklusnya dapat dilihat dari grafik berikut. 100 80 60 40 20 0
Siklus III Siklus II Siklus I
Siklus II Siklus I
Grafik 2. Nilai Rata-Rata Kuis Individu Setiap Siklus Grafik 1. Nilai Rata-Rata Aktivitas Siswa Setiap Siklus Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa nilai rata-rata aktivitas siswa pada siklus I yaitu 1,5 pencapaian nilai rata-rata ini menunjukan bahwa rata-rata siswa hanya mencapai satu indikator aktivitas kerja sama yaitu menunjukan rasa ingin tahu dan antusisan dalam kegiatan diskusi. Pada siklus II nilai rata-rata aktivitas kerja sama siswa yaitu 2,1 dengan sebagian besar siswa mencapai 2 indikator aktivitas kerjasama,
Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 60,09. Pada siklus II, rata-rata hasil belajar siswa 73,28. Pada siklus III, rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 81,90. Adanya peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus yang ditunjukkan melalui grafik 4.8, membuktikan bahwa pembelajaran dengan model cooperative learning mampu meningkatkan hasil belajar siswa yang ditunjukkan melalui adanya peningkatan hasil belajar pada setiap siklusnya.
11 Antologi UPI ... Vol ... Nomor ... Edisi... Juni 2015
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SDN Cinunuk 3 dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan model cooperative learning tipe STAD, terbukti meningkatnya aktivitas kerja sama siswa selama kegiatan pembelajaran yang dapat dilihat melalui adanya peningkatan capaian indikator aktivitas bekerja sama. Indikator aktivitas kerja sama yang dicapai siswa pada penelitian ini adalah menunjukan rasa ingin tahu yang besar dan antusias selama diskusi kelompok, dapat mengemukakan gagasan atau ide dan menghargai pendapat siswa lain, saling membagi tugas saat berdiskusi, berupaya membimbing anggota kelompok memahami materi. Adapun rata-rata peningkatan aktivitas kerja sama siswa yaitu pada siklus I nilai rata-rata aktivitas siswa yaitu 1,5 pencapaian nilai rata-rata ini menunjukan bahwa rata-rata siswa hanya mencapai satu indikator aktivitas kerja sama yaitu menunjukan rasa ingin tahu. Pada siklus II nilai rata-rata aktivitas kerja sama siswa yaitu 2,1 dengan sebagian besar siswa mencapai 2 indikator aktivitas kerjasama, yaitu menunjukkan rasa ingin tahu dan antusias dalam diskusi dan mengoreksi jawaban kelompok lain dan memberikan pendapat. Hasil nilai rata-rata aktivitas kerja sama pada siklus III yaitu 2,8, pencapaian ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa mampu mencapai 3 indikator aktivitas kerja sama dalam pembelajaran, yaitu menunjukkan rasa ingin tahu dan antusias dalam diskusi, mengoreksi jawaban kelompok lain dan
memberikan pendapat, serta dapat membantu anggota kelompok memahami materi. 2. Selain peningkatan aktivitas kerja sama, penggunaan model cooperative learning tipe STAD juga dapat meningkatkan aspek kognitif siswa yang ditunjukkan oleh hasil belajar siswa melalui peningkatan hasil kuis dari setiap siklus. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu 60,09. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu 73,28. Pada siklus III nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu 81,90. Selain aspek kognitif, hasil pada ranah afektif afektif yaitu A1 (Kemampuan Menerima), A2 (Kemampuan Menanggapi), dan A3 (Kemampuan Berkeyakinan) yang diperoleh melalui aktivitas kegiatan diskusi kelompokpun ikut meningkat. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2013). Pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter. Bandung: Refika Aditama. Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Bandung : Refika Aditama. Ekawarna. (2013). Penelitian tindakan kelas. Jakarta : Referensi. Halimah, L. (2013). Sikap professional guru dan keterampilan dasar mengajar. Bandung : Rizqi Press. Isjoni. (2014). Cooperative learning. Bandung : Alfabeta. Lie, A. (2008). Cooperative learning. Jakarta : Gramedia Widiasarana.
12 Diana Rosshanti, Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe STAD
Slavin. Robert. E. (2005). Cooperative learning teori, riset dan praktik. Bandung : Nusa Media. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006