PENGGUNAAN MODEL LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Suryantari1, Marhadi S. K.2, I Nyoman R.3
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran dengan model learning cycle 5E lebih tinggi dari siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu yang dilaksanakan di SMA Negeri 7 Malang dengan melibatkan dua kelas sebagai subjek penelitian. Data diambil dari selisih antara nilai pretes dan postes siswa dan selanjutnya dilakukan analisis dengan teknik deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian adalah hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran dengan model learning cycle 5E lebih tinggi dari siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional. Kata kunci: model learning cycle 5E, meningkatkan, hasil belajar
Belajar merupakan hal yang senantiasa dialami oleh manusia dalam hidupnya. Melalui proses belajar seseorang akan memperoleh hasil berupa perubahan tingkah laku pada dirinya. Menurut Aunnurahman (2009: 54) belajar merupakan aktivitas menuju pada suatu perubahan tingkah laku setiap diri individu melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran yang efektif menurut pandangan konstruktivisme menuntut
siswa
untuk
berperan
aktif
mencari
informasi
dan
membangun
pemahamannya sendiri terhadap hal yang dipelajarinya. Oleh sebab itu guru harus berupaya secara optimal dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk berperan aktif sebagai wujud nyata terjadinya proses belajar. Namun kondisi yang banyak terjadi saat ini adalah masih banyak siswa yang menganggap belajar di sekolah merupakan kegiatan yang kurang menyenangkan. Mereka sering merasa jenuh dengan rutinitas belajar di sekolah yang kebanyakan hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan mencatat materi pelajaran. Hal tersebut terjadi karena selama ini kebanyakan guruguru di sekolah masih menggunakan model pembelajaran konvensional. kondisi tersebut selanjutnya juga turut mempengaruhi presstasi siswa di sekolah yang kurang optimal.
1
Alumni UM 2013
2
Dosen Geografi UM
3
Dosen Geografi UM
1
Hingga saat ini telah banyak dikembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada pandangan konstrutivistik dalam perkembangan dunia pendidikan salah satunya adalah learning cycle atau siklus belajar. Siklus belajar sendiri sejak mulai dikenal telah mengalami perkembangan dari yang semula memiliki tiga fase kemudian berkembang berdasarkan kebutuhan lapangan menjadi empat fase, dan selanjutnya menjadi lima fase yang dikenal dengan The 5E Learning Cycle Model (Yuliati, 2008: 43). Lima tahapan atau fase tersebut di antaranya yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. Penggunaan model pembelajaran learning cycle 5E dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, karena terdapat proses integrasi dari pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Siswa juga didorong untuk menemukan sendiri informasi dan pengetahuan-pengetahuan baru, sehingga siswa mampu membangun pemahamannya sendiri dan memperoleh pengalaman belajar yang tidak terlepas dari konteks dunia nyata. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Purnomo ( 2011:99) bahwa penerapan pembelajaran model siklus belajar lima tahap atau The 5E Learning Cycle dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian lain juga menemukan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran LC lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, Herbandri (2008:133). Berdasarka hasil temuan-temuan tersebut serta melihat kondisi kebanyakan guru di sekolah pada saat ini yang masih menerapkan model pembelajaran konvensional, maka perlu adanya penelitian yang bertujuan untuk membandingkan pengaruh penggunaan model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah (konvensional ceramah) dan model pembelajaran learning cycle 5E terhadap hasil belajar siswa.
METODE Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu, yang dilakukan di SMA Negeri 7 Malang dengan melibatkan dua kelas sebagai subjek penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model learning cycle 5E, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model konvensional. Instrumen penelitian berupa soal tes yang diberikan dua kali sebelum dan sesudah adanya perlakuan, yang disebut 2
dengan pretes dan postes. Dari nilai pretes dan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol kemudian dihitung selisihnya sebagai nilai hasil belajar siswa. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif serta uji statistik non parametrik Mann Whitney pada program SPSS. HASIL Kemampuan Awal Siswa Kemampuan awal siswa merupakan skor tes kelas eksperimen dan kontrol sebelum diberikannya perlakuan. Data ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan sebaran sampel berdasarkan skor yang diperoleh. Berikut ini diuraikan data tes kemampuan awal kedua kelas. Adapun distribusi frekuensi kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam tabel 4.1 sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal (Pretes) Kelas Eksperimen dan Kontrol Frekuensi Frekuensi Presentase Presentase Interval Kualifikasi Kelas Kelas (%) (%) Eksperimen Kontrol 91 – 100 Amat Baik 0 0% 0 0% 75 – 90 Baik 1 3,2% Ketuntasan 3 9,4% 60 – 74 Cukup 24 77,4% = 3,2% 26 81,2% 40 – 59 Kurang 6 19,4% Mean 3 9,4% < 40 Kurang Sekali 0 0% = 64,6 0 0% Jumlah 31 100% 32 100%
Ketuntasan = 9,4% Mean = 65,4
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dengan presentase terbesar yaitu, 77,4% berada pada interval nilai 60-74, dengan rata-rata adalah 64,6. Berdasarkan nilai tersebut jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebanyak 1 orang atau 3,2%. Pada kelas kontrol presentase terbesar yaitu, 81,2% berada pada interval nilai 60-74. Rata-rata kemampuan awal siswa pada kelas kontrol adalah 65,4. Berdasarkan nilai tersebut jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebanyak 3 orang atau 9,4%.
Kemampuan Akhir Siswa Kemampuan akhir siswa merupakan skor hasil tes masing-masing kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol) setelah diberikan perlakuan. Adanya data ini bertujuan untuk mengetahui sebaran sampel berdasrkan skor yang diperoleh siswa. Data kedua kelas tersebut dinyatakan dalam bentuk batas-batas interval. Berikut ini diuraikan data
3
tes kemampuan akhir untuk kedua kelas. Adapun distribusi frekuensi kemampuan akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Akhir (Postes) Kelas Eksperimen dan Kontrol Frekuensi Frekuensi Presentase Presentase Interval Kualifikasi Kelas Kelas (%) (%) Eksperimen Kontrol 91 – 100 Amat Baik 11 35,5% 0 0% 75 – 90 Baik 20 64,5% Ketuntasan 18 56,25% 60 – 74 Cukup 0 0% = 100% 14 43,75% 40 – 59 Kurang 0 0% Mean 0 0% < 40 Kurang Sekali 0 0% = 87,1 0 0% Jumlah 31 100% 32 100%
Ketuntasan = 56,25% Mean = 75,1
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kemampuan akhir siswa pada kelas eksperimen dengan prentase siswa terbesar yaitu, 64,5% siswa berada interval nilai 75–90. Rata-rata kemampuan akhir yang diperoleh kelas eksperimen adalah 87,1. Berdasarkan nilai tersebut jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebanyak 31 siswa atau 100%. Pada kelas kontrol prentase jumlah siswa terbesar yaitu, 56,25% berada pada interval nilai 75–90. Rata-ratanya adalah 75,1 sedangkan jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebanyak 18 siswa atau 56,25%.
Hasil Belajar Siswa (Gain Score) Data hasil belajar siswa adalah data yang diperoleh dari selisih antara nilai postes dengan nilai pretes. Data tersebut merupakan peningkatan skor dari kemampuan awal (pretes) ke kemampuan akhir (postes). Adapun distribusi frekuensi hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar (Gain Score) Kelas Eksperimen dan Kontrol Frekuensi Frekuensi Presentase Presentase Interval Kualifikasi Kelas Kelas (%) (%) Eksperimen Kontrol 91 – 100 Amat Baik 2 6,5% 0 0% 75 – 90 Baik 14 45,2% 0 0% 60 – 74 Cukup 8 25,8% Mean 1 3,15% 40 – 59 Kurang 6 19,3% = 22,5 2 6,25% < 40 Kurang Sekali 1 3,2% 29 90,6% Jumlah 31 100% 32 100%
Mean = 9,8
Skor hasil belajar kelas eksperimen dimulai dengan skor terkecil yaitu 12, dan skor tertinggi yaitu 32. Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa rata-rata skor hasil belajar kelas eksperimen adalah 22,5. Presentase jumlah siswa yang terbesar yaitu 45,2% berada pada interval nilai 75–90. Pada kelas kontrol skor hasil belajar siswa 4
dimulai dengan skor terkecil yaitu 4, dan skor tertinggi yaitu 20 dengan rata-rata 9,8. Presentase jumlah siswa yang terbesar yaitu, 90,6% berada pada interval nilai <40. Lebih jelasnya deskripsi mengenai hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada diagram berikut:
F R E K U E N S I
Gambar 4.1 Diagram Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar (Gain Score) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan analisis terhadap data hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji Mann Whitney diperoleh nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α (0,05). Hasil tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan demikian berarti hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran dengan model learning cycle 5E lebih tinggi dari siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran dengan model learning cycle 5E lebih tinggi dari siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran learning cycle 5E efektif diterapkan dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E dengan siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional disebabkan oleh adanya beberapa keunggulan model learning cycle 5E dibandingkan dengan model konvensional. Kelebihan model 5
pembelajaran ini menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran juga mendorong adanya kerjasama yang memungkinkan siswa untuk mengingat pelajaran lebih lama. Keunggulan model ini dibandingkan dengan model konvensional yang tidak kalah pentingnya dalam peningkatan hasil belajar yaitu, dapat memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dari konteks dunia nyata. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya dari Andriani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul ” Pengaruh Siklus Belajar (Learning Cycle) Model Lawson terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Malang” yang memperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar geografi dengan menggunakan siklus belajar memiliki rata-rata nilai lebih baik dibandingkan dengan tanpa menggunakan siklus belajar. Selain berdasarkan temuan tersebut, hasil penelitian ini juga sejalan dengan temuan yang diperoleh Rubianus (2008) dalam penelitiannya yang berjudul ” Keefektifan Model Learning Cycle terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Dari Tingkat Motivasi Belajar yang Berbeda” yang memperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran learning cycle lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA N 1 Makale dibandingkan dengan model ceramah.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran dengan model learning cycle 5E lebih tinggi dari siswa yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional.
SARAN Berdasarkan kesimpulan penelitian, dapat diberikan saran sebagai berikut. Guru diharapkan dapat menerapkan model learning cycle 5E sebagai salah satu alternatif model dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Sekolah yang berperan sebagai penyelenggara pendidikan diharapkan dapat menggunakan model learning cycle 5E sebagai inovasi baru dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E pada materi-materi yang lain untuk menguji keefektifannya terhadap hasil belajar siswa ataupun terhadap kemampuan siswa yang 6
lain, selain itu pada penelitian selanjutnya yang akan menggunakan model learning cycle 5E juga disarankan untuk memperhitungkan alokasi waktu secara seksama agar pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. DAFTAR RUJUKAN Andriani, Sahesty. 2010. Pengaruh Siklus Belajar (Learning Cycle) Model Lawson terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIS UM. Aunurrahman. 2009. Belajar dan pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Herbandri. 2008. Penerapan Paduan Model Pembelajaran Daur Belajar (Learning Cycle) dan Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Purnomo, Rudi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Inkuiri dengan Model The 5E Learning Cycle untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VII-E SMP Negeri 1 Singosari Kabupaten Malang Tahun Pelajaran 2009/2010. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Rubianus. 2008. Keefektifan Model Learning Cycle terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Dari Tingkat Motivasi Belajar yang Berbeda. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Yuliati, Lia. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika. Malang: Lembaga Pengembangan pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang.
7