perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR KIMIA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh: RINA RAHAYUNINGSIH K3308051
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR KIMIA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh: RINA RAHAYUNINGSIH K3308051
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR KIMIA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI Oleh: RINA RAHAYUNINGSIH K3308051
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Rina Rahayuningsih
NIM
: K3308051
Jurusan/Program Studi
: PMIPA/Pendidikan Kimia
menyatakan skripsi saya berjudul “Penerapan Penerapan Siklus Belajar 5E (Learning ( Cycle 5E)) Disertai Peta Konsep untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012 2011/2012” ini benar benar-benar merupakan karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya. Surakarta, Juli 2012 Yang membuat pernyataan,
Rina Rahayuningsih
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR KIMIA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh: RINA RAHAYUNINGSIH K3308051
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing Pembimbing I,
Pembimbing II II,
Dr. M. Masykuri, M.Si.
Budi Utami, S.Pd., M.Pd.
NIP 19681124 199403 1 001
NIP 19741015 200501 2 003
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Hari
: Jumat
Tanggal
: 27 Juli 2012
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. J.S. Sukardjo, M.Si. NIP 19480914 198002 1 001
Sekretaris
: Drs. Sulistyo Saputro, M.Si., Ph.D. NIP 19680904 199403 1 001
Anggota I
: Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP 19681124 199403 1 001
Anggota II
: Budi Utami, S.Pd., M.Pd. NIP 19741015 200501 2 003
Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret a.n. Dekan, Pembantu Dekan I,
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si NIP. 19660415 199103 1 002
commit to user v
………………
………………
……………..
……………..
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya... (QS. Al-Baqarah : 286) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyiraah : 5-6) Apa yang ada di dalam diri kita saat ini adalah yang terbaik yang telah Allah anugerahkan pada kita. Maka, tak ada alasan untuk tidak menyukuri apapun yang kita miliki saat ini. (Penulis)
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk:
“Bapak dan Ibu tercinta” Dua suri tauladan yang slalu menjadi separuh nafasku, yang selalu memberikan doa restu dengan tulus, pengorbanan yang tak terbatas, kasih sayang, semangat, dan dukungan tanpa terputus “Kakakku tercinta (Mbak Sary dan Kak Mamin)” Terimakasih telah menjadi canda tawaku, selalu memberikan semangat dan doa dalam hidupku “M. Yahya Ghufroni” Terimakasih telah berkenan menjadi sosok yang sangat inspiratif bagiku. Insan yang selalu menjagaku untuk tetap melangkah maju dengan semangat, doa, dan kasih sayang, baik disaat kutegar maupun disaat kurapuh “Dynda, Sandy, Nofi Tania, Nungky, Ratna, Monica, dan Windy” Terimakasih atas kebersamaan, dukungan, perhatian, doa, dan kerjasamanya selama ini “Teman-teman P. Kimia ‘08” “Almamater”
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Rina Rahayuningsih. PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR KIMIA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep, (1) dapat meningkatkan kualitas proses belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura, dan (2) dapat meningkatkan kualitas hasil belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, dengan tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 2011/2012. Sumber data berasal dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara, tes, angket, dan dokumentasi. Validasi data menggunakan teknik triangulasi. Analisis data dilakukan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Prosedur penelitian adalah model spiral yang saling berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses belajar siswa (keaktifan siswa meningkat dari 63,4% pada siklus I menjadi 73,2% pada siklus II) dan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa (ketuntasan siswa meningkat dari 72,5% pada siklus I menjadi 85% pada siklus II). Dari aspek afektif menunjukkan bahwa terdapat peningkatan presentase dari 75,8% pada siklus I menjadi 78,9% pada siklus II, sedangkan dari aspek psikomotor terjadi peningkatan presentase dari 74,3% pada siklus I menjadi 80,9% pada silus II. Simpulan penelitian ini adalah penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep, (1) dapat meningkatkan kualitas proses belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura, dan (2) dapat meningkatkan kualitas hasil belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura. Kata kunci: siklus belajar 5E (learning cycle 5E), peta konsep, kualitas proses dan hasil belajar
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Rina Rahayuningsih. IMPLEMENTATION OF LEARNING CYCLE 5E SUPPLEMENTED BY CONCEPT MAPPING TO IMPROVE THE QUALITY OF LEARNING PROCESS AND OUTPUT IN SOLUBILITY AND SOLUBILITY PRODUCT CLASS OF XI IPA 1 SMA NEGERI 1 KARTASURA ACADEMIC YEAR 2011/2012. Thesis, Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. July 2012. This research’s aims are for knowing the application of learning cycle 5E supplemented by concept mapping, (1) can improve the quality of learning process in subject matter solubility and solubility product in SMA Negeri 1 Kartasura and (2) can improve the quality of learning output in subject matter solubility and solubility product in SMA Negeri 1 Kartasura. This research was a classroom action research wich held in two cycles, with each cycle contains of action planning, implementation of the action, observation, and reflection. As subjects in this research were students in grade XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura academic year 2011/2012. Data source from teacher and students. Data was obtained through observation, interviews, tests, questionnaires, and documentation. The data were analyzed using technique of qualitative descriptive analysis. The research’s results showed that the application of learning cycle 5E supplemented by concept mapping can improve the quality of student learning process (student activity increase from 63.4% in cycle I become to 73.2% in cycle II) and can improve the quality of learning output (student mastery learning increase from 72.5% in cycle I become to 85% in cycle II). As well as, the affective aspect indicates that there is an increasing percentage of 75.8% in cycle I become to 78.9% in cycle II, while the psychomotoric aspect indicates that there is an increasing percentage of 74.3% in cycle I become to 80.9% in cycle II. The conclusions of this research were the application of learning cycle 5E supplemented concept mapping, (1) can improve the quality of learning process in subject matter solubility and solubility product in SMA Negeri 1 Kartasura and (2) can improve the quality of learning output in subject matter solubility and solubility product in SMA Negeri 1 Kartasura. Keywords: learning cycle 5E, concept mapping, quality of process and learning output
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah, yang senantiasa memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas rahmat dan ridlo Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga ke depannya, skripsi ini dapat menjadi sarana ibadah bagi penulis dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2. Sukarmin, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Jurusan PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 3. Dra. Bakti Mulyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 4. Drs. Sugiharto, A.Pt., M.S., selaku Pembimbing Akademik, 5. Drs. Haryono, M.Pd., selaku Koordinator Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 6. Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan motivasi, bimbingan, dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, 7. Budi Utami, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan demi terselesaikannya skripsi ini, 8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Kimia yang secara tulus mendidik, memberikan ilmu, inspirasi, dan motivasi yang sangat berharga,
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Drs. Widodo, M.M., selaku Kepala SMA Negeri 1 Kartasura yang telah memberikan izin penelitian, 10. Drs. Widodo, M.Pd., selaku Guru Kimia di SMA Negeri 1 Kartasura, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian, 11. Siswa-siswi kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian, 12. Bapak dan Ibu tercinta, yang senantiasa memberikan doa restu dan kasih sayang tanpa terputus, 13. M. Yahya Ghufroni, yang selalu memberikan doa dan motivasi dengan tulus, 14. teman-teman Program Pendidikan Kimia 2008 atas doa, bantuan, motivasi, dan kebersamaannya, 15. dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………….
i
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………..
ii
HALAMAN PENGAJUAN……………………………………………..
iii
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………..
iv
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...
v
HALAMAN MOTTO……………………………………………………
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………
vii
ABSTRAK……………………………………………………………….
viii
ABSTRACT……………………………………………………………..
ix
KATA PENGANTAR…………………………………………………...
x
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………….
xv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….
xvii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
xviii
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN…………………………………………..
1
A. Latar Belakang Masalah………………………………..
1
B. Perumusan Masalah…………………………………….
7
C. Tujuan Penelitian……………………………………….
8
D. Manfaat Penelitian……………………………………...
8
KAJIAN PUSTAKA………………………………………...
10
A. Kajian Pustaka………………………………………….
10
1. Belajar dan Pembelajaran Kimia.………………….
10
2. Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E)……………
16
3. Peta Konsep………………………………………..
20
4. Kualitas Proses dan Hasil Belajar………………….
27
5. Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan..
33
B. Penelitian yang Relevan………………………………..
40
C. Kerangka Berpikir………………………………………
41
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Hipotesis Tindakan……………………………………..
43
METODE PENELITIAN……………………………………
44
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………….
44
1. Tempat Penelitian…………………………………
44
2. Waktu Penelitian…………………………………..
44
B. Subjek Penelitian……………………………………….
45
C. Data dan Sumber Data………………………………….
45
1. Data Penelitian…………………………………….
45
2. Sumber Data………………………………………
45
D. Pengumpulan Data……………………………………..
46
E.
Uji Validitas Data………………………………………
48
1. Validasi Instrumen Penelitian…………….……….
48
2. Uji Validitas Data………………………….………
51
Analisis Data……………………………………………
66
G. Pemeriksaan Validitas data…………………………….
67
H. Indikator Kinerja Penelitian…………………………….
68
I.
Prosedur Penelitian……………………………………..
69
BAB IV. HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN………………
73
A. Deskripsi Pra Tindakan………….……………………..
73
B. Deskripsi Hasil Siklus I………………………………...
75
1. Perencanaan Tindakan……………………………..
75
2. Pelaksanaan Tindakan……………………………..
77
3. Hasil Pengamatan………………………………….
84
4. Refleksi Tindakan…………………………………
92
B. Deskripsi Hasil Siklus II……………………………….
94
1. Perencanaan Tindakan…………………………….
94
2. Pelaksanaan Tindakan……………………………..
95
3. Hasil Pengamatan………………………………….
97
4. Refleksi Tindakan…………………………………
104
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus…………….
105
1. Keaktifan Belajar Siswa…………………………..
106
BAB III.
F.
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
E. BAB V.
digilib.uns.ac.id
2. Ketuntasan Belajar Siswa………………………….
109
3. Penilaian Aspek Afektif…………………………..
111
4. Penilaian Aspek Psikomotor………………………
113
5. Keberhasilan Aspek Pembelajaran………………..
115
Pembahasan…………………………………………….
115
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……………..
119
A. Kesimpulan…………………………………………….
119
B. Implikasi………………………………………………..
119
C. Saran…………………………………………………….
120
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
121
LAMPIRAN……………………………………………………………..
124
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1
Tahapan Pelaksanaan Penelitian…………………………………..
44
2
Teknik Penilaian Angket………………………………………….
47
3
Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Penilaian Kognitif Siklus I...........................................................................................
4
Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Penilaian Kognitif Siklus II..........................................................................................
5
56
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penilaian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I…………………....
12
56
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II…………………….
11
55
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I……………………..
10
55
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian Uji Reliabilitas Soal Kognitif Siklus II……………………………………………
9
53
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian Uji Reliabilitas Soal Kognitif Siklus I……………………………………………..
8
53
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal Kognitif Siklus II…………………………………………….
7
52
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal Kognitif Siklus I……………………………………………..
6
52
57
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penilaian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II…………………..
57
13
Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Penilaian Afektif...
58
14
Ringkasan Hasil Tryout untuk Validitas Soal pada Aspek Afektif
59
15
Ringkasan Hasil Tryout Reliabilitas Soal Aspek Afektif…………
60
16
Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Angket Keaktifan
17
Siswa...............................................................................................
61
Ringkasan Hasil Tryout Validitas Soal pada Angket Keaktifan
61
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Siswa……………………………………………………………… 18
Ringkasan Hasil Tryout Reliabilitas Soal pada Angket Keaktifan Siswa………………………………………………………………
19
Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Lembar Observasi Keaktifan Siswa..............................................................................
20
86
Hasil Tes Kognitif Siklus I Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Secara Klasikal…….……………………………..
28
85
Hasil Angket Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran Siklus I ……………………………………………………………………
27
68
Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Proses PembelajaranSiklus I…………………………………………………………….
26
66
Indikator Keberhasilan Proses Pembelajaran Siklus I dan Siklus II………………………………………………………………….
25
65
Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Hasil Rating Observasi Psikomotor Siswa…………………………………………………
24
65
Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Lembar Observasi Aspek Psikomotor Siklus II............................................................
23
64
Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Lembar Observasi Aspek Psikomotor Siklus I.............................................................
22
62
Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Hasil Rating Observasi Keaktifan Siswa…………………………………………………..
21
61
87
Hasil Tes Kognitif Siklus I Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tiap Indikator…………...………………………..
88
29
Capaian Presentase Aspek Afektif Siswa pada Siklus I…………..
89
30
Capaian Presentase Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus I…...…
91
31
Ketercapaian Target Keberhasilan Siklus I………..……………..
93
32
Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran Siklus II………………………………………………...…………
33
Hasil Angket Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran Siklus II…………………………………………………………………..
34
98 99
Hasil Tes Kognitif Siklus I Materi Pokok Kelarutan dan Hasil 100
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kali Kelarutan Secara Klasikal…..………………………………. 35
Hasil Tes Kognitif Siklus II Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tiap Indikator………...…………………………..
100
36
Capaian Presentase Aspek Afektif Siswa pada Siklus II…………. 102
37
Capaian Presentase Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus II…….. 104
38
Ketercapaian Target Keberhasilan Siklus II……………………… 105
39
Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran…….. 106
40
Hasil Angket Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran……….. 107
41
Hasil Tes Kognitif Siklus I dan Siklus II Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan………………………………………….
109
42
Capaian Presentase Aspek Afektif Siswa per Indikator…………..
111
43
Capaian Presentase Aspek Psikomotor Siswa per Indikator……...
114
44
Ketercapaian Target Keberhasilan pada Siklus I dan Siklus II…..
115
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1
Contoh Peta Konsep Subpokok Bahasan Ikatan Kovalen…………...
25
2
Skema Kerangka Berpikir…………………………………………...
43
3
Skema Analisis Data…………………………………………………
67
4
Skema Pemeriksaan Validitas Data………………………………….
68
5
Skema Prosedur Penelitian…………………………………………..
72
6
Diagram Pie Penilaian Aspek Afektif Siswa pada Siklus I………….
89
7
Diagram Pie Penilaian Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus I……..
91
8
Diagram Pie Penilaian Aspek Afektif Siswa pada Siklus II………… 102
9
Diagram Pie Penilaian Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus II……. 103
10
Diagram Batang Kategori Keaktifan Siswa Siklus I-Siklus II Berdasarkan Observasi……………………………………………....
11
107
Diagram Batang Ketercapaian Indikator Kompetensi Siklus ISiklus II……………………………………………………………...
110
12
Diagram Batang Presentase Peningkatan Kognitif Siswa…………...
111
13
Diagram Batang Peningkatan Ketercapaian Aspek Afektif…………
113
14
Diagram Batang Kategori Afektif Siswa……………………………
113
15
Diagram Batang Ketercapaian Peningkatan Aspek Psikomotor Siswa………………………………………………………………… 114
16
Diagram Batang Kategori Psikomotor Siswa……………………….
commit to user xviii
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1
Silabus…………………………………………………………….
124
2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……………………….
132
3
Lembar Observasi Prasiklus………………………………………
161
4
Wawancara Kondisi Awal Kelas XI IPA 1……………………….
162
5
Pedoman Penskoran Observasi Keaktifan Siswa…………………
164
6
Perhitungan Validitas Isi Lembar Observasi Keaktifan Siswa……
167
7
Lembar Observasi Keaktifan Siswa………………………………
169
8
Uji Reliabilitas Hasil Observasi Keaktifan Siswa………………...
170
9
Analisis Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus I……………….
172
10
Analisis Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus II………………
173
11
Kisi-Kisi Angket Keaktifan Siswa………………………………..
174
12
Perhitungan Validitas Isi Angket Keaktifan Siswa………………
175
13
Angket Keaktifan Siswa………………………………………….
177
14
Analisis Hasil Tryout Angket Keaktifan Siswa…………………...
178
15
Pedoman Penskoran Angket Keaktifan Siswa……………………
179
16
Analisis Hasil Angket Keaktifan Siswa Siklus I………………….
181
17
Analisis Hasil Angket Keaktifan Siswa Siklus II…………………
183
18
Kisi-Kisi Instrumen Penilaian Kognitif Siklus I…………………..
185
19
Perhitungan Validitas Isi Aspek Kognitif Siklus I………………..
190
20
Analisis Hasil Tryout Insturmen Penilaian Kognitif Siklus I……..
192
21
Instrumen Penilaian Kognitif Siklus I…………………………….
193
22
Lembar Jawab dan Kunci Jawaban Instrumen Penilaian Kognitif Siklus I…………………………………………………………….
195
23
Analisis Hasil Penilaian Kognitif Siswa Siklus I………………....
196
24
Kisi-Kisi Instrumen Penilaian Kognitif Siklus II…………………
197
25
Perhitungan Validitas Isi Aspek Kognitif Siklus II………………
202
26
Analisis Hasil Tryout Insturmen Penilaian Kognitif Siklus II…….
204
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Instrumen Penilaian Kognitif Siklus II……………………………
28
Lembar Jawab dan Kunci Jawaban Instrumen Penilaian Kognitif
205
Siklus II…………………………………………………………..
207
29
Analisis Hasil Penilaian Kognitif Siswa Siklus II………………...
208
30
Kisi-Kisi Angket Penilaian Afektif Siswa………………………..
209
31
Perhitungan Validitas Isi Angket Afektif Siswa…………………
211
32
Pedoman Penskoran Angket Penilaian Afektif Siswa…………….
213
33
Analisis Hasil Tryout Angket Penilaian Afektif Siswa…………...
216
34
Angket Penilaian Afektif Siswa………………………………….
218
35
Analisis Hasil Angket Penilaian Afektif Siswa Siklus I…………..
220
36
Analisis Hasil Angket Penilaian Afektif Siswa Siklus II…………
222
37
Indikator Penilaian Observasi Psikomotor Siswa…………………
224
38
Lembar Observasi Psikomotor Siswa…………………………….
225
39
Uji Reliabilitas Hasil Observasi Psikomotor Siswa………………
226
40
Pedoman Penskoran Observasi Psikomotor Siswa Siklus I………
228
41
Perhitungan Validitas Isi Observasi Psikomotor Siswa Siklus I….
231
42
Analisis Hasil Observasi Psikomotor Siswa Siklus I……………..
233
43
Pedoman Penskoran Observasi Psikomotor Siswa Siklus II……...
234
44
Perhitungan Validitas Isi Observasi Psikomotor Siswa Siklus II…
237
45
Analisis Hasil Observasi Psikomotor Siswa Siklus II…………….
239
46
Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus I………………………………
240
47
Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus II……………………………..
241
48
Format Laporan Praktikum Kimia………………………………...
244
49
Pedoman Penilaian Laporan Praktikum Kimia……………………
245
50
Daftar Kelompok Kimia Kelas XI IPA 1 Siklus I………………...
247
51
Daftar Kelompok Kimia Kelas XI IPA 1 Siklus II…………….....
248
52
Ringkasan Materi Siswa…………………………………………..
249
53
Bacaan untuk Pengembangan Peta Konsep……………………….
255
54
Peta Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan…………………
257
55
Lembar Validasi Media Peta Konsep…………………………….
258
56
Contoh Peta Konsep Karya Siswa………………………………..
260
commit to user xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Pedoman Penskoran Peta Konsep…………………………………
270
58
Penskoran Pengembangan Peta Konsep Siklus I………………….
271
59
Penskoran Pengembangan Peta Konsep Siklus II…………………
272
60
Ringkasan Hasil Wawancara dengan Siswa………………………
273
61
Dokumentasi Tindakan……………………………………………
277
62
Perizinan…………………………………………………………..
282
commit to user xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Masalah pendidikan menjadi perhatian serius bagi bangsa Indonesia mengingat pentingnya peranan pendidikan dalam kemajuan bangsa, oleh karena itu pemerintah berupaya melakukan perbaikan dan pembaharuan secara bertahap dan terus menerus untuk membentuk sistem pendidikan. Pendidikan merupakan masalah yang kompleks, sehingga dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan mencakup berbagai bidang di antaranya peningkatan sarana dan prasarana, perubahan kurikulum dan proses belajar mengajar, peningkatan kualitas guru, dan usaha-usaha lain yang tercakup dalam komponen pendidikan. Guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan yang harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan siswa/anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya (Sardiman, 2007: 125). Kurikulum pendidikan yang diterapkan pemerintah saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah (BSNP, 2006: 5). Kurikulum ini tidak lagi menggunakan pendekatan pembelajaran yang didominasi oleh guru, tetapi siswa yang harus lebih aktif selama proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus bisa memilih metode maupun model pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Keberhasilan proses belajar mengajar merupakan hal utama yang diharapkan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Komponen utama dalam kegiatan belajar mengajar adalah siswa dan guru, dalam hal ini siswa yang menjadi subjek belajar, bukan menjadi objek belajar. Oleh karena itu, paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru hendaknya diubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa atau Student Centered Learning. Pada kenyataannya, saat ini masih banyak guru yang belum menerapkan pembelajaran yang mengacu pada KTSP. Pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centered Learning) masih banyak diterapkan di kelas dengan alasan pembelajaran ini adalah praktis dan tidak banyak menyita waktu. Seorang guru hanya menyajikan materi secara teoritis dan abstrak sedangkan siswa hanya mendengarkan guru ceramah di depan kelas. Akibat dari kebiasaan tersebut siswa menjadi pasif, kurang kreatif dalam memecahkan masalah, serta kegiatan belajar mengajar menjadi tidak efisien dan menyenangkan sehingga pada akhirnya hasil belajar menjadi rendah. Salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa SMA jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran kimia. Ilmu kimia sudah mulai diperkenalkan kepada siswa sejak dini. Mata pelajaran kimia menjadi sangat penting kedudukannya dalam masyarakat karena kimia selalu berada di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Kimia adalah satu mata pelajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 mempelajari mengenai materi dan perubahan yang terjadi di dalamnya. Ilmu kimia juga mempelajari tentang zat-zat kimia yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berbagai peristiwa alam yang ditemukan sehari-hari juga dapat dipelajari di dalam ilmu kimia, tetapi selama ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan mengikuti pelajaran kimia. SMA Negeri 1 Kartasura merupakan salah satu sekolah menengah atas yang berdiri di kabupaten Sukoharjo dan memiliki jumlah kelas sebanyak 32 kelas. Di dalam proses belajar mengajarnya, SMA Negeri 1 Kartasura menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran kimia pada tahun pelajaran 2010/2011 yakni 68. Siswa dengan nilai di atas 68 dinyatakan lulus sedangkan siswa dengan nilai di bawah 68 dinyatakan belum lulus, sehingga perlu mengikuti remidial. Berdasarkan pengamatan di kelas, khususnya kelas XI Ilmu Pengetahuan Alam dan dari wawancara dengan guru kimia di sekolah tersebut, serta arsip data nilai ulangan kimia para siswa dapat teridentifikasi permasalahanpermasalahan dalam proses pelaksanaan belajar mengajar. Dari hasil observasi kelas, dalam kegiatan belajar mengajar, interaksi antara guru dan siswa tidak berjalan dua arah, melainkan hanya berjalan satu arah, yakni dari guru saja (Teacher Centered Learning). Proses belajar mengajar di kelas hanya menjadi aktivitas guru saja. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Selain itu, dengan metode mengajar guru yang hanya ceramah saja mengakibatkan siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran, bahkan cenderung mengatuk di dalam kelas. Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas XI Ilmu Pengetahuan Alam tahun pelajaran 2010/2011 didapatkan bahwa menurut siswa-siswi kimia merupakan mata pelajaran yang sulit, karena konsep-konsepnya sulit dipahami. Menurut mereka salah satu pokok bahasan yang masih dianggap sulit di semester genap kelas XI adalah pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan karena banyak materi hitungan dan membutuhkan cara yang praktis untuk memahami konsepnya. Selain itu, data nilai ulangan harian kimia semester 2 tahun pelajaran 2010/2011 , didapat bahwa nilai ketuntasan siswa terendah adalah pada materi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan, yakni 38,64%, untuk materi-materi yang lain yakni larutan asam basa dan larutan penyangga ketuntasan belajar sebesar 56,82% sedangkan untuk materi koloid siswa dapat tuntas 100%. Dari hasil wawancara dengan guru, kebanyakan siswa kesulitan dalam memahami konsep yang terlalu banyak hitungan seperti pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Hal ini dikarenakan siswa sudah terlalu banyak mendapatkan rumus-rumus pada materi sebelumnya, yakni larutan asam basa, larutan penyangga, dan hidrolisis. Oleh karena itu para siswa merasa bingung dan terbolak-balik dalam menerapkan rumus yang hendak dipakai dalam memecahkan sebuah soal, sehingga para siswa membutuhkan cara yang praktis untuk memudahkan
dalam
memahami
konsep
dan
menerapkan
rumus-rumus
perhitungan dalam kimia. Di samping itu, metode yang digunakan guru adalah pemberian tugas. Metode ini dirasa cukup efektif, tetapi kurang mengaktifkan siswa. Siswa hanya disuruh mengerjakan saja dan tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan sejauh mana pemahaman mereka terkait materi yang telah disampaikan oleh guru. Selain itu, siswa yang kurang memahami materi cenderung hanya mencontoh pekerjaan teman tanpa berusaha mengerjakan sendiri. Hal inilah yang menyebabkan kebanyakan siswa menganggap pelajaran kimia sebagai mata pelajaran yang membosankan. Selain permasalahan-permasalahan di atas, terdapat permasalahan yang lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA 1 yang dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2012, diketahui bahwa siswa SMA Negeri 1 Kartasura khususnya kelas XI IPA 1 merupakan siswa yang cukup berpotensi untuk dapat belajar aktif, misalnya membudayakan mereka untuk tidak segan bertanya, tidak takut dalam menjawab soal, dan mau mengemukakan pendapatnya. Apabila potensi ini tidak dikelola dengan baik, maka mereka akan cenderung untuk berbincang-bincang dengan temannya saat kegiatan belajar mengajar berlangsung atau menggambar bebas di buku tulisnya tanpa memperhatikan pelajaran yang disampaikan para guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 Menurut Arifin (1995: 222), beberapa kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu kimia dapat bersumber pada: (1) kesulitan dalam memahami konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara keseluruhan merupakan konsep atau materi yang abstrak dan kompleks sehingga untuk mengatasi hal tersebut konsep perlu ditunjukkan dalam bentuk yang lebih konkret, misalnya dengan percobaan atau media tertentu, (2) kesulitan dengan angka. Sering dijumpai siswa yang kurang memahami rumusan perhitungan kimia, hal ini disebabkan karena siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirangkum beberapa permasalahan yang terjadi di SMA Negeri 1 Kartasura. 1. Proses belajar mengajar hanya berjalan satu arah dari guru saja (Teacher Centered Learning) sehingga siswa kurang bersemangat dalam belajar. 2. Metode mengajar guru cenderung hanya ceramah saja yang mengakibatkan siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran, bahkan cenderung mengatuk di dalam kelas. 3. Kurangnya penggunaan media untuk kegiatan belajar mengajar, khususnya mata pelajaran kimia. 4. Kebanyakan siswa menganggap mata pelajaran kimia sebagai mata pelajaran yang membosankan karena metode yang digunakan oleh guru hanya ceramah dan pemberian tugas saja. 5. Salah satu materi pembelajaran yang masih sulit dipahami siswa adalah materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, sehingga menyebabkan kualitas hasil belajar kimia kurang maksimal dari segi kognitif. Berdasarkan nilai ulangan harian siswa untuk materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada tahun ajaran 2010/2011 diperoleh bahwa siswa yang dapat mencapai KKM hanya 38,64%, sedangkan sebagian besar lainnya (61,36%), belum mencapai KKM sehingga harus menempuh remidial. Dari berbagai permasalahan yang telah diungkapkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan utama penyebab rendahnya prestasi belajar kimia siswa SMA Negeri 1 Kartasura, khususnya kelas XI IPA 1 adalah proses belajar mengajar yang masih berpusat pada guru (Teacher Learning
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 Centered), sehingga siswa tidak terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan peran guru untuk memberikan motivasi, menjadikan kegiatan belajar mengajar dua arah (Student Learning Centered),
serta
menjadikan
proses
belajar
mengajar
kimia
menjadi
menyenangkan sehingga siswa menjadi termotivasi untuk mempelajari kimia. Menurut Syah (2006: 132) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar pada siswa di antaranya adalah faktor internal dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri, yakni tingkat kecerdasan siswa, kemampuan, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa. Sedangkan faktor pendekatan belajar adalah jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Metode pembelajaran yang dipilih oleh guru merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat menunjang keberhasilan dan peningkatan prestasi belajar siswa. Berbagai permasalahan di atas merupakan masalah yang mendesak untuk dipecahkan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran (Supardi dan Suhardjono, 2011: 18). Dalam penelitian tindakan kelas, peneliti dan guru dapat mengamati sendiri praktik pembelajaran dan dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari segi aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Peneliti dan guru secara refleksi dapat menganalisis dan mensintesis terhadap apa yang dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan penelitian tindakan kelas, pendidik dapat memperbaiki praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif (Suwandi, 2008: 12). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Kartasura melalui penelitian tindakan kelas adalah dengan menerapkan metode pembelajaran siklus belajar 5E (learning cycle 5E). Metode ini merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas sehingga pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru. Selain itu penggunaan media peta konsep juga diterapkan dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 Agustyaningrum (2010) telah melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman” yang merupakan penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E telah mampu membuat siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik. Rajagukguk (2007) melalukan penelitian dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Menggunakan Media Peta Konsep”. Pada penelitian ini, populasi adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Bandar Perdagangan tahun pelajaran 2006/2007 sebanyak 10 kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media peta konsep dan hasil belajar tanpa media peta konsep. Hasil belajar siswa dengan menggunakan media peta konsep lebih tinggi daripada hasil belajar siswa tanpa media peta konsep. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian untuk meningkat kualitas proses dan hasil belajar kimia pada SMA Negeri 1 Kartasura degan judul “Penerapan Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E) disertai Peta Konsep untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 2. Apakah penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas hasil belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: 1. penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura, dan 2. penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas hasil belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Beberapa manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu: a. menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang penerapan pembelajaran aktif siklus belajar 5E (learning cycle 5E) serta penggunaan media peta konsep terhadap kualitas proses dan hasil belajar kimia, b. membantu
guru
menghasilkan
pengetahuan
yang
relevan
untuk
memperbaiki pembelajaran dalam jangka pendek, dan c. sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya mengenai penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dan penggunaan media peta konsep. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini ada empat hal. a. Manfaat bagi Inovasi Pembelajaran Meningkatkan kualitas dan memperbaiki proses pembelajaran dalam penerapan
pendekatan,
metode,
dan
commit to user
strategi
pembelajaran
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 sebelumnya talah dilakukan oleh guru khususnya pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. b. Manfaat bagi Pengembangan Kurikulum di Tingkat Sekolah/Kelas Hasil dari penelitian tindakan kelas ini dapat dijadikan masukan bagi pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas. c. Manfaat bagi Pengembangan Profesi Guru Penelitian tindakan kelas ini dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. Melalui penelitian ini, guru dituntut untuk memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan proses pembelajaran yang baru. d. Manfaat bagi Siswa Penelitian tindakan kelas ini dapat menambah pengalaman bagi para siswa. Dengan penerapan strategi belajar aktif, siswa dapat termotivasi agar menjadi lebih aktif sehingga prestai belajar siswa akan meningkat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran Kimia a. Belajar Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena belajar merupakan aktivitas manusia yang penting sejak manusia lahir sampai akhir hayatnya. Mulai dari cara berbicara, berjalan, sampai cara memenuhi kebutuhan hidup, itu semua tidak lepas dari kegiatan belajar. Lingkungan belajar seperti
fasilitas fisik, teknologi, media, dan
metode yang digunakan sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, belajar merupakan faktor yang menentukan hasil sebagaimana telah ditentukan dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi serta berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Belajar memiliki definisi yang bermacam-macam menurut teori belajar yang telah disusun oleh para ahli. Setiap teori belajar mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga dalam pelaksanaannya perlu menggabungkan beberapa teori agar saling melengkapi. Beberapa teori belajar yang mendukung model siklus belajar 5E (learning cycle 5E) antara lain yaitu teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivis, dan teori belajar Vygotsky. 1) Teori Belajar Kognitif Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan membimbing tingkah laku anak. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Beberapa teori belajar yang mendukung teori belajar kognitif adalah teori belajar Ausubel, teori belajar Piaget, dan teori belajar Gagne.
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
a) Teori Belajar Ausubel David Ausubel menyatakan bahwa teori belajar merupakan titik berangkat untuk menemukan prinsip-prinsip umum tentang mengajar yang efektif. Belajar merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar. Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Guna menekankan fenomena pengaitan ini, Ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses memperoleh informasi baru. Dalam belajar bermakna, subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perceptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. b) Teori Belajar Piaget Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan syaraf. Semakin bertambah umurnya, maka kemampuan seseorang akan semakin meningkat. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Setiap individu melalui empat tingkat perkembangan intelektual, yaitu tahap sensori motor, praoperasional, operasional, dan operasional formal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
(1) Tahap sensori motor (0-2 tahun) Selama periode ini anak mengatur alam dengan indera-inderanya (sensori) dan dengan tindakan-tindakan (motor). (2) Tahap praoperasional (2-7 tahun) Anak belum mampu melaksanakan operasi mental seperti menambah, mengurangi, dan lain-lain. (3) Tahap operasional (8-11 tahun) Tahap ini merupakan permulaan berpikir rasional. Anak belum dapat berurusan dengan materi abstrak seperti hipotesis. Pada tahap ini sifat egosentris berubah menjadi sosiosentris dalam berkomunikasi. (4) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas) Anak pada periode ini tidak perlu berpikir dengan pertolongan bendabenda
atau
peristiwa-peristiwa
kongkrit.
Mereka
mempunyai
kemampuan berpikir abstrak. Dalam mengalami
pertumbuhannya ke arah adaptasi
biologis
dengan
dewasa, seseorang akan lingkungannya
sehingga
menyebabkan perubahan kualitatif di dalam struktur kognitif. Apabila seseorang mendapat informasi baru, maka informasi tersebut disesuaikan dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya, maka terjadilah proses asimilasi. Sebaliknya, bila struktur kognitif yang dimiliki tidak sesuai dengan informasi baru dari luar maka terjadilah proses akomodasi. Baik asimilasi maupun akomodasi terjadi apabila terdapat konflik dalam kognitifnya, atau terjadi ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahuinya dengan apa yang dilihat atau apa yang dialami sekarang. Setelah terjadi keseimbangan seseorang telah beradaptasi. c) Teori Belajar Gagne Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
Ada lima bentuk belajar yang diungkapkan oleh Gagne
yaitu: (a) belajar responden, (b) belajar kontinguitas, (c) belajar operant, (d) belajar observasional, dan (e) belajar kognitif. Pada belajar responden
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
terjadi perubahan emosional yang paling primitif dan terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Bentuk belajar seperti ini dapat membantu kita memahami bagaimana siswa dapat menyenangi dan tidak menyenangi sekolah atau bidang studi tertentu. Bentuk belajar kontinguitas yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan dengan yang lain pada suatu waktu. Belajar operant berarti kita belajar bahwa konsekuensikonsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar observasional berarti pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadiankejadian. Sedangkan belajar kognitif
berarti kita dapat melihat dan
memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita dan dapat menyelami pengertian (Dahar, 1989: 12-18). 2) Teori Belajar Konstruktivis Pandangan konstruktivis menempatkan posisi peserta didik untuk membangun
pengetahuannya
sendiri
secara
aktif.
Kontruktivisme
mengatakan bahwa, belajar adalah menginternalisasi dan membentuk kembali, atau mentransformasi pengetahuan baru. Transformasi terjadi melalui penciptaan pengertian baru yang menghasilkan suatu struktur kognitif (Gardner, 1991 dalam Anitah, 2009: 13). Pengertian yang mendalam terjadi bila kehadiran informasi baru memicu timbulnya atau menimbulkan struktur kognitif yang menyebabkan seseorang berpikir kembali tentang ide-idenya terdahulu. Paradigma kontruktivis lebih memperhatikan bagaimana manusia membentuk pengetahuan dari pengalaman-pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek-objek serta peristiwaperistiwa (Duffy dan Jonassen, 1993 dalam Anitah, 2009: 13). Teori
konstruktivisme
menekankan
bagaimana
siswa
mengkonstruksi pengetahuannya baik secara individu maupun sosial. Secara individu siswa harus bisa membangun pengetahuannya sendiri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
dengan cara berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Secara sosial siswa harus bisa mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya, misalnya berinteraksi dengan kelompok belajarnya atau lingkungan belajar yang lain. Berarti menurut teori konstruktivisme individual dan sosial siswa harus aktif dalam belajar agar bisa membangun pengetahuannya. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator saja (Suparno, 2001: 63). Penelitian ini ada kaitannya dengan teori konstruktivisme, karena siklus belajar 5E (learning cycle 5E) terdapat tahap exploration, di mana pada tahap ini siswa dapat mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. Pengetahuan baru yang telah dikonstruksi siswa selanjutnya dikemukakan dalam forum kelompok untuk mendapatkan kesepakatan dan diterima bersama, yakni pada tahap explanation. 3) Teori Belajar Vygotsky Menurut Isjoni (2010: 55), Vygotsky mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian. Ada dua jenis perkembangan pengertian yaitu pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari ruangan kelas, atau yang diperoleh dari pelajaran di sekolah. Teori Vygotsky menekankan pada bakat sosiokultural dalam pembelajaran. Menurutnya pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Zona perkembangan proksimal adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat ini. Selain itu, ide yang diungkapkan Vygotsky adalah scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu (Isjoni, 2010: 56).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Dari teori yang telah diungkapkan tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara ranah kognitif dengan sosial budaya. Hal ini dapat ditunjukkan dari kualitas berpikir siswa yang dibangun di dalam ruang kelas sedangkan aktivitas potensialnya dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara pebelajar yang satu dengan pebelajar lainnya di bawah bimbingan orang dewasa (guru). Penelitian ini berkaitan dengan Teori Vygotsky. Dalam siklus belajar 5E (learning cycle 5E), terdapat diskusi kelompok pada tahap eksplorasi, sehingga siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya. Pengetahuan baru yang telah dikonstruksi siswa dalam kelompoknya kemudian dikemukakan kepada kelompok yang lain agar dapat diterima bersama. Selain itu, dalam siklus belajar ini, guru hanya memberikan pokok-pokok penting suatu materi
dan memberikan elaborasi untuk
meluruskan konsep siswa yang kurang tepat pada tahap elaboration. b. Pembelajaran Kimia Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selain itu, beberapa ahli yang telah mengemukakan definisi pembelajaran, antara lain adalah Alvin W. Howard, Murshell, dan Sardiman. 1) Alvin W. Howard dalam Slameto (2010: 32), “Pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap, citacita, penghargaan dan pengetahuan yang direncanakan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran”. 2) Murshell dalam Slameto (2010: 33), “Pembelajaran digambarkan sebagai “mengorganisasikan belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau bermakna bagi siswa”. 3) Sardiman (2010: 47), “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar”. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika, dan energitika zat. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, dan hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Sebagian aspek kimia bersifat ”kasat mata” (visible), artinya dapat dibuat fakta konkretnya dan sebagian aspek lain bersifat abstrak atau ”tidak kasat mata” (invisible), artinya tidak dapat dibuat fakta konkritnya. Aspek kimia yang tidak dapat dibuat fakta konkretnya harus bersifat ”kasat logika”, artinya kebenaran dapat dibuktikan dengan logika matematika sehingga rasionalitasnya dapat dirumuskan/ diformulasikan (Depdiknas, 2003: 2). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia adalah suatu usaha sadar dari pengajar yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar sehingga dapat mencapai tujuan belajar yang berupa produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, dan hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). 2. Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E) Siklus
belajar (learning cycle) merupakan salah satu model
pembelajaran yang menggunakan paradigma konstruktivis. Model ini dikembangkan oleh J. Myron Atkin, Robert Karplus, dan Kelompok SCIS (Science Curriculum Improvement Study), di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat sejak tahun 1967 (Zollman dan Rebello, 1998: 1). Teori konstruktivisme memandang bahwa belajar merupakan suatu proses membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
memberi makna melalui pengalaman nyata (Baharuddin dan Wahyuni, 2007: 115-116). Pada awalnya learning cycle terdiri dari 3 fase, yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan penerapan konsep (concept application). Kemudian learning cycle 3 fase dikembangkan menjadi learning cycle 5 fase oleh Lorsbach. Pada learning cycle 3 fase ditambahkan fase engagement sebelum fase exploration dan pada fase terakhir ditambahkan fase evaluation. Fase concept introduction dan concept application pada learning cycle 3 fase, masing-masing dalam learning cycle 5E fase tersebut disebut sebagai explanation dan elaboration. Sehingga learning cycle 5 fase lebih dikenal dengan learning cycle 5E (Lorsbach, 2002). Menurut Soebagio, dkk (2001: 50), learning cycle merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan konsep sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari, mencegah terjadinya kesalahan konsep, dan memberikan peluang kepada siswa untuk menerapkan konsepkonsep yang telah dipelajari pada situasi baru. Ada 3 hal yang merupakan implementasi model pembelajaran learning cycle 5E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivisme. a. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari kompetensi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa. b. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu. c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. Siklus belajar 5E (learning cycle 5E) mempunyai 5 tahap pembelajaran, yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. a. Pendahuluan (Engagement) Dalam tahap engagement atau kegiatan pendahuluan, guru berusaha membangkitkan minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
akan diajarkan dengan mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan). Siswa akan memberikan respon berupa jawaban yang dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui bekal konsep awal siswa tentang pokok bahasan dan mengidentifikasi adanya kesalahan konsep yang dimiliki siswa. Dari jawabanjawaban siswa tersebut, guru dapat mengarahkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Pemecahan masalah tersebut akan dilakukan pada kegiatan belajar tahap berikutnya yaitu eksplorasi. b. Eksplorasi (Exploration) Pada tahap exploration atau eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi dan atau membuat prediksi baru, mencoba alternatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide. Dengan kata lain, pada tahap eksplorasi ini, siswa berkesempatan untuk terlibat dalam aktivitas belajar. Siswa bekerja dengan bahan-bahan dan mengamati fenomena-fenomena yang terjadi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali pengetahuan yang mendasar akan gejala alam. Bekerja bersama dalam sebuah tim juga memberikan pengalaman bekerja sama dan berbagi informasi. Pengajar bertindak sebagai fasilitator yang menyediakan material serta membimbing siswa untuk sampai kepada fokusnya. Proses bertanya siswa akan menentukan proses pencarian pengetahuan pada tahap ini. c. Penjelasan (Explanation) Tahap yang ketiga adalah explanation atau penjelasan (konsep), siswa mulai memasukkan pengalaman abstraknya dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan. Peranan bahasa dalam hal ini sangat penting untuk menjadi jembatan antara peristiwa dan formasi logika. Komunikasi akan terjadi antara siswa dan rekan-rekannya dan juga dengan pengajarnya. Bekerja dalam kelompok kecil sangat baik karena dapat mendukung siswa dalam mengutarakan pengamatannya dan menganalisis bersama dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
bentuk ide-ide, hipotesis, maupun pertanyaan-pertanyaan baru yang timbul setelah diskusi. Dalam diskusi, peranan bahasa sangat sentral karena dapat memberikan kemungkinan bagi siswa untuk berbagi informasi maupun hasil analisis yang abstrak. Penjelasan guru di antara diskusi siswa juga dapat membantu siswa dalam hal terminologi baru yang harus digunakan untuk menjelaskan fakta-fakta yang diamati. Dalam pembelajaran kimia, hal ini sangat penting karena pengamatan yang tidak dapat diamati dalam kegiatan sehari-hari memerlukan bahasa dan terminologi tertentu. Guru dalam tahap ini dapat menilai tingkat pemahaman siswa dan kemungkinan terjadinya miskonsepsi. Selain itu, tingkat pemahaman siswa dalam berpikir seperti menggunakan metode ilmiah dapat dilihat dari pekerjaan selama tahapan explaining. d. Elaborasi (Elaboration) Tahap yang keempat adalah elaboration. Selama tahap elaborasi, siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru dan menggunakan label atau definisi formal. Pada tahap ini, siswa mengembangkan lebih jauh konsep-konsep yang telah berhasil dijelaskan pada tahap sebelumnya. Kegiatan-kegiatan seperti membuat hubungan dengan konsep-konsep lain yang terkait atau mnerapkan konsep-konsep barunya kepada situasi baru di seputar kehidupan siswa adalah hasil positif yang diperoleh dari tahapantahapan belajar konstruktivis ini. Guru dalam hal ini dapat mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif dan mempertimbangkan data/bukti-bukti saat mereka mengeksplorasi situasi baru. Strategi eksplorasi diterapkan untuk bertanya,
mengusulkan
pemecahan,
membuat
keputusan,
melakukan
percobaan, dan pengamatan. e. Evaluasi (Evaluation) Tahap yang terakhir yaitu evaluation atau evaluasi. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan assesment mengenai perkembangan pengetahuan siswa, tingkat pemahaman siswa, maupun miskonsepsi siswa selama menjalankan proses instruksional tersebut. Beberapa instrumen penilaian yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
sesuai dengan proses instruksional dapat digunakan, misalnya lembar pengamatan guru atas kegiatan siswa, portofolio yang dirancang untuk memenuhi tugas topik tertentu, hasil proyek yang diselesaikan siswa, serta masalah-masalah baru yang diangkat siswa merupakan tanda-tanda kemajuan berpikir siswa. Bukti-bukti konkrit seperti hasil komunikasi siswa dengan rekan-rekan dan pengajar sangat penting digunakan sebagai instrumen evaluasi. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah pembelajaran berikutnya seperti memberi materi baru atau memperdalam materi sebelumnya (Suryadharma, Mudjiati, dan Artiningsih 2007: 11-12). Menurut
Agustyaningrum
(2007:
6),
beberapa
keuntungan
diterapkannya model pembelajaran learning cycle adalah: (1) pembelajaran bersifat student centered; (2) informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (3) orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah; (4) proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pengalaman nyata; (5) menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal; dan (6) membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif. Setiap tahap yang terstruktur dalam learning cycle 5E memiliki manfaat yang positif bagi siswa karena mengindikasikan pembelajaran yang bersifat student-centered. Proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan proses perolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna, menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal, dan menjadikan skema dalam diri siswa yang setiap saat dapat diorganisasi oleh siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. 3. Peta Konsep Peta konsep atau concept mapping adalah istilah yang digunakan oleh J.D. Novak (1984) dan Gawith (1988) tentang strategi yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Peta konsep adalah diagram yang dibentuk/disusun untuk menunjukkan pemahaman seseorang tentang suatu konsep atau gagasan. Peta semacam ini mempunyai struktur berjenjang, yaitu dari yang bersifat umum menuju yang bersifat khusus, dilengkapi dengan garis-garis penghubung yang sesuai yang disebut proposisi. Peta konsep kemudian dikembangkan menjadi suatu strategi pembelajaran untuk menjajaki struktur pengetahuan seseorang dan dipakai sebagai alat untuk mengakses perubahan/perkembangan pemahaman tentang sains (Doran, Chan, dan Tamir, 1998 dalam Suryadharma, Endang, dan Bibit, 2007: 53). Peta konsep merupakan suatu alat berupa skema yang digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi. Media peta konsep dibuat untuk membangun pengetahuan siswa dalam belajar, yaitu digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam penguasaan konsep belajar (Nakhleh, 1994 dan Pandey, Bretz, dan Novak, 1994). Menurut Pandey, Bretz, dan Novak (1994), media peta konsep merupakan instrumen pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai hubungan satu dengan yang lain sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman satu topik pelajaran. Proses penyusunan peta konsep merupakan strategi yang baik, sebab membimbing siswa secara aktif memikirkan hubungan-hubungan di antara konsep-konsep yang akan dijadikannya peta konsep, sehingga dengan demikian pembelajaran tidak hanya sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta sains. Dengan kata lain, proses penyusunan peta konsep dapat memfasilitasi pemahaman mengenai sains. Lebih lanjut Doran, Chan, dan Tamir (1998) mengatakan bahwa di samping merupakan strategi belajar, peta konsep dapat dipakai untuk tujuan-tujuan lain, misalnya untuk mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran, serta untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
mendorong terjadinya pembelajaran kooperatif, juga dapat dipakai sebagai pinata awal. Pada peta konsep, konsep yang lebih inklusif diletakkan di atas konsep yang kurang inklusif kemudian dihubungkan dengan kata penghubung. Konsep yang lebih khusus ditempatkan di bawahnya dan dihubungkan lagi dengan kata penghubung. Konsep yang lebih inklusif dapat dihubungkan dengan beberapa konsep yang kurang inklusif. Konsep yang paling inklusif dilatakkan pada puncak pohon konsep sehingga disebut sebagai kunci konsep. Konsep pada jalur yang satu dapat dihubungkan dengan konsep pada jalur yang lain dengan kata penghubung. Hubungan ini disebut dengan ikatan silang. Ikatan silang menunjukkan keterpaduan antarjalur pengembangan konsep dalam satu bahasan yang disebut penyesuaian integratif. Menurut Dahar (1988), peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dari proposisi suatu bidang studi. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari bidang studi. Cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep, dimana tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Berarti ada konsep yang lebih inklusif dari yang lain, konsep yang paling inklusif terdapat pada puncak peta, lalu menurun hingga konsep yang lebih khusus dan contoh-contohnya. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, maka terbentuklah hirarki pada peta konsep itu. Peta konsep dapat membantu memperbaiki kesalahan yang diterima siswa sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya, serta dapat membantu instruksional pembelajaran dan evaluasinya untuk mengukur keberhasilan instruksional pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, media peta konsep memiliki peranan yang sangat penting baik untuk guru maupun siswa. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa dituntut untuk mampu menyususn peta konsep tentang materi pelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
1) Manfaat Bagi Guru a) Peta konsep dapat membantu untuk mengejakan apa yang telah diketahui dalam bentuk yang lebih sederhana, merencanakan dan memulai suatu topik pembelajaran, serta mengolah kata kunci yang akan digunakan dalam pembelajaran. b) Peta konsep dapat membantu untuk mengingat kembali dan merevisi konsep pembelajaran, membuat pola catatan kerja dan belajar yang sangat baik untuk keperluan presentasi. c) Peta konsep dapat membantu untuk mendiagnosis apa-apa yang telah diketahui para siswa dalam bentuk struktur yang mereka bangun dalam bentuk kata-kata. d) Peta konsep dapat membantu untuk mengetahui adanya miskonsepsi dari para siswa, contohnya dalam ujian akan tergambar kemampuan siswa mengolah idenya dalam bentuk grafik ataupun penggunaan visual yang representatif. e) Peta konsep dapat membantu untuk mengecek pemahaman siswa akan konsep yang dipelajari, dimana peta konsep yang dibuat siswa benar atau masih salah. 2) Manfaat Bagi Siswa a) Peta konsep dapat membantu untuk mengidentifikasi kunci konsep, menaksir/memperkirakan hubungan pemahaman dan membantu dalam pembelajaran lebih lanjut. b) Peta konsep dapat membantu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik sehingga mudah untuk keperluan ujian. c) Peta konsep dapat membantu menyadiakan sebuah pemikiran untuk menghubungkan konsep pembelajaran. d) Peta konsep dapat membantu untuk berpikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan para siswa mengerti benar akan pengetahuan yang diperolehnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
e) Peta konsep dapat mengklarifikasi ide yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu dalam bentuk kata-kata. Langkah yang digunakan dalam membuat peta konsep adalah memikirkan apa yang menjadi pusat konsep dari topik yang diajarkan yaitu sesuatu yang merupakan inti konsep, dimana konsep pendukung lain dapat diorganisasikan terhadap konsep inti. Kemudian menuliskan kata, istilah, atau rumus yang memiliki arti dan mempunyai hubungan terhadap konsep sentral. Pada akhirnya membentuk suatu peta dengan hubungan integral saling terkait antara konsep atas-bawah-samping (Nakhleh, 1994). Ada beberapa parameter yang menjadi rambu-rambu untuk menilai suatu peta konsep. a. Banyaknya konsep yang relevan yang dikemukakan oleh siswa. Guru hanya memberi konsep topik atau beberapa konsep awal. b. Banyaknya proposisi yang benar. Parameter ini penting apabila peta konsep hendak dipakai sebagai alat assessment. Guru harus meneliti setiap proposisi yang menunjukkan hubungan antarkonsep. Apabila ada kesalahan proposisi maka harus dicermati apakah kesalahan ini menunjukkan suatu miskonsepsi atau kesalahan biasa. c. Banyaknya cabang. Parameter ini menunjukkan siswa mengetahui diferensiasi konsep-konsep, artinya siswa memahami jenjang dari konsepkonsep. d. Banyaknya hubungan silang antara konsep-konsep, misalnya antara konsep daur ulang dan kertas, atau antara sampah kebun dengan kompos, dan lain-lain. e. Banyaknya contoh konsep spesifik. Para siswa dapat menambahkan contoh-contoh konsep khusus untuk memfasilitasi mengendapnya konsepkonsep di dalam pemahaman konseptual mereka (Suryadharma, Endang, dan Bibit, 2007: 13-14).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Contoh peta konsep dan unsur unsur-unsurnya unsurnya disajikan dalam Gambar 1.
(a) (b) (a)
(b)
(a)
(d) (d) (c) (d) Keterangan: (a) konsep, (b) proposisi, (c) kaitan silang, (d) contoh Gambar 1. Contoh Peta Konsep Subpokok Bahasan Ikatan Kovalen Ada 6 langkah yang harus diikuti untuk membuat peta konsep dengan benar. 1. Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan. Bahan bacaan dalam penelitian ini telah ditentukan, yaitu bahan bacaan yang mengacu pada pembentukan peta konsep. 2. Menentukan konsep-konsep konsep yang relevan. 3. Mengurutkan konsep konsep-konsep itu dari yang paling umum ke yang paling khusus atau contoh-contoh. contoh 4. Menyusun/menulis konsep-konsep konsep konsep itu di atas kertas. Memetakan konsep konsepkonsep itu berdasarkan kriteria: konsep yang paling umum di puncak,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
konsep-konsep yang berada pada tingkatan abstraksi yang sama diletakkan sejajar satu sama lain, konsep yang lebih khusus di bawah konsep yang lebih umum. 5. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata penghubung tertentu untuk membentuk proposisi dan garis penghubung. 6. Jika peta sudah selesai, memperhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan jika perlu memperbaiki atau menyusun kembali agar lebih baik dan berarti. Dalam memberi skor terhadap peta konsep yang dibuat oleh siswa mengacu pada beberapa hal, yaitu proposisi, hirarki, kaitan silang, dan contohcontoh. 1. Proposisi, arti dari hubungan antara dua konsep yang ditunjukkan dengan garis yang menghubungkan antar dua konsep itu dan kata-kata yang terkait yang telah disepakati benar. Jika proposisi yang dibuat oleh siswa dalam setiap arti itu benar, diberi skor 1. 2. Hirarki, jika setiap konsep subordinat lebih spesifik dan kurang umum dari konsep yang digambar di atasnya (dalam konteks materi yang dipetakan). Diberi skor 5 untuk setiap tingkatan benar suatu hirarki. 3. Kaitan silang, memperlihatkan hubungan antara satu bagian dan bagian lain dari hirarki konsep. Jika hubungan yang diperlihatkan benar dan signifikan, diberi skor 10, tetapi diberi skor 2 jika kaitan silangnya tidak menggambarkan sintesis antara bagian-bagian dari konsep-konsep atau proposisi-proposisi. Kaitan silang dapat menunjukkan kemampuan kreatif dan perhatian khusus yang diberikan siswa untuk mengidentifikasi dan memperlihatkan ekspresi mereka. Hubungan yang unik atau kreatif bisa diberi skor ekstra. 4. Contoh-contoh, kejadian-kejadian atau objek-objek khusus merupakan pelengkap yang benar dari konsep-konsep yang disusun dengan label konsep diberi skor 1. 5. Sebagai tambahan, beberapa peta konsep tertentu dapat dikonstruksi dan dinilai untuk materi yang dipetakan, dan skor para siswa tergentung pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
skor peta konsep tertentu untuk dibandingkan dalam persen (Dahar, 1989: 127-128) Pada penelitian ini, model siklus belajar 5E (learning cycle 5E) akan dikombinasikan dengan media peta konsep untuk mengoptimalkan implementasi kedua model tersebut dalam pembelajaran. Model learning cycle mempunyai kelemahan dalam tahap explanation, kegiatan pembelajaran seringkali bergeser ke arah konvensional sehingga perlu diatasi. Penggunaan media peta konsep dapat mengatasi hal ini karena siswa dituntun untuk bekerja. Sedangkan penerapan media peta konsep secara individual kurang dapat mengukur proses skill siswa dalam melakukan percobaan yang merupakan yang merupakan kegiatan belajar tak terpisahkan pada pembelajaran kimia. Hal ini dapat diatasi oleh learning cycle yang memulai pembelajaran dengan fase engagement, kemudian diikuti exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. Dengan demikian kombinasi model learning cycle dan media peta konsep dapat mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas. 4. Kualitas Proses dan Hasil Belajar Keberhasilan pengajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa, tetapi juga dari segi prosesnya. Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti bahwa optimalnya hasil belajar siswa bergantung pula pada proses belajar siswa dan proses mengajar guru. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penilaian terhadap proses belajar mengajar. Tujuan penilaian proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar, terutama efisiensi, keefektifan, dan produktivitasnya dalam mencapai tujuan pengajaran (Sudjana, 2009: 65). Dalam penelitian ini, kualitas proses belajar yang diamati adalah keaktifan siswa dan hasil belajar yang dimaksud adalah prestasi kognitif, afektif, dan psikomotor. a. Kualitas Proses Belajar Menurut Sudjana (2009: 59-62), ada 7 kriteria yang bisa digunakan dalam menilai proses belajar mengajar yang dapat dijabarkan di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
1) Konsistensi Belajar Mengajar dengan Kurikulum Kurikulum adalah program belajar mengajar yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang seharusnya dilaksanakan. Keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam bentuk dan aspek-aspek berikut ini: (1) tujuan-tujuan pengajaran, (2) bahan pengajaran yang diberikan, (3) jenis kegiatan yang dilaksanakan, (4) cara melaksanakan setiap jenis kegiatan, (5) peralatan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan, dan (6) penilaian yang digunakan untuk setiap tujuan. 2) Keterlaksanaannya oleh Guru Dalam hal ini, dilihat ketercapaian kegiatan dan program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Dengan demikian, apa yang direncanakan dapat diwujudkan sebagaimana seharusnya. Keterlaksanaan ini dapat dilihat dalam hal: (1) mengondisikan kegiatan belajar siswa, (2) menyiapkan sumber, alat, dan perlengkapan belajar, (3) waktu yang disediakan untuk kegiatan belajar mengajar, (4) memberikan bantuan dan bimbingan belajar kepada siswa, (5) melaksanakan
penilaian
proses
dan
hasil
belajar
siswa,
dan
(6)
mengeneralisasikan hasil belajar mengajar saat itu dan tindak lanjut untuk kegiatan belajar mengajar berikutnya. 3) Keterlaksanaannya oleh Siswa Dalam hal ini, dinilai tingkat partisipasi siswa dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan program yang telah ditentukan guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Keterlaksanaan oleh siswa dapat dilihat dalam hal: (1) memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan guru, (2) siswa turut serta melakukan kegiatan belajar, (3) tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya, (4) memanfaatkan sumber belajar yang disediakan guru, dan (5) menguasai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
4) Motivasi Belajar Siswa Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukkan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat dalam hal: (1) minat dan perhatian belajar siswa terhadap pelajaran, (2) semangat siswa untuk melakukan tugastugas belajarnya, (3) tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya, (4) reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru, dan (5) rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan. 5) Keaktifan para Siswa dalam Kegiatan Belajar Penilaian proses belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, (2) terlibat dalam pemecahan masalah, (3) bertanya pada siswa lain atau guru terhadap masalah yang dihadapinya, (4) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, (5) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan bimbingan guru, (6) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, (7) melatih diri dalam menyelesaikan soal atau masalah sejenis, dan (8) kesempatan menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Menurut Fajri dan Senja (2003: 36), keaktifan adalah kegiatan, kesibukan dalam bekerja atau berusaha. Kata keaktifan memiliki persamaam arti dengan aktivitas. Klasifikasi aktivitas belajar ada delapan. (1) Visual activies, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan. (2) Oral activities misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. (3) Listening activities misalnya menguraikan, percakapan, diskusi, musik, pidato. (4) Writing activities misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. (5) Drawing activities misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram, (6) Motor activities misalnya melakukan percoban, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan berternak. (7) Mental
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
activities misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan. (8) Emotional activities misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup (Sardiman, 2010: 101). Martinis Yamin (2007: 84) sependapat dengan Sardiman yaitu ada delapan aktivitas belajar siswa seperti di atas, akan tetapi yang dimaksud oral activities misalnya siswa mengemukakan fakta, ide, pendapat, gagasan, bertanya maupun menjawab pertanyaan. Dalam penelitian ini diambil empat aspek kegiatan siswa yaitu visual activities, oral activities, listening activities, dan writing activites. 6) Interaksi Guru dengan Siswa Interaksi guru dengan siswa berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Hal ini dapat dilihat dalam: (1) tanya jawab antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa, (2) bantuan guru terhadap siswa yang melakukan kegiatan belajar mengajar, baik secara individual maupun secara kelompok, (3) dapatnya guru dan siswa tertentu dijadikan sumber belajar, (4) keberadaan guru senantiasa berperan sebagai fasilitator
dan
adanya
kesempatan
mendapat
umpan
balik
secara
berkesinambungan. 7) Kemampuan atau Keterampilan Guru dalam Mengajar Keterampilan atau kemampuan guru mengajar merupakan puncak keahlian guru yang profesional sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal bahan pengajaran, komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dan lain-lain. Beberapa indikator dalam menilai kemampuan ini antara lain adalah: (1) menguasai bahan pelajaran yang disampaikan kepada siswa, (2) terampil berkomunikasi dengan siswa, (3) menguasai kelas sehingga dapat mengendalikan siswa, (4) terampil menggunakan alat dan sumber belajar siswa, dan (5) terampil mengajukan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Dalam penelittian ini, kualitas proses belajar yang dinilai dibatasi pada keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Ada empat klasifikasi keaktifan yang diteliti, yaitu: oral activities, visual activities, listening activities, dan writing activities. Oral activities meliputi keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas, keberanian siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah. Visual activities meliputi perhatian siswa kepada guru saat pelajaran berlangsung dan ketika siswa lain mengutarakan pendapatnya. Listening activities meliputi kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru dan teman yang sedang presentasi. Sedangkan writing activities meliputi kesediaan siswa mencatat pelajaran yang diajarkan oleh guru dan hasil pemecahan masalah dalam diskusi, serta keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas. b. Kualitas Hasil Belajar Belajar adalah sebuah proses, dimana hasil dari proses belajar adalah perubahan tingkah laku, kecakapan dan berbagai sifat. Hasil dari proses belajar tersebut dapat dinilai melalui evaluasi. Menurut Sudjana (2009: 22) “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang tampak pada perubahan tingkah lakunya. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan-tujuan (khusus) perilaku. Gagne dalam Slameto (2010: 93) mengungkapkan bahwa ada lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, yaitu: (1) keterampilan intelektual yang merupakan hasil belajar terpenting, (2) strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang, termasuk kemampuan memecahkan masalah, (3) informasi verbal, (4) kemampuan motorik yang diperoleh di sekolah, dan (5) sikap dan nilai yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Sedangkan ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni: (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2009: 22-23). Hasil belajar siswa dapat digunakan untuk memotivasi siswa, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas pembelajaran oleh guru. Selain itu, pemanfaatan hasil belajar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran harus didukung oleh siswa, guru, kepala sekolah, serta orang tua siswa (Depdiknas, 2003: 21). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi hasil belajar bagi siswa adalah sebagai indikator pencapaian tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai umpan balik bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah ketuntasan belajar siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketuntasan aspek kognitif yang dinilai adalah ketuntasan belajar siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa dengan kategori tuntas apabila hasil tes kognitifnya dapat mencapai nilai KKM. Aspek afektif yang dinilai meliputi sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Sedangkan aspek psikomotor yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
keterampilan
gerak
siswa
dalam
mengikuti
kegiatan
praktikum
di
labotatorium. 5. Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan materi pokok bidang studi kimia yang diberikan kepada siswa SMA kelas XI IPA semester genap. Standar Kompetensi materi pokok ini adalah memahami sifatsifat larutan asam basa, metode pengukuran, dan terapannya. Subpokok bahasan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yaitu kelarutan dan hasil kali kelarutan, pengaruh ion senama terhadap kelarutan, pengaruh pH terhadap kelarutan, dan reaksi pengendapan. a. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan 1) Kelarutan Kelarutan (solubility) adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut/larutan pada suhu tertentu. Untuk zat yang mudah larut, kelarutannya dinyatakan dalam gram per 100 gram air. Namun, untuk zat yang tergolong sukar larut, dinyatakan dalam mol L-1, sama dengan kemolaran. Contoh: Kelarutan AgCl dalam air sebesar 1 x 10-5 mol L-1 (Purba, 2011: 138). Bila sejumlah zat terlarut dilarutkan ke dalam pelarut dan ada sebagian yang tidak larut, maka larutan tersebut merupakan larutan jenuh. Konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuh sama dengan kelarutannya. Besarnya kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) Jenis Pelarut Senyawa polar akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
b) Suhu Kelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya dinaikkan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antarmolekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antarmolekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antarmolekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik antarmolekul air. Sedangkan pengaruh suhu pada kelarutan gas, kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat (Sudarmo, 2005: 178). 2) Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) Perak kromat (Ag2CrO4) merupakan contoh garam yang sukar larut dalam air. Jika kita memasukkan sedikit saja kristal garam itu ke dalam segelas air kemudian diaduk, kita akan melihat bahwa sebagian besar dari garam itu tidak larut (mengendap di dasar gelas). Larutan perak kromat mudah sekali jenuh. Melalui percobaan telah diketahu bahwa dalam larutan jenuh tetap terjadi proses melarut, tetapi pada saat yang sama terjadi pula proses pengkristalan dengan laju yang sama. Dengan kata lain, dalam keadaan jenuh terdapat kesetimbangan antara zat padat tak larut dengan kelarutannya. Khusus untuk garam dan basa, kesetimbangan itu terjadi antara zat padat tak larut dengan ion-ionnya. Kesetimbangan dalam larutan jenuh perak kromat adalah sebagai berikut. Ag2CrO4 (s)
2Ag+ (aq) + CrO42- (aq)
Tetapan kesetimbangan dari kesetimbangan antara garam atau basa yang sedikit larut disebut tetapan hasil kali kelarutan (solubility product constant) dan dinyatakan dengan lambang Ksp. Persamaan tetapan hasil kali kelarutan untuk Ag2CrO4 adalah: Ksp = [Ag+]2 [CrO42-] Secara umum, persamaan kesetimbangan larutan garam AxBy sebagai berikut: AxBy (s)
xAy+ (aq) + yBx- (aq)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Ksp = [Ay+]x [Bx-]y Contoh penulisan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) untuk garam berikut: a. AgCl b. Ca3(PO4)2 Jawaban: a. AgCl (s)
Ag+ (aq) + Cl- (aq)
Ksp = [Ag+] [Cl-] 3Ca2+ (aq) + 2PO43- (aq)
b. Ca3(PO4)2 (s)
Ksp = [Ca2+]3 [PO43-]2 3) Hubungan Kelarutan (s) dengan Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) Kesetimbangan yang terjadi dalam larutan jenuh Ag2CrO4 adalah Ag2CrO4 (s)
2Ag+ (aq) + CrO42- (aq)
Konsentrasi kesetimbangan ion Ag+ dan ion CrO42- dalam larutan jenuh dapat dikaitkan dengan kelarutan Ag2CrO4, yaitu sesuai dengan stoikiometri reaksi (perbandingan koefisien reaksinya). Jika kelarutan Ag2CrO4 dinyatakan dengan s, maka konsentrasi ion Ag+ dalam larutan itu sama dengan 2s dan konsentrasi ion CrO42- sama dengan s. Ag2CrO4 (s)
2Ag+ (aq) + CrO42- (aq)
s
2s
s
Dengan demikian, nilai tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) Ag2CrO4 dapat dikaitkan dengan nilai kelarutannya (s) sebagai berikut (Purba, 2011: 140-141): = [Ag+]2 [CrO42-]
Ksp
= (2s)2 (s) = 4s3 Secara umum, hubungan antara kelarutan (s) dengan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) untuk elektrolit AxBy dapat dinyatakan sebagai berikut. AxBy (s) s
xAy+ (aq) + yBx- (aq) xs
ys
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
= [Ay+]x [Bx-]y
Ksp
= (xs)x (ys)y = xx yy s (x+y) Dari perhitungan tersebut, maka dapat ditentukan harga kelarutan sebagai berikut. s=
(
)
Besarnya harga Ksp suatu zat bersifat tetap pada suhu tetap. Apabila terjadi perubahan suhu maka harga Ksp zat tersebut akan mengalami perubahan (Sudarmo, 2005: 181). b. Pengaruh Ion Senama Terhadap Kelarutan Jika ke dalam larutan jenuh AgCl ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl maka akan segera terjadi pengendapan AgCl, demikian pula bila ke dalam larutan AgCl tersebut ditambahkan beberapa tetes larutan AgNO3. Reaksi kesetimbangan yang terjadi pada AgCl adalah sebagai berikut. AgCl (s)
Ag+ (aq) + Cl- (aq)
Penambahan larutan NaCl dan AgNO3 akan memperbesar konsentrasi ion Ag+ atau ion Cl- dalam larutan. NaCl (s) AgNO3 (s)
Na+ (aq) + Cl- (aq) Ag+ (aq) + NO3- (aq)
Sesuai dengan azaz Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan konsentrasi ion Ag+ atau ion Cl- akan menggeser kesetimbangan ke arah kiri, sehingga mengakibatkan jumlah AgCl yang mengendap bertambah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ion senama akan memperkecil kelarutan. Akan tetapi, sebagaimana halnya kesetimbangan pada umumnya, ion senama tidak mempengaruhi harga tetapan hasil kali kelarutan, selama suhu tidak berubah (Purba, 2011: 144-145).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
c. Pengaruh pH Terhadap Kelarutan Tingkat keasaman larutan (pH) dapat mempengaruhi kelarutan dari berbagai jenis zat. Suatu basa umunya lebih larut dalam larutan yang bersifat asam, dan sebaliknya lebih sukar larut dalam larutan yang bersifat basa. Garam-garam yang berasal dari asam lemah akan lebih mudah larut dalam larutan yang bersifat asam kuat. 1) pH dan Kelarutan Basa Sesuai dengan efek ion senama, suatu basa akan lebih sukar larut dalam larutan yang bersifat basa daripada dalam larutan netral. Contoh penentuan kelarutan Mg(OH)2 tersebut dalam: a. akuades b. larutan dengan pH = 12, apabila diketahui tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) Mg(OH)2 = 2 x 10-12. Jawaban: a. Dalam akuades, Mg(OH)2 akan larut hingga larutan jenuh. Misal kelarutan Mg(OH)2 = s mol L-1 Mg2+ (aq) + 2OH- (aq)
Mg(OH)2 (s) Ksp Mg(OH)2
= [Mg2+] [OH-]2
2 x 10-12
=
s
2 x 10-12
=
4s3
7,94 x 10-5 molL-1 =
(2s)2
s
Jadi, kelarutan Mg(OH)2 dalam air sebesar 7,94 x 10-5 mol L-1 b. Dalam larutan dengan pH = 12 pH = 12, maka pOH = 2 [OH-] = 1 x 10-2 mol L-1 Mg(OH)2 akan larut hingga terjadi larutan jenuh. Misalkan kelarutan Mg(OH)2 = x mol L-1 Mg(OH)2 (s) x
Mg2+ (aq) + 2OH- (aq) x
2x
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
konsentrasi ion OH- dalam larutan = 1 x 10-2 + 2x. Substitusi data ini ke dalam persamaan tetapan kesetimbangan Mg(OH)2 menghasilkan persamaan sebagai berikut. Ksp Mg(OH)2
= [Mg2+] [OH-]2
2 x 10-12
= (x) (1 x 10-2 + 2x)2
Oleh karena dapat diduga bahwa x << 1 x 10-2, maka 1 x 10-2 + 2x ≈ 1 x 10-2, maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut. 2 x 10-12
= (x) (1 x 10-2)2
2 x 10-8
=x
Jadi, kelarutan Mg(OH)2 dalam larutan dengan pH = 12 adalah 2 x 10-8 mol L-1. Kelarutan ini kira-kira 4.000 kali lebih kecil daripada kelarutan Mg(OH)2 dalam akuades. 2) pH dan Kelarutan Garam Kalsium karbonat (CaCO3) sukar larut dalam air, tetapi larut dalam HCl. Fakta ini dapat diterangkan sebagai berikut. Dalam larutan jenuh CaCO3 terdapat kesetimbangan: CaCO3 (s)
Ca2+ (aq) + CO32- (aq).
Dalam larutan asam, ion CO32- akan diikat oleh ion H+ membentuk HCO3atau H2CO3. H2CO3 selanjutnya akan terurai membentuk CO2 dan H2O. Hal ini akan menggeser kesetimbangan di atas ke arah kanan. Dengan kata lain, menyebabkan CaCO3 melarut (Purba, 2011: 146-148). d. Reaksi Pengendapan Harga hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawa ionik yang sukar larut dapat memberikan informasi tentang kelarutan senyawa tersebut dalam air. Semakin besar harga Ksp suatu zat, semakin mudah larut senyawa tersebut. Harga Ksp suatu zat dapat digunakan untuk meramalkan terjadi tidaknya endapan suatu zat jika dua larutan yang mengandung ion-ion dari senyawa sukar larut dicampurkan (Sudarmo, 2005: 184).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Dalam kesetimbangan kimia, hasil kali konsentrasi yang dirumuskan dalam rumus tetapan kesetimbangan (bukan konsentrasi setimbang) disebut sebagai Q. Jadi, secara umum apakah keadaan suatu larutan belum jenuh, jenuh, atau terjadi pengendapan dapat ditentukan dengan memeriksa nilai Q-nya dengan ketentuan sebagai berikut. Jika Q < Ksp, larutan belum jenuh. Jika Q = Ksp, larutan tepat jenuh. Jika Q > Ksp, terjadi pengendapan. Di bawah ini dipaparkan dua contoh penyelesaian soal yang berkaitan dengan reaksi pengendapan. a. Pemeriksaan terbentuk atau tidaknya endapan Ca(OH)2 jika 10 mL larutan CaCl2 0,2M dicampur dengan 10 mL larutan NaOH 0,02M. Ksp Ca(OH)2 = 8 x 10-6. Penyelesaian soal dijelaskan sebagai berikut: apabila tidak terjadi reaksi, maka larutan CaCl2 dan NaOH masing-masing mengalami pengenceran dua kali ketika dicampurkan. Konsentrasi CaCl2 dalam campuran menjadi 0,1M dan NaOH menjadi 0,01M. karena CaCl2 dan NaOH tergolong elektrolit kuat, keduanya mengion sempurna. CaCl2 (aq) → Ca2+ (aq) + 2Cl- (aq) 0,1M
0,1M
0,2M
NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH- (aq) 0,01M
0,01M
0,01M 2+
Jadi, konsentrasi ion Ca
dalam campuran = 0,1M dan konsentrasi ion
-
OH = 0,01M. Q
= [Ca2+] [OH-]2 = 0,1 (0,01)2 = 1 x 10-5.
Karena Q > Ksp, maka pada pencampuran itu terbentuk endapan Ca(OH)2. b. Perhitungan besarnya konsentrasi minimum ion CO32- yang diperlukan untuk mengendapkan ion Ca2+ dari larutan Ca(NO3)2 0,01M, apabila diketahui Ksp CaCO3 = 4,8 x 10-9.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Penyelesaian soal: CaCO3 akan mengendap jika Q > Ksp [Ca2+] [CO32-] > Ksp [Ca2+] = [Ca(NO3)2] = 0,01M (0,01) [CO32-] > 4,8 x 10-9 [CO32-]
> 4,8 x 10-7.
Jadi, CaCO3 akan mengendap jika [CO32-] > 4,8 x 10-7 M (Purba, 2011: 149-150) 6. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian relevan yang dapat mendukung penelitian ini. Penelitian yang telah dilakukan oleh Mohammad Ali Salmani Nodoushan (2009: 212) dalam jurnalnya yang berjudul “Improving Learning and Teaching Through Action Research” menyebutkan bahwa penelitian tindakan kelas praktis dilakukan, pembelajaran akan berlangsung lebih terencana, dan tujuan pembelajaran akan tercapai. Selain itu, Cher Hendricks (2009: 2) juga melakukan penelitian dalam jurnalnya dengan judul ”Using Action Research to Improve Educational Practices” yang menyatakan bahwa action research adalah kesempatan paling baik untuk menjadikan sekolah sebagai tempat yang lebih baik untuk siswa dan pendidik. Action research akan memberikan dampak positif pada proses pembelajaran bila siswa dan pendidik terlibat aktif di dalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nina Agustyaningrum (2010) dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman” merupakan penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa
pembelajaran
matematika
menggunakan
model
pembelajaran learning cycle 5E telah mampu membuat siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik. Salome Rajagukguk (2007) melalukan penelitian dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Menggunakan Media Peta Konsep”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Pada penelitian ini, populasi adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Bandar Perdagangan tahun pelajaran 2006/2007 sebanyak 10 kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media peta konsep dan hasil belajar tanpa media peta konsep. Hasil belajar siswa dengan menggunakan media peta konsep lebih tinggi daripada hasil belajar siswa tanpa media peta konsep. B. Kerangka Berpikir Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Pencapaian prestasi belajar siswa selain dipengaruhi oleh faktor internal juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal yang perlu diperhatikan yaitu metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Dalam KTSP, metode mengajar sangat penting selama proses pembelajaran. Untuk itu seorang guru perlu memilih metode mengajar yang tepat yang sesuai dengan sifat materi yang akan diajarkan. Pemilihan metode mengajar tersebut juga harus mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa, sarana dan prasarana yang ada, serta efektivitas dan efisiensi metode. Metode yang diterapkan juga harus menempatkan siswa sebagai subjek utama pengajaran. Sebagian besar pembelajaran yang dilakukan di SMA Negeri 1 Kartasura, khususnya mata pelajaran kimia masih menggunakan metode ceramah, sehingga siswa tidak ikut terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran hanya berlangsung satu arah, yaitu dari guru saja (teacher centered learning), sehingga belum dapat dikatakan bahwa pembelajaran berpusat pada siswa sebagai subjek pembelajaran. Guru kurang mengoptimalkan penggunaan media dalam pembelajaran. Akibat dari kebiasaan tersebut siswa menjadi kurang kreatif dalam memecahkan masalah, partisipasi rendah, kerja sama dalam kelompok tidak optimal, kegiatan belajar mengajar tidak efisien, dan pada akhirnya hasil belajar menjadi rendah. Kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran kimia bagi siswa kelas XI dan dianggap sulit oleh sebagian besar siswa SMA Negeri 1 Kartasura. Materi ini memerlukan daya pemahaman dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
pengetahuan konsep yang cukup melalui proses membangun konsep atau pengetahuan tahap demi tahap. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang dapat mempermudah cara belajar siswa. Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang digunakan adalah siklus belajar 5E (learning cycle 5E) yang dilengkapi dengan media peta konsep. Learning cycle merupakan metode pembelajaran yang menggunakan paradigma konstruktivis, yaitu teori yang memandang bahwa belajar merupakan suatu proses membangun pengetahuan sedikit demi sedikit. Metode ini memungkinkan siswa menemukan konsep sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari, mencegah terjadinya kesalahan konsep, dan memberikan peluang kepada siswa untuk menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru. Pada tahap engagement, siswa dikenalkan dahulu dengan materi yang akan dipelajari. Tahap exploration, siswa berusaha menemukan sendiri konsep-konsep yang ada dalam materi yang dilanjutkan dengan explanation, yaitu siswa berusaha untuk aktif mengemukakan apa yang telah dipelajarinya. Selanjutnya tahap elaboration, yakni guru berusaha untuk menggeneralisasi materi sehingga siswa tidak akan salah konsep (miskonsepsi). Tahap yang terakhir adalah evaluation yang merupakan tahap untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah dipalajarinya. Melalui tahapan-tahapan tersebut, pembelajaran dapat berjalan lebih efektif sehingga akan memudahkan siswa untuk memahami materi dan memecahkan permasalahan. Penggunaan
media
peta
konsep
dapat
membantu
siswa
untuk
memudahkan dalam memahami konsep-konsep yang ada dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dengan media peta konsep ini diharapkan siswa tidak kesulitan dalam mempelajari konsep yang ada dan siswa dapat tertarik dalam belajar kimia karena adanya variasi media. Dari uraian di atas, diharapkan penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) yang dilengkapi media peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Skema kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Belum diterapkan siklus belajar cycle 5E) 5E (learning dilengkapi media peta konsep pada pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kearutan
Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapi media peta konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
Peningkatan kualitas proses dan hasil belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura.
Kualitas proses dan hasil belajar siswa masih rendah
Siklus I: Penerapan learning cycle 5E dilengkapi peta konsep yang dibuat oleh siswa secara individu
Siklus II: Penerapan learning cycle 5E dilengkapi peta konsep yang telah dievaluasi oleh guru
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut. 1. Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura. 2. Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas hasil belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMA Negeri 1 Kartasura.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura, yang beralamat di Jalan Solo-Yogya kilometer 11 desa Pucangan, kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yaitu pada bulan Januari – Juli 2012. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap. Penjelasan mengenai alokasi waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Penelitian
Januari
Februari
1. Persiapan Penelitian a. Observasi awal b. Perizinan c. Penyusunan proposal d. Pembuatan instrumen e. Analisis instrumen 2. Pelaksanaan Tindakan a. Siklus I 1) Perencanaan 2) Pelaksanaan tindakan 3) Observasi 4) Refleksi b. Siklus II 1) Perencanaan 2) Pelaksanaan tindakan 3) Observasi 4) Refleksi 3. Analisis Data dan Pelaporan a. Analisis data b. Penyusunan laporan skripsi c. Ujian dan revisi d. Penggandaan laporan
commit to user 44
Bulan Maret April Mei Juni
Juli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
B. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 semester genap SMA Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 2011/2012. Pemilihan subjek dalam penelitian ini
didasarkan
pada
pertimbangan
bahwa
subjek
tersebut
mempunyai
permasalahan-permasalahan yang telah teridentifikasi pada saat observasi awal. Penggunaan metode dan media yang telah dirancang diharapkan tepat diterapkan pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura. Objek penelitian ini adalah kualitas proses dan hasil belajar siswa. Kualitas proses belajar dibatasi pada keaktifan siswa. Sedangkan kualitas hasil belajar yang dimaksud adalah ketuntasan belajar siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan. C. Data dan Sumber Data 1. Data Penelitian Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan meliputi data informasi tentang keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif berupa data hasil observasi, kajian dokumen atau arsip, dan wawancara yang menggambarkan proses pembelajaran di kelas dan kesulitan yang dihadapi guru baik dalam menghadapi siswa maupun cara mengajar di kelas. Aspek kuantitatif yang dimaksud adalah hasil penilaian belajar kimia, materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan berupa nilai yang diperoleh siswa dari tes kognitif, tes afektif, dan tes psikomotor siswa terhadap pembelajaran baik siklus I maupun siklus II. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah informan, yaitu guru dan siswa. Selain itu juga berasal dari peristiwa atau perilaku yang dialami siswa selama melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, serta dokumen atau arsip dan dari hasil tes.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
D. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: tes, observasi atau pengamatan lapangan, wawancara, kajian dokumen, dan angket. 1. Tes Tes disusun dan dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan kognitif siswa sesuai dengan siklus yang ada. Tes dilaksanakan di akhir siklus I dan siklus II yang untuk mengetahui implikasi dari tindakan yang telah diberikan dalam proses pembelajaran terhadap penguasaan konsep materi dan hasil belajar siswa pada materi pokok kalarutan dan hasil kali kelarutan. 2. Observasi atau Pengamatan Lapangan Observasi atau pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa selama proses belajar mengajar di kelas. Observasi ini dilakukan terhadap guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan mengambil tempat duduk paling belakang. Dalam posisi itu peneliti dapat lebih leluasa melaksanakan pengamatan terhadap keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. 3. Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dengan media peta konsep terhadap materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Wawancara bersama siswa dilakukan untuk memperjelas evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan. Wawancara yang dilakukan berpedoman atas dasar hasil dan pengamatan di kelas maupun kajian dokumen. Wawancara dilakukan oleh peneliti pada pedoman wawancara yang telah dibuat. Dari hasil wawancara dan observasi atau pengamatan lapangan yang telah dilakukan maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang berkenaan dengan pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
4. Kajian Dokumen Kajian dokumen juga dilakukan oleh peneliti guna mengetahui kelengkapan perangkat pembelajaran yang akan digunakan. Kajian dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat guru dan buku atau materi pelajaran. 5. Angket Angket diberikan kepada siswa di akhir penelitian tindakan dengan tujuan untuk mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa memberikan jawabannya dengan memilih salah satu jawaban yang telah tersedia di dalam angket. Penyusunan angket diawali dengan pembuatan kisikisi angket yang berisi variabel dan indikator yang disusun sesuai dengan tujuan penilaian angket. Indikator yang telah disusun kemudian dijadikan sebagai acuan untuk membuat item-item yang tertulis di dalam angket. Dengan menganalisis informasi yang diperoleh dari angket tersebut, maka dapat diketahui ada tidaknya peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran kimia materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Angket yang digunakan pada penelitian ini disusun berdasarkan skala Likert yaitu dengan menggunakan rentang mulai dari pernyataan sangat positif sampai pernyataan sangat negatif, alternatif pilihan jawaban yang diberikan adalah sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) (Depdiknas, 2008: 13). Teknik penilaian angket menggunakan skala Likert disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Teknik Penilaian Angket Pernyataan Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
commit to user
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
E. Uji Validitas Data 1. Validasi Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen penilaian. a. Instrumen Pembelajaran Instrumen pembelajaran yang digunakan ada dua, yaitu silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 1. Silabus Silabus yang digunakan pada penelitian ini adalah silabus yang telah disusun oleh sekolah. Silabus mata pelajaran kimia SMA Negeri 1 Kartasura kelas XI IPA 1 dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RPP yang digunakan disusun oleh peneliti dan disetujui oleh guru yang mengajar siswa sebagai subjek penelitian. Hal ini dimaksudkan supaya pelaksanaan tindakan dalam penelitian dapat terstruktur dengan baik. RPP yang dipakai pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2. b. Instrumen Penilaian Instrumen penilaian yang digunakan ada lima macam, yang meliputi: instrumen penilaian kognitif, instrumen penilaian afektif, instrumen penialain psikomotor, angket keaktifan siswa, dan lembar observasi siswa dalam PBM. 1. Instrumen Penilaian Kognitif Instrumen penilaian kognitif yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif. Dalam menyusun instrumen penilaian kognitif ini, mula-mula membuat kisi-kisi soal tes, lalu menyusun soal tes, dan mengadakan uji coba tes (tryout). Tes objektif yang digunakan sebagai instrumen terdiri dari 20 butir soal yang berbentuk pilihan ganda. Sebelum tes digunakan untuk mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah instrumen tes tersebut telah memenuhi persyaratan tes yang baik yaitu dalam hal validitas, reliabilitas, taraf
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
kesukaran, dan daya pembeda. Instrumen penilaian kognitif siklus I dapat dilihat pada Lampiran 21, sedangkan instrumen penilaian kognitif siklus II pada Lampiran 27. 2. Instrumen Penilaian Afektif Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan ranah psikomotor sangat ditentukan oleh kondisi afektif peserta didik. Instrumen penilaian afektif yang digunakan pada penelitian ini adalah angket. Dalam hal ini, angket berguna untuk mendapatkan nilai afektif siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Spesifikasi instrumen afektif dibagi kedalam lima ranah yaitu: sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Jenis angket yang digunakan adalah angket langsung dan sekaligus menyediakan alternatif jawaban pada siswa. Responden atau siswa memberikan jawaban dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan. Penyusunan item-item angket berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemberian skor untuk angket ini digunakan skala Likert dengan rentang skor 1 sampai 4 untuk item yang mengarah pada jawaban positif. Instrumen penilaian aspek afektif siswa dapat dilihat pada Lampiran 34. 3. Instrumen Penilaian Psikomotor Instrumen
penilaian
psikomotor
merupakan
instrumen
pengumpulan data untuk mengetahui hasil belajar ranah psikomotor siswa. Data prestasi belajar ranah psikomotor dikumpulkan melalui pengamatan (inkuiri). Lembar pengamatan disusun dalam bentuk checklist yang terdiri atas daftar pertanyaan yang meliputi kemampuan motorik siswa dalam melakukan eksperimen atau praktikum di laboratorium. Indikator penilaian aspek psikomotor siswa ada dua macam yaitu aspek motorik dan aspek umum. Indikator aspek motorik siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
terdiri dari keterampilan memasukkan zat ke dalam tabung reaksi, keterampilan mengukur volume larutan, keterampilan memasang tabung reaksi ke dalam rak tabung reaksi, keterampilan menggunakan pipet tetes, dan keterampilan mengamati perubahan warna larutan. Sedangkan
indikator
aspek
umum
terdiri
dari
unjuk
kerja
antarindividu, ketertiban dan kedisiplinan, kerapian dan kebersihan, pengambilan kesimpulan terhadap hasil kerja, dan urutan kerja dalam praktikum. Format isian yang disediakan untuk lembar pengamatan terdiri dari tiga kolom yang memuat alternatif kegiatan yang dilakukan oleh siswa selama melakukan praktikum. Instrumen penilaian keterampilan psikomotor siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 38. 4. Angket Keaktifan Siswa Angket keaktifan siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana keaktifan siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Hasil angket ini digunakan sebagai salah satu sumber penentuan keaktifan siswa selain dari hasil observasi. Instrumen keaktifan siswa ini dibagi ke dalam empat aspek yaitu: oral activities, visual activities, listening activities, dan writing activities. Untuk menyusun instrumen keaktifan siswa, yang pertama yaitu menentukan definisi konseptual, selanjutnya mengembangkan definisi operasional yang dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Angket keaktifan siswa dapat dilihat pada Lampiran 13. Angket keaktifan siswa ini diisi secara langsung oleh siswa setelah seluruh proses belajar mengajar selesai dilaksanakan di dalam kelas. Dalam menjawab pertanyaan, siswa hanya dibenarkan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan. Pemberian skor untuk angket keaktifan digunakan skala 1 sampai 4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
5. Lembar Observasi Siswa dalam PBM Lembar observasi siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar disusun berdasarkan indikator yang telah dibuat oleh peneliti. Selanjutnya lembar observasi ini diisi secara objektif pada saat proses belajar mengajar berlangsung berdasarkan pengamatan peneliti. Lembar observasi untuk menilai keaktifan siswa selama proses belajar mengajar dapat dilihat pada Lampiran 7. 2. Uji Validitas Data a. Instrumen Penilaian Kognitif 1) Validitas Soal Menurut Sudjana (2009: 12), validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai, sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Suatu alat ukur dikatakan valid apabila alat ukur tersebut isinya sesuai untuk mengukur objek yang seharusnya diukur. Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas butir soal dan validitas isi (content validity). Rumus yang dipakai untuk mengetahui validitas isi secara keseluruhan adalah formula Gregory (2007: 121-123). Pada formula ini, diperlukan dua panelis untuk memeriksa kecocokan antara indikator dengan butir-butir instrumen, dalam bentuk menilai relevan atau kurang relevan masing-masing indikator butir bila dicocokkan dengan butirbutirnya. Formula Gregory adalah sebagai berikut: Content Validity (CV) = Keterangan: A : Jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis B : Jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan relevan menurut panelis II C
: Jumlah item yang relevan menurut panelis I dan kurang relevan menurut panelis II
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
D
: Jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Kriteria yang digunakan adalah jika CV > 0,70 maka analisis dapat dilanjutkan. Hasil uji validitas isi instrumen penilaian kognitif siklus I yang dilakukan terangkum dalam Tabel Tabel 3, sedangkan proses perhitunganny perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 19. 19 Tabel 3.. Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Penilaian Kognitif Siklus I Variabel Soal-soal Kelarutan dan Hasil Kali Klearutan
Jumlah Soal
CV
24
0,92
Kesimpulan Analisis dapat dilanjutkan
Sedangkan hasil uji validitas isi instrumen penilaian kognitif siklus II terangkum dalam Tabel T 4 proses perhitungannyaa dapat dilihat pada Lampiran 25. Tabel 4.. Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Penilaian Kognitif Siklus II Variabel Soal-soal Kelarutan dan Hasil Kali Klearutan
Jumlah Soal
CV
24
0,88
Kesimpulan Analisis dapat dilanjutkan
Dalam penelitian ini bentuk soal yang digunakan adalah bentuk soal pilihan ganda. Jenis data yang diperoleh dari hasil uji coba adalah jenis data dikotomi (pada pilihan ganda skor benar = 1 dan salah = 0) maka rumus yang harus digunakan adalah korelasi point biserial biserial. Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus korelasi point biserial sebagai berikut (Depdiknas, 2009: 2009 14):
Keterangan: rpbis
: koefisien korelasi point biserial
Mp
: rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Mt
: rerata skor total
St
: standar deviasi dari skor total
p
: proporsi siswa yang menjawab benar
q
: proporsi siswa yang menjawab salah (q= 1-p) Koefisien korelasi biserial (rpbis) menunjukkan validitas item dari
suatu butir soal yang selanjutnya disebut sebagai rhitung. Taraf signifikan yang dipakai dalam penelitian ini adalah 5%. Item dikatakan valid bila harga rhitung ≥ rtabel. Penentuan validitas butir soal didasarkan pada harga rhitung yang melampaui harga kritik (rtabel) sebesar 0,329. Ringkasan hasil uji validitas soal kognitif siklus I setelah dilakukan tryout dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan analisis hasil uji validitas soal kognitif siklus I selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20. Tabel 5. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal Kognitif Siklus I. Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
24
Kriteria Valid 21
Invalid 3
Ringkasan hasil uji validitas soal kognitif siklus II setelah dilakukan tryout dapat dilihat pada Tabel 6. Sedangkan analisis hasil uji validitas sol kognitif siklus II dapat dilihat pada Lampiran 26. Tabel 6. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal Kognitif Siklus II. Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
24
Kriteria Valid 18
Invalid 6
Dari hasil tryout tersebut, diketahui bahwa untuk instrumen soal siklus I diperoleh 21 soal dengan kategori valid dan 3 soal dengan kategori invalid. Soal dengan kategori valid yang dipakai sebagai instrumen tes siklus I, sedangkan soal yang invalid didrop atau tidak digunakan sebagai instrumen tes. Sementara itu, dari hasil tryout instrumen soal siklus II
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
diketahui sebanyak 18 soal valid sedangkan 6 soal invalid. Oleh karena itu, soal yang dipakai pada siklus II ini hanya 18 butir soal ditambah 2 soal lain hasil tryout siklus sik I. 2) Reliabilitas Soal Reliabilitas adalah keajegan suatu soal apabila diteskan kepada subjek yang sama, dalam waktu yang berlainan atau kepada subjek tidak sama pada waktu yang sama. Dengan kata lain, suatu soal dikatakan reliabel apabila soal tersebut diujikan berkali-kali kali hasilnya relatif sama. Menurut Depdiknas (2009: 16), untuk ntuk menghitung koefisien reliabilitas soal bentuk objektif objektif digunakan rumus Kuder Richardson (KR 20) yaitu y sebagai berikut: r11 Keterangan : r11
: koefisien realibilitas
n
: jumlah item
S
: deviasi standar
p
: indeks kesukaran
q
: 1-p
Kriteria reliabilitas soal adalah sebagai berikut: 0,91 ─ 1,00
: Sangat Tinggi (ST)
0,71 ─ 0,90
: Tinggi (T)
0,41 ─ 0,70
: Cukup (C)
0,21 ─ 0,40
: Rendah (R)
>0,00 ─ 0,20 : Sangat Rendah (SR (SR) Hasil tryout reliabilitas instrumen soal kognitif siklus I dan siklus II terangkum dalam Tabel 7 dan 8.. Sedangkan analisis hasil tryout reliabilitas instrumen soal kognitif silkus I dan II selengkapnya selengkapny dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 26. 26
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Tabel 7. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian Uji Reliabilitas Soal Kognitif Siklus I Jenis Soal Kognitif
Jumlah Soal 24
Reliabilitas 0,902
Kriteria Tinggi
Tabel 8. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian Uji Reliabilitas Soal Kognitif Siklus II Jenis Soal Kognitif
Jumlah Soal 24
Reliabilitas 0,844
Kriteria Tinggi
3) Daya Pembeda Soal Menurut Depdiknas (2009: 11), taraf pembeda suatu soal adalah taraf sampai di mana jumlah jawaban benar dari siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (pandai) berbeda dari siswa-siswa yang tergolong kelompok bawah (kurang pandai) untuk suatu item. Perbedaan jawaban benar dari siswa tergolong kelompok atas dan bawah disebut Daya Pembeda (DP). DP=
BA BB JA JB
Keterangan: DP
: Daya Pembeda
BA
: jumlah jawaban benar yang diperoleh dari siswa tergolong kelompok atas
BB
: jumlah jawaban benar yang diperoleh dari siswa tergolong kelompok bawah
JA
: jumlah siswa yang tergolong kelompok atas
JB
: jumlah siswa yang tergolong bawah
Kualifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut: 0,71─ 1,00
: Baik Sekali
0,41 ─ 0,70
: Baik
0,21 ─ 0,40
: Cukup
0,00 ─ 0,2
: Jelek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Bertanda negatif
: Soal yang bersangkutan daya pembedanya jelek sekali
Hasil tryout daya pembeda soal instrumen penilaian kognitif siklus I terangkum dalam Tabel 9. Tabel 9. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I
Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
24
Kriteria Baik Sekali 18
Baik
Cukup
Jelek
4
1
1
Jelek Sekali 0
Sedangkan hasil tryout daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif siklus II terangkum dalam Tabel 10. Hasil uji daya pembeda instrumen penilaian kognitif selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 26. Tabel 10. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II
Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
24
Kriteria Baik Sekali 0
Baik
Cukup
Jelek
9
11
1
Jelek Sekali 3
4) Taraf Kesukaran Soal Taraf kesukaran suatu item dapat diketahui dari banyaknya siswa yang menjawab benar. Taraf kesukaran suatu item dinyatakan dalam bilangan indeks yang disebut Indeks Kesukaran (IK), yaitu bilangan yang merupakan hasil perbandingan antara jawaban benar yang diperoleh dengan jawaban yang seharusnya diperoleh dari suatu item. Adapaun rumus untuk menentukan indeks kesukaran suatu soal adalah sebagai berikut: P=
B JS
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Keterangan : P
: Indeks kesukaran
B
: Banyaknya siswa yang menjawab benar
JS
: Jumlah siswa
Klasifikasi indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut: 0,71 ─ 1,00
: Mudah
0,31 ─ 0,70
: Sedang
0,00 ─ 0,30
: Sukar (Depdiknas, 2009: 9).
Hasil tryout taraf kesukaran soal penilaian kognitif siklus I dan siklus II terangkum dalam Tabel 11 dan 12. Sedangkan hasil uji taraf kesukaran instrumen soal penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 26. Tabel 11. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penilaian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
24
Mudah 12
Taraf Kesukaran Soal Sedang Sukar 11 1
Tabel 12. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penilaian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
24
Mudah 14
Taraf Kesukaran Soal Sedang Sukar 9 1
b. Instrumen Penilaian Afektif Seperti halnya instrumen penilaian kognitif, angket untuk penilaian efektif ini sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, terlebih dahulu diujicobakan dan dilakukan validasi isi angket untuk mengetahui kualitas item angket . Uji kualitas item yang digunakan ada dua macam, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. a) Uji Validitas Rumus yang dipakai untuk mengetahui validitas isi secara keseluruhan adalah formula Gregory (2007: 121-123). Pada formula ini,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
diperlukan dua panelis untuk memeriksa kecocokan antara indikator dengan butir-butir butir instrumen, dalam bentuk menilai relevan atau kurang relevan masing--masing masing indikator butir bila dicocokkan dengan butir butirbutirnya. Formula Gregory adalah sebagai berikut: Content Validity (CV) = Keterangan: A : Jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis p B : Jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan relevan menurut panelis II C
: Jumlah item yang relevan menurut panelis I dan kurang relevan menurut panelis II
D
: Jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Kriteria yang digunakan adalah jika CV > 0,70 maka analisis dapat dilanjutkan. Hasil uji validitas isi instrumen penilaian afektif yang dilakukan terangkum dalam T Tabel abel 13, sedangkan proses perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 31. 31 Tabel 13.. Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Penilaian Afektif Variabel
Jumlah Soal
CV
Angket Afektif fektif
30
0,93
Kesimpulan Analisis dapat dilanjutkan
Sedangkan uuntuk ntuk menghitung validitas butir soal angket digunakan rumus product moment sebagai berikut:
Keterangan: rxy
: koefisien korelasi suatu butir soal (koefisien validitas)
X
: hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Y
: kriteria yang dipakai
N
: jumlah subjek.
Kriteria item dinyatakan valid jika rxy > rtabel Kriteria item dinyatakan tidak valid jika rxy ≤ rtabel Penentuan validitas item didasarkan pada harga rhitung yang melampaui harga kritik (rtabel) sebesar 0,349. Ringkasan uji validitas instrumen aspek afektif setelah dilakukan tryout disajikan dalam Tabel 14, sedangkan hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 33. Tabel 14. Ringkasan Hasil Tryout untuk Validitas Soal pada Aspek Afektif Jenis Soal
Jumlah Soal
Afektif
30
Kriteria Valid 27
Invalid 3
Dari hasil tryout instrumen penilaian aspek afektif siswa tersebut diketahui terdapat soal 27 soal dengan kategori valid dan 3 soal dengan kategori invalid. Semua item soal hasil tryout ini dipakai sebagai instrumen penelitian. Soal yang invalid dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian. b) Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali kepada subjek yang sama dalam waktu yang berbeda. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas suatu butir soal yang menghendaki gradualisasi penilaian digunakan penilaian rumus alpha (digunakan untuk mencari realibilitas yang skornya bukan 1 atau 0) yaitu sebagai berikut: 2 N S i r11 = α = N 1 1 2 S t
Keterangan: r11
: koefisien realibilitas instrumen
N
: banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
ΣSi2 St
: jumlah kuadrat S tiap-tiap tiap item
2
: kuadrat dari S total keseluruhan item.
St
1 N
N X 2 X
2
Kriteria reliabilitas adalah sebagai berikut: 0,91 ─ 1,00
: Sangat Tinggi (ST)
0,71 ─ 0,90
: Tinggi (T)
0,41 ─ 0,70
: Cukup (C)
0,21 ─ 0,40
: Rendah (R)
>0,00 ─ 0,20 : Sangat Rendah (SR) (Azwar, 2009: 87). Ringkasan hasil uji reliabilitas instrumen penilaian aspek afektif setelah dilakukan tryout disajikan dalam Tabel 15,, sedangkan analisis selengkapnyaa dapat dilihat pada Lampiran 33. 33 Tabel 15.. Ringkasan Hasil Tryout Reliabilitas Soal Aspek Afektif Jenis Soal Afektif
Jumlah Soal 30
Reliabilitas 0,968
Kriteria Sangat Tinggi
c. Angket Keaktifan Siswa Rumus umus yang dipakai untuk mengetahui validitas isi secara keseluruhan pada angket keaktifan siswa sama dengan angket afektif maupun instrumen kognitif yaitu formula Gregory (2007: 121 121-123). Formula Gregory adalah sebagai berikut: Content Validity (CV) = Keterangan: A : Jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis B : Jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan relevan menurut panelis II C
: Jumlah item yang relevan menurut panelis I dan kurang relevan menurut panelis II
D
: Jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Kriteria yang digunakan adalah jika CV > 0,70 maka analisis dapat dilanjutkan. Hasil uji validitas isi instrumen penilaian angket keaktifan siswa yang
dilakukan
terangkum dalam
Tabel
16,
sedangkan
proses
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 16. Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Angket Keaktifan Siswa Variabel Angket Keaktifan Siswa
Jumlah Soal
CV
20
1,00
Kesimpulan Analisis dapat dilanjutkan
Sementara itu, pada penentuan validitas item didasarkan pada harga rhitung yang melampaui harga kritik (rtabel) sebesar 0,349. Perhitungan uji validitas dan reliabilitas item soal sama dengan angket afektif. Ringkasan hasil uji validitas instrumen penilaian angket keaktifan siswa setelah dilakukan tryout disajikan dalam Tabel 17 dan hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 17. Ringkasan Hasil Tryout Validitas Soal pada Angket Keaktifan Siswa Jenis Soal
Jumlah Soal
Keaktifan
20
Kriteria Valid 20
Invalid 0
Ringkasan hasil uji reliabilitas instrumen penilaian angket keaktifan siswa setelah dilakukan tryout dapat dilihat pada Tabel 18 dan hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 18. Ringkasan Hasil Tryout Reliabilitas Soal pada Angket Keaktifan Siswa Jenis Soal Keaktifan
Jumlah Soal 20
Reliabilitas 0,959
commit to user
Kriteria Sangat Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
d. Lembar Observasi Keaktifan Siswa 1) Uji Validitas Untuk mengetahui kualitas dari instrumen yang telah disusun, maka dilakukan validasi isi instrumen secara keseluruhan. Rumus yang dipakai untuk mengetahui validitas isi secara keseluruhan adalah formula Gregory (2007: 121-123). Pada formula ini, diperlukan dua panelis untuk memeriksa kecocokan antara indikator dengan butir-butir instrumen, dalam bentuk menilai relevan atau kurang relevan masing-masing indikator butir bila dicocokkan dengan butir-butirnya. Formula Gregory adalah sebagai berikut: Content Validity (CV) = Keterangan: A : Jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis B : Jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan relevan menurut panelis II C
: Jumlah item yang relevan menurut panelis I dan kurang relevan menurut panelis II
D
: Jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Kriteria yang digunakan adalah jika CV > 0,70 maka analisis dapat dilanjutkan. Hasil uji validitas isi instrumen lembar observasi keaktifan siswa terangkum dalam Tabel 19, sedangkan proses perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 19. Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Lembar Observasi Keaktifan Siswa Variabel Check List Observasi Keaktifan Siswa
Jumlah Soal
CV
10
0,80
commit to user
Kesimpulan Analisis dapat dilanjutkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
2) Uji Reliabilitas Pada penelitian ini, observasi keaktifan siswa dilakukan oleh 3 observer. Oleh karena itu, dilakukan uji reliabilitas hasil observasi untuk mengetahui konsistensi antarrater (interrater reliability). Ebel (1952) dalam Azwar (2006: 106) memberikan formula untuk menghitung hasil rating yang dilakukan oleh sebanyak k orang raters terhadap sebanyak n orang subjek. Reliabilitas dari rata-rata rating yang dilakukan oleh k orang raters, yaitu:
rxx’ = (ss2 – se2)/ss2 : varians antar subjek yang dikenai rating : varians eror, yaitu varians interaksi antara subjek (s) dan rater (r) dan
Untuk menghitung
i
=
∑
=
(∑
dilakukan dengan formula-formula berikut:
(∑ )/
)/ –(∑ ( )(
(∑
)/
)/
)
(∑ ) /
: angka rating yang diberikan oleh seorang rater kepada seorang subjek
T
: jumlah angka rating yang diterima oleh seorang subjek dari semua rater
R
: jumlah angka rating yang diberikan oleh seorang rater pada semua subjek
n
: banyaknya subjek
k
: banyaknya rater Semakin tinggi koefisien reliabilitas rating maka dapat diartikan
bahwa pemberian rating yang telah dilakukan oleh masing-masing rater adalah konsisten satu sama lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Hasil uji reliabilitas hasil rating observasi keaktifan siswa disajikan dalam Tabel 20, sedangkan hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 20. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Hasil Rating Observasi Keaktifan Siswa Variabel Observasi Keaktifan Siswa
Jumlah Item
rxx’
Kesimpulan
10
0,967
Reliabel
e. Lembar Observasi Aspek Psikomotor 1) Uji Validitas Untuk mengetahui kualitas dari instrumen lembar observasi aspek psikomotor yang telah disusun, maka dilakukan validasi isi instrumen secara keseluruhan. Rumus yang dipakai untuk mengetahui validitas isi ini sama dengan rumus yang dipakai dalam penentuan validasi isi instrumen yang lain, yaitu formula Gregory (2007: 121-123). Formula Gregory adalah sebagai berikut: Content Validity (CV) = Keterangan: A : Jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis B : Jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan relevan menurut panelis II C
: Jumlah item yang relevan menurut panelis I dan kurang relevan menurut panelis II
D
: Jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Kriteria yang digunakan adalah jika CV > 0,70 maka analisis dapat dilanjutkan. Hasil uji validitas isi instrumen lembar observasi aspek psikomotor siklus I terangkum dalam Tabel 21, sedangkan proses perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 41.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Tabel 21. Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Lembar Observasi Aspek Psikomotor Siklus I Variabel Check List Observasi Psikomotor
Jumlah Soal
CV
10
0,90
Kesimpulan Analisis dapat dilanjutkan
Sedangkan hasil uji validitas isi instrumen lembar observasi aspek psikomotor siklus II terangkum dalam Tabel 22 dan proses perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 44. Tabel 22. Rangkuman Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Lembar Observasi Aspek Psikomotor Siklus II Variabel Check List Observasi Psikomotor
Jumlah Soal
CV
10
0,90
Kesimpulan Analisis dapat dilanjutkan
2) Uji Reliabilitas Observasi psikomotor siswa juga dilakukan oleh 3 observer. Oleh karena itu, dilakukan uji reliabilitas hasil observasi untuk mengetahui konsistensi antarrater (interrater reliability). Ebel (1952) dalam Azwar (2006: 106) memberikan formula untuk menghitung hasil rating yang dilakukan oleh sebanyak k orang raters terhadap sebanyak n orang subjek. Untuk menghitung reliabilitas dari rata-rata rating yang dilakukan oleh k orang raters, caranya sama seperti perhitungan pada observasi keaktifan siswa, yaitu:
rxx’ = (ss2 – se2)/ss2 : varians antar subjek yang dikenai rating : varians eror, yaitu varians interaksi antara subjek (s) dan rater (r) Untuk menghitung
=
∑
=
(∑
dan (∑ )/
dilakukan dengan formula-formula berikut: )/ –(∑ ( )(
(∑
)/
)/
)
commit to user
(∑ ) /
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
i
: angka rating yang diberikan oleh seorang rater kepada seorang subjek
T
: jumlah angka rating yang diterima oleh seorang subjek dari semua rater
R
: jumlah angka rating yang diberikan oleh seorang rater pada semua subjek
n
: banyaknya subjek
k
: banyaknya rater Semakin tinggi koefisien reliabilitas rating maka dapat diartikan
bahwa pemberian rating yang telah dilakukan oleh masing-masing rater adalah konsisten satu sama lain. Hasil uji reliabilitas hasil rating observasi keaktifan siswa disajikan dalam Tabel 23, sedangkan hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 39. Tabel 23. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Hasil Rating Observasi Psikomotor Siswa Variabel Observasi Keaktifan Siswa
Jumlah Item
rxx’
Kesimpulan
10
0,909
Reliabel
F. Analisis Data Interpretasi data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data. Cara interpretasi data seperti ini akan membantu peneliti dalam menjelaskan kejadian atau situasi yang berlangsung di dalam kelas yang dihadapi oleh peneliti ketika melakukan penelitian. Data-data dari hasil penelitian di lapangan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis data secara kualitatif mengacu pada model analisis Miles dan Huberman (1995: 16-19), yakni analisis yang dilakukan dalam tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dimulai dari data diperoleh sejak awal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
penelitian dan terus berlanjut hingga sesudah penelitian sampai laporan akhir lengkap tersusun. Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan observasi, dan refleksi pada masing-masing siklus. Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan, dan penggolongan data. Data yang terkumpul disajikan secara sistematik dan diberi makna. Selanjutnya, data diidentifikasi secara khusus dalam tiap-tiap siklus pembelajaran untuk mempermudah verifikasi dan analisis guna menjawab permasalahan yang ada. Model analisis data yang digunakan adalah model interaktif yang disajikan dalam Gambar 3.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Simpulan dan Verifikasi Gambar 3. Skema Analisis Data (Miles dan Huberman, 1995: 20) G. Pemeriksaan Validitas Data Data yang diperoleh dari penelitian ini, selanjutnya dikumpulkan dan dicatat dalam pelaksanaan tindakan. Selama proses penelitian, data dikumpulkan dengan beragam teknik, oleh karena itu cara pengumpulannya harus benar-benar sesuai dan tepat untuk menggali data yang diperlukan. Menurut Lexy J. Moleong (1996: 178), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi metode. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data melalui teknik tes prestasi, angket, observasi, dan kajian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
dokumen atau arsip. Skema pemeriksaan validitas data yang digunakan pada penelitian ini disajikan dalam Gambar 4. Tes/Angket
Data
Observasi
Sumber Data
Wawancara/Arsip Gambar 4. Skema Pemeriksaan Validitas Data (Moleong, 1995: 179) H. Indikator Kinerja Penelitian Menurut Suwandi (2007: 36), indikator kinerja penelitian merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Berikut adalah tabel indikator keberhasilan kinerja dalam upaya peningkatan kualitas proses belajar siswa. Tabel 24. Indikator Keberhasilan Proses Pembelajaran Siklus I dan Siklus II No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
Indikator Keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas Keberanian siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru Keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah Perhatian siswa kepada guru saat pelajaran berlangsung Perhatian siswa selama siswa yang lain mengutarakan pendapatnya Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari teman yang sedang presentasi Kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru Kesediaan siswa menulis hasil pemecahan masalah dalam diskusi Keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas Rata-rata
commit to user
Target (%) 30 30 70 75 70 80 70 75 60 40 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Cara penilaian untuk masing-masing indikator di atas adalah sebagai berikut: target
siswa yang melaksanakan indikator x100% seluruh siswa
Sedangkan indikator keberhasilan hasil pembelajaran siklus I dan siklus II adalah tercapainya nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan target 60 %. Adapun target
penilaian
keberhasilan
indikator
ini
adalah
sebagai
berikut:
siswa tuntas x100% seluruh siswa I. Prosedur Penelitian
Prosedur yang digunakan dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart dalam Kasbolah (2001: 63-65) yakni berupa model spiral. Ada empat tahap dalam sistem spiral refleksi diri menurut Kemmis, yaitu rencana tindakan (planing), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Menurut Arikunto (2006: 117), kegiatan ini disebut dengan satu siklus kegiatan pemecahan masalah. Apabila dalam satu siklus hasil penelitian belum menunjukkan peningkatan kualitas, maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya hingga peneliti merasa berhasil dalam penelitian tersebut. Pada penelitian ini, pembelajaran dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru kimia. 1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan, hal-hal yang dilakukan adalah observasi sekolah dan identifikasi permasalahan. a. Observasi sekolah bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan belajar mengajar di SMA Negeri 1 Katrasura, khususnya mata pelajaran kimia. b. Identifikasi permasalahan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi guru maupun siswa dalam pelaksanan pembelajaran di kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
2. Tahap Perencanaan (Planning) Kegiatan dalam tahap perencanaan (planning) meliputi: a. menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi lembar observasi atau pengamatan aktivitas siswa, soal tes kognitif, angket baik aspek afektif maupun respon siswa terhadap pembelajaran, dan lembar pengamatan ranah psikomotor. b. menyusun serangkaian kegiatan yang berupa pelaksanaan tindakan yaitu penerapan siklus belajar 5E (learning cycle) 5E dilengkapi peta konsep pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. 3. Tahap Tindakan (Acting) Tindakan yang dilakukan peneliti untuk memecahkan masalah. Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap tindakan (acting) adalah: a. melaksanakan proses belajar mengajar sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam RPP bersama dengan guru mata pelajaran kimia, b. memantau kegiatan proses belajar mengajar melalui observasi langsung dan angket siswa, c. melaksanakan evaluasi untuk mengukur prestasi siswa, d. melakukan perbaikan atau penyempurnaan tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan. 4. Tahap Observasi (Observing) Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap observasi (observing) adalah sebagai berikut: a. melakukan pengamatan terhadap PBM yang dilakukan baik oleh peneliti maupun guru mata pelajaran kimia, b. mencatat semua hasil pengamatan ke dalam lembar observasi, c. mendiskusikan hasil pengamatan yang diperoleh dengan guru maupun dosen (sebagai critical friend) setelah proses pembelajaran selesai, dan d. membuat kesimpulan hasil pengamatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Adapun langkah-langkah pelaksanaan evaluasi dalam penelitian ini adalah: a. menyiapkan instrumen evaluasi, b. melaksanakan evaluasi setelah proses pembelajaran selesai, c. melaksanakan analisis hasil evaluasi, dan d. menyususn kriteria keberhasilan tindakan. 5. Tahap Refleksi (Reflecting) Refleksi (reflecting) adalah kegiatan mengulas secara kritis terhadap perubahan yang terjadi pada siswa, suasana kelas, dan guru. Langkah-langkah dalam tahap refleksi adalah sebagai berikut: a. menganalisis respon siswa terhadap pembelajaran pada lembar angket, b. mencocokkan pengamatan oleh guru pada lembar monitoring. Apabila hasil pengamatan ternyata siswa mengikuti pelajaran dengan antusias (aktif), perhatian siswa tertuju pada pelajaran, siswa merespon, dan terjadi komunikasi multi arah maka metode pembelajaran yang dilaksanakan dinyatakan menarik dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan adanya refleksi ini, maka dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan tindakan. Oleh karena itu, setelah refleksi baik guru maupun peneliti mengadakan diskusi untuk mengambil kesepakatan dalam menentukan perbaikan tindakan berikutnya, yaitu siklus II. Adapun skema prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dalam Gambar 5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Perencanaan I (Planning)
Refleksi I (Reflecting)
Siklus I
Tindakan I (Acting)
Observasi I (Observing) Perubahan
Perencanaan II (Planning)
Refleksi II (Reflecting)
Siklus II
Observasi II (Observing) Perubahan Gambar 5. Skema Prosedur Penelitian
commit to user
Tindakan II (Acting)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pra Tindakan Indikator keberhasilan dan kualitas pembelajaran dapat ditentukan dari keterlibatan dan penguasaan konsep siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Keterlibatan siswa secara penuh dalam proses kegiatan belajar mengajar akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan berpusat pada siswa (student centered learning), yaitu siswa tidak hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar ini selanjutnya mendukung keberhasilan siswa dalam mencapai ketuntasan belajar, karena dengan terlibat aktif, siswa akan lebih mampu memahami materi yang sedang dipelajari. Hal ini akan berdampak pada penguasaan konsep siswa yang ditunjukkan dengan hasil belajar siswa yang mencapai nilai batas tuntas. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura pada tanggal 16 Januari 2012, diketahui bahwa kebanyakan siswa susah dalam memahami konsep materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Hal ini dikarenakan siswa sudah terlalu banyak mendapatkan rumus-rumus pada materi sebelumnya, yakni larutan asam basa, larutan penyangga, dan hidrolisis. Selain itu, berdasarkan wawancara dengan guru terkait dengan proses belajar mengajar, diketahui bahwa selama ini metode yang digunakan dalam pembelajaran hanya metode ceramah saja dan kadang-kadang melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium untuk materi yang diperlukan adanya percobaan. Di samping itu metode yang digunakan guru adalah pemberian tugas. Metode ini dirasa cukup efektif, tetapi kurang mengaktifkan siswa. Siswa hanya disuruh mengerjakan saja dan tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan sejauh mana pemahaman mereka terkait materi yang telah disampaikan oleh guru. Selain itu, siswa yang kurang memahami materi cenderung hanya mencontoh pekerjaan teman tanpa berusaha mengerjakan sendiri. Hal ini pula lah yang
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
menyebabkan ketuntasan belajar siswa cenderung rendah, terbukti untuk materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan ketuntasan siswa hanya 38,64% untuk tahun pelajaran 2010/2011. Ringkasan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA 1 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Sementara itu, hasil observasi awal yang dilaksanakan pada tanggal 25 April 2012 di kelas XI IPA 1 menunjukkan bahwa keaktifan siswa pada proses belajar mengajar masih rendah. Selama proses belajar mengajar, guru hanya menggunakan metode ceramah dengan sesekali memberikan contoh yang berkaitan dengan materi pelajaran sehingga siswa cenderung pasif. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru kurang melibatkan siswa, pembelajaran cenderung hanya berjalan satu arah dari guru saja, sementara siswa hanya sebagai objek pembelajaran. Dampak dari metode ini, lama-lama siswa menjadi bosan kamudian melakukan aktivitas sendiri seperti berbicara dan bermain dengan teman sebangku. Berdasarkan hasil observasi terhadap siswa kelas XI IPA 1 pada materi pokok larutan penyangga yang telah dilaksanakan sebelum tindakan, diperoleh hasil bahwa siswa yang aktif bertanya rata-rata hanya 5 siswa (12,5%), siswa yang menjawab pertanyaan guru tanpa ditunjuk rata-rata hanya 5 siswa (12,5%), siswa yang mau maju ke depan untuk mengerjakan soal rata-rata hanya 3 siswa (7,5%), dan siswa yang memperhatikan guru saat pelajaran berlangsung hanya 17 siswa (42,5%). Hasil observasi awal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil observasi di kelas XI IPA 1 dan wawancara dengan guru kimia di kelas XI IPA 1 tersebut, dapat diketahui bahwa keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung masih rendah. Hal ini akan berdampak pada penguasaan konsep materi yang masih kurang dan menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berhasil seutuhnya. Berdasarkan analisis dari hasil observasi dan wawancara pratindakan untuk mengetahui kondisi awal, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Dalam hal ini kualitas proses adalah keaktifan siswa dan hasil belajar yaitu ketuntasan belajar siswa. Oleh karena itu, diterapkan model siklus belajar 5E (learning cycle 5E) yang dilengkapi peta konsep pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Model pembelajaran ini sangat sesuai untuk meningkatkan keaktifan siswa karena melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, model ini juga mempermudah pemahaman siswa tentang materi karena dalam pelaksanaannya dilakukan tahap demi tahap, mulai dari pembangkitan minat terhadap materi yang akan dipelajari, kegiatan diskusi kelompok, presentasi kelompok, elaborasi oleh guru, dan diakhiri dengan evaluasi untuk menguji pemahaman siswa. Media peta konsep dapat membantu siswa untuk mempermudah dalam memahami konsep-konsep dalam materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. B. Deskripsi Hasil Siklus I 1. Perencanaan Tindakan Pada tahap perencanaan, pertama-tama peneliti dan guru melakukan kajian terhadap silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sebelumnya telah disusun oleh guru. Silabus ini disusun oleh sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan di SMA Negeri 1 Kartasura tersebut. Silabus SMA Negeri 1 Kartasura selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam silabus tersebut, alokasi waktu untuk menyampaikan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan adalah 10 jam pelajaran. Metode yang sebelumnya telah direncanakan oleh guru yang bersangkutan adalah diskusi kelas dan melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium untuk pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Pada tahap ini, peneliti dan guru bersama-sama mengkaji silabus dari sisi kegiatan pembelajaran yang nantinya akan dialami oleh siswa sebagai pengalaman belajar. Kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan di dalam silabus adalah diskusi kelompok dan praktikum di laboratorium untuk materi pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Berdasarkan silabus tersebut, kemudian peneliti dan guru mencoba merumuskan kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran, dalam hal ini adalah keaktifan
siswa.
Namun,
metode
yang
commit to user
diterapkan
dalam
kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pembelajaran tersebut nantinya tetap sejalan dengan silabus yang telah dirumuskan. Peneliti dan guru kemudian mengganti metode diskusi kelompok dengan penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) yang dilengkapi dengan media peta konsep. Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) yang dilengkapi dengan media peta konsep ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, juga
dilakukan
kegiatan
praktikum
di
laboratorium
untuk
materi
kesetimbangan larutan garam yang sukar larut, sehingga diharapkan siswa akan lebih mudah memahami konsep kelarutan dan tidak abstrak lagi. Untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran, di awal pertemuan siswa diharapkan terlebih dahulu mengetahui tentang konsep-konsep yang ada dalam materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan, sehingga siswa juga diminta untuk dapat terampil membuat peta konsep sebelum dijadikan media pembelajaran. Selain mengkaji tentang silabus, peneliti dan guru juga melakukan kajian terhadap RPP untuk materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan yang tentunya mengacu pada silabus yang telah disusun sebelumnya. Dalam penyusunan RPP ini, peneliti menggunakan strategi pembelajaran aktif. Kegiatan pembelajaran pada siklus I direncanakan selama 10 jam pelajaran (5 kali tatap muka), yaitu 8 x 45 menit untuk penyampaian materi dan 2 x 45 menit untuk melaksanakan kegiatan evaluasi. Selanjutnya, peneliti menyusun lembar observasi untuk menilai keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Lembar observasi ini diisi oleh observer selama kegiatan belajar mengajar, yang nantinya akan digunakan untuk menilai keaktifan siswa. Selain itu, peneliti juga menyusun lembar observasi mengenai penilaian keterampilan psikomotor siswa selama melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium. Selain penyusunan lembar observasi, peneliti juga menyusun instrumen yang akan digunakan sebagai alat evaluasi prestasi belajar, yaitu tes aspek kognitif. Instrumen ini telah diujicobakan pada siswa kelas XI IPA 3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
dan XI IPA 4 SMA Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 2011/2012. Instrumen yang telah diujicobakan kemudian dianalisis untuk mengetahui kelayakannya sebagai alat evaluasi. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 20 soal objektif yang akan digunakan sebagai alat evaluasi tes kognitif pada siklus I. Instrumen kognitif siklus I dapat dilihat pada Lampiran 21. Instrumen lain yang digunakan adalah angket aspek afektif dan angket keaktifan siswa terhadap pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 30 soal cek point sebagai angket afektif dan 20 soal sebagai angket keaktifan siswa yang juga akan digunakan sebagai alat evaluasi pada siklus I. Instrumen angket afektif siswa dapat dilihat pada Lampiran 34, sedangkan angket keaktifan siswa dapat dilihat pada Lampiran 13. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E), siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan kegiatan diskusi dan presentasi. Oleh karena itu, pada tahap perencanaan, peneliti juga telah menyusun kelompok siswa selama belajar materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan metode ini. Pembentukan kelompok dilaksanakan secara acak, tetapi masih tetap merata antara siswa putra dan siswa putri. Jumlah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 40 siswa. Siswa kemudian dibagi menjadi 6 kelompok, sehingga ada 4 kelompok dengan jumlah anggota 7 siswa dan 2 kelompok dengan jumlah anggota 6 siswa. Pembagian kelompok siswa pada pembelajaran siklus I selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 50. 2. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan oleh peneliti sebagaimana yang tercantum di dalam RPP, kemudian diterapkan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 2011/2012. Pembelajaran ini menggunakan penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) yang dilengkapi media peta konsep. Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan langkahlangkah di dalam RPP yang telah disusun oleh peneliti dan disetujui oleh guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
mata pelajaran kimia. Berdasarkan rancangan pembelajaran yang telah ditentukan, pelaksanaan pembelajaran untuk materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI IPA 1 membutuhkan 4 kali pertemuan untuk penyampaian materi, yaitu 4 x 90 menit dan 1 kali pertemuan untuk pelaksanaan evaluasi siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dimulai pada tanggal 9 Mei 2012. Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini diawali dengan pendistribusian siswa ke dalam kelompok masing-masing. Pada saat pendistribusian kelompok ini, siswa tidak mengalami kebingungan karena daftar kelompok telah diumumkan kepada siswa dan ditempel di depan kelas pada hari sebelumnya. Setelah siswa duduk berkelompok, guru kemudian memberikan pengarahan bahwa pada pembelajaran materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan ini, guru akan menggunakan penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E). Di dalam metode ini siswa akan belajar dengan diskusi kelompok secara bertahap, yang dimulai dari pengenalan materi dan pembangkitan minat belajar, diskusi kelompok mengenai materi, presentasi, elaborasi atau penguatan oleh guru, dan yang terakhir evaluasi. Pada pertemuan pertama ini, sub pokok bahasan yang akan dibahas adalah pengertian kelarutan dan hasil kali kelarutan, larutan jenuh dan larutan garam yang sukar larut, serta hubungan kelarutan dengan Ksp. Pada pertemuan pertama ini, guru mengawali pembelajaran dengan meminta siswa untuk menyusun peta konsep materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Sebelumnya, guru telah membagikan bacaan untuk menuntun siswa dalam membuat peta konsep. Pembuatan peta konsep di awal pembelajaran ini dimaksudkan agar siswa telah mengetahui terlebih dahulu konsep-konsep yang akan dipelajari ke depan terkait materi pokok ini. Selanjutnya, guru membagikan ringkasan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan kepada semua siswa dan menyampaikan subpokok bahasan yang akan dipelajari pada pertemuan pertama tersebut. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pembangkitan minat dan keingintahuan (engagement), yaitu guru memberikan apersepsi dengan menanyakan terlebih dahulu mengenai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
kelarutan garam dapur, reaksi ionisasi zat elektrolit, dan mengingatkan kembali tentang konsep reaksi kesetimbangan. Pada tahap ini, siswa masih terlihat pasif, hanya ada seorang siswa yang berani bertanya kepada guru, yaitu Siwi dari kelompok 2. Hal ini dikarenakan siswa baru pertama kali mendapatkan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan model learning cycle 5E. Berikutnya pada tahap eksplorasi (exploration), guru meminta siswa untuk mempelajari konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan, larutan jenuh dan larutan garam yang sukar larut, serta hubungan kelarutan dengan Ksp sesuai dengan materi yang terangkum di dalam ringkasan materi yang telah dibagikan kepada siswa yang dibantu dengan peta konsep yang telah disusun oleh siswa. Berdasarkan pengamatan, pada tahap eksplorasi ini, sebagian besar siswa terlihat serius mempelajari ringkasan materi yang dibagikan oleh guru. Beberapa siswa berani bertanya kepada guru ketika guru berkeliling kelas terkait materi yang belum mereka pahami. Setelah diskusi selesai, guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan presentasi hasil diskusi mereka. Tahap ini merupakan tahap penjelasan (explanation) dari siklus belajar 5E (learning cycle 5E), dimana siswa menjelaskan pengalaman dari tahap eksplorasi di hadapan temantemannya. Pada tahap ini, siswa cukup antusias dalam menyampaikan presentasi, begitu pula dengan siswa-siswa yang di belakang juga cukup serius dalam memperhatikan dan antusias dalam menanggapi presentasi temannya yang di depan. Pada tahap ini, beberapa anak berani bertanya tanpa ditunjuk dan telah terjadi komunikasi yang baik antara perwakilan siswa yang presentasi dengan siswa yang bertanya. Hal ini membuktikan bahwa siswa telah memberikan respon yang baik terhadap penerapan learning cycle 5E yang diterapkan. Setelah tahap presentasi selesai, dilanjutkan pemberian penguatan atau elaborasi oleh guru. Pada tahap elaborasi (elaboration) ini, guru memberikan penguatan kembali mengenai konsep-konsep yang telah dibangun oleh siswa, yaitu menguatkan kembali pengertian kelarutan, tetapan hasil kali kelarutan, larutan tak jenuh, larutan jenuh, dan larutan lewat jenuh, serta hubungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
antara kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pada tahap ini, beberapa siswa berani menyampaikan pertanyaan dan pendapatnya, sehingga terlihat adanya interaksi antara guru dan siswa cukup baik, artinya komunikasi telah berlangsung dua arah. Setelah materi selesai disampaikan, sebagai penutup dari learning cycle 5E, guru memberikan evaluasi terhadap pembelajaran pada pertemuan pertama ini dengan memberikan soal postes. Pada tahap evaluasi (evaluation) ini, guru memberikan soal postes jawaban singkat sebanyak 4 buah soal yang harus diselesaikan pada hari itu juga. Pertemuan ke dua pada siklus I ini dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2012 selama 2 x 45 menit, para siswa langsung melaksanakan kegiatan pembelajaran di laboratorium, karena pada hari sebelumnya telah disampaikan bahwa hari ini akan dilakukan kegiatan praktikum di laboratorium. Pada pertemuan ke dua ini, materi yang akan dibahas adalah perhitungan kelarutan dan pH berdasarkan harga Ksp atau sebaliknya serta pelaksanaan kegiatan praktikum terkait materi kesetimbangan larutan garam yang sukar larut yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Pertemuan kedua ini, diawali dengan meminta siswa duduk dalam kelompok masing-masing seperti pertemuan sebelumnya, selanjutnya guru membangkitkan minat dan keingintahuan siswa terkait materi yang akan disampaikan. Pada tahap engagement ini, guru memberikan apersepsi yaitu menanyakan kembali pengertian kelarutan dan hasil kali kelarutan, kesetimbangan garam yang sukar larut, serta derajad keasaman (pH). Pada tahap ini terlihat siswa cukup antusias dalam mengikuti pembelajaran. Terbukti, ketika guru memberikan beberapa pertanyaan terkait materi yang disampaikan pada pertemuan sebelumnya, secara serentak siswa menjawab pertanyaan tersebut. Berikutnya, guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) yang mencakup petunjuk kerja praktikum kesetimbangan larutan garam yang sukar larut. Lembar Kerja Siswa Siklus I dapat dilihat pada Lampiran 46. Setelah itu, siswa diminta untuk melaksanakan kegiatan praktikum sesuai dengan petunjuk kerja yang ada di dalam LKS. Tahap ini merupakan tahap eksplorasi (exploration) dari learning cycle 5E. Pada tahap ini, siswa cukup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
serius dalam melaksanakan kegiatan praktikum, meskipun masih ada beberapa siswa yang kurang tepat dalam menggunakan peralatan selama praktikum, dan masih ada beberapa yang kurang dapat menjaga ketertiban selama praktikum. Setelah kegiatan praktikum selesai, perwakilan kelompok diminta maju ke depan untuk menyampaikan presentasi hasil kerja mereka. Pada tahap explanation ini, terlihat bahwa siswa semakin antusias dalam menanggapi temannya yang sedang presentasi. Hal ini dikarenakan siswa telah melaksanakan kegiatan praktikum secara langsung sehingga pengetahuan siswa tidak abstrak lagi, sehingga siswa semakin tertarik pada materi dan minat siswa untuk bertanya dan menyampaikan pendapat juga semakin tinggi. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan setelah selesai jam istirahat. Setelah jam istirahat selesai, siswa kembali duduk dalam kelompok masingmasing tetapi pembelajaran dilanjutkan di dalam kelas. Guru kemudian meminta siswa untuk mempelajari materi berikutnya, yaitu perhitungan kelarutan dan pH berdasarkan harga Ksp atau sebaliknya sesuai dengan materi yang terangkum di dalam ringksasan materi siswa. Setelah selesai berdiskusi dengan anggota kelompok masing-masing, perwakilan tiap kelompok diminta untuk menyampaikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Presentasi yang disampaikan yaitu menjelaskan contoh-contoh soal yang ada di dalam ringkasan materi yang diberikan. Pada tahap ini, siswa yang kurang paham tidak canggung lagi dalam bertanya kepada temannya. Hal ini membuktikan bahwa siswa telah memberikan respon positif terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan siswa tidak lagi bersikap pasif. Setelah tahap penjelasan (explanation) selesai, guru kemudian memberikan penguatan atau elaborasi terhadap konsep yang telah dibangun siswa sebelumnya. Sampai pada subpokok bahasan ini, sebagian besar siswa terlihat telah memahami materi. Pada tahap ini, guru hanya menguatkan kembali dengan cara mengulang contoh perhitungan kelarutan dan pH berdasarkan harga Ksp dengan soal yang berbeda. Berdasarkan pengamatan, sampai pada tahap ini sebagian besar siswa dapat mengikuti penjelasan guru dengan baik. Hal ini terlihat ketika guru menyampaikan soal dan pembahasan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
di depan siswa dapat mengikuti dengan baik, sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan telah berpusat pada siswa. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan ke dua diakhiri dengan tahap evaluasi (evaluation), yaitu memberikan postes kepada siswa untuk dikerjakan secara individu dengan jenis soal uraian sebanyak 4 buah soal. Pertemuan ke tiga dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2012. Pada pertemuan ke tiga ini, materi disampaikan selama 2 x 45 menit, seperti pertemuan sebelumnya. Subpokok bahasan yang akan dibahas pada pertemuan ke tiga ini adalah pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Subpokok bahasan ini sengaja diberikan alokasi waktu yang cukup banyak, karena pengalaman tahun sebelumnya, menurut guru yang bersangkutan, merupakan subpokok bahasan yang cukup sulit dipahami oleh siswa. Seperti pertemuan sebelumnya, pembelajaran diawali dengan tahap pembangkitan minat dan keingintahuan (engagement), pada tahap ini guru menyampaikan
apersepsi
dengan
mengingatkan
kembali
perhitungan
kelarutan dan pH berdasarkan harga Ksp dan konsep reaksi kesetimbangan. Selanjutnya, pada tahap eksplorasi (exploration), guru meminta siswa untuk mendiskusikan tentang subpokok bahasan pengaruh ion senama terhadap kelarutan dengan kelompok masing-masing sesuai dengan materi yang terangkum di dalam ringkasan materi siswa yang telah dibagikan. Pada tahap ini, sebagian besar siswa cukup serius ketika berdiskusi dengan teman kelompoknya. Beberapa siswa bertanya kepada guru ketika guru berkeliling kelompok. Setelah diskusi selesai, pada tahap penjelasan (explanation), guru meminta
perwakilan
masing-masing
kelompok
untuk
menyampaikan
presentasi di depan kelas yaitu menyampaikan konsep pengaruh ion senama terhadap kelarutan dan contoh-contoh cara mengerjakan soal. Pada tahap ini, kelompok yang pertama kali maju untuk presentasi adalah kelompok 3 dengan perwakilan anggota kelompok, yaitu Aji Pratama dan Rosalinia. Mereka menjelaskan konsep pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Selanjutnya, perwakilan kelompok 2 (Siwi dan Annisa) juga maju ke depan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
menjelaskan contoh-contoh cara mengerjakan soal pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Di samping itu, bagi siswa yang tidak melaksanakan presentasi, mereka antusias untuk menanggapi presentasi temannya yang di depan. Misalnya, beberapa siswa yang menyampaikan pertanyaan terkait materi adalah Endah, Yosef, dan Monica. Setelah tahap penjelasan selesai, guru memberikan elaborasi dengan menekankan kembali konsep pengaruh ion senama terhadap kelarutan dan mengulang contoh cara mengerjakan soal dengan soal yang berbeda. Pada tahap elaboration ini terlihat sebagian siswa semakin paham terhadap materi yang telah disampaikan. Pertemuan ke tiga diakhiri dengan pemberian postes sebanyak 2 buah soal uraian sebagai tahap evaluasi dari materi yang telah disampaikan. Pertemuan ke empat dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2012 selama 2 x 45 menit. Pada pertemuan ke empat ini subpokok bahasan yang akan dibahas adalah reaksi pengendapan. Seperti pertemuan sebelumnya, guru tetap akan menggunakan penerapan learning cycle 5E dalam menyampaikan materi pelajaran. Pembelajaran diawali dengan meminta siswa duduk dalam kelompok masing-masing yang dilanjutkan fase engagement, yaitu pembangkitan minat dan keingintahuan siswa terkait materi yang akan disampaikan. Pada tahap ini guru memberikan apersepsi dengan menanyakan kembali tentang pengaruh ion senama terhadap kelarutan yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya, pada tahap exploration, guru meminta siswa untuk mendiskusikan subpokok bahasan reaksi pengendapan secara kelompok menggunakan ringkasan materi yang telah diberikan sebelumnya. Waktu yang diberikan untuk diskusi selama 20 menit. Setelah selesai diskusi, pada tahap penjelasan (explanation) guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk maju ke depan mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Pada tahap penjelasan ini, perwakilan kelompok yang presentasi diminta untuk menjelaskan konsep reaksi pengendapan, syarat terjadinya reaksi pengendapan, dan contoh-contoh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
penyelesaian soal tentang reaksi pengendapan. Para siswa terlihat lebih antusias dan serius dalam memperhatikan penjelasan temannya di depan kelas. Selanjutnya, untuk menguatkan pengetahuan siswa, pada tahap elaborasi (elaboration), guru memberikan elaborasi yaitu menguatkan kembali konsep yang telah dipelajari oleh siswa dan memberikan contoh perhitungan soal reaksi pengendapan dengan soal yang berbeda. Pertemuan ke empat ini diakhiri dengan memberikan evaluasi yaitu soal postes uraian sebanyak 2 soal. Pertemuan ke lima dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2012, yang merupakan pertemuan terakhir pada siklus I. Pada pertemuan ini, peneliti mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa. Sebelum siswa melakukan tes kemampuan kognitif, terlebih dahulu peneliti memberikan angket aspek afektif dan angket keaktifan siswa. Pemberian angket dilakukan sebelum tes. Hal ini dikarenakan agar siswa benar-benar mengisi angket dengan kondisi yang sesungguhnya, tidak asal mengisi ceck list. Angket aspek afeksif siswa sebanyak 30 butir soal sedangkan angket keaktifan siswa sebanyak 20 butir soal. Setelah siswa selesai mengisi angket sekitar 15 menit, peneliti kemudian membagikan soal dan lembar jawab tes kognitif kepada siswa. Soal kognitif yang diberikan berupa soal pilihan ganda sebanyak 20 soal dengan alokasi waktu mengerjakan selama 60 menit. Peneliti pun melakukan wawancara kepada siswa untuk mengetahui pendapat siswa tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan ini. Ringkasan hasil wawancara dapat dilihat pada Lampiran 60. 3. Hasil Pengamatan a. Keaktifan Belajar Siswa Keaktifan siswa selama proses pembelajaran diukur melalui kegiatan observasi selama proses pembelajaran berlangsung dan berdasarkan angket keaktifan siswa yang diisi siswa di akhir siklus. Keaktifan siswa yang dimaksud adalah sejauh mana siswa aktif pada saat kegiatan belajar mengajar. Adapaun aspek keaktifan yang dinilai adalah oral activities, visual activities,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
listening activities, dan writing activities. Hasil observasi keaktifan siswa pada siklus I disajikan dalam Tabel 25 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 25. Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran Siklus I Aspek
Indikator
1. Keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 2. Keberanian siswa menjawab Oral activities pertanyaan yang diajukan guru 3. Keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah 4. Perhatian siswa kepada guru saat Visual pelajaran berlangsung activities 5. Perhatian siswa selama siswa yang lain mengutarakan pendapatnya 6. Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru Listening 7. Kesediaan siswa untuk activities mendengarkan penjelasan dari teman yang sedang presentasi 8. Kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru Writing 9. Kesediaan siswa menulis hasil activities pemecahan masalah dalam diskusi 10. Keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas Rata-rata
Capaian (%) Target Siklus I 30
51,9
30
53,8
70
70,0
75
69,4
70
70,0
80
80,0
70
70,0
75
61,3
60
59,4
40
48,8
60
63,4
Berdasarkan hasil analisis observasi keaktifan siswa tersebut, diperoleh bahwa kategori siswa yang dinyatakan sangat aktif sebanyak 7,5%; siswa aktif sebanyak 50%; siswa kurang aktif sebanyak 37,5%; dan siswa tidak aktif sebanyak 5%. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan
dengan siswa,
menunjukkan bahwa penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapi media peta konsep dapat membuat siswa untuk termotivasi lebih aktif dalam proses pembelajaran. Beberapa siswa mengungkapkan bahwa metode learning cycle 5E merupakan metode baru yang digunakan sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
membuat mereka menjadi lebih berani bertanya dan menjelaskan ke depan. Ringkasan hasil wawancara dengan siswa dapat dilihat pada Lampiran 60. Dalam menilai keaktifan siswa, selain dari kegiatan observasi adalah melalui angket. Hasil analisis angket keaktifan siswa selama proses pembelajaran selama siklus I disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26. Hasil Angket Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran Siklus I Aspek
Indikator
1. Keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas Oral 2. Keberanian siswa menjawab pertanyaan yang activities diajukan guru 3. Keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah 4. Perhatian siswa kepada guru saat pelajaran berlangsung Visual activities 5. Perhatian siswa selama siswa yang lain mengutarakan pendapatnya 6. Kesediaan siswa untuk mendengarkan Listening penjelasan dari guru activities 7. Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari teman yang sedang presentasi 8. Kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru Writing 9. Kesediaan siswa menulis hasil pemecahan activities masalah dalam diskusi 10. Keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas Rata-rata
Capaian (%) Target Siklus I 30
52,8
30
50,0
70
70,9
75
75,9
70
72,2
80
80,3
70
72,8
75
69,7
60
67,8
40
51,9
60
66,4
Hasil analisis keaktifan siswa selama proses pembelajaran melalui observasi berbeda dengan menggunakan angket. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan sudut pandang yang menilai. Dari penilaian keaktifan siswa berdasarkan angket dapat dinyatakan pula kategori siswa sangat aktif sebanyak 7,5%; siswa aktif sebanyak 55%; siswa kurang aktif sebanyak 30%, dan siswa tidak aktif sebanyak 5%. Hasil analisis berdasarkan angket selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
b. Ketuntasan Belajar Siswa Ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan salah satu indikator keberhasilan yang diukur dalam penelitian ini. Untuk menilai ketuntasan belajar siswa, peneliti melakukan tes aspek kognitif di akhir siklus I. Tes kognitif yang diberikan berupa soal pilihan ganda sebanyak 20 soal. Instrumen penilaian aspek kognitif ini dapat dilihat pada Lampiran 21. Dari tes siklus I dapat dinyatakan bahwa siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak 29 dari 40 siswa di kelas XI IPA 1 atau 72,5%. Siswa yang belum tuntas sebanyak 11 siswa. Persentase ini telah mencapai target yang ditentukan, yaitu 60% siswa tuntas. Nilai batas minimum ketuntasan untuk mata pelajaran kimia di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura adalah 68. Dilihat dari nilai rata-rata kelas, hasil belajar kognitif siswa sudah di atas nilai batas tuntas (KKM), yaitu 72,25. Adapun hasil ketercapaian ketuntasan belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada siklus I secara klasikal disajikan dalam Tabel 27. Tabel 27. Hasil Tes Kognitif Siklus I Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Secara Klasikal Aspek yang Dinilai Ketuntasan Belajar
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase (%)
29 11
72,5 27,5
Tuntas Tidak Tuntas
Sementara itu, dari analisis hasil tes siklus I pula dapat dinyatakan hasil capaian ketuntasan belajar siswa tiap soal dan tiap indikator kompetensi yang disajikan dalam Tabel 28. Hasil analisis tes kognitif siklus I selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Tabel 28. Hasil Tes Kognitif Siklus I Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tiap Indikator Indikator Kompetensi
No. Soal
1 2 3 4 5
6
7 8 9
1 2 4 15 3 6 8 10 19 7 11 13 17 5 9 14 18 12 16 20
Persentase Jawaban Benar (%) Tiap Soal Tiap Indikator 100,0 100,0 95,0 95,0 100,0 90,0 80,0 100,0 100,0 57,5 62,5 65,0 82,5 57,5 82,5 85,0 89,4 92,5 97,5 32,5 57,5 40,6 42,5 30,0 22,5 45,0 67,5 100,0 100,0
Kriteria Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
Tuntas
Belum tuntas Belum tuntas Tuntas
c. Penilaian Aspek Afektif Penilaian aspek afektif dilakukan untuk memberikan informasi tentang nilai sikap siswa selama pembelajaran kepada guru. Aspek yang diukur dalam angket afektif siswa ini adalah minat, sikap, nilai, konsep diri, dan moral siswa terhadap pembalajaran kimia. Penilaian aspek afektif dilakukan dengan metode angket yang diisi oleh siswa selanjutnya dianalisis untuk mengetahui capaian afektif siswa selama proses pembelajaran. Dari hasil penilaian aspek afektif siswa selama pembelajaran pada siklus I, dapat diketahui bahwa persentase siswa dengan kategori sangat baik sebanyak 17,5%; siswa dengan kategori baik sebanyak 75%, siswa dengan kategori kurang baik sebanyak 7,5%; dan siswa dengan kategori tidak baik 0%. Hasil analisis angket aspek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
afektif siswa selengkapnya selengkapny dapat dilihat pada Lampiran 35.. Hasil capaian persentase aspek afektif siswa pada siklus I disajikan dalam Gambar 6.
0% 8%
17% sangat baik baik kurang baik
75%
tidak baik
Gambar 6.. Diagram Pie Penilaian Aspek Afektif Siswa pada Siklus I Secara umum, hasil penilaian aspek afektif siswa pada kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura sudah cukup baik. Capaian persentase aspek afektif siswa per indikator disajikan dalam Tabel 29. 29 Tabel 29. Capaian Persentase Aspek Afektif Siswa pada Siklus I Capaian per Indikator (%)
Indikator Sikap 1. Membaca buku pelajaran kimia 2. Mempunyai literatur/buku pelajaran kimia 3. Cara belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan 4. Interaksi siswa dengan guru 5. Kesediaan mengerjakan tugas kimia Minat 1. Kehadiran dalam kegiatan belajar mengajar kimia 2. Membaca buku pelajaran kimia 3. Usaha memahami materi pelajaran kimia 4. Manfaat belajar kimia
commit to user
Capaian Rata--rata (%)
74,1 71,9 81,3
76, 76,4
75,3 79,4 85,3 72,5 76,3 80,0
78,5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Tabel 29. Capaian Persentase Aspek Afektif Siswa pada Siklus I (Lanjutan) Capaian per Indikator (%)
Indikator Konsep Diri 1. Kemampuan dalam belajar materi kelarutan dan hasil kali kelarutan 2. Kemandirian dalam mengerjakan tugas materi kelarutan dan hasil kali kelarutan Nilai 1. Keyakinan atas kemampuan guru 2. Keyakinan atas prestasi belajar siswa Moral 1. Kejujuran 2. Kepedulian terhadap teman Rata-rata
Capaian Rata-rata (%)
73,1 71,7 70,3 76,3 72,2
74,2
69,1 79,4
74,2 75,8
d. Penilaian Aspek Psikomotor Penilaian aspek psikomotor dilakukan untuk mengetahui keterampilan psikomotor siswa selama melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium. Penilaian aspek psikomotor ini dilakukan dengan metode observasi. Data yang diperoleh berdasarkan observasi tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui ketercapaian keterampilan psikomotor siswa selama proses pembelajaran. Hasil observasi keterampilan psikomotor siswa pada siklus I menunjukkan bahwa persentase siswa dengan kategori sangat baik sebanyak 37,5%; siswa dengan kategori baik sebanyak 60%; siswa dengan kategori kurang baik sebanyka 2,5%; dan siswa dengan kategori tidak baik sebanyak 0%. Hasil capaian persentase aspek psikomotor siswa disajikan dalam Gambar 7. Hasil analisis observasi psikomotor siswa pada pembelajaran siklus I selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 42.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
3% 0% 37%
sangat baik baik
60%
kurang baik tidak baik
Gambar 7.. Diagram Pie Penilaian Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus I Sementara itu, dari hasil analisis observasi keterampilan psikomotor siswa, dapat diketahui pula capaian keterampilan psikomotor siswa per indikator yang disajikan dalam Tabel 30. Tabel 30. Capaian Persentase Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus I No. Indikator Aspek Khusus 1 Keterampilan memasukkan zat ke dalam tabung reaksi 2 Keterampilan mengukur volume larutan dalam gelas ukur 3 Keterampilan memasang tabung reaksi dalam rak tabung reaksi 4 Keterampilan menggunakan pipet tetes 5 Keterampilan mengamati perubahan warna larutan Aspek Umum 6 Unjuk kerja antarindividu 7 Menjaga ketertiban dan kedisiplinan 8 Menjaga kerapian dan kebersihan 9 Pengambilan kesimpulan terhadap hasil kerja yang dilakukan 10 Urutan kerja dalam praktikum disesuaikan dengan langkah yang ada di dalam petunjuk praktikum Rata-rata
commit to user
Capaian (%) 85,8 60,0 75,0 54,2 66,7 82,5 60,8 85,8 86,7 85,0 74,3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
4. Refleksi Tindakan Pembelajaran materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan pada siklus I dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan atau 8 x 45 menit. Berdasarkan observasi keaktifan siswa yang telah dilakukan oleh observer, pada pertemuan pertama pembelajaran siklus I, masih ada 3 kelompok yang terlihat pasif. Hal ini dikarenakan mereka masih menyesuaikan diri dengan teman-teman kelompoknya dan mereka juga melakukan pembelajaran dengan learning cycle 5E pertama kali. Selain itu, diketahui bahwa kelompok yang terlihat pasif tersebut ternyata kelompok yang menduduki kursi belakang sehingga ketika akan mencoba mengerjakan soal ke depan sudah terdahului oleh kelompok yang duduk di depan. Oleh karena itu, pada pertemuan ke dua dan selanjutnya, guru dan peneliti sepakat untuk mengacak tempat duduk kelompok secara bergantian, sehingga masing-masing kelompok dapat menduduki kursi depan dan di lain pertemuan di kursi belakang. Secara umum, pelaksanaan pembelajaran/tindakan pada siklus I telah berjalan dengan baik. Interaksi antara siswa dengan siswa dalam kelompok maupun interaksi antara siswa dengan guru terlihat cukup baik selama selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai pertanyaan yang muncul dari siswa pada saat perwakilan kelompok menyampaikan presentasi di depan kelas. Selain itu, juga terlihat pada saat elaborasi, siswa yang belum paham materi tanpa canggung menyampaikan pertanyaan kepada guru. Berdasarkan observasi keaktifan siswa pada siklus I, rata-rata persentase keaktifan siswa telah mencapai target yang ditentukan yaitu 63,4% (target persentase keaktifan siswa adalah 60%). Namun demikian, dari 10 indikator keaktifan siswa yang telah ditentukan, masih ada 3 indikator keaktifan yang belum mencapai target per indikator. Indikator yang belum mencapai target tersebut adalah: 1) perhatian siswa kepada guru saat pelajaran berlangsung, 2) kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru, dan 3) kesediaan siswa menulis hasil pemecahan masalah dalam diskusi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Setelah pelaksanaan tindakan siklus I sebanyak 4 kali pertemuan telah selesai, maka dilaksanakan tes kognitif untuk menguji pengetahuan siswa terhadap materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tes kognitif yang diberikan berupa soal pilihan ganda sebanyak 20 soal dengan alokasi waktu 60 menit. Berdasarkan analisis hasil tes kognitif pada siklus I, diketahui bahwa jumlah siswa yang telah mencapai batas tuntas (KKM) sebanyak 29 siswa atau 72,5%, sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 11 siswa atau 27,5%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa target kognitif telah tercapai, (target yang telah ditentukan adalah siswa tuntas sebanyak 60%). Namun demikian, dari 9 indikator kompetensi dalam materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan, masih ada 2 indikator kompetensi yang belum mencapai target yang telah ditentukan. Indikator yang belum mencapai target tersebut adalah menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan dan memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp. Beberapa siswa mengungkapkan, mereka kurang memahami bahwa adanya ion senama dapat memperkecil kelarutan, menurut mereka pernyataan tersebut masih abstrak, sehingga perlu adanya kegiatan praktikum untuk membuktikannya. Pada indikator memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp, kesulitan siswa terletak pada bagian hitungan, yakni siswa masih bingung terkait koefisien dari zat yang dicampurkan masuk atau tidak dalam hitungan. Selain itu, siswa juga masih bingung karena ada beberapa variasi soal, mereka menuturkan perlu banyak latihan soal agar mereka benar-benar mengerti. Ketercapaian keberhasilan aspek keaktifan siswa dan prestasi belajar kognitif siswa selama tindakan siklus I disajikan dalam Tabel 31. Tabel 31. Ketercapaian Target Keberhasilan Siklus I Aspek yang Dinilai Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Prestasi belajar kognitif
Target Siklus I (%) Keberhasilan Ketercapaian 60
66,4
60
72,5
commit to user
Kriteria Keberhasilan Berhasil Berhasil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Dari Tabel 31 dapat diketahui bahwa kedua aspek yang dinilai selama pembelajaran siklus I yaitu keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan prestasi belajar kognitif telah mencapai target yang direncanakan. Namun, masih perlu dilakukan perbaikan pembelajaran dengan melanjutkan ke siklus II. Hal ini dikarenakan pada aspek keaktifan siswa masih ada 3 indikator yang belum tercapai, seperti yang telah dikemukakan di atas. Selain itu, dari segi aspek prestasi kognitif siswa, juga masih ada 2 indikator kompetensi yang belum tercapai, meskipun secara klasikal target telah terpenuhi. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan pada siklus II sehingga persentase ketercapaian seluruh indikator baik keaktifan siswa maupun prestasi kognitif siswa dapat tuntas seluruhnya. Selain itu, tujuan dilaksanakan tindakan pada siklus II ini adalah untuk mempertahankan peningkatan proses belajar dan meningkatkan ketercapaian target yang telah dicapai pada siklus I. C. Deskripsi Hasil Siklus II 1. Perencanaan Tindakan Sebelum pelaksanaan tindakan pada siklus II, peneliti bersama guru melakukan perencanaan tindakan berdasarkan refleksi dari siklus I. Pada siklus II, pelaksanaan tindakan difokuskan untuk penyempurnaan dan perbaikan kendala-kendala yang dialami pada siklus I. Materi yang diberikan pada siklus II ini juga terfokus pada indikator kompetensi yang belum tuntas, yaitu menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan dan memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp. Untuk meningkatkan ketuntasan subpokok bahasan pengaruh ion senama terhadap kelarutan, maka peneliti dan guru merencanakan pelaksanaan praktikum di laboratorium. Dengan adanya kegiatan praktikum, diharapkan siswa lebih memahami konsep materi dan ketercapaian ketuntasan dapat meningkat. Untuk meningkatkan keaktifan siswa, maka dalam menentukan anggota kelompok dalam siklus II ini dibuat secara heterogen berdasarkan nilai tes kognitif pada siklus I. Sebelumnya pada siklus I anggota kelompok ditentukan secara acak. Kemudian untuk meningkatkan pemahaman siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
terkait materi secara keseluruhan, maka peneliti merencanakan pada siklus II ini, siswa diminta untuk kembali membuat peta konsep tetapi dalam pembuatannya siswa hanya melengkapi bagan yang telah dibuat oleh peneliti. Pada siklus II ini, guru juga memberikan perhatian khusus kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dan siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM ketika siklus I. Selain itu, guru juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan jika ada materi yang belum jelas bagi siswa yang masih malu-malu untuk bertanya. Dengan demikian, diharapkan hasil capaian baik dari segi keaktifan siswa maupun prestasi kognitif siswa dapat meningkat setelah tindakan pada siklus II ini. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan. Pertama, pada tanggal 24 Mei 2012, pelaksanaan pembelajaran selama 2 x 45 menit untuk membahas subpokok materi pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Pada pembelajaran ini, siswa diminta langsung ke laboratorium, karena akan dilaksanakan kegiatan praktikum tentang pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Setelah siswa duduk dalam kelompok masing-masing, guru memulai pembelajaran dengan menerapkan learning cycle 5E seperti siklus I. Guru mengawali pembelajaran dengan membangkitkan minat dan keingintahuan siswa (engagement) yaitu mereview kembali materi pengaruh ion senama terhadap kelarutan. Selanjutnya guru menyampaikan bahwa hari ini siswa diminta melakukan kegiatan praktikum di laboratorium. Guru juga menyampaikan agar siswa bekerja dengan sebaik-baiknya dalam kegiatan praktikum ini, karena semua aktivitas mereka di laboratorium akan dinilai. Siswa diminta melaksanakan urutan langkah kerja seperti yang telah tercantum dalam lembar kerja siswa yang telah disiapkan di atas meja masing-masing kelompok. Berikutnya, pada tahap exploration, siswa melaksanakan kegiatan praktikum di laboratoruim. Setelah kegiatan praktikum selesai, guru meminta siswa untuk mendiskusikan hasil percobaan mereka. Guru juga meminta siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
untuk menghubungkan hasil percobaan mereka dengan materi pengaruh ion senama terhadap kelarutan yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Pada tahap ini, banyak siswa yang bertanya terkait hasil percobaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa siswa semakin berani untuk menyampaikan pertanyaan jika ada hal yang belum mereka pahami. Setelah diskusi selesai, guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil percobaan dan diskusi mereka di depan teman-temannya. Pada tahap explanation ini, guru tidak menunjuk kelompok berapa yang pertama harus maju, tetapi guru meminta secara suka rela, bagi kelompok berapa yang berani maju terlebih dahulu akan diberi poin tambahan. Di sini, semakin terlihat jelas antusiasme siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, pada tahap elaboration, guru menguatkan kembali kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan oleh siswa. Guru juga memberikan latihan soal yang berkaitan dengan pengaruh ion senama terhadap kelarutan yang disertai dengan cara menyelesaikannya. Pada tahap ini, secara bersama-sama atas bimbingan guru di depan, siswa menyelesaikan soal-soal yang dicontohkan oleh guru. Pertemuan kedua dalam siklus II dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2012 selama 2 x 45 menit. Pada pertemuan ini, guru akan menekankan pada subpokok materi reaksi pengendapan. Guru memulai pembelajaran dengan membagikan lembaran yang berisi bagan peta konsep, tetapi belum lengkap, hanya beberapa konsep yang tertulis dalam lembaran tersebut. Selanjutnya guru meminta siswa untuk melengkapi bagan tersebut sehingga terbentuk peta konsep materi kelarutan dan hasil kali kelarutan secara lengkap dan utuh. Dengan bagan ini, diharapkan siswa semakin memahami materi yang telah disampaikan selama ini. Setelah pembuatan peta konsep selesai, guru meminta siswa untuk kembali duduk dalam kelompok masing-masing dengan anggota kelompok seperti pada kegiatan praktikum hari sebelumnya. Selanjutnya, guru mereview kembali materi reaksi pengendapan yang telah dibahas pada pertemuan terdahulu. Kemudian, guru meminta siswa untuk mempelajari kembali materi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
reaksi
pengendapan
dan
memberikan
beberapa
contoh
soal
reaksi
pengendapan untuk didiskusikan oleh siswa bersama teman kelompoknya. Pada tahap ini, guru menekankan agar semua anggota kelompok aktif berdiskusi menyelesaikan soal. Guru juga meminta agar anggota kelompok yang lebih pandai bersedia untuk membantu temannya yang kurang pandai dalam menyelesaikan soal, sehingga semua anggota kelompok benar-benar memahami cara penyelesaian soal dengan baik. Berikutnya, setelah diskusi selesai dan semua soal telah terjawab oleh siswa secara diskusi kelompok, guru meminta siswa untuk mengerjakan soal ke depan kelas. Pada tahap ini, guru juga menekankan bahwa siswa yang bersedia maju ke depan akan mendapatkan nilai tambahan. Di sini terlihat, banyak siswa berebut ke depan untuk mengerjakan soal, sehingga semakin jelas adanya peningkatan keaktifan siswa daripada pelaksanaan tindakan pada siklus I. Sebagai penutup di akhir pembelajaran, guru menekankan kembali subpokok materi memperkirakan adanya endapan berdasarkan harga Ksp. 3. Hasil Pengamatan a. Keaktifan Belajar Siswa Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan tindakan siklus II, terlihat adanya peningkatan persentase keaktifan siswa dibandingkan dengan siklus I. Peningkatan ini, terlihat dengan adanya kerjasama dan saling membantu antarsiswa dalam kelompok mereka yang baru. Selain itu, ketika ada siswa yang presentasi ke depan, siswa lain yang di belakang tidak canggung lagi dalam menanyakan hal yang kurang jelas. Hal yang sama juga terjadi ketika guru berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain, banyak siswa yang bertanya terkait materi maupun cara penyelesaian soal tanpa harus diminta untuk bertanya. Dari hasil observasi keaktifan siswa pada siklus II, diketahui bahwa persentase siswa dengan kategori sangat aktif sebanyak 35% yang sebelumnya pada siklus I hanya sebesar 7,5%; siswa dengan kategori aktif sebanyak 37,5% yang sebelumnya pada siklus I sebesar 50%; siswa dengan kategori kurang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
aktif sebanyak 27,5% yang sebelumnya pada siklus I sebesar 37,5%; dan tidak ada siswa dengan kategori tidak aktif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapi peta konsep dapat meningkatkan keaktifan siswa. Analisis hasil observasi keaktifan siswa pada siklus II terangkum dalam Tabel 32 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 32. Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Pembelajaran Siklus II Aspek
Indikator
1. Keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 2. Keberanian siswa menjawab Oral activities pertanyaan yang diajukan guru 3. Keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah 4. Perhatian siswa kepada guru saat Visual pelajaran berlangsung activities 5. Perhatian siswa selama siswa yang lain mengutarakan pendapatnya 6. Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru Listening 7. Kesediaan siswa untuk activities mendengarkan penjelasan dari teman yang sedang presentasi 8. Kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru Writing 9. Kesediaan siswa menulis hasil activities pemecahan masalah dalam diskusi 10. Keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas Rata-rata
Capaian (%) Target Siklus II 30
61,3
30
61,9
70
71,9
75
75,6
70
76,3
80
83,1
70
75,6
75
78,8
60
78,1
40
69,4
60
73,2
Penilaian keaktifan siswa selain berdasarkan observasi, juga menggunakan angket. Angket diberikan kepada siswa untuk diisi, kemudian dianalisis untuk mengetahui keaktifan siswa menurut sudut pandang siswa sendiri selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil penilaian angket keaktifan siswa setelah pelaksanaan tindakan siklus II terangkum dalam Tabel 33 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Tabel 33. Hasil Angket Keaktifan Siswa pada Pembelajaran Siklus II Aspek
Indikator
1. Keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 2. Keberanian siswa menjawab Oral activities pertanyaan yang diajukan guru 3. Keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah 4. Perhatian siswa kepada guru saat pelajaran berlangsung Visual activities 5. Perhatian siswa selama siswa yang lain mengutarakan pendapatnya 6. Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru Listening 7. Kesediaan siswa untuk activities mendengarkan penjelasan dari teman yang sedang presentasi 8. Kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru Writing 9. Kesediaan siswa menulis hasil activities pemecahan masalah dalam diskusi 10. Keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas Rata-rata
Capaian (%) Target Siklus II 30
63,4
30
63,1
70
74,4
75
76,6
70
75,0
80
80,6
70
75,6
75
78,4
60
73,4
40
67,2
60
72,8
Berdasarkan hasil analisis angket keaktifan siswa di atas, persentase siswa dengan kategori sangat aktif sebanyak sebanyak 37,5%; siswa dengan kategori aktif sebanyak 40%; siswa dengan kategori kurang aktif sebanyak 22,5%; dan tidak terdapat siswa dengan kategori tidak aktif. Dari hasil analisis observasi maupun angket keaktifan siswa pada siklus II, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan persentase keaktifan siswa dari siklus I ke siklus II untuk semua indikator. Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa semua indikator telah mencapai target yang telah ditentukan, dibandingkan pada siklus I masih terdapat 3 indikator yang belum mencapai target. Salah satu indikator yang mengalami peningkatan persentase secara signifikan adalah indikator keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas yaitu 20,6% dari perolehan pada siklus I (48,4%).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Keberanian siswa untuk maju dan mencoba menulis jawaban di depan kelas merupakan modal yang baik untuk membangkitkan keaktifan siswa. Semakin besar rasa ingin tahu dan keberanian untuk mencoba akan berpengaruh terhadap tingkat motivasi dalam diri siswa untuk belajar. b. Ketuntasan Belajar Siswa Berdasarkan hasil analisis tes kognitf siklus II diketahui bahwa jumlah siswa yang telah tuntas sebanyak 34 siswa atau persentase ketuntasan sebesar 85%, sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 6 siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan persentase ketuntasan siswa sebesar 12,5% pada pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada siklus II ini, dibandingkan ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 72,5%. Adapun hasil ketercapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus II secara klasikal disajikan dalam Tabel 34. Tabel 34. Hasil Tes Kognitif Siklus I Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Secara Klasikal Aspek yang Dinilai Ketuntasan Belajar
Kategori
Jumlah Siswa
Persentase (%)
34 6
85 15
Tuntas Tidak Tuntas
Sementara itu, dari analisis hasil tes siklus II pula dapat dinyatakan hasil capaian ketuntasan belajar siswa tiap soal dan tiap indikator kompetensi yang disajikan dalam Tabel 35 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29. Tabel 35. Hasil Tes Kognitif Siklus II Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tiap Indikator Indikator Kompetensi 1 2 3 4
No. Soal 1 2 4 6 3
Persentase Jawaban Benar (%) Tiap Soal Tiap Indikator 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 91,3 82,5 97,3 97,3
commit to user
Kriteria Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Tabel 35. Hasil Tes Kognitif Siklus II Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tiap Indikator (Lanjutan) Indikator Kompetensi 5 6
7
8 9
No. Soal 8 15 10 13 16 7 11 12 14 17 5 9 19 20 18
Persentase Jawaban Benar (%) Tiap Soal Tiap Indikator 75,0 75,0 75,0 90,0 92,5 89,2 85,0 87,5 77,5 82,5 77,5 85,0 85,0 65,0 70,0 72,5 82,5 72,5 100,0 100,0
Kriteria Tuntas Tuntas
Tuntas
Tuntas Tuntas
c. Penilaian Aspek Afektif Hasil penilaian angket aspek afektif siswa pada pembelajaran materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan siklus II menunjukkan peningkatan yang kurang signifikan yaitu sebesar 3,15%, yang semula pada siklus I sebesar 75,75% menjadi 78,90% pada siklus II. Dari hasil analisis angket aspek afektif siswa pada siklus II, diketahui bahwa persentase siswa dengan kategori sangat baik sebesar 37,5%; persentase siswa dengan kategori baik sebesar 62,5%; dan tidak terdapat siswa dengan kategori kurang baik ataupun tidak baik. Persentase ketercapaian penilaian aspek afektif siswa pada siklus II disajikan dalam Gambar 8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
0% 0% 37% sangat baik baik
63%
kurang baik tidak baik
Gambar 8.. Diagram Pie Penilaian Aspek Afektif Siswa pada Siklus II Secara umum, hasil penilaian aspek afektif siswa pada kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura sudah cukup baik. Capaian persentase aspek afektif siswa per indikator pada pembelajaran siklus II disajikan kan dalam Tabel 36 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Lamp 36. Tabel 36. Capaian Persentase Aspek Afektif Siswa pada Siklus II Capaian Capaian Indikator per Indikator Rata Rata-rata (%) (%) Sikap 1. Membaca buku pelajaran kimia 80,9 2. Mempunyai literatur/buku pelajaran 77,8 kimia 3. Cara belajar kimia pada materi pokok 80,1 81,6 kelarutan dan hasil kali kelarutan 4. Interaksi siswa dengan guru 82,2 5. Kesediaan mengerjakan tugas kimia 77,8 Minat 1. Kehadiran dalam kegiatan belajar 88,4 mengajar kimia 2. Membaca buku pelajaran kimia 75,6 80,2 3. Usaha memahami materi pelajaran 76,9 kimia 4. Manfaat belajar kimia 80,0 Konsep Diri 1. Kemampuan dalam belajar materi 75,0 kelarutan dan hasil kali kelarutan 75,2 2. Kemandirian dalam mengerjakan tugas 75,3 materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Tabel 36.. Capaian Persentase Aspek Afektis Siswa pada Siklus II (Lanjutan) Indikator
Capaian per Indikator (%)
Capaian Rata Rata-rata (%)
82,2 76,3
79,2
74,4 79,1
76,7
Nilai 1. Keyakinan atas kemampuan guru 2. Keyakinan atas prestasi belajar siswa Moral 1. Kejujuran 2. Kepedulian terhadap teman Rata-rata Rata
78,9
d. Penilaian aspek Psikomotor Hasil observasi penilaian aspek keterampilan psikomotor siswa pada pembelajaran materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan siklus II menunjukkan peningkatan sebesar 6,67%, yang semula pada siklus I sebesar 74,25% menjadi 80,92% 80,92 pada siklus II. Dari hasil sil analisis observasi keterampilan psikomotor siswa, diperoleh bahwa persentase siswa dengan kategori sangatt baik sebesar 55% sedangkan persentase siswa dengan kategori baik sebesar 45%. Sementara itu, hasil observasi juga menunjukkan bahwa tidak terdapat siswa dengan kategori kurang baik atau tidak baik. Persentase ketercapaian penilaian aspek psikomotor siswa pada siklus lus II disajikan dalam Gambar 9. 0%0% 45%
sangat baik 55%
baik kurang baik tidak baik
Gambar 9.. Diagram Pie Penilaian Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus II Secara umum, hasil penilaian keterampilan psikomotor siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura sudah cukup baik. Capaian Capaian keterampilan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
psikomotor siswa siklus II per indikator yang disajikan dalam Tabel 37. Analisis hasil capaian keterampilan psikomotor siswa siklus II selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 45. Tabel 37. Capaian Persentase Aspek Psikomotor Siswa pada Siklus II No. Indikator Aspek Khusus 1 Keterampilan memasukkan zat ke dalam tabung reaksi 2 Keterampilan mengukur volume larutan dalam gelas ukur 3 Keterampilan memasang tabung reaksi dalam rak tabung reaksi 4 Keterampilan menggunakan pipet tetes 5 Keterampilan mengamati perubahan warna larutan Aspek Umum 6 Unjuk kerja antarindividu 7 Menjaga ketertiban dan kedisiplinan 8 Menjaga kerapian dan kebersihan 9 Pengambilan kesimpulan terhadap hasil kerja yang dilakukan 10 Urutan kerja dalam praktikum disesuaikan dengan langkah yang ada di dalam petunjuk praktikum Rata-rata
Capaian (%) 95,8 66,7 91,7 60,8 67,5 84,2 63,3 92,5 86,7 100,0 80,9
4. Refleksi Tindakan Penerapan siklus belajar 5E (leraning cycle 5E) dilengkapi peta konsep pada tindakan siklus II diperoleh hasil yang lebih baik dilihat dari segi keaktifan siswa maupun prestasi belajar siswa. Kedua aspek yang dinilai sebagai indikator keberhasilan pembelajaran, yaitu keaktifan siswa dan prestasi belajar kognitif siswa telah mencapai target yang direncanakan. Berdasarkan observasi keaktifan siswa pada proses pembelajaran siklus II diketahui bahwa semua indikator telah mencapai target yang telah direncanakan. Persentase capaian rata-rata yang diperoleh pada siklus II juga lebih tinggi daripada siklus I, pada siklus II capaian keaktifan siswa sebesar 72,8% sedangkan pada siklus I sebesar 66,4%. Persentase ketercapaian yang mengalami peningkatan signifikan adalah keberanian siswa untuk maju dan menulis jawaban soal di depan kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Secara klasikal, pembelajaran pada siklus II sudah mencapai target yang telah direncanakan yaitu 60% tuntas. Dilihat dari segi prestasi kognitif siswa, pada pembelajaran siklus II ini, semua indikator kompetensi telah tuntas, yang sebelumnya pada siklus I masih ada 2 indikator kompetensi yang belum tuntas. Persentase ketuntasan yang dicapai pada pembelajaran siklus II ini juga menunjukkan peningkatan daripada siklus I, ketuntasan siswa pada siklus I sebesar 72,5% sedangkan pada siklus II sebesar 85%. Hal ini menunjukkan perkembangan yang sudah cukup baik mengenai kemampuan siswa terhadap penguasaan konsep dan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan menerapkan learning cycle 5E yang dilengkapi peta konsep ini telah berhasil. Hal ini dibuktikan dengan telah tercapainya target yang sudah direncanakan, baik pada aspek keaktifan siswa maupun prestasi kognitif siswa. Penelitian diakhiri pada siklus II karena kualitas proses yaitu keaktifan siswa dan hasil belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa sudah mencapai target yang telah ditetapkan. Adapun ketercapaian keberhasilan aspek keaktifan siswa dan prestasi belajar kognitif siswa selama tindakan siklus II disajikan dalam Tabel 38. Tabel 38. Ketercapaian Target Keberhasilan Siklus II Target Siklus II (%) Keberhasilan Ketercapaian
Aspek yang Dinilai Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Prestasi belajar kognitif
60
73,2
60
85,0
Kriteria Keberhasilan Berhasil Berhasil
D. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapai peta konsep pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan dilaksanakan dalam 2 siklus. Pada siklus I pembelajaran dilaksanakan sebanyak 5 kali pertemuan, sedangkan pada siklus II pembelajaran dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
pelaksanaan tindakan setiap siklus dinilai tentang keaktifan siswa dengan cara observasi maupun menggunakan angket yang diisi oleh siswa. Selain itu, juga dinilai tentang keterampilan psikomotor siswa dengan cara observasi pada saat siswa melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium. Kemampuan kognitif siswa dinilai dengan melaksanakan tes, sedangkan aspek afektif siswa dinilai dengan memberikan angket untuk diisi oleh siswa pada tiap akhir siklus. 1. Keaktifan Belajar Siswa Perbandingan
hasil
observasi
keaktifan
siswa
sebelum
tindakan
(prasiklus), siklus I, dan siklus II disajikan dalam Tabel 39. Tabel 39. Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran Aspek
Oral activities
Visual activities
Listening activities
Writing activities
Indikator 1. Keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 2. Keberanian siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru 3. Keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah 4. Perhatian siswa kepada guru saat pelajaran berlangsung 5. Perhatian siswa selama siswa yang lain mengutarakan pendapatnya 6. Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru 7. Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari teman yang sedang presentasi 8. Kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru 9. Kesediaan siswa menulis hasil pemecahan masalah dalam diskusi 10. Keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas Rata-rata
commit to user
Target
Capaian (%) Pra Siklus Siklus I
Siklus II
30
12,5
51,9
61,3
30
12,5
53,8
61,9
70
0,0
70,0
71,9
75
42,5
69,4
75,6
70
32,5
70,0
76,3
80
47,5
80,0
83,1
70
35,0
70,0
75,6
75
67,5
61,3
78,8
60
0,0
59,4
78,1
40
7,5
48,8
69,4
60
25,8
63,4
73,2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
Berdasarkan analisis hasil observasi dapat diketahui bahwa rata rata-rata keaktifan siswa siklus II lebih besar daripada siklus I. Selain itu, berdasarkan data hasil observasi diketahui pula bahwa persentase siswa dengan kategori sangat aktif sebesar 35% yang sebelumnya pada siklus I sebesar 7,5%; siswa dengan kategori aktif sebesar 37,5% yang sebelumnya pada siklus I sebesar 50%; siswa dengan kategori kurang aktif sebesar 27% yang sebelumnya pada siklus I se sebesar 37,5%; dan tidak terdapat siswa dengan kategori tidak aktif yang semula pada siklus I terdapat sebesar 5%. Kategori keaktifan siswa berdasarkan hasil obs observasi dinyatakan dalam Gambar 10.
Capaian (%)
50 40 30 20
siklus 1
10
siklus 2
0 tidak aktif
kurang aktif
aktif
sangat aktif
Kategori
Gambar 10.. Diagram Batang Kategori Keaktifan Siswa Siklus I-Siklus I II Berdasarkan Observasi Selain dari hasil observasi, penilaian keaktifan siswa juga dilihat berdasarkan angket. Perbandingan hasil angket keaktifan siswa sebelum tindakan (prasiklus), siklus I, dan siklus si II disajikan dalam Tabel 40. Tabel 40. Hasil Angket Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran Aspek
Indikator
1. Keberanian siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 2. Keberanian siswa menjawab Oral pertanyaan yang diajukan guru activities 3. Keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah
commit to user
Capaian (%) Target Siklus I Siklus II 30
52,8
63,4
30
50,0
63,1
70
70,9
74,4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
Tabel 40. Hasil Angket Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran (Lanjutan) Aspek
Indikator
4. Perhatian siswa kepada guru saat Visual pelajaran berlangsung activities 5. Perhatian siswa selama siswa yang lain mengutarakan pendapatnya 6. Kesediaan siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru Listening 7. Kesediaan siswa untuk activities mendengarkan penjelasan dari teman yang sedang presentasi 8. Kesediaan siswa mencatat apa yang diajarkan oleh guru Writing 9. Kesediaan siswa menulis hasil activities pemecahan masalah dalam diskusi 10. Keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di depan kelas Rata-rata
Capaian (%) Target Siklus I Siklus II 75
75,9
76,6
70
72,2
75,0
80
80,3
80,6
70
72,8
75,6
75
69,7
78,4
60
67,8
73,4
40
51,9
67,2
60
66,4
72,8
Hasil analisis keaktifan siswa berdasarkan angket juga menunjukkan bahwa persentase keaktifan siswa pada siklus II lebih besar daripada siklus I. Persentase siswa dengan kategori sangat aktif sebesar 37,5% yang sebelumnya pada siklus I sebesar 7,5%; persentase siswa dengan kategori aktif sebesar 40% yang sebelumnya pada siklus I sebesar 55%, siswa dengan kategori kurang aktif sebesar 22,5% yang sebelumnya sebesar 30%; dan tidak terdapat siswa dengan kategori tidak aktif yang sebelumnya terdapat sebesar 5%. Jika dilihat secara kualitatif, pada siklus I sebagian siswa masih malu-malu untuk bertanya apabila ada hal yang kurang jelas dan masih ragu untuk maju mengerjakan soal ke depan kelas. Namun, pada siklus II ternyata terjadi peningkatan capaian persentase yang signifikan pada indikator keberanian siswa maju dan menulis jawaban soal di papan tulis tanpa ditunjuk. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar rasa ingin tahu dan keberanian siswa untuk mencoba menyelesaikan soal, yang berarti semakin besar pula tingkat motivasi dalam diri siswa untuk belajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
2. Ketuntasan Belajar Siswa Ketuntasan belajar siswa dilihat dari hasil analisis tes kognitif yang dilaksanakan setiap akhir siklus I dan siklus II. Perbandingan hasil analisis tes kognitif siswa siklus I dan siklus II pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan disajikan dalam Tabel 41. Sedangkan diagram batang yang menunjukkan peningkatan ketercapaian prestasi kognitif siswa siklus I dan siklus II disajikan dalam Gambar 11. Tabel 41. Hasil Tes Kognitif Siklus I dan Siklus II Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Indika tor Kompe tensi 1 2 3 4 5
6
7
8 9
Siklus I Persentase Jawaban Benar No. No. (%) Kriteria Soal Soal Tiap Tiap Soal Indikator 1 100,0 100,0 Tuntas 1 2 95,0 95,0 Tuntas 2 4 4 100,0 90,0 Tuntas 6 15 80,0 3 100,0 100,0 Tuntas 3 8 57,5 6 15 62,5 8 65,0 Tuntas 82,5 10 57,5 19 10 7 82,5 13 11 85,0 13 92,5 89,4 Tuntas 16 17 97,5 5 9 14 18
32,5 57,5 42,5 30,0
12 16
22,5 67,5
20
100,0
40,6
Belum tuntas
45,0
Belum tuntas
100,0
Tuntas
commit to user
7 11 12 14 17 5 9 19 20 18
Siklus II Persentase Jawaban Benar (%) Kriteria Tiap Tiap Soal Indikator 100,0 100,0 Tuntas 100,0 100,0 Tuntas 100,0 91,3 Tuntas 82,5 97,3 97,3 Tuntas 75,0 75,0 75,0 Tuntas 90,0 92,5 85,0 87,5 77,5 77,5 85,0 85,0 65,0 70,0 82,5 72,5 100,0
89,2
Tuntas
82,5
Tuntas
72,5
Tuntas
100,0
Tuntas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Capaian (%)
100 80 60 40
siklus 1
20
siklus 2
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Indikator Kompetensi
Gambar 11.. Diagram Batang Ketercapaian Indikator Kompetensi Siklus ISiklus II Pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas materi kelarutan dan hasil kali kelarutan sebanyak 29 siswa dari 40 siswa pada kelas XI IPA 1 atau sebesar 72,5%. Pada siklus II terjadi peningkatan persentase ketuntasan sebesar 12,5%,, yaitu dari 72,5% pada siklus I menjadi 85%. Hal ini menunjukkan peningkatan prestasi kognitif siswa yang cukup signifikan. Apabila dilihat dari ketuntasan tiap indikator kompetensi, hampir semua indikator kompetensi terjadi peningkatan persentase capaian pada siklus II. Semula mula pada siklus I masih terdapat 2 indikator kompetensi yang belum mencapai ketuntasan dan setelah dilakukan tindakan pada siklus II, ternyata semua indikator kompetensi telah mencapai target ketuntasan yang telah ditentukan. Namun, dari 9 indikator kompetensi tensi tersebut, ada satu indikator kompetensi yang mengalami penurunan persentase capaian pada siklus II,, yaitu indikator kompetensi 4 (menuliskan enuliskan persamaan Ksp K berbagai zat elektrolit yang sukar larut dalam air), ), yang semula pada siklus I sebesar 100% menjadi 97,3% pada siklus II. Hal ini dikarenakan sebagian siswa lupa terhadap cara penulisan persamaan Ksp zat elektrolit, karena pada siklus II pembelajaran difokuskan pada indikator ator kompetensi 7 dan 8. Namun, penurunan ini tidak begitu signifikan dan masih sih di atas target yang ditentukan. Hal ini berarti penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapi peta konsep telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa yaitu prestasi kognitif siswa kelas XI IPA 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
SMA Negeri 1 Kartasura. Adapun peningkatan persentase hasil tes kognitif siswa disajikan dalam Gambar 12. 1
Ketuntasan (%)
100 80 60
tuntas
40
tidak tuntas
20 0 siklus 1
siklus 2
Gambar 12.. Diagram Batang Persentase Peningkatan Kognitif Siswa 3. Penilaian Aspek Afektif Penilaian aspek afektif dilakukan untuk memberikan informasi tentang nilai sikap siswa kepada guru. Penilaian aspek afektif dilakukan dengan metode angket yang diisi oleh siswa di akhir siklus I dan siklus II, selanjutnya dianalisis
untuk
mengetahui
capaian
afektif
siswa
selama
proses
pembelajaran. Perbandingan ccapaian afektif siswa per indikator siklus I dan siklus II disajikan dalam Tabel 42. Tabel 42. Capaian Persentase Aspek Afektif Siswa per Indikator Siklus I Capaian per Capaian indikator rata-rata (%) (%)
Indikator Sikap 1. Membaca buku pelajaran kimia 2. Mempunyai literatur/buku pelajaran kimia 3. Cara belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan 4. Interaksi siswa dengan guru 5. Kesediaan mengerjakan tugas kimia
Siklus II Capaian per Capaian indikator rata-rata (%) (%)
74,1
80,9
71,9
77,8
81,3
76,4
81, 81,8
75,3
82, 82,2
79,4
77,8
commit to user
80,1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
Tabel 42. Capaian Persentase Aspek Afektif Siswa per Indikator (Lanjutan) Siklus I Capaian per Capaian rata-rata indikator (%) (%)
Indikator Minat 1. Kehadiran dalam kegiatan belajar mengajar kimia 2. Membaca buku pelajaran kimia 3. Usaha memahami materi pelajaran kimia 4. Manfaat belajar kimia Konsep Diri 1. Kemampuan dalam belajar materi kelarutan dan hasil kali kelarutan 2. Kemandirian dalam mengerjakan tugas materi kelarutan dan hasil kali kelarutan Nilai 1. Keyakinan atas kemampuan guru 2. Keyakinan atas prestasi belajar siswa Moral 1. Kejujuran 2. Kepedulian terhadap teman Rata-rata
85,3
Siklus II Capaian per Capaian rata-rata indikator (%) (%) 88,4
72,5
78,5
75,6
76,3
76,9
80,0
80,0
73,1
75,0
80,2
71,7
75,2
70,3
75,3
76,3
82,2 74,2
72,2
79,2 76,3
69,1 79,4
74,2 75,8
74,4 79,1
76,7 78,9
Diagram batang peningkatan capaian persentase aspek afektif dari siklus I dan siklus II untuk setiap indikator disajikan dalam Gambar 13, sedangkan peningkatan kategori aspek afektif siswa secara klasikal disajikan dalam Gambar 14.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Capaian (%)
113
82 80 78 76 74 72 70 68 66
siklus 1 siklus 2 sikap
minat
konsep diri
nilai
moral
Indikator
Gambar 13.. Diagram Batang Peningkatan Ketercapaian Aspek Afektif
Capaian (%)
80 60 40 siklus I 20
siklus II
0 tidak baik
kurang baik
baik
sangat baik
Kategori
Gambar 114. Diagram Batang Kategori Afektif Siswa 4. Penilaian Aspek Psikomotor Penilaian aspek psikomotor dilakukan untuk mengetahui keterampilan psikomotor siswa selama melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium. Penilaian aspek psikomotor ini dilakukan dengan metode observasi. Data yang diperoleh berdasarkan observasi tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui ketercapaian keterampilan psikomotor siswa selama proses pembelajaran, baik pada siklus I maupun siklus siklus II. Perbandingan capaian keterampilan psikomotor siswa per indikator siklus I dan siklus II disajikan dalam Tabel 43.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
Tabel 43.. Capaian Persentase Aspek Psikomotor Siswa per Indikator No.
Capaian (%) Siklus I Siklus II
Indikator
Aspek Khusus 1 Keterampilan memasukkan zat ke dalam tabung reaksi 2 Keterampilan mengukur volume larutan dalam gelas ukur 3 Keterampilan memasang tabung reaksi dalam rak tabung reaksi 4 Keterampilan menggunakan pipet tetes 5 Keterampilan mengamati perubahan warna larutan Aspek Umum 6 Unjuk kerja antarindividu 7 Menjaga ketertiban dan kedisiplinan 8 Menjaga kerapian dan kebersihan 9 Pengambilan kesimpulan terhadap hasil kerja yang dilakukan 10 Urutan kerja dalam praktikum disesuaikan dengan langkah yang ada di dalam petunjuk praktikum Rata Rata-rata
85,8
95,8
60,0
66,7
75,0
91,7
54,2
60,8
66,7
67,5
82,5 60,8 85,8
84,2 63,3 92,5
86,7
86,7
85,0
100,0
74,3
80,9
Diagram batang peningkatan capaian persentase aspek psikomotor siswa dari siklus I dan siklus II untuk setiap indikator disajikan dalam Gambar 15,, sedangkan peningkatan kategori aspek psikomotor siswa secara secara klasikal disajikan dalam Gambar 16.
Capaian (%)
100 80 60 40
siklus 1
20
siklus 2
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Indikator
Gambar 15. Diagram Batang Ketercapaian Peningkatan Aspek Psikomotor Siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Capaian (%)
115
60 50 40 30 20 10 0
siklus I siklus II tidak baik
kurang baik
baik
sangat baik
Kategori
Gambar 166. Diagram Batang Kategori Psikomotor Siswa 3. Keberhasilan Aspek Pembelajaran Ketercapaian target keberhasilan pembelajaran siklus I dan siklus II dari aspek keaktifan siswa pada proses belajar mengajar dan prestasi kognitif kogniti siswa disajikan dalam Tabel 44. 44 Tabel 44.. Ketercapaian Target Keberhasilan pada Siklus I dan Siklus II Aspek Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Prestasi belajar kognitif
Target 60 60
Ketercapaian (%) Siklus I Siklus II 63,4 73,2 72,5
85,0
Kriteria Keberhasilan Berhasil Berhasil
E. Pembahasan Proses belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif menuntut terjadinya interaksi yang baik antara guru dengan peserta didik. Interaksi yang baik antara guru dengan peserta didik dalam situasi pendidikan dapat mempermudah memperm terwujudnya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Demi tercapainya tujuan pembelajaran tersebut, maka guru perlu merencanakan kegiatan pembelajaran secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatu untuk kepentingan proses belajar mengajar. Proses Proses belajar mengajar yang efektif dilengkapi dengan media belajar yang memadai dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
menunjang keberhasilan penguasaan konsep materi pada diri siswa secara lebih optimal. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, tindakan yang dilakukan adalah dengan menerapkan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapi peta konsep pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siklus belajar 5E (learning cycle 5E) merupakan strategi pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya menuntut siswa untuk terlibat aktif selama proses belajar mengajar. Dalam pembelajaran dengan learning cycle 5E siswa aktif bertanya, menjawab, mengerjakan soal ke depan, dan berdiskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan menemukan konsep sendiri bersama kelompoknya. Peta konsep dalam hal ini dapat membantu siswa untuk mempermudah memahami konsep-konsep yang ada dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dengan keterampilan menyusun peta konsep, siswa menjadi lebih mengerti konsep-konsep yang ada sekaligus arti hubungan antarkonsep yang ditemukannya. Pada penelitian ini, data diperoleh dari berbagai sumber, yaitu informan (guru dan siswa), peristiwa atau perilaku siswa dalam proses belajar mengajar, dokumen atau arsip, serta hasil tes. Untuk mengukur validitas data yang diperoleh, dilakukan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan teknik memastikan sesuatu dari berbagai sudut pandang. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi triangulasi metode, triangulasi instrumen, dan triangulasi sumber data. Dengan menggunakan teknik triangulasi, maka data yang diperoleh dapat dinyatakan valid. Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil observasi selaras dengan hasil wawancara dan angket yang diisi oleh siswa, sehingga informasi yang diperoleh dinyatakan valid. Berdasarkan observasi, angket, tes, dan wawancara yang telah dilakukan selama proses pembelajaran, penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapi peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kimia materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Proses belajar yang dimaksud adalah keaktifan siswa selama proses pembelajaran, sedangkan hasil belajar yang dimaksud adalah ketuntasan belajar siswa pada prestasi belajar kognitif. Selain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
prestasi belajar kognitif, hasil belajar yang dinilai adalah aspek afektif atau sikap siswa terhadap pembelajaran dan keterampilan psikomotor siswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium. Penilaian aspek afektif dan psikomotor ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada guru terkait sikap siswa dan penilaian keterampilan siswa selama proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan, setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan siklus II untuk materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan, keaktifan siswa semakin meningkat yaitu siswa aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan siswa untuk bertanya, menjawab, aktif berdiskusi, maupun menulis jawaban soal di depan tanpa harus ditunjuk oleh guru. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat kondisi awal (pratindakan) persentase keaktifan siswa adalah 25,8%. Untuk meningkatkan keaktifan siswa tersebut dilakukan tindakan pada siklus I sehingga terjadi peningkatan persentase keaktifan siswa menjadi 63,4% dan meningkat lagi pada siklus II yaitu 73,2%. Peningkatan persentase keaktifan siswa dalam pembelajaran disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan keaktifan siswa adalah metode yang digunakan dalam proses pembelajaran. Penerapan learning cycle 5E berbasis konstruktivisme, sehingga menuntut siswa untuk aktif berdiskusi bersama anggota kelompoknya karena siswa dituntut untuk menemukan konsep sendiri. Pada tahap exploration, siswa yang belum memahami materi dituntut untuk berani bertanya dan pada tahap explanation siswa dituntut untuk berani menjelaskan hasil diskusi di depan teman-temannya. Pada tahap berikutnya, yaitu elaboration guru memberikan penguatan terhadap konsep yang telah dibangun oleh siswa berdasarkan diskusi kelompok. Tahap ini merupakan tahap ketika siswa banyak bertanya kepada guru maupun menyampaikan pendapatnya terkait konsep yang mereka bangun pada saat diskusi kelompok, sehingga tidak terjadi miskonsepsi antara siswa dengan guru. Pada siklus II, pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen, dalam tiap kelompok terdapat siswa yang pandai dan kurang pandai. Hal ini membuat siswa semakin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
berani bertanya kepada temannya yang lebih pandai dan semakin termotivasi untuk berani menyampaikan pendapat maupun mengerjakan soal di depan kelas. Dilihat dari hasil belajar siswa yang mencakup aspek ketuntasan belajar (prestasi belajar kognitif), afektif, dan keterampilan psikomotor, dapat dinyatakan bahwa penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dapat meningkatkan kualitas hasil belajar. Berdasarkan wawancara dengan guru, ketuntasan belajar siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan sebelum tindakan hanya 38,6%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I ketuntasan belajar siswa menjadi 72,5%. Hasil ini telah mencapai target yang direncanakan. Namun, karena masih terdapat 2 indikator kompetensi yang belum memenuhi target, maka dilanjutkan ke tindakan siklus II. Pada siklus II persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 85%. Peningkatan hasil ini dikarenakan oleh penerapan strategi pembelajaran yang lebih fokus pada siklus II. Pembentukan kelompok secara heterogen membuat siswa semakin berani untuk bertanya dan berpendapat maupun mencoba menyelesaikan soal di depan kelas. Materi yang disampaikan khusus untuk indikator kompetensi yang belum mencapai target sehingga membuat siswa semakin memahami materi pelajaran. Dari segi aspek afektif siswa, ketercapaian rata-rata indikator adalah 75,8% pada siklus I dan meningkat menjadi 78,9% pada siklus II. Sementara itu, dari segi keterampilan psikomotor siswa ketercapaian rata-rata indikator pada siklus I adalah 74,3% sedangkan pada siklus II yaitu 80,9%. Penelitian tindakan kelas dapat dikatakan berhasil apabila masing-masing indikator yang diukur telah mencapai target yang ditetapkan. Menurut Mulyasa (2005: 131), kualitas pembelajaran dapat dilihat dari proses dan hasil. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena masing-masing indikator proses dan hasil belajar siswa yang diukur telah mencapai target yang ditetapkan. Dari hasil tindakan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dilengkapi peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kimia pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura tahun pelajaran 2011/2012.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil dua kesimpulan. 1. Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas proses belajar siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I, yaitu persentase keaktifan siswa adalah 63,4% dan meningkat menjadi 73,2% pada siklus II. 2. Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura. Dalam penelitian ini, kualitas hasil belajar siswa meliputi ketuntasan belajar (prestasi kognitif), afektif, dan psikomotor siswa. Berdasarkan hasil tes siklus I persentase ketuntasan belajar siswa adalah 72,5% dan meningkat menjadi 85% pada siklus II. Untuk aspek afektif siswa persentase capaian pada siklus I adalah 75,8% dan pada siklus II adalah 78,9%. Sedangkan dari aspek psikomotor siswa, persentase capaian pada siklus I sebesar 74,3% dan meningkat menjadi 80,9% pada siklus II. B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan implikasi secara teoritis dan praktis. 1. Implikasi Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi penelitian selanjutnya mengenai penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dan penggunaan peta konsep. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengadakan upaya bersama antara guru, orangtua, siswa, dan pihak sekolah lainnya agar
commit to user 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
dapat membantu siswa dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kimia secara optimal. 2. Implikasi Praktis Secara praktis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kimia siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dikemukakan beberapa saran terutama bagi guru, siswa, dan peneliti. 1. Guru Hendaknya guru dapat menyampaikan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan menerapkan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep dengan baik, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. 2. Siswa Hendaknya siswa dapat memberikan respon yang baik terhadap guru dalam menyampaikan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) disertai peta konsep sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. 3. Peneliti a. Hendaknya peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis sedapat mungkin menganalisis kembali terlebih dahulu perangkat pembelajaran yang telah dibuat untuk disesuaikan dalam penggunaannya, terutama dalam hal alokasi waktu, karakteristik siswa, dan fasilitas pendukung yang ada di sekolah tempat penelitian tersebut sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. b. Hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya dengan mengungkapkan aspek-aspek yang belum disampaikan dan dikembangkan.
commit to user