Penggunaan Metafora dalam Percakapan Antar Tokoh pada Film Juno (2007): Sebuah Analisis Pragmatik Larissa ADINDA
ABSTRAK Skripsi ini menjelaskan penggunaan metafora dalam percakapan pada film Juno. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis metafora untuk menjawab tiga rumusan masalah, yaitu: (1) ciri-ciri yang dimanifestasikan metafora; (2) pengaruh konteks budaya pada penggunaan metafora; dan (3) implikatur penggunaan metafora terhadap makna tuturan. Data diperoleh dari film Juno berupa tuturan yang mengandung metafora. Berdasarkan data, metafora dianalisis menggunakan teori relevansi Sperber dan Wilson yang berfokus kepada tingkat relavansi suatu tuturan. Metafora dan konteks digabung sehingga menghasilkan asumsi kontekstual. Dari asumsi kontekstual, ditarik ciri-ciri relevan metafora yang dimanifestasikan ke dalam suatu konsep, pengaruh konteks budaya terhadap relevansi metafora, dan pengaruh penggunaan metafora terhadap makna tuturan. Penelitian ini diharap memberikan pengetahuan lebih dalam kepada pembaca untuk memahami dan menginterpretasi metafora. Kata kunci: metafora, teori relevansi, konteks budaya, implikatur
ABSTRACT This undergraduate thesis decribes the usage of metaphors in the conversation in Juno movie. This research was done by analyzing the metaphors to answer the three problems, which were: (1) the encoded characteristics of the metaphors; (2) the influence of cultural context to the use of metaphors; and (3) the implicature of the usage of metaphors on the speech meaning. Data were obtained from Juno movie in the form of speech containing metaphors. Based on the data, metaphors were analyzed by using Sperber and Wilson relevance theory, focusing on relevance level of speech. Metaphors and the contexts were combined in order to get the contextual asumptions. From contextual asumptions, the relevant encoded characteristics of metaphors, the influence of cultural context, and the implicature of the usage of metaphors on the speech, were identified. This observation hopefully could give extended knowledge of metaphors comprehending and interpretations for the readers. Keywords: metaphors, relevance theory, cultural context, implicature
Pendahuluan Bahasa merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa mempunyai fungsi yang kritikal sebagai alat manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sosial (Halliday, 1978). Sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi, penggunaan bahasa memiliki batasan di mana hal-hal tertentu tidak dapat selalu disampaikan melalui bahasa. Jika bahasa digunakan secara gamblang, sebagai contoh, dalam mengkritik suatu hal,
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
maka kritik tersebut dapat menyinggung perasaan seseorang. Karena itu, terdapat beberapa macam cara untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang telah dicontohkan. Salah satu cara tersebut adalah dengan menggunakan majas. Majas merupakan ungkapan yang mengalami pergeseran makna sehingga membuat kata atau frasa tertentu memiliki makna kedua. Majas seringkali digunakan untuk menyampaikan sesuatu yang tidak dapat atau sulit untuk disampaikan dalam bahasa literal. Lakoff dan Johnson (1980), dalam tulisan mereka Metaphors We Live By, mengungkapkan pendapat mereka bahwa manusia memiliki sistem konseptual yang secara tidak sadar mengendalikan keseharian manusia, termasuk dalam berkomunikasi. Banyak orang berpikir bahwa metafora atau majas lainnya hanya muncul pada puisi, lagu, atau karya indah lainnya. Metafora bukan hanya bahasa sampingan atau ornamen, melainkan digunakan dimana-mana pada bahasa sehari-hari (Carter, 2004, hal. 70). Levinson (1983) juga berpendapat bahwa metafora bukan hanya sekadar atribut yang digunakan di dalam puisi, melainkan mempunyai proporsi yang sangat besar dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Percakapan sehari-hari yang menggunakan majas contohnya adalah ketika seorang teman berbicara pada temannya, “today is so hot,” dan temannya menjawab, “yeah, you’re right. I’m sweating like a pig. The hell’s door is opened.” Jika melihat arti literal kalimat tersebut, percakapan tersebut menjadi tidak masuk akal. Namun, kedua orang teman ini memiliki pemikiran atau pengetahuan yang sama sehingga mereka dapat mengerti maksud kalimat tersebut. Selain itu, konteks juga penting untuk diperhatikan agar metafora yang digunakan dapat dimengerti maknanya. Kasus inilah yang terjadi pada film Juno. Film Juno adalah film yang memiliki genre komedi yang menceritakan kehidupan seorang remaja bernama Juno yang berubah drastis setelah dia hamil karena melakukan seks bebas dengan sahabatnya, Paulie Bleeker. Film Juno sarat akan narasi dan dialog yang lucu, cerdas, dan nakal antara Juno dengan orang-orang di lingkungannya. Namun, yang membuat film Juno unik adalah penggunaan majas, terutama majas metafora, yang seringkali digunakan pada dialog keseharian mereka. Penggunaan majas metafora dalam film Juno dilakukan baik dalam percakapan santai antar sahabat hingga percakapan serius antar anak dan orang tua. Dengan genre yang berjenis komedi, penggunaan metafora dalam percakapan para tokoh justru membuat penulis tertarik untuk menganalisis penggunaan metafora pada percakapan dan narasi dalam film Juno.
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
Analisis Metafora, implikatur, dan teori relevansi Dari sekian banyak majas yang ada, metafora adalah majas yang paling sering didiskusikan dan dikaji (Perrine, 1982). Dalam bukunya yang berjudul Understanding Figurative Language, Sam Glucksberg (2001) bahkan menyebut metafora sebagai pusat dari majas. Pengertian dari metafora sangat beragam. Bahkan ahli linguistik, psikologi, dan filosofis mempunyai definisi yang berbeda untuk metafora. Namun, Glucksberg mencoba untuk merangkum definisi dari berbagai pendapat dari ahli bahasa, dan menurut Glucksberg, metafora memiliki dua pengertian, yaitu metafora sebagai bentuk ekspresi dan komunikasi secara linguistik, dan metafora sebagai bentuk representasi dan simbolisasi konseptual. Dalam bahasa Yunani, metafora mempunyai arti “transfer.” Dengan kata lain, makna suatu kata dialihkan sehingga memiliki makna lain. Sebagai contoh, dengan mengucapkan rumah ini adalah penjara, pembicara mengasosiasikan makna penjara melampaui makna aslinya. Penjara dianggap memiliki nilai sebagai tempat yang menyesakkan, tempat yang berbatas, dan tempat yang tidak ingin ditinggali oleh semua orang karena hal-hal negatif yang ada di dalamnya. Contoh seperti ini yang membuat Glucksberg menyatakan bahwa metafora dapat dikatakan sebagai substitusi. “Penjara” dijadikan substitusi dari “rumah” agar dapat merepresentasikan maksud pembicara dengan lebih baik dibandingkan mendefinisikan “rumah” dengan kata-kata sifat, seperti menyesakkan. Penggunaan metafora “penjara” tersebut menimbulkan kesan dan efek yang lebih dalam. Berdasarkan pendapat ahli bahasa dan contoh yang telah dijelaskan, penulis berpendapat bahwa metafora adalah salah satu bentuk majas yang menggunakan perumpamaan untuk menyiratkan atau menyembunyikan makna yang sesungguhnya ingin disampaikan. Metafora membutuhkan proses interpretasi yang lebih besar dibandingkan dengan jenis majas yang lain, serta menimbulkan implikasi yang lebih besar juga (Carter, 2004). Metafora memiliki tingkat kesulitan dan usaha yang berbeda dalam prosesnya. Metafora tidak hanya sekedar menjadi alat untuk menggabungkan persamaan dari dua hal yang berbeda, tapi metafora juga dapat membuat kita melihat sesuatu dari pandangan yang berbeda dengan memasukan atau memanifestasikan suatu konsep tertentu ke dalam konsep lainnya sehingga menghasilkan konsep yang baru. Untuk menganalisis metafora, penulis memilih teori pragmatik, khususnya prinsip kerjasama Grice dan teori relevansi Sperber dan Wilson untuk mendapatkan hasil analisis metafora lebih jauh dari sebatas analisis interpretasi kata per kata atau kalimat per kalimat.
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
H. Paul Grice dikenal atas teori implikatur (implicature) serta prinsip kerjasama (cooperative principle) dalam berkomunikasi yang diusulkannya pada tahun 1975 dan 1978. Grice berpendapat bahwa dalam berkomunikasi “apa yang dikatakan” seringkali bertentangan dengan “apa yang dimaksud.” Teori implikatur Grice atau yang juga sering disebut sebagai implikatur percakapan (conversational implicature) berargumen bahwa apa yang disampaikan oleh pembicara kepada lawan bicara dapat memiliki makna yang tersembunyi di balik apa yang diucapkan. Saat pembicara menyampaikan sesuatu, secara sadar atau tidak sadar, dia juga menyiratkan makna lain dibalik apa yang diucapkannya. Teori kedua Grice adalah teori penggunaan bahasa. Grice mengusulkan teori prinsip kerjasama dalam percakapan karena menurut Grice dalam percakapan harus ada prinsip atau peraturan yang membuat percakapan terarahkan agar percakapan dapat berlangsung secara efisien dan efektif (Levinson, 1983). Grice memberikan empat jenis pedoman dalam bercakap yang disebut dengan bidal percakapan, antara lain bidal kualitas (quality), bidal kuantitas (quantity), bidal relevansi (relevance), dan bidal cara (manner). Tujuan percakapan dapat tercapai jika keempat bidal tersebut dipatuhi. Pada beberapa kesempatan, pembicara akan mengalami kegagalan dalam menaati keempat prinsip tersebut. Grice membagi jenis pelanggaran bidal menjadi dua, yaitu violation dan flouting of maxim. Violation, menurut Grice, terjadi ketika pembicara dengan sengaja melanggar bidal percakapan sehingga terjadi salah paham dengan lawan bicara atau untuk mencapai tujuan tertentu. Flouting of maxim terjadi karena pembicara menyisipkan implied meaning ke dalam tuturan mereka dengan cara melanggar bidal. Teori prinsip kerjasama oleh Grice menuai banyak reaksi dari ahli linguistik lain. Beberapa dari mereka menentang teori tersebut, namun juga ada yang mendukung. Banyak juga teori baru yang bermunculan karena teori Grice tersebut. Salah satu ahli yang meneliti teori Grice lebih dalam adalah Sperber dan Wilson yang menciptakan teori relevansi, yang tercipta karena salah satu dari bidal Grice, yaitu bidal relevansi. Teori relevansi pertama kali diajukan oleh Dan Sperber dan Deidre Wilson (1986) sebagai respon mereka terhadap teori bidal Grice yang salah satunya adalah bidal relasi. Fokus teori relevansi yang digagas oleh Sperber dan Wilson adalah ekpektasi relevansi suatu tuturan harus tepat dan dapat diprediksi agar pendengar dapat mengerti apa yang dimaksud oleh pembicara. Teori bidal relevan oleh Grice diperdalam dan diubah oleh Sperber dan Wilson, dalam buku mereka yang berjudul Relevance: Communication and Cognition (1986), menjadi prinsip relevansi (principle of relevance) yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu kognitif dan komunikatif. Menurut prinsip relevansi kognitif, kognisi manusia dicocokkan
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
dengan relevansi yang paling maksimal. Tingkat relevansi atas informasi dapat dikatakan kuat jika asumsi-asumsi lain yang lemah atau berlawanan dieliminasi. Definisi komparatif ini disebut juga efek kontekstual (contextual effects); informasi menjadi relevan pada konteks apa pun jika memiliki efek kontekstual, semakin besar dan banyak efek kontekstualnya, informasi tersebut semakin relevan, dan semakin sedikit usaha untuk mengolah informasi tersebut, semakin besar tingkat relevansi dari informasi tersebut, sedangkan, prinsip relevansi komunikatif mengatakan bahwa setiap tindakan komunikasi inferensial (inferential communication) menciptakan presumsi dari relevansi optimal. Suatu tuturan dapat dikatakan konsisten terhadap prinsip relevansi atau mencapai relevansi optimal ketika tuturan tersebut tidak membutuhkan proses pemikiran yang rumit bagi pendengarnya. Jika prinsip relevansi komunikatif dan relevansi optimal digabungkan, maka terciptalah teori pemahaman heuristis relevansi (relevance-theoretic comprehension heuristic): a) Ikuti langkah yang membutuhkan usaha paling sedikit dalam proses interpretasi tuturan. b) Hentikan proses pencarian interpretasi ketika sudah menemukan interpretasi yang relevan dengan ekspektasi. Wilson bersama Carston (2006) meneliti lebih lanjut mengenai hubungan metafora dan teori relevansi. Suatu informasi atau input menjadi relevan ketika input tersebut terhubung dengan asumsi kontekstual yang ada agar menghasilkan efek kognitif yang positif. Wilson dan Carston mengatakan bahwa efek kognitif yang paling penting adalah implikasi kontekstual yang merupakan hasil gabungan dari input dan konteks. Dalam kasus metafora, dengan menggunakan contoh “Carolyn is a princess,” pendengar mempunyai kemungkinan untuk langsung menangkap interpretasi dari tuturan tersebut. Dengan mengkonstruksi konteks dan mengembangkan makna dari input, maka pendengar dapat mendapatkan ekspektasi yang relevan dari tuturan tersebut bahwa istilah “princess’’ tidak diartikan secara eksplisit namun secara implisit, dan memiliki makna bahwa “princess” adalah seseorang yang elegan, sopan, atau santun. Asumsi kontekstual lain juga dapat muncul jika konteks dari tuturan tersebut berbeda. “Princess” dapat diinterpretasi sebagai seseorang yang manja atau kekanakan-kanakan. Karena itu, konteks tidak dapat dipisahkan dengan input untuk menghasilkan implikasi yang relevan pada akhir proses interpretasi. Analisis metafora dalam film Juno Dalam menganalisis percakapan pada film Juno, penulis menemukan banyak penggunaan metafora, yaitu 27 metafora. Akan tetapi, penulis hanya akan mengambil enam contoh
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
metafora yang masing-masing mewakili ciri-ciri yang dimanifestasikan ke dalam metafora, yaitu blog (fungsi), viking (karakteristik), ripped off (aksi), garbage dump (sifat), cooking (proses), dan planet (bentuk). Enam data dianalisis sesuai dengan urutan percakapan tersebut muncul dalam film, sebagai berikut. Data 1 Dialog nomor 26 Juno: I’m pregnant. Leah: What? Honest to blog? Situasi: Juno menelpon sahabatnya dan memberi tahu bahwa dia hamil. Konten eksplisit
:Honest to blog?
Asumsi kontekstual
:Jika seseorang dihadapkan dengan pernyataan yang mengagetkan,
seringkali mereka memiliki reaksi yang berbeda. Beberapa di antaranya terdiam karena kehilangan kata-kata, beberapa mungkin hanya terkesiap, dan beberapa mengeluarkan reaksi dalam bentuk kata atau kalimat, seperti ‘Really?’, ‘Are you kidding?’, ‘Oh my God’. Seperti halnya percakapan yang terjadi antara Juno dan Leah di atas, Leah memberikan reaksi atas keterkejutannya melalui suatu kalimat, yaitu honest to blog? Kalimat pertanyaan tersebut terdengar janggal karena Leah tiba-tiba membawa kata blog yang sangat tidak relevan dalam situasi tersebut. Pernyataan Leah telah melanggar bidal relasi karena biasanya orang lebih akrab menggunakan kalimat ‘honest to God?’ jika ingin mengungkapkan keterkejutan mereka. Namun, penggunaan metafora blog sesungguhnya memiliki makna lebih dari sekadar sebuah website atau lebih dari sekadar Leah ingin Juno untuk jujur pada suatu blog. Pelanggaran bidal relasi pada tuturan tersebut disebabkan oleh Leah memasukkan sifat atau ciri pada Tuhan kepada blog. Selain itu, tuturan Leah juga dapat menunjukkan ideologi Leah bahwa ia lebih percaya pada blog untuk mengutarakan masalahnya dibandingkan kepada Tuhan. Melalui metafora blog tersebut juga dapat dilihat bahwa baik Leah atau Juno telah sangat akrab dengan teknologi informasi modern. Jika hanya dilihat makna denotatif blog, maka tuturan Leah menjadi tidak relevan. Akan tetapi, jika dilihat dari konteks kata tersebut, Leah memiliki maksud dan maknanya sendiri dalam mengatakan metafora tersebut. Kata blog memiliki makna tersirat sehingga kalimat tersebut menjadi relevan dengan pernyataan Juno serta situasi ketika percakapan berlangsung. Tuturan di atas menggunakan metafora blog. Blog merupakan salah satu tipe website yang dapat dimiliki secara pribadi atau kelompok yang di dalamnya terdapat post yang
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
diterbitkan oleh pemiliki blog. Konten dalam suatu blog dapat bermacam-macam, seperti tulisan, gambar atau video. Jenis topik post di blog juga beragam, seperti review film, catatan harian, berita atau opini. Selain semua orang dapat memiliki blog, semua orang juga dapat mengakses blog kecuali jika blog tersebut diatur menjadi privat. Keberadaan blog di internet dapat membuat blog, atau isi blog tersebut dapat dengan mudah diakses oleh semua orang yang mengunjungi blog tersebut. Dengan menulis sesuatu dalam blog, pemilik blog, baik langsung atau tidak langsung, telah merelakan tulisan mereka untuk dibaca oleh banyak orang. Contohnya, ketika seseorang menulis tentang pengalaman pribadinya, dia secara tidak langsung merelakan pengalamannya untuk dinilai oleh pembaca blognya. Selain dapat dibaca oleh pengunjung, lebih banyak blog memiliki bagian pendapat yang merupakan tempat pembaca dapat memberikan komentar mereka terhadap suatu post. Dengan memasang tulisan, pemilik blog akan mendapatkan komentar, baik secara langsung dengan mendapat komentar tertulis, atau secara tidak langsung dengan pembaca hanya ‘mengadili’ secara diam ketika membaca tulisan tersebut. Jika dikaitkan dengan konteks metafora blog yang digunakan oleh Leah yang saat itu sangat kaget dengan pernyataan Juno, blog dapat dibandingkan sebagai suatu tempat di mana Juno memberitahu cerita pribadinya, yang pada kasus ini adalah kehamilan di luar nikah. Masalah kehamilan tersebut merupakan persoalan yang sangat pribadi karena masih dianggap sebagai hal yang tabu. Relevansi antara blog dengan masalah kehamilan Juno adalah Leah meminta Juno untuk berbicara jujur pada blog dengan perkataannya ‘Honest to blog?’. Leah ingin mengatakan pada Juno apakah ia siap untuk menceritakan hal tersebut pada semua orang dan dihakimi oleh kebanyakan orang di masa depan, baik secara langsung atau tidak langsung. Konteks budaya dalam Juno adalah lingkungan dan masyarakat modern Amerika yang telah mengenal teknologi informasi dengan baik. Terlebih lagi Leah dan Juno adalah dua perempuan remaja yang terkena pengaruh langsung globalisasi. Maka penggunaan metafora blog dapat dimengerti oleh keduanya karena mereka memiliki latar belakang budaya serta umur yang sama. Jika kata blog digunakan di antara Juno dengan ayahnya, mungkin ayah Juno tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Juno karena ayahnya tidak akrab dengan hal tersebut. Sama halnya jika metafora blog digunakan di tempat atau masa yang tidak lazim dengan hal tersebut. Ciri-ciri yang dimanifestasikan dalam penggunaan metafora blog fungsi blog yang seringkali menjadi tempat cerita pribadi seseorang diinterpretasi sebagai bentuk pertanyaan
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
tentang kebenaran akan suatu masalah. Dalam situasi panik, Leah menggunakan metafora blog untuk menegaskan tuturannya. Data 2 Dialog nomor 201 Bren: Honey, have you considered, you know, the alternative? Juno: No. Bren: Well, you’re a little viking. Situasi: Juno memberi tahu Mac dan Bren (ibu tiri Juno) bahwa ia hamil, dan dia memutuskan untuk memberikan bayinya kepada pasangan suami-istri yang ingin mengadopsi bayinya. Konten eksplisit
: You’re a little viking.
Asumsi kontekstual
: Sama halnya dengan tuturan metafora sebelumnya yang menyebutkan
mengenai little monkey butt, metafora pada tuturan ini juga memiliki pelanggaran prinsip kerjasama Grice. Bren menyebut Juno sebagai seorang viking walaupun hal tersebut sama sekali tidak benar karena Juno hanya merupakan perempuan remaja biasa. Karena itu tuturan Bren telah melanggar bidal kualitas. Tuturan Bren tidak dapat diartikan secara eksplisit karena hal tersebut dapat membuat percakapan menjadi tidak relevan. Pelanggaran bidal relasi juga terjadi karena Bren memasukkan metafora ke dalam tuturannya. Bren menggunakan metafora viking untuk merangkum sifat-sifat Juno ke dalam suatu tokoh yang memiliki sifat yang mirip dengan Juno. Tuturan Bren harus digabungkan dengan konteks percakapan yang sedang berlangsung untuk mengetahui makna konotatif dari pernyataan Bren. Melalui tuturannya, Bren bermaksud untuk menyampaikan bahwa ia mendukung keputusan Juno yang berani mengambil resiko. Selain itu, dengan menyebut Juno sebagai legenda yang pemberani, Bren bermaksud untuk menyampaikan bahwa Juno tidak dapat mundur dari keputusannya dan terus memegang janjinya untuk menjaga kehamilannya. Pada kalimat tersebut, Bren menggunakan metafora viking saat memuji Juno atas keberaniannya. Viking merupakan sekelompok bajak laut Scandinavian yang berlayar dari abad ke-8 sampai abad ke-11. Bajak laut ini mempunyai sifat pemberontak, pekerja keras, cepat beradaptasi, dan pemberani, yang membuat mereka menjadi salah satu kelompok perompak yang ditakuti. Mereka dikenal sebagai pembajak laut yang tangguh karena mereka berhasil untuk mengarungi perairan Eropa, Asia, dan Pulau Utara Atlantik. Bahkan, sebelum Amerika ditemukan Christoper Colombus, Viking sudah menemukannya 500 tahun sebelum itu. Viking memiliki banyak mitos mengenai mereka yang belum terbukti kebenarannya,
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
namun sudah dipastikan bahwa mereka memiliki sifat yang pemberani seperti seorang pahlwan. Sifat mereka yang pemberani dan setia dengan sesama membuat mereka dikagumi dan menjadi simbol kelompok paling berani di dunia barat. Penggunaan metafora Viking oleh Bren dimaksud untuk membandingkan sifat Viking yang pemberani dengan Juno yang pada saat itu memutuskan untuk tidak menggugurkan bayinya. Juno bahkan memutuskan untuk memberikan bayi tersebut untuk adopsi. Walaupun umur Juno masih 16 tahun dan ia masih duduk di bangku SMA, Juno berani untuk bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan dan menanggung konsekuensinya. Metafora viking juga menjadi relevan pada percakapan tersebut karena viking adalah suatu legenda yang telah dikenal oleh masyarakat Amerika. Mereka dapat dikatakan sebagai simbol pemberontakan dan keberanian. Karena itu, Bren menggunakan sebutan little Viking untuk Juno, dan Juno dapat mengerti pernyataan Bren karena dia memiliki pengetahuan yang sama dengan Bren. Selain itu, pengaruh budaya juga berpengaruh dalam penggunaan metafora tersebut. Jika sebutan Viking digunakan di negara yang tidak mengenal Viking, seperti Indonesia, maka metafora tersebut menjadi tidak relevan dan tidak akan dimengerti oleh pendengar, dan akan terjadi salah paham karena Viking di Indonesia justru merupakan nama sebuah klub pecinta sepak bola. Ciri-ciri yang dimanifestasikan adalah sifat Viking yang disamakan dengan karakter Juno yang berani mengambil resiko untuk mempertahankan kehamilannya. Dengan menggunakan metafora viking untuk menyebut Juno, tuturan Bren mengenai keberanian Juno menjadi lebih kuat. Data 3 Dialog nomor 204 Mac: Juno, I’m coming with you to meet this adoption couple. You’re just a kid. I don’t want you to get ripped off by a couple of baby-starved wing nuts. Situasi: Setelah Juno memberitahu orang tuanya bahwa ia ingin memberikan bayinya pada pasangan adopsi, Mac memutuskan untuk menemani Juno untuk bertemu pasangan tersebut. Konten eksplisit
: I don’t want you to get ripped off by a couple of baby-starved wing
nuts. Asumsi kontekstual
: Tuturan di atas menggunakan kata dan frasa yang tidak dapat
diartikan secara eksplisit. Jika kalimat tersebut diartikan dengan hanya melihat arti denotatif, maka tuturan tersebut dapat berubah menjadi tuturan yang menyeramkan. Penggunaan katakata tersebut diartikan secara metaforikal agar menjadi relevan dengan konteks yang terjadi
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
pada saat itu, yaitu Mac tidak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi pada anaknya. Metafora yang digunakan tersebut membuat tuturan tersebut memiliki makna negatif sehingga melalui kalimat tersebut Juno dapat mengerti ideologi dari ayahnya bahwa sebenarnya Mac tidak terlalu setuju dengan keputusan Juno. Hal ini membuktikan bahwa metafora yang digunakan memberikan implikasi yang lebih dalam terhadap pernyataan Mac mengenai pasangan adopsi tersebut. Untuk menyampaikan keresahannya atas pasangan adopsi yang dipilih oleh Juno, Mac menggunakan metafora ripped off atau merobek yang merupakan suatu aksi untuk membuat suatu benda menjadi robek, terbelah, dan rusak dengan cara menarik kedua sisi benda tersebut. Merobek dapat dikatakan sebagai tindakan memaksa atau dapat juga tidak, namun cara merobek pasti selalu dengan kasar atau dengan kekuatan. Ketika seseorang merobek sesuatu, terkadang juga mereka melakukan hal tersebut dengan tidak sengaja, seperti karena terlalu semangat atau kesal. Dengan menggunakan metafora ripped off atau merobek Mac tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa Juno akan dirobek tubuhnya. Akan tetapi, secara metaforikal, merobek dimaksud sebagai aksi yang dilakukan untuk merepresentasikan nafsu pasangan adopsi tersebut untuk memiliki seorang bayi. Ketika seseorang sangat bersemangat, maka mereka dapat secara tidak sadar melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan Juno yang dengan sukarela memberikan bayinya pada pasangan tersebut, ayah Juno takut sesuatu yang buruk terjadi, dapat secara fisik atau non-fisik, dan hal tersebut dianalogikan dengan aksi merobek. Ciri-ciri yang dimanifestasikan adalah aksi merobek disamakan dengan aksi pasangan adopsi yang bernafsu untuk mendapatkan anak dari Juno. Selain itu, karakteristik orang yang kelaparan disamakan dengan karakteristik pasangan adopsi tersebut yang sangat menginginkan anak. Penggunaan metafora merobek menegaskan perasaan pasangan adopsi atas keinginan mereka yang sangat besar untuk memiliki anak. Data 4 Dialog nomor 211 Mac: I’m not ready to be a Pop Pop. Bren: You’re not going to be a Pop Pop. Somebody else is gonna find a precious blessing from Jesus in this garbage dump of situation. Situasi: Setelah pengakuan Juno, Bren berusaha untuk meyakinkan Mac bahwa keadaan akan baik-baik saja.
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
Konten eksplisit: Somebody else is gonna find a precious blessing from Jesus in this garbage dump of situation. Asumsi kontekstual: Penggunaan metafora garbage dump memberikan implikatur yang sangat kuat terhadap tuturan Bren. Dalam kalimat di atas, Bren menyebutkan dua hal yang sangat bertolak belakang, yaitu garbage dump dan precious blessing from Jesus. Penggunaan ungkapan yang bertolak belakang tersebut membuat kalimat Bren menjadi lebih kuat karena di satu pihak menganggap kehamilan Juno sebagai suatu anugerah, sedangkan di pihak lain, kehamilan Juno dianggap sebagai situasi yang sangat buruk. Bren telah melanggar bidal relasi Grice namun metafora garbage dump menjadi relevan dalam percakapan di atas karena Bren dan Mac memiliki ideologi yang sama mengenai situasi yang memang mereka anggap seperti halnya suatu sampah. Selain itu, garbage dump digunakan sebagai analogi situasi saat itu karena Bren dan Mac akrab dengan pusat tempat pembuangan sampah sebagai tempat paling kotor yang mereka ketahui. Dengan menggunakan metafora tersebut, Bren bermaksud untuk menenangkan Mac yang saat itu sangat kecewa dengan perbuatan Juno. Pernyataan Bren juga menegaskan bahwa ia yakin Juno dan keluarganya dapat melewati situasi yang buruk tersebut. Jika metafora tersebut digunakan pada beda negara atau lingkungan pembicara berbeda, metafora garbage dump mungkin menjadi tidak relevan. Sebagai contoh, di Indonesia tempat paling kotor adalah sungai Ciliwung, maka penggunaan metafora sungai Ciliwung akan menjadi lebih relevan. Tuturan Bren untuk menenangkan Mac menggunakan metafora Garbage dump. Garbage dump atau pembuangan sampah adalah suatu pusat tempat di mana sampah dibuang. Tempat tersebut adalah tempat yang menjijikan karena kotor dan bau, membuat tempat tersebut dihindari oleh orang-orang. Karena itu, orang-orang tidak langsung membuat sampah mereka ke tempat tersebut, akan tetapi membiarkan petugas kebersihan untuk melakukannya. Meskipun demikian, tumpukan sampah pada tempat tersebut tidak menjadi sia-sia karena sampah tersebut dapat bermanfaat jika didaur ulang dan menciptakan barang baru yang dapat berguna untuk orang lain atau lingkungan. Bren menggunakan metafora garbage dump untuk mendeskripsikan situasi yang saat itu sedang dialami oleh Juno dan keluarganya. Kehamilan di luar nikah yang dialami Juno dianggapnya sebagai situasi yang disama-artikan dengan sampah, sesuatu yang orang ingin hindari sebisa mungkin atau sesuatu yang orang ingin buang jauh dari tempat mereka berada. Meskipun demikian, situasi buruk tersebut dapat diputar balik menjadi suatu yang membahagiakan jika mereka ingin mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan memberikan
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
bayi tersebut kepada pasangan adopsi. Dengan demikian, kehamilan Juno yang berdampak buruk bagi Juno dan keluarganya dapat paling tidak bermanfaat bagi orang lain. Ciri-ciri yang dimanifestasikan pada metafora garbage dump adalah karakteristik sampah dan tempat pembuangan sampah disamakan dengan situasi yang dialami oleh keluarga Juno. Penggunaan metafora garbage dump membuat tuturan tersebut menjadi lebih tegas dan gamblang. Data 5 Dialog nomor 311 Vanessa: We would really appreciate if you would just, you know, keep us updated on any doctor’s appointments, or ultrasounds, or anything of that nature, if it’s not too much. Juno: No. Right. For sure. You want to know how your kid’s a-cookin’. I get it. Situasi: Juno baru saja bertemu dengan pasangan yang akan mengadopsi bayinya. Vanessa (calon ibu) meminta Juno untuk memberi mereka kabar. Konten eksplisit
: You want to know how your kid’s a-cookin’
Asumsi kontekstual
: Pada tuturan di atas, Juno menggunakan metafora cooking untuk
menganalogikan perkembangan janinnya. Kalimat tersebut tidak dapat dimaknai secara harfiah karena memiliki arti yang sangat berbeda. Memasak adalah proses dalam membuat makanan, sedangkan yang dialami oleh Juno adalah mengandung bayi. Hal yang sangat berbeda ini membuat tuturan tersebut melanggar bidal relevan dan kualitas. Metafora digunakan pada tuturan tersebut karena pembicara berusaha untuk menyamakan
proses
pertumbuhan bayi dalam rahim dengan proses memasak makanan. Dengan kata lain, sifat atau ciri dari kehamilan telah diubah atau digeser dengan menggunakan metafora cooking. Dengan menggunakan metafora tersebut, Juno bermaksud untuk menyampaikan bahwa ia tidak menganggap permintaan dari Vanessa adalah sesuatu yang berat untuk ia lakukan karena menurutnya hamil semudah memasak, karena itu ia tidak keberatan untuk memenuhi permintaan Vanessa. Metafora yang digunakan oleh Juno pada ucapannya adalah cookin’. Cookin’/cooking merupakan kegiatan membuat suatu makanan yang harus melewati suatu atau beragam proses. Dalam memasak makanan biasanya proses tersebut bertujuan untuk membuat bahan mentah menjadi sesuatu yang dapat dimakan atau makanan jadi. Proses memasak dapat bermacam-macam, seperti menggoreng, merebus, memanggang, atau membakar. Terdapat juga proses lainnya yang penting seperti mengupas atau memotong bahan dan menambahkan
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
bumbu yang diperlukan. Proses memasak membutuhkan waktu, baik singkat atau cepat, serta dibutuhkan ketakaran bahan yang benar jika menginginkan rasa yang sempurna. Jika telah memasukkan bahan yang benar, namun tidak dimasak dengan waktu yang ditentukan, maka hasil akhir makanan tidak akan menjadi sesuai keinginan. Kemampuan memang dibutuhkan dalam memasak, tapi kesungguhan dan konsentrasi dalam prosesnya juga dibutuhkan untuk menyempurnakan makanan. Proses memasak dapat dibandingkan seperti proses mengandung janin. Karena itu, Juno menggunakan metafora cooking dalam perkataannya. Janin di dalam rahim seorang ibu membutuhkan waktu yang tepat sampai akhirnya janin akan berubah menjadi bayi pada waktu selama sembilan bulan. Dalam waktu sembilan bulan tersebut, janin mengalami proses yang beragam agar ia dapat menjadi bayi yang sempurna ketika dilahirkan nantinya. Tidak hanya proses dalam janin saja, namun proses melahirkan bayi juga dibutuhkan keahlian dan ketelitian yang sangat dalam agar bayi dapat lahir dengan selamat dan sehat seperti yang diinginkan. Ciri-ciri yang dimanifestasikan adalah proses memasak yang disamakan dengan proses kehamilan dan perkembangan bayi dalam kandungan. Penggunaan metafora cooking membuat tuturan Juno menjadi lebih tegas. Data 6 Dialog nomor 594 Paulie: Well, I still have your underwear. Juno: I still... I have your virginity. Paulie: Would you shut up? Juno: What, are you ashamed that we did it? Paulie: No. Juno: Because at least you don’t have to have the evidence under your sweater. I’m a planet. Situasi: Juno dan Paulie bertengkar di koridor sekolah karena Juno cemburu Paulie akan pergi ke pesta dansa akhir tahun sekolah dengan perempuan lain. Pertengkaran tersebut berujung perdebatan mengenai kehamilan Juno. Konten eksplisit
: Because at least you don’t have the evidence under your sweater. I’m
a planet. Asumsi kontekstual
: Metafora yang digunakan pada tuturan Juno adalah I’m a planet.
Planet adalah benda astronomi yang mengitari matahari meskipun tidak semua benda
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
astronomi yang mengitari matahari disebut planet. Terdapat bermacam-macam kriteria yang harus dipenuhi agar benda astronomi tersebut dapat dianggap planet. Salah satu kriteria tersebut adalah ukuran planet tersebut. Planet harus cukup besar agar dapat disebut planet. Penggunaan metafora planet oleh Juno untuk mendeskripsikan kondisi fisiknya, terutama perutnya yang membesar. Penggunaan metafora planet pada kalimat Juno mengalami percampuran dengan majas hiperbola, di mana ia melebih-lebihkan dirinya sebesar planet, dan dengan jelas membuatnya terlihat ‘bersalah’ karena bukti tersebut. Metafora planet pada tuturan tersebut digunakan karena pembicara dan pendengar memiliki pemahaman yang sama bahwa planet adalah sesuatu hal yang berbentuk bundar dan sangat besar. Lawan bicara harus memiliki dasar pengetahuan yang sama agar tuturan tersebut menjadi relevan. Sama halnya dengan pembicara yang mengatakan metafora tersebut berarti memiliki pengetahuan mengenai planet. Jika pembicara tidak akrab dengan istilah planet, mungkin saja pembicara tidak akan menggunakan metafora planet melainkan benda bundar lain yang lebih akrab dengannya, seperti bola. Selain itu, penggunaan dua metafora tersebut menjadi bukti puncak ketidaksukaannya pada kehamilannya. Walaupun sepanjang film Juno terlihat tegar dan menyepelekan kehamilannya, dua metafora tersebut menyampaikan bahwa Juno sesungguhnya juga merasa sangat tidak nyaman dengan kehamilannya. Ciri-ciri yang dimanifestasikan adalah sifat evidence atau bukti disamakan dengan keadaan Juno, dan bentuk planet disamakan dengan fisik Juno. Penggunaan metafora bukti dan planet membuat tuturan Juno menjadi lebih tegas, ditambah saat metafora tersebut diucapkan, ia sedang marah dan kecewa kepada Paulie. Berdasarkan analisis di atas, penulis menemukan 27 metafora yang memiliki ciri-ciri dan implikatur berbeda. Penggunaan metafora dalam suatu tuturan merupakan pelanggaran bidal relevan dan kualitas. Akan tetapi, biarpun penggunaan metafora melanggar bidal Grice, hal tersebut tidak berarti bahwa tujuan dari percakapan tidak tercapai. Maksud dari pembicara dapat dimengerti oleh pendengar sehingga tuturan menjadi relevan. Hal tersebut dapat terjadi karena pendengar dapat memaknai metafora bukan secara harfiah, melainkan dengan melihat konteks dari tuturan tersebut. Ketika pendengar telah mendapatkan ciri-ciri yang relevan dengan metafora yang diucap dengan membuat asumsi kontekstual, maka pendengar dapat mengetahui makna metafora serta tuturan tersebut. Selain itu, dengan menggunakan metafora, tuturan menjadi memiliki implikatur yang berbeda dibanding menggunakan kalimat denotatif.
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
Kesimpulan Menganalisis metafora membutuhkan pendekatan yang dalam terhadap konteks metafora tersebut. Karena itu penulis memilih analisis pragmatik, dengan teori relevansi sebagai alat untuk menganalisis metafora yang digunakan pada percakapan dalam film Juno. Penulis memilih teori relevansi oleh Sperber dan Wilson karena teori tersebut fokus terhadap relasi dan tingkat relevansi dari suatu tuturan agar tuturan tersebut dapat dimengerti oleh lawan bicara. Selain itu, teori relevansi juga fokus terhadap kepentingan konteks pada penggunaan metafora. Penulis menemukan 27 metafora pada percakapan dalam film Juno. Dari 27 metafora, penulis mendapatkan enam jenis ciri metafora berbeda yang dimanifestasikan kepada suatu konsep, yaitu karakteristik, fungsi, aksi, bentuk, sifat, dan proses. Penggunaan metafora dalam suatu tuturan dapat menimbulkan salah paham dalam menyampaikan informasi karena metafora melanggar bidal relevan. Namun, metafora sesungguhnya relevan karena memiliki ciri-ciri sama dengan konsep yang ingin di representasikan. Penggunaan metafora juga menjadi relevan karena baik pembicara dan pendengar memiliki pengetahuan yang sama mengenai metafora tersebut. Dalam hal ini latar belakang budaya yang sama sangat berpengaruh. Banyak metafora yang digunakan dalam film ini mengandung konteks budaya yang kental. Akan tetapi, karena tokoh dalam film Juno mempunyai latar belakang budaya yang sama, yaitu budaya modern dan budaya Amerika, maka metafora yang dituturkan menjadi relevan dan tujuan percakapan dapat tercapai. Dalam penulisan penelitian ini, penulis memiliki beberapa kendala. Kendala yang paling besar adalah keterbatasan waktu sehingga penulis tidak dapat meneliti lebih jauh. Selain itu, relevansi adalah teori yang sangat luas namun karena jurnal ini merupakan penelitian kecil, maka penulis hanya menggunakan teori dasar relevansi. Seperti apa yang dikatakan oleh beberapa ahli pragmatik, penggunaan pragmatik dalam menganalisis metafora tidak cukup karena metafora adalah hasil dari konteks dan sistem kognitif manusia. Karena itu, akan sulit untuk menganalisis makna metafora hanya dari suatu konteks. Apa yang dianalisis oleh penulis hanya sebatas asumsi kontekstual, sedangkan untuk mengetahui makna mutlak dari suatu metafora dibutuhkan ilmu kognitif yang dapat mendukung teori pragmatik. Karena itu, penelitian ini membutuhkan penelitian lebih lanjut kedepannya. Daftar acuan: Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words. Cambridge: Harvard University Press. Carter, Ronald. 2004. Language and Crativity: The Art of Common Talk. London dan New York: Routledge.
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
Corrigan, Timothy. 1997. Short Guide to Writing about Film. London: Longman. Glucksberg, Sam. 2001. Understanding Figurative Language: From Metaphor to Idioms. New York: Oxford University Press. Grice, H.P. 1989. Logic and Conversation. In H.P. Grice 2004: Pragmatics Theory Online Course. London: University College London. Griffiths, Patrick. 2006. An Introduction to English Semantics and Pragmatics. Edinburgh: Edinburgh University Press. Halliday, M.A.K. 1978. Language as a Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold. Halliday, M.A.K. 1985. Bagian A dalam M.A.K. Halliday dan R.Hasan, Language, Context, and Text: Aspects of Language in a Social-Semiotic Perspective. Oxford/Geelong: OUP/Deakin University Press. Isdanto, Untung. 2008. Pelanggaran Maksim-Maksim dalam Naskah Drama Tuk. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. King, Geoff. 2002. New Hollywood Cinema. London dan New York: I.B. Tauris Publishers. Lakoff, George. and Mark Johnson. 1980. Metaphors We Live By. IL: University of Chicago Press. Levinson, Stephen. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press Marschack, Mark, Albert N Katz, Christina Cacciari, Raymond W. Gibbs, Jr, dan Mark Turner. 1998. Figurative Language and Thought. New York: Oxford University Press. Permatasari, Achdiyati Sumi. 2009. Metafora Dalam Bebasan Ancangan Pragmatik. Depok: Universitas Indonesia. Perrine, L. 1982. Sound and Sense. An Introduction to Poetry. Sixth Addition. USA: Harcourt Brave Jovanovich Puspitasari, M. 2013. Majas Metafora Dalam Novel The Twilight New Moon dan The Twilight Eclipse Karya Stephanie Meyer: Kajian Semantik. Bandung: Universitas Widyatama Sperber, D. dan Wilson, D. 1986/95: Relevance: Communication and Cognition. Oxford: Blackwell. Second edition 1995. Wilson, D. dan Robyn Carston. 2006. Metaphor, Relevance, and ‘Emergent Property’ Issue. Part of an AHRC-funded project ‘A Unified Theory of Lexical Pragmatics’ (AR16356). Wiradani, Niken Adiana. 2006. Metafora dalam Injil Matius. Depok: Universitas Indonesia Yule, George. dan Gillian Brown. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014
Penggunaan metafora dalam ..., Larissa Adinda, FIB UI, 2014