ANALISIS PEMBELAJARAN MAKNA HIDUP TOKOH-TOKOH DALAM FILM “HUOZHE” Oktaviani, Sylvia, Sri Haryanti Jurusan Sastra China, Fakultas Humaniora, Universitas Bina Nusantara, Jalan Kemanggisan Ilir III nomor 45, Kemanggisan/Palmerah, 021-5327630 E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT Film "Huozhe" is a film which tells about a life and struggles of the characters face every obstacle in life. The author analyzes the attitude and actions of the leaders in facing life and take a life of learning in each of the characters in the movie "Huozhe". In analyzing the film "Huozhe", the authors use qualitative methods as well as watch the movie, also analyze the attitude of the leaders in facing with the problems of life with logotherapy theory proposed by Viktor Frankl. The attitude of responsibility of every character that strengthen them in living the obstacles in their lives and it makes them more appreciative their lives and understand how precious a life. Keywords : Figure, Meaning of Life, Huozhe
ABSTRAK Film “Huozhe” merupakan film yang bercerita mengenai sebuah kehidupan dan perjuangan para tokoh dalam menghadapi setiap rintangan yang ada dalam kehidupannya. Penulis menganalisis sikap dan tindakan para tokoh dalam menghadapi kehidupan serta mengambil pembelajaran dalam setiap makna hidup tokoh-tokoh dalam film “Huozhe”. Dalam menganalisis film “Huozhe”, penulis menggunakan metode kualitatif serta menonton film, juga menganalisis sikap para tokoh dalam menghadapi masalah kehidupan dengan teori logoterapi yang dikemukakan oleh Viktor Frankl. Sikap tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap tokoh yang menguatkan mereka dalam menjalani rintangan dalam kehidupan mereka dan hal tersebut membuat mereka lebih menghargai hidup mereka dan mengerti betapa berharganya sebuah kehidupan. Kata kunci : Tokoh, Makna Kehidupan, “Huozhe”.
1
2
2
PENDAHULUAN Film “Huozhe” menceritakan tentang tokoh-tokoh yang selalu berjuang didalam kehidupannya. Di mulai dari kehilangan harta benda yang dimiliki akibat dari kalah berjudi, ditinggalkan oleh keluarga, bangkit dari keterpurukan, bagaimana mereka belajar memaafkan dan meminta maaf. Tokoh-tokoh dalam film “Huozhe” melalui pengalaman dari kehidupannya belajar menghargai sebuah kehidupan. Pengalaman merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan juga suatu hal yang sangat berharga bagi manusia. Dari sebuah pengalaman dapat digunakan seseorang untuk menjadi pedoman serta pembelajaran dalam kehidupan manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih baik lagi. Pada film “Huozhe” ini kita dapat mengambil pengalaman yang dihadapi oleh para tokoh mulai dari pengalaman baik maupun pengalaman buruk dan dari pengalaman baik dan buruk yang dialaminya membuat tokoh-tokoh mampu menjalani kehidupan yang lebih baik serta memahami makna dari sebuah kehidupan ini. Seperti yang diungkapkan oleh Maslow makna hidup adalah suatu perasaan atau emosi yang menyenangkan individu, terkait dengan pengalaman-pengalaman atau peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu. (Setiadi, 2011). Misalnya, dalam penelitian yang berjudul Analisis Perkembangan Pemikirian Tokoh Fugui dalam Novel Huozhe (Hana Gabriela dan Sisilia Ovianti, 2009) menyimpulkan masalah yang dialami di dalam kehidupan Fugui selalu bertemu dengan berbagai macam kesulitan, tetapi ia selalu mendapatkan suatu pemikiran baru dan mampu mengambil suatu pembelajaran dari setiap kesulitan yang ia alami tersebut. Dan juga dalam penelitian berjudul Analisis Pesan Moral Film Layar Lebar “Ayah Mengapa Aku Berbeda?” menyimpulkan bahwa tokoh utama mempunyai pesan makna, ungkapan hati, kepedulian sosial dan hal-hal yang berkaitan dengan semangat hidup. Agar penelitian ini tidak meluas, maka penulis telah membuat batasan dan ruang lingkup. Ruang lingkup penelitian ini adalah film “Huozhe,” sedangkan batasan penelitian ini adalah pembelajaran makna hidup tokoh-tokoh dalam film “Huozhe”.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data primer, berupa data yang diperoleh dari objek penelitian yaitu film “Huozhe” karya Zhang Yimou yang dibuat pada tahun 1994. 2. Data sekunder, berupa data pendukung seperti buku, artikel, jurnal, dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian penulis. Penulis juga akan mengamati film “Huozhe” dengan menonton berkali-kali, kemudian menganalisis kehidupan tokoh-tokoh yaitu Fugui, Jiazhen, Erxi, Chunsheng. Setelah menganalisis kehidupan tokoh-tokoh penulis akan mengamati pembelajaran kehidupan apa saja yang tergambar dalam tokoh-tokoh sesuai dengan teori logoterapi Viktor Frankl.
HASIL DAN BAHASAN “Huozhe” dalam bahasa Indonesia berarti hidup. Film ini menceritakan perjuangan hidup tokoh-tokoh dalam menjalani kehidupannya. Dalam menjalani kehidupannya para tokoh mampu mengambil makna kehidupan yang mereka lalui. Tokoh utama dalam film ini adalah Fugui, Fugui memiliki keluarga yang terdiri dari istri yang bernama Jiazhen, anaknya Fengxia dan Youqing, serta menantu laki-lakinya Erxi. Dalam film ini tidak hanya menceritakan kisah perjuangan hidup keluarga Fugui tetapi ada juga tokoh lainnya yaitu Chunsheng. Tokoh-tokoh dalam film “Huozhe” berjuang demi kehidupannya karena mereka memiliki tanggung jawab demi kehidupan diri sendiri dan keluarga. 4.1 Tokoh Fugui dan kehidupannya. Fugui merupakan tokoh utama dalam film “Huozhe”, ia digambarkan sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai kehidupan yang mapan. Sayangnya ia memiliki kebiasaan buruk yaitu senang berjudi, dari kebiasaan buruk inilah ia kehilangan segalanya dimulai dengan ditinggalkan oleh istri dan anak-anaknya dan diperparah dengan kehilangan semua hartanya. Dalam keadaan Fugui ditinggalkan, ia mulai menyadari bahwa betapa berharganya istri yang selalu mendampinginya. Ketika ia menyadari hal tersebut, ia berusaha bangkit untuk memperbaiki dirinya dengan cara tidak berjudi lagi. Kesalahannya dari berjudi telah membuat Fugui menyadari dirinya sendiri dan merubah dirinya. Ibu Fugui : “Fugui, cepat kemari lihat anakmu. Miripkah denganmu?”
3
Fugui Jiazhen Fugui Jiazhen Fugui Jiazhen Fugui
: “Mirip Jiazhen, Jiazhen! Sudah diberi namakah?” : “Sudah. Bernama “Budu”.” (Tidak Berjudi) : “Hah?” : “Xu Budu, lain kali tidak akan berjudi lagi.” : “Siapa yang memberikan nama itu?” : “Saya!” : “Budu baik, Budu baik! Kelak saya sudah tidak berjudi lagi, dimasa yang akan datang saya juga tidak berjudi lagi.” Jiazhen : “Saya tahu, jika tidak saya tidak akan kembali.” Ibu Fugui : “Jiazhen, sungguh bernama Budu?” Jiazhen : “Saya sedang bercanda dengan Fugui, bernama Youqing.” (Huozhe 22:23-23:10) Selain ia meninggalkan kebiasaan buruknya ia juga menyadari untuk merawat ibunya, hal tersebut membuat dia menjadi lebih berbakti kepada ibunya serta dengan gigih merawat ibunya. Melihat perubahan sikap Fugui membuat Jiazhen luluh dan memutuskan untuk kembali ke sisi Fugui. Kejadian tersebut membuat Fugui menjadi lebih bertanggung jawab terhadap ibunya dan keluarganya sendiri. Fugui merupakan seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab, ketika ia kehilangan segalanya ia mulai bangkit dan berusaha mengumpulkan semua dengan mempersatukan semua angota keluarganya. Kejadian yang dialami Fugui ini membuat ia menyadari bahwa keluarga dan kebahagiaan adalah suatu hal yang paling berharga dan tidak dapat dibeli dengan materi. Dalam keadaan susah, menyerah merupakan hal yang mudah tetapi untuk memilih bangkit merupakan suatu hal yang membutuhkan keberanian dan pengorbanan. Fugui membuang harga dirinya dan berani untuk direndahkan dengan pergi meminjam uang kepada teman yang sudah mengambil kekayaan Fugui. Longer : “Tamu kehormatan. Tuan Fugui. Selama satu tahun ini kamu kemana saja?” Fugui : “Jangan panggil tuan, Fugui, Fugui.” Longer : “Rumah nenek moyang kamu ini dibangun dengan sungguh bagus. Pada musim dingin hangat, musim panas dingin,kualitas bangunan ini sangat bagus. Dengan adanya rumah ini, saya tidak bermain wayang lagi. Silakan duduk… Saya sudah tidak berjudi lagi, jangan sampai kelak nanti sama dengan kamu.” Fugui : “Tidak berjudi, kita tidak berjudi lagi. Nama anak saya “Budu”. Longer : “Sindir saya?” Fugui : “Bukan, bukan. Bernama Youqing.Jiazhen telah membawa anakanak kembali Jiazhen ingin anak saya ingin bernama “Budu”. Kemudian diganti menjadi Youqing, Youqing, Youqing. Ingin pinjam sedikit uang, ingin membuka toko kecil di kota.” Longer : “Dari zaman dulu sampai sekarang saya hanya menolong orang dalam keadaan darurat saja, tidak menolong orang miskin. Begini saja, saya pinjamkan kamu suatu barang. Setiap saat dapat menolong kamu dari kemiskinan. Pada saat saya menjadi ketua pemain wayang, sama sekali tidak pernah membuka mulut untuk meminjam uang. Uang ini, kamu harus mencarinya sendiri. Kamu cari beberapa orang untuk membantumu,untuk membentuk suatu tim. Sungguh barang yang bagus.” (Huozhe 24:25-24:30) Pengorbanan yang direlakan oleh Fugui membiarkan martabatnya diinjak oleh orang lain, dapat dilihat ketika Longer memberikan Fugui kotak wayang, di mana dulu Longer hidup dengan kotak wayang tersebut. Mendapatkan perlakuan tersebut tidak membuat Fugui merasa kesal karena bagi ia keluarga lebih penting daripada segala hal, demi keluarga ia juga rela untuk meninggalkan kebiasaan berjudi. Mengubah suatu kebiasaan bukanlah hal yang mudah, apalagi kebiasaan yang sering kita lakukan. Melalui keberanian dan pengorbanan yang ditunjukan Fugui, membuktikan bahwa ia bukanlah orang lemah yang akan menangisi masalah yang datang ke dalam kehidupannya.
4
Keberanian dan pengorbanan yang ditunjukkan Fugui membuktikan bahwa ia rela dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kehidupannya. Kesalahan terdahulu yang dilakukan Fugui membuat ia sadar akan kehidupan, bahwa kebiasaan buruknya mengakibatkan semua yang ada menjadi tercerai berai yang membuat dia melupakan tanggung jawab untuk menghidupi keluarga. Hal tersebutlah yang membuat Fugui lebih menghargai hidup dan memperbaiki dirinya menjadi lebih baik, kemudian mempersatukan kembali keluarganya. Kebersamaan Fugui bersama keluarganya tidak berlangsung lama, beberapa tahun kemudian ia ditangkap oleh sekumpulan tentara untuk pergi berperang. Tidak semua orang dalam medan perang dapat kembali dengan selamat. Pada saat itulah membuat Fugui menyadari bahwa hidup itu berharga, hidup itu suatu hal yang harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga. Manusia hidup di dunia ini hanya sekali karenanya kita harus benar-benar menghargai kehidupan yang sedang dijalani saat ini. Demi ibu, istri, dan anak-anaknya Fugui dengan sekuat tenaga menjaga dirinya untuk tetap hidup agar dapat kembali ke keluarganya. Fugui : “Setelah kembali, harus hidup dengan baik. Istri dan anak lebih baik daripada apapun.” (Huozhe 37:09) Setelah perperangan Fugui dapat berkumpul bersama keluarganya lagi, namun ia memiliki ganjaran hati yang membuat ia sangat menyesal. Ia tidak bisa menyaksikan ibunya untuk yang terakhir kalinya, selain itu ia juga harus menghadapi anaknya yang menjadi bisu. Peristiwa yang dialami Fugui membuat ia lebih menghargai keluarga, melindungi, serta membahagiakan keluarganya, ia tidak rela jika ada orang lain yang memandang hina keluarganya. Ketika Youqing ingin melindungi kakaknya dari perlakuan anak-anak tetangga, kemudian ayah dari anak-anak tersebut mengkritik bagaimana Fugui mengajar anak-anaknya. Fugui tidak menerima hal itu. Tetangga : “Anak kecil tidak mungkin melakukan hal seperti ini! Siapa yang mengajarkan? Siapa yang tahu bahwa orang tuanya tidak mengetahui hal ini? Hal ini sama saja menghancurkan leluhur. Menghancurkan leluhur sama saja dengan menghancurkan persatuan hubungan antar sesama. Pokoknya, anak kecil tidak mungkin melakukan hal seperti ini.” (Huozhe 58:55) Mendengar hal tersebut Fugui saat itu sangat marah, ia memukul anaknya di depan orang banyak. Fugui bukanlah tipe orang yang suka memukul anak, ia melakukan hal tersebut demi melindungi keluarganya. Walaupun ia pernah membiarkan harga dirinya di hina orang lain, namun ia tidak rela jika keluarganya dipandang rendah. Keluarga sesuatu yang harus di pertahankan, karena keluarga tidak dapat digantikan oleh apapun yang ada didunia ini. Hanya keluargalah yang akan menemani kita di saat kita dalam keadaan susah dan senang. Demi membahagiakan keluarganya ia rela untuk melakukan apapun, karena kebahagian keluarganya merupakan hal terpenting baginya. Pada saat Youqing meninggal karena kecelakaan, Fugui sangat terpukul karena ia kehilangan anak lelaki satu-satunya yang merupakan penerus keluarganya. Awalnya ia menyalahkan Chunsheng karena telah mengakibatkan anaknya meninggal. Walaupun membutuhkan beberapa tahun untuk Fugui dapat memaafkan Chunsheng, pada akhirnya dengan ketabahan yang ia miliki ia dapat menerima hal tersebut. Ia menyadari bahwa hal yang sudah terjadi tidak dapat diubah, dan hidup harus terus berlanjut tidak boleh terus berlarut-larut dalam kesedihan. Dengan memaafkan Chunsheng membuat hatinya tenang, karena menyimpan dendam kepada seseorang tidak mungkin membuat kita merasa bahagia ataupun merasa puas dengan tindakan kita. Memaafkan orang yang telah berbuat salah kepada kita dapat membuat kita merasa lebih lega dan tenang dalam menjalani hidup ini. Menyalahkan seseorang bukanlah hal yang menguntungkan bagi kita tetapi membuat hati kita menjadi tidak tenang. Kehilangan Youqing membuat Fugui menyadari bahwa setiap orang yang lahir di dunia ini suatu saat akan meninggal. Namun kita tidak mengetahui dengan cara apa kita akan meninggal, orangorang yang ditinggalkan tentu akan merasa kehilangan. Dari hal yang dialami membuat Fugui mampu untuk menerima rasa kehilangan, begitu juga ketika anak perempuannya yang bernama Fengxia meninggal pada saat melahirkan. Untuk menembus rasa kehilangannya, Fugui mencurahkan perasaannya dengan merawat cucunya dengan baik, mengajarkan cucunya kehidupan, serta menceritakan bagaimana hebatnya ibunya ketika melahirkan ia sehingga harus kehilangan nyawanya sendiri. Kehilangan yang harus dialami Fugui tidak membuat ia putus asa dengan mengambil jalan
5
pintas dengan bunuh diri, namun ia tetap menghargai kehidupan ini, dan dengan menghargai ia mampu merasakan kebahagiaan dalam kehidupan ini. Kehidupan yang dilalui Fugui dan sikap yang ia ambil membuktikan bahwa ia seorang pria yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun keluarganya. Saat tantangan datang silih berganti ia bangkit mengumpulkan keluarganya tanpa pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah, dan berusaha menerima kenyataan yang ada, serta memaafkan orang lain. Pengalaman yang dialami membuat Fugui lebih menghargai kehidupan. 4.2 Tokoh Jiazhen dan kehidupannya. Jiazhen adalah istri Fugui, ia merupakan istri yang tegas dalam mengambil keputusan, dalam keadaan hamil dia tanpa ragu membawa anaknya yang masih kecil untuk meninggalkan Fugui, pada saat itu Fugui masih senang bermain judi. Jiazhen : “Saya mengerti, kamu juga tidak akan berubah. Saya juga tidak ingin bersama lagi dengan kamu. Saya membawa Fengxia pergi.” (Huozhe 16:07 – 16:34) Keputusan yang diambil Jiazhen membuktikan keinginan dan keberanian ia untuk mempertaruhkan keutuhan keluarganya, karena ia tidak ingin anaknya kelak sama seperti bapaknya. Ia tidak ingin diam saja dan menunggu perubahan sikap Fugui yang tidak kunjung datang, sehingga ia memilih untuk memberikan pelajaran untuk Fugui dengan meninggalkannya. Pada saat Fugui berubah, Jiazhen pun melihat perubahan Fugui yang begitu besar sehingga ia memutuskan untuk kembali kesisinya, meski hal tersebut di tentang keluarganya, meskipun ia tahu bahwa keadaan ekonomi Fugui sudah tidak semapan dulu. Jiazhen bukanlah wanita yang melihat materi, yang ia inginkan adalah kebahagiaan dari keluarganya, walaupun dalam keadaan susah hal tersebut tidak menjadi halangan bagi dia, karena keluarga adalah segalanya dan tidak dapat digantikan dengan apapun yang ada di dunia ini. Fugui : “Kamu lihat, keadaan ibu sudah membaik. Jika kamu tidak kembali, biasanya turun dari ranjang pun tidak bisa.” Jiazhen : “Saya dengan ayah saya bertengkar, uang yang dibawa pulang juga tidak banyak. Kita gunakan uang ini untuk ibu berobat. Hari yang akan datang…” Fugui : “coba cari jalan lain lagi. Saya pergi meminjam sedikit uang dulu, untuk membuka toko kecil. Kamu ikut dengan saya, kelak hidup kamu akan menderita.” Jiazhen : Jangan membicarakan ini, saya hanya ingin melewati hari yang tenang bersamamu.” (Huozhe 23:52-24:21) Ketegaran Jiazhen dapat dilihat ketika ia memutuskan untuk kembali ke sisi Fugui. Pada saat Fugui ditangkap untuk pergi berperang, dan suaminya mempertaruhkan nyawa di medan perang. Jiazhen dengan tegar mengambil semua tugas suaminya dan bertanggung jawab menjaga keluarganya. Ia tidak hanya merawat anak-anaknya tetapi ia juga merawat ibu mertuanya yang sedang sakit hingga meninggal. Pada masa itu keadaan ekonominya buruk dan diperparah dengan anaknya Fengxia jatuh sakit ia tidak mampu membawanya ke dokter sehingga anaknya menjadi bisu. Sedikitpun ia tidak menyerah atas penderitaan yang dialaminya, bahkan tidak menyesali keadaan ekonomi keluarganya. Jiazhen merupakan wanita yang tegar karena ia mengerti tujuan hidupnya. Ia percaya bahwa suatu saat nanti suaminya akan kembali kesisinya dengan selamat. Menanti kepulangan suaminya menjadikan motivasi terbesar untuk ia menjaga dan melindungi keluarganya. Sikapnya membuktikan bahwa ia adalah istri yang tegar akan masalah yang dihadapinya, berlapang dada menerima keadaan hidup, dan setia menunggu kepulangan suaminya. Meskipun Jiazhen seorang wanita yang tegar tetapi ia juga seorang ibu, ketika ia kehilangan putra satu-satunya ia sangat terpukul dan menyalahkan dirinya. Karena ia tidak cukup baik menjaga anaknya dan ia juga merasa bersalah karena ia tidak mencegah Fugui membawa anaknya pergi sehingga anaknya meninggal. Jiazhen : “Youqing, ibu telah bersalah. Ibu seharusnya tidak membiarkan kamu pergi ke sekolah. Ibu seharusnya mencegah bapakmu, seharusnya tidak membiarkanmu pergi ke sekolah, semua
6
karena ibu tidak baik. Seharusnya saya mencegah bapakmu dan tidak membiarkanmu ke sekolah, Youqing.” (Huozhe 01:17:33) Namun semua hal yang telah terjadi tidak dapat diubah lagi, Jiazhen menerima kepergiaan anaknya, walaupun ia belum dapat memaafkan Chunsheng orang yang menyebabkan kematian anaknya. Jiazhen : “Pergi kamu, pergi kamu. Kamu ingat, kamu mempunyai hutang nyawa pada keluarga kami. Kamulah yang membuat Youqing meninggal. Kamu berhutang satu nyawa pada keluarga kami, kamu ingat. Kamulah yang menyebabkan Youqing meninggal, kamu ingat. Kamu pergi! Pergi sekarang juga.” (Huozhe 01:20:44) Jiazhen tidak dapat memaafkan Chunsheng karena ia belum memaafkan dirinya sendiri dan belum dapat menerima kepergian Youqing. Selama beberapa tahun Jiazhen terus meratapi kematian putranya. Ketika ia dapat menerima kepergian putranya ia sadar bahwa hidup harus terus berjalan dan kita tidak dapat menghentikan waktu, maka selagi kita masih mempunyai waktu harus baik-baik menjalani kehidupan. Pada saat Jiazhen memaafkan Chunsheng, ia berkata kepada Chunsheng : “Chunsheng, kamu ingat. kamu masih mempunyai hutang satu nyawa kepada keluarga kami. Kamu harus hidup dengan baik.” (Huozhe 01:48:06) Maksud Jiazhen berkata kamu masih berhutang satu nyawa bukanlah bermaksud untuk menggantikan nyawa Youqing, tetapi untuk menyuruh Chunsheng untuk menjaga nyawanya dengan baik jangan berpikiran untuk bunuh diri. Setiap hal yang sudah berlalu tidak akan kembali lagi dan setiap manusia hanya memiliki satu nyawa. Pengalaman dari kehilangan Youqing mengajarkan Jiazhen menerima suatu keadaan, dan ketika Fengxia meninggal ia mampu mengatasi kesedihannya. Ketegaran dan pendirian yang dimiliki Jiazhen menjadi dasar ia dalam menghadapi setiap masalah dalam hidupnya. Dia juga merupakan wanita yang berbakti, bertanggung jawab, mampu menerima keadaan, dan memaafkan orang yang bersalah. 4.3 Tokoh Erxi dan kehidupannya. Erxi adalah suami Fengxia, ia bekerja sebagai pekerja bangunan. Pada saat ia pertama kali datang ke rumah Fugui untuk perjodohan, ia tidak banyak bicara tetapi ia memperhatikan kondisi keadaan rumah Fugui, ia melihat atap yang bocor dan tanpa banyak bicara keesokan harinya ia membawa teman-temannya datang untuk memperbaiki rumah Fugui yang rusak. Erxi adalah seseorang yang lebih banyak melakukan tindakan daripada bicara, sehingga kebaikan yang dia lakukan sering kali disalah artikan oleh orang lain. Ia selalu mengutarakan perasaan melalui tindakan yang dilakukannya. Ketika istrinya melahirkan seorang anak laki-laki, istrinya hanya dirawat oleh murid-murid kedokteran, pada saat itu ia mengalami pendarahan sehingga ia harus kehilangan nyawanya. Erxi dengan tegar menerima kematian sang istri dan tidak menyalahkan kondisi. Erxi dengan bertanggung jawab merawat anaknya dengan baik dan mencurahkan semua rasa kasih sayangnya. Ia mendidik anaknya menjadi anak yang berbakti dengan membawa anaknya ke makam ibunya, agar anaknya mengetahui perjuangan ibunya. Erxi bertanggung jawab melindungi dan membesarkannya sendiri tanpa mengirim anak tersebut ke panti asuhan. Erxi tidak hanya baik dan bertanggung jawab ia juga berbakti terhadap orang tua, ketika Fengxia meninggal ia menggantikan istrinya untuk menjaga orang tuanya ia juga sudah menganggap mertuanya sebagai orang tua sendiri. Sangat sulit untuk mencari seorang pria yang berbakti kepada orang tua, tidak sedikit orang-orang mengirimkan orang tuanya ke panti jompo dengan alasan mereka tidak memiliki waktu untuk menjaga orang tuanya sendiri, namun dalam keadaan miskin ia tetap merawat kedua mertuanya. Erxi adalah seorang ayah yang baik dan bertanggung jawab. Ia juga berbakti pada orang tua mendidik anaknya dengan baik, merawat dan mengajarkan anaknya untuk berbakti. 4.4 Tokoh Chunsheng dan kehidupannya. Chunsheng merupakan teman dari Fugui, susah senang mereka selalu bersama. Demi bertahan hidup, Chunsheng dan Fugui pergi ke berbagai kota untuk mencari nafkah dengan bermain wayang. Pada saat mereka di tangkap untuk pergi berperang, Chunsheng baru menyadari bahwa ia menyukai mobil. Pada saat itu bagi dia dapat mengendarai mobil adalah hal yang terpenting untuknya daripada hal lainnya.
7
Fugui Chunsheng
: “Chunsheng, kamu lupa diri ketika kamu melihat mobil”. : “Jika saya dapat mengendarai mobil, matipun saya rela”. (Huozhe 30:59 – 31.04) Dia adalah seorang yang bertanggung jawab, dapat dilihat ketika ia tidak sengaja menabrak anaknya Fugui yaitu Youqing, ia dengan berani datang untuk meminta maaf. Dengan jabatan ia sebagai kepala distrik, ia dapat menyuruh anak buahnya untuk meminta maaf tetapi ia tidak melakukan hal tersebut, karena ia menghormati Fugui sebagai sahabatnya. Untuk memberanikan diri meminta maaf kepada orang lain bukanlah hal yang mudah, apalagi jika orang tersebut memiliki jabatan yang tinggi. Memaafkan merupakan hal yang mudah, namun untuk meminta maaf merupakan hal yang sulit. Tidak semua orang dapat mengakui kesalahannya sendiri, bahkan banyak orang yang melimpahkan kesalahannya kepada orang lain. Chunsheng merasa tidak tenang karena merasa bersalah dalam hidupnya, hal tersebut membuat ia tidak pantang menyerah dan selalu berusaha meminta maaf. Ia selalu datang ke tempat Fugui tetapi Jiazhen tetap tidak menerimanya. Ia juga ingin membantu Fugui dalam meningkatkan perekonomian dengan membantu Fugui mencari pekerjaan yang layak tetapi selalu di tolak. Hingga suatu saat, ketika istri Chunsheng bunuh diri, Chunsheng merasakan kehilangan yang besar dan ia berkata kepada Fugui bahwa ia tidak ingin hidup lagi. Pada saat itu ia menyadari bahwa kehilangan seseorang yang disayangi sangatlah berat, dan ia merasakan perasaan Fugui dan Jiazhen ketika mereka kehilangan anaknya. Kejadian tersebut membuat ia merasa sangat bersalah dan malu untuk berhadapan dengan keluarga Fugui, sehingga ia ingin bunuh diri. Fugui : “Chunsheng, kamu jangan berpikiran sesat. Saat ini kamu jangan berpikir sembarangan. Bagaimanapun harus tetap bersabar. Kamu jangan memilih jalur yang salah. Chunsheng : “Saya sudah tidak ingin hidup lagi.” (Huozhe 01:46:33 – 01:46:47) Perasaan bersalah Chunsheng dan kehilangan istrinya, menyadarkan Jiazhen untuk memaafkannya. Jiazhen :” Chunsheng, kamu ingat, kamu masih hutang satu nyawa pada keluarga kami. Kamu harus hidup dengan baik.” (Huozhe 01:48:06) Mendengar hal tersebut membuat Chunsheng mempunyai semangat hidup kembali. Dapat dimaafkan oleh orang lain merupakan hal yang dapat membuat hati menjadi lebih tenang dan beban di dalam hatipun hilang. Hal tersebutlah yang menjadi kekuatan Chunsheng untuk bertahan hidup dan belajar untuk menerima kematian istrinya. Chunsheng adalah seorang yang gigih, dibuktikan dengan ia tidak pantang menyerah untuk meminta maaf, selain itu bertanggung jawab atas kesalahan yang ia lakukan dan ia juga tidak memandang status seseorang.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Film “Huozhe” tidak hanya sebagai sebuah penggambaran kehidupan para tokoh dalam menghadapi setiap permasalahan dan rintangan dalam kehidupan mereka, tetapi melalui film ini kita juga dapat mengambil sebuah makna pembelajaran kehidupan. Tokoh-tokoh dalam film “Huozhe” banyak menghadapi rintangan dalam kehidupannya seperti kehilangan harta benda yang mereka punya sampai dengan kehilangan orang yang disayangi. Setiap permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan ini mereka hadapi dengan penuh tanggung jawab. Melalui setiap rintangan yang ada membuat mereka mengerti makna dari kehidupan dan betapa berharganya sebuah kehidupan yang sedang mereka lalui saat ini. Tokoh-tokoh dalam film “Huozhe” adalah orang yang memiliki rasa tanggung jawab atas kehidupannya, berjuang demi hidupnya, serta berlapang dada. Saran Film tidak hanya sebagai sebuah sarana hiburan tetapi juga dari film kita dapat mengambil pembelajaran dalam setiap masalah yang dilalui oleh para tokoh. Penulis berharap melalui penulisan ini dapat membuat setiap pembaca lebih menghargai kehidupan, dan dapat menjadi sebuah referensi unutk penelitian sama atau yang sejenis.
8
REFERENSI
余华. (2008). 《活着》[M]. 北京: 作家出版社. 张艺谋. (1994). 《活着》[Z]. 香港: 有限公司. 胡春宏. 电影《活着》观后感 --- 活着,真好[J]. 廖青鹏. (2012).《活着》之小说与电影的跨学料研究[J]. 重庆: 西南大学文学院. 杨国荣. (2011). 张艺谋电影《活着》所蕴含的人生观[J]. 河北 石家庄: 河北经贸大学继续教育 学院. 霍俊丽. 富兰克尔的意义疗法 HIV/AIDS 病人中的咨询研究报告[J]. 云南省疾预防控制中心. 周玉娟,黄乾玉. (2013). 过有意义的教育人生−− 再读维克多·E·弗兰克尔的《人生的真谛》[N] 刘小新. (2004). 弗兰克尔的意义分析理论及其启示[J]. 北京:北京联合大学人文社科部. 胡可涛. (2005). 寻找生命的支点:弗兰克尔的“意义治疗学”研究[D]. 江西: 南昌大学人文学院 哲学系.
Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Minderop, Albertine. (2010). Psikologi Sastra : Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Lubis, Siska Marliana dan Sri Maslihah. Analisis Sumber-Sumber Kebermaknaan Hidup Narapidana Yang Menjalani Hukuman Seumur Hidup. Bandung : Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Melati, Kartika dan Yoyon Supriyono dan Faizah. Pencapaian Kehidupan Bermakna (The Meaningful Life) Setelah Kematian Pasangan Berdasarkan Teori Viktor Frankl Pada Janda Lanjut Usia. Malang : Universitas Brawijaya Malang. Setiadi, Dwi Putri Oktavianti. (2011). Makna Hidup pada Mantan Pecandu Alkohol yang Sudah Menikah. Skripsi. (Tidak Idterbitkan). Depok : Universitas Gunadarma, diakses 5 April 2015 dari http://www.kompasiana.com/tyaseta/mengenal-dan-menemukan-maknahidup_54f81f20a333112b5e8b4584 Gabriella, Hanna dan Sisilia Ovianti. (2009). Analisis Perkembangan Pemikiran Tokoh FuGui Dalam Novel HuoZhe. Jakarta : Sastra China Binus University. Dermawan, Rifqi Qibtiyah.(2013). Representasi Sabar Dalam Film Surat Kecil Untuk Tuhan. Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Azhari, Ahmad Budi. (2013). Analisis Pesan Moral Film Layar Lebar Ayah Mengapa Aku Berbeda?. Surabaya : Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. RIWAYAT PENULIS Oktaviani lahir di kota Jakarta pada 31 Oktober 1993. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Sekolah Mutiara Bangsa 3 pada tahun 2011. Sylvia lahir di kota Bagansiapi-api pada 29 November 1993. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Sekolah Mutiara Bangsa 3 pada tahun 2011. Sri Haryanti lahir di Semarang pada tanggal 11 Juli 1973. Penulis menamatkan pendidikan Strata 1 Universitas Dharma Persada pada tahun 1998 , menamatkan pendidikan Strata 2 di Si Chuan Normal University pada tahun 2014. Saat ini penulis bekerja sebagai SCC Skill Umum pada jurusan Sastra China di Universitas Bina Nusantara, aktif di jurnal Lingua Cultura Universitas Bina Nusantara sebagai penyunting pelaksana.