PENGGUNAAN FASILITAS LEASING BAGI USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS P.O. SUTOMO MOBIL)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH : NAMA NIM DEPARTEMEN
: : :
LILY ANGGRIANI 050200146 HUKUM KEPERDATAAN BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN TAHUN 2008
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
PENGGUNAAN FASILITAS LEASING BAGI USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS P.O. SUTOMO MOBIL)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH : NAMA NIM DEPARTEMEN
: : :
LILY ANGGRIANI 050200146 HUKUM KEPERDATAAN BW
Disetujui : Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof.Dr.Tan Kamello, S.H.,M.S. NIP. 131746556
Dosen Pembimbing I :
Dosen Pembimbing II :
Prof.Dr.Tan Kamello, S.H.,M.S. NIP. 131746556
Edy Ikhsan, S.H.,M.A. NIP. 131796147
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN TAHUN 2008 Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala petunjuk rahmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “PENGGUNAAN FASILITAS LEASING BAGI USAHA KECIL DAN MENENGAH”, yang ditulis sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program studi S1, program studi Hukum Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga proses penulisan dapat berjalan lancar dan dapat diselesaikan. Untuk itu Penulis dengan segala ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin, SH, M.Hum. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Bagian Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta Dosen Pembimbing I penulis. 6. Bapak Edy Ikhsan, SH, MA selaku Dosen Pembimbing II Penulis serta Dosen Penasehat Akademik Penulis. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
7. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang positif. 8. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya dan membantu Penulis selama menjalani perkuliahan, khususnya untuk Bang Anto yang merupakan Petugas Stambuk 2005 yang baik dan selalu membantu Penulis dalam urusan administrasi. 9. Instansi terkait, dalam hal ini Bapak Suwondo Rusli selaku pemilik P.O.Sutomo Mobil dimana Penulis melakukan wawancara, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan kepada Penulis selama ini sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 10. Kedua orang tua tercinta Heriyanto Ang dan Engrid Chairani yang senantiasa memberikan kasih sayang, cinta, pengertian, semangat, bimbingan, dan memberikan segala kebutuhan Penulis, serta memberikan bantuan moril dan materil yang tak putus-putusnya, selamanya itu tidak akan pernah bisa terbalas. Terima kasih atas doa dan segala nasehat, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menyertai kalian berdua. 11. Kepada keluarga besar Ang dan keluarga Cayadi terima kasih atas bantuan moril dan materil yang senantiasa diberikan kepada Penulis, dan terima kasih untuk menjadi keluarga besar terbaik yang pernah Penulis miliki. 12. Kepad teman-teman di bagian Hukum Perdata BW Stambuk 2005 tetap semangat dan selalu menjadi yang nomor satu. BW JAYA TERUS. 13. Teman-teman Penulis di Fakutas Hukum Stambuk 2005 dan yang kenal dengan Penulis. 14. Kepada Senior dan Junior yang kenal dan dekat dengan Penulis. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
15. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Mengingat bahwa sifat ilmu pengetahuan adalah dinamis dan akan terus mengalami perkembangan, sementara skripsi ini tidak dapat dikatakan sempurna maka Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun, dan sebelumnya Penulis memohon maaf bilamana terdapat kekurangan dan kesalahan lain yang tidak berkenan di hati. Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih. Medan, Maret 2009 Penulis,
Lily Anggriani Nim: 050200146
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI...................................................................................................
iv
ABSTRAK ......................................................................................................
vi
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....... ...........................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..... .....................................................................
4
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan .........................................................
4
D. Keaslian Penulisan ....... .....................................................................
5
E. Tinjauan Kepustakaan ........ ...............................................................
6
F. Metode Penelitian .................... .........................................................
7
G. Sistematika Penulisan...... ..................................................................
9
BAB II
: TINJAUAN UMUM TENTANG LEASING
A. Peraturan Tentang Leasing dan Kedudukan dalam Hukum Di Indonesia ................................. .........................................................
12
B. Pengertian, Jenis-Jenis, Bentuk serta Isi Leasing ..... ........................
15
C. Para Pihak Terlibat serta Hak dan Kewajibannya . dalam Perjanjian Leasing ................................. ............................................................
28
D. Aspek Hukum Perdata dalam Perjanjian Leasing..... ........................
32
BAB III
: KONSEPSI KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH PADA UMUMNYA
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemberian Kredit bagi Usaha Kecil Dan Menengah ................................................................................
42
B. Pihak Yang Terkait dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah serta Hak dan Kewajiban Kreditur dan Debitur ...............................
49
C. Jangka Waktu Berakhirnya Kredit Usaha Kecil dan Menengah .......
53
BAB IV
: LEASING DAN RAGAM ASPEKNYA BAGI PELAKU USAHA KECIL DAN MENENGAH
A. Proses Mendapatkan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah .......
58
B. Faktor Pendorong Penggunaan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah .......................................................................................
63
C. Hambatan dan Upaya Penanggulangan Hambatan Penggunaan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah .....................................................
66
D. Analisis Kontrak Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah .............
70
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....... .................................................................................
75
B. Saran..... .............................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK Permasalahan pada penulisan skripsi ini adalah proses mendapatkan fasilitas leasing, faktor pendorong penggunaan fasilitas leasing, hambatan penggunaan fasilitas leasing serta bentuk kontrak yang digunakan bagi usaha kecil dan menengah. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data bahwa dalam mendapatkan fasilitas melalui melalui cara negosiasi. Negosiasi dilakukan antara usaha kecil dan menengah (lessee) dengan supplier. Setelah negosiasi dilakukan maka dilakukan wawancara kepada calon lessee. Wawancara dapat dilakukan dengan melakukan survey ke lapangan dan wawancara ke lessee yang bersangkutan. Setelah terdapat kesepakatan, maka ditandatangani kontrak leasing. Setelah kontrak ditandatangani lessee membayarkan uang muka sebesar 20% kepada leesor. Setelah pembayaran uang muka dilanjutkan dengan pembayaran angsuran. Faktor pendorong penggunaan fasilitas leasing adalah berkaitan dengan unsurnya yang fleksibel, biaya yang relatif murah, persyaratan untuk menjadi seorang lessee adalah mudah, pemutusan kontrak yang daat dilakukan oleh lessee sendiri. Hambatan utama yang dihadapi UKM adalah: mengenai biaya bunga yang tinggi, kurangnya perlindungan hukum, proses eksekusi leasing macet yang sulit. Tidak adanya keharusan untuk membuat kontrak leasing di depan notaris. Jadi sebenarnya kontrak di bawah tangan di antara lessee dengan lessor saja secara yuridis sudah cukup, dan mempunyai kekuatan hukum. Namun demikian, kadang-kadang dalam praktek sering juga di buat leasing dalam bentuk akta notaris, terutama jika menyangkut dengan leasing dengan jumlah uang yang besar. Di samping dalam bentuk akta notaris, dalam praktek ditemukan juga pembuatan kontrak leasing bawah tangan, tetapi dengan dilegalisasi oleh notaris atau bahkan hanya di registrasi saja oleh notaris. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian normatif-empiris. Dalam penelitian hukum empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara kepada pemilik P.O. Sutomo Mobil, yaitu Suwondo Rusli dan wawancara kepada Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ), yaitu PT. Angka Prima Jaya. sedangkan penelitian hukum normatif dilakukan melaliui kajian terhadap peraturan Perundang-Undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. Dalam menganalisis data yang diperoleh, maka penulis menggunakan analisis data kualitatif. Diharapkan adanya suatu kebijaksanaan dari pihak pemerintah dengan mengeluarkan peraturan yang memberikan wewenang kepada pihak kepolisian, serta diadakannya suatu peraturan yang lebih lengkap dan efektif mengenai perjanjian leasing.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan nasional Indonesia yang sedang meningkat pesat seperti saat ini, maka peranan usaha kecil dan menengah untuk ikut meningkatkan pembangunan semakin perlu untuk ditingkatkan. Sejalan dengan pemberian tugas dan peluang yang lebih besar kepada pihak usaha kecil dan menengah, maka keadaan tersebut baik langsung atau tidak langsung akan menuntut untuk lebih aktifnya kegiatan di bidang pembiayaan. Berbagai upaya dalam menghimpun dana dalam masyarakat untuk digunakan dalam peningkatan usaha, telah dilakukan melalui berbagai penetapan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Hal ini sangat membantu usaha kecil dan menengah dalam meningkatkan usaha mereka karena berbagai kebijaksanaan Pemerintah ingin memberi banyak kemudahan-kemudahan dalam kegiatan-kegiatan yang berguna untuk pembiayaan dana, penambahan peralatan modal perusahaanperusahaan swasta. Selain bantuan dari pihak Pemerintah, usaha kecil dan menengah juga masih membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang dimungkinkan memberikan bantuan kepada usaha kecil dan menengah tersebut selain pihak Pemerintah juga dibutuhkan bantuan dari pihak swasta dan masyarakat. Dengan adanya partisipasi aktif dari pihak Pemerintah, swasta, dan masyarakat, maka usaha kecil dan menengah kita akan dapat bersaing dengan pengusaha asing dan dapat menjadi alternatif yang tepat bagi masalah kemiskinan, khususnya dalam rangka menampung tenaga kerja. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Pada hakekatnya perluasan memang sangat membutuhkan pembiayaan dana dan peralatan modal, di samping itu juga penghematan modal agar pengusaha dapat memanfaatkan modal yang sudah ada untuk dialokasikan pada keperluan lain, misalnya membiayai produk-produk baru. Keberadaan usaha kecil dan menengah merupakan wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia. Posisi tersebut menempatkan peran usaha kecil dan menengah sebagai jalur utama dalam pengembangan sistem ekonomi kerakyatan, namun perkembangannya masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang lain. 1 Krisis ekonomi yang melanda Indonesia akibat pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah tidak terlepas dari kesalahan konsepsi pembangunan ekonomi pada masa lalu. Kebijakan yang berorientasi pada pengembangan usaha skala besar justru semakin melemahkan tatanan perekonomian nasional. Ketergantungan usaha besar terhadap komponen impor dan modal asing menyebabkan mereka rentan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah. 2 Untuk mengatasi kebutuhan dana yang cukup besar yang diperlukan oleh para pengusaha lemah, untuk turut berperan serta dalam pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia, tidak cukup di tempuh dengan mengadakan pinjaman dari Bank misalnya jaminan hipotik. Oleh karena itu, muncul suatu lembaga pembiayaan yang dikenal dengan nama ”Leasing”.
1
Propenas 2000-2004. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000. Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2000. hal. 65. 2 Sutrisno Iwantoro. Kiat Sukses Berwirausaha, Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta. Penerbit PT. Grasindo. 2002. Hal. 9. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Usaha leasing di Indonesia muncul pertama kalinya pada tahun 1974, dimana pada awal kemunculannya leasing ini tidak menunjukkan suatu perkembangan yang cukup berarti. Seperti yang diketahui leasing merupakan suatu bentuk usaha di bidang pembiayaan. Dilain pihak, bank juga melakukan usahanya dalam bidang pembiayaan. Akan tetapi, dalam kenyataan kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh usaha leasing tidak sama dengan pembiayaan yang dilakukan oleh bank. Usaha leasing dalam perwujudannya adalah membiayai penyediaan barang-barang modal, yang akan digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala, yang disertai hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing. Sebagai suatu bentuk pembiayaan non-bank, usaha leasing pada saat ini memiliki peranan yang semakin penting dalam hal memajukan usaha UKM di Indonesia. Leasing sebagai suatu alternatif pembiayaan yang sangat berbeda dari pembiayaan perbankan berupa pemberian kredit. Leasing di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki banyak kelemahan bila dibandingkan dengan kredit bank sebagai suatu pembiayaan perbankan. Kebutuhan masyarakat terhadap sumber pendanaan yang berbeda dari kredit bank dan sanggup menyentuh segala jenis pembiayaan, baik untuk pembiayaan kebutuhan modal perusahaan ataupun pembiayaan untuk barang-barang konsumsi. Hal ini menjadikan leasing sebagai suatu bentuk pembiayaan yang cukup diminati masyarakat pada saat perekonomian nasional sedang terpuruk dan sulitnya memperoleh kredit dari bank. Walaupun demikian banyak kendala yang dihadapi oleh perusahaan leasing dalam menjalani perannya sebagai suatu pembiayaan non-bank. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Mengingat akan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membuat skripsi yang berjudul : “Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Pelaku Usaha Kecil dan Menengah”
B. PERUMUSAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi yaitu: 1. Bagaimana proses sebuah UKM untuk mendapatkan Leasing? 2. Faktor-faktor apa saja yang mendorong pengusaha UKM menggunakan fasilitas leasing? 3. Apa yang menjadi hambatan dan bagaimana cara pengusaha UKM dalam rangka menanggulangi hambatan yang ada dalam penggunaan fasilitas leasing? 4. Bagaimana bentuk kontrak leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah dalam penggunaan fasilitas leasing?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. TUJUAN Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 1). Untuk mengetahui proses mendapatkan fasilitas leasing. 2). Untuk mengetahui faktor yang mendorong pengusaha UKM menggunakan fasilitas leasing. 3). Untuk mengetahui hambatan dan upaya yang harus dilakukan oleh UKM menanggulangi hambatan penggunaan leasing. 4). Untuk menganalisis kontrak leasing yang digunakan UKM 2. MANFAAT Manfaat secara teoritis Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dengan melakukan tulisan ini, Penulis mengharapkan adanya manfaat yang dapat diberikan kepada Perguruan Tinggi dalam rangka menambah referensi terutama bagi mahasiswa yang mengambil program kekhususan hukum Keperdataan BW, Mahasiswa Fakultas Hukum pada umumnya dan kepada siapa saja pihak-pihak yang tertarik terhadap bidang penulisan ini. Manfaat secara praktis Selain itu, dengan adanya penulisan ini, Penulis berharap dengan adanya tulisan ini dapat menjadi perenungan atas perkembangan penggunaan fasilitas Leasing di Indonesia khususnya bagi pengusaha UKM dan dapat berguna dan bermanfaat dalam membangun pengetahuan tentang Leasing.
D. KEASLIAN PENULISAN Karya tulis ini adalah asli, disebabkan tidak ada judul dan studi kasus mengenai pembahasan yang sama. Karya tulis ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun
hasil pemikiran penulis
secara pribadi dari awal
hingga
akhir
penyelesaiannya. Artinya, tulisan ini berdasarkan ide penulis sendiri yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai sejauh mana penggunaan dari fasilitas leasing tersebut bagi pelaku usaha khususnya pengusaha UKM. Dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Pelaku Usaha Kecil dan Menengah” ini, maka selain membaca buku yang berhubungan dengan tulisan ini, penulis juga mengambil beberapa informasi dari berbagai media lain baik cetak, internet serta melakukan wawancara ke lembaga yang berwenang. Kemudian penulis mempergunakan semua bahan yang di dapat sebagai bahan dalam penulisan skripsi ini.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Seiring dengan perkembangan perekonomian dewasa ini, adanya lembaga leasing merupakan salah satu sarana yang cukup penting dalam menunjang pembangunan ekonomi khususnya perekonomian usaha kecil. Keberadaan lembaga leasing akan menambah tersedianya sumber pembiayaan bagi usaha Kecil dan Menengah disamping sebagai salah satu instrumen sistem keuangan. Pesatnya perkembangan leasing memberikan gambaran bahwa keberadaannya telah diterima oleh masyarakat dan juga merupakan suatu hal yang menggembirakan. Bahwa dengan hadirnya leasing tersebut dapat meningkatkan pembangunan sektor ekonomi. Proses awal untuk mendapatkan fasilitas leasing adalah dengan melakukan negosiasi dan diteruskan dengan penandatanganan kontrak. Menurut Eddy P.Soekadi, negosiasi berarti bahwa pembicaraan pertama antara pihak satu dengan pihak yang lainnya dalam rangka untuk memperoleh serta mencapai suatu kesepakatan bersama. 3 Menurut Munir Fuady dalam bukunya berjudul Hukum tentang Pembiayaan menyatakan bahwa dalam penggunaan fasilitas leasing memiliki banyak manfaat dan kelebihan yang tidak dapat digantikan oleh jenis pembiayaan lainnya. Terutama bagi pembiayaan golongan menengah. 4 Menurut
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
nomor
1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), menyatakan bahwa setiap transaksi leasing wajib diikat dalam suatu perjanjian Sewa Guna Usaha (Lease Agreement). 5
3
Eddy P.Soekadi. Mekanisme Leasing. Cetakan Kedua. Ghalia Indonesia. 1990. hal. 39. Munir Fuady. Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek). Citra Aditya Bakti, Bandung. 1999. hal.26. 5 Munir Fuady. Op.Cit. hal.226. 4
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
F. METODE PENGUMPULAN DATA Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. 1. Jenis Penelitian Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris. Dalam penelitian hukum empiris dilakukan utnuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara kepada pemilik P.O. Sutomo Mobil, yaitu Suwondo Rusli dan wawancara kepada Komisaris Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) PT. Angka Prima Jaya, yaitu Lisa Anggiono. Sedangkan penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan Perundang-Undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. 2. Sumber Data Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer adalah dari wawancara langsung kepada pemilik P.O. Sutomo Mobil, yaitu Suwondo Rusli dan wawancara kepada UKM, yaitu PT. Angka Prima Jaya. Metode pengumpulan data sekunder terbagi atas tiga bagian, yaitu : a.
bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan yang disahkan oleh pihak yang berwenang
b.
bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dari bahan hukum primer seperti pendapat para ahli hukum.
c.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
3. Teknik Pengumpulan data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu melalui : a. Studi kepustakaan (Library research), yaitu alat pengumpulan data yang dilakukan terhadap data-data tertulis atau melakukan penelusuran ke perpustakaan dan sumber-sumber bacaan untuk mendapatkan data berupa bahan tertulis seperti karangan ilmiah, buku-buku, surat kabar serta beberapa peraturan perundangundangan. b. Studi Lapangan (Field Research), yaitu pengumpulan data dan informasi ke lembaga perusahaan leasing yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini, penulis memilih Sutomo Mobil yang berkedudukan di Jalan Sutomo, Medan. 4. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif, yaitu lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku yang berhubungan dengan skripsi, dan hasil wawancara langsung. 5. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kantor P.O.Sutomo Mobil, yang beralamat di Jalan Sutomo Nomor 34, Medan dan wawancara langsung kepada Usaha Kecil dan Menengah, yang berkantor di Jalan Riau Nomor 20, Medan.
G. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam suatu tahapan yang disebut bab. Dimana masing-masing tahap atau bab tersebut diuraikan masalahnya secara tersendiri. Namun dalam suatu kaitan yang menunjang dan tidak terlepas dari Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
satu sama lain yang akan menunjang tercapainya penulisan skripsi ini. Secara sistematis gambaran skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I :
PENDAHULUAN
Pada Bab ini Penulis menguraikan hal-hal yang bersifat umum dari tulisan ini, dimulai dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
:
TINJAUAN UMUM TENTANG LEASING
Bab ini menguraikan tentang Peraturan Tentang Leasing dan Kedudukan dalam Hukum Di Indonesia, Pengertian, Jenis-Jenis, Bentuk serta Isi Leasing, Para Pihak Terlibat serta Hak dan Kewajibannya dalam Perjanjian Leasing, Aspek Hukum Perdata dalam Perjanjian Leasing. BAB III
:
KONSEPSI KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH PADA UMUMNYA
Selanjutnya pada bab ini, penulis memberikan Pengertian dan Dasar Hukum Pemberian Kredit bagi Usaha Kecil Dan Menengah, Pihak Yang Terkait dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah serta Hak dan Kewajiban Kreditur dan Debitur, Jangka Waktu Berakhirnya Kredit Usaha Kecil dan Menengah. BAB IV
:
LEASING DAN RAGAM ASPEKNYA BAGI PELAKU USAHA KECIL DAN MENENGAH
Bab ini merupakan bab yang penting dalam keseluruhan penulisan skripsi ini, karena di dalamnya dibahas apa yang menjadi permasalahan dan dicoba untuk dipecahkan dan dicari kebenarannya. Bab ini berisi mengenai Proses Mendapatkan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah, Faktor Pendorong Penggunaan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah, Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Hambatan dan Upaya Penanggulangan Hambatan Penggunaan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah, Analisis Kontrak Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah. BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang dihasilkan dari Bab I, Bab II. Bab III, dan Bab IV yang dituangkan dan dirumuskan ke dalam bentuk kesimpulan dan saran.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEASING
A. Peraturan Tentang Leasing dan Kedudukan dalam Hukum Di Indonesia Di Indonesia perjanjian leasing tidak diatur dalam suatu undang-undang tersendiri ataupun dalam KUHPerdata. Akan tetapi KUHPerdata bersifat terbuka dan mengenal asas kebebasan berkontrak, maka memungkinkan timbulnya perjanjianperjanjian atau lembaga-lembaga hukum yang baru lahir dalam praktek seperti perjanjian leasing. Peraturan yang ada tentang leasing hanya mengatur tentang definisi leasing, tentang perizinan usaha leasing dan selama ini peraturan itulah yang dipakai sebagai landasan usaha leasing. Sedangkan perusahaan tersebut boleh dikatakan masih sangat sederhana dan pelaksanaan sehari-harinya didasarkan kepada kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri tanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Surat Keputusan Bersama itulah peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk mengesahkan berlakunya leasing di Indonesia. Sedangkan peraturan-peraturan lain yang dikeluarkan belakangan adalah mengatur perihal pelaksanaan kegiatan usaha leasing di Indonesia, terutama bersifat administratif atau bersifat memaksa. Peraturan-peraturan yang mengatur tentang leasing di Indonesia yang menjadi sumber hukum yang melandasi perjanjian lessee atau kegiatan leasing di Indonesia antara lain : 6 a. Umum (general)
6
Amin Widjaja Tunggal & Arif Djohan Tunggal. Aspek Yuridis Dalam Leasing. Rineka Cipta. Jakarta. 1994. hal.11-13. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
1. Azas Konkordansi Hukum berdasarkan pasal 11 Aturan Peralihan UUD 1945 atas Hukum Perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa. 2. Pasal 1338 KUHPerdata mengenai Azas Kebebasan Berkontrak serta azasazas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam Bab I Buku III KUHPerdata. Pasal ini memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk memilih isi pokok perjanjian mereka sepanjang hal ini tidak bertentangan dengan UndangUndang, Kesusilaan Baik, dan Kepatutan Umum. 3. Pasal 1548 sampai dengan 1580 KUHPerdata (Buku III sampai dengan Buku VII), yang berisikan ketentuan mengenai sewa-menyewa sepanjang tidak ada dilakukan penyimpangan oleh para pihak. Pasal-pasal ini membahas hak dan kewajiban Lessee dan Lessor. b. Khusus (spesific) 1. Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 (tiga) Menteri yakni Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. KEP.122/MK/IV/2/1974,
32/M/SK/2/1974,
30/Kpb/I/1974
tertanggal 7
Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing. 2. Surat
Keterangan
(SK)
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.KEP.649/MK/IV/5/1974 tertanggal 6 Mei 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. 3. Surat
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.KEP.650/MK/IV/5/1974 tertanggal 6 Mei 1974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Bea Materai terhadap Usaha Leasing.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter No. PENG.307/DJM/III.1/7/1974 tertanggal 8 Juli 1974 tentang : a. tata cara perizinan b. pembatasan usaha c. pembukuan d. tingkat suku bunga e. perpajakan f. pengawasan dan pembinaan 5. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80 tertanggal 1 Februari 1980, mengenai lisensi/perizinan untuk kegiatan usaha sewa-beli (Hire Purchase), jual-beli dengan angsuran/cicilan (Sale and Purchase by Installment), dan sewa-menyewa (Renting). 6. Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri No. SE. 4815/MD/1983 tertanggal 31 Agustus 1983 tentang Ketentuan Perpanjangan Izin Usaha Perusahaan Leasing dan Perpanjangan Penggunaan Tenaga Warga Negara Asing pada Perusahaan Leasing. 7. Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri No. SE. 4835/MD/1983 tertanggal 1 September 1983 tentang Tata Cara dan Prosedur Pendirian Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan Perusahaan Leasing. 8. Surat
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
S.742/MK.011/1984 tanggal 12 Juli 1984 mengenai PPh pasal 23 atas Usaha Financial Leasing. 9. Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak No. SE.28/PJ.22/1984 tanggal 26 Juli 1984 mengenai PPh Pasal 23 atas Usaha Financial Leasing.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
10. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Dengan demikian, maka untuk pembuatan perjanjian Leasing yang harus mengatur hak, kewajiban dan hubungan hukum antara pihak-pihak yang bersangkutan, selain dari peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman tersebut di atas, maka harus berpegang pada azas-azas dan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat di dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia, dalam hal ini Kitab UndangUndang Hukum Perdata Republik Indonesia, yurisprudensi-yurisprudensi yang ada atau yang dituruti di Indonesia serta praktek-praktek bisnis yang telah berkembang dan lazim menjadi kebiasaan di negeri ini.
B. Pengertian, Jenis-Jenis, Bentuk serta Isi Leasing Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris “to lease”, yang berarti menyewakan. Istilah ini berbeda dengan istilah rent/rental, yang masing-masing mempunyai hakikat yang tidaklah sama. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan, dapat dikatakan masih muda umurnya di Indonesia, yaitu sejak tahun 1974, atas persetujuan Menteri Keuangan telah berdiri delapan perusahaan leasing di Indonesia yang statusnya sebagai lembaga keuangan non-bank. 7 Istilah leasing ini sangat menarik oleh karena ia bertahan dalam nama tersebut tanpa diterjemahkan dalam bahasa setempat, baik di Amerika yang merupakan asalusul adanya lembaga leasing ini, maupun di negara-negara yang telah mengenal
7
Achmad Anwari. Leasing di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1997. hal.9
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
lembaga leasing ini di Indonesia. Istilah “leasing” diterjemahkan dengan kata “sewa guna usaha”. 8 Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung ataupun tidak. 9 Lebih lanjut Financial Accounting Standart Board (FASB) dalam statement No.13 mendefinisikan Leasing sebagai berikut: “Leasing adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu” 10 Dari pengertian yang didefinisikan oleh FASB No.13 dapat dilihat bahwa sasaran utama obyek leasing adalah bangunan, peralatan, tanah, dan aktiva lain yang dapat didepresiasikan selama periode tertentu. Tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan leasing antara lain disebutkan dalam Surat Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri, yakni Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian
serta
Menteri
Perdagangan
Republik
Indonesia
No.
Kep-
122/MK/IV/2/1974, 32/M/SK/2/1974, 30/Kpb/I/1974 tertanggal 7 Februari 1974. Pengertian Leasing dalam Surat Keputusan Bersama tersebut adalah : ”Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama” 11
8
Amin Widjaja Tunggal & Arif Djohan Tunggal. Akuntansi Leasing(Sewa Guna Usaha). Rineka Cipta. Jakarta. 1994. hal.1 9 Ibid. hal.1 10 Y.Sri Susilo, Sigit Triandani, A.Totok Budi Santoso. Bank & Lembaga Keuangan Lain. Cetakan Pertama. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. 2000. hal.128. 11 Eddy P Soekadi. Op.Cit. hal 16. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Definisi leasing di atas diperjelas lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guan Usaha (Leasing), yang dimaksudkan dengan leasing adalah : “Suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk dipergunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala” 12 Dalam pengertian dari Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut terdapat unsur-unsur yang terlihat jelas dalam definisi leasing sebagai berikut : a. Leasing adalah suatu bentuk pembiayaan, bukan bentuk lainnya, b. Yang disediakan adalah barang modal, yang macamnya sudah dinyatakan dengan jelas dalam lampiran izin leasing, c. Digunakan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum, d. adanya jangka waktu tertentu dan disesuaikan pula dengan masa ekonomis dari barang modal dan kemampuan yang bersangkutan, e. pembayaran secara berkala, tidak dapat dibayar sewaktu-waktu, f. ada hak pilih (optie) pada akhir masa perjanjian. Adapun jenis-jenis leasing secara garis besar, dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu: 13 a. Financial Lease (sewa guna usaha dengan hak opsi); b. Operating Lease (sewa guna usaha tanpa hak opsi) Ad. a. Financial Lease (sewa guna usaha dengan hak opsi) Charles D. Marpaung mengemukakan tentang Financial Lease adalah :
12 13
Munir Fuady. Op.Cit. hal.9. Eddy P.Soekadi. Op. Cit. hal.20.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
“Suatu perjanjian kontrak yang salah satu sifatnya adalah noncancelable bagi pihak lessee. Perjanjian kontrak tersebut menyatakan bahwa lessee bersedia untuk melakukan serangkaian pembayaran uang atas penggunaan suatu asset yang menjadi obyek lessee. Lessee berhak memperoleh manfaat ekonomis dengan mempergunakan barang tersebut sedang hak kepemilikannya tetap dipegang oleh lessor” 14 Menurut
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, menyatakan bahwa : “Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, dimana penyewa guna usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama”. 15 Financial lease mempunyai sifat umum sebagai berikut : Lessor membiayai pengadaan dan pembelian barang-barang modal yang dibutuhkan dan ditentukan sendiri oleh lessee apa jenis barang yang dibutuhkannya, kemudian lessor mengeluarkan dananya untuk membeli barang tersebut. Ciri utama financial lease adalah pada akhir kontrak, Lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa (residual value) yang disepakati, atau mengembalikannya pada lessor atau memperpanjang masa kontrak sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Pada sewa guna usaha jenis ini, Lessee menghubungi Lessor untuk memilih barang modal yang dibutuhkan, memesan, memeriksa, dan memelihara barang modal tersebut. Selama masa sewa, Lessee membayar sewa secara berkala dari jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (full pay out), sehingga bentuk pembiayaan ini disebut juga full pay out lease atau capital lease. 14
Charles Dulles Marpaung. Pemahaman Mendasar Atas Usaha Leasing. Integrita Press. Jakarta. 1995. hal.8. 15 Mahkamah Agung RI. Lembaga Pembiayaan. Sinar Grafika. Jakarta. 1994. hal.8. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dengan demikian, financial lease (Sewa Guna Usaha dengan hak opsi) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Obyek sewa guna usaha dapat berupa barang bergerak dan tidak bergerak yang berumur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut. b. Besarnya harga sewa ditambah hak opsi harus menutupi harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan oleh Lessor. c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per-bulan terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan biaya lain dan keuntungan (spread) yang diinginkan lessor. d. Jangka waktu berlakunya kontrak relatif lebih panjang, resiko biaya pemeliharaan dan biaya lain (kerusakan, pajak, asuransi) atas barang modal ditanggung oleh Lessee. e. Pada akhir masa kontrak, Lessee diberi hak opsi untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa, atau mengembalikannya kepada lessor, atau perpanjangan kontrak dengan pembayaran
angsuran
lebih rendah dari
sebelumnya. f. Selama jangka waktu kontrak, Lessor tidak boleh secara sepihak mengakhiri kontrak sewa guna usaha atau mengakhiri pemakaian barang modal tersebut. 16 Dengan kata lain financial lease ini pada akhir masa lease, lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang tersebut dengan nilai sisanya, mengembalikan barang tersebut kepada lessor atau juga mengadakan perjanjian leasing lagi untuk tahap yang kedua atas barang yang sama.
16
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2000. hal. 205-206 Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dalam prakteknya, Sewa Guna usaha dengan hak opsi dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa bentuk seperti berikut ini : a. Sewa guna usaha langsung (direct finance lease) Dalam bentuk transaksi ini, Lessor membeli barang modal dan sekaligus menyewakannya kepada lessee. Pembelian tersebut dilakukan atas permintaan lessee dan lessee pula yang menentukan spesifikasi barang modal, harga, dan suppliernya. Dengan kata lain, Lessee berhubungan langsung dengan supplier, dan Lessor membiayai kebutuhan barang modal tersebut untuk kepentingan Lessee. Penyerahan barang secara langsung kepada Lessee, tidak melalui Lessor, tetapi pembayaran harga secara angsuran dilakukan langsung kepada Lessor. Jadi tujuan Lessee adalah memperoleh barang modal untuk perusahaannya dengan pembiayaan secara sewa guna usaha dari Lessor. b. Jual dan Sewa Kembali (sale and lease back) Dalam bentuk transaksi ini, Lessee membeli lebih dahulu atas nama sendiri barang modal (impor atau ex-impor) termasuk membayar bea masuk dan bea impor lainnya. Kemudian barang modal tersebut dijual kepada Lessor dan selanjutnya diserahkan kembali kepada Lessee untuk digunakan bagi keperluan usahanya sesuai dengan jangka waktu kontrak sewa guna usaha. Dengan demikian sale and leaseback ini mirip dengan hutang piutang uang dengan jaminan barang, dan pembayaran kembali hutang tersebut dilakukan secara cicilan. Tujuan Lessee menggunakan bentuk ini untuk memperoleh dana tambahan modal kerja, yang tadinya ditanggulangi sendiri lalu dialihkan melalui kontrak Sewa Guna Usaha. Bentuk ini banyak di pergunakan di Indonesia akibat masalah kesulitan impor barang modal terutama mengenai perizinan, bea masuk, pajak impor, yang makan banyak biaya. c. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated Lease) Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dalam bentuk transaksi ini, seorang Lessor tidak sanggup membiayai sendiri keperluan barang modal yang dibutuhkan Lessee karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka beberapa Leasing Companies mengadakan kerja sama membiayai barang modal yang dibutuhkan Lessee. Dalam pelaksanaannya, satu Leasing Company bertindak
sebagai
Coordinator of Leasing Companies menghadapi Lessee dan juga pihak Supplier. 17
Ad. b. Operating Lease (sewa guna usaha tanpa hak opsi) Menurut
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Operating Lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna usaha (Lessee) tidak mempunyao hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha. 18 Sama seperti transaksi sewa-menyewa biasa, jangka waktu sewanya adalah lebih pendek dari umur ekonomis property dan Lessee biasanya tidak mempunyai hak untuk membeli atau purchase option dan pada waktu kontrak lease berakhir tidak terjadi pemindahan hak milik barang dan sifatnya cancelable”. 19 Ciri-ciri khas operating lease (sewa guna usaha tanpa hak opsi) adalah sebagai berikut : a. Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek dari pada umur ekonomis barang modal. Atas dasar perhitungan tersebut, Lessor dapat memetik keuntungan dari hasil penjualan setelah kontrak berakhir.
17
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati. Op.Cit. hal. 206-207 Mahkamah Agung RI. Op. Cit. hal.9. 19 Charles Dulles Marpaung. Loc. Cit. 18
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
b. Barang modal yang menjadi obyek operating lease biasanya barang yang mudah terjual setelah kontrak pemakaian berakhir. c. Jumlah sewa secara berkala (angsuran) yang dibayar oleh Lessee kepada Lessor lebih kecil daripada harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan Lessor (non full pay out). d. Segala resiko ekonomi (kerusakan, pajak, asuransi, pemeliharaan atas barang modal ditanggung oleh Lessor. e. Kontrak operating lease dapat dibatalkan secara sepihak oleh Lessee dengan mengembalikan barang modal kepada Lessor. f. Setelah masa kontrak berakhir, Lessee wajib mengembalikan barang modal tersebut kepada Lessor. 20 Sehingga ciri utama operating lease ini adalah Lessee hanya berhak menggunakan barang modal selama jangka waktu kontrak tanpa hak opsi setelah masa kontrak berakhir. Pihak Lessor hanya menyediakan barang modal untuk disewakan kepada Lessee dengan harapan setelah kontrak berakhir, Lessor memperoleh keuntungan dari penyewaan barang modal tersebut. Adapun jenis barang-barang yang dapat dibiayai dengan leasing menurut Komar Andasasmita dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu : a. mesin atau alat-alat untuk industri yang digunakan dalam hal pertanian atau perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan, minyak dan gas bumi, pembangkit dan distributor tenaga, konstruksi makanan atau minuman, pelayanan kesehatan, telekomunikasi, mass media, distribusi, pelayanan hiburan atau pariwisata; b. gedung untuk perkantoran, rumah sakit, dan pusat tempat pembelanjaan; 20
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati. Op. Cit. hal. 208
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
c. mesin untuk manufacturing industri yang digunakan dalam keperluan pengadaan besi, zat-zat kimia, peralatan listrik, berbagai jenis elektronika, bahan-bahan kain, dan lain sebagainya; d. pengangkutan atau perhubungan yang digunakan dalam keperluan perhubungan udara, laut, darat, dan kereta api. 21 Mengenai bidang obyek usaha leasing yang ada di Indonesia ini sebaiknya tidak perlu ada pembatasan dan penggolongan sehingga apa saja yang dapat menjadi obyek usaha leasing asalkan obyek tersebut menunjang pembangunan nasional ke arah pembangunan dan kesejahteraan yang adil dan makmur bagi masyarakat Indonesia. Bentuk Perjanjian Leasing Dalam pengumuman Surat
Edaran Direktur Jenderal Moneter No.
PENG.307/DJM/III.1/7/1974 tertanggal 8 Juli 1974, poin 8.2 dinyatakan bahwa untuk kepentingan pengawasan dan pembinaan,
para pengusaha leasing diharuskan
menyampaikan kepada DirJen Moneter, Direktur Lembaga-Lembaga Keuangan, sebagai berikut : “Copy kontrak leasing .... dan seterusnya”. Dari ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian leasing itu harus dibuat secara tertulis, akan tetapi tidak ditentukan atau diwajibkan leasing itu harus berbentuk akta otentik/akta Notaris atau akta di bawah tangan. Jadi diserahkan kepada para pihak yang berkepentingan untuk membuat perjanjian tersebut dengan akta Notaris atau tidak.
21
Komar Andasasmita. Leasing (Teori dan Praktek). Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Jawa Barat. Jakarta. 1993. hal.21. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Jika ditinjau dari sudut hukum pembuktian yang berlaku di Indonesia, pasal 1870 KUHPerdata, menyatakan bahwa bukti yang paling kuat adalah bukti dalam bentuk akta otentuik. Pasal 1870 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendaptkan hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya”. 22 Karena disebut suatu bukti yang sempurna, maka pihak yang membantah kebenaran akta otentik harus membuktikan bahwa akta itu dibuat dengan paksa, keliru, atau dibuat dengan penipuan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa beban pembuktian berada pada pihak yang menyangkal kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta otentik tersebut. Suatu akta dibawah tangan baru mempunyai kekuatan pembuktian jika pihak yang menandatangani akta tersebut mengakui tanda tangannya yang tertera dalam akta itu. Dan mengenai tanggalnya tidak mempunyai kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga yang menyangkalnya. Apabila ada orang atau pihak yang membantah kebenaran dari isi dan tanggal suatu akta di bawah tangan, maka beban pembuktian berada di pihak yang menandatangani akta tersebut, atau pihak yang memakai akta di bawah tangan itu sebagai bukti, harus membuktikan bahwa isi dan tanggal akta itu benar. Banyak perusahaan leasing yang telah menyadari mengenai hal ini, maka banyak di antara mereka yang membuat perjanjian leasing secara notariil/otentik, hal ini gunanya untuk menjaga hal-hal yang akan timbul di kemudian hari. 23
22
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pradya Paramita. Jakarta. 1990. hal.53. 23 Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal. Op. Cit. Hal.14-15. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Salah satu yang dikhawatirkan adalah jika timbulnya wanprestasi dari pihak lessee dalam perjanjian leasing yang menyebabkan kerugian terhadap pihak Lessor. Isi Perjanjian Leasing Oleh karena perjanjian Leasing adalah perjanjian yang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan merupakan perjanjian yang lahir dalam praktek, maka perlu diketahui hal-hal apa saja yang perlu tercantum dalam perjanjian yang paling utama untuk diketahui adalah apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh para pihak yang bersangkutan dan apakah hal ini tercantum secara jelas dan tegas dalam perjanjian tersebut. Menurut ketentuan dalam pengumuman Direktur Jenderal Moneter DN No.307/DJM/III.1/7/1974 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Leasing yang menerangkan bahwa dalam kontrak leasing diadakan pengaturan agar dapat kiranya tercipta keseragaman dalam pelaksanaan dan tujuan. Pada peraturan tersebut dinyatakan bahwa isi kontrak leasing paling sedikit harus memuat keteranganketerangan mengenai : a. Keterangan terperinci mengenai barang atau obyek leasing. b. Jangka waktu leasing. c. Harga sewa serta cara pembayarannya. d. Kewajiban-kewajiban perpajakan, penutupan asuransi, perawatan barang, penggantian dalam hal barang hilang atau rusak. Dalam bukunya, Leasing (Teori dan Praktek), Komar Andasasmita menyatakan bahwa bagian-bagian yang paling penting yang terkandung dalam suatu kontrak leasing adalah : a. Obyek leasing, b. Hak milik dari barang lease, Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
c. Lamanya kontrak, d. Kewajiban Lessor dan Lessee, e. Pertanggungan atau garansi. 24 Menurut Kartini Mulyadi, dalam suatu perjanjian leasing yang paling sedikit harus dijelaskan adalah pokok-pokok mengenai : a. subjek perjanjian financial perjanjian leasing, b. objek perjanjian financial perjanjian leasing, c.
jangka waktu financial perjanjian leasing,
d. imbalan jasa leasing serta cara pembayarannya, e. hak optie bagi lessee untuk membeli obyek leasing, f. kewajiban perpajakan, g. penutupan asuransi, h. tanggung jawab atas obyek perjanjian financial leasing, i.
akibat musnahnya atau rusaknya obyek perjanjian leasing. 25 Dengan demikian, suatu perjanjian leasing yang baik harus memenuhi hal-hal
tersebut di atas. Sebab pada dasarnya dalam penyusunan suatu perjanjian leasing perlu diatur “rules of the game”-nya. Aturan tersebut harus dapat mencerminkan kenyataan atau maksud komersial dari transaksi yang dibuat. Dalam kerangka penyusunan kontrak tersebut, penyusunan tersebut harus mampu meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang secara potensial dapat menimbulkan persoalan maupu persengketaan. Untuk menghindari terjadinya hal yang demikian, maka penyusun kontrak harus berusaha mencari pemecahan preventif dalam pengaturan di dalam suatu kontrak. 24
Komar Andasasmita. Op. Cit. hal.11 Kartini Mulyadi. Lembaga Leasing. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Jakarta. 1996. hal. 33-34. 25
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Suatu pemecahan preventif memenuhi rasa keadilan serta secara obyektif memenuhi kepentingan para pihak yang tersangkut dalam perjanjian leasing itu, walaupun pemecahan demikian tidak dikehendaki oleh para pihak itu sendiri. Hal ini dapat terjadi apabila penyusun kontrak itu adalah pihak ketiga yang ahli hukum profesional. Akan tetapi bagaimanapun juga, para pihaklah yang berhasil mengambil keputusan bagaimana perjanjian akan disusun.
C. Para Pihak serta Hak dan Kewajiban dari Para Pihak Yang Terlibat Dalam Perjanjian Leasing Dari berbagai bentuk atau jenis-jenis leasing yang diuraikan di atas dapat diketahui para pihak yang ikut terlibat dalam perjanjian leasing, yaitu : a. Lessor Lessor adalah pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari beberapa perusahaan. 26 Pihak Lessor adalah perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) yang memiliki hak kepemilikan atas barang modal. Perusahaan Sewa Guna Usaha menyediakan pembiayaan dengan cara Sewa Guna Usaha kepada pihak yang membutuhkan. Perusahaan Sewa Guna Usaha adalah Perusahaan pembiayaan yang dapat bersifat multifinance atau perusahaan yang khusus bergerak di bidang Sewa Guna Usaha. Dalam usaha pengadaan modal biasanya Perusahaan Sewa Guna Usaha berhubungan langsung dengan pihak penjual (supplier) dan telah melunasi harga atas beban biaya perusahaannya. Lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan memperoleh keuntungan (financial lease), atau memperoleh keuntungan dari penyediaan barang 26
Achmad Anwari. Op. Cit. hal.10.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
modal dan pemberian jasa pemeliharaan serta pengoperasian barang modal (operating lease). 27 Perusahaan Leasing merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya memberikan modal kepada pebisnis, dengan membeli peralatan dan menyewakannya selama jangka waktu tertentu. 28 b. Lessee Pihak Lessee adalah perusahaan atau pengguna barang modal yang dapat memiliki hak opsi pada akhir kontrak Sewa Guna Usaha. Lessee yang memerlukan barang modal berhubungan langsung dengan Lessor, yang telah membiayai barang modal atas beban perusahaannya, dan berstatus sebagai pemilik barang modal. Barang
modal
yang
dibiayai oleh
Lessor
tersebut
kemudian
diserahkan
penguasaannya kepada dan untuk digunakan Lessee dalam menjalankan usahanya. Pada akhir jangka waktu kontrak Sewa Guna Usaha, Lessee mengembalikan barang modal kepada Lessor (operating lease), kecuali jika ada hak opsi untuk membeli barang modal dengan harga berdasarkan nilai sisa (finance lease). 29 c. Supplier Barang Pihak supplier adalah penjual barang modal yang menjadi obyek Sewa Guna Usaha. Harga barang modal tersebut dibayar tunai oleh Lessor kepada Supplier untuk kepentingan Lessee. Pihak supplier dapat berstatus Perusahaan Produsen Barang Modal atau pihak penjual biasa. Pada finance lease, pihak supplier langsung menyerahkan barang modal kepada lessee tanpa melalui lessor sebagai pihak yang menyediakan pembiayaan. Sebaliknya, pada operating lease pihak supplier menjual
27
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati. Op. Cit, hal. 204 Kompas. Rabu, 9Agustus 2000 29 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati. Loc. Cit. 28
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
barang modal secara langsung kepada Lessor dengan pembayaran yang telah disepakati, secara tunai atau berkala. 30 Dalam finance lease, supplier adalah suatu perusahaan yang mengadakan barang untuk dijual kepada Lessee dengan menerima pembayaran dari Lessor secara sekaligus. d. Kreditur atau lender Mereka ini umumnya terdiri dari Bank, Perusahaan Asuransi, Yayasan. Hak Dan Kewajiban Lessor Dan Lessee Perjanjian leasing sama seperti perjanjian-perjanjian pada umumnya, menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang menandatangani perjanjian tersebut, karena setelah ditandatangani perjanjian leasing ini oleh kedua belah pihak, yakni Lessor dan Lessee, maka perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka dan melahirkan hak dan kewajiban bagi Lessor dan Lessee. Hak dan Kewajiban Lessor Adapun yang merupakan hak Lessor adalah: a. menerima pembayaran secara berkala dari Lessee, sebagai imbalan atas penyerahan kenikmatan ekonomis atas barang modal sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian. b. menentukan alokasi dari pembayaran yang diterima dari Lessee. c. meminta laporan-laporan sehubungan dengan penggunaan barang modal tersebut, terutama terhadap barang-barang industri berat, dan Lessor setiap saat dapat mengadakan pemeriksaan atas keadaan barang modal yang disewa oleh Lessee.
30
Ibid. hal.205
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
d. dapat menghentikan secara sepihak perjanjian leasing tersebut apabila terjadi kelalaian/cidera janji, baik dari konsumen/lessee ataupun penjamin, atau jika diperkirakan adanya itikad tidak baik dari lessee. Kewajiban dari Lessor, adalah : a. menyerahkan barang modal tersebut kepada Lessee dalam keadaan baik. b. memberikan kenikmatan ekonomis atas barang modal tersebut kepada lessee selama jangka waktu yang telah ditentukan. c. memberikan jaminan kepada Lessee, bahwa Lessee dapat memakai barang modal tersebut dengan bebas tanpa khawatir akan gangguan dari pihak ketiga. d. menjamin bahwa barang tersebut bebas dari segala bentuk pembebanan hukum.
Hak dan Kewajiban Lessee Yang merupakan hak dari Lessee, adalah : a. menggunakan barang modal tersebut tanpa adanya gangguan. b. memperoleh hak opsi baik itu untuk memperpanjang kembali masa kontrak yang telah habis, ataupun membeli barang modal tersebut. Adapun yang merupakan kewajiban dari Lessee, yaitu : a. membayar uang sewa secara berkala. b. menanggung segala resiko yang timbul dalam hal pemakaian barang modal tersebut yang diakibatkan oleh kelalaian dari pihak Lessee sendiri yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak Lessor. Oleh karena itu, Lessee wajib untuk mengasuransikan barang modal tersebut selama jangka waktu leasing agar dapat terjamin keberadaannya.
D. Aspek Hukum Perdata dalam Perjanjian Leasing Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dalam rangka Pembangunan Ekonomi di Indonesia terutama di bidang hukum yang meminta perhatian yang serius dalam pembinaan hukumnya di antaranya adalah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian kredit tersebut. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan adalah sebagai konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan 31 Istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. Dalam hal ini dimaksud adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang yang ditentukan dalam Pasal 1133 KUHPerdata maupun tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang seperti yang diatur dalam Pasal 1139-1149BW (piutang yang diistimewakan), Pasal 1150-1160BW (gadai), Pasal 1162-1178BW (hipotik), Pasal 1820-1850BW (penanggungan hutang), dan juga seperti yang ditetapkan oleh yurisprudensi fiducia. Seperti telah diketahui, bahwa langkah-langkah ke arah suatu perjanjian leasing itu, yaitu seorang lessor antara lain harus mencari keterangan mengenai keadaan dan keinginan kelayakan kredit dan kesanggupan membayar dari calon lessee dan sebagainya. Dari kondisi tersebut dapat dilihat bahwa seseorang baik seseorang atau bahkan pengusaha leasing tidaklah ingin menderita kerugian. Maka untuk menjaga agar tidak terjadi kerugian di pihak perusahaan leasing adalah dibutuhkan ketelitian dari perusahaan leasing untuk mengenal lebih dekat siapa sebenarnya calon
31
Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal. Op. Cit. hal.31
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
lessee yang meminta fasilitas leasing tersebut. Jadi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan leasing atau lessor adalah: a. mengadakan penelitian mengenai identitas dan keadaan calon lessee; b. mengadakan penelitian mengenai barang yang dijadikan jaminan yaitu mengenai hal jaminan yang diperlukan dalam permohonan lease; Walaupun pada asasnya tidak dibutuhkan jaminan dalam permohonan perolehan fasilitas leasing, akan tetapi dalam prakteknya apabila ditemui hal-hal yang dianggap dapat menimbulkan keragu-raguan terhadap integritas calon lessee, maka perusahaan leasing akan menggunakan lembaga jaminan ini, yang kegunaannya adalah untuk memperoleh rasa aman. Hal ini terutama bila calon lessee adalah yang baru pertama kalinya memohon fasilitas, serta mengingat bahwa transaksi leasing merupakan suatu transaksi yang melibatkan sejumlah modal yang besar, dan kemungkinan terjadinya wanprestasi oleh pihak lessee, terutama di negara-negara sedang berkembang seperti di Indonesia. Maka untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pembayaran uang sewa (rental), serta untuk mencegah timbulnya kerugian bagi lessor, pihak lessor dapat dan lazimnya akan meminta jaminan-jaminan dari lessee. Jaminan-jaminan tersebut pada umumnya hampir sama dengan apa yang biasa diberikan atau dikehendaki oleh bank pada suatu transaksi meminjam uang atau loan agreement, tergantung dari keadaan yang dihadapi dan kemampuan dari pihak-pihak yang memberikan jaminan. Lessor dapat dan lazimnya meminta jaminan-jaminan dari lessee antara lain: a. Jaminan kebendaan, yang terdiri dari : 1. Benda tidak bergerak/tetap, berupa hipotik atas tanah dan lain-lain harta yang tidak bergerak lainnya (immovable goods);
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
2. Benda bergerak, berupa fiducia (fiduciary transfer of ownership rights for security purpose) atau barang-barang kepunyaan lessee yang tidak merupakan barang lease, dan dapat juga berupa penggadaian atas saham-saham perusahaan lessee (pledge of shares by the company shareholders) serta barang-barang bergerak lainnya (moveable goods); b. penanggungan (borgtoch) c. asuransi (assignment of insurance proceeds); d. pelimpahan tagihan-tagihan lessee kepada lessor (assignment of accounts receiveables); e. deposito jaminan (security deposit in pledge with the lessor) f. bank garansi; g. saling menanggung (cross guarantee) Ad.a
Jaminan kebendaan
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya, dan dapat diperalihkan. 32 Pemberi jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakan guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (hutang) seorang debitur. 33 Maka pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditur tertentu, memberikan kepada kreditur tersebut sebuah ‘previlege’ atau kedudukan istimewa,
32
Sri soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Penerbit:Liberty. Yogyakarta. 1999. hal.46 33 R.Subekti. Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Penerbit : Alumni. Bandung. 2000. hal.27 Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
yaitu hak mendahului terhadap para kreditur lainnya. Memberikan suatu barang dalam jaminan berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut. Dalam hukum perdata, terutama mengenai lembaga jaminan penting sekali arti pembagian benda bergeran dan benda tidak bergerak. Dimana di atas pembedaan tersebut menentukan jenis lembaga jaminan yang mana yang dapat dipasang untuk kredit yang akan diberikan. 1. benda tidak bergerak/benda tetap Lembaga jaminan yang dipergunakan dalam perjanjian Lease adalah jaminan Hipotik. Pasal 1162 KUHPerdata memberikan pengertian tentang hipotik, yaitu “Segala hak kebendaan atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan”. Pemasangan hipotik itu menurut pasal 1171 ayat (1) KUHPerdata hanya dapat diberikan dengan adanya suatu akta otentik (notariil), yang prosedurnya sebagai berikut : Pihak debitur (Lessee) dan pihak Kreditur (perusahaan Leasing/Lessor) bersamasama menghadap PPAT dengan membawa sertifikat tanah dan surat-surat otentik lainnya untuk pembuatan akta hipotik. Sebelum akta hipotik di tandatangani, debitur (Lessee) harus membayar materai lebih dahulu sebesar 1 permil dari jumlah pemasangan hipotik, disamping itu debitur juga harus membayar 0,25 persen honor PPAT dan 0,25 persen biaya pendaftaran. Setelah akta hipotik ditandatangani, maka akta hipotik beserta sertifikat tanah disampaikan kepada kepala kantor pendaftaran tanah untuk didaftarkan dan dibuatkan sertifikat hipotik. 2. Benda bergerak
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Lembaga jaminan yang biasanya dipergunakan adalah fiducia, di samping itu juga termasuk benda/barang tidak bertubuh, yang terdiri dari piutang-piutang dan suratsurat berharga lainnya, maka dalam perjanjian Leasing dapat digunakan jaminan berupa gadai atas saham-saham perusahaan lessee. Fiducia atau pemindahan hak milik secara kepercayaan, yaitu merupakan suatu bentuk jaminan atas segala benda-benda bergerak, dimana sebagai jaminan kepada kreditur, yang diserahkan adalah hak milik dari barang tersebut sedangkan barangnya secara fisik tetap dikuasai oleh debitur. Gadai atas saham-saham perusahaan Lessee.
Pasal 1150
KUHPerdata
menyebutkan bahwa gadai adalah pemberian jaminan benda bergerak di mana benda tersebut diserahkan oleh debitur ke dalam kekuasaan kreditur, dan kreditur tersebut dapat mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di dahulukan dari kreditur-kreditur lain. Benda bergerak sebagaimana di sebutkan di sini adalah benda tak bertubuh seperti surat-surat berharga dan piutang-piutang (511 KUHPerdata). Ad.b
Penanggungan (borgtoch)
Pasal 1820 KUHPerdata memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan penanggungan atau borgtoch adalah suatu per dimana pihak seorang ketiga guna kepentingan si berhutang (debitur/lessee) mengikatkan dirinya untuk memenuhi utang yang ditimbulkan oleh si berhutang. Penanggungan atau borgtoch adalah perjanjian yang diatur dengan tegas dalam KUHPerdata. Jadi bukan hanya jaminan moral atau referensi saja, melainkan suatu bentuk perjanjian tersendiri, dimana adanya pihak ketiga yang menjamin pembayaran kembali manakala debitur atau lessee tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dengan demikian pemenuhan kewajiban dapat dilakukan oleh pihak yang melakukan penanggungan (penanggung/penjamin). Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Ad.c
Asuransi (assignment of insurance proceeds);
Setiap perusahaan yang bergerak di bidang leasing akan mewajibkan pihak lessee untuk mendapatkan asuransi atas barang yang akan di-leased-kan. Hal ini bukan saja untuk perlindungan bagi lessee sebagai pemakai barang, tetapi terutama bagi pihak yang menyewakan (lessor) sebagai pemilik barang tersebut. Asuransi yang diwajibkan oleh pihak lessor adalah berupa kerusakan fisik (kebakaran, kecelakaan, pencurian, dan kerugian-kerugian lainnya). Lessee-lah yang akan mengikatkan dirinya untuk mengasuransikan resiko atas biaya sendiri berkenaan dengan barang yang bersangkutan. Hal ini ditentukan dalam perjanjian leasing. Dalam polis yang bersangkutan dicantumkan pula bahwa lessor dinyatakan sebagai yang turut tertanggung. Dengan kata lain, dalam polis asuransi dimasukkan suatu klausula bahwa keuntungan (benefit) termasuk juga untuk lessor, yang berarti bahwa apabila kelak terjadi peristiwa kerusakan fisik seperti yang diperjanjinkan atas barang-barang yang di-leased-kan oleh lessee, maka hasil dari asuransi yang diterima oleh lessee itu harus diserahkan kepada lessor. Mengingat pentingnya masalah asuransi ini, maka pada setiap perjanjian leasing seharusnya dimuat ketentuan-ketentuan yang menyangkut resiko tentang kerugian dan kerusakan dari benda yang di-leased-kan bertalian dengan tanggung jawab hukum yang ada hubungannya dengan benda itu. Ad.d
pelimpahan tagihan-tagihan lessee kepada lessor (assignment of accounts
receiveables) Bentuk jaminan ini juga berdasarkan atas kepercayaan dari kreditur (lessor). Dimana debitur (lessee) melimpahkan/menggadaikan tagihan-tagihan dan piutangpiutang yang diterima ataupun yang akan diteima oleh lessee kepada lessor.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Biasanya dalam praktek leasing, dalam perjanjian jaminannya di muat klausula bahwa tagihan-tagihan dan piutang-piutang tersebut tetap dapat dilaksanakan dan di terima sendiri oleh lessee. Tetapi dalam hal-hal tertentu dimana terlihat gejala-gejala lessee tidak menaati kewajibannya maka lessor berhak untuk menerima tagihan dan piutang lessee dari debitur itu langsung kepada lessor. Untuk jenis jaminan tersebut akan mempunyai kedudukan yang lebih kuat apabila di buat dalam bentuk akta notariil. Ad.e
deposito jaminan (security deposit in pledge with the lessor)
Setelah penandatanganan perjanjian lease atau serentak dengan pelaksanaan dari perjanjian lease, lessor dapat menarik suatu deposito sesuai dengan yang diperjanjikan guna menjamin ketaatan lessee terhadap perjanjian lease. Deposito tersebut akan ditahan oleh lessor dan akan dipelihara tetap dalam jumlah yang sama sampai jangka waktu perjanjian berakhir. Juga deposito itu tidak akan dipakai untuk suatu pembayaran sewa, melainkan akan dikembalikan lagi kepada lessee dalam jumlah yang sama (tanpa bunga) di kurangi jumlah-jumlah yang harus di bayar oleh lessee sekedar yang disyaratkan dalam perjanjian lease pada waktu berakhirnya perjanjian atau perpanjangannya. Ad.f
bank garansi
Dalam praktek leasing, walaupun jarang sekali dipergunakan, akan tetapi perusahaan leasing dapat meminta jaminan, yang mana bank yang ditunjuk oleh lessee bersedia menjamin pelaksanaan perjanjian itu. Bank yang ditunjuk dan bersedia itu biasanya adalah bank kepada siapa lessee sering berhubungan dan yang menjadi nasabahnya. Ad.g
saling menanggung (cross guarantee)
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Ini terjadi apabila perusahaan-perusahaan lessee itu berada dalam suatu grup, maka perusahaan-perusahaan dalam satu grup itu dapat saling tanggung-menanggung dalam pemberian jaminan.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
BAB III KONSEPSI KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH PADA UMUMNYA
Dewasa ini, pengembangan usaha kecil dan menengah merupakan topik yang penting untuk di kaji, disempurnakan dan ditingkatkan agar penanganannya bisa lebih efektif. Sacara khusus, hal tersebut ditujukan kepada upaya mengoptimalkan kredit bagi pengembangan usaha kecil dan menengah. Disamping itu, walaupun kredit usaha kecil dan menengah merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian kita, namun hendaknya tidak dilupakan bahwa penyaluran kredit itu bukanlah menjadi tujuan akan tetapi merupakan salah satu dari banyak upaya yang secara berbarengan perlu dilakukan untuk mengembangkan sektor usaha kecil dan menengah di Indonesia. Apabila di lihat dari beberapa tahun belakangan ini, keberadaan Usaha kecil dan menengah, maka sebenarnya usaha kecil dan menengah yang ada di negara kita ini telah membuktikan bahwa mereka mampu melewati berbagai krisis yang sampai sekarang masih tidak dapat di kendalikan. Perlu disadari bahwa sektor usaha kecil dan menengah memiliki peranan yang sangat penting dalam menjawab tantangan pembangunan yaitu untuk perluasan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja yang terus bertambah jumlahnya, peningkatan penghasilan masyarakat secara lebih merata dan peningkatan ekspor. Dengan demikian, visi-misi dari sebuah usaha kecil dan menengah untuk pengentasan kemiskinan dapat tercapai melalui pemberdayaan usaha kecil dan menengah sekaligus mempersiapkan pengusaha usaha kecil dan menengah bersaing dalam ekonomi pasar bebas di tingkat internasional. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Menurut Mitzerg, sektor usaha kecil dan menengah itu merupakan organisasi yang memiliki entreprenual organization yang memiliki ciri antara lain : struktur organisasi yang masih sangat sederhana, mempunyai karakter khas tanpa elaborasi biasanya tanpa staf yang berlebihan, pembagian kerja yang kendur dan memiliki hierarki manager yang kecil. Aktivitas mereka sangat sedikit menggunakan proses perencanaan dan jarang sekali mengadakan pelatihan karyawan. Ciri lainnya adalah bahwa pada umumnya sektor usaha kecil dan menengah sulit membedakan aset pribadi dan aset perusahaan, mereka juga kurang baik dalam sistem akuntansinya bahkan tidak memilikinya. 34
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemberian Kredit Bagi Usaha Kecil Dan Menengah Banyak pengertian dari usaha kecil dan menengah yang dipahami baik dari lembaga lokal maupun dari lembaga asing. Namun demikian, perbankan Indonesia menggunakan pengertian usaha kecil dan menengah sesuai kesepaktan antara Menko Kesra dengan Bank Indonesia (BI). 35 Di Indonesia salah satu acuan untuk memberikan gambaran profil usaha kecil dapat di lihat dari definisi yang dimuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/I/UUK tanggal 29 Mei 1993 tentang Kredit Usaha Kecil (KUK). Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki total aset maksimum Rp. 600.000.000.- (Enam Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati. Sedangkan menurut Undang-Undang
34
Heru Sutojo dkk. Usaha Kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan di Indonesia. Penerbit Lembaga Management Fak. Ekonomi Univ. Indonesia. Jakarta. 1994. hal.2 35 Kwartono Adi. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. Andi Yogyakarta. Yogyakarta. 2007. hal.12. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, definisi Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. 36 Kategori dari suatu usaha ekonomi yang dikatakan usaha kecil menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tersebut adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), diluar tanah dan bangunan atau mempunyai omzet penjualan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus rupiah) per tahun. 37 Sementara itu salah satu acuan untuk memberikan gambaran profil usaha menengah di Indonesia dapat dilihat dari kriteria yang terdapat di dalam UndangUndang No. 20 Tahun 2008, yaitu : memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau mempunyai omzet penjualan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Menurut INPRES No. 10 Tahun 1999, definisi usaha menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 38
36
Pasal 6 ayat (1), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. 37 38
Indra Ismawan. Op. Cit. hal.3. Indra Ismawan, Loc.Cit.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dasar Hukum Pemberian Kredit Bagi Usaha Kecil Dan Menengah Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah disebutkan bahwa : “Masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi”. Di dalam mencapai tujuan tersebut diatas, Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, telah dan akan terus melaksanakan Pembangunan Nasional salah satunya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah dengan kebijaksanaan yang meliputi aspek pendanaan, persaingan, prasarana, kemitraan, perizinan usaha, dan perlindungan. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembiayaan yang meliputi: a. kredit perbankan; b. Pinjaman lembaga keuangan bukan bank; c. Modal ventura; d. Pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba badan usaha milik negara (BUMN); e. Hibah; f. Jenis pembiayaan lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil, penyediaan pendanaan usaha kecil adalah berupa : g. menyediakan tata cara dalam memperoleh pendanaan dengan memberikan kemudahan dalam pengajuan permohonan dan kecepatan memperoleh keputusan. h. Penyebarluasan informasi mengenai kemudahan untuk memperoleh pendanaan untuk usaha kecil melalui penyuluhan langsung dan media massa yang ada. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
i.
Pemberian keringanan persyaratan jaminan tambahan.
j.
Penyelenggaraan pelatihan membuat rencana usaha dan manajemen keuangan.
k. Pemberian keringanan tingkat bunga kredit. l.
Bimbingan dan bantuan usaha kecil.
m. Loket untuk pelayanan dan informasi kredit usaha kecil. Kebijakan-kebijakan seperti tersebut di atas, merupakan strategi Pembangunan Nasional dalam rangka pengembangan dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi serta untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan. Secara garis besar, beberapa indikator analisis kualitatif untuk memberikan kredit kepada usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh lembaga keuangan, yaitu : 39 a. Penilaian 6’C Indikator utama yang dipakai untuk analisis kualitatif usaha kecil dan menengah adalah kriteria 6’C, sebagai berikut: 1. character (karakter/kepribadian) Karakter adalah watak/sifat debitur (peminjam/pengusaha) usaha kecil dan menengah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan dunia usaha. Kegunaannya untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas, serta itikad debiutr dalam memenuhi kewajiban sesuia dengan perjanjian yang telah ditetapkan oleh pihak bank. 2. capacity (kapasitas) 39
Kwartono Adi. Op. Cit. hal.49.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Kapasitas adalah kemampuan debitur dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh mana nasabah mampu melunasi hutang-hutangnya secara tepat waktu dari kegiatan usahanya. 3. capital (modal) Kapital adalah kemampuan untuk menyediakan modal sendiri. Kegunaannya untuk melihat sejauh mana debitur mampu sharing dari modal sendiri (tanpa modal) dalam mengelola usahanya. 4. collateral (jaminan/agunan) Kolateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai agunan terhadap kredit (pinjaman) yang akan diterima. Bentuknya dapat berupa jaminan utama berupa usahanya; dan jaminan tambahan berupa jaminan kebendaan atau jaminan pihak ketiga. Umumnya jaminan minimal 120% (seratus dua puluh persen) dari total pinjamannya. 5. condition (kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan) Kondisi adalah situasi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinannya dapat mempengaruhi kelancaran usaha debitur. 6. constrain (batasan atau hambatan) Konstrain adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan bisnis di suatu tempat di luar kriteria condition (kriteria ke-5) b. Penilaian aspek-aspek lain Penilaian ini merupakan tindak lanjut penilaian terhadap kriteria 6’C, dimana lebih difokuskan pada aspek legalitas usaha, manajemen usaha, produksi, pemasaran,
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
dan aspek keuangan. Penilaian pada tahap ini untuk usaha yang sudah memiliki administrasi pembukuan yang tertib dan sudah bankable. 1, aspek legalitas Aspek kelengkapan secara legal (hukum), misal perizinan. Untuk usaha kecil dan menengah (sudah berbadan hukum) maka diperlukan adanya SIUP (Surat Izin Usaha Perusahaan), SITU (Surat Izin Tempat Usaha), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), Izin Gangguan (HO), AMDAL, dan lain-lain (sesuai jenis dan besar kecilnya usaha). 2. aspek manajemen Aspek tata kelola manajemen perusahaan, misal lamanya pengusaha bergelut di bidang usaha yang akan dibiayai (semakin lama semakin bagus), struktur organisasi perusahaan (one man show = dikerjakan oleh satu orang atau melibatkan cukup orang, semakin banyak melibatkan orang sesuai dengan keperluannya semakin baik), key person (orang kunci) dalam perusahaan (apakah memiliki keahlian di bidang usahanya atau tidak), pencatatan pembukuan (apakah sudah tertib atau belum), jumlah SDM, dan kualitasnya, dan sebagainya. 3. aspek produksi Aspek pemenuhan bahan baku, teknologi, dan sarana prasarana untuk berlangsungnya proses produksi secara optimal. Ketersediaan bahan baku (apakah diperoleh dengan mudah, bahan baku lokal/impor, apakah harga bahan baku berfluktuasi tinggi), kondisi mesin (masih layak atau tidak, kemampuan produksi sudah optimal atau belum), sarana penunjang lain (tempat penyimpanan bahan baku dan barang jadi sudah ada atau belum, tempat penyimpanan sudah layak/belum, jumlah SDM cukup atau tidak, bagaimana pengaturan kerja) 4. aspek pemasaran Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Aspek yang berkaitan dengan pemasaran hasil produksinya. Sistem pemasaran (direct selling atau dengan cara lain), daerah pemasaran (lokal/ekspor), tingkat persaingan (sudah jenuh/belum), antisipasi pemasaran ke depan. 5. aspek keuangan Aspek tata kelola keuangan perusahaan. Pencatatan keuangan (sudah tertib atau belum), cash flow keuangan perusahaan (apakah perputaran keuangan masih dapat memutar jalannya roda perusahaan, apakah masih ada kemampuan untuk mengangsur kredit), struktur aktiva-pasiva perusahaan (wajar atau tidak). Dalam aspek keuangan ini, juga dilihat beberapa rasio sebagai indikator sehat tidaknya suatu usaha.
B. Pihak Yang Terkait Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil Dan Menengah serta Hak da Kewajiban Para Pihak Para pihak disini adalah orang-orang atau siapa-siapa yang tersangkut dalam pemberian kredit. Mereka saling mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian dimana perjanjian itu sendiri tercipta apabila terdapat persesuaian kehendak dari para pihak. Tanpa adanya kemauan untuk membuat perjanjian maka tidak mungkin lahir perjanjian itu. Pemberian kredit usaha kecil dan menengah merupakan perjanjian timbalbalik dimana salah satu pihak mendapat hak dari perjanjian itu dan di lain pihak terdapat kewajiban. Pihak yang terkait dalam pemberian kredit usaha kecil dan menengah ada 2 (dua) pihak, yaitu pertama adalah bank yang memberikan kredit dan; pihak kedua adalah nasabah (pengusaha skala kecil dan menengah) sebagai penerima kredit (debitur). Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Bank sebagai pihak pertama merupakan badan hukum, sedangkan penerima kredit adalah individu atau badan hukum yang merupakan subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Menurut Mariam Darus, penerima kredit adalah siapa saja yang mendapat kredit dari bank dan wajib mengembalikannya setelah jangka waktu tertentu. Istilah siapa saja disini mempunyai arti luas yang meliputi perseroan dan badan hukum. 40 Hak Dan Kewajiban Para Pihak Hak dan kewajiban Bank Pasal 1759, 1760, 1762 KUHPerdata mengatur kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan (kreditur). Pasal 1759 KUHPerdata menyebutkan bahwa orang yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam persetujuan. Dalam UU Pokok Perbankan No.10 Tahun 1998 tidak diatur tentang kewajiban bank sebagai pemberi kredit. Berdasarkan pasal 1759, 1760, 1762 KUHPerdata diambil pengertian bahwa kewajiban bank sebagai pihak yang meminjamkan adalah : a. memberikan uang yang dipinjamkannya kepada peminjam untuk dinikmati kegunaanya. b. bahwa
yang
meminjamkan tidak
boleh
meminta kembali uang
yang
dipinjamkannya kecuali telah tiba waktunya (jatuh tempo) atau telah lewat waktu (daluarsa). Tetapi apabila dalam perjanjian tidak ditetapkan jangka waktu pengembalian uangnya, hakim berhak untuk menetapkan jangka waktu pengembalian tersebut, yaitu dengan memperhatikan faktor keadaan sehingga
40
Mariam Darus. Perjanjian Kredit Bank. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1991.
hal.21. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
dapat memperlonggar peminjaman dan pengembalian tersebut dengan melihat kemampuan (capacity) pihak peminjam dalam pengembalian uang tersebut. Jika barang yang dalam bentuk uang yang dipinjamkan tersebut mengandung cacat tersembunyi misalnya uang tersebut rusak atau palsu yang dapat merugikan si peminjam maka pihak yang meminjamkan bertanggung jawab terhadap akibatnya dengan catatan bahwa yang meminjamkan mengetahui hal tersebut tetapi tidak memberitahukan hal tersebut kepada si peminjam. Dalam hal ini, Mariam Darus mengatakan, bank dalam perjanjian kredit usaha kecil dan menengah memiliki kewajiban pokok yaitu menyediakan kredit sesuai dengan tujuannya dan jangka waktu perjanjian, akan tetapi kewajiban itu tidak bersifat mutlak, sebab bank berhak untuk menyimpanginya dalam hal penerima kredit tidak memenuhi syaratsyarat dalam suatu perjanjian.
Bank berhak secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa terlebih dahulu memberitahukan atau menegur penerima kredit untuk tidak mengizinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh penerima kredit dan mengakhiri jangka waktu kredit apabila : a. penerima kredit tidak atau belum mempergunakan kredit itu setelah lewat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya perjanjian itu. b. Bunga tidak dibayar pada waktu dan dengan cara yang telah ditentukan. c. Penerima kredit semata-mata menurut pertimbangan bank tidak atau belum cukup memenuhi ketentuan atau kewajiban menurut perjanjian ini. d. Pengurus usaha meninggal dunia, usaha pailit, timbul sengketa kepemilikan usaha. Hak dan Kewajiban Penerima Kredit Usaha Kecil dan Menengah (Debitur)
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Pasal 1763 KUHPerdata mengatur tentang kewajiban-kewajiban si peminjam. Kewajiban pokok peminjam adalah mengembalikan pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama pada waktu yang telah ditentukan. Menurut Undang-Undang Perbankan, kewajiban melunasi hutang setelah jangka waktu tertentu dengan bunga, imbalan/pembagian keuntungan yang ditetapkan merupakan kewajiban pokok dari penerima kredit dan ditentukan lagi secara terperinci dalam model-model perjanjian kredit. Di samping itu, masih ada kewajiban lain dari si penerima kredit, yaitu : a. kewajiban administrasi; b. kewajiban untuk tunduk pada segala peraturan bank; Penerima kredit berhak : a. untuk menerima surat pernyataan lunas dari bank; b. untuk menerima kembali terhadap segala surat-surat berharga ataupun barang/benda yang dijadikan sebagai barang jaminan terhadap hutang/pinjaman kreditnya. Di dalam masyarakat terdapat kesan bahwa dalam hubungan antara bank dengan nasabah debitur, bank selalu berada pada posisi yang lebih kuat. Pada waktu kredit akan diberikan pada umumnya memang bank dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan calon nasabah debitur. Hal itu karena pada saat perbuatan perjanjian itu calon nasabah (debitur) sangat membutuhkan bantuan kredit itu dari bank. Umumnya calon nasabah (debitur) tidak akan banyak menuntut karena mereka khawatir pemberian kredit tersebut akan dibatalkan oleh bank. Hal ini menyebabkan posisi tawar-menawar bank menjadi sangat kuat. Tetapi setelah kredit diberikan berdasarkan perjanjian kredit kedudukan bank menjadi lemah.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Kedudukan bank setelah kredit diberikan banyak tergantung kepada integritas nasabah (debitur). Bila nasabah (debitur) memang mempunyai integritas yang baik untuk penggunaan kredit atau untuk secara sportif bersedia membayar kembali kredit yang macet/bermasalah maka pihak bank harus melakukan penyelesaiannya melalui jalur hukum.
C. Jangka Waktu Berakhirnya Kredit Usaha Kecil Dan Menengah Suatu perikatan/perjanjian hapus atau berakhir dapat disebabkan karena persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Dalam prakteknya, suatu perjanjian kredit berakhir/ hapus karena : a. berakhir masa berlakunya seperti yang diperjanjikan oleh para pihak di dalam perjanjian; b. adanya pembatalan oleh salah satu pihak terhadap isi perjanjian; c. adanya pernyataan penghentian perjanjian secara sepihak oleh bank; d. dengan tidak memandang apa yang dipersetujukan tentang pencicilan hutang, bank berhak dalam hal tersebut di bawah ini mematikan uang depan atau kredit dengan segera atau pada waktu yang ditentukan bank dan dalam segala keadaan ini maka seluruh hutang dapat ditagih dengan seketika atau segera sesuai dengan waktu yang ditentukan, antara lain : 1. jika yang berhutang menurut bank melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syarat-syarat persetujuan atau pengakuan hutang atau “syarat-syarat perjanjian ini”, atau jika timbul keadaan yang dilarang dalam persetujuan dan pengakuan hutang.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
2. Jika semata-mata menurut pikiran bank yang ditanggung tidak cukup lagi dan tanggungan tidak tambah baik karena musnah, hilang atau karena harganya mundur walaupun disebabkan karena apa saja. 3. Sekiranya uang depan atau kredit diberikan untuk perusahaan. Jika semata-mata menurut pikiran bank, perusahaan itu sudah dihentikan atau tidak akan memberikan atau oleh sebab-sebab yang lain sehingga tidak diusahakan lagi oleh yang berhutang sendiri. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa seperti perjanjian pada umumnya, perjanjian kredit usaha kecil dan menengah akan berakhir dengan sendirinya apabila si penerima kredit (debitur) telah melaksanakan atau memenuhi kewajibannya yaitu dengan membayar seluruh pinjaman beserta bunga dan biayabiaya yang timbul. Pasal 1381 KUHPerdata mengatur cara hapusnya perikatan yang dapat pula diberlakukan pada perjanjian kredit bank. Pasal tersebut mengatur tentang cara berakhirnya/hapusnya perjanjian kredit bank sebagai berikut : 41 1. pembayaran merupakan pemenuhan prestasi dari debitur baik pembayaran utang pokok, bunga, denda atau biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika atau sekaligus. 2. subrogasi
41
Rachmadi Usman. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2001. hal.278. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan, pembayaran tetap dilakukan oleh pihak ketiga kepada pihak berpiutang (kreditur) sehingga terjadi penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur oleh pihak ketiga. Subrogasi merupakan suatu pembayaran dimana hutang piutang yang lama hapus untuk kemudian di terbitkan kembali bagi kepentingan kreditur baru. Subrogasi terjadi sebagai akibat pembayaran. 3. pembaharuan hutang Ini terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan utang baru, debitur lama dengan debitur baru, atau kreditur lama dengan kreditur yang baru. Pembaruan utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan. 4. perjumpaan hutang (kompensasi) merupakan perjumpaan 2 (dua) hutang yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis yang dimiliki oleh dua orang/pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun sebagai debitur terhadap orang lain sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua untang tersebut. 5. pembebasan utang Pembebasan suatu utang atau pelepasan menurut persetujuan untuk kepentingan salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, membebaskan semua debitur yang lain, kecuali jika kreditur dengan tegas menyatakan hendak mempertahankan hak-haknya terhadap orang-orang tersebut 6. musnahnya barang yang terutang Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
masih ada, atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. 7. kebatalan atau pembatalan Semua perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dan pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan, menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya. 8. berlakunya suatu syarat batal Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi. 9. karena lewat waktu. Lewat waktu ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Mengenai lewat waktu ini, dimuat dalam suatu bab tersendiri dalam KUHPerdata.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
BAB IV LEASING DAN RAGAM ASPEKNYA BAGI PELAKU USAHA KECIL DAN MENENGAH
E. Proses Mendapatkan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan supplier PO Sutomo Mobil di dapatkan fakta bahwa untuk mendapatkan fasilitas leasing adalah melalui cara yang mudah, tidak berbeli-belit, dan cepat. 42 Mekanisme UKM untuk memperoleh pembiayaan dari perusahaan leasing, adalah: a. UKM melakukan negosiasi harga dengan penjual mesin atau peralatan yang akan di “lease”. b. UKM menyediakan DP sekitar 20% - 30% dari harga yang ditentukan c. UKM membayar asuransi jiwa yang sebelumnya telah ditentukan oleh perusahaan leasing, sebagai ilustrasi Rp 17 juta untuk pembiayaan senilai Rp 580 juta dan dibayar sekaligus dimuka. 43 Di dalam praktek, terdapat beberapa cara untuk melaksanakan kontrak leasing antara lessee dengan lessor. Lessee bisa melakukan pesanan barang kepada dealer atau distributor atau juga lessee memberi data-data mengenai barang kepada lessor untuk kemudian lessor melakukan pesanan kepada supplier yang telah di tunjuk oleh lessee. Dalam mendapatkan fasilitas leasing, seorang calon lessee wajib melakukan negosiasi terhadap supplier, mengenai tipe kendaraan yang diinginkan, harga dari
42 43
Wawancara dengan Suwondo Rusli. Pemilik PO Sutomo Mobil. tanggal 12 Februari 2009. WAwancara dengan Suwondo Rusli. Pemilik PO Sutomo Mobil. tanggal 12 Februari 2009.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
kendaraan tersebut, garansi yang dapat diberikan oleh pihak lessor, besarnya cicilan yang dapat di penuhi oleh calon lessee. Dengan data yang diberikan oleh calon lessee maka supplier mendapatkan gambaran kendaraan seperti apa yang dapat di penuhi oleh supplier kepada calon lessee. Setelah mengetahui apa tipe yang diinginkan, maka supplier melakukan wawancara kepada calon lessee. Wawancara yang dilakukan kepada calon lessee adalah berkaitan dengan alamat calon lessee (rumah tersebut merupakan milik dari calon lessee), pekerjaan yang sedang ditekuni, berapa penjualan maksimal yang di dapat calon lessee dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Setelah dilakukan wawancara, maka calon lessee wajib memenuhi persyaratan yang telah di tentukan oleh supplier. Syarat-syarat yang wajib untuk dipenuhi oleh calon lessee adalah adanya fotokopi KTP (Kartu Tanda Penduduk), fotokopi Kartu Keluarga, fotokopi rekening listrik/air 3 (tiga) bulan terakhir, pas foto 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar. Selain melakukan wawancara dan persyaratannya telah dipenuhi, supplier dalam hal ini menghubungi lessor untuk menyatakan adanya keinginan calon lessee untuk menggunakan fasilitas leasing. Setelah mengetahui, maka lessor melakukan survey langsung ke lapangan. Survey dilakukan dengan menanyakan segala sesuatu hal yang berkaitan dxengan calon lessee. Pertanyaan diajukan kepada tetangga dan calon lessee yang bersangkutan. Apabila terjadi ketidak sesuaian data antara data yang diberikan oleh calon lessee dengan hasil survey yang dilakukan, maka perjanjian leasing tersebut tidak dapat dilanjutkan lagi. Apabila terjadi kesesuaian, maka perjanjian dilanjutkan. Tindak lanjut dari perjanjian leasing itu adalah dengan penandatanganan kontrak leasing. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu calon lessee (suami dan istri) dengan lessor (perusahaan leasing). Penandatanganan Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
oleh salah satu pihak tidak menyebabkan kontrak tersebut sah demi hukum. Setelah penandatanganan dilakukan, maka calon lessee (sekarang berganti status menjadi lessee) melakukan pembayaran uang muka. Besarnya uang muka (Down Payment/DP) yang ditentukan oleh PT.Austindo Nusantara Jaya Finance (PT.ANJF) adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari harga barang. Sebelum penandatanganan dilakukan pada awalnya lessor melakukan foto mobil dan dan melakukan gesek pada angka mesin. Penandatanganan kontrak leasing dilakukan antara lessee dengan lessor. Dalam hal ini supplier sudah tidak memiliki tanggung jawab secara hukum lagi kepada lessor. Pembayaran dapat dilakukan dengan jangka waktu antara 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) tahun, bergantung kepada yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Pembayaran angsuran dilakukan setiap bulannya oleh lessee kepada lessor. Apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran, maka lessee dikenakan denda pembayaran angsuran. Denda tersebut sudah ditentukan dalam kontrak leasing. Pada saat transaksi leasing, barang yang menjadi obyek leasing adalah masih menjadi milik lessor. Hak kepemilikan ini berlangsung terus sampai akhir masa kontrak leasing, dan hak tersebut baru berpindah kepada lessee jika lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli barang tersebut. Apabila pada pembayaran cicilan pertama lessee tidak membayar maka lessor melakukan peringatan melalui telepon. Peringatan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali. Peringatan kedua dilakukan melalui peringatan surat. Peringatan ketiga dilakukan dengan peringatan surat kedua. Sampai kepada peringatan keempat dilakukan denga cara penarikan kenderaan. Setiap kendaraan yang hendak di-lease-kan haruslah di asuransikan. Segala biaya mengenai asuransi ditanggung sendiri oleh lessee sendiri. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dari data yang dikemukakan di atas terdapat beberapa unsur dari sebuah perjanjian leasing. Adapun unsur-unsur penting yang terdapat dalam perjanjian leasing, yaitu : a. negosiasi Calon lessee melakukan negosiasi dengan supplier mengenai barang yang dibutuhkan. Negosiasi ini meliputi harga barang, jenis barang, beserta seri atau tipenya, masalah garansi, perawatan, penyediaan suku cadang dan lain sebagainya. b. supplier yaitu, pabrik penghasil barang, dealer ataupun distributor dari barang yang dibutuhkan oleh lessee. Kemudian supplier ini meminta agar lessor membuat suatu surat pesanan (purchase order) yang mana lessor ini nantinya adalah sebagai pemilik dari barang tersebut. c. lessee yaitu, pihak yang akan memakai barang yang akan di-lease-kan. Lessee ini adalah merupakan pemilik barang secara ekonomis dan ia pula yang bertanggung jawab atas perawatan barangnya, asuransi dan hal-hal yang berkenaan dengan pengoperasian barang tersebut. d. lessor adalah pihak yang memiliki barang yang akan menjadi obyek perjanjian leasing. Dalam artian, lessor ini sebagai pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak lessee. e. kontrak leasing yaitu, kontrak yang dilakukan antara lessor dan lessee yang merupakan landasan hukum atas perjanjian leasing yang telah disepakati bersama. Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
f. harga barang yaitu, merupakan harga final yang telah dinegosiasikan antara lessee dengan supplier dan juga merupakan harga yang dibayar oleh lessor kepada supplier. g. hak pemilikan barang hak ini mulai dilimpahkan kepada lessor pada saat harga keseluruhan dari barang telah dilakukan. h. pembayaran rental pembayaran ini dilakukan berdasarkan bulanan, kuartalan ataupun tengah tahunan atas penggunaan barang selama masa perjanjian leasing. i.
periode leasing merupakan masa berlangsungnya perjanjian leasing yang telah disetujui bersama
antara lessor dengan lessee. Pertimbangan ini dilakukan untuk menentukan masa perode leasing ini ditentukan berdasarkan hal-hal : 1. masa manfaat penggunaan barang tersebut sesuai dengan umur rata-rata barang tersebut; 2. lokasi dimana barang tersebut ditempatkan 3. pertimbangan keadaan cashflow daripada lessee j.
nilai sisa berdasarkan nilai sisa yang telah disetujui bersama (menurut peraturan besarnya
nilai sisa minimal adalah 10% dari harga barang tersebut) maka lessee mempunyai hak untuk membeli barang tersebut. k. asuransi
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
atas barang yang masih menjadi milik lessor tentunya pihak lessor menginginkan adanya suatu proteksi keamanan dan keutuhannya. Dalam hal ini, asuransi merupakan salah satu sarana yang bisa melindungi kepentingan lessor tersebut.
B. Faktor Pendorong Penggunaan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah Perusahaan leasing merupakan sumber dana bagi UKM, yang relatif lebih penting dibandingkan perusahaan modal ventura. Sebagai suatu pranata pembiayaan bisnis, leasing sudah tentu mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan pembiayaan yang lainnya, leasing memiliki banyak keuntungan yang tidak terdapat di jenis pembiayaan yang lainnya Beberapa faktor pendorong yang dapat diperoleh lessee dari leasing, antara lain: 44 a. Cash flow lebih baik. Leasing menyediakan akses kepada barang/asset tertentu dengan pembayaran minimal di muka dan menyebarkan sisa biayanya dalam jangka waktu tertentu. b. Bukan pinjaman. Sebuah operating lease menyediakan kepada lessee pilihan kredit dan tidak dengan plafond kredit seperti pada umumnya, sehingga tidak diklasifikasikan sebagai pinjaman, tetapi sebagai pengeluaran. c. Penyediaan keuangan yang lebih maksimal.
44
Sebagaimana
yang
dikutip
dalam
http://bappenas.go.id/
index.php?module=Filemanager&func=download&pathext=ContentExpress/&view=180/role%20of% 20leasing.pdf, tanggal 28 Desember 2008 Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Bersamaan dengan pembelian barang/asset melalui perusahaan leasing, maka lessee akan memperoleh manfaat pembebasan biaya lainnya, seperti untuk instalasi dan training. d. Manajemen likuiditas yang lebih sederhana. Pembayaran sewa kepada lessor biasanya tetap, sehingga menyebabkan manajemen kas lebih dapat diprediksi dan lebih mudah, dibandingkan pinjaman dengan pembayaran yang berubah-ubah. Tingkat bunga yang tetap juga akan memberikan manfaat, seandainya tingkat bunga mengalami kenaikan. e. Pengurang pajak. Pembayaran operating lease umumnya dapat menjadi pengurang pajak (tax deductable), seperti hal depresiasi, tetapi diperhitungkan sebelum pajak. Pembelian dengan tunai, sebaliknya diperhitungkan setelah pajak. f. Jangka waktu yang dapat ditentukan oleh pihak Lessee. Kontrak leasing dapat dibuat fleksibel sesuai dengan kebutuhan lessee. Lessee dapat menggunakan barang/asset sesuai waktu yang diinginkan, tanpa harus memiliki selamanya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan UKM dan perusahaan leasing, dibandingkan dengan kredit bank. Beberapa faktor yang menyebabkan UKM menggunakan leasing, antara lain: 45 a. unsurnya yang fleksibel Salah satu unggulan yang merupakan andalan dari leasing adalah adanya unsur fleksibilitas. Unsur fleksibilitas ini terutama dalam hal dokumentasi, jaminan, struktur
45
Wawancara dengan PT. Angka Prima Jaya tanggal 15 februari 2009
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
kontraknya, besar dan jangka waktu pembayaran cicilan oleh lessee, nilai sisa, hak opsi. b. ongkos yang relatif murah Karena sifatnya yang relatif sederhana, maka untuk dapat ditandatangani kontrak dan direalisasi suatu leasing relatif tidak memerlukan ongkos/biaya yang besar, termasuk pengadaan dan pemasangan barang, asuransi dan biaya lainnya. c. kriteria bagi lessee yang longgar Dibandingkan debitur yang memanfaatkan fasilitas kredit bank, maka persyaratan bagi perusahaan lessee untuk menerima fasilitas leasing jauh lebih longgar. Ini mengingat pemberian fasilitas leasing jauh lebih aman bagi lessor, karena setiap saat barang modal dapat dijual, dengan perhitungan harga tidak lebih rendah dari sisa hutang lessee. d. pemutusan kontrak leasing oleh lessee Sering juga didapati bahwa dalam kontrak leasing diberikan hak yang mudah bagi lessee untuk memutuskan kontrak di tengah jalan. Karena sering juga harga barang modal dapat dijual kapan saja oleh pihak lessor dengan harga yang dapat menutupi bahkan seringkali melebihi sisa hutang lessee. Dengan demikian, tidak banyak resiko yang harus dipikul oleh lessor maupun lessee jika terjadi pemutusan kontrak leasing di tengah jalan.
C. Hambatan dan Upaya Penanggulangan Hambatan Penggunaan Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Hambatan utama yang dihadapi oleh Usaha kecil dan menengah dalam memulai usahanya atau dalam pengadaan modal usaha adalah terbatasnya dana, karena sumbernya pada awalnya hanya bisa di dapat dari kredit perbankan. 46 Penggunaan leasing oleh UKM ternyata dominan untuk leasing kendaraan, dan tidak untuk peralatan lain, seperti yang terjadi di beberapa negara. Terjadinya kondisi ini, erat kaitannya dengan kelangkaan dana yang dimiliki oleh perusahaan leasing, sehingga alokasi pembiayaan oleh sebagian besar perusahaan leasing dominan untuk pembiayaan kendaraan. Dengan perkataan lain, terjadi kompetisi penggunaan dana dari perusahaan leasing untuk membiayai kendaraan dan barang modal. “Jika bank batuk, maka perusahaan pembiayaan akan sakit”. Pada saat bank sedang sakit, perusahaan pembiayaan (termasuk perusahaan leasing) tidak mempunyai sumber dana lain dan terpaksa mengurangi kegiatan pembiayaan. Di sisi lain, bagi perusahaan leasing pembiayaan yang dialokasikan kepada kendaraan bermotor akan jauh lebih aman, karena dibandingkan pembiayaan untuk mesin dan barang modal lain: a. Dokumentasinya lebih jelas; dan b. Agunan mudah diuangkan. 47 Hambatan dari sisi perusahaan leasing dan UKM Hasil wawancara dengan UKM dan perusahaan leasing menunjukkan bahwa terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi baik oleh perusahaan leasing maupun UKM dalam memanfaatkan leasing.
46
Wawancara dengan PT. Angka Prima Jaya tanggal 15 februari 2009
47
Wawancara dengan Suwondo Rusli. Pemilik PO Sutomo Mobil. tanggal 12 Februari 2009.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dari sisi UKM. Beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam penggunaan fasilitas leasing, yaitu menyangkut mengenai masalah : a. biaya bunga yang tinggi karena perusahaan leasing juga memperoleh biaya dari bank, maka pada prinsipnya keberadaan lessor hanyalah sebagai perantara saja dalam menyalurkan dana kepada lessee. Untuk itu, tentunya lessor akan mendapat keuntungan margin tertentu. Konsekuensinya, perhitungan bunga, ataupun kompensasi terhadap bunga dalam transaksi leasing akan relatif tinggi. b. kurangnya perlindungan hukum karena leasing termasuk bisnis yang loosely regulated, tidak seperti sektor perbankan misalnya, maka perlindungan para pihak hanya sebatas itikad baik dari masing-masing pihak tersebut yang semuanya dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian leasing. Dalam hal ini, akan berlaku prinsip pasar, antara permintaan dan penawaran, dari lessee dengan lessor. Konsekuensi logisnya, biasanya dalam hal seperti itu, pihak yang berkedudukan lemah akan tergilas, dan kurang terlindungi. Di samping itu, karena kurangnya pengaturan hukum yang menyebabkan kurangnya fairness juga bisnis leasing akhirnya tidak predictable dan kurang kepastian hukum. c. proses eksekusi leasing macet yang sulit tidak ada suatu prosedur yang khusus terhadap eksekusi leasing yang macet pembayaran cicilannya. Karena itu, jika ada sengketa haruslah beracara seperti lewat Pengadilan dengan prosedur biasa. Dan apabila beracara lewat Pengadilan akan menghabiskan banyak waktu dan biaya disamping hasilnya yang tidak dapat di prediksi.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Dari sisi perusahaan leasing. Persoalan utama yang dihadapi perusahaan leasing adalah langkanya dana yang tersedia untuk melakukan pembiayaan, termasuk kepada UKM. Berdasarkan aturan pemerintah, perusahaan leasing hanya dapat memperoleh dana dari kredit bank, di samping dana yang disetor oleh pemilik perusahaan. Di samping itu, perusahaan leasing juga tidak memiliki sistem informasi seperti yang dimiliki bank untuk mengecek calon nasabahnya. Sehingga kepada setiap calon nasabah yang akan memperoleh pembiayaan, perusahaan leasing memerlukan pengecekan lebih detail kepada supplier atau competitor. Hal ini perlu dilakukan karena untuk menyediakan pembiayaan kepada UKM, maka faktor karakter menjadi persoalan utama. Implikasinya, jika informasi mengenai karakter UKM sebagai calon nasabah tidak diperoleh, maka perusahaan leasing akan membatalkan pembiayaan kepada UKM. Pada saat sumber dana perusahaan leasing terbatas, hampir semua perusahaan leasing lebih memilih untuk mengalokasikan dana yang ada untuk pembiayaan kendaraan. Kondisi ini disebabkan karena dokumentasinya lebih jelas dan agunan mudah diuangkan, dibandingkan pembiayaan untuk mesin dan barang modal lain. Disamping itu, penegakan peraturan pemerintah yang lunak dan tidak adanya supervisi dan monitoring yang efektif dari pemerintah menyebabkan timbulnya malpraktek. Dampaknya kepercayaan bank terhadap perusahaan-perusahaan pembiayaan (termasuk perusahaan leasing) hilang. Pembiayaan yang disediakan oleh perusahaan leasing bermanfaat bagi pengembangan UKM melalui penyediaan dana jangka menengah, yang tidak mungkin disediakan oleh kredit bank.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Pembiayaan yang disediakan oleh perusahaan leasing dominan untuk penyewaan peralatan yang diperlukan perusahaan industri pengolahan (termasuk industri skala kecil dan menengah). Disamping itu, pembiayaan dari perusahaan leasing juga dapat membantu menyediakan mekanisme penjualan yang efektif untuk peralatan industri yang dihasilkan produsen peralatan di tingkat lokal. 48 Upaya penanggulangan yang seharusnya dilakukan dari segi UKM, yaitu dalam hal Usaha Kecil dan menengah yang bersangkutan haruslah mendaftarkan usahanya ke Departemen Perdagangan. Apabila tidak di daftarkan ada kemungkinan terjadi laporan keuangan yang fiktif (tidak dapat dipertanggung jawabkan). Upaya lainnya dilakukan dengan cara usaha kecil dan menengah memastikan apakah perusahaan pembiayaan yang akan digunakan apakah bagus dan dapat dipercaya. Sedangkan dari segi leasing, perusahaan leasing tersebut haruslah melakukan tinjauan ke
lapangan secara lebih terperinci untuk
menghindari terjadinya
ingkar
janji/wanprestasi.
D. Analisis Kontrak Leasing bagi Usaha Kecil dan Menengah Tidak adanya keharusan untuk membuat kontrak leasing di depan notaris. Jadi sebenarnya kontrak di bawah tangan di antara lessee dengan lessor saja secara yuridis sudah cukup, dan mempunyai kekuatan hukum. Namun demikian, kadang-kadang dalam praktek sering juga di buat leasing dalam bentuk akta notaris, terutama jika menyangkut dengan leasing dengan jumlah uang yang besar. Di samping dalam bentuk akta notaris, dalam praktek ditemukan juga pembuatan kontrak leasing bawah
48
Wawancara dengan Suwondo Rusli. Pemilik PO Sutomo Mobil. tanggal 12 Februari 2009.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
tangan, tetapi dengan dilegalisasi oleh notaris atau bahkan hanya di registrasi saja oleh notaris. 49 Dalam suatu kontrak leasing, ada kalanya pihak lessee diberikan kesempatan untuk memiliki barang, yaitu apabila lessee menggunakan hak opsi membeli barang yang memberikan hak opsi beli tersebut. Dalam artian bahwa pihak lessee secara yuridis berubah fungsinya dari yang hanya sekedar penyewa menjadi pemilik barang leasing tersebut pada saat lessee menggunakan hak opsi belinya. Dari kontrak leasing yang dibuat antara pihak LIE A TJIA (konsumen) dengan PT.ANJF (pemberi fasilitas leasing/perusahaan finance), yang diprioritaskan hanya hak dan kewajiban dari lessee. Sedangkan hak dan kewajiban dari lessor tidak disiratkan secara terperinci dalam kontrak tersebut. Pengakuan hutang oleh lessee terhadap lessor disyaratkan dalam kontrak leasing. Dalam hal ini, lessee dianggap berhutang atas harga barang, berarti kepemilikan atas barang tersebut sudah beralih menjadi milik lessee sehingga karenanya timbul hutang. Dalam hal penggunaan barang seorang lessee juga dibatasi, bilamana barang tersebut dibatasi adalah berkenaan dengan apabila lessee tersebut meminjamkan, dan/atau menjual barang atau juga lessee mempergunakan barang tersebut tidak sesuai dengan kegunaannya. Dalam perjanjian leasing, proteksi lessor yang berupa keharusan lessee untuk mengasuransikan barng tersebut telah dituangkan dalam pasal tersendiri (pasal 10). Sebagai konsekuensi dari status kepemilikan barang yang masih ada pada lessor, apabila ada terjadi sesuatu atas barang tersebut dan kemudian perusahaan asuransi memberi ganti rugi tersebut harus diberikan kepada lessor. Bagi lessor, kewajiban 49
Munir Fuady, Op. Cit., hal.39.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
mengasuransikan barang tersebut tidak cukup hanya dituangkan dalam perjanjian leasing. Lessor juga harus aktif melakukan pengecekan apakah barang tersebut betulbetul telah diasuransikan oleh lessee atau belum. Dalam suatu kontrak leasing oleh lessor dimintakan juga jaminan tambahan berupa fiducia atas barang leasing tersebut. Mengenai jaminan fidusia ini di atur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu barang atas dasar kepercayaan. Barang/benda yang dapat diberikan jaminan fidusia adalah benda bergerak baik benda berwujud maupun tidak berwujud serta benda tidak bergerak. 50 Dalam kontrak leasing tersebut pengaturan mengenai fidusia ini bersatu dengan kontrak leasing. Pada pelaksanaan perjanjian leasing sering terjadi ingkar janji atau wanprestasi. Ingkar janji ini pada umumnya dilakukan oleh pihak lessee dan ingkar janji ini sering terjadi dalam hal pembayaran angsuran ataupun pembayaran lainnya yang sudah merupakan kewajiban dari pihak lessee. Selain itu juga, ingkar janji dapat mengenai tidak dipenuhinya kewajiban atau larangan yang telah dinyatakan dalam perjanjian leasing. Persengketaan antara para pihak terjadi apabila terjadinya ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini, ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menyelesaikan sengketa antara kedua belah pihak yang telah dimiliki oleh kedua pihak tersebut, yaitu : a. dengan cara musyawarah untuk mufakat musyawarah untuk mufakat merupakan cara yang paling baik karena melalui mekanisme ini putusan disepakati secara bulat. b. melalui lembaga Arbitrase 50
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 TAhun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Sebagaimana diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa melalui Pengadilan adalah merupakan jalan yang membutuhkan waktu yang relatif panjang dan melalui cara yang berbelit-belit. Selain banyak formalitas yang harus diselesaikan, misalnya mengenai tata cara pemanggilan, diperlukannya waktu
yang
lama untuk
menyelesaikan sengketa, maka oleh karena itu dibutuhkan suatu alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa. Alternatif lain yang digunakan oleh usaha kecil dan menengah dalam menyelesaikan sengketa dapat melalui suatu badan yang disebut badan Arbitrase. Hal ini dilakukan oleh karena sudah diperjanjikan dalam kontrak leasing. Arbitrase merupakan sarana yang paling sesuai untuk menyelesaikan sengketa dalam dunia perdagangan. Arbitrase ini dipilih oleh karena : 1. proses penyelesaian sengketa cepat; 2. pada badan ini terdapat ahli-ahli yang telah mengetahui tentang masalah yang disengketakan; 3. terjaminnya kerahasiaan para pihak yang bersengketa oleh karena pemeriksaan maupun pemutusan sengketa di lakukan dengan pintu tertutup. Ketentuan atau pasal dalam perjanjian leasing tersebut dinamakan “arbitrase clause”. Dan untuk hal “arbitrase clause” tersebut, BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), yang berdiri pada tanggal 3 Desember 1977 itu menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa menggunakan arbitrase (BANI) untuk mencantumkan dalam perjanjian mereka dengan klausula sebagai berikut :
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
“Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dalam tingkat pertama dan terakhir menurut peraturan prosedur BANI oleh arbiter yang ditunjuk menurut peraturan tersebut” 51
51
Amin Widjaja Tunggal & Arif Djohan Tunggal. Op.Cit. hal.61.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Proses untuk mendapatkan fasilitas leasing adalah melalui cara negosiasi. Negosiasi dilakukan antara usaha kecil dan menengah (lessee) dengan supplier. Setelah negosiasi dilakukan maka dilakukan wawancara kepada calon lessee. Wawancara dapat dilakukan dengan melakukan survey ke lapangan dan wawancara ke lessee yang bersangkutan. Setelah terdapat kesepakatan,
maka
ditandatangani
kontrak
leasing.
Setelah
kontrak
ditandatangani lessee membayarkan uang muka sebesar 20% kepada leesor. Setelah pembayaran uang muka dilanjutkan dengan pembayaran angsuran. 2. Faktor pendorong penggunaan fasilitas leasing adalah berkaitan dengan unsurnya yang fleksibel, biaya yang relatif murah, persyaratan untuk menjadi seorang lessee adalah mudah, pemutusan kontrak yang daat dilakukan oleh lessee sendiri. 3. Hambatan utama yang dihadapi oleh Usaha kecil dan menengah dalam menggunakan fasilitas leasing adalah mengenai biaya bunga yang tinggi, kurangnya perlindungan hukum, proses eksekusi leasing macet yang sulit 4. Tidak adanya keharusan untuk membuat kontrak leasing di depan notaris. Jadi sebenarnya kontrak di bawah tangan di antara lessee dengan lessor saja secara yuridis sudah cukup, dan mempunyai kekuatan hukum. Namun demikian, kadang-kadang dalam praktek sering juga di buat leasing dalam bentuk akta notaris, terutama jika menyangkut dengan leasing dengan jumlah uang yang besar. Di samping dalam bentuk akta notaris, dalam praktek ditemukan juga Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
pembuatan kontrak leasing bawah tangan, tetapi dengan dilegalisasi oleh notaris atau bahkan hanya di registrasi saja oleh notaris.
B. Saran 1. dalam jangka pendek diharapkan adanya suatu kebijaksanaan dari pihak pemerintah dengan mengeluarkan peraturan yang memberikan wewenang kepada pihak kepolisian untuk mendampingi pihak lessor dalam menarik kembali barang leasing dari pihak lessee. Alasannya adalah bahwasanya dalam prakteknya selama ini, pihak lessor selalu mengalami kesulitan untuk menarik kembali barang leasing miliknya, walaupun pihak lessee secara terang-terangan telah melakukan ingkar janji/wanprestai. Pihak lessee selalu memberikan alasan bahwa pihaknya selama ini telah melakukan pembayaran sejumlah uang sewa, maka sudah selayaknya pihaknya juga mempunyai hak atas barang yang dileased-kan tersebut. Sebaliknya di pihak lain, pihak kepolisian tidak bersedia mendampingi pihak lessor untuk menarik kembali barang leasing tersebut dengan alasan bahwa hal itu merupakan masalah perdata dan bukan masalah pidana, sehingga pihak lessor lebih baik mengajukan persoalan tersebut lewat jalur Pengadilan. Jadi untuk memberikan penyelesaian yang baik, alangkah baiknya pihak pemerintah dapat memperhatikan masalah tersebut. 2. dalam jangka panjang diadakannya suatu peraturan yang lebih lengkap dan efektif mengenai perjanjian leasing ini dengan membentuk suatu undang-undang tentang leasing. Hal ini mengingat bahwa peraturan tentang leasing yang berlaku selama ini boleh dikatakan masih sangat sederhana, dan pelaksanaannya Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
selama ini didasarkan pada kebijakan yang tidak bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, Surat Keputusan Bersama tersebut penulis nilai kurang relevan lagi dengan perkembangan leasing sekarang ini, dan karena masih belum terdapatnya kepastian hukum dalam industri leasing, maka penulis sarankan sudah saatnya pihak pemerintah memikirkan pembuatan suatu undang-undang tentang leasing, sehingga terdapat kepastian hukum bagi industri leasing dan nasabah atau dunia usaha yang membutuhkan jasa leasing. Dengan demikian, diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional di masa yang akan datang.
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA Darus, Mariam. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. 1991. Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : Pradya Paramita. 1990. P Soekadi, Eddy, Mekanisme Leasing, Cetakan Kedua, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990. Darus, Mariam. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. 1991. Andasasmita, Komar. Leasing (Teori dan Praktek), Jakarta : Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Jawa Barat. 1993. Tunggal, Amin Widjaja & Arif Djohan Tunggal. Aspek Yuridis Dalam Leasing. Jakarta:Rineka Cipta. 1994. Tunggal, Amin Widjaja & Arif Djohan Tunggal. Akuntansi Leasing(Sewa Guna Usaha). Jakarta : Rineka Cipta. 1994. Sutojo, Heru, Usaha Kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan di Indonesia, Jakarta: Lembaga Management Fak. Ekonomi Univ. Indonesia, 1994 Marpaung, Charles Dulles. Pemahaman Mendasar Atas Usaha Leasing. Jakarta : Integrita Press. 1995. Mulyadi, Kartini. Lembaga Leasing. Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia. 1996. Anwari, Achmad. Leasing di Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1997 Masjchoen, Sri Soedewi. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta : Penerbit:Liberty. 1999. Fuady, Munir. Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek). Bandung : Citra Aditya Bakti. 1999. Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2000. Susilo, Y.Sri. dkk. Bank & Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. 2000. Subekti, R.. Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Bandung : Penerbit:Alumni.2000
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009
Ismawan, Indra. Sukses di Era Ekonomi Liberal bagi Koperasi dan UKM. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2001. Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001. Iwantoro, Sutrisno. Kiat Sukses Berwirausaha, Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta : Penerbit PT. Grasindo.2002. Sartikno Pratomo, Titik dan Rahmadi Soejoedono. Ekonomi Kecil/Menengah dan Koperasi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. 2002.
Skala
Adi, Kwartono. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. 2007. Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka.
Situs dan Undang-Undang Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Mahkamah Agung RI, Lembaga Pembiayaan,1994 www.bappenas.go.id www.sms-anda.com Kompas, Rabu, 9Agustus 2000
Lily Anggriani : Penggunaan Fasilitas Leasing Bagi Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Kasus P.O. Sutomo Mobil), 2009. USU Repository © 2009