1
PENGETAHUAN GIZI DAN KESEHATAN, PERILAKU HIDUP SEHAT, SERTA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN FISIK RUMAH HUBUNGANNYA DENGAN KELUHAN KESEHATAN SOPIR ANGKOT
ARINA RIZKIANA
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2008
2
ABSTRACT ARINA RIZKIANA. The Correlation Between Nutrition and Health Knowledge, Behavior of Healthy Life, and Physical Characteristic of The House Towards Health Sighs of Public Transportation Driver. Under direction of SITI MADANIJAH and YEKTI HARTATI EFFENDI. The objective of this study was to know the correlation between nutrition and health knowledge, behavior of healthy life, and physical characteristic of the house towards health sighs of public transportation driver. Design of this study is a cross sectional study. The criterions of sample are (1) driver of Kampus Dalam and Leuwiliang route; (2) man; (3) age more than 30 years old; (4) had been worked as public transportation driver more than 2 years; (5) can communicate and ready for having an interview. The amount of sample is 60 respondents. The type of data was using primary and secondary data. The primary data (individual and family characteristic, nutrition and health knowledge, life style, pattern of food consumption, behavior of healthy life, physical characteristic of the house, and health sighs of the driver) was collected by structural questionnaire interview. The body weight and height data were collected by direct measurement on site of research. The secondary data was the amount of public transportation in Bogor District which had been obtained from “Dinas Perhubungan” of Bogor District. This study results that nutrition and health knowledge, behavior of healthy life, and physical characteristic of the house do not correlate to health sighs of the public transportation driver. The correlation was analyzed by Spearman’s correlation. Keywords: nutrition, healthy life, physical characteristic of house.
3
RINGKASAN ARINA RIZKIANA. Pengetahuan Gizi dan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat, serta Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah Hubungannya dengan Keluhan Kesehatan Sopir Angkot. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan YEKTI HARTATI EFFENDI. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah perilaku hidup sehat, yang didefinisikan sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Pada hakekatnya derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : faktor genetik, pelayanan kesehatan, perilaku dan faktor lingkungan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah terhadap keluhan kesehatan sopir angkot. Sedangkan tujuan khususnya, adalah 1) mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga contoh; 2) menganalisis pengetahuan gizi dan kesehatan contoh; 3) menganalisis gaya hidup, pola konsumsi pangan, dan perilaku hidup sehat contoh; 4) menganalisis karakteristik lingkungan fisik rumah contoh; 5) mempelajari keluhan kesehatan dan status gizi contoh; 6) menganalisis hubungan pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah terhadap keluhan kesehatan contoh; 7) menganalisis hubungan keluhan kesehatan dengan status gizi contoh. Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Terminal Bubulak dan Terminal Laladon, Kabupaten Bogor pada bulan Januari Maret 2008. Contoh penelitian ini adalah sopir angkot. Cara pengambilan contoh dilakukan dengan purposive sampling, menggunakan kriteria 1) sopir pada Trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang; 2) laki-laki; 3) berusia >30 tahun; 4) bekerja sebagai sopir angkot >2 tahun; 5) dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia diwawancarai. Selama masa penelitian berlangsung diperoleh calon contoh berdasarkan kriteria sebanyak 66 sopir, terdiri dari 35 sopir pada Trayek Kampus Dalam dan 31 sopir pada Trayek Leuwiliang. Namun contoh yang memenuhi kriteria dengan data yang lengkap terdapat sebanyak 30 sopir pada Trayek Kampus Dalam dan 30 sopir pada Trayek Leuwiliang, sehingga diperoleh total contoh sebanyak 60 sopir Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer mencakup karakteristik individu dan keluarga contoh, pengetahuan gizi dan kesehatan, gaya hidup, pola konsumsi pangan, perilaku hidup sehat, karakteristik lingkungan fisik rumah, keluhan kesehatan, dan data antropometri contoh yang diperoleh dengan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan contoh. Data sekunder yang dikumpulkan adalah jumlah trayek dan angkutan umum di Kabupaten Bogor yang diperolah dari Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor. Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif dengan bantuan program Microsoft Excell dan SPSS for windows versi 13.0. Hubungan antara variabel kategorik dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation Test. Uji beda Mann-Whitney digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan antara karakteristik individu dan keluarga, pengetahuan gizi dan kesehatan, gaya hidup, perilaku hidup sehat,
4
karakteristik lingkungan fisik rumah, keluhan kesehatan dan status gizi contoh antara sopir Kampus Dalam dengan sopir Leuwiliang. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 contoh sopir Kampus Dalam dan 30 contoh sopir Leuwiliang diketahui bahwa lebih dari separuh contoh (53.3%) tergolong pada masa dewasa madya. Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh contoh sebesar 36.7% adalah SLTA/sederajat. Separuh contoh (50.0%) termasuk dalam kategori keluarga kecil, dan lebih dari separuh contoh (58.3%) tergolong dalam kategori keluarga tidak miskin. Terkait pengetahuan gizi dan kesehatan, sebanyak 20.0% contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan yang masih rendah, terutama mengenai akibat yang ditimbulkan bila tubuh kekurangan yodium. Lebih dari separuh contoh (68.3%) memiliki kebiasaan olahraga, dan sebagian besar contoh (86.7%) dalam penelitian ini memiliki kebiasaan merokok. Sebanyak 15.0% contoh memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Lebih dari separuh contoh (51.7%) mempunyai kebiasaan makan 3 kali dalam sehari dan selalu sarapan pagi (68.3%). Berdasarkan susunan hidangan makanan, mayoritas contoh (70.0%), mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, dan sayuran. Lebih dari separuh contoh (53.3%) memiliki kebiasaan minum air putih > 8 gelas per hari, namun demikian, masih terdapat 3.3% contoh yang minum air putih < 3 gelas per hari. Seluruh contoh mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat utama. Lauk hewani yang sering dikonsumsi oleh contoh sopir Kampus Dalam adalah ikan teri (36.7%) dan pada sopir Leuwiliang adalah telur ayam (43.3%). Jenis lauk nabati yang sering dikonsumsi oleh contoh sopir Kampus Dalam adalah tempe (53.3%) dan pada contoh sopir Leuwiliang adalah tahu (46.6%). Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah tomat, dan jenis buah yang paling sering dikonsumsi oleh sopir Kampus Dalam adalah pepaya (20.0%) dan pisang (20.0%) pada sopir Leuwiliang. Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu kental manis. Meskipun separuh contoh (50.0%) berperilaku hidup sehat dengan kategori baik dan sebanyak 45.0% contoh termasuk dalam kategori sedang, namun masih ada 5.0% contoh termasuk dalam kategori rendah, yaitu tidak mencuci tangan sebelum makan menggunakan air bersih dan sabun. Sebanyak 45.0% contoh mempunyai kondisi lingkungan fisik rumah dengan kategori sedang. Namun demikian masih ada 3.3% contoh yang berada dalam kategori rendah yang ditunjukkan dengan tidak tersedianya fasilitas WC di rumah contoh, sehingga tempat contoh untuk buang hajat adalah di sungai/empang. Lebih dari separuh contoh memiliki keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir, dengan jenis keluhan yang paling banyak adalah sakit kepala/pusing, masuk angin, batuk dan flu. Sebanyak 15.0% status gizi contoh adalah underweight, dan 21.7% contoh adalah pre obese. Tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah tidak berhubungan nyata dengan keluhan kesehatan. Begitu pun keluhan kesehatan tidak berhubungan nyata dengan status gizi contoh.
5
PENGETAHUAN GIZI DAN KESEHATAN, PERILAKU HIDUP SEHAT, SERTA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN FISIK RUMAH HUBUNGANNYA DENGAN KELUHAN KESEHATAN SOPIR ANGKOT
ARINA RIZKIANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian bidang keahlian Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
6
Judul
: Pengetahuan Gizi dan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat, serta
Karakteristik
Lingkungan
Fisik
Rumah
Hubungannya dengan Keluhan Kesehatan Sopir Angkot Nama Mahasiswa
: Arina Rizkiana
Nomor Pokok
: A54104027
Disetujui : Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Siti Madanijah, MS NIP 130 541 472
dr. Yekti Hartati Effendi NIP 140 092 953
Diketahui : Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
7
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengetahuan Gizi dan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat, serta Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah Hubungannya dengan Keluhan Kesehatan Sopir Angkot” benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga apapun.
Bogor, Juli 2008
Arina Rizkiana NIM A54104027
8
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, pada tanggal 23 Maret 1986. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Holidin dan Ibu Jojoh Joharah. Tahun 2004 penulis lulus dari SMAN 6 Tasikmalaya. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama masa pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai organisasi, seperti Forum Keluarga Mesjid GMSK (FKMG), Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA), Badan Konsultasi Gizi GMSK (BKG), dan Forum Komunikasi Rohis Departemen Fakultas Pertanian (FKRD-A). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh berbagai elemen kampus. Selain itu, selama menjadi mahasiswa penulis pun pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
9
PRAKATA Segala puji bagi Allah yang Maha Rahman dan Rahim, sehingga dengan hidayah dan kasih sayang-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam tercurah pada qudwah hasanah setiap umat, Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti jejak beliau dalam menyebarkan risalah Islam. Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS dan dr. Yekti Hartati Effendi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat dan masukan ilmu yang sangat berarti serta telah dengan sabar membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian tugas akhir ini. 2. Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc. selaku dosen penguji, Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku dosen Pembimbing Akademik, serta dosen-dosen Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat dengan penuh keikhlasan dan kedisiplinan. 3. Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, para sopir angkot Trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang, serta sopir yang berada di kawasan Terminal Bubulak dan Laladon, atas kerjasama yang baik. 4. Merry Merianawati, Retno Nurbaiti, dan Yuliana Shinta selaku pembahas seminar yang telah memberikan masukan yang berarti dalam penyempurnaan skripsi ini. 5. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Kakak, Adik, dan keluarga besar, terima kasih atas keikhlasan, kesabaran, segala cinta kasih, doa, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan. 6. Teman-teman GMSK 41, saudara-saudara di As-Sakinah, teman-teman KKP Sukawangi, GMSK 39, GMSK 40, GM 42, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Juli 2008 Penulis
1
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Tujuan ............................................................................................... Kegunaan Penelitian..........................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Indeks Pembangunan Manusia, Kesehatan, dan Status Gizi............. Karakteristik Individu dan Keluarga................................................. Gaya Hidup dan Kesehatan............................................................... Kebiasaan Makan .............................................................................. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ...................................................... Perilaku Kesehatan............................................................................ Lingkungan Fisik dan Kesehatan ......................................................
4 6 8 10 11 12 12
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................
15
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .................................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data.................................................... Pengolahan dan Analisis Data........................................................... Definisi Operasional..........................................................................
17 17 18 20 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh ......................................................................... Pengetahuan Gizi dan Kesehatan ...................................................... Gaya Hidup ....................................................................................... Pola Konsumsi Pangan...................................................................... Perilaku Hidup Sehat......................................................................... Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah ............................................ Keluhan Kesehatan............................................................................ Status Gizi ......................................................................................... Hubungan Antar Variabel .................................................................
27 30 32 39 47 50 54 56 57
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... Saran..................................................................................................
60 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
62
LAMPIRAN...............................................................................................
68
2
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Primer ........................................
19
2. Cara Pengkategorian dan Analisis Variabel Penelitian.....................
24
3. Sebaran Contoh Berdasarkan Umur..................................................
27
4. Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan............................
28
5. Sebaran Contoh Berdasarkan Besar Keluarga ..................................
29
6. Sebaran Contoh Berdasarkan Pendapatan Perkápita........................
30
7. Sebaran Contoh Berdasarkan Pengetahuan Gizi dan Kesehatan ......
30
8. Sebaran Contoh Berdasarkan Pertanyaan Pengetahuan Gizi dan Kesehatan ..........................................................................................
32
9. Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Olahraga ...................................
34
10. Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Olahraga............................
34
11. Sebaran Contoh Berdasarkan Usia Mulai Merokok..........................
35
12. Sebaran Contoh Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dikonsumsi.......
36
13. Sebaran Contoh Berdasarkan Alasan Merokok ................................
37
14. Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Rokok .......................................
37
15. Sebaran Contoh Berdasarkan Alasan Minum Alkohol .....................
39
16. Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Makan ...............................
40
17. Sebaran Contoh Berdasarkan Kebiasaan Sarapan.............................
41
18. Sebaran Contoh Berdasarkan Susunan Hidangan Makanan .............
42
19. Sebaran Contoh Berdasarkan Kebiasaan Minum Air Putih..............
42
20. Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Jenis Pangan ....
45
21. Sebaran Contoh Berdasarkan Perilaku Hidup Sehat.........................
49
22. Sebaran Contoh Berdasarkan Kategori Perilaku Hidup Sehat..........
50
23. Sebaran Contoh Berdasarkan Status Rumah.....................................
51
24. Sebaran Contoh Berdasarkan Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah
53
25. Sebaran Contoh Berdasarkan Kategori Lingkungan Fisik Rumah ...
54
26. Sebaran Contoh Berdasarkan Keluhan Kesehatan............................
55
27. Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Keluhan.....................................
56
28. Sebaran Contoh Berdasarkan Status Gizi .........................................
56
3
29. Sebaran Contoh Berdasarkan Pengetahuan Gizi dan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat, Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah, dan Keluhan Kesehatan.....................................................................
58
30. Sebaran Contoh Berdasarkan Keluhan Kesehatan dan Status Gizi .
59
4
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kesehatan ...........
16
2. Bagan Cara Penarikan Contoh Penelitian ...........................................
18
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sehat adalah karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena sehat adalah hak asasi manusia yang harus dihargai dan merupakan investasi untuk meningkatkan produktivitas kerja guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak mengatakan bahwa “Sehat memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”. Karena itu kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya oleh setiap individu. Data UNDP (United Nation and Development Programme) tahun 2007 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia masih belum memuaskan, yaitu menempati urutan ke 107 dari 177 negara. Adapun indikator Indeks Pembangunan Manusia adalah pendidikan, ekonomi, dan kesehatan (Martianto 2007). Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah perilaku hidup sehat, yang didefinisikan sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Masalah-masalah kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sosial budaya, ekonomi, dan pendidikan (Sianipar 2007). Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri manusia). Faktor intenal ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, dan pendidikan. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya dialamatkan pada empat faktor (faktor genetik, perilaku, pelayanan kesehatan, dan lingkungan). Dengan kata lain intervensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi empat, yakni intervensi terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor genetik (Notoatmodjo 2007). Dalam hidup sehat perlu juga diperhatikan higiene perorangan dan lingkungan hidup yang sehat untuk mencegah penularan penyakit. Perilaku hidup bersih dan sehat perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang menjadi masalahnya adalah belum semua orang peduli akan hal itu. Sekalipun peranan perilaku dalam bidang kesehatan cukup besar, bukan berarti semua
2
masalah kesehatan dapat diatasi hanya dengan perbaikan perilaku tersebut (Azwar 1983). Kesehatan merupakan hak setiap manusia, termasuk sopir angkot. Sopir angkot adalah seseorang dengan aktivitasnya mengendarai angkutan umum (angkot) yang setiap harinya memiliki risiko terkena dampak negatif pencemaran (polusi) udara. Sopir angkot trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang merupakan salah satu dari sekian banyak sopir dengan trayek lain yang diduga dapat terkena dampak negatif pencemaran lingkungan. Adapun jumlah angkot yang beroperasi di Kabupaten Bogor, menurut data Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor Tahun 2005 adalah 6129 kendaraan. Jika diasumsikan satu angkot memiliki dua orang sopir, maka perkiraan jumlah sopir di Kabupaten Bogor adalah 12.258 orang, sehingga keberadaannya patut untuk diperhatikan. Salah satu zat cemaran udara adalah Pb (timbal). Pb mempunyai dampak kesehatan yang luas dan berbahaya. Pb mempengaruhi hampir semua organ tubuh, misalnya ginjal dan hati. Ia juga mempengaruhi metabolisme sintesis darah merah, sehingga dapat menyebabkan anemi (kurang darah). Selain Pb, ada juga zat cemaran lain di jalanan yang berbahaya bagi sopir angkot, yaitu karbon monoksida (CO). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang berprofesi sebagai sopir mengalami lebih sering sakit kepala, sukar konsentrasi, pelupa, dan matanya terasa pekat serta perih (iritasi) (Soemarwoto 2004). Adanya berbagai penyakit dan keluhan yang mungkin diderita oleh sopir angkot ini akan semakin buruk dampaknya bila tidak disertai dengan penerapan perilaku hidup sehat dan upaya menjaga kesehatan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah dengan keluhan kesehatan sopir angkot di Kabupaten Bogor, khususnya trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah dengan keluhan kesehatan pada sopir angkot di Kabupaten Bogor.
3
Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga contoh 2. Menganalisis tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan contoh 3. Menganalisis gaya hidup, pola konsumsi pangan, dan perilaku hidup sehat contoh 4. Menganalisis karakteristik lingkungan fisik rumah contoh 5. Mempelajari status gizi dan keluhan kesehatan contoh 6. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, dan karakteristik lingkungan fisik rumah dengan keluhan kesehatan contoh 7. Menganalisis hubungan keluhan kesehatan dan status gizi contoh. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat terutama pada sopir angkot tentang pentingnya memelihara kondisi kesehatan melalui penerapan perilaku hidup sehat dan upaya menjaga kesehatan lingkungan. Selain itu, diharapkan pula penelitian ini dapat berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan pembangunan di bidang kesehatan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Indeks Pembangunan Manusia, Kesehatan, dan Status Gizi Pembangunan kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan ekonomi. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Secara umum, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan, antara lain dilihat dari indikator angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, usia harapan hidup, dan prevalensi gizi kurang (Anonim 2007b). Berbagai kondisi status kesehatan dan keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan kesehatan seperti tersebut di atas dipengaruhi antara lain oleh faktor lingkungan fisik, biologik maupun sosial ekonomi, perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta kondisi pelayanan kesehatan. Sejalan dengan ini, penyakit degeneratif mulai menunjukkan kecenderungan meningkat. Hal ini berkaitan dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat yang masih belum mendukung pola hidup bersih dan sehat (Anonim 2007b). Kesehatan Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memberikan batasan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi
Kesehatan Dunia
(WHO) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat (Notoatmodjo 2003a). Sehat atau kesehatan adalah keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan, yang memungkinkan setiap individu hidup produktif secara sosial, ekonomi, dan intelektual. Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia (UU No 9 Tahun 1960).
5
Sehat bukan hanya terbebas dari rasa sakit dan cacat saja. Sehat berabstraksi jauh lebih dalam lagi, ialah berada dalam keadaan sejahtera, penuh rasa syukur atas nikmat Ilahi dalam aspek jasmani, rohani, dan sosial. Manusia yang sehat adalah manusia yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan penuh daya mampu. Dengan kemampuan itu, ia dapat menumbuhkan dan mengembangkan kualitas hidupnya seoptimal mungkin. Pemeliharaan kesehatan mencakup penyebarluasan manfaat pemeliharaan kesehatan, pencegahan terhadap serangan penyakit, pengobatan penyakit, serta pengembalian keadaan tubuh seusai sakit (Departemen Agama 1986). Menurut HL Bloom ada 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, yaitu : faktor genetik (20.0%), perilaku (50.0%), pelayanan kesehatan (10.0%), dan lingkungan (20.0%) (Effendi 2008). Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat, dan penstabilan politik serta keamanan. Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen pelayanan kesehatan. Intervensi terhadap faktor hereditas antara lain dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu hamil. Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Selain itu, pendidikan kesehatan bagi kelompok yang mempunyai faktor risiko dapat menurunkan prevalensi penyakit tertentu (Notoatmodjo 2007). Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2001). Martianto (2007) menempatkan gizi sebagai komponen yang berpengaruh terhadap kualitas hidup, yaitu terhadap peningkatan Human Development Index (HDI) ataupun terhadap produktivitas kerja. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau sebaliknya. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk menilai status
6
gizi, yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Pengukuran antropometri maksudnya adalah pengukuran yang dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, lingkaran bagian-bagian tubuh, serta tebal lapisan kulit (skinfold). Indeks antropometri merupakan kombinasi dari beberapa pengukuran. Nilai berat badan saja tidak mempunyai arti kecuali ia dikombinasikan dengan umur atau tinggi badan. Sebagai contoh, pengukuran berat badan dan tinggi badan dapat dikombinasikan untuk menghasilkan indek massa tubuh (IMT) (Riyadi 2001). Karakteristik Individu dan Keluarga Sosial Ekonomi Menciptakan suatu lingkungan yang sehat
dan membentuk perilaku
masyarakat yang sehat dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah pekerjaan, pengetahuan dan pendidikan, besar keluarga, serta lingkungan sosial budaya (Sukarni 1992 diacu dalam Sari 2004). Tingkat pendapatan keluarga sangat menentukan status kesehatan seseorang melalui pengaruhnya terhadap daya beli. Pendapatan yang rendah menyebabkan penurunan daya beli yang selanjutnya akan mempengaruhi kesehatan individu dalam hal penurunan kualitas lingkungan fisik dan penurunan kemampuan melakukan akses terhadap fasilitas pelayanan umum (termasuk kesehatan) (Jamal 2000 diacu dalam Sari 2004). Lingkungan sosial budaya yang meliputi bidang-bidang agama, pendidikan, budaya, adat istiadat dan kebiasaan yang mempengaruhi perilaku dan gaya hidup erat hubungannya dengan kesehatan lingkungan. Sosial budaya sangat mempengaruhi program pembangunan kesehatan demikian pula sebaliknya (Sukarni 1992 diacu dalam Sari 2004). Pendapatan Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi seseorang. Karena pendapatan itulah, seseorang bisa membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli seseorang. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seseorang dan keluarganya (Sumarwan 2002).
7
Pendapatan yang diukur dari seseorang biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dimana seseorang berada. Daya beli sebuah rumah tangga bukan hanya ditentukan oleh pendapatan dari satu orang (misalnya ayah saja), tetapi dari seluruh anggota rumah tangga yang bekerja. Sebuah rumah tangga akan menyatukan semua pendapatannya dalam satu pengelolan yang terpadu, dengan tujuan utamanya adalah kesejahteraan semua anggota keluarga. Dengan demikian, daya beli dari sebuah rumah tangga akan ditentukan oleh total jumlah pendapatan dari semua anggota rumah tangga tersebut (Sumarwan 2002). Besar Keluarga Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo et al. 1988). Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintetis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo 2007). Kemampuan masyarakat dalam bidang kesehatan memiliki pengertian yang sangat luas. Masyarakat yang mampu atau masyarakat yang mandiri di
8
bidang kesehatan apabila mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah-masalah kesehatan, terutama di lingkungan atau masyarakat setempat. Agar masyarakat mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, masyarakat harus mempunyai pengetahuan kesehatan
yang
baik.
Pengetahuan
kesehatan
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya yang harus dimiliki oleh masyarakat, sekurang-kurangnya sebagai berikut : Ø Pengetahuan tentang penyakit, baik menular maupun tidak menular. Pengetahuan tentang penyakit ini mencakup : nama atau jenis penyakit, tanda atau gejala penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit, dan tempat-tempat pelayanan kesehatan yang tepat untuk pengobatan. Selain itu, perlu juga pengetahuan tentang bahaya merokok, dan zat lain yang dapat mengganggu kesehatan (narkotika dan obat-obatan berbahaya). Ø Pengetahuan tentang gizi dan makanan, yang harus dikonsumsi agar tetap sehat sebagai faktor penentu kesehatan seseorang. Pengetahuan gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan zat gizi bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Selain itu juga, jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, serta akibat yang disebabkan kekurangan zat gizi tertentu (Notoatmodjo 2007). Gaya Hidup dan Kesehatan Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya adalah pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan, suku, lokasi, agama, pengetahuan gizi dan kesehatan, serta karakteristik psikologis (Suhardjo 2003). Gaya hidup seseorang dapat berbeda antara satu individu dengan individu yang lain. Gaya hidup ini dapat berupa kebiasaan berolahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
9
Kebiasaan Olahraga Olahraga yang seimbang merupakan faktor penting dalam menjaga kesehatan tubuh, sebab olahraga dapat membakar lemak dalam tubuh yang berlebih, yang penumpukkannya hanya akan mendatangkan berbagai macam penyakit seperti tekanan darah, penyumbatan pada pembuluh darah, penyakit gula, dan radang persendian. Membiasakan olahraga akan melancarkan peredaran darah dan mengaktifkan kerja jantung, dimana gerakannya akan membantu pembuluh menjadi lebih lentur, membuat detak jantung lebih teratur, serta mengalirkan darah sampai ke seluruh bagian dan jaringan tubuh (As-Sayyid 2006). Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan. Olahraga teratur selain dapat mengurangi stres, juga dapat menurunkan berat badan, membakar lebih banyak lemak di dalam darah, dan memperkuat otot-otot jantung (Vitahealth 2006). Kebiasaan Merokok Rokok adalah lintingan (gulungan) kertas rokok yang berisi tembakau kering yang dirajang. Ada yang diberi bumbu (saus) berupa cengkeh dan bahan lainnya, dan ada yang tanpa bumbu. Sedangkan aktivitas merokok merupakan suatu kegiatan mengkonsumsi bahan kimia beracun ke dalam tubuh yang dapat menganggu kesehatan. Asap rokok juga termasuk ke dalam bahan kimia beracun (Latifah et al. 2002) Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan perokok itu sendiri melainkan bagi orang di sekitarnya. Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Bukan hanya bagi kesehatan, merokok menimbulkan problem pula di bidang ekonomi. Di negara industri maju, kini terdapat kecenderungan berhenti merokok, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia, malah cenderung timbul peningkatan kebiasaan merokok (Tandra 2006). Merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan manusia yang pada hakekatnya berwujud suatu proses pembakaran massal yang menimbulkan polusi udara yang padat dan terkonsentir serta secara langsung
10
dihirup oleh tubuh manusia yang akan menyebabkan cedera bagi tubuh manusia itu sendiri (Hoepoedio 1980 diacu dalam Ulfah 2004). Perokok juga mempunyai tingkat kematian 70.0% lebih tinggi akibat penyakit jantung koroner, penyebab utama kematian, dibanding dengan yang tidak merokok (Kusnoputranto 1995). Kebiasaan Konsumsi Alkohol Alkohol (khamar) dapat dibuat dari glukosa (zat gula) dengan jalan mengolah glukosa melalui proses peragian (fermentasi). Rupa fisik alkohol bila dilihat dengan mata merupakan zat cair yang jernih, dan dapat bercampur dengan air dalam semua perbandingan (Soehardi 2004). Alkohol dapat berpengaruh negatif bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi secara tidak wajar dan terus-menerus. Pengaruh alkohol dapat dirasakan oleh seluruh anggota tubuh, dari yang paling atas sampai yang paling bawah. Artinya, minuman ini mengawali pengaruhnya terhadap fungsi-fungsi tertinggi di otak terlebih dulu. Oleh karena itu, yang paling awal terpengaruh adalah sel-sel keinginan dan kendali diri. Selain terhadap otak, alkohol juga dapat berpengaruh negatif terhadap jantung dan pembuluh darah, sel-sel darah, serta hati (liver) (As-Sayyid 2006). Kebiasaan Makan Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan diartikan sebagai cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya. Kegiatan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu negara, atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap apa, kenapa dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan tidak hanya menentukan pangan apa, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Khumaidi (1989) menyatakan bahwa pada dasarnya ada dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia). Faktor ekstrinsik tersebut diantaranya adalah lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan agama, dan lingkungan ekonomi.
11
Sedangkan faktor intrinsik meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit, serta penilaian yang lebih terhadap mutu makanan. Pola kebudayaan yang berkenaan dengan suatu masyarakat dan kebiasaan pangan
yang
mengikutinya,
berkembang
di
sekitar
arti
pangan
dan
penggunaannya yang cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana diolahnya, disalurkannya, disiapkan dan disajikannya (Suhardjo et al. 1988). Metode frekuensi konsumsi bahan pangan merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu, seperti hari, minggu, bulan atau tahun (Supariasa et al. 2002). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri dalam tatanan masing-masing agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI 2000, diacu dalam Kurniawan 2002). Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Ada 10 indikator PHBS yang terdiri dari 6 indikator perilaku dan 4 indikator lingkungan, dengan rincian sebagai berikut : a. Ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan b. Ibu hanya memberikan ASI kepada bayinya c. Keluarga mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPKM) d. Anggota keluarga tidak merokok e. Olahraga atau melakukan aktifitas fisik secara teratur
12
f. Makan dengan menu gizi seimbang (makan sayur dan buah setiap hari) g. Tersedia air bersih h. Tersedia Jamban i. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni j. Lantai rumah bukan dari tanah (Dinkes Sulawesi Selatan 2006). Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu : a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang tersebut terhadap makanan dan minuman tersebut (Notoatmodjo 2007). Lingkungan Fisik dan Kesehatan Makhluk hidup secara keseluruhan merupakan penyebab utama terjadinya berbagai perubahan dalam sistem kehidupan. Hakikat pokok pengelolaan lingkungan hidup oleh manusia adalah bagaimana manusia melakukan upaya agar kualitas manusia semakin meningkat, sementara kualitas lingkungan juga menjadi semakin baik. Lingkungan hidup terbentuk karena interaksi antara
manusia
dengan ekosistemnya. Untuk mengelola lingkungan hidup dengan baik perlu
13
dicari keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kualitas manusia dan kualitas lingkungan (Soerjani et al. 1987). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar manusia dalam kehidupannya sehari-hari, seperti udara, tempat tinggal, tempat bekerja, tanah sekitarnya, dan tempat berkumpul (Sukarni 1994). Lingkungan dalam paradigma keperawatan berfokus pada lingkungan masyarakat, dimana lingkungan dapat mempengaruhi status kesehatan manusia. Lingkungan di sini meliputi lingkungan fisik, psikologis, sosial budaya dan lingkungan spiritual. Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), dan rumah hewan ternak (kandang). Adapun usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar menjadi media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya (Notoatmodjo 2003b). Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat adalah : 1) Bahan bangunan Ø Lantai : ubin, semen, atau tanah yang dipadatkan dengan syarat tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan Ø Dinding : Tembok atau papan 2) Fasilitas-fasilitas di dalam Rumah Sehat Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas-fasilitas sebagai berikut : a. Penyediaan air bersih yang cukup b. Pembuangan tinja c. Pembuangan air limbah d. Pembuangan sampah
14
e. Fasilitas dapur f. Ruang berkumpul keluarga g. Gudang h. Kandang ternak (Notoatmodjo 2003b). Perumahan dan Sanitasi Keadaan perumahan mencerminkan tingkat ekonomi, sosial, dan budaya penghuninya,
disamping
memberikan
informasi
tentang
fasilitas-fasilitas
khususnya untuk penyiapan makanan. Sejumlah faktor berikut banyak relevansinya dengan masalah konsumsi pangan (Suhardjo et al. 1988) : Ø Status rumah : milik, sewa, kontrak, penumpang; Ø Struktur bangunan, tipe, bahan, pembagian ruangan; Ø Perabotan rumah dan fasilitas lainnya; Ø Sanitasi dan kesehatan keluarga; Ø Sumber air untuk minum, mandi, cuci; Ø Tanaman pekarangan, budidaya dan pemanfaatannya; Ø Usaha ternak dan pemanfaatannya Polusi Udara dan Kesehatan Udara bebas yang ada di sekitar manusia dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat (Slamet 2007). Polusi udara menimbulkan masalah kesehatan di seluruh dunia serta paling sering dihubungkan dengan pabrik, industri, dan dengan udara luar. Tetapi sumber terbesar dari polusi udara yang berbahaya adalah asap rokok. Tidak dapat diingkari bahwa pencemaran udara dapat menyebabkan karat dari cat, bangunan, patung, dan kerusakan tanaman dan tumbuh-tumbuhan. Juga dapat menyebabkan gangguan pada manusia mulai dari iritasi mata dan sakit kepala sampai asma, bronkhitis, emphysema, dan kanker paru. Polusi udara terutama merusak paru-paru dan saluran pernafasan, walaupun kerusakan dapat terjadi pula pada organ tubuh lainnya (Kusnoputranto 1995)
15
KERANGKA PEMIKIRAN Derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor genetik, pelayanan kesehatan, perilaku, dan lingkungan. Faktor yang mendominasi adalah perilaku dan lingkungan. Perilaku seseorang dalam menjalani kehidupannya dapat dipengaruhi oleh karakteristik orang tersebut, seperti tingkat pendidikan, umur, pendapatan, dan besar keluarga. Selain karakteristik seseorang, pengetahuan gizi dan kesehatan pun dapat menjadi dasar bagi seseorang untuk menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatannya. Gaya hidup merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan bagaimana kondisi kesehatan seseorang. Gaya hidup yang sehat seperti kebiasaan berolahraga, menghindari kebiasaan merokok, dan menghindari konsumsi alkohol dapat menghindarkan tubuh dari datangnya berbagai keluhan atau rasa sakit. Orang yang rajin berolahraga tentu akan memiliki badan yang lebih sehat daripada yang tidak rajin berolahraga. Membiasakan olahraga akan melancarkan peredaran darah dan mengaktifkan kerja jantung, dimana gerakannya akan membantu pembuluh menjadi lebih lentur, membuat detak jantung lebih teratur, serta mengalirkan darah sampai ke seluruh bagian dan jaringan tubuh (As-Sayyid 2006). Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti halnya merokok, mengkonsumsi alkohol pun dapat berpengaruh negatif bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi secara tidak wajar dan terus-menerus. Pola makan yang baik dan penerapan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari dapat mendukung kesehatan seseorang. Selain itu, keadaan lingkungan di sekitar tempat tinggal pun perlu diperhatikan dan dijaga kebersihannya agar tidak menimbulkan berbagai penyakit yang berasal dari kotoran maupun hewan tertentu. Lingkungan yang sehat dan bersih dapat meningkatkan
keadaan
kesehatan
seseorang,
sebaliknya
jika
keadaan
lingkungannya kotor dan tidak terawat maka hal tersebut dapat memperburuk keadaan kesehatan individu atau komunitas di sekitar lingkungannya, yang pada akhirnya mempengaruhi pula status gizi individu atau komunitas tersebut.
16
Karakteristik Contoh - Umur - Pendidikan - Besar keluarga - Pendapatan Pengetahuan Gizi dan Kesehatan
Gaya Hidup - Olahraga - Merokok - Alkohol Pola Makan Perilaku Hidup Sehat
Karakteristik Lingkungan Fisik - Status rumah - Struktur bangunan rumah - Sumber air bersih - Kepemilikan kamar mandi dan WC - Tempat pembuangan sampah/kotoran
Pelayanan Kesehatan
Faktor Genetik
KELUHAN KESEHATAN - Ada keluhan - Tidak ada keluhan
Status Gizi
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kesehatan
17
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain
penelitian
ini
adalah
Cross
Sectional
Study.
Penelitian
dilaksanakan di Terminal Bubulak dan Terminal Laladon, Kabupaten Bogor. Tempat penelitian ditentukan secara purposive, dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan sentral tempat dimana sopir angkot berkumpul dan menunggu giliran jalan. Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan yaitu pada bulan Januari hingga Maret 2008. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jumlah kendaraan (angkot) yang beroperasi pada Trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang adalah 532 kendaraan. Jika diasumsikan satu angkot dipegang oleh dua sopir, maka perkiraan jumlah sopir pada kedua trayek ini sebanyak 1064 orang sopir angkot, yang terdiri dari 238 orang sopir pada Trayek Kampus Dalam (119 kendaraan) dan 826 orang sopir pada Trayek Leuwiliang (413 kendaraan). Cara pengambilan contoh dilakukan dengan purposive sampling, menggunakan kriteria 1) sopir pada Trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang; 2) laki-laki; 3) berusia
>30 tahun; 4) bekerja sebagai sopir angkot >2 tahun; 5) dapat
berkomunikasi dengan baik dan bersedia diwawancarai. Selama masa penelitian berlangsung diperoleh calon contoh berdasarkan kriteria sebanyak 66 sopir, terdiri dari 35 sopir pada Trayek Kampus Dalam dan 31 sopir pada Trayek Leuwiliang. Namun contoh yang memenuhi kriteria dengan data yang lengkap terdapat sebanyak 30 sopir pada Trayek Kampus Dalam dan 30 sopir pada Trayek Leuwiliang, sehingga diperoleh total contoh sebanyak 60 sopir. Adapun bagan cara penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
18
Trayek Kampus Dalam 119 kendaraan n=238 Orang
Trayek Leuwiliang 413 kendaraan n=826 Orang Sesuai kriteria n=31 Orang
n=35 Orang
n=30 Orang
Data lengkap
n=30 Orang
Total n=60 Orang
Gambar 2. Cara penarikan contoh penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah 1) karakteristik individu dan keluarga contoh (umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, dan pendapatan; 2) pengetahuan gizi dan kesehatan; 3) gaya hidup (kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol), pola makan (kebiasaan makan dan frekuensi konsumsi jenis pangan), dan perilaku hidup sehat; 4) karakteristik lingkungan fisik rumah; 5) keluhan kesehatan (riwayat kesehatan selama satu bulan terakhir) dan status gizi (perbandingan berat badan dan tinggi badan) contoh. Data primer tersebut dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Data berat badan dan tinggi badan diperoleh dengan cara pengukuran langsung oleh peneliti di tempat pengambilan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jumlah trayek dan jumlah angkot yang beroperasi di Kabupaten Bogor, yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor. Jenis dan cara pengumpulan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
19
Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data primer Variabel Karakteristik Individu dan Keluarga Contoh
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan
Gaya Hidup
Pola Makan
Perilaku Hidup Sehat
Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah
Status Gizi
Keluhan Kesehatan
Data yang dikumpulkan 1. Umur 2. Pendidikan 3. Besar keluarga 4. Pendapatan 1. Definisi zat gizi 2. Pangan sumber zat gizi 3. Dampak kekurangan zat gizi 4. Kesehatan fisik 5. Kesehatan psikis 6. Kondisi lingkungan 1. Kebiasaan olahraga 2. Kebiasaan merokok 3. Kebiasaa konsumsi alkohol 1. Kebiasaan makan - Frekuensi makan - Kebiasaan sarapan - Jenis makanan - Kebiasaan minum air putih 2. Frekuensi konsumsi jenis pangan Food List terbatas: -Makanan pokok - Lauk hewani - Lauk nabati - Sayur-sayuran - Buah-buahan - Susu dan olahannya 1. Kebiasaan mandi 2. Menggosok gigi 3. Keramas 4. Cuci tangan 5. Gunting kuku 6. Memakai alas kaki 7. Pemakaian handuk 8. Kebiasaan ganti baju 1. Status rumah 2. Struktur bangunan rumah 3. Sumber air bersih 4. Kepemilikan kamar mandi dan WC 5. Tempat pembuangan sampah/kotoran 6. Letak kandang 1. Berat badan (kg) 2. Tinggi badan (cm) IMT (kg/m2) Jenis dan frekuensi keluhan sakit
Cara pengumpulan data Wawancara (Kuesioner)
Wawancara (Kuesioner)
Wawancara (Kuesioner)
Wawancara (Kuesioner)
Wawancara (Kuesioner)
Wawancara (Kuesioner)
BB diukur dengan bathroom scale (kg) TB diukur dengan microtoise (cm) Wawancara (Kuesioner)
20
Pengolahan dan Analisis Data Terhadap data yang diperoleh kemudian dilakukan proses entri, editing, dan coding, kemudian diolah dengan komputer menggunakan program Microsoft Excel dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan program Statistical Program for Social Science (SPSS for Windows versi 13.0). Pengolahan data karakteristik individu dan keluarga contoh (umur, tingkat pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga) diberi kode, selanjutnya diberi kriteria untuk kategori dan disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengetahuan gizi dan kesehatan diukur dengan 20 pertanyaan tentang definisi zat gizi, contoh pangan sumber zat gizi tertentu, dampak kekurangan zat gizi tertentu, kesehatan fisik, kesehatan psikis, dan kondisi lingkungan. Penilaian pengetahuan gizi dan kesehatan dilakukan dengan memberi skor. Bila menjawab tidak tahu diberi skor 0, untuk jawaban setengah benar diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban seluruhnya benar diberi skor 2, sehingga skor total minimum 0 dan maksimum adalah 40. Kategori pengetahuan gizi dan kesehatan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kategori pengetahuan gizi dan kesehatan tingkat rendah bila skor <60.0%, kategori pengetahuan gizi dan kesehatan tingkat sedang bila skor 60.0-80.0%, dan kategori pengetahuan gizi dan kesehatan tingkat tinggi bila skor >80.0% (Khomsan 2000). Gaya hidup diukur berdasarkan kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Kebiasaan olahraga diukur dengan frekuensi olahraga selama satu bulan terakhir, yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu 1) frekuensi <10 kali/bulan; 2) frekuensi 10-20 kali/bulan; dan 3) frekuensi >21 kali/bulan. Penilaian kebiasaan merokok berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dikelompokkan menjadi 4, yaitu 1) non perokok; 2) perokok ringan (1-10 batang/hari); 3) perokok sedang (11-20 batang/hari); dan 4) perokok berat (>20 batang/hari) (Soehardi 2004 diacu dalam Damayanti 2007). Adapun penilaian kebiasaan konsumsi alkohol diukur berdasarkan pernah tidaknya mengkonsumsi alkohol selama satu bulan terakhir, yang dikelompokkan menjadi 2, yaitu 1) tidak (0 kali/bulan); dan 2) ya (>1 kali/bulan). Data mengenai pola makan terdiri dari kebiasaan makan dan frekuensi konsumsi jenis pangan. Kebiasaan makan diukur dengan frekuensi makan/hari,
21
kebiasaan sarapan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan kebiasaan minum air putih. Penilaian frekuensi makan diukur berdasarkan frekuensi konsumsi dalam sehari, yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu 1) frekuensi <2 kali/hari; 2) frekuensi 3 kali/hari; dan 3) frekuensi >4 kali/hari. Penilaian kebiasaan sarapan diukur berdasarkan frekuensi sarapan per minggu, yang dikelompokkan menjadi 4, yaitu 1) tidak pernah (0 kali/minggu); 2) jarang (1-2 kali/minggu); 3) kadang (3-4 kali/minggu); dan 4) sering (5-7 kali/minggu). Penilaian jenis makanan diukur berdasarkan susunan hidangan dalam setiap kali makan, yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu 1) makanan pokok dan lauk pauk; 2) makanan pokok, lauk-pauk dan buah-buahan; 3) makanan pokok, lauk-pauk dan sayuran; dan 4) makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah-buahan. Adapun kebiasaan minum diukur berdasarkan jumlah gelas air yang diminum per hari, yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu 1) <3 gelas/hari; 2) 4-7 gelas/hari; dan 3) >8 gelas/hari. Frekuensi konsumsi jenis pangan diukur berdasarkan frekuensi konsumsi jenis pangan tertentu dalam satu bulan terakhir, yang dikelompokkan menjadi 4, yaitu 1) bila sama sekali tidak mengkonsumsi jenis pangan tertentu termasuk kategori tidak pernah; 2) bila mengkonsumsi jenis pangan tertentu dengan frekuensi 1-2 kali/minggu termasuk kategori jarang; 3) bila mengkonsumsi jenis pangan tertentu dengan frekuensi 3-4 kali/minggu termasuk kategori kadang; dan bila mengkonsumsi jenis pangan tertentu dengan frekuensi >5 kali/minggu termasuk kategori sering. Perilaku hidup sehat diukur dengan 10 pernyataan mengenai pemeliharaan kebersihan tubuh dan pakaian dalam kehidupan sehari-hari, seperti kebiasaan mandi, keramas, menggosok gigi, cuci tangan, dan mengganti baju seusai mandi. Penilaian perilaku hidup sehat dilakukan dengan memberi skor pada setiap pertanyaan. Bila menjawab tidak pernah diberi skor 0, bila menjawab kadang diberi skor 1, dan bila menjawab selalu diberi skor 2. Hasil yang diperoleh adalah skor minimum 0 dan skor maksimum adalah 20. Kategori perilaku hidup sehat dikelompokkan menjadi 3, yaitu perilaku hidup sehat tingkat rendah bila skor 1215, perilaku hidup sehat tingkat sedang bila skor 16-18, dan perilaku hidup sehat
22
tingkat baik bila skor 19-20. Pengkategorian ini berdasarkan interval kelas, yang rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : Interval kelas (Slamet 1993) = Nilai tertinggi – Nilai terendah Jumlah kelas Status rumah terdiri dari ikut keluarga, sewa/kontrak, dan milik sendiri. Bila contoh tinggal di rumah saudaranya maka termasuk kategori ikut keluarga, bila contoh tinggal di rumah kontrakan/sewaan maka termasuk kategori kontrak/sewa, dan bila contoh tinggal di rumah milik sendiri maka termasuk kategori milik sendiri. Karakteristik lingkungan fisik rumah diukur dengan 11 pertanyaan mengenai struktur bangunan rumah, sumber air bersih, kepemilikan kamar mandi dan WC, serta tempat pembuangan sampah dan kotoran. Penilaian karakteristik lingkungan fisik rumah dilakukan dengan memberi skor pada setiap pertanyaan. Terdapat 4 pertanyaan yang memiliki skor 1-2, dan 3 pertanyaan dengan skor 1-3, serta 4 pertanyaan dengan skor 1-4, sehingga skor total minimum adalah 11 dan maksimum adalah 33. Kategori karakteristik lingkungan fisik rumah dilakukan dengan menghitung interval kelas kemudian dikelompokkan menjadi 3, yaitu kategori lingkungan fisik rumah tingkat rendah bila skor 17-22, kategori lingkungan fisik rumah tingkat sedang bila skor 23-28, dan kategori lingkungan fisik rumah tingkat baik bila skor 29-33. Status gizi contoh diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), dengan kategori sebagai berikut : Kategori Status Gizi Underweight Normal Overweight • Pre Obese • Obese I • Obese II • Obese III
Nilai IMT <18.5 18.5-24.9 >25 25-29.9 30-34.9 35-39.9 >40
Sumber: WHO (2000) dalam Gibson (2005).
Keluhan kesehatan diukur berdasarkan frekuensi dan jenis keluhan sakit selama satu bulan terakhir. Frekuensi keluhan sakit dikelompokkan menjadi 2, yaitu ada keluhan bila selama satu bulan terakhir merasa ada keluhan kesehatan dan tidak ada keluhan bila selama satu bulan terakhir tidak ada keluhan kesehatan apapun. Jenis keluhan sakit dikelompokkan menjadi 10, yaitu batuk,
23
demam/masuk angin, flu, pusing/sakit kepala, sesak nafas, sakit gigi, gangguan perut/gastritis, diare, sulit BAB, dan gangguan tekanan darah/hipertensi. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang erat antara pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah terhadap keluhan kesehatan contoh. Selain itu, uji korelasi Spearman juga digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang erat antara keluhan kesehatan dengan status gizi contoh. Sedangkan uji beda Mann-Whitney digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan antara karakteristik individu dan keluarga, pengetahuan gizi dan kesehatan, gaya hidup, perilaku hidup sehat, karakteristik lingkungan fisik rumah, keluhan kesehatan dan status gizi contoh antara sopir Kampus Dalam dengan sopir Leuwiliang. Cara pengkategorian dan analisis variabel penelitian disajikan pada Tabel 2.
24
Tabel 2. Cara pengkategorian dan analisis variabel penelitian Variabel 1. Karakteristik contoh Umur (Hurlock dalam Faiz 2008)
Kategori Pengukuran 1. 18 – 39 tahun (Dewasa Awal) 2. 40 – 60 tahun (Dewasa Madya) 3. > 60 tahun (Dewasa Akhir)
Pendidikan
1. Tidak tamat SD 2. SD/sederajat 3. SLTP/sederajat
Pendapatan (BPS Kabupaten Bogor 2006) Besar Keluarga (BKKBN 1998 diacu dalam Marut 2008)
1. Miskin (< Rp. 183.067,00/kap/bln) 2. Tidak miskin (> Rp. 183.067,00/kap/bln)
2. Pengetahuan Gizi dan Kesehatan (Khomsan 2000) 3. Gaya Hidup Kebiasaan Olahraga
4. SLTA/sederajat 5. PT/sederajat
1. Keluarga kecil (< 4 orang) 2. Keluarga sedang (5-6 orang) 3. Keluarga besar (> 7 orang) 1. Rendah (skor <60.0%). 2. Sedang (skor 60.0-80.0%) 3. Tinggi (skor >80.0%)
1. Frekuensi <10 kali/bulan 2. Frekuensi 10-20 kali/bulan 3. Frekuensi >21 kali/bulan
Kebiasaan Merokok (Soehardi 2004, dalam Damayanti 2007)
1. Non perokok 2. Perokok ringan (1-10 batang/hari) 3. Perokok sedang (11-20 batang/hari) 4. Perokok berat (> 20 batang/hari)
Konsumsi Alkohol
1. Tidak (0 kali/bulan) 2. Ya (>1 kali/bulan)
4. Pola Makan • Kebiasaan Makan Frekuensi Makan
1. Frekuensi <2 kali/hari 2. Frekuensi 3 kali/hari 3. Frekuensi >4 kali/hari
Kebiasaan Sarapan
1. Tidak Pernah (0 kali/minggu) 2. Jarang (1-2 kali/minggu) 3. Kadang (3-4 kali/minggu) 4. Selalu (5-7 kali/minggu)
Jenis Makanan
1. Makanan pokok dan lauk pauk 2. Makanan pokok, lauk-pauk dan buah 3. Makanan pokok, lauk-pauk dan sayur 4. Makanan pokok, lauk-pauk, sayur, buah
Kebiasaan Minum
1. <3 gelas/hari 2. 4-7 gelas/hari
• Frekuensi Konsumsi Jenis Pangan
3. >8 gelas/hari.
1. Tidak Pernah/TP (0 kali/minggu) 2. Jarang/Jrg (1-2 kali/minggu) 3. Kadang/Kdg (3-4 kali/minggu) 4. Sering/Srg (> 5 kali/minggu)
25
Variabel 5. Perilaku Hidup Sehat
Kategori Pengukuran 1. Rendah (skor 12-15) 2. Sedang (skor 16-18) 3. Baik (skor 19-20)
6. Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah
1. Rendah (skor 17-22) 2. Sedang (skor 23-28) 3. Baik (skor 29-33)
7. Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) (WHO 2000 dalam Gibson 2005)
1. Underweight 2. Normal 3. Overweight • Pre Obese • Obese I • Obese II • Obese III
8. Keluhan Kesehatan
1. Ada keluhan (Memiliki keluhan sakit) 2. Tidak ada keluhan sakit
: IMT<18.5 : 18.5
25 : 2540
26
Definisi Operasional Sopir Angkot : Orang yang bekerja sebagai sopir pada angkutan kota (angkot) trayek Kampus Dalam dan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pendidikan : Jenjang pendidikan/sekolah formal yang pernah diikuti contoh (sopir angkot) berdasarkan lamanya menempuh pendidikan. Pendapatan : Sejumlah uang yang diterima contoh sebagai penghasilannya sebagai sopir angkot. Jumlah anggota keluarga : Banyaknya individu (jiwa) yang tinggal/menetap bersama dalam satu rumah dan hidup dari sumber penghasilan yang sama. Cut off point besar keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga kecil (< 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (> 7 orang). Gaya Hidup : Cara contoh berinteraksi dengan lingkungannya dan melakukan kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam kehidupan sehari-hari, seperti gaya hidup sehat (berolahraga), kebiasaan merokok, dan kebiasaan minum alkohol. Status Rumah : Status kepemilikan rumah/tempat tinggal yang ditempati contoh, seperti milik sendiri, kontrak/sewa, atau ikut keluarga. Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah : Keadaan lingkungan fisik sekitar rumah yang diduga menentukan kondisi kesehatan contoh, meliputi kondisi fisik rumah, sarana air bersih, ketersediaan kamar mandi dan WC, serta tempat pembuangan sampah dan kotoran. Diukur berdasarkan skor jawaban pada kuesioner yang diperoleh melalui wawancara dengan contoh. Struktur Bangunan Rumah : Jenis atau tipe bahan bangunan yang digunakan untuk bagian atap (genting/asbes), bagian dinding/tembok (plester/tanpa plester/bambu), dan bagian lantai (semen/ubin/keramik/tanah). Riwayat Kesehatan : Kondisi kesehatan atau data mengenai jenis penyakit yang pernah diderita contoh selama satu bulan terakhir. Keluhan Kesehatan : Ungkapan yang keluar karena perasaan susah karena menderita suatu kesakitan atau gangguan kesehatan.
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Umur Lebih dari separuh contoh (53.3%) tergolong pada masa dewasa madya, dan hanya 5.0% yang tergolong dewasa akhir. Pada trayek Kampus Dalam, masih ada 10.0% contoh sopir yang termasuk dalam kelompok masa dewasa akhir, sedangkan untuk trayek Leuwiliang, tidak ada sopir yang termasuk dalam kelompok masa dewasa akhir. Hal ini diduga karena jarak tempuh pada Trayek Leuwiliang lebih jauh daripada jarak tempuh pada Trayek Kampus Dalam, sehingga tidak ada contoh pada sopir Leuwiliang yang tergolong kategori dewasa akhir yang masih kuat untuk mengendarai angkot. Sebaran contoh berdasarkan umur disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran contoh berdasarkan umur Kategori Umur*)
Dewasa Awal (30-39 Tahun) Dewasa Madya(40-60 Tahun) Dewasa Akhir (>60 Tahun) Total
Sopir Kampus Dalam
n 15 12 3 30
% 50.0 40.0 10.0 100.0
Sopir Leuwiliang
n 10 20 0 30
% 33.3 66.7 0.0 100.0
Total
n 25 32 3 60
% 41.7 53.3 5.0 100.0
*) Hurlock dalam Faiz 2008
Pada penelitian ini, lebih dari separuh contoh (68.0%) yang tergolong dewasa awal telah bekerja sebagai sopir angkot selama 2-10 tahun, sedangkan yang tergolong masa dewasa akhir lebih dari separuhnya (66.7%) telah bekerja sebagai sopir angkot lebih dari 30 tahun. Masa dewasa madya dapat disebut sebagai masa yang rentan terhadap sakit, karena penyakit yang biasanya tidak dirasakan akan lebih terasa, selain itu beban pikiran akan mudah untuk menyebabkan stress. Pada masa dewasa akhir terjadi banyak sekali penurunan kemampuan individu, baik secara fisik maupun psikis (Faiz 2008). Proses penuaan berhubungan dengan kemunduran kapasitas fisiologis, misalnya kekuatan otot, kapasitas aerobik, koordinasi neuromotorik, dan fleksibilitas. Peningkatan disabilitas fungsional yang terkait dengan usia tersebut memiliki risiko terhadap aktivitas fisik yang terbatas (Palestin 2006).
28
Pendidikan Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh contoh sebesar 36.7% adalah SLTA/sederajat. Jika dibandingkan antara sopir Kampus Dalam dan Sopir Leuwiliang, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan pada sopir Leuwiliang lebih baik daripada sopir Kampus Dalam. Pada sopir Leuwiliang, persentase terbesar contoh memiliki tingkat pendidikan SLTA/sederajat. Sedangkan pada sopir Kampus Dalam, yang memiliki tingkat pendidikan SLTA/sederajat sama persentasenya dengan yang memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat PT/sederajat Total
Sopir Kampus Dalam
n 2 10 8 10 0 30
% 6.7 33.3 26.7 33.3 0.0 100.0
Sopir Leuwiliang
n 0 8 9 12 1 30
% 0.0 26.7 30.0 40.0 3.3 100.0
Total
n 2 18 17 22 1 60
% 3.3 30.0 28.3 36.7 1.7 100.0
Pada penelitian ini, contoh yang tergolong dewasa awal memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada contoh yang tergolong dewasa madya ataupun dewasa akhir. Pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non-formal sangat penting dalam menentukan status kesehatan dan status gizi (Sukarni 1994). Tingkat pendidikan pun dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi suatu masalah (Sumarwan 2004). Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil. Pada sopir Kampus Dalam, lebih dari separuh contoh (60.0%) termasuk dalam kategori keluarga kecil, Sedangkan pada sopir Leuwiliang, persentase keluarga kecil dan sedang adalah sama, yaitu sebesar 40.0%. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 5.
29
Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga
*)
Kecil (< 4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar (>7 orang) Total
Sopir Kampus Dalam
n 18 11 1 30
% 60.0 36.7 3.3 100.0
Sopir Leuwiliang
n 12 12 6 30
% 40.0 40.0 20.0 100.0
Total
n 30 23 7 60
% 50.0 38.3 11.7 100.0
*) BKKBN 1998
Banyaknya contoh yang termasuk kategori keluarga kecil diduga karena lebih dari separuh contoh termasuk dewasa awal sehingga usia pernikahannya yang belum terlalu lama dan anak-anaknya pun belum begitu banyak. Selain itu, diduga faktor ekonomi pun turut mempengaruhi besar keluarga contoh, karena semakin besar keluarga maka pengeluaran untuk pangan dan non pangan pun akan semakin meningkat. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga atau rumah tangga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa. Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak akan membeli dan mengkonsumsi beras, daging, sayuran, dan buahbuahan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki anggota lebih sedikit. Pendapatan Perkapita Pada penelitian ini lebih dari separuh contoh (83.3%) bekerja hanya sebagai sopir angkot saja. Adapun yang memiliki pekerjaan sampingan terdapat sebanyak 16.7%, dengan jenis pekerjaan sampingan yang dilakukan contoh adalah montir, ojeg, berdagang, membantu dekorasi pernikahan, petani, dan buruh. Ratarata pendapatan contoh bekerja sebagai sopir angkot pada Trayek Kampus Dalam relatif lebih besar daripada sopir pada Trayek Leuwiliang, yaitu Rp.801.400,00 per bulan, sedangkan rata-rata pendapatan contoh pada Trayek Leuwiliang sebagai sopir angkot adalah Rp.751.000,00 per bulan. Berdasarkan pendapatan perkapita, diketahui bahwa lebih dari separuh contoh (58.3%) tergolong dalam kategori keluarga tidak miskin, dan sebesar 41.7% contoh masih tergolong keluarga miskin. Jumlah kelompok keluarga miskin pada contoh sopir Kampus Dalam lebih banyak daripada sopir Leuwiliang. Adapun sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita dapat dilihat pada Tabel 6.
30
Tabel 6. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan Per Kapita Per Bulan
Miskin (<183.067.00) Tidak Miskin (>183.067.00) Total
Sopir Kampus Dalam
n 14 16 30
% 46.7 53.3 100.0
Sopir Leuwiliang
n 11 19 30
% 36.7 63.3 100.0
Total
n 25 35 60
% 41.7 58.3 100.0
Menurut Sumarwan (2004), pendapatan yang diukur biasanya bukan hanya berasal dari pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur juga dari pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dimana individu itu berada. Lebih banyaknya jumlah keluarga miskin pada contoh sopir Kampus Dalam diduga karena lebih dari separuh contoh pada sopir Kampus Dalam termasuk dalam kategori keluarga kecil, sehingga pemasukan dari anggota keluarga pun tidak terlalu banyak, meskipun rata-rata pendapatan per bulan sopir Kampus Dalam lebih besar daripada pendapatan per bulan sopir Leuwiliang. Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Berdasarkan data yang diperoleh, separuh contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan yang tinggi, 30.0% sedang, dan sebesar 20.0% masih rendah. Baik pada sopir Kampus Dalam maupun sopir Leuwiliang, yang memiliki tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan yang masih rendah adalah sebesar 20.0%. Hal ini perlu diperhatikan dan ditindak secara serius, karena pengetahuan gizi dan kesehatan seseorang berhubungan dengan status gizi dan kesehatan orang tersebut. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan Tingkat Pengetahuan Gizi dan Kesehatan*)
Rendah (skor<60%) Sedang (60<skor<80%) Tinggi (skor>80%) Total
Sopir Kampus Dalam n %
6 10 14 30
20.0 33.3 46.7 100.0
Sopir Leuwiliang N %
n
%
6 8 16 30
12 18 30 60
20.0 30.0 50.0 100.0
20.0 26.7 53.3 100.0
Total
*) Khomsan 2000
Jika dibandingkan, tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan yang tinggi pada sopir Leuwiliang lebih banyak persentasenya daripada sopir Kampus Dalam. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
31
sangat signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan kesehatan contoh (r=0.394**, p=0.002). Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan seseorang sangat berhubungan dengan pengetahuan gizi dan kesehatan orang tersebut. Pertanyaan mengenai pengetahuan gizi dan kesehatan yang masih sedikit contoh menjawab dengan benar adalah mengenai akibat yang ditimbulkan bila tubuh kekurangan iodium. Lebih dari separuh contoh menjawab bahwa bila tubuh kekurangan iodium, maka akan menyebabkan gondok saja, sedangkan yang menjawab gondok dan pertumbuhan terhambat hanya sebesar 23.3% contoh. Lebih dari separuh contoh dapat menjawab dengan benar pertanyaan mengenai akibat yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok. Namun pada kenyataannya, sebagian besar contoh justru memiliki kebiasaan merokok. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai bahaya merokok berhubungan positif dan tidak signifikan dengan kebiasaan merokok (r=0.243, pvalue>0.05). Hal ini berarti terdapat kecenderungan di mana pengetahuan mengenai bahaya merokok yang baik belum tentu diikuti dengan kesadaran contoh untuk berhenti merokok. Sebagian besar contoh (88.3%) dapat menjawab dengan benar pertanyaan mengenai akibat yang ditimbulkan bila tubuh kekurangan vitamin A. Sebanyak 85% contoh pun dapat menjawab pertanyaan mengenai kepanjangan dari P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi dan kesehatan disajikan pada Tabel 8.
32
Tabel 8. Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi dan kesehatan yang menjawab sepenuhnya benar Sopir Kampus Dalam n %
Pertanyaan Pengetahuan Gizi dan Kesehatan
1. Apa yang dimaksud dengan zat gizi 2. Tiga kegunaan makanan dalam tubuh? 3. Akibat yang ditimbulkan bila tubuh Kekurangan iodium 4. Akibat yang ditimbulkan bila tubuh Kekurangan zat besi 5. Zat gizi yang diperlukan oleh tubuh 6. Pangan hewani sumber protein 7. Akibat yang ditimbulkan bila tubuh Kekurangan Vitamin A 8. Jenis makanan sumber zat besi 9. Buah-buahan sumber vitamin C 10.Makanan sumber karbohidrat 11.Nama lain dari Migrain 12.Penyakit yang dapat ditimbulkan akibat kebiasaan merokok 13.Cara yang dapat dilakukan untuk menghindari stress 14.Sumber polusi udara 15.Nama lain dari Osteoporosis 16.Kepanjangan dari P3K 17.Penyakit darah tinggi disebut juga 18.Nikotin dan kafein terdapat dalam? 19.Nama lain penyaki kencing manis 20.Manusia bernafas menghirup dan mengeluarkan gas?
Sopir Leuwiliang n %
Total n
%
16 20
53.3 66.7
12 12
40.0 40.0
28 32
46.7 53.3
8
26.7
6
20.0
14
23.3
13
43.3
18
60.0
31
51.7
16 13
53.3 43.3
20 14
66.7 46.7
36 27
60.0 45.0
26
86.7
27
90.0
53
88.3
17 19 16 24
56.7 63.3 53.3 80.0
16 20 16 21
53.3 66.7 53.3 70.0
33 39 32 45
55.0 65.0 53.3 75.0
20
66.7
20
66.7
40
66.7
23
76.7
16
53.3
39
65.0
24 14 24 20 18 17
80.0 46.7 80.0 66.7 60.0 56.7
20 22 27 16 19 16
66.7 73.3 90.0 53.3 63.3 53.3
44 36 51 36 37 33
73.3 60.0 85.0 60.0 61.7 55.0
15
50.0
19
63.3
34
56.7
Status gizi dan status kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuannya di bidang gizi dan kesehatan. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengetahuan akan berpengaruh pada macam bahan makanan dalam konsumsi sehari-hari. Hal ini terkait dengan intake pangan, yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Menurut Sukarni (1994), pengetahuan sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fertilitas dan status gizi seseorang. Gaya Hidup Gaya hidup menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Gaya hidup seringkali digambarkan dengan kegiatan, minat dan opini dari seseorang (Sumarwan 2004). Gaya hidup ini merupakan hasil kondensasi dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Faktor-faktor yang
33
mempengaruhi gaya hidup seseorang/keluarga adalah penghasilan, pendidikan, lingkungan, susunan keluarga, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan dan agama, pendapat tentang kesehatan, pengetahuan gizi, dan faktor sosiopolitik lainnya (Suhardjo 1989). Pada penelitian ini, gaya hidup terdiri dari olahraga, merokok, dan konsumsi alkohol. Olahraga Kebiasaan Olahraga Lebih dari separuh contoh (68.3%) pada penelitian ini memiliki kebiasaan olahraga, dan sebesar 31.7% tidak biasa berolahraga. Persentase contoh yang biasa berolahraga pada sopir Kampus Dalam (83.3%) lebih besar daripada sopir Leuwiliang (53.3%). Olahraga yang seimbang merupakan faktor penting dalam menjaga kesehatan tubuh. Sebab olahraga dapat membakar lemak dalam tubuh yang berlebih, yang penumpukkannya hanya akan mendatangkan berbagai macam penyakit seperti tekanan darah, penyumbatan pada pembuluh darah, penyakit gula, dan radang persendian (As-Sayyid 2006). Jenis Olahraga Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis olahraga yang paling sering dilakukan oleh contoh adalah lari (43.9%), sepakbola (36.6%), bulutangkis (29.3%), dan tenis meja (24.4%). Pada sopir Kampus Dalam, hampir separuh contoh biasa melakukan jenis olahraga lari, sedangkan pada sopir Leuwiliang sebesar 43.8% biasa melakukan jenis olahraga sepakbola. Kedua jenis olahraga ini dipilih contoh terutama karena jenis olahraga ini tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal. Selain itu, memang sesuai dengan hobi contoh. Olahraga tenis meja biasanya dilakukan contoh di terminal Bubulak ketika menunggu giliran jalan, karena di terminal tersebut sudah tersedia fasilitas untuk bermain tenis meja. Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga dapat dilihat pada Tabel 9.
34
Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga Jenis Olahraga
Catur Angkat Besi Volley Jalan kaki Tenis Meja Bulutangkis Sepakbola Lari
Sopir Kampus Dalam n %
0 2 2 6 8 7 8 12
0.0 8.0 8.0 24.0 32.0 28.0 32.0 48.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
1 0 2 2 2 5 7 6
1 2 4 8 10 12 15 18
2.4 4.9 9.8 19.5 24.4 29.3 36.6 43.9
6.3 0.0 12.5 12.5 12.5 31.3 43.8 37.5
Total
Frekuensi Olahraga Lebih dari separuh contoh (56.1%) biasa melakukan olahraga dengan frekuensi <10 kali dalam satu bulan terakhir. Sopir Kampus Dalam dapat dikatakan relatif lebih rajin berolahraga daripada sopir Leuwiliang. Sebanyak 44% sopir Kampus Dalam melakukan olahraga dengan frekuensi 21-30 kali dalam satu bulan terakhir, sedangkan sebagian besar contoh sopir Leuwiliang (87.6%)
biasa berolahraga dengan frekuensi <10 kali dalam satu bulan
terakhir. Adapun sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga satu bulan terakhir Frekuensi Olahraga Kali/bulan
< 10 10 – 20 > 21 Total
Sopir Kampus Dalam n %
9 5 11 25
36.0 20.0 44.0 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
14 1 1 16
23 6 12 41
56.1 14.6 29.3 100.0
87.6 6.3 6.3 100.0
Total
Merokok Kebiasaan Merokok Sebagian besar contoh (86.7%) dalam penelitian ini memiliki kebiasaan merokok. Hanya 23.3% contoh pada sopir Kampus Dalam dan 3.3% contoh pada sopir Leuwiliang yang tidak merokok. Hasil uji beda Mann-Whithey menunjukkan bahwa kebiasaan merokok pada sopir Kampus Dalam dan sopir Leuwiliang berbeda nyata.
35
Merokok merupakan suatu kebiasaan
yang dapat mengganggu
kesehatan. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan perokok itu sendiri melainkan bagi orang di sekitarnya. Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Bukan hanya bagi kesehatan, merokok menimbulkan masalah pula di bidang ekonomi. Di negara industri maju, kini terdapat kecenderungan berhenti merokok, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia, malah cenderung timbul peningkatan kebiasaan merokok (Tandra 2006). Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke hampir 2 kali lipat. Adapun perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah (stroke iskemik) (Effendi 2007). Usia Mulai Merokok Sebanyak 55.8% contoh mulai merokok pada usia > 19 tahun. Hal ini berarti bahwa lebih dari separuh contoh mulai merokok pada saat masa lepas SLTA. Namun demikian, sebanyak 27.6% contoh sopir Leuwiliang mulai merokok pada usia <15 tahun. Sebaran contoh berdasarkan usia mulai merokok disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran contoh berdasarkan usia mulai merokok Usia Mulai Merokok (Tahun)
< 15 16-18 > 19 Total
Sopir Kampus Dalam n %
2 8 13 23
8.8 34.7 56.5 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
8 5 16 29
10 13 29 52
19.2 25.0 55.8 100.0
27.6 17.2 55.2 100.0
Total
Berdasarkan usia mulai merokok, lebih dari separuh contoh (60.0%) yang merokok <15 tahun adalah contoh yang tergolong masa dewasa awal. Aktivitas merokok tidak hanya banyak di kalangan dewasa, namun sejak usia remaja pun, sudah cukup banyak yang sudah merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini khususnya di
Indonesia, seolah-olah sudah
36
membudaya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 15.0% remaja di Indonesia telah merokok (Notoatmodjo 2007). Hal ini perlu mendapat perhatian dan tindakan yang serius, karena aktivitas merokok dapat mengganggu kesehatan, bahkan seorang perokok mempunyai tingkat kematian 70.0% lebih tinggi akibat penyakit jantung koroner, penyebab utama kematian, dibanding dengan yang tidak merokok (Kusnoputranto 1995). Jumlah Rokok Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 42.3% contoh termasuk dalam kategori perokok sedang (11-20 batang/hari), dan sebanyak 17.3% contoh termasuk dalam kategori perokok berat (> 20 batang/hari). Jumlah ini masih terlalu banyak, mengingat kerugian yang cukup besar yang dapat ditimbulkan baik dari segi kesehatan maupun segi ekonomi. Jumlah perokok berat pada sopir Kampus Dalam adalah 13.1%, sedangkan pada sopir Leuwiliang sebesar 20.7%. Jumlah ini masih cukup besar dan perlu adanya penanganan agar para perokok berat ini dapat mengurangi jumlah rokok yang mereka hisap setiap harinya, sehingga diharapkan sedikit demi sedikit terjadi perubahan dari perokok berat menjadi perokok sedang, perokok ringan, bahkan menjadi non perokok. Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi Jumlah Rokok (Batang/ Hari)
<10 11-20 >20
Sopir Kampus Dalam n %
9 11 3
39,1 47,8 13,1
Sopir Leuwiliang n %
n
%
12 11 6
21 22 9
40,4 42,3 17,3
41,4 37,9 20,7
Total
Alasan Merokok Lebih dari separuh contoh merokok dengan alasan iseng/mengisi waktu luang. Selain itu, sebanyak 34.0% contoh menyatakan bahwa alasan contoh merokok adalah untuk menghilangkan stres. Banyaknya waktu luang sebagai sopir angkot, terutama ketika menunggu giliran jalan, digunakan untuk duduk santai, ngobrol dengan sesama sopir, dan merokok. Padahal, jika waktu luang tersebut digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih bermanfaat,
37
misalnya dengan memproduksi kerajian tangan ataupun produk yang lain, maka waktu luang tersebut dapat menjadi sumberdaya yang berharga bagi sopir angkot, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka. Lamanya waktu menunggu giliran jalan ini biasanya > 3 jam dalam sekali waktu tunggu. Sebaran contoh berdasarkan alasan merokok dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran contoh berdasarkan alasan merokok Alasan Merokok
Sopir Kampus Dalam n %
Iseng/mengisi waktu luang Lambang kedewasaan Menghilangkan ngantuk Menghilangkan stress Kecanduan
16 2 1 8 0
69.6 8.7 4.3 34.8 0.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
14 3 2 10 1
30 5 3 18 1
57.6 9.6 5.8 34.6 1.9
48.3 10.3 6.8 34.4 3.4
Total
Alasan merokok untuk menghilangkan stres diduga karena bila contoh tidak merokok, maka akan timbul rasa gelisah yang membuat contoh bisa menjadi stres. Hal ini senada dengan hasil penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa seseorang yang terbiasa merokok, bila tidak merokok akan susah berkonsentrasi, gelisah, bahkan bisa menjadi gemuk sedangkan bila merokok akan merasa lebih dewasa dan bisa timbul ide-ide atau inspirasi (Tandra 2006). Jenis Rokok Pada penelitian ini lebih dari separuh contoh baik pada sopir Kampus Dalam maupun sopir Leuwiliang merokok dengan jenis rokok kretek, seperti Dji Samsoe, Sampoerna kretek, dan Djinggo. Sedangkan sisanya sebesar 42.3% contoh merokok dengan jenis rokok kretek filter. Sebaran contoh berdasarkan jenis rokok disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran contoh berdasarkan jenis rokok Jenis Rokok
Rokok kretek (Dji Samsoe, Sampoerna kretek, Djinggo) Rokok kretek filter (Gudang Garam dan Djarum Super)
Sopir Kampus Dalam n %
Sopir Leuwiliang n %
Total n
%
12
52.2
18
62.1
30
57.7
11
47.8
11
37.9
22
42.3
38
Kretek dan Filter merupakan jenis rokok yang dilihat kasat mata sama bentuknya hanya saja yang membedakan adalah isinya. Kalau kretek, di dalamnya berisi tembakau semua sedangkan filter di dalamnya terdapat kapas sebagai saringannya. Dapat dikatakan kretek karena keseluruhan isinya adalah tembakau tanpa kapas saringan atau yang lebih dikenal sebagai filter (penyaring) (Anonim 2007a). Konsumsi Alkohol Kebiasaan Minum Alkohol Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh tidak memiliki kebiasaan minum alkohol. Contoh yang memiliki kebiasaan minum alkohol sebanyak 15.0%. Jumlah contoh yang biasa minum alkohol lebih banyak pada sopir Leuwiliang (23.3%) daripada sopir Kampus Dalam (6.7%). Hal ini diduga terkait dengan jarak tempuh trayek Leuwiliang yang lebih jauh sehingga contoh yang minum alkohol merasa perlu mengkonsumsi alkohol untuk mencegah masuk angin. Jumlah contoh yang biasa mengkonsumsi alkohol ini masih relatif besar, dan dikhawatirkan akan menjadi budaya bila tidak segera ditangani. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum alkohol. Alasan Minum Alkohol Sebanyak 33.3% contoh yang mengkonsumsi alkohol menyatakan bahwa alasan mereka minum alkohol adalah untuk menghilangkan stres, dan sebanyak 11.1% contoh minum alkohol untuk menjaga kesehatan. Alasan yang disebutkan oleh contoh menunjukkan bahwa persepsi contoh terhadap alkohol masih kurang tepat. Penggunaan alkohol memang dapat bermanfaat bagi kesehatan, namun dengan cara dan dosis yang benar. Pada sopir Kampus Dalam, separuh contoh yang mengkonsumsi alkohol minum alkohol dengan alasan untuk mencegah masuk angin, dan separuhnya lagi untuk menghilangkan rasa kesepian. Pada sopir Leuwiliang, sebanyak 42.7% contoh yang mengkonsumsi alkohol
menyatakan minum alkohol
dengan alasan untuk menghilangkan stres. Adapun Sebaran contoh berdasarkan alasan minum alkohol dapat dilihat pada Tabel 15.
39
Tabel 15. Sebaran contoh berdasarkan alasan minum alkohol Alasan Minum Alkohol
Kesepian Menghilangkan stress Mencegah masuk angin Kesehatan
Sopir Kampus Dalam n %
1 0 1 0
50.0 0.0 50.0 0.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
0 3 1 1
1 3 2 1
11.1 33.3 44.5 11.1
0.0 42.7 14.3 14.3
Total
Alkohol dapat berpengaruh negatif bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi secara tidak wajar dan terus-menerus. Pengaruh alkohol dapat dirasakan oleh seluruh anggota tubuh, Selain terhadap otak, alkohol juga dapat berpengaruh negatif terhadap jantung dan pembuluh darah, sel-sel darah, serta hati (liver) (As-Sayyid 2006). Konsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes mellitus mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak, dan mempermudah terjadinya stroke (Effendi 2007) Pola Konsumsi Pangan Frekuensi Makan Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh memiliki kebiasaan makan yang bervariasi. Lebih dari separuh contoh mempunyai kebiasaan makan 3 kali dalam sehari. Pada sopir Kampus Dalam, persentase contoh yang makan dengan frekuensi 2 kali dalam sehari masih cukup banyak, yaitu sebesar 43.3%. Masih cukup banyaknya sopir Kampus Dalam yang makan 2 kali dalam sehari ini diduga karena berkaitan dengan pendapatan perkapita sopir Kampus Dalam yang relatif lebih rendah daripada sopir Leuwiliang. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa jumlah pendapatan menggambarkan besarnya daya beli seseorang. Waktu makan tiap contoh pada penelitian ini berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara, contoh yang biasa makan 2 kali dalam sehari biasanya makan pada waktu siang dan sore atau siang dan malam. Sedangkan contoh yang biasa makan 4 kali dalam sehari biasanya waktu makannya adalah pagi, siang, sore, dan malan. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan per hari dapat dilihat pada Tabel 16.
40
Tabel 16. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan per hari Frekuensi Makan (Kali/hari)
2 3 4 Total
Sopir Kampus Dalam n %
13 14 3 30
43.3 46.7 10.0 100.0
Sopir Leuwiliang n %
11 17 2 30
36.7 56.7 6.6 100.0
Total n
%
24 31 5 60
40.0 51.7 8.3 100.0
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Pada dasarnya ada dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik (lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan agama, serta lingkungan ekonomi), dan faktor intrinsik (emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit, serta penilaian yang lebih terhadap mutu makanan) (Khumaidi 1989). Menurut Khomsan (2002), frekuensi makan yang baik adalah tiga kali sehari. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila frekuensi makannya hanya 1 kali atau 2 kali sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan tubuh tidak bisa menerima makanan sekaligus dalam jumlah yang banyak. Itulah sebabnya makan sebaiknya dilakukan secara frekuentif yakni 3 kali sehari. Masyarakat di beberapa daerah di Indonesia mempunyai kebiasaan makan dua kali sehari, tetapi di beberapa daerah lainnya tiga kali sehari. Kebiasaan makan dua kali tersebut biasanya berkembang karena jam kerja yang panjang, kelangkaan pangan atau bahan bakar dalam waktu yang lama (Suhardjo, Hardinsyah & Riyadi 1988 diacu dalam Zakiyah 2004). Kebiasaan Sarapan Lebih dari separuh contoh (68.3%) selalu sarapan pagi. Contoh yang tidak pernah sarapan pagi adalah sebanyak 11.7%. Baik pada sopir Kampus Dalam maupun pada sopir Leuwiliang, persentase contoh yang selalu sarapan lebih banyak daripada yang tidak pernah sarapan. Contoh yang tidak pernah sarapan diduga karena contoh berangkat terlalu pagi sedangkan isteri atau anggota keluarga yang lain belum sempat memasak sehingga contoh tidak sempat sarapan. Sebenarnya contoh bisa saja membeli sarapan di sekitar tempat kerja, namun
41
diduga karena sewa (penumpang) yang cukup banyak, contoh lebih memilih untuk bekerja dahulu daripada sarapan. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan sarapan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan sarapan Kebiasaan Sarapan (Kali/ Minggu)
Tidak pernah (0) Jarang (1-2) Kadang-kadang (3-4) Selalu (5-7) Total
Sopir Kampus Dalam n %
3 4 4 19 30
10.0 13.3 13.3 63.4 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
4 4 0 22 30
7 8 4 41 60
11.7 13.3 6.7 68.3 100.0
13.3 13.3 0.0 73.4 100.0
Total
Makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari itu. Semua makanan yang berasal dari makan malam telah meninggalkan lambung sesudah kira-kira 4 jam. Artinya, lambung sudah tidak berisi makanan saat pagi hari. Tanpa sarapan pagi, tubuh tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik (Suhardjo 1989). Menurut Khomsan (2002), paling tidak ada dua manfaat yang dapat diambil dari sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja dapat lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas kerja. Kedua, sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting akan zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh. Jenis Makanan Berdasarkan susunan hidangan makanan, mayoritas contoh (70.0%), mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, dan sayuran. Semakin bervariasinya susunan hidangan yang dikonsumsi oleh contoh, maka zat gizi yang diperoleh akan semakin baik. Setiap jenis bahan pangan memiliki kandungan gizi yang berbeda dengan kadar yang berbeda pula, dan tidak ada satu jenis makanan pun yang memiliki kandungan gizi yang komplit. Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi tidak dapat terpenuhi hanya dengan mengkonsumsi satu jenis pangan tertentu saja, Contoh yang mengkonsumsi jenis makanan yang lengkap seperti makanan pokok,
42
lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan masih relatif sedikit, yaitu 6.7% pada sopir Kampus Dalam dan 33.3% pada sopir Leuwiliang. Hal ini diduga karena terkait dengan pendapatan sopir yang terbatas sehingga contoh membatasi diri dalam mengkonsumsi jenis makanan. Adapun Sebaran contoh berdasarkan susunan hidangan makanan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran contoh berdasarkan susunan hidangan makanan Susunan Hidangan Makanan
Sopir Kampus Dalam n %
Makanan pokok dan lauk pauk Makanan pokok, lauk pauk, buah-buahan Makanan pokok, lauk pauk, sayuran Makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan Total
Sopir Leuwiliang n %
Total n
%
3
10.0
2
6.7
5
8.3
1
3.3
0
0.0
1
1.7
24
80.0
18
60.0
42
70.0
2
6.7
10
33.3
12
20.0
30
100.0
30
100.0
60
100.0
Meningkatnya pendapatan perorangan akan menjadikan perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin beragamnya konsumsi pangan. Kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga tersebut yang disebut life style (gaya hidup). Kebiasaan Minum Air Putih Lebih dari separuh contoh memiliki kebiasaan minum air putih > 8 gelas per hari. Meskipun demikian, masih ada sebesar 3.3% contoh yang minum air putih < 3 gelas per hari. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum air putih disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum air putih Kebiasaan Minum Air Putih (gelas/hari)
<3 4–7 >8 Total
Sopir Kampus Dalam n %
1 13 16 30
3.3 43.4 53.3 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
1 13 16 30
2 26 32 60
3.3 43.4 53.3 100.0
3.3 43.4 53.3 100.0
Total
43
Masih adanya contoh yang minum < 3 gelas per hari diduga karena mereka minum air ketika merasa haus saja atau ketika selesai makan. Padahal, persediaan air yang cukup dalam tubuh sangat dibutuhkan oleh organ-organ tubuh dalam menjalankan tugasnya sebagai bagian dari sistem hidup kita. Ketersediaan air dalam tubuh sangat vital perannya dalam proses pencernaan dan metabolisme. Dalam kedua proses ini, air akan mengangkut vitamin-vitamin dan oksigen untuk sel-sel tubuh melalui darah (Luize 2003). As-Sayyid (2006) menyatakan bahwa air merupakan minuman inti dan unsur organik yang sangat penting, yang menjadikan tubuh mampu menjalankan tugas
dan fungsi alaminya, dan
memisahkan diri dari zat-zat beracun dalam bentuk air seni dan keringat. Dengan mengkonsumsi air yang baik, seseorang dapat mempertahankan kesehatannya (Emoto 2006). Menurut Dr. Howard Flaks diacu dalam Luize (2003), air yang perlu diminum oleh orang sehat adalah sebanyak 8 sampai 10 gelas air setiap hari. Jumlah ini masih perlu ditambah jika seseorang banyak melakukan latihan olahraga atau hidup di daerah beriklim panas. Jumlah air yang dikeluarkan tubuh melalui air seni sekitar 1 liter per hari. Kalau jumlah tinja yang dikeluarkan pada orang sehat sekitar 50-400 g/hari, kandungan airnya sekitar 60.0–90.0 % bobot tinja atau sekitar 50-60 ml air sehari. Sedangkan, air yang terbuang melalui keringat dan saluran napas dalam sehari maksimum 1 liter, tergantung suhu udara sekitar. Belum lagi faktor pengeluaran air melalui pernapasan. Seseorang yang mengalami demam, kandungan air dalam napasnya akan meningkat. Sebaliknya, jumlah air yang dihirup melalui napas berkurang akibat rendahnya kelembapan udara sekitarnya (Salamah 2008). Frekuensi Konsumsi Jenis Pangan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pada seluruh contoh, nasi merupakan sumber karbohidrat utama yang paling sering dikonsumsi sebagai makanan pokok. Kondisi ini tidak terlalu mengherankan mengingat nasi yang berasal dari padi-padian merupakan bagian utama dari susunan makanan seharihari di Indonesia (Astawan & Wahyuni 1989 diacu dalam Febriyanti 2006). Sedangkan jenis pangan sumber karbohidrat yang paling tidak pernah dikonsumsi selama satu bulan terakhir adalah biskuit yaitu sebesar 60.0% pada contoh sopir
44
Kampus Dalam dan 53.4% pada contoh sopir Leuwiliang. Biskuit merupakan contoh makanan yang rendah serat dan tinggi kalori (Soelistijani 2005). Lauk hewani yang paling sering dikonsumsi oleh contoh sopir Kampus Dalam adalah ikan teri (36.7%) dan pada sopir Leuwiliang adalah telur ayam (43.3%). Kedua jenis pangan hewani ini lebih sering dikonsumsi oleh contoh karena harganya yang relatif murah dan terjangkau bila dibandingkan dengan jenis pangan hewani lainnya. Ikan teri banyak diolah menjadi ikan kering atau ikan asin (Tarwotjo 1998). Ikan teri kering tawar memiliki banyak manfaat, diantaranya dapat mencegah anemia bila dikonsumsi secara rutin, dan merupakan bahan makanan penting untuk menunjang sistem pertulangan (Soehardi 2004). Febriyanti (2006) menyatakan bahwa telur merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan protein tinggi dan tidak mahal. Telur bebek merupakan jenis lauk hewani yang paling tidak pernah dikonsumsi oleh contoh sopir Kampus Dalam maupun sopir Leuwiliang. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi jenis bahan pangan disajikan pada Tabel 20.
45
Tabel 20. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi jenis pangan Jenis Pangan Pangan Pokok Nasi Mie Singkong Roti Biskuit Kentang Lauk Hewani Daging Ayam Telur Ayam Telur Bebek Ikan Segar Ikan Teri Jeroan/Hati Udang Lauk Nabati Tahu Tempe Kacang-kacangan Oncom Sayur-sayuran Bayam Kangkung Kubis Daun Singkong Sawi Wortel Tomat Buah-buahan Pepaya Jeruk Pisang Semangka Alpukat Apel Susu Susu Segar Susu Kental Manis
Sopir Kampus Dalam TP Jrg Kdg Srg
Sopir Leuwiliang TP Jrg Kdg Srg
0.0 8.3 26.7 23.3 60.0 33.3
0.0 46.7 60.0 40.0 30.0 40.0
0.0 30.0 10.0 16.7 3.3 20.0
100.0 15.0 3.3 20.0 6.7 6.7
0.0 10.0 33.4 13.3 53.4 46.7
0.0 36.6 60.0 53.4 33.3 30.0
0.0 26.7 3.3 20.0 3.3 6.7
100.0 26.7 3.3 13.3 10.0 16.6
6.7 10.0 83.3 20.0 3.3 53.4 73.3
56.7 33.3 16.7 43.3 36.7 33.3 26.7
16.6 30.0 0.0 20.0 23.3 10.0 0.0
20.0 26.7 0.0 16.7 36.7 3.3 0.0
13.3 3.3 70.0 30.0 20.0 46.7 63.3
53.4 26.7 30.0 30.0 33.3 46.7 36.7
20.0 26.7 0.0 20.0 16.7 6.6 0.0
13.3 43.3 0.0 20.0 30.0 0.0 0.0
6.7 6.7 23.3 40.0
13.3 6.7 46.7 56.7
30.0 33.3 13.3 0.0
50.0 53.3 16.7 3.3
0.0 6.7 30.0 40.0
26.7 30.0 50.0 33.4
26.7 23.3 6.7 13.3
46.6 40.0 13.3 13.3
13.3 23.3 26.7 13.3 10.0 10.0 10.0
56.7 43.3 40.0 63.4 66.7 36.7 33.3
21.0 26.7 23.3 13.3 16.7 36.7 16.7
10.0 6.7 10.0 10.0 6.6 16.6 40.0
20.0 13.3 33.3 16.7 30.0 23.3 6.7
53.4 60.0 63.4 46.6 46.7 40.0 33.3
13.3 13.3 3.3 20.0 3.3 16.7 0.0
13.3 13.4 0.0 16.7 20.0 20.0 60.0
10.0 20.0 16.7 70.0 50.0 43.4
66.7 53.3 56.7 23.4 43.4 50.0
3.3 16.7 20.0 3.3 3.3 3.3
20.0 10.0 6.6 3.3 3.3 3.3
26.7 20.0 16.7 60.0 50.0 50.0
43.3 53.4 43.3 36.7 33.3 40.0
16.7 13.3 20.0 3.3 10.0 0.0
13.3 13.3 20.0 0.0 6.7 10.0
83.4 40.0
10.0 20.0
3.3 13.3
3.3 26.7
80.0 36.7
10.0 30.0
0.0 10.0
10.0 23.3
Keterangan : Angka menunjukkan persentase
Jenis lauk nabati yang paling sering dikonsumsi oleh contoh sopir Kampus Dalam adalah tempe (53.3%) dan pada contoh sopir Leuwiliang adalah tahu (46.6%). Astawan diacu dalam Soehardi (2004) menyatakan bahwa tempe merupakan menu makanan sehari-hari masyarakat tradisional, yang sehat dan berimbang gizinya, serta harganya tidak mahal. Menurut Soehardi (2004), mengonsumsi tahu setiap hari amat dianjurkan bagi segala usia, karena tahu
46
memiliki daya cerna yang tinggi serta tahu sangat kaya dengan kandungan protein dan mineral kalsium. Adapun jenis pangan lauk nabati yang paling tidak pernah dikonsumsi oleh contoh selama satu bulan terakhir adalah oncom dengan persentase sebesar 40.0%. Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah tomat, yaitu 40.0% pada contoh sopir Kampus Dalam dan 60.0% pada contoh sopir Leuwiliang. Tomat adalah jenis sayuran yang sering dikonsumsi karena penggunaannya dalam sambal, dimana setiap kali contoh makan hampir selalu ada sambal. Menurut Astawan dan Leomitro (2008), tomat dapat dengan mudah ditemui pada berbagai menu makanan dalam bentuk sup, lalap, sambal, dan sebagainya. Jenis sayuran yang paling tidak pernah dikonsumsi contoh selama satu bulan terakhir adalah kubis, dengan persentase 26,7% pada contoh sopir Kampus Dalam dan 33,3% pada contoh sopir Leuwiliang. Konsumsi sayuran dianjurkan setiap hari, hal ini dikarenakan sayuran merupakan sumber serat, vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh dan sumber pangan yang kaya antioksidan (Febriyanti 2006). Jenis buah yang paling sering dikonsumsi oleh sopir Kampus Dalam adalah pepaya (20.0%) dan pada sopir Leuwiliang adalah pisang (20.0%). Pepaya merupakan buah sepanjang tahun sehingga mudah didapat setiap waktu, harganya murah dibandingkan dengan buah lain, rasanya manis, warnanya menarik, dan banyak mengandung karotin, vitamin C, dan serat yang dapat melancarkan defekasi (Tarwotjo 1998). Pisang mengandung karbohidrat tinggi sehingga sering digunakan untuk pengganti nasi, selain itu pisang juga merupakan buah sepanjang tahun (Tarwotjo 1998) dan merupakan sumber kalium yang sangat baik untuk mengendalikan tekanan darah (Astawan dan Leomitro 2008). Adapun jenis buah yang paling tidak pernah dikonsumsi, baik pada sopir Kampus Dalam maupun Leuwiliang adalah semangka dengan persentase masing-masing sebesar 70.0% dan 60.0%. Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu kental manis, baik pada sopir Kampus Dalam (26.7%) maupun pada sopir Leuwiliang (23.3%). Susu kental manis merupakan susu yang diawetkan dengan menambahkan gula pada tingkat perbandingan tertentu, dimasak sampai menjadi kental dan rasanya manis
47
(Tarwotjo 1998). Adapun jenis susu yang paling tidak pernah dikonsumsi adalah susu segar dengan persentase masing-masing 83.4% dan 80.0%. Susu cair segar merupakan jenis susu yang tidak tahan lama (Tarwotjo 1998), sehingga ketersediaannya di sekitar tempat tinggal contoh menjadi terbatas. Jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan pangan dalam pola makanan di suatu negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Disamping itu, kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja dari keluarga, berpengaruh pula terhadap pola makan (Suhardjo et al 1988). Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya. Faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan yaitu : produksi pangan, pengeluaran uang, pengetahuan gizi, dan tersedianya pangan (Suhardjo 1989). Perilaku Hidup Sehat Hampir seluruh contoh baik pada sopir Kampus Dalam maupun pada sopir Leuwiliang selalu mandi minimal 2 kali/hari dan selalu menggunakan sabun mandi setiap kali mandi. Namun demikian, masih ada contoh (3.3%) baik pada sopir Kampus Dalam maupun sopir Leuwiliang yang tidak selalu menggunakan sabun mandi ketika mandi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap contoh, biasanya hal tesebut terjadi ketika persediaan sabun telah habis sedangkan anggota keluarga contoh belum membeli sabun yang baru. Sebagian besar contoh baik pada sopir Kampus Dalam maupun sopir Leuwiliang selalu menggosok gigi minimal 2 kali/hari, dan seluruh contoh selalu menggunakan pasta gigi ketika menggosok gigi. Sebagian besar contoh selalu keramas minimal 2 kali/minggu dengan menggunakan shampoo. Sebesar 6.7% contoh pada sopir Leuwiliang tidak pernah keramas minimal 2 kali/minggu dengan menggunakan shampoo. Berdasarkan hasil wawancara terhadap contoh, seringkali contoh keramas atau membasahi rambut setiap hari, namun tidak selalu ketika membasahi rambut tersebut contoh memakai shampoo. Lebih dari separuh contoh baik pada sopir Kampus Dalam maupun sopir Leuwiliang selalu mencuci tangan sebelum
makan dengan menggunakan air
48
bersih dan sabun. Adapun jenis sabun yang digunakan contoh untuk mencuci tangan bermacam-macam, mulai dari sabun mandi sampai sabun untuk mencuci piring/pakaian. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dapat membunuh beberapa bakteri penyebab penyakit (WHO 1988). Lebih dari separuh contoh selalu menggunting kuku minimal 1 kali/minggu. Kesadaran untuk menggunting kuku ini timbul dengan alasan untuk menjaga kesehatan diri. Bahkan, ada contoh pada sopir Kampus Dalam yang selalu membawa gunting kuku di tas kecilnya. Hampir seluruh contoh selalu menggunakan alas kaki bila keluar rumah. Sebagian besar contoh selalu menggunakan handuk secara sendiri ketika mandi. Pemakaian handuk secara sendiri ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya penyebaran penyakit, bila terdapat salah satu anggota keluarga yang sakit. Pada sopir Kampus Dalam, terdapat 10.0% contoh yang tidak selalu menggunakan handuk secara sendiri ketika mandi. Pemakaian handuk bersama ini dikhawatirkan dapat menjadi sarana penyebarluasan penyakit di lingkungan keluarga. Hampir seluruh contoh selalu mengganti baju seusai mandi. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungan sehingga tidak menimbulkan kondisi yang tidak nyaman (timbul bau tidak sedap) baik bagi individu itu sendiri maupun bagi lingkungan di sekitarnya. Adapun sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup sehat disajikan pada Tabel 21.
49
Tabel 21. Sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup sehat No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Perilaku Hidup Sehat Kebiasaan mandi 2x/hari a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Menggunakan sabun mandi Setiap kali mandi a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Gosok gigi minimal 2x/hari a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Gosok gigi dengan pasta gigi a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Keramas min 2x/minggu menggunakan shampoo a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Mencuci tangan sebelum makan menggunakan air bersih dan sabun a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Menggunting kuku minimal 1x/minggu a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Menggunakan alas kaki bila keluar rumah a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Memakai handuk secara sendiri a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu Mengganti baju seusai mandi a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Selalu
Sopir Kampus Dalam n %
Sopir Leuwiliang n %
n
%
Total
0 1 29
0.0 3.3 96.7
0 2 28
0.0 6.7 93.3
0 3 57
0.0 5.0 95.0
0 1 29
0.0 3.3 96.7
0 1 29
0.0 3.3 96.7
0 2 58
0.0 3.0 97.0
0 4 26
0.0 13.3 86.7
1 2 27
3.3 6.7 90.0
1 6 53
2.0 10.0 88.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 60
0.0 0.0 100.0
0 1 29
0.0 3.3 97.7
2 4 24
6.7 13.3 80.0
2 5 53
3.0 9.0 88.0
3 9 18
10.0 30.0 60.0
3 7 20
10.0 23.3 66.7
6 16 38
10.0 27.0 63.0
1 10 19
3.3 33.3 63.4
3 10 17
10.0 33.3 56.7
4 20 36
7.0 33.0 60.0
0 2 28
0.0 6.7 93.3
1 1 28
3.3 3.3 93.4
1 3 56
2.0 5.0 93.0
3 3 24
10.0 10.0 80.0
0 2 28
0.0 6.7 93.3
3 5 52
5.0 8.0 87.0
0 1 29
0.0 3.3 96.7
0 3 27
0.0 10.0 90.0
0 4 56
0.0 7.0 93.0
50
Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan gizi dan kesehatan berhubungan positif dan tidak signifikan dengan perilaku hidup sehat (r=0.169, p>0.05). Hal ini berarti terdapat kecenderungan di mana pengetahuan gizi dan kesehatan yang semakin baik belum tentu diikuti dengan semakin baiknya perilaku hidup sehat seseorang. Begitu pun dengan tingkat pendidikan, dimana terdapat hubungan yang positif namun tidak signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku hidup sehat contoh (r=0.029, p>0.05). Antara pendapatan perkapita dengan perilaku hidup sehat contoh terdapat hubungan yang negatif namun tidak signifikan (r=-0.198, p>0.05). Hal ini berarti terdapat kecenderungan di mana pendapatan perkapita yang semakin tinggi belum tentu diikuti dengan semakin baiknya perilaku hidup sehat seseorang. Meskipun separuh contoh berperilaku hidup sehat dengan kategori baik, namun masih ada sebesar 6.6% contoh pada sopir Leuwiliang dan 3.3% pada sopir Kampus Dalam yang tergolong kategori rendah. Perilaku hidup sehat dengan kategori baik, lebih banyak pada sopir Kampus Dalam daripada sopir Leuwiliang. Perilaku hidup sehat contoh dengan kategori baik diharapkan dapat mencerminkan kondisi kesehatan contoh, karena dengan perilaku hidup yang sehat berarti telah melakukan usaha pencegahan terhadap penularan berbagai penyakit infeksi (Nurwulan 2003). Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku hidup sehat disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku hidup sehat Kategori Perilaku Hidup Sehat
Rendah (12<skor<15) Sedang (16<skor<18) Baik (19<skor<20) Total
Sopir Kampus Dalam n %
1 13 16 30
3.3 43.4 53.3 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
2 14 14 30
3 27 30 60
5.0 45.0 50.0 100.0
6.6 46.7 46.7 100.0
Total
Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah Pada penelitian ini karakteristik lingkungan fisik rumah meliputi struktur bangunan rumah (jenis atap, tembok, lantai), sumber air untuk minum dan mandi, kepemilikan kamar mandi dan WC, jarak sumur dengan septic tank, tempat buang sampah, dan letak kandang ternak dari rumah. Namun sebelumnya, akan diulas terlebih dahulu mengenai status kepemilikan rumah/tempat tinggal contoh.
51
Status Rumah Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari separuh contoh (63.4%) tinggal di rumah milik sendiri, sebesar 28.3% contoh ikut keluarga, dan 8.3% contoh masih tinggal di rumah kontrakan. Jumlah contoh yang tinggal ikut dengan keluarga pada sopir Kampus Dalam lebih banyak (30.0%) daripada sopir Leuwiliang (26.7%). Sopir Leuwiliang yang masih tinggal di rumah kontrakan jumlahnya lebih banyak (13.3%) daripada sopir Kampus Dalam (3.3%). Sebaran contoh berdasarkan status rumah disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Sebaran contoh berdasarkan status rumah Status Rumah
Ikut Keluarga Sewa/kontrak Milik Sendiri Total
Sopir Kampus Dalam n %
9 1 20 30
30.0 3.3 66.7 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
8 4 18 30
17 5 38 60
28.3 8.3 63.4 100.0
26.7 13.3 60.0 100.0
Total
Lingkungan Fisik Rumah Hampir seluruh (93.3%) jenis atap rumah yang ditempati contoh adalah genteng, dan sebagian besar jenis tembok rumah contoh adalah tembok plester. Hampir separuh (45.0%) jenis lantai rumah contoh adalah keramik. Salah satu syarat rumah sehat adalah keadaan lantai rumah harus kering dan tidak lembab (Nurwulan 2003). Lebih dari separuh sumber air minum contoh berasal dari air sumur/mata air terlindungi. Namun, masih ada 20.0% contoh sopir Kampus Dalam dan 16.7% contoh sopir Leuwiliang yang memiliki sumber air minum berasal dari sumur tanpa tembok. Sukarni (1994) menyatakan bahwa sumber air bersih dari sumur yang baik jika sumur tersebut memperhatikan jarak lokalisasi sumur dengan sumber-sumber pengotoran, selain itu sumur yang digunakan harus ditutup. Sumber air ini pun digunakan oleh lebih dari separuh contoh (70.0%) sebagai sumber air untuk mandi/mencuci. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Baku mutu/persyaratan kualitas air minum
52
(Permenkes 2002) dan air bersih (Permenkes 2004) dapat dilihat pada Lampiran I dan II. Hampir seluruh contoh memiliki fasilitas kamar mandi di rumah tempat tinggalnya. Namun, masih ada sebanyak 23.3% rumah contoh, baik sopir Kampus Dalam maupun sopir Leuwiliang yang tidak memiliki WC, sehingga sebesar 20.0% keluarga contoh sopir Kampus Dalam dan 26.7% keluarga contoh sopir Leuwiliang buang hajat di sungai/empang. Nurwulan (2003) menyatakan bahwa kelengkapan fasilitas pokok suatu rumah ikut menentukan nyaman atau tidaknya suatu rumah, juga menentukan kualitas suatu rumah. Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi sehat dan nyaman adalah tersedianya sarana sanitasi berupa jamban keluarga. Lebih dari separuh contoh memiliki jarak septic tank dengan sumber air/sumur >10 m. Lebih dari separuh contoh biasa membuang sampah di pekarangan/lubang
terbuka/sungai.
Pemanfaatan
sungai
sebagai
sarana
pembuangan sampah sudah sangat lazim di lingkungan penduduk karena kepraktisannya. Padahal dampak yang diakibatkan oleh kebiasaan yang salah ini sangat besar, terutama terhadap timbulnya berbagai penyakit, polusi, dan banjir. Sebanyak 31.7% contoh memiliki hewan ternak atau binatang peliharaan, dimana lebih dari separuhnya memiliki letak kandang yang jaraknya <5 m dari rumah. Alasan contoh meletakkan kandang dekat rumah diduga karena lebih aman dari incaran maling, selain tidak memiliki lahan yang khusus. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik lingkungan fisik rumah disajikan pada Tabel 24.
53
Tabel 24. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik lingkungan fisik rumah Variabel Jenis Atap 1. Asbes 2. Genteng Jenis Tembok 1. Tembok tanpa plester 2. Tembok plester Jenis Lantai 1. Semen 2. Ubin 3. Keramik Sumber Air Minum 1. Sumur tanpa tembok 2. Sumur terlindungi 3. Ledeng/PAM/air mineral Sumber Air Bersih(mandi/cuci) 1. Air sungai 2. Sumur tanpa tembok 3. Sumur terlindungi 4. Ledeng/PAM Kepemilikan Kamar Mandi 1. Tidak 2. Ya Tempat Keluarga Mandi 1. Sungai/pancuran 2. Kamar mandi umum/tetangga 3. Kamar mandi sendiri Kepemilikan WC 1. Tidak 2. Ya Tempat Keluarga Buang Hajat 1. Sungai/empang 2. WC Umum/tetangga 3. WC sendiri
Kampus Dalam n %
Leuwiliang n %
Total n %
1 29
3.3 96.7
3 27
10.0 90.0
4 56
6.7 93.3
4 26
13.3 86.7
3 27
10.0 90.0
7 53
11.7 88.3
8 10 12
26.7 33.3 40.0
11 4 15
36.7 13.3 50.0
19 14 27
31.7 23.3 45.0
6 24 0
20.0 80.0 0.0
5 15 10
16.7 50.0 33.3
11 39 10
18.3 65.0 16.7
1 4 25 0
3.3 13.3 83.4 0.0
1 6 17 6
3.3 20.0 56.7 20.0
2 10 42 6
3.3 16.7 70.0 10.0
2 28
6.7 93.3
1 29
3.3 96.7
3 57
5.0 95.0
1 1 28
3.3 3.3 93.4
0 1 29
0.0 3.3 96.7
1 2 57
1.7 3.3 95.0
7 23
23.3 76.7
7 23
23.3 76.7
14 46
23.3 76.7
6 1 23
20.0 3.3 76.7
8 0 22
26.7 0.0 73.3
14 1 45
23.3 1.7 75.0
0 9 21
0.0 30.0 70.0
1 14 15
3.3 46.7 50.0
1 23 36
1.7 38.3 60.0
15 15
50.0 50.0
19 11
63.3 36.7
34 26
56.7 43.3
20 10
66.7 33.3
21 9
70.0 30.0
41 19
68.3 31.7
0 8 2
0.0 80.0 20.0
4 3 2
44.5 33.3 22.2
4 11 4
21.1 57.8 21.1
Jarak Sumur dengan SepticTank
1. <5 m 2. 5-10 m 3. >10 m Tempat Pembuangan Sampah 1. Pekarangan/lubang terbuka/sungai 2. Tempat sampah/tertutup Kepemilikan Hewan Peliharaan 1. Tidak 2. Ya Letak Kandang Ternak 1. Di dalam rumah 3. < 5 m dari rumah 4. > 5 m dari rumah
54
Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit. Jenis lantai, atap, dinding, dan jendela mempengaruhi perlindungan para penghuninya terhadap dingin, panas, dan hujan. Lantai dari tanah mempengaruhi penyebaran penyakit parasit (Sukarni 1994). Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Cara pembuangan sampah antara lain dengan pembakaran sampah atau menimbun sampah dengan tanah. Keadaan sanitasi lingkungan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang. Di daerah pedesaan, masyarakat sering menempatkan hewan ternaknya di dalam atau terlalu dekat dengan rumah. Keadaan ini dapat menimbulkan pengembangbiakan lalat yang dapat pula menyebarkan penyakit. Lingkungan yang buruk dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah adanya penyakit hewan yang menular ke manusia (Sukarni 1994). Meskipun lebih dari separuh contoh (51.7%) mempunyai kondisi lingkungan fisik rumah dengan kategori baik, namun masih ada 3.3% contoh yang berada pada kategori rendah. Adapun sebaran contoh berdasarkan kategori lingkungan fisik rumah dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkungan fisik rumah Kategori Lingkungan Fisik Rumah Rendah (17<skor<22) Sedang (23<skor<28) Baik (29<skor<33) Total
Sopir Kampus Dalam n % 1 3.3 13 43.3 16 53.4 30 100.0
Sopir Leuwiliang n % 1 3.3 14 46.7 15 50.0 30 100.0
Total n 2 27 31 60
% 3.3 45.0 51.7 100.0
Keluhan Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari separuh contoh mengalami keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir. Contoh yang tidak mengalami keluhan kesehatan sebesar 33.3%. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa indikator kesehatan individu adalah bebas dari penyakit/tidak sakit, tidak cacat, dan produktif. Jumlah contoh yang memiliki keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir pada sopir Leuwiliang lebih banyak (73.3%) daripada sopir Kampus Dalam (60.0%).
55
Sebaran contoh berdasarkan kondisi kesehatan disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Sebaran contoh berdasarkan keluhan kesehatan selama 1 bulan terakhir Keluhan Kesehatan
Sopir Kampus Dalam n %
Ada keluhan Tidak ada keluhan Total
18 12 30
60.0 40.0 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
22 8 30
40 20 60
66.7 33.3 100.0
73.3 26.7 100.0
Total
Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa umur berhubungan negatif namun tidak signifikan dengan ada atau tidaknya keluhan kesehatan (r=-0.154, pvalue>0.05). Hal ini berarti terdapat kecenderungan di mana umur yang semakin tua belum tentu diikuti dengan semakin baiknya kondisi kesehatan seseorang. Pada masa dewasa akhir terjadi banyak sekali penurunan kemampuan individu, baik secara fisik maupun psikis (Faiz 2008). Proses penuaan berhubungan dengan kemunduran kapasitas fisiologis, misalnya kekuatan otot, kapasitas aerobik, koordinasi neuromotorik, dan fleksibilitas. Peningkatan disabilitas fungsional yang terkait dengan usia tersebut memiliki risiko terhadap aktivitas fisik yang terbatas (Palestin 2006). Menurut Suhardjo (1989), umur dapat mempengaruhi kebiasaan makan dan kecukupan energi seseorang. Sukarni (1994) juga mengemukakan bahwa umur dapat mempengaruhi keadaan kesehatan. Jenis Keluhan Sakit Sebanyak 31.7% contoh mengeluh pusing/sakit kepala selama satu bulan terakhir. Persentase contoh yang pusing/sakit kepala pada sopir Leuwiliang jumlahnya lebih banyak (40.0%) daripada sopir Kampus Dalam (23.3%). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang berprofesi sebagai sopir mengalami lebih sering sakit kepala, sukar konsentrasi, pelupa, dan matanya terasa pekat serta perih (iritasi) (Soemarwoto 2004). Jenis keluhan yang cukup sering dialami oleh sopir Kampus Dalam adalah Batuk (16.7%) dan Flu (16.7%), sedangkan demam/masuk angin merupakan jenis keluhan yang cukup sering dialami oleh sopir Leuwiliang (13.3%). Pada sopir Leuwiliang terdapat 3.3% contoh yang mengalami gangguan tekanan darah (hipertensi). Menurut Ramaiah (2007), faktor risiko hipertensi diantaranya adalah diabetes, merokok, kolesterol tinggi, usia tua, pria, dan riwayat serangan jantung
56
pada keluarga. Selain itu, seseorang dengan gaya hidup yang tidak banyak bergerak memiliki risiko 20.0-50.0% lebih besar untuk terkena hipertensi. Sebaran contoh berdasarkan jenis keluhan sakit selama 1 bulan terakhir disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Sebaran contoh berdasarkan jenis keluhan sakit selama 1 bulan terakhir Jenis Keluhan Sakit
Batuk Demam/Masuk angin Flu Pusing/Sakit kepala Sesak nafas Sakit gigi Gangguan perut (Gastritis) Diare Sulit BAB Gangguan tekanan darah (Hipertensi)
Sopir Kampus Dalam n %
Sopir Leuwiliang n %
n
%
Total
5 3 5 7 1 1 0 0 1
16.7 10.0 16.7 23.3 3.3 3.3 0.0 0.0 3.3
1 4 1 12 2 0 2 1 0
3.3 13.3 3.3 40.0 6.7 0.0 6.7 3.3 0.0
6 7 6 19 3 1 2 1 1
10.0 11.7 10.0 31.7 5.0 1.7 3.3 1.7 1.7
0
0.0
1
3.3
1
1.7
Status Gizi Secara keseluruhan lebih dari separuh contoh mempunyai status gizi baik atau normal. Contoh yang mengalami underweight pada sopir Kampus Dalam jumlahnya lebih banyak (23.3%) daripada sopir Leuwiliang. Pada Trayek Leuwiliang, contoh yang mengalami pre obese jumlahnya lebih banyak (23.3%) daripada sopir Kampus Dalam. Hal ini diduga berhubungan dengan pendapatan perkapita contoh, dimana contoh pada sopir Leuwiliang memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi daripada sopir Kampus Dalam. Persentese contoh yang tergolong obese I pada sopir Kampus Dalam dan sopir Leuwiliang adalah sama, yaitu sebesar 6.7%. Adapun sebaran contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi*)
Underweight (IMT< 18.5) Normal (18.5
Sopir Kampus Dalam N %
7 15 6 2 30
23.3 50.0 20.0 6.7 100.0
Sopir Leuwiliang n %
n
%
2 19 7 2 30
9 34 13 4 60
15.0 56.7 21.7 6.7 100.0
6.7 63.3 23.3 6.7 100.0
Total
57
Kegemukan saat dewasa sekarang ini banyak terjadi. Tanggung jawab terhadap pekerjaan yang semakin tinggi menyebabkan seseorang tidak mempunyai waktu untuk berolahraga. Oleh karena itu, jika kurang hati-hati mengontrol makanan dan segan melakukan aktivitas fisik, lambat laun tubuh akan menderita kegemukan. Padahal, jika kegemukan dibiarkan berlarut, maka tubuh akan dihinggapi berbagai penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, diabetes mellitus, dan tekanan darah tinggi (Purwati et al. 2002). Hubungan Antar Variabel Proporsi terbesar contoh yang mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan dengan kategori rendah adalah yang memiliki keluhan kesehatan (83.3%), begitu juga proporsi terbesar contoh yang memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan dengan kategori tinggi adalah yang memiliki keluhan kesehatan (66.7%). Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan berhubungan positif namun tidak signifikan dengan keluhan kesehatan (r=0.067, p>0.05). Hal ini berarti terdapat kecenderungan di mana tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan yang semakin tinggi belum tentu diikuti dengan semakin baiknya kondisi kesehatan seseorang. Tingkat pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo 2007). Jadi, belum tentu orang yang tingkat pengetahuannya tinggi dapat memahami dan mengaplikasikan dengan baik pengetahuannya tersebut dalam kehidupan seharihari. Proporsi terbesar contoh yang memiliki perilaku hidup sehat dengan kategori sedang adalah yang memiliki keluhan kesehatan (66.7%), begitu juga proporsi terbesar contoh yang memiliki perilaku hidup sehat dengan kategori baik adalah yang memiliki keluhan kesehatan (67.7%). Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa perilaku hidup sehat berhubungan positif namun tidak signifikan dengan keluhan kesehatan (r=0.067, p>0.05). Hal ini berarti terdapat kecenderungan di mana perilaku hidup sehat yang semakin baik belum tentu diikuti dengan semakin baiknya kondisi kesehatan seseorang. Keadaan demikian diduga karena lingkungan tempat contoh bekerja yang kurang sehat. Proporsi terbesar contoh yang memiliki karakteristik lingkungan fisik rumah dengan kategori rendah adalah yang memiliki keluhan kesehatan (66.7%),
58
begitu juga proporsi terbesar contoh yang memiliki karakteristik lingkungan fisik rumah dengan kategori baik adalah yang memiliki keluhan kesehatan (60.0%). Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa karakteristik lingkungan fisik rumah berhubungan negatif namun tidak signifikan dengan keluhan kesehatan (r=-0.032, p>0.05). Hal ini berarti terdapat kecenderungan di mana karakteristik lingkungan fisik rumah yang semakin baik belum tentu diikuti dengan semakin baiknya kondisi kesehatan seseorang. Keadaan demikian diduga akibat lingkungan luar rumah tempat contoh bekerja yang kurang sehat sehingga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan contoh. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah dengan keluhan kesehatan contoh disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku hidup sehat, karakteristik lingkungan fisik rumah, dan keluhan kesehatan Variabel Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Rendah Sedang Tinggi Total Perilaku Hidup Sehat Rendah Sedang Baik Total Karakteristik Lingkungan Fisik Rendah Sedang Baik Total
Keluhan Kesehatan Ada Tidak Ada Keluhan Keluhan N % n %
n
%
10 10 20 40
83.3 55.6 66.7 66.7
2 8 10 20
16.7 44.4 33.3 33.3
12 18 30 60
100.0 100.0 100.0 100.0
1 18 21 40
50.0 66.7 67.7 66.7
1 9 10 20
50.0 33.3 32.3 33.3
2 27 31 60
100.0 100.0 100.0 100.0
2 20 18 40
66.7 74.1 60.0 66.7
1 7 12 20
33.3 25.9 40.0 33.3
3 27 30 60
100.0 100.0 100.0 100.0
Total
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) terlihat bahwa proporsi terbesar contoh yang memiliki status gizi normal adalah yang memiliki keluhan kesehatan (76.5%). Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa antara keluhan kesehatan dengan status gizi berhubungan negatif namun tidak signifikan (r=-0.014, p>0.05). Hal ini berarti bahwa terdapat kecenderungan contoh yang memiliki keluhan kesehatan akan mengalami penurunan status gizi, yang ditandai dengan
59
menurunnya berat badan sehingga lebih rendah berat badannya dibanding keadaan sebelum sakit. Dalam keadaan sakit, umumnya terjadi penurunan nafsu makan sehingga intik zat gizi yang diperlukan berkurang (Utomo 1988 diacu dalam Nurwulan 2003). Sebaran contoh berdasarkan keluhan kesehatan dan status gizi disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Sebaran contoh berdasarkan keluhan kesehatan dan status gizi Status Gizi Underweight Normal Pre Obese Obese 1 Total
Keluhan Kesehatan Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan n % n % 4 44.4 5 55.6 26 76.5 8 23.5 8 61.5 5 38.5 2 50 2 50 40 66.7 20 33.3
Total n 9 34 13 4 60
% 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
60
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 contoh sopir Kampus Dalam dan 30 contoh sopir Leuwiliang diketahui bahwa lebih dari separuh contoh (53.3%) tergolong pada masa dewasa madya. Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh contoh sebesar 36.7% adalah SLTA/sederajat. Separuh contoh (50.0%) termasuk dalam kategori keluarga kecil, dan lebih dari separuh contoh (58.3%) tergolong dalam kategori keluarga tidak miskin. Terkait pengetahuan gizi dan kesehatan, sebanyak 20.0% contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan kategori rendah, terutama pengetahuan mengenai akibat yang ditimbulkan bila tubuh kekurangan iodium. Lebih dari separuh contoh (68.3%) memiliki kebiasaan olahraga, dan sebagian besar contoh (86.7%) dalam penelitian ini memiliki kebiasaan merokok. Sebanyak 15.0% contoh memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Lebih dari separuh contoh (51.7%) mempunyai kebiasaan makan 3 kali dalam sehari dan selalu sarapan pagi (68.3%). Berdasarkan susunan hidangan makanan, mayoritas contoh (70.0%) mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, dan sayuran dalam setiap kali makan, dan lebih dari separuh contoh (53.3%) memiliki kebiasaan minum air putih > 8 gelas per hari. Seluruh contoh biasa mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat utama. Lauk hewani yang sering dikonsumsi oleh contoh sopir Kampus Dalam adalah ikan teri (36.7%) dan pada sopir Leuwiliang adalah telur ayam (43.3%). Jenis lauk nabati yang sering dikonsumsi oleh contoh sopir Kampus Dalam adalah tempe (53.3%) dan pada contoh sopir Leuwiliang adalah tahu (46.6%). Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah tomat, dan jenis buah yang paling sering dikonsumsi oleh sopir Kampus Dalam adalah pepaya (20.0%) dan pisang (20.0%) pada sopir Leuwiliang. Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu kental manis. Meskipun separuh contoh (50.0%) berperilaku hidup sehat dengan kategori baik dan sebanyak 45.0% contoh termasuk dalam
kategori sedang,
namun masih ada 5.0% contoh termasuk dalam kategori rendah, yaitu tidak mencuci tangan sebelum makan menggunakan air bersih dan sabun.
61
Sebanyak 45.0% contoh mempunyai kondisi lingkungan fisik rumah dengan kategori sedang. Namun demikian masih ada 3.3% contoh yang berada dalam kategori rendah yang ditunjukkan dengan tidak tersedianya fasilitas WC di rumah contoh, sehingga tempat contoh untuk buang hajat adalah di sungai/empang. Lebih dari separuh contoh memiliki keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir, dengan jenis keluhan yang paling banyak adalah sakit kepala/pusing, masuk angin, batuk dan flu. Sebanyak 15.0% status gizi contoh adalah underweight, dan 21.7% contoh adalah pre obese.
Tingkat
pengetahuan
gizi
dan kesehatan, perilaku hidup sehat, serta karakteristik lingkungan fisik rumah tidak berhubungan nyata dengan keluhan kesehatan. Begitu pun keluhan kesehatan tidak berhubungan nyata dengan status gizi contoh. Saran Bagi para sopir angkot, disarankan untuk selalu menjaga kebersihan diri dengan cara mencuci tangan dengan air bersih dan sabun ketika akan makan. Gaya hidup yang kurang baik pun seperti merokok dan minum alkohol, perlu dihindari. Selain itu akan lebih baik juga bila di setiap rumah tersedia fasilitas jamban keluarga dan tempat pembuangan sampah yang tertutup, agar budaya membuang sampah dan kotoran ke sungai/empang dapat dihindari. Bagi pemerintah, penulis menyarankan agar diadakannya penyuluhan di lingkungan terminal mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta bahaya merokok dan minum alkohol. Selain itu, akan lebih baik jika di setiap terminal tersedia fasilitas pelayanan kesehatan dan peralatan kebersihan yang lengkap, agar kondisi di terminal dapat memberikan kenyamanan, tidak hanya bagi para sopir, pedagang, dan pekerja di terminal tapi juga bagi penumpang dan masyarakat pada umumnya. Untuk melengkapi tulisan ini, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai produktivitas kerja sopir angkot.
62
DAFTAR PUSTAKA Almasari A. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi dan Kesehatan Lansia Pria di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Anonim]. 2007a. Kertas Rokok vs Rokok. [terhubung berkala]. http://www.kelompokmejikuhibiniu.blogspot.com. [5 Agustus 2008]. [Anonim]. 2007b. Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas. [terhubung berkala]. http://www.bappenas.go.id. [7 February 2008]. As-Sayyid ABM. 2006. Pola Makan Rasulullah. Jakarta : Almahira. Astawan M dan Leomitro A. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Azwar A. 1983. Pengantar Pendidikan Kesehatan. Jakarta Pusat: PT Sastra Hudaya. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006. Jakarta: BPS Kabupaten [Depag] Departemen Agama RI. 1986. Pandangan Islam Tentang Pemeliharaan Kesehatan. Departemen Agama Republik Indonesia dalam Rangka Kerjasama dengan UNICEF. [Dinkes] Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan. 2006. Pedoman Pengembangan Kabupaten /Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ). Subdin Promosi dan Kesehatan Masyarakat Makassar. [Dinkes] Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 1960. Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Kesehatan. [terhubung berkala]. www.dinkesjatengprov.go.id. [3 Agustus 2008]. [Dishub] Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor. 2005. Data Jumlah Lintasan Trayek dan Jumlah Kendaraan pada Lintasan Trayek Dalam Kabupaten Bogor. Bogor: Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor. Effendi YH. 2007. Diet Hiperlipidemia, Hipertensi, dan Stroke [diktat kuliah]. Gizi dan Kesehatan. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor.
63
Effendi YH. 2008. Konsep Sehat. [diktat kuliah]. Gizi dan Kesehatan. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Emoto M. 2006. The True Power of Water. Azam Translator, penerjemah. Bandung : MQ Publishing. Febriyanti F. 2006. Kebiasaan Makan dan Praktek Hidup Sehat pada Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Non DBD di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Kurniawan. 2002. Sikap Petugas Puskesmas Terhadap Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading Kodya Jakarta Utara [skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Univesitas Indonesia. Kusnoputranto H. 1995. Toksikologi Lingkungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia. Latifah et al. 2002. Bahaya Rokok, Minuman Keras dan Narkoba. Bogor : Kerjasama Pusat Kurikulum – Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Luize A. 2003. Kurang Minum Bisa Timbulkan Stroke..!. [terhubung berkala]. http:// www.gizi.net. [8 Mei 2008]. Martianto D. 2007. Indikator Gizi dalam Pembangunan [diktat kuliah]. Ekonomi Pangan dan Gizi. Bogor : Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Notoatmodjo S. 2003a. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
64
Notoatmodjo S. 2003b. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta. Nurwulan I. 2003. Hubungan Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah, Perilaku Hidup Sehat serta Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan dengan Status Kesehatan Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Miskin di Kecamatan Bogor Selatan [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Palestin B. 2006. Pengaruh Umur, Depresi dan Demensia Terhadap Disabilitas Fungsional Lansia (Adaptasi Model Sistem Neuman). [terhubung berkala]. http://www.bondankomunitas.blogspot.com [30 Mei 2008]. Ramaiah S. 2007. All You Wanted To Know About Hipertensi. Jakarta : Buana Ilmu Populer [Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan. 2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. [terhubung berkala]. http://www.ipb.ac.id.[8 Agustus 2008] [Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan. 2004. Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air. [terhubung berkala]. http://desentralisasi – kesehatan.net.[3 Agustus 2008] Purwati et al. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita Kegemukan. Jakarta : Penebar Swadaya Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi S. 2007. Keperawatan Kesehatan Masyarakat. [terhubung berkala]. http://www.geocities.com. [29 November 2007]. Salamah U. 2008. Manfaat Menakjubkan Air Putih. [terhubung berkala]. http://www.muslimah.or.id. [5 Agustus 2008]. Sari RA. 2004. Kondisi Geografis dan Sosial Ekonomi Hubungannya dengan Pembangunan Kesehatan serta Kondisi Rumah Sehat di Desa Gasol dan Cijedil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sianipar DRK. 2007. Indikator Perilaku Sehat Skala Nasional. [terhubung berkala]. http://www.promokes.go.id. [10 Desember 2007].
65
Slamet JS. 2007. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial. Solo : Dabara Publisher. Soehardi S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung : Penerbit ITB. Soelistijani DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Depok : Trubus Agriwidya Soemarwoto O. 2004. Udara Segar Kian Mahal. [terhubung berkala]. http://www.pikiranrakyat.com. [23 November 2007]. Soerjani et al. 1987. Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara. Suhardjo et al. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia. Supariasa et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tandra H. 2006. Merokok dan Kesehatan. Di dalam : Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Tarwotjo S. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia Ulfah M. 2004. Pengetahuan Sikap dan Perilaku Merokok Pada Supir dan Kernet Truk Sampah TPA Cipayung Kota Depok [skripsi]. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Univesitas Indonesia. [UNDP] United Nation and Development Programme. 2007. 2007/2008 Human Development Index rankings. [terhubung berkala]. http:// www.hdr.undp.org. [14 Februari 2008]. Vitahealth. 2006. Hipertensi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
66
[WHO] World Health Organization. 1988. Pendidikan Kesehatan. Ida Bagus Tjitarsa, penerjemah. Bandung, Penerbit ITB dan Penerbit Universitas Udayana. Terjemahan dari: Education for Health : A Manual on Health Education in Primary Health Care. Zakiyah T. 2004. Keberadaan Logam Timbal dalam Darah (PbB) Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin, Status Gizi dan Kondisi Kesehatan Manusia (Studi pada Pengemudi Angkutan Umum di Pasir Kuda Ciomas Bogor Jawa Barat) [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
67
68
Lampiran I Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum Persyaratan Kualitas Air Minum 1
Bakteriologis Parameter
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
2
3
4
Jumlah per 100 ml sampel
0
Jumlah per 100 ml sampel
0
Jumlah per 100 ml sampel
0
c. Air pada sistem distribusi E. Coli atau fecal coli
Jumlah per 100 ml sampel
0
Total Bakteri Coliform
Jumlah per 100 ml sampel
0
1 a. Air Minum E. Coli atau fecal coli b. Air yang masuk sistem distribusi E. Coli atau fecal coli Total Bakteri Coliform
2
Kimia A. Bahan-bahan inorganic (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan) Parameter 1 Antimony Air raksa Arsenic Barium Boron Cadmium Kromium Tembaga Sianida Fluroride Timah Molybdenum Nikel Nitrat (sebagai NO3) Nitrit (sebagai NO2) Selenium
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
2 (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter)
3 0.005 0.001 0.01 0.7 0.3 0.003 0.05 2 0.07 1.5 0.01 0.07 0.02 50 3 0.01
4
69
B. Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen) Parameter 1 Ammonia Aluminium Chloride Copper Kesadahan Hidrogen Sulfide Besi Mangan pH Sodium Sulfate Padatan terlarut Seng
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
2 mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
3 1.5 0.2 250 1 500 0.05 0.3 0.1 6,5 - 8,5 200 250 1000 3
4
C. Bahan-bahan organik (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan) Parameter 1 Chlorinate alkanes carbon tetrachloride dichloromethane 1,2 -dichloroethane 1,1,1 -trichloroethane Chlorinated ethenes vinyl chloride 1,1 -dichloroethene 1,2 -dichloroethene Trichloroethene Tetrachloroethene Benzene Toluene Xylenes benzo[a]pyrene Chlorinated benzenes Monochlorobenzene 1,2 -dichlorobenzene 1,4 -dichlorobenzene Trichlorobenzenes (total) Lain-lain di(2-ethylhexy)adipate di(2-ethylhexy)phthalate
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
2
3
4
(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
2 20 30 2000
(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
5 30 50 70 40 10 700 500 0,7
(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
300 1000 300 20
(µg/liter) (µg/liter)
80 8
70
Parameter Acrylamide Epichlorohydrin Hexachlorobutadiene edetic acid (EDTA) Nitriloacetic acid Tributyltin oxide
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
0.5 0.4 0.6 200 200 2
Ket.
D. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen) Parameter
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
1
2 µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l
3 24-170 20-1800 2-200 4-2600 10-12 1-10 0.3-30 5-50 600-1000 0.3-40 2-300
4
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
2 (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
3 20 10 0.03 2 30 5 0.2 30 2 1 30 20 20 0.03
4
(µg/liter) (µg/liter)
1 9
Toluene Xylene Ethylbenzene Styrene Monochlorobenzene 1.2 -dichlorobenzene 1.4 -dichlorobenzene Trichlorobenzenes (total) 2 -chlorophenol 2,4 -dichlorophenol 2,4,6 -trochlorophenol E. Pestisida Parameter 1 Alachlor Aldicarb aldrin/dieldrin Atrazine Bentazone Carbofuran Chlordane Chlorotoluron DDT 1,2 -dibromo-3-chloropropane 2,4 -D 1,2 -dichloropropane 1,3 -dichloropropane Heptachlor and Heptachlor epoxide Hexachlorobenzene Isoproturon
71
Parameter
Satuan (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
Kadar Maksimum yang diperbolehkan 2 2 6 20 9 20 20 100 2 20
(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
90 100 9 10 9
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
2 Mg/l
3 3
4
Mg/l (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
5 25 200 200 900 100
(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
100 60 200
(µg/liter) (µg/liter)
50 100
(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)
10 90 100 1 70 25
Lindane MCPA Molinate Pendimethalin Pentachlorophenol Permethrin Propanil Pyridate Simazine Trifluralin Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA 2,4 -DB Dichlorprop Fenoprop Mecoprop 2,4,5 -T
Ket.
F. Desinfektan dan hasil sampingannya Parameter 1 Monochloramine di- and trichloramine Chlorine Bromate Chlorite 2,4,6 -trichlorophenol Formaldehyde Bromoform Dibromochloromethane Bromodichloro-methane Chloroform Chlorinated acetic acids Dichloroacetic acid Trichloroacetic acid Chloral hydrate (Trichloroacetal-dehyde) Dichloroacetonitrile Dibromoacetonitrile Trichloroacetonitrile Cyanogen chloride (sebagai CN)
72
3. Radioaktifitas Parameter
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
1
2
3
4
Gross alpha activity
(Bq/liter)
0.1
Gross beta activity
(Bq/liter)
1
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket.
1
2
3
4
4. Fisik
Parameter Fisik Warna Rasa dan bau
TCU -
15 -
Temperatur Kekeruhan
ºC NTU
Suhu udara ± 3 ºC 5
Tidak berbau dan berasa
73
Lampiran II Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1205/Menkes/Per/X/2004 Persyaratan Air Bersih Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 Parameter
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket
A. FISIKA 1. 2.
mg/L
1.500
3. 4. 5.
Bau Jumlah zat Padat terlarut (TDS) Kekeruhan Rasa Suhu
Skala NTU
25
O-C
6.
Warna
Skala TCU
Suhu udara ±3-C 50
Tidak berbau
Tidak terasa
B. KIMIA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
a. Kimia Anorganik Air raksa Arsen Besi Flourida Kadmium Kesadahan Ca CO3 Klorida Kronium, Valensi 6 Mangan Nitrat sebagai N Nitrit sebagai N PH
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
13 14 15 16
Selenium Seng Sianida Sulfat
mg/L mg/L mg/L mg/L
17
Timbal
mg/L
-
0,001 0,05 1,0 1,5 0,005 500 600 0,05 0,5 10 1,0 6,5-9-,0
0,01 15 0,1 400 0,05
Merupakan batas minimum dan maksimum, khusus air hujan pH minimum 5,5
74
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum yang diperbolehkan
Ket
a. Kimia Organik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Aldrin dan Dieldrin Benzene Benzo (a) pyrene Chlordane(total isomer) Chlorofom 2,4-D DDT Deterjen 1,2 Dichloroethane 1,1 Dichloroethane Heptachlor & heptachlor epoxide Hexachlorbenzene Gamma-HCH (Lindane) Methoxychlor Pentachlorophenol Pestisida Total 2,4,6-Trichlorophenol Zat Organik (KMn04)
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,0007 0,01 0,00001 0,007 0,03 0,10 0,03 0,5 0,01 0,0003 0,003
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,00001 0,004 0,10 0,01 0,10 0,01 10
Jumlah per 100 ml Jumlah per 100 ml
50
C. MIKROBIOLOGIK Total Koliform (MPN)
10
D. RADIOAKTIVITAS 1.
Aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity)
Bq/L
0,1
2.
Aktivitas Beta (Gross Beta Activity)
Bq/L
1,0
Bukan air perpipaan Air perpipaan