UPAYA PENINGKATAN STRATA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TINGKAT RUMAH TANGGA MELALUI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)
FEBRI DJATMIKO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRACT FEBRI DJATMIKO, The Enhancement Attempts of PHBS Strata on Household Level by Health Promotion Strategy (Case Study: Desa Siaga Development in Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah), lectured by SAHARUDIN as The Chairman of Teaching Assistant Commission and IRAWAN SOEHARTONO as member of Teaching Assistant Commission. Realizing vision “Healthy Indonesia 2010”, the national development health acquainted has been declared. Accordingly, health promotion attempt was needed to carry out the health development. Attaining clean and healthy way of behaving, National health promotion vision has been declared that was “clean and healthy way of behaving 2010”. Health promotion implementation was sustained by three strategies: community empowerment, situation service and advocating. Particularly, The Health Service has appplied the strategy. However, statistic has shown that in 2006, only 42,85 % of healthy household in Kabupaten Pemalang and 20 % of them in Desa Jebed Selatan. Both were far from target of 65% of healthy household. The research objective was to evaluate health promotion strategy implementation based on implementation site in Desa Jebed Selatan, to learn identified problem within the evaluation of health promotion strategy implementation based on the implementation site in Desa Jebed Selatan and to assemble participative design of health promotion strategy to interfere the identified problem in the evaluation of health promotion strategy implementation. Therefore, PHBS Strata on household level in Desa Jebed Selatan would have improved. The research method used qualitative method. The data collecting used indeep interview, archive study and Focus Group Discussion (FGD). The problems were identified with descriptive analysis. The problem priority, the design staregy and the program were used within PRECEDE-PROCEED framework. The program assemble were conducted in FGD forum jointly with the village figures, religious figure, village midwives and health cadets. The program were the participative training program and integrated health education to improve PHBS strata in household level in Desa Jebed Selatan The result has shown that the problems that arised in the implementation of health promotion strategy are the low level of the awarness and affirmness of the housewives, farmer and farm labor about health; the minimum level of health facility; the lack of creativity and innovation of Puskesmas officers; the lack of care and responsibility of Puskesmas officers, village midwives and health cadet of periodical supervision to villager house; and no monitoring and supervision by Puskesmas officer after training and supervision.
ABSTRAK FEBRI DJATMIKO, Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah). Dibimbing oleh SAHARUDIN sebagai Ketua Komisi Pembimbing, IRAWAN SOEHARTONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Dalam mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010” telah ditetapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Untuk melaksanakan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan pendekatan Promosi Kesehatan. Untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat ditetapkan visi Nasional Promosi Kesehatan yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010”. Dalam implementasinya Promosi Kesehatan didukung oleh tiga strategi yaitu pemberdayaan masyarakat, bina suasana dan advokasi. Secara umum Dinas Kesehatan Kab. Pemalang telah menerapkan strategi tersebut, akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh rumah tangga sehat di Kab. Pemalang tahun 2006 hanya 42,85 % dan di Desa Jebed Selatan hanya 20 % kedua capaian tersebut masih jauh dari yang ditargetkan yaitu 65 %. Tujuan kajian ini untuk mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan, mengkaji masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan serta menyusun rancangan strategi promosi kesehatan secara partisipatif untuk mengintervensi masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan. Hasil kajian menunjukkan bahwa masalah yang muncul pada implementasi strategi promosi kesehatan adalah masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan, masih rendah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan, minimnya sarana dan prasarana kesehatan, masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas, kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga dan tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau masalah sosialisasi. Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, studi arsip dan FGD. Permasalahan diidentifikasi dengan analisis deskriptif. Dalam menentukan prioritas masalah dan rancangan strategi dan program digunakan kerangka kerja PRECEDE-PROCEED. Penyusunan program dilaksanakan bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, bidan desa dan kader kesehatan dalam forum FGD. Penyusunan program ditujukan untuk meningkatkan strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan. Program tersebut adalah Program Pelatihan Partisipatif dan Program Pendidikan Kesehatan Terpadu.
RINGKASAN FEBRI DJATMIKO, Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah). Dibimbing oleh SAHARUDIN dan IRAWAN SOEHARTONO. Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi Paradigma Sehat. Berdasarkan Paradigma Sehat tersebut maka Departemen Kesehatan telah menetapkan visi “Indonesia Sehat 2010”, Untuk melaksanakan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan pendekatan Promosi Kesehatan. Untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat ditetapkan visi Nasional Promosi Kesehatan yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010”. Jadi dapat dikatakan bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah produk dari Promosi Kesehatan. PHBS tingkat rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melaksanakan PHBS. Dalam implementasinya Promosi Kesehatan didukung oleh tiga strategi yaitu pemberdayaan masyarakat, bina suasana dan advokasi. Secara umum Dinas Kesehatan Kab. Pemalang telah menerapkan strategi tersebut, akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh rumah tangga sehat di Kab. Pemalang tahun 2006 hanya 42,85 % dan capaian rumah tangga sehat di Desa Jebed Selatan hanya 20 %. Kedua capaian tersebut masih jauh dari yang ditargetkan yaitu 65 %. Berpedoman dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa implementasi program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang belum dilaksanakan secara optimal sehingga hasilnya belum bisa mewujudkan PHBS tingkat rumah tangga sebagai cerminan dari rumah tangga sehat. Data dari Puskesmas Jebed bahwa di Desa Jebed Selatan sepanjang tahun 2007, jumlah Ibu Hamil yang meninggal sebanyak tiga orang, jumlah bayi yang meninggal sebanyak 10 orang, jumlah balita yang meninggal dua orang dan jumlah bayi yang lahir mati sebanyak empat orang. Dengan jumlah kematian ibu hamil dan kematian bayi yang tidak sedikit menandakan bahwa masih minimnya pengetahuan masyarakat Desa Jebed Selatan terhadap Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Selain itu, di Desa Jebed Selatan dari 64 bayi (0-6 Bulan) yang diberi ASI Eksklusif oleh ibunya hanya tiga bayi atau 4,7 % dan kunjungan ibu hamil ke institusi kesehatan dari 148 ibu hamil hanya 67 ibu hamil yang melakukan kunjungan atau 45,27 % (Profil Puskesmas Jebed, 2006). Berawal dari kurang optimalnya penerapan Strategi Promosi Kesehatan tersebut, Pengkaji merasa sangat perlu untuk mengevaluasi Strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan sehingga nantinya dapat melahirkan strategi dan program Promosi Kesehatan yang tepat untuk kondisi masyarakat Desa Jebed Selatan. Tujuan dari kajian ini adalah mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan yang dijalankan di Desa Jebed Selatan dan mengkaji masalah-masalah dalam implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan dan mengkaji kondisi PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan serta menyusun rancangan strategi Promosi Kesehatan yang efektif untuk kondisi Desa
Jebed Selatan secara partisipatif dalam upaya meningkatkan strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan. Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, studi arsip dan FGD. Permasalahan diidentifikasi dengan analisis deskriptif. Dalam menentukan prioritas masalah dan rancangan strategi dan program digunakan kerangka kerja PRECEDE-PROCEED. Penyusunan program dilaksanakan bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, bidan desa dan kader kesehatan dalam forum FGD. Hasil kajian menunjukkan bahwa masalah yang muncul pada implementasi strategi promosi kesehatan adalah masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan, masih rendah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan, minimnya sarana dan prasarana kesehatan, masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas, kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga dan tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau masalah sosialisasi. Perencanaan Promosi Kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, dalam membuat perencanaan promosi kesehatan, keterlibatan dan peran serta peserta FGD sangat dibutuhkan dengan tujuan supaya menghasilkan program yang dapat mengintervensi masalah kesehatan pada PHBS di tingkat rumah tangga, sesuai kebutuhan masyarakat, efektif dalam biaya (cost effective) dan berkesinambungan (sustainable). Di samping itu, dengan melibatkan peserta FGD maka akan menciptakan rasa memiliki sehingga timbul rasa tanggung jawab dan komitmen. Dalam forum FGD tersebut telah dirumuskan prioritas masalah antara lain Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung jawab, Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas serta Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan. Dari prioritas masalah tersebut, kemudian peserta FGD menetapkan sasaran untuk rancangan Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut Sasaran Primer adalah Ibu rumah tangga, Sasaran Sekunder adalah Anggota Keluarga (Ayah dan Anak) dan Sasaran Tersier adalah Petugas Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan. Selanjutnya peserta FGD merancang tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai dalam Program Promosi Kesehatan adalah Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan. Untuk menunjang intervensi prioritas masalah diatas, diusulkan dua Strategi dan Program Promosi Kesehatan, antara lain Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dengan Program Pelatihan Partisipatif dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pendidikan Kesehatan Terpadu Berbasis Keluarga.
UPAYA PENINGKATAN STRATA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TINGKAT RUMAH TANGGA MELALUI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)
FEBRI DJATMIKO
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor,
Juli 2008
FEBRI DJATMIKO NRP I354060235
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Said Rusli, M.A
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yag wajar IPB. Dilarang mengummkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengembangan Masyarakat. kajian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional dengan judul Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat adalah “Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga Di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)”. Berkenaan dengan penyusunan Kajian Pengembangan Masyarakat tersebut Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Saharudin, MS dan Prof. Dr. H. Irawan Soehartono, M.S.W selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penyusunan kajian ini. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB-STKS dan para Staf Pengajar pada Program Studi Pengembangan Masyarakat IPPB-STKS. 3. Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia. 4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, Kepala BPS Kabupaten Pemalang, Kepala Desa Jebed Selatan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Bidan Desa, Kader Kesehatan dan masyarakat Desa Jebed Selatan yang telah memberikan bantuan dan informasi sebagai bahan kajian. 5. Isteri dan anakku tercinta serta orang tuaku yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada Penulis. 6. Para pihak yang tidak dapat Kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan kajian ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang akan meneliti lebih lanjut.
Bogor, Juli 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 2 Februari 1981 dari pasangan Bapak Suhartono dan Ibu Endang L. Setyowati (Alm) sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD PIUS Kabupaten Pemalang pada tahun 1993, SMP PIUS Kabupaten Pemalang pada tahun 1996, SMA Negeri I Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1999, dan STPDN Jatinangor pada tahun 2005. Sejak tahun 2005 Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Pemalang. Pada bulan Agustus 2006 Penulis mendapatkan beasisiswa dari Departemen Sosial Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan S2 Program Studi Pengembangan Masyarakat, kerjasama IPB-STKS. Tahun 2006 Penulis menikah dengan Dewi Novitasari. Dari pernikahan ini Penulis dikaruniai satu orang anak, yang bernama Rajendra Aryasuta Putra Djatmiko, lahir pada tanggal 15 Oktober 2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
3
1.3 Tujuan dan Manfaat Kajian ....................................................................
5
1.3.1 Tujuan Kajian ................................................................................
5
1.3.2 Manfaat Kajian ..............................................................................
6
1.4 Keaslian Kajian ......................................................................................
6
II.
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Promosi Kesehatan (Health Promotion) .................................................
7
2.1.1 Strategi Promosi Kesehatan ...........................................................
8
2.1.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan ...............................................
9
2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ..............................................
11
2.2.1 Sasaran PHBS Tingkat Rumah Tangga ........................................
12
2.2.2 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga ...................................
13
2.3 Pemberdayaan Masyarakat .....................................................................
14
2.3.1 Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan .........................
15
2.4 Kerangka Pemikiran ...............................................................................
16
III. METODE KAJIAN 3.1 Batas – Batas Kajian ..............................................................................
20
3.2 Tempat dan Waktu Kajian .....................................................................
20
3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................................
21
3.3.1 Sumber Data ..................................................................................
21
3.3.2 Teknik Pemilihan Responden .......................................................
23
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................................
23
3.3.4 Teknik Pengolahan Data ...............................................................
26
3.3.5 Rancangan Perumusan Strategi dan Program ...............................
26
IV. PETA SOSIAL DESA JEBED SELATAN 4.1 Lokasi .....................................................................................................
27
4.2 Struktur Kependudukan ..........................................................................
30
4.2.1 Proporsi Penduduk Umur Muda dan Umur Tua ...........................
32
4.2.2 Rasio Jenis Kelamin (RJK) ...........................................................
32
4.2.3 Rasio Beban Tanggungan (RBT) ..................................................
33
4.2.4 Kepadatan Penduduk .....................................................................
33
4.2.5 Pendidikan .....................................................................................
33
4.2.6 Angkatan Kerja .............................................................................
34
4.3 Aspek Perekonomian .............................................................................
35
4.4 Struktur Komunitas ................................................................................
36
4.5 Organisasi dan Kelembagaan .................................................................
38
4.6 Sumberdaya Lokal .................................................................................
40
4.7 Masalah Sosial .......................................................................................
42
4.8 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga ............................................
43
4.9 Ikhtisar ...................................................................................................
48
V.
IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
5.1 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan ...........................................
50
5.2 Implementasi Strategi Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang .....
53
5.3 Pencapaian Program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang .......
56
5.4 Ikhtisar ...................................................................................................
57
VI. EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN BERDASARKAN TEMPAT PELAKSANAAN DI DESA JEBED SELATAN 6.1 Tahap Input ............................................................................................
59
6.2 Tahap Proses ..........................................................................................
59
6.2.1 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Pelaksana Program ................
59
6.2.2 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Responden .............................
67
6.3 Tahap Output ..........................................................................................
79
6.3.1 Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jebed Selatan Berdasarkan Tanggapan dari Petugas Puskesmas Jebed ...................................
79
6.3.2 Sikap dan Perilaku Petugas Puskesmas Jebed Berdasarkan Tanggapan dari Masyarakat Desa Jebed Selatan .........................
VII.
PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN
80
PROMOSI
7.1 Perencanaan Promosi Kesehatan ............................................................
83
7.1.1 Fase Diagnosis Sosial ....................................................................
85
7.1.2 Fase Diagnosis Epidemiologi ........................................................
87
7.1.3 Fase Diagnosis Perilaku dan Lingkungan .....................................
88
7.1.4 Fase Diagnosis Pendidikan dan Organisasional ............................
89
7.1.5 Fase Diagnosis Administratif dan Kebijakan ................................
89
7.2 Rancangan Strategi dan Program Promosi Kesehatan ...........................
90
7.2.1 Program Pelatihan Partisipatif .......................................................
93
7.2.2 Program Pendidikan Kesehatan Terpadu .......................................
93
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan ............................................................................................
96
8.2 Rekomendasi ..........................................................................................
98
8.2.1 Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang .........................................
98
8.2.2 Pelaksana Program Promosi Kesehatan ........................................
99
DAFTAR TABEL Halaman
1 Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2007 ....
21
2 Kelengkapan Data ..................................................................................
22
3 Teknik Pengumpulan Data dan Tujuan ..................................................
25
4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Desa Jebed Selatan Tahun 2006 .....................................
31
5 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Jebed Selatan .............................
34
6 Data Angkatan Kerja Dirinci Menurut Umur Tahun 2006 ....................
34
7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Jebed Selatan Tahun 2006 .............................................................
35
8 Pencapaian Program Promosi Kesehatan Kabupaten Pemalang Tahun 2006 ............................................................................................
57
9 Komposisi Mata Pencaharian Responden ..............................................
68
10 Karakteristik Masyarakat Desa Jebed Selatan .......................................
85
11 Diagnosis Epidemiologi Promosi Kesehatan ........................................
87
12 Kerangka Kerja Logis Strategi dan Program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan .............................................................................
92
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hubungan Promosi Kesehatan, Tempat Pelaksanaan dengan Determinan Perilaku ...............................................................................
11
2 Proses Pemberdayaan dalam Kesehatan ................................................
16
3 Kerangka Pemikiran Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga .......................................................................................
19
4 Diagram Penggunaan Lahan di Desa Jebed Selatan ..............................
27
5 Diagram Jumlah Kepala Keluarga di Setiap Dusun ...............................
28
6 Piramida Penduduk Desa Jebed Selatan Tahun 2006 ............................
31
7 Jumlah Keluarga Miskin Tiap Dusun ....................................................
42
8 Hasil Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan Berdasarkan Urutan Masalah .................................................................
47
9 Pencapaian Rumah Tangga Sehat di Desa Jebed Selatan ......................
48
10 Komposisi Jumlah Tingkat Pendidikan Anggota Responden ................
73
11 Kerangka PRECEDE-PROCEED ..........................................................
84
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Jebed Selatan .................................................................................. 104 2 Instrumen Wawancara Mendalam (Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang) ............................................... 105 3 Instrumen Wawancara Mendalam (Bidan Desa) ................................... 106 4 Instrumen Wawancara Mendalam (Kepala Desa) .................................. 107 5 Instrumen Wawancara Mendalam (Responden) .................................... 108
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan investasi sehingga perlu dijaga, dilindungi dan ditingkatkan kualitasnya. Kesehatan juga merupakan faktor penting untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, secara sosial dan ekonomi. Namun demikian, banyak masyarakat yang belum menyadari akan pentingnya kesehatan dalam kehidupannya. Seperti contoh apabila masyarakat mengabaikan kesehatan maka mengakibatkan mereka sakit, sehingga dampaknya membuat mereka tidak produktif, bahkan menjadi konsumtif dan menjadi beban bagi orang lain. Orang bijak mengatakan bahwa “Sehat memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”. Menjadi suatu keharusan bagi setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk mengenali, melindungi, memelihara dan meningkatkan kesehatan demi terwujudnya kemandirian masyarakat terhadap kesehatan. Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi Paradigma Sehat. Paradigma Sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik dengan melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan
lebih
menekankan
upaya
promotif
dan
preventif
tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI 2006). Berdasarkan Paradigma Sehat tersebut maka Departemen Kesehatan telah menetapkan visi “Indonesia Sehat 2010”, dimana ada tiga pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Bentuk konkrit dari perilaku sehat yaitu perilaku proaktif dalam memelihara, meningkatkan kesehatan dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan.
2 Dalam mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010” telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau dan memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. (Depkes RI 2006) Untuk
melaksanakan
misi
pembangunan
kesehatan
tersebut
diperlukan
pendekatan Promosi Kesehatan, hal ini disebabkan pendekatan Promosi Kesehatan lebih berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatannya. Dalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan didefinisikan bahwa Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Pusat Promosi Kesehatan Depkes 2005). Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat. Artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok-kelompok potensial di masyarakat, bahkan semua komponen masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan sesuai sosial budaya setempat, artinya sesuai dengan keadaan, permasalahan dan potensi setempat. Proses pembelajaran tersebut juga di sertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik, termasuk kebijakan dan peraturan perundangan agar lebih responsif terhadap kesehatan. Untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat melalui Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan Depkes telah menetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010). Jadi dapat dikatakan bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah produk dari Promosi Kesehatan. PHBS sendiri adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Pusat Promosi Kesehatan Depkes 2006). PHBS dapat
3 dilaksanakan di berbagai tingkat, seperti tingkat rumah tangga, institusi pendidikan, institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan praktek dokter), tempat umum (pasar, stasiun dan terminal) dan tempat kerja (pabrik). PHBS tingkat rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melaksanakan PHBS, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Dinkes. Prov. Jawa Tengah 2006). Dalam era otonomi daerah, visi “Indonesia Sehat 2010” akan dapat terwujud apabila telah tercapainya secara keseluruhan “Kabupaten/ Kota Sehat” yang diawali dari basisnya yaitu “Desa Siaga”. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI telah menyiapkan Grand Strategy yang salah satunya adalah menggerakkan dan memberdayakan masyarakat melalui Pengembangan Desa Siaga. Desa Siaga sendiri adalah suatu kondisi masyarakat tingkat desa atau kelurahan yang memiliki kesiapan sumber daya potensial dan kemampuan mengatasi masalah kesehatan (bencana dan kegawat daruratan kesehatan) secara mandiri (Dinkes. Kab. Pemalang 2006). Dalam Pengembangan Desa Siaga, upaya peningkatan strata PHBS telah dijadikan sebagai indikator outcome sehingga kajian upaya peningkatan strata PHBS masih dalam kerangka kegiatan Pengembangan Desa Siaga.
1.2 Rumusan Masalah Sebagaimana telah disebutkan di awal bahwa promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat, oleh karena itu pemberdayaan masyarakat dijadikan sebagai ujung tombak dari implementasi promosi kesehatan yang didukung oleh upaya bina suasana dan advokasi. Secara umum, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang sebagai penanggung jawab program Promosi Kesehatan sudah menerapkan strategi yang ada dalam Promosi Kesehatan, yaitu strategi Pemberdayaan Masyarakat1, Bina Suasana2 dan Advokasi3. Hanya saja dari data 1
Strategi ini langsung ditujukan kepada masyarakat. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri
4 yang diperoleh, menyatakan bahwa capaian strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Kabupaten Pemalang tahun 2006 sebesar 42,85 % dan masuk dalam kategori Strata Sehat Madya (Dinas Kesehatan Kab. Pemalang 2006). Capaian rumah tangga sehat tersebut masih di bawah target Standar Pelayanan Minimum Bidang Kesehatan (SPM-BK) Kabupaten Pemalang sebesar 65 %. Capaian strata PHBS tingkat Rumah Tangga yang masih di bawah target tersebut berdampak pada Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Pemalang yang tergolong sangat tinggi yaitu 178 per 1000 kelahiran hidup. Capaian dan angka tersebut sangat terkait dengan tingkat kesehatan masyarakat Kabupaten Pemalang dan terkait juga dengan implementasi program Promosi Kesehatan. Capaian strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan berdasarkan hasil Peta PHBS pada Peta Sosial hanya 20 % dan hanya masuk dalam kategori Strata Sehat Pratama. Capaian tersebut masih sangat jauh dari target SPM-BK (65 %) dan capaian rumah tangga sehat Kabupaten Pemalang (42,85 %). Data dari Puskesmas Jebed bahwa di Desa Jebed Selatan sepanjang tahun 2007, jumlah Ibu Hamil yang meninggal sebanyak tiga orang, jumlah bayi yang meninggal sebanyak 10 orang, jumlah balita yang meninggal dua orang dan jumlah bayi yang lahir mati sebanyak empat orang. Dengan jumlah kematian ibu hamil dan kematian bayi yang tidak sedikit menandakan bahwa masih minimnya pengetahuan masyarakat Desa Jebed Selatan terhadap Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Selain itu, di Desa Jebed Selatan dari 64 bayi (0-6 Bulan) yang diberi ASI Eksklusif oleh ibunya hanya tiga bayi atau 4,7 % dan kunjungan ibu hamil ke institusi kesehatan dari 148 ibu hamil hanya 67 ibu hamil yang melakukan kunjungan atau 45,27 % (Profil Puskesmas Jebed 2006). Berpedoman dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada masalah dalam PHBS di masyarakat Desa Jebed Selatan terutama pada ibu rumah tangga. Karena 2
3
Strategi ini adalah suatu kegiatan untuk mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor dan diberbagai tingkatan sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan lain sebagainya.
5 PHBS adalah produk dari Promosi Kesehatan, maka perlu untuk mengetahui bagaimana strategi Promosi Kesehatan telah diterapkan di Kabupaten Pemalang maupun di Desa Jebed Selatan Berdasarkan penjelasan di atas, Pengkaji berupaya untuk mengevaluasi penerapan Strategi Promosi Kesehatan sehingga nantinya dapat merancang Strategi dan Program Promosi Kesehatan yang tepat untuk kondisi masyarakat Desa Jebed Selatan. Dari evaluasi tersebut diharapkan strategi dan program yang baru mampu meningkatkan strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan. Berdasarkan gambaran diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana strategi Promosi Kesehatan dilaksanakan di Desa Jebed Selatan ? 2. Mengapa strategi tersebut belum berhasil meningkatkan strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan ? 3. Bagaimana
strategi
dan
program
Promosi
Kesehatan
yang
dapat
mengintervensi masalah PHBS di Desa Jebed Selatan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Kajian 1.3.1 Tujuan Kajian a. Untuk mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan. b. Untuk mengkaji masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan. c. Untuk menyusun rancangan strategi dan program Promosi Kesehatan secara partisipatif untuk mengintervensi masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan.
6 1.3.2 Manfaat Kajian Manfaat dalam kajian ini dapat ditinjau dalam perspektif praktis, strategis dan akademis, yaitu : a. Manfaat praktis, memberikan masukan tentang kebijakan dan program yang aspiratif dan partisipatif bagi : Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Bappeda, Pemerintah Kabupaten Pemalang serta instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat. b. Manfaat strategis, diharapkan dapat memberikan kontribusi atas penyusunan strategi pemberdayaan masyarakat melalui promosi kesehatan sebagai wujud pengembangan masyarakat (community development) dengan memanfaatkan potensi lokal dan kelembagaan lokal. c. Manfaat akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi tentang praktek pengembangan masyarakat dan pengorganisasian masyarakat pada sektor kesehatan yang tumbuh secara partisipatif.
1.4 Keaslian Kajian Menurut Pengkaji bahwa kajian Evaluasi Strategi Promosi Kesehatan dalam meningkatkan PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan Kabupaten Pemalang belum pernah dilaksanakan oleh peneliti lain. Adapun penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tingkat rumah tangga di Lokasi Proyek KKG Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2004 (Hasibuan 2004). Antara kedua penelitian ini terdapat perbedaan yang mendasar apabila dilihat dari tujuannya, yaitu Hasibuan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PHBS tingkat rumah tangga, sedangkan Pengkaji ingin mengevaluasi Strategi Promosi Kesehatan dan mengidentifikasi masalah PHBS tingkat rumah tangga yang ada di Desa Jebed Selatan serta menyusun rancangan strategi dan program yang efektif untuk mengintervensi masalah PHBS guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan.
II. TINJAUAN TEORITIS
2.1 Promosi Kesehatan (Health Promotion) Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan masyarakat (Blum, dalam Notoatmodjo, 2007). Dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui Promosi Kesehatan. Pengertian Promosi Kesehatan yang telah ditetapkan oleh Pusat Promkes Depkes RI ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dengan didukung oleh kebijakan publik yang responsif kesehatan. Dari konsep Promosi Kesehatan diatas, individu dan masyarakat bukanlah objek yang pasif (sasaran), melainkan sebagai subjek (pelaku), sehingga dalam proses pembelajaran tersebut peran pemberdayaan masyarakat sangat tepat untuk diterapkan demi terwujudnya perilaku masyarakat yang mencerninkan PHBS. Promosi Kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor – faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan Promosi Kesehatan harus disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri. Menurut Green (1980), perilaku ini ditentukan oleh tiga faktor utama, yakni : 1. Faktor Predisposisi (predisposing factors). Faktor – faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada individu dan masyarakat adalah pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. 2. Faktor Pemungkin (enabling factors). Faktor pemungkin atau pendukung terwujudnya perilaku adalah ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban dan lain
8 sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu, Dokter atau Bidan. 3. Faktor Penguat (reinforcing factors). Faktor ini meliputi sikap dan perilaku dari tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga) dan petugas kesehatan. Selain itu undang-undang, peraturanperaturan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarakan atau ditetapkan dari pusat maupun pemerintah daerah yang responsif terhadap kesehatan juga dapat memperkuat terwujudnya perilaku hidup sehat di masyarakat.
2.1.1
Strategi Promosi Kesehatan Berdasarkan Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, strategi tersebut, antara
lain : Advokasi (Advocacy), Bina Suasana dan Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment). Secara garis besar Strategi Promosi Kesehatan, sebagai berikut : 1. Advokasi (advocacy). Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor dan di berbagai tingkatan sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan lain sebagainya. 2. Bina Suasana Strategi ini adalah suatu kegiatan untuk mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. 3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment) Strategi
ini
pemberdayaan
langsung adalah
ditujukan
kepada
mewujudkan
masyarakat.
kemampuan
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
Tujuan
utama
masyarakat
dalam
9 2.1.2
Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa cakupan promosi kesehatan, baik
sebagai ilmu maupun sebagai seni sangat luas. Ruang lingkup tersebut dibatasi berdasarkan dua dimensi, yakni : 1) Ruang Lingkup Promosi Kesehatan berdasarkan aspek kesehatan. Secara garis besar bahwa kesehatan masyarakat mencakup empat aspek pokok, yaitu aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang kemudian dibagi lagi menjadi dua aspek, yakni : a) Aspek promotif dan preventif (pencegahan). Sasaran pada aspek ini adalah kelompok masyarakat yang sehat dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi (kelompok ibu hamil dan kelompok perokok), agar kelompok ini tidak menjadi jatuh sakit atau tetap sehat dan bahkan meningkat status kesehatannya. b) Aspek kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif. Sedangkan sasaran pada aspek ini adalah kelompok masyarakat yang sakit dan kelompok pasien yang baru sembuh (masa recovery) dari suatu penyakit, agar kelompok ini sembuh dari sakitnya dan menjadi pulih kesehatannya. 2) Ruang Lingkup Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan. a) Promosi kesehatan pada tingkat keluarga (rumah tangga), Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan sebagai tempat pendidikan pertama kali oleh anak, maka promosi kesehatan sangat penting dalam menumbuhkan perilaku sehat. Sasaran intervensi adalah ibu, karena ibu sangat berperan dalam keluarga untuk meletakkan dasar perilaku sehat bagi seorang anak. Secara garis besar sasaran Promosi Kesehatan pada tingkat rumah tangga, sebagai berikut : Sasaran Primer
: Ibu rumah tangga dan anggota keluarga
Sasaran Sekunder
: Kepala keluarga dan kel yang berpengaruh
Sasaran Tersier
: Kader kesehatan, anggota TP-PKK tingkat Desa, Toma, Toga dan LSM.
10 b) Promosi kesehatan pada institusi pendidikan (sekolah), Sekolah sebagai perpanjangan tangan dari keluarga yang artinya sekolah sebagai tempat lanjutan dalam meletakkan dasar perilaku bagi anak termasuk perilaku kesehatan dan peran guru di sekolah sangat penting dalam memberikan pengetahuan kesehatan sehingga guru perlu diberikan pelatihan-pelatihan tentang kesehatan sehingga dapat menerapkannya kepada anak muridnya. Secara garis besar sasaran Promosi Kesehatan pada institusi pendidikan (sekolah), sebagai berikut : Sasaran Primer
: Siswa-siswi
Sasaran Sekunder
: Guru
Sasaran Tersier
: Kepala Sekolah
c) Promosi kesehatan pada tempat kerja, Tempat kerja sebagai tempat dimana orang mencari nafkah untuk kehidupan keluarganya, sehingga promosi kesehatan di tempat kerja harus dilakukan dengan menyediakan unit K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Tujuan diselenggarakannya Promosi Kesehatan di Tempat Kerja adalah untuk memberdayakan karyawan di tempat kerja untuk mengenali masalah dan tingkat kesehatannya serta mampu mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya sendiri dan juga memelihara dan meningkatkan tempat kerja yang sehat. Secara garis besar sasaran Promosi Kesehatan pada tempat kerja, sebagai berikut : Sasaran Primer
: Seluruh karyawan
Sasaran Sekunder
: Organisasi Pekerja (SPSI)
Sasaran Tersier
: Pimpinan Perusahaan
d) Promosi kesehatan pada tempat umum, Di tempat umum perlu dilakukan promosi kesehatan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung perilaku sehat, seperti tempat sampah, tempat cuci tangan dan pemasangan poster atau leaflet. Secara garis besar sasaran Promosi Kesehatan pada tempat umum, sebagai berikut : Sasaran Primer
: Pengunjung dan pengguna jasa
Sasaran Sekunder
: Pengelola fasilitas umum
Sasaran Tersier
: Kepala Daerah
11 e) Promosi kesehatan tingkat institusi pelayanan kesehatan, Tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan tempat praktek dokter) adalah tempat yang strategis untuk promosi kesehatan dengan tujuan supaya masyarakat yang sakit akan lebih peka terhadap kesehatan. Secara garis besar sasaran Promosi Kesehatan pada institusi pelayanan kesehatan, sebagai berikut :
Gambar
1
Sasaran Primer
: Petugas Kesehatan
Sasaran Sekunder
: Organisasi Profesi Kesehatan
Sasaran Tersier
: Kepala Dinas Kesehatan/ Direktur Rumah Sakit
Hubungan Promosi Determinan Perilaku
Kesehatan,
Tempat
Pelaksanaan
dengan
Promosi Kesehatan
Rumah Tangga
Institusi Pendidikan
Institusi Kesehatan
Tempat Kerja
Tempat Umum
Perilaku
Faktor Predisposisi
Faktor Pemungkin
Faktor Penguat
Sumber : Diolah dari Notoatmodjo, 2007 2.2 Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Kebijakan “Indonesia Sehat 2010” menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk mendukung pencapaian Visi “Indonesia Sehat 2010” dalam mewujudkan perilaku sehat maka Kebijakan Nasional Promosi kesehatan telah menetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010).
12 PHBS sendiri adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Pusat Promosi Kesehatan Depkes 2006). Merujuk definisi tersebut dan visi Nasional Promosi Kesehatan maka dapat dikatakan bahwa PHBS adalah produk dan hasil akhir (goals) dari Promosi Kesehatan. PHBS tingkat rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Dinkes. Prov. Jawa Tengah 2006).
2.2.1 Sasaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tingkat Rumah Tangga Sasaran PHBS tingkat rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam : 1) Sasaran primer Adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan diubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah) 2) Sasaran sekunder Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang bermasalah misalnya, Kepala Keluarga, Ibu, Orang Tua, Kader Kesehatan/ Ibu-Ibu TP-PKK, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Petugas Kesehatan dan lintas sektor terkait. 3) Sasaran tersier Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, Kepala Desa, Lurah, Camat, Kepala Puskesmas, dll. Pengkaji lebih menitik beratkan pada peningkatan strata PHBS tingkat rumah tangga, dikarenakan hanya PHBS tingkat rumah tangga yang mempunyai daya
13 ungkit paling besar dalam membudayakan individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat. Kenapa harus tingkat rumah tangga ? Hal tersebut dikarenakan keluarga adalah unit terkecil masyarakat. untuk mencapai perilaku sehat di masyarakat, maka harus dimulai masing-masing di tingkat rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa keluarga adalah tempat persemaian manusia sebagai bagian dari anggota masyarakat. Bila persemaian tersebut hasilnya jelek maka akan berpengaruh pada masyarakat. Sasaran utama Promosi Kesehatan dalam terciptanya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di tingkat rumah tangga adalah orang tua terutama ibu rumah tangga, karena ibu rumah tangga sangat berperan dalam peletakan dasar (pondasi) perilaku sehat pada anak-anak mereka sejak dari lahir.
2.2.2 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga Untuk mengetahui kondisi strata PHBS tingkat rumah tangga, maka langkah pada tahap ini adalah melakukan Pengkajian PHBS tingkat rumah tangga dengan 16 indikator, sebagai berikut : a) Indikator Perilaku , yang terdiri : 1. Tidak merokok 2. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 3. ASI Eksklusif 4. Tidak mengkonsumsi miras/ narkoba 5. Penimbangan balita 6. Gizi Keluarga 7. Kepesertaan Askes/ JPK 8. Mencuci tangan pakai sabun 9. Menggosok gigi sebelum tidur 10. Olah Raga teratur 11. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) b) Indikator Lingkungan, yang terdiri : 1. Ada jamban 2. Ada air bersih 3. Ada tempat sampah
14 4. Kepadatan penghuni 5. Lantai rumah
2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan
merupakan
upaya
mentransformasikan
kesadaran
masyarakat, sehingga masyarakat mau dan mampu mengambil bagian secara aktif untuk mendorong terjadinya perubahan. Pemberdayaan harus didasarkan pada prinsip keberpihakan kepada masyarakat marjinal, karena mereka berada di lapisan sosial paling bawah, sehingga memiliki posisi yang mampu memecahkan masalah untuk merubah posisi mereka. Bank Dunia memberikan definisi pemberdayaan sebagai “the process of increasing the capacity of individuals or groups to make choices and to transform those choices into desired actions and outcomes” (http://web.worldbank.org). Dengan kata lain, pemberdayaan dapat dimaknai sebagai proses peningkatan kapasitas individual atau kelompok untuk membuat pilihan-pilihan dan untuk melaksanakan pilihan-pilihan tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan dan hasil yang diharapkan. Ife
(1995)
mengemukakan
bahwa
pemberdayaan
mengacu
pada
kata
“empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan, dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat menekankan kemandirian masyarakat itu sebagai suatu sistem yang mampu mengorganisir dirinya. MacArdle (1989) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang secara konsekuen melaksanakan keputusan itu. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.
15 Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
2.3.1 Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Kesehatan adalah hak setiap orang; oleh karena itu, baik individu, kelompok maupun masyarakat mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan menjaga kesehatan dirinya sendiri dari segala ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Sebagai wujud dari kewajiban dan tanggung jawab dalam memelihara dan melindungi kesehatannya, individu dan masyarakat harus mempunyai kemampuan yang disebut dengan kemandirian (self reliance). Dengan perkataan lain, masyarakat yang berdaya sebagai hasil dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri dalam mengenali, melindungi, memelihara dan meningkatkan kesehatannya sendiri dan keluarganya. Konsep
Pemberdayaan
di
bidang
Kesehatan
mengemuka
sejak
dicanangkannya Strategi Global WHO tahun 1984, yang ditindak lanjuti dengan rencana aksi dalam Piagam Ottawa tahun 1986. Setelah itu kemudian para peneliti kesehatan mengadopsi konsep pemberdayaan tersebut ke dalam Promosi Kesehatan, antara lain : 1. Wallerstein
(1992)
dalam
Notoatmodjo
(2005),
mengatakan
bahwa
pemberdayaan diadopsi ke dalam promosi kesehatan sebagai upaya untuk
16 meningkatkan efektivitas program dan menjaga kelestarian (sustainability) program. 2. Deklarasi Jakarta (1997), berbunyi bahwa keberdayaan dari individu-individu sebagai tujuan dari promosi kesehatan. Sedangkan promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan individu untuk mengontrol tingkah laku/ perilaku dan lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan. Jadi disini pemberdayaan dapat dilihat sebagai upaya promosi kesehatan. 3. Nutbeam
(1998)
dalam
Notoatmodjo
(2005),
mengatakan
bahwa
pemberdayaan adalah inti dari promosi kesehatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan strategi utama Promosi Kesehatan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat sebagai sasaran primer Promosi Kesehatan harus diberdayakan agar mereka mau dan mampu mengenali, menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Proses pemberdayaan tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Proses Pemberdayaan dalam Kesehatan Sarana & Pasarana
Informasi Kesehatan
Kesadaran Kesehatan
Pengetahuan Kesehatan
Kemauan Kesehatan
Berdaya dalam Kesehatan
Dana & Daya Lain
Sumber : Notoatmodjo, 2007
2.4 Kerangka Pemikiran Promosi Kesehatan adalah suatu pendekatan yang kegiatannya beroerientasi pada perilaku dan tidak bisa lepas dari ruang lingkupnya, yaitu tempat pelaksanaannya (rumah tangga, institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat
17 kerja dan tempat umum). Implementasi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan tersebut dipengaruhi oleh penerapan Strategi Promosi Kesehatan (advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat). Seperti yang telah dijelaskan pada BAB Pendahuluan bahwa PHBS adalah produk dari Promosi Kesehatan dan kenyataannya capaian PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan masih jauh dari capaian di Kabupaten Pemalang dan SPM-BK. Berdasarkan hasil Pengkajian PHBS tingkat rumah tangga pada Peta Sosial telah teridentifikasi bahwa capaiannya pada Strata Sehat Pratama, dalam klasifikasinya strata tersebut tergolong strata yang paling rendah. Hal tersebut dikarenakan masih dominannya masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Berdasarkan
penjelasan
tersebut,
Pengkaji
merasa
sangat
perlu
untuk
mengevaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (rumah tangga, institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat kerja dan tempat umum). Dalam mengevaluasi Strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan tersebut dilakukan dengan menggunakan pemikiran Green (1980). Promosi Kesehatan sebagai pendekatan terhadap perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak lepas dari faktor-faktor yang menentukan sikap dan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan Promosi Kesehatan harus disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku itu sendiri. Menurut Green (1980), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku kesehatan, yakni : 1. Faktor Pemudah (predisposing factors). Faktor – faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada individu dan masyarakat adalah pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. 2. Faktor Pemungkin (enabling factors). Faktor pemungkin atau pendukung terwujudnya perilaku adalah ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban dan lain
18 sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu, Dokter atau Bidan. 3. Faktor Penguat (reinforcing factors). Faktor ini meliputi sikap dan perilaku dari tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga) dan petugas kesehatan. Selain itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarakan atau ditetapkan dari pusat maupun pemerintah daerah yang responsif terhadap kesehatan juga dapat memperkuat terwujudnya perilaku hidup sehat di masyarakat.
19 Gambar 3 Kerangka Pemikiran Peningkatan Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tingkat Rumah Tangga
Implementasi Strategi Promkes 1 Advokasi 2 Bina Suasana 3 Pemberdayaan
Tempat Pelaksanaan Promkes 1 2 3 4 5
Sekolah Institusi Kesehatan Tempat Kerja Tempat Umum Rumah Tangga
Strata PHBS tingkat Rumah Tangga Desa Jebed Selatan Strata Sehat Pratama*
Masalah Perilaku Kesehatan di Desa Jebed Selatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
KONSEP GREEN (1980) 1 Faktor Pemudah 2 Faktor Pemungkin 3 Faktor Penguat
Evaluasi Implementasi Strategi Promkes pada lima tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan
Perumusan Strategi & Program Promkes yang sesuai dengan kondisi Desa Jebed Selatan
Peningkatan Strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan
Keterangan : : Mempengaruhi : Menggunakan : Hasil Peta Sosial *
: Strata paling rendah
Obyektif mikro (Sikap & Perilaku)
III. METODE KAJIAN
3.1 Batas – Batas Kajian Kajian ini merupakan kajian kualitatif dengan metode kajian komunitas evaluasi formatif eksplanatif, yaitu menjelaskan permasalahan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat Desa Jebed Selatan pada tingkat rumah tangga sehingga nantinya mampu merumuskan strategi dan program Promosi Kesehatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Desa Jebed Selatan dan dengan melibatkan peran serta masyarakat Desa Jebed Selatan. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan obyektif-mikro, yaitu upaya memahami sikap dan perilaku kesehatan dari masyarakat Desa Jebed Selatan. Upaya-upaya yang berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan dalam kajian dengan menggunakan strategi studi kasus. Menurut Yin (2002) bahwa penggunaan studi kasus disesuaikan dengan bentuk pertanyaan berupa “bagaimana atau “mengapa” dan diarahkan serangkaian peristiwa kontemporer, dimana penelitinya hanya memiliki peluang yang kecil atau tak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut.
3.2 Tempat dan Waktu Kajian Lokasi kajian berada di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang dengan objek kajian adalah masyarakat Desa Jebed Selatan. Kajian dilakukan melalui delapan tahap yaitu pemetaan sosial (PL I) dilaksanakan pada tanggal 26 Desember 2006 sampai dengan tanggal 23 Januari 2007, evaluasi program pengembangan masyarakat (PL II) yang dilaksanakan pada tanggal 16 April – 8 Mei 2007, penyusunan proposal/ rencana kerja kajian dilaksanakan pada tanggal 27 Juni – 26 Juli 2007, kolokium dilaksanakan pada tanggal 27 – 28 Juli 2007, penyempurnaan proposal kajian sampai dengan 31 Agustus 2007, kerja lapangan sampai penulisan laporan dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2007. Jadual pelaksanaan kajian seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
21 Tabel 1 Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2007 No
Kegiatan
Th. 2006 12 1 2
Tahun 2007 3 4 5 6
7 8 9
10
1
Pemetaan Sosial (PL I) Evaluasi Program 2 Pengembangan Masyarakat (PL II) Penyusunan Proposal 3 Kajian 4 Kolokium 5 Perbaikan Proposal Kajian Kerja Lapangan/ 6 Pengumpulan data Pengolahan dan Analisis 7 Data 8 Penulisan Laporan Sumber : Pengkaji, 2007
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Sumber Data Data adalah informasi yang sahih, terpercaya dan dibutuhkan untuk keperluan analisis dalam kajian. Data yang dipergunakan dalam kajian lapangan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang bersumber dari responden yaitu tokoh formal seperti Kepala Desa Jebed Selatan dan perangkatnya (staf desa, ketua RW dan RT), Bidan Desa, Kepala Puskesmas Jebed dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang. Tokoh informal yang dijadikan responden adalah Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Kader Kesehatan dan masyarakat Desa Jebed Selatan. Sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh dari data statistik, literatur dan laporan atau publikasi yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Profil Kesehatan Indonesia, Provinsi, Kabupaten dan Puskesmas serta data pendukung yang ada di desa, seperti : Data Monografi Desa, Data Perkembangan Desa, Daftar Isian Potensi Desa, laporan tahunan dan dokumen lain yang diperlukan dalam kajian ini. Data dan teknik pengumpulannya seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
11
12
22 Tabel 2 Kelengkapan Data No. 1
2
3
Tujuan Kajian
Jenis Data
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
1. Responden 1. Strategi Promosi Mengevaluasi 1. Wawancara Kesehatan (advokasi, bina (Dinas Kesehatan mendalam implementasi strategi Kabupaten suasana dan Promosi Kesehatan 2. Studi dokumen/ Pemalang dan pemberdayaan berdasarkan tempat arsip masyarakat Desa masyarakat) pelaksanaan di Desa Jebed Selatan) Jebed Selatan 2. Implementasi Promosi Kesehatan berdasarkan 2. Data sekunder tempat pelaksanaan (dokumen(rumah tangga, sekolah, dokumen) tempat kerja, tempat umum dan tempat pelayanan kesehatan) 3. Analisa Konsep Green (faktor pemudah, pemungkin dan penguat) Responden (Dinas 1. Wawancara 1. Masalah yang telah Mengkaji masalah mendalam Kesehatan teridentifikasi pada yang telah Kabupaten evaluasi implementasi teridentifikasi dalam Pemalang dan strategi Promosi evaluasi masyarakat Desa Kesehatan implementasi strategi Jebed Selatan) Promosi Kesehatan 2. Tanggapan dari berdasarkan tempat masyarakat terhadap pelaksanaan di Desa implementasi Promosi Jebed Selatan Kesehatan di Desa Jebed Selatan 3. Analisa Konsep Green (faktor pemudah, pemungkin dan penguat Menyusun rancangan 1. Perencanaan Promosi Kesehatan dengan strategi dan program kerangka kerja Promosi Kesehatan PRECEDE-PROCEED secara partisipatif untuk mengintervensi masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan
Sumber : Pengkaji, 2007
1.Bidan Desa 1. FGD (DKK) 2.Tokoh Agama 3.Tokoh Masyarakat 4.Kader Kesehatan
23 3.3.2 Teknik Pemilihan Responden Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kajian ini adalah kajian kualitatif dan dalam pemilihan responden, Pengkaji menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling), responden dipilih dengan tujuan menjaring sebanyak mungkin informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (rumah tangga, tempat kerja, tempat umum, sekolah dan institusi pelayanan kesehatan).
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian kualitatif diambil dengan maksud yang memiliki pengetahuan cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang objek penelitian. Dalam memperoleh data yang diperlukan dalam kajian ini, maka ada beberapa teknik yang dilakukan oleh Pengkaji, antara lain : a. Wawancara Mendalam. Teknik ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang terkait dengan permasalahan kajian melalui kegiatan temu muka yang dilakukan Pengkaji dengan responden. Pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan struktur tertentu tetapi terpusat pada satu pokok tertentu. Untuk mempermudahnya Pengkaji juga membuat pedoman wawancara. Wawancara mendalam dilakukan dengan tujuan untuk menjaring dan menggali informasi yang berkaitan dengan evaluasi penerapan strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (rumah tangga, tempat kerja, tempat umum, sekolah dan institusi pelayanan kesehatan). Dalam kajian ini teknik wawancara ditujukan kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang atau bidang yang menguasai dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Promosi Kesehatan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Tujuan dari wawancara mendalam tersebut guna menjaring dan menggali informasi tentang implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Selain itu juga menggali kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pengambil kebijakan
24 (eksekutif dan legislatif) kaitannya dengan kesehatan. Instrumen wawancara seperti ditunjukkan pada Lampiran 2. 2. Bidan Desa, dengan tujuan untuk mengetahui informasi dari implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya di Desa Jebed Selatan. Instrumen wawancara seperti ditunjukkan pada Lampiran 3. 3. Kepala Desa, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi perilaku masyarakatnya apakah sudah mencerminkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan mengetahui sarana dan prasarana kesehatan yang ada di desanya. Instrumen wawancara seperti ditunjukkan pada Lampiran 4. 4. Anggota Keluarga (ayah, ibu dan anak) yang dijadikan sebagai responden, tujuannya untuk menggali informasi dari anggota keluarga berkaitan dengan dampak atau pengaruh dari implementasi strategi Promosi Kesehatan yang dilaksanakan di tingkat rumah tangga, sekolah, tempat kerja, tempat umum dan tempat pelaksanaan kesehatan. Instrumen wawancara tersebut seperti ditunjukkan pada Lampiran 5. 5. Perwakilan masyarakat (tokoh agama dan tokoh masyarakat) Desa Jebed Selatan, yang dijumpai dengan suasana informal. Tujuan dari wawancara tersebut adalah menggali sikap dan perilaku kesehatan dari masyarakat langsung. Instrumen wawancara tidak terstruktur karena menyesuaikan dengan situasi yang ada. b. Focus Group Discussion (FGD) FGD merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan pengalaman di antara para peserta diskusi dalam satu kelompok. Tujuan sesungguhnya dari FGD ini adalah untuk menggali gagasan, merumuskan prioritas masalah dan mencari alternatif pemecahan masalah yang efektif dan efisien. Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/ FGD) dilakukan untuk menyusun rancangan strategi dan program Promosi Kesehatan secara partisipatif untuk mengintervensi masalah PHBS yang telah teridentifikasi guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan Peserta FGD terdiri dari Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Bidan Desa dan Kader Kesehatan. Dalam FGD ini Kades dan perangkatnya tidak dihadirkan
25 dengan tujuan untuk mengeliminir intimidasi dalam mengungkapkan pendapat dan masukan dari masyarakat langsung. c. Studi Dokumentasi/ Studi Arsip Studi dokumentasi, dilakukan dengan menelaah beberapa laporan, buku, arsip dan catatan yang relevan dengan masalah kajian.
Teknik pengumpulan data seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Teknik Pengumpulan Data dan Tujuan No. 1
Teknik Wawancara Mendalam
Sumber Data Tujuan a. Menjaring dan menggali informasi a. Kepala DKK/ Kabid PL/ Kasi bagaimana penerapan strategi promosi Penyehatan Industri dan Tempat kesehatan dan implementasi program Umum Promosi Kesehatan berdasarkan b. Petugas Puskesmas tempat pelaksanaannya c. Bidan Desa/ Kader Kesehatan b. Menggali kebijakan yang telah d. Kepala Desa dikeluarkan oleh pengambil kebijakan e. Anggota Keluarga (responden) kaitannya dengan kesehatan f. Tokoh masyarakat dan tokoh c. Menggali informasi dampak agama implementasi program Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan
2
Focus Group Discussion (FGD)
a. Tokoh Masyarakat b. Tokoh Agama c. Bidan Desa d. Kader Kesehatan
Menyusun rancangan strategi dan program Promosi Kesehatan secara partisipatif untuk mengintervensi masalah PHBS yang telah teridentifikasi
3
Studi Dokumentasi/ Studi Arsip
a. Profil Kesehatan Indonesia 2005 b. Profil Kesehatan Prov. Jawa Tengah 2006 c. Profil Kesehatan Kabupaten 2007 d. Profil Kesehatan Puskesmas 2007 e. Data BPS Kec. Taman 2006 f. Daftar Monografi Desa 2006 g. Daftar Isian Desa 2006 h. Daftar Potensi Desa 2006
Menelaah beberapa laporan, buku, arsip dan catatan yang relevan dengan masalah kajian
Sumber : Pengkaji, 2007
26 3.3.4 Teknik Pengolahan Data Data yang terkumpul, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam kajian lapangan. Data yang ada tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan tabulasi. Sedangkan untuk menganalisis dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif meliputi : 1. Reduksi
data,
adalah
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transfortasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. 2. Penyajian data adalah sekumpulan data informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Kesimpulan adalah proses menemukan makna data yang bertujuan memahami tafsiran dalam konteksnya dengan masalah secara keseluruhan.
3.3.6 Rancangan Perumusan Strategi dan Program Dalam merumuskan strategi dan program dilaksanakan secara partisipatif melalui kegiatan FGD. Dalam kegiatan FGD juga diperkenalkan kerangka kerja PRECEDE – PROCEED oleh Pengkaji kepada Peserta FGD. Perumusan strategi dan program Promosi Kesehatan yang sudah disepakati kemudian dilakukan penyusunan kegiatan, jadwal, bentuk kegiatan dan bagaimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan oleh partisipan dan penanggung jawab. Agar tujuan strategi dan program Promosi Kesehatan dapat dicapai dan dijalankan sesuai dengan apa yang diinginkan, maka tujuan tersebut harus jelas tahap demi tahap dan spesifik (Specific), sehingga mudah diukur (Measurable), dapat dicapai (Appropriate), dapat dilaksanakan (Realistic) dan dengan batasan waktu tertentu (Time Bound). Untuk lebih mudah dipahami disingkat SMART. Rancangan program yang dihasilkan juga merupakan jawaban pertanyaan 5 W 1 H, yaitu : What
: Judul rancangan Program ?
Who
: Siapa sasaran, pelaku dan penanggung jawab program?
Why
: Mengapa program itu disusun ?
Where
: Dimana lokasi program ?
When
: Kapan dilaksanakan ?
How
: Bagaimana cara melaksanakan program tersebut ?
IV. PETA SOSIAL DESA JEBED SELATAN 4.1 Lokasi Desa Jebed Selatan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Taman dilihat dari topografi terletak pada ketinggian tujuh meter diatas permukaan laut (dpl). Temperatur rata-rata 23o C dengan curah hujan rata-rata setahun 1.788 mm dan memiliki luas wilayah 183,773 hektar yang dilalui oleh satu buah sungai yaitu Sungai Waluh. Desa Jebed Selatan merupakan desa hasil dari pemekaran Desa Jebed yang dibagi menjadi dua wilayah yaitu Desa Jebed Utara dan Desa Jebed Selatan. Penggunaan lahan di Desa Jebed Selatan antara lain digunakan untuk tanah sawah dengan irigasi teknis sebesar 82,95 % atau 152,448 hektar. Untuk tanah kering sebesar 6,98 % atau 12,825 hektar. Tanah milik desa yang didalamnya berupa lapangan olah raga, kantor desa, jalan desa, jalur hijau, pekuburan dan lahan bengkok sebesar 10 % atau 18,5 hektar. Dari data penggunaan lahan dapat disimpulkan bahwa perekonomian Desa Jebed Selatan didukung dari sektor pertanian. Data tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram Penggunaan Lahan di Desa Jebed Selatan 83% Tanah sawah Tanah kering 10%
Tanah milik desa 7%
Sumber : Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa, 2006
Secara geografis wilayah Desa Jebed Selatan berbatasan dengan beberapa wilayah, yang meliputi : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jebed Utara. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Penggarit. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Saradan. 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kejambon.
28 Berdasarkan Orbitasi, jarak Desa Jebed Selatan dengan Ibukota Kecamatan adalah dua kilometer dengan waktu tempuh 15 menit, jarak dengan Ibukota Kabupaten adalah delapan kilometer dengan waktu tempuh 30 menit, jarak dengan Ibukota Propinsi 122 kilometer dengan waktu tempuh empat jam, dan jarak dengan Ibukota Negara adalah 425 kilometer dengan waktu tempuh delapan jam. Jarak yang harus ditempuh masyarakat Desa Jebed Selatan untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan di Puskesmas Jebed adalah empat kilometer dan Rumah Sakit Pemerintah adalah enam kilometer. Dengan kondisi jarak tempuh yang cukup jauh dan minimnya transportasi menuju kedua sarana kesehatan tersebut dapat menjadi hambatan bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Jalan yang menghubungkan desa dengan pusat kota Kabupaten Pemalang merupakan jalan kabupaten yang sudah beraspal dengan lebar jalan sekitar tiga meter. Untuk menuju pusat kota dan Rumah Sakit Pemerintah dapat menggunakan jasa angkutan kota yang melewati jalan tersebut. Bagi masyarakat Jebed Selatan yang tidak memiliki kendaraan bermotor untuk menuju Kantor Kecamatan Taman dan Puskesmas Jebed harus berputar dulu menuju kota Pemalang. Desa Jebed Selatan memiliki 1533 Kepala Keluarga (KK) dan wilayahnya terbagi menjadi lima dusun, yaitu Dusun Karang Talun (122 KK), Dusun Silanjar (250 KK), Dusun Gedugan (345 KK), Dusun Karang Sembung (398 KK) dan Dusun Kuwungan (418 KK) selain itu Desa Jebed Selatan juga memiliki 9 (sembilan) RW dan 25 RT. Data tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 Diagram Jumlah Kepala Keluarga di Setiap Dusun 418
Dusun Karana Talun Dusun Silanjar
398
Dusun Gedugan 250 345
Dusun Karang Sembung Dusun Kuwungan
Sumber : Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa, 2006
Untuk sarana kesehatan berupa Posyandu sudah tersebar di masing-masing dusun (lima unit posyandu), akan tetapi lokasinya selalu berpindah-pindah dengan bertempat di halaman salah satu warga. Kelima unit Posyandu tersebut dikelola
29 oleh seorang Bidan Desa dan Ibu-Ibu TP-PKK yang merangkap sebagai kader kesehatan. Hanya saja dari hasil pengamatan berpartisipasi, terlihat bahwa kegiatan di posyandu tersebut sangat “ala kadarnya”, jadi anak-anak datang, ditimbang, diberikan makanan tambahan (apabila ada) lalu pulang. Kegiatan tersebut sangat jauh dari konsep posyandu yang sebenarnya, tidak adanya advokasi atau saran-saran yang ditujukan kepada ibu hamil dan ibu yang anaknya mengalami masalah dengan kesehatan atau masalah berat badan yang tidak sesuai dengan KMS (Kartu Menuju Sehat). Dari kondisi posyandu tersebut berdampak pada minimnya pengetahuan atau pemahaman tentang kesehatan sehingga minat ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di posyandu menjadi berkurang. Kondisi diatas juga diperkuat dengan masih kentalnya ”mitos ibu hamil” di masyarakat. Dari data Puskesmas Jebed tahun 2006 dari 148 ibu bersalin di Desa Jebed Selatan hanya 65,5 % (97 ibu bersalin) yang persalinannya ditolong oleh Bidan Desa, sisanya dilakukan oleh Dukun Bayi. Dukun Bayi di Desa Jebed Selatan berjumlah 4 (empat) orang dan bagi masyarakat Desa Jebed Selatan yang penghasilannya rendah peran Dukun Bayi sangat dibutuhkan sekali dikarenakan dana yang harus dikeluarkan untuk persalinan lebih murah jika dibandiingkan dengan Bidan atau Dokter Spesialis. Prasarana pendidikan formal yang ada di Desa Jebed Selatan masih berada ditingkat TK dan SD saja, yaitu dengan jumlah satu buah gedung TK dengan jumlah tenaga pengajar tiga orang dan dua buah gedung SD dengan tenaga pengajar 12 orang (hanya empat orang yang asli Jebed Selatan). Untuk prasarana pendidikan non formal seperti TPQ (Tempat Pendidikan Al Qur`an) atau Madrasah di masing-masing dusun sudah ada dengan tenaga pengajar dua orang. Dari jumlah penduduk Desa Jebed Selatan sebanyak 6924 orang, 99,78 % atau sebanyak 6909 orang mayoritas memeluk agama Islam, dengan memiliki tempat ibadah berupa Masjid sebanyak dua buah dan Mushola sebanyak 12 buah yang terbagi di masing-masing dusun. Sedangkan yang memeluk agama Kristen dan Katolik masing-masing sebanyak 0,02 % atau dua orang dan yang memeluk agama Hindu hanya satu orang. Energi penerangan bagi rumah tangga pada umumnya bersumber dari tenaga listrik (PLN). Jumlah rumah tangga yang sudah memanfaatkan energi listrik
30 sebanyak 75,46 % atau 1162 KK, sedangkan sisanya 24,54 % atau 378 KK menggunakan lampu minyak (petromak). Air bersih penduduk Desa Jebed Selatan yang bersumber dari sumur gali berjumlah 297 unit yang dimanfaatkan oleh ± 498 KK dan sumur pompa yang berjumlah 357 unit dimanfaatkan oleh ± 746 KK, sehingga dalam pemenuhan air bersih Desa Jebed Selatan belum perlu memanfaatkan air PDAM. Hal tersebut dikarenakan kualitas air masih tergolong bagus dan Desa Jebed Selatan belum bisa mengakses air PDAM. Jadi dapat disimpulkan, bahwa masyarakat Desa Jebed Selatan tidak mengalami kesulitan dalam pemenuhan dan kepemilikan sarana sanitasi dasar yaitu pada persediaan air bersih, sehingga bisa dijadikan sebagai potensi yang dimiliki masyarakat desa dalam meningkatkan kesehatan.
4.2 Struktur Kependudukan Data kependudukan masyarakat Desa Jebed Selatan sampai dengan akhir tahun 2006 sebanyak 6924 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 48,84 % atau 3382 jiwa dan perempuan sebanyak 51,16 % atau 3542 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Dusun Kuwungan yaitu sebanyak 29,46 % atau 2040 jiwa. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin seperti ditunjukkan pada Tabel 4.
31 Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Desa Jebed Selatan Tahun 2006. No.
Kelompok Umur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 ke atas Jumlah
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah (jiwa)
Persentase Total
165 259 289 300 284 300 280 262 300 291 376 213 41
208 267 296 302 290 311 294 336 292 307 389 224 48
373 526 585 602 574 611 574 598 592 598 765 437 89
5,39 7,60 8,45 8,69 8,29 8,82 8,29 8,64 8,55 8,64 11,05 6,31 1,28
3382
3542
6924
100
Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Taman, Desember 2006 Apabila digambarkan dalam bentuk piramida penduduk, maka jumlah penduduk Desa Jebed Selatan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut : Gambar 6 Piramida Penduduk Desa Jebed Selatan Tahun 2006
60 > 55 – 59 50 – 54 45 – 49 40 – 44 35 – 39 30 – 34 25 – 29 20 – 24 15 – 19 10 – 14 5–9 0–4 -400
-300
-200
-100 Laki-Laki
0
100
200
300
400
Perempuan
Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Taman, Desember 2006
32 4.2.1 Proporsi Penduduk Umur Muda dan Umur Tua Seperti digambarkan dalam piramida penduduk Desa Jebed Selatan pada tahun 2006 menunjukkan bahwa Desa Jebed Selatan struktur penduduknya berumur transisi dari umur muda dan umur tua. Kondisi tersebut juga terkait dengan Usia Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Pemalang yang hanya 66 tahun untuk penduduk laki-laki dan 68 tahun untuk penduduk perempuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa struktur penduduk di Desa Jebed Selatan tidak bisa dikatakan penduduk tua karena UHHnya tidak tergolong tinggi dan tidak bisa dikatakan penduduk muda karena jumlah penduduk berumur di bawah 15 tahun kurang dari 40 % dari jumlah total penduduk di Desa Jebed Selatan. Dengan struktur penduduk umur transisi menjadikan suatu tantangan ke depan dalam menyediakan fasilitas kesehatan, terutama bagi penduduk yang berumur diatas 56 tahun dan yang sudah lanjut usia (lansia)
4.2.2 Rasio Jenis Kelamin (RJK) Untuk mengetahui perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dan banyaknya penduduk perempuan di Desa Jebed Selatan dapat digunakan ukuran Rasio Jenis Kelamin (RJK). Rasio Jenis Kelamin penduduk Desa Jebed Selatan pada akhir tahun 2006 adalah 95,4 berarti dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 95 penduduk laki-laki. Hal ini berarti menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk perempuan lebih cepat dibandingkan dengan penduduk laki-laki, selain itu dapat juga menunjukkan terjadinya tingkat migrasi yang tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Mayoritas kaum laki-lakinya mempunyai kebiasaan merantau di Jakarta. Bagi ibu rumah tangga yang ditinggal suaminya merantau harus berpikir keras agar tetap eksis dalam memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) untuk keluarganya. Hal tersebut membuat ibu rumah tangga mengabaikan kondisi kesehatan dirinya dan anak-anaknya. Menjadi suatu tantangan di masa depan dalam meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan sikap dan perilaku yang bertanggungjawab bagi keluarga dan masyarakat tentang kesehatan reproduksi, terutama Kesehatan Ibu dan anak (KIA) sehingga dapat meningkatkan status kesehatan dan gizi seluruh anggota keluarga (khususnya ibu dan anak).
33 4.2.3 Rasio Beban Tanggungan (RBT) Menurut Rusli (2006) besarnya Rasio Beban Tanggungan (dependency ratio) menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk yang digolongkan bukan usia produktif (bukan usia kerja) terhadap jumlah penduduk usia produktif (usia kerja). Rasio Beban Tanggungan penduduk Desa Jebed Selatan adalah 29, yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung 29 orang penduduk yang tidak produktif. Hal ini makin memperkuat bahwa Desa Jebed Selatan mempunyai struktur penduduk berumur transisi. Permasalahannya adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan sangat rendah sehingga menyebabkan masih ada yang percaya “mitos” dan “mitos” tersebut dapat menghambat sikap dan perilaku masyarakat untuk hidup sehat. Dari hasil pengamatan di lapangan, “mitos” yang dapat menghambat terwujudnya hidup sehat seperti, “mitos ibu hamil” yang tidak memperbolehkan Ibu hamil untuk keluar dari rumah apapun kegiatannya sehingga dapat menghambat Ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke Posyandu ataupun ke Tenaga Kesehatan (dokter kandungan atau bidan).
4.2.4 Kepadatan Penduduk Dari luas wilayah 1,8 km2 dan jumlah penduduk yang mencapai 6924 jiwa maka dapat terlihat kepadatan penduduk di Desa Jebed Selatan adalah 3847 jiwa/ Km2, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk Kecamatan Taman yaitu 2526 jiwa/ Km2. Dari kepadatan penduduk diatas, isu-isu yang menjadi tantangan di masa depan kaitannya dengan kesehatan adalah kondisi lingkungan dan tempat tinggal (rumah) yang jauh dari sehat.
4.2.5 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam menentukan Indeks Mutu Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia selain faktor kesehatan dan ekonomi. Pada hakekatnya pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia baik individu maupun sosial. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan yang terbanyak adalah SLTP. Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan pada Tabel 5.
34 Tabel 5 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Jebed Selatan No. 1 2 3 4 5 6 7
Pendidikan Tamat SD SLTP SLTA D-1 D-2 D-3 S-1
Jumlah
Jumlah
Persentase
325 1626 1251 53 34 21 19
9,7 48,8 37,5 1,5 1 0,6 0,5
3329
100
Sumber : Daftar Potensi Desa, 2006
Dari tingkat pendidikan masyarakat Desa Jebed Selatan mayoritas adalah SLTP ke bawah, maka dapat diasumsikan bahwa masih rendahnya akses masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga nantinya dapat berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan.
4.2.6 Angkatan Kerja Jumlah penduduk merupakan potensi dari jumlah angkatan kerja, tetapi tidak semua penduduk termasuk dalam potensi angkatan kerja. Secara Internasional dipakai usia 15-64 tahun sebagai batasan usia angkatan kerja. Data angkatan kerja Desa Jebed Selatan dirinci menurut umur seperti ditunjukkan pada Tabel 6
Tabel 6 Data Angkatan Kerja Dirinci Menurut Umur Tahun 2006. No.
Umur
Penganggur
Angkatan Bekerja
Angkatan Setengah Penganggur
Angkatan Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 60 60 +
36 66 67 75 84 113 47 120 160 195
242 200 329 556 225 153 151 150 116 129
120 123 125 245 123 78 77 86 65 55
362 323 454 801 348 231 228 236 181 184
Jumlah
963
2251
1097
3348 (4+5)
Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Taman, Desember 2006.
35 Berdasarkan data angkatan kerja diatas, jumlah angka penganggur hanya 28,76 % atau 963 orang dari jumlah angka angkatan kerja. Berdasarkan jumlah Reit Pengangguran dari 100 penduduk angkatan kerja Desa Jebed Selatan ada 29 orang yang menganggur. Walaupun Persentase penduduk yang masuk kategori pengangguran/ tidak bekerja tergolong kecil, akan tetapi asumsi Pengkaji, kelompok tersebut rawan terhadap masalah baik itu masalah kriminalitas ataupun masalah kesehatan. Oleh karena itu, harus disediakan wadah kegiatan yang nantinya dapat bermanfaat.
4.3 Aspek Perekonomian Mata pencaharian penduduk Desa Jebed Selatan bersifat heterogen, seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Jebed Selatan Tahun 2006. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Mata Pencaharian Buruh Tani Buruh Swasta/ Pabrik Petani Pedagang PNS TNI/Polri Penjahit Montir Sopir Kontraktor/ Konsultan Tukang Kayu Tukang Batu Peternak Guru Swasta Tukang Becak Pengrajin/ home industri Jumlah
Jumlah (jiwa)
Persentase
804 331 456 159 25 5 8 2 31 2 102 292 9 3 12 10
35,72 14,70 20,26 7,06 1,11 0,22 0.36 0,08 1,38 0,08 4,53 12,97 0,40 0,13 0,53 0,44
2251
100
Sumber : Daftar Potensi Desa Jebed Selatan, 2006
Melihat Tabel 7, sebenarnya mata pencahariannya bersifat heterogen, akan tetapi melihat masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani dan petani lebih
36 dominan (buruh tani sebanyak 804 orang atau sekitar 35,72 % dan petani yaitu 456 orang atau sekitar 20,26 %) menjadikan mata pencaharian tersebut lebih bersifat homogen. Hal tersebut juga dipengaruhi ketersediaan lahan sawah (seluas 152,448 hektar atau sekitar 82,95 % dari luas wilayah desa yaitu 183,773 hektar) yang mendominasi wilayah Desa Jebed Selatan. Dalam hal ini, kaitan mata pencaharian dengan program Promosi Kesehatan adalah penerapan strategi Promosi Kesehatan pada tempat kerja yang ada di Desa Jebed Selatan. Dengan tersedianya lahan sawah yang mencapai 82,95 % dari luas wilayah desa dan banyaknya mata pencaharian petani dan buruh tani yang ada di desa tersebut, maka penerapan strategi Promosi Kesehatan lebih diutamakan pada tempat kerja yang ada di sawah dan ladang.
4.4 Struktur Komunitas Struktur sosial pada suatu komunitas dapat ditinjau dari beberapa aspek : 1. Pelapisan Sosial. Ada dua cara terbentuknya pelapisan sosial dalam masyarakat, yaitu : pertama, pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya dan kedua, pelapisan sosial yang terjadi dengan sengaja, akan tetapi kedua cara tersebut terbentuk karena untuk mengejar suatu tujuan bersama. Di Desa Jebed Selatan pelapisan sosial penduduk dapat dilihat berdasarkan fisik, seperti : bangunan perumahan dan jenis mata pencaharian, maupun non fisik, seperti : alasan pembentukan kelompok (kelompok tani, kelompok pengajian, kelompok paguyuban rukun kematian). Berikut pengkaji uraikan pelapisan sosial di Desa Jebed Selatan berdasarkan pembentukan kelompok. a) Kelompok Tani, kelompok ini mempunyai tempat tersendiri dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti ketika berembug masalah air, hasil panen, mau membeli pupuk dan obat, mulai menggarap sawah dan sebagainya. Kelompok ini masih sangat eksis keberadaan/ kegiatannya di Desa Jebed Selatan, sehingga apabila mereka akan menjual padinya, para spekulan/pembeli padi tidak mudah menentukan harga tanpa melalui persetujuan para kelompok tani.
37 b) Kelompok Pengajian, kelompok ini sangat dominan kegiatannya di masyarakat, manakala ada kegiatan kerohanian, orang meninggal, hajatan/ selamatan orang meninggal dan kegiatan rutin yang bernuansa keagamaan (Islam). Kelompok ini mempunyai kepengurusan di tiap dusun, sehingga sangat mengakar program-programnya bahkan karena mayoritas dari jumlah penduduk Desa Jebed Selatan sebanyak 6924 orang, 99,78 % atau sebanyak 6919 orang mayoritas memeluk agama Islam maka hampir setiap ada kegiatan dan hajatan apapun di masyarakat selalu melibatkan kelompok ini seperti pengajian, membaca Al-Qur’an, yasinan dan tahlilan bersama. c) Kelompok Paguyuban Rukun Kematian, kelompok ini sangat besar andilnya apabila ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal. Sebab hampir semua masyarakat Desa Jebed Selatan selalu membutuhkan kerja sama dengan kelompok tersebut dan sudah tiap dusun sudah mempunyai kelompok tersebut. 2. Unsur Utama Pelapisan Sosial dan Sumber Kepemimpinan Pelapisan sosial terjadi karena adanya penghargaan terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu di Desa Jebed Selatan dicirikan pada : a) Kekayaan yang dimiliki; b) Pekerjaan/ jabatan; c) Pendidikan formal yang ditempuh; d) Keaktifan dalam kegiatan keagamaan/ kemasyarakatan. Dalam kehidupan masyarakat di Desa Jebed Selatan mereka yang menjadi PNS/TNI/Polri, perangkat desa, orang-orang kaya dan pengurus organisasi lokal/ kelembagaan desa serta para ustadz pengelola masjid, pada umumnya mereka menempati lapisan paling tinggi. Kelompok ini pada umumnya menempati level diatas maupun di depan baik dalam pengambilan kebijakan maupun posisi duduk ketika ada pertemuan. Peran kelompok ini masih dominan dalam berbagai kegiatan di Desa Jebed Selatan. Berdasarkan hasil dari pengamatan dan wawancara dapat dikatakan bahwa masyarakat Desa Jebed Selatan memberikan dukungan dan kepercayaan
38 penuh bagi pemimpin yang telah memiliki kepedulian terhadap masalahmasalah yang ada di dalam masyarakat. Kepemimpinan formal baik kepala desa, tokoh agama, perangkat desa dan PNS masih menjadi simbol karismatik. 3. Jejaring Sosial dalam Komunitas dan diluar Komunitas. Dalam membuat kebijakan dan program yang melibatkan berbagai pihak yang berbeda-beda kepentingannya dan mungkin juga berbeda-beda dalam tingkatan pengambilan keputusannya sehingga memerlukan mekanisme yang tepat. Salah satu mekanisme yang memiliki fleksibilitas dan sekaligus menjamin efisiensi adalah melalui pembentukan jejaring (networking) dengan berbagai pihak. Menurut Tonny dalam Titik dan Yusman (2006), jejaring ini kemudian dibangun berlandaskan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, kejujuran, integrasi dan dedikasi untuk mencapai tujuan bersama. Jejaring yang terbentuk dapat bersifat horizontal maupun vertikal. Jjejaring sosial yang bersifat horinzontal adalah hubungan kerjasama yang dilakukan dalam komunitas, dalam hal ini adalah hubungan kerjasama antar kelompok tani dan antar kelompok pengajian. Sedangkan jejaring sosial yang bersifat vertikal adalah hubungan kerjasama yang dilakukan diluar komunitas, dalam hal ini adalah hubungan kerjasama dengan pengusaha konveksi di Kabupaten tetangga dalam membuka lapangan pekerjaan. Dalam pelayanan masyarakat jejaring yang ada yaitu horizontal yang terbentuk antara masyarakat dan bidan desa/ kader kesehatan.
4.5 Organisasi dan Kelembagaan Dari hasil pantauan di lapangan dan hasil wawancara dengan tokoh salah satu kelompok, dapat diketahui bahwa organisasi lokal di Desa Jebed Selatan memiliki karakteristik sebagai berikut 1) Bentuk Kelembagaan Lokal Kelembagaan yang didirikan oleh masyarakat setempat pada lingkup wilayah tertentu (RT, RW, Dusun, kampung, desa/kelurahan) cukup bervariasi, seperti majelis ta’lim/ kelompok pengajian/ kelompok yasinan, paguyuban warga/ kelompok
dasawisma/
perkumpulan
arisan,
ikatan
pemuda
perkumpulan kematian, kelompok kesenian, perkumpulan olah raga.
masjid,
39 Adapun cara pembentukan organisasi ada dua. Pertama, berdiri secara alamiah berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, seperti majelis ta’lim/ kelompok pengajian/ kelompok yasinan, kelompok dasawisma/ perkumpulan arisan, kelompok karawitan. Organisasi ini
cenderung
bisa
beradaptasi
dengan
kemampuan
lokal,
dengan
mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya lokal, tradisi serta sumberdaya lokal. Kedua, perkumpulan yang pembentukannya diprakarsai oleh pemerintah. Organisasi ini merupakan kepanjangan tangan pemerintah kepada masyarakat, seperti Karang Taruna, PKK dan Posyandu. 2) Kegiatan Kelembagaan Lokal Pengamatan terhadap kegiatan kelembagaan lokal ini perlu dilakukan, dalam upaya mengidentifikasi bidang-bidang apa saja yang telah dilaksanakan oleh kelembagaan lokal, dan seberapa besar aktivitas di bidang kesejahteraan sosial menjadi perhatian kelembagaan lokal. Dengan pengetahuan mengenai jenis kegiatan, dapat diketahui besarnya kontribusi kelembagaan lokal tersebut di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya di bidang kesejahteraan sosial. Kegiatan kelembagaan lokal di Desa Jebed Selatan cukup bervariasi sesuai dengan tujuannya. Dari informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, kegiatan kelembagaan lokal dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok. a) Kegiatan dalam upaya memperkuat lembaga adat/ kebudayaan, yang meliputi mengurus tata cara pernikahan sesuai adat dan pelaksanaan kegiatan sunatan. Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh kelembagaan lokal tersebut di atas
menggambarkan,
bahwa
kegiatan
kelembagaan
lokal
telah
menjangkau permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan manusia dalam lingkup kebudayaan lokal. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memelihara nilai sosial budaya sebagai potensi lokal. b) Pengembangan kegiatan olah raga dan kesenian, seperti : rebana/ qosidah, karawitan dan sepak bola. Kesenian dan olah raga perlu dipahami sebagai bagian dari kebudayaan bangsa. Oleh karena itu, komitmen terhadap pembangunan masyarakat
40 tidak dapat mengabaikan kesenian dan olah raga yang dikembangkan oleh masyarakat lokal. c) Kegiatan keagamaan, seperti pengajian/ yasinan, peringatan Hari Besar Agama, pengumpulan dan penyembelihan hewan qurban, sunatan masal, pengelolaan
Taman
Pendidikan
Al
Qur’an
dan
pengurusan
kematian/jenazah. Kegiatan keagamaan terkait dengan persoalan mental atau moral. Dari sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi di bidang keagamaan tersebut, menunjukkan bahwa aspek moral menjadi perhatian sebagian besar organisasi lokal. Organisasi lokal tersebut memiliki kegiatan keagamaan yang menjangkau berbagai kebutuhan masyarakat, baik sebagai individu maupun kolektivitas. d) Kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti pengrajin kue, pertukangan, usaha menjahit dan bengkel. Kegiatan ini menggambarkan bahwa organisasi lokal di samping melaksanakan
kegiatan
di
bidang
sosial
dan
keagamaan,
juga
melaksanakan kegiatan di bidang ekonomi. Dilihat dari jenis-jenis kegiatannya, pada umumnya kegiatan ekonomis ini berpihak pada ekonomi kerakyatan.
4.6 Sumberdaya Lokal Menurut Rusli (1996) ada beberapa faktor penting yang sangat berhubungan dengan daya dukung (carrying capacity), yaitu natural resources (iklim dan lingkungan), teknologi dan organisasi/kelembagaan. Berdasarkan faktor-faktor di atas, hubungan antara masyarakat Desa Jebed Selatan dengan lingkungannya sangat erat. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mata pencaharian yang ada di Desa Jebed Selatan adalah petani dan buruh tani, jadi dapat dilihat bagaimana natural resources (iklim dan lingkungan) mampu mendukung kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara terus menerus. Selain itu pengkaji juga melihat adanya hubungan saling menguntungkan (mutualisme) antara lingkungan dengan masyarakat, jadi dalam hal ini bukan hanya lingkungan saja yang memberikan dukungan kepada masyarakat desa tetapi sebaliknya
41 masyarakat
desa
juga
memberikan
dukungannya
dengan
melestarikan
lingkungannya melalui kelembagaan lokal dalam hal ini adalah kelompok tani. Dengan kearifan lokalnya kelompok tani tersebut berusaha membatasi teknologiteknologi pertanian yang nantinya mempunyai dampak yang buruk bagi ketahanan lingkungan. Sumberdaya lokal yang dimiliki oleh Desa Jebed Selatan adalah : 1) Lahan. Lahan adalah sumberdaya yang paling dapat dikontrol oleh komunitas, selain itu lahan juga sangat potensial untuk menggerakkan vitalitas ekonomi komunitas. Di pedesaan lahan adalah asset produktif yang sangat penting untuk mempertahankan mata pencaharian. Akses dalam lahan penting bagi kesejahteraan rumah tangga, pertumbuhan ekonomi dan bagi penurunan kemiskinan secara berkelanjutan. Desa Jebed Selatan memiliki luas wilayah 183,773 Ha sedangkan dalam penggunaan lahannya antara lain untuk tanah sawah dengan irigasi teknis sebesar 82,95 % atau 152,448 hektar dan untuk tanah kering sebesar 6,98 % atau 12,825 hektar. Berdasar luas penguasaan lahan, rata-rata petani di Desa Jebed Selatan dapat digolongkan sebagai petani lapisan menengah karena kepemilikan lahannya antara 0,25 hektar – 0,5 hektar. Tetapi bagi penduduk yang memiliki luas lahan > 1 hektar lebih banyak mempekerjakan buruh tani. Air juga merupakan sumberdaya lokal yang penting. Di Desa Jebed Selatan sendiri terdapat 2 aliran sungai, yaitu sungai Elon dan sungai Songot yang kondisinya tidak tercemar oleh limbah pabrik atau rumah tangga, hanya saja sungai Elon kondisi airnya keruh. Aliran irigasi di Desa Jebed Selatan memiliki 2 buah pintu air yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan lahan sawah sehingga mampu menopang kehidupan para petani sawah. 2) Tenaga Kerja. Dalam mewujudkan keberhasilan suatu pembangunan salah satu modalnya adalah tersedianya tenaga kerja yang terampil. Bukan hanya terampil tetapi tenaga kerja tersebut harus mempunyai kemampuan dalam pendidikan. Permasalahannya di Desa Jebed Selatan sangat susah mendapatkan tenaga kerja yang kualitas pendidikannya tinggi dan mempunyai ketrampilan. Hal tersebut diperkuat dari data tingkat pendidikan, yang menyatakan bahwa
42 masyarakat Desa Jebed Selatan yang masuk usia angkatan kerja (15 – 64 tahun) tingkat pendidikannya masih tergolong rendah (SLTP ke bawah). Hambatan tersebut yang membuat sebagian besar masyarakat Desa Jebed Selatan yang masuk usia angkatan kerja masih bertumpu pada sektor pertanian. Mereka adalah buruh tani dan petani, yang sebagian besar merupakan golongan tenaga kerja tak terampil atau semi terampil dalam arti yang memiliki pendidikan rendah.
4.7 Masalah Sosial Berdasarkan informasi dari beberapa pihak dan berdasarkan data sekunder, dapat diperoleh adanya beberapa masalah sosial yang ada di Desa Jebed Selatan, sebagai berikut. 1) Keluarga Miskin. Desa Jebed Selatan mempunyai jumlah keluarga miskin berdasarkan data dari penerima bantuan Raskin sebanyak 1482 KK yang tersebar : Dusun Karang Talun : 108 KK, Dusun Silanjar : 244 KK, Dusun Gedugan : 329 KK, Dusun Karang Sembung : 389 KK dan Dusun Kuwungan : 412 KK. Melihat masih tingginya jumlah keluarga miskin di Desa Jebed Selatan, isu-isu yang dapat diangkat adalah status kesehatan dan kondisi tempat tinggal keluarga miskin tersebut. Data keluarga miskin seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Jumlah Keluarga Miskin Tiap Dusun 500 Dusun Karang Talun
400
Dusun S ilanjar 300 Dusun Gedugan 200 Dusun Karang S embung 100
Dusun Kuwungan
0 Keluarga Miskin
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa, 2006.
43 2) Penyandang Cacat. Berdasarkan Daftar Isian Potensi Desa untuk penyandang cacat yang ada di Desa Jebed Selatan, sebagai berikut : a) cacat netra
: dua orang
b) cacat rungu dan wicara : sepuluh orang c) cacat mental
: dua orang
d) lumpuh
: satu orang
Berdasarkan data di atas, menjadi suatu tanggung jawab bersama untuk memberikan perhatian khusus melalui keluarga dan masyarakat sekitar serta memberikan wadah apresiasi tersendiri agar penyandang cacat bisa mengekspresikan keinginannya dan mengembangkan kreativitasnya.
4.8 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga Untuk mengetahui sikap dan perilaku masyarakat Desa Jebed Selatan terhadap kesehatan maka diperlukan kajian PHBS di tingkat rumah tangga. Pada pengkajian PHBS di tingkat rumah tangga dilakukan identifikasi terhadap 16 indikator tentang sikap dan perilaku kesehatan. Dari hasil pengkajian PHBS tingkat rumah tangga didapat jumlah responden sebanyak 50 responden. Dalam kajian ini yang dijadikan sebagai responden adalah anggota rumah tangga/ Kepala Keluarga (KK). Jumlah responden tersebut dipilih dengan pertimbangan dapat memberikan data yang lebih lengkap dan valid. Dalam menentukan jumlah responden dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf redundancy (data sudah jenuh dan responden tidak bisa memberikan informasi yang baru). Penentuan tersebut juga menjadi pertimbangan Pengkaji, penambahan responden akan dihentikan manakala datanya sudah jenuh dan sudah tidak variatif Berikut hasil pengkajian PHBS tingkat rumah tangga : 1. Rumah Tangga Bebas Asap Rokok/ Tidak Merokok. Rumah tangga bebas asap rokok didefinisikan anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak merokok di dalam rumah selama ketika berada bersama anggota keluarga lainnya selama satu bulan terakhir. Berdasarkan definisi tersebut, rumah tangga yang bebas dari asap rokok di Desa Jebed Selatan baru
44 mencapai 10 % atau lima responden. Belum ada target untuk pencapaian rumah tangga bebas asap rokok, akan tetapi bila dibandingkan dengan target rumah tangga sehat secara nasional sebesar 65 %. Maka pencapaian rumah tangga bebas asap rokok masih sangat rendah. 2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang dipersyaratkan adalah dilakukan oleh Bidan dan Dokter Kandungan. Dari 50 responden, anggota keluarga yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan hanya tujuh responden atau hanya 14 %. Capaian tersebut masih di bawah target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten Pemalang 2010 sebesar 90 %. 3. ASI Eksklusif. ASI Eksklusif di definisikan bahwa bayi hanya diberi ASI (Air Susu Ibu) saja sejak usia 0-6 bulan. Dari 50 responden hanya tujuh responden yang pernah memberikan ASI kepada bayinya selama enam bulan atau hanya 14 %. Capaian hasil tersebut masih jauh di bawah target SPM Kabupaten Pemalang 2010 sebesar 80 %. 4. Rumah Tangga Bebas Miras/ Narkoba. Anggota keluarga yang tidak menyalahgunakan atau tidak memakai minuman keras dan narkoba. Berdasarkan kondisi di lapangan keluarga yang bebas dari penyalahgunaan dan pemakaian minuman keras saja sudah mencapai 92 % atau 46 responden. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah. 5. Penimbangan Balita. Balita yang ditimbang di sarana pelayanan kesehatan seperti Posyandu minimal delapan kali setahun. Capaian indikator tersebut hanya 11 responden atau 22 %. Apabila dibandingkan dengan target SPM 2010 sebesar 80 % berarti indikator tersebut belum tercapai. 6. Gizi Keluarga Anggota rumah tangga yang mengkonsumsi beraneka ragam makanan dalam jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang. Berdasarkan hasil kajian responden yang memenuhi syarat diatas hanya 20 responden atau 40 % saja.
45 Apabila dibandingkan dengan Program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) sebesar 80 %, capain tersebut belum tercapai. 7. Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Rumah tangga yang menjadi peserta JPK (Askes, Jamsostek dan JPKMM). Jumlah rumah tangga yang sudah menjadi peserta JPK sebanyak 30 responden atau 60 %. Capaian tersebut sudah sesuai dengan target SPM 2010 sebesar 60%. 8. Anggota rumah tangga mencuci tangan dengan sabun. Maksud dari indikator ini adalah anggota rumah tangga yang selalu mencuci tangannya dengan sabun dan air sebelum makan dan setelah buang air besar. Rumah tangga yang mempunyai kebiasaan tersebut sudah mencapai 25 responden atau 50 %. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah 9. Menggosok Gigi Anggota rumah tangga yang menggosok giginya minimal dua kali sehari sebelum tidur dan sesudah makan. Rumah tangga yang sudah mempunyai kebiasaan tersebut mencapai 33 responden atau 66%. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah 10. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Anggota rumah tangga yang rutin memberantas sarang nyamuk minimal seminggu sekali atau rumahnya bebas jentik nyamuk. Rumah tangga yang bebas jentik nyamuk mencapai 28 responden atau sebesar 56 %. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah 11. Jamban Sehat. Jamban yang kondisinya selalu bersih dan rutin dibersihkan seminggu sekali dengan buangan akhirnya menuju septitank yang selalu tertutup. Rumah tangga yang sudah memenuhi kriteria tersebut baru mencapai 25 responden atau sebesar 50 %. Capaian tersebut masih jauh dari target nasional 2010 sebesar 88 %.
46 12. Air Bersih. Rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari (minum, masak, mandi dan mencuci). Rumah tangga yang sudah memenuhi kriteria tersebut sudah mencapai 40 responden atau sebesar 80 %. Capaian tersebut sudah mencapai target nasional 2010 sebesar 80 %. 13. Tempat sampah. Capaian rumah tangga yang memiliki dan membuang sampah pada tempatnya sebanyak 24 responden atau sebesar 48 %. Capaian tersebut masih dibawah target nasional 2010 sebesar 85 %. 14. Kepadatan Penghuni. Indikator ini di definisikan sebagai rumah tangga yang mempunyai luas lantai rumah yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-hari dibagi dengan jumlah penghuni (9m2 per orang). Berdasarkan definisi tersebut jumlah rumah tangga yang memenuhi kriteria sebanyak 37 responden atau 74%. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah 15. Lantai Rumah Anggota rumah tangga yang menempati rumah dengan lantai kedap air (plester, tegel, keramik, kayu) bukan lantai tanah. Capaian indikator tersebut sebanyak 31 responden atau sebesar 62 %. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah 16. Olah raga Anggota keluarga yang berumur 10 tahun ke atas rutin melakukan aktivitas fisik (sedang maupun berat) minimal 30 menit setiap hari. Capain pada indikator ini sebanyak 39 responden atau sebesar 78%. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah
Untuk lebih jelas melihat hasil pengkajian dan urutan peringkat indikator PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
47 Gambar 8 Hasil Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan Berdasarkan Urutan Masalah Tidak Memakai Miras/ Narkoba Air Bersih Olah Raga Kepadatan Penghuni Kebiasaan Gosok Gigi Lantai Rumah JPK Pemberantasan sarang nyamuk Kebiasaan Cuci Tangan Jamban Sehat Tempat Sampah Pemenuhan Gizi Keluarga Timbang Balita Persalinan oleh Nakes Pemberian ASI Eksklusif Tidak Merokok 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Capaian Indikator
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008.
Dari seluruh rumah tangga yang menjadi responden dapat menggambarkan strata rumah tangga sehat dengan melihat hasil pengkajian PHBS tingkat rumah tangga. Berdasarkan rumus yang sudah ditetapkan oleh Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, sebagai berikut : 1. Rumah Tangga Sehat Pratama, adalah rumah tangga yang memenuhi 0-5 indikator dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini sebesar 8 %. 2. Rumah Tangga Sehat Madya, adalah rumah tangga yang memenuhi 6-10 indikator dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini sebesar 72 %. 3. Rumah Tangga Sehat Utama, adalah rumah tangga yang memenuhi 11-15 indikator dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini sebesar 20 %. 4. Rumah Tangga Sehat Paripurna, adalah rumah tangga yang memenuhi secara keseluruhan dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini sebesar 0 %.
48 Untuk mengetahui pencapaian rumah tangga sehat yang skalanya makro (minimal Desa), maka yang dihitung adalah jumlah rumah tangga sehat utama dan rumah tangga sehat paripurna, sehingga berdasarkan rumus tersebut maka Pencapaian rumah tangga sehat di Desa Jebed Selatan sebesar 20 % dan hanya masuk kategori Strata Sehat Pratama. Apabila dibandingkan dengan target rumah tangga sehat tahun 2010 (SPM Bidang Kesehatan Kabupaten Pemalang 2010) sebesar 65%, pencapaian rumah tangga sehat di Desa Jebed Selatan masih jauh dari target. Diagram pencapaian rumah tangga sehat seperti ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9 Pencapaian Rumah Tangga Sehat di Desa Jebed Selatan. 80 60 40 20 0
Persentase Rumah Tangga Sehat
Sehat Pratama
8
Sehat Madya
72
Sehat Utama
20
Sehat Paripurna
0
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008.
4.9 Ikhtisar Perekonomian di Desa Jebed Selatan didukung oleh sektor pertanian. Ketersediaan lahan sawah yang mencapai 82,95 % dari luas wilayah desa tersebut secara otomatis dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam menyerap tenaga kerja dan sumber penghidupan masyarakat. Lahan dianggap sebagai asset produktif yang sangat penting untuk mempertahankan mata pencaharian. Oleh karena itu, 55,98 % (1260 jiwa) masyarakatnya bekerja sebagai buruh tani dan petani, sehingga dapat dikatakan mata pencahatian masyarakat Desa Jebed Selatan lebih bersifat homogen.
49 Hanya saja permasalahan yang muncul di Desa Jebed Selatan adalah masih rendahnya kualitas pendidikan dan terbatasnya akses pelayanan publik (pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan). Pernyataan tersebut dibuktikan dengan masih rendahnya kualitas pendidikan masyarakat Desa Jebed Selatan yang sebagian besar adalah SLTP ke bawah (1951 jiwa atau 58,5 %). Keterbatasan mengakses pelayanan publik seperti pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan bagi masyarakat yang mata pencahariannya sebagai buruh tani, petani, tukang batu, tukang kayu dan tukang becak. Semakin mahalnya biaya pendidikan menjadikan keluarga tersebut harus memprioritaskan kebutuhan pangan dibandingkan harus mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi anaknya. Untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis, bagi keluarga miskin masih menjadi kendala, dikarenakan minimnya transportasi dan jarak tempuh yang cukup jauh (menuju Puskesmas Jebed menempuh jarak empat kilometer dan menuju Rumah Sakit Pemerintah menempuh jarak enam kilometer). Kondisi tersebut diatas dapat mempengaruhi sikap dan perilaku hidup sehat di masyarakat Desa Jebed Selatan. Untuk mengetahui sikap dan perilaku hidup sehat masyarakat Desa Jebed Selatan, maka dilakukan pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga. Dari hasil pengkajian tersebut telah teridentifikasi bahwa mayoritas masyarakat Desa Jebed Selatan terutama ibu rumah tangga dan ibu hamil tingkat pengetahuannya terhadap Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih rendah.
V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN 5.1 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan Pada jaman awal kemerdekaan, upaya untuk mempromosikan produk atau jasa (jaman kemerdekaan istilahnya propaganda) di bidang kesehatan sudah dilakukan dengan tujuan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang kesehatan. Upaya propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuk yang sederhana melalui pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar tancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena dirasakan propaganda kurang efektif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perbaikan perilaku hidup sehari-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan masyarakat (health education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat (community development) atau upaya pengorganisasian masyarakat (community organization). Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami perkembangan lagi pada tahun 1975 an, menjadi “Penyuluhan Kesehatan”. Meski fokus dan caranya sama, tetapi istilah “Pendidikan Kesehatan” itu berubah menjadi “Penyuluhan Kesehatan”, karena pada waktu itu istilah “pendidikan” khusus dibakukan di lingkungan Departemen Pendidikan. Pada sekitar tahun 1995 istilah Penyuluhan Kesehatan itu berubah lagi menjadi “Promosi Kesehatan”. Perubahan itu dilakukan selain karena hembusan perkembangan dunia (Health promotion mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan “Paradigma Sehat”, yang merupakan arah baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Istilah itulah yang berkembang sampai sekarang. Mengenai istilah Promosi Kesehatan sendiri juga mengalami perkembangan. Mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canada pada tahun 1986 (dikenal dengan “Ottawa Charter”), yang oleh WHO promosi kesehatan didefinisikan sebagai: “the process of enabling people to control over and improve their health”. Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi : “Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
51
kesehatannya”. Definisi ini tetap dipergunakan, sampai dengan sekarang. (Pusat Promosi Kesehatan Depkes 2005) Pada 1 Maret 1999, Presiden Habibie mencanangkan : “Gerakan Pembangunan yang Berwawasan Kesehatan”, atau dikenal dengan “Paradigma Sehat”. Sebagai konsekuensinya adalah bahwa semua pembangunan dari semua sektor harus mempertimbangkan dampaknya di bidang kesehatan, minimal harus memberi kontribusi dan tidak merugikan pertumbuhan lingkungan dan perilaku sehat. Disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan adalah: “Indonesia Sehat 2010”, dengan misi: (1) Menggerakkan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan; (2) Mendorong kamandirian masyarakat untuk hidup sehat; (3) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; dan (4) Meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat termasuk lingkungannya. Salah satu pilar Indonesia Sehat 2010 tersebut adalah : perilaku sehat, disamping dua pilar lainnya yaitu: lingkungan sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Ditetapkan pula strategi pembangunan kesehatan beserta program-program pokoknya. Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) disebutkan bahwa salah satu program pokok pembangunan kesehatan adalah peningkatan perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, yang karenanya menempatkan Promosi Kesehatan sebagai salah satu program unggulan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan Rencana Strategis (Renstra) Depkes 2005-2009 juga disebutkan bahwa Promosi Kesehatan merupakan program tersendiri dan diposisikan pada urutan pertama. Dengan demikian Promosi Kesehatan (termasuk PHBS), yang berorientasi pada perilaku hidup sehat, semakin memperoleh pijakan yang kuat. Selanjutnya Promosi Kesehatan menyusun visi, misi dan program kegiatannya, serta sasaran atau target yang harus dapat terukur. Dalam kaitan itu ditetapkan Visi Promosi Kesehatan yaitu : “PHBS 2010”, yang mengindikasikan tentang terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya sehat. Misi Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah: 1. Memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat
52
2. Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya PHBS di masyarakat 3. Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan. Misi tersebut telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan oleh Promosi Kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga menjelaskan fokus upaya dan kegiatan yang perlu dilakukan. Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka memunculkan Strategi Promosi Kesehatan sebagai berikut : 1. Advokasi (advocacy). Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor dan diberbagai tingkatan sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan lain sebagainya. 2. Bina Suasana Strategi ini adalah suatu kegiatan untuk mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. 3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment) Strategi
ini
langsung
pemberdayaan
adalah
ditujukan
kepada
mewujudkan
masyarakat.
kemampuan
Tujuan
utama
masyarakat
dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Dari visi, misi dan strategi tersebut direncanakan delapan kegiatan pokok, yaitu: 1. Upaya advokasi. 2. Pembinaan suasana. 3. Pemberdayaan masyarakat. 4. Pengembangan kemitraan. 5. Pengembangan SDM.
53
6. Pengembangan Iptek Promosi Kesehatan. 7. Pengembangan media dan sarana. 8. Pengembangan infra struktur Promosi kesehatan.
Visi, misi, strategi, kegiatan pokok beserta rincian kegiatan dan tolok ukurnya kemudian dituangkan menjadi Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1193/MENKES/SK/X/2004 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1114/MENKES/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah.
5.2 Implementasi Strategi Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang Promosi Kesehatan adalah upaya yang menekankan pada proses dengan tetap memperhatikan hasil (the process as well as content). Secara garis besar implementasi strategi promosi kesehatan yang sedang berjalan di Kabupaten Pemalang adalah sebagai berikut : 1. Dalam strategi advokasi, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa advokasi dalam konteks kesehatan adalah pendekatan kepada pembuat keputusan atau penentu kebijakan (eksekutif dan legislatif) sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Pada tingkat Pusat dalam hal ini adalah Departemen Kesehatan telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan “social enforcement”, seperti kebijakan Garam Beryodium, Kawasan Tanpa Rokok, Kabupaten/ Kota Sehat, Program Langit Biru, dll. Dalam konteks otonomi daerah, advokasi dilakukan yang tujuannya adalah ditetapkannya kebijakan kesehatan di Kabupaten Pemalang yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar atau landasan untuk memperkuat kebijakan dari pusat dan mendukung pengembangan program Promosi Kesehatan. Saat ini Kabupaten Pemalang telah mengeluarkan kebijakan kesehatan yang dapat mendukung dan memperkuat kebijakan dari Pusat (Departemen Kesehatah RI) yaitu kebijakan “Kabupaten Sehat 2010”. Kebijakan “Kabupaten Sehat 2010” yaitu dimana masyarakat Kabupaten Pemalang hidup dalam lingkungan yang sehat,
54
masyarakatnya berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal. 2. Dalam strategi bina suasana atau kegiatan untuk mensosialisasikan programprogram kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan sehingga masyarakat dapat membudayakan perilaku sehat. Proses penyebaran informasi kesehatan dilakukan melalui media televisi, radio, media cetak, pameran, penyuluhan melalui mobil-mobil unit penyuluhan dan penyuluhan melalui kelompok dan diskusi interaktif. Untuk Kabupaten Pemalang penerapan strategi bina suasana dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, antara lain : a) Penyuluhan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (Khususnya Pertolongan Persalinan dan Penggunaan ASI Eksklusif), b) Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan Anak Kekurangan Yodium), c) Penyuluhan Kesehatan Lingkungan (khususnya akses air bersih, kepemilikan toilet/ jamban, mencuci tangan dengan sabun), d) Penyuluhan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (khususnya Aktivitas fisik, makan gizi seimbang dan masalah merokok), e) Penyuluhan Penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, f) Sosialisasi
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat
Miskin
(JPKMM), g) Sosialisasi Pengembangan Desa Siaga. Selain itu bertepatan dengan Hari Kesehatan pada tahun 2008 Kabupaten Pemalang telah mengkampanyekan “Cuci Tangan dengan Sabun”. 3. Strategi Pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan adalah proses pemberian informasi
secara
terus-menerus
dan
berkesinambungan
mengikuti
perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (sikap/ attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan
55
perilaku
yang
diperkenalkan
(aspek
practice).
Sasaran
utama
dari
pemberdayaan adalah individu, keluarga serta kelompok masyarakat. Dalam konteks otonomi, strategi pemberdayaan dilaksanakan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit yang ada di Kabupaten Pemalang. Tugas Puskesmas dan Rumah Sakit selain memberikan pelayanan kesehatan (kuratif) juga diberikan tugas dalam melaksanakan pemberdayaan. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, Puskesmas mempunyai tanggung jawab terhadap pemberdayaan individu, keluarga dan kelompok masyarakat. Penerapan strategi pemberdayaan individu yang dilaksanakan oleh Puskesmas seperti : 1. Pemberdayaan individu, dalam memperkenalkan perilaku menimbang balita secara berkala untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan balita. Perilaku ini diperkenalkan kepada ibu yang membawa balitanya berobat ke Puskesmas. Kepada setiap ibu, setelah selesai diberi pelayanan pengobatan untuk balitanya, kemudian diberi atau disampaikan informasi tentang manfaat menimbang balita secara berkala. Saat kunjungan tersebut dilakukan proses pemberdayaan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh individu tersebut. 2. Pemberdayaan keluarga, dilakukan oleh petugas Puskesmas dengan melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga. Dalam pemberdayaan keluarga ini yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas adalah memperkenalkan perilaku buang air besar di jamban, mengkonsumsi garam beryodium, memelihara tanaman obat keluarga, menguras bak mandi dan mengkonsumsi makanan berserat. Dalam kunjungan rumah tersebut dikumpulkan semua anggota keluarga dan diberikan informasi berkaitan dengan perilaku yang diperkenalkan. 3. Pemberdayaan Masyarakat, pemberdayaan terhadap masyarakat dilakukan melalui upaya penggerakan atau pengorganisasian masyarakat. Salah satu hasil dari upaya ini adalah Posyandu, Saka Bhakti Husada, Pos Kesehatan Pesantren (poskestren), Taman Obat Keluarga (TOGA) dan Dana Sehat. Rumah sakit sebagai tempat penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) merupakan unit operasional. Sebagai unit
56
operasional, Rumah Sakit juga mempunyai tanggung jawab yang paling penting yaitu pemberdayaan. Pemberdayaan tersebut ditujukan untuk pasien, keluarga pasien dan individu yang berkunjung ke Rumah Sakit. Pemberdayaan tersebut antara lain : Pemberdayaan pasien, pemberdayaan disini ditujukan apabila pasien sudah masuk masa penyembuhan, pemberdayaan diawali dengan menciptakan kesadaran akan adanya masalah, kemudian mengembangkan pengertian dan sikap tentang penyakit yang diderita pasien sehingga tahu apa yang nantinya harus dilakukan, serta mengembangkan pengetahuan dan sikap tentang pemanfaatan sarana kesehatan secara benar. Pemberdayaan keluarga, ditujukan untuk mengembangkan pengertian dan kemauan guna mendukung pasien dalam bentuk dukungan moral dalam proses penyembuhan, upaya mencegah terjadinya penularan kepada orang lain dan upaya pencegahan agar pasien tidak sakit lagi.
5.3 Pencapaian Program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang. Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan sebenarnya juga lebih menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur hasil kegiatan, yaitu perubahan atau peningkatan perilaku individu dan masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan frekuensi kegiatan. Oleh karena itu, ditetapkan kegiatan minimal yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota. Kegiatan minimal ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1457/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota. Seperti ditunjukkan pada Tabel 8 hasil kegiatan Promosi Kesehatan yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang (selaku penanggung jawab tingkat Kabupaten) pada tahun 2006.
57
Tabel 8 No. 1
2
Pencapaian Program Promosi Kesehatan Kabupaten Pemalang Tahun 2006. Target Target Pencapaian Jenis Indikator Pelayanan 2004 2010 Tahun 2006 Pelayanan
Penyuluhan Perilaku Sehat
Penyelenggaraan JPKM
Rumah Tangga Sehat Bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif Desa dengan garam yang beryodium baik Keluarga sadar gizi Posyandu purnama Posyandu mandiri Upaya Penyuluhan Narkoba oleh Tenaga Kesehatan Cakupan penduduk yang menjadi JPK pra bayar Cakupan JPK Keluarga Miskin dan masyarakat rentan
30 %
65 %
42,85 %
40 %
80 %
35,87 %
65 %
90 %
38,64 %
65 % 25 % 1%
80 % 40 % >2%
23,65 % 29,18 % 5,75 %
3%
30 %
4,88 %
30 %
80 %
7,04 %
100 %
100 %
80,47 %
Sumber : SPM-BK 2006 Apabila melihat hasil Pencapaian Kinerja Promosi Kesehatan tahun 2006 dan bila dibandingkan dengan target minimal tahun 2010 (Indonesia Sehat 2010) dapat disimpulkan bahwa kegiatan Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Sesuatu yang sangat disayangkan dari hasil pencapaian diatas adalah adanya beberapa indikator yang masih jauh tertinggal dari target tahun 2004.
5.4 Ikhtisar Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa program Promosi Kesehatan dilaksanakan melalui tiga strategi, yaitu strategi advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat. Secara garis besar program Promosi Kesehatan telah dilaksanakan di Kabupaten Pemalang oleh Dinas Kesehatan Kab. Pemalang. Dalam mengimplementasikan program tersebut diterapkan juga tiga strategi Promosi Kesehatan. Untuk strategi advokasi, Kabupaten Pemalanag telah mengeluarkan kebijakan kesehatan yang dapat mendukung dan memperkuat kebijakan dari Pusat (Departemen Kesehatah RI) yaitu kebijakan “Kabupaten Sehat 2010”. Pada strategi bina suasana yang telah dilaksanakan adalah kegiatan
58
Penyuluhan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (Khususnya Pertolongan Persalinan dan Penggunaan ASI Eksklusif), Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan Anak Kekurangan Yodium), Penyuluhan Kesehatan Lingkungan (khususnya akses air bersih, kepemilikan toilet/ jamban, mencuci tangan dengan sabun) dan lain-lain. Sedangkan pada strategi pemberdayaan masyarakat telah dilaksanakan pemberdayaan individu melalui tenaga medis kepada pasiennya, pemberdayaan keluarga melalui perilaku buang air besar di jamban, mengkonsumsi garam beryodium, memelihara tanaman obat keluarga, menguras bak mandi dan mengkonsumsi makanan berserat dan masyarakat melalui Program Desa Siaga. Hanya saja pencapaian indikator pelayanan program Promosi Kesehatan tahun 2006 di Kabupaten Pemalang belum menunjukkan hasil yang memuaskan (Tabel 8). Dari hasil capaian tersebut, Pengkaji berpendapat bahwa ada masalah dalam implementasi program Promosi Kesehatan. Berdasarkan pendapat tersebut maka langkah selanjutnya Pengkaji akan mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan (institusi pendidikan/ sekolah, institusi kesehatan, tempat kerja, tempat umum dan rumah tangga) di Kabupaten Pemalang dan di Desa Jebed Selatan.
VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN BERDASARKAN TEMPAT PELAKSANAAN DI DESA JEBED SELATAN 6.1 Tahap Input Pada identifikasi tahap ini yang menjadi masukan (input) adalah adanya kebijakan : a. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1193/MENKES/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1114/MENKES/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah c. Kebijakan “Kabupaten Pemalang Sehat 2010”
6.2 Tahap Proses 6.2.1 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Pelaksana Program Belum memuaskannya capaian program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang berdampak juga pada capaian di Desa Jebed Selatan. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan yang ada di Desa Jebed Selatan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, dinyatakan bahwa penanggung jawab dan pelaksana dari semua kegiatan Promosi Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pada sub-bab ini di lakukan evaluasi berdasarkan tanggapan dari pelaksana program. Responden yang dipilih untuk wawancara mendalam adalah salah seorang pejabat eselon IV yang berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas Jebed sebagai pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan. Berikut informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi Promosi Kesehatan tingkat Kabupaten berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan salah seorang pejabat eselon IV di Dinas Kesehatan. 1. Faktor pemudah; dalam konteks Promosi Kesehatan, konsep Green yang digunakan
untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor
terwujudnya program Promosi Kesehatan adalah :
yang
mempermudah
60
a) Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang Promosi Kesehatan, masih minimnya tenaga kesehatan (segi jumlah) dan belum memenuhi syarat (segi kualifikasi pendidikan). Bahwa untuk setingkat Dinas Kesehatan Kabupaten dibutuhkan minimal satu orang dengan kualifikasi pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat spesialisasi Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) dan minimal dua orang dari S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal tiga orang dari D3 Kesehatan (dari bidang promosi kesehatan). Untuk setingkat Puskesmas dan Rumah Sakit dibutuhkan minimal satu orang dari S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal dua orang dari D3 Kesehatan (bidang promosi kesehatan). Kondisinya di Kabupaten Pemalang sendiri hanya ada satu orang dengan pendidikan S2 Kesehatan; hanya saja jurusannya bukan Penyuluh Kesehatan Masyarakat sehingga belum tepat apabila ditempatkan sebagai Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Sementara dari semua PNS (10 orang) yang kualifikasi pendidikannya S1 Kesehatan Masyarakat tidak satupun yang menjabat sebagai tenaga fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan informasi yang didapat, memperjelas kenapa capaian program Promosi Kesehatan belum menggembirakan sehingga berdampak pada penyampaian pesan-pesan kesehatan dan pada kemampuan menganalisis permasalahan yang kaitannya dengan Promosi Kesehatan. b) Jaringan, jaringan di bidang Promosi Kesehatan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota belum menunjukkan kekuatan yang solid. Dari informasi yang didapat, selalu ada perbedaan pemahaman dan komunikasi antara Pusat dan Daerah. Sebagai contoh dari Pusat memberikan pedoman pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, akan tetapi kondisi tiap daerah berbeda-beda sehingga menyebabkan pedoman tersebut tidak bisa diterapkan di daerah yang kemudian berdampak pada tidak berhasilnya capaian Promosi Kesehatan. Kondisi seperti itu yang terjadi di Kabupaten Pemalang. 2. Faktor pemungkin; dalam konteks promosi kesehatan, konsep Green yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung terwujudnya keberhasilan program Promosi Kesehatan, adalah :
61
a) Sistem informasi, belum berkembangnya sistem informasi perilaku sehat sehingga berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang sepenuhnya belum berdasarkan fakta di lapangan. Sistem informasi tersebut dapat mendukung keberhasilan program Promosi Kesehatan apabila ke depan dapat dikembangkan sesuai data di lapangan. 3. Faktor penguat, faktor penguat disini adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh daerah setempat. Kebijakan yang terkait dengan keberhasilan Promosi Kesehatan adalah Struktur Organisasi Daerah. Di Kabupaten Pemalang unit Promosi Kesehatan melekat di masing-masing Bidang (eselon III). Kebijakan tersebut berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang tidak terintegrasikan dengan baik karena Promosi Kesehatan harus dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi bukan masing-masing Bidang berjalan sendirisendiri.
Berikut informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat kerja, rumah tangga dan tempat umum) di Desa Jebed Selatan dari hasil wawancara mendalam dengan petugas Puskesmas Jebed sebagai pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan. 1. Implementasi di Institusi Pendidikan (sekolah) a. Strategi Advokasi Esensi dari strategi advokasi adalah pendekatan kepada pembuat keputusan (Kepala Sekolah) sehingga mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dari hasil wawancara dengan staf Puskesmas Jebed yang bertugas sebagai penyuluh kesehatan masyarakat, bahwa di Desa Jebed Selatan hanya ada 2 (dua) buah Sekolah Dasar. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi advokasi di institusi pendidikan tersebut : a) Faktor pemudah, faktor tersebut adalah pengetahuan dan sikap dari pembuat keputusan (Kepala Sekolah). Pengetahuan dan sikap Kepala Sekolah tentang kesehatan sudah baik dan mereka sangat mendukung masuknya promosi kesehatan di sekolah mereka.
62
b) Faktor penguat, kebijakan dari Kepala Sekolah yang mendukung program Promosi Kesehatan adalah dengan adanya kegiatan “Jumat Sehat” dan “Jumat Bersih”. Jadi setiap hari Jumat kegiatan belajar mengajar ditiadakan dan diganti dengan kegiatan senam bersama, dilanjut membersihkan lingkungan sekolah dan kelas kemudian anakanak murid dikumpulkan untuk diberikan pengarahan dari petugas Puskesmas dan diberikan makanan tambahan. b. Strategi Bina Suasana Kegiatan
yang
dilaksanakan
pada
strategi
ini
adalah
untuk
mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Dalam konteks institusi pendidikan (sekolah) tujuannya adalah supaya Guru dan anak murid mau mempraktekkan perilaku bersih dan sehat di sekolah yang kemudian juga dilaksanakan di rumahnya masing-masing. Pada strategi advokasi, Kepala Sekolah telah membuat kebijakan “Jumat Sehat” dan “Jumat Bersih” . Dalam kebijakan tersebut, petugas Puskesmas telah melaksanakan kegiatan, antara lain : ∼ Sosialisasi “Kampanye Cuci Tangan dengan Sabun” ∼ Sosialisasi Kebersihan Gigi dan Mulut ∼ Sosialisasi Kebersihan Tangan dan Rambut ∼ Sosialisasi Sanitasi Lingkungan Sekolah ∼ Sosialisasi Makanan Bergizi ∼ Pemberian makanan tambahan (bubur, susu dan lain sebagainya) Semua kegiatan tersebut telah dilaksanakan oleh petugas Puskesmas, akan tetapi dari petugas Puskesmas ada hambatan yang membuat kegiatan tersebut tidak berkelanjutan. Hambatan tersebut terletak pada: a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana, yang menjadi kendala dalam mewujudkan perilaku bersih dan sehat. Kondisi tiga unit kelas dari enam unit kelas yang ada sangat memprihatinkan. Kondisi lantainya sangat berdebu, walaupun sudah disapu. Kondisi WC dan kamar mandi yang tidak ada airnya sehingga
63
menjadi jorok dan bau, serta dana operasional yang tidak mendukung kegiatan sosialisasi tersebut. c. Strategi Pemberdayaan Strategi ini adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan
mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (sikap/ attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu, keluarga serta kelompok masyarakat. Yang menjadi hambatan pada strategi ini adalah : a) Faktor pemudah, hambatannya pada sikap pasrah (nrimo) dengan kondisi sarana dan prasarana (kondisi unit kelas dan WC/ Kamar mandi murid dan guru) yang sangat memprihatinkan dan tidak adanya ide kreatif dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki kondisi tersebut. 2. Implementasi di Institusi Kesehatan (Puskesmas dan Posyandu) Secara umum, implementasi pada institusi kesehatan seperti Puskesmas tidak mengalami kendala yang sangat berarti dan institusi kesehatan adalah tempat yang
paling
efektif
dalam
mengkampanyekan
promosi
kesehatan.
Permasalahan muncul pada pelaksanaan kegiatan Posyandu. a. Strategi Advokasi Pada kegiatan Posyandu yang di advokasi adalah ibu rumah tangga, dengan tujuan supaya ibu membawa anaknya dan ibu mengetahui perkembangan anaknya. Yang menjadi hambatan dalam mengadvokasi terletak pada faktor : a) Faktor pemudah, kepedulian dan tingkat pengetahuan ibu dalam membawa anaknya ke Posyandu masih rendah. Dari informasi yang didapat bagi keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh tani untuk pergi ke Posyandu menjadi kendala, karena waktu yang bersamaan dengan rutinitas di sawah.
64
b. Strategi Bina Suasana Hambatan yang muncul dalam strategi ini adalah : a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana juga tidak mendukung selama kegiatan Posyandu. Lokasi Posyandu tiap bulannya harus berganti-ganti karena tidak ada lokasi yang tetap dan permanen. Selain itu, makanan tambahan yang diberikan kepada bayi tergantung dari dana yang terkumpul, apabila dananya banyak diberikan bubur, bila dananya sedikit tidak diberikan makanan tambahan. c. Strategi Pemberdayaan Dalam strategi ini yang menjadi kendala adalah : a) Faktor penguat, faktor tersebut adalah pengetahuan dari kader kesehatan sebagai pelaksana kegiatan Posyandu. Seharusnya dalam kegiatan Posyandu ada meja ke 5 (lima) yang berfungsi untuk memberikan penjelasan kepada ibu-ibu apabila perkembangan anaknya tidak sesuai dengan KMS (Kartu Menuju Sehat). Akan tetapi karena keterbatasan pengetahuan kader kesehatan meja ke 5 (lima) tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Petugas Puskesmas yang seharusnya bisa melaksanakan tugas tersebut terpaksa tidak bisa karena sibuk dengan kegiatan imunisasi. 3. Implementasi di Tempat Kerja. a. Strategi Advokasi Karena 80 % wilayah Desa Jebed Selatan adalah sawah dan mata pencaharian penduduknya mayoritas petani dan buruh tani, maka promosi kesehatan ditujukan ke tempat kerja petani dan buruh tani. Informasi yang didapat dari petugas Puskesmas, strategi advokasi ditujukan kepada petani dan buruh tani. Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan advokasi di tempat kerja adalah : a) Faktor pemudah, pada faktor ini adalah hambatan yang paling besar menurut petugas Puskesmas. Hambatan tersebut adalah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan masih rendah
65
sehingga dalam menyampaikan advokasi ini diperlukan kesabaran dan ketekunan. b. Strategi Bina Suasana Kegiatan yang dilaksanakan dalam strategi ini adalah Penyuluhan Penjual dan Petani Pestisida dalam rangka Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Tujuan dalam penyuluhan tersebut supaya petani mengetahui dampak dari penggunaan pestisida bagi tubuh manusia. Penyuluhan tersebut sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang pada tahun 2007, akan tetapi yang menjadi kendala adalah tidak adanya pengawasan. Hal tersebut juga diakui oleh petugas Puskesmas, yang mengatakan bahwa dari Dinas tidak memberikan arahan supaya dilakukan pengawasan kepada para petani tersebut. Menurut Pengkaji masalah yang muncul terletak pada faktor penguat, yaitu tidak adanya komitmen dari pemberi penyuluhan dalam melakukan pengawasan. c. Strategi Pemberdayaan Dalam memberdayakan para petani agar dapat mewujudkan perilaku bersih dan sehat membutuhkan kesabaran dan keuletan, hal tersebut dikarenakan : a) Faktor pemudah, rendahnya tingkat pendidikan para petani dan buruh tani yang membuat mereka susah memahami apa yang telah disampaikan oleh petugas kesehatan b) Faktor
pemungkin,
minimnya
sarana
dan
prasarana
dalam
memberdayakan para petani dan buruh tani, selain itu mencari waktu para petani dan buruh tani yang sangat susah.
4. Implementasi di Rumah Tangga a. Strategi Advokasi Strategi advokasi yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ditujukan kepada orang tua (Ayah dan Ibu). Kendala dalam mengadvokasi terletak pada : a) Faktor pemudah, pada Peta Sosial telah dijelaskan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan yang terbanyak adalah
66
SLTP ke bawah (58,5 %), sehingga memerlukan kesabaran dan ketekunan dari petugas Puskesmas dalam mengadvokasi mereka. b) Faktor pemungkin, faktor yang menghambat adalah sarana dan prasarana sanitasi dasar (jamban dan SPAL) di dalam rumah tangga. Untuk air bersih tidak menjadi kendala akan tetapi yang menjadi kendala adalah jamban dan SPALnya. Tidak adanya jamban yang sehat dan saluran pembuangan air limbah menjadi hambatan tersendiri dalam mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat. b. Strategi Bina Suasana Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada strategi bina suasana adalah : ∼ Penyuluhan Kesehatan Ibu dan Anak (Khususnya Pertolongan Persalinan dan Penggunaan ASI Eksklusif) ∼ Penyuluhan Sanitasi (Sanitasi jamban, air bersih dan SPAL) ∼ Penyuluhan “Mencuci tangan dengan sabun” ∼ Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan Anak Kekurangan Yodium) ∼ Sosialisasi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) ∼ Sosialisasi Pengembangan Desa Siaga. Hambatan yang muncul adalah waktu penyuluhan yang bersamaan dengan rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah dan tingkat pemahaman masyarakat dalam menerima informasi yang telah diberikan. c. Strategi Pemberdayaan Pada strategi ini yang menjadi kendala bagi petugas Puskesmas adalah jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sedangkan wilayah kerjanya sangat banyak dan luas. Sebagai informasi bahwa Puskesmas Jebed wilayah kerjanya mencapai 5 (lima) desa dan jumlah petugasnya yang memenuhi kriteria hanya 1 (satu). Faktor dana operasional juga menjadi kendala bagi petugas Puskesmas dikarenakan jarak desanya saling berjauhan dengan letak Puskesmas. Dua hambatan tersebut yang membuat petugas
67
Puskesmas tidak bisa melaksanakan program Promosi Kesehatan dengan maksimal. 5. Implementasi di Tempat Umum Tempat umum disini adalah pasar, terminal dan stasiun. Desa Jebed Selatan sendiri tidak memiliki tempat umum yang disebutkan diatas, oleh karena itu tidak ada implementasi program Promosi Kesehatan di tempat pelaksanaan tersebut.
6.2.2 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Responden Selain tanggapan dari petugas Puskesmas Jebed, dalam mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan diperlukan juga tanggapan dari masyarakat Desa Jebed Selatan, maka perlu memilih responden untuk dilakukan wawancara mendalam. Responden yang terpilih sama dengan responden pada pengkajian PHBS tingkat rumah tangga dalam Peta Sosial (PL I). Dari hasil wawancara mendalam tersebut, ternyata baik buruknya implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap terwujudnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga. Untuk lebih jelasnya, hasil wawancara mendalam dapat dilihat sebagai berikut : 1. Implementasi di Tempat Kerja Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari Pembangunan Nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang termasuk masyarakat pekerja (formal dan informal) agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dengan pertimbangan seorang pekerja yang sehat dan produktif dapat meningkatkan ekonomi keluarga sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Berbicara tentang tempat kerja berarti berbicara juga tentang mata pencaharian. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa Desa Jebed Selatan mayoritas penduduk mata pencahariannya adalah buruh tani dan petani. Dari 50 responden yang mata pencahariannya sebagai buruh tani dan petani sebesar 60 % atau 30 responden. Untuk lebih rinci seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
68
Tabel 9 Komposisi Mata Pencaharian Responden No. 1 2 3 4 5
Mata Pencaharian Buruh Tani Petani Kepala Dusun Tukang Kayu Buruh Pabrik Jumlah
Jumlah Responden 26 4 5 6 9 50
Persentase 52 % 8% 10 % 12 % 18 % 100 %
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008
Dari hasil wawancara di lapangan, responden yang mata pencahariannya sebagai petani tergolong sebagai petani yang mempunyai lahan dan lahan tersebut digarap sendiri. Rata-rata lahan yang dimiliki dari empat petani adalah seperempat hektar. Berbicara tentang sektor pertanian, sudah pasti berbicara juga tentang penggunaan pestisida. Tingkat kesehatan petani sangat dipengaruhi oleh dampak dari penggunaan pestisida tersebut. Sangat perlu untuk mengkaji tingkat pemahaman petani terhadap pestisida sampai dampak terburuk apabila tubuh manusia terkontaminasi oleh pestisida. Dari hasil wawancara mendalam dengan Kepala Keluarga yang bekerja sebagai petani, 83,3 % atau 25 responden sudah memahami prosedur pemakaian pestisida mulai dari memberikan takaran sampai dengan penyemprotan dan sisanya 16,7 % atau 5 (lima) responden lebih baik menyewa orang lain untuk melakukan penakaran sampai penyemprotan. Alasan kelima responden tersebut sangat bervariasi, mulai dari takut salah dalam memberikan takaran, takut akan bahaya pestisida, lebih murah menyewa orang lain sampai tidak mempunyai alat penyemprot. Kutipan hasil wawancara kepada Bapak Trs., adalah berikut ini : “Kulo sampun 15 tahun bertani, tapi ngantos sakniki kulo mboten nate nyemprot hama tiyambak, kulo luwih becik nyemo tiyang, masalahe luwih murah daripada kulo tumbas alat semprote tur kulo wedi mbokan salah nakar” (“Saya sudah 15 tahun bertani, tetapi sampai dengan sekarang saya tidak pernah melakukan penyemprotan hama sendiri, saya lebih baik menyewa orang lain karena lebih murah daripada saya harus membeli alat semprot sendiri dan saya takut barangkali salah melakukan penakaran”)
69
Ironisnya dari 25 responden yang sudah melakukan prosedur dengan benar, hanya 20 % atau 5 (lima) responden yang menggunakan sarung tangan dan masker dalam melakukan penyemprotan dan sisanya 20 responden melakukan dengan telanjang tangan dan hidung. Dampak yang dapat terjadi apabila dalam melakukan penyemprotan tidak menggunakan sarung tangan dan masker bisa terjadi keracunan pestisida. Karena jalan masuk pestisida bisa melalui kulit/ mata (dermal) dan pernafasan (inhalasi) yang dapat merusak hidung dan tenggorokan. Dampak terberat dari keracunan pestisida adalah gangguan reproduksi, kanker, kerusakan syaraf sampai dengan perubahan genetik. (Pusat Promkes Depkes RI 2005). Pada
tahun
2007,
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Pemalang
pernah
menyelenggarakan Penyuluhan Penjual dan Petani Pestisida dalam rangka Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Penyuluhan yang diselenggarakan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang dihadiri oleh perwakilan kelompok tani di Kecamatan Pemalang, Taman dan Petarukan. Dari Desa Jebed Selatan diwakili lima orang (Ketua Kelompok Tani). Dari hasil penyuluhan tersebut kemudian diinformasikan kepada petani lainnya. Hanya saja tidak adanya pengawasan atau monitoring dari pihak Dinas Kesehatan (minimal petugas dari Puskesmas Jebed) sehingga membuat para petani di Desa Jebed Selatan menjadi apatis. Bahkan dari hasil wawancara dengan responden di dapat informasi bahwa selama ini mereka tidak pernah mendapatkan keluhan apapun dari penggunaan pestisida tersebut. Hampir semua responden yang bekerja sebagai petani menjawab hal yang sama. Seperti kutipan wawancara dengan Bpk Rtm. yang secara kebetulan menjadi Ketua Kelompok Tani, berikut ini : “Selama ini teman-teman sudah menjadi masa bodoh terhadap dampak pestisida bagi kesehatannya, bahkan mereka merasa sehat-sehat saja. Saya sendiri sudah selalu mengatakan bahwa dampak tersebut tidak dirasakan sekarang tetapi akan dirasakan beberapa tahun kemudian. Jadi memang secara keseluruhan teman-teman yang bekerja sebagai petani masih rendah sekali pengetahuannya terhadap dampak dari pestisida, terutama tentang kesehatan. Saya berharap pihak Dinas Kesehatan dapat menindak lanjuti hasil dari penyuluhan tersebut yaitu dengan melakukan pengawasan, mungkin bisa melalui petugas Puskesmas, jangan hanya penyuluhan saja dan setelah itu selesai. Mungkin bisa dengan melakukan kerjasama antar Dinas, yaitu antara
70
Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan sehingga Bapak-Bapak dari penyuluh pertanian juga bisa melakukan pengawasan.” Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dengan rendahnya pengetahuan petani akan bahaya pestisida bagi tubuh manusia dan tidak adanya pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan, sangat berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat seorang petani. Kondisi yang sama juga dirasakan oleh responden yang bekerja sebagai buruh kayu. Perilaku hidup sehat tidak bisa terwujud karena rendahnya pengetahuan buruh kayu akan dampak dari serbuk kayu dan bisingnya alat pemotong kayu, padahal dampaknya sangat membahayakan fungsi paru-paru dan mengakibatkan gangguan pendengaran bagi buruh kayu. Hal tersebut disebabkan belum adanya sosialisasi yang sengaja diberikan oleh petugas Puskesmas tentang gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh serbuk kayu dan bisingnya alat pemotong kayu. Dari hasil wawancara dengan responden yang bekerja sebagai buruh kayu yang berjumlah enam orang dapat diketahui informasi bahwa jawaban dari responden semuanya sama, yaitu belum pernah ada petugas Puskesmas yang secara sengaja memberikan sosialisasi tentang dampak dari serbuk kayu dan bisingnya alat pemotong kayu bagi kesehatan buruh kayu. Hanya saja secara tidak sengaja dari petugas Puskesmas memberikan anjuran untuk memakai masker dan penutup hidung ketika bekerja tetapi tidak memberikan penjelasan lebih dalam apa yang terjadi nantinya. Ketidaksengajaan tersebut terjadi ketika tempat responden bekerja sedang dilakukan peninjauan oleh tim dari Kabupaten terkait pengajuan Ijin Gangguan (HO) dan petugas Puskesmas masuk dalam anggota tim tersebut. Yang disesalkan oleh responden adalah tidak adanya penjelasan informasi yang lebih mendalam tentang dampak yang ditimbulkan, seolah-olah anjuran tersebut hanya formalitas saja ketika dilakukan peninjauan. Penyesalan responden dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan Bpk Whn berikut ini : “Sakderenge saking petugas Puskesmas mboten nate ngaturi sosialisasi Pak ? Nanging kulo nate ditegur petugas Puskesmas amargo mboten ngangge masker kaleh tutupe kuping. Pas kulo ditegur kebetulan enten peninjauan masalah Ijin Gangguan. Mungkin nek mboten enten
71
peninjauan, kulo mboten ditegur ? terus ngantos sakniki kulo mboten ngertos dampake lan kulo mboten enten masalah kaleh kesehatan kulo ?” (“Sebelumnya dari petugas Puskesmas belum pernah memberikan sosialisasi Pak ? Tapi saya pernah ditegur petugas Puskesmas karena tidak memakai masker dan tutup telinga. Ketika saya ditegur kebetulan ada peninjauan masalah Ijin Gangguan. Mungkin kalau tidak ada peninjauan, saya tidak ditegur ? terus sampai sekarang saya juga belum tahu dampaknya dan saya juga tidak ada masalah dengan kesehatan saya ?”) Apabila menengok peristiwa-peristiwa di Indonesia terkait K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), bahwa buruh sama sekali tidak mempunyai kekuatan di hadapan pihak perusahaan. Posisi buruh selalu saja sebagai korban, mulai dari pembayaran honor yang terlambat, PHK sampai dengan kecelakaan kerja. Hal tersebut juga dirasakan oleh sembilan responden yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil. Dari hasil wawancara dengan responden di dapat informasi bahwa tidak adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan) setelah memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan tidak adanya komitmen dari pihak perusahaan tentang pelaksanaan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Terkait pemberian penyuluhan tentang K3, dari sembilan responden memberikan jawaban yang sama bahwa penyuluhan pernah dilaksanakan di tempat kerja mereka bahkan pernah juga ada mahasiswa yang melakukan penelitian tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja); hanya saja tidak ada tindak lanjut dari pihak perusahaan. Berdasarkan informasi yang diterima dari responden, penyuluhan tersebut hanya sebatas formalitas saja. Hal tersebut dikarenakan tidak ada upaya pengawasan dari Dinas terkait. Ekploitasi tenaga masih saja dirasakan oleh buruh pabrik, dengan posisi berdiri buruh pabrik harus bekerja selama delapan jam dan waktu istirahat hanya setengah jam dengan makanan seadanya tanpa suplemen tambahan. Tidak adanya upaya promotif dan upaya preventif yang dilakukan oleh poliklinik pabrik, yang dilakukan masih saja upaya kuratif (mengobati) yaitu apabila ada buruh yang pingsan atau pusing kepalanya hanya diberikan obat dan istirahat sebentar lalu bekerja lagi. Dengan kondisi seperti itu, seolah-olah dari pihak perusahaan tidak menanggapi anjuran yang diberikan oleh Dinas terkait,
72
yaitu mulai memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif). Berikut kutipan wawancara dari salah satu responden (Bpk. Wwn) : “Kalo berbicara tentang K3 buruh selalu menjadi sasaran utama tetapi dari pihak perusahaan sama sekali tidak ada perhatian, contoh waktu istirahat hanya diberikan setengah jam, padahal kita harus berdiri selama 12 jam terus kita juga tidak diberi alat pelindung telinga padahal kondisi pabrik sangat bising dan tidak adanya makanan tambahan atau suplemen untuk buruh. Poster tentang K3 hanya sebagai penghias aja Pak ?” Dari implementasi Promosi Kesehatan di tempat kerja dapat disimpulkan bahwa penyuluhan tentang Promosi Kesehatan seperti dampak pestisida, dampak serbuk kayu dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pernah dilakukan. Akan tetapi tidak ada upaya pengawasan melalui monitoring dan evaluasi dari Dinas terkait sehingga pola kerja lama yang tidak memperhatikan aspek kesehatan bisa dilakukan kembali. Kondisi seperti itu seharusnya tidak terjadi karena nantinya akan menghambat perwujudan perilaku sehat sehingga bisa berdampak negatif pada perwujudan perilaku sehat di tingkat rumah tangga. Apabila seorang Kepala Keluarga tidak mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan selama bekerja dan ketika kembali ke rumah tidak ada manfaat yang bisa diberikan atau di informasikan kepada isteri dan anak-anaknya, sehingga tidak ada pengaruh yang besar dari implementasi Promosi Kesehatan di tempat kerja terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga.
2. Implementasi di Institusi Pendidikan (Sekolah) Pada dasarnya kesehatan itu dibentuk dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan sehari-hari tersebut dihabiskan waktunya di dalam rumah (bagi keluarga), di sekolah (bagi anak sekolah) dan di tempat kerja (bagi orang dewasa). Perlu adanya upaya kesehatan sekolah. Upaya kesehatan sekolah merupakan kombinasi dari pendidikan dan kesehatan yang tujuannya untuk menumbuhkan dan membentuk perilaku hidup sehat di tingkat sekolah. Promosi Kesehatan di sekolah pada prinsipnya untuk menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu meningkatkan kesehatannya.
73
Dari 50 responden dalam hal ini adalah Kepala Keluarga (KK), ada 44 % atau 22 KK yang anggota keluarganya tidak bisa diwawancara dikarenakan anaknya sudah bekerja, tidak menamatkan sekolahnya dan memang tidak bersekolah karena faktor biaya. Sedangkan
56 % atau 28 KK yang bisa di
wawancara karena anaknya masih sekolah. Jumlah responden yang anaknya masih sekolah seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10 Komposisi Jumlah Tingkat Pendidikan Anggota Responden 9
7
12
SD
SLTP
SLTA
Sumber : Pengkaji, hasil wawancara, 2008. Dari hasil wawancara dengan responden dapat diinformasikan bahwa secara umum kondisi kebersihan lingkungan sekolah (SD, SLTP maupun SLTA) sudah baik. Hanya saja untuk tingkat SD masih ada beberapa keluhan dari responden bahwa kondisi kelas yang sangat berdebu dan banyak nyamuknya. Yang cukup membanggakan bahwa untuk tingkat SD, semua gurunya sangat aktif menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi para murid, seperti mengajari wajib cuci tangan sebelum makan, mengajari cara gosok gigi yang benar dan setiap seminggu sekali memeriksa kebersihan kuku, gigi, rambut, telinga dan hidung. Hal tersebut dikarenakan Guru SD yang ada di Desa Jebed Selatan sudah pernah diberikan pelatihan dari petugas Puskesmas Jebed tentang pendidikan kesehatan. Berkaitan dengan kondisi sebagian kelas yang lantainya tidak bertegel sehingga sangat berdebu, memang diakui oleh salah satu responden yang kebetulan mengajar di SD tersebut (ibu Rtn), seperti kutipan wawancara berikut ini : “Kami guru di SD X memang menyadari dan mengakui sebagian kondisi kelas sangat memprihatinkan, tetapi mau bagaimana lagi Pak ? Kita harus menunggu anggaran tahun 2009 untuk bisa merehab lantai tersebut untuk dikeramik. Oleh karena itu Kami bersepakat untuk memberikan pendidikan kesehatan dahulu agar para murid dapat
74
melakukannya di rumah atau bahkan bisa mengajari Bapak dan Ibunya hehehe.....” Kondisi sebaliknya dirasakan oleh responden yang menduduki tingkat SLTP dan SLTA. Menurut mereka pendidikan kesehatan sangat jarang diberikan oleh para Guru, seperti kutipan wawancara berikut ini dengan Sdr. Dd : “Di tempat saya sekolah (SMU X) memang tidak pernah ada guru yang memberikan arahan tentang kesehatan, palingan hanya guru BP yang selalu menegur apabila rambut saya sudah panjang dan menegur teman-teman yang ketahuan merokok tanpa memberikan pengetahuan tentang dampak dari merokok ? Kebetulan di sekolah ada UKS tapi fungsinya hanya untuk tempat membolos karena yang menjaga bukan guru BP dan tidak ada dokter jaga melainkan yang menjaga hanya seorang tenaga kontrak saja” Tanggapan dari Sdr. Dd. di atas sangat bertolak belakang dengan situasi yang dialami oleh Sdri. Stw yang sekolahnya (SLTA) termasuk sekolah unggulan di Kabupaten Pemalang yang mengatakan bahwa : “Kebetulan baru bulan lalu ada apel siaga anti narkoba dari Badan Narkotika Kabupaten, yang Inspektur Upacara adalah Bapak Wakil Bupati Kabupaten Pemalang selaku Ketua BNK Pemalang. Jadi tujuannya supaya anak sekolah jangan sampai menggunakan narkoba sekalipun hanya coba-coba karena nantinya akan berhadapan dengan hukum dan kematian. Setelah ada apel siaga tersebut di setiap kelas telah ditempel poster yang isinya bahaya narkoba dari jenisnya sampai akibatnya. Untuk UKS memang di jaga oleh dokter jaga tapi seminggu sekali pas hari Sabtu. Dokter jaga tersebut memang memberikan waktu untuk konseling tetapi waktunya sangat terbatas karena berbenturan dengan jam pelajaran. Selain itu yang sangat disesalkan ada beberapa Guru laki-laki tidak bisa dijadikan contoh karena merokok di depan murid-muridnya pada waktu mengajar” Menurut Pengkaji kondisi yang berbeda tersebut lebih disebabkan oleh status dan kualitas sekolah itu sendiri, yang satu sekolah swasta dan yang satunya sekolah negeri yang bertaraf Internasional. Tetapi semua dikembalikan oleh kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas yang wilayahnya mempunyai institusi pendidikan (sekolah). Seperti yang terjadi di Puskesmas X yang telah menempatkan dokter PTT di sekolah-sekolah yang masuk wilayah kerja secara bergantian.
75
Dari hasil wawancara terkait implementasi Promosi Kesehatan di sekolah, dapat disimpulkan bahwa sudah ada upaya dari petugas Puskesmas dalam memberikan pelatihan kepada Guru SD di Desa Jebed Selatan dalam menjalankan Promosi Kesehatan di sekolahnya masing-masing. Selain itu juga ada upaya dari Badan Narkotika Kabupaten Pemalang dengan memberikan penjelasan kepada anak sekolah tentang bahaya narkoba di sekolah. Hanya saja kegiatan tersebut belum bisa menjangkau sekolah (negeri dan swasta) di Kabupaten Pemalang secara keseluruhan. Karena Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam implementasi Promosi Kesehatan di sekolah, maka perlu ada komitmen dan motivasi dari Guru dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada muridmuridnya dan sekaligus menjadi perilaku contoh bagi murid-muridnya dalam hal kesehatan (seperti tidak merokok dan berpakaian bersih rapi).
3. Implementasi di Tempat Umum Secara umum yang dimaksud dengan tempat umum adalah tempat dimana orang-orang berkumpul pada waktu tertentu, seperti terminal, stasiun, pasar atau pusat perbelanjaan. Akan tetapi, untuk wilayah Desa Jebed Selatan tidak mempunyai fasilitas tempat umum tersebut, sehingga pertanyaan ditujukan ketika responden sedang memanfaatkan fasilitas tempat umum tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, hampir sebagian besar responden berpendapat negatif dengan kondisi tempat-tempat umum yang selama ini selalu dimanfaatkan. Responden merasa sangat tidak nyaman dengan kondisi tempat umum yang selama ini ada. Alasan yang selalu dikatakan responden adalah jorok, kotor dan bau apabila berada di pasar dan terminal. Responden juga berpendapat bagaimanapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar bisa membuat nyaman tempat tersebut tidak akan berhasil karena orang-orang yang berada di tempat tersebut tidak bisa mendukung, seperti kutipan wawancara dengan Pak Krt berikut ini : “Saya selalu berada di terminal apabila saya berangkat kerja, saya pribadi sebenarnya merasa tidak nyaman dengan kondisi terminal yang kotor apalagi kalo musim hujan. Sebenarnya percuma saja terminal itu dibuat nyaman karena orang-orang sekitar yang tidak mendukung.”
76
Apabila terminal dibandingkan dengan tempat perbelanjaan kondisinya sangat berbeda jauh. Tetapi masih tetap saja tempat umum tersebut belum bisa memberikan pengaruh yang besar dalam mewujudkan perilaku sehat. Sebagai contoh di tempat perbelanjaan yang ada di Kabupaten Pemalang tidak ada poster atau pamflet yang memberikan informasi tentang pendidikan kesehatan. Berikut kutipan tanggapan dari responden (Bpk. Znd) : “Boro-boro terminal atau pasar mas? di Moro aja gak ada poster yang memberikan informasi tentang kesehatan.” Melihat hasil wawancara diatas, Pengkaji menyimpulkan bahwa belum ada pengaruh yang besar dari implementasi Promosi Kesehatan dalam mewujudkan perilaku sehat bagi masyarakat disebabkan lingkungan sekitar belum bisa diajak partisipasi untuk mendukung terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. Hal tersebut dikarenakan belum ada upaya serius dalam mempromosikan hidup bersih dan sehat di tempat tersebut.
4. Implementasi di Institusi Kesehatan Promosi kesehatan bukan hanya diperlukan dalam pelayanan promotif dan preventif saja, melainkan diperlukan juga pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif seperti rumah sakit, Puskesmas dan praktek dokter. Perbedaannya hanya terletak pada sasarannya saja. Pada pelayanan promotif dan preventif sasarannya hanya orang sehat, maka pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif sasaran utamanya adalah orang sakit (pasien), orang yang sehat dan keluarga pasien. Dilihat dari faktor psikologis, orang yang sedang sakit dan keluarganya dalam kondisi yang tidak enak/ sakit, khawatir, cemas, bingung dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, mereka sangat memerlukan bantuan bukan saja pengobatan tetapi bantuan lain seperti informasi, nasihat, dan petunjuk dari petugas kesehatan (perawat, bidan dan dokter) berkaitan dengan masalah atau penyakit yang mereka alami. Dari hasil wawancara, hampir semua responden menanggapi positif implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter). Dalam kondisi sehat atau sakit, sebagai
77
pasien atau penjenguk, para responden merasa mendapatkan manfaat yang lebih dari informasi yang diberikan melalui tenaga kesehatan (perawat, bidan dan dokter) atau bahkan melalui poster kesehatan dan audio visual (cuplikan iklan kesehatan atau film kesehatan). Manfaat yang didapat adalah menjadi mengenal dan mengetahui penyakit mulai dari mengenal gejala, cara penularannya, pencegahannya sampai dengan pengobatannya. Permasalahan muncul karena ketidaknyamanan apabila masih ada orang yang merokok di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter) padahal sudah ada larangan dilarang merokok. Melihat tanggapan responden yang positif, Pengkaji menyimpulkan bahwa implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter) adalah yang paling efektif dalam memberikan informasi atau pengetahuan tentang kesehatan sehingga dapat mewujudkan perilaku hidup sehat bagi individu dan masyarakat. Jadi menurut Pengkaji, masyarakat harus diberikan shock therapy atau contoh terlebih dahulu sehingga masyarakat menjadi sadar. Seperti contoh jangan hanya diberikan penjelasan ataupun informasi melalui penyuluhan atau sosialisasi tetapi juga perlu diperlihatkan contohnya (orang yang sudah sakit).
5. Implementasi di Rumah Tangga Sebagaimana telah diketahui bahwa keluarga adalah tempat persemaian manusia sebagai anggota masyarakat, bila persemaian itu jelek maka akan berpengaruh pada masyarakat. Agar masing-masing keluarga menjadi tempat yang kondusif untuk menumbuhkan perilaku sehat maka peran Promosi Kesehatan sangat dibutuhkan. Di dalam keluarga peran seorang ibu rumah tangga dalam meletakkan dasar perilaku sehat pada anak sangat penting. Oleh karena itu, sangat efektif apabila petugas Puskesmas atau bidan desa memberikan penyuluhan kepada ibu rumah tangga tentang pendidikan kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara yang pertanyaannya ditujukan ke ibu rumah tangga, diperoleh informasi bahwa penyuluhan tentang pendidikan kesehatan sudah pernah didapat dalam berbagai acara mulai dari Posyandu, arisan PKK sampai dengan acara pengajian. Dalam acara tersebut pendidikan kesehatan
78
memang sengaja diberikan kepada ibu rumah tangga dengan tujuan supaya ibuibu rumah tangga dapat mempraktekkannya sendiri di rumah. Permasalahan muncul ketika sudah berada di lingkungan rumah, dengan kegiatan rutinitas ibu rumah tangga yang banyak mulai dari mengurus anak, suami sampai mengurus rumah menjadikan informasi kesehatan yang diperoleh terabaikan dengan sendirinya. Alasan kenapa ibu rumah tangga belum bisa mempraktekkan perilaku hidup sehat karena terbentur dengan rutinitas di rumah yang sudah terlalu banyak bahkan ada ibu rumah tangga harus membantu suaminya di sawah. Alasan tersebut hampir 80 % dijawab oleh responden dan sisanya menjawab supaya ada pemantauan dari petugas kesehatan, bidan atau kader kesehatan. Permintaan dilakukannya pemantauan karena belum pernah ada petugas Puskesmas yang memantau langsung kegiatan di rumah dan mereka berharap bukan hanya melihat dan mendengar saja tetapi mereka ingin mempraktekkan perilaku hidup sehat dengan adanya pendamping, seperti kutipan wawancara yang memberikan alasan dan latar belakang pekerjaan suami yang berbeda, berikut ini : Kutipan wawancara dari Ibu Rtnh. yang suaminya bekerja sebagai petani : “Penyuluhan kados niku sering kulo rungoake, tapi kulo mpun katah kegiatan kulo ngurus keluarga dereng mbantu teng saben, dados bingung bade nglakokake” (“Penyuluhan seperti itu sering saya dengarkan, tetapi saya sudah banyak kegiatan untuk mengurus keluarga belum membantu di sawah, jadi bingung untuk melakukannya”) Kutipan wawancara dari Ibu Wj. yang suaminya bekerja sebagai buruh kayu : “Saya memang sibuk mengurus keluarga, tetapi saya ingin mempraktekkan perilaku hidup sehat itu bingung, bingungnya karena saya harus mulai dari mana ? Saya pribadi berharap selalu ada pemantauan atau pendamping agar bisa lebih mengarahkan. Karena setelah adanya pemberian informasi baru, dari petugas Puskesmas sendiri tidak ada tindak lanjutnya dengan cara memantau kerumahrumah. Mungkin kalo langsung di datangi kita akan senang dan juga malu kalo belum dipraktekkan” Kutipan wawancara dengan Ibu Ndrh. yang pekerjaannya sama dengan suaminya sebagai buruh pabrik : “Saya sudah pernah mendapatkan informasi tersebut tapi kalo melihat kondisi keluarga saya, bagaimana saya dapat mempraktekkan perilaku hidup sehat dan bagaimana saya mengajarkan ke anak-anak saya.
79
Sepulang dari kerja saya pasti capek begitu pula suami saya dan bahkan ketika saya pulang anak-anak sudah berangkat sekolah. Pokoknya susah dan saya berharap ada cara lain mungkin Bapak bisa memberikan solusinya hehe...” Dari hasil wawancara yang ditujukan ke ibu-ibu rumah tangga dapat diambil kesimpulan bahwa secara keseluruhan upaya yang dilakukan oleh petugas Puskesmas, bidan desa dan kader kesehatan sudah dapat memunculkan semangat ibu-ibu rumah tangga untuk mempraktekkan perilaku hidup sehat. Hanya saja permasalahan muncul disebabkan oleh kegiatan rutinitas rumah tangga dan pekerjaan yang sudah begitu padat. Harapan mayoritas ibu-ibu rumah tangga supaya adanya kunjungan rutin dari petugas Puskesmas atau kader kesehatan ke setiap rumah.
6.3 Tahap Output Setelah menggali informasi dari pelaksana program dan dari responden terkait implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan pada tahap proses. Langkah selanjutnya pada tahap ini adalah mengidentifikasi sikap dan perilaku kesehatan dari petugas Puskesmas dan dari masyarakat Desa Jebed Selatan dalam implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan.
6.3.1 Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jebed Selatan Berdasarkan Tanggapan dari Petugas Puskesmas Jebed Masalah yang berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku masyarakat Desa Jebed Selatan selama implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan, antara lain : I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah) Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Sikap pasrah (nrimo) dengan kondisi sarana dan prasarana sekolah. b. Tidak adanya motivasi dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki kondisi tersebut.
80
II. Implementasi pada Institusi Kesehatan Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu dalam membawa anaknya ke Posyandu. III. Implementasi pada Tempat Kerja Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : Masih rendah Tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan IV. Implementasi pada Rumah Tangga Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan (SLTP ke bawah sebesar 58,5 %) b. Rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah c. Jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sehingga tidak bisa menjangkau semua rumah penduduk. d. Minimnya dana operasional sehingga berpengaruh pada pelaksanaannya.
Selain masalah diatas, masalah sarana dan prasarana juga menjadi hambatan masyarakat Desa Jebed Selatan dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang mendukung terwujudnya perilaku sehat.
6.3.2 Sikap dan Perilaku Petugas Puskesmas Jebed Selatan Berdasarkan Tanggapan dari Masyarakat Desa Jebed Masalah yang berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku dari Petugas Puskesmas selama implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan, antara lain : I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah) Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas dalam memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup sehat di sekolah. II. Implementasi pada Institusi Kesehatan Bahwa implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter) adalah yang paling
81
efektif dalam memberikan informasi atau pengetahuan tentang kesehatan sehingga dapat mewujudkan perilaku hidup sehat bagi individu dan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah dalam implementasi Promosi Kesehatan pada institusi kesehatan. III. Implementasi pada Rumah Tangga Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga. IV. Implementasi pada Tempat Kerja Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan kepada para petani terkait dampak pestisida. b. Belum adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan) setelah memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) kepada karyawan dan pengusaha di tempat kerja mereka. V. Implementasi pada Tempat Umum Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : 1. Belum ada upaya serius dari Dinas terkait dalam mempromosikan hidup bersih dan sehat ditempat tersebut.
VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri sesuai dengan kondisi setempat. Sesuai dengan kondisi setempat, dapat dijabarkan bahwa implementasi program promosi Kesehatan harus sesuai dengan karakteristik masyarakat Desa Jebed Selatan. Dari hasil evaluasi implementasi strategi promosi kesehatan di Desa Jebed Selatan, secara garis besar masalah muncul pada PHBS tingkat rumah tangga yaitu masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Berdasarkan masalah tersebut maka Pengkaji mengambil kesimpulan bahwa ada masalah dalam implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan. Setelah dilakuakn evaluasi masalah yang muncul pada implementasi Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan, antara lain : a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan. b. Masih rendah Tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan c. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan d. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas e. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga f. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau sosialisasi.
Berpedoman dari masalah tersebut, maka perlu dilakukan perumusan Strategi dan Program Promosi Kesehatan yang sesuai dengan kondisi atau masalah di masyarakat Desa Jebed Selatan melalui forum FGD. Dalam forum FGD (focus group discussion) tersebut dilakukan proses perencanaan promosi kesehatan dengan mengikutsertakan stakeholders yang ada di Desa Jebed Selatan. Forum tersebut dihadiri oleh stakeholders tingkat desa,
83
seperti perwakilan masyarakat Desa Jebed Selatan (tokoh masyarakat dan tokoh agama), bidan desa (Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang) dan kader kesehatan. Dalam forum tersebut, setelah Pengkaji memaparkan hasil evaluasi dan identifikasi masalah di Desa Jebed Selatan kemudian Pengkaji tawarkan ke peserta forum untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh prioritas masalah perencanaan promosi kesehatan.
7.1 Perencanaan Promosi Kesehatan. Perencanaan Promosi Kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan (Notoatmodjo 2005). Oleh sebab itu, dalam membuat perencanaan promosi kesehatan, keterlibatan dan peran serta peserta FGD sangat dibutuhkan
dengan
tujuan
supaya
menghasilkan
program
yang
dapat
mengintervensi masalah kesehatan yang sesuai dengan kondisi yang ada, sesuai kebutuhan masyarakat, efektif dalam biaya (cost effective) dan berkesinambungan (sustainable). Di samping itu, dengan melibatkan peserta FGD maka akan menciptakan rasa memiliki sehingga timbul rasa tanggung jawab dan komitmen. Hasil dari Pengkajian PHBS tingkat rumah tangga pada Peta Sosial dan evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat kemudian dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun Perencanaan Promosi Kesehatan yang menggunakan kerangka kerja
PRECEDE – PROCEED
(PRECEDE – PROCEED Framework) Kerangka kerja PRECEDE – PROCEED adalah pendekatan yang digunakan untuk kegiatan Perencanaan Promosi Kesehatan yang mengarah pada perubahan perilaku baik individu, keluarga dan masyarakat. Pada kerangka PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evaluation) digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program. Kerangka PRECEDE terdiri dari lima fase, yaitu : 1. Fase 1 adalah Diagnosis Sosial 2. Fase 2 adalah Diagnosis Epidemiologis 3. Fase 3 adalah Diagnosis Perilaku dan Lingkungan 4. Fase 4 adalah Diagnosis Pendidikan dan Organisasi
84
5. Fase 5 adalah Diagnosis Administrasi dan Kebijakan. Sedangkan kerangka PROCEED terdiri dari empat fase, yaitu : 1. Fase 6 adalah Implementasi 2. Fase 7 adalah Proses Evaluasi 3. Fase 8 adalah Dampak dari Evaluasi 4. Fase 9 adalah Evaluasi Outcome Dalam kondisi ini kerangka PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmental Development) digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan serta implementasi dan evaluasi Kerangka kerja tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11 Kerangka PRECEDE – PROCEED PRECEDE
Fase 5 Diagnosis Kebijakan & Administrasi
Promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan
Fase 4 Diagnosis Pendidikan & Organisasi
Fase 3 Diagnosis Perilaku & Lingkungan
Fase 2 Diagnosis Epidemiologis
Predisposing factors
Reinforcing factors
Perilaku & Gaya Hidup Sehat
Kebijakan Peraturan Organisasi
Fase 6 Implementasi
PROCEED
Sumber : Notoatmodjo 2005
Fase 1 Diagnosis Sosial
Enabling factors
Fase 7 Proses Evaluasi
Kualitas Hidup
Lingkungan
Fase 8 Evaluasi Dampak
Fase 9 Evaluasi Outcome
85
7.1.1
Fase Diagnosis Sosial (Social Need Assessment) Diagnosis sosial pada fase ini adalah proses mendapatkan karakteristik
masyarakat, persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya atau terhadap kualitas hidupnya. Aspirasi masyarakat sangat dibutuhkan sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga melalui aspirasi tersebut dapat terwujud partisipasi masyarakat. Pada fase diagnosis sosial ini akan merujuk dari hasil PL I yaitu Pemetaan Sosial untuk mendapatkan karakteristik masyarakat Desa Jebed Selatan.
Tabel 10 Karakteristik Masyarakat Desa Jebed Selatan No. 1
Jenis Perekonomian
Karakteristik
Data Pendukung
Sektor Pertanian
Ketersediaan lahan mencapai 73,51 % dari luas wilayah desa. 2 Mata Pencaharian Mayoritas Petani 55,98 % atau 1260 jiwa dari 2251 dan Buruh Tani jiwa mata pencaharian sebagai (homogen) petani (456 jiwa) dan buruh tani (804 jiwa). Jumlah penduduk tamat SLTP ke 3 Tingkat Masih rendah Pendidikan (mayoritas SLTP ke bawah sebesar 58,5 % (1626 jiwa tamat SLTP dan 325 jiwa tamat SD). bawah) 4 Agama Islam 6909 jiwa (99,78 %) dari 6924 jiwa dan banyaknya organisasi lokal (majelis ta’lim/ kelompok pengajian/ yasinan, Ikatan Pemuda Masjid dan perkumpulan kematian) 5 Kepercayaan Masih percaya Masyarakat masih mempercayai adanya “mitos” adanya “mitos” tentang kesehatan terutama “mitos ibu hamil” Hasil dari Pengkajian PHBS tingkat 6 Kesehatan Rendahnya rumah tangga Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan rendahnya perhatian kepada lansia Sumber : Data Pemetaan Sosial Desa Jebed Selatan, tahun 2006. Berdasarkan hasil diagnosis karakteristik masyarakat Desa Jebed Selatan diatas, dapat di simpulkan bahwa kepercayaan terhadap “mitos” masih sangat kental di masyarakat Desa Jebed Selatan. Adanya “mitos” tersebut sangat didukung dengan tingkat pendidikan yang masih tergolong rendah. “Mitos”
86
tersebut sangat berdampak pada kesehatan terutama Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Di kalangan masyarakat yang masih mempercayai adanya “mitos ibu hamil”, seperti ibu hamil tidak boleh keluar rumah karena takut kandungannya diganggu oleh mahluk halus sampai dengan “mitos makan berpantang”, yaitu ibu hamil tidak boleh mengkonsumsi ikan cumi karena takut apabila kulit anaknya hitam padahal kandungan protein dari ikan cumi sangat tinggi yang dibutuhkan untuk perkembangan janin. Contoh “mitos ibu hamil” tersebut ternyata menghambat pengetahuan dan perilaku ibu hamil terhadap kesehatan, seperti memeriksakan kehamilannya dan melakukan persalinan oleh tenaga kesehatan. Dilihat dari mata pencahariannya, masyarakat Desa Jebed Selatan tergolong masyarakat petani dan buruh tani. Karena pendapatan yang tergolong rendah dan belum ada penyuluhan tentang kesehatan kerja bagi petani dan buruh tani, sehingga membuat kebutuhan akan kesehatan belum menjadi prioritas bagi keluarga mereka. Mereka juga berpendapat bahwa untuk mendapatkan akses kesehatan harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Kondisi tersebut sangat dirasakan ibu hamil yang kepala keluarganya bekerja sebagai buruh tani, sehingga tidak ada jalan lain untuk memeriksakan dan melakukan persalinan oleh dukun bayi. Dari diagnosis diatas, peserta FGD menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan masih rendah yang mengakibatkan masyarakat belum mempercayakan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatannya. Dari sikap dan perilaku masyarakat tersebut, belum bisa mencerminkan
perilaku
sehat.
Berdasarkan
data
diatas,
peserta
FGD
menyimpulkan bahwa kebutuhan yang sangat mendasar di masyarakat Desa Jebed Selatan adalah Pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Dengan memperoleh pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) diharapkan masyarakat dapat merubah pola pikirnya dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat. Dengan mempunyai pola pikir paradigma sehat, maka masyarakat dapat mencegah (preventif) terjadinya penyakit dan dapat meningkatkan kesehatannya secara mandiri tanpa harus mengeluarkan biaya yang banyak. Jadi dengan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan maka dengan sendirinya sikap dan perilaku masyarakat akan lebih responsif terhadap kesehatan sehingga
87
kualitas hidup individu, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan terutama di tingkat rumah tangga.
7.1.2
Fase Diagnosis Epidemiologi Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
kualitas hidup seseorang dan berdampak positif maupun negatif. Fokus pada fase ini adalah mencari faktor kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup individu, keluarga dan masyarakat. Pada kajian ini yang mendapatkan dampak dari masalah tersebut adalah anggota keluarga pada tingkat rumah tangga. Pada Tabel 11 telah ditunjukkan diagnosis masalah (hasil Peta Sosial), penyebab masalah (hasil evaluasi strategi Promosi Kesehatan) dan kelompok yang terkena masalah (tanggapan peserta FGD)
Tabel 11 Diagnosis Epidemiologi Promosi Kesehatan
No. 1
Masalah (Hasil Peta Sosial)
Kelompok yang terkena masalah (Tanggapan peserta FGD)
Faktor Penyebab (Hasil Evaluasi Strategi Promosi Kesehatan)
Kesehatan Ibu dan 1. Masih rendahnya tingkat Anak (KIA) kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan. 2. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan. 3. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas 4. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga 5. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau sosialisasi.
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008.
1. 2. 3. 4. 5.
Ibu Rumah Tangga Ibu Hamil Bayi Balita Anak
88
7.1.3
Fase Diagnosis Perilaku dan Lingkungan Pada fase ini tujuannya adalah mendiagnosis faktor perilaku dan faktor
lingkungan (fisik dan sosial) dari diagnosis epidemiologi (Tabel 11). Berdasarkan pendapat dari peserta FGD dapat diidentifikasi, sebagai berikut : 1. Faktor Perilaku : a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan. b. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas c. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga d. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau sosialisasi 2. Faktor Lingkungan : Minimnya sarana dan prasarana kesehatan
Kemudian dari hasil diagnosis faktor perilaku dan faktor lingkungan tersebut, langkah selanjutnya adalah dari kedua faktor tersebut dibuat urutan berdasarkan rangking kemungkinan untuk diubah. Urutan rangking tersebut sebagai berikut : 1. Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 2. Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung jawab. 3. Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas 4. Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan
Dari urutan rangking diatas, kemudian peserta FGD menetapkan sasaran untuk rancangan Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut : Sasaran Primer
: Ibu rumah tangga
Sasaran Sekunder : Anggota Keluarga (Ayah dan Anak) Sasaran Tersier
: Petugas Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan
89
Selanjutnya peserta FGD merancang tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai dalam Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 2. Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan.
7.1.4
Fase Diagnosis Pendidikan dan Organisasional Pada fase ini merujuk pada faktor pemudah (predisposing factors), faktor
pemungkin (enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors). Berdasarkan hasil analisis faktor pemudah (predisposing factors) dapat ditetapkan tujuan pembelajaran/ pendidikan yang ingin dicapai, sebagai berikut : 1. Peningkatan pengetahuan anggota keluarga tentang hidup sehat terutama Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 2. Anggota keluarga dapat mempraktekkan dan membudayakan hidup sehat.
Berdasarkan hasil analisis faktor pemungkin dan faktor penguat dapat ditetapkan tujuan organisasional yang akan dicapai melalui upaya pengembangan organisasi dan sumber daya, yaitu : 1. Meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas Puskesmas, bidan desa dan kader kesehatan tentang pelatihan partisipatif. 2. Melakukan advokasi kepada pengambil kebijakan agar dapat mengeluarkan kebijakan
yang
responsif
terhadap
kesehatan
terutama
terhadap
pengembangan PHBS tingkat rumah tangga.
7.1.5
Fase Diagnosis Administratif dan Kebijakan Pada fase ini dilakukan analisis terhadap kebijakan, sumber daya dan
peraturan yang berlaku yang nantinya dapat memfasilitasi atau menghambat pelaksanaan Program Promosi Kesehatan. Pada diagnosis administratif dilakukan penilaian, sebagai berikut : 1. Sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan Program Promosi Kesehatan adalah Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tenaga Kesehatan Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader Kesehatan/ Ibu-ibu TP-PKK, tetapi yang
90
lebih penting adalah orang yang mempunyai komitmen untuk membuat Desa Jebed Selatan menjadi Desa Sehat. 2. Hambatan dari pelaksana program adalah komitmen mereka terhadap keberlangsungan program dan hambatan dari masyarakat adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah. Pada diagnosis kebijakan yang dilakukan adalah mengidentifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program. Dalam mewujudkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat di masyarakat telah diatur oleh kebijakan Menteri Kesehatan RI dalam bentuk Keputusan Menteri, yaitu : 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1193/ MENKES/ SK/ X/ 2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan 2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/ MENKES/ SK/ VIII/ 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/ MENKES / SK/ X/ 2004 tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010 (PHBS 2010) 4. Kebijakan “Kabupaten Pemalang Sehat 2010” Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) telah didukung oleh Keputusan Menteri dan pemerintah daerah. Tetapi dalam pelaksanaan di daerah belum mendapatkan dukungan penuh dari kalangan legislatif dan eksikutif Kabupaten Pemalang berupa Peraturan Daerah.
7.2 Rancangan Strategi dan Program Promosi Kesehatan. Setelah mendiagnosis kerangka PRECEDE, langkah selanjutnya peserta FGD mulai merancang Strategi dan Program Promosi Kesehatan. Dari hasil diagnosis faktor perilaku dan faktor lingkungan telah didapat urutan masalah sebagai berikut : 1. Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 2. Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung jawab. 3. Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas
91
4. Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan.
Tujuan dari Program Promosi Kesehatan, sebagai berikut : 1. Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 2. Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan.
Untuk menunjang intervensi prioritas masalah diatas, diusulkan dua Strategi dan Program Promosi Kesehatan, antara lain : 1. Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dengan Program Pelatihan Partisipatif. 2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pendidikan Kesehatan Terpadu. Untuk lebih jelasnya kerangka logis Strategi dan Program Pemberdayaan Masyarakat seperti ditunjukkan pada Tabel 12.
92
Tabel 12 Kerangka Kerja Logis Strategi dan Program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan No.
Strategi dan Program
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Lokasi Kegiatan
Pihak Terkait
Sumber Dana
Jadwal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dalam Program Pelatihan Partisipatif
1. Pelatihan Partisipatif bagi Tenaga Kesehatan, Bidan desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Kader Kesehatan/ ibu-ibu TPPKK
1. Meningkatkan ketrampilan dalam Pemberdayaan Masyarakat
2
Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Pendidikan Kesehatan Terpadu
1. Revitalisasi Posyandu 2. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berbasis Kesehatan 3. Pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak.
1. Kader Kesehatan 1. Menghidupkan lagi dan anggota TPfungsi Posyandu yang PKK Desa Jebed sesungguhnya (5 meja) Selatan 2. Memberikan pengetahuan anak-anak 2. Anak-anak di tentang kesehatan bawah lima tahun dengan metode (terutama bagi bermain. keluarga miskin) 3. Memberikan 3. Ibu Rumah Tangga. pengetahuan kepada Ibu rumah tangga tentang arti penting Kesehatan Ibu dan Anak.
Sumber : Hasil Forum FGD, 2007
1. Tenaga Puskesmas 2. Bidan desa 3. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama 4. Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK
Balai Desa 1. Dinas Kesehatan Jebed Selatan Kabupaten Pemalang 2. Unsur Akademisi (Universitas)
APBD Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2008-2009
Balai Desa 1. Dinas Kesehatan 1. APBD Jebed Selatan Kabupaten Kabupaten Pemalang Pemalang 2. Penyuluh Tahun Lapangan Anggaran Keluarga 2008-2009 Berencana 2. Swadaya (PLKB) 3. Tokoh masyarakat dan tokoh agama 4. Kader kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK 5. LSM yang concern terhadap kesehatan
Awal bulan Juli tahun 2008 – Akhir bulan Juni tahun 2009
Awal bulan Juli tahun 2008 – Akhir bulan Juni tahun 2009
93
7.2.1 Program Pelatihan Partisipatif 1. Latar Belakang Program Upaya ini lebih ditujukan kepada pelaksana program seperti Tenaga Kesehatan (Puskesmas), Bidan desa, Tokoh Masyarakat Tokoh Agama, dan Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK agar lebih terampil. 2. Kegiatan program. Pelatihan Partisipatif bagi Tenaga Kesehatan, Bidan desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK 3. Sasaran : Tenaga Kesehatan (Puskesmas), Bidan desa, Tokoh Masyarakat Tokoh Agama, dan Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK 4. Pihak Terkait/ Penanggung Jawab : a) Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang b) Unsur Akademisi (Universitas) 5. Lokasi Kegiatan : Desa Jebed Selatan 6. Waktu : awal bulan Juli tahun 2008 – akhir bulan Juni tahun 2009. 7. Sumber Dana : APBD Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2008-2009 8. Tujuan : meningkatkan ketrampilan pelaksana program dalam melaksanakan Pemberdayaan Masyarakat Strategi dan Program Promosi Kesehatan tersebut tidak berhenti pada peningkatan strata PHBS tingkat rumah tangga saja akan tetapi tetap diupayakan untuk mengintervensi implementasi Promosi Kesehatan di kelima tempat (institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat kerja, rumah tangga dan tempat umum) di Desa Jebed Selatan.
7.2.2 Program Pendidikan Kesehatan Terpadu 1. Latar Belakang Program Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dikerjakan/ dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Oleh karena itu, hakekat Promosi Kesehatan ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri sesuai dengan sosial budaya setempat. Dari hakekat tersebut, individu dan masyarakat
94
bukanlah objek yang pasif (sasaran), melainkan sebagai subjek (pelaku), sehingga dalam proses pembelajaran tersebut peran pendidikan kesehatan sangat tepat. Pendidikan Kesehatan merupakan bentuk upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku individu dan masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar individu dan masyarakat menyadari dan mengetahui
bagaimana
cara
memelihara
kesehatan
mereka,
bagaimana
menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka. Sehingga tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat. 2. Kegiatan program. Kegiatan dalam Program Kesehatan Terpadu, antara lain : a) Posyandu Walaupun kegiatan ini sudah ada sebelumnya akan tetapi kegiatannya terkesan seadanya dan fungsi dari meja kelima tidak ada (tidak berfungsi). Oleh karena itu dengan adanya revitalisasi dalam program dengan tujuan kelima meja tersebut dapat berfungsi kembali. b) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Berbasis Kesehatan Dalam forum FGD, peserta sangat mengharapkan apabila generasi muda dalam hal ini adalah anak-anak yang masih kecil dari awal sudah diberikan pembelajaran tentang kesehatan agar kelak dewasa anak tersebut mampu mempraktekkan hasil pembelajaran tersebut. Mengakomodir keinginan tersebut, kemudian diusulkan kegiatan PAUD yang berbasis kesehatan. Konsepnya tetap tempat bermain hanya saja lebih banyak memberikan informasi tentang kesehatan. Tujuannya adalah memberikan pengetahuan anak-anak tentang kesehatan dengan metode bermain. c) Pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Perlunya kegiatan didasari oleh kondisi nyata masyarakat Desa Jebed Selatan dalam memberikan ASI Eksklusif bagi anaknya dan pemberian asupan makanan yang bergizi (4 sehat 5 sempurna0 bagi anaknya sangat rendah. Oleh karena itu perlunya memberikan kesadaran ibu rumah tangga melalui pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tentang arti penting ASI Eksklusif dan gizi bagi anaknya.
95
3. Pihak Terkait/ Penanggung Jawab : a) Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang b) Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) c) Tokoh masyarakat dan tokoh agama d) Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK e) LSM yang concern terhadap kesehatan 4. Lokasi Kegiatan : Balai Desa Jebed Selatan 5. Waktu : awal bulan Juli tahun 2008 – akhir bulan Juni tahun 2009. 6. Sumber Dana : Dana APBD Kabupaten Pemalang tahun anggaran 2008-2009 dan swadaya.
VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan Dalam mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan yang dijalankan di Desa Jebed Selatan menggunakan pemikiran Green. Berikut hasil evaluasi Strategi Promosi Kesehatan . I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah) Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Sikap pasrah (nrimo) dengan kondisi sarana dan prasarana sekolah. b. Tidak adanya motivasi dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki kondisi tersebut. c. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas dalam memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup sehat di sekolah II. Implementasi pada Institusi Kesehatan Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu dalam membawa anaknya ke Posyandu. III. Implementasi pada Tempat Kerja Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Masih rendah Tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan. b. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga. c. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan kepada para petani terkait dampak pestisida. d. Belum adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan) setelah memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) kepada karyawan dan pengusaha di tempat kerja mereka.
97
IV. Implementasi pada Rumah Tangga Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan (SLTP ke bawah sebesar 58,5 %) b. Rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah c. Jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sehingga tidak bisa menjangkau semua rumah penduduk. d. Minimnya dana operasional sehingga berpengaruh pada pelaksanaannya. V. Implementasi pada Tempat Umum Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi : a. Belum ada upaya serius dari Dinas terkait dalam mempromosikan hidup bersih dan sehat ditempat tersebut. Masalah yang telah teridentifikasi antara lain : a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan. b. Masih rendah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan c. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan d. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas e. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga f. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau masalah sosialisasi.
Berpedoman hasil evaluasi tersebut, maka perlu adanya perumusan Strategi dan Program Promosi Kesehatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Desa Jebed Selatan melalui forum FGD. Dalam forum FGD tersebut telah dirumuskan prioritas masalah antara lain : 1. Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
98
2. Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung jawab. 3. Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas 4. Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan
Dari prioritas masalah tersebut, kemudian peserta FGD menetapkan sasaran untuk rancangan Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut : Sasaran Primer
: Ibu rumah tangga
Sasaran Sekunder : Anggota Keluarga (Ayah dan Anak) Sasaran Tersier
: Petugas Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan
Selanjutnya peserta FGD merancang tujuan dari Program Promosi Kesehatan, sebagai berikut : 1. Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 2. Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan.
Untuk menunjang intervensi prioritas masalah diatas, diusulkan dua Strategi dan Program Promosi Kesehatan, antara lain : 1. Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dengan Program Pelatihan Partisipatif. 2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pendidikan Kesehatan Terpadu.
8.2 Rekomendasi 8.2.1 Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang Berdasarkan kesimpulan tersebut maka kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang perlu tetap melanjutkan kebijakan yang sudah berjalan yaitu dengan memberikan prioritas pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat kaitannya dengan budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Selain itu, ke depan untuk mengimplementasikan program Promosi Kesehatan harus disesuaikan dengan masalah atau kondisi yang ada di daerah sehingga strategi Promosi Kesehatan bisa tepat sasaran untuk mengintervensi masalah atau kondisi daerah tersebut. Tetap membina komunikasi yang baik dan memberikan informasi yang bermanfaat
99
kepada masyarakat melalui kunjungan dari rumah ke rumah yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan Puskesmas sekaligus mengkampanyekan budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di tingkat rumah tangga. Informasi budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bisa disampaikan melalui media elektronik (RSPD Suara Widuri dan Radio swasta), media cetak (koran lokal seperti Radar Tegal atau Suara Merdeka) maupun melalui spanduk dan pamflet. 8.2.2 Pelaksana Program Promosi Kesehatan (Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tenaga Kesehatan Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan/ Ibu-Ibu TP-PKK) Kepada pelaksana Program Promosi Kesehatan perlu menumbuhkan komitmen dalam mewujudkan suasana yang kondusif terhadap kesehatan sehingga keberlanjutan Program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan tetap terjaga. Pelaksana Program Promosi Kesehatan juga perlu melakukan pendekatan personal dengan cara berkunjung ke rumah atau jemput bola dalam mengkampanyekan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di masyarakat Desa Jebed Selatan.
100
DAFTAR PUSTAKA BUKU – BUKU
Departemen Kesehatan RI. 1999. Indonesia Sehat 2010, Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, 2006. Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga di Kabupaten Pemalang. Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, 2006. Profil Kesehatan Kabupaten Pemalang. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2003. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006. Pedoman Program Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. DuBois, Brenda dan Karla Krogsrud Miley. 2005 (edisi ke-5), Social Work: An Empowering profession, Boston: Pearson Febri Djatmiko, 2006. Evaluasi Pengembangan Masyarakat. Praktek Lapangan II di Desa Jebed Selatan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang Febri Djatmiko, 2006. Pemetaan Sosial. Praktek Lapangan I di Desa Jebed Selatan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang Green, Lawrence, 1980. Health Education : A Diagnosis Approach, The Jhon Hopkins University, Mayfield Publishing Co. Gunardi, Sarwititi S. Agung, Ninuk Purnaningsih dan Djuara P. Lubis, 2006. Pengantar Pengembangan Masyarakat. MPPM IPB Bogor. Hasibuan, Hubban, 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tingkat rumah tangga di Lokasi Proyek KKG Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2004. (Tesis) Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Magister Administrasi Kebijakan Kesehatan. Universitas Sumatera Utara, Ife, J.W. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analysis and Practice. Longman. Australia.
101
Kecamatan Taman Dalam Angka, 2006. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Levy, Paul S.,1999. Sampling of Population (Methods and Applications). John Wiley & Sons, Inc. USA Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi, Jakarta. PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta. PT. Rineka Cipta. Patton, Michael Quinn, 1987. Qualitative Evaluation Methods, Sage Publications, Beverly Hills Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2005. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. Said Rusli, Ekawati Sri Wahyuni, Melani A. Sunito, 2006. Kependudukan. MPPM IPB Bogor Singarimbun, M. dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta, LP3ES. Sitorus & Agusta. 2006. Metodologi Kajian Komunitas, Bogor. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung. Alfabeta. Suharsimi Arikunto, 1983, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Bina Aksara, Sulistiyani, Ambar Teguh, 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta, Gava Media. Sumardjo
dan
Saharudin,
2006.
Metode-Metode
Partisipatif
dalam
Pengembangan Masyarakat. MPPM IPB Bogor. Suharto, Edi (2005a), Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta Suharto, Edi (2005b) (Cetakan 1), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung Refika Aditama
102
Suharto Edi, 2006 (Cetakan 2) Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung, PT Refika Aditama. The Jakarta Declaration on Health Promotion Into 21st Century, The 4th International Conference on Health Promotion, Jakarta, 1997. Titik Sumarti dan Yusman Syaukat, 2006. Analisis Ekonomi Lokal. MPPM IPB Bogor. Yin, Robert, K. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta -----------,2006. Daftar Isian Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa, Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. -----------,2006. Daftar Isian Potensi Desa, Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. -----------,2006. Data Penduduk/ Angkatan Kerja/ Pengangguran, Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. -----------,2006. Laporan Monografi, Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.
UNDANG – UNDANG
Undang – Undang Dasar 1945 Amandemen Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/ MENKES/ SK/ VIII/ 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/ MENKES/ SK/ VIII/ 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1193/ MENKES/ SK/ X/ 2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1457/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/ MENKES / SK/ X/ 2004 tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010 (PHBS 2010)
103
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 71/ Tahun 2004, tanggal 23 Desember 2004 tentang Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten Pemalang Tahun 2006.
WEB SITE
www.kompas.co.id / diakses tanggal 3 September 2007 www.koalisi.org / diakses tanggal 11 Maret 2008 www.depkes.go.id, Profil Kesehatan Indonesia, 2005/ diakses tanggal 16 Januari 2008 www.kontan-online.com/ diakses tanggal 20 Januari 2008 http://web.worldbank.org/ diakses tanggal 20 Januari 2008
MAJALAH Media Informasi Kesehatan, 2007/ terbit Vol.1, No.17, November 2007
104
105
Lampiran 2
INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM (DINAS KESEHATAN KABUPATEN ) Nama
:
NIP
:
Jabatan
:
Instansi
:
1. Apa yang dimaksud dengan Promosi Kesehatan dan PHBS ? 2. Apakah ada keterkaitan/ hubungan antara Promosi Kesehatan dengan PHBS ? 3. Apakah Promosi Kesehatan dan PHBS merupakan kebijakan dari Pusat ? 4. Dalam mengimplementasikan Promosi Kesehatan, apa saja yang dilakukan oleh DKK ? 5. Sudah sampai mana implementasinya ? 6. Apakah ada strategi atau cara yang khusus dalam mengimplementasikannya ? 7. Apa indikator keberhasilan dari program Promosi Kesehatan ? 8. Apa indikator keberhasilan dari PHBS sendiri ? 9. Apakah DKK dalam mengimplementasikan program Promosi Kesehatan dan PHBS memiliki kendala atau hambatan ? 10. Intervensi apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan atau kendala tersebut ? 11. Apakah dalam mengimplementasikan program Promosi Kesehatan dan PHBS harus mempunyai kemampuan dan keahlian yang khusus ? 12. Dalam mengimplementasikan program Promosi Kesehatan dan PHBS didukung oleh Pemerintah Kabupaten Pemalang ? Apabila didukung, dukungannya dalam bentuk apa ? 13. Selain DKK, Apakah ada yang peduli akan program Promosi Kesehatan dan PHBS ? 14. Apakah dari DPRD (legislatif) dan Pemkab (eksikutif) mendukung adanya program ini ? Apabila ada, dukungannya dalam bentuk apa ?
106 Lampiran 3 INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM (BIDAN DESA)
Nama
:
Jabatan
:
Instansi
:
1. Apakah program Promosi Kesehatan sudah diimplementasikan di Desa Jebed Selatan ? 2. Siapa yang mengimplementasikan program tersebut ? 3. Apakah ketiga strategi Promosi Kesehatan sudah diterapkan atau dilaksanakan di Desa Jebed Selatan ? 4. Apakah ada kendala dalam mengimplementasikan strategi tersebut ? 5. Apabila strategi tersebut sudah diterapkan, Apakah ada dampak yang dirasakan oleh masyarakat Desa Jebed Selatan, termasuk Ibu sendiri ? 6. Bagaimana kondisi PHBS di Desa Jebed Selatan sebelum dan sesudah penerapan strategi tersebut ? 7. Apakah Anda selaku Bidan Desa, bersama dengan kader kesehatan rutin melakukan peninjauan ke rumah-rumah warga terkait PHBS tingkat rumah tangga ? 8. Apakah selama ini masyarakat Desa Jebed Selatan mendukung adanya program Promosi Kesehatan ?
107 Lampiran 4 INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM (KEPALA DESA)
Nama
:
Jabatan
:
Instansi
:
1. Menurut Anda, apakah perilaku masyarakat Desa Jebed Selatan sudah mencerminkan perilaku sehat ? Apabila sudah, apa bentuk dan bukti nyatanya ? 2. Apakah selama ini tenaga kesehatan dari Puskesmas rutin melaksanakan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat kaitannya dengan PHBS ? 3. Apakah sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Desa Jebed Selatan mampu mewujudkan perilaku sehat bagi masyarakat ? 4. Bagaimana perhatian dari tokoh masyarakat dan tokoh agama terhadap kesehatan di Desa Jebed Selatan ini ? 5. Menurut Bapak, Apakah penyuluhan-penyuluhan yang dilaksanakan oleh Puskesmas atau dari DKK mempunyai manfaat bagi masyarakat Desa Jebed Selatan ? 6. Selama Bapak menjabat jadi Kepala Desa, ide-ide atau gagasana apa yang Bapak lakukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat Desa Jebed Selatan ?
108
Lampiran 5
INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM (RESPONDEN)
Nama Kepala Keluarga (Ayah/ Ibu)
:
Pekerjaan Kepala Keluarga (Ayah/Ibu) : Jumlah Anggota Keluarga
:
Tingkat Pendidikan Anggota Keluarga : Ayah :
SD
SLTP
SLTA
Diploma
Sarjana
Ibu
:
SD
SLTP
SLTA
Diploma
Sarjana
Anak :
SD
SLTP
SLTA
Diploma
Sarjana
I. Pertanyaan ditujukan kepada Kepala Keluarga (Ayah/ Ibu) atau Anggota Keluarga (Anak) yang sudah bekerja tentang Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. 1. Bagi Kepala Keluarga yang mata pencahariannya sebagai petani/ buruh tani. a. Apakah selama ini, Anda pernah mendapatkan pernyuluhan dari petugas Puskesmas tentang dampak dari penggunaan pestisida bagi tubuh manusia? b. Apabila sudah, Apakah selama ini Anda mempraktekkan cara yang sesuai dengan prosedurnya ? 2. Bagi Kepala Keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh kayu. Apakah selama ini pernah ada sosialisasi tentang dampak dari serbuk/ debu kayu untuk paru-paru dan dampak dari kebisingan untuk telinga ? Apabila ada, siapa yang menyelenggarakan sosialisasi tersebut ? 3. Bagi Kepala Keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh pabrik. a.
Apakah dari dinas terkait pernah memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat Anda bekerja ?
b.
Apakah dalam bekerja diwajibkan menggunakan masker dan penutup telinga ?
c.
Berapa jam Anda diberikan waktu untuk istirahat ? dan apakah pihak perusahaan memberikan makanan tambahan ?
109
d.
Apakah ada fasilitas kesehatan (poliklinik dan tenaga kesehatan) di tempat kerja Anda ?
e.
Apakah ada poster atau pamflet yang berisi pesan-pesan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja Anda ?
II. Pertanyaan ditujukan kepada Anggota Keluarga (Anak) yang masih Sekolah tentang Promosi Kesehatan di Institusi Pendidikan (Sekolah) 1. Bagaimana kondisi kebersihan lingkungan sekolah Anda, seperti : a.
Kebersihan kelas ?
b.
Kebersihan kamar mandi/ WC ?
c.
Kebersihan kantin sekolah ?
d.
Kebersihan halaman sekolah ?
2. Apakah ada poster atau pamflet yang berisi pesan-pesan kesehatan tentang larangan dan dampak merokok, narkoba dan minuman keras di mading (majalah dinding) sekolah/ OSIS Anda ? 3. (Tingkat SLTP dan SLTA) Apakah fungsi UKS di sekolah Anda sesuai dengan peruntukannya ? dan apakah ada dokter jaga (dokter PTT) di sekolah Anda yang diperbantukan dari Puskesmas ? 4. (Tingkat SD) Apakah Guru Anda setiap seminggu sekali selalu memeriksa kebersihan kuku, gigi, rambut, telinga dan hidung ? dan apakah Guru Anda juga pernah mengajari harus cuci tangan sebelum makan ? 5. Apakah selama ini guru/ wali kelas di sekolah Anda pernah memberikan pesan-pesan tentang kesehatan baik pada saat mengajar maupun tidak ? 6. Apakah di sekolah Anda pernah diselenggarakan ceramah umum tentang kesehatan ? III. Pertanyaan ditujukan kepada seluruh Anggota Keluarga tentang Promosi Kesehatan di Tempat Umum (Terminal, Stasiun, Pasar, Pusat Perbelanjaan, dsb) 1. Selama Anda berada di tempat umum seperti terminal, stasiun, pasar. Apakah Anda merasakan kenyamanan ? Alasannya apa ? 2. Selama Anda berada di tempat tersebut, apakah tersedia fasilitas yang mendukung orang berperilaku sehat, seperti tempat sampah, ruang tunggu bagi perokok dan non-perokok ?
110
3. Selain fasilitas tadi, apakah ada poster yang memberikan informasi tentang cara-cara menjaga kesehatan atau kebersihan ? IV. Pertanyaan ditujukan kepada Anggota Keluarga (Ibu) tentang Promosi Kesehatan di Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas Praktek Dokter) 1. Selama Anda memanfaatkan pelayanan kesehatan di Institusi Pelayanan Kesehatan, bagaimana kondisi kebersihan di tempat tersebut ? 2. Apakah selama Anda memanfaatkan pelayanan kesehatan, seorang tenaga kesehatan (perawat, bidan dan dokter) selalu memberikan anjuran tentang pentingnya berperilaku sehat ? 3. Menurut Anda, manfaat apa yang didapat dari anjuran tersebut ? 4. Selama Anda berada di ruang tunggu, Apakah di tempat tersebut diberikan informasi tambahan tentang pentingnya menjaga kesehatan melalui audio visual (TV, Tape dan poster) ? V. Pertanyaan ditujukan kepada Kepala Keluarga (Ayah dan Ibu) tentang Promosi Kesehatan di Rumah Tangga 1. Apakah selama ini dari pihak Puskesmas (Penyuluh Kesehatan Masyarakat dan Sanitarian) ataupun Kader Kesehatan pernah memeriksa kondisi sanitasi dasar (akses air bersih, jamban dan saluran pembuangan air limbah) ? 2. Apakah selama ini dari pihak Puskesmas (Penyuluh Kesehatan Masyarakat dan Sanitarian) ataupun Kader Kesehatan pernah melakukan survey seperti yang dilakukan Saya pada saat ini ? 3. Apakah dari pihak Puskesmas (Penyuluh Kesehatan Masyarakat dan Sanitarian) ataupun Kader Kesehatan pernah memberikan penyuluhan langsung ke rumah Anda (dor-to-dor) ?