Edu-Math; Vol. 3, Tahun 2012
PENGENALAN KONSEP DASAR ALJABAR MELALUI PERMASALAHAN KONTEKSTUAL Rini Warti
Abstraksi Salah satu standar kompetensi lulusan adalah memahami bentuk aljabar, menggunakan bentuk aljabar dalam pemecahan masalah. Untuk mencapai kompetensi tersebut siswa harus mengetahui tentang istilah-istilah terkait bentuk aljabar, berupa variabel, konstanta, suku, koefisien, dan bentuk aljabar. Diperlukan suatu pengelolaan pembelajaran untuk mengantarkan siswa menguasai kompetensi menyelesaikan bentuk aljabar, khususnya tentang pemahaman terhadap istilah-istilah yang terkait dengan bentuk aljabar yang dikelola secara kontekstual. Dengan belajar secara kontekstual diharapkan apa yang dimiliki siswa sebagai hasil belajar menjadi lebih awet tertanam dalam diri siswa karena siswa dihadapkan pada permasalahan yang tidak jauh dari kehidupannya dan didorong untuk aktif dalam membangun pemahaman dan keterampilan yang akan menjadi miliknya Kata Kunci : Konsep Dasar Aljabar, Permasalahan Kontekstual A.
Pendahuluan Mendidik merupakan suatu pekerjaan yang mulia, yang dilakukan sepenuh hati dan kesabaran. Mendidik bukan sekedar mentransfer pengetahuan, tetapi proses penanaman nilai budi pekerti, maka hendaknya praktisi pendidikan menyadari hal itu, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa bukan sekedar pengetahuan akademik yang hanya berfungsi menghadapi masalah-masalah pada jenjang pendidikannya saja, melainkan kemampuan (ability) beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Secara lebih eksplisit, tujuan pembelajaran matematika berdasarkan dokumen KTSP adalah sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 81
Rini Warti, Pengenalan …
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Setelah pembelajaran berlangsung idealnya tujuan-tujuan diatas dapat tercapai. Ketercapaian tujuan diatas tentunya dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kompetensi paedagogik guru. Kompetensi paedagogik disini berarti seorang guru yang memiliki pemahaman terhadap siswa dan mampu mengelola pembelajaran matematika. Memahami siswa erat kaitannya dengan pemahaman aspek psikologi siswa yaitu mengetahui karakteristik siswa dari berbagai aspek, sehingga guru memiliki dasar untuk mengembangkan potensi yang ada pada siswa. Banyak penelitian sudah dilakukan yang berhubungan dengan aspek psikologi siswa diantaranya penelitian tentang diagnosis kesulitankesulitan belajar matematika siswa. Beberapa kesulitan belajar matematika disebabkan oleh faktor intelektual, biasanya selalu tidak berhasil dalam menguasai konsep, algoritma, dan prinsip matematika yang dipelajari walaupun telah berusaha mempelajarinya.
Gambar diatas merupakan contoh penyelesaian soal yang menggambarkan kesalahan pemahaman konsep aritmatika.
82
Edu-Math; Vol. 3, Tahun 2012
Penyelesaian soal diatas menggambarkan kesalahan pemahaman konsep aljabar. Ada banyak jenis kesalahan lain lagi yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Seorang guru yang memahami karakteristik siswa tentu akan peka terhadap masalahmasalah siswanya, dan untuk dapat memahami masalah tersebut dibutuhkan pengetahuan tentang aspek psikologi kognitif siswa. Berdasarkan temuan tersebut seorang guru akan mengadakan perbaikan dalam proses pembelajaran berikutnya. Itulah salah satu alasan mengapa seorang guru harus mengetahui bagaimana cara siswa berperilaku dan berpikir, ranah ini sering juga disebut aspek psikologi siswa. B.
Permasalahan Kontekstual Pembelajaran Matematika Kemampuan otak manusia dalam menemukan makna dengan cara menghubungkan tugas di sekolah dengan kenyataan di dunia nyata yang dialami siswa akan mampu menanamkan makna dalam materi akademik mereka sehingga mereka dapat mengingat apa yang mereka pelajari. Ilmu syaraf dan psikologi menunjukkan betapa pentingnya pengaruh makna terhadap pembelajaran dan kemampuan mengingat. Seorang ahli psikologi pendidikan terkemuka memperkenalkan teori belajar bermakna (David Ausubel) dia menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Pembelajaran yang kontekstual mewadahi teori tersebut. Pembelajaran kontekstual membuat siswa mampu menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks keseharian mereka untuk menemukan makna. Seperti disebutkan oleh Elaine B. Johnson, 83
Rini Warti, Pengenalan …
pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem yang menyeluruh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Bagian-bagian tersebut memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. Melalui kebersamaan mereka membentuk suatu sistem yang memungkinkan para siswa melihat makna didalamnya, dan mengingat materi akademiknya. Pembelajaran kontekstual dilakukan melalui proses pengembangan konsep dan gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata tidak hanya berarti kongkrit secara kasat mata, namun juga termasuk halhal yang dapat dibayangkan oleh siswa karena sesuai dengan pengalamannya. Sri Wardani (2002) menyarikan tentang beberapa ciri pembelajaran kontekstual seperti berikut: 1. Ada masalah kontekstual pada awal pembelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa; 2. Ada kesempatan cukup bagi siswa untuk mencoba menyelesaikan permasalahan yang diberikan; 3. Adanya proses konfirmasi dan penjelasan tentang penyelesaian masalah sebagai model; 4. Adanya interaksi yang demokratis antara guru-siswa, siswa-guru dan siswa-siswa; 5. Pembelajaran matematika mencakup tujuan dan cara yang bervariasi; 6. Penilaian yang autentik; 7. Ada kesempatan untuk mawas diri dan kemampuan pada hal yang sudah dipelajari. C.
84
Konsep Para ahli psikologi sangat menyadari betapa sangat berartinya suatu konsep, tetapi belum ada yang mendefinisikan konsep secara menyeluruh yang diperoleh oleh siswa, hal ini karena konsep merupakan hal yang tidak dapat diamati, tetapi bisa disimpulkan dari perilaku siswa. Menurut Rossser (dalam Wilis, 2011) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian, kegiatan atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Atribut disini berupa karakteristik ataupun ciri suatu konsep. Setiap kita mengalami atau melalui pengalaman yang berbedabeda, karena konsep adalah abstraksi yang berdasarkan pengalaman, dan tidak ada dua siswa atau lebih yang memiliki pengalaman yang persis sama, konsep yang dibentuk oleh masing-masing siswa mungkin berbeda juga. Walaupun konsep itu berbeda, konsep itu cukup serupa bagi siswa untuk dapat berkomunikasi dengan menggunakan nama-nama yang kita berikan pada konsep-konsep itu yang telah diterima bersama. Ini
Edu-Math; Vol. 3, Tahun 2012
menjelaskan kepada kita betapa pentingnya penamaan yang diberikan untuk mewakili suatu konsep tertentu. Nama-nama atau kata-kata ini merupakan simbol arbitrari yang digunakan untuk menyatakan konsep-konsep yang merupakan hasil abstraksi. Abstraksi oleh Skemp diartikan sebagai kegiatan dimana kita menjadi sadar akan kesamaan diantara pengalaman kita. Sebuah abstraksi adalah semacam mengubah mental masa lalu, hasilnya abstrak, yang memungkinkan kita untuk mengenali pengalaman baru yang memiliki kesamaan dari pengalaman sebelumnya. Secara sederhana kita katakan suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili suatu kelas stimulus. D.
Pemerolehan Konsep Matematika Konsep berkaitan erat dengan pengalaman siswa, maka dalam pembentukan dan pemerolehannya tentu sangat dipengaruhi oleh pengalaman. Menurut Ausubel (dalam Wilis), konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep merupakan bentuk perolehan konsep sebelum siswa-siwa masuk ke sekolah, sedangkan asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep selama dan sesudah sekolah. Banyak konsep yang sudah kita peroleh dan berkembang semasa kita kecil. Akan tetapi konsep itu mengalami modifikasi dan perubahan seiring dengan pengalaman-pengalaman kita. Waktu siswa mulai masuk sekolah mereka sudah memperoleh konsep tentang buah apel, meja, bilangan satu sampai sepuluh dan lainnya. Pembentukan konsep merupakan proses induktif, bila siswa dihadapkan dengan stimulus lingkungan, ia mengabstraksi sifat atau atribut tertentu yang sama dari berbagai stimulus. Pembentukan konsep mengikuti pola contoh. Siswa yang belajar dihadapkan pada sejumlah contoh dan non contoh konsep tertentu, melalui proses diskriminasi dan abstraksi, ia menetapkan suatu aturan yang menentukan kriteria untuk konsep itu. Skemp menyebut proses ini sebagai proses abstraksi dan pengelompokan atau klasifikasi. Abstraksi adalah kegiatan dimana kita menjadi sadar akan kesamaan diantara pengalaman kita, serta klasifikasi berarti mengumpulkan bersama-sama pengalaman kita atas dasar kesamaan ini. Sebuah abstraksi ini semacam mengubah mental masa lalu, hasilnya abstrak, yang memungkinkan kita untuk mengenali pengalaman baru yang memiliki kesamaan dari pengalaman sebelumnya. Setelah masuk sekolah siswa dihadapkan untuk belajar banyak konsep melalui proses asimilasi konsep, demikian pula orang dewasa. Asimilasi konsep bersifat deduktif, dalam proses ini anak diberi nama 85
Rini Warti, Pengenalan …
konsep dan atribut konsep. Memberi nama sebenarnya kita telah mengklasifikasikan sesuatu konsep. Ini berarti mereka akan belajar arti konsep baru dengan memperoleh penyajian atribut-atribut kriteria konsep, kemudian mereka akan menghubungkan atribut-atribut ini dengan gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka (Ausubel dalam Wilis). Walaupun kedua bentuk belajar konsep ini efektif, pembentukan konsep membutuhkan waktu lebih lama daripada asimilasi konsep. Dengan mempertimbangkan beberapa hal, kita dapat memberikan penegasan bahwa hendaknya pembentukan dan pemerolehan konsep dimulai dari memberikan contoh dan non contoh, dari yang kongkrit menuju yang lebih abstrak sehingga setiap proses yang mereka lalui dalam pembelajaran memiliki relevansi dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, pada akhirnya mereka memperoleh konsep-konsep tersebut dengan lebih bermakna, dan inilah hakekat dari pembelajaran yang kontekstual. Skemp menambahkan proses pembentukan dan pemerolehan konsep itu terjadi melalui komunikasi. Kita bisa melihat bahwa bahasa dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan konsep, khususnya dalam matematika. Melalui komunikasi kita bisa memahami konsep yang disampaikan oleh orang lain, komunikasi disini bisa berwujud bahasa verbal dan visual. Sekarang ini kita mempelajari konsep semata-mata tidak berasal dari lingkungan kita sendiri, tetapi kita memahami konsep tersebut melalui penemuan-penemuan matematikawan yang disampaikan oleh guru kepada siswanya dengan mendengar, membaca, atau membuat nama, atau simbol lainnya, untuk konsep tertentu. Pembentukan konsep ini oleh skemp dinamakan konsep sebagai warisan budaya. Pemikiran konseptual membuat manusia menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan, dan membentuk lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Kekuatan konsep juga berasal dari kemampuan mereka untuk menggabungkan dan menghubungkan pengalaman yang berbeda yang dimiliki. Semakin abstrak konsep, akan dapat memberikan kekuatan besar untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan lingkungan dan membentuk lingkungan supaya cocok dengan kebutuhannya. Pembentukan konsep yang terakhir ini disebut kekuatan pemikiran konseptual. E.
86
Pengenalan Konsep Dasar Aljabar Melalui Permasalahan Kontekstual Dokumen KTSP, tentang Permen nomor 23 tahun 2006, berisi tentang standar kompetensi lulusan memuat Standar Kompetensi yang berbunyi: memahami bentuk aljabar, menggunakan bentuk aljabar dalam
Edu-Math; Vol. 3, Tahun 2012
pemecahan masalah. Untuk mencapai kompetensi tersebut siswa harus mengetahui tentang istilah-istilah terkait bentuk aljabar, berupa variabel, konstanta, suku, koefisien, dan bentuk aljabar. Berikut akan disajikan pengenalan konsep dasar aljabar (berupa variabel, konstanta, suku, koefisien, dan bentuk aljabar) melalui permasalahan kontekstual, sehingga diharapkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika dalam hal: memaknai matematika, Memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Konsep yang ada merupakan suatu yang abstrak yang tidak bisa dilihat dan didengar, kita tidak memiliki alat untuk mlihat dan mendengar langsung kosep atau pikiran orang lain. Kita berusaha menemukan cara agar konsep tersebut bisa disampaikan, kita menggunakan simbol atau lambang sebagai suara, atau sesuatu yang terlihat, mental yang terhubung dengan ide. Jika suatu simbol terhubung pada konsep yang sama, maka dengan mengucapkan dan menuliskan simbol tersebut dapat membangkitkan konsep dari memori seseorang kedalam kesadarannya dapat menyebabkan seseorang untuk ‘memikirkan' konsep ini dimasa sekarang. Karena fungsinya sangat penting seperti diatas, maka haruslah setiap simbol yang menggambarkan konsep tertentu dipahami oleh setiap individu yang sedang berkmunikasi, untuk itu haruslah menggunakan simbol yang general dipahami setiap komunikator dan komunikan. Berikut akan diberikan ilustrasi permasalahan kontekstual mengenai konsep dasar aljabar: 1. Lambang Aljabar Belajar aljabar adalah belajar bahasa lambang dan operasi atau relasinya. Oleh karena itu siswa perlu memahami dengan baik arti lambang aljabar sebelum belajar tentang operasi dan relasi pada aljabar. Lambang aljabar adalah suatu tempat bagi bilangan-bilangan yang mewakili bilangan-bilangan. Pada lambang aljabar dapat diberikan nilai tertentu sesuai persyaratan yang dikehendaki. Contoh lambang aljabar pada ini, adalah lambang-lambang aljabar, dengan operasi dan relasi . Contoh masalah kontekstual untuk memahami lambang aljabar yaitu : Umur Risa tiga kali umur Riki, berapa kemungkinan umur masingmasing? Pembahasan : Umur Riki 87
Rini Warti, Pengenalan …
Umur Risa Lambang mewakili bilangan yang nilainya menunjukkan umur manusia, dalam kasus ini lambang mewakili simbol verbal yang membantu menunjukkan struktur. Konsep tentang umur anak, dan bilangan tiga sudah tertanam dalam otak anak, sehingga proses penggabungan pengalaman menjadi suatu konsep baru akan mudah. 2. Variabel Aljabar Variabel aljabar adalah lambang atau gabungan lambang yang mewakili sebarang bilangan dalam himpunan semesta. Contoh permasalahan kontekstualnya yaitu : Pak Khalid memiliki tiga orang anak berturut-turut Ridho, Rika dan Rosi. Setiap anak berselisih dua tahun. Pembahasan : Bermacam–macam lambang dapat dipilih untuk mewakili anak pak Khalid, misalnya dan sebagainya. Misalkan mewakili umur anak pak Khalid, lambang dapat mewakili umur Ridho, Rika dan Rosi. Dalam hal ini mewakili umur anak pak Khalid, jadi haruslah positif, dan dapat dikatakan sebagai variabel aljabar. 3. Konstanta Aljabar Konstanta aljabar adalah lambang aljabar yang menunjukkan anggota tertentu (berupa) bilangan dalam himpunan semestanya. Contoh kontekstual: Pak Khalid memiliki tiga orang anak berturutturut Ridho, rika dan Rosi. Setiap anak berselisih dua tahun. Pembahasan: Umur Ridho tahun lebih tua dari Rika, umur Rika tahun lebih tua dari Rosi. Jika umur Rosi tahun, berarti
dan . Jika diketahui maka umur Rika dan Ridho menunjukkan bilangan tertentu, yaitu dengan menambahkan dan . merupakan variabel aljabar, dan merupakan konstanta aljabar. Simbol yang digunakan merupakan simbol verbal yang berfungsi membuat pekerjaan rutin menjadi otomatis.
88
Edu-Math; Vol. 3, Tahun 2012
4. Suku Aljabar Suku aljabar adalah seperangkat lambang aljabar yang dapat berupa variabel atau konstanta dan ditulis tanpa tanda operasi tambah atau kurang. Contohnya adalah . Contoh permasalah kontekstual yaitu: Pak Roji memiliki dua jenis binatang ternak. Banyaknya kaki masing-masing jenis berbeda, banyaknya kaki dari masing-masing berselisih dua. Pembahasan: y = banyaknya kaki ternak jenis I z = banyaknya kaki ternak jenis II y,z disebut suku. Himpunan semesta y,z (banyaknya kaki ternak) y = banyaknya kaki ternak jenis I (y+2) = banyaknya kaki ternak jebnis II, (y+2) tidak dinamakan suku, karena dipisah tanda +. Y variable dan 2 konstanta.Suku sejenis adalah suku-suku aljabar yang variabelnya dilambangkan denngan huruf yang sama. Contohnya xy, 3xy, 11xy. Contoh masalah kontekstualnya: Pak Amin mempunyai beberapa buku bacaan. Banyaknya halaman pada suatu buku Pak Amin bila dilipatkan 2, 3 atau 4 akan merupakan banyaknya halaman pada tiga buku yang lain. Pembahasan: Misalakan K = banyaknya halaman buku I 2k = banyaknya halaman buku II 3k = banyaknya halaman buku III 4k = banyaknya halaman buku IV k = variable aljabar 2, 3, 4 adalah konstanta, himpunan semesta I (banyaknya halaman buku).K, 2k, 3k, 4k merupakan suku sejenis. 5. Koefisien Aljabar Koefisien aljabar adalah bagian konstanta dari suku aljabar yang menyatakan banyaknya variable.Contohnya suku 3xy mempunyai konstanta 3 untuk variable xy. Suku ax mempunyai konstanta a, sehingga a disebut koefisien dari x. Contoh permasalahan kontekstual adalah: Pak Amin mempunyai beberapa buku bacaan. Banyaknya halaman pada suatu buku Pak Amin bila dilipatkan 2, 3 atau 4 akan merupakan banyaknya halaman pada tiga buku yang lain. Pembahasan:
89
Rini Warti, Pengenalan …
Banyak halaman buku I = k. Jadi, banyak halaman buku II = 5 × k = 5k dan banyak halaman buku III = 2 × k = 2k. Karena banyak halaman suatu buku selalu menunjukkan bilangan bulat positif maka himpunan semesta dari banyak buku I, II dan III milik Pak Amin adalah bilangan bulat positif.kadalah banyak halaman buku I milik Pak Amin. Lambang k mewakili atau tempat suatu bilangan positif.Mungkin k mewakili 25, mungkin pula mewakili 100 atau lainnya.Oleh karena itu k adalah variabel, sehingga k, 2k dan 5k disebut suku. Karena pada k atau 1k, 2k dan 5k ada lambang yang menunjuk pada bilangan tertentu yaitu 1, 2 dan 5 maka berturut-turut 1, 2 dan 5 itu disebut konstanta dari suku k, 2k dan 5k. Istilah yang tepat untuk menyebut konstanta pada suku adalah koefisien aljabar, yang selanjutnya disebut sebagai koefisien saja. Jadi, berturut-turut suku k, 2k dan 5k mempunyai koefisien 1, 2, dan 5. 6. Bentuk Aljabar Yang dimaksud bentuk aljabar dalam pembelajaran matematika disini adalah ungkapan atau algebraic expression. Bentuk aljabar dalam x berarti bentuk aljabar dengan variabel x dan lambang lainnya bukan variabel. Bentuk Aljabar yang terdiri dari suku-suku sejenis dapat disederhanakan (dengan dijumlahkan atau dikurangkan) sehingga diperoleh suku tunggal. Contoh bentuk aljabar: . Contoh prmaslahan kontekstualnya adalah: Untuk memahami ketentuan-ketentuan pada bentuk aljabar, siswa dapat diajak mengkaji tentang hewan ternak milik Pak Badu atau banyaknya halaman buku milik Pak Amin (contoh permasalahan kontekstual pada suku dan koefisien. Pak Amin mempunyai beberapa buku bacaan. Ada satu buku Pak Amin yang bila banyaknya halaman dilipatkan atau akan merupakan banyaknya halaman pada tiga buku yang lain. Pada kasus buku-buku milik Pak Amin, yang disoroti adalah banyaknya halaman buku, sehingga himpunan semestanya adalah banyaknya halaman buku. Banyaknya halaman suatu buku merupakan kelipatan dari banyaknya halaman buku yang lain. Misalkan banyaknya halaman suatu buku (sebut saja buku I) adalah halaman maka pasti ada bukubuku lain milik Pak Amin (sebut saja berturut-turut sebagai buku II, III dan IV) yang banyaknya halaman . Dalam hal ini 90
Edu-Math; Vol. 3, Tahun 2012
dan adalah suku-suku yang sejenis dan mereka dapat ditambah atau dikurangkan. Bila maka akan diperoleh . Lambang ini mewakili banyaknya halaman buku dari buku I dan buku IV. Bila akan diperoleh . Lambang ini mewakili banyaknya halaman buku II dan buku III. Simbol yang digunakan dalam operasi ini merupakan ssimbol verbal yang berfungsi sebagai membuat mungkin kegiatan yang difikirkan. F.
Penutup Pengelolaan pembelajaran untuk mengantarkan siswa menguasai kompetensi menyelesaikan bentuk aljabar, khususnya tentang pemahaman terhadap istilah-istilah yang terkait dengan bentuk aljabar perlu dikelola secara kontekstual. Dengan belajar secara kontekstual diharapkan apa yang dimiliki siswa sebagai hasil belajar menjadi lebih awet tertanam dalam diri siswa karena siswa dihadapkan pada permasalahan yang tidak jauh dari kehidupannya dan didorong untuk aktif dalam membangun pemahaman dan keterampilan yang akan menjadi miliknya. Kecuali itu juga harus didukung oleh pemahaman yang benar dan memadai dari guru tentang konsep-konsep yang terkait dengan operasi bentuk aljabar dan cara-cara pembelajarannya, sehingga guru perlu mempunyai wawasan yang baik tentang hal itu.
DAFTAR PUSTAKA Elaine. B. Johnson. 2011. Contextual Teaching and Learning. Bandung. Kaifa. Ratna Wilis Dahar. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Erlangga Rachmadi Widdiharto. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remedinya. Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika. Yogyakarta. Richard R. Skempt. 1971. The Psychology of Learning Mathematics. Australia. Pinguin Books. Sri Wardhani. 2002. Strategi Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam Pembelajaran Matematika di SLTP. Naskah Paket Pembinaan Pelatihan (PPP). Yogyakarta: PPPG Matematika. Sri Wardhani. 2004. Permasalahan Kontekstual Mengenalkan Bentuk Aljabar SMP. Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta. 91