PENGEMBANGAN TAMAN NASIONAL MANDIRI MELALUI PENDEKATAN MODEL BISNIS BERBASIS PEMANFAATAN KONDISI LINGKUNGAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG PALUNG
HENDRA GUNAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Taman Nasional Mandiri Melalui Pendekatan Model Bisnis Berbasis Pemanfaatan Kondisi Lingkungan di Taman Nasional Gunung Palung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2012
Hendra Gunawan NRP E353100065
ABSTRACT HENDRA GUNAWAN. Development of Self Finance National Park Through Business Model Approach Based on Utilization of Environment Condition in Gunung Palung National Park. Under supervision of SAMBAS BASUNI and PANDU WIRAWAN ARIEF Management of national park is facing problem on budgeting limitation. One of the idea to change conservation areas management orientation from cost center to profit center is building Self Finance National Park. The objectives of this research were aimed to construct business model of Self Finance National Park, to plan system and feasibility business of environment condition, and to formulate management and organization system of Self Finance National Park. The research used business model analysis, and results showed that business model of Self Finance Gunung Palung National Park was categorized as Business to Business (B2B) model which sold products and services by other companies. Business of environment condition in the park would be planed by Public-PeoplePrivate Enterprise (P3E) system which appropriate in financial with NPV as high as 10,2 billion IDR and IRR 48,1%. The organization form of Self Finance Gunung Palung National Park was Kesatuan Pengelolaan Kawasan Hutan Konservasi (KPHK) by Public Services Agency (BLU) management. Keywords : business model, environment condition, national park, Gunung Palung
RINGKASAN HENDRA GUNAWAN. Pengembangan Taman Nasional Mandiri Melalui Pendekatan Model Bisnis Berbasis Pemanfaatan Kondisi Lingkungan di Taman Nasional Gunung Palung. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan PANDU WIRAWAN ARIEF Pengelolaan taman nasional di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala terkait issu sosial, antara lain: hubungan yang belum harmonis dengan masyarakat di sekitar kawasan, lemahnya dukungan secara nasional, konflik dengan instansi pemerintah lainnya, ketidakkokohan dan ketidakcukupan anggaran, dan penduduk di sekitar kawasan hutan konservasi cenderung lebih miskin (Wiratno et al. 2004; Basuni 2009). Untuk meningkatkan peran pemanfaatan dalam rangka perlindungan dan pelestarian alam, Kementerian Kehutanan telah menetapkan strategi untuk konservasi, antara lain: 1) percepatan pembentukan kelembagaan konservasi mandiri pada taman nasional yang mempunyai potensi tinggi dan tantangan rendah dan 2) perubahan orientasi pengelolaan kawasan konservasi dari cost center menjadi profit center tanpa menghilangkan fungsi konservasi (Kemenhut 2011). Pengembangan taman nasional mandiri merupakan salah satu ide untuk mempercepat kemandirian kelembagaan konservasi (Hartono 2008b). Taman nasional mandiri adalah taman nasional efektif yang dapat menjamin fungsi ekologis dan sosial serta diperkuat dengan investasi pemerintah dan swasta untuk pemanfaatan jasa lingkungan yang dari usahanya diperoleh pendapatan paling tidak 80 persen untuk membiayai pengelolaan taman nasional (Gelgel et al. 2011). Penelitian dilaksanakan di Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP), Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang difokuskan pada pengembangan taman nasional mandiri melalui pendekatan model bisnis. Tahapan dalam kegiatan penelitian ini meliputi: 1) pengumpulan data dan informasi melalui studi literatur; 2) brainstorming dan FGD dengan pengelola TNGP dalam rangka prototyping model bisnis; 3) wawancara mendalam dengan narasumber yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan TNGP untuk mendapatkan tanggapan terhadap prototipe model; 4) wawancara terhadap pakar di bidang pengelolaan taman nasional meminta tanggapan prototipe model; dan 5) pemilihan model bisnis BTNGP Mandiri. Perancangan prototipe model bisnis BTNGP menggunakan pendekatan Model Bisnis Kanvas (MBK) menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), yaitu kerangka model bisnis berbentuk kanvas yang divisualisasikan dalam susunan sembilan kotak yang saling berkaitan. Kotak tersebut berisikan komponenkomponen penting yang menggambarkan bagaimana organisasi menciptakan manfaat untuk pelanggannya dan mendapatkan manfaat dari para pelanggannya. Perancangan MBK dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1) menggambarkan kondisi model bisnis saat ini; 2) penilaian kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman (SWOT) model bisnis saat ini, dan 3) perancangan prototipe model bisnis BTNGP Mandiri. Analisis SWOT dilakukan pada setiap komponen MBK BTNGP melalui wawancara terhadap lima orang pegawai BTNGP yang dianggap mengetahui kondisi pengelolaan TNGP, yaitu: Kepala Balai, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kordinator PEH, Penyuluh Kehutanan, dan Polisi Kehutanan.
Model bisnis BTNGP menggambarkan bagaimana potret organisasi BTNGP saat ini dalam menciptakan manfaat berupa produk dan jasa serta memperoleh anggaran dan pendapatan dari penerima manfaatnya yang dijadikan sebagai target pelanggan. MBK BTNGP memiliki empat proposisi nilai, yaitu: sistem penyangga kehidupan, pengalaman observasi hidupan liar, riset biodiversitas di tujuh tipe ekosistem dalam satu area, dan air murni (pure water) dari pegunungan di taman nasional. Proposisi nilai tersebut ditawarkan kepada kelompok pelanggan melalui saluran yang didukung dengan hubungan pelanggan dalam rangka memperoleh anggaran dan pendapatan dalam bentuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Proposisi nilai MBK BTNGP diciptakan berdasarkan pada sumberdaya kunci yang dimiliki dan kegiatan kunci yang dilakukan dalam pengelolaan TNGP. Pelaksanaan kegiatan kunci didukung oleh ketersediaan struktur biaya dan kemitraan kunci yang dikembangkan bersama para pihak, seperti Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, koperasi, dan komunitas masyarakat. Potret MBK BTNGP kemudian dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya dengan menggunakan analisis SWOT. Berdasarkan penilaian tersebut menunjukan bahwa komponen MBK BTNGP yang menjadi kekuatan utama ialah proposisi nilai dan sumberdaya kunci, sementara aliran pendapatan dan saluran menjadi komponen yang memiliki kelemahan utama. Sedangkan penilaian terhadap peluang dan ancaman menghasilkan gambaran bahwa komponen MBK BTNGP yang menjadi peluang utama ialah kelompok pelanggan dan kemitraan kunci. Sementara sumberdaya kunci dan kemitraan kunci merupakan komponen yang menghadapi ancaman utama. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan utama komponen model bisnis tersebut, yaitu: proposisi nilai yang sejalan dengan kebutuhan pelanggan, terdapat sinergi yang kuat antara produk dan jasa yang ditawarkan, dan sumberdaya kunci yang sulit untuk ditiru oleh pesaing. Sementara itu, faktor-faktor yang menjadi kelemahan utama komponen MBK tersebut, yaitu: mekanisme harga tidak berdasarkan kesediaan membayar, memiliki marjin keuntungan yang kecil, serta struktur biaya dan model bisnis kurang sesuai. Sedangkan, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap peluang utama komponen model bisnis tersebut ialah sumber pendapatan dapat dikembangkan atau dibuat, kolaborasi dengan mitra yang dapat membantu fokus pada bisnis inti dapat ditingkatkan, dan adanya pasar sedang tumbuh yang dapat dimanfaatkan. Sementara faktor-faktor yang menjadi ancaman utama pada komponen MBK BTNGP, yaitu: kualitas sumberdaya kunci dapat terancam kapan saja, biaya yang terancam tumbuh lebih cepat dari pendapatan, dan kualitas kegiatan terancam kapan saja. Berdasarkan hasil analisis SWOT, model bisnis BTNGP dapat dikembangkan dengan penyempurnaan pada seluruh komponen model bisnis dengan mempertimbangkan aspek kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman MBK BTNGP. Pengembangan model bisnis BTNGP bertujuan menciptakan dan meningkatkan aliran pendapatan untuk menjamin keberlanjutan pendanaan dan kualitas sumberdaya kunci yang dimiliki. Peningkatan aliran pendapatan dalam MBK BTNGP Mandiri dilakukan dengan menyempurnakan proposisi nilai melalui pengembangan serta pengusahaan produk dan jasa kondisi lingkungan. Proposisi nilai MBK BTNGP mandiri disempurnakan dengan menambah jasa yang ditawarkan berupa fungsi penyerapan dan penyimpanan karbon dalam
kerangka perdagangan karbon. Selain itu, proposisi nilai juga disempurnakan dengan meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas produk atau jasa yang diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Perubahan mendasar model bisnis BTNGP terdapat pada komponen hubungan pelanggan. Untuk memperoleh bentuk hubungan pelanggan yang lebih efektif, maka target pelanggan yang dilayani perlu digabungkan dalam satu wadah. Bentuk hubungan pelanggan yang dikembangkan ialah kerjasama operasi dalam pengusahaan produk dan jasa kondisi lingkungan melalui kemitraan antara BTNGP, Pemerintah Kabupaten, dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Penyempurnaan model bisnis BTNGP diharapkan dapat meningkatkan pendapatan melalui pengembangan kerjasama pengusahaan dengan pola pembagian keuntungan. Berdasarkan tujuan tersebut, pengembangan model bisnis BTNGP menggunakan pendekatan yang mengkombinasikan inovasi model perusahaan dan model pendapatan, yaitu inovasi untuk memperoleh pendapatan melalui konfigurasi ulang produk dan jasa yang ditawarkan, model penetapan harga, dan perubahan cara melakukan dalam rantai nilai dengan melakukan perluasan perusahaan dan jaringan. Kedua tipe pendekatan inovasi tersebut dapat memandu suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan finansial (IBM Global Business Services 2006). Inovasi model bisnis dihasilkan antara lain dari adanya tujuan suatu organisasi untuk meningkatkan kondisi pasar saat ini dengan model bisnis yang lebih baik dan menciptakan sebuah pasar yang baru (Osterwalder dan pigneur 2010). Inovasi model bisnis melalui pendekatan perusahaan yang menekankan pada kolaborasi dengan pihak luar merupakan sebuah pertimbangan kunci dalam stategi perubahan yang berhasil, sehingga inovasi bentuk ini paling umum dilakukan (IBM Global Business Services 2006). Pengembangan BTNGP Mandiri dirancang berdasarkan kombinasi strategi S-T dan WT dengan strategi yang diusulkan, yaitu: peningkatan kerjasama yang fokus terhadap kegiatan kunci dalam rangka mengembangkan proposisi nilai dengan brand yang kuat dan pengembangan kolaborasi usaha dengan mitra kerja untuk menjamin keberlanjutan pendapatan dan kualitas sumberdaya kunci. Strategi tersebut digunakan sebagai dasar dalam penyempurnaan setiap komponen model bisinis BTNGP, sehingga diperoleh model bisnis BTNGP Mandiri, yaitu model bisnis yang mendapatkan keuntungan lebih tinggi sehingga dapat menjamin keberlanjutan keuangan serta kualitas dan kuantitas sumberdaya kunci Model bisnis BTNGP Mandiri dirancang menggunakan pendekatan kombinasi antara inovasi model perusahaan dan model pendapatan. Model bisnis BTNGP Mandiri dikategorikan sebagai model bisnis Business to Business (BoB) yang menjual produk dan jasa melalui perusahaan, sehingga sifat pengelolaan dan organisasinya sebagai regulator. Pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP dilakukan dengan sistem Public-People-Private Enterprise yang dimiliki oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta bersama-sama untuk memberikan manfaat secara adil kepada seluruh shareholders. Pengusahaan tersebut secara finasial layak dikembangkan yang diindikasikan dengan nilai NPV sebesar Rp 10,2 milyar, IRR sebesar 48,1%, dan laba bersih Rp 24,7 milyar. Organisasi BTNGP Mandiri berbentuk KPHK dengan fungsi pengelolaan yang fokus pada kegiatan peningkatan pemanfaatan dan pola pengelolaan keuangan dalam bentuk BLU. Kata Kunci : taman nasional, model bisnis, kegiatan kunci, sumberdaya kunci
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
Pengembangan Taman Nasional Mandiri Melalui Pendekatan Model Bisnis Berbasis Pemanfaatan Kondisi Lingkungan di Taman Nasional Gunung Palung
HENDRA GUNAWAN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : DR. Ir. Tutut Sunarminto, MSi
Judul Tesis
: Pengembangan Taman Nasional Mandiri Melalui Pendekatan Model Bisnis Berbasis Pemanfaatan Kondisi Lingkungan di Taman Nasional Gunung Palung
Nama
: Hendra Gunawan
NRP
: E353100065
Program Studi
: Konservasi Keanekaragaman Hayati
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS Ketua
Pandu Wirawan Arief, SP, MBA, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 20 September 2012
Tanggal Lulus :
To all those people out there conserving biodiversity in Gunung Palung National Park
PRAKATA
Puji dan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya-Nya tesis ini dapat diselesaikan sebaik mungkin. Topik yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengelolaan kawasan konservasi dengan judul Pengembangan Taman Nasional Mandiri melalui Pendekatan Model Bisnis Berbasis Pemanfaatan Kondisi Lingkungan di Taman Nasional Gunung Palung. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi (MP) pada Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS dan Pandu Wirawan Arief, SP, MBA, M.Sc yang telah memberikan saran dan arahan. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Tutut Sunarminto, M.Si dan Dr. Harnios Arief, MS yang telah menjadi penguji luar komisi dan pimpinan sidang komisi. Tidak lupa penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak A. Haris Sudjoko, SH beserta staf Balai Taman Nasional Gunung Palung, Rahmi Ananta WK, Ibrahim Sumardi, M. Badri, Ahmad Nuryani, Susilo Ari Wibowo, Riduan Mo, Roni Eka, dan Hery Sutanto yang telah membantu selama pengumpulan data dan infomasi. Penulis berterimakasih juga kepada Iben Y. Ismarson, Pringgadi Kridiarto, Arti Yusdiarti, dan Septi Eka Wardhani yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi serta memberikan saran dalam penulisan tesis ini. Terakhir, penulis mengungkapkan terima kasih atas perhatian dan pengertiannya kepada ibunda, istri, dan puteraputeri serta seluruh keluarga dan sahabat. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengelolaan kawasan taman nasional dan ilmu pengetahuan. Amiin
Bogor, September 2012 Hendra Gunawan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 18 Nopember 1979, merupakan putra kedua dari ayah Drs. A. Saepudin dan ibu N. Mariah. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Program tersebut diselesaikan penulis pada tahun 2002 dengan judul Skripsi Pengembangan Model Kawasan Sentra Produksi (KSP) Melalui Pendekatan Wilayah Berbasis Agribisnis: Studi Kasus Kabupaten Cianjur. Pada tahun 2010 atas biaya dari Kementerian Kehutanan, penulis berkesempatan melanjutkan studi pada Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Sekolah Pascasarjana IPB. Pada tahun 2002 sampai 2009, penulis mengabdi sebagai Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) pada Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP), Kementerian Kehutanan. Selanjutnya pada tahun 2009, Penulis diberi amanah sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sukadana, BTNGP. Selama bekerja penulis menjadi anggota Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC). Pada tahun 2009, penulis menjadi Counterpart Penelitian dengan judul Awaiting Solution of Forest Law Enforcement for Sustainable Protected Area Management: a case Study of Gunung Palung National Park. Selama mengikuti program magister, penulis aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, antara lain: 1) Poster Presenter in Association for Tropical Biology and Conservation Asia-Pacific Annual Meeting: Biodiversity Crisis in Tropical Asia, Bangkok, 12-15 March 2011, 2) Delegasi Indonesia dalam Word Leadership Conference 2011: Regional Position Paper for Asia Pacific Towards Rio +20, Singapore, 11-15 Juli 2011, 3) Australian Academy of Science Lecture Series on Business of Biodiversity, Jakarta 16 August 2011, 4) Peserta Workshop of Public Private Partnership: As A Solution for Forest Sustainable Development, Jakarta, 21 Desember 2011, dan 5) Peserta International Conference on Sustainable Business Competitivenes, Bogor 25-26 Juni 2012. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Trade-offs antara Konservasi Orangutan dan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia pada Jurnal Media Konservasi Edisi Khusus 2010.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 4 1.3 Tujuan ................................................................................................. 4 1.4 Manfaat ............................................................................................... 6 1.5 Ruang Lingkup .................................................................................... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7 2.1 Konsep Taman Nasional .................................................................... 7 2.2 Model Bisnis...................................................................................... 14 2.3 Pengelolaan Sumber Daya Hutan ...................................................... 17 2.4 Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi .......................................... 18 2.5 Badan Layanan Umum ...................................................................... 19 2.6 Kelayakan Usaha ............................................................................... 20 III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 21 3.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 21 3.2 Definisi Operasional ........................................................................... 23 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 24 3.4 Bahan dan Alat ................................................................................... 25 3.5 Rancangan Penelitian ......................................................................... 25 3.6 Data dan Informasi ............................................................................. 27 3.7 Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 27 3.8 Metode Analisis Data ......................................................................... 31 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 37 4.1 Sejarah Kawasan................................................................................. 37 4.2 Letak Kawasan TNGP ........................................................................ 37 4.3 Bio-Fisik Kawasan ............................................................................. 37 4.4 Sosial, Ekonomi, dan Budaya ............................................................. 38 4.5 Organisasi ........................................................................................... 38 4.6 Keuangan ............................................................................................ 40 4.7 Program dan Kegiatan ........................................................................ 41 4.8 Pemanfaatan Kondisi Lingkungan TNGP .......................................... 42 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 47 5.1 Rancangan Model Bisnis BTNGP Mandiri ........................................ 47 5.2 Rencana Sistem Pengusahaan dan Kelayakan Finansial .................... 68 5.3 Pola Pengelolaan dan Organisasi BTNGP Mandiri ........................... 79 VI. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 87 6.1 Simpulan ............................................................................................. 87 6.2 Saran ................................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 89 LAMPIRAN ...................................................................................................... 95
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
xiv
Komponen model bisnis.......................................................................... Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian........................ Latar belakang dan jumlah peserta FGD ................................................. Latar belakang dan jumlah narasumber .................................................. Latar belakang pakar ............................................................................... Deskripsi Komponen model bisnis ......................................................... Matrik SWOT ......................................................................................... Sebaran pegawai BTNGP berdasarkan jabatan dan penempatan............ Kegiatan pokok pengelolaan TNGP tahun 2010-2014 ............................ Potensi pendapatan proyek carbon tahunan di TNGP ............................. Nilai bobot kekuatan dan kelemahan komponen Model Bisnis BTNGP Nilai bobot peluang dan ancaman komponen model bisnis BTNGP ...... Perbedaan model bisnis BTNGP dan BTNGP Mandiri ......................... Perbandingan Karakteristik Model Bisnis BTNGP dan BTNGP Mandiri Matrik SWOT dan strategi pengembangan model bisnis BTNGP .......... Proyeksi penjualan pengusahaan kondisi lingkungan TNGP .................. Proyeksi penerimaan dari pengusahaan kondisi lingkungan ................... Proyeksi biaya pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP .................... Struktur dan sumber permodalan............................................................. Analisis laba rugi dari pengusahaan kondisi lingkungan TNGP ............. Proyeksi pembagian laba kepada shareholders ....................................... Arus Kas dari pemanfaatan kondisi lingkungan TNGP ......................... NPV dari pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP ............................. IRR dari pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP .............................. Perbedaan karakter organisai BTNGP dan BTNGP Mandiri .................. Analisis peraturan perundang-undangan terkait pengembangan taman nasional mandiri. .....................................................................................
15 27 28 29 30 31 34 40 41 46 59 61 65 66 67 71 73 74 74 75 76 77 78 78 83 86
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Latar belakang penelitian ....................................................................... Perumusan masalah penelitian ............................................................... Alur komponen model bisnis ................................................................. Kerangka pemikiran penelitian .............................................................. Lokasi Taman Nasional Gunung Palung ................................................ Alur kegiatan penelitian ......................................................................... Model Bisnis Kanvas (MBK) ................................................................ Struktur organisasi BTNGP.................................................................... Anggaran dan pendapatan BTNGP ........................................................ Alokasi anggaran belanja kegiatan tahun 2007-2011............................. Pengunjung wisata alam di TNGP ......................................................... Perkembangan jumlah peneliti di TNGP periode tahun 2007-2011 ....... Pemanfaat air komersil dan non komersil di TNGP .............................. MBK BTNGP ........................................................................................ Hubungan antara sumberdaya kunci, proposisi nilai, dan kelompok pelanggan ............................................................................... Hubungan antara komponen proposisi nilai, hubungan pelanggan, dan kelompok pelanggan .............................................................................. Hubungan antara aliran pendapatan, kelompok pelanggan, dan Proposisi nilai ......................................................................................... Hubungan antara sumberdaya kunci, kemitraan kunci, kegiatan kunci, dan proposisi nilai................................................................................... Alur penciptaan dan perolehan manfaat pada MBK BTNGP ................ Kekuatan dan kelemahan MBK BTNGP ............................................... Peluang dan ancaman MBK BTNGP ................................................... Prototipe MBK BTNGP Mandiri .......................................................... Bagan organisasi BTNGP Mandiri .........................................................
3 5 15 23 25 26 32 39 41 42 43 44 45 47 49 51 52 54 58 60 61 63 81
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16.
xvi
Hasil analisis isi terhadap peraturan perundangan terkait pengelolaan dan pengembangan taman nasional mandiri ............................................ Hasil analisis isi terhadap dokumen konsep dan perencanaan terkait pengelolaan dan pengembangan taman nasional mandiri ............. Hasil wawancara pakar ............................................................................. Catatan hasil Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka perancangan model bisnis BTNGP .......................................................... Catatan wawancara narasumber ............................................................... Kuisioner analisis SWOT komponen model bisnis BTNGP.................... Proyeksi penjualan pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E................................................................................................ Proyeksi penerimaan pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E. ............................................................................................... Proyeksi biaya investasi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E ................................................................................................ Proyeksi biaya tenaga kerja pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E ................................................................................... Proyeksi laba rugi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E................................................................................................ Proyeksi pembagian laba kepada shareholders dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E........................................ Proyeksi cash flow dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E ................................................................................... Perhitungan angsuran pokok dan bunga kredit investasi dan kredit modal kerja dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E ................................................................................... Hasil analisis kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP ................. Hasil analisis peluang dan ancaman model bisnis BTNGP......................
96 104 107 112 114 116 120 121 122 124 126 126 127
127 128 129
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman nasional merupakan salah satu bentuk Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan fungsi pokoknya sebagai hutan konservasi (UU. 41/1999 Pasal 7; UU. 5/1990 Pasal 29). Berdasarkan hasil analisis spasial pemanfaatan kawasan hutan, luas arahan kawasan konservasi di Indonesia adalah 26 819 385 ha, dari luas tersebut 61% diantaranya merupakan areal taman nasional (Kemenhut 2011). Untuk mengelola taman nasional pemerintah Indonesia telah membentuk 50 unit pengelolaan, yaitu 44 unit balai taman nasional dan 6 unit balai besar taman nasional (Gelgel et al. 2011). Secara umum
pengelolaan
taman
nasional
bertujuan
untuk
mengawetkan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa dalam rangka mencegah kepunahan spesies, melindungi sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari (PP. 28/2011 Pasal 2). Pengelolaan taman nasional di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, seperti: keterbatasan anggaran, sumberdaya pengelola masih belum memadai, kelemahan infrastruktur, dan hubungan yang belum harmonis dengan masyarakat di sekitar kawasan (Wiratno et al. 2004). Pengelola taman nasional juga menghadapi berbagai permasalahan dan ancaman, seperti perambahan hutan, pemukiman liar, pembalakan, perburuan dan kebakaran hutan (Haryono 2010). Oleh karena itu, dalam pengelolaan taman nasional yang merupakan salah satu bentuk hutan konservasi, terdapat beberapa issu sosial, yaitu: 1) lemahnya dukungan secara nasional; 2) konflik dengan penduduk setempat; 3) konflik dengan instansi pemerintah lainnya; 4) ketidak-kokohan dan ketidak-cukupan anggaran; dan 5) penduduk di sekitar kawasan hutan konservasi cenderung lebih miskin (Basuni 2009). Kementerian Kehutanan telah menetapkan kebijakan dan strategi konservasi untuk meningkatkan peran pemanfaatan dalam perlindungan dan pelestarian alam, antara lain: 1) peningkatan peran pemanfaatan dalam perlindungan dan konservasi SDH; 2) percepatan pembentukan kelembagaan konservasi yang mandiri (KPHK/BLU) pada taman nasional yang mempunyai potensi tinggi dan tantangan
2
rendah; dan 3) perubahan orientasi kawasan konservasi yang mandiri (dari cost center menjadi profit center) tanpa menghilangkan fungsi konservasi (Kemenhut 2011). Salah satu gagasan untuk mempercepat pembentukan kelembagaan konservasi yang mandiri, akhir-akhir ini muncul ide konsep taman nasional mandiri, yaitu taman nasional efektif yang dapat menjamin fungsi ekologis dan sosial serta diperkuat dengan investasi pemerintah dan swasta untuk pemanfaatan jasa lingkungan yang dari usahanya diperoleh pendapatan paling tidak 80 persen untuk membiayai pengelolaan taman nasional (Gelgel et al. 2011). Ide tersebut muncul sebagai respon atas adanya taman nasional yang mempunyai potensi yang besar, seperti wisata alam, rekreasi, jasa lingkungan, dan hasil hutan bukan kayu yang apabila dikelola dengan baik dan legal dapat menghasilkan penerimaan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat digunakan untuk membiayai pengelolaan kawasan (Hartono 2008b). Taman Nasional Gunung Palung (selanjutnya disebut TNGP) merupakan salah satu taman nasional di Kalimantan Barat yang memiliki fungsi ekologi sangat penting dan potensi ekonomi melimpah (Zamzani et al. 2009a). Akan tetapi, keberadaan TNGP masih mengalami ancaman deforestasi yang disebabkan oleh penebangan liar dan perladangan liar yang dipicu rendahnya pendapatan keluarga sekitar TNGP (Zamzani et al. 2009b). Oleh karena itu, Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP) telah berupaya mendorong kegiatan pemanfaatan potensi TNGP dalam rangka memberikan insentif bagi masyarakat di sekitarnya (Zamzani et al. 2009a). Selain itu, BTNGP juga telah melaksanakan berbagai kegiatan pembinaan daerah penyangga untuk mengurangi tekanan dalam bentuk gangguan terhadap keutuhan kawasan (Onda et al. 2008). Pemanfaatan TNGP dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan produk dan jasa kondisi lingkungan, yaitu: wisata alam, penelitian, dan pemanfaatan air. TNGP merupakan aset yang sangat penting bagi masyarakat sekitarnya, khususnya sebagai penyedia air bersih, udara yang segar, penyeimbang iklim mikro, dan sumberdaya hutan non kayu, seperti buah-buahan (Zamzani et al. 2009a).
Potensi sumberdaya air yang ada di kawasan TNGP sebesar 4,084
3
m /detik atau 128 790 580 m³/tahun. Potensi tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah daerah sebagai air baku PDAM, Air Minum Dalam
3
Kemasan (AMDK), pengairan pertanian, dan kebutuhan domestik lainnya (BTNGP 2009). Wisatawan dan peneliti yang berkunjung ke TNGP pada tahun 2011 sebanyak 369 orang yang berkontribusi terhadap PNBP, sekitar Rp 15 000 000 (BTNGP 2012). Sementara potensi jasa lingkungan TNGP sebagai fungsi penyimpan dan penyerap karbon, yaitu sebesar 18 118 000 ton/tahun (BTNGP 2006). Potensi tersebut di atas diperkirakan memiliki nilai manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, regional, dan global senilai 47 000 USD per tahun (Gunawan & Kristianti 2010). Upaya pemanfaatan kondisi lingkungan di TNGP sampai saat ini belum dilakukan secara optimal, sehingga belum memberikan peran dan fungsinya yang maksimal, baik ditinjau dari aspek ekologis, sosial, dan ekonomi.
Untuk
merespon persoalan dan peluang tersebut diatas, penelitian ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pemanfaatan kondisi lingkungan sebagai basis dalam pengembangan
taman
nasional
mandiri
serta
menganalisisnya
dengan
menggunakan pendekatan model bisnis, yaitu suatu model yang memberikan gambaran
logis
mengenai
bagaimana
sebuah
organisasi
menciptakan,
menghantarkan, dan menangkap sebuah nilai dari potensi yang dimiliki. Secara ringkas latar belakang penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Latar belakang penelitian.
4
1.2 Perumusan Masalah Kendala yang paling umum dalam mengelola kawasan konservasi termasuk taman nasional ialah terbatasnya anggaran yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktifitas, seperti penataan batas kawasan, pengembangan prasarana, pelatihan staf, dan program pendidikan (Dixon & Sherman 1990). Anggaran pengelolaan kawasan konservasi dapat diperoleh dari pendapatan dalam mengelola, menawarkan, dan menjual produk dan jasa lingkungan, antara lain: 1) wisata alam; 2) pemanfaatan air; 3) penyimpanan dan penyerapan carbon; 4) perlindungan habitat kritis; dan 5) produk hasil hutan bukan kayu (IUCN 2000). Pendapatan tersebut idealnya harus tetap berada di dalam sistem yang dapat digunakan dalam berbagai kegiatan untuk tujuan peningkatan efektivitas perlindungan dan pengelolaan kawasan konservasi (Dixon & Sherman 1990). Oleh karena itu, kegiatan pemanfaatan dan pengembangan produk atau jasa lingkungan serta hasil hutan bukan kayu di kawasan konservasi, khususnya di taman nasional harus menjadi prioritas serta perlu didukung oleh regulasi yang tepat dan efektif (Kemenhut 2011). Kegiatan pemanfaatan potensi kondisi lingkungan di TNGP belum dilakukan secara
maksimal,
sehingga
menyebabkan
masih
rendahnya
kontribusi
pemanfaatan potensi tersebut terhadap Produk Nasional Bruto (PNB), Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta manfaat langsung kepada masyarakat dan sektor lain. Hal itu menjadi salah satu penyebab lemahnya dukungan terhadap pengelolaan TNGP dari pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan sektor lain. Lemahnya dukungan para pihak tersebut berakibat terhadap kurang efektifnya pengelolaan TNGP. Gelgel et al. (2011) menyatakan bahwa efektifitas pengelolaan taman nasional di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti masalah kelembagaan, legalitas kawasan, konflik kawasan, dan rendahnya komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan kegiatan konservasi. Faktor-faktor tersebut terkait erat dengan keterbatasan sumberdaya manusia dan anggaran pemerintah. Kerangka perumusan masalah dalam penelitian ini secara ringkas disajikan pada Gambar 2.
5
Gambar 2 Perumusan masalah penelitian.
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan ditemukan solusinya dalam penelitian ini ialah bagaimana meningkatkan pemanfaatan kondisi lingkungan di TNGP sebagai basis dalam pengembangan BTNGP Mandiri?. Rumusan masalah tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan pertanyaan penelitian, yaitu: 1) bagaimana model bisnis BTNGP Mandiri? 2) bagaimana sistem dan kelayakan pengusahaan kondisi lingkungan yang mendukung pengembangan BTNGP Mandiri? 3) bagaimana pola pengelolaan dan organisasi BTNGP Mandiri?
1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian seperti tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan: 1) merancang model bisnis BTNGP Mandiri; 2) merencanakan sistem dan kelayakan pengusahaan kondisi lingkungan TNGP; 3) merumuskan pola pengelolaan dan organisasi BTNGP Mandiri.
6
1.4 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, para pihak yang terlibat di lokasi studi, dan masyarakat umum: 1)
manfaat bagi ilmu pengetahuan dari penelitian ini diantaranya konsep pengelolaan dan organisasi kawasan konservasi, khususnya taman nasional;
2)
memberikan kontribusi pemikiran ilmiah dalam pengelolaan taman nasional sebagai upaya percepatan pembentukan kelembagaan konservasi mandiri;
3)
memberikan masukan kepada pengambil kebijakan, pengelola, dan masyarakat di lokasi studi dalam pengelolaan taman nasional.
1.5 Ruang Lingkup Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian tersebut diatas, maka fokus kegiatan yang sekaligus ruang lingkup penelitian ini ialah mengembangkan BTNGP sebagai taman nasional mandiri dari aspek finansial melalui peningkatan pemanfaatan kondisi lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Taman Nasional 2.1.1 Definisi dan Fungsi Taman nasional adalah KPA yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (UU. 5/1990 Pasal 1; PP. 28/2011 Pasal 1). Menurut IUCN (1994) taman nasional adalah suatu areal, baik darat dan atau laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau upaya-upaya efektif lainnya untuk perlindungan ekosistem dan wisata. IUCN merevisi definisi tersebut dalam Dudley (2008), taman nasional adalah kawasan yang dilindungi (protected areas) dengan areal alami yang luas atau mendekati alami yang disisihkan untuk melindungi proses-proses ekologi yang luas, bersama dengan komplemen dari spesies dan karakteristik ekosistem areal tersebut, yang juga menyediakan landasan bagi pengembangan religi, keilmuan, pendidikan, rekreasi dan pengunjung yang sesuai dengan kaidah-kaidah pelindungan lingkungan dan budaya. Mackinnon et al. (1990) menggambarkan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian tinggi, potensi objek rekreasi besar, mudah dicapai, dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut. Sementara Putro et al. (2012) mendefinisikan taman nasional dalam konteks pengelolaan kolaboratif sebagai hamparan ekosistem alamiah dengan batas-batas yang jelas, di dalam dimensi ruang ekologi, sosial, ekonomi dan kewenangan tertentu, yang ditetapkan pemerintah untuk mempertahankan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati, serta mengoptimalkan fungsi sosial dan ekonominya melalui pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara lestari.
8
Suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional apabila memenuhi kriteria meliputi: (1) memiliki sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik; (2) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang utuh; (3) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekoogis secara alami; dan (4) merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan (PP. 28/2011 Pasal 8).
Taman nasional merupakan KPA yang mempunyai fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (UU. 5/1990 Pasal 30).
Sementara IUCN (1994) menyatakan
bahwa fungsi taman nasional, yaitu: 1) perlindungan proses-proses ekologi dan sistem penyangga kehidupan; 2) pengawetan sumber plama nutfah; dan 3) pemanfaatan spesies atau ekosistem secara lestari yang mendukung kehidupan penduduk dan menopang sejumlah industri. 2.1.2 Tujuan, Pengelolaan, dan Penyelenggaraan Penetapan kawasan taman nasional merupakan salah satu upaya konservasi yang bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (UU No. 5/1990 Pasal 3). Penetapan taman nasional juga bertujuan untuk melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting, secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi (MacKinnon et al. 1990). Tujuan penetapan taman nasional tersebut seharusnya menjadi dasar dalam pengelolaan (management by objective), yaitu pendekatan yang berorientasi kepada hasil, dimana penekanan lebih difokuskan pada pencapaian output dan outcome (Thomas & Middleton 2003). Oleh karena itu, agar pengelola taman nasional dapat mengelola taman nasional dengan baik dan benar, paling tidak harus memahami empat hal, yaitu: 1) apa yang harus dikelola, 2) apa tujuan pengelolaan, 3) bagaimana mengelola secara efektif dan efisien, dan 4) apa kriteria dan indikator kinerja pengelolaan (Hartono 2008a).
9
Pengelolaan taman nasional adalah upaya sistematis yang dilakukan untuk mengelola kawasan melalui kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian.
Sedangkan, penyelenggaraan
taman nasional meliputi kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan evaluasi kesesuaian fungsi (PP. 28/2011 Pasal 1 dan 13). Konsep pengelolaan taman nasional, yaitu: 1) berwawasan lingkungan, 2) berorientasi pada kekhasan sumber daya, dan pemakai, dan 3) berorientasi pada pembagunan wilayah, wisata ilmiah, dan pendidikan (Basuni 1987). Pengelolaan taman nasional dilakukan dengan berpedoman terhadap rencana pengelolaan dan memperhatikan sistem zonasi, yaitu suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona- zona dengan mempertimbangkan kajian dari aspek ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat (P. 56/Menhut-II/2006; P. 41/Menhut-II/2008).
Kegiatan pengelolaan taman nasional bertujuan untuk
mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa dalam rangka mencegah kepunahan spesies, melindungi sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati (PP. 28/2011 Pasal 2). Pengelolaan dan penyelenggaraan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah dengan membentuk unit pengelola oleh menteri, yaitu balai besar/balai taman nasional (UU. 5/1990 Pasal 34; PP. 28/2011 Pasal 12; P.40/MenhutII/2010). Penyelenggaraan taman nasional dapat dikerjasamakan dengan badan usaha, lembaga internasional, atau pihak lainnya, seperti: masyarakat setempat, lembaga swadaya masyarakat, perorangan, dan lembaga pendidikan (PP. 28/2011 Pasal 43). Kewenangan penetapan kriteria, standar dan penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru termasuk daerah aliran sungai didalamnya diserahkan kepada pemerintah pusat (PP. 25/2000 pasal 2).
Sedangkan pemerintah daerah dapat membantu sebagian urusan
pelaksanaan konservasi seperti penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan, tata batas, dan penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis (UU. 5/1990 Bab 10; PP. 25/2000 pasal 3). Pendanaan pengelolaan KSA dan KPA bersumber pada APBN atau APBD dan sumber dana lainnya sesuai ketentuan perundangan (PP. 28/2011 Pasal 48).
10
2.1.3 Konsep Taman Nasional Model dan Taman Nasional Mandiri Pembentukan taman nasional model diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih konkret tentang bagaimana seharusnya taman nasional dikelola, sehingga sumber daya yang sangat terbatas dapat lebih difokuskan untuk menjadikan taman nasional tersebut sebagai ‘the true national park' (Hartono 2008a). Taman Nasional Model adalah taman nasional yang dikelola sedemikian rupa sehingga pada suatu saat dapat dikelola secara mandiri (Putro et al. 2012). Istilah mandiri tersebut dapat merujuk kepada salah satu dari empat hal berikut: 1) kapasitas/kapabilitas pengelola; 2) kemampuan finansial; 3) pengambilan keputusan, dan 4) ketiga hal sebelumnya (Hartono 2008a). Berdasarkan ide, konsep, dan aspek kemandirian tersebut, taman nasional mandiri didefinisikan sebagai taman nasional yang mampu membiayai sebagian atau seluruh pelaksanaan tugas pokok diluar gaji dan kegiatan rutin lainnya dari penerimaan yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan tersebut dalam bentuk PNBP yang pengelolaan keuangannya dapat dikategorikan sebagai Badan Layanan Umum (Hartono 2008b). Salah satu kriteria taman nasional mandiri ialah efektifnya pengelolaan yang memiliki indikator sebagai berikut: 1) kelembagaan (organisasi pengelola); 2) tersedianya data potensi dan keberlanjutan program inventarisasi sumberdaya hutan; 3) tersedianya RPTN meliputi zonasi, desain tapak, dan peta interpretasi; 4) kemantapan kawasan hutan; 5) sistem monitoring dan reporting; dan 6) peta, strategi, antisipasi, dan implementasi penyelesaian konflik (Kemenhut 2011b). Kemandirian taman nasional dapat diwujudkan dengan PKTN yang mampu menguatkan pengelolaan taman nasional melalui penguatan kapasitas pengelolaan, peningkatan pendanaan, dan mewujudkan pemberdayaan masyarakat. Upaya tersebut didorong tanpa mengabaikan manfaat ekonomi yang mungkin dikembangkan untuk menghasilkan keuntungan bisnis yang disertai adanya mekanisme pembagian keuntungan dan ruang otonom untuk mengelola cash flow dengan organisasi yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU dan didukung dengan sumber daya manusia yang profesional (Putro et al. 2012). Ide pembentukan taman nasional mandiri merupakan gagasan yang perlu diwujudkan untuk mendorong kreativitas pengelola dan meningkatkan kegiatan ekonomi
11
masyarakat. Kemandirian taman nasional seyogyanya tidak hanya diwujudkan melalui penggalian potensi penerimaan, tetapi juga melalui skema kolaborasi antar stakeholders dan networking dengan institusi terkait (Hartono 2008b). Pengembangan taman nasional menuju ke arah taman nasional mandiri perlu ditelaah secara mendalam, terutama berkaitan dengan batasan dan ruang lingkup kemandirian, payung hukumnya, strategi dan langkah implementasinya, sampai dengan kriteria dan indikator penilaiannya. Pengelolaan taman nasional menuju taman nasional mandiri hanya dapat dilakukan apabila payung hukum ke arah tersebut sudah dibuat. Selain itu juga diperlukan konsep yang jelas dalam bentuk arahan dan pedoman tentang bagaimana mengelola taman nasional mandiri (Hartono 2008a). Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010 dan No. 28 Tahun 2010, serta prioritas nasional pembangunan KPHK, memberikan secercah harapan baru bagi PKTN untuk menemukan koridor bagi peran publik, swasta, dan masyarakat madani yang menjamin keberlanjutan dan kemandirian pengelolaan taman nasional (Putro et al. 2012). 2.1.4 Pemanfaatan Pengelolaan taman nasional di Indonesia mengalami pergeseran orientasi dari yang semata-mata pada perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman spesies dan ekosistemnya ke perluasan orientasi pada aspek pemanfaatan yang terfokus pada jasa lingkungan, wisata alam, dan manfaat lain yang dapat dikelola secara berkelanjutan (Putro et al. 2012). Manfaat taman nasional yang lainnya bervariasi tergantung potensi kawasan dan ekosistemnya, antara lain: (1) jasa dan proses ekologi; (2) tumbuhan dan satwa liar; (3) rekreasi dan jasa wisata; (4) situs sejarah dan budaya; dan (5) pendidikan dan penelitian (Dixon & Sherman 1990).
Pemanfaatan dilakukan melalui
kegiatan pokok sebagai berikut: (1) identifikasi, pemanfaatan, dan pengaturan wisata alam secara berkelanjutan; (2) identifikasi, budaya, dan pemanfaan plasma nutfah; (3) identifikasi dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada zona-zona tertentu; (4) identifikasi, pemanfaatan, dan pengaturan jasa lingkungan; dan (5) media pendidikan, penelitian, bina cinta alam, dan pembinaan generasi muda. Semua upaya tersebut dilakukan untuk memanfaatkan potensi kawasan dan ekosistemnya dengan dampak yang terukur dan terkendali (Hartono 2008a).
12
Pemanfaatan taman nasional mencakup: (a) pemanfaatan kondisi lingkungan dan (b) pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) (UU. 5/1990 Pasal 26 dan PP. 28/2011 Pasal 32 ayat 3). Pemanfaatan jenis TSL adalah pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis TSL. Sedangkan, pemanfaatan kondisi lingkungan adalah pemanfaatan potensi ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jeni dan peninggalan budaya yang berada dalam taman nasional (PP. 28/2011 Pasal 1). Pemanfaatan kondisi lingkungan dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan, sementara pemanfaatan jenis TSL dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar (UU. 5/1990 Pasal 27 dan 28). Pemanfaatan jenis TSL dilaksanakan dalam bentuk: pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; budidaya tanaman obat-obatan; dan pemeliharaan untuk kesenangan (PP. 8/1999 Pasal 3). Pemanfaatan di taman nasional dilakukan antara lain dalam bentuk: penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air, panas, angin, dan wisata alam; tumbuhan dan satwa liar; sumber plasma nutfah untuk penunjang budi daya (PP. 28/2011 Pasal 35). Pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia kebanyakan tidak bersifat common property resources dimana sebagian besar dikuasai oleh pemerintah dan hak pengelolaannya diberikan kepada individu atau swasta melalui mekanisme perizinan (Fauzi 2004). Pemanfaatan di taman nasional hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk (PP. 28/2011 Pasal 38). Setiap pemegang izin tersebut wajib membayar iuran dan pungutan yang terdiri atas: a) iuran izin usaha; dan b) pungutan atas hasil pemanfaatan kondisi lingkungan. Iuran dan pungutan tersebut merupakan PNBP yang dikenakan setiap tahun atau setiap kegiatan pemanfaatan (PP. 28/2011 Pasal 39).
13
2.1.5 Pengusahaan Pengusahaan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemanfaatan yang dimungkinkan untuk dilakukan dalam penyelenggaraan taman nasional. Berdasarkan PP. 28/2011 Pasal 40, pemanfaatan untuk wisata alam serta tumbuhan dan satwa liar di KPA dan KSA harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan taman nasional untuk penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air, serta energi air, panas, dan angin diatur dengan peraturan menteri. Pemanfaatan jasa lingkungan dalam bentuk optimalisasi pengembangan pariwisata alam di taman nasional belum berkembang maksimal (Gelgel et al. 2011). Untuk mendorong taman nasional sebagai kawasan strategis pariwisata diperlukan perhatian terhadap aspek-aspek berikut: 1) lokasi strategis; 2) potensi pasar; 3) potensi daya tarik; 4) kesiapan dan dukungan masyarakat; dan 5) kekhususan wilayah (UU. 10/2009). Pengusahaan wisata alam di taman nasional juga perlu memperhatikan aspek lokasi terkait pemanfaatan zonasi untuk kegiatan wisata alam. Selain itu, manajemen pelaksanaannya harus dilengkapi dengan master plan, desain tapak dan site plan ODTWA, serta mekanisme pengawasan, monitoring, dan evaluasi untuk memastikan pengembangan wisata alam tidak menurunkan potensi SDA (Gelgel et al. 2011). Pengusahaan pariwisata alam di taman nasional dilakukan dalam bentuk kegiatan mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta dapat dilakukan kegiatan membangun sarana kepariwisataan (P. 36/2010 Pasal 4 dan 5). Pengusahaan tersebut meliputi: (a) usaha penyediaan jasa wisata alam; dan (b) usaha penyediaan sarana wisata alam. Izin pengusahaan pariwisata alam dapat diajukan oleh: (a) perorangan; (b) badan usaha; atau (c) Koperasi (P. 36/2010 Pasal 7 dan 8). Bentuk izin pengusahaan tersebut, yaitu: (a) Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan jasa wisata alam pada kegiatan pariwisata alam; dan (b) Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan fasilitas sarana serta pelayanannya yang diperlukan dalam kegiatan pariwisata alam (P. 48/2010 Pasal 9).
14
2.2 Model Bisnis 2.2.1 Pengertian dan Kegunaan Model bisnis adalah alat konseptual yang berisi kumpulan elemen dan hubungan-hubungannya serta memungkinkan mengekspresikan logika perusahaan mendapatkan uang. Model bisnis adalah deskripsi dari nilai sebuah perusahaan menawarkan untuk satu atau beberapa segmen dari pelanggan dan arsitektur perusahaan dan jaringan mitra untuk membuat, memasarkan dan memberikan nilai ini dan modal hubungan, untuk menghasilkan aliran pendapatan yang menguntungkan dan berkelanjutan (Ostelwalder 2004). Sebuah model bisnis menentukan bagaimana organisasi menghasilkan pendapatan dan keuntungan pada layanan, yang berakibat pada identifikasi arus uang antara aktor dalam model (Berthilson & Pascual 2006). Konsep model bisnis ditafsirkan dengan cara berikut: (1) sebagai taksonomi, dan (2) sebagai model konseptual dari cara kita melakukan bisnis (Gordijn, Osterwalder & Pigneur 2005). Model bisnis sebagai arsitektur untuk aliran produk, jasa dan informasi, termasuk deskripsi aktor berbagai bisnis dan peran mereka, dan uraian dari berbagai manfaat potensial bagi pelaku usaha, dan deskripsi sumber pendapatan (Timmer 1998). Berdasarkan definisi tersebut, maka secara sederhana model bisnis disimpulkan sebagai sebuah representasi dari bagaimana perusahaan atau organisasi memproduksi dan membeli serta menjual barang dan jasa yang dapat menghasilkan uang (Ostelwalder 2004). Menurut Erikson dan Perker (2000), model bisnis memiliki kegunaan sebagai berikut: a) untuk lebih memahami mekanisme dari suatu bisnis yang sedang berjalan; b) berperan sebagai dasar penyempurnaan struktur bisnis yang ada dan operasinya; c) menunjukan struktur bisnis yang telah mengalami inovasi; d) melakukan percobaan dalam konsep baru atau untuk melakukan duplikasi atau untuk mempelajari konsep yang digunakan oleh suatu perusahaan yang sangat kuat dalam persaingan; dan d) mengidentifikasi peluang outsourcing. Sementara Stahler (2002) menambahkan bahwa model bisnis dapat membantu memahami kondisi bisnis yang akan terjadi di masa depan.
15
2.2.2 Pilar dan Komponen Model Bisnis Alt dan Zimmermann (2001) merinci komponen model bisnis terdiri atas: a) misi, b) struktur, c) proses, d) pendapatan, e) isu-isu legal, dan f) teknologi. Sementara Afuah dan Tucci (2003) menjelaskan bahwa model bisnis harus mencakup komponen sebagai berikut: a) nilai yang ditawarkan kepada pelanggan; b) ruang lingkup pelanggan; c) penentuan harga; d) sumber pendapatan; e) kegiatan-kegiatan
terhubung;
f)
implementasi
kegiatan
perusahaan;
g)
kemampuan perusahaan; dan h) keuntungan dan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Berthilson dan Pascual (2006) menyatakan bahwa sebuah model bisnis dapat dilihat sebagai gambaran umum tentang bagaimana organisasi menangani kegiatan utamanya. Komponen kegiatan paling dasar dari model bisnis, yaitu: a) identifikasi pelanggan potensial, dan b) identifikasi produk atau jasa organisasi yang ditawarkan. Model bisnis merupakan sebuah maket yang terdiri dari berbagai komponen yang menggambarkan kondisi yang terjadi di lapangan (Stahler 2002). Komponen model bisnis dapat divisualisasikan kedalam susunan sembilan blok (building blocks) dalam bentuk diagram dimana satu kotak dengan yang lain saling berhubungan (Osterwalder & Pigneur 2010). Deskripsi komponen model bisnis tersebut disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Komponen model bisnis (Osterwalder 2004 & Osterwalder 2006) Pilar Produk Kelompok Pelanggan
Komponen Proposisi Nilai Kelompok Pelanggan Saluran
Hubungan Pelanggan Pengelolaan Kemitraan Infrastruktur Kunci Sumberdaya Kunci Kegiatan Kunci Aspek Struktur Biaya Finansial Aliran Pendapatan
Deskripsi Kumpulan produk dan jasa yang memuaskan kebutuhan segmen pelanggan Kelompok pelanggan dengan karakteristik yang berbeda Saluran untuk komunikasi dengan pelanggan dalam menawarkan proposisi nilai Tipe-tipe hubungan dengan setiap kelompok pelanggan Mitra yang bekerjasama dalam kegiatan kunci Sumberdaya kunci dalam membangun model bisnis Kegiatan-kegiatan yang paling penting dilakukan untuk mengimplementasikan model bisnis Biaya yang diperlukan untuk menjalankan model bisnis Sumber-sumber pendapatan dari pelanggan untuk menciptakan nilai dan kegiatan melayani pelanggan
16
Komponen model bisnis pada Tabel 1 diatas, dapat dimodifikasi dan digambarkan dalam bentuk bagan alur yang saling berhubungan seperti terlihat pada Gambar 3. Berdasarkan bagan alur tersebut terlihat bahwa diferensiasi pasar (membangun proposisi nilai) dan pengelolaan biaya memiliki peranan penting untuk keberhasilan setiap model bisnis (Vorley, Lundy, & MacGregor, 2008).
Gambar 3 Alur komponen model bisnis (Vorley, Lundy, & MacGregor, 2008).
2.2.3 Model Bisnis dan Strategi Bisnis Strategi dan model bisnis membicarakan tentang masalah yang sama, tetapi pada lapisan bisnis yang berbeda. Model bisnis sebagai implementasi strategi dalam cetak biru logika konseptual perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain visi perusahaan dan strategi dijabarkan ke dalam proposisi nilai, hubungan pelanggan, dan jaringan nilai (Ostelwalder 2004). Konsep model bisnis terkait dengan strategi bisnis, yaitu dalam proses desain model bisnis. Sedangkan terkait dengan operasi bisnis, yaitu dalam penerapan model bisnis perusahaan ke dalam struktur organisasi dan sistem (Vorley, Lundy & MacGregor 2008). Model bisnis membantu para pemilik serta profesionalnya menggagas bisnis di tingkat abstrak dan kemudian mengujinya di tingkat nyata. Setelah itu, strategi bisnis disusun untuk membuat perusahaan berbeda secara strategis terhadap pesaing-pesaingnya (Margaretta 2002). Strategi bisnis menekankan pada pelestarian keunggulan yang lebih luas dengan memperhatikan dinamika lingkungan industri.
Sementara model bisnis lebih fokus pada akuisisi nilai
ekonomi dari inovasi yang dilakukan perusahaan (PPM 2012).
17
2.3
Pengelolaan Sumber Daya Hutan Sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang
dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia (Fauzi 2004). Salah satu contoh ekosistem sesuai definisi tersebut ialah hutan, yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU. 41/1999). Definisi sumber daya tersebut terkait pada dua aspek, yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, dan aspek kelembagaan yang menentukan pengaturan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan (Fauzi 2004). Hutan memiliki ciri sebagai sumber daya publik (common resources1) dan sumber daya persediaan umum (common-pool resources2).
Selain itu dalam
konteks ekonomi, hutan juga memiliki sifat sebagai sumberdaya yang dikategorikan sebagai quasi milik pribadi, yaitu suatu perpaduan antara milik perorangan dengan properti masyarakat (Tadjudin 2000). Berdasarkan ciri-ciri tersebut, pengelolaan sumber daya hutan dapat menghadapi kesulitan dalam tata kepemerintahan yang berkelanjutan, efisien, dan adil (Putro et al. 2012). Kesulitan dalam pengelolaaan sumber daya alam, seperti hutan terkait erat dengan tipe hak kemilikan terhadap sumber daya alam (Fauzi 2004). Umumnya terdapat empat tipe hak kepemilikan atas sumberdaya alam, yaitu: 1) milik negara (state property), klaim pemilikan berada pada pemerintah sehingga hak pemanfaatan secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah; 2) milik pribadi (private property), klaim pemilikan berada pada individu atau kelompok usaha. Sehingga manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik; 3) milik bersama (common property atau communal property), klaim pemilikan berada pada individu atau kelompok atas sumberdaya yang dikelola bersama; dan 4) tak bertuan (open access), tidak ada unsur kemilikan atas sumberdaya, sehingga setiap orang dapat dengan bebas dan terbuka untuk memanfaatkan (Arifin 2001; Bromley 1989).
1 sumber daya yang secara simultan atau berangkai dimanfaatkan oleh banyak kelompok pengguna (Ostrom 1990).
2 sumber daya yang dicirikan oleh kesulitan eksklusi dan menghasilkan jumlah yang terbatas dari unit sumber daya sehingga seseorang memanfaatkan sejumlah sumber daya yang tersedia bagi orang lain (Ostrom 1990)
18
2.4
Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Pemerintah berwenang untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan (UU. 41/1999 Pasal 4). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat: 1) propinsi; 2) kabupaten/kota; dan 3) unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari (UU. 41/1999 Pasal 17). Unit Pengelolaan tersebut terdiri dari: a) Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) pada hutan konservasi; b) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) pada hutan lindung; dan c) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) pada hutan produksi (PP. 44/2004 Pasal 28). KPHK adalah kesatuan pengelolaan hutan yang seluruh luas wilayahnya atau didominasi oleh kawasan hutan konservasi (P. 6/2009). Berdasarkan P.6/Menhut-II/2009, pembentukan wilayah KPHK melalui tahapan: 1) rancang bangun KPHK; 2) arahan pencadangan KPHK; 3) usulan penetapan KPHK; dan 4) penetapan wilayah KPHK. Setiap unit pengelolaan hutan dibentuk institusi pengelola yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi: a) perencanaan pengelolaan; b) pengorganisasian; c) pelaksanaan pengelolaan; pengendalian dan pengawasan (PP. 44/2004 Pasal 32).
dan d)
Organisasi KPHK
merupakan organisasi perangkat pusat, sedangkan organisasi KPHL dan KPHP merupakan organisasi perangkat daerah. Pemerintah dan/atau pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah
kabupaten/kota,
sesuai
kewenangannya
menetapkan
organisasi KPH (PP. 6/2007 Pasal 8). Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi : a) menyelenggarakan pengelolaan hutan; b) menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan; c) melaksanakan kegiatan
pengelolaan
pengorganisasian,
hutan
pelaksanaan
diwilayahnya dan
mulai
pengawasan
serta
dari
perencanaan,
pengendalian;
d)
melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya; dan e) membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan (PP. 6/2007 Pasal 9).
19
2.5
Badan Layanan Umum BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah/daerah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan.
Sementara Pola
Pengelolaan Keuangan (PPK)-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (PP. 23/2005 Pasal 1). BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/ lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan (PP. 23/2005 Pasal 3). Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: a) penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; b) pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau c) pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Sementara persyaratan teknis terpenuhi apabila: a) kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU dan b) kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU (PP. 23/2005 Pasal 4). Persyaratan administratif terpenuhi apabila Satker dapat mengajukan seluruh dokumen berikut: a) pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; b) pola tata kelola; c) rencana strategi bisnis; d) laporan keuangan pokok; e) standar pelayanan minimum; dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Satker yang memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif diberikan status BLU penuh (PMK.119/PMK.05/2007 Pasal 2 dan Pasal 14).
20
2.6
Kelayakan Usaha Studi kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya
suatu usaha yang biasanya merupakan proyek investasi itu dilaksanakan. Maksud layak atau tidak layak disini adalah perkiraan bahwa usaha akan menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasionalkan (Umar 2005). Analisis yang dilakukan dalam studi kelayakan usaha mencakup banyak faktor yang dikerjakan secara menyeluruh, meliputi aspek teknik dan teknologi, pasar dan pemasaran, manajemen, hukum, lingkungan, dan keuangan (Umar 2005). Salah satu aspek terpenting dalam studi kelayakan usaha ialah aspek finansial atau keuangan yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menyatakan apakah suatu rencana usaha atau kegiatan investasi layak untuk dijalankan (Rangkuti 2000). Kelayakan finansial suatu usaha dapat diukur dari berbagai kriteria dengang menggunakan alat analisis, seperti: Break Even Point (BEP), benefit/cost rasio, payback period, Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), dan Internal Rate of Return (IRR) (Umar 2005). NPV, IRR, dan PI adalah kriteria untuk mengukur suatu rencana investasi yang mempertimbangkan berapa nilai sekarang dari suatu pendapatan yang diterima di masa mendatang (Rangkuti 2000). Pengambilan keputusan berdasarkan evaluasi terhadap suatu rencana investasi dapat dilakukan melalui tiga tahap kegiatan, yaitu: 1) estimasi cash flow; 2) estimasi pendapatan yang ingin diperoleh; dan 3) evaluasi rencana investasi berdasarkan ukuran-ukuran yang jelas (Rangkuti 2000). Cash flow3 disusun untuk menentukan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenaio perubahan kas tersebut dengan menunjukan darimana sumber-sumber kas tersebut dan penggunaannya (Umar 2005). Sedangkan rencana investasi dapat diukur dengan menggunakan metode NPV, yaitu penilaian investasi dengan membandingkan biaya kesempatan (opportunity cost) modal yang ditanamkan dengan arus kas masuk (cash inflow) yang dihasilkan. Selain itu, dapat digunakan juga IRR, yaitu metode untuk mengukur tingkat suku bunga dimana seluruh arus kas bersih (net cash flow) setelah dikalikan faktor diskonto (discount factor) nilainya sama dengan biaya investasi (Rangkuti 2000). 3 Gerakan aliran kas masuk dan keluar (Rangkuti 2000)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Issu krusial dalam pengelolaan kawasan konservasi, yaitu: merancang kebijakan yang bermanfaat untuk pengelolaan kawasan tersebut dan masyarakat di sekitarnya (Dixon & Sherman 1990). Sebagai salah satu kawasan konservasi yang menyimpan informasi dan gudang pengetahuan, taman nasional harus diungkap kegunaannya dalam rangka pemanfaatan potensinya secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (Basuni 2009). Pemanfaatan tersebut dapat dilakukan dengan tidak merusak bentang alam dan mengubah fungsi KSA dan KPA dalam bentuk kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan serta pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar ( PP 28/2011 pasal 32 ayat 2 dan 3). Upaya pemanfaatan tersebut dapat berupa pengembangan produk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan hutan. Produk dan jasa tersebut diharapkan menjadi unggulan sektor kehutanan di masa depan serta akan semakin diperdagangkan dan diinternalisasikan dalam mekanisme pasar baik ditingkat lokal, nasional, regional maupun global (Kemenhut 2011). Salah satu pendekatan tersebut, yaitu skema pembayaran jasa lingkungan (payments for environmental services) dalam rangka perlindungan dan pengawetan biodiversitas, penyerapan karbon, jasa hidrologi, dan preservasi keindahan alam sebagai daya tarik ekowisata (Ghazoul & sheil 2010). Produk dan jasa tersebut merupakan sumber pendapatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan taman nasional dan pemberian insentif bagi masyarakat di sekitarnya (Dixon & Sherman 1990). Perlindungan kawasan konservasi yang efektif memerlukan manajemen, sedangkan manajemen memerlukan dana, dan keperluan ini seringkali menjadi kendala yang serius dalam perlindungan kawasan (Dixon & Sherman 1990). Konservasi adalah bisnis dimana biodiversitas merupakan sebuah komoditi yang dapat dibeli dan dijual (Nicholls 2004). Untuk mempertahankan keberadaan biodiversitas dalam jangka panjang, pendekatan bisnis dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan untuk menentukan dan menilai keberhasilan kegiatan pengelolaan (Possingham 2001). Pendekatan bisnis juga diharapkan mendorong
22
pengelola kawasan dilindungi untuk melakukan pengelolaan sebagai sebuah bisnis yang mempertimbangkan tiga elemennya, yaitu: produk, pelanggan, dan pemasaran (IUCN 2000). Salah satu pendekatan yang dapat membantu suatu organisasi dalam merumuskan pengelolaan tiga elemen bisnis tersebut ialah model bisnis (Osterwalder 2004). Elemen utama model bisnis, yaitu: 1) inovasi produk, terdiri dari proposisi nilai perusahaan yang diberikan kepada pelanggan, 2) hubungan pelanggan, terdiri dari menentukan kelompok pelanggan, saluran, dan strategi hubungan; 3) infrastruktur, merupakan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan internal dan jaringan kemitraan yang diperlukan untuk menghasilkan proposisi nilai; dan 4) aspek keuangan, yaitu aspek yang menentukan profitabilitas organisasi terdiri atas aliran pendapatan dan struktur biaya (Osterwalder & Pigneur 2002). Hasil analisis dan desain model bisnis diharapkan dapat menghasilkan rancangan model bisnis yang sesuai dengan pengertian taman nasional mandiri, yaitu taman nasional efektif yang dapat menjamin fungsi ekologis dan sosial taman nasional serta diperkuat dengan investasi pemerintah dan swasta untuk pemanfaatan jasa lingkungan, penangkaran/budidaya satwa dan tumbuhan liar yang dari usahanya diperoleh pendapatan paling tidak 80 persen untuk membiayai pengelolaan taman nasional yang bersangkutan (Gelgel et al. 2011). Selain itu, rancangan model bisnis juga dapat menjadi bahan masukan dalam merencanakan sistem pengusahaan potensi dan pengelolaan taman nasional mandiri. Sistem pengusahaan, pola pengelolaan, dan organisasi yang sesuai dengan model bisnis yang dirancang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi atas permasalahan manajemen kawasan konservasi.
Pengelolaan kawasan hutan
konservasi diharapkan dapat berkontribusi terhadap GNP atau PAD, serta memberikan manfaat kepada masyarakat dan sektor lainnya. Selain itu, kebutuhan manajemen kawasan hutan konservasi terhadap anggaran dari pemerintah serta dukungan dari masyarakat dan sektor lainnya akan terpenuhi. Hal ini diharapkan dapat memperkuat upaya perlindungan dan pengawetan di kawasan hutan konservasi. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 4.
23
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian dikembangkan dari Basuni (2009). Keterangan: A-Anggaran; K-Kontribusi, D-Dukungan, M/B-Manfaat/Biaya
3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Model Bisnis adalah pendekatan rasional tentang bagaimana proses organisasi berupaya menciptakan (create), menyampaikan (deliver) dan mengambil atau menangkap (capture) sesuatu yang bernilai (value) ekonomis maupun manfaat komersial lainnya;
24
3.2.2 Taman Nasional Mandiri adalah taman nasional efektif yang dapat menjamin fungsi ekologis dan sosial taman nasional serta diperkuat dengan investasi pemerintah dan swasta untuk pemanfaatan jasa lingkungan (wisata alam, air, karbon) penangkaran/budidaya satwa dan tumbuhan liar yang dari usahanya diperoleh pendapatan paling tidak 80 persen untuk membiayai pengelolaan taman nasional yang bersangkutan; 3.2.3 Pengelolaan taman nasional adalah upaya sistematis yang dilakukan untuk mengelola
kawasan
melalui
kegiatan
perencanaan,
perlindungan,
pengawetan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian. 3.2.4 Pemanfaatan kondisi lingkungan adalah pemanfaatan potensi ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis, dan peninggalan budaya yang berada dalam KPA dan KSA; 3.2.5 KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari; 3.2.6 KPHK adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan konservasi; 3.2.7 Badan Layanan Umum adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktikpraktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam
rangka
memajukan
kesejahteraan
umum
dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP), Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara (KKU), Kalimantan Barat. Kegiatan penelitian direncanakan akan berlangsung selama ± 7 bulan, studi lapangan untuk pengumpulan data dan informasi (3 bulan), analisis data dan penulisan tugas akhir (4 bulan). Gambaran lebih lengkap tentang lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5.
25
Gambar 5 Lokasi Taman Nasional Gunung Palung.
3.4 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk penelitian ini, yaitu: panduan wawancara, sedangkan alat yang digunakan, yaitu: kamera digital, perekam suara, alat tulis, dan perangkat lunak untuk pengolahan data, yaitu: Open Office.org
3.5 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang difokuskan pada pengembangan taman nasional mandiri melalui pendekatan model bisnis meliputi perancangan model bisnis, perencanaan sistem pengusahaan, dan pola pengelolaan taman nasional mandiri.
Tahapan dalam kegiatan penelitian ini meliputi: 1)
pengumpulan data dan informasi melalui studi literatur; 2) brainstorming dengan pengelola TNGP dalam rangka prototyping model pengelolaan dan model bisnis; 3) wawancara mendalam dengan narasumber yang terlibat dalam kegiatan
26
pengelolaan dan pemanfaatan TNGP untuk mendapatkan tanggapan terhadap rancangan model bisnis; 4) wawancara pakar di bidang pengelolaan taman nasional untuk menguji dan meminta tanggapan terhadap rancangan model bisnis; dan 5) pemilihan model dan perumusan pola pengelolaan taman nasional mandiri. Bagan alur kegiatan penelitian lebih selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Alur kegiatan penelitian.
27
3.6 Data dan Informasi Data pokok yang dikumpulkan meliputi data yang terkait dengan pengelolaan taman nasional, yaitu: administrasi kawasan, organisasi, keuangan, kegiatan, sumberdaya manusia, dan kondisi pemanfaatan jasa lingkungan di TNGP. Selain itu, dikumpulkan juga informasi terkait aspek kebijakan dan peraturan perudangan di bidang pengelolaan kawasan konservasi, khususnya taman nasional. Sedangkan data penunjang yang dikumpulkan, antara lain kondisi biologi, fisik, organisasi pengelola, dan sosial ekonomi masyarakat. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian No
Data dan Informasi
Sumber Data
1 Model Pengelolaan TN Mandiri - kondisi dan administrasi kawasan - dokumen BTNGP - kebijakan dan organisasi - peraturan - sumber anggaran dan pendapatan perundangan - struktur biaya pengeloaan - narasumber - jumlah wisatawan dan peneliti - kondisi pemanfaatan jasling 2 Model Bisnis TN Mandiri - segmen pelanggan - proposisi nilai produk dan jasa - saluran komunikasi dan distribusi - hubungan pelanggan - rencana pendapatan - sumberdaya kunci - kegiatan kunci - kemitraan kunci - struktur biaya 3 Road Map TN Mandiri - regulasi dan strategi - proyeksi bisnis dan keuangan
- narasumber - dokumen BTNGP - Koperasi Nasalis - Konsorsium SRCP
Teknik - kajian dokumen - wawancara narasumber - observasi
- kajian dokumen - wawancara narasumber
- peraturan perundangan - kajian dokumen - narasumber - wawancara
3.7 Teknik Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara informan (narasumber), wawancara terhadap pakar, dan observasi lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur serta studi data-data hasil-hasil penelitian dan dokumentasi instansi terkait.
28
3.7.1 Kajian Dokumen Kajian dokumen dilaksanakan dengan mempelajari berbagai tulisan, gambar atau karya monumental yang terkait dengan topik penelitian (Sugiyono 2011). Kajian ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi terkait peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan kawasan konservasi, model bisnis, BLU, KPHK, dan pemasaran biodiversitas. Selain itu dikumpulkan juga data dan informasi pengelolaan TNGP, terkait kegiatan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan wisata alam, air, penelitian, dan potensi penyerapan karbon. 3.7.2 Observasi Teknik pengumpulan data primer dengan cara mengamati terhadap suatu obyek dan berbagai peristiwa sebagai suatu alat untuk memperoleh informasi (Wahdi 2011; Rangkuti 2011). Observasi dilakukan di beberapa lokasi dalam kawasan TNGP yang merupakan obyek penelitian, yaitu: obyek wisata alam, stasiun riset penelitian, dan lokasi pemanfaatan air. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung dan mendokumentasikannya dengan kamera. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara nyata tentang obyek penelitian dan digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan tanggapan dari responden. 3.7.3 Focus Group Discussion (FGD) Pelaksanaan
FGD
dilakukan
dalam
rangka
brainstorming
untuk
merumuskan gagasan model pengelolaan dan model bisnis TNGP sebagai taman nasional mandiri yang dituangkan dalam bentuk rancangan kanvas model bisnis. Peserta FGD merupakan perwakilan dari berbagai kelompok jabatan di BTNGP, latar belakang dan jumlah peserta FGD dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3 Latar belakang dan jumlah peserta FGD No Latar Belakang 1 Kepala Resort 2 Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) 3 Polisi Kehutanan (Polhut) 4 Penyuluh Kehutanan 5 Non-Struktural Jumlah
Jumlah Keterangan 1 Pejabat Fungsional Polhut di Resort Sempurna 3 PEH Pelaksana Lanjutan 4 1 2 11
Polhut Pelaksana dan Pelaksana Lanjutan Penyuluh Pertama Penerbit SPM, Verifikator Keuangan
29
3.7.4 Wawancara Narasumber Narasumber (informan) dalam penelitian ini ialah individu atau organisasi yang diidentifikasi terlibat dalam pengelolaan TNGP, baik sebagai pemanfaat, pengguna, pembeli, atau calon pelanggan pada setiap produk dan jasa yang menjadi obyek penelitian. Penentuan narasumber menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang cocok digunakan dalam penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2011) sampel dalam penelitian kualitatif ialah narasumber yang dianggap mengetahui dan memiliki informasi tentang fokus penelitian yang diharapkan. Wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview) dengan materi wawancara difokuskan untuk menggali pandangan narasumber terhadap pengelolaan TNGP, khususnya pemanfaatan jasa lingkungan, yaitu: wisata alam, penelitian, pemanfaatan air, dan penyerapan karbon. Pertanyaan yang diajukan berdasarkan panduan wawancara yang redaksinya bersifat luwes sesuai kebutuhan. Wawancara tersebut bertujuan memperoleh tanggapan terhadap rancangan model bisnis dan pola pengelolaannya. Narasumber dalam penelitian yang terdiri dari berbagai latar belakang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Latar belakang dan jumlah narasumber No
Jumlah (orang)
Latar Belakang
Keterangan
1 Pejabat Struktural BTNGP
1
Kepala Balai
2 Kepala Desa
2
Pampangharapan,Gunungsembilan
1
Kepala Badan
4 Dinas Kehutanan dan Perkebunan KKU
1
Sekretaris Dinas
5 Bagian KKU
1
Kepala Seksi
6 Bappeda Ketapang
1
Staf
7 Dinas Kehutanan Ketapang
1
Kepala Bidang Perlindungan Hutan
8 Forum Tirta Palung Lestari (FORTIPARI)
1
Ketua Forum
9 Lembaga Swadaya Masyarakat
2
Direktur Yayasan Palung dan ASRI
10 Koperasi Nasalis
1
Manajer Tour dan Travel
11 Pengelola Stasiun Riset Cabang Panti
1
Manajer Stasiun Riset
12 Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan
3
Pemilik
13 Masyarakat
3
Ketua Kelompok Tani
3 Bappeda (KKU)
Total
Kabupaten
Ekonomi
Kayong
dan
Utara
Pembangunan
19
30
3.7.5 Wawancara Pakar Wawancara pakar dilakukan secara semi-terstruktur dan tidak terstruktur dalam rangka mendapatkan tanggapan serta menguji rancangan model pengelolaan dan model bisnis TNGP sebagai taman nasional mandiri. Selain itu, wawancara juga dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan tanggapan terhadap materi yang terkait dengan pengelolaan taman nasional, yaitu: 1) konsep taman nasional mandiri, 2) identifikasi masalah, 3) kebutuhan manajemen; 4) identifikasi indikator-indikator yang ada serta potensi untuk mengevaluasi efektivitas manajemen; 5) validasi model dan indikator; dan 6) evaluasi dan merumuskan rekomendasi pengelolaan taman nasional mandiri, faktor-faktor penghambat, dan kekuatan pendorong yang mempengaruhi pelaksanaan rekomendasi. Pakar yang dimintai tanggapan dalam penelitian berasal dari berbagai latar belakang sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Latar belakang pakar No
Nama
1. Prof. Dr. Ir. Chafid Fandeli, MS
Latar Belakang Guru Besar Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada
2. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, Guru Besar Kebijakan Kehutanan, Fakultas MS Kehutanan, IPB 3. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, Guru Besar Ekonomi Sumberdaya Hutan, MA Fakultas Kehutanan, IPB 4. Dr. Ir. Bahruni, MS
Staf Pengajar Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB
5. Ir. Haryanto R. Putro, MS
Staf Pengajar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB
6. Iben Y. Ismarson, SP, MBA, MSc
Senior Manager Human Resources Development (HRD), PT. Sari Husada
7. Petrus Gunarso Ph.D
Direktur Program Tropenbos International
8. Ir. Adi Susmianto, MSc
Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan
9. Dr. Ir. Bambang Supriyanto, MSc
Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Lindung, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan
31
3.8 Metode Analisis Data Berdasarkan data pokok yang terkumpul, dilakukan proses tabulasi, dan pengelompokan data untuk dijadikan sumber data. Data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 3.8.1 Analisis Model Bisnis Perancangan model bisnis BTNGP menggunakan pendekatan Model Bisnis Kanvas (MBK) menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), yaitu kerangka model bisnis berbentuk kanvas yang divisualisasikan dalam susunan sembilan kotak yang saling berkaitan. Kotak tersebut berisikan komponen-komponen penting yang menggambarkan bagaimana organisasi menciptakan manfaat untuk pelanggannya dan mendapatkan manfaat dari para pelanggannya.
Deskripsi
komponen pembangun model bisnis tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Deskripsi komponen model bisnis (PPM Manajemen 2012) No
Komponen
Deskripsi
1
Kelompok Pelanggan Pihak yang menggunakan jasa/produk dan berkontribusi pada organisasi
2
Proposisi Nilai
Manfaat yang ditawarkan organisasi kepada kelompok pelanggan
3
Saluran
Sarana untuk menyampaikan proposisi nilai pada pelanggan
4
Hubungan Pelanggan Cara organisasi menjalin ikatan dengan pelanggannya
5
Aliran Dana
Deskripsi bagaimana organisasi memperoleh uang dari pelanggan
6
Sumberdaya Kunci
Sumberdaya organisasi yang digunakan mewujudkan proposisi nilai
7
Kegiatan Kunci
Kegiatan utama organisasi untuk dapat menciptakan proposisi nilai
8
Kemitraan Kunci
Mitra kerjasama pengoperasian organisasi
9
Struktur Biaya
Komposisi biaya untuk mengoperasikan organisasi mewujudkan proposisi nilai
Perancangan MBK dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu: 1) pemetaan potret kondisi model bisnis saat ini (BTNGP); 2) penilaian kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman (SWOT) komponen model bisnis BTNGP; dan 3) penyempurnaan model bisnis BTNGP. Hasil penyempurnaan model bisnis tersebut merupakan rancangan model bisnis BTNGP Mandiri, yaitu model bisnis yang dirancang dapat membiayai paling tidak 80 persen pengelolaan taman nasional dari hasil pemanfaatan kondisi lingkungan melalui sistem pengusahaan yang diperkuat dengan investasi pemerintah dan swasta sehingga dapat menjamin keberlanjutan pendanaan serta mendukung upaya perlindungan dan pengawetan.
32
Teknik yang digunakan dalam merancang model bisnis dalam penelitian ini ialah teknik ideation yang memiliki dua fase. Fase pertama: pembangkitan ide (idea generation). Fase kedua: sintesis dimana ide-ide dibahas, digabungkan, dan dipersempit ke sejumlah kecil pilihan yang layak. Epicenter yang digunakan sebagai titik awal dalam inovasi model bisnis tersebut ialah resources-driven, yaitu inovasi yang bertitik tolak dari infrastruktur organisasi yang sudah ada atau kemitraan untuk memperluas atau mengubah model bisnis (Osterwalder & Pigneur 2010). Selanjutnya Osterwalder dan Pigneur (2010) merinci tahapan kegiatan yang dilakukan dalam merancang MBK yaitu: 1)
brainstorming : mengeksplorasi latar belakang, gagasan, dan tanggapan sebagai langkah untuk menghasilkan alternatif model bisnis terbaik; 2) prototyping : merancang model bisnis berdasarkan hasil pembahasan gagasan yang dituangkan ke dalam diagram model bisnis untuk dilakukan pengujian; 3) testing (pengujian) : menguji rancangan model bisnis yang potensial dengan para pakar, klien, atau calon klien untuk mendapatkan umpan balik; 4)
selecting (pemilihan) : pemilihan dan penentuan rancangan model bisnis yang sesuai dengan konsep dan kebijakan pengembangan taman nasional mandiri. Model bisnis divisualisasikan dalam susunan sembilan kotak dalam bentuk
kanvas dimana satu kotak dengan yang lain saling memperkokoh bentuk rencana bangunan usaha yang akan dieksplorasi (Osterwalder dan Pigneur 2010). Kanvas tersebut digunakan untuk menuntun pengisian setiap kotak dengan hal-hal yang relevan. Format MBK disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Model Bisnis Kanvas (MBK) (Ostelwalder & Pigneur 2010)
33
3.8.2 Anaslisis SWOT Analisis
SWOT
digunakan
untuk
mengidentifikasi,
menilai,
dan
memperbandingkan suatu obyek dalam organisasi secara internal dan eksternal (Rangkuti 1998). Kombinasi analisis SWOT dan model bisnis menjadi cara yang efektif dalam pengambilan keputusan untuk melakukan inovasi model bisnis. Analisis SWOT menyediakan empat perspektif untuk menilai unsur-unsur model bisnis, sedangkan diagram model bisnis memberikan fokus yang diperlukan sebagai bahan diskusi secara terstruktur (Ostelwalder & Pigneur 2010). Keempat perspektif tersebut, yaitu: 1) kekuatan; 2) kelemahan; 3) peluang; dan 4) ancaman yang teridentifikasi dalam komponen model bisnis. Analisis SWOT dilakukan pada setiap komponen MBK BTNGP melalui wawancara terhadap lima orang pegawai BTNGP yang dianggap mengetahui kondisi pengelolaan TNGP, yaitu: Kepala Balai TNGP, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kordinator PEH, Penyuluh Kehutanan, dan Polisi Kehutanan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan penilaian model bisnis yang diadopsi dari Osterwalder dan Pigneur (2010). Setiap jawaban pada kuisioner telah diberikan nilai bobot yang berkisar antara 1-5.
Kemudian nilai bobot
tersebut dihitung dalam bentuk persentase dan diperbandingkan berdasarkan aspek internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) komponen model bisnis BTNGP. Hasil analisis SWOT setiap komponen model bisnis BTNGP digunakan sebagai bahan penyempurnaan model bisnis BTNGP yang hasilnya merupakan rancangan model bisnis BTNGP Mandiri. Selain itu, hasil analisis SWOT juga digunakan sebagai input atau masukan dalam perumusan anternatif strategi pengembangan BTNGP Mandiri. Proses perumusan alternatif strategi tersebut dilaksanakan melalui penggabungan faktor-faktor utama pada aspek kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman komponen model bisnis BTNGP. Salah satu alat yang sering digunakan pada tahap penggabungan faktor-faktor tersebut ialah matriks SWOT. Pada matriks SWOT daftar peluang dan ancaman diletakan pada sumbu Y, sedangkan daftar kekuatan dan kelemahan diletakan pada sumbu X. Matriks SWOT memiliki sembilan kolom dengan satu kotak dibiarkan kosong. Bentuk matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini.
34
Tabel 7 Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Peluang (O) O1: O2: O3: dst Ancaman (T) T1: T2: T3: dst
Kekuatan (S) S1: S2: S3: dst Strategi S – O 1. 2. 3. dst Strategi S – T 1. 2. 3. dst
Kelemahan (W) W1: W2: W3: dst Strategi W – O 1. 2. 3. dst Strategi W – T 1. 2. 3. dst
Strategi yang diperoleh dari matriks dibagi dalam empat macam strategi, yaitu: 1) strategi S-O (Strengths-Opportunities), yaitu alternatif strategi yang memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada; 2) strategi W-O (Weaknesess-Opportunities), yaitu alternatif strategi yang miminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada; 3) strategi S-T (Strengths-Threats), yaitu alternatif strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman; dan 4) strategi W-T (WeaknessesThreaths), yaitu alternatif strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghadapi ancaman. Langkah penyusunan matriks SWOT tersebut, yaitu: 1)
daftarkan peluang utama komponen model bisnis BTNGP;
2)
daftarkan ancaman utama komponen model bisnis BTNGP;
3)
daftarkan kekuatan utama komponen model bisnis BTNGP;
4)
daftarkan kelemahan komponen model bisnis BTNGP;
5)
cocokkan kekuatan utama dengan peluang utama komponen model bisnis BTNGP dan menghasilkan kolom strategi S-O;
6)
cocokkan kelemahan utama dengan peluang utama komponen model bisnis BTNGP dan menghasilkan kolom strategi W-O;
7)
cocokkan kekuatan utama dengan ancaman utama komponen model bisnis BTNGP dan menghasilkan kolom strategi S-T;
8)
cocokkan kelemahan utama dengan ancaman utama komponen model bisnis BTNGP dan menghasilkan kolom strategi W-T.
35
3.8.3 Kelayakan Finansial Kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan analisis laba rugi, metode Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR). NPV dan IRR digunakan untuk menilai kelayakan rencana investasi, sedangkan analisis laba rugi dilakukan untuk menilai kinerja keuangan rencana pengusahaan kondisi lingkungan.
(1) Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi adalah bentuk laporan keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan hasil usaha perusahaan selama waktu tertentu. Hasil usaha tersebut diperoleh dengan cara membandingkan semua penerimaan dengan semua pengeluaran (Rangkuti 2000).
Proyeksi laba rugi dibuat berdasarkan atas
pendapatan yang besarnya disesuaikan dengan proyeksi penjualan dan harga jual produk, serta selisihnya terhadap biaya produksi atau biaya operasional setiap tahun. Pembuatan proyeksi laba rugi ditetapkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan masa pengembalian kredit dan umur ekonomis dari peralatan dan perlengkapan yang dipakai.
(2) Net Present Value (NPV) Kriteria untuk menerima dan menolak rencana investasi dengan metode NPV, yaitu : 1) terima kalau NPV > 0; tolak kalau NPV < 0; dan kemungkinan diterima kalau NPV = 0. NPV > 0 berarti proyek tersebut dapat menciptakan cash flow dengan persentase lebih besar dibandingkan opportunity cost modal yang ditanamkan. Rumus untuk menghitung Nilai NPV sebagai berikut: n Σ NPV = Ct _ Co t=1 (1 + k)t
Ct = net cash flow tahun ; Co = biaya investasi;
n = perkiraan umur proyek; t = tingkat bunga.
(3) Internal Rate of Return (IRR) IRR digunakan untuk mengukur suatu tingkat investasi, yaitu suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow setelah dikalikan discount factor atau telah di-
36
present value-kan, nilainya sama dengan initial investment (biaya investasi). Nilai IRR dapat dihitung dengan mencari tingat bunga (discount rate) yang akan menghasilkan NPV = 0, sedangkan apabila IRR > suku bunga cost of funds maka rencana investasi tersebut layak untuk dilakukan. Rumus untuk menghitung IRR sebagai berikut: IRR = i1 +
PV (i1 - i2) PV(+)+ PV(-)
IRR = Internal Rate of Return PV(+) = Present value positif dengan discount rate tertentu yang lebih rendah (i1) PV(-) = Present value negatif dengan discount rate tertentu yang lebih tinggi (i2) 3.8.4 Analisis Isi Analisis isi adalah teknik untuk mengumpulkan dan menganalisis isi teks. Teks dapat berupa kata-kata, frasa, kalimat, paragraf, gambar, simbol, atau ide (Neuman 2006). Teknik analisis tersebut dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif (Ekomadyo 2006). Terdapat dua cara dalam melakukan analisis isi, yaitu: isi tersurat (manifest content) dan isi tersirat (latent content). Analisis isi tersurat dilakukan melalui identifikasi sumber data berdasarkan arti yang dapat dipahami secara langsung, sedangkan analisis isi tersirat dilakukan dengan membuat kesimpulan terhadap sumber data yang dilihat berdasarkan komposisi, maner, dan ordernya (Pratiwi 2008). Analisis isi digunakan untuk mengkaji kata, paragraf, dan teks yang tertulis dalam suatu dokumen yang terkait dengan fokus penelitian. Dokumen yang dianalisis berupa peraturan perundangan dan dokumen perencanaan yang terkait dengan pengelolaan taman nasional dan pengembangan taman nasional mandiri. Analisis isi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1) identifikasi dokumen terkait dengan fokus penelitian; 2) identifikasi isi dokumen yang relevan; 3) review teori dan penelitian sebelumnya; dan 4) memberikan kesimpulan terhadap isi dokumen yang relevan. Hasil analisis isi dijadikan masukan dalam perumusan rencana sistem pengusahaan dan pola pengelolaan taman nasional mandiri.
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan BTNGP ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional yang berkedudukan di Kabupaten Ketapang, Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan Gunung Palung ditunjuk sebagai kawasan suaka alam melalui Staat Blaad No.4/13IB/1937 tanggal 29 April 1937 dengan luas 30 000 Ha. Kemudian, melalui SK Menteri Pertanian No: 101 A/Kpts /VIII/12/1981 tanggal 10 Desember 1981 luas kawasan Gunung Palung berubah menjadi 90 000 Ha dengan status kawasan sebagai Suaka Margasatwa Gunung Palung (SMGP). Pada Pekan Konservasi Alam Nasional III di Bali tanggal 24 Maret 1990, kawasan SMGP dideklarasikan sebagai taman nasional dengan luas 90 000 ha melalui pernyataan Menteri Kehutanan Nomor : 448/Menhut-VI/1990 tanggal 6 Maret 1990 (Zamzani et al. 2009a). Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.721/Menhut-II/2010 tanggal 26 Desember 2010 kawasan ini ditetapkan sebagai KPHK TNGP.
4.2 Letak Kawasan TNGP Secara geografis TNGP terletak diantara 109o 54’-110o 28’ BT dan 01o 03’-01o 22’ LS. Sedangkan secara administrasi pemerintahan, taman nasional ini terletak di dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara. TNGP termasuk dalam enam wilayah kecamatan, yaitu : Kecamatan Matan Hilir Utara di bagian selatan, Kecamatan Sukadana di bagian barat, Kecamatan Simpang Hilir di bagian utara, Kecamatan Sungai Laur di bagian timur, dan Kecamatan Sandai, dan Nanga Tayap di bagian tenggara (Zamzani et al. 2009a).
4.3 Bio-fisik Kawasan Topografi Kawasan TNGP sangat beragam mulai dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi yang curam. Areal TNGP yang mememiliki elevasi tertinggi, yaitu Puncak Gunung Palung (1 116 m dpl) dan Gunung Panti (1 050 m dpl). Kawasan ini memiliki 7 (tujuh) tipe ekosistem yang terbentang dari pantai sampai
38
pegunungan, meliputi ekosistem hutan bakau, hutan rawa, hutan gambut, hutan tanah aluvial, hutan hujan tropis dataran rendah, hutan pegunungan, dan hutan sub alpin (BTNGP 2009a). Setiap ekosistem tersebut menjadi habitat bagi flora dan fauna. Sedikitnya terdapat 4 000 jenis tumbuhan berkayu, 70 jenis diantaranya termasuk Dipterocarpaceae, kurang lebih 72 jenis mamalia; 178 jenis burung, 14 jenis diantaranya adalah burung pelatuk dan tujuh jenis burung enggang (Curran et al. 2004).
4.4 Sosial, Ekonomi, dan Budaya Penduduk di desa penyangga TNGP sebagian besar berasal dari suku Melayu yang beragama Islam, sedangkan suku lain yang ada, yaitu: suku Dayak, Jawa, Bugis, dan Tionghoa. Mata pencaharian utama sebagian besar penduduk di sekitar TNGP adalah bertani yang masih subsisten. Selain itu, terdapat juga masyarakat yang mempunyai pekerjaan berbisnis, usaha perorangan, pegawai swasta, dan pegawai negeri. Tingkat pendidikan penduduk di desa sekitar TNGP relatif masih rendah, sebagian besar hanya lulusan SD bahkan ada yang tidak sekolah atau tidak tamat SD (Zamzani et al. 2009a).
4.5 Organisasi 4.5.1 Visi dan Misi Pengelolaan Visi dan misi pengelolaan TNGP periode 2010-2014, yaitu: Mewujudkan kawasan TNGP yang lestari dan meningkatkan fungsi pemanfaatannya yang dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, ditetapkan misi sebagai berikut: (a) memantapkan status legal formal kawasan TNGP; (b) memantapkan perlindungan, pengawetan sumberdaya alam hayati dan rehabilitasi sebagai upaya menjaga keutuhan kawasan TNGP melalui peningkatan partisipasi masyarakat; (c) mengembangkan pemanfaatan sumberdaya alam hayati secara lestari yang mempunyai nilai ekonomis untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; (d) memantapkan pengembangan ekowisata, jasa lingkungan, dan penelitian di kawasan TNGP; dan (e) mengembangkan kelembagaan, kemitraan, dan kerjasama pengelolaan TNGP .
39
4.5.2 Struktur dan Tata Hubungan Kerja Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007, struktur organisasi BTNGP termasuk ke dalam balai taman nasional tipe B. Untuk mendukung dan mengoptimalkan pelaksanaan tupoksi, maka melalui Surat Keputusan Kepala Balai Nomor SK.42/BTNGP1/2012 ditetapkan struktur organisasi BTNGP yang menyatakan bahwa untuk setiap Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) dibentuk Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN), dibentuknya Urusan Penelitian di bawah kordinasi Kasubbag Tata Usaha, serta menunjuk Kelompok Jabatan Fungsional, Koordinator Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), dan Polisi Kehutanan (Polhut). Struktur organisasi BTNGP dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Struktur organisasi BTNGP.
4.5.3 Pegawai Keadaan pegawai BTNGP berjumlah 80 orang yang terdiri dari 75 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 5 (lima) orang tenaga harian lepas. Secara kuantitas dan kualitas jumlah pegawai tersebut masih belum memadai bila dibandingkan dengan volume kerja maupun luas kawasan yang memerlukan pengawasan secara intensif (BTNGP 2012b). Selain itu, terdapat permasalahan
40
kepegawaian, antara lain: (a) kurangnya tenaga non struktural, khususnya tenaga perencanaan dan evaluator; (b) kurangnya tenaga fungsional Polhut; dan (c) masih kurangnya kemampuan SDM, khususnya dalam perpetaan dan pembuatan data base (BTNGP 2011).
Sebaran pegawai berdasarkan jabatan dan penempatan
dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran pegawai BTNGP berdasarkan jabatan dan penempatan No
Jabatan
Penempatan Balai SPTN BKO
Jumlah
1
Struktural
2
1
0
3
2
Non Struktural
8
5
0
13
3
Polhut
7
11
20
38
4
PEH
3
11
0
14
5
Penyuluh
1
2
0
3
6
Karyasiswa
4
0
0
4
7
Tenaga Harian Lepas
5
0
0
5
Jumlah
30
30
20
80
Keterangan
BKO BKSDA Kalbar
Sumber: BTNGP 2012b
4.6 Keuangan Pengelolaan keuangan BTNGP terdiri atas anggaran dan pendapatan. Anggaran dalam bentuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang bersumber dari dana Rupiah Murni (RM) dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sedangkan pendapatan dapat bersumber dari penerimaan pajak, PNBP, dan penerimaan hibah (BTNGP 2012a). Terdapat peningkatan anggaran, realisasi belanja, dan pendapatan dalam periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, yaitu sebesar 14%. Realisasi anggaran menggambarkan perbandingan antara DIPA dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan, belanja, selama periode tahun berjalan. Pendapatan hanya berasal dari PNBP, sementara realisasi belanja terdiri atas RM dan PNBP. Grafik anggaran, realisasi belanja, dan pendapatan BTNGP dalam lima tahun terakhir disajikan pada Gambar 9.
41
Gambar 9 Anggaran dan pendapatan BTNGP (Sumber: LAKIP BTNGP).
4.7 Program dan Kegiatan Program konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan tahun 2010-2014, yaitu: 1) pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam hayati, wisata alam, dan jasa lingkungan; 2) inventarisasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 3) pemantapan kawasan; 4) pengembangan bina cinta alam dan kader konservasi; dan 5) pengembangan kelembagaan, sistem informasi, sarana prasarana taman nasional (BTNGP 2012b). Berdasarkan kebijakan, program, dan isu strategis, kegiatan pengelolaan TNGP tersaji pada Tabel 9. Tabel 9 Kegiatan pokok pengelolaan TNGP tahun 2010-2014 No
Kegiatan Pokok
No
Kegiatan Pokok
1 Pengukuhan dan Zonasi Kawasan
7 Pembangunan Sarana dan Prasarana
2 Perencanaan dan Strategi Pendanaan
8 Pembinaan dan Pengembangan Daerah Penyangga
3 Perlindungan Kawasan
dan
Pengamanan 9 Peningkatan Koordinasi, Integrasi, dan Pengembangan Kerjasama/Kolaborasi Pengelolaan Kawasan
4 Pengawetan dan Pemanfaatan 10 Peningkatan Peran Serta Potensi Keanekaragaman Hayati Pemberdayaan Masyarakat
dan
5 Pengendalian Kebakaran Hutan
11 Pengembangan Investasi Pemanfaatan Wisata Alam dan Pengusahaan Jasa Lingkungan
6 Rehabilitasi Kawasan Hutan
12 Pengelolaan Database (Sumber: BTNGP 2009)
42
Pelaksanaan program dan kegiatan BTNGP, tergantung ketersediaan anggaran dalam bentuk DIPA BTNGP. Persentase realisasi anggaran belanja kegiatan diluar gaji dan tunjangan pegawai periode tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Alokasi anggaran belanja kegiatan tahun 2007-2011 (LAKIP BTNGP).
4.8 Pemanfaatan Kondisi Lingkungan di TNGP 4.1.1 Wisata Alam Kawasan TNGP memiliki beberapa lokasi Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA), yaitu Lubuk Baji, Batu Barat, Riam Berasap, dan Pantai Batu Genting. Lokasi yang telah dikelola dan dikunjungi oleh wisatawan domestik dan mancanegara, yaitu: Lubuk Baji dan Batu Barat. Sedangkan Riam Berasap dan Pantai Batu Genting belum dikelola optimal, sehingga wisatawan belum berkunjung secara rutin. Daya tarik utama berupa pengalaman mengamati keindahan alam hutan hujan tropis dengan hidupan liarnya, seperti: orangutan, bekantan, kelasi, dan klampiau. Pengunjung umumnya melakukan kegiatan observasi, treking, dan bersampan (Zamzani et al. 2009a). Sistem pengelolaan wisata dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan instansi terkait dan masyarakat secara aktif, yaitu sebagai guide, porter, penyedia homestay, dan penyediaan transportasi lokal. Pengelolaan pengunjung melalui penyediaan paket wisata dilakukan bekerjasama dengan Koperasi Pegawai BTNGP, yaitu KPN Nasalis. Wisatawan yang berkunjung ke TNGP sampai
43
dengan saat ini jumlahnya relatif masih sedikit (Zamzani et al. 2009a). Jumlah kunjungan dari tahun 1985 sampai 2006 sebanyak 372 wisatawan yang tersebar ke barbagai tempat di kawasan TNGP dan rata-rata kunjungan pertahun sebesar 16,9 wisatawan (Rosita 2007). Informasi jumlah pengunjung dari tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Pengunjung wisata alam di TNGP (diolah dari Lakip BTNGP).
4.1.2 Penelitian Pemanfaatan TNGP untuk tujuan penelitian telah dimulai sejak tahun 1985 yang saat itu berstatus Cagar Alam dan dipusatkan di Stasiun Riset Cabang Panti (SRCP) yang berada di lembah antara Gunung Palung dan Gunung Panti (Zamzani et al. 2009a). Luas areal penelitian di SRCP sekitar 2.100 hektar dimana terdapat tujuh tipe ekosistem yang secara jelas dapat dibedakan, yaitu: hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan tanah alluvial, hutan dataran rendah berbatu, hutan dataran rendah berbatu-pasir, hutan dataran tinggi berbatu, dan hutan pegunungan (Marshall 2004).
Banyaknya tipe ekosistem tersebut
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk membandingkan berbagai perilaku, karakter, dan jenis pada setiap obyek yang diteliti (Cannon & Leighton 2004). Sejak ditetapkannya unit pengelola TNGP pada tahun 1998, SRCP menjadi bagian
dalam
pengelolaan
taman
nasional.
Pada
tahun
2002,
terjadi
kesalahpahaman antara BTNGP dengan peneliti, sehingga penelitian di SRCP
44
dihentikan. Kegiatan penelitian dibuka kembali tahun 2007 dengan melibatkan berbagai pihak dalam wadah konsorsium pengelolaan yang terdiri atas BTNGP, Pemda Ketapang, Yayasan Palung, dan Flora and Fauna Indonesia Program. Dalam perkembangan konsorsium tidak berjalan semestinya, sehingga untuk sementara pengelolaan SRCP dilakukan oleh KPN Nasalis. Penelitian di SRCP dilakukan oleh peneliti asing dan domestik dengan topik terkait dengan konservasi biodiversitas,
khususnya
orangutan,
kelasi,
kelampiau,
dan
tumbuhan.
Perkembangan jumlah peneliti dari tahun 2007-2011 disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Perkembangan jumlah peneliti di TNGP periode tahun 2007-2011.
4.1.3 Air TNGP merupakan kawasan yang menjadi sumber air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang. Air tersebut menjadi air baku Perusahaan Air Minun Dalam Kemasan (AMDK) dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) (Zamzani et al. 2009a). Potensi sumber daya air TNGP di wilayah Kecamatan Sukadana dan Simpang Hilir, yaitu sebesar 4,084 m3/detik atau 128 790 580,212 m3/tahun (BTNGP 2006). Potensi tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar TNGP sebesar 97 m3/tahun/KK dengan kesediaan untuk membayar (WTP) sebesar Rp 63 345/m3. Nilai tersebut menunjukkan manfaat ekonomi air untuk masyarakat sekitar TNGP sebesar Rp 81 910 717 056/tahun (BTNGP 2009d).
45
Pemanfaatan air di TNGP secara komersil dilakukan oleh sektor swasta untuk pengusahaan AMDK dan depot air isi ulang serta pemanfaatan air non komersil untuk kebutuhan hidup sehari-hari, yaitu: air rumah tangga, PDAM, pertanian, perikanan dan kebutuhan lainnya. Terdapat 25 pemanfaat air di TNGP, yaitu: 13 perusahaan air minum dan 12 pemanfaatan air non komersil (BTNGP 2010). Berdasarkan surat edaran Dirjend PHKA No.SE.03/IV-Set/2008, pemanfaat air tersebut harus membentuk suatu forum yang merupakan wadah para pihak untuk meningkatkan kerjasama dalam pengelolaan taman nasional. Oleh karena itu, pada tahun 2010 pemanfaat air di TNGP telah membentuk Forum Tirta Palung Lestari (Fortipari). Informasi pemanfaat air di TNGP disajikan pada Gambar 12.
Gambar 13 Pemanfaat air komersil dan non komersil di TNGP (BTNGP 2010). 4.1.4 Karbon Vegetasi TNGP yang masih alami memberikan jasa lingkungan yang penting, baik pada tingkat lokal, regional, maupun global. Pada tingkat lokal, pepohonan memberi perlindungan terhadap tanah dan menahan air, yang memberi efek pendinginan atau kesejukan dalam cuaca panas. Pada tingkat regional, evavotranspirasi dari vegetasi atau pepohonan TNGP akan dilepas ke atmosfir dan kembali sebagai hujan. Pada tingkat global, kawasan hutan TNGP memiliki peran sebagai penyerap dan penyimpan karbon (carbon sink), sehingga dapat mengurangi laju pemanasan global (BTNGP 2005). Upaya untuk mencegah dan menanggulangi perubahan iklim global yang mengacu pada Protokol Kyoto dapat dilakukan melalui perdagangan emisi karbon (Soemarwoto 2001).
46
Kemampuan ekosistem TNGP sebagai penyerap atau penyimpan karbon dapat dijual kepada negara industri yang ingin mengurangi tingkat emisinya melalui mekanisme REDD, REDD+, atau CDM (Angelsen & Atmadja 2010). Stok karbon di TNGP diperkirakan sebesar 21 582 000 ton dengan rata-rata potensi setiap hektar sebesar 218 ton (Stanley, Chatellier, & Cummins 2011). Sedangkan, potensi penyerapan karbon TNGP dengan menggunakan indeks pendugaan Brown dan Pearce (1994), yaitu hutan primer 255 ton/hektar, hutan sekunder dan areal terbuka 104 ton/hektar diperkirakan sebesar 18 118 000 ton/tahun (BTNGP 2005). Potensi tersebut memberikan manfaat ekonomi sebesar 47 000 USD per tahun (Gunawan & Kristianty 2010). Potensi pendapatan proyek karbon TNGP sebagai penyerap emisi CO2 dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai tersebut merupakan manfaat TNGP yang diberikan kepada masyarakat atas kualitas ekosistemnya dan diharapkan dapat menjadi salah satu potensi sumber pendanaan dalam pengelolaan TNGP. Tabel 10 Potensi pendapatan proyek karbon tahunan di TNGP Ekstraksi Emisi CO2 (m3) (mt CO2 e)
Skenario Harga karbon (Asumsi 1 USD = Rp 9 000) USD 2,5/ton
USD 5/ton
USD 10/ton
Rp 22 500
Rp 45 000
Rp 90 000
15 000
27 500
Rp 337 500 000
Rp 675 000 000 Rp 1 350 000 000
30 000
55 000
Rp 675 000 000
Rp 1 350 000 000 Rp 2 700 000 000
60 000
110 000
Rp 1 350 000 000
Rp 2 700 000 000 Rp 5 400 000 000 (Sumber: Stanley, Chatellier & Cummins 2011)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rancangan Model Bisnis BTNGP Mandiri Rancangan model bisnis BTNGP mandiri merupakan gambaran sederhana bagaimana logika bisnis suatu organisasi pengelola taman nasional dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk memberikan manfaat dalam bentuk produk dan jasa yang ditawarkan sehingga memperoleh pendapatan untuk membiayai paling tidak 80 persen pengelolaan. Model bisnis tersebut divisualisasikan dalam bentuk Model Bisnis Kanvas (MBK) menurut Osterwalder dan Pigneur (2010).
5.1.1 Model Bisnis BTNGP Model bisnis BTNGP dirancang dengan menggunakan teknik ideation. Pembangkitan dan sintesis ide dilakukan dalam suatu wawancara mendalam dengan Kepala Balai TNGP serta FGD yang membahas, mengggabungkan, dan mempersempit ide tersebut ke sejumlah kecil pilihan. Titik awal yang menjadi dasar dalam teknik tersebut ialah kekuatan sumberdaya yang dimiliki dan infrastruktur organisasi yang ada saat ini. Model bisnis BTNGP divisualisasikan dalam bentuk MBK yang menghubungkan susunan sembilan kotak komponennya seperti terlihat pada Gambar 14.
Gambar 14 MBK BTNGP.
48
Berdasarkan gambar di atas, kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi TNGP yang dilakukan saat ini berupa pengembangan wisata alam, pelayanan penelitian, dan pemanfaatan air. Model bisnis BTNGP diuraikan sebagai berikut: (1) Kelompok Pelanggan Pelanggan BTNGP merupakan individu, kelompok orang, atau organisasi yang menjadi penerima manfaat atau memanfaatkan potensi TNGP. Setiap kelompok pelanggan dijelaskan sebagai berikut: Kelompok Pelanggan 1: Pemerintah mewakili kepentingan masyarakat. Perlindungan sistem penyangga kehidupan meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan jasa lingkungan lainnya. Kelompok Pelanggan 2: Tour Operator. Koperasi Nasalis merupakan tour operator satu-satunya yang memiliki Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) di TNGP. Koperasi tersebut berkerja sama dengan BTNGP mengelola kegiatan wisata alam dalam penjualan dan pelayanan paket wisata. Kelompok Pelanggan 3: Konsorsium Pengelola SPCP. Konsorsium tersebut merupakan suatu bentuk kerjasama penggelolaan stasiun penelitian dalam menfasilitasi kegiatan penelitian dan pendidikan yang akan dilakukan di dalam kawasan TNGP, baik oleh peneliti dalam negeri maupun luar negeri. Akan tetapi, dalam perkembangannya konsorsium tidak berjalan semestinya, sehingga untuk sementara pengelolaan SPCP dilakukan oleh KPN Nasalis. Segmen Pelanggan 4: Pemanfaat Air. Air dari kawasan TNGP dimanfaatkan untuk kepentingan komersil dan non-komersil. Komersil.
Terdapat 13 perusahaan air minum di Kabupaten Kayong
Utara dan Ketapang yang memanfaatkan air dari TNGP untuk pengusahaan AMDK dan depot air isi ulang. Non Komersil. Terdapat 12 pemanfaat air di Kabupaten Kayong Utara dan Ketapang untuk kepentingan non komersil, seperti air rumah tangga, PDAM, pertanian, perikanan dan kebutuhan lainnya.
49
(2) Proposisi Nilai Proposisi nilai merupakan sekumpulan manfaat atau nilai yang dijanjikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. BTNGP memiliki empat proposisi nilai, yaitu: sistem penyangga kehidupan, wisata alam hidupan liar, penelitian biodiversitas, dan pemanfaatan air bersih.
Proposisi tersebut
didasarkan atas pertimbangan sumberdaya kunci yang dimiliki dan kelompok pelanggan yang ditetapkan. Hubungan antara komponen sumberdaya kunci, proposisi nilai, dan kelompok pelanggan diilustrasikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Hubungan antara sumberdaya kunci, proposisi nilai, dan kelompok pelanggan. Proposisi Nilai 1 :
Sistem Penyangga Kehidupan.
TNGP merupakan
kawasan berfungsi sebagai penyangga kehidupan yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemanfaatan sumber daya alam hayati. Perlindungan sistem penyangga kehidupan meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan jasa lingkungan lainnya. Proposisi Nilai 2 : Pengalaman Observasi Hidupan Liar. Proposisi nilai utama wisata alam di TNGP ialah pengalaman mengamati keindahan alam hutan hujan tropis dengan hidupan liarnya, yaitu: orangutan dan bekantan. Proposisi tersebut ditawarkan dalam bentuk atraksi dan lokasi yang berbeda.
50
Lubuk Baji. Lubuk Baji merupakan areal yang memiliki ekosistem asli hutan pegunungan. Atraksi yang dapat dilakukan observasi berbagai jenis fauna, seperti Orangutan, Kelasi, dan Klampiau. Selain itu wisata budaya di Kampung Bali. Batu Barat. Atraksi utama berupa pengamatan satwa liar dengan menggunakan sampan menyusuri sungai. Daya tarik utama bagi wisatawan pada site ini adalah primata, yaitu: Orangutan, Bekantan, Lutung Kelabu, dan Monyet Ekor Panjang. Riam Berasap. Kondisi vegetasi di Riam Berasap masih alami yang didominasi oleh Famili Dipterocarpaceae. Air terjun merupakan daya tarik utama pada site ini Tinggi air terjun mencapai 10 m dengan lebar 5 m, jatuhan air terjun membentuk kolam dengan luasan mencapai 300 m2. Treking di sepanjang Badan sungai yang berbatu menambah keindahan panorama sungai dengan airnya yang jernih. Proposisi Nilai 3 : Riset Biodiversitas.
Kegiatan penelitian di TNGP
umumnya dilakukan di SPCP yang memiliki 7 (tujuh) tipe ekosistem dalam satu area. Area tersebut merupakan hutan primer di tengah kawasan yang menjadi habitat primata, antara lain orangutan, kelasi, dan klampiau. Penyediaan obyek penelitian tersebut menjadi penawaran utama dalam kegiatan penelitian yang memberikan kesempatan kepada peneliti untuk membandingkan berbagai parameter pada setiap obyek yang diteliti. Proposisi Nilai 4 : Air Bersih. TNGP menyediakan air bersih dan murni (pure water) dari areal pegunungan. Air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat di Kabupaten Kayong Utara dan Ketapang untuk keperluan konsumsi rumah tangga, AMDK, PDAM, pertanian, perikanan, dan transportasi.
(3) Saluran Saluran merupakan media yang digunakan oleh BTNGP untuk mengkomunikasikan dan menyampaikan proposisi nilai ke empat target pelanggan yang telah ditetapkan. Hubungan antara komponen proposisi nilai, saluran, hubungan pelanggan, dan kelompok pelanggan diilustrasikan pada Gambar 16. Setiap saluran dijelaskan sebagai berikut:
51
Gambar 16 Hubungan antara komponen proposisi nilai, saluran, hubungan pelanggan, dan kelompok pelanggan. Saluran 1: Website. www.gunungpalung.net merupakan website BTNGP yang dibuat dan dikembangkan oleh peneliti. Website tersebut berperan penting dalam menyebarkan informasi dan promosi potensi TNGP, antara lain kepada masyarakat umum, penerima manfaat, dan tour operator. Saluran 2: Buletin. Buletin Nasalis merupakan media informasi resmi BTNGP yang terbit setiap semester. Buletin tersebut berperan dalam menyebarkan informasi dan promosi potensi TNGP, baik kepada masyarakat umum, pemerintah daerah, dan mitra kerja. Saluran 3: Sosialisasi. Merupakan saluran yang digunakan BTNGP untuk menyebarkan informasi regulasi pemanfaatan dan mempromosikan potensi di TNGP kepada konsorsium SPCP dan pemegang IUPJWA. Saluran 4: Koordinasi. Merupakan saluran yang digunakan BTNGP untuk menyampaikan informasi dan laporan pelaksanaan kegiatan pengelolaan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dilakukan dalam bentuk rapat kerja dan rapat kordinasi teknis.
52
(4) Hubungan Pelanggan Hubungan
dengan
kelompok
pelanggan
dikembangkan
melalui
pembuatan empat jenis hubungan pelanggan, yaitu: Hubungan Pelanggan 1: Bantuan Personal Khusus. BTNGP menugaskan staf secara khusus untuk membantu tour operator yang memiliki IUPJWA dan konsorsium SPCP dalam memfasilitasi kelancaran pelayanan wisatawan, peneliti, pengembangan paket wisata dan penelitian. Hubungan Pelanggan 2: Co-creation. BTNGP merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kehutanan yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Oleh karena itu, BTNGP wajib melakukan kordinasi dan komunikasi secara struktural dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan untuk mempertahankan TNGP yang berfungsi sistem penyangga kehidupan. Hubungan Pelanggan 3: Komunitas. BTNGP memfasilitasi pembentukan Forum Tirta Palung Lestari (Fortipari). Forum tersebut merupakan sarana BTNGP untuk memahami pemanfaat air, menghubungkan antar anggota, dan bertukar informasi dalam memecahkan masalah pemanfaatan air di TNGP. (5) Aliran Pendapatan Aliran Pendapatan BTNGP terdiri atas pendapatan tahunan berupa DIPA APBN serta pendapatan yang berasal dari kegiatan pemanfaatan wisata alam dan penelitian. Hubungan antara komponen aliran pendapatan, kelompok pelanggan, dan proposisi nilai diilustrasikan pada Gambar 17. Setiap aliran pendapatan dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 17 Hubungan antara aliran pendapatan, kelompok pelanggan, dan proposisi nilai.
53
Aliran Pendapatan 1: Pendapatan Tahunan:
Pada tahun 2011 BTNGP
memperoleh anggaran dalam bentuk DIPA sebesar Rp 7.603.318.000,-. Dana tersebut diasumsikan sebagai pendapatan tahunan yang diperoleh dari APBN sebagai anggaran yang disediakan untuk pengelolaan TNGP. Aliran Pendapatan 2: PNBP. Pada tahun 2011 BTNGP memperoleh penerimaan dari pungutan masuk taman nasional dalam bentuk PNBP sebesar Rp 14.799.500,-. Penerimaan yang diperoleh tersebut tidak dapat digunakan secara langsung sebagai dana pengelolaan oleh BTNGP, tetapi harus disetorkan terlebih dahulu ke rekening bendahara umum negara. Menurut PPM Manajemen (2012) aliran pendapatan yang tercipta dari pembayaran atas barang atau jasa tidak berwujud yang dimanfaatkan oleh pelanggan dikategorikan sebagai biaya pemakaian. Wisata alam. PNBP dari pungutan kegiatan wisata alam, yaitu: tiket masuk pengunjung (27% dari total PNBP wisata alam), kegiatan rekreasi alam
bebas
(30%
dari
total
PNBP
wisata
alam),
dan
pengambilan/snapshoot berupa video dan foto (43% dari total PNBP wisata alam). Penelitian. PNBP dari pungutan kegiatan penelitian, yaitu berupa tiket masuk peneliti dan pengambilan/snapshoot berupa video dan foto.
(6) Sumberdaya Kunci Untuk mempertahankan proposisi nilai tersebut diatas, maka BTNGP harus mempertahankan sumberdaya kunci yang dimiliki. Hubungan antara komponen sumberdaya kunci, kemitraan kunci, kegiatan kunci, dan proposisi nilai diilustrasikan pada Gambar 18. Berdasarkan hasil FGD sumberdaya kunci yang teridentifikasi sebagai berikut: Sumberdaya Kunci 1: Kawasan dengan Tujuh Tipe Ekosistem.
Kawasan
TNGP terbentang dari pantai sampai pegunungan. Keberadaan kawasan tersebut berperan penting terhadap sistem penyangga kehidupan di daerah sekitarnya dan menjadi daya tarik kegiatan wisata alam. Selain itu, di SPCP terdapat tujuh tipe ekosistem dalam satu area berdekatan yang menjadi daya tarik kegiatan penelitian biodiversitas.
54
Gambar 18 Hubungan antara sumberdaya kunci, kemitraan kunci, kegiatan kunci, dan proposisi nilai. Sumberdaya Kunci 2: Tumbuhan dan Satwa Liar Endemik. Setiap ekosistem di TNGP menjadi habitat bagi tumbuhan dan satwa liar yang diantaranya merupakan endemik Kalimantan, seperti bekantan, orangutan, ulin, dan anggrek hitam. Tumbuhan dan satwa liar endemik tersebut menjadi daya tarik utama dalam kegiatan wisata alam dan penelitian biodiversitas. Sumberdaya Kunci 3: Kualitas dan Kuantitas Air. TNGP merupakan area tangkapan air yang menjadi sumber air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang. Area tersebut juga mendukung fungsi hidrologi di daerah sekitarnya yang menyediakan kebutuhan air untuk keperluan konsumsi rumah tangga, perusahaan AMDK, PDAM, pertanian, perikanan, dan transportasi.
55
Sumberdaya Kunci 4: Regulasi. Kebijakan kehutanan di bidang kehutanan serta perlindungan hutan dan konservasi alam, berupa undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan dibawahnya berperan penting dalam mendukung terlaksananya kegiatan pengelolaan TNGP yang salah satunya berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. Sumberdaya Kunci 5: Sumberdaya Manusia. Pegawai memiliki peran penting dalam kelancaran pengelolaan TNGP, antara lain Polhut bertanggung jawab dalam perlindungan dan pengamanan hutan, PEH dalam pengelolaan keanekaragaman hayati serta pemanfaatan kondisi lingkungan dan TSL, penyuluh kehutanan dalam pembinaan daerah penyangga, pejabat non struktural
dan struktural
operasional kantor.
bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan
Kondisi pegawai BTNGP yang secara kuantitas dan
kualitas masih belum memadai apabila dibandingkan dengan volume kerja maupun luas kawasan, akan tetapi pegawai tersebut tetap berusaha melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh dedikasi. (7) Kegiatan Kunci Kegiatan kunci merupakan komponen yang menggambarkan mengenai kegiatan-kegiatan penting yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu model bisnis. Berdasarkan alokasi anggaran, kebijakan, program, dan isu strategis dalam (BTNGP 2011a), terdapat lima kelompok kegiatan penting yang dilakukan dalam rangka pengelolaan TNGP, sebagai sebagai berikut: Kegiatan Kunci 1: Operasionalisasi Kantor. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan di kantor balai, SPTN, dan RPTN. Kondisi tersebut diharapkan dapat menciptakan efektifitas pengelolaan yang berdampak terhadap kelestarian TNGP sebagai sistem penyangga kehidupan. Kegiatan Kunci 2: Perlindungan Hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengendalikan gangguan keamanan hutan, sehingga berdampak terhadap kelestarian TNGP yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kegiatan Kunci 3: Pembinaan Daerah Penyangga. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi untuk
56
menunjang terciptanya kelestarian TSL dan ekosistemnya, sehingga mendukung terselenggaranya kegiatan pemanfaatan wisata alam, penelitian biodiversitas, dan air. Kegiatan Kunci 4: Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi potensi keanekaragaman hayati, seperti ukuran populasi, sebaran, dan spesies terancam punah. Data dan informasi tersebut penting sebagai data sasar dalam pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan wisata alam. Kegiatan Kunci 5: Pemanfaatan Kondisi Lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi potensi kondisi lingkungan, seperti ODTWA, sumber mata air, dan debit air, sehingga akan berdampak terhadap optimalnya kegiatan pemanfaatan wisata alam dan air. (8) Kemitraan Kunci BTNGP memiliki enam mitra kunci yang masing-masing berkontribusi sesuai dengan bidangnya terkait dalam pengelolaan taman nasional, antara lain: pembinaan daerah penyangga, pendidikan lingkungan, pengelolaan penelitian, dan wisata alam. Mitra Kunci 1: Koperasi Nasalis. Koperasi ini melalui Nasalis Tour & Travel merupakan
satu-satunya
pemegang
IUPJWA
yang
mengembangkan
dan mengelola kegiatan jasa layanan wisata alam di TNGP. Mitra Kunci 2: Forum Pemanfaat Air TNGP. Forum ini merupakan perhimpunan pemanfaat air komersil dan non-komersil yang diharapkan berkontribusi dalam upaya memelihara daerah tangkapan air di TNGP. Mitra Kunci 3: Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI). Yayasan yang mendukung BTNGP dalam kegiatan pembinaan daerah penyangga berupa pelayanan kesehatan, pendampingan masyarakat, dan rehabilitasi kawasan. Mitra Kunci 4: Yayasan Palung. Yayasan yang mendukung BTNGP dalam pendidikan lingkungan, pembinaan daerah penyangga, dan terlibat dalam konsorsium pengelolaan SPCP. Mitra Kunci 5: Pemerintah Daerah (Pemda).
TNGP berada di wilayah
administrasi Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. Pemda Kabupaten Ketapang terlibat dalam konsorsium SPCP dan mendukung Pembinaan
57
Daerah
Penyangga.
Sementara,
Pemda
Kabupaten
Kayong
Utara
berkontribusi dalam membangun infrastruktur wisata dan mendukung PDP. Mitra Kunci 6: Konsorsium Pengelolaan SPCP. Konsorsium ini merupakan suatu kerjasama penggelolaan stasiun penelitian untuk memfasilitasi kegiatan penelitian dan pendidikan yang dilakukan di TNGP. (9) Struktur Biaya Terdapat enam jenis struktur biaya yang digunakan oleh BTNGP dalam menjalankan model bisnisnya, struktur biaya tersebut dikelompokan berdasarkan jenis anggaran kegiatan dalam pengelolaan TNGP diluar kebutuhan gaji dan tunjangan pegawai.
Pengelompokan dan proporsi
struktur biaya tersebut berdasarkan Realisasi Anggaran Daftar Isian Pelaksanaak Anggaran (DIPA) BTNGP tahun 2011. Proporsi dan rincian struktur biaya tersebut yaitu sebagai berikut: Struktur Biaya 1: Penyelenggaraan Operasional Kantor (42%). Operasional dan pemeliharaan perkatoran
65%
Pembangunan fisik
26%
Peralatan elektronik dan perkantoran
8%
Efektivitas pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort
2%
Struktur Biaya 2: Perlindungan Hutan (25%). Pengamanan kawasan konservasi
83%
Pencegahan, pemadaman, dan penanganan kebakaran hutan 17% Struktur Biaya 3: Pembinaan Daerah Penyangga (14%). Penanganan konflik pada kawasan taman nasional
23%
Model desa konservasi
62%
Kader konservasi dan kelompok pecinta alam
14%
Struktur Biaya 4: Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (8%). Restorasi ekosistem kawasan konservasi
57%
Pelatihan pengembangan dan pengelolaan taman nasional
43%
Struktur Biaya 5: Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi (6%). Monitoring dan evaluasi
51%
Dokumen perencanaan/penataan kawasan/data dan informasi 49% Struktur Biaya 6: Pemanfaatan Kondisi Lingkungan dan TSL (5%). Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan
2%
Fasilitasi penunjang budidaya, plasma nutfah & HHBK
98%
58
Berdasarkan uraian setiap komponen model bisnis diatas, MBK BTNGP menggambarkan bagaimana potret organisasi BTNGP saat ini dalam menciptakan manfaat berupa produk dan jasa serta memperoleh anggaran dan pendapatan dari penerima manfaatnya yang dijadikan sebagai target pelanggan. Menurut PPM Manajemen (2012) MBK dapat menjelaskan bagaimana organisasi memperoleh uang dan bagaimana organisasi tersebut menciptakan manfaat (value) dan pada gilirannya memperoleh manfaat dan dana yang diperlukan agar dapat berkesinambungan menjalankan operasi organisasi. Alur penciptaan dan perolehan manfaat pada MBK BTNGP secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Alur penciptaan dan perolehan manfaat pada MBK BTNGP. Berdasarkan Gambar 19 di atas, aliran manfaat pada MBK BTNGP terdapat dua kelompok manfaat, yaitu: manfaat bagi pelanggan dan manfaat yang diperoleh BTNGP. Bagi pelanggan, manfaat terwujud dalam bentuk proposisi nilai yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi atau pemenuhan kebutuhan pelanggan, seperti keinginan observasi hidupan liar, penelitian, dan kebutuhan air. Sedangkan bagi BTNGP, manfaat yang diperoleh dalam bentuk aliran pendapatan. Menurut PPM Manajemen (2012) proposisi nilai merupakan alasan mengapa pelanggan memilih produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan bukan produk atau jasa perusahaan yang lain.
59
5.1.2 Analisis SWOT Model Bisnis BTNGP Analisis SWOT bertujuan menilai dan mengevaluasi setiap komponen model bisnis BTNGP terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi. Hasil analisis SWOT komponen model bisnis BTNGP diuraikan sebagai berikut: (1) Kekuatan dan Kelemahan Hasil analisis untuk elemen kekuatan komponen model bisnis BTNGP diperoleh nilai bobot skor akumulatif sebesar 50,21 %, sedangkan nilai bobot akhir untuk elemen kelemahan sebesar 49,79 %.
Hasil tersebut menunjukan
bahwa kekuatan komponen model bisnis BTNGP akan mampu mengatasi kelemahannya, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam penyempurnaan model bisnis tersebut. Hasil analisis kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP lebih lengkap disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai bobot kekuatan dan kelemahan komponen Model Bisnis BTNGP Nilai Bobot (%) No
Komponen
Kekuatan
Kelemahan
1
Kelompok Pelanggan
6,40
2,48
2
Proposisi Nilai
10,74
2,89
3
Saluran
5,99
8,06
4
Hubungan Pelanggan
6,82
2,89
5
Aliran Pendapatan
3,51
16,12
6
Sumberdaya Kunci
7,64
2,69
7
Kegiatan Kunci
3,10
5,99
8
Kemitraan Kunci
2,89
2,69
9
Struktur Biaya
3,10
5,99
50,21
49,79
Jumlah
Penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP menunjukan bahwa komponen model bisnis yang menjadi kekuatan utama ialah proposisi nilai dan sumberdaya kunci, sementara aliran pendapatan dan saluran menjadi komponen yang memiliki kelemahan utama. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan utama komponen model bisnis tersebut, yaitu: proposisi nilai yang sejalan dengan kebutuhan pelanggan, terdapat sinergi yang kuat antara produk dan jasa yang ditawarkan, dan sumberdaya kunci yang sulit untuk ditiru oleh pesaing.
60
Sedangkan faktor-faktor yang menjadi kelemahan utama komponen model bisnis tersebut, yaitu: mekanisme harga tidak berdasarkan kesediaan membayar, memiliki marjin keuntungan yang kecil, serta struktur biaya dan model bisnis kurang sesuai. Gambaran mengenai hasil analisis kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Kekuatan dan kelemahan MBK BTNGP.
(2) Peluang dan Ancaman Hasil analisis untuk elemen peluang komponen model bisnis BTNGP diperoleh nilai bobot skor akumulatif sebesar 56,92 %, sedangkan nilai bobot skor untuk elemen kelemahan sebesar 43,08 %. Hasil tersebut menunjukan bahwa model bisnis BTNGP dapat disempurnakan dengan memanfaatkan peluang yang dimiliki sebaik mungkin. Nilai bobot hasil analisis peluang dan ancaman model bisnis BTNGP selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Penilaian terhadap peluang dan ancaman model bisnis BTNGP menghasilkan gambaran mengenai komponen model bisnis yang menjadi peluang utama, yaitu: kelompok pelanggan, kemitraan kunci, dan saluran. Sementara sumberdaya kunci dan kemitraan kunci menjadi komponen yang menghadapi ancaman utama.
61
Tabel 12 Nilai bobot peluang dan ancaman komponen model bisnis BTNGP No
Komponen
Nilai Bobot (%) Peluang
Ancaman
1
Kelompok Pelanggan
8,62
5,08
2
Proposisi Nilai
7,54
4,00
3
Saluran
8,62
3,38
4
Hubungan Pelanggan
4,77
2,15
5
Aliran Pendapatan
7,54
5,69
6
Sumberdaya Kunci
4,15
6,46
7
Kegiatan Kunci
5,23
5,08
8
Kemitraan Kunci
8,62
6,00
9
Struktur Biaya
1,85
5,23
56,92
43,08
Jumlah
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap peluang utama komponen model bisnis tersebut ialah sumber pendapatan dapat ditambah atau dibuat, kolaborasi dengan mitra yang dapat membantu fokus pada bisnis inti dapat ditingkatkan, dan adanya pasar sedang tumbuh yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi ancaman utama pada komponen model bisnis BTNGP, yaitu: kualitas sumberdaya kunci dapat terancam kapan saja, biaya yang terancam tumbuh lebih cepat dari pendapatan, dan kualitas kegiatan terancam kapan saja. Hasil analisis peluang dan ancaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Peluang dan ancaman MBK BTNGP.
62
Hasil analisis SWOT model bisnis BTNGP sejalan dengan hasil analisis kesenjangan pengelolaan taman nasional di Indonesia yang memiliki kekuatan berupa potensi sumberdaya alam, kelemahan berupa anggaran yang terbatas, terdapat peluang pasar karbon dan air, serta adanya ancaman meningkatnya kebutuhan lahan (Kemenhut 2011a). Sementara itu (Zamzani et al. 2009a) mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengelolaan TNGP, masing-masing antara lain: 1) tingginya potensi keanekaragaman SDAH dan ekosistemnya; 2) kurangnya sumber dana, sarana, dan prasarana yang memadai; 3) terdapat peningkatan intensitas penelitian, jumlah kunjungan wisata, dan perencanaan pemanfaatan ekowisata oleh pemerintah Kabupaten Kayong Utara; dan 4) meningkatnya kebutuhan lahan yang sangat tinggi yang disebabkan adanya pemekaran Kabupaten Kayong Utara. Penilaian komponen model bisnis dengan analisis SWOT yang dilakukan secara terstruktur menghasilkan dua hasil, yaitu: 1) potret kondisi organisasi yang dicirikan oleh kekuatan dan kelemahan, dan 2) lintasan masa depan yang dicirikan oleh peluang dan ancaman (Osterwalder & Pigneur 2010). Kekuatan utama model bisnis BTNGP berupa sekumpulan manfaat dari sumberdaya kunci yang sejalan dengan kebutuhan pelanggan. Kekuatan ini diharapkan dapat mengatasi kelemahan utama berupa tidak terjaminnya keberlanjutan pendapatan yang disebabkan oleh kecilnya marjin keuntungan dan mekanisme harga tidak berdasarkan kesediaan membayar dan dapat berdampak pada kualitas sumberdaya kunci yang dapat terancam kapan saja. BTNGP juga dapat memanfaatkan peluang utama dari komponen model bisnisnya berupa sumber pendapatan yang dapat ditambah atau diciptakan melalui pengembangan produk dan jasa dalam rangka melayani kelompok pelanggan baru. Hasil analisis SWOT tersebut menjadi masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan model bisnis BTNGP dan dapat menjadi dasar untuk menggambarkan berbagai inovasi
yang diharapkan. Osterwalder (2006)
menegaskan bahwa analisis SWOT merupakan bagian penting dalam proses perancangan prototipe model bisnis dan implementasinya di masa yang depan.
63
5.1.3 Model Bisnis BTNGP Mandiri Hasil analisis SWOT komponen model bisnis dapat digunakan untuk menyempurnakan model bisnis yang ada saat ini dan melahirkan prototipe model bisnis yang baru (PPM Manajemen 2012). Berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap model bisnis BTNGP, terdapat banyak hal pada setiap komponennya yang perlu disempurnakan agar model bisnis BTNGP dapat lebih efektif dan efisien pada masa yang akan datang. Penyempurnaan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada setiap komponen model bisnis. Penyempurnaan model bisnis BTNGP saat ini dilakukan dalam rangka untuk mengembangkan model bisnis BTNGP yang mandiri. Pengembangan dilakukan dalam rangka menciptakan dan meningkatkan pendapatan untuk menjamin keberlanjutan pendanaan dan kualitas sumberdaya kunci yang dimiliki. Tujuan tersebut merupakan salah satu dasar penentuan kriteria kemandirian taman nasional dalam penelitian ini, sehingga model bisnis yang dihasilkan melalui proses perancangan disebut sebagai model bisnis BTNGP mandiri. Prototipe MBK BTNGP yang telah dirancang, disempurnakan, dan dipilih dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Prototipe MBK BTNGP Mandiri.
64
Pengembangan model bisnis BTNGP didasarkan atas adanya kebutuhan untuk meningkatkan aliran pendapatan dengan menyempurnakan proposisi nilai dan mengembangkan produk atau jasa. IBM Global Business Services (2006) mengkategorikan tiga pendekatan dalam pengembangan inovasi model bisnis yang dapat digunakan salah satu atau dikombinasikan, yaitu: 1) model industri; 2) model pendapatan; dan 3) model perusahaan.
Johnson, Christensen, dan
Kagerman (2008) menyatakan bahwa salah satu keadaan yang sering menjadi pertimbangan perlunya suatu model bisnis dirubah ialah kebutuhan untuk merespon perubahan dalam kompetisi bisnis. Sementara Osterwalder dan Pigneur (2010) menyatakan bahwa infrastruktur suatu organisasi dalam bentuk kemitraan yang sudah ada dapat digunakan sebagai dasar untuk memperluas atau mengubah model bisnis. Hasil analisis SWOT menunjukan bahwa komponen model bisnis BTNGP yang memiliki nilai bobot tinggi, yaitu: 1) proposisi nilai; 2) kelompok pelanggan; 3) kemitraan kunci; 4) aliran pendapatan; dan 5) hubungan pelanggan. Oleh karena itu penyempurnaan model bisnis BTNGP difokuskan pada komponen model bisnis tersebut. Johnson, Christensen, dan Kagerman (2008) sebuah model bisnis yang sukses memiliki tiga komponen, yaitu: 1) proposisi nilai pelanggan; 2) formulasi keuntungan; dan 3) sumberdaya dan proses kunci.
Levy (2001)
menyatakan bahwa perkembangan suatu bisnis memerlukan sebuah metodologi yang menganalisis berbagai dimensi model bisnis, mencakup: 1) kegiatankegiatan komplek yang tergabung dalam proses bisnis; 2) jenis-jenis transaksi yang dilakukan perusahaan; dan 3) para pihak yang dilibatkan dalam proses dan transaksi tersebut. Sementara itu Osterwalder (2004) menyatakan bahwa visi dan strategi sebuah organisasi diterjemahkan ke dalam proposisi nilai, hubungan pelanggan, dan value network. Perubahan mendasar model bisnis BTNGP terdapat pada komponen hubungan pelanggan. Bentuk hubungan pelanggan yang dikembangkan ialah kerjasama operasi dalam pengusahaan produk dan jasa yang ditawarkan dengan melibatkan berbagai pihak, yaitu: BTNGP, Pemerintah Kabupaten, dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Para pihak tersebut sekaligus sebagai target utama pelanggan. Camponovo dan Pigneur (2009) menyatakan bahwa kemitraan
65
menjadi sebuah bagian penting dalam model bisnis yang dapat saling melengkapi diantara setiap aktor yang terlibat.
Menurut Wienclaw (2008) perusahaan
(organisasi) yang menjual produk dan jasanya melalui perusahaan lain dikategorikan sebagai model B2B. Proposisi nilai MBK BTNGP mandiri disempurnakan dengan menambah jasa yang ditawarkan berupa fungsi penyerapan dan penyimpanan karbon dalam kerangka perdagangan karbon. Selain itu, proposisi nilai juga disempurnakan dengan meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas produk atau jasa yang diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Kegiatan yang ditambahkan dalam MBK BTNGP Mandiri ialah pengembangan kemitraan yang fokus terhadap kegiatan kunci, seperti promosi, publikasi, dan membina hubungan dengan pelanggan.
Untuk mempertahankan kualitas sumberdaya kunci yang menjadi
sumber kekuatan proposisi nilai MBK BTNGP, maka perlu dilakukan peningkatan kompetensi SDM melalui pendidikan dan pelatihan. Perubahan mendasar model bisnis BTNGP terdapat pada komponen hubungan pelanggan. Untuk memperoleh bentuk hubungan pelanggan yang lebih efektif, maka target pelanggan yang dilayani perlu digabungkan dalam satu wadah. Bentuk hubungan pelanggan yang dikembangkan ialah kerjasama operasi dalam pengusahaan produk dan jasa kondisi lingkungan melalui kemitraan antara BTNGP, Pemerintah Kabupaten, dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Camponovo dan Pigneur (2009) menyarankan agar dalam analisis model bisnis sebaiknya tidak hanya fokus pada kegiatan dan infrastruktur saja, tetapi perlu juga mempertimbangkan aspek seperti proposisi nilai, hubungan pelanggan, dan mitra bisnis. Perbedaan antara model bisnis BTNGP dan BTNGP mandiri menurut komponen model bisnis Johnson et al. (2008) dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Perbedaan model bisnis BTNGP dan BTNGP Mandiri Model Bisnis BTNGP Saat Ini Lebih mengandalkan potensi sumberdaya alam yang dimiliki
Komponen
Model Bisnis BTNGP Mandiri
Proposisi Nilai Pelanggan
Sumberdaya alam didukung dengan fasilitas dan pelayanan yang optimal
Pendapatan rendah berupa PNBP dari pungutan masuk kawasan
Formula Keuntungan
Pendapatan lebih tinggi melalui bagi hasil pengusahaan produk dan jasa lingkungan
Lebih berorientasi perlindungan dan pengawetan
Sumberdaya dan Kegiatan Kunci
Pengembangan kemitraan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan yang mendukung upaya pelestarian
66
Penyempurnaan model bisnis BTNGP bertujuan meningkatkan pendapatan melalui pengembangan kerjasama pengusahaan dengan pola pembagian keuntungan. Berdasarkan tujuan tersebut, pengembangan model bisnis BTNGP menggunakan pendekatan yang mengkombinasikan inovasi model perusahaan dan model pendapatan, yaitu inovasi untuk memperoleh pendapatan melalui konfigurasi ulang produk dan jasa yang ditawarkan, model penetapan harga, dan perubahan cara melakukan dalam rantai nilai dengan melakukan perluasan perusahaan dan jaringan. Kedua tipe pendekatan inovasi tersebut dapat memandu suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan finansial (IBM Global Business Services 2006). Inovasi model bisnis dihasilkan antara lain dari adanya tujuan suatu organisasi untuk meningkatkan kondisi pasar saat ini dengan model bisnis yang lebih baik dan menciptakan sebuah pasar yang baru (Osterwalder dan pigneur 2010). Inovasi model bisnis melalui pendekatan perusahaan yang menekankan pada kolaborasi dengan pihak luar merupakan sebuah pertimbangan kunci dalam strategi perubahan yang berhasil, sehingga inovasi bentuk ini paling umum dilakukan (IBM Global Business Services 2006).
Karakteristik model bisnis
BTNGP Mandiri dibandingkan model bisnis BTNGP secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Perbandingan Karakteristik Model Bisnis BTNGP dan BTNGP Mandiri Model Bisnis BTNGP Saat Ini Revenue Model Busines to Consumer (B2C) dan B2B Regulator dan Operator
Unsur
Model Bisnis BTNGP Mandiri
Tipe Inovasi
Enterprise dan Revenue Model
Kategori
Business to Business (B2B)
Sifat Pengelolaan Regulator
Model bisnis dan strategi membahas suatu isu yang sama, tetapi pada tahapan yang berbeda. Model bisnis sebagai sebuah strategi implementasi berada pada konsep cetak biru logika perusahaan dalam menghasilkan pendapatan (Osterwalder 2004).
Perumusan alternatif strategi dilakukan dengan cara
memindahkan aspek kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam matriks SWOT. Alternatif strategi dan aspek-aspek penyusunnya disajikan pada Tabel 15.
67
Hasil penggabungan pada matriks SWOT diperoleh empat alternatif strategi, yaitu: 1) strategi S-T, didasarkan pada kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman eksternal yang dihadapi; 2) strategi W-T, meminimalkan kelemahan untuk menghadapi ancaman yang ada; 3) strategi S-O, dirancang berdasarkan kekuatan yang dimiliki serta memanfaatkan peluang yang ada; dan 4) strategi WO, meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang. Menurut Gelgel et al. (2011) salah satu strategi dalam pembangunan kehutanan berbasis taman nasional ialah peningkatan kerjasama dan partisipasi para pihak. Tabel 15 Matrik SWOT dan strategi pengembangan BTNGP mandiri Faktor Internal
Faktor Eksternal
Peluang (O) O1 : Pendapatan dapat ditambah/diciptakan O2: Kolaborasi dengan mitra fokus pada bisnis inti O3: Pasar sedang tumbuh dapat Dimanfaatkan O4: Harga dapat ditingkatkan O5: Kelompok pelanggan baru dapat dilayani Ancaman (T) T1 : Kualitas sumberdaya kunci dapat terancam kapan saja T2: Biaya tumbuh lebih cepat dari Pendapatan T3: Gannguan supply sumberdaya penting T4: Kegiatan kunci mungkin akan Terganggu T5: Sangat tergantung kepada mitra kerja tertentu
Kekuatan (S) S1 : Proposisi nilai sejalan dengan kebutuhan pelanggan S2: Produk dan jasa bersinergi S3: Sumberdaya kunci sulit ditiru S4: Brand kuat S5: Berkerja dengan mitra terfokus dan penting S6: Pemerintah sebagai regulator dapat memaksakan regulasi
Kelemahan (W) W1 : Marjin keuntungan kecil W2 : Harga tidak didasarkan kesediaan membayar W3 : Struktur biaya kurang sesuai dengan model bisnis W4 : Keberlanjutan Pendapatan Dipertanyakan W5 : Konflik dengan mitra kerja
S–O
W–O
1. Pengembangan produk dan jasa dalam rangka melayani kelompok pelanggan baru untuk menciptakan pendapatan 2. Penerapan regulasi yang dapat membantu jalannya operasional BTNGP Mandiri S-T 4. Peningkatan kerjasama yang fokus terhadap kegiatan kunci dalam rangka mengembangkan proposisi nilai dengan brand yang kuat
3. Peningkatan pendapatan melalui penyesuaian harga dengan memanfaatkan pasar yang sedang tumbuh
W–T 5. Pengembangan kolaborasi usaha dengan mitra untuk menjamin keberlanjutan pendapatan dan kualitas sumberdaya kunci
Model bisnis dan strategi membahas suatu isu yang sama, tetapi pada tahapan yang berbeda. Model bisnis sebagai sebuah strategi implementasi berada pada konsep cetak biru logika perusahaan dalam menghasilkan pendapatan (Osterwalder 2004). Berdasarkan hasil rumusan strategi pada matriks SWOT dan
68
mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki, maka pengembangan BTNGP Mandiri dirancang berdasarkan kombinasi strategi S-T dan WT. Strategi yang ditetapkan ialah peningkatan kerjasama yang fokus terhadap kegiatan kunci dalam rangka mengembangkan proposisi nilai dengan brand yang kuat dan pengembangan
kolaborasi
usaha
dengan
mitra
kerja
untuk
menjamin
keberlanjutan pendapatan dan kualitas sumberdaya kunci. Strategi tersebut digunakan sebagai dasar dalam penyempurnaan model bisnis BTNGP, sehingga diperoleh rancangan model bisnis BTNGP Mandiri, yaitu model bisnis yang mendapatkan keuntungan lebih tinggi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan pendanaan dan kualitas sumberdaya kunci.
Menurut Gelgel et al.
(2011) salah satu strategi dalam pembangunan kehutanan berbasis taman nasional ialah peningkatan kerjasama dan partisipasi para pihak.
5.2 Rencana Sistem Pengusahaan dan Kelayakan Finansial 5.2.1 Sistem Pengusahaan Rancangan model bisnis menterjemahkan strategi ke dalam sebuah cetak biru model bisnis, kemudian model bisnis tersebut harus dibiayai melalui pendanaan
eksternal
atau
internal,
dan
terakhir
model
bisnis
harus
diimplementasikan dalam sebuah perusahaan bisnis aktual (Osterwalder 2004). Berdasarkan model bisnis BTNGP mandiri yang telah dirancang, maka dirumuskan suatu sistem pengusahaan yang diharapkan dapat mengelola potensi kondisi lingkungan TNGP yang manfaatnya terbagi secara adil kepada pengelola taman nasional, masyarakat lokal melalui pemerintah daerah, dan perusahaan pengelola. Distribusi manfaat secara adil diantaranya dapat dipecahkan melalui inovasi kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Inovasi tersebut dapat
dijalankan melalui melalui pengusahaan yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan swasta (Public-People-Private Enterprise/P3E), yaitu sistem pengusahaan sumberdaya alam yang dikelola oleh pengelola profesional yang dimiliki bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta melalui pembiayaan dana perbankan dan dana penyertaan pemerintah yang pembagian keuntungan dari pengusahaannya dengan sistem bagi hasil.
69
Penentuan P3E sebagai sistem pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP berdasarkan pada karakteristik dan pola pengelolaan sumberdaya hutan. Menurut Tadjudin (2000) sumberdaya hutan merupakan properti bersama (common property) atau ada bagian yang diakui sebagai properti bersama. Kartodiharjo (2006) menyatakan bahwa status kawasan taman nasional merupakan state property atau milik negara. Putro et al. (2012) menjelaskan bahwa sumber daya di dalam sebuah taman nasional merupakan agregat sumber daya alam yang memiliki ciri sebagai Common Pool Resources (CPR) atau sumber daya milik umum yang dikelola pemerintah. Sementara Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara tersirat menyatakan bahwa hutan dan kawasan hutan merupakan sumberdaya publik. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sistem P3E merupakan salah satu bentuk pola pengelolaan sumberdaya hutan secara kolektif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Menurut Putro et al. (2012) taman nasional sebagai CPR dapat dikelola secara kolektif dengan berbagai bentuk tata kelembagaan yang bervariasi dan secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) pengelolaan oleh pemerintah, 2) oleh partikelir (swasta) atau 3) kepemilikan komunal. Turner (1994) menyatakan bahwa rejim pengelolaan secara komunal terhadap CPR akan berhasil mengelola sumberdaya secara berkelanjutan. Sementara Tadjudin (2000) menegaskan bahwa pengelolaan koleksif suatu properti masyarakat memberikan manfaat yang signifikan dalam hal pengawasan kelestarian sumberdaya hutan. Kemenhut (2011a) menyatakan bahwa pengelolaan TN di Indonesia selama ini kurang efektif, antara lain karena sepenuhnya dikelola oleh pemerintah.
Oleh karena itu, pengusahaan kondisi
lingkungan melalui kemitraan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan peran pemanfaatan dalam pengelolaan taman nasional yang selayaknya menjadi pilihan. Bentuk badan usaha dalam sistem pengusahaan P3E, yaitu perusahaan bersama (PT) yang sahamnya dimiliki bersama oleh pemerintah pusat melalui pengelola taman nasional dan pemerintah daerah (public), masyarakat (people),
70
dan pengelola usaha (private) melalui suatu perjanjian kerjasama.
Perjanjian
kerjasama P3E meliputi shareholders sebagai berikut: 1) pemerintah adalah pemerintah kabupaten setempat yang diwakili oleh bupati; 2) pemerintah pusat yang diwakili oleh Kepala Balai Taman Nasional; dan 3) pengelola usaha, adalah perusahaan swasta yang melaksanakan kegiatan usaha, yang ditetapkan melalui proses pemilihan sesuai perjanjian kerjasama. Sumber pendanaan bagi P3E akan diperoleh sebagian besar dari kredit perbankan sebesar 65 % dari total investasi, sedangkan sisanya bersumber dari dana pemerintah sebagai dana penyertaan. Sumber pendanaan perbankan tersebut berdasarkan pada pola pembiayaan kredit investasi dan kredit modal kerja pada Bank Mandiri dengan ketentuan maksimum pembiayaan bank sebesar 65% dari total investasi dan Self Financing (SF) sebesar 35% dari total investasi. 5.2.2 Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk memberikan gambaran dan simulasi pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E. Selain itu, analisis ini juga digunakan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi terhadap rencana investasi dalam pengusahaan tersebut. Menurut Rangkuti (2000) terdapat tiga tahapan kegiatan evaluasi rencana investasi, yaitu: 1) estimasi arus kas (cash flow); 2) estimasi rencana pendapatan; dan 3) penilaian rencana investasi berdasarkan ukuran-ukuran yang jelas, seperti Net Present Value (NPV) dan Interal Rate of Return (IRR). Tahapan pelaksanaan analisis kelayakan finansial pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E menggunakan asumsi siklus pengusahaan selama sepuluh tahun diuraikan sebagai berikut: (1) Proyeksi Penjualan Proyeksi penjualan disusun berdasarkan data penjualan paket wisata Nasalis Tour & Travel tahun 2011, laporan keuangan pengelola CPRS, laporan pelaksanaan pembentukan forum air TNGP, dan studi kelayakan proyek REDD di Kayong Utara. Selain itu, digunakan juga asumsi terhadap kenaikan volume dan harga jual untuk produk atau jasa wisata alam, penelitian, air, dan karbon.
Proyeksi penjualan pengusahaan kondisi
71
lingkungan TNGP melalui sistem P3E dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Proyeksi penjualan pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E data dasar 2011 Volume/Tahun
Uraian Wisata Alam - Lubuk Baji - Batu Barat - Gunung Panti - Peramas - Pampang Jumlah A Pelayanan Penelitian - Jangka Panjang - Jangka Pendek Jumlah B
1
Tahun Ke3 4
2
5
10
40 Paket 10 Paket 4 Paket 24 Paket 60 Paket
2 430 000 3 680 000 12 500 000 1 500 000 500 000
48 12 5 29 72 166
56 14 6 34 84 193
64 16 6 38 96 221
72 18 7 43 108 248
80 20 8 48 120 276
192 48 19 115 288 662
24 Bulan Paket/Tahun 14 Minggu Paket/Tahun
20 000 000 3 175 000
24 14 38
24 14 38
24 14 38
24 14 38
24 14 38
48 28 76
Pemanfaatan Air - Air Bersih 109 394 m3 - Air Kemasan 24 480 m3 Jumlah C Karbon
Harga Satuan (Rp)
15 000
ton/tahun
1 000 54 697 82 045 109 394 112 129 114 864 164 091 100 000 12 240 18 630 24 480 25 092 25 704 36 720 66 937 100 405 133 874 137 221 140 568 200 811 22 500/45 000/90 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000
15 000
Volume penjualan paket wisata alam di setiap lokasi diproyeksikan meningkat sebesar 2%/tahun. Sementara itu harga penjualan paket wisata alam meningkat sebesar 42%/tahun untuk paket Lubuk baji dan Batu barat, 17%/tahun untuk paket Gunung Panti, serta 1%/tahun untuk paket Peramas dan Pampang.
Asumsi tersebut dibuat berdasarkan data dan informasi
mengenai penjualan paket wisata alam yang dikelola oleh Koperasi Nasalis. Selain itu, asumsi juga didasarkan atas adanya rencana kenaikan PNBP untuk pungutan masuk kawasan taman nasional, IUPJWA, dan IUPSWA yang diprediksi akan meningkatkan biaya operasional dalam pelayanan paket wisata alam. Asumsi yang digunakan dalam proyeksi penjualan paket pelayanan penelitian didasarkan pada data dan informasi mengenai penjualan paket pelayanan penelitian dari pengelola SPCP. Selain itu, asumsi juga didasarkan atas adanya informasi tentang adanya rencana kenaikan PNBP untuk pungutan masuk kawasan taman nasional, IUPJWA, dan IUPSWA. Proyeksi penjualan paket pelayanan penelitian di SPCP menggunakan asumsi volume pada tahun kesatu sampai tahun kelima sama dengan data dasar, sedangkan pada tahun keenam sampai tahun kesepuluh naik 50%. Sementara itu, harga jual paket pelayanan penelitian meningkat sebesar 18%/tahun untuk penelitian jangka panjang dan 84%/tahun untuk penelitian jangka pendek.
72
Volume penjualan air minum kemasan dan air bersih pada tahun pertama diproyeksikan hanya 50% dari data dasar volume kebutuhan air tahun 2011. Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing volume penjualannya sebesar 75%/tahun dan 100% dari data dasar, kemudian pada tahun keempat dan kelima meningkat sebesar 2,5% dari data dasar. Selanjutnya pada tahun keenam sampai tahun kesepuluh volumenya meningkat sebesar 1% dari data dasar tahun 2011. Harga air minum kemasan dan air bersih menggunakan asumsi harga dalam Kemenhut (2011a), yaitu masing-masing sebesar Rp 100 000/m3 dan Rp 1 000/m3 dan diproyeksikan meningkat sebesar 1%/tahun. Proyeksi penjualan dalam perdagangan karbon menggunakan asumsi potensi penyerapan dan penyimpanan emisi karbon di TNGP sebesar 15 000 ton CO2/tahun.
Potensi tersebut diproyeksikan dapat dijual pada tahun
ketiga, hal ini untuk memberikan kesempatan kepada pengelola untuk mempersiapkan mekanisme perdagangan karbon.
Skenario harga karbon
diasumsikan sebesar Rp 22 500/ton pada tahun ketiga sampai dengan tahun kelima, Rp 45 000/ton pada tahun keenam sampai dengan tahun kedelapan, dan Rp 90 000 pada tahun kesembilan dan kesepuluh. Asumsi tersebut menggunakan data hasil studi kelayakan proyek karbon di TNGP yang dilakukan pada tahun 2011 (Cunmin et al. 2011).
(2) Proyeksi Penerimaan Penerimaan diperoleh dari proyeksi penjualan empat jenis produk dan jasa yang ditawarkan, yaitu: wisata alam, pelayanan penelitian, air, dan karbon.
Total
penerimaan
dari
pengusahaan
kondisi
lingkungan
diproyeksikan sebesar Rp 19,4 milyar. Penerimaan pada tahun kesatu sampai tahun kelima dan kesepuluh pengusahaan tersebut disajikan pada Tabel 17.
73
Tabel 17 Proyeksi penerimaan dari pengusahaan kondisi lingkungan melalui sistem P3E Uraian
Tahun ke-
4 5 A. Wisata Alam - Lubuk Baji 176 304 000 219 296 000 266 176 000 316 944 000 371 600 000 - Batu Barat 66 576 000 82 824 000 100 544 000 119 736 000 140 400 000 - Gunung Panti 75 600 000 95 200 000 116 800 000 140 400 000 166 000 000 - Peramas 47 520 000 60 480 000 74 880 000 90 720 000 108 000 000 - Pampang 39 600 000 50 400 000 62 400 000 75 600 000 90 000 000 Jumlah A 405 600 000 508 200 000 620 800 000 743 400 000 876 000 000 B. Pelayanan Penelitian - Jangka Panjang 576 000 000 624 000 000 672 000 000 720 000 000 768 000 000 - Jangka Pendek 72 501 000 83 664 000 95 589 000 108 276 000 121 725 000 Jumlah B 648 501 000 707 664 000 767 589 000 828 276 000 889 725 000 C. Pemanfaatan Air - Air Bersih 55 243 962 83 686 398 112 675 803 116 613 987 120 606 867 - Air Kemasan 1 236 240 000 1 872 720 000 2 521 440 000 2 609 568 000 2 698 920 000 Jumlah C 1 291 483 962 1 956 406 398 2 634 115 803 2 726 181 987 2 819 526 867 D. Karbon - Karbon 0 0 337 500 000 337 500 000 337 500 000 Total Per Tahun Total Proyek
1
2
10
3
603 850 000 211 900 000 256 750 000 253 500 000 341 250 000 1 667 250 000 2 016 000 000 200 400 000 2 216 400 000 180 500 073 4 039 200 000 4 219 700 073 1 350 000 000
2 345 584 962 3 172 270 398 4 360 004 803 4 635 357 987 4 922 751 867 9 453 350 073 19 435 970 016
(3) Proyeksi Biaya Pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E memerlukan biaya pra-investasi dan investasi sebesar Rp 1,69 milyar, biaya tersebut meliputi biaya pembuatan bangunan, pembelian mesin, peralatan, sarana transportasi, dan inventaris kantor.
Sementara biaya untuk modal kerja
meliputi biaya tetap, biaya variabel, dan biaya penyusutan aktiva tetap yang diperlukan pada tahun pertama sebesar Rp 1,40 milyar. Asumsi yang digunakan dalam proyeksi biaya tersebut, yaitu: biaya penyusutan aktiva tetap4 dan biaya perawatan aktiva berkisar antara 1020%/tahun dari nilai masing-masing jenis aktiva, biaya pemasaran sebesar 5% dari penjualan, komisi penjualan sebesar 10% dari penjualan. Komponen biaya investasi dan modal kerja yang diperlukan dalam pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E disajikan pada Tabel 18, sementara rincian lengkap proyeksi biaya tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.
4
Harta kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat diukur dengan jelas dan bersifat permanen, contoh tanah, bangunan, dan alat pengangkutan (Rangkuti 2000)
74
Tabel 18 Proyeksi biaya pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E No
Tahun ke-
Uraian
1
A Investasi 1 Pra-Investasi 592 000 000 2 Bangunan 728 969 781 Mesin dan 3 Peralatan 18 900 000 4 Sarana Transportasi 280 300 000 5 Inventaris Kantor 55 700 000 6 Alat-Alat Bantu 16 300 000 1 692 169 781 Biaya Investasi
2
3
0
4
0
10
5
0
0
0
B Modal Kerja 1 Biaya Tetap 918 617 098 999 382 610 1 088 224 673 1 185 950 943 1 293 449 839 2 523 564 641 2 Biaya Variabel 348 985 377 4225 84 224 868 362 695 601 993 732 654 947 929 1 382 232 685 3 Biaya Penyusutan 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 Aktiva Biaya Modal Kerja 1 406 594 453 1 560 958 812 2 095 579 347 1 926 936 653 2 087 389 747 4 044 789 304 Total Biaya (A + B) 3 098 764 234 1 560 958 812 2 095 579 347 1 926 936 653 2 087 389 747 4 044 789 304
Total biaya yang diperlukan untuk pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E pada tahun pertama sebesar Rp 3,1 milyar yang terdiri atas biaya investasi dan modal kerja. Sumber dana dapat diperoleh dari pinjaman bank berupa Kredit Investasi (KI5)) dan Kredit Modal Kerja (KMK6)). Pola pembiayaan untuk biaya investasi dan modal kerja tersebut menggunakan asumsi KI dan KMK pada Bank Mandiri dengan ketentuan maksimum pembiayaan bank 65% dan Self Financing (SF) 35%.
SF
dialokasikan berasal dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sebagai modal penyertaan.
Selain itu, kredit tersebut juga menggunakan asumsi
tingkat suku bunga sebesar 13,5%/tahun7) dan jangka waktu kredit sepuluh tahun.
Struktur dan sumber permodalan rencana pengusahaan kondisi
lingkungan di TNGP melalui sistem P3E disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Struktur dan sumber permodalan Sumber Dana Modal Tetap Modal Kerja (Rp) Kredit Bank (65%) 1 099 910 358 914 286 394 Modal Penyertaan Pemerintah (35%) 592 259 423 492 308 059 Jumlah 1 692 169 781 1 406 594 453
5)
Jumlah (Rp) 2 014 196 752 1 084 567 482 3 098 764 234
Kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi,modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru 6) Fasilitas kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 tahun namun dapat diperpanjang 7) Tingkat Suku Bunga KI dan KMK pada Bank Mandiri
75
(4) Proyeksi Laba-Rugi Proyeksi Laba-rugi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E dibuat untuk jangka waktu sepuluh tahun sesuai dengan masa pengembalian kredit dan umur ekonomis dari peralatan dan perlengkapan yang digunakan.
Proyeksi laba rugi tersebut didasarkan pada besarnya
penerimaan dari volume penjualan dan harga jual produk/jasa kondisi lingkungan di TNGP serta selisihnya terhadap biaya produksi setiap tahun. Selain itu, proyeksi laba rugi juga menggunakan asumsi sebagai berikut: 1) pajak badan sebesar 25%/tahun dari pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha dan mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU Pajak Penghasilan; 2) angsuran pokok KI dan KMK setiap tahun sebesar Rp 201,419,675; dan 3) bunga KI dan KMK setiap tahun besarnya disesuaikan dengan penghitungan dengan metode efektif. Laba pengusahaan kondisi lingkungan TNGP bernilai positif sejak tahun pertama dan diproyeksikan akan menghasilkan laba bersih setelah dikurangi pajak dan pembayaran pokok pinjaman sebesar Rp 24,7 milyar selama satu siklus usaha.
Proyeksi laba rugi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP
melalui sistem P3E disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Proyeksi laba rugi dari pengusahaan kondisi lingkungan TNGP Item Penerimaan Pengusahaan Kondisi Lingkungan Total Penerimaan Pengeluaran a. Biaya Tetap b. Biaya Variabel c. Biaya Penyusutan Aktiva Total Pengeluaran Laba (Rugi) sebelum bunga a. Bunga KI dan KMK b. Angsuran Pokok KI dan KMK Laba (rugi) sebelum Pajak Biaya pajak (PPH Badan 25% x 50%) Laba (Rugi) Bersih
Tahun ke1
2
3
4
5
10
2 345 584 962 3 172 270 398 4 360 004 803 4 635 357 987 4 922 751 867 9 453 350 073 2 345 584 962 3 172 270 398 4 360 004 803 4 635 357 987 4 922 751 867 9 453 350 073 918 617 098 348 985 377
999 382 610 1 088 224 673 1 185 950 943 1 293 449 839 2 5235 64 641 422 584 224 868 362 695 601 993 732 654 947 929 1 382232 685
138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 1 406 594 453 1 560 958 812 2 095 579 347 1 926 936 653 2 087 389 747 4 044 789 304 938 890 509 1 611 311 585 2 264 425 457 2 708 421 334 2 835 362 121 5 408 560 769 27 191 656
244 724 905
217 533 249
190 341 593
163 149 937
27 191 656
201 419 675
201 419 675
201 419 675
201 419 675
201 419 675
201 419 675
710 379 178 1 165 167 005 1 845 472 532 2 316 660 066 2 470 792 508 5 179 949 438 88 797 397 145 645 876 230 684 067 289 582 508 308 849 064 647 493 680 621 587 780 1 019 521 129 1 614 788 466 2 027 077 558 2 161 943 445 4 532 455 758
76
(5) Manfaat Laba bersih yang diperoleh dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui penerapan sistem usaha P3E akan dibagi kepada setiap pihak yang menjadi shareholders sesuai dengan kontribusi dan proporsi yang disepakati. Para pihak tersebut, yaitu: BTNGP, Pemerintah Kabupaten Kayong Utara, dan perusahaan pengelola.
Proporsi pembagian manfaat
menggadopsi distribusi Nilai Jual Jasa Lingkungan (NJ2L) penyerapan dan penyimpanan karbon pada hutan lindung sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.36/Menhut-II/2009 tentang tata cara perizinan usaha pemanfaatan penyerapan dan/atau penyimpanan karbon pada hutan produksi dan hutan lindung. Ilustrasi pembagian manfaat finansial dari laba bersih yang diperoleh selama satu siklus usaha untuk lima shareholders tersebut disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Proyeksi pembagian laba pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E kepada shareholders Shareholder
Laba Per Tahun Proporsi 1 100%
2
3
4
5
10
621 581 780 1 019 521 129 1 614 788 466 2 027 077 558 2 161 943 445 4 532 455 758
Perusahaan Pengelola
40%
248 632 712 407 808 452
645 915 386
810 831 023
864 777 378
1 812 982 303
Pemda Kayong Utara
20%
124 316 356 203 904 226
322 957 693
405 415 512
432 388 689
906 491 152
BTNGP
40%
248 632 712 407 808 452
645 915 386
810 831 023
864 777 378
1 812 982 303
Sistem pengusahaan seperti diuraikan di atas dapat menjamin keberlanjutan dana pengelolaan dan keberlangsungan pengusahaan kondisi lingkungan TNGP yang sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proyeksi bagi hasil yang diterima BTNGP pada tahun ke-10 diperkirakan dapat membiayai paling tidak 80% biaya operasional pengelolaan TNGP, yaitu rata-rata Rp 1,8 milyar/tahun. Selain itu, laba dari pengusahaan tersebut juga dapat memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara. Pada tahun 2011 PAD Kabupaten Kayong Utara sebesar Rp 11,4 Milyar, sehingga bagi hasil dari pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP yang diterima Pemerintah Kabupaten Kayong Utara setara dengan 16% PAD.
77
(6) Arus Kas (Cash Flow) Kelayakan finansial pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem usaha P3E dianalisis dengan menggunakan metode arus kas. Metode tersebut digunakan untuk menilai rencana investasi berdasarkan kriteria Discounted Cash Flow (DCF), yaitu NPV dan IRR.
Proyeksi arus kas
diproyeksikan dalam satu siklus usaha dengan menggunakan asumsi bahwa depresiasi investasi dan amortisasi pra operasi besarnya sama setiap tahun yang dihitung menggunakan metode garis lurus dengan jangka waktu selama sepuluh tahun. Proyeksi arus kas pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melaui sistem P3E dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Proyeksi arus kas pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sisitem P3E Uraian Laba Bersih + Depresiasi Investasi + Amortisasi Pra Operasi - Biaya Pra Operasi - Biaya Investasi Arus Kas Bebas
Tahun ke10 1 2 3 4 5 621 581 780 1 019 521 129 1 614 788 466 2 027 077 558 2 161 943 445 4 532 455 758 131 702 978 131 702 978 131 702 978 131 702 978 131 702 978 131 702 978 65 000 000 65 000 000 65 000 000 65 000 000 65 000 000 65 000 000 650 000 000 0 0 0 0 0 1 317 029 781 0 0 0 0 0 -1 148 745 023 1 216 224 107 1 811 491 444 2 223 780 536 2 358 646 423 4 729 158 736
Proyeksi arus kas pada Tabel 22 menunjukan bahwa pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E memiliki nilai negatif pada tahun pertama. Hal ini disebabkan pada tahun pertama terdapat biaya pra operasi dan biaya investasi, selain itu laba bersih pengusahaan tersebut relatif kecil, karena perdagangan karbon diprediksi belum berjalan. Pada tahun kedua, arus kas bernilai positif dan mengalami kenaikan sampai akhir siklus usaha.
(7) Net Present Value (NPV) NPV dihitung dengan menggunakan tingkat diskonto sebesar 10,70%. Tingkat diskonto tersebut merupakan biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital) dari tingkat bunga kredit investasi sebesar 13,50% dan tingkat bunga deposito sebesar 5,50%8) sebagai opportunity cost dari investasi pemerintah dan.
Nilai Weighted average cost of capital
dihasilkan dari penjumlahan biaya modal atas kredit investasi (65% x 13,5% = 8,78%) dengan biaya modal atas investasi pemilik (35% x 5,50% = 1,93%). Hasil perhitungan menunjukan nilai NPV sebesar Rp 10 189 132 732. Nilai 8)
Tingkat suku bunga deposito pada Bank Kalbar
78
NPV positif tersebut menunjukkan bahwa rencana investasi pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E layak untuk dilaksanakan. Nilai tersebut juga berarti bahwa keuntungan yang dihasilkan dari rencana pengusahaan tersebut nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Hasil penghitungan NPV disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 NPV pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total PV dari Inflow Total Investasi NPV
Cash Flow -1 148 1 216 1 811 2 223 2 358 2 856 3 129 3 393 4 148 4 729
745 224 491 780 646 192 779 845 993 158
023 107 444 536 423 555 769 883 532 736
I = 10,7% DF (10,7%) 0,90 0,82 0,74 0,67 0,60 0,54 0,49 0,44 0,40 0,36
Cash Flow x DF 10.7 % -1 037 710 048 992 472 235 1 335 344 815 1 480 817 169 1 418 811 623 1 552 035 881 1 536 315 573 1 504 912 154 1 661 935 520 1 711 227 232 12 156 162 154 1 967 029 781 10 189 132 372
(8) Internal Rate of Return (IRR) IRR yang dihasilkan dari rencana pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E sebesar 48,06%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga 10,7%, rencana pengusahaan tersebut layak untuk dilaksanakan. Perhitungan IRR melalui interpolasi disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 NPV pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E 10.7% 47% 49% Net Cash Flow DF (13.5 %) NCF X DF 10 % DF (47 %) NCF X DF 15 % DF (49 %) NCF X DF 84 % -1 148 745 023 0,90 -1 037 710 048 0,68 -781 459 199 0,67 -770 969 814 1 216 224 107 0,82 992 472 235 0,46 562 832 203 0,45 547 824 020 1 811 491 444 0,74 1 335 344 815 0,31 570 274 934 0,30 547 617 706 2 223 780 536 0,67 1 480 817 169 0,21 476 236 399 0,20 451 176 895 2 358 646 423 0,60 1 418 811 623 0,15 343 618 208 0,14 321 167 433 2 856 192 555 0,54 1 552 035 881 0,10 283 063 241 0,09 261 017 648 3 129 779 769 0,49 1 536 315 573 0,07 211 004 849 0,06 191 959 628 3 393 845 883 0,44 1 504 912 154 0,05 155 651 546 0,04 139 701 790 4 148 993 532 0,40 1 661 935 520 0,03 129 445 437 0,03 114 621 567 4 729 158 736 0,36 1 711 227 232 0,02 100 371 530 0,02 87 684 172 Total PV dr Inflow 12 156 162 154 2 051 039 147 1 891 801 046 Total Investasi 1 967 029 781 1,967,029,781 1,967,029,781 NPV 10 189 132 372 84 009 365 -75 228 736 47% Discounted factor (+) : Selisih dF : 2% Selisih NPV (+) - NPV (-) : 159 238 101 IRR : 48,06% Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
79
5.3 Pola Pengelolaan dan Organisasi BTNGP Mandiri Perubahan model bisnis BTNGP menjadi model bisnis BTNGP Mandiri, akan berimplikasi adanya kebutuhan penyesuaian pada tiga aspek, yaitu: 1) aspek pengelolaan; 2) aspek organisasi; dan 3) aspek peraturan.
Hartono (2008a)
menyatakan bahwa pengembangan taman nasional menuju ke arah taman nasional mandiri perlu ditelaah secara mendalam, terutama berkaitan dengan batasan dan ruang
lingkup
kemandirian,
payung
hukum,
strategi
dan
langkah
implementasinya, serta kriteria dan indikator penilaiannya.
5.3.1 Aspek Pengelolaan Aspek pengelolaan berkaitan dengan bentuk dan prioritas kegiatan, pengelolaan keuangan, dan sistem informasi dan teknologi yang dapat mendukung terciptanya kemandirian taman nasional. Kegiatan yang dilakukan diarahkan untuk mendukung terjaganya kualitas proposisi nilai dan sumberdaya kunci yang menjadi komponen utama dalam model bisnis BTNGP mandiri. Bentuk kegiatan pemanfaatan TNGP mencakup pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, kegiatan teknis yang terkait dengan optimalisasi pemanfaatan potensi kondisi lingkungan perlu diperbanyak. Selain itu, kegiatan pembinaan daerah penyangga taman nasional menjadi sesuatu yang mutlak perlu dilakukan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kesempatan masyarakat untuk memanfaatkan potensi sumberdaya di taman nasional. Aspek pengelolaan penting lain yang mendukung kemandirian taman nasional BTNGP ialah pengelolaan keuangan. Saat ini, anggaran pengelolaan dalam bentuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perubahan model bisnis BTNGP menjadi model bisnis BTNGP mandiri menuntut berubahnya sistem pengelolaan anggaran, agar pendapatan dari hasil pembagian keuntungan pengusahaan kondisi lingkungan dengan sistem P3E dapat dikelola secara langsung untuk belanja operasional pengelolaan taman nasional. Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) yang memungkinkan BTNGP dapat mengelola keuangan secara langsung ialah Badan Layanan Umum (BLU). Salah satu bentuk PPK-BLU yang
80
dapat diadopsi ialah BLU pembiayaan taman nasional yang dapat memberikan modal penyertaan dan menerima pendapatan dari usaha yang dilakukan bersama dengan pihak lain. Sistem informasi dan teknologi dalam pengelolaan taman nasional merupakan kegiatan yang penting dimanfaatkan secara maksimal.
Pengelola
taman nasional harus menjadi pusat informasi mengenai potensi kondisi lingkungan serta tumbuhan dan satwa liar. Informasi tersebut digunakan sebagai dasar dalam penataan dan alokasi kawasan yang dapat dimanfaatakan potensinya melalui pemberiaan ijin pengusahaan. Oleh karena itu, kegiatan inventarisasi untuk menghimpun data dan informasi sumberdaya hutan harus dilakukan lebih intensif dan berkelanjutan, akurat, tepat waktu, dan tepat guna. Untuk mendukung kegiatan tersebut disarankan menggunakan teknologi terapan yang dapat mempermudah dalam pelaksanaan dan penyempurnaan output yang dihasilkan. 5.3.2 Aspek Organisasi Aspek organisasi yang perlu disesuaikan dengan perubahan model bisnis BTNGP, antara lain: struktur, tugas, dan fungsinya.
Kawasan TNGP telah
ditetapkan sebagai KPHK berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.721/Menhut-II/2010 tanggal 26 Desember 2010, akan tetapi tugas dan fungsi organisasi KPHK TNGP belum ditetapkan sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 9 ayat (2) dan (3) PP. 6/2007 jo PP. 3/2008. Hal itu dapat menjadi dasar perlunya transformasi organisasi BTNGP menjadi menjadi bentuk Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (BKPHK). Ditjend PHKA (2011) menyebutkan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk transformasi organisasi taman nasional yang telah ditetapkan sebagai KPHK dimana wilayahnya hanya terdiri dari satu unit taman nasional, maka balai taman nasional tersebut dapat ditetapkan sebagai lembaga pengelola KPHK taman nasional (Ditjend PHKA 2011). Transformasi organisasi BTNGP menjadi bentuk BKPHK perlu juga dilakukan sebagai langkah penyesuaian terhadap perubahan model bisnis BTNGP yang mendukung pola pengelolaan dan pemanfaatan kondisi lingkungan melalui sistem P3E.
BKPHK ialah suatu bentuk organisasi BTNGP mandiri yang
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan yang
81
memadukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).
Menurut Putro et al. (2012)
organisasi pengelola taman nasional dengan pola pengelolaan keuangan BLU dapat memberikan jawaban dalam mengembangkan kemandirian pengelolaan taman nasional, sepanjang didukung dengan sumber daya manusia yang profesional. Berdasarkan P. 03/Menhut-II/2007 dengan perubahan P. 52/Menhut-II/2009, BTNGP merupakan organisasi yang diklasifikasikan sebagai UPT taman nasional kelas II dan tipe B. Sementara itu, dalam rangka penyesuaian dengan penetapan TNGP sebagai KPHK dan perubahan model bisnis BTNGP menjadi BTNGP mandiri, maka diperlukan perubahan struktur organisasi menjadi UPT taman nasional tipe A. Perubahan struktur organisasi tersebut dengan cara menambah satu jabatan struktural setingkat eselon IV, yaitu Seksi Pemanfaatan dengan empat unit urusan pemanfaatan. Struktur organisasi tersebut disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23 Bagan organisasi BTNGP Mandiri. Seksi pemanfaatan pada bagan organisasi BTNGP Mandiri memiliki tugas pokok yang fokus dalam menangani upaya peningkatan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan pemanfaatan potensi TNGP. Selain itu, Seksi Pemanfaatan
82
juga bertugas dalam pengembangan kemitraan dalam pemanfaatan potensi kondisi lingkungan TNGP. Sedangkan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) lebih fokus dalam melaksanakan kegiatan pada bidang perlindungan dan pengawetan di wilayah seksinya masing-masing. Pembagian tugas pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan pengelolaan taman nasional, sehingga kemandirian pengelolaan BTNGP dapat tercapai dalam waktu tidak terlalu lama. Struktur organisasi KPHK menekankan pada penguatan peran di tingkat resort yang sejalan dengan paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi dimana aspek pemanfaatan lebih dikedepankan. Oleh karena itu, struktur organisasi
juga
harus
menjadi
wadah
bagi
tumbuh
berkembangnya
profesionalisme rimbawan ketika berinteraksi dengan potensi dan permasalahanpermasalahan hutan di tingkat tapak (Suwarno et al. 2011). Organisasi KPH merupakan
organisasi
pengelola
hutan
yang mampu
menyelenggarakan
pengelolaan yang dapat menghasilkan nilai ekonomi dari pemanfaatan hutan dalam keseimbangan dengan fungsi konservasi, perlindungan, dan sosial dari hutan; mampu mengembangkan investasi dan menggerakkan lapangan kerja; mempunyai
kompetensi
untuk
melindungi
kepentingan
hutan
termasuk
kepentingan publik dari hutan; serta mampu menjawab jangkauan dampak pengelolaan hutan yang bersifat lokal, nasional, dan global (Penjelasan Pasal 8 PP. 6/2007 jo PP. 3/2008). Organisasi KPH menyelenggarakan fungsi manajemen atau pengelolaan, sedangkan instansi pemerintah seperti kementerian kehutanan dan dinas kehutanan menyelenggarakan fungsi administrasi dan pengurusan hutan (PP. 6/2007 Jo PP. 3/2008). Tugas dan fungsi organisasi KPH antara lain membuka peluang
investasi
guna
mendukung
tercapainya
tujuan
pengelolaan;
menyelenggarakan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu; pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin; perlindungan hutan dan konservasi alam; melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya (PP. 6/2007 jo PP. 3/2008 Pasal 9).
83
Unit Pelaksana Teknis (UPT) taman nasional memiliki tugas untuk melakukan
penyelenggaraan
konservasi
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara fungsinya antara lain: pengelolaan kawasan taman nasional; kerjasama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan; serta pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam (P. 03/Menhut-II/2007 Pasal 2). Sejalan dengan perintah UU. 41/1999 dan diterbitkannya PP. 3/2008 jo PP. 6/2007 kelembagaan balai taman nasional sedang dikaji untuk didesain ulang menjadi KPHK yang diharapkan akan memperkuat posisi TN sebagai lembaga dengan kewenangan yang lebih luas, sehingga mampu mendorong percepatan TN menjadi pusat plasma nutfah sekaligus penghela pembangunan ekonomi kehutanan di masa mendatang (Kemenhut 2011a). Apabila ditinjau dari aspek kewenangan
dalam
hal
pemanfaatan
hutan,
KPHK
seyogianya
dapat
menyelenggarakan pengelolaan yang dapat menghasilkan nilai ekonomi secara langsung dan dapat dijadikan sebagai sumber dana pengelolaan (Suwarno et al. 2011).
Perbedaan karakter organisasi BTNGP dan BTNGP mandiri disajikan
pada Tabel 25. Tabel 25 Perbedaan karakter organisai BTNGP dan BTNGP Mandiri BTNGP
Unsur
BTNGP Mandiri
DIPA-APBN
Keuangan
PPK-BLU dengan kontribusi minimal 80% dari biaya operasional pengelolaan taman nasional
Lebih fokus pada perlindungan dan pengawetan hutan
Kegiatan
Lebih fokus pada kegiatan pemanfaatan yang mendukung upaya pelestarian
Fungsi administrasi, penyelenggaraan, dan pengelolaan
Organisasi
KPHK dengan fungsi pengelolaan
Informasi sumberdaya hutan belum dihimpun intensif
Informasi dan Teknologi
Menghimpun informasi sumberdaya hutan lebih intensif untuk mendukung pemanfaatan
84
5.3.3 Aspek Peraturan Peraturan merupakan aspek yang akan menjadi dasar hukum dan pra-syarat bagi aspek pengelolaan dan pengorganisasian BTNGP Mandiri. Menurut Hartono (2008a) pengelolaan taman nasional menuju taman nasional mandiri hanya dapat dilakukan apabila payung hukum ke arah tersebut sudah dibuat.
Selain itu,
diperlukan juga konsep yang jelas dalam bentuk arahan dan pedoman tentang bagaimana mengelola taman nasional mandiri. Putro et al. (2012) menyatakan bahwa salah satu persoalan pokok aspek legal dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah desain organisasi pengelola yang berciri sebagai organisasi birokrasi, sehingga melemahkan kapasitasnya sebagai pengelola kawasan konservasi yang berorientasi pada kinerja pengelolaan. Pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif telah menjadi perhatian para pihak dan mendapatkan dukungan legal melalui Peraturan Menteri Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA. Menurut Putro et al. (2012) terbitnya PP. 36/2010 dan PP. 28/2010, serta prioritas nasional pembangunan KPHK, memberikan sedikit ruang bagi PKTN untuk menemukan koridor bagi peran publik, swasta, dan masyarakat madani yang menjamin keberlanjutan dan kemandirian pengelolaan taman nasional. Badan usaha dapat berperan dalam kerja sama penyelenggaraan KPA dan KSA sebagaimana diatur dalam Pasal 43, dalam hal: (a) penguatan fungsi KSA dan KPA; dan (b) kepentingan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan. Kemitraan
publik-privat
dalam
pengelolaan
kolaboratif
taman
nasional
mendapatkan dukungan legal melalui pasal tersebut. Momentum perubahan dari BB/BTN dan BB/BKSDA menjadi KPHK sebagaimana dimandatkan dalam PP 6 Tahun 2007 jo PP 8 Tahun 2008 dapat dimanfaatkan untuk mendorong penerapan pengelolaan keuangan BLU dalam pengelolaan kawasan konservasi. Penerapan Pengelolaan Keuangan BLU/D (PPK- BLU/D) mengacu pada PP 23 Tahun 2005. BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Berdasarkan hasil analisis isi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait pengembangan taman nasional mandiri, dapat disimpulkan sebagai berikut:
85
1) pengelolaan taman nasional dapat dioptimalkan melalui optimalisasi pemanfaatan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya; 2) badan usaha dapat berperan dalam kerja sama dalam penyelenggaraan taman nasional untuk penguatan fungsi KSA dan KPA serta kepentingan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan. Peran tersebut dapat dilakukan dalam bentuk kemitraan kolaboratif antara publik-privat dalam pengusahaan pemanfaatan kondisi lingkungan di taman nasional; 3) Organisasi pengelola taman nasional yang ada saat ini perlu dilakukan transformasi kepada kelembagaan KPHK yang mengedepankan aspek pemanfaatan. Pembentukan wilayah dan organisasi pengelola dalam bentuk KPHK merupakan amanah dari UU No. 41/1999, PP No.44/2004, dan PP No.6/2007; dan 4) momentum perubahan dari BB/BTN dan BB/BKSDA menjadi KPHK sebagaimana dimandatkan dalam PP. 6 Tahun 2007 jo PP. 8 Tahun 2008 dapat dimanfaatkan untuk mendorong penerapan pengelolaan keuangan BLU/D dalam pengelolaan kawasan konservasi. Sejalan dengan transformasi dari organisasi UPT taman nasional kepada KPHK, maka harus disertai dengan pembuatan peraturan tentang tugas dan fungsi organisasi KPHK sebagaimana diamanahkan PP. 6/2007 jo PP No.3 /2008 Pasal 9 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi organisasi KPH tentang perlindungan hutan dan konservasi alam diatur tersendiri dalam peraturan pemerintah yang lain. Sampai sejauh ini peraturan pemerintah tersebut belum dikeluarkan sehingga terjadi ketimpangan kebijakan apabila Menteri Kehutanan telah menetapkan suatu taman nasional menjadi KPHK, dimana UPT taman nasional tersebut bertindak sebagai organisasi KPHK, sementara PP tentang tupoksi organisasi KPHK sebagai tindak lanjut dari klausul di atas belum ada. Oleh karena itu, Menteri Kehutanan wajib mengeluarkan peraturan tentang kriteria dan penetapan organisasi KPHK (PP. 6/2007 Pasal 8 jo PP. 3/2008). Bentuk organisasi UPT taman nasional yang ada saat ini didasarkan pada P.03/Menhut-II/2007 jo P.52/Menhut-II/2009, kedua Permenhut ini belum menggunakan UU. 41/1999, PP. 44/2004, dan PP. 6/2007 sebagai acuan yang mengamanahkan dibentuknya organisasi pengelola dalam bentuk KPHK. Analisis peraturan terkait pengembangan taman nasional mandiri disajikan pada Tabel 26.
86
Tabel 26 Analisis isi peraturan perundang-undangan terkait pengembangan taman nasional mandiri Isi Peraturan Perundangan
Keterangan
Pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh Pemerintah. Untuk kegiatan Mendukung kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat (UU. 5/ 1990 Pasal 34) Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, Mendukung badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat (UU.41/1999 Pasal 30) Penyelenggaraan KSA dan KPA dapat dikerjasamakan dengan badan usaha, Mendukung lembaga internasional, atau pihak lainnya (PP. 28/2011 Pasal 43) Izin pengusahaan pariwisata alam dapat diajukan oleh: a) perorangan; b) badan Mendukung usaha; atau c) Koperasi. Pemegang izin pengusahaan pariwisata alam, dapat melakukan kerja sama pengusahaan pariwisata alam antara lain meliputi: a) kerja sama teknis; b) kerja sama pemasaran; dan/atau c) kerja sama permodalan (PP. 36/2010 Pasal 7, 8, dan 26). Pendapatan hasil pemanfaatan hutan pada kawasan konservasi disetorkan ke kas Membatasi negara dalam bentuk PNBP (PP. 59/1998; Kep.Menkeu. 656/KMK.06/2001) Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi : a) menyelenggarakan pengelolaan Mendukung hutan b) menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan; c) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian; d) Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya; dan e) membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan (PP.6/2007 Pasal 9) Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan Mendukung PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: a) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; b) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat (PP. 23/2005 Pasal 4). Status BLU secara penuh diberikan apabila Satker telah memenuhi persyaratan Mendukung substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif. Satker tersebut diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang/jasa (119/PMK.05/2007 Pasal 14 dan 15) Bentuk izin pengusahaan tersebut, yaitu: (a) Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan jasa wisata alam pada kegiatan pariwisata alam; dan (b) Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan fasilitas sarana serta pelayanannya yang diperlukan dalam kegiatan pariwisata alam (P.48/2010 jo P.4/Menhut-II/2012 Pasal 9). Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau Mendukung penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan KSA dan KPA secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (P.19/Menhut-II/2004 Pasal 1)
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis SWOT dan model bisnis, serta kelayakan finansial, penelitian ini mendapatkan tiga kesimpulan sebagai berikut: 1) Berdasarkan pendekatan inovasi model bisnis untuk memperoleh pendapatan melalui konfigurasi ulang produk dan jasa yang ditawarkan, penetapan harga, serta perluasan perusahaan dan jaringannya melalui kolaborasi perusahaan, maka rancangan model bisnis BTNGP Mandiri dikategorikan sebagai model bisnis Busines to Business (B2B) yang menjual produk dan jasa melalui perusahaan lain; 2) Pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP dilakukan dengan sistem Public-People-Private Enterprise (P3E), yaitu pengusahaan sumberdaya alam yang dikelola oleh pengelola profesional yang dimiliki oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk memberikan manfaat secara adil kepada seluruh shareholder terkait.
Pengusahaan tersebut secara
finasial layak dikembangkan yang diindikasikan dengan nilai NPV Rp 10,2 milyar dan IRR 48,06%.
Selain itu pengusahaan tersebut juga
memberikan laba bersih total sebesar Rp 24,7 milyar selama sepuluh tahun pengusahaan; 3) Pengelolaan BTNGP Mandiri difokuskan pada kegiatan pemanfaatan untuk mendukung upaya perlindungan dan pemanfaatan. Organisasi BTNGP Mandiri berbentuk KPHK yang berfungsi sebagai regulator dengan pengelolaan keuangan berbentuk BLU.
6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini saran yang direkomendasikan sebagai berikut: 1) untuk mengembangkan BTNGP sebagai taman nasional mandiri yang mendukung peningkatan pemanfaatan, maka diperlukan penyesuaian model bisnisnya dengan sistem pengusahaan kondisi lingkungan, yaitu model bisnis B2B dan sistem P3E.
88
2) untuk memberikan arah dan jaminan terlaksananya pengembangan BTNGP mandiri, maka diperlukan perangkat hukum dan penyempurnaan organisasi yang sesuai dengan model bisnisnya, yaitu unit organisasi pengelola KPHK TNGP.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin B. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia: Perspekstif Ekonomi, Etika, dan Praksis Kebijakan. Erlangga. Jakarta Afuah A, Tucci C. 2003. Internet Business Models and Strategies. Boston, McGraw Hill. Angelsen A, Atmadja S. 2010. Melangkah maju dengan REDD : Isu, Pilihan, dan Implikasi. CIFOR. Bogor Alt R, Zimmerman H.D. 2001. Introduction to special section on business models. Electronic Markets. 11(1): 3-9. Bettis Y. 1998. From strategy to business models and to tactics. Long Rang Planing. 43:195-215 Bromley D. 1989. Property relations and economic development: the other land reform. World Development 17(6):872 Basuni S. 2009. Masa Depan Manajemen Kawasan Hutan Konservasi; Buku II: Pemikiran Guru Besar IPB. Disunting oleh Sumarjo et al. 2009: Peranan IPTEKS dalam Pengelolaan Pangan, Energi, SDM, dan Lingkungan yang Berkelanjutan. Bogor: IPB Press Basuni S. 2003. Inovasi Institusi untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga Kawasan Konservasi (Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat) [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tidak Dipublikasikan Basuni S. 1987. Konsep Pengaturan Sumberdaya Taman Nasional, Media Konservasi I (3): 1-11. [BTNGP] Balai Taman Nasional Gunung Palung. 2006. Laporan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Taman Nasional Gunung Palung. Ketapang: Balai Taman Nasional Gunung Palung [BTNGP] Balai Taman Nasional Gunung Palung. 2009. Laporan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Taman Nasional Gunung Palung. Ketapang: Balai Taman Nasional Gunung Palung. [BTNGP] Balai Taman Nasional Gunung Palung. 2011. Laporan Tahunan Balai Taman Nasional Gunung Palung Tahun 2010. Ketapang: Balai Taman Nasional Gunung Palung. [BTNGP] Balai Taman Nasional Gunung Palung. 2012a. Laporan Keuangan Balai Taman Nasional Gunung Palung Tahun 2011. Ketapang: Balai Taman Nasional Gunung Palung [BTNGP] Balai Taman Nasional Gunung Palung. 2012b. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Balai Taman Nasional Gunung Palung Tahun 2011. Ketapang: Balai Taman Nasional Gunung Palung Berthilson L, Pascual AE. 2006. Introduction to Business Models. Licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 2.5. Sweden
90
Blundell AG. 1996. A preliminary checklist of mammals at Cabang Panti Research Station, Gunung Palung National Park, West Kalimantan. Tropical Biodiversity. 3(3):251-259 Campanovo G, Pigneur Y. 2003. Business model analysis applied to mobile business, Proceedings of the 5th International Conference of Enterprise Information Systems, April 23-26 Curran LM, Trigg S N, McDonald AK, Astiani D, Hardiono YM, Siregar P, Caniago I, & Kasischke E. 2004. Lowland forest loss in protected areas of Indonesian Borneo. Science 303: 1000-1003. Cannon C, Leighton M. 2004. Tree species distributions across five habitats in a Bornean rain forest. Journal of Vegetation Science. 15: 257-266 Dixon JA, Sherman PB. 1990. Economics of protected areas: A new look at benefits and cost. Washington, DC: Island Press [Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Rekomendasi untuk peningkatan pengelolaan dalam rangka review rencana pengelolaan Taman Nasional Gunung Palung. Jakarta: Departemen Kehutanan, tidak dipublikasikan [Dephut] Departemen Kehutanan. 1998. Rencana pengelolaan Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat. Kantor wilayah propinsi Kalbar Sub Balai KSDA Kalimantan Barat, Pontianak [Ditjend PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan. 2011. Draft Naskah Akademik Strategi Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). Jakarta: Ditjend PHKA [DEPHUT] Peraturan Menteri Kehutanan No. 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional, Jakarta : Dephut RI. [DEPHUT] Peraturan Menteri Kehutanan No. 06/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan, Jakarta : Dephut RI. [DEPHUT] Peraturan Menteri Kehutanan No. 19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA, Jakarta : Dephut RI. Eriksen R, Parker E. 2000. The business model concept: theoretical underpinnings and empirical illustrations. European Journal of Information Systems. 12:49–59 Ekomadyo AS. 2006. Prospek Penerapan Metode Analisis Analisis Isi (Content Analysis) dalam Penelitian Media Arsitektur. Jurnal Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. 10(2):51-57 Emerton L, Bishop J, Thomas L. 2006. Sustainable Financing of Protected Areas: A global review of challenges and options. Gland, Switzerland and Cambridge, UK: IUCN Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Ghazoul J, Sheill D. 2010. Tropical Rain Forest Ecology, Diversity, and Conservation. Oxford University Press
91
Gunawan H, Kristianti RAW. 2010. Environmental Resources for Both Local and Global Communities: An Economic Valuation of Natural Resources in Gunung Palung National Park, West Kalimantan. Disunting oleh Basukriadi A et al. 2010. Tropical Biodiversity: Surviving The Food, Energy, and Climate Change Crisis. Bali: International Meeting of the Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) Gordijn J, Osterwalder A, Pigneur Y. 2005. Comparing two Business Model Ontologies for Designing e-Business Models and Value Constellations. 18th Bled e-Conference eIntegration in Action, Bled, Slovenia, June 6-8, 2005 Gelgel IMS, Supriyanto B, Soekmadi R, Warsito SP, Pudjiatmoko S, Makes D. 2011. Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional. Jakarta. Kementerian Kehutanan Hedman J, Kalling T. 2000. The business model concept: theoretical underpinnings and empirical illustrations. European Journal of Information Systems. 12:49–59 Hartono. 2008a. Mencari Bentuk Pengelolaan Taman Nasional Model: Sebuah Tinjauan Reflektif Praktek Pengeloaan Taman Nasional di Indonesia; dalam Workshop Sistem Pengelolaan Kawasan Konservasi. Banyuwangi, 24 April 2008. Tidak Dipublikasikan. Hartono. 2008b. Taman Nasional Mandiri: Telaah Singkat Kemungkinan Pembentukannya; dalam Reuni Akbar dan Seminar Lustrum IX 2008 di Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta, 6-8 Nopember 2008. Tidak Dipublikasikan. Haryono. 2010. Model Pengembangan Pengelolaan Taman Nasional Secara Terintegrasi: Studi Kasus Pengelolaan Berbasis Ekowisata di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Propinsi Riau dan Jambi. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tidak Dipublikasikan Haeruman H. 2001. Financing Integrated Sustainable Forest and Protected Areas Management in Indonesia: Alternative Mechanisms to Finance Participatory Forest and Protected Areas Management. International workshop of experts on financing sustainable forest management Oslo, Norway, 22–25 January 2001. A Government-Led Initiative in Support of the United Nations IPF/IFF/UNFF Processes Putro HR, Supriatin, Sunkar A, Rossanda D, Prihatini ER. 2012. Pengelolaan Kolaboratif Taman Nasional di Indonesia. IPB Press. Bogor IBM Global Business Services. 2006. Expanding the innovation horizon: The global CEO study 2006. didownload Juli 2012 from www07.ibm.com/sg/pdf/global_ceo_study.pdf [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 1994. Guidelines for Protected Area Management Categories, Gland, Switzerland: IUCN.
92
[IUCN] International Union for Conservation Nature. 2000. Financing Protected Areas Task Force of the World Commission on Protected Areas (WCPA) of IUCN, in collaboration with the Economics Unit of IUCN (2000). Financing Protected Areas. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK Johnson AE. 2002. A survey of the orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) population in and around Gunung Palung National Park, West Kalimantan, Indonesia based on nest counts. Biological Conservation 121(4): 495-507 Johnson MW, Christensen CM, Kagermann H. 2008. Reinventing your business model. Harvard Business Review. December 2008:57-67 [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030. Jakarta: Kementerian Kehutanan Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 1&2. Jakarta: PT Prenhallindo Kartodiharjo H. 2006. Masalah Kapasitas Kelembagaan dan Arah Kebijakan Kehutanan: Studi Tiga Kasus. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 12(3):1425 Kartodiharjo H, B Nugroho, Putro HR. 2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Konsep, Peraturan Perundangan dan Implementasi. Jakarta: Kementerian Kehutanan Laman TG, Gaither JC, Lukas DE, 1996. Rain forest bird diversity in Gunung Palung National Park, West Kalimantan, Indonesia. Tropical Biodiversity 3(3): 281-296 Lawrence NW. (2006). Sosial Research Methods: Qualitative and Quantitative, Approaches. Boston: Allyn and Bacon Margaretta J. 2002. Why Business Models Matter. Harvard Business Review: Strategic Management Journal. 80(5):3-8 Mackinnon J, Mackinnon K, Child G, Thorsell J. 1992. Pengeloaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Manta IB, Kasto. 1995. Penentuan Sampel dalam Metode Penelitian Survai, Editor: M. Singarimbun dan S. Effendi. Jakarta: LP3ES Marshall AJ. 2004. Population Ecology of Gibbons and Leaf Monkeys Across A Gradient of Bornean Forest Types. [Thesis]. Cambridge: Harvard University Nicholls H. 2004. The Conservation Business. PloS Biology. 2:1256-1259 Osterwalder A, Pigneur Y. 2002. An E-Business Model Ontology for Modelling EBusiness". Bled: 15th Bled Electronic Commerce Conference Osterwalder A. 2004. The Business Model Ontology A Proposition in A Design Science Approach. [Thesis]. Diplômé postgrade en Informatique et Organisation (DPIO) de l'Ecole des HEC de l'Université de Lausanne Osterwalder A, Pigneur Y. 2010. Business Model Generation. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
93
O'Sullivan E, Rassel GR., Berner M. 2002. Research Methods for Public Administrators. Fourth Edition. Boston: Longman Osborne D, Gaebler T, 1999. Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik, terjemahan Rosyid A. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo Osborne D, Plastirk P, 1999. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha, terjemahan Rosyid A dan Ramelan. Jakarta: Pustaka Publik Ostelwalder A. 2006. How to Describe and Improve your Business Model to Compete Better. La Trobe University dan DOTARS. Melbourne, Australia. Onda N, Zamzani F, Masuda M. 2008. Effectiveness of buffer zone support programs in mitigating illegal logging by rural people: A case of Gunung Palung National Park in West Kalimantan, Indonesia. Tropics. 17(2):109117 Ostrom E. 1990. Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action. Cambridge: Cambridge University Press. ________. 1999. Self-Governance and Forest Resources. Occasional Paper No. 20. CIFOR, Bogor, Indonesia. Possingham HP. 2001. The Business of Biodiversity: Applying Decision Theory Principles to Nature Conservation. Disunting oleh Yencken D. 2001: The Business of Biodiversity. Melbourne: Australian Conserbation Foundation Pratiwi S. 2008. Model Pengembangan Institusi Ekowisata untuk Menyelesaikan Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun Salak [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tidak Dipublikasikan [PPM]. 2012. Business Model Canvas: Penerapan di Indonesia. Jakarta. Penerbit PPM Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Rangkuti F. 1998. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Rangkuti F. 2000. Business Plan: Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Rangkuti F. 2011. Riset Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama [RI] Republik Indonesia. 1990. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. [RI] Republik Indonesia. 1990. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan [RI] Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintan No. 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam [RI] Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintan No. 36 Tahun 2011 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam Simamora B. 2004. Riset pemasaran: Falsafah, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT
94
Gramedia Pustaka Utama Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta Suwarno E, Julijanti, Mulyaningrum, Gamin. 2011. Analisis Pembanunan KPHK. Laporan Akhir Kerjasama antara Klinik Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Balitbanghut. Bogor. Stahler OP. 2002. Business Models as an unit of analysis for strategy. Lindenbachstrasse 52. Zurich. Stanley S, Chatellier J, Cummins I. 2011. Final Report: Kayong Utara REDD Feasibility Study. Forest Carbon & Health in Harmony Timmers P. 1998. Business Models for Electronic Commerce, EM – Electronic Markets 8(2), pp. 3–8, http://www.electronicmarkets.org/netacademy/ publications/all_pk/949 [diakses: 20 Mei 2012]. Thomas L, Middleton, Julie. 2003. Guidelines for Management Planning of Protected Areas. IUCN Gland, Switzerland and Cambridge, UK.ix + 79pp. Turner RK, Pearce D, Bateman I. 1994. Environmental Economics: An elementary introduction. Padstow. Great Britain Tadjudin D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Latin. Bogor Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Vorley B, Lundy M, MacGregor J. Business models that are inclusive of small farmers. 2008. Paper prepared for FAO and UNIDO as background to the Global Agro-Industries Forum, New Delhi, 8 - 11 April 2008 Wahdi. 2011. Riset Pemasaran: Teori dan Aplikasi Untuk Pengambil Keputusan. Yogyakarta: CAPS Wiratno, Indriyo D, Syarifudin A, Kartikasari A. 2004. Berkaca Di Cermin Retak: Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. Jakarta: FOReST Press, The Gibbon Foundation Indonesia, Departemen Kehutanan, PILI-NGO Movement Zamzani F, Gunawan H, Suharno, Wibowo SA, Sumardi I, Effendi UR, Pancawati SS, Imanuddin, Indra, Kurniawati D, Suwardi AB. 2009a. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Taman Nasional Gunung Palung (Tahun 2010-2014). Ketapang: Balai Taman Nasional Gunung Palung Zamzani F, Onda N, Yoshino K, Masuda M. 2009b. Deforestation and Agricultural Expansion Processes in Gunung Palung National Park, West Kalimantan Indonesia. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 15(I):24-31 Zamzani F. 2008. Process of Deforestation and Agricultural Expansions in Gunung Palung National Park, West Kalimantan, Indonesia. Thesis for the degree of Master of Environmental Sciences. Japan: University of Tsukuba Zott C, Amit R. 2007. Business Model Design and the Performance of Entrepreneurial Firms. Organization Science. 18(2):181–199
LAMPIRAN
96
Lampiran 1. Hasil analisis isi terhadap Peraturan Perundangan yang terkait Pengelolaan dan Pengembangan Taman Nasional Mandiri Analisis isi dilakukan terhadap 16 (enam belas) peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan taman nasional dan pengembangan taman nasional mandiri. Jenis peraturan perundangan dan hasil analisisnya disajikan sebagai berikut: 1. UU 5/1990 Tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya Pada Pasal 3 dinyatakan bahwa penetapan kawasan taman nasional merupakan salah satu upaya konservasi yang bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Sementara pada Pasal 30 ditegaskan bahwa taman nasional merupakan KPA yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pada Pasal 26 disebutkan bahwa kegiatan pemanfaatan tersebut dilakukan melalui: a) pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam; b) pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Sementara pada Pasal 34 dinyatakan bahwa pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh Pemerintah. Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat. 2. UU 41/1999 Tentang Kehutanan Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemerintah berwenang untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan (Pasal 4). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat: a) propinsi; b) kabupaten/kota; dan c) unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, antara lain KPHL, KPHP, dan KPHK (Pasal 17). Salah satu bentuk pengurusan hutan ialah pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan: a) tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; b) pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; c) rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan d) perlindungan hutan dan konservasi alam (Pasal 21). Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (Pasal 23). Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat (Pasal 30). Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai
97
lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 68 ayat 3). 3. PP 28/2011 Tentang Pengelolaan KPA dan KSA Pengelolaan KSA dan KPA adalah upaya sistematis yang dilakukan untuk mengelola kawasan melalui kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian (Pasal 1). Pengelolaan tersebut bertujuan untuk mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa dalam rangka mencegah kepunahan species, melindungi sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari (Pasal 2). Penyelenggaraan KSA dan KPA meliputi kegiatan: a) perencanaan; b) perlindungan; c) pengawetan; d) pemanfaatan; dan e) evaluasi kesesuaian fungsi (Pasal 13). Pemanfaatan dapat dilakukan pada semua KSA dan KPA yang terdiri atas kegiatan a) pemanfaatan kondisi lingkungan; dan b) pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (Pasal 32). Pemanfaatan di taman nasional dilakukan dalam bentuk kegiatan: a) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; b) pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; c) penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; d) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; e) pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; dan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat (Pasal 35). Penyelenggaraan KSA dan KPA kecuali taman hutan raya dilaksanakan oleh pemerintah (Pasal 12). Untuk penguatan fungsi KSA dan KPA serta kepentingan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakan, penyelenggaraan KSA dan KPA dapat dikerjasamakan dengan badan usaha, lembaga internasional, atau pihak lainnya (Pasal 43). Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2010 sebagai penyempurnaan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1999, tentang Pengelolaan KPA dan KSA, telah membuka ruang kolaborasi yang memberikan harapan kemandirian penyelenggaraan KSA dan KPA melalui peran badan usaha dalam bentuk kemitraan publik-privat.
4. PP 36/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, Tahura, dan TWA Pengusahaan pariwisata alam di taman nasional dilakukan dalam bentuk kegiatan mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta dapat dilakukan kegiatan membangun sarana kepariwisataan (Pasal 4 dan 5). Pengusahaan tersebut meliputi: (a) usaha penyediaan jasa wisata alam; dan (b) usaha penyediaan sarana wisata alam. Izin pengusahaan pariwisata alam dapat diajukan oleh: a) perorangan; b) badan usaha; atau c) Koperasi (Pasal 7 dan 8). Pemegang izin pengusahaan pariwisata alam, dapat melakukan kerja sama pengusahaan pariwisata alam antara lain meliputi: a) kerja sama teknis; b) kerja sama pemasaran; dan/atau c) kerja sama permodalan (Pasal 26).
98
5. PP 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar bertujuan agar jenis tumbuhan dan satwa liar dapat didayagunakan secara lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 2). Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilaksanakan dalam bentuk: a) pengkajian, penelitian dan pengembangan; b) penangkaran; c) perburuan; d) perdagangan; e) peragaan; f) pertukaran; g) budidaya tanaman obat-obatan; dan h) pemeliharaan untuk kesenangan (Pasal 3). Setiap orang, Badan Hukum, Koperasi atau Lembaga Konservasi dapat melakukan kegiatan penagkaran jenis tumbuhan dan satwa liar atas izin Menteri (Pasal 9).Perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia setelah mendapat rekomendasi Menteri (Pasal 19). Peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilakukan oleh lembaga konservasi dan lembaga-lembaga pendidikan formal (Pasal 28). Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi hanya dapat dilakukan oleh dan antar Lembaga Konservasi dan pemerintah (Pasal 32). Setiap orang dapat memelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan kesenangan (Pasal 37). 6. PP 44/2004 Tentang Perencanaan Kehutanan Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan (Pasal 1). Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan: a) Inventarisasi hutan; b) Pengukuhan kawasan hutan; c) Penatagunaan kawasan hutan; d) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan; dan e) Penyusunan rencana kehutanan (Pasal 3). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari dilaksanakan untuk tingkat : a. Provinsi; b. kabupaten/kota; c. unit pengelolaan (Pasal 26). Unit Pengelolaan tersebut terdiri dari: a) Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi pada hutan konservasi; b) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung pada hutan lindung; dan c) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi pada hutan produksi (Pasal 28). Pada setiap Unit Pengelolaan Hutan dibentuk institusi pengelola. Institusi pengelola bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi : a) perencanaan pengelolaan; b) pengorganisasian; c) pelaksanaan pengelolaan; dan d) pengendalian dan pengawasan (Pasal 32).
7. PP 6/2007 jo 3/2008 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatannya Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
99
memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (PP 6/2007 Pasal 1). Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan di seluruh kawasan hutan merupakan kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (PP 6/2007 Pasal 3). Kawasan hutan tersebut terbagi dalam KPH yang meliputi: a) KPH konservasi (KPHK); b) KPH lindung (KPHL); dan c) KPH produksi (KPHP) (PP 6/2007 Pasal 5). Menteri menetapkan organisasi KPHK, KPHL, dan KPHP (PP 3/2008 Pasal 8). Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi : a) menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi : 1. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; 2. pemanfaatan hutan 3. penggunaan kawasan hutan; 4. rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan 5. perlindungan hutan dan konservasi alam; b) menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan; c) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian; d) Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya; dan e) membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan (PP 6/2007 Pasal 9). 8. PP. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah/daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan (Pasal 1). Sementara Pola Pengelolaan Keuangan (PPK)-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Pasal 1). BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan (Pasal 3). Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPKBLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: a) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; b) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Sementara persyaratan teknis terpenuhi apabila: a) kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU dan b) kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU (Pasal 4).
100
9. P.03/Menhut-II/2007 jo P.52/Menhut-II/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja pada UPT Taman Nasional Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2). Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional diklasifikasikan sebagai berikut: a) Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas I, yang disebut dengan Balai Besar Taman Nasional; b) Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas II, yang disebut dengan Balai Taman Nasional (Pasal 4). Struktur organisasi Balai Taman Nasional terdiri dari : a. Balai Taman Nasional Tipe A; dan b) Balai Taman Nasional Tipe B (Pasal 5). Balai Taman Nasional Tipe B terdiri dari a) Sub Bagian Tata Usaha; b) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I; c) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II; dan d) Kelompok Jabatan Fungsional (Pasal 19). Peraturan Menteri Kehutanan ini belum mengacu kepada UU No.41/1999, PP No.44/2004, dan PP No.6/2007 dalam konteks pembangunan organisasi KPHK. 10. P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH Maksud pengaturan pembentukan wilayah KPH adalah untuk memberikan pedoman di dalam pembentukan wilayah kelola kesatuan pengelolaan hutan (Pasal 2). Kriteria pembentukan wilayah KPH adalah sebagai berikut : a) Kepastian wilayah kelola; b) Kelayakan ekologi; c) Kelayakan pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan; dan d) Kelayakan pengembangan pemanfaatan hutan (Pasal 5). Indikator kelayakan pengembangan pemanfaatan hutan terdiri atas : a) Mempertimbangkan kemungkinan pemanfaatan potensi sumber daya hutan; b) Merupakan areal yang kompak atau memiliki tingkat fragmentasi areal yang rendah; dan c) Memiliki tingkat aksesibilitas yang memadai (Pasal 6). 11. P.19/Menhut-II/2004 Tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1). Dalam proses terwujudnya kolaborasi pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam masing-masing pihak dapat bertindak sebagai inisiator, fasilitator maupun pendampingan. Kriteria para pihak selain pengelola Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang dapat berkolaborasi antara lain: a) Merupakan representasi dari pihak-pihak yang berkepentingan atau peduli terhadap kelestarian Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; b) Memiliki perhatian, keinginan dan kemampuan untuk mendukung pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Dukungan para pihak dalam melakukan kolaborasi dapat berupa: sumberdaya manusia; b) Sarana dan prasarana; c) Data dan informasi; d) Dana, atau e) Dukungan lain sesuai kesepakatan bersama (Pasal 4). Pelaksanaan kolaborasi oleh para pihak dituangkan secara tertulis dalam
101
bentuk kesepakatan bersama (Pasal 5). Pendanaan pelaksanaan kegiatan kolaborasi pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam didasarkan pada kesepakatan antar para pihak yang tidak berasal dari hutang dan tidak mengikat (Pasal 8). Pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif telah menjadi perhatian para pihak dan mendapatkan dukungan legal melalui Peraturan Menteri Kehutanan tersebut. 12. P.48/2010 jo P.4/Menhut-II/2012 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, Tahura, dan TWA Bentuk izin pengusahaan tersebut, yaitu: (a) Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan jasa wisata alam pada kegiatan pariwisata alam; dan (b) Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) adalah izin usaha yang diberikan untuk penyediaan fasilitas sarana serta pelayanannya yang diperlukan dalam kegiatan pariwisata alam (Pasal 9). Permohonan IUPJWA di taman nasional dan taman wisata alam, dapat diajukan oleh : a) perorangan; b. badan usaha milik negara; c. Badan usaha milik daerah; d. badan usaha milik swasta; atau e. Koperasi (Pasal 10). Sementara permohonan IUPSWA di taman nasional dan taman wisata alam dapat diajukan oleh: a. badan usaha milik negara; b) badan usaha milik daerah; c) Badan usaha milik swasta; atau d) Koperasi (Pasal 16). Kerjasama pariwisata alam dapat dilakukan antara : a) pengelola kawasan dengan pemegang IUPJWA atau IUPSWA; b) pemegang IUPJWA dengan pemegang IUPSWA; c) pengelola kawasan, pemegang IUPJWA atau IUPSWA dengan pihak lain (Pasal 41). Kerjasama pariwisata alam antara lain meliputi: a) kerjasama teknis; b) kerjasama pemasaran; c) kerjasama permodalan; dan d) kerjasama penggunaan fasilitas sarana pariwisata alam (Pasal 42). 13. SK. No. 390/Kpts-II/2003 tentang Tata Cara Kerjasama di Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Tujuan kerjasama di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah mengoptimalkan upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya baik sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya maupun pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 2). Ruang lingkup kegiatan kerjasama dalam bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya meliputi: a) Pengkajian potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan dan pengembangan di bidang konservasi; b) Peningkatan kapasitas kelembagaan dibidang konsevasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; c) Rehabilitasi kawasan/pembinaan habitat; d) Perlindungan, Pengamanan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan; e) Pengembangan Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan; f) Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan serta Penyuluhan; g) Pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 3). Mitra kerja dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya antara lain : 1) Institusi Pemerintah; 2) Lembaga Swasta; 3) Koperasi; dan 4) BUMN, BUMD (Pasal 4).
102
14. SK.271/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Wilayah KPHK Taman Nasional Gunung Palung Taman Nasional Gunung Palung ditetapkan sebagai wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang seluas 90.000 hektar. Penetapan wilayah KPHK bukan merupakan acuan status dan fungsi kawasan hutan. Wilayah KPHK tersebut agar dikelola secara lestari oleh Unit Organisasi Pengelola KPHK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk Menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU Suatu Satker yang telah memenuhi persyaratan substantif dan persyaratan teknis dapat diusulkan untuk menerapkan PK BLU setelah memenuhi persyaratan administratif. Persyaratan administratif terpenuhi apabila satuan kerja yang bersangkutan dapat mengajukan seluruh dokumen berikut: a) pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; b) pola tata kelola; c) rencana strategi bisnis; d) laporan keuangan pokok; e) standar pelayanan minimum; dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen (Pasal 2 dan 3). Status BLU secara penuh diberikan apabila Satker telah memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif. Sedangkan Satker yang telah memenuhi persyaratan substantif dan teknis, akan tetapi belum memenuhi persyaratan administratif secara memuaskan diberikan status BLU Bertahap (Pasal 14). Satker yang memperoleh status BLU Bertahap tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang/jasa (Pasal 15). 16. PER-50/PB/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan PNBP oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang menerapkan PK BLU Pendapatan operasional BLU adalah pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain. Sedangkan pendapatan Non Operasional BLU adalah pendapatan BLU diluar jasa layanan, hibah, dan APBN (Pasal 1). Satker berstatus BLU secara penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari Pendapatan Operasional BLU dan Pendapatan Non-Operasional BLU, di luar dana yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara (Pasal 2). Sedangkan Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan. Penerimaan PNBP yang tidak digunakan wajib disetor langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya (Pasal 3). Berdasarkan hasil analisis isi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait pengelolaan taman nasional dan pengembangan taman nasional mandiri, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengelolaan taman nasional dapat dioptimalkan melalui optimalisasi pemanfaatan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi
103
kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya; 2. Badan usaha dapat berperan dalam kerja sama dalam penyelenggaraan taman nasional untuk penguatan fungsi KSA dan KPA serta kepentingan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan. Peran tersebut dapat dilakukan dalam bentuk kemitraan kolaboratif antara publik-privat dalam pengusahaan pemanfaatan kondisi lingkungan di taman nasional; 3. Organisasi pengelola taman nasional yang ada saat ini perlu dilakukan transformasi kepada kelembagaan KPHK yang mengedepankan aspek pemanfaatan. Pembentukan wilayah dan organisasi pengelola dalam bentuk KPHK merupakan amanah dari UU No. 41/1999, PP No.44/2004, dan PP No.6/2007; 4. Momentum perubahan dari BB/BTN dan BB/BKSDA menjadi KPHK sebagaimana dimandatkan dalam PP 6 Tahun 2007 jo PP 8 Tahun 2008 dapat dimanfaatkan untuk mendorong penerapan pengelolaan keuangan BLU/D dalam pengelolaan kawasan konservasi.
104
Lampiran 2. Hasil analisis isi terhadap dokumen yang terkait pengelolaan dan pengembangan taman Nasional Mandiri Analisis isi dilakukan terhadap 5 (lima) dokumen konsep, konsep, dan perencanaan yang terkait dengan pengelolaan taman nasional serta pengembangan taman nasional mandiri. Jenis peraturan dokumen perencanaan dan hasil analisisnya disajikan sebagai berikut: 1. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030 Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) memberikan arah pengurusan hutan ke depan melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara adil dan berkelanjutan, potensi multi fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat serta untuk mencapai posisi penting Kehutanan Indonesia di tingkat nasional, regional dan global di tahun 2030 melalui optimalisasi dan pemantapan kawasan hutan, peningkatan produktivitas dan nilai sumberdaya hutan, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan, peningkatan riset dan teknologi kehutanan, mewujudkan kelembagaan bagi tata kelola kehutanan secara efisien dan efektif serta mengoptimalkan keunggulan komparatif kehutanan Indonesia. Pembangunan kehutanan berkelanjutan dalam RKTN 2011- 2030 dikonstruksikan berlandaskan pada sinergitas 3 (tiga) basis, yaitu: 1) basis ekologi adalah meningkatkan produktifitas kawasan konservasi dan biodiversity kawasan dan fungsi hutan; 2) basis ekonomi adalah menciptakan pertumbuhan dan pemerataan dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan; dan 3) basis sosial adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dan menciptakan kelembagaan berkelanjutan dalam pemanfaatan kawasan dan fungsi hutan. Produk hasil hutan bukan kayu serta jasa lingkungan hutan merupakan komoditas yang harus dikembangkan dan menjadi unggulan sektor kehutanan di masa depan. Oleh karenanya, ke depan nilai jasa lingkungan hutan harus diperhitungkan sebagai sumber pertumbuhan baru sektor kehutanan yang cukup signifikan melalui kegiatan pemanfaatan berbasis perlindungan dan pengawetan di kawasan konservasi. Pemanfaatan dan pengembangan produk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan seperti karbon, air dan energi panas bumi di kawasan konservasi khususnya di taman nasional harus menjadi prioritas dan perlu didukung oleh regulasi yang tepat dan efektif. Kebijakan untuk kawasan konservasi ialah penguatan pemanfaatan SDA untuk tujuan perlindungan dan pelestarian alam, kebijakan tersebut terdiri atas 5 (lima) strategi, yaitu: 1) Peningkatan Peran Pemanfaatan dalam Perlindungan dan Konservasi SDH (3P = Pemanfaatan, Perlindungan, Pengawetan); 2) Percepatan pembentukan kelembagaan konservasi yang mandiri (KPHK/BLU) pada taman nasional yang mempunyai potensi tinggi dan tantangan rendah; 3) Mendorong investasi hijau melalui pemberian insentif/disinsentif; 4) Diversifikasi dan nilai tambah produk jasa lingkungan; dan 5) Perubahan orientasi kawasan konservasi yang mandiri (dari cost center menjadi profit center) tanpa menghilangkan fungsi konservasi. 2. Road Map Pembangunan Kehutanan berbasis Taman Nasional Taman nasional merupakan pusat plasma nutfah nasional dan merupakan salah satu penghela ekonomi kehutanan nasional. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi taman nasional bagi pembangunan nasional, maka perlu
105
dilakukan berbagai langkah strategis berupa perbaikan kelembagaan, perbaikan iklim investasi, penanganan konflik lahan, pemantapan kawasan dan yang paling utama adalah revitalisasi paradigma pembangunan taman nasional dari berbasis perlindungan dan pengawetan menjadi pemanfaatan lestari bagi penguatan fungsi perlindungan dan pengawetan. Strategi dan program untuk mendukung langkah-langkah tersebut, yaitu: 1) Penguatan enabling condition meliputi program revitalisasi peraturan perundangan; 2) Penguatan kelembagaan meliputi program penguatan kapasitas kelembagaan, 3) Pemantapan kawasan meliputi program pemantapan kawasan taman nasional, penyusunan rencana pengelolaan, serta rehabilitasi dan pemulihan ekosistem; 4) Peningkatan kerjasama dan partisipasi meliputi program peningkatan partisipasi dan pengembangan investasi; dan 5) Penyelesaian konflik meliputi program penanganan konflik dan pengembangan antisipasi konflik. Untuk mendukung strategi dan program tersebut, maka setiap taman nasional harus memiliki rencana pengembangan usaha, studi kelayakan, dan strategi peningkatan PNBP agar 80% biaya pengelolaan terpenuhi. 3. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Konsep, Peraturan Perundangan, dan Implementasi Pembangunan KPH diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses pemanfaatan melalui orientasi kerja pengelolaan hutan dalam wilayah KPH adalah menyiapkan prakondisi bagi berbagai ijin maupun kegiatan pengelolaan hutan lainnya. KPH berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan yang harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secar lestari sesuai dengan fungsinya. Selain itu, KPH juga dapat menjadi pusat informasi mengenai kekayaan sumberdaya hutan dan menata kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang dimanfaatkan oleh berbagai ijin dan atau dikelola sendiri pemanfaatannya. Apabila peran KPH tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka KPH menjadi garis depan untuk mewujudkan harmonisasi pemanfaatan hutan oleh berbagai. Terdapat 3 (tiga) masalah pokok dalam pembangunan KPH, yaitu: 1) isi dan kelengkapan peraturan perundangan; 2) mobilisasi sumberdaya terutama untuk merencanakan dan menjalankan program para-pihak terkait secara integratif; dan 3) organisasi KPH, jumlah dan kualifikasi sumberdaya manusia. Strategi pembangunan KPH yang dirumuskan yaitu : 1) peningkatan kapasitas pembangunan KPH di tingkat nasional; dan 2) fokus pada upaya pembangunan kelembagaan KPH di lapangan. Terdapat 5 (lima) kebijakan pokok pembangunan KPH tingkat nasional, yaitu: 1) penyelesaian kelengkapan perangkat hukum dan perencanaan nasional serta sosialisasinya; 2) pengembangan SDM nasional; 3) pengembangan kelembagaan nasional pembangunan KPH; 4) peningkatan kepedulian publik terhadap pembangunan KPH; dan 5) penetapan dan proses fasilitasi pembangunan KPH di lapangan. 4. Draft Akademik Strategi Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) terbangun atas 3 (tiga) unsur, yakni; adanya wilayah pengelolaan, adanya aktifitas pengelolaan, dan adanya lembaga pengelola. Oleh karena itu, strategi pembentukan KPHK dibagi
106
kedalam 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) strategi pada aspek kawasan yang perlu dilakukan dalam pembentukan KPHK baru adalah pemilihan calon KPHK yang diprioritaskan kepada calon KPHK yang wilayahnya terdiri dari satu unit kawasan taman nasional; 2) strategi pada aspek pengelolaan yang salah satunya dalam kegiatan pemanfaatan kawasan KPHK, yaitu: a) perlu adanya terobosan untuk menciptakan peluang agar pengelola taman nasional dan pemerintah daerah mendapatkan kontribusi secara langsung dari hasil pemanfaatan kawasan konservasi; dan b) mengusulkan KPHK yang mempunyai nilai PNBP tinngi dari hasil pemanfaatan kawasan untuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU); dan 3) strategi pembangunan kelembagaan KPHK ialah untuk KPHK yang wilayahnya hanya terdiri dari satu unit taman nasional maka Balai Besar/ Balai TN setempat dapat ditetapkan sebagai lembaga pengelola KPHK taman nasional dengan surat keputusan Menteri Kehutanan. 5. Pedoman Organisasi Satuan Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Satuan Kerja (Satker) yang menerapkan PPK BLU antara lain Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau satker di lingkungan kementerian negara yang secara operasional menyelenggarakan fungsi pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dapat dijual. Satker tersebut berkedudukan dibawah menteri/pimpinan lembaga pemerintah non departemen/pemerintah daerah atau dibawah unsur pelaksana misalnya direktorat jenderal atau deputi. Susunan organisasi satker di lingkungan instansi pemerintah yang menerapkan PPK BLU terdiri dari unsur-unsur: 1) Pemimpin; 2) Pejabat Keuangan; dan 3) Pejabat Teknis. Desain organisasi harus memperhatikan keserasian antara besarn organisasi dengan beban tugas, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki. Satker di lingkungan kementerian yang telah mendapat persetujuan tertulis untuk menerapkan PPK BLU dari Menteri Keuangan dapat mengusulkan penataan ulang susunan organisasi dan tata kerjanya untuk disesuaikan dengan tuntutan tugas dan prinsip pengelolaan PPK BLU. Berdasarkan hasil analisis isi terhadap dokumen perencanaan yang terkait pengelolaan taman nasional dan pengembangan taman nasional mandiri, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembentukan KPHK harus mampu menumbuh-kembangkan iklim usaha pemanfaatan kondisi lingkungan dan jenis tumbuhan/satwa liar di kawasan konservasi. Untuk itu pelaku usaha harus diberi kemudahan dalam proses perijinan dan hasil pemanfaatan sda tersebut harus dapat memberi kontribusi nyata bagi kehidupan masyarakat sekitar dan pembangunan wilayah; 2. Untuk merealisasikan adanya kontribusi langsung pengelolaan kawasan konservasi terhadap penerimaan daerah, maka perlu adanya penyempurnaan dan/atau pembuatan peraturan perundangan baru yang membuka peluang bagi pengelola kawasan konservasi dan pemerintah daerah mendapatkan kontribusi langsung hasil pemanfaatan kawasan; 3. Penerapan sistem pengelolaan keuangan BLU pada kawasan konservasi, secara jangka panjang akan mengarah pada perwujudan pengelolaan kawasan konservasi mandiri;
107
Lampiran 3. Hasil wawancara pakar Analisis isi dilakukan terhadap transkrip dan catatan hasil wawancara pakar terkait dengan perancangan model bisnis, optimalisai pemanfaatan, dan perumusan pengelolaan BTNGP Mandiri. Nama pakar, latar belakang, dan catatan transkrip wawancaranya disajikan sebagai berikut: 1. Prof. Dr. Ir. Chafid Fandeli, MS (Guru Besar Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada) Lokasi dan Waktu Yogyakarta, 1 Mei 2012 Catatan a. Optimalisasi pengelolaan taman nasional, khususnya pemanfaatan Taman nasional adalah aset negara yang memiliki multifungsi untuk kegiatan pelestarian dan pemanfaatan. Kegiatan pemanfaatan taman nasional belum optimal, maka perlu inovasi pemanfaatan dan penggunaan teknologi; Pengelola taman nasional tidak cukup mampu melindungi seluruh kawasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan kemampuan dalam pengelolaan taman nasional melalui kolaborasi manajemen. b. Taman Nasional Mandiri Konsep tentang taman nasional mandiri memiliki banyak perspektif yang dipengaruhi berbagai aspek, antara lain ekonomi, kelembagaan, dan stakeholder. Oleh karena itu, kemandirian taman nasional jangan hanya diukur hanya dari aspek ekonomi; Kolaborasi dengan sektor lain merupakan prasyarat utama dalam rangka pengembangan taman nasional mandiri. Oleh karena itu, komunikasi dan kordinasi menjadi hal yang penting agar masing-masing sektor berperan sesuai kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki, sehingga kesan adanya ego-sektoral dapat dihindari. c. Pengujian dan tanggapan terhadap rancangan model bisnis BTNGP Model bisnis suatu taman nasional merupakan bisnis biodiversitas, sehingga sebaiknya dirancang secara smart innovation yang diupayakan tidak mengganggu kelestariannya; Proposisi nilai yang terdapat dalam suatu produk wisata yang direncanakan agar memperhatikan dan diarahkan terhadap aspek experience dan science atas suatu obyek biodiversitas yang dapat diperoleh wisatawan; Untuk mengoptimalkan pendapatan dalan model bisnis tersebut, maka pola Benefit sharing melalui kemitraan dengan stakeholder dapat menjadi pilihan.
108
2. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, MS (Guru Besar Kebijakan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, IPB) Lokasi dan Waktu Bogor, 8 Mei 2012 Catatan a. Optimalisasi pengelolaan taman nasional, khususnya pemanfaatan Intensitas pengelolaan taman nasional belum optimal, sehingga diperlukan peningkatan kapasitas pengelola terkait aspek kompetensi, kelembagaan, dan kinerja; Pengelolaan taman nasional menghadapi hambatan struktural dan fungsional, KPHK diharapkan dapat menjadi alat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. b. Taman Nasional Mandiri Pengembangan taman nasional mandiri sebaiknya disesuaikan dengan site spesifik, sehingga tipologi kemandirian pengelolaan fokusnya berbasis tapak. Oleh karena itu, PHKA dalam menetapkan kriteria indikator kinerja sebaiknya disesuaikan dengan kondisi taman nasional masing-masing; Untuk mengembangkan bentuk kemandirian pengelolaan taman nasional, maka perlu disusun business plan. 3. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA (Guru Besar Ekonomi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB) Lokasi dan Waktu Bogor, 15 Mei 2012 Catatan a. Optimalisasi pengelolaan taman nasional, khususnya pemanfaatan Berdasarkan kepentingan konservasi pemanfaatan barang/jasa harus diketahui terlebih dahulu tingkat kemanfaatan dan kapasitas lestarinya. Kapasitas lestari tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan pemanfaatan zonasi; Pemanfaatan ruang yang memiliki potensi jenis barang/jasa tidak layak atau tidak realistis kalau dimonopoli oleh suatu perusahaan; b. Taman Nasional Mandiri Kawasan konservasi memiliki unsur-unsur sumberdaya yang dapat menunjang kemandirian pengelolaan; Kapasitas pengelola tidak mampu mengelola semua sumberdaya, oleh karena itu unsur-unsur sumberdaya yang memiliki nilai jual dapat ditawarkan kepada perusahaan dalam bentuk kemitraan pengelola. Konsekuensinya pengelola taman nasional saat ini dapat menjadi operator dan regulator. c. Pengujian dan tanggapan terhadap rancangan model bisnis BTNGP Model bisnis taman nasional harus memperhatikan kapasitas komoditi yang akan diusahakan, selain itu secara bisnis harus break event point.
109
4.
Dr. Ir. Bahruni, MS (Staf Pengajar Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB) Lokasi dan Waktu Bogor, 28 Mei 2012 Catatan Bisnis ada 2 (dua) hal yang dapat diprediksi, yaitu: 1) sumberdaya dan 2) pasar (market) harus dilihat dan diidentifikasi ada atau tidak serta seberapa besar potensial marketnya berdasarkan skala produksi dan pangsa pasar. Tanggapan terhadap komponen model bisnis BTNGP sebagai berikut: a. Proposisi Nilai Perlu diwujudkan dan bagaimana mewujudkan value dari sumberdaya kunci yang dimiliki; Proposisi nilai perlu dirancang dalam bentuk produk/jasa yang spesifik; Proposisi nilai fungsi penyerapan karbon dapat diwujudkan melalui mekanisme voluntary dan mandatory. b. Kegiatan Kunci Konteks kegiatan kunci harus jelas apakah menentukan terhadap produksi; Kegiatan pembinaan daerah penyangga apa konteksnya terhadap menghasilkan proposisi nilai. c. Struktur Biaya Dapat dirinci berdasarkan kegiatan yang dilakukan atau input-input yang dipakai dalam memproduksi produk dan jasa Model pembiayaan harus sesuai dengan karakteristik biaya dalam menghasilkan produk dan jasa. c. Aliran Pendapatan Basis profit sharing harus ditentukan secara jelas dan konsep tersebut harus sesuai dengan model bisnis
5.
Ir. Haryanto R. Putro, MS (Staf Pengajar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB) Lokasi dan Waktu Bogor, 24 Mei 2012 Catatan Optimalisasi pemanfaatan di taman nasional sangat tergantung pada aspek kebijakan, teknis, dan manajemen. Regulasi terkait mekanisme pemanfaatan saat ini apakah memungkinkan dikelola secara mandiri, mungkin tanpa syarat, mungkin dengan syarat, atau tidak mungkin; Model bisnis sebaiknya memperhatikan aspek manajemen, kebijakan, dan tatakelola; Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) dapat berperan sebagai pengelola dan administratur. Selain itu, berperan juga dalam meningkatkan kapasitas pengelolaan yang mengedepankan akuntabilitas kinerja.
110
6.
Iben Y. Ismarson, SP, MBA, MSc (Senior Manager Human Resources Development (HRD), PT. Sari Husada) Lokasi dan Waktu Jakarta, 3 Juni 2012 Catatan Model bisnis BTNGP yang dirancang sebaiknya dikonversi ke tempat atau skema yang lebih detil dan dapat menggambarkan alur model bisnis tersebut. Komponen model bisnis BTNGP memiliki kelemahan sebagai berikut: 1) basis segmentasi kelompok pelanggan belum jelas; 2) keterkaitan proposisi nilai dan kelompok pelanggan perlu diperkuat; dan 3) bentuk hubungan pelanggan sebaiknya ditinjau kembali, karena yang ada saat ini belum mencerminkan bagaimana BTNGP lebih mendekatkan dengan kelompok pelanggannya; Model bisnis sangat terkait dan menentuka dengan operasi bisnis (business operation) dan sistem operasi yang diwudukan dalan organisasi bisnis (business organization); Desain organisasi mencerminkan siapa yang bertanggungjawab terhadap proses bisnis sesuai dengan model bisnis yang dipilih dan dijalankan.
7.
Petrus Gunarso Ph.D (Direktur Program Tropenbos International) Lokasi dan Waktu Bogor, 9 Mei 2012 Catatan Konservasi merupakan tanggung jawab semua pihak, oleh karena itu pemerintah wajib berperan dalam pengelolaan taman nasional di era otonomi daerah; Desentralisasi seolah-olah menjadi unsur pusat, sehingga daerah tidak mendukung karena konservasi hanya menjadi beban; Konservasi itu perlu, strategi konservasi yang seimbang antara perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan; Pelibatan masyarakat atau penduduk setempat dalam pengelolaan hutan sudah didukung oleh peraturan perundangan yang ada; Kolaborasi dalam pengelolaan hutan berkelanjutan menjadi penting dalam melakukan strategi 3 P konservasi, akan tetapi kolaborasi tersebut memerlukan pemahaman dan pengetahuan terhadap regulasi; KPHK merupakan konsep yang memerlukan komitmen dan kontribusi dalam menjalankan fungsi dan implementasi adanya pengelolaan hutan pada tingkat tapak.
111
8.
Ir. Adi Susmianto, MSc (Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan) Lokasi dan Waktu Bogor, 10 Mei 2012 Catatan Model bisnis BTNGP yang dirancang kurang jelas alurnya sehingga sulit untuk mencermati mana yang akan menjadi output dan mana yang menjadi output; Untuk mengoptimalkan kegiatan pemanfaatan di taman nasional dapat diupayakan dengan meninjau ulang terkait aspek konsep, kebijakan, dan kelembagaan; Kegiatan pemanfaatan akan optimal apabila kebijakan mendukung upaya pemanfaatan potensi, oleh karena itu perlu adanya deregulasi agar kebijakan tersebut dapat mengakomodir akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan meminimalkan keberpihakan terhadap para pemilik modal; Pengembangan taman nasional mandiri awalnya didasarkan pada penetapan taman nasional model yang memiliki keunikan dan kekhasan serta memiliki akses dan potensi peningkatan PNBP; Penentuan bentuk organisasi pengelola taman nasional mandiri sebaiknya memperhatikan aspek keadilan terhadap akses masyarakat lokal.
9.
Dr. Ir. Bambang Supriyanto, MSc (Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Lindung, Ditjend PHKA, Kementerian Kehutanan) Lokasi dan Waktu Bogor, 13 Juli 2012 Catatan Berdasarkan pertimbangan kondisi regulasi saat ini, maka alternatif model bisnis BTNGP mandiri yang dipilih ialah model alternatif 1, yaitu model bisnis yang memungkinkan pengelola taman nasional dapat meningkatkan dan menambah aliran pendapatan melalui skema bagi hasil (profit sharing) dari pengusahaan jasa (kondisi) lingkungan yang dimiliki TNGP; Model bisnis yang dirancang tersebut harus didukung dengan kondisi pemungkin berupa prasyarat antara lain kelembagaan, regulasi, dan kapasitas pengelola; Strategi pengembangan taman nasional mandiri dapat disesuaikan dengan kondisi setiap taman nasional, antara lain potensi sumberdaya, para pihak yang menjadi mitra, dan bentuk organisasi perantara, seperti center og excellent yang dikembangkan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak; Revisi jenis dan besaran PNBP didasarkan atas pertimbangan kesediaan membayar, inflasi, serta kondisi permintaan dan penawaran.
112
Lampiran 4 Catatan hasil Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka perancangan model bisnis BTNGP
A. Tujuan FGD Tujuan FGD ialah untuk merancang model bisnis BTNGP saat ini dan merumuskan gagasan model pengelolaan BTNGP sebagai taman nasional mandiri. B. Output FGD Output yang diharapkan dari pelaksanaan FGD ini, yaitu: 1) Prototipe model pengelolaan TNGP sebagai taman nasional mandiri; dan 2) Prototipe kanvas model bisnis TNGP sebagai taman nasional mandiri. C. Peserta FGD Peserta FGD merupakan perwakilan dari berbagai kelompok jabatan di BTNGP, yaitu: pejabat non struktural, Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Kehutanan, dan Penyuluh Kehutanan. D. Waktu dan Tempat FGD FGD dilaksanakan pada hari senin, tanggal 9 April 2012 jam 13:00–15:00 bertempat di Kantor Balai Taman Nasional Gunung Palung. E. Bahan dan Alat FGD Bahan yang digunakan, yaitu: panduan FGD, Kanvas Model Bisnis, dang Flip chart. Sedangkan alat yang digunakan, yaitu: kamera digital, alat tulis, dan proyektor. F. Hasil Hasil FGD disesuaikan berdasarkan tujuan dan ouput yang ingin dihasilkan dan dicapai, yaitu sebagai berikut: a. Model Bisnis Berdasarkan hasil FGD melalui proses brainstorming, pemetaan potret kondisi saat ini, dan prototyping, maka dihasilkan potret model bisnis BTNGP saat ini seperti terlihat pada tabel dibawah ini. No
Komponen
Elemen
1 Kelompok Pelanggan
- Pemerintah sebagai wakil kepentingan masyarakat umum - Tour Operator seperti Koperasi Nasalis - Pemanfaat Air : Perusahaan Air Minum (AMDK, PDAM) - Konsorsium Pengelolaan Penelitian Stasiun Riset Cabang Panti
2 Proposisi Nilai
- Sistem Penyangga Kehidupan - Pengalaman observasi hidupan liar - Penelitian biodiversitas di 7 tipe ekosistem - Kuantitas dan Kualitas Air
3 Saluran
- Website: www.gunungpalung.net - Buletin Nasalis - Buku Informasi - Brosur - Sosialisasi dan Koordinasi
113
No
Komponen
Elemen
4
Hubungan Pelanggan
- Forum Pemanfaat Air TNGP (Fortipari) - Menugaskan staff secara khusus untuk membantu pelayanan penelitian yang dikelola oleh konsorsium SRCP dan pelayanan wisata alam oleh Nasalis - Komunikasi dalam rangka menyusun perencanaan kegiatan dan membuat laporan pelaksanaan kegiatannya
5
Aliran Pendapatan
- Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) - PNBP Wisata Alam dan Penelitian - Hibah
6
Sumberdaya Kunci
- Potensi sumberdaya alam: TSL endemik, 7 Ekosisten, air - SDM
7
Kegiatan Kunci
- Operasional kantor seperti pembangunan infrastruktur - Perlindungan Hutan, antara lain Operasi Pengamanan Hutan - Pengelolaan Keanekaragaman Hayati, seperti survey potensi - Pengembangan Jasa Lingkungan, seperti promosi wisata - Peningkatan kapasitas SDM, seperti pelatihan (training)
8
Kemitraan Kunci - Pemerintah Kabupaten Kayong Utara dan Ketapang - Yayasan Palung - Yayasan ASRI - Koperasi Nasalis - Konsorsium Stasiun Riset Cabang Panti (SRCP)
9
Struktur Biaya
- Operasional kantor seperti pembangunan infrastruktur - Perlindungan Hutan, antara lain Operasi Pengamanan Hutan - Pengelolaan Keanekaragaman Hayati, seperti survey potensi - Pengembangan Jasa Lingkungan, seperti promosi wisata - Peningkatan kapasitas SDM, seperti pelatihan (training)
b. Pola pengelolaan dan Organisasi BTNGP Mandiri Berdasarkan potret model bisnis BTNGP saat ini, maka terdapat kesimpulan sebagai berikut: Pengembangan model bisnis BTNGP mandiri, memerlukan perubahan model bisnis BTNGP saat ini agar BTNGP dapat mengelola keuangan dengan pola PPK BLU; Apabila BTNGP akan dikembangkan sebagai taman nasional mandiri, maka pola pengelolaan dan organisasinya perlu disesuaikan dengan model bisnis yang disempurnakan; Untuk mengoptimalkan kegiatan pemanfaatan potensi wisata alam, penelitian, dan jasa lingkungan, maka pengusahaan potensi tersebut harus melibatkan berbagai pihak seperti Pemda, Swasta, Masyarakat dan BTNGP; Pengembangan dan peningkatan kapasitas SDM (pegawai) pengelola taman nasional harus menjadi perhatian, agar kompetensi dan profesionalismenya dapat mendukung optimalnya pelaksanaan kegiatan.
114
Lampiran 5 Catatan wawancara narasumber 1.
A. Haris Sudjoko, SH (Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung) Lokasi dan Waktu Ketapang, 1 April 2012; Bandung, 26 juni 2012; & Jakarta, 3 September 2012 Catatan Model bisnis yang dirancang harus sesuai dengan sistem pengusahaan potensi TNGP, organisasi, dan pola pengelolaannnya. Oleh karena itu, tupoksi TN yang dirancang (komposisi dan proporsi biaya kegiatan) akhirnya harus mendukung proposisi nilai; Optimalisasi kegiatan pemanfaatan potensi dapat dilakukan dengan membentuk Kelompok Bisnis Mandiri (KBM) merupakan unit bisnis pemanfaatan yang dijalankan melalui kemitraan dengan pihak ketiga. KBM terdiri atas unsur-unsur antara lain: BTNGP, Pemda, Perusahaan Swasta, dan Masyarakat. Keterwakilan unsur-unsur dalam KBM dapat direpresentasikan oleh dana penyertaan, kepemilikan saham, dan hak ijin pemanfaatan dalam sistem pengusahaan tersebut. Representasi tersebut dapat dijadikan dasar dalam penentuan pembagian keuntungan (profit sharing) hasil pengusahaan potensi kondisi lingkungan TNGP; Bentuk organisasi BTNGP mandiri ialah KPHK dengan bentuk Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Struktur organisasi BTNGP Mandiri ditransformasikan dari struktur yang ada sekarang dengan penambahan satu jabatan eselon IV yang fokus dalam penanganan upaya optimalisasi pemanfaatan potennsi;
2.
Ir. Oma (Kepala Bappeda KKU) Lokasi dan Waktu Sukadana, 17 April 2012 Catatan Salah satu indikator keberhasilan dalam upaya konservasi Taman Nasional Gunung Palung ialah taman nasionalnya lestari dan masyarakat di sekitarnya sejahtera; Keberhasilan tersebut dapat diupayakan dengan merancang, menciptakan, dan meningkatkan kompensasi, kontribusi, atau insentif yang dihasilkan dari pengelolaan Taman Nasional Gunung Palung serta diberikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar taman nasional; Peningkatan dan penciptaan kontribusi tersebut hanya dapat dilakukan apabila adanya sinergi antar sektor dalam pengelolaan potensi TNGP (wisata, air, penelitian, dan karbon) melalui bentuk kemitraan, misalnya kerja sama operasi dan pengusahaan bersama.
115
3.
Ir. Wahono (Sekretaris Dinas Kehutanan & Perkebunan KKU) Lokasi dan Waktu Sukadana, 17 April 2012 Catatan Penetapatan Taman Nasional Gunung Palung sebagai KPHK memberikan harapan kepada masyarakat di sekitarnya untuk mendapatkan manfaat dan kontribusi yang lebih besar; Pemanfaatan potensi jasa lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dapat menjadi solusi dalam menciptakan dan meningkatkan kontribusi pengelolaan taman nasional terhadap kesejahteraan masyarakat; Pemanfaatan potensi tersebut dapat dioptimalkan melalui koordinasi dan kolaborasi antara para pihak (Pemda, BTNGP, masyarakat, dan perusahaan swasta) dalam pengusahaan jasa lingkungan dan HHBK.
4.
Faisal (Kepala Seksi di Bagian Ekonomi dan Pembangunan KKU) Lokasi dan Waktu Sukadana, 17 April 2012 Catatan Jenis investasi di Kabupaten Kayong Utara saata ini terbatas pada sektor: perkebunan, pertambangan, perikanan, dan pertanian; Pemanfaatan air dari kawasan Taman Nasional Gunung Palung harus mendapat rekomendasi dari BTNGP.
5.
Asep Suhendar (Staf Bappeda Ketapang) Lokasi dan Waktu Ketapang, 23 April 2012 Catatan Bappeda hanya merencanakan kegiatan, sedangkan pelaksanaan kegiatan pembinaan daerah penyangga taman nasional gunung palung dilakukan oleh SKPD, yaitu Dinas Kehutanan; Berdasarkan SK penetapan daerah penyangga TNGP, penanggung jawab teknis dan administrasi berada di Bappeda.
6.
Ir. Sikat Gudag (Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dishut Ketapang) Lokasi dan Waktu Ketapang, 23 April 2012 Catatan Kegiatan pembinaan daerah penyangga diarahkan untuk mengamankan kawasan dengan cara: 1) peningkatan pendapatan masyarakat melalui pengembangan perkebunan dan 2) pelibatan masyarakat dalam pengamanan hutan; Kordinasi dan kolaborasi kegiatan daerah penyangga berada di bappeda
116
Lampiran 6 Kuisioner analisis SWOT komponen model bisnis BTNGP
Penilaian Kekuatan dan Kelemahan Model Bisnis Taman Nasional Gunung Palung 1. Proposisi Nilai Kekuatan
5
4
3
2
1 1 2 3 4
5
Kelemahan
Proposisi nilai sejalan dengan kebutuhan pelanggan
Proposisi nilai dan kebutuhan pelanggan tidak sejalan
Proposisi nilai memiliki dampak jaringan yang kuat
Proposisi nilai tidak memiliki dampak jaringan
Terdapat sinergi kuat antara produk dan pelayanan
Tidak ada sinergi antara produk dan pelayanan
Pelanggan sangat puas terhadap produk dan pelayanannya
Terdapat banyak keluhan terhadap produk dan pelayanannya
2. Sumber Pendapatan Kekuatan
5
4
3
2 1
1 2 3 4
5
Kelemahan
Mendapatkan marjin yang besar
Memiliki marjin yang kecil
Pendapatan dapat diprediksi
Pendapatan tidak dapat diprediksi
Sumber pendapatan beragam
Tergantung pada satu sumber pendapatan
Sumber pendapatan berkelanjutan
Keberlanjutan sumber pendapatan dipertanyakan
Mengumpulkan pendapatan sebelum mengadakan pengeluaran
Mengadakan biaya yang tinggi sebelum mengumpulkan pendapatan
Mekanisme harga berdasarkan kesediaan membayar secara penuh
Mekanisme harga tidak berdasarkan kesediaan membayar
3. Struktur Biaya Struktur biaya dapat diprediksi
Struktur biaya tidak dapat diprediksi
Struktur biaya benar-benar sesuai dengan model bisnis
Struktur biaya dan model bisnis kurang sesuai
Model bisnis dioperasikan dengan biaya yang efisien
Model bisnis dioperasikan dengan biaya yang tidak efisien
117
4. Sumberdaya Kunci Kekuatan Sumberdaya kunci sulit untuk ditiru oleh pesaing Kebutuhan sumberdaya dapat diprediksi
5
4
3
2 1
1 2 3 4
5
Kelemahan Sumberdaya kunci mudah ditiru Kebutuhan sumberdaya tidak dapat diprediksi Terdapat masalah dalam menyebarkan sumberdaya kunci dalam jumlah dan waktu yang tepat
Sumberdaya kunci dapat disebarkan dalam jumlah dan waktu yang tepat 5. Kegiatan Kunci Kegiatan kunci dilakukan dengan efisien
Kegiatan kunci dilakukan dengan tidak efisien
Kegiatan kunci sulit untuk ditiru
Kegiatan kunci mudah untuk ditiru
Kegiatan kunci dilaksanakan dengan kualitas yang baik
Kegiatan kunci dilaksanakan dengan kualitas yang kurang baik
6. Mitra Kunci Bekerja dengan mitra kunci terfokus dan penting
Bekerja dengan mitra kunci tidak fokus dan secukupnya.
Bekerja dan berhubungan baik dengan mitra kunci
Konflik sering terjadi dengan mitra kunci dalam hubungan kerja
7. Kelompok Pelanggan Kekuatan Laju pelanggan yang pergi karena tidak puas rendah Pelanggan dikelompokan dengan baik
5
Pelanggan baru diperoleh terus menerus
4
3
2 1
1 2 3 4
5
Kelemahan Laju pelanggan yang pergi karena tidak puas tinggi Pelanggan tidak dikelompokan Pelanggan baru sulit diperoleh
8. Saluran Distribusi & Komunikasi Saluran (distribusi & komunikasi) sangat efisien
Saluran tidak efisien
Saluran sangat efektif
Saluran tidak efektif
Saluran terintegrasi dengan kuat
Saluran kurang terintegrasi
Saluran cocok dengan kelompok pelanggan
Saluran kurang cocok dengan kelompok pelanggan
Saluran dapat dengan mudah ditemukan oleh pelanggan
Terdapat kendala untuk menemukan saluran
9. Hubungan Pelanggan Hubungan pelanggan kuat
Hubungan dengan pelanggan lemah
Kualitas hubungan sesuai dengan kelompok pelanggan Brand kuat
Kualitas hubungan kurang sesuai dengan kelompok pelanggan Brand lemah
118
Penilaian Peluang & Ancaman Model Bisnis Taman Nasional Gunung Palung 1. Proposisi Nilai Peluang Apakah pendapatan berulang dapat diperoleh dengan mengubah produk menjadi jasa?
5
4
3
2 1
1 2 3 4
5
Ancaman Apakah ada produk dan jasa substitusi? Apakah pesaing mengancam dengan menawarkan nilai dan harga yang lebih baik?
Apakah produk atau jasa lebih baik digabungkan? Apakah kebutuhan pelanggan tambahan dapat dipenuhi? 2. Sumber Pendapatan Peluang
5
4
3
2 1
1 2 3 4
5
Apakah sumber pendapatan dapat ditambah atau dibuat?
Ancaman Apakah marjin keuntungan terancam oleh pesaing? Apakah tergantung secara berlebihan pada satu atau lebih sumber pendapatan? Apakah ada sumber pendapatan yang akan hilang di waktu yang akan datang?
Apakah harga dapat ditingkatkan? Apakah ada elemen lain yang bersedia dibayar pelanggan? 3. Struktur Biaya
Apakah ada biaya yang terancam menjadi tidak dapat diprediksi?
Apakah biaya dapat diturunkan?
Apakah ada biaya yang terancam tumbuh lebih cepat dari pendapatan? 4. Sumberdaya Kunci Peluang Apakah sumberdaya yang murah dapat digunakan untuk menghasilkan kualitas output yang sama? Apakah ada sumberdaya yang lebih baik disediakan oleh mitra kerja? 5. Kegiatan Kunci Apakah kegiatan kunci dapat distandarkan? Apakah efisiensi pelaksanaan kegiatan kunci secara umum dapat ditingkatkan?
5
4
3
2 1
1 2 3 4
5
Ancaman Apakah kualitas sumberdaya kunci dapat terancam kapan saja? Apakah akan menghadapi gangguan dalam supply sumberdaya penting?
Apakah ada kegiatan kunci yang mungkin akan terganggu? Apakah kualitas kegiatan terancam kapan saja?
119
6. Mitra Kunci Apakah kolaborasi dengan mitra yang dapat membantu fokus pada bisnis inti dapat ditingkatkan? Apakah saluran mitra kerja dapat membantu mencapai pelanggan lebih baik ? Apakah mitra kerja dapat melengkapi proposisi nilai?
7. Kelompok Pelanggan Peluang Apakah ada pasar yang sedang tumbuh dapat dimanfaatkan? Apakah kelompok pelanggan baru dapat dilayani? Apakah pelanggan dapat dilayani lebih baik melalui finer segmentation?
Apakah ada ancaman kehilangan mitra kerja? Apakah mungkin mitra kerja berkolaborasi dengan pesaing? Apakah sangat tergantung kepada mitra kerja tertentu?
5
4
3
2 1
1 2 3 4
5
Ancaman Apakah pasar produk dan jasa yang ditawarkan akan menjadi jenuh? Apakah pesaing mengancam pangsa pasar? Apakah mungkin pelanggan menyeberang ke pesaing?
8. Saluran Komunikasi & Distribusi Apakah saluran dapat diintegrasikan secara lebih baik? Apakah saluran dapat menghubungkan antara BTNGP dengan kelompok pelanggan secara lebih baik? Apakah marjin dapat ditingkatkan dengan melayani pelanggan secara langsung? Apakah mitra kerja baru yang melengkapi saluran dapat ditemukan?
Apakah pesaing mengancam saluran? Apakah saluran yang terancam menjadi tidak sesuai dengan pelanggan?
9. Hubungan Pelanggan Apakah ada potensi untuk meningkatkan customer follow-up? Apakah sudah mengidentifikasi & menghilangkan pelanggan yang tidak menguntungkan?
Apakah ada hubungan pelanggan yang memburuk?
Terima kasih
120
Lampiran 7 Proyeksi penjualan pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Uraian Wisata Alam - Lubuk Baji - Batu Barat - Gunung Panti - Peramas - Pampang Jumlah A Pelayanan Penelitian - Jangka Panjang - Jangka Pendek Jumlah B Pemanfaatan Air - Air Bersih - Air Kemasan Jumlah C Karbon Jumlah D
Volume/Tahun Base Line 2011
1
2
3
Tahun Ke5 6
4
7
8
9
10
Harga Satuan
40 Paket 10 Paket 4 Paket 24 Paket 60 Paket
2,430,000 3,680,000 12,500,000 1,500,000 500,000
48 12 5 29 72 166
56 14 6 34 84 193
64 16 6 38 96 221
72 18 7 43 108 248
80 20 8 48 120 276
88 22 9 53 132 304
96 24 10 58 144 331
125 31 12 75 187 431
157 39 16 94 235 541
192 48 19 115 288 662
24 Bulan Paket/Tahun 14 Minggu Paket/Tahun
20,000,000 3,175,000
24 14 38
24 14 38
24 14 38
24 14 38
24 14 38
36 21 57
36 21 57
36 21 57
36 21 57
48 28 76
109,394 m3 24,480 m3
15,000 ton/tahun
1,000 54,697 82,045 109,394 112,129 114,864 120,333 131,273 142,212 153,152 164,091 100,000 12,240 18,360 24,480 25,092 25,704 26,928 29,376 31,824 34,272 36,720 66,937 100,405 133,874 137,221 140,568 147,261 160,649 174,036 187,424 200,811 22.500/ 45.000/ 90.000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
15,000 15,000
Lampiran 8 Proyeksi penerimaan pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E No
Uraian
1 Wisata Alam - Lubuk Baji - Batu Barat - Gunung Panti - Peramas - Pampang 2 Pelayanan Penelitian - Jangka Panjang - Jangka Pendek 3 Pemanfaatan Air - Air Bersih - Air Kemasan
4 Karbon Total Per Tahun
Tahun ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
176,304,000 66,576,000 75,600,000 47,520,000 39,600,000 405,600,000
219,296,000 82,824,000 95,200,000 60,480,000 50,400,000 508,200,000
266,176,000 100,544,000 116,800,000 74,880,000 62,400,000 620,800,000
316,944,000 119,736,000 140,400,000 90,720,000 75,600,000 743,400,000
371,600,000 418,050,000 464,500,000 510,950,000 557,400,000 603,850,000 140,400,000 146,700,000 163,000,000 179,300,000 195,600,000 211,900,000 166,000,000 177,750,000 197,500,000 217,250,000 237,000,000 256,750,000 108,000,000 175,500,000 195,000,000 214,500,000 234,000,000 253,500,000 90,000,000 236,250,000 262,500,000 288,750,000 315,000,000 341,250,000 876,000,000 1,154,250,000 1,282,500,000 1,410,750,000 1,539,000,000 1,667,250,000
576,000,000 72,501,000 648,501,000
624,000,000 83,664,000 707,664,000
672,000,000 95,589,000 767,589,000
720,000,000 108,276,000 828,276,000
768,000,000 1,224,000,000 1,296,000,000 1,368,000,000 1,440,000,000 2,016,000,000 121,725,000 135,936,000 150,909,000 166,644,000 183,141,000 200,400,000 889,725,000 1,359,936,000 1,446,909,000 1,534,644,000 1,623,141,000 2,216,400,000
55,243,962 83,686,398 112,675,803 116,613,987 120,606,867 127,553,385 140,461,875 153,589,153 166,935,219 180,500,073 1,236,240,000 1,872,720,000 2,521,440,000 2,609,568,000 2,698,920,000 2,854,368,000 3,143,232,000 3,436,992,000 3,735,648,000 4,039,200,000 1,291,483,962 1,956,406,398 2,634,115,803 2,726,181,987 2,819,526,867 2,981,921,385 3,283,693,875 3,590,581,153 3,902,583,219 4,219,700,073 0
0
337,500,000
337,500,000
337,500,000
675,000,000
675,000,000
675,000,000 1,350,000,000 1,350,000,000
2,345,584,962 3,172,270,398 4,360,004,803 4,635,357,987 4,922,751,867 6,171,107,385 6,688,102,875 7,210,975,153 8,414,724,219 9,453,350,073
Lampiran 9 Proyeksi biaya investasi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E NO
Uraian
A. INVESTASI I Biaya Pra-Operasi 1 Studi Kelayakan 2 Biaya Perijinan - SIUP, SITU, TDP - IUPJWA dan IUPSWA - IUPA (Sumber Air dan Sarana Prasarana) - Legalitas (Akta Perusahaan) 3 Biaya Pembersihan Lokasi - Sungai Kubang - Sungai Air Putih 4 Supervisi Jumlah I II Bangunan 1 Batu Barat - Kubang Lodge Stairs - Kubang Boardwalk - Kubang Resting Deck - Kubang Hill Trails 2 Peramas - Pulau datok Long Bridge - Peramas Trail - Air Intan Picnic Deck - Gerbang dan Tiket Counter 3 Lubuk Baji - Gerbang - Jembatan - Main Trail 4 Stasiun Penelitian Cabang Panti - Pondok Peneliti MT - Rumah Genset - Toilet 5 Pampang - Gerbang & Tiket Counter - Trail Durian - Trail Sepeda - Pondok Durian - Camping Ground 6 Stasiun Pengisian Air Bersih - Pondok Kerja - Check Dam dan Instalasi - Instalasi Listrik - Areal Parkir & Pagar Jumlah II III Mesin dan Peralatan 1 Generator 2 Pompa Air 3 Pompa Air SPBA Jumlah III IV Sarana Transportasi 1 Perahu & Mesin Robin 2 Perahu 3 Longboat 3 Kendaraan Roda 4 4 Kendaraan Roda 2 Jumlah IV
Volume
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
650,000,000 1 Paket
75,000,000
75,000,000
1 Paket 15 Ha/Izin
25,000,000 10,000,000
25,000,000 150,000,000
1 Izin 1 Paket
300,000,000 20,000,000
300,000,000 20,000,000
1 Paket 1 Paket 1 Paket
25,000,000 35,000,000 20,000,000
25,000,000 35,000,000 20,000,000 650,000,000
1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket
5,129,250 237,163,500 11,865,000 1,617,000
5,129,250 237,163,500 11,865,000 1,617,000
1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket
21,731,719 13,531,875 56,441,438 25,000,000
21,731,719 13,531,875 56,441,438 25,000,000
1 Paket 1 Paket 1 Paket
15,000,000 21,000,000 25,000,000
15,000,000 21,000,000 25,000,000
1 Paket 2 Paket 1 Paket
75,000,000 1,000,000 5,000,000
75,000,000 2,000,000 5,000,000
1 Paket 2,000 Meter 3,000 Meter 2 Paket 1 Paket
20,000,000 1,000 2,500 5,000,000 5,000,000
20,000,000 2,000,000 7,500,000 10,000,000 5,000,000
1 Paket 1 Paket 1 Paket 50 m2
100,000,000 125,000,000 15,000,000 415,000
100,000,000 125,000,000 15,000,000 20,750,000 820,729,781
5 unit 3 unit 5 unit
4,500,000 450,000 6,000,000
22,500,000 1,350,000 30,000,000 53,850,000
5 unit 5 unit 4 unit 1 unit 2 unit
3,500,000 2,000,000 25,000,000 170,000,000 25,000,000
17,500,000 10,000,000 100,000,000 170,000,000 50,000,000 347,500,000
3 unit 5 unit 2 unit 2 unit 1 unit 2 unit 1 Paket 1 Paket 5 unit
4,000,000 5,000,000 750,000 950,000 2,500,000 7,500,000 2,500,000 15,000,000 850,000
12,000,000 25,000,000 1,500,000 1,900,000 2,500,000 15,000,000 2,500,000 15,000,000 4,250,000 60,400,000
5 unit 5 Paket 20 unit 5 unit 5 unit
550,000 1,000,000 65,000 4,500,000 600,000
2,750,000 5,000,000 1,300,000 22,500,000 3,000,000 34,550,000
820,729,781
53,850,000
347,500,000
V
Inventaris Kantor 1 Komputer PC 2 Note Book 3 Telpon & Fax 4 Printer 5 In Focus 6 Kamera 7 Instalasi Internet 8 Mebelair 9 Filing Cabinet Jumlah V VI Alat-Alat Bantu 1 Tenda Dom 2 Alat Masak 3 Baju Pelampung 4 GPS 5 Kompas Jumlah VI Jumlah A
Tahun Ke1
60,400,000
34,550,000
1,967,029,781
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lanjutan Lampiran 9 Proyeksi biaya investasi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E NO
Uraian
Volume
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
B MODAL KERJA I Biaya Tetap Administrasi dan Umum (Kenaikan 1 10%/tahun) - Listrik dan Air - Telpon dan Internet - Administrasi dan umum lainnya - Alat Tulis Kantor 2 Perawatan Aktiva - Inventaris kantor (10% & 20%/tahun) - Alat-alat bantu (10% & 20%/tahun) - Sarana Transportasi (10% & 20%/tahun) - Mesin dan Peralatan (15% & 20%/tahun)
- Bangunan (10%) 3 Gaji dan Upah Tenaga Kerja
4
Sewa Kantor (Kenaikan 10%/tahun)
Total Biaya
3
4
5
6
7
8
9
10
66,000,000
72,600,000
79,860,000
87,846,000
96,630,600
106,293,660
116,923,026
128,615,329
141,476,861
155,624,548
60,400,000 34,550,000
134,395,478 6,040,000 3,455,000
134,395,478 6,040,000 3,455,000
134,395,478 6,040,000 3,455,000
134,395,478 6,040,000 3,455,000
134,395,478 6,040,000 3,455,000
163,957,978 12,080,000 6,910,000
163,957,978 12,080,000 6,910,000
163,957,978 12,080,000 6,910,000
163,957,978 12,080,000 6,910,000
163,957,978 12,080,000 6,910,000
347,500,000
347,500,000
34,750,000
34,750,000
34,750,000
34,750,000
34,750,000
52,125,000
52,125,000
52,125,000
52,125,000
52,125,000
1 Tahun 1 Tahun
53,850,000 820,729,781
53,850,000 820,729,781
8,077,500 82,072,978
8,077,500 82,072,978
8,077,500 82,072,978
8,077,500 82,072,978
8,077,500 82,072,978
10,770,000 82,072,978
10,770,000 82,072,978
10,770,000 82,072,978
10,770,000 82,072,978
10,770,000 82,072,978
13 Bulan
48,652,240
632,479,120
717,655,120
789,420,632
868,362,695
955,198,965
1,050,718,861
1,487,758,603
1,636,534,463
1,800,187,909
1,980,206,700
2,178,227,370
12 Bulan
2,000,000
24,000,000
24,000,000
26,400,000
29,040,000
31,944,000
35,138,400
38,652,240
42,517,464
46,769,210
51,446,131
56,590,745
348,985,377
422,584,224
868,362,695
601,993,732
654,947,929
889,494,311
957,739,905 1,026,416,499 1,196,774,093 1,382,232,685
117,279,248 105,410,100
158,613,520 121,586,400
218,000,240 172,588,900
231,767,899 190,917,600
246,137,593 210,322,500
308,555,369 318,918,600
334,405,144 340,440,900
12 Bulan 12 Bulan 12 Bulan 12 Bulan
1,000,000 1,500,000 2,000,000 1,000,000
12,000,000 18,000,000 24,000,000 12,000,000
1 Tahun 1 Tahun
60,400,000 34,550,000
1 Tahun
1 Biaya Pemasaran (5% x Penjualan) 1 Tahun 2 Komisi Penjualan (10% x penjualan) 1 Tahun Pungutan Usaha Pemanfaatan Air (6% x 3 Harga Dasar Air x Volume Penggunaan) 6.00% Harga Dasar x Volume Pungutan Usaha Pariwisata Alam (8% x 4 Penjualan Wisata Alam & Penelitian) 8.00% Paket Penjualan 5 Pungutan Penyediaan Jasa Wisata Alam 1 Bulan 6 Biaya operasinal Lubuk Baji Trip 1 Paket 7 Biaya Operasional Batu Barat Trip 1 Paket 8 Biaya Operasional Gunung Panti Trip 1 Paket 9 Biaya Operasional Peramas Trip 1 Paket 10 Biaya Operasional Pampang Trip 1 Paket 11 Biaya Operasional Long Term Riset 1 Paket 12 Biaya Operasional Short Term Riset 1 Paket
Jumlah B
2
942,050,598 1,022,816,110 1,111,658,173 1,209,384,443 1,316,883,339 1,796,662,481 1,959,932,931 2,139,530,426 2,337,087,671 2,554,400,641
II Biaya Variabel
III Biaya Penyusutan Aktiva 1 Inventaris Kantor 2 Alat-Alat Bantu 3 Sarana Transportasi 4 Mesin dan Peralatan 5 Bangunan
Tahun Ke1
10% Tahun 10% Tahun 20% Tahun 15% Tahun 10% Tahun
300,000 2,620,000 1,661,000 7,727,000 1,200,000 300,000 18,500,000 2,540,000
300,000 2,620,000 1,661,000 7,727,000 1,200,000 300,000 18,500,000 2,540,000
60,400,000 34,550,000 347,500,000 53,850,000 820,729,781
6,040,000 3,455,000 69,500,000 8,077,500 82,072,978
360,548,758 362,039,400
420,736,211 451,214,100
472,667,504 523,365,000
364,902
1,146,114
1,332,237
1,606,488
1,807,299
2,008,110
2,208,921
2,409,732
2,610,543
2,811,354
84,328,080 3,600,000 2,882,060 1,827,115 8,499,706 1,320,036 330,090 20,350,026 2,794,013
97,269,120 3,600,000 3,144,080 1,827,115 8,499,706 1,320,036 330,090 22,200,029 3,048,014
111,071,120 3,600,000 3,406,100 2,159,325 10,045,110 1,560,060 390,150 24,050,031 3,302,016
125,734,080 3,600,000 3,668,120 2,325,430 10,817,812 1,680,072 420,180 25,900,034 3,556,017
141,258,000 3,600,000 3,930,140 2,491,535 11,590,514 1,800,084 450,210 27,750,036 3,810,018
201,134,880 3,600,000 4,192,160 2,657,640 12,363,216 1,920,096 480,240 29,600,000 4,064,000
218,352,720 3,600,000 4,454,180 2,823,745 13,135,918 2,040,108 510,270 31,450,000 4,318,000
235,631,520 3,600,000 4,716,200 2,989,850 13,908,620 2,160,120 540,300 33,300,000 4,572,000
252,971,280 3,600,000 4,978,220 3,155,955 14,681,322 2,280,132 570,330 35,150,000 4,826,000
310,692,000 3,600,000 5,240,240 3,322,060 15,454,024 2,400,144 600,360 37,000,000 5,080,000
169,145,478
169,145,478
169,145,478
169,145,478
169,145,478
169,145,478
169,145,478
169,145,478
169,145,478
169,145,478
1,460,181,453 1,614,545,812 2,149,166,347 1,980,523,653 2,140,976,747 2,855,302,270 3,086,818,315 3,335,092,404 3,703,007,242 4,105,778,804
3,427,211,234 1,614,545,812 2,149,166,347 1,980,523,653 2,140,976,747 2,855,302,270 3,086,818,315 3,335,092,404 3,703,007,242 4,105,778,804
Lampiran 10 Proyeksi biaya tenaga kerja pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Tahun 1
No
Tahun 2
Tunjangan Jumlah gaji Pokok Tunjangan Biaya Jumlah Transport Total per Personil Per Bulan Asuransi Pertahun 13 Personil dan Makan bulan (Rp) (orang) (Rp) (Rp) bulan (Rp) (orang) (Rp)
Tenaga Kerja
Direksi 1 Direktur Utama 2 Direktur Pelaksana B Bagian Pemasaran 1 Manajer 2 Staf Pemasaran C Bagian Administrasi & Keuangan 1 Manajer 2 Staf Keuangan 3 Staf Administrasi 4 Pengemudi 5 Pesuruh D Bagian Wisata Alam 1 Manajer 2 Staf E Bagian Pelayanan Penelitian 1 Manajer 2 Staf F Bagian Pemanfaatan Air 1 Manajer 2 Staf
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tunjangan Transport dan Makan (Rp)
Tunjangan Asuransi (Rp)
Total per bulan (Rp)
Biaya Pertahun 13 bulan (Rp)
A
Total
1 1
6,500,000 4,875,000
1,950,000 1,462,500
650,000 487,500
9,100,000 6,825,000
118,300,000 88,725,000
1 1
7,150,000 5,362,500
2,145,000 1,608,750
715,000 536,250
10,010,000 7,507,500
130,130,000 97,597,500
1 2
2,925,000 1,170,000
877,500 351,000
292,500 117,000
4,095,000 1,638,000
53,235,000 42,588,000
1 2
3,217,500 1,287,000
965,250 386,100
321,750 128,700
4,504,500 1,801,800
58,558,500 46,846,800
1 1 1 1 1
2,925,000 1,170,000 1,170,000 936,000 795,600
877,500 351,000 351,000 280,800 238,680
292,500 117,000 117,000 93,600 79,560
4,095,000 1,638,000 1,638,000 1,310,400 1,113,840
53,235,000 21,294,000 21,294,000 17,035,200 14,479,920
1 1 1 1 1
3,217,500 1,287,000 1,287,000 1,029,600 875,160
965,250 386,100 386,100 308,880 262,548
321,750 128,700 128,700 102,960 87,516
4,504,500 1,801,800 1,801,800 1,441,440 1,225,224
58,558,500 23,423,400 23,423,400 18,738,720 15,927,912
1 2
2,925,000 1,170,000
877,500 351,000
292,500 117,000
4,095,000 1,638,000
53,235,000 42,588,000
1 2
3,217,500 1,287,000
965,250 386,100
321,750 128,700
4,504,500 1,801,800
58,558,500 46,846,800
1 2
2,925,000 1,170,000
877,500 351,000
292,500 117,000
4,095,000 1,638,000
53,235,000 42,588,000
1 2
3,217,500 1,287,000
965,250 386,100
321,750 128,700
4,504,500 1,801,800
58,558,500 46,846,800
1 2
2,925,000 1,170,000
877,500 351,000
292,500 117,000
4,095,000 1,638,000
53,235,000 42,588,000
1 2
3,217,500 1,287,000
965,250 386,100
321,750 128,700
4,504,500 1,801,800
58,558,500 46,846,800
48,652,240
717,655,120
19
53,517,464
789,420,632
19
Lanjutan lampiran 10 Proyeksi biaya tenaga kerja pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Tahun 3
Tahun 4
Jumlah Personil (orang)
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tunjangan Transport dan Makan (Rp)
Tunjangan Asuransi (Rp)
Total per bulan (Rp)
Biaya Jumlah Pertahun 13 Personil bulan (Rp) (orang)
1 1
7,865,000 5,898,750
2,359,500 1,769,625
786,500 589,875
11,011,000 8,258,250
143,143,000 107,357,250
1 2
3,539,250 1,415,700
1,061,775 424,710
353,925 141,570
4,954,950 1,981,980
1 1 1 1 1
3,539,250 1,415,700 1,415,700 1,132,560 962,676
1,061,775 424,710 424,710 339,768 288,803
353,925 141,570 141,570 113,256 96,268
1 2
3,539,250 1,415,700
1,061,775 424,710
1 2
3,539,250 1,415,700
1 2
3,539,250 1,415,700
19
Tahun 5
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tunjangan Transport dan Makan (Rp)
Tunjangan Asuransi (Rp)
Total per bulan (Rp)
Biaya Jumlah Pertahun 13 Personil bulan (Rp) (orang)
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tunjangan Transport dan Makan (Rp)
Tunjangan Asuransi (Rp)
Total per bulan (Rp)
Biaya Pertahun 13 bulan (Rp)
1 1
8,651,500 6,488,625
2,595,450 1,946,588
865,150 648,863
12,112,100 9,084,075
157,457,300 118,092,975
1 1
9,516,650 7,137,488
2,854,995 2,141,246
951,665 713,749
13,323,310 9,992,483
173,203,030 129,902,273
64,414,350 51,531,480
1 2
3,893,175 1,557,270
1,167,953 467,181
389,318 155,727
5,450,445 2,180,178
70,855,785 56,684,628
1 2
4,282,493 1,712,997
1,284,748 513,899
428,249 171,300
5,995,490 2,398,196
77,941,364 62,353,091
4,954,950 1,981,980 1,981,980 1,585,584 1,347,746
64,414,350 25,765,740 25,765,740 20,612,592 17,520,703
1 1 1 1 1
3,893,175 1,557,270 1,557,270 1,245,816 1,058,944
1,167,953 467,181 467,181 373,745 317,683
389,318 155,727 155,727 124,582 105,894
5,450,445 2,180,178 2,180,178 1,744,142 1,482,521
70,855,785 28,342,314 28,342,314 22,673,851 19,272,774
1 1 1 1 1
4,282,493 1,712,997 1,712,997 1,370,398 1,164,838
1,284,748 513,899 513,899 411,119 349,451
428,249 171,300 171,300 137,040 116,484
5,995,490 2,398,196 2,398,196 1,918,557 1,630,773
77,941,364 31,176,545 31,176,545 24,941,236 21,200,051
353,925 141,570
4,954,950 1,981,980
64,414,350 51,531,480
1 2
3,893,175 1,557,270
1,167,953 467,181
389,318 155,727
5,450,445 2,180,178
70,855,785 56,684,628
1 2
4,282,493 1,712,997
1,284,748 513,899
428,249 171,300
5,995,490 2,398,196
77,941,364 62,353,091
1,061,775 424,710
353,925 141,570
4,954,950 1,981,980
64,414,350 51,531,480
1 2
3,893,175 1,557,270
1,167,953 467,181
389,318 155,727
5,450,445 2,180,178
70,855,785 56,684,628
1 2
4,282,493 1,712,997
1,284,748 513,899
428,249 171,300
5,995,490 2,398,196
77,941,364 62,353,091
1,061,775 424,710
353,925 141,570
4,954,950 1,981,980
64,414,350 51,531,480
1 2
3,893,175 1,557,270
1,167,953 467,181
389,318 155,727
5,450,445 2,180,178
70,855,785 56,684,628
1 2
4,282,493 1,712,997
1,284,748 513,899
428,249 171,300
5,995,490 2,398,196
77,941,364 62,353,091
58,869,210
868,362,695
19
64,756,131
955,198,965
19
71,231,745 1,050,718,861
Lanjutan Lampiran 10 Proyeksi biaya tenaga kerja pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Tahun 6
Tahun 7
Jumlah Personil (orang)
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tunjangan Transport dan Makan (Rp)
Tunjangan Asuransi (Rp)
Total per bulan (Rp)
Biaya Jumlah Pertahun 13 Personil bulan (Rp) (orang)
1 1
10,468,315 7,851,236
3,140,495 2,355,371
1,046,832 785,124
14,655,641 10,991,731
190,523,333 142,892,500
1 3
4,710,742 1,884,297
1,413,223 565,289
471,074 188,430
6,595,038 2,638,015
1 2 2 1 2
4,710,742 1,884,297 1,884,297 1,507,437 1,281,322
1,413,223 565,289 565,289 452,231 384,397
471,074 188,430 188,430 150,744 128,132
1 4
4,710,742 1,884,297
1,413,223 565,289
1 4
4,710,742 1,884,297
1 4
4,710,742 1,884,297
Tahun 8
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tunjangan Transport dan Makan (Rp)
Tunjangan Asuransi (Rp)
Total per bulan (Rp)
Biaya Jumlah Pertahun 13 Personil bulan (Rp) (orang)
1 1
11,515,147 8,636,360
3,454,544 2,590,908
1,151,515 863,636
16,121,205 12,090,904
209,575,666 157,181,750
85,735,500 102,882,600
1 3
5,181,816 2,072,726
1,554,545 621,818
518,182 207,273
7,254,542 2,901,817
6,595,038 2,638,015 2,638,015 2,110,412 1,793,850
85,735,500 68,588,400 68,588,400 27,435,360 46,640,112
1 2 2 1 2
5,181,816 2,072,726 2,072,726 1,658,181 1,409,454
1,554,545 621,818 621,818 497,454 422,836
518,182 207,273 207,273 165,818 140,945
471,074 188,430
6,595,038 2,638,015
85,735,500 137,176,800
1 4
5,181,816 2,072,726
1,554,545 621,818
1,413,223 565,289
471,074 188,430
6,595,038 2,638,015
85,735,500 137,176,800
1 4
5,181,816 2,072,726
1,413,223 565,289
471,074 188,430
6,595,038 2,638,015
85,735,500 137,176,800
1 4
5,181,816 2,072,726
78,354,919
1,487,758,603
29
29
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tunjangan Transport dan Makan (Rp)
Tunjangan Asuransi (Rp)
Total per bulan (Rp)
Biaya Pertahun 13 bulan (Rp)
1 1
12,666,661 9,499,996
3,799,998 2,849,999
1,266,666 950,000
17,733,326 13,299,994
230,533,233 172,899,925
94,309,050 113,170,860
1 3
5,699,998 2,279,999
1,709,999 684,000
570,000 228,000
7,979,997 3,191,999
103,739,955 124,487,946
7,254,542 2,901,817 2,901,817 2,321,454 1,973,236
94,309,050 75,447,240 75,447,240 30,178,896 51,304,123
1 2 2 1 2
5,699,998 2,279,999 2,279,999 1,823,999 1,550,399
1,709,999 684,000 684,000 547,200 465,120
570,000 228,000 228,000 182,400 155,040
7,979,997 3,191,999 3,191,999 2,553,599 2,170,559
103,739,955 82,991,964 82,991,964 33,196,786 56,434,535
518,182 207,273
7,254,542 2,901,817
94,309,050 150,894,480
1 4
5,699,998 2,279,999
1,709,999 684,000
570,000 228,000
7,979,997 3,191,999
103,739,955 165,983,928
1,554,545 621,818
518,182 207,273
7,254,542 2,901,817
94,309,050 150,894,480
1 4
5,699,998 2,279,999
1,709,999 684,000
570,000 228,000
7,979,997 3,191,999
103,739,955 165,983,928
1,554,545 621,818
518,182 207,273
7,254,542 2,901,817
94,309,050 150,894,480
1 4
5,699,998 2,279,999
1,709,999 684,000
570,000 228,000
7,979,997 3,191,999
103,739,955 165,983,928
86,190,411
1,636,534,463
29
94,809,452
1,800,187,909
Lanjutan Lampiran 10 Proyeksi biaya tenaga kerja pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Tahun 9 Tunjangan Tunjangan Transport dan Asuransi (Rp) Makan (Rp)
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
1 1
13,933,327 10,449,995
4,179,998 3,134,999
1,393,333 1,045,000
19,506,658 14,629,994
253,586,556 190,189,917
1 1
15,326,660 11,494,995
4,597,998 3,448,498
1 3
6,269,997 2,507,999
1,880,999 752,400
627,000 250,800
8,777,996 3,511,198
114,113,950 136,936,740
1 3
6,896,997 2,758,799
1 2 2 1 2
6,269,997 2,507,999 2,507,999 2,006,399 1,705,439
1,880,999 752,400 752,400 601,920 511,632
627,000 250,800 250,800 200,640 170,544
8,777,996 3,511,198 3,511,198 2,808,959 2,387,615
114,113,950 91,291,160 91,291,160 36,516,464 62,077,989
1 2 2 1 2
1 4
6,269,997 2,507,999
1,880,999 752,400
627,000 250,800
8,777,996 3,511,198
114,113,950 182,582,320
1 4
6,269,997 2,507,999
1,880,999 752,400
627,000 250,800
8,777,996 3,511,198
1 4
6,269,997 2,507,999
1,880,999 752,400
627,000 250,800
8,777,996 3,511,198
29
Total per bulan (Rp)
Jumlah Biaya Pertahun Personil 13 bulan (Rp) (orang)
gaji Pokok Per Bulan (Rp)
Tahun 10 Tunjangan Tunjangan Transport dan Asuransi (Rp) Makan (Rp)
Jumlah Personil (orang)
Total per bulan (Rp)
Biaya Pertahun 13 bulan (Rp)
1,532,666 1,149,499
21,457,324 16,092,993
278,945,212 209,208,909
2,069,099 827,640
689,700 275,880
9,655,796 3,862,318
125,525,345 150,630,414
6,896,997 2,758,799 2,758,799 2,207,039 1,875,983
2,069,099 827,640 827,640 662,112 562,795
689,700 275,880 275,880 220,704 187,598
9,655,796 3,862,318 3,862,318 3,089,855 2,626,376
125,525,345 100,420,276 100,420,276 40,168,111 68,285,788
1 4
6,896,997 2,758,799
2,069,099 827,640
689,700 275,880
9,655,796 3,862,318
125,525,345 200,840,553
114,113,950 182,582,320
1 4
6,896,997 2,758,799
2,069,099 827,640
689,700 275,880
9,655,796 3,862,318
125,525,345 200,840,553
114,113,950 182,582,320
1 4
6,896,997 2,758,799
2,069,099 827,640
689,700 275,880
9,655,796 3,862,318
125,525,345 200,840,553
104,290,397 1,980,206,700
29
114,719,437 2,178,227,370
Lampiran 11 Proyeksi laba rugi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Tahun ke-
Item
6 7 8 9 10 Penerimaan Pengusahaan Kondisi Lingkungan 2,345,584,962 3,172,270,398 4,360,004,803 4,635,357,987 4,922,751,867 6,171,107,385 6,688,102,875 7,210,975,153 8,414,724,219 9,453,350,073 2,345,584,962 3,172,270,398 4,360,004,803 4,635,357,987 4,922,751,867 6,171,107,385 6,688,102,875 7,210,975,153 8,414,724,219 9,453,350,073 Total Penerimaan 1
2
3
4
5
Pengeluaran a. Biaya Tetap b. Biaya Variabel c. Biaya Penyusutan Aktiva Total Pengeluaran
942,050,598 1,022,816,110 1,111,658,173 1,209,384,443 1,316,883,339 1,796,662,481 1,959,932,931 2,139,530,426 2,337,087,671 2,554,400,641 348,985,377 422,584,224 868,362,695 601,993,732 654,947,929 889,494,311 957,739,905 1,026,416,499 1,196,774,093 1,382,232,685 169,145,478 169,145,478 169,145,478 169,145,478 169,145,478 169,145,478 169,145,478 169,145,478 169,145,478 169,145,478 1,460,181,453 1,614,545,812 2,149,166,347 1,980,523,653 2,140,976,747 2,855,302,270 3,086,818,315 3,335,092,404 3,703,007,242 4,105,778,804
Laba (Rugi) sebelum bunga
885,403,509 1,557,724,585 2,210,838,457 2,654,834,334 2,781,775,121 3,315,805,115 3,601,284,560 3,875,882,749 4,711,716,977 5,347,571,269
a. Bunga KI dan KMK b. Angsuran Pokok KI dan KMK
30,073,779 222,768,730
Laba (rugi) sebelum Pajak
632,561,000 1,064,291,848 1,747,479,498 2,221,549,154 2,378,563,719 2,942,667,492 3,258,220,716 3,562,892,683 4,428,800,690 5,094,728,760
Biaya pajak (PPH Badan 25% x 50%)
79,070,125 553,490,875
Laba (Rugi) Bersih
270,664,007 222,768,730
133,036,481
240,590,229 222,768,730
218,434,937
210,516,450 222,768,730
277,693,644
180,442,671 222,768,730
297,320,465
150,368,893 222,768,730
367,833,436
120,295,114 222,768,730
407,277,589
90,221,336 222,768,730
445,361,585
60,147,557 222,768,730
553,600,086
30,073,779 222,768,730
636,841,095
931,255,367 1,529,044,561 1,943,855,510 2,081,243,254 2,574,834,055 2,850,943,126 3,117,531,098 3,875,200,604 4,457,887,665
Lampiran 12 Proyeksi pembagian laba kepada shareholders dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Shareholder
Perusahaan Pengelola Pemda Kayong Utara BKPHK TNGP
Proporsi 100%
1 553,490,875
2 931,255,367
3 1,529,044,561
4 1,943,855,510
40% 20% 40%
221,396,350 110,698,175 221,396,350
372,502,147 186,251,073 372,502,147
611,617,824 305,808,912 611,617,824
777,542,204 388,771,102 777,542,204
Laba Per Tahun 5 6 2,081,243,254 2,574,834,055 832,497,302 416,248,651 832,497,302
1,029,933,622 514,966,811 1,029,933,622
7 2,850,943,126
8 3,117,531,098
9 3,875,200,604
10 4,457,887,665
1,140,377,251 570,188,625 1,140,377,251
1,247,012,439 623,506,220 1,247,012,439
1,550,080,241 775,040,121 1,550,080,241
1,783,155,066 891,577,533 1,783,155,066
Lampiran 13 Proyeksi cash flow dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Tahun ke6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 553,490,875 931,255,367 1,529,044,561 1,943,855,510 2,081,243,254 2,574,834,055 2,850,943,126 3,117,531,098 3,875,200,604 4,457,887,665 Laba Bersih 131,702,978 131,702,978 131,702,978 131,702,978 131,702,978 131,702,978 131,702,978 131,702,978 131,702,978 131,702,978 + Depresiasi Investasi 65,000,000 65,000,000 65,000,000 65,000,000 65,000,000 65,000,000 65,000,000 65,000,000 65,000,000 65,000,000 + Amortisasi Pra Operasi 650,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - Biaya Pra Operasi 1,317,029,781 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - Biaya Investasi -1,216,835,928 1,127,958,345 1,725,747,539 2,140,558,488 2,277,946,232 2,771,537,034 3,047,646,104 3,314,234,076 4,071,903,582 4,654,590,643 Arus Kas Bebas Uraian
Lampiran 14 Perhitungan angsuran pokok dan bunga kredit investasi dan kredit modal kerja dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E Total Pinjaman Bank Jangka Waktu Kredit Bunga Metode Penghitungan
2,227,687,302 10 Tahun 13.50% Metode Efektif
Angsuran Pokok/Tahun
222,768,730 0
Saldo Pinjaman Bunga Angsuran Pokok/Tahun Angsuran Pokok + Bunga
2,227,687,302 0 0 0
1 2,227,687,302 30,073,779 222,768,730 252,842,509
Tahun Ke2 3 4 5 6 2,004,918,572 1,782,149,842 1,559,381,112 1,336,612,381 1,113,843,651 270,664,007 240,590,229 210,516,450 180,442,671 150,368,893 222,768,730 222,768,730 222,768,730 222,768,730 222,768,730 493,432,737 463,358,959 433,285,180 403,211,402 373,137,623
7 8 9 10 891,074,921 668,306,191 445,537,460 222,768,730 120,295,114 90,221,336 60,147,557 30,073,779 222,768,730 222,768,730 222,768,730 222,768,730 343,063,845 312,990,066 282,916,287 252,842,509
Lampiran 15 Hasil analisis kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP 3 Saluran Saluran cocok dengan kelompok pelanggan Saluran dengan mudah ditemukan oleh pelanggan 4 Hubungan Pelanggan Kualitas hubungan sesuai dengan dengan kelompok pelanggan Brand kuat 5 Aliran Pendapatan Pendapatan dapat diprediksi 6 Sumberdaya Kunci Sumberdaya kunci sulit untuk ditiru pesaing Kebutuhan sumberdaya dapat diprediksi 7 Kegiatan Kunci Kegiatan kunci sulit untuk ditiru 8 Kemitraan Kunci Bekerja dengan mitra kunci terfokus dan penting 9 Struktur Biaya Struktur biaya dapat diprediksi Jumlah B Kelemahan 1 Kelompok Pelanggan Pelanggan baru sulit diperoleh 2 Proposisi Nilai Terdapat banyak keluhan terhadap produk dan pelayanannya 3 Saluran Saluran tidak efisien Saluran tidak efektif Saluran kurang terintegrasi 4 Hubungan Pelanggan Hubungan dengan pelanggan lemah 5 Aliran Pendapatan Memiliki marjin keuntungan yang kecil Tergantung pada satu sumber pendapatan Keberlanjutan pendapatan dipertanyakan Mengadakan biaya yang tinggi sebelum memperoleh pendapatan Mekanisme harga tidak berdasarkan kesediaan membayar 6 Sumberdaya Kunci Terdapat masalah dalam menyebarkan sumberdaya kunci dalam jumlah dan waktu yang tepat 7 Kegiatan Kunci Kegiatan kunci dilakukan dengan kurang efisien Kegiatan kunci dilaksanakan dengan kualitas yang kurang baik 8 Kemitraan Kunci Konflik sering terjadi dengan mitra kunci dalam hubungan kerja 9 Struktur Biaya Struktur biaya dan model bisnis kurang sesuai Model bisnis dioperasikan dengan biaya yang kurang efisien Jumlah
0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1
2 2
2 2
4.88% 2.44% 2.44% 7.32%
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
3 3
3 3
5.22% 2.61% 2.61% 5.22%
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
3 3
3 3
5.56% 2.78% 2.78% 5.56%
0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
4 3
4 3
8.14% 4.65% 0 1 0 0 0 1 3.49% 0 0 0 1 0 1 10.47%
2 4
2 4
6.45% 2.15% 4.30% 6.45%
5 5
14 15
2.8 3
5.99% 2.89% 3.10% 6.82%
0 1 0 0 0 1
2
2
2.44%
0 0 1 0 0 1
3
3
2.61%
0 0 0 1 0 1
4
4
3.70%
0 0 0 0 1 1
5
5
5.81%
0 1 0 0 0 1
2
2
2.15%
5
16
3.2
3.31%
0 0 0 1 0 1
4
4
0 0 1 0 0 1
3
3
2
2
4
4
4
4
17
3.4
3
3
0 0 0 1 0 1
4
4
0 0 1 0 0 1
3
3
0 0 0 1 0 1
4
4
5
17
3.4
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
4 4
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
3 3
3 3
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
4 4
0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
4 3
4 3
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
4 4
5 5
19 18
3.8 3.6
0 1 0 0 0 1
2
2
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 0 1 0 1
4
4
0 0 0 1 0 1
4
4
0 0 1 0 0 1
3
3
5
15
3
0 0 1 0 0 1
3
3
0 1 0 0 0 1
2
2
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 0 0 1 1
5
5
0 1 0 0 0 1
2
2
5
14
2.8
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 1 0 0 1
3
3
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 0 1 0 1
4
4
0 0 0 1 0 1
4
4
4.30% 4.30% 4.30% 8.60% 4.30% 4.30% 3.23% 3.23% 2.15% 2.15% 4.30% 4.30% 51.61%
5
0 0 1 0 0 1
4.65% 3.49% 3.49% 8.14% 4.65% 3.49% 4.65% 4.65% 5.81% 5.81% 4.65% 4.65% 72.09%
0 0 0 1 0 1
3
1.85% 3.70% 3.70% 7.41% 3.70% 3.70% 3.70% 3.70% 1.85% 1.85% 1.85% 1.85% 43.52%
0 0 0 1 0 1
3
2.61% 2.61% 2.61% 5.22% 2.61% 2.61% 1.74% 1.74% 1.74% 1.74% 2.61% 2.61% 37.39%
0 1 0 0 0 1
0 0 1 0 0 1
4.88% 3.66% 3.66% 9.76% 4.88% 4.88% 2.44% 2.44% 3.66% 3.66% 2.44% 2.44% 52.44%
5
15
3
3.51% 3.51% 3.51% 7.64% 3.93% 3.72% 3.10% 3.10% 2.89% 2.89% 3.10% 3.10% 50.21%
0 1 0 0 0 1
2
2
2.44% 2.44% 2.44%
0 0 1 0 0 1
3
3
2.61% 2.61% 3.48%
0 0 1 0 0 1
3
3
2.78% 2.78% 2.78%
0 1 0 0 0 1
2
2
2.33% 2.33% 1.16%
0 1 0 0 0 1
2
2
2.15% 2.15% 4.30%
5
12
2.4
2.48% 2.48% 2.89%
0 1 0 0 0 1
2
2
2.44%
0 0 0 1 0 1
4
4
3.48%
0 0 1 0 0 1
3
3
2.78%
1 0 0 0 0 1
1
1
1.16%
0 0 0 1 0 1
4
4
4.30%
5
14
2.8
2.89%
5 5 5
13 12 14
2.6 2.4 2.8
5
14
2.8
5 5 5
19 13 13
3.8 2.6 2.6
8.06% 2.69% 2.48% 2.89% 2.89% 2.89% 16.12% 3.93% 2.69% 2.69%
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1
1 2 2
1 2 2
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
5 3 2
5 3 2
6.10% 1.22% 2.44% 2.44% 2.44% 2.44% 19.51% 6.10% 3.66% 2.44%
0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1
5 5 4
5 5 4
0 0 0 0 1 1
5
5
0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
5 3 4
5 3 4
12.17% 4.35% 4.35% 3.48% 4.35% 4.35% 18.26% 4.35% 2.61% 3.48%
1 0 0 0 0 1
1
1
0 0 0 0 1 1
5
5
1.22%
0 0 0 0 1 1
5
5
6.10%
0 0 0 1 0 1
4
4
1.22% 1 0 0 0 0 1
1
1.22% 4.88% 2.44%
0 0 0 1 0 1
2.44%
0 0 0 0 1 1
2
2
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 0 1 0 1
4
2
2.44% 6.10% 3.66%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
3
3
0 1 0 0 0 1
2
2
2.44%
82
47.56% 100%
82
0 0 1 0 0 1
3
3
0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
5 2 3
5 2 3
4.35%
0 0 0 0 1 1
5
5
3.48%
0 0 0 1 0 1
4
4
0 0 0 1 0 1
3.48%
4
4
7.83% 3.48%
0 0 0 1 0 1
5
5
4.35%
0 0 1 0 0 1
4
0 0 0 0 1 1
2 1 1
2 1 1
1 0 0 0 0 1
1
1
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
1 2 1
1 2 1
4.63%
0 1 0 0 0 1
2
2
3.70%
1 0 0 0 0 1
1
1
5
3.48%
4
4
6.96% 3.48%
0 0 0 1 0 1
5
4.63%
4
4
6.48% 3.70%
1 0 0 0 0 1
3
3
2.78%
0 1 0 0 0 1
0 0 0 1 0 1
4
4
3.48%
0 0 0 1 0 1
115
62.61% 100%
4
0 1 0 0 0 1
2 2 3
2 2 3
0 0 1 0 0 1
3
3
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
3 3 3
3 3 3
2.33%
0 1 0 0 0 1
2
2
2.15%
5
15
3
3.10%
1.16%
0 0 0 1 0 1
4
4
4.30%
5
18
3.6
3.72%
2
1.08%
2
2.33%
1 0 0 0 0 1
1
1
3.49% 1.16%
0 0 1 0 0 1
2
2
2.33%
0 0 1 0 0 1
1
3.70%
4
4
7.41% 3.70%
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1
4
4
3.70%
1 0 0 0 0 1
108
56.48% 100%
1
1.08%
5
13
2.6
2.69%
3
3
6.45% 3.23%
5
14
2.8
5.99% 2.89%
3
3
3.23%
5
15
3
2.15%
1
1.16%
2
2
3.49% 2.33%
0 0 1 0 0 1
1
1
1.16%
0 1 0 0 0 1
86
27.91% 100%
86
2.69%
1
1.16%
4
108
0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
7.53% 2.15% 2.15% 3.23% 3.23% 3.23% 16.13% 3.23% 3.23% 3.23%
2.33%
3.70%
4
115
0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
4.65% 2.33% 1.16% 1.16% 1.16% 1.16% 8.14% 1.16% 2.33% 1.16%
4.63%
3.48%
2
0 0 1 0 0 1
3 2 4
4
2.44% 0 1 0 0 0 1
3 2 4
3.48%
1
0 1 0 0 0 1
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
8.33% 2.78% 1.85% 3.70% 2.78% 2.78% 17.59% 4.63% 1.85% 2.78%
0 1 0 0 0 1
2
3.10% 2.69%
2
2.15%
5
13
2.6
2.69%
3
3
5.38% 3.23%
5
16
3.2
5.99% 3.31%
2
2
2.15%
5
13
2.6
2.69%
93
48.39% 100%
96.8
49.79% 100%
93
484
Lampiran 16 Hasil analisis peluang dan ancaman model bisnis BTNGP P1 Faktor Strategis Internal
Bobot N JML 1
A
2
3
4
5
P2 Rerat a
Nilai Bobot
P3
Bobot N JML Rerata 1
2
3
4
5
Nilai Bobot
P4
Bobot N JML Rerata 1
2
3
4
5
Nilai Bobot
N JML Rerata 1
2
3
4
Rekapitulasi
P5
Bobot 5
Nilai Bobot
Bobot N JML Rerata 1
2
3
4
N
Jumlah
Rata-Rata
5 5 5
21
4.2 3.6 3.4
5 5 5
17 13
3.4 3.8 2.6
Nilai Bobot
Nilai Bobot
5
Peluang
1 Kelompok Pelanggan Apakah ada pasar yang sedang tumbuh dapat dimanfaatkan Apakah ada kelompok pelanggan baru yang dapat dilayani? Apakah pelanggan dapat dilayani lebih baik melalui finer segmentation? 2 Proposisi Nilai Apakah pendapatan berulang dapat diperoleh dengan mengubah produk menjadi jasa? Apakah produk atau jasa akan lebih baik jika digabungkan? Apakah kebutuhan tambahan pelanggan dapat dipenuhi 3 Saluran Apakah saluran dapat diintegrasikan secara lebih baik? Apakah saluran dapat menghubungkan antara BTNGP dengan kelompok pelanggan secara lebih baik? Apakah marjin dapat ditingkatkan dengan melayani pelanggan secara langsung? Apakah ada mitra kerja baru yang melengkapi saluran dapat ditemukan? 4 Hubungan Pelanggan Apakah ada potensi untuk meningkatkan customer follow-up? Apakah sudah mengidentifikasi & menghilangkan pelanggan yang tidak menguntungkan? 5 Aliran Pendapatan Apakah sumber pendapatan dapat ditambah atau dibuat? Apakah harga dapat ditingkatkan? Apakah ada elemen lain yang bersedia dibayar pelanggan? 6 Sumberdaya Kunci Apakah sumberdaya yang murah dapat digunakan untuk menghasilkan kualitas output yang sama? Apakah ada sumberdaya yang lebih baik disediakan oleh mitra kerja? 7 Kegiatan Kunci Apakah ada kegiatan kunci yang dapat distandarkan? Apakah efisiensi pelaksanaan kegiatan kunci secara umum dapat ditingkatkan? 8 Kemitraan Kunci Apakah kolaborasi dengan mitra yang dapat membantu fokus pada bisnis inti dapat ditingkatkan? Apakah saluran mitra kerja dapat membantu mencapai pelanggan lebih baik? Apakah mitra kerja dapat melengkapi proposisi nilai? 9 Struktur Biaya Apakah biaya dapat diturunkan? Jumlah B Ancaman 1 Kelompok Pelanggan Apakah pasar produk dan jasa yang ditawarkan akan menjadi jenuh? Apakah pesaing mengancam pangsa pasar? Apakah mungkin pelanggan menyeberang ke pesaing? 2 Proposisi Nilai Apakah ada produk dan jasa substitusi? Apakah pesaing mengancam dengan menawarkan nilai dan harga yang lebih baik? 3 Saluran Apakah pesaing mengancam saluran? Apakah saluran yang terancam menjadi tidak sesuai dengan pelanggan? 4 Hubungan Pelanggan Apakah ada hubungan pelanggan yang memburuk? 5 Aliran Pendapatan Apakah marjin keuntungan terancam oleh pesaing? Apakah tergantung secara berlebihan pada satu atau lebih sumber pendapatan? Apakah ada sumber pendapatan yang akan hilang di waktu yang akan datang? 6 Sumberdaya Kunci Apakah kualitas sumberdaya kunci dapat terancam kapan saja? Apakah akan menghadapi gangguan dalam supply sumberdaya penting? 7 Kegiatan Kunci Apakah ada kegiatan kunci yang mungkin akan terganggu? Apakah kualitas kegiatan terancam kapan saja? 8 Kemitraan Kunci Apakah ada ancaman kehilangan mitra kerja kunci? Apakah mungkin mitra kerja berkolaborasi dengan pesaing? Apakah sangat tergantung kepada mitra kerja tertentu? 9 Struktur Biaya Apakah ada biaya yang terancam menjadi tidak dapat diprediksi? Apakah ada biaya yang terancam tumbuh lebih cepat dari pendapatan? Jumlah
11.11%
0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
5 4 4
5 4 4
4.27%
0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
2 3 2
2 3 2
1.71%
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 1 0 0 1
3
0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
2 3
6.88%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
4 4 3
4 4 3
2.50%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1
4 4 2
4 4 2
2.50%
1.71%
0 0 0 1 0 1
4
4
2.50%
3
2.56%
0 0 0 1 0 1
4
4
2.50%
2 3
1.71%
0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
2 4
2 4
1.25%
3.42% 3.42% 5.98% 2.56% 1.71%
2.56%
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
3 2
3 2
2.56% 1.71%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
4 4
0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1
5 4 2
5 4 2
4.27%
1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
1 3
1 3
0.85%
3.42% 1.71%
0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
2 3
2 3
1.71% 2.56%
0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
5 4 3
5 4 3
0 0 1 0 0 1
3
3
1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
1 1
1 1
0.85% 0.85%
0 1 0 0 0 1
2
2
1.71%
0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
2 3
2 3
1.71%
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1
1 2
1 2
0.85%
1.25% 1.25% 2.50%
2.50%
0 0 0 1 0 1
4
4
2.50%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1
4 5
4 5
2.50%
0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
4 3
4 3
2.50%
2 1 2 1
0.85%
0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1
5 4
5 4
4.27%
1.71% 0.85%
3.42%
1 1 3
1 1 3
0.85%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
4 4
3.42%
0.85% 2.56%
3.42% 40.17%
4 4 3
0 1
3
3
4 4 3
2.78%
0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
3 4
3 4
2.08%
2.78% 2.08% 4.86% 2.78% 5.56%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
4 4
2.78% 2.78% 7.64%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
4 4 3
4 4 3
0 0 0 1 0 1
4
4
7.48% 2.80% 1.87% 2.80% 10.28% 3.74% 3.74% 2.80% 11.21% 3.74%
5
16
3.2
8.62% 3.23% 2.77% 2.62% 7.54% 2.62% 2.92% 2.00% 8.62% 2.46%
0.82% 0 0 1 0 0 1
3
3
2.80%
5
14
2.8
2.15%
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
3 2
3 2
5 5
12
2.4 2.8
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
3 2
3 2
5 5
17
0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1
3 4 2
3 4 2
5 5 5
19
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
3 2
3 2
5 5
15
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
4 4
5 5
15
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
3 3 4
3 3 4
5 5 5
20 18
4 3.6 3.6
0 1 0 0 0 1
2
2
2.80% 1.87% 4.67% 2.80% 1.87% 8.41% 2.80% 3.74% 1.87% 4.67% 2.80% 1.87% 7.48% 3.74% 3.74% 9.35% 2.80% 2.80% 3.74% 1.87% 1.87% 65.42%
5
12
2.4
1.85% 2.15% 4.77% 2.62% 2.15% 7.54% 2.92% 2.77% 1.85% 4.15% 2.31% 1.85% 5.23% 2.31% 2.92% 8.62% 3.08% 2.77% 2.77% 1.85% 1.85% 56.92%
2.6 2
0.82% 1.64% 4.10% 2.46% 1.64% 7.38% 3.28% 3.28% 0.82% 4.10% 3.28% 0.82% 5.74% 2.46% 3.28% 9.02% 3.28% 3.28% 2.46% 2.46% 2.46% 58.20%
18 17
19
14
14
18 12
12
19
3.4 2.8 3.8 3.6 2.4 3 2.4 3 3.8
1.25% 0 1 0 0 0 1 48.75%
2
2
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
3 3
3 3
2.08%
0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1
3 1
3 1
4.10% 2.46% 0 1 0 0 0 1 0.82% 1 0 0 0 0 1
2 1
2 1
3.74% 1.87% 0.93%
5 5
13
2.08%
0 1 0 0 0 1
2
2
1.39%
1 0 0 0 0 1
1
1
0.82% 1 0 0 0 0 1
0.93%
5
10
2
0 0 1 0 0 1 3.13% 0 0 0 1 0 1
3 4
3 4
2.08%
0 1 0 0 0 1 2.78% 1 0 0 0 0 1
2 1
2 1
5 5
12
2.4 2.8
2 2
2 2
1.39%
0 1 0 0 0 1 1.39% 0 0 1 0 0 1
2 3
2 3
5 5
10 12
2 2.4
1.39% 1.39%
0 0 0 1 0 1
4
4
5
14
2.8
1 0 0 0 0 1 2.78% 0 1 0 0 0 1 2.78% 0 0 1 0 0 1
1 2 3
1 2 3
5 5 5
10
2 2.8 2.6
0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1
5 4
5 4
5 5
23
0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
3 4
3 4
5 5
17
0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1
2 1 2
2 1 2
5 5 5
13
0 0 0 1 0 1 2.78% 0 0 1 0 0 1
4 3
4 3
5 5
2.50% 2.50%
4 4 4 4
2.50%
0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1
5 5
5 5
3.13%
2.78% 2.08% 2.78% 1.39%
1.39% 0 0 1 56.25%
5.56%
4.86%
2.78%
0 1 0 0 0 1 1.88% 0 1 0 0 0 1
4 4 4
0 1 0 0 0 1
2
2
0 0 1 0 0 1 2.50% 0 0 0 1 0 1 2.50% 0 0 0 1 0 1
3 4 4
3 4 4
2.08%
5 4
5 4
3.47%
7.50%
7.64%
6.25% 3.13%
6.25%
0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1
5.00% 2.50% 2.50%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
4 4 3
4 4 3
2.50%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1
4 5
4 5
2.50%
2.78% 4.17%
0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1
4 2
4 2
6.88%
6.84%
4 4 3
4 4 3
3 2 3
4 3 4
2.50%
4
4 4
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1
3 2 3
4 3 4
2.50%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4 4
3 4
2.78%
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
2.50%
0 0 0 1 0 1
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
3 4
2.78% 7.64%
4.38%
4.27%
1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
4 4
5.63%
5.98% 2.56%
4 4
7.50%
7.69% 3.42%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
1.25%
3.42%
0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
5.56%
7.50%
2.50%
1 2 1
4 1
0 0 0 0 1 1 2.78% 0 0 0 1 0 1 1.39% 0 0 0 1 0 1 9.72%
3.75%
4 4
2
3 4
2.50%
4 4
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
3 4
1.25%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
0 1 0 0 0 1
0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
2.50%
2
1.71% 1.71%
4 1
2.78%
2
1.71%
0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1
4 3
2.50%
0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 2.78% 0 0 1 0 0 1 2.78% 5.56%
3.75%
2.56%
4 4 1
4 3
2.56% 0 1 0 0 0 1 59.83%
2.56%
4 4 1
0 0 0 1 0 1 2.50% 0 0 1 0 0 1
2.50%
4.27%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1
2.08%
4 2
3.42%
3 2
3
4 2
2.56%
3 2
3
4 4 4
2.56%
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
0 0 1 0 0 1
4 4 4
3.42%
1 2
2.78%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1
4.27%
1 2
4
0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1
2 4
1 0 0 0 0 1 2.08% 0 1 0 0 0 1
4
1.88%
2 4
1
0 0 0 1 0 1
3 2 4
0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
2
1
1.39%
3 2 4
10.26%
2
1 0 0 0 0 1
2 4 2
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
4.27%
0 1 0 0 0 1
2 4 2
0 1 0 0 0 1 2.50% 0 0 0 1 0 1 1.25% 0 1 0 0 0 1
5.63%
3.42% 2.56%
5 4 4
2.78%
5.00%
9.40%
5 4 4
9.84% 4.10% 3.28% 2.46% 10.66% 4.10% 3.28% 3.28% 4.92% 1.64%
4 4 4
8.75%
4.27%
5 4 3
4 4 4
6.25%
8.55%
5 4 3
8.33%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1.88% 0 0 0 1 0 1 2.50%
2.78% 1.39% 6.94%
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1
4 4 2
4 4 2
2.78%
0 1 0 0 0 1 3.13% 0 0 0 1 0 1
2 4
2 4
1.39%
2.50% 1.88% 5.63%
51.25%
2.78% 1.39% 4.17%
43.75%
2.46% 1.64% 0.82% 4.10% 1.64% 2.46% 3.28% 3.28% 4.92% 0.82% 1.64% 2.46% 7.38% 4.10% 3.28% 5.74% 2.46% 3.28% 4.10% 1.64% 0.82%
1
1
1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
1 1
1 1
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1
1 2
1 2
0 1 0 0 0 1
2
2
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
1 2 1
1 2 1
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
3 2
3 2
0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
3 2
3 2
0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1
2 3 3
2 3 3
2 2
2 2
1.64% 0 0 1 0 0 1 5.74% 3.28% 0 1 0 0 0 1 2.46% 0 1 0 0 0 1 41.80%
1.87% 0.93% 0.93% 2.80% 0.93% 1.87% 1.87% 1.87% 3.74% 0.93% 1.87% 0.93% 4.67% 2.80% 1.87% 4.67% 2.80% 1.87% 7.48% 1.87% 2.80% 2.80% 3.74% 1.87% 1.87% 34.58%
18
10
14
14 13
19
16
4.6 3.8 3.4 3.2
5.08% 2.00% 1.54% 1.54% 4.00% 1.85% 2.15% 3.38% 1.54% 1.85% 2.15% 2.15% 5.69% 1.54% 2.15% 2.00% 6.46% 3.54% 2.92% 5.08% 2.62% 2.46% 6.00% 2.00% 2.00%
13
2.6 2.6
13
2.6
2.00%
16
3.2 3.6
5.23% 2.46% 2.77% 43.08%
18