Pengembangan SIMDIKLAT,
Aplikasi itu Bernama LMS PLN QUIZ BERHADIAH MENARIK
Bagi Widiatmoko Setiadji: Pendidikan adalah Investasi, Hasilnya Tak Bisa Dipetik Cepat”
Edisi Agustus 2013
Edisi Agustus 2013
SOSOK u 4 Widiatmoko Setiadji
“Pendidikan Investasi, Tidak Bisa Dipetik Cepat”
LAPORAN UTAMA u 8 Pengembangan Simdiklat, Aplikasi Itu Bernama LMS Learning Management System atau disingkat dengan LMS PLN, aplikasi baru ini sebagai bentuk penyempurnaan dari aplikasi yang telah akrab di kalangan pegawai: SIMDIKLAT. Melalui LMS ini, seluruh aplikasi yang berkembang diintegrasikan, untuk mengakomodir semua kebutuhan pengguna. Dengan demikian, keberadaan IT yang berkaitan dengan pembelajaran terintegrasi hanya pada satu aplikasi saja. Dengan begitu, siswa, instruktur dan atau entitas pembelajaran lainnya cukup mengakses satu sistem: LMS PLN.
Komitmennya terhadap pendidikan dan pelatihan, masih melekat kuat. Ia merupakan mantan KPusdiklat periode kedua sejak berdiri pada 1970. Menurutnya, pendidikan tanpa pelatihan akan pincang. Maka, untuk sempurnanya, keduanya harus sejalan dan saling melengkapi. Sektor kelistrikan adalah bidang teknik. Wajar kalau kemudian membutuhkan biaya besar, sebagai investasi yang harus dibayar mahal.
Galeri u 22
Cakrawala u 12
l HUT
RI di PLN Pusdiklat
l CorpU di Leadership Academy l Pembelajaran Kondisi trafo Distribusi
Pembina : Suharto • Pemimpin Redaksi : A Kristianto • Wakil Pemimpin Redaksi : Dedi Ruspendi • Sekretaris Redaksi : Dyah Prasetyanti, Ujang Subagja• Redaktur Pelaksana : Novianto • Redaktur : Roy Hadinata Sijabat, Satria Indraprasta• Reporter : Pranesti Novitasari, Febriana Budhi • Fotografer : Nano Subiantoro • Kontributor : Sri Heny Purwanti, Ridho Hutomo, Ratna Putri Mindasa, Teguh Tyas Santoso, Ikhfan, Tony Widiatmoro, Riska Setiawan, Reza Hardiansyah • Promosi : Khoirur Rohmat, Fitriana Budiarti • Koresponden: DM Pengajaran Udiklat • Alamat : Jln. HR. Harsono RM. No. 59, Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12550 Telp. (021) 7811292, 7811293, 7800832, Faks. (021) 7811294, 7811295 e-mail :
[email protected]
salam
Tumbuhnya Kesadaran Online
K
etika pertama kali menggagas media online, hadir dengan nama e-Magz (electronic magazine) pada 2009, tujuannya untuk memudahkan pegawai dan pihak-pihak terkait lainnya, dapat mengakses kapan saja dan dimana saja. Selama terhubung dengan internet, siapapun langsung bisa menikmati setiap edisinya dari waktu ke waktu, tanpa harus direpotkan membawa-bawa majalahnya seperti jika diterbitkan dalam edisi cetak. Diterbitkannya e-Magz jelas punya misi khusus. Selain sebagai sarana sosialisasi dan komunikasi antar pegawai, media ini juga amat berkepentingan, menjelaskan arah pembelajaran yang kini tengah dibangunnya dalam bingkai PLN Corporate University. Tentunya, banyak hal baru yang perlu diketahui seluruh pegawai PLN. Sebab sekarang ini, tak ada satu pun pegawai PLN yang tidak berkepetingan dengan Pusdiklat. Ini mengingat, Direksi PLN telah menetapkan, setiap pegawai memiliki kewajiban untuk terus belajar guna meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, diterbitkan e-Magz dalam bentuk online, harapannya kelak akan diikuti lahirnya kebiasaan-kebiasaan baru yang membentuk budaya baru di lingkungan pegawai PLN. Yaitu tumbuhnya budaya yang akrab dengan dunia online. Tumbuhnya budaya baru itu, sangat dituntut di kalangan pegawai. Pasalnya, pembelajaran yang dikembangkan di PLN Pusdiklat, ke depan akan semakin mengikuti trend digitalisasi. Seperti diulas pada Laporan Utama edisi ini, saat ini PLN Pusdiklat tengah mengembangkan Learning Management System (LMS), sebuah aplikasi pengembangan dari SIMDIKLAT. Berbagai informasi dan proses pembelajaran di Pusdiklat dituangkan dalam LMS tersebut. Oleh karenanya, jika pegawai PLN tak segera beradaptasi dengan trend baru ini, kelak akan tertinggal dengan pegawai lain yang sudah lebih dulu mengakrabkan diri dengan dunia online. Karena itu, apa yang digagas sejak 2009 itu, diharapkan akan diikuti oleh tumbuhnya kesadaran di kalangan pegawai untuk terbiasa mengakses informasi melalui internet termasuk dalam memahami apa yang hendak kita bangun untuk perusahaan kita tercinta. Selamat Membaca! A Kristianto
e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
3
sosok
SOSOK Widiatmoko Setiadji, KPusdiklat PLN 1987-1991
“Pendidikan Investasi, Tidak Bisa Dipetik Cepat”
K
ehadirannya di acara Halal bi Halal yang diselenggarakan PLN Corporate University, pada 13 Agustus 2013 di Gedung Serba Guna PLN CorpU, menjadi surprise tersendiri bagi warga PLN Pusdiklat. Maklumlah, Pak Wid, panggilan akrab Widiatmoko Setiadji, bukan orang lain. Pak Wid adalah orang yang pernah memimpin PLN Pusdiklat pada periode kedua, 1987-1991, setelah Dudung Yachyasumitra (1973-1987), yang turut merintis membesarkan Pusdiklat. Usai menghadiri acara Halal bi Halal, Pak Wid bersedia diwawancarai berbagi pengalamannya ketika memimpin Pusdiklat. Ia juga banyak menuturkan tentang pandangan-pandangannya berkenaan dengan dunia pembelajaran yang harus dilakukan PLN Pusdiklat ke depan. KPusdiklat Suharto langsung mewawancarai Pak Wid untuk e-Magz. Berikut petikan wawancaranya.
Bisa diceritakan pengalaman Bapak yang paling berkesan ketika menjadi KPusdiklat? Tahun 70-an, awal Pusdiklat berdiri. Ketika Pak Dudung datang, baru sebatas mensetup masalah fasilitas, berupa gedung-gedung dan sebagainya. Waktu itu, beliau belum sempat menyusun materi pembelajarannya secara baik. Kebanyakan masih dalam bidang administrasi dan manajemen. Tahun 1988 saya ditugaskan di Pusdiklat. Saya mulai memfokuskan pada pendidikan dan pelatihan. Semua peralatannya saya lengkapi. Kebetulan banyak bantuan loan dari ADB, Bank Dunia, dan SKAIFI Jerman. Boleh dikatakan perkembangannya relatif lebih cepat. Seperti Udiklat Semarang dibiayai SKAIFI Jerman, untuk offline maintenancenya. Waktu itu yang mengatur bantuan loan Direktorat Bina Program. Bagaimana Bapak mengembangkan Diklatnya, bukankah dulu baru mulai membangun? Setiap ada perluasan proyek, PLN juga minta untuk mentraining orang-orang PLN yang akan menjalankan.
Jadi materi pembelajaran dan instrukturnya dari suplier. Mereka yang memberikan pelatihan kepada instruktur yang ada di PLN. Ya. Tentunya instruktur yang sesuai dengan pengalamannya, secara teknik saja. Lalu dikembangkan oleh instruktur kita sendiri. Pesertanya dari Pusdiklat saja atau melibatkan dari Unit Operasional? Dari Pusdiklat dan Operasional. Cuman kalau dari proteksi, pesertanya mengikutsertakan dari universitas. Mengapa, karena kalau orang PLN kan nantinya kalau mengajar dipencar-pencar. Mengikutsertakan universitas supaya ada kamusnya yang tertinggal. Jadi kamus yang tertinggal itu para dosen muda-muda dari universitas. Seperti di Semarang kita libatkan dari Undip, Suralaya dari ITB. Jadi para dosen ini ikut kursus bercampur dengan peserta instruktur kita. Umumnya mereka sarjana dari S2, daya serapnya lebih cepat. Para dosen itu dibayar? Tanpa dibayar. Mereka malah senang, sebab dapat tambahan ilmu yang ditempat lain mereka tidak dapat. Lalu, bagaimana hubungan dengan dosen itu, setelah menjadi instruktur, apa para dosen itu mengajar di kampusnya saja? Mereka bisa mengajar dimana-mana, tapi juga menjadi tumpuan bagi PLN. Kalau kita ada kesulitan mereka bisa diminta bantuannya. Efektivitasnya seperti apa, kalau yang diajarkan orang PLN kan dia memang kesehariannya mengerjakan itu. Nah kalau dosen kan hanya teori saja? Sebetulnya dua-duanya. Karena kalau dia sudah mendapatkan ilmu dari PLN, dia juga minta ijin ke PLN pergi ke lapangan. Jadi kita juga memberikan ijin, tentunya dengan ijin Direksi PLN, untuk diberikan fasilitas meninjau ke lapangan. Terkait dengan pengembangan fasilitas, bantuan di luar loan apakah ada? e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
5
sosok
Umumnya kalau kita minta sponsor itu susah. Yang susah kita beli. Tapi kalau sekarang kita beli, teknologi cepat berkembang, sehingga barang yang kita beli sudah out of date. Seperti di Cibogo kita buat gardu distribusi, waktu saya ke sana kubical-kubicalnya sudah tidak baru. Menurut Bapak, bagaimana Pusdiklat ini bisa mengikuti kecepatan perkembangan teknologi yang ada di luar biar tidak tertinggal? Bidang perencanaan atau pengembangan berperan. Setiap materi, biasanya ada judul ada target, apa saja yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Biasanya dari para instruktur atau perencana itu ke lapangan. Misalnya pelajaran Gardu Induk (GI) Tegangan Menengah (TM), ya dia harus ke GI TM yang baru. Nah dari situ diambil materi-materi apa saja paling mutakhir yang bisa diambil dari sana. GI GI sekarang ini sudah automation, apakah Pusdiklat sudah mengikuti yang 6 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
otomatisasi ini, atau masih dengan yang lama. Begitu juga teknologi yang lain sudah banyak yang otomatisasi. Ini artinya kita mengikuti perkembangan yang ada di operasional. Kabarnya kan kita seperti ban belakang terus. Menurut Bapak apakah dimungkinkan Pusdiklat itu di ban depan. Artinya kita yang menjahit kemajuan teknologi yang ada di PLN. Menurut Bapak? Seharusnya begitu. Jadi ada dua, pertama, adalah mengikuti perkembangan teknologi muktahir. Kedua, perlu ada refreshing. Karena ada pegawai yang pensiun, yang baru harus melalui pendidikan juga. Pendidikan itu bisa dimulai dari peralatan-peralatan yang agak simpel lalu naik ke canggih. Tetap yang lama meskipun tidak terlalu lama harus dipelajari, supaya mereka mengetahui kronologis teknologi yang dipelajari. Dulu kan Pusdiklat banyak bekerjasama dengan luar, seberapa besar manfaat kerjasama dengan lembaga luar itu? Waktu dulu karena PLN belum mempunyai pengalaman mengenai masalah training atau pendidikan. Lalu PLN minta bantuan pada IDF electricity karena di sana training centernya cukup maju, sehingga Pusdiklat waktu itu lebih banyak berbau ke arah Perancis. Membuat silabus mengikuti model Perancis. Dulu, pernah ada pendidikan supervisor, ada supervisor 1 supervisor 2 dan supervisor 3, ada manajemen 1, manajemen 2, manajemen 3, itu mengacu ke Perancis. Jadi tahun 70-an itu, Indonesia dapat bantuan dana kredit ekspor dari Perancis, sementara negara lain belum banyak yang memberi bantuan. Sebagai konsultan utamanya dari perusahaan listrik Perancis IDF, PLNnya Perancis. Jadi bukan hanya teknik? Bukan hanya teknik, tapi juga supervisor training. Kita mengacu belajar siswa secara aktif. Di dalam proses belajaranya, gurunya hanya melempar pertanyaan-pertanyaan, muridnya menjawab. Kalau muridnya tidak menjawab dibantu oleh instrukturnya. Ketika Bapak memimpin, harapan atau cita-cita apa yang belum terwujud di Pusdiklat? Pusdiklat sifatnya mengadakan pendidikan khusus untuk disiplin perusahaan itu sendiri. Jadi kalau training, ya semua bidang pelajaran yang ada di PLN. Jadi tidak menyelenggarakan yang di luar PLN. Misalnya kalau bidang administrasi, bidang kepegawaian, untuk pegawai yang menjadi kepala cabang di daerah tertentu, kepala cabang tersebut harus dibekali tugas pokoknya apa, harus ada sertifikatnya. Nah ini harus di update dari waktu ke waktu. Pelajarannya harus minimum mencakup semua yang ada. Kalau semua kepala cabang harus tahu ini itu, kita harus memberi pelajarannya. Persoalannya, apakah materi yang diberikan dari
SOSOK
KPusdiklat Suharto (kanan) saat mewawancarai mantan KPusdiklat periode 1988-1992 Widiatmoko Setiadji (kiri) kita sudah cukup, atau materi yang diberikan ada tidak peralatannya. Misalnya tentang kabel. Di Jakarta ketika itu, setiap hari ada gangguan kabel 2-3 kali dan itu yang mengerjakan pemborong bukan PLN. Kalau supervisor PLN ditanya, nggak tahu. Jadi seharusnya? Namanya pendidikan dan pelatihan kalau tidak ada barang untuk dilatih repot. Latihan banyak memerlukan barang, bisa terjadi sekali pake langsung dibuang. Misalnya pelatihan penyambungan kabel, kabel itu dicor, sekali pake saja setelah itu tidak lagi. Nanti kalau gelombang baru datang ya harus baru lagi. Nah itu kalau tidak ada uangnya repot. Jadi dana sangat penting untuk mendukung pendidikan. Sebab, untuk praktek, biayanya mahal. Untuk praktek bisa habis mencapai 10 jutaan. Tapi hasilnya, supervisor PLN kalau memimpin ada gangguan kabel, PLN bisa langsung memerintahkan. Karena mahalnya, pernah Dirut PLN, Pak Surono, bilang, Pusdiklat tutup saja karena ngabisin duit (Pak Wid tertawa). Ya itu soal persepsi. Ada yang menganggap Pusdiklat nggak penting, padahal justru kita bisa mencetak orang yang kualified di lingkungan PLN. Beda dengan Pak Djiteng, karena beliau ngajar juga, beliau cepat meresponnya kalau soal pendidikan.
Persoalannya, apakah sekarang ini fasilitasnya dilengkapi, ini yang sangat penting sekali. Karena pendidikan kalau tidak disertai latihan kurang sempurna. Kita tidak mengadakan latihan saja, kalau latihan saja itu tukang dan untuk latihan ini butuh supervisor. Pendidikan itu teori, pelatihan adalah melakukan pelatihan yang ada di teori itu. Dulu Pusdiklat pernah berganti nama jadi Jasdik, dari cost center menjadi profit center, kemudian kembali lagi menjadi cost center. Yang benar pendidikan itu cost center, karena pendidikan investasi. Kalau investasi tidak bisa dipetik dengan cepat, jangka panjang. Harapan bapak sebagai orang yang pernah di sini terhadap Pusdiklat ke depan? Yang namanya pendidikan dan pelatihan menghasilkan orang-orang berkualitas, khususnya dalam bidangnya. Pendidikan dari sekolah atau lapangan banyak yang tidak sempurna. Kesempurnaannya hanya didapat dari pendidikan khusus yang diperoleh mengenai masalah itu. Kalau Bapak misalnya pergi ke lapangan belum tentu orang PLN tahu semua, seperti pegawai PLN di Ranting atau di Cabang. Berbeda kalau di power plant, pendidikan di sana lebih maju. Seperti di Suralaya dan Semarang, supervisor di sana sangat menguasai bidangnya. l e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
7
laporan utama
Pengembangan SIMDIKLAT
Aplikasi itu Bernama L Management System 8 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
laporan utama
Untuk pembelajaran, pegawai tak lagi harus repot menghapal banyak alamat aplikasi PLN Pusdiklat. Semua kini sudah terintegrasi.
S Implementasi LMS, hasil kesepakatan Raker Bogor, pada 15 Januari 2013
earning
IMDIKLAT atau Sistem Informasi Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Terpadu, bukan nama asing bagi pegawai PLN, nama itu telah begitu akrab. Maklumlah, selama lebih dari dua tahun, tepatnya sejak Juni 2010, pegawai PLN telah terbiasa menggunakan aplikasi ini setiap kali mereka harus mengikuti program pendidikan dan pelatihan. Melalui aplikasi ini pula, pegawai PLN dapat mengakses informasi lainnya yang mendukung program pembelajaran yang berlangsung di PLN Pusdiklat. Mulai awal 2013 lalu, sebagaimana yang telah dituangkan dalam IT Grand Design PLN Pusdiklat 2011-2015 dan sejalan dengan tranformasi PLN Pusdiklat menjadi PLN Corporate University, jajaran PLN CorpU bertekad mengembangkan SIMDIKLAT menjadi Learning Management System PLN atau disingkat LMS PLN. Aplikasi ini telah di sosialisasikan di beberapa Unit PLN, dan telah digunakan pegawai PLN untuk melakukan pemilihan pembelajaran yang akan diikuti pada tahun 2014, melalui fitur Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran (IKP) Online 2014. Sebagai lembaga yang ingin meraih cita-cita “On Becoming The Center Of Excellence In Learning”, menurut Manajer Senior Bidang Perencanaan dan Teknologi Informasi A. Kristianto, PLN CorpU tak bisa mengelak untuk mengembangkan informasi dan teknologinya sebagai satu pilar penting dalam menjalankan strategi bisnisnya. e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 9
laporan utama
Ini mengingat, dari waktu ke waktu, teknologi di bidang informasi terus berkembang pesat. Dengan perkembangan tersebut, mau tak mau, PLN CorpU pun harus mampu beradaptasi dengan jaman yang semakin canggih dalam hingar bingar kemajuan IT itu. “PLN CorpU ingin memberikan yang terbaik bagi stakeholdernya,” kata Kristianto. Beberapa Pertimbangan Ada beberapa petimbangan mendasar mengapa PLN Pusdiklat mengimplementasikan LMS setelah berubah menjadi PLN CorpU. Menurut KPusdiklat Suharto, lantaran implementasi LMS merupakan salah satu kriteria yang harus dipenuhi jika sebuah lembaga seperti Pusdiklat mengimplementasikan metolodogi CorpU. “Itu artinya mengimplementasikan LMS adalah sebuah keha10 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
“
Implementasi LMS merupakan salah satu kriteria yang harus dipenuhi jika sebuah lembaga seperti Pusdiklat mengimplementasikan metolodogi CorpU. Itu artinya mengimplementasikan LMS adalah sebuah keharusan.
“
Komitmen Manajemen PLN Pusdiklat dalam melaksanakan “Exellent Program 2013”
rusan,” kata Suharto. Selain itu, menurut Kristianto, LMS merupakan perangkat lunak yang telah dipakai dibanyak negara maju. Tak berlebihan jika ASTD (American Society for Training & Development), sebuah asosiasi training & development yang berpusat di Amerika dengan anggota lebih dari 100 negara dan 120 negara bagian di Amerika, mereferensi LMS sebagai perangkat lunak yang diakui masyarakat internasional. Maka dengan menggunakan LMS, kata Kristianto. itu berarti IT yang digunakan PLN CorpU mengacu pada best practice yang diakui dunia internasional. Oleh karena itu Manajemen PLN CorpU dalam sebuah komitmen manajemen pada Rapat Kerja di Bogor pada 15 Januari 2013 lalu menetapkan akan mengimplementasikan LMS. Disebutkan, bahwa salah satu fokus dari tujuh program utama PLN Pusdiklat tahun 2013 adalah pengembangan LMS yang terintegrasi. Perlu ditambahkan, cita-cita PLN Pusdiklat membuat LMS terintegrasi juga dinilai sudah tepat dan sesuai dengan cita-cita PLN. Sebab dalam pembuatan LMS PLN ini, PLN Pusdiklat menselaraskan
laporan utama dengan roadmap dan milestone arah strategis Rencana Jangka Panjang PT PLN (Persero) hingga 2017. Seperti disebutkan dalam milestone pencapaian visinya, “Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh Kembang, Unggul dan Terpercaya dengan Bertumpu pada Potensi Insani”, salah satunya adalah dengan tercapai-
“
Implementasi LMS, agar perubahan PLN Pusdiklat menjadi PLN CorpU menjadi tepat sasaran, termasuk tepat dalam pemanfaatan teknologi yang mendukung proses bisnisnya.
“
nya milestone di 2017 dalam hal IT yang terintegrasi. Yang jelas, dengan menyelaraskan pada roadmap dan milestone PLN, mewujudkan IT yang teristrgrasi di 2017 tidak lagi menjadi beban PLN Kantor Pusat saja, atau khususnya DIVSIM. Setidaknya PLN Pusdiklat turut andil dalam membantu pencapaian milestone melalui integrasi IT yang dilakukan PLN Pusdiklat melalui LMS PLN. Kerangka Acuan Dalam mengembangkan LMS, PLN Pusdiklat mengacu kepada referensi yang dikeluarkan ASTD. Menurut lembaga itu, setidaknya ada sejumlah kriteria yang wajib dimiliki oleh LMS. Di antaranya, administrasi yang tersentral dan terautomasi, menggunakan metode “self-service” dan “self-guided services”, menghimpun dan mendistribukan konten pembelajaran secara cepat, menggabungkan fungsi-fungsi pembelajaran dalam platform aplikasi yang berbasis web, mampu membuat dan mengubah konten pembelajaran serta mengakomodasikan kegiatan knowledge sharing. Dari kriteria-kriteria tersebut ASTD menjabarkan setidaknya terdapat beberapa fitur yang direkomendasikan dalam membuat LMS.
Antara lain, Integration with HR, Administration tools, Content Access, Content Development, Content integration, Skills Management, Assessment Capabilities, Adherence to Standard (LMS harus memenuhi standard, seperti misalnya SCORM), Configurability, Security. Selain mengacu pada ASTD, pengembangan LMS di PLN juga berdasarkan pada sejumlah kriteria IT Grand Design PLN Pusdiklat. Tujuannya, agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Kriteria yang dimaksud di antaranya, (1). Fleksibel. Artinya pengembangan LMS ini tidak semata karena tren sesaat. Melainkan, dapat mengakomodir kebutuhan pembelajaran dan dapat dicustom sesuai request; (2). Mengacu pada best practices yang ada. Berdasarkan best practice, LMS dikembangkan dengan mengacu standard LMS sebagaimana yang ditetapkan; (3). Mencakup seluruh proses bisnis pembelajaran (sesuai metode CorpU). Di saat pembelajaran sudah mengarah ke eranya Corpu, maka LMS yang dikembangkan harus memenuhi ekspektasi dari stakeholder pembelajaran. Masih berdasarkan IT Grand Design PLN Pusdiklat, juga telah diatur mengenai platform arsitektur aplikasi yang akan dibangun PLN Pusdiklat. Platform itu berdasarkan pada fondasi berupa enam kelompok aplikasi, yaitu (1). Analytics, artinya aplikasi yang berfungsi untuk menghasilkan informasi-informasi yang diperlukan oleh bisnis dan compliance (PLN Pusdiklat‘s Business Intelligent); (2). ETL (Extract Transform Load), aplikasi yang berfungsi untuk extract-transform-load data untuk disimpan dalam penyimpanan data atau data warehouse sehingga siap untuk dianalisa lebih lanjut; (3). Business Process, kelompok aplikasi yang berfungsi untuk mendukung proses bisnis pembelajaran; (4). Access Channel, kelompok aplikasi yang berfungsi untuk memberikan fasilitas layanan kepada pelanggan, baik melalui kantor PLN Pusdiklat, PLN Udiklat, PLN Unit, hingga self service, yang dapat dilakukan langsung oleh pelanggan; (5). External Link, kelompok aplikasi yang menjembatani PLN Pusdiklat dengan partner bisnis eksternal (di luar organisasi PLN); dan (6). EIA (Enterprise Application Integrator), middleware yang mengintegrasikan informasi antar aplikasi. e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 11
laporan utama
Peserta dan Kontributor IT Grand Design
Kelompok-kelompok itu dalam arsitektur aplikasi bertujuan memberi kemudahan pengembangan IT sehingga dibuat tidak terlalu rinci namun cukup mengikat dalam menentukan koridor pengembangan infrastruktur IT yang dibangun nantinya. Dari arsitektur itu, maka LMS yang dibangun akan masuk kelompok platform
arsitektur aplikasi Bussiness Process. Artinya sesuai dengan definisi LMS mendukung proses bisnis PLN CorpU dan mampu mengautomasikan kegiatan administrasi, tracking dan reporting baik yang dilakukan Learning Unit (Udiklat), Learning Academy, hingga membantu proses yang ada di Kantor Induk.
Milestone Rencana Jangka Panjang PLN hingga tahun 2025
Di tahun 2017, PLN bercita-cita mewujudkan IT yang terintegrasi (perspektif Proses Bisnis Internal)
12 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
laporan utama Server SIMDIKLAT sebagai pilihan Dalam mengembangkan LMS PLN, menurut Kristianto, setidaknya PLN CorpU memperhatikan tujuh kriteria IT yang harus dipenuhi ketika mendevelop sebuah
“
Dalam mengembangkan LMS PLN setidaknya PLN CorpU memperhatikan tujuh kriteria IT yang harus dipenuhi ketika mendevelop sebuah aplikasi. Ketujuh kriteria itu, Fast, Open (for integration and for expanding), Reliable (include available), Measurable (auditable), User Friendly, Secure, Accessible anytime anywhere.
aplikasi. Ketujuh kriteria itu, Fast, Open (for integration and for expanding), Reliable (include available), Measurable (auditable), User Friendly, Secure, Accessible anytime anywhere. Mengacu kepada kriteria itu, PLN CorpU melirik server SIMDIKLAT. Beberapa pertimbangan dipilihnya SIMDIKLAT sebagai cikal bakal pengembangan LMS antara lain, (1) Seluruh proses bisnis Diklat terakomodir dalam SIMDIKLAT; (2) SIMDIKLAT sudah menjadi aplikasi unggulan (bussiness core application) dari PLN Pusdiklat. Hal ini terbukti dengan benchmark dari beberapa perusahaan; (3) SIMDIKLAT diakses oleh seluruh pegawai PLN. Ini terbukti dengan jumlah pengguna aktif (unique visitor) setiap harinya. Berdasarkan pembuktian dari tool google analytics untuk simdiklat.pln-pusdiklat. co.id dari periode 01 Juli 2012 – 25 Juni 2013 terlihat, selama periode tersebut jumlah pengguna aktif sebanyak 77,962 pengunjung, dan jumlah kunjungan (visit) sebanyak 280,281 kunjungan. Itu artinya, rata-rata per hari jumlah pengunjung aktif yang mengunjungi SIMDIKLAT sebanyak 778 pengunjung. Atas dasar inilah kemudian yang menjadi acuan sekaligus tantangan SIMDIKLAT ketika akan diintegrasikan dengan aplikasi-aplikasi lain yang sudah pasti akan meningkatkan jumlah traffic ke aplikasi tersebut; (4) Pertimbangan teknis (server, infrastruktur, memory server). l
Arsitektur Aplikasi LMS berdasarkan IT Grand Design PLN Pusdiklat
l Learning Management System (LMS) menjadi bagian dari Core Bussiness Application dari arsitektur aplikasi l LMS yang dikembangkan harus memenuhi kriteria arsitektur aplikasi sesuai IT Grand Design
e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 13
“
laporan utama
single-login
H
asil raker di Bogor pada 15 Januari 2013 telah disepakati, seperti bisa dilihat pada LMS PLN, ada delapan fitur atau aplikasi dan satu modul baru yang diintegrasikan. Beberapa di antarannya sudah bisa diakses dan digunakan, sementara lainnya masih akan terus disempurnakan. Pertama, SIOMMA (Sistem Online Monitoring Mentoring). Aplikasi ini digunakan untuk memantau proses monitoring dan mentoring terhadap pelaksanaan Project Assignment oleh Peserta atau mentee. Aplikasi ini tidak hanya memudahkan arus komunikasi antara Mentee, Mentor dan Pembimbing/Evaluator, juga memudahkan proses perekaman aktivitas Project Assignment Mentee karena melalui aplikasi inilah Mentee dapat melaporkan progress dalam pelaksanaan Project Assigment dengan mengupload bukti-bukti atau aktivitas yang telah dilakukan. Kedua, SIOPPA (Sistem Online Penilaian Project Assignment). Merupakan aplikasi lanjutan dari SIOMMA dalam melakukan Uji Project Assigment. Aplikasi ini banyak digunakan untuk penilaian Project Assignment untuk Diklat Penjenjangan (EE/SSE) dan telaah staf (EE/SSE III & IV) yang dilakukan sejak tahun 2011 hingga kini. Ketiga, SIBAKTI (Sistem Informasi Diklat Purna Bakti). Merupakan aplikasi yang dikembangkan Bidang PDP PLN Pusdiklat. SIBAKTI digunakan sebagai sistem informasi berkaitan dengan Diklat Purnabakti. Artinya, setiap pegawai yang memasuki pensiun mendapatkan akses terhadap aplikasi ini untuk mengetahui Diklat-Diklat yang tersedia, jadwal, tempat pembelajaran dan sebagainya. Dengan begitu, PLN Pusdiklat turut membekali pegawai agar siap sebelum yang bersangkutan pensiun. Keempat, SIUJANG (Sistem Informasi Diklat Penunjang). Adalah aplikasi yang digunakan untuk sistem informasi terkait Diklat Penunjang. Pegawai dapat melihat informasi yang berkaitan pembelajaran penunjang, seperti jadwal pembelajaran, daftar pem-
14 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
belajaran yang dapat diikuti, realisasi pelaksanaan, kelengkapan materi, validasi dan update materi, informasi daftar vendor pembelajaran dan sebagainya. Kelima. SIJAB (Sistem Informasi Diklat Prajabatan). Digunakan oleh Bidang PDP PLN Pusdiklat untuk menyajikan data berkaitan dengan prajabatan PLN di setiap angkatannya. Di aplikasi ini, pegawai dapat melihat informasi yang berkaitan Diklat Prajabatan, seperti informasi berupa artikel/berita, pelaksanaan prajabatan, rekap jumlah siswa prajabatan, informasi data nilai Siswa Prajab, historis program pembelajaran dan sebagianya, Keenam, MONITORING OJT (Monitoring peserta On the Job Training). Adalah aplikasi yang digunakan monitoring peserta On The Job Training. Aplikasi ini dapat diakses oleh beragam pengguna, sehingga jelas membutuhkan domain dengan IP Public. Ketujuh, SKP (Survey Kepuasan Pelanggan). Adalah aplikasi yang digunakan untuk mensurvai tingkat kepuasan pelanggan. Adapun penentuan hasil survai berdasarkan skala likert untuk menentukan range hasil dari
laporan utama
sangat tidak puas hingga memuaskan. Responden yang terpilih mengisi survai akan mendapatkan link kuisioner sesuai yang dikirimkan oleh admin aplikasi. Kedelapan, LWBT (Leadership Web Based Training). Merupakan aplikasi ujian online yang dikhususkan untuk menguji dan menyegarkan kembali kompetensi pegawai yang telah mengikuti Diklat Executive Education. Adapun input data yang digunakan adalah data pegawai yang diinput secara manual. Kemudian admin dan subject matter expert dari materi akan memasukan soal ke dalam aplikasi untuk diujikan kepada peserta. Dan Kesembilan, Dashboard. Dashboard PLN Pusdiklat dibuat dengan mengadopsi teori Management Cockpit dari Prof Patrick M Georges, MD. Dashboard merupakan tool bagi manajemen untuk mengambil keputusan secara akurat dan tepat berdasarkan data dan informasi dari sistem. Dashboard yang dikembangkan dibagi menjadi tiga kategori wall, yaitu Blue Wall (learning process & operations), Black Wall (perfomance & financial indicators) dan Red Wall (excellence programs). Untuk mengakses LMS PLN, ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama melalui https://10.10.0.20. Cara ini bisa dilakukan di kantor selama komputer atau internetnya terhubung dengan ICON. Kedua, melalui www.pln-pusdiklat.co.id. Cara kedua ini bisa diakses dari perangkat smartphone, modem, atau dari kantor dengan ISP selain ICON. Tentu saja, untuk mengakses LMS PLN, diperlukan User Name dan Password. User Name menggunakan nama pegawai yang akan mengakses, sedangkan passwordnya menggunakan Nomor Induk Pegawai. Namun demikian, LMS memberi kesempatan kepada pengaksesnya (pegawai) untuk mengganti Password, sesuai keperluan masing-masing pengguna. l
e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 15
cakrawala
CorpU di Udiklat Jakarta
Tak Hanya Melahirkan Pemimpin PLN Jago Kandang berpatner dengan bumn lain, leadership academy menyiapkan pemimpin yang layak diperhitungan bumn lain
S
etiap pegawai berpeluang menjadi pemimpin di PLN. Selama pegawai tersebut memiliki kemuan keras, disiplin dan mampu bekerja profesional, ia berpeluang menggapai jenjang karir yang lebih tinggi, termasuk menjadi pemimpin PLN di masa depan. Peluang itu kini semakin terbuka lebar. Sebab “sekolahan” untuk mencetak pemimpin itu tersedia. Yaitu, dengan dibentuknya Leadership Academy, yang berpusat di Udiklat Jakarta. Leadership Academy diresmikan pada 3 Maret 2013. Peresmian pembelajarannya dilakukan berbarengan dengan diselenggarakannya kuliah perdana, yang ditandai dengan Learning Councilnya, Eddy D. Erningpraja, memberikan kuliah umum di akademi tersebut. Leadership Academy dibentuk memang untuk menjawab kebutuhan PLN berkaitan dengan masalah pemimpin dan tantangan yang dihadapi PLN di masa depan. Sedangkan pemimpin yang diharapkan lahir dari akademi ini adalah “Pemimpin-pemimpin PLN yang benarbenar mampu berpikir “out of the box” dan tidak hanya terbatas pada pemikiran korporasi melainkan juga memiliki wawasan luas dalam arti yang sesungguhnya,” kata Eddy, yang juga menjabat sebagai Direktur SDM dan Umum PLN. Dengan kriteria pemimpin semacam itulah, kelak lulusan dari akademi ini diharapkan mampu mengelola perusahaan agar bertumbuh kembang selaras dengan arah strategis perusahaan. Lantas, bagaimanakah tahapan yang harus dilalui untuk bisa menjadi pemimpin di PLN? 16 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
Jenjang Pemimpin dan Pembelajaran Tentu saja, seorang pegawai harus melewati jenjang yang tersedia. Dan untuk masing-masing jenjang itu, Leadership Academy menyediakan fasilitas pembelajarannya, mulai dari tahap dasar hingga tahap atas. Seperti pembelajaran Supervisor Eksekutif (SE) II dan SE I, pembelajaran itu diperuntukan bagi pegawai yang akan menduduki posisi Supervisor Dasar (SE II) dan Supervisor Atas (SEI). Sedangkan pembelajaran Executive Education (EE), diperuntukan bagi pegawai yang akan menduduki posisi Manajer Dasar (EE III), Manajer Menengah
cakrawala yang lebih besar. Seperti EE1 misalnya, dipersiapkan untuk mereka yang akan menduduki posisi General Manajer. Oleh karena itu, perlakuan pembelajarannya pun Prerequisite akan berbeda. Untuk mengikuti program pembelajaran EE, ada seleksi yang Perumusan Corporate LMT/ ICT + Corporate harus dilewati seorang pegaProject Exposure Exposure Outbound Assignment wai. Mereka harus mengikuti diklat pofesi wajib. Materi yang diberikan, meliputi Presentasi Assessment PA/ OJT + manajemen SDM, manajeProject Hasil Evaluasi Centre Asistensi Assignment/ men stratejik, manajemen Telaahan Staf keuangan dan manajemen perubahan. Jika lulus, pegawai tersebut bisa masuk ke Rekomendasi program EE. Untuk peserta EE I ada pengecualian. EE 1 ada tambahan program yang harus diikuti. (EE II) dan Manajer Atas (EE I). Yaitu mereka akan diuji toefl. Untuk lulus dan tidak lulusUntuk memudahkan, bagi pegawai yang ingin menginya, Direksilah yang akan menentukan. kuti program SE II dan SE I, pembelajarannya tak harus ke Untuk yang baru duduk di kursi manajer atau yang Udiklat Jakarta. Untuk program tersebut, bisa dilakukan sudah berjalan, Leadership Academy juga menyediakan di semua Udiklat-Udiklat yang ada di lingkungan PLN Corprogram pembelajarannya. Namanya Leadership CapabipU, meskipun untuk pengelolaan materi pembelajaranlity Development Program (LCDP). Program ini ditujukan untuk para Manajer Dasar (LCDP III), Manajer Mene-ngah (LCDP II) hingga Manajer Profil Alumni Diklat Executive Education (EE) Atas (LCDP I). Tujuannya, untuk memelihara dan mengembangkan kepemimpinan para Manajer tersebut. Dalam pelaksanaannya, Theme SE2 SE1 EE3 EE2 EE1 program ini berlangsung ketat. Effective Direction Functional Synergetic Visionary Setelah mengikuti program tersebut, Leadership Leadership Leadership Leadership Leadership peserta wajib mengikuti action learning selama tiga bulan. Mereka diharuskan memProfil • Supervisor • Supervisor-Leaders • Manager-Leaders • Manager-Leaders • Manager-Leaders • Enterpreneur • Enterpreneur • Enterpreneur • Enterpreneur • Enterpreneur buat project assigment yang berisi tentang • Change Agent • Inovator; • Kreator • Inisiator • Motivator program kegiatan yang akan dilakukan di • Learner. • Learner. • Learner. • Learner • Learner. wilayah tugasnya masing-masing. Kemampuan memimpin manajer tersebut dalam nya tetap berada di bawah kontrol Leadership Acade-my. mengelola perusahaan akan ditentukan berdasarkan haSehingga, kalau pegawai yang bersangkutan bertugas sil project assigment yang mereka buat itu. Untuk LCDP Unit Operasional PLN di wilayah Aceh misalnya, ia bisa III, Leadership Academy telah menyelenggarakan sebamengikuti program SE tersebut di Udiklat Tungtungan. nyak dua kali. Satu di Udiklat Tuntungan, Udiklat PalemBerbeda dengan program SE, peserta EE mengiktui bang dan satu lagi di Udiklat Makasar. pembelajaran langsung di akademinya di Udiklat JakarSementara, untuk mereka yang telah mengikuti EE ta. Perbedaan ini lantaran, menurut Manajer Leadership 1 tetapi belum sempat menduduki jabatan tertentu, tak Academy Udiklat Jakarta, Wisnoe Sartrijono, Leadership perlu kuatir pengetahuannya tentang kepemimpinan seAcademy lebih berfokus pada pengembangan leadership bagai seorang manajer akan jumud (beku). Sebab, Leadevelopment. Kalau semua dikembangkan di Udiklat dership Academy juga menyediakan programnya untuk Jakarta, learning plantnya tidak akan sampai. Selain itu, merefresh pegawai bersangkutan. Nama programnya peserta EE biasanya relatif lebih sedikit. Sebab, program Leadership Web-Based Training (LWBT). ini biasanya dipersiapkan untuk pegawai yang akan meTak hanya soal kepemimpinan. Bagi pengawai yang ngemban tugas dengan wilayah dan tanggungjawab hanya ingin meningkatkan keahliannya, Leadership AcaLeadership Development Program
e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 17
cakrawala
Melahirkan Pegaw
Program Patnership Leadership Academy, menyelenggarakan Executive Leadership Training, 4-8 Maret 2013. Pesertanya dari PLN, Garuda Indonesia dan General Electric demy juga membuka peluang itu. Nama programnya Strategic Specialist Education (SSE), terdiri dari SSE I, II, III dan IV. Program ini dirancang, ditujukan untuk menciptakan para ahli (expert) yang mampu memberikan solusi permasalahan atau perbaikan sistem yang dibutuhkan oleh perusahaan dan pelanggan, serta mampu mengembangkan atau menghasilkan suatu sistem baru untuk meningkatkan mutu layanan. Program Pemagangan dan Patnership Sebetulnya, berbagai program pembelajaraan yang dikembangkan di Leadership Academy, telah dilakukan sebelum PLN Pusdiklat mengimplementasikan metodologi CorpU. Menurut Wisnoe, para direksi yang duduk sekarang di PLN Kantor Pusat, merupakan produk hasil pembelajaran EE I. Hanya saja, setelah CorpU program-program pembelajaran tersebut lalu diformalkan dan lebih dikembangkan lagi setelah terbentuknya Leadership Academy. Yang mencolok dari pengembangan itu, untuk program EE 1 misalnya, sebelum CorpU usai mengikuti pembelajaran peserta bisa lenggang begitu saja pulang ke Unitnya dengan membawa sertifikat sebagai tanda kelulusan. Tapi setelah CorpU, peserta wajib mengikuti apa yang disebut dengan program pemagangan (Acting As PLH) selama beberapa minggu, dengan membuat project assigment. Jika masa uji evaluasi berhasil dilewati, barulah peserta pembelajaran tersebut bisa memperoleh sertifikat. Menurut Wisnoe, itulah perbedaannya setelah Pusdiklat menjadi CorpU. Hasil pembelajaran harus berdampak pada peningkatan kinerja Unit atau perusahaan. Un18 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
Selain mengelola Leadership Academy, Udiklat Jakarta juga mengelola Corporate Culture Academy. Tujuan dibentuk Corporate Culture Academy di antarannya adalah, menjadi pusat keunggulan pembelajaran dalam bidang internalisasi atau penguatan budaya korporasi setara kelas dunia; menghasilkan dan mengembangkan para ahli dalam bidang penguatan budaya korporasi; serta memberikan solusi pembelajaran terhadap permasalahan unit bisnis terutama pada mindset, motivasi dan budaya berkinerja tinggi. Mengacu kepada tujuan pembentuknya, maka pembelajaran yang berlangsung di Corporate Culture Academy, yang peresmian pembelajarannya diselenggarakan pada 3 Maret 2013 berbarengan dengan diselenggarakannya kuliah perdana Program PLN Bersih, menurut Wisnoe, terdapat tiga fokus utama. Yaitu, berkaitan dengan performance minded, cost minded dan culture (PLN Bersih). Dalam mengelola pengembangan materi-materi pembelajarannya, Udiklat Jakarta berpatner dengan tiga Kepala Divisi (Kadiv) yang membidanginya, selaku Learning Sterring Committenya. Ketiga Kadiv itu adalah Kadiv Anggaran berfokus pada cost minded, Kadiv SDM pada performance minded dan Kepala Sat-
tuk mengukur dampaknya, dilakukanlah evaluasi, melalui project assigment yang dibuat peserta tersebut. Perbedaan lainnya setelah PLN Pusdiklat mengimplementasikan CorpU, pembelajaran untuk mencetak pemimpin yang dilakukan di Leadership Academy, tak sekedar untuk melahirkan pemimpin-pemimpin di lingkungan PLN saja, melainkan juga memberi peluang bagi pegawai PLN untuk menjadi pemimpin di BUMN lain. Untuk ini, Leadership Academy menjalin kerjasama dengan beberapa BUMN lain, melalui program penjenjangan Executive Education I dalam bentuk Strategic Patnership. Di antaranya dengan Garuda, General Electric (GE), Pertamina dan Telkom, yang tergabung dalam Forum Human Capital Indonesia (FHCI). Menurut Wisnoe, program pembelajaran ini mengikuti idenya Dahlan Iskan, yang kemudian disupport Eddy
cakrawala
ai yang Aware
uan Pengendali Kinerja Korporat (KSPKK) pada culture PLN Bersih No Suap. Pembelajaran berkaitan dengan performance minded tugasnya adalah merubah orang bagaimana berprilaku untuk performance minded, exellances. Untuk cost minded, bagaimana mengubah pegawai supaya cost awarness. Dengan demikian, setiap yang dilakukan selalu
aware terhadap cost, kepada budget yang ditetapkan. Menurut Wisnoe, itu sebabnya pembelajaran ini banyak melibatkan orang-orang teknik. Mereka diajarkan tentang keuangan, supaya aware pada cost. Sedangkan culture, lebih pada bagaimana mengimplementasikan PLN Bersih No Suap. Dalam hal ini PLN bekerjasama dengan Transparansi Internasional Indonesia. Aktivitas yang dilakukan, mulai awareness, melatih change of agent (di setiap unit terdapat pionir-pionir. Harapannya, mereka yang mensosialisasikan kepada seluruh karyawan yang ada di unitnya tentang program PLN Bersih No Suap. Untuk mengelola kedua akademi itu, menurut Wisnoe, Udiklat Jakarta telah mengefektifkan organisasinya. Langkah yang ditempuh adalah dengan melebur manajemen pembelajaran, data dan evaluasi, serta administrasi menjadi satu divisi Pembelajaran, yang berada dibawah penanganan Deputi Manajer Bidang Pengajaran. Tugasnya adalah mulai memanggil siswa, mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, mengurus sertifikasi, dan mengukur (evaluasi) hasil pembelajaran. Sedangkan untuk pengembangan akademi, tugas ini ditangani oleh Deputi Manager Bidang Pengembangan dan Mutu.
Erningpraja. Mengutip Dahlan, kata Wisnoe, dalam menyiapkan leader tak hanya menyiapkan untuk PLN tapi juga BUMN lain. Mengutip Eddy, kata Wisnoe, dengan menjalin patnership dengan BUMN lain, PLN menjadi memperoleh DNA baru (karakter leader yang baru) untuk leader-leader PLN masa depan. “Kalau ngumpulnya hanya dengan orang PLN saja akselerasinya tidak mempercepat. Nah itu hanya diperoleh kalau kita gabung dengan GE, Pertamina, Telkom dan sebagainya. Kita menjadi tahu bagaimana mengelola perusahaan di perusahaan lain, best practicenya seperti apa,” kata Wisnoe. Untuk program pembelajaran patnership ini, telah dilaksanakan EE I angkatan V. Pesertanya sebanyak 30 orang, berasal dari GE, PLN dan Garuda. Sementara ini Garuda Indonesia menjadi tuan rumah. Itu sebabnya penyelenggaraan kegiatannya dilaksanakan di Garuda Indo-
nesia Training Center di Puri Kosambi, Jakarta. Nantinya, kegiatan ini akan dilangsungkan secara bergiliran. Otomatis, PLN pun akan kebagian sebagai penyelenggara. Yang jelas, program kerjasama ini adalah yang pertama di Indonesia dan menjadi benchmark bagi perusahaan lain di Indonesia. Menurut Wisnoe, EE II juga akan dikembangkan ke arah sana. Sementara ini kerjasamanya baru dengan PPM. Harapannya ke depan, dengan program patnership, memungkinkan orang PLN berkiprah di institusi lain. Selain memberikan nilai tambah buat PLN, juga memotivasi. Sebab untuk bisa laku di luar, pegawai harus profesional, punya kemampuan leadership. Ini akan memotivasi yang lain. Jadi PLN bukan terminal akhir, karena pegawai dimungkinkan berkiprah di tempat lain. Jadi tak ada istilah karir mentok di PLN. l e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 19
cakrawala Pembelajaran “Analisa Kondisi Trafo Distribusi”
Menjawab Kebutuhan, Dongkrak Kinerja Banyaknya permintaan dari unit, membuat materi analisa kondisi trafo distribusi diangkat sebagai materi diklat. hasilnya?
S
alah satu tuntutan PLN Pusdiklat bertransformasi menjadi PLN Corporate University (PLN CorpU) adalah, ingin mewujudkan sebuah pembelajaran yang langsung berdampak pada peningkatan kinerja unit usaha atau perusahaan. Tampaknya, tuntutan itu, pelan tapi pasti, kini mulai memperlihatkan hasilnya. Setidaknya, inilah yang bisa dilihat dari hasil pembelajaran materi “Analisa Kondisi Trafo Distribusi” yang berlangsung di Distribution and Commerce Academy. Pada 18 – 22 Maret 2013 lalu, seperti diketahui, Distribution and Commerce Academy menyelenggarakan kuliah perdana, sebagai tanda diresmikannya akademi tersebut sebagai salah satu pusat pembelajaran PLN Corpu. Salah satu materi yang diajarkan di kuliah perdana itu adalah tentang Analisa Kondisi Trafo Distribusi. Pembelajaran ini diikuti oleh 19 peserta. Mereka berasal dari Area Pelayanan Kantor Distribusi PLN dari Wilayah Indonesia Timur, Wilayah Jawa Bali hingga Wilayah Indonesia Barat. Seperti dipersyaratkan dalam pembelajaran itu, peserta dinyatakan lulus, apabila mereka bisa memenuhi dua syarat. Selain lulus berdasarkan penilaian pembelaja20 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
ran selama in class training, peserta juga harus lulus pembelajaran berdasarkan action learning. Dari 19 peserta itu kemudian dilakukan action learning secara serentak. Belum lama ini, Bidang Teknik PLN CorpU telah menguji ke 19 peserta itu. Menurut Sri Budi Santoso, DM Pembelajaran Distribusi Niaga Bidang Teknik PLN CorpU, yang sekaligus sebagai salah satu mentor yang mengevaluasi para peserta itu, selama tiga bulan para siswa itu diwajibkan mengikuti program action learning yang dilakukan secara serentak. Jadi, sehabis in class training, mereka pulang lalu mengerjakan di Unitnya masing-masing. Yang mereka lakukan adalah menganalisa kondisi trafo distribusi yang mengalami gangguan. Selama action learning, setiap peserta harus melaporkan aktivitasnya di lapangan kepada mentornya. Yang dilaporkan adalah berkaitan dengan indikator-indikator jika sebuah trafo distribusi bermasalah atau mengalami kerusakan. Kemudian, peserta juga harus melaporkan bagaimana ia melakukan perbaikan terhadap trafo yang bermasalah itu. Tentu saja, yang dilaporkan peserta harus disertai dengan bukti otentik, berupa foto dan keterangan yang menguatkan temuannya jika sebuah trafo distribusi mengalami masalah serta langkah perbaikan yang dilakukan. Menurut Sri, sebuah trafo bermasalah indikatornya banyak. Di antaranya adalah trafo mulai kelihatan hitamhitam, ada yang retak-retak karetnya, ada yang keropos karena terbakar, dan konektor-konektornya sudah pada kendor lantaran panas. Kondisi itulah yang harus dikenali siswa dengan baik. Begitu pula dengan kondisi minyak trafo. Mereka harus melakukan tes secara kimia tingkat keasamannya. Kalau kualitasnya menurun, itu artinya kondisi trafo bermasalah. Kondisi-kondisi itulah yang harus mereka laporkan kepada mentor. “Selama in class training, para siswa kita bekali semua pengetahuan tentang trafo. Misalnya, trafo terdiri dari ini dan itu. Kemudian data statistiknya tentang kerusakan trafo, apa faktor penyebabnya, bagaimana indikatornya, lalu bagaimana menanggulanginya. Kemudia mereka juga dikasih referensi yang normal tentang trafo. Kalau kondisi trafo sudah di luar itu berarti sudah tidak normal.
Quiz Berhadiah Edisi
13
Agu
200 stus
Dapatkan hadiah menarik dengan menjawab pertanyaan di bawah ini : 1. Pembahasan tentang Leadership Academy ada di halaman berapa ? 2. Apa nama aplikasi pengganti SIMDIKLAT? 3. Siapa nama KPusdiklat Periode 1987-1991 ?
Catatan : l Tiga penjawab pertama berpeluang menang l Jawaban dikirim ke
[email protected] sampai dengan 15 Agustus 2013 l Jawaban akan diumumkan pada e-Magz edisi berikutnya l Jawaban dikirim menggunakan email korporat disertai alamat lengkap
Yang tidak normal itulah yang harus segera ditindaklanjuti, untuk diperbaiki,” jelas Sri. Selama action learning, kata Sri, tentu saja para siswa tetap dibimbing oleh para mentornya jika mereka menemukan kesulitan di lapangan. Bimbingan dilakukan bisa dengan cara komunikasi langsung via telepon atau melalui email. “Kami memantau dan mengevaluasinya dengan cara itu,” kata Sri. Setelah tiga bulan, pada Juli 2013, kemudian peserta tersebut harus mempresentasikan di depan Tim evaluator. Hasilnya, dari 19 siswa tersebut, 14 orang di an-
“
“
14 siswa itulah yang kelak bisa diharapkan akan mampu memperbaiki kinerja di unitnya. Terutama, dalam meminimalisir listrik padam akibat gangguan trafo di tingkat distribusi.
taranya dinyatakan lulus dan yang lima lagi tidak lulus. Indikator bahwa ke 19 orang itu dinyatakan lulus, dilihat dari data pesertanya. Ada hasil tes lab, ada foto-foto, kemudian bagaimana cara dia menganalisa. Itu bisa dilihat pada saat presentasi bagaimana rekomendasi yang dibuat peserta. Dari situlah kemudian, instruktur menanggapi, antara peserta yang sudah paham dan belum paham, atau ada yang kurang di bagian tertentu. Menurut Sri, 14 siswa itulah yang kelak bisa diharapkan akan mampu memperbaiki kinerja di unitnya. Terutama, dalam meminimalisir listrik padam akibat gangguan trafo di tingkat distribusi.
Banyak permintaan Pembelajaran dengan judul “Analisa Kondisi Trafo Distribusi”, menurut Sri, merupakan materi yang realtif baru, tapi dari sisi ilmunya sebenarnya tidak. Sebelumnya, Diklat tentang trafo lebih banyak didominasi oleh materi trafo-trafo gardu induk. Belakangan, banyak permintaan dari Area Pelayanan, untuk diselenggarakan Diklat trafo distribusi. Ini lantaran mereka sering menghadapi kendala gangguan trafo di distribusi. “Kita diminta untuk menekan gangguan trafo tapi ilmunya belum dapat,” kata Sri menirukan orang Area Pelayanan yang meminta diselenggarakan Diklat gangguan tafo distribusi. Berbarengan dengan itu, salah satu Unit Area Pelayanan Cikokol telah melaksanakan asessment trafo, dengan tema: “Analisa Kondisi Trafo”. Asessment trafo ini merupakan kegiatan pilot project kantor PLN Pusat. Yang menarik dari asessment itu, yang dilakukan tidak sekedar menganalisa tapi juga menindaklanjuti. Sebab dari analisa yang dilakukan mengeluarkan rekomendasi, seolah-olah layaknya dokter menganalisa pasien lalu mengeluarkan resep obat. Ternyata dari metode itu, di Cikokol angka gangguannya kecil. Bisa menekan angka gangguan trafo. “Ini kan suatu kesuksesan,” kata Sri. Dari kasus ini kemudian diangkat sebagai judul khusus dalam Diklat. Tujuannya, supaya bisa ditularkan. Kalau ditularkan tanpa melalui Diklat, lama. “Makanya kami tarik sebagai judul Diklat. Salah satu penyusun materinya orang Cikokol itu, ditambah expert-expert lainnya,” imbuh Sri. Setelah jadi materi Diklat, barulah kemudian dilaksanakan untuk beberapa unit tersebar, di awalinya ya di kuliah perdana itu. l e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 21
galeri HUT KEMERDEKAAN RI DI PLN Corporate University Mengambil tema: “Mari Jaga Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi Kita Guna Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”, PLN Pusdiklat menyelenggarakan upacara HUT Kemerdekaan RI ke-86 di Lapangan Terbuka PLN Pusdiklat pada 17 Agustus 2013 . Acara ini diikuti seluruh Manajemen dan pegawai, serta bertindak sebagai inspektur upacara Kpusdiklat Suharto.
22 e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013
galeri
Halal bil halal. Masih dalam suasana Idul Fitri, bertempat di Gedung Serba Guna, keluarga besar PLN Pusdiklat melaksanakan halal bil halal pada 14 Agustus 2013. Hadir dalam acara halal bil halal ini, mantan Kpusdiklat Widiatmoko Setiadji, Suherman dan Haryo. Sebelum acara puncak saling bermaaf-maafan, acara diisi dengan ceramah oleh Ustadz Firkah Maulana mengupas tema Halal bil halal, “Indahnya Saling Memaafkan.”
Pertemuan LSC. Bertempat di gedung Serba Guna PLN Pusdiklat, pada 23 Juli 2013, diselenggarakan pertemuan antara LSC dengan CLO. Pertemuan ini untuk membahas RJP yang baru sebagai revisi terhadap RJP 2011-2015. Revisi ini dilakukan sehubungan dengan bertransformasinya PLN Pusdiklat menjadi PLN Corporate University. Untuk itu RJP yang baru nantinya diharapkan lebih komprehensip mencakup pengembangan akademi yang ada.
Sharing experience Forkom learning BUMN. Bertempat di Lt 2 Kampus PLN Corporate university (CorpU), pada 26 Juli 2013, diselenggarakan pertemuan berbagi pengalaman antar lembaga-lembaga BUMN dalam mengimplementasikan CorpU. Lembaga BUM itu adalah Pertamina, Telkom, BRI, Bank Mandiri, Garuda Indonesia, PLN Pusdiklat dan Jasa Marga. Pertemuan ini menghasilkan Nota Kesepakatan dalam rangka pembentukan Forum Learning BUMN. e-Magz PLN Pusdiklat l Agustus 2013 23
PT PLN (Persero) Pusdiklat Jln. HR. Harsono RM. No. 59, Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12550 Telp. (021) 7811292, 7811293, 7800832, Faks. (021) 7811294, 7811295 E-mail:
[email protected] website:http//www.pln.co.id/pusdiklat