PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh: Theresia Dian Nofitri NIM: 121134224
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN Karya ini dipersembahkan untuk Keluarga tercinta yaitu Orang tua: Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm) Kakak-kakak: Robertus Tristiadi Andreas Dwi Susanto Teman dekat: Febrianto Eko Saputro yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, semangat, dan materi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Lihatlah maka kamu akan tahu, belajarlah maka kamu akan mengerti, dan cobalah maka kamu akan mendapatkan yang kamu inginkan” (Theresia Dian)
“Perjalanan ribuan mil diawali dari satu langkah” (Lao Tzu)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 April 2016 Peneliti
Theresia Dian Nofitri
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Theresia Dian Nofitri
Nomor Mahasiswa
: 121134224
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 28 April 2016 Yang menyatakan
Theresia Dian Nofitri
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Theresia Dian Nofitri Universitas Sanata Dharma 2016 Penelitian ini merupakan hasil penelitian pengembangan yang bertujuan untuk untuk menjelaskan prosedur pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe. Potensi yang peneliti lihat dalam tradisi ruwatan adalah mengajak masyarakat untuk bersikap hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan mengupayakan terkondisikannya nilai kemanusiaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototipe berupa buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) menggunakan enam langkah yang diadopsi dari Sugiyono (2012: 298), yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe berupa buku cerita bergambar berjudul “Ruwatan”. Prototipe tersebut divalidasi oleh seorang ahli sastra dan bahasa yang mendapat rata-rata 3,44, maka produk yang peneliti buat sangat baik dan layak digunakan. Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta yang dihadiri oleh 28 anak. Refleksi anak setelah uji coba mendapatkan hasil 75% anak mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan bertujuan sebagai tanda “pembersihan diri”, 82% anak mengerti bahwa permohonan doa kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan, dan 89% anak memahami bahwa acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan).
Kata kunci: Tradisi ruwatan, pendidikan karakter, karakter kebangsaan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT PROTOTYPE DEVELOPMENT OF CHILDREN BOOK STORY ABOUT RUWATAN IN NATIONALITY CHARACTER EDUCATION CONTEXT Theresia Dian Nofitri Sanata Dharma University 2016 This study is the result of research and development that aimed to explain the procedure and describe the development of a prototype quality. Researcher have seen the potensial of ruwatan tradition, that is bringing rhe society to be respect God, respect each other, the family and make the value of humanity in their condition. The problem that researcher gets from the questionnaire which are given to 29 children aged 9-10 years, researcher gets the data that shows about 83% of children do not understand ruwatan as Javanese tradition for the means of liberation, 41% of children do not know the role of puppeteer in the ruwatan tradition, 83% of children need the book contains the explanation of ruwatan, and 55% of children need the book of ruwatan in the form of picture books. Therefore, researcher is encouraged to develop a prototype in the form of children's book about ruwatan in the context of national character education. This research is a research and development research (R & D) that used six measures adopted from Sugiyono (2012), namely (1) the potentials and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) the trial product. The prototype is on the form of picture book entitled "ruwatan". The prototype is validated by an expert on literature and language that gets an average of 3.44, therefore, the research’s product is very good and suitable to be used. The trial was conducted limitedly in SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta which was attended by 28 children. Based on children’s reflection after the test, 75% of the children understand that siraman in the ruwatan tradition intended as "self-cleaning", 82% of the children understand that the prayer for parents is the value of the Godhead, and 89% of children understand that a feast together in ruwatan have family values and brotherhood (unity). Keywords: Ruwatan tradition, character education, national character.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat
dan
berkat-Nya,
sehingga
skripsi
yang
berjudul
“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Karena itu, dengan kesungguhan hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan demi terlaksananya penelitian ini hingga penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada: 1. Rohandi Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., selaku dosen pembimbing I dan Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech., selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, dukungan, dan kesabaran yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi ini. 4. Validator yang telah memvalidasi prototipe yang peneliti buat. 5. Sri Rahayu S. Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri Nanggulan yang telah mengijinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian. 6. Surantini S. Pd., selaku wali kelas IV yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan uji coba prototipe.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Kedua orang tua Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm) yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan materi. 8. Kakak-kakak Robertus Tristiadi dan Andreas Dwi Susanto yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. 9. Teman dekat Febrianto Eko Saputro yang sudah menemani setiap proses pembuatan skripsi, dari awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya dengan baik. Terima kasih atas segala kesabaran, semangat, dan dukungannya, juga sebagai ilustrator prototipe yang peneliti buat sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 10. Teman-teman penelitian payung tradisi ruwatan, Hayu, Vinta, Ambar, dan Tyas yang telah membantu dan memberikan dukungan. Dan ini adalah perjuangan kita mahasiswa tingkat akhir yang tidak terlupakan. 11. Teman-teman CAPE (Cah PGSD E) yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bentuk dukungan yang tak henti-hentinya dari semester awal hingga semester akhir ini. 12. Teman-teman Asrama Narliem, Ella, Fia, Neneng, Elyn, Yudea, Stella, Priskila, dan Dhani yang selalu memberi semangat agar segera menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 13. Segenap pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang turut memberikan bantuan dan dukungan. Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk berbagai pihak dunia pendidikan.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Peneliti
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........... vii ABSTRAK .............................................................................................................. viii ABSTRACT .............................................................................................................. ix KATA PENGANTAR ............................................................................................ x DAFTAR ISI ........................................................................................................... xiii DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xvi DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xviii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xix BAB I PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 1.5 Definisi Operasional......................................................................................... 1.6 Spesifikasi Prototipe ........................................................................................
1 5 5 5 6 7
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................. 2.1.1 Tradisi Jawa ............................................................................................ 2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional ..................... 2.1.2 Tradisi Ruwatan...................................................................................... 2.1.2.1 Golongan Sukerta ....................................................................... 2.1.2.2 Ubarampe Ruwatan .................................................................... 2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan ..................................................................... 2.1.2.4 Jenis-Jenis Ruwatan .................................................................... xiii
8 8 8 9 10 13 13 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.1.2.5 Tujuan Ruwatan .......................................................................... 2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan........................................................... 2.1.3.1 Pendidikan .................................................................................. 2.1.3.2 Karakter ...................................................................................... 2.1.3.3 Karakter Bangsa.......................................................................... 2.1.3.4 Pendidikan Karakter ................................................................... 2.1.4 Nilai-nilai Karakter................................................................................. 2.1.5 Fungsi dan Tujuan Karakter ................................................................... 2.1.6 Karakter yang Diharapkan...................................................................... 2.1.7 Buku Cerita Anak ................................................................................... 2.1.7.1 Arti Cerita anak........................................................................... 2.1.7.2 Jenis-jenis Cerita......................................................................... 2.1.7.3 Jenis-jenis Cerita Anak ............................................................... 2.1.7.4 Tujuan Cerita .............................................................................. 2.1.8 Anak usia 9-10 tahun .............................................................................. 2.1.8.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) ............................ 2.1.8.2 Psikologi Perkembangan Anak ................................................... 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................................... 2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 2.4 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................
19 20 20 20 23 23 27 32 34 36 36 37 38 41 42 42 43 51 56 57
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian................................................................................................. 3.2 Setting Penelitian ............................................................................................. 3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................................... 3.2.2 Subjek Penelitian .................................................................................... 3.2.3 Objek Penelitian ..................................................................................... 3.2.4 Waktu Penelitian .................................................................................... 3.3 Prosedur Pengembangan .................................................................................. 3.3.1 Potensi dan Masalah ............................................................................... 3.3.2 Pengumpulan Data.................................................................................. 3.3.3 Desain Prototipe ..................................................................................... 3.3.4 Validasi Prototipe ................................................................................... 3.3.5 Revisi Prototipe ...................................................................................... 3.3.6 Uji Coba Prototipe .................................................................................. 3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 3.4.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara ................................................................. 3.4.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner .................................................................... 3.4.3 Instrumen Validasi Produk ..................................................................... 3.4.4 Instrumen Uji Coba Prototipe................................................................. 3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 3.5.1 Kuisioner ................................................................................................ 3.5.2 Wawancara ............................................................................................. 3.6 Teknik Analisis Data........................................................................................ 3.6.1 Data Kualitatif ........................................................................................ xiv
58 58 58 58 59 59 59 61 61 62 62 63 64 64 65 65 68 69 70 70 71 72 72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.6.2 Data Kuantitatif ...................................................................................... 72 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe ......................................................... 1. Potensi dan Masalah .......................................................................... 2. Pengumpulan Data ............................................................................. 3. Desain Prototipe................................................................................. 4. Validasi Prorotipe .............................................................................. 5. Revisi Prototipe.................................................................................. 6. Uji Coba Prototipe di SD Negeri Nanggulan..................................... 4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe ................................................................... 4.2 Pembahasan...................................................................................................... 4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ............................................................... 4.3.1 Kelebihan Prototipe ................................................................................ 4.3.2 Kelemahan Prototipe ..............................................................................
75 75 75 76 78 88 90 90 91 93 97 98 99
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 100 5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 100 5.3 Saran ............................................................................................................... 101 DAFTAR REFERENSI ......................................................................................... 102 LAMPIRAN ........................................................................................................... 105 BIODATA PENELITI ........................................................................................... 122
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR BAGAN Bagan 3.1 Langkah-langkah R&D menurut Sugiyono ........................................... 59 Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe ........................................................ 60
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara ............................................................................... 65 Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Pra Penelitian ............................................. 65 Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kuisioner Pra Penelitian.......................................... 66 Tabel 3.4 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra Penelitian untuk Anak ................. 67 Tabel 3.5 Instrumen Validasi Produk...................................................................... 68 Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe .................................................. 69 Tabel 3.7 Instrumen Uji Coba berupa Refleksi untuk Anak ................................... 69 Tabel 3.8 Skala Likert ............................................................................................. 73 Tabel 3.9 Skala Likert Modifikasi .......................................................................... 73 Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak ....................... 77 Tabel 4.2 Skala Likert ............................................................................................. 88 Tabel 4.3 Skala Likert Modifikasi .......................................................................... 88 Tabel 4.4 Hasil Validasi Prototipe .......................................................................... 89 Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Relfeksi Anak ........................................................... 92
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Korespondensi Satu-satu ..................................................................... 48 Gambar 2.2 Percobaan Korespondensi Satu-satu ................................................... 48 Gambar 4.1 Sketsa Awal ......................................................................................... 79 Gambar 4.2 Hasil yang Dibantu Oleh Ilustrator ..................................................... 83 Gambar 4.3 Kegiatan Uji Coba Prototipe ............................................................... 91 Gambar 4.4 Hasil Refleksi Anak terhadap Kualitas Prototipe................................ 95 Gambar 4.5 Hasil Kreativitas Anak ........................................................................ 96
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Wawancara ............................................................................... 106 Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian SD Negeri Nanggulan.................... 107 Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian SD Negeri Nanggulan ............................................................................................ 108 Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuisioner Pra Penelitian untuk Anak ............................................................................................................. 109 Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe Berupa Refleksi untuk Anak .................................................................................. 110 Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak ........................................................................... 111 Lampiran 7. Dokumentasi Uji Coba Prototipe....................................................... 121
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.
1.1
Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan syarat perkembangan. Menurut Brubacher (dalam Ahmadi, 2014), pendidikan adalah suatu proses timbal balik dari dalam diri pribadi manusia dengan lingkungannya baik itu orang lain maupun alam. Dunia pendidikan tidak melulu pada teori dan materi-materi pokok lima bidang keilmuan seperti Bahasa
Indonesia, Matematika,
Ilmu Pengetahuan Alam,
Ilmu
Pengetahuan Sosial, dan PKn. Dunia pendidikan juga perlu adanya pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak-anak melalui lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat. Jika anak-anak memiliki karakter yang baik maka akan memberi pengaruh yang baik pula bagi dirinya sendiri, orang tua, dan orang lain. Jika sejak kecil anak sudah memiliki karakter yang baik, maka akan tercipta generasi bangsa Indonesia yang baik pula. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu warga negara Indonesia harus memiliki nilai kemanusiaan yang bersumber dari pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa (Kementerian Pendidikan Nasional: 2010). Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan cara-cara yang unik dalam menjalankan tradisinya, salah satunya yaitu suku Jawa. Adat istiadat atau tradisi
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
yang masih hidup dalam masyarakat Jawa hingga saat ini yaitu Ruwatan, Sadranan, Suran, Yaqowiyu, Mitoni, dan Tedhak Siten. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai tradisi ruwatan. Tradisi ruwatan dipilih karena pada awalnya, peneliti sendiri sebagai seorang yang bersuku Jawa tidak tahu mengenai tradisi ruwatan. Oleh sebab itu, peneliti terdorong untuk mempelajarinya lebih lanjut dengan adanya penelitian ini. Ruwatan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang sudah ada sebelum zaman Jawa Kuno. Ruwat artinya membebaskan dan melepaskan seseorang dari malapetaka yang menimpa. Tokoh yang terkenal dalam tradisi ruwatan yaitu Batara Kala, Batara Guru, Batara Wisnu, dan Dewi Durga. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa apabila seseorang telah diruwat berarti telah terbebas dari marabahaya. Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mendidik anakanak agar memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan kepribadian seorang anak (Megawangi dan Gaffar dalam Kusuma, 2011: 5). Nilainilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan. Banyak tradisi Jawa yang harus dilestarikan oleh masyarakat Jawa mulai dari usia anak-anak, tetapi banyak anak-anak yang tidak mengetahui keberagaman tradisi Jawa salah satunya yaitu tradisi ruwatan. Berdasarkan wawancara di kota Yogyakarta kepada tiga orang anak tentang tradisi ruwatan hasilnya adalah memprihatinkan. Ketiga anak itu sama sekali tidak tahu mengenai ruwatan. Anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
anak tersebut bahkan belum pernah mendengar istilah dari ruwatan itu sendiri. Mereka justru mengembalikan pertanyaan yang peneliti lontarkan. Anak itu bertanya ruwatan itu apa, untuk apa, dan bagaimana. Selain itu wawancara juga dilakukan kepada salah satu dari orang tua ketiga anak tersebut yang bernama Bu Sugin. Beliau tahu tentang tradisi ruwatan tetapi tidak tahu ketika ditanya mengenai proses yang dilakukan pada saat upacara ruwatan. Selain itu, Bu Sugin juga tidak mengetahui ketika saya bertanya tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ruwatan. Hasil wawancara di SD tempat peneliti PPL yaitu pada anak kelas IV, hasilnya sama dengan wawancara sebelumnya. Anak-anak kelas IV tidak satu pun mengetahui apa itu ruwatan. Hal ini sungguh memprihatinkan dan perlu adanya langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memperkenalkan tradisi ruwatan kepada anak-anak. Salah satunya dengan menyediakan buku-buku atau bacaan untuk menambah pengetahuan mereka. Peneliti melakukan penyebaran kuisioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun yang merupakan anak kelas IV di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Berdasarkan masalah tersebut peneliti terdorong untuk menyusun buku cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe berupa buku cerita bergambar terdiri dari cover berisi judul yaitu “Ruwatan”. Isinya memuat kata pengantar untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
membantu pembaca mengerti keseluruhan isi buku. Isi buku berupa sebuah buku cerita tentang kegiatan tradisi ruwatan yang disertai 16 gambar. Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan, pendidikan karakter, dan biodata penulis. Peneliti menyusun buku cerita bergambar, karena pada umumnya anak usia 9-10 tahun masih menyukai gambar dan cerita. Melalui buku cerita yang dilengkapi dengan gambar-gambar akan mempermudah anak dalam memahami isi cerita dan mengimajinasikan cerita yang ada. Oleh karena itu, buku cerita bergambar menjadi efektif untuk penanaman pendidikan dan karakter karena sesuai dengan tahap perkembangan anak. Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap perkembangan kognisi menurut Piaget yaitu periode operasional konkret. Pada tahap ini anak mulai dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan dapat bernalar secara logis (Piaget dalam Santrock, 2012: 28). Selain itu, pada tahap ini anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami (Piaget & Inhelder, 1969). Berdasarkan uraian tersebut peneliti sebagai calon seorang guru SD terdorong untuk mengembangkan buku cerita bergambar untuk membantu pemahaman anak tentang ruwatan. Maka penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini
memiliki beberapa rumusan masalah yang akan diketahui setelah penelitian ini dilaksanakan, sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”? 1.2.2 Bagaimana kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”? 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan
dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan memiliki tujuan sebagai berikut: 1.3.1 Menjelaskan prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. 1.3.2 Mendeskripsikan kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini akan berguna untuk peneliti, siswa, dan orang
tua, berikut ini adalah manfaat penelitian “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. 1.4.1 Bagi peneliti Melatih peneliti untuk melakukan pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
1.4.2 Bagi siswa Memahami makna tradisi ruwatan yang mengandung nilai pendidikan karakter, yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan. 1.4.3 Bagi orang tua Mendapatkan salah satu referensi buku mengenai tradisi Jawa yaitu ruwatan. 1.5
Definisi Operasional
1.5.1 Prototipe Prototipe adalah suatu model yang mula-mula dijadikan sebagai contoh atau bentuk dasar dari sebuah hasil karya. 1.5.2 Anak usia 9-10 tahun Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap operasional konkret yaitu di mana anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk yang berbeda. 1.5.3 Buku cerita Buku cerita anak adalah buku yang dibuat untuk anak-anak tetapi bukan berisi mengenai anak-anak. 1.5.4 Ruwatan Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang digunakan
untuk
membebaskan seseorang dari segala macam bahaya dan keburukan. 1.5.5 Karakter Karakter adalah sifat-sifat atau budi pekerti manusia yang membedakan seorang yang satu dengan yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
1.5.6 Pendidikan karakter kebangsaan Pendidikan karakter kebangsaan adalah suatu upaya yang dilakukan suatu lembaga pendidikan guna membangun akhlak/kepribadian seseorang yang baik. 1.6
Spesifikasi Produk yang Dikembangkan Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah “Pengembangan
Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” yang memiliki spesifikasi sebagai berikut ini: 1.6.1 Produk berupa prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. 1.6.2 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat cerita tentang ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa. 1.6.3 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan berisi tentang makna ruwatan, tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan. 1.6.4 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat 16 gambar tentang tradisi ruwatan. 1.6.5 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan dilengkapi dengan gambargambar yang diberi keterangan. 1.6.6 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan yang memuat nilai spiritual dan sosial. 1.6.7 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat lembar refleksi siswa yang berkaitan dengan tradisi ruwatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
Bab II ini berisi tentang landasan teori yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) kajian ustaka, (2) kerangka berpikir, dan (3) hipotesis. 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Tradisi Jawa 2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional Nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh di dalam masyarakat berguna untuk menata tingkah laku seseorang di dalam kehidupan sehari-harinya. Nilainilai dan norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri, yang akhirnya menjadi adat istiadat. Adat istiadat diwujudkan melalui upacara adat. Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat dan khususnya masyarakat Jawa. Upacara adat adalah perwujudan tata kehidupan masyarakat yang merupakan tindakan dan perbuatan yang telah diatur oleh tata nilai luhur (Bratawidjaja, 1988). Menurut Sulistyobudi (2013), upacara tradisional adalah suatu aktivitas yang sering dilakukan di dalam kehidupan baik itu masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan. Tetapi upacara tradisional masih banyak dilakukan di pedesaan karena pada dasarnya masyarakat pedesaan masih kental dengan adat istiadatnya. Purwadi (2005: 1-2) berpendapat bahwa upacara tradisional merupakan salah satu peninggalan warisan sosial yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
yang melakukannya dan mau mempelajari. Upacara tradisional Jawa mengandung nilai cinta akan kebijaksanaan yang tinggi. 2.1.2 Tradisi Ruwatan Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013) mengemukakan bahwa salah satu dari berbagai jenis selamatan yang masih sering dilaksanakan masyarakat Jawa hingga saat ini ialah upacara ruwatan. Istilah ruwatan dalam cerita Jawa menurut Mpu Darmaja dalam Smaradahana, berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan, dan lain-lain serta terbebas dari hal-hal yang tidak baik. Seseorang yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncarakarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau kekusutan). Menurut Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013: 4 ) sebagian masyarakat Jawa masih percaya bila orang yang berbuat salah atau kesalahannya sangat besar, orang tersebut akan diruwat. Keadaan seperti itu dianggap sebuah malapetaka oleh sebagian besar masyarakat Jawa, oleh sebab itu orang tersebut harus diruwat. Orang-orang terdahulu menganggap bahwa ruwatan merupakan beban terberat bagi orang yang terkena malapetaka tersebut. Hingga kini, kepercayaan tersebut masih banyak diketahui orang dan masih diyakini oleh sebagian masyarakat Jawa. Ruwatan merupakan sebuah upacara ritual yang bertujuan untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari suatu hal yang dianggap tidak baik atau jahat. Dalam upacara ruwatan ada suatu harapan, yaitu agar orang terhindar dari segala yang jahat atau malapetaka. Terlebih lagi masyarakat Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
percaya apabila seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti dhampit, unting-unting, ontang-anting, dan lain-lain akan riskan terhadap malapetaka, maka untuk mencegah hal tersebut orang itu harus diruwat. Dalam upacara tradisional ruwatan selalu disertai dengan pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Murwakala”. Upacara ruwatan sudah ada sejak zaman dahulu kala dan sampai saat ini masyarakat Jawa masih sering melakukannya. Ruwatan di dalam tradisi Jawa telah menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam masyarakat yang bersosialisasi. Pandangan masyarakat Jawa menganggap bahwa, upacara Ruwatan merupakan cara untuk membebaskan seseorang dari dosa sehingga seseorang yang telah diruwat terbebas dari marabahaya dan malapetaka. Ruwatan ialah tradisi ritual Jawa yang digunakan sebagai alat untuk pembebasan dan penyucian atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat manusia, yang dapat membawa malapetaka di dalam hidupnya. Kata ruwat berasal dari kata lukat yang artinya ialah membebaskan, menghapus, dan membersihkan. Kata ruwatan erat kaitannya dengan sukerta. Kata sukerta berasal dari kata suker yang berarti kotor atau noda. Anak sukerta dapat juga diartkan sebagai anak yang kotor dan harus diruwat agar terhindar dari marabahaya. Anak-anak atau bayi yang dilahirkan dalam keadaan sukerta, harus diruwat. Bila tidak diruwat, maka anak-anak atau bayi tersebut akan menjadi incaran dan dimakan Batara Kala (Herawati, 2010: 3). 2.1.2.1 Golongan Sukerta Ada dua hal mengapa seseorang dikatakan sukerta, yaitu karena nasib atau bawaan dari lahir dan karena melakukan tindakan yang salah atau bisa juga karena seseorang menalami peristiwa, sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
a.
Sukerta karena bawaan dari lahir. Anak-anak yang termasuk sukerta sebagai berikut: Ontang-anting, yaitu anak laki-laki tunggal tanpa saudara kandung, tidak mempunyai kakak dan adik; Unting-unting yaitu anak perempuan tunggal tanpa saudara kandung, tidak mempunyai kakak dan adik; Dhampit, yaitu kembar laki-laki perempuan sekandung; Lumunting, yaitu anak yang dilahirkan tanpa plasenta; Kedana-kedini, yaitu dua bersaudara laki-laki dan perempuan; Pendhawa, yaitu lima bersaudara laki-laki semua; Pendhawi, yaitu lima bersaudara perempuan semua; Uger-uger lawang, yaitu dua bersaudara laki-laki semua; Kembang sepasang, yaitu dua bersaudara perempuan semua; Sendhang kapit pancuran, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin perempuan, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin laki-laki; Sukerta karena bawaan dari lahir lainnya adalah Pancuran kapit sendhang, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin lakilaki, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin perempuan; Julung wangi, yaitu anak yang lahir saat matahari tebit; Julung sungsang, yaitu bayi lahir saat matahari tegak; Julung pujutanak, yaitu anak yang lahir saat matahari tenggelam; Julung pujud, yaitu anak lahir saat petang hari; Margana, yaitu anak yang lahir di jalan; Gondang kasih, yaitu anak kembar yang satu berkulit putih dan yang satu berkulit hitam; Pancagati, yaitu lima bersaudara perempuan semua; Saramba, yaitu empat bersaudara laki-laki semua; Sarimpi, yaitu empat bersaudara perempuan semua; Selain itu, ada pula Tiba sabir, yaitu anak saat lahir berkalung usus; Jempina, yaitu anak lahir belum saatnya atau belum cukup umur;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Wungkus, yaitu anak lahir dalam keadaan terbungkus kulit ari; Wungle, yaitu anak lahir dalam keadaan bule; Kresna, yaitu anak lahir dalam keadaan berkulit hitam; Wungkul, yaitu anak terlahir bongkok; Wujil, yaitu anak cebol sejak lahir; Wahana, yaitu anak terlahir di tempat pesta; Pipilan, yaitu lima bersaudara, empat perempuan dan satu laki-laki; Padhangan, yaitu lima bersaudara, empat laki-laki dan satu perempuan; Tawang gantun, yaitu anak lahir kembar berselang hari; Sakendra, yaitu anak kembar dalam satu bungkus; Dengkak, yaitu anak mendongak ke depan; Butun, yaitu anak mendongak ke belakang; Siwah, yaitu anak idiot; Walika, yaitu anak bajang (bertaring). b.
Sukerta karena peristiwa atau melakukan tindakan yang salah. Seseorang yang termasuk sukerta ini sebagai berikut: (1) Orang yang menjatuhkan dandang; (2) Orang yang mematahkan pipisan; (3) Orang yang menaruh beras di dalam lesung; (4) Orang yang rumahnya kerobohan pohon papaya; (5) Orang yang mempunyai kebiasaan membakar rambut; (5) Orang yang mempunyai kebiasaan membakar tulang; (7) Orang yang membuat pagar sebelum rumahnya jadi; (8) Orang yang mimpi kerabat dekatnya hanyut di sungai; (9) Orang yang rumahnya tidak ada tutup keyong (bagian rumah berbentuk segitiga di atap); (10) Orang yang tidak menutup pintu sampai lewat sandyakala; (11) Orang menampi beras pada malam hari; (12) Orang berdiri di tengah pintu; (13) Orang membakar galar. Galar adalah bambu yang dibelah, diremuk, dan dijadikan alas tempat tidur; (14) Orang yang membakar sapu yang sudah tua; (15) Orang duduk di atas bantal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
2.1.1.2 Ubarampe Ruwatan (Perlengkapan Ruwatan) Dalam mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang yang dianggap sukerta, ada ubarampe yang perlu disiapkan yaitu, sebagi berikut: (a) Tuwuhan yang terdiri atas pisang raja, kelapa muda, tebu wulung, masing-masing dua buah dan diletakkan di sebelah kanan kiri kelir saat diselenggarakan pertunjukan wayang dengan tokoh “Murwakala”; (b) Padi sebanyak empat ikat disebut padi segedheng; (c) Tunas pohon kelapa; (d) Dua ekor ayam, satu ayam betina dan satu ayam jantan. Ayam jantan diletakkan sebelah kanan kelir dan ayam betina diletakkan sebelah kiri kelir; (e) Ungker siji, yaitu satu buah gulungan benang; (f) Kayu bakar sebanyak empat batang dengan panjang maing-masing 40cm; (g) Ketupat pangular sebanyak empat buah; (h) Sebuah tikar baru; (i) Sebuah sisir; (j) Sebuah bantal; (k) Sebuah sisir suri; (l) Sebuah paying; (m) Sebuah cermin; (n) Sebotol minyak wangi; (o) Tujuh macam kain batik; (p) Dua butir telur ayam; (q) Satu genggam daun lontar; (r) Gedang ayu supaya rahayu; (s) Suruh ayu, ngangsu kawruh ang rahayu; (t) Air tujuh macam; (u) Seikat benang lawe; (v) Minyak kelapa untuk lampu blencong; (w) Nasi gurih dan ayam goring; (x) Segelas arak; (y) Tujuh macam tumpeng; (z) Segelas air kilang tebu; (aa) Tujuh macam jenang ketan; (bb) Kupat lepet; (cc) Jajan pasar; (dd) Macam-macam jenang (bubur); (ee) Rujak crobo; (ff) Rujak legi; (gg) Cacahan daging dan ikan; (hh) Perlengkapan alat dapur; (ii) Kendi berisi air penuh; (jj) Peralatan dapur; (kk) Lampu sentir yang dihidupkan. 2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan Setelah ubarampe disediakan, hal-hal yang tidak kalah penting dalam meruwat seseorang ialah dalang, lakon wayang, dan anak yang diruwat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
a.
Dalang Seluruh rangkaian upacara ruwatan dipimpin oleh seorang dalang. Dalang
yang bisa meruwat adalah seorang dalang yang sudah cukup umur. Selain itu, dalang tersebut juga harus keturunan dari seorang dalang. b.
Lakon Wayang Pertunjukan wayang dalam rangkaian upacara ruwatan, berbeda dengan
pertunjukan wayang dalam acara-acara lain. Pertunjukan wayang kulit ini merupakan puncak dari upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”. c.
Anak yang diruwat Anak yang diruwat tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama
pelaksanaan puncak ruwatan. Acara ruwatan biasanya dilakukan pada siang hingga sore hari. Cerita wayangnya ialah mengambil lakon ”Murwakala”. d.
Pertunjukan wayang bisa dilanjutkan dengan cerita wayang yang sesuai
dengan permintaan tuan rumah. Kemudian, menjelang pagi hari cerita “Murwakala” dilanjutkan kembali. Ceritanya mengenai anak sukerta yang dikejarkejar oleh Batara Kala. Pada awalnya anak sukerta hamper dimakan oleh Batara Kala tetapi berhasil digagalkan. Akhirnya yang dimakan oleh Batara Kala adalah sesaji yang telah disediakan. Setelah anak sukerta diruwat tadi terlepas dari kejaran Batara Kala, berarti anak tersebut telah terbebas pula dari marabahaya atau malapetaka. Kemudian anak itu memasukkan sejumlah uang ke panci yang berisi kembang setaman. Bratawidjaja (1988) berpendapat bahwa, upacara ruwatan sudah ada sejak zaman Majapahit dan hingga sekarang pun masih ada masyarakat Jawa yang melakukannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Purwadi (2005: 218-219) mengatakan bahwa ruwatan di Jawa merupakan upacara pembebasan seseorang yang kelahirannya dianggap tidak membawa keberuntungan atau karena seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang. Apabila hal yang dilarang tetap dilakukan maka orang tersebut akan dimakan Batara Kala. Acuan mengenai siapa saja yang menjadi target Batara Kala adalah Serat Murwakala dan Serat Pustaka Raja, jumlahnya mencapai 171 macam. Tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih digunakan sebagian besar berasal dari Jawa. Ada penyebab mengapa ruwatan di Jawa sampai melibatkan 171 anak yang dianggap sukerta. Anak-anak tersebut menjadi ancaman Batara Kala karena dianggap kotor atau terdapat unsur sukerta. Oleh sebab itu, anak-anak tersebut harus melakukan upacara ruwatan agar terbebas dari sukerta. Upacara ruwatan yang dimaksud di sini, berbeda dengan upacara ruwatan saat ini yang dilakukan oleh seorang dalang sejati atau dalang Kandha Buwana. Orang Jawa percaya bahwa yang meruwat segala hal yang menjadi mangsa Batara Kala adalah Sanghyang Wisnu. Keturunan Wisnu juga harus meruwat orang-orang yang menjadi mangsa Batara Kala. Selain itu, menurut Herawati (2010: 6-8) ada hal pokok yang harus dilakukan pada saat melaksanakan upacara ruwatan, yaitu upacara siraman, memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut. Kemudian, dilanjutkan dengan acara Tirakatan, akan dijelaskan sebagai berikut. Upacara siraman dilakukan pada pukul sembilan pagi. Siraman tersebut dilaksanakan oleh dalang dengan air kembang setaman yang telah disediakan. Setelah siraman selesai, anak sukerta diminta untuk berganti pakaian dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
menggunakan pakaian adat Jawa. Tujuan siraman yaitu sebagai pembersihan diri seseorang dari sukerta. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh para pinisepuh dan handai taulan serta dibimbing ki dalang bersujud di hadapan kedua orang tuanya untuk memohon doa restu. Selanjutnya ki dalang membacakan doa kepada anak sukerta untuk keselamatannya dan agar acaranya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Menjelang pukul empat sore, sesaji dibawa ke tempat yang sudah disediakan, yaitu ke tempat pertunjukan wayang. Sesaji dengan berbagai macam benda itu kemudian disusun sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh ayah dan ibunya menuju ke tempat yang telah disediakan. Selanjutnya, ki dalang menyerahkan lima tebu wulung sepanjang kurang lebih 40 cm, dua puluh satu kuntum bunga melati, dan sebatang tunas kelapa kepada anak sukerta tersebut. Srah-srahan selesai dilakukan, gamelan segera bertalu diiringi gendhing “Ladrang Wilujeng Laras Pelog Pathet 6”. Acara inti dalam upacara ruwatan dimulai, yaitu pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Murwakala”. Lakon “Murwakala” menceritakan kisah Batara Kala yang mengejar mangsanya yaitu tiga puluh enam jenis anak sukerta, seperti ontang-anting, unting-unting, dhampit, dan lain-lain. Saat Batara Kala mengejar anak sukerta, mereka selalu berlari agar tidak tertangkap dan mencari tempat sembunyi yang aman hingga akhirnya bersembunyi di dekat ki dalang. Biasanya pertunjukan wayang pada malam harinya diselingi dengan cerita wayang lain sesuai dengan keinginan tuan rumah. Setelah itu, dilanjutkan dengan lakon “Murwakala” lagi.
Sebelum acara pertunjukan wayang selesai, ki dalang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
menghentikannya sejenak. Acara selanjutnya ialah pemotongan rambut yang dilakukan oleh dalang. Pemotongan rambut sebagai tanda bahwa seseorang sudah diruwat dan terbebas dari mangsa Batara Kala. Acara ruwatan pun berakhir. Anak yang sudah diruwat bersama ayah dan ibunya menghampiri ki dalang mengucapkan terima kasih karena anaknya telah terbebas dari marabahaya. Kemudian, dilanjutkan dengan Tirakatan. Tirakatan dilakukan sebagai ucapan terima kasih dari segenap keluarga besar karena semua yang hadir dalam upacara ruwatan sudah membantu dan menghadiri proses ruwatani sehingga berjalan dengan lancar. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam upacara ruwatan melibatkan anak sukerta, orang tua anak sukerta, dalang, dan warga setempat yang membantu proses upacara ruwatan sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar. Ada lima langkah dalam upacara ruwatan yaitu upacara siraman, memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut. 2.1.2.4 Jenis-jenis Ruwatan Ada beberapa jenis ruwatan, yaitu Ruwatan Rosulan, Ruwatan Rukyah, Ruwatan dengan Wayang Beber, Ruwatan dengan Wayang Kulit, Ruwatan Massal, dan Ruwatan Agung. Jenis-jenis ruwatan tersebut, diiuraikan sebagai berikut. 1.
Ruwatan Rosulan Ruwatan Rosulan biasa disebut juga dengan Ruwatan Rosul. Ruwatan ini
biasanya dilakukan oleh agamawan dan berupa acara selamatan. Hal ini disebut dengan istilah Tradisi Religius atau Ruwatan Religius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
2.
Ruwatan Rukyah Dalam agama Islam ada yang mirip dengan ruwatan, yaitu rukyah. Rukyah
dilakukan apabila seseorang melakukan kesalahan sebagai berikut. a.
Seseorang yang melakukan seperti memasukkan kekuaan magis yang seharusnya tidak ada. Hal ini dilarang oleh ajaran agama, sehingga orang tersebut harus diruwat.
b.
Membersihkan kekuatan gaib yang ada di dalam diri seseorang. Rukyah berarti membersihkan diri dari pengaruh kekuatan gaib yang ada
dalam diri seseorang. Manusia memerlukan pembersihan diri dari hal-hal negatif dan kekuatan magis dari dalam dirinya. Orang yang akan dirukyah harus membersihkan dirinya secara fisik dengan cara berwudu. Setelah wudu, seseorang yang akan dirukyah diminta duduk berhadapan dengan ahli rukyah. Kemudian seseorang yang merukyah membacakan doa dan ayat-ayat suci untuk menghilangkan kekuatan gaib yang berada di dalam tubuh orang yang dirukyah. 3.
Ruwatan dengan Wayang Beber Ruwatan dengan wayang beber mengambil lakon “Jaka Kembang
Kuning”. Wayang beber berupa selembar kertas atau kain yang digambari dengan beberapa lakon wayang tertentu. Satu gulung wayang beber biasanya terdiri atas 16 adegan. 4.
Ruwatan dengan Wayang Kulit Ruwatan dengan wayang kulit merupakan pertunjukan wayang yang
menggunakan lakon “Murwakala”. Ruwatan ini ialah bentuk ruwatan yang sudah membudaya di masyarakat Jawa sejak zaman dahulu. Dalam ruwatan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
lakon “Murwakala” membutuhkan biaya yang cukup besar karena harus ada banyak sesaji dan mengundang dalang yang terkenal. 5.
Ruwatan Massal Dalam ruwatan missal bisa menghemat biaya. Ruwatan missal biasanya
dilakukan secara bersama-sama dan ada yang mengkoordinasinya. Semua ubarampe yang diperlukan sudah dipersiapkan oleh panitia. Ruwatan massal, selain hemat dan lebih praktis, juga tidak melelahkan karena sudah ada panitia yang mengaturnya. 6.
Ruwatan Agung Ruwatan agung dilakukan oleh banyak orang. Ruwatan ini dilakukan
ketika kondisi Negara atau masyarakat mengalami sesuatu yang luar biasa. Sebagai contoh ialah ketika di seuatu desa terjadi gempa bumi, tanah longsor, kebanjiran, dan lain-lain maka di desa tersebut perlu dilakukan ruwatan agung. 2.1.2.5 Tujuan Ruwatan Herawati (2010: 14) mengatakan bahwa kepercayaan sebagian masyarakat Jawa masih melestarikan adat istiadat Jawa. Pelaksanaan ruwatan memiliki beberapa tujuan yaitu, sebagai berikut. 1.
Untuk menghindarkan diri dari malapetaka. Keberadaan Batara Kala ini ada pada upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”. Kala berarti waktu.
2.
Dalam upacara ruwatan, tokoh Batara Kala tidak harus ada karena tujuannya ialah untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang ditimbulkan oleh makhluk halus atau alam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
3.
Kekuatan alam yang luar biasa bisa menimbulkan ketakutan pada manusia. Kekuatan itu pula bisa menimbulkan bencana pada manusia. Salah satu cara untuk menghindarkan bencana itu dari kita adalah melakukan acara ruwatan.
2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan 2.1.3.1 Pendidikan Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia (berkarakter), sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dari uraian di atas tentu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Banyak sekali permasalahan-permasalahan pendidikan yang muncul di Indonesia (Wattie, 2012). 2.1.3.2 Karakter Secara etimologis, kata karakter dalam bahasa Inggris adalah character. Dalam bahasa Yunani yaitu eharassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin dalam Suyadi, 2013: 5). Kata “to engrave” dapat diartikan menjadi mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1995: 214). Istilah “karakter” ini sama artinya dalam bahasa Inggris yaitu mengukir,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily dalam Suyadi, 2013: 5). Dalam bahasa Indonesia “karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang yang satu dengan yang lainnya. Dalam kebahasaan yang lain arti karakter yaitu huruf, ruang, angka, atau simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas dalam Suyadi, 2013: 5). Orang yang berkarakter ialah orang yang bertabiat, bersifat, berakhlak atau berbudi pekerti yang baik yang membuat orang tersebut berbeda dengan yang lain. Selain makna karakter secara etimologis, karakter juga dapat dimaknai secara terminologis. Menurut Thomas Lickona (dalam Suyadi: 2013), secara terminologis, seperti yang dikutip oleh Marzuki, mendefinisikan karakter sebagai: “A reliable inner disposition to respond to situations in a morraly good way.” Lickona menyatakan, “Character so conceived has three interrelated part: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”. Karakter yang baik (good karakter) meliputi pengetahuan mengenai kebaikan (moral knowing), komitmen mengenai kebaikan (moral feeling), dan kebiasaan melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan begitu, karakter tertuju pada pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (Marzuki, 2011: 470 dalam Suyadi, 2013: 5). Berdasarkan definisi karakter secara etimologis dan terminologis yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai umum perilaku manusia yang mencakup segala aktivitas sehari-hari, baik itu antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
amusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan ligkungannya yang terwujud dalam pikiran, perkataan, perbuatan, sikap, dan perasaan berdasarkan pada norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Berbagai definisi karakter dari berbagai di atas memberi tanda bahwa karakter erat kaitannya dengan kepribadian atau akhlak. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan kembali bahwa karakter adalah ciri, karakteristik, atau sifat. Karakter atau akhlak merupakan ciri khas seseorang yang berasal dari lingkungan, misalnya keluarga dan bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80 dalam Suyadi, 2013: 5). Menurut Samani dan Hariyanto (2013: 22) karakter adalah suatu hal yang sangat peting dan vital dan dorongan pilihan untuk menentukan tercapainya tujuan hidup yang terbaik. Karakter juga dapat diartikan sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas dari tiap orang dalm bekerja sama untuk hidup yang baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Samani, 2013: 42) mengatakan bahwa karakter yaitu sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan tiap individu. Dengan begitu, dapat dikatakan juga bahwa karakter adalah nilai-nilai yang unik dan baik dalam diri seseorang yang dapat terlihat dari perilaku seseorang (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Selain itu, karakter juga dapat dimaknai sebagai nilai asar yang dapat membentuk diri seseorang menjadi pribadi yang baik karena pengaruh diri sendiri maupun lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain yang diwujudnyatakan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
Kesuma, dkk (2011) mengatakan bahwa karakter ialah suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Sedangkan menurut dosen program pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (2010), karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. 2.1.3.3 Karakter Bangsa Menurut dosen program pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (2010), karakter bangsa adalah kualitas perilaku yang khas-baik yang tergambar dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kebangsaan Indonesia yang khas-baik
yang tecermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI. 2.1.3.4 Pendidikan Karakter Pendidikan karakter (character education) menurut Ahmad Amin (1980: 62) adalah kehendak (niat) yang merupakan awal terjadinya akhlak (karakter)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
pada diri seseorang apabila diwujudkan dalam bentuk pantulan dari sikap dan perilaku. Pendidikan karakter (character education) dikenalkan mulai sejak tahu 1900-an. Thomas Lickona disebut sebagai pembawa adanya pendidikan karakter terutama pada bukunya yang berjudul The Return of Character Education, kemudian buku berikutnya adalah Education for Character. How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Lickona mengemukakan bahwa pendidikan karakter memuat tiga unsur pokok, yakni mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Sama seperti Lickona, Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools that foster ethnical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share” (Frye, 2002: 2). Dengan demikian, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengetahui sebuah kebenaran atau kebaikan, mencintainya, dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan Frye, Dono Baswardono mengemukakan bahwa nilainilai karakter ada dua macam, yaitu nilai-ilai karakter inti dan nilai-nilai karakter turunan. Nilai-nilai karakter inti dan nilai-nilai karakter turunan memiliki sifat yang berbeda. Nila-nilai karakter inti besifat umum dan berlaku sepanjang masa tanpa perlu adanya perubahan, sedangkan nilai-ilai karakter turunan bersifat lebih fleksibel dan sesuai dengan konteks kebudayaan lokak (Baswardono, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Sebagai contoh, nilai karakter kejujuran merupakan salah satu nilai karakter yang tetap berlaku sepanjang masa. Pada kenyataannya, nilai kejujuran dapt berubah. Satu contohnya ialah “Pendidikan Anti Korupsi atau Kantin Kejujuran”. Hal ini merupakan salah satu dari nilai karakter, yaitu nilai karakter jujur. Jadi, inti dari nilai karakter ialah kejujuran itu sendiri, bukan mengenai “anti korupsi” atau “kantin kejujuran”. Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala hal positif yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarkan. Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para peserta didiknya (Wiston dalam Samani, 2013: 43). Burke (dalam Samani, 2013: 43) pendidikan karakter yaitu bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian dari pendidikan yang baik pula. Departemen Pendidikan Amerika Serikat mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu proses pembelajaran yang mengupayakan siswa dan orang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk peduli dan memahami nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebaikan warga, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan karakter menurut Kesuma, dkk (2011) merupakan sebuah istilah yang tidak asing dan semakin diakui oleh masyarakat Indonesia saat ini. Definisi pendidikan karakter masih jarang diketahui oleh banyak kalangan. Bahkan tak jarang dapat menyebabkan salah tafsir mengenai makna pendidikan karakter. Beberapa masalah yang timbul dari ketidaktepatan makna yang beredar di masyarakat mengenai pendidikan karakter yaitu, sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
1.
Pendidikan karakter: mata pelajaran agama dan PKn, oleh karena itu menjadi tanggung jawab guru agama dan PKn.
2.
Pendidikan karakter: mata pelajaran pendidikan budi pekerti.
3.
Pendidikan karakter: pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga, bukan tanggung jawab sekolah.
4.
Pendidikan karakter: adanya penambahan mata pelajaran baru.
5.
Dan lain-lain. Banyak definisi kurang tepat mengenai pendidikan karakter yang membuat
banyak guru, orang tua, dan masyarakat umum khawatir. Menurut Megawangi (dalam Kesuma, 2011: 5) pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk mendidik anak-anak agar dapat senantiasa mengambil keputusan dengan bijak dan kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga orang lain dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter adalah sebuah proses perubahan nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang tersebut (Gaffar dalam Kesuma, 2011: 5). Ada tiga ide pemikiran menurut Gaffar tentang pendidikan karakter, yakni: (1) proses transformasi nilai-nilai; (2) ditumbuhkembangkan dalam kepribadian; (3) menjadi satu dalam perilaku. Lain halnya apabila pendidikan karakter dalam seting sekolah. Definisi pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki makna: 1)
Pendidikan
karakter ialah pendidikan yang berhubungan dengan
pembelajaran dalam semua mata pelajaran;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
2)
Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh. Pandangannya adalah bahwa anak merupakan manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan;
3)
Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang diarahkan oleh sekolah (lembaga).
2.1.4 Nilai-nilai Karakter Suyadi (2013: 7-9) mengatakan berdasarkan Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah dirumuskan bahwa ada 18 nilai karakter yang ditanamkan kepada peserta didik sebagai usaha untuk membangun karakter bangsa. Beberapa nilai-nilai mungkin akan berbeda dengan kementeriankementerian lain yang juga menaruh perhatian terhadap karakter bangsa. Sebagai contoh, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam mengatakan kepada muka umum bahwa nilai karakter mengarah pada Muhammad SAW sebagai tokoh agung yang paling berkarakter. Empat karakter yang paling dikenal dari Nabi Muhammad SAW adalah shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran) dan fathanah (menyatunya kata dan perbuatan). Selain fokus empat nilai karakter menurut Kementerian Agama, juga fokus pada 18 nilai karakter menurut Kemendiknas. Suyadi beranggapan bahwa 18 nilai karakter sudah memuat nilai karakter dari bermacam-macam agama, termasuk Islam. Selain itu, 18 nilai karakter ini juga sudah dapat dengan mudah diterapkan dalm pendidikan di sekolah-sekolah maupun madrasah. Tidak hanya itu, 18 nilai karakter juga sudah dirumuskan dalam standar kompetensi dan indikator pencapaiannya dalam semua mata pelajaran, baik di sekolah ataupun madrasah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Dengan begitu, pendidikan karakter kemudian dapat dievaluasi, diukur, dan diuji ulang. Berikut ini akan dipaparkan 18 nilai karakter menurut Kemendiknas seperti yang termuat dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang disusun Kemendiknas melalui Badan Penelitan dan Pengembangan Pusat Kurikulum (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). a.
Religius,
yaitu
ketaatan
dan
kepatuhan
dalam
memahami dan
melaksanakan kepercayaan yang dianutnya termasuk dalam hal sikap saling menghargai dan menghormati pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun dan berdampingan. b.
Jujur, yaitu sikap sikap dan perilaku ynag meggambarkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui, mengatakan, dan melakukan segala hal yang benar) sehingga dapat menjadi pribadi yang dapat dipercaya oleh orang lain.
c.
Toleransi, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan sikap menghargai terhadap perbedaan agama, suku, ras, adat, bahasa, etnis, pendapat, dan segala hal yang berbeda antara seorang dengan yang lain secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup dengan tentram di tengah perbedaan yang ada.
d.
Disiplin, yaitu kebiasaan dan tindakan yang bersifat tetap dalam segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
e.
Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan usaha secara sungguhsungguh dalam melakukan dan menyelesaikan berbagai tugas, pekerjaan, permasalahan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
f.
Kreatif, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan inovasi dalam berbagai sisi dalam memecahkan masalah sehingga dapat menemukan cara-cara baru dan hasil penyelesaian yang baru dan lebih baik pula dari sebelumnya.
g.
Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak tergantung kepada orang lain, baik itu dalam hal pekerjaan, tugas, memecahkan masalah, dan lain-lain. Dalam hal ini, seseorang bisa bekerja sama dengan orang lain tetapi tidak boleh melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.
h.
Demokratis, yaitu sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan dan kewajiban secara adil dan merata antara seorang yang satu dengan orang yang lain.
i.
Rasa ingin tahu, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berperilaku yang menunjukkan penasaran dan rasa keingintahuan terhadap segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan dipelajari, secara lebih dalam.
j.
Semangat kebangsaan (nasionalisme), yaitu sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas segala kepentingan pribadi dan golongan.
k.
Cinta tanah air, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan rasa bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap budaya, bahasa, ekonomi, politik, dan lain-lain, sehingga tidak mudah percaya terhadap bujukan Negara lain yang mungkin bisa merugikan bangsa sendiri.
l.
Menghargai prestasi, yaitu sikap terbuka dan mau menerima terhadap prestasi yang diperoleh orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
tanpa mengurangi rasa kepercayaan diri untuk mendapat prestasi yang lebih tinggi. m.
Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yaitu sikap dan tindakan teruka terhadap orang lain melalui komunikasi yang baik dan santun sehingga dapat tercipta kerja sama secara kolaboratif.
n.
Cinta damai, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan suasana damai, aman, tenang, dan nyaman dalam suatu komunitas dan masyarakat atau kelompok tertentu.
o.
Gemar membaca, yaitu suatu kebiasaan tanpa adanya paksaan dari siapa pun dalam menyediakan waktu khusus untuk membaca berbagai informasi seperti buku pelajaran, majalah, koran, jurnal, dan lain-lain.
p.
Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berusaha dalam hal apapun demi menjaga kelestarian lingkungan.
q.
Peduli sosial, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan kepedulian terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan.
r.
Tanggung jawab, yaitu sikap dan tindakan seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik itu berkaitan dengan orang lain, sosial, masyarakat, bangsa, Negara, agama, maupun diri sendiri. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini. 1)
Agama Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilainilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2)
Pancasila Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilainilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga Negara. 3)
Budaya Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. 4)
Tujuan Pendidikan Nasional Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara
Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 2.1.5 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter Dalam publikasi Pusat Kurikulum menyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar seseorang memiliki hati yang baik, pikiran yang baik, dan perilaku yang baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multicultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Menurut Hariyanto (2013) berdasarkan Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) mengatakan bahwa pada intinya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, mermoral, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman kepada Tuhan yang Maha Esa. Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah yaitu, sebagai berikut: 1.
Menguatkan dan mengembangan nilai-niai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;
2.
Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilainilai yang dikembangkan oleh sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
3.
Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Selain itu, pendidikan karakter memiliki tujuan lain yaitu yang pertama memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses masih sekolah dan setelah lulus dari sekolah. Tujuan pendidikan karakter yang kedua adalah mengoreksi perilaku siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau peraturan yang diterapkan di sekolah. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah sebagai berikut: 1.
Pengembangan Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku
baik, ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
2.
Perbaikan Memperkuat dunia pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat. 3.
Penyaring Penyaringan dilakukan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
Adapun tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), sebagai berikut: a.
Mengembangkan kemampuan nurani peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
b.
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sesuai dengan nilai-nilai secara umum dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c.
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kepada peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
d.
Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
e.
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan persahabatan serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, mermoral, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman kepada Tuhan yang Maha Esa. 2.1.6 Karakter yang Diharapkan Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2010: 22), untuk mencapai karakter bangsa yang diharapkan, diperlukan individu-individu yang memiliki karakter. Oleh karena itu, dalam usaha pembangunan karakter bangsa diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk membangun karakter individu (warga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
negara). Secara psikologis karakter individu diartikan sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkaitan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkaitan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkaitan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkaitan dengan kemauan dan kreativitas yang terwujud dalam sebuah kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masingmasing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: 22). a.
Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
b.
Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
c.
Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;
d.
Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. 2.1.7 Buku Cerita Anak 2.1.7.1 Arti Cerita anak Menurut Kurniawan (2013: 17-18) cerita anak bukanlah suatu cerita yang hanya dan harus ditulis oleh anak-anak. Yang membaca cerita anak juga tidak harus anak-anak, siapapun bisa membaca cerita anak. Cerita anak adalah cerita yang dalam penulisannya menggunakan sudut pandang anak. Selain itu, Kurniawan juga menganggap bahwa cerita anak merupakan hasil karya yang menceritakan kehidupan sesuai dengan dunia anak-anak. Ashadi (dalam Sudiati dan Widyamartaya 1995: 3-4) berpendapat bahwa cerita anak adalah suatu gambaran yang menggunakan kata-kata dari suatu peristiwa yang oleh manusia atau makhluk hidup lain yang seolah-olah hidup sebagai manusia. Peristiwa tersebut terjadi ketika seorang yang satu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Interaksi yang dilakukan itu dapat berupa pikiran, perbuatan, dan perasaan seseorang. Agar dapat berekspresi dalam bentuk cerita itu, Ashadi mengatakan, “Dunia subjek harus hidup. Dunia subjek yang hidup adalah dunia subjek yang kaya lewat pengalaman batin, yaitu banyaknya pengetahuan dan keharuannya. Dunia subjek yang dinamis ditandai oleh dapatnya pengetahuan dan keharuan itu digunakan dalam suatu rangka yang dibangun oleh pengarang.” HP (2006: 2) mengatakan bahwa cerita anak adalah cerita yang dibuat untuk anak-anak, dan bukan cerita mengenai anak-anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
2.1.7.2 Jenis-jenis Cerita HP (2006) mengatakan bahwa ada dua jenis cerita, yaitu cerita fiksi dan cerita nonfiksi. Dalam membuat cerita anank-anak dapat digunakan bentuk cerita, seperti cerita pendek, novelette, dan novel (roman). Berdasarkan ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi merupakan cerita fiksi. Kata fiksi dalam bahasa Inggris disebut fiction yang diturunkan dari bahasa Latin yaitu fictio yang berarti membentuk, membuat, mengadakan, dan menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006). Dapat ditarik kesimulan bahwa ceita fiksi adalah cerita yang tidak ada, kemudian diada-adakan, dibuat seolah-olah ada dan nyata, dan diciptakan. Dengan kata lain, lahirnya suatu cerita fiksi karena karangan atau rekaan. Lawan dari fiksi ialah nonfiksi. Jika fiksi berdasarkan pada imajinasi seorang penulisnya berdasarkan sesuatu yang tidak nyata, maka nonfiksi berdasarkan kenyataan. Perbedaan utama antara fiksi dan nonfiksi terletak pada tujuannya. Maksud dan tujuan karangan nonfiksi yaitu sejarah, biografi, cerita perjalanan ialaah untuk menciptakan kembali segala sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Oleh karena itu, dengan kata lain dapat dikatakan: a.
Narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi;
b.
Narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Fiksi dapat juga dikatakan sebagai realitas, sedangkan nonfiksi itu aktualitas. Realitas yaitu segala sesuatu yang benar-benar terjadi. Realitas ialah sesuatu yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi (Tarigan dalam Hardjana, 2006). 2.1.7.3 Jenis-jenis Cerita Anak Kurniawan (2013: 45-52) berpendapat bahwa cerita anak ada berbagai jenis. Kita dapat memilih sesuai dengan keinginan kita sendiri. Berikut penjelasan dari masing-masing jenis cerita menurut Kurniawan: 1.
Cerita Anak Realisme Cerita anak realisme adalah cerita anak yang menceritakan segala
peristiwa yang benar-benar terjadi di dalam kehidupan anak-anak. Peristiwa tersebut dialami anak secara langsung. Di dalam cerita realisme ini, tokoh yang dihadirkan adalah seorang tokoh anak-anak yang dihadapkan pada persoalnan seperti yang terjadi di dalam kehidupan sebenarnya. Jenis cerita realism ini biasanya terdapat dalam media massa atau buku-buku fiksi bacaan anak. Cerita anak yang berjenis realisme diantaranya adalah cerita mengenai olahraga, binatang, dan lain-lain. 2.
Cerita Anak Formula Cerita anak formula adalah cerita anak yang di dalamnya terdapat pola-
pola penceritaan tertentu yang membuatnya berbeda dengan cerita anak lainnya. Meskipun cerita anak formula mudah ditebak, tetapi ada yang menarik dari cerita ini yaitu adanya keterkejutan pada setiap pola. Selain adanya keterkejutan, ada lagi yang menjadi cirri khas cerita anak formula. Hal itu ialah cerita anak yang dibuat dengan teknik perlakuan satu, perlakuan dua, dan perlakuan ketiga yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
dibuat mengejutkan. Istilah ini sering disebut dengan role of three. Cerita anak yang berjenis formula diantaranya, cerita misterius dan cerita detektif. 3.
Cerita Anak Narasi Cerita anak narasi adalah cerita yang mengisahkan suatu peristiwa yang
sulit dipahami oleh akal sehat. Tetapi kisah di dalam cerita anak narasi menarik untuk diikuti hingga akhir. Di dalam cerita fantasi akan ada negeri, tokoh, dan nama-nama lain yang tidak ada di kehidupan sehari-hari. Hal itu menarik bagi anak-anak karena kisahnya adalah sesuatu yang benar-benar tidak ada dan merupkan imajinasi penulisnya. Cerita anak fantasi biasanya ceritanya cukup panjang sehingga masuk dalam novel-novel fatasi anak. Contoh jenis cerita anak narasi diataranya Harry Potter, Lord Of The Ring, Golden Compas, dan lain-lain. 4.
Cerita Anak Sains Cerita anak sains adalah cerita anak yang permasalahannya diambil dari
dunia sains yang diceritakan dalam bentuk cerita anak. Cerita anak sains menceritakan inovasi-inovasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains yang dibuat menjadi peristiwa-peristiwa fiksi. Kehidupan mengenai masa depan adalah cerita ang biasa ditulis dalam cerita anak sains. Contoh cerita anak sains yaitu kejadiankejadian yang menembus waktu, kehidupan masa depan, kehidupan manusia dengan robot, dan sebagainya. 5.
Cerita Anak Tradisional Cerita anak tradisional sering disebut dengan cerita rakyat, yaitu cerita
yang telah membudaya/banyak orang yang sudah tahu dan diceritakan secara turun-temurun. Sampai sekarang cerita anak tradisional masih sering kita dengar. Setiap daerahpasti memiliki cerita anak tradisional yang berbeda pula. Cerita anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
tradisional dapat berupa: (1) fabel, yaitu cerita yang karakter dan wataknya diperankan oleh tokoh-tokoh binatang; (2) dongeng rakyat, yaitu dongeng yang ceritanya dikenal begitu akrab oleh masyarakat; (3) mitos, yaitu cerita masa lalu yang dimiliki oleh bangsa dan daerah-daerah tertentu;(4) legenda, yaitu kejadian mengenai suatu daerah tertentu dan dipercayai oleh masyarakatnya bahwa hal tersebut benar-benar terjadi; dan (5) epos, merupakan cerita rakyat yang berbentuk puisi (syair) yang panjang. Menurut Marion van Horne (dalam HP, 2006: 32-33), jenis cerita anakanak dapat dikelompokkan sebagai berikut (melalui Liotohe, 1991: 23). 1.
Fantasi atau karangan khayal Dongeng, fabel, legenda, dan mitos termasuk dalam fantasi. Semua yang
ada di dalam cerita ini tidak berdasarkan kenyataan, hanya berupa khayalan semata. 2.
Realistic fiction Realistic fiction merupakan cerita fiksi atau cerita khayal tetapi
mengandung unsur kenyataan, hamper mirip dengan science fiction. Contohnya yaitu Flash Gordon. 3.
Biografi atau riwayat hidup Biografi merupakan cerita yang memuat kisah hidup seseorang. Biasanya
tokoh-tokoh terkenal membuatnya menjadi cerita untuk diperkenalkan kepada anak-anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
4.
Folk tales atau cerita rakyat Hampir semua suku bangsa mempunyai cerita rakyat yang hidup di
masyarakatnya. Cerita rakyat tersebut misalnya Joko Kendil, Panji Laras, dan lain-lain. 5.
Religius atau cerita-cerita agama Cerita tentang nabi, orang-orang suci, atau ajaran keagamaan banyak yang
diubah menjadi bentuk cerita yang menarik. Tujuannya adalah dengan anak membacanya, bisa membentuk anak yang berbudi luhur sesuai dengan yang diajarkan oleh agama. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai jenis cerita anak, antara lain cerita anak realisme, cerita anak formua, cerita anak narasi, cerita anak sains, cerita anak tradisional, biorgrafi, dan cerita anak religius. 2.1.7.4 Tujuan Cerita Menurut Ashadi (dalam Sudiati dan Widyamartaya 1995: 3-4) tujuan cerita adalah membuat seseorang yang membaca cerita tersebut dapat mengimajinasikan apa yang ada di dalam cerita. Selain itu, di dalam cerita juga harus ada kejutan dan keharuan bagi pembacanya. Cerita juga bertujuan untuk menggerakkan imajinasi dan hati pembaca. Pembaca tergerak oleh cerita kita apabila, misalnya pembaca bergembira dengan orang yang sedang bergembira, tergugah dan menyala-nyala hatinya oleh kebesaran jiwa dan semangat pahlawannya, terbakar dan panas hatinya oleh kejahatan, dan lain-lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
2.1.8 Anak usia 9-10 tahun 2.1.8.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) Usia anak masuk sekolah dasar adalah sekitar 6 atau 7 tahun dan selesai pendidikan sekolah dasar pada usia 12 tahun. Anak usia sekolah dasar memiliki karakter yang berbeda dengan anak yang usianya lebih muda dan lebih tua. Anak usia sekolah dasar masih senang bermain, bergerak, berlari, membaca, menulis, dan terlibat langsung dalam setiap aktivitas yang dilakukan (Desmita, 2009: 3536). Menurut Havighurts dalam (Desmita, 2009: 35-36), ada beberapa tugas perkembangan anak sekolah dasar yaitu: (1) Menguasai keterampilan fisik dalam hal melakukan aktivitas fisik seperti bermain lompat tali, gundu, dan lain-lain; (2) Belajar hidup sehat; (3) Belajar dalam kelompok; (4) Belajar bersosialisasi sesuai dengan jenis kelamin dalam beberapa hal; (5) Belajar membaca, menulis, dan berhitung sehingga dapat bersosialisasi; (6) Mendapatkan beberapa konsep untuk berpikir sebab dan akibat atas perbuatan; (6) Memperluas pengetahuan moral dan nilai-nilai; (7) Memperoleh kemandirian. Anak usia sekolah dasar adalah anak usia 7-12 tahun. Pada anak usia tersebut ditandai dengan sikap atau kegiatan fisik yang selalu bergerak kesanakemari dan tidak dapat duduk tenang. Perkembangan fisik yang normal bagi anak adalah alah satu faktor anak dapat berhasil dalam belajarnya baik dalam pengetahuan maupun keterampilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
2.1.8.2 Psikologi Perkembangan Anak Menurut (Piaget dalam Santrock, 2011: 26-29) seseorang dapat membangun pemahaman tentang dunia secara aktif yaitu pada saat mereka masih anak-anak dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget sebagai berikut: 1.
Tahap sensorimotor Tahap ini mulai dari anak lahir hingga usia 2 tahun. Tahap sensorimotor
ini merupakan tahap pertama menurut Piaget. Pada tahap ini anak membangun pengetahuan tentang dunianya melalui pengalaman sensoris seperti melihat dan mendengar, serta pengalaman tindakan fisik dan motorik. 2.
Tahap praoperasi Anak usia 2 sampai 7 tahun masuk dalam tahapan kedua menurut Piaget.
Pada tahap ini anak membangun pengetahuan tentang dunianya melalui kata-kata dan gambar-gambar. 3.
Tahap operasi konkret Tahap operasi konkret berlangsung ketika anak berusia 7 sampai 11 tahun.
Ini adalah tahap ketiga Piaget. Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan melibatkan objek-objek dalam aktivitasnya. Pada tahap ketiga ini juga anak mulai dapat memecahkan masalah yang ada. 4.
Tahap operasi formal Tahap operasi formal terjadi pada anak usia antara 11 sampai 15 tahun dan
terus berlangsung sampai ia tumbuh dewasa. Tahapan ini merupakan tahapan keempat dan terakhir menurut Piaget. Pada tahp ini, anak lebih banyak lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
mengalami pngelaman-pengalaman konkret dan dapat berpikir secara abstrak dan lebih logis. Dari keempat tahap perkembangan menurut Piaget, anak kelas IV sekolah dasar masuk dalam tahap perkembangan yang ketiga. Tahap ketiga menurut Piaget adalah tahap operasi konkret yang berlangsung ketika anak berusia 7 sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan melibatkan objekobjek dalam aktivitasnya. Pada tahap ketiga ini juga anak mulai dapat memecahkan masalah yang ada. Piaget (dalam Santrock, 2011: 27-28) mengemukakan bahwa anak-anak sudah dapat membangun pengetahuannya tentang dunia secara aktif melalui empat tahap perkembangan kognitif. Dalam membangun pemahaman tentang dunianya secara kognitif anak melalui dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi. Untuk membuat dunia menjadi masuk akal, kita berusaha mengorganisasikan pengalaman-pengalaman (Carpendale, Muller, & Bibok, 2008 dalam Santrock 2011). Contohnya yaitu ketika kita memisahkan antara pemikiran-pemikiran atau pendapat-pendapat yang penting dari pemikiran-pemikiran atau
pendapat-
pendapat yang kurang penting dan mengaitkan antara pemikiran atau pendapat yang satu dengan pemikiran atau pendapat yang lain. Tahap operasional konkret yaitu dimana anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk yang berbeda. Anak dalam tahap operasi konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu masalah misalnya aljabar, karena masih terlalu abstrak dalam tahap ini untuk memikirkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
Sebagai contoh, seorang anak diberi dua bola lilin yang panjang dan tipis, sedangkan yang lain tetap pada bentuk yang asli. Kemudian anak diberi pertanyaan apakah lebih banyak lilin di dalam bola atau di dalam potongan lilin yang panjang dan tipis itu? Pada saat anak usia 7 atau 8 tahun, sebagian besar menjawab kedua bentuk lilin tersebut sama. Agar anak dapat menjawab pertanyaan itu dengan benar, maka anak-anak harus membayangkan bahwa bola lilin digulung kembali ke bentuk aslinya yang bundar. Dalam imajinasi ini anak melibatkan tindakan mental dua arah yang disatukan dalam objek yang konkret dan nyata. Operasi-operasi konkret memungkinkan anak memikirkan beberapa karakteristik dan bukan berfokus pada bagian tunggal suatu objek. Salah satu keterampilan yang penting dalam tahap ini adalah kemampuan menggolongkan atau membagi benda-benda ke dalam tempat yang berbeda, dan memperhitungkan kaitannya. Anak-anak pada tahap operasi-konkret juga mampu melakukan seriation (mengurutkan secara adil), yaitu kemampuan mengurutkan simulasi menurut satu dimensi kuantitatif (misalnya: panjang). Agar guru dapat melihat apakah siswa sudah dapat mengurutkan secara seri, guru dapat menempatkan delapan tongkat dengan panjang yang berbeda-beda secara acak. Kemudian guru meminta siswa untuk mengurutkan kedelapan tongkat-tongkat tersebut berdasarkan panjangnya. Banyak anak akan menyelesaikan tugas ini dengan menggolongkan mana yang “panjang” dan mana yang “pendek”. Mereka tidak mengurutkan tongkat-tongkat tersebut secara benar. Tetapi anak dalam tahap operasi konkret mampu memahami bahwa masing-masing tongkat harus lebih panjang dari tongkat yang sebelumnya, dan lebih pendek dari tongkat sesudahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
Dalam buku lain, Piaget juga mengemukakan bahwa ada 10 pemikiran lain mengenai ciri-ciri operasi konkret, yaitu (1) adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh; (2) melihat dari berbagai macam segi; (3) seriasi; (4) klasifikasi; (5) bilangan; (6) ruang, waktu, dan kecepatan; (7) kausalitas; (8) probabilitas; (9) penalaran; 10) egosentrisme dan sosialisme, berikut adalah penjelasannya. 1.
Adaptasi dengan Gambaran yang Menyeluruh Pada tahap ini anak sudah dapat mengemukakan mengenai ingatan,
pengalaman, dan objek yang telah dialaminya secara menyeluruh. Sebagai contoh, anak mulai dapat menggambarkan situasi di sekolahnya, perjalanan dari sekolah ke rumahnya, dan lain-lain (Piaget & Inhelder, 1969). Adaptasi anak dengan lingkungan melalui gambaran lingkungan itu. Terlihat jelas bahwa pada tahap ini adaptasi seorang anak sudah lebih berkembang. 2.
Melihat dari Berbagai Macam Segi Anak pada tahap ini sudah dapat melihat suatu objek atau permasalahan
secara sedikit menyeluruh dengan melihat situasinya. Anak tidak hanya memusatkan pada fokus tertentu tetapi dapat sekaligus mengamati hal-hal lain dalam waktu bersamaan. Anak mulai dapat melihat permasalahan dari sudut pandang yang berbeda. Hal ini disebut dengan decentering Sebagai contoh, dalam menggambarkan suatu benda, anak sudah menggabungkan beberapa unsur benda. Selain itu, decentering juga dilakukan teradap hubungan dengan orang lain dan hubungan sosial (Piaget & Inhelder, 1969). Misalnya anak mulai mengenal dan berhubungan dengan beberapa teman secara bersama-sama dan memperhatikan hal-hal yang dibicarakan oleh teman-temannya. 3.
Seriasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Seriasi adalah suatu proses untuk mengatur semakin besar atau semakin kecil suatu unsur-unsur. Urutan dapat dibuat dari kecil ke besar atau dari besar ke kecil. Seriasi bisa berupa ukuran, berat, volume, dan lain-lain. 4.
Klasifikasi Menurut Piaget apabila anak berusia 3 tahun dan 12 tahun diberi berbagai
macam objek dan diminta menggolongkannya, ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Misalnya anak diberi berbagai macam benda geometris (bulat, segitiga, bujursangkar) dengan berbagai macam warna. Anak diminta menggolongkan benda-benda tersebut. Di dalam penelitiannya, Piaget menemukan adanya tiga level perkembangan. Level 1. Anak berusia 4 dan 5 tahun biasanya menggabungkan bendabenda berdasarkan kesamaannya. Tetapi, ukuran kesamaannya ialah kesamaan dua objek pada waktu yang sama. Jadi, anak mengumpulkan lingkaran putih dan lingkaran merah karena sama-sama lingkaran. Kemudian anak menambahkan segitiga putih pada lingkaran putih, karena sama-sama putih. Hasilnya, penggolongan menjadi bercampur. Anak hanya membandingkan dua-dua dan belum melihat secara keseluruhan. Level 2. Anak berusia 7 tahun menggabungkan benda-benda yang memiliki kesamaan dalam satu dimensi. Sebagi contoh, semua lingkaran disatukan dan semua segitiga disatukan karena digolongkan berdasarkan bentuk. Apabila anak menggolongkannya menurut arna, maka akan terjadi semua warna biru disatukan dengan biru dan semua warna hijau disatukan dengan warna hijau. Level 3. Anak berusia 8 tahun dapat menggolongkan benda-benda dengan baik. Anak dapat menentukan hubungan antara kelas dan subkelas (Wadsworth, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Hal yang menarik dalam klasifikasi objek adalah anak usia 7-11 tahun sudah dapat menggolongkan benda atau objek dengan cara memperhitungkan tingkatannya. Anak-anak sudah mampu berpikir secara bersamaan, baik pada keseluruhan maupun
pada
bagian-bagian,
meskipun
masih
berdasarkan
pengelihatan yang konkret. 5.
Bilangan Pada tahap ini Piaget tidak membahas mengenai 2+2 = 4. Tetapi ia tertarik
pada korespondensi datu-satu dan kekekalan. Korespondensi satu-satu yaitu pemasangan satu per satu antara unsur-unsur dalam suatu himpunan benda (A) dengan unsur-unsur dalam suatu himpunan lain (B). setiap unsur pada benda A berpasangan dengan unsur pada benda B satu-satu (lihat Gambar 2.1). A
B
Gambar 2.1 Korespondensi satu-satu
Dalam percobaan, Piaget memberikan kepada anak beberapa benda dengan bentuk yang beragam (lihat Gambar 2.2). B
A Benda dengan berbagai bentuk
Gambar 2.2 Percobaan Korespondensi Satu-satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Pada kotak A diisi dengan lima jenis benda yang berbeda. Kemudian anak diminta memilih benda-benda lain dan dimasukkan ke dalam kotak B dengan jumlah yang sama dengan benda di dalam kotak A. beberapa anak mulai memasangkan benda yang ada di dalam kotak B dengan benda yang ada di dalam kotak A. apabila ada benda yang tidak memiliki pasangan, maka salah satu dari kotak tersebut memiliki isi benda yang lebih banyak daipada yang lain. Meskipun bentuk bendanya berbeda, ada sesuatu yang tetap (konstan), yaitu jumlah bendanya. Contoh lain dari sifat kekekalan yaitu anak diminta mengambil 10 keping uang logam. Setelah itu, anak diminta mengurutkannya dan kemudian menghitungnya. Lalu anak diminta menyusun dengan berbagai macam susunan dan anak diminta menghitungnya kembali. Setelah dihitung ternyata jumlahnya tetap sama. Ini merupakan sifat kekekalan yang menjadi pengetian bilangan. Sifat kekekalan menghilangkan semua perbedaan yang ada pada setiap objek. 6.
Ruang, Waktu, dan Kecepatan Pada saat berusia 7 atau 8 tahun, anak sudah mengerti mengenai urutan
ruang dengan melihat melalui jarak suatu benda atau kejadian. Pada usia 8 tahun, anak sudah bisa mengerti hubungan urutan waktu yaitu sesudah dan sebelum, serta panjang dan pendek. Saat usia 10 atau 11 tahun, anak mulai menyadari konsep waktu dan kecepatan. Pada tahap operasi konkret, anak akan memperhatikan laju sebuah benda dan hubungan antara waktu dengan jarak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
7.
Kausalitas Pada tahap kausalitas, anak sudah lebih mendalam melihat sebab dari
suatu kejadian. Anak mulai bertanya-tanya mengenai mengapa hal itu terjadi. Selain itu juga ia mulai melihat dan mengamati sesuatu yang terjadi di sekitarnya. 8.
Probabilitas Pada tahap ini anak mulai bisa mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi
pada dirinya apabila ada sesuatu hal yang ia lakukan, meskipun mereka tidak bisa mengetahui secara jelas apa akibat dari sesuatu yang ia lakukan. Probabilitas pada tahap ini sebagai perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mungkin akan terjadi. 9.
Penalaran Ada beberapa macam bentuk penalaran, yaitu sinkretis, jukstaposisi,
ordinal, dan relasi bagian-keseluruhan (part-whole relation). Hingga usia 8 atau 9 tahun, penalaran anak masih sinkretis, yakni kecenderungan menghubungkan suatu rangkaian gagasan-gagasan yang terpisah dalam suatu keseluruhan yang membingungkan. Sebagai contoh, anak membuat dua pernyataan “Bila kucing pergi, tikus mulai bermain”. Dua kalimat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya, tetapi anak merasa bahwa keduanya memiliki arti yang sama. Saat anak berusia 6-10 tahun penalaran anak masuk pada jukstaposisi, yaitu secara asal meletakkan satu kalimat dengan kalimat yang lain, tanpa ada sebab akibatnya. Contohnya adalah “Saya harus mandi” karena “Sesudah itu saya bersih”. Atau “Orang jatuh dari sepeda” karena “Ia terluka kakinya”. Pada kesehariannya, anak pada tahap ini juga jarang memberikan alasan saat berbicara. Hal ini juga terjadi pada saat anak menggambar. Ketika anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
menggambar sepeda ia hanya menggambarkan bagian dari sepeda, tetapi tidak menghubungkannya. Hal ini terlihat bahwa anak belum berpikir secara kesseluruhan. 10.
Egosentrisme dan Sosialisme Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentrisme dalam pemikirannya.
Anak sadar bahwa orang lain memiliki pemikiran yang berbeda. Hal ini terjadi ketika anak mulai bertemu dengan teman-temannya dan mulai berbicara satu sama lain dengan bahasa yang komunikatif. Tahap operasi konkret dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah mulai menggunakan logika tertentu. Anak juga sudah berpikir lebih menyeluruh dengan memikirkan dua hal atau lebih dalam waktu yang bersamaan (decentering). Konsep bilangan, waktu, dan ruang sudah semakin terbentuk dengan lengkap. Ini membuat pemikiran anak sudah tidak tidka egosentris lagi. Meskipun demikian, pemikiran yang logis dengan segala unsurnya seperti yang dijelaskan di atas, masih terbatas penerapannya terhadap hal-hal konkret. Anak dalam tahap ini masih sulit dalam memecahkan persoalan yang mempunyai segi dan variabel yang terlalu banyak. 2.2
Hasil Penelitian yang Relevan Darmoko (2002) meneliti tentang “Ruwatan: Upacara Pembebasan
Malapetaka
Tinjauan
Sosiokultural
Masyarakat
Jawa”.
Penelitian
ini
dilatarbelakangi oleh masyarakat Jawa yang hingga kini masih mempertahankan, melestarikan, meyakini, dan mengembangkan adat-istiadat. Hal ini benar-benar dapat memberikan pengaruh terhadap sikap, pandangan, dan pola pemikiran bagi masyarakat yang menganutnya. Adat-istiadat Jawa telah tumbuh dan berkembang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
lama, baik di lingkungan kraton maupun di luar kraton. Adat istiadat Jawa tersebut memuat sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan kehidupan masyarakat, yang kini masih dipatuhi oleh orang Jawa yang masih ingin melestarikannya sebagai warisan kebudayaan yang dianggap luhur dan agung. Dalam melestarikan adat-istiadat, masyarakat Jawa melaksanakan tata upacara tradisi sebagai wujud perencanaan, tindakan, dan perbuatan dari tata nilai yang telah teratur rapi. Sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan diwujudkan dalam upacara tradisi yang bertujuan agar tata kehidupan masyarakat Jawa selalu ingin lebih berhati-hati, agar dalam setiap tutur kata, sikap dan tingkah-lakunya mendapatkan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan baik jasmaniah maupun rokhaniah. Tata upacara tradisi yang masih dipatuhi serta tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa pada prinsipnya merupakan siklus dan selalu mengikuti dalam kehidupan mereka, sejak seseorang belum lahir, lahir, dan meninggal. Upacara tradisi Jawa yang diperuntukkan bagi manusia sejak dalam alam kandungan hingga meninggal itu sering disebut upacara selamatan. Upacara selamatan diperuntukkan bagi manusia yang belum lahir, seperti: kehamilan bulan ke tiga (neloni), kehamilan bulan ke empat (ngapati), dan kehamilan bulan ke tujuh (mitoni/ tingkeban). Setelah manusia dilahirkan di dunia, maka bentuk upacara yang diperuntukkan baginya, antara lain: kelahiran bayi (brokohan), lima hari (sepasaran), puput pusar, tiga puluh lima hari (selapanan), sunatan, tedak siten, perkawinan, dan ruwatan. Sedangkan upacara selamatan bagi manusia yang telah meninggal, yaitu: saat meninggal dunia (geblak), hari ke tiga, hari ketujuh, hari ke empat puluh, hari ke seratus (nyatus), satu tahun (pendhak pisan), dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
tahun (pendhak pindho), dan tiga tahun (pendhak katelu/ nyewu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adat-istiadat itu mengandung tata nilai, aturan, norma, maupun kebiasaan yang mengikat masyarakat penganutnya sekaligus merupakan cita-cita yang diharapkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Upacara ruwatan sebagai salah satu adat-istiadat Jawa merupakan tradisi yang kini masih dipercayai sebagai sarana melepaskan, menghalau, atau membebaskan seseorang dari ancaman mara bahaya yang disebabkan oleh suatu peristiwa. Murwakala berusaha untuk menghubungkan dunia nyata dengan dunia gaib, dalam hal ini melepaskan sukerta (aib) yang melingkupi seseorang. Arif (2013) meneliti tentang “Makna Simbolik Ruwatan Cukur Rambut Gembel di Desa Dieng Kejajar Wonosobo”. Penelitian ini dilatarbelakangi karena anak berambut gembel memiiki karakter dan perilaku yang berbeda dari kebiasaan anak seusianya. Kalau tidak energik, nakal, berjiwa heroik, suka mengatur, akan muncul perilaku yang diam, pemalu, susah bergaul dengan dunia luar. Ruwatan cukur rambut gembel adalah adalah kegiatan ritual, sedangkan ritual sendiri berkaitan dengan identitas kepercayaan masyarakat. Didalamnya terkandung makna utama yaitu kemampuan masyarakat dalam memahami konteks lokal dan kemudian diwujudkan dengan dialog terhadap kondisi yang ada. Masyarakat cenderung memandang adanya sebuah kekuatan gaib yang menguasai alam semesta dan untuk itu harus dilakukan dialog. Senada dengan kondisi kejiwaan anak berambut gembel yang diyakini masyarakat lebih pada kekuatan mitos dimana gejala kejiwaan yang muncul sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik rambut yang tumbuh gembel. Lebih jauh berpangkal pada mitos menceritakan bahwa rambut gembel itu merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
“titipan”. Karena itu hanya merupakan titipan, maka suatu saat akan diambil kembali oleh yang punya. Kondisi anak yang begitu selanjutnya disebut anak “sukerta” yaitu anak yang dicadangkan menjadi mangsa Batara Kala. Untuk melepaskan dan mengangkat kembali anak dari kondisi sialnya itu atau membersihkan sesukernya (gembelnya) harus dilakukan upacara Ruwatan. Ruwatan berasal dari kata Ruwat yang artinya melepaskan yaitu melepaskan dari karakteristik anak gimbal yang di cadangkan menjadi mangsa Batara Kala. Budaya Ruwatan Cukur Rambut Gembel yang hingga sekarang masih dilakukan merupakan indikasi bahwa masyarakat Dieng yang masih memegang teguh tradisi- tradisi nenek moyang mereka, meskipun seiring dengan berkembangnya zaman proses dan tata caranya memengalami pergeseran namun esensi dari ruwatan tersebut tetap sama. Bagi masyarakat Dieng, upacara ruwatan ini memiliki makna yang sangat sakral dalam kehidupan mereka. Ketenangan hati mereka akan tercapai jikalau anak mereka yang memiliki rambut gimbal telah diruwat dan dipotong rambut gimbalnya. Mereka sangat yakin dan percaya sekali bahwa setelah anaknya yang berambut gimbal diruwat dan dipotong rambutnya yang gimbal maka si anak tersebut akan terbebas dari sesuker yang dititipkan oleh Kyai Kolodete. Wening (212)
meneliti
“Pembentukan Karakter
Bangsa
Melalui
Pendidikan Nilai”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pihak yang menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan nilai pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni kekerasan yang ditunjukkan oleh kenakalan remaja dalam masyarakat seperti perkelahian massal, perusakan lingkungan hidup, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
korupsi merupakan tiga contoh permasalahan yang semakin lama dirasakan sebagai permasalahan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Perilaku seseorang ditentukan oleh faktor lingkungan dengan landasan teori kondisioning, ada fungsi bahwa karakter ditentukan oleh lingkungan. Seseorang akan menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter. Tentunya ini memerlukan usaha secara menyeluruh yang dilakukan semua pihak: keluarga, sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengembangkan dimensi pembentuk karakter, yaitu nilai-nilai kehidupan dalam pendidikan konsumen; (2) menelaah perolehan dimensi pendidikan nilai sebagai pembentuk karakter melalui faktor-faktor lingkungan; (3) mengungkap pencapaian pembentukan karakter melalui faktor-faktor lingkungan dan implementasi pendidikan nilai dalam mata pelajaran/kurikulum. Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena dapat menambah pemahaman para guru tentang pengembangan kurikulum menuju integrated learning, dan pengembangan sekolah sebagai pusat budaya yang kuat dalam pembentukan karakter bangsa. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian ini memberikan wacana baru dalam merekonstruksi mata pelajaran mulai dari pengembangan konstruk, pembuatan modul pembelajaran nilai, dan proses penilaian. Berdasarkan hasil refleksi guru, teridentifikasi 17 nilai-nilai kehidupan terkandung dalam pendidikan konsumen. Nilai-nilai kehidupan tersebut berketerkaitan dengan seluruh dimensi pembentuk karakter, yaitu: nilai kesadaran diri dan tanggung jawab dengan nilai kepercayaan; nilai bijaksana dan toleransi sosial dengan nilai menghargai orang; kesadaran diri, tanggung jawab,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
menghargai uang dan nasionalisme dengan tanggung jawab; nilai bijaksana dan keadilan dengan nilai keadilan; nilai toleransi sosial, peduli dan sadar lingkungan dengan nilai kepedulian; nilai tanggung jawab dan nasionalisme dengan nilai kewarganegaraan; nilai tanggung jawab dengan nilai kejujuran; nilai kritis dengan nilai keberanian; nilai kesadaran diri, tanggung jawab, hemat, teliti, produktif dan menghargai uang dengan nilai kerajinan; kesadaran diri dan tanggung jawab dengan nilai totalitas. Berdasarkan jurnal di atas, dua penelitian tentang tradisi ruwatan menyatakan bahwa ruwatan dapat membebaskan seseorang dari segala kesialan, sakit, malapetaka, maharabahaya, dan segala sesuatu yang dianggap mengancam bagi seseorang. Penelitian yang ketiga menyatakan bahwa pendidikan karakter dapat diperoleh dari nilai-nilai kehidupan lingkungan anak. 2.3
Kerangka Berpikir Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan cara-cara yang unik dalam
menjalankan tradisinya, salah satunya yaitu suku Jawa. Adat istiadat atau tradisi yang masih hidup dalam masyarakat Jawa hingga saat ini yaitu Ruwatan, Sadranan, Suran, Yaqowiyu, Mitoni, dan Tedhak Siten. Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan untuk membebaskan seseorang dari marabahaya. Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. Nilainilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan. Namun, pada saat ini masih banyak anak-anak yang tidak tahu tentang tradisi ruwatan. Hal ini terbukti dari hasil kuisioner pra penelitian yang peneliti peroleh di SD Negeri Nanggulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Berdasarkan masalah tersebut peneliti terdorong untuk menyusun buku cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe berupa buku cerita bergambar terdiri dari cover berisi judul yaitu “Ruwatan”. Isinya memuat kata pengantar untuk membantu pembaca mengerti keseluruhan isi buku. Isi buku berupa sebuah buku cerita tentang kegiatan tradisi ruwatan yang disertai 16 gambar. Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan, pendidikan karakter, dan biodata penulis. 2.4
Pertanyaan Penelitian Peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimanakah hasil
penelitian ini selanjutnya, peneliti memiliki beberapa pertanyaan penelitian yaitu, sebagai berikut. 2.4.1 Bagaimana prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”? 2.4.2 Bagaimana kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN Bab III ini akan menguraikan mengenai jenis penelitian, setting penelitian, langkah-langkah pengembangan, uji coba prototipe, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. 3.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan,
yang biasa dikenal dengan R & D (Research and Development). Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012: 297). Penelitian ini akan mengembangkan produk berupa pengembangan prototipe buku cerita tentang ruwatan untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan di sekolah dasar. 3.2
Setting Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada awal semester (genap) T.A. 2015/2016 di SD Negeri Nanggulan yang beralamatkan di Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta, kode pos 55285. 3.2.2 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah anak usia 9-10 tahun di Yogyakarta yaitu anak kelas IV di SD Negeri Nanggulan. Keseluruhan subjek uji coba prototipe berjumlah 28 anak.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
3.2.3 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan di sekolah dasar. 3.2.4 Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan delapan bulan terhitung mulai dari bulan Juni 2015 sampai Februari 2016. 3.3
Prosedur Pengembangan Prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan untuk
anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan di sekolah dasar mengikuti langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono (2012: 298). Prosedur pengembangan ini melalui sepuluh langkah prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012: 298), yaitu tahap (1) potensi dan masalah, (2) mengumpulkan informasi, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) perbaikan desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) pembuatan produk masal. Langkahlangkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan berikut. Potensi dan Masalah
Pengumpulan Data
Uji coba Pemakaian
Perbaikan Produk
Revisi Produk
Desain Produk
Uji coba Produk
Validasi Desain Revisi Desain
Pembuatan Produk Masal
Bagan 3.1 Langkah-langkah Metode Research and Development (Sugiyono, 2012: 298)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
Namun, peneliti hanya menggunakan enam langkah. Langkah-langkah dalam prosedur pengembangan prototipe buku cerita tetang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan meliputi (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk, yang akan dijelaskan pada Bagan 3.2 di bawah ini.
Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan
Tahap I Potensi dan Masalah
Tahap II Pengumpulan Data
Tahap III Desain Produk
Tahap IV Validasi Desain
Tahap V Revisi Desain
Potensi: Tradisi ruwatan memiliki nilainilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan Masalah: Kurangnya pemahaman anak tentang tradisi ruwatan. Pembagian lembar kuesioner pra penelitian Menyusun buku cerita Menbuat cerita Menentukan gambar tradisi ruwatan Membuat sketsa Konsultasi dan revisi Menggabungkan cerita dan gambar
Prototipe divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa
Perbaikan prototipe berdasarkan saran validator
Tahap VI Uji Coba Produk
Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
3.3.1 Potensi dan Masalah Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah (Sogiyono: 298). Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi (Sogiyono: 299). Jadi potensi masalah adalah sesuatu hal yang tidak diharapkan terjadi tetapi memungkinkan untuk terjadi. Penelitiaan ini dilatarbelakangi oleh potensi dan masalah yang ditemukan oleh peneliti berdasarkan penyebaran kuisioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Pembagian lembar kuisioner bertujuan untuk mengetahui apakah anak usia 9-10 tahun membutuhkan sebuah buku cerita bergambar tentang ruwatan guna meningkatkan pengembangan karakter khususnya karakter kebangsaan bagi anak. Hal ini mendorong peneliti sebagai calon guru SD untuk membuat buku cerita bergambar tentang ruwatan dengan tujuan menanamkan pendidikan karakter sejak dini dan anak-anak memahami tradisi ruwatan. Oleh sebab itu, buku cerita bergambar tentang ruwatan ini disusun dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan konteks pendidikan karakter kebangsaan. 3.3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan lembar kuisioner kepada 29 anak di SD Negeri Nanggulan. Pengumpulan data ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengetahui bentuk perencanaan buku cerita anak yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
dibuat sehingga produk yang dihasilkan dapat membantu pemahaman anak-anak di SD Negeri Nanggulan mengenai tradisi ruwatan. 3.3.3 Desain Prototipe Pada tahap ini, peneliti merancang dan menyusun prototipe buku cerita bergambar tentang ruwatan agar gambar-gambar yang termuat di dalam buku dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan. Desain prototipe diawali dengan membuat cerita dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak-anak. Cerita yang termuat dalam buku tentu saja mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Setelah itu, peneliti menentukan gambar-gambar yang akan dipakai dalam buku cerita anak tentang ruwatan. Setelah menentukan gambar peneliti mencoba menggambar sketsa dengan bantuan seorang teman mengenai kegiatan dalam tradisi ruwatan seperti upacara siraman, srah-srahan, pertunjukan wayang, dan pemotongan rambut. Kemudian, peneliti menggabungkan antara cerita dan gambar dengan cara manual. Peneliti mendesain prototipe buku cerita anak tentang ruwatan untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Peneliti kemudian menentukan sumber pustaka yang akan digunakan dalam penyusunan buku cerita bergambar. Desain produk yang berupa prototipe ini terdiri dari cover/sampul bagian depan, halaman soft cover, kata pengantar, daftar isi, isi yang berupa cerita, lembar refleksi siswa, daftar pustaka, dan biodata penulis. 3.3.4 Validasi Prototipe Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan selanjutnya divalidasikan oleh seorang dosen ahli sastra dan bahasa Universitas Sanata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Dharma Yogyakarta. Hal ini untuk melihat apakah buku cerita anak yang disusun oleh peneliti sudah mencapai hasil produk yang maksimal dan layak. Validasi prototipe ini bertujuan untuk memperoleh kritik dan saran serta penilaian dari pakar terhadap produk yang dikembangkan. Hal itu meliputi dari segi bahasa apakah sudah sesuai dengan kaidah penulisan EYD atau belum, apakah bahasa mudah dipahami anak usia 9-10 tahun. Melalui kritik dan saran yang diperoleh maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari produk yang dikembangkan. 3.3.5 Revisi Prototipe Revisi prototipe dilakukan setelah mendapatkan kritik dan saran dari para ahli. Hasil kritik dan saran dari para ahli menjadi landasan bagi peneliti untuk memperbaiki kekurangan dari prototipe buku cerita anak tentang ruwatan agar menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak usia 9-11 tahun. Pada saat pertama kali memberikan draf cerita kepada dosen pembimbing, cerita saya ditolak. Kemudian saya mencoba memperbaiki ceritanya disertai dengan melengkapi gambar yang akan ada di dalam cerita. Setelah itu, saya tunjukkan lagi kepada dosen. Gambar yang ada di dalam cerita disetujui hanya saja kurang diwarnai dan seluruh gambar harus disesuaikan, sehingga tidak besar kecil. Jalannya ceritanya pun sudah disetujui hanya nama tokoh dan tempat yang masih kurang pas. Setelah gambar selesai diwarnai dan ceritanya pun telah diperbaiki, prototipe siap diberikan kepada validator untuk mendapatkan kritik dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
3.3.6 Uji Coba Prototipe Uji coba prototipe dilakukan kepada anak usia 9-10 tahun di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Anak usia 9-10 tahun ialah siswa/siswi kelas IV di SD Negeri Nanggulan. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah buku cerita anak tentang ruwatan yang telah dibuat, layak dan mempunyai kualitas yang baik untuk menambah pengetahuan anak tentang salah satu tradisi Jawa yaitu ruwatan dan menumbuhkan karakter kebangsaan dalam diri anak yang membacanya. 3.4
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara dan
kuesioner. Instrumen adalah alat ukur dalam penelitian Sugiyono (2010). Syaodih (2006) menuturkan bahwa wawancara adalah salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang dilakukan secara lisan dalam bentuk pertemuan tatap muka secara individual. Wawancara bertujuan untuk memperoleh data dari sumber. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak mengenai tradisi ruwatan. Kuesioner digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak, menganalisis kebutuhan anak, dan untuk mengetahui seberapa perlunya buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan untuk anak. Lembar kuesioner berupa instrumen pra penelitian, instrumen validasi prototipe, dan instrumen uji coba prototipe berupa refleksi anak yang diberikan kepada 28 anak di SD Negeri Nanggulan Maguwoharjo. Adapun kisi-kisi dan kuisioner wawancara yang digunakan pada pra penelitian ditujukan untuk anak dan orang tua. Sedangkan sesudah uji coba adalah kisi-kisi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
kuisioner untuk anak. Berikut ini adalah kisi-kisi yang digunakan untuk penelitian. 3.4.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara Wawancara menjadi acuan peneliti untuk melakukan wawancara langsung kepada responden untuk mendapatkan sebuah garis besar yang pada akhirnya akan digunakan untuk melakukan penelitian. Wawancara dilakukan kepada orang tua dan juga siswa SD. Lembar wawancara digunakan untuk pra penelitian. Berikut adalah kisi-kisinya Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara No 1 2 3 4 5
Kisi – kisi Apakah arti tradisi ruwatan? Apakah tujuan tradisi ruwatan? Apa saja yang harus dipersiapkan dalam tradisi ruwatan? Bagaimana urutan tradisi ruwatan? Siapa saja yang harus diruwat ?
3.4.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Lembar kuesioner digunakan untuk pra penelitian dan pasca penelitian. Lembar kuesioner ditujukan untuk 29 siswa yang berusia 9-10 tahun. Berikut ini adalah kisi-kisi lembar kuesioner yang telah dilakukan oleh peneliti. Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Pra Penelitian
No Aspek
Nomor Item
1.
Definisi ruwatan
1 dan 2
2.
Tujuan ruwatan
3 dan 4
3.
Kegiatan-kegiatan pada tradisi nyadran
5, 6, 7, 8, 9, dan 10
4.
Upaya mengenalkan budaya Jawa menggunakan buku cerita
11 dan 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kuisioner Pra Penelitian No
Aspek
Nomor
Pernyataan
Item 1.
Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya
1.
Definisi ruwatan
(olah pikir dan olah hati). 1 dan 2
2.
Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari “sukerta” (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap
mengganggu
keselamatan
hidup
seseorang. (olah pikir dan olah hati). 3.
Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang mengancamnya (olah hati dan olah
Tujuan 2.
ruwatan pada
pikir yang berkaitan dengan beriman pada
3 dan 4
umumnya
Tuhan). 4.
Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat seseorang kembali sehat dan ceria (olah raga atau kinestetika ).
5.
Dalam
menyelenggarakan
upacara
ruwatan
membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak orang/gotong royong (olah rasa dan karsa) 6.
Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang (olah rasa dan olah hati yang berkaitan dengan beriman dan taqwa).
Kegiatan3.
kegiatan pada
5-10
7.
Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan dapat merefleksikan cerita yang ada dalam
tradisi ruwatan
pertunjukkan wayang (reflektif). (olah pikir) 8.
Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut diserahkan
pada
dalang
sebagai
simbol
pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat (olah hati yang berkaitan dengan amanah). 9.
Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang karena telah mengruwat anaknya (olah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
hati dan olah rasa berkaitan dengan rasa bersyukur dan kepedulian) 10. Ketika
pertunjukan
wayang
selesai
secara
bersama-sama menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak keluarga (olah rasa dan karsa berupa kebersamaan). Upaya
11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan
mengenalkan 4.
budaya jawa menggunakan
tentang ruwatan. 11-12
12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.
buku cerita
Tabel 3.4 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra Penelitian untuk Anak No 1.
2.
3. 4. 5. 6.
7.
8. 9. 10. 11.
Pernyataan Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari “sukerta” (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang mengancamnya. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat seseorang kembali sehat dan ceria. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak orang/gotong royong. Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang (olah rasa dan olah hati yang berkaitan dengan beriman dan taqwa). Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan dapat merefleksikan cerita yang ada dalam pertunjukkan wayang (reflektif). Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang karena telah meruwat anaknya. Ketika pertunjukan wayang selesai secara bersama-sama menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak keluarga. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang
Ya
Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
ruwatan. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.
12.
Berdasarkan kisi-kisi tersebut, lembar kuesioner menunjukkan bahwa terdapat 12 pernyataan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tradisi ruwatan. Lembar kuesioner dibagikan kepada siswa kelas IV di SD Negeri Nanggulan Maguwoharjo. Lembar kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa mengenai tradisi ruwatan dan mengetahui seberapa perlunya buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan. 3.4.3 Instrumen Validasi Produk Peneliti menyusun instrumen validasi produk yang digunakan ahli untuk menilai kualitas prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan berupa kuisioner. Kuisioner untuk validasi prototipe oleh para ahli ditunjukkan agar peneliti mengetahui tingkat kualitas dan kelayakan prototipe yang dikembangkan oleh peneliti. Tabel 3.5 Instrumen Validasi Produk
No
Item yang dinilai
1.
Bahasa a. Bahasa sesuai dengan kaidah penulisan EYD. b. Bahasa mudah dipahami anak usia 9-10 tahun. Format penulisan
2.
a. Sesuai
dengan kaidah penulisan buku cerita anak.
b. Menggunakan kepustakaan yang sesuai dengan teori salah satu tradisi Jawa yaitu nyadran yang diintegrasikan dengan pendidikan karakter kebangsaan. 3.
Isi a.
Memuat cerita tentang ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa.
1
Skor 2 4
5
Saran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
b. Memuat 16 gambar tentang tradisi ruwatan. c. Gambar-gambar diberi keterangan. d. Memuat nilai spiritual dan sosial. e. Memuat refleksi berkaitan dengan tradisi ruwatan.
3.4.4
Instrumen Uji Coba Prototipe Peneliti menyusun instrumen uji coba untuk mengetahui pemahaman anak
terhadap tradisi ruwatan melalui buku cerita. Instrumen ini nantinya berupa refleksi yang diisi oleh anak setelah menggunakan produk buku cerita anak tentang tradisi. Berikut ini adalah kisi-kisi penyususn instrumen setelah uji coba berupa refleksi untuk anak. Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe
No.
Aspek Olah hati
1. 2. 3. 4.
Olah pikir Olah raga Olah rasa dan karsa
Indikator
No. Pernyataan
- Permohonan doa kepada orang tua - Tujuan siraman, srah-srahan, dan pemotongan rambut - Arti ruwatan - Orang yang telah diruwat akan kembali bersih dan sehat. - Tirakatan
3, 4, 5, 6
1 dan 2 8 7
Tabel 3.7 Instrumen Uji Coba berupa Refleksi untuk Anak
No Pernyataan Setelah membaca buku cerita “ Ruwatan”, saya: 1. mengerti arti ruwatan sebagai permohonan untuk membebaskan diri dari sakit. 2. mengerti arti ruwatan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan karena terbebas dari sakit. 3. mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan bertujuan sebagai tanda pembersihan diri Tini. 4. mengerti bahwa permohonan doa kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan. 5. Mengerti bahwa srah-srahan bertujuan untuk menaati aturan yang ada dalam upacara ruwatan.
Ya
Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
6. mengerti bahwa pemotongan rambut dalam upacara ruwatan sebagai tanda jika seseorang sudah diruwat dan terbebas dari mangsa Batara Kala. 7. memahami bahwa acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan). 8. mengerti bahwa orang yang telah diruwat akan kembali bersih dan sehat. 9. buku cerita “Ruwatan” membantu saya mengerti arti dari tradisi ruwatan. 10. buku cerita “Ruwatan” membantu saya melestarikan tradisi ruwatan.
3.5
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti menggunakan data
kuantitatif dan data kualitatif. Hasil pengumpulan data pada penelitian ini berupa kuantitatif yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diberikan kepada 29 anak. Teknik pembagian kuesioner bertujuan untuk membantu peneliti dalam melakukan revisi ulang atas pengembangan buku cerita anak tentang ruwatan tersebut. Data atau informasi yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan informasi mengenai kebutuhan anak terhadap pentingnya menjaga dan melestarikan tradisi ruwatan. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara sebelum penelitian dilakukan. Teknik pengumpulan data secara rinci akan dijabarkan sebagai berikut ini. 3.5.1 Kuisioner Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Sugiyono (2010) mengatakan bahwa kuesioner ialah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
analisis kuisioner pakar ahli dan siswa selanjutnya digunakan peneliti sebagai pertimbangan untuk merevisi pengembangan prototipe yang akan dibuat. Kuisioner yang disusun oleh peneliti meliputi kuisioner validasi prototipe buku cerita bergambar dan kuisioner refleksi anak. Hasil penyebaran kuesioner merupakan data kuantitatif. Kuisioner validasi prototipe digunakan peneliti untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari prototipe yang dikembangkan oleh peneliti. Sedangkan kuisioner refleksi anak digunakan untuk mengetahui keefektifan prototipe yang dikembangkan dalam kegiatan uji coba yang dilakukan oleh peneliti. 3.5.2 Wawancara Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk pengumpulan data yang banyak digunakan untuk penelitian (Sukmadinata, 2011). Sebelum melakukan wawancara, peneliti membuat instrumen wawancara. Wawancara dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka terhadap responden. Ada dua jenis wawancara menurut Sugiyono (2014) terdapat yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Peneliti menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur dalam penelitian ini agar peneliti bisa mendapatkan jawaban yang bervariasi. Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2014). Hasil wawancara yang didapat merupakan data kualitatif yang digunakan sebagai data awal mengenai sejauh mana pengetahuan orang tua dan anak mengenai tradisi ruwatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
3.6
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. 3.6.1 Data Kualitatif Teknik analisis data kualitatif diperoleh dari komentar terhadap kuesioner yang disebarkan. Adapun komentar tersebut diperoleh dari komentar para pakar yang memberikan masukan terhadap kelayakan buku cerita anak yang sudah dirancang oleh peneliti. Jumlah item pada kuesioner tersebut adalah 12 item. 3.6.2 Data Kuantitatif Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kuantitatif berupa skor yang diberikan oleh para ahli. Data tersebut dianalisis oleh peneliti sebagai dasar untuk mengetahui sejauh mana kelayakan prototipe yang telah dihasilkan dan kemudian memperbaikinya. Data kuantitatif diperoleh melalui instrumen berupa lembar kuesioner. Peneliti dalam hal ini akan memberikan rentang skor atas komentar para pakar dan anak sehingga data yang awalnya berupa kuesioner akan menjadi data interval. Skala penilaian terhadap pengembangan buku cerita anak adalah sangat baik (4), baik (3), tidak baik (2), dan sangat tidak baik (1). Pilihan respon skala empat mempunyai variabilitas respon lebih baik atau lebih lengkap dibandingkan skala tiga dan skala lima. Selain itu, tidak ada peluang bagi responden untuk bersikap netral/ cukup/ ragu-ragu sehingga memaksa responden untuk menentukan nilai terhadap pernyataan dalam instrumen (Widoyoko, 2012: 104). Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menjadi data kualitatif menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan modifikasi dari skala Likert (Widoyoko, 2012: 112). Penyusunan tabel klasifikasi menggunakan aturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
yang sama dengan dasar jumlah skor responden yaitu dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval. Skor tertinggi = 4 Skor terendah = 1 Jumlah kelas = 1 Jarak interval = (4-1)/4 = 0,75
Tabel 3.8 Skala Likert
Rentang Skor Jawaban
Klasifikasi Kelayakan
3,25 – 4
Sangat Baik
2,5 – 3,25
Baik
1,75 – 2,5
Tidak Baik
1,0 – 1,75
Sangat Tidak Baik
Peneliti melakukan sedikit modifikasi dalam penghitungan nilai yang didapatkan untuk mempermudah dalam pemahaman maupun penghitungan data. Penghitungan sekala Likert dengan sedikit modifikasi sebagai berikut. Perhitungan kelayakan prototipe: Nilai kelayakan prototipe = .... / 45 x 100 = ...
Tabel 3.9 Skala Likert Modifikasi Nilai
Keterangan
36,25 – 45
Sangat layak
27,5 – 36,25
Layak
18,75 – 27,5
Tidak layak
10 – 18,75
Sangat tidak layak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Hasil dari penghitungan skor masing-masing validasi yang dilakukan akan dicari rerata skor perolehannya kemudian dapat dikonversikan dari data kuantitatif ke data kualitatif dalam kategori tertentu seperti yang tertera pada tabel kriteria skor skala empat. Peneliti mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-ratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata 3,44. Jika dilihat berdasarkan tabel di atas, maka prototipe yang peneliti buat sangat baik dan layak digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini berisi penjelasan hasil penelitian dan pembahasan mengenai prototipe pengembangan buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Poin-poin yang akan dijelaskan yaitu: (1) hasil penelitian, dan (2) pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan dijelaskan sebagai berikut: 4.1
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini akan menjawab permasalahan penelitian. Oleh karena
itu, pada bagian ini peneliti akan: a) Menjelaskan prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”, b) Mendeskripsikan produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” yang berkualitas. 4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan Peneliti mengadopsi enam dari sepuluh langkah penelitian pengembangan menurut Sugiyono, (2012: 298). Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: a.
Potensi dan Masalah Potensi dalam penelitian ini adalah tradisi ruwatan. Ruwatan dalah tradisi
masyarakat Jawa yang dilakukan untuk membebaskan seseorang dari marabahaya.
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Hal tersebut mendorong peneliti sebagai seorang calon guru SD untuk mengembangkan buku cerita bergambar tentang ruwatan dengan tujuan menanamkan nilai pendidikan karakter dan anak juga dapat memahami tradisi ruwatan. b.
Pengumpulan Data Peneliti mendapatkan data dari wawancara kepada tiga anak di Yogyakarta
dan pengumpulan kuisioner yang diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Data yang peneliti dapatkan adalah: (1) 83% anak tidak mengetahui bahwa ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. (2) 41% anak tidak tahu bahwa orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan dalam bentuk buku cerita bergambar. Berikut merupakan rekapitulasi data kuisioner pra penelitian untuk anak yang disajikan dalam bentuk tabel 4.1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak
Jumlah responden Item
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Presentase
Pertanyaan Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya.
5
24
17%
83%
Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari “sukerta” (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang.
28
1
97%
3%
Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang mengancamnya.
19
10
66%
34%
Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan, pengaruh jahat, seseorang kembali sehat dan ceria
27
2
93%
7%
Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak orang/gotong royong.
19
10
66%
34%
Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang
17
12
59%
41%
Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan dapat merefleksikan cerita yang ada dalam pertunjukkan wayang.
22
7
76%
24%
Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat.
17
12
59%
41%
Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang karena telah mengruwat anaknya.
22
7
76%
24%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
10.
Ketika pertunjukan wayang selesai secara bersama-sama menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak keluarga.
21
8
72%
28%
11.
Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan.
24
5
83%
17%
12.
Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.
16
13
55%
45%
Peneliti memilih nomor item 1, 6, 11, 12 sebagai acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam menyusun prototipe buku cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan diharapkan dapat membantu anak-anak memahami tradisi ruwatansejak dini. c.
Desain Prototipe Langkah awal yang peneliti lakukan adalah membuat cerita dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak-anak. Cerita yang termuat dalam buku tentu saja mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Kemudian peneliti membuat sketsa awal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan tradisi ruwatan dengan bantuan ilustrator yang nantinya akan menjadi prototipe buku cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe ini terdiri dari cover depan berjudul “Ruwatan” yang dilengkapi dengan gambar tokoh yang sedang sakit dan kemudian diruwat. Prototipe buku cerita bergambar ini berisi kata pengantar agar dapat membantu pembaca mengerti isi keseluruhan buku, halaman soft cover, daftar isi, isi yang berupa cerita dengan dilengkapi 16 gambar, lembar refleksi, daftar pustaka, dan biodata penulis. Gambar 1 sampai 2 menceritakan tentang Tini (10 tahun) anak dari Pak Joni dan Bu Surti yang tinggal di Bekasi yang kerap mengalami sakit. Gambar 3 sampai 6 menceritakan keluarga Pak Joni berlibur ke kampung halamannya di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Desa Pleret, Gunung Kidul. Disana Tini sakit sehingga salah seorang warga menyarankan agar Tini diruwat. Gambar 7 sampai 9 berisi tentang arti ruwatan. Gambar 10 sampai 16 berisi tentang tata cara ruwatan yang dilakukan kepada Tini. Ada lima langkah yang dilakukan kepada Tini yaitu siraman, sujud kepada kedua orang tua, srah-srahan, pertunjukan wayang, dan pemotongan rambut. Kelima langkah tersebut berisi tentang nilai-nilai karakter kebangsaan yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan. Berikut merupakan hasil sketsa yang telah dibuat oleh ilustrator:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Gambar 4.1 Sketsa Awal
Berikut ini merupakan hasil perbaikan dari sketsa gambar awal 1 sampai dengan 16 yang telah diwarnai dan diperbaiki oleh ilustrator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Gambar 4.2Hasil yang Dibantu Oleh Ilustrator
d.
Validasi Prorotipe Validasi desain dilakukan peneliti sebelum melakukan uji coba produk.
Validasi desain dilakukan dengan seorang ahli bahasa dan sastra dosen Universitas Sanata Dharma. Cara penilaiannya menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan berdasarkan modifikasi dari skala Likert (Widoyoko, 2012: 112). Hasil validasi dari ahli bahasa dan sastra sebagai berikut: Tabel 4.2 Skala Likert Rentang Skor Jawaban 3,25 – 4 2,5 – 3,25 1,75 – 2,5 1,0 – 1,75
Klasifikasi Kelayakan Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik
Perhitungan kelayakan prototipe: Nilai kelayakan prototipe = .... / 45 x 100 = ... Tabel 4.3 Skala Likert Modifikasi Nilai 36,25 – 45 27,5 – 36,25 18,75 – 27,5 10 – 18,75
Keterangan Sangat layak Layak Tidak layak Sangat tidak layak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Tabel 4.4 Hasil Validasi Prototipe Skor No
Item yang dinilai
Saran 1-4
1.
2.
3.
a.
Bahasa sesuai dengan kaidah penulisan EYD
2
Kalimat terlalu panjang, perlu disederhanakan
b.
Bahasa mudah dipahami anak usia 9-10 tahun
2
Ada beberapa istilah yang sulit dipahami
a.
Format sesuai dengan kaidah penulisan buku cerita bergambar
4
Gambar dan penjelasan sudah sesuai
b.
Menggunakan kepustakaan yang sesuai dengan teori salah satu tradisi Jawa yaitu ruwatan yang diintegrasikan dengan pendidikan karakter kebangsaan
4
Kepustakaan sesuai, perbaiki penulisan daftar pustaka
a.
Memuat cerita tentang ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa
4
Konsep tentang ruwatan perlu disederhanakan
b.
Memuat 16 gambar tentang ruwatan
4
Gambar bisa ditambah agar lebih menarik
c.
Gambar-gambar diberi keterangan
4
Sudah sesuai
d.
Memuat nilai spiritual dan social
3
Nilai-nilai kurang tepat, perlu digali lagi
e.
Memuat refleksi berkaitan dengan tradisi ruwatan
4
Sudah memuat refleksi tentang ruwatan, tetapi belum begitu mendalam
Bahasa
Format penulisan prototipe
Isi Buku
Jumlah/ Skor
31
Peneliti mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-ratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata 3,44.Berdasarkan tabel skala Likert maka prototipe masuk dalam kategori sangat baik, sehingga prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan sudah layak untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
diujicobakan. Sedangkan, saran dan komentar dari validator digunakan untuk memperbaiki produk agar lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak. f.
Revisi Prototipe Peneliti melakukan revisi desain sesuai dengan saran dan komentar dari
validator, yaitu: (1) membuat kalimat-kalimat yang lebih sederhana agar mudah dipahami anak, (2) memperbaiki istilah yang sulit dipahami, (3) menyederhanakan konsep tentang ruwatan, (4) menggali nilai-nilai yang ada dalam tradisi ruwatan, dan (5) memperbaiki refleksi agar lebih mendalam. g.
Uji Coba Prototipedi SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Uji coba produk dilakukan pada tanggal 08 Januari 2016 di SD Negeri
Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Prototipe tersebut peneliti ujicobakan kepada 28 anak usia 9-10 tahun. Peneliti melakukan uji coba di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok Sleman, Yogyakarta dengan tujuan untuk menggali seberapa besar pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan. Uji coba dilakukan pada jam pulang sekolah. Hal tersebut agar tidak mengganggu proses kegiatan belajar mengajar dengan wali kelas. Pada saat pengujian prototipe saya datang bersama teman saya. Meskipun kami sudah mengenal satu sama lain dengan siswa di sana, kami kembali memperkenalkan diri kami. Setelah itu saya menjelaskan tujuan saya datang kesana yaitu untuk mengenalkan tradisi ruwatan melalui buku cerita bergambar. Kemudian peneliti mulai membagikan prototipe berupa buku cerita bergambar tentang ruwatan kepada para siswa. Selama proses uji coba prototipe, peneliti mendampingi anakanak saat membaca cerita tentang ruwatan. Setelah anak-anak selesai membaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
cerita, peneliti membagikan lembar refleksi yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak setelah membaca buku cerita bergambar tersebut.
Gambar 4.3 Kegiatan Uji Coba Prototipe
4.1.2 Deskripsi Kualitas PrototipeBuku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan Peneliti mendapatkan deskripsi kualitas prototipe buku cerita anak “Ruwatan” setelah mengolah kuisioner berupa refleksi terhadap kualitas buku tersebut. Lembar refleksi dibagikan kepada 28 siswa kelas IV di SD yang berusia 9-10 tahun di Negeri Nanggulan Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Berikut merupakan hasil rekapitulasi refleksi anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Relfeksi Anak Jawaban Probandus
Presentase
Ya
Tidak
Ya
Tidak
1. mengerti arti ruwatan sebagai permohonan untuk membebaskan diri dari sakit.
22
6
79%
21%
2. mengerti arti ruwatan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan karena terbebas dari sakit.
18
10
64%
36%
3. mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan bertujuan sebagai tanda “pembersihan diri”.
21
7
75%
25%
4. mengerti bahwa permohonan doa kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan.
23
5
82%
18%
5. mengerti bahwa srah-srahan bertujuan untuk menaati aturan yang ada dalam upacara ruwatan.
21
7
75%
25%
6. mengerti bahwa pemotongan rambut dalam upacara ruwatan sebagai tanda jika seseorang sudah diruwat dan terbebas dari mangsa Batara Kala.
23
5
82%
18%
7. memahami bahwa acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan).
25
3
89%
11%
8. mengerti bahwa orang yang telah diruwat akan kembali bersih dan sehat.
26
2
93%
7%
9. buku cerita “Ruwatan” membantu saya mengerti arti dari tradisi ruwatan.
26
2
93%
7%
10. buku cerita “Ruwatan” membantu saya melestarikan tradisi ruwatan.
19
9
68%
32%
No
Pernyataan
Setelah membaca buku cerita “Ruwatan”, saya:
Melalui produk yang peneliti buat, peneliti mendapatkan data bahwa sebanyak 75% anak mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan bertujuan sebagai tanda “pembersihan diri”, 82% anak mengerti bahwa permohonan doa kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan, dan 89% anak memahami bahwa acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
penelitian yang dikembangkan oleh peneliti selain membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan juga dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. 4.2
Pembahasan Prototipe buku cerita bergambar berjudul “Ruwatan” mendapatkan skor
31. Berdasarkan tabel kelayakan maka prototipe masuk dalam kategori sangat baik yaitu sudah layak diujicobakan. Uji coba produk dilakukan pada tanggal 08 Januari 2016 di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Prototipe tersebut peneliti ujicobakan kepada 28 siswa kelas IV yang berusia 9-10 tahun. Lembar refleksi anak diberikan setelah melakukan uji coba prototipe kepada anak usia 9-10 tahun, sehingga secara keseluruhan lembar refleksi diisi dan kembali 28 sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Prototipe buku cerita bergambar mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rataratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata 3,44 yaitu masuk dalam kategori sangat baik dan dapat membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan karena prototipe tersebut dikembangkan peneliti dengan memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut: a.
Produk disusun untuk memfasilitasi anak memahami tradisi ruwatan. Menurut Subalidata (dalam Sulistyowati, 2013: 4) ruwatan merupakan
sebuah upacara ritual yang bertujuan untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari suatu hal yang dianggap tidak baik atau jahat. Dalam upacara ruwatan ada suatu harapan, yaitu agar orang terhindar dari segala yang jahat atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
malapetaka. Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang digunakan untuk membebaskan seseorang dari segala macam bahaya dan keburukan. Berdasarkan hasil kuisioner yang dibagikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun di SD Negeri Nanggulan, mereka tidak memahami tradisi ruwatan. Hal tersebut
mendorong
peneliti
sebagai
seorang
calon
guru
SD
untuk
mengembangkan buku cerita bergambar tentang ruwatan dengan tujuan menanamkan nilai pendidikan karakter dan anak juga dapat memahami tradisi ruwatan. Prototipe ini terdiri dari cover depan berjudul “Ruwatan” yang dilengkapi dengan gambar tokoh yang sedang sakit dan kemudian diruwat. Prototipe buku cerita bergambar ini berisi kata pengantar agar dapat membantu pembaca mengerti isi keseluruhan buku, halaman soft cover, daftar isi, isi yang berupa cerita dengan dilengkapi 16 gambar, lembar refleksi, daftar pustaka, dan biodata penulis. Setelah menyusun prototipe, peneliti melakukan uji coba prototipe kepada anak usia 9-10 tahun untuk mengetahui kualitas prototipe yang dikembangkan. Setelah melakukan uji coba prototipe, peneliti melihat adanya perbedaan sebelum dan sesudah dilakukannya uji coba. Sebelum uji coba dilakukan, anak tidak paham mengenai arti dan kegiatan tradisi ruwatan. Setelah uji coba dilakukan, anak-anak paham mengenai arti dan kegiatan tradisi ruwatan. Hal itu dapat ditunjukkan melalui hasil refleksi anak berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Gambar 4.4 Hasil Refleksi Anak terhadap Kualitas Prototipe Buku Cerita Anak
Berdasarkan data tersebut, prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan memfasilitasi anak untuk memahami tradisi ruwatan. b.
Prototipe buku disusun dengan menonjolkan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan. Isi prototipe buku cerita bergambar yang peneliti kembangkan terdiri dari
16 gambar tentang ruwatan. Gambar-gambar tersebut disertai dengan cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
sederhana yang menonjolkan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan di dalam tradisi ruwatan. Pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan untuk mendidik anak-anak agar dapat menumbuhkembangkan
kepribadiannya.
Nilai-nilai
pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan. Setelah melakukan uji coba prototipe, peneliti melihat bahwa anak-anak sudah mampu memahami tentang nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan. Hal tersebut terbukti dengan anak-anak dapat mengerjakan lembar refleksi dengan baik dan menggambar bagian cerita yang mereka anggap paling menarik dan mengandung nilai karakter. Berikut ini merupakan salah satu contoh hasil kreativitas anak yang menggambarkan nilai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan) yaitu Tini dan keluarganya makan bersama setelah upacara ruwatan selesai dilakukan.
Gambar 4.5 Hasil Kreativitas Anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
c.
Prototipe disusun dalam bentuk buku cerita Sebagian besar anak usia sekolah dasar masih senang membaca buku
cerita, apalagi buku cerita yang bergambar. Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk dapat dengan mudah memahami makna upacara ruwatan, tata cara upacara ruwatan, dan tujuan dilakukannya upacara ruwatan. Selain itu, anak juga dapat mengambil nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalam cerita tersebut. Peneliti menyusun prototipe buku cerita anak dalam bentuk buku cerita bergambar tentang ruwatan. Buku cerita bergambar tersebut dapat diggunakan untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang ruwatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. d.
Produk disusun sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 9-10 tahun Anak usia sekolah dasar masih senang bermain, bergerak, berlari,
membaca, menulis, dan terlibat langsung dalam setiap aktivitas yang dilakukan (Desmita, 2009: 35-36). Menurut Piaget dalam Santrock (2011: 27) pada usia 9-10 tahun, anak mulai berpikir logis dan melibatkan objek-objek dalam aktivitasnya dan anak mulai dapat memecahkan masalah yang ada. Oleh sebab itu, peneliti menyusun prototipebuku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan yang di dalamnya berisi cerita yang berupa gambaran dari objek atau benda-benda asli dan kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar anak. Dengan membaca prototipe buku cerita bergambar yang peneliti buat, anak bisa mengimajinasikan peristiwa yang terjadi di dalam cerita sesuai dengan tahap perkembangannya. 4.3
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PROTOTIPE Melalui validasi dan uji coba prototipe, peneliti mendapatkan masukan
tentang prototipe buku cerita bergambar yang dikembangkan. Data tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
membantu peneliti untuk dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan prototipe yang peneliti kembangkan. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan dan kelemahan prototipe buku cerita bergambar “Ruwatan” dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. 4.3.1 Kelebihan Prototipe a.
Prototipe buku cerita bergambar terdiri dari 16 gambar yang bercerita tentang proses kegiatan tradisi ruwatan.
b.
Prototipe buku cerita bergambar memuat informasi tentang ruwatan yang disajikan dalam bentuk cerita bergambar yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter kebangsaan.
c.
Enam belas gambar di dalam prototipe buku cerita bergambar dapat memotivasi anak untuk mengembangkan daya imajinasinya dan mewujudkan nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan.
d.
Isi cerita tradisi ruwatan mudah dipahami anak oleh anak usia 9-10 tahun.
e.
Meningkatkan kebiasaan gemar membaca pada anak.
f.
Meningkatkan daya imajinasi anak.
g.
Melatih motorik halus.
h.
Harga prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan mudah dijangkau oleh guru maupun anak-anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
4.3.2 Kelemahan Prototipe a.
Jenis huruf yang digunakan dalam cerita kurang menarik untuk anak usia 9-10 tahun.
b.
Ukuran huruf dalam prototipe buku cerita bergambar masih terlalu kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
Bab V ini akan memaparkan tentang (1) kesimpulan, (2) keterbatasan penelitian, dan (3) saran. Berikut ini adalah penjelasannya. 5.1
KESIMPULAN Berdasarkan hasil prototipe pengembangan buku cerita anak tentang
ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1 Langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengadopsi enam langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain prototipe, (4) validasi prototipe, (5) revisi prototipe, dan (6) uji coba prototipe. 5.1.2 Kualitas prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mendapatkan skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-ratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata 3,44 yaitu sangat baik dan layak diujicobakan. 5.2
KETERBATASAN PENELITIAN Produk yang dikembangkan peneliti mempunyai beberapa keterbatasan,
diantaranya sebagai berikut.
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
5.2.1 Prototipe buku cerita anak hanya divalidasi oleh seorang validator dengan latar belakang sastra dan bahasa, tidak melibatkan validator yang memahami tradisi Jawa. 5.2.2 Tradisi Jawa yang termuat dalam prototipe buku cerita anak yang peneliti buat terbatas pada tradisi ruwatan saja. 5.3
SARAN Saran untuk peneliti yang akan mengembangkan produk berupa buku
cerita bergambar adalah sebagai berikut ini. 5.3.1 Prototipe buku cerita anak tentang ruwatan sebaiknya divalidasi oleh dua orang validator dengan latar belakang sastra dan bahasa, serta yang memahami tradisi Jawa. 5.3.2 Tradisi Jawa yang termuat dalam prototipe buku cerita anak sebaiknya ditambahkan, sehingga tidak hanya tradisi ruwatan saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR REFERENSI Ahmadi, Rulam. (2014). PENGANTAR PENDIDIKAN Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Albiladiyah, Ilmi S dan Gatut Murniatmo. (1981). Risalah Sejarah dan Budaya. Yogyakarta: Departemen Pndidikan dan Kebudayaan. Arif, Choirul. (2013). Makna Simbolik Ruwatan Cukur Rambut Gembel Di Desa Dieng Kejajar Wonosobo. Jurnal tidak dipublikasikan. Bratawidjaja, Thomas Wiyasa. (1988). Upacara Tradisional Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Darmoko. (2002). Ruwatan: Upacara Pembebasan Malapetaka Tinjauan Sosiokultural Masyarakat Jawa. Depok. VOL. 6, NO. 1. Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Herawati, Nanik. (2010). Mutiara Adat Jawa. Klaten: PT Macanan Jaya Cemerlang. HP, Harjana. (2006). Cara Mudah mengarang Cerita Anak-anak. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Kesuma, Dharma, dkk. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kurniawan, Heru. (2013). Menulis Kreatif Cerita Anak. Jakarta Barat: @kademia. Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter; Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Haritage Foundation. Nuryanti, Lusi. (2008). Psikologi Anak. Klaten: PT Macanan Jaya Cemerlang. Purwadi. (2005). Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Salim, Yenny dan Peter Salim. (1991). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press.
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2013). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Santrock, John W. (2012). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sudiati, Vero dan Widyamarta. (1995). Kiat Menulis Cerita. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Sudiati, Vero dan Widyamartaya A. (1995). Kiat Menulis Cerita. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya offset. Bandung. Sulistyobudi, Noor, dkk. (2013). Upacara Adat. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNP). Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Syaodih, Nana. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wattie, Anna Marie, dkk. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Seni Budaya Tingkat Sekolah Dasar di Kota Malang, Jawa Timur. Daerah Istimewa Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya. Wening, Sri. (2012). Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai. Yogyakarta. Jurnal tidak dipublikasikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
Widoyoko, Eko Putro. (2012). Teknik penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yana. (2012). Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Bintang Cemerlang. Yusuf, Syamsu dan Nani Sugandhi. (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
Lampiran 1. Hasil Wawancara
Lusi, Nopa, dan Pia (Anak-anak) Berdasarkan wawancara di kota Yogyakarta kepada tiga orang anak tentang tradisi ruwatan hasilnya adalah memprihatinkan. Ketiga anak itu sama sekali tidak tahu mengenai ruwatan. Anak-anak tersebut bahkan belum pernah mendengar istilah dari ruwatan itu sendiri. Mereka justru mengembalikan pertanyaan yang peneliti lontarkan. Anak itu bertanya ruwatan itu apa, untuk apa, dan bagaimana.
Sugin (Orang tua) Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Sugin, beliau tahu tentang tradisi ruwatan tetapi tidak tahu ketika ditanya mengenai proses yang dilakukan pada saat upacara Ruwatan. Selain itu, Bu Sugin juga tidak mengetahui ketika saya bertanya tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ruwatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian di SD Negeri Nanggulan Maguwoharjo, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di SD Negeri Nanggulan Maguwoharjo, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuisioner Pra Penelitian Untuk Anak
Kode Proband us 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Jumlah %
Nomor Pertanyaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 28
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 19
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 27
0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 19
1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 17
1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 22
0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 17
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 22
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 21
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 24
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16
17
97
66
93
66
59
76
59
76
72
83
55
Keterangan: Kode Probandus = jumlah sample anak 1
= jawaban “ya”
0
= jawaban “tidak”
Jumlah 7 8 6 8 8 9 8 8 8 8 9 6 7 7 8 6 8 10 9 8 10 12 9 9 10 10 6 6 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe Berupa Refleksi untuk Anak
Kode Probandus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah
1
2
3
Nomor Pertanyaan 4 5 6 7
8
9
10
1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 22
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 18
1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 21
1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 21
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 26
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 26
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 19
Keterangan: Kode Probandus = jumlah sample anak 1
= jawaban “ya”
0
= jawaban “tidak”
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 23
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 23
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
Lampiran 7. Dokumentasi Uji Coba Prototipe
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
BIODATA PENELITI
Theresia Dian Nofitri, lahir di Metro, 1 September 1994. Peneliti masuk Sekolah Dasar pada tahun 2000 di SD Negeri 2 Simbarwaringin dan lulus tahun 2006. Pada tahun
2006-2009
peneliti
menyelesaikan
jenjang
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Kristen 1 Metro, Lampung. Kemudian peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas pada tahun 2009-2012 di SMA Kristen 1 Metro, Lampung. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan studi ke Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti juga pernah mengikuti beberapa seminar, workshop, dan kepanitiaan. Seminar, workshop, dan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain: (1) PPKM I dan II; (2) Kursus Mahir Dasar Pramuka (KMD); (3) Sie Acara dan Liturgi Perayaan Pekan Suci 2013; (4) Sie Pendamping Kelompok Insipro 2013 dan 2014; (5) Story Telling and Writing Contest.